pancasila sebagai dasar negara republik indonesia
Post on 22-Oct-2015
66 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. karena atas berkat limpahan rahmat-Nya,
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Penulis memhami bahwa dalam
penulisan makalah ini tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
berbagai masukan yang dapat membangun agar penulisan makalah-makalah selanjutnya dapat
lebih baik lagi.
Akhir kata, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Mataram, 16 Juli 2013
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Dasar negara Republik Indonesia adalah Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD
1945 dan secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, kemudian
diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7 bersama-sama dengan batang
tubuh UUD 1945. Dalam sejarahnya, eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Republik
Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik sesuai dengan
kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung dibalik legitimasi
ideologi negara Pancasila. Dengan lain perkataan, dalam kedudukan yang seperti ini Pancasila
tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia
melainkan direduksi, dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat itu.
Dalam kondisi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang sedang dilanda oleh arus krisis dan
disintegrasi maka Pancasila tidak terhindar dari berbagai macam gugatan, sinisme, serta
pelecehan terhadap kredibilitas dirinya sebagai dasar negara ataupun ideologi, namun demikian
perlu segera kita sadari bahwa tanpa suatu platform dalam format dasar negara atau ideologi
maka suatu bangsa mustahil akan dapat survive dalam menghadapi berbagai tantangan dan
ancaman.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas gerakan reformasi berupaya untuk
mengembalikan kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar negara Republik Indonesia,
yang hal ini direalisasikan melalui Ketetapan Sidang Istimewa MPR No. XVIII/MPR/1998
tentang Pencabutan P-4 dan sekaligus juga pencabutan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi
Orsospol di Indonesia. Ketetapan tersebut sekaligus juga mencabut mandat MPR yang diberikan
kepada Presiden atas kewenangan untuk membudayakan Pancasila melalui P-4 dan asas tunggal
Pancasila. Monopoli Pancasila demi kepentingan kekuasaan oleh penguasa inilah yang harus
segera diakhiri, kemudian dunia pendidikan tinggi memiliki tugas untuk mengkaji dan
memberikan pengetahuan kepada semua mahasiswa untuk benar-benar mampu memahami
Pancasila secara ilmiah dan obyektif.
Dampak yang cukup serius atas manipulasi Pancasila oleh para penguasa pada masa
lampau, dewasa ini banyak kalangan elit politik serta sebagian masyarakat beranggapan bahwa
Pancasila merupakan label politik Orde Baru. Sehingga mengembangkan serta mengkaji
Pancasila dianggap akan mengembalikan kewibawaan Orde Baru. Pandangan sinis serta upaya
melemahkan ideology Pancasila berakibat fatal yaitu melemahkan kepercayaan rakyat yang
akhirnya mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, contoh: kekacauan di Aceh,Kalimantan,
Sulawesi, Ambon , Papua, dll.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pancasila
Kedudukan dan fungsi Pancasila jika dikaji secara ilmiah memiliki pengertian yang luas,
baik dalam kedudukannya sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, ideologi negara dan
sebagai kepribadian bangsa bahkan dalam proses terjadinya, terdapat berbagai macam
terminologi yang harus kita deskripsikan secara obyektif. Oleh karena itu untuk memahami
Pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya maupun peristilahannya maka
pengertian Pancasila meliputi :
1. Pengertian Pancasila secara Etimologis
Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta dari India, menurut Muhammad Yamin dalam
bahasa Sansekerta kata Pancasila memiliki dua macam arti secara leksikal, yaitu : Panca artinya
lima Syila artinya batu sendi, dasar, atau Syiila artinya peraturan tingkah laku yang
baik/senonoh.
