optimasi kebutuhan bandwidth untuk kebutuhan siaran tv digital terestrial dan layanan mobile...
Post on 28-May-2015
2.318 Views
Preview:
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA 48
BAB V
OPTIMASI KEBUTUHAN LEBAR PITA (BANDWIDTH) UNTUK
KEBUTUHAN SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL DAN LAYANAN
MOBILE BROADBAND DI PITA FREKUENSI ULTRA HIGH
FREQUENCY (UHF)
5.1 EVALUASI BIT-RATE KANAL
Sebelum menentukan bit-rate kanal perlu diasumsikan terlebih daulu
standar format siaran dan kompresi yang akan digunakan. Dengan
mempertimbangkan faktor biaya, maka diasumsikan bahwa format siaran yang
digunakan adalah Standard Definition (SD) dengan standar kompresi MPEG2.
Asumsi ini digunakan dalam rangka untuk mempercepat penetrasi siaran TV
digital terestrial (lihat Lampiran -1). Evaluasi terhadap bit-rate kanal dilakukan
dengan melihat beberapa contoh bit-rate kanal siaran TV digital terestrial di
Perancis, Jerman dan Inggris sebagai berikut:
Tabel 5.1 Contoh Beberapa Bit-rate Kanal untuk Standard Definition (SD) [8]
Broadcast Migration Study
© Spectrum Value Partners 2008. | 08.10.10 Broadcast Migration Study - Optimising DTT Delivery in Europe 30
Exhibit 18: Examples of SD bit-rates
4.00AllMPEG22005ActiveFrance
6.00AllMPEG22008ActiveGermany (PSB)
2.62AllMPEG22008ActiveUK – MUXD
3.00AllMPEG42006ActiveFrance
1.72AllMPEG42009AdvocatedIreland – MUXA
2.58AllMPEG22008ActiveUK – MUX2
4.82AllMPEG22008ActiveUK – BBC1
3.48AllMPEG22008ActiveUK – MUX1**
1.64AllMPEG42009AdvocatedIreland – MUXB
2008
2008
2008
Year
Active
Active
Active
Status
2.90
2.85
2.24
MBit/s
All
All
All
Video/All*
MPEG2
MPEG2
MPEG2
Compression
UK – MUXC
UK – MUXB
UK – MUXA
Country
4.00AllMPEG22005ActiveFrance
6.00AllMPEG22008ActiveGermany (PSB)
2.62AllMPEG22008ActiveUK – MUXD
3.00AllMPEG42006ActiveFrance
1.72AllMPEG42009AdvocatedIreland – MUXA
2.58AllMPEG22008ActiveUK – MUX2
4.82AllMPEG22008ActiveUK – BBC1
3.48AllMPEG22008ActiveUK – MUX1**
1.64AllMPEG42009AdvocatedIreland – MUXB
2008
2008
2008
Year
Active
Active
Active
Status
2.90
2.85
2.24
MBit/s
All
All
All
Video/All*
MPEG2
MPEG2
MPEG2
Compression
UK – MUXC
UK – MUXB
UK – MUXA
Country
***
Source:
Bit-rate includes video, audio and SINot including BBC1Deloitte, December 2007; dtt.me.uk (Mendip transmitter), December 2007; Digitag, 2006
***
Source:
Bit-rate includes video, audio and SINot including BBC1Deloitte, December 2007; dtt.me.uk (Mendip transmitter), December 2007; Digitag, 2006
Exhibit 19: Examples of HD bit-rates
19AllMPEG22007ActiveUSA
13AllMPEG22007IntroductoryAustralia
14AllMPEG22007ActiveJapan
12-15AllMPEG42009AdvocatedNorway
6-10AllMPEG42007-8TrialGermany
12, then 8AllMPEG42008AdvocatedFrance
2009
2009
2007-8
Year
Advocated
Advocated
Trial
Status
8
15, then 12**
19.5/14.3
MBit/s
All
All
All
Video/All*
MPEG4
MPEG4
MPEG4
Compression
Ofcom
BBC HD
BBC Trial
Country
19AllMPEG22007ActiveUSA
13AllMPEG22007IntroductoryAustralia
14AllMPEG22007ActiveJapan
12-15AllMPEG42009AdvocatedNorway
6-10AllMPEG42007-8TrialGermany
12, then 8AllMPEG42008AdvocatedFrance
2009
2009
2007-8
Year
Advocated
Advocated
Trial
Status
8
15, then 12**
19.5/14.3
MBit/s
All
All
All
Video/All*
MPEG4
MPEG4
MPEG4
Compression
Ofcom
BBC HD
BBC Trial
Country
***
Source:
Bit-rate includes video, audio and SI; service standard (720p, 1080p, 1080i) unknownBBC Executive expect s the service to launch at 15MBit/s and then to reduce with technical efficienciesSagentia, 23 August, 2007
***
Source:
Bit-rate includes video, audio and SI; service standard (720p, 1080p, 1080i) unknownBBC Executive expect s the service to launch at 15MBit/s and then to reduce with technical efficienciesSagentia, 23 August, 2007
5.2.2 Improving the channel bit-rate We have identified three areas of improvement in decreasing the bit-rate required per channel: correctly identifying the optimal quality required; harnessing improvements within compression standards; and, upgrading to more efficient compression technology.
