laporan darah n infus(dr.saf) fix.doc
Post on 24-Dec-2015
276 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ASSIGNMENT BLOK 6
KLASIFIKASI CAIRAN INFUS & DARAH
Instruktor : dr.Safyudin ,M.Biomed
Disusun oleh :
Nama :Ayu Agustriani
NIM :04101401118
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum Biokimia(Klasifikasi
Larutan Infus dan darah)sebagai tugas kompetensi individu. Salawat beriring
salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta
para keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan praktikum biokimia ini jauh dari
sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna perbaikan di masa mendatang. Dalam penyelesaian laporan
tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan saran. Pada
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada
:
-Allah SWT yang telah memberi kesempatan dan kesehatan.
-Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun spiritual.
-dr.sSafyudin,M.Biomed sebagai dosen pembimbing praktikum kami.
-Semua pihak yang membantu penulis.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan
praktikum Biokimia ini bermanfaat bagi kita dalam perkembangan ilmu
pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.
Palembang, Mei 2011
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .....................................................................................................ii
Daftar Isi ...............................................................................................................iii
Bab I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ......................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................4
1.3 Tujuan ...................................................................................................4
1.4 Manfaat .................................................................................................4
Bab II. Pembahasan...............................................................................................5
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan ...........................................................................................27
3.2 Saran ......................................................................................................27
Daftar Pustaka ......................................................................................................28
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Blok ilmu dasar Biokimia dalam Homeostasis dan Metabolisme adalah
blok 6 pada semester 2 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang.
Pada kesempatan ini diberikan tugas penulisan klasifikasi cairan infus dan
darah guna memahami komposisi dan kegunaan dari kedua jenis
cairan(larutan) tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa saja Klasifikasi larutan Infus dan larutan darah ?
b. Apa saja kegunaan dari larutan Infus dan Larutan darah sesuai dengan
klasifikasinya ?
1.3 Tujuan
a. Memahami penggunaan larutan infus dan larutan darah dengan benar
sesuai dengan komposisi yang ada pada larutan infus dan darah.
1.4 Manfaat
a. Mengetahui Klasifikasi larutan infuse dan larutan darah
b.Mengetahui kegunaan dari larutan infuse dan larutan darah sesuai dengan
klasifikasinya
4
BAB II
PEMBAHASAN
A.KLASIFIKASI CAIRAN INFUS
Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah
cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh
balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.
Jenis-jenis Cairan Intravena
1. Cairan bisa bersifat isotonis (contohnya ; NaCl 0,9 %, Dekstrosa 5 % dalam air,
Ringer laktat / RL, dll)
2. Cairan bisa bersifat hipotonis (contohnya ; NaCl 5 %)
3. Cairan bisa bersifat hipertonis (contohnya ; Dekstrosa 10 % dalam NaCl,
Dektrosa 10 % dalam air, Dektrosa 20 % dalam air)
ASERING
Indikasi:
Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut,
demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat,
trauma.
Komposisi:
Setiap liter asering mengandung:
Na 130 mEq
K 4 mEq
Cl 109 mEq
Ca 3 mEq
5
Asetat (garam) 28 mEq
Keunggulan:
Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang
mengalami gangguan hati
Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih
baik dibanding RL pada neonatus
Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada
anestesi dengan isofluran
Mempunyai efek vasodilator
Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada
1000 ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga
memperkecil risiko memperburuk edema serebral
KA-EN 1B
Indikasi:
Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal
pada kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai,
demam)
Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan
sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak.
Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari
100 ml/jam
KA-EN 3A & KA-EN 3B
Indikasi:
6
Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan
elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi
harian, pada keadaan supan oral terbatas
Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A
Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B
KA-EN MG3
Indikasi :
Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan
elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi
harian, pada keadaan asupan oral terbatas
Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
Mensuplai kalium 20 mEq/L
Rumatan untuk kasus dimana suplemen NPC dibutuhkan 400 kcal/L
KA-EN 4A
Indikasi :
Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak
Tanpa kandungan kalium, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan
berbagai kadar konsentrasi kalium serum normal
Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi (per 1000 ml):
Na 30 mEq/L
7
K 0 mEq/L
Cl 20 mEq/L
Laktat 10 mEq/L
Glukosa 40 gr/L
KA-EN 4B
Indikasi:
Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang 3 tahun
Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko
hipokalemia
Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi:
Na 30 mEq/L
K 8 mEq/L
Cl 28 mEq/L
Laktat 10 mEq/L
Glukosa 37,5 gr/L
Otsu-NS
Indikasi:
Untuk resusitasi
Kehilangan Na > Cl, misal diare
8
Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum,
insufisiensi adrenokortikal, luka bakar)
Otsu-RL
Indikasi:
Resusitasi
Suplai ion bikarbonat
Asidosis metabolik
MARTOS-10
Indikasi:
Suplai air dan karbohidrat secara parenteral pada penderita diabetik
Keadaan kritis lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor,
infeksi berat, stres berat dan defisiensi protein
Dosis: 0,3 gr/kg BB/jam
Mengandung 400 kcal/L
AMIPAREN
Indikasi:
Stres metabolik berat
Luka bakar
Infeksi berat
Kwasiokor
Pasca operasi
9
Total Parenteral Nutrition
Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit
AMINOVEL-600
Indikasi:
Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI
Penderita GI yang dipuasakan
Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma dan pasca
operasi)
Stres metabolik sedang
Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)
PAN-AMIN G
Indikasi:
Suplai asam amino pada hiponatremia dan stres metabolik ringan
Nitrisi dini pasca operasi
Tifoid
1. Pemberian Cairan Infus Intravena (Intravenous Fluids)
Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian
sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena
(pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan
dari tubuh. Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian
cairan infus adalah perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan
komponen darah), trauma abdomen (perut) , fraktur (patah tulang), khususnya di
pelvis (panggul) dan femur (paha) , “Serangan panas” (heat stroke) (kehilangan
10
cairan tubuh pada dehidrasi), diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi), luka
bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh), semua trauma kepala, dada, dan
tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
Indikasi pemberian obat melalui jalur intravena antara lain :
1. Pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena
langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi
bakteri dalam peredaran darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan
lebih dibandingkan memberikan obat oral. Namun sering terjadi, meskipun
pemberian antibiotika intravena hanya diindikasikan pada infeksi serius,
rumah sakit memberikan antibiotika jenis ini tanpa melihat derajat infeksi.
Antibiotika oral (ditelan biasa melalui mulut) pada kebanyakan pasien dirawat
di RS dengan infeksi bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika intravena,
dan lebih menguntungkan dari segi kemudahan administrasi RS, biaya
perawatan, dan lamanya perawatan. Obat tersebut memiliki bioavailabilitas
oral (efektivitas dalam darah jika dimasukkan melalui mulut) yang terbatas.
Atau hanya tersedia dalam sediaan intravena (sebagai obat suntik). Misalnya
antibiotika golongan aminoglikosida yang susunan kimiawinya “polications”
dan sangat polar, sehingga tidak dapat diserap melalui jalur gastrointestinal (di
usus hingga sampai masuk ke dalam darah). Maka harus dimasukkan ke dalam
pembuluh darah langsung.
2. Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat
menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini,
perlu dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus),
sublingual (di bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan intramuskular
(disuntikkan di otot).
3. Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak- obat masuk ke
pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.
11
4. Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan
melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). .
5. Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai. Misalnya pada orang
yang mengalami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada penderita
diabetes mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk pemberian
antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak
antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai
kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri.
2. Jenis Cairan Infus:
1. Cairan hipotonik.
Adalah cairan infuse yang osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum
(konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam
serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam
pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari
osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel
yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya
pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien
hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik.
Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari
dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan
peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang.
Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
2. Cairan Isotonik.
Adalah cairan infuse yang osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya
mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di
dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi
(kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki
12
risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal
jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat
(RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
3. Cairan hipertonik.
Adalah cairan infus yang osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum,
sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam
pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi
urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan
cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%
+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan
albumin.
3. Faktor Yang Harus Diperhatikan Dalam Pemberian Terapi Cairan
Intravena.
