nilai-nilai dasar...
Post on 04-Jul-2019
230 Views
Preview:
TRANSCRIPT
NILAI-NILAI DASAR PPATK
KEMANDIRIAN
KERAHASIAAN
INTEGRITAS
TANGGUNG JAWAB
PROFESIONAL
Assalamualaikum Wr. Wb.
Laporan Kinerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merupakan perwujudan dari transparansi dan akuntabilitas kinerja PPATK yang berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 sebagai lembaga pengemban tugas untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Laporan kinerja ini merupakan media komunikasi untuk menyampaikan informasi kinerja PPATK kepada publik dan para pemangku kepentingan lainnya dalam memenuhi harapan akan terwujudnya pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel.
Penyusunan Laporan Kinerja PPATK mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah dan Rencana Strategis PPATK Tahun 2015-2019.
Laporan Kinerja Tahun 2016 PPATK menyajikan informasi terkait capaian kinerja berdasarkan Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS) dan targetnya sebagaimana telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK. Laporan kinerja tersebut juga menjelaskan berbagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja dan menyelesaikan berbagai tantangan yang dihadapi.
Secara keseluruhan, capaian kinerja telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, meskipun terdapat beberapa indikator kinerja belum menunjukan capaian sesuai target, atau pun belum memperoleh hasil evaluasi penilaian dari lembaga di luar PPATK sampai dengan laporan kinerja ini selesai disusun. Rata-rata capaian kinerja tahun 2016 PPATK sebesar 108,24%. Capaian kinerja tersebut berhasil diraih karena komitmen PPATK dalam mencapai target kinerja yang telah ditetapkan dalam kontrak kinerja dan senantiasa melaksanakan perbaikan berkelanjutan dalam pengelolaan kinerja, serta adanya dukungan dari para pemangku kepentingan PPATK. Berdasarkan analisis dan evaluasi yang dilakukan melalui laporan kinerja tahun 2016 ini diharapkan dapat mendorong optimalisasi peran kelembagaan dalam melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Selain itu, diharapkan juga adanya peningkatan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas seluruh jajaran pegawai PPATK, sehingga dapat menunjang kinerja PPATK secara keseluruhan dalam mewujudkan good governance dan clean government. Wassalamualaikum Wr. Wb.
KATA PENGANTAR
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 ii
KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii DAFTAR TABEL iii DAFTAR GAMBAR v PERNYATAAN TELAH DIREVIU vi RINGKASAN EKSEKUTIF vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 B. Profil dan Sejarah Singkat PPATK 4 C. Tugas, Fungsi, dan Kewenangan PPATK 6 D. Struktur Organisasi 9 E. Dasar Hukum 12 F. Sistematika Penyajian 14 BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis 15 B. Perjanjian Kinerja 19 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A. Capaian Kinerja 24 B. Analisis dan Evaluasi Capaian Kinerja Tahun 2016 24 C. Perbandingan Capaian Kinerja Tahun 2015 dan 2016 88 D. Realisasi Anggaran Tahun 2016 90 E. Hubungan Capaian Kinerja dengan Program Penganggaran Berbasis
Kinerja 93
F. Kinerja dan Capaian Lainnya 95 G. Rencana Pengembangan 96 BAB IV PENUTUP 97 LAMPIRAN
DAFTAR ISI
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 iii
Tabel 1.1 Jumlah Pegawai PPATK per 31 Desember 2016 12
Tabel 2.1 Misi PPATK 16
Tabel 2.2 Tujuan PPATK 16
Tabel 2.3 Sasaran Strategis PPATK Tahun 2015-2019 17
Tabel 2.4 Perjanijan Kinerja PPATK Tahun 2016 19
Tabel 2.5 Pagu Anggaran PPATK per Program dan Kegiatan Tahun 2016 23
Tabel 3.1 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-1 PPATK Tahun 2016 27
Tabel 3.2 Perbandingan Realisasi IKSS ke-1 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 28
Tabel 3.3 Capaian Kinerja Sasaran Strategis ke-2 PPATK Tahun 2016 29
Tabel 3.4 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-2 PPATK Tahun 2016 31
Tabel 3.5 Perbandingan Realisasi IKSS ke-2 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 31
Tabel 3.6 Rekomendasi FATF yang Diadopsi dalam Kebijakan Domestik 33
Tabel 3.7 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-3 PPATK Tahun 2016 35
Tabel 3.8 Perbandingan Realisasi IKSS ke-3 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 35
Tabel 3.9 Rekomendasi NRA yang Ditindaklanjuti Tahun 2016 40
Tabel 3.10 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-4 PPATK Tahun 2016 43
Tabel 3.11 Perbandingan Realisasi IKSS ke-4 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 44
Tabel 3.12 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-5 PPATK Tahun 2016 48
Tabel 3.13 Perbandingan Realisasi IKSS ke-5 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 49
Tabel 3.14 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-6 PPATK Tahun 2016 53
Tabel 3.15 Perbandingan Realisasi IKSS ke-6 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 53
Tabel 3.16 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-7 PPATK Tahun 2016 57
Tabel 3.17 Perbandingan Realisasi IKSS ke-7 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 58
Tabel 3.18 Jumlah HA dan informasi yang Ditindaklanjuti Tahun 2010-2016 59
Tabel 3.19 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-8 PPATK Tahun 2016 60
Tabel 3.20 Perbandingan Realisasi IKSS ke-8 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 60
Tabel 3.21 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-7 PPATK Tahun 2016 62
Tabel 3.22 Jumlah Laporan dari Pihak Pelapor yang Memenuhi Standar Pelaporan Tahun 2016
62
Tabel 3.23 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-9 PPATK Tahun 2016 63
Tabel 3.24 Perbandingan Realisasi IKSS ke-9 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 63
DAFTAR TABEL
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 iv
Tabel 3.25 Interval Indeks Kepatuhan Pihak Pelapor 64
Tabel 3.26 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-10 PPATK Tahun 2016 64
Tabel 3.27 Perbandingan Realisasi IKSS ke-10 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019
65
Tabel 3.28 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-11 PPATK Tahun 2016 67
Tabel 3.29 Perbandingan Realisasi IKSS ke-11 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019
67
Tabel 3.30 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-12 PPATK Tahun 2016 70
Tabel 3.31 Perbandingan Realisasi IKSS ke-12 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019
71
Tabel 3.32 Tingkat Maturity Model 72
Tabel 3.33 Nilai Asesmen Tata Kelola TI setiap Domain Tahun 2016 72
Tabel 3.34 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-13 PPATK Tahun 2016 73
Tabel 3.35 Perbandingan Realisasi IKSS ke-13 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019
74
Tabel 3.36 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-14 PPATK Tahun 2016 75
Tabel 3.37 Perbandingan Realisasi IKSS ke-14 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019
77
Tabel 3.38 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-15 PPATK Tahun 2016 78
Tabel 3.39 Perbandingan Realisasi IKSS ke-15 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019
79
Tabel 3.40 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-16 PPATK Tahun 2016 83
Tabel 3.41 Perbandingan Realisasi IKSS ke-16 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019
85
Tabel 3.42 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-17 PPATK Tahun 2016 87
Tabel 3.43 Perbandingan Realisasi IKSS ke-17 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019
88
Tabel 3.44 Indikator Kinerja Sasaran Strategis, Target, Realisasi, dan Capaian Kinerja PPATK Tahun 2016
88
Tabel 3.45 Perbandingan Realisasi Anggaran PPATK Tahun 2015 dan 2016 91
Tabel 3.46 Realisasi Anggaran PPATK per 31 Desember 2016 92
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 v
Gambar 1.1 Struktur Organisasi PPATK 11
Gambar 2.1 Peta Strategis PPATK 18
Gambar 2.2 Penandatanganan Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK 22
Gambar 3.1 Analisis Hasil Indeks Persepsi Publik Tahun 2016 27
Gambar 3.2 Penghargaan atas Capaian Opini WTP untuk Laporan Keuangan Tahun 2011-2015 PPATK
87
DAFTAR GAMBAR
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 vii
Penyusunan Laporan Kinerja Tahun 2016 PPATK merupakan salah satu wujud pertanggungjawaban PPATK kepada publik atas kinerja dalam mencapai visi dan misi PPATK selama tahun 2016. Selain itu, laporan kinerja juga merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas dan fungsi PPATK.
Penyusunan Laporan Kinerja PPATK berpedoman pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja dan Instansi Pemerintah. Selain hal tersebut, untuk keperluan penyusunan laporan kinerja di lingkungan internal, Kepala PPATK telah menetapkan Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-10/1.01/PPATK/07/15 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
Dalam melaksanakan mandatnya PPATK telah menetapkan visi, yaitu “Menjadi lembaga intelijen keuangan yang independen dan terpercaya dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme”. Untuk merealisasikan visi tersebut, PPATK telah menetapkan misi, tujuan, dan sasaran strategis, serta program dan kegiatan sebagaimana dituangkan dalam atas Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019 yang telah diubah dengan Peraturan Kepala PPATK Nomor 07 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019.
Pencapaian atas IKSS tahun 2016 menunjukkan hasil yang memuaskan dengan rata-rata capaian kinerja sebesar 108,24%. Dari 17 IKSS yang ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016, tiga IKSS terealisasi sesuai target kinerja, bahkan sepuluh IKSS berhasil melebihi target kinerja. Sementara itu, terdapat satu IKSS yang belum berhasil mencapai target kinerja dan tiga IKSS yang capaian kinerjanya belum dapat diukur.
Untuk mendukung pencapaian kinerja tahun 2016 tersebut PPATK menggunakan anggaran sebesar Rp195.664.151.534,00 atau 95,82% dari pagu anggaran sebesar Rp204.208.366.000,00. Hal tersebut menunjukkan terdapat efisiensi penggunaan anggaran apabila dibandingkan dengan capaian kinerja sebesar 108,24%. Efisisensi tersebut berasal dari pengadaan barang/jasa dan penghematan dalam pelaksanaan kegiatan, seperti pengurangan biaya perjalanan dinas dan sinergi dalam pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan.
Rata-rata capaian kinerja PPATK tahun 2016 sebesar 108,24% terlihat menurun jika dibandingkan dengan rata rata capaian kinerja tahun 2015 sebesar 132,65%. Penurunan rata-rata kinerja ini terjadi karena mulai tahun 2016 Kepala PPATK telah menetapkan batasan maksimum capaian kinerja IKSS PPATK sebesar 120% melalui Keputusan Kepala PPATK Nomor 175 Tahun 2016 tentang Penetapan Batasan Persentase Capaian Indikator Kinerja Utama Pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Namun demikian, pencapaian kinerja tersebut tidak lepas dari upaya seluruh unit kerja yang konsisten dalam memperbaiki kinerjanya dengan menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan oleh Kementerian PAN
RINGKASAN EKSEKUTIF
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 viii
dan Reformasi Birokrasi dalam mengevaluasi sistem akuntabilitas kinerja maupun perbaikan yang dihasilkan dari pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh Inspektorat PPATK.
PPATK terus melakukan perbaikan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan sistem akuntabilitas kinerja dengan menindaklanjuti rekomendasi Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi atas Laporan Kinerja Tahun 2015 PPATK. Selain itu, upaya lain yang dilakukan, antara lain:
a. Mendorong setiap unit kerja untuk melakukan evaluasi dan analisis mengenai capaian kinerjanya secara memadai, termasuk hambatan dalam pencapaian kinerja dan melaporkan hal tersebut dalam laporan kinerja masing-masing unit kerja.
b. Inspektorat melakukan evaluasi sistem akuntabilitas kinerja unit eselon I dan II. Hasil evaluasi tersebut telah disampaikan kepada masing-masing unit kerja untuk menjadi bahan evaluasi dan perbaikan kinerja pada tahun-tahun selanjutnya.
c. Membangun aplikasi perencanaan, monitoring, dan pelaporan kinerja yang digunakan untuk pengelolaan kinerja dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi secara lebih optimal guna meningkatkan kualitas kinerja dan pelaporan agar terwujud transparansi dan akuntabilitas.
Pada tahun 2016, PPATK juga meraih beberapa capaian dan prestasi pada tingkat nasional dan internasional, antara lain:
1. Prestasi pada tingkat nasional:
a. Penghargaan atas capaian opini WTP selama lima tahun berturut turut untuk Laporan Keuangan Tahun 2011-2015 PPATK.
b. Peringkat kedua Keterbukaan Informasi Publik kategori Lembaga Non Struktural.
c. Peringkat kedua BKN Award 2016 dalam kategori Perencanaan Kepegawaian.
d. Meraih LKPP National Procurement Award 2016.
e. Soft launching Indeks Persepsi Publik anti pencucian uang dan pencegahan dan pemberantasan terorisme tahun 2016.
2. Prestasi pada tingkat internasional:
a. Penyelenggara 2nd Counter-Terrorism Financing Summit 2016 di Nusa Dua, Bali pada 8-11 Agustus 2016.
b. Pelaksanaan program analyst exchange dengan FIU negara lain, yaitu FIU Australia (AUSTRAC) dan FIU Malaysia (UPWBNM) dalam mendukung proses pengungkapan kasus tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme lintas negara.
Capaian kinerja pada tahun 2016 diharapkan menjadi motivasi untuk mengatasi hambatan pelaksanaan tugas PPATK, sehingga dapat mengoptimalkan kinerja PPATK pada tahun-tahun berikutnya. Laporan Kinerja Tahun 2016 PPATK diharapkan dapat menjadi salah satu dokumen yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan maupun penetapan kebijakan oleh pimpinan PPATK.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 1
A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang telah memperkuat peran PPATK sebagai focal point
dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan
pendanaan terorisme di Indonesia. Peran PPATK sebagai focal point dilakukan, antara
lain melalui peningkatan tugas, fungsi, dan wewenang PPATK, mempertegas pengaturan
dan perluasan pihak pelapor, dan memperluas kerja sama dengan lembaga yang
melakukan penyelidikan dan penyidikan TPPU.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instansi Pemerintah merupakan dasar hukum penyusunan Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) bagi setiap kementerian/lembaga dalam upaya
pertanggungjawaban kinerja terkait dengan penggunaan dana APBN yang dikelolanya.
Dalam pelaksanaannya, peraturan pemerintah tersebut dilengkapi dengan Peraturan
Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah.
Sebagai acuan dalam penyelenggaraan sistem akuntabilitas kinerja di PPATK,
Kepala PPATK telah menerbitkan Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan Nomor: PER-10/1.01/PPATK/07/15 tentang Sistem Akuntabilitas
Kinerja pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Pelaksanaan sistem
akuntabilitas kinerja dimulai dengan penyusunan Rencana Strategis (Renstra) PPATK
Tahun 2015-2019. Untuk memperkuat penyelenggaraan akuntabilitas kinerja di PPATK,
setiap tahun PPATK membentuk Tim Pengelolaan Kinerja PPATK yang ditetapkan
melalui Keputusan Kepala PPATK. PPATK juga mengembangkan sistem aplikasi guna
memantau capaian kinerja di PPATK.
BAB I PENDAHULUAN
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 2
Reformasi birokrasi harus dilaksanakan untuk mewujudkan negara dan
pemerintahan yang memenuhi karakteristik good governance. Reformasi birokrasi harus
disertai dengan rencana aksi yang jelas dan diimplementasikan secara konkrit dan
kunsekuen. Road Map Reformasi Birokrasi Tahun 2015-2019 telah ditetapkan melalui
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11
Tahun 2015. Sebagai tindak lanjut atas peraturan tersebut, PPATK menerbitkan
Peraturan Kepala PPATK Nomor 8 Tahun 2016 tentang Road Map Reformasi Birokrasi
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Periode 2015-2019. Arah kebijakan
dalam Road Map Reformasi Birokrasi PPATK tersebut berpedoman pada 8 (delapan)
area perubahan dan tujuan kelembagaan, yakni (1) penguatan birokrasi pemerintah
dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan
nepotisme; (2) meningkatnya kualitas pelayanan publik kepada masyarakat; dan (3)
meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi.
Penilaian mandiri terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi di PPATK pada tahun
2016 dilakukan berdasarkan Road Map Reformasi Birokrasi PPATK tahun 2015-2019
yang meliputi delapan program, yaitu Manajemen Perubahan, Penataan Peraturan
Perundang-undangan, Penataan dan Penguatan Organisasi, Penataan Tata Laksana,
Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, Penguatan Pengawasan, Penguatan
Akuntabilitas Kinerja, dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik. PPATK telah
mengimplementasikan program reformasi birokrasi dan menyampaikan serangkaian
dokumen usulan dan road map reformasi birokrasi kepada Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Isu strategis terkait upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU di Indonesia
adalah pengukuran indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme. PPATK dengan
dibantu oleh para akademisi dan lembaga survei independen telah melakukan survei
persepsi publik terhadap TPPU dan pendanaan terorisme dengan melibatkan masyarakat
sebagai selaku salah satu stakeholder rezim APUPPT. Indeks persepsi publik terhadap
TPPU dan TPPT dibangun berdasarkan dua dimensi utama, yaitu dimensi tingkat
pemahaman publik terhadap TPPU/TPPT dan dimensi keefektifan kinerja rezim
APUPPT. Dimensi tingkat pemahaman publik diukur oleh lima aspek, yakni
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 3
karakteristik TPPU/TPPT, pelaku utama TPPU/TPPT, pelaku terkait TPPU/TPPT,
sumber dana TPPU/TPPT, dan faktor pendorong terjadinya TPPU/TPPT. Sementara itu,
dimensi keefektifan kinerja rezim APUPPT diukur oleh dua aspek, yaitu keefektifan
kinerja rezim pencegahan dan keefektifan kinerja rezim pemberantasan.
Hasil indeks persepsi publik terhadap TPPU dan TPPT pada tahun 2016 adalah
5,21 indeks dari skala 10. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat efektivitas kinerja rezim
APUPPT dari sisi pencegahan maupun pemberantasan di Indonesia dinilai oleh publik
sudah cukup baik. Namun demikian, perlu upaya yang lebih besar dari seluruh
stakeholders untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap karakteristik,
regulasi, risiko TPPU dan TPPT, serta kinerja rezim APUPPT di Indonesia. Dengan
diketahuinya tingkat pemahaman publik atas TPPU dan pendanaan terorisme tersebut,
pemerintah diharapkan dapat melakukan program intervensi guna meningkatkan
pemahaman dan kewaspadaan masyarakat agar lebih peduli dengan TPPU dan
pendanaan terorisme.
Isu strategis lainnya adalah terkait dengan kewajiban pihak pelapor. Kepala
PPATK telah menerbitkan Peraturan Kepala PPATK Nomor 11 Tahun 2016 tentang
Tata Cara Penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Profesi.
Peraturan Kepala PPATK tersebut merupakan tindak lanjut dari penetapan Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut
diatur Pihak Pelapor baru yang berkewajiban menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna
Jasa dan menyampaikan laporan ke PPATK, meliputi:
a. Penyedia Jasa Keuangan (selain sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) huruf
a UU TPPU), yaitu perusahaan modal ventura, perusahaan pembiayaan infrastruktur,
lembaga keuangan mikro, dan lembaga pembiayaan ekspor.
b. Profesi, yaitu advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, akuntan, akuntan publik,
dan perencana keuangan.
Pada akhir tahun 2016, PPATK telah menyelesaikan pembangunan gedung pusat
pendidikan dan pelatihan anti pencucian uang yang rencananya akan diberi nama Institut
Intelejen Keuangan Indonesia (Indonesian Financial Intelligence Institute/IFII) di
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 4
Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Pusat pendidikan dan pelatihan anti pencucian uang dan
pendanaan terorisme ini diharapkan dapat menjadi yang terbesar di Asia Tenggara.
Kurikulum pengajaran akan diberikan bagi peserta dari aparat penegak hukum di
Indonesia, para akademisi, pihak pelapor, maupun peserta dari financial intelligence unit
negara-negara di wilayah ASEAN dan pihak-pihak terkait lainnya. Kurikulum yang
diajarkan merupakan materi yang dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan peserta
diklat dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan pendanaan
terorisme. Modul kurikulum lainnya terkait pula dengan cara mendeteksi tindak pidana
kejahatan asal (predicated crimes) dan modus operandi yang dilakukan oleh pelaku
kejahatan, serta cara mengantisipasinya. Institut ini juga akan digunakan sebagai ajang
berbagi pengalaman dari berbagai negara dalam mencegah dan memberantas tindak
pidana pencucian uang.
B. Profil dan Sejarah Singkat PPATK
PPATK dibentuk sebagai upaya pemenuhan standar internasional sebagaimana
tertuang dalam rekomendasi Financial Action Task Force on Money Laundering
(FATF). Salah satu rekomendasi FATF adalah perlu dibentuknya suatu lembaga intelijen
keuangan (Financial Intelligence Unit/FIU) yang bersifat permanen dan berperan
sebagai focal point dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang (TPPU).
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
mengamanatkan pendirian PPATK. PPATK merupakan focal point yang
mengoordinasikan pelaksanaan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 mengalami perubahan pada 13 Oktober
2003 dengan disahkannya Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002. Pada tahun 2010 Pemerintah dan DPR sepakat
untuk mengesahkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang untuk menggantikan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2003 yang disahkan oleh Presiden RI pada 22 Oktober 2010.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 5
Keberadaan undang-undang ini diharapkan dapat membantu upaya penegakan hukum
tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana lain, memberikan landasan hukum yang
kuat untuk menjamin kepastian hukum, efektivitas penegakan hukum, dan penelusuran
dan pengembalian harta kekayaan hasil tindak pidana. Undang-undang ini juga
mengakomodasi berbagai ketentuan dan standar internasional di bidang pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sebagaimana
tertuang dalam rekomendasi FATF dalam “FATF Revised 40+9 Recommendations”.
Sejalan dengan berdirinya PPATK dan untuk menunjang efektivitas pelaksanaan
rezim anti pencucian uang di Indonesia dibentuklah komite TPPU melalui Keputusan
Presiden Nomor 1 Tahun 2004, Pemerintah RI membentuk Komite Koordinasi Nasional
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) yang
diketuai oleh Menko Politik, Hukum dan Keamanan dengan wakil Menko Perekonomian
dan Kepala PPATK sebagai sekretaris komite. Anggota Komite TPPU lainnya adalah
Menteri Luar Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Keuangan, Kapolri, Jaksa
Agung, Kepala BIN dan Gubernur Bank Indonesia.
Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2004 tersebut telah diubah dengan Peraturan
Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pada tahun 2016 peraturan presiden
tersebut mengalami perubahan kembali melalui Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun
2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite
Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dalam peraturan presiden tersebut terdapat tiga instansi yang dikukuhkan untuk masuk
menjadi Anggota Komite TPPU, yaitu Kementerian Perdagangan, Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), dan Kementerian Koperasi dan UKM sebagai upaya strategis
memperkuat Komite TPPU. Komite ini bertugas, antara lain merumuskan arah kebijakan
penanganan tindak pidana pencucian uang dan mengoordinasikan upaya penanganan
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 6
C. Tugas, Fungsi, dan Kewenangan PPATK
PPATK merupakan lembaga independen yang dibentuk untuk mencegah dan
memberantas TPPU dan pendanaan terorisme. Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor
8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
menyatakan bahwa PPATK dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bersifat
independen dan bebas dari campur tangan dan pengaruh kekuasaan manapun.
1. Tugas PPATK
Berdasarkan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, PPATK
mempunyai tugas mencegah dan memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang.
2. Fungsi PPATK
Berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, PPATK memiliki
fungsi sebagai berikut:
a. Pencegahan dan pemberantasan TPPU;
b. Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK;
c. Pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor; dan
d. Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang
berindikasi TPPU dan/atau tindak pidana lain.
Untuk memperkuat kewenangan PPATK, pemerintah menerbitkan Peraturan
Presiden Nomor 50 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
Kewenangan-kewenangan PPATK dalam melaksanakan fungsinya, sebagai
berikut:
1. Dalam melaksanakan fungsi “Pencegahan dan pemberantasan TPPU”, PPATK
berwenang:
a. Meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan/atau
lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi,
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 7
termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima
laporan dari profesi tertentu;
b. Menetapkan pedoman identifikasi transaksi keuangan mencurigakan;
c. Mengoordinasikan upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dengan
instansi terkait;
d. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan dan
pemberantasan TPPU;
e. Mewakili Pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan forum
internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan TPPU;
f. Menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan anti pencucian uang; dan
g. Menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan TPPU.
2. Dalam melaksanakan fungsi “Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh
PPATK”, PPATK berwenang menyelenggarakan sistem informasi yang meliputi
antara lain:
a. Membangun, mengembangkan, dan memelihara sistem aplikasi;
b. Membangun, mengembangkan, dan memelihara infrastruktur jaringan
komputer dan basis data;
c. Mengumpulkan, mengevaluasi data dan informasi yang diterima oleh PPATK
secara manual dan elektronik;
d. Menyimpan, memelihara data dan informasi ke dalam basis data;
e. Menyajikan informasi untuk kebutuhan analisis;
f. Memfasilitasi pertukaran informasi dengan instansi terkait, baik dalam negeri
maupun luar negeri; dan
g. Melakukan sosialisasi penggunaan sistem aplikasi kepada Pihak Pelapor.
3. Dalam melaksanakan fungsi “Pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor”,
PPATK berwenang:
a. Menetapkan ketentuan dan pedoman tata cara pelaporan bagi pihak pelapor;
b. Menetapkan kategori pengguna jasa yang berpotensi melakukan TPPU;
c. Melakukan audit kepatuhan dan audit khusus;
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 8
d. Menyampaikan informasi dari hasil audit kepada lembaga yang berwenang
melakukan pengawasan terhadap pihak pelapor;
e. Memberikan peringatan kepada pihak pelapor yang melanggar kewajiban
pelaporan;
f. Merekomendasikan kepada lembaga yang berwenang mencabut izin usaha
pihak pelapor; dan
g. Menetapkan ketentuan pelaksanaan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi
pihak pelapor yang tidak memiliki Lembaga Pengawas dan Pengatur.
4. Dalam melaksanakan fungsi “Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi
transaksi keuangan yang berindikasi TPPU dan/atau tindak pidana lainnya”,
PPATK berwenang:
a. Meminta dan menerima laporan dan informasi dari Pihak Pelapor;
b. Meminta informasi kepada instansi atau pihak terkait;
c. Meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan hasil pengembangan
analisis PPATK;
d. Meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan permintaan dari instansi
penegak hukum atau mitra kerja di luar negeri;
e. Meneruskan informasi dan/atau hasil analisis kepada instansi peminta, baik di
dalam maupun luar negeri;
f. Menerima laporan dan/atau informasi dari masyarakat mengenai adanya dugaan
TPPU;
g. Meminta keterangan kepada pihak pelapor dan pihak lain yang terkait dengan
dugaan TPPU;
h. Merekomendasikan kepada instansi penegak hukum mengenai pentingnya
melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
i. Meminta Penyedia Jasa Keuangan (PJK) untuk menghentikan sementara
seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil
tindak pidana;
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 9
j. Meminta informasi perkembangan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan
oleh penyidik tindak pidana asal dan TPPU;
k. Mengadakan kegiatan administratif lain dalam lingkup tugas dan tanggung
jawabnya; dan
l. Meneruskan hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik.
D. Struktur Organisasi PPATK
Dalam pasal 48 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dinyatakan bahwa susunan
organisasi PPATK terdiri dari:
a. Kepala;
b. Wakil Kepala;
c. Jabatan Struktural lain; dan
d. Jabatan Fungsional.