Secara etimologis kata Pancasila berasal dari istilah Pancasyila yang memiliki arti secara
harfiah dasar yang memiliki lima unsur. Kata Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan
Budha di India. Dalam ajaran Budha terdapat ajaran moral untuk mencapai nirwana dengan
melalui samadhi dan setiap golongan mempunyai kewajiban moral yang berbeda. Ajaran moral
tersebut adalah Dasasyiila, Saptasyiila, Pancasyiila. Pancasyiila menurut Budha merupakan lima
aturan (five moral principle) yang harus ditaati, meliputi larangan membunuh, mencuri, berzina,
berdusta dan larangan minum-minuman keras. Melalui penyebaran agama Hindu dan Budha,
kebudayaan India masuk ke Indonesia sehingga ajaran Pancasyiila masuk kepustakaan Jawa
terutama jaman Majapahit yaitu dalam buku syair pujian Negara Kertagama karangan Empu
Prapanca disebutkan raja menjalankan dengan setia ke lima pantangan (Pancasila). Setelah
Majapahit runtuh dan agama Islam tersebar, sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila)
masih dikenal masyarakat Jawa yaitu lima larangan (mo limo/M5) : mateni (membunuh), maling
(mencuri), madon (berzina), mabok (minuman keras/candu), main (berjudi).
2. Pengertian Pancasila Secara Historis
Sidang BPUPKI pertama membahas tentang dasar negara yang akan diterapkan. Dalam
sidang tersebut muncul tiga pembicara yaitu M. Yamin, Soepomo dan Ir.Soekarno yang
mengusulkan nama dasar negara Indonesia disebut Pancasila. Tanggal 18 Agustus 1945 disahkan
UUD 1945 termasuk Pembukaannya yang didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip sebagai
dasar negara. Walaupun dalam Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah/kata Pancasila,
namun yang dimaksudkan dasar negara Indonesia adalah disebut dengan Pancasila. Hal ini
didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan rumusan dasar negara
yang secara spontan diterima oleh peserta sidang BPUPKI secara bulat. Secara historis proses
perumusan Pancasila adalah :
a. Mr. Muhammad Yamin
Pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, M. Yamin berpidato mengusulkan lima asas
dasar negara sebagai berikut :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Setelah berpidato beliau juga menyampaikan usul secara tertulis mengenai rancangan UUD
RI yang di dalamnya tercantum rumusan lima asas dasar negara sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kebangsaan persatuan Indonesia.
3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Mr. Soepomo
Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan lima
dasar negara sebagai berikut :
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan bathin
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat.
c. Ir. Soekarno
Pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan dasar negara yang
disebut dengan nama Pancasila secara lisan/tanpa teks sebagai berikut :
1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan.
3. Mufakat atau Demokrasi.
4. Kesejahteraan Sosial.
5. Ketuhanan yang berkebudayaan
Selanjutnya beliau mengusulkan kelima sila dapat diperas menjadi Tri Sila yaitu Sosio
Nasional (Nasionalisme dan Internasionalisme), Sosio Demokrasi (Demokrasi dengan
Kesejahteraan Rakyat), Ketuhanan yang Maha Esa. Adapun Tri Sila masih diperas lagi menjadi
Eka Sila yang intinya adalah “gotong royong”.
d. Piagam Jakarta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan sidang oleh 9 anggota BPUPKI (Panitia Sembilan) yang
menghasilkan “Piagam Jakarta” dan didalamnya termuat Pancasila dengan rumusan sebagai
berikut :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan sya’riat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pengertian Pancasila Secara Terminologis Dalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan
tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara
konstitusional sah dan benar sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Namun dalam sejarah
ketatanegaraan Indonesia dalam upaya bangsa Indonesia mempertahankan proklamasi dan
eksistensinya, terdapat pula rumusan-rumusan Pancasila sebagai berikut :
1. Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (29 Desember – 17 Agustus 1950)
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Peri Kemanusiaan
3) Kebangsaan
4) Kerakyatan
5) Keadilan Sosial
2. Dalam UUD Sementara 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Peri Kemanusiaan
3) Kebangsaan
4) Kerakyatan
5) Keadilan Sosial
3. Dalam kalangan masyarakat luas
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Peri Kemanusiaan
3) Kebangsaan
4) Kedaulatan Rakyat
5) Keadilan Sosial
Dari berbagai macam rumusan Pancasila, yang sah dan benar adalah rumusan Pancasila
yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 sesuai dengan Ketetapan MPRS No.
XX/MPRS/1966 dan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000.
B. Pancasila sebagai Dasar Negara
Pengertian Pancasila sebagai dasar Negara diperoleh dari Alinea keempat Pembukaan UUD
1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas
nama rakyat Indonesia menjadi dasar Negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu
disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966. Ketetapan MPR
No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.
