makalah perlakuan terhadap orang sakit dan sakaratul maut menurut ajaran islam
Post on 14-Jul-2015
112 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Islam sangat memperhatikan dunia kesehatan dan keperawatan guna menolong orang
yang sakit dan meningkatkan kesehatan.Anjuran islam untuk hidup bersih juga menunjukkan
obsesi islam untuk mewujudkan kesehatan masyarakat , sebab kebersihan pangkal kesehatan,
dan kebersihan dipandang sebagai bagian dari iman.Jadi walaupun seseorang sudah menjaga
kesehatannya sedemikian rupa, risiko kesakitan masih besar, disebabkan faktor eksternal
yang diluar kemampuannya menghindari.
Mengingat kompleksnya faktor pemicu penyakit, maka profesi keperawatan tidak bisa
dihindari karena keperawatan sangat dibutuhkan secara tradisional sampai pada yang semi
modern dan super modern.Keperawatan secara umum dapat dibagi dua, yaitu pelayanan
kesehatan dan pelayanan medis.Pelayanan kesehatan ialah kegiatan yang dilakukan oleh
pranata sosial atau pranata politik terhadap keseluruhan masyarakat sebagai
tujuannya.Sedangkan pelayanan medis ialah suatu upaya dan kegiatan
pencegahan,pengobatan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan atas dasar hubungan
individual antara para ahli pelayanan medis dengan individu yang membutuhkannya.
Sebagai seorang praktisi keperawatan kita harus bertindak professional sesua fungsi dan
tujuan dari asuhan keperawatan dengan demikian dapat tercapai pelaksanaan asuhan
keperawatan yang bermutu dan sesuai dengan syariat islam
B. TUJUAN
Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan
umum dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama.
Adapun tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah :
1.menjelaskan tentang tata cara merawat pasien menurut islam dan kesehatan.
2.Menjadi perawat profesional dengan bertindak sesuai fungsi dan tujuan dari asuhan
keperawatan.
3.Mewujudkan pelayanan kesehatan sesuai dengan syariat islam dalam masayarakat.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pandangan islam dan kesehatan tentang etika merawat pasien?
2. Bagaimana tata cara merawat pasien menurut islam dan kesehatan?
3. Apakah tujuan merawat pasien menurut kesehatan?
4. Bagaimana tata cara beribadah untuk orang sakit?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dimensi keperawatan dalam Islam
ISLAM menaruh perhatian yang besar sekali terhadap dunia kesehatan dan keperawatan guna
menolong orang yang sakit dan meningkatkan kesehatan. Kesehatan merupakan modal utama
untuk bekerja, beribadah dan melaksanakan aktivitas lainnya. Ajaran Islam yang selalu
menekankan agar setiap orang memakan makanan yang baik dan halal menunjukkan
apresiasi Islam terhadap kesehatan, sebab makanan merupakan salah satu penentu sehat
tidaknya seseorang. “Wahai sekalian manusia, makanlah makanan yang halal lagi baik dari
apa yang terdapat di bumi. Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa yang baik-
baik yang Kami rezekikan kepadamu (QS al-Baqarah: l68, l72).
Makanan yang baik dalam Islam, bukan saja saja makanan yang halal, tetapi juga makanan
yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan, baik zatnya, kualitasnya maupun ukuran atau
takarannya. Makanan yang halal bahkan sangat enak sekalipun belum tentu baik bagi
kesehatan. Sebagian besar penyakit berasal dari isi lambung, yaitu perut, sehingga apa saja isi
perut kita sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Karena itu salah satu resep sehat Nabi
Muhammad Saw adalah memelihara makanan dan ketika makan, porsinya harus
proporsional, yakni masing-masing sepertiga untuk makanan, air dan udara (HR. Turmudzi
dan al-Hakim)..
Anjuran Islam untuk hidup bersih juga menunjukkan obsesi Islam untuk mewujudkan
kesehatan masyarakat, sebab kebersihan pangkal kesehatan, dan kebersihan dipandang
sebagai bagian dari iman. Itu sebabnya ajaran Islam sangat melarang pola hidup yang
mengabaikan kebersihan, seperti buang kotoran dan sampah sembarangan, membuang
sampah dan limbah di sungai/sumur yang airnya tidak mengalir dan sejenisnya, dan Islam
sangat menekankan kesucian (al-thaharah), yaitu kebersihan atau kesucian lahir dan batin.
