pelaksanaan pengajuan keberatan pajak bumi dan bangunan di
Post on 13-Jan-2017
227 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Pelaksanaan pengajuan keberatan pajak bumi dan bangunan di
kantor wilayah direktorat jenderal pajak jawa tengah ii
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat
Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh :
Sudarmo Priyo Sarjono
NIM . E.1103154
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2008
ii
PERSETUJUAN
Penulisan Hukum (Skripsi) ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan
Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Dosen Pembimbing Skripsi
Pembimbing
Waluyo, S.H. MSi.
NIP. 132092854
iii
PENGESAHAN
Penulisan Hukum (skripsi) ini telah diterima dan dipertahankan oleh
Dewan Penguji Penulisan Hukum (skripsi) Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Kamis
Tanggal : 05 Juni 2008
DEWAN PENGUJI
(1) ............................................................ ( Wasis Sugandha, S.H. M.H ) Ketua
(2) ............................................................ ( Wida Astuti, S.H. M.H ) Sekretaris
(3) ............................................................ ( Waluyo, S.H. MSi ) Anggota
Mengetahui :
Dekan
( Moh. Jamin, S.H., M.Hum)
NIP. 131 570 154
iv
MOTTO
“Sesungguhnya sesudah kesulitan akan datang kemudahan, maka kerjakanlah
urusanmu dengan sungguh-sungguh, dan hanya kepada Allah kamu berharap”.
(Q.S. Alam Nasyrah:6-8)
”Bacalah (wahai Muhammad) dengan nama Tuhanmu yang menciptakan (sekalian
makhluk). Dia menciptakan manusia dari sebuku darah beku. Bacalah, dan
Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia melalui pena dan tulisan.
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”.
(Al-Alaq: 1-5)
“Maka sesiapa yang Allah kehendaki untuk memberi hidayah petunjuk kepadanya,
niscaya Dia melapangkan dadanya (membuka hatinya) untuk menerima Islam”.
(Al-An'am: 125)
Capailah angan-angan dan cita-cita dengan kerendahan hati dan berusaha segigh
mungkin, karena dengan itu semua akan mendapatkan sesuatu yang lebih dari yang
kita inginkan.
( Penulis )
Tidak ada kata terlambat untuk menuju kesuksesan, karena kesuksesan itu datang
dari diri kita sendiri .
( Penulis )
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati karya kecil ini hendak penulis persembahkan
kepada :
· Bapak Indra Pribadi dan mama Retno Setyaningih, terima kasih atas segala
kasih dan sayang, doa yang tulus, nasehat, dan restunya. Saya akan selalu
berjalan di jalan itu.
· Adikku Radina Rengganis, terima kasih atas segala bantuan yang telah
diberikan dalam proses sekripsi ini.
· Sahabat kecilku di Bekasi ( Kuro, Mamet, Budi, Yogi, Icha, Puput, Anis,
Momo ) semoga persahabatan kita dapat jalan terus..
· Untuk yang ada di dalam hati ( N. Ira Andriani S.E.) terima kasih atas semua
yang diberikan baik semangat, dukungan serta doanya.
· Saudara-saudaraku di solo: Jerry , Anto, Zen, Dika, Anggono, Adam, Toyo,
Putri, Oli, Bendot, Agus Prasetyo, Dahono Utomo, Anwar Suhadda dan untuk
kamu se Indonesia.
· Keluarga Stefanus Adriyanto, terima kasih karena sering memberikan
makanan di saat tanggal tua.
· Untuk teman-teman di Fakultas Hukum UNS.
· Untuk almamaterku yang berwarna biru telor asin.
· Untuk pembaca yang budiman.
.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta karunia dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan hukum ini dengan baik.
Penulisan hukum merupakan salah satu persyaratan yang harus ditempuh
dalam rangkaian kurikulum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta dan juga merupakan syarat utama yang harus dipenuhi oleh setiap
mahasiswa Fakultas Hukum dalam menempuh jenjang kesarjanaan S1.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan hukum ini tidak luput dari
kekurangan, baik dari segi materi yang disajikan maupun dari segi analisisnya.
Namun penulis berharap bahwa penulisan hukum ini mampu memberikan manfaat
baik bagi penulis sendiri maupun bagi pembacanya.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan rasa terima kasih yang
tulus kepada :
1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang telah
memberi ijin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Waluyo, S.H. MSi selaku Pembimbing penulisan skripsi yang telah
menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan
bagi tersusunnya skripsi ini.
3. Bapak Teguh Santoso, S.H. M.H. selaku Pembimbing Akademik penulis.
4. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh karyawan Fakultas Hukum UNS.
5. KANWIL Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II khususnya Kepala Kanwil,
Ibu Luna, Bapak Sigit, Bapak Tigor dan Bapak Satpam KANWIL DJP yang telah
memberikan data dan informasi kepada penulis selama mengadakan penelitian.
6. Keluargaku (Bapak Indra Pribadi, Ibu Retno Setyaningsih, Dina) untuk semangat
dan kasih sayang yang diberikan selama ini.
7. Untuk N. Ira Andriani S.E. terima kasih untuk semangatnya.
8. Sahabat baikku Agusta Widianto yang selama ini selalu menemaniku dan
memberikan semangat dan dukungan untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.
vii
9. Buat teman-teman seperjuanganku angkatan 2003 ( Icha, Debby, Intan ws,
Tuntas, mbak Prapti, Deny, Kris, Naryo, Widyo, Rony).
10. Teman-teman angkatan 2003 lainnya yang telah memberikan warna baru dalam
hidupku.
11. Buat teman-temanku di Perumnas Wonorejo yang sangat membantuku dalam
segala kesulitan dan kesenangan.
Semoga amal budi baik yang disumbangkan kepada penulis dalam
penyusunan penulisan hukum ini mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari
sempurna, mengingat keterbatasan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu dengan
lapang dada penulis ingin mengharapkan segala saran dan kritik yang bersifat
membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan penulisan hukum ini.
Akhir kata semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi kita semua
serta ilmu pengetahuan hukum.
Surakarta, 23 Mei 2008
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... iii
HALAMAN MOTTO................................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................................ v
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vi
DAFTAR ISI.............................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................. xii
ABSTRAK................................................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
B. Perumusan Masalah .......................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 8
E. Metode Penelitian.............................................................................. 8
F. Sistematika Skripsi............................................................................ 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 15
A. Kerangka Teori.................................................................................. 15
1. Tinjauan Umum Tentang Hukum Administrasi Negara..............
a. Pengertian Umum Tentang Hukum Administrasi Negara ..... 15
2. Tinjauan Umum Tentang Ketentuan Umum dan Dasar-Dasar
Perpajakan.................................................................................... 17
a. Dasar-Dasar Perpajakan……………………………………. 17
b. Teori-Teori Pemungutan Pajak……………………………… 18
c. Kedudukan Hukum Pajak…………………………………… 19
d. Hukum Pajak Formil dan Materil…………………………… 20
e. Pengelompokan Pajak………………………………………. 20
f. Tata Cara Pemungutan Pajak………………………………… 21
ix
g. Hambatan-Hambatan Pemungutan Pajak……………………. 23
h. Tarif Pajak……………………………………………………. 24
i. Ketentuan Umun dan Tata Cara Perpajakan…………………. 25
j. Nomor Pokok Wajib Pajak…………………………………… 26
k. Surat Pemberitahuan…………………………………………. 27
l. Surat Ketetapan Pajak……………………………………….. 28
3. Tinjauan Tentang Pajak Bumi dan Bangunan............................... 29
a. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan...................................... 29
b. Obyek Pajak Bumi dan Bangunan............................................ 30
c. Klasifikasi Obyek Pajak............................................................ 31
d. Obyek Pajak Yang Tidak Terkena PBB.................................. 31
e. Subyek Pajak dan Wajib Pajak................................................. 32
f. Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak............................... 33
g. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan.............................................. 33
h. Cara Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.......................... 33
i. Cara Perhitungan PBB.............................................................. 34
j. Surat Pemberitahuan Obyek Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang, Surat Ketetapan Pajak............................................... 34
k. Tata Cara Pembayaran dan Penagihan...................................... 36
l. Batas Waktu Pembayatan Pajak Bagi Wajib Pajak................... 38
m. Pengurangan Bagi Wajib Pajak................................................. 38
n. Keberatan dan Banding............................................................. 40
o. Sanksi Bagi Wajib Pajak........................................................... 43
4. Tinjauan Umum Tentang Pelaksanaan Hukum............................... 45
a. Difinisi Hukum.......................................................................... 45
b. Efektivitas Hukum.................................................................... 48
B. Kerangka Pemikiran.......................................................................... 49
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................................... 51
A Deskripsi Lokasi Penelitian…………………………………………… 51
1. Sejarah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah
II...................................................................................................... 51
x
a. Letak Direktorat Jenderal Pajak dan Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak........................................................... 53
b. Stuktur Organisasi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Jawa Tengah II........................................................................... 54
c. Tugas, Pokok dan Fungsi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak.......................................................................................... 60
B Pelaksanaan Pengajuan Kebaratan Atas Pajak Bumi dan Bangunan di
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II................... 62
1. Dasar Hukum Pelaksanaan Pengajuan
Keberatan........................................................... .......................... 62
2. Prosedur Pengajuan Keberatan di Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak Jawa Tengah II......................................................... 63
3. Pelaksanaan Pengajuan Keberatan di Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak Jawa Tengah II......................................................... 64
4. Hambatan-Hambatan Yang Dialami Dalam Proses Keberatan di
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II............. 72
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 75
A. Kesimpulan ....................................................................................... 75
B. Saran-Saran ....................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Bagan Model Analisis Interaktif ............................................................. 13
Gambar 2 : Bagan Keberatan dan Banding................................................................ 43
Gambar 3 : Bagan Kerangka Pemikiran .................................................................... 49
Gambar 4 : Bagan Struktur Organisasi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Jawa Tengah II......................................................................................... 54
Gambar 5 : Alur Cara Penyelesaian Permohonan Kebaratan PBB............................ 71
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I. Surat Ijin Penelitian.
Lampiran II. Surat Keterangan Penelitian.
Lampiran III. Kep- Nomor 59/PJ./2000.
Lampiran IV. Berkas Pengajuan Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan.
Lampiran V. Putusan Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan.
xiii
ABSTRAK
SUDARMO PRIYO SARJONO, 2008. PELAKSANAAN PENGAJUAN KEBERATAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK JAWA TENGAH II (Studi Kasus Di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II). Fakultas Hukum UNS.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pengajuan keberatan Pajak Bumi dan Bangunan di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II. Untuk mengetahui Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pengajuan keberatan Pajak Bumi dan Bangunan dan sekaligus solusinya.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris atau non doktrinal yang bersifat deskriptif. Lokasi penelitian di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang terletak di jalan MT Haryono No. 5 Surakarta. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data Primer merupakan data utama, sedangkan data sekunder digunakan untuk mendukung data primer. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui wawancara, kuisioner dan penelitian kepustakaan. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif dengan model interaktif data.
Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa Pelaksanaan Pengajuan Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan telah sesuai dengan tujuan yang diharapkan, hal ini dapat dibuktikan dengan : Proses pengajuan keberatan Pajak Bumi dan Bangunan di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II telah di laksanakan dengan peraturan yang berlaku yaitu : Undang-undang Nomor 12 Tahun jo Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 59/PJ/.2000 Tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan. Hal ini berguna untuk menjamin kepastian hukum bagi Wajib Pajak yang hendak mengajukan keberatan Pajak Bumi dan Bangunan. Sehingga tidak akan terjadi kesalahan dalam Proses pengajuan keberatan Pajak Bumi dan Bangunan yang dilakukan oleh Kantor dan Wajib Pajak.