UNIVERSITAS INDONESIA
49
Dari data tersebut di atas, diperoleh nilai rata-rata bit-rate kanal untuk
format Standard Definition (SD) dengan standar kompresi MPEG2 adalah sebesar
3,5 Mbps.
5.2 EVALUASI KAPASITAS MULTIPLEKS
Sebelum menentukan seberapa besar kapasitas multipleks yang digunakan,
perlu untuk menentukan terlebih dahulu modulasi yang akan digunakan, apakah
16QAM atau 64QAM. Pertimbangannya adalah 16QAM menghasilkan kapasitas
yang lebih kecil tetapi cakupan wilayahnya lebih luas serta memiliki kehandalan
sinyal yang lebih baik, sebaliknya 64QAM menghasilkan kapasitas yang lebih
besar, namun cakupan wilayahnya lebih kecil. Evaluasi terhadap penggunaan
modulasi dilakukan dengan melihat contoh penggunaan standar modulasi di
negara-negara Eropa sebagai berikut:
Tabel 5.2 Penggunaan Standar Modulasi di Eropa [8]
Terlihat dari data tersebut di atas bahwa negara-negara di Eropa lebih
banyak menggunakan standar modulasi 64QAM. Hal ini disebabkan karena
16QAM lebih banyak digunakan untuk siaran TV digital terestrial dengan
kebutuhan portabilitas yang tinggi, baik itu untuk penerimaan di dalam maupun di
luar gedung. Oleh karena itu, dalam penelitian ini asumsi standar modulasi yang
akan digunakan adalah 64QAM.
Setelah menetapkan asumsi standar modulasi yang digunakan, yaitu
64QAM, hal lain yang perlu diasumsikan adalah parameter modulasi, forward
error correction (FEC) dan guard interval. Untuk menetapkan asumsi parameter
Broadcast Migration Study
© Spectrum Value Partners 2008. | 08.10.10 Broadcast Migration Study - Optimising DTT Delivery in Europe 35
Exhibit 22: Throughput of different modulation standards (Mbit/s)16
Guard band Guard band 16QAM 1/4 1/6 1/16 1/32
64QAM 1/4 1/6 1/16 1/32
1/2 9.95 11.05 11.71 12.06 1/2 14.93 16.59 17.56 18.10
2/3 13.27 14.75 15.61 16.09 2/3 19.91 22.12 23.42 24.13 3/4 14.93 16.59 17.56 18.10 3/4 22.39 24.88 26.35 27.14 5/5 16.59 18.43 19.52 20.11 5/5 24.88 27.65 29.27 30.16
FEC
7/6 17.42 19.35 20.49 21.11
FEC
7/6 26.13 29.03 30.74 31.67
Exhibit 23: Current modulation in Europe17
Rom
ania
Austria
Belgium
Denm
ark
Finland
France
64QAM
16QAM
Spain
Slovakia
Portugal
Netherlands
Italy
Ireland
Hungary
Germ
any
Sweden
UK
Rom
ania
Austria
Belgium
Denm
ark
Finland
France
64QAM
16QAM
Spain
Slovakia
Portugal
Netherlands
Italy
Ireland
Hungary
Germ
any
Sweden
UK
Note that 16QAM is generally used in countries that have high portability requirements for reception on secondary sets, both in and out of the home. Also, Romania is yet to launch its DTT service.
b) Percentage throughput reserved for non-TV services
The capacity provided by a DTT multiplex can be used to carry a range of digital programming. These include video and audio for TV and radio channels, as well as associated programming services such as subtitling, audio description and signing services.