Dengan hidup bersih, maka kesehatan akan semakin terjaga, sebab selain bersumber dari
perut sendiri, penyakit seringkali berasal dari lingkungan yang kotor.
Islam juga sangat menganjurkan kehati-hatian dalam bepergian dan menjalankan pekerjaan,
dengan selalu mengucapkan basmalah dan berdoa. Agama sangat melarang perilaku nekad
dan ugal-ugalan, seperti bekerja tanpa alat pengaman atau ngebut di jalan raya yang dapat
membahayakan diri sendiri dan orang lain. “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri
ke dalam kebinasaan” (al-Baqarah:: l95). Hal ini karena sumber penyakit dan kesakitan, tidak
jarang juga berasal dari pekerjaan dan risiko perjalanan. Sekarang ini kecelakaan kerja masih
besar disebabkan kurangnya pengamanan dan perlindungan kerja. Lalu lintas jalan raya;
darat, laut dan udara juga seringkali diwarnai kecelakaan, sehingga kesakitan dan kematian
karena kecelakaan lalu lintas ini tergolong besar setelah wabah penyakit dan peperangan.
Jadi walaupun seseorang sudah menjaga kesehatannya sedemikian rupa, risiko kesakitan
masih besar, disebabkan faktor eksternal yang di luar kemampuannya menghindari.
Termasuk di sini karena faktor alam berupa rusaknya ekosistem, polusi di darat, laut dan
udara dan pengaruh global yang semakin menurunkan derajat kesehatan penduduk dunia.
Karena itu Islam memberi peringatan antisipatif: jagalah sehatmu sebelum sakitmu, dan
jangan abaikan kesehatan, karena kesehatan itu tergolong paling banyak diabaikan orang.
Orang baru sadar arti sehat setelah ia merasakan sakit.
B. PERSPEKTIF KEPERAWATAN
Mengingat kompleksnya faktor pemicu penyakit dan kesakitan, maka profesi keperawatan
tidak bisa dihindari. Kapan dan di mana pun, keperawatan sangat dibutuhkan, baik yang
dilakukan secara sederhana dan tradisional sampai pada yang semi modern dan supermodern.
Keperawatan secara umum dapat dibagi dua, yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan medis.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pelayanan kesehatan diartikan sebagai pelayanan
yang diterima seseorang dalam hubungannya dengan pencegahan, diagnosis dan pengobatan
suatu gangguan kesehatan tertentu (KBBI, l990: 504). Menurut Benjamin Lumenta (l989: l5),
pelayanan kesehatan ialah kegiatan yang sama, yang dilakukan oleh pranata sosial atau
pranata politik terhadap keseluruhan masyarakat sebagai tujuannya. Pelayanan kesehatan
merupakan kegiatan makrososial yang berlaku antara pranata atau lembaga dengan suatu
populasi, masyarakat atau komunitas tertentu.
Sedangkan pelayanan medis ialah suatu upaya dan kegiatan pencegahan dan pengobatan
penyakit, semua upaya dan kegiatan peningkatan dan pemulihan kesehatan yang
dilaksanakan atas dasar hubungan individual antara para ahli pelayanana medis dengan
individu yang membutuhkannya. Pelayanan medis ini merupakan kegiatan mikrososial yang
berlaku antara orang perorangan (Lumenta, l989: l5). Al Purwa Hadiwardoyo (l989: l6)
menambahkan, pelayanan medis mengandung semangat pelayanan dan usaha maksimal
dengan mengutamakan kepentingan pasien dan mengandung nilai ethos yang tidak egoistis
dan materialistis.
Dengan demikian, pelayanan kesehatan lebih bersifat hubungan antarlembaga atau institusi
kesehatan dengan kelompok masyarakat yang lebih bersifat massal, sedangkan pelayanan
medis lebih bersifat hubungan individual antara pemberi layanan medis, dalam hal ini dokter,
paramedis dan perawat dengan pengguna, pasien atau orang yang membutuhkan pelayanan
medis, dengan lebih menekankankan kepada ethos kerja profesional dan tidak materialistis.
Dalam tulisan ini, perbedaan istilah di atas tidak terlalu dipersoalkan, karena muaranya juga
sama, yakni mencegah penyakit dan peningkatan derajat kesehatan. Lumenta mengatakan,
pelayanan kesehatan dan pelayanan medis mempunyai tujuan yang sama, yakni memenuhi
kebutuhan individu atau masyarakat untuk mengatasi, menetralisasi atau menormalisasi
semua masalah atau semua penyimpangan terhadap keadaan kesehatan, atau semua masalah
dan penyimpangan terhadap keadaan medis normatif.