Dalam pelaksanaan pelaksanaan pengajuan keberatan atas Pajak Bumi dan Bangunan di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II timbul hambatan-hambatan yang dialami antara lain : Wajib pajak yang tidak kooperatif, , Administrasi surat tidak ada, Saat pengajuan wajib pajak tidak tahu jangka waktu/batas waktu pengajuan keberatan, Jika melalui pos sering terjadi keterlambatan waktu penyampaian dikantor. Solusi untuk mengatasi hambatan tersebut adalah : Wajib pajak yang tidak koperatif diberitahukan oleh pihak kantor sebagaimana mestinya, Jika administrasi surat tidak lengkap, maka petugas pajak melakukan pengukuran langsung ke obyek lokasi berada., jika bisa membuktikan SPPT atau SKP itu telah diterima dala waktu 3 bulan, maka keberatan dapat diterima, jika disahkan atau ditandatangani oleh Kelurahan atau Kepala Desa yang bersangkutan.
15
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori.
1 Tinjauan Umum Tentang Hukum Administrasi Negara
a. Pengertian Tentang Hukum Administrasi Negara
Kata Administrasi Negara berasal dari bahasa latin ”
Administrade ” yang berarti ”besturing” atau pemerintahan. Dalam
kamus besar bahasa Indonesia, administasi dapat diartikan sebagai
berikut:
1) Usaha dan kegiatan yang meliputi penetapan tujuan serta
penetapan cara – cara penyelenggaraan pembinaan organisasi.
2) Usaha dan kegiatan yang berkaitan dengan penyenggaraan
kebijaksanaan serta mencapai tujuan.
3) Kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintah.
4) Kegiatan kantor dan tata usaha ( Ridwan HR, 2006 : 25).
Hukum Administrasi Negara ( Hukum Pemerintah)
menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan
memungkinkan para pejabat administrasi negara melakukan tugas
mereka yang khusus ( E Utrecht, 1986 : 8).
Menurut Prof. Mr. G. J. Wiarda hukum administrasi
mempelajari hanya sebagian saja dari lapangan ”bestuur” yaitu
bagian tentang ” rechtsregels”, ”rechtsvormenn” dan ”rech
beginselen” yang menyenggarakan turut serta pemerintahan dalam
pergaulan sosial ekonomi yang harus disalurkan menurut sistem
tertentu. Sistem itu terdiri atas petunjuk yaitu kaidah hukum
tersebut mengatur hubungan alat-alat pemerintahan dengan
16
16
individu dalam masyarakat, demikian juga hubungan-hubungan
antar masing-masing alat pemerintahan satu terhadap yang lain.
A.M. Donner berpendapat bahwa Hukum Administrasi
Negara adalah keseluruhan hukum yang berkaitan dengan
administrasi, pemerintah, dan pemerintahan. Secara global
dikatakan, Hukum Administrasi Negara merupakan instrument
yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk secara aktif terlibat
dalam kehidupan masyarakat, dan disisi lain Hukum Administtrasi
Negara merupakan hukum yang dapat digunakan oleh anggota
masyarakat untuk memperoleh dan mempengruhi dan memperoleh
perlindungan dari pemerintah. Jadi hukum administrasi negara
mengenai aktivitas pemerintahan.
C.N.J. Verstenden menyebutkan bahwa secara garis besar
Hukum Administrasi Negara meliputi bidang pengaturan antara
lain :
1) Pengaturan mengenai penegakan ketertiban dan
keamanan, dan kesopanan,dengan menggunakan aturan
bagi warga negara yang ditegakkan dan ditentukan lebih
lanjut oleh pemerintah.
2) Pengaturan yang ditujukan untuk memberikan jaminan
sosial bagi masyarakat.
3) Peraturan-peraturan mengenai tata ruang yang ditetapkan
pemerintah
4) Peraturan yang berkaitan dengan tugas-tugas
pemeliharaan dari pemerintah termasuk bantuan terhadap
aktivitas swasta dalam rangka pelayanan umum.
5) Peraturan yang berkaitan dengan pemungutan pajak.
6) Peraturan mengenai perlindungan hak dan kepentingan
warga negara terhadap pemerintah.
17
17
7) Peraturan yang berkaitan dengan penegakan hukum
administrasi.
8) Peraturan mengenai mengenai organ pemerintah yang
lebih tinggi terhadap organ yang lebih rendah.
9) Peraturan mengenai kedudukan hukum pegawai
pemerintahan (Ridwan HR, 2006 : 41 ).
2 Tinjauan Tentang Ketentuan Umum dan Dasar-Dasar
Perpajakan
a. Dasar –Dasar Perpajakan.
Definisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr.Rochmat
Soemitro, SH: Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tidak
mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi) yang langsung dapat
ditujukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum (Prof. Dr. Mardiasmo, MBA.,Ak, 2003 : 1).
Ada dua fungsi dalam pajak :
1) Fungsi budgetair : Pajak sebagai sumber dana bagi
pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
2) Fungsi mengatur (regulerend) : Pajak sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebujaksanaan pemerintah
dalam bidang sosial dan ekonomi (Prof. Dr. Mardiasmo,
MBA.,Ak, 2003 : 1).
Agar pemungutan pajak tidak mengalami hambatan atau
perlawanan, maka pemungtan pajak harus memenuhi syarat
sebagai berikut :
1) Pemungutan pajak harus adil ( syarat keadilan ) sesuai
dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan undang-
undang pelaksanan harus adil.
18
18
2) Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (
syarat yuridis ) di Indonesia pajak diatur dalam UUD
1945 Pasal 23 ayat ( 2 ). Hal ini tidak boleh memberikan
jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi
negara maupun warganya.
3) Tidak mengganggu perekonomian ( syarat ekonomis )
pemungutan tidak mengganggu kelancaran kegiatan
produksi perdagangan, sehingga tidak menimbulkan
kelesuan perekonomian masyarakat.
4) Pemungutan pajak harus efisien ( syarat finansill ) sesuai
fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat
ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutanya.
5) Sistem pemungutan pajak harus sederhanakan
memudahkan mendorong masyarakat dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh
undang-undang perpajakan yang baru (Prof. Dr.
Mardiasmo, MBA.,Ak, 2003 : 2).
b. Macam-macam teori yang dapat mendukung pemungutan pajak
antara lain:
1) Teori Asuransi : Negara melindungi keselamatan jiwa,
harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu
rakyat harus membayar pajak yang di ibaratkan sebagai
suatu premi asuransi kerena memperoleh jaminan
perlindungan tersebut.
2) Teori Kepentingan : Pembagian beban pajak kepada
rakyat didasarkan pada kepentingan masing-masing
orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap
negar, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
19
19
3) Teori Daya Pikul : Beban pajak untuk semua orang harus
sama besarnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan
daya pikul masing-masing orang.
4) Teori Bakti : Dasar keadilan pemungutan pajak terletak
pada hubungan rakyat dengan negaranya.
5) Teori Asas Daya Beli : Dasar keadilan terletak pada
akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak
berati menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat
untuk rumah tangga negara (Prof. Dr. Mardiasmo,
MBA.,Ak, 2003 : 3).
c. Kedudukan Hukum Pajak
Menurut Prof. Dr Soemitro SH., Hukum pajak mempunyai
kedudukan diantara hukum-hukum sebagai berikut:
1) Hukum Perdata mengatur hubunagn antara satu individu
dengan individu lainya.
2) Hukum publik mengatur hubungan antara pemerintah
dengan rakyatnya. Hukum ini dapat dirinci lagi sebagai
berikut :
a) Hukum Tata Negara.
b) Hukum Tata Usaha ( Hukum Administrasi ).
c) Hukum Pajak.
d) Hukum Pidana (Prof. Dr. Mardiasmo, MBA.,Ak,
2003 : 4).
20
20
d. Hukum Pajak Materil dan Hukum Pajak Formil
Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah selaku
pemungut pajak dengan rakyat sebagai wajib pajak. Ada dua
macam Hukum Pajak yakni :
1) Hukum Pajak Materil : Memuat norma-norma yang
menerangkan keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang
dikenai pajak ( obyek pajak ), siapa yang dikenakan pajak
( subyek pajak ), berapa besar pajak yang dikenakan (
tarif ), segala sesuatu yang timbul dan hapusnya utang
pajak, dan hubunganya antara pemerintah dengan wajib
pajak.
2) Hukum Pajak Formil : Memuat bentuk atau tata cara
untuk mewujudkan hukum materil menjadi kenyataan (
cara melaksanakan hukum pajak meteril ) (Prof. Dr.
Mardiasmo, MBA.,Ak, 2003 : 5).
e. Pengelompokan pajak
1) Menurut golongannya
a) Pajak langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri
oleh wajip pajak dan tidak dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain.
b) Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pada akhirnya
dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang
lain.
21
21
2) Menurut sifatnya
a) Pajak subyektif yaitu pajak yang berpangkal atau
berdasarkan pada subyeknya, dalam arti melihat pada
si wajib pajaknya.
b) Pajak obyektif yaitu pajak yang berpangkal pada
obyeknya, tanpa memperhatikan diri keadaan dari si
wajib pajak.
3) Menurut lembaga pemungutnya
a) Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh
pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai
rumah tangga negara.
b) Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh
pemerintah daerah yang digunakan untuk membiayai
rumah tangga daerah (Prof. Dr. Mardiasmo,
MBA.,Ak, 2003 : 6).
f. Tata cara Pemungutan pajak
1) Stelsel pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan tiga
stelsel :
a) Stelsel nyata ( riel stelsel )
Pengenaan pajak didasarkan pada obyek (
penghasilan yang nyata ) sehingga pemungutanya baru
dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah
penghasilan sesungguhnya telah diketahui.
b) Stelsel anggapan ( fictieve stelsel )
22
22
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan
yang diatur oleh undang-undang. Misalnya penghasilan
satu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya.
c) Stelsel campuran
Stelsel ini adalah campuran dari stelsel nyata dengan
stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung
berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun
besar pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya
(Prof. Dr. Mardiasmo, MBA.,Ak, 2003 : 6-7).
2) Asas pemungutan pajak.
a) Asas domisili ( asas tempat tinggal )
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh
penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal
diwilayahnya, baik penghasilan yang berada di dalam
maupun dari luar negeri.
b) Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan
yang bersumber diwilayahnya tanpa memperhatikan tempat
tinggal wajib pajak.
c) Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan
suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia
dikenakan pada tiap orang yang bukan berkebangsaan
Indonesia yang bertempat tinggal di indonesia (Prof.. Dr.
Mardiasmo., Ak, 2003 : 7).
23
23
3) Sistem pemugutan pajak
a) Official Assessment system
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi
wewenang kepada pemerintah ( fiksus ) untuk menentukan
besarnya pajak yang tertuang oleh wajib pajak.
b) Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungtan pajak yang
memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk
menentukan sendiri besar pajak yang tertuang.
c) With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ke 3 ( bukan fiksus dan bukan
wajib pajak yang bersangkutan ) untuk menentukan pajak
yang tertentu. Contohnya : Consultan Pajak (orang yang
ahli dalam bidang perpajakan) ( Prof. Dr. Mardiasmo,
MBA.,Ak. 2003 : 8).
g. Hambatan-Hambatan Pemungutan Pajak
Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokan
menjadi dua yakni :
1) Perlawanan pasif
Masyarakat enggan ( pasif ) membayar pajak, disebabkan
antara lain :
a) Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
b) Sistem perpajakan yang sulit dipahami masyarakat.
c) Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau
dilaksanakan dengan baik.
