pendidikan akhlak dalam membina kecerdasan...
Post on 13-Mar-2019
264 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENDIDIKAN AKHLAK DALAM MEMBINA
KECERDASAN EMOSIONAL ANAK
DI PANTI ASUHAN NURUL AMAL KRAMAT JATI
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh
Putri Rahmawati
NIM 1113011000021
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 / 1439 H
vi
ABSTRAK
Nama : Putri Rahmawati
NIM : 1113011000021
Judul : Pendidikan Akhlak dalam Membina Kecerdasan Emosional Anak di
Panti Asuhan Nurul Amal Kramat Jati
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pendidikan akhlak yang
diterapkan di panti asuhan Nurul Amal Kramat Jati dalam mengoptimalkan
perkembangan kecerdasan emosional anak.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Hasil penelitian
ini dilakukan dengan cara menarasikan kejadian pada saat kegiatan pendidikan
akhlak serta kecerdasan emosional anak di panti asuhan Nurul Amal Kramat Jati.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan wawancara semi terstruktur,
observasi non-partisipatif, dan studi dokumentasi. Adapun teknik analisis data yang
digunakan dimulai dengan mengumpulkan data selama dilapangan, kemudian
mereduksi data dengan mencatat yang sesuai dengan fokus penelitian, menyajikan
data dalam bentuk naratif, dan mengumpulkan data dengan mengolah data yang
didapat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan akhlak yang diterapkan
dalam upaya membina kecerdasan emosional anak meliputi pendidikan kecintaan
terhadap Allah dan rasulnya, kejujuran, kedisiplinan, kesabaran, keikhlasan, dan
keistiqomahan melalui materi yang disampaikan pada saat pengajian kitab dan
jadwal kegiatan sehari-hari. Dalam penerapannya pengasuh memperhatikan
kebutuhan dasar santri, yaitu berupa perhatian, kasih sayang, dan pendidikan yang
efektif. Adapun prosesnya diinternalisasikan secara berkelanjutan, bertahap, serta
meliputi seluruh rangkaian kegiatan di panti Asuhan Nurul Amal.
Kata kunci: pendidikan akhlak, kecerdasan emosional, panti asuhan
vii
ABSTRACT
Name : Putri Rahmawati
NIM : 1113011000021
Title : Morals Education in Fostering Child Emotional Intelligence at Nurul
Amal Kramat Jati Orphanage
This research has a purpose to describe the moral education that is applied in
the Nurul Amal Kramat Jati orphanage in optimizing the development of children's
emotional intelligence.
The method used in this research is qualitative. The results of this research were
conducted by way of narrating the occurrence at the time of moral education
activities and emotional intelligence of children at the Nurul Amal Kramat Jati
orphanage. Data were collected using semi-structured interviews, non-participatory
observation, and documentation studies. The data analysis technique used begins
by collecting data during the field, then reducing the data by recording the
appropriate research focus, presenting data in the form of narrative, and collecting
data by processing the data obtained.
The results showed that moral education applied in the effort to foster children's
emotional intelligence include love education of Allah and his messenger, honesty,
discipline, patience, sincerity, and keistiqomahan through material presented during
the recitation of the book and daily activity schedule. In the application of caregiver
attention to the basic needs of students, namely in the form of attention, affection,
and effective education. The process is internalized in a sustainable, gradual, and
includes the whole series of activities at the Nurul Amal Nurse.
Keywords: moral education, emotional intelligence, orphanage
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah swt. Tuhan semesta
alam, berkat Rahmat, Taufik, Hidayah, dan Inayah-Nyalah, penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Tak lupa shalawat serta salam penulis
haturkan kepada Nabi Muhammad saw., beserta keluarganya, sahabatnya, dan
seluruh umat Islam yang senantiasa menjalankan sunnah-sunnahnya, semoga
syafaat senantiasa tercurahkan kepada umatnya.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam meraih gelar Sarjana
Pendidikan (S.Pd) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh
begitu banyak dukungan, bantuan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag., Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
Hj. Marhamah Saleh, Lc., MA., Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Drs. H. Achmad Gholib, M.Ag., Dosen Pembimbing Skripsi, yang selalu
memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan segala bentuk kebaikan
kepada penulis selama ini. Semoga semua kebaikan yang diberikan
mendapatkan balasan yang berlipat, dan semoga selalu berada dalam ridho-
Nya.
4. M. Sholeh Hasan, Lc. MA., Dosen Pembimbing Akademik, yang selalu
meluangkan waktunya untuk memberikan pelayanan konsultasi,
memberikan motivasi, serta pengalaman dan ilmu baru kepada para
mahasiswa bimbingannya. Semoga selalu dalam lindungan Allah swt.
ix
5. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah bersedia memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.
Semoga dilimpahkan keberkahan dari Allah swt.
6. Segenap pengelola perpustakaan, baik Perpustakaan Utama maupun
Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan
fasilitas kepada penulis dalam mencari referensi yang dibutuhkan.
7. Bapak H. EK. Zaenuddin, bapak Zaenal Abidin, bapak Yusron, ibu
Nurjannah, serta seluruh pihak Panti Asuhan yang telah memberikan izin
kepada penulis untuk melaksanakan penelitian serta menyambut dan
membantu penulis selama penelitian berlangsung. Semoga selalu dalam
limpahan rahmat Allah swt.
8. Santri/wati Panti Asuhan Nurul Amal Kramat Jati tahun ajaran 2017/2018,
yang telah antusias dalam menyambut dan membantu penulis serta
bersahabat selama penulis melaksanakan penelitian. Semoga selalu dalam
lindungan Allah swt.
9. Keluarga tercinta, motivasi terbesar penulis, Terimakasih untuk Bapak
Slamet Adimulyo dan Ibu Nani Suharni, yang tidak pernah lupa untuk
mendo’akan setiap waktu, memberikan semangat, dukungan penuh baik
moril maupun materil kepada penulis. Semoga selalu dalam lingdungan dan
kasih sayang Allah swt. Juga teruntuk adik-adikku tersayang, Isrofiah, Nur
Shabrina, dan Fauziah, terimakasih karena telah menemani selama
penelitian, telah menjadi adik yang baik dan selalu menjadi penghibur
panulis sehingga penulis selalu merasa ceria.
10. Sahabat penulis, Santika Fatmawati, Anggita Diana, dan Iddah Mahmudah
yang selalu membersamai penulis selama di dunia perkuliahan. Semoga
persahabatan kita selalu terjaga.
11. Teman-teman seperjuangan PAI 2013, terutama kelas A PAI 2013,
terimakasih atas segala kebersamaan, motivasi, bantuan, dan kerjasamanya
selama ini. Semoga Allah mudahkan dan berkahi setiap langkah kita.
x
12. Semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah
swt melimpahkan rahmat dan karunia-Nya atas segala jasa dan kebaikan
yang diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna
karena keterbatasan ilmu penulis dalam membuat skripsi ini. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya.
Jakarta, 16 Januari 2018
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
ABSTRAK ................................................................................................ vi
ABSTRACT .............................................................................................. vii
KATA PENGANTAR .............................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL .................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Bealakang Masalah .................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................... 9
C. Pembatasan Masalah .......................................................... 9
D. Perumusan Masalah ............................................................ 9
E. Tujuan Penelitian ................................................................ 10
F. Manfaat Penelitian .............................................................. 10
BAB II KAJIAN TEORITIK
A. Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan ................................................. 11
2. Fungsi dan Tujuan Pendidikan ..................................... 14
B. Akhlak
xii
1. Pengertian Akhlak ....................................................... 16
2. Sumber-sumber Akhlak ................................................ 17
3. Karakteristik dan Ruang Lingkup Akhlak ................... 18
4. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Akhlak ....................... 23
5. Faktor yang Mempengaruhi Akhlak ............................ 24
6. Metode Pembinaan Akhlak ......................................... 26
C. Kecerdasan Emosional
1. Pengertian Kecerdasan Emosional .............................. 30
2. Ruang Lingkup Kecerdasan Emosional ...................... 33
3. Cara Membina Kecerdasan Emosional ....................... 36
D. Hasil Penelitian yang Relevan ............................................ 40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................ 42
B. Latar Penelitian (Setting) Subjek ........................................ 42
C. Metode Penelitian ............................................................... 43
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data .................... 44
E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ................. 46
F. Teknik Analisis Data .......................................................... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Panti Asuhan Nurul Amal ..................... 49
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ........................................ 61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ......................................................................... 77
B. Implikasi ............................................................................. 77
C. Saran ................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 79
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Data anak santri mukim berdasarkan latar belakang ...................54
Tabel 4.2 Data anak santri mukim berdasarkan jenjang pendidikan ............55
Tabel 4.3 Data anak santri non-mukim berdasarkan jenjang pendidikan .....56
Tabel 4.4 Pembimbing, Pembina dan Pengajar Panti Asuhan ......................56
Tabel 4.5 Sarana dan Prasarana Yayasan ......................................................58
Tabel 4.6 Kegiatan Sehari-hari Panti Asuhan ...............................................59
Tabel 4.7 Pembiasaan Santri di Panti Asuhan Nurul Amal ..........................72
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Struktur Kepengurusan ISNA ...................................................... 52
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Tata Tertib Yayasan
Lampiran 2 Daftar Santri Panti Asuhan Nurul Amal Kramat Jati
Lampiran 3 Dokumentasi
Lampiran 4 Pedoman Wawancara
Lampiran 5 Pedoman Observasi
Lampiran 6 Uji Referensi
Lampiran 7 Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 8 Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 9 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama Islam adalah rahmatan lil’alamiin, agama fitrah yang
menyeluruh dan sesuai dengan kebutuhan. Islam telah memuliakan dan
mengutamakan manusia dibanding dengan makhluk Allah yang lain untuk
memikul tanggung jawab yang besar, yaitu sebagai khalifah di muka bumi.
Sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30:
وإذ قال ربك للمالئكة إن ي جاعل في األرض خليفة قالوا أتجعل فيها من ي فسد
س لك قال إن ي أعلم ما ال ت علمون مآء ونحن نسب ح بحمدك ون قد فيها ويسفك الد
Ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para Malaikat,
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".
Mereka berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di
bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau". Rabb
berfirman:"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui". (qs. aL-Baqarah : 30)1
Dari ayat di atas jelas bahwa Allah menjadikan manusia sebagai
khalifah di muka bumi karena Allah mengetahui bahwa manusia mampu
untuk menanggung amanah tersebut. Mengingat beban tanggung jawab
yang besar, Allah swt telah mengaruniakan beragam potensi kepada
manusia. Diantara potensi tersebut adalah “potensi spiritual, kecerdasan,
perasaan dan kepekaan.”2 Hanya saja potensi ini tidak berkembang dengan
baik atau bahkan bisa hilang apabila tidak dididik dengan baik.
1 Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Terj. Al-Jami’ li Ahkaam Al-Qur’an oleh
Fathurrahman, Ahmad Hotib, dan Nashirul Haq, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), Cet. 2, h. 584. 2 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet. 1, h. 53-
54.
2
Oleh karena itu Allah juga mengaruniakan manusia sistem nilai-nilai
yang dapat menjadikan pemeluknya sebagai hamba Allah yang bisa
melaksanakan tanggung jawabnya dan menikmati hidupnya. Melalui sistem
nilai-nilai tersebut diharapkan dapat terbinanya seluruh potensi manusia
secara serasi dan seimbang. Adapun proses internalisasi nilai-nilai tersebut
dapat dilakukan melalui pendidikan Islam, baik formal maupun informal.
Pendidikan ini perlu ditanamkan sejak dini. Sebab pada usia anak-anak
segala pembentukan karakter mulai terbentuk. Oleh karenanya pendidikan
yang tepat bagi anak harus sangat diperhatikan untuk mencapai hasil terbaik.
Salahsatu nilai yang menjadi fokus dalam pendidikan Islam adalah
pendidikan akhlak. Menurut Rois Mahfud, “ruang lingkup utama dalam
ajaran Islam adalah aqidah, syariat, dan akhlak.”3 Dimana akhlak
merupakan refleksi atau tindakan nyata dari akidah atau syariat. Refleksi
disini tidak serta merta hubungan sebab akibat. Sebab akhlak adalah sesuatu
yang didapat melalui proses pembiasaan dengan akidah dan syariat sebagai
dasarnya. Oleh karena itu “hampir seperempat dari al-Qur’an berbicara
tentang akhlak”.4 Dan salahsatu diantaranya Allah memberikan role model
untuk kita semua. Sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-
Ahzab ayat 21:
لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة ل من كان ي رجوا الله والي وم األخر وذكر الله
كثيرا
“Sesungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-
Ahzab : 21)5
3 Rois Mahfud, Al-Islam; Pendidikan Agama Islam, (TTT: Erlangga, 2011). 4 Sahriansyah, Ibadah dan Akhlak, (Banjarmasin: IAIN Antasari Press, 2014), Cet. 1, h. 186. 5 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid VII, (Jakarta: Penerbit Lentera Abadi,
2010), h. 638-639.
3
Demikian pula di dalam hadits Nabi saw. Begitu banyak teks hadits
yang berhubungan erat dengan akhlak, baik perkataan maupun perbuatan,
hingga secara praktis dan teoritis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
akhlak memiliki posisi yang sangat penting dalam Islam. Sehingga
perbaikan dan penyempurnaan akhlak merupakan misi utama diutusnya
Rasulullah saw di muka bumi ini. Hal ini ditegaskan sendiri oleh Rasulullah
saw dalam sabdanya:
ق م مكارم األخال انما بعثت التم
“Sesungguhnya aku diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak.”
(HR. Ahmad)6
Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah Indonesia telah menggariskan
dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menurut pasal 1, undang-undang ini disebutkan:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara”.7
Dari pengertian di atas menunjukkan bahwa tugas seorang pendidik
adalah membantu peserta didik dalam memperbaiki, menumbuh
kembangkan, serta menjaga dan memelihara seluruh potensi yang dimiliki
peserta didik secara aktif dan seimbang. Hal tersebut dapat dilakukan
dengan cara menanamkan pengetahuan (aspek kognitif), memelihara
dengan keteladanan (aspek afektif), dan dilatih dengan cara memberi
keterampilan (aspek psikomotorik) sehingga terwujud manusia yang cerdas,
cakap, terampil dan bermanfaat.
6 Ibid., h. 189. 7 Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta:
Departemen Pendidikan RI, 2003), h. 5.
4
Memiliki akhlak mulia menjadi salahsatu poin penting yang hendak
dicapai oleh peserta didik dalam proses pendidikan nasional. Sebab akhlak
juga merupakan tolak ukur runtuh atau tegaknya suatu bangsa. Jika akhlak
suatu bangsa itu rusak, maka runtuhlah pula bangsa tersebut. Sebaliknya jika
akhlak tersebut kokoh, maka tegaklah pula bangsa tersebut. Sebagaimana
yang dikatakan oleh penyair Arab, Syauqi Baik: “Bangsa itu hanya bisa
bertahan selama mereka memiliki akhlak. Bila akhlak telah lenyap dari
mereka, merekapun akan lenyap pula.”8
Dengan demikian akhlak merupakan hal yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Salah satu tujuan dari pendidikan yang sesungguhnya
adalah menjadi seseorang yang baik dalam segala hal. Pendidikan akhlak
mampu mengubah menjadi manusia yang lebih baik. Karena salahsatu guna
pendidikan akhlak adalah mengarahkan dan mewarnai berbagai aktivitas
kehidupan manusia. Menurut Abuddin Nata yang dikutip oleh Heny
Narendrany, “Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi,
memiliki kekuasaan, harta, dan sebagainya namun tidak disertai dengan
akhlak yang mulia maka semuanya itu akan disalah gunakan yang akibatnya
akan menimbulkan bencana di muka bumi.”9 Mirisnya, hal ini mudah kita
jumpai melalui media cetak, media elektronik, atau bahkan di lingkungan
kita sendiri.
Pendidikan saat ini sering dikeritik oleh masyarakat yang disebabkan
karena terdapat sejumlah pelajar dan lulusan pendidikan yang menunjukkan
sikap kurang terpuji tersebut. Seperti penyalah gunaan gadget, tawuran,
bulliying, pelecehan seksual, kekerasan antar guru-murid dan sebaliknya,
hingga bunuh diri. Jika diperhatikan, kasus-kasus moral tersebut merupakan
akibat dari ketidak mampuan dalam mengelola emosi.
8 Zahruddin AR., Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 15. 9 Heny Narendrany Hidayati, Pengukuran Akhlakul Karimah Mahasiswa, (Jakarta: UIN Press
dan LPJM, 2009), h. 17.
5
Hal tersebut mengindikasikan bahwa rendahnya pendidikan emosional
siswa dalam proses pendidikan. Karena faktanya, masih banyak orang
masih menganggap bahwa cerdas adalah orang yang memiliki IQ tinggi dan
dianggap berhasil ketika mendapat nilai ujian tertinggi.
Ini membuktikan bahwa Intelligence Quation (IQ) yang diperkenalkan
oleh William Stern ini memang telah menyita perhatian yang sangat besar.
Bahkan tidak jarang ukuran tersebut menjadi patokan bagi banyak kalangan,
termasuk dunia pendidikan dan dunia kerja. Dan tragisnya lagi, IQ telah
menghilangkan kesempatan berkembang bagi mereka yang memiliki IQ
rendah namun memiliki kecerdasan lain yang dominan.
Padahal IQ dipandang sebagai faktor terkecil dalam memprediksi
keberhasilan. Menurut Hunter & Hunter yang dikutip oleh Makmum
Mubayidh, “IQ dinilai hanya memberikan andil tidak lebih dari 25%, riset
lain memberikan hanya 10%, bahkan ada yang memberikan 4%.”10
Keterbatasan peran tersebut dibuktikan pula oleh sebuah riset di
Maussets, Amerika. Menurut riset tersebut, “pengaruh terbesar diberikan
oleh kemampuan-kemampuan sederhana yang mereka dapatkan di waktu
kecil, seperti menyikapi kegagalan, tidak tercapainya harapan,
mengendalikan perasaan emosi, dan kemampuan hidup berdampingan
dengan oranglain.”11 Singkatnya, Ary Ginanjar menyebutkan bahwa
“kecerdasan emosi memegang peranan penting dalam mencapai
keberhasilan di segala bidang.”12
Dalam Islam, hal-hal yang berhubungan dengan kecakapan emosi dan
spiritual seperti konsistensi (istiqomah), kerendahan hati (tawadhu),
berusaha dan berserah diri (tawakal), ketulusan (keikhlasan), totalitas
10 Makmum Mubayidh, Kecerdasan dan Kesehatan Emosional Anak, Terj. dari Adz-Dzaka’ al-
Athifi wa Ash-Shihhah Al-Athiyah oleh Muhammad Muchson Anasy, (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar,
2010), Cet. 4, h. 15-16. 11 Ibid., h. 16. 12 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual,
(Jakarta: Arga, 2005), h. 40.
6
(kaffah), keseimbangan (tawazun), integritas, dan penyempurnaan (ihsan)
itu dinamakan akhlakul karimah.13 Dan keterampilan tersebut merupakan
tolak ukur dalam kecerdasan emosional.
Berdasarkan hal tersebut, sudah gilirannya menuntut peranan
pendidikan akhlak untuk membangun kembali generasi muda bangsa yang
bertanggung jawab dan mampu membina hubungan yang harmonis.
Oleh karena itu, melalui pendidikan akhlak yang mengarah pada
tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari diharapkan dapat membentuk
manusia-manusia yang mandiri serta bertanggung jawab. Sehingga
membentuk insan kamil, menusia yang di dalam dirinya mampu mengelola
kecerdasan emosional mereka yang selaras dengan perbuatan yang
dilahirkan sebagai bentuk dari akhlak.