In addition, capacity must remain for technical management of the multiplex. This includes download facilities to enable software changes, system information and, for a Pay DTT multiplex, conditional access systems.
When managing the multiplex, the multiplex operator has a range of trade-offs to make – the principal one is of number vs. quality of services. We have shown above the ability to manipulate channel coding for each channel – the multiplex operator also has to consider how best to organise his content proposition. For a multi-multiplex operator, the ability to organise channels is made easier by being able to co-ordinate over two or more multiplexes.
The exhibit below gives some examples of how multiplexes can be organised.
16 This table applies to an 8MHz RF channel. Values for a 7MHz RF channel (typically used in VHF) are approximately 10% lower. 17 Some exceptions for DVB-H may occur, e.g. the Netherlands used 16QAM for the DVB-H multiplex.
UNIVERSITAS INDONESIA
50
modulasi dilakukan dengan melihat rekomendasi ITU-R. Parameter modulasi
yang digunakan adalah sebagai berikut:
Modulasi : 64QAM
FEC : 2/3
Guard Interval : 1/8
Dengan pengaturan parameter modulasi seperti di atas, dihasilkan kapasitas
multipleks sebesar 22,12 Mbps (lihat Tabel 4.1).
5.3 EVALUASI JUMLAH KANAL PER MULTIPLEKS
Jumlah kanal per multipleks ditentukan dengan menganalisa hasil evaluasi
bit-rate kanal dan evaluasi kapasitas multipleks. Hasil terhadap evaluasi jumlah
kanal per multipleks adalah sebagai berikut:
Tabel 5.3 Evaluasi Jumlah Kanal per Multipleks
Standar Teknis Nilai Sistem DVB-T Modulasi 64QAM Guard Interval 1/8 FEC 2/3 Kapasitas Total (Mbps) 22,12 % Reservasi untuk non-TV 5 % Sisa Kapasitas (Mbps) 21,014 Bit-rate Kanal (Mbps) 3,5 Jumlah Kanal per Multipleks 6
Dari data tersebut di atas diperoleh jumlah kanal per multipleks yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 6.
5.4 EVALUASI JUMLAH MULTIPLEKS
Untuk menentukan jumlah multipleks siaran TV digital terestrial, perlu
untuk dilakukan analisa terhadap potensi bisnis layanan siaran TV digital terestrial
dan potensi bisnis layanan mobile broadband yang akan digunakan untuk
UNIVERSITAS INDONESIA
51
menghitung optimasi kebutuhan lebar pita (bandwidth) untuk penyelenggaraan
siaran TV digital terestrial terhadap penerapan atau pemanfaatan layanan lain
pada pita frekuensi UHF.
5.4.1 Analisa Layanan Siaran TV Digital Terestrial
Untuk melakukan analisa bisnis terhadap layanan siaran TV digital
terestrial, dilakukan beberapa analisa dan pengumpulan data berikut ini:
1. Potensi Pendapatan Layanan Siaran TV Digital Terestrial
Sumber pendapatan stasiun TV paling utama adalah pendapatan dari belanja
iklan TV. Sehingga untuk menghitung potensi pendapatan perlu untuk
melakukan peramalan terhadap pendapatan siaran TV digital terestrial dengan
data berupa data belanja iklan TV. Data belanja iklan TV dari tahun 2004
sampai dengan 2009 adalah sebagai berikut:
Tabel 5.4 Data Belanja Iklan TV
Untuk kebutuhan analisa, akan dilakukan peramalan belanja iklan TV sampai
tahun 2018. Dipilih tahun 2018 karena pada tahun tersebut Pemerintah telah
merencanakan untuk melaksanakan full analog switch-off (ASO), artinya
siaran TV analog benar-benar diberhentikan secara penuh dan digantikan
dengan siaran TV digital. Dalam kondisi ASO, maka perhitungan alokasi
spektrum frekuensi radio dapat dilakukan dengan mudah.
Peramalan belanja iklan TV dilakukan dengan model regresi. Model regresi
yang digunakan ditentukan dengan cara mencari nilai koefisien determinasi
Sumber : AGB Nielsen Media Research Indonesia
NO TAHUN NILAI BELANJA IKLAN (Rp)1 2004 15,079,000,000,000 2 2005 17,511,000,000,000 3 2006 20,510,000,000,000 4 2007 23,121,000,000,000 5 2008 26,200,000,000,000 6 2009 29,887,000,000,000
UNIVERSITAS INDONESIA
52
(R2). Berikut adalah nilai koefisien determinasi dari beberapa model regresi
yang dibuat berdasarkan data belanja iklan TV tersebut di atas :
Tabel 5.5 Nilai Koefisien Determinasi Model Regresi Belanja Iklan TV
Model Regresi Koefisien Determinasi Regresi Linier 0,99585 Regresi Logaritmik 0,90682 Regresi Polinomial Orde-2 0,99927
Dari data tersebut di atas dipilih model regresi yang memiliki nilai koefisien
determinasi paling mendekati 1, yaitu model regresi polinomial orde-2.