24
24
2) Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan
secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk
menghindari pajak, Bentuknya antara lain :
a) Tax Avoidance : usaha meringankan beban pajak
dengan tidak melanggar undang-undang.
b) Tax Evasion : usaha meringankan beban pajak dengan
cara melanggar undang-undang (Prof.. Dr.
Mardiasmo., Ak, 2003 : 8-9).
h. Tarif pajak
Didalam perpajakan ada 4 (empat) macam tarif pajak yaitu:
1) Tarif Sebanding/Proporsional
Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapun
jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang
tertuang sebanding terhadap besarnya nilai yang dipajak.
2) Tarif Tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap terhadap beberapapun
jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak tertuang
tetap.
3) Tarif Progresif
Persentase yang digunakan semakin besar bila jumlah
yang dikenai pajak semakin besar.
4) Tarif Degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila
jumlah yang dikenakan pajak semakin besar (Prof.. Dr.
Mardiasmo., Ak, 2003 : 9-10)
25
25
i. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan .
Dasar hukum yang digunakan dalam Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sekarang ini adalah Undang-Undang No. 6
Tahun1983, Sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang
No. 16 tahun 2000, kemudian diubah menjadi Undang-Undang
No. 28 Tahun 2007 berlaku sekarang (Prof.. Dr. Mardiasmo., Ak,
2003 : 12).
Dalam pembahasan Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan akan dijumpai pengertian dan istilah yang sudah baku.
Pengertian atau istilah itu antara lain :
1) Wajib Pajak ( WP ) : Orang pribadi atau badan yang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau
pemotongan pajak tertentu.
2) Badan adalah : Sekumpulan atau modal merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha atau tidak
melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainya, BUMN atau
BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma,
kongsi, koperasi,dana pensiun, perkumpulan, persekutuan
dan bentuk dalam lainya.
3) Masa pajak adalah : Jangka waktu yang lamanya sama
dengan satu bulan takwim atau jangka waktu lain yang
ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan paling
lama tiga bulan takwim.
4) Tahun pajak adalah : Jangka waktu satu tahun takwim
kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun buku yang
tidak sama dengan tahun takwim.
26
26
5) Bagian tahun pajak adalah : Bagian dari jangka satu
tahun pajak.
6) Pajak yang terutang adalah : Orang peribadi atau badan
yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak.
7) Surat paksa adalah : Surat perintah untuk membayar
utang pajak dan biaya penagihan pajak sesuai dengan
Undang-Undang No. 19 Tahun 1997 Tentang penegihan
pajakdengan surat paksa sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 (Prof.. Dr.
Mardiasmo., Ak, 2003 : 13)
j. Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP )
Pengertian NPWP adalah suatu sarana administrasi
perpajakan yang digunakan sebagai tanda pengenal atau identitas
wajib pajak, yang mempunyai fungsi untuk :
1) Sebagai tanda identitas wajib pajak.
2) Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan
dalam pengawasan administrasi perpajakan.
Pendaftaran NPWP adalah kewajiban mendaftarkan diri
untuk memperoleh NPWP yang dibatasi jangka waktunya, karena
berkaitan dengan pajak tertuang dan kewajiban mengenakan pajak
terutang. Jangka waktu pendaftaran NPWP adalah :
1) Bagi wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha
atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan, pendaftaran
paling lambat satu bulan setelah usaha mulai dijalankan.
2) Orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas apabila sampai dengan satu bulan
memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi
27
27
PTKP ( Penghasilan Tidak Kena Pajak ) setahun, wajib
mendaftarkan diri paling lambat akhir bulan berikutnya.
Jika mereka dengan sengaja tidak mendaftarkan diri sehingga
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, diancam dengan
pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi 4
kali jumlah pajak tertuang (Prof.. Dr. Mardiasmo., Ak, 2003 : 14-
15).
k. Penghapusan NPWP
Alasan penghapusan NPWP yakni disebabkan oleh :
1) Wajib pajak orang pribadi meninggal dan tidak
meninggalkan warisan.
2) Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta
dan penghasilan.
3) Warisan yang telah selesai dibagikan.
4) Wajib pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi
berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
5) Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang telah kehilangan
statusnya sebagai BUT (Prof.. Dr. Mardiasmo., Ak, 2003
: 16).
l. Surat Pemberitahuan ( SPT )
Surat Pemberitahuan ( SPT ) adalah surat yang oleh wajib
pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran
pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perpajakan yang
berlaku (Prof.. Dr. Mardiasmo., Ak, 2003 : 18).
28
28
m. Surat Ketatapan Pajak (SKP)
Surat Ketetapan Pajak adalah surat keputusan yang
memberitahukan besarnya pajak yang terutang termasuk denda
administrasi, kepada Wajib Pajak (WP) (Prof.. Dr. Mardiasmo.,
Ak, 2003 : 25).
n. Kewajiban dan Hak Wajib Pajak
1) Kewajiban sebagai wajib pajak:
a) Mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.
b) Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.
c) Mengisi dengan benar SPT ( SPT diambil sendiri ) dan
memasuki sendiri kekantor pelayanan pajak dengan
batas waktu yang telah ditentukan.
d) Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan.
e) Jika diperiksa wajib pajak harus :
(1) Memperlihatkan atau meminjamkan buku atau
catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan
dokumen lain yang berhubungan dengan
penghasilan yang peroleh
(2) Memberikan kesempatan untuk memasuki
ruangan atau tempat atau ruangan yang dipandang
perlu dan memberi bantuan guna kelancaran
pemeriksaan.
f) Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan.
Pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang
diminta. Wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk
merahasiakan, maka kewajiban merahasiakan itu
ditiadakan oleh perintah untuk keperluan pemeriksaan.
29
29
2) Hak-hak wajib pajak :
a) Mengajukan surat keberatan dan surat banding.
b) Menerima tanda buki pemasukan SPT.
c) Memasukan pembetulan SPT yang telah dimasukan
d) Mengajukan permohonan penundaan atau
pengangsuran pembayaran pajak.
e) Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang
dikenakan dalam surat ketetapan pajak.
f) Meminta kelebihan pengembalian pembayaran pajak.
g) Mengajukan permohonan penghapusan dan
pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketetapan
yang salah.
h) Memberi kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan
kewajiban pajaknya.
Apabila wajib pajak dipotong oleh pemberi kerja, wajib
pajak berhak meminta bukti pemotongan pajak kepada pemotong
pajak (Prof.. Dr. Mardiasmo., Ak, 2003 : 37)
3 Tinjauan Tentang Pajak Bumi dan Bangunan
a. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Bumi adalah adalah permukaan tanah (bumi) berserta
tubuh bumi (segala sesuatu dibawahnya). Bangunan adalah
kontruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada
tanah dan atau perairan. Sedangkan Pajak Bumi dan Bangunan
dikenakan atas bumi dan bangunan. Subyek pajak dalam PBB
adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak
atas bumi dan atau memperoleh manfaat atas bangunan.
30
30
Sehingga wajib pajak PBB belum tentu pemilik bumi dan
bagunan, tetapi dapat pula orang atau badan yang memanfaatkan
bumi dan bangunan tersebut ( Velentina Sri S dan Aji Suryo,
2002 : Bab 14 : 2 ) .
b. Objek Pajak Bumi Dan Bangunan:
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang No
12 Tahun 1994 tentang PBB dijelaskan bahwa obyek Pajak Bumi
dan Bangunan adalah :
1) Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah
perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia, dan
tubuh bumi yang ada dibawahnya.
2) Bangunan adalah kontruksi teknik yang ditanam atau
diletakkan secara tetap pada tanah dan atau perairan.
Yang termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
a) Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu
kompleks bangunan seperti hotel,pabrik, dan
emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu
kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut.
b) Jalan tol.
c) Kolam renang.
d) Pagar mewah.
e) Tempat olah raga.
f) Dermaga.
g) Taman mewah.
h) Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas,
pipa minyak.
i) Fasilitas lain yang memberi manfaat.
31
31
c. Faktor yang Menentukan Klasifikasi Obyaek Pajak
Klasifikasi objek pajak sangat berpengaruh sekali dalam
menentukan suatu objek pajak karena dengan cara mengklasifikasi
dapat menentukan pengenaan pajak sesuai kelas yang ada dalam
undang-undang perpajakan Indonesian. Berdasarkan ketentuan
Pasal 2 ayat (2) Undang-undang No 12 Tahun 1994 Tentang PBB
dijelaskan bahwa, klasifikasi objek pajak dalam PBB dapat dibagi
dua antara lain klasifikasi bumi dan bangunan.
1) Bumi/Tanah:
a) Letak Tanah.
b) Peruntukan.
c) Pemanfaatan.
d) Komdisi lingkungan.
2) Bangunan:
a) Bahan Bangunan.
b) Rekayasa Bangunan.
c) Letak.
d) Kondisi Lingkungan.
e) Dan lain-lain.
d. Obyek Pajak yang Tidak Dikenakan PBB
Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-udang No12
Tahun 1994 dijelaskan mengenai objek pajak yang tidak dikenakan
PBB adalah sebagai berikut :
1) Yang digunakan semata-mata unuk melayani kepentingan
umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan
32
32
kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan .
2) Digunakan untuk pemakaman, peninggalan purbakala,
atau yang sejenis dengan itu.
3) Merupakan hutan lindung,hutan suaka alam,hutan
wisata,taman nasionaltanah pengembalan yang dikuasai
oleh desa , dan tanah Negara yang belum dibebani suatu
hak.
4) Digunakan untuk perwakilan diplomatik, berdasarkan
asas perlakuan timbal balik
5) Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi
internasional yang ditentukan oleh menteri Keuangan.
e. Subyek pajak dan Wajib pajak
Subyek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas bumi, atau memperoleh manfaat atas
bumi dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat
atas bangunan. Subyek pajak sebagaimana yang dimaksud yang
dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak
menurut undan-undang PBB. Dengan demikian tanda pembayaran
atau pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak.
Dalam hal suatu obyek pajak yang belum jelas diketahui
wajib pajaknya. Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan subyek
pajak sebagaimana yang dimaksud sebagai wajib pajak. Ketentuan
ini memberikan kewenangan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk
menentukan suyek pajak sebagai wajib pajak, apabila suatu obyek
pajak belum jelas wajib pajaknya ( Prof. DR. Mardiasmo, MBA.,
Ak. 2003 : 273).
33
33
f. Nilai jual obyek pajak tidak kena pajak ( NJOPTKP )
NJ0PTKP ditetapkan berdasarkan wilayahnya atau tempat
masing-masing obyek Pajak Bumi dan Bangunan, yakni daerah
Provinsi dan Kabupaten dan Kota Madya
g. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan
Tariff Pajak Bumi dan Bangunan menggunakan tariff
tunggal yakni : 0,5% ( lima persepuluh persen ) ( Prof. DR.