Kecerdasan emosional tidaklah ditentukan sejak lahir, melainkan dapat
dipupuk dan dikembangkan dalam diri anak. “Meski anak kecil sebenarnya
memiliki potensi kecerdasan emosi yang tinggi, hanya saja potensi ini tidak
berkembang dengan baik karena orangtua si anak mengabaikan atau karena
pengaruh buruk oleh orang-orang yang berada di sekitar anak.”14 Sehingga
orangtua memiliki peran penting dalam membina kecerdasan emosional
anak sejak dini.
Dan Sayyidina Ali memilih pendidikan akhlak sebagai dasar dalam
mendidik anaknya diusia dini. Sayyidina Ali berkata kepada Hasan,
anaknya: “Hati anak kecil umpama tanah yang belum lagi bertanam. Apa
saja yang disemaikan akan diterima olehnya. Karena itu aku memulai
mendidik dengan akhlaq yang baik, sebelum hatimu menjadi keras dan
pikiranmu sibuk.”15
13 Ibid., h. 280. 14 Makmum Mubayidh, Op. Cit., h. 10. 15 Zakiah Darajat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 62.
7
Orangtua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Daniel Goleman bahwa “kehidupan
keluarga merupkan sekolah kita yang pertama untuk mempelajari emosi”.16
Dibanding sekolah, keluarga memiliki andil lebih besar bagi perkembangan
anak. Situasi pendidikan itu terwujud berkat adanya hubungan intensif yang
saling mempengaruhi antara orangtua dan anak.
Islam memandang keluarga bukan hanya sebagai persekutuan hidup
kecil saja, melainkan lebih dari itu, “keluarga sebagai lembaga hidup
manusia yang memberi peluang kepada para anggotanya untuk hidup celaka
atau bahagia dunia akhirat.”17
Dari pengertian tersebut, keluarga memiliki peran penting yaitu menjadi
pendidik yang utama dan menciptakan lingkungan pendidikan yang
kondusif sebagai pendukungnya. Sehingga anggota keluarga dapat memiliki
peluang berkembang menjadi manusia yang bahagia baik di dunia maupun
di akhirat.
Namun tidak semua anak beruntung memiliki keluarga18. Atau sering
dikenal dengan istilah yatim. Sehingga anak tersebut tidak mendapatkan
pendidikan intensif dari orangtuanya.
Disamping itu, keyatiman merupakan salahsatu faktor penyebab sifat
rendah diri, dimana sifat ini termasuk salahsatu gejala psikologis yang
paling berbahaya. Hal tersebut apabila anak tidak mendapatkan lingkungan
yang menyayangi anak tersebut.
Mengingat pentingnya peran keluarga, maka anak membutuhkan
keluarga pengganti. “Keluarga pengganti yang menggantikan peran
16 Andreas Hartono, EQ Parenting, (Jakarta: PT. Gramedia Pusataka Utama, 2012), Cet. Ke-2,
h. 3. 17 Zakiah Darajat, dkk, Op. Cit., h. 36. 18 Menurut Taufik Makarou, “Keluarga yang dimaksudkan disini adalah kesatuan masyarakat
terkecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak.”
8
keluarga inti untuk memberikan pengasuhan pada anak terdiri dari keluarga
kerabat, keluarga asuh, keluarga wali, dan keluarga angkat.”19
Oleh karena itu, Islam sangat memperhatikan urusan anak yatim, baik
dari segi pendidikannya, perlakuan terhadapnya, jaminan penghidupannya,
sehingga ia tumbuh menjadi anggota masyarakat yang berguna dan
melaksnakan kewajiban dan tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya.
Sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Qur’an surat Adh-Dhuha ayat 9:
فأما اليتيم فالت قهر
“Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenaang-
wenang.” (QS. Adh-Dhuha : 9)20
Bahkan Allah mengancam orang yang menghardik anak yatim,
sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Qur’an surat Al-Ma’un ayat 1-2:
ين ب بالد (٢)فذلك الذي يدع اليتيم (١)أرءيت الذي يكذ “Tahukan kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang
menghardik anak yatim.” (QS. Al-Ma’un : 1-2)21
Salahsatu lembaga kesejahteraan anak yang menampung anak-anak
yang tidak mendapatkan pengasuhan dari orangtuanya adalah panti asuhan.
Peran orangtua bukanlah ayah dan ibu, namun dapat digantikan dengan
pengasuh yang berada di panti asuhan tersebut.
Sebagai suatu lembaga sosial yang ikut serta dalam pendidikan dan
merupakan pengganti fungsi keluarga maka penting bagi panti asuhan
memberikan pendidikan akhlak sebagai sistem dalam membina keseharian
anak asuh. Dan tentunya proses tersebut merupakan proses yang panjang
19 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 30 / HUK / 2011 Tentang Standar
Nasional Pengasuhan Anak untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, h. 10. 20 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirannya (Edisi yang Disempurnakan), (Jakarta:
Penerbit Lentera Abadi, 2010), h. 694. 21 Ibid., h. 787.
9
dan dilakukan secara bertahap dengan cara yang tepat agar hasil pendidikan
Islam tersebut menjadi lebih efektif.
Panti Asuhan Nurul Amal yang terletak di Kramat Jati merupakan salah
satu dari sekian banyak panti asuhan yang ada di Jakarta Timur yang turut
berkontribusi membantu pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan
terkait anak terlantar. Peneliti tertarik meneliti yayasan yatim piatu tersebut
karena merupakan salah satu lembaga yang berkontribusi dalam pendidikan
anak terlantar dengan dasar pendidikan Islam dan dekat dengan rumah
peneliti sehingga memudahkan untuk peneliti mencari data sehingga
memperoleh data yang valid.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti permasalahan
tersebut kedalam penelitian yang diberi judul: Pendidikan Akhlak dalam
Membina Kecerdasan Emosional Anak di Panti Asuhan Nurul Amal
Kramat Jati
B. Identifikasi Masalah
Berkaitan dengan latar belakang di atas, maka masalah yang dapat
diidentifikasikan adalah sebagai berikut:
1. Ketidakmampuan anak dalam mengelola emosinya.
2. Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap pembinaan kecerdasan
emosional anak.
3. Tidak semua anak beruntung memiliki orang tua sebagai pendidik
pertama dan utama.
4. Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap pembinaan akhlak.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka untuk menentukan fokus
penelitian paneliti hanya meneliti:
10
1. Pendidikan akhlak yang dimaksud yaitu upaya dalam menanamkan
akhlak terpuji. Adapun akhlak terpuji dimaksud meliputi akhlak kepada
Allah swt, diri sendiri, dan sesama manusia.
2. Kecerdasan emosional meliputi mengenali diri sendiri, mengelola
emosi sendiri, memotivasi diri, berempati, dan mampu membina
hubungan dengan oranglain.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan
masalah dalam penelitian ini mengenai:
“Bagaimanakah panti asuhan Nurul Amal Kramat Jati dalam mendidik
akhlak untuk mengoptimalkan perkembangan kecerdasan emosional anak?”
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
“Mendeskripsikan pendidikan akhlak yang diterapkan di panti asuhan
Nurul Amal Kramat Jati dalam mengoptimalkan perkembangan kecerdasan
emosional anak.”
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Untuk peneliti, memberikan motivasi penulis untuk belajar lebih
banyak serta mendapatkan pengalaman mengenai pendidikan akhlak
dalam membina kecerdasan emosional anak.
2. Untuk panti, memberikan sumbangan pemikiran dan meningkatkan
kesadaran dalam mengimplementasikan pendidikan akhlak dalam
membina kecerdasan emosional anak.
11
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Acuan Teori
1. Pendidikan
a. Pengertian Pendidikan
Secara etimologi, istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa
Yunani, yaitu “pedagogie”, yang berarti “bimbingan yang diberikan
kepada anak”.1
Dalam bahasa Indonesia, pendidkan berasal dari kata “didik” dengan
memberinya awalan “pe” dan akhiran “kan”, mengandung arti “proses
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dl
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan”.2
Dalam bahasa Inggris, “education (pendidikan) berasal dari kata
educate (mendidik) artinya memberi peningkatan (to eclite, to give rise to)
dan mengembangkan (to evolve, to develop).”3
Sedangkan dalam bahasa Arab, terdapat tiga kata yang sering
digunakan untuk mengartikan pendidikan. Ketiga kata tersebut yaitu, “at-
ta’lim”, “at-ta’dib", dan “at-tarbiyyah”.
“Ta’lim berasal dari kata dasar “’allama-yu’allimu-ta’liiman” yang
berarti pengajaran. Pengertian ta’lim atau pengajaran adalah pemberian
ilmu pengetahuan sehingga orang yang diajar itu menjadi berilmu
pengetahuan”.4 Dalam istilah pendidikan, seseorang mengajarakan ilmu
1 Ramayulis, Dasar-dasar Kependidikan; Suatu Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakata, Kalam
Mulia, 2015), h. 15. 2 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. 4, (Jakarta, Balai
Pustaka, 2007), h. 263. 3 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), cet. 18, h.
32. 4 Djumransjah dan Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam (Menggali Tradisi,
Meneguhkan Eksistensi), (Malang: UIN-Malang Press, 2007), h. 5
12
kepada orang lain agar orang tersebut memiliki pengetahuan ini berarti
yang disentuh adalah aspek kognitif.
Selanjutnya “kata “At-Ta’dib” berasal dari kata “‘addaba-yu’addibu”
yang berarti memberi adab, pelatihan”.5 Ta’dib mencakup ilmu dan amal
dalam pendidikan. Amal disini memastikan bahwa ilmu yang di dapatkan
dapat dipergunakan dengan baik. Dalam istilah pendidikan hal tersebut
menyentuh aspek afektif dan psikomotorik.
Sedangkan “Tarbiyyah” berasal dari tiga kata, yakni: pertama,
berasal dari kata “rabba yarubu” yang artinya bertambah dan tumbuh.
Kedua, berasal dari kata “rabiya yarbi” yang artinya tumbuh dan
berkembang. Ketiga, berasal dari kata “rabba-yarubbu” yang artinya
memperbaiki, membimbing, menguasai, memimpin, menjaga, dan
memelihara.6
Sehingga kata at-tarbiyyah ini dapat dikatakan merupakan upaya
memelihara, memperbaiki, membimbing sesuatu atau potensi yang sudah
ada sejak lahir agar tumbuh menjadi sempurna.
Untuk menumbuh kembangkan potensi manusia tersebut, dapat
dilakukan dengan cara menanamkan pengetahuan (aspek kognitif),
memelihara dengan diberi contoh atau keteladan (aspek afektif), dan
dilatih dengan cara memberi keterampilan (aspek psikomotorik) sehingga
terwujud manusia yang sempurna dan seimbang.
Sementara secara terminologi, beberapa pakar mengemukakan
definisi pendidikan sebagai berikut:
1) Plato yang dikutip oleh Mahmud Yunus menyatakan “pendidikan
adalah mengasuh jasmani dan rohani, supaya sampai kepada
keindahan dan kesempurnaan yang mungkin dicapai”.7
2) Heri Jauhari Muchtar menyatakan “pendidikan adalah segala usaha
yang dilakukan untuk mendidik manusia sehingga dapat tumbuh dan
5 Ramayulis, Dasar-dasar Kependidikan, Op. Cit., h. 34. 6 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), Cet. 12, h. 34 7 Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung,
t.t), h. 5.
13
berkembang serta memiliki potensi atau kemampuan sebagaimana
mestinya”.8
3) Ahmad D. Marimba yang dikutip oleh Fatah Yasin menyatakan
“pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan seacara sadar oleh si
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.9
4) Poerbakawatja dan Harahap yang dikutip oleh Muhibbin Syah
menyatakan “pendidikan adalah usaha secara sengaja dari orang
dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke
kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung
jawab moril dari segala perbuatannya.”10
5) Fuad Ihsan menyatakan, “pendidikan adalah usaha manusia untuk
meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi
pribadinya, yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta dan budi nurani) dan
jasmani (panca indera serta keterampilan-keterampilan).11
Adapun pemerintah Indonesia telah menggariskan dasar-dasar
pendidikan dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menurut pasal 1, undang-undang ini disebutkan:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa,
dan negara.12
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan
sesuatu yang sangat penting. Pendidikan hendaknya bukan hanya sekedar
masalah akademik, transfer pengetahuan, atau pelatihan skill melalui mata
8 Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Jakarta: PT Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. 2, h. 14. 9 A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Malang, UIN-Malang Press, 2008), h. 17. 10 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2010), cet. 10, h.
11. 11 Fuad Ishan, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), h. 7 12 Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta:
Departemen Pendidikan RI, 2003), h. 5.
14
pelajaran konvensional saja. Melainkan juga harus mencapai berbagai
kecakapan yang diperlukan untuk menjadi manusia yang mandiri, dewasa,
dan berdaya guna dengan kesatuan aspek jasmani dan rohani, aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik, serta aspek dirinya, lingkungan sosial,
lingkungan alam, dan dengan Tuhannya. Sehingga pendidikan akan
mampu memberikan perubahan besar ke arah kemajuan bagi kehidupan.
b. Fungsi dan Tujuan Pendidikan
Secara umum, fungsi pendidikan menurut Umar Tirtarahardja dan La
Sulo sebagai proses transformasi budaya, pembentukan pribadi, penyiapan
warga negara, dan penyiapan tenaga kerja. 13
Secara rinci, terdapat empat fungsi pendidikan, sebagai berikut:
1) Pendidikan sebagai proses transformasi budaya
Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai
kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi lain. Dalam
prosesnya, tidak semata-mata mengekalkan budaya secara estafet.
Ada tiga bentuk transformasi yaitu menanamkan kembali nilai-nilai
yang masih cocok, memperbaiki nilai yang kurang cocok, dan
menghilangkan nilai-nilai yang kurang cocok dengan tuntutan
pembangunan.
2) Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi
Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan bersifat sistematis.
Sistematis karena proses pendidikan berlangsung melalui tahap-tahap
berkesinambungan dan sistematis karena berlangsung dalam semua
situasi dan kondisi, di semua lingkungan baik keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
Proses pembentukan pribadi ini tidak berakhir dengan dinyatakan
lulusnya seseorang dari suatu jenjang pendidikan. Bagi mereka yang
13 Umar Tirtaraharja dan La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), h.
33-36.
15
sudah dewasa tetap dituntut adanya pengembangan diri secara terus
menerus, yang sering dikenal dengan pendidikan sepanjang hidup.
3) Pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara
Sebagai proses penyiapan warga negara, peserta didik dibimbing
menjadi warga negara yang baik. Tentu baik disini bersifat relatif,
tergantung tujuang nasional masing-masing bangsa.
4) Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja
Sebagai penyiapan tenaga kerja, peserta didik diberi bekal dasar untuk
bekerja berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Fungsi ini menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja bukan
hanya mendapatkan imbalan melainkan juga kepuasan karena dapat
memberikan sesuatu kepada oranglain, bersosialisasi, dan
bekerjasama,.
Adapun pemerintah RI telah menggariskan fungsi dan tujuan
pendidikan nasional dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional menurut pasal 3, undang-undang ini
disebutkan:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokrratis serta bertanggungjawab.14
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fungsi pendidikan adalah
proses transformasi budaya serta mengembangkan potensi manusia demi
terbentuknya manusia yang yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia,
berilmu, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab.
14 Undang-undang Republika Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional RI, 2003), h. 8.
16
2. Akhlak
a. Pengertian Akhlak
Secara etimologi, “akhlak” merupakan bentuk jamak dari kata
khulqun yang berarti budi pekerti, perangai, tabiat, adat, tingkah laku, atau
sistem perilaku yang dibuat”.15
Secara kebahasaan akhlak bisa baik atau buruk. Seperti dijelaskan oleh
Abdul Hamid Yunus, bahwa akhlak adalah segala sifat manusia yang
terdidik. Berdasarkan ungkapan tersebut bahwa akhlak sangat tergantung
dari pembinaannya. Apabila pembinaannya positif maka hasilnya yaitu
akhlak mulia yang kemudian disebut dengan akhlaqul karimah, sedangkan
apabila pembinaannya negatif maka yang terbentuk adalah akhlak tercela
yang kemudian disebut dengan akhlaqul mazmumah.
Sementara secara terminologi, beberapa pakar mengemukakan
definisi akhlak sebagai berikut:
1) Imam Ghazali yang dikutip oleh Zahruddin dan Hasanuddin Sinaga
menyatakan bahwa “akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam
jiwa yang daripadanya timbul perbutan-perbuatan dengan mudah,
dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran lebih dahulu”.16
2) Ibnu Maskawaih yang dikutip oleh Zahruddin dan Hasanuddin Sinaga
menyatakan bahwa “akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui
pertimbangan pikiran lebih dahulu”.17
3) Prof. Dr. Ahmad Amin menyatakan bahwa “akhlak adalah kehendak
yang dibiasakan.”
4) Prof. K.H. Farid Ma’ruf yang dikutip oleh Zahruddin dan Hasanuddin
Sinaga menyatakan bahwa “akhlak adalah kehendak jiwa manusia
15 Rois Mahfud, Al-Islam; Op. Cit., h. 96. 16 Zahruddin dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004), H. 4 17 Ibid.
17
yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa
memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.”18
5) Rois Mahfud menyatakan bahwa “akhlak adalah ilmu yang
menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang baik dan tercela,
baik itu berupa perkataan maupun perbuatan manusia, lahir dan
batin”.19
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tidak
semua perbuatan manusia dapat disebut akhlak. Perbuatan manusia dapat
disebut akhlak kalau terpenuhi dua syarat berikut: pertama, perbuatan itu
dilakukan berulang-ulang. Kalau hanya sekali saja, misalnya orang yang
jarang membantu oranglain, tiba-tiba memberikan sedekah kepada
oranglain, dengan tidak ada alasan tertentu, itu tidak dapat disebut orang
yang berakhlak dermawan. Kedua, perbuatan itu timbul dengan mudah
tanpa dipikirkan terlebih dahulu, karena perbuatan tersebut sudah menjadi
kebiasaan sehingga melekat dalam jiwanya.
b. Sumber-sumber Akhlak
Al-Qur’an dan Hadits merupakan sumber-sumber akhlak. Tingkah
laku Nabi Muhammad saw merupakan contoh suri tauladan umat manusia.
Sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 21:
لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة ل من كان ي رجوا الله والي وم األخر وذكر الله
كثيرا
“Sesungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan yang banyak menyebut Allah.”. (QS. Al-
Ahzab:21)20
18 Ibid,, h. 6. 19 Rois Mahfud, Op. Cit., h. 96. 20 Departemen Agama RI, Op. Cit., Jilid VII, h. 638-639.
18
Allah pun menegaskan dalam firman-Nya yang lain, yaitu dalam Al-
Qur’an surat Al-Qalam ayat 4:
وإنك لعلى خلق عظيم
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang
luhur.” (QS. Al-Qalam : 4)21
Tentang akhlak pribadi Rasulullah saw dijelaskan oleh ‘Aisyah ra
diriwayatkan oleh Imam Muslim:
را قال ق ت دة اقال سعد بن هشام قالت من هشام قال ابن عامر ف ت رحمت عليه وقالت خي
يه وكان أصيب ي وم أحد ف قلت يا أم المؤمنين أنبئيني عن خلق رسول الله صلى الله عل
وسلم قالت ألست ت قرأ القرآن ق لت ب لى قالت فإن خلق نبي الله صلى الله علي ه وسلم
كان القرآن 22
Qatadah berkata; Hisyam bin Amir gugur ketika perang Uhud- lantas aku
(Saad) bertanya; "Wahai Ummul mukminin, beritahukanlah kepadaku
tentang akhlak Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam!.' 'Aisyah
menjawab; "Bukankah engkau telah membaca Alquran?" Aku menjawab;
"Benar, " Aisyah berkata; "Akhlak Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
adalah Al Quran."
c. Karakteristik dan Ruang Lingkup Akhlak
Yang dimaksud dengan karakteristik akhlak adalah ciri-ciri khusus
yang ada dalam akhlak Islam. Ahmad Azhar merinci ciri-ciri akhlak Islam
sebagai berikut:23
1) Al-Akhlak ar-Rabbaniyyah, ajaran akhlak Islam bersumber dari
wahyu Allah yang termaktub dalam dalam Al-Qur’an dan hadits.
