kajian organologis alat musik gambus … · gambar.30 gerinda listrik .....62 gambar.31 bor listrik
Post on 01-Sep-2018
272 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KAJIAN ORGANOLOGIS ALAT MUSIK GAMBUS BUATAN
BAPAK SYAHRIAL FELANI
Skripsi Sarjana
Dikerjakan
O
L
E
H
JACKRY OCTORA TOBING
NIM: 100707027
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2014
ii
KAJIAN ORGANOLOGIS ALAT MUSIK GAMBUS BUATAN BAPAK SYAHRIAL FELANI Skripsi Sarjana Dikerjakan O L E H
JACKRY OCTORA TOBING NIM: 100707027 Disetujui Oleh: Pembimbing I Pembibing II Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. Drs. Fadlin, M.A NIP 196512211991031001 NIP196102201989031003
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2014
iii
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Kajian Organologi Alat Musik Gambus Melayu Buatan Bapak Syahrial Felani.” Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui struktur, proses, teknik pembuatan, teknik memainkan, fungsi dari gambus, serta menjadi karya tulis bagi Etnomusikologi. Metode yang digunakan adalah dengan melakukan penelitian dan terlibat dalam pembuatan gambus. Lalu penulis melakukan wawancara kepada narasumber yang dianggap paham oleh masyarakat pendukung kebudayaan tersebut, juga melakukan rekaman yang dianggap penting untuk mempermudah mengingat hasil wawancara kedalam tulisan tersebut. Gambus adalah salah satu alat musik tradisional Melayu yang masuk dalam klasifikasi kordofon yaitu bunyi yang dihasilkannya melalui senar (dawai) yang digetarkan dengan cara dipetik. Alat musik ini terbuat dari batang pohon (biasanya pohon nangka) dan memiliki lubang resonator yang dilapisi berupa membrane yang terbuat dari kulit sapi/kambing.
Kata kunci: gambus, organologi, struktur, fungsi
iv
KATA PENGANTAR
Segala pujian dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa,
atas kasih dan kemurahanNya yang begitu besar untuk semua umat manusia. Penulis
berterimakasih atas segala berkat, kekuatan, penghiburan, pertolongan dan
perlindungan Tuhan yang tidak pernah berhenti dalam penyelesaian skripsi ini.
Terimakasih karena Engkau selalu ada ketika saya membutuhkan sahabat untuk
berbagi suka dan duka.
Skripsi ini berjudul “Kajian Organologi Alat Musik Gambus Melayu
Buatan Bapak Syahrial Felani”. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Seni pada Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, banyak hambatan
yang penulis rasakan. Begitu juga dengan kejenuhan yang membuat penulis bosan
dalam menyelesaikan skripsi ini. Namun, berkat orang-orang yang ada di sekitar
penulis, membuat penulis kembali semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin mempersembahkan skripsi ini dan
mengucapkan terimakasih kepada orang tua yang sangat saya cintai, Ayahanda Janes
Tobing dan Ibunda Meryda Br Tambunan. Terimakasih buat segala cinta kasih serta
ketulusan kalian sehingga saya bisa seperti sekarang, terimakasih buat perhatian yang
tak pernah putus-putus khususnya selama pengerjaan skripsi ini, terimakasih buat
motivasi-motivasi yang kalian berikan sehingga saya tetap semangat dalam
menyelesaikan skripsi ini, terimakasih buat doa-doa yang kalian panjatkan sehingga
saya mendapatkan kekuatan dan penghiburan dari Tuhan. Penulis juga mengucapkan
rasa terimakasih kepada kakak-kakak dan abang-abang penulis yang penulis sayangi
v
Lona Br Tobing, Hendrik Tobing, Ganda Simanjuntak, Andika Sembiring.
Terimakasih buat doa dan semangat yang kalian berikan kepada saya.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada yang terhormat Bapak Dr.
Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Bapak Drs. Muhammad Takari,
M.Hum, Ph.D, sebagai Ketua Jurusan Etnomusikologi. Kepada yang terhormat Ibu
Drs. Heristina Dewi, M.Pd selaku sekretaris Jurusan Etnomusikologi.
Kepada yang terhormat Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D.
dosen pembimbing I saya, sekali gus dosen pembimbing akademik, yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Terimakasih untuk nasehat-nasehat, ilmu serta pengalaman yang telah bapak berikan
selama saya berkuliah. Kiranya Tuhan selalu membalas semua kebaikan yang bapak
berikan.
Kepada yang terhormat Bapak Drs. Fadlin, M.A. dosen pembimbing II yang
telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini. Terimkasih untuk perhatian, ilmu dan semua kebaikan yang bapak
berikan. Kiranya Tuhan membalas semua kebaikan bapak.
Kepada seluruh dosen di departemen Entomusikologi, Bapak Prof. Mauly
Purba, M.A.,Ph.D, Bapak Drs. Irwansyah Harahap, M.A., Ibu Drs. Rithaony
Hutajulu, M.A., Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A., Ibu Arifni Netrosa, SST,M.A.,
Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si, Bapak Drs. Prikuten Tarigan, M.Si., Bapak Drs.
Dermawan Purba, M.Si, terimakasih yang sebesar-besarnya kepada bapak-ibu
sekalian yang telah membagikan ilmu dan pengalaman hidup bapak-ibu sekalian.
Sungguh ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan karena telah
belajar dari orang-orang hebat seperti bapak-ibu sekalian. Biarlah kiranya ilmu yang
vi
saya dapatkan dari bapak-ibu sekalian bisa saya aplikasikan dalam kehidupan dan
pendidikan selanjutnya. Biarlah Tuhan membalaskan semua jasa-jasa bapak-ibu
sekalian.
Terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Syahrial Felani dan keluarga
yang banyak memberikan informasi dalam tulisan skripsi ini serta bersedia menjadi
informan kunci, sehingga data yang diperoleh mendukung penulisan skripsi ini, dan
kepada Bapak Retno Ayumi dan Bapak Nazri Effas yang telah memberikan banyak
informasi dan saran yang membangun selama penulis melakukan penelitian.
Terimakasih juga penulis sampaikan teman-teman sekampung saya yang
selalu memberikan nasihat-nasihat baik kepada penulis sehingga membuat penulis
semakin semangat dalam pengerjaan tulisan skripsi ini, serta menjadi teman dalam
suka maupun duka.
Kepada teman-teman seangkatan penulis yakni Etno ‘010, Tribudi Purba,
Ayu Triana Matondang, Riska Pricilia, Kezia Purba, Chandra Marbun, Rican
Sianturi, Lido Hutagalung, Luhut Simarmata, Benny Yogi Purba, Andi Farhan,
Khairil Amri, Supriadi Tampubolon, Tumpak Sinaga, Fendri Marbun, Agus
Tampubolon, Bang Mario 08, Bobby Situmorang, dan teman-teman yang lain yang
tak bisa penulis jabarkan satu-satu, terimakasih telah menjadi bagian hidup penulis,
kebersamaan yang kita jalin selama ini menjadi memori indah yang tak terlupakan
bagi penulis. Terimakasih teman-teman.
Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari masih belum sempurna,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi
kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi para pembaca dan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu
pengetahuan dalam bidang Etnomusikologi. Semoga saja disiplin etnomusikologi
vii
akan terus berkembang, baik itu di tingkat Sumatera Utara, Indonesia, dan juga
dunia.
