kesesuaian prinsip syariah terhadap aplikasi...
Post on 16-Mar-2019
226 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KESESUAIAN PRINSIP SYARIAH TERHADAP APLIKASI
HASANAH CARD DI BNI SYARIAH
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE,Sy)
Oleh
Fahd
206046103773
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010 M
ABSTRAKSI
Fahd
Kesesuaian Prinsip Syariah Terhadap Aplikasi Hasanah Card Di BNI Syariah
Sebagai bank syariah, BNI Syariah berusaha untuk selalu menerapkan prinsip-
prinsip Syariah dalam menjalankan Hasanah Card. Hal tersebut dapat dilihat dari
usaha BNI Syariah dalam Menyempurnakan produk kartu kredit syariahnya, yaitu
dengan selalu berkonsultasi dengan Dewan Pengawas Syariah di BNI Syariah Dalam
usah menghindari peraktek riba, gharar dan israf. BNI Syariah melakukan beberapa
hal, yaitu seperti memberikan kode pada mechant halal untuk memastikan bahwa
Hasanah Card hanya dapat digunakan pada merchant yang halal. Hal ini dilakukan
untuk menghindari peraktek ghar. Untuk menghindari peraktek riba, BNI Syariah
akan menonaktivkan Hasanah Card bagi nasabah yang lalai dalm membayar
kewajiban bulanannya sampai kewajiban itu terlunasi, agar tidak terjadi utang yang
berlipat ganda. Sedangkan untuk menghindari peraktek israf, BNI Syariah melakukan
beberapa hal yaitu menetapkan pagu maksimal pembelanjaan agar nasabah tidak
menjadi konsumtif. Berdasarkan data tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa Hasanah
Card sudah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah card yang ditetapkan oleh DSN-
MUI.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil‟aalamin, penulis menyampaikan segala puji dan syukur
kehadirat Allah SWT, yang senantiasa memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya
kepada kita semua. Penulis menghaturkan shalawat serta salam senantiasa kita
curahkan kepada Nabi dan Rasul kita Muhammad SAW, kepada segenap
keluarganya, sahabatnya serta ummatnya sepanjang zaman, yang Insya Allah kita ada
didalamnya.
Dengan taufiq dan hidayah Allah SWT. Penulis bersyukur, dengan limpahan
kasih sayang-Nya, penulis mampu meyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis
Kesesuaian Prinsip Syariah Terhadap Aplikasi Hasanah Card” pada Bank Negara
Indonesia (Persero) Tbk. Jakarta, dapat terselesaikan dengan baik.
Proses perjalanan untuk menyelesaikan skripsi ini tidaklah mudah. Banyak
hambatan dan rintangan yang penulis temui dan alami. Berkat ridha-Nya, berkat doa,
kesungguhan hati dan kerja keras, akhirnya penulis sampai titik proses akhir
penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari betapa sederhana karya tulis ini dan jauh dari sempurna.
Namun penulis juga tidak menutup mata akan peran berbagai pihak yang telah
banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Perkenankanlah penulis
untuk mengucapkan kata terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Euis Amalia, M.Ag dan Ah. Azharuddin Latif, M.Ag Ketua Program
Studi Muamalat dan Sekertaris Konsentrasi Perbankan Syariah Jurusan
Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Nurhasanah, MA dan Zaenal Arifin, M. Pd.I dosen pembimbing yang
senantiasa membimbing penulis dan senantiasa meluangkan waktunya
kepada penulis untuk memberikan masukan-masukannya, dan mengarahkan
sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi ini.
4. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis semasa
kuliah, semoga amal kebaikannya mendapat balasan di sisi Allah SWT.
5. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama, Perputakaan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan BNI Syariah, tempat penulis
memperoleh berbagai informasi dan sumber-sumber referensi sehingga
skripsi dapat terselesaikan.
6. Pimpinan dan Staf BNI Syariah, yang telah menerima penulis untuk
melakukan riset dan membantu data yang diperlukan guna penyelesaian
skripsi ini.
7. Yang tercinta Ayahanda (Alm). Ahmad Gunung Djati dan Hj. Muhibah, S.
Pd.I engkaulah orang tua yang bijaksana, yang dengan ikhlas memotivasi
dengan moril maupun materil dan menjadi inspirasi. Sampai Ananda
menjadi Laki-laki yang kuat dalam menghadapi cobaan hidup dan menjadi
kebanggaan Ayah dan Bunda. Amin.
8. Yang saya hormati dan sangat membuat saya terinspirasi untuk
menyelesaikan skripsi ini. adalah kedua kakak saya, yaitu Ahmad Faishal,
S.Psi dan Khairun Nisa, S.Pd. Terimakasih ya Kak, tanpa kalian adinda tak
akan menjadi apa-apa.
9. Spesial to Corina Nur Syeima tercinta, yang telah memberikan motivasi dan
nasehatnya dan kesabaran yang kau berikan selama ini.
10. Buat sahabat-sahabatku di Universitas Negri Islam Jakarta hususnya
angkatan 2006 Extensi Perbankan Syariah dan kelas “B” yaitu My Best
Friend Dewi Nur Rahmah Murbani, Amrul, Anwar, Acenk, Yasin, Jajang,
Beni, Irwansyah, Eko, Alwi, Reza, Arif, Budi, Sofi, Micky, Syauqi dan
seluruh keluarga besar SBC (Syariah Banking Community) yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu, yang telah menggoreskan banyak kenangan
manis, canda dan tawa selama menjalani perkuliahan dari semester awal
hingga selesai perkuliahan, semoga tali silaturahmi kita selalu terjalin
dengan baik.
11. Kepada Pihak-pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima
kasih semoga amal ibadah kalian dilipatgandakan oleh Allah SWT.
Akhirnya tiada untaian kata yang berharga kecuali ucapan Alhamdulillahi
Robbil „Alamin atas Rahmat dan Karunia serta Ridha Allah SWT. Demikian ucapan
terima kasih penulis haturkan kepada seluruh pihak, semoga kebaikan dan bantuan
kepada penulis menjadi amal ibadah dan mendapat Ridha dari Allah SWT.
Penulis menyadari banyak kekurangan yang terdapat dalam pembuatan skripsi
ini. Untuk itu kritik dan saran kiranya dapat lebih memperbaiki skripsi ini. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat dalam menambah wawasan khususnya bagi umat
manusia, serta bagi Lembaga-Lembaga Ekonomi Syariah di Indonesia. Semoga Allah
SWT senantiasa meridhai aktivitas kita berjuang di jalan-Nya serta menjadikan kita
semua sebagai hamba-Nya yang bahagia di dunia dan akhirat.
Jakarta, 22 Februari 2011
Penulis
Fahd
DAFTAR ISI
ABSTRAK..............................................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.........................................................4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...................................................................6
D. Tinjauan dan Kajian Terdahulu..................................................................7
E. Kerangka Teori...........................................................................................8
F. Objek Penelitian..........................................................................................9
G. Metode Penelitian.......................................................................................9
H. Sistematika Penulisan...............................................................................11
BAB II GAMBARAN UMUM BNI SYARIAH
A. Sejarah Berdirinya BNI Syariah...............................................................12
B. Visi dan Misi BNI Syariah........................................................................14
C. Struktur Organisasi BNI Syariah..............................................................15
D. Produk-Produk BNI Syariah.....................................................................16
BAB III SYARIAH CARD DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
A. Pengertian Syariah Card dan Perbedaan dengan Kartu Kredit
Konvensional............................................................................................20
B. Prinsip-Prinsip dan aplikasi Syariah Card................................................25
C. Ketentuan Ta‟widh menurut Fatwa DSN-MUI No. 43............................38
D. Akad-akad yang Digunakan dalam Syariah Card.....................................39
E. Mekanisme Syariah Card..........................................................................40
BAB IV APLIKASI HASANAH CARD PADA BNI SYARIAH
A. Mekanisme Operasional Hasanah Card...............................................44
B. Penerapan Syariah Compliance Dalam Pelaksanaan Hasanah
Card........................................................................................................49
C. Bentuk Kerjasama antar BNI Syariah dengan MasterCard...................53
D. Keuntungan yang Diperoleh BNI Syariah dan MasterCard...................55
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................58
B. Saran.......................................................................................................59
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................60
LAMPIRAN-LAMPIRAN........................................................................................62
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Bank adalah lembaga keuangan yang berfungsi sebagai penghimpun dan
penyalur uang dari masyarakat untuk masyarakat. Sedangkan bank syariah adalah
lembaga keuangan yang berfungsi sebagai penghimpun dan penyalur uang dari
masyarakat untuk masyarakat yang mana sistem operasionalnya sesuai dengan syariat
Islam. Bank berperan sebagai lembaga perantara satuan-satuan kelompok masyarakat
atau unit-unit ekonomi yang kelebihan dana dengan unit-unit yang kekurangan dana.1
Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai keinginan yang banyak dan
beragam, salah satunya adalah keinginan akan pelayanan jasa keuangan yang
membarikan kenyamanan dan keamanan. Oleh karena banyaknya permintaan akan
pelayanan jasa keuangan maka peran lembaga yang ada dalam hal ini perbankan
semakin meningkat.
Untuk menberikan kemudahan, keamanan dan kenyamanan bagi nasabah
dalam melakukan transaksi dan penarikan tunai, bank dianggap perlu menyediakan
sejenis kartu kredit, yaitu alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat
digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbulnya dari suatu
1 Muhammad Amin Suma, Himpunan Undang-Undang Perdata Islam dan Peraturan
Pelaksanaan Lainnya di negara Indonesia, (jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004), h.396.
kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan atau untuk melakukan
penarikan tunai.
Kartu kredit atau credit card merupakan gaya hidup dan bagian dari
komunitas manusia untuk dapat dikatagorika modern dalam tata kehidupan sebuah
kota yang beranjak menuju metropolitan atau kosmopolitan.2 Oleh karena itu.
Berdasarkan fatwa DSN-MUI nomor 54/DSN-MUI/X/2006 serta surat persetujuan
Bank Indonesia nomor 10/337 DPbs/2008. BNI syari‟ah bekerjasama dengan
MasterCard menerbitkan Hasanah Card yang merupakan kartu kredit berbasis
prinsip-prinsip syariah pada tanggal 7 februari 2009.3 Kartu kredit syariah merupakan
yang kedua di Indonesia, menyusul Bank Danamon syariah yang telah menerbitkan
Dirham Card lebih dulu pada tanggal 19 july 2007.
Sejak awal diterbitkannya, Syariah Card memang menimbulkan banyak
keraguan dan kontroversi para pelaku perbankan syariah. Para bankir masih
meragukan apakah Syariah Card sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang ada
dalam transaksi syariah. Lebih dari itu, sebagian pelaku bisnis bank syariah menilai
bahwa dari segi manfaat Syariah Card sangat kecil sekali.4 Bahkan Bank Muamalah
yang sudah murni syariah pun menolak adanya kartu kredit syariah.
2 Johanes Ibrahim, Kartu Kredit Dilematis Antar Kontrak dan Kejahatan ( Bandung, Refika
Aditama 2004) h.7.
3 BNI Hasanah Card: Inspirasi Belanja Bijak Sesuai Syariah, republika, 4 Februari 2009,
h.27. 4 Agus Y. Danamon Syariah Tepis Kontroversi Syariah Card. Artikel ini diakses pada
Februari 2009 dari http://www.google.pkesinteraktif.com
Didalam fatwa DSN-MUI No. 54 tentang Syariah Card terdapat beberapa
ketentuan yang antara lain ketentuan tersebut adalah ketentuan tentang biaya ta‟widh
dan denda. Menurut fatwa DSN-MUI tentang Syariah Card, ta‟widh adalah biaya
ganti rugi terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan terhadap penerbit kartu akibat
keterlambatan pemegang kartu dalam membayar kewajibannya yang telah jatuh
tempo.