Karena itu pranata sosial atau politik, seperti ormas kepemudaan, keagamaan dan partai
politik, memang bisa saja memberikan pelayanan kesehatan, misalnya untuk meningkatkan
pengabdian pada masyarakat, bakti sosial dan sejenisnya, tetapi tetap harus bekerjasama
dengan institusi dan pemberi layanan medis yang profesional. Sebab tanpa melibatkan para
profesional di bidang kesehatan dan medis, pelayanan yang diberikan tidak akan berhasil,
bahkan akan kontraproduktif. Di tengah tingginya tuntutan kepada profesionalisme kerja
sekarang serta daya kritis masyarakat yang juga meningkat, setiap pekerjaan harus dijalankan
secara profesional. Terlebih pekerja di bidang kesehatan dan medis, sebab pekerjaan ini
sangat berisiko dan berkaitan dengan hidup matinya manusia, yang dalam sumpah dunia
kedokteran, harus dilindungi dan diselamatkan sejak calon manusia itu masih berada di dalam
perut ibunya.
C. MULIANYA PROFESI PERAWAT
Menurut mantan Rektor Universitas Al-Azhar, Syeikh Mahmoud Syaltout (l973: l24), banyak
sekali petunjuk Nabi Muhammad SAW yang jelas sekali menuntut perlunya profesi
keperawatan. Perintah untuk berobat, peringatan terhadap penyakit menular, perintah
mengasingkan diri terhadap penyakit menular, penjenisan makanan-makanan sehat untuk
tubuh, dll, menunjukkan bahwa baik secara tersurat maupun tersirat Islam sangat menuntut
hadirnya para perawat di tengah masyarakat manusia. Sebab orang yang memiliki kompetensi
di bidang pengobatan dan perawatan kesehatan tidak lain adalah institusi beserta individu
perawat yang mengabdi di dalamnya. Islam tidak membedakan apakah ia dokter, paramedis
atau perawat, sepanjang ia mengabdi di bidang pengobatan dan perawatan penyakit, maka ia
merupakan orang mulia. Bahkan dalam banyak kitab fikh dan hadits, selalu ada bab khusus
yang membahas tentang penyakit dan pengobatan (kitab al-maridh wa al-thib).
Di dalam Islamic Code of Medical Ethics diterangkan bahwa pengobatan dan keperawatan
merupakan profesi mulia. Allah menghormatinya melalui mukjizat Nabi Isa bin Maryam dan
Nabi Ibrahim yang pandai mengobati penyakit dan selalu menyebut nama Allah sebagai
penyembuh penyakitnya. Sama halnya dengan semua aspek ilmu pengetahuan, ilmu
kedokteran dan keperawatan adalah sebagian dari ilmu Allah, karena Allah-lah yang
mengajarkan kepada manausia apa yang tidak diketahuinya. Allah berfirman: Iqra wa
rabbukal akram, alladzi allama bil qalam, allamal insana ma lam ya’lam (Bacalah dan
Tuhanmulah yang paling mulia, yang mengajar manusia dengan perantaraan qalam (baca
tulis), dan Dia mengajarkan kepada manusia segala apa yang tidak diketahuinya. QS al-Alaq:
3-5). Melalui ayat ini Allah menyuruh mempelajari alam semesta beserta segenap organisme
dan anorganisme yang ada di dalamnya dengan nama dan kemuliaan Tuhan, melalui baca
tulis, eksperimen, penelitian, diagnonis, dsb. Ini terbukti dengan semakin banyaknya studi di
bidang kedokteran dan kesehatan, semakin terungkap tanda-tanda kekuasaan Allah terhadap
makhluk-makhluk-Nya.
Berkaitan dengan ini pengadaan praktik kedokteran dan perawatan adalah perintah agama
kepada masyarakat, yang disebut fardlu kifayah, yang diwakili oleh beberapa institusi untuk
melayani kebutuhan kesehatan dan pengobatan masyarakat dan dapat dinikmati oleh setiap
orang tanpa kecuali, tanpa melihat kepada perbedaan ras, agama dan status sosialnya.
