potensi isolat jamur pelapuk putih dari ...eprints.ums.ac.id/54634/1/naskah publikasi...
Post on 03-Dec-2020
7 Views
Preview:
TRANSCRIPT
POTENSI ISOLAT JAMUR PELAPUK PUTIH DARI MERBABU UNTUK
DEKOLORISASI PEWARNA BLUE-R DAN ORANGE
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada
Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Oleh:
Ana Mellya Sarrahwati
A420130127
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
1
POTENSI JAMUR PELAPUK PUTIH DARI MERBABU UNTUK
DEKOLORISASI PEWARNA BLUE-R DAN ORANGE
Abstrak
Dekolorisasi adalah proses perusakan warna atau penghilangan kepekatan warna.
Jamur pelapuk putih memiliki kemampuan bioremediasi yang baik dan ramah
lingkungan, salah satunya adalah dekolorisasi. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui kemampuan 5 isolat JPP dari gunung Merbabu dalam
mendekolorisasi pewarna Blue-R dan Orange (100 ppm) pada media padat
menggunakan PDA dalam waktu 14 hari. Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2 faktor, yaitu
faktor 1 adalah isolat JPP dan faktor 2 adalah pewarna sintetis. Pengulangan
dilakukan sebanyak dua kali. Hasil penelitian dianalisa menggunakan deskriptif
kualitatif. Parameter yang digunakan adalah zona bening yang terbentuk pada media
PDA+warna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua isolat bisa
mendekolorisasi pewarna Blue-R dan Orange. Isolat yang mampu mendekolorisasi
kedua pewarna dengan kemampuan tinggi ditunjukkan oleh isolat MB1 dan MB15.
Kata kunci: Dekolorisasi, Jamur Pelapuk Putih, Pewarna azo, Blue-R, Orange, Isolat.
Abstract
Decolorization is process of color destruction or color density removal. White Rot
Fungi has good bioremediation capability and eco-friendly, one of them is
decolorization. The aim of study was to investigate the potency of 5 isolates white rot
fungi from Merbabu mountain to decolorizing of synthetic dyes Blue-R and Orange
in solid medium of PDA. This research is an experimental research using
Randomized Complete Design with 2 factors, first factor is isolates and second
factor is dyes with two repetitions. Analyzed by using qualitative descriptive.The
parameter of this research is clear zone formed on medium. The results showed that
not all isolates could decolorize of Blue-R and Orange dyes. Isolates wich capable
to decolorizing of both dyes with high-ability are MB1 and MB15 isolates.
Keywords: Decolorization, White Rot Fungi, Azo dyes, Blue-R, Orange, Isolates
2
1. PENDAHULUAN
Pewarna sering digunakan dalam berbagai sektor industri, antara
lain tekstil, makanan, penyamakan kulit, kertas, kosmetik dan industri
farmasi (Dallgo, 2005 dalam Lyra, 2009). Pada proses pewarnaan tekstil
kebanyakan menggunakan zat warna sintetik dibandingkan dengan zat
warna alam karena zat warna sintetik dapat memenuhi kebutuhan skala
besar, warnanya lebih bervariasi dan pemakaiannya lebih praktis.
Pewarna sintetik digunakan secara ekstensif pada industri tekstil lebih
dari 700.000 ton dari sekitar 10.000 pewarna sintetik yang berbeda yang
diproduksi secara global (Mc Mulan et al., 2001).
Penggunaan zat warna azo paling banyak digunakan pada industri
tekstil karena harganya ekonomis dan mudah diperoleh. Salah satu zat
warna azo adalah RBBR (Remazol Brilliant Blue R) dan Orange.
Golongan azo yang merupakan seyawa heterosiklis yang unsur
pembentuknya dari quinone. Anthraquinone muncul sebagai warna alami
di alam, terdiri dari cincin benzene dengan gugus hidroksil yang disebut
phenol (Murugesan, 2006).
Pada proses pewarnaan, pewarna tidak 100% terserap tetapi sekitar
10-15% dilepaskan menjadi limbah (Boer et al., 2004 dalam Ashger,
2006). Kebanyakan pewarna akan terlihat pada cairan limbah pada
konsentrasi 1 mg/L (Sandhya, 2010). Komponen limbah dapat
menyebabkan kerusakan yang serius pada ekosistem dan kesehatan. Hal
ini akan mengakibatkan turunnya DO (Dissolve Oxygen) dalam
ekosistem perairan dan berakibat ada peningkatan COD (Chemical
Oxygen Demand) (Sharma et al., 2012).
