pemetaan keluhan muskuloskeletal disorders...
Post on 09-Mar-2019
236 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PEMETAAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL DISORDERS BERDASARKAN
FAKTOR RISIKO PEKERJAAN PEKERJA PRODUKSI BAKSO CV UNIQUE
MANDIRI PERKASA BEKASI
TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Disusun Oleh :
Agin Darojatul Aghnia
1112101000033
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2017
i
LEMBAR PERNYATAAN
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Mei 2017
Agin Darojatul Aghnia, NIM : 1112101000033
Pemetaan Keluhan Muskuloskeletal Disorders Berdasarkan Faktor Risiko Pekerjaan
Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Bekasi Tahun 2017
xx + 147 halaman, 36 tabel, 34 gambar, 7 lampiran
ABSTRAK
Keluhan Muskuloskeletal disorders (MSDs) merupakan keluhan yang diakibatkan
adanya postur janggal, beban angkut berlebih dan gerakan berulang. Pekerja produksi bakso
CV Unique Mandiri Perkasa masih memiliki risiko untuk terjadinya keluhan MSDs
dikarenakan proses produksi yang semi konvensional dan juga desain kerja yang tidak
ergonomis. Berdasarkan hasil studi pendahuluan ditemukan terdapat pekerja masih memiliki
postur janggal, mengangkat beban >5kg, dan gerakan repetisi. Hasil wawancara pada 13
pekerja menunjukkan, sebanyak 11 pekerja mengeluhkan keluhan MSDs.
Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif untuk mengetahui pemetaan keluhan
MSDs berdasarkan faktor risiko pekerjaan yang dilakukan pada bulan Febuari 2017 hingga
Mei 2017 dengan jumlah sample sebanyak 40 pekerja Pengukuran dan penilaian risiko
menggunakan metode Rapid Entire Body Assessment (REBA). Sedangkan untuk mengukur
tingkat keluhan MSDs menggunakan kuesioner Nordic Body Map (NBM).
Hasil dari penelitian ini adalah sebanyak 95% pekerja mengalami keluhan MSDs.
Terdapat 17,5% pekerja memiliki faktor risiko pekerjaan kategori tinggi. Hasil pemetaan
keluhan MSDs berdasarkan faktor risiko pekerjaan pada penelitian menunjukkan bahwa lebih
banyak pekerja dengan persentase pekerja yang mengalami keluhan MSD pada faktor risiko
pekerjaan yang berisiko dengan tiga bagian tertinggi adalah 100% pada gerakan repetisi, 95%
pada beban angkut dan pada bagian punggung sebesar 80%.
Untuk mengurangi keluhan MSDs perusahaan disarankan melakukan engineering
control berupa menambahkan meja kerja dan kursi kerja, memodifikasi ketinggian mesin,
dan menambahkan alat bergagang panjang dan nyaman digenggam.
Daftar bacaan: 109 (tahun 1989-2016)
Keyword: Musculoskeletal Disorders (MSDs), REBA, Keluhan MSDs
iii
ISLAMIC STATE UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY
Thesis, May 2017
Agin Darojatul Aghnia, NIM: 1112101000033
Mapping of Musculoskeletal Disorders Complaints Based on Occupational Risk Factor of
Production Workers in CV Unique Mandiri Perkasa Bekasi Year 2017
xx + 147 pages, 36 tables, 34 images, 7 attachments
ABSTRACT
Musculoskeletal disorders (MSDs) are caused by odd posture, excessive loads and repetitive
motion. Production workers of CV Unique Mandiri Perkasa meatballs are still exposed to the
risk of the occurrence of MSDs due to semi-conventional production process and also work
design that is not ergonomic. Based on preliminary study results, there are workers that still
have odd posture, lifting weights > 5kg, and repetitive movement. The results of interviews on
13 workers showed, as many as 11 workers complained about MSDs.
This research is descriptive quantitative to find out the mapping of MSDs complaints based
on occupational risk factors conducted in February 2017 until May 2017 with total sample of
40 workers. Measurement and risk assessment were done using Rapid Entire Body
Assessment (REBA) method. Meanwhile, measuring the level of MSDs complaints was done
using Nordic Body Map (NBM) questionnaire.
The result of this research is 95% of production workers have complaints for MSDs. There
are 17.5% of workers with high job risk factors. Results of mapping of MSDs complaints
based on occupational risk factors in the study showed that more workers with percentage of
workers who experienced MSDs complaints on risky work risk factors, especially 100% on
the repetitive movement, 95% on the load, and 80% on the back.
To reduce MSDs complaints, company is advised to do engineering control in the form of
adding work tables and work chairs, modifying the height of the machine, and adding
standardized tools to reach a distant object.
Reading list : 109 (1989-2016)
Keywords : Musculoskeletal Disorders (MSDs), REBA, MSDs Complaint
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Agin Darojatul Aghnia
Tempat/Tanggal
Lahir
Kuningan, 19 Juni 1994
Agama Islam
Jenis Kelamin Laki-Laki
Alamat Jl. Sepakat 2, RT.01/RW. 001 No.26, Kel.
Cilangkap, Kec. Cipayung, Jakarta Timur 13870
Nomor Hp +6285793241993
Email darojatul.agin@gmail.com
Riwayat
Pendidikan
TK Islam RA Bukhara
Pondok Rangon, Jakarta Timur
SD Negeri Cilangkap 04 Pagi
Cilangkap, Jakarta Timur
MTs. Negeri 22 Jakarta
Cipayung, Jakarta Timur
SMA Negeri 105 Jakarta
Ciracas, Jakarta Timur
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
(FKIK), Program Studi Kesehatan Masyarakat,
Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3)
Tangerang Selatan, Banten
(1999-2000)
(2000-2006)
(2006-2009)
(2009-2012)
(2012-
sekarang)
Pengalaman
Organisasi
Anggota Pramuka MTs. Negeri 22 Jakarta
Anggota Klub Volly MTs, Negeri 22 Jakarta
Anggota Paskibra SMA Negeri 105 Jakarta
Anggota Klub Volly SMA Negeri 105 Jakarta
Staff IT Forum Studi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (FSK3) UIN Syarif
(2006)
(2007)
(2010-2011)
(2009-2011)
(2014-2015)
vii
Hidayatullah Jakarta
Manager IT Forum Studi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (FSK3) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
(2015-2016)
Pengalaman
Kepanitiaan
Panitia, Rapat Kerja Forum Studi Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (FSK3) Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Panitia, Seminar Pengembangan Profesi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Program
Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
(2013)
(2015)
Pengalaman
Pelatihan
Peserta Seminar Pengembangan Profesi K3
“Gambaran Budaya K3 di RS” di FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Peserta Seminar tentang Hari Peringatan
Tembakau Sedunia di FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Seminar Nasional Kesehatan Masyarakat “Upaya
Menghadapai Tantangan Kesehatan Masyarakat
Indonesia Post MDGs: Healthy People – Healthy
Environment” di FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Training SMK3 Based on OHSAS 18001 & PP
No.50 Tahun 2012 di FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Workshop “Safety In The Process Industries” di
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Workshop “Ergonomics In The Work Place” di
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Seminar Pengembangan Profesi “Optimalisasi
Pemenuhan Regulasi Prasarana Perlintasan
Kereta Api Demi Stabilitas Transportasi
Nasional” di FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Seminar Pengembangan Profesi “Have Your
Perfect Weight with a Proper Diet” di FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Seminar Pengembangan Profesi “Menstrual and
Pre-Menstrual Syndrome” di FKIK UIN Syarif
(2013)
(2013)
(2014)
(2014)
(2014)
(2014)
(2014)
(2014)
(2014)
viii
Hidayatullah Jakarta
Kajian Ilmu K3 Bersama “Keselamatan
Konstruksi (Lifting Crane)” di FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Workshop “Management Of Fire Safety” di
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Workshop “Risk Assessment In The Work
Place” di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Seminar Pengembangan Profesi “Combat The
Neglected Tropical Disease Towards a Filariasis-
Free Country by 2020” di FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Kajian Ilmu K3 Bersama “Pengenalan ISO
14001: 2015 dan Implementasinya” di FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(2015)
(2015)
(2015)
(2015)
(2016)
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Alhamdulillah, seluruh puji serta syukur selalu dilantunkan ke hadirat Allah SWT,
Sang Pemilik Pengetahuan, yang dengan rahmat dan inayahNya jualah maka penulis mampu
merampungkan skripsi yang berjudul “Pemetaan Keluhan Muskuloskeletal Disorders
Berdasarkan Faktor Risiko Pekerjaan Pekerja Produksi Bakso Cv Unique Mandiri
Perkasa Bekasi Tahun 2017”
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Rasulullah
SAW, yang atas perkenan Allah, telah mengantarkan umat manusia ke pintu gerbang
pengetahuan Allah yang Maha luas.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam proses penyusunan laporan ini,
penulis mendapatkan banyak dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Keluarga tercinta, yaitu Ayah, Ibu dan adik-adik saya serta Nadya atas do‟a dan
dukungan yang diberikan tidak mengenal batas dan waktu.
2. Ibu Dr. Iting Shofwati, S.T, M.KKK selaku pembimbing satu dan dosen
peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang senantiasa memberikan
arahan dan motivasi dalam menyusun, pelaksanaan dan penyelesaian skripsi ini.
3. Ibu Gitalia Budi Utami, M.KM selaku pembimbing dua yang senantiasa
memberikan masukan, arahan dan semangat kepada saya dalam menyusun dan
penyelesaian skripsi ini.
4. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku ketua program studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
para dosen Kesehatan Masyarakat atas semua ilmu yang telah diajarkan.
x
5. Pak H. Sholihin, selaku owner CV Unique Mandiri Perkasa yang telah
mengizinkan dan memudahkan dalam melakukan penelitian
6. Pak Aan Anshori selaku manager di CV Unique Mandiri Perkasa yang telah
memfasilitasi dalam melakukan penelitian
7. Karyawan CV Unique Mandiri Perkasa yang secara sukarela membantu peneliti
ketika membutuhkan informasi dalam penyusunan skripsi
8. Astrid, Ika, Rico, Qory, Widi dan Nova yang telah membantu dalam turun
pengambilan data primer.
9. Teman-teman peminatan K3, dan Kesehatan Masyarakat 2012 lainnya yang tidak
dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Dan akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis panjatkan doa dan harap, semoga
kebaikan mereka dicatat sebagai amal shaleh/shalehah di hadapan Allah SWT dan menjadi
pemberat bagi timbangan kebaikan mereka kelak.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang
membangun senantiasa penulis harapkan agar dapat dijadikan masukan di waktu mendatang.
Semoga skripsi ini dapat mendatangkan manfaat kepada penulis khususnya, dan kepada
seluruh pembaca secara keseluruhan.
Jakarta, Mei, 2017
Penulis
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................................................... i
ABSTRAK .............................................................................................................................................. ii
ABSTRACT ........................................................................................................................................... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ........................................................................................................ iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP............................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................................ xix
DAFTAR ISTILAH .............................................................................................................................. xx
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 8
1.3 Pertanyaan Penelitian .............................................................................................................. 8
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................................................... 9
1.4.1 Tujuan Umum ................................................................................................................. 9
1.4.2 Tujuan Khusus ................................................................................................................ 9
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................................................ 10
1.5.1 Bagi Perusahaan ............................................................................................................ 10
1.5.2 Bagi Pekerja .................................................................................................................. 10
1.5.3 Bagi Peneliti Lainnya .................................................................................................... 10
1.6 Ruang Lingkup ...................................................................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................................... 10
2.1 Muskuloskeletal Disorders (MSDs) ..................................................................................... 10
2.1.1 Definisi Muskuloskeletal Disorders ............................................................................. 10
2.1.2 Gejala MSDs ................................................................................................................. 10
2.1.3 Keluhan MSDs .............................................................................................................. 11
2.1.4 Jenis-Jenis MSDs .......................................................................................................... 12
2.2 Alat Ukur MSDs ................................................................................................................... 15
2.2.1 Nordic Body Map (NBM) ............................................................................................. 15
2.2.2 Dutch Musculoskeletal Questionnaire (DMQ) ............................................................ 17
2.2.3 Musculoskeletal Discomfort Survey by NIOSH ........................................................... 19
2.2.4 Cornell Musculoskeletal Disorders Questionnaire (CMDQ) ...................................... 21
2.3 Faktor Risiko MSDs ............................................................................................................. 23
2.3.1 Faktor Individu .............................................................................................................. 23
xii
2.3.1.1 Usia ........................................................................................................................... 23
2.3.1.2 Masa Kerja ................................................................................................................ 24
2.3.1.3 Jenis Kelamin ............................................................................................................ 25
2.3.1.4 Kebiasaan Merokok .................................................................................................. 26
2.3.1.5 Indeks Masa Tubuh ................................................................................................... 27
2.3.1.6 Kesegaran Jasmani .................................................................................................... 29
2.3.1.7 Beban Kerja .............................................................................................................. 29
2.3.1.8 Kekuatan Fisik .......................................................................................................... 31
2.3.2 Faktor Pekerjaan ........................................................................................................... 33
2.3.2.1 Postur Kerja .............................................................................................................. 33
2.3.2.2 Gerakan Berulang ..................................................................................................... 34
2.3.2.3 Lama kerja ................................................................................................................ 34
2.3.2.4 Beban Angkut ........................................................................................................... 35
2.3.2.5 Quick Exposure Cheklist (QEC) ............................................................................... 36
2.3.2.6 Baseline Risk Identification of Ergonomic Factor (BRIEF) ..................................... 38
2.3.2.7 Rapid Upper Limb Assesment (RULA) .................................................................... 39
2.3.2.8 Rapid Entire Body Assesment (REBA) .................................................................... 42
2.3.2.9 Assessment of Repetitive Tasks (ART) .................................................................... 43
2.3.2.10 Manual Handling Assesment Chart (MAC) .......................................................... 44
2.3.3 Faktor Lingkungan ........................................................................................................ 49
2.3.3.1 Getaran ...................................................................................................................... 49
2.3.3.2 Mikroklimat .............................................................................................................. 49
2.3.3.3 Pencahayaan .............................................................................................................. 50
2.4 Upaya Pencegahan MSDs ..................................................................................................... 51
2.5 Kerangka Teori ..................................................................................................................... 53
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ................................................. 54
3.1 Kerangka Konsep .................................................................................................................. 54
3.2 Definisi Operasional ............................................................................................................. 56
BAB IV METODE PENELITIAN ....................................................................................................... 60
Desain Penelitian ................................................................................................................. 60 4.1
4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................................................................ 60
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................................................ 60
4.4 Alat/ Instrumen Penelitian .................................................................................................... 61
4.5 Metode Pengambilan Data .................................................................................................... 62
4.6 Pengolahan Data ................................................................................................................... 74
4.6.1 Coding ........................................................................................................................... 74
xiii
4.6.2 Editing ........................................................................................................................... 77
4.6.3 Entry Data ..................................................................................................................... 77
4.6.4 Cleaning Data ................................................................................................................ 77
Teknik dan Analisis Data ...................................................................................................... 77 4.7
BAB V HASIL PENELITIAN ............................................................................................................. 79
Gambaran Lokasi Penelitian ................................................................................................. 79 5.1
Keluhan Muskuloskeletal Disorders Pekerja ........................................................................ 85 5.2
Faktor Risiko Individu Pekerja ............................................................................................. 88 5.3
Faktor Risiko Pekerjaan Pekerja ........................................................................................... 90 5.4
Pemetaan Keluhan Muskuloskeletal Disorders Berdasarkan Faktor Risiko Pekerjaan ........ 91 5.5
5.5.1 Pemetaan Keluhan MSDs Bagian Leher Berdasarkan Postur Leher ............................ 92
5.5.2 Pemetaan Keluhan MSDs Bagian Bahu Berdasarkan Postur Lengan ........................... 95
5.5.3 Pemetaan Keluhan MSDs Bagian Punggung Berdasarkan Postur Punggung ............... 98
5.5.4 Pemetaan Keluhan MSDs bagian Siku Berdasarkan Postur Lengan Bawah .............. 101
5.5.5 Pemetaan Keluhan MSDs Bagian Pergelangan Tangan Berdasarkan Postur
Pergelangan Tangan .................................................................................................... 104
5.5.6 Pemetaan Keluhan MSDs Bagian Kaki Berdasarkan Postur Kaki ............................. 106
5.5.7 Pemetaan Keluhan MSDs Berdasarkan Penilaian Beban Angkut Pekerja.................. 109
5.5.8 Pemetaan Keluhan MSDs Berdasarkan Penilaian Aktivitas ....................................... 111
5.5.9 Pemetaan Keluhan MSDs bagian Tangan Berdasarkan Penilaian Postur Genggaman .....
..................................................................................................................................... 114
5.5.10 Pemetaan Keluhan MSDs Berdasarkan Bagian Proses Produksi ................................ 117
5.5.10.1 Pemetaan Keluhan MSDs Pada Proses Produksi Persiapan Bumbu .................. 117
5.5.10.2 Pemetaan Keluhan MSDs pada Proses Pemotongan Daging .............................. 119
5.5.10.3 Pemetaan Keluhan MSDs pada Proses Pengadukan ........................................... 120
5.5.10.4 Pemetaan Keluhan MSDs pada Proses Pencetakan Bakso ................................. 121
5.5.10.5 Pemetaan Keluhan MSDs pada Proses Perebusan .............................................. 122
5.5.10.6 Pemetaan Keluhan MSDs pada Proses Pendinginan Bakso ................................ 124
5.5.10.7 Pemetaan Keluhan MSDs pada Proses Packing ................................................. 125
BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................................................... 127
Keterbatasan Penelitian ....................................................................................................... 127 6.1
Keluhan Muskuloskeletal Disorders Pekerja ...................................................................... 127 6.2
Faktor Risiko Pekerjaan Pekerja ......................................................................................... 133 6.3
Pemetaan Keluhan MSDs Berdasarkan Penilaian Faktor Risiko Pekerjaan ....................... 136 6.4
6.4.1 Keluhan Leher Berdasarkan Penilaian Postur Leher................................................... 136
6.4.2 Keluhan Bahu Berdasarkan Penilaian Postur Tangan ................................................. 139
xiv
6.4.3 Keluhan Punggung Berdasarkan Penilaian Postur Punggung ..................................... 141
6.4.4 Keluhan Siku Berdasarkan Penilaian Postur Lengan Bawah ...................................... 144
6.4.5 Keluhan Tangan Berdasarkan Penilaian Postur Pergelangan Tangan ........................ 145
6.4.6 Keluhan Kaki Berdasarkan Penilaian Postur Kaki ...................................................... 148
6.4.7 Keluhan MSDs Berdasarkan Penilaian Beban Angkut ............................................... 150
6.4.8 Keluhan MSDs Berdasarkan Penilaian Aktivitas Berisiko ......................................... 152
6.4.9 Keluhan MSDs Berdasarkan Penilaian Postur Genggaman ........................................ 154
6.4.10 Pemetaan Keluhan MSDs Berdasarkan Proses Produksi ............................................ 155
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................ 164
Simpulan ............................................................................................................................. 164 7.1
Saran ................................................................................................................................... 166 7.2
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................... 169
LAMPIRAN ........................................................................................................................................ 174
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Metode ...................................................................................... 22
Tabel 2.3 Kategori Laju Metabolik dan Contoh Aktivitas .................................................................... 31
Tabel 2.2 Indikator Kekuatan Fisik Handgrip Dynamometer .............................................................. 32
Tabel 2.4 Tabel Level Risiko RULA .................................................................................................... 41
Tabel 2.5 Tabel Level Risiko REBA .................................................................................................... 43
Tabel 2.6 Tabel Level Risiko ART ....................................................................................................... 44
Tabel 2.7 Kekurangan dan Kelebihan Metode ...................................................................................... 46
Tabel 3.1 Definisi Operasional ............................................................................................................. 56
Tabel 4.1 Kategori Laju Metabolik dan Contoh Aktivitas .................................................................... 65
Tabel 4.2 Indikator Kekuatan Fisik Handgrip Dynamometer............................................................... 66
Tabel 4.3 Tabel Skor A REBA ............................................................................................................ 72
Tabel 4.4 Tabel Skor B REBA.............................................................................................................. 72
Tabel 4.5 Tabel Skor C REBA.............................................................................................................. 73
Tabel 4.6 Tabel Level Risiko dan Tindakan Perbaikan REBA ............................................................ 74
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Tingkat Keluhan Muskuloskeletal Pekerja Produksi Bakso CV Unique
Mandiri Perkasa Tahun 2017 ................................................................................................................ 85
Tabel 5.2 Gambaran Variabel-variabel Independen Pada Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri
Perkasa Tahun 2017 .............................................................................................................................. 89
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Faktor Risiko Pekerjaan Pekerja Produksi CV Unique Mandiri Perkasa
Tahun 2017 ........................................................................................................................................... 91
Tabel 5.4 Distribusi Faktor Risiko Pekerjaan Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs Pekerja Produksi
Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 .................................................................................. 91
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Posisi Leher Berdasarkan skoring REBA Pada Pekerja Produksi Bakso
CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 ............................................................................................. 92
Tabel 5.6 Distribusi Postur Leher Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs Pekerja Produksi Bakso CV
Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 ................................................................................................... 94
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Posisi Lengan Atas Berdasarkan skoring REBA Pada Pekerja Produksi
Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 .................................................................................. 95
Tabel 5.8 Distribusi Postur Lengan Atas Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs Pekerja Produksi Bakso
CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 ............................................................................................. 98
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Posisi Punggung Berdasarkan skoring REBA Pada Pekerja Produksi
Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 .................................................................................. 98
Tabel 5.10 Distribusi Postur Punggung Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs Pekerja Produksi Bakso
CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 ........................................................................................... 100
Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Posisi Lengan Bawah Berdasarkan skoring REBA Pada Pekerja
Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 ................................................................. 101
Tabel 5.12 Distribusi Postur Lengan Bawah Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs Pekerja Produksi
Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 ................................................................................ 103
Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Posisi Pergelangan Tangan Berdasarkan skoring REBA Pada Pekerja
Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 ................................................................. 104
Tabel 5.14 Distribusi Postur Pergelangan Tangan Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs Pekerja
Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 20170 ............................................................... 106
xvi
Tabel 5.15 Distribusi Frekuensi Posisi Kaki Berdasarkan skoring REBA Pada Pekerja Produksi Bakso
CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 ........................................................................................... 107
Tabel 5.16 Distribusi Postur Kaki Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs Pekerja Produksi Bakso CV
Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 ................................................................................................. 109
Tabel 5.17 Distribusi Beban Angkut Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs Pekerja Produksi Bakso CV
Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 ................................................................................................. 109
Tabel 5.18 Distribusi Beban Angkut Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs Pekerja Produksi Bakso CV
Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 ................................................................................................. 111
Tabel 5.19 Distribusi Penilaian Aktivitas Berdasarkan Metode REBA Pekerja Produksi Bakso CV
Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 ................................................................................................. 112
Tabel 5.20 Distribusi Penilaian Aktivitas Metode REBA Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs Pekerja
Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 ................................................................. 113
Tabel 5.21 Distribusi Postur Genggaman Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs Pekerja Produksi
Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 ................................................................................ 114
Tabel 5.22 Distribusi Postur Genggaman Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs Pekerja Produksi
Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 ................................................................................ 117
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagian Tubuh Utama ........................................................................................................ 16
Gambar 2.2 Kerangka Teori.................................................................................................................. 53
Gambar 3.1 Kerangka Konsep .............................................................................................................. 55
Gambar 4.1 Postur Punggung ............................................................................................................... 68
Gambar 4.2 Gambar Postur Leher ........................................................................................................ 68
Gambar 4.3 Gambar Postur Kaki .......................................................................................................... 69
Gambar 4.4 Postur Lengan Atas ........................................................................................................... 70
Gambar 4.5 Postur Lengan Bawah ....................................................................................................... 70
Gambar 4.6 Postur Pergelangan Tangan ............................................................................................... 71
Gambar 5.1 Alur Proses Produksi ......................................................................................................... 81
Gambar 5.2 Grafik Distribusi Keluhan MSDs Pada Pekerja Produksi CV Unique Mandiri Perkasa
Tahun 2017 ........................................................................................................................................... 86
Gambar 5.3 Gambar Postur Leher Pekerja ........................................................................................... 93
Gambar 5.4 Distribusi Frekuensi Postur Leher berdasarkan Proses Produksi Pada Pekerja Produksi
Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 .................................................................................. 94
Gambar 5.5 Postur Lengan Atas Pekerja .............................................................................................. 96
Gambar 5.6 Distribusi Frekuensi Postur Lengan Atas berdasarkan Proses Produksi Pada Pekerja
Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 ................................................................... 97
Gambar 5.7 Postur Punggung Pekerja .................................................................................................. 99
Gambar 5.8 Distribusi Frekuensi Postur Punggung berdasarkan Proses Produksi Pada Pekerja
Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 ................................................................. 100
Gambar 5.9 Gambar Postur Lengan Bawah ........................................................................................ 102
Gambar 5.10 Distribusi Frekuensi Postur Lengan Bawah berdasarkan Proses Produksi Pada Pekerja
Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 ................................................................. 103
Gambar 5.11 Postur Pergelangan Tangan Pekerja .............................................................................. 105
Gambar 5.12 Distribusi Frekuensi Postur Pergelangan Tangan berdasarkan Proses Produksi Pada
Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 .................................................... 105
Gambar 5.13 Gambar Postur Kaki Pekerja ......................................................................................... 107
Gambar 5.14 Distribusi Frekuensi Postur Kaki berdasarkan Proses Produksi Pada Pekerja Produksi
Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 ................................................................................ 108
Gambar 5.15 Distribusi Frekuensi Beban Angkut berdasarkan Proses Produksi Pada Pekerja Produksi
Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 ................................................................................ 110
Gambar 5.16 Distribusi Frekuensi Aktivitas Berisiko berdasarkan Proses Produksi Pada Pekerja
Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 ................................................................. 113
Gambar 5.17 Postur dan Bentuk Genggaman Pekerja ........................................................................ 115
Gambar 5.18 Distribusi Frekuensi Postur Genggaman Berdasarkan Proses Produksi Pada Pekerja
Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017 ................................................................. 116
Gambar 5.19 (a) Pemetaan Keluhan MSDs dan (b) Pemetaan Postur Berisiko Pekerja Persiapan
Bumbu ................................................................................................................................................. 118
Gambar 5.20 (a) Pemetaan Keluhan MSDs dan (b) Pemetaan Postur Berisiko Pekerja Pemotongan
Daging ................................................................................................................................................. 119
Gambar 5.21 (a) Pemetaan Keluhan MSDs dan (b) Pemetaan Postur Berisiko Pekerja Pengadukan 120
xviii
Gambar 5.22 (a) Pemetaan Keluhan MSDs dan (b) Pemetaan Postur Berisiko Pekerja Pencetakan
Bakso .................................................................................................................................................. 121
Gambar 5.23 (a) Pemetaan Keluhan MSDs dan (b) Pemetaan Postur Berisiko Pekerja Perebusan
Bakso .................................................................................................................................................. 123
Gambar 5.24 (a) Pemetaan Keluhan MSDs dan (b) Pemetaan Postur Berisiko Pekerja Pendinginan
Bakso .................................................................................................................................................. 124
Gambar 5.25 (a) Pemetaan Keluhan MSDs dan (b) Pemetaan Postur Berisiko Pekerja Packing Bakso
............................................................................................................................................................ 125
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner dan Lembar Nordic Body Map (NBM)
Lampiran 2 Lembar Pengukuran Kekuatan Fisik
Lampiran 3 Lembar Observasi Beban Kerja
Lampiran 4 Lembar Observasi Rapid Entire Body Assessment (REBA)
Lampiran 5 Output Hasil Analisis Data
Lampiran 6 Surat Keterangan Pengambilan Data
Lampiran 7 Dokumentasi
xx
DAFTAR ISTILAH
ACGIH : American Counsel of Government Industrial Hygienists
HSE : Health Safety Executive
ILO : International Labour Organization
MSDs : Musculoskeletal Disorders
NBM : Nordic Body Map
NIOSH : National of Occupational Safety and Health
REBA : Rapid Entire Body Assessment
RULA : Rapid Upper Limb Analysis
UMASA : Unique Mandiri Perkasa
WHO ; World Health Organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem kerja yang baik adalah sistem kerja yang memiliki integrasi
yang baik antara tempat kerja dan langkah-langkah operasional kerja yang
wajib dilakukan pada suatu kegiatan kerja. Selain hal tersebut, penataan
tempat kerja dan peralatan yang digunakan maupun posisi tubuh pada saat
bekerja merupakan faktor utama terciptanya integrasi sistem kerja yang
baik, sehingga menjadikan pekerjaan berjalan dengan efektif dan efisien dan
juga membuat pekerja dalam kondisi yang aman (Astuti, 2007).
Kondisi pekerja dikatakan tidak aman apabila keselamatan dan
kesehatan pekerja mulai terganggu. Adanya kelelahan dan keluhan
musculoskeletal seperti tubuh terasa nyeri saat bekerja atau setelah bekerja
merupakan salah satu indikasi adanya gangguan keselamatan dan kesehatan
pekerja. Studi tentang Musculoskeletal Disorders (MSDs) menjelaskan
bahwa MSDs merupakan sekelompok kondisi patologis yang dapat
mempengaruhi fungsi normal dari jaringan halus sistem musculoskeletal
yang mencakup sistem saraf, tendon, otot dan struktur penunjang (NIOSH,
2010). Hal tersebut disebabkan ketika seseorang melakukan aktivitas kerja
dan kondisi pekerjaan yang signifikan (WHO, 2003).
Data International Labour Organization (2013) dalam program The
Prevention of Occupational Diseases menyebutkan bahwa kasus
Musculoskeletal Disorders termasuk Carpal Tunnel Syndrome mewakili
2
59% dari kasus penyakit yang ditemukan pada tahun 2005 di Eropa. Di
Inggris, kasus MSDs mencapai 40% dari semua kasus penyakit akibat kerja
pada periode tahun 2011 hingga 2012. Di Argentina pada tahun 2010 juga
tercatat bahwa sebanyak 22.013 kasus penyakit akibat kerja yang
merupakan kasus MSDs dengan kasus penyakit pernapasan. Di Korea, total
biaya pengeluaran dari kasus MSDs mencapai $6,89 miliar. Dana tersebut
merepresentasikan 0,7% dari Produk Domestik Bruto Negara tersebut (ILO,
2013).
Eurostat (2004) menjelaskan bahwa kasus MSDs merupakan penyakit
akibat kerja yang paling sering ditemukan pada pekerja, di berbagai bidang
pekerjaan, dimana kasus MSDs mencapai 45% dari total kasus penyakit
akibat kerja (Eurostat, 2004). Data European Survey on Working Condition
(2005) menjelaskan sebanyak 24,2% pekerja di Eropa terekspos posisi yang
melelahkan atau menyakitkan, 35% pekerja mengangkat beban yang sangat
berat, 62,3% pekerja mengalami gerakan tangan atau lengan yang berulang,
dan 72% pekerja berdiri atau berjalan sedikitnya selama seperempat dari
waktu kerjanya (EU-OSHA, 2010). Menurut Bureau of Labor Statistic
(BLS) (2015), gangguan muskuloskeletal menyumbang 32% dari semua
kasus cedera dan penyakit. Tingkat kejadian MSDs mencapai 33,8 kasus per
10.000 pekerja penuh waktu pada tahun 2014 (BLS, 2015). Data menurut
Depkes (2007) Di Indonesia, besaran kasus MSDs mencapai 16% dari total
9.482 responden pada 12 provinsi (Depkes, 2005).
Perusahaan makanan merupakan perusahaan terbesar dalam bidang
manufaktur. Para pekerja dalam industri ini mentransformasi proses
3
pengemasan, pemindahan stok, dan produk agrikultur menjadi sebuah
produk makanan yang dapat dijumpai di restoran, maupun supermarket.
Namun besarnya industri dan banyaknya pekerja juga dapat menimbulkan
permasalahan kecelakaan dan kesakitan akibat kerja apabila tidak dibekali
dengan sistem yang baik. Pada perusahaan makanan di Amerika tercatat
93.200 kasus kecelakaan dan kesakitan, dimana dari jumlah kasus tersebut,
12% diantaranya merupakan kasus MSDs (BLS, 2008).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Chiang (1990) di Taiwan
disebutkan bahwa sebanyak 207 pekerja pabrik makanan beku mengalami
gangguan muskuloskeletal berupa Carpal Tunel Syndrome (CTS) yang
diakibatkan gerakan berulang dan atau terkena pajanan dingin, 86 pekerja
pabrik makanan beku mengalami CTS yang diakibatkan karena gerakan
berulang tanpa terkena pajanan dingin, dan sebanyak 170 pekerja pabrik
makanan beku mengalami CTS yang diakibatkan gerakan berulang, dan
juga disertai terkena pajanan dingin (Chiang et al, 1990). Sedangkan di
Thailand kasus kejadian MSDs pada pabrik makanan beku memiliki OR
sebesar 35,1% (Thetkathuek et.al, 2016).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Hasibuan (2014) pada perusahaan
kerupuk pada proses penjemuran ditemukan sebanyak 13,39% pekerja
mengalami keluhan sakit pada leher, bahu, pinggang, dan punggung serta
sebanyak 7,14% pekerja mengalami keluhan amat nyeri pada bagian
pergelangan tangan, lutut, betis dan pergelangan kaki. Berdasarkan hasil
penelitiannya hal tersebut diakibatkan karena pengangkatan beban yang
cukup berat dan berulang serta postur tubuh yang tidak ergonomis
4
(Hasibuan, 2014). Pada industri informal dalam bidang makanan lainnya
seperti industri donat dijelaskan oleh Rahmawati (2010) bahwa masih
terdapat kejadian MSDs dengan risiko tinggi dalam proses produksi donat
(Rahmawati, 2010).
CV Unique Mandiri Perkasa merupakan perusahaan sektor informal
yang bergerak di bidang produksi makanan siap saji yang memproduksi
bakso. CV Unique Mandiri Perkasa berdiri dan memulai bisnis dalam
produksi bakso sejak tahun 1992. Proses produksi bakso yang dilakukan
oleh CV Unique Mandiri Perkasa terbilang masih semi konvensional, dalam
artian dalam setiap proses produksinya masih mengandalkan tenaga
manusia.
Proses produksi bakso di CV Unique Mandiri Perkasa terdapat
beberapa tahap, tahap awal dalam memproduksi bakso adalah proses
persiapan bahan baku. Bahan baku dalam membuat bakso sendiri terbilang
beragam, karena produk bakso yang dihasilkan memiliki spesifikasi khusus.
Proses persiapan bahan baku meliputi penakaran bumbu, sagu dan terigu,
pemotongan daging beku, kemudian penggilingan daging yang kemudian
setelah bahan baku siap, setiap bahan diatur komposisinya guna
menciptakan produk bakso yang beragam sesuai kelasnya. Pada proses
persiapan bahan baku, pekerja menakar bumbu menggunakan timbangan
dan dilakukan dengan posisi berjongkok. Pada proses penggilingan dan
pemotongan daging, pekerja mula-mula mengambil daging pada freezer,
kemudian daging diangkat ke meja pemotongan dan daging dipotong hingga
kecil. Setelah daging berukuran kecil, daging digiling hingga halus,
5
kemudian setelah bumbu dan daging siap, bumbu dan daging diangkat
menuju proses pengadukan.
Proses selanjutnya merupakan proses pengadukan atau pencampuran
bahan baku yang telah disiapkan. Dalam proses ini, pekerja dibantu dengan
mesin pengaduk. Pekerja mengangkat dan menuang bahan baku bakso
berupa daging dan bumbu ke alat pengaduk, kemudian semua bahan baku
diaduk hingga membentuk adonan hingga kalis. Setelah dilakukan
pengadukan, adonan dibawa ke bagian pencetakan dan perebusan. Pada
proses pencetakan dan perebusan pekerja mengambil adonan dari wadah
dan menuangkannya ke mesin pencetak. Setelah bakso membentuk bulat,
pekerja memindahkan bakso ke alat perebusan dengan menggunakan
saringan, kemudian bakso direbus dalam waktu beberapa menit. Setelah
bakso matang, bakso diangkut dan dipindahkan ke meja pendinginan oleh
pekerja, dalam proses ini bakso dikipasi hingga dingin. Setelah bakso
dingin, bakso diangkut dan dipindahkan oleh pekerja menuju tempat
packing. Pada proses packing, pekerja menghitung jumlah bakso kemudian
dimasukkan kedalam kemasan dan bakso siap didistribusikan.
Berdasarkan proses industri yang masih semi otomatis, tak sedikit
menimbulkan permasalahan kesehatan, seperti permasalahan atau adanya
gangguan muskuloskeletal pada pekerja dikarenakan proses produksi yang
semi otomatis dan juga beban yang berat, selain itu tuntutan pasar untuk
permintaan barang yang mencapai 300.000 butir per hari juga menuntut
karyawan bekerja ekstra dan harus mengambil kerja lembur. Desain kerja
6
yang tidak ergonomis pun membuat pekerja harus bekerja dengan postur
yang tidak sesuai sehingga menimbulkan gangguan musculoskeletal .
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 13 pekerja,
diperoleh data bahwa 84,6% pekerja yang merupakan responden dalam
studi pendahuluan mengalami gangguan musculoskeletal dengan rincian
27,3% pekerja mengalami nyeri pada punggung, 9% mengalami nyeri pada
lengan, 18% mengalami nyeri pada bahu, 9% mengalami nyeri pada kaki
dan juga 36,3% mengalami nyeri pada pinggang, dikarenakan banyak faktor
yang membuat pekerja mengalami gangguan muskuloskeletal.
Data lain yang di dapatkan dari hasil pengamatan adalah 61,5%
responden harus bekerja dengan mengangkat beban yang melebihi 5 kg
perharinya, 69,2% responden harus melakukan gerakan repetisi sebanyak
lebih dari 10 kali dalam satu menit dan beberapa responden harus bekerja
dengan posisi kerja yang kurang ergonomis dengan rincian 61,5% postur
punggung responden membungkuk hingga lebih dari 20o, 30,7% responden
bekerja dengan postur leher yang fleksi hingga 20o, 61,5% responden
bekerja dengan postur lengan ekstensi hingga 20-45o, 15,3% responden
bekerja dengan posisi lengan ekstensi hingga 45-90o.
Hasil pengamatan terhadap beban kerja juga menunjukkan data yang
bervariasi diantaranya beban kerja pada bagian perebusan memiliki beban
kerja dengan kategori menengah, pada bagian packing rata-rata pekerja
memiliki beban kerja ringan dan pada bagian pemotongan dan penggilingan
daging memiliki beban kerja berat. Hal tersebut merupakan faktor pekerjaan
7
yang menyebabkan terjadinya MSDs. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Hendra (2009) dijelaskan bahwa kejadian keluhan
muskuloskeletal lebih cenderung di sebabkan oleh faktor risiko pekerjaan
dengan rincian faktor risiko pekerjaan memiliki Odd Ratio sebesar 3,438,
sedangkan pada faktor risiko individu hanya sebesar 2,560 pada variabel
usia, dan 2,755 pada variabel lama kerja (Hendra, 2009).
Selain melakukan pengukuran postur dan keluhan, peneliti juga
melakukan pengukuran lingkungan guna mengetahui faktor lingkungan
yang dapat menyebabkan atau memperparah keluhan MSDs pada pekerja.
Diketahui bahwa hasil pengukuran pencahayaan pada bagian perebusan
hanya mencapai 32 lux, pada bagian pendinginan bakso hanya mencapai 70
lux dan pada bagian packing hanya mencapai 50 lux. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pencahayaan pada CV UMASA berada dibawah nilai
ambang batas yang berlaku yaitu 100 hingga 200 lux. Hasil pengukuran
suhu lingkungan pada sejumlah titik menunjukkan hasil yang cukup tinggi
dimana pada bagian perebusan mencapai 34oC, pada bagian packing
mencapai 32,8oC, dan pada bagian pemotongan daging mencapai 31,9
oC.
