penyelidikan batubara di daerah karaupa, kabupaten morowali
Post on 12-Jan-2017
223 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH KARAUPA
KABUPATEN MOROWALI, PROVINSI SULAWESI TENGAH
Agus Subarnas dan Asep Suryana
Kelompok Penyelidikan Batubara, Pusat Sumber Daya Geologi
SARI
Daerah penyelidikan termasuk dalam wilayah Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi
Tengah, secara geografis terletak pada koordinat 121 30 00” – 121 45 00” BT dan 2 10
00” – 2 25’ 00” LS. Berdasarkan tatanan tektoniknya, daerah penyelidikan berada pada
Cekungan Tomori-Banggai Selatan. Secara umum daerah penyelidikan terisi oleh batuan
sedimen yang memiliki potensi hidrokarbon dan batubara. Formasi pembawa batubara adalah
Formasi Tomata yang berumur Miosen Atas - Pliosen. Pada Formasi Tomata umumnya
lapukan batuan sangat tinggi dan kemiringan lapisan umumnya landai sehingga sulit untuk
menemukan singkapan batuan yang baik untuk dilakukan pengukuran jurus dan kemiringan
lapisan. Lapisan batubara pada Formasi Tomata di dapatkan secara terbatas sebagai sisipan
pada lapisan batulempung berwarna abu-abu dan batulempung berwarna hitam. Tebal
batubara bervariasi antara 20 cm sampai 30 cm. Kalori batubara didaerah penyelidikan sangat
rendah antara 2933-3859 termasuk ke dalam klasifikasi Lignit. Nilai reflektan rata-rata adalah
0.33 % yang menunjukan bahwa batubara mempunyai tingkat kematangan yang masih
rendah. Hasil analisa abu menunjukan Slagging indeks di daerah penyelidikan adalah rendah
(0.11)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan Peraturan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor
18 Tahun 2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral, Pusat Sumber Daya
Geologi sebagai salah satu unit eselon II di
Badan Geologi, Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral mempunyai tugas
pokok dan fungsi menyelenggarakan
penelitian, penyelidikan dan pelayanan
bidang sumber daya geologi, diantaranya
adalah sumber daya batubara.
Sejalan dengan tupoksi di atas
maka Pusat Sumber Daya Geologi pada
tahun anggaran 2015 melakukan kegiatan
berupa Penyelidikan Batubara di daerah
morowali, Kabupaten Morowali, Provinsi
Sulawesi Tengah. Pemilihan daerah
tersebut dilakukan dalam rangka
menunjang program pemerintah untuk
pengembangan kawasan Indonesia Timur
khususnya daerah Sulawesi Tengah,
dimana dalam hal ini sektor pertambangan
dan energi khususnya batubara diharapkan
memberikan sumbangan yang penting,
untuk kemajuan dan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Sulawesi
Tengah.
Maksud dan Tujuan
Maksud kegiatan penyelidikan
pendahuluan batubara ini adalah untuk
mengungkap potensi dan wilayah
keprospekan sumberdaya batubara daerah
Karaupa dan sekitarnya di Kabupaten
Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah.
Tujuannya adalah untuk menge-
tahui informasi awal berupa data geologi
melalui kegiatan pemetaaan geologi
permukaan yang difokuskan pada formasi
pembawa batubara. Selain itu
pemercontoan batubara juga dilakukan
untuk kepentingan analisis laboratorium.
Berdasarkan kompilasi data geologi dan
analisis laboratorium, diharapkan dapat
diketahui potensi dan sumber daya
batubara di daerah Kabupaten Morowali,
Provinsi Sulawesi Tengah.
Hasil kompilasi data tersebut
dituangkan dalam sebuah laporan yang
diharapkan dapat bermanfaat untuk
kepentingan Pusat Sumber Daya Geologi,
pemerintah daerah serta pihak-pihak yang
terkait.
Lokasi Penyelidikan
Kegiatan penyelidikan batubara
terletak di daerah Karaupa dan sekitarnya
dimana daerah ini termasuk dalam
wilayah administrasi Kabupaten
Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah.
Secara geografis daerah
penyelidikan dibatasi oleh koordinat 121
30 00” – 121 45 00” BT dan 2 10 00”
– 2 25’ 00” LS. (Gambar 1).
Daerah penyelidikan dapat
dijangkau dari Kota Palu dengan
kendaraan roda 4 dengan waktu tempuh
sekitar 8 jam. Pelaksanaan kegiatan
lapangan berlangsung selama 25 hari
mulai tanggal 24 Maret-17 April 2015
Keadaan lingkungan
Kabupaten Morowali adalah salah
satu kabupaten yang terdapat di provinsi
Tenggara dan beribukota di Bungku. Relief
atau Keadaan permukaan wilayah
Kabupaten Morowali terdiri dari lembah,
gunung bukit, pegunungan serta laut yang
memanjang dari utara ke selatan. Diantara
lembah, bukit dan pegunungan tersebut
terdapat lahan yang merupakan kawasan
yang sangat potensial untuk
pengembangan sektor pertanian, per-
kebunan dan perikanan (Gambar 2).