Metode biologi memiliki keunggulan dibanding metode yang lain
karena paling efektif, efisien dan ekonomis (Gupta et al., 2011 dalam
Arifin, 2012). Jamur pelapuk putih merupakan kelompok jamur
Basidiomycetes penghasil enzim ligninolitik ekstraseluler yang
3
mampu digunakan untuk merombak berbagai macam hidrokarbon
poliaromatik senyawa fenolik dan zat warna (Hakala, 2007). Jamur
tersebut menghasilkan enzim-enzim ligninolitik ekstraseluler seperti
lignin peroksidase (Li-P), mangan peroksidase (Mn-P) dan lakase
(Jebapriya, 2013). Jamur pelapuk putih memiliki kemampuan
bioremediasi yang baik termasuk dekolorisasi zat warna.
Penelitian Muslimah & Nengah (2013) mengenai kemampuan isolat
jamur pelapuk putih dari koleksi Institut Teknologi Sepuluh November
(ITS) dalam mendekolorisasi zat warna RBBR (Remazol Brilliant Blue R)
yang merupakan golongan azo mengungkapkan bahwa, dari keseluruhan
22 isolat mampu mendekolorisasi zat warna biru tersebut dengan baik
tertuma pada spesies Climacodon septentrionalis. Hasil penelitian Lyra et
al., (2009) menunjukkan bahwa, warna orange (metil-orange) mampu
didekolorisasi baik dengan jamur Hexagonia hydnoides dan Pycnoporus
sanguineus dengan presentase 52.6%.
Setelah dilakukan pra penelitian dekolorisasi warna Black-B oleh 14
isolat yang diambil dari gunung Merbabu, diperoleh beberapa isolat
unggul. Lima isolat memiliki kemampuan dekolorisasi baik. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui potensi isolat jamur pelapuk putih dari
Merbabu untuk dekolorisasi pewarna Blue-R dan Orange.
2. METODE
Penelitian dilakukan di Laboratorium Pendidikan Biologi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta
pada bulan Februari sampai Juli 2017.
Jenis penelitian ini adalah eksperimen. Rancangan percobaan ini
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari dua
faktor, yaitu isolat jamur pelapuk putih (MB1, MB2, MB3, MB5, MB15)
dan pewarna tekstil, yaitu Blue-R dan Orange dengan pengulangan
4
sebanyak 2 kali. Parameter yang diukur adalah terbentuknya zona bening
pada media PDA+warna. Hasil dianalisa menggunakan deskriptif
kualitatif. Kemampuan dekolorisasi tiap-tiap isolat dinyatakan dengan
skoring.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Uji dekolorisasi 5 isolat Merbabu terhadap pewarna Blue-R dan
Orange disajikan dalam tabel 3.1.
Tabel 3.1 Kemampuan dekolorisasi 5 isolat JPP gunung Merbabu terhadap
pewarna Blue-R dan Orange inkubasi selama 14 hari
Pewarna
Isolat Blue-R Orange
MB1 +++ +++
MB2 +++ +
MB3 - +++
MB5 ++ -
MB15 +++ +++
Keterangan:
(+++) : kemampuan dekolorisasi tinggi
(++) : kemampuan dekolorisasi sedang
(+) : kemampuan dekolorisasi rendah
(-) : tidak bisa mendekolorisasi pewarna
Berdasarkan tabel 3.1, tidak semua isolat mampu mendekolorisasi
pewarna Blue-R dan Orange pada konsentrasi 100 ppm dalam waktu 14
hari. Isolat MB1 dan MB15 memiliki kemampuan dekolorisasi dengan
skor tinggi (+++) terhadap pewarna Blue-R dan Orange. Isolat yang
memiliki kemampuan tinggi dalam mendekolorisasi pewarna Blue-R
adalah isolat MB1, MB2, dan MB15, sedangkan untuk kemampuan
dekolorisasi dengan skor sedang (++) adalah isolat MB5,dan isolat yang
tidak bisa dekolorisasi terhadap warna Blue-R dengan skor (-) adalah
MB3. Pewarna Orange mampu didekolorisasi dengan skor tinggi (+++)
oleh isolat MB1, MB3 dan MB15, dekorlorisasi warna Orange dengan skor
5
rendah (+) oleh isolat MB2, dan yang tidak bisa mendekolorisasi dengan
skor (-) isolat MB5.