Untuk melakukan penilaian risiko MSDs atau penilaian risiko
ergonomi di tempat kerja terdapat banyak metode yang diperkenalkan oleh
para ahli, dimana metode – metode tersebut memiliki spesifikasi dalam
penentuan risiko ergonomi. Metode-metode tersebut misalnya Rapid Entire
Body Assessment (REBA). REBA memiliki perbedaan dalam cara ataupun
objek pengamatan dengan metode lainnya. Penggunaan REBA untuk
menilai postur pekerja secara keseluruhan dari anggota gerak atas hingga
8
anggota gerak bagian bawah yang sesuai dengan aktivitas kerja yang ada
pada CV Unique Mandiri Perkasa.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada pekerja CV
Unique Mandiri Perkasa, diketahui bahwa hampir keseluruhan kerja masih
semi otomatis dan juga perpindahan bahan baku menuju tiap prosesnya
masih menggunakan tenaga manusia. Hasil studi pendahuluan juga
menunjukkan bahwa banyak pekerja yang masih bekerja dengan postur yang
tidak sesuai seperti menunduk, membungkuk, memiringkan tubuh, dan juga
berjongkok, sehingga kegiatan tersebut menimbulkan keluhan – keluhan
gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Keluhan-keluhan yang dirasakan
oleh pekerja dapat menimbulkan penurunan produktivitas kerja dan juga
membutuhkan biaya yang tinggi untuk menangani keluhan pada sistem
muskuloskeletal. Oleh karenanya, peneliti tertarik untuk mengetahui
pemetaan keluhan muskuloskeletal disorders berdasarkan faktor risiko
pekerjaan pada pekerja CV Unique Mandiri Perkasa.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana pemetaan keluhan muskuloskeletal berdasarkan faktor risiko
pekerjaan pada pekerja di CV Unique Mandiri Perkasa tahun 2017?
2. Bagaimana gambaran keluhan muskuloskeletal disorders pekerja di CV
Unique Mandiri Perkasa tahun 2017?
3. Bagaimana gambaran faktor risiko individu (usia, masa kerja, kebiasaan
merokok, indeks massa tubuh, beban kerja dan kekuatan fisik) pekerja di
CV Unique Mandiri Perkasa tahun 2017?
9
4. Bagaimana gambaran faktor risiko pekerjaan pekerja di CV Unique
Mandiri Perkasa tahun 2017?
5. Bagaimana pemetaan keluhan muskuloskeletal disorders per bagian
tubuh berdasarkan faktor risiko pekerjaan pekerja di CV Unique
Mandiri Perkasa tahun 2017?
6. Bagaimana pemetaan keluhan muskuloskeletal disorders berdasarkan
proses produksi pekerja di CV Unique Mandiri Perkasa tahun 2017?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran pemetaan keluhan muskuloskeletal
disorders terhadap faktor risiko pekerjaan pada pekerja CV Unique Mandiri
Perkasa tahun 2017.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran keluhan muskuloskeletal disorders pekerja di
CV Unique Mandiri Perkasa.
2. Diketahuinya gambaran faktor risiko individu (usia, masa kerja,
kebiasaan merokok, indeks massa tubuh, beban kerja dan kekuatan fisik)
pekerja di CV Unique Mandiri Perkasa tahun 2017.
3. Diketahuinya gambaran faktor risiko pekerjaan pekerja di CV Unique
Mandiri Perkasa tahun 2017.
4. Diketahuinya pemetaan keluhan muskuloskeletal disorders per bagian
tubuh berdasarkan faktor risiko pekerjaan.
10
5. Diketahuinya pemetaan keluhan muskuloskeletal disorders berdasarkan
proses produksi pekerja di CV Unique Mandiri Perkasa tahun 2017.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Perusahaan
1. Memperoleh informasi mengenai potensi dan gangguan
muskuloskeletal yang diakibatkan oleh pekerjaan terhadap pekerja.
2. Sebagai referensi tambahan untuk mengevaluasi, dan rekomendasi
mengenai tindakan dalam menanggulangi dan mencegah terjadinya
gangguan muskuloskeletal pada pekerja.
1.5.2 Bagi Pekerja
1. Dapat menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai risiko dan
bahaya di tempat kerja, sehingga terhindar dari penyakit akibat kerja.
2. Mengetahui bahaya yang akan terjadi ketika pekerja bekerja dengan
posisi tidak aman.
3. Memberikan motivasi dan masukan agar pekerja melakukan pekerjaan
yang lebih baik lagi.
1.5.3 Bagi Peneliti Lainnya
Dapat digunakan sebagai bahan informasi dan referensi untuk
melakukan penelitian selanjutnya.
1.6 Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemetaan keluhan
muskuloskeletal berdasarkan faktor risiko pekerjaan pada pekerja produksi
bakso CV Unique Mandiri Perkasa tahun 2017. Dalam penelitian ini untuk
11
mengetahui keluhan MSDs digunakan kuesioner Nordic Body Map. Untuk
mengetahui data diri dan data individu menggunakan kuesioner tambahan
yang bersifat menanyakan data diri serta, untuk mengukur faktor risiko
pekerjaan dapat menggunakan metode REBA. Penelitian ini dilakukan
pada CV Unique Mandiri Perkasa pada bulan Februari 2017 sampai
dengan Mei 2017. Responden dari penelitian ini adalah pekerja produksi
bakso CV Unique Mandiri Perkasa yang berjumlah 40 pekerja. Penelitian
ini dilakukan karena CV Unique Mandiri Perkasa merupakan industri
makanan yang proses produksinya masih semi otomatis dan sebagian
besar masih menerapkan manual handling, selain itu masih ditemukan
postur janggal yang dilakukan pekerja.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Muskuloskeletal Disorders (MSDs)
2.1.1 Definisi Muskuloskeletal Disorders
MSDs merupakan sekelompok kondisi patologis dimana dapat
mempengaruhi fungsi normal dari jaringan halus sistem musculoskeletal
yang mencakup sistem saraf, tendon, otot dan struktur penunjang
(NIOSH, 2010) merupakan gangguan yang disebabkan ketika seseorang
melakukan aktivitas kerja dan kondisi pekerjaan yang signifikan
sehingga mempengaruhi adanya fungsi normal jaringan halus pada
sistem Muskuloskeletal yang mencakup saraf, tendon, otot (WHO, 2003).
MSDs umumnya terjadi tidak secara langsung melainkan
penumpukan-penumpukan cedera benturan kecil dan besar yang
terakumulasi secara terus menerus dalam waktu yang cukup lama, yang
diakibatkan oleh pengangkatan beban saat bekerja, sehingga
menimbulkan cedera dimulai dari rasa sakit, nyeri, pegal-pegal pada
anggota tubuh. Musculoskeletal disorders merupakan suatu istilah yang
memperlihatkan bahwa adanya gangguan pada sistem muskuloskeletal
(Kroemer, 2002).
2.1.2 Gejala MSDs
MSDs ditandai dengan adanya gejala sebagai berikut yaitu : nyeri,
bengkak, kemerah-merahan, panas, mati rasa, retak, atau patah pada
tulang dan sendi dan kekakuan, rasa lemas atau kehilangan daya
11
koordinasi tangan, susah untuk digerakkan (Suma‟mur, 2003). MSDs
diatas dapat menurunkan produktivitas kerja, kehilangan waktu kerja,
menimbulkan ketidakmampuan secara temporer atau cacat tetap
(Lukman, 2012).
Untuk memperoleh gambaran tentang gejala MSDs bisa
menggunakan Nordic Body Map (NBM) dengan cara melihat tingkat
keluhan sakit dan tidak sakit. Dengan melihat dan menganalisa peta
tubuh (NBM) sehingga dapat diestimasi tingkat dan jenis keluhan otot
skeletal yang dirasakan oleh para pekerja (Kroemer, 2002).
2.1.3 Keluhan MSDs
Munculnya keluhan MSDs pada tubuh buruh angkut di pasar
ditandai dengan adanya gejala-gejala yang dirasakan oleh para buruh.
Sedangkan pengertian keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada
bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari
keluhan sangat ringan sampai sangat sakit (Panero, 2003). Apabila otot
menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama akan
menyebabkan keluhan berupa kerusakan sendi, ligament dan tendon.
Secara garis besar keluhan ini dibagi menjadi dua yaitu keluhan
sementara dan keluhan menetap (Surotin, 2012)
a. Keluhan sementara adalah keluhan otot yang terjadi pada saat otot
menerima beban statis, keluhan ini dapat hilang jika melakukan
istirahat dan pembebanan dihentikan sementara.
b. Keluhan menetap adalah keluhan otot yang bersifat menetap walaupun
sudah melakukan pemberhentian pengangkatan beban tetapi rasa sakit
12
di otot masih muncul. Keluhan otot biasanya terjadi karena kontraksi
otot yang berlebihan yang disebabkan oleh pembebanan saat bekerja
yang terlalu berat dengan durasi yang cukup lama.
2.1.4 Jenis-Jenis MSDs
Adanya gangguan muskuloskeletal yang diakibatkan oleh cedera
pada saat bekerja yang dipengaruhi oleh lingkungan kerja dan cara
bekerja. Sehingga menyebabkan kerusakan pada otot, saraf, tendon, dan
persendian. Sedangkan arti gangguan muskuloskeletal sendiri adalah
penyakit yang menimbulkan rasa nyeri berkepanjangan. Gangguan
musculoskeletal yang berhubungan dengan pekerjaan dapat terjadi
bilamana ada ketidakcocokan antara kebutuhan fisik kerja dan
kemampuan fisik tubuh manusia (Buckle, 2005).
Jenis-jenis keluhan MSDs pada bagian tubuh dibagi menjadi
beberapa bagian antara lain yaitu:
a) Nyeri Leher.
Penderita akan merasakan otot leher mengalami peningkatan
tegangan dan leher akan merasa kaku. Ini disebabkan karena leher
selalu miring saat bekerja dan peningkatan ketegangan otot. Leher
merupakan bagian tubuh yang perlindungannya lebih sedikit
dibandingkan batang tubuh yang lain. Sehingga leher rentan terkena
trauma atau kelainan yang menyebabkan nyeri pada leher dan
gangguan gerakan terutama bila dilakukan gerakan yang mendadak
dan kuat (Muttaqin, 2008).
13
Faktor risiko yang dapat menyebabkan nyeri leher pada pekerjaan
dengan aktivitas pergerakan lengan atas dan leher yang berulang-
ulang, beban statis pada otot leher dan bahu, serta posisi leher yang
ekstrem saat bekerja. Pekerjaan yang sebagian besar waktunya selalu
duduk menggunakan komputer juga mempunyai risiko lebih besar
untuk mengalami nyeri leher (Breman, 2009) .
Gejala yang muncul pada saat nyeri leher antara lain rasa sakit di
leher dan terasa kaku, nyeri otot-otot yang terdapat pada leher, sakit
kepala dan migraine. Nyeri leher akan cenderung merasa seperti
terbakar. Nyeri bisa menjalar ke bahu, lengan, dan tangan dengan
keluhan terasa baal atau seperti ditusuk jarum. Nyeri yang tiba-tiba
dan terus menerus dapat menyebabkan bentuk leher yang abnormal,
kepala menghadap ke sisi yang sebaliknya (Samara, 2007).
b) Nyeri bahu
Nyeri bahu hampir selalu didahului dengan munculnya tanda rasa
nyeri pada bahu terutama pada saat melakukan aktivitas gerakan yang
melibatkan sendi bahu sehingga seseorang yang merasakan nyeri pada
bahu merasa ketakutan untuk menggerakkan sendi bahunya. Nyeri
bahu pada pekerja yang dalam aktivitasnya harus mengangkat beban
berat, bukan disebabkan oleh proses degenerasi tetapi terjadi bila
lengan harus diangkat sebatas atau melebihi akromion. Posisi tersebut
bila berlangsung secara terus-menerus akan menyebabkan terjadinya
iskemia pada tendon (Schwartz, 2000).
14
Tekanan tinggi pada otot bahu akan menyebabkan meningkatnya
aktivitas kontraksi otot dimana dapat mendorong terjadinya
peningkatan pada keduanya yaitu kelelahan otot dan tegangan tendon.
Tekanan juga dihubungkan dengan beban statis pada otot bahu
(Anderson, 1997). Gejala yang biasanya muncul akibat nyeri pada
bahu yaitu: nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi, kerusakan
jaringan kolagen dan jaringan lunak.
c) Nyeri punggung.
Nyeri punggung disebabkan oleh ketegangan otot dan postur tubuh
yang saat mengangkat beban barang dengan posisi salah, beban
barang yang terlalu berlebihan. Sikap punggung yang membungkuk
dalam bekerja, membungkuk sambil menyamping, Posisi duduk yang
kurang baik dan di dukung dengan desain kursi yang buruk, berisiko
menyebabkan penyakit akibat hubungan kerja berupa gangguan
muskuloskeletal yang dapat menyebabkan kekakuan dan kesakitan
pada punggung (Jeyaratnam, 2009).
Keluhan pada punggung atau keluhan muskuloskeletal merupakan
keluhan pada otot skeletal yang dirasakan dengan intensitas nyeri
yang berbeda-beda, dari nyeri yang ringan sampai nyeri yang sangat
sakit. Nyeri punggung dapat merupakan akibat dari aktivitas
kehidupan sehari-hari khususnya dalam pekerjaan yang berkaitan
dengan postur tubuh seperti mengemudi, pekerjaan yang
membutuhkan duduk yang terus menerus, atau yang lebih jarang nyeri
punggung akibat dari beberapa penyakit lain (Tulaar, 2008).
15
2.2 Alat Ukur MSDs
2.2.1 Nordic Body Map (NBM)
1. Pengertian
Nordic Body Map merupakan salah satu metode pengukuran
subjektif untuk mengukur rasa sakit otot para pekerja. Kuesioner Nordic
Body Map merupakan salah satu bentuk kuesioner checklist ergonomi.
Kuesioner Nordic Body Map adalah kuesioner yang paling sering
digunakan untuk mengetahui ketidaknyamanan pada para pekerja karena
sudah terstandarisasi dan tersusun rapi (Wilson and Corlett, 1995).
Untuk memperoleh gambaran keluhan MSDs menggunakan NBM
terdapat tingkat keluhan mulai dari tidak nyaman, sakit, hingga sangat
sakit. Hasil dari penggunaan NBM juga dapat melihat dan mengestimasi
tingkat keluhan dan jenis keluhan otot yang dirasakan oleh pekerja
(Katharine et al, 2005). Pengisian kuesioner Nordic Body Map ini
bertujuan untuk mengetahui bagian tubuh dari pekerja yang terasa sakit
sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan pada stasiun kerja (Wilson and
Corlett, 1995).
2. Cara Pengukuran
Kuesioner ini menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah
dibagi menjadi 9 bagian utama, yaitu :
a. Leher (Bagian tubuh nomor 0 dan 1)
b. Bahu (bagian tubuh nomor 2 dan 3)
c. Punggung bagian atas (bagian tubuh nomor 5)
16
d. Siku (bagian tubuh nomor 10, dan 11)
e. Punggung bagian bawah (bagian tubuh nomor 7 dan 8)
f. Pergelangan tangan/tangan (bagian tubuh nomor 14, 15, 16, dan 17)
g. Pinggul/paha (bagian tubuh nomor 9, 18, dan 19)
h. Lutut (bagian tubuh nomor 20, 21, 22, dan 23)
i. Tumit/kaki (bagian tubuh nomor 24, 25, 26, dan 27)
Gambar 2.1 Bagian Tubuh Utama
Responden yang mengisi kuesioner diminta untuk menunjukkan
ada atau tidaknya gangguan pada bagian-bagian tubuh tersebut dan
menentukan tingkat keluhan yang dirasakan. Setelah menentukan
tingkat keluhan, kemudian dilakukan scoring, dimana dalam scoring
keluhan atau nyeri dikategorikan menjadi 4 yaitu tidak sakit
17
mendapatkan nilai 0, agak sakit mendapatkan nilai 1, sakit
mendapatkan nilai 2, dan sangat sakit mendapatkan nilai 3. Tingkat
keluhan MSDs dikatakan rendah apabila total skor NBM 28-49.
Dikatakan sedang jika skor NBM 50-70, tinggi jika skor NBM 71-91
dan sangat tinggi jika skor NBM 92-112. (Tarwaka, 2015).
2.2.2 Dutch Musculoskeletal Questionnaire (DMQ)
1. Pengertian
DMQ merupakan suatu tool yang digunakan untuk mengukur
faktor risiko muskuloskeletal akibat kerja dan gejala yang menyertainya
pada populasi pekerja. Kuesioner ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran mengenai hubungan antara pekerjaan dengan gejala dan keluhan
muskuloskeletal pada pekerja. Gangguan muskuloskeletal terkait kerja
dianggap sebagai suatu kondisi yang disebabkan oleh postur janggal,
pergerakan tubuh dan beban kerja yang berlebihan (Stanton, et al., 2005).
DMQ terdiri dari sembilan halaman yang masing-masing berisi
sekitar 25 pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner
dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu:
1) Background variables (data individu pekerja); umur, jenis kelamin,
pendidikan, lama bekerja, sejarah pekerjaan dan shift kerja.
2) Task; rate prevalensi dan penerimaan pekerja terhadap beban kerja.
3) Musculoskeletal workload; postur, beban dan pergerakan.
18
4) Work pace and psychosocial working condition; tuntutan kerja, kontrol
dan otonomi, pengorganisasian kerja dan dukungan sosial serta
kepuasan kerja.
5) Health; yaitu pertanyaan-pertanyaan mengenai kondisi kesehatan
pekerja khususnya mengenai gangguan atau keluhan muskuloskeletal.
Bagian ini hampir serupa dengan Nordic Musculoskeletal
Questionnaire.
6) Lifestyle
7) Perceived bottleneck and ideas for improvement; merupakan kolom
saran yang dapat diisi oleh pekerja dan bersifat optional.
2. Cara Pengukuran
DMQ merupakan suatu metode penilaian ergonomi yang bersifat survei.
Pelaksanaannya terdiri dari beberapa tahapan, dimulai dengan proses
persiapan, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data hingga
diperoleh hasil penelitian dan upaya tindak lanjut yang mungkin
diperlukan.
1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan langkah-langkah yang perlu dilakukan yaitu:
Menentukan populasi pekerja berisiko
Komunikasi/Pemberitahuan Survei kepada Responden
Analisis pekerjaan dan jenis tugas (task)
Perencanaan pelaksanaan survei
19
2. Tahap Survei/Pengumpulan
Data Survei dilakukan dengan penyebaran kuesioner berdasarkan
cara pelaksanaan yang telah direncanakan.
3. Tahap Pengolahan Data
Demi kemudahan dan menghindari kesalahan, dianjurkan
menggunakan bantuan statistik program untuk mengolah dan
menganalisis data yang telah dikumpulkan. Hasil analisis dinyatakan
dalam laporan yang merupakan suatu rangkuman dan terdiri dari:
o Respons dan karakteristik umum responden
o Deskripsi tugas
o Beban kerja fisik
o Beban psikososial
o Prevalensi gangguan muskuloskeletal per anggota tubuh dalam 12
bulan terakhir
4. Penentuan Upaya Tindak Lanjut
Dari hasil survei dapat ditentukan upaya tindak lanjut yang
diperlukan. Kelompok pekerja yang menunjukkan rate keluhan
muskuloskeletal yang tinggi dan/atau pekerja dengan beban kerja yang
berat membutuhkan adanya penilaian ergonomi lebih lanjut dengan
metode yang lebih komprehensif (Hildebrandt dalam Stanton, et al., 2005).
2.2.3 Musculoskeletal Discomfort Survey by NIOSH
Metode penilaian risiko yang paling banyak digunakan untuk
ketidaknyamanan yang menyebabkan muskuloskeletal adalah
20
menggunakan peta tubuh dengan skala penilaian untuk menilai rasa tidak
nyaman di beberapa daerah tubuh. Metode yang hampir sama dengan yang
digunakan oleh NIOSH adalah Standardized Nordic Questionnaire (SNQ)
dan University of Michigan Upper Extremity Questionnaire (UMUEQ).
Studi yang dilakukan oleh NIOSH terhadap ketidaknyamanan
musculoskeletal telah dilakukan dalam dekade terakhir, termasuk
penyelidikan laboratorium dan epidemiologi dan evaluasi bahaya
kesehatan di tempat kerja. (Stanton, et al., 2005).
Peta tubuh yang digunakan dalam banyak studi NIOSH hampir
sama dengan diagram standar digunakan untuk membedakan bagian
tungkai tubuh bagian atas dan bawah dalam SNQ (leher, bahu, siku,
pergelangan tangan-tangan, punggung bagian atas dan bawah, pinggul /
paha, lutut , pergelangan kaki / kaki) selain itu dalam penetuan keluhan
MSDs menggunakan kriteria berikut yaitu keluhan muncul setelah setahun
bekerja, keluhan muncul setelah bekerja di tempat kerja, keluhan muncul
secara berulang dan bukan akibat kecelakaan ataupun cedera yang terjadi
secara tiba-tiba. Berbeda dengan UMUEQ, yang menggunakan deskripsi
verbal untuk membedakan daerah tubuh (diagram hanya digunakan untuk
melokalisasi ketidaknyamanan pada tangan). Namun, rasa tidak nyaman di
daerah tubuh yang berbeda ditandai dalam survei NIOSH menggunakan
prosedur yang lebih mirip dengan UMUEQ, yang memberikan informasi
yang lebih lengkap dari ketidaknyamanan (misalnya, intensitas dan aspek
temporal) dari pada metode SNQ. (Stanton, et al., 2005).
21
2.2.4 Cornell Musculoskeletal Disorders Questionnaire (CMDQ)
Cornell Musculoskeletal Disorders Questionnaire (CMDQ) telah
dikembangkan oleh Dr. Alan Hedge dan mahasiswa pascasarjana
ergonomi di Cornell University. Kuesioner didasarkan pada penelitian
sebelumnya mengenai gangguan muskuloskeletal pada pekerja kantor.
Skoring pada kuesioner ini pun mudah dilakukan dan dapat dilakukan oleh
siapa pun.
Dalam studi (1999) ketidaknyamanan muskuloskeletal antara
pengguna keyboard, Hedge et Al. menggunakan kuesioner yang
dikombinasikan Nordic Body Map dengan pertanyaan tentang prevalensi
nyeri muskuloskeletal, tingkat keparahan, dan apakah itu mengganggu
kinerja pekerjaan. Instrumen ini disebut Cornell Musculoskeletal
Disorders Questionnaire (CMDQ). Karena survei didasarkan pada Nordic
Musculoskeletal Questionnaire, Hedge menyimpulkan bahwa CMDQ
memiliki keabsahan yang sama (0% sampai 20%), meskipun belum diuji
secara klinis. CMDQ telah di uji validitas dan tes reabilitas selama tiga
minggu. Keterbatasan alat ini meliputi kurangnya pengujian validitas
klinis secara khusus dan pengembangan untuk digunakan sebagai alat
skrining pada gangguan muskuloskeletal tubuh bagian atas, dan juga alat
ini tidak menilai gangguan muskuloskeletal terkait pekerjaan (Hedge,
Morimoto, & McCrobie, 1999).
22
Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Metode
No Tools Kelebihan Kekurangan
1 Nordic Body Map Mengkaji seluruh tubuh
yang dibagi ke dalam
sembilan bagian tubuh.
Dapat digunakan untuk
mengevaluasi keluhan
MSDs
Menggunakan 28 titik
atau pertanyaan bagian
tubuh
Hanya melihat keluhan
secara subyektif
Subjektivitas tinggi
Tidak dapat mengetahui total
skor secara menyeluruh dari
suatu pekerjaan
Tidak terlalu melihat faktor
fisik di tempat kerja
2 Dutch
Musculoskeletal
Questionnaire
Metode DMQ telah
terstandarisasi.
Relatif murah dan mudah.
Menyediakan tinjauan
komprehensif yang luas
terhadap faktor risiko dan
angka kesakitan.
Dalam pelaksanaannya
tidak dibutuhkan
peralatan teknik.
DMQ merupakan data self-
reported dari pekerja
sehingga tidak
memungkinkan adanya
pengukuran pajanan yang
mendetail.
Kurang tepat jika diterapkan
pada kelompok kecil.
Tidak ada perhitungan
risiko.
Sangat dipengaruhi oleh
dukungan dan kerjasama dari
manajemen dan pekerja.
Analisis data membutuhkan
pengetahuan dan
keterampilan statistik.
3 Musculoskeletal
Discomfort Survey
by NIOSH
Penggunaannya mudah
Mengkaji seluruh bagian
tubuh
Dapat digunakan dalam
evaluasi keluhan MSDs
Bersifat subjektif
Tidak terdapat perhitungan
besar risiko
Tidak dapat mengukur
penyebab keluhan secara
mendetail
4 Cornell
Musculoskeletal
Disorders
Questionnaire
(CMDQ)
Memiliki validitas yang
sudah teruji
Telah dilakukan uji
reabilitas
Terdapat perhitungan
risiko
Belum teruji validitas secara
klinis
Penggunaannya tidak dapat
menganalisis faktor
pekerjaan
Pengujian validitas hanya
dilakukan di Turkey
Pemilihan NBM sebagai alat ukur keluhan muskuloskeletal disorders
dikarenakan NBM merupakan metode yang berbasis body map yang
23
memudahkan pekerja dalam menentukan titik keluhan MSDs yang
dirasakannya. Selain itu, penggunaan metode NBM lebih mendetail karena
terdapat pertanyaan seputar tingkat keluhan pekerja yang dapat dijadikan
bahan evaluasi perusahaan untuk melakukan tindakan pencegahan. .
2.3 Faktor Risiko MSDs
Faktor penyebab timbulnya MSDs sulit untuk dijelaskan secara
pasti, namun terdapat beberapa faktor risiko yang berhubungan dan
berperan dalam menimbulkan MSDs. Faktor tersebut dikategorikan
dalam tiga kategori, yaitu manusia, pekerjaan dan lingkungan (Oborne,
1995).
2.3.1 Faktor Individu
2.3.1.1 Usia
Seiring dengan bertambahnya usia, masing-masing individu
akan mengalami penurunan kemampuan kerja pada jaringan tubuh
(otot, tendon, sendi, dan ligamen). Penurunan elastisitas tendon dan
otot mengakibatkan peningkatan jumlah kematian sel, sehingga
terjadi penurunan fungsi dan kapabilitas otot, tendon, dan ligamen
yang meningkatkan respons stres mekanik dan mengakibatkan
tubuh menjadi rentan terhadap MSDs, dan memiliki
kecenderungan bahwa risiko MSDs meningkat seiring
bertambahnya usia. (Ramadhani, 2003).
Keluhan otot skeletal biasanya dialami seseorang pada usia
kerja yaitu 24-65 tahun. Biasanya Keluhan pertama dialami pada
24
usia 30 tahun dan tingkat keluhan akan meningkat seiring dengan
bertambahnya umur (Oborne, 2000), hal tersebut terjadi karena
pada usia lanjut kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun
sehingga keluhan otot yang dirasakan meningkat seiring bertambah
usia (Tarwaka, 2013).
Dalam penelitian Ulfah, dkk. (2014) disebutkan bahwa
sebanyak 21 pekerja atau 70% pekerja dengan usia ≥ 30 tahun
mengalami keluhan musculoskeletal (Ulfah, 2014). Pada
penelitian HSE (2010) dijelaskan bahwa penuaan dapat
menyebabkan penurunan fungsi dan kapasitas kerja sehingga
kerentanan mengalami gangguan musculoskeletal lebih besar
dibandingkan dengan pekerja yang lebih muda. (HSE, 2010). Hasil
penelitian yang dilakukan Masliah (2014) juga menunjukkan
adanya hubungan yang kuat antara faktor usia dengan keluhan
Muskuloskeletal dengan pvalue sebesar 0,001 (Masliah, 2014).
Sedangkan pada penelitian Zulfiqor (2010) variable usia tidak
berpengaruh terhadap terjadinya keluhan MSDs pada pekerja
pengelasan bagian fabrikasi (Zulfiqor, 2010)
2.3.1.2 Masa Kerja
Masa kerja adalah panjangnya waktu terhitung mulai
pertama kali pekerja masuk kerja hingga saat penelitian
berlangsung. Penentuan waktu dapat diartikan sebagai pengukuran
kerja untuk mencatat tentang jangka waktu dan perbandingan kerja
yaitu mengenai suatu unsur pekerjaan tertentu yang dilaksanakan
25
dalam suatu keadaan yang berguna untuk menganalisa keterangan
hingga ditemukan waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan
pekerjaan pada tingkat prestasi tertentu (Santoso, 2004).
Masa kerja memiliki hubungan yang kuat dengan keluhan
otot dan meningkatkan risiko Muskuloskeletal Disorders (MSDs),
terutama untuk pekerjaan yang menggunakan kekuatan kerja yang
tinggi dikarenakan masa kerja mempunyai hubungan dengan
keluhan otot. Semakin lama waktu seseorang untuk bekerja maka
seseorang tersebut semakin besar risiko untuk mengalami MSDs
(Tarwaka, 2013). Hendra (2009) menjelaskan pekerja dengan
massa kerja > 4 tahun memiliki risiko 2,755 kali lebih besar
terhadap terjadinya keluhan MSDs (Hendra, 2009).
Dalam penelitian yang dilakukan Rumegang, dkk. (2015)
diketahui bahwa hubungan antara masa kerja dengan keluhan
musculoskeletal pada tingkat kemaknaan 0,005 (95%) diperoleh
nilai p = 0,043 sehingga menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara masa kerja dengan keluhan musculoskeletal
(Rumegang, 2015). Pada penelitian yang dilakukan oleh Masliah
(2014) juga menunjukkan adanya hubungan antara masa kerja
dengan keluhan muskuloskeletal yang cukup signifikan dengan
pvalue sebesar 0,004 (Masliah, 2014).
2.3.1.3 Jenis Kelamin
Pengaruh jenis kelamin masih menjadi perdebatan, dan
terdapat perbedaan beberapa ahli tentang pengaruh jenis kelamin
26
terhadap risiko gangguan muskuloskeletal. Beberapa ahli
mengungkapkan bahwa kekuatan otot wanita hanya 60% dari
kekuatan otot pria, khususnya bagian lengan, punggung dan kaki
(Battie, 1989), sehingga kekuatan otot yang lebih rendah dianggap
dapat mengakibatkan daya tahan otot yang kurang (Pheasant,
1991)
Penelitian yang dilakukan oleh Roquelaure (2009)
menunjukkan bahwa prevalensi dari kasus gangguan
muskuloskeletal pada pekerja wanita sebesar 14,8% dengan CI
95%, sedangkan pada pekerja pria, prevalensi kasus gangguan
muskuloskeletal sebesar 11,2%. Hal tersebut menandakan bahwa
kasus gangguan muskuloskeletal pada wanita lebih besar dari pria
dikarenakan kekuatan otot yang lebih lemah (Roquelaure, 2009).
2.3.1.4 Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok merupakan aktivitas subjek yang
berhubungan dengan perilaku merokok, yang diukur melalui
intensitas merokok, waktu merokok, dan fungsi rokok dalam
kehidupan sehari-hari (Komalasari dan Helmi, 2000).
Meningkatnya keluhan otot ada hubungan dengan lama dan tingkat
kebiasaan merokok seseorang. Seseorang yang merokok sebanyak
10 batang perhari memiliki peningkatan risiko terkena MSDs
mencapai 20% (Croasmun, 2003). Kebiasaan merokok membuat
kemampuan paru-paru dalam mengkonsumsi oksigen akan
menurun, sehingga dengan kurangnya asupan oksigen
27
mengakibatkan kelelahan pada pekerja yang diakibatkan
pembakaran karbohidrat berkurang dan terjadi penumpukan asam
laktat dan menimbulkan nyeri pada otot (Tarwaka, 2004),
meskipun demikian, kebiasaan merokok masih menjadi perdebatan
oleh para ahli. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi
merokok semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan
(Tarwaka, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian Zulfiqor (2010) diketahui
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan
merokok dengan keluhan muskuloskeletal dengan nilai p= 0,044
pada α=0,05 (Zulfiqor, 2010).
Adapun kategori kebiasaan merokok menurut Bustan
adalah
1. Berat: jika mengkonsumsi rokok lebih dari 20 batang
perhari
2. Sedang: jika mengkonsumsi rokok 10-20 batang perhari
3. Ringan jika mengkonsumsi rokok < 10 batang perhari
(Bustan, 2007)
2.3.1.5 Indeks Masa Tubuh
Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari
perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB)
seseorang. IMT dipercayai dapat menjadi indikator atau
mengambarkan kadar adipositas dalam tubuh seseorang. IMT tidak
mengukur lemak tubuh secara langsung, tetapi penelitian
28
menunjukkan bahwa IMT berkorelasi dengan pengukuran secara
langsung lemak tubuh seperti underwater weighing dan dual
energy x-ray absorbtiometry (Grummer-Strawn LM et al., 2002).
Pengaruh status gizi dengan kejadian MSDs yaitu semakin gemuk
seseorang maka akan bertambah besar risiko orang tersebut
mengalami kejadian MSDs. Hal tersebut disebabkan karena
seseorang yang memiliki berat berlebih akan berusaha menopang
berat badan dengan cara mengontraksi otot punggung, dan apabila
terjadi secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya
penekanan pada bantalan saraf tulang belakang (Supariasa, 2001).
Secara umum, IMT 25 ke atas membawa arti pada obes. Standar
baru untuk IMT telah dipublikasikan pada tahun 1998
mengklasifikasikan BMI di bawah 18,5 sebagai sangat kurus atau
underweight, IMT melebihi 23 sebagai berat badan lebih atau
overweight, dan IMT melebihi 25 sebagai obesitas. IMT yang ideal
bagi orang dewasa adalah diantara 18,5 sehingga 22,9. Obesitas
dikategorikan pada dua tingkat: tingkat I (25-29,9), tingkat II ( >
30) (CORE, 2007). Menurut depkes (2010) terdapat empat kategori
IMT di Indonesia, antara lain Kurus (<17,00), Normal (18,0-25,0),
Gemuk (25,1-27,0) dan Obesitas (>30) (Depkes, 2002)
Hasil penelitian Rahayu (2012) menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan
kejadian muskuloskeletal dengan nilai p sebesar 0,016 (Rahayu,
2012). Sedangkan dalam penelitian Handayani (2011) indeks
29
massa tubuh tidak memiliki hubungan yang signifikan, dengan
nilai p sebesar 0,348 (Handayani, 2011). Hal serupa juga terjadi
pada penelitian Zulfiqor (2010) dijelaskan bahwa indeks massa
tubuh memiliki nilai p sebesar 0,941 yang menunjukkan tidak
terdapat hubungan yang signifikan terhadap keluhan MSDs pada
pekerja (Zuliqor 2010).
2.3.1.6 Kesegaran Jasmani
Tingkat keluhan otot juga dipengaruhi oleh kesegaran
jasmani. Battie dkk (1989) menjelaskan bahwa hasil penelitian
terhadap penerbang menunjukkan bahwa kelompok penerbang
dengan tingkat kesegaran jasmani yang tinggi memiliki risiko kecil
terhadap cedera otot.(Battie, 1989).
Berdasarkan hasil penelitian Nurazizah, (2014) berdasarkan
hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,011 dengan demikian
diketahui adanya hubungan yang signifikan antara kebiasaan olah
raga atau kesegaran jasmani dengan keluhan muskuloskeletal
(Nurazizah, 2014). Hal tersebut didukung dengan penelitian yang
dilakukan oleh Zulfiqor (2010) dimana kesegaran jasmani
memiliki hubungan yang signifikan terhadap terjadinya keluhan
Muskuloskeletal pada pekerja pengelasan (Zulfiqor, 2010).
2.3.1.7 Beban Kerja
Beban kerja adalah beban yang ditanggung tenaga kerja
yang sesuai dengan jenis pekerjaanya (Tarwaka, 2010). Beban
kerja ini menentukan bahwa berapa lama seseorang dapat bekerja
30
sesuai dengan kapasitas kerjanya (Suma‟mur, 2009). Beban kerja
dapat didefinisikan sebagai suatu perbedaan antara kapasitas atau
kemampuan pekerja dengan tuntutan pekerjaan yang harus
dihadapi. yang muncul dari interaksi antara tuntutan tugas-tugas,
lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja,
ketrampilan, perilaku dan persepsi dari pekerja (Tarwaka, 2010).
Menurut Oesman (2010) kerja manual dan berulang-ulang pada
kondisi lingkungan yang panas merupakan salah satu faktor yang
berpotensi meningkatkan beban kerja fisik dan terjadinya
kecelakaan kerja sehingga dapat menimbulkan penyakit akibat
kerja (keluhan muskuloskeletal dan kelelahan) (Oesman, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Al Hajj (2014) menjelaskan
bahwa beban kerja dengan heat stress memiliki hubungan terhadap
keluhan MSDs pada pekerja dengan OR 1,67 (Al Hajj, 2014).
Untuk melakukan perhitungan beban kerja berdasarkan laju
metabolik pekerja dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Setelah melakukan perhitungan, hasil laju metabolik
koreksi dibandingkan dengan table kategori laju metabolik untuk
mengetahui beban kerja pekerja. Adapun table kategorinya sebagai
berikut:
31
Tabel 2.2 Kategori Laju Metabolik dan Contoh Aktivitas
Kategori Laju Metabolik
(W)** Kegiatan
Istirahat 115
(100-125)*** Duduk
Ringan 180
(125 – 235)***
Duduk sambil melakukan pekerjaan
ringan dengan tangan, atau dengan
tangan dan lengan, dan mengemudi.
Berdiri sambil melakukan pekerjaan
ringan dengan lengan dan sesekali
berjalan.
Sedang
300
(235 – 360)***
Melakukan pekerjaan sedang: dengan
tangan dan lengan, dengan lengan dan
kaki, dengan lengan dan pinggang, atau
mendorong atau menarik beban yang
ringan. Berjalan biasa
Berat
415
(360 – 465)***
Melakukan pekerjaan intensif: dengan
lengan dan pinggang, membawa benda,
menggali, menggergaji secara manual,
mendorong atau menarik benda yang
berat, dan berjalan cepat.
Sangat Berat
500
(> 465)***
Melakukan pekerjaan sangat intensif
dengan kecepatan maksimal.
Sumber: Permenkes No.70 Tahun 2016
2.3.1.8 Kekuatan Fisik
Kekuatan fisik merupakan kemampuan fungsional
seseorang untuk melakukan pekerjaan tertentu yang memerlukan
kekuatan otot atau tubuh pada periode waktu tertentu (Tarwaka,
2004), selain itu Chaffin and Park (1973) menemukan adanya
peningkatan keluhan punggung yang signifikan pada pekerja yang
melakukan tugas yang menuntut kekuatan yang melebihi batas
kemampuan otot (Chaffin, 1973).
32
Bukhori (2010) menjelaskan bagi pekerja yang memiliki
kekuatan fisik yang lemah memiliki keluhan MSDs tiga kali lipat
dari yang memiliki kekuatan fisik tinggi (Bukhori, 2010). Pada
penelitian Anies, (2005) dijelaskan bahwa gangguan
muskuloskeletal tidak terjadi pada kontraksi otot yang hanya
mencapai 15% hingga 20% dari kekuatan otot maksimum
(Anies,2005).
Untuk mengetahui kekuatan fisik seseorang dapat
dilakukan dengan berbagai cara, seperti tes kekuatan genggaman
dengan alat handgrip dynamometer, tes kekuatan punggung dengan
menggunakan tes back dynamometer dan tes fisik lainnya seperti
lari, push up, sit up dan pull up (Ismaryati, 2006).
Adapun indikator kekuatan fisik dari pengukuran dengan
handgrip dynamometer adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3 Indikator Kekuatan Fisik Handgrip Dynamometer
Usia Pria Wanita
Lemah Normal Kuat Lemah Normal Kuat
10-11 <12,6 12.6-22.4 >22.4 <11.0 11.0-21.6 >21.6
12-13 <19.4 19.4-31.2 >31.2 <14.6 14.6-24.4 >24.4
14-15 <28.5 28.5-44.3 >44.3 <15.5 15.5-27.3 >27.3
16-17 <32.6 32.6-52.4 >52.4 <17.2 17.2-29.0 >29.0
18-19 <35.7 35.7-55.5 >55.5 <19.2 19.2-31.0 >31.0
20-24 <36.8 36.8-56.6 >56.6 <21.5 21.5-35.3 >35.3
25-29 <37.7 37.7-57.5 >57.5 <25.6 25.6-41.4 >41.4
33
Usia Pria Wanita
Lemah Normal Kuat Lemah Normal Kuat
30-34 <36.0 36.0-55.8 >55.8 <21.5 21.5-35.3 >35.3
35-39 <35.8 35.8-55.6 >55.6 <20.3 20.3-34.1 >34.1
40-44 <35.5 35.5-55.3 >55.3 <18.9 18.9-32.7 >32.7
45-49 <34.7 34.7-54.5 >54.5 <18.6 18.6-32.4 >32.4
50-54 <32.9 32.9-50.7 >50.7 <18.1 18.1-31.9 >31.9
55-59 <30.7 30.7-48.5 >48.5 <17.7 17.7-31.5 >31.5
60-64 <30.2 30.2-48.0 >48.0 <17.2 17.2-31.0 >31.0
65-69 <28.2 28.2-44.0 >44.0 <15.4 15.4-27.2 >27.2
70-99 <21.3 21.3-35.1 >35.1 <14.7 14.7-24.5 >24.5
2.3.2 Faktor Pekerjaan
2.3.2.1 Postur Kerja
Sikap kerja tidak alamiah atau yang biasa disebut dengan
postur janggal merupakan sikap kerja yang menyebabkan posisi
bagian-bagian tubuh gerak menjauhi posisi alami, misalnya
pergerakan tangan terangkat, punggung yang terlalu membungkuk,
kepala yang menengadah atau mengangkat, dan sebagainya.