Daerah penyelidikan mempunyai
ketinggian antara 1050 m sampai <100 m,
tapi umumnya antara 250 – 800 m dari
permukaan laut.
Daerah pedataran yang jauh dari
pinggir laut kondisi batuannya lebih
didominasi oleh batuan hasil pelapukan
dan aktivitas sungai maupun hasil erosi dan
longsoran yang berasal dari hulu sungai
(fluvial). Daerah pinggir pantai sebagian
daerahnya relatif datar yang tertutupi oleh
aluvial dan fluvial, tetapi sebagian relatif
terjal dan curam dimana tertutupi oleh
litologi ultrabasa.
Berdasarkan data curah hujan di
stasiun Metereologi Toili dan Luwuk,
musim hujan berlangsung dari bulan Maret
hingga Agustus sedangkan musim panas
dari bulan September hingga Pebruari.
Saat musim hujan, curah hujan berkisar
dari 260 – 1320 mm, sedangkan pada
musim kemarau curah hujan berkisar dari
40 – 230 mm dengan suhu rata-rata 24oC –
31oC.
Komoditi unggulan Kabupaten
Morowali yaitu sektor perkebunan,
pertanian dan jasa, sedangkan dari sektor
pertambangan adalah Kromit dan Nikel.
Penyelidik Terdahulu
Beberapa penelitian yang pernah
dilakukan oleh penyelidik terdahulu
diantaranya dilakukan oleh Sukamto, 1975
yang membagi Pulau Sulawesi dan
sekitarnya menjadi 3 Mandala Geologi
yaitu : Mandala Geologi Sulawesi Barat,
Mandala Geologi Sulawesi Timur, Mandala
Geologi Banggai Sula.
Daerah penyelidikan merupakan
sebagian dari daerah yang telah dipetakan
oleh T.O. Simanjuntak, E. Rusmana, J.B.
Supandjono, A. Koswara, 1993, yaitu Peta
Geologi Lembar Bungku, Sulawesi dan
diterbitkan oleh P3G Bandung yang banyak
dipakai sebagai acuan geologi secara
regional dalam berbagai penyelidikan
selanjutnya. Berdasarkan cekungannya,
daerah yang akan diselidiki masuk ke
dalam Cekungan Kendari (Badan Geologi,
2009).
GEOLOGI
Geologi Regional
Kondisi Geologi Pulau Sulawesi
secara umum terletak pada pertemuan 3
Lempeng besar yaitu Eurasia, Pasifik dan
Indo Australia serta sejumlah lempeng
lebih kecil (Lempeng Filipina) yang
menyebabkan kondisi tektoniknya sangat
kompleks.
Kompleksitas ini disebabkan oleh
konvergensi antara tiga lempeng litosfer
yaitu lempeng Australia yang bergerak ke
utara, lempeng Pasifik ke arah barat-
bergerak, dan lempeng Eurasia selatan-
tenggara-bergerak.
Berdasarkan keadaan litotektonik
Pulau Sulawesi dibagi 4 yaitu :
1. Mandala barat (West & North Sulawesi
Volcano-Plutonic Arc) sebagai jalur
magmatik (Cenozoic Volcanics and
Plutonic Rocks) yang merupakan bagian
ujung timur Paparan Sunda, dicirikan
oleh adanya jalur gunung api Paleogen
Intrusi Neogen dan sedimen
Mesozoikum.
2. Mandala tengah (Central Sulawesi
Metamorphic Belt) berupa batuan
malihan yang ditumpangi batuan
bancuh sebagai bagian dari blok
Australia.
3. Mandala timur (East Sulawesi Ophiolite
Belt) berupa ofiolit yang merupakan
segmen dari kerak samudera
berimbrikasi dan batuan sedimen
berumur Trias-Miosen, dicirikan oleh
batuan Ofiolit yang berupa batuan
ultramafik peridotite, harzburgit, dunit,
piroksenit dan serpentinit yang
diperkirakan berumur kapur.
4. Banggai–Sula and Tukang Besi
Continental fragments kepulauan paling
timur Banggai-Sula dan Buton
merupakan pecahan benua yang
berpindah ke arah barat karena strike-
slip faults dari New Guinea, dicirikan
oleh batuan dasar berupa batuan
metamorf Permo-Karbon, batuan
batuan plutonik yang bersifat granitis
berumur Trias dan batuan sedimen
Mesozoikum (Hamilton, 1979 dan
Simanjuntak, 1991).
Berdasarkan tatanan tektoniknya,
daerah penyelidikan berada pada
Cekungan Tomori-Banggai Selatan.
Secara umum daerah penyelidikan terisi
oleh batuan sedimen yang memiliki potensi
hidrokarbon dan batubara.
Stratigrafi Regional
Stratigrafi regional daerah
penyelidikan merujuk pada peta geologi
Lembar Bungku, Sulawesi berskala
1:250.000 (Simanjuntak, dkk., 1993).
Stratigrafi regional daerah Morowali dapat
dikelompokkan dari yang tertua sampai ke
muda sebagai berikut:
Batuan tertua daerah penyelidikan
adalah Formasi Tokala (Trj) berumur Trias
– Jura (sampai pertengahan Jura), terdiri
dari perselingan batugamping klastika,
batupasir sela, serpih, napal, dan lempung
pasiran dengan sisipan argilit, kemudian
diatasnya diendapkan Formasi Nanaka
berumur Jura, batuannya terdiri atas
konglomerat, batupasir mikaan, serpih dan
lensa batubara.
