lampiran-lampiran€¦ · dhewe diproduksi dengan format tapping, jika live ujung tombaknya adalah...
Post on 19-Oct-2020
9 Views
Preview:
TRANSCRIPT
88
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Permohonan Wawancara Kepada Pimpinan Kompas TV
Jawa Tengah
89
Lampiran 2 : Surat Permohonan Wawancara Kepada Pengamat Budaya
Jawa
90
Lampiran 3 : Hasil Wawancara dengan Agus Sutiyono
Hari, Tanggal dan Jam : Jumat, 2 Juni 2017
Pukul : 11.00 – 11.50
Tempat : Kompas TV Jawa Tengah
Pewawancara (P) : Fransiska Ayu Rosalina Nugraheni
Informan (I) : Agus Sutiyono (Produser Program acara Kuthane
Dhewe)
P : Langsung saja ya Pak. Kapan program acara Kuthane Dhewe diproduksi
dan alasan yang melatarbelakangi program acara ini diproduksi dan
ditayangkan?
I : Kuthane Dhewe diproduksi dan ditayangkan pada tahun 2003, beberapa
bulan setelah TV Borobudur mengudara. Kami memproduksi sebuah
program acara berita dengan bahasa Semarangan karena, kami televisi
lokal yang kedekatan kami dengan masyarakat tentunya yang berbau
dengan apa yang ada di sekamir masyarakat itu sendiri. Dan keseharian
mereka berbicara menggunakan bahasa Semarangan. Lalu informasi yang
penting dapat sampai ke pemirsa. Jangan sampai pemirsa tidak menangkap
apa yang disampaikan. Itu awal terbentuknya sebuah program acara
Kuthane Dhewe banyak medapat pro dan kontra, mengapa tidak memakai
bahasa yang lebih halus seperti krama inggil? Jika krama inggil yang
digunakan segmentnya sudah kalangan terbatas. Jadi kalau remaja, akan
banyak kata atau kalimat yang tidak dipahami dan tidak diketahui.
Akibatnya informasi yang diterima tidak utuh, bahkan sama sekali tidak
tertangkap. Akhirnya kami memutuskan untuk memproduksi dan
menayangkat program acara berita bahasa Jawa dengan format bahasa
Jawa ngoko khas Semarangan.
91
P : Lalu program acara Kuthane Dhewe ada dan diproduksi sebelum TV
Borobudur menjadi Kompas TV Jawa Tengah Pak?
I : Jauh sebelum Kompas TV Jawa Tengah ada. Dari tahun 2003 dan
sekarang 2017, sudah 14 tahun.
P : Lalu, dari visi Kompas TV Jawa Tengah ingin menjadi partnership untuk
masyarakat dari segi kearifan lokal lalu apakah hanya bahasa Jawanya
ngoko khas Semarangan yang ingin diproduksi dan ditayangkan dalam
program acara Kuthane Dhewe?
I : Meskipun berjaringan dengan televisi nasional dengan Kompas TV, tapi
Kompas TV sendiri ini memiliki biro di setiap daerah dan setiap daerah
juga mendapatkan slot daerah atau slot lokal. Slot lokal itu yang kami
manfaatkan untuk membuat program-program yang memang ada
kedekatan dengan masyarakat. Dapat dibilang ya inilah kami menggali
kearifan lokal yang ada di sekitarr kami. Bisa berupa berita-berita, terus
bisa berupa program-program yang lain.
P : Apa Kuthane Dhewe itu juga termasuk dari pihak riset dan owner yang
memang memiliki tujuan ingin dekat dengan masyarakat sehingga
memproduksi program acara Kuthane Dhewe itu?
I : Iya. Jadi program acara Kuthane Dhewe bukan berasal dari owner. Dulu,
meskipun kami baru mencoba membentuk sebuah televisi namun sudah
ada bagian divisi-divisi produksi salah satunya divisi program, kemudian
ada news. Diadakanlah evaluasi program lalu dibuatlah atau diproduksilah
sebuah program acara didukung juga dengan owner yang memang setuju
dan menghendaki jika kami harus memiliki program unggulan yang dapat
menunjukan identitas TV Borobudur dengan program acara Kuthane
Dhewe.
92
P : Lalu kendala dalam pembentukan bahasa Jawa ngoko Semarangan dalam
sebuah produksi baik untuk naskah maupun lisan?
I : Kendala sejauh ini tidak ada. Karena produser program acara Kuthane
Dhewe juga berasal dari Semarang. Awalnya ada pro dan kontra dengan
program acara Kuthane Dhewe namun berjalannya waktu, program
Kuthane Dhewe sudah sangat diterima. Bahkan juga sempat merencanakan
untuk memproduksi sebuah program yang sama dengan dialek kedaerahan
yang lain seperti Banyumas, ngapak-ngapak (dialek Banyumasan). Namun
hanya sekedar rencana karena kendala cover area yang belum sampai
Banyumas.
P : Lalu untuk daerah luar Semarang, daerah mana saja yang dapat
memahami bahasa pengantar dari program acara Kuthane Dhewe ini Pak?
I : Bahasa Semarang-an bisa ditangkap oleh orang-orang yang ada di
wilayah sekamirnya contohnya saya orang Blora tapi dengan narasi yang
dibikin dan di dubbing saya paham yang disampaikan, isi yang
disampaikan, saya rasa warga atau pemirsa yang di sekamir Semarang juga
paham.
P : Lalu bagaimana proses pembuatan teks untuk program acara Kuthane
Dhewe, Pak?
I : Prosesnya yaitu reporter atau video jurnalis yang melakukan liputan.
Hasil liputan mereka laporkan dalam bentuk visual dan naskah. Kemudian
proses produksin di handle oleh produser. Produser ini memiliki posisinya
penting, ketika reporter atau video jurnalis sudah menyediakan bahan
kemudian produser yang mengolah. Sehingga tidak semua yang ditulis
oleh reporter diubah ke bahasa Jawa ngoko Semarangan, tetap ada
penambahan data dan kemudian ditambahkan narasi supaya menarik dan
enak didengar oleh masyarakat.
93
P : Kemudian, seberapa pentingkah naskah atau lead dalam sebuah produksi
program acara Kuthane Dhewe baik naskah cetak maupun naskah
promter?
I : Ya, sekali lagi seharusnya idealnya presenter harus bisa membaca
keseluruhan promter atau lead yang dibikin produser itu sifatnya hanya
membantu presenter. Akan ada bedanya jika program acara Kuthane
Dhewe diproduksi dengan format tapping, jika live ujung tombaknya
adalah presenter sehingga kami terapkan bahwa jangan mengandalkan
promter. Presenter harus paham isi berita yang akan disampaikan. Saat on
air dan promter eror presenter tidak gagap. Makanya saya tekankan,
presenter harus memahami isi berita yang akan disampaikan.
P : Apakah menjadi presenter yang ideal harus dapat berbahasa Jawa ngoko
Semarangan dengan fasih?
