laporan praktikum geologi
Post on 12-Jan-2016
63 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Latar belakang diadakanya kuliah lapangan mata kuliah geologi ini adalah untuk
mengetahui berbagai jenis mineral dan batuan serta singkapan batuan yang terdapat
di daerah Malang selatan.
Dasar-dasar teori yang didapatkan di perkuliahan umumnya bersifat ideal,
sedangkan kenyataan di lapangan tidaklah seideal yang penulis bayangkan.
Sehingga apa yang nantinya diamati di lapangan dapat digambarkan sesuai dengan
ilmu geologi yang didapatkan pada perkuliahan.
1.2 Maksud dan Tujuan
Tujuan dari kuliah lapangan ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
geologi. Selain itu kuliah lapangan ini juga bertujuan untuk mengamati berbagai
jenis mineral, batuan dan singkapan batuan yang terdapat di alam.
1.3 Waktu Penelitian
Kuliah lapangan ini dilakukan pada tanggal 11 Mei 2013. Penulis berangkat
menuju stopsite pertama yakni desa Ndruju sekitar pukul 07.00 WIB dari HMJ
Fisika Universitas Brawijaya. Peneliti kembali dari kuliah lapangan terakhir yakni
Bajul Mati sekitar pukul 17.00 WIB dan sampai kembali di Universitas Brawijaya
pada pukul 19.00 WIB.
1.4 Lokasi Penelitian
Secara umum peneliti melakukan penelitian di daerah Malang selatan yang
secara administratif masuk wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur. Pada penelitian
pertama peneliti mengadakan penelitian di desa Ndruju. Setelah itu peneltiti
melanjutkan penelitian menuju desa Argotirto. Lalu dilanjutkan menuju desa
Sumberagung. Lokasi penelitian berikutnya berada di desa Kedung Bandeng. Lalu
1
dilanjutkan ke desa Sidomulyo dan penelitian terakhir berada di sekitar pantai Bajul
Mati.
Gambar 1.1 peta lokasi kuliah lapangan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional Jawa Timur
Geologi Jawa timur dibagi atas beberapa zona, menurut van Bemmelen jawa
timur dibagi atas 4 bagian antara lain :
a Zona Pegunungan Selatan Jawa (Souththern Mountains) : batuan pembentuknya
terdiri atas siliklastik, volkaniklastik, volkanik , dan batuan karbonat.
b Zona Gunung Api Kuarter (Quartenary Volcanoes) : merupakan gunung aktiv
c Zona Kendeng (Kendeng Zone) : batuan pembentuknya terdiri atas Sekuen dari
volkanogenik dan sedimen pelagik.
d Zona Rembang (Rembang Zone) : batuan pembentuknya terdiri atas endapan
laut dangkal , sedimen klastik , dan batuan karbonat. Pada zona ini juga terdapat
patahan yang dinamakan Rembang High dan banyak lipatan yang berarah timur-
barat
Gambar 2.1 Fisiografi daerah Jawa Timur (van Bemmelen 1949)
3
Stratigrafi Daerah Jawa timur terbagi atas :
Statigrafi daerah Jawa Timur dapat dibagi 3 zona yaitu Pegunungan Selatan
Jawa, Zona Kendeng, dan Zona Rembang. Pada tiap – tiap zona ini stratigrafi dapat
dipisahkan menjadi tiga unconformity sistem.
2.2 Statigrafi Pegunungan Selatan Jawa
Pada Zona ini terbagi atas 3 sistem dan Basement
a. Basement
Pada daerah Jawa Timur tidak ditemukan adanya batuan Basement, batuan
basement ini ditemukan tersingkap pada bagian barat Jawa Timur yaitu di
Kompleks Basement Karangsambung dan Bukit Jiwo. Batuan yang tersingkap
terdiri atas ofiolite dan potongan busur kepulauan (Smyth dkk. (2005).
