pengetahuan berhubungan dengan kecemasan remaja putri
Post on 02-Oct-2021
15 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGETAHUAN BERHUBUNGAN DENGAN KECEMASAN REMAJA PUTRI
MENGHADAPI MENARCHE
Knowledge Relates With Female Adolescent Anxiety In Facing Menarche
Risa Fitriani, Tri Sulistyarini, Selvia David Richard
STIKES RS. Baptis Kediri
Jl. Mayjend. Panjaitan no. 3B Kediri 641002
Telp. (0354) 683470. Emai stikes_rsbaptis@yahoo.com
ABASTRAK
Kebanyakan remaja putri bingung saat mendapatkan menstruasi pertama karena
tidak tahu bagaimana harus menyesuaikan diri dengan suasana baru dan rutinitas baru
yaitu dengan hadirnya menstruasi. Kesiapan mental sangat diperlukan sebelum menarche
karena perasaan cemas dan takut akan muncul. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan
hubungan pengetahuan dengan kecemasan remaja putri menghadapi menarche di Sekolah
Dasar Negeri 1 Bangsal Kota Kediri. Desain penelitian yang digunakan adalah cross
sectional. Populasi penelitian adalah remaja putri di Sekolah Dasar Negeri 1 Bangsal
Kota Kediri yang sudah menstruasi dengan jumlah 39 responden. Pengambilan data
menggunakan purposive sampling. Variabel Independen adalah kecemasan dan variabel
dependen adalah Pengetahuan. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisi data
dengan uji statistik spearman rho. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di
Sekolah Dasar Negeri 1 Bangsal Kota Kediri didapatkan paling banyak responden
memiliki pengetahuan kurang yaitu 18 responden (46,2%) dengan 16 responden (41%)
mengalami cemas dan 2 responden (5,1%) tidak mengalami cemas. Hasil uji Spearman-
Rho adalah p = 0,000 dengan koefisien korelasi 0,814. Artinya ada hubungan antara
pengetahuan dengan kecemasan remaja putri menghadapi menarche di Sekolah Dasar
Negeri 1 Bangsal Kota Kediri Kesimpulannya, semakin remaja putri tidak memiliki
pengetahuan yang matang tentang menarche maka remaja putri akan mengalami
kecemasan.
Kata kunci: Pengetahuan, Kecemasan, Menarche, Remaja Putri
ABSTRACT
Most female adolescents are confused when getting their first menstruation
because they do not know how to adapt to the new atmosphere and new routine that is the
presence of menstruation. Mental readiness is indispensable before menarche because of
anxiety and fear will appear as well as a lack of knowledge about the self-care necessary
during menstruation. The purpose of this study was to determine the relationship between
knowledge and female adolescents anxiety in facing menarche at Elementary School
Negeri 1 Bangsal Kediri. The research design used was correlation. The population of the
study was female adolescents at Elementary School 1 Bangsal Negeri Kediri who had
menstruation with sample were 39 respondents. Data collection used purposive sampling.
Independent variable was anxiety and dependent variable was knowledge. Data collection
used questionnaires. Data analysis used statistical test of spearman rho. Based on the
results of research that has been done at Elementary School Negeri 1 Bangsal Kediri
obtained most respondents had less knowledge that was 18 respondents (46.2%) with 16
respondents (41%) had anxious and 2 respondents (5.1%) did not experience anxious.
The result of Spearman-Rho test was p = 0.000 with correlation coefficient 0,814. It
means there is a relationship between knowledge with anxiety on female adolescents in
facing menarche at Elementary School Negeri 1 Bangsal Kediri. In conclusion, the more
young women do not have a mature knowledge of menarche so that female adolescents
will experience anxiety.
Keywords: Knowledge, Anxiety, Menarche, Female Adolescents.
