pengaruh dm pada mata
Post on 21-Jan-2016
136 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Pengaruh Diabetes Pada Mata
Penglihatan kabur juga dapat merupakan gejala dari masalah mata yang lebih serius dengan
diabetes. Tiga masalah mata besar yang penderita diabetes dapat mengembangkan dan harus
menyadari adalah katarak, glaukoma, dan retinopati.
1. Retinopati: kerusakan pada pembuluh darah di retina. Retina adalah jaringan peka
cahaya di belakang mata. Retina yang sehat diperlukan untuk penglihatan yang baik.
2. Katarak: pengeruhan lensa mata. Katarak berkembang pada usia lebih dini pada
penderita diabetes.
3. Glaukoma: peningkatan tekanan cairan di dalam mata yang menyebabkan kerusakan
saraf optik dan kehilangan penglihatan.
Penderita diabetes hampir dua kali lebih mungkin terkena glaukoma dibandingkan
orang dewasa lainnya.
KATARAK
Katarak adalah kekeruhan atau fogging dari lensa biasanya jelas mata. Lensa adalah
apa yang memungkinkan kita untuk melihat dan fokus pada gambar seperti kamera.
Meskipun setiap orang dapat mendapatkan katarak, penderita diabetes mendapatkan masalah
mata pada usia lebih dini daripada kebanyakan dan kondisi berlangsung lebih cepat
dibandingkan orang tanpa diabetes.
1
Diabetes Mellitus dan Katarak
Diabetes Mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi dan
amplitudo akomodatifnya. Dengan peningkatan kadar gula darah, juga diikuti dengan kadar
glukosa pada aqueous humor. Karena kadar glukosa darah yang meningkat pada aqueous
humor dan glukosa masuk ke dalam lensa melalui difusi, kadar glukosa dalam lensa akan
meningkat. Beberapa molekul glukosa akan diubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose
reduktase yang tidak dimetabolisme namun menetap di dalam lensa.
Bersama dengan itu, tekanan osmotik akan menyebabkan influks dari air ke dalam
lensa yang menyebabkan pembengkakan dari serat-serat lensa. Keadaan hidrasi lentikular
dapat mempengaruhi kemampuan/kekuatan refraksi lensa. Pasien dengan diabetes dapat
menunjukkan perubahan kekuatan refraksi berdasarkan perubahan pada kadar glukosa darah
yang dialami. Perubahan miopik akut dapat mengindikasikan diabetes yang tidak terdiagnosa
atau diabetes yang tidak terkontrol. Seorang dengan diabetes memiliki amplitudo akomodasi
yang menurun dibandingkan dengan kontrol pada usia yang sama, dan presbiopia dapat
terjadi pada usia yang lebih muda pada pasien dengan diabetes jika dibandingkan dengan
yang tidak mengalaminya.
Bukti-bukti eksperimental memperkirakan bahwa glikosilasi dari protein lensa terlibat
dalam proses pembentukan katarak. Glikosilasi dari protein lensa, di mana glukosa atau gula-
gula terreduksi lainnya bereaksi dengan grup e-amino dari residu lisin atau amino terminal
dari protein yang mengakibatkan pembentukan basa schiff. Basa schiff ini akan mengalami
perombakan secara Amadori melalui reaksi Maillard yang akan menghasilkan ketoamin yang
lebih stabil dari produk Amadori (produk glikosilasi awal). Pada tahap akhir, produk
Amadori mengalami dehidrasi dan perombakan kembali untuk membentuk lintas silang
antara protein terkait, menghasilkan agregat protein atau Advanced Glycocylated End
Products (AGEs).
Jansirani (2004) melakukan eksperimen dengan mengumpulkan nukleus-nukleus
lensa dari setiap operasi ECCE (Extra Capsular Cataract Extraction) dengan membandingkan
kadar glukosa, protein dan protein terglikosilasi antara dua populasi; katarak senilis dengan
diabetes, dan katarak senilis non-diabetik dari berbagai stadium. Dan hasil yang ditemukan
adalah kadar protein terglikosilasi tertinggi ditemukan pada katarak senilis hipermatur
(p<0,01) ketika dibandingkan dengan katarak tipe lainnya termasuk dengan yang diabetik.
2
Jansirani dkk menyimpulkan bahwa kadar glukosa yang tinggi bukanlah satu-satunya faktor
penentu dalam glikosilasi protein lensa.
Katarak adalah penyebab tersering dari gangguan penglihatan pada pasien dengan
diabetes. Sekali pun terdapat dua tipe dari katarak yang telah ditemukan, pola-pola yang lain
dapat pula dijumpai. Katarak diabetik sejati, atau snowflake cataract, terdiri dari perubahan
bilateral tersebar pada subkapsular lensa secara tiba-tiba, dan progresi akut yang secara
tipikal terdapat pada usia muda dengan diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Kekeruhan
multipel abu-abu putih subkapsular dengan penampilan seperti serpihan-serpihan salju
terlihat pada korteks anterior superfisial dan korteks posterior lensa. Vakuol-vakuol dapat
tampak pada kapsula lensa dan celah-celah terbentuk pada korteks. Intumesensi dan maturitas
dari katarak kortikal akan mengikuti setelahnya. Para peneliti percaya bahwa perubahan
metabolik yang mendasari terkait dengan katarak diabetik sejati pada manusia sangat dekat
sekali dengan katarak sorbitol yang dipelajari pada binatang percobaan. Sekalipun katarak
diabetik sejati jarang sekali ditemukan pada praktek klinis saat ini, segala macam bentuk
maturitas progresif dari katarak bilateral kortikal pada anak atau dewasa muda harus
mengingatkan para dokter akan kemungkinan diabetes mellitus. Resiko tinggi pada katarak
terkait usia pada pasien dengan diabetes dapat merupakan akibat dari akumulasi sorbitol
dalam lensa, perubahan hidrasi lensa, dan peningkatan glikosilasi protein pada lensa diabetik.
Klein, dkk menyimpulkan dalam penelitiannya, bahwa diabetes mellitus terkait dengan
insidens selama dari 5 tahun dari katarak kortikal dan subkapsular posterior dan dengan
progresi dari beberapa kekeruhan minor kortikal dan subkapsular posterior lensa. Perubahan-
perubahan ini terkait dengan kadar glukosa darah. Sedangkan Perkins (1984) mendapatkan
selisih prosentase sedikit lebih banyak pada subkapsular posterior dengan diabetes sebanyak
11,3% dan 11% pada non-diabetik.