b. Sistem Pertama
Sedimentasi ini berasal pada saat umur Awal Kenozoikum, endapan ini
berstruktur angular unconformity dengan basement. Sedimen pada sistem ini
terdiri atas konglomerat fluvial. Di atasnya terdapat sekuen trangresif dari
batubara, konglomerat, lempung, dan pasir kuarsa dari Formasi Nangulan yang
berumur Eosen Tengah (Lelono 2000, dalam Smyth dkk. 2005). Pada batupasir
terdiri dari depu lapisan vulkanik, pumice, dan lapisan selang seling tuff dan
mudstone. Semakin ke atas terjadi perubahan komposisi batupasir berupa
peningkatan mineral feldspar. Pada sistem ini material volkanik meningkat dan
sedimen berubah dari kaya akan kuarsa menjadi kaya mineral feldspar. Sedimen
pada sistem ini diperkirakan setebal 1000 m yang tersingkap pada bagian barat
(Karangsambung , Nangulan dan Jiwo).
Pada bagian atas sistem ini terdapat unconformity ini dapat diinterpretasi
terjadi akibat dari penurunan muka air laut. Sedimentasinya memiliki orientasi
perlapisan yang hampir sama, dengan tidak adanya kegiatan deformasi.
c. Sistem Ke-Dua
Pada sistem ini endapan yang ditemukan berupa hasil dari vulkanik primer
berumur oligo–miosen yang menutupi sebagian zona Pegunungan Selatan. Pada
saat ini terjadi aktivitas vulkanik yang sangat intensif, eksplosif dan bertipe
Plinian (Smyth dkk., 2005). Endapan berupa batuan Andesite–Riolit, termasuk
4
abu vulkanik, Tuff kristal, Pumice– Breksia litik, lava dome dan lava flows.
Tebal lapisan berkisar antara 250 m–2000 m. Sistem ini dan vulkanik aktifitas
terekam sebagai vulkanisme dengan umur pendek dan mungkin terjadi letusan
besar (Smyth dkk. 2005).
d. Sistem Ke-Tiga
Sedimen sistem ini sekitar 500 m terekam sebagai pengerosian sistem ke dua
dan peningkatan endapan karbonat. Terumbu berkembang sangat baik dan
terjadi penurunan aktifitas vulkani secara besar, sehingga mengakibatkan
kematian aktifitas vulkanik.
Gambar 2.2 Stratigrafi Pegunungan Jawa Selatan
2.3 Batuan dan Mineral
2.3.1 Batuan Beku
Batuan beku adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin
dan mengeras dengan atau tanpa proses kritalisasi baik di bawah permukaan sebagai
batuan instrusif maupun di atas permukaan bumi sebagai ekstrutif. Batuan beku
dalam bahasa latin dinamakan igneus (dibaca ignis) yang artinya api.
5
1. Tekstur Batuan Beku
Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan oleh tiga hal utama, yaitu
kritalinitas, Granularitas dan Bentuk Kristal. Mari kita bahas ketiga hal penting
tersebut satu persatu.
a. Kristalinitas
Kristalinitas merupakan derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada
waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya
digunakan untuk menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal dan
yang tidak berbentuk kristal, selain itu juga dapat mencerminkan kecepatan
pembekuan magma. Apabila magma dalam pembekuannya berlangsung
lambat maka kristalnya kasar. Sedangkan jika pembekuannya berlangsung
cepat maka kristalnya akan halus, akan tetapi jika pendinginannya
berlangsung dengan cepat sekali maka kristalnya berbentuk amorf. Dalam
pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi,yaitu:
Holokristalin, Holokristalin adalah batuan beku dimana semuanya
tersusun oleh kristal. Tekstur holokristalin adalah karakteristik batuan
plutonik, yaitu mikrokristalin yang telah membeku di dekat permukaan.
Hipokristalin, Hipokristalin adalah apabila sebagian batuan terdiri dari
massa gelas dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal.
Holohialin, Holohialin adalah batuan beku yang semuanya tersusun dari
massa gelas. Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian),
dike dan sill, atau sebagai fasies yang lebih kecil dari tubuh batuan.
b. Granularitas
Granularitas dapat diartikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan
beku. Pada umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu:
Fanerik atau fanerokristalin, Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat
dibedakan satu sama lain secara megaskopis dengan mata telanjang.
Kristal-kristal jenis fanerik ini dapat dibedakan menjadi:
Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari 1 mm.
Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir antara 1 – 5 mm.
Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5 – 30 mm.
6
Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter butir lebih dari 30
mm.
Afanitik, Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak bisa dibedakan
dengan mata telanjang sehingga diperlukan bantuan mikroskop. Batuan
dengan tekstur afanitik dapat tersusun oleh kristal, gelas atau keduanya.
Dalam analisis mikroskopis dibedakan menjadi tiga yaitu:
Mikrokristalin, Jika mineral-mineral pada batuan beku bisa diamati
dengan bantuan mikroskop dengan ukuran butiran sekitar 0,1 – 0,01
mm.
Kriptokristalin, jika mineral-mineral dalam batuan beku terlalu kecil
untuk diamati meskipun dengan bantuan mikroskop. Ukuran butiran
berkisar antara 0,01 – 0,002 mm.
Amorf/glassy/hyaline, apabila batuan beku tersusun oleh gelas.
c. Bentuk Kristal
Bentuk kristal merupakan sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan
sifat batuan secara keseluruhan. Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal
tiga bentuk kristal, yaitu:
Euhedral, jika batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang kristal.
Subhedral, jika sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat lagi.
Anhedral, jika mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.
Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk kristal,
yaitu:
Equidimensional, jika bentuk kristal ketiga dimensinya sama panjang.
Tabular, jika bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu dimensi
yang lain.
Prismitik, jika bentuk kristal satu dimensi lebih panjang dari dua dimensi
yang lain.
Irregular, jika bentuk kristal tidak teratur.
2. Struktur Batuan Beku
Struktur batuan beku sebagian besar hanya dapat dilihat di lapangan saja,
misalnya:
7
Masif, yaitu jika tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas (tidak
menunjukkan adanya lubang-lubang) dan tidak menunjukkan adanya fragmen
lain yang tertanam dalam tubuh batuan beku.
Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh
keluarnya gas pada waktu pembekuan magma. Lubang-lubang tersebut
menunjukkan arah yang teratur.
Skoria, yaitu struktur yang sama dengan struktur vesikuler tetapi lubang-
lubangnya besar dan menunjukkan arah yang tidak teratur.
Amigdaloidal, yaitu struktur dimana lubang-lubang gas telah terisi oleh mineral-
mineral sekunder, biasanya mineral silikat atau karbonat.
Xenolitis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya fragmen/pecahan batuan
lain yang masuk dalam batuan yang mengintrusi.
Pada umumnya batuan beku tanpa struktur (masif), sedangkan struktur-struktur
yang ada pada batuan beku dibentuk oleh kekar (joint) atau rekahan (fracture)
dan pembekuan magma, misalnya: columnar joint (kekar tiang), dan sheeting
joint (kekar berlembar).
2.3.2 Batuan Sedimen
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk oleh konsolidasi sedimen,
sebagai material lepas, yang terangkut ke lokasi pengendapan oleh air, angin, es
dan longsoran gravitasi, gerakan tanah atau tanah longsor. Batuan sedimen juga
dapat terbentuk oleh penguapan larutan kalsium karbonat, silika, garam dan
material lain. Menurut Tucker (1991), 70 % batuan di permukaan bumi berupa
batuan sedimen. Tetapi batuan itu hanya 2 % dari volume seluruh kerak bumi.
a. Klasifikasi Umum
Pettijohn (1975), O’Dunn & Sill (1986) membagi batuan sedimen
berdasar teksturnya menjadi dua kelompok besar, yaitu batuan sedimen
klastika dan batuan sedimen non-klastika.
Batuan sedimen klastika (detritus, mekanik, eksogenik) adalah batuan
sedimen yang terbentuk sebagai hasil pengerjaan kembali (reworking)
terhadap batuan yang sudah ada. Proses pengerjaan kembali itu meliputi
pelapukan, erosi, transportasi dan kemudian redeposisi (pengendapan
8
kembali). Sebagai media proses tersebut adalah air, angin, es atau efek
gravitasi (beratnya sendiri). Media yang terakhir itu sebagai akibat
longsoran batuan yang telah ada. Kelompok batuan ini bersifat fragmental,
atau terdiri dari butiran/pecahan batuan (klastika) sehingga bertekstur
klastika.