Inilah sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara
(philosophische grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam alinea
keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18
Agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat
Indonesia yang merdeka.
Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan: kehendak untuk bersatu (le
desir d’etre ensemble) dan memahami Pancasila dari sejarahnya dapat diketahui bahwa Pancasila
merupakan sebuah kompromi dan konsensus nasional karena memuat nilai-nilai yang dijunjung
tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.
Maka Pancasila merupakan intelligent choice karena mengatasi keanekaragaman dalam
masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan Pancasila
sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi merangkum
semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam seloka
“Bhinneka Tunggal Ika”.
Mengenai hal itu pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo: “Jika kita hendak
mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat
Indonesia, maka Negara kita harus berdasar atas aliran pikiran Negara (Staatside) integralistik …
Negara tidak mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar dalam masyarakat, juga tidak
mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat, melainkan mengatasi segala golongan
dan segala perorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyatnya …”
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara
Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk
kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai hal
itu, Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang
didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan
mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan yang
adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak sebagai manusia, mengembangkan
dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin, memajukan
kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, dan mencerdaskan
kehidupan bangsa (keadilan sosial).”
Pandangan tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh) sehingga
merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya, dipertahankan dan
dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak
azasi semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan pengembangan martabat kemanusiaan
itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan memandang manusia qua talis, manusia adalah
manusia sesuai dengan principium identatis-nya.
Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan keseragaman
sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara hirarkis-
piramidal. Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang saling mengikat dan menjiwai satu
sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari
pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh karena itu, Pancasila pun harus
dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha
memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan
Pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar negara.
Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan
utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu sama lain. Secara
tepat dalam Seminar Pancasila tahun 1959, Prof. Notonagoro melukiskan sifat hirarkis-
piramidal Pancasila dengan menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa” sebagai basis bentuk
piramid Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain haruslah dijiwai oleh sila
“Ketuhanan Yang Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: “Tiap-tiap orang beragama
atau percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah sesuatu yang perlu dibicarakan
lagi, karena sila yang 4 dari Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja dari sila pertama yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara sesungguhnya
berisi:
1. Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan
Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-
Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil
dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan,
yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-
Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-
Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
C. Fungsi Pancasila
Fungsi pokok Pancasila adalah sebagai Dasar Negara. Selain fungsi pokok tersebut, masih
ada fungsi lainnya yaitu :
Pancasila sebagai ideologi Bangsa Indonesia. Ideologi berasal dari kata “Idea” yang berarti
gagasan, konsep, pengertian dasar, cita – cita dan logos berarti ilmu. Jadi Ideologi dapat diartikan
sebagai Ilmu tentang ide atau gagasan yang bersifat mendasar. Ideologi ialah seperangkat nilai
yang diyakini kebenarannya oleh suatu bangsa dan digunakan untuk menata masyarakatnya.
Pancasila sebagai ideologi nasional merupakan kumpulan nilai yang diyakini kebenarannya oleh
Bangsa Indonesia dan digunakan untuk menata masyarakat.
Pancasila sebagai pandangan hidup merupakan pedoman bagi Bangsa Indonesia dalam
mencapai kesejahteraannya lahir dan batin.
Pancasila sebagai jiwa Bangsa Indonesia. Menurut Von Savigny bahwa setiap bangsa punya
jiwanya masing-masing yang disebut Volkgeist, artinya Jiwa Rakyat atau Jiwa Bangsa. Pancasila
sebagai jiwa Bangsa Indonesia lahir bersamaan dengan adanya Bangsa Indonesia sendiri yaitu
sejak jaman dahulu kala. Menurut Prof. Mr. A.G. Pringgodigdo bahwa Pancasila itu sendiri telah
ada sejak adanya Bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia, artinya Pancasila lahir bersama dengan
lahirnya Bangsa Indonesia dan merupakan ciri khas Bangsa Indonesia dalam sikap mental
maupun tingkah lakunya sehingga dapat membedakannya dengan bangsa lain.
Pancasila sebagai perjanjian luhur artinya Pancasila telah disepakati secara nasional sebagai
dasar negara, pada tanggal 18 Agustus 1945 melalui sidang PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia).
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum artinya segala peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia harus bersumberkan Pancasila atau tidak boleh
bertentangan dengan Pancasila.
Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan yang ingin dicapai Bangsa Indonesia, yaitu
mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata secara materiil maupun spiritual,
berdasarkan Pancasila.
Pancasila sebagai falsafah hidup yang mempersatukan Bangsa Indonesia. Pancasila
merupakan sarana yang ampuh untuk mempersatukan Bangsa Indonesia. karena Pancasila adalah
palsafah hidup dan kepribadian Bangsa Indonesia yang mengandung nilai-nilai dan norma-norma
yang oleh Bangsa Indonesia diyakini paling benar, adil, bijaksana dan tepat untuk
mempersatukan seluruh rakyat Indonesia.
D. Memaknai Pancasila Sebagai Dasar Negara
Sejak Sebelum merdeka Pancasila dirumuskan dan kemudian sehari setelah merdeka
ditetapkan sebagai dasar negara. Keputusan itu diterima oleh semupihak karena Pancasila
memang merupakan rumusan kompromi antara berbagai elemen yang berada di negeri ini.
Namun demikian Perjalanan pancasila dalam sejarah negeri ini tidaklah mulus. Masuknya
Indonesia ke dalam demokrasi liberal produk dari maklumat X yang kemudian disusul dengan
penetapan UUDS 1950 menempatkan politik Indonesia sebagai sistem liberal dengan multi
partai dengan sistem pemerintahan Parlementer telah menyimpang dari UUD 1945. Sidang
konstituante yang menempatkan semua UUD yang ada baik UUD 1945 maupun UUD 1950
sebagai UUD sementara yang harus diubah, maka persoaalan dasar negara kemudian juga
muncul kembali partai-partai Nasional dan komunis mendukung dasar pancasila sementara
Masyumi, NU, Perti PSII dan partai islam lainnya mendukung Islam sebagai dasar negara. Ini
antara lain salah satu fase sejarah perjalanan Pancasila yang mesti dirunut.
KH Muchid Muzadi (Mustasyar PBNU) mencoba menjelaskan kenapa NU yanaga sejak
awal telah mensepakati Pancasila sebagai dasar negara sampai bias mengikuti Masyumi
menghendaki dasar Islam. Ada beberapa alasan, pertama musuh bebuyutan NU yaitu PKI ikut
mendukung Pancasila, maka NU khawatir Pancasila tidak murni lagi dijadikan sarana manipulasi
oleh komunis, saat itu Bung Karno juga mulai akan memeras-meras Pancasila menjadi Trisila
samapi Eka sila. Ini juga mengkhawatirkan NU dengan nasib Pancasila yang seutuhnya,
makanya NU kemudian memilih dasar Islam. Ketika konstituante mengalami jalan buntu setelah
dilakukan voting tentang dasar negara yang kekuatannya berimbang, pihak NU mulai realistis,
karena itu mencoba melalui pendekatan dengan Bung Karno, kalau Kembali Ke UUD 1945 dan
menjadikan Pancasila sebagai dasar negara hendaklah Piagam Jakarta tetap dijadikan sumber
inspirasi dan sumber hukum dan tetap menjiwai UUD 1945. Tuntutan NU itu dipenuhi karena itu
NU kemudian bersedia menjadi pendorong kembali Ke UUD 1945 dan Penempatan pancasila
sebagai dasar negara. Kembalinya NU ke dasar pancasila itu sebenarnya telah dirumuskan oleh
KH Achmad Siddiq pada tahun 1957 saat sidang Konstituante berlangsung, tetapi usulan itu
tidak memperoleh tanggapan serius. Usulan NU yang disampaikan oleh KH Saifuddin Zuhri
dalam sidang Konstituante untuk penempatan Piagam Jakarta sebagai jiwa dari UUD 1945 dan
Pancasila sebagai dasar negara tanpa mengabaikan nilai-nilai agama itu dianggap mampu
mengurai persoalan pelik hubungan agama dengan negara, yang dihadapi oleh semua partai
agama saat itu. Jalan keluar yang ditawarkan oleh NU itu dianggap langkah sangat cerdik,
akhirnya partai-partai Islam yang selama ini menghendaki dasar Islam bersedia menerima
Pancasila dan UUD 1945.
