penyempurnaan pengawasan perbankan pasca
Post on 23-Jan-2017
234 Views
Preview:
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Perbankan
a. Pengertian Perbankan
Menurut kamus istilah hukum oleh Andrea Fockema (Andrea
Fockema, 1985:40), yang dimaksud dengan bank adalah suatu
lembaga atau orang pribadi yang menjalankan perusahaan dalam
menerima dan memberikan uang dari dan kepada pihak ketiga.
Berhubung dengan adanya cek hanya dapat diberikan kepada bankir
sebagai tertarik, maka bank dalam arti luas adalah orang atau
lembaga yang dalam pekerjaannya secara teratur menyediakan uang
untuk pihak ketiga.
Adrian Sutedi menyatakan bahwa bank merupakan bagian
dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara, bahkan
pada era globalisasi sekarang ini, bank juga telah menjadi bagian
dari sistem keuangan dan sistem pembayaran dunia. Pada saat suatu
bank telah memperoleh izin berdiri dan beroperasi dari otoritas
moneter negara yang bersangkutan, bank tersebut menjadi milik
masyarakat. Eksistensinya bukan saja harus dijaga oleh para pemilik
bank itu sendiri, tetapi juga oleh masyarakat nasional dan global
(Adrian Sutedi, 2007:1).
Bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang
keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang
keuangan. Membahas mengenai bank maka tidak akan terlepas dari
masalah keuangan. Aktivitas perbankan yang pertama adalah
menghimpun dana dari masyarakat luas yang dikenal dengan istilah
di dunia perbankan adalah kegiatan funding. Menghimpun dana
dimaksudkan sebagai upaya mengumpulkan atau mencari dana
dengan cara membeli dari masyarakat luas (Kasmir, 2004:23).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Menurut Budi Untung, usaha perbankan pada dasarnya
merupakan suatu usaha simpan pinjam demi dan untuk kepentingan
pihak ketiga tanpa memperhatikan bentuk hukumnya apakah
perorangan ataukah badan hukum. Usaha perbankan harus didirikan
dalam bentuk badan hukum atau tidak boleh dalam bentuk usaha
perseorangan. (Budi Untung, 2005:13)
Tugas suatu bank diantaranya (Budi Untung, 2005:16):
1) Menyediakan safe custody terhadap dana pihak ketiga;
2) Menyediakan rekening-rekening untuk pihak nasabah;
3) Bertindak sebagai agen untuk pungutan-pungutan tertentu;
4) Untuk membayar cek yang ditarik oleh nasabah.
Tugas dan tanggung jawab dari suatu bank dapat juga diperinci
sebagai berikut:
1) Menerima cash dan membayar dokumentasi yang mesti dibayar
oleh nasabah seperti terhadap cek, pengiriman uang, bills of
change dan lain-lain instrumen perbankan.
2) Membayar kembali uang nasabah yang ditempatkan di bank
tersebut apabila diminta oleh pihak nasabah.
3) Meminjamkan uang kepada nasabah.
4) Menjaga kerahasiaan account nasabah dalam hubungan dengan
kerahasiaan bank, kecuali apabila ditentukan lain oleh undang-
undang.
5) Jika pihak nasabah mempunyai dua rekening, maka ada
kewajiban moral bagi bank untuk membuat rekening tersebut
terpisah satu sama lain.
6) Jika rekening ditutup, maka bank harus mempunyai alasan yang
reasonable untuk menutup rekening tersebut.
Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan merangkum berbagai pengertian perbankan
dengan menyebutkan bahwa pengertian Bank adalah badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak. Pasal 1 ayat (1) memaparkan mengenai pengertian
Perbankan, bahwa “Perbankan adalah segala sesuatu yang
menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha,
serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.”
b. Asas, Fungsi dan Tujuan Perbankan
Asas perbankan yang dianut di Indonesia dapat dilihat pada
ketentuan Pasal 2 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan yang mengemukakan bahwa, ”Perbankan Indonesia
dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan
menggunakan prinsip kehati-hatian”. Menurut penjelasan resminya,
yang dimaksud dengan demokrasi ekonomi adalah demokrasi
ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Pengertian mengenai demokrasi ekonomi Indonesia,
Mubyarto pada ceramah di Gedung Kebangkitan Nasional tanggal
16 Mei 1981 merumuskan bahwa demokrasi ekonomi Indonesia
sebagai Demokrasi Ekonomi Pancasila mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut (Hermansyah, 2005:18):
1) Dalam sistem ekonomi Pancasila koperasi ialah soko guru
perekonomian.
2) Perekonomian Pancasila digerakkan oleh rangsangan-
rangsangan ekonomi, sosial dan yang paling penting ialah
moral.
3) Perekonomian Pancasila ada hubungannya dengan Tuhan Yang
Maha Esa sehingga dalam Pancasila terdapat solidaritas sosial.
4) Perekonomian Pancasila berkaitan dengan persatuan Indonesia,
yang berarti nasionalisme menjiwai tiap kebijakan ekonomi.
Sedangkan sistem perekonomian kapitalis pada dasarnya
kosmopolitanisme, sehingga dalam mengejar keuntungan tidak
mengenal batas-batas negara.
5) Sistem perekonomian Pancasila tegas dan jelas adanya
keseimbangan anatara perencanaan sentral (nasional) dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
tekanan pada desentralisasi di dalam pelaksanaan kegiatan
ekonomi.
Prinsip kehati-hatian sebagaimana disebutkan dalam
ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perbankan tidak terdapat
penjelasan secara resmi, namun dapat dikemukakan bahwa bank dan
orang-orang yang terlibat di dalamnya, terutama dalam membuat
kebijaksanaan dan menjalankan kegiatan usahanya wajib
menjalankan tugas dan wewenangnya masing-masing secara cermat,
teliti, dan profesional sehingga memperoleh kepercayaan
masyarakat. Dalam membuat kebijaksanaan dan menjalankan
kegiatan usahanya, bank harus selalu mematuhi seluruh peraturan
perundang-undangan yang berlaku secara konsisten dengan didasari
oleh itikad baik. Kepercayaan masyarakat merupakan kunci utama
bagi perkembangan suatu bank, tanpa adanya kepercayaan dari
masyarakat maka suatu bank tidak akan mampu menjalankan
kegiatan usahanya (Hermansyah, 2005:19).
Fungsi perbankan dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 3
Undang-Undang Perbankan yang menyatakan bahwa, “Fungsi utama
perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat”. Dari ketentuan ini tercermin fungsi bank sebagai
perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus of
funds) dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana
(lacks of funds).
Perbankan di Indonesia mempunyai tujuan yang strategis dan
tidak semata-mata berorietasi ekonomis, tetapi juga berorientasi
kepada hal-hal yang non-ekonomis seperti masalah menyangkut
stabilitas nasional yang mencakup antara lain stabilitas politik dan
stabilitas sosial. Secara lengkap mengenai hal ini diatur dalam
ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Perbankan yang berbunyi,
“Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan
kesejahteraan rakyat banyak” (Hermansyah, 2005:20).
c. Jenis-jenis Bank
Perbedaan jenis perbankan dapat dilihat dari fungsi bank
serta kepemilikan bank. Dari segi fungsi perbedaan yang terjadi
terletak pada luasnya kegiatan atau jumlah produk yang dapat
ditawarkan maupun jangkauan wilayah operasinya. Sedangkan
kepemilikan perusahaan dilihat dari segi pemilikan saham yang ada
serta akta pendiriannya. Perbedaannya dilihat dari segi siapa nasabah
yang dilayani apakah masyarakat luas atau masyarakat dalam lokasi
tertentu. Jenis perbankan juga dibagi ke dalam caranya menentukan
harga jual dan harga beli.
1) Dilihat dari Segi Fungsinya
Bank sebagai lembaga keuangan diarahkan untuk
berperan sebagai agen pembangunan (agent of development),
yaitu sebagai lembaga yang bertujuan mendukung pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan
stabilitas nasional ke arah peningkatan taraf hidup rakyat
banyak. Dengan demikian bank di Indonesia ditugaskan oleh
pemerintah guna mengembangkan sektor-sektor perekonomian
tertentu, atau memberikan perhatian yang lebih besar pada
koperasi tertentu, atau memberikan perhatian yang lebih besar
kepada koperasi dan pengusaha golongan ekonomi
lemah/pengusaha kecil dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak (Budi Untung, 2005:14).
Pembagian jenis bank berdasarkan fungsi menurut
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998
adalah:
a. Bank Umum
Bank umum merupakan bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan
adalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh jasa
perbankan yang ada. Begitu pula dengan wilayah
operasinya dapat dilakukan diseluruh wilayah. Bak umum
sering disebut bank komersil (commercial bank).
Melihat fungsinya, bank umum mempunyai fungsi
sebagai berikut:
(1) Mengumpulkan dana yang sementara menganggur
untuk dipinjamkan pada pihak lain, atau membeli surat-
surat berharga (financial investment).
(2) Mempermudah lalu lintas pembayaran uang.
(3) Menjamin keamanan uang masyarakat yang sementara
belum digunakan, misalnya menghindari risiko hilang,
kebakaran, dan lain-lain.
(4) Menciptakan kredit (credit money deposit), yaitu
dengan cara menciptakan demand deposit (deposito
yang sewaktu-waktu dapat diuangkan) dari kelebihan
cadangannya (excess reserves) (Budi Untung, 2005:15-
16).
b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Artinya di
sini kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan
dengan kegiatan bank umum (Kasmir, 2004:33).
2) Dilihat dari Segi Kepemilikannya
Kepemilikan ini dapat dilihat dari akta pendirian dan
penguasaan saham yang dimiliki bank yang bersangkutan. Jenis
bank berdasarkan segi kepemilikan diantaranya:
a) Bank milik pemerintah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Klasifikasi bank milik pemerintah dapat dilihat
berdasarkan akta pendirian maupun modal yang dimiliki
oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank juga
dimiliki oleh pemerintah. Contoh bank milik pemerintah
diantaranya Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat
Indonesia (BRI), dan Bank Tabungan Negara (BTN).
