leptospirosis 6
Post on 20-Jul-2015
270 Views
Preview:
TRANSCRIPT
5/17/2018 leptospirosis 6 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/leptospirosis-6 1/6
, ' , " KEDOKTERAN
LEPTOSPIROSIS SEBAGAI PENYAKIT PASCA BANJIR
SERTA CARA PENCEGAHANNYA
KhoJis ErnawatiFak. Kedokteran Universitas YARSI Jakarta
ABSTRACT
Leptospirosis is kind of infectious diseases, known as flood fever, exists normally after the flood, which
attacks human beings and animals The aim of this study is to examine the increasing of the leptospirosis
cases in Indonesia as almost the same as in Jakarta in the year of 2003 to 2007, epidemiology, the way of
transmission and it's prevention. The result shows that the highest increasing victims of Leptospirosis
happended significantly in the year of 2007 which 296 cases and 23 persons dead, and the most victims were
in Jakarta. The community have to be aware of the danger of the disease and recommended to play role in
the way to prevent the disease, such as: conducting personal hygiene and environment sanitation, carrying
out health education on the danger of the transmission of the disease, taking good care of pets in orderto prevent people from direct contact with the animals' urine, and creating a sanitary environment by cleaning
locations that might be inhabited by rats.
PENDAHULUAN
Timbulnya permasalahan kesehatan masya-
rakat atau timbulnya kejadian penyakit salah satunya
tergantung faktor perubahan lingkungan, khusus-
nya banjir. Biasanya pasca banjir banyak genangan
air kotor, banyak sampah, dan suplai air bersih
menjadi tidak baik. Lingkungan yang kotor tersebut
menyebabkan sarang penyakit yang kerap muncul
setelah musibah banjir, dan salah satu penyakit
yang dapat terjadi pasca banjir adalah leptos-
pirosis.
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang
dapat menyerang manusia dan binatang. Penyakit
menular ini adalah penyakit hewan yang dapat
menjangkiti manusia. Termasuk penyakit zoonosis
yang paling sering terjadi di dunia. Leptospirosis
juga dikenal dengan nama flood fever atau demam
banjir karena memang muncul dikarenakan banjir.Di beberapa negara leptospirosis dikenal dengan
nama demam icterohemorrhagic, demamJumpur,
penyakit stuttgart, penyakit weil, demam canicola,
penyakit swineherd, demam rawa atau demam
lumpur. (PDPERSI Jakarta, 2007).
International Leptospirosis Society (2001)
menyatakan Indonesia sebagai negara dengan
insiden leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga di
dunia untuk rnortalitas (16',7~o)setelah Uruguay dan
lndla-Dl Indonesia, leptospirosis ditemukan di OKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, 01 Yogyakarta,
Lampung, Sumetera Selatan, Bengkulu, Riau,
Sumetra Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur
dan Kalimantan Barat. Leptospirosis acapkali
luput didagnosa karena gejala klinis tidak spesifik,
dan sulit diJakukan konfirmasi diagnosa tanpa uji
laboratorium. Kejadian luar biasa leptospirosis
dalam dekade terakhir di beberapa negara telah
menjadikan leptospirosis sebagai salah satu
penyakit yang termasuk the emerging infectious
disease.
Tulisan ini membahas lebih jauh tentang
leptospirosis terutama epidemiologi, cara pe-
nularannya serta cara pencegahannya.
PEMBAHASAN
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yangdisebabkan oleh infeksi bakteri yang berbentuk
spiral dari genus leptospira yang patogen,
menyerang hewan dan manusia. Penelitian
tentang Leptospirosis pertama dilakukan oleh
Adolf Heil pada tahun 1886. Dia melaporkan
adanya penyakit tersebut pada manusia dengan
gambaran klinis demam, pembesaran hati dan
limpa, ikterus dan ada tanda-tanda kerusakan
pada ginjal. Penyakit-penyakit dengan gejala
tersebut oleh Goldsmith (1887) disebut sebagai
WIDYA Tahun 25 Nomor 274 Juli 20086
5/17/2018 leptospirosis 6 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/leptospirosis-6 2/6
KEDOKTERAN
"Weil's Disease". Dan pada tahun 1915! Inada
berhasil membuktikan bahwa Weil's Disease
disebabkan oleh bakteri Leptospira icterohemor-
rhagiae. (Bodner, Elizabeth M, 2005).