Susunan organisasi PPATK tersebut, kemudian diatur dalam Peraturan Presiden
Nomor 48 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 103
Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2012 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, susunan
organisasi dan unsur PPATK terdiri atas:
1. Kepala PPATK;
2. Wakil Kepala PPATK;
3. Sekretariat Utama;
4. Deputi Bidang Pencegahan;
5. Deputi Bidang Pemberantasan;
6. Pusat;
7. Inspektorat;
8. Jabatan Fungsional; dan
9. Tenaga Ahli.
Dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangannya, Kepala PPATK dibantu
oleh Wakil Kepala PPATK dan didukung oleh unit-unit eselon I yang terdiri dari:
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 10
1. Sekretariat Utama;
2. Deputi Bidang Pencegahan;
3. Deputi Bidang Pemberantasan;
serta unit-unit eselon II yang terdiri dari:
1. Biro Umum;
2. Biro Sumber Daya Manusia, Organisasi dan Tata Laksana;
3. Biro Perencanaan dan Keuangan;
4. Direktorat Pengawasan Kepatuhan;
5. Direktorat Pelaporan;
6. Direktorat Hukum;
7. Direktorat Pemeriksaan dan Riset;
8. Direktorat Analisis Transaksi;
9. Direktorat Kerja sama dan Hubungan Masyarakat;
10. Inspektorat; dan
11. Pusat Teknologi Informasi.
Struktur organisasi PPATK digambarkan sebagai berikut:
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 11
Gambar 1.1 Struktur Organsiasi PPATK
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 12
PPATK telah melakukan pengelolaan sumber daya manusia secara
profesional dengan fungsi-fungsi sumber daya manusia yang meliputi
perencanaan, analisi jabatan, rekruitmen, manajemen kinerja, pengembangan, dan
fungsi-fungsi lainnya yang berjalan secara holistik. Pengadaan sumber daya
manusia SDM dilakukan melalui proses rekruitmen yang terbuka, transparan, dan
akuntabel, serta berbasis kompetensi untuk memenuhi kebutuhan sumber daya
manusia PPATK.
Sistem kepegawaian PPATK mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 3
Tahun 2004 tentang Sistem Kepegawaian PPATK. Berdasarkan data kepegawaian
PPATK hingga 31 Desember 2016, jumlah sumber daya manusia yang dimiliki
oleh PPATK sebanyak 368 orang dengan rincian termuat dalam Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Jumlah Pegawai PPATK
per 31 Desember 2016 No. Jenis Pegawai Jumlah
1. Pegawai tetap 207 orang
2. Pegawai dipekerjakan 104 orang
3. Pegawai kontrak 57 orang
Jumlah 368 orang
E. Dasar Hukum
Dasar hukum yang menjadi acuan dalam penyusunan Laporan Kinerja PPATK,
antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional;
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional;
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang;
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 13
4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instansi Pemerintah;
5. Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Presiden Nomor 103 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan;
6. Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah;
7. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja,
Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja;
8. Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor:
PER-07/1.01/PPATK/08/12 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan;
9. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana
Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala PPATK Nomor 07 Tahun
2016 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-
05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019;
10. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-10/1.01/PPATK/07/15 tentang Sistem
Akuntabilitas Kinerja Pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan;
11. Keputusan Kepala PPATK Nomor: KEP-229/1.01/PPATK/12/15 tentang
Penetapan Indíkator Kinerja Utama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan Tahun 2015-2019;
12. Keputusan Kepala PPATK Nomor 175 Tahun 2016 tentang Penetapan Batasan
Persentase Capaian Indikator Kinerja Utama Pada Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 14
F. Sistematika Penyajian
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menyajikan penjelasan umum organisasi dengan penekanan kepada aspek
strategis organisasi dan permasalahan utama (isu strategis) yang sedang dihadapi oleh
organisasi.
BAB II PERENCANAAN KINERJA
Bab ini menjelaskan ikhtisar Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK.
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
Bab ini menjelaskan mengenai capaian kinerja tahun 2016, evaluasi, dan analisis atas
capaian kinerja tersebut. Penjelasan kinerja tahun 2016 meliputi hal-hal yang telah
dilaksanakan, realisasi kinerja, dan perbandingan capaian kinerja dengan target
jangka menengah yang terdapat dalam dokumen Renstra PPATK. Dalam bab ini juga
dijelaskan mengenai realisasi anggaran yang digunakan untuk mewujudkan kinerja
organisasi.
BAB IV PENUTUP
Bab ini menjelaskan mengenai simpulan umum atas pencapaian kinerja tahun 2016
dan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan bagi perbaikan kinerja pada tahun
yang akan datang.
LAMPIRAN
Bagian ini berisi substansi-substansi yang mendukung penjelasan dalam laporan
kinerja.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 15
A. Rencana Strategis
Rencana Strategis (Renstra) PPATK Tahun 2015-2019 merupakan dokumen
perencanaan yang memuat visi, misi, tujuan dan sasaran strategis, arah kebijakan dan
strategi, dan target kinerja, serta kebutuhan pendanaan yang akan dilaksanakan oleh
PPATK pada tahun 2015-2019. Renstra PPATK Tahun 2015-2019 merupakan pedoman
dalam menyusun rencana kerja PPATK tahun 2015-2019 dan sebagai dasar pemantauan
dan evaluasi pelaksanaan kinerja PPATK tahun 2015-2019. Renstra PPATK Tahun
2015-2019 ditetapkan dengan Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-
05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan Tahun 2015-2019 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala PPATK
Nomor 07 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-
05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan Tahun 2015-2019.
1. Visi dan Misi PPATK Tahun 2015-2019
VISI ppatk
Visi tersebut memberikan makna bahwa PPATK berupaya mewujudkan
Indonesia yang bebas dari tindak pidana pencucian uang dan sejalan dengan visi
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, yaitu Indonesia
yang mandiri, maju, adil, dan makmur, serta dalam mendukung upaya pemerintah
dalam meningkatkan ketahanan sektor keuangan
BAB II PERENCANAAN KINERJA
“Menjadi lembaga intelijen keuangan yang independen dan terpercaya dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.”
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 16
MISI ppatk
Untuk mendukung pencapaian visi PPATK, dirumuskan upaya-upaya yang
akan dilaksanakan melalui Misi PPATK Tahun 2015-2019, sebagai berikut:
Tabel 2.1 Misi PPATK
KODE MISI M1 Meningkatkan nilai guna hasil analisis dan hasil pemeriksaan PPATK. M2 Meningkatkan peran dan dukungan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang, pendanaan terorisme, dan tindak pidana lainnya di Indonesia.
M3 Meningkatkan efektivitas manajemen internal PPATK.
tujuan PPATK
Untuk menjabarkan Visi PPATK dalam rangka mencapai sasaran program
prioritas presiden, perlu dirumuskan tujuan dan sasaran strategis sebagai indikator
yang lebih jelas dan terukur. Tujuan strategis tersebut dijelaskan, sebagai berikut:
Tabel 2.2 Tujuan PPATK
Kode Tujuan Indikator Kinerja Tujuan T1 Meningkatkan efektivitas
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, pendanaan terorisme, dan tindak pidana lainnya di Indonesia.
Indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme.
Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti.
Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia. Indeks kepatuhan pihak pelapor.
T2 Terwujudnya tata kelola pemerintahan yang andal dalam mendukung pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang PPATK.
Nilai AKIP PPATK.
Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK.
Opini BPK.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 17
SASaran strategis
Sebagai bentuk penjabaran dari dua tujuan strategis yang hendak dicapai,
PPATK menetapkan empat belas sasaran strategis sebagai berikut:
Tabel 2.3 Sasaran Strategis PPATK Tahun 2015-2019
TUJUAN SASARAN STRATEGIS
T1 Meningkatnya persepsi publik terhadap pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.
PPATK 01
Meningkatnya tindak lanjut atas rekomendasi pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.
PPATK 02
Meningkatnya pengungkapan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.
PPATK 03
Meningkatnya efektivitas kerja sama pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.
PPATK 04
Meningkatnya kualitas hasil riset Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.
PPATK 05
Meningkatnya hasil analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi yang ditndaklanjuti.
PPATK 06
Meningkatnya kepatuhan pelaporan. PPATK 07
Meningkatnya kemampuan Pihak Pelapor dan aparat penegak hukum dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.
PPATK 08
Terpenuhinya produk hukum pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.
PPATK 09
Meningkatnya keandalan sistem teknologi informasi PPATK.
PPATK 10
T2 Meningkatnya kualitas SDM PPATK. PPATK 11
Meningkatnya kualitas manajemen kinerja PPATK. PPATK 12
Terwujudnya reformasi birokrasi PPATK yang efektif. PPATK 13
Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan PPATK PPATK 14
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 18
Peta Strategis PPATK
Empat belas sasaran strategis PPATK saling memiliki keterkaitan satu sama lain
dan masing-masing memiliki peran dan kemampuan dalam mendukung pencapaian
visi dan misi PPATK. Keterkaitan antarsasaran strategis beserta masing-masing
Indikator Kinerja Sasaran Strategis dapat dijelaskan dalam Gambar 2.1 Peta Strategis
PPATK Tahun 2015-2019, sebagai berikut:
Gambar 2.1 Peta Strategis PPATK Tahun 2015-2019
Peta strategis tersebut terbagi menjadi empat perspektif, yaitu perspektif
stakeholder, Internal Business Process, Learning and Growth, dan financial. Keempat
perspektif tersebut menggambarkan pola hubungan sebab akibat dalam bentuk sebuah
peta strategi yang terukur dan berkesinambungan. Perspektif Stakeholder yang
merupakan outcome PPATK dalam memenuhi harapan para pemangku kepentingan
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 19
didukung oleh perspektif Internal Business Process yang merupakan proses internal
strategis yang dilaksanakan sesuai dengan tugas dan fungsi PPATK, sedangkan
perspektif Learning and Growth dan perspektif Financial diperlukan dalam
mewujudkan perspektif Stakeholder dan Internal Business Process melalui proses
perbaikan, pemanfaatan sumber daya, dan penggunaan anggaran yang optimal.
B. Perjanjian Kinerja
Perjanjian kinerja merupakan lembar/dokumen yang berisi penugasan dari
pimpinan instansi yang lebih tinggi kepada pimpinan instansi yang lebih rendah untuk
melaksanakan program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja. Pasal 7 ayat (1)
Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-10/1.01/PPATK/07/15 tentang Sistem
Akuntabilitas Kinerja pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
menyatakan bahwa entitas akuntabilitas kinerja PPATK harus menyusun perjanjian
kinerja.
Dalam upaya pengukuran kinerja tahun 2016, Kepala PPATK telah menetapkan
Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK pada 29 Desember 2015. Perjanjian kinerja
tersebut disusun dengan mengacu pada dokumen anggaran yang telah mendapat
pengesahan dari Kementerian Keuangan berdasarkan Surat Pengesahan DIPA Induk
Tahun Anggaran 2016 PPATK Nomor: SP DIPA-078.01.1.453374/2016 tanggal 7
Desember 2015. Perjanjian Kinerja PPATK bertujuan untuk menciptakan tolok ukur
kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur dan merupakan dasar penilaian
keberhasilan/kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran strategis PPATK. Perjanjian
Kinerja Tahun 2016 PPATK dijelaskan dalam Tabel 2.4, sebagai berikut:
Tabel 2.4 Perjanjian Kinerja PPATK
Tahun 2016 Sasaran Strategis Indikator Kinerja
Sasaran Strategis Target Program Pagu Anggaran
Awal (Rp) Pagu Anggaran
Revisi (Rp)
PPATK.01 Meningkatnya persepsi publik terhadap pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme.
S1.1 Indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme.
5 Indeks Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
36.208.280.000 34.334.499.000
dan Pendanaan Terorisme
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 20
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Sasaran Strategis
Target Program Pagu Anggaran Awal (Rp)
Pagu Anggaran Revisi (Rp)
PPATK.02 Meningkatnya tindak lanjut atas rekomendasi pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme.
S2.1 Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti
85 %
S2.2 Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik.
40 %
S2.3 Persentase rekomendasi National Risk Assessment (NRA) yang ditindaklanjuti.
40 %
PPATK.03 Meningkatnya pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme.
S3.1 Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia.
10 %
PPATK.04 Meningkatnya efektivitas kerja sama pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme.
S4.1 Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti.
100 %
PPATK.05 Meningkatnya kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme.
S5.1 Tingkat kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme.
3,25 Indeks
PPATK.06 Meningkatnya hasil analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti.
S6.1 Jumlah Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti.
181 Laporan
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 21
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Sasaran Strategis
Target Program Pagu Anggaran Awal (Rp)
Pagu Anggaran Revisi (Rp)
PPATK.07 Meningkatnya kepatuhan pelaporan.
S7.1 Persentase laporan dari pihak pelapor yang memenuhi standar pelaporan.
95 %
S7.2 Indeks kepatuhan pihak pelapor.
4 Indeks
PPATK.08 Meningkatnya kemampuan pihak pelapor dan penyidik TPPU dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme.
S8.1 Persentase kelulusan peserta pelatihan.
100 %
PPATK.9 Terpenuhinya produk hukum pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme.
S9.1 Persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme.
100 %
PPATK.10 Meningkatnya keandalan sistem TI PPATK.
S10.1 Indeks tata kelola teknologi informasi PPATK.
2,75 Indeks
PPATK.11 Meningkatnya
kualitas sumber daya manusia PPATK.
S11.1 Persentase pegawai PPATK yang memiliki penilaian prestasi kerja pegawai baik.
100 % Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK
56.636.587.000 71.034.731.000
PPATK.12 Meningkatnya kualitas manajemen kinerja PPATK.
S12.1 Nilai AKIP PPATK.
A Nilai
PPATK.13 Terwujudnya reformasi birokrasi yang efektif.
S13.1 Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK.
70 Nilai
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 22
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Sasaran Strategis
Target Program Pagu Anggaran Awal (Rp)
Pagu Anggaran Revisi (Rp)
PPATK.14 Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan PPATK.
S14.1 Opini BPK. WTP Opini Peningkatan Sarana dan Prasarana PPATK.
97.155.133.000 98.839.136.000
Anggaran yang tercantum dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK adalah
alokasi pagu anggaran awal yang diterima oleh PPATK sebesar Rp190.000.000.000,00.
Pada tahun berjalan karena terdapat pemberian penghargaan dari Kementerian Keuangan
sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 455/KMK.02/2016 tentang Penetapan
Pemberian Penghargaan atas Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian
Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2016, pagu anggaran PPATK meningkat menjadi
Rp204.208.366.000,00.
Gambar 2.2 Penandatanganan Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK
Anggaran tersebut dialokasikan ke dalam tiga program, yaitu Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, Program
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK, dan
Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur PPATK. Dalam upaya pencapaian target
kinerja sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016, pagu
anggaran PPATK dialokasikan ke dalam program dan kegiatan, sebagai berikut:
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 23
Tabel 2.5 Pagu Anggaran PPATK per Program dan Kegiatan Tahun 2016
Kode
Program/Kegiatan Nama Program/Kegiatan Pagu
Anggaran Awal Pagu
Anggaran Revisi 078.01.01 Dukungan Manajemen dan
Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK
Rp 56.636.587.000 Rp 71.034.731.000
3374 - Pengawasan Internal PPATK. Rp 500.000.000 Rp434.414.000
3375 - Pengelolaan Perencanaan dan Keuangan PPATK.
Rp 37.750.658.000 Rp53.850.665.000
3376 - Pengelolan Sumber Daya Manusia, Organisasi dan Ketatalaksanaan PPATK.
Rp 4.300.000.000 Rp3.183.092.000
3377 - Penyelenggaraan Ketatausahaan, Kerumahtanggaan, dan Perlengkapan PPATK.
Rp 13.085.929.000 Rp13.566.560.000
078.01.02 Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur PPATK
Rp 97.155.133.000 Rp 98.839.136.000
3378 - Pengadaan dan Peningkatan Sarana dan Prasarana PPATK.
Rp 97.155.133.000 Rp98.839.136.000
078.01.06 Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme
Rp 36.208.2080.000 Rp 34.334.499.000
3379 - Pengelolaan Bidang Hukum PPATK.
Rp 2.600.000.000 Rp2.234.202.000
3380 - Pelaksanaan kerja sama dan Hubungan Masyarakat PPATK.
Rp 4.200.000.000 Rp3.727.149.000
3381 - Pengelolaan Teknologi Informasi PPATK.
Rp 16.500.000.000 Rp16.500.000.000
3382 - Pengawasan Kepatuhan Pihak Pelapor.
Rp 1.500.000.000 Rp1.500.000.000
3383 - Pengawasan Kewajiban Pelaporan dan Pembinaan Pihak Pelapor.
Rp 1.800.000.000 Rp1.800.000.000
3384 - Analisis Transaksi dan Pengelolaan Laporan Masyarakat.
Rp 1.150.000.000 Rp1.150.000.000
5232 - Pemeriksaan dan Pengembangan Riset TPPU.
Rp 8.458.280.000 Rp7.423.148.000
Jumlah Rp 190.000.000.000 Rp204.208.366.000
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 24
A. Capaian Kinerja
Pengukuran capaian kinerja PPATK dilakukan dengan membandingkan target
kinerja dengan realisasi kinerja setiap Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS) yang
telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016. Pada tahun ini PPATK mulai
menerapkan Keputusan Kepala PPATK Nomor 175 Tahun 2016 tentang Penetapan
Batasan Persentase Capaian Indikator Kinerja Utama Pada Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan. Dalam keputusan tersebut dijelaskan bahwa batasan capaian
maksimum kinerja adalah 120% dan capaian minimum kinerja adalah 0%.
Secara keseluruhan, rata-rata capaian kinerja PPATK sebesar 108,24%. Dari tujuh
belas IKSS, tiga IKSS berhasil tercapai sesuai dengan target kinerja dan sepuluh IKSS
berhasil tercapai melebihi target kinerja. Namun demikian, terdapat satu IKSS yang
belum berhasil mencapai target kinerja, satu IKSS yang capaian kinerjanya belum dapat
diukur, dan dua IKSS yang capaian kinerjanya belum diperoleh hasilnya dari
Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi. Capaian kinerja tersebut dapat terwujud
karena PPATK selalu melaksanakan upaya perbaikan untuk meningkatkan kualitas
pengelolaan sistem akuntabilitas kinerja yang dilakukan dengan cara menindaklanjuti
rekomendasi-rekomendasi dari hasil evaluasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi atas Laporan Kinerja Tahun 2015 PPATK.
B. Analisis dan Evaluasi Capaian Kinerja
Pelaksanaan evaluasi dan analisis kinerja dilakukan melalui pengukuran kinerja
yang bertujuan untuk menilai keberhasilan dan/atau kegagalan dari pelaksanaan program
kegiatan sesuai dengan sasaran strategis yang ditetapkan dalam Peta Strategi PPATK
Tahun 2015-2019. Pengukuran kinerja tersebut merupakan hasil dari suatu penilaian
yang didasarkan pada IKSS yang terdapat dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK.
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 25
PPATK telah menetapkan Keputusan Kepala PPATK Nomor: KEP-
229/1.01/PPATK/12/15 tentang Penetapan Indíkator Kinerja Utama Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019. PPATK memiliki empat belas sasaran
strategis dan tujuh belas IKSS. Berikut ini diuraikan mengenai capaian kinerja PPATK
tahun 2016 menurut masing-masing sasaran strategis yang telah ditetapkan.
Sasaran Strategis (SS) 1 bertujuan untuk mengetahui persepsi pemangku
kepentingan dan masyarakat terkait dengan efektivitas pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme yang dilaksanakan oleh PPATK
dan instansi-instansi yang terkait dalam periode tertentu (tahunan). Sasaran strategis 1
diukur keberhasilannya melalui satu Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS), yaitu
Indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme. Pada tahun 2016, capaian kinerja sudah
baik dengan rata-rata pencapaian kinerja SS 1 adalah 104,2%.
Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT telah diinisiasi oleh PPATK
sejak tahun 2015 bersama-sama dengan stakeholders rezim APUPPT, para akademisi,
Badan Pusat Statistik, dan lembaga survei independen. Pada tahun 2016, tim PPATK
melakukan penilaian Indeks Persepsi Publik Anti Pencucian Uang dan Pencegahan
Pendanaan Terorisme (IPP APUPPT). Indeks Persepsi Publik Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme merupakan alat ukur pemerintah Indonesia, khususnya
dalam hal mengukur efektivitas kinerja stakeholders di Indonesia dalam rezim anti
pencucian uang dan pendanaan terorisme, dan mengukur tingkat pemahaman publik
Indonesia terhadap TPPU dan TPPT. Dengan adanya pengukuran indeks persepsi publik
APUPPT, diharapkan pemerintah dapat melakukan program intervensi guna meningkatkan
pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang dan
Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, serta memperoleh umpan balik dari masyarakat
Sasaran Strategis 1: Meningkatnya persepsi publik terhadap pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme
IKSS 1: Indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 26
dalam upaya peningkatan kinerja pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT dan
mereduksi peluang risiko terjadinya tindak pidana pencucian uang dan pendanaan
terorisme di Indonesia.
Penyusunan Indeks Persepsi Publik APUPPT ini dilakukan melalui survei berskala
nasional dengan melibatkan PT Surveyor Indonesia (Persero). Survei ini menggunakan
sampel sebanyak 11000 responden pada 1100 desa yang tersebar pada 33 provinsi di
Indonesia yang dilaksanakan pada 1-18 Agustus 2016. Respon rate yang diperoleh sebesar
100%. Survei menggunakan in-depth interview dengan mewawancarai responden yang
memiliki kriteria responden tertentu dan menggunakan pendekatan rumah tangga. Hal
tersebut dilakukan agar diperoleh data yang berkualitas dan tidak terduplikasi, serta
representatif dalam menggambarkan persepsi masyarakat terkait dengan TPPU dan TPPT.
Berdasarkan variabel konstruknya, Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan
TPPT dibangun berdasarkan dua dimensi utama, yaitu dimensi tingkat pemahaman publik
terhadap TPPU/TPPT dan dimensi keefektifan kinerja rezim APUPPT. Dimensi tingkat
pemahaman publik diukur oleh lima aspek, meliputi:
a. karakteristik TPPU/TPPT.
b. pelaku utama TPPU/TPPT.
c. pelaku terkait TPPU/TPPT.
d. sumber dana TPPU/TPPT.
e. faktor pendorong terjadinya TPPU/TPPT.
Sementara itu, dimensi keefektifan kinerja rezim APUPPT diukur oleh dua aspek, yaitu
keefektifan kinerja rezim pencegahan dan keefektifan kinerja rezim pemberantasan.
Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT diukur dalam skala antara 0-10.
Nilai 0 menunjukkan bahwa tingkat efektivitas kinerja rezim APUPPT dari sisi
pencegahan maupun pemberantasan di Indonesia dinilai oleh publik adalah sangat rendah
dan nilai 10 menunjukkan bahwa tingkat efektivitas kinerja rezim APUPPT dari sisi
pencegahan maupun pemberantasan di Indonesia dinilai oleh publik adalah sangat baik.
Indeks Persepsi Publik (IPP) ini dihitung secara terpisah untuk TPPU dan TPPT. Dengan
demikian, terdapat dua indeks utama, yakni Indeks Persepsi Publik Terhadap TPPU (IPP-
TPPU) dan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPT (IPP-TPPT).
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 27
Gambar 3.1 Analisis Hasil Indeks Persepsi Publik Tahun 2016
Pada tahun 2016, PPATK menargetkan kinerja indikator kinerja Indeks Persepsi
TPPU dan Pendanaan Terorisme dengan nilai sebesar 5 indeks. Berdasarkan hasil
pengolahan data, diperoleh nilai indeks persepsi publik TPPU (IPP TPPU) adalah 5,52
indeks dan nilai indeks persepsi publik TPPT (IPP TPPT) adalah 4,89 indeks, sehingga
nilai indeks persepsi publik anti pencucian uang pencegahan dan pendanaan terorisme
(IPP APUPPT) adalah 5,21 indeks.
Realisasi kinerja indikator kinerja adalah 5,21 indeks dari skala 10, sehingga
capaian kinerja indikator kinerja tersebut adalah 104,2%. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat efektivitas kinerja rezim APUPPT dari sisi pencegahan maupun pemberantasan di
Indonesia dinilai sudah cukup baik oleh publik.
Tabel 3.1 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-1 PPATK
Tahun 2016 IKSS Target
Tahun 2016 Realisasi
Tahun 2016 Capaian Tahun
2016 2015
Indeks Persepsi TPPU dan Pendanaan Terorisme
5 indeks 5,21 indeks 104,2% Tidak diukur
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 28
Keberhasilan pelaksanaan pilot study indeks persepsi TPPU dan pendanaan
terorisme didukung oleh hal-hal, sebagai berikut:
1. Penginputan dan pengolahan data survei indeks persepsi TPPU menggunakan
aplikasi online, sehingga dapat terpantau secara real time.
2. Koordinasi dengan para akademisi dan BPS, serta stakeholders lainnya untuk
pembahasan metode dan penyusunan kuesioner.
3. Penggunaan jasa pihak ketiga untuk pelaksanaan penyebaran kuesioner dan
wawancara dengan responden pengisian kuesioner
Tabel 3.2 Perbandingan Realisasi IKSS ke-1 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS Target Tahun Realisasi Tahun 2016
Persentase Realisasi
Dibanding Target
Tahun 2019
2015 2016 2017 2018 2019
Indeks Persepsi TPPU dan pendanaan terorisme
Tidak diukur
5 indeks
5,05 indeks
5,15 indeks
5,3 indeks
5,21 indeks
98,3%
Sasaran Strategis 2 dimaksudkan untuk mengetahui kualitas rekomendasi PPATK
yang disampaikan kepada pemerintah di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Pencapaian sasaran strategis 2 diukur
melalui tiga IKSS, yaitu:
1. Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan
pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti.
2. Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik.
3. Persentase rekomendasi National Risk Assessment (NRA).
Pada tahun 2016, rata-rata pencapaian kinerja SS 2 adalah 116,63%. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa capaian kinerja SS 2 sudah sangat baik.
Sasaran Strategis 2: Meningkatnya tindak lanjut atas rekomendasi pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 29
Tabel 3.3 Capaian Kinerja Sasaran Strategis ke-2 PPATK
Tahun 2016 NO. INDIKATOR KINERJA SASARAN
STRATEGIS (IKSS) TARGET
TAHUN 2016 REALISASI TAHUN 2016
CAPAIAN TAHUN 2016
1 Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti.
85% 100% 117,65%
2 Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik.
40% 44,9% 112,24%
3 Persentase rekomendasi NRA yang ditindaklanjuti.
40% 55,56% 138,9%
Rata-rata capaian kinerja 116,63%
PPATK merencanakan target kinerja indikator kinerja persentase rekomendasi
PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang
ditindaklanjuti sebesar 85% dengan realisasi kinerja sebesar 100%. PPATK telah
menyampaikan seluruh rekomendasi dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan
pendanaan terorisme kepada para pemangku kepentingan, dalam hal ini Kepolisian
Republik Indonesia dan seluruh rekomendasi tersebut telah ditindaklanjuti. Dengan
demikian, capaian kinerja indikator kinerja tersebut sebesar 117,65%.
Tujuh rekomendasi yang telah disampaikan selama tahun 2016 kepada Kepolisian
Republik Indonesia, meliputi:
1. Rekomendasi Pencabutan Pemblokiran Daftar Terduga Teroris dan Organisasi
Teroris yang disampaikan melalui Surat Kepala PPATK nomor: R/95/KS.02/II/2016
tanggal 25 Februari 2016.
2. Rekomendasi Pemutakhiran Al-Qaida Sanction List terkait Pencantuman Individu
dan Entitas dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris yang disampaikan
melalui Surat Kepala PPATK nomor: R/172/KS.02/IV/2016 tanggal 15 April 2016;
IKSS 2: Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 30
3. Rekomendasi Pengajuan Perpanjangan Pencantuman Individu dan Korporasi dalam
Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris yang disampaikan melalui surat
Kepala PPATK nomor: R/286/KS.02/VI/2016 tanggal 9 Juni 2016.