Pada umur antara Jura bagian
Atas-Pertengahan Kapur diendapkan
Formasi Masiku (Jkm), Formasi Masiku ini
terdiri dari batusabak, serpih, filit, batupasir
dan batugamping.
Pada jaman Kapur diendapkan
batuan sedimen dan batuan beku
pembentuk Komplek Ultramafik (Ku) dan
Formasi Matano (Km). Komplek ultramafik
terdiri dari Harzburgit, iherzolit, wehrlit,
websterit, serpentinit, dunit, diabas dan
gabbro. Sedangkan Formasi Matano (Km)
terdiri dari kalsilutit, napal, dan serpih
dengan sisipan rijang radiolarian.
Kemudian pada masa Mio – Plio
diendapkan batuan sedimen yaitu Formasi
Tomata (Tmpt), Formasi Tomata ini terdiri
dari perselingan antara batupasir,
konglomerat, batulempung dan tuf dengan
sisipan lignit. Pada masa Holosen
diendapkanlah Aluvium (Qa) yang terdiri
dari lumpur, lempung, pasir, kerikil dan
kerakal.
Struktur Geologi Regional
Mengacu pada peta geologi lembar
Bungku Simanjuntak dkk. (1993), terlihat
bahwa struktur yang berkembang di daerah
penyelidikan adalah sesar naik yang
berarah Baratdaya – Timurlaut, begitupun
dengan kelurusan punggungan hampir
seluruhnya mengarah ke Baratdaya –
Timurlaut.
Geologi Endapan Batubara
Secara geologi, daerah penye-
lidikan merupakan bagian dari Peta
Geologi Lembar Bungku (Simanjuntak,
dkk., 1993). Berdasarkan peta tersebut,
indikasi batubara terdapat pada Formasi
Tomata (Tmpt), pada formasi ini
disebutkan bahwa terdapat lignit sebagai
sisipan pada batulempung.
KEGIATAN PENYELIDIKAN
Kegiatan penyelidikan yang
dilakukan dikategorikan menjadi dua yaitu
pekerjaan non lapangan dan pekerjaan
lapangan. Pekerjaan non lapangan antara
lain terdiri dari pengumpulan data
sekunder, analisis laboratorium dan
pengolahan data. Sedangkan pekerjaan
lapangan yaitu eksplorasi langsung di
lapangan dimana kegiatan yang dilakukan
diantaranya pemetaan geologi endapan
batubara.
Pekerjaan non lapangan
Pekerjaan non lapangan dilakukan
sebelum kegiatan lapangan dimulai.
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini
diantaranya adalah :
- Studi literatur (data sekunder)
mengenai daerah yang dituju.
- Evaluasi data sekunder
- Membuat rencana kerja lapangan
- Persiapan peta dan peralatan survei.
Pekerjaan lapangan
Pekerjaan lapangan dilakukan
untuk memperoleh data primer yang
merupakan hasil pemetaan geologi
batubara. Kegiatan yang dilakukan dalam
pekerjaan lapangan diantaranya:
- Mencari lokasi singkapan-singkapan
batubara berdasarkan informasi yang
pernah didapatkan, kemudian
mengembangkan informasi tersebut
berdasarkan temuan yang didapatkan
dilapangan.
- Mengukur kududukan dan tebal
lapisan kemudian dilakukan pemerian
terhadap singkapan tersebut, dan
diplotkan pada peta dasar/peta
topografi skala 1 : 50.000.
- Pengamatan pada formasi lainnya
yang diduga sebagai formasi
pembawa endapan batubara.
- Membuat penampang terukur pada
formasi-formasi yang dianggap
penting.
- Dokumentasi singkapan seperlunya.
- Pengambilan conto batubara untuk
keperluan analisis labolatorium.
Analisis Laboratorium
Analisis laboratorium yang
dilakukan antara lain :
- Analisis kimia batubara yang meliputi
analisis proksimat, ultimat dan analisa
abu
- Analisis petrografi organik batubara
Analisis Kimia Batubara
Analisis kimia yang dilakukan
meliputi analisis proksimat dan ultimat,
diantaranya untuk mengetahui kandungan
air, zat terbang, karbon tertambat, sulfur
total, berat jenis batubara, kalori serta
kandungan abu. Analisis abu sangat
penting pada penggunaan energi batubara
dalam industri, diantaranya untuk
mengetahui kemungkinan terjadinya
pengerakan dalam dinding alat (Furnace).
Besar kecilnya pengerakan (Slagging)
dapat dihitung berdasarkan perhitungan
rasio asam-basa. Untuk menghitung
Slagging Index diperlukan data kandungan
sulfur. Rumus untuk mencari slagging
index adalah :
Analisis Petrografi Organik
Analisis petrografi organik terdiri
dari dua analisis pokok yaitu analisa
reflektansi vitrinit yang berguna untuk
mengetahui rank batubara/derajat
pembusukan dan analisis komposisi
maseral yang bertujuan untuk mengetahui
maseral pembentuk batubara sekaligus
mengetahui kandungan pengotor atau
mineral matter secara mikroskopis.