I : Iya dan itu merupakan evaluasi yang pernah kami meetingkan. Karena
bukan berasal dari daerah Semarang dalam pengucapan bahasa Jawa
ngoko Semarang terkadang kurang tepat misalkan “lara” (bacanya loro
artinya sakit) jadi “loro” (dua) sehingga memiliki pengertian yang
berbeda. Itu menjadi evaluasi kami, sehingga sebelum produksi produser
bertugas menjelaskan kepada presenter tentang ejaannya yang baik dan
benar dari kalimat-kalimat berbahasa Jawa ngoko Semarangan.
P : Lalu bagaimana proses listing dari berita atau informasi yang akan diliput
oleh para wartawan?
I : Setiap hari kami ada proyeksi yang digunakan untuk mendata informasi
apa yang akan diliput oleh tim pada keesokan harinya. Tapi kami
seringkali melihat perkembangan ketika di lapangan. Apa yang kami
proyeksikan biasanya menjadi prioritas apa yang akan kami tayangkan.
Kemudian dari proyeksi yang kami data tidak keseluruhan informasi dapat
diliput, terkadang ada kendala seperti narasumber tidak ada di tempat.
Reporter dan tim harus berkoordinasi dengan koordinator liputan sehingga
94
informasi yang diliput adalah yang menjadi prioritas berita yang akan
kami naikkan atau sesuai proyeksi yang telah disepakati. Selebinya kami
juga mengambil berita atau informasi dari kontributor, Jika tidak ada
proyeksi, tim tetap mencari berita atau kejadian yang lainnya.
P : Kemudian untuk penggunaan bahasa Jawa ngoko Semarangan, adakah
hubungan karakter dari masyarakat Semarang yang ingin diangkat oleh
Kuthane Dhewe?
I : Karena kami juga berkantor di Semarang, kemudian bahasa Semarangan-
an juga familiar untuk wilayah-wilayah sekitar Semarang seperti Kendal,
Demak yang menjadi cover area kami sehingga kami memilih bahasa
Jawa ngoko Semarangan untuk diangkat ke dalam program Kuthane
Dhewe.
P : Lalu mengapa program acara Kuthane Dhewe tidak menggunakan
terjemahan? Padahal jika terjemahan ada, dapat menjadi wadah
pembelajaran untuk orang-orang yang mungkin belum tahu bahasa
Semarangan?
I : Karena memang yang kami ambil adalah bahasa Jawa ngoko Semarang
yang merupakan bahasa keseharian masyarakat Semarang. Tujuan yang
terpenting menurut saya itu adalah informasi yang kami sampaikan sampai
ke masyarakat. Sampai dalam artian mereka paham, mereka mengerti isi
berita dan mendapatkan manfaat dari berita itu.
P : Lalu untuk masyarakat yang memiliki keterbatasan fisik, pernahkah
program acara Kuthane Dhewe seperti memberikan terjemahan
menggunakan bahasa tubuh untuk yang memiliki keterbatasan fisik
(difabel)?
I : Kami memang belum mengakomodir semuanya. Tetapi untuk event-
event besar tertentu kami beberapa kali dipercaya sebagai penyelenggara
debat gubernur, debat walikota. Presenter untuk bahasa tubuh ada, tetapi
memang tidak semua program acara ada.
95
P : Masuk ke programnya ya Pak. Apakah program acara Kuthane Dhewe
mempunyai visi-misi tertentu di luar visi Kompas TV Jawa Tengah?
I : Jadi visi-misi Kuthane Dhewe sebenarnya mengangkat apa yang sudah
ada di masyarakat dan kami ingin melestarikannya. Isi dari berita juga
saya tekankan lebih banyak mengangkat budaya. Kemudian hal-hal yang
terjadi di sekitar kami seperti nama programnya, Kuthane Dhewe yang
artinya Kota Kami. Jadi kami ingin mengangkat apa yang ada di kota
Semarang dan sekitarnya.
P : Apakah program acara Kuthane Dhewe pernah tidak diproduksi atau
didrop. Jika iya, tahun berapa program acara Campursarinan didrop lalu
kembali diproduksi dan ditayangkan?
I : Program ini menjadi program unggulan mulai jaman TV Borobudur yaitu
dari 14 tahun yang lalu sampai menjadi Kompas TV Jawa Tengah.
Sepertinya pernah terkait masalah slot, namun kami munculkan kembali.
P : Tadi bapak juga bilang, kalau Kuthane Dhewe menjadi program
unggulan. Faktor apa yang melatarbelakangi program acara Kuthane
Dhewe dapat menjadi program acara unggulan untuk Kompas TV Jawa
Tengah?
I : Karena kami ingin memiliki program acara yang memiliki kedekatan
dengan masyarakat. Kedekatan dengan masayarakat melalui bahasa,
proram acara Kuthane Dhewe mengangkat bahasa Jawa ngoko Semarang
sehingga itu yang menjadi pertimbangan kami dan masyarakat
memberikan respon yang bagus. Karena di layar televisi kecuali kalau di
keseharian, orang malah biasa. Karena kami produksi dan ditayangkan
bahasa Jawa ngoko Semarang masih dianggap lucu, karena masyarakat
lebih bayak menggunakan bahasa Indonesia. Program acara Kuthane
96
Dhewe dianggap “ndesoni” (katrok, kampungan), namun itulah realitas di
masyarakat yang ingin kami tampilkan.
P : Format presenter untuk program acara Kuthane Dhewe pernah
menggunakan format dua host lalu pernahkah format tersebut diubah?
I : Awal kemunculan Kuthane Dhewe memang formatnya satu presenter,
sampai kemudian berganti-ganti produser. Kemudian ada satu produser
yang mengusulkan ada chit-chat. Maka Kuthane Dhewe diformat 2
presenter dan bertahan hitungan bulan, tetapi kami juga mengevaluasi dari
kelebihan dan kekurangannya. kelebihannya jika ada chit-chat dari dua
presenter, program acara akan lebih hidup namun chit-chat terkadang bisa
mengurangi durasi. Terkadang saat taping lebih banyak waktu terbuang
dan akhrinya mengurangi waktu yang memang sudah terbatas. Yang kedua
kadang tidak relevan dengan berita. Dari evaluasi itu kemudian kami
putuskan untuk mengembalikan ke format awal.
P : Kemudian stategi seperti apa yang digunakan program acara Kuthane
Dhewe agar tetap diminati oleh pemirsa?
I : Strateginya, iya ini sudah terbukti sudah 14 tahun program ini berjalan.
Tentunya nanti, kemasan mungkin, harapan saya sih sesekali bisa
presenter membawakan di luar. Harapannya sih, ya inilah dibikin dan
dikemas ulang supaya menarik.
P : Wilayah mana saja mendapatkan penonton paling banyak dalam program
acara Kuthane Dhewe?
I : Sayangnya itu kami tidak menerima rating share dari Nielsen secara
detail, rating share yang kami terima biasanya sudah merupakan penilaian
rata-rata. Sehingga kami kesulitan untuk mendeteksi program mana yang
menyumbang rating share paling tinggi dan program mana yang
mendapatkan rating sharenya rendah. Kami belum bisa mendapatnya
secara global.