3.2 Pembahasan
Sebanyak 3 isolat Merbabu yang memiliki potensi tinggi untuk
mendekolorisasi pewarna Blue-R. Isolat MB1 dan MB15 memiliki
kemampuan tinggi dalam mendekolorisasi kedua pewarna (Gambar 3.1).
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Papadopoulou dan Rigas (2014)
bahwa satu spesies jamur pelapuk putih, Ganoderma australe dapat
mendekolorisasi pewarna Blue-R dan Orange dengan kemampuan
dekolorisasi tinggi. Hasil pemudaran warna pada media terlihat hanya
isolat MB1 yang memiliki jejak warna bening dibanding dengan yang
lainnya. Sementara untuk isolat MB2 dan MB15 berwarna hijau
kecoklatan. Berbeda pada media PDA + Orange, dekolorisasi tinggi
terlihat berwarna putih yang ditunjukkan pada isolat MB1, MB3, dan
MB15.
Gambar 4.1 Kemampuan dekolorisasi tinggi isolat Merbabu terhadap pewarna Blue-R (A)
Kemampuan dekolorisasi tinggi isolat Merbabu terhadap pewarna Orange (B)
A B MB1
MB2 MB15
Kontrol Blue-R MB1
MB3 MB15
Kontrol Orange
6
Mekanisme dekolorisasi oleh isolat JPP dibagi menjadi dua, yaitu
secara enzimatis dan non-enzimatis (Wilkolazka, 2002). Secara enzimatis,
enzim yang berperan adalah enzim ligninolitik, terutama lakase. Enzim
tersebut berfungsi untuk memineralisasi zat warna dan dapat memecah
ikatan aromatik pada senyawa warna kompleks sehingga dapat terjadi
pemudaran warna. Reaksi enzimatik pada lakase merupakan reaksi
oksidasi yang menghasilkan satu elektron hasil oksidasi senyawa fenol dan
mereduksi oksigen menjadi air. Menurut Jebapriya (2013) Enzim
ligninolitik merupakan enzim ekstraselular yang disekresikan oleh jamur
pelapuk putih dalam menginisiasi oksidasi lignin di luar lingkungan sel.
Kelompok enzim ini diantaranya peroksidase (LiP dan MnP) dan lakase.
Lakase adalah enzim yang berperan paling banyak dalam proses
pemudaran warna. Namun, pada setiap spesies jamur pelapuk putih dalam
mendekolorisasi zat warna, enzim yang digunakan berbeda-beda.
Phanerochaete chrysosporium menggunakan lignin peroksidase (LiP)
secara dominan dalam memudarkan zat warna (Jebapriya, 2013). Hal ini
yang menyebabkan perbedaan kemampuan dekolorisasi pada tiap-tiap
isolat Merbabu. Kemungkinan warna zona bening yang dihasilkan dari
tiap-tiap isolat terhadap pewarna Blue-R dan Orange juga disebabkan oleh
jenis enzim yang disekresikan. Seperti zona bening yang dihasilkan oleh
isolat Merbabu dengan dekolorisasi kemampuan tinggi terhadap pewarna
Blue-R (MB1, MB2, dan MB15) (Gambar 3.1 A) berbeda-beda kepudaran
warnanya. Zona bening yang dihasilkan isolat Merbabu terhadap pewarna
Orange dengan kemampuan tinggi (MB1, MB3, dan MB15) juga berbeda
terhadap warna Blue-R (Gambar 3.1 B) kepudaran warna pada Orange
berwarna putih.
Sekresi enzim dipengaruhi keadaan lingkungan jamur, seperti pH dan
suhu. pH pada penelitian ini bersifat asam, yaitu 6. Pada jamur pelapuk
putih pH yang optimum adalah asam sampai netral atau sekitar 5-7. Pada
setiap spesies jamur berbeda-beda kebutuhan pHnya. Hasil penelitian
7
Mansur (2003) mengungkapkan bahwa Pleurotus ostreatus membutuhkan
pH 6,5 untuk mensekresi enzim lakase dengan optimal. Selain itu suhu
juga berperan dalam sekresi enzim. Suhu yang digunakan dalam
penelitian ini adalah suhu ruang berkisar 27°C - 28°C. Hal ini diperkuat
dengan hasil penelitian Dharajiya (2016) bahwa jamur pelapuk putih pada
spesies Phanerochaete chrysosporium membutuhkan suhu ruang untuk
bisa mendekolorisasi dengan optimal.