Mardiasmo, MBA., Ak. 2003 : 275).
h. Cara pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
Dasar pengenaan PBB adalah NJOP yang dihitung dari
harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi
secara wajar, maka NJOP ditentukan melalui perbandingan harga
dengan obyek pajak lain yang sejenis atau pengganti atau nilai
perolehan baru, atau NJOP pengganti. NJOP ditetapkan tiap tiga
tahun oleh Menteri Keuangan,kecuali untuk daerah tertentu
ditetapkan tiap tahun sesuai perkembangan daerahnya. Dasar
perhitungan pajak adalah NJKP yang ditetapkan serendah-
rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100%. Besarnya persentase
ditetapkan debgab peraturan pemerintah dengan memperhatikan
kondisi ekonomi nasional. Untuk perekonomian sekarang ini, tidak
terlalu membebani wajib pajak didaerah pedesaan , tetapi dengan
tetap memperhatikan penerimaan, khususnya bagi pemerintah
daerah, maka telah ditetapkan persentase untuk menentukan
besarnya NJKP yaitu :
34
34
1) sebesar 40% dari NJOP untuk :
a) obyek pajak perkebunan.
b) obyek pajak kehutanan.
c) Obyak pajak lainya, wajib pajaknya perseorangan
dengan NJOP atas Pajak Bumi dan Bangunan sama
atau lebih besar dari Rp 1.000.000.000,00.
2) Sebesar 20% dari NJOP untuk :
a) Obyek pajak pertambangan.
b) Obyek pajak lainya yang NJOP-nya kurang dari Rp
1.000.000.000,00 ( Prof. DR. Mardiasmo, MBA.,
Ak. 2003 : 276)
i. Cara perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan
Besarnya pajak tertuang dihitung dengan cara mengalikan
tarif pajak dengan NJKP.
Pajak Bumi dan Bangunan = Tarif Pajak x NJKP= 0,5% x [
persentase NJKP x ( NJOP – NJOPTKP)]
Contoh :
Wajib pajak A mempunyai sebidang tanah dan bangunan
yang NJOP-nya Rp 20.000.000,00 dan NJOPTKP-nya Rp
12.000.000,00, maka besarnya pajak terutang adalah :
= 0,5% x 20% x ( Rp 20.000.000,00 – Rp 12.000.000,00)
= Rp 8.000,00
j. Surat pemberitahuan obyek pajak (SPOP), Surat Pemberitahuan
Pajak Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP).
1) Dalam rangka pendataan, subyek pajak wajib
mendaftarkan obyek pajaknya dengan mengisi SPOP.
35
35
Dalam rangka pendataan, wajib pajak akan diberikan
SPOP untuk di isi dan dikembalikan kepada Direktorat
Jenderal Pajak. Wajib pajak yang yang pernah dikenakan
IPEDA tidak wajib mendaftarkan objek pajaknya kecuali
jika ia menerima SPOP, maka dia wajib mengisinya dan
mengenbalikanya kepada Direktorat Jenderal Pajak.
2) SPOP harus diisi dengan jelas, benar, lengkap dan tepat
waktu serta ditandatangani dan disampaikan kepada
Direktur Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
letak objek pajaknya, selambat-lambatnya 30 hari setelah
tanggal diterimanya SPOP oleh subyek pajak.
3) Direktur Jenderal Pajak akan menerbitkan SPPT
berdasarkan SPOP yang diterimanya.
4) Direktur Jenderal Pajak akan menerbitkan SKP dalam hal
:
a) SPOP tidak disampaikan dalam jangka waktu yang
telah ditetapkan dan telah ditegur secara tertulis tidak
disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat
teguran.
b) Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain
ternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari
jumlah yang telah dihitung berdasarkan SPOP yang
disampaikan oleh wajib pajak.
Wajib pajak tidak menyampaikan SPOP pada
waktunya, walaupun sudah ditegur secara tertulis juga
tidak menyampaikan dalam waktu yang ditentukan dalam
surat teguran itu. Direktur Jenderal Pajak dapat
menerbitkan surat ketetapan pajak (SKP) secara jabatan.
36
36
Apabila berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan
oleh Direktorat Jenderal Pajak ternyata jumlah pajak
yang terutang lebih besar dari jumlah pajak dalam SPPT
yand dihitung atas dasar SPOP yang disampaikan wajib
pajak. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKP
secara jabatan..
5) Jumlah pajak yang terutang dalam SKP sebagaimana
yang dimaksud dalam nomor 4 huruf a adalah pokok
pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar
25% dihitung dari pokok pajak.
6) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPKB
sebagaimana yang dimaksud dalam no. 4 huruf b,
adalah selisih pajak yang terutang berdasarkan hasil
pemeriksaan atau keterangan lain dengan pajak yang
terutang yang dihitung berdasarkan SPOP ditambah
dengan denda administrasi sebesar 25% dari selisih
pajak yang terutang. Sanksi administrasi dikenakan
dikenakan terhadap wajib pajak yang mengisi SPOP
tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya ( Prof.
DR. Mardiasmo, MBA., Ak. 2003 : 278)
k. Tata Cara Pembayaran dan Penagihan.
1) Pajak yang terutang berdasarkan SPPT harus dilunasi
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal
diterimanya SPPT oleh wajib pajak. Contoh : apabila
SPPT diterima oleh wajib pajak tanggal 1 April 2007,
maka jatuh tempo pembayaranya adalah tanggal 30
september 2007.
2) Pajak yang terutang berdasarkan SKP harus dilunasi
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal
37
37
diterimanya SKP. Contoh apabila SKP diterima oleh
wajib pajak tanggal 1 Maret 2007, maka jatuh tempo
pengembaliannya 31 maret 2007.
3) Pajak yang terutang pada saat jatuh tempo pembayaran
tidak dibayar atau kurang bayar, dikenakan denda
administrasi sebesar 2% per bulan, yang dihitung dari
saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk
jangka waktu paling lama 24 bulan atau 2 tahun. Menurut
ketentuan ini, pajak yang terutang pada saat jatuh tempo
pembayaran tidak atau kurang bayar, dikenakan denda
administrasi 2% setiap bulan dari jumlah yang tidak atau
kurang bayar tersebut untuk jangka waktu paling lama 24
bulan, dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.
4) Denda administrasi sebagaimana yang dimaksud dalam
no. 3 diatas, ditambah dengan utang pajak yang belum
atau kurang bayar ditagih dengan surat surat tagihan
pajak (STP) yang harus dilunasi selambat-lambatnya 1
bulan sejak tanggal diterimanya STP tersebut.
5) Pajak yang terutang dapat dibayar dibank, kantor Pos dan
Giro, dan tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan.
6) Tata cara pembayaran dan penagihan pajak di atur oleh
menteri Keuangan.
7) SPPT, STP merupakan dasar penagihan pajak.
8) Jumlah pajak terutang berdasarkan STP yang tidak
dibayarkan pada waktunya dapat ditagih dengan surat
paksa ( Prof. DR. Mardiasmo, MBA., Ak. 2003 : 282).
38
38
l. Batas Waktu Pembayaran Pajak bagi wajib pajak:
1) Wajib pajak yang telah menerima SPPT harus melunasi
pajaknya selambat-lambatnya 6 bulan sejak tanggal
diterimanya SPPT tersebut.
2) Wajib pajak yang telah menerima SKP harus melunasi
pajaknya selambat-lambatnya 1 tahun sejak tanggal
diterimanya SKP.
3) Wajib pajak yang telah menerima SPT atas sanksi
administrasi berupa denda sebagai akibat wajib pajak
tidak atau kurang membayar pajak terutang pada saat
jatuh tempo pembayaran, harus melunasi hutangnya
selambatnya 1 bulan sejak diterimanya SPT terebut.
m. Pengurangan bagi wajib pajak.
Besarnya PBB dapat dimintakan pengurangan dalam hal sebagai
berikut :
1) Karena kondisi tertentu obyek pajak yang ada hubungannya
dengan subyek pajak dan atau kerena sebab tertentu lainya.
Dapat berupa :
a) Lahan pertanian, perkebunan, perikanan, perternakan
yang hasilnya sangat terbatas yang dimiliki/dikuasai
atau dimanfaatkan oleh wajib pajak perseorangan
b) Obyek pajak yang nilai jualnya meningkat
disebabkan karena adanya pembangunan atau
perkembangan lingkungan yang dimiliki atau
dikuasai oleh wajib pajak perseorangan yang
berpenghasilan rendah.
39
39
c) Obyek pajak yang dikuasai atau dimanfaatkan oleh
wajib pajak perseorangan yang penghasilannya
semata-mata berasal dari pension, sehingga
kewajiban pembayaran PBB nya sulit untuk dipenuhi.
d) Obyek pajak yang dimiliki oleh badan yang
mengalami kerugian atau kesulitan likuiditas yang
serius sepanjang tahun.
e) Obyek pajak yang dimiliki ,dikuasai atau
dimanfaatkan oleh masyarakat berpenghasilan
rendahlainya, sehingga kewajiban PBB nya sulit
dipenuhi. Besarnya pengurangan untuk hal tersebut
diatas ditetapkan setinggi-tingginya 75% oleh Kepala
Kantor Pelayanan PBB berdasarkan pertimbangan
yang wajar dan obyektif.
2) Obyek pajak terkena :
a) Bencana alam seperti : Gempa bumi, banjir, tanah
longsor.
b) Sebab lain yang luar biasa seperti : Kebakaran,
kekeringan, wabah penyakit tanaman, hama tanaman.
Besarnya pengurangan untuk obyek pajak yang terkena
bencana alam dan sebab lain diluar biasa ditetapkan sampai
dengan 100% oleh Kepala Kantor Pelayanan PBB berdasarkan
pertimbangan yang wajar dan obyektif dengan melihat persentase
kerusakan dari obyek pajak yang terkena musibah atau kejadian
luar biasa.
Untuk mendapatkan pengurangan, wajib pajak tidak perlu
mengajukan permohonan sendiri karena pemerintah daerah
setempat akan segera mengurusnya secara tertulis ( Prof. DR.
Mardiasmo, MBA., Ak. 2003 : 288).
40
40
n. Keberatan dan Banding
Keberatan
1) Wajib pajak dapat mengajukan keberatan kepada
Direktur Jenderal Pajak atas :
a) Surat Pemberitahuan Pajak Terutang ( SPPT ).
b) Surat Ketapan Pajak ( SKP ).
Keberatan terhadap SPPT dan SKP diajukan masing-
masing dalam suatu surat keberan tersendiri untuk tiap tahun
pajak.
2) Wajib pajak dapat mengajukan keberatan atas SPPT dan
SKP dalam hal :
a) Wajib pajak menganggap luas obyek bumi atau
bangunan, klasifikasi obyek PBB atau pengenaan
nilai jual obyek bumi atau bangunan tidak sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya.
b) Terdapat perbedaan penafsiran undang-undang dan
perundang-undangan antara wajib pajak dengan
fiksus.
c) Kesalahan penetapan subyek pajak sebagai wajib
pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak.
3) Keberatan diajukan tertus dengan menggunakan bahasa
Indonesia kepada kepala kantor kepala kantor pajak
pelayanan pajak bumi dan bangunan yang menerbitkan
SPPT dan SKP dengan menyatakan alas an dengan jelas.
4) Keberatan harus diajaukan dalam jangka waktu 3 bulan
sejak tanggal diterimanya SPPT atau SKP oleh wajib
pajak.
