konflik anggaran pemilihan umum kepala daerah fileseminar nasional fekon 2015 289 pendahuluan...
Post on 18-Aug-2019
218 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Seminar Nasional FEKON 2015
288
KONFLIK ANGGARAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH
Gayatri
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Denpasar
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengungkap konflik anggaran pemilihan umum kepala daerah. Pengumpulan data
dilakukan melalui observasi partisipan dan dialog dengan partisipan. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan teori konflik Dahrendorf. Teori konflik Dahrendorf menilai keteraturan yang terdapat dalam
masyarakat disebabkan oleh adanya tekanan kekuasaan dari golongan yang berkuasa kepada golongan yang tidak
berkuasa. Kekuasaan adalah sumber langka. Konflik kekuasaan timbul untuk mempertahankan legitimasi
kekuasaan.
Penelitian ini menemukan bahwa konflik tidak bisa dipisahkan dari pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah.
Konflik pemilihan umum kepala daerah berada diseputar kekuasaan eksekutif, legislatif dan Komisi Pemilihan
Umum. Salah satu sumber kekuasaan adalah anggaran. Organisasi yang mengalami konflik dapat menggunakan
anggaran untuk mempertahankan kekuasaan. Konflik anggaran pemilihan umum kepala daerah terjadi pada
tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap pertanggungjawaban anggaran. Konflik perencanaan anggaran
diakhiri dengan kekuasaan tim anggaran untuk memotong honor penyelenggara. Konflik pelaksanaan anggaran
ditunjukkan dengan kekuasaan petahana dan kekuasaan komisioner yang berlebihan. Dan konflik
pertanggungjawaban anggaran diakhiri dengan kekuasaan Badan Pemeriksa Keuangan untuk mengembalikan
kelebihan penggunaan anggaran.
Implikasi dalam penelitian ini adalah perubahan regulasi untuk menghindari konflik. Perubahan regulasi
dilakukan atas sumber anggaran pemilihan umum kepala daerah dari APBD ke APBN dan perubahan
kewenangan komisioner untuk mengganti pejabat struktural Komisi Pemilihan Umum.
Kata kunci: kekuasaan, anggaran, dan konflik.
ABSTRACT The purpose of the research is to reveal the conflict of regional election budgeting. The data were collected
through observations and dialogues with participants. Data analysis was conducted using Dahrendorf’s conflict
theory. Dahrendorf’s conflict theory perceives regularities in society as a result of authority from super-
ordinates to sub-ordinates. Authority is a rare resource. The conflicts of authority emerge to maintain the
legitimacy of authority.
The research finds that conflicts cannot be separated from the regional elections. Conflicts linger in the
executive, legislative, and regional election commission. Conflict occurs because the authority of the governor is
restricted for five years. One of the main resources of authority is a budget. Organizations experiencing conflicts
can use budget to maintain authority. The conflict occurs from the budget planning, budget implementation, and
budget accountability. The conflict ended by the authority of super-ordinates to organize the sub-ordinates.
The implications of this study are the changes in the regulation of budgetary resources of regional elections from
local (APBD) to state expenditure budget (APBN) as well as the changes in the regulation of commissioners’
authority to replace the structural officials of the General Elections Commission.
Keywords: authority, budget, and conflicts.
Seminar Nasional FEKON 2015
289
PENDAHULUAN
Kehadiran demokrasi dalam tatanan kekuasaan yang bermartabat tidak bisa dilepaskan
dari sejarah panjang pengelolaan kekuasaan yang terpusat dan sewenang-wenang.
Pengelolaam kekuasaan bisa bersumber dari keturunan, dominasi kekuatan militer maupun
oligarki politik lainnya. Suatu kebenaran menjadi milik penguasa, sehingga perbedaan
pendapat dianggap sebagai suatu tindakan kriminal atau subversi yang harus ditindak oleh
negara (Finer, 1962). Ketidakadilan politik di masa lalu semakin lama semakin dirasakan dan
menimbulkan berbagai gejolak di kalangan masyarakat yang merasa tidak puas dengan
pemerintahan orde baru (Sanderson, 2003). Ketidakadilan tersebut menyebabkan terjadinya
reformasi tahun 1998 (Rasyid, 1997). Reformasi menghasilkan Amandemen IV Undang-
Undang Dasar 1945, tentang pemilihan umum (pemilu) yang dilakukan secara langsung.
Demikian pula diadakan pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) provinsi dan
kabupaten/kota. Pemilukada didukung oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
(Republik Indonesia, 2004). Pemilukada merupakan tradisi baru dalam sistem berdemokrasi.
Dikatakan baru karena mulai bulan Juni 2005 Bangsa Indonesia mulai melakukan sistem
rekrutmen pimpinan eksekutif di daerah secara langsung (Rasyid, 1997). Pemilukada akan
menghasilkan kepala daerah yang lebih baik, lebih berkualitas dan memiliki akseptabilitas
politik yang tinggi serta derajat legitimasi yang kuat (Suparman, 2010).
Jabatan kepala daerah memiliki daya tarik yang hebat. Pelaksanaan pemilukada akan
membuka kesempatan bagi siapapun untuk menjadi calon kepala daerah. Adu kekuatan untuk
merebut kekuasaan terjadi. Adu kekuatan ini melibatkan pemain lokal dan pemain nasional.
Ibaratnya “power is a net and a fish”. Kekuasaan adalah jala sekaligus ikannya. Maksudnya
adalah barang siapa yang memiliki kekuasaan, dengan mudah memperoleh segalanya
Seminar Nasional FEKON 2015
290
termasuk kekayaan, kehormatan, kesenangan, kenikmatan, dan fasilitas-fasilitas yang
memungkinkan kemudahan (Kemendagri, 2010).
Perebutan kekuasaan melalui pemilukada menimbulkan kelas baru yaitu kelas
menengah. Kelas merupakan sekelompok orang yang menempati kedudukan yang sama
dalam proses produksi, distribusi maupun perdagangan. Marx membagi kelas menjadi dua
yaitu kelas borjuis dan kelas proletar (Robinson dan Kelley, 1979; Rummel, 1977). Untuk
memperbesar proses produksi, kelas borjuis menggunakan mesin-mesin baru (Rummel,
1977). Akibatnya terjadi dekomposisi modal dan dekomposisi tenaga kerja (Beteille, 1970).
Dekomposisi modal menyebabkan terjadinya pemisahan antara pemilik modal dan
pengendalian alat produksi. Mulai terjadi korporasi dimana saham dapat dimiliki oleh orang
banyak. Tenaga kerja juga mengalami perubahan. Buruh tidak lagi homogen. Buruh terbagi
menjadi kelompok buruh terampil yaitu kelompok profesional yang berada di jenjang atas dan
kelompok buruh biasa tetap berada di bawah. Kelompok profesional ini akan membentuk
kelas baru yaitu kelas menengah (Poloma, 1994).
Dahrendorf (1959) menggantikan konsep kelas menurut Marx dengan kelompok
kepentingan yang nyata dan semu. Kelompok ini saling bertarung untuk memperjuangkan
kepentingannya. Kelompok kepentingan mempunyai struktur, organisasi, program, tujuan
serta anggota yang jelas. Pertarungan antara kelompok kepentingan melahirkan kekuasaan dan
wewenang dari kelompok yang memenangkan pertarungan (Poloma, 1994). Menurut
Dahrendorf (1959), masyarakat tidak selalu dalam kondisi terintegrasi, harmonis dan saling
memenuhi. Masyarakat juga memperlihatkan adanya konflik dan perubahan. Perubahan
masyarakat dipengaruhi oleh gerakan-gerakan sosial individu dan kelompok yang menjadi
bagian dari masyarakat (Susan, 2010). Perubahan sosial terjadi baik pada nilai dan
strukturnya. (Wallace dan Wolf, 1995). Suasana konflik terjadi karena keterbatasan sumber
Seminar Nasional FEKON 2015
291
daya. Pada saat konflik individu cenderung mementingkan diri sendiri dibandingkan
melakukan konsensus untuk kepentingan kelompok. Sifat ini menyebabkan terjadinya
diferensiasi kekuasaan. Diferensiasi kekuasaan menimbulkan sekelompok orang menindas
kelompok lainnya (Lockwood, 1956).