Bakteri leptospira sebagai penyebab leptos-
pirosis berbentuk spiral termasuk ke dalam OrdoSpirochaetales dalam family Trepanometaceae.
Lebih dari 170 serotipe leptospira yang patogen
telah diidentifikasi dan hampir setengahnya ter-
dapat di Indonesia. Leptospira peka terhadap
asam dan dapat hidup di dalam air tawar selama
kurang lebih satu bulan, tetapi dalam air laut, air
selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan
eepat mati. Hewan-hewan yang menjadi sumber
penularan leptospirosis ialah tikus, babi, sapi,
kambing, domba, kuda, anjing, kucing, serangga,
burung, insektivora (Iandak, kelelawar, tupai),sedangkan rubah dapat menjadi karier leptospira.
(Widarso, Wilfried, Siti Ganefa, 2007).
Epidemiologi
Dikenal pertama kali sebaqai penyakit occu-
pational pada beberapa pekerja pada tahun 1883.
Pada tahun 1886 Weil mengungkapkan mani-
festasi klinis yang terjadi pada 4 penderita yang
mengalami penyakit kuning berat, disertai
demam, perdarahan, dan gangguan ginjal.
Sedangkan Inada mengidentifikasikan periyakltini di Jepang pada tahun 1916. (Bodner, Elizabeth
M,2005).
Penyakit ini dapat menyerang semua usia,
tetapi sebagian besar berusia antara 10-39 tahun.
Sebagian besar kasus terjadi pada laki-Iaki usia
pertengahan, mungkin usia ini adalah faktor risiko
tinggi tertular penyakit okupasl ini. Angka kejadian
penyakit tergantung musim. Insidensi pada
negara beriklim hanqat-lebih tinggi dari negara
yang beriklim sedang, kondisi ini disebabkan
masa hidup leptospira yang leblh panjang dalam
ling-kungan yang hangat dan kondisi lembab.
Kebanyakan negara-negara tropis merupakan
negara berkembanp, dimana terdapat kesempatan
lebih besar pada manusia untuk terpapar dengan
hewan yang terinfeksi. Penyakit ini di daerah yang
beriklim sedang masa puncak insidens dijumpai
pada musim panas dan musim gugur karena
temperatur adalah faktor yang mempengaruhi
kelangsungan hidup leptospira, sedangkan di
daerah tropis insidens tertinggi terjadi selama
musim hujan. (Oirjen P2M&PL Oepkes, 2004).
Angka kejadian penyakit leptospirosis
sebenarnya sulit diketahui. Penemuan kasus lep-
tospirosis pada umumnya adalah underdiagnosed,
unrreporled dan underreporled sejak beberapalaporan menunjukkan gejala asimtomatis dan
gejala ringan, self limited, salah diagnosis dan
nonfatal. O i Amerika Serikat sendiri tereatat
sebanyak 50 sampai 150 kasus leptospirosis
setiap tahun. Sebagian besar atau sekitar 50%
terjadi di Hawai. OJ Indonesia penyakit demam
banjir sudah sering dllaporkan di daerah Jawa
Tengah seperti Klaten, Oemak atau Boyolali.
Beberapa tahun terakhir di daerah banjir seperti
Jakarta dan Tangerang juga dilaporkan terjadi-
nya penyakit ini. Bakteri leptospira juga banyakberkembang biak di daerah pesisir pasang surut
seperti Riau, Jambi dan Kalimantan. (POPERSI
Jakarta, 2007).
