lp kejang demam
Post on 21-Oct-2015
45 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
KONSEP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
A. Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran – ukuran tubuh yang meliputi BB, TB,
LK, LD, dan lain-lain atau bertambahnya jumlah dan ukuran sel – sel pada
semua sistem organ tubuh. (Vivian nanny, 2010).
Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan yang bersifat kuantitas, yang mengacu
pada jumlah, besar, dan luas, serta bersifat konkret yang menyangkut ukuran dan
struktur biologis (Mansur, 2009).
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan
sebagai hasil proses pematangan (Soetjiingsih, 2005).
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan atau fungsi semua system
organ tubuh sebagai akibat bertambahnya kematangan fungsi-fungsi system
organ tubuh (Vivian nanny, 2010)
Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam kemampuan gerak, gerak halus, bicara dan bahasa serta
sosialisasi dan kemandirian (Pemkot Malang Dinkes, 2007)
B. Ciri – ciri dan Prinsip- prinsip Tumbuh kembang
1. Ciri – ciri tumbuh kembang anak.
a. Perkembangan menimbulkan perubahan
Perkembangan terjadi bersama dengan pertumbuhan.Setiap pertumbuhan
disertai perubahan fungsi.
b. Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal menentukan
perkembangan selanjutnya. Setiap anak tidak akan bisa melewati satu
tahap perkembangan sebelum ia belum melewati tahapan sebelumnya.
c. Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda
sebagaimana pertumbuhan, perkembangan mempunyai kecepatan yang
1
berbeda-beda, baik dalam pertumbuhan fisik maupun perkembangan
fungsi organ dan perkembangan pada masing-masing anak.
d. Perkembangan berkolerasi dengan pertumbuhan
Anak sehat, bertambah umur, bertambah besar dan tinggi badannya serta
bertambah kepandaiannya.
e. Perkembangan memiliki tahap yang berurutan
Tahap-tahap perkembangan tidak bisa menjadi terbalik.
f. Perkembanagn mempunyai pola yang tetap
Perkembangan fungsi organ tubuh mempunyai dua pola, yaitu pola
sefalokaudal dan pola proksimodistal.
1. Prinsip – prinsip tumbuh kembang.
a. Perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar
kematangan merupakan proses intrinsik yang terjadi dengan sendirinya
sesuai dengan potensi yang ada pada individu. Belajar merupakan
perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha melalui belajar.Anak
memperoleh kemampuan menggunakan sumber yang diwariskan dan
pola potensi yang dimiliki anak.
b. Pola perkembangan dapat diramalkan.
Terdapat persamaan pola perkembangan bagi semua anak. Dengan
demikian perkembangan seorang anak dapat diramalkan.Perkembangan
berlangsung dari tahapan spesifik dan terjadi berkesinambungan.
C. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak
Masa lima tahun pertama merupakan masa terbentuknya dasar – dasar
kepribadian manusia. Kemampuan pengindraan, berfikir, ketrampilan, berbahasa
dan berbicara, bertingkah laku sosial dll. Ada 2 faktor yang mempengaruhi
proses tumbuh kembang optimal seorang anak yaitu :
1. Faktor dalam
a. Ras / etnik dan bangsa
2
Anak yang dilahirkan dari ras / bangsa Amerika maka ia tidak memiliki
faktor hereditas ras / bangsa Indonesia atau sebaliknya.
b. Keluarga
Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh tinggi, pendek,
gemuk atau kurus.
c. Umur
Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun
pertama kehidupannya.
d. Jenis kelamin
Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat daripada
laki – laki. Tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak laki-
laki akan lebih cepat.
e. Genetik
Genetic (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi anak
akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang
bepengaruh pada tumbuh kembang anak seperti kerdil.
f. Kelainan kromosom
Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhan
seperti ada sindrom downs dan sindrom turner.
2. Faktor luar
a. Faktor prenatal
b. Faktor persalinan
c. Faktor pasca salin
D. Aspek – aspek perkembangan yang dipantau
1. Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan
otot-otot besar seperti duduk, berdiri dan sebagainya.
3
2. Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan begian – bagian tubuh
tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang
cermat seperti mengambil sesuatu, menjimpit, menulis, dan sebagainya.
E. Teori Tumbuh Kembang
1. Teori Tumbuh Kembang Sidmund Freud
Sidmund Freud terkenal sebagai pengganti teori alam bawah sadar dan pakar
psikoanalisis. Tapi kita sering lupa bahwa Freud lah yang menekankan
pentingnya arti perkembangan psikososial pada anak. Freud menerangkan
bahwa berbagai problem yang dihadapi penderita dewasa ternyata disebabkan
oleh gangguan atau hambatan yang dialami perkembangan psikososialnya.
