konstruksi media tentang mitigasi bencana tanah … komunikasi ardiansya… · 1 konstruksi media...
Post on 30-Oct-2020
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PAPER JURNAL ONLINE
KONSTRUKSI MEDIA TENTANG MITIGASI BENCANA
TANAH LONGSOR BANJARNEGARA
(Studi Analisis Framing tentang Pemberitaan Bencana Tanah Longsor
Banjarnegara di Surat Kabar Kompas dan Jawa Pos Edisi 1-23 Desember 2014)
Disusun oleh :
ARDIANSYAH INDRA KUMALA
D0209008
Jurnal
Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Guna Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret Surakarta
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
1
KONSTRUKSI MEDIA TENTANG MITIGASI BENCANA
TANAH LONGSOR BANJARNEGARA
(Studi Analisis Framing tentang Pemberitaan Bencana Tanah Longsor
Banjarnegara di Surat Kabar Kompas dan Jawa Pos
Edisi 1-23 Desember 2014)
Ardiansyah Indra Kumala
Sri Hastjarjo
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
Framing can be understood as the process of selecting a number of information to be showed or eliminated by journalists, which presented to audiences of media in a form of reality. When there is a disaster, the mass media have an important role. The role of media is not merely to report events, but also contribute audiences to encounter the disaster by empowering them. The aim of this research is to observe about framing and the role of media on Banjarnegara Landslide in Kompas and Jawa Pos Newspaper, Edition of 1 to 23 December 2014. Method of this research is about the technique of framing analysis model by Pan Kosicki and the empowerment of audience through several broadcasting news by Ana Nadhya Abrar. The result of this research showed differences in the framing and role which is played by two media in constructing news of the landslides disaster of mitigation in Banjarnegara, Edition of 1 to 23 December 2014. Keywords: Framing, Disaster, Kompas, Jawa Pos, Landslide
Pendahuluan
Bencana merupakan peristiwa besar, dan media massa mempunyai peran
penting dalam memberitakannya. Dalam melakukan fungsi sebagai sumber
informasi, media massa pada hakikatnya mengonstuksi realitas. Isi media adalah
hasil para pekerja media yang mengonstruksikan berbagai realitas (Morissan,
2010 : 7)
2
Proses mitigasi bencana atau tindakan yang bertujuan mereduksi dampak
bencana baik jiwa, harta benda, dan infrastruktur di Indonesia masih tersengal-
sengal. Mitigasi tak mampu mengikuti ritme bencana yang menyebar dengan
cepat (Arif, 2010 : 22). Mengingat besarnya ancaman bencana di Indonesia, sudah
sepatutnya media mengambil peran pengawasan terhadap kehidupan
bermasyarakat, terutama masyarakat yang hidup di kawasan rawan bencana.
Media mengikuti pola pemberitaan yang ajeg, yaitu laporan awal tentang
happening, laporan lanjutan tentang dampak berdasarkan pejabat, dan laporan
lanjutan tentang apa yang harus dilakukan masyarakat berdasar pejabat yang lebih
tinggi, seperti gubernur, mentri, wakil presiden, dan presiden (Abrar, 2008 : 3-4).
Peneliti memilih Surat Kabar Kompas dan Jawa Pos karena kedua media
merupakan media surat kabar di Indonesia dengan oplah tertinggi. Oplah
mencerminkan kepercayaan pembaca. Sebagaimana diketahui, framing berkaitan
dengan opini publik, isu tertentu ketika dikemas dengan bingkai tertentu bisa
mengakibatkan pemahaman khalayak yang berbeda atas suatu isu (Eriyanto, 2012
: 169).
Peneliti juga menemukan hal menarik mengenai pemberitaan surat kabar
Kompas dan Jawa Pos, Kedua media yang sedianya memiliki ideologi yang sama,
ternyata mempunyai gaya pemberitaan yang berbeda terhadap peristiwa. Harian
Kompas menerapkan gaya jurnalisme kepiting yang bersikap hati-hati terutama
dalam mengulas konflik. Harian Kompas juga menerapkan prinsip humanisme
transendental agar bisa diterima semua pihak dan kalangan. Selain itu, keberadaan
tim Penyelaras bahasa (BP) yang melakukan penyeragaman bahasa yang dimuat
dalam Harian Kompas juga menjadikan gaya bahasa yang digunakan
Kompas menjadi halus dan santun. Di sisi lain, Jawa Pos menggunakan gaya
news telling, atau sebuah cara pengemasan berita dengan menyajikan berita yang
mudah dimengerti dan menarik pembaca. Jawa Pos dikenal mengedepankan
aspek human interest untuk menarik perhatian pembaca.