Sedangkan bank milik pemerintah daerah terdapat pada
masing-masing ibukota provinsi dari masing-masing
daerah, seperti BPD DKI Jakarta, BPD Jawa Barat, BPD
Jawa Tengah, BPD Jawa Timur, BPD Sumatera Utara, BPD
Sumatera Selatan, BPD Sulawesi Selatan, dan BPD lainnya.
b) Bank milik swasta nasional
Bank dengan jenis milik swasta nasional, seluruh
atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional serta
akta pendiriannyapun didirikan oleh swasta, begitu pula
pembagian keuntungannya untuk keuntungan swasta.
Contoh bank milik swasta nasional diantaranya Bank
Central Asia (BCA), Bank Danamon, Bank Niaga.
c) Bank milik koperasi
Kepemilikan saham-saham bank ini dimiliki oleh
perusahaan yang berbadan hukum koperasi. Sebagai
contoh bank milik koperasi adalah Bank Umum Koperasi
Indonesia.
d) Bank milik asing
Bank milik asing merupakan cabang dari bank
yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau
pemerintah asing. Kepemilikannya juga merupakan
kepemilikan pihak luar negeri. Bank asing yang terdapat
di Indonesia seperti Bank of America, Bank of Tokyo,
Bangkok Bank, City Bank.
e) Bank milik campuran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh
pihak asing dan pihak swasta nasional. Kepemilikan
sahamnya secara mayoritas dipegang oleh warga negara
Indonesia. Contoh bank campuran antara lain, Bank
Finconesia, Mitsubishi Buana Bank, Sumitono Niaga
Bank, Bank Merincorp, Inter Pasific Bank, Ing Bank
(Kasmir, 2004;34-35).
3) Dilihat dari Segi Statusnya
Menilik dari segi kemampuan dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat, maka bank umum dapat
diklasifikasikan ke dalam 2 jenis. Pembagian jenis demikian
disebut juga pembagian berdasarkan kedudukan atau status
bank yang bersangkutan.
Kedudukan atau status bank demikian menunjukkan
ukuran kemampuan bank dalam memberikan pelayanan bagi
masyarakat baik dari segi jumlah produk, modal maupun
kualitas pelayanannya. Oleh karena itu untuk memperoleh
status tersebut diperlukan penilaian-penilaian dengan kriteria
tertentu. Status bank yang dimaksud adalah:
a) Bank devisa
Bank devisa merupakan bank yang dapat
melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang
berhubungan dengan mata uang asing secara
keseluruhan, misalnya transfer ke luar negeri, inkaso ke
luar negeri, traveller cheque, pembukaan dan
pembayaran Letter of credit dan transaksi lainnya.
Persyaratan untuk menjadi bank devisa ini ditentukan
oleh Bank Indonesia.
b) Bank non devisa
Bank non devisa merupakan bank yang belum
mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai
bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
transaksi seperti halnya bank devisa. Jadi bank non
devisa merupakan kebalikan daripada bank devisa,
karena transaksi yang dilakukan masih dalam batas-batas
negara (Kasmir, 2004:37)
4) Dilihat dari Segi Cara Menentukan Harga
a) Bank yang berdasarkan Prinsip Konvensional
Mayoritas bank yang berkembang di Indonesia
merupakan bank yang berorientasi pada prinsip
konvensional. Kondisi demikian berkaitan erat dengan
sejarah bangsa Indonesia yang pernah diduduki Belanda,
kolonial Belanda datang ke Indonesia dengan membawa
pengaruh terkait dengan perbankan. Metode yang
digunakan bank yang berprinsip konvensional dalam
mencari keuntungan dan menentukan harga kepada para
nasabah diantaranya:
(1) Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk
simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito.
Demikian pula harga untuk produk pinjamannya
(kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku
bunga tertentu. Penentuan harga ini dikenal dengan
istilah spread based. Apabila suku bunga simpanan
lebih tinggi dari suku bunga pinjaman maka dikenal
dengan nama negative spread, hal ini telah terjadi di
akhir tahun 1998 dan sepanjang tahun 1999.
(2) Untuk jasa-jasa bank lainnya pihak perbankan barat
menggunakan atau menerapkan berbagai biaya-
biaya dalam nominal atau prosentase tertentu.
Sistem pengenaan biaya ini dikenal dengan istilah
fee based.
b) Bank yang berdasarkan Prinsip Syariah
Bagi bank yang mendasarkan kegiatannya pada
Prinsip Syariah, dalam penentuan harga produknya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
dangat berbeda dengan bank berdasarkan prinsip
konvensional. Bank berdasarkan prinsip syariah
menjalankan perjanjian berdasarkan aturan hukum Islam
antar bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana
atau pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya.
Dalam menentukan harga atau mencari keuntungan bagi
bank yang berdasarkan Prinsip Syariah adalah sebagai
berikut:
(1) Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
(mudharabah).
(2) Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal
(musharakah).
(3) Prinsip jual beli barang dengan memperoleh
keuntungan (murabahah).
(4) Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni
tanpa pilihan (ijarah).
(5) Adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang
yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah
wa iqtina) (Kasmir, 2004:39).
d. Hukum Perbankan
Munir Fuady merumuskan hukum perbankan adalah
seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-
undangan, yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber hukum, yang
mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek
kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh
suatu bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan
tanggung jawab para pihak yang tersangkut dengan bisnis
perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank,
eksistensi perbankan, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia
perbankan (Munir Fuady, 1999:14).
Menurut Muhammad Djumhana, hukum perbankan adalah
sebagai kumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
lembaga keuangan bank yang meliputi segala aspek, dilihat dari segi
esensi, dan eksistensinya, serta hubungannya dengan bidang
kehidupan yang lain. Pengaturan di bidang perbankan menyangkut
beberapa hal, diantaranya (Muhammad Djumhana, 2000:1):
1) Dasar-dasar perbankan, menyangkut asas-asas kegiatan
perbankan seperti norma efisiensi, keefektifan, kesehatan bank,
profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan lembaga
perbankan, serta hubungan, hak dan kewajibannya.
2) Kedudukan hukum pelaku di bidang perbankan seperti: kaidah-
kaidah mengenai pengelolanya seperti dewan komisaris, direksi
karyawan, maupun pihak yang terafiliasi. Termasuk pula
mengenai bentuk badan hukum pengelolanya, serta mengenai
kepemilikannya.
3) Kaidah-kaidah perbankan yang secara khusus memperhatikan
kepentingan umum seperti kaidah-kaidah yang mencegah
persaingan yang tidak wajar, antitrust, perlindungan terhadap
konsumen (nasabah), dan lain-lainnya. Di Indonesia bahkan
memiliki kekhususan sendiri, yaitu bahwa perbankan nasional
harus memperhatikan keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan unsur-unsur pemerataan pembangunan,
pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional.
4) Kaidah-kaidah yang meyangkut struktur organisasi, yang
mendukung kebijakan ekonomi dan moneter pemerintah, seperti
Dewan Moneter dan Bank Sentral.
5) Kaidah-kaidah yang mengarahkan kehidupan perekonomian yag
berupa dasar-dasar untuk perwujudan tujuan-tujuan yang hendak
dicapainya melalui penetapan sanksi, insentif, dan sebagainya.
6) Keterkaitan satu sama lainnya dari ketentuan dan kaidah-kaidah
hukum tersebut sehingga tidak mungkin berdiri sendiri, malahan
keterkaitannya merupakan hubungan logis dari bagian-bagian
lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Bertitik tolak dari pengertian perbankan sebagai segala
sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses melaksanakan kegiatan
usahanya, maka pada prinsipnya hukum perbankan adalah
keseluruhan norma-norma tertulis maupun norma-norma yang tidak
tertulis yang mengatur tentang bank, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara, dan proses melaksanakan kegiatan
usahanya. Berkaitan dengan pengertian ini, kiranya dapat dijelaskan
bahwa yang dimaksud dengan norma-norma tertulis dalam
pengertian diatas adalah seluruh peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai bank, sedangkan norma-norma yang tidak
tertulis adalah hal-hal atau kebiasaan-kebiasaan yang timbul dalam
praktik perbankan (Hermansyah, 2005:39).
2. Tinjauan Tentang Pengawasan
a. Pengertian Pengawasan
Berbagai fungsi manajemen dilaksanakan oleh para
pimpinan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Fungsi-fungsi
yang ada didalam manajemen diantaranya adalah fungsi perencanaan
(Planning), fungsi pengorganisasian (Organizing), fungsi
pelaksanaan (Actuating), dan fungsi pengawasan (Controlling)
menurut Griffin (Griffin,2004:44). Keempat fungsi manajemen
tersebut harus dilaksanakan oleh seorang manajer secara
berkesinambungan, sehingga dapat merealisasikan tujuan organisasi.
Pengawasan merupakan bagian dari fungsi manajemen yang
berupaya agar rencana yang sudah ditetapkan dapat tercapai dengan
efektif dan efisien.
Menurut Schermerhorn dalam Ernie dan Saefullah (Ernie dan
Saefullah,2005:317), mendifinisikan pengawasan merupakan sebagai
proses dalam menetapkan ukuran kinerja dalam pengambilan
tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan
sesuai dengan ukuran yang telah ditetapkan tersebut. Sedangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
menurut Mathis dan Jackson (Mathis dan Jackson, 2006: 303),
menyatakan bahwa pengawasan merupakan sebagai proses
pemantauan kinerja karyawan berdasarkan standar untuk mengukur
kinerja, memastikan kualitas atas penilaian kinerja dan pengambilan
informasi yang dapat dijadikan umpan balik pencapaian hasil yang
dikomunikasikan ke para karyawan. Defenisi ini tidak hanya terpaku
pada apa yang direncanakan, tetapi mencakup dan melingkupi tujuan
organisasi. Hal tersebut akan mempengaruhi sikap, cara, sistem, dan
ruang lingkup pengawasan yang akan dilakukan oleh seorang
manajer. Pengawasan sangat penting dilakukan oleh perusahaan
dalam kegiatan operasionalnya untuk mencegah kemungkinan
terjadinya penyimpangan–penyimpangan dengan melakukan
tindakan koreksi terhadap penyimpangan tersebut untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan sebelumnya.