HASIL PENYELIDIKAN
Geologi Daerah Penyelidikan
Morfologi Daerah Penyelidikan
Topografi daerah penyelidikan
berada pada ketinggian 50–700 m dpl.
Daerah terendah berada di sepanjang garis
pantai barat sedangkan daerah tertinggi
berada di bagian timurlaut daerah
penyelidikan.
Morfologi daerah penyelidikan
terdiri atas 3 satuan morfologi yaitu satuan
pegunungan berelief terjal, satuan
morfologi pegunungan berelief sedang
sampai landai dan satuan morfologi
dataran rendah.
Morfologi dataran tinggi terdapat
sekitar 60 % yang merupakan daerah
pegunungan dan berlereng-lereng, pada
umumnya menempati daerah timurlaut
daerah penyelidikan sedangkan morfologi
pegunungan berelief sedang sampai landai
menempati hampir 25 % menyebar hampir
di sebagian besar daerah penyelidikan.
Satuan morfologi dataran rendah terdiri
atas dataran rendah dan aluvium, terutama
menempati bagian barat daerah
penyelidikan.
Di daerah penyelidikan tidak
dijumpai adanya aliran sungai yang besar,
pola aliran yang berkembang di daerah
penyelidikan pada umumnya berupa aliran
sungai Paralel-Sub Paralel, pola aliran
sungai ini lebih dikontrol oleh kondisi litologi
dan pengaruh struktur geologi yang terjadi.
Stadium erosi sungai dapat
diklasifikasikan sebagai perpaduan antara
stadium muda dan stadium dewasa,
dimana pada umumnya pada tahap
stadium dewasa sungai tersebut sudah
berada sekitar 3-5 km dari garis pantai.
Stratigrafi Daerah Penyelidikan
Stratigrafi regional daerah
penyelidikan merujuk pada peta geologi
Lembar Bungku (Simanjuntak, dkk., 1993)
berskala 1:250.000. Berikut urutan batuan
di daerah penyelidikan dari batuan tertua
hingga batuan termuda:
Batuan tertua daerah penyelidikan
adalah Formasi Tokala (Trj) berumur Trias
– Jura (sampai pertengahan Jura), terdiri
dari perselingan batugamping klastika,
batupasir sela, serpih, napal, dan lempung
pasiran dengan sisipan argilit, kemudian
pada umur antara Jura bagian Atas-
Pertengahan Kapur diendapkan Formasi
Masiku (Jkm), Formasi Masiku ini terdiri
dari batusabak, serpih, filit, batupasir dan
batugamping.
Pada jaman Kapur diendapkan
batuan sedimen dan batuan beku, yaitu
Komplek Ultramafik (Ku) dan Formasi
Matano (Km). Komplek ultramafik terdiri
dari Harzburgit, serpentinit, dunit, diabas
dan gabbro sedangkan Formasi Matano
(Km) terdiri dari kalsilutit, napal, dan serpih
dengan sisipan rijang radiolarian.
Kemudian pada masa Mio – Plio
diendapkan batuan sedimen yaitu Formasi
Tomata (Tmpt), Formasi Tomata ini terdiri
dari perselingan antara batupasir,
konglomerat, batulempung dan tuf dengan
sisipan lignit. Pada masa Holosen
diendapkanlah Aluvium (Qa) yang terdiri
dari lumpur, lempung, pasir, kerikil dan
kerakal.
Struktur Geologi Daerah Penyelidikan
Mekanisme terbentuknya sesar-
sesar di daerah penyelidikan dan
Slagging Index = Rasio Asam-Basa x Kandungan Sulfur.
umumnya di Sulawesi dipicu oleh
gabungan antara mikrokontinen Benua
Australia dan mikro-kontinen Sunda yang
terjadi sejak Miosen. Pergerakan dari
pecahan lempeng Benua Australia tersebut
relatif ke arah barat. Adanya sesar utama
seperti sesar Palu-Koro dan Sesar
Walanae juga memberikan peranan dalam
pembentukan sesar-sesar kecil di
sekitarnya. Data dan hasil analisis struktur
geologi, seperti pola kelurusan dan arah
pergerakan relatif sesar, mengindikasikan
bahwa deformasi di daerah penyelidikan
dipengaruhi oleh aktivitas Sesar Mendatar
Palu-Koro dan terusan Sesar Mendatar
Walanae.
Pada skala yang lebih besar yaitu di
daerah penyelidikan, pola kelurusan sesar
umumnya berarah Utara Baratdaya –
Selatan Tenggara dimana pada beberapa
tempat sesar sesar tersebut terpotong oleh
sesar berarah Timurlaut – Baratdaya.
Sesar yang terjadi tersebut
diperkirakan berumur Plio-Plistosen yang
mengakibatkan hampir semua formasi
yang ada mengalami pensesaran.
Pembahasan Hasil Penyelidikan
Data Lapangan dan Interpretasi
Hampir 50% daerah penyelidikan
didominasi oleh batulempung, batupasir
dan konglomerat dari Formasi Tomata
(Miosen Atas - Pliosen).