viii
DAFTAR ISI ABSTRAK ..................................................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii DAFTAR ISI.................................................................................................................. vi BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Pokok Permasalahan ................................................................................ 6 1.3 Tujuan dan Manfaat ................................................................................. 6
1.3.1 Tujuan .......................................................................................... 6 1.3.2 Manfaat ........................................................................................ 6
1.4 Konsep dan Teori yang digunakan ............................................................ 7 1.4.1 Konsep yang digunakan ................................................................ 7 1.4.2 Teori yang digunakan ................................................................... 8
1.5 Metode Penelitian..................................................................................... 12 1.5.1 Studi Kepustakaan ........................................................................ 13 1.5.2 Kerja Lapangan (Field Work) ....................................................... 13 1.5.3 Wawancara ................................................................................... 13 1.5.4 Kerja Laboratorium ...................................................................... 14 1.5.5 Lokasi Penelitian .......................................................................... 14
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN, BIOGRAFI
RINGKAS SYAHRIAL FELANI SEBAGAI WARGA MASYARAKAT MELAYU DAN SENIMAN MUSIK MELAYU ............ 16 2.1 Sejarah Berdirinya Kabupaten Deli Serdang ............................................. 16 2.1.1 Letak Geografis Kabupaten Deli Serdang ....................................... 18 2.1.2 Letak Lokasi Penelitian.................................................................. 19 2.2 Latar Belakang Budaya Melayu ................................................................ 20
2.2.1 Agama ......................................................................................... 20 2.2.2 Bahasa ........................................................................................ 24 2.2.3 Mata Pencaharian ........................................................................ 25 2.2.4 Pendidikan .................................................................................. 26 2.2.5 Teknologi .................................................................................... 27 2.2.6 Kesenian ..................................................................................... 28 2.2.7 Sistem organisasi ......................................................................... 30
2.3 Pengertian Biografi .................................................................................. 31 2.3.1 Alasan Dipilihnya Syahrial Felani Sebagai Fokus Kajian ................ 33 2.4 Biografi Syahrial Felani ........................................................................... 34 2.4.1 Latar Belakang Keluarga ................................................................. 34 2.4.2 Latar Belakang Pendidikan .............................................................. 35 2.4.3 Keluarga Syahrial Felani.................................................................. 36 2.4.4 Latar Belakang Syahrial Felani Sebagai Seniman Melayu ................ 36 2.4.5 Syahrial Felani Sebagai Pembuat Alat Musik ................................... 41
BAB III KAJIAN ORGANOLOGI GAMBU ........................................................... 43
3.1 Klasifikasi Gambus .................................................................................. 44 3.2 Sejarah Singkat Masuknya Gambus DiIndonesia ...................................... 46 3.3 Konstruksi Gambus .................................................................................. 48
ix
3.4 Ukuran Bagian – bagian Gambus ................................................................. 49 3.4.1 Bagian Kepala .................................................................................... 50 3.4.2 Bagian Leher ...................................................................................... 51 3.4.3 Bagian Perut ....................................................................................... 51 3.4.4 Bagian Ekor........................................................................................ 52 3.4.5 Jarak Senar ......................................................................................... 52 3.5 Teknik Pembuatan Gambus ......................................................................... 53 3.5.1 Teknik Pembuatan Gambus ................................................................. 53 3.5.1.1 Bahan Pembuat Badan Gambus ............................................... 53
