kebijakan upah minimum
Post on 15-Feb-2015
403 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
KEBIJAKAN UPAH MINIMUM REGIONAL
DI INDONESIA
TUGAS MATAKULIAH
ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI
KELOMPOK VII :
NUGRAHANA FITRIA RUHYANA (120720120044)
ERYSTINA LELUNI LISWANTI (120720120045)
SANA DAMARHITA (120720120046)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI MAGISTER EKONOMI TERAPAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Hampir seluruh Negara di dunia, tidak terkecuali di Indonesia,
menghadapi masalah yang mendasar terkait dengan Ketenagakerjaan dan tingkat
upah. Di Negara-negara berkembang, tingkat upah yang rendah menjadi suatu
isu yang tidak hanya melibatkan pengusaha dan pekerja namun memerlukan
campur tangan pemerintah untuk mengatur tingkat upah tersebut. Upah
mempunyai kedudukan yang strategis, baik bagi pengusaha, pekerja, maupun
kepentingan nasional. Bagi pengusaha, upah merupakan faktor yang
mempengaruhi biaya produksi dan harga output perusahaan. Sementara bagi
pekerja, upah merupakan sarana untuk memperoleh penghidupan yang layak.
Bagi pemerintah, upah merupakan suatu upaya pemerintah agar pemerataan
pendapatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud. Oleh
karena itu, peran pemerintah sangat penting untuk membuat kebijakan yang
dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan pekerja dengan menetapkan
tingkat upah yang layak.
Upaya pemerintah yang berkaitan dengan tingkat upah adalah dengan
menetapkan kebijakan tingkat upah minimum yang ditetapkan secara sektoral
maupun regional. Penetapan upah minimum merupakan salah satu upaya
pemerataan pendapatan dan sebagai jaring pengaman agar upah yang diterima
pekerja tidak lebih rendah daripada Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Kenaikan tingkat upah bagi pekerja tentunya akan meningkatkan taraf
hidup dan kesejahteraan pekerja akibat meningkatnya daya beli pekerja. Namun
bagi pengusaha, kenaikan upah akan mengakibatkan biaya produksi meningkat
dan pengusaha dituntut untuk menyesuaikan tingkat upah yang mereka berikan
kepada pekerja dengan upah minimum yang ditetapkan pemerintah. Sehingga
dengan kenaikan upah minimum ini, pengusaha cenderung untuk mengurangi
jumlah tenaga kerja yang mereka gunakan dalam proses produksi yang
1
mengakibatkan terjadinya pemutusan hubungan kerja dan meningkatnya
pengangguran.
Tuntutan buruh tentang pengupahan layak terus disuarakan setiap tahun
sehubungan dengan penetapan Upah Minimum Regional (UMR). UMR
merupakan indikator kesejahteraan buruh yang ditetapkan oleh Gubernur.
Pemerintah daerah pada tingkat propinsi menetapkan upah minimum untuk
setiap wilayah daerahnya, sedangkan kota/kabupaten memiliki pilihan untuk
mengikuti atau menetapkan upah minimum diatas tingkat upah minimum
propinsi tetapi tidak berada di bawah upah minimum propinsi (UMP).
Untuk mengawal besaran UMR akhir-akhir ini digunakan cara
demonstratif dengan mengatasnamakan hak mogok kerja yang telah di atur pada
UU No. 13 Tahun 2003. Hak mogok kerja ini pada akhirnya di salah artikan
menjadi pengerahan massa yang mengarah pada tindakan pemblokadean fasilitas
umum dan sarana vital lainnya yang akan memaksa pemerintah sebagai penetap
UMR untuk berpihak pada tuntutan buruh.
Kebijakan dibidang ketenagakerjaan (employment policy) di Indonesia,
baik pada tingkat lokal maupun nasional dirasakan kurang mengarah pada
upaya-upaya proteksi (social protection). Employment policy justru mengarah
pada upaya menjadikan pekerja/buruh sebagai bagian dari mekanisme pasar dan
komponen produksi yang memiliki nilai jual (terkait upah murah )untuk para
investor.