Peningkatan glikosilasi non-enzimatik dan Advanced Glycocylated End Products
(AGEs) telah dipostulasikan dalam pembentukan katarak. Pemberian inhibitor aldose
reduktase inhibitor (0,06% tolrestat atau polnalrestat, 0,0125% AL-1576 selama 8 minggu)
pada diet dari tikus diabetik terinduksi streptozotocin (STZ) memberikan hasil penurunan
kadar sorbitol, hambatan progresifitas katarak, penurunan konsentrasi protein terglikosilasi
pada lensa dan sedikit penurunan kadar AGE lentikular jika dibandingkan dengan tikus
diabetik yang tidak diterapi setelah 45 dan 87 hari diabetes.
3
Jika Anda memiliki katarak dengan diabetes, mata Anda tidak bisa fokus cahaya dan
visi Anda terganggu. Gejala masalah mata pada diabetes termasuk kabur atau melotot visi.
Pengobatan biasanya operasi diikuti dengan penempatan implan lensa, dengan
kacamata atau lensa kontak yang diperlukan untuk penglihatan yang benar lebih lanjut.
GLAUKOMA
Sementara glukoma merupakan rusaknya saraf optik terutama disebabkan
peningkatan tekanan bola mata yang tinggi (normal 10-21 mmHg). Gejalanya seringkali tidak
ada sehingga disebut pencuri penglihatan. Terdapat "hallo pelangi" sekitar lampu, nyeri di
sekitar mata.
Pada tahap lanjut lapang pandang menyempit, sering tersandung/menabrak-nabrak
akibat penglihatan yang semakin hilang.
Ketika cairan di dalam mata tidak mengalir dengan baik dari penumpukan tekanan di
dalam mata, itu menghasilkan masalah lain mata dengan diabetes disebut glaukoma.
Kerusakan tekanan saraf dan pembuluh di mata, menyebabkan perubahan dalam penglihatan.
Dalam bentuk paling umum dari glaukoma, mungkin tidak ada gejala masalah mata
sama sekali sampai penyakit ini sangat canggih dan ada kehilangan penglihatan yang
signifikan. Dalam bentuk yang kurang umum dari masalah mata, gejala dapat termasuk sakit
4
kepala, nyeri atau sakit mata, penglihatan kabur, mata berair, lingkaran cahaya di sekitar
lampu, dan kehilangan penglihatan.
Pengobatan masalah mata pada diabetes dapat termasuk tetes mata khusus, prosedur
laser, obat-obatan, atau operasi. Anda dapat mencegah masalah mata yang serius dalam
masalah diabetes dengan mendapatkan skrining glaukoma tahunan dari dokter mata Anda.
RETINOPATI DIABETIKA
Retinopati diabetes merupakan komplikasi penyakit Diabetes mellitus yang cukup
ditakuti pasien dan memusingkan dokter yang merawat. Penghilangan retina yang rusak
dengan cara fotokoagulasi merupakan terapi utama sejak dikenalkannya 50 tahun yang lalu.
Pandemic diabetes mellitus yang diperkirakan terjadi kapan saja membutuhkan pengetahuan
untuk mengerti patofisiologi dan meningkatkan deteksi, pencegahan dan pengobatan
retinopati. Jurnal ini menjelaskan uniknya anatomi dan fisiologi retina yang memungkinkan
terjadi kerusakan karena stress metabolic yang diakibatkan oleh penyakit diabetes. Efek
perubahan persarafan di retina dan kerusakan aksi insulin di retina dalam patogenesis awal
retinopati dan mekanisme kebutaan dijelaskan disini. Cara potensial dengan menggunakan
penelitian pada binatang dan test diagnostic juga dijelaskan. Hasil terapi yang telah diuji
cobakan untuk memanage retinopati ditegaskan.
Kasus retinopati diabetes adalah kasus yang paling banyak pada penderita usia 20-74
tahun yang mengalami kebutaan. Hampir semua pasien diabetes tipe 1 dan >60% pasien
diabetes tipe 2 menderita retinopati. Meskipun sudah bertahun-tahun diketahui secara klinis
dan dalam penelitian laboratorium, retinopati diabetes menyebabkan gangguan penglihatan
5
dan kebutaan pada pekerja, namun secara mendasar penyebabnya masih belum
diyakini. Fotokoagulasi retina untuk mengurangi neovaskularisasi dan edema macula telah
dikembangkan sejak tahun 1950 dan masih merupakan standar dalam perawatan utama.
Jumlah penduduk yang mempunyai factor resiko untuk menderita gangguan penglihatan
karena diabetes diperkirakan akan meningkat dua kali lipat 30 tahun yang akan datang.
Penting sekali untuk mengembangkan cara untuk mengidentifikasi, pencegahan, dan
pengobatan retinopati pada stadium awal daripada menunggu sampai munculnya kerusakan
pada penglihatan. Hal ini membutuhkan kemajuan dalam mengerti masalah ini yang meliputi
pemahaman pada prinsip neurobiology yang bisa menerangkan tentang kerusakan pada mata,
pengetahuan tentang metabolisme, proses peradangan dan pengobatan.
Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa
jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi
154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam mengalami kebutaan.
The DiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1 785 penderita DM pada 18 pusat
kesehatan primer dan sekunder di Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM
mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya merupakan retinopati DM
proliferatif.
Risiko menderita retinopati DM meningkat sebanding dengan semakin lamanya
seseorang menyandang DM.
Faktor risiko lain untuk retinopati DM adalah ketergantungan insulin pada
penyandang DM tipe II, nefropati, dan hipertensi. 6,7 Sementara itu, pubertas dan kehamilan
dapat mempercepat progresivitas retinopati DM.
Kebutaan akibat retinopati DM menjadi masalah kesehatan yang diwaspadai di dunia
karena kebutaan akan menurunkan kualitas hidup dan produktivitas penderita yang akhirnya
menimbulkan beban sosial masyarakat.
Masalah utama dalam penanganan retinopati DM adalah keter-lambatan diagnosis
karena sebagian besar penderita pada tahap awal tidak mengalami gangguan penglihatan.
Pembahasan ini akan mendiskusikan anatomi dan fisiologi yang unik dari retina
sehingga membuatnya mudah diserang sebab gangguan metabolic karena diabetes dan
akhirnya menyebabkan gangguan penglihatan. Maksud dari pendekatan yang tidak biasa ini
6
diharapkan akan mendorong kesadaran untuk meneliti lebih lanjut mengenai retinopati
diabetes ini.