Pendahuluan
Kebanyakan remaja putri bingung
saat mendapatkan menstruasi pertama
karena tidak tahu bagaimana harus
menyesuaikan diri dengan suasana baru
dan rutinitas baru yaitu dengan hadirnya
menstruasi. (Haryono, 2016). Menarche
merupakan suatu tanda awal adanya
perubahan lain seperti pertumbuhan
payudara, pertumbuhan rambut daerah
pubis dan aksila, serta distribusi lemak
pada daerah pinggul. Selama ini
sebagian masyarakat merasa tabu untuk
membicarakan tentang masalah
menstruasi dalam keluarga, sehingga
remaja awal kurang memiliki
pengetahuan dan sikap yang cukup baik
tentang perubahan-perubahan fisik dan
psikologis terkait menarche. Kesiapan
mental sangat diperlukan sebelum
menarche karena perasaan cemas dan
takut akan muncul, selain itu juga
kurangnya pengetahuan tentang
perawatan diri yang diperlukan saat
menstruasi (Proverawati, 2009). Hasil
pra penelitian yang dilakukan di
Sekolah Dasar Negeri 1 Bangsal Kota
Kediri menunjukan bahwa rendahnya
pengetahuan remaja putri tentang
Menarche. Dari pertanyaan yang
diberikan pada remaja putri meliputi
apa itu menstruasi, kapan menstruasi
pertama kali terjadi, tanda menstruasi,
berapa lama menstruasi, berapa lama
siklus menstruasi, nyeri saat menstruasi,
gangguan fisik saat menstruasi, celana
dalam yang digunakan, berapa kali
mengganti pembalut dan yang terakhir
bagaimana membersihkan vagina
dengan benar saat menstruasi. Mayoritas
remaja putri tidak mengerti berapa lama
menstruasi normal terjadi, nyeri perut
pada menstruasi, gangguan fisik yang
terjadi saat menstruasi dan berapa kali
mengganti pembalut saat menstruasi.
Kurangnya pengetahuan pada siswi di
Sekolah Dasar Negeri 1 Bangsal Kota
Kediri, berpengaruh pada psikologis
remaja putri, sehingga dari hasil pra
penelitian diperoleh data remaja putri
mengalami kecemasan adanya beberapa
keluhan antara lain: malu, takut dan
cemas
Menurut The Anxiet Depression
Association of America diperkirakan
20% dari populasi dunia menderita
kecemasan dan sebanyak 47,7% remaja
sering merasa cemas. Dari hasil
penelitian awal dengan menggunakan
wawancara dan kuesioner kepada 10
remaja putri di Sekolah Dasar Negeri 1
Bangsal Kota Kediri pada tanggal 20
Januari 2017, didapatkan bahwa rata-
rata remaja putri memiliki pengetahuan
cukup yaitu 3 (30%) disebabkan karena
informasi didapat dari ibu atau kakak
sedangkan 7 (70%) remaja putri
memiliki pengetahuan kurang
disebabkan karena informasi didapat
dari teman. Dari 10 remaja putri
mengalami kecemasan sejumlah 7
(70%).
Pubertas merupakan masa awal
pematangan seksual, yakni suatu periode
dimana seseorang anak mengalami
perubahan fisik, hormonal, dan seksual
serta mampu melakukan proses
reproduksi. Hal ini ditandai dengan
mulainya remaja putri mengalami
menstruasi pertama. Menstruasi
merupakan proses pelepasan dinding
rahim (endometrium) yang disertai
dengan perdarahan dan terjadi secara
berulang setiap bulan kecuali pada saat
kehamilan (Haryono, 2016) Menarche
merupakan suatu tanda awal adanya
perubahan lain seperti pertumbuhan
payudara, pertumbuhan rambut daerah
pubis dan aksila, serta distribusi lemak
pada daerah pinggul. Selama ini
sebagian masyarakat merasa tabu untuk
membicarakan tentang masalah
menstruasi dalam keluarga, sehingga
remaja awal kurang memiliki
pengetahuan dan sikap yang cukup baik
tentang perubahan-perubahan fisik dan
psikologis terkait menarche. Kesiapan
mental sangat diperlukan sebelum
menarche karena perasaan cemas dan
takut akan muncul, selain itu juga
kurangnya pengetahuan tentang
perawatan diri yang diperlukan saat
menstruasi (Proverawati, 2009).
Promosi kesehatan reproduksi
pada remaja sering dikonotasikan
sebagai pendidikan seks dimana
sebagian besar masyarakat di Indonesia
masih menabukan hal ini. Bahkan ada
lembaga pendidikan formal setingkat
sekolah menengah yang masih ragu
untuk melaksanakan penyuluhan
kesehatan reproduksi bagi siswanya.