Kewajiban ini merupakan tugas negara untuk menjamin kebutuhan bangsa akan para dokter
dan perawat dalam berbagai bidang spesialisiasi. Dalam Islam hal ini merupakan kewajiban
negara terhadap warganegaranya.
Kesehatan harus menjadi tujuan, dan keperawatan kedokteran sebagai cara, pasien adalah
tuan, dokter dan perawat sebagai pelayannya. Peraturan-peraturan, jadwal-jadwal, waktu dan
pelayanan harus dilaksanakan sedemikian rupa untuk menentukan keadaan pasien dan
ditempatkan paling atas dengan kesejahteraan dan kesenangan yang pantas.
Status istimewa harus diberikan kepada pasien selama ia menjadi pasien, tidak membedakan
siapa dan apa dia. Seorang pasien berada pada tempat perlindungan karena penyakitnya dan
bukan karena kedudukan sosialnya, kekuasaan atau hubungan pribadinya. Karena itu dokter
dan perawat mengemban tugas mulia, yang dalam sumpah jabatannya mereka sudah
bersumpah dengan namaTuhan, berjanji untuk mengingat Tuhan dalam profesinya,
melindungi jiwa manusia dalam semua tahap dan semua keadaan, melakukan semampu
mungkin untuk menyelamatkannya dari kematian, penyakit, rasa sakit dan kecemasan.
Allah berjanji akan menolong setiap orang di akhirat dan di hari pembalasan, siapa saja yang
menolong saudaranya di dunia. Walaupun kematian merupakan hak prerogatif Allah
menentukannya, namun manusia diberi kewenangan yang maksimal untuk mengatasi
penyakitnya dengan bantuan dokter dan perawat. Itu sebabnya terhadap penyakit yang parah
sekalipun, dokter dan perawat tetap melakukan usaha maksimal dan memberi semangat hidup
para pasien bersangkutan.
Ajaran-ajaran normatif agama tentang perawatan di atas, tidak hanya sebatas dasar teoritis,
melainkan sudah pula dipraktikkan dalam realitas kehidupan di masa lalu. Di masa-masa
awal perkembangan Islam dikenal sejumlah wanita yang mengabdikan dirinya di bidang
keperawatan, di antaranya Rufaidah, ia berjasa mendirikan rumah sakit pertama di zaman
Nabi Muhammad Saw guna menampung dan merawat orang-orang sakit, baik karena
penyakit maupun terluka dalam peperangan Kalau di Eropa dikenal nama Jean Henry
Dunant, dokter Swiss yang melalui Konferensi Jenewa l864 diakui sebagai Bapak Palang
Merah Interasional, diikuti oleh Florence Nightingale sebagai Ibu Perawat Dunia pertama,
maka Rufaidah-lah yang dianggap sebagai “Nightingale” dalam Islam.
Para Khalifah Abbasiyah juga banyak memiliki dokter dan perawat istana yang mendapatkan
kedudukan istimewa turun temurun. Jurjis ibnu Bakhti, Hunain bin Ishak dan keturunannya
merupakan para dokter dan perawat yang handal. Bazmi Alim, bukan saja aktif dalam dunia
keperawatan, tapi juga membangun rumah sakit Yamki Baghcha di Istanbul-Turki, dan masih
banyak lagi. Figuritas Ibnu Sina (Avicenna) dan Abubakar al-Razi (Razez) yang dianggap
pelopor ilmu kedokteran dengan karya-karya tulis monumentalnya di bidang keperawatan
medis, semakin memacu banyaknya masyarakat yang terjun dalam profesi keperawatan, baik
pria maupun wanita.
D. KESIAPAN MENGABDI MASYARAKAT
Sekarang sejumlah akademi dan perguruan tinggi semakin banyak membina mahasiswanya
yang berorientasi kepada profesi keperawatan. Kondisi ini tentu patut disambut gembira,
sebab tenaga keperawatan di daerah kita, apalagi di perdesaan dan pedalaman masih sangat
kurang. Untuk lebih memberikan kesiapan fisik dan mental dalam menekuni profesi
keperawatan, kiranya penting digarisbawahi hal-hal mendasar berikut:
Pertama, hendaklah profesi keperawatan yang disandang dijadikan sebagai profesi yang
sebenarnya. Menurut pakar pendidikan, Ahmad Tafsir (l996), suatu pekerjaan dapat
dipandang sebagai pekerjaan profesional apabila:
1. Memiliki keahlian khusus untuk profesi tersebut, dilengkapi dengan kecakapan diagnostik
dan kompetensi aplikatif untuk membantu klien atau pasien. Ini berarti para perawat harus
terus meningkatkan ilmu, keahlian dan pengalamannya, baik melalui pembelajaran teoritis
maupun praktis. Di tengah semakin majunya dunia kedokteran dan keperawatan, tentu
menuntut setiap orang yang menggelutinya tidak boleh berhenti untuk menambah ilmu dan
skill-nya untuk disumbangkan kepada masyarakat.