4. Rekomendasi Pemutakhiran ISIL (Daesh) dan Al-Qaida Sanction List per tanggal 20
Juni 2016 terkait Permintaan Bantuan Pencabutan Pemblokiran Berdasarkan Daftar
Terduga Teroris dan Organisasi Teroris dari Dewan Keamanan PBB yang
disampaikan melalui surat Kepala PPATK nomor: R/341/KS.02/VII/2016 tanggal 12
Juli 2016.
5. Rekomendasi Penghapusan Individu dari Daftar Terduga Teroris dan Organisasi
Teroris disampaikan melalui surat Kepala PPATK nomor: R/36/KS.02/I/2016
tanggal 20 Januari 2016.
6. Rekomendasi Pemutakhiran ISIL (Daesh) dan Al-Qaida Sanction List per tanggal 3
Agustus 2016 terkait Permintaan Bantuan Pemblokiran dan Pencabutan Pemblokiran
Berdasarkan Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris dari Dewan Keamanan
PBB yang disampaikan melalui surat Kepala PPATK nomor: R/410/KS.02/VIII/2016
tanggal 23 Agustus 2016.
7. Rekomendasi Pemutakhiran ISIL (Daesh) dan Al-Qaida Sanction List per tanggal 11
Oktober 2016 terkait Permintaan Bantuan Pencabutan Pemblokiran Berdasarkan
Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris dari Dewan Keamanan PBB yang
disampaikan melalui surat Kepala PPATK nomor: R/565/KS.02/IX/2016 tanggal 4
November 2016.
Rekomendasi yang disampaikan oleh PPATK adalah rekomendasi mengenai
pengajuan pencantuman identitas individu dan korporasi dalam Daftar Terduga Teroris
dan Organisasi Teroris, termasuk perpanjangan dan penghapusan identitas individu dan
korporasi tersebut. Ketujuh rekomendasi tersebut telah ditindaklanjuti oleh Kepolisian
Republik Indonesia dengan mencantumkan identitas individu dan korporasi dalam
Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 31
Tabel 3.4 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-2 PPATK
Tahun 2016 IKSS Target
Tahun 2016 Realisasi
Tahun 2016 Capaian Tahun
2016 2015
Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti.
85% 100% 104,2% 125%
Berdasarkan Tabel 3.4, secara persentase diketahui bahwa capaian kinerja tahun
2016 mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2015.
Hal ini disebabkan pada tahun 2016 terjadi peningkatan target menjadi 85% bila
dibandingkan dengan target tahun 2015 sebesar 80% dan jumlah rekomendasi yang
ditindaklanjuti pada tahun 2016 sebanyak tujuh rekomendasi yang realisasinya lebih
sedikit apabila dibandingkan dengan realisasi pada tahun 2015 sebanyak 10
rekomendasi. Namun demikian, PPATK berhasil mencapai kinerja yang ditargetkan
pada tahun 2016.
Tabel 3.5 Perbandingan Realisasi IKSS ke-2 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS
Target Tahun Realisasi Tahun 2016
Persentase Realisasi
Dibanding Target
Tahun 2019
2015 2016 2017 2018 2019
Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti
80% 85% 90% 95% 100% 100% 100%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini
berhasil mencapai 100%. Pencapaian yang berhasil menyamai target jangka menengah
disebabkan PPATK melakukan koordinasi yang efektif dan optimal dengan Kepolisian
Republik Indonesia, sehingga tujuan penyampaian rekomendasi tersebut dapat tercapai
sesuai dengan yang diharapkan.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 32
Upaya-upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan Persentase
rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan
terorisme yang ditindaklanjuti pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah
PPATK akan meningkatkan jumlah rekomendasi PPATK yang ditindaklanjuti oleh para
pemangku kepentingan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan
pendanaan terorisme. Peningkatan tersebut dilakukan melalui optimalisasi kegiatan
koordinasi dengan para pemangku kepentingan yang menjadi objek rekomendasi.
Rekomendasi Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) terdiri
dari 40 Recommendations dan 9 Special Recommendations. Pada tahun 2016,
rekomendasi-rekomendasi FATF tersebut belum seluruhnya dapat diadopsi dalam
kebijakan domestik. Upaya-upaya yang dilakukan oleh PPATK untuk memenuhi
rekomendasi FATF tersebut adalah PPATK mengoordinasikan delegasi Indonesia untuk
menghadiri pertemuan organisasi internasional terkait dengan FATF, antara lain:
1) Egmont Group of FIUs Meeting pada Februari 2016 di Monaco;
2) APG's 19th Annual Meeting pada September 2016 di Amerika Serikat;
3) Visit APG Secretariat pada November 2016 di Australia;
4) APG Assessor Training Workshop pada Mei 2016 di Makau;
5) 2nd Regional Workshop pada Agustus 2016 di Korea Selatan;
6) MENAFTF/APG Joint Typologies and Capacity Building Workshop pada November
2016 di Arab Saudi.
PPATK berhasil menyelenggarakan 2nd Counter-Terrorism Financing Summit (2nd
CTF Summit) di Nusa Dua, Bali pada 8-11 Agustus 2016. Pertemuan Tingkat Tinggi
tersebut menghasilkan kesepakatan yang dinamakan Nusa Dua Statement.
Dalam pertemuan-pertemuan tersebut dibahas mengenai kemajuan Indonesia
dalam penerapan Rekomendasi FATF. PPATK telah menyusun laporan periodik terkait
perkembangan rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia. Selain
serangkaian pertemuan internasional, PPATK juga melaksanakan serangkaian
IKSS 3: Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 33
pertemuan antar-instansi dalam negeri untuk mengefektifkan penerapan FATF Special
Recommendations (SR) III mengenai pembekuan aset milik terduga teroris sebagaimana
diatur dalam UNSCR 1267 agar diupayakan dapat dilakukan dalam waktu tiga hari
melalui sistem aplikasi khusus yang telah dibangun oleh PPATK.
Peringkat kepatuhan suatu negara terhadap 40+9 FATF Recommendations terdiri
dari empat kategori, yaitu Compliant (C), Largely Compliant (LC), Partially Compliant
(PC), dan Not Comply (NC). Merujuk pada 40+9 FATF Recommendations, pada tahun
2016, Indonesia telah memenuhi 22 Rekomendasi FATF. Pemenuhan Rekomendasi
FATF oleh Indonesia terdiri dari 14 rekomendasi yang berstatus Largely Compliant
(LC) dan 8 rekomendasi yang berstatus Compliant (C). Rekomendasi yang dianggap
terpenuhi adalah rekomendasi yang berada pada level minimal LC. Dengan demikian,
capaian kinerja persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik
adalah 44,9%.
Rekomendasi-rekomendasi FATF yang berhasil diadopsi dalam kebijakan
pemerintah Indonesia sampai dengan tahun 2016 dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 3.6 Rekomendasi FATF yang Diadopsi dalam Kebijakan Domestik
Nomor
Rekomendasi Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi FATF yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 31 Desember 2016
(Self assessment)
Kondisi per 31 Desember 2015
(Self assessment) Rec. 1 Assessing risks and applying a risk-based
approach PC NC
Rec. 2 National cooperation and coordination PC PC
Rec. 3 Money Laundering Offence LC LC Rec. 4 Confiscation and provisional measures C C Rec. 5 Terrorist financing offence LC LC Rec. 6 Targeted financial sanctions related to
terrorism & TF LC LC
Rec. 7 Targeted financial sanctions related to proliferation
NC NC
Rec. 8 Non-profit organisations NC NC Rec. 9 Financial institution secrecy laws LC LC Rec. 10 Customer due diligence PC PC Rec.11 Record keeping LC LC Rec.12 Politically exposed persons PC PC Rec. 13 Correspondent banking C C Rec.14 Money or value transfer services LC LC
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 34
Nomor Rekomendasi
Rekomendasi FATF (Merujuk pada Buku Metodologi FATF
yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 31 Desember 2016
(Self assessment)
Kondisi per 31 Desember 2015
(Self assessment) Rec. 15 New technologies PC PC Rec. 16 Wire transfers C C Rec. 17 Reliance on third parties PC PC Rec. 18 Internal controls and foreign branches and
subsidiaries PC PC
Rec. 19 Higher-risk countries PC PC Rec. 20 Reporting of suspicious transaction PC PC Rec. 21 Tipping-off and confidentiality C C Rec. 22 DNFBPs: Customer due diligence PC PC Rec. 23 DNFBPs: Other measures PC PC Rec. 24 Transparency and beneficial ownership of
legal persons NC NC
Rec. 25 Transparency and beneficial ownership of legal arrangements
NC NC
Rec. 26 Regulation and supervision of financial institutions
PC PC
Rec. 27 Powers of supervisors LC LC Rec. 28 Regulation and supervision of DNFBPs PC PC Rec. 29 Financial intelligence units C C Rec. 30 Responsibilities of law enforcement/
investigative authorities LC LC
Rec. 31 Powers of law enforcement and investigative authorities
LC LC
Rec. 32 Cash couriers LC PC Rec. 33 Statistics PC PC Rec. 34 Guidance and feedback PC PC Rec. 35 Sanctions PC PC Rec. 36 International instruments C C Rec. 37 Mutual legal assistance PC PC Rec. 38 Mutual legal assistance: freezing and
confiscation NC NC
Rec. 39 Extradition PC PC Rec. 40 Other forms of international cooperation PC PC
Special Recommendations (SR)* SR. I Ratification and implementation of UN
instruments C C
SR. II Criminalising the financing of terrorism and associated money laundering
LC LC
SR. III Freezing and confiscating terrorist assets LC LC SR. IV Reporting suspicious transactions related
to terrorism PC PC
SR. V International Co-operation PC PC
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 35
Nomor Rekomendasi
Rekomendasi FATF (Merujuk pada Buku Metodologi FATF
yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 31 Desember 2016
(Self assessment)
Kondisi per 31 Desember 2015
(Self assessment) SR. VI Alternative Remittance LC LC SR. VII Wire transfers C C SR. VIII Non-profit organisations NC NC SR. IX Cash Couriers LC PC
*Keterangan: dokumen mengenai Special Recommendations diperoleh dari alamat website resmi FATF.
Tabel 3.7 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-3 PPATK
Tahun 2016 IKSS Target
Tahun 2016 Realisasi
Tahun 2016 Capaian Tahun
2016 2015
Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik.
40% 44,9% 112,24% 73,98%
Berdasarkan Tabel 3.7, diketahui bahwa capaian indikator kinerja pada tahun 2016
sebesar 44,9%. Apabila dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2015, capaian
kinerja pada tahun 2016 mengalami peningkatan sebesar 38,26%. Capaian kinerja ini
sudah relatif baik. PPATK akan berusaha untuk meningkatkan kinerja pada tahun
mendatang.
Tabel 3.8 Perbandingan Realisasi IKSS ke-3 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS Target Tahun Realisasi
Tahun 2016
Persentase Realisasi
Dibanding Target
Tahun 2019
2015 2016 2017 2018 2019
Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik.
80% 40% 50% 60% 70% 44,9% 64,14%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah
mencapai 64,14%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. PPATK akan
selalu menempuh langkah-langkah strategis dalam upaya meningkatkan capaian kinerja.
PPATK melakukan upaya-upaya yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja pada
periode pengukuran kinerja selanjutnya. Upaya-upaya tersebut, antara lain:
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 36
1. Pada tahun 2016, terjadi penambahan keanggotaan Komite TPPU melalui Peraturan
Presiden Nomor 117 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 6
Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2016 mengukuhkan kedudukan tiga instansi
sebagai Anggota Komite TPPU yang baru, yaitu Kementerian Perdagangan, Otoritas
Jasa Keuangan, dan Kementerian Koperasi dan UKM. Ketiga instansi tersebut masuk ke
dalam Komite TPPU karena merupakan Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP) para
Pihak Pelapor yang sangat penting kedudukannya dalam upaya pemenuhan
Rekomendasi FATF dengan rincian, sebagai berikut:
a. Kementerian Perdagangan membawahi Badan Pengawas Perdagangan Berjangka
Komoditi (BAPPEBTI) yang merupakan LPP terhadap perusahaan yang bergerak di
bidang perdagangan berjangka komoditi;
b. OJK merupakan LPP terhadap kegiatan jasa keuangan, antara lain perbankan,
perusahaan efek, manajer investasi, kustodian, wali amanat, perusahaan pembiayaan,
perusahaan asuransi, dan perusahaan pialang asuransi, dana pensiun lembaga
keuangan, dan pegadaian; dan
c. Kementerian Koperasi dan UKM merupakan LPP terhadap koperasi yang melakukan
kegiatan simpan pinjam.
2. Upaya koordinasi teknis pemenuhan Rekomendasi FATF dalam upaya persiapan
Indonesia menghadapi FATF Mutual Evaluation Review (MER) tahun 2017. Sejak tahun
2015, MER telah dibahas secara intensif dalam empat pertemuan Komite TPPU. Pada
tahun 2016, persiapan MER dibahas dalam Rapat Komite TPPU Level Menteri pada 4
Oktober 2016 dan Rapat Tim Pelaksana Komite TPPU pada 9 Desember 2016.
3. Untuk mendorong upaya pemenuhan Rekomendasi FATF, Komite TPPU telah
menyusun konsep Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (Stranas TPPU dan TPPT)
periode 2017-2019 yang berisi strategi-strategi yang memiliki fokus mengatasi masalah
defisiensi nasional dalam pemenuhan Rekomendasi FATF. Konsep Stranas tersebut akan
disahkan dalam Rapat Komite TPPU Level Menteri pada awal tahun 2017. Penyusunan
konsep Stranas TPPU dan TPPT periode 2017-2019 dilaksanakan melalui dua kali
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 37
workshop Komite TPPU yang sebagian dananya menggunakan dana hibah dari
AUSTRAC, sebagai berikut:
a. Workshop Penyusunan Rencana Aksi Stranas TPPU dan TPPT Periode 2017-2021
yang dihadiri oleh Tim Internal Stranas TPPU dari PPATK pada 20-22 November
2016 di Bogor.
b. Workshop Harmonisasi dan Finalisasi Konsep Stranas TPPU dan TPPT 2017-2019
yang dihadiri oleh perwakilan anggota Komite TPPU pada 20-23 Desember 2016 di
Bandung.
Penilaian Risiko Nasional (National Risk Assessment/NRA) merupakan suatu
kegiatan dalam upaya mengukur dan mengidentifikasi risiko Tindak Pidana Pencucian
Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT). Pelaksanaan Penilaian
Risiko Nasional di Indonesia dilatarbelakangi oleh kebutuhan penyusunan strategi
nasional dan memberikan rekomendasi bagi penyempurnaan regulasi, serta ketentuan
terkait pencegahan dan pemberantasan TPPU di Indonesia. Pada tingkat yang lebih
mikro, pelaksanaan Penilaian Risiko Nasional merupakan hal yang penting bagi setiap
stakeholder rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme
(APUPPT), misalnya pihak pelapor, Lembaga Pengawas dan Pengatur, dan instansi
penegak hukum, khususnya dalam menghadapi kerentanan internal yang dimiliki dan
penyusunan skala prioritas dalam pengalokasian sumber daya yang dimiliki pada area-
area yang memiliki tingkat risiko TPPU yang lebih tinggi.
Terkait dengan kebutuhan internasional, Indonesia melaksanakan NRA untuk memenuhi FATF Recommendations No. 1 yang menyatakan bahwa setiap negara harus mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi risiko tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme agar risiko tersebut dapat dicegah, dimitigasi maupun diterima. Selain itu, berdasarkan hasil self assessment Indonesia atas pemenuhan rekomendasi FATF Tahun 2012 yang dilaksanakan pada Agustus 2015, diketahui bahwa efektivitas sistem pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia masih berada pada tingkat
IKSS 4: Persentase rekomendasi National Risk Asssessment (NRA) yang ditindaklanjuti.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 38
yang rendah, terutama terkait dengan lemahnya koordinasi antarlembaga dan nihilnya kebijakan nasional yang berbasis risiko.
Berdasarkan kebutuhan tersebut, pelaksanaan penilaian risiko berskala nasional atau NRA sangat diperlukan, sehingga hasil NRA dapat dijadikan sebagai pijakan bagi para stakeholders untuk membuat kebijakan terkait pelaksanaan rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme yang berbasis risiko. Oleh karena itu, hasil NRA tersebut diharapkan dapat mendukung Indonesia agar terhindar dari blacklist FATF.
NRA telah disusun sejak September 2013 sampai dengan September 2015. Kegiatan tersebut didukung oleh seluruh stakeholders terkait yang terdiri dari Pihak Pelapor (PJK bank dan nonbank), aparat penegak hukum, dan pihak regulator (Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan).
Selain itu, penyusunan NRA juga turut melibatkan para ahli di bidang politik, ekonomi, sosial, teknologi, lingkungan, dan legislatif. Penilaian risiko nasional atas TPPU menghasilkan beberapa pemetaan risiko, antara lain tindak pidana asal yang berisiko tinggi, yaitu narkotika, korupsi, dan perpajakan. Pihak Pelapor yang berisiko tinggi yang dimanfaatkan sebagai sarana pencucian uang, yaitu pasar modal, bank, dan properti. Hasil NRA juga mengidentifikasi adanya emerging threat penggunaan virtual currency berupa penggunaan Bitcoin dalam bertransaksi.
Penilaian risiko nasional atas TPPT menghasilkan beberapa pemetaan risiko, antara lain modus pendanaan terorisme yang berisiko tinggi, yaitu menggunakan pendanaan dalam negeri melalui sumbangan kepada yayasan, penyalahgunaan yayasan, berdagang/kegiatan usaha, dan melalui kegiatan kriminal. Profil pelaku yang berisiko tinggi dari perorangan, yaitu pelajar/mahasiswa dan untuk pelaku korporasi/entitas, yaitu yayasan/organisasi nirlaba (Non Profit Organization/NPO). Terdapat sembilan wilayah yang berisiko tinggi terjadinya tindak pidana pendanaan terorisme, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Sumatera Utara, Nangroe Aceh Darusalam, Sulawesi Selatan, dan NTB. Untuk pemindahan dana terorisme yang berisiko tinggi, yaitu melalui sistem pembayaran elektronik, sistem pembayaran online, dan New Payment Method. Instrumen transaksi yang berisiko tinggi, yaitu tarik/setor tunai.
Rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan dari kegiatan NRA, meliputi: a. Aparat penegak hukum diharapkan dapat lebih memfokuskan terhadap tiga tindak
pidana asal yang paling berisiko tinggi, yaitu narkotika, korupsi, dan perpajakan.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 39
b. Pihak regulator diharapkan dapat memfokuskan terhadap kebijakan dan pengawasan pelaksanaan anti pencucian uang dan pendanaan terorisme pada industri pasar modal.
c. Peranan para stakeholders lainnya untuk mendukung integrasi dan akses data. Beberapa rekomendasi-rekomendasi NRA tersebut pada saat ini sudah mulai
ditindaklanjuti oleh stakeholders terkait. Berkenaan dengan peningkatan kompetensi dan penanganan terpadu TPPU, PPATK telah melaksanakan kegiatan Program Mentoring Berbasis Risiko bersama-sama dengan para apgakum di wilayah-wilayah yang berisiko tinggi terjadinya TPPU. Dalam kegiatan ini, beberapa personil dari setiap apgakum yang memiliki pengalaman menangani perkara TPPU ditugaskan menjadi mentor untuk membimbing para apgakum di wilayah Indonesia yang memiliki risiko tinggi.
Selain itu, diskusi teknis bersama dengan para stakeholders terkait secara intensif sedang dilakukan guna mempersiapkan Mutual Evaluation FATF yang akan dilakukan pada tahun 2017. Sementara itu, PPATK telah mengembangkan suatu alat ukur yang dapat digunakan sebagai monitoring tools atas tindak lanjut atas rekomendasi-rekomendasi pokok NRA on ML/TF, yaitu berupa Indeks Persepsi Publik Indonesia atas TPPU dan TPPT. Indeks ini digunakan untuk mengukur tingkat pemahaman publik terhadap TPPU dan TPPT serta pengukuran tingkat efektivitas stakeholders dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT. Pada tahun 2015, PPATK bersama dengan stakeholders terkait telah melakukan pilot study Survei Persepsi Publik Indonesia atas TPPU dan pada tahun 2016 melakukan penyusunan metode penilaian Indeks Persepsi Publik Indonesia atas TPPU dan TPPT.
Berdasarkan hasil NRA diperoleh 45 rekomendasi yang terdiri atas 14 rekomendasi terkait TPPU dan 31 rekomendasi terkait TPPT. Pada tahun 2015, PPATK telah menindaklanjuti sembilan rekomendasi terkait TPPU dan tujuh rekomendasi terkait TPPT. Selain itu, PPATK juga telah menindaklanjuti sembilan rekomendasi terkait TPPT pada tahun 2016. Dengan demikian, total rekomendasi yang telah ditindaklanjuti dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2016 sebanyak sembilan rekomendasi terkait TPPU dan enam belas rekomendasi terkait TPPT.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 40
Tabel 3.9 Rekomendasi NRA yang Ditindaklanjuti Tahun 2016
No. Kode
Rekomendasi Rekomendasi NRA on
Terrorist Financing Strategi Implementasi Keterangan
1 R.TF.1 Perlunya memperketat pengawasan terhadap yayasan, organisasi atau entitaas agar tidak disalahgunakan untuk pendanaan terorisme.
1. Penelitian mengenai "Risiko Organisasi Kemasyarakatan terhadap Tindak Pidana Pendanaan Terorisme".
2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 58 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
-
2 R.TF.3 Perlu adanya tindakan tegas terhadap yayasan, organisasi atau entitas yang beroperasi secara tidak sah atau tidak terdaftar.
1. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 58 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
2. Konsep RUU No. 17/2013 tentang
Organisasi Kemasyarakatan. Saat ini telah masuk pada tahap Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2017.
Konsep RUU Ormas.
3 R.TF.9 Perlunya pengetahuan pengawasan identitas calon nasabah dalam pembukaan rekening (misalnya pemanfaatan e-KTP) agar penggunaan identitas palsu dapat dicegah.
Kerja sama antara Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Kemendagri dalam pemanfaatan e-KTP dalam program perbankan.
Sudah ada aturan BI
4 R.TF.11 Perlunya peran aktif pihak pelapor dan regulator untuk berkoordinasi dengan pihak aparat penegak hukum dalam mendeteksi aliran dana pelaku terorisme.
1. Surat Edaran Kepala PPATK Nomor: SE-03/1.02/PPATK/05/15 tentang Indikator Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Penyedia Jasa Keuangan 2. Penyusunan dan diseminasi hasil penilaian risiko regional terhadap pendanaan terorisme.
-
5 R.TF.14 Perlu adanya penerapan pengawasan Cross Border Cash Carrying (CBCC) yang lebih ketat, khususnya terhadap pihak-pihak yang berasal dari wilayah berisiko tinggi kasus terorisme.
1. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 4/8/PBI 2002 tentang Persyaratan dan Tata Cara Membawa Uang Rupiah Keluar/Masuk Wilayah Pabean Indonesia 2. Rancangan Peraturan Bank Indonesia tentang Perizinan Pembawaan Uang Kertas Asing ke Dalam/ke Luar Wilayah Pabean Indonesia. 3. RPP mengenai Pembawaan Uang Tunai dan/atau Instrumen Pembayaran Lain.
-
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 41
No. Kode Rekomendasi
Rekomendasi NRA on Terrorist Financing
Strategi Implementasi Keterangan
6 R.TF.15 Perlunya pengetatan keimigrasian untuk mengawasi keluar masuknya jaringan teroris dari dan ke Indonesia
Kerja sama antara Ditjen Imigrasi dengan PPATK dalam pertukaran data/informasi terkait keluar masuknya WNI ke Luar Negeri.
7 R.TF.18 Perlu mekanisme/petunjuk teknis lintas lembaga dalam melakukan pemblokiran serta merta (freezing without delay) dan perlunya dibentuk satgas penanganan aset yang dikoordinasi oleh BNPT dengan melibatkan beberapa instansi terkait.
1. Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri Luar Negeri, Kepala Kepolisian RI, Kepala BNPT dan Kepala PPATK Nomor: 01/PB/MA/II/2015, 03 Tahun 2015, 1 Tahun 2015, B.66/K.BNPT/2/2015 dan PER-01/1.02/PPATK/02/15 tentang Pencantuman Identitas Orang dan Korporasi dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris. 2. Penyusunan petunjuk teknis oleh Lembaga Pengawas dan Pengatur (OJK) terkait Peraturan Bersama tentang Pencantuman dan Pemblokiran Dana Milik Orang atau Korporasi yang tercantum dalam DTTOT.
-
8 R.TF.20 Perlu pengaturan tindakan administrasif dan projustisia untuk melakukan pemblokiran dana terduga terorisme.
1. Telah diatur dalam Pasal 20 dan Pasal 27 UU No. 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. 2. Telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Tata Caraa Penyelesaian Permohonan Harta Kekayaan Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang.
-
9 R.TF.30 Perlu adanya satgas pemblokiran dana/aset terdakwa teroris setelah proses persidangan yang dapat menggunakan kewenangan penyitaan saat penyidikan
1. Telah diatur dalam Pasal 23 UU No. 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
-
Salah satu rekomendasi terkait TPPT yang telah ditindaklanjuti adalah rekomendasi
nomor 11 NRA TF, yaitu peran aktif pihak pelapor dan regulator untuk berkoordinasi dengan pihak aparat penegak hukum dalam mendeteksi aliran dana pelaku terorisme. Rekomendasi nomor 11 NRA TF diimplementasikan melalui penyusunan hasil penilaian risiko regional terhadap pendanaan terorisme (RRA TF) pada 2nd Counter-Terrorism Financing (CTF) Summit tahun 2016 yang telah dilaksanakan di Bali.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 42
Pada tahun 2016, Indonesia telah menjadi pemrakarsa dalam penilaian risiko pendanaan terorisme untuk kawasan Asia Tenggara dan Australia yang disebut Terrorist Financing Regional Risk Assessment (RRA TF). RRA TF tersebut dimaksudkan untuk melakukan penilaian risiko pendanaan terorisme yang berada di wilayah Asia Tenggara dan Australia yang diharapkan dapat membantu negara-negara yang berada dalam wilayah tersebut untuk mengenal dan memitigasi risiko pendanaan terorisme. Negara-negara yang terlibat dalam kegiatan RRA TF tersebut adalah Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Singapura, dan Australia.
Secara khusus, RRA TF bertujuan untuk mengidentifikasi metode, teknik, dan sarana yang digunakan teroris dan organisasi teroris untuk menggalang, memindahkan, dan menggunakan dana. Penilaian RRA TF juga dilakukan untuk mengetahui kerentanan dan ancaman pendanaan terorisme yang berpotensi muncul dalam waktu tiga hingga lima tahun mendatang. Kegiatan RRA TF telah menghasilkan rencana strategis anti pendanaan terorisme yang bersifat lintas batas negara.
Aspek penilaian yang dilakukan melalui kegiatan RRA TF yang telah diluncurkan pada 2nd Counter Terrorism Financing Summit (CTF) pada 8-11 Agustus 2016 di Nusa Dua, Bali, yaitu:
A. Modus pendanaan terorisme yang meliputi:
a) Pengumpulan dana.
b) Pemindahan dana.
c) Penggunaan dana.
B. Faktor yang berpotensi menimbulkan risiko yang meliputi:
a) New Payment Method.
b) The Islamic State of Iraq and the Levant dan pendanaan internasional lainnya
ke regional.