1. Dari Sisi Pasien.
Dari sisi pasien yang perlu diperhatikan adalah penyakit dasar pasien, status
hidrasi dan hemodinamik, pasien dengan komplikasi penyakit tertentu, dan
kekuatan jantung. Kesemua faktor ini merupakan hal yang harus diketahui
dokter.
2. Dari Sisi Cairan
a. Kandungan elektrolit cairan
Elektrolit yang umum dikandung dalam larutan infus adalah Na+, K+, Cl,
Ca2+, laktat atau asetat. Jadi, dalam pemberian infus, yang diperhitungkan
bukan hanya air melainkan juga kandungan elektrolit ini apakah kurang,
cukup, pas atau terlalu banyak.
b. Pengetahuan dokter dan paramedis tentang isi dan komposisi larutan infus
sangatlah penting agar bisa memilih produk sesuai dengan indikasi
masing-masing.
c. Osmolaritas cairan
13
Yang dimaksud dengan osmolaritas adalah jumlah total mmol elektrolit
dalam kandungan infus. Untuk pemberian infus ke dalam vena tepi
maksimal osmolaritas yang dianjurkan adalah kurang dari 900mOsmol/L
untuk mencegah risiko flebitis (peradangan vena). Jika osmolaritas
cairan melebihi 900 mOsmol/L maka infus harus diberikan melalui vena
sentral.
3. Kandungan lain cairan.
Seperti disebutkan sebelumnya, selain elektrolit beberapa produk infus juga
mengandung zat-zat gizi yang mudah diserap ke dalam sel, antara lain:
glukosa, maltosa, fruktosa, silitol, sorbitol, asam amino, trigliserida.
Pasien yang dirawat lebih lama juga membutuhkan unsur-unsur lain
seperti Mg2+, Zn2+ dan trace element lainnya.
4. Sterilitas cairan infus.
Parameter kualitas untuk sediaan cairan infus yang harus dipenuhi adalah
steril, bebas partikel dan bebas pirogen disamping pemenuhan persyaratan
yang lain. Pada sterilisasi cairan intravena yang menggunakan metoda
sterilisasi uap panas, ada dua pendekatan yang banyak digunakan, yaitu
overkill dan non-overkill (bioburden-based).
a. Overkill adalah Pendekatan yang dilakukan untuk membunuh semua
mikroba, dengan prosedur sterilisasi akhir pada suhu tinggi yaitu 121oC
selama 15 menit. . Dengan cara ini, hanya cairan infus yang
mengandung elektrolit tidak akan mengalami perubahan. Namun cara ini
sangat berisiko dilakukan pada cairan infus yang mengandung nutrisi
seperti karbohidrat dan asam amino karena bisa jadi nutrisi tersebut
pecah dan pecahannya menjadi racun. Misalnya saja larutan glukosa
konsentrasi tinggi. Pada pemanasan tinggi, cairan ini akan menghasilkan
produk dekomposisi yang dinamakan 5-HMF atau 5-Hidroksimetil
furfural yang pada kadar tertentu berpotensi menimbulkan gangguan
hati. Selain suhu sterilisasi yang terlalu tinggi, lama penyimpanan juga
berbanding lurus dengan peningkatan kadar 5-HMF ini.
14
b.Non-overkill :
sesuai dengan perkembangan kedokteran yang membutuhkan jenis cairan
yang lebih beragam contohnya cairan infus yang mengandung nutrisi
seperti karbohidrat dan asam amino serta obat-obatan yang berasal dari
bioteknologi, maka berkembang juga teknologi sterilisasi yang lebih
mutakhir yaitu metoda Non-Overkill atau disebut juga Bioburden,
dimana pemanasan akhir yang digunakan tidak lagi harus mencapai 121
derajat, sehingga produk-produk yang dihasilkan dengan metoda ini
selain dijamin steril, bebas pirogen, bebas partikel namun kandungannya
tetap stabil serta tidak terurai yang diakibatkan pemanasan yang
terlampau tinggi. Dengan demikian infus tetap bermanfaat dan aman
untuk diberikan.