Dasar psikaonalisis yang dilakukannya adalah untuk menelusuri akar
gangguan jiwa yang dialami penderita jauh kemasa anak, bahkan kemasa
bayi. Freud membagi perkembangan menjadi 5 tahap, yang secara berurut
dapat dilalui oleh setiap individu dalam perkembangan menuju kedewasaan.
a. Fase Oral
Disebut fase oral karena dalam fase ini anak mendapat kenikmatan dan
kepuasan berbagai pengalaman sekitar mulutnya. Fase oral mencakup
tahun pertama kehidupan ketika anak sangat tergantung dan tidak berdaya.
Ia perlu dilindungi agar mendapat rasa aman. Dasar perkembangan mental
sangat tergangtung dari hubungan ibu – anak pada fase ini. Bila terdapat
gangguan atau hambatan dalam hal ini maka akan terjadi fiksasi oral,
artinya pengalaman buruk, tentang masalah makan dan menyapih akan
menyebabkan anak terfiksasi pada fase ini, sehingga perilakunya diperoleh
pada fase oral.
Pada fase pertama belum terselesaikan dengan baik maka persoalan ini
akan terbawa ke fase kedua. Ketidak siapan ini meskipun belum berhasil
4
dituupi biasanya kelak akan muncul kembali berupa berbagai gangguan
tingkah laku.
b. Fase Anal
Fase kedua ini berlangsung pada umur 1-3 tahun. Pada fase ini anak
menunjukkan sifat ke-AKU-annya. Sikapnya sangat narsistik dan egoistic.
Ia pun mulai belajar kenal tubuhnya sendiri dan mendapatkan kepuasan
dari pengalaman. Suatu tugas penting dalam yang lain dalam fase ini
adalah perkembangan pembicaraan dan bahasa. Anak mula-mula hanya
mengeluarkan bahasa suara yang tidak ada artinya, hanya untuk
merasakan kenikmatan dari sekitar bibir dan mulutnya. Pada fase ini
hubungan interpersonal anak masih sangat terbatas. Ia melihat benda-
benda hanya untuk kebutuhan dan kesenangan dirinya. Pada umur ini
seorang anak masi bermain sendiri, ia belum bias berbagi atau main
bersama dengan anak lain. Sifatnya sangat egosentrik dan sadistik.
c. Fase Falik
Fase falik antara umur 3-12 tahun. Fase ini dibagi 2 yaitu fase oediopal
antara 3-6 tahun dan fase laten antara 6-12 tahun. Fase oediopal dengan
pengenalan akan bagian tubuhnya umur 3 tahun. Disini anak mulai belajar
menyesuaiakan diri dengan hukum masyarakat. Perasaan seksual yang
negative ini kemudia menyebabkania menjauhi orang tua dengan jenisn
kelamin yang sama. Disinilah proses identifikasi seksual. Anak pada fase
praoediopal biasanya senang bermain denagn anak yang jenis kelaminnya
berbeda, sedangkan anak pasca oediopal lebih suka berkelompok dengan
anak sejenis.
d. Fase Laten
Resolusi konflik oediopal ini menandai permulaan fase laten yang
terentang 7-12 tahun, untuk kemudian anak masuk ke permulaan masa
pubertas. Periode ini merupakan integrasi, yang bercirikan anak harus
berhadapan dengan berbagai tuntutan dan hubungan denagn dunia dewasa.
5
Anak belajar untuk menerapkan dan mengintegrasikan pengalaman baru
ini. Dalam fase berikutnya berbagai tekanan sosial akan dirasakan lebih
berat oleh karena terbaur dengan keadaan transisi yang sedang dialami si
anak.
e. Fase Genital
Dengan selesainya fase laten, maka sampailah anak pada fase terakhir
dalam perkembangannya. Dalam fase ini si anak menghadapi persoalan
yang kompleks. Kesulitan sering timbul pada fase ini disebabkan karena si
anak belum dapat menyelesaikan fase sebelumnya dengan tuntas.