Semakin jauh posisi tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka
semakin tinggi risiko terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal
(Tarwaka, 2013).
Disebutkan dalam penelitian Masliah 2014) menunjukkan
bahwa faktor postur memiliki hubungan yang signifikan terhadap
34
terjadinya keluhan MSDs pada pekerja manual handling dengan
pvalue sebesar 0,004 (Masliah, 2014). Pada penelitian yang
dilakukan Budiman (2015) juga menjelaskan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara posisi kerja dengan keluhan
muskuloskeletal dengan nilai p=0,0356 (Budiman, 2015).
2.3.2.2 Gerakan Berulang
Aktivitas berulang atau repetitive adalah aktivitas yang
dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul,
membelah kayu, mengangkat dan mengangkut barang. Pekerjaan
repetitive dapat menyebabkan nyeri akibat akumulasi sisa
metabolisme dalam otot. Otot akan melemah dan spasme, yang
biasa terjadi pada tangan atau lengan bawah ketika melakukan
kegiatan berulang, gerakan yang kasar dan kuat termasuk
pekerjaan yang berisiko tinggi (Tarwaka, 2013).
Menurut penelitian Mokhtar (2013) repetitive work atau
gerakan berulang merupakan faktor utama yang menyebabkan
peningkatan prevalensi musculoskeletal disorders. (Mokhtar,
2013). Dalam penelitian Andini (2015) menjelaskan bahwa faktor
gerakan repetisi merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya
keluhan MSDs pada pekerja (Andini, 2015)
2.3.2.3 Lama kerja
Pada umumnya seseorang bekerja selama 6 hingga 8 jam
dalam sehari, sehingga sisa waktunya selama 14 hingga 18 jam
dapat digunakan untuk beristirahat atau berkumpul dengan
35
keluarga maupun masyarakat. Adanya penambahan jam kerja dapat
menurunkan efisiensi kerja, menurunkan produktivitas, timbulnya
kelelahan dan dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat
kerja. Biasanya seseorang bekerja selama 40 hingga 50 jam dalam
seminggu (Suma‟mur, 2004).
Lama kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan
keluhan otot dan dapat meningkatkan risiko gangguan
musculoskeletal disorders terutama untuk jenis pekerjaan dengan
menggunakan kekuatan kerja yang cukup tinggi (Budiono, 2003).
Pada penelitian Hendra (2009) juga menunjukkan bahwa lama
kerja mempengaruhi keluhan muskuloskeletal pada pekerja
(Hendra, 2009).
2.3.2.4 Beban Angkut
Beban angkut adalah aktivitas pekerjaan yang dibebankan
kepada pekerja yang meliputi beban fisik maupun beban mental.
Beban yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah
mengakibatkan pekerja mengalami gangguan atau penyakit akibat
kerja (Bustan, 2000). Beban yang berlebihan mengakibatkan
peregangan otot yang terlalu berlebih yang melebihi kemampuan
optimum otot yang dapat meningkatkan risiko keluhan otot (Vi,
2000).
Beban yang diperbolehkan diangkat pada seseorang
menurut ILO yaitu 23-25 Kg. Mengangkat suatu beban yang terlalu
berat dapat mengakibatkan Diskus pada tulang belakang serta
36
dapat menyebabkan kelelahan karena adanya peningkatan yang
disebabkan oleh tekanan pada diskus intervertebralis (OSHA,
2000).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Masliah (2014)
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
berat beban terhadap terjadinya keluhan muskuloskeletal pada
pekerja manual handling di makasar dengan pvalue sebesar 0,001
(Masliah, 2009). Hal serupa pada penelitian yang dilakukan oleh
Setyaningsih (2009) juga diketahui bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara beban angkut dengan keluhan muskuloskeletal
dengan nilai p = 0,029 (Setyaningsih, 2009).
Adapun cara mengetahui faktor risiko pekerjaan dapat
dilakukan dengan metode-metode berikut:
2.3.2.5 Quick Exposure Cheklist (QEC)
1. Pengertian
Quick Exposure Cheklist (QEC) dikembangkan untuk
memungkinkan praktisi kesehatan dan keselamatan kerja untuk melakukan
penilaian factor risiko musculoskeletal (Stanton et, al , 2005). QEC
berfokus pada penilaian dan perubahan eksposur sehingga memungkinkan
penerapan intervensi di tempat kerja dengan segera. Berdasarkan masukan
dari praktisi kesehatan dan keselamatan serta ahli ergonomi, dilakukan
modifikasi dan pengembangan lebih lanjut untuk kegunaan dan validitas
QEC menggunakan pendekatan partisipatif pada simulasi maupun pekerja
sungguhan. QEC memiliki tingkat sensitivitas dan reliabilitas yang diterima
37
secara luas. Kajian lapangan membuktikan bahwa QEC dapat digunakan
pada cakupan tugas (task) yang luas. Empat aspek kegunaan yang
didapatkan meliputi sikap, pembelajaran, fleksibilitas, dan efektivitas
(Stanton, et,al, 2005).
2. Aplikasi dan kegunaan QEC
a. QEC dapat digunakan untuk beberapa tujuan, meliputi :
1) Identifikasi faktor-faktor risiko untuk kerja terkait MSDs.
2) Mengevaluasi tingkat risiko pajanan untuk bagian tubuh yang
berbeda.
3) Menyarankan tindakan yang perlu diambil untuk mengurangi risiko.
4) Mengevaluasi efektivitas intervensi ergonomi di tempat kerja.
5) Memberikan pengetahuan kepada pengguna tentang risiko
musculoskeletal di tempat kerja.
b. Prosedur penilaian QEC terdiri dari empat tahapan penilaian,
diantaranya:
1) Observer’s Assessment
Observer’s Assessment atau penilaian oleh pengamat dilakukan
dengan menggunakan checklist untuk menilai suatu jenis tugas (task)
tertentu. Sebelum melakukan penilaian, setidaknya harus didahului
dengan observasi terhadap satu rangkaian proses kerja. Jika suatu
pekerjaan (job) terdiri dari beberapa variasi tugas (task), penilaian
dilakukan satu persatu dengan checklist terpisah. Pengamatan
mengobservasi postur dan posisi tubuh pekerja ketika melakukan
pekerjaan berdasarkan beberapa point pada checklist. Anggota tubuh
38
yang dinilai yaitu punggung, bahu, lengan, pergelangan tangan dan
tangan serta leher.
2) Worker’s Assessment
Worker’s Assessment checklist merupakan angket/kuesioner yang
berisi beberapa pertanyaan mengenai pekerjaan dan faktor-faktor lain
yang berkaitan dengan karakteristik dan kondisi kerja. Checklist diisi
oleh pekerja yang telah diamati dan dinilai oleh pengamat.
3) Perhitungan Nilai Pajanan
Penghitungan nilai pajanan dilakukan dengan menggunakan
table exposure scores.
4) Penentuan tindakan perbaikan/intervensi
Setelah tingkat pajanan/risiko diketahui, diharapkan adanya
upaya tindak lanjut terhadap pekerjaan yang telah dinilai demi
meningkatkan kenyamanan serta mempertahankan kesehatan dan
keselamatan pekerja (Stanton, et,al, 2005).
2.3.2.6 Baseline Risk Identification of Ergonomic Factor (BRIEF)
Baseline Risk Identification of Ergonomics Factors (BRIEF)
adalah alat penyaring awal menggunakan struktur dan bentuk sistem
tingkatan untuk mengidentifikasi penerimaan tiap tugas dalam suatu
pekerjaan. BRIEF digunakan untuk menentukan sembilan bagian tubuh
yang dapat berisiko terhadap terjadinya CTD (Cummulative Trauma
Disorders) atau risiko gangguan kesehatan pada sistem rangka. Penilaian
pekerjaan menggambarkan tinjauan ulang ergonomi secara mendalam dari
ketiga penetapan data ( sederhana, mudah dipahami, dan dapat dipercaya)
39
dan juga yang paling memberikan beban paling berat. Bagian tubuh yang
dianalisa meliputi : tangan kiri, dan pergelangan tangan kiri, siku kiri,
bahu kiri, leher, punggung, tangan kanan dan pergelangan tangan kanan,
siku kanan, bahu kanan dan kaki (Humantech, 1995)
Metode BRIEF menilai postur terhadap beberapa bagian-bagian
tubuh diantaranya:
a) Tangan dan pergelangan tangan kiri
b) Siku kiri
c) Bahu kiri
d) Leher
e) Punggung
f) Tangan dan pergelangan tangan kanan
g) Siku kanan
h) Bahu kanan
i) Kaki
Metode BRIEF juga menilai pekerjaan menggambarkan tinjauan
ulang ergonomi secara mendalam dan juga dapat menentukan beban yang
paling berat yang diterima pekerja (Humantech, 1995).
2.3.2.7 Rapid Upper Limb Assesment (RULA)
1. Pengertian
RULA adalah sebuah metode survei yang di kembangkan untuk
kegunaan investigasi ergonomi pada tempat kerja, dimana penyakit otot
rangka tubuh bagian atas yang terkait kerja teridentifikasi. Piranti ini tidak
40
membutuhkan peralatan khusus dalam menyediakan pengukuran postur
leher, punggung, lengan dan tubuh bagian atas seiring fungsi otot dan
beban luar yang di alami tubuh. Pengembangan RULA dilakukan melalui
evaluasi mengenai postur yang di adopsi pekerja, tenaga yang dibutuhkan
serta gerakan otot baik oleh operator display maupun operator yang
bekerja dalam berbagai tugas manufaktur dimana risiko yang terkait
dengan kelainan otot rangka pada tubuh bagian atas yang mungkin ada
(Mc Atamney, 1993)
Metode ini menggunakan diagram-diagram dari postur tubuh dan
tabel-tabel penilaian untuk menyediakan evaluasi paparan faktor-faktor
risiko. Faktor - faktor risiko yang di jelaskan merupakan faktor beban
eksternal yaitu:
a. Jumlah gerakan.
b. Pekerja dengan otot statis.
c. Tenaga.
d. Postur kerja yang ditentukan oleh perlengkapan.
e. Waktu kerja tanpa istirahat.
2. Cara Pengukuran
a. Tahap 1
Untuk memudahkan dan mempercepat dalam pengukuran,
metode RULA membagi pengukuran tubuh menjadi 2 kelompok,
yaitu kelompok A dan kelompok B. Kelompok A meliputi bagian
lengan atas dan bawah serta pergelangan tangan, sedangkan pada
kelompok B meliputi leher, punggung dan kaki.
41
Pengelompokan tersebut dilakukan untuk memastikan
seluruh postur tubuh dapat terekam dengan baik sehingga segala
kejanggalan atas atau batas postur oleh kaki, punggung atau leher
yang dapat mempengaruhi postur anggota tubuh bagian atas dapat
tercakup.
b. Tahap 2
Setelah membagi kelompok A dan B, kemudian dilakukan
skoring, dimana skoring dilakukan dengan cara merekam kegiatan
kemudian menentukan skor yang dihasilkan dari suatu kegiatan
atau pekerjaan. Setiap skor yang dihasilkan dimasukkan kedalam
tabel A untuk kelompok A dan tabel B untuk kelompok B, untuk
memperoleh skor A dan skor B.
c. Tahap 3
Setelah memperoleh skor A dan B maka kedua skor
dimasukkan kedalam tabel grand score untuk memperoleh tindakan
yang dibutuhkan atau tingkat risiko. Adapun tingkatan Action level
pada grand score sebagai berikut:
Tabel 2.4 Tabel Level Risiko RULA
Level Skor Action Level
Low 1 – 2 Postur dapat terima selama tidak berulang untuk
waktu yang lama
Medium 3 – 4 Dibutuhkan penyelidikan lebih jauh dan
mungkin saja diperlukan perubahan
High 5 – 6 Penyelidikan dan perubahan dibutuhkan segera
Very high >7` Penyelidikan dan perubahan dibutuhkan
sesegera mungkin
Sumber: Mc Atamney, 1993
42
2.3.2.8 Rapid Entire Body Assesment (REBA)
1. Pengertian
Rapid Entire Body Assessment dikembangkan oleh Dr. Sue Hignett
dan Dr. Lynn Mc Atamney Merupakan ergonom dari universitas di
Nottingham (University of Nottingham’s Institute of Occuptaional
Ergonomic). Rapid Entire Body Assessment adalah sebuah metode yang
dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat
untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan
pergelangan tangan dan kaki seorang operator. Selain itu metode ini juga
dipengaruhi faktor coupling Beban eksternal yang ditopang oleh tubuh
serta aktivitas pekerja. Penilaian dengan menggunakan REBA tidak
membutuhkan waktu yang lama untuk melengkapi dan melakukan scoring
general pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya
pengurangan risiko yang diakibatkan postur kerja operator (Mc Atamney,
2000).
2. Cara Pengukuran
a. Observasi pekerjaan
b. Menentukan postur yang akan di teliti
c. Penilaian postur dengan menggunakan form penilaian dan
melakukan perhitungan skor postur yang diteliti
d. Penilaian menggunakan tabel
e. Perhitungan nilai REBA
f. Menentukan nilai tingkat risiko
43
Tabel 2.5 Tabel Level Risiko REBA
Skor Action Level
1 Risiko dapat ditiadakan
2 – 3 Risiko rendah, perubahan mungkin dibutuhkan
4 – 7 Risiko menengah, investigasi lebih lanjut, perubahan
segera
8 – 10 Risiko tinggi, investigasi dan lakukan perubahan
11+ Risiko sangat tinggi dan lakukan perubahan
Sumber: Hignett and Mc, Atamney, 2000
2.3.2.9 Assessment of Repetitive Tasks (ART)
1. Pengertian
Assessment of repetitive tasks (ART) tool adalah sebuah metode
yang diperkenalkan oleh Health and Safety Executive (HSE) yang didesain
untuk membantu safety inspector untuk menilai kegiatan repetitif terutama
bagian tangan dan lengan atau anggota gerak atas. ART memudahkan
untuk menilai beberapa faktor risiko yang berkontribusi dalam terjadinya
gangguan pada anggota gerak bagian atas terutama tangan dan lengan,
dimana kegiatan repetitif biasa ditemukan di perusahaan produksi,
pemrosesan, perakitan, pengepakan, dan pekerjaan penyusunan yang
peralatannya melibatkan penggunaan tangan (HSE, 2009).
2. Cara penggunaan
a. Lakukan observasi untuk mengetahui kondisi kerja dan aktivitas
kerja dari responden
b. Konsultasikan pekerja yang bertanggung jawab sebelum
melakukan pengukuran
44
c. Rekam dengan video jika perlu, guna membantu memudahkan
dalam proses perhitungan
d. Setelah melakukan observasi deskripsikan pekerjaan yang akan
dinilai
e. Pastikan membaca pedoman penggunaan metode
f. Lakukan perhitungan yang terbagi dalam empat bagian
Bagian A: Frekuensi dan gerakan berulang
Bagian B: Kekuatan
Bagian C: Postur janggal
Bagian D: Faktor tambahan
g. Setelah melakukan penilaian dari tiap-tiap bagian, seluruhnya
dijumlah dan di kalikan dengan durasi, sehingga akan
mendapatkan skor akhir seperti berikut:
Tabel 2.6 Tabel Level Risiko ART
Exposure score Proposed exposure level
0–11 Low Pertimbangkan keadaan individu
12–21 Medium Diperlukan investigasi lebih lanjut
22 or more High Sangat diperlukan Investigasi lebih lanjut
Sumber: HSE, 2009
2.3.2.10 Manual Handling Assesment Chart (MAC)
1. Pengertian
Alat MAC dikembangkan untuk membantu pengguna
mengidentifikasi risiko tinggi aktivitas pengguna di tempat kerja
penanganan dan dapat digunakan untuk menilai risiko yang ditimbulkan
45
oleh mengangkat, membawa dan kegiatan manual handling. MAC
dirancang untuk membantu dalam memahami, menafsirkan dan
mengkategorikan tingkat risiko dari berbagai faktor risiko yang diketahui
terkait dengan kegiatan penanganan manual. Analisis risiko dalam MAC
menggabungkan numerik dan sistem skor warna untuk menyorot besarnya
risiko dari tugas manual handling. (HSE, 2003).
2. Cara Pengukuran
a. Lakukan observasi atau mengamati tugas (merekam dengan video
dapat membantu) untuk memastikan bahwa apa yang diamati
adalah prosedur kerja normal.
b. Pilih jenis yang tepat dari penilaian (yaitu mengangkat, membawa
atau team handling). Jika tugas melibatkan mengangkat dan
membawa, pertimbangkan keduanya.
c. Ikuti panduan penilaian yang tepat dan grafik alir untuk
menentukan tingkat risiko untuk masing-masing faktor risiko.
d. Masukkan band warna dan nilai numerik pada lembar skor MAC.
Band warna membantu menentukan prioritas unsur-unsur dari
tugas membutuhkan penanganan.
e. Masukkan informasi pekerjaan dan gunakan skor untuk membantu
mengidentifikasi faktor risiko yang perlu diperiksa. Total skor
tidak ada hubungan dengan action level suatu objek.
f. Jika individu melakukan sejumlah tugas, nilai masing-masing
secara terpisah dan memprioritaskan tindakan berdasarkan skor
risiko tertinggi.
46
Tabel 2.7 Kekurangan dan Kelebihan Metode
No. Metode Penilaian Kelebihan Kekurangan
1 Quick Exposure
Checklist
1. Mencakup factor-faktor risiko fisik
musculoskeletal .
2. Mudah dipelajari dan digunakan.
3. Mempertimbangkan kombinasi
dan interaksi berbagai factor risiko
di tempat kerja.
4. Memiliki tingkat sensitivitas dan
penggunaan yang tinggi.
5. Melibatkan penilaian dari dua
pihak, pengamat dan pekerja (inter
dan intra observer)
1. Metode ini hanya memungkinkan untuk
melihat kondisi “terburuk” dalam pekerjaan.
2. Dalam hal penilaian beban atau berat benda,
QEC bersifat subjektif dengan
mengandalkan penilaian/perkiraan pekerja,
sehingga seringkali tidak akurat.
3. Efek kumulatif dari semua kegiatan yang
dilakukan selama bekerja diabaikan.
4. Metode ini tidak dapat memprediksi cedera
pada individu.
5. QEC mengabaikan factor-faktor risiko
individu seperti jenis kelamin, usia atau
sejarah medis dalam penilaian tingkat risiko
umum.
2 Baseline Risk
Identifiation of
Ergonomics
Factors
1. Dapat mengkaji hampir seluruh
bagian tubuh (sembilan bagian)
2. Dapat menentukan bagian mana
yang memiliki beban paling berat
3. Dapat mengidentifikasi penyebab
awal MSDs
4. Tidak membutuhkan seorang ahli
ergonomi untuk melakukan
penilaian pekerjaan menggunakan
BRIEF
1. Tidak dapat mengetahui total skor secara
menyeluruh dari suatu pekerjaan
2. Banyak faktor yang harus diuji
3. Membutuhkan waktu pengamatan yang
lebih lama
4. Tidak dapat digunakan untuk manual
handling
47
No. Metode Penilaian Kelebihan Kekurangan
3 Rapid Entire Body
Assesment
(REBA)
1. Merupakan metode yang cepat
untuk menganalisa postur kerja
yang menyebabkan risiko
ergonomi
2. Dapat mengidentifikasi faktor –
faktor risiko dalam pekerjaan
3. Dapat digunakan untuk postur
tubuh yang stabil maupun tidak
stabil
4. Skor akhir dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah,
menentukan prioritas dan
perubahan yang dilakukan
1. Hanya menilai aspek postur dari pekerja
2. Tidak mempertimbangkan kondisi yang
dialami oleh pekerja terutama yang
berkaitan dengan faktor psikososial
3. Tidak menilai kondisi lingkungan kerja
terutama yang berkaitan dengan vibrasi,
temperatur dan jarak pandang
4 Rapid Upper Limb
Assesment
(RULA)
1. Menilai sebuah angka perbedaan
postur selama putaran dalam
bekerja untuk menyiapkan sebuah
profil dari beban otot.
2. Dapat dijadikan tindakan lebih
lanjut dari investigasi dan tindakan
perbaikan.
3. Pemberian skor pada RULA lebih
rinci
4. Mudah digunakan, cepat dam
praktis
1. Hanya untuk pekerjaan dengan postur statis
atau duduk atau berdiri terus menerus,
kurang cocok untuk pekerjaan dengan
gerakan dinamis
2. Tidak ada tinjauan rekam medis
3. Metode ini tidak bisa mengukur gerakan
tangan menggenggam, meluruskan,
memutar dan memerlukan tekanan pada
telapak tangan, dan
4. Metode ini tidak bisa mengukur
antropometri tempat kerja yang dapat
menyebabkan terjadinya postur janggal
5. Assesment of 1. Mudah digunakan, cepat dan 1. Hanya menilai postur bagian atas
48
No. Metode Penilaian Kelebihan Kekurangan
Repetitive Tasks
(ART)
praktis
2. Menilai gerakan repetitif secara
rinci dan jelas
3. Menilai gerakan tangan
menggenggam meluruskan
memutar dan besar grip pada
tangan
4. Dapat menilai gerakan dinamis
2. Hanya untuk menilai gerakan berulang yang
memiliki beban ringan
3. Pada penilaian postur kurang rinci dalam
menilai, hanya sebatas frekuensi dan durasi
postur janggal dilakukan.
6. Manual Handling
Assesment Chart
1. Menilai kegiatan angkat angkut
secara rinci
2. Mudah digunakan
3. Penilaian cepat dan praktis
1. Tidak cocok untuk kegiatan mendorong dan
menarik
2. Tidak dapat menilai risiko tubuh bagian atas
3. Tidak dapat menilai risiko secara penuh.
Pemilihan metode REBA dalam penelitian ini dikarenakan penggunaan metode REBA menilai risiko secara
keseluruhan tubuh, sehingga hal tersebut cocok untuk menilai berbagai kegiatan kerja yang memiliki aktivitas yang
berbeda seperti yang terdapat pada aktivitas kerja pegawai bagian produksi CV. Unique Mandiri Perkasa yang memiliki
proses produksi dan aktivitas kerja yang beragam. Selain itu, pemilihan REBA dalam penelitian ini, karena metode
REBA sesuai dengan tujuan penelitian yaitu ingin mengetahui faktor risiko pekerjaan yang terdapat di CV Unique
Mandiri Perkasa, berupa postur kerja secara keseluruhan, aktivitas berulang dan beban angkut.
49
2.3.3 Faktor Lingkungan
2.3.3.1 Getaran
Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot
bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar,
penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot
(Suma‟mur, 1989). Pekerjaan yang berhubungan dengan getaran akan
mengakibatkan pekerja mengalami mati rasa pada bagian tangan sehingga pekerja
membutuhkan tenaga yang lebih saat bekerja dengan cara menggenggam
(Nursatya, 2008).
Dalam penelitian Andini (2015) dijelaskan bahwa faktor lingkungan berupa
getaran memiliki hubungan terhadap terjadinya keluhan MSDs pada pekerja
(Andini, 2015), hal tersebut di dukung oleh penelitian Magnusson (1996) bahwa
kasus MSDs pada pengemudi sebanyak 50% disebabkan oleh getaran yang
dihasilkan oleh kendaraannya (Magnusson, 1996)
2.3.3.2 Mikroklimat
Perbedaan suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang sangat signifikan akan
mengakibatkan penggunaan energi yang berlebihan dikarenakan adaptasi tubuh
dengan suhu lingkungan, sehingga tubuh menjadi lebih mudah lelah dan
menurunnya kekuatan otot (NIOSH, 1997). Di negara tropis seperti Indonesia
suhu normal yang baik untuk orang Indonesia adalah 22.5 – 26oC dengan
kelembaban udara sebesar 40-75% (Tarwaka, 2004). Sedangkan berdasarkan
PERMENKES No. 1405 Tahun 2002 mengenai persyaratan kesehatan
lingkungan dan industri, standar suhu dalam lingkungan industri adalah 18-30o
C,
dengan kelembaban 65%-95% (Permenkes, 2002).
50
Dalam penelitian Pienimaki (2000) dijelaskan bahwa temperatur ekstrim
yang rendah memiliki hubungan dengan terjadinya keluhan MSDs pada pekerja
dengan OR sebesar (2,2) (Pienimaki, 2000). Serupa dengan Pienimaki, penelitian
yang dilakukan oleh Piedrahita (2004) menjelaskan bahwa temperature ekstrim
dingin menyebabkan keluhan MSDs pada pekerja dengan prevalensi 11,2 dengan
CI (95%) (Piedrahita, 2004). Pada penelitian lain yang dilakukan Magnavita
(2011) menjelaskan bahwa temperatur panas memiliki hubungan yang signifikan
terhadap keluhan MSDs pada pekerja dengan nilai P< 0,005 dan nilai OS sebesar
2,73 (Magnavita, 2011) .
2.3.3.3 Pencahayaan
Pencahayaan merupakan hal yang mempengaruhi penglihatan manusia
untuk dapat melihat objek dengan jelas. Pencahayaan yang kurang
mengakibatkan mata menjadi lebih cepat lelah. Pencahayaan juga merupakan
faktor yang mempengaruhi kejadian keluhan muskuloskeletal pada pekerja,
seperti penelitian yang dilakukan Bridger (1995), diketahui apabila suatu ruang
kerja yang tidak memiliki pencahayaan yang cukup mengakibatkan postur leher
menjadi fleksi ke depan atau menunduk sehingga berisiko mengalami MSDs
(Bridger,1995). PERMENKES No.1405 tahun 2002 menjelaskan, pencahayaan
minimal untuk perindustrian adalah 100 lux dengan kategori pekerjaan kasar dan
tidak dilakukan secara terus menerus (Permenkes, 2002)
Dalam penelitian Magnavita (2011) dijelaskan bahwa pencahayaan
mempengaruhi kejadian keluhan MSDs pada pekerja dengan nila OR sebesar
2,22 (Magnavita, 2011). Hal tersebut didukung dengan penelitian Ghosh (2010)
yang menjelaskan bahwa keluhan MSDs pada penambang emas di India
51
dikarenakan pencahayaan yang kurang yakni hanya sebesar 19 Lux (Ghosh,
2010).
2.4 Upaya Pencegahan MSDs
Gangguan muskuloskeletal merupakan masalah kesehatan kerja yang penting dan
perlu dikelola dengan cara memberlakukan program ergonomi untuk keselamatan dan
kesehatan kerja. Kejadian MSDs dapat dikendalikan dengan program ergonomi yang
elemen-elemennya mencakup:
a. Rekognisi sumber masalah
b. Evaluasi pekerjaan yang diduga mungkin sebagai faktor risiko
c. Identifikasi dan evaluasi faktor-faktor yang menjadi penyebab
d. Melibatkan pekerja sebagai peserta yang memberi tahu secara aktif
e. Menyediakan perlindungan kesehatan yang tepat untuk pekerja yang
mengalami MSDs
Pengendalian program yang umum yang harus diimplementasikan ketika risiko
MSDs dikenali, meliputi:
a. Pendidikan bagi pekerja, supervisor, engineers, dan manajer
b. Melaporkan sejak awal gejala yang dialami oleh pekerja
c. Evaluasi dan pengawasan secara terus menerus data medis, kesehatan, dan
cedera
Pengendalian secara khusus pada pekerjaan yang langsung berhubungan dengan
MSDs mencakup engineering controls dan administrative controls seperti berikut ini:
1. Berikut merupakan pengendalian-pengendalian engineering untuk mengeliminasi
atau mengurangi faktor-faktor risiko pada pekerjaan yang dapat di pertimbangkan:
52
a. Menggunakan metode kerja, seperti analisis gerakan untuk mengeliminasi
pengerahan tenaga dan gerakan yang tidak seharusnya
b. Menggunakan bantuan mesin untuk mengeliminasi atau mengurangi
pengerahan tenaga dalam menggunakan alat dan objek kerja
c. Menyeleksi atau mendesain peralatan untuk mengurangi beban, menghemat
waktu, dan memperbaiki postur
d. Menyediakan tempat kerja yang dapat disesuaikan dengan penggunaannya
untuk mengurangi jangkauan dan memperbaiki postur
e. Mengimplementasikan program dan pengendalian kualitas untuk mengurangi
pergerakan dan beban yang tidak seharusnya, khususnya yang berhubungan
dengan pekerjaan yang tidak memiliki nilai tambah.
2. Pengendalian administratif untuk mengurangi risiko karena pengurangan waktu
pajanan, contohnya sebagai berikut:
a. Mengimplementasikan standar kerja yang memberi izin pekerja untuk berhenti
sejenak atau melakukan peregangan otot seperlunya, paling tidak hal tersebut
dilakukan satu kali dalam satu jam.
b. Merelokasikan penempatan kerja, seperti memberlakukan rotasi pekerja,
sehingga pekerja tidak menghabiskan waktu seluruh shift kerjanya dengan
melakukan atau mengerjakan tuntutan tugas yang tinggi (ACGIH, 2007).
53
2.5 Kerangka Teori
Berdasarkan faktor risiko ergonomi yang merupakan penyebab terjadinya
MSDs yaitu faktor individu, faktor pekerjaan dan faktor lingkungan. Faktor individu
berupa umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, masa kerja, lama kerja, kesegaran
jasmani, indeks masa tubuh, dan kekuatan fisik. Faktor pekerjaan antara lain sikap tidak
alamiah, gerakan repetitif, dan beban angkut. Selanjutnya faktor lingkungan yang
mempengaruhi kejadian MSDs adalah getaran, mikroklimat dan pencahayaan. Adapun
skema yang didapat sebagai berikut:
Sumber : Tarwaka( 2013), Santoso(2004,) Pheasant (1991), Peter Vi ( 2000)
Gambar 2.2 Kerangka Teori
Faktor Pekerjaan
(Postur Kerja, Gerakan
Berulang, Lama
kerja,Beban Angkut)
Faktor Individu
1. Usia
2. Masa Kerja
3. Jenis Kelamin
4. Indeks Masa Tubuh
5. Kebiasaan Merokok
6. Kesegaran Jasmani
7. Beban Kerja
8. Kekuatan Fisik
Faktor Lingkungan:
1. Getaran
2. Mikroklimat
3. Pencahayaan
Keluhan MSDs
54
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemetaan keluhan MSDs
berdasarkan faktor risiko pekerjaan, mengetahui gambaran faktor risiko individu dan
faktor risiko pekerjaan, yaitu faktor individu seperti usia, masa kerja, indeks massa
tubuh, kebiasaan merokok, beban kerja dan kekuatan fisik. Faktor risiko pekerjaan
berupa postur pekerja, gerakan repetitif dan beban angkut pekerja. Pada faktor individu
terdapat beberapa faktor yang tidak diteliti seperti lama kerja, dan kesegaran jasmani.
Lama kerja tidak diteliti karena seluruh pekerja bekerja selama 8 jam sehari. Kesegaran
jasmani tidak diteliti karena berdasarkan hasil studi pendahuluan diketahui bahwa
seluruh pekerja tidak melakukan aktivitas yang dapat meningkatkan kesegaran jasmani
seperti rutin berolah raga. Jenis kelamin tidak diteliti karena semua pekerja memiliki
jenis kelamin laki-laki. Pada faktor lingkungan tidak diteliti karena kondisi lingkungan
bersifat homogen dengan karakteristik memiliki suhu diatas 30oC, pencahayaan
dibawah 100 lux dan secara keseluruhan tidak ada pekerja yang kontak langsung
dengan faktor getaran, sehingga tidak dilakukan penelitian mengenai faktor lingkungan.
Adapun penilaian risiko yang dilakukan adalah menggunakan kuesioner NBM
dan metode penilaian risiko ergonomi berupa REBA untuk menilai postur secara
keseluruhan sehingga hal tersebut cocok untuk menilai berbagai kegiatan kerja yang
memiliki aktivitas yang berbeda seperti yang terdapat pada aktivitas kerja pekerja
bagian produksi CV Unique Mandiri Perkasa yang memiliki proses produksi dan
aktivitas kerja yang beragam. Maka diperoleh kerangka konsep seperti berikut:
55
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Usia
Keluhan MSDs
Masa Kerja
Indeks Massa Tubuh
Kebiasaan Merokok
Beban Kerja
Kekuatan Fisik
Faktor Pekerjaan
56
3.2 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi yang menjelaskan variabel-variabel yang menjadi unsur penting dalam melakukan penelittian.
Pengertian dari tiap-tiap variabel dijelaskan secara jelas supaya pembaca dapat mengerti dan mengetahui maksud dari penelitian.
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Skala
Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
1. Keluhan MSDs Keluhan pada bagian-bagian otot
skeletal yang dirasakan oleh
seseorang mulai dari keluhan
sangat ringan sampai sangat sakit
yang dirasakan oleh pekerja pada
bagian leher, bahu, punggung, siku,
punggung bawah, tangan, paha dan
pinggul, betis, tumit dan kaki, serta
lutut.
Kuesioner ordinal Kuesioner
Nordic Body
Map
1. Ada keluhan: Jika skor NBM 1- 112
2. Tidak ada keluhan: Jika skor NBM 0
(Wilson and Corlett, 1995)
2. Usia Masa hidup pekerja yang dihitung
dari tanggal lahir sampai saat
dilakukan penelitian
Kuesioner Ordinal Kuesioner 1. ≥ 30 tahun
2. < 30 tahun
(Ulfah, 2014).
3. Masa Kerja Waktu kerja responden terhitung
mulai pertama kerja sampai dengan
dilakukannya penelitian
Kuesioner Ordinal Kuesioner 1. > 4 Tahun
2. ≤ 4 Tahun
(Hendra, 2009)
4. Indeks Massa
Tubuh
Kondisi status gizi pekerja saat
dilakukan penelitian yang dihitung
menggunakan rumus
BB(kg)/TB(m)2
Pengukuran
Langsung
Ordinal Timbangan
Berat Badan
Digital dan
Mikrotoise
(Pengukuran
1. Gemuk: jika IMT > 25,01 2. Kurus: jika IMT < 18,5
3. Normal: jika IMT 18,5 - 25,0 (Depkes, 2002)
57
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Skala
Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Tinggi
Badan)
5 Kebiasaan Merokok Kegiatan menghisap rokok yang
dilakukan secara teratur, berulang
dan sulit untuk dihentikan
Menanyakan
pekerja melalui
kuesioner
Ordinal Kuesioner 1. Berat: merokok > 20 batang perhari
2. Sedang: merokok 10-20 batang perhari
3. Ringan : Merokok < 10 batang perhari
(Bustan, 2007)
6. Beban Kerja Beban yang diterima oleh pekerja
sebagai yang diperoleh dari
pekerjaannya dan dinyatakan
dalam jumlah kalori yang
dikeluarkan selama melakukan
pekerjaannya.
Pengukuran berat
badan, dan
observasi
kegiatan kerja
Ordinal Timbangan.
dan Kamera
Digital
1 Sangat berat: Laju Metabolik >465
2 Berat: Laju Metabolik 360- 465
3 Sedang: Laju Metabolik 235 – 360
4 Ringan: Laju Metabolik 125 - 235
5 Istirahat: Laju Metabolik 100 - 125
(Permenkes No. 70 Tahun 2016)
7 Kekuatan Fisik Penilaian terhadap aktivitas otot
tangan pekerja yang diukur
menggunakan hand grip
Mencengkramkan
tangan pada
pegangan
handgrip
Ordinal Hand Grip 1. Kuat
2. Normal
3. Lemah
(Ismaryati, 2006)
8 Penilaian Faktor
Pekerjaan
Pemberian angka terhadap postur
kerja, gerakan berulang, dan beban
angkut pekerja yang diamati
berdasarkan metode penilaian
Observasi Ordinal Kamera
digital, dan
form
penilaian
REBA:
1. Tidak ada risiko jika skor 1
2. Risiko rendah, jika skor 2-3
3. Risiko menengah jika skor 4-7
4. Risiko tinggi, jika skor 8-10
5. Risiko sangat tinggi, jika skor 11+
(Mc Atamney, 2000)
a. Postur Leher Gerakan menunduk, menengadah,
miring dan rotasi leher yang terjadi
pada saat pekerja bekerja.
Observasi Ordinal Kamera
digital, dan
form
REBA :
1. 0-20o Fleksi sampai ekstensi
2. > 20o fleksi atau ekstensi
58
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Skala
Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
penilaian (Mc Atamney, 2000)
b. Postur
Punggung
Gerakan fleksi atau rotasi
punggung yang terjadi pada saat
pekerja bekerja.
Observasi Ordinal Kamera
digital, dan
form
penilaian
1. Lurus
2. 0-20o Fleksi sampai ekstensi
3. 20-60o fleksi atau ekstensi
4. >60o ¬Fleksi
5. Posisi Punggung Memutar atau Miring
(Mc Atamney, 2000)
c. Postur
Lengan Atas
Gerakan aduksi, abduksi, fleksi,
ekstensi pada lengan atas pekerja
yang terjadi pada pekerja saat
bekerja.
Observasi Ordinal Kamera
digital, dan
form
penilaian
1. Fleksi 0-20o
2. 20-45o Fleksi atau >20
o ekstensi
3. 45-90o fleksi
4. >90o Fleksi
5. posisi lengan adducted atau rotated
atau atau jika bahu ditinggikan
(Mc Atamney, 2000)
d. Postur
lengan
bawah
Gerakan aduksi, abduksi, fleksi,
ekstensi pada lengan bawah pekerja
yang terjadi pada pekerja saat
bekerja.
Observasi Ordinal Kamera
digital, dan
form
penilaian
1. 60 o - 100
o fleksi
2. < 20o fleksi atau > 100
o ekstensi
(Mc Atamney, 2000).
e. Postur
pergelangan
tangan
Gerakan fleksi atau ekstensi pada
pergelangan lengan pekerja yang
terjadi pada pekerja saat bekerja.
Observasi Ordinal Kamera
digital, dan
form
penilaian
1. 0- 15o Fleksi
2. > 15 o fleksi atau ekstensi
3. pergelangan memutar
(Mc Atamney, 2000)
f. Postur kaki Gerakan postur kaki pekerja yang
stabil, tidak stabil dan fleksi yang
terjadi pada saat bekerja.
Observasi Ordinal Kamera
digital, dan
form
penilaian
1. Tertopang, bobot merata
2. Tidak tertopang, bobot tidak merata
3. Lutut antara 30-60o fleksi
4. Lutut >60o ¬Fleksi
(Mc Atamney, 2000)
59
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Skala
Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
g. Aktivitas
Berisiko
Pemberian pada pergerakan yang
berisiko berupa gerakan statis,
gerakan berulang, dan gerakan yang
merubah postur kerja yang
dilakukan pekerja
Observasi Ordinal Kamera
digital, dan
form
penilaian,
stopwatch
1. Tidak Memiliki Aktivitas Berisiko
2. Aktivitas Berulang
3. Aktivitas Statis
4. Aktivitas yang menyebabkan perubahan
postur
(Mc Atamney, 2000)
h. Beban
Angkut
Pemberian nilai terhadap kegiatan
angkat angkut yang dilakukan
pekerja ketika melakukan pekerjaan
Observasi Ordinal Kamera
digital, dan
form
penilaian
1. < 5kg
2. 5kg-10kg
3. >10kg
4. Penambahan Secara Tiba-tiba
(Mc Atamney, 2000)
i. Genggaman
tangan
Penilaian terhadap posisi pekerja
saat menggenggam suatu benda
dalam proses pekerjaannya
Observasi Ordinal Kamera
digital, dan
form
penilaian
1. Pegangan Pas dan Genggaman Kuat
2. Pegangan tangan bisa diterima tapi tidak
ideal
3. Pegangan tangan tidak bisa diterima
walau memungkinkan
4. Pegangan tidak aman
(Mc Atamney, 2000)
60
BAB IV
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian 4.1
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan desain cross
sectional. Penelitian ini dilakukan dengan cara membagikan kuesioner untuk mengetahui
keluhan MSDs dan faktor risiko MSDs pada individu. Sedangkan untuk melakukan
penilaian terhadap faktor risiko pekerjaan peneliti menggunakan form Rapid Entire Body
Assesment (REBA) yang dilakukan dengan cara mengamati kegiatan kerja pekerja pada
setiap proses pekerjaan di CV Unique Mandiri Perkasa Bekasi.