Angka kematian akibat leptospirosis tergolong
tinggi, mencapai 5-40%. Infeksi ringan jarang
terjadi fatal dan diperkirakan 90% termasuk
dalam kategori ini. Paparan terhadap pekerja
diperkirakan terjadi pada 30-50% kasus. Kelompok
yang berisiko utama adalah para pekerja per-
tanian, peternakan, penjual binatang. bidang
agrikultur, rumah jagal, buruh dan tukang susu.(POPERSIJakarta, 2007).
Tiga pola epidemiologi leptospirosis di-
definisikan oleh Faine S (1999): pertama; ditemu-
kan dalam iklim sedang dimana sejumlah kecll
serovar terlibat dan penularan pada manusia
hampir selalu terjadi akibat kontak langsung
dengan binatang yang terinfeksi di peternakan
sapi atau babi; kedua; dijumpai di daerah tropik
yang basah, dimana lebih banyak lagi serovar
yang menginfeksi manusia dan hewan serta
sejumlah besar spesies reservoir. Manusia ter-
papar tidak terbatas pada pekerjaan, tetapi lebih
sering disebabkan oleh kontaminasi yang tersebar
luas dilingkungan, khususnya selama musim
hujan. Kontrol populasi hewan pengerat, drainase
pada area yang basah dan hygiene pekerjaan
menjadi penting untuk pencegahan leptospirosis
pada manusia; ketiga; infeksi oleh hewan
pengerat pada lingkungan urban yang menyebab-
kan outbreak di daerah kumuh pada negara
berkembang.
WIDYA Tahun 25 Nomor 274 Juli 20087
5/17/2018 leptospirosis 6 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/leptospirosis-6 3/6
KEDOKTERAN
Cara Penularan LeptospirosisPenularan leptospirosis pada manusia
ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman lep-
tospira. Hewan penjamu kuman leptospira
adalah hewan peliharaan, seperti babi, lernbu,
kambing, kucing, anjing, serta beberapa hewanliar,seperti: tlkus, bajing, ular dan lain-lain.
Penjamu reservoar utama adalah roden. Kuman
leptospira hidup di dalam ginjal penjamu
reservoar dan dikeluarkan melalui urin saat ber-
kemih. Manusia merupakan hospes insidentil
seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Siklus Penularan Leptospirosis
Sumber: RS Prof. DR. Sulianti Saroso, 2003, Pe-
doman Tatalaksana Kasus dan Pemerik-
saan Laboratorium Leptospirosis dl Rumah
sakit., Dirjen P2M dan PL Depkes.
Manusia terinfeksi Leptospira melalui kontak
dengan air, tanah (lumpur), tanaman yang telah
dikotori oleh air seni dari hewan-hewan pendertita
leptospirosis. Sakteri leptospira masuk ke dalam
tubuh melalui selaput lendir (mukosa) mata,
hidung atau kullt yang lecet dan kadang-kadang
rnelatul saluran pencernaan dari makanan yangterkontaminasi oleh urine tikus yang terinfeksi
leptospira. Penularan langsung dari manusia ke
manusia jarang terjadi. Penularan leptospirosis
dapat secara langsung dan tidak langsung.
Penularan langsung terjadi:
1. Melalui darah, urin, atau cairan tubuh lain
yang mengandung kuman leptospira masuk ke
dalam tubuh penjamu.
2. Dari hewan ke manusia merupakan pe-
nyakit akibat pekerjaan, terjadi pada orang yang
merawathewanatau menanganiorgan tubuh hewan
misalnya pekerja potong hewan, atau seseorang
yang tertular dari hewan peliharaan.
3. Dari manusia ke manusia meskipun jarang,
dapat terjadi melalui hubungan seksual pada
masa konvalesen atau dar; ibu penderita leptos-pirosis ke janin melalui sawar plasenta dan air
susu ibu.