3
Rumusan Masalah
Perumusan masalah berdasarkan latar belakang adalah : Bagaimana Surat
Kabar Kompas dan Jawa Pos mengonstruksi pemberitaan bencana tanah longsor
Banjarnegara di Surat Kabar Kompas dan Jawa Pos Edisi 1-23 Desember 2014?
Tujuan penelitian
a. Untuk mengetahui realitas yang ditampilkan pada pemberitaan media
mengenai bencana tanah longsor Banjarnegara pada surat kabar Kompas dan
Jawa Pos periode 1-23 Desember 2014
b. Untuk mengetahu peran Surat Kabar Kompas dan Jawa Pos saat terjadi
peristiwa bencana
Tinjauan Pustaka
a. Media dan Bencana
Bencana adalah peristiwa dahsyat yang dapat memiliki konsekuensi
dengan cakupan sosial politik yang luas dan surat kabar memiliki peran
penting dalam melaporkan bencana. Bencana dapat menyita perhatian media
baik dari negara di mana bencana tersebut terjadi maupun di dunia (Liu,
2010: 1).
Berbeda dengan berita politik, berita bencana alam yang disiarkan media
pers tidak memiliki konteks perubahan politik yang terjadi. Namun, ia bisa
menimbulkan kepanikan moral, semacam kecemasan berkepanjangan yang
terjadi pada masyarakat (Abrar, 2010 : 2)
Ketika sebuah bencana terjadi, peran media adalah ikut
menginformasikan peringatan yang ada, menyediakan deskripsi apa yang
terjadi, tetap membuat publik mendapat informasi mengenai kegiatan
pascabencana, dan berkontribusi terhadap individu dan pemulihan komunitas
dan untuk resiliansi komunitas (Prajarto, 2008: 2).
Keterlibatan media dapat dilihat dari posisinya sebagai pembawa
informasi dan sebagai bagian dari manajemen informasi bencana untuk
4
mendukung operasional manajemen, atau sebagai rekan pemerintah dalam
mengahadapi bencana. Arah dari peran dan keterlibatan media pra, saat dan
pascabencana adalah mengabdi pada kemanusiaan dan kehidupan.
Penanganan informasi bencana yang dilakukan media pun pada kapasitas
sebagai sumber informasi yang harus mengacu pada strategi nasional
penanganan bencana, karena ketidakakuratan informasi dapat menimbulkan
bencana baru di tengah bencana yang terjadi (Prajarto, 2008: 4).
Dengan berbagai pertimbangan tentang news values, news worthiness
serta penerapan standar professional jurnalistik, informasi tentang bencana
yang disampaikan media massa dapatlah dimaklumi. Namun media massa
seharusnya mampu menghadirkan bencana sebagai peristiwa yang harus
disikapi secara bersama oleh masyarakat (Prajarto, 2008 : 14).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Houston (2012 : 1) tentang bencana
alam di Amerika selama satu dekade dalam jurnal internasional berjudul
Disaster News: Framing and Frame Changing in Coverage of Major U.S.
Natural Disasters, 2000-2010, mereka mengungkapkan bahwa peliputan
media massa cenderung fokus pada dampak bencana terhadap manusia,
bangunan, dan lingkungan. Sementara berita mengenai bencana sebagian
besar memberitakan tentang saat terjadi peristiwa bencana.
Penelitian tersebut lebih lanjut mengemukakan bahwa media massa
mendapatkan nilai memuaskan apabila peran media dipahami sebagai
mengkomunikasikan atau menginformaiskan peringatan kepada publik,
menjelaskan apa yang terjadi, dan menjaga informasi pascabencana. Namun
apabila peran media dilihat dari kontrusibusi bagi individu dan masyarakat
mengenai kesiapan, pemulihan, dan ketahanan terhadap bencana, hasilnya
sangat mengecewakan (Houston, 2008 : 13).
Media seharusnya mampu berkonstribusi terhadap khalayak media dalam
menghadapi bencana. Dari kesiapan, media massa dapat membantu
masyarakat mengidentifikasi potensi ancaman, advokasi untuk perubahan
yang dibutuhkan dalam membangun lingkungan dan menginformasikan
kesiapan bencana bagi individu maupun keluarga. Mengenai pemulihan
5
bencana, media massa dapat menginformasikan warga mengenai layanan
pascabencana dan menyediakan forum bagi perencanaan masyarakat tentang
pembangunan kembali. Dari ketahanan, media mempunyai tanggung jawab
sebagai peran kunci dalam membuat “cerita” bencana untuk masyarakat
(Houston, 2008 : 14).
Secara sinis, Abrar (2008 : 1) dalam jurnal komunikasi bencana berjudul
Memberdayakan Masyarakat Lewat Penyiaran Berita Bencana Alam
mengatakan,
“Segera setelah bencana alam melanda sebuah daerah, berbagai media
pers menyiarkan berita tentang bencana alam tersebut. Masyarakat prihatin.