B.KLASIFIKASI LARUTAN DARAH
Darah tersusun dari komponen-komponen eritrosit, leukosit, trombosit dan
plasma yang mengandung faktor pembekuan. Pemberian komponen darah yang
diperlukan saja dapat dibenarkan daripada pemberian whole blood yang lengkap,
prinsip ini lebih ditekankan lagi pentingnya di bidang pediatri dikarenakan bayi
maupun anak yang sedang tumbuh tidak perlu diganggu sistem imunologisnya
oleh antigen yang tidak diperlukan. Pemberian whole blood hanya dilakukan atas
indikasi anemia pasca perdarahan yang akut dan untuk transfusi tukar.
1.Macam-macam bentuk sediaan darah dan komponen darah
a. Darah lengkap (whole blood)
Darah lengkap mempunyai komponen utama yaitu eritrosit, darah lengkap
juga mempunyai kandungan trombosit dan faktor pembekuan labil (V, VIII).
15
Volume darah sesuai kantong darah yang dipakai yaitu antara lain 250 ml, 350 ml,
450 ml. Dapat bertahan dalam suhu 4°±2°C. Darah lengkap berguna untuk
meningkatkan jumlah eritrosit dan plasma secara bersamaan. Hb meningkat
0,9±0,12 g/dl dan Ht meningkat 3-4 % post transfusi 450 ml darah lengkap.
b. Sel darah merah
Packed red cell
Packed red cell diperoleh dari pemisahan atau pengeluaran plasma secara
tertutup atau septik sedemikian rupa sehingga hematokrit menjadi 70-80%.
Volume tergantung kantong darah yang dipakai yaitu 150-300 ml. Suhu simpan
4°±2°C. Lama simpan darah 24 jam dengan sistem terbuka.
Packed cells merupakan komponen yang terdiri dari eritrosit yang telah
dipekatkan dengan memisahkan komponen-komponen yang lain. Packed cells
banyak dipakai dalam pengobatan anemia terutama talasemia, anemia aplastik,
leukemia dan anemia karena keganasan lainnya. Pemberian transfusi bertujuan
untuk memperbaiki oksigenasi jaringan dan alat-alat tubuh. Biasanya tercapai bila
kadar Hb sudah di atas 8 g%.
Dosis transfusi darah didasarkan atas makin anemis seseorang resipien,
makin sedikit jumlah darah yang diberikan per et mal di dalam suatu seri transfusi
darah dan makin lambat pula jumlah tetesan yang diberikan. Hal ini dilakukan
untuk menghindari komplikasi gagal jantung. Dosis yang dipergunakan untuk
menaikkan Hb ialah dengan menggunakan rumus empiris:
Kebutuhan darah (ml) = 6 x BB (kg) x kenaikan Hb yang diinginkan.
Penurunan kadar Hb 1-2 hari pasca transfusi, maka harus dipikirkan
adanya auto immune hemolytic anemia. Hal ini dapat dibuktikan dengan uji
coombs dari serum resipien terhadap eritrosit resipien sendiri atau terhadap
eritrosit donor. Keadaan demikian pemberian washed packed red cell merupakan
16
komponen pilihan disamping pemberian immuno supressive (prednison, imuran)
terhadap resipien.
Red cell suspension
Dibuat dengan cara mencampur packed red cell dengan cairan pelarut
dalam jumlah yang sama.
Washed red cell
Washed red cell diperoleh dengan mencuci packed red cell 2-3 kali dengan
saline, sisa plasma terbuang habis. Berguna untuk penderita yang tak bisa diberi
human plasma. Kelemahan washed red cell yaitu bahaya infeksi sekunder yang
terjadi selama proses serta masa simpan yang pendek (4-6 jam). Washed red cell
dipakai dalam pengobatan aquired hemolytic anemia dan exchange transfusion.
Darah merah pekat miskin leukosit
Kandungan utama eritrosit, suhu simpan 4°±2°C, berguna untuk
meningkatkan jumlah eritrosit pada pasien yang sering memerlukan transfusi.