21 Departemen Agama RI, Op. Cit., Jilid 10, h. 263. 22 Al-Imam Abul Husain Muslim, Shohih Muslim, (Riyadh: Darussalam, 1998), h. 301. 23 Sahriansyah, Op. Cit., h. 195-200.
19
2) Al-Akhlak Insaniyah, ajaran akhlak Islam yang selalu sejalan dan
memenuhi kebutuhan fitrah manusia, yaitu memihak kepada kebaikan
dan kebenaran.
3) Al-Akhlak al-Syamilah, ajaran akhlak Islam bersifat universal dan
sempurna, siapapun yang melaksanakan akhlak Islam dijamin akan
selamat.
4) Al-Akhlak at-Tawazun, akhlak Islam berada di tengah-tengah antara
pandangan yang menghayalkan manusia bagaikan malaikat yang
selalu suci dan pandangan yang menitik beratkan manusia bagai
hewan yang tidak mengenal etika dan selalu mengajak kepada
perbuatan nista.
5) Al-Akhlak al-Waqiyyah, akhlak Islam yang memperhatikan kenyataan
hidup manusia, seperti tolong menolong sebagai makhluk sosial.
Dengan demikian akhlak dapat diterima dan dijadikan pedoman oleh
seluruh umat manusia, kapan pun dan dimana pun mereka berada, serta
dalam keadaan apa pun dan bagaimana pun.
Secara sederhana, ruang lingkup akhlak sering dibedakan menjadi
tiga, akhlak terhadap Allah swt, akhlak terhadap sesama manusia, dan
akhlak terhadap alam.
1) Akhlak terhadap Allah swt.
Yang dimaksud dengan akhlak terhadap Allah swt adalah pola
hubungan, sikap dan perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh
manusia kepada Allah swt. Akhlak kepada Allah swt ini meliputi:
a) Beribadah kepada Allah swt., yang diwujudkan dalam bentuk
rutinitas peribadatan seperti shalat, puasa, zakat, dan haji dengan
niat semata-mata karena Allah swt, tidak menduakan-Nya baik
dalam hati, perkataan maupun perbuatan..
b) Mencintai Allah swt di atas segalanya, yaitu mencintai Allah
melebihi cinta kepada apa dan siapapun dengan melaksanakan
segala perintahnya dan menjauhi semua larangan-Nya,
20
mengharapkan ridho-Nya, mensyukuri nikmat dan karunia-Nya,
menerima dengan ikhlas semua qadha dan qadar-Nya setelah
berikhtiar, meminta pertolongan, memohon ampun, bertawakal,
dan berserah diri hanya kepda-Nya.
c) Berdzikir kepada Allah swt., yaitu dengan mengingat Allah swt
dalam berbagai situasi dan kondisi.
d) Bertaubat, yaitu sikap menyesali perbuatan buruk yang pernah
dilakukan dan berusaha untuk tidak mengulanginya, serta
melakukan perbuatan baik.
e) Bersyukur, yaitu sikap berterimakasih kepada Allah swt serta
memanfaatkan dengan sebaik-baiknya nikmat yang telah
diberkan oleh Allah swt. Kemudian rasa syukur tersebut
meningkatkan kedekatan diri dengan Allah swt.
f) Bertawakal, yaitu menyerahkan segala urusan kepada Allah
setelah berbuat semaksimal mungkin untuk mendapatkan sesuatu
yang diharapkan.
g) Berhusnuzhon, yaitu sikap berbaik sangka kepada Allah swt.
dengan meyakini akan hikmah dibalik sebuah kejadian.
2) Akhlak terhadap sesama manusia
a) Akhlak terhadap Rasulullah
(1) Mencintai rasulullah saw. secara tulus dengan senantiasa
bersholawat kepadanya dan mengikuti semua sunnahnya.
(2) Menjadikan rasulullah sebagai suri tauladan dalam hidup
dan kehidupan kita.
b) Akhlak terhadap diri sendiri
(1) Jujur, mengatakan yang sebenarnya dan menjaga apa yang
diamanahkan kepadanya. Ini merupakan salahsatu sifat
terpuji dan menjadi sifat Rasulullah.
(2) Bersabar, yaitu sikap menahan diri pada kesulitan yang
dihadapinya. Menurut Al-Ghazali, sabar ialah meninggalkan
segala macam pekerjaan yang digerakkan olehh hawa nafsu,
21
tetap pada pendirian agama yang mungkin bertentangan
dengan kehendak hawanafsu, semata-mata karena
menghendaki kebahagiaan dunia dan akhirat)24
(3) Kerja keras dan disiplin, yang bekerja dengan batas-batas
kemampuan maksimal kita. Kerja keras harus disertai dengan
disiplin yang tinggi, yaitu bekerja sesuai dengan aturan yang
telah ditetapkan.
(4) Pemaaf, yaitu menghapus luka atau bekas-bekas luka yang
terdapat dalam hati. Sehingga tidak menimbulkan marah atau
dendam.
(5) Ikhlas, yaitu sikap menjauhkan diri dari riya’ (menunjuk-
nunjukkan kepada oranglain) ketika mengerjakan amal naik.
adapun amalan tersebut diniatkan untuk mendapatkan ridho
Allah swt.
(6) Qana’ah, yaitu merasa cukup dan rela dengan pemberian
yang dianugerahkan koleh Allah swt.
c) Akhlak terhadap sesama
Yang dimaksud dengan terhadap sesama disini adalah
terhadap keluarga, karib, kerabat, tetangga, dan masyarakat.
Akhlak terhadap sesama ini mendapat perhatian khusus.
Bahkan sejumlah ulama yang membidangi hati berkata, “Akhlak
adalah pena al-haq (kebenaran)”. Ia alat memberi tanda di muka
bumi. Apabila umat Islam mengatakan kepada seseorang bahwa
ia orang saleh, berarti di sisi Allah ia orang saleh. Namun jika
menurut mereka ia buruk, maka di sisi Allah juga buruk.25
Adapun akhlak terhadap sesama diantaranya:
24 Mustafa Zuhri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Bina Ilmu, 1995), h. 68 25 Aidh al-Qarni, Kembali ke Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2015), h. 219.
22
(1) Mencintai saudaranya, sebab pangkal akhlak yaitu
memperlakukan orang lain dengan tawadhu, penuh cinta, dan
kasih sayang.26
(2) Menunaikan hak dan kewajiban sesama muslim. Diantara
kewajiban muslim atas muslim lainnya ada 6, yaitu
mengucap salam, memenuhi undangan, memberi nasihat jika
diminta, menjawab hamdalah saat bersin, membesuk ketika
sakit, dan mengantarkan jenazah.
(3) Bergaul dengan baik, yaitu memelihara pergaulan dan
hubungan sesama manusia tanpa ada perasaan bahwa dirinya
lebih dari oranglain, sehingga tidak merendahkan oranglain.
Diantara dalam menjaga pergaulan yaitu dengan menjalin
silaturrahmi, saling tolong menolong, berlaku sopan dan
santun, serta saling menghargai27
(4) Bermusyawarah, merupakan sarana efektif untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. Dalam
bermusyawarah juga kita berlatih mengekspresikan diri dan
menghargai perbedaan.
3) Akhlak terhadap alam
Yang dimaksud dengan alam disini adalah alam semesta yang
mengitari hidup manusia yang mencakup tumbuhan, hewan, udara,
sungai, laut, dan sebagainya. Manusia penting memperhatikan akhlak
terhadap lingkungan sebagai potensi alam untuk kepentingan hidup
manusia. Sebab alam juga memiliki potensi yang terbatas. Oleh
karena itu pelestarian dan pengembangan potensi alam harus
diupayakan semaksimal mungkin dengan pemanfaatkan sebaik
mungkin. Hal ini dimulai dengan menjaga kebersihan lingkungan.
26 Ibid., h. 222. 27 Sahriansyah, Op. Cit., h. 204.
23
d. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak berfungsi memberikan pedoman atau petunjuk bagi
manusia dalam mengetahui karakteristik perbuatan baik dan perbuatan
buruk. Setelah manusia tersebut mengetahui perbuatan baik dan buruk
diharapkan membiasakan perbuatan baik atau yang dikenal dengan
akhlakul karimah dan menjauhi perbuatan buruk atau yang dikenal dengan
akhlakul mazmumah. Sehingga mencapai tujuan pendidikan akhlak.
Menurut Ibnu Masawaih, tujuan pendidikan akhlah adalah agar
memperoleh moralitas yang membuat seluruh perbuatan kita terpuji
sehingga menjadikan diri kita pribadi yang mudah, tanpa beban, dan
kesulitan.28
Menurut Heny Narendrany, tujuan pendidikan akhlak adalah
memberikan pedoman atau petunjuk bagi manusia dalam mengetahui
perbuatan yang baik dan buruk, kemudian membiaskan yang baik dan
meninggalkan yang buruk. Dengan mengerjakan yang baik secara terus
menerus akan menjadi kebiasaan, yang akhirnya menjadi kepribadian.
Dengan demikian akan membentuk individu yang suci, masyarakat yang
harmonis, dan lingkungan yang damai. sehingga mencapai kebahagiaan di
dunia dan akhirat.29
Disamping itu, Zahrudin menambahkan bahwa “terbinanya akhlak
akan meningkatkan wibawa, mendapat kehormatan di masyarakat, serta
mendapat ketentraman dan kebagaiaan hati. karena akhlak yang terpuji
sesuai dengan fitrah manusia yang menyukai kebaikan.”30
Disamping itu derajat manusia di sisi Allah akan semakin meningkat
dan semakin dekat serta terhindar dari hukuman yang bersifat manusiawi.
Sebab dari segi sosial mampu membina dan menjaga kerukunan antar
28 M. Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam dan Akhlak, (tt.p.: Amzah, t.t.), h. 224 29 Heny Narendrany Hidayati, Op. Cit., h. 17. 30 Zahruddin, Op. Cit., h. 163.
24
tetangga yang terwujud dalam sikap saling menghormati, saling
melindungi, salingmenjaga, dan saling peduli satu sama lainnya, sehingga
seluruh lapisan masyarakat menjadi aman, tentram, damai, dan sejahtera.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Amirul mukminin, “seandainya
pun kita tidak mengharapkan surga, tidak takut kepada panasnya api
neraka, tidak mengharapkan pahala dan tidak merasa terancam dengan
siksaannya, maka kita tetap harus memiliki akhlak yang mulia karena itu
sangat membahagiakan.”31
Mustafa Zahri mengatakan bahwa tujuan perbaikan akhlak itu, ialah
untuk membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah
sehingga hati menjadi suci bersih, bagaikan cermin yang dapat menerima
Nur dari Tuhan.32
Dengan demikian, orang yang memiliki akhlak mulia akan mampu
menghadapi rintangan-rintangan hidup dengan cara yang baik, berbeda
dengan mereka yang tidak memiliki akhlak mulia, mereka seperti
memelihara binatang di dalam dirinya yang selalu menggigit dan
menyakiti dirinya dan itulah beban derita yang berkepanjangan.
e. Faktor yang Mempengaruhi Akhlak
Pada dasarnya manusia memiliki kedua potensi baik dan buruk,
sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Qur’an surat Al-Balad ayat 10:
وهدي ناه النجدين
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan
kejahatan).” (QS. Al-Balad : 10)33
Walaupun kedua potensi tersebut terdapat dalam diri manusia, pada
dasarnya manusia cenderung kepada kebaikan, karena fitrah yang ada
31 Ibrahim Amini, Agar Tak Salah Mendidik, Terj. dari Ta’lim va Tarbiyat oleh Ahmad Subandi
dan Salman Fadhullah, (Jakarta: Al-HUDA, 2006), h. 228-229. 32 Mustafa Zuhri,Op. Cit., h. 67. 33 Departemen Agama RI, Op. Cit., Jilid 10, h. 668.
25
dalam dirinya. Namun manusia juga mudah tergoda menyimpang dari
fitrah tersebut. Karena akhlak bukanlah sesuatu yang tetap. Ia bisa baik
atau buruk tergantung pembinaannya. Dalam membina terdapat beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi akhlak, diantaranya:
1) Insting
Insting merupakan seperangkat tabiat yang dibawa manusia sejak
lahir. Menurut para psikolog insting berfungsi sebagai motivator
penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku naluri makan, naluri
ebrjodoh, naluri keibu-bapakkan, naluri berjuang, dan naluri ber-
Tuhan, naluri ingin tahu, naluri takut, naluri meniru, dan sebagainya.34
Dengan potensi itulah manusia melahirkan perilaku sesuai dengan
instingnya.
2) Adat/kebiasaan
Adat atau kebiasaana dalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang
yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama
sehingga menjadi kebiasaan. Disamping itu terbentuknya adat
kebiasaan juga karena adanya kecenderungan hati yang diiringi
perbuatan.
3) Pendidikan
Dengan pendidikan cara pandang seseorang akan bertambah luas,
tentunya dengan mengenal lebih jauh manfaat dan akibat dari masing-
amasing perbuatan. Semakin baik pendidikan dan pengetahuannya,
sehingga ia mampu mengenali mana yang terpuji mana yang tercela.
Menurut Ibrahim Amini, “Manusia yang tidak bisa memahami
keburukan sesuatu sulit meninggalkan keburukan tersebut.”35
4) Milleu/lingkungan
34 Zahrudin, Op. Cit., h. 95. 35 Ibrahim Amini, Op.Cit., h. 327.
26
Milleu artinya suatu yang melingkupi tubuh yang hidup, meliputi
lingkngan manusia, tanah dan urara. Milleu terbagi menajdi 2, yaitu
alam dan rohani/sosial.
a) Lingkungan alam
Alam yang melingkungi manusia merupakan faktor yang
mempengaruhi dan menentukan tingkah laku seseorang.
Lingkungan dapat mematahkan atau mematangkan pertumbuhan
bakat yang dibawa oleh seseorang.
b) Lingkungan sosial
Manusia merupakan makhluk sosial itulah sebabnya manusia
harus bergaul. Oleh karena itu pergaulan akan saling
mempengaruhi dalam pikiran, sifat, dan tingkah laku. Dari
lingkungan dalam rumah tangga, sekolah, pekerjaan, organsiasi,
hingga pergaulan yang sifatnya umum atau bebas.
f. Metode Pembinaan Akhlak
Salahsatu nilai yang menjadi fokus dalam pendidikan Islam
pendidikan akhlak. Menurut Rois Mahfud, “ruang lingkup utama dalam
ajaran Islam adalah aqidah, syariat, dan akhlak.”36 Dimana akhlak
merupakan refleksi dari tindakan nyata atau pelaksanaan akidah atau
syariat.
Hal tersebut sejalan dengan perkataan Muhammad Athiyyah yang
mengatakan bahwa “pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa dan
tujuan pendidikan Islam.” Oleh karena itu “hampir seperempat dari al-
Qur’an berbicara tentang akhlak”.37 Bahkan kesempurnaan iman seorang
mukmin dapat diukur melalui kebaikan akhlaknya.
Demikian pula di dalam hadits Nabi saw. Begitu banyak teks hadits
yang berhubungan erat dengan akhlak, baik perkataan maupun perbuatan,
36 Rois Mahfud, Loc. Cit. 37 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Pesada, 2003), h. 155.
27
hingga secara praktis dan teoritis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
akhlak memiliki posisi yang sangat penting dalam Islam. Sehingga
perbaikan dan penyempurnaan akhlak merupakan misi utama diutusnya
Rasulullah saw di muka bumi ini. Sahriansyah menegaskan bahwa hal ini
ditegaskan sendiri oleh Rasulullah saw dalam sabdanya:
ق م مكارم األخال انما بعثت التم
“Sesungguhnya aku diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak.”
(HR. Ahmad)38
Oleh sebab itu, penting kiranya dilakukan pembinaan akhlak. Agar
tepat sasaran perlunya pembinaan akhlak menggunakan metode yang
tepat, diantaranya:
1) Metode Keteladanan
Metode ini para orangtua, pendidik, atau da’i memberi contoh atau
teladan terhadap anak bagaimana cara berbicara, berbuat, bersikap,
mengerjakan suatu cara beribadah, dan sebagainya. Sehingga mereka
lebih mudah ketika menyaksikan langsung. Sebagaimana sabda
Rasulullah saw yang artinya, “Mulailah dari diri sendiri”. Dalam hal
kebaikan apabila kita menghendaki orang lain juga mengerjakannya,
maka mulailah dari diri kita sendiri untuk mengerjakannya.
2) Metode Pembiasaan
Untuk melaksanakan kewajiban secara benar dan rutin terhadap
peserta didik diperlukan pembiasaan. Itulah sebabnya kita perlu
mendidik mereka sejak kecil, agar terbiasa dan tidak merasa berat
ketika mereka sudah dewasa. Dalam metode ini diperlukan
pengertian, kesabaran, dan ketelatenan orangtua, pendidik, dan da’i
terhadap anak/peserta didiknya.
3) Metode Nasihat
38 Sahriansyah, Op. Cit., h. 189.
28
Metode ini adalah metode yang paling sering digunakan oleh para
pendidik. Agar metode nasihat ini terlaksana dengan baik, maka
dalam pelaksanannya perlu memperhatikan beberapa hal seperti
pemilihan bahasa, pemilihan situasi dan kondisi dalam
menyampaikan, serta penjelasan pegunaan nasihat yang diberi, serta
cara dalam menasihati. Amirul mukminin mengatakan, “Kelemah
lebutan itu kunci kesuksesan.”39
Dalam memberi nasihat juga dapat menggunakan perumpamaan
Perumpamaan merupakan cara yang tepat untuk memberikan
gambaran, menjelaskan, dan mendekatkan hakikat masalah tertentu di
hai pendengar atau umatnya. Dengan menggunakan perumpaan yang
sudah anak pahami akan memudahkan anak dalam menerima dan
penalarannya.
4) Metode Kisah
Metode ini adalah salahsatu cara mengajar dimana guru memberikan
materi pembelajaran melalui kisah atau cerita. Dengan kisah tersebut
anak/peserta didik diharapkan dapat menjiwai kisah tersebut dan
mengambil pelajaran.
5) Metode Targhib dan Tarhib
Targhib adalah janji yang disertai bujukan dan rayuan untuk menunda
kemaslahatan, kelezatan, dan kenikmatan.40
Sedangkan tarhib adalah ancaman atau intimidasi melalui hukuman
yang disebabkan oleh terlaksananya sebuah dosa, kesalahan, atau
perbuatan yang telah dilarang oleh Allah swt.41
Metode ini adalah cara mengajar dimana guru memberikan
pengajaran dengan menggunakan ganjaran terhadap kebaikan dan
39 Ibrahim Amini, Op. Cit., h. 330. 40 Abdurrahman an-Nahlawi, Pendidikan Islam di rumah, sekolah, dan masyarakat, diterj. oleh
Shihabuddin, (Jakarta, Gema Insani Press, 1995), h. 296. 41 Ibid.
29
hukuman terhadap keburukan agar peserta didik melakukan kebaikan
dan menjauhi keburukan.