4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2017 sampai bulan Mei 2017 dengan
lokasi penelitian berada di Bekasi, di CV Unique Mandiri Perkasa Bekasi.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja bagian produksi CV Unique
Mandiri Perkasa yang berjumlah 40 pekerja. Sampel dalam penelitian ini adalah total
populasi pekerja yang bekerja langsung dan berhubungan dengan proses kerja yang
meliputi proses penakaran bumbu, proses pemotongan dan penggilingan daging, proses
pengadukan, proses pencetakan, proses perebusan, proses pendinginan, dan proses
packing.
Penentuan total populasi dikarenakan berdasarkan perhitungan sample minimum
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
61
Keterangan :
n: Besar sampel minimal yang diperlukan
N: Besar Populasi
D: Tingkat kepercayan atau ketepatan yang diambil
Maka perhitungan besar sampel minimum sebagai berikut:
n =
n =
n = 36, 36, maka sample minimum adalah 37 orang.
Berdasarkan hasil perhitungan sampel minimum, diketahui besaran sampel
minimum adalah 37 pekerja, sehingga pengambilan total populasi sebanyak 40 pekerja
sudah mencukupi.
Adapun kriteria sample dalam penelitian ini adalah pekerja yang tidak mengalami
kecelakaan kerja, atau cedera akibat kecelakaan.
4.4 Alat/ Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya:
1. Kuesioner
Kuesioner digunakan untuk memperoleh data diri pekerja mengenai usia,
masa kerja, dan kebiasaan merokok
2. Kuesioner Nordic Body Map (NBM)
Kuesioner Nordic Body Map (NBM) merupakan instrumen yang
digunakan untuk memperoleh data mengenai keluhan MSDs.
3. Form Rapid Entire Body Assesment, (REBA)
62
Form REBA merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tingkat
risiko pekerjaan berupa postur tubuh, gerakan repetitif dan kegiatan manual
handling pekerja.
4. Kamera Digital
Kamera digital digunakan untuk mendokumentasikan posisi/ postur dan
juga gerakan pada saat observasi pekerja.
5. Stopwatch
Stopwatch digunakan untuk menghitung waktui atau durasi saat bekerja
atau saat melakukan observasi.
6. Timbangan berat badan digital merek Camry
Timbangan digunakan untuk mengukur berat badan pekerja dalam
perhitungan IMT dan juga menghitung beban yang di angkat pekerja saat
melakukan pekerjaan.
7. Mikrotoise merek Seca 206
Mikrotoise digunakan untuk mengukur tinggi badan pekerja dalam
perhitungan IMT pekerja.
8. Handgrip Dynamometer CAMRY EH101
Merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui kekuatan isometri
maksimum otot tangan dan lengan atas.
4.5 Metode Pengambilan Data
Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data primer. Data primer adalah data
yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh suatu organisasi/perusahaan atau perorangan
langsung dari objeknya. Adapun sumber data primer pada penelitian ini diperoleh
melalui:
a. Kuesioner
63
Kuesioner bertujuan untuk mendapatkan data diri pekerja dan faktor risiko
pekerja dengan cara meminta pekerja untuk mengisi secara langsung.
b. Pengukuran Langsung
Tujuan dari pengukuran secara langsung adalah untuk mendapatkan data
mengenai IMT, suhu lingkungan dan juga berat beban yang di angkat oleh pekerja.
c. Observasi
Observasi, bertujuan untuk mendapatkan gambaran tahapan pekerjaan, postur
pekerja, gerakan repetisi pekerja dan kegiatan manual handling pekerja. Pada penelitian
ini observasi dilakukan secara langsung dengan mengamati pekerja dan proses kerja.
Adapun penjelasan pengumpulan data berdasarkan variabel beserta instrumen
penelitian yang digunakan antara lain:
1. Variabel Keluhan MSDs
Keluhan MSDs pada pekerja diperoleh dengan cara menanyakan langsung
pekerja melalui kuesioner NBM, dimana pekerja menentukan titik keluhan dan
tingkat keluhan yang dirasakan sehingga diperoleh skor keluhan MSDs. Adapun
indikator skoringnya adalah tidak sakit mendapatkan nilai 0, agak sakit mendapatkan
nilai 1, sakit mendapatkan nilai 2, dan sangat sakit mendapatkan nilai 3. Berdasarkan
skor tersebut, hasil dari penentuan titik dan tingkat keluhan dijumlahkan, sehingga
diperoleh data:
a. Tidak ada keluhan jika skor NBM 0
b. Rendah apabila total skor NBM 28-49.
c. Sedang jika skor NBM 50-70
d. Tinggi jika skor NBM 71-91 dan
e. Sangat tinggi jika skor NBM 92-112.
2. Variabel Usia
Data usia pekerja diperoleh dengan cara memberikan kuesioner berupa data diri
pekerja yang kemudian diisi oleh pekerja.
64
3. Variabel Masa Kerja
Data mengenai masa kerja diperoleh dengan menanyakan berapa lama telah
bekerja di CV Unique Mandiri Perkasa Bekasi.
4. Variabel Kebiasaan Merokok
Data mengenai jumlah rokok yang dikonsumsi oleh pekerja yang diperoleh
dengan cara memberikan kuesioner yang berisikan pertanyaan mengenai kebiasaan
merokok, jumlah rokok perhari dan jenis rokok yang digunakan.
5. Variabel Indeks Massa Tubuh
Data mengenai indeks massa tubuh diperoleh dengan mengukur berat badan
menggunakan timbangan berat badan, sedangkan pengukuran tinggi badan diperoleh
dengan menggunakan pengukur tinggi badan. Data yang diperoleh adalah:
a. Gemuk : jika IMT > 25,0.
b. Kurus ; jika IMT <18,5.
c. Normal : jika IMT = 18.5-25,0
6. Variabel Beban Kerja
Untuk mengetahui beban kerja pekerja, pertama-tama melakukan pengukuran
berat badan untuk mengetahui metabolisme basal responden. Setelah melakukan
pengukuran, dilakukan pengamatan aktivitas pekerjaan selama minimal 4 jam waktu
kerja. Setelah melakukan pengamatan terhadap aktivitas pekerjaan, peneliti
melakukan perhitungan beban kerja yang diterima responden dengan mengacu pada n
Permenkes No. 70 tahun 2016 Mengenai Standard dan Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Industri. perhitungan beban kerja berdasarkan laju metabolik pada
pekerja menggunakan rumus sebagai berikut:
Kemudian hasil perhitungan disesuaikan dengan tabel berikut:
65
Tabel 4.1 Kategori Laju Metabolik dan Contoh Aktivitas
Kategori Laju Metabolik
(W)** Kegiatan
Istirahat 115
(100-125)*** Duduk
Ringan 180
(125 – 235)***
Duduk sambil melakukan pekerjaan
ringan dengan tangan, atau dengan tangan
dan lengan, dan mengemudi. Berdiri sambil
melakukan pekerjaan ringan dengan lengan
dan sesekali berjalan.
Sedang
300
(235 – 360)***
Melakukan pekerjaan sedang: dengan
tangan dan lengan, dengan lengan dan kaki,
dengan lengan dan pinggang, atau
mendorong atau menarik beban yang ringan.
Berjalan biasa
Berat
415
(360 – 465)***
Melakukan pekerjaan intensif: dengan
lengan dan pinggang, membawa benda,
menggali, menggergaji secara manual,
mendorong atau menarik benda yang berat,
dan berjalan cepat.
Sangat Berat
500
(> 465)***
Melakukan pekerjaan sangat intensif dengan
kecepatan maksimal.
Sehingga data yang diperoleh dari pengukuran beban kerja adalah:
a. Istirahat jika laju metabolik (100-125)
b. Ringan jika laju metabolik (125-235)
c. Sedang jika laju metabolik (235-360)
d. Berat jika laju metabolik (360-465)
e. Sangat berat jika laju metabolik (>465)
7. Variabel Kekuatan Fisik
Untuk mengetahui kekuatan fisik pekerja, dilakukan pengukuran dengan
menggunakan alat handgrip dynamometer. Pengukuran dilakukan sebanyak 5 kali,
kemudian skor yang digunakan merupakan skor rata-rata dari hasil pengukuran.
Kemudian hasil pengukuran di cocokkan dengan tabel indikator kekuatan fisik untuk
mengetahui kategori kekuatan fisik pekerja.
66
Tabel 4.2 Indikator Kekuatan Fisik Handgrip Dynamometer
Usia Pria Wanita
Lemah Normal Kuat Lemah Normal Kuat
10-11 <12,6 12.6-22.4 >22.4 <11.0 11.0-21.6 >21.6
12-13 <19.4 19.4-31.2 >31.2 <14.6 14.6-24.4 >24.4
14-15 <28.5 28.5-44.3 >44.3 <15.5 15.5-27.3 >27.3
16-17 <32.6 32.6-52.4 >52.4 <17.2 17.2-29.0 >29.0
18-19 <35.7 35.7-55.5 >55.5 <19.2 19.2-31.0 >31.0
20-24 <36.8 36.8-56.6 >56.6 <21.5 21.5-35.3 >35.3
25-29 <37.7 37.7-57.5 >57.5 <25.6 25.6-41.4 >41.4
30-34 <36.0 36.0-55.8 >55.8 <21.5 21.5-35.3 >35.3
35-39 <35.8 35.8-55.6 >55.6 <20.3 20.3-34.1 >34.1
40-44 <35.5 35.5-55.3 >55.3 <18.9 18.9-32.7 >32.7
45-49 <34.7 34.7-54.5 >54.5 <18.6 18.6-32.4 >32.4
50-54 <32.9 32.9-50.7 >50.7 <18.1 18.1-31.9 >31.9
55-59 <30.7 30.7-48.5 >48.5 <17.7 17.7-31.5 >31.5
60-64 <30.2 30.2-48.0 >48.0 <17.2 17.2-31.0 >31.0
65-69 <28.2 28.2-44.0 >44.0 <15.4 15.4-27.2 >27.2
70-99 <21.3 21.3-35.1 >35.1 <14.7 14.7-24.5 >24.5
Data yang diperoleh dari pengukuran kekuatan fisik adalah:
a. Lemah
b. Normal
c. Kuat
67
8. Variabel Faktor Pekerjaan
Data mengenai postur tubuh diperoleh dengan cara melakukan pengamatan atau
observasi menggunakan metode Rapid Entire Body Assesment (REBA) yang
digunakan oleh Hignett dan McAtamney (2000). Lembar pengukuran diisi dengan
memberikan skor pada setiap faktor yang dinilai untuk Rapid Entire Body Assesment
(REBA). Penilaian skor metode ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu skor A
(punggung, leher, kaki, dan beban), skor B (lengan atas, lengan bawah, pergelangan
tangan dan pegangan) dan skor C (skor A + Skor B + Activity score). Berikut proses
pengukuran dan penilaian metode REBA:
1) Skor A
Penilaian skor A dibagi menjadi empat bagian yaitu :
a) Posisi Punggung
Pengukuran dilakukan dengan merekam gambar selama proses kerja
berlangsung, lalu menentukan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi
punggung pekerja. Setelah mendapat besar sudut, lakukan penilaian dengan
menentukan hasil skor.
Hasil skor pengukuran terhadap posisi punggung sebagai berikut:
(1) Skor 1 : Lurus / tegak alamiah
(2) Skor 2 : 0o - 20
o fleksion sampai ekstension
(3) Skor 3 : 20 o - 60
o fleksion
(4) Skor 4 : > 60 o fleksion
(5) Skor +1 : jika memutar/miring kesamping
68
Gambar 4.1 Postur Punggung
b) Posisi Leher
Pengukuran dilakukan dengan merekam gambar selama proses kerja
berlangsung, lalu menentukan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi leher
pekerja. Setelah mendapat besar sudut, lakukan penilaian dengan menentukan
hasil skor.
Hasil skor pengukuran terhadap posisi leher sebagai berikut:
(1) Skor 1 : 0 o - 20
o fleksion sampai ekstension
(2) Skor 2 : >20 o fleksion atau ekstension
(3) Skor +1 jika leher memutar ke kanan atau ke kiri
Gambar 4.2 Gambar Postur Leher
c) Posisi Kaki
Pengukuran dilakukan dengan merekam gambar selama proses kerja
berlangsung, lalu menentukan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi kaki
pekerja. Setelah mendapat besar sudut, lakukan penilaian dengan menentukan
hasil skor.
Hasil skor pengukuran terhadap posisi kaki sebagai berikut:
69
(1) Skor 1 : kaki tertopang, bobot tersebar merata jalan atau duduk
(2) Skor 2 : kaki tidak tertopang, bobot tersebar merata/postur tidak stabil
(3) Skor +1 : jika lutut antara 30o - 60
o fleksion
(4) Skor +2 : Jika lutut >60o fleksion ketika tidak duduk
Gambar 4.3 Gambar Postur Kaki
d) Beban
Pengukuran mengenai beban dilakukan dengan menentukan besar beban yang
diangkat atau di angkut oleh pekerja, kemudian dinilai dengan menentukan
skor hasil.
Hasil skor pengukuran terhadap beban sebagai berikut:
(1) Skor 0 : beban <5 Kg
(2) Skor 1 : beban antara 5 – 10 Kg
(3) Skor 2 : beban >10 Kg
(4) Skor +1 : Jika ada penambahan beban secara tiba – tiba
2) Skor B
Penilaian skor B dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
a) Posisi Lengan Atas
Pengukuran dilakukan dengan merekam gambar selama proses kerja
berlangsung, lalu menentukan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi
lengan atas pekerja. Setelah mendapat besar sudut, lakukan penilaian dengan
menentukan hasil skor.
Hasil skor pengukuran terhadap posisi lengan atas sebagai berikut:
70
(1) Skor 1 : 0o - 20
o fleksion sampai ekstension
(2) Skor 2 : > 20o ekstension 20o - 45o fleksion
(3) Skor 3 : 45 o - 90
o fleksion
(4) Skor 4 : > 90 o fleksion
(5) Skor +1 : jika posisi lengan adducted atau rotated
(6) Skor +1 : jika bahu ditinggikan
(7) Skor -1 : jika bersandar, bobot lengan ditopang atau sesuai gravitasi
Gambar 4.4 Postur Lengan Atas
b) Posisi Lengan Bawah
Pengukuran dilakukan dengan merekam gambar selama proses kerja
berlangsung, lalu menentukan besarnya sudut yang terbentuk pada posisi
lengan bawah pekerja. Setelah mendapat besar sudut, lakukan penilaian
dengan menentukan hasil skor.
Hasil skor pengukuran terhadap posisi lengan bawah sebagai berikut:
(1) Skor 1 : 60 o - 100
o fleksion sampai ekstension
(2) Skor 2 : <20 o fleksion atau >100o fleksion
Gambar 4.5 Postur Lengan Bawah
71
c) Pergelangan tangan
Pengukuran dilakukan dengan merekam gambar selama proses kerja
berlangsung, lalu menentukan besarnya sudut yang terbentuk pada
pergelangan pekerja. Setelah mendapat besar sudut, lakukan penilaian dengan
menentukan hasil skor.
Hasil skor pengukuran terhadap posisi pergelangan tangan sebagai berikut:
(1) Skor 1 : 0 o - 15
o fleksion sampai ekstension
(2) Skor 2 : >15 o fleksion atau ekstension
(3) Skor +1 jika tangan memutar ke kanan atau kiri
Gambar 4.6 Postur Pergelangan Tangan
d) Pegangan
Pengukuran dilakukan dengan merekam gambar selama proses kerja
berlangsung, lalu menentukan besarnya sudut yang terbentuk pada
pergelangan pekerja. Setelah mendapat besar sudut, lakukan penilaian dengan
menentukan hasil skor.
Hasil skor pengukuran terhadap posisi pegangan sebagai berikut:
(1) Skor 0 (Good) : pegangan pas dan tepat di tengah, genggaman kuat
(2) Skor 1 (Fair) : pegangan tangan bisa diterima tetapi tidak ideal
(3)Skor 2 (Poor) : pegangan tangan tidak bias diterima walau memungkinkan
(4)Skor 3 (Unacceptable) : dipaksakan pegangan yang tidak aman
Setelah melakukan pengukuran berdasarkan postur kerja, kemudian hasil
pengukuran tersebut diteliti berdasarkan tabel penilaian metode. Penilaian metode
REBA terbagi menjadi empat tahap, tahapan-tahapan tersebut adalah:
72
1) Tabel skor A
Setelah selesai menentukan penilaian kemudian cocokkan hasil
pengukuran skor A yaitu postur punggung, postur leher, postur kaki, dan beban.
Hasil dari pencocokan masing-masing penilaian dengan table skor A pada tahap
ini adalah untuk mendapatkan nilai skor A. Berikut merupakan tabel penilaian
skor A:
Tabel 4.3 Tabel Skor A REBA
Table A
Neck
Legs
1 2 3
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Trunk
Posture
Score
1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6
2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9
Beban
0 1 2 +1
<5kg 5-10 kg >10kg Penambahan
secara tiba-tiba
2) Tabel skor B
Pada tahap ini yaitu mencocokkan skor lengan atas, lengan bawah,
pergelangan tangan dan pegangan. Setelah mencocokkan hasil penilaian, makan
pada tahap ini akan mendapatkan nilai skor B. Berikut tabel penilaian skor B:
Tabel 4.4 Tabel Skor B REBA
Table
B
Lower Arm
Wrist
1 2
1 2 3 1 2 3
Upper Arm
Score
1 1 2 2 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 5 6 7
5 6 7 8 7 8 8
73
Table
B
Lower Arm
Wrist 1 2
6 7 8 8 8 9 9
Pegangan
0 – Good 1 - fair 2- Poor 3- Unacceptable
pegangan pas
dan tepat
ditengah,
genggaman kuat
pegangan
tangan bisa
diterima tapi
tidak ideal
pegangan tangan
tidak bias
diterima walau
memungkinkan
Dipaksakan
pegangan yang
tidak aman
3) Tabel skor C
Pada tahap ini, hasil dari tabel skor A dan tabel skor B dicocokkan
dengan tabel skor C. setelah dicocokkan tambahkan hasil pencocokan dengan
skor aktivitas, sehingga dengan demikian, diperoleh skor akhir yang akan di
cocokkan dengan tabel level risiko tindakan. Berikut tabel penilaian skor C:
Tabel 4.5 Tabel Skor C REBA
Score A (score
from table A
+load/force score)
Table C
Score B, (table B value +coupling score)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7
2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8
3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8
4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9
5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9
6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10
7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11
8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11
9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
Activity Score
74
Score A (score
from table A
+load/force score)
Table C
Score B, (table B value +coupling score)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
+1 = jika 1 atau lebih
bagian tubuh statis, ditahan
lebih dari 1 menit
+1 = jika ada pengulangan
gerakan dalam rentang
waktusingkat, diulang lebih
dari 4 kali per menit 4) Tabel
level risiko dan tindakan (tidak
termasuk berjalan)
+1 = jika gerakan
menyebabkan perubahan
atau pergeseran postur yang
cepat dari posisi awal
4) Tabel Level Risiko dan Tindakan
Pada tahap ini hasil dari tabel skor C dicocokkan kembali untuk
mengetahui besar risiko dari penilaian, dan juga tindakan yang perlu di lakukan.
Berikut tabel level risiko dan tindakan perbaikan REBA:
Tabel 4.6 Tabel Level Risiko dan Tindakan Perbaikan REBA
Level
Action Skor Keterangan Risiko dan Tindakan Perbaikan
0 1 Risiko dapat ditiadakan
1 2 – 3 Risiko rendah, perubahan mungkin dibutuhkan
2 4 – 7 Risiko menengah, investigasi lebih lanjut, perubahan
segera
3 8 – 10 Risiko tinggi, investigasi dan lakukan perubahan
4 11+ Risiko sangat tinggi dan lakukan perubahan
4.6 Pengolahan Data
Dalam pengolahan data yang telah diperoleh/dikumpulkan dilakukan melalui
beberapa tahap, yaitu sebagai berikut:
4.6.1 Coding
Coding merupakan kegiatan memberikan kode pada jawaban kuesioner yang ada untuk
mempermudah proses pengolahan dalam komputerisasi. Pengkodean ini dijadikan
sebagai langkah awal pengolahan data. Mengkode jawaban adalah merubah data
75
berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka. Pada proses coding ini, variabel
independen dan dependen akan diberi kode untuk memudahkan dalam menganalisa.
a. Variabel Keluhan MSDs
Pada variabel ini, coding yang dilakukan adalah 0. Jika ada keluhan MSDs 1. Jika
tidak ada keluhan MSDs
b. Variabel Usia
Pada variabel ini, coding yang dilakukan adalah 0. Usia ≥ 30 tahun dan 1. < 30
tahun.
c. Variabel Masa Kerja
Pada variabel ini, coding yang dilakukan adalah 0. Massa kerja > 4 tahun dan 1.
Massa kerja ≤ 4 tahun
d. Variabel Indeks Massa Tubuh
Pada variabel ini, coding yang dilakukan 0. Jika IMT pekerja > 25, 01. Jika IMT
pekerja < 18,5 dan, 2. Jika IMT pekerja 18,6 – 25.
e. Variabel Kebiasaan Merokok
Pada variabel ini coding yang dilakukan adalah 0. jika kebiasaan merokok pekerja
berat, 1. Jika kebiasaan merokok pekerja sedang, dan 2. Pekerja memiliki kebiasaan
merokok ringan.
f. Variabel Beban Kerja
Pada variable ini coding yang dilakukan adalah 0. jika beban kerja pekerja sangat
berat, 1. Jika beban kerja pekerja berat, 2. Jika beban kerja pekerja sedang 3.
Pekerja memiliki beban kerja ringan dan 4. Jika beban kerja pekerja dalam kategori
istirahat.
g. Variabel Kekuatan Fisik
Pada variable ini coding yang dilakukan adalah 0. jika kekuatan fisik pekerja lemah,
1. Jika kekuatan fisik pekerja normal, 2. Jika kekuatan fisik pekerja kuat.
h. Variabel Faktor Pekerjaan
Pada variabel ini coding yang dilakukan adalah 0. Jika skor penilaian pada REBA
11+ dan 1. Jika skor penilaian pada REBA 8-10, 2. Jika Jika skor penilaian pada
REBA 4-7, 3. Jika skor penilaian pada REBA 2-3, dan 4. Jika skor penilaian pada
REBA 1 .
1) Postur leher, pada variabel ini coding yang dilakukan adalah 0 jika posisi leher
> 20o fleksi atau ekstensi dan 1 jika posisi leher 0-20o Fleksi sampai ekstensi.
76
2) Postur punggung pada variabel ini coding yang dilakukan adalah 4 jika posisi
punggung Lurus, 3 jika posisi punggung 0-20o Fleksi sampai ekstensi, 2 jika
posisi punggung 20-60o fleksi atau ekstensi, 1 jika posisi punggung >60o Fleksi
dan 0 jika Posisi Punggung Memutar atau Miring.
3) Postur lengan atas pada variabel ini coding yang dilakukan adalah skor 4 jika
postur lengan atas Fleksi 0-20o, 3 jika posisi lengan atas 20-45o Fleksi atau
>20o ekstensi, 2 jika posisi lengan atas45-90o fleksi, 1 jika posisi lengan atas
>90o Fleksi, dan 0 jika posisi lengan adducted atau rotated atau atau jika bahu
ditinggikan.
4) Postur lengan bawah pada variabel ini coding yang dilakukan adalah 1 jika
postur lengan bawah 60 o - 100
o fleksi dan 1 jika posisi lenan bawah < 20o
fleksi atau > 100o ekstensi.
5) Postur pergelangan tangan pada variabel ini coding yang dilakukan adalah skor
2 jika posisi pergelangan tangan 0- 15o Fleksi, 1 jika posisi per> 15
o fleksi atau
ekstensi dan 0 jika pergelangan memutar.
6) Postur kaki pada variabel ini coding yang dilakukan adalah skor 3 jika kaki
Tertopang, bobot merata, 2 jika kaki Tidak tertopang, bobot tidak merata, 1 jika
Lutut antara 30-60o fleksi dan 0 jika Lutut >60
o Fleksi
7) Beban angkut, pada variabel ini coding yang dilakukan adalah skor 3 jika beban
< 5kg, 2 jika beban 5kg-10kg, 1 jika beban>10kg dan 0 jika terdapat
penambahan beban secara tiba-tiba.
8) Aktivitas berisiko, pada variabel ini coding yang dilakukan adalah akor 1 jika
tidak memiliki aktivitas berisiko, 0 jika terdapat aktivitas berulang atau aktivitas
statis atau aktivitas yang menyebabkan perubahan postur.
9) Genggaman tangan, pada variabel ini coding yang dilakukan adalah skor 3 jika
pegangan pas dan genggaman kuat, 2 jika pegangan tangan bisa diterima tapi
77
tidak ideal, 1 jika pegangan tangan tidak bisa diterima walau memungkinkan
dan 0 jika pegangan tidak aman.
4.6.2 Editing
Editing merupakan proses sebelum pengolahan dara, data tersebut diedit terlebih
dahulu dengan tujuan untuk mengoreksi data yang meliputi kelengkapan pengisian
jawaban kuesioner, konsistensi atas jawaban dan kesalahan jawaban pada kuesioner.
Sehingga dapat diperbaiki jika dirasakan masih ada kesalahan dan keraguan atas data
tersebut.
4.6.3 Entry Data
Data yang telah dilakukan pengkodean tersebut kemudian dimasukkan dalam program
komputer untuk selanjutnya akan diolah.
4.6.4 Cleaning Data
Cleaning data merupakan proses pengecekan kembali data yang sudah dientri untuk
melihat adanya kesalahan atau tidak. Tahapan cleaning data bertujuan untuk
mengetahui missing data, mengetahui variasi data, dan mengetahui konsistensi data.
Teknik dan Analisis Data 4.7
Analisis data merupakan kelanjutan dari tahapan pengolahan data. Setelah data
diberi nilai dan dimasukkan (entry), data kemudian dianalisa dengan menggunakan
komputer. Analisis yang dilakukan adalah analisis univariat untuk memperoleh
gambaran dari setiap variabel yang diamati. Pengolahan dan analisis data pada penelitian
ini akan menggunakan software untuk menghitung hasil pengukuran subjektif yang
menggunakan kuesioner yang telah diisi oleh responden dan juga menggunakan form
REBA untuk menilai tingkat risiko faktor pekerjaan.
Analisa univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi,
persentase, dan statistik deskriptif dari setiap variabel yang diteliti. Analisis ini akan
disajikan dalam bentuk tulisan, tabel, maupun grafik. Variabel yang di analisis ialah
78
variabel dependen dan independen. Variabel tersebut ialah keluhan MSDs, , usia, masa
kerja, indeks massa tubuh, beban kerja, dan faktor pekerjaan (berupa postur kerja,
gerakan berulang dan beban angkut).
Pemetaan keluhan muskuloskeletal disorders berdasarkan faktor risiko pekerjaan
dilakukan dengan menggunakan metode Nordic Body Map (NBM) dalam proses
mapping. Untuk menunjukkan besaran masalah pada saat mapping digunakan kode
warna dengan keterangan sebagai berikut:
a. Biru untuk besaran masalah 0%.
b. Hijau untuk besaran masalah 1% hingga 25%.
c. Kuning untuk besaran masalah 26% hingga 50%.
d. Jingga untuk besaran masalah 51% hingga 75%.
e. dan Merah untuk besaran masalah lebih dari 75%.
79
BAB V
HASIL PENELITIAN
Gambaran Lokasi Penelitian 5.1
Penelitian ini dilakukan di CV. Unique Mandiri Perkasa yang merupakan salah
satu pabrik manufaktur bidang makanan yang memproduksi bakso. CV Unique Mandiri
Perkasa berlokasi di Jalan Raya Pasar Kecapi, RT.04 RW.02, Kelurahan Jatiwarna,
Bekasi Jawa Barat. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1995 dengan nama CV Idola
Jaya dan sempat mengalami beberapa pergantian nama sampai akhirnya pada tahun
2006 perusahaan ini menggunakan nama CV Unique Mandiri Perkasa.
CV Unique Mandiri Perkasa saat ini memiliki jumlah karyawan sekitar 50
pekerja yang terbagi dalam beberapa kelompok kerja (divisi) yang dikepalai oleh
masing-masing seorang kepala divisi. Adapun divisi-divisi yang ada di CV. Unique
Mandiri Perkasa saat ini adalah Administrasi dan Management, Divisi Produksi dimana
dalam divisi ini terdapat beberapa bagian yaitu Ingredients ( Peracikan Adonan ),
Mixing Adonan (pengadukan Adonan), Pemotongan dan Penggilingan Daging, Forming
( Pencetakan Bakso ), Boilling ( Perebusan ), Cooling (Pendinginan ), Packaging dan
yang terakhir adalah Divisi Pemasaran.
Sesuai dengan komitmen awal berdirinya CV. Unique Mandiri Perkasa yang
ingin menyajikan produk halal dan berkualitas, maka dalam pemilihan bahan baku pun
sangatlah selektif dengan mengutamakan bahan baku yang sudah bersertifikasi halal dari
LPOM MUI. Bahan baku digolongkan kepada dua jenis kriteria yakni : Bahan Baku
Utama & Bahan Baku Penolong. Jenis dan merek bahan baku yang dipakai diantaranya:
daging 65 CL, daging ayam, sagu aren, dan tapioka yang merupakan bahan utama.
Sedangkan bahan penolongnya berupa penyedap rasa, benzoat, potas sorbet, fibrisol,
benzoate acid, union, dan kaldu sapi.
80
Proses produksi dalam pembuatan bakso di CV Unique Mandiri perkasa masih
menerapkan sistem produksi yang semi otomatis dimana dalam prosesnya masih dibantu
oleh tenaga manusia untuk melakukan perpindahan dari proses satu ke proses lainnya.
Dalam proses pematangan bakso, pihak CV Unique Mandiri Perkasa menggunakan
steam atau uap yang mana dapat menurunkan cost produksi dibandingkan dengan
penggunaan gas maupun batu bara. Namun penggunaan steam atau uap yang tidak
didukung dengan ventilasi yang baik seperti yang terdapat di CV Unique Mandiri
Perkasa dapat mengakibatkan peningkatan suhu lingkungan. Adapun proses produksi
bakso CV Unique Mandiri Perkasa pada gambar 5.1:
81
Gambar 5.1 Alur Proses Produksi
Persiapan Bahan Baku
Memotong daging
sapi dan daging
Ayam
Menggiling daging
yang telah dipotong
Menimbang daging
sesuai komposisi
bakso
Menimbang
bahan baku yang
dibutuhkan
Meracik bumbu
dan penambahan
rasa pada bahan
Baku
Persiapan Bumbu Pemotongan
Daging
Pengolahan Bahan Baku
Pengadukan
Bahan
Pencetakan
Mencampurkan
seluruh bahan
baku
Bahan baku di
aduk
menggunakan
mesin pengaduk
Memasukan adonan
yang sudah di aduk
ke mesin pencetak
Bakso
Memindahkan bakso
yang sudah di cetak
ke panci perebusan
Perebusan Bakso
Merebus bakso
yang telah di cetak
Memindahkan
bakso yang
matang ke proses
pendinginan
Pendinginan
Bakso
Mendinginkan
bakso dengan
kipas di meja
pendingin
Memindahkan
bakso yang telah
dingin ke bagian
Packing
Pengolahan Bahan Baku
Pengepakan
Bakso
Bakso yang telah
dingin di masukan
ke bungkus sesuai
jenis bakso
82
1. Persiapan Bahan Baku
Pada proses persiapan bahan baku terbagi menjadi 2 bagian, yaitu
penyiapan bumbu dan penyiapan daging. Adapun proses keduanya
sebagai berikut:
a. Menyiapkan bumbu
Pada proses ini pertama pekerja menimbang sagu maupun
tepung yang kemudian tepung dan terigu dimasukan ke dalam
wadah. Setelah tepung dan bumbu dimasukkan kedalam wadah dan
ditimbang, kemudian memasukkan bumbu tambahan ke dalam
tepung tersebut guna menciptakan rasa yang enak. Setelah
menambahkan bumbu, seluruh bahan dipindahkan ke ruang
pengadukan untuk diaduk dengan bahan lainnya.
b. Penyiapan daging
Daging merupakan bahan baku utama pembuatan bakso,
dimana daging dalam proses produksi CV Unique Mandiri Perkasa
menggunakan daging beku dan daging ayam potong. Pada proses
penyiapan daging, aktivitas yang dilakukan pekerja adalah pertama
mengambil daging dari ruang penyimpanan beku, kemudian daging
diangkut ke meja pemotongan dan daging dipotong kecil-kecil.
Setelah menjadi potongan kecil, daging diangkat ke alat
penggilingan daging, lalu daging ditimbang untuk disesuaikan
dengan resep bakso yang ingin dibuat.
83
2. Pengadukan Bahan Baku
Pada proses ini seluruh bahan baku yang telah disiapkan sesuai
dengan klasifikasi bakso atau produk yang akan dibuat dituang ke
mesin pengaduk atau mixer bakso lalu seluruh bahan diaduk hingga
adonan menjadi kalis. Pada proses ini juga terdapat penambahan bahan
baku berupa sagu dan es batu untuk menciptakan produk yang
berkualitas dan mencegah gagalnya dalam pencetakan bakso.
3. Pencetakan
Pada proses pencetakan bakso, aktivitas yang dilakukan oleh
pekerja bagian ini adalah mengangkut bak yang berisi adonan dari
ruang pengadukan. Kemudian adonan dimasukkan kedalam mesin
pencetak. Setelah memasukkan adonan, pekerja harus memastikan
bentuk dari bakso sesuai dengan jenis bakso yang dicetak. kemudian
apabila bentuk sudah sempurna, bakso dipindahkan ke bak atau
langsung diangkut menggunakan saringan untuk di rebus pada bagian
perebusan. Pada proses pencetakan CV Unique Mandiri Perkasa
menggunakan bak berisikan air panas yang dipanaskan oleh uap panas
supaya bakso setelah dicetak tidak hancur ketika akan dipindahkan ke
bagian perebusan.
4. Perebusan
Setelah melalui proses pencetakan dan bakso sudah membentuk
bulat, kemudian bakso di rebus di panci besar berisikan air mendidih.
Pada proses ini aktivitas pekerja adalah mengambil bakso pada wadah
penyimpanan sementara bakso yang telah di cetak lalu memasukkan
84
kedalam panic untuk memasak bakso tersebut agar bakso matang.
Setelah beberapa saat bakso diangkat dan dipindahkan ke keranjang
untuk dibawa ke ruangan pendinginan.
5. Pendinginan
Setelah bakso matang, kemudian bakso dipindahkan ke ruang
pendinginan untuk menurunkan suhu bakso sehingga bakso dapat di
kemas dan siap dipasarkan. Dalam proses ini, aktivitas yang dilakukan
pekerja adalah mengambil bakso yang sudah dipindahkan ke keranjang
oleh pekerja perebusan, kemudian dipindahkan ke ruangan
pendinginan, kemudian bakso diangkat dan dituangkan ke meja
pendinginan yang man diatas meja pendinginan terdapat kipas yang
membantu proses pendinginan. Setelah bakso dituang diatas meja,
pekerja membalikkan bakso agar penurunan suhu merata. Setelah
cukup dingin, bakso dimasukkan kedalam keranjang dan dibawa ke
bagian packing.
6. Packing
Pada proses ini setelah bakso didinginkan dan dipindahkan dari
ruang pendinginan, pekerja mengangkut bakso ke atas meja. Setelah
diangkut dan dituang diatas meja, bakso dihitung, dan dimasukkan
kedalam bungkus sesuai dengan jenis baksonya. Kemudian kemasan di
press dengan alat press, dan bakso siap di pasarkan.
85
Keluhan Muskuloskeletal Disorders Pekerja 5.2
Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot
skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan
sampai sangat sakit. Faktor- faktor yang menyebabkan terjadinya keluhan
muskuloskeletal terdiri dari faktor risiko individu dan faktor risiko
pekerjaan. Pada faktor risiko individu terdiri dari beberapa variable yaitu
usia, masa kerja, kebiasaan merokok, indeks massa tubuh, kekuatan fisik
dan beban kerja. Adapun distribusi keluhan muskuloskeletal pada
penelitian ini dijelaskan pada tabel 5.1 sebagai berikut:
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Tingkat Keluhan Muskuloskeletal Pekerja
Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017
Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%)
Keluhan MSDs
Pekerja
Ada keluhan 38 95,0%
Tidak ada
keluhan 2 5,0%
Total 40 100,0%
Berdasarkan tabel 5.1 di atas, responden yang memiliki tingkat
keluhan MSDs rendah sebanyak 38 pekerja atau sebesar 95%, dan
responden yang sama sekali tidak memiliki keluhan MSDs adalah sebesar
2 pekerja atau sebesar 5%. Adapun rincian dari keluhan MSDs pada
pekerja sebagai berikut:
86
Gambar 5.2 Grafik Distribusi Keluhan MSDs Pada Pekerja Produksi CV
Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017
1. Gambaran Keluhan MSDs Pada Bagian Leher
Berdasarkan gambar 5.2 di atas diketahui bahwa responden yang
memiliki keluhan muskuloskeletal disorders pada bagian leher sebanyak
23 pekerja (57,5%), sedangkan pekerja yang tidak memiliki keluhan
muskuloskeletal disorder pada bagian leher sebanyak 17 pekerja (42,5%).
2. Gambaran Keluhan MSDs Pada Bagian Bahu
Berdasarkan grafik 5.2 di atas, responden yang memiliki keluhan
MSDs pada bagian bahu sebanyak 15 pekerja atau sebesar 37,5%,
sedangkan responden yang tidak memiliki keluhan MSDs pada bagian
bahu sebanyak 25 pekerja atau sebesar 62,5%.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Ada Keluhan Tidak Ada Keluhan
87
3. Gambaran Keluhan MSDs Pada Bagian Punggung
Berdasarkan gambar 5.2 responden yang memiliki keluhan MSDs
pada bagian punggung sebanyak 25 pekerja atau sebesar 62,5%, sedangkan
responden yang tidak memiliki keluhan MSDs pada bagian punggung
sebanyak 15 pekerja atau sebesar 37,5%.
4. Gambaran Keluhan MSDs Pada Bagian Siku
Berdasarkan gambar 5.2 responden yang memiliki keluhan MSDs
pada bagian siku sebanyak 3 pekerja atau sebesar 7,5%, sedangkan
responden yang tidak memiliki keluhan MSDs pada bagian siku sebanyak
37 pekerja atau sebesar 92,5%.
5. Gambaran Keluhan MSDs Pada Bagian Punggung Bawah
Berdasarkan gambar 5.2 responden yang memiliki keluhan MSDs
pada bagian punggung bawah sebanyak 25 pekerja atau sebesar 62,5%,
sedangkan responden yang tidak memiliki keluhan MSDs pada bagian
punggung bawah sebanyak 15 pekerja atau sebesar 37,5%.
6. Gambaran Keluhan MSDs Pada Bagian Tangan
Berdasarkan gambar 5.2 responden yang memiliki keluhan MSDs
pada bagian tangan sebanyak 16 pekerja atau sebesar 40%, sedangkan
responden yang tidak memiliki keluhan MSDs pada bagian tangan
sebanyak 24 pekerja atau sebesar 60%.
7. Gambaran Keluhan MSDs Pada Bagian Paha dan Pinggul
Berdasarkan gambar 5.2 responden yang memiliki keluhan MSDs
pada bagian paha dan pinggul sebanyak 10 pekerja atau sebesar 25%,
88
sedangkan responden yang tidak memiliki keluhan MSDs pada bagian
paha dan pinggul sebanyak 30 pekerja atau sebesar 75%.