Batuan sedimen non-klastika adalah batuan sedimen yang terbentuk
sebagai hasil penguapan suatu larutan, atau pengendapan material di tempat
itu juga (insitu). Proses pembentukan batuan sedimen kelompok ini dapat
secara kimiawi, biologi /organik, dan kombinasi di antara keduanya
(biokimia). Secara kimia, endapan terbentuk sebagai hasil reaksi kimia,
misalnya CaO + CO2 ® CaCO3. Secara organik adalah pembentukan
sedimen oleh aktivitas binatang atau tumbuh-tumbuhan, sebagai contoh
pembentukan rumah binatang laut (karang), terkumpulnya cangkang
binatang (fosil), atau terkuburnya kayu-kayuan sebagai akibat penurunan
daratan menjadi laut.
b. Ukuran Butir
Ukuran butir batuan sedimen klastika umumnya mengikuti Skala
Wentworth (1922, dalam Boggs, 1992) seperti tersebut pada Tabel 2.1.
Ukuran butir
(mm)
Nama Butiran Nama batuan
Æ > 256 Boulder / block (bongkah) Breksi
64 – 256 Cobble (kerakal) (bentuk / kebundaran butiran
meruncing)
4 – 64 Pebble Konglomerat
2 – 4 Granule (kerikil) (bentuk / kebundaran butiran
membulat)
1/16 – 2 Sand (pasir) Batupasir
1/16 – 1/256 Silt (lanau) Batulanau
Æ < 1/256 Clay (lempung) Batulempung
Tabel 2.1 Skala ukuran butir sedimen (disederhanakan).
9
c. Kemas atau Fabrik
Kemas tertutup, bila butiran fragmen di dalam batuan sedimen saling
bersentuhan atau bersinggungan atau berhimpitan, satu sama lain
(grain/clast supported). Apabila ukuran butir fragmen ada dua macam
(besar dan kecil), maka disebut bimodal clast supported. Tetapi bila ukuran
butir fragmen ada tiga macam atau lebih maka disebut polymodal clast
supported.
Kemas terbuka, bila butiran fragmen tidak saling bersentuhan, karena di
antaranya terdapat material yang lebih halus yang disebut matrik (matrix
supported).
2.3.3 Batuan Metamorf
Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen
maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur
serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses
diagenesa dan di bawah titik lebur; 200-350oC < T < 650-800oC) dan tekanan
yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf. Proses
metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km
– 20 km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme
itu mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh
atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang
berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk
pelapukan dan diagenesa.
1. Struktur Batuan Metamorf
Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi
menjadi dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi.
Struktur foliasi ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusun
batuan metamorf, sedang struktur non foliasi tidak memperlihatkan adanya
penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf.
10
Struktur Foliasi
a. Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral
pipih (biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral
butiran.
b. Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral
granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding
mineral pipih.
c. Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan
kesejajaran mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).
d. Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral
dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar.
Struktur Non Foliasi
a. Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran
mineral relatif seragam.
b. Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya
penghancuran terhadap batuan asal.
c. Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya
orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya
halus.
d. Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan
permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar
dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.
e. Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal
berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.
f. Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari
butir-butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus.
g. Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya
mempunyai ukuran beragam.
h. Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang
berbentuk jarus atau fibrous.
11
2. Tekstur Batuan Metamorf
a. Tekstur Kristaloblastik
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah
tidak kelihatan lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali
baru. Dalam penamaannya menggunakan akhiran kata –blastik.
Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku),
hanya kristal besarnya disebut porfiroblast.
Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir
mineral seragam.
Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral
saling sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih.
Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya
mineral-mineral prismatik yang sejajar dan terarah.
Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral
berbentuk euhedral.
Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun
mineralnya berbentuk anhedral.
b. Tekstur Palimpset
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari
batuan asal masih bisa diamati. Dalam penamaannya menggunakan
awalan kata –blasto.
Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal
yang porfiritik.
Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal
sedimen yang ukuran butirnya lebih besar dari pasir.
Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya
ukuran butirnya sama dengan pasir.
Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal
sedimen yang ukuran butirnya lempung.
12
BAB III
METODOLOGI
3.1 METODE PENELITIAN YANG DIGUNAKAN
3.1 Metode Orientasi Lapangan
Kegiatan ini diorientasikan di lapangan dengan melakukan pencatatan
terhadap suatu kejadian geologi yang ditemukan. Penentuan titik pengamtan
ini digunakan GPS untuk mengatahui koordinat dimana suatu kejadian
geologi berada.
3.2 ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN
1) Palu Geologi
Palu geologi dapat digunakan untuk keperluan berikut
memecahkan batu atau mencukil mineral dan fosil dari singkapan
menggali tanah untuk mencari singkapan atau mencari sampel yang segar
membersihkan singkapan dari tanah penutup atau vegetasi yang
menutupinya
membantu pendakian apabila diperlukan
2) Buku Catatan lapangan
Buku catatan lapangan berfungsi untuk mencatat semua informasi yang didapat saat
kita berada di lapangan. Ini berguna untuk mengingatkan kita semua data yang telah
kita dapat. Sampul buku catatan yang keras dapat juga digunakan sebagai alas untuk
melakukan pengukuran unsur-unsur struktur yang merupakan bidang yang tidak
rata.
3) Alat-alat tulis
4) HCL 0,1 N
Digunakan untuk menguji kandungan karbonat dari contoh batuan yang
diamati (terutama batuan sendimen). Cara pengetesannya dengan meneteskan
larutan tersebut pada contoh batuan. Bila berbuih atau bereaksi, berarti batuan
mengandung karbonat( CaCO2).
13
5) Komparator batuan
Komparator batuan yang umum digunakan adalah komparator batuan beku
dan batuan sendimen. Komparator ini berguna untuk membantu dalam pemerian
batuan, dengan cara membandingkan contoh batuan dan mineral yang terdapat pada
komparator.
6) Clip board
Papan ini digunakan untuk mempermudah pencatatan data dilapangan atau
sebagai alas kompas geologi pada saat pengukuran unsur struktur pada bidang
lapisan batuan yang tidak rata.
7) Kantung sampel
Kantung sampel digunakan untukmembungkus contoh batuan yang akan
dibawa. Kantung sampel diberi tanda untuk tiap batuan, nomor stasiun
menggunakan spidol tahan air dan ditutup rapat menghindari kontaminasi dengan
udara.
8) Kamera
Digunakan untuk mengambil gambar dari singkapan atau data lain, missal
morfologi daerah, lokasi pengamatan, dan sebagainya. Kamera yang digunakan
sebaiknya praktis dan tidak sulit digunakan pada medan.
9) Tas lapangan atau ransel
Digunakan untuk membawa peralatan geologi dan perlengkapan lapangan. Ukuran
tas sebaiknya disesuiakan dengan kondisi lapangan, biasanya ukuran 40 liter dengan
alasan tidak terlalu besar atau terlalu kecil
14
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Stop Site 1
Lokasi pertama kuliah lapangan ini berada di desa Ndruju dengan posisi LS
08o14’143’’ BT 112o40,5’49’’ dengan elevasi 422 m. Pada lokasi ini terlihat
sebuah patahan yang diindikasikan dengan adanya bukit kapur yang tertutup
oleh pepohonan. Selain itu di tempat ini juga didapatkan indikasi pergerakan
tanah yang dicirikan dengan adanya pohon kelapa yang condong ke suatu arah
tertentu yakni arah utara. Batuan yang terdapat di daerah ini umumnya adalah
batuan kapur yang berada pada sekitar kedalaman 30-60 m.
Gambar 4.1 penampakan patahan berupa bukit kapur
15
Gambar 4.2 pohon kelapa yang miring ke arah utara
4.2 Stop Site 2
Lokasi kuliah lapangan selanjutnya berada di desa Argotirto dengan
koordinat yakni LS 08o19’581” BT 112o40’867” dengan elevasi 490 m. Pada
daerah ini terdapat sebuah pertambangan piropilit. Piropilit di tempat ini berada
pada lapisan sedimen. Piropilit di tempat ini juga ditemukan dalam berbagai
warna yakni merah dan abu-abu. Perbedaan warna ini disebabkan karena
kandungan piropilit berbeda. Selain itu perbedaan ini juga terjadi akibat adanya
oksidasi yang mengenai mineral tersebut. Pada kehidupan sehari-hari piropilit
biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan keramik.