Manfaat komponen darah ini untuk mengurangi reaksi panas dan alergi.(6)
c. Suspensi granulosit/leukosit pekat
Kandungan utama berupa granulosit dengan volume 50-80 ml. Suhu
simpan 20°±2°C. Lama simpan harus segera ditransfusikan dalam 24 jam.(6)
Transfusi granulosit diberikan bila penderita nutropenia dengan panas
tinggi telah gagal diobati dengan antibiotik yang tepat lebih dari 48 jam. Transfusi
granulosit diberikan kepada para penderita leukemia, penyakit keganasan lainnya
17
serta anemia aplastik yang jumlah leukositnya 2000/mm3 atau kurang dengan
suhu 39°C atau lebih.
Donor dari keluarga terdekat akan memperkecil kemungkinan reaksi
transfusi. Bila tidak diperoleh donor yang cocok golongan ABO-nya maka dapat
dipilih donor golongan O. Komponen suspensi granulosit harus diberikan segera
setelah pembuatan dan diberikan secara intravena langsung atau dengan tetesan
cepat. Efek pemberian transfusi granulosit ini akan tampak dari penurunan suhu,
bukan dari hitung leukosit penderita. Penurunan suhu terjadi sekitar 1-3 hari pasca
transfusi.
d. Suspensi trombosit
Pemberian trombosit seringkali diperlukan pada kasus perdarahan yang
disebabkan oleh kekurangan trombosit. Pemberian trombosit yang berulang-ulang
dapat menyebabkan pembentukan thrombocyte antibody pada penderita.
Transfusi trombosit terbukti bermanfaat menghentikan perdarahan karena
trombositopenia. Indikasi pemberian komponen trombosit ialah setiap perdarahan
spontan atau suatu operasi besar dengan jumlah trombositnya kurang dari
50.000/mm3. misalnya perdarahan pada trombocytopenic purpura, leukemia,
anemia aplastik, demam berdarah, DIC dan aplasia sumsum tulang karena
pemberian sitostatika terhadap tumor ganas. Splenektomi pada hipersplenisme
penderita talasemia maupun hipertensi portal juga memerlukan pemberian
suspensi trombosit prabedah. Komponen trombosit mempunyai masa simpan
sampai dengan 3 hari.
Macam sediaan:
Platelet Rich Plasma (plasma kaya trombosit)
Platelet Rich Plasma dibuat dengan cara pemisahan plasma dari darah segar.
Penyimpanan 34°C sebaiknya 24 jam.
18
Platelet Concentrate (trombosit pekat)
Kandungan utama yaitu trombosit, volume 50 ml dengan suhu simpan
20°±2°C. Berguna untuk meningkatkan jumlah trombosit. Peningkatan post
transfusi pada dewasa rata-rata 5.000-10.000/ul. Efek samping berupa urtikaria,
menggigil, demam, alloimunisasi Antigen trombosit donor.(6)
Dibuat dengan cara melakukan pemusingan (centrifugasi) lagi pada
Platelet Rich Plasma, sehingga diperoleh endapan yang merupakan pletelet
concentrate dan kemudian memisahkannya dari plasma yang diatas yang berupa
Platelet Poor Plasma. Masa simpan ± 48-72 jam.
e. Plasma
Plasma darah bermanfaat untuk memperbaiki volume dari sirkulasi darah
(hypovolemia, luka bakar), menggantikan protein yang terbuang seperti albumin
pada nephrotic syndrom dan cirhosis hepatis, menggantikan dan memperbaiki
jumlah faktor-faktor tertentu dari plasma seperti globulin.
Plasma diperlukan untuk penderita hiperbilirubinemia. Komponen
albumin di dalam plasma yang diperlukan untuk mengikat bilirubin bebas yang
toksis terhadap jaringan otak bayi. Tindakan ini biasanya mendahului suatu
tindakan transfusi tukar. Dosis yang diperlukan ialah 35 ml/kgbb. Penggunaan
sebagai plasma expander pada renjatan, substitusi protein pada kesulitan masukan
oral jarang dilakukan.
Macam sediaan plasma adalah:
Plasma cair
Diperoleh dengan memisahkan plasma dari whole blood pada pembuatan
packed red cell.
Plasma kering (lyoplylized plasma)
19
Diperoleh dengan mengeringkan plasma beku dan lebih tahan lama (3
tahun).
