peran koperasi simpan pinjam dalam perkembangan...
Post on 05-Feb-2018
243 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PERAN KOPERASI SIMPAN PINJAM DALAM
PERKEMBANGAN UMKM AGRIBISNIS
DI BOGOR
(Studi Kasus Kospin Jasa Bogor)
SKRIPSI
Oleh :
SUSI FITRIA SARI
H 34086089
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
RINGKASAN EKSEKUTIF
SUSI FITRIA SARI. Peran Koperasi Simpan Pinjam Dalam Perkembangan
UMKM Agribisnis di Bogor (Studi Kasus Kospin Jasa Bogor). Skripsi.
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor
(Dibawah bimbingan LUKMAN M BAGA).
Kemiskinan dan pengangguran merupakan masalah besar bagi Indonesia.
Sebagai Negara agraris dengan kekayaan alam yang melimpah harusnya Indonesia
mampu mengatasi permasalahan kemiskinan dan pengangguran yang ada. Hal ini
dikarenakan kemiskinan dan pengangguran akan berdampak pada perkembangan
perekonomian Indonesia. Badan Pusat Statistik (2007) menjelaskan jumlah
pengangguran di Indonesia meningkat dari 5.813.000 jiwa pada tahun 2000
meningkat menjadi 11.104.693 jiwa pada tahun 2006. Peningkatan pengangguran
ini mengakibatkan meningkatnya kemiskinan yang ada di Indonesia.
Bogor sebagai salah satu kota yang ada di Jawa Barat merupakan daerah
dengan penduduk miskin terbanyak, yaitu sekitar 1.105.156 jiwa atau sekitar
24,68 persen dari jumlah masyarakat Bogor. Salah satu cara pemerintah Bogor
untuk mengurangi kemiskinan adalah mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM). Sektor UMKM diharapkan lebih produktif dalam
penyerapan tenaga kerja dan pemerataan pendapatan sekaligus memperkokoh
perekonomian nasional.
Data Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Disperindagkop)
tahun 2007 menjelaskan bahwa jumlah UMKM Bogor terus meningkat. Hal ini
terlihat dari tahun 2000 jumlah UMKM yang ada hanya 15.498 unit menjadi 31.
831 unit pada tahun 2006. Kospin Jasa sebagai salah satu pihak non perbankan juga berperan dalam
pemberian kredit untuk perkembangan UMKM. Sejak Kospin Jasa Bogor berdiri
pada tahun 2006, sudah delapan puluh UMKM yang menjadi anggota Kospin Jasa
Bogor. Akan tetapi, dalam pelaksanaan pemberian kredit, Kospin Jasa tidak
selalu memperhatikan prosedur dan faktor-faktor dalam pemberian kredit tersebut.
Kospin Jasa selalu mencairkan tiap pengajuan kredit yang dilakukan oleh
anggotanya. Hal ini membuat Kospin Jasa tidak mengetahui secara pasti manfaat
yang diperoleh oleh Kospin Jasa dan UMKM penerima kredit.
Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui sistem penyaluran kredit
yang diterapkan Kospin Jasa kepada UMKM (2) Menganalisis pendapatan yang
dapat diperoleh UMKM dari penyaluran kredit yang diberikan Kospin Jasa pada
sektor UMKM. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja dengan
responden yang didapatkan dari informasi Kepala Bagian Personalia Kospin Jasa
Bogor. Responden terdiri dari dua puluh UMKM yang bergerak pada sektor
agribisnis anggota Kospin Jasa penerima kredit.
Berdasarkan analisis deskriptif, sistem penyaluran kredit yang diterapkan
oleh pihak Kospin Jasa tidak terlalu sulit. Calon peminjam hanya membuat Surat
Permohonan Kredit (SPK) yang dilengkapi berkas yang harus dipersiapkan
seperti fotocopy identitas diri, fotocopy kartu keluarga, fotocopy keterangan
jumlah pendapatan, dan fotocopy surat keterangan usaha. Setelah itu, pihak
Kospin Jasa menganalisis secara ekonomi dan yuridis jenis usaha yang
mengajukan permohonan kredit dan yang dijadikan jaminan. Jika setelah
dilakukan analisis dan hasilnya baik maka pihak Komite akan memberikan
keputusan pinjaman. Jika keputusan pinjaman telah diberikan maka pihak komite
akan melakukan pencairan kredit dan mempersiapkan kredit dengan administrasi
pinjamannya.
Manfaat dari pemberian kredit yang dilakukan Kospin Jasa terlihat pada
peningkatan pendapatan yang diterima UMKM sebelum dan sesudah menerima
kredit. Secara keseluruhan, pemberian kredit yang dilakukan Kospin Jasa memang
memberikan manfaat yang besar bagi pelaku usaha. Pendapatan total meningkat
yaitu dari sebesar Rp 712.102.500 sebelum kredit menjadi Rp 1.803.260.000
setelah kredit. Selain itu, peningkatan pendapatan juga berpengaruh pada nilai
R/C ratio, dimana saat sebelum menerima kredit R/C ratio hanya sebesar 1,50
meningkat menjadi 1,83, Akan tetapi, Kospin Jasa akan lebih efektif dan efisien
jika memberikan kredit pada UMKM dengan jenis usaha pengolahan, karena nilai
R/C rationya meningkat sebesar 11,69 persen setelah menerima kredit. Berbeda
dengan pemberian kredit pada usaha budidaya, nilai R/C ratio menurun sebesar
4,13 persen walaupun pendapatannya meningkat.
UMKM dalam bidang usaha pengolahan yang diberikan bantuan kredit
akan lebih berkembang di daerah Bogor, sehingga diharapkan mampu membantu
dalam usaha pemerintah untuk menurunkan tingkat pengangguran dan angka
kemiskinan yang terjadi di Bogor dan Kospin Jasa terus mampu memberikan
bantuan kredit sebagai peran dalam perkembangan UMKM di Bogor.
Kospin Jasa diharapkan bisa memberikan pelatihan bagi UMKM
anggotanya dengan jenis usaha budidaya agar mampu meningkatkan efisiensi
biaya sehingga R/C Rationya juga meningkat. Sedangkan penelitian berikutnya
diharapkan membahas mengenai faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap
pengajuan kredit, agar Kospin Jasa bisa melihat faktor mana yang memberikan
dampak terbesar dalam penyaluran kredit kepada UMKM sehingga penyaluran
kredit tersebut benar-benar bermanfaat dalam perkembangan UMKM dan Kospin
Jasa.
PERAN KOPERASI SIMPAN PINJAM DALAM
PERKEMBANGAN UMKM AGRIBISNIS
DI BOGOR
(Studi Kasus Kospin Jasa Bogor)
SUSI FITRIA SARI
H34086089
SKRIPSI
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul : Peran Koperasi Simpan Pinjam Dalam Perkembanga
UMKM Agribisnis Di Bogor (Studi Kasus Kospin Jasa
Bogor)
Nama : Susi Fitria Sari
NRP : H34086089
Disetujui,
Dosen Pembimbing
Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec
NIP. 191640220198903 1001
Diketahui,
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, Ms
NIP. 19580908198403 1002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Peran
Koperasi Simpan Pinjam Dalam Perkembangan UMKM Agribisnis Di Bogor
(Studi Kasus Kospin Jasa Bogor) adalah benar karya sendiri dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2011
Susi Fitria Sari
H34086089
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Curup, Bengkulu pada tanggal 18 Juni 1985. Penulis
adalah anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Marto Effendi, SH dan
Ibunda Farida Iriani.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 2 Centre Curup pada
tahun 1997, dan pendidikan menengah pertama pada tahun 2000 di SLTPN 1
Curup. Penulis lulus pendidikan menengah atas di SMUN 1 Curup pada tahun
2003 serta pendidikan Diploma III pada tahun 2006 di Manajemen Agribisnis
Institut Pertanian Bogor. Setelah lulus dari IPB, penulis bekerja pada PT.
Teleperformance Indonesia. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan studi pada
Program Penyelenggaraan Khusus Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Koperasi
Simpan Pinjam Dalam Perkembangan UMKM di Bogor (Studi Kasus Kospin Jasa
Bogor)”.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis manfaat yang diperoleh
UMKM agribisnis anggota Kospin Jasa setelah menerima bantuan kredit, guna
mengembangkan usahanya dan mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran.
Selain itu, skripsi ini juga menganalisis mengenai hubungan antara karakteristik
responden dengan perubahan pendapatan yang diperoleh UMKM setelah
menerima kredit dari Kospin Jasa Bogor. Skripsi ini merupakan hasil maksimal
yang dapat dikerjakan oleh penulis.
Bogor, Februari 2011
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Sebagai bentuk rasa syukur atas karunia yang diberikan Allah SWT,
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan pada pihak yang telah
membantu penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan yaitu kepada:
1. Ir. Lukman M. Baga, MA. Ec. Selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, serta saran mulai dari persiapan proposal
sampai penulisan dan penyelesaian skripsi ini.
2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS dan Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen
penguji pada sidang penulis yang telah memberikan kritik serta saran yang
membangun untuk perbaikan skripsi ini.
3. Bapak Subekti, selaku Kepala Personalia Kospin Jasa Bogor yang telah
memberikan bimbingan, masukan, dan informasi yang berguna dalam
penyelesaian skripsi ini.
4. Seluruh karyawan Kospin Jasa Bogor yang telah membantu penulis dalam
kelancaran pengambilan data dan penyelesaian skripsi.
5. Mama, Papa, Dank, Adek Etta, dan seluruh keluarga di Bengkulu yang selalu
mengiringi dengan doa dan memberikan semangat dalam tiap usaha penulis
untuk menyelesaikan skripsi.
6. Seluruh staf dosen dan Sekretariat Program Penyelenggaraan Khusus Ekstensi
Agribisnis atas bantuan dan kerjasamanya selama mengikuti proses belajar di
Program Penyelengaraan Khusus Agribisnis.
7. Irwan, Nanda, Yona, Lybia, Dimas, Alfera, Resty dan teman-teman di AGB
yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan semangat sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi tepat pada waktunya.
8. Mbak Ipe, Bowo, Ulil, Raka, Suparman, Aji, Abah dan seluruh staf validasi
PT SEHATI yang selalu memberikan pengertiannya selama penulis
menyelesaikan skripsi.
Bogor, Februari 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL.................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xiii
I. PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................. 8
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................... 8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian .................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 9
2.1 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ...................... 9
2.2 Kredit.................................................................................... 10
2.3 Definisi Koperasi ................................................................. 12
2.4 Koperasi Simpan Pinjam ...................................................... 17
2.5 Rapat Anggota...................................................................... 18
2.6 Penelitian Terdahulu ............................................................ 20
III. KERANGKA PEMIKIRAN .................................................... 22
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................ 22
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ....................................... 24
IV. METODE PENELITIAN ........................................................ 26
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................... 26
4.2 Jenis dan Sumber Data ........................................................ 26
4.3 Metode Pengumpulan Data ................................................. 26
4.4 Atribut Pertimbangan .......................................................... 27
4.5 Analisis Data ........................................................................ 27
4.5.1 Analisis Kualitatif ...................................................... 27
4.5.2 Analisis Pendapatan UMKM ...................................... 28
4.5.3 Analisis Revenue Cost Ratio (R/C Ratio)…………… 29
V. GAMBARAN UMUM KOPERASI ......................................... 31
5.1 Sejarah Pendirian Kospin Jasa ............................................. 31
5.2 Permodalan ........................................................................... 33
5.3 Struktur Organisasi ............................................................... 34
5.4 Sistem Penyaluran Kredit Pada Kospin Jasa………………. 36
VI. ANALISIS PENDAPATAN ANGGOTA ................................ 43
6.1 Pendapatan UMKM Berdasarkan Jenis Usaha ..................... 47
6.2 Pendapatan UMKM Berdasarkan Usia Pengusaha ............... 51
6.3 Pendapatan UMKM Berdasarkan Pendidikan
Terakhir ................................................................................. 53
6.4 Pendapatan UMKM Berdasarkan Lama Usaha .................... 55
6.5 Pendapatan UMKM Berdasarkan Jenis Agunan ................... 57
6.6 Pendapatan UMKM Berdasarkan Jarak Lokasi Usaha ......... 59
6.7 Pendapatan UMKM Berdasarkan Skala Usaha..................... 61
6.8 Pengembangan UMKM Agribisnis Anggota Kospin Jasa ... 66
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 68
7.1 Kesimpulan ............................................................................ 68
7.2 Saran ...................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 71
LAMPIRAN ........................................................................................... 73
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut
Daerah Tahun 2000-Maret 2009………………………………. 2
2. Jumlah Pengangguran di Indonesia Tahun 2000-Februari 2007.. 2
3. Jumlah UMKM dan Penyerapan Tenaga Kerja UMKM
Di Indonesia Tahun 2000-2006……………………………….. 3
4. Jumlah UMKM di Bogor Tahun 2000-2006…………………... 4
5. Sepuluh Koperasi Terbaik dan Terefisien di Indonesia.............. 6
6. Hasil Penelitian Terdahulu.......................................................... 21
7. Susunan Pengurus Kospin Jasa Tahun 1974…………………… 33
8. Susunan Pengurus Kospin Jasa Tahun 2008…………………… 35
9. Klasifikasi Jumlah Pinjaman per 31 Desember 2008………….. 39
10. Karakteristik Responden………………………………………...... 45
11. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima
Kredit Berdasarkan Jenis Usaha……………………………… 47
12. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan
Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Jenis Usaha................. 48
13. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima
Kredit………………………………………………………….. 48
14. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima
Kredit Berdasarkan Usia ……………………………………… 52
15. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan
Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Usia............................. 52
16. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima
Kredit Berdasarkan Usia Pengusaha.......................................... 53
17. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima
Kredit Berdasarkan Pendidikan Terakhir …………………….. 54
18. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan
Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Pendidikan Terakhir..... 54
19. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima
Kredit Berdasarkan Pendidikan Terakhir.................................... 55
20. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima
Kredit Berdasarkan Lama Usaha………………………………. 56
21. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan
Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Lama Usaha ………... 56
22. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima
Kredit Berdasarkan Lama Usaha................................................ 57
23. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima
Kredit Berdasarkan Jenis Agunan…………………………….. 58
24. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan
Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Jenis Agunan.............. 58
25. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima
Kredit Berdasarkan Jenis Agunan.............................................. 59
26. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima
Kredit Berdasarkan Jarak Lokasi Usaha...................................... 60
27. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan
Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Jarak Lokasi Usaha.... 60
28. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima
Kredit Berdasarkan Jarak Lokasi Usaha……………………… 61
29. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima
Kredit Berdasarkan Skala Usaha……………………………… 62
30. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan
Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Skala Usaha................ 62
31. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima
Kredit Berdasarkan Skala Usaha…………………………….... 63
32. Perubahan R/C Ratio Masing-Masing Karakter……………… 64
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kerangka Pemikiran Operasional Peran Kospin Jasa dalam
Perkembangan UMKM di Bogor…………………………….... 25
2. Struktur Organisai Kantor Pusat Kospin Jasa............................. 34
3. Struktur Organisasi Kantor Cabang Kospin Jasa........................ 36
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Rincian Responden Berdasarkan Karakteristik ............................ 73
2. Rincian Perhitungan Output dan Biaya Masing-Masing Jenis Usaha Sebelum dan Sesudah Kredit Per Tahun ..................................... 74
3. Daftar Wawancara Penelitian ................................................................ 75
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dengan kekayaan alam
yang melimpah, tetap tidak terlepas dari permasalahan kemiskinan dan
pengangguran. Kemiskinan merupakan suatu kondisi kekurangan dari kehidupan,
khususnya dari aspek konsumsi, pendapatan, dan kebutuhan sosial. Sedangkan
pengangguran adalah banyaknya usia produktif yang tidak mendapatkan
pekerjaan atau tidak memiliki pekerjaan. Kemiskinan dan pengangguran
merupakan permasalahan semua pihak baik dari pemerintahan sampai kepada tiap
individu masyarakat.
Kemiskinan dan pengangguran akan berdampak pada perekonomian
suatu negara secara keseluruhan. Tingkat pengangguran dan kemiskinan yang
tinggi akan menghambat pertumbuhan ekonomi dan mempercepat naiknya angka
kriminal di suatu Negara atau daerah. Dampak lain dari kemiskinan dan
pengangguran adalah angka kematian yang akan terus meningkat karena kurang
terpenuhinya kebutuhan gizi dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu, kemiskinan
dan pengangguran harus diatasi oleh tiap Negara termasuk Indonesia agar mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun.
Hal ini dikarenakan kurang tersedianya lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja
produktif di Indonesia yang berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran.
Data penduduk miskin di Indonesia dari Tahun 2000 sampai dengan Maret Tahun
2009 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah
Tahun 2000-Maret 2009
Tahun Jumlah Penduduk Miskin (Juta) Persentase Penduduk Miskin Kota Desa Kota&Desa Kota Desa Kota&Desa
2000 12,30 26,40 38,70 14,60 22,38 19,14 2001 8,60 29,30 37,90 9,76 24,84 18,41 2002 13,30 25,10 38,40 14,46 21,10 18,20 2003 12,20 25,10 37,30 13,57 20,23 17,42 2004 11,40 24,80 36,10 12,13 20,11 16,66 2005 12,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15,97 2006 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75 2007 13,56 23,61 37,17 12,52 20,37 16,58 2008 12,76 22,19 34,96 11,65 18,93 15,42 Maret
2009 11,90 20,61 32,53 10,72 17,35 14,11
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009
Tabel 1 menunjukkan bahwa penduduk miskin di desa dan di kota terus
berfluktuasi. Pada periode 2000-2005 jumlah penduduk miskin relatif mengalami
penurunan dari 38,70 juta menjadi 35,10 juta. Akan tetapi, pada tahun 2006 terjadi
peningkatan jumlah penduduk miskin yaitu menjadi 39,30 juta. Hal ini
menyebabkan persentase penduduk miskin pun meningkat menjadi 17,75 persen
dan kembali turun hingga Maret 2009 hanya berkisar 14,11 persen.
Masalah pengangguran juga menjadi masalah yang harus diselesaikan di
Indonesia selain masalah kemiskinan. Jika angka pengangguran dapat dikurangi
maka kemiskinan di Indonesia pun bisa terus menurun. Jumlah pengangguran di
Indonesia Tahun 2000-Februari 2007 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Pengangguran di Indonesia tahun 2000-Februari 2007
Tahun Jumlah Pengangguran
(orang)
Persentase (%)
2000 5.813.000 -
2001 8.005.000 15,86
2002 9.132.000 6,57
2003 9.531.000 2,13
2004 10.251.000 3,63
2005 10.854.254 2,85
2006 11.104.693 1,14
Februari 2007 10.547.917 - 2,57
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008
Data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Tabel 2
menunjukkan jumlah pengangguran terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2000 jumlah pengangguran mencapai 5.813.000 orang dan pada tahun 2006
telah mencapai 11.104.693 orang. Dilihat dari persentasenya, jumlah
pengangguran di Indonesia menurun pada Februari 2007 sebesar 2,57 persen.
Jumlah penduduk miskin yang berfluktuasi juga terjadi di daerah Jawa
Barat khususnya daerah Bogor. Berdasarkan hasil pendataan Program Layak
Perlindungan Sosial (PLPS) dari BPS Kabupaten Bogor tahun 2009, jumlah
rumah tangga miskin di Kabupaten adalah 257.013 Rumah Tangga, yaitu sekitar
1.105.156 jiwa atau 24,68 persen dari jumlah masyarakat Kabupaten Bogor.
Jumlah tersebut merupakan yang paling besar di Jawa Barat.
Salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah Kabupaten Bogor untuk
mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran adalah dengan meningkatkan
pembangunan ekonomi pada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM). Sektor UMKM diharapkan dapat lebih produktif dalam penyerapan
tenaga kerja dan pemerataan pendapatan sekaligus memperkokoh perekonomian
nasional. UMKM pun terus mengalami peningkatan dalam segi jumlah dan
penyerapan tenaga kerja, hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah UMKM dan Penyerapan Tenaga Kerja UMKM di Indonesia
Tahun 2000-2006
Tahun Jumlah UMKM (Unit) Penyerapan Tenaga Kerja (orang)
2000 39.784.036 72.704.416
2001 39.964.080 74.687.428
2002 41.944.494 77.807.897
2003 43.460.242 81.942.353
2004 44.777.387 80.446.600
2005 47.102.744 83.233.793
2006 48.929.636 85.416.493
Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UKM (2007)
Jumlah UMKM di Indonesia terus meningkat, seperti yang terlihat pada
Tabel 3 yang menjelaskan kenaikan jumlah UMKM dari Tahun 2000 sebanyak
39.784.036 unit menjadi 48.929.636 unit pada Tahun 2006. Peningkatan jumlah
UMKM juga berdampak pada peningkatan penyerapan tenaga kerja. Hal ini
ditunjukkan pada Tabel 3, dimana dari tahun 2000 tenaga kerja yang mampu
diserap UMKM sebesar 74.687.428 orang, menjadi 85.416.493 orang di Tahun
2006.