Konflik terjadi karena menajamnya perbedaan dan kerasnya benturan kepentingan
yang saling berhadapan (Dahrendorf, 1959). Konflik hanya muncul melalui relasi sosial dalam
sistem. Relasi sosial ditentukan oleh kekuasaan (authority). Hubungan kekuasaan ini ditandai
dengan beberapa kelompok mempunyai peran untuk memaksakan (super-ordinate) kepada
kelompok lainnya (sub-ordinate). Setiap individu atau kelompok yang tidak berhubungan
dengan sistem, maka tidak akan terlibat dalam konflik. Kekuasaan memungkinkan mereka
untuk memerintah dan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Esensi kekuasaan yang
dimaksud adalah adanya kekuasaan kontrol dan sangsi. Kelompok yang berkuasa (super-
ordinate) diharapkan dapat mengontrol perilaku kelompok yang tidak berkuasa (sub-ordinate)
melalui permintaan, perintah, peringatan dan larangan. Kekuasaan (authority) menjadi
hubungan yang terlegitimasi, tanpa protes dengan perintah otoritatif dan dapat diberi sangsi.
Saat kekuasaan merupakan tekanan satu sama lain maka kekuasaan dalam hubungan
kelompok terkoordinasi akan memeliharanya menjadi legitimate (Turner, 1991). Kekuasaan
adalah sumber langka yang membuat kelompok-kelompok saling bersaing. Kekuasaan adalah
“lasting source of friction” (Wallace dan Wolf, 1995). Kesadaran kelompok sub-ordinate dari
ketertindasan menumbuhkan perjuangan untuk lepas dari ketertindasan. Pada saat inilah
terjadi pembentukan kelompok terorganisasi yang siap melakukan gerakan perlawanan
terhadap posisi dominan kelompok organisasi lainnya (Dahrendorf, 1959)
Konflik dalam kenyataannya lebih mudah di amati di bidang politik (Rauf, 2001).
Konflik politik berhubungan dengan pergantian kekuasaan. Pergantian kekuasaan di daerah
Seminar Nasional FEKON 2015
292
dilakukan melalui pemilukada (Gaffar, 1999). Pemilukada diharapkan akan menghasilkan
kepala daerah yang lebih baik, lebih berkualitas, memiliki akseptabilitas politik tinggi dan
derajat legitimasi yang kuat (Suparman, 2010). Tetapi pelaksanaan pemilukada di Indonesia
tidak bisa dipisahkan dari konflik. Sumber konflik adalah kedekatan calon kepala daerah,
karena calon merupakan tokoh-tokoh yang ada di daerah tersebut (Harris, 2005). Disamping
itu konflik terjadi karena keterbatasan sumber daya yaitu kekuasaan dan anggaran. Kekuasaan
kepala daerah dibatasi selama lima tahun (Firmanzah, 2008).
Salah satu sumber konflik dalam pemilukada adalah anggaran. Anggaran pemilukada
sangat besar, kadangkala harus dicadangkan beberapa tahun sebelumnya. Anggaran
pemilukada juga merupakan perjuangan untuk merebut kekuasaan (Wildavsky, 2004).
Anggaran merupakan substansi dan sekaligus dampak dari proses tawar menawar politik yang
berguna untuk melegitimasikan dan mempertahankan sistem kekuasaan dan kendali dalam
organisasi (Covaleski dan Dirsmith, 1986).
Proses penyusunan kebijakan anggaran dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di
lingkungan politik. Pihak yang berkepentingan atas anggaran adalah peserta pemilu yang
diwakili oleh partai politik, masyarakat dan birokrat (Brown dan Jackson, 1986). Birokrat
merupakan pemain kunci dalam proses penganggaran (Shafer et al., 2001). Kebijakan
anggaran merupakan keputusan tentang kekuasaan, siapa yang memegangnya, siapa yang
diuntungkan, dan siapa yang tidak diuntungkan (Covalesky dan Dirsmith, 1986). Organisasi
yang mengalami konflik di dalam bisa menggunakan anggaran untuk membentuk dan
mempertahankan hubungan kekuasaan (Wildavsky, 2004).
Penyusunan anggaran pemilukada didasarkan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 57 Tahun 2009 (Republik Indonesia, 2009). Penyusunan anggaran pemilukada dimulai
dengan pengajuan Rencana Kebutuhan Biaya (RKB) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Seminar Nasional FEKON 2015
293
provinsi/kabupaten/kota kepada pemerintah daerah (Pemda). Pemda akan membentuk tim
anggaran yang terdiri dari unsur Bappeda, Biro Keuangan, Biro Hukum, Biro Tata
Pemerintahan, Badan Kesbangpolinmasda. Tim anggaran bersama-sama dengan KPU akan
membahas RKB tersebut berkali-kali. Pembahasan juga dilakukan dengan legislatif yaitu
DPRD. Pada saat pembahasan inilah terjadi konflik kepentingan antara KPU
provinsi/kabupaten/kota, tim anggaran bentukan Pemda, serta DPRD provinsi/kabupaten/kota.
KPU berkepentingan agar semua anggaran pemilukada disetujui, tim anggaran lebih fokus
pada efisiensi dan efektivitas anggaran, dan DPRD berkepentingan agar calon yang diwakili
oleh partai politik memenangkan pemilukada. Konflik menjadi bertambah berat jika calon
petahana sebagai penguasa ikut maju dalam pemilukada.
Konflik anggaran pemilukada terjadi di Kabupaten Jembrana Bali Tahun 2010.
Konflik ini terjadi karena Pemda belum menyetujui anggaran pemilukada yang diajukan oleh
KPU Kabupaten Jembrana Bali. Pada saat itu Bupati Jembrana sedang mengajukan judicial
review ke Mahkamah Konstitusi untuk bisa menggunakan e-voting saat pemungutan suara.
Alasan lainnya adalah anak Bupati Jembrana akan maju sebagai calon kepala daerah. Belum
adanya anggaran pemilukada menyebabkan KPU Kabupaten Jembrana Bali mengundurkan
jadwal tahapan penyelenggaraan pemilukada. Akibatnya Kementerian Dalam Negeri melalui
surat edaran menyatakan bahwa KPU Kabupaten Jembrana Bali tidak sesuai dengan ketentuan
pasal 86 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo pasal 70 ayat 1 Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang pemungutan suara pemilihan kepala daerah dan
wakil kepala daerah. Pemungutan suara diselenggarakan paling lambat satu bulan sebelum
masa jabatan kepala daerah berakhir (KPU Jembrana, 2010).
Konflik anggaran pemilukada juga terjadi di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan.
Konflik terjadi antar KPU Kabupaten Takalar dengan Pemda karena tidak tersedianya
Seminar Nasional FEKON 2015
294
anggaran pemilukada. Disamping itu anak Bupati Takalar akan maju dalam pemilukada.
Konflik anggaran pemilukada ini menyebabkan tahapan penyelenggaraan pemilukada harus
diundur oleh KPU Kabupaten Takalar dari bulan Juni 2012 menjadi bulan Oktober 2012.
Konflik anggaran pemilukada juga terjadi di internal organisasi KPU Provinsi Bali
dimulai tahun 2012. Konflik terjadi karena kekuasaan komisioner yang berlebihan untuk
mengganti sekretaris dan kepala bagian keuangan pada saat tahapan pemilukada sedang
berlangsung. Kedua pejabat tersebut memegang peranan yang sangat penting dalam
pengelolaan anggaran pemilukada. Sekretaris KPU Provinsi Bali menjabat sebagai Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA). Pergantian kedua pejabat ini tidak sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang penyelenggara pemilu (Republik Indonesia, 2011).
Akibatnya konflik internal tersebut maka organisasi KPU Provinsi Bali menjadi terganggu.
Selain itu juga terjadi konflik ekternal pada Pemilukada Provinsi Bali. Konflik terjadi
karena kedua calon petahana maju sebagai calon kepala daerah. Pada pemilukada 2008 kedua
calon petahana ini berpasangan dan didukung oleh partai terbesar di Bali yaitu PDI
Perjuangan. Pada pemilukada 2013 kedua calon petahana didukung oleh partai yang berbeda.