Sebagian dari mereka berduka dan berdoa semoga para korban diberi
kekuatan dan ketabahan. Sebagian lagi tergerak membantu para korban.
Kemudian mereka melupakan bencana alam itu.”
Menurut Ana, dalam memberitakan bencana, media harus
memberdayakan khalayak. Pertama, Media massa harus mendorong
masyarakat berpikir kreatif, dengan berupaya melihat kejadian dari berbagai
sudut pandang. media massa memberikan alternatif jalan keluar yang bisa
ditempuh oleh masyarakat. Fakta tidak hanya tentang kejadian bencana alam,
tetapi juga fakta tentang bagaimana masyarakat harus menghadapi bencana
alam serta apa yang harus dilakukan masyarakat pascabencana alam. (Abrar,
2008 : 3).
Kedua, menghindari pejabat pembuat berita. Wartawan harus melihat
posisi pejabat sebagai pihak yang independen. Abrar (2008 : 4)
mengemukakan, perlu untuk mengingatkan media pers untuk tidak menjadi
corong pejabat. Dengan menjadi corong pejabat, media pers disebut tidak lagi
menjadi alat profesional untuk melayani kepentingan publik.
Ketiga, menghindari pengaruh birokrat atau lembaga bantuan. Saat
terjadi bencana ada pihak-pihak yang menggunakan kesempatan sebagai
ajang promosi mereka. Hal tersebut berakibat pada korban yang akan
bergantung kepada bantuan. Media massa seharusnya membuat masyarakat
bangkit dan bekerja untuk menghasilkan sesuatu.
6
Keempat, berhati-hati melemparkan wacana. Tidak semua masyarakat
berhasil mengonstruksi wacana yang berkonteks pada kepentingan publik.
Kelima, menjelaskan risiko pascabencana alam. Risiko yang dihadapi
masyarakat pascabencana alam tentu tergantung dari seberapa parah bencana
alam yang menimpa. Media massa mempunyai kewajiban untuk menjelaskan
risiko tersebut dengan menyampaikan prediksi melalui narasumber media
massa.
Keenam, membantu memaknai rasa takut dengan benar. Media pers
menempatkan masyarakat sebagai subyek, bukan obyek semata. Media pers
harus memberikan kesempatan kepada masyarakat bicara perkara apa yang
mereka rasakan, apa yang mereka pikirkan dan apa yang mereka harapkan.
Semua kondisi ini selanjutnya disampaikan kepada narasumber untuk
ditanggapi. Tanggapan narasumber inilah yang kelak perlu disiarkan media
pers kepada masyarakat.
b. Analisis Framing
Framing dapat dipahamai sebagai proses jurnalis menyeleksi sejumlah
informasi untuk ditonjolkan atau dihilangkan, yang disampaikan kepada
khalayak media dalam bentuk realitas.
Dalam penelitian framing, yang menjadi persoalan adalah bagaimana
realitas dikonstruksi oleh media. Lebih spesifik, bagaimana media
membingkai peristiwa dalam konstruksi tertentu. Sehingga yang menjadi titik
perhatian bukan apakah media memberitakan negatif atau positif, melainkan
bagaimana bingkai yang dikembangkan oleh media (Eriyanto, 2012 : 7).
Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki menyebutkan sejumlah
pendekatan analisis framing sebagai metode analisis. Pertama, teks berita
dilihat dari berbagai simbol yang disusun lewat perangkat simbolik yang
dipakai dan akan dikonstruksi ke dalam memori khalayak. Kedua, analisis
framing tidak melihat teks berita sebagai suatu pesan yang hadir begitu saja.
Teks berita dibentuk lewat struktrur dan formasi tertentu, melibatkan proses
produksi dan konsumsi dari suatu teks. Ketiga Validitas dari analisis framing
7
dilihat dari bagaimana teks menyimpan kode-kode yang dapat ditafsirkan
dengan jalan tertentu oleh peneliti (Eriyanto, 2012 : 290).
Menurut Pan dan Kosicki ada dua konsepsi dari framing yang saling
berkaitan yaitu : Konsepsi psikologi yang menekankan pada bagaimana
seseorang memproses informasi dalam dirinya. Serta, konsepsi sosiologis
yang melihat pada proses internal seseorang, bagaimana individu menafsirkan
suatu peristiwa dalam cara pandang tertentu (bagaimana konstruksi sosial atas
realitas).
Model framing yang dikenalkan Pan dan Kosicki adalah salah satu model
yang paling populer. Pan dan Kosicki membuat suatu model yang
mengintegrasikan secara bersama-sama konsepsi psikologis dengan konsepsi
sosiologis dari sisi bagaimana lingkungan sosial dikonstruksi seseorang. Hal
tersebut bisa dilihat dari bagaimana suatu berita dipoduksi dan peristiwa
dikonstruksi oleh wartawan.
