penatalaksanaan gigitan hewan.docx
Post on 09-Aug-2015
370 Views
Preview:
TRANSCRIPT
GIGITAN HEWAN
BAB I
PENDAHULUAN
Hewan peliharaan seperti anjing atau kucing dapat bersahabat dengan pemiliknya. Tetapi
terkadang hewan peliharaan itu bisa juga menggigit bila merasa terpojok atau terprovokasi.
Gigitan hewan peliharaan sering terjadi tiba-tiba. Anjing biasanya lebih sering mengigit
ketimbang kucing. Namun gigitan kucing bisa lebih menyebabkan infeksi. Berbagai macam
penyakit dapat disebarkan melalui gigitan tersebut.
Kita boleh berhati-hati jika kita memelihara hewan di rumah. Gigitan hewan tidak hanya
menorehkan rasa sakit, namun juga memicu trauma berkepanjangan pada anak-anak. Bermain
bersama hewan peliharaan tentu saja mengasyikkan.Anak-anak juga menyukainya. Banyak
manfaat yang bisa diambil ketika anak dibiarkan bermain bersama hewan. Di antaranya,
mengajak anak berbagai kasih sayang dengan makhluk lain, sebagai ilmu pengetahuan bagi anak.
Apalagi, banyak buku bacaan yang mempunyai tokoh hewan.Apalagi ada hewan-hewan jenis
tertentu yang bagus untuk menunjang perkembangan anak.
Namun, saat anak bermain dengan hewan, orang tua mesti waspada penuh agar hewan
tidak menggigit. Tidak hanya sakit secara fisik, penelitian terbaru menunjukkan, anak yang
terkena gigitan hewan akan mengalami gangguan stres pascatrauma (post-traumatic stress
disorder/PTSD). Sejumlah orang biasanya menderita PTSD setelah mengalami suatu peristiwa
yang membuat mereka atau orang lain dalam bahaya, seperti kecelakaan mobil atau penyerangan
oleh orang tak dikenal. Orang yang menderita PTSD sering kali mengalami gangguan ingatan
dan bayangan mimpi peristiwa yang dapat mengganggu kehidupan sehari-hari mereka.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 1
GIGITAN HEWAN
PTSD dapat menyebabkan kondisi yang sangat mengkhawatirkan pada anak-anak karena
dapat mengganggu perkembangan normal mereka,kata Dr Nancy Kassam-Adams, Wakil
Direktur The Center for Pediatric Traumatic Stress at The Children’s Hospital di Philadelphia,
Amerika Serikat. Dia mencontohkan, seorang anak yang mengalami kesulitan belajar membaca
sehingga menyebabkan peristiwa yang traumatik. Anak yang mengalaminya kemungkinan besar
dapat pulih, namun dalam waktu lebih lama dibandingkan dengan orang dewasa. Selanjutnya, Dr
Li Ji, seorang dokter anak di Peking Union Medical College Hospital di Beijing, China, dan
rekan-rekannya mempelajari 358 anak usia 5–17 tahun yang datang ke bagian unit gawat darurat
(UGD) di Peking University People’s Hospital setelah digigit seekor hewan, seperti kucing,
kelinci, anjing, atau tikus. Banyak jenis hewan mulai dari anjing dan kucing ke hamster, musang,
musang, dan tupai dapat menggigit orang dewasa dan anak-anak. Banyak kali, gigitan berasal
dari hewan peliharaan keluarga.
Luka gigitan hewan ini salah satunya bisa menyebabkan penyakit rabies, rabies adalah
infeksi yang sangat jarang tetapi fatal yang mungkin timbul dari gigitan hewan. Rabies adalah
penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies. Penyakit ini
bersifat zoonotik, yaitu dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Virus rabies ditularkan ke
manusia melalu gigitan hewan misalnya oleh anjing, kucing, kera, rakun, dan kelelawar. Rabies
disebut juga penyakit anjing gila.
Di Amerika Serikat, tidak seperti seluruh dunia, hewan liar seperti kelelawar, sigung,
rakun, dan rubah menyebar lebih dari 90% dari infeksi rabies. Gigitan hewan harus dilaporkan ke
departemen kesehatan setempat.Mereka mungkin meminta bantuan para medis dalam
menemukan hewan sehingga dapat dibatasi dan diamati gejala rabiesnya.
Sifat-sifat virus ini tidak dapat hidup di alam bebas, mudah sekali mati pada pemanasan
50°C dalam waktu 15 menit, mati oleh sinar matahari. Virus ini dapat menyerang semua hewan
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 2
GIGITAN HEWAN
berdarah panas dan manusia. Karena kapsulnya terdiri dari lemak sehingga memudahkan kita
untuk mematikan virus tersebut dengan zat-zat larut lemak seperti sabun atau detergen.
Rabies bukanlah penyakit baru dalam sejarah perabadan manusia. Catatan tertulis
mengenai perilaku anjing yang tiba-tiba menjadi buas ditemukan pada Kode Mesopotamia yang
ditulis 4000 tahun lalu serta pada Kode Babilonia Eshunna yang ditulis pada 2300 SM.
Democritus pada 500 SM juga menuliskan karakteristik gejala penyakit yang menyerupai rabies.
Aristotle, pada 400 SM, menulis di Natural History of Animals edisi 8, bab 22
“ .... anjing itu menjadi gila. Hal ini menyebabkan mereka menjadi agresif dan semua
binatang yang digigitnya juga mengalami sakit yang sama. ”
Hippocrates, Plutarch, Xenophon, Epimarcus, Virgil, Horace, dan Ovid adalah orang-
orang yang pernah menyinggung karakteristik rabies dalam tulisan-tulisannya. Celsius, seorang
dokter di zaman Romawi, mengasosiasikan hidrofobia (ketakutan terhadap air) dengan gigitan
anjing, di tahun 100 Masehi. Cardanus, seorang penulis zaman Romawi menjelaskan sifat infeksi
yang ada di air liur anjing yang terkena rabies. Pada penulis Romawi zaman itu mendeskripsikan
rabies sebagai racun, yang mana adalah kata Latin bagi virus. Pliny dan Ovid adalah orang yang
pertama menjelaskan penyebab lain dari rabies, yang saat itu disebut cacing lidah anjing (dog
tongue worm). Untuk mencegah rabies di masa itu, permukaan lidah yang diduga mengandung
"cacing" dipotong. Anggapan tersebut bertahan sampai abad 19, ketika akhirnya Louis Pasteur
berhasil mendemonstrasikan penyebaran rabies dengan menumbuhkan jaringan otak yang
terinfeksi di tahun 1885. Goldwasser dan Kissling menemukan cara diagnosis rabies secara
modern pada tahun 1958, yaitu dengan teknik antibodi imunofluoresens untuk menemukan
antigen rabies pada jaringan.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 3
GIGITAN HEWAN
Sedangkan, Monyet di dunia ada sekitar 264 jenis. Monyet berbeda dengan kera, monyet
berekor lebih kecil. Monyet adalah hewan yang paling mudah untuk berinteraksi dengan
manusia. Monyet sedikit lebih galak, apabila ia tak mengenal lawan interaksinya tak jarang ia
akan menyerang dan mencakar. Monyet juga hewan yang digunakan untuk percobaan
laboratorium, dilatih sebagai hewan sirkus dan tak jarang dirawat sebagai hewan peliharaan.
Banyak sekali ordo yang menyerupai monyet ini, diantaranya oranghutan dan kera, walaupun
satu jenis sama-sama berkelas primata, tetapi mereka mempunyai perbedaan.