Peningkatan jumlah UMKM juga terjadi di Bogor. Hal ini dikarenakan
sektor UMKM diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi
perekonomian Bogor, sehingga tingkat kemiskinan di Bogor dapat dikurangi.
Jumlah UMKM di Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah UMKM di Bogor Tahun 2000-2006
Tahun Jumlah (unit)
2000 15.498
2001 16.127
2002 20.931
2003 21.511
2004 22.304
2005 24.534
2006 31.831
Sumber : Disperindagkop Kota Bogor, 2007
Data Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Disperindagkop)
tahun 2007 pada Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah UMKM Bogor pun terus
meningkat. Hal ini terlihat dari tahun 2000 jumlah UMKM yang ada hanya 15.498
unit menjadi 31. 831 unit pada tahun 2006.
Dalam perkembangannya, salah satu cara untuk meningkatkan dan
mengembangkan UMKM dalam perekonomian adalah pemberian kredit kepada
sektor UMKM. Selama ini pemberian kredit banyak dilakukan oleh pihak
perbankan dan koperasi, termasuk koperasi simpan pinjam.
Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian,
koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas
kekeluargaan. Pada dasarnya pergerakan koperasi juga tidak berorientasi pada
keuntungan, karena koperasi berkonsentrasi untuk meningkatkan keuntungan
yang diterima anggota, bukan dirinya sendiri, jika koperasi berorientasi
keuntungan, koperasi akan mengeksploitasi anggotanya (Baga, 2003).
Salah satu jenis usaha koperasi yang selama ini sering membantu dalam
perkembangan UMKM adalah koperasi simpan pinjam. Koperasi simpan pinjam
adalah salah satu bentuk koperasi yang mengumpulkan dana dari anggota dan
kemudian diberikan lagi kepada anggotanya sebagai bantuan modal untuk
dimanfaatkan dalam mengembangkan usahanya. Salah satu koperasi simpan
pinjam yang berhasil adalah Koperasi Simpan Pinjam Jasa (Kospin Jasa) yang
didirikan pada tanggal 17 Desember 1973, berpusat di Pekalongan dan telah
memiliki banyak kantor cabang yang tersebar di daerah Jawa, Bali, Lampung,
termasuk Bogor.
1.2. Perumusan Masalah
Mengingat sektor UMKM mempunyai peranan yang sangat penting bagi
perekonomian Indonesia, maka ketersediaan modal adalah salah satu unsur yang
sangat vital untuk mendorong pertumbuhan UMKM. Akan tetapi, akses UMKM
yang terbatas terhadap kredit perbankan menghambat potensi kredit, sehingga
tidak semua UMKM mendapatkan fasilitas kredit. Keterbatasan akses tersebut
dikarenakan anggapan pihak perbankan bahwa UMKM tidak bankable atau tidak
layak diberikan kredit. Anggapan ini terjadi karena kurangnya informasi
mengenai UMKM yang potensial, tingginya suku bunga, biaya transaksi yang
tinggi per nasabah, dan lemahnya UMKM dalam hal sumberdaya manusia,
permodalan, teknologi, manajemen, dan pemasaran. Menurut Bank Indonesia
(2010) sebanyak 60 juta UMKM di Indonesia belum tersentuh perbankan.
Melihat kondisi yang ada, akhirnya Pemerintah Republik Indonesia
mengeluarkan inpres Nomor 6 tanggal 8 Juni 2007 tentang Kebijakan Percepatan
Pengembangan Sektor Rill dan Pemberdayaan UMKM yang diikuti dengan Nota
Kesepahaman Bersama antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan
Penjaminan. Nota Kesepahaman Bersama tersebut, ditandatangani oleh para pihak
yang berwenang pada tanggal 9 Oktober 2007 dengan ditandai peluncuran
Penjaminan Kredit atau Pembiayaan kepada UMKM.
Kospin Jasa adalah salah satu koperasi simpan pinjam non perbankan
yang aktif dalam memberikan bantuan kredit kepada pengusaha UMKM. Selain
itu, Kospin Jasa juga merupakan koperasi terbaik se-Indonesia dalam waktu dua
tahun berturut-turut. Daftar koperasi terbesar dan terefisien di Indonesia dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Sepuluh Koperasi Terbesar dan Terefisien di Indonesia
No Nama Koperasi Provinsi TOK (Rp
Milyar)
TAK (Rp
Milyar)
Rasio
1 Kospin Jasa Jateng 5.253.034 1.161.056 4,52
2 Kop. Pegawai PT.
Indosat
DKI 485.993 193.619 2,37
3 KSP Kodanua DKI 222.966 65.848 3,39
4 Primkopau Mabesau DKI 193.198 101.577 1,90
5 Koperasi TKBM
Samudera Sejahtera
Kaltim 160.864 28.877 5,57
6 Koperasi Warga
Semen Gresik
Jatim 96.566 310.368 0,31
7 KPSBU Jabar 68.903 30.752 2,24
8 Koperasi Karyawan
PT. Astra
Internasional
DKI 41.720 336.600 0,12
9 KSP Balota Tana
Toraja
Sulsel 34.612 95.616 0,36
10 Koperasi Perikanan
Laut Mina Sumitra
Jabar 30.210 16.748 1,80
Sumber : Majalah Pusat Informasi Perkoperasian (2009)
Tabel 5 menjelaskan bahwa Kospin Jasa merupakan koperasi terbesar dan
terefisien di Indonesia. Pada tahun 2009 Kospin Jasa menduduki peringkat
pertama dalam 10 besar koperasi terbesar dan terefisien se-Indonesia versi
Majalah Pusat Informasi Perkoperasian. Hal ini dapat dilihat pada nilai Total
Omset Kumulatif (TOK) dan nilai Total Aset Kumulatif (TAK) Kospin Jasa yang
lebih tinggi dari koperasi lainnya. Selain itu, keberhasilan ini juga tercapai karena
Kospin Jasa giat dalam menggerakkan para anggotanya untuk berperan aktif
memajukan koperasi. Kospin Jasa senantiasa membantu para anggotanya, yang
sebagian besar adalah pengusaha kecil dan menengah (UMKM), khususnya
bantuan dalam permasalahan permodalan. Keberhasilan Kospin Jasa ini tidak
terlepas dari dukungan aktif para anggotanya. Selain itu, melemahnya
kepercayaan masyarakat pada pihak perbankan terutama Bank, menyebabkan
masyarakat lebih memilih memindahkan asetnya pada Kospin Jasa.
Kospin Jasa hingga saat ini memiliki total aset sebesar Rp 1,5 triliun. Rp
1,2 triliun asetnya merupakan penyaluran kredit. Sekitar 90 persen dari nilai
tersebut, disalurkan kepada pelaku usaha mikro dan kecil dengan besaran mulai
Rp 1 juta hingga Rp 100 juta. Hal ini dikarenakan Kospin Jasa benar-benar ingin
menjadi koperasi yang dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan anggota
khususnya, dan masyarakat pada umumnya melalui penyaluran kredit yang
diberikan kepada UMKM.
Penyaluran kredit yang dilakukan Kospin Jasa kepada UMKM
anggotanya selama ini berlangsung sesuai dengan pengajuan dari para anggota.
Kospin Jasa berusaha mencairkan setiap kredit yang diajukan anggotanya tanpa
memilih usaha mana yang lebih menguntungkan untuk diberikan bantuan kredit,
baik menguntungkan bagi UMKM pemohon kredit maupun Kospin Jasa sebagai
penyalur kredit. Hal ini disebabkan anggapan Kospin Jasa bahwa setiap usaha
anggotanya wajib diberikan bantuan kredit agar mampu mengembangkan usaha
bersama. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian kredit yang
biasanya dijadikan acuan bagi tiap pihak yang akan memberikan kredit, seperti
pendidikan pemohon, usia pemohon, tingkat pendapatan, jenis usaha, prinsip 5C,
jarak lokasi usaha, lama usaha dijalankan, dan sebagainya, tidak semuanya
diperhatikan dan diteliti secara rinci oleh Kospin Jasa.
Kospin Jasa Bogor telah banyak menyalurkan kredit kepada UMKM
agribisnis anggotanya sejak berdiri pada tahun 2006. Tentu saja hal ini berdampak
kepada perkembangan Kospin Jasa. UMKM agribisnis anggota Kospin Jasa yang
mendapatkan bantuan kredit pun mampu mengembangkan usahanya, sehingga hal
ini bisa dijadikan pertimbangan bagi UMKM atau masyarakat yang belum
menjadi anggota Kospin Jasa untuk bergabung menjadi anggota guna
meningkatkan kesejahteraan.
Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa perumusan masalah yang akan
dibahas pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana sistem penyaluran kredit yang diterapkan Kospin Jasa kepada
UMKM agribisnis?
2. Bagaimanakah pendapatan yang diperoleh UMKM agribisnis dengan
penyaluran kredit yang dilakukan Kospin Jasa pada sektor UMKM agribisnis?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah :
1. Mengetahui sistem penyaluran kredit yang diterapkan Kospin Jasa kepada
UMKM agribisnis.
2. Menganalisis pendapatan yang diperoleh UMKM agribisnis dari penyaluran
kredit yang dilakukan Kospin Jasa pada sektor UMKM agribisnis.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan informasi bagi pihak Kospin Jasa mengenai peranan koperasi
dalam pengembangan UMKM agribisnis dengan bantuan penyaluran kredit
yang dilakukan.
2. Memberikan masukan, baik kepada pihak perbankan, koperasi, dan UMKM
untuk mengembangkan UMKM sebagai upaya pengurangan kemiskinan dan
pengangguran.
3. Dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Kospin Jasa cabang Bogor. UMKM
agribisnis anggota Kospin Jasa adalah unit yang akan dianalisis pendapatannya
sebelum dan sesudah mendapatkan bantuan kredit, dengan pertimbangan Kospin
Jasa banyak menyalurkan kredit pada anggotanya. Evaluasi mengenai peranan
Kospin Jasa dalam perkembangan UMKM agribisnis khususnya di Bogor adalah
dengan menganalisis seberapa besar perubahan pendapatan anggota Kospin Jasa
setelah mendapatkan bantuan kredit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Pemberdayaan dan pengembangan UMKM merupakan upaya yang
ditempuh pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan.
Menurut Rudjito (2003) usaha mikro adalah usaha yang dimiliki dan dijalankan
oleh penduduk miskin atau mendekati miskin. Usaha mikro sering disebut dengan
usaha rumah tangga. Besarnya kredit yang dapat diterima oleh usaha ini adalah Rp
50 juta. Usaha mikro ini adalah usaha produktif secara individu atau tergabung
dalam koperasi dengan hasil penjualan Rp 100 juta.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, Usaha Mikro adalah
usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang
memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha ; atau
2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 juta.
Definisi Usaha Kecil menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008
adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi
kriteria usaha kecil sebagai berikut:
1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta sampai dengan paling banyak
Rp 500 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha ; atau
2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta sampai dengan paling
banyak Rp 2,5 miliar.
Usaha Menengah adalah usaha produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan
jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagai berikut:
1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta sampai dengan paling banyak
Rp 10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha ; atau
2. Memiliki hasil penjualan tahunan dari Rp 2,5 miliar sampai dengan paling
banyak Rp 50 miliar.
2.2. Kredit
Kredit merupakan penyaluran dana yang dilakukan oleh pihak perbankan
kepada masyarakat agar dana dapat tersalurkan bagi mereka yang membutuhkan.
Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, yang dimaksud dengan kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga, imbalan, atau hasil pembagian keuntungan.
Pemerintah Indonesia mulai memperkenalkan kredit program bagi
agribisnis sejak pendirian Padi Sentra pada tahun 1959 yang menangani
penyuluhan, penyaluran, dan pemberian kredit. Kredit tersebut diperuntukkan bagi
pembelian sarana produksi dan uang untuk biaya hidup.
Kata kredit berasal dari bahasa latin credere yang berarti kepercayaan.
Oleh karena itu, dalam kredit harus terdapat unsur kepercayaan baik dari pihak
pemberi kredit, maupun pihak penerima kredit. Menurut Kasmir (2004), prinsip-
prinsip kredit yang dikenal dengan 5C adalah :
1. Character, yaitu sifat atau watak calon debitur. Hal ini bertujuan memberikan
keyakinan kepada pihak perbankan bahwa sifat dari orang-orang yang akan
diberikan kredit dapat dipercaya.
2. Capacity, yaitu kemampuan calon debitur dalam membayar kredit yang
dihubungkan dengan kemampuan calon debitur tersebut dalam mengelola
bisnis serta kemampuannya mengelola keuntungan.
3. Capital, yaitu sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki calon debitur dalam
usaha yang dilakukannya.
4. Collateral, yaitu jaminan yang diberikan calon debitur yang bersifat fisik
maupun non fisik. Jaminan yang diberikan dianjurkan melebihi jumlah kredit
yang diberikan.
5. Condition, yaitu penilaian kredit yang mempertimbangkan kondisi sekarang
dan masa yang akan datang.
Jenis-jenis kredit pada dasarnya dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Berdasarkan jangka waktu
Djinarto (2000) membedakan kredit berdasarkan jangka waktu menjadi
tiga macam. Pertama adalah kredit jangka pendek, yaitu kredit dengan rentang
waktu maksimal satu tahun. Kedua adalah kredit menengah, yaitu kredit dengan
rentang waktu 1-3 tahun, sedangkan yang ketiga adalah kredit jangka panjang,
yaitu kredit dengan rentang waktu minimal tiga tahun.
2. Berdasarkan tujuan penggunaan
Menurut Dendawijaya (2005), berdasarkan tujuan penggunaannya kredit
dibedakan menjadi tiga macam. Pertama adalah kredit investasi, yaitu kredit yang
diberikan kepada nasabah kredit (debitur) untuk membiayai kepentingan barang
modal (investasi). Kedua adalah kredit modal kerja, yaitu kredit yang diberikan
kepada nasabah kredit (debitur) untuk membiayai kebutuhan modal kerja
perusahaan debitur, dan yang terakhir adalah kredit konsumsi, yaitu fasilitas kredit
yang diberikan kepada debitur untuk keperluan pembelian barang-barang
konsumsi yang diperlukan debitur.
3. Berdasarkan segmentasi
Berdasarkan keterangan Bank Indonesia (2008), segmentasi kredit
UMKM dibedakan menjadi tiga macam. Pertama adalah kredit mikro, yaitu kredit
dengan pemberian maksimal Rp 50 juta. Kedua adalah kredit kecil, yaitu kredit
dengan pemberian antara Rp 50 juta hingga Rp 500 juta. Terakhir adalah kredit
menengah yaitu kredit dengan pemberian antara Rp 500 juta hingga Rp 5 milyar.
Menurut Rachmina (1994), berdasarkan sumbernya, kredit dapat
dibedakan antara kredit formal dan non formal. Kredit formal adalah kredit yang
berasal dari lembaga keuangan formal, baik lembaga yang berciri bank atau bukan
bank. Sedangkan kredit non formal adalah kredit yang berasal dari lembaga
keuangan non formal, seperti pelepas uang atau rentenir, pedagang dan tengkulak,
keluarga dan sebagainya. Menurut Suyatno, et al (1999), dalam transaksi kredit
terdapat unsur-unsur kredit, yaitu :
1. Kepercayaan
Adanya unsur kepercayaan sangat dibutuhkan dalam transaksi kredit,
karena dengan memberikan kepercayaan kepada si peminjam dalam bentuk uang,
barang, maupun jasa maka diharapkan peminjam dapat memberikan kepada
pemberi pinjaman dengan membayar kredit tepat pada waktunya. Kepercayaan
biasanya timbul setelah pemberi kredit melakukan analisis lapangan terhadap
kemampuan calon nasabah dalam membayar kembali kredit yang diberikan tepat
waktu.
2. Waktu
Unsur waktu yang dimaksud adalah bahwa nilai uang yang ada sekarang
lebih tinggi daripada uang yang akan diterima kembali pada masa yang akan
datang.
3. Degree of Risk (Tingkat Risiko)
Tingkat risiko yang dihadapi sebagai akibat dari adanya perbedaan waktu
antara orang yang memberi pinjaman dengan orang yang diberi pinjaman. Dengan
kata lain, bahwa semakin lama jangka waktu kredit yang diberikan, maka akan
semakin tinggi risiko yang akan dihadapinya. Hal ini dikarenakan waktu
mempunyai unsur ketidakpastian yang tidak dapat diperhitungkan.
4. Prestasi dan Objek Kredit
Setiap pemberian kredit tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga dapat
berbentuk barang atau jasa yang semuanya dapat dinilai dengan uang. Dengan
kata lain, kredit selalu berhubungan dengan uang.
Peran kredit sangat dibutuhkan dalam melaksanakan pembangunan
ekonomi. Tambahan modal untuk masyarakat akan dapat terpenuhi dengan
adanya kredit.
2.3. Definisi Koperasi
Koperasi merupakan organisasi yang unik, berbeda dengan organisasi
bisnis lainnya, karena organisasi koperasi merupakan kumpulan orang yang
bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan bersama melalui unit usaha yang
dimiliki dan dikelola bersama (Baga, et al 2009). Menurut Saragih (2000),
koperasi adalah perkumpulan orang-orang yang berkumpul secara sukarela untuk
memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial dan budaya melalui usaha yang
dimiliki bersama secara demokratis.
Menurut International Cooperative Alliance (ICA, 1995) koperasi adalah
perkumpulan yang otonom dari orang-orang yang bergabung secara sukarela
untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial dan budaya mereka yang
sama melalui perusahaan yang dimiliki dan diawasi secara demokratis. ICA
menegaskan karakteristik dari koperasi adalah sejauh mungkin bebas dari
pemerintah dan perusahaan swasta, memiliki kebebasan untuk mendefinisikan
orang-orang sesuai dengan ketentuan hukum yang dipilihnya, keanggotaan dalam
koperasi bersifat sukarela, koperasi diorganisir oleh anggotanya untuk
dimanfaatkan oleh anggotanya sendiri, serta dalam koperasi pengendalian dibagi
diantara anggota atas dasar demokrasi (Baga, et al. 2009).
Undang-Undang No 25 tahun 1992 mendifinisikan koperasi sebagai
badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas
kekeluargaan (Baga, et al. 2009). Berdasarkan Undang-Undang tersebut, maka
koperasi disejajarkan dengan badan usaha lainnya, yaitu terkena pajak, tidak boleh
menjadi monopoli, dan kinerja keberhasilan yang dibandingkan dengan jenis
badan usaha lainnya.
Prinsip-prisip koperasi menurut ICA adalah sebagai berikut (Soedjono,
2001) :
1. Keanggotaan yang sukarela dan terbuka
Prinsip ini menegaskan bahwa koperasi terbuka bagi semua orang yang
mampu menggunakan jasa koperasi dan bersedia menerima tanggung jawab
keanggotaan tanpa diskriminasi mengenai gender, sosial, rasial, politik, atau
agama. Selain itu, koperasi bersifat sukarela yang artinya mendasar dari orang-
orang yang secara sukarela tanpa paksaan memilih untuk membuat komitmen
terhadap koperasi yang dipilih. Setiap calon anggota berhak diberi pemahaman
mengenai nilai-nilai untuk apa koperasi tersebut didirikan, dan mereka harus
diizinkan untuk berpartisipasi dalam koperasi secara bebas.
2. Pengawasan demokrasi oleh anggota
Dalam koperasi, demokrasi mencakup pertimbangan akan hak-hak dan
tanggung jawab. Pengendali kebijakan dalam pengambilan keputusan yang
demokratis dalam koperasi adalah anggotanya koperasi itu sendiri. Keterlibatan
secara aktif dan demokratis oleh anggota biasanya terjadi dalam rapat anggota
dimana masalah-masalah kebijakan dibahas, keputusan penting diambil, dan
kegiatan penting disetujui.
3. Partisipasi anggota dalam kegiatan ekonomi
Para anggota koperasi membrikan modal secara adil dan mengendalikan
modal tersebut secara demokratis. Jika dalam perkembangannya, modal tersebut
mendatangkan keuntungan, maka para anggota akan mendapatkan kompensasi
yang terbatas. Biasanya anggota-anggota membagi keuntungan tersebut untuk
tujuan pengembangan koperasi, membentuk dana cadangan, dan mendukung
kegiatan-kegiatan yang disetujui oleh anggota melalui rapat anggota.
4. Otonomi dan kemandirian
Prinsip otonomi ditujukan kepada kebutuhan esensial koperasi untuk
tetap otonom, dengan cara sebagaimana perusahaan-perusahaan yang
dikendalikan modal untuk tetap otonom dalam hubungannya dengan pemerintah.
Koperasi bersifat otonom merupakan perkumpulan yang menolong diri sendiri
dan dikendalikan oleh anggotanya. Jika koperasi mengadakan kesepakatan dengan
perkumpulan lain termasuk pemerintah, atau memperoleh modal dari sumber lain,
hal ini harus dilakukan dengan persyaratan yang menjamin pengendalian oleh
anggota serta otonomi yang harus dipertahankan.