41
41
5) Tanda terima surat keberatan yang diberikan oleh kantor
pelayanan pajak bumi dan bangunan atau tanda
pengiriman surat keberatan melalui pos tercatat
merupakan tanda bukti penerimaan surat keberatan
tersebut bagi kepentingan wajib pajak.
6) Apabila diminta oleh wajib pajak untuk keperluan
pengajuan keberatan, Ditjen Pajak wajib memberikan
secara terlulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan
pajak.
7) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban
membayar pajak.
8) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dalam
jangka waktu paling lama 12 bulan sejak surat keberatan
diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan.
9) Sebelum surat keputusan diterbitkan, wajib pajak dapat
menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.
10) Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunan atas keberatan dapat berupa :
a) Tidak dapat menerima,
b) Menolak,
c) Menerima seluruh atau sebagian,
d) Menambah besarnya pajak terutang.
11) Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atas
ketetapan sebagaimana dalam SKP, wajib pajak
bersangkutan harus dapat membuktikan ketidak benaran
ketetapan pajak tersebut.
42
42
12) Apabila dalam waktu 12 bulan telah lewat dan Direktur
Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, maka
keberatan tersebut dianggap diterima.
Banding
1) Wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding
hanya kepada Badan Peradilan Pajak terhadap
keberatan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pajak.
2) Banding diajukan dalam waktu 3 bulan sejak tanggal
keberatan keluar dengan cara:
a) Tertulis dalam bahasa Indonesia.
b) Mengemukakan alasan yang jelas dan bukti yang
diperlukan.
c) Melampirkan salinan surat keputusan keberatan.
3) Putusan peradilan pajak merupakan putusan akhir dan
bersifat tetap.
4) Permohonan banding tidak menunda kewajiban
pembayaran pajak yang bersangkutan.
5) Apabila pengajuan banding diterima sebagian atau
seluruhnya, maka kelebihan pembayaran
dikembalikan dengan ditambah bunga sebesar 2%
sebulan ( maksimal 24 bulan ) ( Prof. DR.
Mardiasmo, MBA., Ak. 2003 : 32).
43
43
Berikut ini penulis sajikan alur Keberatan dan Banding:
Gambar 2: Alur Keberatan dan Banding PBB (Prof. DR. Mardiasmo, MBA.,
Ak. 2003 : 287).
o. Sanksi bagi wajib pajak
1) Sanksi administrasi
Sanksi Administrasi dikenakan terhadap wajib
pajak yang :
a) Tidak menyampaikan SPOP, walaupun telah
ditegur secara tertulis dikenai denda sebesar 25%
dari pokok pajak.
b) Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan
lain ternyata jumlah pajak terutang lebih besar
dari jumlah yang dihitung berdasarkan SPOP,
maka selisih pajak terutang tersebut ditambah
sanksi administrasi sebesar 25% dari selisih pajak
terutang.
Dirjend Pajak
Wajib Pajak
Surat ketetapan Pajak SPPT
Keputusan 1.menerima -seluruh -sebagian 2. Menolak 3. Menambah jumla- h pajak terutang.
BPSP
Banding waktu 3 Bulan
Keberatan 3 bulan
44
44
c) Membayar atau kurang membayar, pajak yang
terutang pada saat jatuh tempo pembayaran,
dikenakan sanksi administrasi denda sebesar 2%
sebulan dihitung dari saat jatuh tempo sampai hari
pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24
bulan (Prof. DR. Mardiasmo, MBA., Ak. 2003 :
287)
2) Sanksi Pidana
Ketentuan sanksi pidana berdasarkan undang-
undang adalah sebagai berikut :
a) Jika karena alpa atau lupa menyampaikan SPOP
atau mengisi SPOP tidak lengkap dan atau
melampirkan keterangan yang tidak benar,
sehingga menimbukan kerugian Negara, dikenai
pidana kurungan selama-lamanya 6 bulan atau
denda 2 kali pajak terutang.
b) Jika sengaja tidak mengembalikan SPOP atau
menyampaikan SPOP tetapi isinya tidak benar,
memperlihatkan surat palsu, sehingga
menimbulkan kerugian Negara . dipidana penjara
selama-lamanya 2 tahun atau denda 5 kali utang
pajak.
c) Bagi bukan wajib pajak yang memperhatikan atau
meminjamkam surat atau dokumen atau tidak
menunjukan data atau tidak menyampaikan
keterangan yang diperlukan, maka dikenai pidana
kurungan selama-lamanya 1 tahun atau denda
sebesar Rp 2.000.000,00 (Prof. DR. Mardiasmo,
MBA., Ak. 2003 : 292)
45
45
3) Surat paksa
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang
pajak dan biaya penagihan pajak. Surat paksa mempunyai
kekuatan eksekutorial dan kedudukan yang sama dengan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kedudukan
hukum tetap.
Surat Paksa diterbitkan apabila :
a) Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan
kepadanya diberikan surat teguran atau surat
peringatan.
b) Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan
penagihan seketika atau sekaligus (Prof. DR.
Mardiasmo, MBA., Ak. 2003 : 287)
4 Tinjauan Umum Tentang Pelaksanaan Hukum
a. Definisi Hukum
Diantara para pakar hukum tidak ada keserasian pendapat
tentang apa yang dimaksud dengan hukum itu. Menurut Prof. Mr.
EM Meyer, hukum ialah semua aturan yang mengandung
pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia
dalam masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi penguasa-
penguasa negara dalam melakukan tugasnya. (CST Kansil, 1982:
34 ).
Sedang menurut pakar hukum Indonesia, yakni JCT
Simorangkir SH dan Woerjono Sastropranoto SH, hukum diartikan
sebagai peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang
menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat
yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran
mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya
tindakan, yaitu dengan hukum tertentu ( CST Kansil, 1982: 36 ).
46
46
Dari berbagai perumusan tentang hukum yang dikemukakan oleh
beberapa pakar hukum, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum itu
meliputi beberapa unsur, yakni:
1) Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam
pergaulan masyarakat.
2) Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang
berwajib.
3) Peraturan itu bersifat memaksa.
4) Saksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah
tegas.
Menurut Kansil dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum
dan Tata Hukum .Indanesia, hukum itu memiliki dua ciri, yaitu:
1) Adanya perintah dan/atau larangan.
2) Perintah dan/atau larangan itu harus patuh ditaati setiap
orang (CST Kansil, 1982: 38 )
Tugas hukum adalah untuk mencapai kepastian hukum
(demi adanya ketertiban) dan keadilan di dalam masyarakat.
Kepastian hukum mengharuskan diciptakannya peraturan-
peraturan umum atau kaidah-kaidah hukum yang berlaku umum,
agar supaya tercipta suasana yang aman dan tentermn di dalam
masyarakat, maka kaidah-kaidah termaksud harus ditegakkan serta
dilaksanakan dengan tegas. Untuk kepentingan itu, maka kaidah-
kaidah hukum tersebut harus diketahui sebelumnya dengan pasti (
Soerjono Soekanto, 1976: 38 ).
Pada prinsipnya hukum memiliki empat fungsi utama, yaitu:
1) Memberikan pedoman atau pengarahan pada warga
masyarakat untuk berperilaku.
47
47
Artinya hukum bersifat sebagai kaidah, yaitu sebagai
pedoman perilaku, yang menyiratkan perilaku yang
seyogyanya atau diharapkan diwujudkan oleh masyarakat
apabila warga masyarakat rnelakukan suatu kegiatan yang
diatur oleh hukum.
2) Pengawasan atau penegendalian sosial.
Pengendalian sosial dari hukum pada dasarnya dapat
diartikan sebagai suatu sistem yang mendidik, mengajak
bahkan memaksa warga masyarakat agar berperilaku sesuai
hukum. Dengan kata lain, dari sudut sifatnya dapat dikatakan
bahwa pengendalian sosial dapat bersifat preventif maupun
represif. Prevensi merupakan suatu usaha untuk mencegah
terjadinya perilaku menyimpang, sedangkan represi bertujuan
untuk mengembalikan keserasian yang terganggu.
3) Penyelesaian sengketa (Dispute Settlement).
Persengketaan atau perselisihan dapat terjadi dalam
masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat menyediakan suatu
mekanisme untuk menyelesaikan sengketa serta pemecahan
perselisihan. Salah satu lembaga yang digunakan adalah
pengadilan, yang menggunakan hukum dalam penyelesaian
sengketa tersebut.
4) Rekayasa sosial (Social Engineering).
Menurut Satjipto Raharjo hukum sebagai sarana
rekayasa sosialinovasi-social engineering tidak saja digunakan
untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku
yang terdapat dalam masyarakat, melainkan juga untuk
mengarahkan pada tujuan-tujuan yang dikehendaki,
menghapuskan kebiasaan-kebiasaan yang dipandang tidak
sesuai lagi, menciptakan pola-pola kelakuan baru dan
48
48
sebagainya. Dengan kata lain, hukum dijadikan sarana untuk
melakukan perubahan masyarakat (Soleman B Taneko, 1993:
37).
b. Efektivitas Hukum
Studi etektivitas hukum merupakan suatu kegiatan yang
memperlihatkan suatu strategi perumusan masalah yang bersifat
umum, yaitu suatu perbandingan realitas hukum dengan ideal
hukum. Secara khusus, terlihat jenjang antara hukum dan
tindakan (law in action) dengan hukum dalam teori (law in
theory). Atau dengan perkataan lain, kegiatan ini akan
memperlihatkan kaitan antara law in theory dan law in action (
Soleman B Taneko, 1993: 48).
Efektivitas hukum berkaitan erat dengan faktor-faktor
sebagai berikut:
1) Usaha-usaha menanamkan hukum di dalam masyarakat,
yaitu penggunaan tenaga manusia, alat-alat, organisasi-
organisasi dan metode agar warga masyarakat
mengetahui, menghargai, mengakui dan menaati hukum.
2) Reaksi masyarakat yang didasarkan pada sistem nilai-
nilai yang berlaku.
3) Jangka waktu penanaman hukum, yaitu panjang atau
pendeknya jangka waktu di mana usaha-usaha
menanamkan itu dilakukan dan diharapkan memberikan
hasil ( Soerjono Soekanto, 1976: 45).
49
49
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 3 : Alur Kerangka Pemikiran.
Undang-undang No. 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan
Wajib Pajak
Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Kewajiban Wajib Pajak
Hak Wajib Pajak
Membayar Pajak
Pelaksanaan atau Prosedur
Hambatan-hambatan yang
dialami
Mengajukan keberatan
50
50
Keterangan Alur Kerangka Pemikiran :
a. Dalam Undang-undang No. 12 Tahun 1994 Tentang
Pajak Bumi dan Bangunan mengatur tentang pengenaan
Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Wajib pajak.
b. Dari pengenaan itu terbit atau timbul Surat Ketetapan
Pajak.
c. Setelah Surat Ketetapan Pajak terbit Wajib Pajak
Mempunyai Kewajian Untuk membayar pajak.
d. Jika tidak sesuai dengan obyek atau keadaan yang
sebenarnya, Wajib Pajak diberikan hak untuk
mengajukan keberatan.
e. Pelaksanaan atau prosedur yang dilakukan seperti apa ?
f. Hambatan-hambatan yang dialami dalam pelaksanaan
pengajuan keberatan Pajak Bumi dan Bangunan seperti
apa ?
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1 Sejarah Direktorat Jenderal Pajak dan Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak Jawa Tengah II .