Rabies bukan hanya terdapat pada anjing saja, tapi juga terdapat pada monyet dan
kucing. Penyakit ini adalah penyakit akut yang sangat menular dan dapat menyebabkan
kematian, penyakit rabies ini menyerang gangguan syaraf pusat. Jika Anda memiliki monyet di
rumah, sebaiknya setiap sebulan sekali periksakan dan bawalah monyet Anda ke dokter
hewan, hewan yang terkena penyakit rabies biasanya menjadi sangat buas. Senang menyerang
siapa saja, suaranya menjadi sangat parau dan sering kejang-kejang. Untuk itulah jika Anda
melihat keanehan yang terjadi pada hewan Anda, segeralah untuk membawanya ke dokter.
Sembilan provinsi yang tidak ditemukan kasus rabies atau bebas rabies, yaitu Bangka
Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa
Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Papua, dan Papua Barat. Jadi, sebagian besar provinsi di
Indonesia termasukendemis rabies. Dalam lima tahun terakhir, rata-rata jumlah penduduk yang
digigit anjing lebih dari 15.000 orang di 24 provinsi. Jumlah penderita rabies ratusan orang per
tahun dan sebagian besar meninggal dunia. Pada tahun 2008, jumlah kasus gigitan anjing 14.106
orang, 9.565 orang mendapat vaksin serta obat-obatan, penderita rabies 85 orang.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 4
GIGITAN HEWAN
Bila ditemukan ada kasus dugaan rabies, maka penanganan terhadap para korban yang
digigit hewan yang diduga terinfeksi virus rabies sesuai indikasi dan prosedur. Rabies atau
dikenal sebagai penyakit anjing gila merupakan penyakit menular yang berbahaya karena bisa
menyebabkan kematian. Penyakit ini disebabkan virus Rhabdho yang dapat menyerang semua
hewan berdarah ganas dan manusia. Selain terdapat di susunan saraf pusat, virus ini juga terdapat
di air liur hewan penderita. Pengamat masalah kesehatan hewan, drh.Mangku Sitepu,
menyatakan, karena Jambi termasuk daerah endemis rabies, tiap ada kasus gigitan hewan,
khususnya anjing dan kera, di provinsi itu harus dilaporkan ke Puskesmas atau rumah sakit dan
dinas peternakan setempat.
Orang yang digigit hewan itu harus diperiksa di mana lokasi gigitan, berapa lama digigit,
dan segera diberi vaksin atau serum anti rabies. Oleh karena, bila lokasi gigitan di leher atau
dekat kepala, virus itu bisa menyebar ke otak melalui jaringan saraf dalam waktu cepat atau
sekitar seminggu dan berakibat fatal bagi penderita. Selain itu, hewan yang menggigit manusia
harus segera ditangkap, dikarantina, dan diobservasi apakah dalam dua minggu mati atau tidak.
Bila dalam dua pekan mati, ada kemungkinan hewan itu terinfeksi virus itu. Untuk memastikan
hal itu, biasanya pemeriksaan dilakukan dengan mengambil cairan dari otak hewan penderita.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 5
GIGITAN HEWAN
BAB II
DEFINISI
Luka gigitan adalah cedera yang disebabkan oleh mulut dan gigi hewan atau manusia.
Hewan mungkin menggigit untuk mempertahankan dirinya, dan pada kesempatan khusus untuk
mencari makanan. Pada manusia yang menggigit dan menyebabkan luka dapat disebabkan faktor
kejiwaan atau emosi. Beberapa kelainan seperti sindrom Lesch-Nyhan menyebabkan manusia
menggigit dirinya sendiri.
Gigitan dan cakaran hewan/hewan yang sampai merusak kulit kadang kala dapat
mengakibatkan infeksi. Beberapa luka gigitan perlu ditutup dengan jahitan, sedangkan beberapa
lainnya cukup dibiarkan saja dan sembuh dengan sendirinya. Dalam kasus tertentu gigitan hewan
(terutama oleh hewan liar) dapat menularkan penyakit rabies, penyakit yang berbahaya terhadap
nyawa manusia. Kelelawar, musang juga anjing menularkan sebagian besar kasus rabies.
Luka gigitan penting untuk diperhatikan dalam dunia kedokteran. Luka ini dapat
menyebabkan:
> Kerusakan jaringan secara umum
> Pendarahan serius bila pembuluh darah besar terluka
> Infeksi oleh bakteri atau patogen lainnya, seperti rabies
> Dapat mengandung racun seperti pada gigitan ular
> Awal dari peradangan dan gatal-gatal.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 6
GIGITAN HEWAN
Gigitan yang sangat umum dan dapat menyebabkan rasa sakit yang signifikan dan cepat
dapat berkembang menjadi infeksi dan kekakuan di tangan. Pengobatan dini dan tepat adalah
kunci untuk meminimalkan potensi masalah dari gigitan.
Ketika gigitan hewan, bakteri dari mulut mencemari luka. Bakteri ini kemudian dapat
tumbuh di luka dan menyebabkan infeksi. Hasil infeksi berkisar dari ketidaknyamanan ringan
sampai komplikasi yang mengancam jiwa.
Banyak faktor yang berkontribusi terhadap pengembangan infeksi, termasuk jenis dan
lokasi, kondisi kesehatan pra-luka yang ada di orang yang merusak kekebalan digigit mereka
(seperti diabetes, penyakit vaskular, kanker, HIV), keterlambatan dalam pengobatan, kehadiran
benda asing dalam luka (seperti chip dari gigi), dan jenis hewan yang sedikit individu.
Mayoritas gigitan hewan di Amerika Serikat disebabkan oleh anjing, dengan gigitan
kucing jauh kedua. Gigitan hewan lain termasuk hewan pengerat, kelinci, musang, hewan
ternak, monyet, ular, buaya, dan di daerah pesisir, hewan laut (ikan hiu, belut). Infeksi lebih
sering terjadi pada gigitan kucing, karena gigi mereka sangat tajam, gigi runcing yang dapat
menyebabkan luka tusukan yang dalam.Gigitan ini sering jauh lebih dalam yang awalnya
dihargai, bahkan oleh individu yang digigit. Kulit biasanya robek jika tergigit, penyegelan dari
luka tusukan, menghalangi drainase terbuka dan memungkinkan infeksi untuk berkembang.
Perhatian utama dari semua luka gigitan adalah infeksi berikutnya. Di Amerika Serikat,
sekitar 1% dari gigitan anjing dan sekitar 5-10% dari gigitan kucing memerlukan rawat inap.
Dengan perawatan yang cepat dan tepat, prognosis biasanya sangat baik untuk pemulihan dari
cedera ini.
Rabies adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus
rabies. Penyakit ini bersifat zoonotik, yaitu dapat ditularkan dari hewan ke manusia.Virus rabies
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 7
GIGITAN HEWAN
ditularkan ke manusia melalu gigitan hewan misalnya oleh anjing, kucing, kera, rakun, dan
kelelawar. Rabies disebut juga penyakit anjing gila.
Sifat-sifat virus ini tidak dapat hidup di alam bebas, mudah sekali mati pada pemanasan
50°C dalam waktu 15 menit, mati oleh sinar matahari. Virus ini dapat menyerang semua hewan
berdarah panas dan manusia.Karena kapsulnya terdiri dari lemak sehingga memudahkan kita
untuk mematikan virus tersebut dengan zat-zat larut lemak seperti sabun atau detergen.
Menurut WHO, meskipun saat ini telah tersedia vaksin untuk mencegah penyakit rabies,
tetapi penyakit rabies tersebut masih menimbulkan masalah kesehatan yang cukup banyak di
berbagai negara Asia & Afrika, dimana tingkat kematiannya mencapai 95%
Penularan virus rabies biasanya terjadi ketika air liur yang sudah terinfeksi dari inang
kontak dengan hewan lain. Jenis penularan yang paling umum adalah melalui gigitan dari inang
yang air liurnya sudah terinfeksi virus rabies. Meskipun demikian, cara penularan lain belum
banyak tercatat seperti misalnya penularan melalui selaput lendir (seperti pada mata, hidung &
mulut), penularan melalui alat hirup serta penularan karena transplantasi mata atau organ tubuh
lainnya.