STRUKTUR NORMAL RETINA DAN FISIOLOGINYA
A. Topografi Sel Retina
Pemahaman mengenai retinopati diabetes sebaiknya dimulai dengan pemahaman
mengenai retina secara fisiologis untuk bisa mengerti efek dari diabetes. Retina adalah
lapisan yang transparan tersusun dari jaringan saraf yang terletak antara lapisan epitel
berpigmen di retina dan humor vitreus. Fungsi penglihatan normal tergantung pada
komunikasi utuh antara persarafan, glial, mikroglial, vaskular dan epitel berpigmen dari
retina. Fungsi dasar retina adalah menangkap foton, mengubah energi fotokimia menjadi
energi listrik, menggabungkan potensial aksi dan mengirimnya ke lobus oksipital otak
dimana potensial aksi tersebut akan dibaca dan diterjemahkan menjadi gambar yang
dimengerti. Retina disekat dari sistem sirkulasi oleh sistem perdarahan retina dan barier
cairan retina dan mendapat supply nutrisi dari sirkulasi retina dan khoroid dan juga dari
ciliary body dengan cara difusi melalui vitreous gel. Fungsi ini merupakan keunikan dari
retina secara anatomi dan fisiologi yang menyebabkannya secara efisien menyangga keadaan
stres metabolik.
Gambar 1. gambar retina normal memperlihatkan makula, fovea dan foveola pada
lingkaran yang berurutan semakin kecil dari retina (A). Struktur lamellar retina
7
memperlihatkan neuron, astrocyte, sel Muller dan sel mikroglial juga lapisan epitel retina
berpigmen (B).
Makula terdiri dari fotoreseptor sel kerucut dan sel batang, bagian tengah makula
terdapat fovea (pit) dimana terdapat dominansi sel kerucut, bagian foveola tengah khusus
untuk ruang dengan resolusi tinggi. Foveola hanya terdapat fotoreseptor sel kerucut dan
bagian tengah retina digantikan sehingga tidak mencampuri transmisi cahaya. Bagian luar
fovea, terdapat dominansi sel batang dan sel saraf urutan kedua dan tiga (bipolar, amacrine
dan sel ganglion).
Stuktur lamelar sel retina bergantian antara bagian luar dan dalam dan 2 lapisan
plexiform dimana neuron-neuron berhubungan pada sinap antara dendrit dan antara axon dan
dendrit. Retina mencakup 5 tipe sel utama yang berfungsi sebagai sensori, regulatori, nutrisi
dan imunomodulatori. Neuron-neuron (fotoreseptor, bipolar, horizontal, amacrine dan sel
ganglion) berfungsi sebagai sensori dan membedakan persepsi warna, resolusi ruang dan
perbedaan kontras.
Sel Muller dan astrocyte, 2 tipe sel glial menyediakan nutrisi dan menyokong
pengaturan sel saraf. Sel Muller menjangkau retina dari epithel berpigmen sampai membran
batas dalam, dasar membran terbentuk end-feet sel Muller yang berhadapan dengan vitreous
gel. Sel Muller menghubungkan neuron dan pembuluh darah pada plexiform dan lapisan serat
saraf dan astrocyte menyelubungi pembuluh darah pada serat saraf dan lapisan sel ganglion
dan menghubungkan sel ganglion dengan sel amacrine. Sel Muller dan astrocyte membawa
substrat meliputi laktat dan asam amino dari sirkulasi ke neuron dan mengatur barier darah di
retina dan fungsi sinaps. Sel Muller juga menyimpan glikogen untuk pengubahan menjadi
laktat, sintesis asam retinoid dari retinol, mengatur ion extracellular untuk memodulasi
polarisasi/ depolarisasi membran plasma, bersama dengan neuron pada siklus glutamat/
glutamin untuk mengontrol neurotransmisi dan melindungi neuron dari excitotoxicity
glutamat. Sel glial berhadapan antara neuron dan vasculature dan merupakan kunci
pengaturan nutrisi neuron dan metabolisme.
Lapisan sel epitel berpigmen juga merupakan saluran yang menyalurkan substrat dari
barier darah retina luar dan melakukan difusi oksigen dari koroid ke luar retina. Keadaan ini
menyebabkan pengeluaran asam laktat retinal dan fagositosis melepaskan fotoreseptor
sebelah luar segmen, meliputi barier darah retina luar, menyerap cahaya, mengeluarkan faktor
trophic, dengan fotoreseptor bekerja sama dalam siklus vitamin A isoform retinol dan retinal.
8
Lapisan epithel ini memainkan peran penting dalam penglihatan, meski peran ini dalam
retinopati diabetes belum jelas.
Fungsi imunomodulatori dilakukan sel kelas 4 yaitu mikroglia. Sel ini bentuk dari
makrofag lokal yang memonitor lingkungan lokal dengan berinteraksi dengan neuron, glia,
dan endothelium dan yang bereaksi pada stres, meliputi jika adanya infeksi, trauma,
pelepasan proinflammatori sitokin dan pembersihan sel nekrotik dan apoptosis melalui
fagositosis. Sel mikroglia menjadi aktif dan membantu mengatasi luka, tetapi stres yang
berlebihan menyebabkan respon inflamasi menetap.
Sel kelas 5 meliputi sel endothelial dan pericyte. Sel-sel ini menyediakan nutrisi dan
membuang produk-produk yang tidak terpakai dari dalam retina dan sel-sel ini menjadi fokus
penelitian dalam penyakit retinopati diabetes. Sepertinya fungsi sel-sel ini tergantung dari
sinyal yang dikeluarkan dari neural retina. Pembuluh darah adalah satu-satunya struktur
retina yang bisa dilihat dengan pemeriksaan karena pembuluh darah membawa eritrosit yang
mengandung pigmen hemoglobin yang terlihat. Walaupun penampakan ini terlihat dengan
pemeriksaan klinik, sistem pembuluh darah ini kurang dari 5% bagian retina, sehingga retina
lebih banyak jaringan saraf.
B. Fisiologi Retina yang Menyebabkannya Mudah Menjadi Komplikasi Diabetes
Struktur retina yang unik memberi fungsi fisiologi yang unik jika dibandingkan
dengan sistem saraf yang lain karena kebutuhan akan “transparency“ dan kebutuhan ini ada
hubungannya dengan diabetes. Sebagai contoh, axon retina tidak dilapisi myelin, karena
myelin adalah opak dan menghalangi transmisi cahaya. Saraf yang tidak bermyelin
membutuhkan energi lebih banyak untuk menjaga potensial membran. Kedua, kepadatan
pembuluh darah dalam menyerap cahaya rendah, sehingga tekanan oksigen dalam retina
relatif hipoksia dengan pO2 hanya 25 mm. pO2 retina menurun dari luar retina ke dalam.
