obat yang digunakan dalam anestesi
Post on 06-Feb-2016
112 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
OBAT YANG DIGUNAKAN DALAM ANESTESI
Obat-obatan anestesi terdiri dari obat-obatan pre-medikasi, obat induksi anestesi, obat
anestesi inhalasi, obat anestesi intravena, obat pelumpuh otot (muslce relaxant), obat anestesi
lokal/regional, dan analgesia (opioid dan non-opioid).
Macam- macam obat pre medikasi :
1. Golongan Narkotika
- Mempunyai efek analgetika yang sangat kuat.
- Jenisnya : petidin, fentanyl, dan morfin.
- Tujuan: mengurangi rasa nyeri saat pembedahan.
- Efek samping: dapat membuat depresi pernafasan, mual-muntah, Vasodilatasi pembuluh darah
yang dapat membuat hipotensi.
- Biasanya diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan sifat analgesik rendah,
misalnya: halotan, tiopental, propofol.
- Pethidin :
mengurangi kecemasan dan ketegangan
menekan TD dan nafas (diinjeksikan pelan- pelan)
merangsang otot polos
- Morfin :
mengurangi kecemasan dan ketegangan karena nyeri sebelum operasi
menekan TD dan nafas
merangsang otot polos
depresan Sistem saraf pusat
pulih pasca bedah lebih lama
mempunyai efek samping mual muntah dan penyempitan bronkus
- Fentanyl :
Mempunyai potensi analgesi 75-125 kali morfin
Mempunyai mula kerja yang cepat dan mempunyai waktu eliminasi yang cepat juga dalam
tubuh
Efek terhadap jantung sangat minimal tetapi dapat terjadi bradi yang dapat di tanggulangi
dengan pemberian sufas atropin
Mempunyai efek samping ketergantungan, euforia, perlambatan EKG, mual dan muntah
2. golongan benzodiazepin
- Mempunyai manfaat yang sangat berguna untuk premedikasi
- Mempunyai efek ansiolisis, sedasi, dan amnesia
- Dapat digunakan untuk pasien dengan gangguan respirasi walapun harus terus dipantau
penggunaannya
- Obat yang biasanya digunakan adalah diazepam 5-20mg yang dapat diberikan peroral ataupun
iv
3. antikolinergik
- Obat-obatan itu berfungsi untuk mencegah terjadinya efek bradikardi dari obat-obatan
premedikasi lain ataupun obat-obatan anastetik yang akan digunakan nantinya
- Dapat digunakan sebagai profilaksis ataupun pengobatan bradikardi
- Efek samping yang ditimbulkan seperti toksisitas SSP, takikardi (bahaya pada penderita
penyakit jantung), pireksia, midriasis
- Obat-obatan yang biasa digunakan adalah sulfas atropin
4. 5-HT antagonis
- Obat yang biasanya digunakan adalah ondansetron untuk mengurangi efek mual muntah dari
obat-obatan anestesi lainnya.
Macam- macam obat anastesi berikut dosis dan sediaannya :
Obat
Dalam
sediaan
Jumlah
di
sediaan
pengenceran Dalam
spuit
Dosis
(mg/kgBB)
1 cc
spuit =
Pethidin ampul 100mg/
2cc
2cc +
aquadest 8cc
10 cc 0,5-1 10 mg
Fentanyl 0,05
mg/cc
0,05m
g
Recofol
(Propofol)
ampul 200mg/
20cc
10cc +
lidocain 1
ampul
10 cc 2-2,5 10 mg
Ketamin vial 100mg/cc 1cc +
aquadest 9cc
10 cc 1-2 10 mg
Efedrin
HCl
ampul 50mg/cc 1cc +
aquadest 9cc
10 cc 0,2 5 mg
Sulfas
Atropin
ampul 0,25mg/
cc
Tanpa
pengenceran
3 cc 0,005 0,25
mg
Ondansentr
on HCl
(Narfoz)
ampul 4mg/2cc Tanpa
pengenceran
3 cc 8 mg
(dewasa)
5 mg (anak)
2 mg
Aminofilin ampul 24mg/cc Tanpa
pengenceran
10 cc 5 24 mg
Dexametha
son
ampul 5 mg/cc Tanpa
pengenceran
1 5 mg
Adrenalin ampul 1 mg/cc 0,25-0,3
Midazolam
(Sedacum)
ampul 5mg/5cc Tanpa
pengenceran
0,07-0,1 1 mg
Ketorolac ampul 60
mg/2cc
Tanpa
pengenceran
30 mg
Difenhidra
min HCl
ampul 5mg/cc Tanpa
pengenceran
5 mg
A. Obat induksi intravena
1. Ketamin
- Efek analgesia kuat sekali. Terutama untuk nyeri somatik tetapi tidak untuk nyeri viseral
- Efek hipnotik kurang
- Efek relaksasi tidak ada
- Refleks pharynx dan larynx masih cukup baik à batuk saat anestesi à refleks vagal
- Disosiasi à mimpi yang tidak enak, disorientasi tempat dan waktu, halusinasi, gaduh gelisah,
tidak terkendali. Saat pdrt mulai sadar dpt timbul eksitasi
- Aliran darah ke otak, konsentrasi oksigen, tekanan intracranial (Efek ini dapat diperkecil dengan
pemberian thiopental sebelumnya)
- TD sistolik diastolic naik 20-25%, denyut jantung akan meningkat. (akibat peningkatan aktivitas
saraf simpatis dan depresi baroreseptor). Cegah dengan premedikasi opiat, hiosin.
- Dilatasi bronkus. Antagonis efek konstriksi bronchus oleh histamin. Baik untuk penderita-
penderita asma dan untuk mengurangi spasme bronkus pada anesthesia umum yang masih
ringan.
- Dosis berlebihan secara iv à depresi napas
- Pada anak dapat timbulkan kejang, nistagmus
- Meningkatkan kadar glukosa darah + 15%
- Pulih sadar kira-kira tercapai antara 10-15 menit
- Metabolisme di liver (hidrolisa & alkilasi), diekskresi metabolitnya utuh melalui urin
- Ketamin bekerja pada daerah asosiasi korteks otak, sedang obat lain bekerja pada pusat retikular
otak
Indikasi:
Untuk prosedur dimana pengendalian jalan napas sulit, missal pada koreksi jaringan sikatrik pada
daerah leher, disini untuk melakukan intubasi kadang sukar
Untuk prosedur diagnostik pada bedah saraf/radiologi (arteriograf).
Tindakan orthopedic (reposisi, biopsy)
Pada pasien dengan resiko tinggi: ketamin tidak mendepresi fungsi vital. Dapat dipakai untuk
induksi pada pasien syok.
Untuk tindakan operasi kecil
Di tempat dimana alat-alat anestesi tidak ada
Pasien asma
Kontra Indikasi
hipertensi sistolik 160 mmHg diastolic 100 mmHg
riwayat Cerebro Vascular Disease (CVD)
Dekompensasi kordis
Harus hati-hati pada :
Riwayat kelainan jiwa
Operasi-operasi daerah faring karena refleks masih baik
2. Propofol
- Bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih seperti susu dengan bahan pelarut minyak kedelai &
postasida telur yang dimurnikan.
- Terasa nyeri saat penyuntikan à dicampur lidokain 2% +0,5cc dlm 10cc propolol à jarang
pada anak karena sakit & iritasi pd saat pemberian
- Analgetik tidak kuat
- Dapat dipakai sebagai obat induksi dan obat maintenance
- Obat setelah diberikan à didistribusi dengan cepat ke seluruh tubuh.
- Metabolisme di liver dan metabolit tidak aktif dikeluarkan lewat ginjal.
- Saat dipakai untuk induksi juga dapat terjadi hipotensi karena vasodilatasi dan apnea sejenak
Efek Samping
Bradikardi
Nausea, sakit kepala pada penderita yg mulai sadar.