Diagnosis rabies pada hewan dapat dilakukan setelah terdeteksi adanya virus rabies pada
bagian otak manapun, tetapi untuk lebih pastinya sebaiknya tes tersebut juga menyertakan
jaringan dari otak besar & otak kecil.
Manusia biasanya tertular virus rabies karena gigitan dari hewan yang terinfeksi virus
rabies. Tetapi pada kasus tertentu yang jarang, manusia juga dapat tertular virus rabies melalui
kontak non gigitan. Semua gigitan binatang, tidak perduli letaknya mempunyai bahaya potensial
untuk menularkan virus rabies.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 8
GIGITAN HEWAN
Menurut situs health.gov.on.ca yang medicastore kutip, yang dimaksudkan dengan
kontak non gigitan adalah melalui goresan, luka terbuka ataupun selaput lendir (seperti pada
mata, hidung & mulut) yang terkontaminasi dengan air liur yang mengandung virus atau zat lain
dari hewan yang menderita rabies.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 9
GIGITAN HEWAN
BAB III
PATOGENESIS
Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu virus tetap
tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut
saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya. Masa inkubasi bervariasi
yaitu berkisar antara 2 minggu sampai 2 tahun, tetapi pada umumnya 3-8 minggu, berhubungan
dengan jarak yang harus ditempuh oleh virus sebelum mencapai otak.
Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas dalam
semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik,
Hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral,
virus kemudian kearah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf
otonom. Dengan demikian virus menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh, dan
berkembang biak dalam jaringan jaringannya, seperti kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya.
GEJALA KLINIS
1. Stadium Prodromal
Gejala-gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri ditenggorokan selama
beberapa hari.
2. Stadium Sensoris
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 10
GIGITAN HEWAN
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka. Kemudian
disusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsang sensorik.
3. Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala hiperhidrosis,
hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi.
Bersamaan dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya, yang sangat khas
pada stadium ini ialah adanya macam-macam fobi, yang sangat terkenal diantaranya ialah
hidrofobi.
Kontraksi otot-otot Faring dan otot-otot pernapasan dapat pula ditimbulkan oleh rangsang
sensorik seperti meniupkan udara kemuka penderita atau dengan menjatuhkan sinar kemata atau
dengan menepuk tangan didekat telinga penderita.
Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsa da tahikardi. Tindak-tanduk
penderita tidak rasional kadang-kadang maniakal disertai dengan saat-saat responsif. Gejala-
gejala eksitasi ini dapat terus berlangsung sampai penderita meninggal, tetapi pada saat dekat
kematian justru lebih sering terjadi otot-otot melemah, hingga terjadi paresis flaksid otot-otot.
4. Stadium Paralis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi Kadang-kadang
ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang bersifat
progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang, yang memperlihatkan gejala paresis
otot-otot pernafasan.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 11
GIGITAN HEWAN
BAB IV
PENANGANAN LUKA GIGITAN HEWAN MENULAR RABIES
Setiap ada kasus gigitan hewan menular rabies harus ditangani dengan cepat dan sesegera
mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang masuk pada luka gigitan, usaha yang
paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau
diteregent selama 10-15 menit, kemudian diberi antiseptik (alkohol 70 %, betadine, obat merah
dan lain-lain).
Meskipun pencucian luka menurut keterangan penderita sudah dilakukan namun di
Puskesmas Pembantu/Puskesmas/Rumah Sakit harus dilakukan kembali seperti di atas. Luka
gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, kecuali jahitan situasi. Bila memang perlu sekali untuk
dijahit (jahitannya jahitan situasi), maka diberi Serum Anti Rabies (SAR) sesuai dengan dosis,
yang disuntikan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin dan sisanya disuntikan secara
intra muskuler. Disamping itu harus dipertimbangkan perlu tidaknya pemberian serum/ vaksin
anti tetanus, anti biotik untuk mencegah infeksi dan pemberian analgetik.
PEMBERIAN VAKSIN DAN SERUM ANTI RABIES
Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) atau Vaksin Anti Rabies (VAR) disertai Serum
Anti Rabies (SAR) harus didasarkan atas tindakan tajam dengan mempertimbangkan hasil-hasil
penemuan dibawah ini.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 12
GIGITAN HEWAN
a. Anamnesis :
- Kontak / jilatan / gigitan
- Kejadian didaerah tertular / terancam / bebas
- Didahului tindakan provokatif / tidak
- Hewan yang menggigit menunjukkan gejala rabies
- Hewan yang menggigit hilang, lari dan tidak dapat di tangkap atau dibunuh dan dibuat.
- Hewan yang menggigit mati, tapi masih diragukan menderita rabies.
- Penderita luka gigitan pernah di VAR dan kapan?
- Hewan yang menggigit pernah di VAR dan kapan?
b. Pemeriksaan Fisik
- Identifikasi luka gigitan (status lokalis).
c. Pemeriksaan Laboratorium
Penyakit ini sering berjalan dengan cepat dan dalam 10 hari dapat menyebabkan
kematian sejak timbulnya gejala, sehingga pemeriksaan serologis kadang-kadang belum sempat
dilakukan, walaupun secara klinis cukup jelas. Pada kasus dengan perjalanan yang agak lama ,
misalnya gejala paralis yang dominan dan mengaburkan diagnosis maka pemeriksaan
laboratorium sangat membantu dalam menegakkan diagnosis. Virus rabies dapat diisolasi dari air
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 13
GIGITAN HEWAN
liur, cairan serebrospinal dan urin penderita. Walaupun begitu, isolasi virus kadang-kadang tidak
berhasil didapatkan dari jaringan otak dan bahan tersebut setelah 1 – 4 hari sakit. Hal ini
berhubungan dengan adanya neutralizing antibodies.
Pemeriksaan Flourescent Antibodies Test (FAT) dapat menunjukkan antigen virus di
jaringan otak, sedimen cairan serebrospinal, urin, kulit dan hapusan kornea, bahkan setelah
teknik isolasi tidak berhasil. FAT ini juga bisa negatif, bila antibodi telah terbentuk.
Serum neutralizing antibody pada kasus yang tidak divaksinasi tidak akan terbentuk
sampai hari ke 10 pengobatan, tetapi setelah itu titer akan meningkat dengan cepat. Peningkatan
titer yang cepat juga nampak pada hari ke 6 – 10 setelah onset klinis pada penderita yang diobati
dengan anti rabies. Karakteristik responimun ini, pada kasus yang divaksinasi dapat membantu
diagnosis. Walaupun secara klinis gejalanya patognomonik namun Negri bodies dengan
pemeriksaan mikroskopis (Seller) dapat negatif pada 10 % - 20 % kasus, terutama pada kasus
kasus yang sempat divaksinasi dan penderita yang dapat bertahan hidup setelah lebih dari 2
minggu.
Bila ada indikasi pengobatan Pasteur, maka terhadap luka resiko rendah diberi VAR saja.
Yang termasuk luka yang tidak berbahaya adalah jilatan pada kulit luka, garukan atau lecet
(erosi, ekskoriasi), luka kecil disekitar tangan, badan dan kaki.