Akan tetapi terdapat perbedaan antara ta‟widh dengan fatwa DSN-MUI
tentang syariah card dengan praktek yang terjadi di bank-bank syariah yang telah
menerbitkan kartu kredit syariah. Ketua DSN-MUI KH. Ma‟ruf Amin mengatakan,
ongkos yang diganti haruslah kerugian yang rill dan bukan karena kehilangan
kesempatan atau time value of money. Karena jika berdasarkan time value of money,
maka katagori mirip dengan riba sehingga hal tersebut haram.5 Pada perakteknya,
biaya ta‟widh tidak ditentukan biaya rill yang dibutuhkan bank dalam proses
penagihan akibat keterlambatan akan tetapi di tentukan berdasarkan jangka waktu.
Misalanya pada Hasanah Card berikut ini:
TABEL 1.1
JENIS KARTU DAN NOMINAL BIAYA TA‟WIDH
Jenis Kartu Classic Gold Platium
X hari – 29 hari Rp. 15.000,- Rp. 35.000,- Rp. 110.000,-
30 – 59 hari Rp. 20.000,- Rp. 50.000,- Rp. 160.000,-
5 Republika. Ta‟widh, Pembelajaran Bagi Nasabah Nakal. Artikel ini di akses pada tanggal 3
Juni 2009 dr http://www.muamalatbank.com/
60 – 89 hari Rp. 25.000,- Rp. 65.000,- Rp. 220.000,-
90 – 119 hari Rp. 40.000,- Rp. 100.000,- Rp. 340.000,-
120 – 149 hari Rp. 50.000,- Rp. 120.000,- Rp. 410.000,-
150 – 179 hari Rp. 60.000,- Rp. 150.000,- Rp. 480.000,-
>180 hari Rp. 320.000,- Rp. 800.000,- Rp. 2.800.000,-
Sumber : www.bnisyariah.com
Dari data diatas dapat dilihat bahwa biaya ta‟widh tidak ditentukan
berdasarakan biaya rill kebutuhan bank untuk proses penagihan, akan tetapi
ditentukan berdasarkan jangka waktu.
Selain adanya perbedaan antara fatwa DSN-MUI dengan prektek yang terjadi
dilapangan, MasterCard, provider yang menjadi partner BNI Syariah dalam
mengeluarkan Hasanah Card juga menjadi suatu hal yang menarik untuk diteliti.
Seperti diketahui bersama, MasterCard merupakan provider kartu kredit konvensional
terbesar. Berdasarkan fakta diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Aplikasi Hasanah Card di BNI Syariah”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Sebelum melakukan pembatasan masalah dan perumusan masalah, penulis
melakukan pengindentifikasian masalah terlebih dahulu, yaitu sebagai berikut:
1. Apa yang di maksud dengan Syariah Card?
2. Siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian Syariah Card?
3. Akad apa yang digunakan pada Hasanah Card?
4. Apa yang dimaksud dengan Hasanah Card?
5. Bagaimana mekanisme operasional dari Hasanah Card?
6. Bagaimana bentuk kejasama antara BNI Syariah pada produk Hasanah Card
dengan MasterCard dan pembagian keuntungan diantara keduanya?
7. Bagaimana pelaksanaan prinsip Syariah Card oleh BNI syariah pada Hasanah
Card?
8. Bagaimana BNI Syariah menerapkan prinsip Syariah mengenai pelarangan
riba, gharar dan israf?
Karena luasnya pembahasan yang akan diteliti dan juga agar tidak melenceng
jauh, penulis membatasi masalah yang dibahas hanya seputar mekanisme Hasanah
Card, aplikasinya di BNI Syariah dan bentuk kerjasamanya dengan MasterCard.
Sedangkan untuk mempermudah pembahasan, penulis merumusnkan masalah
yang akan dibahas sebagai berikut:
1. Apakah operasional Hasanah Card sudah melaksanakan prinsip-prinsip
Syariah?
2. Bagaimana bentuk kerjasama antara BNI Syariah dengan MasterCard?
3. Bagaimana proses pembagian keuntungan antara BNI Syariah dengan
MasterCard?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui Hasanah Card benar-benar menerapkan prinsip syariah
dalam menjalankan seluruh transaksi, baik antara bank dengan nasabah
atau antara bank dengan merchant atau bank dengan provider kartu kredit.
2. Untuk menganalisa bentuk kerjasama BNI syariah dengan MatserCard, dan
akad yang digunakan keduanya dalam menerbitkan Hasanah Card.
3. Untuk menganalisa proses pembagian keuntungan yang diperoleh
MasterCard dalam kerjasama dengan BNI Syariah.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis,
Menjadi lebih tahu mengenai Hasanah Card, aplikasinya di BNI Syariah
dan bentuk kerjasama dengan MasterCard.
2. Bagi BNI Syariah,
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan yang bermanfaat.
3. Bagi pihak lain,
Dapat digunakan sebagai sumber informasi dan sumber ilmu pengetahuan
serta bisa menjadi sumber literatur ekonomi Islam.
D. Tinjauan dan kajian terdahulu
NAMA/TAHUN
PENULISAN
JUDUL KESIMPULAN PERBEDAAN
1. Nurfaidah/
2008
Analisis Persepsi
bankers (Danamon
Syariah & DKI
Syariah) dan
Masyarakat
Terhadap
Penerbitan Kartu
Kredit Syariah
skripsi membahas
tentang persepsi para
bankers di Bank
Danamon Syariah &
DKI Syariah serta
masyarakat terhadap
penerbitan kartu
kredit syariah
ditinjau dari aspek
akad, sistem kontrol,
mekanisme
pembayaran dan
batasan minimal
kepemilikan kartu
kredit syariah.
Skripsi yang
dibahas penulis
mengenai
kesesuaian
prinsip syariah
terhadap aplikasi
Hasanah Card di
BNI Syariah dan
bentuk
kerjasama antar
BNI Syariah dan
MaterCard.
2. Irmayanti/
2003
Perjanjian
pemberian kartu
kredit dalam
perspektif Islam
dan Hukum
Posotif.
Kkripsi ini
membahas mengenai
sistem perjanjian
dalam
penerbitan/pemberian
kartu kredit ditinjau
dari perspektif Islam
dan Hukum positif.
Skripsi yang
penulis bahas
mengenai bentuk
perjanjian antara
BNI Syariah daa
MaterCard
dalam
pembagian kerja
dan keuntungan.
3. Imam
Royani/
2001
Kartu kredit
menurut konsep
maslahah (study
analisis maqasid
Syariah terhadap
kartu kredit).
Skripsi ini membahas
mengenai bagaimana
kartu kredit
berdasarkan konsep
maslahah yang
ditinjau dari maqasid
syariah.
Skripsi yang
penulis bahas
mengenai
syariah card
yang di
aplikasikan oleh
BNI Syariah
yang ditinjau
dari
kesesuaiannya
terhadap prinsip
syariah.
Fokus perbedaan skripsi penulis dengan skripsi-skripsi terdahulu adalah
penulis menganalisa aplikasi Hasanah Card di BNI Syariah terhadap kesesuaian
dengan prinsip syariah card ditinjau dari segi transaksi dan biaya.
E. Kerangka Teori
Dalam syariah card terdapat ketentuan tentang batasan tersebut adalah tidak
menimbulkan riba, tidak digunakan untuk transakasi yang tidak sesuai dengan
sysariah, tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan atau konsumerisme (israf),
dengan cara antara lain menetapkan pagu maksimal pembelanjaan, pemegang kartu
harus memiliki kemampuan finansial untuk melunasi pasa waktunya, serta tidak serta
tidak memberikan fasilitas yang bertentangan.
Selain ketentuan tentang batasan, terdapat pula ketentuan tentang biaya
ta‟widh. Menurut fatwa DSN-MUI, ta‟widh adalah biaya ganti rugi terhadap biaya-
biaya yang dikeluarkan oleh penerbit kartu akibat keterlalambatan pemegang kartu
dalam membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo. Ketua DSN-MUI KH.
Ma‟ruf Amin mengatakan, ongkos yang diganti haruslah kerugian rill yang bukan
karena kehilangan kesempatan atau time value of money. Karena jika berdasarkan
time value of money, maka kategorinya mirip dengan riba sehingga hal tersebut
haram.
Akan tetapi terdapat perbedaan antara pengertian biaya ta‟widh dengan
prakteknya pada kartu kredit syariah yang ada. Pada kartu kedit syariah yang telah
ada sekarang ini biaya ta‟widh di tentukan berdasarkan atas dasar waktu bukanlah
berdasarkan kerugian rill yang dialami oleh bank. Hal ini menjadi landasan bagi
penulis untuk meneliti aplikasi Hasanah Card di BNI Syariah dilihat dari transaksi
yang sesuai dengan prinsip syariah card atau tidak.
F. Objek Penelian
Objek dari penelitan ini adalah produk Hasanah Card di BNI Syariah.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis pendekatan penelitiatan yang di pakai adalah pendekatan
deskriptif. Penulis melakukan wawancara dan mengumpulkan data dari BNI
Syariah yang kemudian akan dijadikan data deskriptif.
2. Sumber Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah jenis data primer,
yaitu:
1. Wawancara dengan pihak BNI Syariah.
2. Data mengenai Hasanah Card yang dikeluarkan oleh BNI Syariah
3. Buku rujukan yang diterbitkan langsung oleh penulisnya.
Data sekunder yang digunakan untuk mendukung data primer, dalam
hal ini penulisan menggunakan buku-buku berkaitan, artikel, hasil seminar,
makalah, situs internet dan sumber tertulis lainnya yang mengandung
informasi yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.
3. Metode Pengolahan dan Analisah Data
Dalam penelitian ini menggunakan data kualitatif. Untuk data
kuantitatif sebagai pendukung dan pelengkap data kualitatif. Dalam
pengolahanya hampir sama dengan data kuantitatif. Mengedit data kemudian
mengkatagorisasikan atau mengklasifikasikan data sesuai dengan masalah
atau tema yang sedang dibahas.
Data kualitatif pengolahan datanya dilakukan dengan mentranskip
hasil wawancara, mengedit data, kemudian mengklarifikasikan data sesuai
dengan masalah atau tema yang dibahas. Setelah selesai mengumpulkan data
secara lengkap, tahapan selanjutnya adalah analisis data. Pada tahapan ini,
data dikerjakan serta dimanfaatkan sampai dapat berhasil menyimpulkan
kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab persoalan-
persoalan yang diajukan dalam penelitian.
Adapun teknik penulisan skripsi ini merujuk pada buku: “pedoman
penulisan skripsi fakultas syariah dan hukum UIN Syarif Hidiyatullah Jakarta,
2010”
H. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan dalam skripsi ini, maka sistematika
pembahasannya disusun sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan bab ini berisikan tentang latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
objek penelitian, metodologi dan sistematika penulisan.
Bab II Pembahasan mengenai Syariah Card ditinjau dari akad dan mekanisme
transaksinya, serta prinsip-prinsip yang diterapkan pada Syariah Card
yang tidak diterapkan pada kartu kredit konvensional.
Bab III Gambaran umum BNI Syariah, berisi segala hal yang berkaitan
dengan BNI Syariah mulai dari sejarah berdirinya BNI Syariah, visi
dan misi, struktur organisasi dan produk-produk BNI Syariah.
Bab IV Membahas tentang aplikasi Hasanah Card di BNI Syariah ditinjau dari
mekanisme operasionalnya, pelaksanaan prinsip syariah, bentuk
kerjasama antara BNI Syariah dengan MasterCard dan pembagian
keuntungan bagian yang diperoleh keduanya dari penerbitan Hasanah
Card.