Kepala daerah didukung oleh koalisi delapan partai politik sedangkan wakil kepala daerah
didukung oleh PDI Perjuangan. Konflik terjadi saat pencetakan surat suara sampai dengan
rekapitulasi penghitungan suara diantara kedua calon petahana dengan penyelenggara
pemilukada. Saat kekuasaan merupakan tekanan satu sama lain, maka kekuasaan dalam
kelompok-kelompok terkoordinasi akan memeliharanya menjadi legitimate (Turner, 1991).
Berdasarkan uraian tersebut maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimana konflik anggaran pemilihan umum kepala daerah Provinsi Bali. Tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengungkap konflik anggaran pemilihan umum
kepala daerah Provinsi Bali.
Seminar Nasional FEKON 2015
295
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk memahami fenomena sosial
menurut apa yang dipikirkan, diyakini, dan dimengerti oleh peneliti (Hughes, 1990).
Penelitian ini dirancang untuk mengungkap fenomena aktual mengenai kekuasaan (authority)
dari proses anggaran pemilukada. Penelitian ini menggunakan pendekatan teori kritis (Chua,
1986; Burrel dan Morgan, 1979), karena teori kritis mendiskusikan tentang ketersilauan atau
selubung yang membutakan manusia terhadap kenyataan sebenarnya yang perlu disobek (Carr
dan Brower, 2000). Komitmen yang tinggi diberikan oleh teori kritis terhadap tata kehidupan
sosial yang lebih adil (Muhadjir, 2000). Dengan tujuan untuk menghilangkan berbagai bentuk
dominasi dan mendorong kebebasan demi tercapainya keadilan dan persamaan.
Informan dalam penelitian ini adalah anggota dari kelompok yang diteliti yang akan
mengantarkan peneliti ke jantung persoalan yang ingin diketahui dan diselidiki (Salim, 2006).
Tehnik penentuan key informan menggunakan metode purposive, artinya pemilihan informan
didasarkan pada pertimbangan bahwa yang bersangkutan memiliki cukup informasi, memiliki
pengetahuan dan pengalaman yang dibutuhkan berkaitan dengan anggaran pemilukada
(Sugiyono, 2003). Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah ketua, komisioner, dan
sekretaris KPU Provinsi Bali, Gubernur Provinsi Bali dan Badan Pemeriksa Keuangan
Provinsi Bali.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah penyelenggaraan pemilukada Provinsi Bali.
Tempat penelitian dilaksanakan di Komisi Pemilihan Umum Provinsi Bali. Tahun anggaran
yang diteliti dalam penelitian ini adalah “tahun anggaran 2012 dan 2013”. Tahun anggaran
2012 dipilih karena tahap pelaksanaan pemilukada sudah dimulai sejak 1 November 2012
(KPU Bali, 2012). Provinsi Bali dipilih karena terdapat kedekatan emosional yang sudah ada
Seminar Nasional FEKON 2015
296
sejak dahulu dengan salah satu partai terbesar di Indonesia yaitu PDI Perjuangan. Disamping
itu Bali juga merupakan basis fanatik PDI Perjuangan. Keunikan lain yang ditunjukkan dalam
pemilukada adalah kedua calon petahana maju dalam pemilukada. Kedua calon petahana
didukung oleh partai politik yang berbeda.
Pengumpulan data dilakukan dengan observasi partisipan untuk mendapatkan data
penelitian melalui pengamatan dan penginderaan dimana peneliti (observer) benar-benar
berada dalam keseharian pelaku yang diteliti atau informan (Bungin, 2007). Dialog dengan
partisipan (Gadamer, 1976) juga dilakukan melalui pertanyaan terbuka (open ended) tentang
fakta-fakta dari suatu peristiwa yang terjadi. Juga dilakukan studi dokumentasi dengan cara
menyelidiki data yang didapat dari dokumen, catatan, file, dan hal-hal lain yang sudah
didokumentasikan seperti laporan kegiatan pemilukada, berita pemilukada di media massa,
undang-undang dan peraturan yang berhubungan dengan pemilukada.
Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teori konflik Dahrendorf (1959).
Penelitian ini mencoba merespon realitas sosial yang sedang berlangsung dalam proses
penganggaran pemilukada yaitu: kekuasaan, perlawanan dan dominasi (Cresswell, 2007) dari
kelompok yang berkuasa (super-ordinate) dan kelompok yang dikuasai (sub-ordinate)
(Dahrendorf, 1959).
HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN
Perencanaan anggaran pemilukada dibuat oleh Komisi Pemilihan Umum Provinsi
Bali. Perencanaan anggaran pemilukada sudah dimulai sejak tahun 2009, karena anggaran
daerah tidak mampu membiayai pemilukada sekaligus sehingga harus dicadangkan dalam
APBD selama 3 tahun. KPU Provinsi Bali harus membuat perencanaan anggaran berdasarkan
Seminar Nasional FEKON 2015
297
pemilukada sebelumnya tahun 2008 dan memperhatikan kenaikan harga serta kenaikan
jumlah pemilih. Perencanaan anggaran pemilukada menggunakan regulasi Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2009 tetang Hibah Daerah. Pemerintah daerah harus
membentuk tim anggaran. Anggaran pemilukada juga dibahas di legislatif yaitu DPRD yang
dalam hal ini diwakili oleh komisi anggaran. KPU Provinsi Bali, tim anggaran dan DPRD
bersama-sama membahas perencanaan anggaran pemilukada.
Pemilukada tidak bisa dipisahkan dari konflik. Salah satu sumber konflik adalah
anggaran. Konflik perencanaan anggaran terjadi atas kenaikan anggaran pemilukada dari
tahun 2008 sebesar Rp 43 miliar menjadi Rp 132 miliar di tahun 2013. Konflik perencanaan
terjadi atas honor penyelenggara karena menyedot hampir 44% dari total anggaran. KPU
Provinsi Bali (sub-ordinate) tetap mempertahankan agar honor penyelenggara di tingkat desa
(PPS) dan di Tempat Pemungutan Suara (KPPS) agar tidak diturunkan. Tujuannya untuk
mempermudah mencari penyelenggara yang memenuhi syarat. Konflik diakhiri oleh
kekuasaan tim anggaran (super-ordinate) dengan menurunkan honor komisioner tingkat
provinsi dan menaikkan honor komisioner tingkat kabupaten/kota. Sedangkan honor di
tingkat PPS dan KPPS tidak berubah.
Konflik honor juga timbul di internal KPU antara sekretariat provinsi dengan
sekretariat KPU kabupaten/kota. Kesembilan sekretaris KPU kabupaten/kota menyatakan
bahwa perencanaan honor kurang proporsional. Karena beban pekerjaan terberat ada di
kabupaten/kota. Kabupaten/kota harus melakukan koordinasi sampai ke tingkat TPS. Wajar
jika honor kabupaten/kota dinaikkan. Konflik honor diakhiri dengan kekuasaan sekretaris
provinsi (super-ordinate) untuk menurunkan honor sekretariat provinsi dan menaikkan honor
sekretariat kabupaten/kota (sub-ordinate).
Seminar Nasional FEKON 2015
298
Konflik perencanaan juga terjadi atas pembentukan Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Sembilan KPU kabupaten/kota tidak mau merubah usulan TPS, karena mau menggunakan
semua petuga yang sudah bekerja untuk pemilu sejak tahun 2004. Sesuai dengan regulasi,
jumlah pemilih di setiap TPS sebanyak 600 pemilih. Usulan yang diajukan sembilan KPU
kabupaten/kota masih memungkinkan untuk penggabungan pemilih kecuali untuk daerah
yang mengalami konflik atau secara geografis sangat jauh. Konflik diakhiri oleh kekuasaan
KPU Provinsi (super-ordinate) dengan menurunkan TPS yang ada di sembilan KPU
kabupaten/kota (sub-ordinate) demi efisiensi anggaran.
Konflik internal pelaksanaan anggaran pemilukada dimulai pada saat pembentukan tim
survei untuk mencari Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Tim survei hanya melibatkan
komisioner divisi keuangan dan logistik. Komisioner ini bertugas sebagai ketua kelompok
kerja logistik dan sudah memiliki sertifikat ahli pengadaan barang/jasa pemerintah.
Sedangkan empat komisioner lainnya bukan ahli dalam bidang keuangan dan tidak memiliki
sertifikat keahlian. Tim survei HPS bertugas melakukan survei harga logistik pemilukada.