3.5.1.2 Bahan Pembuat Tutup Gambus ................................................ 54 3.5.1.3 Bahan Pembuat Setelan ............................................................ 56 3.5.1.4 Bahan Pembuat Senar .............................................................. 56 3.5.1.5 Bahan Pembuat Pick ................................................................ 57 3.5.2 Bahan Tambahan ................................................................................ 57 3.5.2.1 Lem Kayu ................................................................................ 57 3.5.2.2 Melamin dan Thiner ................................................................. 58 3.5.2.3 Cat Pilox .................................................................................. 58 3.6 Peralatan yang Digunakan .......................................................................... 59 3.6.1 Senso Atau Gergaji Mesin ............................................................... 59 3.6.2 Pahat ............................................................................................... 59 3.6.3 Gergaji ............................................................................................ 60 3.6.4 Ketam .............................................................................................. 60 3.6.5 Amplas ............................................................................................. 61 3.6.6 Palu Kayu ......................................................................................... 61 3.6.7 Penggaris Dan Meteran .................................................................... 62 3.6.8 Gerinda Listrik ................................................................................. 62 3.6.9 Bor Listrik ........................................................................................ 63 3.6.10 Gergaji Besi .................................................................................... 63 3.6.11 Kampak .......................................................................................... 64 3.6.12 Pisau Dan Spidol ............................................................................ 64 3.6.13 Mal/Maltras .................................................................................... 65 3.6 14 Kuas ............................................................................................... 65 3.7 Proses Pembuatan ...................................................................................... 66 3.7.1 Tahap I ............................................................................................. 67 3.7.1.1 Pemilihan Pohon ................................................................... 67 3.7.1.2 Pembentukan Pola Dasar ....................................................... 69 3.7.1.3 Proses Pemotongan Pola ....................................................... 70 3.7.2 Tahap II ........................................................................................... 71 3.7.2.1 Proses Pembentukan Dasar.................................................... 71 3.7.2.2 Proses Pembuatan Lubang Resonator .................................... 74 3.7.2.3 Proses Merapikan Lubang ..................................................... 75 3.7.2.4 Proses Pengikisan.................................................................. 77 3.7.2.5 Membuat Bahan Penutup ...................................................... 78 3.7.3 Tahap III........................................................................................... 80 3.7.3.1 Proses Pembuatan Lubang pada bagian kepala dan ekor ....... 80 3.7.3.2 Memasang Penutup Bagian Perut, Leher, Dan Kepala ........... 81 3.7.3.3 Proses Penghalusan/Pengamplasan ........................................ 83 3.7.4 Tahap IV ......................................................................................... 85 3.7.4.1 Proses Pendempulan .............................................................. 85 3.7.4.2 Proses Pengecatan .................................................................. 86
x
3.7.4.3 ProsesPembuatan Lubang Suara ............................................. 87 3.7.4.4 Tahap Akhir .............................................................................. 88 BAB IV KAJIAN FUNGSIONAL GAMBUS ........................................................... 91
4.1 Proses Belajar........................................................................................... 91 4.2 Posisi Tubuh Dalam Memainkan Gambus ................................................ 95 4.3 Teknik Memainkan Gambus ..................................................................... 97 4.4 Penyajian Gambus Yang Baik................................................................... 97 4.5 Perawatan Gambus ................................................................................... 97 4.6 Nada Yang Dihasilkan Gambus ................................................................ 98 4.7 Wilayah Nada ........................................................................................... 98 4.8 Ekstensi Alat Musik Gambus Melayu Di Deli Serdang ............................. 101 4.9 Fungsi Musik Gambus .............................................................................. 105
4.9.1 Fungsi Pengungkapan Emosional ..................................................... !06 4.9.2 Fungsi Hiburan ............................................................................... 107 4.9.3 Fungsi Per lambangan ...................................................................... 107 4.9.4 Fungsi Kesinambungan Budaya ....................................................... 107 4.9.5 Fungsi Reaksi Jasmani ..................................................................... 108 4.9.6 Fungsi Penghayatan Estetis .............................................................. 108