5. Pendidikan, pelatihan, dan penerangan
Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi anggota-
anggotanya, para wakil yang dipilih, manajer dan karyawan, sehingga mereka
dapat memberikan sumbangan yang efektif bagi perkembangan koperasi tersebut.
Pendidikan dan pelatihan ini sangat penting karena memberikan kesempatan yang
baik bagi pemimpin-pemimpin koperasi untuk dapat memahami kebutuhan para
anggotanya. Salin itu, pendidikan dan pelatihan yang dilakukan secara
berkesinambungan diharapkan mampu meningkatkan kegiatan-kegiatan koperasi
dan mampu menyediakan jasa-jasa baru bagi para anggotanya.
6. Kerjasama antar koperasi
Koperasi akan dapat memberikan pelayanan yang paling efektif kepada
para anggotanya dan memperkuat gerakan koperasi dengan cara bekerjasama
melalui struktur-struktur lokal, nasional, regional, dan internasional.
Sesungguhnya, koperasi hanya akan dapat memaksimalkan dampak koperasi
melalui kerjasama praktis, erat, dan kokoh satu sama lain.
7. Kepedulian terhadap masyarakat
Prinsip ini menekankan bahwa koperasi memiliki tanggung jawab khusus
untuk menjamin pembangunan dari komunitasnya dalam arti ekonomi, sosial, dan
budaya secara berkesinambunga. Koperasi melakukan kegiatan untuk
pengembangan masyarakat sekitarnya secara berkelanjutan, melalui kebijakan-
kebijakan yang diputuskan oleh rapat anggota.
Fungsi dan peran koperasi dalam Bab III bagian pertama pasal 4 UU RI
No. 25 Tahun 1992, yaitu :
1. Membangun potensi dan ekonomi anggota dan masyarakat untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial.
2. Berperan serta secara aktif dalam upaya meningkatkan kualitas hidup
masyarakat.
3. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan
perekonomian nasional.
4. Mewujudkan perekonomian nasional berdasarkan atas asas kekeluargaan dan
demokrasi ekonomi.
Menurut Soedjono (2001) keberhasilan koperasi dari aspek mikro dapat
dilihat dari dua segi, yaitu segi usaha dan segi organisasi. Keberhasilan koperasi
dari segi usaha mencakup sebagai berikut :
1. Peningkatan jumlah anggota
Hal ini akan memberikan rasa yakin pada anggota lama dan baru
terhadap efektivitas koperasi dalam memenuhi kewajibannya. Anggota juga akan
merasakan adanya manfaat dan keadilan melalui pelaksanaan proses pelayanan
koperasi kepada anggotanya.
2. Peningkatan modal, baik berasal dari anggota maupun modal dari luar sebagai
pemicu koperasi untuk berkembang
Keberhasilan dalam menghimpun dana dari internal koperasi akan relatif
mudah untuk mewujudkan dan menciptakan kemandirian anggota dan koperasi
tersebut, dengan demikian ketergantungan dengan pihak luar koperasi akan jauh
lebih kecil.
3. Peningkatan jumlah dan volume usaha
Hal ini dapat berupa keragaman kegiatan, barang, dan jasa yang dapat
dihasilkan atau dilakukan oleh koperasi sehingga terjadi peningkatan pelayanan
kepada anggota baik fisik, kuantitas, maupun kualitas.
4. Peningkatan pelayanan sosial kepada anggota
Koperasi harus mengupayakan langkah-langkah maupun keputusan yang
hendaknya mampu menempatkan para anggota mersakan peningkatan pelayanan
sosial, seperti mendapatkan pelayanan kesehatan, sumbangan dan pengurusan
kematian, dan pemberian beasiswa kepada anggota/anak anggota yang berprestasi.
Hal ini diharapkan dapat mempengaruhi kesejahteraan anggota, dan menjadi
insentif bagi non anggota untuk bergabung dengan koperasi tersebut.
5. Peningkatan kesejahteraan anggota, dapat diukur dari peningkatan pendapatan,
kemudahan mendapatkan kebutuhan hidup, dan kemudahan mendapatkan
bantuan modal
Menurut Soedjono (2001) keberhasilan koperasi dari segi organisasi
mencakup berbagai aspek sebagai berikut :
1. Aspek produktivitas, diukur pada prestasi koperasi secara internal, yaitu
koperasi dapat menuutupi biaya tetap atau memenuhi kewajiban pokok
anggota dan pihak ketiga yang berkaitan dengan bisnisnya
2. Aspek efektivitas, merupakan sasaran yang tepat pada kegiatan yang
dilakukan koperasi dan dilakukan secara cermat
3. Aspek keadilan, yaitu sesuai dengan semboyan “satu untuk semua dan semua
untuk satu”
4. Aspek kemantapan, yaitu identitas koperasi telah mampu untuk diaplikasikan
dengan baik sehingga dapat member rasa puas pada anggotanya
Kriteria keberhasilan koperasi selain dilihat pada aspek mikro, dapat pula
dilihat pada aspek makro. Artinya, keberhasilan koperasi dapat dilihat dari
peranannya dalam pembangunan perekonomian nasional.
Perkembangan koperasi di negara-negara berkembang didorong inisiatif
pemerintah-pemerintah jajahan sebagai bagian dari kebijakan untuk meningkatkan
kesejahteraan materiil dari rakyat jajahannya, seperti Indonesia yang dijajah oleh
Belanda (Baga, et al. 2009). Sejarah perkoperasian Indonesia berawal dari
penindasan yang dilakukan penjajah Belanda kepada masyarakat Indonesia, yang
menyebabkan Patih Raden Aria Wiria Atmadja, seorang pegawai negeri di
Purwokerto untuk memperbaiki kondisi perekonomian masyarakat di sekitarnya
dari lintah darat, sehingga didirikanlah bank penolong dan penyimpan untuk
menolong para pegawai pemerintah. Selanjutnya bank penolong tersebut diperluas
tidak hanya untuk pegawai pemerintah saja tetapi juga untuk para petani.
Sehingga dalam perkembangannya, koperasi sangat diharapkan mampu
memperbaiki nasib para anggotanya. Salah satu cara yang dilakukan koperasi
untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya adalah dengan pemberian kredit
kepada anggotanya, termasuk anggota yang bergerak dalam UMKM. Bantuan
kredit tersebut diharapkan mampu membantu UMKM dalam mengembangkan
usahanya.
2.4. Koperasi Simpan Pinjam
Menurut Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh koperasi, mengartikan koperasi simpan
pinjam (KSP) sebagai kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan
menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota
koperasi yang bersangkutan. Pada dasarnya KSP melakukan kegiatan sama
dengan yang dilakukan pihak bank. KSP menghimpun dana dari anggotanya
kemudian disalurkan kembali kepada anggotanya dalam bentuk kredit untuk
digunakan sebagai pinjaman modal atau sebagainya. Hal ini merupakan upaya
untuk meningkatkan pendapatan usaha sekaligus meningkatkan kesejahteraan.
Pada umumnya usaha simpan pinjam (USP) termasuk koperasi simpan
pinjam (KSP) di Indonesia tumbuh karena sulit mendapatkan bantuan permodalan
melalui sistem pemberian kredit dari perbankan. Koperasi yang tumbuh di
Indonesia dimulai dari usaha simpan pinjam. Hal ini telah dikenal sejak jaman
Belanda pada tahun 1895 ketika R. Aria Wiriaatmaja mendirikan Koperasi
Simpan Pinjam yang bertujuan untuk memberikan fasilitas kredit kepada
kelompok masyarakat menengah, kemudian diperluas kepada petani agar mereka
tidak terjepit utang pada lintah darat.
Kelangsungan keberadaan USP dan KSP harus didasarkan prinsip
efisensi dan efektivitas. Prinsip efisiensi dan efektivitas dapat terwujud jika para
pengelola koperasi betul-betul mengarahkan USP dan KSP untuk kepentingan
anggotanya. Keberhasilan KSP bukan hanya tergantung kepada besarnya modal
yang diusahakan melainkan pelaksanaannya lebih mendekati adanya saling
percaya antar anggota dengan para pengurus dan saling percaya antar anggota.
Artinya, didalam USP dan KSP anggota saling memberi dan menerima untuk
kepentingan bersama.
Semakin besar jumlah simpanan anggota semakin besar pula dana
pinjaman yang dapat dipinjam atau dipergunakan oleh anggota untuk memenuhi
kebutuhan usaha dan keperluannya. Oleh sebab itu, karena usaha ini sangat
penting bagi anggota dan kegiatan ini memberikan kontribusi atau sumbangan
yang berarti bagi anggota, maka diperlukan pengelolaan simpan pinjam yang
dinamis, bersih, dan dipercaya. Kepercayaan mendorong partisipasi anggota
menabung, meminjam dan meningkatkan usaha kedua belah pihak baik koperasi
sebagai usaha simpan pinjam dan anggota sebagai peminjam. USP yang
berkembang akan meningkatkan Sisa Hasil Usaha (SHU). Jika SHU meningkat
terjadi perkembangan modal yang dapat dimanfaatkan kembali oleh anggota.
2.5. Rapat Anggota
Menurut pasal 17 UU No 25/1992, anggota koperasi adalah pemilik dan
sekaligus pengguna jasa koperasi, keanggotaan koperasi dicatat dalam buku daftar
anggota. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, maka anggota koperasi memiliki
peran ganda, yaitu anggota sebagai pemilik dan pengguna jasa koperasi. Anggota
sebagai pemilik adalah sebagai pemodal koperasi dank arena itu harus
memberikan kontribusi modalnya kepaada koperasi sesuai ketentuan dalam
AD/ART dan keputusan rapat anggota. Anggota sebagai pengguna jasa berhak
berpartisipasi aktif dalam kegiatan usaha koperasi (Baga, et al. 2009).
Organisasi koperasi sendiri mempunyai pemegang kekuasaan tertinggi,
yaitu Rapat Anggota dan Rapat Anggota Tahunan (RAT). RAT adalah salah satu
alat perlengkapan organisasi koperasi. Rapat tersebut dihadiri oleh para anggota,
pengurus, pemeriksa, dan pejabat-pejabat koperasi. RAT merupakan tempat
dimana suara-suara angggota berkumpul dan hanya diadakan pada waktu tertentu
saja (Baga, et al. 2009).
Menurut Undang-Undang No. 25/1992 Pasal 22-27, tugas dan peran dari
rapat anggota adalah sebagai berikut :
1. Mengesahkan dan menetapkan penyusunan dan perubahan AD/ART, sesuai
dengan keputusan rapat
2. Memilih, mengangkat, dan memberhentikan anggota pengurus dan pengawas
3. Memberikan persetujuan atas perubahan dalam masalah struktur permodalan
organisasi dan arah kegiatan usahanya
4. Mensyaratkan agar pengurus, manajer dan karyawan memahami ketentuan
dalam anggaran dasar
5. Menetapkan dan mengesahkan Rencana Kerja, Rencana Anggaran Pendapatan
dan Belanja Organisasi
6. Menetapkan pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU)
7. Menetapkan penggabungan, pemecahan dan pembubaran organisasi
8. Memberikan penilaian terhadap pertanggungjawaban pengurus : menerima
atau menolak
Kehadiran dan partisipasi anggota dalam rapat anggota sangat diperlukan,
dimana pemikiran dan keinginan anggota-anggota disalurkan. Akan tetapi, karena
rapat anggota merupakan suatu forum dan tidak bisa sehari-hari aktif beroperasi
maka rapat anggota memberikan kuasa kepada pengurus untuk mengelola
koperasi.
Selain RAT yang membahas pertanggungjawaban pengurus dan rapat
anggota yang membahas Rencana Kerja serta Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja, koperasi dapat mengadakan rapat anggota yang diadakan karena
permintaan pengurus, atau karena permintaan yang diajukan oleh sejumlah
anggota untuk ketentuan-ketentuan tersebut harus dimasukkan dalam anggaran
dasar. Rapat anggota ini disebut Rapat Anggota Luar Biasa (Hendrojogi, 2004).
2.6. Penelitian Terdahulu
Analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit
mikro, kecil, dan menengah di Indonesia, pernah dilakukan oleh Andriani (2008).
Penelitian yang dilakukan di beberapa bank ini menyimpulkan dalam jangka
panjang penyaluran kredit mikro, kecil, dan menengah dipengaruhi secara
signifikan oleh Gross Domestic Product (GDP), kapasitas kredit, suku bunga
kredit dan Non Performing Loans (NPL), dimana GDP berpengaruh positif
sedangkan kapasitas kredit, suku bunga kredit, dan NPL berpengaruh negatif.
Danistyo (2009) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan dan penawaran kredit UMKM di Indonesia. Penelitian ini dilakukan di
beberapa bank di Indonesia. Berdasarkan penelitiannya, Danistyo menyimpulkan
bahwa permintaan kredit UMKM dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh
GDP dan dipengaruhi secara negatif dan signifikan oleh suku bunga kredit
perbankan dan inflasi. Selain itu, penawaran kredit UMKM dipengaruhi secara
positif dan signifikan oleh dana pihak ketiga DPK dan Loan to Deposit Ratio
(LDR). Penawaran kredit UMKM juga dipengaruhi secara negatif dan signifikan
oleh Capital Adequacy Ratio (CAR) dan NPL.
Lenora (2008), dengan judul penelitian “Evaluasi Program Pemberdayaan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Garda Emas” melakukan penelitian
pada UMKM penghasil sandal di kecamatan Bogor Selatan. Dalam penelitian ini
Lenoro menggunakan uji statistik linear berganda yang menyimpulkan bahwa
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan UMKM penghasil sandal
adalah penerimaan, jumlah tenaga kerja, jarak ke tempat penjualan, usia, lama
usaha, pendidikan, dan skala usaha. Sedangkan faktor-faktor yang tidak
berpengaruh nyata adalah jumlah mesin jahit, jumlah tanggungan, sumber modal,
pelatihan dan jenis UMKM.
Hutagaol (2009) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
pencairan pinjaman kredit usaha rakyat (KUR) di sektor agribisnis, dengan BRI
Unit Cigombong Bogor sebagai tempat penelitiaannya, yang menyimpulkan
bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pencairan KUR di BRI Unit
Cigombong adalah ada tidaknya agunan, tingkat pendidikan, jarak lokasi usaha,
lama usaha sudah berjalan, dan pendapatan bersih rumah tangga dalam setahun.
Penelitian ini menggunakan uji statistik linear berganda. Hasil penelitian
terdahulu dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Penelitian Terdahulu
No Nama Judul Alat Analisis
1 Andriani Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Penyaluran Kredit Mikro, Kecil, dan
Menengah di Indonesia
Metode ECM
2 Danistyo Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Permintaan dan Penawaran Kredit
UMKM di Indonesia
Analisis Metode
Logaritma
3 Lenora Evaluasi Program Pemberdayaan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
(UMKM) Garda Emas
Analisis Linear
Berganda
4 Hutagaol Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pencairan Pinjaman Kredit Usaha
Rakyat (KUR) di Sektor Agribisnis
Analisis Linear
Berganda
Sumber : Data Primer (Diolah)
Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan ini
adalah belum ada penelitian yang menganalisis peran koperasi simpan pinjam
dalam penyaluran kredit pada UMKM agribisnis untuk perkembangan UMKM.
Selain itu, penelitian yang dilakukan Andriani menggunakan metode ECM dan
penelitian Danistyo menggunakan analisis motode logaritma. Penelitian Lenora
dan Hutagaol menggunakan analisis linear berganda, sedangkan penelitian ini
menggunakan analisis pendapatan dan R/C ratio untuk mengetahui sejauh mana
koperasi simpan pinjam berperan dalam memajukan pendapatan UMKM
agribisnis anggotanya dengan membandingkan pendapatan UMKM sebelum dan
sesudah diberikan bantuan kredit, dan Kospin Jasa Bogor dipilih sebagai tempat
penelitiannya. Sedangkan persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu
adalah meneliti mengenai UMKM dan penyaluran kredit pada UMKM.
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Menurut Jafar (2004) dalam Lenora (2008) UMKM pada hakekatnya
merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Upaya
yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan UMKM adalah sebagai
berikut :
1. Penciptaan iklim usaha yang kondusif
Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif, antara
lain dengan mengusahakan ketentraman dan keamanan berusaha serta
penyederhanaan prosedur perijinan.
2. Bantuan permodalan
Pemerintah perlu memperluas kredit khusus dengan syarat yang tidak
memberatkan UMKM untuk membantu peningkatan modal, seperti melalui sektor
jasa finansial informal.
3. Perlindungan usaha
Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang
merupakan usaha ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari
pemerintah. Perlindungan tersebut dapat berupa undang-undang maupun
peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan.
4. Pengembangan kemitraan
Pengembangan kemitraan yang saling membantu antara UMKM perlu
dikembangkan. Disamping itu, juga untuk memperluas pangsa pasar dan
pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian, UMKM akan
mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari
dalam maupun luar negeri.
5. Pelatihan
Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UMKM baik dalam aspek
kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan, seta keterampilannya.
Disamping itu, juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di
lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.
6. Membentuk lembaga khusus
Lembaga khusus ini bertanggung jawab dalam mengkoordinir semua
kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuhkembangkan UMKM dan juga
berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan yang
dihadapi UMKM.
7. Memantapkan asosiasi
Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat untuk meningkatkan perannya,
antara lain dalam mengembangkan jaringan informasi usaha yang sangat
dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya.
8. Mengembangkan promosi
Guna mempercepat proses kemitraan antara UMKM dengan usaha besar
diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang
dihasilkan.
9. Mengembangkan kerjasama yang setara
Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah
dengan UMKM untuk mengatasi berbagai isu yang terkait dengan perkembangan
usaha.
Selain itu, strategi bisnis yang dapat dilakukan untuk mempertahankan
dan mengembangkan UMKM adalah sebagai berikut :
1. Perlu dipelajari terlebih dahulu tentang ciri-ciri, definisi atau pengertian,
kelemahan-kelemahan, potensi-potensi yang tersedia serta perundang-
undangan yang mengatur tentang UMKM.
2. Diperlukan bantuan manajerial agar tumbuh inovasi-innovasi dalam
mengelola UMKM secara berdampingan dengan usaha-usaha besar.
3. Secara vertikal dalam sistem gugus usaha, UMKM bisa menjadikan diri
sebagai komplemen-komplemen usaha bagi industri perusahaan produsen
utama. Diperlukan suatu strategi UMKM untuk menjalin kerja komplementer
dengan usaha-usaha besar.
4. Kerjasama bisa berbentuk koperasi dan bersama-sama beroperasi masuk
dalam usaha tertentu. Di Indonesia, kemitraan usaha yang berbentuk koperasi
merupakan strategi bisnis yang sangat penting, sehingga pemerintah
menganggap perlu membentuk departemen khusus untuk menangani UMKM
dan Koperasi.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Kemiskinan yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya
pengangguran merupakan permasalahan yang harus segera diatasi oleh
pemerintah. Salah satu strategi yang dapat dilakukan pemerintah adalah
pembangunan sektor UMKM. Hal ini dikarenakan sektor UMKM mempunyai
potensi yang cukup besar dalam penyerapan tenaga kerja, peningkatan
pendapatan, sekaligus pemerataan pendapatan bagi masyarakat. Selain itu,
UMKM merupakan kegiatan ekonomi yang dapat memberdayakan masyarakat
miskin, sehingga memberikan peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan sekaligus menurunkan angka kemiskinan. Akan tetapi, sektor
UMKM menghadapi permasalahan keterbatasan modal untuk menjalankan usaha.
Hal ini berakibat pada UMKM yang tidak dapat berkembang dengan baik.
Pemberian kredit kepada UMKM melalui koperasi simpan pinjam yaitu
Kospin Jasa merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
perekonomian rakyat. Analisis peran Kospin Jasa dalam perkembangan UMKM
menggunakan perhitungan analisis pendapatan dan nilai R/C ratio tiap jenis usaha.
Gambar kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Peran Kospin Jasa Dalam Perkembangan
UMKM Agribisnis di Bogor
Kemiskinan dan pengangguran Kota Bogor tertinggi di daerah Jawa
Barat.
UMKM merupakan salah satu cara yang diharapkan dapat mengurangi
kemiskinan dan pengangguran di Bogor.
Kospin Jasa ingin berperan dalam mengembangkan UMKM di Bogor
Pengembangan UMKM
Keterbatasan modal yang dimiliki UMKM.
UMKM sulit mendapatkan kredit dari pihak
bank karena dianggap tidak bankable.
Pemberian kredit melalui Kospin Jasa.
Seberapa besar efektivitas pemberian kredit yang
dilakukan Kospin Jasa kepada UMKM agribisnis anggotanya
Analisis Deskriptif
mengenai sistem
penyaluran kredit melalui
Kospin Jasa
Membandingkan pendapatan UMKM
agribisnis antara sebelum dan sesudah
mendapatkan kredit.