Oleh karena itu, masalah kebijakan pemerintah dalam menetapkan upah
minimum merupakan topik yang menarik untuk dibahas. Tujuan peningkatan
kesejahteraan pekerja melalui pengaturan tingkat upah minimum menimbulkan
dilema bagi pemerintah, karena disatu sisi dapat mengurangi penyerapan tenaga
kerja dan meningkatkan pengangguran. Namun disisi yang lain, pemerintah
bertanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan buruh melalui penetapan
tingkat upah yang layak.
2
1.2 Perumusan Masalah
Kebijakan penetapan upah minimum yang terjadi di saat pertumbuhan
ekonomi yang tinggi akan mendorong peningkatan upah. Pertumbuhan ekonomi
akan mendorong penciptaan lapangan kerja yang lebih besar daripada yang
hilang karena kebijakan upah minimum. Tingkat upah minimum yang
ditetapkan diatas tingkat upah rata-rata yang diperoleh pekerja akan
menyebabkan pengusaha mengurangi penggunaan tenaga kerja sehingga
penyerapan tenaga kerja akan berjurang dan meninmbulkan pengangguran. Oleh
karena itu, pemerintah perlu menetapkan suatu kebijakan yang mengatur tentang
upah minimum bagi pekerja untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja namun
tetap memperhatikan kelangsungan hidup perusahaan.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Upah Minimum
Upah Minimum merupakan suatu penerimaan bulanan minimum
(terendah) sebagai imbalan dari pengusaha kepada karyawan untuk suatu
pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan dan dinyatakan atau dinilai
dalam bentuk uang yang ditetapkan atas dasar suatu persetujuan atau peraturan
perundang-undangan serta dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara
pengusaha dengan karyawan termasuk tunjangan, baik karyawan itu sendiri
maupun untuk keluarganya (dikutip dari Pratomo & Adi Saputra, 2011).
Upah Minimum terbagi atas dua komponen yaitu Upah tetap dan
Tunjangan Tetap. Namun dalam peraturan pemerintah yang diatur secara jelas
hanya upah pokoknya saja dan tidak termasuk tunjangan, sehingga seringkali
menimbulkan kontroversi bagi pengusaha dan pekerja. Tunjangan tetap sendiri
adalah tunjangan yang diberikan secara tetap tanpa melihat tingkat kehadiran
pekerja ataupun output, seperti misalnya tunjangan keluarga tetap dan tunjangan
yang berdasar pada senioritas. Awalnya, Kebijakan upah minimum ditetapkan
berdasarkan besaran biaya Kebutuhan Fisik Minimum (KFM). Dalam
perkembangannya, penentuan besaran tingkat upah minimum didasarkan atas
beberapa pertimbangan berikut :
1. biaya Kebutuhan Hidup Minimum (KHM)
2. Indeks Harga Konsumen (IHK)
3. tingkat upah minimum antar daerah
4. kemampuan, pertumbuhan, dan keberlangsungan perusahaan
5. kondisi pasar kerja
6. pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita
Pada kenyataanya, hanya sedikit perusaha yang secara sadar dan sukarela
terus menerus berusaha meningkatkan penghidupan karyawannya, terutama
4
pekerja golongan yang paling rendah. Di pihak lain, karyawan melalui serikat
pekerja dan/atau dengan mengundang pemerintah selalu menuntut kenaikan
upah. Tuntutan seperti itu yang tidak disertai dengan peningkatan produktivitas
kerja akan mendorong pengusaha untuk : (a) mengurangi penggunaan tenaga
kerja dengan menurunkan produksi ; (b) menggunakan teknologi yang lebih
padat modal ; dan/atau (c) menaikkan harga jual barang yang kemudian justru
akan mendorong inflasi (Sumarsono, dikutip dari Pratomo & Adi Saputra,
2011).