Survei HPS sangat penting dilakukan. Kesalahan dalam penyusunan HPS akan berakibat fatal
pada anggaran pemilukada. Tugas penyusunan HPS ada pada pejabat pembuat komitmen
yaitu sekretaris KPU Provinsi Bali (super-ordinate). Konflik terjadi karena semua komisioner
(sub-ordinate) ingin dilibatkan dalam tim survei. Konflik diakhiri dengan kekuasaan
sekretaris KPU Provinsi Bali (super-ordinate) melalui surat keputusan dan hanya melibatkan
komisioner divisi keuangan dan ligistik serta PNS di lingkungan KPU Provinsi Bali (sub-
ordinate).
Konflik tim survei HPS berimbas atas pengadaan buku panduan pemilukada. Menurut
pagu anggaran pengadaan buku panduan pemilukada harus dilakukan melalui pelelangan
sederhana. Komisioner divisi sosialisasi (super-ordinate) meminta pengadaan buku panduan
Seminar Nasional FEKON 2015
299
dilakukan secepatnya karena tahapan pemutakhiran data pemilih akan segera dilakukan. Jika
lelang sederhana dilakukan maka diperlukan waktu 28 hari kerja sampai diperoleh pemenang
lelang. Alternatif lain atas pengadaan buku panduan adalah melalui pengadaan langsung.
Untuk itu sekretaris KPU Provinsi Bali (sub-ordinate) sekaligus sebagai Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) meminta perintah pleno komisioner KPU provinsi. Komisioner divisi
keuangan dan logistik menolak pleno, karena kewenangan pengadaan barang/jasa pemerintah
menurut regulasi terletak di sekretaris KPU Provinsi Bali. Komisioner divisi sosialisasi
menjadi emosional dan menyatakan sekretaris KPU Provinsi Bali tidak bisa memfasilitasi
kebijakan komisioner. Komisioner divisi sosialisasi juga menolak penyedia barang yang
ditunjuk sekretaris karena dianggap tidak bisa bekerja secara maksimal. Akhirnya konflik
pengadaan buku panduan pemilukada diakhiri dengan kekuasaan sekretaris KPU Provinsi Bali
(sub-ordinate) untuk melakukan pengadaan langsung dengan resiko ditanggung oleh
sekretaris.
Kemudian secara diam-diam empat orang komisioner melakukan rapat tertutup tanpa
melibatkan komisioner divisi keuangan dan logistik dan sekretaris KPU Provinsi. Rapat
tersebut menghasilkan keputusan dan dituangkan dalam surat Nomor: 388/KPU.Prov-
016/XII/2012 tertanggal 4 Desember 2012 tentang penyegaran pejabat sekretaris eselon IIa
serta kepala bagian keuangan eselon III. Ketua KPU Provinsi Bali melanjutkan surat tersebut
kepada Gubernur Provinsi Bali. Surat pergantian ini menyebabkan terjadinya ketegangan
hubungan antara sekretaris dengan empat orang komisioner. Surat pergantian tersebut tidak
memberikan alasan kenapa harus dilakukan pergantian secara mendadak. Sesuai regulasi pasal
58 ayat (3) Undang-Undang No. 15 Tahun 2011, komisioner hanya mempunyai kewenangan
untuk mengusulkan pergantian sekretaris KPU provinsi dan terlebih dahulu berkoordinasi
dengan pemerintah daerah. Kewenangan untuk mengatur PNS dibawahnya bukan merupakan
Seminar Nasional FEKON 2015
300
kewenangan komisiner. Pergantian kepala bagian keuangan tidak sesuai dengan regulasi.
Kewenangan pergantian kepala bagian keuangan terletak di sekretaris KPU selaku atasan
langsung PNS. Komisioner divisi keuangan dan logistik sengaja tidak dilibatkan karena sudah
pasti tidak menyetujui pergantian.
Konflik internal meningkat karena empat orang komisioner sudah mempunyai calon
internal sebagai pengganti sekretaris KPU Provinsi Bali. Calon internal tersebut menjadi
orang kepercayaan dari empat komisioner. Adanya calon internal ini menyebabkan sekretariat
KPU Provinsi Bali terpecah menjadi dua yaitu berpihak kepada calon internal atau berpihak
kepada sekretaris KPU Provinsi Bali selaku atasan langsung. Mulai terjadi ketidaknyamanan
dalam bekerja karena rasa saling mencurigai antar pegawai dan saling melapor, kerjasama tim
menjadi terganggu.
Konflik bertambah berat karena mulai diketahui oleh media massa. Media massa
(super-ordinate) mulai menulis dalam headline. Konflik semakin memanas dengan “perang
pernyataan” di media massa oleh sekretaris dan lima orang komisioner. Polemik dimulai
tanggal 22 Desember 2012 berjudul “KPUD Bali Ngotot Ganti Sekretaris”; “Pelengseran
Sekretaris KPU Bali, Komisi I minta ditunda”; “BKD Tunggu Disposisi Gubernur, Kisruh
Pelengseran Sekretaris KPU Bali”; “Usulan Pergantian Sekretaris KPU Bali Digantung”;
“Satu Komisioner Ngaku Tak Dilibatkan”; “Internal KPU Bali Pecah”; ”Jelang Pilgub Bali,
KPU Provinsi Bali Bergolak. Komisioner Minta Dua Pejabat Dicopot”; “Panwaslu Sayangkan
Konflik Komisioner dan Sekretaris KPU Provinsi Bali”.
Konflik internal berlanjut ke Gubernur Provinsi Bali. Komisioner divisi keuangan dan
logistik (sub-ordinate) serta sekretaris KPU Provinsi Bali (sub-ordinate) menghadap
Gubernur Provinsi Bali (super-ordinate) tanggal 23 Desember 2012. Komisioner ini
Seminar Nasional FEKON 2015
301
menyerahkan surat pernyataan kepada Gubernur Provinsi Bali. Dalam dialog tersebut
komisioner divisi keuangan dan logistik menyatakan:
”…sekretaris KPU Provinsi Bali mempunyai peranan yang sangat penting untuk
mendukung suksesnya Pemilukada Provinsi Bali. Anggaran hibah Rp 132 miliar harus
dipertanggungjawabkan dengan benar dan akurat. Pergantian sekretaris KPU Provinsi
Bali merupakan kebijakan strategis, sehingga harus dilakukan melalui rapat pleno.
Pergantian sekretaris karena alasan pensiun tidaklah tepat saat ini. Sekretaris KPU
Provinsi Bali sudah menyatakan kesanggupannya diatas meterai untuk menjadi
pegawai KPU RI sejak tahun 2011 hanya masih dalam proses…”.
Sekretaris KPU Provinsi Bali merupakan pejabat struktural eselon IIa dengan batas
usia pensiun 60 tahun sedangkan pada saat itu usia sekretaris baru 55 tahun. KPU Provinsi
Bali sejak didirikan tahun 2003 sudah mengalami tiga kali pergantian sekretaris. Pergantian
sekretaris ini dilakukan karena terjadi konflik internal. Pergantian sekretaris KPU tidak pernah
memecahkan konflik secara permanen. Pada saat tahapan pemilukada sudah dimulai maka
tidaklah tepat untuk mengganti sekretaris KPU Provinsi Bali. Sekretaris baru tidak
mempunyai waktu lagi untuk belajar karena aktivitas penyelenggaraan pemilukada berbeda
dengan aktivitas rutin SKPD pada umumnya.
Dalam dialog tersebut, Sekretaris KPU Provinsi Bali menyatakan:
”…konflik internal KPU Provinsi Bali disebabkan oleh faktor emosional sesaat.
Gubernur Provinsi Bali selaku pembina PNS di lingkungan Pemda berwenang
melakukan mutasi PNS. Sekretaris KPU Provinsi Bali akan menerima segala
keputusan Gubernur Provinsi Bali. Sekretaris KPU Provinsi Bali bersedia dipindahkan
secepatnya di instansi manapun dalam lingkungan Pemda Provinsi Bali”.
Gubernur Provinsi Bali dalam dialog tersebut menyatakan:
“…kinerja sekretaris KPU Provinsi Bali sampai saat ini sangat baik, siapa tidak kenal
bapak sekretaris? Mari kita tunggu hasil kajian BKD”.