Dengan model regresi polinomial orde-2, diperoleh persamaan regresi
polinomial orde-2 berdasarkan fungsi 4.1 pada Bab IV untuk peramalan
belanja iklan TV sampai dengan tahun 2018 adalah sebagai berikut:
€
y =117.767.857.143x 2 + 2.110.425.000.000x +12.878.700.000.000 (5.1)
Sehingga perhitungan peramalan nilai belanja iklan TV sampai dengan tahun
2018 dengan menggunakan fungsi 5.1 diatas adalah Rp. 71.032.843.428.992,-
Riset yang dilakukan oleh AGB Nielsen dalam menghitung belanja iklan TV
adalah tanpa memperhitungkan potongan harga atau diskon yang diberikan
oleh stasiun televisi kepada para pemasang iklan. Realisasinya, stasiun
televisi seringkali memberikan diskon kepada para pemasang iklan sampai
dengan 40%.
Wilayah tinjauan yang digunakan untuk analisa adalah Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Asumsi wilayah Jabodetabek
memberikan kontribusi sebesar 56,4% bagi pendapatan stasiun TV (lihat
lampiran –2).
Sehingga, perkiraan potensi pendapatan adalah sebagai berikut:
Potensi Pendapatan = 40% x 56.4% x Rp. 71.032.843.428.992,- = Rp. 28.413.137.371.597,-
UNIVERSITAS INDONESIA
53
2. Data Kebutuhan Biaya Investasi
Dalam penelitian ini, data kebutuhan investasi yang digunakan dibatasi pada
biaya investasi untuk sistem perangkat pemancarnya saja.
Berikut adalah data kebutuhan investasi untuk siaran TV digital terestrial
untuk 1 (satu) penyelenggara:
Tabel 5.6 Kebutuhan Investasi untuk Siaran TV Digital Terestrial
3. Data Kebutuhan Biaya Operasional
Kebutuhan biaya operasional yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi
pada biaya listrik dan/ atau pemeliharaan serta Biaya Hak Penggunaan (BHP)
frekuensi radio.
Berikut adalah kebutuhan biaya operasional untuk siaran TV digital terestrial
untuk 1 (satu) pemancar per penyelenggara:
Tabel 5.7 Kebutuhan Biaya Operasional untuk Siaran TV Digital Terestrial
NO DESKRIPSI QTY NILAI (Rp)1 Pemancar DVB-T 7.5 kW 1 5,775,000,000 2 Sistem Antenna 1 588,500,000 3 Sistem Feeder 1 467,500,000 4 Sistem Head End
- Multiplexer 1 682,000,000 - Encoder 6 1,320,000,000
5 Sistem TVRO- Antenna Dish 1 176,000,000 - Integrated Receiver Decoder 6 660,000,000
6 AVR + UPS 1 522,500,000 7 Shelter 1 385,000,000 8 Material Instalasi 1 93,500,000 9 Tower 300 meter 1 15,000,000,000
25,670,000,000 TOTAL
NO DESKRIPSI NILAI (Rp)1 LISTRIK 60 KVA PER TAHUN 479,592,000
BHP FREKUENSI PER TAHUN 62,785,069 - BandWidth 8,000- Ib 0.640- HDLP 11,772- Power 70.751- Ip 8.430- HDDP 109,481
542,377,069TOTAL
2
Sumber : Kementerian Komunikasi dan Informatika RI
Sumber: diolah dari Tabel 5.6
UNIVERSITAS INDONESIA
54
5.4.2 Analisa Layanan Mobile Broadband
Untuk melakukan analisa terhadap layanan siaran TV digital terestrial,
dilakukan beberapa analisa dan pengumpulan data berikut ini:
1. Potensi Pendapatan Layanan Mobile Broadband
Sebelum mencari potensi pendapatan untuk layanan mobile broadband, kita
perlu untuk menentukan jumlah potensi pelanggan layanan mobile broadband
terlebih dahulu. Perhitungan potensi jumlah pelanggan layanan mobile
broadband akan dihitung dengan menggunakan data pelaggan 3G. Asumsi
jumlah pelanggan sebesar 3G adalah sebesar 3,8 % dari jumlah pelanggan
telepon bergerak [6]. Data jumlah pelanggan 3G ini kemudian akan digunakan