Peningkatan Efektivitas Pengembangan
UMKM Agribisnis oleh Kospin Jasa
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Koperasi Simpan Pinjam Jasa (Kospin Jasa)
Bogor yang berlokasi di Jalan Padjajaran No 38 Bogor. Bogor dipilih secara
sengaja untuk dijadikan daerah penelitian dengan pertimbangan bahwa tingkat
kemiskinan Bogor paling tinggi di daerah Jawa Barat. Sedangkan Kospin Jasa
cabang Bogor dipilih karena pada Maret 2010 Kospin Jasa Bogor mendapatkan
prestasi sebagai kantor cabang terbaik. Pengumpulan data dilaksanakan pada
bulan Juli hingga Oktober 2010.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi langsung di lapangan, dan
wawancara. Wawancara dilakukan dengan pihak-pihak yang terkait, seperti pihak
dari Kospin Jasa sebagai penyalur kredit, dan Kepala Bagian Operasional sebagai
narasumber. Selain itu, wawancara juga dilakukan dengan 20 UMKM anggota
Kospin Jasa yang menerima bantuan kredit. Data sekunder dikumpulkan dari
berbagai literatur seperti buku, internet, arsip dari Badan Pusat Statistik (BPS),
Kementerian Negara Koperasi dan UMKM, Dinas Perdagangan dan Koperasi
Kota Bogor, serta literatur lainnya yang diperlukan untuk membantu dalam
ketersediaan data bagi penelitian ini.
4.3. Metode Pengumpulan Data
Penentuan responden analisis peranan Kospin Jasa dilakukan dengan
purposive sampling (penentuan secara sengaja), dengan pertimbangan bahwa
responden yang terpilih dapat mewakili. Responden yang terpilih adalah Kepala
Bagian Personalia Kospin Jasa Bogor dan 20 UMKM agribisnis anggota Kospin
Jasa. Informasi mengenai 20 UMKM agribisnis yang mendapatkan bantuan kredit
didapatkan dari Kepala Bagian Personalia Kospin Jasa Bogor, dengan
pertimbangan bahwa Kepala Personalia merupakan pihak yang bisa memberikan
informasi yang relevan bagi penelitian ini. Dua puluh UMKM agribisnis penerima
kredit ini terbagi menjadi tiga bagian usaha, yaitu usaha budidaya, pengolahan,
dan retail. Usaha budidaya yang dilakukan adalah ternak bebek sebanyak dua
usaha, dan tiga usaha ternak ayam petelur. Usaha yang bergerak dalam bidang
pengolahan adalah empat usaha pembuatan telur asin, satu usaha pembuatan
kerajinan rotan, satu usaha pembuatan kasur kapuk, dua usaha meubel, dan dua
usaha pembuatan kerajinan tangan (handycraft). Sedangkan usaha retail yang
diberikan bantuan adalah dua warung makan lesehan dan tiga usaha warung sate
kambing.
4.4. Atribut Pertimbangan
Atribut yang digunakan untuk menganalisis peranan koperasi dalam
perkembangan UMKM agribisnis adalah menjelaskan sistem penyaluran kredit
yang dilakukan Kospin Jasa kepada 20 UMKM agribisnis dan pendapatan serta
R/C Ratio dari UMKM agribisnis yang mendapatkan bantuan kredit dan
penerimaan Kospin Jasa setelah dan sebelum memberikan bantuan kredit.
4.5. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan dua cara, yaitu analisis kualitatif,
sedangkan data kuantitatif menggunakan analisis pendapatan dari tiap jenis usaha
yang dijalankan.
4.5.1. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran tentang sistem
penyaluran kredit kepada UMKM dan dampak dari penyaluran kredit terhadap
perkembangan UMKM. Menurut Nazir (2005), metode kualitatif atau deskriptif
adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu
set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa
sekarang. Tujuan dari penelitian kualitatif adalah membuat gambaran yang akurat
mengenai hubungan antar fenomena yang diselidiki.
4.5.2. Analisis Pendapatan UMKM
Salah satu indikator penilaian kesejahteraan adalah perubahan pendapatan
dan pola konsumsi penduduk. Semakin meningkat tingkat pendapatan suatu
penduduk maka presentase pengeluaran untuk makanan akan menurun, sehingga
tersedia porsi pendapatan yang lebih besar untuk non pangan termasuk untuk
digunakan sebagai modal usaha rumah tangga atau mikro.
Lipsey et al. (1995) menerangkan bahwa pendapatan atau laba didapatkan
dari mengurangi penerimaan total (total revenue) dengan biaya total (total cost),
atau jika ditulis dalam persamaan :
= TR – TC
= (P.q) – (TFC TVC)
Dimana :
= pendapatan atau laba TR = penerimaan total (total revenue)
TC = biaya total (total cost)
P = harga produk
q = produk total (total product)
TFC = biaya tetap total (total fixed cost)
TVC = biaya variable total (total variable cost)
Penerimaan total merupakan perkalian antara harga produk dengan
produk total atau total penerimaan penjualan produk. Produk total adalah jumlah
total yang diproduksi selama periode waktu tertentu oleh semua faktor produksi
yang digunakan selama periode tersebut. Sedangkan biaya total merupakan
penjumlahan biaya oportunitas faktor-faktor produksi yang digunakan untuk
memproduksi output, yang bisa dibagi menjadi biaya tetap total dan biaya variabel
total pada tingkat produksi tertentu.
Biaya tetap total adalah biaya produksi yang tidak bervariasi dengan
tingkat output, seperti tanah, pabrik, dan mesin. Sedangkan biaya variabel total
adalah total biaya produksi yang bervariasi secara langsung dengan tingkat output,
seperti upah atau gaji karyawan.
Peran Kospin Jasa dalam penyaluran kredit terhadap pendapatan UMKM
dapat dilihat dengan membandingkan pendapatan pengusaha UMKM sebelum
mendapatkan bantuan kredit dengan pendapatan setelah mendapatkan bantuan
kredit. Analisis ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dampak
pemberian kredit yang dilakukan Kospin Jasa terhadap peningkatan pendapatan
pengusaha UMKM. Analisis pendapatan ini dilakukan pada satu tahun sebelum
pengusaha menerima kredit dan satu tahun setelah mendapatkan kredit.
Pendapatan bersih adalah selisih antara pendapatan kotor dan pengeluaran
kotor usaha tersebut. Perhitungan pendapatan dilakukan dengan menggunakan
formulasi :
P = TP – (Bt + Btt)
Dimana : P = Pendapatan bersih (Rp)
TP = Total penerimaan (Rp)
Bt = Biaya tunai (Rp)
Btt = Biaya tidak tunai (Rp)
Penerimaan sering disebut juga dengan pendapatan kotor (gross farm
income), merupakan nilai produk total usaha dalam periode tertentu, baik yang
dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan diperoleh dari hasil kali antara
jumlah produk yang dihasilkan dengan harga jual produk tersebut. Sementara itu
pengeluaran total usaha terdiri dari biaya tunai dan biaya tidak tunai (biaya yang
diperhitungkan).
4.5.3. Analisis Revenue Cost Ratio (R/C Ratio)
Data yang dikumpulkan melalui wawancara akan dianalisis untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh perubahan pendapatan dengan nilai R/C
Ratio masing-masing UMKM sebelum dan sesudah menerima kredit.
Analisis R/C Ratio merupakan perbandingan (ratio atau nisbah) antara
penerimaan (revenue) dan biaya (cost). Menurut Rahim (2007) pernyataan
tersebut dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut :
a = R/C Ratio
R = Py x Y
C = FC + VC
a = Py x Y / (FC + VC)
Dimana :
a = R/C Ratio
R = Penerimaan (revenue)
C = Biaya (cost)
Py = Harga Output
Y = Output
FC = Biaya Tetap (fixed cost)
VC = Biaya Variabel (variable cost)
Kriteria Keputusannya adalah sebagai berikut :
R/C > 1, usaha tersebut menguntungkan, sehingga layak untuk diusahakan
R/C < 1, usaha tersebut rugi, sehingga tidak layak untuk diusahakan
R/C = 1, usaha tersebut impas tapi tetap layak untuk dijalankan
Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha yang
besar kecilnya tidak tergantung dari besar kecilnya output yang diperoleh,
misalnya pajak, sewa lahan, alat-alat produksi, dan mesin produksi. Sedangkan
biaya tidak tetap merupakan biaya yang dikeluarkan untuk suatu usaha yang besar
kecilnya dipengaruhi oleh perolehan output, misalnya tenaga kerja dan sarana
produksi.
BAB V
GAMBARAN UMUM KOPERASI
5.1. Sejarah Pendirian Kospin Jasa
Koperasi Simpan Pinjam Jasa (Kospin Jasa) didirikan pada tanggal 13
Desember 1973 di Kota Pekalongan Jawa Tengah. Berawal dari tradisi “kemisan”,
yaitu tradisi membayar pekerja batik di Pekalongan pada setiap hari Kamis.
Dimana setiap pengusaha batik dan tekstil Pekalongan yang kebanyakan
merupakan pengusaha UMKM membayar setiap pekerjanya pada hari Kamis
setiap minggunya. Sebagai UMKM, pengusaha batik sering mengalami kesulitan
untuk membayar pegawainya pada hari Kamis, karena biasanya uang mereka
masih berupa barang. Oleh sebab itu, para pengusaha sering membanting harga
produksinya agar cepat laku. Hal ini menyebabkan banyak pengusaha UMKM
batik Pekalongan yang gulung tikar.
Pada saat itu, H.A. Djunaid mantan ketua Gabungan Koperasi Batik
Indonesia merasa prihatin terhadap kondisi pengusaha UMKM Batik Pekalongan.
Perubahan perekonomian nasional maupun internasional setelah orde baru
memberikan inspirasi bagi H.A. Djunaid untuk membantu keuangan UMKM.
H.A. Djunaid melihat bahwa kendala keuangan yang dialami pengusaha UMKM
adalah karena umumnya belum tersentuh pihak perbankan. Selain itu, untuk
meminjam uang di bank dibutuhkan persyaratan teknis, sedangkan para
pengusaha UMKM tidak terbiasa dengan hal tersebut.
Awalnya H.A. Djunaid bersama rekannya berpikir untuk mendirikan
usaha pegadaian sebagai solusi keuangan para pengusaha batik, namun rencana itu
tidak terlaksana. Usaha selanjutnya adalah mendirikan bank di Pekalongan guna
membantu permodalan UMKM bersama rekannya Ang Tiang Soen. Akan tetapi,
usaha ini juga tidak terlaksana dikarenakan prosedur dan perizinan mendirikan
bank sangatlah sulit.
Gagal untuk mempunyai bank tidak membuat H.A. Djunaid patah
semangat. Setelah berpikir panjang, akhirnya H.A. Djunaid memutuskan untuk
mendirikan koperasi simpan pinjam. Setelah bulat untuk mendirikan koperasi
simpan pinjam, maka H.A. Djunaid menghubungi rekannya Ang Tiang Soen dan
Tang Tiong Sim untuk mendiskusikan rencana tersebut. Akhirnya disepakati uang
Rp 10.000.000 yang rencananya untuk mendirikan bank digunakan sebagai modal
mendirikan koperasi simpan pinjam.
Pelaksanaan rapat pembentukan koperasi dilakukan di rumah H.A.
Djunaid di Jl. Hayamwuruk Pekalongan pada tanggal 13 Desember 1973, yang
dihadiri 81 orang. Rapat tersebut menyepakati pembentukan Koperasi Simpan
Pinjam, dan forum menyepakati “JASA” sebagai nama koperasi, dengan harapan
agar Koperasi Simpan Pinjam dapat memberikan jasa pelayanan dan manfaat
yang baik kepada anggota, calon anggota dan masyarakat lingkungannya. 81
orang yang menghadiri rapat pun langsung diangkat menjadi anggota koperasi.
Tanggal rapat pembentukan koperasi itu pun ditetapkan sebagai tanggal berdirinya
Kospin Jasa, sedangkan Kospin Jasa Bogor sendiri didirikan pada tanggal 16
Desember 2006 sebagai kantor cabang. Kementerian Negara Koperasi UKM
memberikan rekomendasi dengan nomor 56/Kep/Dep.I/2006 (Kospin Jasa, 2009).
Adapun tujuan dari pendirian koperasi ini antara lain:
1. Mengajak seluruh potensi yang ada, tanpa membedakan suku, ras, golongan
dan agama, agar bersama-sama, bersatu padu, dan beriktikat baik turut
membangun ekonomi secara gotong royong dalam bentuk koperasi.
2. Membantu para pedagang kecil-menengah didalam memobilisir permodalan
demi kelancaran usaha, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan.
3. Turut membantu pembangunan ekonomi dan menunjang pelaksanaan kegiatan
usaha secara aktif dengan mengajak mitra-mitra lainnya baik BUMN, swasta,
perbankan maupun gerakan koperasi lainnya.
Seperti sebuah koperasi pada umumnya, maka untuk menuntun menuju
masa depan Kospin Jasa memiliki visi dan misi sebagai pegangan untuk
pengembangan usahanya. Visi Kospin Jasa adalah terwujudnya koperasi simpan
pinjam yang mandiri dan tangguh dengan berlandaskan amanah dalam
membangun ekonomi bersama dan berkeadilan di Indonesia. Sedangkan misi
Kospin Jasa adalah mengajak seluruh potensi yang ada dalam masyarakat dengan
tanpa membedakan suku, ras, golongan, dan agama, agar mereka dapat bersatu
padu dan beritikad baik dalam turut membangun ekonomi kerakyatan secara
gotong royong dalam bentuk koperasi.
“Bersama Membangun Usaha” adalah motto yang menjadi pijakan
Kospin Jasa dengan harapan semangat kebersamaan selalu terbina dan selalu
melekat dalam gerak dan langkah semua anggota, mereka tidak beda, tidak ada
batas, tanpa sekat menyatu bersama dalam mengembangkan usaha mereka
masing-masing sekaligus memajukan Kospin Jasa yang dicita-citakan. Susunan
pengurus pada awal berdirinya Kospin Jasa dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Susunan Pengurus Kospin Jasa Tahun 1974
Jabatan Nama Asal Daerah
Ketua Umum H.A Djunaid Pekalongan
Ketua I H. Mirza Djahri Pekalongan
Ketua II H. Usman Chusen Pekalongan
Penulis Mukmin Bakri, BSC Pekalongan
Bendahara Thio Tek Dhjiang Pekalongan
Pembantu I S. Achmad Bilfaqih Pekalongan
Pembantu II Drs. M. Trisno Akwan Pekalongan Sumber : Kospin Jasa, 2010
Tabel 7 menjelaskan bahwa H. A Djunaid sebagai penggerak
terbentuknya Kospin Jasa langsung diangkat sebagai Ketua Umum dibantu
dengan beberapa pengurus lainnya.
5.2. Permodalan
Modal utama pendirian Kospin Jasa berasal dari patungan H.A. Djunaid
dan Ang Tiang Soen sebesar Rp 5.000.000 dan pinjaman dari Mohtar Riyadi
sebesar Rp 5.000.000. Uang Rp 10.000.000 tersebut awalnya disetor di Bank
Indonesia untuk syarat mendirikan bank seperti cita-cita H.A. Djunaid
sebelumnya, karena gagal mendirikan bank, maka uang tersebut digunakan
sebagai modal awal pendirian Kospin Jasa. Selanjutnya, dalam menjalankan
usahanya Kospin Jasa menetapkan simpanan pokok masing-masing anggota
sebesar Rp 25.000. sementara untuk keperluan fasilitas kegiatan organisasi pada
awal pendirian Kospin Jasa menggunakan alat-alat sendiri sehingga tidak
mengeluarkan dana.
5.3. Struktur Organisasi
Pelaksanaan tugas harian Kospin Jasa dipimpin oleh dewan pengurus,
sedangkan struktur organisasinya terbagi menjadi struktur organisasi kantor pusat
dan struktur organisasi kantor cabang. Struktur organisasi kantor pusat dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Organisasi Kantor Pusat Kospin Jasa Sumber : Kospin Jasa, 2010
Gambar 2 menjelaskan bahwa struktur organisasi Kantor Pusat Kospin
Jasa dipimpin langsung oleh ketua umum yang membawahi pengurus dan
supervisi. Susunan pengurus Kospin Jasa dapat dilihat pada Tabel 8.
Ketua Umum
Pengurus dan Supervisi
Asisten Pengurus
Legal Officer
Asisten Divisi Wilayah
Pimpinan Cabang Syariah
Asisten Bidang Syariah
Pimpinan Cabang
Divisi
Litbang
Asisten Bidang
Kabag
Kasie
Kabag
Kasie Kasie
Staf Staf Staf Staf
Tabel 8. Susunan Pengurus Kospin Jasa Tahun 2008
Jabatan Nama Asal Daerah
Ketua Umum H.A Zaky Arslan Djunaid Pekalongan
Ketua I Lukito Sindoro Klaten
Ketua II H. Teguh Suhardi, BA Waleri
Ketua III H. Marsidi, SH Solo
Ketua IV H. M Andy Arslan, SE Pekalongan
Sekretaris Umum H. Sachroni Pekalongan
Sekretaris I H. A Alf Arslan, SE Pekalongan
Sekretaris II H. Moh. Ali Shahab, SE Msi Pekalongan
Sekretaris III H. Ali Mukti, SH M.Hum Solo
Bendahara Umum H. Taufik Kariem Pekalongan
Bendahara I H. Nadhirin Maskha Tegal
Bendahara II Budi Setiawan (Yap Yun Foe) Batang
Bendahara III H. Baidhowi Pemalang
Bendahara IV Ir. Ong Umaryadi, MM Purwokerto Sumber : Kospin Jasa, 2010
Kospin Jasa sebagai koperasi primer juga menonjolkan posisi anggota
sebagai pemilik koperasi. Hal ini terlihat pada saat Kospin Jasa menyelenggarakan
RAT. Saat RAT berlangsung semua anggota berhak menyampaikan aspirasinya.
Anggota Kospin Jasa yang mencapai 6.759 anggota tentu tidak mungkin jika
dikumpulkan dalam satu waktu dan satu tempat untuk melakukan RAT, maka dari
itu biasanya, tiap-tiap cabang Kospin Jasa terlebih dahulu mengadakan rapat
untuk merumuskan masalah terpenting yang harus disampaiankan saat RAT pusat.
Sehingga pada saat RAT pusat tetap berjalan efektif dan efisien.
Kospin Jasa sendiri menganggap RAT merupakan kekuasaan tertinggi
pada struktur organisasinya. Setelah RAT barulah terdapat beberapa pengurus
koperasi yang bertugas mengawasi jalannya kegiatan koperasi.
Semua pengurus Kospin Jasa merupakan gabungan dari tiga etnis yang
ada, yaitu Pribumi, Tionghoa, dan Arab. Pengurus yang diangkat di Kospin Jasa
adalah berasal dari anggota koperasi yang aktif dan memiliki prestasi yang baik.
Struktur organisasi kantor cabang Kospin Jasa dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur Organisasi Kantor Cabang Kospin Jasa Sumber : Kospin Jasa, 2010
Struktur organisasi kantor cabang pusat pada Gambar 3 menjelaskan
bahwa terdapat perbedaan dengan kantor pusat. Dimana pada kantor cabang
Kospin Jasa dipimpin oleh pimpinan cabang yang membawahi asisten cabang,
dan kabag layanan operasional. Asisten cabang membawahi Kepala ICU, sopir
pesuruh, dan satpam. Sedangkan kabag layanan operasional membawahi CSO,
penagihan, pembayaran, teller, akunting, administrasi rekening, bagian umum,
bagian simpanan, dan bagian peminjaman. Saat ini Kospin Jasa Bogor memiliki
sepuluh orang karyawan.
5.4. Sistem Penyaluran Kredit Pada Kospin Jasa
Motivasi utama pendirian Kospin Jasa adalah sebagai wadah untuk
pembauran tiga etnis, yaitu Pribumi, Tionghoa, dan Arab. Kospin Jasa
meyakinkan tiga etnis tersebut bahwa koperasi merupakan wadah yang paling
tepat untuk memenuhi kebutuhan modal yang sangat dibutuhkan oleh tiap-tiap
pengusaha untuk mengembangkan usahanya. Hingga akhir tahun 2008 anggota
Kospin Jasa mencapai 6.759 orang.
Pimpinan Cabang
Asisten Cabang
Kabag Layanan Operasional
CSO
Penagihan
Pembayaran
Teller
Akunting
Adm Rekening
Umum
Simpanan
Pinjaman ICU
Kepala ICU
Sopir Pesuruh
Satpam
Keberhasilan Kospin Jasa sebagai salah satu koperasi terbaik dapat dilihat
dari jumlah kantor pelayanan yang sekarang mencapai 74 kantor yang tersebar di
seluruh Indonesia. Kospin jasa memiliki asset lebih dari Rp 1 triliun. Tiap kantor
Kospin Jasa melayani semua anggota dan calon anggotanya dengan sangat baik.