Terhadap luka resiko tinggi, selain VAR juga diberi SAR. Yang termasuk luka berbahaya
adalah jilatan/luka pada mukosa, luka diatas daerah bahu (muka, kepala, leher), luka pada jari
tangan/kaki, genetalia, luka yang lebar/dalam dan luka yang banyak (multipel). Untuk kontak
(dengan air liur atau saliva hewan tersangka/hewan rabies atau penderita rabies), tetapi tidak ada
luka, kontak tak langsung, tidak ada kontak, maka tidak PERLU diberikan pengobatan VAR
maupun SAR. Sedangkan apabila kontak dengan air luir pada kulit luka yang tidak berbahaya,
maka diberikan VAR atau diberikan kombinasi VAR dan SAR apabila kontak dengan air liur
pada luka berbahaya.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 14
GIGITAN HEWAN
Dosis dengan cara pemberian Vaksin dan Serum Anti Rabies adalah sebagai berikut :
I. Dosisi dan Cara Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR)
1. Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV)
Kemasan :
Vaksin terdiri dari vaksin kering dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml dalam syringe.
a. Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure Treatment)
- Cara pemberian : disuntikkan secara intra muskuler (im) di daerah deltoideus (anak–anak di
daerah paha).
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 15
GIGITAN HEWAN
– Dosis :
VAKSINASI DOSIS
ANAK
DOSIS
DEWASA
WAKTU
PEMBERIAN
Dasar 0,5 ml 0,5 ml 4 x pemberian:
- Hari ke-0, 2x
Pemberian sekaligus
(deltoideus kiri
dan kanan)
- Hari ke 7 dan
21
Ulangan - - -
b. Dosis dan cara pemberian VAR bersamaan dengan SAR sesudah digigit (Post Exposure
Treatment)
- Cara pemberian : sama seperti pada butir 1.a.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 16
GIGITAN HEWAN
- Dosis :
VAKSINASI DOSIS ANAK DOSIS
DEWASA
WAKTU
PEMBERIAN
Dasar 0,5 ml 0,5 ml 0,5 ml
4 x pemberian:
- Hari ke-0, 2x
pemberian
sekaligus
(deltoideus kiri dan
kanan)
- Hari ke 7 dan 21
Ulangan 0,5ml 0,5 ml Hari ke 90
2. Suckling Mice Brain Vaccine (SMBV)
Kemasan :
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 17
GIGITAN HEWAN
- Dos berisi 7 vial @ 1 dosis dan 7 ampul pelarut @ 2 ml.
- Dos berisi 5 ampul @ 1 dosis intra cutan dan 5 ampul pelarut @ 0,4 ml.
a. Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure Treatment)
- Cara pemberian :
Untuk vaksinasi dasar disuntikkan secara sub cutan (sc) di sekitar daerah pusar.
Sedangkan untuk vaksinasi ulang disuntikkan secara intra cutan (ic) di bagaian fleksor
lengan bawah . - Dosis :
VAKSINASI DOSIS
ANAK
DOSIS
DEWASA
WAKTU
PEMBERIAN
KET
Dasar 1 ml 2 ml 7 x Pemberian
setiap hari
Anak:
3 tahun ke
bawah
Ulangan 0.1 ml 0,25 ml Hari ke 11, 15,
30 dan 90
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 18
GIGITAN HEWAN
b. Dosis dan cara pemberian bersamaan dengan SAR sesudah digigit (Post Exposure
Treatment)
- Cara pemberian : sama seperti pada butir 2.a.
- Dosis
VAKSINASI DOSIS ANAK DOSIS
DEWASA
WAKTU
PEMBERIAN
KET
Dasar 1 ml 2 ml 7 x Pemberian
setiap hari
Anak:
3 tahun ke
bawah
Ulangan 0.1 ml 0,25 ml Hari ke 11, 15,
25, 35 dan 90
II. Dosis dan Cara Pemberian Serum Anti Rabies (SAR)
2. Serum hetorolog (Kuda)
- Kemasasn : vial 20 ml (1 ml = 100 IU)
- Cara pemberian :
Disuntikkan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin, sisanya disuntikkan intra
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 19
GIGITAN HEWAN
maskuler.
- Dosis :
JENIS SERUM DOSIS WAKTU
PEMBERIAN
KETERANGAN
Serum Heterolog 40 IU/kg BB Bersamaan dengan
Pemberian VAR hari
ke-0
Sebelunya dilakukan
skin test
2. Serum Momolog
Kemasan : vial 2 ml ( 1 ml = 150 IU )
- Cara pemberian :
Disuntikkan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin, sisanya disuntikkan intra
muskuler.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 20
GIGITAN HEWAN
- Dosis :
JENIS SERUM DOSIS WAKTU
PEMBERIAN
KETERANGAN
Serum Homolog 20 IU/kg BB Bersamaan dengan
Pemberian VAR hari
ke-0
Sebelunya tidak
dilakukan skin test
III. Dosis dan Cara Pemberian VAR Untuk pengebalan Sebelum Digigit (Pre Exposure
Immunization)
1. Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV)
Kemasan :
Vaksin terdiri dari vaksin kering dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml dalam syringe.
- Cara pemberian (cara I) :
Disuntikkan secara intra muskuler (im) di daerah deltoideus.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 21
GIGITAN HEWAN
- Dosis :
VAKSINASI DOSIS WAKTU PEMBERIAN
Dasar I. 0,5 ml Pemberian I (hari ke – 0)
II. 0,5 ml Hari ke 28
Ulangan 0,5 ml 1 tahun setelah pemberian 1
Ulangan Selanjutnya 0,5 ml Tiap 3 tahun
- Cara pemberian (cara II) :
Disuntikkan secara intra cutan ( dibagian fleksor lengan bawah ).
- Dosis :
VAKSINASI DOSIS WAKTU PEMBERIAN
Dasar I. 0,1 ml Pemberian I (hari ke – 0)
II. 0,5 ml Hari ke 7
III. 0,1 ml Hari ke 28
Ulangan 0,1 ml 1 tahun setelah pemberian 1
Ulangan Selanjutnya 0,5 ml Tiap 6 bulan – 1tahun
2. Suncling Mice Brain Vaccine (SMBV)
Kemasan :
Dus berisi 7 vial @ 1 dosis dan 7 ampul pelarut @ 2 ml
Dus berisi 5 ampul @ 1 dosis intra cutan dan 5 ampul pelarut @ 0,4 ml.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 22
GIGITAN HEWAN
- Cara pemberian :
Disuntikkan secara intra cutan (ic) di bagian flektor lengan bawah.
- Dosis :
VAKSINASI DOSIS ANAK DOSIS DEWASA WAKTU PEMBERIAN
Dasar I. 0,1ml I. 0,25 ml Pemberian I
II. 0,1ml II. 0,5 ml 3 minggu setelah
pemberian I
III. 0,1ml III. 0,1 ml 6 minggu setelah
pemberian I
Ulangan 0,1 ml 0,25 ml Tiap 1 tahun
PERAWATAN RABIES PADA MANUSIA
- Penderita dirujuk ke Rumah Sakit.
- Sebelum dirujuk, penderita diinfus dengan cairan Ringer Laktat/NACI 0,9%/cairan lainnya,
kalau perlu diberi anti konvulsan dan sebaiknya penderita difiksasi selama di perjalanan dan
waspada terhadap tindak–tanduk penderita yang tidak rasional, kadang – kadang maniakal
disertai saat–saat responsif.
- Di Rumah Sakit penderita dirawat di ruang perawatan dan diisolasi.
- Tindakan medik dan pemberian obat–obat simptomatis dan supportif termasukanti biotik bila
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 23
GIGITAN HEWAN
diperlukan.
- Untuk menghindari adanya kemungkinan penularan dari penderita, maka sewaktu menangani
kasus rabies pada manusia, hendaknya dokter dan paramedis memakai sarung tangan, kaca
mata dan masker, serta sebaiknya dilakukan fiksasi penderita pada tempat tidurnya .
EFEK SAMPING PEMBERIAN SAR DAN PENANGANANNYA
Reaksi terhadap SAR heterolog dapat terjadi, walaupun serum heterrolog yang digunakan
sudah dimurnikan dan dipekatkan, Sebelum digunakan hendaklah dilakukan pengujian terlebih
dahulu (skin test ). Jika digunakan serum heterolog dapat terjadi serum sicknecs ( 15 % - 25 %
kasus ), kemungkinan terjadi pula syok anafilaktif.