Kegiatan RRA TF menghasilkan empat aksi prioritas yang harus mendapat
penanganan segera oleh negara-negara yang berada di wilayah Asia Tenggara dan
Australia sebagaimana dijelaskan dalam gambar di bawah ini:
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 43
Priority action tersebut yang akan dan telah ditindaklanjuti oleh PPATK bersama-
sama dengan instansi terkait lainnya adalah riset sectoral risk assessment mengenai NPO yang dilakukan pada tahun 2016. Riset tahun 2017 akan ditujukan untuk memenuhi priority action di antaranya adalah riset Regional Risk Assessment mengenai NPO (RRA NPO) dan riset mengenai cross border movement of funds/value yang diharapkan risiko pendanaan terorisme yang terjadi dapat dicegah dan diberantas dengan melibatkan negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan Australia.
Pada tahun 2016, 25 rekomendasi telah berhasil ditindaklanjuti dari 45
rekomendasi NRA. Target kinerja indikator kinerja Persentase rekomendasi National
Risk Assessment (NRA) yang ditindaklanjuti adalah 40% dan realisasi indikator kinerja
adalah 55,56%. Dengan demikian, capaian indikator kinerja tersebut adalah 120%.
Tabel 3.10 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-4 PPATK
Tahun 2016 IKSS Target
Tahun 2016 Realisasi
Tahun 2016 Capaian Tahun
2016 2015
Persentase rekomendasi National Risk Assessment (NRA) yang ditindaklanjuti.
40% 55,56% 120% 178%
Berdasarkan tabel 3.10, secara persentase, capaian kinerja tahun 2016 mengalami
penurunan kinerja sebesar 58% dibandingkan dengan tahun 2015. Hal ini disebabkan
pada tahun 2016 terdapat peningkatan target kinerja dan pembatasan capaian kinerja
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 44
sebesar 120%. Walaupun demikian, capaian kinerja tahun 2016 telah berhasil melebihi
target kinerja.
Keberhasilan pencapaian kinerja IKSS didukung oleh hal-hal, sebagai berikut:
1. Rekomendasi NRA yang telah ditindaklanjuti lebih banyak mengenai rekomendasi
yang berkaitan kewenangan PPATK.
2. PPATK berkoordinasi secara intensif dengan komite TPPU.
3. PPATK melakukan sosialisasi dan koordinasi terkait hasil rekomendasi NRA kepada
seluruh stakeholders terkait.
Tabel 3.11 Perbandingan Realisasi IKSS ke-4 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS
Target Tahun Realisasi Tahun 2016
Persentase Realisasi
Dibanding Target
Tahun 2019
2015 2016 2017 2018 2019
Persentase rekomendasi NRA yang ditindaklanjuti
20% 40% 60% 80% 100% 55,56% 55,56%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah
mencapai 55,56%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. Upaya-
upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk mempertahankan kinerja pada periode
pengukuran kinerja selanjutnya adalah:
1. PPATK berkoordinasi secara intensif dengan tim teknis Komite TPPU.
2. PPATK berkoordinasi dengan stakeholders terkait.
3. PPATK melakukan monitoring tindak lanjut rekomendasi NRA yang kewenangannya
berada pada stakeholders terkait.
Sasaran strategis 3 dimaksudkan untuk mengetahui kualitas hasil analisis, hasil
pemeriksaan, dan informasi PPATK yang disampaikan kepada penyidik terkait terdapat
dugaan TPPU dan pendanaan terorisme. Sasaran strategis 3 diukur melalui satu IKSS,
Sasaran Strategis 3 Meningkatnya pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 45
yaitu Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di
Indonesia. Pencapaian kinerja SS 3 pada tahun 2016 adalah relatif baik dengan capaian
kinerja sebesar 120%.
Capaian kinerja sasaran strategis ketiga diukur keberhasilannya melalui
pencapaian satu IKSS, yaitu Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan
pendanaan terorisme di Indonesia. Pada tahun 2016, terdapat delapan kasus dengan
rincian enam kasus HA dan dua kasus HP yang terkait dengan TPPU dan pendanaan
terorisme yang berhasil diungkap, sedangkan pada tahun 2015 terdapat tujuh kasus
dengan rincian empat kasus HA dan tiga kasus HP yang terkait dengan TPPU dan
pendanaan terorisme yang berhasil diungkap. Dengan demikian, terdapat peningkatan
satu kasus yang berhasil diungkap pada tahun 2016 apabila dibandingkan dengan
realisasi kasus yang terungkap selama tahun 2015.
Target kinerja adalah 10% dengan realisasi kinerja sebesar 14,29%. Capaian
kinerja yang berhasil diraih untuk IKSS tersebut tersebut adalah 120%.
Pencapaian kinerja IKSS tersebut dapat tercapai melalui pelaksanaan kegiatan-
kegiatan, sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan asistensi penanganan perkara TPPU sebanyak 12 (dua belas kali)
dengan rincian, sebagai berikut:
a. Asistensi di Polres Ogan Ilir, Sumatera Selatan pada 27-29 Januari 2016 yang
membahas satu perkara. Terdapat peningkatan status perkara dari penyidikan
menjadi berkas lengkap (P.21) dalam perkara TP Narkoba dan TPPU tersebut;
b. Asistensi di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan pada 18-20 Februari 2016 yang
membahas satu perkara. Terdapat peningkatan status perkara dari penyelidikan
menjadi penyidikan disertai penetapan dan penahanan terhadap tersangka dalam
perkara Tipikor dan TPPU tersebut;
c. Asistensi di Polrestabes Semarang, Jawa Tengah pada 10-11 Maret 2016 yang
membahas satu perkara. Terdapat peningkatan status perkara dari penyidikan
menjadi P.21 dalam perkara TP penipuan dan TPPU;
IKSS 5: Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 46
d. Asistensi di Pagar Alam, Sumatera Selatan pada 4-6 April 2016 yang membahas
satu perkara. Pada Agustus 2016 telah terdapat peningkatan status perkara dari
penyidikan ke berkas lengkap (P.21).
e. Asistensi di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pada 20-22 April 2016 yang membahas
satu perkara. Terdapat peningkatan status perkara dari penyelidikan menjadi
penyidikan disertai dengan penetapan tersangka dalam perkara Tipikor dan TPPU
tersebut;
f. Asistensi di Kepulauan Riau pada 9-11 Juni 2016 yang membahas satu perkara.
Pada Agustus 2016 telah terjadi peningkatan status perkara dari penyidikan ke
berkas lengkap (P.21) dalam perkara cyber crime (UU ITE) dan TPPU;
g. Asistensi ke Sumatera Selatan pada 1-3 Agustus 2016 yang membahas satu
perkara. Terdapat peningkatan status perkara dari penyidikan menjadi P.21;
h. Asistensi ke Kepulauan Riau pada 18-20 Agustus 2016 yang membahas satu
perkara. Terdapat peningkatan status perkara dari penyidikan menjadi P.21;
i. Asistensi ke Kalimantan Barat pada 30-31 Agustus 2016 yang membahas satu
perkara. Belum terdapat peningkatan status perkara dalam perkara dengan TPA
Tipu Gelap tersebut;
j. Asistensi ke Nusa Tenggara Barat pada 6-8 Oktober 2016 yang membahas satu
perkara. Belum terdapat peningkatan status perkara;
k. Asistensi ke Kalimantan Selatan pada 27-29 November 2016 yang membahas satu
perkara. Belum terdapat peningkatan status perkara; dan
l. Asistensi ke Papua pada 30 November-2 Desember 2016 yang membahas satu
perkara. Belum terdapat peningkatan status perkara.
2. Rapat koordinasi dengan instansi apgakum penyidik TPPU, instansi penyidik non-
TPPU, maupun kementerian/lembaga yang terkait dengan HA, HP, dan Informasi.
Hasil rapat koordinasi tersebut untuk memantau 111 HA, 4 HP, dan 16 Informasi;
3. Pengiriman 128 surat penagihan feedback yang memantau 253 HA, 8 HP, dan 97
Informasi;
4. Koordinasi melalui telepon dan email dalam upaya penagihan feedback yang
memantau 49 HA dan 78 Informasi;
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 47
5. Pertemuan courtesy antara Kepala PPATK dan Kapolri pada 22 Januari 2016 yang
membahas pemantauan 13 HA dan 1 HP; dan
6. Pengembalian 87 kuesioner feedback dari instansi penerima HA, HP, dan Informasi
yang terdiri atas 82 HA, 3 HP, dan 16 Informasi kuesioner feedback.
Dari pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut diperoleh informasi bahwa jumlah
kasus TPPU dan pendanaan terorisme yang terdapat kontribusi HA, HP, dan informasi
yang telah sampai tahap penuntutan di pengadilan selama tahun 2015 dan 2016 adalah:
a. Tahun 2015: tujuh kasus dengan rincian empat kasus HA dan tiga kasus HP.
b. Tahun 2016: delapan kasus dengan rincian enam kasus HA dan dua kasus HP.
Berikut ini rincian dan keterangan terkait capaian IKSS Persentase peningkatan
pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia:
1) Hasil pemantauan memperoleh informasi bahwa terdapat dua kasus yang terdapat
kontribusi LHA yang telah divonis, yakni vonis TP perbankan dan TPPU di Aceh dan
vonis tipikor di Kalimantan Selatan. Namun, hasil pemantauan ini tidak dimasukkan ke
dalam perhitungan kinerja.
2) Sebagian besar hasil pemantauan yang disampaikan oleh penyidik adalah bahwa kasus
masih pada tahap penyelidikan, penyidikan, penetapan tersangka (SPDP), dan P.21.
Bahkan ada kasus yang masih dalam tahap prapenyelidikan. Dengan demikian, kasus
tersebut belum sampai pada tahap penuntutan dan/atau pemeriksaan di pengadilan.
3) Rincian mengenai delapan kasus dalam capaian IKSS ini meliputi:
a. Hasil pemantauan setelah asistensi di Sumatera Selatan diperoleh informasi bahwa
perkara TP Narkoba dan TPPU telah mulai disidangkan pada Oktober 2016 yang juga
melibatkan pegawai PPATK sebagai saksi ahli dalam persidangan.
b. Hasil pemantauan setelah asistensi di Sulawesi Selatan diperoleh informasi bahwa
perkara Tipikor dan TPPU telah digelar sidang penuntutan pada Desember 2016.
c. Hasil pemantauan telah memperoleh informasi bahwa Hasil Pemeriksaan telah
ditindaklanjuti pada tahap persidangan perkara Tipikor di DKI Jakarta.
d. Surat dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menginformasikan bahwa HA PPATK telah
ditindaklanjuti sampai proses persidangan sejak Januari 2016 pada perkara tipikor.
e. Surat dari Bareskrim Polri perihal Feedback Hasil Analisis PPATK
menginformasikan bahwa berkas perkara dinyatakan lengkap (P.21) oleh JPU
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 48
Kejaksaan Agung dan telah mulai disidangkan oleh satu kejaksaan negeri di wilayah
Sulawesi Selatan pada akhir Februari 2016.
f. Dalam rapat koordinasi pada Maret 2016 sebagai pemantauan lima buah HA pada
satu perkara, diperoleh informasi bahwa HA telah ditindaklanjuti ke persidangan di
pengadilan di wilayah DKI Jakarta.
g. Dalam surat Bareskrim Polri perihal pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan
(SP2HP) TPPU disampaikan bahwa berkas perkara TPPU dengan Tindak Pidana
Pokok Tipikor telah mulai disidangkan pada Desember 2016 di Jakarta.
h. Berdasarkan hasil pemantauan telah diperoleh informasi bahwa Hasil Pemeriksaan
telah ditindaklanjuti pada tahap persidangan perkara tipikor di Riau.
Tabel 3.12 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-5 PPATK
Tahun 2016 IKSS Target
Tahun 2016 Realisasi
Tahun 2016 Capaian Tahun
2016 2015
Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia.
10% 14,29% 120% 160%
Berdasarkan Tabel 3.12, secara persentase diketahui bahwa capaian kinerja tahun
2016 mengalami penurunan sebesar 40% apabila dibandingkan dengan capaian kinerja
tahun 2015. Hal ini disebabkan pada tahun 2016 hanya terdapat peningkatan satu kasus
terkait TPPU dan/atau TPPT. Namun demikian, PPATK berhasil mencapai kinerja yang
ditargetkan pada tahun ini.
Keberhasilan pencapaian kinerja IKSS didukung oleh hal-hal, sebagai berikut:
1. Koordinasi yang intensif antara PPATK dengan instansi penyidik TPPU sebagai
penerima Hasil Analisis dan Hasil Pemeriksaan PPATK.
2. Koordinasi yang intensif di lingkup internal PPATK, yaitu Direktorat Kerjasama dan
Humas, Direktorat Analisis Transaksi, dan Direktorat Pemeriksaan dan Riset terkait
mekanisme pertukaran data dan informasi, serta pemantauan tindak lanjut Hasil
Analisis dan Hasil Pemeriksaan PPATK.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 49
Tabel 3.13 Perbandingan Realisasi IKSS ke-5 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS Target Tahun Realisasi
Tahun 2016
Persentase Realisasi
Dibanding Target
Tahun 2019
2015 2016 2017 2018 2019
Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia
10% 10% 15% 20% 20% 14,29% 71,45%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah
mencapai 71,45%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik dan PPATK
akan meningkatkan capaiaan kinerja tersebut pada tahun mendatang.
Upaya-upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan kinerja pada
periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah:
1) PPATK menyelenggarakan kegiatan asistensi penanganan perkara TPPU di daerah
yang melibatkan para analis dari Direktorat Analisis Transaksi atau para pemeriksa
dari Direktorat Pemeriksaan dan Riset dan pegawai yang memiliki kompetensi
sebagai saksi ahli dari Direktorat Hukum, sehingga dapat membantu penyidik dalam
menindaklanjuti informasi dan HA PPATK dan pemahaman hukum dalam proses
penanganan perkara. Dengan demikian, waktu yang dibutuhkan penyidik dalam
meningkatkan status perkara dapat dipercepat.
2) Melaksanakan komunikasi secara informal dengan para penyidik yang menerima
Hasil Analisis dalam upaya menggali kebutuhan penyidik dalam menindaklanjuti
Hasil Analisis PPATK.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 50
Sasaran strategis 4 dimaksudkan agar PPATK mengetahui tingkat efektivitas
pelaksanaan kerja sama dengan stakeholders PPATK dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. Sasaran strategis 4 diukur melalui satu
IKSS, yaitu Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti. Pencapaian kinerja SS 4 pada
tahun 2016 adalah relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 91,8%.
Capaian kinerja sasaran strategis keempat diukur keberhasilannya melalui satu
IKSS, yaitu Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti. Target kinerja sebesar 100%
dengan realisasi kinerja sebesar 91,8%. Dengan demikian, capaian kinerja sebesar
91,8%.
Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti telah dilaksanakan melalui kegiatan-
kegiatan, meliputi:
1. Penandatanganan delapan dokumen kerja sama berupa Nota Kesepahaman/MoU dan
satu Perjanjian Kerja Sama/PKS dengan Kementerian/Lembaga/Instansi (K/L/I),
sebagai berikut:
a. Kementerian Pertahanan di Jakarta pada 14 Maret 2016;
b. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) pada 2 Mei
2016;
c. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar di Gowa pada 15 Juli 2016;
d. Badan Intelijen Negara di Jakarta pada 2 Agustus 2016;
e. Kementerian Koperasi dan UKM di Jakarta pada 17 Oktober 2016;
f. MoU dengan Tajikistan di Jakarta pada 1 Agustus 2016;
g. MoU dengan Lao PDR di Bali pada 11 Agustus 2016;
h. Penandatanganan Kesepakatan Bersama antara Kementerian Keuangan, Bank
Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan PPATK di Jakarta pada 24 Oktober 2016.
IKSS 6: Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti.
Sasaran Strategis 4 Meningkatnya efektivitas kerja sama pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 51
2. Sembilan kali pertemuan Rapat Komite TPPU dan organ Komite TPPU dengan
rincian, sebagai berikut:
Pertemuan Komite TPPU yang menggunakan biaya seluruhnya dari DIPA PPATK
sejumlah enam pertemuan, meliputi:
a. Rapat Komite TPPU level menteri yang dipimpin oleh Menko Polhukam selaku
Ketua Komite TPPU di Kemenkopolhukam pada 11 Maret 2016 dengan agenda
pembahasan peningkatan pemasukan negara melalui sektor pajak dan pendanaan
tindak pidana terorisme;
b. Rapat Komite TPPU level menteri yang dipimpin oleh Menko Polhukam selaku
Ketua Komite TPPU di Kemenkopolhukam pada 27 Mei 2016 dengan agenda
pembahasan pencegahan dan pemberantasan TPPU;
c. Rapat Komite TPPU level menteri yang dipimpin oleh Menko Polhukam selaku
Ketua Komite TPPU di PPATK pada 4 Oktober 2016 dengan agenda pembahasan
Implementasi PP Nomor 2 Tahun 2016, Persiapan MER FATF 2017,
Implementasi Sippenas, dan hal-hal lain yang terkait pencegahan dan
pemberantasan TPPU;
d. Rapat Tim Pelaksana Komite TPPU yang dipimpin oleh Kepala PPATK selaku
Ketua Tim Pelaksana Komite TPPU di PPATK pada 18 Mei 2016 dengan agenda
pembahasan implementasi pelaporan Stranas TPPU melalui SIPPENAS,
Diseminasi PP Nomor 2 Tahun 2016, dan koordinasi antarlembaga terkait dalam
upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU;
e. Rapat Tim Pelaksana Komite TPPU yang dipimpin oleh Kepala PPATK selaku
Ketua Tim Pelaksana Komite TPPU di PPATK pada 9 Desember 2016 dengan
agenda pembahasan diseminasi konsep Stranas TPPU periode 2017-2019 dan
Persiapan MER tahun 2017;
f. Rapat Kelompok Kerja Komite TPPU yang dipimpin oleh Direktur Kerjasama dan
Humas PPATK di PPATK pada 4 Agustus 2016 dengan agenda pembahasan
koordinasi penginputan laporan dan data dukung capaian Aksi Stranas Tahun 2016
melalui aplikasi Sippenas.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 52
Tiga workshop Komite TPPU yang dibiayai dari dana hibah AUSTRAC,
meliputi:
a. Workshop Harmonisasi dan finalisasi Stranas TPPU Tahun 2016 yang dihadiri
oleh perwakilan seluruh anggota Komite TPPU pada 7-9 September 2016 di
Bandung.
b. Workshop Penyusunan Rencana Aksi Stranas TPPU Periode 2017-2021 yang
dihadiri oleh Tim Internal Stranas TPPU dari PPATK pada 20-22 November 2016
di Bogor.
c. Workshop Harmonisasi dan Finalisasi Konsep Stranas TPPU Periode 2017-2019
yang dihadiri oleh perwakilan seluruh anggota Komite TPPU pada 20-23
Desember 2016 di Bandung.
3. Satu kali pelatihan bersama penanganan perkara TPPU yang melibatkan peserta dari
polda, kejati, Kanwil Ditjen Pajak, Kanwil Ditjen Bea dan Cukai, BNNP, pengadilan
tinggi, dan Penyedia Jasa Keuangan (Perbankan), yaitu Pelatihan Bersama Penanganan
Perkara TPPU di Banda Aceh pada 6-8 April 2016 yang melibatkan 100 peserta.
4. Melaksanakan koordinasi tindak lanjut kerja sama dengan instansi-instansi dalam
negeri yang telah memiliki Dokumen Kerja Sama dengan PPATK dengan cara
mengundang dan menghadiri undangan rapat koordinasi, sosialisasi, seminar, diklat,
dan/atau workshop dengan agenda pembahasan isu-isu mutakhir dan rancangan
peraturan.
Sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2016, PPATK telah menandatangani 98
Dokumen Kerja Sama (MoU, Perjanjian Kerja Sama/PKS, dan Kesepakatan Bersama)
dengan 89 K/L/I dalam negeri. Namun, terdapat dua K/L yang menjalin MoU telah
dibubarkan, yaitu Bapepam dan Ditjen Lembaga Keuangan. Selain itu, terdapat dua
instansi yang telah berakhir masa tugasnya, meliputi:
1. Satgas REDD telah berakhir pada 30 Juni 2013 karena pemerintah membentuk Badan
Pengelola REDD (sesuai Keppres Nomor 5 Tahun 2013).
2. Gugus Tugas Pengawasan Pemilu yang berakhir pada tahun 2014, yakni tiga bulan
setelah selesainya semua tahapan pemilu tahun 2014.
Sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2016, PPATK telah menandatangani 98
dokumen kerja sama dalam negeri (berupa MoU maupun PKS) dengan 85 K/L/I dalam
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 53
negeri. Dari 98 dokumen kerja sama tersebut, terdapat 61 dokumen kerja sama yang
masih berlaku sampai dengan tahun 2016 dan telah ditindaklanjuti selama tahun 2003
sampai dengan tahun 2016. Dari 61 dokumen kerja sama tersebut, PPATK telah
menindaklanjuti satu atau lebih ruang lingkup kerja sama dalam 56 dokumen kerja sama.
Dengan demikian, realisasi kinerja IKSS adalah 91,8%. Rincian 61 dokumen kerja sama
tersebut tersaji dalam Lampiran laporan kinerja ini.
Tabel 3.14 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-6 PPATK
Tahun 2016 IKSS Target
Tahun 2016 Realisasi
Tahun 2016 Capaian Tahun
2016 2015
Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti.
100% 91,8% 91,8% 94%
Berdasarkan Tabel 3.14, diketahui bahwa pada tahun 2016 realisasi kinerja IKSS
ini sebesar 91,8%. Capaian kinerja ini sudah relatif baik, tetapi belum berhasil mencapai
target kinerja yang ditetapkan, yaitu 100%. Capaian kinerja IKSS ini sebesar 91,8%.
Apabila dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2016, terdapat penurunan capaian
kinerja sebesar 2,2%.
Faktor penyebab ketidakberhasilan pencapaian kinerja IKSS, antara lain
disebabkan terdapat lima MoU dengan lembaga/instansi yang masih berlaku sampai
tahun 2016, tetapi tidak dilakukan tindak lanjut dalam satu atau lebih ruang lingkup
kerja sama oleh Direktorat Kerjasama dan Humas maupun oleh unit kerja lainnya. MoU
tersebut meliputi MoU dengan Rumah Sakit Fatmawati, Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya, Universitas Cendrawasih, Pemerintah Provinsi Aceh, dan Pemerintah Provinsi
Kalimantan Selatan.
Tabel 3.15 Perbandingan Realisasi IKSS ke-6 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS Target Tahun Realisasi
Tahun 2016
Persentase Realisasi
Dibanding Target
Tahun 2019
2015 2016 2017 2018 2019
Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti
100% 100% 100% 100% 100% 91,8% 91,8%
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 54
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah
mencapai 91,8%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah baik. Dampak positif
capaian IKSS Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti terhadap sasaran strategi
meningkatnya efektivitas kerja sama pencegahan dan pemberantasan TPPU adalah:
1. Tindak lanjut kerja sama melalui Komite TPPU telah mendorong efektivitas
persiapan Indonesia dalam menghadapi FATF Mutual Evaluation Review (MER)
tahun 2017. Hal ini untuk memenuhi rekomendasi FATF agar Indonesia tidak masuk
ke dalam daftar hitam sebagai negara yang rawan pencucian uang (black-list/FATF
Public Statement). Melalui Komite TPPU, Indonesia telah menyusun konsep Stranas
TPPU yang baru, yaitu Stranas TPPU Periode 2017-2019 yang salah satunya berisi
strategi-strategi dalam meningkatkan pemenuhan Rekomendasi FATF, sehingga
mendukung persiapan MER FATF.
2. Tindak lanjut kerja sama melalui Komite TPPU telah mendorong Indonesia
menyusun strategi dalam melakukan mitigasi terhadap risiko merujuk pada hasil
National Risk Assessment on Money Laundering and Terrorist Financing.
3. Efektivitas kerja sama dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU juga ditingkatkan
dengan diterapkannya aplikasi SIPPENAS dalam upaya pelaporan Strategi Nasional
PP TPPU oleh setiap anggota komite TPPU.
4. Efektivitas kerja sama pencegahan dan pemberantasan pendanaan terorisme dapat
ditingkatkan melalui kesuksesan PPATK dalam menyelenggarakan 2nd Counter-
Terrorism Financing Summit (2nd CTF Summit) di Nusa Dua, Bali pada 8-11 Agustus
2016. Pertemuan Tingkat Tinggi tersebut menghasilkan Nusa Dua Statement.
5. Tindak lanjut kerja sama melalui penyelenggaraan pelatihan telah dapat
meningkatkan efektivitas pencegahan dan pemberantasan TPPU. Satu kali pelatihan
bersama penanganan perkara TPPU di Banda Aceh telah mampu meningkatkan
pemahaman dan sinergi kerja sama PP TPPU kepada 100 peserta pelatihan yang
terdiri dari Polda, Kejati, Kanwil Ditjen Pajak, Kanwil Ditjen Bea dan Cukai, BNNP,
pengadilan tinggi, dan Penyedia Jasa Keuangan (Perbankan).
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 55
Kendala-kendala yang dihadapi:
Kendala-kendala yang dihadapi dalam pencapaian IKSS Persentase kerja sama
yang ditindaklanjuti, antara lain:
1) Belum terdapat integrasi data terkait tindak lanjut ruang lingkup kerja sama yang
dilaksanakan oleh unit kerja PPATK, sehingga pencarian data tindak lanjut kerja
sama masih dilaksanakan secara manual.
2) Terdapat MoU yang tidak ditindaklanjuti karena proses penyusunan MoU tidak
menggunakan analisis kelayakan pihak kerja sama, sehingga mitra kerja sama
bersifat kurang strategis.
Upaya-upaya penyelesaian kendala:
Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, PPATK melakukan upaya-upaya yang
diharapkan dapat meningkatkan kinerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya.
Upaya-upaya tersebut adalah:
1. Merujuk pada Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-12/1.03/PPATK/08/15 tentang
Pedoman Penyusunan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Perjanjian dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, mulai
tahun 2016, PPATK telah melaksanakan koordinasi terkait penyusunan analisis
kriteria kelayakan dengan pihak dalam atau luar negeri dan pengidentifikasian
kebutuhan kerja sama dalam proses penjajakan kerja sama. Berdasarkan hasil analisis
dan proses identifikasi tersebut, PPATK dapat mengupayakan penyusunan MoU yang
dapat ditindaklanjuti dengan optimal. Dengan kata lain, potensi MoU yang tidak akan
ditindaklanjuti dapat dihindari atau diminimalkan.
2. PPATK akan berkoordinasi dengan instansi mitra kerja sama yang telah memiliki
MoU dengan PPATK yang masih berlaku, tetapi tidak ada tindak lanjut selama tahun
2016. Koordinasi tersebut akan mengomunikasikan bentuk kerja sama pada tahun
2017 dan MoU yang tidak efektif tersebut dapat dilakukan penghentian kerja sama
sebelum jangka waktu MoU berakhir.
3. PPATK akan membuat database seluruh dokumen kerja sama dalam bentuk MoU
dan Perjanjian Kerja Sama yang memuat inventarisasi ketentuan-ketentuan perjanjian
yang strategis yang dikoordinasikan dengan seluruh unit kerja terkait selaku
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 56
pelaksana tindak lanjut kerja sama secara berkala. Database tersebut meliputi hal-hal,
sebagai berikut:
a. Masa berlaku.
b. Waktu diperlukannya peninjauan kembali.
c. Ruang lingkup kerja sama.
d. Keterangan terkait masa berlakunya kerja sama.
e. Bentuk tindak lanjut kerja sama pada tahun berjalan.