97
Lampiran 4 : Hasil Wawancara dengan Agus Sutiyono
Hari, Tanggal dan Jam : Rabu, 9 Agustus 2017
Pukul : 11.00 – 11.30
Tempat : Kompas TV Jawa Tengah
Pewawancara (P) : Fransiska Ayu Rosalina Nugraheni
Informan (I) : Agus Sutiyono (Produser Program acara Kuthane
Dhewe)
P : Langsung saja ya Pak. Lalu dengan adanya program acara Kuthane
Dhewe adakah keuntungan yang diperoleh dari aspek ekonomi media?
I : Kompas TV Jawa Tengah sebagai salah satu biro Kompas TV di daerah
tentu diberikan slot lokal untuk memproduksi serta menayangkan program
acara yang mengangkat tentang kearifan lokal daerahnya. Namun dalam
hal ekonomi media Kompas TV Jawa Tengah tentu mendapatkan
keuntungan seperti adanya kerja sama baik dari sponsor, iklan dan juga
publikasi sebuah produk. Kami menerima para sponsor yang ingin
memasang iklan atau mempublish program dalam hal ini workshop
special, namun keuntungan ini tidak hanya berasal dari program acara
Kuthane Dhewe namun dari keseluruhan program acara. Jadi ketika
program acara dari Kompas TV Jawa Tengah mendapat respon baik dari
masyarakat itu merupakan apresiasi bagi Kompas TV Jawa Tengah. Dari
respon tersebut, para pihak sponsor maupun pengiklan dan klien melihat
bahwa Kompas TV Jawa Tengah dapat dipercaya untuk memproduksi
sekaligus menanyangan produk mereka. Sehingga tingkat kepercayaan
klien kepada Kompas TV Jawa Tengah yang kemudian membuat klien
memutuskan untuk bekerja sama dengan kami. Produk klien yang
diproduksi dan ditayangkan dalam bentuk workshop special, iklan maupun
feature.
98
Lampiran 5 : Hasil Wawancara dengan Fredy Priyanto
Hari, Tanggal dan Jam : Minggu, 4 Juni 2017
Pukul : 15:15 – 16:15
Tempat : Perum Senjoyo Indah Salatiga
Pewawancara (P) : Fransiska Ayu Rosalina Nugraheni
Informan (I) : Fredy Priyanto (Produser Program acara
Campursarinan)
P : Selamat sore Pak Fred, maaf mengganggu waktunya ya Pak. Langsung
saja ya Pak. Program acara Campursarinannan ini diproduksi dan
ditayangkan dari tahun berapa Pak, lalu tujuan dari diproduksinya program
acara ini apa Pak?
I : Tahun 2003 itu artinya masih jaman TVB atau Televisi Borobudur
dengan tag line-nya “TV-ne Jawa Tengah”, sehingga harus mempunyai
tanggung jawab struktural, sosial dan moral untuk menjaga serta
melestarikan konten-konten lokal yang ada di daerah khususnya Jawa
Tengah. Dari sisi acara juga harus mempunyai akar sosiokultural yang erat
dengan keberadaan masyarakat sebagai pendukung dari sebuah acara.
Masyarakat sebagai pendukung tentu sangat penting keberadaannya
mengingat masyarakat adalah audience baik sebagai pemirsa pasif maupun
pendengar yang notabene sebagai penikmat dari sebuah program acara
disamping pendukung produksi program acara yaitu tim produksi itu
sendiri. Harapannya, program acara juga mudah diterima oleh audience
dan secara pararel juga akan mengundang pihak sponsor. Keberadaan dari
acara Campursarinan memang dibuat, sebagai tanggung jawab sosial-
budaya untuk menjaga keberadaan dari bentuk-bentuk potensi yang ada di
daerah Jawa Tengah. Dalam hal ini lebih khusus yang kita bicarakan
adalah Campursari, sebagai salah satu genre musik yang ada di Jawa
99
Tengah. Karena Campursarinan konon tidak mempunyai definisi khusus
itu genre musik apa namun segala genre musik baik dangdut, pop, rock
pun bisa dicampursarinankan. Sehingga itulah yang menjadi keunikan
yang kemudian diangkat dan diberikan treatment untuk diproduksi
menjadi sebuah acara di TV Borobudur pada waktu itu.
P : Yang kedua Pak, dari visi Kompas TV Jawa Tengah ingin menjadi
partnership untuk masyarakat dari segi kearifan lokal lalu apakah hanya
bahasa Jawanya yang ngoko disisipi bahasa Indonesia saja yang ingin
diproduksi dan ditayangkan dalam program acara Campursarinannan?
I : Bahasa sebagai salah satu bentuk alat komunikasi. Karena televisi secara
filosofi mempunyai kekuatan audio dan visual. Maka bahasa sebagai
bentuk dijadikan sebagai bentuk ungkap dalam komunikasi. Selain itu ada
grafis, warna, bahkan visual dalam perngertian yang luas. Untuk bahasa
yang dibangun di Kompas TV Jawa Tengah ketika mengakuisisi
keberadaan TV Borobudur atau TVB pada waktu itu, sekitar tahun 2010-
2011. Itu sebenarnya ada kolaborasi antara apa yang telah dibangun oleh
TV Borobudur kemudian diakomodir oleh Kompas sebagai satu kekuatan
manajerial baru untuk mengelola keberadaan TV Borobudur dengan misi
untuk mempertahankan masyarakat pendukung acara ini. Sehingga tetap
dibangun komunikasi-komunikasi yang harmonis, dalam hal ini acara
yang dekat dengan kehidupan masyarakat khususnya Jawa Tengah.
Kenapa Jawa Tengah? Karena cover area atau power siarnya memang
masih sebatas sebagian daerah Jawa Tengah. Jadi, ketika bicara bahasa
yang digunakan yang diutamakan tidak lagi struktur bahasa, tetapi yang
terpenting bagi keberadaan Kompas TV Jawa Tengah maupun TVB pada
waktu itu adalah aspek komunikatif dan bisa diterima oleh masyarakat
atau pemirsa. Bahasa Jawa ngoko Semarang ini juga memakai bahasa
Jawa yang halus namun komunikasi kepada orang lain saja yang terkadang
salah penggunaan karena tidak lagi melihat status sosial, usia dalam
menggunakannya. Dalam hal ini kemudian yang dipilih adalah dialek Jawa
100
ngoko khas Semarangan. Yang mungkin terkesan sedikit aneh dan lucu
bagi orang Jawa Tengah di daerah selatan. Tapi itu yang memang sengaja
dipilih, karena ketika kita memilih bahasa Jawa seperti daerah selatan
seperti Solo atau Jogja tentu akan ada kesulitan pengertian bagi
masyarakat kota Semarang. Karena notabene orang-orang pesisir akan
menggunakan bahasa yang lebih lugas, dinamik dan ekspresif. Menerima
bahasa Solo atau Jogja yang sedemikian halus dengan trap-trapan
(tingkatan bahasa Jawa) dengan tingkatan-tingkatan tertentu mungkin akan
susah, sehingga dipilih bahasa Semarang yang ngoko sebagai bentuk
ungkap atau komunikasi untuk acara-acara tertentu, dalam hal ini program
acara Campursarinannan.