Menurut Harahap (Harahap, 2001: 14), Pengawasan adalah
keseluruhan sistem, teknik, cara yang mungkin dapat digunakan oleh
seorang atasan untuk menjamin agar segala aktivitas yang dilakukan
oleh dan dalam organisasi benar-benar menerapkan prinsip efisiensi
dan mengarah pada upaya mencapai keseluruhan tujuan organisasi.
Sedangkan menurut Maringan (Maringan, 2004: 61), pengawasan
adalah proses dimana pimpinan ingin mengetahui hasil pelaksanaan
pekerjaan yang dilakukan bawahan sesuai dengan rencana, perintah,
tujuan, kebijakan yang telah ditentukan. Selain itu menurut Dessler
(Dessler, 2009: 2), menyatakan bahwa pengawasan (Controlling)
merupakan penyusunan standar - seperti kuota penjualan, standar
kualitas, atau level produksi; pemeriksaan untuk mengkaji prestasi
kerja aktual dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan;
mengadakan tindakan korektif yang diperlukan.
Berdasarkan penjelasan para ahli diatas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa pengawasan merupakan suatu tindakan
pemantauan atau pemeriksaan kegiatan perusahaan untuk menjamin
pencapaian tujuan sesuai dengan rencana yang ditetapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
sebelumnya dan melakukan tindakan korektif yang diperlukan untuk
memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada sebelumnya.
Pengawasan yang efektif membantu usaha dalam mengatur
pekerjaan agar dapat terlaksana dengan baik. Fungsi pengawasan
merupakan fungsi terakhir dari proses manajemen. Fungsi ini terdiri
dari tugas-tugas memonitor dan mengevaluasi aktivitas perusahaan
agar target perusahaan tercapai. Dengan kata lain fungsi pengawasan
menilai apakah rencana yang ditetapkan pada fungsi perencanaan
telah tercapai.
Menurut G.R Terry dalam Hasibuan (Hasibuan, 2001: 242)
mengemukakan hal sebagai berikut :
“Controlling can be defined as the process of
determining what is to be accomplished, that is the
standard; what is being accomplished, that is the
performance, evaluating the performance and if
necessary applying corrective measure so that
performance takes place according to plans, that is,
in conformity with the standard.”.
Pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses penentuan, apa yang
harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu
pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan melakukan perbaikan-
perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras
dengan standar.
Menurut Henry Fayol dalam Harahap (Harahap, 2001: 10)
mengartikan pengawasan sebagai berikut:
“Control consist in verifying whether everything
occurs in conformity with the plan adopted, the
instruction issued and principles established. It has
objective to point out weaknesses and errors in
order to rectify then prevent recurrance”.
Pengawasan mencakup upaya memeriksa apakah semua terjadi
sesuai dengan rencana yang ditetapkan, perintah yang dikeluarkan,
dan prinsip yang dianut .
Juga dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan dan
kesalahan agar dapat dihindari kejadiannya dikemudian hari.
Menurut Siagian (Siagian, 2003: 30), bahwa pengawasan adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
memantau aktivitas pekerjaan karyawan untuk menjaga perusahaan
agar tetap berjalan kearah pencapaian tujuan dan membuat koreksi
jika diperlukan. Pengawasan secara umum berarti pengendalian
terhadap perencanaan apakah sudah dilaksanakan sesuai tujuan atau
penyimpangan dari tujuan yang diinginkan. Jika terjadi
penyimpangan, pihak manajemen yang terkait dalam pengawasan
harus memberikan petunjuk untuk melakukan perbaikan kerja, agar
standar perencanaan tidak jauh menyimpang dari hasil yang
diperoleh pada saat pelaksanaan.
b. Sistem Pengawasan
Sistem pengawasan yang efektif harus memenuhi beberapa
prinsip pengawasan yaitu adanya rencana tertentu dan adanya
pemberian instruksi serta wewenang-wewenang kepada bawahan.
Rencana merupakan standar atau alat pengukur pekerjaan yang
dilaksanakan oleh bawahan. Rencana tersebut menjadi petunjuk
apakah sesuatu pelaksanaan pekerjaan berhasil atau tidak. Pemberian
instruksi dan wewenang dilakukan agar sistem pengawasan itu
memang benar-benar dilaksanakan secara efektif. Wewenang dan
instruksi yang jelas harus dapat diberikan kepada bawahan, karena
berdasarkan itulah dapat diketahui apakah bawahan sudah
menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Atas dasar instruksi yang
diberikan kepada bawahan maka dapat diawasi pekerjaan seorang
bawahan.
Sistem pengawasan akan efektif bilamana sistem pengawasan
itu memenuhi prinsip fleksibilitas. Ini berarti bahwa sistem
pengawasan itu tetap dapat dipergunakan, meskipun terjadi
perubahan terhadap rencana yang diluar dugaan. Menurut Duncan
dalam Harahap (Harahap, 2001: 246) mengemukakan bahwa
beberapa sifat pengawasan yang efektif sebagai berikut :
1) Pengawasan harus dipahami sifat dan kegunaannya dan harus
dikomunikasikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Masing-masing kegiatan membutuhkan sistem
pengawasan tertentu yang berlainan dengan sistem pengawasan
bagi kegiatan lain. Sistem pengawasan untuk bidang penjualan
dan sistem untuk bidang keuangan akan berbeda. Oleh karena
itu sistem pengawasan harus dapat merefleksi sifat-sifat dan
kebutuhan dari kegiatan yang harus diawasi. Pengawasan
dibidang penjualan umumnya tertuju pada kuantitas penjualan,
sementara pengawasan dibidang keuangan tertuju pada
penerimaan dan penggunaan dana.
2) Pengawasan harus mengikuti pola yang dianut organisasi.
Titik berat pengawasan sesungguhnya berkisar pada
manusia, sebab manusia itulah yang melakukan kegiatan dalam
badan usaha atau organisasi yang bersangkutan. Karyawan
merupakan aspek intern perusahaan yang kegiatan-kegiatannya
tergambar dalam pola organisasi, maka suatu sistem
pengawasan harus dapat memenuhi prinsip berdasarkan pola
organisasi.
Ini berarti bahwa dengan suatu sistem pengawasan ,
penyimpangan yang terjadi dapat ditunjukkan pada organisasi
yang bersangkutan.
3) Pengawasan harus dapat mengidentifikasi masalah organisasi.
Tujuan utama dari pengawasan ialah mengusahakan agar
apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Oleh karena itu, agar
sistem pengawasan benar-benar efektif, artinya dapat
merealisasi tujuannya, maka suatu sistem pengawasan
setidaknya harus dapat dengan segera mengidentifikasi
kesalahan yang terjadi dalam organisasi. Dengan adanya
identifikasi masalah atau penyimpangan, maka organisasi dapat
segera mencari solusi agar keseluruhan kegiatan operasional
benar-benar dapat atau mendekati apa yang direncanakan
sebelumnya.
4) Pengawasan harus fleksibel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Suatu sistem pengawasan adalah efektif, bilamana sistem
pengawasan itu memenuhi prinsip fleksibilitas. Ini berarti bahwa
pengawasan itu tetap dapat dipergunakan, meskipun terjadi
perubahan-perubahan terhadap rencana diluar dugaan.
5) Pengawasan harus ekonomis.
Sifat ekonomis dari suatu sistem pengawasan sungguh-
sungguh diperlukan. Tidak ada gunanya membuat sistem
pengawasan yang mahal, bila tujuan pengawasan itu dapat
direfleksikan dengan suatu sistem pengawasan yang lebih
murah. Sistem pengawasan yang dianut perusahaan-perusahaan
besar tidak perlu ditiru bila pengawasan itu tidak ekonomis bagi
suatu perusahaan lain. Hal yang perlu dipedomani adalah
bagaimana membuat suatu sistem pengawasan dengan benar-
benar merealisasikan motif ekonomi.
Pengawasan yang efektif tergantung pada situasi dan kondisi
yang dihadapi. Tidak ada satu sistem pengawasan yang berlaku
untuk semua situasi dan semua perusahaan.
c. Tujuan Pengawasan
Pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan memerlukan pengawasan agar perencanaan yang telah
disusun dapat terlaksana dengan baik. Pengawasan dikatakan sangat
penting karena pada dasarnya manusia sebagai objek pengawasan
mempunyai sifat salah dan khilaf. Oleh karena itu manusia dalam
organisasi perlu diawasi, bukan mencari kesalahannya kemudian
menghukumnya, tetapi mendidik dan membimbingnya. Menurut
Husnaini (Husnaini, 2001: 400), tujuan pengawasan adalah sebagai
berikut :
1) Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan,
penyelewengan, pemborosan, dan hambatan.
2) Mencegah terulang kembalinya kesalahan, penyimpangan,
pemborosan, dan hambatan.
3) Meningkatkan kelancaran operasi perusahaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
4) Melakukan tindakan koreksi terhadap kesalahan yang dilakukan
dalam pencapaian kerja yang baik.
Menurut Maringan (Maringan, 2004: 61) menyatakan tujuan
pengawasan adalah sebagai berikut:
1) Mencegah dan memperbaiki kesalahan, penyimpangan,
ketidaksesuaian dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan.
2) Agar pelaksanaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan sebelumnya.