Sementara itu, masa remaja adalah fase
pertumbuhan dan perkembangan saat
individu mencapai usia 10-19 tahun.
Rentang waktu ini terjadi pertumbuhan
fisik yang cepat, termasuk pertumbuhan
fisik, remaja juga mengalami perubahan
jiwa. Remaja menjadi individu yang
sensitif, mudah menangis, mudah cemas
frustasi, tetapi juga mudah tertawa, bila
tidak didasari dengan pengetahuan yang
cukup, mencoba hal baru yang
berhubungan dengan kesehatan
reproduksi bisa memberikan dampak
yang akan menghancurkan masa depan
remaja dan keluarga (Aryani, 2010).
Sering kali seseorang remaja malu,
cemas dan takut ketika mendapatkan
menstruasi pertama yang disebut
menarche, ada juga remaja yang
mempersepsikan bahwa menstruasi itu
menjijikkan, kotor, membatasi gerak-
geraknya hingga menjadi tidak bebas,
hal ini merupakan efek psikologis dari
menstruasi informasi atau pengetahuan
sangat dibutuhkan karena dapat
membantu remaja dalam mengatasi
perasaan negatif tentang menstruasi ini.
(Lestari, 2015) tujuan penelitian ini
untuk membuktikan “hubungan
pengetahuan dengan kecemasan pada
remaja putri menghadapi menarche di
Sekolah Dasar Negeri 1 Bangsal Kota
Kediri”
Metode Penelitian
Desain penelitian yang
digunakan pada penelitian ini adalah
korelasi dengan menggunakan
pendekatan Cross Sectional. Populasi
pada penelitian ini adalah Remaja Putri
di Sekolah Dasar Negeri 1 Bangsal Kota
Kediri. Sampel dalam penelitian ini
adalah remaja putri yang sudah
mengalami menarche sebanyak 39
responden. Tehnik sampling yang
digunakan adalah purposive sampling.
Variabel Independen dalam penelitian
ini adalah Kecemasan dan variabel
dependen adalah Pengetahuan.
Pengambilan data menggunakan
Kuesioner. Analisis data menggunakan
spearman rho.
Hasil Penelitian
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pengetahuan Remaja Putri di Sekolah Dasar
Negeri 1 Bangsal Kota Kediri yang Dilakukan Pada Tanggal 24 Mei 2017. (n=
39)
Pengetahuan Jumlah Persentase (%)
Baik 5 12,8
Cukup 16 41
Kurang 18 46,2
Jumlah 39 100
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa paling banyak remaja putri memiliki pengetahuan
kurang yaitu 18 responden (46,2%)
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Kecemasan Remaja Putri di Sekolah Dasar
Negeri 1 Bangsal Kota Kediri yang Dilakukan Pada Tanggal 24 Mei 2017. (n=
39)
Kecemasan Frekuensi Persentase (%)
Cemas 17 43,6
Tidak Cemas 22 56,4
Jumlah 39 100
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa lebih dari 50% remaja putri tidak mengalami
kecemasan yaitu 22 responden (56,4%)
Tabel 3. Tabulasi Silang Hubungan Pengetahuan dengan Kecemasan Remaja Putri
Menghadapi Menarche di Sekolah Dasar Negeri 1 Bangsal Kota Kediri yang
Dilakukan Pada Tanggal 24 Mei 2017. (n= 39)
Pengetahuan
Kecemasan Total
Cemas Tidak Cemas
F % F % F %
Baik 0 0 5 12,8 5 12,8
Cukup 1 2,6 15 38,5 16 41
Kurang 16 41 2 5,1 18 46,2
Jumlah 17 43,6 22 56,4 39 100
Berdasarkan tabel 3 diketahiu bahwa dari 39 remaja putri di Sekolah Dasar Negeri 1
Bangsal Kota Kediri didapatkan paling banyak remaja putri memiliki pengetahuan kurang
yaitu 18 responden (46,2%) dengan 16 responden (41%) mengalami kecemasan dan 2
responden (5,1%) tidak mengalami kecemasan.