Sasaran strategis 5 dimaksudkan agar PPATK dapat mengukur kualitas hasil riset
yang dilakukan PPATK, sehingga diketahui manfaat hasil riset bagi pihak eksternal
dalam upaya mendorong usaha pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan
terorisme. Sasaran strategis 5 dipantau keberhasilannya melalui satu IKSS, yaitu Tingkat
kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme. Pencapaian kinerja SS 5 pada tahun
2016 adalah relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 104,31%.
Tingkat kualitas Hasil Riset TPPU dan Pendanaan Terorisme adalah hasil
penilaian oleh pengguna Laporan Hasil Riset (LHR) untuk mengukur kualitas LHR
melalui kuesioner kepada pengguna LHR, sehingga diketahui manfaat LHR bagi pihak
eksternal dalam upaya mendorong usaha pencegahan dan pemberantasan TPPU. Pada
tahun 2016, kuesioner yang terkait dengan LHR dikirimkan kepada 46 responden, yaitu
instansi yang terdapat hubungan kerja dengan PPATK maupun yang memiliki MoU
dengan PPATK, antara lain perbankan, aparat penegak hukum, dan regulator. Aspek
yang dinilai dalam tingkat kualitas LHR adalah aspek penyajian; aspek kekinian; dan
aspek manfaat. Berdasarkan hasil pengolahan kuesioner, diperoleh nilai sebesar 3,39
indeks dari skala 4.
IKSS 7: Tingkat kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme
Sasaran Strategis 5 Meningkatnya kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 57
Selama tahun 2016, PPATK telah melakukan kajian tipologi terhadap tindak
pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme dan melakukan analisis strategis
terhadap beberapa isu strategis nasional dalam delapan topik riset, sebagai berikut:
1. Risiko Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS) terhadap Tindak Pidana
Pendanaan Terorisme Periode 2013-2015.
2. Indikator Transaksi Keuangan Mencurigakan dengan Indikasi Tindak Pidana
Korupsi Periode 2011-2015.
3. Indikator Transaksi Keuangan Mencurigakan di Bidang Pasar Modal Periode
2011-2015.
4. Redflag Transaksi Keuangan Mencurigakan terkait Penyedia Barang dan Jasa
serta Jasa Profesi Periode 2005-2014.
5. Indikator Transaksi Keuangan Mencurigakan pada Kasus-Kasus Tindak Pidana
Narkotika.
6. Indikator Transaksi Keuangan Mencurigakan Berdasarkan Laporan Hasil
Pemeriksaan Periode 2013-2014.
7. Indikator Transaksi Keuangan Mencurigakan Berdasarkan Putusan Pengadilan
atas Perkara Pencucian Uang.
8. Tipologi Pencucian Uang Berdasarkan Putusan Pengadilan Tahun 2015.
Tabel 3.16 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-7 PPATK
Tahun 2016 IKSS Target
Tahun 2016 Realisasi
Tahun 2016 Capaian Tahun
2016 2015
Tingkat kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme. 3,25 indeks 3,39 indeks 104,31% 115%
Berdasarkan Tabel 3.16 diketahui bahwa pada tahun 2016 realisasi indikator
kinerja Tingkat kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme sebesar 3,39 indeks.
Secara persentase, capaian kinerja IKSS ini sebesar 104,31%.
Pada tahun 2016, indeks kualitas hasil riset yang dihasilkan sebesar 3,39 indeks.
Jika dibandingkan dengan tahun 2015, realisasi kinerja tahun 2015 adalah 3,46 indeks.
Capaian indikator kinerja ini menurun karena terdapat penurunan jumlah instansi yang
dikirimkan kuesioner. Jumlah instansi yang akan dikirimkan kuesioner semula
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 58
direncanakan sebanyak 61 instansi, kemudian berubah menjadi 46 instansi, sehingga
respon rate meningkat dari 58,49% menjadi 63% dan terdapat penilaian cukup
memuaskan dari beberapa instansi. Walaupun demikian, capaian kinerja IKSS ini pada
tahun 2016 telah berhasil melebihi target.
Keberhasilan pencapaian kinerja IKSS ini didukung oleh upaya PPATK dalam
pelaksanaan tugas dan fungsinya dalam mendorong pencegahan dan pemberantasan
TPPU dengan senantiasa berkoordinasi berbagai lembaga, antara lain Penyedia Jasa
Keuangan, aparat penegak hukum, kementerian/lembaga lain yang terkait, akademisi,
dan asosiasi pihak pelapor.
Tabel 3.17 Perbandingan Realisasi IKSS ke-7 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS Target Tahun Realisasi Tahun 2016
Persentase Realisasi
Dibanding Target
Tahun 2019
2015 2016 2017 2018 2019
Tingkat kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme.
3 indeks
3,25 indeks
3,5 indeks
3,75 indeks
4 indeks
3,39 indeks
84,75%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah
mencapai 84,75%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. Upaya-
upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan kinerja pada periode
pengukuran kinerja selanjutnya adalah
1. PPATK melakukan koordinasi dengan stakeholders/pengguna hasil riset.
2. PPATK meningkatkan kemampuan periset terkait metodologi, teknik pengumpulan
data, dan analisis data dalam penelitian.
Sasaran strategis 6 dimaksudkan agar PPATK dapat mengukur kualitas hasil
analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi yang disampaikan ke penyidik, sehingga
diketahui manfaat hasil analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi bagi pihak eksternal
Sasaran Strategis 6: Meningkatnya Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 59
dalam upaya mendorong usaha pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan
terorisme. Sasaran strategis 6 diukur keberhasilannya melalui IKU, yaitu Jumlah Hasil
Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti. Pencapaian kinerja SS
6 tahun 2016 adalah relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 120%.
Target kinerja IKSS 8 berupa Jumlah Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan
informasi yang ditindaklanjuti sebanyak 181 laporan dengan rincian jumlah HA dan
Informasi PPATK yang telah ditindaklanjuti sebanyak 178 laporan dan Hasil
Pemeriksaan yang ditindaklanjuti sampai tahap penuntutan sebanyak tiga laporan.
Selama tahun 2016, total HA dan Informasi PPATK yang telah ditindaklanjuti
sebanyak 393 laporan atau sebesar 220,79% dari target 178 laporan. Namun demikian,
capaian kinerja yang diakui sebesar 120%. 393 HA dan Informasi yang ditindaklanjuti
tersebut merupakan rekapitulasi dari HA dan Informasi yang telah diserahkan kepada
pengguna sejak tahun 2010, tetapi baru ditindaklanjuti pada tahun 2016. Rincian HA
dan Informasi yang ditindaklanjuti pada tahun 2016, sebagai berikut:
Tabel 3.18 Jumlah HA dan Informasi yang Ditindaklanjuti
Tahun 2010-2016 HA dan Informasi
No Tahun penyampaian Laporan ditindaklanjuti tahun 2016 1 2010 1 laporan 2 2011 4 laporan 3 2012 1 laporan 4 2013 20 laporan 5 2014 40 laporan 6 2015 101 laporan 7 2016 226 laporan
Total 393 laporan Laporan Hasil Pemeriksaan yang ditindaklanjuti sampai tahap penuntutan selama
tahun 2016 sebanyak dua LHP dari target sebanyak tiga laporan. Secara keseluruhan,
total HA, HP, dan Informasi yang ditindaklanjuti sebanyak 395 laporan.
IKSS 8: Jumlah Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 60
Tabel 3.19 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-8 PPATK
Tahun 2016 IKSS Target
Tahun 2016 Realisasi
Tahun 2016 Capaian Tahun
2016 2015
Jumlah HA, HP, dan Informasi yang ditindaklanjuti
181 Laporan
395 Laporan
120% 435%
Capaian kinerja IKSS ini pada tahun 2016 sebesar 120%. Secara persentase, jika
dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2015, capaian kinerja pada tahun 2016
mengalami penurunan sebesar 315%. Hal ini disebabkan target kinerja pada tahun 2015
sebesar 77 laporan dengan realisasi kinerja sebesar 335 laporan, sehingga capaian
kinerja sebesar 435%. Oleh karena itu, pada tahun 2016, PPATK menaikkan target
kinerja menjadi 181 laporan dan realisasi kinerjanya sebanyak 395 laporan. Walaupun
demikian, PPATK pada tahun 2016 telah berhasil melampaui target kinerja. Berdasarkan
capaian kinerja pada tahun 2015 dan 2016, maka PPATK akan melakukan perubahan
target kinerja pada tahun 2018 dan 2019 dalam Renstra PPATK Tahun 2015-2019.
Berdasarkan Tabel 3.19 diketahui bahwa capaian kinerja indikator kinerja sebesar
120%. Keberhasilan pencapaian kinerja IKSS ini didukung oleh hal-hal sebagai berikut:
1. PPATK memantau tindak lanjut atas HA, HP, dan Informasi yang dikirimkan.
2. PPATK berkoordinasi dengan pihak pelapor terkait peningkatan kualitas LTKM dan
laporan lainnya, sehingga kualitas HA, HP, dan Informasi dapat meningkat.
3. PPATK berkoordinasi dengan penyidik dan/atau instansi terkait berkenaan dengan
pemenuhan persyaratan permintaan informasi kepada PPATK.
4. PPATK berkoordinasi dengan penyidik dan/atau instansi terkait sehubungan dengan
peningkatan kualitas Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan Informasi PPATK.
Tabel 3.20 Perbandingan Realisasi IKSS ke-8 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS
Target Tahun Realisasi Tahun 2016
Persentase Realisasi
Dibanding Target Tahun
2019
2015 2016 2017 2018 2019
Jumlah HA, HP, dan informasi yang ditindaklanjuti
77 laporan
181 laporan
182 laporan
130*) laporan
154* laporan)
395 laporan
256,49%
*) Target kinerja tahun 2018 dan 2019 masih menggunakan target Renstra PPATK Tahun 2015-2019 dan belum dilakukan penyesuaian target.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 61
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah
mencapai 256,49%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah sangat baik. Upaya-
upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan kinerja pada periode
pengukuran kinerja selanjutnya adalah:
1. PPATK meningkatkan pemahaman pihak pelapor atas kewajiban pelaporan dan
kualitas LTKM dan laporan lainnya.
2. PPATK meningkatkan koordinasi dengan penyidik dan/atau instansi terkait
sehubungan dengan peningkatan kualitas Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan
Informasi PPATK. Sebagian besar HA, Hasil Pemeriksaan, dan Informasi yang
disampaikan baru ditindaklanjuti pada tahun berikutnya, sehingga diperlukan
koordinasi dengan penyidik dan instansi terkait lainnya dalam upaya pemantauan
terkait progress tindak lanjut atas HA, HP, dan Informasi PPATK.
3. PPATK memantau pemanfaatan HA, HP, dan Informasi oleh penyidik.
4. PPATK meningkatkan kualitas SDM analis melalui sharing knowledge yang
dilakukan secara internal maupun dengan instansi lain di dalam dan luar negeri.
5. PPATK melaksanakan kegiatan Focus Group Discussion dengan para pengguna HA,
HP, dan Informasi PPATK.
Sasaran strategis 7 dimaksudkan untuk mengetahui efektivitas pembinaan dan
pengawasan yang dilakukan oleh PPATK kepada pihak pelapor dalam pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Sasaran strategis
7 diukur keberhasilannya melalui dua IKSS, yaitu Persentase laporan dari pihak pelapor
yang memenuhi standar pelaporan dan Indeks kepatuhan pihak pelapor. Pencapaian
kinerja SS 7 tahun 2016 adalah relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 111,52%.
Sasaran Strategis 7: Meningkatnya kepatuhan pelaporan
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 62
Tabel 3.21 Capaian Kinerja Sasaran Strategis ke-7 PPATK
Tahun 2016 NO. INDIKATOR KINERJA SASARAN
STRATEGIS TARGET
TAHUN 2016 REALISASI TAHUN 2016
CAPAIAN TAHUN 2016
1 Persentase laporan dari pihak pelapor yang memenuhi standar pelaporan.
95% 97,89% 103,04%
2 Indeks kepatuhan pihak pelapor. 4 indeks 5 indeks 120%
Rata-rata capaian kinerja 111,52%
Laporan yang memenuhi standar pelaporan adalah laporan yang telah memenuhi
ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Kepala PPATK yang mengatur
tentang tata cara pelaporan. Standar laporan tersebut adalah laporan disampaikan tepat
waktu dan mandatory field telah terisi dengan lengkap dan benar. Jenis laporan adalah
Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang memenuhi standar pelaporan
yang diperoleh dari aplikasi GRIPS (Gathering Report Information in Reporting System)
untuk melihat field mandatory yang terisi dan penyampaian dari Pihak Pelapor yang
tepat waktu.
Tabel 3.22 Jumlah Laporan dari Pihak Pelapor yang Memenuhi Standar Pelaporan
Tahun 2016 Jenis Laporan Laporan yang Diterima
oleh PPATK Laporan yang Memenuhi
Standar Pelaporan
LTKM 48.274 47.256
Pada tahun 2016, target laporan dari Pihak Pelapor yang memenuhi standar
pelaporan, yaitu 95%. Realisasi kinerja yang berhasil dicapai adalah 97,89% dengan
penjelasan, yaitu jumlah laporan yang diterima oleh PPATK sebanyak 48.274 laporan
dan jumlah laporan yang memenuhi standar pelaporan sebanyak 47.256 laporan. Dengan
demikian, capaian kinerja indikator kinerja tersebut sebesar 103,04%.
IKSS 9: Persentase laporan dari pihak pelapor yang memenuhi standar pelaporan
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 63
Tabel 3.23 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-9 PPATK
Tahun 2016 IKSS Target
Tahun 2016 Realisasi
Tahun 2016 Capaian Tahun
2016 2015
Persentase laporan dari pihak pelapor yang memenuhi standar pelaporan.
95% 97,89% 103,04% 97,92%
Capaian kinerja IKSS ini pada tahun 2016 telah mencapai sebesar 103,04%.
Secara persentase, jika dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2015, capaian kinerja
pada tahun 2016 mengalami peningkatan sebesar 5,12%. Hal ini menunjukkan bahwa
banyak laporan yang disampaikan oleh pihak pelapor kepada PPATK telah memenuhi
standar pelaporan yang mengindikasikan bahwa pembinaan PPATK kepada pihak
pelapor telah dilakukan dengan baik.
Tabel 3.24 Perbandingan Realisasi IKSS ke-9 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS
Target Tahun Realisasi Tahun 2016
Persentase Realisasi
Dibanding Target Tahun
2019
2015 2016 2017 2018 2019
Persentase laporan dari pihak pelapor yang memenuhi standar pelaporan
95% 95% 95% 95% 95% 103,04% 108,46%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah
mencapai 108,46%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. Upaya-
upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan kinerja pada periode
pengukuran kinerja selanjutnya adalah PPATK melakukan pembinaan yang intensif
kepada Pihak Pelapor untuk menyampaikan laporan sesuai ketentuan sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Kepala PPATK yang mengatur tentang tata cara pelaporan.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 64
Kepatuhan Pihak Pelapor mencakup kepatuhan pihak pelapor dalam memenuhi
ketentuan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) dan kewajiban pelaporan yang
meliputi penilaian dari komponen:
1) Tingkat kepatuhan pihak pelapor;
2) Tercapainya sasaran audit khusus;
3) Pemantauan tindak lanjut hasil audit; dan
4) Hasil koordinasi yang ditindaklanjuti oleh LPP.
Tabel 3.25 Interval Indeks Kepatuhan Pihak Pelapor
No Interval Indeks Kepatuhan Pihak Pelapor
1 0%-20% Indeks 1 (Sangat tidak baik) 2 >20%-40% Indeks 2 (Tidak baik) 3 >40%-60% Indeks 3 (Cukup baik) 4 >60%-80% Indeks 4 (Baik) 5 >80%-100% Indeks 5 (Sangat baik)
Pada tahun 2016, target kinerja Indeks kepatuhan Pihak Pelapor, yaitu 4 indeks.
Realisasi kinerja yang berhasil dicapai adalah 5 indeks dari skala 5. Nilai rata-rata
indeks kepatuhan pihak pelapor yang berhasil dicapai oleh PPATK sebesar 87,21%.
Berdasarkan Tabel 3.25, nilai rata-rata kinerja tersebut berada dalam kategori kepatuhan
pihak pelapor yang sangat baik. Dengan demikian, capaian kinerja indikator kinerja
tersebut sebesar 125%, tetapi capaian kinerja yang diakui sebesar 120%.
Tabel 3.26 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-10 PPATK
Tahun 2016 IKSS Target
Tahun 2016 Realisasi
Tahun 2016 Capaian Tahun
2016 2015
Indeks kepatuhan pihak pelapor. 4 indeks 5 indeks 120% 125%
Berdasarkan tabel 3.26, realisasi kinerja yang berhasil dicapai adalah 5 indeks
dengan capaian kinerja sebesar 120%. Secara persentase, apabila dibandingkan dengan
IKSS 10: Indeks kepatuhan pihak pelapor
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 65
capaian kinerja tahun 2015, capaian kinerja tahun 2016 mengalami penurunan sebesar
5%. Hal ini disebabkan terdapat batasan capaian kinerja maksimum sebesar 120%.
Namun demikian, realisasi kinerja tahun 2016 sama dengan realisasi kinerja tahun 2016,
yaitu 5 indeks.
Tabel 3.27 Perbandingan Realisasi IKSS ke-10 Tahun 2015 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS Target Tahun Realisasi Tahun 2015
Persentase Realisasi
Dibanding Target Tahun
2019
2015 2016 2017 2018 2019
Indeks Kepatuhan Pihak Pelapor
4 indeks
4 indeks
4 indeks
5 indeks
5 indeks
5 indeks
100%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah
mencapai 100%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. Upaya-upaya
yang akan ditempuh oleh PPATK untuk mempertahankan Indeks kepatuhan pihak
pelapor pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah PPATK dalam melakukan
pengawasan kepatuhan akan lebih menitikberatkan kepada Pihak Pelapor yang sudah
melakukan registrasi pelaporan, menetapkan tujuan audit khusus yang sesuai dengan
kewenangan PPATK, memperbaiki prosedur pemantauan hasil audit, dan
memaksimalkan koordinasi dengan Lembaga Pengawas dan Pengatur.
Sasaran strategis 8 dimaksudkan agar PPATK berupaya untuk meningkatkan
kemampuan pihak pelapor dan aparat penegak hukum melalui kegiatan pendidikan dan
pelatihan. Pendidikan dan pelatihan bertujuan untuk memudahkan pelaksanaan
serangkaian tugas dan fungsi analisis, pelaporan, penyidikan dan penyelidikan dalam
upaya membangun rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Sasaran strategis 8 memiliki satu ukuran keberhasilan, yaitu Persentase kelulusan
peserta diklat. Pada tahun 2016, realisasi kinerja SS 8 tidak dapat diukur karena gedung
Sasaran Strategis 8: Meningkatnya kemampuan pihak pelapor dan aparat penegak hukum dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 66
pendidikan dan pelatihan PPATK baru selesai dibangun pada akhir tahun di Cimanggis,
Depok, Jawa Barat, sehingga PPATK belum dapat melaksanakan pelatihan kepada pihak
pelapor dan aparat penegak hukum.
Pelatihan Anti Money Laundering (AML) bertujuan agar setiap pelaku usaha, baik
PJK, Penyedia Barang dan Jasa, dan para penegak hukum dapat meningkatkan
kemampuan dan keterampilan dalam melaksanakan pekerjaannya dalam upaya
membangun rezim anti money laundering. Pelatihan AML juga bertujuan untuk
menyiapkan kaderisasi bagi pelaku usaha dan penegak hukum dalam memahami AML.
Dengan pelatihan yang baik, maka dapat tercipta sumber daya manusia yang profesional
yang memiliki keahlian AML.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 41 ayat (1) huruf f dan g, dalam
melaksanakan fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang,
PPATK berwenang untuk menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan anti
pencucian uang, serta menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang.
Kewenangan yang dimiliki oleh PPATK tersebut bermakna bahwa PPATK
memiliki tanggung jawab moral untuk menyelenggarakan pengembangan sumber daya
manusia yang berperan dalam menegakkan rezim anti pencucian yang di Indonesia.
Pengembangan sumber daya manusia yang dilaksanakan oleh PPATK meliputi dua jenis
ruang lingkup, yaitu ruang lingkup internal dan eksternal. Ruang lingkup internal dengan
target meningkatkan pengetahuan kompetensi pegawai PPATK dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan ruang lingkup
eksternal dengan target untuk meningkatkan pengetahuan dan kompetensi pemangku
kepentingan di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang
dan pendanaan terorisme.
IKSS 11: Persentase kelulusan peserta diklat
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 67
Tabel 3.28 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-11 PPATK
Tahun 2016 IKSS Target
Tahun 2016 Realisasi
Tahun 2016 Capaian Tahun
2016 2015
Persentase kelulusan peserta diklat 100% N/A N/A N/A
Tabel 3.26 menunjukkan bahwa pada tahun 2016, PPATK belum dapat
melaksanakan pendidikan dan pelatihan kepada pihak pelapor dan aparat penegak
hukum karena terkendala gedung pendidikan dan pelatihan PPATK yang baru selesai
dibangun pada akhir tahun 2016. Kegiatan pendidikan dan pelatihan tersebut
direncanakan akan mulai beroperasi pada tahun 2017. Dengan demikian, IKSS
Persentase kelulusan peserta diklat belum dapat terealisasi pada tahun 2016, sehingga
capaian kinerjanya belum dapat diukur (N/A).
Tabel 3.29 Perbandingan Realisasi IKSS ke-11 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS Target Tahun Realisasi
Tahun 2016
Persentase Realisasi
Dibanding Target
Tahun 2019
2015 2016 2017 2018 2019
Persentase kelulusan peserta diklat.
100% 100% 100% 100% 100% N/A N/A
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, IKSS ini pada tahun 2016
belum dapat diukur capaian kinerjanya. Namun demikian, kegiatan pendidikan dan
pelatihan kepada pihak pelapor dan aparat penegak hukum akan mulai beroperasi pada
tahun 2017.
Kendala-kendala yang dihadapi dalam pencapaian kinerja:
Formalisasi struktur organisasi pendidikan dan pelatihan APUPPT yang masih
dalam proses penyusunan kajian restrukturisasi organisasi, sehingga berpotensi
menghambat penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi pegawai maupun para
stakeholders dalam rezim AML.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 68
Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala:
PPATK melakukan koordinasi secara intensif dalam upaya pembahasan konsep
Perubahan Struktur Organisasi PPATK secara internal maupun bersama-sama dengan
pihak terkait, antara lain dengan Kementerian PAN dan RB, Kementerian Hukum dan
HAM, dan Sekretariat Negara.
Sasaran strategis 9 dimaksudkan agar PPATK lebih mengoptimalkan upaya
pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme melalui penyusunan
peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan Undang-Undang Nomor
9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Sasaran strategis 9 ini diukur keberhasilannya melalui satu IKSS, yaitu Persentase
pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme. Pencapaian kinerja SS 9
tahun 2016 adalah relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 100%.
PPATK menetapkan target kinerja indikator kinerja Persentase pemenuhan produk
hukum TPPU dan pendanaan terorisme sebesar 100%. PPATK telah menyusun lima
belas rancangan produk hukum di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU dan
pendanaan terorisme dari lima belas rancangan produk hukum yang telah ditetapkan
dalam road map regulasi PPATK pada tahun 2016. Dengan demikian, capaian kinerja
indikator kinerja tersebut sebesar 100%.
Selama tahun 2016, PPATK telah menyusun lima belas rancangan produk hukum
yang berupa peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan Kepala PPATK,
keputusan Kepala PPATK, dan Surat Edaran Kepala PPATK di bidang pencegahan dan
IKSS 12: Persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme
Sasaran Strategis 9: Terpenuhinya produk hukum pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 69
pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. Produk hukum yang telah ditetapkan
tersebut, meliputi:
1. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
2. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2013 tentang Penghasilan, Fasilitas, Penghargaan, dan Hak-Hak
Lain Bagi Kepala dan Wakil Kepala.
3. Rancangan Peraturan Presiden tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 48
Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan.
4. Rancangan Peraturan Presiden tentang Tata Cara Penerimaan dan Pemberian
Sumbangan oleh Organisasi Kemasyarakatan dalam Pencegahan Tindak Pidana
Pendanaan Terorisme
5. Rancangan Instruksi Presiden tentang Optimalisasi Pemanfaatan Laporan Hasil
Analisis dan Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan.
6. Peraturan Kepala PPATK Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Uji Konsekuensi
Informasi Publik di Lingkungan PPATK.
7. Peraturan Kepala PPATK Nomor 8 Tahun 2016 tentang Road Map Reformasi
Birokrasi PPATK Tahun 2015-2019.
8. Peraturan Kepala PPATK Nomor 10 Tahun 2016 tentang Grand Design Peningkatan
Kompetensi Aparat Penegak Hukum dan Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.
9. Peraturan Kepala PPATK Nomor 11 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyampaian
LTKM Bagi Profesi.
10. Peraturan Kepala PPATK Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Audit Kepatuhan, Audit khusus, dan Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Audit.
11. Rancangan Peraturan Kepala PPATK tentang Organisasi dan Tata Kerja PPATK.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 70
12. Surat Edaran Kepala PPATK Nomor 8 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyampaian
Informasi Pengguna Jasa Terpadu Melalui Aplikasi Pelaporan Sistem Informasi
Pengguna Jasa Terpadu.
13. Surat Edaran Kepala PPATK Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pemblokiran secara Serta Merta Atas Dana Milik Orang atau Korporasi yang
Identitasnya Tercantum Dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris.
14. Surat Edaran Kepala PPATK Nomor 3 Tahun 2016 tentang Contoh Formulir Surat
Pesanan Bagi Penyedia Barang dan/atau Jasa Lain Dalam Penerapan Prinsip
Mengenali Pengguna Jasa.
15. Surat Edaran Kepala PPATK Nomor 2 Tahun 2016 tentang Contoh-Contoh
Pengisian Uraian Rincian Transaksi Pada Laporan Transaksi Bagi Penyedia Barang
dan/atau Jasa Lain.
Tabel 3.30 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-12 PPATK
Tahun 2016 IKSS Target
Tahun 2016 Realisasi
Tahun 2016 Capaian Tahun
2016 2015
Persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme.
100% 100% 100% 77,78%
Berdasarkan Tabel 3.30, diketahui bahwa PPATK berhasil mencapai target kinerja
IKSS Persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme sebesar
100%. Apabila dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2015, capaian kinerja IKSS
ini mengalami peningkatan sebesar 22,22%. Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh
PPATK untuk mencapai target kinerja tersebut, antara lain:
1. PPATK melakukan koordinasi yang efektif dalam proses penyusunan produk hukum,
sehingga tujuan penyusunan produk hukum sesuai dengan yang diharapkan.
2. PPATK mengutamakan asas keadilan, kemandirian, profesionalisme, dan tanggung
jawab dalam melaksanakan layanan penyelesaian penyusunan produk hukum.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 71
Tabel 3.31 Perbandingan Realisasi IKSS ke-12 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS Target Tahun Realisasi Tahun 2016
Persentase Realisasi
Dibanding Target Tahun
2019
2015 2016 2017 2018 2019
Persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti
100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian IKSS ini telah
mencapai 100% yang telah menyamai target kinerja tahun 2019. Secara persentase,
capaian kinerja ini relatif baik. Upaya-upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk
meningkatkan persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme
yang ditindaklanjuti pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah peningkatan
kualitas penyampaian persyaratan pelayanan penyelesaian produk hukum dan
penyelesaian produk hukum berdasarkan skala prioritas.
Sasaran strategis 10 dimaksudkan agar PPATK dapat mengetahui kualitas
manajemen kinerja dan risikonya yang mendukung keberlangsungan bisnis proses
PPATK. Sasaran strategis 10 diukur keberhasilannya melalui satu IKSS, yaitu Indeks
tata kelola teknologi informasi PPATK. Pencapaian kinerja SS 10 tahun 2016 adalah
relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 102,18%.