Tujuan perusahaan dapat tercapai, jika fungsi pengawasan dilakukan
sebelum terjadinya penyimpangan-penyimpangan sehingga lebih
bersifat mencegah (prefentive control). Dibandingkan dengan
tindakan-tindakan pengawasan sesudah terjadinya penyimpangan,
maka tujuan pengawasan adalah menjaga hasil pelaksanaa kegiatan
sesuai dengan rencana. Ketentuan-ketentuan dan infrastruktur yang
telah ditetapkan benar-benar diimplementasikan. Sebab pengawasan
yang baik akan tercipta tujuan perusahaan yang efektif dan efisien.
d. Jenis-Jenis Pengawasan
Menurut Maringan (Maringan, 2004: 62), Pengawasan
terbagi 4 yaitu:
1) Pengawasan dari dalam perusahaan
Pengawasan yang dilakukan oleh atasan untuk
mengumpul data atau informasi yang diperlukan oleh
perusahaan untuk menilai kemajuan dan kemunduran
perusahaan.
2) Pengawasan dari luar perusahaan
Pengawasan yang dilakukan oleh unit diluar perusahaan.
Ini untuk kepentingan tertentu.
3) Pengawasan Preventif
Pengawasan dilakukan sebelum rencana itu dilaksakaan.
Dengan tujuan untuk mengacah terjadinya kesalahan/kekeliruan
dalam pelaksanaan kerja.
4) Pengawasan Represif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Pengawasan Yang dilakukan setelah adanya pelaksanaan
pekerjaan agar hasilnya sesuai dengan yang direncanakan.
Menurut Ernie dan Saefullah (Ernie dan Saefullah, 2005:
327), jenis pengawasan terbagi atas 3 yaitu:
1) Pengawasan Awal
Pengawasan yang dilakukan pada saat dimulainya
pelaksanaan pekerjaan. Ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
penyimpangan dalam pelaksanaan perkerjaan.
2) Pengawasan Proses
Pengawasan dilakukan pada saat sebuah proses
pekerjaan tengah berlangsung untuk memastikan apakah
pekerjaan tengah berlangsung untuk memastikan apakah
pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan ang
ditetapkan.
3) Pengawasan Akhir
Pengawasan yang dilakukan pada saat akhir proses
pengerjaan pekerjaan.
e. Fungsi Pengawasan
Menurut Ernie dan Saefulah (Ernie dan Saefullah, 2005: 12),
fungsi pengawasan adalah :
1) Mengevaluasi keberhasilan dan pencapaian tujuan serta target
sesuai dengan indikator yang di tetapkan.
2) Mengambil langkah klarifikasi dan koreksi atas penyimpangan
yang mungkin ditemukan.
3) Melakukan berbagai alternatife solusi atas berbagai masalah
yang terkait dengan pencapaian tujuan perusahaan.
Menurut Maringan (Maringan, 2004: 62), fungsi pengawasan
adalah :
1) Mempertebal rasa tanggung jawab terhadap pejabat yang
diserahi tugas dan wewenang dalam melaksanakan pekerjaan.
2) Mendidik para pejabat agar mereka melaksanakan pekerjaan
sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
3) Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, penyelewengan,
kelalaian, dan kelemahan agar tidak terjadi kerugian yang tidak
diinginkan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa pengawasan adalah mengevaluasi hasil dari
aktifitas pekerjaan yang telah dilakukan dalam perusahaan dan
melakukan tindakan koreksi bila diperlukan.
3. Tinjauan Tentang Pengawasan Perbankan
a. Bank Indonesia
Bank Indonesia berasal dari De Javasche Bank N.V. yang
merupakan salah satu bank milik pemerintah Belanda. De Javasche
Bank N.V. didirikan pada zaman penjajahan Belanda, tepatnya pada
tanggal 10 Oktober 1827 dalam rangka membantu pemerintah
Belanda untuk mengurus keuangannya di Hindia Belanda pada
waktu itu. Kemudian De Javasche Bank N.V. dinasionalisasi
pemerintah Republik Indoneisa tanggal 6 Desember 1951 dengan
Undang-undang Nomor 24 Tahun 1951 menjadi bank milik
pemerintah Republik Indonesia (Kasmir, 2004:167).
Peranan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral sangat penting
dan sangat dibutuhkan keberadaannya. Tugas Bank Indonesia
sebagai bank to bank adalah mengatur, mengkoordinasi, mengawasi
serta memberikan tindakan kepada dunia perbankan. Peranan lain
Bank Indonesia adalah dalam upaya menyalurkan uang terutama
uang kartal (kertas dan logam), Bank Indonesia mempunyai hak
tunggal untuk menyalurkan uang kartal. Selanjutnya mengendalikan
jumlah uang yang beredar dan suku bunga dengan maksud untuk
menjaga kestabilan nilai rupiah. Hubungan bank Indonesia dengan
pemerintah dalam hal ini adalah sebagai pemegang kas pemerintah.
Demikian pula hubungan keuangan dengan dunia internasional juga
ditangani oleh Bank Indonesia seperti menerima pinjaman luar
negeri (Kasmir, 2004:169).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Bank Indonesia juga mengurus dana yang dihimpun dari
masyarakat agar disalurkan kembali ke masyarakat benar-benar
efektif penggunaannya sesuai dengan tujuan pembangunan.
Kemudian disamping mengurus dana perbankan, Bank Indonesia
juga mengatur dan mengawasi kegiatan perbankan secara
keseluruhan (Jamal Wiwoho, 2011:10).
Tujuan bank Indonesia seperti tertuang dalam Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1999 Bab III Pasal 7 adalah untuk
mencapai dan memelihara kestabilan rupiah. Mata uang rupiah perlu
dijaga dan dipelihara mengingat dampak yang ditimbulkan apabila
suatu mata uang tidak stabil sangatlah luas. Salah satu akibat
ketidakstabilan nilai rupiah adalah terjadinya inflasi yang sangat
memberatkan masyarakat luas. Oleh karena itu tugas Bank Indonesia
untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah sangatlah
penting.
Maksud dari kestabilan rupiah yang menjadi tujuan dari Bank
Indonesia adalah (Kasmir, 2004:208):
1) Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa yang dapat
diukur dengan atau tercermin dari perkembangan laju inflasi.
2) Kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain. Hal ini
dapat diukur dengan atau tercermin dari perkembangan nilai
tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Stabilnya nilai mata uang rupiah akan memberikan banyak
manfaat terutama untuk mendukung pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Agar
kestabilan nilai rupiah dapat tercapai dan terpelihara, maka Bank
Indonesia memiliki tugas antara lain:
1) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
2) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
3) Mengatur dan mengawasi bank.
Pengawasan terhadap bank oleh Bank Indonesia sebagai
Bank Sentral dapat bersifat langsung atau pengawasan tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
langsung. Yang dimaksud pengawasan langsung adalah bentuk
pemeriksaan yang disertai dengan pengawasan tindakan tindakan
perbaikan. Sedangkan yang dimaksud dengan pengawasan tidak
langsung terutama dalam bentuk pengawasan dalam bentuk
penelitian, analisis, evaluasi laporan bank (Jamal Wiwoho. 2011:13).
Prinsip-prinsip pengawasan Bank Indonesia di dunia
perbankan yang efektif adalah (Jamal Wiwoho, 2011:14):
1) Sistem informasi manajemen yang dimiliki bank mampu
mengidentifikasi konsentrasi portofolio dan pengawasan harus
menetapkan batasan kehati-hatian bagi setiap nasabah peminjam
terkait atau grup terkait.
2) Untuk menghindari penyelewengan, pengawas bank harus
menetapkan persyaratan bahwa bank yang akan memberikan
pinjaman pihak yang terkait harus berdasarkan transaksi di
pasar, pemberian kredit tersebut harus dimonitor secara efektif
dan langkah-langkah yang harus diambil dalam rangka
mengawasi dan mengurangi resiko.
3) Tersedia kebijakan dan prosedur untuk identifikasi, monitoring
and controlling, country risk, dan transfer risk yang dimiliki
bank dalam menyalurkan pinjaman dan investasi internasional,
serta menyediakan cadangan yang cukup untuk resiko tersebut.
4) Bank harus memiliki sistem yang dapat secara tepat mengukur,
memonitor dan mengawasi resiko pasar yang dihadapi bank-
bank. Pengawas harus memiliki kewenangan untuk mengenakan
batasan spesifik atau denda spesifik terhadap eksposure resiko
pasar.
5) Pengawas bank harus menetapkan bahwa bank memiliki
internal control yang cukup sesuai dengan skala bisnisnya. Hal
ini harus mencakup pengaturan yang jelas tentang pendelegasian
wewenang dan tanggung jawab, pemisahan fungsi diantara
bagian-bagian bank.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
6) Pengawas bank harus menetapkan bahwa bank memiliki
kebijakan praktek dan prosedur termasuk ketentuan know your
consumen, yang menciptakan standar etika dan profesionalisme
yang tinggi dan mencegah penggunaan secara sengaja maupun
tidak sengaja oleh unsur-unsur kriminal.
7) Pengawasan bank harus menetapkan persyaratan modal yang
hati-hati dan cukup untuk seluruh bank. Persyaratan tersebut
harus mencerminkan resiko yang dihadapi bank dan harus
menentukan komponen modal dengan memperhatikan
kemampuan menyerap kerugian.
8) Bagian terpenting dari sistem pengawasan adalah evaluasi
kebijaksanaan, praktik, dan prosedur bank yang berkaitan
dengan pemberian pinjaman dan investasi serta pelaksanaan
manajemen portofolio pinjaman dan investasi. Pengawas harus
yakin bahwa bank memiliki dan taat pada kebijaksanaan,
praktek dan prosedur evaluasi kualitas aset dan ketentuan
kerugian pinjaman dan cadangan.
b. Otoritas Jasa Keuangan
Pengertian Otoritas Jasa Keuangan diatur pada Pasal 1 ayat
(1) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) disebutkan bahwa, “Otoritas Jasa Keuangan, yang
selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan
bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas,
dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan
penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini. OJK
adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk
hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-undang OJK, senada
dengan yang termuat dalam Pasal 2.
OJK memiliki tujuan yang diatur pada Pasal 4 adalah agar
keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat
terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, mampu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan
stabil dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat. Dalam penjelasan resminya dipaparkan bahwa dengan
tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor
jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing
nasional. Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan
nasional, antara lain meliputi sumber daya manusia, pengelolaan,
pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap
mempertimbangkan aspek positif globalisasi.