Bab V Penutup berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
GAMBARAN UMUM BNI SYARIAH
A. Sejarah Singkat BNI Syariah6
Sistem syariah yang terbukti dapat bertahan dalam tempaan krisis moneter
1997. Meyakinkan masyarakat bahwa sistem tersebut kokoh dan mampu menjawab
kebutuhan perbankan yang transparan. Diawali dengan pembentukan Tim Bank
Syariah di tahun 1999. Bank Indonesia kemudian mengeluarkan izin prinsip dan
usaha beroperasinya unit usaha syariah BNI.
Berawal dari lima kantor cabang di Yogyakarta, Malang, Pekalongan, Jepara
dan Banjarmasin yang mulai beroperasi tanggal 29 april 2000, kini BNI Syariah
memiliki lebih dari 20 cabang di seluruh Indonesia. Untuk memperluas layanan pada
masyarakat masing-masing kantor cabang utama tersebut membuka kantor cabang
pembantu syariah (KCPS), sehingga keseluruhan kantor cabang syariah sampai tahun
2007 berjumlah 54 buah.
Selanjutnya berdasarkan peraturan Bank Indonesia No. 8/3/PBI/2006 tentang
perjanjian izin bagi kantor cabang bank konvensional yang memiliki Unit Usaha
Syariah untuk melayani pembukaan rekening produk dana syariah, BNI Syariah
merespon ketentuan ini dengan cara bersinergi dengan cabang konvensional guna
melakukan “office cennelling”.
6 www.bni.co.id diakses pada tanggal 14 Desember 2010 pukul 18.30 Wib
Namun pada tanggal 21 Mei 2010 PT. Bank Negara Indonesia akhirnya
melakukan pemisahan (spin-off) unit syariahnya sebagai langkah strategis perseroan
dalam merespon kebutuhan pasar dan memperkuat customer base. Di tahun ini, BNI
Syariah ditargetkan tumbuh sebesar 15 % dengan fokus pembiayaan pada sektor ritel
dan konsumer.
BNI Syariah resmi beroperasi berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bank
Indonesia No.12/41/KEP.GBI/2010 tanggal 21 Mei 2010, telah diperoleh izin usaha
bank umum syariah (BUS) PT Bank BNI Syariah atau BNI Syariah. Dengan izin
usaha ini, manajemen BNI melakukan soft launching operasional PT Bank BNI
Syariah sebagai entitas independen hasil pemisahan spin off Unit Usaha Syariah
(UUS) dari BNI dan efektif per tanggal 19 Juni 2010.
Langkah itu diperlukan guna memacu penetrasi produk dan pangsa pasar
lembaga bisnis syariah yang kini baru mencapai 2,2%. Angka itu menempatkan
Indonesia pada urutan ke-7 paling kecil di antara 20 negara berpenduduk muslim
terbesar. setelah UU Perbankan Syariah pada 2008 impactnya mulai kelihatan. Pada
2008 ada tiga BUS, 2009 ada delapan BUS dan BNI Syariah sebelum melakukan spin
off menjadi Bank Umum Syariah (BUS) telah membukukan aset per 31 Maret 2010
senilai Rp5,49 triliun. Dengan aset tersebut BNI Syariah telah melebihi layak untuk
segera menjadi BUS. Setelah spin off nasabahnya tetap bisa menikmati layanan yang
ada selama ini, seperti e-channel BNI, tarik setor diseluruh kantor BNI, serta masih
dapat melakukan pembukaan rekening BNI Syariah di lebih dari 750 kantor cabang
BNI yang telah menjadi syariah channeling outlet.
Secara organisasi BNI Syariah merupakan salah satu unit dari BNI secara
keseluruhan, dengan kata lain direktur BNI Syariah dengan BNI masih sama. BNI
Syariah juga memanfaatkan jaringan BNI konvensional seperti ATM dan sebagian
cabang, sehingga meskipun jumlah Cabang Bank Syariah masih sedikit, tapi dengan
memanfaatkan jaringan ini nasabah BNI Syariah tidak perlu khawatir jika berada di
tempat yang jauh dari lokasi cabang BNI Syariah.
Perlu digariskan di sini bahwa untuk pengelolaan dana masyarakat dilakukan
terpisah antara BNI Syariah dan BNI konvensional. Dengan kata lain dana
masyarakat yang disimpan di BNI Syariah diperuntukkan hanya untuk pembiayaan di
BNI Syariah, dan sejak awal pembukaan rekening telah dibukukan secara terpisah.
Hal ini untuk menjamin pengelolaan dana masyarakat di BNI Syariah dilakukan
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
B. Visi dan Misi BNI Syariah7
Visi BNI Syariah adalah menjadi bank syariah yang unggul dalam layanan
dan kinerja dengan menjalankan bisnis sesuai kaidah sehingga Insya Allah membawa
berkah.
Misi BNI Syariah adalah secara istiqomah melaksanakan amanah untuk
memaksimalkan kinerja dan layanan perbankan dan jasa keuangan syariah sehingga
dapat menjadi bank syariah kebanggaan anak negeri.
7 www.bni.co.id diakses pada tanggal 14 Desember 2010 pukul 18.30 Wib
C. Struktur Organisasi BNI Syariah8
Dilihat dari organisasinya, BNI Syariah merupakan salah satu unit dari BNI
secara keseluruhan dibawah Dewan Pengawas Bisnis Syariah (DPBS) yang terdiri
dari Direktur Utama dan Direktur Manajemen Resiko. Dewan pengawas Bisnis
Syariah mengatur dan mengawasi pemimpin divisi usaha syariah yang menjalankan
usaha perbankan syariah selain DPBS, Dewan Pengawas Syariah(DPS) juga bertugas
mengawasi kinerja operasional pada BNI Syariah agar sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah.
Dalam menjalankan operasional perbankan syariah pemimpin divisi usaha
syariah membawahi Wakil Divisi Usaha Syariah, Kelompok Syariah dan Umum.
Dalam operasionalnya Kelompok Bisnis Syariah membawahi Pengelolahan
Transaksi Internasional. Pengelolaan Tresuri dan Pengelolaan Pembiayaan Non Ritel.
Dalam operasionalnya Wakil Divisi Syariah membawahi kelompok
Perbankan Syariah, Kelompok Penujang Syariah, Cabang Syariah dan Pengelolaan
Supervisi Cabang.
Kelompok Perbankan Syariah membawahi Pengelolaan administrasi
Pembiayaan, Pengelolaan Manajemen Resiko da Pengelolaan Produk dan SISDUK.
Sedangkan Kelompok Penunjang Syariah membawahi pengelolaan
Pengembangan Jaringan dan Promosi, Pengelolaan Akuntansi dan Sistem dan
Pengelolaan SDM dan Pengelolaan Logistik9.
8 www.bni.co.id diakses pada tanggal 14 Desember 2010 pukul 18.30 Wib
9 Untuk tabel struktur organisasi ada pada halaman lampiran
D. Produk BNI Syariah10
1. BNI iB Giro (IDR & USD)
Giro syariah merupakan produk yang memberikan segala kemudahan
bertransaksi giro yang menggunakan prinsip Wadi‟ah Yadh Dhamanah. Giro
syariah mendukung usaha customer dengan kemudahan online pada cabang-
cabang BNI Syariah diseluruh Indonesia.
2. Tabungan iB Plus
Tabungan iB plus merupakan tabungan yang dikelola berdasarkan prinsip
Mudharabah Muthlaqah. Dengan prinsip ini tabungan anda akan diinvestasikan
secara produktif dalam investasi yang halal sesuai dengan prinsip syariah.
Keuntungan dari prinsip ini akan dibagihasilkan antara nasabah dan bank sesuai
dengan nisbah yang disepakati di awal pembukaan rekening tabungan.
3. BNI iB Tapenas
Merencanakan dan mempersiapkan dana pendidikan sedini mungkin
untuk buah hati adalah tindakan bijaksana. BNI Syariah membantu masyarakat
untuk menyiapkan pendidikan melalui BNI iB Tapenas. Dengan setoran sesuai
kemampuan dan perlindungan asuransi, BNI iB Tapenas dapat membantu
masyarakat mewujudkan rencana masa depan keluarga yang lebih baik.
10
www.bni.co.id diakses pada tanggal 14 Desember 2010 pukul 18.30 Wib
4. BNI iB Deposito
BNI iB Deposito diperuntukan bagi mereka yang ingin memiliki investasi
berjangka yang menguntungkan dan menenangkan. Menggunakan prinsip
Mudharabah Muthalaqah. BNI iB Deposito mengelola dana masyarakat dengan
cara disalurkan untuk pembiayaan usaha produktif maupun pembiayaan konsumtif
yang halal dan bermanfaat untuk kemaslahatan umat.
5. BNI iB Haji
BNI Syariah menyadari bahwa setiap muslim berciti-cita menunaikan
ibadah haji setidaknya sekali seumur hidup. BNI iB Haji dari BNI Syariah
merupakan produk tabungan yang dikhususkan untuk memenuhi Ongkos Naik
Haji (ONH) yang dikelola secara aman dan bersih sesuai syariah.
6. BNI iB Wirausaha
BNI iB Wirausaha ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan
usaha anda, dengan besarnya pembiayaan dari Rp. 50 juta sampai dengan Rp. 500
juta yang diproses lebih cepat dan fleksibel sesuai dengan prinsip syariah. Jenis
akad yang digunakan Murabahah,mudharabah atau musyarakah.
7. BNI iB Usaha Kecil
BNI iB Usaha Kecil adalah pembiayaan modal kerja atau investasi kepada
pengusaha kecil sampai dengan Rp. 10 miliar berdasarkan prinsip murabahah,
musyarakah, mudharabah dan ijarah.
8. BNI iB usaha Besar
BNI Pembiayaan Besar Syariah adalah pembiayaan modal kerja atau
investasi kepada pengusaha menengah dan korporasi diatas Rp. 10 miliar
berdasarkan prinsip mudharabah, murabahah, musyarakah dan ijarah.
9. Transaksi Kiriman Uang (Remittancel Fund Transfer)
BNI Syariah memberikan kiriman uang dari dan keseluruh dunia melalui
draft SWIFT dan Smart Remittance. Kiriman uang ke luar negri menggunakan
mata uang yang tercatat di Bank Indonesia.
10. Clean Collection
Collection adalah pelayanan yang diberikan BNI Syariah untuk
mendapatkan pembayaran atas dokumen atau surat berharga dari pihak ketiga di
luar negri.
11. BNI iB Griya
Melalui pembiayaan BNI iB Griya nasabah dapat mewujudkan kebutuhan
perumahan, kavling siap bangun ataupun renovasi rumah. Pembayaran dengan
cara diangsur dalam periode waktu sampai 15 tahun. Bentuk pembiayaan adalah
jual beli ataupun ijarah.
12. BNI iB Oto
BNI iB Oto merupakan pembiayaan untuk pembelian kendaraan dengan
proses yang mudah dan cepat berdasarkan syariah. Uang muka relatif ringan dan
pembayaran dapat dilakukan secara debet otomatis.
13. BNI iB Gadai Emas
BNI iB Gadai Emas atau juga disebut Raahn merupakan pembiayaan
dengan jaminan berupa emas (lantakan atau perhiasan) yang secara fisik dikuasai
oleh bank. Proses pembiayaan cepat dan sangat membantu bagi mereka yang
membutuhkan dana jangka pendek untuk kebutuhan yang mendesak.
14. BNI Hasanah Card
Bertepatan dengan Festival Ekonomi Syariah (FES) yang diselenggarakan
oleh Bank Indonesia, BNI Syariah telah meluncurkan salah satu jenis pembiayaan
yang berbasis kartu kredit yaitu BNI Hasanah Card dengan menggandeng provider
MasterCard Internasional.