2.2 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Menurut Undang Undang No 13 tahun 2003 disebutkan bahwa upah
minimum hanya ditujukan bagi pekerja dengan masa kerja 0 (nol) sampai
dengan 1 (satu) tahun. Dari definisi tersebut, terdapat dua unsur penting dari
upah minimum yaitu adalah: a) Upah permulaan adalah upah terendah yang
harus diterima oleh buruh pada waktu pertama kali dia diterima bekerja. b)
Jumlah upah minimum haruslah dapat memenuhi kebutuhan hidup buruh secara
minimal yaitu kebutuhan untuk sandang, pangan dan keperluan rumah tangga
(Sumarsono, dikutip dari Pratomo & Adi Saputra, 2011 ).
Pemerintah menetapkan upah berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL)
dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Sehingga
Upah minimum diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak.
Upah Minimum dapat diterapkan:
a) berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;
b) berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota. Upah
minimum sektoral dapat ditetapkan untuk kelompok lapangan usaha beserta
pembagiannya menurut klasifikasi lapangan usaha Indonesia untuk
kabupaten/kota, provinsi, beberapa provinsi atau nasional dan tidak boleh
lebih rendah dari upah minimum regional daerah yang bersangkutan.
Komponen dan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
didasarkan pada :
5
1. Permenaker No. 17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Tahapan
Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL), dimana Jumlah jenis kebutuhan
terdiri dari 46 komponen KHL
2. PERMENAKERTRANS NO.13 Tahun 2012 sebagai acuan KHL 2013,
dimana jenis kebutuhan yang semula berjumlah 46 komponen menjadi 60
komponen KHL. Perubahan komponen kebutuhan antara lain kompor
minyak 16 sumbu dan minyak tanah 10 liter, diubah menjadi: 1).Kompor gas
dan perlengkapannya : a. Kompor gas 1 (satu) tungku, volume 1/24 b.
Selang dan Regulator, volume 1/24 c. Tabung gas 3 kg, volume 1/60 2) Gas
elpiji 2 tabung @ 3 kg.
Berikut ini disajikan data Kebutuhan Hidup Layak (KHL) setiap provinsi
dan upah minimum pada tahun 2013 :
Jaw
a Ti
mur
Jaw
a Te
ngah
DI Y
ogya
kart
aJa
wa
Bara
tSu
law
esi T
e...
Lam
pung
Bant
enSu
law
esi T
e...
Beng
kulu
Kalim
anta
n S.
..Su
law
esi U
tara
Sum
ater
a U
...Ja
mbi
Nus
a Te
ngga
...Su
law
esi S
el...
Sum
ater
a B.
..Ke
pula
uan
...Ka
liman
tan
B...
Sula
wes
i Bar
atN
usa
Teng
ga...
Rata
- Ra
taRi
auAc
ehG
oron
talo
Bang
ka B
eli..
.M
aluk
u U
tara
Mal
uku
Kalim
anta
n ...
Sum
ater
a Se
...Ka
liman
tan
...DK
I Jak
arta
Papu
aBa
liPa
pua
Bara
t0.00
500000.00
1000000.00
1500000.00
2000000.00
2500000.00
Gambar 1. Kebutuhan Hidup Layak Per Provinsi Tahun 2013
Sumber : Pusdatinaker Kementerian Tenaga Kerja
6
Jaw
a Te
ngah
Jaw
a Ba
rat
Jaw
a Ti
mur
DI Y
ogya
k...
Sula
wes
i ...
Nus
a Te
ng...
Kalim
anta
n...
Nus
a Te
ng...
Sula
wes
i ...
Lam
pung
Sula
wes
i B...
Bant
enG
oron
talo
Bali
Beng
kulu
Mal
uku
U...
Bang
ka B
el...
Mal
uku
Rata
- Ra
taJa
mbi
Kalim
anta
n...
Sum
ater
a ...
Kepu
laua
n ...
Sum
ater
a ...
Riau
Sula
wes
i S...
Aceh
Sula
wes
i U...