Ekstasi, nyeri lokal pada daerah suntikan
Dosis berlebihan dapat mendepresi jantung dan pernapasan
Sebaiknya obat ini tidak diberikan pada penderita dengan gangguan jalan napas, ginjal,
liver, syok hipovolemik
B. Obat anastetik inhalasi
1. Halothan/fluothan
- Tidak berwarna, mudah menguap
- Tidak mudah terbakar/meledak
- Berbau harum tetapi mudah terurai cahaya
Efek:
- Tidak merangsang traktus respiratorius
- Depresi nafas Þ stadium analgetik
- Menghambat salivasi
- Nadi cepat, ekskresi air mata
- Hipnotik kuat, analgetik kurang baik, relaksasi cukup
- Mencegah terjadinya spasme laring dan bronchus
- Depresi otot jantung Þ aritmia (sensitisasi terhadap epinefrin)
- Depresi otot polos pembuluh darah Þ vasodilatasi Þ hipotensi
- Vasodilatasi pembuluh darah otak
- Sensitisasi jantung terhadap katekolamin
- Meningkatkan aktivitas vagal à vagal refleks
- Pemberian berulang (1-3 bulan) à kerusakan hepar (immune-mediated hepatitis)
- Menghambat kontraksi otot rahim
- Absorbsi & ekskresi obat oleh paru, sebagian kecil dimetabolisme tubuh
- Dapat digunakan sebagai obat induksi dan obat maintenance
Keuntungan
cepat tidur
Tidak merangsang saluran napas
Salivasi tidak banyak
Bronkhodilator à obat pilihan untuk asma bronkhiale
Waktu pemulihan cepat (1 jam post anestesi)
Kadang tidak mual & tidak muntah, penderita sadar dalam kondisi yang enak
Kerugian
overdosis
Perlu obat tambahan selama anestesi
Hipotensi karena depresi miokard & vasodilatasi
aritmia jantung
Sifat analgetik ringan
Cukup mahal
Dosis dapat kurang sesuai akibat penyusutan
2. Nitrogen Oksida (N2O)
- gas yang berbau, berpotensi rendah (MAC 104%), tidak mudah terbakar dan relatif tidak larut
dalam darah
Efek:
Analgesik sangat kuat setara morfin
Hipnotik sangat lemah
Tidak ada sifa relaksasi sama sekali
Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. à Bila murni N2O =
depresi dan dilatasi jantung serta merusak SSP
jarang digunakan sendirian tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestetik lain
seperti halotan dan sebagainya.
3. Isofluran
- Adalah obat anestesi isomer dari enfluran
- Merupakan cairan tak berwarna, berbau tajam, tidak mudah terbakar, tidak terpengaruh cahaya
dan tidak merusak logam
- Dalam waktu 7-10 menit biasanya sudah mencapai stadium pembedahan anastesi
- Mempunyai efek bronkodilator tetapi tidak kuat
- Mempunyai bau yang tajam sehingga pasien tidak nyaman, dapat membuat iritasi jalan nafas,
menimbulkan depresi ringan pada jantung dan curah jantungn menurunkan tekanan darah
sistemik
4. Sevofluran
- Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, berbau enak, tidak iritatif, tidak korosif, tidak mudah
terbakar dan stabil terkena cahaya
- Induksi dengan sevofluran dapat menimbulkan relaksasi pada anak
- Pada sistem kardiovaskular sedikit menimbulkan depresi kontraksi jantung
- Dapat memicu bronkospasme
- Mengurangi aliran darah ke ginjal sehingga dihubungkan dengan gangguan fungsi ginjal
C. Obat muscle relaksan
- Bekerja pada otot bergaris à terjadi kelumpuhan otot napas dan otot-otot mandibula, otot
intercostalis, otot-otot abdominalis & relaksasi otot-otot ekstremitas.
- Bekerja pertama: kelumpuhan otot mata àekstremitas à mandibula àintercostalis
àabdominal àdiafragma
- Pada pemberian pastikan penderita dapat diberi napas buatan
- Obat ini membantu pada operasi khusus seperti operasi perut agar organ abdominal tidak keluar
dan terjadi relaksasi
- Terbagi dua: Non depolarisasi, dan depolarisasi
Dosis awal
(mg/kgBB)
Dosis
rumatan
(mg/kgBB)
Durasi
(menit)
Efek samping
Non depol long-acting
1. D-tubokurarin (tubarin)
2. Pankuronium
3. Metakurin
4. Pipekuronium
5. Doksakurium
6. Alkurium (alloferin)
0.40-0.60
0.08-0.12
0.20-0.40
0.05-0.12
0.02-0.08
0.15-0.30
0.10
0.15-0.020
0.05
0.01-0.015
0.005-0.010
0.5
30-60
30-60
40-60
40-60
45-60
40-60
Hipotensi
Takikardi
Hipotensi
KV stabil
KV stabil
Takikardi
Non depol intermediate acting
1. Gallamin (flaxedil)
2. Atrakurium (tracrium/notrixum)
3. Vekuronium (norcuron)
4. Rokuronium
(roculax/esmeron/noveron)
5. Cistacuronium
4-6
0.5-0.6
0.1-0.2
0.6-1.0
0.15-0.20
0.5
0.1
0.015-0.02
0.10-0.15
0.02
30-60
20-45
25-45
30-60
30-45
Hipotensi
Amanhepar&ginjal
Isomer atrakurium
Non depol short acting
1. mivakurium (mivacron)
2. ropacuronium
0.20-0.25
1.5-2.0
0.05
0.3-0.5
10-15
15-30
Hipotensi &
histamin +
Depol short acting
1. suksinilkolin (scolin)
2. dekametonium
1.0
1.0
3-10
3-10
Durasi
Ultrashort (5-10 menit): suksinilkolin
Short (10-15 menit) : mivakurium
Medium (15-30 menit) : atrakurium, vecuronium
Long (30-120 menit) : tubokurarin, metokurin , pankuronium, pipekuronium,
doksakurium, galamin
Efek terhadap kardiovaskuler
tubokurarin , metokurin , mivakurium dan atrakurium : Hipotensi pelepasan
histamin dan (penghambatan ganglion)
pankuronium : menaikkan tekanan darah
suksinilkolin : aritmia jantung
D. anastesi lokal/ regional
Bekerja dengan cara blokade reversibel konduksi saraf. Mencegah depolarisasi dengan
blokade ion Na + ke Cannel Na (blokade konduksi) yang berfungsi untuk mencegah
permeabilitas membran saraf terhadap ion Na+
Pen
ggolongan anestesi lokal:
Potensi Obat
SHORT act MEDIUM act LONG act
Prototipe Prokain Lidokain Bupirokain
Gol Ester Amida Amida
Onset 2’ 5’ 15’
Durasi 30-45’ 60-90’ 2-4jam
Potensi 1 3 15
Toksisitas 1 2 10
Dosis max 12 Mg/KgBB 6 mg/KgBB 2 Mg/KgBB
Metabolisme Plasma Liver Liver
Keterangan:
Bupivacaine
- Konsentrasi 0,5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volume yang digunakan
<20ml .="" b="">
Lidokain (Xylocaine, Lidonest)
- Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan relasasi otot baik.
- 0,8% blokade sensorik baik tanpa blokade motorik.
- 1,5% lazim digunakan untuk pembedahan.
- 2% untuk relaksasi pasien berotot.
OPIOID DAN ANALGETIKA NON-OPIOID
OPIOID
- Opioid yang sering digunakan dalam anastesi antara lain adalah morfin, petidin, fentanil.
- Opioid adalah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan reseptor morfin.
Opioid disebut juga sebagai analgesia narkotik yang sering digunakan dalam anastesia untuk
mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri pasca pembedahan.
A. Klasifikasi Opioid
Penggolongan opioid antara lain:
1. opioid natural (morfin, kodein, pavaperin, dan tebain)
2. semisintetik (heroin, dihidro morfin/morfinon, derivate tebain)
3. sintetik (petidin, fentanil, alfentanil, sufentanil dan remifentanil).