1. Serum Sickness :
1.1. Gejala dan tanda klinis : panas,urtica.
1.2. Penanganan :
- Hentikan pemberian SAR.
- Beri pengobatan simptomatis( antihstamine, dll ).
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 24
GIGITAN HEWAN
2. Syok Anafilaktik
Penanganan:
- Baringkan penderita dengan kaki lebih tinggi dari kepala
- Beri adrenalin 0,3 – 0,5 ml sc / im. Anak -anak 0,01 mg / Kg BB ( 1ampul adrenalin = 1 m1
= 1 mg ).
- Monitoring “ vital sihn “ ( tanda – tanda vital )
- Tiap 5 –10 menit ulangi adrenalin( 0,3 – 0,5 ml sampai tekanan sistolik mencapai 90–100
mmHg, denyut jantung tidak melebihi 120 x / menit.
- Bila nafas berhenti, usahakan pernafasan buatan, kepala ditarik ke belakang dan rahang ke
atas, beri pernafasan dari mulut ke mulut.
- Bila jantung berhenti lakukan kompresi jantung luar.
- Kortikosteroid, seperti oradexon 1 ampul i. v. at dexamethasone 5 – 10 mg i. v.
- Intra venous Fluid Drip ( IVFD ) : Ringer laktat atau NaCI 0,9 %
- O2 ( jika ada ).
- Penderitan yang sembuh jangan terlalu cepat dipulangkan, observasi dulu dengan seksama.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 25
GIGITAN HEWAN
Lampiran : 1
PURIFIED VERO RABIES VACCINE ( PVRV )
Komposisi :
Vaksin kering beku, 1 dosis imunisasi dengan daya proteksi lebih besar atau sama dengan 2,5 ml
Internasional Unit, sebelum dan sesudah pemanasan selama 1 bulan pada suhu + 37o c.
Virus rabies ( Wistar Rabies PM / WI 38 – 1503 M strain ), diperoleh dari biakan pada vero
contineous cellines, diinaktivasi dengan beta propiolakton. Maltosa qs 1 dosis imunisasi.
Albumin plasenta manusia qs 1 dosis imunisasi Pelarut : NaCI 4 % 0, 5 ml.
Indikasi :
1. Pencegahan rabies kepada mereka yang mempunyai resiko besar untuk mendapat infeksi.
a. Group profesi :
- Dokter Hewan
- Teknisi yang bekerja pada hewan
- Karyawan laboratorium yang bekerja dengan virus rabies
- Karyawan rumah potong hewan
- Petugas kesehatan ( dokter / perawat ) yang menangani kasus luka gigitan hewan penular
rabies / penderita rabies.
- Petugas peternakan yang menangani hewan perular rabies, dll.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 26
GIGITAN HEWAN
b. bayi, terutama yang berisiko terinfeksi rabies
2. Pengobatan setelah kontaminasi
Bila seorang pasien yang telah divaksinasi dengan vaksin anti rabies secara komplit dengan
VPRV dan dalam jangka waktu 3 bulan setelah divaksinasi digigit lagi oleh anjing, kucing, kera
maupun hewan lain yang positif rabies, maka pasien tadi tak perlu divaksinasi lagi : sedangkan,
digigit anjing tersangka rabies lagi antara 3 bulan 1 tahun cukup diberi VAR 1 kali pada hari ke –
0-1 tahun atau lebih dianggap penderita baru.
Kontra Indikasi
Mengingat pentingnya pencegahan rabies, semua kontra indikasi adalah sekunder bila terdapat
kasus tersanka/kontaminasi dengan virus rabies.
Perhatian :
Hati – hati terhadap kasus alergistreptomisin dan/atau neomisin (terdapat dalam vaksin)
Interaksi Obat :
Kortikosteroid dan obat–obat imunosupresif dapat menyebabkan kegagalan vaksinasi/ imunisasi.
Pada kasus ini perlu dilakukan pemeriksaan anti bodi secara serologis
Efek Samping :
Efek samping yang terjadi seperti : kemerahan dan indurasi ringan pada tempat bekas suntikan.
Jarang terjadi demam .
Penyimpanan : Antara 2o C – 8o C
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 27
GIGITAN HEWAN
Kadaluwarsa : 3 ( tiga ) tahun
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 28
GIGITAN HEWAN
Lampiran : 2
SUCKLING MICE BRAIN VACCINE (SMBV)
Merupakan vaksin rabies kering untuk manusia.
Vaksin ini dibuat dari jaringan otak bayi mencit yang masih menyusui, yang bebas dari kuman
patogen. Bayi mencit disuntik intra serebral dengan virus fexed rabies strain Pasteur, dan waktu
panen berumur kurang dari 10 hari. Kemudian virus dimatikan dengan betapropio/laktor,
ditambah kanamisin 0,025 , mertiolat 0.01 dan dibeku keringkan Vaksin tidakmengandung faktor
paralitik, mempunyai proteksi terhadap 106 LD 50 virus.
Indikasi :
Untuk mencegah timbulnya rabies, pengobatan harus dimulai sedini-dininya setelah
digigit oleh hewan yang mencurigakan. Bila seorang pasien yang telah divaksinasi dengan vaksi
antirabies secara komplit dengan SMBV dan masih dalam jangka waktu 3 bulan setelah
divaksinasi, digigit lagi oleh anjing, kucing dan kera ataupun hewan lain yang positif rabies,
maka pasien tadi tak perlu di vaksinasi lagi, 3 –6 bulan, cukup diberi 2 kali sun cutan (sc) di
sekitar pusar dengan interval 1minggu : sedangkan apabila digigit anjing tersangka rabies lagi
antara 6 bulan atau lebih dianggap penderita baru.
Imunisasi sebelum digigit (Pre Exposure Immunization) sebagai pencegahan misalnya
pada pemelihara hewan, petugas kesehatan yang menangani luka gigitan hewan penular rabies
dan penderita rabies, petugas peternakan yang menangani hewan penular rabies, pegawai
laboratorium yang bekerja dengan virus rabies dan lain–lain .
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 29
GIGITAN HEWAN
Reaksi :
Baik pada suntikan sub cutan intra cutan dapat terjadi reaksi lokal yang tidak berarti, seperti
kemerahan, gatal–gatal dan pembengkakan. Bila ini terjadi atasi dengan pemberian obat – obat
simptomatis (antihistamine, dan lain–lain ). Sediaan kortikosteroid tidak boleh diberikan. Gejala
neuroparalitik sangan jarang terjadi dengan vaksin ini.
Penyimpanan : pada suhu 2o C – 8o C
Kadaluwarsa : Satu (1) tahun.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 30
GIGITAN HEWAN
Lampiran : 3
SERUM ANTI RABIES (SAR)
Serum Anti Rabies buatan Perum Bio Farma adalah serum heterolog, berasal dari serum kuda.
Serum anti rabies jenis lain ialah serum homolog yang berasal dari serum manusia. Serum ini
dibuat oleh IFFA Merieux Perancis dengan nama Imogam dan produksi Cutter USA dengan
nama Hyperab / Bayrab.
Untuk pemberian serum heterolog, karena serum ini berasal dari serum kuda, sebelum diberikan
kepada penderita, perlu dilakukan skin test terlebih dahulu. Skin tes ini dilakukan secara intra
cutan ( ic ) sebanyak 0,1 ml cairan ( 1 / 100 ). Jika skin test ( + ) serum heterolog tidak
dibenarkan untuk diberikan.