Fungsi OJK yang diatur pada Pasal 5 adalah untuk
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang
terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan. Tugas pokok OJK selanjutnya untuk melaksanakan tugas
pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di
sektor Perbankan, kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal dan
kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya
sebagaimana tercantum pada Pasal 6. Pengintegrasian sistem
pengawasan ini dilakukan agar mekanisme pengawasan dapat
dilakukan satu atap oleh sebuah lembaga independen yang
sebelumnya fungsi pengawasan lembaga keuangan dilakukan secara
terpisah oleh Bapepam dalam pengawasan Pasar Modal dan Bank
Indonesia dalam pengawasan Perbankan.
Undang-undang OJK juga memaparkan terkait dengan
wewenang OJK yang diatur pada Pasal 6 diantaranya:
1) Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang
meliputi:
a) Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank,
anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan
dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi
bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
b) Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan
dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
2) Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang
meliputi:
a) Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio
kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian
kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan
bank;
b) Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja
bank;
(1) sistem informasi debitur.
(2) pengujian kredit (credit testing).
(3) standar akuntansi bank.
3) Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank,
meliputi: manajemen risiko, tata kelola bank, prinsip mengenal
nasabah dan anti pencucian uang, dan pencegahan pembiayaan
terorisme dan kejahatan perbankan, dan pemeriksaan bank.
Pasal 39 memaparkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya,
OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat
peraturan pengawasan di bidang Perbankan antara lain:
1) kewajiban pemenuhan modal minimum bank.
2) sistem informasi perbankan yang terpadu.
3) kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana
valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri.
4) produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank
lainnya.
5) penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically
important bank.
6) data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan
informasi.
Dalam penjelasan umum UU OJK dikemukakan bahwa
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara
secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu
mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan
stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat. Dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung
kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu
meningkatkan daya saing nasional. Selain itu, OJK harus mampu
menjaga kepentingan nasional, antara lain, meliputi sumber daya
manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa
keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif
globalisasi.
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan
prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi,
akuntabilitas, pertanggungjawaban, transparansi, dan kewajaran
(fairness). Secara kelembagaan, Otoritas Jasa Keuangan berada di
luar Pemerintah, yang dimaknai bahwa Otoritas Jasa Keuangan tidak
menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah. Namun, tidak menutup
kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan Pemerintah karena
pada hakikatnya Otoritas Jasa Keuangan merupakan otoritas di
sektor jasa keuangan yang memiliki relasi dan keterkaitan yang kuat
dengan otoritas lain, dalam hal ini otoritas fiskal dan moneter. Oleh
karena itu, lembaga ini melibatkan keterwakilan unsur-unsur dari
kedua otoritas tersebut secara Ex-officio. Keberadaan Ex-officio ini
dimaksudkan dalam rangka koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi
kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan sektor jasa keuangan.
Keberadaan Ex-officio juga diperlukan guna memastikan
terpeliharanya kepentingan nasional dalam rangka persaingan global
dan kesepakatan internasional, kebutuhan koordinasi, dan pertukaran
informasi dalam rangka menjaga dan memelihara stabilitas sistem
keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan
wewenangnya berlandaskan asas-asas sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
1) asas independensi, yakni independen dalam pengambilan
keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK,
dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
2) asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan
keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa
Keuangan;
3) asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan
melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta
memajukan kesejahteraan umum;
4) asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan
tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa
Keuangan, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak
asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk
rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan;
5) asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian
dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa
Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
6) asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai
moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam
penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; dan
7) asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap
kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan
Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada publik.
Sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola dan asas-asas di
atas, Otoritas Jasa Keuangan harus memiliki struktur dengan prinsip
“checks and balances”. Hal ini diwujudkan dengan melakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
pemisahan yang jelas antara fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan. Fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan serta pengawasan dilakukan oleh Dewan Komisioner
melalui pembagian tugas yang jelas demi pencapaian tujuan Otoritas
Jasa Keuangan. Tugas anggota Dewan Komisioner meliputi bidang
tugas terkait kode etik, pengawasan internal melalui mekanisme
dewan audit, edukasi dan perlindungan konsumen, serta fungsi,
tugas, dan wewenang pengawasan untuk sektor Perbankan, Pasar
Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
4. Tinjauan Tentang The Core Principles of Banking Supervision
a. Latar Belakang The Basel Committee on Banking Supervision
The Basel Committee on Banking Supervision (Komite Basel)
adalah sebuah komite otoritas pengawas perbankan yang didirikan
oleh gubernur-gubernur bank sentral dari negara-negara Group of
Ten (G-10) pada tahun 1974. Lembaga ini terdiri dari wakil-wakil
senior dari otoritas pengawas perbankan dan bank sentral Belgia,
Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Luxemburg, Belanda,
Swedia, Swiss, Inggris, dan Amerika Serikat. Lembaga ini biasanya
bertemu di Bank for International Settlement (BIS) di kota Basel-
Swiss, yang juga merupakan lokasi sekretariat tetapnya komite basel
dan tempat melakukan pertemuan berkala setiap tga bulan sekali
(Sigit Triandaru,2006:18).
Komite Basel telah melaksanakan tugasnya sejak lama dalam
rangka upaya meningkatkan pengawasan perbankan terutama di
negara-negara anggota G-10 dan di tingkat intenasional. Dalam
melaksanakan tugasnya tersebut, komite melakukan pertemuan dan
berhubungan dengan berbagai otoritas pengawas perbankan di
berbagai negara. Beberapa tahun terakhir komite berupaya
meyakinkan semua negara bagaimana pentingnya memperkuat
sistem pengawasan prudensial (prudential supervision) terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
sektor perbankan. Hal tersebut dilakukan dengan membangum kerja
sama erat dengan negara-negara di luar Kelompok-10 yang akan
senantiasa meningkatkan kualitas pengawasan perbankan di negara-
negara anggotanya (Dahlan Siamat, 2005: 196).
Tujuan dari The Basel Committee adalah melakukan
kerjasama dan harmonisasi dalam pengawasan perbankan secara
internasional. Dengan adanya harmonisasi standar internasional
dalam pengaturan dan pengawasan perbankan, diharapkan dapat
memperbaiki iklim dan lingkungan operasioanl bagi bank-bank yang
aktif melakukan transaksi internasional di era globalisasi dengan
semakin terintegrasinya sistem financial dunia (Permadi
Gandapradja,2004 : 38).
The Core Principles for Effective Banking Supervision
(prinsip-prinsip pengawasan bank yang efektif) yang merupakan
salah satu produk kesepakatan dari The Basel Committee, dalam
upaya pengembangannya, Komite Basel juga melakukan kerjasama
erat dengan otoritas pengawas bank negara-negara di luar G-10.
Penyusunan dan pembahasan draft prinsip-prinsip pengawasan bank
ini dilakukan bersama dengan kelompok kerja yang wakil-wakilnya
selain dari Komite Basel sendiri, juga berasal dari negara-negara lain
di luar G-10, yaitu Cili, Cina, Republik Ceko, Hongkong, Meksiko,
Rusia, dan Thailand. Selain negara-negara tersebut ada sembilan
negara yang juga terlibat cukup erat dalam penyusunan dan
pembahasan draft tersebut, yaitu Argentina, Brasil, Hungaria, India,
Indonesia, Korea, Malaysia, Polandia, dan Singapura. Penyusunan
prinsip-prinsip tersebut dilakuakan setelah konsultasi yang intensif
dengan berbagai pihak lainnya termasuk Dana Moneter Internasional
(IMF) dan Bank Dunia (World Bank) (Dahlan Siamat, 2005 : 196).
Hal tersebut sejalan dengan perluasan cakupan sasaran dari
Komite Basel yang dalam perkembangannya, cakupan sasaran yang
ingin dicapai melalui kerjasama dan harmonisasi internasional antar
otoritas pengawasan bank dan bank sentral semakin meluas dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
menyeluruh, sehingga tidak hanya terfokus pada internasionalisasi
perbankan, tetapi juga mencakup perbankan domestik di setiap
negara. Pergeseran sikap tersebut dipicu oleh kondisi dan
pengalaman yang Namun seiringnya waktu telah terjadi perubahan
mencemaskan sejak tahun 1980. Dalam periode 1980-an, terjadi
perubahan politik, ekonomi, dan kebijakan pemerintah di berbagai
negara, yang secara drastis mempengaruhi iklim kehidupan
perbankan (Permadi Gandapradja,2004 : 39).
b. The Core Principles for Effective Banking Supervision
Pembahasan mengenai The Basel Core Principles diawali
dengan adanya kerjasama antara bank-bank sentral di Kota Basel
pada tahun 1930 yang menjadi embrio terbentuknya The Bank for
International Settlement (BIS). Diantara kerjasama tersebut adalah
terkait dengan pengembangan dalam penelitian ekonomi moneter
dan keuangan, pentingnya kontribusi dalam collection, compilation,
dissemination ekonomi dan statistic ekonomi. Dalam bidang
kebijakan moneter, kerjasama di BIS pasca perang dunia ke dua
hingga tahun 1970-an memfokuskan pada implementasi atas Bretton
Woods System. Beberapa fokus kegiatan yang dilakukan selanjutnya
adalah terkait dengan pengelolaan Cross-Border Capital Flows yang
diikuti dengan krisis minyak dan krisis hutang internasional. Krisis
keuangan pada 1970an juga membawa dampak pada issu tentang
supervisi atas bank-bank yang beroperasi secara internasional.