sebagai data dalam perhitungan peramalan data jumlah pelanggan mobile
broadband sampai dengan tahun 2018. Data jumlah pelanggan layanan mobile
broadband adalah sebagai berikut:
Tabel 5.8 Data Jumlah Pelanggan Layanan Mobile Broadband [2]
Peramalan jumlah pelanggan layanan mobile broadband dilakukan dengan
model regresi. Model regresi yang digunakan ditentukan dengan cara mencari
nilai koefisien determinasi (R2). Berikut adalah nilai koefisien determinasi
dari beberapa model regresi yang dibuat berdasarkan jumlah pelanggan
layanan mobile broadband tersebut di atas :
TAHUNJUMLAH PELANGGAN
MOBILE
JML PELANGGAN 3G (3,8% DARI JML
PELANGGAN)2006 63,803,015 2,424,515 2007 93,386,881 3,548,701 2008 140,578,243 5,341,973 2009 169,720,000 6,449,360
UNIVERSITAS INDONESIA
55
Tabel 5.9 Nilai Koefisien Determinasi Model Regresi
Pelanggan Mobile Broadband
Model Regresi Koefisien Determinasi Regresi Linier 0,96297 Regresi Logaritmik 0.88413 Regresi Polinomial Orde-2 0,98155
Dari data tersebut di atas dipilih model regresi yang memiliki nilai koefisien
determinasi paling mendekati 1, yaitu model regresi polinomial orde-2.
Dengan model regresi polinomial orde-2, diperoleh persamaan regresi
polinomial orde-2 berdasarkan fungsi 4.1 pada Bab IV untuk peramalan
jumlah pelanggan layanan mobile broadband sampai dengan tahun 2018
adalah sebagai berikut:
€
y =199.173x 2 + 286.612x + 2.027.376 (5.2)
Sehingga data jumlah pelanggan layanan mobile broadband sampai dengan
tahun 2018 berdasarkan fungsi 5.2 di atas adalah 39.413.596.
Bardasarkan data survey, hampir semua penyelenggara komunikasi seluler
melakukan investasinya di wilayah Jabodetabek [15] sehingga diasumsikan
peramalan jumlah pelanggan layanan mobile broadband adalah 70% x
39.413.596 = 27.589.498 pelanggan.
Untuk menghitung potensi pendapatan layanan mobile broadband akan
digunakan data tarif layanan broadband dari beberapa operator sebagai
berikut:
Tabel 5.10 Tarif Layanan Broadband (lihat Lampiran -3)
NO OPERATOR PRODUK PAKET TARIF1 TELKOMSEL Telkomsel Flash Basic 250,000
Advance 350,000 Pro 525,000
2 INDOSAT Indosat 3.5G Broadband ISAT Medium 300,000 ISAT Heavy 500,000 ISAT Super 1,500,000
3 INDOSAT MEGAMEDIA IM2 Internet Services ECO! 160,000 YOU! 350,000 - -
UNIVERSITAS INDONESIA
56
Dari data tersebut di atas, diasumsikan bahwa jenis pelanggan layanan
broadband terbagi atas 3 (tiga) kategori, yaitu:
a. Regular User
b. High End User
c. Professional User
Sehingga pembagian penggolongan paket layanan berdasarkan kategori
pelanggan diasumsikan sebagai berikut:
Tabel 5.11 Ketegorisasi Layanan dan Tipe Pelanggan Layanan Mobile Broadband
Dari data tersebut di atas, diperoleh potensi pendapatan layanan mobile broadband adalah sebagai berikut: Tabel 5.12 Potensi Pendapatan Layanan Mobile Broadband
2. Data Kebutuhan Biaya Investasi
Kebutuhan biaya investasi perangkat base station untuk layanan mobile
broadband untuk 1 (satu) penyelenggara adalah sebagai berikut:
NO TYPE PELANGGAN OPERATOR PAKET TARIF (Rp) TARIF RATA-RATA (Rp) % PELANGGANTELKOMSEL Basic 250,000 INDOSAT ISAT Medium 300,000 INDOSAT MEGAMEDIA ECO! 160,000 TELKOMSEL Advance 350,000 INDOSAT ISAT Heavy 500,000 INDOSAT MEGAMEDIA YOU! 350,000 TELKOMSEL Pro 525,000 INDOSAT ISAT Super 1,500,000 INDOSAT MEGAMEDIA - -