Pendekatan untuk memahami atau melihat bagaimana suatu berita
diproduksi dan peristiwa dikonstruksi oleh wartawan, dapat dilihat dalam
skema berikut.
Skema 1 Kerangka Framing Pan Kosicki
8
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Karya kualitatif melibatkan penelitian
ontologism. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata dalam kalimat atau gambar
yang mempunyai arti lebih dari sekedar angka dan jumlah (Sutopo, 1988: 10).
Objek penelitian ini adalah berita bencana tanah longsor Banjarnegara yang
diberitakan Surat Kabar Kompas dan Jawa Pos edisi 1-23 Desember 2014.
Studi dokumen yang dilakukan oleh peneliti, posisinya dipandang sebagai
nara sumber yang dapat menjawab pertanyaan. Dokumen dapat menjawab
pertanyaan yang diajukan kepadanya. Apa tujuan dokumen itu ditulis? Apa latar
belakangnya? Apa yang dikatakan dokumen itu kepada peneliti? Untuk siapa
ditulis? (Nasution, 1988: 85-87).
Data relevan yang digunakan dalam penelitian ini dibagi kedalam bentuk data
primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data primer adalah sumber data yang didapatkan langsung dari sumber
aslinya. Data primer dalam penelitian ini adalah berita bencana tanah longsor
yang dimuat Surat Kabar Kompas dan Jawa Pos pada 1-23 Desember 2013.
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari
berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Dalam
penelitian ini data sekunder yang digunakan adalah pengalaman wartawan
saat meliput bencana dan kebijakan redaksional Surat Kabar Kompas dan
Jawa Pos. Untuk pengalaman wartawan saat meliput bencana, penulis
menggunakan buku Jurnalisme Bencana, Bencana Jurnalisme: Kesaksian
dari Tanah Bencana yang ditulis oleh wartawan Kompas Ahmad Arif
berdasar pengalamannya meliput bencana tsunami Aceh 2004.
Peneliti dalam hal ini menganalisa data menggunakan model (analisis
framing) kerangka Pan dan Kosick karena banyak diadaptasi pada pendekatan
linguistik dengan memasukkan elemen, seperti pemakaian kata, pemilihan
struktur, dan bentuk kalimat yang mengarahkan bagaimana peristiwa dibingkai
oleh media (Eriyanto, 2012: 329).
9
Data primer hasil dokumentasi oleh peneliti diuraikan dalam empat struktur
besar sebagaimana model analisis framing Pan dan Kosicki. Hasil analisis data
tersebut dibandingkan dengan teori pemberdayaan khalayak dari ana nadhya
abrar, pengalaman wartawan berupa data dari buku Ahmad Arif, dan kebijakan
redaksional berupa visi dan misi kedua surat kabar untuk menarik kesimpulan.
Sajian Data dan analisis data
a. Sajian Data
Penulis meneliti keseluruhan berita mengenai bencana tanah longsor di
Banjarnegara dalam periode 1-23 Desember 2014 dan berita yang terkait
dengan bencana longsor yang melanda pada Jumat 12 Desember 2014.
Setelah pemilihan berita, terdapat 36 berita yang akan diteliti oleh peneliti
dari Surat Kabar Kompas dan Jawa Pos. Pada Surat Kabar Kompas terdapat
25 artikel berita dan 3 foto lepas. Sementara pada Surat Kabar Jawa Pos
terdapat 8 artikel berita.
b. Perbandingan Frame
Frame mengenai bencana longsor di Banjarnegara, Kompas memandang
sebagai bencana dalam kategori bisa diprediksi, bisa diamati gejalanya, dan
bisa dicegah. Dalam pemberitaan, selain memberikan informasi terkait
perkembanganan penanganan bencana, Kompas memberikan pandangan
berupa peringatan dini berupa ancaman bencana susulan serta ancaman
bencana di sejumlah daerah dalam lingkup nasional, identifikasi gelaja
longsor, memberi kritik kepada pemerintah, dan jalan keluar berupa
penanganan longsor dengan cara mitigasi bencana.
Kritik yang diberikan cenderung menyalahkan pemerintah yang tidak
tanggap hingga bencana longsor dengan korban jiwa selalu berulang. Kompas
menguatkan pandangan dengan pakar yang menyebutkan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Mengenai mitigasi
10
bencana, Kompas menekankan pada revitalisasi kearifan lokal dari pada
relokasi yang menjadi program penanganan korban bencana oleh pemerintah.
Kompas juga memberikan pandangan perlunya edukasi bencana dan
perbaikan tata guna lahan.