Penularan tidak langsung terjadi melalui
genangan air, sungai, danau, selokan saluran air
dan lumpur yang tercemar urin hewan. Faktor-
faktor risiko terinfeksi kuman leptospira, bila kontak
langsung I terpajan air dan rawa yang terkonta-
minas; yaitu: (Hadisaputro S, 2002).
1. Kontak dengan air yang terkontaminasi
kuman leptospira I urin tlkus, saat banjir.
2. Pekerjaan tukang perahu, rakit bambu,pemulung.
3. Mencuci I mandi di sungai I danau.
4. Peternak, pemelihara hewan dan dokter
hewan yang terpajan karena menangani ternak Ihewan, terutama saat memerah susu, menyentuh
hewan mati, menoJong hewan melahirkan, atau
kontak dengan bahan lain seperti pJasenta,cairan
amnion dan bila kotak dengan percikan infeksius
saat berkemih.
5. Tukang kebun I pekerja di pekebunan.
6. Petani tanpa alas kaki di sawah.7. Pekerja potong hewan, tukang daging yang
terpajan saat memotong hewan.
8. Pembersih selokan.
9. Pekerja Tambang.
10. Pemancing ikan, pekerjatambak udangI ikan
airtawar.
11. Anak-anak yang bermain ditaman, genangan
air hujan atau kubangan.
12. Petugas laboratorium yang sedang
memeriksaspesimen kuman leptospira danzoono-
sis lainnya.
13. Petugas kebersihan di rumah sakit dan
paramedis dianggap mempunyai risiko tinggi
terhadap penularan kuman leptospira.
Pada kejadian banjir besar di Jakarta tahun
2002, dilaporkan lebih dari seratus kasus leptos-
pirosis dengan 20 kematian. Banjir hebat yang
terjadi di awal tahun 2007 menyebabkan kasus
leptospirosis kembali meledak sebagaimana
terlihat pada Gambar 2.
WIDYA 28 Tahun 25 Nomer 274 Juli 2008
5/17/2018 leptospirosis 6 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/leptospirosis-6 4/6
KEDOKTERAN
LEPTOSPIROSIS SITUATION IN INOONESIA
2.003·2007
Gambar 2. Jumlah Kasus Leptospirosis di Indonesia
dari Tahun 2003-2007
Sumber: SubdirZoonosis OirektoratJenderal P2M dan
PL Oepkes, 2007
Gambar 2 menunjukkan peningkatan kasus
leptospirosis di Indonesia mulai darl tahun 2003
sampai tahun 2007 dan jumlah kasus meninggal
yang tertinggi pada tahun 2004 sebanyak 25
kasus dan menurun di tahun 2005, 2006 sebanyak
16 dan 11 kasus. Terjadi peningkatan kembali di
tahun 2007, baik dalam jumlah kasus pasien
maupun kasus yang meninggal, tercatat se-
r banyak 296 pasien dan 23 pasien yang me-
ninggal.
Gambaran kasus leptospirosis di DKI
Jakarta hampir sarna dengan grafik diatas yaitu
terjadi peningkatan yang sangat signifikan pada
tahun 2007. Hal ini juga disebabkan banjir di awa!
tahun 2007. Lebih jelasnya bisa di lihat pada
Gambar3.
leptospirosis Situat ion In DKI Jakar ta 2003.2007
150
10 0
50
_Cases108 --+-O .. 1h
6
4
2
o
2005 2MB003 2004 2007
Gambar 3. Jumlah Kasus Leptospirosis di OKI Jakarta
dari tahun 2003 - 2007
Sumber: . SubdirZoonosis OirektoratJenderal P2M dan
PL Oepkes, 2007'
Oari Gambar 3 dapat dilihat jumlah kasus
leptospirosis di OK! Jakarta mulai dari tahun 2003
sampai tahun 2007, pada tahun 2003-2004
jumlah kasus yang meningga! telihat stabi!, ter-
catat hanya terdapat 6 kasus. Sedangkan di tahun
2005-2006 jumlah kasus leptospirosis mengalamipenurunan bahkan jumlah kasus meninggal dapat
di tekan sehingga tidak ada lagi korban jiwa dan
terjadi peningkatan yang signifikan di tahun 2007,
baik dalam jumlah kasus penderita leptospirosis
yang mencapai 248 kasus dan jumlah kasus yang
meninggal mencapai 19 kasus.