Tingkat pelapukan batuan pada
Formasi Tomata umumnya sangat tinggi
dan kemiringan lapisan umumnya landai
sehingga sulit untuk menemukan
singkapan batuan yang baik untuk
dilakukan pengukuran jurus dan
kemiringan lapisan. Pada umumnya bagian
bawah dari Formasi Tomata di daerah
penyelidikan merupakan lapisan
konglomerat. Lapisan batubara pada
Formasi Tomata di dapatkan secara
terbatas sebagai sisipan pada lapisan
batulempung berwarna abu-abu dan
batulempung berwarna hitam. Tebal
batubara bervariasi antara 20 cm sampai
30 cm.
Sebaran Batubara di daerah
Penyelidikan
Selama penyelidikan berlangsung
hanya ditemukan 3 singkapan batubara
yaitu MW-03, MW-07 dan MW-08. Data
singkapan batubara tersebut dapat dilihat
pada tabel 3 dibawah ini :
Interpretasi Lapisan Batubara
Rekonstruksi sebaran batubara
daerah penyelidikan dilakukan ber-
dasarkan data singkapan. Diperkirakan
terdapat 3 lapisan batubara (Lapisan a, b
dan c) dengan arah sebaran relatif Utara-
Selatan.
Lapisan a
Singkapan MW-03 mewakili
Lapisan a, dimana dari singkapan ini
diinterpretasikan lapisan menyebar secara
lateral dengan arah Utara-Selatan.
Panjang lapisan ke arah lateral yang
diyakini kontinuitasnya sejauh 500 m dari
singkapan ke bagian kiri dan 500 m kearah
kanan. Total panjang lapisan a kearah jurus
yang dihitung sumber dayanya adalah
1.000 m dengan kemiringan lapisan ke
arah Barat sebesar 10○, sedangkan tebal
lapisan yang diketahui 0,25 m.
Lapisan b
Lapisan b diinterpretasikan ber-
dasarkan singkapan MW-07, lapisan ini
menyebar kearah lateral dengan arah
Utara-Selatan. Panjang lapisan ke arah
lateral yang diyakini kontinuitasnya sejauh
1.000 m dengan kemiringan lapisan 10○
relatif ke arah Barat. Lapisan b merupakan
sisipan tipis batubara dengan tebal 0,20 m
dalam lapisan batulempung berwarna abu
abu tua.
Lapisan c
Singkapan MW-08 mewakili lapisan
c, dimana dari singkapan ini diinterpre-
tasikan sebagai lapisan yang menyebar
secara lateral dengan arah Utara-Selatan.
Panjang lapisan ke arah lateral yang
diyakini kontinuitasnya sejauh 500 m dari
singkapan ke bagian kiri dan 500 m kearah
kanan. Total panjang lapisan kearah jurus
yang dihitung sumber dayanya adalah
1.000 m dengan kemiringan lapisan 12○ ke
arah Timurtlaut, sedangkan tebal lapisan
yang diketahui hanya 0,20 m.
Kualitas Batubara di daerah
Penyelidikan.
Analisis kimia dan petrografi
organik batubara dilakukan dalam upaya
mengetahui kandungan penyusun
batubara dan kualitasnya.
Analisis kimia dilakukan terhadap
conto batubara meliputi analisis proksimat
dan ultimat, diantaranya untuk mengetahui
kandungan air, zat terbang, karbon
tertambat, sulfur total, berat jenis batubara,
kalori serta kandungan abu. Sedangkan
pengamatan petrografi organik batubara
dilakukan untuk mengetahui komposisi
maseral dan tingkat kematangan batubara.
Semua pengujian laboratorium ini
dilakukan di Laboratorium kimia dan fisika
mineral Pusat Sumber Daya Geologi
Bandung.
Keseluruhan data yang didapat baik
dari hasil kegiatan lapangan maupun dari
hasil analisis laboratorium selanjutnya
diolah dan dituangkan dalam satu bentuk
laporan akhir.
Megaskopis
Lapisan batubara pada Formasi
Tomata di daerah penyelidikan hadir
secara terbatas sebagai sisipan pada
lapisan batulempung berwarna abu-abu
dan batulempung berwarna hitam. Tebal
batubara bervariasi antara 20 cm sampai
30 cm.
Secara megaskopis kenampakan
batubara pada Formasi Tomata di daerah
penyelidikan, berwarna coklat kehitaman,
kusam, berlapis- menyerpih, belahan
memanjang, mengotori tangan, dan masih
terlihat struktur daun.
Hasil Analisis Laboratorium
Hasil analisis kimia batubara yang
dilakukan di Laboratorium Pusat Sumber
Daya Geologi dengan memakai Standard
Metode ASTM disarikan pada tabel 4, 5
dan 6 dibawah ini.
Interpretasi Hasil Analisis Laboratorium
Analisis Proximate dan Ultimate
Hasil analisis 3 conto batubara
menunjukan bahwa pada umumnya
batubara di daerah penyelidikan tidak
memperlihatkan perbedaan kualitas yang
mencolok. Kalori batubara berkisar antara
2933-3859 kal/gram adb atau rata-rata
sekitar 3427,33 kal/gram adb, kecuali pada
conto MW-07 dimana conto yang dianalisa
kemungkinan tercampur dengan pengotor,
karena conto batubara yang dihasilkan
hancur dan tercampur dengan pengotor
tersebut sehingga mengakibatkan mening-
katnya kadar abu, yakni mencapai 41,96 %
adb; selain itu kandungan Karbon
Tertambat relatif paling kecil yaitu sekitar
19,73 % adb.