Sementara, meskipun Jawa Pos juga memandang peristiwa bencana
longsor di Banjarnegara sebagai peristiwa penting yang perlu diinformasikan
kepada khalayak, namun banyak hal yang perlu dicermati dalam isi
artikelnya. Berita yang ditampilkan Jawa Pos hanya dalam kategori kejadian
bencana. Mengenai peristiwa longsor di Banjarnegara Jawa Pos
menampilkan 8 artikel yang disajikan pada edisi 13 Desember 2014 hingga
17 Desember 2014. Berita terakhir yang ditampilkan Jawa Pos mengenai
sejumlah korban tertimbun merupakan pengguna jalan. Jawa Pos sama sekali
tidak menampilkan warga Jemblung dalam artikelnya, hanya ada narasumber
dari pemerintah, dari instansi penanganan bencana, dan dua warga yang
menjelaskan kejadian longsor memutuskan jalan di Demplok. Narasumber
Jawa Pos dapai diamati di bawah ini.
Minimnya narasumber yang diwawancarai tentu berpengaruh pada frame
Jawa Pos. Jawa Pos memandang pemerintah telah berperan baik dalam
penanganan bencana dengan segera memberikan bantuan kepada korban
bencana. Jawa Pos juga terkesan menjadi corong pemerintah yang
menampilkan peran instansi bahkan pejabat dalam memberikan bantuan. Hal
itu terlihat tidak adanya pihak warga yang diwawancarai, serta menjelaskan
dengan detail bangtuan yang diberikan. Sementara mengenai kejadian
bencana, Jawa Pos memandang warga sebagai pihak yang bersalah karena
menyalahgunakan alat deteksi dini longsor yang sudah disediakan
pemerintah. Jawa Pos juga terkesan mendukung penuh obsi relokasi bagi
warga yang jelas-jelas ditentang oleh Kompas. Namun pandangan dari Jawa
Pos tidak diperkuat dengan data, hanya uraian dari narasumber tanpa
pembanding.
Perbedaan yang mencolok antara Jawa Pos dan Kompas juga dapat
diamati dari inti penekanan penanganan bencana. Kompas lebih menekankan
11
pada cara penanganan bencana dengan revitalisasi berupa mitigasi bencana,
edukasi bencana, serta perbaikan tata guna lahan, sementara Jawa Pos yang
menjadi corong pemerintah jelas mengedepankan pada relokasi penduduk.
Kompas mempunyai kesalahan dalam penyebutan nama salah satu
narasumber, Kepala Desa Sampang disebutkan bernama Partono. Sementara
Jawa Pos menyebut Kepala Desa Sampang bernama Purwanto. Berdasarkan
penelusuran penulis diberbagai pemberitaan media massa, nama yang ditulis
adalah Purwanto. Dalam hal peyebutan tim evakuasi Jawa Pos menggunakan
kata “Tim Penyelamat” yang menggambarkan orang yang menyelamatkan
korban, sementara Kompas menggunakan kata “Relawan” menggambarkan
orang yang melakukan sesuatu dengan sukarela. Dalam hal isi berita, Kompas
mengungkap masalah, memberi kritik serta solusi dalam kejadian bencana
longsor, sementara Jawa Pos lebih menampilkan bantuan yang diberikan oleh
pemerintah untuk korban maupun instansi lain seperti PMI.
Tabel 1 Perbandingan Frame
Elemen Kompas Jawa Pos
Frame Bencana longsor merupakan bencana
dalam kategori bisa diprediksi, bisa
diamati gejalanya, dan bisa dicegah.
Kejadian longsor dengan korban jiwa
yang berulang adalah bentuk
ketidakpedulian pemerintah.
Pemerintah mengabaikan peringatan
dini. Perlu perubahan paradigma ke
mitigasi bencana, perbaikan edukasi
bencana dan tata guna lahan.
Menekankan perluya revitalisasi
untuk penanganan bencana. Menyebut
Pemerintah telah
berperan baik dalam
penanganan bencana
dengan memberikan
sejumlah bantuan.
Warga
menyalahgunakan alat
deteksi dini sehingga
tidak berfungsi saat
terjadi longsor.
Melihat sisi yang
lebih menguntungkan
12
tim evakuasi sebagai relawan. antara revitalisasi dan
relokasi, Jawa Pos
lebih menekankan
pada relokasi sebagai
upaya penaanganan
bencana sesuai dengan
upaya pemerintah.
Menyebut tim
evakuasi sebagai
penyelamat.
Skematis Wawancara pakar longsor, pakar
hukum, LSM, dan warga korban
longsor untuk memperkuat
pandangan. Kompas mengungkap
masalah, memberi kritik dan solusi.
Kompas juga meminta keterangan dari
instansi penanganan bencana dan
pemerintah sebagai pembanding.
Menampilkan peran instansi dalam
penanganan bencana.