Disamping itu, pembinaan akhlak juga dapat dilakukan sendiri dengan
melakukan ibadah mahdhah dan pembinaan batin.
1) Melakukan ibadah mahdhah
Hasil analisis Muhammad Al-Ghazali terhadap rukun Islam yang lima
itu terkandung konsep pembinaan akhlak.42 Pertama, syahadat, yaitu
bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa Nabi
Muhammad adalah utusan Allah swt. Kalimat ini mengandung
pernyataan tunduk dan patuh kepada aturan Allah dan Rosul. Kedua,
shalat. Shalat ini akan membawa pelakunya terhindar dari perbuatan
keji dan munkar. Ketiga, zakat, yaitu agar orang yang
melaksanakannya dapat membersihkan dirinya dari sifat kikir dan
mementingkan diri sendiri, serta membiasakan sikap saling tolong
menolong dan dermawan. Keempat, puasa. Dengan puasa ini tidak
hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum. Tetapi juga
menahan diri dari hawa nafsu serta perbuatan keji yang dilarang.
Selanjutnya yang kelima adalah haji. Dalam haji lebih besar lagi.
Disamping harus menguasai ilmu, ada kemauan keras, bersabar, suka
rela, dan harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
Dengan demikian dari uraian tersebut menjelaskan bahwa dengan
menegakkan ibadah tidak hanya memperbaiki hubungan kita dengan
Allah swt. Melainkan juga memperbaiki hubungan kita dengan
manusia. Karena menurut Aidh Al-Qarni, “maksud dari ibadah adalah
agar engkau menjadi hamba yang istiqamah dan dicintai orang.”43
2) Membiasakan pembinaan batin:
42 Abuddin Nata, Op. Cit, h. 160. 43 Aidh al-Qarni, Loc. Cit.
30
a. Muhasabah, yaitu selalu menghitung atau mengevaluasi
perbuatan-perbuatan yang telah dilakukannya selama ini, baik
perbuatan buruk beserta akibat yang ditimbulkan olehnya.
b. Mu’aqobah, yaitu memberikan hukuman terhadap berbagai
perbuatan dan tindakan yang telah dilakukan.
c. Ma’ahadah, yaitu perjanjian dengan hati nurani, untuk tidak
mengulangi kesalahan dan keburukan tindakan yang dilakukan,
serta menggantikannya dengan perbuatan baik.
d. Mujahadah, yaitu berusaha maksimal untuk melakukan
perbuatan yang baik untuk mencapai derajat ihsan.44
3. Kecerdasan Emosional
a. Pengertian Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosi terdiri dari dua kata, yaitu kecerdasan dan emosi.
Menurut David Wechster yang diutip oleh Makmum Mubayidh, seorang
penguji kecerdasan, “kecerdasan adalah kemampuan sempurna seseorang
berperilaku terarah, berpikir logis, dan berinteraksi dengan baik dengan
lingkungannya.”45
Sedangkan emosi adalah suatu keadaan yang kompleks dari
organisme, yang menyangkut perubahan jasmani yang luas sifatnya dan
pada sisi kejiwaan, suatu keadaan terangsang atau pertubasi
(gusar/terganggu), ditandai oleh perasaan yang kuat, dan biasanya suatu
dorongan ke arah suatu bentuk tingkah laku tertentu.46
Kekuatan emosi ini luar biasa. Namun masalahnya bukan pada
emosionalitas, melainkan ketepatan antara emosi dengan cara
mengekspresikannya. Menuru Aristoteles yang dikutip oleh Daniel
Goleman, “Karena tanpa bobot emosional peristiwa-peristiwa tidak
44 Zahruddin, Op. Cit., h. 162. 45 Makmun Mubayidh, Op.Cit., h. 13. 46 James Drever, Kamus Psikologi, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), Cet. 3, h. 133.
31
mempunyai makna”.47 Oleh karena itu membutuhkan kecerdasan agar
ekspresi dari dorongan tersebut terarah ke arah tujuan yang produktif.
Kecerdasan emosi bukan berarti memberikan kebebeasan kepada
perasaan untuk berkuasa, melainkan “mengelola perasaan sedemikian
sehingga terkespresikan secra tepat dan efektif, yang memungkinkan
orang bekerja sama dengan lancar menuju sasaran bersama.”48
Adapun menurut KBBI, “kecerdasan emosional adalah kecerdasan
yang berkenaan dengan hati dan kepedulian antarsesama manusia,
makhluk lain, dan alam sekitar.”49
Menurut Ary Ginanjar, kecerdasan emosi adalah kemampuan
merasakan, memahami secara efektif menerapkan daya dan kepekaan
emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh manusia.50
Sehubungan dengan penjelasan di atas, dalam pandangan Islam
mengenai kecerdasan emosional tak kalah pentingnya. Dimana Islam telah
mengajarkan banyak hal termasuk tentang kejiwaan. Dalam al-Qur’an
banyak menggambarkan tentang emosi bersama peristiwa yang sedang
terjadi. Hal tersebut “dimaksudkan sebagai motivasi agar manusia selalu
mengedepanakan emosi positif dalam kehidupan individual dan sosial,
sebab emosi yang dapat mengantar manusia meraih kebahagiaan duniawi
dan ukhrawi.”51
Potensi tersebut secara fitrah telah dianugerahkan oleh Tuhan kepada
manusia. Gambaran adanya potensi tersebut dapat dijumpai pada manusia
dalam kedudukannya sebagai insan. “Kata insan terambil dari kata uns
47 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional Mengapa EI Lebih Penting daripada IQ, Terj. dari
Emotional Intelligence Oleh T. Hermaya, (Jakarta: PT Gramedia, 2015), cet. 20, h. 20. 48 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi, Terj. Working with
Emotional Intelligence oleh Alex Tri Kantjono Widodo, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999),
h. 9. 49 Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 209. 50 Ary Ginanjar, Op. Cit., h. 280. 51 M. Darwis Hude, Emosi: Penjelasan Religio-Psikologis tentang Emosi Manusia di dalam Al-
Qur’an, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), h. 19.
32
yang berarti jinak, harmonis, dan tampak.”52 Dalam al-Qur’an kata insan
ditunjukkan kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan
raganya.
Menurut Musa Asy’arie kata insan dalam Al-Qur’an disebut sebanyak
63 kali dalam 63 ayat yang digunakan untuk menunjukkan manusia
sebagai makhluk yang dapat menerima pelajaran dari Tuhan tentang apa
yang tidak diketahuinya, memikul amanah, sebagai makhluk yang
memiliki kemampuan mengatur waktu, mendapatkan bagian dari apa yang
telah dikerjakan, dan sebagai makhluk yang memiliki keterkaitan dengan
moral atau sopan santun.53
Disamping itu untuk menggambarkan adanya kecerdasan emosional
pada diri manusia, adanya unsur nafs, qalbu, ruh, dan aql sebagaimana
yang tergambar dalam Al-Qur’an. Kata an-Nafs bermakna totalitas
manusia dan potensi manusia yang dapat menghasilkan tingkah laku.
Kemudian qalb, ini bermakna jantung atau hati. Namun yang
dimaksud disini bukanlah jantung atau hati dalam pengertian fisik, namun
dalam makna “jiwa” yaitu sesuatu yang halus, bersifat ketuhanan dan tak
berbentuk. Ia mampu menangkan pengetahuan tentang Allah dan hal-hal
spiritual lainnya.54 Wadah bagi pengajaran, kasih sayang, takut, dan
keimanan.
Ruh adalah wahyu yang dibawa oleh malaikat jibril, sesuatu yang
dianugerahkan Tuhan kepada orang mukmin, juga berarti dukungan dan
peneguhan batin dan kekuatan batin, serta sesuatu yang dianugerahkan
Tuhan kepada manusia. Ruh ini juga dusebut sebagai jiwa, bukan nyawa.
Roh ini dapat mengetahui segala sesuatu yang dapat menangkap segala
52 Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemhan Pendidikan Islam di Indonesia
Edisi Keempat, (Jakarta: Kencana, 2012), Cet. 5, h. 42. 53 Ibid., h. 43. 54 Al-Ghazali, Keajaiban Hati, (Jakarta: Khatulistiwa Press, 2011), h. 6.
33
pengertian, berkaitan sekali dengan makna al-Qalb yang telah dijelaskan
sebelumnya.55
Sedangkan ‘aql digunakan untuk memahami dan menggambarkan
sesuatu, dorongan moral, dan daya untuk mengambil pelajaran dan
hikmah.
Dengan demikian, adanya keempat potensi tersebut berkaitan dengan
potensi emosional dapat dijumpai yaitu potensi kasih sayang, bermoral,
beriman, takut berbuat salah, saling tolong menolong, dapat bekerja sama
dengan oanglain, dan dapat menerima pelajaran dari Tuhan.56
Oleh karena itu tugas kita adalah membina fitrah tersebut agar tetap
berada dalam kebaikan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Shandel yang
dikutip oleh Ary Ginanjar, “bahaya terbesar yang dihadapi umat manusia
pada zaman sekarang bukanlah ladakan bom atom, tetapi perubahan
fitrah.”57
b. Ruang Lingkup Kecerdasan Emosional
1) Mengenali Emosi Diri
Mengenali emosi diri merupakan dasar kecerdasan emosi. Dengan
mengenali emosi diri akan melahirkan kesadaran diri. Sehingga orang
tersebut akan yakin dalam melakukan sesuatu. Disamping itu akan
mampu mengenali emosi sendiri dan efeknya, mengetahui kekuatan
dan batas-batas diri, dan keyakinan tentang harga diri dan kemampuan
sendiri.
Sebagaimana dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj ayat 46:
55 Ibid,, h. 8. 56 Abudin Nata, Manajemen Pendidikan, Op. Cit., h. 45. 57 Ary Ginanjar Agustian, Op. Cit., h. 39.
34
فإن ها اأف لم يسيروا في األرض ف تكون لهم ق لوب ي عقلون بهآ أو ءاذان يسمعون به
الت عمى األبصار ولكن ت عمى القلوب التي في الصدور
“Maka tidak pernahkah mereka berjalan di bumi, sehingga hati
(akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar?
Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati
yang ada di dalam dada.” (QS. Al-Hajj:46)58
2) Mengelola Emosi
Mengelola emosi merupakan keterampilan agar emosi terekspresikan
secara tepat. Disamping itu ia akan mudah menerima, mampu
menghibur diri, melepaskan kecemasan, atau mengatasi kegagalan,
bertanggung jawab atas perasaan dan kebahagiaannya, serta
mengubah emosi negatif menjadi proses belajar yang membangun.
Dengan pengendalian emosi ini dapat menentukan seberapa baik kita
mampu menggunakan keterampilan-keterampilan lain mana pun yang
kita miliki, termasuk intelektual yang belum terasah.59
Sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Qur’an surat Al-Mu’minun
ayat 71:
ناهم ولو ات بع الحق أهوآءهم لفسدت السماوات واألرض ومن فيهن بل أت ي
م عن ذكرهم معرضون بذكرهم ف ه
“Dan seandainya kebenaran itu menuruti keinginan mereka, pasti
binasalah langit dan bumi, dan semua yang ada di dalamnya.
Bahkan kami telah memberikan peringatan kepada mereka, tetapi
mereka berpaling dari peringatan itu.” (QS. Al-Mu’minun : 71)60
58 Departemen Agama RI, Op. Cit., Jilid VI, h. 420. 59 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, Op. Cit., h. 45. 60 Departemen Agama RI, Op. Cit., Jilid VI, h. 522.
35
3) Memotivasi Diri
Menurut Daniel Goleman, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri
ini juga menjaga diri dari frustasi, mengendalikan dorongan hati dan
tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan
menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir,
berempati, dan berdoa.61
Disamping itu kemampuan ini mampu memasukkan emosi dalam
kegiatan intelektual untuk menganalisa, mampu mengurutkan
prioritas berpikir, membantu seseorang dalam mengarahkan memori,
membuat penilaian dan keputusan akhir, mengubah sikap pesimis
menjadi sikap optimis, mendorong manusia, menerima pandangan
dan pendapat beragam, serta mempengaruhi metode seseorang dalam
memecahkan masalah tertentu.62
Sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Qur’an surat Yusuf : 87:
ئس من ئسوا من روح الله إنه الي ي يابني اذهبوا ف تحسسوا من يوسف وأخيه والت ي
روح الله إال القوم الكافرون
“Wahai anak-anakku! Pergilah kamu, carilah (berita) tentang
Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat
Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah,
hanyalah orang-orang yang kafir". (QS. Yusuf : 87)63
4) Mengenali Emosi Oranglain (Empati)
Empati merupakan dasar keterampilan bergaul. Orang yang memiliki
empati akan lebih mudah menangkap sinyal sosial yang dibutuhkan
orang lain dan mengetahui perasaan oranglain. Sebagaimana firman
Allah swt. dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 33:
61 Daniel Golemen, Kecerdasan Emosional, Op. Cit., h. 43. 62 Makmum Mubayidh, Op. Cit., h. 8. 63 Departemen Agama RI, Op. Cit., Jilid V, h. 31.
36
قال رب الس جن أحب إلي مما يدعونني إليه وإال تصرف عن ي كيدهن أصب إليهن
وأكن م ن الجاهلين
Yusuf berkata:"Wahai Tuhanku! Penjara lebih aku sukai daripada
memenuhi ajakan mereka. Jika aku tidak Engkau hindarkan dari
tipu daya mereka, niscaya aku akan cenderung untuk ( memenuhi
keinginan mereka ) dan tentulah aku termasuk orang yang bodoh".
(QS. Yusuf : 33)64
5) Membina Hubungan
Dalam membina hubungan, sebagian besar adalah keterampilan
mengelola emosi orang lain. Keterampilan ini menunjang popularitas,
kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi. Disamping itu dapat
menciptakan sinergi kelompok dalam mencapai tujuan bersama.
Sebagaimana firman Allah swt. dalam QS. At-Tin : 4-6
{ ٥{ ثم رددناه أسفل سافلين }٤لقد خلقنا اإلنسان في أحسن تقويم }
الحات فلهم أجر غير ممنون } {٦إالالذين ءامنوا وعملوا الص
(4) Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya.
(5) Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-
rendahnya,
(6) kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
kebajikan; maka mereka akan mendapat pahala yang tidak ada
putus-putusnya.”
(QS. At-Tin : 4-6)65
c. Cara Membina Kecerdasan Emosional
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, membina adalah
mengusahakan agar lebih baik, mengupayakan agar sedikit lebih maju atau
sempurna.66 Sebagai pendorong upaya, terdapat faktor internal yang terdiri
64 Ibid., Jilid. IV, h. 522. 65 Al-Qur’an dan Tafsirnta, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), Jilid 10, h. 714. 66 Tim Pripa Pena, Op. Cit., h.146.
37
dari jasmani dan psikis, dan faktor eksternal yang terdiri dari stimulus dan
lingkungan.
Oleh Andreas Hartono yang mengutip dari Daniel Goleman,
kehidupan keluarga merupakan sekolah kita yang pertama untuk
mempelajari emosi.67
EQ dapat dikembangkan melalui orangtua dengan cara:
1) Orangtua harus mengelola emosinya terlebih dahulu
2) Mengajarkan bagaimana mengenal perasaan khususnya dan dengan
mengembangkan kecakapan bahasanya agar ia bisa mengekspresikan
emosinya
3) Menjaga agar perasaan simpati tetap ada pada anak dan
mengembangkannya
4) Memberikan konsekuensi terhadap perbuatannya sebagai bentuk
pelatihan tanggung jawab
5) Jangan membuat anak menyesali keterus terangannya
6) Sadarilah pentinya mengakui anak dan perasaannya
7) Menerapkan disiplin. Disimplin disini dalam arti tradisi yang baik
8) Katakan pada anak hal-hal yang anda hargai dan perlu diperbaiki dari
mereka
9) Tanyakan pendapat anak tentang hal-hal yang membuat anda
bertambah baik
10) Jadilah orang yang dapat dipercaya
11) Mengambil keputusan dengan mempertimbangkan perasaan anak
12) Memenuhi hakikat perasaan yang ada dan mengungkapkan pada anak
EQ juga dapat dikembangkan oleh guru dengan cara:
1) Membantu murid mempelajari bahasan dan emosi dan kalimat yang
digunakan untuk emgekspresikannya
67 Andreas Hartono, Op. Cit., h. 3.
38
2) Membantuk murid untuk emrasa dirinya diperhatikan oleh guru
3) Melatih murid untuk mengenali berbagai situasi emosi dan
membedakan antar emosi
4) Guru harus memahami emosi dan ketakutannya sendiri
5) Guru berusaha mengetahui faktir-faktor yang menyebabkan emosinya
muncul
6) Guru berusaha mnegenali kebutuhan emosinya yang belum terpenuhi
Dari uraian di atas jelas, peran keluarga memiliki porsi yang lebih
besar dalam membina kecerdasan emosional daripada guru. Baik melalui
keteladanan, pengetahuan, dan melibatkan anak dalam segala situasi dan
kondisi. Oleh karena itu perlu bagi orangtua untuk memiliki pemahaman
yang cukup baik tentang dasar-dasar kecerdasan emosional.
Muhammad Thalib menyebutkan praktek Rasulullah dalam mendidik
anak atau umatnya dalam berbagai bidang, salahsatunya dalam bidang
emosi dengan cara:
1) Memperlakukan dengan kasih sayang
2) Mengajarkan bersikap ketika shalat
3) Melatih keberanian
4) Mengajarkan sikap tenang
5) Melatih kesabaran ketika sakit
6) Mengajari berdo’a ketika sakit
7) Melatih bersabar menghadapi musibah
8) Mengajari menyikapi kesulitan hidup
9) Mengajari menyikapi dorongan seksual
10) Mengajari bersikap ketika berkumpul
11) Menyuruh membina persahabatan
12) Mengajari menyikapi orang marah
13) Mengajari enyikapi kejahilan
14) Mengajari menyikapi kesalahan orang
39
15) Mengajari menyikapi peleceh agama68
Pembinaan kecerdasan emosional membutuhkan proses yang
berkesinambungan. Diriwayatkan bahwa pemuda sedang mencari guru
yang membimbingnya saat ia bertemu guru, pemuda bertanya, “Berapa
waktu yang Tuan butuhkan untuk mengajarkan pada saya perilaku yang
baik dan cara mengendalikan nafsu?” Sang guru menjawab, “10 tahun”.
Si pemuda kembali berkata, “Tetapi 10 tahun itu waktu yang sangat
lama. Mungkinkan waktunya dapat dipersingkat?”. Sang guru kembali
menjawab, “Untuk mendidik murid sepertimu aku justru membutuhkan
waktu 20 tahun.”69
Dari kisah di atas merupakan salahsatu faktor internal dalam membina
kecerdasan emosional. Dalam Islam, terenal dengan “Man Shabra zhafiru”
yang artinya barangsiapa yang bersabar akan sukses. Dengan demikian,
dalam proses membutuhkan kesabaran. Dimana sabar tersebut merupakan
kunci dari kecerdasan emosional, yaitu pengendalian diri.
Namun seringkali kita mengabaikan fitrah tersebut. sebagaimana HR.
Muslim, Nabi Muhammad bersabda: “Dosa membuah hati menjadi
gelisah”. Kunci kecerdasan emosi Anda adalah pada kejujuran suara hati
Anda.70
Disamping itu kecerdasan emosional juga dapat dibina oleh diri
sendiri. Melalui pembinaan jiwa dan hati nurani dilakukan dengan
membersihkan hati nurani dan penyakt hati seperti sombong, tinggi hati,
congak, dendam, inir, dan sebagainya, serta mengisinya dengan akhlak
yang terpuji seperti ikhlas, jujur, kasih sayang, tolong menolong,
bersahabat, silaturrahmi, berkumunikasi, salaing mengingatkan, dan
sebagainya.