Salah satu bentuk pelayanan Kospin Jasa kepada anggota dan calon anggotanya
adalah dengan mengeluarkan beberapa produk simpanan atau tabungan. Produk
simpanan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Simpanan Manasuka Harian (Rekening Koran)
Simpanan in ditujukan pada pelaku usaha khususnya pedagang. Setoran
dapat dilakukan setiap saat, demikian juga dengan penarikannya.
2. Simpanan Manasuka Berjangka
Simpanan manasuka berjangka merupakan simpanan dengan program-
program terencana, karena waktu simpanannya mulai dari satu bulan, tiga bulan,
enam bulan sampai dua belas bulan dengan jasa simpanan (bunga) yang
kompetitif dan dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman.
3. Simpanan Hari Koperasi (HARKOP)
Simpanan Hari Koperasi adalah simpanan yang ditujukan untuk
memaknai hari koperasi. Simpanan ini mendapatkan bunga setiap bulannya.
Selain itu, penabung berkesempatan mendapatkan hadiah total ratusan juta rupiah,
antara lain biaya perjalanan haji untuk dua orang, biaya umroh dan kendaraan
bermotor. Simpanan HARKOP juga dapat dijadikan jaminan pinjaman di Kospin
Jasa.
4. Tabungan Koperasi (TAKOP)
Tabungan Koperasi adalah sebagai wahana pemupukan modal usaha dari
yang kecil hingga yang besar.
5. Tabungan SAFARI (Sadar Manfaat Koperasi)
Tabungan ini merupakan tabungan dengan sistem arisan, melalui
penyaringan yang dilaksanakan setiap bulan dan berkesempatan mendapatkan
sejumlah uang yang telah ditentukan dan hadiah sepeda motor. Selain itu,
tabungan SAFARI memiliki keistimewaan yaitu peserta akan diajak berekreasi
setiap tahunnya. Tabungan ini telah mencetak rekor dari Museum Rekor Indonesia
(MURI) sebagai tabungan dengan peserta wisata terbanyak di Indonesia.
6. Tabungan Haji Labbaika
Tabungan ini merupakan fasilitator untuk nasabah yang merencanakan
naik haji. Jika penabung merencanakan naik haji, pihak Kospin Jasa dapat
menyediakan dana Talangan Haji untuk penabung dan membantu mengurus
persiapan naik haji.
7. Tabungan Pundi Arta JASA
Tabungan pundi arta jasa ini sama dengan tabungan Safari, yang
membedakannya hanya pada tabungan pundi arta jasa dibatasi jumlahnya.
8. Simpanan Keluarga Sejahtera
Simpanan keluarga sejahtera ini merupakan produk simpanan yang
ditujukan bagi anggota, calon anggota dan keluarganya, serta pengusaha UMKM.
Besarnya tabungan adalah Rp 25.000 perbulan, dengan jangka waktu 24 bulan
dengan sistem arisan.
Selain itu, Kospin Jasa yang memang bertujuan untuk membantu
pengusaha, khususnya pengusaha UMKM yang mengalami permasalahan
permodalan telah banyak meluncurkan produk pinjaman yang bisa dipilih oleh
UMKM. Produk-produk pinjaman tersebut adalah:
1. Pinjaman Harian (Rekening Koran)
Pinjaman harian atau rekening koran ini menggunakan sistem yang
memudahkan pengusaha UMKM untuk memenuhi kebutuhan modal usaha secara
terencana. Jasa pinjaman atau bunga pada pinjaman harian dihitung harian dan
pengambilan dananya dengan menggunakan tanda terima.
2. Pinjaman Berjangka
Pinjaman berjangka adalah pinjaman modal kerja yang memungkinkan
pengusaha menggunakan dana tersebut dengan seluas-luasnya. Jangka
peminjaman pinjaman berjangka ini adalah 12 bulan, dengan bunga pinjaman
kurang dari satu persen yang dibayarkan tiap bulannya.
3. Pinjaman Insidentil
Pinjaman insidentil adalah pinjaman yang ditujukan untuk calon
pengusaha yang baru mendapatkan peluang usaha. Proses pinjaman akan
diusahakan secepat mungkin, dan jangka waktu peminjaman paling lama hanya
tiga bulan saja.
4. Pinjaman Anuitet (Angsuran Tetap)
Pinjaman anuitet ini adalah pinjaman yang sangat tepat untuk investasi
atau untuk pembelian sarana usaha jangka panjang, dengan waktu pinjaman 12
bulan sampai 48 bulan. Angsuran pada pinjaman ini bersifat tetap dengan
pembayaran bunga kurang dari satu persen dari jumlah pinjaman tiap bulannya.
5. Pinjaman UMK
Pinjaman ini merupakan produk pinjaman yang memiliki banyak
manfaat, khususnya untuk kebutuhan tambahan modal usaha kecil, sarana
prasarana dalam menunjang aktivitas kerja yang dikhususkan bagi pedagang kecil,
para professional, pegawai swasta, TNI, Polri, notaris, dsb. Jangka waktu
peminjaman melalui produk pinjaman UMK ini mulai dari 12 bulan sampai
dengan 36 bulan, dengan bunga pinjaman kurang dari 1 persen.
6. Pinjaman Paket Kendaraan
Pinjaman paket kendaraan adalah pinjaman yang dikhususkan untuk
pengusaha yang menginginkan kendaraan untuk transfortasi, baik roda dua atau
roda empat. Peminjam bisa bebas memilih kendaraan yang diinginkan di semua
dealer, dan pihak Kospin Jasa yang akan mengurus pembayarannya, dengan jasa
pinjaman atau bunga yang relatif murah dan uang muka yang memadai.
Gambaran besaran dari masing-masing klasifikasi pinjaman dapat dilihat pada
Tabel 9.
Tabel 9. Klasifikasi Jumlah Pinjaman per 31 Desember 2008
Klasifikasi (Rp) Jumlah Pinjaman
(Rp)
Jumlah Peminjam
(orang)
Persen
(%)
S/D 5 juta 99.686.358.456 3.628 21,1
5 juta s/d 15 juta 43.004.641.055 4.372 25,4
15 juta s/d 50 juta 168.899.070.136 5.495 31,9
50 juta s/d 150 juta 242.582.552.507 2.700 15,7
150 juta s/d 999 juta 299.748.681.282 948 5,5
1 milyar 99.917.716.950 74 0.4
Jumlah 929.673.120.387 17.217 100 Sumber : Kospin Jasa, 2009
Tabel 9 menjelaskan bahwa Kospin Jasa banyak memberikan bantuan
kredit dengan jumlah pinjaman sampai Rp 1 milyar. Dilihat dari jumlah
peminjam, maka pinjaman yang paling banyak adalah pinjaman yang berkisar dari
Rp 15 juta sampai dengan Rp 50 juta, dengan jumlah peminjam sebanyak 5.495
orang (pengusaha). Sedangkan pinjaman yang paling jarang diajukan adalah
pinjaman sebesar Rp 1 milyar, dengan jumlah peminjam sebanyak 74 orang
(pengusaha). Kospin Jasa Bogor sebagai kantor cabang telah menyalurkan dana
pinjaman sebesar Rp 35.470.025.439 kepada 80 orang yang merupakan pengusaha
dari berbagai bidang termasuk agribisnis.
UMKM yang diberikan bantuan kredit oleh Kospin Jasa memanfaatkan
berbagai macam produk pinjaman yang ditawarkan. UMKM dengan jenis usaha
budidaya seperti usaha budidaya ayam petelur dan budidaya bebek lebih banyak
menggunakan produk pinjaman harian, karena jumlah pinjaman lebih sedikit dan
sistem pembayaran harian yang dirasa lebih meringankan pihak peminjam.
UMKM dengan jenis usaha pengolahan seperti usaha pembuatan kasur
kapuk, meubel, kerajinan tangan, dan telur asin lebih banyak memanfaatkan
pinjaman berjangka dan pinjaman UMK. Pinjaman berjangka dan pinjaman UMK
lebih banyak digunakan karena merupakan pinjman yang memang khusus
diperuntukkan untuk UMKM. Selain itu, pinjaman berjangka dan pinjaman UMK
memiliki jangka waktu peminjaman yang lebih lama.
Usaha retail, seperti warung makan lesehan dan warung sate lebih banyak
memanfaatkan pinjaman UMK, pinjaman anuitet, dan pinjaman paket kendaraan.
Pinjaman paket kendaraan banyak dimanfaatkan pelaku usaha sebagai sarana
transportasi dalam pendistribusian produk dan sebagai sarana untuk pembelian
input produksi. Sedangkan pinjaman anuitet dan pinjaman UMK dimanfaatkan
untuk tambahan modal dengan angsuran tetap dan jangka waktu peminjaman yang
lebih panjang.
Pengusaha UMKM yang dapat diberikan bantuan pinjaman merupakan
UMKM yang telah mampu memenuhi persyaratan yang diajukan oleh pihak
Kospin Jasa. Tata cara pelaksanaan peminjaman pada Kospin Jasa adalah sebagai
berikut :
1. Calon Debitur Mengisi Surat Permohonan Kredit
a. Lengkapi segala persyaratan peminjaman seperti surat permohonan
kredit
b. Sertakan lampiran fotocopy yang dibutuhkan, seperti fotocopy jumlah
pendapatan, fotocopy identitas diri, fotocopy kartu keluarga, fotocopy
rekening listrik, fotocopy surat keterangan usaha
c. Wawancara dengan referensi atau rekanan mengenai data calon
debitur
d. Pihak Kospin Jasa menyusun jadwal kunjungan ke calon debitur
2. Menganalisis Ekonomis Usaha dan Jaminan
Menganalisis ekonomis usaha dan jaminan dilakukan pihak Kospin Jasa
dengan cara sebagai berikut :
a. Wawancara dengan calon debitur
b. Menganalisis data pemohon baik berupa laporan neraca, laba rugi,
kebutuhan modal kerja, cash flow, dll
c. Menganalisis nilai rupiah jaminan yang diajukan calon debitur
3. Menganalisis Yuridis Usaha dan Jaminan
a. Menganalisis status usaha calon debitur secara hukum
b. Melakukan pemeriksaan dokumen yang dijadikan jaminan, seperti
SHM, BPKB, dll
c. Memeriksa status kepemilikan dan perolehan jaminan
d. Memeriksa semua dokumen yang melengkapi surat permohonan
kredit
4. Keputusan Pinjaman
a. Data yang telah dianalisis baru diajukan ke Komite Pinjaman
b. Komite Pinjaman membuat Surat Pemberitahuan Persetujuan
Pinjaman (SP3) kepada calon debitur
5. Pencairan Pinjaman
a. Pihak Kospin Jasa menyiapkan order pembuatan PPU dan pengikatan
jaminan
b. Setelah semua lengkap, dokumen ditandatanganai komite dan calon
debitur, baru setelah itu dana pinjaman bisa dicairkan
c. Pihak Kospin Jasa berkoordinasi dengan pihak terkait untuk
mencairkan dana pinjaman
d. Hal terpenting bagi Kospin Jasa saat prose pencairan pinjaman adalah
mengucapkan terima kasih kepada debitur atas kerjasama dan
kepercayaannya kepada Kospin Jasa
6. Pelaporan Administrasi Pinjaman
Pelaporan administrasi pinjaman dapat dilakukan harian, mingguan,
maupun bulanan.
7. Administrasi Pinjaman
Administrasi pinjaman terdiri dari file pinjaman dan jaminan yang dicatat
dalam buku realisasi pinjaman, order notaris, surat keluar, dan pengakuan
pinjaman.
Dua Puluh UMKM yang mendapatkan pinjaman kredit oleh Kospin Jasa
menjalankan semua tatacara peminjaman yang diterapkan oleh Kospin Jasa.
Kospin Jasa tidak memilih calon peminjam berdasarkan lama tidaknya bergabung
dengan Kospin Jasa. Hal yang lebih diutamakan dalam penyaluran kredit adalah
kemampuan tiap UMKM dalam mengikuti prosedur peminjaman. Dua puluh
UMKM tersebut terlebih dahulu mengajukan surat permohonan kredit yang
menyertakan fotocopy berkas yang dibutuhkan, seperti fotocopy identitas diri,
fotocopy kartu keluarga, fotocopy rekening listrik, air, dan telepon, fotocopy surat
izin usaha, fotocopy rincian pendapatan, dan fotocopy berkas yang akan dijadikan
jaminan dalam peminjaman. Jika semua berkas yang dibutuhkan telah lengkap,
tiap UMKM tinggal menunggu pihak Kospin Jasa yang akan melakukan
pemeriksaan terhadap kelengkapan berkas dan melakukan pemeriksaan terhadap
jaminan peminjaman. Setelah melakukan pemeriksaan, pihak peminjam akan
diwawancara oleh Kospin Jasa, hal ini dilakukan untuk mengetahui karakter calon
peminjam kredit. Jika semua proses telah dilewati oleh calon peminjam, maka
pihak peminjam kembali menunggu keputusan dari pihak komite pemberi
pinjaman mengenai disetujui atau tidaknya pencairan kredit.
BAB VI
ANALISIS PENDAPATAN ANGGOTA
Faktor-faktor yang menjadi bahan pertimbangan dalam penyaluran kredit
pada Kospin Jasa tidak terlepas dari unsur 5C. Adapun prosedur dengan
menggunakan prinsip 5C ini dilakukan untuk memperkecil kemungkinan terjadi
tunggakan pembayaran setelah pencairan kredit. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pencairan kredit untuk UMKM agribisnis oleh Kospin Jasa adalah:
1. Jenis Usaha
Jenis usaha yang diberikan kredit oleh Kospin Jasa terbagi menjadi tiga,
yaitu budidaya, pengolahan, dan retail. Usaha budidaya terdiri dari budidaya
ternak bebek dan budidaya ayam petelur. Usaha pengolahan terdiri dari meubel,
kerajinan rotan, pembuatan kasur kapuk, pembuatan telur asin, dan handycraft.
Sedangkan usaha retail yang dijalankan terdiri dari usaha warung makan lesehan
dan warung sate kambing.
2. Usia
Minimal usia dalam pemberian kredit yang dilakukan Kospin Jasa
biasanya adalah 20 tahun, hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa usia 20 tahun
merupakan usia produktif.
3. Pendidikan Terakhir
Pemberian kredit yang dilakukan Kospin Jasa biasanya membatasi
minimal pendidikan adalah SMU sederajat.
4. Skala usaha
Besar kecilnya suatu usaha dalam hal ini adalah UMKM merupakan
faktor yang menjadi bahan pertimbangan pihak Kospin Jasa dalam menyalurkan
kredit. Jika usaha yang diajukan cukup menjanjikan di masa datang, maka pihak
Kospin Jasa dapat memberikan kredit sesuai dengan skala usaha tersebut. Dengan
memberikan kredit sesuai dengan skala usaha, maka diharapkan pihak peminjam
dapat lancar dalam pengembalian kredit.
5. Lama usaha
Lama usaha juga merupakan hal yang dijadikan salah satu pertimbangan
dalam pencairan kredit oleh Kospin Jasa. Dengan mengetahui lama usaha, maka
pihak Kospin Jasa dapat memperkirakan keberlangsungan usaha tersebut sehingga
Kospin Jasa dapat memperkecil risiko terjadinya kredit macet.
6. Jenis dan jumlah agunan (jaminan)
Jenis dan jumlah agunan atau barang dan SHM yang dijadikan jaminan
juga merupakan hal yang sangat penting dalam proses pengajuan dan pencairan
kredit. Agunan merupakan jaminan yang bisa digunakan pihak Kospin Jasa untuk
memperkirakan bantuan kredit yang tepat bagi UMKM, sehingga jika terjadi hal
yang tidak diharapkan oleh pihak pemberi pinjaman seperti kredit macet, maka
Kospin Jasa dapat mengambil agunan untuk memperkecil kerugian. Agunan yang
diterima Kospin Jasa berupa sertifikat dan BPKB, dimana nilai pinjaman yang
dapat diberikan adalah 60 persen dari nilai sertifikat dan 50 persen dari nilai
BPKB.
7. Jarak lokasi usaha
Jarak lokasi usaha yang biasanya dapat diberikan kredit adalah lokasi
usaha yang masih berada di cakupan wilayah Bogor. Hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah pihak Kospin Jasa untuk melakukan pemeriksaan ke tempat usaha
sebelum pencairan kredit. Selain itu, dengan lokasi yang masih berada di daerah
Bogor, maka pihak Kospin Jasa dapat dengan mudah melakukan penagihan
pembayaran pinjaman pada pihak peminjam.
Faktor lain yang menjadi acuan untuk memberikan kredit adalah karakter
calon peminjam. Tujuan dari mengetahui karakter calon peminjam kredit ini
adalah agar pihak Kospin Jasa mengetahui peminjam memiliki karakter yang baik
atau tidak. Karakter calon peminjam dapat dilihat dari riwayat pinjaman yang
calon peminjam pernah lakukan dan keaktifan pihak peminjam selama menjadi
anggota koperasi. Selain itu, capacity atau kapasitas juga menjadi bahan
pertimbangan dalam pencairan kredit. Mengetahui kapasitas calon peminjam
dapat dilakukan dengan mengetahui pendapatan bersih usaha dalam setahun dan
mengetahui jumlah pengeluaran. Semakin besar pendapatan bersih usaha maka
akan memudahkan calon peminjam untuk memperoleh bantuan kredit. Sedangkan
prinsip collateral tidak dilakukan analisis penilaian yang mendalam. Prinsip ini
hanya dilakukan dengan sebatas melihat apakah jaminan yang diajukan calon
peminjam adalah benar milik pribadi calon peminjam. Capital yang merupakan
sumber pembiayaan bagi calon peminjam untuk mengembalikan pinajaman dapat
dilihat dari jenis UMKM yang dijalankan dan memeriksa apakah calon penerima
kredit memiliki sumber keuangan lain selain usaha yang akan diberikan kredit.
Sedangkan Condition of Economyc dijadikan acuan bagi pihak Kospin Jasa dalam
melakukan penilaian bagaimana kondisi UMKM agribisnis saat pengajuan kredit
dan prediksi UMKM agribisnis di masa yang akan datang.
UMKM anggota Kospin Jasa yang dijadikan responden adalah UMKM
agribisnis penerima kredit dari Kospin Jasa yang berjumlah 20 UMKM agribisnis.
Karakteristik responden ini dibagi menjadi jenis usaha, usia, pendidikan terakhir,
lama usaha dijalankan, jenis agunan, jarak lokasi usaha dengan Kospin Jasa, dan
skala usaha. Karakteristik tersebut dikelompokkan berdasarkan informasi dari
Kospin Jasa dan disesuaikan oleh penelitian-penelitian terdahulu, seperti
penelitian yang dilakukan oleh Hutagaol (2009). Karakteristik responden tersebut
dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Karakteristik Responden No Karakteristik Jumlah Persentase (%)
1 Jenis Usaha
Budidaya
Pengolahan
Retail
5 orang
10 orang
5 orang
25
50
25
Jumlah 20 orang 100
2 Usia
20 tahun-40 tahun
> 40 tahun
11 orang
9 orang
55
45
Jumlah 20 orang 100
3 Pendidikan Terakhir
SMU sederajat
> D3
11 orang
9 orang
55
45
Jumlah 20 orang 100
4 Lama Usaha Dijalankan
< 1 tahun – 2 tahun
> 2 tahun
8 orang
12 orang
40
60
Jumlah 20 orang 100
5 Jenis Agunan
Sertifikat
BPKB
15 orang
5 orang
75
25
Jumlah 20 orang 100
6 Jarak Lokasi Usaha dengan Kospin Jasa
1 km-20 km
> 20 km
14 orang
6 orang
70
30
Jumlah 20 orang 100
7 Skala Usaha
Mikro Kecil
Menengah
1 orang 18 orang
1orang
5 90
5
Jumlah 20 orang 100
Sumber : Data Primer (diolah)
Karakteristik responden berdasarkan Tabel 10 terbagi menjadi beberapa
kriteria, yaitu jenis usaha, usia peminjam, pendidikan terakhir, lama usaha
dijalankan, jenis agunan, jarak lokasi usaha dengan Kospin Jasa, dan skala usaha.
Jenis usaha UMKM yang diberikan kredit terbagi menjadi usaha budidaya,
pengolahan, dan retail, dimana jenis usaha pengolahan lebih mendominasi jenis
usaha yang diberikan bantuan kredit yaitu sebesar 50 persen. Syarat usia yang bisa
diberikan kredit adalah diatas dua puluh tahun. Akan tetapi, pada Kospin Jasa usia
peminjam yang berumur 20-40 tahun lebih banyak diberikan bantuan kredit yaitu
sebesar 55 persen. Pendidikan terakhir yang lebih banyak diberikan kredit adalah
SMU sederajat sebesar 55 persen. Sedangkan rincian responden berdasarkan
karakteristiknya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Faktor lain yang menjadi penentu adalah lama usaha dijalankan, hal ini
terlihat pada usaha yang dijalankan berumur lebih dari dua tahun lebih banyak
mendapatkan bantuan kredit, yaitu sebesar 60 persen atau sebanyak 12 pengusaha.