2. Profesi dipilih karena panggilan hidup yang akan dijalani sepenuh waktu, jadi bukan
profesi terpaksa yang akan dijalani sambil lalu. Ketika sudah memantapkan hati menjadi
perawat, haruslah all out menggeluti bidang ini sampai akhir dengan motivasi yang tulus
ikhlas dan penuh pengabdian. Dengan motivasi dan dedikasi tinggi, tentu jenjang karier dan
prospeknya akan terus meningkat.
3. Profesi haruslah untuk kepentingan masyarakat, bukan individu dan golongan. Ini berarti
prinsip yang mendasari profesi keperawatan adalah kepentingan masyarakat yang
membutuhkan pertolongan, tanpa boleh membedakan status orang yang diberikan pelayanan.
4. Profesi juga memiliki organisasi dan kode etik tertentu, ini berarti para perawat mestilah
merasakan bahwa dirinya merupakan bagian dari institusi dan organisasi yang mewadahinya,
sekaligus sadar untuk menaati kode etik yang berlaku.
5. Sebuah profesi pada dasarnya memiliki otonomi, tapi juga tetap terbuka menjalin
kerjasama dengan pihak lain yang terkait. Ini berarti para perawat, meskipun di satu sisi yakin
akan kemampuannya, tapi untuk efektivitas pekerjaannya, ia harus tertap terbuka dan proaktif
bekerjasama dengan para pihak yang dapat menunjang kesuksesan layanan keperawatan. Jadi
dalam profesi terkandung persyaratan pemilikan kompetensi personal berupa kepribadian
terpuji, kompetensi profesional berupa keahlian, serta kompetensi sosial berupa semangat
pengabdian yang tinggi untuk masyarakat.
Kedua, dalam menjalankan tugas keperawatan hendaknya dibarengi dengan kecermatan,
kehati-hatian dan kewaspadaan guna meminimalisasi risiko negatif yang mungkin timbul.
Seringnya mencuat kasus malapraktik akhir-akhir ini haruslah dijadikan pelajaran bagi
segenap insan keperawatan, dokter dan paramedis, untuk lebih hati-hati dan cermat dalam
melakukan pekerjaan. Agama menggariskan beberapa sikap waspada yang perlu direnungi
bagi para perawat. Sayyid Sabiq mengatakan, dalam memberikan perawatan medis,
hendaknya paramedis menjalankan tugas sesuai bidang keahliannya.
Para ulama sepakat, bahwa orang yang memberikan perawatan yang di luar keahliannya, lalu
menimbulkan kecacatan atau risiko yang menambah berat penyakit pasiennya, maka dia
harus bertanggung jawab sesuai kadar bahaya yang ditimbulkannya, dan risiko tersebut dapat
ditebus dengan ganti rugi dari hartanya sendiri, bukan harta negara atau institusi. Tetapi jika
paramedis berbuat kekeliruan, sedangkan ia seorang memiliki ilmu dan keahlian cukup, maka
risiko yang timbul, juga harus dibayarkan kepada korban. Dalam hal ini ada yang
berpendapat diambil dari hartanya, ada pula berpendapat diambil dari harta negara atau
institusi tempatnya bekerja. Imam Malik berpendapat, paramedis tidak perlu dituntut apa-apa,
karena kesalahan itu di luar kemauannya, dan perawatan yang diberikan beserta risikonya
sudah seizin pasien sendiri atau keluarganya.
Adanya keharusan bertanggung jawab tidak lain untuk melindungi jiwa manusia dan
mengingatkan paramedis atau perawat agar lebih cermat dan hati-hati dalam menjalankan
pekerjaannnya, sebab pekerjaannya berkaitan langsung dengan jiwa manusia. Ketika seorang
pasien meninggal, tidak hanya keluarga kehilangan anggotanya, tapi bisa pula kehilangan
pengasuh, pengayom dan pemimpin keluarga, penopang ekonomi keluarga, kehilangan orang
tercinta, kehilangan harapan hidupnya dan sebagainya.