Dari Gambar 2 dan 3, dapat disimpulkan
bahwa kasus leptospirosis secara nasional yang
paling banyak adalah menimpa warga Jakarta.
Hal ini bisa menjadi pertanyaan, mengapa kasus
leptospirosis di Jakarta tinggi. Oari penelitian yangdilakukan PPBB (Pemberantasan Penyakit Ber-
sumber Binatang), Oitjen P2M-PLP Oepartemen
Kesehatan diperkirakan 50% tikus di Jakarta
menderita leptospirosis dari berbagai jenis. Ini
berarti urine tikus tersebut bisa menularkan bakteri
leptospira pada siapa saja, baik pada sesama
tikus, binatang lain, maupun manusia. Selain itu,
tingginya jumlah kasus leptospirosis di OKI
Jakarta tahun 2002 adalah kemungkinan di-
karenakan pelacakan penderita yang sering tidak
optimal karena sering terjadi "underdiagnosis ataumisdiagnosis", Hal ini berakibat keterlambatan
tata laksana penderita yang dapat memperburuk
prognosis, .meskipun sebenarnya penyakit ini
pada umumnya mempunyai prognosis yang baik.
(POPERS! Jakarta, 2007).
Upaya Pencegahan LeptospirosisUpaya-upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjangkitnya Leptospirosis dapat
diJakukan melalui tiga jalur yaitu intervensi sumber
infeksi, intervensi pada jalur penularan dan inter-
vensi pad a pejamu manusia (RS Prof. DR.
Sulianti Saroso, 2003), Dirjen P2M&PL Oepkes
pada tahun 2004, dalam rangka penanggulangan
Leptospirosis di Indonesia juga mengeluarkan
pedoman yang pada intinya juga sama dengan
pedoman yang dikeluarkan oleh RS Prof. DR .
Sulianti Saroso, yaitu personal hygiene, health'
education, sanitasi lingkungan dan terhadap
rodent.
WIDYA Tahun 25 Nomor 274 Juli 20089
5/17/2018 leptospirosis 6 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/leptospirosis-6 5/6
KEDOKTERAN
Laporan dari Oirektorat P2M dan PL De-
partemen Kesehatan pada tahun 2007, jumlah
penderita yang positif terkena bakteri leptospirosis
di OKI Jakarta mencapai 248 kasus, 19 orang
diantaranya meninggal dunia. Wilayah OKI ter-
banyak yang terserang kasus leptospirosisadalah wilayah Jakarta Barat dengan 119 kasus, 7
.orang diantaranya meninggal dunia. Sudin
Kesmas wilayah Jakarta Barat yang warganya
paling banyakterkena Leptospirosis telah me-
lakukan upaya health education berupa pe-
nyuJuhan dan penyebaran pamflet yang bersisi
pesan pencegahan leptospirosis. (Sudin Kesmas
Jakarta Barat, 2007). Hanya sayangnya, setelah
dilakukan intervensi pada manusianya, tidak
pernah ada evaluasi atau penelitian tentang
keberhasilan intervensi yang sudah diJakukan.Intervensi terhadap Host, Agent dan Environment
memang harus dilakukan secara bersarna-sarna
karena jika tidak maka kasus Leptospirosis tidak
bisa diberantas tuntas.
Sebagaimana yang diganbarkan oleh Model
dari Gordon tentang proses terjadinya penyakit
pada manusia. John Gordon telah memodelkan
terjadinya penyakit sebagai sebatang pengungkit
yang memiliki titik tumpu di tengah-tengahnya.