Ketika hubungan agama dengan negara kembali mencuat setelah munculnya berbagai
peristiwa komando jhad dan gerakan teror lainnya di Indonesia yang terisnpirasi oleh Revolusi
Islam Iran, tidak sedikit kelompok yang memiliki aspirasi negara Islam muncul kembali.
Gerakan Islam radikal juga amulai marak hingga awal tahun 1980. Karena itu dalam
Musyawarah Alim Ulama NU di Situbondo tahun 1982 NU menetapkan Pancasila sebagai Asas
organisasinya dengan beberapa alasan antara lain :
1. Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara republik Indonesia bukanlah agama, tidak dapat
menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama.
2. Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat Islam
Indonesia untuk menjalankan syariat agamanya. Selanjutnya dikatakan bahwa NU
berkewajiban mengamankan pengertian Pancasila secara murni dan konsekwen. Kata
mengamankan pengertian pancasila menjadi komitmen NU hal itu tidak lain karena selama
ini Pancasila cenderung disalahartikan, selama ini misalnya orde baru menggunakan
Pancasila untuk menstigma kelompok lain sehingga dijadikan alasan untuk menyingkirkan
seseorang, padahal Pancasila merupakan wadah kompromi bagi aneka macam bangsa
Indonesia. Belum lagi kalau selama ini kita mengaku Pancasila sebagai dasar bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara, tetapi dalam kenyatannya kita telah banyak mengingkari ketetapan
itu. Karena itu pengertian arah dan tujuan Pancasila perlu diamankan, perlu diluruskan, dan
kini kewajiban kita, apakah sistem politik kita, demokrasi kita sistem ekonomi kita dan
sistem relasi sosial kita masih berpijak pada Pancasila ini perlu kita periksa satu persatu,
kalau kita masih mengakui Pancasila sebagai dasar negara.
E. Melaksanakan Pancasila Sebagai Dasar Negara Melalui Paradigma Fungsional
Baik disadari atau tidak, dan baik diakui atau tidak, bersamaan dengan demikian banyak
perbaikan yang dibawa oleh gerakan Reformasi Nasional sejak tahun 1998, juga muncul
berbagai kemunduran dalam berbagai bidang, yang dapat menyebabkan kita bertanya-tanya
kepada diri kita sendiri, hendak kemanakah Republik ini hendak dibawa? Beberapa contoh
kemajuan dan kemunduran dapat disebutkan sebagai berikut. Mari kita mulai dengan kemajuan
bahkan kemajuan besar yang telah dibawa oleh gerakan Reformasi Nasional. Seperti juga halnya
Orde Baru telah mengoreksi demikian banyak kelemahan Orde Lama, gerakan Reformasi
Nasional telah mengoreksi demikian banyak kelemahan Orde Baru, terutama dalam
penghormatan dan perlindungan terhadap hak sipil dan politik. Secara umum Republik Indonesia
pasca 1998 terkesan memang lebih terbuka dan lebih demokratis. Hak untuk mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan telah terwujud hampir secara penuh. Pers dan media massa
Indonesia termasuk pers dan media massa yang paling bebas di Asia Tenggara. Partai politik
boleh didirikan kapan saja dan seberapa pun banyaknya. Pemberontakan bersenjata di daerah
Aceh telah diakhiri dan suatu pemerintahan daerah yang dipilih langsung oleh rakyat Aceh
terbentuk, walaupun dengan bantuan mediasi oleh seorang mantan Presiden Finlandia.
Rangkaian pemilihan umum telah berlangsung secara langsung, umum, bersih, jujur, dan adil
seperti sudah lama didambakan. TNI dan Polri telah dikembalikan pada missi dan fungsi
pokoknya, dan seiring dengan itu tidak ada lagi fraksi TNI dan Polri di lembaga-lembaga
legislatif. Namun, di luar atau di samping kemajuan besar dalam penghormatan, perlindungan,
serta pemenuhan hak sipil dan politik tersebut juga terlihat stagnasi, bahkan kemerdekaan
terutama dalam penghormatan, perlindungan, serta pemenuhan hak ekonomi, sosial, serta budaya
rakyat Indonesia.
