materi dr blog (spout bushing)
Post on 13-Aug-2015
68 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Terdapat berbagai posisi Circuit Breaker terhadap Kubikel 20 kV, namun masih banyak orang yang salah sebut,
bingung atau bahkan tidak tahu PMT dalam kondisi apa. Berikut saya akan membagi sedikit informasi yang mungkin
dapat membantu memahami macam-macam posisi PMT terhadap Kubikel 20 kV agar tidak terjadi kerancuan informasi
yang mungkin dapat mengundang potensi bahaya.
Dua PMT (kiri) Teat Position dan dua PMT (kanan) Service Position
1. Service Position.
2. Test Position.
3. Maintenance Position.
PMT dikatakan Service Position apabila PMT dalam posisi siap dioperasikan. Siap bertegangan dan berbeban. Jadi
Finger PMT baik Finger Atas maupun Finger Bawah sudah terhubung secara penuh ke Male Contact Spout Bushing
Busbar dan Spout Bushing Kabel Power (Shutter Busbar dan Shutter kabel Power terbuka penuh). Interlock PMT,
Charging System, Opening serta Closing System dalam keadaan siap untuk menerima input dari Rele maupun Electric
Control. Biasanya kedudukan PMT menyatu secara penuh (masuk) terhadap Kubikel 20 kV.
PMT dalam Test Position jika Finger PMT baik Finger Atas maupun Finger Bawah tidak terhubung ke Male Contact
Spout Bushing Busbar dan Spout Bushing Kabel Power (Shutter Busbar dan Shutter kabel Power tertutup penuh).
Interlock PMT, Charging System, Opening serta Closing System bisa dalam keadaan siap untuk menerima input atau
tidak siap menerima input dari Rele maupun Electric Control. Biasanya kedudukan PMT masih menyatu terhadap
Kubikel 20 kV tapi posisinya menonjol keluar dari tempat asalnya. Test Position Circuit Breaker biasanya dimanfaatkan
untuk percobaan operasianal PMT secara Manual, Elektrik maupun SCADA atau saat pengujian Clearance Protection
antara Outgoing dan Incoming sehingga tidak terjadi Overlapping saat ada gangguan di penyulang.
Maintenance Position adalah kedudukan PMT yang keluar sama sekali dan terpisah secara fisik dari Kubikel.
Maintenance Position dilakukan saat ada pemeliharaan dan pengujian tahanan kontak, tahanan isolasi, pengujian arus
bocor dan pengujian tegangan tinggi (HV Test).
Finger Atas dan Finger Bawah
Untuk mendapatkan ketiga posisi PMT seperti di atas memerlukan empat langkah, yaitu sebagai berikut :
1. Rack Out, yaitu proses memposisikan PMT dari Service Position ke Test Position.
2. Draw Out, yaitu proses memposisikan PMT dari Test Position ke Maintenance Position.
3. Draw In, yaitu proses memposisikan PMT dari Maintenance Position ke Test Position.
4. Rack In, yaitu proses memposisikan PMT dari Test Position ke Service Position.
Keempat langkah di atas dapat dilakukan dengan berbagai cara, menggunakan handle interlock, handle pemutar
Gearbox PMT maupun handle pengungkit sesuai dengan desain merk masing-masing Circiut Breaker.
NB : Informasi di atas hanya untuk PMT tipe withdrawable.
Tulisan saya kali ini sama sekali bukan ngebahas tentang alat-alat kontrasepsi. Tapi ini semua tentang Kubikel
ALSTOM, terutama yang tipe WBS yang populasinya di Jawa Tengah lumayan banyak. Permasalahan di Kubikel
ALSTOM yang paling mendasar adalah seringnya terjadi breakdown isolasi yang disebabkan oleh degradasi kualitas
Spout Bushing dan karena berkaratnya Busbar 20 kV. Karat tersebut timbul karena Kubikel ALSTOM ”sedikit” lebih
peka dengan perbedaan suhu dan kelembaban udara yang terlalu ekstrem. Karena Busbar 20 kV ALSTOM tipe WBS
nggak dilapisi dengan Terminasi maka Busbar rentan dengan korosi yang dapat memperburuk kondisi isolasi Kubikel.
Kubikel ALSTOM POWER 25
Untuk mengatasi permasalahan ini yang dilakukan adalah melakukan penggantian Spout Bushing yang terindikasi akan
terjadi breakdown, melakukan pemeriksaan dan setting heater serta pelapisan Busbar dan Dropper menggunakan
terminasi. Project awal adalah pada Kubikel Trafo 2 (30 MVA) GI Semanu yang telah terjadi breakdown Busbar.