The Core Principles For Effective Banking Supervision (Core
Principles) merupakan wujud nyata untuk sebuah standar minimum
regulasi dalam hal prudensial dan pengawasan bank serta sistem
perbankan. Core Principles dibentuk oleh KOmite Basel yang saat
ini terdiri dari wakil-wakil senior otoritas pengawasan bank dan bank
sentral dari Argentina, Australia, Belgia, Brazil, Kanada, Cina,
Perancis, Jerman, Hongkong, India, Indonesia, Italia, Jepang, Korea,
Luksemburg, Meksiko, Belanda, Rusia, Arab Saudi, Singapura,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Afrika Selatan, Spanyol, Swedia, Swiss, Turki, Inggris dan Amerika
Serikat, dan Core Principles ini digunakan oleh negara-negara
sebagai standard untuk menilai kualitas sistem pengawasan dan
untuk mengidentifikasi pekerjaan di masa depan untuk mencapai
tingkat dasar praktek pengawasan perbankan. Core Principles juga
digunakan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia,
dalam konteks Financial Sector Assessment Programme (FSAP),
untuk menilai efektivitas perbankan sistem pengawasan dan praktik
di negara.
Hal tersebut sejalan dengan perluasan cakupan sasaran dari
Komite Basel yang dalam perkembangannya, cakupan sasaran yang
ingin dicapai melalui kerjasama dan harmonisasi internasional
antarotoritas pengawasan bank dan bank sentral semakin meluas dan
menyeluruh, sehingga tidak hanya terfokus pada internasionalisasi
perbankan, tetapi juga mencakup perbankan domestik di setiap
negara. Pergeseran sikap tersebut dipicu oleh kondisi dan
pengalaman yang mencemaskan sejak tahun 1980. Dalam periode
1980-an, terjadi perubahan politik, ekonomi, dan kebijakan
pemerintah di berbagai negara, yang secara drastis mempengaruhi
iklim kehidupan perbankan (Permadi Gandapradja, 2006 : hal. 39).
Pada awalnya Core Principles telah dibentuk oleh Komite
Basel pada tahun 2006, namun pada tahun 2010 Komite Basel
mendapatkan laporan oleh G-20 dimana laporan tersebut sebagai
respon atas krisis keuangan yang melanda di berbagai negara.
Berdasarkan hasil laporan tersebut Komite Basel berencana untuk
melakukan review terhadap prinsip-prinsip pengawasan perbankan
yang telah diatur di dalam Core Principles. Sehingga pada bulan
Maret 2011, anggota Komite Basel yaitu komite yang berasal dari
perwakilan negara dan lembaga yang bergerak di bidang keuangan
khususnya perbankan yakni IMF, Bank Dunia, dan Islamic Financial
Services Board (IFSB).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
The Core Principles adalah kerangka kerja standar minimum
untuk praktek pengawasan yang sehat dan dianggap mampu
diaplikasikan secara global. Komite menyusun Prinsip Inti dan
Metodologi sebagai kontribusinya terhadap memperkuat sistem
keuangan global. Kelemahan dalam sistem perbankan suatu negara,
apakah berkembang atau dikembangkan, dapat mengancam stabilitas
keuangan baik di dalam negeri itu dan internasional. Komite percaya
bahwa pelaksanaan Core Principles oleh semua negara akan menjadi
langkah signifikan untuk memperbaiki stabilitas keuangan domestik
dan internasional dan memberikan dasar yang baik untuk
pengembangan lebih lanjut dari sistem pengawasan yang efektif.
Core Principles dipahami sebagai kerangka sukarela standar
minimum untuk praktek pengawasan yang baik; otoritas nasional
bebas untuk dimasukkan ke dalam langkah-langkah tambahan
tempat yang komite anggap perlu untuk mencapai pengawasan yang
efektif dalam yurisdiksi mereka.
The Basel Core Principle atau Core Principles for Effective
Banking Supervision adalah prinsip-prinsip dasar sistem supervise
perbankan yang disusun oleh The Basel Committee on Banking
Supervision bersama dengan beberapa institusi supervisor perbankan
lainnya. The Basel Core Principles telah di-endorse oleh berbagai
otoritas moneter seperti Bank Sentral negara-negara G-10. The Basel
Core Principles disusun sebagai syarat minimum yang dibutuhkan
oleh perbankan di dalam merespon berbagai kondisi dan risiko di
sistem keuangan suatu negara. The Basel Core Principles diharapkan
dapat menjadi rujukan dasar bagi institusi supervisor
keuangan/perbankan dan otoritas publik lainnya di seluruh negara
maupun secara internasional ( Achmad Fauzi. 25 Mei 2011. Pokok-
Pokok Basel Core Principles. (online), (www.bankirnews.com,
diakses 17 November 2014). Penerapan The Basel Core Principle ini
sendiri didasarkan pada penggunaan 25 prinsip dasar yang kemudian
dikelompokkan menjadi tujuh kelompok prinsip utama The Basel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Core Principles yang merupakan pedoman dasar pelaksanaan
pengawasan pada proses pengawasan perbankan.
Basel Core Principles pertama yang diterbitkan oleh The
Basel Committee pada bulan September 1997 terdiri dari 25 prinsip
dasar. Dari jumlah tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tujuh
prinsip inti (core principles) pengawasan bank, yaitu sebagai berikut
(Dahlan Siamat, 2004 : hal. 197) :
1) Prinsip prekondisi bagi pengawasan bank yang efektif.
2) Prinsip perizinan dan struktur.
3) Prinsip ketentuan kehati-hatian dan persyaratan.
4) Prinsip metode pengawasan perbankan yang sedang berjalan.
5) Prinsip persyaratan informasi.
6) Prinsip kewenangan pengawas.
7) Prinsip lintas batas perbankan.
Sedangkan revisi yang dilakukan oleh Komite Basel terhadap
Basel Core Principles pada tahun 2012 telah membuahkan sebuah
pembagian/pengelompokkan terhadap prinsip-prinsip yang ada pada
2 kelompok utama yaitu sebagai berikut:
1) Kelompok Pertama adalah prinsip-prinsip yang termasuk dalam
prinsip dengan fokus pada kekuatan pengawasan, pertanggung
jawaban, dan fungsi pengawasan, yakni prinsip pertama hingga
prinsip ketigabelas.
2) Kelompok Kedua adalah prinsip-prinsip yang termasuk dalam
prinsip dengan fokus pada pengaturan kehati-hatian dan
persyaratan terhadap perbankan, yakni prinsip keempatbelas
hingga prinsip keduapuluh sembilan.
Berikut ini ditampilkan perbandingan prinsip-prinsip inti
dalam Core Principles 2006 dengan Core Principles 2012:
Tabel 1. Perbandingan The Basel Core Principles Tahun 2006 dengan Tahun
2012
The Core Principles 2012 The Core Principles 2006
Supervisory Powers, Responsibilities and Functions
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
CP 1: Responsibilities, objectives
and powers
CP 1: Objectives, independence,
powers, transparency and
cooperation
CP 2: Independence, accountability,
resourcing and legal protection for
supervisors
CP 3: Cooperation and
collaboration
CP 4: Permissible activities CP 2: Permissible activities
CP 5: Licensing criteria CP 3: Licensing criteria
CP 6: Transfer of significant
ownership
CP 4: Transfer of significant
ownership
CP 7: Major acquisitions CP 5: Major acquisitions
CP 8: Supervisory approach CP 19: Supervisory approach
CP 9: Supervisory techniques and
tools
CP 20: Supervisory techniques
CP 10: Supervisory reporting CP 21: Supervisory reporting
CP 11: Corrective and sanctioning
powers of supervisors
CP 23: Corrective and remedial
powers of supervisors
CP 12: Consolidated supervision CP 24: Consolidated
supervision
CP 13: Home-host relationships CP 25: Home-host relationships
Prudential Regulations and Requirements
CP 14: Corporate governance
CP 15: Risk management process CP 7: Risk management process
CP 16: Capital adequacy CP 6: Capital adequacy
CP 17: Credit risk CP 8: Credit risk
CP 18: Problem assets, provisions
and reserves
CP 9: Problem assets,
provisions and reserves
CP 19: Concentration risk and large
exposure limits
CP 10: Large exposure limits
CP 20: Transactions with related
parties
CP 11: Exposures to related
parties
CP 21: Country and transfer risks CP 12: Country and transfer
risks
CP 22: Market risk CP 13: Market risk
CP 23: Interest rate risk in the
banking book
CP 16: Interest rate risk in the
banking book
CP 24: Liquidity risk CP 14: Liquidity risk
CP 25: Operational risk CP 15: Operational risk
CP 26: Internal control and audit CP 17: Internal control and
audit
CP 27: Financial reporting and
external audit CP 22: Accounting and
disclosure CP 28: Disclosure and transparency
CP 29: Abuse of financial services CP 18: Abuse of financial
services
Sumber: Bank for International Settlement, 2012: 36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
c. Best Practice Pengaturan the Basel Core Principles di Brazil
Pengadopsian the Basel Core Principle sebagai suatu prinsip
pengawasan perbankan yang berlaku secara internasional oleh bank
sentral suatu negara tidak hanya dilakukan oleh BI saja, akan tetapi di
Brazil, Banco Cental do Brasil (BCB) / Bank Central Brazil juga
mengakomodasi prinsip-prinsip tersebut sebagai acuan dalam
melakukan pengawasan perbankan. Pada pembahasan kali ini, penulis
akan membahas mengenai akomodasi the Basel Core Principles oleh
BCB, sama seperti di yang dilakukan oleh BI pengakomodasian oleh
BCB tersebut didasarkan pada tujuh prinsip kelompok utama the Basel
Core Principles, antara lain :
1) Prinsip Prakondisi Pengawasan Perbankan yang Efektif.
Sehubungan dengan akomodasi prinsip kelompok satu the
Basel Core Principles, BCB mengklasifikasikannya kedalam
enam bagian yaitu :
a) Tanggung jawab dan tujuan.