Kalim
anta
...Su
mat
era
...Pa
pua
Papu
a Ba
rat
Kalim
anta
...DK
I Jak
arta
0.00
500000.00
1000000.00
1500000.00
2000000.00
2500000.00
Gambar 2. Upah Minimum Provinsi tahun 2013
Sumber : Pusdatinaker Kementerian Tenaga Kerja
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat disparitas Kebutuhan Hidup
Layak (KHL) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk setiap provinsi di
Indonesia. UMP tertinggi berada pada wilayah DKI Jakarta sementara KHL
tertinggi ada di wilayah Papua Barat. UMP DKI juga nampak jauh lebih tinggi
dibanding daerah lainnya di Indonesia. Hal ini tentu akan memberikan dampak
bagi perekonomian khususnya bagi kawasan sekitar DKI Jakarta seperti Jawa
Barat dan Banten yang memiliki UMP jauh dibawah UMP DKI Jakarta misalnya
mendorong terjadinya mobilitas tenaga kerja yang tinggi di kawasan tersebut
yang memerlukan penanganan dan kebijakan tepat dari pemerintah.
2.3 Kebutuhan Hidup Layak dan Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menaikkan upah minimum provinsi
sebesar 44 %, yang semula Rp 1,5 juta menjadi Rp 2,2 juta pada awal tahun
2013 ini. Hal tersebut merupakan jawaban atas demo buruh yang terjadi secara
7
besar-besaran di Jakarta pada akhir tahun 2012 yang lalu. Adapun perbandingan
KHL dan UMP DKI Jakarta dapat dilihat pada tabel berikut :
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
KHL
746749
759953
831996
991988
1055276
1314059
1317710
1401000
1497838
1978789
UMP
671550
771843
819100
900560
972605
1069865
1118009
1290000
1529150
2200000
250,000
750,000
1,250,000
1,750,000
2,250,000
Gambar 3. KHL dan UMP DKI JakartaTahun 2004 - 2013
Rupi
ah
Sumber : Pusdatinaker Kementerian Tenaga Kerja
Dari grafik di atas, terlihat perkembangan KHL dan UMP DKI Jakarta
kecenderungannya mencerminkan tingkat upah (UMP) yang lebih rendah dari
KHL, kecuali untuk tahun 2013. Hal ini mengindiasikan bahwa kehidupan
pekerja formal masih belum tercukupi secara memadai akibat upah yang masih
berada dibawah living cost minimal. Dengan demikian tingkat kesejaheraan
tenaga kerja di DKI Jakarta sulit untuk bisa beranjak menjadi lebih baik.
Terlebih lagi bagi mereka yang berkeja di sektor informal yang tidak tercover
oleh kebijakan UMP tentu akan lebih sulit mencapai standar hidup yang lebih
baik lagi.
8
Adapun jika UMP DKI Jakarta dibandingkan dengan inflasi yang terjadi
antara tahun 2008 hingga 2013 sebagaimana terlihat pada Tabel 2, maka
pertumbuhan UMP menjadi jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat inflasi yang
terjadi. Namun demikian karena yang menjadi acuan utama dalam penetapan
UMP adalah KHL, dimana dalam PERMENAKERTRANS NO.13 Tahun 2012
yang menjadi acuan KHL 2013, terjadi penambahan jenis kebutuhan dari 46
komponen menjadi 60 komponen KHL. Oleh karena itu persentase kenaikan
UMP manjadi jauh lebih tinggi dari inflasi.
2.4 Dampak Bagi Buruh, Pengusaha dan Pemerintah
Hasil penelitian World Bank menunjukan bahwa kenaikan upah
minimum sebesar 10 persen secara rata-rata, akan berkaitan dengan penurunan
sebesar 1 persen pada lapangan kerja sektor formal dan industri (Perkembangan
Triwulanan Perekonomian Indonesia, Desember 2012, h: 27). Artinya
kesempatan kerja di sektor formal bagi kaum buruh mungkin akan berkurang
jika upah terus mengalami kenaikan. Bagi buruh, kenaikan upah juga akan
meningkatkan permintaan pasar akibat bertambahnya pendapatan yang jika tidak
diimbangi kenaikan penawaran di pasar akan menyebabkan kenaikan harga
barang dan jasa (demand pull inflation). Pada awal kenaikan UMR, buruh bisa
menikmati penambahan pendapatan pada periode lag atas penyesuaian harga di
pasar, namun setelah periode lag tersebut, buruh akan kembali mengalami
penurunan konsumsi akibat kenaikan harga yang juga akan dirasakan
masyarakat secara umum.