68 Heri Jauhari Muchtar, Op. Cit., h. 230. 69 Makmun Mubayidh, Op. Cit., h. 233. 70 Ary Ginanjar Agustian, Op. Cit., h. 42.
40
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Dari beberapa hasil penelusuran penelitian terdahulu, diperoleh beberapa
masalah yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti:
1. “Peranan Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan
Kecerdasan Emosional Siswa di SMA Martia Bhakti Bekasi”. Penelitian
ini dilakukan oleh Siti Khairunnisa mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2013. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif
analisis. Dari analisis hasil angket, wawancara dan observasi, peneliti
menarik dua kesimpulan. Pertama, guru pendidikan agama Islam sangat
berperan aktif dalam membina kecerdasan emosional siswa. Dan kedua,
kecerdasan emosional siswa di SMA Martia Bhakti sangat baik. Dari kedua
poin tersebut dapat disimpulkan bahwa peranan guru pendidikan agama
Islam terhadap pembinaan kecerdasan emosional di SMA Bhakti Bekasi
sudah baik.
2. “Peran Pendidikan Akhlak dalam Pembentukan Sikap dan Perilaku
Keberagamaan Anak Didik di MTsN Parung.” Penelitian ini dilakukan
oleh Anwar jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011.
Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif analisis. Penelitian
tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa peran pendidikan akhlak dalam
pembentukan sikap dan perilaku keagamaan siswa-siswi di MTsN Parung
cukup besar, hal ini dibuktikan dengan hasil analisis hasil wawancara,
observasi, dan deskripsi beberapa pertanyaan yang dicantumkan dalam
angket. dari 30 responden sebanyak 70% sampai dengan 90% sikap dan
perilaku keberagamaan mereka cukup baik.
3. “Peran Pendidikan Akhlak dalam Membentuk Karakter Santri di
Pondok Pesantren Miftahul Ulum Jakarta Selatan”. Penelitian ini
dilakukan oleh Lutfi Daridil Atros mahasiswa jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
41
Jakarta tahun 2012. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif.
Berdasarkan hasil analisis angket, observasi, wawancara, dan studi
dokumentasi, penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa peran
pendidikan akhlak dapat membentuk karakter santri di pondok pesantren
Miftahul Ulum yang dengan harapan santri dapat lebih memiliki karakter
dalam menghadapi tantangan zaman.
Berikut ini adalah persamaan dan perbedaan dari penelitian yang relevan di atas,
yaitu:
a. Persamaan dengan penelitian yang pertama adalah sama-sama meneliti
upaya dalam pembinaan kecerdasan emosional. Adapun perbedaan
penelitian yang pertama adalah pada objek penelitian dan metode yang
digunakan. Objek pada penelitian pertama adalah peran guru pendidikan
agama Islam, sedangkan pada penelitian yang akan diteliti adalah
pendidikan akhlak. Dan metode pada penelitian pertama adalah metode
deskriptif analisis, sedangkan pada penelitian ini adalah kualitatif.
b. Persamaan penelitian yang kedua adalah sama-sama meneliti pendidikan
akhlak. Adapun perbedaan penelitian yang kedua dengan penelitian yang
akan diteliti adalah pada penelitian kedua meneliti peran pendidikan akhlak
dalam pembentukan sikap dan perilaku keberagamaan anak, sedangkan
dalam penelitian yang akan diteliti adalah peran pendidikan akhlak dalam
membina kecerdasan emosional anak.
c. Persamaan penelitian yang ketiga adalah sama-sama meneliti pendidikan
akhlak dan sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun
perbedaan penelitian yang ketiga dengan penelitian yang akan diteliti adalah
pada penelitian ketiga meneliti peran pendidikan akhlak dalam membentuk
karakter santri. Sedangkan dalam penelitian yang akan diteliti adalah peran
pendidikan akhlak dalam membina kecerdasan emosional anak.
42
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Wakatu Penelitian
Tempat yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah Panti Asuhan
Nurul Amal yang beralamat di Jl. Amil Wahab Rt. 004/09 No. 45 Kramat
Jati, Jakarta Timur. Adapun waktu penelitian di semester ganjil 2017.
B. Latar Penelitian (Setting)
Latar penelitian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lingkungan
yang direncanakan peneliti untuk dijadikan sebagai objek dalam penelitian.
Objek penelitian dalam penelitian kualitatif terdiri atas tiga komponen, yaitu
place (tempat) dimana inetraksi dalam situasi sosial berlangsung, actor
(pelaku) atau orang-orang yang sedang memainkan peran tertentu, dan
activity (kegiatan) yang dilakukan oleh actor dalam situasi sosial yang
sedang berlangsung.1
Dalam penelitian ini objek penelitian penulis adalah:
1. Dimensi Tempat
Tempat peneliti akan melakukan penelitian yaitu di Panti Asuhan Nurul
Amal yang berada di di Jl. Amil Wahab Rt. 004/09 No. 45 Kramat Jati,
Jakarta Timur
2. Dimensi Pelaku
Pelaku atau objek yang berperan dalam pengambilan informasi untuk
melengkapi data yang dibutuhkan dalam penelitian yaitu kepala
yayasan, pengasuh, dan anak asuh yang berada di Panti Asuhan Nurul
Amal.
3. Dimensi Kegiatan
Dalam kegiatan penelitian ini peneliti melakukan observasi terhadap
kegiatan keseharian yang dilakukan oleh pengasuh dan anak asuh di
1 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: ALFABETA,
2007), Cet. Ke-3, h. 229.
43
Panti Asuhan Nurul Amal untuk memperoleh informasi mengenai
pelaksanaan pendidikan akhlak dalam membina kecerdasan emosional
di Panti Asuhan Nurul Amal.
C. Metode Penelitian
Matode penelitian terdiri dari dua kata, metode dan penelitian. Kata
metode berasal dari bahasa Yunani “methodos”, terdiri dari dua kata yaitu
meta (menuju, melalui, mengikuti) dan hodos (jalan, cara, arah).2
Sedangkan penelitian merupakan upaya untuk memperoleh kebenaran,
harus didasari oleh proses berpikir ilmiah yang dituangkan dalam metode
ilmiah. Dengan demikian metode penelitian dapat diartikan sebagai jalan
yang harus dilalui untuk memperoleh kebenaran yang didasari proses
berpikir ilmiah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan
pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek
yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrumen kunci, pengambilan
sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik
pengumpulan data dengan triangulasi, analisis data bersifat
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
daripada generalisasi.3 Penlitian ini dilakukan dengan tahapan pertama yaitu
menganalisis kecerdasan emosional anak di panti asuhan Nurul Amal.
Analisis tersebut dideskripsikan di latar belakang masalah kemudian
difokuskan pada rumusan masalah penelitian. Pada rumusan masalah
tersebut dipertanyakan bagaimana implementasi oendidikan akhlak dalam
membina kecerdasan emosional anak di panti asuhan Nurul Amal yang
nantinya akan dijawab di bagian hasil penelitian.
2 Juliansyah Noor, Metodologi penelitian, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h.
22. 3 Sugiyono, Op. Cit., h. 15.
44
Peran penulis dalam penelitian ini sebagai instrumen kunci yang
bertugas mengumpulkan data demi data melalui observasi yang mengamati
saat kegiatan sehari-hari, menjadi interviewer dalam proses wawancara
terhadap pemimpin yayasan, pengasuh panti asuhan, dan beberapa santri,
serta mengumpulkan okumen-dokumen sebagai data pelengkap yang ditulis
berdasarkan kejadian alamiah.
Ditambahkan oleh Prof. Dr. A. Muri Yusuf, “penelitian kualitatif
disajikan dalam bentuk deskriptif dan naratif.”4 Setelah melakukan
penelitian, laporan penelitian ditulis dengan mendeskripsikan kejadian-
kejadian pada proses pendidikan, kurikulum yang diterapkan, berbagai
kegiatan pendukung, serta metode yang digunakan dalam menerapkan
pendidikan akhlak di Panti Asuhan Nurul Amal dalam membina kecerdasan
emosional anak.
Ditambahkan oleh Nana Syaodih, “penelitian kualitatif lebih
memperhatikan karakteristik, kualitas dan keterkaitan antara kegiatan”.5
Dalam penelitian ini, penulis memperhatikan karakteristik, kualitas, dan
keterkaitan pendidikan akhlak dalam membina kecerdasan emosional anak
di Panti Asuhan Nurul Amal.
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
Prosedur pengumpulan dan pengolahan data merupakan langkah yang
paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Apabila dilihat dari segi cara pengumpulan, data dapat
dilakukan dengan interview (wawancara), observasi (pengamatan), dan
studi dokumentasi.
4 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan,
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), h. 333. 5 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2012), Cet. 8, h. 73.
45
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam
penelitian ini adalah:
1. Wawancara Semi Terstruktur
Wawancara merupakan salahsatu teknik yang dapat digunakan untuk
penelitian dengan suatu proses interaksi antara pewawancara dan
sumber informasi melalui komunikasi langsung.6 Wawancara tersebut
dilakukan dengan tujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih
terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan
idenya. Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai penasehat
yayasan, pengasuh panti asuhan, dengan bentuk wawancara semi
terstruktur dimana pewawancara menyusun rencana wawancara yang
mantap, tetapi tidak menggunakan format dan urutan yang baku. Pada
saat wawancara, peneliti menggali data tentang latar belakang panti
asuhan Nurul Amal, keadaan anak asuh, proses pendidikan akhlak, serta
yang terkait dengan proses pendidikan akhlak di panti asuhan tersebut.
2. Observasi Non-partisipatif
Metode observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi
non-partisipatif dimana peneliti tidak terlibat langsung dalam kegiatan
yang diamati.7 Pada tahap ini, peneliti berusaha ikut kegiatan namun
tidak terlibat aktif. Peneliti hanya memperhatikan interaksi antara
pengasuh dengan santri, metode yang digunakan oleh pengasuh atau
guru, kondisi sosial anak santri, gerak-gerik santri, dan interaksi antar
santri dan mecatat hasil penelitian.
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode
observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Menurut Sugiono,
hasil penelitian akan semakin dapat dipercaya kalau didukung oleh
sejarah pribadi kehidupan di masa kecil, di sekolah, di tempat kerja, di
6 Muri Yusuf, Op. Cit., h. 372. 7 Ibid., h. 384.
46
masyarakat, dan autobiografi.8 Untuk itu peneliti mengumpulkan profil
yayasan, motto, data jumlah pembina, data jumlah anak asuh, jadwal
kegiatan keseharian anak, tata tertib, dokumentasi kegiatan serta data
lain yang relevan. Setelah semua data didapatkan, barulah peneliti
menggabungkan dan melakukan analisis.
E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data
1. Memperpanjang Waktu Keikutsertaan Peneliti di Lapangan
Peneliti dalam penelitian kualitatif merupakan instrumen dalam
penelitian. Keshahihan dan keabsahan data sangat ditentukan oleh
komitmen, keikutsertaan, dan keterlibatan peneliti dalam penelitian
yang dilakukan.9 Oleh karena itu peneliti mengumpulkan dta dengan
lebih dari satu kali kunjungan yakni dari bulan september hingga
november untuk melengkapi data yang dibutuhkan.
2. Melakukan Triangulasi
Triangulasi merupakan salahsatu teknik dalam pengumpulan data untuk
mendapatkan temuan dan interpretasi data yang dapat menggunakan
sumber yang banyak dan menggunakan metode yang berbeda. 10 Proses
triangulasi ini, peneliti berusaha untuk mengobservasi dan
mewawancarai penasehat, pengasuh, beberapa anak santri, dan
mengobservasi.
F. Teknik Analisis Data
Menurut Bogdan dan Biklen yang dikutip oleh Imam Gunawan,
Analisis data adalah proses pencaharian dan pengaturan secara sistematik
hasil wawancara, catatan-catatan, dan bahan-bahan yang dikumpulkan
untuk meningkatkan pemahaman terhadap semua hal yang dikumpulkan
dan memungkinkan menyajikan apa yang ditemukan.11
8 Sugiyono, Op. Cit., h. 329. 9 Muri Yusuf, Op. Cit., h. 394. 10 Ibid., h. 395. 11 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), h. 210.
47
Analaisis data yang akan dipergunakan dalam penelitian kualitatif
adalah model analisis data mengalir (flow model). Sejumlah langkah
analisis terdapat pada model ini adalah sebagai berkit:
1. Pengumpulan Data
Peneliti membuat catatan dari data yang dikumpulkan melalui
observasi, wawancara, dan studi dokumentasi yang merupakan catatan
lapangan yang terkait dengan pertanyaan atau tujuan penelitian.
2. Reduksi Data
Proses analisis dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari
ebrbagai sumber, yakni dari pengamatan, wawancara, dan
dokumentasi. Setelah dibaca, dipelajari, maka langkah selanjutnya
adalah reduksi data.
Langkah ini berkaitan erat dengan proses menyeleksi, memfokuskan,
menyederhanakan, mengabstraksikan, dan mentransformasikan data
mentah yang diperoleh dari hasil penelitian. Reduksi data dilakukan
selama penelitian berlangsung, bahkan seperti telah dijelaskan di atas,
langkah ini dilakukan sebelum data benar-benar dikumpulkan.
3. Penyajian Data
Setelah melalui reduksi data, langkah selanjutnya dalam analisis data
adalah penyajian data atau sekumpulan informasi yang memungkinkan
peneliti melakukan penarikan kesimpulan. Bentuk penyalinan data
yang umum dilakukan dalam penelitian kualitatif adalah naratif yang
menceritakan secara panjang lebar temuan penelitian.
4. Penarikan Kesimpulan
Setelah data yang terkumpul direduksi dan selanjutnya disajikan, maka
langkah yang terakhir dalam menganalisis data adalah menarik
kesimpulan atau verifikasi. Data yang terkumpul dari hasil pengamatan,
wawancara, dan pemanfaatan dokumen yang terkait dengan pendidikan
akhlak direduksi untuk dipilih mana yang paling tepat untuk disajikan.
proses pemilihan data akan difokuskan pada data yang mengarah pada
48
pertanyaan penelitian yang terkait dengan pendidikan akhlak dalam
membina kecerdasan emosional.12
12 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Peodman Penulisan Skripsi, (Jakarta, FITK, 2015), h.
70-71.
49
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Panti Asuhan Nurul Amal
1. Latar Belakang dan Sejarah Singkat
Panti asuhan Nurul Amal merupakan suatu lembaga sosial
kemasyarakatan dibidang anak terlantar. Panti asuhan Nurul Amal adalah
salahsatu lembaga yang berada dibawah naungan Yayasan Nurul Amal.
Terbentuknya sebuah yayasan Nurul Amal ini bermula dari
pengalaman hidup H. EK. Zaenuddin di kota kelahirannya, Tasikmalaya.
H. EK. Zaenuddin yang merupakan pendiri yayasan ini merupakan
seorang anak yatim-piatu yang tidak pernah melihat rupa kedua
orangtuanya. Beliau tumbuh besar dalam keadaan yang susah dan harus
banting tulang untuk bertahan hidup. Dengan tekun dan tekad yang mantap
beliau memutuskan untuk mengadu nasib di Jakarta dan bekerja menjadi
pedagang plastik di kramat Jati untuk menghidupi istri dan seorang
anaknya yang selalu dibawa berdagang hingga terkadang tidur dibawah
gerobak. Meskipun demikian, dalam keadaan seperti itu beliau masih
menyempatkan diri untuk menimba ilmu.
Alhamdulilah usaha berdagang di Kramat Jati ternyata membawa
keberkahan dan membuahkan sebidang tanah dengan sebuah aula kecil di
belakangnya. Sejak saat itulah terpikir oleh beliau untuk merintis sebuah
madrasah kecil-kecilan.
H. EK. Zaenuddin dan istri memiliki perhatian besar terhadap dunia
pendidikan. Terlebih pendidikan anak-anak di kampungnya yang putus
sekolah akibat keterbatasan finansial orangtuanya. Keprihatinan tersebut
membuat beliau tergerak dan memutuskan untuk mengubah madrasah
menjadi panti asuhan. Karena menurutnya, pendidikan-moral dan
intelektual berkaitan dengan martabat seorang manusia, berkorelasi
50
dengan pendataan ekonomi, dan mempengaruhi rasa toleransi. Singkatnya,
pendidikan dapat membangun sebuah bangsa yang besar dan bermartabat,
dan mewujudkan sebuah khairul ummat.
Berdasarkan latar belakang semacam ini, Yayasan Nurul Amal
mendirikan sebuah panti asuhan berorientasi pendidikan pada tahun 1982.
Dan atas saran guru mengaji istri beliau, Ustadzah Hj. Dimroh, yayasan
ini diberi nama “Nurul Amal” yang berati cahaya amal. 1
2. Profil
Yayasan keluarga ini dimaksudkan untuk memberdayakan anak-anak
yatim, piatu, dan dhu’afa. Hampir setiap tahun pengurus Yayasan Nurul
Amal survei ke pelosok-pelosok kampung, mengajak anak-anak
bersemangat tinggi dengan status tersebut untuk menimba ilmu di Jakarta.
Yayasan yang terletak di Jl. Amil Wahab RT. 004/09 No. 45, Kramat
Jati, Jakarta Timur ini turut menyediakan asrama (Tsuknah), dapur
(Math’am), dan sekolah (Madrosat). H. EK. Zaenuddin yang turut
membina anak-anak secara langsung selalu mengatakan kepada anak asuh,
“kalian harus bangga, ini adalah panti asuhan dengan kualitas pendidikan
yang lebih bagus daripada pesantren-pesantren modern.”, dengan maksud
mengobarkan semangat dan membentuk self-concept (konsep diri)
mereka. Hal tersebut sesuai dengan jargon Yayasan, yaitu “The Best
Education Center for Orphans and The Poor”. Dan memang,
alhamdulillah, pada kenyataannya, jargon tersebut memotivasi anak-anak.
Oleh karena itu di dalam panti asuhan Nurul Amal menamakan anak-anak
asuhnya dengan sebutan santri.
Sejauh ini, sudah banyak diantara mereka (yang setingkat SMP) yang
sudah diperbantukan dalam kursus bahasa Inggris (Nurul Amal English
Course), sudah terampil berpidato dalam tiga bahasa, bermain Hadroh, dan
1 Hasil Studi Dokumentasi, Organization Profile Nurul Amal Foundation
51
sebagainya. Bahkan, pada 2005 yang lalu di antara mereka ada yang
memenangkan Jurara I Lomba Pidato Berbahasa Inggris dan Juara II
Lomba Pidato Berbahasa Arab se-DKI Jakarta, alhamdulillah.
Diantara lulusan Nurul Amal ada yang mendapatkan beasiswa Kuliah
di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta karena keteladanannya mengajarkan
bahasa Inggris di sela-sela masa belajarnya. Ada pula yang hendak
dipromosikan menjadi staff di perusahaan tempatnya bekerja karena
kemampuan bahasa Inggrisnya yang baik, hanya saja promosi itu kandas
lantaran si anak tak mempunyai ijazah SMA.
52
3. Susunan Kepengurusan ISNA (Ikatan Santri/wati Nurul Amal)
Gambar 4.1
Struktur Kepengurusan ISNA
NUR JANNAH, S. AG
Ketua Yayasan
ZAENAL ABIDIN
Direktur Eksekutif
AL-QUDRI
Koord. Disiplin Santri
OKI ABDUL MUTTAKIN
Ketua
HASBI ASSIDQI
Wakil Ketua
Bagian
Ibadah
1. Lajang
S.