BCB memiliki tanggung jawab dan tujuan yang
didasarkan pada kewenangan-kewenangan yang diberikan
oleh berbagai macam peraturan, antara lain :
(1) Sebuah sistem terkait pengawasan perbankan yang
efektif akan memiliki tanggung jawab yang jelas dan
tujuan untuk setiap otoritas yang terlibat dalam
pengawasan bank. Sistem keuangan domestik (The
National Financial System/SFN) adalah struktur
peraturan yang ditetapkan oleh Undang-Undang
Nomor 4595 Tahun 1964 (UU Perbankan), yang
menetapkan BCB sebagai sistem pengawas perbankan
dan Dewan Moneter Nasional (CMN) dengan
tanggung jawab (antara lain tanggung jawab bank
sentral) untuk menjaga likuiditas dan solvabilitas
lembaga keuangan. CMN ini diberdayakan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
menetapkan aturan kehati-hatian (resolusi) yang
beranggotakan Menteri Keuangan (Ketua), Menteri
Anggaran dan Perencanaan dan Gubernur BCB. BCB
bertanggung jawab atas pengawasan bank komersial
(yaitu lembaga keuangan untuk memberikan pinjaman
komersial dan mampu menerima deposito), multiple
bank (yaitu lembaga keuangan yang menerima
deposito dan menawarkan pinjaman komersial dan
produk investasi dan selain menawarkan keuangan
portofolio seperti broker sekuritas), bank pertukaran,
bank pembangunan, bank investasi, bank
penyimpanan, serta kredit dan investasi pembiayaan
masyarakat. Semua lembaga tersebut dapat menerima
asuransi deposito, tetapi hanya bank komersial dan
multiple bank yang dapat menerima giro dan
pinjaman komersial. Perusahaan lain yang juga
diawasi oleh BCB yaitu broker dan perusahaan
pialang, serikat kredit, perusahaan leasing dan kredit
mikro perusahaan.
(2) Kewenangan BCB juga diberikan oleh Act 9613
dimana memberikan kewenangan BCB untuk
mengatur dan mengawasi sistem perbankan dalam
memerangi pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Act 6024 memberikan BCB kekuasaan pengadilan
untuk campur tangan dan melikuidasi lembaga
keuangan. Semua undang-undang dan peraturan
tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Federal
Brazil.
(3) BCB memiliki kerangka yang berkembang dengan
baik terkait permasalahan peraturan meliputi
persyaratan prudential untuk pasar, operasional, kredit
dan risiko likuiditas yang dibahas dalam resolusi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
3464, 3380, 3721, dan 2804. Aturan mengenai modal
tercakup dalam Resolusi 3444 dan 3490, serta resolusi
konkuren lainnya. Ada juga aturan mengenai kontrol
transparansi, keterbukaan, audit eksternal dan internal,
untuk beberapa nama. Seperti yang dibuktikan dalam
penelaahan terhadap PCA, BCB memiliki fleksibilitas
yang cukup untuk mengambil keputusan (didirikan
oleh CMN tersebut), surat edaran dan surat edaran
pada waktu yang tepat untuk memenuhi prinsip
kehati-hatian.
(4) UU Perbankan yang luas dan menyediakan kerangka
kerja untuk publikasi peraturan, termasuk untuk
menerapkan standar internasional tanpa memerlukan
tindakan legislatif. Ini kerangka fleksibel
memungkinkan pekerjaan BCB dengan SPC untuk
memastikan bahwa kehati-hatian aturan diperbarui
dan manajemen risiko saat ini.
(5) BCB juga mempunyai kewenangan mewajibkan Bank
untuk mempublikasikan laporan keuangan mereka di
surat kabar lokal. Selain itu, melalui laporan keuangan
stabilitas dan website-nya, BCB memberikan
informasi mengenai sistem keuangan
b) Kemandirian, akuntabilitas, dan transparansi. Kewenangan
masing-masing harus memiliki kemandirian operasional,
proses transparan, pemerintahan yang baik dan sumber
daya yang memadai, dan bertanggung jawab atas kinerja
fungsinya. Kerangka hukum yang memberikan kewenangan
kepada BCB tidak sepenuhnya melindungi kemerdekaan
BCB untuk melakukan kegiatan pengawasan sebagaimana
yangdimaksudkan dalam the Basel Core Principles.
Kurangnya perlindungan hukum untuk menjamin
independensi meliputi:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
(1) Dewan BCB ditunjuk oleh Presiden dan disetujui oleh
Senat dan tanpa jangka waktu tertentu dan dapat
dihapus "segera dan tanpa diskusi," Keputusan 91961
Tahun 1985 menyebutkan adanya pelaporan Gubernur
BCB secara langsung kepada Presiden.
(2) Ketentuan kehati-hatian, dalam bentuk resolusi,
dibentuk oleh CMN yang dipimpin oleh Menteri
Keuangan.
c) Sebuah kerangka hukum yang cocok untuk pengawasan
perbankan juga diperlukan, termasuk ketentuan yang
berkaitan dengan otorisasi perusahaan perbankan dan
pengawasan mereka terusmenerus. UU Perbankan
memberikan kekuatan untuk BCB dalam hal memberikan
dan mencabut izin perbankan. BCB juga menyetujui
perubahan dalam kontrol, merger, cabang membuka dan
asing. Peraturan kehati-hatian ditetapkan oleh CMN, tanpa
perlu mengubah undang-undang. Meskipun BCB adalah
anggota CMN, BCB tidak memiliki kekuatan untuk
memberlakukan peraturan secara mandiri. Namun, BCB
membuat peraturan dan menyediakan dukungan teknis.
BCB dapat mengeluarkan resolusi, surat edaran terhadap
detail dan pelaksanaan peraturan.
d) Sebuah kerangka hukum yang cocok untuk pengawasan
perbankan juga diperlukan, termasuk kekuatan untuk
mengatasi kepatuhan terhadap hukum:
(1) UU Perbankan memberikan kewenangan kepada BCB
untuk bertindak sebagai penegak hukum, dalam
rangka memastikan kepatuhan dengan persyaratan
kehati-hatian. Resolusi 4019 yang diadopsi pada
tahun 2011 membangun kapasitas dan berbagai alat
untuk mengontrol BCB dalam hal mengambil
tindakan korektif dan tindakan pencegahan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
melaksanakan Pilar 2. Masalah-masalah di mana BCB
dapat bertindak, diantaranya terkait permasalahan
modal untuk manajemen risiko yang tidak memadai,
kurangnya strategi pengendalian internal yang tidak
sesuai dengan profil risiko bank.
(2) UU Perbankan juga memberikan kewenangan kepada
BCB untuk melihat dokumen dan catatan dari
lembaga yang masuk dalam pengawasan BCB.
Penolakan untuk mematuhi dianggap sebagai
hambatan bagi pengawasan dan akan diberikan
sanksi.
(3) BCB memiliki kekuatan untuk mengadopsi langkah-
langkah preventif dan korektif ketika bank tidak
mengikuti peraturan atau menunjukan tanda-tanda
adanya kelemahan dalam operasionalnya. Langkah-
langkah yang dilakukan BCB tersebut mencakup
tindakan membatasi kegiatan bank, membantu bank
untuk mendapatkan tambahan modal, pembuatan
rencana untuk memperbaiki kekurangan dan situasi
kritis, intervensi, penghapusan manajemen, likuidasi
dan/atau denda. Di bawah Resolusi 4019 kewenangan
BCB diperluas di bidang kebijaksanaan pengawasan
dan penilaian dalam analisis risiko dan membutuhkan
tindakan korektif.
e) Sebuah kerangka hukum yang cocok untuk pengawasan
perbankan juga diperlukan, termasuk perlindungan hukum
bagi pengawas.
(1) Undang-Undang Federal 8112 Tahun 1990 mengatur
bahwa bagi pegawai BCB harus memikul tanggung
jawab dalam menghadapi kasus perdata, pidana dan
administrasi yang terjadi akibat penyalahgunaan
fungsi mereka. Kewajiban tersebut terjadi baik oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
tindakan atau kelalaian atau tindakan disengaja atau
melanggar hukum yang menyebabkan kerusakan ke
Kas atau kepada pihak ketiga dan karyawan memiliki
hak untuk diwakili oleh kantor kejaksaan federal
(Hukum 9028 1995).
(2) Ketika proses yang dilembagakan terhadap karyawan
tertentu dari BCB, Kantor Penasihat Umum membuat
penilaian mengenai apakah karyawan bertindak
dengan itikad baik dan dalam kekuasaan pengawasan
dan membuat rekomendasi selanjutnya kepada Dewan
Direksi. Dewan dapat memberikan wewenang kepada
karyawan yang harus dipertahankan oleh Kantor
Penasihat Umum, yang merupakan bagian dari Kantor
Kejaksaan Federal.
f) Pengaturan untuk berbagi informasi antara pengawas dan
melindungi kerahasiaan informasi
(1) Perjanjian yang dibuat oleh BCB dengan pihak
berwenang di Brazil antara lain :
(a) Complementary Pension Secretariat (SPC),
kemudian digantikan oleh National
Complementary Pension Superintendency
(PREVIC), yang ditandatangani pada bulan
Desember 2007, dalam rangka bertukar
informasi dan melakukan tindakan terkoordinasi
pengawasan.
(b) Securities and Exchange Commission (CVM)
yang dibuat sejak tahun 2002 dalam rangka
bertukar informasi dan berkomunikasi terkait
penyimpangan dan tindakan perbaikan yang
dilakukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
(c) Secretariat of the Federal Revenue of Brazil
(RFB): yang dibuat sejak tahun 2002 untuk
bertukar informasi.
(d) The Private Insurance Superintendence
(SUSEP) ditandatangani pada bulan Juli 2005,
untuk bertukar informasi untuk mengambil
tindakan pengawasan entitas terkoordinasi
dalam kelompok.
Pada tahun 2006, pemerintah Brasil menciptakan
Komite untuk pengaturan dan pengawasan lembaga
keuangan modal asuransi, dana pensiun, dan kapitalisasi
pasar (Coremec) untuk petukaran informasi, koordinasi dan
penguatan pengawas nasional dari sistem keuangan.
(2) Selain itu terdapat pula perjanjian formal dan informal
yang dibentuk antara BCB dan otoritas pengawas
asing untuk bertukar informasi tentang lembaga
keuangan Brasil berada di luar negeri dan lembaga
keuangan internasional yang terletak di Brazil.