Ketiga, para perawat hendaknya lebih proaktif ketika mengabdikan dirinya kepada
masyarakat, tidak pasif menunggu orang sakit datang ke rumah sakit saja. Kita semua
mengetahui bahwa UNDP setiap tahun mengukur peringkat kualitas hidup manusia, human
development index (HDI), di mana HDI rakyat Indonedia selalu yang terendah dibanding
bangsa-bangsa di dunia dan di Asia Tenggara. Rendahnya derajat kesehatan merupakan salah
satu indikator kriteria yang digunakan UNDP. Dipastikan masyarakat yang kualitas
kesehatannya rendah tersebut berada pada level ekonomi menengah ke bawah. Mereka ini
baru berobat atau terpaksa datang ke rumah sakit sesudah penyakitnya parah. Oleh
karenanya, para perawat hendaknya proaktif turun ke lapangan, sehingga potensi penyakit di
masyarakat dapat dihindari. Bukankah dalam pengobatan berlaku prinsip, lebih baik
mencegah daripada mengobati.***
E. ASUHAN KEPERAWATAN ISLAM
Pada zaman Nabi perawat dapat diberi nama ”Al Asiyah “ dari kata Aasa yang berarti
mengobati luka, dengan tugas utama memberi makanan dan memberikan obat. Pelayanan
kesehatan telah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW dengan seorang perawat wanita
yang pertama yang bernama Rufaidah. Islam sangat menghargai seorang petugas kesehatan
karna petugas ini adalah petugas kemanusiaan yang sangat mulia.
Pelayanan kesehatan adalah memberi pelayanan kesehatan kepada orang yang
membutuhkan baik itu berupa asuhan keperawatan atau pelayanan kepada pasien. Hubungan
antara petugas kesehatan dan pasien adalah sebagai penjual jasa dan pemakai jasa.
Antara petugas kesehatan dan pasien terjadi akad Hijrah. Akad Hijrah adalah suatu
akad dimana satu pihak memanfaatkan Barang, Tenaga, Pikiran dan Keahlian.Islam sangat
memperhatikan masalah kesehatan, baik kesehatan Fisik, Mental maupun kesehatan
lingkungan.
F. HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA PERAWAT DENGAN PASIEN.
kewajiban petugas keperawatan
· melaksanakan tugas sesuai dengan sumpah jabatan
· memberikan pelayanan dengan baik
· menetapkan tarip yang terjangkau oleh masyarakat
· mengusahakan keringanan biaya
· bertanggung jawab atas kematian /penderitaan dan kerugian pasien yang disebabkan oleh
kesalahan perawat
· melimdungi pasien dari sasaran propaganda agama lain
· menyampaikan wasiat pasien yang meninggal kapada keluarganya
· membantu pemakaman jenazah secepat mungkin
· menolak permintaan pelayanan yang bertentangan dengan ajaran agama.
Hak – Hak petugas keperawatan
· Mendapatkan Gaji dan Honorer
· Mendapatkan penghargaan yang layak dari pemerintah
· Mendapat perlindungan hukum
· Melindungi pasien dari ancaman luar kehidupan keselamatan jiwanya.
· Menolak pelanyanan kesehatan yang bertentangan dengan ajaran Agama
Profesi keperawatan dalam islam adalah dipandang sebagai profesi yang mulia.akan
tetapi hal itu berlaku apabila asuhan keprawatan yang dilakukan sesuai dengan syari’ah
islam,yaitu dengan memperhatikan kaidah-kaidah dan aturan-aturan dalam islam.dalam Al-
Qur’an disebutkan bahwa:
”bertolong-tolonglah kamun dalam hal kebaikan,dan janganlah kamu bertolong-
tolong dalam hal keburukan atau kejahatan”.
Dari ayat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Al-Qur’an menganjurkan untuk membantu
orang orang yang sedang kesulitan dalam hal ini adalah pada keadaan sakit.seperti yang
dicontohkan oleh rufaidah di zaman Rasulullah Saw.sebagai perumpamaan dalam penerapan
asuhan keperawatan yang sesuai dengan aturan-aturan yang ada dalam islam.misalnya adalah
bagaimana cara bersuci dan shalat bagi pasien yang sedang sakit.