Pemudaran warna secara enzimatis juga dapat dibarengi dengan
proses non-enzimatis. Menurut Awaludin (2001) dalam Wulandari
(2014), dinding sel jamur pelapuk putih mengandung matriks
ekstraseluler yang tersusun dari berbagai macam senyawa organik, yaitu
enzim, protein, dan polisakarida. Dinding sel juga mengeluarkan gel yang
berungsi sebagai perekat yang mampu menyerap warna pada media.
Miselium jamur yang bersifat hidrofobik dan zat warna yang bersifat
hidrofilik. Gel yang dikeluarkan oleh miselium tersebut dapat memacu
interaksi hidrofobik-hidrofilik miselium jamur dan pewarna menyebabkan
mekanisme adsorbsi. Hal ini menyebabkan miselium bisa berubah warna
menjadi warna yang diserapnya atau bahkan lebih muda. Aktifitas
dekolorisasi dengan dua proses ini terjadi pada isolat MB15 dalam
mendekolorisasi pewarna Orange (Gambar 3.2). Menurut Knapp (1995),
proses dekolorosiasi dengan cara penyerapan tidak terlalu maksimal,
minimal warna yang dapat terserap kurang dari 50%. Berdasarkan hasil
penelitiannya, spesies Corioulus versicolor misalnya, kemampuan
penyerapan warna hanya berkisar 5-10%.
8
Gambar 3.2 tampak depan penyerapan warna miselium dari proses adsorbsi (A) tampak
belakang zona bening yang terbentuk dari dekolorisasi (B)
Stuktur ikatan zat warna juga dapat memengaruhi daya dekolorisasi
suatu isolat. Berdasarkan pengamatan, isolat Merbabu paling baik
mendekolorisasi warna Blue-R dibandingkan warna Orange. Hal ini
terlihat dari zona bening yang terbentuk. Pemudaran warna yang terjadi
pada Blue-R lebih bisa diamati dan dibedakan dibandingkan dengan
Orange. Zat warna Blue-R dan Orange termasuk kedalam zat warna reaktif
yang juga yang termasuk golongan azo. Zat warna azo mempunyai sistem
kromofor dari gugus azo (-N=N-) yang berikatan dengan gugus aromatik
(benzena). Pemudaran warna Orange lebih sulit dilakukan oleh isolat
Merbabu hal ini dimungkinkan karena ikatan kovalen pada warna Orange
lebih kuat dibanding dengan Blue-R atau waktu dekolorisasi yang
dibutuhkan lebih lama. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Gill (2002)
bahwa pewarna orange mudah sekali didekolorisasi oleh isolat JPP pada
media cair hanya dalam waktu 72 jam. Menurut Toh (2003) dalam Ashger
(2006) kompleksitas struktur warna saja bukan satu-satunya indikator
tingkat kesulitan dekolorisasi suatu zat warna tertentu. Hal tersebut juga
bergantung pada spesies jamur pelapuk putih dan lingkungannya. Hasil
penelitian Kitwechkun & Khanoungnuch (2004) mengungkapkan bahwa,
pewarna azo dapat didekolorisasi baik oleh jamur Corioulus vesicolor.
A B Kontrol Orange MB15 MB15
9
4. PENUTUP
Setelah dilakukan penelitian mengenai potensi dekolorisasi pewarna
Blue-R dan Orange maka dapat disimpulkan bahwa, isolat MB1 dan MB15
mampu mendekolorisasi dengan kemampuan tinggi terhadap pewarna
Blue-R dan Orange pada konsentrasi 100 ppm dalam waktu 14 hari.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran untuk
penelitian dekolorisasi selanjutnya adalah perlu dilakukan penelitian
menggunakan isolat jamur pelapuk lain atau pewarna sintetis azo yang
lainnya dan dilakukan penelitian dekolorisasi pada media cair.
5. PERSANTUNAN
Terimakasih kepada keluarga, Ibu Triastuti Rahayu yang telah
membimbing selama penyusunan skripsi, dan teman-teman yang telah
memberi bantuan untuk penelitian skripsi dan penulisan artikel ilmiah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Z., Irawan, D., Rahim, M., & Ramantiya, F. (2012). Adsorpsi Zat
WarnaDirectBlack 38 Menggunakan Kitosan Berbasis Limbah Udang
Delta Mahakam. Jurnal Ilmiah Berkala Sains dan Terapan Kimia, 6(1), 35-
45.