(3) Pertukaran informasi dan penandatanganan MoU.
(4) BCB hanya menyediakan informasi yang dilindungi
oleh Undang-undang kerahasiaan bank dalam kasus
terdapat pengajuan permintaan tertentu dari Parlemen
(ditentukan oleh UU Pelengkap 105 tahun 2001).
Setiap permintaan yang tidak tercakup dalam Hukum
Pelengkap 105 ditolak.
3) Prinsip Perizinan dan Struktur.
Proses perizinan yang dilakukan oleh BCB didasarkan pada
the Basel Core Principles dimana melibatkan analisis mendalam
tentang rencana strategis, proyeksi modal, serta fit and proper tes.
Selain itu, sebagai salah satu bentuk pengawasan, dilakukan pula
monitoring pada tiga tahun pertama operasi bank baru untuk
menentukan kemampuannya mencapai proyeksi. Akan tetapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
terdapat pula kelemahan terkait pengawasan yang dilakukan oleh
BCB, dimana meskipun UU Perbankan mewajibkan bank untuk
memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari BCB untuk
berinvestasi di perusahaan apapun, Pasal 30 Hukum Perbankan
menyatakan bahwa lembaga kredit swasta, dengan pengecualian
dari lembaga investasi, dapat berpartisipasi di ibukota setiap
perusahaan hanya dengan persetujuan terlebih dahulu dari Bank
Sentral Brasil. Namun, Resolusi 2723 gagal untuk memasukkan
persyaratan ini. Akibatnya dalam prakteknya hal ini belum
dilakukan. Investasi, selain di mana kontrol dari lembaga keuangan
yang terlibat, tidak tunduk pada persetujuan BCB, tapi dibutuhkan
ex-post pemberitahuan
4) Prinsip Ketentuan Kehati-hatian dan Persyaratan.
Sehubungan dengan pengaturan mengenai ketentuan
kehatihatian dan persyaratan BCB telah membangun sebuah
kerangka hukum yang komprehensif dan proses pengawasan di
tempatkan untuk anti pencucian uang / memerangi terorisme
keuangan (AML/ CFT). BCB memonitor erat kepatuhan lembaga
yang berada dalam pengawasnnya melalui gabungan kegiatan
offsite dan onsite, termasuk ulasan horisontal oleh staf khusus
AML / CFT. Pekerjaan lapangan didukung oleh prosedur
pemeriksaan rinci dan termasuk dalam Sistem Penilaian Risiko dan
Pengendalian (SRC). Kemudian persyaratan untuk pengawasan
manajemen risiko dilakukan oleh BCB secara komprehensif,
termasuk asumsi konservatif, dan terkait dengan penentuan
kecukupan modal. Untuk tujuan pengawasan pengawasan, risiko
dibagi menjadi sebelas kategori risiko: risiko kredit, pasar,
likuiditas, perusahaan (tingkat) operasional, area bisnis
operasional, contagion, legalitas, reputasi, strategi, teknologi
informasi (TI) dan pencucian uang.
Pemantauan risiko merupakan kegiatan utama dan analisis
substantif setiap kelompok risiko dan proses manajemen masing-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
masing dilakukan. Kontrol diharapkan ada dan harus sepadan
dengan ukuran dan kompleksitas operasi masing-masing lembaga.
Kemudian akomodasi prinsip the Basel Core Principle dalam hal
peraturan prudential dan persyaratan terlihat pula pada tindakan
BCB yang mewajibkan Bank untuk menerapkan kontrol internal
yang memadai untuk kegiatan mereka dan harus patuh dengan
norma-norma hukum dan peraturan terkait. Supervisor dapat
mengarahkan kontrol tambahan jika risiko kekurangan manajemen
ditemukan, dan dapat menerapkan pembatasan operasional lebih
ketat ketika kekurangan tersebut tidak dikoreksi secara tepat waktu.
5) Prinsip Metode Pengawasan Perbankan yang sedang Berjalan.
Penerapan prinsip the Basel Core Principles ini oleh BCB
dapat dilihat pada bentuk pengawasan yang disesuaikan dengan
masing-masing lembaga berdasarkan profil risiko dan ukuran dan
kompleksitas kegiatannya. Proses pengawasan memanfaatkan
sistem informasi untuk meningkatkan efisiensi staf
pengawasannya. Sistem informasi menghasilkan analisis kuantitatif
yang signifikan, termasuk penggunaan kecerdasan buatan untuk
menghasilkan peringkat risiko kuantitatif bagi bank. Staf pengawas
berfokus pada penyediaan pantauan kualitatif berdasarkan analisis
rinci tata kelola perusahaan, manajemen risiko dan risiko
konglomerat, termasuk kemungkinan dampak pada konglomerat
dari afiliasi atau anak perusahaan nonbank.
6) Prinsip Akuntansi dan Persyaratan Informasi.
Sehubungan dengan prinsip ini, BCB mewajibkan Bank
untuk mematuhi prinsip akuntansi dan keterbukaan dalam the
Basel Core Principles dengan membuat standar peraturan
akuntansi dan menunjuk seorang direktur khusus bertanggung
jawab untuk mematuhi standar yang dibutuhkan, prinsip akuntansi
dasar, dan etika profesional dan aturan kerahasiaan perbankan.
Bank diwajibkan untuk menerbitkan laporan semester yang diaudit
sesuai dengan rencana akuntansi nasional lembaga sistem
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
keuangan (Cosif), dan setiap tahun sesuai dengan standar pelaporan
keuangan (IFRS) yang berlaku internasional. Semua bank public
yang wajib menunjuk Komite Audit yang menghasilkan laporan
tahunan IFRS. Selain itu semua lembaga keuangan harus menerima
audit eksternal sesuai dengan standar audit internasional
7) Prinsip Pengawas Bank.
Resolusi 4019 meningkatkan kemampuan BCB untuk
meminta koreksi awal terhadap permasalahan yang ada melalui
proses pengawasan dengan memungkinkan untuk melakukan
pengkoreksian berdasarkan pandangan hukum pada kecukupan
pengendalian internal, tata kelola perusahaan, dan tidak harus
menunggu sampai kondisi bank menunjukkan kuantitatif indikasi
kerusakan untuk dapat memerlukan tindakan korektif.
8) Prinsip Lintas Batas Perbankan.
BCB diberdayakan untuk mengawasi bank secara madiri
dan berbasis konsolidasi, termasuk semua kantor atau entitas dalam
kelompok, terlepas dari lokasi mereka atau struktur hukum.
Konsolidasi pengawasan terutama didasarkan pada informasi yang
dihimpun di tingkat bank induk untuk mengelola risiko dan kontrol
di seluruh grup. Bank induk tunduk pada pelaporan berkala wajib
rinci untuk BCB, yang juga mencakup manajemen risiko internal
global dan informasi mengenai pengendalian internal. Selain itu,
BCB juga melakukan koordinasi dan pertukaran informasi dengan
pengawas dalam negeri dan asing.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Kasus Bank Century sebagai bukti
lemahnya pengawasan perbankan
oleh Bank Indonesia
Lembaga Perbankan
Pengawasan Perbankan
Pengawasan Secara
Nasional
Pengawasan sesuai Standar
Internasional
Sebelum Terbentuknya
Lembaga Otoritas Jasa
Keuangan (OJK)
The Core Principles
for Effective Banking
Supervision
Penyempurnaan Pengawasan oleh
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan
pengaruh The Core Principles for
Effective Banking Supervision
Sesudah Terbentuknya
Lembaga Otoritas Jasa
Keuangan (OJK)
Pengawasan sebelum
terbentuknya Lembaga
Otoritas Jasa Keuangan
(OJK)
Terwujudnya Pengawasan Perbankan
yang efektif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Keterangan:
Alur sebagaimana pada kerangka pemikiran diatas akan menjadi
langkah-langkah bagi penulis guna menjawab perumusan masalah yang telah
dipaparkan dimuka. Pemaparan akan dimulai dari bahasan umum mengenai
pentingnya peran perbankan sebagai lembaga keuangan yang memiliki fungsi
yang penting dari sebuah pergerakan perekonomian suatu negara. Sirkulasi
keuangan suatu negara memiliki kaitan erat dengan perbankan dimana
perbakan sebagai penghimpun dan penyalur dana dari masyarakat guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta pembangunan negara. Peran
yang begitu penting memerlukan sebuah pengawasan sehingga tugas dan
fungsi perbankan tetap berjalan dalam koridor yang seharusnya dan tidak
menyimpang dari tujuan semula.
Pengawasan terhadap perbankan di Indonesia diatur oleh hukum
nasional dan hukum internasional. Sebelum di bentuknya Undang Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, pengawasan
perbankan diatur ooleh Bank Indonesia di samping tugas menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran. Pengawasan terhadap perbankan yang dilakukan oleh
Bank Indonesia pada dasarnya telah mengalami berbagai kendala yakni sebai
contoh terjadinya kasus Bank Century, dengan alasan tersebut maka
dibentuklah otoritas independen yang memiliki fungsi salah satunya yakni
mengawasi pergerakan kegiatan perbankan, yakni Otoritas Jasa Keuangan
berdasarkan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan.
Selain pengawasan perbankan yang ada di dalam koridor hukum
nasional juga terdapat standar-standar internasional yang dikeluarkan oleh
lembaga perbankan internasional yakni The Core Principles For Banking
Supervision yang dikeluarkan oleh The Basel Committe on Banking
Supervision. Dimana di dalam kesepakatan-kesepakatan yang terjadi salah
satunya bagaimana menciptakan perbankan yang sehat melalui konsep
pengawasan perbankan berstandard internasional. Oleh karena itu perlu di
berikan sebuah penulisan hukum yang berisikan bagaimanakah sistem
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
pengawasan perbankan sebelum dibentuknya lembaga Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) dan penyempurnaan dalam pengawasan perbankan pasca
pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam perspektif UU OJK dan
The Basel Core Principles for Banking Supervision.
top related