Organisasi Direktorat Jenderal Pajak pada mulanya
merupakan perpaduan dari beberapa unit organisasi yaitu :
(1) Jawatan Pajak yang bertugas melaksanakan pemungutan
pajak berdasarkan perundang-undangan dan melakukan
tugas pemeriksaan kas Bendaharawan Pemerintah.
(2) Jawatan Lelang yang bertugas melakukan pelelangan
terhadap barang-barang sitaan guna pelunasan piutang
pajak Negara.
51
51
(3) Jawatan Akuntan Pajak yang bertugas membantu Jawatan
Pajak untuk melaksanakan pemeriksaan pajak terhadap
pembukuan Wajib Pajak Badan.
(4) Jawatan Pajak Hasil Bumi (Direktorat Iuran
Pembangunan Daerah pada Ditjen Moneter) yang
bertugas melakukan pungutan pajak hasil bumi dan pajak
atas tanah yang pada tahun 1963 dirubah menjadi
Direktorat Pajak Hasil Bumi dan kemudian pada tahun
1965 berubah lagi menjadi Direktorat Iuran
Pembangunan Daerah (IPEDA).
Dengan keputusan Presiden RI No. 12 Tahun 1976
tanggal 27 Maret 1976, Direktorat Ipeda diserahkan dari
Direktorat Jenderal Moneter kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Pada tanggal 27 Desember 1985 melalui Undang-undang RI No.
12 tahun 1985 Direktorat IPEDA berganti nama menjadi
Direktorat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Demikian juga unit kantor di daerah yang semula
bernama Inspeksi Ipeda diganti menjadi Inspeksi Pajak Bumi
dan Bangunan, dan Kantor Dinas Luar Ipeda diganti menjadi
Kantor Dinas Luar PBB.
Untuk mengkoordinasikan pelaksanaan tugas di daerah,
dibentuk beberapa kantor Inspektorat Daerah Pajak (ItDa) yaitu
di Jakarta dan beberapa daerah seperti di Sumatera, Jawa,
Kalimantan, dan Indonesia Timur. Inspektorat Daerah ini
kemudian menjadi Kanwil Ditjen Pajak (Kantor Wilayah) seperti
yang ada sekarang ini.
Sesuai Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2006,
tentang instansi vertical Direktorat Jenderal Pajak terdiri dari :
a. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
b. Kantor Pelayanan Pajak.
52
52
c. Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi
Perpajakan.
Untuk menjelaskan lebih lebih lanjut mengenai Perpes
No. 95 Tahun 2006, maka telah dikeluarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 132/KMK.01/2006 tentang instansi vertical
Direktorat Jenderal Pajak, yang terdiri dari :
a. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib
Pajak Besar dan Kantor Wilayah Direktorat Jendera
Pajak Jakarta Khusus.
b. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak selain
Wajib Pajak Besar dan Kantor Wilayah Direktorat
Jendera Pajak Jakarta Khusus.
c. Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar.
d. Kantor Pelayanan Pajak Madya.
e. Kantor Pelayanan Pajak Pratama.
f. Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi
Perpajakan.
2 Letak Direktorat Jenderal Pajak dan Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak.
Direktorat Jenderal Pajak adalah sebuah Direktorat
Jenderal di bawah Departemen Keuangan Republik Indonesia
yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan
kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perpajakan.
Direktorat Jenderal Pajak memiliki peran yang begitu
sentral dan strategis bagi keuangan negara. Perubahan atas
kondisi aktual posisi Direktorat Jenderal Pajak memberikan
dampak yang signifikan bagi pemerintahan secara keseluruhan.
Sebagaimana diketahui bahwa Direktorat Jenderal Pajak
adalah salah satu unsur Departemen Keuangan yang
bertanggungjawab dalam penerimaan pajak dimana pajak
53
53
merupakan tulang punggung penerimaan negara yang tercermin
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Memperhatikan tugas dan tanggung jawab Direktorat
Jenderal Pajak tersebut, maka peran dan kedudukannya menjadi
strategis dan vital karena kegagalan atau keberhasilan Direktorat
Jenderal Pajak akan berdampak langsung pada keberlangsungan
kehidupan negara dan bangsa Indonesia. Namun di lain pihak,
kedudukan Direktorat Jenderal Pajak yang menjadi pintu
gerbang masuknya keuangan negara.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak adalah instansi
vertical Direktorat Jenderal Pajak yang berada dibawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak.
Sedangkan Kantor Pelayana Pajak adalah instansi vertical
Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung
jawab langsung kepada Kepala Kanwil Direktorat Jenderal
Pajak.
3 Susunan Stuktur Organisasi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak Jawa Tengah II.
KANWIL DITJEN PAJAK
BAGIAN UMUM
54
54
Gambar 4 : Stuktur Organisasi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak JawaTengah II (Dokumen Kanwil DJP).
Susunan Stuktur Organisasi Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak Jawa Tengah II :
a. Kepala Kantor Wilayah.
b. Bagian Umum.
c. Bidang Dukungan Teknis dan Konsultasi.
d. Bidang Kerjasama, Ekstensifikasi dan Penilaian.
e. Bidang pemeriksaan, penyidikan dan Penagihan
Pajak.
f. Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan
Masyarakat.
g. Bidang Pengurangan dan Banding.
Tugas masing-masing bagian di Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II antara lain :
a. Kepala Kantor Wilayah mempunyai tugas antara lain
sebagai berikut :
Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak
Bidang Penyuluhan, Pelayanan dan Hub
Masyarakat
Bidang Keberatan
dan Banding
Kelompok Jabatan Fungsional
Bidang Dukungan Teknis dan Konsultasi
Bidang Kerjasama, Ekstensifikasi dan
Penilaian
Kantor Pelayana Pajak (KPP)
55
55
1) Bertanggung jawab penuh atas Kantor Wilayah
yang di kepalainya.
2) Memutus keberatan yang masuk di Kanwil.
3) Memutus pengurangan pajak yang masuk di
Kanwil.
4) Bertindak selaku Direktur Jenderal Pajak di
daerah yang menjadi wewenangnya.
5) Bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal
Pajak Pusat.
b. Bagian Umum mempunyai tugas sebagai berikut :
1) Pemerosesan dan penetausahaan dokumen masuk
ke Bagian Umum.
2) Pengangkatan calon pegawai menjadi Pegawai
Negeri Sipil.
3) Pemerosesan permohonan pengujian kesehata
Pegawai Negeri Sipil.
4) Pembuatan kartu pegawai.
5) Pengusulan promosi pegawai.
6) Pengusulan mutasi pegawai.
7) Pelaksanaan pelantikan, pengambilan sumpah dan
serah terima jabatan, serta pengambilan sumpah
Pegawai Negeri Sipil.
8) Pengusulan pemberhentian pegawai.
9) Pengelolaan uraian jabatan dan perkerjaan untuk
kenaiakan pangkat sebagai penyesuaian ijazah.
10) Pengusulan penghargaan pensiun dan Satya
Lencana Karya Satya.
11) Penyusunan laporan penyebaran pegawai.
12) Pemantauan dan evaluasi laporan ketertiban
pegawai.
56
56
13) Penyelesaian atas dugaan pelanggaran disiplin
oleh Pegawai Negeri Sipil.
14) Penjatuhan hukuman disiplin berupa peringatan
tertulis.
15) Penerimaan surat kenaikan pangkat.
16) Membuat keputusan kenaikan pangkat.
17) Membuat daftar urutan pangkat intern Kantor
Wilayah.
18) Pemerosesan permohonan izin melanjutkan
pendidikan di luar kedinasan.
19) Pemerosesan permohonan Askes.
20) Permohonan menjadi peserta asuransi.
21) Pengusulan penyesuaian Jabatan Fungsional
pemeriksa pajak.
22) Pengusulan bendahara.
23) Penataan berkas kepegawaian, surat atau
dokumen dan peraturan pegawai.
24) Permintaan dan pembayaran lembur pegawai.
25) Menyiapkan surat perjalanan dinas pegawai.
26) Melaksanakan penutupan buku kas Bagian
Umum.
27) Pemantauan laporan Kantor Pelayanan Pajak.
28) Penerimaan dokumen di Kantor Wilayah.
29) Penghentian gaji pegawai.
30) Pembuatan kartu pengenal pegawai.
c. Bidang Dukungan Teknis dan Konsultasi mempunyai
tugas sebagai berikut :
1) Pembuatan rencana kerja bidang Dukungan
Teknis dan Konsultasi.
2) Pembuatan rencana penerimaan per Kantor
Pelayanan Pajak.
57
57
3) Pemberian bimbingan dan Konsultasi kepada
Kantor Pelayanan Pajak di daerah wewenang
Kantor Wilayah.
4) Pemberian bimbingan teknis intensifikasi kepada
Kantor Pelayanan Pajak.
5) Bantuan teknis mengenai aplikasi elektronik.
6) Pengawasan dan pemeliharaan basis data.
7) Pengawasan transfer data.
8) Backup data.
9) Perbaikan computer jika terjadi masalah.
10) Penyusunan konsep masalah yang yang timbul di
Kantor Pelayanan Pajak.
11) Penyusunan kompilasi laporan Kantor Pelayanan
Pajak.
d. Bidang Kerjasama, Ekstensifikasi dan Penilaian
mempunyai tugas sebagai berikut :
1) Koordinasi penyusunan rencana kerja pencarian
data dalam rangka ekstensifikasi perpajakan.
2) Penyusunan keputusan Menteri Keuangan tentang
penentuan Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena
Pajak. Dan Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak
Kena Pajak.
3) Penyusunan surat keputusan Menteri Keuangan
tentang klasifikasi Nilai Jual Obyek Pajak bumi
dan bangunan.
4) Evaluasi pengendalian pelaksanaan kebijakan
teknis Pajak Bumi dan Bangunuan, BPHPB dan
ekstensifikasi di Kantor Pelayanan Pajak.
5) Penyusunan surat persetujuan rencana kegiatan
pendataan dan penilaian di wilayah kerja kantor.
6) Koordinasi bimbingan teknis ekstensifikasi.
58
58
7) Pelaksanaan penetapan angka kredit bagi pejabat
fungsional penilaian Pajak Bumi dan Bangunan di
wilayah kerja Kantor Wilayah.
e. Bidang pemeriksaan, penyidikan dan Penagihan
Pajak mempunyai tugas sebagai berikut :
1) Pembuatan kartu tanda pengenal penyidik.
2) Penyelesaian usulan pemeriksaan.
3) Penyelesaian usulan pemeriksaan dalam rangka
penagihan pajak.
4) Penyelesaian usulan pemeriksaan bukti
permulaan.
5) Penyelesaian usulan penyidikan.
6) Peminjaman berkas ke Kantor Pelayanan Pajak.
7) Peminjaman berkas perkara penyidikan.
8) Penyiapan berkas perkara penyidikan.
9) Pengarsipan berkas perkara penyidikan.
10) Pemantauan pelaksanaan pemeriksaan.
11) Evaluasi laporan hasil kegiatan pemeriksaan
pajak.
12) Penyelesaian informasi data pengaduan dan
laporan.
13) Penerbitan surat pemberhentian penyidikan
14) Penyusunan kopilasi laporan pelaksanaan
penyidikan kepada POLRI.
f. Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan
Masyarakat mempunyai tugas sebagai berikut :
1) Penetapan Wajib Pajak Patuh.
2) Kerjasama bimbingan penyuluhan.
3) Penyiapan tindak lanjut nota kesepahaman.