Ket : Kasus gigitan hewan tersangka rabies.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 31
GIGITAN HEWAN
Ket : Cuci luka dengan sabun, dengan air mengalir selama 10-15 menit (Luka jangan diikat )
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 32
GIGITAN HEWAN
Ket : Laporkan kasus gigitan ke desa/kelurahan
Ket : Segera ke Puskesmas/RS. Terdekat
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 33
GIGITAN HEWAN
Ket: Laporkan kasus rabies ke Dinas Peternakan setempat
Ket: Anjing gila rabies ditangkap tetapi jangan dibunuh!
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 34
GIGITAN HEWAN
virus rabies berbentuk peluru
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 35
GIGITAN HEWAN
Anjing doberman jantan di Pitbull Cross. Salah satu ciri anjing yang terkena rabies
adalah terus-terusan mengeluarkan air liur.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 36
GIGITAN HEWAN
INDONESIA
INDONESIA
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 37
GIGITAN HEWAN
FLORIDA - AS
INDONESIA
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 38
GIGITAN HEWAN
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 39
GIGITAN HEWAN
Contoh gigitan monyet:
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 40
GIGITAN HEWAN
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 41
GIGITAN HEWAN
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 42
GIGITAN HEWAN
BAB V
GIGITAN ULAR & SABU (Serum Anti Bisa Ular)
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang
menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan,
penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia.
Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan
keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan.
Salah satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering terjadi di daerah tropis dan subtropis.
Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat gigitan ular maka untuk dapat menambah
pengetahuan masyarakat kami menyampaikan informasi mengenai bahaya dan pertolongan
terhadap gigitan ular berbisa.
Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di Indonesia. Spesies ular
dapat dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa memiliki sepasang taring
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 43
GIGITAN HEWAN
pada bagian rahang atas. Pada taring tersebut terdapat saluran bisa untuk menginjeksikan bisa ke
dalam tubuh mangsanya secara subkutan atau intramuskular.
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan
sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang
termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa
merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi
kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi
merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik.
Efek toksik bisa ular pada saat menggigit mangsanya tergantung pada spesies, ukuran
ular, jenis kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan (apakah hanya satu atau kedua taring
menusuk kulit), serta banyaknya serangan yang terjadi. Ular berbisa kebanyakan termasuk dalam
famili Colubridae, tetapi pada umumnya bisa yang dihasilkannya bersifat lemah. Contoh ular
yang termasuk famili ini adalah ular sapi (Zaocys carinatus), ular tali (Dendrelaphis pictus), ular
tikus atau ular jali (Ptyas korros), dan ular serasah (Sibynophis geminatus).
Ular berbisa kuat yang terdapat di Indonesia biasanya masuk dalam famili Elapidae,
Hydropiidae, atau Viperidae. Elapidae memiliki taring pendek dan tegak permanen. Beberapa
contoh anggota famili ini adalah ular cabai (Maticora intestinalis), ular weling (Bungarus
candidus), ular sendok (Naja sumatrana), dan ular king kobra (Ophiophagus hannah). Viperidae
memiliki taring panjang yang secara normal dapat dilipat ke bagian rahang atas, tetapi dapat
ditegakkan bila sedang menyerang mangsanya. Ada dua subfamili pada Viperidae, yaitu
Viperinae dan Crotalinae. Crotalinae memiliki organ untuk mendeteksi mangsa berdarah panas
(pit organ), yang terletak di antara lubang hidung dan mata. Beberapa contoh Viperidae adalah
ular bandotan (Vipera russelli), ular tanah (Calloselasma rhodostoma), dan ular bangkai laut
(Trimeresurus albolabris).
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 44
GIGITAN HEWAN
Penyebab terjadinya gigitan ular
Korban gigitan ular terutama adalah petani, pekerja perkebunan, nelayan, pawang ular,
pemburu, dan penangkap ular. Kebanyakan gigitan ular terjadi ketika orang tidak mengenakan
alas kaki atau hanya memakai sandal dan menginjak ular secara tidak sengaja. Gigitan ular juga
dapat terjadi pada penghuni rumah, ketika ular memasuki rumah untuk mencari mangsa berupa
ular lain, cicak, katak, atau tikus.
Ciri-ciri ular berbisa dan tidak berbisa
Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa spesies ular tidak
berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun, beberapa ular berbisa dapat dikenali
melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat merasa terancam.
Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka
bekas gigitan terdapat bekas taring.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 45
GIGITAN HEWAN
Ciri-ciri ular berbisa:
1. Bentuk kepala segiempat panjang
2. Gigi taring kecil
3. Bekas gigitan: luka halus berbentuk lengkungan
Ciri-ciri ular tidak berbisa:
1. Bentuk kepala segitiga
2. Dua gigi taring besar di rahang atas
3. Bekas gigitan: dua luka gigitan utama akibat gigi taring
Gambar 1. Bekas gigitanan ular. (A) Ular tidak berbisa tanpa bekas taring, (B) Ular berbisa
dengan bekas taring.
Sifat Bisa, Gejala, dan Tanda Gigitan Ular
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada 2 macam :
1. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 46
GIGITAN HEWAN
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan
merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine ( dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan larut
(hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya
perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
2. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf sekitar luka
gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda
kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan
peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan
susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh
tubuh, ialah melalui pembuluh limphe.
Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada korbannya.
Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ke tubuhnya dapat menjadi
panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala
dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan banyaknya
bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda
gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah
bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari
famili Viperidae).
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 47
GIGITAN HEWAN
Tanda dan gejala
Gejala-gejala awal terdiri dari satu atau lebih tanda bekas gigitan ular,rasa terbakar, nyeri
ringan, dan pembengkakan local yang progresif. Bila timbul parestesi, gatal, dan mati rasa
perioral, atau fasikulasi otot fasial, berarti envenomasi yang bermakna sudah terjadi. Bahaya
gigitan ular racun pelarut darah adakalanya timbul setelah satu atau dua hari, yaitu timbulnya
gejala-gejala hemorrhage (pendarahan) pada selaput tipis atau lender pada rongga mulut, gusi,
bibir, pada selaput lendir hidung, tenggorokan atau dapat juga pada pori-pori kulit seluruh tubuh.
Pendarahan alat dalam tubuh dapat kita lihat pada air kencing (urine) atau hematuria,
yaitu pendarahan melalui saluran kencing. Pendarahan pada alat saluran pencernaan
seperti usus dan lambung dapat keluar melalui pelepasan (anus). Gejala hemorrhage biasanya
disertai keluhan pusing-pusing kepala, menggigil, banyak keluar keringat, rasa haus,badan terasa
lemah,denyut nadi kecil dan lemah, pernapasan pendek, dan akhirnya mati.
Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan karena
darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit).
Gejala sistemik: hipotensi, otot melemah, berkeringat, menggigil, mual, hipersalivasi
(ludah bertambah banyak), muntah, nyeri kepala, pandangan kabur.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 48
GIGITAN HEWAN
Patofisiologi
Jenis-jenis ular
Gigitan Elapidae
(misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular cabai, coral snakes,
mambas, kraits)
1. Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada kelopak
mata, bengkak di sekitar mulut.
2. Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.
3. Setelah digigit ular
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 49
GIGITAN HEWAN
a. 15 menit: muncul gejala sistemik.
b. 10 jam: paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar bicara, susah
menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala, kulit dingin, muntah, pandangan
kabur, mati rasa di sekitar mulut.
Kematian dapat terjadi dalam 24 jam.
Gigitan Viperidae/Crotalidae
(ular: ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo):
1. Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa bengkak di dekat
gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.
2. Gejala sistemik muncul setelah 5 menit atau setelah beberapa jam.
3. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut dalam waktu 2 jam
atau ditandai dengan perdarahan hebat.
Gigitan Hydropiidae
1. (misalnya: ular laut):
Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.
2. Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh, dilatasi
pupil, spasme otot rahang, paralisis otot, mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna
coklat gelap (ini penting untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 50
GIGITAN HEWAN
Gigitan Rattlesnake dan Crotalidae
1. (misalnya: ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo)
Gejala lokal: ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri di daerah
gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen crotalidae antivenin.
2. Anemia, hipotensi, trombositopeni.
Rasa nyeri pada gigitan ular mungkin ditimbulkan dari amin biogenik, seperti histamin
dan 5-hidroksitriptamin, yang ditemukan pada Viperidae.
Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular berbisa, yaitu
terjadi edem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan 5P: pain (nyeri), pallor (muka
pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan otot), pulselesness (denyutan).
Komplikasi
1. Syok hipovolemik
2. Edema paru
3. Kematian
4. Gagal napas
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 51
GIGITAN HEWAN
Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular
Langkah-langkah yang harus diikuti pada penatalaksanaan gigitan ular adalah:
1. Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan ular
Sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh korban sendiri atau
orang lain yang ada di tempat kejadian. Tujuan pertolongan pertama adalah untuk menghambat
penyerapan bisa, mempertahankan hidup korban dan menghindari komplikasi sebelum
mendapatkan perawatan medis di rumah sakit serta mengawasi gejala dini yang membahayakan.
Kemudian segera bawa korban ke tempat perawatan medis.
Metode pertolongan yang dilakukan adalah menenangkan korban yang cemas;
imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit dengan cara mengikat atau
menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena pergerakan atau kontraksi otot
dapat meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran darah dan getah bening; pertimbangkan
pressure-immobilisation pada gigitan Elapidae; hindari gangguan terhadap luka gigitan karena
dapat meningkatkan penyerapan bisa dan menimbulkan pendarahan lokal.
2. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang aman dan
senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah peningkatan
penyerapan bisa.
3. Pengobatan gigitan ular Pada umumnya terjadi salah pengertian mengenai pengelolaan gigitan
ular. Metode penggunaan torniket (diikat dengan keras sehingga menghambat peredaran
darah), insisi (pengirisan dengan alat tajam), pengisapan tempat gigitan, pendinginan daerah
yang digigit, pemberian antihistamin dan kortikosteroid harus dihindari karena tidak terbukti
manfaatnya.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 52
GIGITAN HEWAN
4. Terapi yang dianjurkan meliputi:
a. Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril.
Gambar 2. Imobilisasi bagian tubuh menggunakan perban.
b. Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis dengan lebar +
10 cm, panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian tubuh yang tergigit, mulai
dari ujung jari kaki sampai bagian yang terdekat dengan gigitan. Bungkus rapat dengan
perban seperti membungkus kaki yang terkilir, tetapi ikatan jangan terlalu kencang agar
aliran darah tidak terganggu. Penggunaan torniket tidak dianjurkan karena dapat
mengganggu aliran darah dan pelepasan torniket dapat menyebabkan efek sistemik yang
lebih berat.
c. Pemberian tindakan pendukung berupa stabilisasi yang meliputi penatalaksanaan jalan
nafas; penatalaksanaan fungsi pernafasan; penatalaksanaan sirkulasi; penatalaksanaan
resusitasi perlu dilaksanakan bila kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan shock,
shock perdarahan, kelumpuhan saraf pernafasan, kondisi yang tiba-tiba memburuk akibat
terlepasnya penekanan perban, hiperkalaemia akibat rusaknya otot rangka, serta kerusakan
ginjal dan komplikasi nekrosis lokal.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 53
GIGITAN HEWAN
d. Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan toksoid maka
diberikan satu dosis toksoid tetanus.
e. Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara intramuskular.
f. Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rasa takut cepat mati/panik.
g. Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein, maka
sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di Indonesia, antibisa
bersifat polivalen, yang mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular. Serum antibisa
ini hanya diindikasikan bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang luas.
Cara pemberian SABU :
1. Penatalaksanaan Sebelum dibawa ke rumah sakit:
Diistirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan.
2. Bila belum tersedia antibisa, ikatlah 2 ujung yang terkena gigitan. Tindakan ini kurang
berguna jika dilakukan lebih dari 30 menit paskagigitan.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 54
GIGITAN HEWAN
Setelah dibawa ke rumah sakit:
Beri SABU (Serum Anti Bisa Ular) polivalen 1 ml berisi:
1. 10-50 LD50 bisa Ankystrodon
2. 25-50 LD50 bisa Bungarus
3. 25-50 LD50 bisa Naya sputarix
4. Fenol 0,25% v/v.
Teknik Pemberian:
2 vial @ 5 ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9 % atau Dextrose 5% dengan kecepatan 40-80
tetes per menit. Maksimal 100 ml (20 vial).
Deskripsi Serum Anti Bisa Ular (Polivalen) Kuda (1)
- Nama & Struktur
Kimia:
Serum anti bisa ular polivalen (kuda)
- Sifat Fisikokimia : -
- Keterangan : Serum polivalen yang berasal dari plasma kuda yang dikebalkan
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 55
GIGITAN HEWAN
terhadap bisa ular yang memiliki efek neurotoksik (ular jenis Naja
sputatrix - ular kobra, Bungarus fasciatus - ular belang) dan hemotoksik
(ular Ankystrodon rhodostoma - ular tanah) yang keban
Golongan/Kelas Terapi Obat Yang mempengaruhi Sistem Imun.
Indikasi
Untuk pengobatan terhadap gigitan ular berbisa
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Pemilihan anti bisa ular tergantung dari spesies ular yang menggigit. Dosis yang tepat sulit
untuk ditentukan karena tergantung dari jumlah bisa ular yang masuk peredaran darah korban
dan keadaan korban sewaktu menerima anti serum. Dosis pertama sebanyak 2 vial @ 5 ml
sebagai larutan 2% dalam garam faali dapat diberikan sebagai infus dengan kecepatan 40 - 80
tetes per menit, kemudian diulang setiap 6 jam. Apabila diperlukan (misalnya gejala-gejala tidak
berkurang atau bertambah) anti serum dapat terus diberikan setiap 24 jam sampai maksimum (80
- 100 ml). Anti serum yang tidak diencerkan dapat diberikan langsung sebagai suntikan intravena
dengan sangat perlahan-lahan. Dosis anti serum untuk anak-anak sama atau lebih besar daripada
dosis untuk dewasa.
Stabilitas Penyimpanan
Disimpan pada suhu 2 - 8°C dalam lemari es, jangan dalam freezer. Daluarsa = 2 tahun.
Kontraindikasi
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 56
GIGITAN HEWAN
Tidak ada kontraindikasi absolut pada terapi anti bisa ular untuk envenoming sistemik
yang nyata; terapi diperlukan dan biasanya digunakan untuk menyelamatkan jiwa.
Efek Samping
1. Reaksi anafilaktik; jarang terjadi, tetapi bila ada timbulnya dapat segera atau dalam waktu
beberapa jam sesudah suntikan.
2. Serum sickness; dapat timbul 7-10 hari setelah suntikan berupa demam, gatal-gatal,
eksantema, sesak napas dan gejala alergi lainnya.
3. Demam disertai menggigil yang biasanya timbul setelah pemberian serum secara
intravena.
4. Rasa nyeri pada tempat suntikan; yang biasanya timbul pada penyuntikan serum dalam
jumlah besar. Reaksi ini biasanya terjadi dalam 24 jam.
Interaksi
- Dengan Obat Lain : Belum ada interaksi signifikan yang dilaporkan.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 57
GIGITAN HEWAN
Pengaruh
- Terhadap Kehamilan : Tidak ada data mengenai penggunaan anti bisa ular pada kehamilan.
Keuntungan penggunaan terhadap ibu dan bayi melebihi kemungkian risiko penggunaan
serum anti bisa ular.
- Terhadap Ibu Menyusui : Tidak ada data. Keuntungan pengunaan terhadap ibu melebihi
kemungkinan risiko pada bayi.