4.10 Nilai Ekonomi Pada Alat musik Gambus .................................................... 108 BAB V PENUTUP .................................................................................................... 110
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 110 5.2 Saran ........................................................................................................ 111
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar.1 Pertunjukan Musik DiSingapura ........................................................ 39 Gambar.2 Piala Piala Penghargaan Bidang Seni Untuk syahrial Felani ................ 39 Gambar.3 Piagam Penghargaan di Tahun 2010 di TMMI .................................... 40 Gambar.4 Sertifikat Penghargaan Tahun 2010 di Singapura ................................ 40 Gambar.5 Beberapa Koleksi Alat-alt Musik Syahrial Felani ................................ 43 Gambar.6 Demonstrasi Pembuatan Gambus di Singapura ................................... 43 Gambar.7 Konstruksi Gambus ............................................................................ 48 Gambar.8 Ukuran Panjang Gambus .................................................................... 50 Gambar.9 Ukuran Bagian Kepala Gambus .......................................................... 50 Gambar 10. Ukuran Bagian Leher Gambus ......................................................... 51 Gambar. 11 Ukuran Bagian Perut ........................................................................ 51 Gambar.12 Ukuran Baggian Ekor ...................................................................... 52 Gambar.13 Ukuran Jarak Senar .......................................................................... 53 Gambar.14 Batang Kayu Nangka ....................................................................... 54 Gambar.15 Bahan Penutup Lubang Kulit Kambing ............................................ 55 Gambar.16 Kayu Nangka Yang Telah Diukur .................................................... 55 Gambar.17 Kupingan (setelan) ........................................................................... 56 Gambar.18 Senar Nilon Untuk Gambus ............................................................. 56 Gambar.19 pick ................................................................................................. 57 Gambar.20 Lem kayu ......................................................................................... 57 Gambar.21 Melamin Dan Thiner ........................................................................ 58 Gambar.22 pilox ................................................................................................ 58 Gambar. 23 Senso .............................................................................................. 59 Gambar.24 Pahat................................................................................................ 59 Gambar.25 Gergaji............................................................................................. 60 Gambar.26 Ketam .............................................................................................. 60 Gambar.27 Amplas ............................................................................................ 61 Gambar.28 Palu Kayu ........................................................................................ 61 Gambar.29 Penggaris Dan Meteran .................................................................... 62 Gambar.30 Gerinda Listrik ................................................................................ 62 Gambar.31 Bor Listrik ....................................................................................... 63 Gambar.32 Gergaji Besi ..................................................................................... 63 Gambar.33 Kampak ........................................................................................... 64 Gambar.34 Pisau Dan Spidol ............................................................................. 64 Gambar.35 Mal/Maltra....................................................................................... 65 Gambar.36 kuas ................................................................................................. 65 Gambar.37 Gudang Tempat Penyimpanan Kayu Nangka ................................... 68 Gambar.38 Pengambilan Kayu Dari Penyimpanan ............................................. 68 Gambar.39 Proses Pembuatan Kerangka Gambus .............................................. 69 Gambar.40 Proses Pemotongan Berdasarkan Bentuk Mal .................................. 70 Gambar.50 Bentuk Pola Gambus ....................................................................... 71 Gambar.51 Proses Pembentukan Bagian leher atas Dan Bawah .......................... 72 Gambar.52 Proses Pembentukan Bagian kepala ................................................. 72 Gambar.53 Proses Pembentukan Bagian Perut .................................................... 73 Gambar.54 Proses Pembentukan Bagian ekor ..................................................... 73 Gambar.55 Bentuk Kasar Gambus ...................................................................... 74 Gambar.56 Membuat Lubang Resonator ............................................................. 75