8. Gambaran Keluhan MSDs Pada Bagian Betis
Berdasarkan gambar 5.2 responden yang memiliki keluhan MSDs
pada bagian betis sebanyak 17 pekerja atau sebesar 42,5%, sedangkan
responden yang tidak memiliki keluhan MSDs pada bagian paha dan
pinggul sebanyak 23 pekerja atau sebesar 57,5%.
9. Gambaran Keluhan MSDs Pada Bagian Tumit dan Kaki
Berdasarkan gambar 5.2, responden yang memiliki keluhan MSDs
pada bagian tumit dan kaki sebanyak 9 pekerja atau sebesar 22,5%,
sedangkan responden yang tidak memiliki keluhan MSDs pada bagian
tumit dan kaki sebanyak 31 pekerja atau sebesar 77,5%.
10. Gambaran Keluhan MSDs Pada Bagian Lutut
Berdasarkan gambar 5.2, responden yang memiliki keluhan MSDs
pada bagian lutut sebanyak 11 pekerja atau sebesar 27,5%, sedangkan
responden yang tidak memiliki keluhan MSDs pada bagian lutut sebanyak
29 pekerja atau sebesar 72,5%.
Faktor Risiko Individu Pekerja 5.3
Berikut adalah gambaran distribusi faktor risiko individu pekerja
produksi CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017:
89
Tabel 5.2 Gambaran Variabel-variabel Independen Pada Pekerja Produksi
Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017
No Variabel Kategori Frekuensi
N %
1 Usia >30 tahun 20 50,0%
≤ 30 tahun 20 50,0%
2 Masa Kerja > 4 Tahun 12 30,0%
≤ 4 Tahun 28 70,0%
3 Kebiasaan
Merokok
Sedang 12 30,0%
Ringan 17 42,5%
Tidak Merokok 11 27,5%
4 Indeks Massa
Tubuh
Gemuk 15 37,5%
Kurus 2 5,0%
Normal 23 57,5%
5 Beban Kerja
Berat 7 17,5%
Sedang 9 22,5%
Ringan 24 60,0%
6 Kekuatan Fisik Lemah 35 87,5%
Normal 5 12,5%
1. Gambaran Usia Pekerja
Berdasarkan tabel 5.2 diatas, responden yang memiliki usia lebih
dari 30 tahun sebanyak 20 pekerja atau sebesar 50%, sedangkan responden
yang memiliki usia kurang dari sama dengan 30 tahun juga sebanyak 20
pekerja atau sebesar 50%.
2. Gambaran Masa Kerja Pekerja
Berdasarkan tabel 5.2 diatas, responden yang memiliki masa kerja
lebih dari 4 tahun sebanyak 12 pekerja atau sebesar 30%, sedangkan
responden yang memiliki masa kerja kurang dari sama dengan 4 tahun
sebanyak 28 pekerja atau sebesar 70%.
3. Gambaran Kebiasaan Merokok Pekerja
Berdasarkan tabel 5.14 diatas, responden yang memiliki kebiasaan
merokok sedang sebanyak 12 pekerja atau sebesar 30%, responden yang
90
memiliki kebiasaan merokok ringan sebanyak 17 pekerja atau sebesar
42,5%, sedangkan responden yang tidak merokok sebanyak 11 pekerja
atau sebesar 27,5%.
4. Gambaran Indeks Massa Tubuh Pekerja
Berdasarkan tabel 5.15 diatas, responden yang memiliki indeks
massa tubuh gemuk sebanyak 15 pekerja atau sebesar 37,5%, responden
yang memiliki indeks massa tubuh kurus sebanyak 2 pekerja atau sebesar
5%, sedangkan responden yang memiliki indeks massa tubuh normal
sebanyak 23 pekerja atau sebesar 57,5%.
5. Gambaran Beban Kerja Pekerja
Berdasarkan tabel 5.16, responden yang memiliki beban kerja berat
sebanyak 7 pekerja atau sebesar 17,5%, responden yang memiliki beban
kerja sedang sebanyak 9 pekerja atau sebesar 22,5%, sedangkan responden
yang memiliki beban kerja ringan sebanyak 24 pekerja atau sebesar 60%.
6. Gambaran Kekuatan Fisik Pekerja
Berdasarkan tabel 5.2 diatas, responden yang memiliki kekuatan
fisik lemah sebanyak 35 pekerja atau sebesar 87,5%, sedangkan responden
kekuatan fisik normal sebanyak 5 pekerja atau sebesar 12,5%.
Faktor Risiko Pekerjaan Pekerja 5.4
Berikut adalah gambaran distribusi faktor risiko Pekerjaan pekerja
produksi CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017:
91
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Faktor Risiko Pekerjaan Pekerja Produksi
CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017
NO Faktor Risiko Pekerjaan Frekuensi
N Persentase
1 Rendah 24 60,0 %
2 Sedang 9 22,5 %
3 Tinggi 7 17,5 %
Total 40 100,0%
Berdasarkan tabel 5.3 responden yang memiliki faktor risiko
pekerjaan tinggi sebanyak 7 pekerja atau sebesar 17,5%, pekerja dengan
faktor risiko pekerjaan sedang sebanyak 9 pekerja atau sebesar 22,5%
sedangkan pekerja dengan faktor risiko pekerjaan rendah sebanyak 24
pekerja atau sebesar 60%.
Pemetaan Keluhan Muskuloskeletal Disorders Berdasarkan Faktor 5.5
Risiko Pekerjaan
Berikut merupakan hasil distribusi frekuensi faktor risiko pekerjaan
terhadap terjadinya keluhan MSDs pada pekerja produksi CV Unique
Mandiri Perkasa Bekasi yang terdapat pada tabel 5.4:
Tabel 5.4 Distribusi Faktor Risiko Pekerjaan Terhadap Terjadinya Keluhan
MSDs Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017
Faktor Risiko Pekerjaan
Keluhan MSDs
Ya Tidak
N % N %
Rendah 23 95.8% 1 4.2%
Sedang 9 100% 0 0%
Tinggi 6 85.7% 1 14.3%
Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui bahwa pekerja yang memiliki
faktor risiko pekerjaan dengan kategori tinggi sebanyak 6 pekerja atau
85.7% mengalami keluhan MSDs, pekerja dengan kategori sedang
92
sebanyak 9 pekerja atau 100% mengalami keluhan MSDs, sedangkan
pekerja dengan faktor risiko pekerjaan dengan kategori rendah sebanyak
23 pekerja atau 95.8% pekerja mengalami keluhan MSDs.
5.5.1 Pemetaan Keluhan MSDs Bagian Leher Berdasarkan Postur Leher
Penilaian postur leher dilakukan berdasarkan metode observasi
REBA. Adapun kategori penilaian REBA sebagai berikut: skor 1 jika
posisi leher dalam keadaan 0-20o Fleksi sampai ekstensi, skor 2 jika posisi
leher > 20o fleksi atau ekstensi, dan skor +1 jika posisi leher memutar atau
miring ke kanan atau ke kiri.
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Posisi Leher Berdasarkan skoring REBA
Pada Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017
Posisi Leher Frekuensi Persentase
0-20o Fleksi sampai ekstensi 6 15,0%
> 20o fleksi atau ekstensi 34 85,0%
Berdasarkan tabel 5.5 dketahui bahwa pekerja yang memiliki
postur yang lebih berisiko atau dengan postur leher > 20o
fleksi atau
ekstensi sebanyak 34 pekerja atau sebesar 85,0%.
Berikut merupakan gambar pekerja dengan postur leher > 20o
fleksi
atau ekstensi
93
a b
Gambar 5.3 Gambar Postur Leher Pekerja
Gambar (a) merupakan aktivitas pekerja sedang melakukan
perhitungan bakso pada bagian packing. Sedangkan gambar (b)
menunjukkan pekerja bagian pencetakan sedang mengawasi hasil cetakan
bakso. Pada gambar 5.3 dijelaskan bahwa kedua pekerja memiliki postur
leher yang menunduk lebih dari 20o fleksi atau ekstensi.
Adapun hasil distribusi frekuensi postur leher berdasarkan proses
produksi pada pekerja produksi bakso di CV Unique Mandiri Perkasa
sebagai berikut:
94
Gambar 5.4 Distribusi Frekuensi Postur Leher berdasarkan Proses Produksi
Pada Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017
Berdasarkan gambar 5.4 diketahui bahwa berdasarkan seluruh
proses produksi yang terdapat pada CV Unique Mandiri Perkasa yang
memiliki postur berisiko paling banyak adalah proses produksi persiapan
bumbu, pengadukan, proses pencetakan, proses perebusan dan proses
pendinginan yakni seluruh pekerja pada proses tersebut memiliki postur
yang berisiko.
Hasil distribusi frekuensi dari postur leher terhadap terjadinya
keluhan MSDs pada bagian leher dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut:
Tabel 5.6 Distribusi Postur Leher Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs
Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017
Posisi Leher
Keluhan Leher
Ya Tidak
N % N %
0-20o Fleksi sampai ekstensi 3 50,0% 3 50,0%
> 20o fleksi atau ekstensi 20 58,8% 14 41,2%
2, 100%
3, 75%
1, 100%
6, 100%
3 100%
3, 100%%
16, 76.2%
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
0-20o Fleksi sampai ekstensi > 20o Fleksi atau ekstensi
95
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa pekerja yang bekerja
dengan postur leher > 20o fleksi atau ekstensi sebanyak 20 pekerja
mengalami keluhan MSDs pada bagian leher, atau sebesar 58,8%.
5.5.2 Pemetaan Keluhan MSDs Bagian Bahu Berdasarkan Postur Lengan
Penilaian postur lengan atas dilakukan berdasarkan metode
observasi REBA. Adapun kategori penilaian REBA sebagai berikut: skor 1
jika posisi lengan 0o - 20
o fleksion sampai ekstension, skor 2 jika posisi
lengan atas > 20o ekstension 20o - 45o fleksion, skor 3 jika posisi lengan
atas 45 o
- 90 o
fleksion, skor 4 jika posisi lengan > 90 o
fleksion, skor +1
jika posisi lengan adducted atau rotated atau jika bahu ditinggikan.
Adapun hasil distribusi frekuensi dari postur lengan atas pada
pekerja produksi CV Unique Mandiri Perkasa sebagai berikut:
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Posisi Lengan Atas Berdasarkan skoring
REBA Pada Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun
2017
Posisi Lengan Atas Frekuensi Persentase
Fleksi 0-20o 16 40,0%
20-45o Fleksi atau >20
o ekstensi 13 32,5%
45-90o fleksi 7 17,5%
>90o Fleksi 4 10,0%
posisi lengan adducted atau
rotated atau jika bahu
ditinggikan
0 0,0%
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui pekerja yang bekerja dengan posisi
lengan atas paling berisiko yakni posisi lengan atas fleksi >90o sebanyak 4
pekerja atau sebesar 10,0%.
Berikut merupakan contoh pekerja dengan postur lengan atas 45-
90o fleksi:
96
Gambar 5.5 Postur Lengan Atas Pekerja
Pada gambar 5.5 menjelaskan bahwa pekerja bagian pendinginan
sedang membolak-balikan bakso agar bakso dngin secara merata. Pada
gambar dijelaskan pekerja memiliki postur yang melebihi postur alamiah
yakni fleksi 0-20o.
Adapun hasil distribusi frekuensi postur lengan atas berdasarkan
proses produksi pada pekerja produksi bakso di CV Unique Mandiri
Perkasa sebagai berikut:
97
Gambar 5.6 Distribusi Frekuensi Postur Lengan Atas berdasarkan Proses
Produksi Pada Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun
2017
Berdasarkan gambar 5.6 diketahui bahwa berdasarkan seluruh
proses produksi yang terdapat pada CV Unique Mandiri Perkasa yang
memiliki postur yang paling berisiko paling banyak adalah proses produksi
pendinginan yakni seluruh pekerja pada proses tersebut memiliki postur
lengan atas yang paling berisiko yakni fleksi >90o.
Hasil distribusi frekuensi dari postur lengan atas terhadap
terjadinya keluhan MSDs pada bagian punggung dapat dilihat pada tabel
5.8 berikut:
0 0 0 16.7%
0
100%
0
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
0-20⁰ Fleksi 20-45⁰ Flexi atau >20⁰ extensi 45-90⁰ fleksi >90⁰ Fleksi
98
Tabel 5.8 Distribusi Postur Lengan Atas Terhadap Terjadinya Keluhan
MSDs Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017
Posisi Lengan Atas
Keluhan Bahu
Ya Tidak
N % N %
Fleksi 0-20o 5 31,2% 11 68,8%
20-45o Fleksi atau >20
o ekstensi 4 30,8% 9 69,2%
45-90o fleksi 4 57,1% 3 42,9%
>90o Fleksi 2 50,0% 2 50,0%
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa pekerja yang bekerja
dengan postur lengan atas > 90o fleksi sebanyak 2 pekerja mengalami
keluhan MSDs pada bagian bahu, atau sebesar 50,0%. sedangkan pekerja
yang bekerja dengan postur lengan atas 45-90o fleksi dan memiliki
keluhan MSDs pada bagian bahu sebanyak 4 (57.1%) pekerja.
5.5.3 Pemetaan Keluhan MSDs Bagian Punggung Berdasarkan Postur
Punggung
Penilaian postur punggung dilakukan berdasarkan metode
observasi REBA. Adapun kategori penilaian REBA sebagai berikut: skor 1
jika posisi punggung dalam keadaan lurus atau tegak, skor 2 jika posisi
punggung dalam keadaan 0-20o Fleksi sampai ekstensi, Skor 3 jika posisi
punggung 20 o
- 60 o
fleksion, skor 4 jika posisi punggung > 60 o
fleksion
dan skor +1 : jika punggung memutar/miring ke samping.
Adapun hasil distribusi frekuensi dari postur punggung pada
pekerja produksi CV Unique Mandiri Perkasa sebagai berikut:
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Posisi Punggung Berdasarkan skoring REBA
Pada Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017
Posisi Punggung Frekuensi Persentase
Lurus 8 20,0%
0-20o Fleksi sampai ekstensi 19 47,5%
99
Posisi Punggung Frekuensi Persentase
20-60o fleksi atau ekstensi 2 5,0%
>60o Fleksi 6 15,0%
Posisi Punggung Memutar atau
Miring 5 12,5%
Berdasarkan tabel 5.9 diketahui pekerja yang bekerja dengan
posisi punggung paling berisiko yakni posisi punggung memutar atau
miring sebanyak 5 pekerja atau sebesar 12,5%.
Berikut merupakan postur punggung pekerja yang membungkuk
20-60o fleksi atau ekstensi:
a b
Gambar 5.7 Postur Punggung Pekerja
Pada gambar 5.7 (a) merupakan aktivitas pekerjasedang
melakukan pendinginan pada bakso di bagian pendinginan, sedangkan
gambar 5.7 (b) menunjukkan pekerja sedang memeriksa apakah bakso
sudah tercetak secara sempurna. Kedua pekerja memiliki postur punggung
yang membungkuk.
Adapun hasil distribusi frekuensi postur punggung berdasarkan
proses produksi pada pekerja produksi bakso di CV Unique Mandiri
Perkasa sebagai berikut:
100
Gambar 5.8 Distribusi Frekuensi Postur Punggung berdasarkan Proses
Produksi Pada Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun
2017
Berdasarkan gambar 5.8 diketahui bahwa berdasarkan seluruh
proses produksi yang terdapat pada CV Unique Mandiri Perkasa yang
memiliki postur yang paling berisiko paling banyak adalah proses produksi
pendinginan yakni seluruh pekerja pada proses tersebut memiliki postur
yang berisiko.
Hasil distribusi frekuensi dari postur punggung terhadap terjadinya
keluhan MSDs pada bagian punggung dapat dilihat pada tabel 5.10
berikut:
Tabel 5.10 Distribusi Postur Punggung Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs
Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017
Posisi Punggung
Keluhan Punggung
Ya Tidak
N % N %
Lurus 4 50,0% 4 50,0%
100%
75%
16.7% 33.3%
16.7% 33.3%
100%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Lurus 0-20⁰ Fleksi Fleksi 20-60⁰ Fleksi >60⁰ Memutar atau miring
101
Posisi Punggung
Keluhan Punggung
Ya Tidak
N % N %
0-20o Fleksi sampai
ekstensi 11 57,9% 8 42,1%
20-60o fleksi atau ekstensi 1 50,0% 1 50,0%
>60o Fleksi 5 83,3% 1 16,7%
Posisi Punggung Memutar
atau Miring 4 80,0% 1 20,0%
Berdasarkan tabel 5.10 diketahui bahwa pekerja yang bekerja
dengan postur punggung > 60o fleksi sebanyak 5 pekerja mengalami
keluhan MSDs pada bagian punggung, atau sebesar 83,3%. sedangkan
pekerja yang bekerja dengan postur punggung memutar atau miring dan
memiliki keluhan MSDs pada bagian punggung sebanyak 4 (80,0%)
pekerja.
5.5.4 Pemetaan Keluhan MSDs bagian Siku Berdasarkan Postur Lengan
Bawah
Penilaian postur lengan bawah dilakukan berdasarkan metode
observasi REBA. Adapun kategori penilaian REBA sebagai berikut: skor 1
jika posisi lengan bawah 20 o
- 100 o
fleksion, dan skor 2 : jika lengan
bawah < 20o fleksi atau > 100
o ekstensi.
Adapun hasil distribusi frekuensi dari postur lengan bawah pada
pekerja produksi CV Unique Mandiri Perkasa sebagai berikut:
Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Posisi Lengan Bawah Berdasarkan skoring
REBA Pada Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun
2017
Lengan Bawah Frekuensi Persentase
60 o - 100
o fleksi 40 100,0%
< 20o fleksi atau > 100
o ekstensi 0 0,0%
102
Berdasarkan tabel 5.11 diketahui pekerja yang bekerja dengan
posisi lengan bawah seluruhnya memiliki posisi lengan bawah fleksi 60 o
-
100 o
.
Berikut postur lengan bawah pekerja dengan sudut 60 o
- 100 o
fleksi:
Gambar 5.9 Gambar Postur Lengan Bawah
Gambar 5.9 menunjukkan aktivitas pekerja sedang melakukan
packing bakso dan siap memindahkan bakso ke bagian pengiriman. Postur
dari lengan bawah pekerja pada proses itu adalah 65,9o
fleksi atau ekstensi.
Adapun hasil distribusi frekuensi postur lengan bawah berdasarkan
proses produksi pada pekerja produksi bakso di CV Unique Mandiri
Perkasa sebagai berikut
103
Gambar 5.10 Distribusi Frekuensi Postur Lengan Bawah berdasarkan Proses
Produksi Pada Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun
2017
Berdasarkan gambar 5.10 diketahui bahwa berdasarkan seluruh
proses produksi yang terdapat pada CV Unique Mandiri Perkasa seluruh
pekerja memiliki posisi lengan bawah fleksi 60 o - 100
o.
Hasil distribusi frekuensi dari postur lengan bawah terhadap
terjadinya keluhan MSDs pada bagian punggung dapat dilihat pada tabel
5.12 berikut:
Tabel 5.12 Distribusi Postur Lengan Bawah Terhadap Terjadinya Keluhan
MSDs Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017
Posisi Lengan Bawah
Keluhan Siku
Ya Tidak
N % N %
60 o - 100
o fleksi 3 7,5% 37 92,5%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
60-100⁰ fleksi <20⁰ fleksi atau > 100' ekstensi
104
Berdasarkan tabel 5.12 diketahui bahwa pekerja yang bekerja
dengan postur lengan bawah 60 o
- 100 o
fleksi hanya sebanyak 3 pekerja
mengalami keluhan MSDs pada bagian siku, atau sebesar 7,5%.
5.5.5 Pemetaan Keluhan MSDs Bagian Pergelangan Tangan Berdasarkan
Postur Pergelangan Tangan
Penilaian postur pergelangan tangan dilakukan berdasarkan metode
observasi REBA. Adapun kategori penilaian REBA sebagai berikut: skor 1
jika posisi pergelangan tangan dalam keadaan 0- 15o Fleksi sampai
ekstensi, Skor 2 jika posisi pergelangan tangan > 15 o
fleksi atau ekstensi
dan skor +1 : jika pergelangan memutar.
Adapun hasil distribusi frekuensi dari postur pergelangan tangan
pada pekerja produksi CV Unique Mandiri Perkasa sebagai berikut:
Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Posisi Pergelangan Tangan Berdasarkan
skoring REBA Pada Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa
Tahun 2017
Posisi Pergelangan
Tangan Frekuensi Persentase
0- 15o Fleksi 15 37,5%
> 15 o fleksi atau ekstensi 25 62,5%
pergelangan memutar 0 0,0%
Berdasarkan tabel 5.13 diketahui pekerja yang bekerja dengan
posisi pergelangan tangan paling berisiko yakni posisi pergelangan > 15 o
fleksi atau ekstensi sebanyak 25 pekerja atau sebesar 62,5%.
Berikut postur pergelangan tangan pekerja > 15 o
fleksi atau
ekstensi:
105
Gambar 5.11 Postur Pergelangan Tangan Pekerja
Gambar 5.11 menunjukkan pekerja sedang memindahkan bakso
dari proses pencetakan menuju proses perebusan bakso. Dijelaskan pada
gambar 5.18 bahwa pekerja memiliki postur pergelangan tangan > 15 o
fleksi atau ekstensi.
Adapun hasil distribusi frekuensi postur pergelangan tangan
berdasarkan proses produksi pada pekerja produksi bakso di CV Unique
Mandiri Perkasa sebagai berikut
Gambar 5.12 Distribusi Frekuensi Postur Pergelangan Tangan berdasarkan
Proses Produksi Pada Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa
Tahun 2017
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
0-15⁰ Fleksi >15⁰ Fleksi atau Ekstensi
106
Berdasarkan gambar 5.12 diketahui bahwa berdasarkan seluruh
proses produksi yang terdapat pada CV Unique Mandiri Perkasa yang
memiliki postur yang paling berisiko paling banyak adalah proses produksi
perebusan dan pencetakan yakni seluruh pekerja pada proses tersebut
memiliki postur pergelangan tangan yang berisiko.
Hasil distribusi frekuensi dari postur pergelangan tangan terhadap
terjadinya keluhan MSDs pada bagian pergelangan tangan dapat dilihat
pada tabel 5.14 berikut:
Tabel 5.14 Distribusi Postur Pergelangan Tangan Terhadap Terjadinya
Keluhan MSDs Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun
20170
Posisi Pergelangan Tangan
Keluhan Tangan
Ya Tidak
N % N %
0- 15o Fleksi 5 33,3% 10 66,7%
> 15 o fleksi atau ekstensi 11 44,0% 14 56,0%
Berdasarkan tabel 5.14 diketahui bahwa pekerja yang bekerja
dengan postur pergelangan tangan > 15 o
fleksi atau ekstensi sebanyak 11
pekerja mengalami keluhan MSDs pada bagian tangan, atau sebesar 44%.
5.5.6 Pemetaan Keluhan MSDs Bagian Kaki Berdasarkan Postur Kaki
Penilaian postur kaki dilakukan berdasarkan metode observasi
REBA. Adapun kategori penilaian REBA sebagai berikut: skor 1 jika kaki
tertopang, bobot tersebar merata jalan atau duduk, skor 2 jika kaki tidak
tertopang, bobot tersebar merata/postur tidak stabil, skor +1 : jika lutut
antara 30o - 60
o fleksion dan skor +2 : Jika lutut >60
o fleksion ketika tidak
duduk.
107
Adapun hasil distribusi frekuensi dari postur kaki pada pekerja
produksi CV Unique Mandiri Perkasa sebagai berikut:
Tabel 5.15 Distribusi Frekuensi Posisi Kaki Berdasarkan skoring REBA
Pada Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017
Posisi Kaki Frekuensi Persentase
Tertopang, bobot merata 32 80,0%
Tidak tertopang, bobot
tidak merata 7 17.5%
Lutut antara 30-60o fleksi 1 2.5%
Lutut >60o
Fleksi 0 0,0%
Berdasarkan tabel 5.15 diketahui pekerja yang bekerja dengan
posisi kaki paling berisiko yakni posisi Lutut 30-60o
Fleksi sebanyak 1
pekerja atau sebesar 2,5%.
Berikut merupakan gambar postur kaki pekerja yang tidak
tertopang dengan sempurna:
Gambar 5.13 Gambar Postur Kaki Pekerja
Pada gambar 5.13 pada proses pendinginan bakso diketahui bahwa
pekerja memiliki postur kaki yang tertumpu secara tidak sempurna.
108
Adapun hasil distribusi frekuensi postur kaki berdasarkan proses
produksi pada pekerja produksi bakso di CV Unique Mandiri Perkasa
sebagai berikut:
Gambar 5.14 Distribusi Frekuensi Postur Kaki berdasarkan Proses Produksi
Pada Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017
Berdasarkan gambar 5.14 diketahui bahwa berdasarkan seluruh
proses produksi yang terdapat pada CV Unique Mandiri Perkasa yang
memiliki postur kaki yang paling berisiko paling banyak adalah proses
produksi packing yakni sebanyak 1 pekerja atau sebesar 4.8% pada proses
tersebut memiliki postur yang berisiko yakni postur lutut 30-60o fleksi.
Hasil distribusi frekuensi dari postur kaki terhadap terjadinya
keluhan MSDs pada bagian kaki dapat dilihat pada tabel 5.16 berikut:
4.8%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Tertopang Sempurna Tertopang Tidak Rata Lutut 30-60⁰ Fleksi Lutut >60⁰ Fleksi
109
Tabel 5.16 Distribusi Postur Kaki Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs
Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017
Posisi Kaki
Keluhan Kaki
Ya Tidak
N % N %
Tertopang, bobot merata 15 46,8% 17 53,2%
Tidak tertopang, bobot
tidak merata 4 57,9% 3 42,1%
Lutut antara 30-60o fleksi 1 100,0% 0 0,0%
Berdasarkan tabel 5.16 diketahui bahwa pekerja yang bekerja
dengan postur kaki 30- 60o fleksi sebanyak 1 pekerja mengalami keluhan
MSDs pada bagian kaki, atau sebesar 100,0%. Sedangkan, pekerja yang
bekerja dengan postur tidak tertopang, bobot tidak merata dan memiliki
keluhan MSDs pada bagian kaki sebanyak 4 (57,9%) pekerja.
5.5.7 Pemetaan Keluhan MSDs Berdasarkan Penilaian Beban Angkut
Pekerja
Penilaian beban angkut dilakukan berdasarkan metode observasi
REBA. Adapun kategori penilaian REBA sebagai berikut: skor 0 jika
beban <5 Kg, skor 1 jika beban antara 5 – 10 Kg, skor 2 jika beban >10 Kg
dan skor +1 : Jika ada penambahan beban secara tiba – tiba.
Adapun hasil distribusi frekuensi dari beban angkut pada pekerja
produksi CV Unique Mandiri Perkasa sebagai berikut:
Tabel 5.17 Distribusi Beban Angkut Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs
Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017
Beban Angkut Frekuensi Persentase
< 5kg 12 30,0%
5kg-10kg 20 50,0%
>10kg 8 20,0%
Penambahan Secara
Tiba-tiba 0 0,0%
110
Berdasarkan tabel 5.17 diketahui bahwa beban angkut yang
dimiliki pekerja produksi CV Unique Mandiri Perkasa paling banyak
adalah pekerja yang mengangkat beban seberat 5kg hingga 10 kg dengan
jumlah pekerja sebanyak 20 pekerja atau sebesar 50,0%. Sedangkan
pekerja yang memiliki beban angkut paling berisiko sebanyak 8 pekerja
(20,0%) dengan beban lebih dari 10kg.
Adapun hasil distribusi frekuensi beban angkut berdasarkan proses
produksi pada pekerja produksi bakso di CV Unique Mandiri Perkasa
sebagai berikut
Gambar 5.15 Distribusi Frekuensi Beban Angkut berdasarkan Proses
Produksi Pada Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun
2017
Berdasarkan gambar 5.15 diketahui bahwa berdasarkan seluruh
proses produksi yang terdapat pada CV Unique Mandiri Perkasa yang
memiliki beban angkut yang paling berisiko paling banyak adalah proses
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
< 5kg 5kg - 10kg >10kg
111
produksi pengadukan yakni sebanyak 1 pekerja atau sebesar 100,0%, pada
proses perebusan sebanyak 2 pekerja atau 66,7%, pada proses persiapan
bumbu sebanyak 1 (50,0%) pekerja dan pemotongan daging sebanyak 2
(50,0%) pekerja. Pada proses tersebut memiliki beban angkut yang
berisiko yakni beban dengan berat > 10Kg
Hasil distribusi frekuensi dari beban angkut terhadap terjadinya
keluhan MSDs dapat dilihat pada tabel 5.18 berikut:
Tabel 5.18 Distribusi Beban Angkut Terhadap Terjadinya Keluhan MSDs
Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017
Beban Angkut
Keluhan MSDs
Ya Tidak
N % N %
< 5kg 11 91,7% 1 8,3%
5kg-10kg 20 100,0% 0 0,0%
>10kg 7 95,0% 1 5,0%
Berdasarkan tabel 5.18 diketahui bahwa pekerja yang bekerja
dengan beban angkut seberat > 10kg sebanyak 7 pekerja mengalami
keluhan MSDs, atau sebesar 95,0%. sedangkan pekerja yang bekerja
dengan beban angkut seberat 5kg-10kg dan memiliki keluhan MSDs
sebanyak 20 (100,0%) pekerja.
5.5.8 Pemetaan Keluhan MSDs Berdasarkan Penilaian Aktivitas
Penilaian aktivitas dilakukan berdasarkan metode observasi REBA.
Adapun kategori penilaian REBA sebagai berikut: skor +1 jika terdapat 1
atau lebih bagian tubuh statis, ditahan lebih dari 1 menit, atau jika ada
pengulangan gerakan dalam rentang waktu singkat, diulang lebih dari 4
112
kali per (tidak termasuk berjalan), atau jika gerakan menyebabkan
perubahan atau pergeseran postur yang cepat dari posisi
Adapun hasil distribusi frekuensi dari nilai aktivitas pada pekerja
produksi CV Unique Mandiri Perkasa sebagai berikut:
Tabel 5.19 Distribusi Penilaian Aktivitas Berdasarkan Metode REBA
Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017
Aktivitas Frekuensi Persentase
Tidak Memiliki Aktivitas
Berisiko 8 20,0%
Aktivitas Berulang 32 80,0%
Aktivitas Statis 0 0,0%
Aktivitas yang menyebabkan
perubahan postur 0 0,0%
Berdasarkan tabel 5.19 diketahui bahwa sebanyak 32 pekerja
memilki aktivitas berulang dalam pekerjaannya atau sebesar 80,0%.
Adapun hasil distribusi frekuensi beban angkut berdasarkan proses produksi pada
pekerja produksi bakso di CV Unique Mandiri Perkasa sebagai berikut:
0
25%
100% 100%
33.3%
100%
95.8%
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
Aktivitas Berulang Tidak Ada Aktivitas Berisiko
113
Gambar 5.16 Distribusi Frekuensi Aktivitas Berisiko berdasarkan Proses
Produksi Pada Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun
2017
Berdasarkan gambar 5.16 diketahui bahwa berdasarkan seluruh
proses produksi yang terdapat pada CV Unique Mandiri Perkasa yang
memiliki aktivitas yang paling berisiko paling banyak adalah proses
produksi pengadukan yakni sebanyak 1 pekerja atau sebesar 100,0%, pada
proses pencetakan sebanyak 6 pekerja atau 100,0%, pada proses
pependinginan sebanyak 3 (100,0%) pekerja dan packing 20 (95.8%)
pekerja. Pada proses tersebut memiliki aktivitas yang berisiko yakni
adanya aktivitas berulang lebih dari 4 kali dalam 1 menit.
Hasil distribusi frekuensi dari penilaian aktivitas metode REBA
terhadap terjadinya keluhan MSDs dapat dilihat pada tabel 5.20 berikut:
Tabel 5.20 Distribusi Penilaian Aktivitas Metode REBA Terhadap
Terjadinya Keluhan MSDs Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri
Perkasa Tahun 2017
Penilaian Aktivitas
Keluhan MSDs
Ya Tidak
N % N %
Tidak Ada Aktivitas Berisiko 6 75,0% 2 25,0%
Terdapat Aktivitas Berulang 32 100,0% 0 0,0%
Berdasarkan tabel 5.20 diketahui bahwa pekerja yang bekerja
aktivitas berulang sebanyak 32 pekerja mengalami keluhan MSDs, atau
sebesar 100,0%.
114
5.5.9 Pemetaan Keluhan MSDs bagian Tangan Berdasarkan Penilaian
Postur Genggaman
Penilaian genggaman dilakukan berdasarkan metode observasi
REBA. Adapun kategori penilaian REBA sebagai berikut: skor 0 jika
pegangan pas dan tepat di tengah, genggaman kuat, skor 1 jika pegangan
tangan bisa diterima namun tidak ideal, skor 2 jika pegangan tangan tidak
bisa diterima walau memungkinkan dipaksakan dan skor 3 jika pegangan
yang tidak aman.
Adapun hasil distribusi frekuensi dari postur genggaman pada
pekerja produksi CV Unique Mandiri Perkasa sebagai berikut:
Tabel 5.21 Distribusi Postur Genggaman Terhadap Terjadinya Keluhan
MSDs Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017
Genggaman Frekuensi Persentase
Pegangan Pas dan Genggaman
Kuat 27 67,5%
pegangan tangan bisa diterima
tapi tidak ideal 13 32,5%
pegangan tangan tidak bisa
diterima walau memungkinkan 0 0,0%
Pegangan tidak aman 0 0,0%
Berdasarkan tabel 5.21 diketahui bahwa genggaman yang dimiliki
pekerja produksi CV Unique Mandiri Perkasa paling banyak adalah
pekerja dengan genggaman yang pas dan kuat dengan jumlah pekerja
sebanyak 27 pekerja atau sebesar 67,5%, sedangkan pekerja dengan
genggaman yang dapat diterima namun tidak ideal sebanyak 13 pekerja
atau 32,5%.
Berikut merupakan gambar pekerja dengan pegangan yang dapat
diterima namun tidak ideal
115
Gambar 5.17 Postur dan Bentuk Genggaman Pekerja
Gambar 5.17 menunjukkan pekerja bagian perebusan bekerja
menggunakan keranjang untuk menyaring dan mengambil bakso dari panci
perebusan. Keranjang yang digunakan memiliki postur genggaman yang
tidak alamiah dan tidak aman.
Adapun hasil distribusi frekuensi postur genggaman berdasarkan
proses produksi pada pekerja produksi bakso di CV Unique Mandiri
Perkasa sebagai berikut
116
Gambar 5.18 Distribusi Frekuensi Postur Genggaman Berdasarkan Proses
Produksi Pada Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun
2017
Berdasarkan gambar 5.18 diketahui bahwa berdasarkan seluruh
proses produksi yang terdapat pada CV Unique Mandiri Perkasa yang
memiliki genggaman yang paling berisiko paling banyak adalah proses
produksi pemotongan daging yakni sebanyak 4 pekerja atau sebesar
100,0%, pada proses pencetakan bakso sebanyak 6 pekerja atau sebesar
100%, dan pada proses perebusan sebanyak 3 pekerja atau 100,0%.
Hasil distribusi frekuensi dari postur genggaman terhadap
terjadinya keluhan MSDs dapat dilihat pada tabel 5.22 berikut:
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Genggaman Pas dan Kuat Dapat Digenggam, Tidak Ideal
117
Tabel 5.22 Distribusi Postur Genggaman Terhadap Terjadinya Keluhan
MSDs Pekerja Produksi Bakso CV Unique Mandiri Perkasa Tahun 2017
Genggaman
Keluhan MSDs
Ya Tidak
N % N %
Pegangan Pas dan Genggaman Kuat 9 33,3% 18 66,7%
Pegangan tangan bisa diterima tapi
tidak ideal 7 53,8% 6 46,2%
Berdasarkan tabel 5.22 diketahui bahwa pekerja yang bekerja
dengan genggaman bisa diterima namun tidak ideal sebanyak 7 pekerja
mengalami keluhan MSDs, atau sebesar 53,8%. sedangkan pekerja yang
bekerja dengan genggaman pas dan kuat dan memiliki keluhan MSDs
sebanyak 9 pekerja atau sebesar (33,3%).
5.5.10 Pemetaan Keluhan MSDs Berdasarkan Bagian Proses Produksi
5.5.10.1 Pemetaan Keluhan MSDs Pada Proses Produksi Persiapan Bumbu
Berikut merupakan hasil pemetaan keluhan yang dirasakan oleh
pekerja pada proses persiapan bumbu, seperti yang dijelaskan oleh gambar
5.19:
118
a b
Gambar 5.19 (a) Pemetaan Keluhan MSDs dan (b) Pemetaan Postur Berisiko
Pekerja Persiapan Bumbu
Berdasarkan gambar 5.19 (a) diketahui bahwa keluhan MSDs pada
proses persiapan bumbu paling banyak adalah keluhan pada kaki dan
tumit, dengan jumlah pekerja sebanyak 2 pekerja atau sebesar 100%
pekerja. Sedangkan pada gambar 5.19 (b) menjelaskan bahwa postur
berisiko pada pekerja proses persiapan bumbu banyak terjadi pada bagian
leher sebanyak 2 pekerja (100%) dengan postur > 20o fleksi atau ekstensi,
pada punggung sebanyak 2 pekerja (100%) dengan postur 0-20o Fleksi
sampai ekstensi, dan lengan atas sebanyak 2 pekerja (100%) dengan postur
20-45o Fleksi atau >20
o ekstensi.
119
5.5.10.2 Pemetaan Keluhan MSDs pada Proses Pemotongan Daging
Berikut merupakan hasil pemetaan keluhan yang dirasakan oleh
pekerja pada proses pemotongan daging, seperti yang dijelaskan oleh
gambar 5.20:
a b
Gambar 5.20 (a) Pemetaan Keluhan MSDs dan (b) Pemetaan Postur Berisiko
Pekerja Pemotongan Daging
Berdasarkan gambar 5.20 (a) diketahui bahwa keluhan MSDs pada
proses pemotongan daging paling banyak adalah keluhan pada punggung
bawah, dengan jumlah pekerja sebanyak 4 pekerja atau sebesar 100%
pekerja. Sedangkan pada gambar 5.20 (b) dijelaskan bahwa postur berisiko
pada pekerja proses pemotongan daging banyak terjadi pada bagian leher
sebanyak 3 pekerja (75%) dengan postur > 20o fleksi atau ekstensi, pada
punggung sebanyak 4 pekerja (100%) dengan postur 0-20o Fleksi sampai
120
ekstensi dan juga postur punggung fleksi > 60o, dan pada lengan atas
sebanyak 3 pekerja (75%) dengan postur 20-45o Fleksi atau >20
o ekstensi.
5.5.10.3 Pemetaan Keluhan MSDs pada Proses Pengadukan
Berikut merupakan hasil pemetaan keluhan yang dirasakan oleh
pekerja pada proses pengadukan, seperti yang dijelaskan oleh gambar 5.21
a b
Gambar 5.21 (a) Pemetaan Keluhan MSDs dan (b) Pemetaan Postur Berisiko
Pekerja Pengadukan
Berdasarkan gambar 5.21 (a) diketahui bahwa keluhan MSDs pada
proses pengadukan paling banyak adalah keluhan pada punggung dan
tangan, dengan jumlah pekerja sebesar 100% pekerja pada proses produksi
tersebut.
Sedangkan pada gambar 5.21 (b) dijelaskan bahwa postur berisiko
pada pekerja proses pengadukam banyak terjadi pada bagian leher
121
sebanyak 1 pekerja (100%) dengan postur > 20o fleksi atau ekstensi, dan
pada punggung sebanyak 1 pekerja (100%) dengan postur 0-20o Fleksi
sampai ekstensi.
5.5.10.4 Pemetaan Keluhan MSDs pada Proses Pencetakan Bakso
Berikut merupakan hasil pemetaan keluhan yang dirasakan oleh
pekerja pada proses pencetakan bakso seperti yang dijelaskan pada gambar
5.22:
a b
Gambar 5.22 (a) Pemetaan Keluhan MSDs dan (b) Pemetaan Postur
Berisiko Pekerja Pencetakan Bakso
Berdasarkan gambar 5.22 diketahui bahwa keluhan MSDs pada
proses pencetakan bakso paling banyak adalah keluhan pada punggung,
122
punggung bawah, betis, dan tangan dengan jumlah pekerja sebanyak 5
pekerja atau sebesar 83,3% pekerja.