Wawancara pejabat
birokrasi pemerintah
dan instansi
penanganan bencanan
untuk memberikan
informasi dan
pandangan. Jawa Pos
lebih menekankan
pada penyampaian
bantuan yang
diberikan pemerintah.
Sementara sama sekali
tidak memberi ruang
bagi warga korban
longsor. Menampilkan
peran pejabat
birokrasi maupun
instansi dalam
penanganan bencana.
Skrip Menginformasikan kondisi warga Menginformasikan
13
serta penanganan bencana. Kompas
juga menjelaskan mengenai
peringatan dini, identifikasi gejala
longsor, jalan keluar berupa mitigasi
bencana. memberi kritik terhada
pemerintah. Menekankan pada aspek
revitalisasi dalam proses mitigasi
bencana serta Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2007 tentang
penanggulangan bencana dan dalam
UU 1945, adalah hak konstitusional
warga neagara memperoleh
lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Menyalahkan pemerintah yang
mengabaikan peringatan dini sehingga
ada korban jiwa saat kejadian longsor.
bantuan yang
diberikan kepada
warga serta proses
penanganan bencana.
Menampilkan peran
pejabat dan instansi
dalam pemberian
bantuan. Menekankan
pada aspek relokasi
dalam penanganan
korban bencana,
dengan melihatnya
dari sisi ekonomis
dibandingkan dengan
revitaliasi.
Menyalahkan warga
yang
menyalahgununakan
alat deteksi dini
sehingga ada korban
jiwa saat kejadian
longsor.
Tematik (1) Memberikan peringatan dini
ancaman longsor di kawasan
Banjarnegara serta ancaman sejumlah
bencana di berbagai daerah di
Indonesia (2) Membantu khlayak
untuk mengidentifikasi dan mengatasi
gejala longsor untuk mencegah
terjadinya bencana (3) Perlu
(1)Simpang siur data
informasi bencana (2)
Kemensos bergerak
cepat memberikan
bantuan dan informasi
mengenai proses
evakuasi yang
terhambat cuaca (3)
14
pemberdayaan masyarakat dalam
menghadapi bencana bukan relokasi
(4) Menginformasikan kejadian
bencana longsor di Dusun Jemblung
(5) Menginformasikan penanganan
bencana serta memberikan peringatan
dini longsor susulan serta bencana
susulan di daerah lain , mengungkap
masalah bahwa bencana longsor di
Jemblung tinggal menunggu waktu,
serta membantu khalayak
mengidentifikasi daerah longsor
berupa menyajikan peta kerentanan
bencana longsor(6) Mengungkap
masalah bencana longsor di
Banjarnegara berupa pelanggaran tata
guna lahan, pemerintah yang abai
terhadap peringatan dini dan
memberikan kritik serta solusi
perlunya perubahan pemerintah dari
perspektif tanggap darurat ke mitigasi
bencana serta rekomendari melakukan
identifikasi daerah rawan longsor dan
pemetaan cepat (7) Memberikan
edukasi bencana kepada khalayak
tentang penanganan korban longsor
(8) Mengungkap permasalahan korban
selamat di pengungsian yang memiliki
beban pikiran serta kesehatan
terganggu (9) Memberikan informasi
Presiden Jokowi akan
kunjungi lokasi
bencana (4) peran
Gubernur Ganjar
Pranowo menjamin
bantuan aman serta
informasi bantuan dari
PMI (5) Peran
presiden beri bantuan,
menguraikan bantuan
dari Kemensos (6)
Opsi relokasi sebagai
langkah antisipatif,
menampilkan
kementerian Desa
PDT Transmigrasi
telah berperan aktif,
serta membandingkan
opsi yang lebih
menguntungkan antara
relokasi atau
revitalisasi (7)
Pemerintah
menyalahan warga
yang
menyalahgunakan alat
deteksi dini longsor
serta memberikan
informasi relokasi
sebagai solusi utama
15
tanggap darurat hingga 19 Desember
dan bisa diperpanjang hingga 14 hari
serta memberikan peringatan dini
ancaman longsor susulan di Dusun
Jemblung dan cara
pencegahannya(10) Memberikan
informasi kepada khalayak mengenai
identifikasi longsor berupa tanda
bencana longsor serta
mengungkapkan longsor bisa
dimitgasi dengan revitalisasi kearifan
lokal (11) Mengungkap bahwa warga
tidak mendapatkan pengenalan gejala
alam serta menginformasikan
pemerintah akan melakukan relokasi
(12) Memberikan informasi adanya 3
longsoran baru yang mengakibatkan
jumlah pengungsi semakin banyak
dan mengungkap kesulitan mencari
lahan relokasi, Kompas juga
menampilkan kondisi tempat relokasi
korban longsor di Bnjarnegara tahun
2006 yang terkena longsor (13)
Memberikan kritik pada pemerintah
mengenai penanganan bencana
dengan perlunya belajar dari bencana
yang terjadi serta mengungkap
permasalahan lemahnya penanganan
bencana di Indonesia disebabkan
minimnya riset mengenai bencana,
hindari bencana
longsor (8) informasi
kejadian bencana yang
menutup jalan di
Demplok,
mengungkap sejumlah
korban tertimbun
merupakan pengguna
jalan, serta
menampilkan peran
Bupati Banjarnegara
yang sebenarnya telah
menetapkan status
tanggap darurat pada 8
hingga 21 Desember.