Strong benefit/keuntungan dari hasanah Card ini adalah:
1. Sesuai tuntunan syariah
2. Lebih ringan karena tidak ada sistem bunga dan monthly fee dihitung dari
sisa pinjaman
3. Value tidak kalah menarik dibandingkan kartu kredit konvensional.
BAB III
SYARIAH CARD DALAM PERSEPEKTIF EKONOMI ISLAM
A. Pengertian Syariah Card dan Perbedaannya dengan Kartu Kredit
Konvensional
Syariah berasal dari kata syara‟a yang berarti syariat, ajaran, undang-undang
hukum.11
Syariah juga berarti jalan yang ditempuh atau garis yang semestinya dilalui.
Secara terminology, definisi syariah adalah peraturan-peraturan dan hukum yang
telah digariskan oleh Allah atau telah digariskan pokok-pokoknya dan dibebankan
pada kaum muslimin supaya mematuhinya, supaya syariah ini diambil oleh orang
Islam sebagai penghubung diantaranya dengan Allah dan diantaranya dengan
manusia. Jadi singkatnya, syariah itu berisi peraturan dan hukum-hukum yang
menentukan garis hidup yang harus dilalui oleh seorang muslim.12
Berdasarkan fatwa
No. 54/DSN-MUI/X/2006 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, yang
dimaksud dengan kartu kredit syariah (syariah card) adalah kartu yang berfungsi
seperti kartu kredit yang hubungan hukum berdasarkan sistem yang ada antara para
pihak berdasarkan prinsip syariah dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam fatwa
ini.
11
Munir Baalbaki dan Rohi Baalbaki, Kamus Al-Maurid, (Surabaya: Halim Jaya, 2006), h. 509. 12
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h.7.
Dalam beberapa literature fiqih kontemporer, status hukumnya sebagai
objek atau media jasa kafalah (jaminan) yang disertai talangan pembayaran (qardh)
serta jasa ijarah untuk kemudahan transaksi. Perusahaan perbankan pada hal ini yang
mengeluarkan kartu kredit (bukti kafalah) sebagai penjamin (kafil) bagi pengguna
kartu kredit tersebut dalam berbagai transaksi. Oleh karena itu berlaku disini hukum
kafalah, qardh dan ijarah.13
Sedangkan yang dimaksud dengan kartu kredit adalah alat pembayaran
pengganti uang tunai atau cek.14
Kartu kredit syariah pertama di dunia diluncurkan
oleh AmBank Malaysia (semula dikenal Arab-Bank Malaysian Berhad) dengan nama
Al-Taslif Credit Card pada tahun 1996 dengan skim bai‟ bitsaman „ajil. Meski
menimbulkan pro dan kontra, langkah tersebut diikuti oleh Bank Islam Malaysia
Berhad (BIMB) pertengahan tahun 2002 dengan nama Bank Islam Card. Kartu kredit
syariah di Indonesia pertama kali dikeluarkan oleh Bank Danamon unit Syariah
dengan menggandeng Master Card pada tanggal 19 Juli 2007 dengan persetujuan
DSN-MUI berdasarkan fatwa No. 54/DSN-MUI/X,2006 tentang syariah card.15
13
Stiawan Budi Utomo. Hukum Kartu Kridit Syariah. Artikel ini diakses pada tanggal 07 Agustus 2009 dari situs http://ustazsbu.blogspot.com
14
Hermansyah, SH. M. Hum, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta. Kencana Prenada Media Group, 2007), h.90.
15
Aji Dedi Mulawarman. Kontroversi Syariah Card... Kok Aneh? Artikel ini diakses pada 10 Februari 2009 dari situs http://ajidedim.wordpress.com/
Landasan penerbitan kartu kredit syariah yang dijadikan sebagai acuan umum
salah satunya sebagai berikut :
a. Firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 1 yang berbunyi sebagai
berikut :
Artinya :
“Wahai orang-orang yang beriman penuhilah aqad ini” (Q.S. Al-Maidah : 1).
b. Firman Allah surat Al-Maidah ayat 2 yang berbunyi sebagai berikut :
Artinya :
“Tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. “(Q.S. AI-Maidah: 2).
Ayat Al-Qur'an ini adalah untuk mengajak saudara sesama muslim untuk
mengerjakan perbuatan halal dan menghindari perbuatan dosa yaitu perbuatan
memakan riba.
Jika dilihat dari skema mekanisme transaksi antara kartu kredit konvensional
dengan kartu kredit syariah, terdapat beberapa perbedaan antara keduanya. Perbedaan
yang pertama dari segi akad, syariah card menggunakan 3 akad yaitu kafalah, ijarah,
qard. Perbedaan yang kedua adalah tidak adanya sistem bunga pada kartu kredit
syariah. Penggunannya seperti kartu kredit tetapi tidak terdapat pembayaran
minimum, jadi ketika jatuh tempo tagihan harus dibayar seluruhnya.
Selain dua hal tersebut diatas, perbedaan antara kartu kredit syariah dan kartu
kredit konvensional dapat terlihat pada sistem kontrol kartu kredit tersebut.
Sistem kontrol kartu kredit konvensional adalah sebagai berikut :
1. Sistem kontrol bank terhadap nasabah kartu kredit.
a. Sistem kartu yang dicabut oleh bank maka secepatnya nasabah kartu
kredit mengembalikan kartu dan melunasi kewajibannya.
b. Jika terdapat perubahan alamat atau data maka nasabah kartu kredit segera
memberitahukan.
2. Sistem kontrol bank terhadap merchant.
a. Bank berhak melakukan penolakan pembayaran untuk merchant atas
transaksi yang dilakukan nasabah.
b. Bank tidak bertanggung jawab atas segala transaksi yang dilakukan antara
merchant dengan nasabah kartu kredit tentang kualitas suatu barang.
3. Sistem kontrol bank terhadap bank dan nasabah kartu kredit.
a. Pihak penerima pembayaran kartu kredit dapat menolak untuk menerima
pembayaran dengan kartu kredit dari seseorang pemegang kartu kredit atas
pembelian suatu barang, apabila pihak penerima kartu kredit merasakan
adanya keraguan atas kartu tersebut.
b. Melakukan otoritas terlebih dahulu kepada pihak penerbit kartu apabila
ada pihak pemegang kartu yang menggunakan kartu kredit melebihi batas
maksimum
c. Selalu memeriksa Card Recolvery Bulletin (CRB daftar hitam) yang telah
dikirimkan atau diberikan oleh penerbit kartu dan bank.
Sedangkan sistem kontrol pada kartu kredit syariah, yaitu sebagai berikut
bank memberikan ketentuan dan batasan bahwa kartu tidak digunakan untuk transaksi
objek yang haram atau maksiat. Ini sesuai dengan konsep konsumsi dalam teori
ekonomi Islam, bahwa ukuran kemaslahatan menjadi standar dalam berkonsumsi
yaitu bahwa barang yang dikonsumsi adalah barang yang mendatangkan manfaat dan
kemaslahatan bukan mendatangkan mudhrarat dan mafasid. Sedangkan pada kartu
kredit konvensional tidak terdapat ketentuan mengenai objek transaksi, apakah harus
barang yang halal dan bermanfaat atau tidak.
Agar kartu kredit syariah tidak mendekati kartu kredit konvensional, DSN-
MUI menetapkan ketentuan tentang batasan (Dhawabith Wa Hudud), yaitu :
1. Tidak menimbulkan riba;
2. Tidak digunakan untuk transaksi yang, tidak sesuai syariah;
3. Tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan atau konsumerisme, dengan
cara antara lain menetapkan pagu maksimal pembelanjaan;
4. Pemegang kartu utama harus mempunyai kemampuan finansial untuk
melunasi pada waktunya;
5. Tidak memberikan fasilitas yang bertentangan dengan syariah.
Terdapat beberapa pihak yang terlibat dalam transaksi syariah card, yaitu :
1. Issuer Bank, yaitu pihak yang diberikan kuasa oleh undang-undang untuk
menerbitkan katu kepada nasabahnya, ia menjadi wakil dari card holder
dalam membayar nilai pembelian yang dilakukannya kepada merchant.
2. Card Holder, yaitu orang yang namanya dicantumkan dalam kartu, atau orang
yang diberi kuasa untuk memakainya dan ia berkewajiban untuk melunasi
semua kewajiban yang timbul sebagai akibat pemakaian kartu tersebut kepada
pihak issuer bank.
3. Merchant, yaitu pihak yang terkait dengan issuer bank dengan memberikan
barang dan jasa kepada card holder sesuai dengan kesepakatan mereka.
B. Prinsip Syariah Card dalam Perspektif DSN-MUI
Ada beberapa prinsip-prinsip yang diharamkan pada syariah card akan tetap
terjadi pada kartu kredit konvensional. Hal tersebut dijelaskan pada fatwa DSN-MUI
tentang syariah card pada ketentuan tentang batasan (Dhawabith Wa Hudud).
Yang pertama adalah tidak menimbulkan riba. Dalam bahasa Indonesia riba
diartikan sebagai bunga (baik sedikit maupun banyak). Menurut istilah teknis, riba
berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Dalam
Inggris riba diartikan interest (bunga sedikit) atau usury (bunga yang banyak). Riba
dapat timbul dalam pinjaman (riba dayn) dan dapat pula timbul dalam perdagangan
(riba bai‟). Riba bai' terdiri dari dua jenis, yaitu riba karena pertukaran barang sejenis
tetapi jumlahnya tidak seimbang (riba fadl), dan riba karena pertukaran barang
sejenis dan jumlahnya dilebihkan karena melibatkan jangka waktu (riba nasiah).
Riba dayn berarti tambahan, yaitu pembayaran premi atas setiap jenis
pinjaman dalam transaksi utang-piutang maupun perdagangan yang harus dibayarkan
oleh peminjam kepada pemberi pinjaman disamping pengembalian pokok yang
ditetapkan sebelumnya. Inti dari riba pinjaman (riba dayn) adalah tambahan pokok
yang ditetapkan sedikit maupun banyak.
Larangan riba yang terdapat dalam Al-Qur'an tidak diturunkan sekaligus
melainkan diturunkan dalam empat tahap. Pada tahap pertama, keharaman riba
untuk pertama kalinya secara implicit dijelaskan pada ayat 39 surat Ar-Rum yang
berikut :
Artinya :
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan
berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang
berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (Q.S.
Ar-Ruum : 39).
Penting dicatat, ayat tersebut merupakan bagian dari ayat-ayat Makiyyah.
Pembahasan mengenai riba dalam ayat 39 surat Ar-Rum yang termasuk kategori ayat-
ayat Makiyyah itu mempunyai sebuah indikasi mengenai betapa pentingnya tmasalah
riba ini.
Mayoritas ahli tafsir (jumhur al-mufassirin) berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan riba pada ayat tersebut adalah suatu bentuk pemberian (al-
„athiyyah) yang disampaikan seseorang kepada orang lain bukan dengan tujuan untuk
menggapai ridha Allah SWT, tetapi hanya sekedar mendapatkan imbalan duniawi
semata. Karena itu pelakunya tidak akan memperoleh pahala dari Allah. Bila
dicermati ayat 39 tidak secara eksplisit menyebutkan tentang keharaman riba. Karena
itu para ulama berbeda pendapat mengenai apa sesungguhnya yang dimaksud dengan
riba pada ayat tersebut.16
Yang kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah SWT akan
memberikan balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba. Seperti
yang tertulis dalam Al-Qur‟an surat An-Nisaa‟ ayat 160-161, sebagai berikut:
16
Mujar Ibnu Syarif, Konsep Riba dalam Al-Qur'an, Makalah yang Belum Dipublikasikan, h. 3.
Artinya :
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas
mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi
mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka
memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena
mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan
untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.” (An-Nisaa‟:
160-161).