Fresh Frozen Plasma
Dibuat dengan cara pemisahan plasma dari darah segar dan langsung
dibekukan pada suhu -60°C. Pemakaian yang paling baik untuk menghentikan
perdarahan (hemostasis).
Kandungan utama berupa plasma dan faktor pembekuan labil, dengan
volume 150-220 ml. Suhu simpan -18°C atau lebih rendah dengan lama simpan 1
tahun. Berguna untuk meningkatkan faktor pembekuan labil bila faktor
pembekuan pekat/kriopresipitat tidak ada. Ditransfusikan dalam waktu 6 jam
setelah dicairkan. Efek samping berupa urtikaria, menggigil, demam,
hipervolemia.
Cryopresipitate
Komponen utama yang terdapat di dalamnya adalah faktor VIII atau anti
hemophilic globulin (AHG), faktor pembekuan XIII, faktor Von Willbrand,
fibrinogen. Penggunaannya ialah untuk menghentikan perdarahan karena
kurangnya AHG di dalam darah penderita hemofili A. AHG tidak bersifat genetic
marker antigen seperti granulosit, trombosit atau eitrosit, tetapi pemberian yang
berulang-ulang dapat menimbulkan pembentukan antibodi yang bersifat inhibitor
terhadap faktor VIII. Karena itu pemberiannya tidak dianjurkan sampai dosis
maksimal, tetapi sesuai dosis optimal untuk suatu keadaan klinis.
Pembuatannya dengan cara plasma segar dibekukan pada suhu -60°C,
kemudian dicairkan pada suhu 4-6°C. Akibat proses pencairan terjadi endapan
yang merupakan cryoprecipitate kemudian dipisahkan segera dari supernatant
plasma.
20
Setiap kantong kriopresipitat mengandung 100-150 U faktor VIII. Cara
pemberian ialah dengan menyuntikkan intravena langsung, tidak melalui tetesan
infus, pemberian segera setelah komponen mencair, sebab komponen ini tidak
tahan pada suhu kamar.
Suhu simpan -18°C atau lebih rendah dengan lama simpan 1 tahun,
ditransfusikan dalam waktu 6 jam setelah dicairkan. Efek samping berupa demam,
alergi.
Heated plasma
Plasma dipanaskan pada suhu 60°C selama 10 jam. Bahaya hepatitis
berkurang. Heated plasma mengandung albumin 88%, globulin 12%, NaCL
0,06%, coprylic acid Na 0,02%, Na acetyl tuphtophen 0,02%, natrium cone 50
mEq/L
Albumin
Dibuat dari plasma, setelah gamma globulin, AHF dan fibrinogen
dipisahkan dari plasma. Kemurnian 96-98%. Dalam pemakaian diencerkan
sampai menjadi cairan 5% atau 20% 100 ml albumin 20% mempunyai tekanan
osmotik sama dengan 400 ml plasma biasa
2. Manfaat komponen darah
Komponen darah diberikan melalui transfusi dimaksudkan agar transfusi
tepat guna, pasien memperoleh hanya komponen darah yang diperlukan,
mengurangi reaksi transfusi, mengurangi volume transfusi, meningkatkan
efisiensi penggunaan darah, serta memungkinkan penyimpanan komponen darah
pada suhu simpan optimal.
21
Indikasi
a. Sel darah merah
Indikasi satu-satunya untuk transfusi sel darah merah adalah kebutuhan
untuk memperbaiki penyediaan oksigen ke jaringan dalam jangka waktu yang
singkat.
kehilangan darah yang akut, jika darah hilang karena trauma atau
pembedahan, maka baik penggantian sel darah merah maupun volume
darah dibutuhkan.
Transfusi darah prabedah diberikan jika kadar Hb 80 g/L atau kurang.
Anemia yang berkaitan dengan kelainan menahun, seperti penderita
penyakit keganasan, artritis reumatoid, atau proses radang menahun yang
tidak berespon terhadap hematinik perlu dilakukan transfusi.
Gagal ginjal, anemia berat yang berkaitan dengan gagal ginjal diobati
dengan transfusi sel darah merah maupun dengan eritropoetin manusia
rekombinan.
Gagal sumsum tulang karena leukemia, pengobatan sitotoksik, atau
infiltrat keganasan membutuhkan transfusi sel darah merah dan komponen
lain.