Secara umum, Indonesia terasa masih belum mampu keluar dari suasana krisis ekonomi
yang bermula pada tahun 1997, satu dasawarsa yang lalu. Jumlah mereka yang hidup dalam
kemiskinan masih tetap tinggi. Fasilitas pendidikan serta pelayanan kesehatan yang pernah
demikian baik dan murah dilakukan melalui rangkaian sekolah-sekolah SD inpres dan
puskesmas terkesan amat merosot. Lumayan banyak pengusaha asing yang sudah menanam
modalnya di Indonesia kemudian memindahkan lokasi investasinya ke negara-negara tetangga
yang dipandang kondisinya lebih kondusif. Korupsi, yang bersama dengan kolusi dan nepotisme
dipandang merupakan salah satu dosa yang diwariskan Orde Baru, bukannya berkurang, tapi
malah meningkat, terutama di tingkat daerah. Berbondong-bondong gubernur, bupati, walikota,
dan para anggota dewan perwakilan daerah yang dihadapkan ke meja hijau dan dijatuhi
hukuman, yang hebatnya, tidak jarang selain mencoba mengelak dengan dalih sakit juga
mampu tampil di depan publik dengan wajah bagaikan tak bersalah, yang kadang kala bahkan
dengan penuh senyum.
Dalam kehidupan politik, terlihat kesan kuat bahwa telah timbul apa yang pernah disebut
dan dikhawatirkan oleh Dr Mohammad Hatta sebagai suatu ultra demokrasi. Walaupun lembaga
legislatif serta lembaga eksekutif telah dipilih secara demokratis, namun demonstrasi ke jalan-
jalan bukan saja tidak berhenti, tetapi sudah menjadi suatu hal yang terjadi secara rutin. Tiada
hari tanpa demonstrasi. Partai-partai politik yang seyogyanya berfungsi sebagai lembaga
demokrasi yang mengagregasi serta mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan rakyat serta
sebagai wahana untuk seleksi kepemimpinan ditengarai hanya asyik dengan dirinya sendiri dan
telah mulai kehilangan kepercayaan dari rakyat. Pemekaran daerah-daerah otonom yang
berlanjut secara terus-menerus serta penyerahan tugas dan wewenang otonomi yang luas ke
daerah tingkat dua terkesan hanya menimbulkan pembengkakan lembaga, penambahan jumlah
pejabat serta dukungan fasilitasnya, serta peningkatan anggaran pengeluaran tanpa makna yang
signifikan bagi peningkatan taraf hidup rakyat. Di antara para pejabat negara yang baru ini tidak
terhitung banyaknya yang berusaha menduduki jabatannya dengan cara memalsu ijazah dan
membeli suara dengan satu dan lain cara.Kekuatan TNI terutama di laut dan di udara sedemikian
lemahnya, sehingga bukan saja dilecehkan oleh pesawat-pesawat tempur US Navy yang pernah
terbang tanpa izin melintasi wilayah teritorial Republik Indonesia, tetapi juga oleh
kapalkapalperang kecil kerajaan Malaysia di perairan Ambalat yang dipersengketakan. Selain
itu, jajaran Polri bagaikan tanpa daya menghadapi maraknya illegal logging dan illegal fishing
yang terjadi hampir di seluruh pelosok Indonesia.