Kemudian Trafo 1 (30 MVA) GI Wates yang terindikasi ”akan” segera mengalami nasib yang sama seperti Kubikel GI
Semanu. Sebenernya sebelum kejadian Semanu ada beberapa kejadian serupa yang dialami oleh Kubikel ALSTOM,
diantaranya di Trafo 2 (60 MVA) GI Pati dan Trafo 3 (30 MVA) GI Klaten, tapi karena belum ditemukan cara yang tepat
untuk mengatasinya maka kejadian tersebut terulang selama beberapa kali. Dan ini satu kerugian besar. Bukan melulu
soal ”uang” (baca : kWh hilang) tapi lebih kepada menurunnya kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan (High
Trust Society).
Saya pribadi nggak memonitor pekerjaan di Semanu dan Wates, saat pekerjaan Trafo 3 (60 MVA) GI Pekalongan
barulah saya mulai mengikuti, terlebih saya jadi PIC dari mulai bikin Rencana Anggaran Biaya, koordinasi pelimpahan
beban dan strategi pekerjaan agar semua berjalan sebagai mana mestinya. Tapi bagaimanapun juga setiap lokasi
memang mempunyai kondisi dan strategi yang berbeda.
Trafo 3 (60 MVA) GI Pekalongan. Karena ini yang pertama saya full terjun menangani dari hulu sampai hilir, saya jelas
nggak pengen gegabah apalagi terkait pelimpahan beban. Saya nggak pengen kejadian Overload seperti yang terjadi
pada GI Wates. Tapi kendalanya ada pada surat ijin kerja. Kok aneh ya?? Surat sudah dikirim jauh-jauh hari tapi yang
bersangkutan nggak merasa pernah menerima? Yah begitulah, tampaknya memang harus ekstra sabar bekerja dengan
orang-orang yang jauh dari kata profesional. Pekerjaan akhirnya dapat dilakukan, tapi tentu saja sudah terlanjur
terlambat. Nggak bakal terkejar waktu yang sudah disediakan untuk pelimpahan beban penyulangnya. Dengan berat
hati hanya 60 persen pekerjaan terselesaikan, sisa pekerjaan seminggu kemudian baru dilaksanakan.
Trafo 2 (30 MVA) GI Godean. Belajar dari kejadian Pekalongan maka strategi pekerjaan dan pelimpahan beban saya
ubah. Beban penyulang saya mintakan untuk dilimpahkan sebelum pukul 24:00 WIB, sehingga tepat jam 00:00 WIB
Incoming dapat dipadamkan dan pekerjaan penggantian Spout Bushing serta proses terminasi Busbar ALSTOM dapat
dilaksanakan karena memang dua hal ini memakan waktu yang cukup banyak.
Trafo 3 (30 MVA) GI Sanggrahan. Sama seperti Godean saya menerapkan pemadaman ”tengah malam”. Ada
beberapa keuntungan dengan dilakukannya strategi tersebut yaitu rekan-rekan Area nggak perlu dua kali melimpahkan
beban penyulang, rekan GI juga hanya satu kali saja melayani pemadaman Incoming. Dan di sisi pelaksana tentunya
akan lebih total dan hasil lebih maksimal. Nggak ada kendala yang berarti kecuali beberapa baut yang macet karena
karat dan dimakan usia.
Trafo 1 (60 MVA) GI Banyudono. Karena permintaan Area, maka untuk pekerjaan kali ini dilakukan dalam dua tahap,
dua kali pemadaman. Kendalanya adalah pekerjaan ini bersamaan dengan pemeliharaan Kubikel yang dilaksanakan
oleh rekan-rekan APP. Jadi pembagian kerja harus tepat, sehingga nggak saling mengganggu satu sama lain. Kendala
saat itu adalah saya sedikit bingung volume yang harus dikerjakan pada hari pertama. Dan benar, proses penormalah
sempat molor selama satu jam. Hal ini berbuah komplain dari Area karena proses penormalan baru dapat dilaksanakan
setelah menjelang malam. Pekerjaan tahap dua adalah dua hari setelah tahap pertama, isolator tumpu pada salah satu
Kubikel retak dan harus diganti, untung saja rekan Unit Surakarta punya spare-nya.