Pada kedua ujung batang terdapat pemberat,
yaitu Agent (penyebab penyakit) dan Host(populasi berislko tinggi) yang bertumpu pada
Environment (Jingkungan). Kondisi sehat jika
terdapat kesetimbangan antara Agent dan Host
yang bertumpu pada Environment. (Anies, 2006).
Dengan mempelajari penyebab serta cara
penularannya dan dari beberapa literatur seperti
terse but diatas maka dapat dirangkumkan
tentang cara-cara pencegahan Leptospirosis
ya itu : (RS Prof. DR. Sulianti Saroso, 2003 ; Oirjen
P2M&PL Depkes, 2004 ; Sudin Kesmas Jakarta
Barat, 2007)
1. Melakukan kebersihan individu (personal
hygiene):
a. Usaha-usaha yang dapat dianjurkan antara
lain dengan : mencuci kaki, tangan serta bagian
tubuh Jainnya dengan sabun setelah bekerja.
b. Saat banjir biasakan memakai sepatu boot
untuk melalui air banjir. Ini untuk mengurangi
kemungkinan masuknya bakteri jika ada luka
dikaki.
c. Mengenakan sarung tangan melakukan
tindakan higienik saat kontak dengan urin hewan,
cuci tangan setelah selesai dan waspada ter-
hadap kemungkinan terinfeksi saat merawat
hewan yang sakit.
d. Mencuci luka dengan cairan antiseptik, danditutup dengan plester kedap air.
e. Mandi dengan sabun antiseptik setelah ter-
pajan percikan urin, tanah, dan air yang ter-
kontaminasi.
f. Memakai pelindung kerja (sepatu, sarung
tangan, pelindung mata, apron, masker).
2. Melakukan sanitasi lingkungan dan rumah:
a. Rajin membersihkan lantai, menggunakan
cairan yang mengandung anti kuman (des-
infektan) untuk mengepel.
b. Segera membersihkan genangan air. Air yangmenggenang dan terkena urin tikus bisa me-
nyimpan bakteri leptospirosis.
c. Selalu menutup makanan di meja. Menutup
rapat-rapat makanan dengan tudung sa]l akan
menghindari datangnya tikus.
d. Sediakan jebakan tikus berupa lem tikus, racun
tikus, atau perangkap biasa. Hal tersebut bisa
mengurangi populasi tikus di dalam rumah.
3. Melakukan pencegahan terhadap sumber
infeksi:
a. Melakukan tindakan isolasi hewan yang ter-infeksi (sap! I babi I anjing).
b. Memberikan antibiotik pada hewan yang
terinfeksi, seperti penisilin, ampisilin, agar tidak
menjadi karier kuman leptospira. Oosis dan cara
pemberian berbeda-beda tergantung jenis hewan
yang terinfeksi.
c. Mengurangi populasi tikus dengan beberapa
cara seperti penggunaan racun tikus, dan pe-
masangan jebakan.
d. Meniadakan akses tikus ke lingkungan
pemukiman, makanan dan air minum dengan
membangun gudang makanan penyimpanan Ihasll pertanian, sumber penampungan air, dan
pekarangan yang kedap tikus, dan dengan mem-
buang sisa makanan serta sampah jauh dari
jangkauan tikus.
4. Upaya Edukasi:
a. OaJam upayapromotif, untuk menghindari
leptospirosis dilakukan dengan cara-cara edukasi,
oleh karena itu setiap program edukasi harus
WIDYA 30 Tahun 25 Nomor 274 JuJi2008
5/17/2018 leptospirosis 6 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/leptospirosis-6 6/6
KEDOKTERAN
melibatkan profesi kesehatan, dokter hewan dan
kelompok Jembaga sosial masyarakat yang ter-
libat. Edukasi pada tenaga kesehatan maupun
masyarakat umum, mengenai perkembangan
terbaru leptospirosis di daerahnya, harus selalu
diberikan melalui penyuluhan dengan tatap muka
langsung, seminar di rumah sakit, maupun secaratidak langsung melalui sebaran media massa
dan media elektronik. Upaya agar leptospirosis i
tidak dilupakan oleh para klinikus akan meningkat-
kan identifikasi kasus. Pendidikan masyarakat
luas sangat berperan untuk identifikasi faktor
risiko,pencegahanpenyakit,mengurangi lamasakit
dan tingkat keparahan penyakit, melalui pe-
ngenalan gejala leptospirosis dan kesadaran
untuk segera berobat.