4) Penyeragaman penafsiran ketentuan perpajakan.
59
59
5) Kegiatan pengangkatan citra Direktorat Jenderal
Pajak.
6) Pemantauan kegiatan di Kantor Pelayanan Pajak.
7) Pemuktahiran website dan panduan informasi
perpajakan.
8) Layanan permintaan penebusan stiker lunas pajak
PPN.
9) Pembutan konsep surat tanggapan terhadap
masalah pertanyaan Wajib Pajak yang berkenan
dengan perpajakan.
10) Menyiapkan berkas-berkas.
g. Bidang Pengurangan dan Banding
1) Penatausahaan dokumen yang masuk di bidang
Pengurangan, Keberatan dan Banding.
2) Penerimaan berkas surat dan data.
3) Penetausahaan berita acara.
4) Pemeriksaan kelengkapan data kepada Wajib
Pajak dalam rangka penyelesaian keberatan dan
pengurangan.
5) Penyelesaian permohonan pengurangan PBB
terutang.
6) Penyelesaian permohonan pengurangan BPHTB
terutang.
7) Penyelesaian permohonan keberatan PBB
terutang.
8) Pembuatan lembar konfirmasi penerimaan surat
keputusan
9) Penyelesaian permohonan pengurangan dan
pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar.
10) Penyelesaian permohonan pengurangan dan
penghapusan sanksi administrasi
60
60
11) Penyelesaian permohonan pengurangan dan
penghapusan sanksi administrasi PBB.
12) Penyelesaian atas pembetulan surat keberatan
PBB.
13) Pembuatan dan pelaporan laporan triwulan PK.
14) Pembuatan dan pelaporan laporan triwulan
penyelesaian surat keberatan PPH.
15) Pembuatan dan pelaporan laporan triwulan
penyelesaian banding.
16) Persiapan siding di Pengadilan Pajak.
17) Peminjaman berkas dan data ke Kantor Pelayanan
Pajak.
18) Layanan permintaan keberatan.
19) Penyelesaian surat tanggapan.
20) Penyusunan laporan semester key performance
indicator bidang PKB.
4 Tugas pokok dan Fungsi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak Jawa Tengah II.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II, Mempunyai
wewenang untuk :
a. Memberikan bimbingan dan evaluasi pelaksanaan
tugas Direktorat Jenderal Pajak.
b. Memberikan rencana kerja dan rencana penerimaan
di bidang perpajakan.
c. Memberikan bimbingan konsultasi dan penggalian
potensi perpajakan serta pemberian pemberian
dukungan teknis komputer.
d. Memberikan, pencarian, dan pengolahan data serta
penyajian informasi perpajakan.
61
61
e. Penyiapan dan pelaksanaan kerjasama perpajakan,
pemberian bantuan hukum serta bimbingan pendataan
dan penilaian.
f. Bimbingan pemeriksaan dan penagihan, serta
pelaksanaan dan administrasi penyidikan.
g. Bimbingan pelayanan dan penyuluhan, serta
pelaksanaan hubungan masyarakat.
h. Bimbingan dan penyelesaian keberatan, pengurangan
atau penghapusan sanksi administrasi, dan
pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang
tidak benar, serta urusan banding dan gugatan.
i. Bimbingan dan penyelesaian pembetulan keputusan
keberatan, keputusan pengurangan atau penghapusan
sanksi asministrasi, dan keputusan pengurangan atau
pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar.
j. Bimbingan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan
serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
k. Pelaksanaan administrasi kantor.
B. Pelaksanaan Pengajuan Keberatan Atas Pajak Bumi dan
Bangunan di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa
Tengah II
1 Dasar Hukum
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep –
59/PJ./2000. Tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian
Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan.
62
62
a. Penyebab timbulnya keberatan di kerenakan berbagai
faktor, antara lain adalah :
Keberatan diajukan oleh wajib pajak pada dasarnya
mengandung arti, bahwa wajib pajak membantah atau tidak
sependapat atas isi Surat Pemberithuan Pajak Terutang (SPPT)
atau Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang diterbitkan oleh Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, karena tidak atau kurang
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, mengenai :
1) Luas obyek bumi dan atau bagunan, klasifikasi/nilai
jual obyek pajak (NJOP) bumi atau bangunan.
2) Terdapat perbedaan penafsiran undang-undang dan
peraturan perundang-undangan antara wajib pajak
dengan fiksus, misalnya :
a) Penetapan subyek pajak sebagai wajib pajak.
b) Objek pajak yang seharusnya tidak dikenakan PBB.
c) Penetapan nilai jual kena pajak (NJKP).
d) Penentuan saat pajak terutang.
e) Tanggal jatuh tempo.
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Sigit Selaku
Seksi Pengurangan Keberata dan Banding di Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II pada tanggal 23 April
2008, beliau memaparkan bahwa jumlah keberatan yang masuk
per tahun ke Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II
belum dapat diprediksi, di karenakan untuk masalah keberatan
dahulu masuknya di Kantor Pelayanan Pajak PBB tetapi
sekarang ini masalah keberatan masuknya di Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak. Tetapi untuk tahun 2007 Keberatan
Pajak Bumi dan Bangunan yang masuk di Kantor Pelayanan
Pajak Surakarta mencapai 15 Perkara.
2 Prosedur pengajuan keberatan di Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak Jawa Tengah II
63
63
a. Syarat pengajuan keberatan meliputi syarat formal dan
material.
1) Syarat formal :
a) Keberatan diajaukan dalam jangka waktu 3 bulan
sejak tanggal diterimanya SPPT/SKP oleh wajib
pajak.
b) Dalam hal keadaan terpaksa wajib pajak harus
dapat memberikan dan membuktikan alasan bahwa
jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi.
c) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia.
d) Diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Bumi dan Bangunan yang menerbitkan SPPT/SKP.
e) Dalam hal dikuasakan kepada pihak lain harus
melampirkan surat kuasa.
2) Syarat material :
a) Diajukan masing-masing dalam suatu surat
keberatan kecuali diajukan secar kolektif melalui
lurah/kepala desa untuk setiap SPPT atau SKP
pertahun pajak.
b) Mengemukakan alasan yang jelas dan
memcantumkan besarnya pajak bumi dan bangunan
menurut perhitungan wajib pajak, karena untuk
Pajak Bumi dan Bangunan menggunakan 2 (dua)
sistem pemungutan pajak yaitu Official Assessment
System dan Self Assessment System.
c) Dalam hal pengajuan keberatan, wajib pajak
melampirkan SPPT atau SKP tahun pajak
bersangkutan dan dapat melampirkan bukti
pendukung yang terkait dengan alasan pengajuan
keberatannya, bukti pendukung itu antara lain :
64
64
(1) Foto copy KTP,Kartu keluarga, atau identitas
lainya;
(2) Foto copy KTP,Kartu keluarga, atau identitas
lainya;
(3) Foto copy bukti kepemilikan hak atas tanah atau
sertifikat;
(4) Fotocopy bukti surat ukur atau gambar situasi;
(5) Fotocopy akta jual beli;
(6) Fotocopy surat penunjukan kaveling;
(7) Fotocopy ijin mendirikan bangunan;
(8) Fotocopy ijin penggunaan bangunan;
(9) Surat keterangan dari lurah atau kepala desa;
(10) Fotocopy bukti pelunasan pajak bumi dan
bangunan sebelumnya;
(11) Fotocopy bukti resmi lainya.
3 Pelaksanaan pengajuan keberatan di Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II
Dalam pelaksanaanya, Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak Jawa Tengah II menggunakan sistem SOP
(Standard Operating Procedures). Prosedur ini menguraikan tata
cara penyelesaian permohonan pengajuan permohonan
pengajuan keberatan Pajak Bumi dan Bangunan terhutang dari
wajib pajak oleh kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang
di dasari pada Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-
59/PJ./2000 tanggal 10 Maret 2000 Tentang Tata Cara Pengajuan
dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan.
a. Pihak yang terkait :
1) Kepala Kantor Wilayah;
2) Kepala Bidang Pengurangan, Keberatan, dan Banding;
3) Kepala Seksi Bidang Pengurangan, Keberatan, dan
Banding;
65
65
4) Penelaah Keberatan;
5) Sekretaris Kepala Kantor Wilayah;
6) Pelaksana Bidang Pengurangan, Keberatan dan
Banding;
7) Wajib Pajak .
b. Formulir yang digunakan :
Surat permohonan wajib pajak.
c. Dokumen yang hasilkan
1) Surat keputusan keberatan.
2) Surat penolakan permohonan.
d. Prosedur kerja yang dilakukan oleh Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II adalah:
1) Kepala Bidang Pengurangan, Keberatan dan Banding
(PKB) menerima surat permohonan keberatan atas PBB
tehutang dari wajib pajak yang dikirim oleh kantor
pajak terkait melalui SOP tata cara penerimaan
dokumen masuk di Kantor Pelayanan Pajak dan
memberikan catatan disposisi kemudian
menyampaikanya kepada Kepala Seksi Pengurangan,
Keberatan dan Banding. Tata cara penerimaan
dokumen di Kantor Pelayanan Pajak adalah :
a) Sekretaris Kantor Pelayanan Pajak menerima
dokumen masuk berupa surat, laporan, daftar, dan
buku dari pihak eksternal, sekretaris Kantor
Pelayanan Pajak kemudian mencatat dokumen
masuk dan meneruskannya kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak.
b) Kepala Kantor memberikan catatan dan kemudian
menginstruksikan Sekretaris Kantor Peleyanan
Pajak Untuk Mendistribusikannya.
66
66
2) Kepala Seksi PKB menerima disposisi, meneliti dan
membuat penugasan kepada penelaah keberatan .
Setiap surat keberatan diperiksa secara administrative
yang meliputi :
a) Penelitian persyaratan batas waktu pengajuan
keberatan atas SPPT atau SKP, yaitu memenuhi
ketentuan jangka waktu 3 bulan sejak diterimanya
SPPT atau SKP dimaksud kecuali apabila wajib
pajak menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak
dapat dipenuhi kerena keadaan diluar kekuasaanya.
Seperti : bencana alam, kebakaran.
b) Pencocokan bukti lampiran surat keberatan dengan
data yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunan (surat pemberitahuan obyek pajak
(SPOP), lampiran SPOP, daftar hasil rekaman
(DHR), peta zone nilai tanah (ZNT),SK Menteri
Keuangan tentang NJOP dan daftar biaya
komponen bangunan (DBKB).
c) Penelitian syarat-syarat dilakukannya pemeriksaan,
baik pemeriksaan sederhana kantor atau
pemeriksaan sederhana lapangan.
3) Penelaan Keberatan membuat konsep uraian penelitian
(berita acara pemeriksaan sederhana) berserta konsep
surat keputusan keberatan atau penolakan permohonan
dan meneruskannya kepada kepala seksi PKB.
Pemeriksaan sederhana lapangan dapat dilakukan
terutama untuk hal-hal sebagai berikut:
Wajib pajak mengajukan keberatan terhadap ketetapan
pajak :
a) Untuk wilayah DKI Jaya sama dengan atau lebih
dari Rp 5.000.000 (Lima Juta Rupiah);
67
67
b) Untuk wilayah Bogor, Tanggerang, Bekasi,
Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya,
Medan, Denpasar, Ujung Pandang sama atau lebih
dari Rp 2.500.000 (Dua Juta Lima Ratus Ribu
Rupiah);
c) Untuk wilayah lainnya kurang atau lebih dari Rp
500.000 (Lima Ratus Ribu Rupiah).