B. Obat-obat opioid yang biasa digunakan dalam anastesi antara lain:
1. MORFIN
a. Farmakodinamik
Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang mengandung otot polos. Efek
morfin pada sistem syaraf pusat mempunyai dua sifat yaitu depresi dan stimulasi. Digolongkan
depresi yaitu analgesia, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi alveolar. Stimulasi termasuk
stimulasi parasimpatis, miosis, mual muntah, hiperaktif reflek spinal, konvulsi dan sekresi
hormon anti diuretika (ADH).
b. Farmakokinetik
Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang luka. Morfin juga
dapat menembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek analgesik setelah pemberian
oral jauh lebih rendah daripada efek analgesik yang timbul setelah pemberian parenteral dengan
dosis yang sama. Morfin dapat melewati sawar uri dan mempengaharui janin. Eksresi morfin
terutama melalui ginjal. Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam tinja dan keringat.
c. Indikasi
Morfin dan opioid lain terutama diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat
yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Apabila nyerinya makin besar dosis yang
diperlukan juga semakin besar. Morfin sering digunakan untuk meredakan nyeri yang timbul
pada infark miokard, neoplasma, kolik renal atau kolik empedu, oklusi akut pembuluh darah
perifer, pulmonal atau koroner, perikarditis akut, pleuritis dan pneumotorak spontan, nyeri akibat
trauma misalnya luka bakar, fraktur dan nyeri pasca bedah.
d. Efek samping
Efek samping morfin (dan derivat opioid pada umumnya) meliputi depresi pernafasan, nausea,
vomitus, dizzines, mental berkabut, disforia, pruritus, konstipasi kenaikkan tekanan pada traktus
bilier, retensi urin, dan hipotensi.
e. Dosis dan sediaan
Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam bentuk larutan diberikan
teratur dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri sedang
adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang
sesuai yang diperlukan.
2. PETIDIN
a. Farmakodinamik
Meperidin (petidin) secara farmakologik bekerja sebagai agonis reseptor µ. Seperti halnya
morfin, meperidin (petidin) menimbulkan efek analgesia, sedasi, euforia, depresi nafas dan efek
sentral lainnya. Waktu paruh petidin adalah 5 jam. Efektivitasnya lebih rendah dibanding morfin,
tetapi lebih tinggi dari kodein. Durasi analgesinya pada penggunaan klinis 3-5 jam.
Dibandingkan dengan morfin, meperidin lebih efektif terhadap nyeri neuropatik.
b. Perbedaan antara petidin (meperidin) dengan morfin sebagai berikut :
1) Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang larut dalam air.
2) Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin, asam meperidinat dan
asam normeperidinat. Normeperidin adalah metabolit yang masih aktif memiliki sifat konvulsi
dua kali lipat petidin, tetapi efek analgesinya sudah berkurang 50%. Kurang dari 10% petidin
bentuk asli ditemukan dalam urin.
3) Petidin bersifat atropin menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan pandangan dan takikardia.
4) Petidin menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter oddi lebih ringan.
5) Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah yang tidak ada hubungannya
dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg i.v pada dewasa.
6) Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin.
c. Farmakokinetik
Absorbsi meperidin dengan cara pemberian apapun berlangsung baik. Akan tetapi kecepatan
absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar puncak dalam plasma biasanya
dicapai dalam 45 menit dan kadar yang dicapai antar individu sangat bervariasi. Setelah
pemberian meperidin IV, kadarnya dalam plasma menurun secara cepat dalam 1-2 jam pertama,
kemudian penurunan berlangsung lebih lambat. Kurang lebih 60% meperidin dalam plasma
terikat protein. Metabolisme meperidin terutama dalam hati. Pada manusia meperidin mengalami
hidrolisis menjadi asam meperidinat yang kemudian sebagian mengalami konjugasi. Meperidin
dalam bentuk utuh sangat sedikit ditemukan dalam urin. Sebanyak 1/3 dari satu dosis meperidin
ditemukan dalam urin dalam bentuk derivat N-demitilasi.
Meperidin dapat menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolik otak, dan tekanan intra
kranial. Berbeda dengan morfin, petidin tidak menunda persalinan, akan tetapi dapat masuk ke
fetus dan menimbulkan depresi respirasi pada kelahiran.
d. Indikasi
Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan klinis,
meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada morfin. Meperidin
digunakan juga untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai obat preanestetik.
e. Dosis dan sediaan
Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25 mg/ml, 50 mg/ml, 75
mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar pasien tertolong dengan dosis
parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.
f. Efek samping
Efek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa pusing, berkeringat,
euforia, mulut kering, mual-muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan, palpitasi, disforia,
sinkop dan sedasi.
3. FENTANIL
a. Farmakodinamik
Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu analgesik, fentanil 75-
125 kali lebih poten dibandingkan dengan morfin. Awitan yang cepat dan lama aksi yang singkat
mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar dari fentanil dibandingkan dengan morfin.
Fentanil (dan opioid lain) meningkatkan aksi anestetik lokal pada blok saraf tepi. Keadaan itu
sebagian disebabkan oleh sifat anestetsi lokal yamg lemah (dosis yang tinggi menekan hantara
saraf) dan efeknya terhadap reseptor opioid pada terminal saraf tepi. Fentanil dikombinasikan
dengan droperidol untuk menimbulkan neureptanalgesia.
b. Farmakokinetik
Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hampir sama dengan
dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama kali melewatinya. Fentanil
dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilase dan hidrosilasidan, sedangkan sisa metabolismenya
dikeluarkan lewat urin.
c. Indikasi
Efek depresinya lebih lama dibandingkan efek analgesinya. Dosis 1-3 mg /kg BB analgesianya
hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk anastesia pembedahan dan
tidak untuk pasca bedah. Dosis besar 50-150 mg/kg BB digunakan untuk induksi anastesia dan
pemeliharaan anastesia dengan kombinasi bensodioazepam dan inhalasi dosis rendah, pada
bedah jantung. Sediaan yang tersedia adalah suntikan 50 mg/ml.
d. Efek samping
Efek yang tidak disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat dicegah dengan
pelumpuh otot. Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, ADH,
renin, aldosteron dan kortisol.
ANALGETIKA NON OPIOID (NSAID)
Pirazolon As.Karboksilat
Oksikam
Dipiron
Piroksikam
As. Mefenamat,Floktafenin
As.Asetil salisilat,Dflunisal Ibuprofen,Naproksen,
Ketoprofen
Diklofenak
Keterangan
1. Ketorolak
- Diberikan secara oral, intramuskular, intravena.
- Efek analgesia dicapai dalam 30 menit, maksimal setelah 1-2 jam.
- Lama kerja 4-6 jam.
- Dosis awal 10-30mg/hari dosis maks. 90mg/hari, pada manula, gangguan faal ginjal, dan BB
<50kg 60mg="" dibatasi="" hari.="" maks.="" o:p="">
- 30mg ketorolak=12mg morfin=100mg petidin, dapat digunakan bersama opioid.
- Cara kerja menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa mengganggu reseptor opioid di
sistem saraf pusat.
- Tidak untuk wanita hamil, menghilangkan nyeri persalinan, wanita menyusui, usia lanjut, anak
usia <4th gangguan="" o:p="" perdarahan="" tonsilektomi.="">
2. Ketoprofen
- Diberikan secara oral, kapsul, tablet 100-200 mg/hari.
- Per-rektal 1-2 suppositoria.
- Suntikan intarmuskuler 100-300mg/hari.
- Intravena per-infus dihabiskan dalam 20 menit.
Efek samping golongan NSAID
- Gangguan saluran cerna: nyeri lambung, panas, kembung, mual-muntah, konstipasi, diare,
dispepsia, perdarahan tukak lambung, ulserasi mukosa lambung.
- Hipersensitivitas kulit: gatal, pruritus, erupsi, urtikaria, sindroma Steven-Johnson.