Jenis agunan yang biasa dijadikan jaminan pada Kospin Jasa hanya dua, yaitu
sertifikat dan BPKB, dimana sertifikat lebih banyak dijadikan agunan yaitu
sebanyak 15 pengusaha atau sebesar 75 persen. Jarak lokasi usaha dengan kantor
Kospin Jasa merupakan faktor yang menjadi pertimbangan. Lokasi usaha harus
masih berada di sekitar Bogor. Pemberian kredit kepada pelaku usaha juga sedikit
banyak berpengaruh pada skala usaha yang dijalankan, dimana skala usaha kecil
dengan jumlah kekayaan tidak lebih dari Rp 500 juta lebih banyak mengajukan
kredit, yaitu sebesar 90 persen atau sebanyak 18 pelaku usaha.
Semua faktor tersebut sangat berpengaruh pada pendaptan yang akan
diterima oleh masing-masing UMKM penerima kredit. Pendapatan yang
digunakan dalam analisis adalah pendapatan usaha rata-rata, yaitu total
penerimaan usaha dikurangi dengan total biaya pengeluaran UMKM. Pendapatan
usahatani diperoleh dengan cara mengurangkan penerimaan rata-rata dengan
biaya rata-rata yang dikeluarkan.
Penerimaan UMKM adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka
waktu tertentu. Penerimaan UMKM merupakan hasil perkalian antara jumlah
produksi total dengan harga jual dari hasil produksi tersebut. Sedangkan biaya
yang dikeluarkan yakni nilai penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan
dalam melakukan proses produksi usaha tersebut. Dikarenakan UMKM agribisnis
yang menjadi anggota Kospin Jasa bergerak diberbagai bidang usaha, maka nilai
penerimaan diperoleh dengan cara menghitung rata-rata jumlah penerimaan dari
tiap jenis usaha UMKM. Demikian pula dengan biaya yang harus dikeluarkan,
dikarenakan berbeda karakter usaha, maka biaya yang diambil adalah total rata-
rata dari seluruh biaya yang harus dikeluarkan masing-masing UMKM. Rincian
perhitungan output dan biaya masing-masing jenis usaha sebelum dan sesudah
kredit per tahun dapat dilihat pada Lampiran 2.
6.1. Pendapatan UMKM Agribisnis Berdasarkan Jenis Usaha
Pendapatan UMKM berdasarkan jenis usaha bisa didapatkan melalui
perhitungan pengurangan antara jumlah penerimaan dan biaya yang harus
dikeluarkan. Penerimaan UMKM sebelum dan sesudah menerima bantuan kredit
berdasarkan jenis usahanya dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit
Berdasarkan Jenis Usaha No Jenis Usaha
UMKM
Penerimaan Rata-
Rata Sebelum
Kredit (Rp)
Penerimaan Rata-
Rata Sesudah
Kredit (Rp)
Perbedaan
Penerimaan (Rp)
1 Budidaya 61.812.500 114.500.000 (+) 52.687.500 2 Pengolahan 1.840.000.000 3.330.000.000 (+) 1.490.000.000 3 Retail 225.000.000 510.000.000 (+) 285.000.000
Total
Penerimaan 2.126.812.500 3.954.500.000 (+) 1.827.687.500
Sumber : Data Primer (Diolah)
Tabel 11 menjelaskan bahwa jumlah total penerimaan UMKM sebelum
menerima kredit adalah sebesar Rp 2.126.812.500, sedangkan total penerimaan
UMKM setelah pemberian kredit adalah sebesar Rp 3.954.500.000, dengan selisih
penerimaan sebelum dan sesudah menerima kredit adalah meningkat sebesar Rp
1.827.687.500. Pemberian kredit yang dilakukan Kospin Jasa berdampak pada
peningkatan penerimaan UMKM. Hal ini terjadi karena dengan adanya bantuan
kredit, UMKM mampu meningkatkan skala usahanya, atau menambah input
produksi untuk meningkatkan jumlah produksi usaha. Peningkatan penerimaan
juga berpengaruh pada peningkatan biaya operasional usaha. Rincian biaya yang
dikeluarkan UMKM sebelum dan sesudah menerima kredit berdasarkan jenis
usaha dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan Sesudah
Menerima Kredit No Uraian Biaya Rata-Rata
Sebelum Kredit
(Rp)
Biaya Rata-Rata
Sesudah Kredit
(Rp)
Perbedaan
Biaya (Rp)
1 Budidaya 28.800.000 57.840.000 (+) 29.040.000 2 Pengolahan 1.210.910.000 1.734.600.000 (+) 523.690.000 3 Retail 175.000.000 358.800.000 (+) 183.800.000
Total Biaya 1.414.710.000 2.151.240.000 (+) 736.530.000
Sumber : Data Primer (Diolah)
Tabel 12 menjelaskan bahwa biaya total yang harus dikeluarkan UMKM
sebelum menerima kredit dari Kospin jasa adalah Rp 1.414.710.000 dan total
biaya yang harus dikeluarkan UMKM setelah menerima kredit adalah sebesar Rp
2.151.240.000, dengan selisih biaya sebelum dan sesudah bantuan kredit adalah
sebesar Rp 736.530.000. Sedangkan rincian perhitungan pendapatan UMKM
sebelum dan sesudah menerima bantuan kredit dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit No Uraian Nilai Rata-Rata Sebelum
Kredit (Rp) Nilai Rata-Rata Setelah
Kredit (Rp)
1 a. Penerimaan Budidaya
b. Biaya Budidaya
c. Pendapatan (a-b)
d. R/C Ratio (a:b)
61.812.500 28.800.000 33.012.500
2,14
114.500.000 57.840.000 56.660.000
1,97
2 a. Penerimaan Pengolahan
b. Biaya Pengolahan
c. Pendapatan (a-b)
d. R/C Ratio (a:b)
1.840.000.000 1.210.910.000
629.090.000 1,51
3.330.000.000 1.734.600.000 1.595.400.000
1,91
3 a. Penerimaan Retail
b. Biaya Retail
c. Pendapatan (a-b)
d. R/C Ratio (a:b)
225.000.000 175.000.000
50.000.000 1,28
510.000.000 358.800.000 151.200.000
1,42
4 a. Total Penerimaan
b. Total Biaya
c. Total Pendapatan (a-b)
d. R/C Ratio Total (a:b)
2.126.812.500 1.414.710.000
712.102.500 1,50
3.954.500.000 2.151.240.000 1.803.260.000
1,83
Sumber : Data Primer (Diolah)
Tabel 13 menjelaskan bahwa terdapat perbedaan nilai yang diperoleh
pengusaha UMKM agribisnis sebelum dan sesudah mendapatkan bantuan kredit
dari Kospin Jasa. Penerimaan UMKM yang bergerak dalam usaha budidaya
mengalami peningkatan dari sebelum menerima kredit sebesar Rp 61.812.500
menjadi Rp 114.500.000, hal ini berdampak pada peningkatan pendapatan, yaitu
sebesar Rp 33.012.500 sebelum menerima kredit menjadi Rp 56.660.000 setelah
menerima kredit. Akan tetapi, peningkatan pendapatan UMKM yang bergerak
dalam usaha budidaya ini berbanding terbalik dengan nilai R/C ratio. R/C ratio
sebelum menerima kredit lebih besar dari setelah menerima kredit, yaitu dari 2,14
menjadi 1,97, yang artinya bahwa setiap pengeluaran biaya Rp 1 sebelum
menerima kredit akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 2,14, dan Rp 1 biaya
yang dikeluarkan setelah menerima kredit akan mendapatkan penerimaan sebesar
Rp 1,97. Hal ini terjadi karena saat setelah menerima kredit, biaya yang
dikeluarkan untuk operasional usaha lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan
sebelum menerima kredit, yaitu meningkat sebesar 33,51 persen, sedangkan
penerimaan sebelum dan sesudah kredit hanya meningkat sebesar 29,88 persen.
Peningkatan penerimaan jenis usaha pengolahan sebesar Rp
1.490.000.000 berpengaruh pada peningkatan pendapatan usaha tersebut.
Pendapatan yang awal sebelum kredit hanya sebesar Rp 629.090.000 menjadi Rp
1.595.400.000. Hal ini menjelaskan bahwa terjadi peningkatan pendapatan sebesar
43,43 persen setelah UMKM mendapatkan bantuan kredit. Walaupun peningkatan
pendapatan juga diikuti oleh peningkatan biaya yang harus dikeluarkan usaha
yaitu sebesar 17,77 persen, akan tetapi tetap berdampak positif pada nilai R/C
ratio jenis usaha pengolahan ini, dikarenakan nilai R/C ratio meningkat dari 1,51
menjadi 1,91 setelah UMKM menerima kredit. Nilai R/C ratio tersebut
menjelaskan bahwa UMKM dengan jenis usaha pengolahan ini layak untuk
dijalankan, karena sebelum menerima kredit tiap Rp 1 yang dikeluarkan usaha
akan mendatangkan penerimaan sebesar Rp 1,51. Sedangkan setelah menerima
bantuan kredit dari Kospin Jasa tiap Rp 1 yang dikeluarkan akan mendatangkan
penerimaaan sebesar Rp 1,91. Hal ini tentu saja menjelaskan bahwa bantuan
kredit yang diberikan Kospin Jasa pada UMKM jenis usaha pengolahan sangat
memberikan keuntungan bagi usaha tersebut.
UMKM yang bergerak dalam bidang retail juga merasakan manfaat yang
baik setelah menerima kredit dari Kospin Jasa. Penerimaan yang awalnya hanya
sebesar Rp 225.000.000 meningkat sebesar 38,77 persen menjadi Rp 510.000.000
setelah menerima kredit. Disisi lain, biaya operasional juga meningkat sebesar
34,43 persen dari sebesar Rp 175.000.000 menjadi Rp 358.800.000. Peningkatan
biaya ini tidak menjadikan pendapatan yang diterima usaha menurun, melainkan
naik sebesar 50,29 persen dari sebelum kredit sebesar Rp 50.000.000 menjadi Rp
151.200.000 setelah kredit. Peningkatan pendapatan ini juga berdampak pada nilai
R/C ratio yang meningkat dari sebelum kredit sebesar 1,28 menjadi 1,42 setelah
kredit, yang artinya sebelum kredit tiap Rp 1 yang dikeluarkan UMKM akan
mendatangkan penerimaan sebesar Rp 1,28, dan tiap Rp 1 yang dikeluarkan
UMKM setelah kredit akan mendatangkan penerimaan sebesar Rp 1,42.
Secara keseluruhan, penerimaan UMKM yang menerima bantuan kredit
meningkat sebesar 30,05 persen, dari sebelum menerima kredit sebesar Rp
2.126.812.500 meningkat menjadi Rp 3.954.500.000 setelah kredit. Peningkatan
juga terjadi pada biaya yang harus dikeluarkan, yaitu dari sebesar Rp
1.414.710.000 sebelum kredit meningkat sebesar 20,65 persen setelah kredit
menjadi Rp 2.151.240.000. Peningkatan penerimaan dan biaya berdampak pada
peningkatan pendapatan keseluruhan UMKM yang menerima bantuan kredit yaitu
dari Rp 712.102.500 sebelum kredit menjadi Rp 1.803.260.000 setelah kredit. Hal
ini menjelaskan bahwa pemberian kredit yang dilakukan Kospin Jasa memberikan
manfaat yang baik bagi perkembangan UMKM yang menerima kredit karena
pendapatan UMKM mampu meningkat sebesar 43,37 persen. Nilai R/C ratio
UMKM pun meningkat sebsar 9,9 persen dari sebelum kredit hanya sebesar 1,50
menjadi 1,83 setelah kredit, yang artinya usaha tersebut layak diusahakan. Nilai
R/C ratio menjelaskan bahwa UMKM tersebut mampu mendatangkan penerimaan
sebesar Rp 1,50 setiap mengeluarkan biaya sebesar Rp 1 sebelum kredit, dan
mendatangkan penerimaan sebesar Rp 1,83 jika mengeluarkan biaya Rp 1 setelah
kredit.
Nilai masing-masing R/C ratio setelah UMKM menerima bantuan kredit
dari Kospin Jasa menjelaskan bahwa tiap-tiap jenis usaha UMKM yang menerima
bantuan kredit layak untuk diusahakan. Akan tetapi, karena nilai R/C ratio usaha
pengolahan paling besar dibandingkan usaha lain, yaitu meningkat sebesar 11,69
persen dari 1,51 menjadi 1,91 setelah kredit, maka usaha pengolahan akan lebih
banyak mendatangkan keuntungan bila diberikan bantuan kredit baik bagi pelaku
usaha maupun bagi Kospin Jasa sebagai penyalur kredit. Sedangkan usaha
dibidang budidaya tidak akan banyak mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi
Kospin Jasa umumnya dan pelaku usaha khususnya, karena setelah menerima
kredit nilai R/C ratio menurun sebesar 4,13 persen dari 2,14 sebelum kredit
menjadi 1,97 setelah menerima kredit. Akan tetapi, hal ini bukan berarti Kospin
Jasa tidak berkenan lagi memberikan bantuan kredit, malainkan menjadi tugas
Kospin Jasa untuk membantu anggotanya yang bergerak dalam usaha budidaya
agar dapat mengefisienkan biaya produksi dan operasional sehingga jumlah
penerimaan tidak lebih kecil dari jumlah biaya yang harus dikeluarkan UMKM.
Pada dasarnya, peningkatan penerimaan yang diperoleh masing-masing
jenis usaha disebabkan oleh bantuan kredit yang diberikan Kospin Jasa
dimanfaatkan untuk mengembangkan usaha, baik dalam penambahan input,
maupun untuk memperbanyak cabang usaha. Pemberian kredit yang dilakukan
Kospin Jasa pada masing-masing jenis usaha tidak hanya menyebabkan
peningkatan penerimaan saja, melainkan juga menyebabkan peningkatan biaya
yang harus dikeluarkan. Akan tetapi, peningkatan penerimaan dan biaya secara
rata-rata menyebabkan peningkatan pendapatan dan R/C ratio tiap jenis usaha,
yang artinya bahwa usaha yang diberikan bantuan kredit oleh Kospin Jasa
memang layak untuk dijalankan dan layak untuk menerima bantuan kredit.
6.2. Pendapatan UMKM Agribisnis Berdasarkan Usia Pengusaha
Pendapatan UMKM agribisnis tidak hanya dihitung berdasarkan jenis
usaha yang dijalankan saja, melainkan dihitung pula berdasarkan tiap-tiap
karakteristik UMKM tersebut. Pendapatan UMKM agribisnis yang dihitung
berdasarkan usia pengusaha juga dihitung berdasarkan penerimaan dan biaya yang
dikeluarkan. Rincian penerimaan UMKM agribisnis berdasarkan usianya dapat
dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit
Berdasarkan Usia No Usia Pengusaha
UMKM
Penerimaan Rata-
Rata Sebelum
Kredit (Rp)
Penerimaan Rata-
Rata Sesudah
Kredit (Rp)
Perbedaan
Penerimaan (Rp)
1 20 tahun-40 tahun 113.700.000 239.214.285,7 (+) 125.514.285,7 2 > 40 tahun 309.800.000 549.600.000 (+) 239.800.000
Total Penerimaan 423.500.000 788.814.285,7 (+) 365.314.285,7
Sumber : Data Primer (Diolah)
Tabel 14 menjelaskan bahwa terjadi perubahan penerimaan yang
diperoleh UMKM sebelum dan sesudah pemberian kredit. UMKM agribisnis
dengan tingkat usia antara 20 tahun-40 tahun meningkat sebesar Rp
125.514.285,7 dan usia diatas 40 tahun meningkat sebesar Rp 239.800.000.
Secara keseluruhan perubahan penerimaan tersebut meningkat sebesar Rp
365.314.285,7. Rincian biaya yang harus dikeluarkan dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Usia
No Usia Pengusaha
UMKM
Biaya Rata-Rata
Sebelum Kredit
(Rp)
Biaya Rata-Rata
Sesudah Kredit
(Rp)
Perbedaan Biaya
(Rp)
1 20 tahun-40 tahun 67.087.142,86 116.677.142,9 (+) 49.590.000,04 2 > 40 tahun 61.020.000 103.660.000 (+) 42.640.000
Total Biaya 128.107.142,9 220.337.142,9 (+) 92.230.000,04
Sumber : Data Primer (Diolah)
Tabel 15 menjelaskan bahwa saat penerimaan meningkat, biaya yang
harus dikeluarkan pun meningkat. Hal ini terlihat pada tingkat usia antara 20
tahun-40 tahun biaya yang harus dikeluarkan meningkat sebesar Rp
49.590.000,04. Sedangkan untuk usia diatas 40 tahun biaya yang dikeluarkan
meningkat sebesar Rp 42.640.000. rincian pendapatan UMKM agribisnis
berdasarkan usia pengusaha dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit
Berdasarkan Usia Pengusaha
No Uraian Nilai Rata-Rata
Sebelum Kredit (Rp)
Nilai Rata-Rata
Setelah Kredit (Rp)
1 Usia 20 tahun-40 tahun
a. Penerimaan
b. Biaya
c. Pendapatan (a-b)
d. R/C Ratio (a:b)
113.700.000
67.087.142,86 46.612.857,14
1,69
239.214.285,7 116.677.142.9 122.537.142,8
2,05
2 Usia > 40 tahun
a. Penerimaan
b. Biaya
c. Pendapatan (a-b)
d. R/C Ratio (a:b)
309.800.000 61.020.000
248.780.000 5,07
549.600.000 103.660.000 445.940.000
5,3
3 a. Total Penerimaan
b. Total Biaya
c. Total Pendapatan (a-b)
d. R/C Ratio Total (a:b)
423.500.000 128.107.142,9 295.392.857,1
3,30
788.814.285,7 220.337.142,9 568.477.142,8
3,58 Sumber : Data Primer (Diolah)
Tabel 16 menjelaskan bahwa terdapat perbedaan pendapatan antara
pengusaha UMKM yang berumur antara 20-40 tahun dengan pengusaha yang
berumur diatas 40 tahun. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada nilai R/C Ratio,
dimana pengusaha yang berumur antara 20-40 tahun R/C Rationya meningkat dari
1,69 sebelum kredit menjadi 2,05 setelah kredit. Sedangkan pengusaha dengan
umur diatas 40 tahun nilai R/C Rationya jauh lebih tinggi yaitu 5,07 sebelum
kredit menjadi 5,3 setelah kredit. Akan tetapi, kedua tingkatan usia pengusaha
tetap layak diberikan bantuan kredit. Hal ini dapat dilihat pada hasil R/C Ratio
total yang meningkat dari 3,30 sebelum kredit menjadi 3,58 setelah kredit.