Trafo 2 (30 MVA) GI Majenang. Masalah koordinasi dan surat menyurat kembali menjadi kendala. Tapi kali ini kami
memang harus mengalah. Meskipun surat menyurat sudah lengkap, tuan rumah nggak mengijinkan kami bekerja pada
tengah malam. Tentu saja dengan alasan yang nggak jelas dan terkesan dibuat-buat. Pagi hari pekerjaan baru dimulai,
untung saja pekerjaan ini tanpa melakukan penggantian Spout Bushing, jadi saya nggak begitu ”galau” dan bisa
mengatur pelaksanaanya sehingga sebelum ”waktu berakhir” semua sudah selesai dilaksanakan.
Memperhatikan hasil observasi terhadap hasil pekerjaan Terminasi Busbar dan penggantian Spout Bushing pada
Kubikel ALSTOM berjalan dengan baik dan memuaskan, saat ini kami sudah merencanakan melakukan hal yang sama
pada Trafo 3 (30 MVA) GI Sragen, Trafo 1 (60 MVA) GI Wonosari dan Trafo 3 (30 MVA) GI Klaten. Kubikel yang tersisa
hanya pada GI Gombong, GI Pati, GI Dieng dan GI Purwodadi.
Kesimpulan yang dapat diambil dari Evaluasi Perbaikan Tahanan Isolasi Kubikel ALSTOM POWER 25 adalah dengan
uang setengah M, kita dapat memperbaiki keandalan sistem 20 kV. Besar kecilnya memang relatif dari sudut pandang
mana kita melihat. Tapi apalah artinya investasi rupiah sebesar itu bila dibandingkan dengan investasi kepercayaan
pelanggan terhadap kita. Ada yang setuju???
Memang bener sekitar GI Purwodadi ada sungai kecil yang kotor dan kumuh. Bener juga di depan GI ada hotel kelas
melati yang biasa jadi “langganan” pria dan wanita yang gemar bertukar “lendir” (hehehehehe…!!). Betul sekali kalo
orang-orang GI jarang mandi (Hah?? Ciyuuzz? Mi apahh??). Tapi hal-hal itu bukan jadi penyebab timbulnya bau amis
di ruang 20 kV. Indra penciuman kami menuju ke arah Kubikel Trafo 1 (bukan ke pasar ikan) yaitu Kubikel Siemens
Eks. GI Jepara yang sudah di-retrofit dan ternyata kualitasnya nggak lebih bagus dari bikinan Es-Em-Ka (emang ada
Kubikel bikinan Es-Em-Ka?).
Kubikel Siemens Trafo 1 GI Purwodadi Eks. GI Jepara
Selain bau amis, ternyata timbul pula suara discharge. Menurut pengalaman yang sudah-sudah, kalo sudah timbul bau
dan suara (kaya kentut aja) bisa diramalkan “usia” operasional bisa terganggu kapan saja, nggak jauh beda sama bom
waktu. Untuk itu diperlukan beberapa langkah pekerjaan dalam rangka investigasi kejadian tersebut.
Episode Pertama : Survei persiapan pemindahan beban PS GI.
Rencana awal sih mau dipasang di Kubikel Cadangan Trafo 3. Tapi karena dua Kubikel Cadangan nggak siap maka
alternatif lain dipasang di Kubikel Cadangan Trafo 2 yang sebenernya disiapin buat penyulang baru PWI 11.
Episode Selanjutnya : Pemindahan beban PS GI.
PS GI sementara memakai Kubikel Cadangan di Trafo 2
Kebetulan saya nggak ikut karena ada tugas lain ke luar kota. Dengan bantuan rekan Rayon Purwodadi pemindahan
beban PS GI dari Trafo 1 ke Trafo 2 sukses dilaksanakan. Kenapa beban PS GI kudu dipindahin?? Lah gimana
ceritanya kalo ada kerjaan di Busbar 20 kV Trafo 1 tapi Busbar harus bertegangan buat suplai PS GI?? Beuh, Limbad
aja nggak berani..! Busbar 20 kV kan kudu padam buat investigasi bau amis.
Episode Lanjutannya Lagi : Investigasi bau amis di Kubikel.
Karena kudu segera diatasin, dengan terpaksa kami melakukan Investigasi pada hari libur. But it’s okay, daripada
nantinya susah sendiri. Mending susah di awal nikmat kemudian. Maksudnya?? Setelah proses pelimpahan beban dan
pemadaman Incoming serta Trafo 1 selesai kami bergegas melakukan apa yang memang seharusnya kami lakukan.