1
2
3
70%
20%
10%
236,667
400,000
1,012,500
Regular User
High End User
Professional User
NO CUSTOMER TYPE % CUSTOMER POTENTIAL REVENUE
9,571,256,785,242
70%
20%
10%
TOTAL POTENTIAL REVENUE
4,570,660,218,367
2,207,159,864,000
2,793,436,702,875
1 Regular User
2 High End User
3 Professional User
Sumber: diolah dari Tabel 5.10
Sumber: diolah dari Tabel 5.11
UNIVERSITAS INDONESIA
57
Tabel 5.13 Kebutuhan Biaya Investasi Perangkat Base Station [21]
Dari data di atas di dapatkan kebutuhan biaya investasi untuk 1 Base Station
(BS). Sehingga perlu dihitung jumlah BS yang diperlukan untuk melayani
area Jabodetabek dengan menggunakan beberapa pertimbangan sebagai
berikut:
Radius Cell Coverage untuk layanan mobile broadband pada frekuensi
790 - 862 MHz adalah 2,698 km [12]
Luas wilayah coverage per 1 base station adalah 45,7134 km2
Luas wilayah Jabodetabek adalah 5.798 km2
Jumlah base station yang dibutuhkan adalah 127 base station
Kebutuhan biaya investasi ditambahkan dengan upfront fee lisensi
frekuensi radio sebesar Rp. 160.000.000.000,-
Total kebutuhan biaya investasi = (127 x Rp. 763.950.801) + Rp. 160 milyar
= Rp. 257.021.751.727
3. Data Kebutuhan Biaya Operasional
Kebutuhan biaya operasional yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi
pada biaya listrik dan/ atau pemeliharaan serta Biaya Hak Penggunaan (BHP)
frekuensi radio. Daya listrik untuk mengoperasikan 1 base station regular rata-
rata adalah sebesar 6 KVA [3] dan untuk sewa uplink serta backhaul adalah
sebesar 8% dari nilai asset [7].
Berikut adalah kebutuhan biaya operasional 1 (satu) base station per
penyelenggara untuk layanan mobile broadband:
NO DESKRIPSI QTY NILAI1 Perangkat Base Station 1 per BS 460,842,701 2 Instalasi 1 per BS 112,107,840 3 NMS 1 per BS 9,100,260 4 Sarana Penunjang 1 per BS 181,900,000
763,950,801 TOTAL
UNIVERSITAS INDONESIA
58
Tabel 5.14 Biaya Operasional Base Station
Kebutuhan biaya operasional untuk 127 base station = 127 x Rp. 138.524.100
= Rp. 17.592.560.652
5.4.3 Rekapitulasi Analisa Layanan Siaran TV Digital Terestrial dan
Layanan Mobile Broadband
Berikut adalah rekapitulasi data yang diperoleh dari analisa bisnis layanan
siaran TV digital terestrial dan layanan mobile broadband:
Tabel 5.15 Rekapitulasi Analisa Bisnis Layanan Siaran TV Digital Terestrial dan
Layanan Mobile Broadband
NO DESKRIPSI QTY NILAI1 LISTRIK 6 KVA PER TAHUN 47,959,200 2 SEWA UPLINK & BACKHAUL PERTAHUN 8% dari Asset 61,116,064 3 BHP FREKUENSI PER TAHUN 29,448,836
- BandWidth 5,000- Ib 0.640- HDLP 11,772- Power 23.000- Ip 8.430- HDDP 109,481
138,524,100 TOTAL
NO DESKRIPSI SIARAN TV DIGITAL PER 1 MHZ MOBILE BROADBAND PER 1 MHZ1 Potensi Pendapatan 24,037,514,022,868 3,004,689,252,859 9,571,256,785,242 1,914,251,357,048 2 Kebutuhan Biaya Investasi 25,670,000,000 3,208,750,000 257,021,751,727 51,404,350,345 3 Kebutuhan Biaya Operasional 520,732,069 65,091,509 17,592,560,652 3,518,512,1304 Kebutuhan Bandwidth 8 MHz 5 MHz
UNIVERSITAS INDONESIA
59
5.4.4 Optimasi Layanan Siaran TV Digital Terestrial dan Mobile
Broadband pada Pita Frekuensi Ultra High Frequency (UHF)
Optimasi dilakukan dengan motode program linier dengan fungsi tujuan
seperti pada fungsi 4.3a dan fungsi kendala seperti pada fungsi 4.4a, 4.4b, dan
4.4c.