Bagi pengusaha, kenaikan upah minimum regional merupakan suatu
keniscayaan karena telah diatur oleh undang-undang. Kenaikan upah minimum
yang “wajar” dan terprediksi disertai dengan jaminan kondusivitas iklim
berusaha merupakan keinginan sebagian besar pengusaha. Sebagai respon
terhadap kenaikan biaya tenaga kerja pengusaha dapat saja mengurangi jumlah
pegawai, namun pesangon di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di
wilayah Asia Tenggara, sehingga dengan demikian pengurangan tenaga kerja
9
menjadi opsi yang mahal. Upaya memasukkan biaya tenaga kerja menjadi fixed
cost dengan menggunakan tenaga kontrak maupun alih daya (outsorcing)
dibatasi oleh regulasi yang ketat sehingga kenaikan upah minimum sebagai
kenaikan biaya produksi yang bisa disiasati dengan :
Menekan biaya produksi, bisa berdampak pada penurunan kualitas produk
atau pengurangan jumlah karyawan. Menurunkan kualitas produk di tengah
persaingan global tentu bisa merugikan perusahaan, karena itu pilihan yang
akan diambil adalah mengurangi jumlah karyawan atau mensubstitusi tenaga
kerja dengan mesin. Apalagi jika kenaikan upah dipandang tidak sebanding
dengan peningkatan produktivitas tenaga kerja.
Menaikan harga produk, bisa menyebabkan kenaikan harga barang di pasar
secara kumulatif (cost push inflation)
Bagi pemerintah, kenaikan UMR menjadi pilihan dilematis antara
memenuhi tuntutan kaum buruh dan pengusaha, dengan konsekuensi terjadinya
peningkatan pengangguran dan inflasi serta menurunnya daya beli dan standar
hidup masyarakat secara umum, terlebih bagi mereka yang bekerja di sektor
informal yang tidak tercover dengan UMR.
Selain hal tersebut diatas ada kekhawatiran bahwa kenaikan upah
minimum digunakan sebagai acuan bagi kenaikan gaji dan upah secara
keseluruhan, yang akan meningkatkan biaya tenaga kerja di Indonesia. Hal ini
dapat terlihat dari penelitian World Bank, dimana kenaikan upah minimum
berkaitan dengan kenaikan upah rata-rata karyawan. Analisis regresi pada
periode 1993 sampai 2007 menunjukkan bahwa peningkatan upah minimum
sebesar 10 persen berkaitan dengan kenaikan sebesar 3 persen pada rata-rata
upah untuk seluruh pekerja penerima upah dan gaji pada tahun yang sama
(World Bank, Indonesia Jobs Report, 2010). Kenaikan upah minimum yang
ekstrim
Kenaikan upah minimum yang ekstrim dan tak terprediksi akan
mempengaruhi daya saing Indonesia dan dapat menghambat investasi pada
industri-industri padat tenaga kerja, seperti manufaktur terutama jika
10
dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Timur, seperti terlihat pada
gambar berikut.
Gambar 5. Tingkat upah minimum (dolar AS),di beberapa negara Asia Timur
Catatan: Upah minimum Indonesia menggunakan upah DKI Jakarta (dengan asumsi nilai tukar USD tahun 2013 adalah Rp 9.500), negara lainnya berdasarkan upah minimum dikota besar atau ibukota, tidak disesuaikan dengan produktivitas
Sumber: Doing Business, 2013, dan pers dan peraturan 2013
Dengan mempertimbangkan berbagai efeknya, kebijakan penentuan
besaran upah minimum yang tepat oleh pemerintah harus dapat memberikan
insentif bagi semua pihak, baik pekerja, pengusaha maupun pemerintah sendiri.