Tabel 4. Hasil Uji Statistik “Spearman Rho” mengenai Hubungan pengetahuan dengan
kecemasan remaja putri menghadapi menarche di Sekolah Dasar Negeri 1
Bangsal Kota Kediri dilakukan Pada Tanggal 24 Mei 2017. (n= 39)
PENGETAHUAN KECEMASAN
Spearman's rho
PENGETAHUAN Correlation Coefficient 1,000 ,814(**)
Sig. (2-tailed) . ,000
N 39 39
KECEMASAN Correlation Coefficient ,814(**) 1,000
Sig. (2-tailed) ,000 .
N 39 39
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan tabel 4 dalam
penelitian ini analisis data menggunakan
uji statistik Spearman Rho didapatkan p
= 0,000 dimana nilai p < α maka H0
ditolak dan H1 diterima yang berarti ada
Hubungan signifikan antara
Pengetahuan dengan Kecemasan
Remaja Putri Menghadapi Menarche di
Sekolah Dasar Negeri 1 Bangsal Kota
Kediri.
Pembahasan
Pengetahuan Tentang Menstruasi
Pada Remaja Puteri Di Sekolah Dasar
Negeri 1 Bangsal Kota Kediri
Berdasarkan hasil penelitian
tentang pengetahuan remaja putri yang
di Sekolah Dasar Negeri 1 Bangsal Kota
Kediri, dari 39 responden didapatkan
hasil remaja putri yang memiliki
pengetahuan kurang sebanyak 18
responden (46,2), remaja putri yang
memiliki pengetahuan cukup sebanyak
16 responden (41%), dan remaja putri
yang memiliki pengetahuan baik
sebanyak 5 responden (12,8%).
Menurut Notoatmojo, (2003)
dalam Lestari (2015) mengatakan
pengetahuan merupakan hasil tahu, dan
ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap obyek tertentu.
Pengindraan panca indera manusia yaitu
indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga, yaitu proses
melihat dan mendengar. Selain itu
melalui mata dan telinga yaitu proses
melihat dan mendengar. Selain itu
proses pengalaman dan proses belajar
dalam pendidikan formal maupun
informal. Menurut Lestari (2015) tingkat
pengetahuan adalah tingkat seberapa
kedalam seseorang dapat menghadapi,
mendalami, memperdalam perhatian
seperti sebagaimana manusia
menyelesaikan masalah tentang konsep-
konsep baru dan kemampuan dalam
belajar dikelas. Pengukuran tingkat
pengetahuan seseorang secara rinci
terdiri dari enam tingkatan: tahu,
memahami, aplikasi, analisis, sintesis
dan evaluasi. Salah satu faktor yang
mempengaruhi pengetahuan menurut
Lestari (2015) adalah Informasi,
seseorang yang mendapatkan informasi
lebih banyak akan menambah
pengetahuan yang lebih luas. Menurut
Lestari (2015) Pengalaman juga
merupakan faktor mempengaruhi
pengetahuan, yaitu sesuatu yang pernah
dilakukan seseorang akan menambah
pengetahuan tentang sesuatu yang
bersifat informal, tingkat pendidikan
yakni upaya untuk memberikan
pengetahuan sehingga terjadi perubahan
perilaku positif yag meningkat.
Pengetahuan. Budaya, tingkah laku
manusia dalam memenuhi kebutuhan
yang meliputi sikap dan kepercayaan.
Sosial ekonomi yaikni kemampuan
seseorang memenuhi kebutuhan
hidupnya, lingkungan sosial akan
mendukung tingginya pengetahuan
seseorang bila ekonomi baik, tingkat
pendidikan tinggi maka tingkat
pengetahuan akan tinggi pula. Penelitian
ini didukung oleh penelitian Anggraini
(2016) bahwa pengaruh pengetahuan
adalah pengalaman siswi baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Pengalaman bisa didapat dari kejadian
yang dialami sendiri maupun orang lain
(teman sebaya, orang tua, keluarga).
Penelitian ini didukung oleh penelitian
Anggraini (2016) menyatakan bahwa
orang tua akan menganggap hal-hal
yang berkaitan tentang menstruasi
adalah hal yang tabu untuk disampaikan.