Ayat tersebut menjelaskan tentang adanya semacam hukuman Tuhan terhadap
kaum Yahudi, sehingga mereka tidak boleh lagi mengkonsumsi beberapa jenis
makanan tertentu yang semula dihalalkan bagi mereka. Kemudian Allah SWT
melakukan pengharaman beberapa jenis makanan tertentu yang semula dihalalkan
bagi mereka yang sengaja ditetapkan-Nya dalam kitab Taurat.17
Hukuman tersebut ditimpakan kepada mereka, antara lain karena tiga alasan
yang tercantum dalam ayat 160-161 surat An-Nisa yakni, (1) banyak menghalangi
manusia dari jalan Allah, (2) memakan riba, padahal mereka dilarang memakannya,
dan (3) memakan harta orang lain dengan cara bathil. Kembali pada riba. Akan tetapi
mereka justru mempraktekannya dengan berbagai cara. Salah satnya, meminjamkan
uang kepada selain mereka dengan cara ribawi.
Seperti ayat 39 surat Ar-Rum, ayat 160-161 surat An-Nisa juga sama sekali
tidak menyinggung keharaman riba secara eksplisit. Kedua ayat tersebut menurut Dr.
Rif‟at Al-Sayyid Al-Audi paling sedikit berisis 4 hal berikut18
:
1. Riba merupakan tradisi yang biasa dilakukan oleh kaum Yahudi. Lebih dari itu
mereka bahkan menyebarkan kebiasaan memakan riba tersebut kepada pihak
lain.
2. Disebutkannya riba secara beriringan dengan memakan harta orang lain secara
bathil dalam ayat tersebut merupakan indikasi yang sangat jelas bahwa riba itu
merupakan salah satu bentuk memakan harta orang lain dengan cara yang
bathil.
17
Mujar Ibnu Syarif, Konsep Riba dalam Al-Qur'an, Makalah yang Belum Dipublikasikan, h. 5
18
Rif’ at Al-Sayyid al-Audi, Min al-Turats al-Iqtishad li al-Muslimin … hlm. 19 (http://muhaiminkhair.wordpress.com diunduh pada tanggal 22 Februari 2011 pukul 15:08 WIB)
3. Riba sangat erat kaitannya dengan kedzaliman (az-zulum). Dampak negatif
keduanya relatif sama dan sanksi ukhrawinya pun tidak jauh berbeda, yakni
diinformasikan empat macam kesalahan yang dilakukan yakni siksa pedih di
dalam neraka.
4. Dalam ayat tersebut diinformasikan empat macam kesalahan yang dilakukan
kaum Yahudi, yakni (1) kesalahan dari sisi aqidah, yakni menghalangi orang
lain untuk menempuh jalan Allah, (2) kesalahan dari aspek politik, (3)
kesalahan dari dimensi sosial. Dua kesalahan yang disebut terakhir ini sama-
sama ditandai dengan tindak kedzaliman yang biasa mereka lakukan dalam
interaksi politik, dan (4) kesalahan dari aspek ekonomi, yaitu mempraktekkan
riba sesungguhnya mereka dilarang melakukan itu.
Yang ketiga, keharaman riba sudah diterangkan secara eksplisit dengan
larangan memakan riba sebagaimana tercantum dalam ayat 130 surat Ali-Imran, yang
berbunyi sebagai berikut :
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
“(Q.S. Ali-Imran: 130).
Menurut Al-Razy, ketika menderita kekalahan dalam perang Uhud pada tahun
ke-3 H, kaum muslimin mulai meniru kebiasaan kaum Quraisy, yakni
menimbun harta kekayaan dengan jalan riba, sebagai respon atas tindakan tersebut,
turunlah ayat 130 surat Ali-Imran yang pada intinya berisi larangan bagi umat Islam
ini untuk menjalankan praktek riba, berbeda dengan ayat sebelumnya, ayat 130 surat
Ali-Imran ini secara eksplisit sudah mulai melarang umat Islam untuk memakan
riba19
.
Dalam menafsirkan penggalan ayat 130 surat Ali-Imran yang berbunyi
„adh‟afan mudha‟afah, dikalangan para ulama terjadi perbedaan pendapat. Satu
pendapat menyatakan, riba yang hanya sedikit saja hukumnya halal. Menurut Sayyid
Quthb, penggalan ayat 130 surat Ali-Imran yang berbunyi „adh'afan mudha‟afah,
merupakan sebuah sifat yang lazim melekat pada riba20
. Karena itu, meskipun
ditetapkan dalam kadar yang sedikit saja, secara natural, seiring
berjalannya waktu, riba yang sedikit itu, lama-kelamaan pasti akan berubah menjadi
berlipat ganda juga. Bila pendapat Sayyid Quthb ini diterima, maka riba itu tetap
19
http://stissbisurabaya.blogspot.com ”Diskusi tentang riba dalam Persepektif Ekonomi Islam” Bunga dan Riba. Surabaya: Selasa 21 Desember 2010.
20
Quthb, Sayyid. Fi Zhilal al-Qur`an, cet. V, vol. X. Beirut : Dar Ihyâ al-Turâts al-‘Arabi(http://riuisme.wordpress.com diunduh pada tanggal 22 Februari 2011 pukul 15:12 WIB)
haram hukumnya, baik dalm kadar yang sedikit saja maupun dalam kadar yang
berlipat ganda.
Yang terakhir, Allah SWT dengan jelas dan tegas mengharamkan apa pun
jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang diturunkan
menyangkut riba.
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu
tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah Allah dan Rasul-Nya
akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba) maka bagimu
pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianaya.” (Q.S. Al-Baqarah :
278-279).
Ayat ini merupakan ayat terakhir tentang riba yang diturunkan kepada nabi
Muhammad SAW. Ayat tersebut paling sedikit berisi tentang penjelasan tentang
dampak negatif dari riba, yaitu :
1. Riba menjadikan pelakunya laksana orang yang kerasukan setan. Sehingga
tidak dapat lagi membedakan antara yang hak dengan yang bathil, seperti tidak
dapat membedakan jual beli yang jelas-jelas halal dengan riba yang jelas-jelas
haram.
2. Dalam riba terdapat unsur dzulm (penindasan terhadap orang lain) yang tidak
ada pada jual beli. Karena itu jual beli halal, sementara riba haram dilakukan.
3. Pada hari kiamat nanti pemakan riba akan mendapat siksa yang kekal abadi di
dalam neraka.21
Praktek riba terjadi pada kartu kredit konvensional. Apabila card holder tidak
dapat melunasi kewajibannya pada jangka waktu yang telah ditentukan, maka card
holder wajib membayar jumlah tagihan yang ditambahkan dengan bunga berdasarkan
perjanjian, dan bunga tersebut akan berlipat terus menerus apabila card holder tidak
melunasi kewajibannya di bulan yang mendatang. Lain hal apabila card holder dapat
melunasi kewajibannya tepat pada waktu yang ditentukan maka card holder tidak
dikenakan bunga. Berbeda dengan ketentuan pada syariah card. Pada syariah card
terdapat biaya yang disebut dengan biaya ta‟widh. Fatwa DSN-MUI No. 43 tentang
ganti rugi (ta‟widh) memutuskan bahwa ganti rugi hanya boleh dikenakan atas pihak
21
Mujar Ibnu Syarif, Konsep Riba dalam Al-Qur'an, Makalah yang Belum Dipublikasikan, h. 12.
yang dengan sengaja atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari
ketentuan akad dan menimbulkan kerugian lain dan kerugian yang dapat dikenakan
ta‟widh adalah kerugian rill yang dapat diperhitungkan dengan jelas.
Besar ganti rugi (ta'widh) adalah sesuai dengan nilai kerugian riil (real loss)
yang pasti dalam dialami (fixed cost) dalam transaksi tersebut dan bukan kerugian
yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang yang hilang
(opportubity loss atau al-furshah al-dhai‟ah). Besamya ganti rugi ini tidak boleh
dicantumkan dalam akad.
Perbedaan antara bunga dengan biaya ta‟widh adalah sebagai berikut, bunga
adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang/kredit (alqard) yang
diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil
pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu, diperhitungkan secara pasti di muka, dan
pada umumnya berdasarkan persentase. Sedangkan biaya ta‟widh adalah ganti rugi
yang bertujuan untuk menutup kerugian yang terjadi akibat pelanggaran atau
kekeliruan yang hanya boleh dikenakan atas pihak yang disengaja atau karena
kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan akad dan
menimbulkan kerugian pada pihak lain.
Prinsip yang kedua adalah tidak digunakan untuk transaksi yang tidak sesuai
dengan syariah. Hal ini dapat dikatakan dengan tidak adanya transaksi yang bersifat
gharar. Lafal gharar secara etimologi bermakna kekhawatiran atau risiko, dan gharar
berarti juga menghadapi suatu kecelakaan, kerugian dan atau kebinasaan. Gharar
juga dikatakan sebagai sesuatu yang bersifat ketidakyakinan (uncertainty). Jual beli
gharar berarti sebuah jual beli yang mengandung unsure ketidaktahuan atau
ketidakpastian (jahalah) antara dua pihak yang bertransaksi atau jual beli suatu objek
akad yang tidak diyakini dapat diserahkan.
Dalam penjabaran konsep adil yang dilakukan oleh Suwailem (1999) dan
dikembangkan oleh Karim (2000), salah satu komponennya adalah tidak boleh
gharar atau dalam istilah ekonominya disebut uncertainty with zero sum game.
Karena gharar berarti dzalim pada salah satu pihak pelaku transaksi. Karena dalam
gharar terdapat unsur memakan harta orang lain dengan cara bathil.
Secara garis besar gharar dibagi menjadi 2 (dua) bagian pokok, yaitu gharar
dalam sighat akad dan gharar dalam objek akad. Gharar dalam objek akad meliputi
salah satunya adalah ketidaktahuan (jahl) dalam jenis objek akad, yaitu tidak
diketahuinya objek akad yang akan ditransaksikan, sehingga zat, sifat serta karakter
dari objek akad tidak diketahui (majhul). Untuk itu para ahli Fiqih sepakat, bahwa
mengetahui jenis obyek transaksi merupakan syarat sahnya jual beli. ketidakjelasan
obyek transaksi dapat menghalangi sahnya jual beli sebagaimana ketidak jelasan atas
jenisnya.
Dalam beberapa literatur fiqih disebutkan tentang disyaratkannya
menyebutkan macam dari obyek transaksi (secara jelas) agar akadnya menjadi sah,
dan sebagian yang lain dengan menyebutkan sifat atau karakter dari obyek
transaksinya.
Jenis gharar ditinjau peristiwanya adalah :
1. Jual beli barang yang belum ada.
2. Jual beli tidak jelas, baik mutlak pada barangnya, jenis maupun sifatnya.
3. Jual beli barang yang tidak mampu diserahterimakan.
Ulama bermadzhab Syafi‟ie mempunyai tiga perincian pendapat dalam
persyaratan atas penyebutan sifat, karakter dan jenis transaksi agar transaksi tersebut
menjadi sah :
1. Tidak sah suatu transaksi jual beli sehingga disebutkan seluruh sifat dan
karakternya.
2. Tidak sah suatu transaksi jual beli sehingga disebutkan sifat sifat dan karakter
komoditi yang dikehendaki.
3. Keabsahan jual beli dengan tanpa penyebutan sifat dan karakter komoditi dapat
terjadi asalkan mekanisme khiyar ru‟yah (masa pilihan dengan melihat
komoditi) masih berlaku bagi pembeli.
Pada kartu kredit konvensional tidak terdapat ketentuan mengenai jenis objek
transaksi yang diperbolehkan. Jadi apapun objeknya, transaksi dapat menggunakan
kartu kredit konvensional, baik itu objek yang halal maupun haram. Lain hal dengan
yang terjadi pada syariah card. Hanya pada produk-produk yang halal saja syariah
card dapat dipergunakan.