6.3. Pendapatan UMKM Agribisnis Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pendapatan UMKM agribisnis juga bisa dihitung berdasarkan pendidikan
terakhir anggota Kospin Jasa yang menerima bantuan kredit. Pendapatan tersebut
dihitung berdasarkan penerimaan dan biaya yang dikeluarkan UMKM agribisnis
yang menerima bantuan kredit. Rincian penerimaan UMKM berdasarkan
pendidikan terakhir dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit
Berdasarkan Pendidikan Terakhir No Pendidikan
Terakhir
Penerimaan Rata-
Rata Sebelum
Kredit (Rp)
Penerimaan Rata-
Rata Sesudah
Kredit (Rp)
Perbedaan
Penerimaan (Rp)
1 SMU Sederajat 69.180.000 160.900.000 (+) 91.720.000 2 > D3 240.500.000 441.000.000 (+) 200.500.000
Total Penerimaan 309.680.000 601.900.000 (+) 292.220.000
Sumber : Data Primer (Diolah)
Berdasarkan Tabel 17 diketahui bahwa penerimaan UMKM dengan
pendidikan terakhir SMU sederajat adalah sebesar Rp 69.180.000 sebelum kredit
dan meningkat menjadi Rp 160.900.000 setelah kredit. Sedangkan penerimaan
UMKM dengan pendidikan terakhir D3 ke atas adalah sebesar Rp 240.000.000
sebelum kredit dan Rp 441.000.000 setelah kredit. Rincian biaya yang harus
dikeluarkan dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Berdasarkan Pendidikan Terakhir
No Pendidikan Terakhir Biaya Rata-Rata
Sebelum Kredit
(Rp)
Biaya Rata-Rata
Sesudah Kredit
(Rp)
Perbedaan
Biaya (Rp)
1 SMU Sederajat 43.520.000 88.628.000 (+) 45.108.000 2 > D3 58.713.750 97.950.000 (+) 39.236.250
Total Biaya 102.233.750 186.578.000 (+) 84.344.250
Sumber : Data Primer (Diolah)
Tabel 18 menjelaskan bahwa peningkatan biaya juga terjadi pada UMKM
agribisnis berdasarkan pendidikan terakhir. Biaya yang harus dikeluarkan UMKM
dengan pendidikan terakhir SMU sederajat meningkat sebesar Rp 45.108.000.
sedangkan pendidikan terakhir D3 ke atas meningkat sebesar Rp 39.236.250.
peningkatan penerimaan dan biaya ini berpengaruh pada peningkatan pendapatan
UMKM agribisnis. Rincian pendapatan UMKM agribnisnis berdasarkan
pendidikan terakhir dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit
Berdasarkan Pendidikan Terakhir
No Uraian Nilai Rata-Rata
Sebelum Kredit (Rp)
Nilai Rata-Rata
Setelah Kredit (Rp)
1 SMU Sederajat
a. Penerimaan
b. Biaya
c. Pendapatan (a-b)
d. R/C Ratio (a:b)
69.180.000 43.520.000 25.660.000
1,58
160.900.000 88.628.000 72.272.000
1,81
2 > D3
a. Penerimaan
b. Biaya
c. Pendapatan (a-b)
d. R/C Ratio (a:b)
240.500.000 58.713.750
181.786.250 4,09
441.000.000 97.950.000
343.050.000 4,50
3 a. Total Penerimaan
b. Total Biaya
c. Total Pendapatan (a-b)
d. R/C Ratio Total (a:b)
309.680.000 102.233.750 207.446.250
3,02
601.900.000 186.578.000 415.322.000
3,22 Sumber : Data Primer (Diolah)
Berdasarkan Tabel 19 diketahui bahwa masing-masing tingkat pendidikan
layak diberikan bantuan kredit karena nilai R/C Rationya meningkat. Jenis
pendidikan terakhir SMU sederajat nilai R/C Ratio meningkat dari 1,58 sebelum
kredit menjadi 1,81 setelah kredit. Sedangkan pendidikan terakhir D3 ke atas
meningkat dari 4,09 sebelum kredit menjadi 4,50 setelah kredit. Secara total,
pendidikan terakhir mengalami peningkatan pendapatan dan nilai R/C Ratio, dari
3,02 sebelum kredit menjadi 3,22 setelah kredit. Artinya, tiap Rp 1 yang
dikeluarkan UMKM akan mendatangkan penerimaan sebesar 3,02 sebelum kredit
dan 3,22 setelah kredit dari Kospin Jasa.
6.4. Pendapatan UMKM Agribisnis Berdasarkan Lama Usaha
Lama usaha yang dijalankan oleh UMKM juga berpengaruh pada
penerimaan UMKM, biaya yang harus dikeluarkan, dan pendapatan yang bisa
diperoleh UMKM sebelum dan sesudah kredit. Rincian penerimaan UMKM
agribisnis berdasarkan lama usaha dijalankan dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit
Berdasarkan Lama Usaha No Lama Usaha Penerimaan Rata-
Rata Sebelum
Kredit (Rp)
Penerimaan Rata-
Rata Sesudah
Kredit (Rp)
Perbedaan
Penerimaan (Rp)
1 < 1 tahun-2 tahun 119.000.000 269.666.666,7 (+) 150.666.666,7 2 > 2 tahun 208.433.333,3 367.166.666,7 (+) 158.733.333,4
Total Penerimaan 327.433.333,3 636.833.333,4 (+) 309.400.000,1
Sumber : Data Primer (Diolah)
Berdasarkan Tabel 20 penerimaan UMKM berdasarkan lama usaha
dijalankan di atas 2 tahun lebih tinggi daripada usia usaha kurang dari 1 tahun-2
tahun, yaitu meningkat sebesar Rp 158.733.333,4 dan Rp 150.666.666,7.
Sedangkan rincian biaya dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan Sesudah
Menerima Kredit Berdasarkan Lama Usaha No Lama Usaha Biaya Rata-
Rata Sebelum
Kredit (Rp)
Biaya Rata-Rata
Sesudah Kredit
(Rp)
Perbedaan Biaya
(Rp)
1 < 1 tahun-2 tahun 73.293.333,33 130.483.333,3 (+) 57.189.999,97 2 > 2 tahun 52.767.777,78 91.804.444,44 (+) 39.036.666,66
Total Biaya 126.061.111,1 222.287.777,7 (+) 96.226.666.63
Sumber : Data Primer (Diolah)
Biaya yang harus dikeluarkan UMKM agribisnis berdasarkan Tabel 21
dengan lama usaha yang dijalankan < 1 tahun-2 tahun adalah Rp 73.293.333,33
sebelum kredit dan meningkat menjadi Rp 130.483.333,3 setelah kredit.
Peningkatan biaya juga terjadi pada lama usaha yang dijalankan di atas 2 tahun,
yaitu meningkat sebesar Rp 39.036.666,66 dari sebelum kredit hingga setelah
menerima kredit. Perhitungan pendapatan UMKM berdasarkan lama usaha
dijalankan dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit
Berdasarkan Lama Usaha Dijalankan
No Uraian Nilai Rata-Rata
Sebelum Kredit (Rp)
Nilai Rata-Rata
Setelah Kredit (Rp)
1 < 1 tahun-2 tahun
a. Penerimaan
b. Biaya
c. Pendapatan (a-b)
d. R/C Ratio (a:b)
119.000.000
73.293.333,33 45.706.666,67
1,62
269.666.666,7 130.483.333,3 139.183.333,4
2,06
2 > D3
a. Penerimaan
b. Biaya
c. Pendapatan (a-b)
d. R/C Ratio (a:b)
208.433.333,3 52.767.777,78 155.665.555,5
3,95
367.166.666,7 91.804.444,44 275.362.222,3
3,99
3 a. Total Penerimaan
b. Total Biaya
c. Total Pendapatan (a-b)
d. R/C Ratio Total (a:b)
327.433.333,3 126.061.111,1 201.372.222,2
2,59
636.833.333,4 222.287.777,7 414.545.555,7
2,86 Sumber : Data Primer (Diolah)
Tabel 22 menjelaskan bahwa lama usaha yang dijalankan juga
berpengaruh pada peningkatan R/C Ratio. Dimana, R/C Ratio usaha yang
dijalankan kurang dari 1 tahun sampai 2 tahun meningkat dari 1,62 sebelum kredit
dan meningkat menjadi 2,06 setelah kredit. Demikian pula dengan R/C Ratio
usaha yang dijalankan lebih dari 2 tahun meningkat dari 3,95 sebelum kredit
menjadi 3,99 setelah kredit. UMKM yang didasarkan pada lama usaha yang
dijalankan masing-masing layak diberikan bantuan kredit karena dari R/C Ratio
keseluruhan pun nilainya meningkat dari sebelum kredit sebesar 2,59 menjadi
2,86 setelah kredit. Peningkatan R/C ratio ini disebabkan oleh peningkatan
pendapatan yang diterima UMKM. Dimana pendapatan UMKM meningkat dari
Rp 201.372.222,2 sebelum kredit menjadi Rp 414.545.555,7 setelah menerima
kredit dari Kospin Jasa.
6.5. Pendapatan UMKM Agribisnis Berdasarkan Jenis Agunan
Jenis agunan yang biasa digunakan untuk jaminan dalam proses pencairan
kredit pada Kospin Jasa adalah BPKB dan sertifikat. Jenis agunan ini berpengaruh
pula pada jumlah penerimaan, biaya yang dikeluarkan, dan pendapatan UMKM
agribisnis setelah mendapatkan kredit dari kospin Jasa. Rincian penerimaan dapat
dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit
Berdasarkan Jenis Agunan No Jenis Agunan Penerimaan Rata-
Rata Sebelum
Kredit (Rp)
Penerimaan Rata-
Rata Sesudah
Kredit (Rp)
Perbedaan
Penerimaan (Rp)
1 BPKB 30.450.000 57.250.000 (+) 26.800.000 2 Sertifikat 258.125.000 480.000.000 (+) 221.875.000
Total Penerimaan 288.575.000 537.250.000 (+) 248.675.000
Sumber : Data Primer (Diolah)
Tabel 23 menjelaskan bahwa jumlah penerimaan meningkat baik UMKM
dengan BPKB sebagai jaminan atau UMKM dengan sertifikat sebagai jaminan.
Diman untuk UMKM agribisnis yang menggunakan BPKB sebagai jaminan
jumlah penerimaan meningkat sebesar Rp 26.800.000. sedangkan untuk UMKM
agribisnis yang menggunakan sertifikat sebagai agunan penerimaannya meningkat
dari Rp 258.575.000 sebelum kredit menjadi Rp 480.000.000 setelah kredit, atau
meningkat sebesar Rp 221.875.000. Peningkatan penerimaan ini juga diikuti oleh
peningkatan biaya. Rincian biaya dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan Sesudah
Menerima Kredit Berdasarkan Jenis Agunan No Jenis Agunan Biaya Rata-Rata
Sebelum Kredit
(Rp)
Biaya Rata-Rata
Sesudah Kredit
(Rp)
Perbedaan
Biaya (Rp)
1 BPKB 4.500.000 6.920.000 (+) 2.420.000 2 Sertifikat 76.988.750 131.050.000 (+) 54.061.250
Total Biaya 81.488.750 137.970.000 (+) 56.481.250
Sumber : Data Primer (Diolah)
Rincian biaya pada Tabel 24 menjelaskan bahwa UMKM agribisnis yang
menggunakan sertifikat sebagai jaminan meningkat lebih besar dari yang
menggunakan BPKB. Hal ini disebabkan dari 20 UMKM agribisnis yang
mendapatkan kredit dari Kospin Jasa, 25 persennya menggunakan BPKB sebagai
jaminan dan jenis usaha budidaya yang paling banyak menggunakan BPKB
sebagai jaminan dalam mendapatkan kredit. UMKM agribisnis yang
menggunakan BPKB biayanya meningkat sebesar Rp 2.420.000 dan yang
menggunakan sertifikat biayanya meningkat sebesar Rp 54.061. 250. Peningkatan
penerimaan dan biaya ini tentu saja berdampak pada perubahan pendapatan
UMKM. Rincian pendapatan UMKM berdasarkan jenis agunan dapat dilihat pada
Tabel 25.
Tabel 25. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit
Berdasarkan Jenis Agunan
No Uraian Nilai Rata-Rata
Sebelum Kredit (Rp)
Nilai Rata-Rata
Setelah Kredit (Rp)
1 BPKB
a. Penerimaan
b. Biaya
c. Pendapatan (a-b)
d. R/C Ratio (a:b)
30.450.000
4.500.000 25.950.000
6,76
57.250.000
6.920.000 50.330.000
8,27
2 Sertifikat
a. Penerimaan
b. Biaya
c. Pendapatan (a-b)
d. R/C Ratio (a:b)
258.125.000 76.988.750
181.136.250 3,35
480.000.000 131.050.000 348.950.000
3,66
3 a. Total Penerimaan
b. Total Biaya
c. Total Pendapatan (a-b)
d. R/C Ratio Total (a:b)
288.575.000 81.488.750
207.086.250 3,54
537.250.000 137.970.000 399.280.000
3,89
Sumber : Data Primer (Diolah)
Berdasarkan Tabel 25 diketahui bahwa jenis agunan, yaitu BPKB dan
sertifikat mengalami peningkatan R/C Ratio dari 3,54 sebelum kredit menjadi
3,89 setelah kredit. UMKM yang menjadikan BPKB sebagai jaminan, usahanya
mendapatkan R/C Ratio 6,76 sebelum kredit dan meningkat menjadi 8,27 setelah
kredit. Sedangkan jika sertifikat yang dijadikan jaminan, nilai R/C Ratio
meningkat dari 3,35 sebelum kredit menjadi 3,66 setelah kredit, yang artinya
kedua jenis agunan yang dijadikan jaminan saat mengajukan permohonan kredit
layak untuk diberikan bantuan kredit oleh Kospin Jasa karena mendatangkan
keuntungan bagu UMKM tersebut.
6.6. Pendapatan UMKM Agribisnis Berdasarkan Jarak Lokasi Usaha
Jarak lokasi usaha dengan Kospin Jasa juga merupakan hal yang menjadi
pertimbangan dalam pemberian kredit yang dilakukan Kospin Jasa kepada
anggotanya khususnya UMKM agribisnis. Dimana, Kospin Jasa lebih
mendahulukan UMKM anggotanya yang berjarak tidak terlalu jauh dari Kospin
Jasa. Hali ini dikarenakan pertimbangan kemudahan Kospin Jasa untuk
melakukan pengecekan terhadapa UMKM tersebut sekaligus mempermudah
UMKM dalam pengembalian pinjaman. Pemebrian kredit ini tentu berdampaka
pada penerimaan, biaya, dan pendapatan UMKM. Rincian penrimaan UMKM
agribisnis berdasarkan jarak lokasi usaha dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit
Berdasarkan Jarak Lokasi Usaha No Jarak Lokasi Usaha Penerimaan Rata-
Rata Sebelum
Kredit (Rp)
Penerimaan Rata-
Rata Sesudah
Kredit (Rp)
Perbedaan
Penerimaan (Rp)
1 < 1 km-2 km 254.250.000 477.250.000 (+) 223.000.000 2 > 2km 49.225.000 109.125.000 (+) 59.900.000
Total Penerimaan 303.475.000 586.375.000 (+) 282.900.000
Sumber : Data Primer (Diolah)
Berdasarkan Tabel 26 diketahui bahwa jarak lokasi usaha berpengaruh
pada peningkatan penerimaan. Dimana, lokasi usaha yang berjarak < 1 km-2 km
penerimaannya meningkat sebesar Rp 223.000.000. Sedangkan yang berjarak >
2km meningkat sebesar Rp 59.900.000. lokasi usaha terjauh yang selama ini
menjadi anggota Kopsin Jasa berlokasi di daerah Leuwiliang Bogor, dan daerah
Cibinong. Akan tetapi, tidak hanya penerimaan yang meningkat, jumlah biaya
yang harus dikeluarkan UMKM agribisnis juga meningkat setelah menerima
kredit. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan Sesudah
Menerima Kredit Berdasarkan Jarak Lokasi Usaha No Jarak Lokasi Usaha Biaya Rata-Rata
Sebelum Kredit
(Rp)
Biaya Rata-Rata
Sesudah Kredit
(Rp)
Perbedaan
Biaya (Rp)
1 < 1 km-2 km 70.751.250 121.550.000 (+) 50.798.750 2 > 2km 29.875.000 62.585.000 (+) 32.710.000
Total Biaya 100.626.250 184.135.000 (+) 83.508.750
Sumber : Data Primer (Diolah)
Tabel 27 menjelaskan bahwa peningkatan biaya jugha terjadi pada
UMKM agribisnis dengan jarak lokasi <1 km-2 km dari Kospin Jasa. Dimana
biaya yang harus dikeluarkan meningkat sebesar Rp 50.798.750. Sedangkan
UMKM agribisnis dengan jarak lokasi usaha > 2 km dari Kospin Jasa biayanya
meningkat sebesar Rp 32.710.000. Peningkatan biaya ini akan bedampak pada
perubahan pendapatan UMKM. Rincian pendapatan UMKM agribisnis
berdasarkan jarak lokasi usaha dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit
Berdasarkan Jarak Lokasi Usaha
No Uraian Nilai Rata-Rata
Sebelum Kredit (Rp)
Nilai Rata-Rata
Setelah Kredit (Rp)
1 >1 km-20 km
a. Penerimaan
b. Biaya
c. Pendapatan (a-b)
d. R/C Ratio (a:b)
254.250.000 70.751.250
183.498.750 3,59
477.250.000 121.550.000 355.700.000
3,92
2 > 20 km
a. Penerimaan
b. Biaya
c. Pendapatan (a-b)
d. R/C Ratio (a:b)
49.225.000 29.875.000 19.350.000
1,64
109.125.000 62.585.000 46.540.000
1,74
3 a. Total Penerimaan
b. Total Biaya
c. Total Pendapatan (a-b)
d. R/C Ratio Total (a:b)
303.475.000 100.626.250 202.848.750
3,01
586.375.000 184.135.000 402.240.000
3,18 Sumber : Data Primer (Diolah)
Nilai R/C Ratio UMKM berdasarkan jarak lokasi usaha pada Tabel 28
menjelaskan bahwa masing-masing jarak tersebut layak diberikan bantuan kredit.
Hal ini dikarenakan nilai R/C Ratio meningkat antara sebelum kredit dan setelah
kredit, yaitu dari 3,01 menjadi 3,18. R/C Ratio untuk usaha yang berjarak kurang
dari 1 km hingga 20 km bernilai 3,59 sebelum kredit dan meningkat menjadi 3,92
setelah kredit. Sedangkan untuk UMKM yang berjarak lebih dari 20 km R/C ratio
sebelum kredit 1,64 mengalami peningkatan menjadi 1,74 setelah menerima kredit
dari Kospin Jasa.
6.7. Pendapatan UMKM Agribisnis Berdasarkan Skala Usaha
UMKM agribisnis yang menjadi Kospin Jasa dikelompokkan menjadi
tiga skala usaha, yaitu mikro dengan jumlah kekayaan bersih tidak lebih dari Rp
50.000.000, usaha kecil dengan jumlah kekayaan dari Rp 50 juta-Rp 500 juta, dan
usaha menengah dengan jumlah kekayaan antara Rp 500 juta-Rp 10 miliar.
UMKM agribisnis anggota Kospin Jasa dengan tiga kelompok skala usaha ini
juga dihitung penerimaannya. Rincian penerimaan dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29. Rincian Penerimaan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit
Berdasarkan Skala Usaha Usaha No Skala Usaha Penerimaan Rata-
Rata Sebelum
Kredit (Rp)
Penerimaan Rata-
Rata Sesudah
Kredit (Rp)
Perbedaan
Penerimaan (Rp)
1 Mikro 21.900.000 36.500.000 (+) 14.600.000 2 Kecil 110.862.500 234.562.500 (+) 123.700.000 3 Menengah 1.200.000.000 2.000.000.000 (+) 800.000.000
Total Penerimaan 1.332.762.500 2.271.062.500 (+) 938.300.000
Sumber : Data Primer (Diolah)
Berdasarkan Tabel 29 diketahui bahwa UMKM agribisnis dengan skala
usaha menegah penerimaannya meningkat paling banyak, yaitu sebesar Rp
800.000.000, disusul oleh usaha kecil sebesar Rp 123.700.000, dan terakhir usaha
mikro sebesar Rp 14.600.000. Perubahan juga terjadi pada biaya yang harus
dikeluarkan UMKM. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 30.
Tabel 30. Rincian Biaya yang Harus Dikeluarkan UMKM Sebelum dan Sesudah
Menerima Kredit Berdasarkan Skala Usaha No Skala Usaha Biaya Rata-Rata
Sebelum Kredit
(Rp)
Biaya Rata-Rata
Sesudah Kredit
(Rp)
Perbedaan
Biaya (Rp)
1 Mikro 7.200.000 9.840.000 (+) 2.640.000 2 Kecil 69.138.750 120.405.000 (+) 51.266.250 3 Menengah 70.000.000 95.000.000 (+) 25.000.000
Total Biaya 146.338.750 225.245.000 (+) 78.906.250
Sumber : Data Primer (Diolah)
Peningkatan penerimaan pada UMKM agribisnis berdasarkan skala usaha
juga diikuti oleh peningkatan biaya yang harus dikeluarkan. Hal ini dapat dilihat
pada Tabel 30, dimana untuk usaha mikro biaya meningkat sebesar Rp 2.640.000,
usaha kecil meningkat sebesar Rp 51.266.250, dan usaha menengah meningkat
sebesar Rp 25.000.000. Pendapatan UMKM agribisis berdasarkan skala usaha
juga meningkat. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 31.
Tabel 31. Rincian Pendapatan UMKM Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit
Berdasarkan Skala Usaha
No Uraian Nilai Rata-Rata
Sebelum Kredit (Rp) Nilai Rata-Rata
Setelah Kredit (Rp) 1 Mikro
a. Penerimaan
b. Biaya
c. Pendapatan (a-b)
d. R/C Ratio (a:b)
21.900.000
7.200.000 14.700.000
3,04
36.500.000
9.840.000 26.660.000
3,70 2 Kecil
a. Penerimaan
b. Biaya
c. Pendapatan (a-b)
d. R/C Ratio (a:b)
110.862.500 69.138.750 41.723.750
1,60
234.562.500 120.405.000 114.157.500
1,94 3 Menengah
a. Penerimaan
b. Biaya
c. Pendapatan (a-b)
d. R/C Ratio (a:b)
1.200.000.000
70.000.000 1.130.000.000
17,14
2.000.000.000
95.000.000 1.905.000.000
21,05 4 a. Total Penerimaan
b. Total Biaya
c. Total Pendapatan (a-b)
d. R/C Ratio Total (a:b)
1.332.762.500 146.338.750
1.186.423.750 9,1
2.271.062.500 225.245.000
2.045.817.500 10,08
Sumber : Data Primer (Diolah)
Tabel 31 menjelaskan bahwa skala usaha UMKM kelas menengah
mempunyai nilai R/C Ratio yang tinggi, dari 17,14 sebelum kredit menjadi 21,05
setelah kredit. Peningkatan R/C Ratio juga terjadi pada skala usaha mikro dan
kecil. Nilai R/C Ratio skala usaha mikro meningkat dari 3,04 sebelum kredit
menjadi 3,70 setelah kredit. Sedangkan skala usaha kecil meningkat dari sebelum
kredit sebesar 1,60 mejadi 1,94 setelah kredit. Secara keseluruhan, nilai R/C Ratio
UMKM berdasarkan skala usaha meningkat dari 9,1 sebelum kredit menjadi 10,08
setelah kredit. Artinya, skala usaha mikro, kecil, dan menengah sangat layak
untuk diberikan bantuan kredit. Secara keseluruhan perubahan R/C Ratio masing-
masing karakteristik dapat dilihat pada Tabel 32.