Kandungan air pada umumnya
cukup rendah antara 8,34-9,64 % adb,
kandungan zat terbang pada umumnya
juga relatif rendah antara 8,34-9,64 % adb.
Kandungan sulfur pada umumnya lebih
kecil dari 1% atau berkisar antara 0,43-0,57
% adb. Kandungan sulfur terbesar adalah
pada MW-08 yaitu 0,57 % adb.
Nilai HGI menunjukan angka yang
bervariasi antara 39,23-48,21 dengan nilai
HGI tertinggi ditunjukan oleh conto MW-07
yakni 48,21.
Hasil analisis ultimat menunjukan
bahwa kandungan unsur C, H, N dan O dari
masing-masing conto pada umumnya tidak
jauh berbeda.
Petrografi Organik
Analisis petrografi organik terdiri
dari dua yaitu analisa reflektansi vitrinit
yang berguna untuk mengetahui rank
batubara/derajat kematangan dan analisis
komposisi maseral yang bertujuan untuk
mengetahui maseral pembentuk batubara
sekaligus mengetahui kandungan pengotor
atau mineral matter secara mikroskopis.
Analisis petrografi organik
dilakukan terhadap 3 conto batubara
menunjukan bahwa nilai vitrinit reflektan
rata-rata adalah 0.33 %. Hal ini
menunjukan bahwa batubara di daerah
penyelidikan mempunyai tingkat
kematangan yang masih rendah
(immature).
Hasil analisis maseral menunjukan
bahwa batubara di daerah Karaupa
didominasi oleh kandungan Vitrinit yang
tinggi yakni 85%. Maseral Liptinit rata-rata
antara 0,7% - 2,4%, sedangkan inertinit
antara 0,6% - 1,6%. Mineral matter
menunjukan kandungan mineral lempung
7,3% - 14,5%, oksida besi 0,8% - 1,1 % dan
pyrit antara 0,2% - 1,6%.
Analisis Abu
Analisis abu sangat diperlukan
untuk menghitung Rasio-Asam basa
sebagai dasar untuk menentukan besar
kecilnya Slagging dan Fouling pada
batubara. Rasio asam-basa dihitung
berdasarkan ∑unsur alkali berbanding
dengan ∑ asam.
Berdasarkan data analisa abu
diatas maka angka Rasio alkali dalam abu
pada conto batubara di daerah
penyelidikan adalah 0,22 sedangkan
Slagging indeks dihitung berdasarkan nilai
rasio asam basa dikalikan dengan
kandungan sulfur adalah sebesar 0,11.
Slagging Indeks
Karakteristik slagging ditentukan
berdasarkan perhitungan rasio unsur alkali
terhadap unsur asam, dengan kadar sulfur.
Slagging indeks sangat penting
pada penggunaan energi batubara dalam
industri diantaranya untuk mengetahui
kemungkinan terjadinya pengerakan dalam
dinding alat (Furnace). Besar kecilnya
pengerakan (Slagging) dapat dihitung
berdasarkan perhitungan rasio asam-basa.
Berdasarkan pada ″Coal quality
parameters and their influence in coal
utilisation″ (Shell International Petroleum
Co. Ltd, 1975) disebutkan bahwa batasan
nilai rasio asam-basa berkisar antara 0,10-
1,00, adapun nilai rasio asam-basa di
daerah penyelidikan adalah 0,22 Apabila
nilai tersebut lebih tinggi dari 1.00 maka
pengerakannya dianggap tinggi sekali
sehingga tidak perlu dihitung ″Slagging
Indexnya″.
Hasil perhitungan slagging index
batubara di daerah Karaupa adalah 0,11
atau berada di bawah ambang batas Low
Slagging, dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Slagging indeks di
daerah penyelidikan adalah rendah.
Fouling
Fouling adalah fenomena
menempel dan menumpuknya abu pada
dinding penghantar panas (super heater
maupun re-heater) yang dipasang di
lingkungan dimana suhu gas pada bagian
belakang furnace lebih rendah
dibandingkan suhu melunak abu (ash
softening temperature). Unsur yang paling
berpengaruh pada penempelan abu ini
adalah material basa terutama Na, yang
dalam hal ini adalah kadar Na2O.
Bila kadar abu batubara banyak,
kemudian unsur basa dalam abu juga
banyak, ditambah kadar Na2O yang tinggi,
maka fouling akan mudah terjadi.
Evaluasi karakteristik fouling sama
dengan untuk slagging, yaitu dinilai
berdasarkan rasio unsur basa dan asam,
serta kadar Na2O di dalam abu. Jika nilai –
nilai tadi tinggi, maka secara umum
kecenderungan fouling juga meningkat.