- Terhadap Anak-anak : Anak-anak mempunyai risiko yang lebih besar terhadap envenoming
yang parah karena massa tubuh yang lebih kecil dan kemungkinan aktivitas fisik yang lebih
besar. Anak-anak membutuhkan dosis yang sama dengan dewasa, dan tidak boleh diberikan
dosis anak berdasarkan berat badan (pediatric weight-adjusted dose): disebabkan hal ini dapat
menimbulkan perkiraan dosis yang lebih rendah. Jumlah serum anti bisa ular yang diperlukan
tergantung dari jumlah bisa ular yang perlu dinetralisasi bukan berat badan pasien.
Parameter Monitoring
Monitor efek dari serum anti bisa ular baik secara klinis maupun laboratorium. Monitor
efek samping setelah administrasi serum anti bisa ular. Monitoring yang diperlukan dapat
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 58
GIGITAN HEWAN
berbeda tergantung dari jenis ular yang menggigit. Bila ragu-ragu mengenai jenis ular yang
menggigit, monitor coagulopathy, flaccid paralysis, myolysis dan fungsi ginjal.
Bentuk Sediaan:
Vial 5 ml, Tiap ml Sediaan Dapat Menetralisasi :
10-15 LD50 Bisa Ular Tanah (Ankystrodon Rhodostoma)
25-50 LD50 Bisa Ular Belang (Bungarus Fasciatus)
25-50 LD50 Bisa ular kobra (Naja Sputatrix), dan mengandung fenol 0.25% v/v
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium dasar, Pemeriksaaan kimia darah, Hitung sel darah lengkap,
penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial,hitung
trombosit, urinalisis, dan penentuan kadar gula darah, BUN, dan elektrolit. Untuk gigitan yang
hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan waktu
retraksi bekuan.
Peringatan
Karena tidak ada netralisasi-silang (cross-neutralization) serum antibisa ular ini tidak
berkhasiat terhadap gigitan ular yang terdapat di Indonesia bagian Timur (misalnya jenis-jenis
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 59
GIGITAN HEWAN
Acanthopis antarticus, Xyuranus scuttelatus, Pseudechis papuanus dll) dan terhadap gigitan ular
laut (Enhydrina cysta).
Informasi Pasien
Informasikan pada pasien mengenai kemungkinan efek samping yang tertunda, terutama
serum sickness (demam, rash, arthralgias). Tindakan pertama pada gigitan ular:
1. Luka dicuci dengan air bersih atau dengan larutan kalium permanganat untuk menghilangkan
atau menetralisir bisa ular yang belum terabsorpsi.
2. Insisi atau eksisi luka tidak dianjurkan, kecuali apabila gigitan ular baru terjadi beberapa
menit sebelumnya. Insisi luka yang dilakukan dalam keadaan tergesa-gesa atau dilakukan oleh
orang yang tidak berpengalaman justru seing merusak jaringan dibawah kulit dan akan
meninggalkan luka parut yang cukup besar.
3. Anggota badan yang digigit secepatnya diikat untuk menghambat penyebaran racun
4. Lakukan kemudian imobilisasi anggota badan yang digigit dengan cara memasang bidai
karena gerakan otot dapat mempercepat penyebaran racun.
5. Bila mungkin anggota badan yang digigit didinginkan dengan es batu.
6. Penderita dilarang untuk bergerak dan apabila perlu dapat diberikan analgetika atau sedativa.
7. Penderita secepatnya harus dibawa ke dokter atau rumah sakit yang terdekat untuk menerima
perawatan selanjutnya.
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 60
GIGITAN HEWAN
DAFTAR PUSTAKA
(Inggris) Madigan MT (2009). Brock Biology of Microorganisms Twelfth Edition.
hlm. 1003-1005.
(Inggris) Mrak RE (1994). "Rabies encephalitis in humans: pathology, pathogenesis,
and pathophysiology" (pdf). J Neuropathol Exp Neurol 53 (1): 1.
Inggris) Wirblich C (2008). "PPEY motif within the rabies virus (RV) matrix protein is
essential for efficient virion release and RV pathogenicity" (pdf). J Virol 82 (19): 9730.
(Inggris) Situs klikdokter.com: Rabies diakses 16 Mei 2010
Situs tabanankab.com: Rabies diakses 16 Mei 2010
(Inggris) Smith, DW. "Rabies: the biting reality" (pdf). Texas Cooperative Extension
The Texas A&M University System. p. 1. Diakses pada 16 Mei 2010.
(Inggris) Situs hmc.psu.edu: Rabies diakses 16 Mei 2010
(Inggris) Situs animalhealthchannel.com: Rabies Diagnosis diakses 16 Mei 2010
(Inggris) Situs who-rabies-buletin.org: Diagnosis of rabies in animals diakses 16 Mei
2010
(Inggris) Situs rabies.emedtv.com: Rabies Symptoms diakses 16 Mei 2010
(Inggris) Situs cdc.gov: Medical care rabies diakses 16 Mei 2010
(Inggris) Situs nwcphp.org: rabies prevention diakses 16 Mei 2010
(Inggris) Dowdle WR (1994). "Quest for a life-long protection by vaccination" (pdf).
Proc Natl Acad Sci USA 91: 2464.
Ditjen Peternakan, Ditjen PPM & PLP, Ditjen PUOD (1993) Paket Program
Pemberantasan Rabies Terpadu se Pulau Jawa dan Kalimantan.
Ditjen Peternakan, Ditjen PPM & PLP, Ditjen PUOD (1993) Paket Program
Pemberantasan Rabies Terpadu se Pulau Sumatera dan Sulawesi.
Ditjen PPM & PLP, Depkes R.I. (1993) Pedoman Pelaksanaan Program
Penanggulangan Rabies di Indonesia
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 61
GIGITAN HEWAN
Gindo Simanjuntak, Winarno, Cecilia, Timoria, Sitti Ganefa, Toni Wandra, Misriyah,
Endang, Bahang and Thomas Ruosos (1996) preventiod and Control of Zoonotic New
Emerging and Remerging Diseases in Indonesia Symposium on Prevention and
Control of Selected Communicable Diseases With Epedemic Potential, SEARO, New
Delhi, 3 – 7 Juni 1996.
Soesilo Soerjosembodo Koesharjono C, Gindo M. Simanjuntak (1993) The Current
Status of Zoonosis in Indonesia, Directorate of Vector Borne Disease Control, CDEC
& EH. Moh. Indonesia.
Team Perumus Rapat Teknis Pemberantasn Rabies Terpadu Se Pulau Jawa dan
Kalimantan 1990, Pedoman Teknis Operasional Pembebasan Rabies Terpadu Se
Pulau jawa dan Kalimantan, Dan pulau Sumatera dan Sulawesi 1993.
Region, World Health Organization, 2005.
Pedoman Pertolongan Keracunan untuk Puskesmas, Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia, 2002.
Snake Venom: The Pain and Potential of Poison, The Cold Blooded News Vol.
28,Vademecum Bio Farma; 2002
Australia Medicines Handbook; 2004
Serum Anti Bisa Ular (Polivalen) Kuda (1)
http://www.depkes.go.id/downloads/Petunjuk%20Rabies.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Retrovirus
http://explore-onyet.blogspot.com/2011/05/rabies-monyet.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Rabies
http://veterinaryclinic-drhkoes.blogspot.com/2011/03/rabies-penyakit-anjing-gila.html
http://dewatatv.tv/lintas-dewata/lintas-denpasar/2010/12/teknik-baru-penyuntikan-
vaksin-anti-rabies/
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 62
GIGITAN HEWAN
http://www.depkes.go.id/downloads/rabies.pdf
SMF Ilmu BedahRSUD DR. R.M. Djoelham Binjai Page 63
top related