16
Gambar 4.3 Mineral Piropilit
4.3 Stop Site 3
Lokasi selanjutnya kuliah lapangan geologi berada di desa Sumberagung.
Dari koordinat GPS didapatkan lokasi stop site ini adalah LS 08o21’007” BT
112o40’450” dengan elevasi 287 m. Pada tempat ini teramati adanya lapisan
batubarayang berada di sekitar rumah penduduk. Batubara pada lokasi ini
merupakan batubara dengan kualitas rendah. Hal ini terlihat dari kenampakan
batubara yang masih seperti serat kayu. Dalam kehidupan sehari hari, batubara
sering digunakan sebagai bahan bakar.
Gambar 4.4 Batubara
17
4.4 Stop Site 4
Lokasi kuliah lapangan geologi selanjutnya berada di desa Kedung Banteng.
Dari GPS yang digunakan didapatkan koordinat lokasi pengamatan pada stop
site 4 ini adalah LS 08o21’781” BT 112o42’775” dengan elevasi 281 m. Dari
lokasi ini teramati adanya mineral kaolin. Kaolin di tempat ini berwarna merah
akibat adanya kandungan feldspar dan besi. Kaolin ini bersifat rapuh sehingga
apabila ditekan maka kaolin akan hancur seperti tanah. Dalam kehidupan sehari-
hari kaolin biasa digunakan sebagai bahan baku pembuatan kaolin.
Gambar 4.5 Mineral Kaolin
4.5 stop site 5
Lokasi kelima kuliah lapangan geologi berada di desa Sidomulyo. Dengan
GPS didapatkan koordinat pada stop site 5 ini adalah LS 08o21’276” BT
112o45’017” dengan elevasi 273 m. Pada lokasi ini terdapat singkapan batu
zeolit. Batu zeolit ini memiliki warha hijau keabuan. Zeolit merupakan batuan
sedimen yang terbentuk akibat endapan abu vulkanik. Batu ini memiliki sifat
absorber sehingga dapat menyerap air. Dengan adanya batuan ini dapat
diindikasikan bahwa pada daerah ini dulunya terdapat gunung api yang aktif.
Dalam kehidupan sehari-hari zeolit dapat digunakan sebagai bahan campuran
pakan ternak.
18
Gambar 4.6 Batu Zeolit
4.6 Stop Site 6
Lokasi terakhir kuliah lapangan geologi berada di desa Bajul Mati.
Koordinat tempat ini adalah LS 08o26’231” BT 112o38’779” dengan elevasi 10
m. Dari lokasi ini dapat dijumpai sebuah tebing kapur yang membentuk suatu
pola horizontality, dimana pada bagian atas tebing terdapat batu dolomit yang
berwarna putih. Batuan dolomit ini kadang terdapat fosil dari hewan laut.
Sehingga dapat diindikasikan bahwa lokasi ini dulunya merupakan laut yang
kemudian mengalami pengangkatan sehingga terbentuklah tebing kapur. Dari
batuan yang ditemukan yakni dolomit, dalam penggunaan sehari hari dapat
digunakan sebagai bahan campuran melamir.
19
Gambar 4.7 Bukit Kapur Bajul Mati
20
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari kuliah lapangan yang dilakukan didapatkan fenomena geologi yang
dapat diamatasi seperti patahan di desa Druju. Selain itu juga teramati adanya
singkapan mineral piropilit di desa Argotirto, batubara di desa Sumberagung,
kaolin di desa Kedung Banteng, zeolit di desa Sidomulyo, dan terakhir tampak
adanya pengangkatan bukit kapur di desa Bajul Mati.
21
DAFTAR PUSTAKA
Bemmelem, V. 1949. The Geology of Indonesia.Government Printing
Office, the Hague
22
LAMPIRAN
Foto peserta fieldtrip
23
top related