- Gangguan fungsi ginjal: penurunan aliran darah ginjal, penurunan laju filtrasi glomerulus,
retensi natrium, hiperkalemia, peningkatan ureum-kreatinin, pererenal azotemia, nekrosis papil
ginjal, nefritis, sindroma nefrotik.
- Gangguan fungsi hepar: peningkatan SGOT, SGPT, gamma globulin, bilirubin, ikterus
hepatoseluler.
- Gangguan sistem darah: trombositopenia, leukimia, anemia aplastik.
- Gangguan kardiovaskuler: akibat retensi air menyebabkan edema, hipertensi, gagal jantung.
- Gangguan respirasi: tonus bronkus meningkat, asma.
- Keamanan belum terbukti pada wanita hamil, menyusui, proses persalinan, anak kecil, manula.
STADIUM ANESTESI
Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium (stadium III dibagi menjadi
4 plana), yaitu:
Stadium I
Stadium I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada
stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit).
Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan pada
stadium ini.
Stadium II
Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran dan refleks bulu
mata sampai pernapasan kembali teratur. Pada stadium ini terlihat adanya eksitasi dan gerakan
yang tidak menurut kehendak, pasien tertawa, berteriak, menangis, menyanyi, pernapasan tidak
teratur, kadang-kadang apne dan hiperpnu, tonus otot rangka meningkat, inkontinensia urin dan
alvi, muntah, midriasis, hipertensi serta takikardia. stadium ini harus cepat dilewati karena dapat
menyebabkan kematian.
StadiumIII
Stadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai pernapasan spontan
hilang. StadiumIII dibagi menjadi 4 plana yaitu:
Plana 1: Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi gerakan bola mata yang
tidak menurut kehendak pupil miosis, refleks cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan
muntah tidak ada dan belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna (tonus otot mulai
menurun).
Plana 2: Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun, frekuensi meningkat,
bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun,
relaksasi otot sedang, dan refleks laring hilang sehingga dapat dikerjakan intubasi.
Plana 3: Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis, lakrimasi tidak
ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik
hampir sempurna (tonus otot semakin menurun).
Plana 4: Pernapasan tidat teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total, pupil sangat
midriasis; refleks cahaya hilang, refleks sfingterani dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot
lurik sempurna (tonus otot sangat menurun).
Stadium lV
Stadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya pernapasan perut
dibanding stadium III plana 4. Pada stadium ini tekanan darah tak dapat diukur, denyut jantung
berhenti, dan akhimya terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat
diatasi dengan pernapasan buatan.
MACAM-MACAM CAIRAN INFUS
Berdasarkan Partikel dalam cairan dibagi menjadi:
I. KRISTALOID
A. Cairan Hipotonik
- Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (< 285 mOsmol/L), cairan “ditarik” dari
dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya
- Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis)
dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan
ketoasidosis diabetik.
- Komplikasi : kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intracranial
- Contoh NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
B. Cairan isotonik
- osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah)
= 285 mOsmol/L, sehingga terus berada di dalam pembuluh darah.
- Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga
tekanan darah terus menurun).
- Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung
kongestif dan hipertensi.
- Contoh: Ringer-Laktat (RL), dan normal saline / larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%)
C. Cairan Hipertonik
- Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum (> 285 mOsmol/L), sehingga menarik cairan
dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah.
- Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema
(bengkak).
- Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%
+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.
II. KOLOID
Mempunyai partikel besar, yg agak sulit menembus membran semipermeabel/ dinding
pembuluh darah. dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat
menarik cairan dari luar pembuluh darah.
Contohnya adalah dextran, albumin dan steroid, HES (Hydroxy Etil Starch)
Berdasar tekanan Onkotiknya ada 2 macam :
- Iso-Onkotik : Co/ Albumin 25%
anestesi adalah merupakan pelimpahan wewenang dari dokter anestesi
Adanya kesepakatan dalam melaksanakan tindakan medis, keperawatan sesuai dengan hak dan kewajibannya
1. Melakukan tindakan anaesthesiologi pada pasien yang akan dilakukan operasi baik di ruang instalasi bedah sentral ataupun emergency.2. Tindakan perawatan dari persiapan hingga melakukan pengawasan selama pasien belum sadar secara penuh.3. Memberikan obat-obatan anestesi bila diperlukan baik dalam persiapan, selama maupun pasca
pembedahan sesuai perintah dokter anestesi.
Prosedur
1. Jika ada dokter spesialis anestesiologi, maka dapat dimintakan instruksi tertulis serta berikut parafnya.2. Jika dokter spesialis anestesiologi tidak ada di tempat tetapi masih dapat dijangkau, maka dapat dimintakan instruksi secara lisan yang kemudian dapat dikonfirmasikan tertulis berikut paraf.3. Jika tidak ada dokter spesialis anestesiologi, maka perawat anestesi mengerjakan sesuai dengan prosedur tetap yang telah disepakati sebelumnya atas perintah tertulis dari dokter yang melakukan pembedahan. Tanggung jawab berada pada dokter yang melakukan pembedahan
TINDAKAN ANESTESI , TUGAS DOKTER / PERAWAT ANESTESI DAN PELIMPAHAN TUGAS/ WEWENANG
Tindakan anestesi adalah tindakan medis yang dilakukan oleh dokter spesialis anestesi dan atau perawat anestesi di kamar operasi pada pasien yang akan menjalani pembedahan
1. Memberikan kenyamanan dan keamanan pada pasien yang sedang menjalani pembedahan2. Memberikan kenyamanan kepada dokter bedah dalam melakukan tindakan pembedahan
3. Mengembalikan fungsi fisiologis pasien setelah menjalani pembedahan seperti saat sebelum menjalani pembedahan.
Dokter spesialis anestesi bertugas :1. Melakukan pemeriksaan pada pasien sebelum menjalani program pembedahan melalui kunjungan pre-operasi atau konsultasi yang dilakukan oleh dokter spesialis anestesi2. Melakukan tindakan perbaikan atau konsultasi ke bagian lain jika ditemukan hal yang dianggap belum layak pada pasien untuk menjalani pembedahan3. Menentukan tehnik anestesi yang terpilih pada pasien yang akan menjalani pembedahan dengan mengutamakan keamanan dan kenyamanan pada pasien4. Melakukan tindakan anestesi sesuai dengan prosedur tetap5. Memberikan pengawasan dan bimbingan kepada perawat anestesi secara berkesinambungan.6. Senantiasa menambah dan mengembangkan keilmuan anestesi melalui pertemuan ilmiah secara berkala dan berkesinambungan.
PELIMPAHAN WEWENANGPengertian
Tujuan
Kebijakan
Perawat anestesi bertugas :1. Melakukan persiapan alat dan obat-obatan yang akan dipergunakan untuk tindakan anestesi pada pasien yang akan menjalani pembedahan di kamar operasi2. Melakukan tindakan anestesi sesuai prosedur tetap atas petunjuk yang diberikan oleh dokter spesialis anestesi3. Melakukan pengawasan atau monitoring pasien selama menjalani tindakan pembedahan4. Melakukan upaya resusitasi dan pengelolaan apabila diperlukan selama pasien menjalani pembedahan dan pemulihan.5. Melakukan konsultasi kepada dokter spesialis anestesi setiap akan melakukan tindakan anestesi6. Membuat medical report / pelaporan pada pasien selama menjalani pembedahan.7. Menambah dan mengembangkan pengetahuan ilmu anestesi yang up to date melalui kegiatan atau pertemuan ilmiah
Merupakan wewenang dan tanggung jawab dokter anaesthesi yang dibantu oleh perawat anestesi sesuai dengan bidangnya. Adapun pelayanan anestesi dan reanimasi yang dilakukan oleh perawat anestesi adalah merupakan pelimpahan wewenang dari dokter anestesi
Adanya kesepakatan dalam melaksanakan tindakan medis, keperawatan sesuai dengan hak dan kewajibannya
1. Melakukan tindakan anaesthesiologi pada pasien yang akan dilakukan operasi baik di ruang instalasi bedah sentral ataupun emergency.2. Tindakan perawatan dari persiapan hingga melakukan pengawasan selama pasien belum sadar
secara penuh.3. Memberikan obat-obatan anestesi bila diperlukan baik dalam persiapan, selama maupun pasca pembedahan sesuai perintah dokter anestesi.