P : Apakah program acara Campursarinannan diproduksi dan ditayangkan
untuk memenuhi regulasi peraturan KPID pasal 68 yang mewajibkan
aspek kearifan lokal harus ada dalam slot program acara minimal sebesar
10%?
I : Secara regulasi iya. Saya pikir itu harus dipenuhi 10% dari all acara yang
tayang tetap harus berkonten lokal. Campursarinan sebagai salah satu
pemenuhan aturan atau regulasi KPID sebesar 10% menjadi salah satu
bentuk acara yang mempunyai akar sosiokultural di masyarakat yang kuat
kemudian diangkat kembali dengan treatment baru. Sehingga itu
diharapkan dapat memenuhi kuota dari 10% yang ditetakan oleh KPID.
Tapi dari sisi sosial ini tanggung jawab yang harus dikembangkan,
dihidupkan dan diemban oleh sebuah stasiun televisi untuk menjaga,
melestarikan dan terus mengembangkan keberadaan dari potensi budaya
yang ada.
P : Lalu kendala dalam pembentukan bahasa Jawa ngoko Semarangan dalam
sebuah produksi baik untuk naskah maupun lisan?
I : Ada. Secara harian orang-orang Semarang untuk berbahasa yang halus
Jawa sesuai trap-trapan (tingkatan bahasa Jawa) dan sesuai status sosial,
status usia itu bisa saja keliru. Jadi titik utama kenapa dipilih bahasa Jawa
101
ngoko khas Semarang karena kalau memang ke selatan memakai bahasa
Jogja atau Solo secara teknis mereka tidak akan sampai pengertian.
Sehingga apa yang ada di sana, yang kemudian diangkat dengan kekhasan
bahasa ngoko khas Semarangan. Jadi, mungkin kalau bahasa ngoko daerah
selatan mungkin “karo, dengan” tapi kalau di Semarang “mbek, aku mbek
kowe, aku mbek kamu” (aku sama kamu). Sehingga hal-hal semacam itu
menjadi satu hal yang terdengar sedikit aneh tetapi menjadi sebuah
keunikan yang disengaja, karena bagaimanapun sebuah acara dibangun
dari sebuah konsep.
P : Lalu daerah mana saja yang menjadi covered area program acara
Campursarinan itu sendiri Pak?
I : Daerah yang bisa dicakup Pekalongan, Tegal, Kendal, Jepara, Demak,
Semarang, Kabupaten Semarang, Ungaran, Salatiga, Purwodadi Kudus,
Pati, Rembang, Blora. Ya tentu sesuai dengan covered area atau
jangkauan siar sebuah stasiun televisi itu. Karena secara tipografi ke
selatan banyak daerah pegunungan misalnya gunung ungaran, gunung
telomoyo, sehingga itu membuat sebuah kendala teknis sendiri.
P : Dari program acara Campursarinan apakah ada penggunaan naskah
dalam suatu produksi ? Jika ada adakah proses translate bahasa dalam
naskah produksi program acara tersebut?
I : Kalau untuk lagu tidak ada translate, karena lagu-lagu Campursarinan
sudah menggunakan bahasa Jawa. Sebenarnya lagu-lagu yang dinyanyikan
berdasarkan request dari pemirsa baik dari telepon dan media sosial yang
kita sediakan. Tapi jika blocking time oleh sponsor, tentu akan diberikan
sebuah alur cerita untuk sebuah brand product, atau ada program tententu
yang ingin dipublish. Tentu akan dibuatkan sebuah skrip atau skenario
sederhana dan sesuai dengan permintaan dari klien. Jika klien ingin
membranding sebuah produk tentu yang ditonjolkan adalah produk itu
dengan berbagi fragmentasi. Fragmentasi dan dramatisasi antara host
102
dengan host atau ditambahakan pemain lain. Untuk pembuatan naskah,
produser akan membuatnya dengan bahasa-bahasa yang sekiranya tetap
sama dengan bahasa ngoko khas Semarangan dan ditambahkan joke. Joke-
jokenya yang sudah dekat dengan masyarakat dan kemudian didiskusikan
dari sisi penampilan baik host maupun talent dengan sisi teknis
cameraman, audioman bahkan lightingman. Kalau pembuatan naskah atau
skrip dilakukan dalam kondisi khusus seperti blocking time, untuk reguler
biasanya dengan rundown. Rundown memudahkan host untuk mengetahui
informasi apa yang harus disampaikan ke pemirsa.
P : Lalu untuk penggunaan naskah hanya sebagai pedoman saja ya Pak?
I : Iya, sifat dari naskah sangat longgar untuk memberi ruang berimprovisasi
bagi host. Tetapi untuk presentasi dalam hal ini untuk membranding
produk atau program tertentu yang dia sampaikan kepada masyarakat
tentunya harus lebih hati-hati. Karena kelebihan dari improvisasi ketika
diberikan kepada host ataupun talent yang lain, ini akan sangat hidup dan
natural. Tapi kelemahannya akan melebar dari tema yang dibicarakan
bahkan kadang menjadi sesuatu yang riskan, dan harus dicermati. Harus
dicermati ketika acara ini sudah live, produser atau host itu sendiri harus
selalu komunikasi sehingga ketika ada kalimat-kalimat tertentu yang
mengarah ke hal yang tidak baik akan ada saran yang segera disampaikan
untuk berhenti dulu. Pembuatan naskah hanya sebagai panduan, tidak
mutlak kecuali ini talkshow formal.
P : Pernahkah program acara Campursarinan menggunakan host dari luar
Semarang?
I : Kalau dari luar Semarang tidak. Karena memang itu tadi berawal dari
embrio acara yang memang mengangkat dari sisi idiom, bahasa ngoko
Semarangan. Kalau mengambil orang dari Solo atau Jogja akan beda tone
nada bicaranya dan dialeknya. Memang kita sengaja mengambil orang-
orang yang masih dekat dengan Semarang dan Pantura karena dari
karakteristik cara bicaranya memang kita create untuk lebih
menghidupkan acara.
103
P : Adakah topik atau tema tayangan khusus saat program acara
Campursarinan ini diproduksi dan ditayangkan Pak?
I : Sebenarnya ada, kadang temanya duet, maka yang dipilih adalah lagu-
lagu duet. Cuma itu tema-tema yang kita sampaikan per minggunya.
Karena tayang weekly, jadi secara spesifik tema-tema tertentu kita tidak
ada, kecuali ada moment-moment tertentu seperti momentum yang ada di
masyarakat dan kita diangkat, ditayangkan dan diulas. Itu akan ada
treatment sendiri yang juga menggunakan sebuah konsep yang khusus
dengan sedikit adanya penaskahan.
P : Lalu untuk penggunaan bahasa Jawa ngoko Semarangan adakah karakter
masyarakat Semarang yang mau diangkat dalam program acara
Campursarinan?
I : Ada. Dengan bahasa atau dialek yang dipilih. Dialek yang dipilih kenapa
ngoko Semarangan itu jelas poinnya di masyarakat kota Semarang.