16
Kompas memberikan jalan keluar
berupa perbaikan manjemen bencana
nasional (14) Memberikan informasi
mengenai pemerntah yang akan
memasang alat deteksi dini dan
kerjasama dengan pakar dalam
mencari tempat relokasi serta
memberikan peringatan dini 34 titik
rawan longsor (15) Mengungkapkan
alasan pemerintah melakukan relokasi
karena Dusun Jemblung tidak layak
ditempati serta informasi mengenai
warga yang ditempatkan rumah sewa
sambil menunggu pembangunan
relokasi selesai (16) Mengungkap
edukasi bencana kepada siswa sekolah
yang masih lemah serta perlunya
komitmen kepala daerah dan pemda
dalam edukasi dan sosialisasi
kebencanaan (17) Menginformasikan
tempat relokasi yang belum positif
serta secepatnya warga menempati
rumah sewa (18) Pencarian ditutup
dengan penemuan 95 korban
ditemukan dan 13 lainnya dinyatakan
hilang serta menginformasikan
longsor juga terjadi di sejumlah
daerah (19) Kompas menutup dengan
informasi keseluruhan korban telah
tempati rumah sewa, tempat relokasi
17
pengungsi di Alian masih dihuni
1.200 warga terancam longsor, serta
sejumlah daerah mulai mengantisipasi
bencana dengan menyiapkan relawan
dan peralatan
Retoris Label otoritas jabatan dan pakar dari
narasumber yang diwawancarai,
memberikan bukti serta klaim yuridis.
Kompas menyebebut “relawan” bagi
tim yang memberikan bantuan dalam
penanganan bencana.
Label otoritas jabatan
dan pakar dari
narasumber yang
diwawancarai. Jawa
Pos menyebebut “tim
penyelamat” bagi tim
yang memberikan
bantuan dalam
penanganan bencana.
c. Peran Kompas dan Jawa Pos
1. Peran Kompas
Dilihat rentang waktu pemberitaan, Kompas sudah memberikan
peristiwa longsor di Banjarnegara sejak 1 Desember atau 11 hari sebelum
longsor besar menimbun Dusun Jemblung. Dari hasil analis, Kompas
sudah menjalankan perannya dalam memberitakan bencana longsor. Berita
yang ditampilkan sudah masuk kategori prabencana, kejadian bencana, dan
pascabencana.
Dalam permberdayaan khalayak, Kompas sudah memenuhi enam
poin yang harus dilakukan media massa, yaitu media harus mendorong
masyarakat berfikir kritis, menyajikan fakta kejadian bencana alam dan
juga fakta tentang bagaimana masyarakat harus menghadapi bencana alam
serta apa yang harus dilakukan masyarakat pasca bencana alam. Kedua,
menghindari pejabat pembuat berita, media jangan menjadi corong
pejabat. Ketiga, menghindari pengaruh birokrat atau lembaga bantuan,
18
jangan sampai membuat warga bergantung pada bantuan. Keempat,
berhati-hati melempar wacana. Kelima, menjelaskan risiko pascabencana
alam dengan menyampaikan prediksi melalui narasumber. Keenam,
membantu memaknai rasa takut dengan benar, media harus memberikan
kesempatan kepada masyarakat bicara perkara apa yang mereka rasakan,
harapkan, dan ditanggapi oleh narasumber lain seperti ahli.
Implementasi ideologi Surat Kabar Kompas masih mengutamakan
kepentingan publik dengan memberdayakan khalayak saat terjadi peristiwa
bencana. Mengenai kepentingan kekuasaan, Kompas masih menjalankan
fungsinya sebagai “anjing penjaga” dengan memberikan kritik serta saran
dalam penanganan bencana tanah longsor.
2. Peran Jawa Pos
Meskipun sudah memberitakan kejadian longsor di Dusun Jemblung,
Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, namun
Jawa Pos tidak menampilkan berita kategori prabencana dan
pascabencana. Berita yang ditampilkan hanya kategori kejadian bencana.
Dalam pemberdayaan, Jawa Pos mendapatkan nilai yang buruk. Hal
itu dikarenakan tidak satupun warga korban longsor di Jemblung yang
menjadi narasumber. Dari hasil analisis, Jawa Pos lebih berperan dalam
menampilkan kinerja pejabat maupun instansi pemerintah dalam
penanganan bencana berupa pemberian bantuan.