Ashger, M., Shah, S.A.H,. M. Ali,. R.L Legge. (2006). Decolorization of Some
Reactive Dyes by White Rot Fungi Isolated From Pakistan. World Journal
of Microbiology and Technology, 22, 89-93
Dharajiya, D., Shah, M., & Bajpai, B. (2016). Decolorization of Simulated
Textile Effluent by Phanerochaete chrysosporium and Aspergillus
fumigatus A23. Nature Environment and Pollution Technology, 15(3), 825.
Hakala, T. (2007). Characterization of the lignin-modifying enzymes of the
selective white-rot fungus Physisporinus rivulosus. University of Helsinki:
Department of Applied Chemistry and Microbiology.
10
Jebapriya, G. R., & Gnanadoss, J. J. (2013). Bioremediation of Textile Dye Using
White Rot Fungi: A review. International Journal of Current Research and
Review, 5(3), 1.
Knapp, J. S., & Newby, P. S. (1995). The Microbiological Decolorization
of an Industrial Effluent Containing a Diazo-Linked Chromophore.
Water research, 29(7), 1807-1809.
Lyra, E. S., Moreira, K. A., Porto, T. S., Da Cunha, M. C., Júnior, F. P., Neto, B.
B., & Porto, A. L. P. (2009). Decolorization Of Synthetic Dyes by
Basidiomycetes Isolated From Woods of the Atlantic Forest (PE),
Brazil. World Journal of Microbiology and Biotechnology, 25(8), 1499-
1504.
Mansur, M,. Arias M.E,. Copa Patino J.L,. Flardh M,. Gonzales A.E,. (2003). The
White-Rot Fungus Pleurotus ostreatus Secretes Laccase Isozymes with
Different Substrete Specificities. Mycologia, 95(6), 1013-1020.
Martani, Erni., Sebastian Margino., Elisa Nurnawati. (2011). Isolasi dan
Karakterisasi Jamur Pendegradasi Warna Tekstil. Jurnal Manusia dan
Lingkungan, 18(2), 127-136.
Mc Mullan, G,. Meehan, C,. Coneely, C,. Kirby, N,. Robinson, T., P, Nigan,. I.M
Banat,. R. Marchant., W.F Sinyth. (2001). Microbial Decoulorisation and
Degradation of Textile Dyes. Appl Microbial Biothecnol, 56, 81-87.
Murugesan, K., Arulmani, M., Nam, I. H., Kim, Y. M., Chang, Y. S., &
Kalaichelvan, P. T. (2006). Purification and Characterization of
Laccase Produced by A White Rot Fungus Pleurotus sajor-caju Under
Submerged Culture Condition and its Potential in Decolorization of Azo
Dyes. Applied Microbiology and Biotechnology, 72(5), 939-946.
Muslimah, S., & Kuswytasari, N. D. (2013). Potensi Basidiomycetes Koleksi
Biologi ITS sebagai Agen Biodekolorisasi Zat Warna RBBR. Jurnal Sains
dan Seni ITS, 2(2), E234-E239.
Papadopoulou, K., & Rigas, F. (2014). Degradation of Dyes Used in
Textile Industries by Selected White-Rot Fungi. Recent Advances in
Energy and Environmental Management, 163-168.
Sandhya, S. (2010). Biodegradation of Azo Dyes Under Anaerobic Condition:
Role of Azoreductase. In Biodegradation of Azo Dyes (pp. 39-57).
Springer Berlin Heidelberg.
11
Sharma, N., Tiwari, D. P., & Singh, S. K. (2012). Decolourisation of Synthetic
Dyes by Agricultural Waste-A Review. International Journal of
Scientific & Engineering Research, 3(2), 1-10.
Wikolazka, A.J,. Dest J.K.R,. Malarczky E,. Wardas W,. Leo Nowicz A,. (2002).
Fungi and Their Ability to Decolorization Azo and Anthraquinonoc Dyes.
Enzime and Microbial Technology, 30, 566-572.
Wulandari, F. Y., Ratnaningtyas, N. I., & Dewi, R. S. (2014). Dekolorisasi
Limbah Batik Menggunakan Limbah Medium Tanam Pleurotus ostreatus
pada WaktuInkubasi yang Berbeda. Scripta Biologica, 1(1), 73-77.
top related