Sumber informasi yang kurang
adalah salah satu faktor penyebab
remaja putri memiliki pengetahuan
kurang. Menurut Notoadmodjo (2007)
menyatakan bahwa umur akan
mempengaruhi proses mendapatkan
pengetahuan. Bertambahnya umur
seseorang dapat berpengaruh pada
pertambahan pengetahuan yang
diperoleh. Penelitian ini responden
memiliki umur 9-11 tahun, artinya
responden belum melakukan proses
perkembangan mentalnya. Hal inilah
yang menjadi penyebab remaja putri
tidak memiliki banyak pengetahuan
tentang menarche, selain itu pengalaman
mengenai menstruasi belum didapatkan.
Hal ini dikarenakan remaja putri masih
beradapada kelas 5 dan 6 masih belum
mendapat pengetahuan tentang
menstruasi itu sendiri baik secara formal
maupun non formal. Karena remaja putri
tersebut mengaku belum mendapatkan
pelajaran khusus tentang kesehatan
reproduksi wanita khususnya tentang
menstruasi. Hasil crostab sumber
informasi dengan pengetahuan
menunjukkan paling banyak remaja
putri mendapatkan informasi dari ibu,
kakak dan teman. Hasil penelitian
menunjukkan pengetahuan tentang
menarche kurang dikarenakan beberapa
faktor yaitu sumber informasi yang
kurang karena mendapatkan informasi
dari ibu mereka, orang tua akan
menganggap hal-hal yang berkaitan
tentang menstruasi adalah hal yang tabu
untuk disampaikan. Dibuktikan dalam
penelitian ini didapatkan paling banyak
remaja putri tidak dapat menjawab
pertanyaan yang diberikan meliputi 3
pertanyaan tentang faktor penyebab
menarche, usia terjadi menarche,
perubahan yang terjadi saat menarche.
Hal ini yang memicu kurangnya
pengetahuan remaja putri karena ibu
mereka hanya menyampaikan secara
umum tentang menarche meliputi apa
definisi menarche, siklus menarche,
tanda dan gejala menarche dan
perubahan yang terjadi saat menarche.
Kurangnya pengetahuan remaja putri
dipengaruhi oleh faktor orang tua
terutama ibu, selama ini sebagian
masyarakat merasa tabu untuk
membicarakan tentang masalah
menstruasi dalam keluarga, sehingga
anak kurang memiliki pengetahuan
tentang menarche.
Kecemasan Remaja Puteri
Menghadapi Menarche Di Sekolah
Dasar Negeri 1 Bangsal Kota Kediri
Berdasarkan hasil penelitian
tentang kecemasan remaja putri yang di
Sekolah Dasar Negeri 1 Bangsal Kota
Kediri, dari 39 responden didapatkan
hasil lebih dari 50% responden tidak
mengalami kecemasan yaitu 22
responden (56,4%) dan remaja putri
yang mengalami kecemasan sebanyak
17 responden (43,6%).
Menurut Lestari (2015)
kecemasan merupakan keadaan perasaan
afektif yang tidak menyenangkan yang
disertai dengan sensasi fisik yang
memperingatkan orang terhadap bahaya
yang akan datang. Keadaan yang tidak
menyenangkan itu sering kabur dan sulit
menunjuk dengan tepat, tetapi
kecemasan itu sendiri selalu dirasakan.
Kecemasan memiliki nilai yang positif.
Menurut Stuart dan Laraia (2013), aspek
positif dari individu berkembang dengan
adanya konfrontasi, gerakan maju
perkembangan dan pengalaman
mengatasi kecemasan, akan tetapi, pada
keadaan lanjut perasaan cemas dapat
mengganggu kehidupan seseorang.
Kecemasan dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu umur, keadaan fisik, sosial
budaya, tingkat pendidikan, dan tingkat
pengetahuan (Lestari, 2015). Kuluhan
yang sering ditemukan oleh orang yang
mengalami kecemasan antara lain:
cemas, khawatir, firasat buruk, takut
akan pikirannya sendiri, mudah
tersinggung, merasa tegang, tidak
tenang, gelisah, mudah terkejut, takut
sendirian, takut pada keramaian dan
banyak orang, gangguan pola tidur,
mimpi-mimpi yang menegangkan,
gangguan konsentrasi dan daya ingat.