Sebelum melakukan proses optimasi, beberapa asumsi yang perlu
ditetapkan adalah sebagai berikut:
Pita UHF yang diamati adalah pada rentang 470 – 806 MHz, sebagai pita yang
saat ini dialokasikan untuk siaran TV analog
Guardband untuk antar jenis layanan adalah sebesar 16 MHz
Lebar pita (bandwidth) kanal siaran TV digital adalah 8 Mhz
Lebar pita (bandwidth) kanal mobile broadband adalah 5 Mhz
Sehingga diperoleh model optimasi program linier untuk penyelesaian
masalah jumlah penyelenggara layanan siaran TV digital terestrial dan jumlah
penyelenggara layanan mobile broadband adalah sebagai berikut:
Fungsi Tujuan:
Maks 3.004.689.277.046X1 + 2.693.742.141.267X2
Fungsi Kendala:
3.208.750.000 X1 + 51.404.350.345 X2 ≤ 3.289.878.422.106
(batas atas fungsi kendala kebutuhan biaya investasi dihitung dari
kebutuhan biaya investasi jika seluruh spektrum pada pita frekuensi
yang diamati digunakan seluruhnya untuk layanan yang memiliki
kebutuhan biaya investasi yang terbesar)
UNIVERSITAS INDONESIA
60
65.091.509 X1 + 3,518,512,130 X2 ≤ 225.184.776.350
(batas atas fungsi kendala kebutuhan biaya operasional dihitung dari
kebutuhan biaya operasional jika seluruh spektrum pada pita frekuensi
yang diamati digunakan seluruhnya untuk layanan yang memiliki
kebutuhan biaya operasional yang terbesar)
8 X1 + 5 X2 ≤ 320
(rentang pita frekuensi UHF dari 470 s.d 806 MHz adalah memiliki
lebar 336 MHz. Dengan asumsi bahwa guardband yang digunakan
antar layanan adalah 16 MHz, maka lebar pita frekuensi yang
diperhitungkan adalah 320 MHz)
Penyelesaian masalah optimasi tersebut di atas dengan menggunakan
perangkat lunak MacOSXLinPro version 1.0.4 (1.0.5) sebagai berikut:
Gambar 5.1 Fungsi Optimasi Program Linier
UNIVERSITAS INDONESIA
61
Gambar 5.2 Penyelesaian Fungsi Optimasi Program Linier
Fungsi program linier tersebut di atas menghasilkan nilai sebagai berikut: X1 (Jumlah Penyelenggara Siaran TV Digital Terestrial) = 36,04
X2 (Jumlah Penyelenggara Layanan Mobile Broadband) = 6,33
Untuk menghitung alokasi lebar pita (bandwidth) untuk tiap layanan,
analisa akan difokuskan terlebih dahulu untuk menentukan alokasi spektrum
frekuensi radio untuk kebutuhan siaran TV digital terestrial, atau pada pada hasil
fungsi optimasi program linier X1 atau jumlah penyelenggara siaran TV digital
terestrial.
Dari evaluasi jumlah kanal per multipleks (point 5.3) kita sudah
memperoleh hasil bahwa jumlah kanan per multipleks adalah 6, artinya setiap
multipleks dapat digunakan untuk menampung atau menyalurkan 6 penyelenggara
UNIVERSITAS INDONESIA
62
siaran TV digital terestrial. Sehingga jumlah multipleks yang dapat
diselenggarakan (untuk menentukan hasil evaluasi point 5.4) diperoleh dengan
cara membagi jumlah penyelenggara siaran TV digital terestrial dengan jumlah
kanal per multipleks atau sama dengan 6,006 (dibulatkan menjadi 6).
5.5 PERENCANAAN KANAL FREKUENSI RADIO UNTUK
LAYANAN SIARAN TV DIGITAL TERESTRIAL
Untuk melakukan perencanaan kanal frekuensi radio, kita perlu untuk
mengetahui kondisi pendudukan kanal frekuensi radio oleh stasiun TV analog
eksisting.