Pada gambar 5.22 (b) menjelaskan bahwa postur berisiko pada
pekerja proses pencetakan bakso banyak terjadi pada bagian leher
sebanyak 6 pekerja (100%) dengan postur > 20o fleksi atau ekstensi, pada
punggung sebanyak 6 pekerja (100%) dengan postur 0-20o fleksi sampai
ekstensi, 20-60o fleksi atau ekstensi, >60
o fleksi, dan posisi punggung
memutar atau miring, pada lengan atas sebanyak 6 pekerja (100%) dengan
postur 45-90o fleksi dan >90
o ekstensi dan pada pergelangan tangan
sebanyak 6 pekerja (100%) dengan postur >15o fleksi atau ekstensi.
5.5.10.5 Pemetaan Keluhan MSDs pada Proses Perebusan
Berikut merupakan hasil pemetaan keluhan yang dirasakan oleh
pekerja pada proses pencetakan bakso seperti yang dijelaskan pada gambar
5.7:
123
a b
Gambar 5.23 (a) Pemetaan Keluhan MSDs dan (b) Pemetaan Postur Berisiko
Pekerja Perebusan Bakso
Berdasarkan gambar 5.23 (a) diketahui bahwa keluhan MSDs pada
proses perebusan bakso paling banyak adalah keluhan pada leher,
punggung, dan punggung bawah dengan jumlah pekerja sebanyak 2
pekerja atau sebesar 66,7% pekerja. Sedangkan pada gambar 5.23 (b)
menjelaskan bahwa postur berisiko pada pekerja proses perebusan bakso
banyak terjadi pada bagian leher sebanyak 3 pekerja (100%) dengan postur
> 20o fleksi atau ekstensi, pada punggung sebanyak 3 pekerja (100%)
dengan postur 0-20o fleksi sampai ekstensi, 20-60
o fleksi atau ekstensi,
>60o fleksi, dan posisi punggung memutar atau miring, pada lengan atas
124
sebanyak 3 pekerja (100%) dengan postur 20-45o Fleksi atau >20
o ekstensi
dan 45-90o fleksi dan pada pergelangan tangan sebanyak 3 pekerja (100%)
dengan postur >15o fleksi atau ekstensi.
5.5.10.6 Pemetaan Keluhan MSDs pada Proses Pendinginan Bakso
Berikut merupakan hasil pemetaan keluhan yang dirasakan oleh
pekerja pada proses pendinginan bakso seperti yang dijelaskan pada
gambar 5.8
a b
Gambar 5.24 (a) Pemetaan Keluhan MSDs dan (b) Pemetaan Postur Berisiko
Pekerja Pendinginan Bakso
Berdasarkan gambar 5.24 (a) diketahui bahwa keluhan MSDs pada
proses pendinginan bakso paling banyak adalah keluhan pada leher dan
125
punggung dengan jumlah pekerja sebanyak 3 pekerja atau sebesar 100%
pekerja. Sedangkan pada gambar 5.24 (b) dijelaskan bahwa postur berisiko
pada pekerja proses pendinginan bakso banyak terjadi pada bagian leher
sebanyak 3 pekerja (100%) dengan postur > 20o fleksi atau ekstensi, pada
punggung sebanyak 3 pekerja (100%) dengan postur memutar atau miring,
dan pada lengan atas sebanyak 3 pekerja (100%) dengan postur >90o fleksi
5.5.10.7 Pemetaan Keluhan MSDs pada Proses Packing
Berikut merupakan hasil pemetaan keluhan yang dirasakan oleh
pekerja pada proses packing seperti yang dijelaskan pada gambar 5.9
a b
Gambar 5.25 (a) Pemetaan Keluhan MSDs dan (b) Pemetaan Postur Berisiko
Pekerja Packing Bakso
126
Berdasarkan gambar 5.25 (a) diketahui bahwa keluhan MSDs pada
proses packing bakso paling banyak adalah keluhan pada leher dengan
jumlah pekerja sebanyak 13 pekerja atau sebesar 61,9% pekerja.
Sedangkan berdasarkan gambar 5.25 (b) diketahui bahwa postur berisiko
pada pekerja proses packing banyak terjadi pada bagian leher sebanyak 16
pekerja (762%) dengan postur > 20o fleksi atau ekstensi.
127
BAB VI
PEMBAHASAN
Keterbatasan Penelitian 6.1
Dalam penelitian ini, untuk mengetahui keluhan muskuloskeletal
disorders, peneliti menggunakan kuesioner NBM. Adapun keluhan
muskuloskeletal disorders yang ditanyakan hanya berdasarkan perasaan
atau keluhan subjektif yang dirasakan oleh pekerja, sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan lain guna mendapatkan hasil yang lebih objektif
dalam mengetahui keluhan MSDs pada pekerja, semisal menggunakan
teknik palpasi.
Keluhan Muskuloskeletal Disorders Pekerja 6.2
MSDs merupakan sekelompok kondisi patologis dimana dapat
mempengaruhi fungsi normal dari jaringan halus sistem musculoskeletal
yang mencakup sistem saraf, tendon, otot dan struktur penunjang
(NIOSH, 2010) merupakan gangguan yang disebabkan ketika seseorang
melakukan aktivitas kerja dan kondisi pekerjaan yang signifikan sehingga
mempengaruhi adanya fungsi normal jaringan halus pada sistem
Muskuloskeletal yang mencakup saraf, tendon, otot (WHO, 2003).
Dalam penelitian ini, keluhan MSDs yang diperoleh dari kuesioner
NBM dikelompokkan menjadi 9 bagian, yaitu: bagian leher, bahu,
punggung, siku, punggung bawah, tangan, paha dan pinggul, betis, tumit
serta lutut. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 38
pekerja (95%) pekerja mengalami keluhan muskuloskeletal disorders.
128
Keluhan muskuloskeletal disorders ditetapkan berdasarkan kuesioner
NBM yang di dalamnya terdapat 28 pertanyaan mengenai keluhan MSDs
dan tingkat keluhan MSDsnya. Penentuan keluhan MSDs menurut
Kroemer (2001) dijelaskan bahwa untuk memperoleh gambaran tentang
gejala MSDs bisa menggunakan Nordic Body Map (NBM) dengan cara
melihat tingkat keluhan sakit dan tidak sakit. Dengan melihat dan
menganalisa peta tubuh (NBM) sehingga dapat diestimasi tingkat dan
jenis keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh para pekerja (Kroemer,
2002).
Berdasarkan hasil penelitian juga menunjukkan bahwa keluhan
yang paling banyak dirasakan pekerja adalah keluhan pada leher
sebanyak 23 pekerja (57,5%), keluhan pada punggung dan punggung
bawah sebanyak 25 pekerja (62,5%) dan pada bagian betis sebanyak 17
pekerja (42,5%). Keluhan tersebut banyak ditemui pada perusahaan yang
bergerak di industri makanan dimana pada prosesnya banyak dengan
posisi kerja berdiri, dengan siklus kerja yang pendek dan cepat sehingga
menimbulkan keluhan MSDs.
Sikap kerja yang tidak alami antara lain punggung terlalu
membungkuk, pergerakan tangan terangkat, bekerja dengan posisi berdiri
dan sebagainya. Semakin jauh posisi tubuh dari pusat gravitasi tubuh,
maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal atau
sering disebut sebagai MSDs. MSDs merupakan masalah yang signifikan
pada pekerja. MSDs pada awalnya menyebabkan sakit, nyeri, mati rasa,
129
kesemutan, bengkak, kekakuan, gemetar, gangguan tidur, dan rasa
terbakar (Lukman, 2012).
Namun, dikarenakan penggunaan metode NBM yang bersifat
subjektif berdasarkan keluhan yang dirasakan pekerja, perlu dikaji ulang
terkait keluhan yang dialami pekerja. Agar mendapatkan hasil yang lebih
objektif, diperlukan metode tambahan semisal melakukan uji palpasi atau
uji tekan pada bagian yang dikeluhkan pekerja agar mendapatkan hasil
yang lebih objektif (Morton, 1997).
Keluhan muskuloskeletal dipengaruhi oleh faktor risiko pekerjaan
yang terdiri dari postur kerja, gerakan repetisi atau gerakan berulang,
beban angkut, dan lama kerja. Selain faktor risiko pekerjaan, terdapat
pula faktor risiko individu yang terdiri usia, masa kerja, kebiasaan
merokok, indeks massa tubuh, kekuatan fisik dan beban kerja.
Dalam penelitian ini, diketahui bahwa rata-rata usia pekerja adalah
33,4 tahun, dengan usia pekerja yang paling muda adalah 19 tahun dan
yang paling tua adalah 56 tahun, dan sebanyak 20 pekerja (50%) pekerja
memiliki kategori kelompok umur lebih dari 30 tahun. Berdasarkan data
tersebut diketahui bahwa rata-rata kelompok umur pada pekerja CV
Unique Mandiri Perkasa memiliki kerentanan terhadap terjadinya keluhan
MSDs. Seiring dengan bertambahnya usia, maka akan mengakibatkan
penurunan kemampuan kerja pada jaringan tubuh (otot, tendon, sendi, dan
ligamen). Dimana penurunan kemampuan kerja jaringan tubuh tersebut
dapat menimbulkan terjadinya keluhan berupa MSDs pada tubuh.
Menurut Oborne (2000) keluhan otot skeletal biasanya dialami seseorang
130
pada usia kerja yaitu 24-65 tahun. Biasanya Keluhan pertama dialami
pada usia 30 tahun dan tingkat keluhan akan meningkat seiring dengan
bertambahnya umur (Oborne, 2000). Ulfah dkk. (2014) juga menjelaskan
bahwa sebanyak 70% pekerja yang memiliki keluhan MSDs terdapat pada
kategori usia berisiko atau usia lebih dari 30 tahun.
Selain usia, masa kerja pada penelitian ini diketahui bahwa
sebagian besar pekerja memiliki masa kerja yang kurang dari sama
dengan 4 tahun, dengan frekuensi distribusi sebanyak 28 pekerja (70%).
Sedangkan pekerja yang memiliki masa kerja lebih dari 4 tahun sebanyak
12 pekerja (30%). Masa kerja menjadi faktor penting dikarenakan
semakin lama bekerja menggunakan kekuatan otot dapat mengakibatkan
terjadinya keluhan MSDs. Tarwaka (2013) juga menyebutkan bahwa
semakin lama waktu seseorang untuk bekerja maka seseorang tersebut
semakin besar risiko untuk mengalami MSDs (Tarwaka, 2013).
Penetapan masa kerja diperoleh dengan menanyakan pekerja sudah
berapa lama bekerja di perusahaan tersebut dengan menggunakan
kuesioner. Penentuan masa kerja berisiko dan tidak berisiko merujuk pada
penelitian yang dilakukan oleh Hendra (2009). Dalam penelitiannya
dijelaskan bahwa pekerja dengan massa kerja > 4 tahun memiliki risiko
2,755 kali lebih besar terhadap terjadinya keluhan MSDs (Hendra, 2009).
Meningkatnya keluhan otot ada hubungan dengan lama dan tingkat
kebiasaan merokok seseorang. Seseorang yang merokok sebanyak 10
batang perhari memiliki peningkatan risiko terkena MSDs mencapai 20%
(Corasmun, 2003) .Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian
131
besar pekerja merupakan perokok dan memiliki kebiasaan merokok yang
sedang dengan jumlah pekerja sebanyak 12 pekerja (30%), sedangkan
untuk perokok ringan sebanyak 17 pekerja (42,5%). Kebiasaan merokok
membuat kemampuan paru-paru dalam mengkonsumsi oksigen akan
menurun, sehingga dengan kurangnya asupan oksigen mengakibatkan
kelelahan pada pekerja yang diakibatkan pembakaran karbohidrat
berkurang dan terjadi penumpukan asam laktat dan menimbulkan nyeri
pada otot (Tarwaka, 2004) Merokok yang berkepanjangan dengan jumlah
yang semakin banyak dapat meningkatkan pula keluhan otot yang
dirasakan (Tarwaka, 2013). Penetapan kebiasaan merokok diperoleh
dengan menanyakan pekerja menggunakan kuesioner. Penentuan
tingkatan kebiasaan merokok merujuk pada penelitian yang dilakukan
oleh Bustan (2007) dimana dijelaskan bahwa perokok berat: merupakan
perokok yang mengkonsumsi rokok lebih dari 20 batang perhari, perokok
sedang merupakan perokok yang mengkonsumsi rokok 10 hingga 20
batang perhari, dan perokok ringan adalah orang yang mengkonsumsi
rokok kurang dari 10 batang perhari (Bustan, 2007).
Keluhan MSDs juga dipengaruhi dengan status gizi seseorang yaitu
semakin gemuk seseorang maka akan bertambah besar risiko orang
tersebut mengalami kejadian MSDs, karena seseorang dengan berat
berlebih akan berusaha menopang berat badan dengan cara mengontraksi
otot punggung, dan apabila terjadi secara terus menerus akan
menyebabkan terjadinya penekanan pada bantalan saraf tulang belakang
(Supariasa, 2001). Hasil penelitian pada pekerja produksi CV Unique
132
Mandiri Perkasa menunjukkan bahwa sebanyak 15 pekerja (37,5%)
memiliki indeks massa tubuh dengan kategori gemuk, sedangkan yang
memiliki indeks massa tubuh kurus hanya sebanyak 2 pekerja (5%).
Menurut Supriasa (2001) menjelaskan pengaruh status gizi dengan
kejadian MSDs yaitu semakin gemuk seseorang maka akan bertambah
besar risiko orang tersebut mengalami kejadian MSDs (Supriasa, 2001).
Faktor risiko kekuatan fisik merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs, pada penelitian ini diketahui
bahwa kekuatan fisik yang dimiliki pekerja produksi CV Unique Mandiri
Perkasa adalah sebagian besar memiliki kekuatan fisik yang lemah,
dengan jumlah pekerja sebanyak 35 pekerja (87,5%), sedangkan sebanyak
5 pekerja (12,5%) memiliki kekuatan fisik yang normal. Bukhori (2010)
menjelaskan bagi pekerja yang memiliki kekuatan fisik yang lemah
memiliki keluhan MSDs tiga kali lipat dari yang memiliki kekuatan fisik
tinggi (Bukhori, 2010). Selain itu Chaffin and Park (1973) menemukan
adanya peningkatan keluhan punggung yang signifikan pada pekerja
yang melakukan tugas yang menuntut kekuatan yang melebihi batas
kemampuan otot (Chaffin, 1973).
Selain kekuatan fisik, beban kerja pada penelitian ini diketahui
bahwa distribusi beban kerja pada pekerja produksi CV Unique Mandiri
Perkasa sebagai berikut, pekerja yang memiliki beban kerja berat
sebanyak 7 pekerja (17,5%), pekerja yang memiliki beban kerja sedang
sebanyak 9 pekerja (22,5%). Menurut Oesman (2010) peningkatan beban
kerja fisik menimbulkan penyakit akibat kerja (keluhan muskuloskeletal
133
dan kelelahan) (Oesman, 2010). Al Hajj (2014) juga menjelaskan bahwa
beban kerja fisik dapat mempengaruhi keluhan pada muskuloskeletal
disorders (Al Hajj, 2014)
Faktor Risiko Pekerjaan Pekerja 6.3
Risiko kerja berhubungan erat dengan kejadian keluhan MSDs.
Seperti yang diungkapkan oleh para ahli ergonomic dan peneliti-peneliti
sebelumnya. Faktor risiko kerja adalah sifat/karakteristik pekerja atau
lingkungan kerja yang dapat meningkatkan kemungkinan pekerja
menderita keluhan MSDs (La Dao, 2004).
Berdasarkan hasil penelitian pada pekerja produksi CV Unique
Mandiri Perkasa diketahui bahwa pekerja yang memiliki faktor risiko
pekerjaan tinggi sebanyak 7 pekerja atau sebesar 17,5%, pekerja dengan
faktor risiko pekerjaan sedang sebanyak 9 pekerja atau sebesar 22,5%
sedangkan pekerja dengan faktor risiko pekerjaan rendah sebanyak 24
pekerja atau sebesar 60% Menurut Zulfiqor (2010) faktor risiko pekerjaan
dapat mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs (Zulfiqor, 2010). Cohen
(2007) juga menjelaskan berbagai faktor yang berhubungan dengan
MSDs pada pekerja furnitur, juga menunjukkan hubungan antara risiko
kerja dengan MSDs. Faktor pekerjaan merupakan salah satu faktor yang
dapat menyebabkan MSDs Cohen (2007). Widjaya (2014) menjelaskan
bahwa faktor risiko pekerjaan memiliki kecenderungan terhadap keluhan
MSDs sebesar 4,5 kali lebih besar (Widjaya, 2014).
. Berdasarkan penilaian REBA faktor risiko pekerjaan yang diteliti
selain tingkat risiko, penilaian juga dilakukan pada postur, pada gerakan
134
repetisi, dan pada beban angkut. Sikap kerja tidak alamiah atau yang biasa
disebut dengan postur janggal merupakan sikap kerja yang menyebabkan
posisi bagian-bagian tubuh gerak menjauhi posisi alami, Semakin jauh
posisi tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi risiko
terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal (Tarwaka, 2013).
Dalam penelitian ini, postur yang diteliti adalah postur leher,
postur punggung, , postur lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan,
postur kaki dan genggaman. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
pekerja yang memiliki faktor risiko pekerjaan dengan postur janggal atau
tidak alamiah paling banyak adalah postur leher lebih dari 20o
fleksi atau
ekstensi sebanyak 34 pekerja atau (85%) yang di jumpai pada proses
produksi bagian persiapan bumbu, pengadukan, proses pencetakan, proses
perebusan dan proses pendinginan. Pekerja yang memiliki postur
punggung berisiko yaitu sebanyak 32 pekerja (80%0 yang dijumpai pada
pada proses pendinginan dan pencetakan. Pekerja yang memiliki postur
lengan atas yang berisiko yaitu sebanyak 24 pekerja (60%) banyak
ditemukan di setiap proses produksi dengan risiko tertinggi ditemukan di
proses pendinginan bakso. Pekerja yang bekerja dengan posisi
pergelangan tangan yang berisiko atau dengan posisi pergelangan >15o
fleksi atau ekstensi sebanyak 25 pekerja (62,5%) yang banyak dijumpai
pada proses persiapan bumbu, pemotongan daging, pencetakan,
perebusan dan packing., dan pekerja yang bekerja dengan posisi kaki
berisiko sebanyak 8 pekerja (20%) yang dijumpai pada proses produksi
pencetakan, perebusan, pendinginan dan packing, serta sebanyak 13
135
pekerja (32,5%) memiliki genggaman yang dapat diterima namun tidak
ideal banyak ditemui pada proses pencetakan, perebusan dan pemotongan
daging, sedangkan postur lengan bawah diketahui semua pekerja pada
seluruh proses memiliki postur lengan bawah yang alamiah.
Disebutkan dalam penelitian Masliah 2014) menunjukkan bahwa
faktor postur memiliki hubungan yang signifikan terhadap terjadinya
keluhan MSDs pada pekerja manual handling dengan pvalue sebesar
0,004 (Masliah, 2014). Pada penelitian yang dilakukan Budiman (2015)
juga menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara posisi
kerja dengan keluhan muskuloskeletal.
Selain postur, gerakan berulang juga diteliti dalam penelitian ini.
Diketahui sebanyak 32 pekerja memilki aktivitas berulang dalam
pekerjaannya atau sebesar 80%.dimana pekerjaan dengan aktivitas
berulang banyak ditemui pada proses kerja pengadukan, pencetakan,
pendinginan dan packing. Menurut penelitian Mokhtar (2013) repetitive
work atau gerakan berulang merupakan faktor utama yang menyebabkan
peningkatan prevalensi musculoskeletal disorders. (Mokhtar, 2013).
Dalam penelitian Andini (2015) menjelaskan bahwa faktor gerakan
repetisi merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs
pada pekerja (Andini, 2015).
Beban angkut juga diteliti, dikarenakan banyak pekerja yang
bekerja dengan beban angkut yang berisiko. Berdasarkan hasil penelitian
pekerja yang mengangkat beban berlebih sebanyak 28 pekerja atau 70%.
Pekerja yang mengangkat beban berisiko hampir ditemui pada semua
136
proses, namun pekerja yang mengangkat beban dengan berat > 10kg
dijumpai dalam proses persiapan bumbu, pemotongan daging,
pengadukan, pencetakan, dan perebusan. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Masliah (2014) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara berat beban terhadap terjadinya keluhan muskuloskeletal
pada pekerja manual handling di makasar Masliah, 2009). Penelitian yang
dilakukan oleh Setyaningsih (2009) juga diketahui bahwa beban angkut
mempengaruhi terjadinya keluhan muskuloskeletal (Setyaningsih, 2009).
Pemetaan Keluhan MSDs Berdasarkan Penilaian Faktor Risiko 6.4
Pekerjaan
Pemetaan didefinisikan sebagai proses penggambaran suatu objek
atau permasalahan yang sistematik serta melibatkan pengumpulan data dan
informasi mengenai objek tersebut termasuk di dalamnya profile maupun
masalah. (Netting, 1993). Dalam penelitian ini, objek pemetaan berupa
variabel keluhan muskuloskeletal dan variabel faktor risiko pekerjaan.
Pemetaan keluhan MSDs pada masing-masing bagian tubuh berdasarkan
faktor risiko pekerjaan dapat dijelaskan pada bagian di bawah ini.
6.4.1 Keluhan Leher Berdasarkan Penilaian Postur Leher
Leher merupakan bagian tubuh yang perlindungannya lebih sedikit
dibandingkan batang tubuh yang lain. Sehingga leher rentan terkena
trauma atau kelainan yang menyebabkan nyeri pada leher dan gangguan
gerakan terutama bila dilakukan gerakan yang mendadak, dan bekerja
dengan postur yang tidak sesuai (Muttaqin, 2008). Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa pekerja yang memiliki postur leher lebih dari
137
20o
fleksi atau ekstensi sebanyak 34 pekerja atau sebesar 85% pekerja,
dimana seharusnya pekerja bekerja dengan postur alamiah atau memiliki
postur leher 0-20o fleksi sampai ekstensi. Berdasarkan hasil penelitian juga
diketahui pekerja yang memiliki keluhan muskuloskeletal di bagian leher
dengan postur leher lebih dari 20o
fleksi atau ekstensi sebanyak 58,8%,
meskipun pada postur leher dengan keadaan alamiah atau normal terdapat
pula pekerja yang mengalami keluhan muskuloskeletal disorders pada
bagian leher. Diketahui juga pekerja yang memiliki postur leher 0-20o
fleksi sampai ekstensi banyak dijumpai pada proses produksi bagian
persiapan bumbu, pengadukan, proses pencetakan, proses perebusan dan
proses pendinginan yakni seluruh pekerja pada proses tersebut memiliki
postur yang berisiko dengan postur leher lebih dari 20o
fleksi atau ekstensi.
Berdasarkan hasil pengamatan, pada proses tersebut pekerja
memiliki meja kerja yang terlalu rendah sehingga mengakibatkan pekerja
harus menunduk dalam melakukan pekerjaannya. Breman (2005)
menjelaskan Faktor risiko yang dapat menyebabkan nyeri leher pada
pekerjaan dengan aktivitas pergerakan lengan atas dan leher yang
berulang-ulang, beban statis pada otot leher dan bahu, serta posisi leher
yang ekstrem saat bekerja (Breman, 2005). Menurut Oesman (2011),
sarana kerja yang tidak ergonomis, lingkungan kerja yang tidak memenuhi
syarat dan sikap kerja yang tidak alamiah juga merupakan sebagian besar
masalah yang muncul, khususnya dalam lingkungan industri skala kecil.
Masalah-masalah tersebut disamping memberikan beban tambahan juga
gangguan sistem muskuloskeletal, keluhan subjektif dan kelelahan yang
138
berakibat pada rendahnya produktivitas kerja (Oesman, 2011). NIOSH
(1997) juga menjelaskan bahwa lingkungan kerja yang tidak sesuai dengan
pekerja dapat menyebabkan WMSDs atau MSDs yang berhubungan
dengan pekerjaan jika tidak terdapat perbaikan terhadap lingkungan kerja
dalam waktu yang lama (NIOSH, 1997).
Untuk mengurangi risiko terjadinya keluhan MSDs dapat
dilakukan dengan memberikan meja kerja pada proses penyiapan bumbu,
dan proses pencetakan sehingga pekerja saat menuang bumbu atau
mengambil adonan yang diletakkan dibawah lantai dapat memperbaiki
postur pekerja. Untuk bagian pengadukan, perebusan dan pendinginan
dapat meninggikan meja kerja dengan menyesuaikan antropometri pekerja
sehingga postur kerja pekerja dapat diperbaiki guna mencegah terjadinya
keluhan MSDs. ACGIH (2007) menjelaskan bahwa menyediakan,
menyeleksi atau mendesain peralatan dapat mengurangi beban,
menghemat waktu, dan memperbaiki postur (ACGIH, 2007). Humantech
(2016) juga menjelaskan bahwa pengaturan dan menentukan meja kerja
yang sesuai dapat mengurangi keluhan MSDs yang diakibatkan oleh
postur kerja akibat ketidaksesuaian antara meja kerja dengan pekerjanya
(humantech, 2016). NIOSH (2016) menjelaskan bahwa desain yang baik
biasanya akan membuat pekerja nyaman dalam bekerja (NIOSH, 2016).
Sehingga dengan dilakukannya perbaikan meja kerja atau penambahan
meja kerja dapat mengurangi risiko pekerja dalam bekerja terutama ketika
bekerja dalam keadaan terlalu menunduk.
139
6.4.2 Keluhan Bahu Berdasarkan Penilaian Postur Tangan
Nyeri bahu hampir selalu didahului dengan munculnya tanda rasa
nyeri pada bahu terutama pada saat melakukan aktivitas gerakan yang
melibatkan sendi bahu sehingga seseorang yang merasakan nyeri pada
bahu merasa ketakutan untuk menggerakkan sendi bahunya. Hal tersebut
dapat terjadi bila bahu harus mengangkat beban yang berat dan aktivitas
yang melibatkan pengangkatan lengan melebihi atau sebatas akroniom.
Posisi tersebut bila berlangsung secara terus-menerus akan menyebabkan
terjadinya iskemia pada tendon dan menyebabkan nyeri (Schwartz, 2000).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pekerja yang
memiliki lengan atas yang berisiko yaitu sebanyak 24 pekerja atau sebesar
60%. Postur berisiko yang dimiliki pekerja antara lain 20-45o Fleksi atau
>20o ekstensi sebanyak 13 pekerja atau 32,5%, postur lengan atas 45-90o
fleksi sebanyak 7 pekerja atau 17,5%, > 90o Fleksi sebanyak 4 pekerja
atau 10%, sedangkan seharusnya pekerja bekerja dengan postur lengan
atas fleksi 0-20o.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pekerja yang
mengalami keluhan MSDs pada bagian bahu dan bekerja dengan postur
lengan atas > 90o fleksi sebanyak 2 pekerja, atau sebesar 50,0%. pekerja
yang bekerja dengan postur lengan atas 45-90o fleksi 4 (57.1%) pekerja.
Diketahui juga, pekerja yang memiliki postur paling berisiko dengan
postur lengan atas > 90o fleksi terdapat pada proses pendinginan bakso,
sebanyak 3 pekerja (100%). Pada proses pendinginan bakso, aktivitas yang
140
membuat pekerja membentuk postur lengan atas hingga > 90o. di
akibatkan pekerja menjangkau objek kerja yang jauh sehingga pekerja
membentuk postur yang tidak alamiah.
Vi (2000) menjelaskan bahwa peregangan otot yang berlebihan
pada umumnya dikeluhkan oleh pekerja dimana aktivitas kerjanya
menuntut pengerahan yang besar (Vi, 2000). Tarwaka (2010) menjelaskan
bahwa kegiatan menjangkau objek kerja terlalu jauh dapat menyebabkan
keluhan MSDs (Tarwaka, 2010). Selain posisi bahu yang melebihi atau
sejajar akroniom, dan kegiatan menjangkau, tekanan tinggi pada otot bahu
juga dapat menyebabkan meningkatnya aktivitas kontraksi otot dimana
dapat mendorong terjadinya peningkatan pada keduanya yaitu kelelahan
otot dan tegangan tendon. Tekanan juga dihubungkan dengan beban statis
pada otot bahu yang dapat mengakibatkan keluhan pada bahu (Bernard,
1997).
Untuk mengeliminasi risiko ergonomi hingga memperoleh posisi
kerja dan lingkungan kerja yang nyaman pada pekerja pendinginan adalah
dengan cara mendekatkan jangkauan objek kerja dengan pekerja degan
cara mendesain ulang meja kerja dengan ukuran yang tidak terlalu lebar,
dimana objek kerja yang jauh dapat menyebabkan otot berkontraksi
sehingga dapat menyebabkan nyeri pada otot. Selain mendekatkan objek
dengan jangkauan, dapat pula dilakukan dengan menggunakan peralatan
pembantu seperti penggunaan alat bergagang panjang ketika melakukan
pekerjaan guna mencegah pekerja bekerja dengan posisi yang janggal.
141
ACGIH (2007) menjelaskan bahwa menyediakan tempat kerja dan
peralatan kerja yang dapat disesuaikan dengan penggunaannya, dapat
mengurangi jangkauan dan memperbaiki postur (ACGIH, 2007).
6.4.3 Keluhan Punggung Berdasarkan Penilaian Postur Punggung
Keluhan pada punggung atau keluhan muskuloskeletal merupakan
keluhan pada otot skeletal yang dirasakan dengan intensitas nyeri yang
berbeda-beda yang dirasakan pada bagian punggung seseorang. Nyeri
punggung dapat merupakan akibat dari aktivitas kehidupan sehari-hari
khususnya dalam pekerjaan yang berkaitan dengan postur tubuh seperti
mengemudi, pekerjaan yang membutuhkan duduk yang terus menerus,
atau yang lebih jarang nyeri punggung akibat dari beberapa penyakit lain
(Tulaar, 2008). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pekerja yang
memiliki postur punggung yang berisiko secara keseluruhan sebanyak 32
pekerja (80%). Postur berisiko yang dimiliki pekerja antara lain 0-20o
Fleksi sampai ekstensi sebanyak 19 pekerja (47,5%), postur punggung 20-
60o fleksi atau ekstensi sebanyak 2 pekerja (5%), pekerja dengan postur
>60o Fleksi sebanyak 6 pekerja (15%), dan posisi punggung
memutar atau miring sebanyak 5 pekerja atau (12,5%), seharusnya pekerja
bekerja dengan postur punggung dengan keadaan lurus.
Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui pekerja yang memiliki
keluhan muskuloskeletal di bagian punggung dengan postur 0-20o Fleksi
sampai ekstensi sebanyak 11 pekerja atau 57,9%, postur punggung 20-60o
fleksi atau ekstensi sebanyak 1 pekerja atau 50%, postur punggung >60o
142
Fleksi sebanyak 5 pekerja atau 83,3%, dan posisi punggung memutar atau
miring sebanyak 4 pekerja atau 80%.
Diketahui juga pekerja yang memiliki postur punggung paling
berisiko yaitu postur punggung membengkok ataupun miring, banyak
dijumpai pada proses pendinginan bakso dimana seluruh pekerja dari
proses pendinginan memiliki postur punggung yang miring dikarenakan
aktivitas pekerja dalam menjangkau objek kerja yang jauh. Selain pada
bagian pendinginan, postur miring atau memutar juga masih ditemukan
pada bagian pencetakan dan perebusan, dimana pada kedua bagian tersebut
masing-masing terdapat 1 pekerja (16,7%) yang memiliki postur tidak
alamiah pada bagian pencetakan, dan 33,3% pada bagian perebusan. Pada
bagian pencetakan aktivitas yang mengakibatkan pekerja bekerja dengan
postur yang miring adalah ketika pekerja mengambil adonan yang berada
di bawah, sehingga mengakibatkan pekerja memiliki postur miring.
Sedangkan pada bagian perebusan, aktivitas yang mengakibatkan pekerja
harus berpostur memutar adalah ketika pekerja mengangkat bakso yang
sudah masak dari dalam drum perebusan.
Lukman (2012) menjelaskan bahwa postur yang tidak alamiah
seperti punggung yang terlalu membungkuk yang mengakibatkan posisi
tubuh semakin menjauh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi
pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal atau sering disebut sebagai
MSDs (Lukman, 2012) Penelitian Hendra (2009) menunjukkan bahwa
keluhan MSDs akibat sikap kerja yang tidak ergonomi terbanyak pada
143
pekerja yang mengenai bagian leher dan punggung bawah dirasakan oleh
98 pekerja (Hendra, 2009). Jalajuwita (2015) menjelaskan bahwa sikap
kerja atau posisi kerja yang tidak alamiah dapat mengakibatkan munculnya
keluhan penyakit berupa WMSDs (work related musculoskeletal
disorders).Posisi kerja mengacu pada bagaimana postur tubuh yang
dilakukan, posisi kerja yang nyaman dan aman akan mempengaruhi
produktivitas kerja yang lebih baik (Jalajuwita, 2015).
Penempatan objek kerja dekat dengan jangkauan pekerja
merupakan upaya yang perlu dilakukan untuk mengurangi keluhan MSDs
pada pekerja, sehingga pekerja tidak membutuhkan posisi ekstra untuk
menjangkau benda atau objek yang diluar jangkauan tubuhnya, dan juga
dapat diberikan peralatan kerja yang bergagang panjang guna mengurangi
jangkauan yang berlebih sehingga diharapkan dapat menurunkan risiko
dan keluhan MSDs bagian punggung pada pekerja. Selain itu pengaturan
ketinggian air pada proses perebusan juga perlu dilakukan, sehingga
pekerja tidak perlu membungkuk untuk meraih objek kerja yang berada
pada posisi yang rendah atau pun cara yang lain yang dapat dilakukan
adalah menyediakan pekerja alat penyaringan dengan gagang yang
panjang dan nyaman pada saat digunakan. Pada proses pencetakan, untuk
mengeliminasi postur punggung yang terlalu membungkuk atau bahkan
miring dapat dilakukan dengan menambahkan meja kerja dan alat dengan
gagang yang panjang agar pekerja tidak perlu menunduk saat mengambil
adonan. Pelatihan pada pekerja juga perlu dilakukan seperti saat akan
144
mengambil objek yang berada di lantai dengan cara berjongkok agar posisi
punggung tidak membungkuk.
ACGIH (2007) menjelaskan bahwa menyediakan, menyeleksi atau
mendesain peralatan dapat mengurangi beban, menghemat waktu, dan
memperbaiki postur (ACGIH, 2007). Humantech (2016) juga menjelaskan
bahwa pengaturan dan menentukan meja kerja yang sesuai dapat
mengurangi keluhan MSDs yang diakibatkan oleh postur kerja akibat
ketidaksesuaian antara meja kerja dengan pekerjanya (Humantech, 2016).
ACGIH (2007) juga menjelaskan bahwa menyediakan tempat kerja dan
peralatan kerja yang dapat disesuaikan dengan penggunaannya, dapat
mengurangi jangkauan dan memperbaiki postur (ACGIH, 2007). OSHA
(2000) menjelaskan bahwa mengatur ketinggian meja kerja merupakan
cara agar terhindar dari postur kerja yang janggal (OSHA, 2000).
6.4.4 Keluhan Siku Berdasarkan Penilaian Postur Lengan Bawah
Keluhan siku terjadi karena adanya gerakan yang terjadi pada sendi
engsel humerus, dan ulna, pada sendi peluru antara capitulum humeri dan
radius serta sendi kisar antara ulna dan radius. Adapun gerakan yang
mempengaruhi keluhan pada siku adanya gerakan berulang pada tangan,
beban kerja dan sikap tubuh (Widjaja, 1998). Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa seluruh pekerja sudah memiliki postur pada lengan bawah
yang sesuai. Namun, berdasarkan hasil penelitian, masih terdapat yang
mengalami keluhan MSDs pada bagian lengan bawah pekerja. Hal tersebut
dapat diakibatkan oleh banyak faktor seperti adanya gerakan repetisi,
adanya aktivitas pengangkatan beban yang berlebih dapat mengakibatkan
145
keluhan pada bagian lengan bawah. Menurut Tarwaka (2013) pekerjaan
berulang dapat menyebabkan nyeri akibat akumulasi sisa metabolisme
dalam otot. Otot akan melemah dan spasme, yang biasa terjadi pada tangan
atau lengan bawah ketika melakukan kegiatan berulang, gerakan yang
kasar dan kuat termasuk pekerjaan yang berisiko tinggi (Tarwaka, 2013).
Aktivitas berulang pada siku terkait aktivitas yang melibatkan siklik fleksi
maupun ekstensi serta fleksi pada pergelangan tangan yang menghasilkan
beban pada daerah siku juga merupakan faktor terjadinya keluhan MSDs
pada bagian siku (Widjaja, 1998)
Memanfaatkan waktu istirahat dengan baik, dan juga melakukan
peregangan baik sebelum maupun sesudah melakukan pekerjaan sehingga
dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan, merupakan cara yang dapat
dilakukan pekerja untuk mengurangi keluhan MSDs yang dirasakan.
Grandjean (2000) menjelaskan pengaturan waktu kerja dengan
memanfaatkan waktu istirahat yang cukup merupakan cara untuk
mengurangi paparan faktor risiko pekerjaan (Grandjean, 2000). Selain itu,
peregangan teratur di sela-sela pekerjaan akan bermanfaat untuk
mengurangi ketegangan otot, memperbaiki peredaran darah, mengurangi
kecemasan, perasaan tertekan, kelelahan, memperbaiki kewaspadaan
mental, mengurangi risiko cedera (Anderson, 2010).
6.4.5 Keluhan Tangan Berdasarkan Penilaian Postur Pergelangan Tangan
Pergelangan tangan merupakan area penting untuk terjadinya
gerakan tangan. Sikap tubuh tidak alamiah saat bekerja, frekuensi ketika
bergerak disertai sikap tidak alamiah dapat menyebabkan terjadinya
146
keluhan MSDs pada pergelangan tangan dan tangan (Budiono dkk., 2003).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui pekerja yang bekerja dengan posisi
pergelangan tangan yang berisiko atau dengan posisi pergelangan >15o
fleksi atau ekstensi sebanyak 25 pekerja (62,5%). Seharusnya pekerja
bekerja dengan posisi pergelangan 0-15o
fleksi. Hasil penelitian juga
menjelaskan bahwa pekerja yang bekerja dengan postur >15o fleksi
ditemukan sebanyak 11 pekerja (44%) memiliki keluhan pada bagian
tangannya.
Data penelitian menunjukkan bahwa proses produksi yang
memiliki postur janggal yang paling berisiko terdapat pada proses
pencetakan dan perebusan, dimana dalam kedua proses ditemukan seluruh
pekerja memiliki postur lengan yang tidak ergonomis yakni, dengan posisi
pergelangan tangan > 15 o fleksi atau ekstensi.
Aktivitas yang membuat pekerja bagian pencetakan memiliki
postur janggal adalah saat pekerja mengambil adonan dan membawa
adonan untuk dimasukkan kedalam mesin pencetak bakso, tempo yang
cepat juga mengakibatkan pekerja tidak memperhatikan postur pada
pergelangan tangannya. Pada pekerja bagian produksi aktivitas yang
mengakibatkan pekerja memiliki postur pergelangan tidak alamiah adalah
ketika memindahkan bakso yang sudah di cetak menuju panci perebusan.
Selain itu beban yang terlalu berat saat memindahkan bakso menuju panci
perebusan juga mengakibatkan pekerja memiliki postur tidak alamiah pada
pergelangan tangan.