Prosedur
1. Jika ada dokter spesialis anestesiologi, maka dapat dimintakan instruksi tertulis serta berikut parafnya.2. Jika dokter spesialis anestesiologi tidak ada di tempat tetapi masih dapat dijangkau, maka dapat dimintakan instruksi secara lisan yang kemudian dapat dikonfirmasikan tertulis berikut paraf.3. Jika tidak ada dokter spesialis anestesiologi, maka perawat anestesi mengerjakan sesuai dengan prosedur tetap yang telah disepakati sebelumnya atas perintah tertulis dari dokter yang melakukan pembedahan. Tanggung jawab berada pada dokter yang melakukan pembedahan
RSUDr. SOEROTONGAWI
INSTALASIANESTESIDisahkan oleh :Direktur RSUDr. SoerotoNgawi
PENATALAKSANAANANESTESI UMUM
Prosedur tetapNo. Dokumen Tanggal terbit Revisi kePengertian
Tujuan
Kebijakan
Prosedur
Anestesi umum adalah merupakan tindakan medis dengan memberikan obat-obatan yang mengakibatkan penderita tidak sadar yang bersifat sementara.
Menghilangkan rasa nyeri yang diakibatkan oleh suatu tindakan pembedahan
1. Melakukan tindakan anaesthesiologi pada pasien yang akan dilakukan operasi di ruang instalasi bedah sentral baik elektif / terencana maupun emergency.
2. Tindakan perawatan dari persiapan hingga melakukan pengawasan selama pasien belum sadar secara penuh.3. Memberikan obat-obatan anestesi bila diperlukan baik dalam persiapan, selama maupun pasca pembedahan sesuai perintah dokter anestesi.I. OPERASI ELEKTIFPERSIAPAN OPERASIA. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam anamnesa :1. Identifikasi pasien , misal: nama,umur, alamat, pekerjaan dll2. Pernyataan persetujuan untuk anestesi yang ditandatangani oleh pasien atau wali3. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat menjadi penyulit dalam anestesi, antara lain : penyakit alergi, penyakit paru-paru kronik ( asma bronkial, bronkitis ), penyakit jantung, hipertensi, penyakit hati dan penyakit ginjal.4. Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan yang mungkin menimbulkan interaksi dengan obat-obat anestesi.
5. Riwayat operasi dan anestesi yang pernah dialami pada waktu yang lalu, berapa kali dan selang waktu. Apakah saat itu mengalami komplikasi, seperti: lama pulih sadar, memerlukan perawatan intensif pasca bedah, dll.6. Kebiasaan buruk sehari-hari yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anestesi, seperti : merokok, minum minuman beralkohol, pemakai narkoba.
B. PEMERIKSAAN FISIK
• Pemeriksaan fisik rutin meliputi: keadaan umum, kesadaran, anemis / tidak, BB, TB, suhu, tekanan darah, denyut nadi, pola dan frekuensi pernafasan.• Dilakukan penilaian kondisi jalan nafas yang dapat menimbulkan kesulitan intubasiC. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
• Darah : Hb, Ht, hitung jenis lekosit, golongan darah, waktu pembekuan dan perdarahan• Urine : protein, reduksi, sedimen• Foto thorak : terutama untuk bedah mayor• EKG : rutin untuk umur > 40 tahun• Elekrolit ( Natrium, Kalium, Chlorida )• Dilakukan pemeriksaan khusus bila ada indikasi ,misal: EKG : pada anak dan dewasa < 40tahun dengan tanda-tanda penyakit kardiovaskuler. Fungsi hati ( bilirubin, urobilin dsb ) bila dicurigai adanya gangguan fungsi hati. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin ) bila dicurigai adanya gangguan fungsi ginjal. Penatalaksanaan PERSIAPAN DI HARI OPERASI 1. Pengosongan lambung, penting untuk mencegah aspirasi isi lambung karena regurgitasi / muntah. Untuk dewasa dipuasakan 6-8 jam sebelum operasi , sedang anak / bayi 4-5 jam. 2. Tentang pemberian cairan infus sebagai pengganti defisit cairan selama puasa, paling lambat 1 jam sebelum operasi (dewasa) atau 3 jam sebelum operasi , untuk bayi / anak dengan rincian : * 1 jam I : 50% * 1 jam II : 25% * 1 jam II : 25 % 3. Gigi palsu / protese lain harus ditanggalkan sebab dapat menyumbat jalan nafas dan mengganggu. 4. Perhiasan dan kosmetik harus dilepas /dihapus sebab akan mengganggu pemantauan selama operasi. 5. Pasien masuk kamar bedah memakai pakaian khusus, bersih dan longgar dan mudah dilepas 6. Mintakan ijin operasi dari pasien atau keluarganya 1. Sudah terpasang jalur / akses
intravena menggunakan iv catheter ukuran minimal 18 atau menyesuaikan keadaan pasien dimana dipilih ukuran yang paling maksimal bisa dipasang. 2. Dilakukan pemasangan monitor tekanan darah, nadi dan saturasi O2 3. Dilakukan pemeriksaan fisik ulang, jika ditemukan perubahan dan tidak memungkinkan untuk dilakukan pembedahan elektif maka pembedahan dapat ditunda untuk dilakukan pengelolaan lebih lanjut. 4. Jika pasien gelisah /cemas diberikan premedikasi : Midazolam dosis 0,07 – 0,1mg/kgBB iv Pada anak SA 0,01–0,015 mg/kgBB + midazolam 0,1mg/kgBB + ketamin 3 – 5mg/kgBB im atau secara intra vena SA 0,01 mg/kgBB + midazolam 0,07 mg/kgBB 5. Sebelum dilakukan induksi diberikan oksigen 6 liter/menit dengan masker ( pre oksigenasi ) selama 5 menit. 6. Obat induksi yang digunakan secara intravena : 1. Ketamin ( dosis 1 – 2 mg/kgBB ) 2. Penthotal (dosis 4 – 5 mg/kgBB ) 3. Propofol ( dosis 1 – 2mg/kgBB ) 7. Pada penderita bayi atau anak yang belum terpasang akses intravena, induksi dilakukan dengan inhalasi memakai agent inhalasi yang tidak iritasi atau merangsang jalan nafas seperti halothane atau sevoflurane. 8. Selama induksi dilakukan monitor tanda vital ( tekanan darah, nadi maupun saturasi oksigen ) 9. Pada kasus operasi yang memerlukan pemeliharan jalan nafas, dilakukan intubasi endotracheal tube. 10. Pemeliharaan anestesi dilakukan dengan menggunakan asas trias anestesia ( balance anaesthesia ) yaitu : sedasi, analgesi, dan relaksasi 11. Pemeliharaan anestesi dapat menggunakan agent volatile ( halothane, enflurane, maupun isoflurane ) atau TIVA ( Total Intravena Anestesia ) dengan menggunakan ketamin atau propofol. 12. Pada pembedahan yang memerlukan relaksasi otot diberikan pemeliharaan dengan obat pelumpuh otot non depolarisasi. 13. Ekstubasi dilakukan setelah penderita sadar. 14. Setelah operasi penderita dirawat dan dilakukan pengawasan tanda vital secara ketat di ruang pemulihan. 15. Penderita dipindahkan dari ruang pemulihan ke bangsal setelah memenuhi kriteria ( Aldrete score > 8 untuk penderita dewasa atau Stewart Score > 5 untuk penderita bayi / anak )16. Apabila post-operasi diperlukan pengawasan hemodinamik secara ketat maka dilakukan di ruang intensif ( ICU ).