2. Teori tumbuh Kembang Erik Erikson
Erikson melihat anak sebagai makhluk psisososial penuh energy. Ia
mengungkapakan bahwa perkembangan emosional berjalan sejajar dengan
pertumbuhan fisis, dan ada interaksi antara perkembangan fisis dan
psikologis. Ia melihat adanya suatu keteraturan yang sama antara
perkembangan psikologis dan pertumbuhan fisis. Erikson membagi
perkembangan manusi dari awal hingga akhir hayatnya menjadi 8 fase dengan
brbagai tugas yang harus diselesaikan pada setiap fase. Lima fase pertama
adalah saat anak tumbuh dan berkembang.
a. Masa Bayi
Kepercayaan dasar vs ketidak percayaan. Dalam masa ini terjadi interaksi
sosial yang erat antara ibu dan anak yang menimbulkan rasa aman dalam
diri si anak. Dari rasa aman tumbuh rasa kepercayaan dasar terhadap dunia
luar.
b. Masa Balita
Kemandirian vs ragu dan malu. Masa balita dari Erikson ini kira-kira
sejajar dengan fase anal. Pada masa ini anak sedang belajar untuk
menegakkan kemandiriannya namun ia belum dapat berfikir, oleh karena
itu masih perlu mebdapat bimbingan yang tegas. Psikopatologi yang
6
banyak ditemukan sebagai akibat kekurangan fase ini adalah sifat obsesif-
kompulsif dan yang lebih berat lagi adalah sifat atau keadaan paranoid.
c. Masa Bermain
Inisiatif vs bersalah. Masa ini berkisar antara umur 4-6 tahun. Anak pada
umur ini sangat aktif dan banyak bergerak. Ai mulai belajar
mengembangkan kemampuannya untuk bermasyarakat. Inisiatifnya mulai
berkembang pula dan bersama temannya mulai belajar merencanakan
suatu permainan dan melakukannya dengan gembira.
d. Masa Sekolah
Berkarya vs rasa rendah diri. Masa usia 6-12 tahun adalah masa anak
mulai memasuki sekolah yang lebih formal. Ia sekarang berusaha merebut
perhatian dan penghargaan atas karyanya. Ia belajar untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan padanya, rasa tanggung jawab mulai timbul, dan ia
mulai senang untuk belajar bersama.
e. Masa Remaja
Identitas diri vs kebingungan akan peran diri. Pada sekitar umur 13 tahun
masa kanak-kanak berakhir dan masa remaja dimulai. Pertumbuhan fisis
menjadi sangat pesat dan mencapai taraf dewasa. Peran orang tua sebagai
figure identifikasi lain. Nilai-nilai dianutnya mulai diaragukan lagi satu
per satu.
3. Teori Tumbuh Kembang Menurut Piaget
Piaget adalah pakar terkemuka dalam bidang teori perkembangan kognitif.
Seperti juga Freud, Piaget melihat bahwa perkembangan itu mulai dari suatu
orientasi yang egosentrik, kemudian makin meluas dan akhirnya memasuki
dunia sosial. Piaget membagi perkembangan menjadi empat fase:
a. Fase Sensori-motor (0-2 tahun)
Seorang anak mempunyai sifat yang sangat egosentrik dan sangat terpusat
pada diri sendiri. Oleh karena itu kebutuhan pada fase ini bersifat fisik,
7
fungsi ini menyebabkan si anak cepat menguasainya dan dibekali dengan
keterampilan tersebut melangkah ke fase berikutnya.
b. Fase Pra-operasional (2-7 tahun)
Fase ini dibagi menjadi dua, yaitu fase para konseptual dan fase intuitif.
Fase pra konseptual (2-4 tahun). Disini anak mulai mengembangkan
kemampuan bahasa yang memungkinkan untuk berkomunikasi dan
bermasyarakat dengan dunia kecilnya. Fase intuitif (4-7 tahun) anak
makin mampu bermasyarakat namun ia belum dapat berfikir secara timbal
balik. Ia banyak memperhatikan dan meniru perilaku orang dewasa.
c. Fase Operasional Konkrit (7-11 tahun)
Pengalaman dan kemampuan yang diperoleh pada fase sebelumnya
menjadi mantap. Ia mulai belajar untuk menyesuaikan diri dengan teman-
temannyadan belajar menerima pendapat yang berbeda dari pendapatnya
sendiri.
d. Fase Operasional Formal (11-16 tahun)
Pada fase akhir ini kemampuan berfikir anak akan mencapai taraf
kemampuan berfikir orang dewasa. Tercapainya kemampuan ini
memungkinkan remaja untuk masuk ke dalam dunia pendidikan yang
lebih kompleks, yaitu dunia pendidikan tinggi.
8
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KEJANG DEMAM
A. DEFINISI
Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat
dari aktivitas neural yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang
berlebihan. (Cecily L. Betz, buku saku keperawatan pediatric, 2002)
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai
pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu
awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus.
(Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 2006).