Allah berfirman dalam surat Al-baqarah ayat 185:
“artinya : allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu”(QS.Al-baqarah;185)
G. TATA CARA BERIBADAH BAGI ORANG YANG SAKIT
Tata Cara Bersuci Bagi Orang Yang Sakit
1. diwajibkan bersuci dengan air, berwudhu jika berhadats kecil dan mandi jika berhadats besar
2. Jika tidak bisa dengan air karena dikhawtirkan dapat memperlambat kesembuhan, maka
boleh tayamum
3. Bila tidak mampu bersuci sendiri maka dapat dibantu orang lain
4. Jika pada tubuh terdapat luka yang digips atau dibalut maka cukup mengusap balutan tadi
dengan air
5. Cara bertayamum ialah memukulkan dua tangannya ketanah yang suci sekali pukulan,
kemudian mengusap wajahnya lalu mengusap telapak tangannya
6. Jika sebagian tubuh yang harus disucikan terluka, maka dibasuh dengan air jika
membahayakan cukup diusap sekali saja jika membahayakan juga maka bias bertayamum
7. Dibolehkan bertayamum pada dinding yang mengandung debu yang suci
8. Jika tidak mungkin bertayamum diatas tanah atau dinding atau tempat lain yang mengandung
debu maka boleh menggunakan sapu tangan
9. Orang yang sakit juga wajib membersihkan tubuhnya dari najis, jika tidak mungkin maka ia
solat apa adanya, dan solatnya sah
10. Orang yang sakit wajib menggunakan pakaian yang suci dalam melaksanakan solat jika tidak
memungkainkan maka solat apa adanya dan solatnya sah
11. orang yang sakit juga wajib solat ditempat yang suci jika tidak mungkin maka cara sholat
ditempat apa adanya dan sholatnya sah.
Tata Cara Shalat Bagi Orang Sakit
1. Diwajibkan berdiri meskipun tidak tegak atau bersandar pada dinding atau bertumpu pada
tongkat
2. Bila tidak mampu berdiri maka hendaklah solat dengan duduk
3. Bila tidak mampu duduk maka solat dengan berbaring miring dengan bertumpu pada sisi
tubuh sebelah kanan menghadap kiblat
4. Jika tidak mampu berbaring maka dapat dengan telentang dan kaki menuju arah kiblat dan
kepala agak ditinggikan
5. Jika tidak mampu juga maka solat dengan menggunakan isyarat tubuh seperti kepala jika
kepala tidak mampu maka dengan mata
6. Jika memang semua itu tidak mampu maka dapat solat didalam hati
7. Jika orang sakit merasa kesulitan mengerjakan solat pada waktunya, maka dibolehkan
menjamak
Orang yang diperbolehkan tidak berpuasa dalam bulan suci rhamadan
1. Orang yang sedang bepergian (musafir)
Selama bepergian tersebut tidak untuk maksiat dan sesuai dengan ketentuan ukum islam
maka diperbolehkan untuk tidak berpuasa dan dapat menggantinya dihari yang lain sesuai
dengan puasa yang ditinggalkannya.
2. Orang yang sakit
Sakit yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa adalah yang mengakibatkan bahaya bagi jiwa,
atau bertanmbahnya penyakit baginya, atau dikhawatirkan terlambatnya kesembuhan akibat
dari puasa tersebut dan dapat menggantinya dihari yang lain sesuai dengan puasa yang
ditinggalkannya.
3. Wanita yang haid dan nifas
Wajib mengganti dihari yang lain dan jika wanita tersebut berpuasa maka puasanya tidak sah.
4. Orang yang sudah lanjut usia
Orang yang lanjut usia dan perempuan tua yang tidak mampu berpuasa hendaknya memberi
makanan setiap hari, satu orang miskin
5. Wanita yang hamil dan menyusui
Allah meringankan bagi mereka untuk tidak berpuasa, dan termasuk dari golongan hambanya
yang lemah adalah wanita hamil dan menyusui.
Para pemimpin rumah sakit-rumah tidak boleh menugaskan seorang perawat laki-laki
dan seorang perawat wanita untuk piket dan jaga malam bersama, ini suatu kesalahan dan
kemungkaran besar, dan ini artinya mengajak kepada perbuatan keji. Jika seorang laki-laki
hanya berduaan dengan seorang wanita di suatu tempat, tidak bisa dijamin aman dari godaan
setan untuk melakukan perbuatan keji dan sarana-sarananya.