II. OPERASI DARURAT ( EMERGENCY )1. Dilakukan perbaikan keadaan umum seoptimal mungkin sepanjang tersedia waktu.2. Dilakukan pemeriksaan laboratorium standard atau pemeriksaan penunjang yang masih mungkin dapat dilakukan.3. Pada operasi darurat, dimana tidak dimungkinkan untuk menunggu sekian lama, maka pengosongan lambung dilakukan lebih aktif dengan cara merangsang muntah dengan apomorfin atau memasang pipa nasogastrik.4. Dilakukan induksi dengan metode rapid squence induction menggunakan suksinil kolin dengan dosis 1 – 2 mg /kgBB.5. Pemeliharaan anestesi dan monitoring anestesi yang lainnya sesuai dengan operasi elektif.
RSUDr. SOEROTONGAWI
INSTALASIANESTESIDisahkan oleh :Direktur RSU
Dr. Soeroto Ngawi
PENATALAKSANAANANESTESI REGIONAL
Prosedur tetapNo. Dokumen Tanggal terbit Revisi keJenis
Pengertian
Tujuan
Kebijakan
Anestesi regional ada 2 cara :1. Anestesi spinal2. Anestsesi epidural
Anestesi regional adalah merupakan tindakan medis dengan memberikan obat-obatan anestesi lokal ke ruang subarachnoid (anestesi spinal ) / rongga epidural (anestesi epidural )yang mengakibatkan terjadinya blokade sensoris dan atau motoris pada level yang dikehendaki yang bersifat sementara.
Menghilangkan rasa nyeri yang diakibatkan oleh suatu tindakan pembedahan
1. Melakukan tindakan anaesthesiologi pada pasien yang akan dilakukan operasi di ruang instalasi bedah sentral baik elektif / terencana maupun emergency dengan menggunakan obat anestesi lokal.2. Tindakan perawatan dari persiapan hingga melakukan pengawasan selama pasien menjalani pembedahan3. Memberikan obat-obatan anestesi bila diperlukan baik dalam persiapan, selama maupun pasca pembedahan.
INDIKASI :
1. Keinginan penderita2. Operasi pada daerah lower abdominalis ( ekstremitas inferior, sectio caesaria, operasi urologi )3. Lambung penuh4. Penyakit mendasar : DM, kelainan katup, asma, uremia, PPOK
Prosedur
KONTRA INDIKASI :
1. Penderita menolak
2. Infeksi pada tempat penyuntikan3. Gangguan fungsi hepar4. Kerusakan syaraf5. Gangguan koagulasi6. Tekanan intra cranial tinggi7. Sepsis8. Pengguna obat antikoagulan9. Pemakai pace maker10. Pengguna obat tricyclic antidepresant, MAO inhibitor11. Allergi obat anestesi lokal12. Hipertensi tak terkontrol1. Dilakukan oleh dokter spesialis anestesi2. Dilakukan loading cairan koloid 500 cc untuk mencegah terjadinya hipotensi3. Dilakukan pengukuran ulang tanda vital ( tekanan darah, nadi dan saturasi oksigen )4. Tarik garis lurus melalui kedua crista iliaca , garis ini akan memotong vertebra lumbal setinggi L4 atau L4-L5 interspace5. Posisi penderita duduk atau tidur miring untuk ibu hamil dianjurkan dalam posisi left lateral decubitus.6. Dilakukan infiltrasi dengan anestesi lokal pada daerah puncture.7. Dilakukan puncture pada L2-3, L3-4 atau L4-5 interspace.8. Tehnik puncture dapat dengan mid line approach atau paramedian approach9. Obat anestesi lokal yang digunakan lidokain 5% hiperbarik ( lidodexR ) atau bupivakain 0,5% hiperbarik ( bunascan 0,5%, decain 0,5% atau marcain 0,5% hiperbarik ) untuk anestesi spinal sedangkan untuk anestesi epidural menggunakan bupivacain isobarik ( marcain 0,5% isobarik ) atau levobupivacain isobarik ( chirocain isobarik )10. Untuk memperpanjang kerja obat anestesi lokal dapat ditambahkan adrenalin atau catapres.
Monitoring
Komplikasi
Pengobatan komplikasiDilakukan monitoring tanda-tanda vital : tekanan darah , nadi dan saturasi secara kontinyu tiap 3 menit.
1. Dini : hipotensi, mual-muntah, prekardial discomfort, menggigil, depresi nafas, total spinal, anafilaktik, hematom.2. Lambat : sakit kepala, sakit punggung, retensi urine, meningitis, sequelae neurology, chronic adhesive arachnoiditis.3. Blok tidak adekuat
1. Hipotensi : efedrin 15 mg iv atau preventif pada m. deltoideus 15 – 20 mg im2. Menggigil : pethidine 25 mg iv atau largactil 10 15 mg iv3. Kejang : pentotal 2-3 mg/kgBB iv atau diazepam 0,2 mg/kgBB iv4. Kesadaran menurun : bebaskan jalan nafas, infus kristaloid, beri O 25. Sakit kepala : tidur terlentang, cairan, analgetik, epidural blood patch ( 5 – 20 cc ), pengikat
perut / stagen.
RSUDr. SOEROTONGAWI
INSTALASIANESTESIDisahkan oleh :Direktur RSU Dr. Soeroto Ngawi
PENATALAKSANAAN ANESTHESI PADA PENDERITADIABETES MELLITUS ( DM )Prosedur tetapNo. Dokumen Tanggal terbit Revisi kePengertian
Kriteria diagnosis
Persiapan operasi
Diabetes melitus adalah ketidakmampuan metabolisme karbohidrat karena defisiensi aktifitas insulin ditandai dengan hiperglikemia dan glikosuria
1. Kadar glukosa darah sewaktu ( plasma vena ) > 200 mg/dl atau2. Kadar glukosa darah puasa ( plasma vena ) > 126 md/dlatau3. Kadar glukosa plasma > 200 mg/dl pada 2 jam sesudah pembebanan glukosa 75 gram pada TTGO
DM terkontrol : gula darah 100 – 200 mg%DM tak terkontrol: gula darah < 100 mg% atau > 300 mg%
• Pemeriksaan gula darah berkala sebelum MRS• Penilaian keadaan metabolik, jantung, ginjal ( elektrolit, gula darah, kreatinin, BUN, protein urine, benda keton, EKG, faal hepar )• Diabetes melitus terkendali dengan OAD/diet, pembedahan kecil/sedang yang diperkirakan dapat intake peroral pasca bedah, tidak perlu konversi OAD ke insulin.• Kadar gula darah pra bedah dipertahankan antara 120 – 180 mg/dl ( sampel darah WB atau 140 mg/dl ( puasa ) dan 200 mg/dl ( 2 jam PP ) bila yang diperiksa plasma.• Untuk pasien dengan regimen insulin : Pada hari pembedahan infus D5% dengan kecepatan 100 – 150 ml / jam Diberikan insulin ½ sampai 2/3 dosis yang biasa digunakan subkutan Kadar gula darah diperiksa berkala setiap 4 jam selama pembedahan dan pasca bedah Pasca bedah dini diberikan insulin ½ sampai 1/3 dosis sehari-hari.
Monitor
Tambahan insulin dapat diberikan setiap 4 – 6 jam bergantung pada hasil pemeriksaan kadar gula darah.• Gula darah 200 – 250 mg/dl : Insulin 2 – 3 unit subkutan ( RI )• Gula darah 250 – 300 mg/dl : Insulin 3 – 4 unit subkutan ( RI )• Gula darah 300 – 400 mg/dl : Insulin 5 – 8 unit, periksa gula darah setelah 1 – 2jam• Gula darah > 400 mg/dl : Insulin 10 unit, periksa gula darah setiap 1 jam
• Premedikasi dengan histamin antagonis atau metokloperamide 10 mg terutama pada pasien gastroparesis, 1,5 jam sebelum induksi.