Mengapa tidak bahasa Solo atau Jogja? Karena stasiun televisi lain di
Semarang sudah ada yang menggunakan dan mengangkat bahasa-bahasa
Solo atau Jogja dalam program acaranya. Bedanya dalam program acara
Campursarinan disengaja menggunakan konsep-konsep dan treatment
bahasa Jawa ngoko khas Semarangan, kita harapkan ini menjadi nuansa
baru yang lebih komunikatif dari segi acara dan audiencenya. Karena
bahasa yang digunakan juga berasal dari bahasa di Kota Semarang itu
sendiri.
P : Lalu mengapa program acara Campursarinan tidak menggunakan
terjemahan? Padahal jika terjemahan ada, dapat menjadi wadah
pembelajaran untuk orang-orang yang mungkin belum tahu bahasa
Semarangan?
I : Sebenarnya ini menjadi pemikiran baru ya. Ini menjadi semacam acuan,
paling tidak ada referensi untuk pembelajaran bahasa Jawa bagi
masyarakat yang ada di luar Semarang atau di luar Jawa Tengah. Ketika
kita translate malah justru salah karena struktur bahasa Jawa ngoko khas
Semarangan itu berbeda dengan struktur bahasa yang digunakan di daerah
104
Solo atau Jogja. Misalnya trap-trapan (tingkatan), orang Pantura bilang ke
dirinya sendiri dan temannya “Aku tak dhahar dulu ya (aku makan dulu
ya)”, “Aku tak dhahar sek ya (aku makan dulu ya)”, “Aku tak sare sek ya
(aku tidur dulu ya)”, “Aku tak siram sek ya (aku mandi dulu ya)”. Secara
trap dan secara penempatan bahasa itu kurang tepat. Bahasanya dianggap
halus, tetapi itu bukan untuk diri kita tetapi untuk orang yang lebih tua dan
lebih tinggi status sosialnya atau status kemasyarakatan bahkan usia. Jika
di translate bisa dibayangkan akan begitu susahnya untuk mentranslate
karena secara struktur bahasa sudah terjadi seperti itu di masyarakat kota
Semarang dan sekitarnya, jadi yang terpenting tidak lagi struktur bahasa
yang benar, tapi aspek komunikatifnya yang kita utamakan.
P : Lalu untuk masyarakat yang memiliki keterbatasan fisik, pernahkah
program acara Campursarinan seperti memberikan terjemahan
menggunakan bahasa tubuh untuk yang memiliki keterbatasan fisik
(difabel)?
I : Ini interpreter istilahnya, dengan bahasa-bahasa isyarat ya. Kita belum
kepikiran sampai situ. Kecuali memang ada acara khusus seperti debat
kandidat bupati dan pasanganya dan sebagainya, yang secara aturan
terakhir memang sepertinya dari KPU menerapkan bahwa harus ada
intepreter, sehingga orang penyandang difabel juga mempunyai hak pilih.
Mereka perlu diberikan informasi dengan bahasa isyarat yang secara teknis
di pertelevisian disebut intepreter. Tapi untuk Campursarinan tidak
menggunakan interpreter maupun translate, secara teknis belum kepikiran.
Next time akan ada masukan dan akan diproduksi lagi oleh teman-teman.
Tapi sepertinya di televisi-televisi nasional juga untuk acara-acara yang
entertain juga belum ada interpreter.
P : Lalu dari rating dari penonton, biasanya daerah mana yang paling banyak
menonton program acara Campursarinan Pak?
I : Penggemar acara-acara seperti itu justru dari Pantura, Jepara, Demak,
Semarang, Kendal, Pati, Purwodadi. Namun kamu belum mempunyai data
fix, data itu diperolaeh dari telepon dan media sosial untuk mengukur
105
seberapa besar interaksi masyarakat. Secara teknis mungkin karena
covered area yang jernih baru ke daerah Jepara, Demak, Semarang,
Kudus, Kendal, Pati yang dari arah selatan hanya sebatas Ungaran belum
sampai Solo dan sebagainya. Jadi mungkin ada wilayah-wilayah yang
terkait covered area dan belum sampai ke selatan.
P : Masuk ke programnya ya Pak. Apakah program acara Campursarinan
mempunyai visi-misi tertentu di luar visi Kompas TV Jawa Tengah?
I : Itu justru menjadi visi-misi di 2 periode atau 2 generasi manajemen
antara TV Borobudur dan Kompas TV Jawa Tengah. Ketika keberadaan
Campursarinan melintasi 2 era. Tetapi sebagai stasiun televisi seperti yang
saya katakan tadi, bahwa itu tentu akan searah dan seiring dengan visi-
misi. Tetapi di sisi lain itu sebagai tanggungjawab formal, moral dan sosial
dari stasiun televisi untuk melestarikan, menjaga dan mengembangkan
potensi budaya yang ada di daerahnya. Itu penegasan juga, kenapa KPID
menetapkan 10% dari semua tayangan acara harus ada konten lokal salah
satunya adalah untuk menjaga keberadaan dari potensi-potensi di daerah.
Jangan sampai semua diisi slot tayangan program acara nasional dan
akhirnya apa yang di daerah tidak dibuatkan acara, bahkan tidak diberi slot
tayang acara konten lokal yang kemudian akan tersisih dan tidak
terpublish, sehingga pelan-pelan akan membunuh potensi yang ada di
daerah itu sendiri. Jadi kalau ditanya seiring atau tidak, tentu seiring
dengan visi-misi besar dari Kompas TV.
P : Apakah program acara Campursarinan pernah tidak diproduksi atau
didrop. Jika iya, tahun berapa program acara Campursarinan didrop lalu
kembali diproduksi dan ditayangkan?
I : Desember, seiring juga dengan perubahan kebijakan konsep pertelevisian
yang dulu news dan entertain, kemudian menjadi televisi yang berprinsip
produksi news. Artinya, acara apapun tetap berkonten informatif atau
news. Karena ini kebijakan Kompas TV yang harus diterapkan oleh
televisi berjaringan, tentu televisi di daerah akan melakukan apa yang
diberlakukan oleh kantor pusat. Sehingga keberadaan acara yang pure
106
entertain juga dihapus. Dan di setiap biro Kompas di daerah awalnya tetap
punya acara yang bernuansa lokalitas seperti Kompas TV Jawa Tengah
dengan Campursarinannya.
P : Terus ini Pak, kendala yang paling riskan dari Campursarinan sendiri
Pak?
I : Kendala riskan justru dari skala global, tentu seni-seni tradisional secara
umum akan terdesak sehingga harus mampu beradaptasi. Sehingga dari
Campursarinan harus dicreate menjadi tayangan yang mau diterima oleh
masyarakat dengan cara mampu mengakomodir semua genre musik yang
dibawakan dengan bentuk campursarinan, lalu mampu memberikan dan
menyampaikan joke-joke yang tidak hanya bahasa Jawa saja namun
dengan bahasa Indonesia sehingga program acara lebih hidup dan menarik.
Serta memberikan tampilan yang fresh, mungkin dulu campursarinan
identik dengan kebaya sekarang kemasannya tidak lagi seperti itu.
P : Format program Campursari menggunakan format dua host, mengapa
tidak menggunakan single host saja? Ataukah dua host juga sebagai
strategi dari program acara Campursarinan?