Ketiga, bagian dalam retina mempunyai mitokondria lebih sedikit yang mengandung
penyerap cahaya heme-based protein sitokrom dari rantai transport elektron. Sel Muller
relatif kaya mitokondria dan ditemukan di daerah pO2 yang lebih tinggi di lapisan plexiform
dan sel ganglion tetapi tidak banyak di lapisan nuclear. Bagian dalam retina menggunakan
glikolisis, cara yang kurang efisien menghasilkan ATP dibandingkan fosforilasi oksidatif
yang dominan di bagian luar retina dimana pO2 adalah 80 mmHg. Walaupun vaskularisasi
jarang dan pO2 rendah, retina memiliki permintaan metabolic yang tinggi. ATP dibutuhkan
untuk fototransduksi dalam menjaga gradien ion melintasi sel membran, untuk
9
neurotransmisi sinap, untuk mengisi fotoreseptor bagian luar segmen membran dan untuk
transport protein dan neurotransmiter anterograde dan retrograde melalui axon ke saraf optik
dan badan lateral genikulat thalamus. Kombinasi permintaan metabolik yang tinggi dan
minimalnya vaskularisasimenyebabkan terbatasnya kemampuan bagian dalam retina dalam
adaptasi terhadap stres metabolik diabetes. Bagian luar retina menerima oksigen dan nutrien
dengan cara difusi dari koroid melalui epithel berpigmen dan secara relatif jarang terkena
pada awal diabetes.
Fungsi metabolik hampir sama dengan otak yang terbagi glia dan neuron. Di glia
bagian dalam retina, metabolisme glukosa terjadi melalui glikolisis dimana sel-sel di luar
retina secara penuh melalui fosforilasi oksidative. Di bagian dalam retina, substrat metabolik
seperti glukosa mengalir dari endothelium pembuluh ke astrocyte melalui neuron. Di bagian
luar retina substrat menjangkau sel Muller dan fotoreseptor dari koroid melalui epithel
berpigmen. Sel glial penting dalam fungsi neuronal karena sel ini mengubah glukosa yang
tersirkulasi ke retina untuk produksi ATP dan menyediakan senyawa-senyawa perantara
seperti laktat. Fungsi anatomi retina diilustrasikan pada gambar 2:
Gambar 2. fungsi anatomi retina. Interaksi metabolik di retina antara pembuluh darah
(merah), astrocyte (kuning), sel Muller (ungu) dan sel saraf glutamatergic (biru). Glukosa
(hijau) dapat melewati secara langsung dari pembuluh darah ke neuron. Bagaimanapun juga
glukosa tidak dioksidasi di astrocyte dan sel Muller tetapi diubah menjadi laktat yang
ditransport keluar glia ke neuron untuk oksidasi. Glutamat dan glutamin diubah di glia dan
neuron.
10
RETINOPATI DIABETES: DI SISI LAIN, GLUKOSA MENYEBABKAN
PENYAKIT MIKROVASKULER
Banyak peneliti menganjurkan dalam patogenesis retinopati diabetes sebaiknya
disertakan glukosa memediasi kerusakan mikrovaskuler. Sebelumnya melibatkan jalur yang
menghubungkan kelebihan glukosa meliputi stres oksidative, aktivasi protein kinase C(PKC)
dan aktivasi glycasi lebih lanjut dari produk akhir dan reseptor. Mekanisme kerusakan
vaskuler meliputi peningkatan permeabilitas vaskuler. Penelitian ini memberi pengertian
mengenai terapi yang potensial meliputi inhibitor PKC, kortikosteroid dan reseptor yang
dapat dipecahkan yang dibutuhkan untuk glikasi lebih lanjut inhibisi produk akhir. Penelitian-
penelitian menyarankan dalam tiap penelitian retinopati diabetes juga meneliti sistem saraf
retina dan aksi insulin di retina.
A. Bukti keterlibatan Persarafan Retina Pada Retinopati Diabetes
Pertama, meskipun perubahan mikrovaskuler tidak dapat disangkal pada kejadian
retinopati, retina divaskularisasi jaringan saraf, bukan pembuluh darah. Penelitian
histopatologi menegaskan hilangnya sel saraf pada penderita retinopati diabetes >40 tahun
yang lalu. Sejak itulah banyak laporan yang menggunakan penelitian elektroretinografi,
adaptasi gelap, sensitifitas kontras dan tes warna dilakukan untuk menilai fungsi retina.
Kenyataannya, hilangnya potensi oscillatory pada electroretinogram diperkirakan merupakan
awal retinopati proliferatif daripada melihat lesi vaskuler dengan funduskopi atau
pemeriksaan nonperfusi kapiler dengan fluorosensi angiogram. Elektroretinogram dan tes
psikofisik biasanya digunakan dalam penelitian tetapi laporan terbaru menggunakan tes yang
dimodifikasi lapang pandang (short wave automated perimetry and frequency doubling
perimetry) menyatakan defek lapang pandang pada pasien dengan sedikit atau tidak adanya
retinopati vaskular dan lapang pandang ini memperkirakan derajat keparahan retinopati
daripada ketajaman penglihatan. Tes fungsional intinya lebih sensitive sebagai indikator
retina daripada dengan menggunakan fotografi fundus atau tomografi optikal yang koheren.
Pada tingkat seluler diabetes mengubah fungsi dan struktur sel retina. Pada manusia
dengan adanya retinopati akan mempercepat apoptosis di sel ganglion. Pada studi binatang
memperlihatkan percepatan apoptosis sel saraf retina, aktivasi glial, gangguan metabolisme
sel dan aktivasi sel mikroglial.
11
Penelitian ini masih meninggalkan keraguan jika defek retina ini akan sulit dinilai
pada awal retinopati. Tidak ada bukti pada awal retinopati ditemukan defek pada sel vaskuler
yang cukup menyebabkan retinopati diabetes. Lebih jelas lagi, sangat penting jika menerapi
baik dari sistem vaskuler dan sistem saraf. Konsep ini selanjutnya akan menjadi paradigma
baru dalam mengerti mekanisme kerusakan penglihatan pada diabetes dan untuk
menyediakan terapi yang pas.
B. Konsep Umpan Balik Retinopati Diabetes Melalui Sistem Saraf dan Vaskuler
Secara umum, penghancuran diri akut sel seperti infeksi bakteri akut dan infeksi virus
membawa pada keadaan respon inflamasi adaptasi fisiologi yang memungkinkan
penyembuhan. Sebaliknya penyakit kronis seperti hepatitis atau tuberkulosis, artritis
reumatoid, atau diabetes menyebabkan respon inflamasi yang tidak bisa diadaptasi.