Keluhan-keluhan somatik. Menurut
Lestari (2015) faktor-faktor yang
mempengaruhi kecemasan meliputi,
umur, bahwa umur lebih muda lebih
mudah menderita stress dari pada umur
tua. Tingkat pendidikan, tingkat
pendidikan seseorang berpengaruh
dalam memberikan respon terhadap
sesuatu yang dating baik dari dalam
maupun dari luar. Orang yang
mempunyai pendidikan tinggi akan
memberikan respon yang ebih rasional
dibandingkan mereka yang
berpendidikan lebih rendah atau mereka
yang tidak berpendidikan dan tingkat
pengetahuan. Menurut Fidya (2014)
menyatakan kecemasan merupakan
pengalaman yang tidak menyenangkan
mengenai kekhawatiran atau ketegangan
berupa cemas, tegang, dan emosi
seseorang. Menurut penelitian
Anggraini (2016) kecemasan bisa terjadi
karena responden tidak memiliki
pengetahuan yang matang tentang
mentruasi sehingga remaja putri tidak
mengalami kecemasan.
Remaja puteri yang mengalami
kecemasan dikarenakan banyaknya
remaja puteri yang kurang mendapatkan
informasi. Remaja puteri juga
mendapatkan informasi secara teori
tentang menstruasi dari ibu mereka di
rumah namun hanya sebatas informasi
tentang definisi menstruasi, lamanya
menstruasi sehingga remaja putri belum
memiliki gambaran yang baik atau
buruk tentang menghadapi menarche.
Peran orang tua yang sudah
berpengalaman dengan menstruasi
sangat diperlukan untuk meredam
kepanikan remaja putri saat pertama kali
menstruasi. Orang tua terutama ibu bisa
menjelaskan apa yang terjadi saat
menstruasi dan apa yang harus putrinya
lakukan. Pengetahuan tentang menarche
sangat dibutuhkan untuk memenuhi
keingin tahuannya dalam meminimalkan
kecemasan, karena menarche pasti akan
dialami oleh semua wanita, sehingga
masa demi masa yang harus dilalui
harus dipersiapkan terlebih dahulu dari
gejala-gelaja menarche, perubahan-
perubahan yang terjadi dan apa yang
harus dilakukan dalam menghadapi
menarche. Seperti yang dikemukakan
oleh Aulia (2009), informasi yang
diberikan untuk meningkatkan tingkat
pengetahuan seseorang yang kemudian
akan menjadi dasar bagi orang tersebut
melalukan sesuatu hal dalam
kehidupannya untuk berbagai tujuan.
Hubungan Pengetahuan Dengan
Kecemasan Remaja Putri
Menghadapi Menarche Di Sekolah
Dasar Negeri 1 Bangsal Kota Kediri
Berdasarkan hasil analisa data
dengan menggunakan uji statistik
“Spearman Rho” didapatkan p = 0,000
dimana nilai p < α maka H0 ditolak dan
H1 diterima yang berarti ada Hubungan
Pengetahuan dengan Kecemasan
Remaja Putri Menghadapi Menarche di
Sekolah Dasar Negeri 1 Bangsal Kota
Kediri.
Menurut Azwar (2011),
pengetahuan dapat diperoleh dari orang-
orang yang di anggap penting,
kebudayaan serta tradisi setempat dan
agama atau keyakinan yang berlaku
didalam masyarakat dan persepsi
seseorang akan membentuk pengetahuan
terhadap objek tertentu dan dapat
membentuk sikap. Menurut Suliswati
(2009) Kecemasan merupakan respon
individu terhadap suatu keadaan yang
tidak menyenangkan dan dialami oleh
seluruh makluk hidup. Menarche
merupakan suatu tanda awal adanya
perubahan lain seperti pertumbuhan
payudara, pertumbuhan rambut pada
pubis dan aksila, serta distribusi lemak
pada daerah pinggul. Selama ini
sebagian masyarakat merasa tabu untuk
membicarakan tentang masalah
menstruasi dalam keluarga sehingga
rremaja awal kurang memiliki
pengetahuan dan sikap yang cukup baik
tentang perubahan-perubahan fisik dan
psikologis terkait menarche. Kesiapan
mental sangat diperlukan sebelum
menarche karena perasaan cemas dan
takut akan muncul, selain itu juga
kurangnya pengetahuan tentang
perawatan diri yang diperlukan saan
menstruasi (Proverawati, 2009).