2. Mulya
3. Rika H.
4. Yuliyanti
Bagian
Bahasa
1. Joni A.
2. Iman H.
3. Abror
4. Neti S.
Bagian
Kebersihan
1. Abror
2. Joni A.
3. Yuliyanti
4. Neti S.
Bagian
Keamanan
1. Mulya
2. Jajang S.
3. Dian S.
Pengurus
Harian
1. Iman H.
2. Rika H.
3. Eka R.
SANTRIWAN SANTRIWATI
H. EK. ZAENUDDIN
Penasehat
53
4. Sumber Keuangan
Selama ini, biaya hidup dan pendidikan anak-anak santri diusahakan
dengan berdagang di Pasar Kramat Jati. Disamping ada juga yang datang
memberikan donasi dan santunan. Ada beberapa diantara donatur itu yang
telah menyaksikan langsung hasil pembinaan dan pendidikan anak-anak di
yayasan ini dan merasa telah mendapatkan tempat penyaluran sedekah
yang tepat, hingga akhirnya memberikan donasi rutin.
Sumber keuangan yayasan yang lain juga didapatkan dari 20% hasil
koperasi keluarga yang baru didirikan tahun 2017 ini. Koperasi ini diolah
langsung oleh pengurus ISNA.
5. Program Pendidikan Yayasan
Untuk mendukung pendidikan anak-anak panti asuhan Nurul Amal
dan warga sekitar, Yayasan Nurul Amal juga mendirikan lembaga
pendidikan formal yaitu Raudhatul Anfal pada tahun 1998, Madrasah
Ibtidaiyah pada tahun 2004 dan Madrasah Tsanawiyah pada tahun 2004.
Ketiga lembaga ini terbuka juga untuk masyarakat umum dengan
tujuan untuk membina kultur “santri” pada anak-anak masyarakat di
sekitar yayasan. Selain itu, keterbukaan ini juga membuka peluang
komunikasi yang terbuka antara masyarakat dan yayasan.
Disamping santri panti asuhan Nurul Amal dan warga sekitar, lembaga
ini juga terbuka untuk yayasan atau panti asuhan lain, seperti panti asuhan
Titipan Ilahi Kramat Jati yang terletak tidak terlalu jauh dari yayasan Nurul
Amal.
6. Keadaan Santri
Anak-anak yatim, piatu, dan dhu’afa Yayasan Nurul Amal 99%
berasal dari daerah terpencil, dari tempat-tempat yang sulit untuk
bersekolah, dan dari keluarga yang tidak mampu membiayai putra-
putrinya.
54
7. Data Santri
Berikut ini merupakan data hasil studi dokumen mengenai data anak
santri panti asuhan Nurul Amal.2 Berikut ini merupakan data hasil studi
dokumen mengenai data anak dari latar belakangdan data berdasarkan
tingkat pendidikan anak yang mukim.
Tabel 4.1
Data anak santri mukim berdasarkan latar belakang
Jenis
Kelamin Yatim Piatu
Yatim
Piatu
Tidak
Mampu - Jumlah
Laki-laki 9 2 2 12 1 26
Perempuan 7 3 7 0 2 19
Total 16 5 9 12 3 45
Dari data di atas merupakan hasil studi dokumen data anak santri
mukim di panti asuhan Nurul Amal. Tabel tersebut menunjukkan jumlah
santri di panti asuhan yaitu 45 santri dengan presentase 58% laki-laki dan
42% perempuan. Pada data tersebut diketahui latar belakang anak yang
tinggal di panti asuhan selain karena anak tersebut yatim, piatu, yatim
piatu, dan tidak mampu ada juga yang orangtuanya percayakan untuk
menjadi santri di panti asuhan Nurul Amal. Adapun presentase anak yatim
adalah 36%, anak piatu adalah 11%, anak yatim piatu adalah 20%, anak
tidak mampu adalah 27%, dan anak yang tidak terlantar 6%. Berdasarkan
latar belakang anak santri di panti asuhan Nurul Amal didominasi dari
golongan anak yatim dengan jumlah 16 anak.
2 Hasil Studi Dokumen Anak tahun 2017
55
Tabel 4.2
Data anak santri mukim berdasarkan jenjang pendidikan
Jenis
Kelamin SD/MI SMP/MTs SMA/MA Jumlah
Laki-laki 7 16 3 26
Perempuan 3 11 5 19
Total 10 27 8 45
Dari hasil studi dokumen di atas mengenai tingkat pendidikan anak
santri menunjukan bahwa 45 anak sedang mengikuti pendidikan mulai dari
tingkat sekolah dasar, menengah pertama, hingga menengah atas. Adapun
presentase anak di tingkat sekolah dasar adalah 22%, di tingkat sekolah
menengah pertama 60%, dan di tingkat menengah atas 18%. Berdasarkan
jenjang pendidikan anak santri di panti asuhan Nurul Amal didominasi
oleh anak tingkat menengah pertama. Atas dasar tersebut setiap anak di
panti asuhan Nurul Amal mendapatkan hak memperoleh pendidikan
setinggi-tingginya. Mulai jenjang pendidikan menengah atas anak
diperolehkan melanjutkan pendidikannya di luar yayasan dengan tinggal
di asrama atau kembali pada keluarganya. Pendidikan merupakan hal yang
sangat diperhatikan di panti asuhan Nurul Amal. Hal tersebut juga tampak
dengan dipersiapkannya tabungan maisng-masing santri untuk beasiswa
setelah mereka lulus dari panti asuhan Nurul Amal ini.
Disamping itu, panti asuhan Nurul amal juga memiliki anak santri
non-mukim dengan kesamaan latar belakang keterlantaran, yaitu yatim.
Berikut ini merupakan data hasil studi dokumen mengenai data anak dari
tingkat pendidikan anak santri non-mukim.
56
Tabel 4.3
Data anak santri non-mukim berdasarkan jenjang pendidikan
Jenis
Kelamin SD/MI SMP/MTs SMA/MA Jumlah
Laki-laki 14 3 1 18
Perempuan 7 0 0 7
Total 21 3 1 25
Dari data di atas merupakan hasil studi dokumen data anak santri
mukim di panti asuhan Nurul Amal. Tabel tersebut menunjukkan jumlah
anak santri non-mukim panti asuhan Nurul Amal yaitu 25 anak yang
sedang mengikuti pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar hingga
sekolah menengah atas. Jumlah anak santri non-mukim paling banyak
yaitu pada tingkat sekolah dasar dengan presentase 84% yang terdiri dari
laki-laki dan perempuan. Adapun presentase anak santri non-mukim di
tingkat menengah pertama adalah 12% dan di tingkat menengah atas 4%
dengan jenis kelamin laki-laki. Atas dasar tersebut panti asuhan nurul amal
tetap memberikan kesempatan kepada anak-anak yang belum dapat
bermukim untuk terus diundang untuk turut memenuhi undangan donatur
dan mendapatkan uang pembinaan setiap bulannya. Hal tersebut juga
menjadi bahan pembelajaran tentang betapa pentingnya pendidikan.
8. Data Pembimbing, Pembina dan Pengajar
Tabel 4.4
Pembimbing, Pembina dan Pengajar Panti Asuhan
No Nama Tugas
1 H. EK. Zaenuddin Penasehat
2 Nur Jannah, S. Ag. Ketua Yayasan
3 Zaenal Abidin, S.S. Pembina dan Pengajar Bhs. Inggris
dan kaligrafi
57
4 Al Qudri Pembina dan Pengajar Kitab
5 Ishlahuddin Pembina
6 Ichsan Nasrullah, S.Ag. Pembina
7 Siti Aisyah Pembina
8 Siti Fatimah, S.Pd.I Pembina
9 Siti Nur Azizah, S.S Pembina
10 Rika Halimatussa’diyyah Pembina
11 Rina Suniati Pembina
12 Ust. Nafis Qurthuby Pengajar Qori’
13 Yusron Jaelani, S.E. Pengajar Hadits
14 Ade Jamaludin Pengajar Tahfidz dan Bahasa Arab
Dari data di atas maka dapat diketahui bahwa panti asuhan ini berada
dibawah bimbingan pendiri, yaitu H. EK. Zaenuddin yang akrab disapa
dengan panggilan “ayah”, kemudian terdapat sembilan pembina yang dua
di antaranya merangkap sebagai pengajar, dan terdapat pula tiga pengajar
lain. Dari data di atas maka dapat diketahui bahwa guru yang mengajar di
panti asuhan Nurul Amal sebagian besar sudah sesuai dengan pendidikan
dan kemampuan yang sesuai dengan bidangnya. Namun pengajar yang
tidak memiliki pendidikan yang sesuai, ia menjadi pengajar berdasarkan
kemampuannya dalam hal yang diajarnya. Adapun pembina yang masih
berpendidikan dibawah S1, sebagian besar merupakan santri berprestasi
yang telah tinggal di panti asuhan Nurul Amal dan membantu menjadi
pembina berdasarkan kemampuannya.
58
9. Sarana dan Prasarana
Tabel 4.5
Sarana dan Prasarana Yayasan
No. Jenis Ruang Jumlah Kondisi
1. Rayon laki-laki 4 Baik
2 Rayon perempuan 3 Baik
3 Rayon alumni laki-laki 1 Baik
4 Rayon alumni perempuan 1 Baik
5 Rayon guru laki-laki 3 Baik
6 Rayon guru perempuan 1 Baik
7 Kamar mandi laki-laki 5 Baik
8 Kamar mandi perempuan 6 Baik
9 Tempat wudhu laki-laki 1 Baik
10 Tempat wudhu perempuan 1 Baik
11 Dapur 1 Baik
12 Kantin 1 Baik
13 Majelis/aula 1 Baik
14 Kantor 3 Baik
15 Tempat jemuran 1 Baik
16 Lapangan 1 Baik
17 Masjid 1 Baik
18 Perpustakaan 1 Baik
10. Kurikulum Pendidikan
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu pendekatan dalam
rancangan pendidikan. Kurkulum pada lembaga non-formal harus sesuai
dengan kebutuhan dari warga belajar. Dapat dikatakan kurikulum pada
pendidikan non-formal difokuskan pada skill dari warga belajar.
59
Salahsatu skill yang dihidupkan dalam pendidikan di panti asuhan
Nurul Amal adalah skill beragama. Sehingga pendidikan Islam dianut
sebagai sistem dengan motto “Science Without Religion is Blind!”. Oleh
karena itu dalam pelaksanaannya panti asuhan Nurul Amal menghidupkan
peraturan dan pembiasaan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam serta
menjadikan akhlak sebagai landasan utamanya. Sebab sebagaimana
perkataan Syekh Abdul Qodir Al-Jailani yang dikutip oleh KH. Zaenal
selaku pengasuh, “Aku lebih menghargai orang yang beradab, daripada
orang yang berilmu. Kalau hanya berilmu, iblis-pun lebih tinggi ilmunya
daripada manusia.” Dengan demikian pendidikan akhlak merupakan
salahsatu hal yang diutamakan.
Kurikulum dirangkum dalam kegiatan sehari-hari yang telah
terjadwal. Sedangkan materi pembelajaran di panti asuhan Nurul Amal
bersifat fleksibel, sesuai dengan kebutuhan mereka pada saat itu, baik yang
bersifat anjuran maupun pencegahan. Adapun metode yang sering
digunakan adalah metode nasihat dengan perumpamaan. Seperti yang
dipaparkan oleh Pak Zaenal:
“Kita memberikan materi terkait pelanggaran yang masih hangat,
dalam artian baru saja terjadi. Dan yang perlu diperhatikan, dalam
penyampaiannya menggunakan metode yang baik. Dengan metode
perumpamaan misalnya, dan tanpa menyebut-nyebut anak yang
bersangkutan.”
“Adapun pendekatannya adalah dengan “sabar dan sholat”, Semuanya
punya Allah kok. Jadi mintalah sama Allah, meskipun ada wasilah.”
Adapun kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
60
Tabel 4.6
Kegiatan Sehari-hari Panti Asuhan
Pukul Kegiatan
03.30
Bangun Pagi
Qiyamul Lail
Belajar Kitab Kuning
Sholat Subuh Berjama’ah
Membaca Qur’an
Pemberian Kosa Kata B. Arab/B. Ingris
05.30
Piket
Mandi
Sarapan
06.30
Apel
Berangkat sekolah
Sholat Dhuha
Sholat Dzuhur berjama’ah
13.30 Istirahat/Ekstrakurikuler
Makan Siang
15.30
Sholat Ashar Berjama’ah
Membaca QS. Al-Waqi’ah dan QS. Al-Mulk
Membaca Rotib Al-Attas
Piket
Mandi Sore
17.30
Makan sore
Tadarus Al-Qur’an
Sholat Maghrib berjama’ah
Membaca QS. Yasin
Membaca Rotib Al-Haddad
Pembelajaran (Tahfidz, Bahasa, Tajwid, Kitab
Kuning, Qori’, atau Hadits)
61
20.00 Belajar masing-masing
21.00 Wajib Tidur
Disamping itu, dalam rangka menunjang pendidikan juga terdapat
kegiatan pengembangan diri, diantaranya:
a. Kaligrafi
b. Muhadhoroh 3 bahasa
c. English native speaker
d. Silat
e. Rekreasi
f. Acara santunan
g. Pencak silat
h. Futsal
i. Paskibra
B. Deskripsi Data dan Pembahasan
1. Internalisasi Pendidikan Akhlak di Panti Asuhan Nurul Amal
Pendidikan akhlak diasumsikan dapat membentuk pribadi yang
berkualitas. Namun hal tersebut memerlukan sebuah proses yang
dilakukan dalam jangka waktu yang panjang. Betikut adalah merupakan
hasil wawancara, observasi, dan studi dokumen yang peneliti lakukan
terhadap pembina, pengurus, dan santriwan/wati mengenai pendidikan
akhlak di panti asuhan Nurul Amal. Adapun proses dalam menerapkan
pendidikan akhlak adalah sebagai berikut:
a. Berkelanjutan
Salahatu tujuan pendidikan akhlak adalah memberikan pedoman bagi
manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik dan yang buruk. Di dalam
panti asuhan Nurul Amal, pendidikan tersebut dimulai dari awal mereka
62
tinggal hingga mampu secara mandiri memenuhi kebutuhan hidupnya.
Oleh karena itu, salah satu kewajiban santri ialah tinggal di asrama.
Prinsip berkelanjutan merupakan proses yang panjang. Tidak dapat
dilakukan satu-dua hari. Oleh sebab itu santri tidak diperkenankan untuk
keluar dari yayasan kecuali untuk kepentingan sekolah saat tingkat
menengah atas atau izin penting lainnya dengan seizin pembina dan
santripun hanya diperkenankan pulang kampung satu tahun sekali, yaitu
saat lebaran. Sebagaimana yang dikatakan oleh pak Zaenal:
“Berdasarkan pengalaman dan petimbangan saya selama jadi santri,
saya menetapkan untuk pulang kampung hanya satu tahun satu kali,
yaitu saat lebaran. Agar pembelajaran efektif dan santri menjadi
disiplin. Hak tersebut dalam rangka memperbaiki moral.”3
b. Bertahap
Setiap santri diwajibkan mengikuti rangkaian kegiatan harian yang
telah ditetapkan oleh yayasan. Walaupun jenjang umur jika dilihat
berdasarkan data santri berbeda, namun tidak ada perbedaan dalam hak
dan kewajiban anak santri. Santri tetap dianggap anak sendiri, yang
membedakan hanyakah dalam tingkat tugas, kewajiban dan
tanggungjawab. Untuk anak SD diutamakan pada kemandirian mengurus
dirinya sendiri dan kedisiplinan dalam melakukan kegiatan harian.
Sedangkan untuk anak SMP diutamakan pada kesadaran dalam mengurus
dirinya sendiri dengan penuh kesadaran dalam melakukan kegiatan
harian, serta diberi tugas untuk mendampingi adik-adiknya dalam
melakukan kegiatan sehari-hari. Dan untuk kakak-kakak yang sudah
SMA diharapkan sudah melakukan penuh kesadaran, tanggung jawab dan
memberikan keteladanan. Disamping itu untuk kakak-kakak yang sudah
SMA diberikan tambahan tugas untuk membimbing dan memantau adik-
adiknya baik dari yang SD sampai yang SMP serta membantu pembina
3 Hasil Wawancara Bersama Pengasuh pada 28 Oktober 2017
63
dalam mengasawi dan menyiapkan keperluan sehari-hari. Dengan
interaksi tersebut anak-anak merasa saling memiliki dan mengasihi.
Untuk menjaga efektivitas pendidikan tersebut, pada prosesnya tidak
terlepas dari reward dan punishment. Kedua feedback tersebut juga
diterapkan secara bertahap sesuai dengan jenis pelanggaran dan sikologis
anak. Selama pelanggaran bukan pelanggaran berat seperti kabur atau
bekerjasama dengan orangluar dalam melakukan kejahatan di dalam panti
asuhan, anak-anak masih diberikan tahap pembinaan di dalam panti
asuhan. Namun jika sudah pelanggaran besar, pendidikannya adalah
dengan dikeluarkan dari panti asuhan. Hal tersebut bertujuan untuk
menjaga nilai-nilai di panti asuhan dan menjaga lingkungan pergaulan
santri.
Adapun tahapan dalam mengintnalisasi pendidikan akhlak tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Penanaman, penanaman dimulai dari memperkenalkan tata tertib,
lingkungan panti dan mengajarkan nilai-nilai melalui pengajian rutin.
Pengajian rutin yang memperkenalkan nilai-nilai tersebut diadakan
minimal 2 kali dalam seminggu, yaitu melalui pengajian kitab kuning
dan pengajian hadits.
2) Pembinaan, dengan mengenal lingkungan panti dan diberikan
ketauladanan, santri diberikan tanggung jawab untuk mengikuti
aturan dengan pengawasan dari pengurus, pembina, guru, dan alumni.
3) Pengembangan, dengan menjadikan kebiasaan dalam kehidupan
sehari-hari dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab serta
membimbing adik-adiknya dalam melakukan kebiasaan tersebut.
4) Pemantapan, tahapan ini secara mandiri santri melakukan kegiatan
dengan kehidupan diluar panti. Dimana santri sudah mulai memasuki
jenjang pendidikan menengah atas dan tetap berkewajiban
menjalankan nilai yang telah diajarkan.
64
Proses internalisasi tersebut dimaksudkan bahwa nilai-nilai tersebut
tidak hanya sebagai sebuah pengetahuan, tetapi melalui proses tersebut
akan menjadi bekal.
c. Menyeluruh
Sebagai lembaga pendidikan non-formal maka internalisasi
pendidikan akhlak di panti asuhan Nurul Amal dilakukan melalui seluruh
kegiatan sehari-hari di panti asuhan Nurul Amal, pengajian subuh dan
malam, serta kegiatan ekstrakulikuler. Internalisasi pendidikan tersebut
dilakukan dibawah pengawasan para pengasuh, dewan guru, dan alumni,
sehingga prosesnya akan lebih efektif.
2. Implementasi Pendidikan Akhlak dalam Membina Kecerdasan Emosional
Anak di Panti Asuhan Nurul Amal
Sejak kecil, Allah telah mengaruniakan berbagai macam potensi
kepada manusia, salahsatunya adalah kecerdasan emosi, yaitu sebuah
kemampuan mengenali, mengendalikan dan mengekspresikan emosinya
secara tepat. Namun potensi ini tidak berkembang dengan baik karena
orangtua si anak mengabaikan atau karena pengaruh buruk oleh orang-
orang yang berada di sekitar anak. Oleh karena itu, pengasuh menawarkan
konsep untuk memperbaiki mental anak melalui pendidikan yang efektif.