PPATK melakukan penilaian terhadap tata kelola teknologi informasi terkait
pengelolaan teknologi informasi yang dijalankan, termasuk dasar hukum, pedoman,
dan standar baku dalam pelaksanaan pengelolaan teknologi informasi di PPATK.
Sasaran Strategis 10: Meningkatnya keandalan sistem teknologi informasi PPATK
IKSS 13: Indeks tata kelola teknologi informasi PPATK.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 72
Untuk menjaga independensi dalam proses penilaian, maka PPATK menunjuk pihak
ketiga yang memiliki kompetensi yang terkait dengan penilaian tata kelola teknologi
informasi (TI).
Tingkatan dalam maturity model yang akan digunakan sebagai acuan penilaian
tata kelola TI di PPATK, sebagai berikut:
Tabel 3.32 Tingkatan Maturity Model
Berdasarkan hasil penilaian terhadap tata kelola teknologi informasi diperoleh
hasil sebesar 2,81 indeks dari skala 5. Capaian kinerja adalah 102,18% terhadap target
kinerja tahun 2016, yaitu sebesar 2,75 indeks.
Nilai 2,81 berada dalam kategori ”Berulang”. Pada tingkat ini, maturitas tata
kelola TI di PPATK dijelaskan sebagai proses yang selalu dilaksanakan,
terstandardisasi, terdokumentasi, tetapi pola komunikasi masih memerlukan perbaikan
dan penyempurnaan. Hasil pengukuran berdasarkan nilai per domain, sebagai berikut:
Tabel 3.33 Nilai Asesmen Tata Kelola TI setiap Domain
Tahun 2016
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 73
Berdasarkan tabel 3.33, hasil penilaian tingkat maturitas ini menunjukkan bahwa
masih diperlukan peningkatan pada seluruh aspek proses manajemen pelayanan untuk
mencapai tingkat maturitas yang sesuai dengan prinsip tata kelola teknologi informasi
(IT governance) yang baik. Komitmen peningkatan kematangan tata kelola TI ini
adalah upaya untuk memberikan jaminan dan standardisasi layanan TI untuk
menopang peningkatan keandalan sistem TI sebagai salah satu pilar dari Rencana
Strategis PPATK.
Tabel 3.34 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-13 PPATK
Tahun 2016 IKSS Target
Tahun 2016 Realisasi
Tahun 2016 Capaian Tahun
2016 2015
Indeks tata kelola teknologi informasi PPATK
2,75 indeks 2,81 indeks 102,18% 110%
Pada tabel 3.34 dapat terlihat bahwa capaian kinerja tahun 2016 mengalami
penurunan dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2015, tetapi dilihat dari sisi
realisasi kinerja mengalami peningkatan dari tahun 2015 dengan realisasi sebesar 2,76
indeks. Capaian kinerja tahun 2016 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2015
disebabkan target kinerja yang ditetapkan pada tahun 2016 lebih tinggi dibandingkan
dengan tahun 2015.
Dari tabel tersebut diketahui bahwa pada tahun 2016 PPATK berhasil mencapai
kinerja yang ditargetkan. Keberhasilan ini disebabkan oleh hal-hal, sebagai berikut:
1. PPATK memiliki Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-07/1.04/PPATK/04/15
tentang Strategi Pengelolaan Teknologi Informasi pada PPATK dan Cetak Biru TI
PPATK Tahun 2015-2019.
2. PPATK melaksanakan manajemen kualitas layanan TI melalui kegiatan quality
assurance, khususnya untuk pengujian kualitas aplikasi oleh subunit internal PTI dan
audit internal terkait TI yang dilakukan oleh Inspektorat.
3. PPATK melaksanakan sosialisasi terkait kebijakan dan prosedur tata kelola TI.
4. PTI memiliki komitmen untuk memberikan layanan TI secara maksimal untuk
kelangsungan bisnis PPATK.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 74
5. PPATK telah memiliki dokumen manajemen risiko TI yang berisi strategi mitigasi
dan risiko residual dalam pengelolaan TI.
Tabel 3.35 Perbandingan Realisasi IKSS ke-13 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS Target Tahun Realisasi Tahun 2016
Persentase Realisasi
Dibanding Target
Tahun 2019
2015 2016 2017 2018 2019
Indeks tata kelola teknologi informasi PPATK
2,5 indeks
2,75 indeks
3 indeks
3,25 indeks
3,5 indeks
2,81 indeks
80,28%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah
mencapai 80,28%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. PPATK
akan melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan kinerja pada periode
pengukuran kinerja selanjutnya, antara lain:
1. PPATK melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pedoman TI.
2. PTI melakukan pemantauan kinerja perangkat TI yang akan dilaporkan secara
konsisten.
3. PPATK akan melaksanakan pengujian terhadap dokumen BCP/DRP dan simulasi
akan dilakukan secara konsisten oleh unit kerja yang membidangi manajemen
risiko.
4. Pendidikan dan pelatihan bagi staf TI akan dilakukan secara berkelanjutan dengan
mengacu kepada pemetaan kompetensi maupun kebutuhan pengembangan.
Sasaran strategis 11 dimaksudkan agar PPATK dapat menyelenggarakan sistem
manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) yang berbasis kompetensi yang sejalan
dengan kebijakan nasional melalui program reformasi birokrasi yang mengamanatkan
pembangunan sumber daya manusia yang kompeten dan profesional, serta mampu
bersaing secara global. Guna mendukung komitmen tersebut, PPATK menetapkan IKSS
Sasaran strategis 11: Meningkatnya kualitas sumber daya manusia PPATK
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 75
berupa penilaian kompetensi SDM PPATK sebagai tolok ukur keberhasilan pengelolaan
SDM PPATK. Penetapan IKSS tersebut merepresentasikan program penataan sistem
manajemen SDM aparatur melalui pengembangan model kompetensi dan
pengembangan Standar Kompetensi Jabatan.
Sasaran strategis 11 diukur keberhasilannya melalui satu IKSS, yaitu Persentase
pegawai PPATK yang memiliki penilaian prestasi kerja yang baik. Pencapaian kinerja
SS 11 relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 100%.
Berdasarkan pasal 18 Peraturan Kepala PPATK Nomor: 16/1.01/PPATK/11/12
tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai PPATK, pegawai yang berprestasi baik adalah
pegawai yang memenuhi batas penilaian prestasi kinerja “Baik” atau berada di atas nilai
75, berdasarkan dua komponen penilaian yaitu SKP (60%) dan perilaku kerja (40%).
Dengan melakukan penilaian terhadap kinerja pegawai akan dapat diketahui
terjadinya gap antara tingkat kesesuaian kemampuan dalam pengetahuan, keterampilan,
dan sikap perilaku SDM yang menempati suatu jabatan tertentu dengan kinerja minimal
yang harus dipenuhi, sehingga langkah yang diambil sebagai tindak lanjut dalam
melakukan pengembangan kompetensi SDM PPATK dapat dilakukan dengan tepat.
Indikator keberhasilan dari sasaran strategis tersebut beserta target dan realisasi kinerja,
sebagai berikut:
Tabel 3.36 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-14 PPATK
Tahun 2016 IKSS Target
Tahun 2016 Realisasi
Tahun 2016 Capaian Tahun
2016 2015
Persentase pegawai PPATK yang memiliki prestasi kerja pegawai baik
100% 100% 100% 100%
Dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi sebagaimana diamanatkan dalam
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi
2010-2025 dan Peraturan Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015
IKSS 14: Persentase pegawai PPATK yang memiliki penilaian prestasi kerja yang baik
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 76
tentang Road Map Reformasi Birokrasi Tahun 2015-2019, PPATK harus didukung oleh
para pegawai yang memiliki pengetahuan, keterampilan, kompetensi, dan mampu
menghasilkan kinerja yang optimal.
Arah kebijakan reformasi sejak tahun 2010 telah mencanangkan sistem
manajemen aparatur sipil negara yang berbasis kompetensi. Kompetensi merupakan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan oleh setiap pegawai agar dapat
menyelesaikan pekerjaan secara optimal. Kompetensi dibagi menjadi dua kategori, yaitu
hard competency dan soft competency. Kompetensi merupakan gambaran potensi yang
dimiliki oleh pegawai. Hasil tersebut akan dibuktikan dengan kinerja pegawai yang
bersangkutan pada tahun berjalan untuk dijadikan sebagai bahan pengembangan diri dan
karir para pegawai.
Pengukuran prestasi kerja para pegawai telah dilakukan selaras dengan target
perjanjian kinerja pada unit kerja. Setiap awal tahun, seluruh pegawai PPATK
diwajibkan untuk menyusun SKP (Sasaran Kerja Pegawai) yang merupakan turunan dari
indikator kinerja kegiatan unit eselon II. Sebagai komponen tambahan penilaian prestasi
kerja, perilaku pegawai juga tidak luput dari penilaian. Penyusunan SKP dan
penyampaian penilaian perilaku kerja tersebut telah dilakukan melalui sistem aplikasi
Sistem Informasi Aplikasi Penilaian Kinerja (SIAPIK), sehingga meminimalkan peluang
pegawai yang melakukan tugas atau pekerjaan yang tidak selaras dengan sasaran unit
eselon II yang diembannya.
Pada tahun 2016, PPATK menetapkan target kinerja Persentase Pegawai PPATK
yang memiliki prestasi kerja baik sebesar 100%. Berdasarkan data yang diperoleh, dari
368 pegawai PPATK, 355 pegawai PPATK telah melakukan input data SKP ke dalam
aplikasi SIAPIK. Pada tahun 2016, tidak seluruh pegawai dapat menyusun SKP.
Pengecualian pengisian SKP dilakukan terhadap delapan pegawai PPATK dengan status
Cuti di Luar Tanggungan Negara (CLTN) atau tugas belajar dan lima orang pegawai
kontrak yang resign per 31 Desember 2016. Dengan demikian, perhitungan penilaian
SKP pada tahun 2016 hanya dilakukan terhadap 355 orang pegawai.
Dari data SIAPIK diperoleh hasil, yaitu 355 pegawai tersebut memiliki rata-rata
prestasi kerja sebesar 89,21 dan berada pada kategori baik atau mengalami penurunan
nilai sebesar 0,29 dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan capaian kinerja
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 77
disebabkan terjadi perubahan pemahaman para pegawai mengenai penentuan target dan
realisasi tahunan, maupun penilaian terhadap rekan kerja.
Tabel 3.37 Perbandingan Realisasi IKSS ke-14 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS Target Tahun Realisasi Tahun 2016
Persentase Realisasi
Dibanding Target Tahun
2019
2015 2016 2017 2018 2019
Persentase pegawai PPATK yang memiliki prestasi kerja Baik.
90% 100% 100% 94%* 95%* 100% 105,26%
*) Target kinerja tahun 2018 dan 2019 masih menggunakan target Renstra PPATK Tahun 2015-2019 dan belum dilakukan penyesuaian target kinerja.
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah
mencapai 96,17%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. Upaya-
upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan prestasi kerja pada periode
pengukuran kinerja selanjutnya adalah melakukan langkah perbaikan secara terus-
menerus dalam membangun infrastruktur yang mendukung kinerja dan proses bekerja
para pegawai, mengoptimalkan penggunaan aplikasi teknologi informasi, dan
menegakkan tertib administrasi untuk para pegawai yang terlambat menyampaikan
formulir Penilaian Prestasi Kerja Pegawai (SKP).
Melalui sasaran strategis 12, PPATK bertujuan untuk menjamin agar seluruh
kegiatan yang direncanakan dapat mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan.
Dengan demikian, manajemen kinerja adalah cara mengelola kegiatan organisasi untuk
mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Sasaran strategis 12 diukur
keberhasilannya melalui satu IKSS, yakni Nilai AKIP PPATK. Persentase capaian
kinerja SS 12 belum dapat diukur capaiannya hingga akhir tahun 2016.
Sasaran strategis 12: Meningkatnya kualitas manajemen kinerja PPATK.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 78
Nilai AKIP PPATK adalah nilai hasil evaluasi Kementerian Pendayagunaan dan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi terhadap pelaksanaan sistem akuntabilitas
kinerja PPATK. Nilai AKIP PPATK diukur keberhasilannya melalui kesesuaian
penerapan sistem kinerja di PPATK dengan peraturan yang berlaku. Target dan realisasi
kinerja indikator kinerja untuk mengukur keberhasilan sasaran strategis meningkatnya
kualitas manajemen kinerja PPATK, sebagai berikut:
Tabel 3.38 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-15 PPATK
Tahun 2016 IKSS Target
Tahun 2016 Realisasi
Tahun 2016 Capaian Tahun
2016 2015
Nilai AKIP PPATK Nilai A N/A N/A 118,44%
Pada tahun 2015, PPATK memperoleh nilai BB (sangat baik) untuk pengelolaan
sistem akuntabilitas kinerja PPATK. Pada tahun 2016, PPATK menargetkan nilai AKIP
PPATK adalah nilai A. PPATK telah menyusun Laporan Kinerja Tahun 2015 PPATK.
Laporan kinerja tersebut telah disusun dengan berpedoman pada Peraturan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun
2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara
Reviu atas Laporan Kinerja. Laporan kinerja tersebut juga telah memuat profil PPATK,
target kinerja yang ditetapkan, pengukuran kinerja, evaluasi dan analisis kinerja untuk
setiap sasaran strategis atau hasil program/kegiatan dan kondisi terakhir yang seharusnya
terwujud, termasuk penggunaan sumber daya.
Dengan memperhatikan rekomendasi hasil evaluasi sistem AKIP PPATK dari
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan sebagai
upaya untuk mencapai target kinerja yang telah ditentukan, maka selama tahun 2016,
PPATK telah melakukan berbagai upaya, antara lain:
1. Pembentukan Tim Pengelolaan Kinerja PPATK Tahun Anggaran 2016 dengan
Keputusan Kepala PPATK Nomor 19 Tahun 2016.
IKSS 15: Nilai AKIP PPATK
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 79
2. Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK telah disusun dan ditandatangani oleh Kepala
PPATK pada 29 Desember 2015 dan Perubahan Perjanjian Kinerja Tahun 2016
PPATK telah ditandatangani oleh Kepala PPATK pada 29 Juli 2016.
3. Pengembangan aplikasi Sistem e-RKA guna mendukung penyelenggaraan sistem
akuntabilitas kinerja PPATK yang berbasis teknologi informasi.
4. Pelaksanaan sistem akuntabilitas kinerja melalui monitoring dan evaluasi kinerja
melalui penyusunan laporan capaian kinerja secara triwulanan dan menyampaikan
laporan tersebut kepada Bappenas dan Direktorat Jenderal Anggaran.
Laporan kinerja disusun untuk memberikan informasi kinerja yang terukur kepada
pemberi mandat atas kinerja yang telah dan seharusnya dicapai. Laporan kinerja juga
sebagai upaya perbaikan berkesinambungan bagi PPATK untuk meningkatkan
kinerjanya. Laporan Kinerja Tahun 2015 PPATK telah disusun dan disampaikan kepada
Presiden melalui Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi dengan surat Kepala
PPATK Nomor: B/40/KU.06.03/II/2016 pada 29 Februari 2016.
Tabel 3.39 Perbandingan Realisasi IKSS ke-15 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS Target Tahun Realisasi Tahun 2016
Persentase Realisasi
Dibanding Target Tahun
2019
2015 2016 2017 2018 2019
Nilai AKIP PPATK
B Nilai
A Nilai
A Nilai
A Nilai
A Nilai
N/A N/A
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini pada
tahun 2016 belum dapat diukur (N/A). Hingga akhir tahun 2016, PPATK belum
memperoleh hasil penilaian evaluasi terhadap sistem akuntabilitas kinerja PPATK dari
Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi.
Upaya-upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan capaian
kinerja nilai AKIP PPATK pada periode pengukuran kinerja selanjutnya, meliputi:
a. meningkatkan koordinasi dengan pengelola kinerja di seluruh unit kerja terkait
dengan penerapan sistem akuntabilitas kinerja di PPATK.
b. penggunaan sistem informasi dalam pengelolaan kinerja.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 80
c. meningkatkan kualitas pengukuran, evaluasi, monitoring, dan pelaporan capaian
kinerja secara berkala kepada Bappenas dan Direktorat Jenderal Anggaran.
Kendala-kendala dalam pencapaian kinerja.
Kendala yang dihadapi dalam pencapaian kinerja nilai AKIP PPATK, antara lain
masih kurangnya pemahaman pengelola kinerja dalam melakukan pengukuran indikator
kinerja pada unit kerjanya dan masih terdapat rumusan penghitungan kinerja yang
kurang sesuai dengan indikator kinerja.
Penyelesaian kendala-kendala dalam upaya pencapaian kinerja.
Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, maka PPATK melakukan upaya-
upaya, antara lain:
1. PPATK menyempurnakan metode pengukuran indikator kinerja dan melaksanakan
perbaikan rumusan penghitungan kinerja yang kurang sesuai dengan indikator
kinerja melalui perubahan Renstra PPATK Tahun 2015-2019 dengan Peraturan
Kepala PPATK Nomor 07 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala
PPATK Nomor: PER-05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana Strategis Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019.
2. PPATK lebih mengintensifkan pelaksanaan kegiatan pendampingan terhadap
pengelola kinerja seluruh unit kerja dalam menyusun dokumen perencanaan.
3. PPATK pelaksanaan evaluasi dan monitoring capaian kinerja triwulanan dan
penyusunan laporan kinerja masing-masing unit kerja.
4. PPATK akan melakukan pengintegrasian sistem informasi kinerja dengan
pengembangan aplikasi e-RKA dengan memanfaatkan database yang tersedia dalam
e-RKA yang dioptimalkan dalam upaya pemantauan dan pengukuran capaian
kinerja. Aplikasi e-RKA ini merupakan sistem aplikasi pengelolaan kinerja yang
terintegrasi yang dimulai dari perencanaan sampai dengan monitoring capaian
kinerja di PPATK.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 81
Melalui sasaran strategis 13, PPATK ingin mewujudkan reformasi birokrasi
PPATK yang efektif untuk menghasilkan tata kelola pemerintahan yang baik yang
mencakup seluruh sasaran area perubahan reformasi birokrasi dengan indikator beberapa
di antaranya adalah bebas korupsi, bebas pelanggaran, komunikasi publik yang baik,
penggunaan jam kerja yang produktif dan efektif, serta penerapan reward dan
punishment secara konsisten dan berkelanjutan. Sasaran strategis 13 diukur
keberhasilannya melalui satu IKSS, yakni Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi
PPATK. Capaian kinerja SS 13 adalah belum dapat diketahui realisasinya karena
PPATK belum memperoleh hasil penilaian evaluasi program reformasi birokrasi
PPATK tahun 2016 dari Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi.
Dalam upaya mewujudkan penyelenggaraan reformasi birokrasi yang efektif di
PPATK sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010
tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, sejak tahun 2014 PPATK telah
secara konsisten dan berkesinambungan melakukan pembenahan melalui penerapan
seperangkat infrastruktur reformasi birokrasi yang dicanangkan oleh pemerintah. Proses
tersebut wajib dilakukan oleh PPATK sebagai lembaga independen yang mengemban
tugas strategis dalam bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan
terorisme dalam upaya mewujudkan PPATK menjadi lembaga yang bersih dan
transparan dalam birokrasi, serta memiliki sumber daya manusia yang berkualitas,
berintegritas, dan profesional.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah
menetapkan Road Map Reformasi Birokrasi Tahun 2015-2019 melalui Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun
2015. Dengan telah terbitnya Road Map Reformasi Birokrasi Tahun 2015-2019 tersebut,
IKSS 16: Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK
Sasaran strategis 13: Terwujudnya reformasi birokrasi PPATK yang efektif
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 82
PPATK dituntut untuk melakukan perubahan dan penyempurnaan terhadap program
mikro reformasi birokrasi PPATK. Sasaran reformasi birokrasi yang ingin dicapai
selama periode lima tahun tersebut adalah (1) birokrasi yang bersih dan akuntabel; (2)
birokrasi yang efektif dan efisien; dan (3) birokrasi yang memiliki pelayanan publik
berkualitas. Guna memperoleh pemahaman dan pengetahuan terkait kebijakan Road
Map Reformasi Birokrasi Nasional periode 2015-2019, PPATK telah berkoordinasi
dengan Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi untuk memperoleh pendalaman
sebagai dasar dan pertimbangan dalam menetapkan langkah-langkah konkrit yang akan
ditempuh selama periode lima tahun mendatang, serta berupaya lebih baik lagi dalam
memperbaiki kualitas penyelenggaraan PPATK yang sejalan dengan nawacita
pemerintah.
Kesadaran melakukan transformasi kelembagaan dan organisasi telah mendorong
PPATK untuk menetapkan Peraturan Kepala PPATK Nomor 08 Tahun 2016 tentang
Road Map Reformasi Birokrasi PPATK Periode 2015-2019. Arah kebijakan dalam Road
Map Reformasi Birokrasi PPATK tersebut berpedoman pada delapan area perubahan
dan tujuan kelembagaan, yakni (1) penguatan birokrasi pemerintah dalam rangka
mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme; (2)
meningkatnya kualitas pelayanan publik kepada masyarakat; dan (3) meningkatnya
kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi.
Penilaian mandiri terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi di PPATK pada tahun
2016 dilaksanakan berdasarkan Road Map Reformasi Birokrasi PPATK tahun 2015-
2019 yang meliputi delapan program, yaitu Manajemen Perubahan, Penataan Peraturan
Perundang-undangan, Penataan dan Penguatan Organisasi, Penataan Tata Laksana,
Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, Penguatan Pengawasan, Penguatan
Akuntabilitas Kinerja, dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik.
Tim evaluator dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi telah melaksanakan evaluasi terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK
pada tahun 2016. Sampai dengan akhir tahun 2016, PPATK belum memperoleh
konfirmasi hasil penilaian reformasi birokrasi, sehingga PPATK belum dapat
menyampaikan realisasi kinerja program reformasi birokrasi PPATK. Keterlambatan
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 83
penerimaan informasi mengenai hasil penilaian pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK
pada tahun 2016 menjadi kendala yang berada di luar kendali PPATK.
Tabel 3.40 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-16 PPATK
Tahun 2016 IKSS Target
Tahun 2016 Realisasi
Tahun 2016 Capaian Tahun
2016 2015
Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi
Nilai 70 N/A N/A 104%
Pada tahun 2016, PPATK menargetkan kinerja nilai pelaksanaan reformasi
birokrasi, yaitu nilai 70. Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK pada tahun 2015
adalah 67,6. PPATK terus melakukan langkah perbaikan untuk dapat meningkatkan
pencapaian pada tahun berikutnya. Sampai dengan akhir tahun 2016, PPATK belum
menerima hasil penilaian evaluasi reformasi birokrasi yang dilakukan oleh Kementerian
PAN dan Reformasi Birokrasi. Keterlambatan penerimaan informasi mengenai hasil
penilaian pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK menjadi kendala yang berada di luar
kendali PPATK, sehingga PPATK belum dapat menyampaikan realisasi kinerja IKSS ini
hingga akhir tahun 2016.
Tahun 2016 merupakan tahun ke-3 pelaksanaan evaluasi terhadap pelaksanaan
reformasi birokrasi di PPATK. Output pelaksanaan reformasi birokrasi yang dihasilkan
selama tahun 2016, sebagai berikut:
1) Program 1: Manajemen Perubahan
Penetapan Peraturan Kepala PPATK Nomor 08 Tahun 2016 tentang Road Map
Reformasi Birokrasi PPATK periode 2015-2019;
Pembentukan Agen Perubahan pada setiap lini organisasi sebagai program
percontohan dalam membudayakan dan menginternalisasi nilai-nilai reformasi
birokrasi di PPATK;
2) Program 2: Penataan Peraturan Perundang-undangan
Pelaksanaan harmonisasi peraturan perundang-undangan secara berkala;
3) Program 3: Penataan dan Penguatan Organisasi
Peraturan Presiden Nomor 103 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan
Presiden Nomor 48 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja PPATK;
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 84
Rancangan Peraturan Kepala PPATK tentang Organisasi dan Tata Kerja PPATK
untuk menggantikan Peraturan Kepala PPATK PER-07/1.01/PPATK/08/12
tentang Organisasi dan Tata Kerja PPATK;
4) Program 4: Penataan Tata Laksana
Penetapan Peraturan Kepala PPATK Nomor 12 Tahun 2016 tentang Perubahan
atas Peraturan Kepala PPATK Nomor PER-06/1.01/PPATK/04/15 tentang
Standar Operasional Prosedur Unit Kerja di Lingkungan PPATK;
Penyusunan dokumen proses bisnis PPATK level 0-2 di PPATK;
Pengembangan Sistem Informasi Publik-PPID PPATK dengan alamat
ppid.ppatk.go.id untuk menjamin keterbukaan informasi publik PPATK kepada
masyarakat dan pihak yang membutuhkan;
Peraturan Kepala PPATK Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Uji
Konsekuensi Informasi Publik di Lingkungan PPATK;
5) Program 5: Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur
Penyusunan dokumen Analisis Jabatan PPATK;
Penyusunan dokumen perencanaan kebutuhan pegawai dan organisasi;
Implementasi Sistem Penilaian Kinerja secara online melalui aplikasi SIAPIK
yang terintegrasi dengan Perjanjian Kinerja;
Penyusunan dokumen evaluasi jabatan PPATK;
Pengembangan Aplikasi Assessment Centre di PPATK;
Tersedianya Sistem Aplikasi Kepegawaian (SIMPEG) PPATK;
6) Program 6: Penguatan Akuntabilitas Kinerja
Penetapan dokumen Peraturan Kepala PPATK Nomor 07 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-05/1.01/PPATK/03/15
tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
Tahun 2015-2019;
7) Program 7: Penguatan Pengawasan
Penetapan kerangka kerja dan rencana mitigasi manajemen risiko PPATK;
8) Program 8: Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Penetapan SOP Layanan di PPATK.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 85
Tabel 3.41 Perbandingan Realisasi IKSS ke-16 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS Target Tahun Realisasi Tahun 2016
Persentase Realisasi
Dibanding Target Tahun
2019
2015 2016 2017 2018 2019
Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK.
65 Nilai
70 Nilai
75 Nilai
80 Nilai
85 Nilai
N/A N/A
Capaian kinerja IKSS pada tahun 2016 belum dapat dibandingkan dengan target
kinerja tahun 2019 karena masih menunggu hasil penilaian evaluasi program reformasi
birokrasi PPATK yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi.
Upaya-upaya yang akan ditempuh oleh PPATK dalam upaya mempercepat pelaksanaan
dan penyesuaian program kegiatan reformasi birokrasi PPATK adalah melakukan langkah
perbaikan secara terus-menerus dalam penyelenggaraan pilar-pilar reformasi birokrasi.
PPATK melakukan upaya-upaya untuk mencapai kinerja, antara lain:
1. PPATK melakukan sosialisasi dan internalisasi secara berkala dalam upaya
mencapai kesepakatan dan keseragaman dalam persepsi dan pemahaman terhadap
kebijakan reformasi birokrasi.
2. PPATK melakukan koordinasi secara intensif mengenai program dan kegiatan yang
dicanangkan dalam upaya pelaksanaan reformasi birokrasi kepada seluruh jajaran
pimpinan dan pegawai PPATK.
3. PPATK melakukan pengembangan kapasitas untuk meningkatkan kompetensi
sumber daya manusia yang menangani reformasi birokrasi.