Tabel 32. Perubahan R/C Ratio Masing-Masing Karakteristik
No Karakteristik R/C Ratio
Sebelum Kredit
R/C Ratio
Setelah Kredit
Persentase
Perubahan (%)
1 Jenis Usaha
Budidaya
Pengolahan
Retail
2,14
1,51
1,28
1,97
1,91
1,42
(-) 4,1
(+) 11,6
(+) 5,1
2 Usia
20 tahun - 40 tahun
> 40 tahun
1,69
5,07
2,05
5,3
(+) 9,6
(+) 2,2
3 Pendidikan Terakhir
SMU Sederajat
> D3
1,58
4,09
1,81
4,50
(+) 6,7
(+) 4,7
4 Lama Usaha Dijalankan
< 1 tahun – 2 tahun
> 2 tahun
1,62
3,95
2,06
3,99
(+) 11,9
(+) 0,5
5 Jenis Agunan
Sertifikat
BPKB
6,76
3,35
8,27
3,66
(+) 10
(+) 4,4
6 Jarak Lokasi Usaha
dengan Kospin Jasa
1 km – 20 km
> 20 km
3,59
1,64
3,92
1,74
(+) 4,3
(+) 2,9
7 Skala Usaha
Mikro
Kecil
Menengah
3,04
1,60
17,14
3,70
1,94
21,05
(+) 9,7
(+) 9,6
(+) 10,2
Sumber : Data Primer (Diolah)
Tabel 32 menjelaskan bahwa masing-masing karakteristik responden
memiliki nilai R/C ratio yang baik, karena nilainya lebih dari 1. R/C Ratio
Budidaya menurun sebesar 4,1 persen, akan tetapi jika dibandingkan dengan skala
usahanya, R/C rationya meningkat sebesar 9,7 persen untuk budidaya yang
berskala usaha mikro dan 9,6 persen untuk jenis usaha budidaya yang berskala
usaha kecil. Nilai R/C ratio yang berbeda nyata juga ditunjukkan pada lama usaha
yang dijalankan. Lama usaha yang dijalankan lebih dari 2 tahun R/C rationya
hanya meningkat sebesar 0,5 persen, akan tetapi jenis usaha pengolahan yang juga
terdapat usaha yang dijalankannya lebih dari 2 tahun nilai R/C rationya meningkat
sebesar 11,6 persen dan R/C ratio lama usaha dijalankan lebih dari 2 tahun dengan
skala usaha menengah juga mengalami peningkatan yang cukup tinggi, yaitu
sebesar 10,2 persen. Nilai R/C ratio yang sedikit mengalami peningkatan juga
terjadi pada anggota yang berusia di atas 40 tahun, yaitu sebesar 2,2 persen. Akan
tetapi, usia anggota yang di atas 40 tahun lebih banyak menggunakan sertifikat
sebagai jenis agunannya, sedangkan jenis agunan sertifikat nilai R/C rationya
meningkat cukup besar, yaitu 10 persen dari 6,76 menjadi 8,27.
Secara keseluruhan, jenis usaha pengolahan dengan peningkatan R/C
ratio paling tinggi diantara jenis usaha budidaya dan retail, yaitu meningkat
sebesar 11,6 persen juga memiliki sebaran R/C ratio yang merata dilihat dari
karakteristik lainnya. Jenis usaha pengolahan dengan tingkat usia 20 tahun-40
tahun mengalami peningkatan R/C ratio sebesar 9,6 persen. Jenis usaha
pengolahan dengan lama usaha dijalankan 1 tahun–2 tahun mengalami
peningkatan R/C ratio sebesar 11,9 persen. Usaha pengolahan yang menggunakan
sertifikat sebagai agunannya mengalami peningkatan R/C ratio sebesar 10 persen
dan dengan skala usaha kecil dan menengah mengalami peningkatan R/C ratio
masing-masing sebesar 9,6 persen dan 10,2 persen. Artinya, jenis usaha
pengolahan merupakan jenis usaha yang dimiliki anggota koperasi yang paling
produktif dalam memanfaatkan kredit yang diberikan, sehingga jenis usaha
pengolahan diharapkan mampu memberikan pengetahuan tentang pemanfaatan
kredit secara efektif kepada jenis usaha budidaya dan retail, agar peningkatan
pendapatan dan peningkatan R/C ratio dapat merata antar tiap anggota. Sehingga
tiap-tiap UMKM agribisnis anggota Kospin Jasa ini dapat mengembangkan
usahanya dan merasakan manfaat kredit secara efektif.
Nilai R/C ratio tiap-tiap karakteristik menjelaskan bahwa semua UMKM
agribisnis yang menjadi anggota Kospin Jasa layak untuk diberikan bantuan
kredit, karena nilai R/C ratio yang lebih dari 1. Perbedaan nilai R/C ratio yang
terjadi disebabkan sebaran responden yang tidak merata untuk masing-masing
karakteristik. Akan tetapi, untuk pemerataan pendapatan dan nilai R/C ratio
masing-masing UMKM, Kospin Jasa hendaknya melakukan peningkatan
pelatihan bagi masing-masing anggota agar mampu memanfaatkan kredit secara
tepat.
Selama ini, Kospin Jasa telah melakukan berbagai pelatihan dan
pembinaan kepada anggotanya, seperti kegiatan tabungan safari yang mengajak
anggotanya berekreasi bersama untuk memperlancar komunikasi para pengurus
dan anggotanya, sehingga informasi mengenai pemanfaatan kredit dapat diketahui
oleh semua anggotanya. Selain itu, pembinaan anggota Kospin Jasa juga
dilakukan dengan penerbitan Majalah Masa yang ditangani langsung oleh
manajemen koperasi. Majalah Masa ini diharapkan mampu menjadi sarana
komunikasi dan informasi bagi anggota Kospin Jasa, sehingga wawasan anggota
dalam pemanfaatan kredit dan peningkatan usahanya dapat meningkat.
6.8. Pengembangan UMKM Agribisnis Anggota Kospin Jasa
Tiga jenis usaha UMKM agribisnis yang diberikan bantuan kredit oleh
Kospin Jasa, yaitu budidaya, pengolahan, dan retail adalah jenis usaha yang
sangat layak diberikan bantuan kredit. Ketiga jenis usaha ini mendatangkan
keuntungan bagi UMKM agribisnis dan Kospin Jasa. Jenis usaha pengolahan
adalah jenis usaha yang paling besar merasakan manfaat dari pemberian kredit
yang dilakukan Kospin Jasa. Hal ini dikarenakan jenis usaha pengolahan adalah
usaha yang paling besar nilai R/C rationya, yaitu dari 1,51 sebelum kredit menjadi
1,91 setelah kredit, diikuti oleh jenis usaha retail dengan R/C ratio bernilai 1,28
sebelum kredit menjadi 1,42 setelah kredit.
Jika kedua jenis usaha mengalami peningkatan setelah kredit, lain halnya
dengan jenis usaha budidaya. Jenis usaha budidaya mengalami penurunan nilai
R/C ratio dari 2,14 sebelum kredit menjadi 1,97 setelah kredit. Penurunan R/C
ratio ini disebabkan usaha budidaya tidak efektif dalam penggunaan biaya saat
menjalankan usahanya. Hal ini menjadi tugas bagi Kospin Jasa untuk memberikan
pelatihan agar anggotanya yang bergerak pada sektor UMKM agribisnis
khususnya jenis usaha budidaya dapat memanfaatkan kredit yang digunakan
sebaik-baiknya, sehingga biaya dalam menjalankan usaha menjadi lebih efektif
yang akan berdampak pada peningkatan pendapatan dan kenaikan nilai R/C ratio.
Pelatihan yang dapat dilakukan oleh Kospin Jasa adalah mendatangkan
instruktur yang merupakan pihak yang berwenang dan benar-benar menguasai hal
yang menyangkut mengenai pemanfaatan kredit. Selain itu, narasumber juga bisa
didatangkan dari anggota Kospin Jasa sendiri yang merupakan pengusaha UMKM
yang telah berhasil, sehingga antar anggota bisa saling tukar pikiran mengenai
cara pemanfaatan kredit.
Usaha Kospin Jasa untuk meningkatkan keefektifan usaha budidaya
dalam memanfaatkan biaya, sehingga hal ini akan berdampak pada pemerataan
peningkatan kesejahteraan tiap anggotanya. Tidak hanya jenis usaha pengolahan
dan retail saja yang mengalami peningkatan kesejahteraan tetapi juga jenis usaha
budidaya. Jika UMKM agribisnis yang diberikan bantuan kredit oleh Kospin Jasa
dapat merasakan manfaat dari kredit tersebut, maka UMKM agribisnis yang ada
di Bogor akan terus berkembang, sehingga diharapkan mampu mengurangi
pengangguran dan tingkat kemiskinan yang ada di Bogor.
Peningkatan pendapatan dan nilai R/C ratio UMKM agribisnis yang
diberikan bantuan kredit ini juga akan berdampak pada tingkat keberhasilan
Kospin Jasa sebagai koperasi simpan pinjam yang mampu meningkatkan
kesejahteraan anggotanya dan masyarakat di sekitarnya melalui kredit yang
diberikan.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Sistem penyaluran kredit yang diterapkan oleh Pihak Kospin Jasa sejauh
ini bisa dijalankan oleh tiap-tiap anggota yang mengajukan kredit. Dimana calon
peminjam hanya membuat Surat Permohonan Kredit (SPK) yang dilengkapi
berkas yang harus dipersiapkan seperti fotocopy identitas diri, fotocopy kartu
keluarga, fotocopy keterangan jumlah pendapatan, dan fotocopy surat keterangan
usaha. Setelah itu, pihak Kospin Jasa menganalisis secara ekonomi dan yuridis
jenis usaha yang mengajukan permohonan kredit dan yang dijadikan jaminan. Jika
setelah dilakukan analisis dan hasilnya baik maka pihak Komite akan memberikan
keputusan pinjaman. Jika keputusan pinjaman telah diberikan maka pihak komite
akan melakukan pencairan kredit dan mempersiapkan kredit dengan administrasi
pinjamannya.
Pemberian kredit yang dilakukan Kospin Jasa kepada UMKM anggotanya
merupakan salah satu usaha Kospin Jasa untuk meningkatkan kesejahteraan
anggotanya. Dua puluh UMKM agribinisnis yang menerima bantuan kredit
dikelompokkan menjadi tiga jenis usaha yaitu lima usaha budidaya, sepuluh usaha
pengolahan, dan lima usaha retail.
Manfaat dari pemberian kredit ini terlihat pada peningkatan pendapatan
yang diterima UMKM sebelum dan sesudah menerima kredit. Secara keseluruhan,
pemberian kredit yang dilakukan Kospin Jasa memang memberikan manfaat yang
besar bagi pelaku usaha. Pendapatan total meningkat yaitu dari sebesar Rp
712.102.500 sebelum kredit menjadi Rp 1.803.260.000 setelah kredit. Selain itu,
peningkatan pendapatan juga berpengaruh pada nilai R/C ratio, dimana saat
sebelum menerima kredit R/C ratio hanya sebesar 1,50, yang artinya setiap
pengeluaran biaya sebesar Rp 1 akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 1,5.
Sedangkan setelah menerima kredit, R/C ratio meningkat menjadi 1,83, yang
artinya setiap pengeluaran sebesar Rp 1 akan mendatangkan pendapatan sebesar
Rp 1,83. Akan tetapi, Kospin Jasa akan lebih efektif dan efisien jika memberikan
kredit pada UMKM dengan jenis usaha pengolahan, karena nilai R/C rationya
meningkat sebesar 11,69 persen setelah menerima kredit. Berbeda dengan
pemberian kredit pada usaha budidaya, nilai R/C ratio menurun sebesar 4,13
persen walaupun pendapatannya meningkat. Akan tetapi, hal tersebut menjadi
tugas Kospin Jasa untuk memberikan pelatihan kepada UMKM yang bergerak
dalam bidang usaha budidaya agar dapat mengefisienkan biaya sehingga nilai R/C
Ratio juga meningkat.
Peningkatan R/C ratio yang tidak merata dikarenakan sebaran
respondennya pun tidak merata. Akan tetapi, hal ini tidak menutup kesempatan
tiap-tiap UMKM agribisnis untuk mendapatkan kredit dari Kospin Jasa, karena
semua UMKM agribisnis memiliki nilai R/C ratio lebih dari 1. Selain itu, manfaat
tersebut juga akan dirasakan oleh pelaku usaha, karena dengan kredit yang
diberikan Kospin Jasa, pelaku usaha akan mampu mengembangkan dan
meningkatkan usahanya, sehingga diharapkan mampu membantu dalam usaha
pemerintah untuk menurunkan tingkat pengangguran dan angka kemiskinan yang
terjadi di Bogor dan Kospin Jasa terus mampu memberikan bantuan kredit sebagai
peran dalam perkembangan UMKM di Bogor. Selain itu, Kospin Jasa juga akan
merasakan manfaat dalam penyaluran kredit yang tepat guna, karena ini akan
menumbuhkan kepercayaan masyarakat umum pada Kospin Jasa, sehingga
memungkinkan Kospin Jasa akan lebih banyak lagi mendapatkan anggota baru
dalam perkembangan koperasinya.
7.2. Saran
1. Kospin Jasa hendaknya lebih meningkatkan lagi jumlah bantuan kredit
terutama pada sektor agribisnis. Selain itu, Kospin Jasa hendaknya lebih
banyak memberikan pelatihan kepada anggotanya yang bergerak pada
jenis usaha budidaya agar mampu mengefisienkan kredit yang diberikan
sehingga dapat mendatangkan keuntungan bagi Kospin Jasa dalam
meningkatkan jumlah anggotanya dan mendatangkan manfaat dan
keuntungan bagi pelaku usaha dalam mengembangkan usahanya yang
diharapkan mampu meningkatkan perekonomian Indonesia umumnya dan
Bogor khususnya melalui pengurangan kemiskinan dan tingkat
pengangguran yang ada di Bogor.
2. Diharapkan ada penelitian berikutnya yang membahas mengenai faktor-
faktor yang berpengaruh nyata terhadap pengajuan kredit, agar Kospin
Jasa bisa melihat faktor mana yang memberikan dampak terbesar dalam
penyaluran kredit kepada UMKM sehingga penyaluran kredit tersebut
benar-benar bermanfaat dalam perkembangan UMKM dan Kospin Jasa.
Lampiran 1
Rincian Responden Berdasarkan Karakteristik Responden Jenis Usaha Usia
(tahun) Pendidikan Terakhir
Lama Usaha Dijalankan
(tahun)
Jenis Agunan
Jarak Lokasi
Usaha
dengan
Kospin Jasa
(Km)
Skala Usaha
1 Budidaya 35 SMK 6 BPKB 30 Mikro
2 Budidaya 30 SMA 4 BPKB 30 Kecil
3 Pengolahan 38 D3 9 Sertifikat 11 Kecil
4 Pengolahan 29 D3 2 Sertifikat 7 Kecil
5 Pengolahan 45 S1 4 Sertifikat 22 Kecil
6 Pengolahan 50 D3 10 Sertifikat 2 Menengah
7 Budidaya 36 S1 3 BPKB 15 Kecil
8 Budidaya 46 SMA 4 BPKB 1 Kecil
9 Budidaya 26 SMA 1 BPKB 2 Kecil
10 Pengolahan 40 S1 1 Sertifikat 3 Kecil
11 Pengolahan 30 D3 5 Sertifikat 5 Kecil
12 Retail 40 D3 5 Sertifikat 8 Kecil
13 Retail 38 SMK 2 Sertifikat 22 Kecil
14 Retail 30 SMU 2 Sertifikat 2 Kecil
15 Retail 42 SMU 2 Sertifikat 3 Kecil
16 Retail 53 SMU 5 Sertifikat 11 Kecil
17 Pengolahan 41 SMU 2 Sertifikat 30 Kecil
18 Pengolahan 55 SMU 5 Sertifikat 7 Kecil
19 Pengolahan 48 D3 2 Sertifikat 25 Kecil
20 Pengolahan 45 SMU 3 Sertifikat 20 Kecil
Sumber : Data Primer (Diolah)
Lampiran 2
Rincian Perhitungan Output dan Biaya Masing-Masing Jenis Usaha Sebelum dan
Sesudah Kredit Per Tahun No Jenis Usaha Jumlah
Output
Sebelum
Kredit
Jumlah
Output
Setelah
Kredit
Harga
Sebelum
Kredit
(Rp/satuan)
Harga
Setelah
Kredit
(Rp/satuan)
Biaya
Sebelum
Kredit (Rp)
Biaya
Setelah
Kredit (Rp)
1 Budidaya
1. Ternak
Bebek 2. Ternak
Ayam
Petelur
29.200
butir 12.000
butir
18.250
butir 6.000
butir
1.200
6.500
1.250
6.500
600.000
1.800.000
820.000
4.000.000
2 Pengolahan
1. Pembuatan
Kasur
Kapuk
2. Kerajinan
Rotan
3. Meubel 1 4. Meubel 2
5. Handycraft
960 unit
125 unit
56 unit
480 unit
14.000 unit
1.600
unit
325 unit
80 unit
800 unit 20.000
unit
125.000
2.000.000
1.250.000
2.500.000
10.000
125.000
2.000.000
1.250.000
2.500.000
10.000
56.250.000
150.000.000
51.700.000
70.000.000
79.360.000
94.500.000
236.000.000
80.000.000
95.000.000
113.600.000
3 Retail
1. Warung
Lesehan*
2. Warung Sate**
-
-
-
-
-
-
-
-
27.000.000
148.000.000
90.000.000
268.800.000
Sumber : Data Primer (Diolah)
*Jumlah penerimaan sebelum kredit Rp 45.000.000 dan setelah kredit Rp 120.000.000
**Jumlah penerimaan sebelum kredit Rp 180.000.000 dan setelah kredit Rp 390.000.000
Lampiran 3. Daftar Wawancara Penelitian
KUESIONER
PERAN KOPERASI SIMPAN PINJAM DALAM PERKEMBANGAN
UMKM AGRIBISNIS DI BOGOR
(Studi Kasus Kospin Jasa Bogor)
Oleh Susi Fitria Sari (H 34086089)
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor
IDENTITAS RESPONDEN
Nama :
Alamat :
Usia :
Jenis kelamin :
Pendidikan Terakhir :
Pekerjaan Utama :
Jenis Usaha UMKM :
KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Apakah UMKM yang dijalankan merupakan mata pencaharian utama?
2. Sejak kapan UMKM dijalankan?
3. Bagaimana status UMKM yang dijalankan?
4. Darimana sumber modal pertama saat mendirikan UMKM?
5. Berapa rata-rata hasil produk dari sektor UMKM yang dijalankan dalam
setahun?
6. Berapa rata-rata harga jual produk yang dihasilkan?
7. Biaya apa saja yang dikeluarkan dalam menjalankan kegiatan UMKM?
8. Berapa besarnya biaya yang dikeluarkan dalam menjalankan UMKM?
9. Kemana biasanya pengusaha memasarkan produknya?
GAMBARAN UMUM KERJASAMA PENGUSAHA DAN KOPERASI
1. Berapa lama bergabung dengan Kospin Jasa? ……… bulan/tahun
2. Apa alasan bergabung dengan Kospin Jasa?
3. Apa peran Kospin Jasa yang telah dilakukan selama ini?
4. Sejauh mana Kospin Jasa memberikan bantuan kredit kepada pengusaha?
5. Berapa lama waktu yang dibutuhkan pengusaha untuk mendapatkan kredit
dari Kospin Jasa setelah pengajuan kredit?
6. Bagaimana prosedur pengajuan kredit yang diterapkan Kospin Jasa?
7. Adakah kendala dengan prosedur tersebut?
8. Bagaimana dengan bunga pinjaman yang diberikan Kospin Jasa?
9. Kendala apa yang paling sering terjadi saat mengembalikan pinjaman?
10. Apakah hak dan kewajiban pengusaha terhadap Kospin Jasa?
11. Manfaat apa yang didapatkan pengusaha sejak bergabung dengan Kospin
Jasa?
12. Apa yang diharapkan pengusaha terhadap Kospin Jasa?
top related