Kejang merupakan malfungsi singkat pada system listrik otak yang terjadi akibat
cetusan atau pelepasan muatan neuron kortikal. (Whaley & Wong’s, edisi 6,
2009)
B. ETIOLOGI
Penyebab kejang meliputi beberapa faktor: (Wong, 2009)
1. Faktor genetik
2. Cedera otak pada masa prenatal, perinatal, atau pascanatal. Cedera dapat
berupa trauma, hipoksia (gangguan sirkulasi), infeksi (encephalitis,
meningitis), toksin eksogen atau endogen dan berbagai factor lain.
3. Gangguan biokimia (hipoglikemia, hipokalsemia, dan defisiensi nutrisi
tertentu).
C. KLASIFIKASI KEJANG
Menurut Price, 2006 kejang diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Kejang parsial (fokal, local)
1. Kejang parsial sederhana
9
a) Kesadaran tidak terganggu
b) Kedutan pada wajah, tangan atau salah satu sisi tubuh
c) Muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil
2. Kejang parsial kompleks
a) Terdapat gangguan kesadaran
b) Mengecap-ngecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang
berulang-ulang pada tangan.
b. Kejang umum (konvulsif atau non konvulsif)
1. Kejang absens
a) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
b) Tatapan terpaku kurang dari 15 detik
c) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kembali waspada
d) Dimulai dari usia 4-14 tahun dan sembuh sendiri saat usia 18 tahun
2. Kejang mioklonik
a) Kedutan-kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang
terjadi mendadak
b) Sering terlihat pada orang sehat saat tidur
c) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik
d) Kehilangan kesadaran hanya sesaat
3. Kejang tonik-klonik
a) Diawali hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku pada ekstremitas,
batang tubuh dan wajah, berlangsung kurang dari 1 menit
b) Disertai hilangnya control kandung kemih dan usus
c) Tidak ada respirasi dan sianosis
d) Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas dan
bawah
e) Letargi, konfusi
4. Kejang atonik
10
a) Hilangya tonus secara mendadak sehingga meyebabka kelopak mata
turun, kepala menunduk atau jatuh ke tanah
b) Singkat dan terjadi tanpa peringatan
5. Status epileptikus
a) Biasanya kejang tonik-klonik umumnya terjadi berulang-ulang
b) Anak tidak sadar kembali diantara kejang
c) Potensila depresi pernafasan, hipotensi dan hipoksia
d) Memerlukan pengobatan medis darurat dengan segera.
D. PATOFISIOLOGI
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui
membran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun
membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan
terjadi kejang. Kejang demam yang terjadi singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung
lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme anaerobik,
hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat yang disebabkan oleh makin meningkatnya aktivitas otot, dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Faktor terpenting adalah
gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel
neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari
sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang
11
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi
epilepsi.
E. PATHWAY
12
Infeksi ekstrakranial : suhu tubuh
Depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebih
Difusi Na dan Ca berlebih
Gangguan keseimbangan membran sel neuron
kejang
parsial umum
sederhana kompleks absens mioklonik Tonik klonik
atonik
Kesadaran Gg peredaran darah
Aktivitas otot
Resiko injury Reflek menelan
aspirasi
hipoksi
Permeabilitas kapiler
Sel neuron otak rusak
Metabolisme
Keb. O2
asfiksia
Suhu tubuh makin meningkat
F. TANDA DAN GEJALA
1. Serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral
2. Mata terbalik ke atas
3. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan
atau kekakuan fokal
4. Umumnya kejang berlangsung kurang dari 6 menit, kurang dari 8%
berlangsung lebih dari 15 menit
5. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis todd),
6. Suhu 38 0C atau lebih.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Penanganan fase akut (Mansjoer A.,dkk, 2000)
1. Hentikan kejang segera
Pemberian antipiretik (jika terjadi hiperpireksia)
Pemberian diazepam
a) IV: 0.3-0.5mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2mg/ menit dengan
dosis maksimal 20mg.
b) Intrarektal: 5mg (BBkg<10), 10mg (BB>10kg)
2. Tindakan penunjang
a) Posisi kepala lebih rendah & miring
b) Saluran napas tetap terbuka
c) Pakaian ketat dilonggarkan
d) Amankan lidah
e) Kosongkan isi lambung
f) Jamin intake
g) Oksigen / antibiotik kalau perlu
13
Jika kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital
(IM) diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis untuk usia 1bln-
1thn: 50mg, usia >1thn 75mg.
Jika kejang tidak berhenti dengan diazepam, berikan fentolin 10-20mg/kgBB
(IV), dengan kecepatan 1mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fentolin harus
dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fentolin bersifat basa
dan menyebabkan iritasi vena.
b. Maintenance anti kejang
Jika kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital (IM)
diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis untuk usia 1bln-1thn:
50mg, usia >1thn 75mg. 4 jam kemudian berikan fenobarbital untuk 2 hari
pertama 8-10mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Dosis total tidak melebihi
200mg/hari. Efek samping dapat berupa hipotensi, penurunan kesadaran, dan
depresi pernapasan.