Tapi kami nemuin beberapa kendala yang sangat menyita waktu proses investigasi. Salah satunya interlock pada PMT
PS GI macet, kunci pembukanya patah dan patahannya di dalam. Hal ini diperparah sama macetnya pintu kubikel yang
nggak bisa dibuka secara “biasa”. Padahal setelah dibuka semua cover penutup Busbar Compartment, indikasi bau
amis dan terjadi discharge ada pada Kubikel PS GI.
Pekerja-pekerja luar biasa yang melakukan pekerjaan yang luar biasa pula
Setelah berusaha keras membongkar secara paksa pintu dan PMT PS GI, dugaan kami nggak salah. Spout Bushing
Busbar dan Spout Bushing Kabel Power PS GI sedang dalam proses pemburukan kualitas dan bisa ditebak dalam
jangka waktu yang nggak lama akan terjadi breakdown. Apa yang terjadi kalo seandainya indikasi bau amis dan
discharge dibiarin aja. Minimal akan terjadi trip incoming, beban pemadaman dua penyulang dan PS GI padam. Kalo
lebih parah mungkin bakal “mengganggu” dan ngerusak Trafo 1.
Tanda-tanda Breakdown
Dropper berkarat
PMT PS GI berkarat, lembab dan interlock macet
Kami putuskan untuk mengganti satu set Spout Bushing Kubikel PS GI, membersihkan kerak dan korosi yang
menempel pada Dropper Busbar dan semua yang berkarat pada Busbar Compartment, memeriksa dan setting ulang
Heater serta membuat ventilasi pada Busbar dan Breaker Compartment dengan cara melubangi penutupnya
menggunakan bor listrik (ya iyalah masa pakai gillete goal..).
Bergaya dulu boleh lah…!
Wus..wus..wus..! Setelah semua selesai dan dinyatakan hasil pengujian tahanan isolasi Busbar 20 kV baik (sebelum
pekerjaan 0.2 Mega Ohm, setelah pekerjaan 120 Giga Ohm) maka segera Trafo 1 dinormalkan, Incoming dimasukkan
dan konfigurasi serta beban Feeder PWI 03 dan 05 dinormalkan. Untuk PS sementara masih kami tunda karena masih
banyak yang perlu dibenahi pada Kubikel dan PMT-nya.
Episode Terakhir (Semoga saja demikian) : Pengembalian PS GI seperti semula.
Tepat pada hari senin di mana yang lain sedang “berpesta” merayakan Hari Listrik Nasional yang ke 67, kami punya
“pesta” sendiri di Purwodadi. Hehehe… Kata salah satu teman kami, setiap orang punya cara sendiri untuk merayakan
HLN, yang penting semangat..!!
Kondisi Kabel Power Compartment Kubikel PS
Pesta kami dimulai dengan memindahkan PMT Eks. PS GI untuk ditukar dengan PMT Cadangan yang sebelumnya
diperiksa dan diuji kesiapannya, dibersihkan serta diberi pelumasan pada mekanik dan interlock-nya agar di kemudian
hari nggak macet lagi. Semua karat yang menempel pada Kabel Power Compartment disikat habis. Saya sempat
melapisi dengan cat semua besi dan plat yang mulai berkarat. Kabel PS juga dilapisi lagi menggunakan 3M Scout tipe
23. dan setelah melakukan uji tahanan isolasi beban PS GI berpindah seperti semula yaitu pada Trafo 1.
Selamat Hari Listrik Nasional yang ke-67
Secara umum pekerjaan dinyatakan selesai. Tapi masih ada satu hal yang menurut saya perlu secara terus menerus
diamati dan diobservasi. Plat penutup di atas Shutter Busbar Kubikel PS GI dicurigai sebagai “pengundang” korosi. Bila
diperhatikan plat tersebut berbeda dengan Kubikel lainnya. Sudah kami coba atasi dengan memberikan lapisan cat
semprot untuk menutup dan mematikan jalur karat. Tapi itu pun nggak maksimal, karena cat semprot terbuat dari bahan
aerosol. Dengan kondisi Busbar 20 kV bertegangan saya khawatir itu dapat mengakibatkan ionisasi udara dan
perubahan humidity sehingga menyebabkan breakdown dan menimbulkan “ledakan” yang tentunya berbahaya bagi
kami sendiri.
Yaah semoga nggak terjadi apa-apa. Kalo pun sampai kejadian, minimal kami sudah berusaha semaksimal mungkin.
top related