147
Widjaja (1998) menjelaskan bahwa pekerjaan berulang yang
berkaitan dengan pergelangan tangan dan tangan sebagai aktivitas
pekerjaan berulang atau siklik seperti tangan yang menggenggam atau
pergelangan tangan yang ekstensi dan fleksi, atau adanya penyimpangan
pada ulna/radial dan suspinasi atau pronasi mengakibatkan terjadinya
keluhan MSDs pada bagian tangan dan pergelangan tangan (Widjaja,
1998)
Dikarenakan tidak dapat mengeliminasi melalui rekayasa teknik
atau merubah cara kerja, maka saran yang dapat di berikan adalah dengan
cara memanfaatkan waktu istirahat kerja dengan baik, sehingga otot akan
relaks dan dapat mengurangi nyeri pada otot serta melakukan peregangan
sebelum bekerja. Selain itu, mengurangi beban objek saat melakukan
pengambilan adonan juga dapat dilakukan dalam mengurangi keluhan
pada pergelangan tangan pekerja. Grandjean (2000) menjelaskan
pengaturan waktu kerja dengan memanfaatkan waktu istirahat yang cukup
merupakan cara untuk mengurangi paparan faktor risiko pekerjaan
(Grandjean, 2000). Selain itu, peregangan teratur di sela-sela pekerjaan
akan bermanfaat untuk mengurangi ketegangan otot, memperbaiki
peredaran darah, mengurangi kecemasan, perasaan tertekan, kelelahan,
memperbaiki kewaspadaan mental, mengurangi risiko cedera (Anderson,
2010). OSHA (2000) menjelaskan bahwa mengurangi beban pada saat
mengangkat objek kerja merupakan cara agar pekerja terhindar dari postur
yang tidak alamiah (OSHA, 2000).
148
6.4.6 Keluhan Kaki Berdasarkan Penilaian Postur Kaki
Keluhan muskuloskeletal disorders pada bagian kaki banyak
dipengaruhi oleh berbagai hal diantaranya adalah postur yang tidak
alamiah (kaki yang tidak tertopang secara sempurna, dan sendi yang
membentuk sudut tertentu), gerakan berulang pada kaki dan juga peralatan
yang digunakan pada kaki (Rao, 2012). Berdasarkan hasil penelitian
diketahui pekerja yang bekerja dengan posisi kaki berisiko sebanyak 8
pekerja (20%). Pekerja yang bekerja dengan posisi Lutut 30-60o
Fleksi
sebanyak 1 pekerja (2,5%) dan pekerja yang bekerja dengan posisi kaki
tidak tertopang, dan bobot tidak merata sebanyak 7 pekerja (17.5%),
seharusnya pekerja bekerja dengan posisi kaki tertopang secara sempurna.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebesar 100% pekerja yang
bekerja dengan posisi Lutut 30-60o
Fleksi memiliki keluhan
muskuloskeletal disorders pada bagian kaki. Pekerja yang bekerja dengan
posisi kaki tidak tertopang, dan bobot tidak merata sebanyak 4 pekerja
(57,9%) mengalami keluhan muskuloskeletal disorders pada bagian
kakinya, adapun pekerja yang memiliki keluhan namun memiliki postur
yang baik dapat diakibatkan oleh banyak hal.
Berdasarkan seluruh proses produksi yang terdapat pada CV
Unique Mandiri Perkasa yang memiliki postur kaki yang paling berisiko
paling banyak adalah proses produksi packing yakni sebanyak 1 pekerja
atau sebesar 4.8% pada proses tersebut memiliki postur yang berisiko
yakni postur lutut 30-60o fleksi. Sedangkan untuk pekerja yang bekerja
dengan postur kaki tidak tertopang secara sempurna, banyak terdapat pada
149
proses produksi pencetakan sebanyak 2 pekerja (33,3%), perebusan
sebanyak 1 pekerja (33,3%), pendinginan bakso sebanyak 2 pekerja
(66,7%) dan packing sebanyak 2 pekerja (9,52%).
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa pekerja yang
bekerja dengan posisi kaki alamiah dan mengeluhkan keluhan
muskuloskeletal disorders pada kakinya, dikarenakan terlalu lama berdiri
pada saat bekerja. Pekerjaan dalam waktu lama dengan posisi yang
sama/tetap seperti berdiri akan menyebabkan ketidaknyamanan. Sikap
kerja berdiri dalam waktu lama akan membuat pekerja selalu berusaha
menyeimbangkan tubuhnya sehingga menyebabkan terjadinya beban kerja
statis pada otot-otot punggung dan kaki. Kondisi tersebut juga
menyebabkan mengumpulnya darah pada anggota tubuh bagian bawah.
Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang
lama, akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament
dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya disebut
dengan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem
muskuloskeletal (Grandjean, 1993).
Untuk mengurangi keluhan pada bagian kaki di proses packing
adalah dengan menyediakan tempat duduk agar pekerja bekerja dengan
nyaman dan dapat mengurangi keluhan yang dirasakan pekerja karena,
pekerjaan yang dilakukan dengan posisi duduk dapat mengurangi beban
statis yang diterima oleh kaki, sehingga diharapkan dapat menurunkan
faktor risiko pada bagian kaki. ACGIH (2007) menjelaskan bahwa
menyediakan peralatan kerja yang dapat diatur sesuai dengan pekerjanya
150
serta menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dapat mengurangi risiko
ergonomi pada pekerja (ACGIH, 2007)
6.4.7 Keluhan MSDs Berdasarkan Penilaian Beban Angkut
Beban yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah
mengakibatkan pekerja mengalami gangguan atau penyakit akibat kerja
(Bustan, 2000). Beban yang berlebihan mengakibatkan peregangan otot
yang terlalu berlebih yang melebihi kemampuan optimum otot yang dapat
meningkatkan risiko keluhan otot (Vi, 2000).Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa pekerja yang mengangkat beban berlebih sebanyak 28
pekerja (70%). Adapun beban angkut yang diangkat pekerja paling banyak
adalah pekerja yang mengangkat beban seberat 5kg hingga 10 kg dengan
jumlah pekerja sebanyak 20 pekerja (50%), sedangkan beban yang
diangkat dengan berat lebih dari 10 kg sebanyak 8 pekerja (20%),
seharusnya pekerja bekerja dengan beban angkut kurang dari 5kg.
Diketahui bahwa pekerja yang bekerja dengan beban angkut seberat >
10kg sebanyak 7 pekerja mengalami keluhan MSDs, (95%). sedangkan
pekerja yang bekerja dengan beban angkut seberat 5kg-10kg dan memiliki
keluhan MSDs sebanyak 20 (100%) pekerja.
Berdasarkan hasil penelitian juga menjelaskan bahwa proses
produksi yang terdapat yang memiliki beban angkut yang paling berisiko
paling banyak adalah proses produksi pengadukan yakni sebanyak 1
pekerja (100%), pada proses in, aktivitas yang memiliki beban angkut >
10kg adalah ketika pekerja harus mengangkut es batu, daging dan bahan
baku lainnya ke dalam mesin pengaduk. Pada proses perebusan sebanyak 2
151
pekerja (66,7%) pada proses ini, kegiatan yang mengharuskan pekerja
mengangkat beban angkut lebih dari 10kg adalah saat pekerja mengangkat
bakso yang sudah masak ke troli dan ketika mengangkat bakso dari troli ke
meja pendinginan. Pada proses persiapan bumbu sebanyak 1 (50%)
pekerja, dimana dalam proses ini pekerja harus mengangkut terigu dan
tepung dari ruang penyimpanan menuju ruang penakaran tepung dan
terigu. Pada pemotongan daging sebanyak 2 (50%) pekerja diharuskan
mengangkat beban lebih dari 10 kg perharinya ketika pekerja mengambil
daging dari ruang penyimpanan dingin menuju ruang pemotongan dan
penggilingan, serta ketika pekerja harus memindahkan daging dari ruang
pemotongan menuju ruang pengadukan..
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Masliah (2014)
menunjukkan bahwa berat beban mempengaruhi terjadinya keluhan
muskuloskeletal pada pekerja manual handling di makasar (Masliah,
2009). Hal serupa pada penelitian yang dilakukan oleh Setyaningsih
(2009) juga diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
beban angkut dengan keluhan muskuloskeletal (Setyaningsih, 2009).
Keluhan MSDs yang dialami pekerja salah satunya dikarenakan
mengangkat beban yang terlalu berat, sehingga untuk mengurangi beban
yang lebih dari 10kg, pekerja dapat meminta bantuan guna mengurangi
peregangan otot yang terjadi akibat mengangkat beban terlalu berat. Pada
proses memindahkan barang atau adonan yang berat disarankan agar
menggunakan pesawat sederhana seperti penggunaan roda, selain itu, perlu
dilakukan training tata cara mengangkat dengan baik dan benar. Menurut
152
HSE (2016) penanganan manual handling dapat dilakukan dengan cara
bekerja dalam tim guna mengurangi beban yang diterima, dan mengurangi
risiko keluhan MSDs (HSE, 2016). Setiadi (201) menjelaskan juga bahwa
penggunaan alat bantu seperti penggunaan troli dapat meringankan
pekerjaan dan menurunkan risiko pekerjaan yang dilakukan dengan cara
manual handling (Setiadi, dkk., 2013). Selain itu, pelatihan mengenai
pengenalan dan pencegahan risiko ergonomi juga dapat dilakukan agar
pekerja paham akan bahaya ergonomi dan penggunaan alat kerja sehingga
terhindar dari risiko ergonomi, agar pekerja mengenali bahaya dan bekerja
dengan kehati-hatian (Kurniawidjaja, 2014).
6.4.8 Keluhan MSDs Berdasarkan Penilaian Aktivitas Berisiko
Menurut penelitian Mokhtar (2013) repetitive work atau gerakan
berulang merupakan faktor utama yang menyebabkan peningkatan
prevalensi musculoskeletal disorders. (Mokhtar, 2013). Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa sebanyak 32 pekerja memilki aktivitas
berulang dalam pekerjaannya (80%), sedangkan seharusnya pekerja tidak
memiliki aktivitas yang melebihi 4 gerakan dalam 1 menit. Berdasarkan
hasil penelitian diketahui bahwa pekerja yang bekerja dengan aktivitas
berulang sebanyak 32 pekerja (100%).mengalami keluhan MSDs.
Adapun, berdasarkan seluruh proses produksi yang terdapat pada
CV Unique Mandiri Perkasa yang memiliki aktivitas yang paling berisiko
paling banyak adalah proses produksi pengadukan yakni sebanyak 1
pekerja atau sebesar 100%, pada proses pencetakan sebanyak 6 pekerja
atau 100%, pada proses pendinginan sebanyak 3 (100%) pekerja dan
153
packing 20 (95.8%) pekerja. Pada proses tersebut memiliki aktivitas yang
berisiko yakni adanya aktivitas berulang lebih dari 4 kali dalam 1 menit.
Dalam penelitian Andini (2015) menjelaskan bahwa faktor gerakan
repetisi merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs
pada pekerja (Andini, 2015). Tarwaka (2013) menjelaskan bahwa
pekerjaan repetitive dapat menyebabkan nyeri akibat akumulasi sisa
metabolisme dalam otot. Otot akan melemah dan spasme, yang biasa
terjadi padq a tangan atau lengan bawah ketika melakukan kegiatan
berulang, gerakan yang kasar dan kuat termasuk pekerjaan yang berisiko
tinggi (Tarwaka, 2013).
Dikarenakan proses yang tidak dapat dirubah dan tidak ada alat
untuk dieliminasi, sehingga saran yang dapat diberikan adalah agar pekerja
memanfaatkan waktu istirahat sebaik mungkin untuk mengurangi rasa
nyeri yang ditimbulkan oleh gerakan berulang. Saran lain, adalah dengan
cara melakukan peregangan pada otot agar otot menjadi relaks dan mampu
mengurangi keluhan nyeri yang di rasakan. Grandjean (2000) menjelaskan
pengaturan waktu kerja dengan memanfaatkan waktu istirahat yang cukup
merupakan cara untuk mengurangi paparan faktor risiko pekerjaan
(Grandjean, 2000). Selain itu, peregangan teratur di sela-sela pekerjaan
akan bermanfaat untuk mengurangi ketegangan otot, memperbaiki
peredaran darah, mengurangi kecemasan, perasaan tertekan, kelelahan,
memperbaiki kewaspadaan mental, mengurangi risiko cedera (Anderson,
2010).
154
6.4.9 Keluhan MSDs Berdasarkan Penilaian Postur Genggaman
Sikap tidak alamiah pada saat memegang atau menggunakan
handtools dengan diiringi dengan frekuensi yang terus menerus dan juga
dengan durasi yang lama dapat meningkatkan keluhan muskuloskeletal
pada tangan dan pergelangan tangan (Budiono dkk., 2003). Berdasarkan
hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 13 pekerja (32,5%) memiliki
genggaman yang dapat diterima namun tidak ideal. Seharusnya pekerja
memiliki genggaman yang pas dan kuat. Diketahui bahwa pekerja yang
bekerja dengan genggaman dapat diterima namun tidak ideal yang
memiliki keluhan MSDs pada bagian tangan sebanyak 7 pekerja (53,8%).
OSHA (1999) menjelaskan bahwa keluhan muskuloskeletal pada bagian
lengan dapat dikarenakan adanya gerakan berulang, beban yang terlalu
berat, tipe genggaman, dan beban genggaman (OSHA, 1999). Gupta
(2014) menjelaskan bahwa postur genggaman memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap keluhan muskuloskeletal pada bagian tangan (Gupta,
2014)
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan pekerja yang memiliki
genggaman yang paling berisiko, paling banyak terdapat pada proses
produksi pemotongan daging yakni sebanyak 4 pekerja (100%), pada
proses pencetakan bakso sebanyak 6 pekerja (100%), dan pada proses
perebusan sebanyak 3 pekerja (100%).
Adapun saran yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengganti
peralatan yang digunakan dengan peralatan yang memiliki genggaman
yang pas dan kuat, sehingga pekerja dapat bekerja dengan nyaman dan
155
aman. OSHA (2000) menjelaskan bahwa untuk mengurangi risiko
pekerjaan juga dapat dilakukan dengan cara menyediakan peralatan yang
sesuai dengan pekerjaan dan sesuai dengan genggaman pekerja (OSHA,
2000). ACGIH (2007) juga menjelaskan bahwa menyediakan tempat kerja
dan peralatan kerja yang dapat disesuaikan dengan penggunaannya, dapat
mengurangi jangkauan dan memperbaiki postur (ACGIH, 2007).
6.4.10 Pemetaan Keluhan MSDs Berdasarkan Proses Produksi
Proses produksi di CV Unique Mandiri Perkasa terdiri dari 7
proses, diantaranya proses persiapan bumbu, pemotongan daging,
pengadukan adonan, pencetakan adonan, perebusan bakso, pendinginan
bakso dan pengepakan bakso. Perbedaan aktivitas proses produksi
mengakibatkan pekerja memiliki perbedaan dalam keluhan
muskuloskeletal yang dirasakan.
Pada proses persiapan bumbu, diketahui pekerja memiliki keluhan
pada bagian leher 1 pekerja (50%), punggung bawah 1 pekerja (50%), kaki
2 pekerja (100%), paha 1 pekerja (50%) pekerja dan tumit 1 pekerja (50%)
dengan postur berisiko paling banyak ditemui pada bagian leher, lengan
atas dan punggung. Berdasarkan hasil observasi menunjukkan bahwa
pekerja memiliki aktivitas yang menunduk saat bekerja, meja kerja yang
rendah dan pekerja bekerja dengan posisi kaki yang menekuk. Breman
(2005) menjelaskan Faktor risiko yang dapat menyebabkan nyeri leher
pada pekerjaan dengan aktivitas pergerakan lengan atas dan leher yang
berulang-ulang, beban statis pada otot leher dan bahu, serta posisi leher
yang ekstrem saat bekerja (Breman, 2005). Menurut Oesman (2011),
156
sarana kerja yang tidak ergonomis, lingkungan kerja yang tidak memenuhi
syarat dan sikap kerja yang tidak alamiah juga merupakan sebagian besar
masalah yang muncul, khususnya dalam lingkungan industri skala kecil..
Untuk mengurangi keluhan tersebut, dapat dilakukan dengan cara
menambahkan meja kerja yang sesuai dengan postur tubuh pekerja,
memberikan pelatihan terhadap bahaya ergonomi agar pekerja tidak
berpostur tidak alamiah. ACGIH (2007) menjelaskan bahwa menyediakan,
menyeleksi atau mendesain peralatan dapat mengurangi beban,
menghemat waktu, dan memperbaiki postur (ACGIH, 2007). Humantech
(2016) juga menjelaskan bahwa pengaturan dan menentukan meja kerja
yang sesuai dapat mengurangi keluhan MSDs yang diakibatkan oleh
postur kerja akibat ketidaksesuaian antara meja kerja dengan pekerjanya
(humantech, 2016).
Pada proses pemotongan daging, pekerja memiliki keluhan paling
banyak pada punggung bawah sebanyak 4 pekerja (100%) dan pada
punggung sebanyak (50%), pada bagian bahu sebanyak 1 pekerja (25%),
keluhan pada leher sebanyak 1 pekerja (25%) dan pada tangan sebanyak 1
pekerja (25%) dengan pekerja memiliki postur berisiko paling banyak pada
leher, bahu, dan punggung . Berdasarkan hasil pengamatan, keluhan MSDs
pada pekerja diakibatkan aktivitas kerja yang mengangkut beban lebih dari
30kg perhari, kurangnya pengetahuancra mengangkat dan angkut yag baik
dan benar engakibatkan pekerja memiliki keuhan pada bagian – bagin
tersebut. . Masliah (2014) menjelaskan bahwa berat beban mempengaruhi
terjadinya keluhan muskuloskeletal pada pekerja manual handling di
157
makasar (Masliah, 2009). Hal serupa pada penelitian yang dilakukan oleh
Setyaningsih (2009) juga diketahui bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara beban angkut dengan keluhan muskuloskeletal
(Setyaningsih, 2009).
Sehingga untuk mengurangi keluhan pada pekerja bagian
pemotongan daging adalah degan cara memberikan pengetahuan dan
pelatihan kepada pekeja agar pekerja bekerja dengan aman dan nyaman.
Kurniawidjaya (2014) menjelaskan bahwa pelatihan mengenai pengenalan
dan pencegahan risiko ergonomi juga dapat dilakukan agar pekerja paham
akan bahaya ergonomi dan penggunaan alat kerja sehingga terhindar dari
risiko ergonomi, agar pekerja mengenali bahaya dan bekerja dengan
kehati-hatian (Kurniawidjaja, 2014).
Pada proses pengadukan, keluhan yang paling banyak ditemui
adalah pada bagian punggung sebesar 100% dan bagian tangan sebesar
100% dengan postur pekerja paling banyak ditemui pada bagian leher dan
punggung. Berdasarkan hasil pengamatan, keluhan pada pekerja bagian
pengadukan diakibatkan pekerja bekerja pada meja kerja yang rendah
sehingga pekerja menundukkan badannya. Selain itu, beban yang harus
diangkut pekerja juga melebihi 5kg perharinya mengakibatkan tangan
pekerja mengalami keluhan. Oesman (2011), sarana kerja yang tidak
ergonomis, lingkungan kerja yang tidak memenuhi syarat dan sikap kerja
yang tidak alamiah juga merupakan sebagian besar masalah yang muncul,
khususnya dalam lingkungan industri skala kecil (Oesman, 2011).
158
Untuk mengurangi keluhan tersebut, dapat dilakukan dengan cara
menambahkan meja kerja yang sesuai dengan postur tubuh pekerja,
memberikan pelatihan terhadap bahaya ergonomi agar pekerja tidak
berpostur tidak alamiah. ACGIH (2007) menjelaskan bahwa menyediakan,
menyeleksi atau mendesain peralatan dapat mengurangi beban,
menghemat waktu, dan memperbaiki postur (ACGIH, 2007). Humantech
(2016) juga menjelaskan bahwa pengaturan dan menentukan meja kerja
yang sesuai dapat mengurangi keluhan MSDs yang diakibatkan oleh
postur kerja akibat ketidaksesuaian antara meja kerja dengan pekerjanya
(humantech, 2016).
Pada proses pencetakan bakso, keluhan MSDs yang banyak
ditemui adalah leher sebanyak 3 pkerja (50%), bahu dan lutut sebanyak 4
pekerja (66,7%) punggung, punggung bawah dan betis sebayak 5 pekerja
(83,3%) dengan postur berisiko paling banyak ditemui pada proses ini
adalah pada postur leher, punggung, lengan atas, dan pergelangan tangan.
Berdasarkan hasil pengamatan, hal tersebut terjadi karena pada bagian
pencetakan proses produksi memiliki meja kerja yang berada di bawah
sehingga pekerja membungkuk dan mejangkau benda yang dibawah pada
saat melakukan pekerjaannya, dan juga proses kerja dengan posisi berdiri
juga mengakibatkan pekerja mengalami keluhan pada betis.
Lukman (2012) menjelaskan bahwa postur yang tidak alamiah
seperti punggung yang terlalu membungkuk yang mengakibatkan posisi
tubuh semakin menjauh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi
pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal atau sering disebut sebagai
159
MSDs (Lukman, 2012). Penelitian Hendra (2009) menunjukkan bahwa
keluhan MSDs akibat sikap kerja yang tidak ergonomi terbanyak pada
pekerja yang mengenai bagian leher dan punggung bawah dirasakan oleh
98 pekerja (Hendra, 2009). Grandjean (1993) menjelaskan sikap kerja
berdiri dalam waktu lama akan membuat pekerja selalu berusaha
menyeimbangkan tubuhnya sehingga menyebabkan terjadinya beban kerja
statis pada otot-otot punggung dan kaki. Kondisi tersebut juga
menyebabkan mengumpulnya darah pada anggota tubuh bagian bawah.
Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang
lama, akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament
dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya disebut
dengan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem
muskuloskeletal (Grandjean, 1993).
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi keluhan adalah
dengan cara menyediakan meja kerja agar pekerja tidak meletakan objek
kerja di bawah lantai yang mengakibatkan pekerja membungkuk ketika
bekerja. ACGIH (2007) menjelaskan bahwa menyediakan, menyeleksi
atau mendesain peralatan dapat mengurangi beban, menghemat waktu, dan
memperbaiki postur (ACGIH, 2007). Untuk mengurangi keluhan pada
kaki dapat juga dilakukan dengan cara memanfaatkan waktu istirahat
dengan baik dan juga melakukan peregangan. Grandjean (2000)
menjelaskan pengaturan waktu kerja dengan memanfaatkan waktu istirahat
yang cukup merupakan cara untuk mengurangi paparan faktor risiko
pekerjaan (Grandjean, 2000). Selain itu, peregangan teratur di sela-sela
160
pekerjaan akan bermanfaat untuk mengurangi ketegangan otot,
memperbaiki peredaran darah, mengurangi kecemasan, perasaan tertekan,
kelelahan, memperbaiki kewaspadaan mental, mengurangi risiko cedera
(Anderson, 2010).
Pada proses perebusan dan pendiniginan bakso keluhan yang
banyak dialami oleh pekerja adalah Punggung sebayak 66,7% pada proses
perebusan, dan 100% pada proses pendinginan, keluhan pada leher sebesar
66,7% pada proses perebusan, dan 100% pada proses pendinginan, dan
keluhan pada bahu sebesar 33,3% pekerja pada kedua proses. Pada proses
perebusan, postu7r yang berisiko paling banyak ditemui pada bagian tubuh
leher, punggung, lengan atas, dan juga pergelangan. Sedangkan pada
proses pendinginan postur berisiko paling banyak ditemui pada leher,
punggung dan lengan atas. Adapun hal yang dapat meyebakan pekerja
mengalami keluhan pada punggung, leher, dan bahu adalah postur pekerja
yang terlalu membungkuk dan condong kedepan mengakibatkan pekerja
mengalami keluhan pada punggung,. Posisi objek kerja yang terlalu rendah
juga mengakibatkan pekerja mengalami keluhan pada leher dan aktivitas
menjangkau yang terlalu jauh mengakibatkan pekerja mengalami keluhan
pada bahu.
Lukman (2012) menjelaskan bahwa postur yang tidak alamiah
seperti punggung yang terlalu membungkuk yang mengakibatkan posisi
tubuh semakin menjauh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi
pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal atau sering disebut sebagai
MSDs (Lukman, 2012). Sedangkan Tarwaka (2010) menjelaskan bahwa
161
kegiatan menjangkau objek kerja terlalu jauh dapat menyebabkan keluhan
MSDs (Tarwaka, 2010). Selain posisi bahu yang melebihi atau sejajar
akroniom, dan kegiatan menjangkau, tekanan tinggi pada otot bahu juga
dapat menyebabkan meningkatnya aktivitas kontraksi otot dimana dapat
mendorong terjadinya peningkatan pada keduanya yaitu kelelahan otot dan
tegangan tendon. Tekanan juga dihubungkan dengan beban statis pada otot
bahu yang dapat mengakibatkan keluhan pada bahu (Bernard, 1997). Dan
juga NIOSH (1997) menjelaskan bahwa lingkungan kerja yang tidak
sesuai dengan pekerja dapat menyebabkan WMSDs atau MSDs yang
berhubungan dengan pekerjaan jika tidak terdapat perbaikan terhadap
lingkungan kerja dalam waktu yang lama (NIOSH, 1997).
Untuk mengurangi keluhan pada proses perebusan dan pendiginan
adalah pada proses perebusan adalah perlunya disediakan peralatan khusus
yang memiliki karakteristik bergagang panjang dan mudah di genggam
untuk mengurangi aktivitas menjangkau terlalu jauh sehingga mengurangi
postur leher, punggung dan bahu yang tidak alamiah. ACGIH (2007)
menjelaskan bahwa menyediakan tempat kerja dan peralatan kerja yang
dapat disesuaikan dengan penggunaannya, dapat mengurangi jangkauan
dan memperbaiki postur (ACGIH, 2007).
Pada proses packing keluhan yang banyak dialami oleh pekerja
adalah keluhan pada leher sebanyak 13 pekerja (61,9%), pada punggung
sebanyak 12 pekerja (57.1%) dan pada betis sebanyak 10 pekerja (47,8%)
dengan postur berisiko paling banyak ditemui pada bagian tubuh leher.
Berdasarkan hasil observasi, keluhan yag terjadi pada bagian packing
162
adalah ketika pekera bekerja dengan cara menunduk, dan bekerja dengan
posisi kerja berdiri dengan lama dan statis, sehingga mengakibatkan
pekerja mengalami keluhan pada leher, punggung dan betis. Jalajuwita
(2015) menjelaskan bahwa sikap kerja atau posisi kerja yang tidak alamiah
dapat mengakibatkan munculnya keluhan penyakit berupa WMSDs (work
related musculoskeletal disorders).Posisi kerja mengacu pada bagaimana
postur tubuh yang dilakukan, posisi kerja yang nyaman dan aman akan
mempengaruhi produktivitas kerja yang lebih baik (Jalajuwita, 2015).
Grandjean (1993) menjelaskan sikap kerja berdiri dalam waktu lama akan
membuat pekerja selalu berusaha menyeimbangkan tubuhnya sehingga
menyebabkan terjadinya beban kerja statis pada otot-otot punggung dan
kaki. Kondisi tersebut juga menyebabkan mengumpulnya darah pada
anggota tubuh bagian bawah. Apabila otot menerima beban statis secara
berulang dan dalam waktu yang lama, akan menyebabkan keluhan berupa
kerusakan pada sendi, ligament dan tendon. Keluhan hingga kerusakan
inilah yang biasanya disebut dengan musculoskeletal disorders (MSDs)
atau cedera pada sistem muskuloskeletal (Grandjean, 1993).
Sehingga untuk mengurangi keluhan MSDs pada proses produksi
bagian packing dapat dilakuan dengan cara memberikan pekerja kursi
kerja agar pekerja tidak berdiri dalam bekerja sehingga dapat mengurangi
keluhan pada betis dan postur membungkuk maupun menunduk. ACGIH
(2007) menjelaskan bahwa menyediakan peralatan kerja yang dapat diatur
sesuai dengan pekerjanya serta menciptakan lingkungan kerja yang
nyaman dapat mengurangi risiko ergonomi pada pekerja (ACGIH, 2007)
163
Selain itu memanfaatkan istirahat yang cukup dan melakukan peregangan
juga dapat menguragi keluhan yag dirasakan. Grandjean (2000)
menjelaskan pengaturan waktu kerja dengan memanfaatkan waktu istirahat
yang cukup merupakan cara untuk mengurangi paparan faktor risiko
pekerjaan (Grandjean, 2000). Selain itu, peregangan teratur di sela-sela
pekerjaan akan bermanfaat untuk mengurangi ketegangan otot,
memperbaiki peredaran darah, mengurangi kecemasan, perasaan tertekan,
kelelahan, memperbaiki kewaspadaan mental, mengurangi risiko cedera
(Anderson, 2010).
Secara umum pekerja yang memiliki keluhan pada bagian
tubuhnya memiliki aktivitas maupun postur yang berisiko pada saat
melakukan pekerjaan. Namun, beberapa pekerja dengan postur berisiko,
aktivitas berisiko, dan faktor risiko pekerjaan yang tinggi juga memiliki
keluhan yang belum dirasakannya. Sehingga apabila dibiarkan, akan
mengakibatkan peningkatan terhadap jumlah pekerja yang mengalami
keluhan MSDs.
164
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 7.1
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pekerja
produksi bakso CV Unique Mandiri Perkasa dapat disimpulkan bahwa:
1. Sebanyak 38 atau sebesar 95% pekerja di CV Unique Mandiri Perkasa
mengalami keluhan MSDs. Hasil distribusi frekuensi menunjukkan
bahwa keluhan MSDs terbanyak adalah keluhan pada punggung
sebanyak 25 pekerja atau sebesar 62,5%, kemudian keluhan pada
leher sebanyak 23 pekerja atau 57,5%, pada bagian betis sebanyak 17
pekerja atau sebesar 42,5% dan pada tangan sebanyak 16 pekerja atau
sebesar 40%.
2. Sebanyak 20 pekerja (50%) pekerja memiliki kategori kelompok
umur lebih dari 30 tahun, sebanyak 28 pekerja (70%) memiliki masa
kerja yang kurang dari sama dengan 4 tahun, sebanyak 12 pekerja
(30%) memiliki kebiasaan merokok dengan kategori sedang,
sebanyak 15 pekerja (37,5%0 memiliki IMT dengan kategori gemuk,
sebanyak 35 pekerja (87,5%) memiliki kekuatan fisik yang lemah, dan
sebanyak 7 pekerja (17,5%) memiliki beban kerja yang berat.
3. Hasil distribusi frekuensi faktor risiko pekerjaan dengan kategori
tinggi sebanyak 7 pekerja atau sebesar 17,5%, kategori sedang
sebanyak 9 pekerja atau sebesar 22,5% dan kategori rendah sebanyak
24 pekerja atau sebesar 60%.
165
4. Sebanyak 58,8% pekerja mengalami keluhan leher dengan postur
leher > 20o fleksi atau ekstensi, dijumpai pada poses produksi
persiapan bumbu, pengadukan, perebusan dan pendinginan bakso.
5. Sebanyak 50% pekerja mengalami keluhan bahu dengan postur
lengan atas >90o fleksi dijumpai pada proses produksi pendinginan.
6. Sebanyak 80% pekerja mengalami keluhan bagian punggung dengan
postur punggung memutar atau miring, dijumpai pada proses produksi
perebusan dan pendinginan bakso
7. Sebanyak 7,5% pekerja mengalami keluhan pada siku dengan postur
60-100o fleksi.
8. Sebanyak 44% pekerja mengalami keluhan pada tangan dengan postur
pergelangan tangan > 15o fleksi atau ekstensi, dijumpai pada proses
produksi perebusan dan pencetakan bakso.
9. Sebanyak 57,9% pekerja mengalami keluhan pada kaki dengan postur
kaki tidak tertopang sempurna, dijumpai pada proses produksi
pencetakan, perebusan, pendinginan dan packing.
10. Sebanyak 95% pekerja mengalami keluhan MSDs dengan beban
angkut > 10kg perhari, yang dijumpai pada proses persiapan bumbu,
pemotongan daging, pengadukan dan perebusan bakso.
11. Sebanyak 100% pekerja mengalami keluhan MSDs dengan pekerjaan
berulang, yang dijumpai pada proses pengadukan, pencetakan,
pendinginan dan packing.
166
12. Sebanyak 53,8% pekerja mengalami keluhan pada tangan dengan
genggaman bisa di terima namun tidak ideal, yang dijumpai pada
proses pemotongan daging, pencetakan dan perebusan.
13. Secara umum pekerja yang memiliki keluhan pada bagian tubuhnya
memiliki aktivitas maupun postur yang berisiko pada saat melakukan
pekerjaan. Beberapa pekerja dengan postur berisiko, aktivitas
berisiko, dan faktor risiko pekerjaan yang tinggi juga memiliki
keluhan yang belum dirasakannya
Saran 7.2
1. Bagi Perusahaan
Perusahaan diharapkan dapat menerapkan pengendalian bahaya ergonomi
seperti:
a. Pada proses persiapan bumbu dan pencetakan untuk mengurangi
keluhan pada leher bahu, kaki serta menurangi risiko beban kerja lebih
dari 10kg, perlunya menambahkan meja kerja supaya pekerja tidak
membungkuk untuk menjangkau objek kerja yang berada di bawah
lantai atau saat pekerja menuang bumbu ke baskom.
b. Pada proses pengadukan untuk mengurangi keluhan pada punggung,
pergelangan tangan, kaki, dan risiko gerakan repetisi perlu
memperhitungkan ketinggian meja kerja yang disesuaikan dengan
tubuh pekerja.
c. Pada proses perebusan, untuk mengurangi keluhan pada leer,
punggung tangan dan kaki perlu mengganti alat penyaringan dengan
alat yang pas dan nyaman untuk digenggam.
167
d. Pada proses pendinginan bakso, untuk mengurangi kelua pada leher
bahu punggung dan kaki, perusahaan perlu menyediakan alat dengan
gagang panjang sehingga pekerja tidak perlu menjangkau objek dengan
postur bahu fleksi yang berlebihan dan postur punggung yang miring
dan memutar.
e. Pada proses packing, untuk menguragi keluhan pada kaki dan risiko
kerja gerakan repetisi perlu disediakan kursi kerja guna mengurangi
rasa nyeri pada kaki akibat terlalu lama berdiri dan postur kaki yang
tidak tertopang secara sempurna.
f. Pada seluruh proses kerja, perlunya dilakukan pelatihan mengenai
bahaya ergonomi dan pentingnya pencegahan bahaya ergonomi
g. Melakukan survey atau penilaian lebih lanjut terhadap faktor penyebab
terjadinya MSDs, dan memantau keluhan yang dirasakan oleh pekerja.
2. Bagi Pekerja
1. Menggunakan alat bantu berupa troley guna mengurangi mendorong
dan membawa beban yang terlalu berat seperti pada proses
pemotongan daging, memindahkan adonan dari proses pengadukan ke
proses pencetakan, dan memindahkan bakso dari proses perebusan ke
proses pendinginan.
2. Menyimpan dan menaruh objek kerja pada ketinggian yang sesuai
dengan posisi kerja seperti pada bagian persiapan bumbu, pengadukan,
pencetakan, dan packing.
168
3. Mendekatkan jangkauan objek kerja dengan tubuh saat akan
mengangkat objek kerja seperti pada proses pemotongan daging, dan
proses packing.
4. Mengurangi gerakan atau postur tidak alamiah seperti mengurangi
jangkauan horizontal seperti pada proses produksi pendinginan bakso,
pencetakan bakso, perebusan bakso dan proses packing bakso.
5. Melakukan peregangan sebelum melakukan pekerjaan guna
mengurangi rasa nyeri pada keluhan yang dirasakan.
6. Beristirahat secara seimbang dan cukup saat bekerja
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
1. Menggunakan teknik palpasi dalam menentukan keluhan yang
dirasakan oleh pekerja dengan tujuan mendapatkan hasil yang lebih
objektif.
169
DAFTAR PUSTAKA
ACGIH. 2007. Threeshold Llimit Values. TLVs® and BEIs ® Book.
Al Hajj, Mohammed. Et.al. 2014. Workplace Injury among Waste Management Workers:
Emphasis on Heat Stress. Sunshine ERC Research
Anderson, Putz V. 1997 . Musculoskeletal Disorders and Workplace Factors. National Institute
for Occupational Safety and Health
Anderson, Bob. 2010. Stretching in The Office (Peregangan untuk Orang Kantoran). Jakarta:
Serambi Ilmu Semesta.
Andini, Fauzia. 2015. Risk Factors Of Low Back Pain In Workers. J MAJORITY : Volume 4
Nomor 1
Anies. 2005. Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: Elex Media Computindo Astuti, R.D Dan Suhardi, B. 2007. Analisis Postur Kerja Manual Material Handling
Menggunakan Metode OWAS (Ovako Work Postur Analysis System). Jurnal Gema
Teknik. 10 (01): 67-75.
Battié, M.C., Bigos, S.J., Fisher, L.D., Hansson, T.H., Jones, M.E., Wortley, M.D. 1989.
Isometric lifting as a strength predictor of industrial back pain. Spine, 14(8): 851-856.
Ex.26-72.
Bernard B.P. 1997. Musculoskeletal Disorders and Workplace Factors. National Institute For
Occupationa Safety And Health. Available from URL : http://www.cdc.gov/niosh.pdf
BLS. 2015. Nonfatal Occupational Injuries And Illnesses Requiring Days Away From Work,
2014.
BLS. 2008. Injuries, Illnesses, and Fatalities in Food Manufacturing
Breman, Audrey et al. 2009. Praktek Keperawatan Klinis. Buku kedokteran EGC. Jakarta.;
Edisi 5
Bridger, R.S. 1995. Inroduction to Ergonomi. Singapore : Mc. Graw - Hill International.
Buckle, peter. Ergonomics And Musculoskeletal Disorders: Overview, Occupational Medicine.
Oxford university press; 2005
Budiman, Farid. 2015. Hubungan Posisi Kerja Angkat Dengan Keluhan Musculoskeletal
Disorder Pada Nelayan Tangkap Di Muara Angke Pluit Jakarta Utara. Forum Ilmiah
Volume 12 Nomor 1, Jakarta
Budiono, Sugeng. Dkk. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Semarang:
UNDIP
Bukhori, Endang. 2010. Hubungan Faktor Risiko Pekerja Dengan Terjadinya Keluhan
Musculoskeletal Disorders Pada Tukang Angkut Beban Penambang Emas Di
Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak Banten Tahun 2010. Skripsi. Jakarta. FKIK
UIN Syarif Hidayatullah.
Bustan, M.N. 2000. Epidemologi penyakit tidak menular. Rineka cipta. Jakarta.
Bustan M.N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Edisi Kedua. Rineka Cipta. Jakarta
Chaffin, D.B. Park, K.S. 1973. A longitudinal study of low-back pain as associated with
occupational weight lifting factors. The American Industrial Hygiene Association
Journal 34 (12), 513-525
Chiang, H-C. Chen S-S. 1990. The Occurrence of Carpal Tunnel Syndrome in Frozen Food
Factory Employees. Kaohsiung J Med Sci 1990;6:73-80.
Centre for Obesity Research and Education (CORE). 2007. Body Mass Index: BMI Calculator.
Didapat dari:http://www.core.monash.org/bmi.html.
170
Cohen A. 2007. Elements of ergonomics programs: a primer based on workplace evaluation of
musculoskeletal disorders.Department of Health And Human Services; Croasmun, jenie. 2003. Link reported between smoking and MSDs. Annals of Rheumatic
diseases: Reuters. Diakses dari http://www.ergoweb.com/news/detail.cfm?id=670.
Departemen Kesehatan RI. 2002.Pedoman Praktis untuk Mempertahankan Berat Badan Normal
Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Gizi Seimbang. Bina Kesehatan
Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat.
Departemen Kesehatan RI. 2005.Profil Masalah Kesehatan Tahun 2005. Jakarta: Departemen
Kesehaan RI.
EU-OSHA. 2010. Annex to Report: Work-related musculoskeletal disorders Facts and figures.
EASHW
Eurostat. 2004. Eurostat, „Work and health in the EU: A statistical portrait‟, Office for Official
Publications of the European Communities, Luxembourg, 2004
Ghosh, Tirthankar.et.al. 2010. Work-related musculoskeletal disorder: An occupational
disorder of the goldsmiths in India. IJCM, Vol.35, Issue 2
Grandjean, E. 1993. Fitting the Task to the Man, 4th ed. Taylor and Francis Inc. London.
Grandjean, E. 2000. Fitting the Task to the Man, A Textbook of Occupational Ergonomics.