xii
Gambar.57 Proses Merapikan Lubang Resonator ................................................ 76 Gambar.58 Ukuran Lubang Resonator ................................................................ 76 Gambar.59 Proses Pengikisan ............................................................................. 77 Gambar.60 Bentuk Dasar Gambus Tampak Atas ................................................. 77 Gambar.61 Bentuk Bagian Dasar Gambus Bagian samping dan belakang ........... 78 Gambar.62 Penutup Kepala ................................................................................. 78 Gambar.63 Penutup Leher................................................................................... 79 Gambar.64 Kulit Sebagai Penutup Lubang Resonator ......................................... 80 Gambar.65 Tampak Lubang Bagian Kepala ........................................................ 81 Gambar.66 Tampak Lubang Pada Bagian Ekor ................................................... 81 Gambar.67 Pemasangan Bagian Penutup Bagian Kepala, leher, dan Perut........... 82 Gambar.68 Bagian Penutup Yang Telah Dirapikan ............................................. 83 Gambar.67 Proses Penghalusan Menggunakan Mesin ......................................... 84 Gambar.68 Proses Penghalusan Secara Manual ................................................... 84 Gambar.69 Proses Pendempulan ......................................................................... 85 Gambar.70 Proses Pengamplasan ........................................................................ 86 Gambar.71 Proses Pengecatan Pemberian Warna ................................................ 87 Gambar.72 Proses Pengeringan ........................................................................... 87 Gambar.73 Bentuk Lubang Suara8 ...................................................................... 88 Gambar.74 Pengecatan dan Diberi Lubang Pada Kupingan ................................. 89 Gambar.75 Kuda-kuda Sebagai Pembatas Senar ................................................. 89 Gambar.76, 77 Proses Pemasangan Senar Dan Gambus Yang Telah Siap .......... 90 Gambar.78 Bagian Senar Untuk Mendapatkan Nada .......................................... 94 Gambar.79 Posisi Duduk Memainkan Gambus ................................................... 96 Gambar.80, 81 Posisi Tangan Kiri Dan Kanan .................................................... 96 Gambar.82, 83 Penulis Bersama Informan Dan Rumahnya ................................. 112 TABEL I. Tahapan Pengerjaan .................................................................................... 66 LAMPIRAN I ................................................................................................................ 112 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 113 DAFTAR INFORMAN ................................................................................................. 114
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Melayu merupakan salah satu kelompok etnik (ras) besar di dunia.
Berdasarkan penyebaran dan perpindahannya, asal mula penduduk sebagian besar
di Asia Tenggara dan Polinesia adalah Melayu. Ini dapat ditinjau dari sejarah
persebarannya yang disebut Proto Melayu (Melayu Tua) dan Deutro Melayu
(Melayu Muda). Etnik Melayu mendiami beberapa negara, seperti Malaysia,
Filipina (bagian selatan), Singapura, Pattani Thailand, Myanmar, Brunei
Darussalam, dan Indonesia (Muhamamad Husein, 2011:2).
Di Indonesia, etnik Melayu terdapat dibeberapa daerah, yaitu: daerah
Tamiang di Nanggroe Aceh Darussalam, Pesisir Timur Sumatera Utara, Riau
Kalimantan Barat, Jambi, dan Sumatera Selatan. Di Pesisir Sumatera Utara,
dahulu masuk wilayah Timur, wilayah budaya etnik Melayu berdasarkan
pemekarannya meliputi kabupaten/kota: Langkat, Binjai, Medan, Deli Serdang,
Serdang Bedagai, Tebing Tinggi, Asahan, Tanjung Balai, Batubara, Labuhan Batu
(termasuk Labuhan Batu Utara dan Labuhan Batun Selatan), dan Siak Sri
Indrapura (Muhammad Husein, 2011: 3).
Dalam suatu kebudayaan pastilah ditemui unsur kesenian, yang didukung
oleh musik dan tari, yang mana fungsinya adalah sebagai media pendukung
terbentuknya suatu kebudayaan. Pada prinsipnya, musik terdiri dari wujud
gagasan, seperti konsep tentang ruang: tangga nada, wilayah nada, nada dasar,
interval, frekuensi nada, sebaran nada-nada, kontur, formula melodi, dan lain-
lainnya. Dimensi ruang dalam musik ini merupakan organisasi suara. Sementara
2
di sisi lain, musik juga di bangun oleh dimensi waktu, yang terdiri dari: metrum
atau birama, nilai not (panjang pendeknya durasi not), kecepatan (seperti lambat,
sedang, cepat, sangat cepat). Kedua dimensi pendukung musik ini, kadang juga
berhubungan dengan seni tari yang diiringinya. Dalam konteks budaya Melayu
sendiri, integrasi musik dengan tari terwujud dalam konsep begitu begitu pula
tarinya. Dengan demikian, budaya musik menjadi bagian yang tak terpisahkan
dengan kebudayaan Melayu pada umumnya (Muhammad Takari dan Heristina
Dewi, 2008:113).