Kunci utama perbedaan antara Kompas dan Jawa Pos terletak di sini.
Menurut Anna, kalau pers sudah memberikan kesempatan kepada korban
bencana alam telibat dalam berita, sebenarnya ia sudah mempraktikkan
jurnalisme publik. Sementara itu, tujuan utama jurnalisme adalah
menyediakan informasi yang diperlukan orang agar bebas dan bisa
mengatur diri sendiri. Dilihat dari pemberitaan mengenai bencana, bisa
diartikan tujuan utama jurnalisme adalah pemberdayaan khalayak.
Mengenai Jawa Pos yang tidak menampilkan warga serta lebih
mendompleng pemerintah, dapat disimpulkan Jawa Pos gagal mencapai
tujuan utama jurnalisme.
19
Implementasi ideologi Surat Kabar Jawa Pos bertentangan dengan visi
dan misinya. Jawa Pos melupakan kepentingan publik dengan lebih
menampilkan kepentingan ekonomi, logika komersilnya mengakibatkan
tak satupun warga korban longsor yang menjadi narasumber. Mengenai
kepentingan kekuasaan, nyatanya Jawa Pos tidak menjalankan fungsinya
sebagai “anjing penjaga” pemerintahan. Jawa Pos menampilkan embedded
journalism, menjadi corong pemerintah, mendompleng peran pejabat dan
sejumlah instansi seperti Kementerian Sosial dan PMI.
Kesimpulan
a. Surat Kabar Kompas
Konstruksi Surat Kabar Kompas menonjolkan perlunya revitalisasi untuk
penanganan bencana. Dalam pemberitaannya, Kompas mengutamakan
kepentingan publik dengan memberdayakan khalayak. Kompas juga
menjalankan fungsinya sebagai “anjing penjaga” dengan memberikan kritik,
saran, dan solusi kepada pemerintah.
b. Surat Kabar Jawa Pos
Konstruksi Surat Kabar Jawa Pos menonjolkan opsi relokasi untuk
penanganan bencana, sesuai dengan upaya pemerintah. Jawa Pos melupakan
kepentingan publik, logika komersilnya mengakibatkan tidak satupun warga
korban longsor yang menjadi narasumber. Jawa Pos menampilkan embedded
journalism, menjadi corong pemerintah dan mendompleng peran pejabat.
Saran
a. Saran Bagi Praktisi Media
Lakukan pelatihan mengenai jurnalisme bencana terhadap wartawan,
serta merancang kode etik terkait pemberitaan bencana mengingat Indonesia
rentan dengan bencana alam terutama tanah longsor. Berita mengenai
bencana seharusnya sudah berorientasi pada pemberdayaan khalayak serta
bersinergi dengan strategi nasional penanganan bencana.
20
b. Saran Bagi Pemerintah
Perlu memperbaiki strategi penanganan bencana. Melihat peristiwa
dalam jangka panjang, serta tidak melihat dari sisi ekonomis.
c. Saran Bagi Peneliti Lain
Belum banyak penelitian yang membahas mengenai bencana alam.
Seperti yang dikemukakan Kompas, titik kelemahan utama Indonesia dalam
penanganan bencana adalah minimnya riset terutama dalam memahami
kejadian bencana. Kajian tentang media massa dan bencana perlu
diperbanyak untuk berkontribusi dalam antisipasi maupun penanganan
bencana alam.Penelitian framing tidak hanya dilakukan pada permasalahan
politik, namun juga permasalahan sosial, dan budaya.
Daftar Pustaka Abrar, Ana Nadhya. (2008). Memberdayakan Masyarakat Lewat Penyiaran
Berita Bencana Alam. Jurnal. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Arif, Ahmad. (2010). Jurnalisme Bencana, Benccana Jurnalisme: Kesaksian dari
Tanah Bencana. Jakarta: PT Gramedia Eriyanto. (2012). Analisis Framing. Yoggyakarta: Lkis Houston, J. Brian., Pfefferbaum., Rosenholtz, Carhty Ellen. (2012). Disaster
News: Framing and Frame Changing in Coverage of Major U.S. Natural Disasters, 2000-2010. Jurnal. United States. Association for Education in Journalism and Mass Communication
Liu, Lian dan Stevenson, Marie. (2013). A Cross-Cultural Analysis of Stance in Disater Reports. Jurnal. Australia: Applied Linguistics Association of Australia
Morissan., Corry, Andy., Hamid, Farid. (2010). Teori Komunikasi Massa. Bogor: Ghalia Indonesia
Nasution, S. (1988). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito Prajarto, Nunung. (2008). Bencana, Informasi dan Keterlibatan Media. Jurnal.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Sutopo. 1988. Pengantar Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press
top related