Dalam pembuatan berita acara pemeriksaan sederhana
kantor maupun berita acara pemeriksaan sederhana
lapangan agar diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a) Berita acara harus memuat tanggapan atau bantahan
atas hal-hal yang diajukan keberatan oleh wajib
pajak.
b) Berita acara pemeriksaan sederhana lapangan agar
menyebutkan tentang keadaan obyek pajak serta
data pendukung yang menjadi dasar perhitungan
penetapan PBB, misalnya :
(1) Data pembanding obyek pajak yang mendukung
penentuan NJOP.
(2) Data tanah yang meliputi uraian lokasi, zoning /
peruntukan, pemanfaatan, akses ke jalan besar,
prasarana/fasilitas, infrastuktur dan lain
sebagainya.
(3) Data bangunan yang meliputi uraian kontruksi,
komponen, dan pemanfaatan bangunan.
(4) Data perkebunan atau perhutanan yang meliputi
pemanfaatan tanah serta jenis dan produktivitas
tanaman.
(5) Data pertambangan yang meliputi pemanfaatan
serta jenis dan produktivitas tambang.
68
68
4) Kepala Seksi PKB meneliti, menandatangani uraian
penelitian, memaraf konsep surat keputusan dan
meneruskan kepada Kepala Bidang PKB. Dalam hal
Kepala Bidang tidak menyetujui penelaah keberatan
memperbaiki konsep tersebut.
5) Kepala Bidang PKB menelaah, menandatangani uraian
penelitian, memaraf konsep surat keputusan, dan
meneruskan kepada Kepala Kanwil Direktorat Jenderal
Pajak. Dalam hal kepala bidang tidak menyetujui,
penelaah memperbaiki konsep tersebut.
6) Kepala Kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak
menyetujui dan menandatangani uraian penelitian dan
surat keberatan atau penolakan permohonan dan
meneruskannya kepada Sekretaris Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak. Keputusan keberatan atas
SPPT/SKP berupa :
a) Menolak, apabila permohonan keberatan wajib
pajak memenuhi persyaratan formal dan materil,
dan telah dilakukan pemeriksaan sehingga alasan
yang diajukan oleh wajib pajak tidak tepat atau
tidak benar.
b) Menerima seluruhnya atau sebagian, menerima
seluruhnya apabila alasan sesuai dengan data atau
keterangan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan
dan diterima seluruhnya berdasarkan perhitungan
wajib pajak, atau atas perintah undang-undang.
menerima sebagaian apabila alasan wajib pajak
sesuai dengan data atau keterangan yang diperoleh
dari hasil pemeriksa.
c) Tidak dapat diterima, apabila permohonan
keberatan wajib pajak tidak memenuhi persyaratan
69
69
jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) keputusan Direktur
Jenderal Pajak No Kep-59/PJ.6/2000. yakni
Keberatan diajukan masing-masing dalam satu surat
keberatan, kecuali diajukan secara kolektif melalui
lurah, untuk setiap SPPT atau SKP pertahun pajak
dengan mengemukakan alasan yang jelas dan
mencantumkan besarnya Pajak Bumi dan Bangunan
menurut perhitungan wajib pajak.
d) Menambah besarnya jumlah pajak yang terutang,
apabila berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh
perhitungan yang menambah besarnya jumlah pajak
terutang.
7) Sekretaris Kepala Kantor Wilayah menerima surat
keputusan keberatan atau penolakan permohonan,
memberi nomor, tanggal, dan cap kemudian
meneruskannya kepada Pelaksanan Seksi PKB.
8) Pelaksana Seksi PKB menatausahakan surat keputusan
keberatan atau penolakan permohonan dan
menyampaikannya kepada Bagian Umum untuk di
kirim dengan SOP tata cara penyampaian dokumen
Kanwil dan langsung dikirim ke Kantor Pelayanan
Pajak Terkait . Tata cara penyampaian dokumen Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II
adalah :
a) Kepala subagian Tata Usaha dan Rumah Tangga
menerima dokumen yang siap dikirim yang
berasal dari seksi atau subbagian di Kantor
Wilayah dan memerintahkan pelaksanaan
subbagian Tata Usaha dan Rumah Tangga untuk
menyampaikan dokumen.
70
70
b) Pelaksana subbangian Tata Usaha dan Rumah
Tangga menerima dokumen yang siap di
sampaikan, mencatat data pengiriman dan
penyampaian dokumen pada register
penyampaian dokumen dan menyampaikan
dokumen disertai dengan register penyampaian
dokumen. Penyampaian dokumen dapat di
lakukansecara langsung, lewat pos, atau kurir
9) Proses selesai.
e. Batas waktu penyelesaian keberatan
Meski batas waktu penyelesaian keberatan paling lama
12 (dua belas) bulan sejak tanggal diterimanya pengajuan
keberatan, dalam rangka mempercepat penyelesaian dan
tesedianya rentang waktu untuk membetulkan keputusan
71
71
penyelesaian keberatan apabila ditemukan adanya
kekeliruan, maka penyelesaian keberatan diupayakan selesai
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak diterimanya
pengajuan keberatan.
Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan dan
sekaligus mengajukan permohonan pengurangan baik dalam
satu surat permohonan, maupun secara terpisah, maka harus
terlebih dahulu diselesaikan permohonan keberatanya.
Apabila diminta oleh wajib pajak untuk keperluan
pengajuan keberatan, Kepala Kantor Pajak Bumi dan
Bangunan memberikan penjelasan secara tertulis hal-hal
yang menjadi dasar pengenaan PBB.
C. Hambatan-Hambatan yang dialami dalam proses keberatan
Pajak Bumi dan Bangunan di Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak Jawa Tengah II.
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Luna Selaku
Seksi Keberata dan Banding di Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak Jawa Tengah II pada tanggal 7 April 2008, beliau
menyebutkan bahwa dalam proses pengajuan keberatan, terdapat
hambatan-hambatan yang di hadapi.
Hambatan-hambatan yang di alami oleh Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak Jateng II adalah :
a) Wajib pajak yang tidak kooperatif, disini wajib pajak
mematuhi persyaratan yang diajukan oleh kantor.
b) Administrasi surat seperti Surat Izin Mendirikan Bangunan
( IMB), sertifikat tanah, ijin pendirian bangunan, akta jual
beli, bukti surat ukur, dan bukti resmi lainnya tidak ada,
padahal itu salah satu bukti yang penting bagi kantor untuk
memberikan sesuatu dalam memberikan keputusan.
72
72
c) Saat pengajuan, wajib pajak tidak tahu jangka waktu/batas
waktu pengajuan keberatan.
d) Jika melalui pos sering terjadi keterlambatan waktu
penyampaian di kantor.
Solusi untuk hambatan-hambatan diatas adalah :
a) Wajib pajak yang tidak kooperatif diberitahukan oleh
pihak kantor sebagaimana mestinya.
b) Jika administrasi surat tidak lengkap, maka petugas
pajak melakukan pengukuran langsung ke lokasi yang
sedang dalam proses pengajuan keberatan.
c) Kalau bisa membuktikan SPPT atau SKP itu telah
diterima dalam waktu 3 bulan, maka keberatan dapat
diterima, jika disahkan atau ditandatangani oleh
kelurahan atau kepala desa yang bersangkutan.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti tanggal 10 April
2008 dengan bapak Tugimin selaku wajib pajak yang pernah
mengajukan proses keberatan. Beliau mengajukan keberatan atas
luas tanahnya yang berada di Desa Gagak Kecamatan Ngemplak
Boyolali, yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Karena didalam SPPT atau SKP Pajak Bumi dan Bangunannya
tercatat bahwa luasnya tanahnya mencapai 4.037 m2, padahal
dalam sertifikatnya luas tanahnya adalah 3.500 m2.
Dalam pengajuannya Tugimin sebagai wajib pajak
memaparkan pelayanan yang diberikan oleh kantor :
a. Dalam prosedurnya Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak menggunakan undang-undang yang berlaku yaitu .
(1) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep –
59/PJ./2000. Tentang Tata Cara Pengajuan dan
Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan.
(2) Standard Operating Procedures (SOP) tentang Tata
Cara Penyelesaian Permohonan Kebaratan yang di
73
73
miliki Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Jawa Tengah II.
b. Persyaratan kurang lengkap, wajib pajak yang akan
mengajukan keberatan harus melengkapinya sampai
betul-betul lengkap.
c. keberatan yang Wajib Pajak ajukan diputus dalam jangka
waktu kurang dari 12 (dua belas bulan) sesuai dengan
undang-undang yang berlaku.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai Pelaksanaan Pengajuan
Keberatan Pajak Bumi Dan Bangunan Di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak Jateng II, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1 Pelaksanaan pengajuan keberatan atas Pajak Bumi dan Bangunan di
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jateng II, dilakukan dengan
berdasarkan peraturan Kep 59-/PJ./2000. Tentang Tata Cara Pengajuan
Dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi Dan Bangunan .
2 Hambatan-hambatan yang dialami dalam pengajuan keberatan atas Pajak
Bumi dan Bangunan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa
Tengah II adalah :
a. Wajib pajak yang tidak kooperatif,
b.Administrasi surat tidak ada,
c. Saat pengajuan wajib pajak tidak tahu jangka waktu atau batas waktu
pengajuan keberatan,
d. Jika melalui pos sering terjadi keterlambatan.
Solusi untuk mengatasi hambatan tersebut adalah :
74
74
a. Wajib pajak yang tidak kooperatif diberitahukan oleh pihak kantor
sebagaimana mestinya,
b. Jika administrasi surat tidak lengkap, maka petugas pajak melakukan
pengukuran langsung keobyek lokasi berada.,
c. Kalau bisa membuktikan SPPT atau SKP itu telah diterima dala waktu 3
bulan, maka keberatan dapat diterima, jika disahkan atau
ditandatangani oleh kelurahan atau Kepala Desa yang bersangkutan.
B. Saran-saran
1 Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II hendaknya lebih
mensosialisasikan tata cara pengajuan keberatan Pajak Bumi dan Bangunan,
sehingga masyarakat dapat mengurus sendiri prosedurnya tanpa
menggunakan jasa calo,
2 Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II hendaknya lebih
mempermudah lagi bagi wajib pajak yang hendak mengajukan keberatan
atas Pajak Bumi dan Bangunan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
HB Sutopo, 2002. Pengantar Penelitian Kualitatif (Dasar-Dasar Teoritis dan
Praktis), Pusat Penelitian Surakarta.
Lexi J Moleong, 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
75
75
Soerjono Soekanto, 1986. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas
Indonesia (UI-Press).
________________, 2001. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat),
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Winarno Surachman, 1990. Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung : Tarsito.
Mardiasmo, 2003. Perpajakan, Yogyakarta:Andi.
Valentina Sri S dan Aji Suryo, 2006. Perpajakan Indonesia, Yogyakarta: AMP
YKPN.
Philipus M Hadjon, R. Sri Soemantri Martosoewignjo, Sjehran Basan, Bagir
manna, H.M. laica Marzuki, J. BJ. M ten Berge, p. J.J Van Buuren,
F.A.M. Stoink, 2002, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,
Yogyakarta : gajah Mada University.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Keputusan Direkturt Jenderal Pajak Nomor 59/PJ./2000 Tentang Tata Cara
Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan.
76
76
77
77
top related