Jika diabetes mengakibatkan kerusakan sel vaskuler dan meningkatkan permeabilitas
atau oklusi vaskular, neuronal dan integriti sel glia akan terlihat dengan ditemukannya
makrofag, antibodi, sitokin inflamasi/ chemokin, pengeluaran asam amino atau asam lemak
di retina. Dengan kata lain, jika diabetes terutama mempengaruhi saraf retina, bisa
mempengaruhi keutuhan vaskuler dengan hilangnya barier yang normal dan menyebabkan
hilangnya fungsi sel glia atau peningkatan induksi sitokin proinflamasi atau oksigen reaktif
yang akan menyebabkan kebocoran vaskuler. Belum diketahui mana yang lebih dahulu
terjadi dari kerusakan neuronal atau vaskuler, diperkirakan ini saling berkaitan. Diajukan
konsep yang menjelaskan adanya umpan balik disfungsi vaskuler-neural yang mulai cepat
setelah awal diabetes dan meningkat sejalan waktu menyebabkan kerusakan retina lebih
lanjut. Kerusakan yang terakumulasi akan menyebabkan kegagalan perbaikan sel dan
berlanjut menjadi retinopati diabetes.
C. Inflamasi pada Retinopati Diabetes
Inflamasi adalah yang mencolok terlihat pada suatu penyakit, meliputi degenerasi
primer retina, resistensi insulin dan diabetes. Retinopati diabetes diistilahkan dengan retinitis
diabetes sebelumnya meski sudah tidak lagi sejak tahun 1970 an. Inflamasi kronis muncul
dengan adanya peningkatan permeabilitas vaskuler, edema, infiltrasi sel inflamasi, sitokin
dan pengeluaran chemokine, perusakan jaringan, neovaskularisasi dan usaha perbaikan.
Retinopati diabetes memunculkan keadaan ini. Mikroglia berhubungan dekat dengan neuron
yang mengendalikan molekul-molekul seperti CXCL1 (fractalkine) dan CD200 yang secara
12
negatif mengatur aktivasi mikrogli melalui reseptor-reseptornya. Kekacauan pengaturan
reseptor selama stres mengaktivasi mikroglia untuk memproduksi sitokin
proinflamasi untuk mendapatkan bentuk yang teraktivasi. Mikroglia yang teraktivasi
akan memproduksi chemokin seperti monocyte chemoattractant protein1 menyebabkan
adhesi molekul yang membawa terjadinya leukostasis neutrophil pada endothelium, dan
secara potensial menyebabkan extravasasi makrofag inflamasi.
TABEL 1 Inflamasi Pada Retinopati Diabetes
Proses perbaikan fisiologis yang membantu sel retina bertahan terhadap stress
meliputi peningkatan expresi banyak growth factor dan sitokin, meliputi VEGF (Vascular
Endothelial Growth Factor), IGF-1, interleukin -1B dan factor nekrosis tumor (TNF). Protein-
protein yang terlibat dalam retinopati ini juga menyediakan fungsi neurotropic untuk
membantu sel retina bertahan. Peningkatan sitokin/ expresi chemokine menyebabkan fungsi
adaptasi untuk menjaga fungsi neuronal tetapi kemudian akan menjadi tidak bisa adaptasi
dengan adanya kerusakan vaskuler yang progresif, akhirnya akan terjadi macular edema dan
neovaskularisasi. Proses umpan balik mengekalkan kerusakan baik vaskuler dan neuronal dan
puncaknya adalah retinopati diabetes.
13
Meningkatnya aliran darah dan permeabilitas vaskuler
Makular edema
Percepatan kematian sel
Infiltasi makrofag, aktivasi sel mikroglial
Peningkatan adhesi lukosit
Peningkatan expresi sitokin (VEGF, IGF-1, IL-1ß)
Aktivasi komplemen, upregulasi ikatan FAS
Respon akut expresi protein
Neovaskularisasi
Proliferasi sel glial
Diabetes mengganggu keseimbangan homeostasis retina. Pada kondisi normal
terdapat keseimbangan untuk pertahanan dan stimuli anti inflamasi pada fungsi retina. Pada
diabetes pertahanan (masukan neurotropik) berkurang dan proinflamasi sitokin, chemokin
dan respon selular meningkat. Proses-proses ini mempercepat kematian sel retina dan
meningkatkan permeabilitas vaskuler dan sumbatan yang akan mengakibatkan terganggunya
penglihatan. Penanganan sebaiknya secara langsung menambah masukan neurotropik dan
menurunkan respon proinflamasi sehingga proses perbaikan bisa terjadi.
Bahasan ini tidak sebatas membahas jika diabetes mendorong proses inflamasi retina,
tetapi bagaimana respon inflamasi memberikan kontribusi pada inisiasi, propagasi dan
resolusi dari kerusakan. Gangguan penyembuhan luka adalah hal yang telah diketahui pada
diabetes, bukti penelitian pada hewan menunjukkan gangguan pada perbaikan sistem saraf
pusat karena stres. Contohnya, keadaan hipoksia/ stres iskemi pada otak normal tikus akan
meningkatkan pengeluaran gen antiapoptotik bcl-2 dan blf-1 pada sel mikroglia. Pada tikus
dengan diabetes respon perbaikan ini tidak terjadi dan akan terjadi kerusakan otak infark.
Respon inflamasi normal diperlukan untuk meminimalisasi kerusakan jaringan dan diabetes
mengganggu kemampuan jaringan untuk merespon. Lebih lanjut lagi nantinya diharapkan
bisa dimengerti bagaimana cara untuk meminimalisasi kerusakan jaringan di retina. Jika
upregulasi growth factor dan sitokin seperti VEGF sudah diketahui membantu sel bertahan
pada diabetes, mungkin jika inhibisi dengan menggunakan obat farmaka dapat mencegah
kematian sel vaskuler dan kerusakan saraf sehingga bisa mengontrol retinopati.
D. Bukti Gangguan Aksi Insulin pada Retinopati Diabetes
Kelebihan glukosa secara umum sudah diketahui menjadi tersangka utama terjadinya
retinopati diabetes. Diabetes mellitus secara klinis didefinisikan sebagai gangguan
metabolisme karbohidrat. Bagaimanapun juga gangguan pada lipid dan metabolisme protein
juga terjadi dan dihubungkan dengan biokomia abnormal pusat pada gangguan aksi
insulin. Penelitian sudah dilakukan pada binatang yaitu meneliti tentang galaktosemia pada
tikus dan anjing. Hewan ini mempunyai insulin plasma normal sebelumnya dan akhirnya
berkembang terjadi kerusakan vaskuler, tetapi kerusakan neural retina tidak diperiksa.