Empat orang komisioner (super-ordinate) dan calon internal sekretaris membawa surat
pergantian nomor 388/KPU.Prov-016/XII/2012 beserta dokumen kepegawaian tentang mutasi
PNS di lingkungan sekretariat KPU provinsi/kabupaten/kota Ke KPU RI Jakarta. Kelima
Seminar Nasional FEKON 2015
302
orang tersebut berusaha mempengaruhi KPU RI agar usulan pergantian sekretaris segera
ditindaklanjuti. Sekretaris Jenderal KPU RI (super-ordinate) akhirnya menurunkan tim
klarifikasi melalui surat Nomor 279/SJ/III/2013 tertanggal 1 Maret 2013. Tim klarifikasi
bertanggung jawab kepada Sekretaris Jenderal KPU RI. Akhirnya Sekretaris Jenderal KPU RI
mengeluarkan dua surat keputusan; pertama, Keputusan Sekretaris Jenderal Komisi Pemilihan
Umum Nomor 279/Kpts/setjen/Tahun 2013 menetapkan terhitung mulai tanggal 1 Maret 2013
sekretaris KPU Provinsi Bali ditetapkan sebagai PNS Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan
Umum; kedua, Keputusan Sekretaris Jenderal Komisi Pemilihan Umum Nomor
280/Kpts/Setjen/Tahun 2013 menetapkan sekretaris KPU Provinsi Bali diperpanjang batas
usia pensiun sampai dengan 31 Oktober 2013 dalam jabatan sekretaris KPU Bali.
Konflik anggaran pemilukada menjadi semakin kacau dengan kewenangan penuh
komisioner divisi sosialisasi (super-ordinate) untuk mengatur anggaran sosialisasi.
Komisioner ini mulai menunjuk langsung penyedia barang/jasa pemerintah dengan
mengabaikan kewenangan sekretaris KPU Provinsi (sub-ordinate). Negosiasi teknis dan
negosiasi harga tidak bisa dilakukan oleh pejabat pengadaan. Penunjukan langsung penyedia
jasa tidak sesuai dengan prosedur pengadaan barang/jasa pemerintah yaitu Perpres 70 tahun
2012. Pagu anggaran juga dibuka oleh komisioner ini kepada penyedia barang/jasa
pemerintah. Setelah pekerjaan dilaksanakan, komisioner ini memerintahkan sekretaris KPU
Provinsi untuk melakukan pembayaran secepatnya. Sekretaris KPU Provinsi Bali belum bisa
melakukan pembayaran sebelum semua syarat administrasi terpenuhi. Keterlambatan
pembayaran ini menyebabkan sekretaris KPU Provinsi menerima tekanan yaitu akan
memberitakan di media massa ketidakmampuan membayar tepat pada waktunya. Akhirnya
konflik diakhiri oleh Sekretaris KPU Provinsi dengan mempercepat pemenuhan syarat
administrasi.
Seminar Nasional FEKON 2015
303
Puncak konflik internal terjadi atas desain surat suara. Kelompok Kerja logistik (sub-
ordinate) dalam rapat koordinasi internal sudah menjelaskan bahwa desain surat suara
mengalami tiga kali perubahan yang dilakukan oleh tim kampanye (super-ordinate) pasangan
calon. Tim kampanye yang berhak menyetujui desain surat suara adalah ketua atau sekretaris
tim kampanye. Desain surat suara diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum.
Semenjak tahun 2005, tidak ada Peraturan KPU yang berisi gambar surat suara pemilukada
yang dikeluarkan oleh KPU RI. Persetujuan desain surat suara diatas meterai Rp 6.000 sudah
diterima dari kedua tim kampanye tanggal 11 April 2013. Paket “PAS” ditandatangani oleh
ketua tim kampanye, sedangkan paket “PASTI-KERTA ditandatangani oleh sekretaris tim
kampanye. Berdasarkan persetujuan tersebut, proses produksi mulai dilaksanakan sejak
tanggal 15 April 2013. Karena terbatasnya waktu, pemenang lelang hanya mempunyai waktu
satu minggu untuk melakukan proses produksi dan satu minggu untuk distribusi surat suara
langsung ke KPU kabupaten/kota. Kemudian KPU kabupaten/kota akan melakukan proses
sortir, pelipatan dan memasukkannya ke dalam kotak suara. Permasalahan mulai timbul sejak
tanggal 20 April 2013 dimana paket “PASTI-KERTA” menganggap desain surat suara
menyalahi peraturan KPU karena berisi logo partai di antara foto paket “PAS”.
Panwaslu Provinsi Bali (super-ordinate) yang hadir di perusahaan percetakan
menganggap keberadaan logo partai paket “PAS” bertentangan dengan Peraturan KPU Nomor
66 tahun 2009 pasal 6 ayat 2 yaitu “surat suara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 untuk
memuat atau berisi nomor, foto dan nama pasangan calon”. Panwaslu Provinsi Bali
menyatakan kata “dan” menjelaskan bahwa surat suara hanya berisi tiga hal yaitu nomor,
foto, dan nama. Panwaslu Provinsi Bali pada saat itu memerintahkan perusahaan percetakan
(sub-ordinate) untuk menghentikan proses produksi. Tim logistik tetap pada ketentuan dan
kesepakatan yang telah dilakukan tanggal 11 April 2013 oleh kedua tim kampanye. Tim
Seminar Nasional FEKON 2015
304
logistik berpatokan pada persetujuan diatas meterai yang sudah dilakukan oleh kedua calon
tersebut serta terbatasnya waktu penyediaan logistik sampai ke TPS. Proses produksi surat
suara tetap dilanjutkan karena Panwaslu Provinsi Bali tidak mempunyai kewenangan untuk
menghentikan proses produksi.
Panwaslu Provinsi Bali (super-ordinate) memanggil komisioner divisi keuangan dan
logistik (sub-ordinate) untuk memberikan klarifikasi. Komisioner divisi keuangan dan logistik
menjelaskan bahwa desain surat suara mengalami tiga kali perubahan. Perubahan desain surat
suara sudah menjadi catatan dari tim kampanye paket “PAS” sejak tanggal 30 Maret 2013.
Desain surat suara sudah disepakati sebagai satu kesatuan utuh oleh kedua tim kampanye
pasangan calon. Komisioner ini menunjukkan barang bukti yang dimiliki atas perubahan
desain surat suara. Atas klarifikasi tersebut, Panwaslu Provinsi Bali merekomendasikan:
pertama, meminta kepada KPU Bali untuk melakukan perbaikan terhadap surat suara dan/atau
melakukan langkah-langkah strategis yang diyakini dapat menjamin tidak terjadinya gugatan
terhadap keberadaan surat suara pasca pengumuman hasil pemilu kepala daerah dan wakil
kepala daerah Provinsi Bali; kedua, meminta kepada pleno KPU Bali untuk memberikan
pembinaan kepada ketua pokja logistik untuk lebih berhati-hati dalam berkoordinasi dan
mengambil keputusan.
Ketegangan berlanjut di internal organisasi KPU Provinsi Bali. Komisioner divisi
keuangan dan logistik menolak melakukan pencetakan kembali surat suara karena sudah
disepakai oleh kedua tim kampanye. Pencetakan kembali surat suara mempunyai resiko yang
sangat tinggi dan menyebabkan pemborosan anggaran negara. Ketua dan tiga komisioner
KPU Provinsi Bali (super-ordinate) melarang komisioner divisi keuangan dan logistik (sub-
ordinate) untuk mengikuti acara apapun yang diselenggarakan oleh KPU Provinsi Bali. Empat
orang komisioner (super-ordinate) KPU Provinsi Bali melakukan rapat pleno tanggal 27 April
Seminar Nasional FEKON 2015
305
2013 tanpa mengundang komisioner divisi keuangan dan logistik (sub-ordinate) serta
sekretaris KPU Provinsi Bali. Dalam berita acara No. 370/BA/IV/2013 tanggal 27 April 2013.
Rapat pleno tersebut memutuskan “membebastugaskan komisioner divisi keuangan dan
logistik dari tugas-tugasnya”. Tugas komisioner divisi keuangan dan logistik diserahkan
kepada divisi sosialisasi. Dominasi ketua dan tiga orang komisioner ini melanggar Peraturan
KPU tentang rapat pleno. Undangan untuk melakukan rapat pleno harus disebarkan tiga hari
sebelumnya. Undangan harus diberikan kepada lima orang komisioner dan sekretaris KPU
Provinsi Bali. Demikian pula pemberhentian sebagai komisioner KPU Provinsi hanya bisa
dilakukan oleh KPU RI. Perlawanan dilakukan oleh komisioner divisi keuangan dan logistik
atas putusan rapat pleno. Komisioner divisi keuangan dan logistik melaporkan kronologis
logistik pemilukada pada tanggal 30 April 2013 kepada Ketua KPU RI selaku atasan
langsung.