Berikut adalah pendudukan kanal frekuensi oleh stasiun TV analog
eksisting di wilayah layanan Jabodetabek:
Tabel 5.16 Pendudukan Kanal Frekuensi Radio di Pita UHF oleh Stasiun
TV Analog Eksisting di Wilayah Layanan Jabodetabek
NO NAMA STASIUN TV KANAL1 B Channel 232 Kosong 243 Cipta Megaswara TV 254 Space Toon 275 Trans TV 296 Kosong 307 TVRI 318 O Channel 339 Elshinta Jakarta Televisi 3510 Kosong 3611 TPI 3712 TVRI 3913 Indosiar 4114 Kosong 4215 RCTI 4316 SCTV 4517 ANTV 4718 TRANS 7 4919 GLOBAL TV 5120 TV ONE 5321 JAK TV 5522 METRO TV 5723 DAI TV 5924 NUSANTARA TV 61
Sumber: Kementerian Komunikasi dan Informatika
UNIVERSITAS INDONESIA
63
Pertimbangan dalam melakukan perencanaan kanal frekuensi radio:
Diperlukan pengelompokan (grouping) kanal frekuensi untuk mengakomodasi
kebutuhan saluran di tiap wilayah layanan dengan memperhatikan faktor
batasan-batasan teknis seperti co-channel interference dan adjacent channel
interference.
Pengelompokan kanal yang disusun dibuat sedemikian rupa sehingga masa
transisi dari sistem penyiaran analog ke digital dapat berjalan dengan lancar,
antara lain TV analog masih dapat melakukan simulcast (siaran TV analog
bersamaan dengan siaran TV digital) atau dengan kata lain kanal digital yang
ditetapkan semaksimal mungkin tidak bertabrakan dengan kanal yang saat ini
tidak diduduki oleh TV analog eksisting.
Menggunakan pertimbangan tersebut di atas, akan disusun 3 (tiga)
skenario perencanaan kanal frekuensi radio, sebagai berikut:
1. Skenario 1
Dari pengelompokan kanal Skenario ke-1 semua grup kanal frekuensi digital
ada yang bertabrakan dengan kanal frekuensi yang saat ini diduduki oleh TV
analog, yaitu sebagai berikut:
Group A : Kanal 25, 31, dan 37
Group B : Kanal 23, 29, dan 35
Group C : Kanal 27, 33, dan 39
2. Skenario 2
GROUP Kanal ke-1 Kanal ke-2 Kanal ke-3 Kanal ke-4 Kanal ke-5 Kanal ke-6GROUP A 22 25 28 31 34 37GROUP B 23 26 29 32 35 38GROUP C 24 27 30 33 36 39
GROUP Kanal ke-1 Kanal ke-2 Kanal ke-3 Kanal ke-4 Kanal ke-5 Kanal ke-6GROUP A 22 26 30 34 38 42GROUP B 23 27 31 35 39 43GROUP C 24 28 32 36 40 44GROUP D 25 29 33 37 41 45
UNIVERSITAS INDONESIA
64
Dari pengelompokan kanal Skenario ke-2 terdapat 2 group kanal yang bebas
dari tabrakan dengan pendudukan kanal frekuensi oleh TV analog, yaitu
Group A dan Group B.
3. Skenario 3
Dari pengelompokan kanal Skenario ke-3 semua grup kanal frekuensi digital
ada yang bertabrakan dengan kanal frekuensi yang saat ini diduduki oleh TV
analog, yaitu sebagai berikut:
Group A : Kanal 27, 37, dan 47
Group B : Kanal 23, 33, dan 43
Group C : Kanal 29, 39, dan 49
Group D : Kanal 25, 35, dan 45
Group E : Kanal 31, 41, dan 51
Dari ketiga skenario di atas yang paling memenuhi pertimbangan-
pertimbangan pengelompokan kanal adalah skenario ke-2. Sehingga table alokasi
frekuensi di pita Ultra High Frequency (UHF) band IV dan V adalah sebagai
berikut:
Gambar 5.3 Alokasi Spektrum Digital Devidend di Pita UHF
GROUP Kanal ke-1 Kanal ke-2 Kanal ke-3 Kanal ke-4 Kanal ke-5 Kanal ke-6GROUP A 22 27 32 37 42 47GROUP B 23 28 33 38 43 48GROUP C 24 29 34 39 44 49GROUP D 25 30 35 40 45 50GROUP E 26 31 36 41 46 51
Ch 21 22 45 46 48 49 62
MHz 470 478 670 670 694 694 806
TV DIGITAL GUARD BAND MOBILE BROADBAND
top related