Dalam suatu ensambel musik Melayu, biasanya alat-alat musik atau
instrumen yang digunakan ialah gendang (gendang anak, gendang induk),
marwas, biola, akordion, tamburin, rebana, dan gambus. Dalam tulisan ini penulis
berfokus mengkaji aspek organologis alat musik gambus. Alat musik gambus
Melayu ini biasa dimainkan untuk mengiringi pertunjukan zapin, yang secara
fungsional musi adalah sebagai pembawa melodi. Gambus Melayu ini merupakan
alat musik petik yang masuk dalam klasifikasi kordofon (salah satu klasifikasi alat
musik yang proses bunyinya berasal dari getaran senar atau dawai).Alat musik ini
juga termasuk pula ke dalam kelompok lute berleher panjang karena alat musik
gambus ini mempunyai leher yang panjang dan bentuk badannya seperti buah pir
yang dibelah dua.
Pada saat awal melihat dan mendengarkan alat musik ini dimainkan,
penulis merasa tertarik baik dari sisi ilmu maupun konteks budaya. Dari segi ilmu
etnomusikologi adalah bagaimana konteksnya dalam peradaban masyarakat
Melayu. Dari sisi konteks budaya, digunakan untuk apa saja alat musik ini,
seterusnya bagaimana fungsinya. Tetapi penulis lebih tertarik untuk mengkaji
3
aspek organologis alat musik gambus, untuk itu penulis harus mencari siapa
pembuat gambus Melayu ini.
Pada tanggal 10 Februari 2014 di Tanjung Morawa, Kabupaten Deli
Serdang, yang beralamat Jalan Perintis kemerdekaan Nomor 204, Dusun IV,
penulis bertemu dengan seorang pembuat alat musik gambus Melayu yang
bernama Bapak Syahrial Felani. Ketika penulis mengemukakan maksud akan
mengkaji organologis gambus buatan beliau, maka ia sangat menyambut niat baik
penulis.
Berdasarkan wawancara dengan beberapa teman beliau, termasuk ia
sendiri, Syahrial Felani juga mahir memainkan gambus, gendang ronggeng,
menarikan tarian Melayu juga tarian Minangkabau. Hingga sampai saat ini Bapak
Syahrial Felani masih aktif di dalam dunia kesenian Melayu. Salah satunya ia
menjadi pengelola seni dan seniman pada sanggar tari yang bernama Tamora 88
yang berlokasi di alamat rumahnya.
Pada saat itu penulis banyak berbincang tentang alat musik gambus,
seperti bagaimana struktur organologis gambus yang dibuat oleh Bapak Syahrial
Felani. Menurut sejarahnya, beliaumengatakan masuknya gambus di Sumatera
Utara melalui penyebaran Islam oleh orang-orang Arab di Sumatera Utara di
pesisir pantai timur. Salah satunya adalah dengan melalui media kesenian yang
datangnya dari luar, khususnya zapin, telah banyak mempengaruhi masyarakatnya
seperti salah satu alat musik yaitu gambus. Alat musik gambus yang berasal dari
Arab ini dikenal dengan nama ‘ud.Tetapi, gambus Melayu ini lebih dikenal
dengan gambus belalang karena berbentuk seperti belalang.
Pada tahun 1976 Bapak Syahrial Felani mulai belajar berkesenian
Melayu dan di tahun 1982 tertarik dengan alat musik gambus tersebut dan untuk
4
belajar memulai memainkannya serta ditahun 1986 berdasarkan pengamatannya
saja, ia tertarik untuk mencoba membuat sendiri alat musik gambus tersebut
dengan apa adanya. Ternyata hasil karyanya memiliki ciri khas dari mulai bentuk
dan ukuran maupun suara yang dihasilkannya. Bapak Syahrial Felani mengatakan1
bahwa gambus Melayu biasanya memiliki 7 senar tetapi dengan didasari faktor
kreativitas, gambus yang dibuatnya memiliki 9 senar. Rinciannya adalah dengan
susunan 5 baris, posisi senar 1 hingga 4 berlapis dua, dan senar kelima tidak
berlapis.