Sasaran strategis 14 dimaksudkan agar PPATK mampu menyajikan laporan
keuangan secara wajar sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, sehingga
mendorong terwujudnya tata kelola keuangan negara yang akuntabel dan transparan di
Sasaran strategis 14: Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan PPATK
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 86
PPATK. Sasaran strategis 14 diukur keberhasilannya melalui satu IKSS, yaitu Opini
BPK. Pencapaian kinerja SS 14 relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 100%.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Negara menyatakan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan dengan tujuan untuk
memberikan pendapat atas kewajaran penyajian angka-angka dalam laporan keuangan.
Opini BPK adalah opini yang diberikan setelah BPK melakukan penilaian terhadap
kinerja pengelolaan keuangan melalui pemeriksaan laporan keuangan dan dokumen-
dokumen pendukungnya.
Pada tahun 2016, PPATK menargetkan opini BPK atas Laporan Keuangan PPATK
adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). PPATK telah menyusun Laporan Keuangan
PPATK Tahun 2015 dengan menerapkan Sistem Akuntansi Pemerintahan berbasis
akrual sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Laporan Keuangan
PPATK disusun sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 222/PMK.05/2016
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.05/2015 tentang
Pedoman Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan Kementerian
Negara/Lembaga, laporan keuangan berbasis akrual tersebut terdiri atas Neraca, LRA,
Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Laporan Keuangan Tahun 2015 PPATK Unaudited telah disusun dan disampaikan
kepada Kementerian Keuangan melalui surat Kepala PPATK nomor:
T/98/KU.06.02/II/2016 tanggal 25 Februari 2016 dan disampaikan kepada BPK melalui
surat Kepala PPATK nomor: T/99/KU.06.02/II/2016 tanggal 25 Februari 2016. Laporan
Keuangan PPATK Tahun 2015 Audited telah disampaikan kepada BPK melalui surat
Kepala PPATK nomor: T/126/KU.06.02/IV/2016 tanggal 29 April 2016 perihal
Penyampaian Laporan Keuangan Tahun 2015 PPATK (Audited) dan kepada Direktorat
Jenderal Perbendaharaan melalui surat Kepala PPATK nomor: T/127/KU.06.02/IV/2016
tanggal 29 April 2016 perihal Penyampaian Laporan Keuangan Tahun 2015 PPATK
(Audited).
IKSS 17: Opini BPK
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 87
Berdasarkan surat BPK nomor: S-52/S/IV-XV/05/2016 tanggal 30 Mei 2016
perihal Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan PPATK Tahun 2015, opini
BPK atas Laporan Keuangan PPATK Tahun 2015 adalah Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP). Opini WTP ini merupakan penghargaan yang berhasil dicapai oleh PPATK
selama sepuluh kali berturut-turut.
Gambar 3.2 Penghargaan atas Capaian Opini WTP untuk Laporan Keuangan Tahun 2011-2015 PPATK
Target dan realisasi kinerja indikator kinerja untuk mengukur keberhasilan sasaran
strategis meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan PPATK, sebagai berikut:
Tabel 3.42 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-17 PPATK
Tahun 2016 IKSS Target
Tahun 2016 Realisasi
Tahun 2016 Capaian Tahun
2016 2015
Opini BPK Opini WTP Opini WTP 100% 100%
Tabel 3.42 menunjukkan bahwa selama tahun 2016, PPATK berupaya optimal
dalam mempertahankan IKSS Opini BPK sesuai target kinerja, yaitu Wajar Tanpa
pengecualian. Keberhasilan ini disebabkan oleh hal-hal, sebagai berikut:
1. PPATK menyusun Laporan Keuangan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 222/PMK.05/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 177/PMK.05/2015 tentang Pedoman Penyusunan dan Penyampaian Laporan
Keuangan Kementerian Negara/Lembaga dan Sistem Akuntansi Pemerintahan.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 88
2. PPATK menerapkan sistem akuntansi akrual dalam pencatatan akuntansi barang
milik negara dan akuntansi keuangan.
3. PPATK selalu melaksanakan rekonsiliasi realisasi belanja bulanan secara online
melalui aplikasi e-Rekon dari KPPN sampai dengan tingkat K/L.
Tabel 3.43 Perbandingan Realisasi IKSS ke-17 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS Target Tahun Realisasi Tahun 2016
Persentase Realisasi
Dibanding Target Tahun
2019
2015 2016 2017 2018 2019
Opini BPK WTP WTP WTP WTP WTP WTP 100%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah
mencapai 100%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. Upaya-upaya
yang akan ditempuh oleh PPATK untuk mempertahankan kinerja pada periode
pengukuran kinerja selanjutnya adalah dengan perbaikan pengelolaan keuangan negara,
termasuk pengelolaan Barang Milik Negara (BMN), perbaikan dalam penyajian laporan
keuangan, dan meminimalkan pelaksanaan kegiatan yang bertentangan dengan peraturan
yang berlaku.
C. Perbandingan Capaian Kinerja Tahun 2015 dan 2016
Perjanjian Kinerja PPATK Tahun 2016 meliputi empat belas Sasaran Strategis
dengan tujuh belas Indikator Kinerja Sasaran Strategis. Perbandingan capaian kinerja
tahun 2015 dan 2016 dapat dilihat dalam Tabel 3.44, sebagai berikut:
Tabel 3.44 Indikator kinerja Sasaran Strategis, Target, Realisasi, dan Capaian Kinerja PPATK
Tahun 2016
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS)
Satuan
Capaian Tahun 2015
Tahun 2016*
PPATK 01 Indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme.
Indeks Tidak diukur
104,2
PPATK 02 Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti.
% 125% 117,65%
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 89
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS)
Satuan
Capaian Tahun 2015
Tahun 2016*
Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik.
% 73,98% 112,24%
Persentase rekomendasi NRA yang ditindaklanjuti.
% 178% 120%
PPATK 03 Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia.
% 160% 120%
PPATK 04 Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti. % 94% 91,8% PPATK 05 Tingkat kualitas hasil riset TPPU dan
pendanaan terorisme. Indeks 115% 104,31%
PPATK 06 Jumlah Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti.
Laporan 435% 120%
PPATK 07 Persentase laporan dari pihak pelapor yang memenuhi standar pelaporan.
% 97,92% 103,04%
Indeks kepatuhan pihak pelapor. Indeks 125% 120% PPATK 08 Persentase kelulusan peserta diklat. % N/A N/A PPATK 09 Persentase pemenuhan produk hukum TPPU
dan pendanaan terorisme. % 77,78% 100%
PPATK 10 Indeks tata kelola teknologi informasi PPATK.
Indeks 110% 102,18%
PPATK 11 Persentase pegawai PPATK yang memiliki penilaian prestasi kerja pegawai baik.
% 111,11% 100%
PPATK 12 Nilai AKIP PPATK Nilai 118,44% N/A PPATK 13 Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi
PPATK. Nilai 104% N/A
PPATK 14 Opini BPK. Opini 100% 100% *Batasan capaian kinerja maksimum adalah 120% (Keputusan Kepala PPATK Nomor 175 Tahun 2016).
Berdasarkan tabel 3.44, tidak semua IKSS pada periode 2016 berhasil mencapai
target yang ditetapkan. Dari tujuh belas IKSS yang ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja
Tahun 2016, tiga IKSS terealisasi sesuai target kinerja, bahkan sepuluh IKSS berhasil
melebihi target kinerja. Sementara itu, terdapat satu IKSS yang belum berhasil mencapai
target kinerja dan tiga IKSS yang capaian kinerjanya belum dapat diukur. Meskipun
demikian, rata-rata capaian kinerja pada tahun 2016 sebesar 108,24%.
Apabila dibandingkan dengan rata-rata capaian kinerja pada tahun 2015 sebesar
132,65%, rata-rata capaian kinerja pada tahun 2016 mengalami penurunan sebesar
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 90
24,41%. Penurunan capaian kinerja ini disebabkan, antara lain terdapat tiga IKSS yang
capaian kinerjanya belum dapat diukur (N/A). Selain itu, sejak tahun 2016, PPATK telah
menerapkan Keputusan Kepala PPATK Nomor 175 Tahun 2016 tentang Penetapan
Batasan Persentase Capaian Indikator Kinerja Utama Pada Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan. Dalam keputusan tersebut telah ditetapkan bahwa batasan capaian
kinerja maksimum adalah 120% dan capaian kinerja minimum adalah 0%.
D. Realisasi Anggaran Tahun 2016
Pagu anggaran awal tahun 2016 PPATK sebesar Rp190.000.000.000,00. Pada
tahun berjalan, presiden menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang
Langkah-langkah Penghematan dan Pemotongan Belanja Kementerian/Lembaga Dalam
Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016,
sehingga PPATK terkena pemotongan anggaran sebesar Rp15.791.635.000,00. Namun
demikian, PPATK memperoleh penghargaan dari Kementerian Keuangan sebesar
Rp30.000.000.000,00 berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
455/KMK.02/2016 tentang Penetapan Pemberian Penghargaan atas Pelaksanaan
Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2014, sehingga
alokasi anggaran PPATK meningkat menjadi Rp204.208.366.000,00. Selain itu, PPATK
juga melakukan self blocking anggaran sebesar Rp2.744.000.000,00 yang dikenakan
berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2016 tentang Langkah-langkah
Penghematan Belanja Kementerian/Lembaga Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun Anggaran 2016, sehingga alokasi
anggaran PPATK setelah dilakukan self blocking anggaran menjadi
Rp201.464.366.000,00.
Realisasi anggaran PPATK per 31 Desember 2016 adalah sebesar
Rp195.664.151.534,00 atau 95,82% dari total pagu anggaran sebesar
Rp204.208.366.000,00. Apabila memperhitungkan self blocking anggaran, maka
realisasi anggaran meningkat menjadi 97,12%. Hal tersebut menunjukkan bahwa
PPATK melakukan efisiensi/penghematan dalam penggunaan anggaran apabila
dibandingkan dengan rata-rata capaian kinerja sebesar 108,24%. Efisiensi tersebut
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 91
berasal dari pengadaan barang/jasa dan penghematan dalam pelaksanaan kegiatan,
contohnya melalui pengurangan biaya perjalanan dinas sesuai dengan amanat Instruksi
Presiden Nomor 8 Tahun 2016 tentang Langkah-langkah Penghematan Belanja
Kementerian/Lembaga Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Perubahan Tahun Anggaran 2016, dan bersinergi dalam melaksanakan
monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan dan anggaran. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa selama tahun 2016, PPATK berhasil mencapai target kinerja secara
optimal dan mencapai realisasi anggaran yang relatif tinggi. Perbandingan realisasi
anggaran tahun 2015 dan 2016 dapat dilihat dalam Tabel 3.45. Realisasi anggaran terkait
program tahun anggaran 2016 dapat dilihat dalam Tabel 3.46, sebagai berikut.
Tabel 3.45 Perbandingan Realisasi Anggaran PPATK
Tahun 2015 dan 2016 Kode
Program/ Kegiatan
Nama Program/Kegiatan
Realisasi Tahun 2015
(Rp)
Realisasi Tahun 2016
(Rp)
Naik (Turun)
(Rp) 01 Program Dukungan
Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK
57.340.381.408,00
66.998.691573,00 9.658.310.165,00
01.3374 Pengawasan Internal PPATK 373.027.373,00
376.825.939,00
3.798.566,00
01.3375 Pengelolaan Perencanaan dan Keuangan PPATK 41.206.660.675,00 51.419.436.073,00 10.212.775.398,00
01.3376 Pengelolaan Sumber Daya Manusia, Organisasi, dan Ketatalaksanaan PPATK
4.030.057.631,00 2.731.320.974,00 (1.298.736.657.00)
01.3377 Penyelenggaraan ketatausahaan, kerumahtanggan, dan Perlengkapan PPATK
11.730.635.729,00 12.471.108.587,00 740.472.858,00
02 Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur PPATK
2.753.335.299,00 97.329.404.780,00 94.576.069.481,00
02.3378 Pengadaan dan Peningkatan Sarana dan Prasarana PPATK
2.753.335.299,00 97.329.404.780,00 94.576.069.481,00
06 Program Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan Pendanaan Terorisme
19.824.479.896,00 31.336.055.181,00 11.511.575.285,00
06.3379 Pengelolaan Bidang Hukum PPATK 2.293.471.516,00 2.029.575.000,00 (263.896.516,00)
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 92
Kode Program/ Kegiatan
Nama Program/Kegiatan
Realisasi Tahun 2015
(Rp)
Realisasi Tahun 2016
(Rp)
Naik (Turun)
(Rp) 06.3380 Pelaksanaan Kerja sama
dan Humas PPATK 3.301.587.515,00 3.226.671.033,00 (74.916.482,00)
06.3381 Pengelolaan Teknologi Informasi PPATK 7.013.156.621,00 15.007.770.300,00 7.994.613.679,00
06.3382 Pengawasan Kepatuhan Pihak Pelapor 1.158.357.136,00 1.397.061.050,00 238.703.914,00
06.3383 Pengawasan Kewajiban Pelaporan dan Pembinaan Pihak Pelapor
1.350.359.276,00 1.698.141.315,00 347.782.039,00
06.3384 Analisis Transaksi dan Pengelolaan Laporan Masyarakat
816.146.298,00 1.077.136.802,00 260.990.504,00
06.5232 Pemeriksaan dan Pengembangan Riset TPPU 3.891.401.534,00 6.899.699.681,00 3.008.298.147,00
Jumlah 79.918.196.603,00 195.664.151.534 115.745.954.931,00
Berdasarkan Tabel 3.45, pada tahun 2016, diketahui terdapat peningkatan realisasi
anggaran yang sangat signifikan apabila dibandingkan dengan realisasi anggaran tahun 2015.
Realisasi anggaran PPATK per 31 Desember 2016 sebesar Rp195.664.151.534,00, sehingga
terjadi peningkatan realisasi anggaran sebesar Rp115.745.954.931,00 apabila dibandingkan
dengan realisasi anggaran per 31 Desember 2015 sebesar Rp79.918.196.603,00. Peningkatan
realisasi anggaran yang sangat signifikan sebesar Rp94.576.069.481,00 terdapat pada program
peningkatan sarana dan prasarana aparatur PPATK. Anggaran tersebut digunakan untuk
membiayai pembangunan gedung diklat PPATK yang terletak di Cimanggis, Depok.
Tabel 3.46 Realisasi Anggaran PPATK
per 31 Desember 2016 Program Anggaran (Rp) Realisasi (Rp) Persentase
Program pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme
34.334.499.000 31.336.055.181 91,27%
Program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya PPATK
71.034.731.000 66.998.691.573 94,32%
Program peningkatan sarana dan prasarana aparatur PPATK
98.839.136.000 97.329.404.780 94,32%
Total 204.208.366.000 195.664.151.534 95,82%
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 93
E. Hubungan Capaian Kinerja dengan Program Penganggaran Berbasis Kinerja
Proses penganggaran telah terintegrasi dengan perencanaan strategis PPATK. Hal
ini menunjukkan bahwa program-program penganggaran PPATK yang terdiri dari satu
Program Teknis (PT) dan dua Program Generik (PG) telah selaras dengan implementasi
perencanaan strategis yang dijabarkan dalam sasaran strategis dan IKSS.
Pencapaian kinerja program penganggaran PPATK tahun 2016, sebagai berikut:
1. Program Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan
Pendanaan Terorisme (PT 1)
Program ini diukur keberhasilannya melalui Sasaran Strategis (SS) 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,
9, dan 10. Capaian kinerjanya, sebagai berikut:
a. Nilai kinerja SS 1 (Meningkatnya persepsi publik terhadap pencegahan dan
pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme) sebesar 104,2%.
b. Nilai kinerja SS 2 (Meningkatnya tindak lanjut atas rekomendasi pencegahan dan
pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme) sebesar 116,63%.
c. Nilai kinerja SS 3 (Meningkatnya pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan
terorisme) sebesar 120%.
d. Nilai kinerja SS 4 (Meningkatnya efektivitas kerja sama pencegahan dan
pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme) sebesar 91,8%.
e. Nilai kinerja SS 5 (Meningkatnya kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan
terorisme) sebesar 104,31%.
f. Nilai kinerja SS 6 (Meningkatnya hasil analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi
yang ditindaklanjuti) sebesar 120%.
g. Nilai kinerja SS 7 (Meningkatnya kepatuhan pelaporan) sebesar 111,52%.
h. Nilai kinerja SS 9 (Meningkatnya produk hukum pencegahan dan pemberantasan
TPPU dan pendanaan terorisme) sebesar 100%.
i. Nilai kinerja SS 10 (Meningkatnya keandalan sistem teknologi informasi
PPATK) sebesar 102,18%.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa program penganggaran
terkait Program Teknis 1 telah dicapai dengan baik dengan tingkat penyerapan
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 94
anggaran sebesar Rp31.336.055.181,00 atau 91,27% dari pagu anggaran sebesar
Rp34.334.499.000,00.
2. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK
(PG 1).
Program ini diukur keberhasilannya melalui SS 8, 11, 12, dan 13. Capaian
kinerjanya, sebagai berikut:
a. Nilai kinerja SS 8 (Meningkatnya kemampuan pihak pelapor dan aparat penegak
hukum dan pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme)
belum dapat tercapai kinerjanya pada tahun ini karena gedung pusdiklat PPATK
baru selesai dibangun pada akhir tahun 2016.
b. Nilai kinerja SS 11 (Meningkatnya kualitas sumber daya manusia PPATK)
sebesar 100%.
c. Nilai kinerja SS 12 (Meningkatnya kualitas manajemen kinerja PPATK) belum
diperoleh hasil penilaian evaluasi dari Tim Evaluator Kementerian PAN dan
Reformasi Birokrasi.
d. Nilai kinerja SS 13 (Terwujudnya reformasi birokrasi PPATK yang efektif)
belum diperoleh hasil penilaian evaluasi dari Tim Evaluator Kementerian PAN
dan Reformasi Birokrasi.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa program penganggaran
terkait Program Generik 1 telah dicapai dengan baik dengan tingkat penyerapan
anggaran sebesar Rp66.998.691.573,00 atau 94,32% dari pagu anggaran sebesar
Rp71.034.731.000,00.
3. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur PPATK (PG 2).
Program ini diukur keberhasilannya melalui SS 14, sebagai berikut:
a. Nilai kinerja SS 14 (Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan PPATK)
sebesar 100%.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa program penganggaran
terkait Program Generik 2 telah dicapai dengan baik dengan tingkat penyerapan
anggaran sebesar Rp97.329.404.780,00 atau 98,47% dari pagu anggaran sebesar
Rp98.839.136.000,00.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 95
Secara keseluruhan, pencapaian program-program penganggaran di PPATK
sudah relatif baik. Hal ini terlihat dari tingkat pencapaian kinerja sasaran strategis
yang mendukung pencapaian masing-masing program. Namun demikian, upaya-
upaya perbaikan untuk penguatan akuntabilitas kinerja akan terus-menerus
dilaksanakan, sehingga capaian tujuan strategis dan program penganggaran pada
tahun yang akan datang akan lebih meningkat.
F. Kinerja dan Capaian Lainnya Selama tahun 2016, PPATK meraih beberapa prestasi pada tingkat nasional dan
internasional, meliputi:
1. Prestasi pada tingkat nasional, meliputi:
a. Penghargaan atas capaian opini WTP selama lima tahun berturut-turut untuk
Laporan Keuangan Tahun 2011-2015 PPATK.
b. PPATK berhasil meraih peringkat kedua Keterbukaan Informasi Publik yang
diselenggarakan oleh Komisi Informasi Pusat pada kategori Lembaga Non
Struktural.
c. PPATK berhasil meraih peringkat kedua BKN Award 2016 dalam kategori
Perencanaan Kepegawaian.
d. PPATK berhasil meraih National Procurement Award 2016 sebagai instansi
yang berkomitmen penuh untuk melaksanakan seluruh paket lelang secara
elektronik sejak tahun 2010 yang diberikan oleh LKPP.
e. PPATK terpilih sebagai salah satu pilot project dari 50 kementerian yang telah
menyusun Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara (RKBMN) untuk tahun
2018 dengan menggunakan aplikasi SIMAN.
f. Soft launching Indeks Persepsi Publik anti pencucian uang dan pendanaan
terorisme tahun 2016.
2. Prestasi pada tingkat internasional, meliputi:
a. Penyelenggara 2nd Counter-Terrorism Financing Summit 2016 di Nusa Dua,
Bali pada 8-11 Agustus 2016.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 96
b. PPATK melakukan analyst exchange dengan FIU Australia (AUSTRAC) dan
FIU Malaysia (UPWBNM) dalam mendukung proses pengungkapan kasus
TPPU dan pendanaan terorisme yang bersifat lintas negara.
G. Rencana Pengembangan
Berdasarkan hasil pengukuran, pemantauan, pelaporan, dan evaluasi pencapaian
kinerja tahun 2016, PPATK berupaya untuk meningkatkan kinerja dengan menyusun
rencana pengembangan dalam bidang manajemen kinerja, pengembangan infrastruktur
dan aplikasi yang meliputi:
1. Penambahan modul sistem informasi kinerja dalam aplikasi e-RKA dengan
memanfaatkan database yang tersedia dalam e-RKA yang dioptimalkan dalam upaya
pemantauan dan pengukuran capaian kinerja. Dengan demikian, aplikasi e-RKA ini
merupakan sistem aplikasi yang terintegrasi dalam sistem pengelolaan kinerja di
PPATK yang dimulai dari perencanaan sampai dengan pelaporan capaian kinerja.
2. Penyempurnaan aplikasi Gathering Report Information in Reporting System (GRIPS)
dalam upaya persiapan implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015
tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang.
3. Pengembangan program agen perubahan pada setiap lini organisasi sebagai program
percontohan dalam membudayakan dan menginternalisasi nilai-nilai reformasi
birokrasi di PPATK.
4. Pengembangan pusat pendidikan dan pelatihan PPATK yang berbasis kompetensi.
5. Penyempurnaan hasil assessment center dalam aplikasi yang terintegrasi dengan
sistem pola karir, mutasi, dan promosi pegawai, serta mampu mengeliminasi gap
competency sumber daya manusia dalam meningkatkan peta kekuatan pegawai dan
PPATK.
6. Pengembangan aplikasi Sistem Informasi Advokasi yang akan digunakan oleh
Direktorat Hukum untuk merangkum kegiatan advokasi yang diberikan kepada
stakeholders PPATK.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 97
Laporan Kinerja Tahun 2016 PPATK merupakan bentuk pertanggungjawaban
PPATK kepada publik atas pelaksanaan mandat yang dijabarkan lebih lanjut dalam Renstra
PPATK Tahun 2015-2019. Laporan kinerja memberikan gambaran atas upaya yang telah
dilaksanakan, termasuk kendala dan langkah-langkah perbaikan yang akan diambil,
sehingga dapat menjadi landasan dalam menentukan rencana aksi selanjutnya dalam
pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi. Tahun 2016 merupakan tahun kedua
pelaksanaan Renstra PPATK yang pengukurannya dijabarkan ke dalam empat belas sasaran
strategis dan tujuh belas indikator sasaran strategis.
Berdasarkan hasil pengukuran atas seluruh target kinerja yang telah ditetapkan dalam
Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK, rata-rata capaian kinerja PPATK sebesar 108,24%.
Capaian kinerja tersebut didukung dengan realisasi anggaran sebesar
Rp195.664.151.534,00 atau sebesar 95,82% dari anggaran yang dialokasikan sebesar
Rp204.208.366.000,00.
Berdasarkan hasil capaian IKSS pada periode 2016, tidak semua IKSS berhasil
mencapai target yang ditetapkan. Dari tujuh belas IKSS yang ditetapkan dalam Perjanjian
Kinerja Tahun 2016, tiga IKSS terealisasi sesuai target kinerja, bahkan sepuluh IKSS
berhasil melebihi target kinerja. Sementara itu, terdapat satu IKSS yang belum berhasil
mencapai target kinerja dan tiga IKSS yang capaian kinerjanya belum dapat diukur.
Meskipun demikian, secara keseluruhan, rata-rata capaian kinerja pada tahun 2016 sebesar
108,24%.
Atas indikator kinerja yang belum tercapai secara optimal, beberapa upaya yang akan
dilakukan oleh PPATK, antara lain:
1. Memanfaatkan hasil evaluasi kinerja tahun sebelumnya untuk perbaikan pengelolaan
kinerja.
2. Perbaikan dalam perencanaan pengadaan dan penganggaran.
3. Melaksanakan reviu Renstra PPATK Tahun 2015-2018.
BAB IV PENUTUP
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 98
Selain itu, untuk mendorong tercapainya target kinerja dalam Renstra PPATK Tahun
2015-2019, PPATK telah melakukan berbagai upaya mencapai tujuan-tujuan strategis
PPATK. Upaya-upaya tersebut, antara lain:
a. Mendorong setiap unit kerja untuk melakukan analisis dan evaluasi terhadap capaian
kinerjanya secara memadai, termasuk hambatan dalam pencapaian kinerja dan
melaporkan hal tersebut dalam laporan kinerja masing-masing unit kerja.
b. Inspektorat melakukan evaluasi sistem akuntabilitas kinerja unit eselon I dan II. Hasil
evaluasi tersebut telah disampaikan kepada masing-masing unit kerja untuk menjadi
pedoman dalam perbaikan kinerja pada tahun-tahun selanjutnya.
c. Membangun aplikasi perencanaan, monitoring, dan pelaporan kinerja yang digunakan
untuk pengelolaan kinerja dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi secara lebih
optimal guna meningkatkan kualitas kinerja dan pelaporan agar terwujud transparansi
dan akuntabilitas, khususnya dalam upaya mendukung pencapaian misi, sasaran
strategis, dan kinerja PPATK.
Hal tersebut menunjukkan PPATK yang selalu berupaya memperbaiki pengelolaan
kinerja dalam kondisi lingkungan yang terus berubah. Selain itu, keberhasilan PPATK juga
tidak lepas dari para pemangku kepentingan PPATK yang senantiasa memberikan
dukungan dan saran bagi perbaikan kinerja PPATK. Dengan demikian, eksistensi dan
manfaat PPATK dapat semakin dirasakan oleh seluruh masyarakat dalam upaya penegakan
rezim anti pencucian uang di Indonesia.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16
A. Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK
LAMPIRAN
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16
Perubahan Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16
B. Indikator Kinerja Utama PPATK Tahun 2015-2019 (Keputusan Kepala PPATK Nomor: KEP-229/1.01/PPATK/12/15 tentang Penetapan Indíkator Kinerja Utama PPATK Tahun 2015-2019)
Sasaran Strategis Indikator Kinerja
Utama Keterangan
Meningkatnya persepsi publik terhadap pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.
Indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme.
Untuk mengetahui penilaian pemangku kepentingan dan masyarakat terkait dengan efektivitas pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang dilaksanakan oleh PPATK dan instansi terkait dalam periode tertentu (tahunan).
Meningkatnya tindak lanjut atas rekomendasi pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.
Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti
Untuk mengetahui kualitas rekomendasi PPATK yang disampaikan kepada pemerintah di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme.
Meningkatnya pengungkapan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.
Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia.
Untuk mengetahui kualitas hasil analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi dari PPATK yang disampaikan kepada penyidik terkait adanya dugaan TPPU dan pendanaan terorisme.
Meningkatnya kepatuhan pelaporan.
Indeks kepatuhan pihak pelapor.