Penderita yang tergantung transfusi seperti pada talasemia berat, anemia
aplastik dan anemia sideroblastik membutuhkan transfusi secara teratur.
Penyakit sel bulan sabit, beberapa penderita ini juga membutuhkan
transfusi secara teratur, terutama setelah stroke.
Indikasi lain untuk transfusi pengganti pada penyakit hemolitik neonatus,
malaria berat karena plasmodium falciparum dan septikemia
meningokokus.
22
b. Indikasi untuk transfusi trombosit adalah :
Gagal sumsum tulang yang disebabkan oleh penyakit atau pengobatan
mielotoksik.
Kelainan fungsi trombosit, yaitu berupa kelainan fungsi trombosit yang
diturunkan seperti pada penyakit Glanzmann, sindrom Bernard-Soulier,
dan defisiensi tempat penyimpanan trombosit. Penderita defek fungsi
trombosit yang didapat, sekunder terhadap mieloma, paraproteinemia dan
uremia.
Trombositopenia akibat pengenceran yang sekunder terhadap transfusi
masif atau transfusi pengganti, dan penderita mengalami perdarahan.
Pintas kardiopulmoner, baik selama atau setelahnya perdarahan dapat
terjadi karena trombositopenia akibat pengenceran, begitu juga karena
gangguan fungsi trombosit.
Purpura trombositopenia autoimun, walaupun kemungkinan tidak efektif
karena trombosit yang ditransfusikan hancur oleh autoantibodi yang
sirkulasi.
c. Indikasi transfusi granulosit terbatas untuk kasus tertentu saja. Transfusi
granulosit harus dipertimbangkan hanya untuk alasan seperti :
Neutropenia persisten dan infeksi berat yang terdapat bukti jelas infeksi
bakteri atau jamur yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan
dengan antibiotik yang tepat selama 48-72 jam.
Fungsi neutrofil abnormal dan infeksi persisten seperti pada penyakit
granulomatosa kronis dan sebagian kasus mielodisplasia.
Sepsis neonatus, terutama pada bayi prematur dengan sepsis dapat
mengalami manfaat transfusi granulosit, walaupun keefektifannya tidak
terbukti.
23
d. Fresh Frozen Plasma
- Untuk mengoreksi defisiensi faktor pembekuan/pengentalan di (dalam) suatu
pendarahan pasien dengan berbagai defisit faktor pembekuan atau
pengentalan (penyakit hati, DIC, transfusi masive)
- Warfarin yang berlebihan atau kekurangan vitamin K, proses perbaikan
coagulopathy yang diperlukan di dalam 12-24 jam
pasien dengan perdarahan atau pasien dengan resiko pendarahan tinggi
- Penggantian defisiensi dalam Faktor V dan XI
e. Cryoprecipitate
- Hypofibrinogenemia - Fibrinogen <>
· Transfusi raksasa(masive)
· defisiensi kongenital
· defisiensi yang didapat ( misalnya DIC)
- kekurangan Faktor XIII
- Uremia, dengan perdarahan yang tak bereaksi dengan therapy non-
transfusion ( misalnya, dialisis, desmopressin)
- Dysfibrinogenemia ( disfungsi fibrinogen)
3.Komplikasi transfusi
Komplikasi transfusi terbagi menjadi lokal dan umum.
Komplikasi lokal yaitu :
24
Kegagalan memilih vena.
Fiksasi vena yang tidak baik.
Problem ditempat tusukan.
Vena pecah selama menusuk.
Komplikasi umum yaitu :
Reaksi-reaksi transfusi.
Penularan atau transmisi penyakit infeksi.
Sensitisasi imunologis
Transfusi haemochromatosis.
4.Reaksi transfusi
1. Reaksi pyrogenik dapat timbul selama atau setelah transfusi, reaksi khas
berupa peningkatan temperatur antara 38°C-40°C. Bisa disertai dengan
menggigil, kemerahan, kegelisahan dan ketegangan, jika transfusi
dihentikan reaksi dan kegelisahan akan hilang.
Pyrogen mungkin terdapat dalam material yang ditransfusikan atau dari
alat yang dipakai untuk transfusi. Pyrogen merupakan produk metabolisme
bakteri.