Bersamaan dengan itu, pemberian izin hak pengusahaan hutan dan hak guna usaha yang
bagaikan tanpa batas nota juga tanpa pengawasan yang efektif bukan saja secara praktis telah
mencaplok demikian luas hak l masyarakat adat tanpa ganti rugi satu senpun, tetapi juga telah
mengakibatkan penggundulan hutan, yang berakibat terjadinya bencana alam secara beruntun
berupa banjir dan tanah longsor. Dalam menangani rangkaian bencana alam ini, dengan tetap
menghargai kerja keras pemerintah selama ini, namun sukar dihindari kesan bahwa
penanggulangannya lebih banyak dilakukan secara ad hoc. Syukur bahwa akhirnya DPR RI
mengesahkan suatu Undang-undang tentang Penanggulangan Bencana yang mengatur masalah
ini secara lebih komprehensif. Sekedar untuk memenuhi kebutuhan anggaran pendapatan dan
belanja tahunan, tanpa berpikir panjang Pemerintah telah menjual kepada pihak asing badan-
badan usaha milik negara yang sangat menguntungkan, seperti Indosat dan PT Semen Gresik,
Kemunduran yang terasa paling mendasar selama era Reformasi Nasional adalah merosotnya
peran Pancasila sebagai Dasar Negara, dalam arti bahwa secara substantif hampir tidak ada
kaitan lagi antara sistem nilai yang terkandung dalam Pancasila dengan norma-norma hukum
nasional serta kebijakan pemerintahan yang seyogyanya menindaklanjutinya. Sudah barang
tentu, frasa Pancasila secara formal hampir selalu disebut sebagai rujukan dalam dokumen-
dokumen negara. Namun terlihat jelas bahwa Pancasila yang secara formal dijadikan rujukan
tersebut sekarang terasa bagaikan tanpa jiwa, tanpa makna, tanpa substansi, dan praktis tanpa
manfaat bagi Rakyat Indonesia. Pancasila telah diredusir dari posisi semula sebagai Dasar
Negara yang disepakati sebagai suatu kontrak politik di antara para Pendiri Negara menjadi
sekedar semacam mantra sekuler dalam ritual kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam posisi
yang telah diredusir ini, hampir keseluruhan kebijakan nasional baik yang dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan maupun dalam demikian banyak keputusan pemerintahan yang
diambil sejak tahun 1998 terasa demikian dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan
pragmatis berjangka pendek, tanpa idealisme, tanpa filsafat, tanpa ideologi, dan tidak jarang juga
tanpa moral. Tidak ayal lagi, kemerosotan peran Pancasila sebagai Dasar Negara ini secara
historis dan secara yuridis konstitusional dapat dipandang sebagai ancaman paling besar terhadap
keseluruhan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jangan kita lupakan, bahwa
Pancasila sebagai Dasar Negara seperti tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 merupakan alasan pembentukan (raison) dan landasan legitimasi dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Ringkasnya, tanpa Pancasila tidak akan ada Republik Indonesia.
Namun, juga harus diakui bahwa tidaklah mudah menjabarkan serta menindaklanjuti Pancasila
sebagai Dasar Negara tersebut. Ada tiga hal yang menyebabkan kesukaran penjabaran Pancasila
itu. Pertama, oleh karena selama ini elaborasi tentang Pancasila itu bukan saja cenderung dibawa
ke hulu yaitu ke tataran filsafat, bahkan ke tataran metafisika dan agama yang lumayan abstrak
dan sukar dicarikan titik temunya. Kedua, oleh karena terdapat kesimpangsiuran serta
kebingungan tentang apa sesungguhnya core value dari lima sila Pancasila itu. Ketiga, justru
oleh karena memang tidak demikian banyak perhatian diberikan kepada bagaimana cara
melaksanakan Pancasilasebagai Dasar Negara tersebut secara fungsional ke arah yaitu ke dalam
tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Makalah ini merupakan suatu upaya awal yang
sederhana ke arah pengembangan suatu paradigma yang lebih fungsional terhadap Pancasila
sebagai Dasar Negara, dengan harapan agar Pancasila tidak lagi menjadi sekedar mantra sekuler
dalam ritual kehidupan bernegara, tetapi benar-benar dapat ditindaklanjuti ke dalam kebijaka
nasional oleh dan dalam sistem nasional Indonesia
III. III. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas maka menulis menyimpulkan beberapa inti dari materi di atas yakni
bahwa Pancasila adalah suatu landasan yang terdiri dari lima sila (pancasila) ,yang mengundung
nilai-nilai luhur kebudayaan yang tertanam dalam darah daging perjuangan kebangsaan dan
kenegaraan. Berdasarkan pendapat Muhammad Yamin dalam bahasa Sansekerta kata Pancasila
memiliki dua macam arti secara leksikal, yaitu : Panca artinya lima Syila artinya batu sendi,
dasar, atau Syiila artinya peraturan tingkah laku yang baik/senonoh. Pancasila sekaligus di asuh
sebagai landasan Negara dengan kandungan nilai-nilai kesutuan dan kebunekaragamanya.
Maka pancasila merupakan suatu gagasan pegangan yang menjadi patokan dalam menjalankan
amanah dan fungsi keNegaraan, keBangsaan, keMasyarakat.
top related