Konflik desain surat suara bertambah berat saat KPU Provinsi Bali mengundang tim
kampanye kedua pasangan calon dan Panwaslu Provinsi Bali tanggal 23 April 2013. Rapat
terbuka berlangsung panas, saling memukul meja rapat dan mengalami dead lock. Seperti
dikutip dari Chanelsatu.com (2013), Tim kampanye paket “PASTI-KERTA” menyatakan:
“… desain surat suara melanggar peraturan KPU. Logo partai dalam desain surat suara
harus dihilangkan. Surat suara harus dicetak kembali. Tim kampanye paket “PASTI-
KERTA” meminta semua pihak mematuhi ketentuan hukum yang berlaku. Hanya saja
kesepakatan memasang logo PDI Perjuangan pada surat suara paket “PAS” telah
ditandatangani sekretaris tim kampanye paket “PASTI-KERTA”. Mengenai hal itu tim
pemenangan “PASTI-KERTA” berdalih, saat itu tidak memperhatikan dengan
seksama desain surat suara paket “PAS”. Setelah ada keberatan dari sebagian
masyarakat dan diperkuat pernyataan Panwaslu Provinsi Bali bahwa hal itu tidak baik,
tidak benar, sehingga pihaknya menyampaikan hal itu kepada KPU Provinsi Bali
dengan harapan agar pemilukada berjalan jujur dan adil …“.
Seperti dikutip dari Chanelsatu.com (2013), wakil ketua tim kampanye paket “PAS”
menyatakan:
Seminar Nasional FEKON 2015
306
“… paket “PAS” menolak perubahan desain surat suara. Saat pendaftaran di KPU
Provinsi Bali hanya gambar awal dan terus mengalami perubahan. Ada tanda tangan
kesepakatan hasil akhir diatas meterai dan mempunyai kekuatan hukum. Simbul partai
dalam desain surat suara merupakan hal “prinsip” bagi PDI Perjuangan, bahkan sudah
“harga mati”. Tidak ada landasan yang melarang penggunaan simbul partai, apalagi
sudah ada penandatanganan kesepakatan sebelumnya oleh kedua tim kampanye
tentang desain surat suara. Pemilukada Provinsi Bali yang aman dan tentram bagi PDI
Perjuangan juga sudah harga mati yang tidak bisa ditawar, namun jangan kemudian
pihaknya diotak-atik soal prinsip. Kami ingin memberi tahu soal itu. Kami akan
melakukan perlawanan jika hal itu dihilangkan. Jika mau fair, pihaknya telah memberi
toleransi dan tidak mempermasalahkan ketika warna merah dipakai pada latar
belakang paket “PASTI-KERTA” yang diusung Golkar-Demokrat. Secara etika hal itu
tidak pantas. Merah identik dengan PDI Perjuangan…”
Rapat berakhir dead lock dan ketua tim kampanye paket “PAS” mengundang media massa
untuk masuk kedalam ruang rapat KPU Provinsi Bali dan memberikan pernyataan pers
tentang desain surat suara. Ketua tim kampanye paket “PAS” juga merupakan Ketua DPRD
Provinsi Bali dan ketua DPD PDI Perjuangan.
Konflik desain surat suara berlanjut ke Jakarta KPU RI. Ketua KPU Provinsi Bali
berkoordinasi dengan ketua KPU RI (super-ordinate) melalui surat nomor 322/KPU Prov-
016/IV/2013 tanggal 24 April 2013 perihal kronologis surat suara. Koordinasi dilakukan
karena hari pemungutan suara semakin dekat sedangkan surat suara masih bermasalah.
Akhirnya Ketua KPU RI dengan surat edaran No. 277/KPU/IV/2013 tanggal 26 April 2013
menyatakan “surat suara yang, memuat foto pasangan calon yang didalamnya terdapat gambar
partai politik pengusung pasangan calon merupakan bagian dari foto pasangan calon, yang
tidak melanggar ketentuan pasal 6 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 66 tahun 2009”. KPU
Provinsi Bali dapat menggunakan surat suara yang telah dicetak dan melanjutkan distribusi
surat suara ke kabupaten/kota agar tidak mengganggu pelaksanaan hari pemungutan suara.
Akhirnya konflik logo surat suara berakhir secara eksternal.
Puncak konflik eksternal terjadi saat rekapitulasi penghitungan suara. Konflik semakin
memanas pada saat rekapitulasi dari tingkat kecamatan sampai tingkat provinsi. Mulai terjadi
Seminar Nasional FEKON 2015
307
selisih perolehan suara dari kedua calon pemilukada. Rekapitulasi di tingkat provinsi
dilakukan tanggal 26 Mei 2013. Paket “PAS” meminta agar tim asistensi sebanyak 9 orang
bisa hadir dalam ruangan rapat rapat dan membantu saksi paket “PAS” melakukan
rekapitulasi. Ketua KPU Provinsi Bali (super-ordinate) menolak karena sesuai dengan tata
tertib, yang boleh hadir sebagai saksi hanyalah dua orang. Hujan interupsi dari saksi “PAS”
dan “PASTI-KERTA” silih berganti dilakukan. Pengamanan sangat ketat terjadi. Proses
rekapitulasi berlangsung sangat tegang. Ketua KPU Provinsi Bali diserang habis-habisan oleh
saksi paket “PAS”. Rekapitulasi di tingkat provinsi bisa diselesaikan dan saksi paket “PAS”
tidak mau menandatangani berita acara. Hasil rekapitulasi penghitungan suara dimenangkan
oleh paket “PASTI-KERTA” dengan perolehan 50,02% sedangkan paket “PAS” memperoleh
49,98%. Proses rekapitulasi disiarkan secara langsung oleh TV nasional dan TV lokal
sehingga semua masyarakat mengetahui konflik pemilukada dengan jelas. Pelaksanaan
rekapitulasi di tingkat kabupaten/kota sampai di tingkat provinsi dijaga sangat ketat. Demi
keamanan pemilukada berdampak pada membesarnya anggaran konsumsi rekapitulasi
penghitungan suara.
Konflik rekapitulasi dilanjutkan ke ranah hukum. Paket “PAS” mengajukan gugatan
ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (super-ordinate) atas pelanggaran yang
dilakukan oleh KPU Provinsi Bali (sub-ordinate) beserta jajarannya yaitu: lima orang
komisioner KPU Kabupaten Badung, lima orang komisioner KPU Kabupaten Tabanan, empat
orang komisioner KPU Kabupaten Buleleng, lima orang komisioner KPU Kabupaten
Karangasem, dan lima orang komisioner KPU Provinsi Bali. Sidang putusan Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (super-ordinate) menyimpulkan bahwa, “telah terbukti
terjadi pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Buleleng (sub-ordinate),
KPU Kabupaten Karangasem (sub-ordinate) dan KPU Provinsi Bali (sub-ordinate) terkait
Seminar Nasional FEKON 2015
308
perbuatan kurang memberikan akses dan tidak memberikan perlakuan layak terhadap saksi
dan tim asistensi data pengadu,". Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu memberikan
teguran tertulis berupa peringatan keras kepada Ketua KPU Provinsi Bali, Ketua KPU
Kabupaten Buleleng dan Ketua KPU Kabupaten Karangasem. Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu memberikan peringatan ringan kepada empat komisioner KPU
Provinsi Bali, tiga komisioner KPU Kabupaten buleleng, dan empat komisioner KPU
Kabupaten Karangasem. Juga merehabilitasi nama baik lima komisioner KPU Kabupaten
Badung dan empat komisioner KPU Kabupaten Tabanan. Memerintahkan kepada Komisi
Pemilihan Umum Republik Indonesia dan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik
Indonesia untuk mengawasi pelaksanaan putusan ini (DKPP, 2013). Gugatan hukum ini
menyebabkan bertambahnya pengeluaran anggaran pemilukada terutama untuk menghadirkan
semua komisioner KPU kabupaten/kota dan KPU Provinsi sebagai teradu.