Promosi kesehatan reproduksi pada
remaja sering dikonotasikan sebagai
pendidikan seks dimana sebagian besar
masyarakat di Indonesia masih
menabukan hal ini. Bahkan ada lembaga
pendidikan formal setingkat sekolah
menengah yang masih ragu untuk
melaksanakan penyuluhan kesehatan
reproduksi bagi siswanya. Sementara
itu, masa remaja adalah fase
pertumbuhan dan perkembangan saat
individu mencapai usia 10-19 tahun.
Rentang waktu ini terjadi pertumbuhan
fisik yang cepat, termasuk pertumbuhan
fisik, remaja juga mengalami perubahan
jiwa. Remaja menjadi individu yang
sensitif, mudah menangis, mudah cemas
frustasi, tetapi juga mudah tertawa. Bila
tidak didasari dengan pengetahuan yang
cukup, mencoba hal baru yang
berhubungan dengan kesehatan
reproduksi bisa memberikan dampak
yang akan menghancurkan masa depan
remaja dan keluarga (Aryani, 2010).
Pengetahuan remaja putri yang paling
mempengaruhi adalah orang tua karena
peran orangtua yang sudah
berpengalaman dengan menstruasi
sangat diperlukan untuk meredam
kepanikan remaja putri saat pertama kali
menstruasi. Orang tua terutama ibu bisa
menjelaskan apa yang terjadi saat
menstruasi dan apa yang harus putrinya
lakukan. Kelemahan penelitian ini
antara lain, pengumpulan data dengan
kuesioner bersifat subjektif. Fenomena
yang terjadi adalah pengetahuan tentang
menarche kurang dan tidak mengalami
kecemasan. Hal ini dikarenakan bahwa
pengetahuan yang didapatkan tentang
menstruasi sebagian besar didapatkan
dari ibu dimana ibu hanya mengajarkan
tentang menstruasi secara global seperti
definisi menstruasi, lamanya menstruasi
dll. Jadi pengetahuan remaja puteri
tentang menstruasi terbatas. Remaja
putri yang tidak diajari untuk
menganggap menstruasi sebagai fungsi
tubuh normal dapat mengalami rasa
malu dan perasan kotor saat menstruasi
pertama mereka. Apabila tidak
mempunyai pengetahuan dan kesiapan
tentang menarche remaja putri mengira
bahwa menstruasi merupakan bukti
adanya penyakit atau bahkan yang
sedang mengalami perdarahan haid
dianggap sebagai penyakit penyebab
kematian. Menurut Suryani (2010)
bahwa ada reaksi psikis tertentu pada
saat haid pertama. Beberapa peristiwa
kompleks kastrasi atau trauma genetalia
itu muncul macam-macam gambaran
fantasi yang aneh-aneh dibarengi
kecemasan dan ketakutan-ketakutan
yang tidak riil, disertai perasaan
bersalah/berdosa yang semuanya
dikaitkan dengan masalah perdarahan
pada organ kelamindalam proses
menstruasi itu senantiasa dikaitkan
dengan bahaya-bahaya tertentu juga
dihubungkan dengan kotoran dan hal-hal
yang najis. Menurut penelitian
Anggraini (2016) kecemasan bisa terjadi
karena responden tidak memiliki
pengetahuan yang matang tentang
mentruasi sehingga siswi tidak
mengalami kecemasan. Menurut Imam
(2012) bahwa pendidikan seputar
menstruasi mempengaruhi kesiapan
anak perempuan menjelang remaja
untuk menghadapi menarche. Penelitian
ini didukung oleh penelitian Permana
(2015), menyatakan bahwa remaja putri
tidak mengalami kecemasan dalam
menghadapi menarche, dipengaruhi
faktor pengetahuan hanya didapatkan
dari orang tua.