Karena itu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
” Tidaklah seorang laki-laki bersepi-sepian dengan seorang wanita (yang bukan
mahramnya) kecuali yang ketiganya setan"
Menurut islam kesehatan yang bersifat (Prepentif) lebih diutamakan dari pada Kuratif
(pengobatan).
Hak dan kewajiban petugas kesehatan lebih besar dari pada hak dan kewajiban pasien karna
hak dan kewajiban petugas kesehatan bertanggung jawab atas jiwa dan raga pasien.
Menurut islam bahwasan orang sakit wajib melakukan berobat untuk mengobati penyakit
nya.sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW.
“berobatlah kamu, hai hamba – hamba Allah! Sebab sesungguhnya Allah SWT tidak
membuat penyakit kecuali membuat pula obat nya, selain itu penyakitnya, ialah sakit
tua.”(Hadis riwayat Ahmad, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim)
Menurut hukum islam, seseorang yang melakukan praktek kedokteran dan
pengobatan, sedangkan ia bukan ahlinya, misalnya, ia “Kunter” (dukun yang melakukan
praktek dokter seperti operasi), atau “Terkun “ (dokter yang melakukan praktek dukun)
Seperti ia tidak memberikan resep obat kepada pasiennya yang sesuai dengan disiplin ilmu
kedokteran yang ia pelajari, tetapi ia harus bertanggung jawab atas kerugian pasien nya,
jiwa/materialnya. Hal ini berdasarkan sabda Hadis Nabi :
“Barang siapa melakukan praktek kedokteran/pengobatan, sedangkan ia bukan ahlinya,
maka ia harus bertanggung jawab menggung kerugian”.
kemudian ketika memberikan pelayanan perawatan bagi pasien yang perempuan
hendaknya dirawat oleh perawat perempuan.begitu juga sebaliknya,pasien laki-laki dirawat
oleh perawat laki-laki pula.
ruang lingkup itu mencakup berbagai aspek dan keadaan yang sesuai dengan kaidah
dan aturan dalam islam.misalnya :
Tata cara dan aturan tentang alat kontrasepsi atau KB
1. Proses dan pasca melahirkan
2. Transplantasi organ tubuh
3. Tranfusi darah
4. Aturan dan cara pengadopsian anak
5. Dan lain sebagainya.
Sebagai seorang praktisi keperawatan kita harus bertindak professional sesuai fungsi dan
tujuan dari asuhan keperawatan.dengan demikian dapat tercapai pelaksanaan asuhan
keperawatan yang bermutu dan sesuai dengan syari’ah islam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam padangan agama islam merawat pasien merupakan tugas mulia,baik secara
tersurat maupun tersirat agama islam sangat menuntut akan hadirnya peran perawan(rufidah)
di tengah masyarakat. Dalam mengabdi kepada masyarakat diperlukan kesiapan-kesiapan
tertentu yang harus dimiliki oleh perawat antara lain profesi keperawatan dijadikan sebagai
profesi yang sebenarnya,dalam menjalankan tugas harus memperhatikan aspek-aspek
meliputi ketelitian,kecermatan dan kewaspadaaan guna meminimalisir resiko negatif yang
mungkin akan timbul. Serta rasa tanggung jawab yang harus dijunjung tinggi dalam
menghadapi segala tindakan yang dilakukan. Sebagai seorang perawat harus proaktif dalam
menjalankan tugas yang diembannya bukan sebagai penunggu pasien yang sakit ketika
datang ke rumah sakit.
B. Saran
Dalam merawat pasien seorang perawat harus memperhatikan aspek-aspek hati-hati,teliti,dan
cekatan serta tanggung jawab terhadap semua tindakan yang dilakukan.
Menganjurkan pasien utuk tidak lupa melaksanakan mewajiban sebagai umat muslim.
Sesibuk apapun kegiatan yang dilakukan perawat maupun petugas kesehatan yang lain tidak
boleh meninggalkan sholat.
Memegang teguh prinsip perawat profesional.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kreasimahasiswa.page.tl/MATERI-AGAMA-ISLAM.htm
Hidayat A. Aziz Alimul. (2007). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan Eds 2. Salemba
Medika: Jakarta
Asmadi.(2008).Konsep Dasar Keperawatan.Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Anonim2009.sejarah perkembangan keperawatan di dunia,dalam di akses selasa 24 agustus
2010 pukul 10:15am
top related