b. Memberikan selebaran ke klinik kesehatan,
departemen pertanian, di dalamnya diuraikanmengenai penyakit leptospirosis, kriteria me-
negakkan diagnosis, terapi dan cara mencegah
pajanan.
PENUTUP
Kesimpulan1. Leptospirosis identik penyakit pasca banjir
karena memang banyak berjangkit pada daerah
yang sehabis kebanjiran.
2. Munculnya penyakit Leptospirosis dipenga-
ruhi faktor-faktor risiko antara lain lingkungan yang
terkontaminasi Leptospira, sanitasi lingkungan
dan hygiene personal yang buruk serta daya
tahan tubuh yang rendah.
Saran-saranDiperlukan peran serta warga untuk ber-
sama-sama meningkatkan kesadaran akan
bahaya penyebaran bakteri leptospira ini dengancara melakukan: ,
1. Kebersihanindividu (personal hygiene) terutama
yang tinggal dldaerah banjir.
.2 . Sanitasi lingkungan, dengan membersihkan
tempat-tempat yang menjadi habitat serta sarang
tikus.
3. Melakukan pemeliharaan hewan-hewan de-
ngan baik guna melindungi masyarakat dari
infeksi kuman leptospira
4. Melakukan pendidikan kesehatan (health
education) mengenai bahaya serta cara penularan
penyakit yang berperan dalam pencegahan
penyakit leptospirosis.
DAFTAR PUSTAKA
. Anies, Seri Lingkungan dan Penyakit Manajemen
Berbasis lingkungan, Solusi Mencegah dan
Menanggulangi Penyakit Menular, PT Elex Media
Komputindo, Jakarta, 2006.
Bodner, Elizabeth M. "Diseases of Animals." Microsoft®
Encarta® 2006 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft
Corporation,2005. '
Dirjen P2M dan PL Departemen Kesehatan, Pedoman
Diagnosa dan Penatalaksanaan Kasus Pe-
nanggulangan Leptospirosis di Indonesia, Jakarta,
2004.
Faine S, Adler B, Bolin C, Peralat P, Leptospira and
Leptospirosis, 2nd ed, Melbourne, MediSci., 1999.
Hadisaputro S, Faktor Risiko Leptospirosis, Dalam :
Riyanto B, Gasem MH, Sofro M AU editor, Kum-
pulan Makalah Simposium Leptospirosis, Cetakan
pertarna, Semarang, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, 2002.
RS Penyakit Infeksi Prof.DRSulianti Saroso, Pedoman
Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan LaboratoriumLeptospirosis di Rumah Sakit. Dirjen P2M dan PL
Departemen Kesehatan, Jakarta, 2003.
Subdir Zoonosis Dirjen P2M dan PL Departemen
Kesehatan, Rekap Jumlah Kasus dan Kematian
Leptospirosis d i Indonesia Tahun 2007, Jakarta,
2007.
Sudin Kesmas Jakarta Barat, Leptospirosis Berbahaya!
Dapat Menyebabkan Kematian, Jakarta, 2007.
Widarso, Wilfried, Siti Ganefa, 3 Feb 2005,
Penanggulangan Leptospirosis di Indonesia.
..http://www.pdpersLco.id ..Jakarta, Leptospirosis Pada
Manusia,27 Maret 2007.http://www.leptanet.net/a s s ets!i mag est
leptonet ILS survey.ppt International Leptospiro-
sis Society. ILS worldwide survey 1998, 1999,
2000 .
WIDYA Tahun 25 Nomor 274 Juli 20081
top related