Taylor and Francis Inc. London
Grummer-Strawn LM et al., 2002. American Journal of Clinical Nutrition. Dalam: Centers of
Disease Control and Prevention. Assessing Your Weight: About BMI for Adult.
Gupta, dkk. 2014. Ergonomic in Destiny. Int J Clin Pediatr Dent. 2014 Jan-Apr; 7(1): 30–34.
Handayani, Wita. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan Muskuloskeletal
Disorders PT. Surya Toto Indonesia, Tbk Tangerang Tahun 2011. Skripsi. Jakarta.
FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
Hasibuan, M.H.M. 2014. Perancangan Ulang Fasilitas Kerja di Stasiun Penjemuran
Berdasarkan Aspek Ergonomi. Repository USU.
Hedge, A., Morimoto, S. And McCrobie, D. 1999.Effects of keyboard tray geometry on upper
body posture and comfort, Ergonomics, 42 (10), 1333-1349.
Hendra, Dkk. 2009. Risiko Ergonomi Dan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada
Pekerja Panen Kelapa Sawit. TI-UNDIP HSE. 2016. Manual Handling. Diakses dari http://www.hse.gov.uk/msd/manualhandling.htm
HSE.2010. Ageing and Work-Related Musculoskeletal Disorders. Diakses dari:
www.hse.gov.uk/research/rrpdf/rr799.pdf
HSE. 2009. Assessment of repetitive tasks of the upper limbs (the ART tool). Diakses dari: http://www.hse.gov.uk/pubns/indg438.pdf
HSE. 2003. Manual handling assessment charts (the MAC tool). Diakses dari:
www.hse.gov.uk/pUbns/indg383.pdf
Humantech. 1995. Applied Ergonomics Training Manual 2nd Edition. Australia: Barkeley Vale.
Humantech. 2016. Hierarchy of controls for Musculoskeletal Disorders. Australia: Barkeley
Vale.
ILO. 2013. The Prevent of Occupational Diseases [online]. Diakses dari:
www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/wcms_204755.pdf
171
Ismaryati. 2006. Tes dan Pengukuran Olahraga. Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP)
dan UPT Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press): Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Jalajuwita, Rovanaya N. 2015. Hubungan Posisi Kerja Dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada
Unit Pengelasan PT. X Bekas. The Indonesian Journal of Occupational Safety and
Health, Vol. 4, No. 1 Jan-Jun 2015: 33–42
Jeyaratnam, J. 2009 Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja. EGC. Jakarta;
Katharine, et al. 2005. Musculoskeletal Disorders, Mental Health and The Work Environment.
University Oxford
Komalasari, D.,Helmi, A. F. 2000. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok pada Remaja.
Jurnal Psikologi Universitas Gadjah Mada Vol.3 No.1
http://avin.staff.ugm.ac.id/data/jurnal/perilakumerokok_avin.pdf
Kroemer, K. H. E. 2002. Ergonomics, Definition of Ergonomics [online]. Dari: www.nsc.org
Kurniawidjaja, Mely, dkk, 2014. Pengendalian Risiko Ergonomi Kasus Low Back Pain pada
Perawat di Rumah Saki. MKB, Volume 46 No. 4, Desember 2014
La Dao J. 2004. Occupational health & safety. 2nd ed. Illionis: National safety Council;.
Lukman, Nurma N. 2012. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika;
Magnavita, N. et.al. 2011. Environmental discomfort and musculoskeletal disorders. Occup Med. Vol 61, Issue 3
Magnusson. Et:al. 1996. Are Occupational Drivers at an Increased Risk for Developing
Musculoskeletal Disorders? .Spine Journal, Vol. 21
Masliah. Dkk. 2014. Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (Msds)
Pada Pekerja Manual Handling Di Pelabuhan Makassar. Departemen K3 UNHAS McAtamney, L. and Corlett, E.N. 1993. “RULA: A Survey Method for Investigation of Work-
Related Upper Limb Disorders”. Applied Ergonomics, 24(2), 91-99.
McAtamney, L. Hignet, S. 2000 Rapid Entire Body Assessment (REBA); Applied Ergonomics.
D.L. Kimbler. Clemson University.
Mokhtar, Deros BM, Sukadarin. 2013. Evaluation Of Musculoskeletal Disorders Prevalence
During Oil Palm Fresh Fruit Bunches Harvesting Using RULA. Advanced
Engineering Forum. 10: 110-15
Morton, P. Gonce, 1997. Panduan Pemeriksaan Kesehatan dengan Dokumentasi SOAPIE. EGC:
Jakarta.
Muttaqin, Arief. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Musculoskeletal . Jakarta
Netting, F. Ellen, Peter M. Kettner dan Steven L. McMurtry.1993. Social Work Macro Practice,
New York: Longman.
NIOSH. 1997. Musculoskeletal Disorders (MSDs) and Workplace Factors – A Critical Review
of Epidemiologic Evidence for Work-Related Musculoskeletal Disorders of the Neck,
Upper Extremity and Low Back. NIOSH: Center for Disease Control and
Preventation.
NIOSH. 1997. Musculoskeletal Disorders and Workplace Factors: A Critical. Review of
Epidemiologic Evidence for Work Related MSDs. NIOSH: Center for Disease Control
and Preventation.
NIOSH. 2007. Ergonomic Guidelines ForManual Material Handling. Diakses dari:
https://www.cdc.gov/niosh/docs/2007-131/
172
NIOSH. 2010. Musculoskeletal Disorders and Workplace Faktors: A Critical Review of
Epidemiologic Evidence for Work Related Musculoskeletal Disorders. NIOSH:
Centers of Disease Contrrol and Prenvention.
NIOSH. 2016. Engineering Control. Centers of Disease Contrrol and Prenvention. Diakses
dari: https://www.cdc.gov/niosh/engcontrols/
Nurazizah, Sherly. Dkk. 2014. Hubingan Kebiasaan Olahraga dengan Low Back Pain
Disability. UNISBA; Bandung
Nursatya M. 2008. Risiko MSDs Pada Pekerja Catering di PT. Pusaka Nusantara. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Oborne, David J. 1995. Ergonomics at Work. Third Edition. England: John Wiley and Sons Ltd.
Oborne, david J. 2000. Ergonomics at work. Human factor in design and development.3rd
edition. John wiley and Sons itd: chicester.
Oesman, T., I.. 2010. Intervensi Ergonomi Pada Proses Stamping Part Body Component
Meningkatkan Kualitas Dan Kepuasan Kerja Serta Efisiensi Waktu di Divisi Stamping
Plant PT ADM JAKARTA. Disertasi. Program Studi Ergonomi Fisiologi Kerja
Universitas Udayana, Denpasar.
Oesman, T., I.. 2011. Hubungan Faktor Internal Dan Eksternal Terhadap Kelelahan Kerja
Melalui Subjective Self Rating Test. Institut Sains & Teknologi AKPRIND
Yogyakarta
OSHA. 2000. Ergonomi : The Study Of Work. US: department of labour
OSHA. 1999. Preventing Muskuloskeletal Disorders in Construction Workers. US: department
of labour
Panero j dan zelnik M. 2003. Dimensi Manusia dan Ruang Interior. Erlangga. Jakarta;
Peraturan Menteri Kesehatan No. 1405 Tahun 2002 Mengenai Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Dan Industri
Peraturan Menteri Kesehatan No. 70 Tahun 2016 Mengenai Standar dan Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Industri
Pheasant, S.1991. Ergonomics, Work and Health. London : Macmillan Academic Profesional
Ltd.
Piedrahita, Hugo. et.al. 2004. Musculoskeletal symptoms in cold exposed and non-cold exposed
workers. International Journal of Industrial Ergonomics Vol.34, Issue 4
Pienimaki, Tuomo. 2000. Cold Exposure And Musculoskeletal Disorders And Disease A
Review. International journal of circumpolar health: Oulu
Rahayu, Windi A. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan Muskuloskeletal
Pada Pekerja Angkat-Angkut Industri Pemecahan Batu Di Kecamatan Karangnongko
Kabupaten Klaten. JKM: FKM UNDIP Rahmawati,Suci. 2010. Analisa Tingkat Risiko Terjadinya Musculoskeletal Disorders Pada
Aktivitas Pekerjaan di Unit produksi Donat PD.Safari Donat, Ciputat, 2010. UIN
FKIK, Jakarta
Rao, Smita.Riskowsky, Jody. Etc. 2012. Musculoskeletal Conditions of the Foot and Ankle:
Assessments and Treatment Options. NCBI. Diakses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3414868/
Roquelaure, Yves, et.al. 2009. Risk Factor for Upper-Extremity Musculoskeletal Disorders in
the Working Population. PMC. Diakses dari :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3189514/
173
Rumegang, Yoanry. Dkk. 2015. Hubungan Antara Umur, Masa Kerja Dan Sikap Kerja dengan
Keluhan Muskuloskeletal Pada Nelayan Pukat Cincin Di Kelurahan Maasing
Kecamatan Tuminting Kota Manado. Medkes UNSRAT; Manado
Samara, Diana. 2007. Neck musculoskletal among workers with static position. Jakarta:
Universitas medicina; Vol 26-No 3
Santoso, Gempur. 2004. Ergonomi, Manusia, Peralatan dan Lingkungan. CV Masagung.
Jakarta;
Schwartz, Seymour I. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. EGC. Jakarta.; edisi 6
Setiadi, Muhammad Yuda, dkk. 2013. Usulan Alat Bantu Pemindahan Batako Untuk
Mengurangi Risiko Musculoskeletal Disorders Di PT. XYZ. Medan: Jurnal USU vol.1,
No.3
Setyaningsih, Yuliani. Dkk. 2009. Beberapa Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keluhan
Nyeri Punggung Bawah Pada Penjual Jamu Gendong. Jurnal Promosi Kesehatan
Indonesia Vol. 4 / No. 1
Srie, Ramadhani, dkk. 2003. Ergonomi dalam Bunga Rampai Hiperkes & KK Edisi Kedua
(Revisi), Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang;
Stanton, Neville, et al. 2005. Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods. USA:
CRC Press.
Suma‟mur, P. K. 1989. Ergonomi untuk Produktivitas Kerja. Jakarta: CV Haji Mas Agung.
Supariasa, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Buku Kedokteran EGC. Jakarta Surotin, et al. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan System
Muskuloskeletal. Salemba Medika. Jakarta;
Tarwaka, 2015. Ergonomi Industri : Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di
Tempat Kerja. Solo: Harapan Press Solo. Revisi Edisi: 2
Tarwaka. 2013. Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat Kerja. Surakarta:
Harapan Press.. Revisi Edisi: 1
Tarwaka. 2010. Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat Kerja. Surakarta:
Harapan Press.
Tarwaka, dkk. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Produktivitas.
Surakarta: UNIBA Press.
Thetkathuek , A. et.al. 2016. Factors affecting the musculoskeletal disorders of workers in the
frozen food manufacturing factories in Thailand. Int J Occup Saf Ergon. 2016;22(1):49-
56. doi: 10.1080/10803548.2015.1117353.
Tulaar, angela B,M. 2008. Nyeri Leher dan Punggung. Departemen kedokteran fisik dan
rehabilitasi. Universitas Indonesia. Jakarta
Ulfah, Nur, dkk. 2014.Sikap Kerja dan Risiko Musculoskeletal Disorders pada pekerja Laundr.
JKM. UNSOED : Purwokerto
Vi, Peter. 2000. Musculoskeletal Disorders.
www.csao.org/uploadfiles/magazines/vol.11no3/musculo.html
WHO, World Health Organization.2003. Burden Major of Musculoskeletal Condition
Widjaya, Maria Polo, dkk. 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Low
Back Pain Pada Pekerja Furniture. FKUHO
Widjaja, Surya dr. 1998. Kinesiologi; The Anatomy of Motion = Anatomi Alat Gerak. Jakarta:
FKUI
Wilson, John R. Corlett, E.N. 1995. Evaluation of Human Work, 2nd Edition. CRC Press
Zulfiqor, Muhamad Taufik. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Musculosceletal Disorders pada Welder di Bagian Fabrikasi PT. Caterpillar
Indonesia Tahun 2010. Skripsi. Jakarta. FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Kpd. Yth. Responden
Assalamualaikum Wr. Wb.
Saya Agin Darojatul Aghnia mahasiswa Universitas Islam Negeri Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan, jurusan Kesehatan Masyarakat, peminatan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja semester akhir bermaksud meneliti tentang “faktor-faktor yang berhubungan dengan
keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada CV Unique Mandiri Perkasa Bekasi.
Penelitian ini merupakan bagian dari skripsi untuk memenuhi syarat mendapat gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat.
Kuesioner ini tidak akan mempengaruhi penilaian terhadap pekerjaan dan posisi saudara.
Untuk keperluan tersebut diharapkan kesediaan dan kesungguhan saudara untuk menjawab
pertanyaan dengan sebenar-benarnya karena kejujuran jawaban yang saudara berikan sangat
mempengaruhi proses penelitian ini. Atas partisipasi dan kerja samanya saya ucapkan terima
kasih.
Pernyataan:
Saya menyatakan bahwa saya secara sukarela bersedia untuk menjadi responden dalam
penelitian ini.
Peneliti Responden
( ________________________ ) ( ________________________ )
A Karakter Pekerja (Diisi oleh
peneliti)
A1 Nama Responden ………………………
A2 Tanggal lahir responden........ ………
A3 Berat Badan.....................................kg (Diukur Peneliti)
A4 Tinggi Badan....................................cm (Diukur Peneliti)
B Masa Kerja (Diisi oleh
peneliti)
B1 Sejak kapan Anda mulai bekerja di Pabrik ini……
B2 Apakah sebelumnya pernah bekerja di industri/ tempat lain?
1. Ya
2. Tidak (lanjut C1)
B3 Berapa lama anda bekerja di industri/ tempat sebelumnya?.........thn
C Kebiasaan Merokok
C1 Apakah saat ini anda merokok?
1. Ya (lanjut ke C6)
2. Tidak
C2 Apakah anda pernah merokok?
1. Ya
2. Tidak
C3 Sejak Kapan anda berhenti merokok?
C4 Kapan anda memulai merokok?
C5 Saat merokok, berapa banyak rokok yang anda habiskan dalam sehari?
C6 Sejak kapan anda memulai merokok?
C7 Berapa banyak rokok yang anda habiskan dalam sehari?
C8 Apa jenis rokok yang biasa anda konsumsi?
D Keluhan MSDs
No. Lokasi Tingkat Kesakitan Peta Bagian Tubuh A B C D
0 Sakit / kaku pada leher atas
1 Sakit pada leher bawah
2 Sakit pada bahu kiri
3 Sakit pada bahu kanan
4 Sakit pada lengan atas kiri
5 Sakit pada punggung
6 Sakit pada lengan atas kanan
7 Sakit pada pinggang
8 Sakit pada pantat (buttock)
9 Sakit pada pantat (bottom)
10 Sakit pada siku kiri
11 Sakit pada siku kanan
12 Sakit pada lengan bawah kiri
13 Sakit pada lengan bawah kanan
14 Sakit pada pergelangan tangan kiri
15 Sakit pada pergelangan tangan kanan
16 Sakit pada tangan kiri
17 Sakit pada tangan kanan
18 Sakit pada paha kiri
19 Sakit pada paha kanan
20 Sakit pada lutut kiri
21 Sakit pada lutut kanan
22 Sakit pada betis kiri
23 Sakit pada betis kanan
24 Sakit pada peergelangan kaki kiri
25 Sakit pada pergelangan kaki kanan
26 Sakit pada kaki kiri
27 Sakit pada kaki kanan
Keterangan:
A = tidak terasa sakit ,
B = sedikit sakit/ Sedang
C = sakit
D = sangat sakit.
LAMPIRAN 2
Lembar Pengukuran Kekuatan Fisik
NO Nama Hasil Pengukuran Kekuatan Fisik
Rata-Rata 1 2 3 4 5
1 Warham 27.7 28.7 34.4 33.3 37.5 32.32
2 Adit 36.1 36.3 46.1 36.2 35.3 38
3 Adam 34.4 36.1 40.4 37.9 37.2 37.2
4 Fery 20.9 23.1 26.3 33.2 26.1 25.92
5 Anas 17.4 18.2 18.1 22.3 21.2 19.44
6 Agung 27.8 25.4 38.5 29.1 28.0 29.76
7 Lugi 23.3 25.6 30.7 37.4 29.2 29.24
8 Warim 18.8 18.4 21.4 20.1 19.9 19.72
9 Saprudin 14.2 17.6 18.6 18.0 16.7 17.02
10 Giri 23.4 24.5 30.7 38.7 26.7 28.88
11 Riyanto 28.8 26.9 29.6 32.4 30.4 29.62
12 Harun 17.8 28.9 24.6 20.7 20.5 20.5
13 Maman 15.5 25.8 27.9 32.7 26.8 25.74
14 Hilman 28.1 29.2 28.9 33.8 29.3 29.86
15 Heri 32.7 30.4 45.2 34 34 35.26
16 Adam 31.5 27.7 43 35.9 34.7 34.56
17 Oban 35.4 35.1 42.1. 38 35.9 37.3
18 Dani 27.6 33 44.3 39.6 33.2 35.54
19 Tara 25.4 31.1 36.0 42.2 34.7 33.88
20 Sudarna 25.9 24.9 42.2 32 29.4 30.88
21 Aris 33.8 28.4 45.5 35.5 34.1 35.46
22 Jaja 23.3 22.7 34.7 24.8 24.8 26.6
23 Boni 21.6 20.5 30.2 26.8 30 25.82
24 Mahfud 29.1 25.7 33.3 31.2 30.6 29.98
25 Wawan 30.3 26.5 32.8 27.3 25.2 28.42
26 Syahril 30.9 29.3 33.3 31.4 31.2 31.22
27 Aan 24.6 23.8 29.4 28.8 25.7 26.46
28 Ade 29.5 28.1 40.5 32.3 33.3 32.74
29 Yanto 28.8 26.7 29.4 30.6 28 28.7
30 Nardo 25.4 23.7 30.9 30.9 26.6 27.5
31 Rudi 32.3 27.2 36.1 33.1 29.5 31.64
32 Asidik 23.1 22.7 30.7 26.3 25.3 25.62
33 Haeroni 22.9 27.0 38.3 29.3 28.7 29.24
34 Afif 31.3 33 33.9 32.2 32.5 32.58
35 Dedi 43.1 40.5 45.1 44.7 44.2 43.5
36 Aan A. 21.8 20.8 25.7 25.6 24.3 23.64
37 Indra 24.3 20.2 24.7 24.7 25.1 23.8
38 Wanda 30.3 31.2 36.6 34.2 33.5 33.16
39 Anwar 27.2 24.9 25.7 25.78 24.7 25.56
40 Mujadi 27.3 24.3 28.5 26.1 25.6 26.36
LAMPIRAN 3
Lembar Observasi Beban Kerja
No Unit Produksi Proses Kerja Kegiatan Kerja
Kategori
Beban
Kerja
1 Packing
Menghitung Bakso
Berdiri, melakukan perhitungan bakso, kemudian
memasukkan bakso kedalam bungkus bakso atau ke
mangkuk mesin press
Ringan
(180)
Mengepak Bakso
Berdiri, sesekali duduk, memasukkan bakso yang
telah dikemas kedalam karung, kemudian mengikat
karung dengan tali dan mengangkat karung ke mobil
pengiriman atau gudang penyimpanan
Ringan
(180)
2 Pendinginan Pendinginan Bakso
Berdiri, melakukan pekerjaan dengan tempo cepat
dan berulang, membolak-balikkan bakso,
mengangkat bakso, dan mengambil bakso dari ruang
perebusan dengan beban lebih dari 10kg, kemudian
membawa bakso yang sudah dingin ke ruang
packing
Berat (415)
3 Pencetakan Bakso Pencetakan Bakso
Berdiri melakukan pekerjaan dengan tempo cepat
dan berulang, melibatkan pinggang untuk
membungkuk, mengambil adonan dari ruang
pengadukan, mengambil adonan dari lantai lalu
menuang adonan ke mesin pencetak, dan
memindahkan bakso yang telah dicetak ke dalam
wadah
Berat (415)
4 Perebusan Bakso Perebusan
Berdiri, bekerja secara intensif, memindahkan bakso
dari proses pencetakan ke panci perebusan,
mengaduk aduk bakso, kemudian mengangkat bakso
dengan penyaringan, memindahkan kedalam wadah
untuk didinginkan
Berat (415)
5 Pengadukan Mengaduk adonan Berdiri, melakukan pekerjaan secara intensif, Berat (415)
No Unit Produksi Proses Kerja Kegiatan Kerja
Kategori
Beban
Kerja
mengangkat bahan baku bakso dan daging yang
telah disajikan ke mesin pengaduk, mengangkat es
batu dan memasukan es batu kedalam mesin
pengaduk, mengaduk adonan dengan tangan hingga
kalis, kemudian mengangkat adonan ke wadah untuk
dicetak
6 Pemotongan
daging
Memotong daging
Mengambil daging dari ruang penyimpanan beku
dengan berat lebih dari 20kg, membuka bungkus
daging, mengangkat daging ke meja pemotongan,
memotong daging hingga kecil, kemudian
memindahkan daging dari meja pemotongan.
Berat (415)
Penggilingan daging
dan penimbangan
daging
Mengambil daging yang telah dipotong, mengangkat
ke meja penggilingan dengan posisi berdiri,
kemudian memindahkan daging ke wadah untuk
ditimbang, setelah ditimbang daging dipindahkan ke
ruang pengadukan
Berat (415)
7 Persiapan Bumbu
Menimbang dan
menakar tepung
Mengambil tepung dari gudang penyimpanan,
menimbang tepung untuk proses pengadukan
dengan posisi berdiri, kemudian memindahkan
tepung ke bagian pengadukan
Sedang
(300)
Menakar bumbu
Bekerja dengan posisi duduk sesekali berjalan,
menakar bumbu ke wadah kecil, memindahkan
bumbu ke bagian pengadukan
Ringan
(180)
LAMPIRAN 4
LAMPIRAN 5
Analisis Univariat kat_usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Usia Berisiko 20 50.0 50.0 50.0
usia tidak berisiko 20 50.0 50.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
MK_kat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid masa kerja > 4 tahun 12 30.0 30.0 30.0
Masa Kerja <= 4 tahun 28 70.0 70.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
IMT_kat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid gemuk 15 37.5 37.5 37.5
Kurus 2 5.0 5.0 42.5
Normal 23 57.5 57.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
BebanKerjaM_kat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid berat 7 17.5 17.5 17.5
sedang 9 22.5 22.5 40.0
ringan 23 57.5 57.5 97.5
istirahat 1 2.5 2.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
Kekuatan_fisik
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid lemah 35 87.5 87.5 87.5
normal 5 12.5 12.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
kebiasaan_meroko_kat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid sedang 11 27.5 27.5 27.5
ringan 29 72.5 72.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
kat_reba
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid tinggi 7 17.5 17.5 17.5
sedang 9 22.5 22.5 40.0
rendah 24 60.0 60.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
Leher
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ya 23 57.5 57.5 57.5
tidak 17 42.5 42.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
bahu
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ya 15 37.5 37.5 37.5
tidak 25 62.5 62.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
punggung
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ya 25 62.5 62.5 62.5
tidak 15 37.5 37.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
siku
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ya 3 7.5 7.5 7.5
tidak 37 92.5 92.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
punggung_bawah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ya 25 62.5 62.5 62.5
tidak 15 37.5 37.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
tangan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ya 16 40.0 40.0 40.0
tidak 24 60.0 60.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
paha_pinggul
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ya 10 25.0 25.0 25.0
tidak 30 75.0 75.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
betis
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ya 17 42.5 42.5 42.5
tidak 23 57.5 57.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
tumit_kaki
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ya 9 22.5 22.5 22.5
tidak 31 77.5 77.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
lutut
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ya 11 27.5 27.5 27.5
tidak 29 72.5 72.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
pos_punggung * punggung Crosstabulation
punggung
Total ya tidak
pos_punggung Lurus Count 4 4 8
% within pos_punggung 50.0% 50.0% 100.0%
Flexi 0-20 Count 11 8 19
% within pos_punggung 57.9% 42.1% 100.0%
flexi 20-60 Count 1 1 2
% within pos_punggung 50.0% 50.0% 100.0%
flexi >60 Count 5 1 6
% within pos_punggung 83.3% 16.7% 100.0%
memutar Count 4 1 5
% within pos_punggung 80.0% 20.0% 100.0%
Total Count 25 15 40
% within pos_punggung 62.5% 37.5% 100.0%
divisi * pos_punggung Crosstabulation
pos_punggung
Total Lurus Flexi 0-20 flexi 20-60 flexi >60 memutar
divisi Persiapan Bumbu Count 0 2 0 0 0 2
% within divisi .0% 100.0% .0% .0% .0% 100.0%
Pemotongan Daging Count 0 3 0 1 0 4
% within divisi .0% 75.0% .0% 25.0% .0% 100.0%
Pengadukan Count 0 1 0 0 0 1
% within divisi .0% 100.0% .0% .0% .0% 100.0%
Pencetakan Count 0 0 1 4 1 6
% within divisi .0% .0% 16.7% 66.7% 16.7% 100.0%
Perebusan Count 0 0 1 1 1 3
% within divisi .0% .0% 33.3% 33.3% 33.3% 100.0%
Pengeringan Count 0 0 0 0 3 3
% within divisi .0% .0% .0% .0% 100.0% 100.0%
Packing Count 8 13 0 0 0 21
% within divisi 38.1% 61.9% .0% .0% .0% 100.0%
Total Count 8 19 2 6 5 40
% within divisi 20.0% 47.5% 5.0% 15.0% 12.5% 100.0%
divisi * kel_msds Crosstabulation
kel_msds
Total ada keluhan tidak ada keluhan
divisi Persiapan Bumbu Count 2 0 2
% within divisi 100.0% .0% 100.0%
Pemotongan Daging Count 4 0 4
% within divisi 100.0% .0% 100.0%
Pengadukan Count 1 0 1
% within divisi 100.0% .0% 100.0%
Pencetakan Count 6 0 6
% within divisi 100.0% .0% 100.0%
Perebusan Count 2 1 3
% within divisi 66.7% 33.3% 100.0%
Pengeringan Count 3 0 3
% within divisi 100.0% .0% 100.0%
Packing Count 20 1 21
% within divisi 95.2% 4.8% 100.0%
Total Count 38 2 40
% within divisi 95.0% 5.0% 100.0%
divisi * pos_lenga_atas Crosstabulation
pos_lenga_atas
Total
fleksi 0-20 > 20 extensi 20-
45 flexi 45- 90 flexi > 90 flexi
divisi Persiapan Bumbu Count 0 2 0 0 2
% within divisi .0% 100.0% .0% .0% 100.0%
Pemotongan Daging Count 1 3 0 0 4
% within divisi 25.0% 75.0% .0% .0% 100.0%
Pengadukan Count 1 0 0 0 1
% within divisi 100.0% .0% .0% .0% 100.0%
Pencetakan Count 0 0 5 1 6
% within divisi .0% .0% 83.3% 16.7% 100.0%
Perebusan Count 0 1 2 0 3
% within divisi .0% 33.3% 66.7% .0% 100.0%
Pengeringan Count 0 0 0 3 3
% within divisi .0% .0% .0% 100.0% 100.0%
Packing Count 14 7 0 0 21
% within divisi 66.7% 33.3% .0% .0% 100.0%
Total Count 16 13 7 4 40
% within divisi 40.0% 32.5% 17.5% 10.0% 100.0%
pos_lenga_atas * bahu Crosstabulation
bahu
Total ya tidak
pos_lenga_atas fleksi 0-20 Count 5 11 16
% within pos_lenga_atas 31.2% 68.8% 100.0%
> 20 extensi 20-45 flexi Count 4 9 13
% within pos_lenga_atas 30.8% 69.2% 100.0%
45- 90 flexi Count 4 3 7
% within pos_lenga_atas 57.1% 42.9% 100.0%
> 90 flexi Count 2 2 4
% within pos_lenga_atas 50.0% 50.0% 100.0%
Total Count 15 25 40
% within pos_lenga_atas 37.5% 62.5% 100.0%
divisi * pos_lenga_bawah Crosstabulation
pos_lenga_bawah
Total 60-100 flexi
divisi Persiapan Bumbu Count 2 2
% within divisi 100.0% 100.0%
Pemotongan Daging Count 4 4
% within divisi 100.0% 100.0%
Pengadukan Count 1 1
% within divisi 100.0% 100.0%
Pencetakan Count 6 6
% within divisi 100.0% 100.0%
Perebusan Count 3 3
% within divisi 100.0% 100.0%
Pengeringan Count 3 3
% within divisi 100.0% 100.0%
Packing Count 21 21
% within divisi 100.0% 100.0%
Total Count 40 40
% within divisi 100.0% 100.0%
pos_lenga_bawah * siku Crosstabulation
siku
Total ya tidak
pos_lenga_bawah 60-100 flexi Count 3 37 40
% within pos_lenga_bawah 7.5% 92.5% 100.0%
Total Count 3 37 40
% within pos_lenga_bawah 7.5% 92.5% 100.0%
divisi * pos_pergelangan Crosstabulation
pos_pergelangan
Total 0-15 flexi sampai
extensi > 15 flexi atau
extensi
divisi Persiapan Bumbu Count 1 1 2
% within divisi 50.0% 50.0% 100.0%
Pemotongan Daging Count 2 2 4
% within divisi 50.0% 50.0% 100.0%
Pengadukan Count 1 0 1
% within divisi 100.0% .0% 100.0%
Pencetakan Count 0 6 6
% within divisi .0% 100.0% 100.0%
Perebusan Count 0 3 3
% within divisi .0% 100.0% 100.0%
Pengeringan Count 3 0 3
% within divisi 100.0% .0% 100.0%
Packing Count 8 13 21
% within divisi 38.1% 61.9% 100.0%
Total Count 15 25 40
% within divisi 37.5% 62.5% 100.0%
pos_pergelangan * tangan Crosstabulation
tangan
Total ya tidak
pos_pergelangan 0-15 flexi sampai extensi Count 5 10 15
% within pos_pergelangan 33.3% 66.7% 100.0%
> 15 flexi atau extensi Count 11 14 25
% within pos_pergelangan 44.0% 56.0% 100.0%
Total Count 16 24 40
% within pos_pergelangan 40.0% 60.0% 100.0%
divisi * pos_kaki Crosstabulation
pos_kaki Total
tertopang sempurna
tertopang tidak rata lutut flexi 30-60 lutut flexi >60
divisi Persiapan Bumbu Count 2 0 0 0 2
% within divisi 100.0% .0% .0% .0% 100.0%
Pemotongan Daging Count 4 0 0 0 4
% within divisi 100.0% .0% .0% .0% 100.0%
Pengadukan Count 1 0 0 0 1
% within divisi 100.0% .0% .0% .0% 100.0%
Pencetakan Count 4 2 0 0 6
% within divisi 66.7% 33.3% .0% .0% 100.0%
Perebusan Count 1 1 0 1 3
% within divisi 33.3% 33.3% .0% 33.3% 100.0%
Pengeringan Count 1 2 0 0 3
% within divisi 33.3% 66.7% .0% .0% 100.0%
Packing Count 18 2 1 0 21
% within divisi 85.7% 9.5% 4.8% .0% 100.0%
Total Count 31 7 1 1 40
% within divisi 77.5% 17.5% 2.5% 2.5% 100.0%
pos_kaki * keluhan_kaki Crosstabulation
keluhan_kaki
Total Ya Tidak
pos_kaki tertopang sempurna Count 15 16 31
% within pos_kaki 48.4% 51.6% 100.0%
tertopang tidak rata Count 4 3 7
% within pos_kaki 57.1% 42.9% 100.0%
lutut flexi 30-60 Count 1 0 1
% within pos_kaki 100.0% .0% 100.0%
lutut flexi >60 Count 0 1 1
% within pos_kaki .0% 100.0% 100.0%
Total Count 20 20 40
% within pos_kaki 50.0% 50.0% 100.0%
pos_punggung
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Lurus 8 20.0 20.0 20.0
Flexi 0-20 19 47.5 47.5 67.5
flexi 20-60 2 5.0 5.0 72.5
flexi >60 6 15.0 15.0 87.5
memutar 5 12.5 12.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
pos_kaki
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid tertopang sempurna 31 77.5 77.5 77.5
tertopang tidak rata 7 17.5 17.5 95.0
lutut flexi 30-60 1 2.5 2.5 97.5
lutut flexi >60 1 2.5 2.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
pos_lenga_atas
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid fleksi 0-20 16 40.0 40.0 40.0
> 20 extensi 20-45 flexi 13 32.5 32.5 72.5
45- 90 flexi 7 17.5 17.5 90.0
> 90 flexi 4 10.0 10.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
pos_lenga_bawah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 60-100 flexi 40 100.0 100.0 100.0
pos_pergelangan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 0-15 flexi sampai extensi 15 37.5 37.5 37.5
> 15 flexi atau extensi 25 62.5 62.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
divisi * pos_leher Crosstabulation
pos_leher
Total Flexi 0-20 Flexi >20
divisi Persiapan Bumbu Count 0 2 2
% within divisi .0% 100.0% 100.0%
Pemotongan Daging Count 1 3 4
% within divisi 25.0% 75.0% 100.0%
Pengadukan Count 0 1 1
% within divisi .0% 100.0% 100.0%
Pencetakan Count 0 6 6
% within divisi .0% 100.0% 100.0%
Perebusan Count 0 3 3
% within divisi .0% 100.0% 100.0%
Pengeringan Count 0 3 3
% within divisi .0% 100.0% 100.0%
Packing Count 5 16 21
% within divisi 23.8% 76.2% 100.0%
Total Count 6 34 40
% within divisi 15.0% 85.0% 100.0%
pos_leher
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Flexi 0-20 6 15.0 15.0 15.0
Flexi >20 34 85.0 85.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
pos_leher * Leher Crosstabulation
Leher
Total ya tidak
pos_leher Flexi 0-20 Count 3 3 6
% within pos_leher 50.0% 50.0% 100.0%
Flexi >20 Count 20 14 34
% within pos_leher 58.8% 41.2% 100.0%
Total Count 23 17 40
% within pos_leher 57.5% 42.5% 100.0%
divisi * beban_angkut Crosstabulation
beban_angkut
Total < 5kg 5-10kg > 10 kg
divisi Persiapan Bumbu Count 1 0 1 2
% within divisi 50.0% .0% 50.0% 100.0%
Pemotongan Daging Count 0 2 2 4
% within divisi .0% 50.0% 50.0% 100.0%
Pengadukan Count 0 0 1 1
% within divisi .0% .0% 100.0% 100.0%
Pencetakan Count 0 5 1 6
% within divisi .0% 83.3% 16.7% 100.0%
Perebusan Count 0 1 2 3
% within divisi .0% 33.3% 66.7% 100.0%
Pengeringan Count 0 3 0 3
% within divisi .0% 100.0% .0% 100.0%
Packing Count 11 9 1 21
% within divisi 52.4% 42.9% 4.8% 100.0%
Total Count 12 20 8 40
% within divisi 30.0% 50.0% 20.0% 100.0%
beban_angkut
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid < 5kg 12 30.0 30.0 30.0
5-10kg 20 50.0 50.0 80.0
> 10 kg 8 20.0 20.0 100.0
beban_angkut
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid < 5kg 12 30.0 30.0 30.0
5-10kg 20 50.0 50.0 80.0
> 10 kg 8 20.0 20.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
beban_angkut * kel_msds Crosstabulation
kel_msds
Total ada keluhan tidak ada keluhan
beban_angkut < 5kg Count 11 1 12
% within beban_angkut 91.7% 8.3% 100.0%
5-10kg Count 20 0 20
% within beban_angkut 100.0% .0% 100.0%
> 10 kg Count 7 1 8
% within beban_angkut 87.5% 12.5% 100.0%
Total Count 38 2 40
% within beban_angkut 95.0% 5.0% 100.0%
kat_reba * kel_msds Crosstabulation
kel_msds
Total ada keluhan tidak ada keluhan
kat_reba tinggi Count 6 1 7
% within kat_reba 85.7% 14.3% 100.0%
sedang Count 9 0 9
% within kat_reba 100.0% .0% 100.0%
rendah Count 23 1 24
% within kat_reba 95.8% 4.2% 100.0%
Total Count 38 2 40
% within kat_reba 95.0% 5.0% 100.0%
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Aktivitas 40 1.00 2.00 1.1500 .36162
Genggaman 40 1.00 2.00 1.3250 .47434
Valid N (listwise) 40
Aktivitas * kel_msds Crosstabulation
kel_msds
Total ada keluhan tidak ada keluhan
Aktivitas Ada AKtivitas Berulang atau Statis
Count 32 2 34
% within Aktivitas 94.1% 5.9% 100.0%
Tidak Ada Count 6 0 6
% within Aktivitas 100.0% .0% 100.0%
Total Count 38 2 40
% within Aktivitas 95.0% 5.0% 100.0%
Genggaman * kel_msds Crosstabulation
kel_msds
Total ada keluhan tidak ada keluhan
Genggaman Pegangan Mudah digenggam Count 26 1 27
% within Genggaman 96.3% 3.7% 100.0%
Cukup Baik, tidak ideal Count 12 1 13
% within Genggaman 92.3% 7.7% 100.0%
Total Count 38 2 40
% within Genggaman 95.0% 5.0% 100.0%
Aktivitas
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Ada AKtivitas Berulang atau Statis
34 85.0 85.0 85.0
Tidak Ada 6 15.0 15.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
Genggaman
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Pegangan Mudah digenggam 27 67.5 67.5 67.5
Cukup Baik, tidak ideal 13 32.5 32.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
divisi * Genggaman Crosstabulation
Genggaman
Total Pegangan Mudah
digenggam Cukup Baik, tidak
ideal
divisi Persiapan Bumbu Count 2 0 2
% within divisi 100.0% .0% 100.0%
Pemotongan Daging Count 0 4 4
% within divisi .0% 100.0% 100.0%
Pengadukan Count 1 0 1
% within divisi 100.0% .0% 100.0%
Pencetakan Count 0 6 6
% within divisi .0% 100.0% 100.0%
Perebusan Count 0 3 3
% within divisi .0% 100.0% 100.0%
Pengeringan Count 3 0 3
% within divisi 100.0% .0% 100.0%
Packing Count 21 0 21
% within divisi 100.0% .0% 100.0%
Total Count 27 13 40
% within divisi 67.5% 32.5% 100.0%
divisi * Aktivitas Crosstabulation
Aktivitas
Total
Ada AKtivitas Berulang atau
Statis Tidak Ada
divisi Persiapan Bumbu Count 0 2 2
% within divisi .0% 100.0% 100.0%
Pemotongan Daging Count 1 3 4
% within divisi 25.0% 75.0% 100.0%
Pengadukan Count 1 0 1
% within divisi 100.0% .0% 100.0%
Pencetakan Count 6 0 6
% within divisi 100.0% .0% 100.0%
Perebusan Count 1 2 3
% within divisi 33.3% 66.7% 100.0%
Pengeringan Count 3 0 3
% within divisi 100.0% .0% 100.0%
Packing Count 20 1 21
% within divisi 95.2% 4.8% 100.0%
Total Count 32 8 40
% within divisi 80.0% 20.0% 100.0%
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Aktivitas * kel_msds 40 100.0% 0 .0% 40 100.0%
Aktivitas * kel_msds Crosstabulation
kel_msds
Total ada keluhan tidak ada keluhan
Aktivitas Ada AKtivitas Berulang atau Statis
Count 32 0 32
% within Aktivitas 100.0% .0% 100.0%
Tidak Ada Count 6 2 8
% within Aktivitas 75.0% 25.0% 100.0%
Total Count 38 2 40
% within Aktivitas 95.0% 5.0% 100.0%
Genggaman * tangan Crosstabulation
Count
tangan
Total ya tidak
Genggaman Pegangan Mudah digenggam 9 18 27
Cukup Baik, tidak ideal 7 6 13
Total 16 24 40
Genggaman * tangan Crosstabulation
tangan
Total ya tidak
Genggaman Pegangan Mudah digenggam Count 9 18 27
% within Genggaman 33.3% 66.7% 100.0%
Cukup Baik, tidak ideal Count 7 6 13
% within Genggaman 53.8% 46.2% 100.0%
Total Count 16 24 40
% within Genggaman 40.0% 60.0% 100.0%
LAMPIRAN 6
Surat Izin Penelitian
LMPIRAN 7
Dokumentasi
top related