Data dari Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) menunjukkan resiko lebih
rendah pada retinopati pada level A1C yang sama yang mendapatkan kontrol intensive, yaitu
euglikemia yang konsisten. Pada penelitian yang dilakukan DCCT resiko akan berkurang
didapat dengan memberi insulin lebih sering pada pasien yang intensive daripada pasien yang
14
dengan cara pemberian insulin biasa. DCCT melaporkan adanya peningkatan dosis akan
menyebabkan pengurangan resiko terjadinya retinopati. Lebih jauh lagi secara klinis
didapatkan resistensi insulin sistemik adalah faktor resiko terjadinya retinopati diabetes pada
pasien dengan diabetes tipe 1.
Penelitian EURODIAB dan Pittsburggh Epidemiology of Diabetes Complication
Study pada diabetes tipe 2 defisiensi insulin juga merupakan faktor resiko munculnya
retinopati. Data ini menegaskan secara kuat peran klinis pada pemberian insulin sistemik,
retina juga merupakan target langsung insulin.
E. Kemampuan Reseptor Insulin Berkurang pada Diabetes
Di hati dan otot, insulin terikat pada reseptor tirosin kinase dan meningkatkan
fosforilasi protein dan lipid kinase unutk memproduksi respon spesifik biologi jaringan. Hati
dan otot kekurangan barier darah jaringan dan akan terjadi fluktuasi jumlah insulin saat
setelah makan dan jika dalam keadaan puasa. Tetapi retina mempunyai sistem yang berbeda,
retina dengan barier darahnya memiliki reseptor insulin yang mempunyai aktivitas tirosin
kinase basal yang equivalent dan tidak berubah. Aktivitas ini konsisten pada keadaan yang
membutuhkan metabolisme tinggi pada retina yang normal.
Diabetes merusak persinyalan pada jaringan peripheral. Penelitian menunjukkan
diabetes menyebabkan hilangnya kemampuan mensinyal aktivitas reseptor insulin kinase dan
PI3-kinase p70S6 kinase secara progresif. Hal ini terjadi pada retina, diabetes menyebabkan
hilangnya persinyalan reseptor insulin pada retina. Retina menjadi sensitif akan adanya
kelebihan glukosa dan lipid.
F. Penurunan Aksi Insulin Berkembang Menjadi Neurodegenerasi
Di retina insulin menstimulasi IRS-2 (Insulin Receptor Substrat) tirosin fosforilasi.
Pada percobaa tikus dengan diabetes retinal IRS-2 nya menurun, penurunan IRS-2
menyebabkan degenerasi saraf retina dan fotoreseptornya. Neuron retina dan sel vaskuler
tergantung aktivitas reseptor insulin untuk bertahan, kedua sel tersebut akan mati dan terjadi
apoptosis pada manusia dan percobaan pada binatang. Maka bisa diprediksikan gangguan
dalam sinyal reseptor insulin akan mempercepat kematian sel. Penelitian menyebutkan
gangguan reseptor insulin bisa terjadi di retina, otak, dan jaringan saraf dan merupakan suatu
rangkaian kesatuan. Otot dan jaringan lemak merespon secara akut terhadap fluktuasi insulin
dan berubah secara cepat pada awal diabetes, retina dan otak mempunyai set point yang lebih
15
tinggi dan merespon agak lebih lama kemudian setelah onset diabetes. Plasma insulin
menembus mata dan otak lebih lambat daripada jaringan peripheral.
G. Retinopati dan Hiperglikemia
Kelebihan glukosa tidak dapat menjelaskan semua aspek mengenai pathogenesis
retinal pada retinopati diabetes. Pada salah satu penelitian menjelaskan adanya toleransi
glukosa yang normal atau terganggu tetapi tidak terjadi hiperglikemia, dan terjadi komplikasi
retinopati proliferatif dan nefropati diabetes. Pada program pencegahan diabetes, 8% dari
pasien dengan gangguan toleransi glukosa (pre-diabetes), tetapi tanpa hiperglikemia, terjadi
mikroaneurisma retina.
Gangguan aksi insulin, sebagai defek utama pada diabetes secara langsung
mempengaruhi retina dan mengakibatkan terjadinya disfungsi retina. Potensial faktor yang
mempengaruhi keseimbangan retinal adalah meliputi keseimbangan glukosa, lipid, hipertensi,
hormon lain seperti glukokortikoid, glukagon, adipokin, dan juga inflamasi yang
mempengaruhi resistensi insulin.
BAGAIMANA DIABETES BISA MENGGANGGU PENGLIHATAN ?
Gangguan penglihatan pada pasien dengan diabetes paling sering dihubungkan
dengan edema makular, iskemi makular, membran epiretinal yang mengubah atau menaikkan
makula, perdarahan vitreous yang mengaburkan media ocular. Sebagai contoh, kebocoran
kapiler retina akan menyebabkan edema makular dan diketahui secara klinis kebocoran ini
menyebabkan gangguan penglihatan. Bagaimana mekanisme seluler edema makular bisa
menyebabkan gangguan penglihatan belum bisa dijelaskan. Dari perspektif optik, sista
makular menghamburkan cahaya yang masuk ke retina tetapi tidak bisa fokus ke
fotoreseptornya, sehingga menurunkan kualitas image. Dari bahasan seluler, fungsi
penglihatan akan menurun jika cairan terakumulasi dalam retina. 1) mengubah konsentrasi
ion ekstraseluler membutuhkan potensial aksi, 2) secara fisik menekan neuron retina, 3)
pengaruh pertukaran glutamat dan glutamin secara normal antara sel glia dan neuron
membutuhkan neurotransmitter, 4) neuron semakin lemah terhadap adanya excitotoxicity
asam amino, antibodi, atau sel inflamasi yang mencapai retina karena adanya kebocoran.
Sumbatan kapiler dekat fovea juga menyebabkan neuron retina terjadi kerusakan iskemi.
16
TABEL 2 mekanisme gangguan penglihatan pada diabetes
Defek
Seluler Gejala Klinis Efek pada fungsi penglihatan
Meningkatny
a permeabilitas
kapiler, non perfusi
kapiler
Gejala:
menurunnya ketajaman
penglihatan ; tanda:
penebalan retinal, edema
macular sistoid, exudat
lipid
Cahaya menyebar dalam retina
mengaburkan gambar ; Light scattering
within retina blurs image; sista menekan
neuron; kehilangan glutamate ; siklus
glutamine antara sel glial dan neuron ;
meningkatnya kerentanan neuron terhadap
plasma-derived toxic factor ; iskemi neuron
mungkin terjadi.
Gangguan
primer neuronal
Gejala:
menurunnya penglihatan
saat malam dan warna ;
tanda:defek lapisan serat
saraf, tanda depresi retinal,
kelihatan retina yang masih
normal
Berkurangnya sensitivitas kontras,
adaptasi gelap, pembedaan warna, respon
ERG
Kerusakan diabetes yang langsung ke sel glial atau metabolisme neuronal akan secara
langsung memberi dampak neurotransmisi dan juga terjadi apoptosis neuron retinal dan defek
lapang pandang. Lebih lanjut lagi, axon retinal hilang sebelum lesi vaskuler terlihat.