Jika kejang tidak berhenti dengan diazepam, berikan fentolin 10-20mg/kgBB
(IV), dengan kecepatan 1mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fentolin harus
dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fentolin bersifat basa
dan menyebabkan iritasi vena. Lanjutkan fentolin dengan dosis
4-8mg/kgBB/hari, 12-24jam setelah dosis awal.
c. Mencari & mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya
pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala
meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.
d. Pengobatan profilaksis.
1) Profilaksis intermiten
14
Diberikan diberikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diasepam dapat
pula diberikan secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB < 10 kg)
dan 10 mg (BB> 10 kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari
38,5˚C. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan
hipotonia.
2) Profilaksis terus menerus.
Diberikan untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat
menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya
epilepsy di kemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan
fenobarbital 4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang
dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari.
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun
setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk
poin 1 dan 2) :
1) Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist
atau perkembangan (missal serebral palsy atau mikrosefal)
2) Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan
neurologist sementara atau menetap.
3) Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung
4) Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau
terjadi kejang multiple dalam satu episode demam.
5) Bila hanya memenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan
pengobatan jangka panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu
pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau rtektal tiap 8 jam di
samping antipiretik.
15
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. EEG: untuk membantu menentukan jenis dan fokus dari kejang.
b. CT-Scan: mendeteksi perbedaan perapatan jaringan.
c. MRI: memperlihatkan daerah-daerah otak yang tidak terlihat dengan CT-
Scan
d. Labolatorium: elektrolit, glukosa, ureum, kreatinin, darah lengkap, kadar
obat dalam serum
e. LP: mendeteksi tekanan abdnormal dari CSS.
f. PET (positron emission tomography): mendemonstrasikan perubahan
metabolic (mis: penurunan metabolism glukosa pada sisi lesi).
(Betz, Cecily L, dkk. 2002.)
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas : umur, alamat
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan klien saat pengkajian) :
demam, iritabel, menggigil, kejang)
2) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita klien saat
masuk rumah sakit) : kapan mulai panas ?
3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh klien) : pernah kejang dengan
atau tanpa demam?
4) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain
baik bersifat genetik atau tidak) : orang tua, saudara kandung pernah
kejang?
5) Riwayat tumbuh kembang : adakah keterlambatan tumbuh kembang ?
6) Riwayat imunisasi
16
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan,
panjang badan, usia)
2) Pemeriksaan persistem
a) Sistem persepsi sensori :
Penglihatan : air mata ada / tidak, cekung / normal
Pengecapan : rasa haus meningkat / tidak, lidah lembab / kering
b) Sistem persyarafan : kesadaran, menggigil, kejang, pusing
c) Sistem pernafasan : dispneu, kusmaul, sianosis, cuping hidung,
d) Sistem kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat / tak
teraba, kapilary refill lambat, akral hangat / dingin, sianosis
perifer
e) Sistem gastrointestinal :
Mulut : membran mukosa lembab / kering
Perut : turgor ?, kembung / meteorismus, distensi
Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume, bau,
konsistensi, darah, melena
f) Sistem integumen : kulit kering / lembab
g) Sistem perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria / anuria
d. Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : sanitasi ?,
b) Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah
e. Pola eliminasi
a) Bab : frekuensi, warna (merah?, hitam?), konsistensi, bau, darah
b) Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir?, oliguria, anuria
f. Pola aktifitas dan latihan
g. Pola kognitif dan perceptual
h. Pola toleransi dan koping stress
i. Pola nilai dan keyakinan
17
j. Pola hubungan dan peran
k. Pola seksual dan reproduksi
l. Pola percaya diri dan konsep diri
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi b.d viremia, peningkatan metabolic
b. Resiko aspirasi b.d akumulasi secret, muntah, penurunan kesadaran
c. Risiko injuri / cedera b.d. adanya kejang, hipoksia jaringan
d. Perfusi jaringan serebral tak efektif b.d. hipovolemia, gangguan aliran
vena dan arteri.