Prinsip yang ketiga adalah tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan atau
konsumerisme atau israf. Menurut bahasa, israf adalah menafkahkan
(membelanjakan) sesuatu tidak dalam rangka melaksanakan ketaatan kepada Allah.
Israf juga berarti berlebih-lebihan melewati batas. Sedangkan menurut istilah, israf
berarti melewati batas dalam hal makan, minum, berpakaian, bertempat tinggal, dan
keinginan yang tersembunyi dalam jiwa manusia. Allah berfirman dalam surat AI-
Isra‟: 27) mengenai pelarangan israf sebagai berikut.
Artinya :
“Sesunguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu
selalu ingkar kepada Tuhannya.” (Q.S. Al-Isra‟: 27).
Pada praktek di kartu konvensional tidak terdapat pagu maksimal
pembelanjaan, sehingga card holder dapat dengan bebas menggunakan kartu kredit.
Akan tetapi kartu kredit syariah menetapkan batas minimum pembayaran setiap
jangka waktunya, sehingga tidak mendorong nasabah menjadi konsumtif.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
TABEL 2.1
DESKRIPSI PRINSIP SYARIAH CARD
PRINSIP DESKRIPSI
1. Riba Adanya Bunga.Apabila card holder tidak dapat melunasi
kewajibannya pada jangka waktu yang telah ditentukan maka card
holder wajib membayar tagihan yang telah ditambahkan dengan
bunga. Dan bunga akan bertambah terus menerus apabila card
holder tidak dapat melunasi kewajibannya di jangka waktu
berikutnya.
2. Gharar Tidak adanya ketentuan objek yang dapat dibayar dengan kartu
kredit. Apapun jenis objeknya jika sudah tergabung sebagai
merchant dari provider kartu kredit tersebut, maka transaksi dapat
dilakukan.
3. Israf Tidak adanya batas maksimum/limit pembelian menjadikan
nasabah kartu kredit bersifat konsumerisme. Ditambah dengan
adanya batas minimum pembayaran menjadikan kurang adanya
rasa tanggung jawab dalam pelunasan tagihan kartu kredit.
C. Ketentuan Ta’widh Menurut Fatwa DSN-MUI
Dalam fatwa DSN-MUI No. 43/DSN-MUI/VII/2004 tentang ta‟widh terdapat
2 ketentuan, yaitu ketentuan umum dan ketentuan khusus. Ketentuan umum berisi
tentang :
1. Ganti rugi (ta‟widh) hanya boleh dikenakan atas pihak yang dengan sengaja
atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan akad
dan menimbulkan kerugian pada pihak lain.
2. Kerugian yang dapat dikenakan ta‟widh sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
adalah kerugian riil yang dapat diperhitungkan dengan jelas.
3. Kerugian riil sebagaimana dimaksud ayat 2 adalah biaya-biaya riil yang
dikeluarkan dalam rangka penagihan hak yang seharusnya dibayarkan.
4. Besar ganti rugi (ta‟widh) adalah sesuai dengan nilai kerugian riil (real loss)
yang pasti dialami (fixed cost) dalam transaksi tersebut dan bukan kerugian
yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang yang
hilang (opportunity loss atau al-furshah al-adhai‟ah).
5. Ganti rugi (ta‟widh) hanya boleh dikenakan pada transaksi (akad) yang
menimbulkan utang piutang (dain), seperti salam, istishna‟ serta murabahah
dan ijarah.
6. Dalam akad mudhrabah dan musyarakah ganti rugi hanya boleh dikenakan oleh
shahibul mal atau salah satu pihak dalam musyarakah apabila bagian
keuntungannya jelas tetapi tidak dibayarkan.
Ketentuan khusus pada fatwa tentang ta‟widh adalah sebagai berikut :
1. Ganti rugi yang diterima dalam transaksi dalam LKS dapat diakui sebagai hak
(pendapatan) bagi pihak yang menerimanya.
2. Jumlah ganti rugi besarnya tetap sesuai dengan kerugian riil dan tata cara
pembayarannya tergantung kesepakatan para pihak.
3. Besarnya ganti rugi ini tidak boleh dicantumkan dalam akad.
4. Pihak yang cedera janji bertanggung jawab atas biaya perkara dan biaya lainnya
yang timbul akibat proses penyelesaian perkara.
D. Akad yang Digunakan dalam Syariah Card
Berdasarkan fatwa DSN-MUI mengenai syariah card, terdapat ketentuan akad
yang Digunakan dalam syariah card, yaitu kafalah, ijarah, dan qard. Kafalah
menurut bahasa berarti dhaman (Jaminan).22
Sedangkan menurut ahli fiqih mazhab
Hanafi, kafalah adalah penggabungan tanggungan seorang kafil (pihak penjamin)
dengan tanggungan ashil (orang yang ditanggung) untuk memenuhi tuntutan dirinya
atau uang atau barang atau suatu pekerjaan. Menurut kalangan Ulama Fiqih lainnya
kafalah adalah penggabungan dua tanggungan dalam pemenuhan tanggungan dan
hutang. Sedangkan dalam prakteknya pada syariah card, akad kafalah dalam hal ini
berarti penerbit kartu adalah kafil bagi pemegang kartu terhadap merchant atas semua
kewajiban bayar (dayn). Atas pemberian kafalah, penerbit kartu dapat menerima fee
(ujrah kafalah).
Akad yang kedua adalah ijarah. Secara bahasa, kata ijarah berasalah dari kata
ajru yang berarti gaji, ongkos keda, upah. uang jasa.23
Dalam praktek pada syariah
card, akad ijarah dalam hal ini penerbit kartu adalah penyedia jasa adalah sistem
pembayaran dan pelayanan terhadap pemegang kartu. Atas ijarah ini, pemegang kartu
dikenakan membership fee.
Akad yang terakhir adalah qard. Menurut bahasa kata qard berarti adalah
pinjaman, bantuan. Qard adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih
atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan
imbalan. Dalam syariah card, akad qard dalam hal ini penerbit kartu adalah pemberi
pinjaman (muqridh) kepada pemegang kartu (muqtaridh) melalui penarikan tunai
dari bank atau ATM bank penerbit kartu.
22
Baalbaki, Kamus AlMaurid, h. 561. 23
Baalbki, Kamus Almaurid, h. 21.
E. Mekanisme Syariah Card
Sistem kerja syariah card adalah dengan melibatkan pihak-pihak yang saling
berkepentingan. Sistem kerja ini melibatkan pemegang kartu, perusahaan yang
mengeluarkan dan pihak pedagang (merchant). Sistem kerja syariah card, dimulai
dari permohonan penerbitan kartu, transaksi pembelanjaan sampai dengan penagihan
yang dilakukan oleh lembaga pembayar, dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Nasabah mengajukan permohonan sebagai pemegang kartu dengan memenuhi
segala peraturan yang telah dibuat.
2. Bank atau lembaga pembiayaan akan menerbitkan kartu apabila terhadap
disetujui (setelah melalui penelitian terhadap kredibilitas dan capabilitas calon
nasabah), kemudian diserahkan ke nasabah.
3. Dengan kartu yang sudah disetujui pemegang kartu berbelanja di suatu tempat
dengan bukti pembayarannya.
Apabila nasabah pemegang kartu melakukan transaksi, maka sistem kerja
penagihannya sebagai berikut :
1. Card holder memakai kartunya dalam berbelanja kepada merchant, ia
mendapatkan sales draft sejumlah pembeliannya itu.
2. Merchant memberikan sales draft itu pada bank merchant, lalu pembayaran
kepada merchant langsung dilakukan oleh bank tersebut. Di samping itu juga
ditentukan komisi bank merchant yang disepakati keduanya.
3. Bank atau lembaga pembiayaan akan menagihkan kepada card holder
berdasarkan bukti pembelian sampai batas waktu tertentu.
4. Pemegang kartu akan membayar sejumlah nominal yang tertera sampai batas
waktu yang telah ditentukan.
Adapun hubungan dengan card taker (Master Card) dengan bank lokal yang
menerbitkan kartu adalah sesuai dengan perjanjian yang mengatur pembagian kerja
dan pembagian keuntungan di antara mereka.
Sebagai seseorang yang diberi kuasa untuk mengunakan kartu kredit dan
Berkewajiban untuk melunasi segala bentuk kewajiban sebagai akibat dari pemakaian
kartu kredit, ada beberapa hal yang perlu dan wajib untuk diperhatikan oleh card
holder yang dicantumkan dalam kesepakatan. Diantaranya adalah :
1. Didalamnya disebutkan berapa yang harus dibayar untuk biaya pajak dan
sebagainya.
2. Hak dan kewajiban yang ditekankan dalam perjanjian dan hal-hal lainyang
harus ditunaikan oleh card holder ;
3. Limit nominal yang diberikan oleh issuer card untuk penarikan uang secara
tunai dan card holder menyiapkan laporanrutinnya ;
4. Syarat-syarat yang diminta oleh issuer card kepada card holder ketika terjadi
kegagalan perjanjian dan tidak terpenuhinya poin-poin dalam kesepakatan
tersebut.
Pada syariah card terdapat beberapa fee yang menjadi kewajiban bagi nasabah
syariah card, yaitu sebagai berikut :
TABEL 2.2
FEE PADA SYARIAH CARD
Iuran Keanggotaan
(membership fee)
Iuran keanggotaan, termasuk
perpanjangan masa keanggotaan dari
pemegang kartu, sebagai imbalan atas
izin penggunaan fasilitas kartu yang
pembayarannya berdasarkan
kesepakatan.
Merchant Fee Fee yang diberikan oleh merchant
kepada penerbit kartu yang diambil dari
harga obyek transaksi atau pelayanan
sebagai upah/imbalan (ujrah) atas
perantara (samsarah), pemasaran
(taswiq) dan penagihan (tashil al-dayn).
Fee Penarikan Uang Tunai Fee penarikan uang tunai sebagai fee
pelayanan dan penggunaan fasilitas yang
besarnya tidak dikaitkan dengan jumlah
penarikan.
Sumber : Pengembangan Produk Perbankan BNI Syariah
BAB IV
APLIKASI HASANAH CARD DI BNI SYARIAH
A. Mekanisme Operasional Hasanah Card
Business flow dari Hasanah Card diawali dengan pengajuan aplikasi oleh
nasabah pemohon kepada pihak issuer bank yang dalam hal ini adalah BNI Syariah.
Dilanjutkan dengan proses scoring/verifikasi berdasarkan aplikasi yang dilakukan
oleh nasabah. Jika proses scoring/verifikasi telah selesai dilaksanakan maka proses
approval adalah langkah berikutnya.
Langkah selanjutnya adalah proses cetak kartu Hasanah Card, rekening
Hasanah Card dan plafon Hasanah Card. Rekening awal Hasanah Card merupakan
Goodwill Investment/Tabungan Mudharabah Hasanah Card (khusus kartu classic)
10% dari plafon. Lalu kartu Hasanah Card, rekening tabungan Hasanah Card dan
petunjuk aktivasi dikirimkan kepada nasabah pemohon.
Untuk mengaktifkan Hasanah Card, nasabah` pemohon harus menyetorkan
Goodwill Invesment kepada kantor cabang BNI atau BNI Syariah. Lalu proses
aktivasi dilakukan. Setelah proses transaksi berjalan, billing statement dari transaksi
termasuk dalam laporan saldo tabungan Hasanah Card.
Terdapat perbedaan antara kartu kredit reguler dengan Hasanah Card.
Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini;
TABEL 4.1
PERBEDAAN KARTU KREDIT REGULER DAN HASANAH CARD
Kartu Kredit Reguler Hasanah Card
Dasar Hukum UU Perbankan UU Perbankan, UUPS, Fatwa
DSN
Penerbit Bank konvensional BNI Syariah bekerjasama dengan
divisi BSK
Provider Master Card & Visa Master Card
Perjanjian Berdasarkan bunga Berdasarkan akad kafalah, ijarah
qard
Ketentuan
penggunaan
Tidak dibatasi Hanya dapat digunakan untuk
transaksi yang sesuai syariah
Fitur Cash advance, danaplus,
extradana, smart spending, transfer
balance, executive lounge, dsb
Fitur sama dengan kartu kredit
reguler yang membedakan cara
penetapan fee-nya
Pendapatan
bank
Annual fee, bunga atas transaksi,
merchant fee, denda atas
keterlambatan
Annual fee, monthly fee, biaya
penagihan, denda keterlambatan
sebagai dana sosial
Good will
investment
Tidak diperlukan Diperlukan untuk kartu
classic10% dari limit kartu
Sumber : Pengembangan Produk Perbankan BNI Syariah.
Goodwill investment pada Hasanah Card adalah semacam deposito yang tidak
dapat diambil selama nasabah masih menggunakan Hasanah Card, besarnya adalah
10% dari limit kartu. Akan tetapi goodwill investment hanya berlaku pada kartu jenis
classic. Karena menurut data Bank Indonesia tingkat kemungkinan terjadinya kredit
macet paling tinggi adalah pada pengguna kartu classic atau untuk kartu kredit
konvensional yaitu pada kartu silver. Oleh karena itu Bank Indonesia menetapkan
peraturan bahwa bagi nasabah yang ingin mengajukan aplikasi kartu Hasanah Card
jenis classic harus menyetorkan 10% dari limit kartunya. Berdasarkan deposito 10%
tersebut, nasabah akan mendapatkan nisbah bagi hasil setiap bulannya sebesar 15%
dari keuntungan yang diperoleh bank. Deposito tersebut dapat diambil jika nasabah
menghentikan penggunaan Hasanah Card atau nasabah ingin merubah kartu menjadi
gold atau platinum.
Selain perbedaan tersebut di atas, perbedaan antara kartu kredit reguler dan
Hasanah Card juga dapat dilihat dari pendapatan bank sebagai berikut ;
TABEL 4.2
PERBEDAAN KARTU KREDIT REGULER DENGAN HASANAH CARD
Pendapatan Kartu Kredit Reguler Pendapatan Hasanah Card
1. Membership, fee Annual fee 1. Annual membership fee annual fee, berasal
dari akad ijarah (fix)
2. Bunga atas nominal transaksi 2. Monthly membership fee (fix), berasal dari
akad kafalah, diberikan diskon dari jumlah
transaksinya dalam bentuk cash rebate
3. Merchant fee 3. Merchant fee, berasal dari akad ijarah
(sesuai transaksi)
4. Cash advance fee 4. Cash advance fee (rusum sahb al-nuqud)
5. Denda keterlambatan 5. Biaya keterlambatan :
- Biaya keterlambatan menjadi dana sosial
- Biaya penagihan boleh diakui sebagai
biaya ta‟widh
Sumber : Pengembangan Produk Perbankan BNI Syariah.
Adapun cara menghitung net monthly fee adalah sebagai berikut :
a. Limit kartu (gold) Rp. 100.000.000
b. Monthly membership fee (2, 95% x limit kartu) Rp. 295.000
c. Penggunaan Kartu Rp. 1.000.000
d. Outstanding after payment Rp. 900.000
e. Cash rebate (e = (d-a) x 2, 95%) Rp. 284.450
f. Net monthly membership fee (f = b + e ) Rp. 26.550
Hasanah Card sebagai syariah card tidak menggunakan perhitungan bunga
dalam penetapan biaya yang dikenakan kepada nasabah, apalagi dengan perhitungan
bunga per bunga. Namun nasabah Hasanah Card akan dikenakan iuran bulanan
(monthly fee) yang nilainya tetap dan diberikan insentif (cash rebate) kepada nasabah
atas dasar pola pembelanjaan dan pembayaran. Cash rebate adalah bentuk apresiasi
dari bank kepada pemegang kartu yang dapat mengurangi monthly membership fee.
Cash rebate diberikan atas setiap pembayaran tagihan yang besarnya proporsional
dari jumlah pembayaran. Menghitung nominal monthly fee adalah berdasarkan
penggunaan kredit limit atau sebesar pemakaian kredit limit kartu.
Akad yang diterapkan pada Hasanah Card adalah kafalah, ijarah dan qard.
Kesemuanya dipergunakan sesuai transaksi yang berlangsung. Akad tersebut menjadi
dasar Hasanah Card menetapkan tarif charge atau biaya yang dikenakan kepada
pemegang kartu. Misal, dengan akad ijarah bank menetapkan biaya sewa sebesar
biaya yang dikeluarkan. Dengan akad kafalah bank menetapkan iuran biaya untuk
mengcover resiko yang timbul.
Baik Hasanah Card maupun kartu kredit reguler mempunyai persamaan dalam
hal pagu limit berdasarkan jenis kartu, menggunakan jasa provider Inernasional,
yaitu MasterCard International, dan nasabah dikenakan biaya iuran tahunan. Selain
hal diatas, Hasanah Card dan kartu kredit reguler juga memiliki kesamaan fitur,
seperti pembelanjaan, pola cicilan, transfer tagihan, cash advance, ekstra dana,
perlindungan asuransi, dll. Yang membedakan hanyalah dalam cara penetapan fee.
B. Penerapan Syariah Compliance dalam Pelaksanaan Hasanah Card
Dalam mengelola Hasanah Card. BNI Syariah berusaha menjalankan prinsip-
prinsip Syariah Compliance dengan Cara selalu berkonsultasi dengan Dewan
Pengawas Syariah (DPS) di BNI Syariah serta dengan Dewan Syariah Nasional
(DSN).
Berdasarkan fatwa DSN-MUI tentang Syariah Card, terdapat prinsip-prinsip
syariah yang harus diterapkan dan ada pula yang harus dihindari, seperti riba, gharar,
dan israf. Untuk menghindari praktek riba, gharar dan israf dari card Syariah
melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Mengikuti dan mempedomani secara utuh ketentuan fatwa MUI nomor
54/DSN-MUI/X/2005 tentang Syariah Card yang berisi yaitu, a) Ketentuan
Umum, b). Hukum Syariah Card, c). Ketentuan Akad, d). Ketentuan Tentang
Batasan Syariah Card, e). Ketentuan Fee, f). Ketentuan Ta‟widh dan Denda dan
g). Ketentuan Penutup, untuk diaplikasikan pada Hasanah Card dengan tidak
menyalahi sedikitpun ketentuan yang sudah dibuat oleh DSN-MUI.
b. Untuk menghindari terjadinya utang yang berlipat ganda, pada praktek Hasanah
Card jika nasabah lalai dalam membayar kewajiban tiap bulan maka Hasanah
Card tidak dapat digunakan sampai kewajiban tersebut terlunasi. Sesuai dengan
penelitian penulis, apabila nasabah Hasanah Card lalai dalam melakukan
kewajiban maka kartu tidak dapat digunakan sampai nasabah dapat melunasi
kewajibannya. Hal ini sesuai dengan prinsip syariah card tentang menghindari
utang yang berlipat. Peraturan tersebut menjadikan nasabah menjadi lebih
waspada dan hati-hati dalam menggunakan kartunya.
c. Menghindari penggunaan Hasanah Card untuk tindakan israf, antara lain
dilakukan dengan memberikan imbauan kepada card holder untuk
menggunakan Hasanah Card dengan bijak. Pada Hasanah Card juga ditetapkan
pagu maksimal pembelanjaan yang dimaksudkan agar nasabah tidak menjadi
konsumtif.
Berdasarkan penelitian penulis, pagu maksimal ditentukan berdasarkan
permohonan dari nasabah atas dasar kebutuhannya masing-masing dan
berdasarkan pendapatannya yang telah diperhitungkan oleh penerbit fasilitas.
Pagu maksimal dimaksudkan untuk menahan nasabah dalam melakukan
transaksi yang berlebihan. Serta disesuaikan dengan jenis kartu yang digunakan
oleh nasabah, dan jenis kartu disesuaikan dengan penghasilan yang diperoleh
nasabah setiap bulannya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kredit macet.
Adanya kemudahan-kemudahan memang menyebabkan pemegang kartu
mudah membeli/membelanjakannya, namun kembali kepada pemegang kartu
bagaimana mengatur keuangan pribadinya karena semua yang dibelanjakannya
tetap menjadi beban penghasilannya. Berdasarkan data diatas dapat dikatakan
Hasanah Card sudah sesuai dengan prinsip syariah card yang dikeluarkan oleh
DSN-MUI No. 54 tentang Syariah Card yaitu tidak menyebabkan nasabah
menjadi konsumtif.
d. Untuk menghindari terjadinya gharar pada praktek Hasanah Card. BNI Syariah
telah memberikan kode pada merchant-merchant yang halal untuk dikonsumsi
oleh nasabah Hasanah Card. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa
Hasanah Card hanya dapat digunakan pada merchant-merchant yang halal.
Berdasarkan penelitian penulis, Hasanah Card hanya dapat digunakan pada
merchant yang telah ditetapkan halal oleh DSN-MUI dan merchant tersebut
tergabung dalam jaringan MasterCard, seperti Bread Talk, Pizza Hut, Matahari
Dept. Store, dan lain-lain. Untuk supermarket seperti Giant atau Carrefour,
Hasanah Card hanya dapat digunakan pada item-item yang termasuk dalam item
dengan label halal. Jadi apabila nasabah pengguna Hasanah Card menggunakan
kartunya untuk membeli minuman beralkohol di supermarket yang termasuk
dalam jaringan MasterCard, maka item yang dibeli tidak akan bisa dibayar
menggunakan Hasanah Card.
Yang perlu diyakini adalah bahwa BNI Syariah telah berusaha untuk
memberikan kartu kredit yang sesuai dengan tuntutan syariah, minimal Hasanah Card
telah menjadi salah satu alternative untuk memperbaiki kebutuhan nasabah terhadap
kartu kredit. Hal ini sesuai dengan prinsip Syariah Card yaitu tidak menimbulkan
gharar, dan obyek yang digunakan sudah jelas.
Dengan niat bersungguh-sungguh untuk menjalankan syariat Islam dalam
mengelola Hasanah Card, serta berupaya menjadikan Hasanah Card sebagai inspirasi
belanja bijak sesuai syariah. BNI Syariah meyakini bahwa Hasanah Card dapat
menjadi kartu kredit yang baik. walaupun pada dasarnya kartu kredit tidak
menjadikan nasabah penggunanya menjadi bijak, akan tetapi BNI Syariah berharap
dengan dikeluarkannya Hasanah Card nasabah menjadi bijak dengan hanya
membelanjakan pendapatannya untuk produk yang halal.
Dalam fatwa DSN-MUI tentang Syariah Card terdapat biaya-biaya yang
dibebankan kepada nasabah pemegang kartu kredit, diantaranya biaya ta‟widh. Pada
dasamya biaya ta‟widh hanya boleh dibebankan kepada nasabah yang dengan sengaja
lalai dalam penagihan kartu kredit, dan besarnya nominal biaya ta‟widh ditentukan
berdasarkan biaya rill yang dikeluarkan oleh bank pada proses penagihan. Akan tetapi
prakteknya pada Hasanah Card, biaya ta‟widh ditentukan berdasarkan waktu. Selama
waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penagihan kepada nasabah, maka biaya
ta‟widh akan semakin meningkat.
Menurut BNI Syariah, biaya ta‟widh ditentukan berdasarkan jumlah hari
adalah karena dalam melakukan penagihan BN1 Syariah bekerjasama dengan agency
dimana agency tersebut bertugas dibagi dalam janga waktu tertentu. Karena semakin
lama nasabah menunggak, maka semakin sulit nasabah tersebut ditagih. Maka biaya
pun berbeda. Berdasarkan hal ini penagihan biaya ta‟widh yang berdasarkan waktu
bukan berdasarkan kebutuhan bank dapat dikatakan sesuai dengan prinsip syariah.