Penelitian yang terbaru juga memperlihatkan respon local yang terganggu pada pemeriksaan
electroretinogram diperkirakan merupakan perkembangan dari lesi vaskuler. Penglihatan
tergantung pada fungsi neuronal, sehingga pada akhir analisis semua bentuk gangguan
penglihatan dengan media ocular (edema macular, iskemi macular, traksi retinal) terjadi
disfungsi neuronal. Lebih jauh lagi untuk membandingkan kerusakan di vaskuler, glial,
mikroglial dan interkasi sel neuronal mengurangi kualitas penglihatan.
17
KAPAN TERJADINYA RETINOPATI?
Retinopati didiagnosa secara klinis dengan tanda-tanda ophthalmoskopik seperti
mikroaneurisma, perdarahan dan spot cotton-wool, tetapi defek fungsional akan muncul lebih
dahulu.
KENDALA DAN KEUNTUNGAN PENCEGAHAN DAN PENANGANAN
Lesi vaskuler retinopati diabetes ditangani dengan fotokoagulasi panretinal dan
vitrektomi. Dibandingkan penyakit retinal kebanyakan (degenerasi makular, retinitis
pigmentosa dan retinopati diabetes), retinopati diabetes mempunyai intervensi penanganan
yang spesifik (terapi insulin intensif) yang diharapkan dapat memperlama perkembangan dan
progresinya.
Bahan vitreous dari pasien dengan retinopati proliferatif menunjukkan perubahan
yang lebih lanjut dan tidak bisa dideteksi saat awal. Terapi insulin intensif adalah cara ideal
untuk mencegah dan menangani retinopati ringan. Terapi selanjutnya diharapkan dapat
menjelaskan proses biologinya. Ada dua strategi yaitu 1) identifikasi dan menambah jalur
neurotropin. 2) mencegah jalur proinflamasi/ proapoptosis.
Retina adalah sekelompok sel-sel khusus yang mengkonversi cahaya karena
memasuki meskipun lensa menjadi gambar. Syaraf mata atau syaraf optik mengirim
informasi visual ke otak.
Diabetic retinopathy adalah salah satu (pembuluh darah terkait) komplikasi vaskular
yang berhubungan dengan diabetes. Persoalan mata diabetes ini disebabkan oleh kerusakan
pembuluh kecil dan disebut "komplikasi mikrovaskuler." Penyakit ginjal dan kerusakan saraf
akibat diabetes juga komplikasi mikrovaskuler. Kerusakan pembuluh darah besar (juga
disebut komplikasi makrovaskuler) termasuk komplikasi seperti penyakit jantung dan stroke.
Komplikasi microvascular pada banyak penelitian, terbukti berkaitan dengan kadar
gula darah tinggi. Anda dapat mengurangi resiko masalah mata dalam komplikasi diabetes
dengan memperbaiki kontrol gula darah Anda.
Orang dengan diabetes tipe 1 jarang mengembangkan retinopathy sebelum masa
pubertas. Pada orang dewasa dengan diabetes tipe 1, juga jarang melihat retinopathy sebelum
durasi lima tahun diabetes. Risiko kerusakan retina meningkat dengan durasi diabetes yang
progresif. Kontrol yang intensif dari kadar gula darah akan mengurangi resiko Anda untuk
18
mengembangkan retinopathy. DCCT, sebuah studi besar orang dengan diabetes tipe 1
menunjukkan bahwa orang dengan diabetes yang mencapai kontrol ketat gula darah mereka
dengan pompa insulin atau suntikan beberapa harian insulin adalah 50% -75% lebih rendah
untuk terserang retinopati, nefropati ( penyakit ginjal), atau kerusakan saraf (semua
komplikasi mikrovaskuler).
Orang dengan diabetes tipe 2 biasanya memiliki tanda-tanda masalah mata ketika
diabetes didiagnosis. Dalam hal ini, kontrol gula darah, tekanan darah, dan kolesterol darah
dengan diabetes memiliki peran penting dalam memperlambat perkembangan retinopati dan
masalah mata lainnya.
Jenis Retinopathy pada Diabetes:
Latar Belakang retinopati. Kadang-kadang kerusakan pembuluh darah ada, tapi tidak
ada masalah penglihatan. Ini disebut retinopati latar belakang. Sangat penting untuk berhati-
hati mengelola diabetes Anda pada tahap ini untuk mencegah background retinopathy dari
maju ke penyakit mata yang lebih serius.
Maculopathy. Pada maculopathy, orang itu telah mengembangkan kerusakan pada
area kritis yang disebut macula. Karena ini terjadi di daerah yang sangat penting untuk
penglihatan, tipe persoalan mata dapat secara signifikan mengurangi penglihatan.
Proliferatif retinopati. Pembuluh darah baru mulai tumbuh di belakang mata. Karena
retinopathy merupakan komplikasi mikrovaskular diabetes, penyakit pembuluh kecil, tipe
retinopathy ini berkembang karena kekurangan oksigen yang meningkat pada mata dari
penyakit vaskular. Kapal di mata menipis dan macet dan mereka mulai mengubah bentuk.
Patofisiologi Retinopati DM
Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan terjadi
melalui beberapa jalur.
Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oxy-gen intermediates (ROIs)
dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan AGEs merusak perisit dan endotel
pembuluh darah serta merangsang pelepasan factor vasoaktif seperti nitric oxide (NO),
prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang akan mem-perparah
kerusakan.
19
Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi
dan ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi
sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim
endotel.
Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C
(PKC). Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain diaktivasi
oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhe-sion molecule-1 (ICAM-1) yang
memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut
menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta thrombosis dan oklusi kapiler retina.
Keseluruhan jalur tersebut me-nimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada
retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga
merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran
basalisnya, defisiensi taut kedap antarsel endo-telnya, dan kekurangan jumlah perisit.
Akibatnya, terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.
Adapun patofisiologi masing-masing dari jenis retinopati diabetika ;
1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif
Merupakan bentuk yang paling sering dijumpai. Merupakan cerminan klinis
dari hiperpermeabilitas dan inkompetensi pembuluh yang terkena. Disebabkan oleh
penyumbatan dan kebocoran kapiler, mekanisme perubahannya tidak dietahui tapi
telah diteliti adanya perubahan endotel vaskuler (penebalan membrane basalis dan
hilangnya perycet) dan gangguan hemodinamik 9pada sel darah merah dan agregasi
platelet). Disini perubahan mikrovaskuler retina terbatas pada lapisan retina
(intraretinal), terikat ke kutub posterior dan tidak melebihi membrane internal.