Untuk mengetahui efektivitas pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh PPATK kepada pihak pelapor dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16
Prestasi-Prestasi PPATK pada Tahun 2016
C. Pemberian Penghargaan Terbaik Kedua Keterbukaan Informasi Publik Kategori Lembaga Non-Struktural di Jakarta pada 20 Desember 2016
D. Penghargaan BKN Award 2016 PPATK sebagai Terbaik Kedua Kategori Perencanaan Kepegawaian
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16
E. LKPP National Procurement Award 2016
F. Penyelenggara 2nd CTF Summit di Bali pada 8-11 Agustus 2016.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16
G. Pelayanan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) PPATK dapat diakses di http://ppid.ppatk.go.id.
H. Soft Launching Indeks Persepsi Publik APUPPT Tahun 2016 di PPATK pada 20 Desember 2016
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16
I. Pelatihan kepada Pihak Pelapor Tahun 2016
J. Aplikasi Perencanaan dan Monitoring Kinerja (e-RKA)
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16
K. Gedung pendidikan dan pelatihan PPATK di Cimanggis, Depok
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16
L. Daftar Lembaga/Organisasi Domestik yang Menjalin MoU dengan PPATK Tahun 2016
No. Lembaga/Organisasi Tindak Lanjut Tahun 2016
1 Ditjen Pajak 1. Pertukaran informasi. 2. Pelatihan bersama penanganan perkara TPPU. 3. Komite TPPU. 4. Pertukaran informasi melalui SOC. 5. Pengembangan SOC. 6. Rapat koordinasi dalam upaya persiapan MER FATF. 7. Rapat koordinasi penanganan perkara. 8. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik
terhadap TPPU dan TPPT Tahun 2016. 2 Ditjen Bea dan Cukai 1. Pertukaran informasi.
2. Pelatihan bersama penanganan perkara TPPU. 3. Komite TPPU. 4. Pertukaran informasi melalui SOC. 5. Pengembangan SOC. 6. Rapat koordinasi dalam upaya persiapan MER FATF. 7. Rapat koordinasi penanganan perkara. 8. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik
terhadap TPPU dan TPPT Tahun 2016. 3 Departemen Kehutanan 1. Pertukaran informasi.
2. Kerja sama Penyusunan Buku Pedoman Penyampaian Informasi TPPU dan TP di Bidang Kehutanan.
3. Pelatihan bersama penanganan perkara TPPU. 4. Rapat koordinasi penanganan perkara. 5. Sosialisasi rezim TPPU.
4 Itjen Departemen Keuangan 1. Pertukaran informasi. 2. Rapat koordinasi penanganan perkara. 3. Sosialisasi.
5 Ditjen Administrasi Hukum Umum 1. Pertukaran informasi. 2. Kerja sama akses data PPATK ke Sisminbakum. 3. Komite TPPU.
6 Ditjen Imigrasi 1. Pertukaran informasi. 2. Rapat koordinasi pengembangan akses data ke Imigrasi.
7 Badan Pengawasan Keuangan dan Perbankan
Pertukaran informasi.
8 Badan Narkotika Nasional 1. Pertukaran informasi. 2. Pelatihan bersama penanganan perkara TPPU. 3. Komite TPPU. 4. Instalasi SOC. 5. Rapat koordinasi penanganan perkara. 6. Rapat koordinasi dalam upaya persiapan MER FATF.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16
No. Lembaga/Organisasi Tindak Lanjut Tahun 2016
7. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT Tahun 2016.
9 Pemerintah Daerah Nangroe Aceh Darussalam
Tidak ada.
10 Badan Pengawas Pemilu 1. Pertukaran informasi 2. Rapat koordinasi dalam upaya antisipasi pelaksanaan Pilkada
serentak tahun 2015. 3. Sosialisasi.
11 Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi
1. Pertukaran informasi. 2. Koordinasi dalam Komite TPPU. 3. Workshop persiapan MER 2017.
12 Setjen BPK RI Pertukaran informasi. 13 Kepolisian Negara RI 1. Pelatihan bersama penanganan perkara TPPU.
2. Komite TPPU. 3. Pengembangan SOC. 4. Rapat koordinasi dalam upaya persiapan MER FATF. 5. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik
terhadap TPPU dan TPPT Tahun 2016. 6. Rapat koordinasi penanganan perkara. 7. Pertukaran informasi.
14 Kejaksaan Agung RI 1. Pertukaran informasi. 2. Pelatihan bersama penanganan perkara TPPU. 3. Komite TPPU. 4. Pengembangan SOC. 5. Rapat koordinasi dalam upaya persiapan MER FATF. 6. Rapat koordinasi Penanganan Perkara. 7. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik
terhadap TPPU dan TPPT Tahun 2016. 15 Komisi Pengawas Persaingan Usaha 1. Pertukaran Informasi.
2. Rapat koordinasi evaluasi kerja sama. 16 Universitas Indonesia dan Bank
Indonesia (terkait pendirian Pusat Kajian APU di UI)
1. Penelitian. 2. Kunjungan mahasiswa dalam upaya sosialisasi.
17 Universitas Udayana Tidak ada. 18 Universitas Bina Nusantara 1. Penelitian.
2. Kunjungan mahasiswa dalam upaya sosialisasi. 19 Universitas Esa Unggul 1. Penelitian.
2. Kunjungan mahasiswa dalam upaya sosialisasi. 20 Universitas Sumatera Utara 1. Penelitian;
2. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT Tahun 2016.
21 Universitas Airlangga Penelitian.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16
No. Lembaga/Organisasi Tindak Lanjut Tahun 2016
22 Itjen Kementerian Pekerjaan Umum RI Pertukaran informasi. 23 Universitas Lambung Mangkurat Penelitian. 24 Universitas Cendrawasih Tidak ada. 25 Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Tidak ada. 26 Divisi Hubungan Internasional [NCB-
INTERPOL] (terkait tindak lanjut turunan dari Nota Kesepahaman dengan POLRI)
1. Pertukaran informasi. 2. Rapat koordinasi penanganan perkara.
27 Itjen Kementerian Agama RI Pertukaran informasi. 28 Setjen Mahkamah Konstitusi RI Pertukaran informasi. 29 Lembaga Pengadaan Secara Elektronik
(LPSE) Kementerian Keuangan RI 1. Pertukaran informasi. 2. Pengadaan secara elektronik.
30 Sistem Administasi Badan Hukum (Sisminbakum) DJ AHU Kementerian Hukum dan HAM RI
Pertukaran informasi.
31 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 1. Pertukaran informasi. 2. Koordinasi dalam upaya pemeriksaan PPATK.
32 Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri RI
1. Pertukaran informasi. 2. Pengembangan sistem teknologi informasi. 3. Rapat koordinasi dalam upaya antisipasi pelaksanaan Pilkada
serentak tahun 2015. 4. Komite TPPU.
33 Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Tidak ada. 34 Itjen Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan RI Pertukaran informasi.
35 Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Perjanjian Kerja Sama)
Pertukaran informasi.
36 Komisi Pemilihan Umum 1. Pertukaran informasi. 2. Rapat koordinasi dalam upaya antisipasi pelaksanaan Pilkada
serentak tahun 2015. 37 Badan Pengawasan Obat Makanan Pertukaran informasi. 38 PT Indonesia Power Pertukaran informasi. 39 PT PLN (persero) Pertukaran informasi. 40 Kementerian Kelautan dan Perikanan 1. Pertukaran informasi.
2. Satgas Illegal Fishing. 3. Rapat koordinasi penangan perkara.
41 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta 1. Pertukaran informasi. 2. Rapat koordinasi penanganan tindak lanjut informasi.
42 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 1. Pertukaran informasi melalui SOC. 2. Pengembangan SOC. 3. Rapat koordinasi penanganan perkara. 4. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16
No. Lembaga/Organisasi Tindak Lanjut Tahun 2016
terhadap TPPU dan TPPT Tahun 2016 43 Bank Indonesia (Pembaruan MoU) 1. Pertukaran informasi.
2. Perumusan produk hukum. 3. Komite TPPU.
44 Bank Indonesia (Perjanjian Kerja Sama/PKS)
Pertukaran informasi.
45 Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur Tidak ada. 46 Kementerian Pemuda dan Olahraga 1. Pertukaran informasi.
2. Rapat koordinasi dalam membantu Tim Sembilan Kemenpora. 47 PT Elang Mahkota Teknologi (Media
SCTV, Indosiar, dan Liputan6.com) Iklan layanan masyarakat dan sosialisasi.
48 Kementerian Kesehatan 1. Pertukaran Informasi. 2. Sosialisasi. 3. Rapat koordinasi penanganan tindak lanjut informasi.
49 Badan SAR Nasional (BASARNAS) 1. Pertukaran informasi. 2. Sosialisasi.
50 Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Perpanjangan
Pertukaran informasi.
51 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
1. Pertukaran informasi. 2. Rapat koordinasi dalam upaya RAN PPK.
52 Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) (MoU)
1. Pengembangan aplikasi mobile DTTOT. 2. Sosialisasi.
53 Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) (Perjanjian Kerja Sama)
Pengembangan aplikasi mobile DTTOT.
54 Universitas Gadjah Mada Perpanjangan
Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT Tahun 2016.
55 Universitas Jember (UNEJ) Perpanjangan
Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT Tahun 2016.
56 Kementerian Pertahanan 1. Pertukaran informasi. 2. Rakor penanganan perkara. 3. Sosialisasi. 4. Pelatihan penanganan TPPU untuk penyidik POM TNI.
57 Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)
1. Pertukaran informasi. 2. Sosialisasi. 3. Rapat koordinasi level pimpinan.
58 Universitas Islam Negeri Alauddin 1. Penelitian mahasiswa di PPATK. 2. Program magang mahasiswa di PPATK. 3. Sosialisasi.
59 Badan Intelijen Negara 1. Pertukaran informasi. 2. Rapat koordinasi dalam rangka pertukaran informasi.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16
No. Lembaga/Organisasi Tindak Lanjut Tahun 2016
3. Koordinasi Stranas TPPU dalam Komite TPPU. 4. Koordinasi monitoring NPO.
60 Kementerian Koperasi dan UKM 1. Koordinasi penyusunan PMPJ bagi koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam.
2. Sosialisasi. 61 Kesepakatan Bersama antara
Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan PPATK
Koordinasi mengenai pertukaran informasi.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16
M. Rekomendasi FATF yang Diadopsi dalam Kebijakan Domestik Tahun 2016
Nomor Rekomendasi
Rekomendasi FATF (merujuk pada Buku Metodologi FATF
Februari 2013)
Tahun 2016 Kondisi per 31 Desember 2016 (self-assessment)
Tindak Lanjut
Rec. 1 Assessing risks and applying a risk-based approach
PC • NRA sudah selesai disusun pada tahun 2016. Namun, belum dilakukan mitigasi terhadap risiko ML/TF dalam NRA.
Rec. 2 National cooperation and coordination
PC • Komite TPPU masih melakukan koordinasi terkait risiko tertinggi yang dihasilkan NRA (tiga risiko tertinggi dalam NRA, yaitu Tipikor, TP Narkoba, dan TP Perpajakan yang dituangkan dalam bentuk Strategi dalam Konsep Stranas TPPU 2017-2019. Namun, konsep tersebut belum disahkan pada tahun 2016.
• Koordinasi persiapan MER FATF 2017 dalam Komite TPPU, tetapi koordinasi terkait pendanaan proliferasi belum dilaksanakan oleh Komite TPPU.
Rec. 3 Money Laundering Offence
LC
• Pada 2016 telah terbit Peraturan Mahkamah Agung mengenai pemidanaan korporasi, yaitu PERMA Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi. Namun, Tindak Pidana Korporasi belum diterapkan sebagai tindak pidana asal dalam TPPU.
Rec. 4 Confiscation and provisional measures C
• Telah terdapat ketentuan terkait penyitaan aset dalam TPPU. • Apgakum penyidik TPPU telah melakukan penyitaan aset hasil TPPU.
Rec. 5 Terrorist financing offence LC • Merujuk pada metodologi dalam Rekomendasi FATF, beberapa Konvensi Terorisme belum termasuk dalam definisi terorisme dalam UU Nomor 9 Tahun 2013, antara lain Diplomatic Agents (1973), the UN Convention against the Taking of Hostages (1979), the Protocol for the Suppression of Unlawful Acts against the Safety of Fixed Platforms located on the Continental Shelf (1988), and the Convention for the Suppression of Unlawful Acts against the Safety of Maritime Navigation (1988).
• Statistik penegakan hukum dalam pendanaan terorisme belum terlihat perkembangan yang signifikan.
Rec. 6 Targeted financial sanctions related to terrorism and TF
LC • Dalam FATF Plennary telah disepakati bahwa jangka waktu Indonesia untuk pembekuan aset DTTOT adalah 3 hari.
• Dalam APG On-Site Visit pada tahun 2016 telah ditunjukkan bahwa pembekuan aset dapat dilakukan dalam jangka waktu 3 hari. Namun, tata caranya belum diatur.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16
Nomor Rekomendasi
Rekomendasi FATF (merujuk pada Buku Metodologi FATF
Februari 2013)
Tahun 2016 Kondisi per 31 Desember 2016 (self-assessment)
Tindak Lanjut
• Pada tahun 2016, guna penerapan pembekuan aset DTTOT dalam 3 hari, PPATK telah mengembangkan aplikasi mobile DTTOT dengan metode Digital Signature yang melibatkan seluruh instansi terkait dalam alur pembekuan aset DTTOT. Implementasi aplikasi tersebut sedang dalam proses koordinasi dengan seluruh instansi terkait.
Rec. 7 Targeted financial sanctions related to proliferation
NC • Belum terdapat ketentuan hukum yang dapat mengakomodasi pendanaan proliferasi senjata pemusnah masal.
• PPATK mengusulkan agar dapat dibuat peraturan bersama antara Bapeten, Kemenlu, dan PPATK untuk mengatur masalah pendanaan proliferasi.
• PPATK mengusulkan mekanisme pembekuan terkait pendanaan proliferasi dapat dimasukkan ke dalam RUU Keamanan Nuklir yang masih dalam tahap pembahasan di tingkat kementerian/lembaga.
Rec. 8 Non-profit organizations NC • PPATK mengusulkan agar dapat dibuat Surat Keputusan Bersama (SKB) antara BNPT, Kemendagri, Kemenkumham, Kemensos, Kemenag, dan Kemenlu mengenai Pembuatan database NPO, Pengawasan aktivitas NPO berbasis risiko, dan Kewajiban NPO untuk melaporkan secara rutin aktivitas yang dilakukan.
• Mekanisme sanksi telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Rec. 9 Financial institution secrecy laws
LC • Belum terdapat ketentuan terkait pertukaran data CDD antarlembaga keuangan terkait rekomendasi FATF.
Rec. 10 Customer due diligence PC • Selain bank umum, belum terdapat ketentuan untuk mengecualikan CDD terkait dengan tipping off.
• Ketentuan risiko belum dikaitkan dengan NRA.
• Belum terdapat ketentuan CDD bagi penerima manfaat asuransi pada waktu klaim.
• Belum terdapat ketentuan sesuai rekomendasi FATF terkait koperasi. Rec.11 Record keeping
LC • Pelaporan belum mencakup business correspondence antara nasabah dengan PJK.
Rec.12 Politically exposed persons PC • Pada tahun 2016, database PEPs masih dalam tahap pengembangan.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16
Nomor Rekomendasi
Rekomendasi FATF (merujuk pada Buku Metodologi FATF
Februari 2013)
Tahun 2016 Kondisi per 31 Desember 2016 (self-assessment)
Tindak Lanjut
Rec. 13 Correspondent banking C Terdapat ketentuan dan pelaporan oleh bank devisa yang menjadi bank koresponden. Rec.14 Money or value transfer services LC • Terdapat ketentuan peraturan BI mengenai transfer dana.
• Ketentuan CDD belum mencakup agen Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU). Rec. 15 New technologies PC • Belum terdapat ketentuan sesuai rekomendasi FATF pada LKNB, koperasi, dan
pedagang bursa komoditi. • Meskipun hasil NRA menunjukkan bahwa koperasi dan pedagang bursa komoditi
tidak berisiko tinggi, tetapi hasil NRA mencatat bahwa penggunaan teknologi baru, misalnya bitcoin dan virtual currency lainnya menjadi emerging threat TPPU di Indonesia. Hingga saat ini, belum terdapat ketentuan yang mengatur bitcoin dan virtual currency.
Rec. 16 Wire transfers C Terdapat ketentuan dan penerapan pelaporan mengenai transfer uang melalui bank antarnegara.
Rec. 17 Reliance on third parties PC • Ketentuan pada LKNB belum sepenuhnya sesuai dengan rekomendasi FATF.
• Belum terdapat ketentuan sesuai rekomendasi FATF pada koperasi dan pedagang bursa komoditi.
• Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong LPP untuk membuat pedoman/peraturan pada LKNB, koperasi, dan pedagang bursa komoditi untuk mengatur penggunaan pihak ketiga.
Rec. 18 Internal controls and foreign branches and subsidiaries
PC • Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong LPP untuk membuat pedoman/peraturan pada LKNB, koperasi, dan pedagang bursa komoditi terkait dengan cabang asing dan anak perusahaan.
Rec. 19 Higher-risk countries PC • Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong LPP untuk membuat pedoman/peraturan pada LKNB, koperasi, dan pedagang bursa komoditi terkait dengan cabang asing dan anak perusahaan.
Rec. 20 Reporting of suspicious transaction
PC STR terkait pendanaan terorisme belum mencakup “patut diduga”, tetapi “diketahui”.
Rec. 21 Tipping-off and confidentiality
C • Telah terdapat ketentuan mengenai anti tipping-off sebagaimana diatur dalam Pasal 11 dan 12 UU TPPU.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16
Nomor Rekomendasi
Rekomendasi FATF (merujuk pada Buku Metodologi FATF
Februari 2013)
Tahun 2016 Kondisi per 31 Desember 2016 (self-assessment)
Tindak Lanjut
• Belum pernah terjadi kebocoran data atau tipping-off. Rec. 22 DNFBPs: Customer due
diligence PC • Ketentuan bagi penyedia barang dan jasa yang belum mencakup CDD secara lengkap
sesuai rekomendasi FATF. • Ketentuan pengaturan PMPJ atau CDD bagi profesi masih dalam proses koordinasi
dengan instansi terkait selaku LPP. Rec. 23 DNFBPs: Other measures PC Penyedia Barang dan Jasa tidak diwajibkan mengirimkan LTKM. Rec. 24 Transparency and beneficial
ownership of legal persons NC • Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong
Kemenkumham dapat membuat regulasi yang mewajibkan badan hukum untuk mengetahui beneficial owner-nya dan mencantumkan beneficial owner pada saat dilakukan pendaftaran badan hukum maupun pada saat perubahan akta pendirian badan hukum. Selain itu, database register badan hukum dapat dibuka agar mudah diakses oleh PJK maupun PBJ, sehingga dapat dimanfaatkan untuk proses KYC/CDD.
• Kemenkumham menyatakan bahwa pengisian field beneficial owner pada pendaftaran badan hukum maupun pada saat perubahan akta pendirian badan hukum dalam sistem AHU online masih bersifat sukarela.
Rec. 25 Transparency and beneficial ownership of legal arrangements
NC • Dalam Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong Kemenkumham agar menyusun ketentuan terkait dengan kewajiban bagi fidusia atau foreign trust untuk menyampaikan informasi mengenai beneficial owner dan memastikan agar database dapat diakses oleh instansi yang berkepentingan maupun oleh PJK/PBJ dalam upaya melakukan CDD dan KYC.
• Kemenkumham menyatakan bahwa pengisian field beneficial owner pada pendaftaran badan hukum maupun pada saat perubahan akta pendirian badan hukum dalam sistem AHU online masih bersifat sukarela.
Rec. 26 Regulation and supervision of financial institutions
PC Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong hal-hal sebagai berikut: 1. Mendorong LPP koperasi dan pedagang bursa komoditi untuk menerbitkan
peraturan yang memadai terkait dengan APU/PPT. 2. Mendorong BI untuk menerbitkan peraturan yang mengakomodasi sanksi bagi
KUPVA yang tidak berizin.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16
Nomor Rekomendasi
Rekomendasi FATF (merujuk pada Buku Metodologi FATF
Februari 2013)
Tahun 2016 Kondisi per 31 Desember 2016 (self-assessment)
Tindak Lanjut
3. Mendorong BI untuk melakukan fit and proper bagi pemegang saham dan manajemen KUPU dan KUPVA.
4. Menggunakan NRA sebagai basis dari supervisi berbasis risiko. Rec. 27 Powers of supervisors
LC • PPATK menjalin MoU dengan Kementerian Koperasi dan UKM pada 17 Oktober
2016 guna mendorong penetapan peraturan PMPJ atau CDD bagi koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam.
• Kementerian Koperasi dan UKM telah dikukuhkan sebagai Anggota Komite TPPU melalui pengesahan Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2016.
• Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong Kementerian Koperasi dan UKM segera menetapkan peraturan PMPJ atau CDD bagi koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam selaku pihak pelapor.
Rec. 28 Regulation and supervision of DNFBPs
PC • Pada tahun 2016, PPATK mulai melakukan audit terhadap pihak profesi. • PPATK masih dalam proses koordinasi dengan instansi lain selaku LPP bagi profesi
(antara lain Kemenkumham, BPN, dan Kementerian Keuangan) guna mendorong penguatan regulasi pengawasan kepatuhan pada profesi.
Rec. 29 Financial intelligence units C Indonesia telah membentuk PPATK selaku FIU sejak tahun 2002. Rec. 30 Responsibilities of law
enforcement/ investigative authorities
LC • Instansi apgakum penyidik TPPU telah mempunyai ketentuan dan penerapan penegakan hukum dalam TPPU dan TPPT.
• Dalam persiapan MER FATF, PPATK telah berkoordinasi dengan apgakum terkait dalam rangka konfirmasi terkait: 1) keputusan pengadilan mengenai TPPU terkait foreign predicate offence dan
stand alone money laundering. 2) penyelidikan dan penuntutan terhadap seluruh tipe pendanaan terorisme yang
berisiko tinggi (collection, movement, use of funds untuk kegiatan terorisme, terhadap teroris, ataupun terhadap organisasi teroris).
Rec. 31 Powers of law enforcement and investigative authorities
LC • Dalam mutual evaluation, evaluator lebih menekankan pada Hasil Analisis Proaktif PPATK, bukan pada hasil analisis hasil Inquiry penegak hukum.
• PPATK perlu meningkatkan koordinasi pemanfaatan hasil analisis, terutama yang bersifat proaktif untuk dapat ditindaklanjuti oleh apgakum.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16
Nomor Rekomendasi
Rekomendasi FATF (merujuk pada Buku Metodologi FATF
Februari 2013)
Tahun 2016 Kondisi per 31 Desember 2016 (self-assessment)
Tindak Lanjut
Rec. 32 Cash couriers LC Terdapat ketentuan pelaksanaan terkait CBCC, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2016.
Rec. 33 Statistics
PC Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong penegak hukum untuk mengelola data-data terkait invesitgasi, penuntutan, pembekukan, perampasan aset, dan keputusan pengadilan terkait TPPU, serta melakukan sharing data dengan PPATK dan penegak hukum lainnya
Rec. 34 Guidance and feedback
PC PPATK masih dalam proses koordinasi dengan instansi terkait mengenai penyusunan pedoman penyampaian TKM oleh PBJ, serta sharing tipologi kepada PJK
Rec. 35 Sanctions
PC RPP mengenai pengenaan denda dan sanksi administratif bagi pihak pelapor masih dalam proses pengesahan.
Rec. 36 International instruments
C Indonesia telah melakukan ratifikasi terhadap berbagai peraturan atau konvensi internasional terkait TPPU, TPPT, dan tindak pidana lainnya.
Rec. 37 Mutual legal assistance
PC • Jumlah MLA yang jauh lebih sedikit dibandingkan negara yang mendapatkan nilai efektifitas tinggi.
• Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong percepatan revisi UU Nomor 1 Tahun 2006 tentang MLA agar dapat mengakomodasi rekomendasi FATF
Rec. 38 Mutual legal assistance: freezing and confiscation
NC • Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong percepatan revisi UU Nomor 1 Tahun 2006 tentang MLA.
• Kesulitan dalam merevisi MLA adalah pada kewenangan selaku central authority yang berada di Kejaksaan atau Kemenkumham.
Rec. 39 Extradition
PC • Revisi UU Ekstradisi masih dalam proses pembahasan.
Rec. 40 Other forms of international cooperation
PC • PPATK bersama instansi terkait perlu mendorong kerja sama internasional secara formal dan informal melalui jalur Interpol, Kejaksaan, Perbankan dan Asosiasi mengenai pengiriman uang atau sektor NPO, serta secara rutin melakukan sharing statistik terkait kerja sama internasional di bidang APUPPT.
• Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong peningkatan kerja sama internasional.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16
Nomor Rekomendasi
Rekomendasi FATF (merujuk pada Buku Metodologi FATF
Februari 2013)
Tahun 2016 Kondisi per 31 Desember 2016 (self-assessment)
Tindak Lanjut
SR. I Ratification and implementation of UN instruments
C Indonesia telah melakukan ratifikasi terhadap berbagai peraturan atau konvensi internasional terkait TPPU, TPPT, dan tindak pidana lainnya.
SR. II Criminalising the financing of terrorism and associated money laundering
LC • Merujuk metodologi dalam Rekomendasi FATF, beberapa Konvensi Terorisme belum termasuk dalam definisi terorisme dalam UU Nomor 9 Tahun 2013, antara lain Diplomatic Agents (1973), the UN Convention against the Taking of Hostages (1979), the Protocol for the Suppression of Unlawful Acts against the Safety of Fixed Platforms located on the Continental Shelf (1988), and the Convention for the Suppression of Unlawful Acts against the Safety of Maritime Navigation (1988).
• Statistik penegakan hukum dalam pendanaan terorisme belum terlihat perkembangan yang signifikan.
SR. III Freezing and confiscating terrorist assets
LC • Dalam FATF Plennary telah disepakati bahwa jangka waktu Indonesia untuk pembekuan aset DTTOT adalah dalam jangka waktu 3 hari.
• Dalam APG On-Site Visit pada tahun 2016 telah ditunjukkan bahwa pembekuan dapat dilakukan dalam 3 hari. Namun, tata caranya belum diatur.
• Pada tahun 2016, guna penerapan pembekuan aset DTTOT dalam 3 hari, PPATK telah mengembangkan aplikasi Mobile DTTOT dengan metode Digital Signature yang melibatkan seluruh instansi terkait dalam alur pembekuan aset DTTOT. Implementasi aplikasi tersebut sedang dalam proses koordinasi dengan seluruh instansi terkait.
SR. IV Reporting suspicious transactions related to terrorism
PC STR terkait pendanaan terorisme belum mencakup “patut diduga”, tetapi “diketahui”.
SR. V International Co-operation PC • Jumlah MLA yang jauh lebih sedikit dibandingkan negara yang mendapatkan nilai efektifitas tinggi.
• Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong percepatan revisi UU Nomor 1 Tahun 2006 tentang MLA agar dapat mengakomodasi rekomendasi FATF.
SR. VI Alternative Remittance LC • Telah terdapat ketentuan peraturan BI mengenai transfer dana. • Ketentuan CDD belum mencakup agen Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU).
SR. VII Wire transfers C Terdapat ketentuan dan penerapan pelaporan mengenai transfer uang melalui bank
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16
Nomor Rekomendasi
Rekomendasi FATF (merujuk pada Buku Metodologi FATF
Februari 2013)
Tahun 2016 Kondisi per 31 Desember 2016 (self-assessment)
Tindak Lanjut
antarnegara. SR. VIII Non-profit organizations NC • PPATK mengusulkan agar segera dibuat Surat Keputusan Bersama antara BNPT,
Kemendagri, Kemenkumham, Kemensos, Kemenag, dan Kemenlu mengenai Pembuatan database NPO, Pengawasan aktivitas NPO berbasis risiko, dan Kewajiban NPO untuk melaporkan secara rutin aktivitas yang dilakukan.
• Mekanisme sanksi telah mulai diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
SR. IX Cash Couriers LC Terdapat ketentuan pelaksanaan terkait CBCC, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2016.
top related