Gugatan sengketa hasil penghitungan suara juga diajukan ke Mahkamah Konstitusi
oleh paket “PAS” atas pelaksanaan rekapitulasi di tingkat kabupaten/kota dan provinsi.
Mahkamah Konstitusi (super-ordinate) melalui amar putusannya menolak gugatan paket
“PAS” (sub-ordinate) untuk seluruhnya. Sehingga hasil Pemilukada Provinsi Bali tetap
dimenangkan oleh paket “PASTI-KERTA”. Gugatan hukum ke Mahkamah Konstitusi
menyebabkan bertambahnya anggaran perjalanan dinas untuk menghadiri sidang di Jakarta
terutama untuk biaya pengacara, biaya perjalanan dinas untuk menghadirkan saksi-saksi dari
tingkat desa, kecamatan, komisioner KPU kabupaten/kota dan KPU Provinsi, biaya
penggandaan berkas persidangan.
Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Bali menandai selesainya seluruh
tahapan penyelenggaraan pemilukada. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) mulai melakukan
pemeriksaan atas anggaran hibah pemilukada sejak tanggal 15 November sampai dengan 20
Seminar Nasional FEKON 2015
309
Desember 2013. Konflik terjadi atas anggaran biaya perjalanan dinas dalam negeri. Telah
terjadi perbedaan persepsi antara KPU Provinsi Bali dengan tim pemeriksa BPK. Menurut
KPU Provinsi Bali (sub-ordinate), biaya perjalanan dinas dibayar berdasarkan lump sum
kecuali untuk perjalanan dinas semester II tahun 2013. Menurut tim pemeriksa BPK (super-
ordinate), semua biaya perjalanan dinas dibayar berdasarkan at cost. Tim pemeriksa BPK
dalam dialog tersebut menyatakan:
“…sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan, semua biaya perjalanan dinas dari
APBN maupun APBD dibayar berdasarkan at cost”.
Sekretaris KPU Provinsi Bali dan seorang komisioner KPU Provinsi Bali menyatakan:
“…sesuai dengan pemahamam kami, kegiatan yang dibiayai dari APBN semuanya
sudah berdasarkan at cost. Sedangkan untuk pemilukada biaya perjalanan dinas
dibayar sesuai dengan lump sum, kecuali perjalanan dinas yang dilakukan sejak
semester II tahun 2013 dibayar berdasarkan at cost. Bendahara kami baru
dikumpulkan oleh Pemda pada bulan April 2013”.
Demikian pula konflik pembayaran honor penyelenggara pemilukada. Tim pemeriksa
BPK memeriksa apakah tidak terjadi duplikasi pembayaran honor penyelenggara pemilukada
yang bersumber dari APBD dengan uang kehormatan rutin yang bersumber dari APBN.
Dalam dialog tim pemeriksa BPK menyatakan:
“…Permendagri 57 Tahun 2009 menyebutkan, honor pemilukada bisa dibayarkan
sepanjang tidak ada duplikasi. Hasil pemeriksaan BPK di seluruh Indonesia
memberikan catatan atas pembayaran honor penyelenggara khususnya di KPU
provinsi dan kabupaten/kota”.
Sekretaris KPU Provinsi Bali menyatakan:
“…honor penyelenggara pemilukada sudah dibayar sejak tahun 2005 dan berlaku di
seluruh Indonesia. Pembayaran honor penyelenggara disesuaikan dengan honor
pemilu terakhir dan kemampuan keuangan daerah. Pembayaran honor pemilukada
juga didukung oleh Peraturan Gubernur Provinsi Bali. Jadi tidak ada duplikasi dalam
pembayaran honor penyelenggara pemilukada”.
Seminar Nasional FEKON 2015
310
Konflik anggaran honor juga terjadi atas honor kelompok kerja pemilukada. Telah
terjadi perbedaan persepsi untuk memaknai peraturan tentang keanggotaan dalam kelompok
kerja. Menurut BPK honor hanya diberikan sebagai anggota. Sedangkan KPU Provinsi Bali
membagi honor kelompok kerja sesuai dengan klasifikasi yang diberikan KPU RI yaitu
pengarah, ketua, sekretaris dan anggota. Jika klasifikasi KPU RI dipakai maka telah terjadi
efisiensi pembayaran honor kelompok kerja. Konflik pertanggungjawaban anggaran hibah
pemilukada diakhiri dengan terbitnya Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksaan
Keuangan Provinsi Bali (super-ordinate) dengan hasil temuan KPU Provinsi Bali (sub-
ordinate) harus mengembalikan kelebihan perjalanan dinas ke kas daerah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Konflik terjadi dalam penyelenggaraan pemilukada Provinsi Bali Tahun 2013. Konflik
kekuasaan internal partai terjadi antara kedua calon petahana karena didukung oleh partai
politik yang berbeda. Konflik internal terjadi karena keterbatasan sumber daya yaitu
kekuasaan kepala daerah. Kekuasaan kepala daerah dibatasi waktu selama lima tahun. Konflik
kekuasaan kedua calon petahana terjadi untuk mempertahankan legitimasi kekuasaan. Konflik
calon petahana berimbas kepada penyelenggara pemilukada yaitu KPU Provinsi Bali. Untuk
menyelenggarakan pemilukada, KPU Provinsi Bali memerlukan anggaran yang sangat besar.
Anggaran pemilukada bersumber dari APBD. Disamping itu salah satu sumber kekuasaan
adalah anggaran. Anggaran berfungsi sebagai alat politik dan merupakan bentuk komitmen
eksekutif serta kesepakatan legislatif atas penggunaan dana publik untuk kepentingan tertentu.
Pertarungan politik dan negosiasi antar aktor dilakukan dengan mendayagunakan basis
kekuasaannya untuk menguatkan daya tawar sebagai pemenang pemilukada.
Seminar Nasional FEKON 2015
311
Konflik anggaran pemilukada dimulai sejak pembahasan anggaran pemilukada antara
tim anggaran bentukan pemerintah daerah dengan KPU Provinsi Bali. Tarik menarik
kepentingan terjadi atas perencanaan anggaran pemilukada karena terjadi kenaikan yang
sangat besar dibandingkan dengan pemilukada sebelumnya. Konflik anggaran pemilukada
diakhiri oleh kekuasaan tim anggaran (super-ordinate) kepada KPU Provinsi Bali (sub-
ordinate) dengan penandatanganan anggaran hibah pemilukada.
Konflik internal pelaksanaan anggaran terjadi antara empat orang komisioner (super-
ordinate) melawan komisioner divisi keuangan dan logistik dan empat orang komisioner
melawan sekretaris KPU Provinsi Bali. Konflik internal ini menyebabkan keluarnya usulan
untuk mengganti sekretaris KPU Provinsi Bali dan kepala bagian keuangan (sub-ordinate).
Konflik internal ini juga menyebabkan pembebastugasan komisioner divisi keuangan dan
logistik (sub-ordinate)
Konflik eksternal terjadi diantara kedua calon petahana atas desain surat suara yang
sudah disepakati diatas meterai Rp 6.000 sebagai satu kesatuan utuh. Konflik kekuasaan
terjadi karena kekuasaan yang melekat dari kedua calon petahana. Konflik ekternal ini
menyebabkan penyelenggara menerima tekanan akan penghentian anggaran pemilukada.
Konflik eksternal diakhiri oleh kekuasaan KPU RI yang menyatakan bahwa desain surat suara
tidak melanggar Peraturan KPU dan dapat digunakan dalam pemungutan suara.
Konflik rekapitulasi penghitungan suara terjadi dari tingkat kecamatan sampai tingkat
provinsi. Konflik terjadi karena kedua calon petahana menginginkan kemenangan dalam
pemilukada. Konflik ini berakibat gugatan dari paket “PAS” kepada KPU Provinsi Bali di
Mahkamah Konstitusi dan DKPP. Mahkamah Konstitusi menolak gugatan paket “PAS”. Hal
ini menegaskan bahwa paket “PASTI-KERTA” telah memenangkan pemilukada Provinsi
Bali. DKPP memutuskan bahwa telah terjadi pelanggaran dalam penyelenggaraan pemilukada
Seminar Nasional FEKON 2015
312
oleh KPU Provinsi Bali beserta jajarannya dan memberikan teguran keras dan teguran ringan
kepada KPU Provinsi beserta jajarannya.