e. Kecemasan (orang tua, anak) b.d. ancaman perubahan status kese-hatan,
krisis situasional
18
3. Intervensi Keperawatan
NoDiagnosa
KeperawatanTujuan Intervensi
1. Hipertermi b.d, pening-katan metabolik, viremia
Batasan karakteristik :- Suhu tubuh
> nor-mal- Kejang- Takikardi- Respirasi
meningkat- Diraba
hangat- Kulit
memerah
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama … X 24 jam suhu badan pasien normal, dengan kriteria :
Termoregulasi (0800)1. Suhu kulit normal2. Suhu badan 35,9˚-37,3˚C3. Tidak ada sakit kepala /
pusing4. Tidak ada nyeri otot5. Tidak ada perubahan warna
kulit 6. Nadi, respirasi dalam batas
normal7. Hidrasi adequate8. Pasien menyatakan nyaman9. Tidak menggigil10. Tidak iritabel / gra-gapan /
kejang
Mengatur Demam (3900) Monitor suhu sesuai kebutuhan Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi Monitor suhu dan warna kulit Monitor dan laporkan tanda dan gejala
hipertertermi Anjurkan intake cairan dan nutrisi yang adekuat Ajarkan klien bagaimana mencegah panas yang
tinggi Berikan antipiretik sesuai advis dokter
Mengobati Demam (3740)1. Monitor suhu sesuai kebutuhan2. Monitor IWL 3. Monitor suhu dan warna kulit 4. Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi5. Monitor derajat penurunan kesadaran6. Monitor kemampuan aktivitas7. Monitor leukosit, hematokrit, Hb8. Monitor intake dan output9. Monitor adanya aritmia jantung10. Dorong peningkatan intake cairan11. Berikan cairan intravena12. Tingkatkan sirkulasi udara dengan kipas angin13. Dorong atau lakukan oral hygiene14. Berikan obat antipiretik untuk mencegah klien
19
menggigil / kejang15. Berikan obat antibiotic untuk mengobati
penyebab demam16. Berikan oksigen17. Kompres hangat diselangkangan, dahi dan aksila.18. Anjurkan klien untuk tidak memakai selimut19. Anjurkan klien memakai baju berbahan dingin,
tipis dan menyerap keringat
Manajemen Lingkungan (6480)1. Berikan ruangan sendiri sesuai indikasi2. Berikan tempat tidur dan kain / linen yang bersih
dan nyaman 3. Batasi pengunjung
Mengontrol Infeksi (6540)1. Anjurkan klien untuk mencuci tangan sebelum
makan2. Gunakan sabun untuk mencuci tangan3. Cuci tangan sebelum dan sesudah me-lakukan
kegiatan perawatan klien 4. Ganti tempat infuse dan bersihkan sesuai dengan
SOP5. Berikan perawatan kulit di area yang odema6. Dorong klien untuk cukup istirahat7. Lakukan pemasangan infus dengan teknik
aseptik8. Anjurkan klien minum antibiotik sesuai advis
dokter
20
2. Resiko aspirasi b.d aku-mulasi sekret, muntah, penurunan kesadaran
Faktor ResikoPenurunan reflek batukPenurunan kesadaranGangguan menelanProduksi secret me-ningkatDispneu
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam klien tidak mengalami aspirasi, dengan kriteria :
Respiratory status : ventilation (0403)1. Respirasi dalam rentang
normal2. Ritme dalam batas normal3. Ekspansi dada simetris4. Tidak ada sputum5. Tidak ada penggunaan otot-
otot tambahan6. Tidak ada retraksi dada7. Tidak ditemukan dispneu8. Dispneu saat aktivitas tidak
ditemukan9. Napas pendek-pendek tidak
ditemukan10. Tidak ditemukan taktil
fremitus11. Tidak ditemukan suara napas
tambahan
Respiratory status : gas exchange (0402)
Memonitor Respirasi (3350)1. Monitor rata-rata, ritme, kedalaman, dan usaha
napas2. Catat gerakan dada apakah simetris, ada
penggunaan otot tambahan, dan retraksi3. Monitor crowing, suara ngorok4. Monitor pola napas : bradipneu, takipneu,
kusmaull, apnoe5. Dengarkan suara napas : catat area yang
ventilasinya menurun / tidak ada dan catat adanya suara tambahan
6. K/p suction dengan mendengarkan suara ronkhi atau krakles
7. Monitor peningkatan gelisah, cemas, air hunger8. Monitor kemampuan klien untuk batuk efektif9. Catat karakteristik dan durasi batuk10. Monitor secret di saluran napas11. Monitor adanya krepitasi12. Monitor hasil roentgen thorak13. Bebaskan jalan napas dengan chin lift atau jaw
thrust bila perlu14. Resusitasi bila perlu15. Berikan terapi pengobatan sesuai advis (oral,
injeksi, atau terapi inhalasi)Membersihkan Jalan Nafas (3160)1. Pastikan kebutuhan suctioning2. Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah
suctioning3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang
21
1. Status mental dalam batas normal