I : Sebenarnya secara konseptual 2 kalaupun dalam kondisi tertentu ada
yang berhalangan bisa aja satu. Namun nuansa hiburannya lebih terasa
ketika dua host Bahkan awal itu jika ada klien, lalu player dan penyanyi
juga bisa berinteraksi dengan host. Sehingga memang itulah pencerminkan
dan refleksi dari bentuk kesenian daerah, kesenian yang hidup di
masyarakat. Lebih ekspresif, tanpa ada sekat-sekat yang tegas yang
memisahkan antara pemain dengan host dan sebagainya. Jadi
kebersamaan, kemudian guyub, guyon. Itu menjadi sesuatu yang hidup
bagi sebuah acara. Sehingga kenapa dua? Iya memang untuk meramaikan
acara, di awal-awal juga ada interaksi dengan audience. Audience diajak
chit-chat ketika ada audience di kantor lama.
107
P : Jejer-jejer (bersebelahan) gitu Pak ketika di studio lama?
I : Di kantor lama kita mempunyai studio dengan kapasitas tempat duduk
225an. Beberapa kita datangkan audience dan kedatangan tamu dan ada
kunjungan kita koordinasikan saat acara. Sehingga ketika acara itu
berlangsung, audience akan kita briefing dan juga sebagai audience aktif.
Bahkan mereka juga bisa jogged, request lagu, berinteraksi dengan host-
penyanyi.
P : Poin terakhir Pak, tadi kan telah disampaikan kalau Campursarinan
termasuk program unggulan di Kompas TV Jawa Tengah. Lalu bagaimana
ukuran unggulan tersebut?
I : Ketika belum menjadi stasiun televisi news, justru acara-acara yang
mempunyai akar sosial dari masyarakat langsung justru menjadi acara
yang mudah untuk diterima dan diminati salah satunya Campursarinan.
Kemudian ada acara komedi yang lahir dari joke-joke atau guyonan-
guyonan masyarakat kota Semarang dan sekitarnya. Kemudian kenapa
Campursarinan menjadi salah satunya, pendeteksiannya satu secara kasat
mata bisa dicermati dari telpon, sms, bbm yang memang kita buka live
ketika acara itu berlangsung. Cuma sepertinya kita bahkan berpikir, acara
yang mempunyai kedekatan emosional dengan masyarakat lebih bisa
diterima ya salah satunya Campursarinan dan Komedi, yang kita create
secara live di luar Campursarinan.
108
Lampiran 6 : Hasil Wawancara dengan Sunardi S.Pd.,M.Pd.
Hari, Tanggal dan Jam : Jumat, 9 Juni 2017
Pukul : 11.00 – 11.45
Tempat : Kantor Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Kristen Satya Wacana
Pewawancara (P) : Fransiska Ayu Rosalina Nugraheni
Informan (I) : Sunardi S.Pd.,M.Pd. (Pengamat Budaya Jawa)
P : Kuthane Dhewe merupakan program acara berita yang menggunakan
bahasa pengantar bahasa Jawa ngoko Semarangan sedangkan
Campursarinan menggunakan bahasa pengantar bahasa Jawa ngoko
Semarangan yang disisipi bahasa Indonesia. Dari sisi pengamat budaya
Jawa, bagaimana bapak melihat fenomena bahasa yang digunakan dalam
kedua program acara di Kompas TV Jawa Tengah tersebut?
I : Kalau menurut saya televisi memiliki kepentingan komersial dan
kepentingan pemberitaan. Dan menurut saya bahasa pengantar kedua
program acara tersebut yaitu bahasa Jawa ngoko Semarangan digunakan
karena dianggap sebagai konsumsi untuk semua umur atau dianggap setara
dan tidak ada tingkatan-tingkatannya. Jadi semua umur dapat memahami
dan menonton acara tersebut mulai dari anak-anak, anak muda, dan juga
orangtua. Dengan bahasa Jawa ngoko Semarangan semua kalangan akan
memahami dan mengerti informasi yang disampaikan oleh program acara
Kuthane Dhewe dan Campursarinan. Sehingga menurut saya, penggunaan
bahasa ngoko di acara Kuthane Dhewe dianggap lumrah (sudah biasa).
109
P : Lalu untuk program acara Campursarinan, program ini menggunakan
bahasa pengantar bahasa Jawa ngoko Semarangan yang disisipi bahasa
Indonesia dan biasanya diberikan joke-joke atau candaan, bagaimana
Bapak menanggapi fenomena tersebut?
I : Kalau saya melihat realitasnya, dalam hal hiburan kita tidak bisa
membatasi penggunaan pada satu bahasa saja. Dalam program acara
hiburan tidak ada patokannya. Pemakaian joke dalam sebuah acara juga
digunakan untuk membuat program acara lebih hidup. Lalu dari
presenternya, terkadang bisa saja mereka lupa dengan bahasa Jawa ngoko
Semarangan itu sendiri maupun pengertiannya, jadi strategi yang
digunakan para presenter supaya tidak terlihat kaget atau terbata-bata
mereka akhirnya memilih bahasa Indonesia yang lebih mudah digunakan
dan merupakan bahasa komunikasi sehari-hari.
P : Lalu Pak, apakah bahasa Jawa ngoko juga memiliki tingkatan dalam
struktur bahasa Jawa?
I : Tingkatan Jawa ngoko misalnya ngoko lugu dan ngoko alus (halus).
Ngoko alus adalah campuran antara ngoko dan krama alus. Jadi, di
masyarakat ada tingkatan bahasa Jawa ngoko tetapi untuk kepentingan
hiburan tidak ada batas dalam penggunaan bahasa Jawa.
P : Pulau Jawa tentu memiliki banyak sekali dialek daerah, lalu faktor apa
yang kemudian mempengaruhi setiap daerah memiliki dialek khas sendiri-
sendiri?
I : Dialek lahir dan ada karena dipengaruhi tempat dan istilahnya
masyarakat akan berinteraksi dengan tempat-tempat yang berdekatan
dengan tempat mereka tinggal. Daerah pantura adalah daerah pantai,
masyarakat di daerah pantai memiliki sifat yaitu cepat mengambil
keputusan. Semarang notabene pesisir membuat para nelayan tidak bisa
lendrak-lendrek (dikerjakan secara lambat) harus cepat dalam mengambil
keputusan. Maka bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi harus
110
diputus atau tidak semua kalimat dipakai, yang terpenting orang yang satu
dengan orang lain mengerti apa yang disampaikan. Daerah pegunungan
juga sama pasti memiliki cara berkomunikasi yang berbeda, dialog
dipengaruhi dari tempat.
P : Apakah dialek juga memiliki tingkatan bahasa dalam
penggunaannya,Pak?
I : Ada, dalam dialek-sialek daerah setempat tetap memiliki tingkatan dalam
menggunakan bahasa daerah. Misalnya Banyumasan itu ada kramanya,
daerah Banyumasan ya Jawa Banyumasan walaupun kecenderungannya
ngoko tetapi saat berkomunikasi dengan orangtua yang digunakan tetap
krama.
P : Kemudian dari Bapak sendiri, dari pandangan pengamat budaya Jawa
sendiri, peran penting dari bahasa Jawa untuk kehidupan sehari-hari
seperti apa?