Sumber Daya Batubara
Dasar perhitungan sumber daya
batubara adalah penyebaran ke arah
lateral yang didapatkan dari korelasi
beberapa singkapan yang diamati dengan
beberapa pembatasan sebagai berikut :
a. Penyebaran ke arah jurus (Panjang)
satu lapisan adalah panjang lapisan yang
dihitung berdasarkan singkapan yang
dapat dikorelasikan dan dibatasi sejauh
500 m dari singkapan terakhir.
b. Penyebaran ke arah kemiringan (Lebar)
lapisan adalah lebar lapisan yang
dibatasi sampai kedalaman 50 m dihitung
tegaklurus dari permukaan singkapan,
sehingga lebar singkapan adalah :
L = 100/ sin , dimana
adalah sudut kemiringan lapisan
c. Tebal adalah tebal rata-rata lapisan
Batubara yang termasuk dalam lapisan
tersebut.
d. Sumberdaya Batubara dalam tiap
lapisan dapat dihitung dengan rumus:
Prospek Pemanfaatan Batubara
Hasil pemetaan geologi batubara
menunjukkan bahwa ketebalan singkapan
batubara yang dijumpai hanya berkisar
antara 20 sampai 30 cm. Singkapan
batubara juga sulit dijumpai di daerah
penyelidikan, sehingga diperkirakan
penyebaran batubara tidak menerus.
Selain itu, ditinjau dari kualitanya, batubara
di daerah penyelidikan termasuk dalam
kelas Lignit, sehingga dapat disimpulkan
bahwa batubara di daerah tersebut tidak
mempunyai prospek lebih jauh untuk
dikembangkan.
KESIMPULAN
1. Formasi pembawa batubara di daerah
penyelidikan yaitu Formasi Tomata.
2. Sumber daya hipotetik batubara
daerah penyelidikan diperkirakan
sebesar 524.060,0 Ton.
3. Hasil analisis kimia dan petrografi
organik menunjukkan bahwa atubara di
daerah penyelidikan dikategorikan
sebagai Lignit.
4. Mengingat terbatasnya sebaran
lapisan batubara dan rendahnya
kualitas batubara (lignit) maka batubara
di daerah penyelidikan tidak mempunyai
prospek yang bagus untuk
dikembangkan lebih jauh.
DAFTAR PUSTAKA
Subarnas A., 2000. Laporan Survei Tinjau Batubara Permian di daerah Timika, Kabupaten
Mimika, Provinsi Irian Jaya. Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
Amstrong F. Sompotan, 2012. Stuktur Geologi Sulawesi. Perpustakaan Sains Kebumian
Institut Teknologi Bandung
Badan Geologi, 2009. Peta Cekungan Sedimen Indonesia Berdasarkan Data Gaya Berat dan
Geologi. Skala 1:5.000.000, Bandung
Koesoemadinata, R.P., 1989, Geologi Minyak dan Gas Bumi. Institut Teknologi Bandung.
Simanjuntak, T.O., Rusmana, E., Supandjono, J.B., dan Koswara, A., 1993. Peta Geologi
Lembar Bungku, Sulawesi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Vincelette, R.R., 1973. Reef exploration in Irian Jaya, Indonesia. Indon. Petroleum Assoc. 2nd
Ann. Conv. Proc., p. 234-278.
Surono, 2009. Geologi lengan Tenggara Sulawesi. Badan Geologi Kementerian Energi dan
Sumberdaya Mineral.
Sumberdaya = { [Panjang (m) x Lebar (m) x Tebal (m)] x Berat jenis (gr/ton) }
Berat Jenis adalah berat jenis rata-rata
Gambar 1. Lokasi Kegiatan Penyelidikan
Gambar 2. Peta Tataguna lahan daerah Morowali
(Sumber : Dinas Kehutanan Kab Morowali)
Lokasi rencana penyelidikan
Gambar 1. Peta indeks rencana kegiatan penyelidikan
DAERAH PENELITIAN
Daerah Karaupa,
Kab Morowali
1213000” – 1214500” BT
dan 21000” – 225’00” LS
Gambar 3. Cekungan Tomori-Banggai, Pulau Sulawesi Selatan (Badan Geologi, 2009)
Gambar 4. Tatanan Tektonik Regional (Sukamto, 1990)
BATUI
Lokasi Rencana Penyelidikan
Cekungan Tomori Banggai Selatan
Trjt
Jn
Km Ku
Jkm
Trias
Jura
Kapur
Paleosen
Eosen
Oligosen
Mio
se
n
Atas
Tengah
Awal
Paleosen
Tems
Tmpt
Qa
Plistosen
Holosen
Ters
ier
Kuart
er
Umur Formasi Litologi
Formasi Tomata
Aluvium
Formasi Salodik
Formasi
MatanoKelompok
Ultramafic
Formasi
Masiku
Formasi
Tokala
Formasi
Nanaka
Lumpur, lempung, pasir, kerikil, kerakal
Perselingan antara Kongl, btpsr, blp,
serpih, dg sisipan Lignit
Perselingan antara Kongl, btpsr, blp,
serpih, dg sisipan Lignit
Perselingan Btgamping klastika, bps sela,
serpih, napal, lpg pasiran
Konglomerat,
bps mikaan,
serpih, lensa batubara
Bt sabak, serpih,
filit,bps, btgpg
Kalsilutit, napal,
serpih, sisipan rijang
radiolariaan
Hazburgit, wehrlit,
websterit, serpentinit,
dunit, diabas dan gabbro
Gambar 5. Stratigrafi Regional, Sulawesi Tengah (Simanjuntak dkk, 1993)
.