11
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan fakta dan data yang telah diuraikan pada bagian
sebelumnya, kami mengemukakan kesimpulan dari permasalahan UMR ini
sebagai berkut :
1. Sesuai dengan UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan bahwa
penetapan upah didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL) bertujuan
agar tenaga kerja di Indonesia dapat mencapai standar hidup yang layak.
Usaha yang selama ini ditempuh pemerintah adalah dengan menetapkan
kebijakan upah minimum. Namun demikian, kebijakan upah minimum saat
ini masih belum dapat mengangkat kehidupan kaum buruh ketika Kebutuhan
Hidup Layak (KHL) masih berada di atas upah minimum.
2. Kebijakan upah minimum seringkali menambah kompleksitas persoalan
perburuhan di negeri ini akibat perbedaan kepentingan pengusaha dan kaum
buruh. Karena itu diperlukan peran pemerintah yang tepat dalam mengatasi
problem ketenagakerjaan di Indonesia.
3.2 Saran-saran
Adapun saran-saran yang dapat kami sampaikan dalam menyikapi
problematika seputar UMR adalah sebagai berikut :
1. Kebijakan penetapan UMR seharusnya menjadi insentif bagi semua pihak
pekerja, pengusaha maupun pemerintah dengan tujuan meningkatkan
kehidupan yang layak khususnya bagi para pekerja, tetapi tanpa merugikan
kelangsungan hidup perusahaan yang bisa mengancam keberlanjutan kondisi
ekonomi dan produktivitas nasional maupun daerah.
12
2. Penetapan UMR setiap tahun memiliki banyak eksternalitas negatif jika
masih diikuti dengan cara-cara demonstratif dan merugikan publik. Perlu
dikaji tentang periode penetapan UMR dalam jangka waktu yang lebih
panjang
3. Penghitungan UMR harus tetap memperhatikan iklim investasi dengan
mempertimbangkan indikator ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi dan
inflasi. Sehingga pengusaha dapat memperkirakan dan mengambil strategi
terkait kenaikan biaya tenaga kerja.
4. Secara normatif permasalahan UMR dan problem ketenagakerjaan muncul
ketika peran pemerintah dalam menjamin kebutuhan dasar masyarakat masih
sangat minim. Kebutuhan sandang, pangan, perumahan, pendidikan,
kesehatan dan keamanan sangat tergantung pada kemampuan ekonomi setiap
individu rakyat yang tanggung jawabnya dibebankan pemerintah kepada
pihak pengusaha untuk mencukupi kebutuhan karyawannya.
5. Sesuai amanat konstitusi negara, pada pasal 27 ayat 2 dan pasal 33 ayat 3,
maka negara harus memfasilitasi lapangan kerja yang layak bagi setiap
warga negara dengan mengoptimalkan segala sumber daya yang ada untuk
menjamin kemakmuran rakyat.
13
Dafar Pustaka
BPS DKI Jakarta, berbagai terbitan
Pusdatinaker Kementerian Tenaga Kerja. Upah Minimum Provinsi di Indonesia
Tahun 2005-2013. Diakses melalui
http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/katalog/xdownload.php?f=378 tanggal
15 Maret 2013
Pratomo, Adi Saputra. Kebijakan Upah Minimum untuk Perekonomian yang
Berkeadilan: Tinjauan UUD 1945. Journal of Indonesian Applied Economics. Vol. 5
No. 2 Oktober 2011, 269-285
Sholeh, Maimun. Dampak Kenaikan Upah Minimum Propinsi Terhadap
Kesempatan Kerja (Studi Kasus Provinsi Jawa Tengah). Jurnal Ekonomi &
Pendidikan, Volume 2 Nomor 2, Desember 2005.
World Bank. Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia, Menyoroti
Kebijakan. Desember 2012
14
top related