Karena semakin lama nasabah menunggak maka biaya yang dibutuhkan untuk
melakukan penagihan juga berbeda.
TABEL 4.3
JENIS KARTU DAN NOMINAL BIAYA TA’WIDH
Jenis Kartu Classic Gold Platinum
x hari – 29 hari Rp. 15.000,- Rp. 35.000,- Rp. 110.000,-
30 – 59 hari Rp. 20.000,- Rp. 50.000,- Rp. 160.000,-
60 – 89 hari Rp. 25.000,- Rp. 65.000,- Rp. 220.000,-
90 – 119 hari Rp. 40.000,- Rp. 100.000,- Rp. 340.000,-
120 – 149 hari Rp. 50.000,- Rp. 120.000,- Rp. 410.000,-
150 – 179 hari Rp. 60.000,- Rp. 150.000,- Rp. 480.000,-
> 180 hari Rp. 320.000,- Rp. 800.000,- Rp. 2.800.000,-
Sumber : www.bnisyariah.com
C. Bentuk Kerjasama antara BNI Syariah dengan MasterCard
BNI Syariah sebagai bagian dari PT. BNI (Persero) Tbk, yang telah lebih dulu
bekerjasama dengan MasterCard yang menerbitkan kartu kredit BNI. Dalam
menerbitkan Hasanah Card, BNI Syariah melanjutkan kerjasama dengan MasterCard
yang merupakan penyedia “brand” dan jaringan.
Dalam proses penerbitan kartu kredit, sebuah bank diharuskan melakukan
kerjasama dengan sebuah principal/provider kartu kredit. Dalam menerbitkan
Hasanah Card. BNI Syariah bekerjasama dengan MasterCard sebagai provider
jaringan. BNI Syariah perlu meminta nomor bank atau Bank Identification Number
(BIN) yang berjumlah 6 digit kepada MasterCard sebagai bukti bahwa BNI Syariah
telah bekerjasama dengan MasterCard. Hal ini dikarenakan BNI
Syariah hanya meneruskan kerjasama yang sudah terjalin antara MasterCard dengan
PT. BNI (Persero) Tbk.
Hubungan yang terjalin antara BNI Syariah dengan MasterCard hanya sebatas
MasterCard sebagai penyedia jaringan transaksi International dan BNI Syariah
sebagai salah satu partner kerja dari MasterCard yang menggunakan jasa jaringan
International tersebut. Sedangkan perhitungan yang digunakan dalam segala jenis
transaksi adalah sesuai dengan sistem kerja dari masing-masing bank, yang dalam hal
ini berarti perhitungan yang digunakan BNI Syariah adalah sesuai dengan prinsip
syariah. Kewajiban antara bank penerbit kartu terhadap MasterCard hanya
pembayaran tagihan per bulan berdasarkan jumlah kartu beredar atau jumlah
transaksi tanpa adanya penambahan beban bunga.
Hubungan kerjasama (bermuamalah) dengan pihak MasterCard
(konvensional) dimungkinkan selama akad yang digunakan tidak bertentangan
dengan ketentuan syariah.
D. Keuntungan yang Diperoleh BNI Syariah dan MasterCard
MasterCard adalah sebagai penyedia “brand” dan jaringan (merchant
bertanda MasterCard dan ATM bertanda Cirrus) dan BNI Syariah adalah sebagai
Bank Penerbit Kartu dan pemilik portofolio pinjaman. BNI Syariah mendapatkan
sharing fee dari transaksi yang dilakukan pemegang kartu dan BNI juga diharuskan
membayar biaya keanggotaan dan sewa jaringan. Jadi keuntungan yang diperoleh
setiap bulannya oleh BNI Syariah adalah mendapatkan sharing fee dari setiap
transaksi yang dilakukan pemegang kartu. Sedangkan keuntungan yang diperoleh
MasterCard setiap bulannya berasal dari biaya keanggotaan dan sewa jaringan yang
dilakukan oleh BNI Syariah.
Kerjasama dengan MasterCard yang merupakan provider kartu kredit yang
mempunyai merchant-merchant di seluruh dunia, juga memberikan suatu keuntungan
kepada BNI Syariah. Hasanah Card akan terhubung dengan merchant-merchant
MasterCard diseluruh dunia.
Selain BNI Syariah dan MasterCard yang memperoleh keuntungan dari
kerjasama keduanya, nasabah yang menggunakan Hasanah Card juga memperoleh
keuntungan. Karena nasabah pengguna Hasanah Card dapat menggunakan Hasanah
Card di dalam maupun luar negri dikarenakan jaringan MasterCard yang sudah
tersebar diseluruh dunia. Setidaknya keuntungan itu diperoleh dengan diterbitkannya
Hasanah Card yang sesuai syariah yang diyakini cukup banyak dicari dan dibutuhkan
oleh nasabah yang ingin melakukan perubahan terhadap kebutuhan kartu kreditnya.
Lebih singkatnya lihat tabel di bawah ini :
TABEL 4.4
KEUNTUNGAN DARI HASANAH CARD
BNI SYARIAH MASTER CARD NASABAH PENGGUNA
1. Sharing fee dari setiap
Transaksi yang
dilakukan nasabah
setiap bulan.
1. Biaya keanggotaan 1. Keleluasaan untuk
menggunakan Hasanah
Card baik didalam atau
diluar negri.
2. Hasanah Card dapat
digunakan dan dikenal
baik di dalam maupun
di luar negri.
2. Biaya sewa jaringan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat kita ketahui beberapa keunggulan dan
kelemahan dari Hasanah Card. Adapun Keunggulan dari Hasanah Card adalah :
1. Lebih aman, karena tanpa bunga.
2. Dapat digunakan dibanyak merchant karena bekerja sama dengan MasterCard.
3. Tidak menyebabkan utang yang berlipat.
4. Hanya dapat digunakan pada merchant yang halal.
5. Terdapat cash rebate bagi nasabah yang proporsional dalam melakukan
pembayaran.
Sedangkan kelemahan dari Hasanah Card adalah :
1. Proses penerbitan kartu yang lebih rumit jika dibandingkan dengan kartu kredit
konvensional.
2. Kurangnya informasi mengenai Hasanah Card sehingga belum banyak
masyarakat yang mengetahui tentang Hasanah Card.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sebagai Bank Syariah, BNI Syariah berusaha untuk selalu menerapkan
prinsip-prinsip syariah dalam menjalankan Hasanah Card. Hal tersebut dapat
dilihat dari usaha BNI Syariah dalam menyempurnakan produk kartu kredit
syariahnya, yaitu dengan selalu berkonsultasi dengan Dewan Pengawas
Syariah di Bni Syariah. Dalam usaha menghindari praktek riba, gharar dan
israf. BNI Syariah beberapa hal yaitu seperti memberikan kode pada merchant
halal untuk memastikan bahwa Hasanah Card hanya dapat digunakan pada
merchant yang halal. Hal ini dilakukan untuk menghindari praktek gharar.
Untuk menghindari praktek riba, BNI Syariah akan menonaktifkan Hasanah
Card bagi nasabah yang lalai membayar kewajiban bulanannya sampai
kewajiban itu terlunasi, agar tidak terjadi utang yang berlipat ganda.
Sedangkan untuk menghindari peraktek israf BNI Syariah melakaukan
beberapa hal yaitu menetapkan pagu maksimal pembelanjaan agar nasabah
tidak menjadi konsumtif. Berdasarkan dua data tersebut di atas, dapat
dikatakan bahwa Hasanah Card Sudah sesuai prinsip-prinsip Islam syariah
card yang ditetapkan oleh DSN-MUI.
2. BNI Syariah sebagai bagian dari PT. BNI (persero) Tbk, yang telah lebih dulu
bekerjasama dengan MasterCard dalam menerbitkan kartu kredit, hanya
melanjutkan kerjasama yang telah terjalin. Kerjasama tersebut dilakukan
selama akad yang digunakan tidak menyimpang dari prinsi-prinsip syariah.
3. MasterCard mendapatkan keuntungan dari biaya keanggotaan dan sewa
jaringan, sedangkan BNI Syariah mendapatkan keuntungan dari setiap
transaksi yang dilakukan nasabah setiap bulannya dan juga dapat dikenal baik
di dalam maupun luar negri.
B. Saran
1. Hasanah Card sebagai kartu kredit dengan prinsip Syariah dapat menjadi
alternatif bagi masyarakat, dengan tingkat loyalitas syariah yang tinggi, yang
mendapatkan kemudahan bertransaksi dengan menggunakan kartu kredit.
Diharapkan agar BNI Syraiah dapat selalu menjaga segala bentuk
transaksinya dan perjanjian yang ada didalamnya agar tetap sesuai dengan
prinsip syariah yang dikeluarkan olek DSN-MUI.
2. Agar lebih banyak dilakukan promosi untuk produk Hasnah Card dan
mendapatkan nasabah yang lebih banyak serta meningkatkan kualitas hasanah
Card agar tigak melenceng dari prinsip syariah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟an Al-Karim
Abu Sulaiman. Abdul Wahab Ibrahim, Banking Card Syariah Kartu Kredit dan Debit
dalam Persepektif Fiqh. Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2006.
Agus Y. Danamon Tepis Kontroveersi Syariah Card, Artikel ini diakses pada tanggal
10 februari 2009 dari situs http://www.google.pkesinteraktif,com
Antonio, Muhammad Syafi‟i. Bank Syariah dari Teori ke praktik. Jakarta: Gema
Insani, 2001.
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007.
Fatwa DSN-MUI No. 54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card.
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2007.
http://www.google.bnisyariah.com
http://stissbisurabaya.blogspot.com
Husain Syahatah, Siddiq Muh. AL-Amin Adh-Dhahir, Transaksi dan Etika Bisnis,
Jakarta: Visi Insani Publisihing, 2005.
Ibnu Syarif, Mujar, Konsep Riba Dalam AL-Qur‟an, Makalah yang belum
Dipublikasikan.
Ibrahim, Johanes, Kartu Kredit Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan, Bandung
Refika Aditama, 2004.
J. Fanwa, Zeiky dan Febrian, Ahmad, Lepas dari Si Bunga Ketemu sama Ta‟widh,
http//:www.kontanonline.com.2008
Karimuddin, Amir, Kartu Kredit Syariah vs Konvensional,
http//:amir.karimuddin.com
Kasmir, Bank & Lembaga Keuangan Lainya, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2002.
Mulawarman, Aji Dedi, Kontofersi Syariah Card...Kok Anek? Artikel diakses tanggal
10 februari 2009 dari situs http//:ajidedim.wordpress.com/
Munir Baalbaki, Rohi Baalbaki, Kamus AlMaurid, Surabaya: Halim Jaya, 2006.
Nurfaidah, Analisah Persepsi Bankers (Danamon & DKI Syariah) dan Masyarakat
Terhadap Penerbit Kartu Kredit Syariah, Skripsi S1 Fakultas Syariah Dan
Hukum Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008.
Republika, TA‟widh. Pembelajaran Bagi Nasabah Nakal, Artikel ini diakses pada
tanggal 3 juni 2009 dari situs http//:www.muamalatbank.com/
Rif at al-„Audi, Min al-Turats al-Iqtishad li al-Muslimin.
Quthb, Sayyid. Fi Zhilal al-Qur`an, cet. V, vol. X. Beirut : Dar Ihya al-Turats al-
„Arabî, tt.
Suma, Muhammad Amin, Himpunan Undang-Undang Perdata Islam dan
Peraturaan pelaksanaan Lainnya di Negara Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2004
top related