Gambar 6. Geologi Daerah Penyelidikan Gambar 7. Satuan Morfologi Daerah (Sumber : Geologi Lb- Bungku, T.O. Simanjuntak dkk, P3G 1993) Penyelidikan
dddddd
GEOLOGI
CEK TOMORI –BANGGAI
SELATAN
Morfologi Perbukitan terjal
Morfologi Perbukitan sedang-landai
Morfologi Dataran Rendah dan Aluvium
PT
PSL
DRA
PT
PSL
DRA
Gambar 8. Stratigrafi Daerah Karaupa (modifikasi dari Simanjuntak dkk, 1993)
Gambar 9. Peta Geologi dan Sebaran Batubara Daerah Karaupa dan Sekitarnya,
Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah
Tabel 3. Data Singkapan Batubara
Tabel 4. Hasil Analisis Kimia Batubara Daerah Penyelidikan
Tabel 3. Data Singkapan Batubara
No Lokasi
Koordinat Strike/
dip
Tebal
(m) Keterangan X
Y
1 MW-03 121º 41 1́0 ̋ 02º17 4́2 ̋ 173/10 0.25
Batubara berwarna hitam,
kusam, berlapis-menyerpih,
belahan memanjang, mengotori tangan, terlihat struktur daun.
2 MW-07 121º37 ́40 ̋ 02º18 ́20 ̋ 170/10 0.20
Batubara berwarna coklat
kehitaman, kusam, berlapis-menyerpih,belahan memanjang, mengotori
tangan, terlihat struktur daun.
3 MW-08 121º35 ́28 ̋ 02º18 ́22 ̋ 286/12 0.25
Batubara berwarna coklat ke
hitaman, kusam, berlapis-menyerpih,belahan
memanjang, mengotori tangan, terlihat struktur daun.
mudah hancur
Tabel 4. Hasil Analisis Kimia Batubara daerah Penyelidikan
Analisis Standard Basis Satuan No Conto
MW-03 MW-07 MW-08
FM ASTM D.2013-03 ar % 40.34 38.38 40.14
TM ASTM D.3302/D.3302 M-10 ar % 46.09 43.52 45.53
PROKSIMATE ASTM D.7582-10
M adb % 9.64 8.34 9.01
VM adb % 34.13 29.97 37.23
FC adb % 20.69 19.73 23.45
ASH adb % 35.54 41.96 30.31
TS ISO 351-1996 adb % 0.52 0.43 0.57
HGI ASTM D.409M-12 adb 41.30 48.21 39.23
SG AS.1038.21.1.1-2002 adb % 1.61 1.74 1.60
CV ASTM D.5865-10a adb % 3490 29.33 38.59
ULTIMATE
C ASTM D.5373-08 daf % 58.94 55.47 61.17
H ASTM D.5373-08 daf % 5.86 5.20 5.67
N ASTM D.5373-08 daf % 2.08 1.87 2.04
S ISO 351-1996 daf % 0.95 0.87 0.94
O ASTM D.5373-08 daf % 32.18 36.59 30.17
Tabel 5. Kisaran dan Nilai Rata-rata Mutu Batubara Daerah Penyelidikan
Tabel 6. Kisaran dan Nilai Rata-rata Abu Batubara Daerah Penyelidikan
Tabel 7. Sumber Daya Batubara Daerah Karaupa
PARAMETER KISARAN RATA-RATA SATUAN
M 8.34– 9.64 8.99 %
VM 29.97– 37.23 33.78 %
FC 19.73– 23.45 21.29 %
ASH 30.31– 41.96 35.94 %
S.Tot 0.43– 0.57 0.50 %
SG 1.60– 1.74 1.65 gr/cm3
CV 2933 – 3859 3427.33 kal/gr
HGI 39.23 –48.21 42.91
PARAMETER
(%)
KISARAN
(%)
RATA-RATA
(%)
SiO2 65.94-67.99 66,82
Al2O3 9.45-10.81 10,09
Fe2O3 7.50-7.80 7.06
CaO 2.94-4.07 3,55
MgO 5.00-5.63 5.29
Na2O 0.22-0.51 0,41
K2O 0.49-0.56 0.52
TiO2 0.35-0.40 0.38
MnO 0.44-0.62 0.50
P2O5 0.02-0.06 0,11
SO3 1.74-3.42 2,52
K2O 0.34-0.52 0.42
HD 2.03-3.40 2,51
Stot 0.43– 0.57 0.50
Lapisan Singkapan Lapisan Batubara
Berat
jenis
Potensi
(Ton) Panjang Lebar Tebal
a MW-08 1000 575.0 0,25 1.3 187.167,5
b MW-07 1000 575.0 0.20 1.3 149.734,0
c MW-03 1000 575.0 0.25 1.3 187.167,5
Potensi Sumber Daya Batubara (Hipotetik) 524.060,0
top related