I : Selama masih ada orang Jawa, bahasa Jawa akan tetap terpelihara dan
tetap dijaga. Bahasa akan punah jika tidak ada penjaganya. Selama masih
ada orang Jawa, bahasa itu akan tetap ada. Tentang pertumbuhan
tergantung dari orang Jawa sendiri ketika bahasa tersebut dijaga yang jelas
akan ada komodifikasi tuturan.
P : Dialek yang berkembang di suatu daerah tentunya akan menjadi ciri khas
dari suatu daerah tersebut. Jika dikaitkan dengan perkembangan program
acara Kuthane Dhewe dan Campursarinan bagaimana tanggapan dari
Bapak sebagai pengamat budaya Jawa sendiri?
I : Menurut saya Kompas TV Jawa Tengah turut menjaga keberadaan
bahasa Jawa yang ada. Dengan dialek yang dipilih oleh Kompas TV Jawa
Tengah akan membuat semakin berkembangnya komunikasi sekarang ini
khususnya bahasa Jawa ngoko khas Semarangan.
111
P : Jika program acara Kuthane Dhewe dan Campursarinan menggunakan
terjemahan, salah satunya tujuan adalah sebagai wadah pembelajaran
untuk orang-orang yang mungkin belum tahu bahasa Semarangan, apakah
Bapak setuju dengan keputusan tersebut?
I : Saya justru tidak setuju. Kalau itu memang program acara Kuthane
Dhewe adalah program acara berita yang menggunakan bahasa Jawa, ya
tidak perlu diberi terjemahan. Jika masyarakat ingin melihat program acara
berita yang menggunakan bahasa Indonesia, ya orang itu harus melihat
berita yang menggunakan bahasa Indonesia saja. Di Kompas TV Jawa
Tengah pasti memiliki program acara berita menggunakan bahasa
Indonesia. Jadi tidak perlu ditranslate untuk masyarakat penikmat bahasa
Jawa.
P : Jika bahasa ini diartikan sebagai identitas lokal yang ingin dikembangkan
oleh kedua program tersebut baik program acara Kuthane Dhewe dan
Campursarinan. Bagaimana tanggapan Bapak dari sisi pengamat budaya
Jawa?
I : Kedua program acara baik Kuthane Dhewe dan Campursarinan harus
tetap diproduksi dan ditayangkan.
P : Media televisi tidak harus menggunakan struktur bahasa Jawa secara
benar tetapi melihat komersial dan melihat minat pasar, apakah itu
diannggap merusak tata bahasa yang ada?
I : Karena ini media massa yang penting pemirsa mengerti apa yang
disampaikan, tidak harus menggunakan struktur bahasa Jawa. Jika
diharuskan memegang tatanan struktur bahasa yang benar maka program
acara akan terlihat kurang menghibur dan kurang bisa dimengerti. Terkait
merusak struktur bahasa Jawa, jika dilihat dari aspek akademis tentu ini
tidak sesuai dengan tata bahasa Jawa yang ada, namun jika ingin
mengetahui struktur bahasa Jawa yang baik salah satu cara yang dapat
ditempuh adalah jalur akademik baik sekolah dan perkuliahan.
112
P : Alangkah lebih baiknya ketika pemirsa paham dengan informasi yang
disampaikan dari program acara Kuthane Dhewe dan Campursarinan ya
Pak?
I : Karena berita memiliki sifat sekilas, yang terpenting masyarakat
mengetahui berita atau informasi yang diberikan. Tetapi sekali lagi, jika
ini berkaitan dengan urusan struktur bahasa Jawa lebih baik belajar ke
bangku kuliah dan sekolah untuk belajar struktur bahasa Jawa yang baik
dan benar.
113
Lampiran 7 : Hasil Wawancara dengan Reni Nur Anggraeni
Hari, Tanggal dan Jam : Jumat, 2 Juni 2017
Pukul : 15.00 - 15.28
Tempat : Kantor Telkom Semarang
Pewawancara (P) : Fransiska Ayu Rosalina Nugraheni
Informan (I) : Reni Nur Anggraeni (Pemirsa Kompas TV Jawa
Tengah)
P : Langsung saja, yang pertama. Anda mengetahui program acara di
Kompas TV Jawa Tengah khususnya program acara Kuthane Dhewe dan
Campursari?
I : Tahu.
P : Menurut anda jika program acara Kuthane Dhewe dan Campursari
menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarangan bagaimana menurut anda
sebagai pemirsa?
I : Sangat setuju jika kedua program acara tersebut menggunakan bahasa
Jawa ngoko Karena jika menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarangan
masyarakat lebih paham informasi yang disampaikan.
P : Berarti anda memahami jika program acara Kuthane Dhewe dama
Campursari menggunakan bahasa ngoko Semarangan?
I : Saya sangat memahami bahasa yang digunakan, terutama bahasa Jawa
ngoko Semarang merupakan bahasa asli Semarang sehingga sebagai
masyarakat Semarang tentu bahasa tersebut akan mudah dipahami oleh
masyarakat. Baik Kuthane Dhewe, Campursari bahasanya gampang
dimengerti, gampang diterima juga.
114
P : Apakah bahasa Jawa ngoko Semarangan merupakan bahasa sehari-hari
masyarakat Semarang dan sering digunakan?
I : Sering sekali bahasa Jawa ngoko Semarangan lebih digunakan untuk
sesama teman ataupun kerabat dan sahabat lalu untuk yang lebih tua kami
menggunakan krama yang lebih sopan.
P : Bahasa Jawa ngoko Semarangan digunakan dalam program acara
Kuthane Dhewe dan Campursarinan karena dianggap lebih komunikatif
dan mudah dipahami lalu bagaimana tanggapan anda terkait penggunaan
bahasa Jawa di kedua program acara tersebut?
I : Jika anak muda memang lebih memahami bahasa Jawa ngoko dari pada
krama inggil karena jika krama inggil lebih dominan digunakan maka
kaum muda tidak akan paham dengan informasi yang diberikan. Jika
kedua program acara tersebut menggunakan ngoko itu tidak masalah
karena orang tua juga memahami bahasa Jawa ngoko tersebut sehingga
lebih baik jika tetap menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarangan.
P : Manfaat dari program Kuthane Dhewe dan Campursarinan sebagai salah
satu pemirsa Kompas TV Jawa Tengah?
I : Kompas TV Jawa Tengah adalah salah satu televisi lokal tujuannya
untuk menyajikan informasi-informasi lokal yang ada di Kota Semarang
itu sendiri. Manfaatnya sebagai warga Semarang adalah mengetahui
kejadian atau informasi apa yang terjadi di Semarang. Selain itu, kita
menjadi lebih tahu dan mengenal kota kita sendiri melalui televisi lokal.
Lalu untuk program acara Campursarinan kita lebih mengetahui lagu-lagu
campursari itu sendiri.
P : Bagaimana tanggapan anda jika suatu saat Kompas TV Jawa Tengah
memberikan terjemahan bahasa dari bahasa Jawa ngoko ke bahasa
Indonesia?