Karena menurut asumsi pengasuh, anak-anak di Panti Asuhan Nurul Amal
ke tempat ini dengan mental yang kurang baik, jangan sampai ditambah
tidak baik lagi karena sistem pengasuhan yang salah.
Sistem yang dilakukan di Panti Asuhan Nurul Amal adalah sistem
pendidikan Islam dengan menjadikan pendidikan akhlak sebagai landasan
utamanya. Sebab dalam Islam, hal-hal yang berhubungan dengan
kecakapan emosi seperti menerima (ridho), kerendahan hati (tawadhu),
berusaha dan berserah diri (tawakal), ketulusan (keikhlasan), dan
penyempurnaan (ihsan) itu dinamakan akhlakul karimah.
65
Ruang lingkup pendidikan akhlak dalam membina kecerdasan
emosional terbagi menjadi dua, akhlak terhadaap Allah dan akhlak
terhadap sesama manusia. Berikut merupakan implementasi pendidikan
akhlak dalam membina kecerdasan emosional anak di Panti Asuhan Nurul
Amal Kramat Jati.4
a. Akhlak terhadap Allah swt
Yang dimaksud dengan akhlak terhadap Allah swt adalah pola
hubungan dan perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada
Allah swt. Untuk membina akhlak anak-anak panti asuhan nurul Amal
kepada Allah dilakukan dengan berbagai pembiasaan meliputi:
1) Melakukan ibadah mahdhah
Ibadah mahdhah adalah ibadah dalam arti sempit, yaitu aktivitas
atau perbuatannya sudah ditentukan syarat dan rukunnya.
Sebagaimana panti aushan Nurul Amal secara langsung
mendorong para anak asuh untuk melaksanakan ibadah mahdhah
diantaranya shalat, zakat, dan puasa.
Pertama adalah shalat. Santri diwajibkan melakukan shalat lima
waktu berjamaah. Selain itu, santri juga dibiasakan dengan shalat
sunnah seperti shalat dhuha, shalat rawatib dan shalat tahajud.
Kegiatan tersebut sudah diatur rapi dalam jadwal harian. Dalam
mengerjakan shalat, tidak hanya syarat dan rukunnya saja yang
menjadi perhatian pengasuh. Kedisiplinan santri dalam turut
berjamaah dari rokaat pertama, menjaga kebersihan kakinya
dengan menggunakan sandal dari asrama atau tempat wudhu,
juga diperhatikan oleh pengasuh. Dengan shalat, disamping
membangun komuniksi dengan Allah, ternyata juga melatih hal
kedisiplinan, kerapihan, dan kebersamaan antar santri.
Kedua adalah zakat. Di setiap tahunnya, meski santri merupakan
mustahiq karena tidak mampu dan mendapatkan zakat, mereka
4 Hasil wawancara dan observasi kegiatan sehari-hari oleh peneliti.
66
juga diajarkan untuk tetap berzakat disetiap tahunnya. Santri
diberikan arahan berzakat dengan keutamaan-keutamaan
berzakat dan diajak turut serta dalam menunaikan zakat.
Disamping itu, menjelang waktu berzakat, panti asuhan Nurul
amal membuat tema tentang berzakat dalam majelasi ta’lim rutin
yang dibuka untuk umum. Dalam ta’lim tersebut santri
menampilkan drama pendek tentang keutamaan berzakat
sehingga santri memahami keutamaan berzakat. Dengan
demikian santri terlatih menjadi anak yang tidak kikir, saling
tolong menolong, dan dermawan.
Ketiga adalah berpuasa. Santri dilatih untuk berpuasa sedini
mungkin. Dengan puasa ini dilatih untuk menahan diri dari
makan, minum, dan perbuatan keji. Pengasuh mengakui bahwa
ketika berpuasa itu lapar, haus, dan ada keinginan lain, namun
diberi penjelasan bahwa ada saatnya semua harus ditahan lebih
dahulu dan akan terasa nikmat ketika ditunaikan saat berbuka.
Hal tersebut melatih kejujuran, kesabaran, empati, dan rasa
syukur santri.
2) Mencintai Allah swt di atas segalanya
Mencintai Allah di atas segalanya yaitu mencintai Allah melebihi
cinta kepada apa dan siapapun. Panti asuhan Nurul Amal
mendorong anak-anak untuk mengingat segala nikmat dan
karunia yang telah Allah anugerahi, bahwa anugerah Allah lah
yang terbaik. Hal tersebut juga diabadikan dalam panca jiwa panti
asuhan Nurul Amal yang pertama, yaitu keikhlasan. Ikhlas dalam
beribadah dan menjauhi larangannya, ikhlas dalam menerima
qadha dan qadarnya setelah berikhtiar, serta ikhlas dalam
menjalani seluruh aktivitasnya. Sehingga Allah menjadi motivasi
terbesar dalam seluruh perkataan dan perbuatan santri. Dengan
demikian santri menjadi tidak mudah kecewa, selalu termotivasi,
dan merasa dekat dengan Allah swt.
67
3) Berdzikir kepada Allah
Dzikir adalah ibadah untuk mengingat Allah. Panti asuhan Nurul
Amal menjadwalkan waktu-waktu untuk berdzikir, dengan
tadarus al-Qur’an, dzikir setelah shalat, dzikir asmaul husna, dan
membaca ratib. Disamping mengatur jadwal untuk berzikir, juga
terdapat mudabbir sebagai pengawas ketika berdzikir. Tugas
mudabbir adalah memantau santri dalam berdzikir dan
mengingatkan apabila terdapat santri yang tidak konsentrasi,
mengobrol, bercanda, atau mengantuk. Hal tersebut diupayaan
agar santri senantiasa merasa diawasi dan melatih khusyu saat
berdzikir.
Selain itu, untuk melatih kekhusyuan dalam berdzikir, santri
diharapkan mengetahui makna dzikir tersebut sehingga santri
mendapatkan keutamaan berdzikir, senantia mengingat Allah,
dan merasa diawasi oleh Allah swt. Hal tersebut merupakan
upaya perwujudan dari panca jiwa panti asuhan Nurul Amal yang
kelima, yaitu kebebasan. Dengan berdzikir akan menuntun jiwa
bebas santri. Bebas dalam berpikir dan berbuat, bebas dalam
menentukan masa depan, dan bebas dalam memilih jalan hidup.
Santri menjadi berjiwa besar, optimis dalam menghadapi
kesulitan, karena rasa pemilikan Allah dengan segala
kemahaannya. Dengan dzikir pula yang akan mengontrol
kebebasan santri tersebut, sehingga kebebasan tersebut akan
terkendali karena pengawasan Allah swt dan menumbuhkan rasa
tanggung jawab.
4) Bertaubat
Taubat adalah kembali taat kepada Allah dari dosa yang telah
dilakukan. Upaya yang dilakukan untuk menuntun santri
bertaubat adalah dengan memberikan nasihat langsung kepada
santri yang baru saja melakukan kesalahan dan memberikan
tindak lanjut sesuai dengan kesalahan yang dilakukan. Salahsatu
68
bentuk tindak lanjut adalah dengan membuka forum sidang,
dimana anak diberikan kesempatan untuk mengakui
kesalahannya berdasarkan bukti yang ada, beristighfar, dan
membacakan perjanjian untuk tidak mengulangi lagi.
5) Bersyukur
Bersyukur adalah sikap berterimakasih kepada Allah swt. serta
memanfaatkan nikmat yang didapat dengan sebaik-baiknya. Panti
asuhan Nurul Amal tidak hanya memberikan hak santri berupa
kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh santri, seperti makanan,
tempat tinggal, dan pakaian. Santri juga diberikan tanggung
jawab untuk menjaga nikmat-nikmat yang telah diberikan, seperti
menghabiskan makanan yang telah diberikan, mencuci pakaian
kotor, melaksanakan piket kamar dan piket panti asuhan.
Disamping itu santri juga diwajibkan menjaga kesehatan dan
kebersihan, mengasah potensi, memanfaatkan waktu dengan
mengikuti kegiatan yang telah dijadwalkan, berbagi dengan anak-
anak non mukim, dan mengikuti kegiatan sosial yang difasilitasi
oleh panti asuhan Nurul Amal.
6) Bertawakal
Bertawakal adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah
setelah berusaha untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkan.
Upaya yang dilakukan salahsatunya dengan melakukan kegiatan
sehari-hari sendiri, mengikuti ekstrakulikuler, dan mengikuti
perlombaan. Santri mengikuti ekstrakulikuler sesuai dengan
minat dan bakatnya, seperti membuat kaligrafi, berpidato 3
bahasa, olahraga, dll, kemudian dilombakan. Sehingga santri
dapat memiliki sebuah target, keinginan melakukan sesuatu,
berusaha mendapatkan sesuatu, berdo’a, dan mengevaluasi.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua siswa dapat
diikutkan lomba keluar. Oleh karena itu panti asuhan Nurul amal
69
membuat lomba sendiri, dengan melombakan antar santri dalam
memperingati hari besar.
7) Berhusnuzhon
Berhusnuzhon kepada Allah yaitu sikap berprasangka baik
terhadap Allah swt. Tidak jarang pengasuh, atau alumni sharing
kepada santri untuk memberikan gambaran hikmah dari sebuah
kejadian, mendorong santri untuk menikmati hidupnya, karena
semua ini adalah hikmah dibalik kejadian yang ada. Disamping
itu panti asuhan Nurul Amal juga turut hadir membuktikan bahwa
keberadaan santri di panti asuhan Nurul Amal ini merupakan
salahsatu hikmah dari Allah dengan mengupayakan sistem
pendidikan dan sistem pengasuhan terbaik. Upaya lain yang
dilakukan oleh pengasuh adalah memotivasi santri ketika santri
tidak melakukan suatu perkataan atau perbuatan yang tidak baik,
“Jangan sampai karena hal tersebut mengalangi kesuksesan kamu
di masa depan.”.
b. Akhlak terhadap manusia
Yang dimaksud dengan akhlak terhadap manusia swt. adalah pola
hubungan dan perbuatan yang seharusnya dilakukan kepada manusia.
Baik kepada Rasulullah, orangtua, diri sendiri, guru, dan juga teman atau
masyarakat. Untuk membina akhlak anak-anak panti asuhan nurul Amal
kepada manusia dilakukan dengan berbagai pembiasaan meliputi:
1) Akhlak terhadap Rasulullah saw
Untuk membina akhlak terhadap rasulullah, panti asuhan Nurul
Amal mengupayakan anak-anak untuk bersholawat setelah isya
diiringi dengan permainan hadroh dan menghidupkan sunnah-
sunnah Rasulullah saw., seperti menggunakan pakaian putih di
hari jum’at, makan bersama-sama dengan adab yang baik,
menjaga wudhu, dll. Hal tersebut dicantumkan dalam salahsatu
panca jiwa Nurul Amal, yaitu sederhana. Salahsatu pembiasaan
70
untuk menanamkan sifat sederhana ini adalah dengan mencukupi
kebutuhan santri secukupnya dan berbagi kepada anak-anak non-
mukim.
2) Akhlak terhadap diri sendiri
Santri diarahkan untuk menjadi pribadi yang jujur dan apa
adanya. Baik dari segi perkataan dan perbuatan. Hal ini
diwujudkan melalui interaksi intensif antara santri dengan
pengasuh dan melalui tugas yang dipercayakan kepada santri
tersebut. Selanjutnya santri dikenalkan dengan sabar melalui
kegiatan sehari-hari, seperti mengantri, berhubungan dengan
keluarga, dll. Santri juga diajarkan untuk bekerja keras dan
disiplin melalui tata tertib yang telah disepakati. Dalam
menyelesaikan permasalahan, santri dibantu dengan alumni untuk
agar senantiasa saling memaafkan, mengakui kesalahan, dan
memperbaiki kesalahan. Hal tersebut dirangkum dalam panca
jiwa Nurul Amal yaitu berdikari. Upaya yang dilakukan untuk
membina akhlak terhadap diri sendiri adalah dengan mengadakan
kegiatan muhadhoroh. Dengan kegiatan tersebut melatih
kepercayaan diri santri.
3) Akhlak terhadap sesama.
Dalam akhlak terhadap sesama anak-anak dibiasakan untuk
saling menyayangi, tolong menolong, bermusyawarah,
menunaikan hak dan kewajiban dengan perantara alumni sebagai
kakak mereka. Hal ini dimulai dari pengasuh yang memberikan
hak dan kewajiban yang sama kepada setiap santri, serta
memberikan kasih dan sayang secara tulus kepada setiap santri.
Hal tersebut dirangkum dalam panca jiwa nurul amal yaitu
ukhuwah islmiyah.
Upaya selanjutnya adalah dengan melibatkan santri ketika ada
acara warga, merolling kamar santri setiap tahunnya agar saling
mengenal lebih dekat satu samalain, membuat kelompok piket,
71
kelompok makan, serta mengadakan acara-acara kebersamaan
seperti saat olahraga setiap minggu pagi, lomba-lomba
memperingati hari besar, dan jalan-jalan disetiap tahunnya.
Sehingga kebersamaan dan kenyamanan akan terbangun.
3. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Mengimplementasikan Pendidikan
Akhlak untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional Anak
Dalam upaya pengimplementasian pendidikan akhlak untuk
mengoptimalkan pembinaan kecerdasan emosional santri dalam
kehidupan sehari-hari di panti asuhan Nurul Amal, tentu saja didapati
berbagai upaya yang perlu diperhatikan, diantaranya:
a. Melakukan pendidikan dengan penuh kasih dan sayang. Hal ini
terlihat dari bagaimana memanggil anak dengan penggilan yang
mereka sukai. Disamping itu ada saatnya pengasuh serius dan ada
saatnya untuk bersenda gurau dengan santri. Pengasuh memberikan
waktunya meskipun tengah malam untuk mendengarkan santri.
Sehingga anak merasa diakui keberadaannya. Selain itu pengasuh juga
berupaya mendokumentasikan momen-momen penting dan momen-
momen lucu diantara santri. Sehingga mereka dapat mengenang masa-
masa kecil mereka.
b. Pengasuh mengerti dasar-dasar mendidik. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Pak Zaenal, bahwa hal terpenting ketika memilih
pendidik adalah yang memahami metode. Karena menggunakan
metode yang tepat adalah upaya yang harus dilakukan dalam proses
pendidikan agar tercapai sesuai tujuan. Disamping itu pengasuh harus
mengakui bahwa santri memiliki perasaan dan menghargainya.
Sehingga pendidikan dilakukan dengan cara-cara yang baik. Jangan
sampai kita mengabaikan perasaan anak, seperti menyebut-nyebut
kesalannya secara terus menerus, membuat anak merasa seperti
dibully, dll. Dengan demikian anak merasa dihargai dan tumbuh
menjadi pribadi yang menghargai dan memahami.
72
c. Meyakini fitrah anak adalah baik. Setiap anak memiliki fitrah yang
baik dapat dibina. Hal tersebut terbutkti dari panti asuhan Nurul Amal
trebuka untuk siapa saja yang ingin belajar. Bahkan terkadang pihak
panti asuhan sendiri yang meminta anak untuk tinggal di panti asuhan
untuk dibimbing. Disamping itu panti asuhan Nurul Amal mendukung
fitrah manusia, sperti menjaga kebersihan, memelihara kebaikan,
bersaudara, dan menyelenggarakan sunnat.
d. Mengisi waktu luang dengan teratur. Dengan padatnya kegiatan,
santri menjadi merasa lebih teratur dan efektif hifupnya. Tidak merasa
bingung apa yang harus dilakukan, sehingga diisi dengan mengkhayal
atau terus terpuruk dengan masa lalunya.
e. Memberikan pehaman kepada anak-anak. Ketika ada perilaku yang
kurang baik, pendidik segera menegur dan menasehati secara langsun.
Sehingga anak-anak memahami kesalahan dan mengetahui
bagaimana cara memperbaikinya. Begitupun ketika ada perilaku yang
baik, pendidik mengapresiasi dan memuji perilaku terpujinya.
Sehingga anak-anak termotivasi untuk mempertahankan perilaku
terpujinya. Setelah dilakukan secara direct, nasihat juga diberikan
didepan teman-teman dengan cara tanpa menyalahkan, terlalu
menyanjung, dan memperhatikan harga diri anak. Kemudian
memberikan materi yang sesuai dengan permasalahan atau prestasi
yang hangat. Hal tersebut sebagai bahan pengajaran dan pembelajaran
kepada teman-temannya agar tahu bahwa hal tersebut baik atau
kurang baik.
f. Memberikan pembiasaan-pembiasaan dan kesibukan kegiatan positif
hingga istiqomah. Sebagaimana pepatah arab, “Ketika seseorang
Istiqomah, akan ada suatu peningkatan”. Meskipun salahsatu panca
jiwa Nurul Amal adalah kebebasan, untuk anak yang tidak mengikuti
ekstrakulikuler anak diwajibkan mengikuti kegiatan rutin. Sehingga
seiring berjalannya waktu anak akan menyukai kegiatan tersebut dan
istiqomah.
73
Tabel 4.7
Pembiasaan Santri di Panti Asuhan Nurul Amal
Rutin Spontan
- Mengikuti shalat berjamaah
lima waktu
- Mendirikan shalat dhuha
dan shalat rawatib
- Tadarus al-Qur’an
- Dzikir setelah shalat
- Berinfaq min. Rp. 500,-
/minggu
- Melakukan piket harian
- Lari pagi
- Memberi salam
- Membudayakan antri
- Membuang sampah pada
tempatnya
- Menjaga kesehatan dan
kebersihan diri
- Musyawarah
- Meminta maaf dan
memaafkan
- Santriwan dilarang
memasuki area asrama
santriwati dan sebaliknya
- Melapor setelah piket
- Pemeliharaan sarana dan
pra-sarana
- Berdo’a sebelum
melakukan sesuatu
Keteladanan Terprogram
- Berpakaian rapi
- Memberikan pujian terhadap
sikap dan hasil kerja yang
baik
- Memberikan teguran dan
nasihat terhadap sikap dan
hasil kerja yang kurang baik
- Disiplin
- Tanggungjawab
- Menyambut dan
memperingati hari besar
- Muhasabah
- Santunan
74
- Hidup sederhana
- Saling menyayangi dan
menghargai
g. Menjaga emosi pengasuh sendiri terlebih dahulu. Sebagai pendidik
menjaga emosinya terlebih dahulu dalam menghadapi setiap
permasalahan yang ada adalah keharusan. Ketika menghadapi anak
yang mengambil hak temannya, diganggu diluar waktu pembelajaran,
ketika dipanggil kesekolah karena anak bermasalah, ketika ada anak
yang sangat sholih dan berprestasi, dll. Para pembina dan alumni
diberi penekanan untuk senantiasa memberikan tauladan kepada para
santri. Sebelum snatri melakukan, para pembina dan alumni turut
melakukan terlebih dahulu. Baik dalam pembiasaan ibadah mahdhah,
akhlak terhadap sesama, merespon sesuatu, dll.
h. Memahami perasaan anak. Dalam setiap saat yang tepat, wajar
kiranya orangtua atau pendidk melihat dan menanyakan perasaan
anak, baik perasaan dalam dirinya maupun untuk keluar. Sehingga
anak terlatih untuk mengenali perasaannya dan mengungkapkan
perasaannya. Dengan demikian pendidik akan lebih mudah untuk
mengarahkan anak untuk mengekspresikan perasaannya.
Misalnya saat bulan ramadhan. Tidak dipungkiri bahwa banyak
undangan untuk acara dari luar, baik pelaksanannya di dalam maupun
diluar panti, baik dalam bentuk pesantren kilat maupun hanya berbuka
puasa bersama. Pengasuh membimbing santri untuk mengungkapkan
rasa trimakasih minimal dengan pakaian yang baik, akhlak yang
santun, dan ucapan terimakasih dengan tiga bahasa. Hal tersebut
merupakan ekspresi ungkapan trimakasih anak kepada pihak
pengundang. Disamping ia menghargai dirinya sendiri dengan
menjaga nama baik diri sendiri, dan lembaga.