Konflik pertanggungjawaban anggaran terjadi atas perbedaan persepsi Peraturan
Menteri Dalam Negeri antara BPK dengan KPU Provinsi Bali. Konflik terjadi atas honor
penyelenggara dan perjalanan dinas. Konflik diakhiri oleh kekuasaan BPK Provinsi Bali
untuk mengembalikan kelebihan perjalanan dinas ke kas daerah.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penyelenggaraan pemilukada yang terjadi di
Provinsi Bali tidak hanya menimbulkan konflik kekuasaan yang ada dalam struktur kekuasaan
(authority) tetapi juga menimbulkan konflik wewenang (power) yang dimiliki individu dalam
struktur kekuasaan tersebut. Konflik dalam struktur kekuasaan (authority) terjadi antara KPU
Provinsi Bali dengan tim anggaran (eksekutif); KPU Provinsi Bali dengan pasangan calon
kepala daerah yang didukung partai politik; KPU Provinsi Bali dengan Panwaslu Provinsi
Bali; KPU Provinsi Bali dengan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu; serta KPU
Provinsi Bali dengan Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi Bali.
Konflik pemilukada juga berhubungan dengan konflik wewenang individu (power)
yang terjadi di dalam struktur kekuasaan itu sendiri yaitu antara empat orang komisioner
dengan komisioner divisi keuangan dan logistik; antara empat orang komisioner dengan
sekretaris KPU Provinsi Bali; dan antara kedua calon petahana.
Implikasi dalam penelitian ini adalah wewenang komisioner yang berlebihan menjadi
penyebab utama konflik internal. Untuk menghindari konflik kewenangan maka regulasi yang
mengatur tentang kewenangan komisioner dalam mengusulkan pergantian sekretaris KPU
harus diubah. Kewenangan ini diberikan kepada Sekretaris Jenderal KPU selaku atasan
langsung pegawai negeri sipil.
Seminar Nasional FEKON 2015
313
Implikasi lainnya adalah sumber anggaran pemilukada dari APBD. Sumber anggaran
ini menimbulkan konflik kekuasaan pada saat petahana menjadi calon kepala daerah/wakil
kepala daerah. Kekuasaan yang melekat dengan calon petahana menyebabkan independensi
dan kemandirian KPU Provinsi sebagai penyelenggara menjadi terganggu. Untuk itu maka
regulasi yang mengatur sumber pembiayaan pemilukada dirubah dari APBD ke APBN. Dari
sisi administrasi keuangan, dengan berubahnya sumber pembiayaan pemilukada maka KPU
RI harus membuat petunjuk teknis pelaksanaan anggaran hibah pemilukada. Perubahan ini
memberikan kewenangan kepada KPU RI untuk mengontrol biaya kegiatan pemilukada yang
selama ini tidak bisa dilakukan.
Penelitian ini terbatas hanya pada penyelenggaraan pemilukada yang bersifat lokal di
Provinsi Bali. Karena keunikannya yaitu ikatan emosional yang kuat dengan salah satu partai
politik terbesar di Indonesia. Sehingga saran untuk penelitian selanjutnya dikembangkan
dengan penyelenggaraan pemilukada dengan ragam budaya yang berbeda sehingga akan
menghasilkan konflik yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Beteille, A. 1970. Social Inequality. Penguin Education. California.
Brown, Charles Victor dan Peter M. Jackson. 1986. Public Sector Economics, 3rd
ed, Basil:
Blackwell-British Ltd. p. 169.
Bungin, Burhan. 2007. Metodelogi Penelitian Sosial Format-Format Kualitatif dan
Kuantitatif. Airlangga University Press. Surabaya.
Burrel, Gibson dan Gareth Morgan. 1979. Sociological Paradigms and Organizational
Analysis: Elements of the Sociology of Corporate Life. Heinemann Educational Books.
England.
Carr, J. B. dan Brower, R.S. 2000. Principled Opportunism: Evidence from the organizarional
middle. Public Administration Quarterly, 24:1
Covaleski, M. dan M.W. Dirsmith, 1986. “The Budgeting Process of Power and Politic”.
Accounting Organisation and Society.
Creswell, John W. 2007. Qualitative Inquiry and Research Design, Choosing among Five
Approach. Sage Publications, California.
Dahrendorf, Ralf. 1959. Class and Class Conflict in Industrial Society. Stanford University
Press. Stanford, California.
Seminar Nasional FEKON 2015
314
DKPP. 2013. Putusan. Tidak dipublikasi.
Finer, Herman. 1962. The Major Governments of Modern Europe. Harper & Row Publishers,
New York.
Firmanzah. 2008. Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideology Politik di
Era Demokrasi. Yayasan Obor. Jakarta.
Gadamer, Hans Geog. 1976. Truth and Method (trans). Continuum: xxv-xxvi
Gaffar, Affan. 1999. Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi. Pustaka Pelajar Offset,
Yogyakarta.
Harris, Syamsuddin. 2005. Mengelola Potensi Konflik Pilkada. Kompas tanggal 10 Mei 2005.
Hughes, John A. 1990. The Philosophy of Social Research. Second Edition. Longman,
London and New York.
Kemendagri. 2010. Dualisme dalam Pemilukada. Naskah Akademik. Jakarta.
KPU. 2009. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 66 Tahun 2009 tentang Penetapan
Norma, Standar, Prosedur, dan Kebutuhan Pengadaan serta Pendistribusian
Perlengkapan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah.
----------. 2012. Surat Edaran No. 493/KPU/XII/2012. Tidak dipublikasi.
KPU Bali. 2012. Surat Nomor 388/KPU.Prov-016/XII/2012. Tidak dipublikasi.
----------. 2013. Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah Provinsi Bali Tahun 2013. Tidak dipublikasi.
KPU Jembrana. 2010. Laporan Penyelenggaraan Pemilukada Kabupaten Jembrana. Tidak
dipublikasi.
Lockwood, David G. 1956. Some Remarks of The Social System. British Journal of
Sociology. Vol. 7. No. 2. June: 134-146.
Muhadjir, Noeng. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Rake Sarasin, Yogyakarta.
Poloma, Margaret M. 1994. Sosiologi Kontemporer. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Rasyid, M. Ryass. 1997. Sistem Pemilihan Umum di Indonesia: Masalah dan Prospeknya.
“Laporan Penelitian”. Depdagri-LIPI, Jakarta.
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah.
-------. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan,
Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
-------. 2007. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Belanja Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
-------. 2009. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2009 tentang Perubahan atas
Permendagri Nomor 44 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Pemilihan
Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
-------. 2011. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan
Umum.
Robinson, Robert V.dan Jonathan Kelley. 1979. Class as Conceive by Marx and Dahrendorf:
Effect on Income Inequality and Politics in The United States and Great Britain.
American Sociological Review, Vol. 44 (February): 38-58.
Rummel, R. J. 1977. Understanding Conflict and War: Conflict in Perspectives Vol. 3.
Salim, Agus. 2006. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Tiara Wacana, edisi Kedua,
Yogyakarta.
Sanderson, Stephen K. 2003. Makro Sosiologi: Sebuah Pendekatan terhadap Realitas Sosial.
Edisi Kedua. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Seminar Nasional FEKON 2015
315
Shafer, William E., Roselyn E. Morris dan Alice A. Ketchand. 2001. Effects of Personal
Values on Auditors Ethical Decisions. Journal of Accounting, Auditing, and
Accountability, Vol. 14 (3): 254.
Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Pusat Bahasa Depdiknas, Bandung.
Suparman, Marzuki. 2010. Politik Hukum Penyelesaian Pelanggaran HAM masa lalu:
Melanggengkan Impunity. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, No. 2 (17). Universitas
Islam Indonesia, Yogyakarta.
Turner, J. C. 1991. Social influence. Brooks/Cole: Pasific Grove, CA.
Wallace dan Wolf. 1995. Reading in Contemporary Sociological Theory from Modernity to
Post-Modernity. Prentice Hall, New Jersey.
Weber, Max. 1947. The Theory of Social and Economic Organization. Free Press, New York.
Wildavsky, A dan N. Caiden. 2004. The New Politics of The Budgetary Process. 5th
Edition,
Addison Wesley, New York.
http://www.chanelsatu.com diunduh 23 April 2013
top related