115
I : Iya boleh namun menurut saya itu tidak perlu dilakukan karena
masyarakat Semarang sudah pasti mengerti dan tahu dengan bahasa Jawa
ngoko Semarangan yang digunakan dalam program acara tersebut, bahkan
masyarakat bukan asli semarang kebanyakan juga memahami bahasa yang
digunakan oleh presenternya.
P : Kemudian pesan untuk Kompas TV Jawa Tengah khususnya untuk
program acara Kuthane Dhewe dan Campursarinan terkait penggunaan
bahasa Jawa ngoko Semarangan yang digunakan?
I : Tetap memberikan tayangan yang berkualitas, mempertahankan kearifan
lokalnya, mempertahankan kualitas tayangan, dan memberikan tayangan
yang bermutu dan tentunya ada sisi pendidikannya.
116
Lampiran 8 : Hasil Wawancara dengan Elvana Azasa Bela
Hari, Tanggal dan Jam : Rabu, 7 Juni 2017
Pukul : 09:25 – 21:26
Tempat : via WhatsApp
Pewawancara (P) : Fransiska Ayu Rosalina Nugraheni
Informan (I) : Elvana Azasa Bela (Pemirsa Kompas TV Jawa Tengah)
P : Anda mengetahui program acara di Kompas TV Jawa Tengah khususnya
Kuthane Dhewe dan Campursari?
I : Iya saya mengetahui program acara di Kompas TV Jawa Tengah Kuthane
Dhewe dan Campursari.
P : Apakah anda setuju jika program Kuthane Dhewe dan Campursari
menggunakan bahasa Jawa?
I : Iya, saya sangat setuju sekali. Karena Campursari itu sendiri adalah salah satu
musik yang berasal dari Jawa dan Kuthane Dhewe, sudah terlihat juga dari
judulnya sendiri yang menonjolkan bahasa asli orang Jawa. Jadi, program acara
Kuthane Dhewe dan Campursari adalah program yang mempertahankan budaya
asli dari Jawa.
P : Kedua program acara ini menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarangan apakah
anda memahami dengan sangat bahasa yang digunakan oleh kedua program
tersebut?
I : Ada beberapa kata memang yang saya kurang paham tetapi penyampaian
informasinya disampaikan dengan baik sehingga saya bisa mengikuti dan
menikmati baik program acara Kuthane Dhewe maupun Campursarinan.
P : Menurut anda sebagai masyarakat Semarang, ciri khas bahasa Jawa Semarang
itu seperti apa?
117
I : Yang saya ketahui banyak masyarakat Semarang yang menggunakan bahasa
Jawa ngoko. Nah bahasa Jawa ngoko itu sendiri lebih sering digunakan oleh yang
sepantaran (seumuran). Tapi tidak sedikit juga yang menggunakan bahasa Jawa
krama inggil bahkan krama alus untuk orang yang lebih tua.
P : Lalu menurut anda bahasa Jawa yang digunakan haruskah dipertahankan dalam
program acara tersebut? Mengapa?
I : Oh, ya harus dipertahankan dong dalam program tersebut. Karena televisi
sekarang ini menjadi pengaruh terbesar untuk masyarakat. Jadi bahasa Jawa itu
harus tetap digunakan dan dilestarikan karena sudah jarang sekali digunakan.
Sehingga, lewat program acara di Kompas TV Jawa Tengah tersebut dapat
memperngaruhi masyarakat untuk menggunakan bahasa Jawa khususnya Jawa
Semarangan agar budaya Jawa itu tidak hilang begitu saja.
P : Lalu manfaat dari adanya program acara Kuthane Dhewe dan Campursarinan
bagi anda?
I : Tentunya banyak sekali manfaat yang didapatkan, tidak hanya mendapatkan
informasi dan hiburan namun dengan penggunaan bahasa Jawa dalam program
acara tersebut dapat membuat masyarakat sadar bahwa bahasa Jawa itu harus
tetap dilestarikan dan tidak dilupakan begitu saja.
P : Bagaimana menurut anda jika suatu saat program ini disisipi terjemahan
menggunakan bahasa Indonesia?
I : Menurut saya itu saran yang baik, soalnya banyak kosakata bahasa Jawa yang
masyarakat belum tahu artinya. Jadi dapat memperjelas suatu informasi yang
disampaikan kepada masyarakat.
P : Lalu bagaimana pendapat anda jika kedua program tersebut nantinya disisipi
terjemahan bahasa, yang mengunakan bahasa tubuh bagi masyarakat yang
memiliki keterbatasan fisik? (tuna rungu)
I : Sangat baik sekali jadi tidak hanya unuk masyarakat normal saja melainkan
masyarakat yang memiliki keterbatasan fisik juga mampu mengikuti program
acara tersebut dan juga mendapatkan informasi dengan baik.
118
Lampiran 9 : Hasil Wawancara dengan Diah Sulistyawati
Hari, Tanggal dan Jam : Jumat, 10 Juni 2017
Pukul : 13.00
Tempat : Jl. Kalisari Baru No. 09 Semarang Selatan.
Pewawancara (P) : Fransiska Ayu Rosalina Nugraheni
Informan (I) : Diah Sulistyawati (Pemirsa Kompas TV Jawa Tengah)
P : Langsung aja ya Mbak. Mbak kan tahu nih kalau di Kompas TV Jawa Tengah
ada program acara bernama Kuthane Dhewe dan Campursari. Anda setuju tidak
jika kedua program acara tersebut diproduksi dan ditayangkan menggunakan
bahasa Jawa?
I : Iya setuju.
P : Apakah anda memahami bahasa Jawa yang digunakan dari kedua program acara
tersebut?
I : Iya memahami.
P : Bahasa Jawa yang digunakan dalam program acara Kuthane Dhewe dan
Campursarinan tersebut menggunakan bahasa Jawa ngoko Semarangan menurut
anda, apakah bahasa pengantar dalam program acara tersebut harus
dipertahankan atau tidak? Lalu mengapa?
I : Menurut saya harus dipertahankan. Karena itu menunjukan ciri khas dari suatu
daerah khususnya Semarang sendiri.
P : Terus nih mbak, manfaat dari penggunaan bahasa Jawa ngoko Semarangan yang
digunakan dalam kedua program tersebut?
I : Manfaatnya, dengan adanya program acara menggunakan bahasa Jawa ini
menurut saya sangat bermanfaat dan juga dapat melestarikan budaya bahasa Jawa
yang ada di Semarang sediri.
119
P : Jika suatu saat baik program acara Kuthane Dhewe maupun Campursarinan ini
disisipi terjemahan menggunakan bahasa isyarat bagaimana anda menanggapi hal
tersebut?
I : Menurut saya itu juga baik. Karena menarik juga, jadi yang mengikuti program
acara ini bukan hanya orang bisa tetapi masyarakat dengan keterbatasan fisik
juga dapat memahami berita-berita yang disampaikan.
P : Pesan untuk kedua program ini Mbak?
I : Semakin ditingkatkan dan tetap mempertahankan bahasa Jawa ngoko
Semarangan, sehingga tetap dapat melestarikan budaya lokal, acaranya semakin
baik dan tetap menghibur.
top related