2. Reaksi alergi terdiri dari 2 mekanisme yaitu antigen dari donor dan
antibodi dalam serum orang sakit bereaksi, antibodi dalam serum donor
yang secara pasif ditransfer pada pasien beredar dengan antigen yang ada
pada pasien. Antigen mungkin terdapat pada sel darah putih atau trombosit
atau pada plasma donor.
3 reaksi alergi :
25
- Anafilaksis dengan gejala syok disertai atau tanpa pireksia, dapat terjadi
kegagalan sirkulasi primer akut, nadi cepat, tekanan darah turun,
pernapasan berat.
- Urtikaria bersifat umum, reaksi berat dapat timbul asma, peningkatan
temperatur, menggigil, sakit kepala, nausea, muntah dan pernapasan
berat.
- Pireksia sulit dibedakan dengan reaksi pirogen.
3. Sirkulasi yang overload terjadi karena setelah pemberian yang cepat dan
banyak terutama karena tambahan cairan koloid dan seluler, terjadi
terutama pada penderita anemia, kelainan jantung atau degenerasi
pembuluh darah. Reaksi demam dapat mendahului reaksi muatan sirkulasi
berlebih.
4. Reaksi hemolitik terjadi setelah transfusi darah inkompatibel, reaksi yang
diakibatkan oleh transfusi darah yang sudah hemolisis invitro. Mekanisme
kerusakan sel darah merah non imunologis/kerusakan invitro.
5
5.Reaksi darah yang terkontaminasi bakteri khas dengan tanda kenaikan
temperatur sampai 42°C, gangguan sirkulasi perifer, hypotensi dan nadi cepat.
6.Intoksikasi citrat akibat pengumpulan citrat dalam darah dan pengurangan
ion calcium, citrat diekskresikan oleh ginjal dan dimetabolisme dalam hepar,
dapat terakumulasi dalam darah selama transfusi pasien dengan penyakit liver
dan ginjal yang berat dan dapat terjadi gagal jantung.
26
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah
cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena.
2. Cairan intravena bisa bersifat isotonis,hipertonis,dan hipotonis
3. Faktor yang harus diperhatikan dalam pemberian terapi cairan intravena
yakni:dari sisi pasien,dari sisi cairan,kandungan lain cairan dan sterilitas
cairan
27
4. Macam-macam bentuk sediaan darah dan komponen darah yaitu darah
lengkap (whole blood), sel darah merah, suspensi granulosit/leukosit
pekat, suspensi trombosit dan plasma.
5. Manfaat komponen darah agar pasien memperoleh hanya komponen darah
yang diperlukan.
6. Komplikasi transfusi terbagi menjadi lokal dan umum.
7. Reaksi transfusi terdiri dari reaksi pyrogenik, reaksi alergi, sirkulasi yang
overload, reaksi hemolitik, reaksi darah yang terkontaminasi dan reaksi
intoksikasi citrat.
3.2 Saran
Sebaiknya mahasiswa/i fakultas kedokteran memahami klasifikasi dari cairan
infus dan darah beserta kegunaannya ,karena pemberian cairan infus dan
darah mempengaruhi proses keseimbangan asam basa dalam tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton AC. Text Book of Medical Physiology, second ed, Illustrated.
Philadelphia and London: WB Saunders Co 1976. p. 8896. 2
Harper HA. Review of Physiological Chemistry, 17th ed. California:
Lange Med Publ 1977. p. 188226.
28
Contreras, M., Penerjemah Oswari, J., Petunjuk Penting Transfusi, Ed. 2, Jakarta
EGC 1995.
Hassan, R., dkk. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI, Jakarta 2002 hal : 483-490.
Rustam, M., Almanak Transfusi Darah, Lembaga Pusat Transfusi Darah Palang
Merah Indonesia, Jakarta 1977 Hal : 65- 69.
Transfusion Guidelines dalam www.google.com
Pelatihan Teknologi Transfusi Darah Bagi Dokter Unit Transfusi Darah,
Angkatan XX, Jakarta 2005
www. astaqauliyah.com
29
top related