• Tentukan urgensi operasi :• DM tidak terkontrol :• Elektif : tunda, terapi dulu• Emergensi : segera terapi :• Hipoglikemia : Dextrosa 5%• Hiperglikemia :• Ketonuria < insulin loading dose 0,1 U/kgBB iv, lanjutkan drips 0,1 U/kg/jam sampai gula darah 250 mg%+2 • Ketonuria > insulin loading dose 0,3 U/kg iv, lanjutkan drips: 0,1 U/kg/jam+2 • K+ 20 meq/jam beri reguler insulin 4 U• Atau sliding scale : tiap urine +1
• DM terkontrol : dapat dilakukan operasi
• Rehidrasi
Tekanan darah, Nadi, EKG, Saturasi O2 , Gula darah,Urine Output
Tehnik Anestesi
Komplikasi pasca anestesi
1. Regional Anestesi
2. General Anestesi:• Premedikasi : atropine ( kecuali IHD ) dan benzodiasepin• Induksi : Penthotal dan atracurium• Maintenance : N2 O, O2 , atracurium dan isoflurane
• Hipo /hiperglikemia• Iskemi / infark miokard• Coma persisten
RSUDr. SOEROTON G A W I
INSTALASIANESTESIDisahkan oleh :Direktur RSU Dr. Soeroto Ngawi
PENATALAKSANAAN ANESTHESI PADA PENDERITAPRE-EKLAMPSIA & EKLAMPSIA
Prosedur tetapNo. Dokumen Tanggal terbit Revisi keKriteria diagnose
Problem
Persiapan Operasi
Preeklampsia• Kehamilan > 20 minggu• Tekanan distolik > 110 mmHg pada wanita dengan tekanan darah yang normal sebelumnya• Proteinuria• OedemaPre eklampsia beratTekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 110 mmHg saat istirahat atau sistolik > 140 mmHg atau diastolik > 90 mmHg yang disertai keadaan sebagai berikut :• Proteinuria >5 g/24 jam atau urine dipstick 3+ / 4+• Oliguria : < 30 ml /jam selama 3 jam berturut-turut • Gejala sistemik : edema paru, nyeri kuadran kanan atas, gangguan fungsi hepar, sakit kepala, pandangan kabur atau trombocitopenia hipertensi , edemaHipovolemia, vasokontriksi 1. Atasi hipertensi : a. Hidralazine : 2.5 – 5 mg iv lambat setiap 15 – 20 menit dalam 3 dosis. Sampai diastolic < 110 mmHg. b. Labetolol : 20 mg iv kemudian dititrasi setiap 10 - 15 menit dosis awal 4 – 6 g iv diikuti drips 1- 2 g/jam2. Cegah kejang : MgSO4 , cek kadar Mg setiap 2 – 4 jam kadar harus 4 – 7 meq/L. Diberikan jika diastolic > visual100 mmHg disertai tanda impending seizure blurring, scotomata, dan hiperrefleksia. Antidotum MgSO4 : CaCl2 10% 10 ml3. Oksigen : untuk mempertahankan PaO2 > 70 torr dan saturasi > 94%4. Perbaiki sirkulasi organ vital5. Koreksi : hipoalbumin, elektrolit, asidosis
Tehnik anestesi
Monitor
memperbaiki renal1. Regional anestesi : terpilih epidural anestesi dan uteroplacental blood flow, kontrol tekanan darah ibu lebih mudah, membantu stabilitas cardiac output
2. General anestesi : Rapid induction
• Indikasi : eklampsia dengan kejang tak terkontrol• Premedikasi : atropine 0,01 mg/kg• Induksi : penthotal 3mg/kg iv, succinilkolin 1-1,5 mg/kgiv• Maitenance : N2O, O2, enflurane, dan atracurium
CVA, DIC, gagal ginjal, gagal jantung
Post operasi dilakukan observasi di ruang perawatan intensif ( ICU )
RSUDr. SOEROTON G A W I
INSTALASIANESTESIDisahkan oleh :Direktur RSU Dr. Soeroto Ngawi
PENATALAKSANAAN ANESTESI PADA PENDERITAHIPERTENSIProsedur tetapNo. Dokumen Tanggal terbit Revisi ke
Kriteria diagnose
Prosedur
Persiapan Operasi
Tehnik anestesiDerajat hipertensi menurut standart WHO1. Ringan : diastole 90 – 105 mmHg2. Sedang : diastole 105 – 115 mmHg3. Berat : diastole > 115 mmHg4. Hipertensi maligna : diastole > 130 mmHg
Sebelum operasi tentukan Urgency operasi :1. Elektif : tunda, terapi dulu sampai tensi < 160/100 mmHg 2. Emergency : segera terapi preoperasi • Diuretika • Hidralazine : 5 mg iv, total 20 mg • Nifedipin sublingual • Nitropruside : 10 – 100 mg/mnt 1. Terapi hipertensi diteruskan menjelang praoperasi 2. Rehidrasi, bila terdapat dehidrasi 3. Koreksi bila ada gangguan : elektrolit, asam basa, ureum, kreatinin 4. Atasi komplikasi 5. Periksa : EKG, foto thorak, Laboratorium ( elektrolit, asam basa, ureum,kreatinin, gula darah,kolesterol ) • Premedikasi : Midazolam 0,07 mg/kg im setengah jam sebelum operasi atau dengan neurolep analgesia : droperidol 0,1 – 0,15 mg/kgiv + pethidin 1 mg/kg iv atau fentanil 1-2ug/kg iv. Monitor Komplikasi pasca anestesi 1. General anestesi : Induksi : pentotal 4 – 5mg/kg iv atau propofol 2 – 2,5 mg/kg iv Pelumpuh otot : suksinilkolin 1 – 1,5 mg/kg iv,
atrakurium 0,5mg/kgiv, vecuronium 0,1 mg/kg iv atau rokuronium 0,6 mg/kg iv Lidokain 2% 1,5 mg/kg iv atau fentanil1 – 2 ug/kg iv Rumatan anestesi : N2O, O2 , isoflurane/sevoflurane, atrakurium / vecuronium 2. Regional Anestesi : Dapat dilakukan sebelumnya di loading cairan dahulu 10 – 15 cc/kg bb. dapat terjadi herniasi otak karena kebocoranHindari spinal anestesi LCS akibat peningkatan TIK Tekanan darah, Nadi, EKG,produksi urine, dan perdarahan 1. Kardiovaskuler : CAD, LVH, CHF, Dysritmia 2. Renovaskuler : Renal insuffisiensi 3. Neurovaskuler : gangguan neurologis, stroke RSU Dr. SOEROTO N G A W I INSTALASI ANESTESI Disahkan oleh : Direktur RSU Dr. Soeroto Ngawi PENATALAKSANAAN ANESTHESI PADA PENDERITA GANGGUAN FUNGSI HATI Prosedur tetap No. Dokumen Tanggal terbit Revisi ke Persiapan pre operasi Persiapan Operasi Pemeriksaan pre operasi : 1. EKG 2. Foto thorak 3. BGA 4. Laboratorium : • Homeostasis glukosa : gula darah • Metabolisme bilirubin : bilirubin • Sintesa protein : Albumin • Sintesa protrombine : jumlah protrombin dan protrombin time • Liver function test : SGOT, SGPT, LDH, alkaliphospatase • Darah : Hb, lekosit, diff count, CT, BT • Auto antigen : HbSAg • Fungsi ginjal : Ureum, creatinin, dan elektrolit Koreksi bila terdapat : • Hipoglikemia : beri dextrose 5% • Hiperbilirubinemia : bila > 20 mg% berikan manitol 20% : 0,25 - 1 g/kg per drips sampai diuresis > 50 ml/jam• Hipoalbuminemia : bila < 3 g% berikan albumin 25% • Drfisiensi protrombin : vit K injeksi 10 – 20 mg im tiap 6 jam • Gangguan elektrolit • Gangguan asam basa • Ureum creatinin meninggi : dialisa Tehnik anestesi Monitor Komplikasi Atasi : • Ascites : diuretika atau parasintesis • Perdarahan GIT bagian atas : endoskopi • Anemia : transfusi • Terapi kortikosteroid : berikan hidrokortison 1. Regional anestesi : Jika tidak terdapat gangguan koagulasi 2. General anestesi : • Hindari : obat depresi HBF ( hepatic blood flow ) hepatotoksik, obat yang di metabolisme dan ekskresi oleh hepar • Hindari : succinilkolin, karena defisiensi kolinesterase hepatotoksik• Hindari : Halotan • Premedikasi : atropin, benzodiasepin • Induksi : Ketamine 1 mg/kg iv dan atracurium 0,5mg/kg iv • Maintenance : Ketamin drips, O2 , atracurium Tekanan darah, Nadi, EKG, dan urine out put Hepatorenal syndrome, enchepalopati, hipoglikemia RSU Dr. SOEROTO N G A W I INSTALASI ANESTESI Disahkan oleh : Direktur RSU Dr. Soeroto Ngawi PENATALAKSANAAN ANESTESI PADA PENDERITA DENGAN LAMBUNG PENUH Prosedur tetap No. Dokumen Tanggal terbit Revisi ke Problem Persiapan pre operasi Tehnik anestesi 1. Aspirasi isi lambung 2. Dapat terjadi Mendelsons syndrome : pH< 2,5 dan volume > 0,4ml/kg3. Particulate material dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas
1. Pasang nasogastric tube2. Berikan H2 antagonis: simetidin 300mg iv
1. Regional anestesi2. General anestesi : Rapid induction atau awake intubation. Ekstubasi harus sadar penuh
Tehnik rapid induction :a. Pre oksigenasi : 3 – 5 menit , flow 7 liter/mntb. Prekurarisasi : dengan non depolarisasi muscle relaksanc. Induksi : setelah tertidur lakukan cricoid pressure ( sellick’s manuver )d. Suksinilkolin 1 – 1,5 mg/kg iv dan jangan diinflasie. Intubasi, setelah terpasang ETT cricoid pressure dihentikan.