2. Bernapas dengan mudah3. Gelisah tidak ditemukan4. Tidak ada sianosis5. Tidak ada somnolent
suctioning4. Meminta klien napas dalam sebelum suctioning5. Berikan oksigen dengan kanul nasal untuk
memfasilitasi suctioning na-sotrakheal6. Gunakan alat yang steril setiap melakukan
tindakan7. Anjurkan klien napas dalam dan istirahat setelah
kateter dikeluarkan dari nasotrakheal8. Monitor status oksigen pasien9. Hentikan suction apabila klien me-nunjukkan
bradikardi
Manajemen Jalan Nafas ( 3140)1. Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau
jaw thrust bila perlu2. Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi3. Identifikasi pasien perlunya pema-sangan jalan
napas buatan4. Pasang mayo bila perlu5. Lakukan fisioterapi dada bila perlu6. Keluarkan secret dengan batuk atau suction7. Auskultasi suara napas , catat adanya suara nafas
tambahan8. Kolaborasi pemberian bronkodilator bila perlu9. Monitor respirasi dan status oksigen
Mencegah Aspirasi (3200)1. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk, gag
22
reflek dan kemampuan menelan2. Monitor status paru-paru3. Pertahankan airway4. Alat suction siap pakai, tempatkan disamping
bed, dan suction sebelum makan5. Beri makanan dalam jumlah kecil6. Pasang NGT bila perlu7. Cek posisi NGT sebelum memberikan makan8. Cek residu sebelum memberikan makan9. Hindari pemberian makanan jika residu banyak10. Libatkan keluarga selama pemberian makan11. Potong makanan menjadi kecil-kecil12. Jaga posisi kepala klien elevasi 30-40˚ selama
dan setelah pemberian makan13. Anjurkan / atur posisi klien semi fowler atau
fowler ketika makan14. K/p per sonde atau drip feeding15. Cek apakah makanan mudah di telan
Mengatur posisi (0840) Miringkan kepala bila kejang untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan.
4 Risiko injuri / cedera b.d. adanya kejang, hipoksia jaringan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … X 24 jam tidak terjadi cidera, dengan criteria :1. Status neurologist
Manajemen Lingkungan1. Diskusikan tentang upaya-upaya mencegah cedera,
seperti lingkungan yang aman untuk klien, menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)
23
2. Fungsi neurologi: sadar, kontrol gerakan pusat, fungsi motorik atau sensorik otak dalam batas yang diharapkan.
3. Dapat berkomunikasi4. Ukuran pupil dalam batas
normal5. Pupil reaktif6. Tak ada kejang7. Tak ada sakit kepala8. Pola nafas dalam batas
normal.9. Pola istirahat tidur ter-cukupi
Kontrol Resiko
- Mengakui adanya risiko- Monitor faktor risiko
lingkungan.- Mengembangkan strategi
kontrol risiko yang efektif- Menghindari eksposur yang
mengancam kesehatan.- Mengenali perubahan status
kesehatan
2. Memasang pengaman tempat tidur3. Memberikan penerangan yang cukup4. Menganjurkan keluarga untuk menemani klien5. Memindahkan barang-barang yang dapat
membahayakan6. Bersama tim kesehatan lain, berikan penjelasan
pada klien dan keluarga adanya perubahan status kesehatan
Manajemen kejang1. Tunjukkan gerakan yang dapat mencegah injury /
cidera.2. Monitor hubungan antara kepala dan mata selama
kejang.3. Longgarkan pakaian klien4. Temani klien selama kejang5. Mengatur airway6. Berikan oksigen bila perlu7. Berikan terapi iv line bila perlu8. Monitor status neurology9. Monitor vital sign10. Orientasikan kembali klien setelah kejang11. Laporkan lamanya kejang12. Laporkan karakteristik kejang: bagian tubuh yang
terlibat, aktivitas motorik, dan pening-katan kejang.
13. Dokumentasikan informasi tentang kejang14. Kelola medikasi (kolaborasi)15. Kelola anti kejang (kolaborasi) bila diperlukan.
24
16. Monitor tingkat obat antiepilepsi, bila perlu17. Monitor lama periode postictal dan
karakteristiknya
Pencegahan kejang1. Sediakan tempat tidur yang bisa diatur rendah
tinggi, bila perlu2. Temani klien selama melakukan aktivitas diluar
rumah sakit, bila perlu3. Monitor regimen terapi4. Monitor pemenuhan medikasi antiepilepsi.5. Instruksikan keluarga / orang terdekat untuk
melaporkan medikasi dan aktivitas kejang yang terjadi
6. Ajarkan pada klien tentang medikasi dan efek sampingnya.
7. Monitor tingkat obat antiepilepsi, bila perlu8. Sediakan suction, ambubag, nasopharyngeal
airway disamping tempat tidur.9. Pasang side rail tempat tidur10. Ajarkan orang tua untuk mengenali faktor
pemicu.