Kurangnya pengetahuan remaja
putri dipengaruhi oleh faktor orang tua
terutama ibu, selama ini sebagian
masyarakat merasa tabu untuk
membicarakan tentang masalah
menstruasi dalam keluarga, sehingga
anak kurang memiliki pengetahuan
tentang menarche. Kesiapan mental
sangat diperlukan sebelum menarche
karena perasaan cemas dan takut akan
muncul. Remaja putri tidak mengalami
kecemasan dapat dipengaruhi karena
tidak mendapat informasi yang benar,
semakin remaja putri tidak memiliki
gambaran secara matang tentang apa
yang akan terjadi maka remaja putri
tidak akan mengalami kecemasan.
Kesimpulan
Remaja putri yang sudah
mengalami menarche di Sekolah Dasar
Negeri 1 Bangsal Kota Kediri memiliki
pengetahuan tentang menarche yang
kurang dan memiliki kecemasan dalam
menghadapi menarche. Penetahuan
tentang menarche yang kurang
berhubungan dengan kecemasan dalam
menghadapi menarche remaja putri di
Sekolah Dasar Negeri 1 Bangsal Kota
Kediri
Saran
Hasil penelitian ini dapat
dijadikan masukan bagi Sekolah Dasar
Negeri 1 Bangsal Kota Kediri untuk
bekerja sama dengan Puskesmas untuk
mengadakan penyuluhan tentang
menarche disekolah. Bagi keperawatan
diharapkan mampu memberikan
penyuluhan tentang kesehatan
reproduksi pada ibu dan anak dan bagi
penelitian selanjutnya diharapkan
mampu menyampaikan kepada orang
tua bahwa informasi tentang menarche
bukanlah hal yang tabu untuk
disampaikan kepasa anak. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan mengenai
menarche serta perubahan yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Dwi (2016). Hubungan
Pengetahuan Tentang
Menstruasi Dengan
Kecemasan Menghadapi
Menarche Pada Siswi Kelas V
SD Muhammadiyah
Wirobrajan 3 Yogyakarta.
Yogyakarta: Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Aisyiyah
Yogyakarta.
opac.unisayogya.ac.id/1873/1/
NASKAH%20PUBLIKASI.pdf.
Diakses pada tanggal 15 Mei
2017
Aryani R, (2010). Kesehatan Remaja
Problem dan Solusinya.
Jakarta: Salemba Medika
Aulia, (2009). Kupas Tuntas
Menstruasi. Yogyakarta:
Milestone Publishing House
Azwar, S. (2011). Penyusunan Skala
Psikologi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Fidiya, Rizka (2014). Hubungan
Kesiapan Dengan Tingkat
Kecemasan Menghadapo Real
Teaching Pada Mahasiswa
DIY Bidan Pendidik Anvullen
Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta’.
Yogyakarta: Skripsi STIKES
Aisyiyah.
http://opac.unisayogya.ac.id/9
95/1/NASKAH%20PUBLIKAS
I.pdf. Diakses pada tanggal 15
Mei 2017
Haryono Rudi, (2016). Siap
Menghadapi Menstruasi dan
Menopause. Yogyakarta:
Gosyen Publishing
Imam, Z dan Ella, M (2012). Hubungan
Sikap dengan Tingkat
Kecemasan Remaja Putri
Kelas V Menjelang Menarche
di SDN Kandang Sapi II Kota
Pasuruhan. Mojokerto: Skripsi
STIKES Bina Sehat PPNI.
http://ejournal.stikes-
ppni.ac.id/index.php/keperawa
tan-bina-
sehat/article/view/276/276.
Diakses pada 30 Juni 2017
Lestari Titik, (2015). Kumpulan Teori
Untuk Kajian Pustaka
Penelitian Kesehatan.
Yogyakarta: Nuha Medika
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
Jakarta: Rineka Cipta
Proverawati, A. & Maesaroh, S. (2009).
Menarche Menstruasi Pertama
Penuh Makna. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Suliswati, (2009). Konsep Dasar
Keperawatan Jiwa. Jakarta
Suryani dan Widyasih. (2010). Psikologi
Ibu dan Anak. Yogyakarta:
Fitramaya.
Stuart dan Laraia. (2005). Prinsip dan
Praktek Keperawatan
Psikiatri. Edisi 8. St. Louis:
Mosby Book INC
top related