RSUDr. SOEROTON G A W I
INSTALASIANESTESIDisahkan oleh :Direktur RSU Dr. Soeroto Ngawi
PENATALAKSANAAN ANESTESI PADA PENDERITAHYPERTHYROID
Prosedur tetapNo. Dokumen Tanggal terbit Revisi ke
Problem
Persiapan pre operasi
Thyroid krisis akibat :1. Pembedahan : insisi , manipulasi2. Medikal : stress psikis, agent anestesi volatil, ketoasidosis, toksemia.Gejala krisis tiroid :1. Hipermetabolik : suhu > 390 C , keringat berlebihan2. Cardiovaskuler : takikardi, disritmia3. Respirasi : hiperventilasi4. Neurologi : gelisah, kejang5. Gastrointestinal : mual, muntah, diare
ELEKTIF1. Tunda dan terapi sampai euthyroid dengan :• PTU : initial dose 75 - 200 mg peros tiap 8 jam, kemudian 30 – 100 mg tiap 6 – 8 jam• Lugol : 2 – 6 tetes 4 kali sehari peros• Propanolol : 10 – 60 mg 3 kali sehari per osEMERGENCYSegera terapi dengan :• Na iodida : 1-2 gram iv drips, hambat sekresi hormon• Reserpin : 2,5 mg im, kurangi efek hormon terhadap target organ/ simpatolitik• Hidrokortison : 100-300 mg iv, dapat diulang sampai total 0,1 mg/kg sampai HR < 90/mnt
1. Koreksi hipertiroid2. Rehidrasi3. Turunkan suhu4. Koreksi : elektrolit, asam basa
Tehnik anestesi
Monitor
KomplikasiPemeriksaan pre operasi1. Jalan nafas2. Laboratorium rutin3. Foto ontgen leher4. Thyroid function test : T3 , T4 dan TSH
Operasi non thyroid :• Regional atau Deep GETA
Operasi Thyroid :• Premedikasi : cegah takikardi• Induksi : penthotal• Maintanance : N2O, O2, Atracurium, IsofluraneTekanan darah, nadi, EKG, saturasi O2, temperatur
perlu trakeostomi trakeomalasia 1. Nervus laringeal terputus terapi Ca glukonas 10% 10-30ml hipokalsemia 2. Glandula parathyroid terangkat 3. Krisis tiroid
RSUDr. SOEROTONGAWI
INSTALASIANESTESIDisahkan oleh :Direktur RSU Dr. Soeroto Ngawi
PENATALAKSANAAN ANESTESI PADA SECTIO CAESARIA
Prosedur tetapNo. Dokumen Tanggal terbit Revisi keProblem
Tehnik anestesi 1. Ibu masuk rumah sakit pada hari saat akan melahirkan2. Ada dua insan yang perlu diperhatikan yaitu ibu dan bayi yang akan dilahirkan3. Puasa tidak cukup / lambung penuh, adanya resiko muntah,regurgitasi dan aspirasi setiap saat4. Terjadi perubahan fisiologi ibu hamil5. Efek obat yang diberikan dapat mempengaruhi bayi karena menembus sawar barier plasenta
A. REGIONAL ANESTESIB.
SPINAL ANESTESI
1. Dilakukan oleh dokter spesialis anestesi2. Pasang akses intravena dengan abocath 18 dan transfusi set3. Pasang DC4. Loading cairan koloid 500 cc5. Persiapan general anestesi ( anestesi umum )
Tehnik :• Ibu dalam posisi duduk atau left lateral decubitus• Lakukan desinfeksi di daerah suntikan jarum spinal dan sekitarnya• Infiltrasi daerah space suntikan dengan lidokain 2%• Dilakukan tusukan jarum spinal ukuran 25G pada space L3-4 atau L 4-5• Setelah masuk ruang sub arachnoid dengan ditandai keluarnya cairan serebrospinal yang jernih, dimasukkan obat anestesi spinal sesuai dengan tinggi blok / durasi operasi.• Ibu dikembalikan pada posisi supine ( telentang )• Setelah bayi lahir diberikan sedasi sedacum 0,07 mg/kgBB
Monitor
Komplikasi1. Monitor tekanan darah setiap 3 menit2. Respirasi dan nadi3. Tinggi blok
Komplikasi yang sering terjadi : dilakukan monitoring tinggi blok secara baik1. Total blok spinal dilanjutkan atau di kombinasi dengan general anestesi2. Blok gagal / parsial dilakukan penyuntikan blood patch3. Nyeri kepala hebat ( PDPH )
ANESTESI UMUM :1. Prosedur sama seperti penatalaksanaan anestesi umum dengan mempertimbangkan dua kehidupan yang harus diselamatkan2. Pemberian obat yang cenderung mempengaruhi janin diberikan setelah bayi lahir.
RSUDr. SOEROTONGAWI
INSTALASIANESTESIDisahkan oleh :Direktur RSU Dr. Soeroto Ngawi
PENATALAKSANAAN ANESTESI PADA TINDAKAN KURET / LAPARASKOPI PADA MOW
Prosedur tetapNo. Dokumen Tanggal terbit Revisi ke
Persiapan pre operasi
Tehnik anestesi
Monitoring1. Prosedur rutin persiapan preoperasi pada tindakan anestesi umum2. Tersedianya perlengkapan resusitasi
Premedikasi• Sulfas Atropin : 0,01 – 0,05mg/kgBB• Midazolam : 0,07 – 0.1 mg/kgBB• Pethidin : 1 – 2 mg/kgBB• Vomceran : 8 mg
Induksi dan pemeliharaan• Ketamin : 1 – 2 mg/kgBB• Recofol 1% : 1 – 2 mg/kgBB• Diberikan O2 3 liter / menit dengan memakai kanula
1. Dilakukan pengukuran tanda-tanda vital2. Dilakukan pengawasan respirasi
top related