5 Perfusi jaringan serebral tak efektif b.d. hipovolemia, gangguan aliran vena dan arteri.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … X 24 jam perfusi jaringan serebral efektif, dengan criteria :Perfusi jaringan celebral- Fungsi neurology
Peningkatan perfusi cerebral :1. Mengkonsultasikan dengan dokter untuk
menentukan parameter hemodinamik (volume perfusi darah, nadi, respirasi, kesadaran, perdarahan), dan mengelola parameter tersebut dalam batas normal
25
- Tekanan intrakranial dalam batas normal
- Tak ada sakit kepala- Tak ada bunyi bruit carotis- Tak gelisah- Tak ada agitasi- Tak ada muntah- Tak ada sinkope
Status neurology : kesadaran- Membuka mata terhadap
stimulasi eksternal- Orientasi cognitif - Komunikasi sesuai situasi- Mematuhi perintah- Berespon (gerak) terhadap
stimulus yang berbahaya (nyeri).
- Mengikuti terhadap stimulus dari lingkungan
- Tak ada kejang
2. Kelola / kolaborasi obat vasoaktif, untuk mengatur hemodinamik
3. Monitor prothrombin, partial thromboplastin.4. Atur serum glukosa dalam batas normal5. Jaga hematokrit pada rentang 33% untuk terapi
hemodilusi hipervolemia.6. Monitor tanda perdarahan, status neurologi-
kesadaran7. Monitor tanda overload cairan.8. Monitor intake dan out put
Monitoring Neurologik :1. Monitor ukuran pupil, bentuk, kesimetrisan, dan
reaktivitas.2. Monitor tingkat kesadaran3. Monitor tingkat orientasi4. Monitor PCS5. Monitor memori saat ini, rentang perhatian,
memori masa lalu, mood, perasaan/emosi, tingkah laku.
6. Monitor vital sign suhu, tekanan darah, nadi, respirasi.
7. Monitor status respirasi (kedalaman, pola, usaha untuk bernafas)
8. Monitor refleks kornea9. Monitor refleks batuk dan refleks muntah10. Monitor tonus otot, gerakan motorik.11. Monitor adanya tremor12. Monitor gangguan visual: diplopia, nistagmus,
26
pemendekan lapang pandang, aktivitas visual13. Monitor karakteristik bicara: lancar, aphasia,
kesulitan menemukan kata-kata.14. Monitor respon terhadap stimulus: verbal, taktil,
stimulus berbahaya.15. Monitor adanya parestesia16. Monitor refleks babinski, respon cushing
6. Kecemasan (orang tua, anak) b.d. ancaman perubahan status kese-hatan, krisis situasional
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … X 24 jam kecemasan orang tua berkurang / hilang, dengan criteria :
Mengotrol cemas1. Klien/keluarga mampu
mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas.
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas
3. Vital sign (TD, nadi, respirasi) dalam batas normal
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
5. Menunjukkan peningkatan konsentrasi dan
1. Gunakan pendekatan dengan konsep atraumatik care
2. Jangan memberikan jaminan tentang prognosis penyakit
3. Jelaskan semua prosedur dan dengarkan keluhan klien/keluarga
4. Pahami harapan pasien/keluarga dalam situasi stres
5. Temani pasien/keluarga untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
6. Bersama tim kesehatan, berikan informasi mengenai diagnosis, tindakan prognosis
7. Anjurkan keluarga untuk menemani anak dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
8. Lakukan massage pada leher dan punggung, bila perlu
9. Bantu pasien mengenal penyebab kecemasan 10. Dorong pasien/keluarga untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi tentang penyakit11. Instruksikan pasien/keluarga menggunakan teknik
relaksasi (sepert tarik napas dalam, distraksi, dll
27
akurasi dalam berpikir 12. Kolaborasi pemberian obat untuk mengurang
28
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta: EGC
John W. Santrock, 2002, Life Span Development; Perkembangan Masa Hidup, edisi
5, Erlangga, Jakarta.
Judith M. Wilkinson, Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with NIC
Intervention and NOC Outcomes, Upper Saddle River, New Jersey, 2005
Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius.
Marilyn E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta
Sylvia A. Price & Loraine M. Wilson, 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses
Penyakit, edisi 6. EGC. Jakarta
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta: EGC
Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edisi 6. Jakarta: EGC
29
30
top related