Dalam mencari pendidik pun, panti asuhan Nurul Amal
mendahulukan guru dari kalangan alumni dibanding orang luar. Hal
75
tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa alumni lebih mengerti
perasaan dan keadaan santri.
i. Memberikan kepercayaan pada anak. Setiap anak membutuhkan
kepercayaan. Oleh karena itu kunci utama melejitnya potensi anak
adalah kepercayaan. Hal ini terlihat pada kasus terakhir yang terjadi
di panti asuhan Nurul Amal. Seorang anak laki-laki terlibat keributan
bersama temannya di sekolah hingga melibatkan campur tangan
polisi. Namun pengasuh yang dipanggil ke sekolah memenuhi
panggilan dengan tenang, menanyakan penjelasan secara jelas dan
mendengarkannya dengan seksama, kemudian mengambil tindakan
dengan bijak. Pengasuh menyampaikan kewajaran hal yang terjadi,
memahami perasaan dan kondisi anak saat itu, kemudian memberikan
gambaran keutamaan andaikan santri tersebut dapat menahan
emosinya sedikit lagi, “Karena mulianya seseorang terletak pada
kemampuan menahan amarahnya.”. Dari kejadian tersebut
membuahkan bekas di dalam diri anak santri untuk lebih menjaga
nama baik yayasan dengan menjaga emosinya.
j. Menghargai kejujuran anak. Hal ini tampak ketika santri melalui
proses kompromi sebelum mengambil tindakan akan diberikan arahan
dan bimbingan, disamping tetap diberikan sanksi sebagai bentuk
tanggung jawab. Namun ketika tanpa melalui proses kompromi, anak
akan langsung diberikan sanksi yang lebih besar.
k. Menerapkan disiplin. Berdasarkan hasil wawancara, dalam
pendidikan tidak terlepas dari reward dan punishment yang semua itu
diselenggarakan dalam rangka melatih kedisiplinan. Hak tersebut
terbukti dengan adanya jadwal kegiatan anak sehari-hari, sehingga
anak memiliki pedoman dan melatih rasa tanggung jawab.
l. Memuji perilaku baik anak dan memperingatkan anak yang
berperilaku kurang terpuji. Metode ini diberikan dalam beberapa hal.
Di panti asuhan Nurul Amal telah mencoba beberapa macam targhib
dan tarhib, namun kurang efektif. Seperti dijemur, meghafal lebih
76
banyak, dll. Namun kali ini dengan berinfaq, yaitu memutar uang
anak-anak yang denda dan diberikan kepada anak-anak yang
berprestasi di bulan tersebut. Disamping itu bagi anak yang
berprestasi diberikan selamat bersama-sama dan dipajang di maiding
atas prestasinya tersebut. Sedangkan dalam pemberian hukuman yang
besar, dilakukan setelah proses persidangan tertutup. Hal tersebut
mengajarkan bahwa kita harus menyentuh sesuatu yang mereka
butuhkan, sehingga mereka jera dengan perbuatan mereka atau lebih
termotivasi melakukan hal yang baik. Dengan kejelasan targhib dan
tarhib, akan semakin jelas pula perilaku yang baik dan perilaku yang
kurang baik di hadapan santri.
m. Menjadi orang yang dapat dipercaya. Bukan hanya sebatas selalu
berkata jujur melainkan juga menjadi orang yang mengerti dan
memahami, menepati janji, dll. Sehingga tanpa diberi penjelasan,
santri dapat mengambil pelajaran. Mereka dapat berpikir bahwa
semua yang dilakukan oleh pengasuh dan alumni adalah untuk
kebaikan bersama.
n. Melibatkan anak dalam mengambil keputusan. Santri dilibatkan saat
pemilihan ISNA, tempat yang ingin dikunjungi, dalam memecahkan
persoalan santri sendiri, dll.
o. Melibatkan anak dalam melakukan kegaiatan. Hal tersebut terlihat
pada kegiatan gotong royong dalam sehari-hari, keterlibatan anak-
anak dalam mengisi di TPA, mengajak anak menjadi asisten ustadz
ketika mengisi pengajian umum, dll. Hal tersebut merupakan langkah
dari niat pembina yayasan ini, bahwa “agar anak merasakan
pengalaman ilmu sejak sedini mungkin”. Bukanhanya kegiatan di
dalam juga kegiatan di luar. Karena kewajiban pendidik bukan hanya
menyampaikan ilmu baru, tetapi juga mengarahkan pengamalan ilmu
secara tepat.
77
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
C. Kesimpulan
Dari uraian pada bab-bab sebelumnya maka penulis mengambil
kesimpulan terkait pendidikan akhlak yang diterapkan di panti asuhan Nurul
Amal Kramat Jati untuk mengoptimalkan perkembangan kecerdasan
emosional anak sudah berjalan cukup efektif dimana proses pendidikan
tersebut tidak hanya diajarkan secara teoritis tapi juga diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Adapun pendidikan akhlak di panti asuhan Nurul Amal
Kramat Jati diinternalisasikan secara berkelanjutan dari awal santri tinggal di
panti asuhan hingga mampu hidup secara mandiri memenuhi kebutuhan
hidupnya, kemudian secara bertahahap yakni melalui penanaman, pembinaan,
pengembangan, dan pemantapan, serta meliputi seluruh rangkaian kegiatan di
panti asuhan Nurul Amal Kramat Jati.
Pendidikan akhlak yang diterapkan untuk mengoptimalkan kecerdasan
emosional anak meliputi pendidikan akhlak terhadap Allah seperti bersyukur,
bertawakal, dan berhusnuzhon kepada Allah swt melalui penegakkan ibadah
mahdhah dan dalil-dalil yang disampaikan dalam pengajian kitab. Kemudian
pendidikan akhlak terhadap rasulullah seperti bershalawat dan menjadikan
rasulullah sebagai suri tauladan melalui kisah-kisah yang disampaikan dalam
pengajian dan nasihat. Serta pendidikan akhlak terhadap diri sendiri dan
sesama melalui kegiatan sehari-hari seperti wajib shalat berjama’ah, kegiatan
muhadhoroh, piket, dan kunjungan sekaligus santunan ke panti lain. Dalam
penerapannya pengasuh memenuhi kebutuhan santri, yaitu kebutuhan
perhatian, kasih sayang, dan pendidikan yang efektif. Sehingga santri merasa
nyaman, memiliki hidup yang lebih bermakna, penuh semangat, serta diliputi
rasa saling memiliki.
78
D. Implikasi
Hasil penelitian ini memberikan beberapa implikasi, antara lain:
1. Implikasi terhadap pendidikan anak terlantar yang seharusnya mendapat
perhatian dari pemerintah.
2. Implikasi terhadap pendidikan akhlak di panti asuhan seharusnya
mendapatkan perhatian lebih dari pengasuh, guru, dan masyarakat sekitar.
3. Implikasi terhadap pendidikan dan tenaga kependidikan di panti asuhan
yang harus ditingkatkan mutu dan administratifnya agar dapat lebih baik
lagi.
E. Saran
Berdasarkan penelitian tentang impelemntasi pendidikan akhlak dalam
membina kecerdasan emosional anak di panti asuhan Nurul Amal yang telah
penulis lakukan, maka penulis ingin mengutarakan beberapa hal antaralain:
1. Peneliti berharap pemerintah memberikan perhatian terhadap lembaga
sosial yang turut berkontribusi dalam pendidikan anak terlantar dengan
memberikan bantuan berupa finansial atau pembinaan terhadap pengasuh
lembaga sosial.
2. Pihak yayasan sebaiknya menambah guru yang ahli dalam bidangnya,
menambah pengasuh yang intens untuk anak santri perempuan,
memperhatikan sistem administratif, dan mengadakan silaturrahmi dengan
tokoh diluar agar santri juga memahami dunia luar.
3. Mengingat pentingnya pendidikan akhlak dalam membina kecerdasan
emosional anak, sebaiknya guru menjadwalkan kajian khusus untuk
pendidikan akhlak, menyampaikan materi pendidikan akhlak secara
menyeluruh dan menambah intensitas dalam mengawasi kebersihan anak.
80
Disciplines of Language Section اللغة( النظم لقسم )
Disiplin Bagian Bahasa
A. Program Jangka Pendek
1. Mewajibkan seluruh santri Berbahasa Arab-Inggris dalam percakapan sehari-
hari
2. Pemberian kosakata berbahasa Arab-Inggris 2 hari sekali, sejumlah 4 buah, dan
mewajibkan santri untuk mencatatnya.
3. santri di wajibkan menghafal kosakata yang telah diberikan ketika malam hari
ba’da isya
4. Pengadaan mahkamah bagi pelanggar disiplin bahasa
5. Pengadaan Muhadatsah (Conversation) 2x satu minggu
6. Pemeriksaan buku kosakata santri setiap bulanya.
7. Mewajibkan santri membuat karangan berbahasa Arab dan Inggris setiap
minggunya.
8. Delivering Vocabulary setiap pagi ba’da subuh.
9. Pengadaan Muhadhoroh 3 bahasa : Arab, Inggris, Indonesia.
10. Pemberian dialog perminggu dan setip santri diwajibkan untuk menulis,
membaca dan mengartikannya
B. Program jangka menengah.
1. Pengadaan listening 2 minggu sekali
2. Mengadakan perlombaan pidato 3 bahasa setiap 6 bulan sekali untuk
meningkatkan semangat santri dalam berbahasa.
3. Mengadakan study banding.
C. Program Jangka Panjang
*. Pengadaan Laboratorium Bahasa
81
Disciplines of Worship Section العبادة( النظم لقسم )
Disiplin Bagian Ibadah
A. Rencana jangka pendek
1. Setiap santri diwajibkan mengikuti shalat berjamaah 5 waktu
2. Mewajibkan santri shalat sunnah qobliyah dan ba’diyah
Qobliyah : Subuh, Zuhur, Ashar, dan Isya
Ba’diyah : Zuhur, Maghrib, dan Isya + witir 1 rakaat
3. Mewajibkan santri mmakai pakaian shalat ketika shalat berjamaah
4. Santri tepat waktu shalat berjamaah. Khusus maghrib dan subuh 15 menit
sebelum adzan, santri telah hadir di tempat shalat dan untuk shalat jamaah
lainnya minimal santri tidak menjadi masbuk.
5. Mewajibkan santri mencatat isi khutbah jum’at khusus santriawan dan
santriwati berkumpul di aula untuk mengikuti penyampaian hadits-hadits/
mahfudzot oleh bagian ibadah.
6. Penghitungan kehadiran santri di ruangan shalat oleh penangguna jawab santri
(bagian ibadah)
7. Mewajibkan santri khatam Al-qur’an setiap satu tahun sekali bagi yang sudah
Al-qur’an dan bagi santri yang masih iqro diwajibkan untuk naik iqro
selanjutnya selambat-lambatnya satu bulan.
8. Mewjibkan santri memakai pakaian puih ketika malam dan hari jum’at.
9. Mewajibkan santri hafal surat al-waqi’ah, Yasin dan Al-mulk
10. Mewajibkan santri hafal do’a-do’a tertentu
11. Mewajibkan santri shalat duha setiap hari kecuali anak-anak SD.
12. Menghukum para pelanggar disiplin ibadah
13. Mengadakan shalat tahajud satu minggu sekali
14. Mewajibkan santri hafal dzikir, tahlil dan tahmid
15. Tadarus Al-Qur’an bersama dipimpin oleh bagian ibadah/ Guru setiap ba’da
Subuh, Dzuhur, Ashar dan Isya
16. Membudayakan salam, do’a sehari-hari, serta segala sesuatu yang berkaitan
dengan pelajaran yang telah mereka dapatkan.
82
17. Mewajibkan santri membawa Al-Qur’an dari kamar masing-masing setiap
shalat berjamaah.
18. Pemeriksaan pakaian shalat oleh bagian ibadah.
19. Santri diwajibkan berinfaq minimal satu minggu sekali sebesar Rp. 500,- serta
pengadaan kotak amal oleh bagian Ibadah.
20. Pemilihan santri teladan dan pemalas setiap bulannya dan memampang fotonya
disetiap mading.
21. Mewajibkan santri yang berhalangan shalat berjamaah untuk melapor kepada
bagian Ibadah
B. Program jangka menengah.
1. Mewajibkan santri menghafal surat pendek minimal 13 surat yang terdapat
dalam juz’ama.
2. Mengadakan kegiatan Ramadhan
3. Mewajibkan santri menghaal mahfudzot, hadits-hadits Nabi serta ayat-ayat
pilihan.
C. Program jangka panjang
1. Mewajibkan santri menghafal surat-surat yang di tentukan.
2. Pengadaan praktek shalat-shalat sunnah.
3. Melaksanakan puasa senin-kamis.
4. Menyambut dan memeriahkan hari-hari besar islam.
83
Disciplines of Security Section االمن( النظم لقسم )
Disiplin Bagian Keamanan
1. Santri dilarang keluar lingkungan Yayasan kecuali sekolah (izin kepada guru)
2. Santriawan dilarang memasuki area asrama putri dan sebaliknya.
3. Santri tidur di tempat yang telah ditentukan
4. Santri makan di tempat yang telah ditentukan
5. Pembuatan jadwal kegiatan yang berkaitan dengan disiplin keamanan
6. Menindak dengan tegas santri yang mengambil yang bukan haknya
7. Santri dilarang memasuki dapur kecuali pada waktu-waktu tertentu
8. Santri wajib tidur malam selambat-lambatnya pukul 22.00 wib
9. Mengadakan pemeriksaan lemari mendadak dan mengamankan barang-barang yang
tidak sesuai dengan alam pendidikan
10. Pemeliharaan alat-alat sekolah/ pendidikan.
11. Pemilihan santri teladan dan pemalas setiap bulannya.
12. Santri dilarang memasuki tempat-tempat yang dilarang oleh guru khususnya di malam
hari kecuali izin
84
Disciplines of Cleanliness and Health Section (النظم لقسم النظا فة والصحة)
Disiplin Bagian Kebersihan dan Kesehatan
1. Mewajibkan santri memakai sandal ketika keluar asrama
2. Mewajibkan santri menjemur pakaian dengan mengunakan gantungan atau jepitan
3. Pengontrolan piket harian
4. Mewajibkan santri meletakkan sandal di depan kantor MTs. setiap shalat fardlu
5. Pemeriksaan seragam sekolah setiap minngu malam
6. Piket umum setiap hari minggu
7. Mewajibkan santri melapor setelah melaksanakan piket harian
8. Penyitaan pakaian dan sandal yang sembarangan
9. Pengecekan sandal setiap minggu
10. Pemeriksaan kesehatan : Alat mandi, kebersihan badan, kebersihan lemari, dan
kerapihan rambut
11. Pembuatan jadwal kegiatan sehari-hari yang berkaitan dengan disiplin kebersihan dan
kesehatan
12. Penyedian alat-alat kebersihan
13. Penyedian obat-obatan dan membawa santri yangv sakit untuk berobat.
14. Memberikan sanksi bagi santri yang membuang sampah sembarangan
15. Memberikan sanksi bagi santri yang mencoret-coret tembok
16. Mewajibkan para ketua kamar untuk melaporkan anggotanya yang tidak melaksanakan
piket kamar kepada pengurus bagian kebersihan.
B. Program jangka panjang
*) Pengontrolan kesehatan santri bekerja sama dengan dinas kesehatan masyarakat
87
DOKUMENTASI KEGIATAN
Kegiatan Makan Bersama Pelantikan Pengurus
Kegiatan Memperingati Hari Besar
Kegiatan Piket atau Kerja Bakti
90
Instrumen Wawancara
Pedoman Wawancara Pendidikan Akhlak untuk Pembina Yayasan Nurul Amal
No. Pertanyaan Jawaban
1. Sudah berapa lama bapak menjadi pembina di
Yayasan Yatim Piatu Nurul Amal?
2. Bagaimana latar belakang sejarah berdirinya
Yayasan Yatim Piatu Nurul Amal?
3. Menurut bapak, apa saja keunggulan Yayasan
Yatim Piatu Nurul Amal?
4. Darimana pendanaan Yayasan Yatim Piatu
Nurul Amal?
5. Bagaimana cara mencari pembimbing Yayasan
Yatim Piatu Nurul Amal?
6. Apa saja kesulitan yang ditemukan saat melayani
anak-anak yatim piatu?
7.
Selama bapak menjabat sebagai pembina, faktor
apa saja yang perlu diperhatikan untuk
pembinaan kecerdasan emosional anak?
8.
Menurut bapak, apakah pendidikan akhlak
berperan besar dalam pembinaan kecerdasan
emosional anak?
9. Pendidikan akhlak dalam aspek apa saja yang
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari?
10. Apa saja kegiatan keagamaan bagi anak asuh di
Yayasan Yatim Piatu Nurul Amal?
11. Menurut bapak, adakah pengaruh kegiatan
tersebut bagi kecerdasan emosional anak?
12. Siapa sajakah orang yang berpengaruh dalam
pendidikan ini?
91
13.
Upaya apa saja yang dilakukan yayasan dalam
meningkatkan pendidikan akhlak guna membina
kecerdasan emosional anak?
14. Menurut bapak, apa saja faktor yang mendukung
dan menghambat pendidikan akhlak tersebut?
92
Instrumen Observasi
Pedoman Observasi Pendidikan Akhlak di Yayasan Nurul Amal
No. Aspek yang Diamati
Keterangan
Catatan Baik
Kurang
Maksimal
1.
Menjelaskan materi akhlak
yang sesuai dengan metode
yang tepat
2.
Pembina memberi suri
tauladan yang baik kepada
anak asuh
3. Menceritakan kisah-kisah
Rasulullah saw. dan sahabat
4. Kerjasama pihak yayasan
dengan masyarakat
5. Sosialisasi tata tertib anak asuh
6.
Melibatkan anak dalam
memecahkan masalah atau
mengambil keputusan
7. Menegur anak asuh yang
bermasalah
8.
Memotivasi anak asuh yang
sedang bermasalah atau
tertimpa musibah
9. Mengapresiasi anak asuh yang
berprestasi
10. Menyediakan sarana dan pra-
sarana
93
11. Melatih keterampilan anak
asuh
12. Renungan bersama
Pedoman Observasi Kecerdasan Emosional Anak di Yayasan Nurul Amal
No. Dimensi Aspek yang Diamati Catatan
1. Mengenali Emosi
Diri Sendiri
Yakin dalam melakukan sesuatu
Mampu beradaptasi dengan
suasana baru
Berani mengakui kesalahan
Percaya diri
Mau menerima nasihat
2. Mengelola Emosi
Tidak mudah marah
Terampil
Memikirkan matang-matang
sebelum mengambil keputusan
Memaafkan kesalahan oranglain
Berani meminta maaf ketika
berbuat salah
3. Memotivasi Diri
Optimis
Berdo’a
Konsisten dalam melakukan
sesuatu
Gigih dalam berjuang
Berfikir positif
Mampu memecahkan masalah
Memiliki rencana dalam hidup
Tidak berlebihan ketika senang
atau sedih
94
4. Mengelola Emosi
Oranglain
Tidak mencela oranglain
Mengakui atau memuji
kelebihan oranglain
Mau mendengarkan curhatan
oranglain
Senang berbagi
Menghormati pendapat
oranglain
5. Membina
Hubungan
Sopan dan santun
Bekerjasama
Tanggungjawab
Menegur teman yang salah
top related