Karakteristik pada jenis ini adalah dijumpainya mikroaneurisma multiple yang
dibentuk oleh kapiler-kapiler yang membentuk kantung-kantung kecil menonjol
seperti titil-titik, vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok, bercak
perdarahan intraretinal. Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan
berbentuk nyala api karena lokasinya di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi
horizontal. Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik atau bercak terletak di lapisan
retina yang lebih dalam tempat sel-sel akson berorientasi vertikal.
Retinopati Diabetika Preproliferatif dan Edema Makula
20
Merupakan stadium yang paling berat dari Retinopati Diabetika Non
Proliferatif. Pada keadaan ini terdapat penyumbatan kapiler mikrovaskuler dan
kebocoran plasma yang berlanjut, disertai iskemik pada dinding retina (cotton wool
spot, infark pada lapisan serabut saraf). Hal ini menimbulkan area non perfusi yang
luas dan kebocoran darah atau plasma melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari
stadium ini adalah cotton wool spot, blot haemorrage, interretinal microvasculer
abnormal (IRMA), dan rangkaian vena yang seperti manik-manik. Bila satu dari
keempatnya dijumpai ada kecenderungan untuk menjadi progresif (Rtinopati
Diabetika Proliferatif), dan jika keempatnya dijumpai maka beresiko untuk menjadi
prolifertaif dalam satu tahun.
Edema macula pada retinopati diabetic non proliferative merupakan penyebab
tersering timbulnya gangguan penglihatan. Edema ini terutama disebabkan oleh
rusaknya sawar retina-darah bagian dalam endotel kapiler retina sehingga terjadi
kebocoran cairan dan konstituen plasma ke dalam retina dan sekitarnya. Edema ini
dapat bersifat fokal dan difus. Edema ini tampak seperti retina yang menebal dan
keruh disertai mikroaneurisma dan eksudat intraretina sehingga terbentuk zona
eksudat kuning kaya lemak bentuk bundar di sekitar mikroaneurisma dan paling
sering berpusat di bagian temporal macula.
Retinopati diabetic Non Proliferatif dapat mempengaruhi fungsi penglihatan
melalui 2 mekanisme yaitu :
Perubahan sedikit demi sedikitdari pada penutupan kapiler intraretinal
yang menyebabkan iskemik macular
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah retina yang menyebabkan
edema macular
2. Retinopati Diabetika Proliferatif
Merupakan penyulit yang paling parah pada Diabtes Mellitus. Pada jenis ini
iskemik retina yang progresif akhirnya merangsang pembentukan pembuluh-
pembuluh halus (neovaskularisasi) yang sering terletak pada permukaan diskus dan di
tepi posterior zona perifer disamping itu neovaskularisasi iris atau ribeosis iridis juga
dapat terjadi. Pembuluh-pembuluh baru yang rapuh berproliferasi dan menjadi dan
menjadi meninggi apabila korpus vitreum mulai berkontraksi menjauhi retina dan
darah keluar dari pembuluh tersebut maka akan terjadi perdarahan masif dan dapt
timbul penurunan penglihatan mendadak.
21
Disamping itu jaringan neovaskularisasi yang meninggi ini dapat mengalami
fibrosis dan membentuk pita-pita fibrovaskular rapat yang menarik retina dan
menimbulkan kontraksi terus menerus pada krpus viterum. Ini dapat menyebabkan
pelepasan retina akibat traksi progresif atau apabila terjadi robekan retina, terjadi
ablasio retina regmatogenesa. Pelepasan retina dapat didahului atau diutpi oleh
perdarahan korpus vitreum. Apabila kontrkasi korpus vitreus telah sempurna di mata
tersebut, maka retinopati diabetika cenderung masuk ke stadium involusional atau
burnet-out.
Diabetik Retinopati digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu :
Retinopati Diabetik Non Poliferatif dengan gejala klinik sebagai berikut :
- Kelainan bentuk kantong pada kapiler pembuluh retina (Mikroaneurisma)
- Pecahnya pembuluh kapiler yang menyebabkan pendarahan retina
- Edema Retina. Edema pada makula menyebabkan penurunan penglihatan hingga
kebutaan
- Eksudat keras merupakan pengumpulan lemak ekstrasel akibat bocornya pembuluh yang
abnormal
- Eksudat lunak atau bercak kapas yang merupakan infark mikro dari lapisan serabut
retina
- Pelebaran dan pelekukkan pembuluh vena
- Penyumbatan kapiler
- Kapiler yang melebar dengan dinding yang rapuh (Intra Retinal Microvascular
Abnormlities)
Retinopati Diabetik Poliferatif dengan gejala klinik sebagai berikut :
- Kapiler yang melebar dengan dinding yang rapuh (Intra Retinal Microvascular
Abnormlities)
- Neovaskularisasi pada Papil Nervus Optikus
- Pecahnya neovaskularisasi yang rapuh dan mengakibatkan pendarahan vitreous
22
- Proliferasi vitreo retinal
- Pelepasan retina akibat penarikan oleh jaringan proliferasi
Gejala dan Tanda Retinopati DM
Sebagian besar penderita retinopati DM, pada tahap awal tidak mengalami gejala
penurunan tajam penglihatan.
Apabila telah terjadi kerusakan sawar darah retina, dapat ditemukan mikroaneurisma,
eksudat lipid dan protein, edema, serta perdarahan intraretina.
Selanjutnya, terjadi oklusi kapiler retina yang mengakibatkan kegagalan perfusi di
lapisan serabut saraf retina sehingga terjadi hambatan transportasi aksonal. Hambatan
transportasi tersebut menimbulkan akumulasi debris akson yang tampak sebagai gambaran
soft exudates pada pemeriksaan oftalmoskopi. Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati
DM non-proliferatif.
Hipoksia akibat oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh darah baru dan ini
merupakan tanda patognomonik retinopati DM proliferatif.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://kireihimee.blogspot.com/2009/07/retinopati-diabetes-jurnal.html
2. http://medicastore.com/penyakit/580/Retinopati_Diabetikum.html
23
3. http://www.rsisultanagung.co.id/v1.1/index.php?
option=com_content&view=article&id=725:diabetik-retinopati-komplikasi-pandangan-mata-
para-diabetisi&catid=5:kesehatan&Itemid=22
4. http://www.medicinenet.com/diabetes_and_eye_problems/page2.htm
5. http://yun2medicaldiary.blogspot.com/2010/02/katarak-diabetik.html
6. http://nugrohob.wordpress.com/2007/12/03/diabetes-melitus-komplikasinya-pada-mata/
24
top related