Terdapat ukiran yang dihasilkannya adalah hasil idenya sendiri yang
mempunyai arti simbol yang menandakan hasil karyanya, penuh dengan makna-
makna dalam budaya Melayu. Seperti ukiran berbentuk bunga adalah simbol dari
alam dalam budaya Melayu. Demikian pula pucuk rebung, simbol dari kehidupan,
dan lain-lainnya.
Sampai saat ini, Bapak Syahrial Felani sudah membuat gambus lebih
kurang sebanyak 300 buah hingga tahun 2014 berdasarkan kebutuhan permintaan
pemesanan. Menurut informasi yang penulis dapatkan, ada beberapa pemain
gambus di Sumatera Utara, seperti: Nasri Effas, Hendrik Perangin-angin, Rubino,
dan lain-lain. Mereka adalah orang-orang yang telah memakai gambus buatan
Bapak Syahrial Felani. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Rubino bahwa gambus
yang di buat oleh Syahrial Felani memiliki kualitas yang baik. Apalagi gambus
buatan Syahrial Felani memiliki 9 senar untuk mempermudah memainkannya
pada nada yang tinggi. Bapak Rubino juga mengatakan bahwa Syahrial Felani
sudah menjadi penyalur alat musik gambus di kota Medan. Gambus yang ia
gunakan, sudah dimainkannya hingga ke beberapa wilayah Asia Tenggara seperti,
Singapura, Thailand, Australia, hingga Eropa seperti Prancis dan Inggris. Bahan
1Hasil wawancara penulis dengan Bapak Syahrial Felani pada tanggal 15 Maret 2014
5
utama untuk membuat alat musik gambus adalah kayu nangka (Artocarpus
Integra Sp.). Dipilih kayu tersebut karena tekstur kayu yang lebih lunak dan
mudah dipahat, selain itu juga jenis kayu tersebut cukup kuat,bobotnya yang
relative ringan, dan tidak berubah bentuk atau retak ketika kering. Dibutuhkan
kayu nangka yang berusia rata-rata 20 tahun dan memiliki ukuran berdiameter 36
cm. Selanjutnya, kayu tersebut dipotong dengan ukuran panjang 99 cm dan
dibelah menjadi 2 bagian. Gambus juga memiliki lubang resonator, dibuat dengan
cara melakukan pemahatan dan dibutuhkan kulit kambing untuk melapisi atau
menutup pada bagian depan lubang resonator.
Gambus ini menurut wawancara saya dengan beliau, dalam proses
pembuatannya dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan keuletan tangan dan
dikerjakan dengan peralatan yang sederhana, seperti gergaji, kampak, martil, serta
berbagai alat pahat dari ukuran kecil hingga besar, juga chinshaw (geraji mesin)
untuk mempermudah pemotongan atau membelah kayu.
Dibutuhkan waktu 2 minggu untuk menyelesaikan 1 buah alat musik
gambus. Menarik untuk dibahas dari uraian di atas karena pembuatannya
membutuhkan proses yang memiliki ciri khas gambus yang dibuat oleh Bapak
Syahrial Felani dan bagaimana struktur organologis gambus baik dari segi
struktural maupun fungsional. Dengan demikian penulis memilih judul untuk
penelitian ini yaitu: “Kajian Organologis Alat Musik Gambus Buatan Bapak
Syahrial Felani.”
6
1.2 Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, pokok
permasalaan yang menjadi topik bahasan didalam tulisan ini adalah sebagai
berikut ini.
1. Bagaimana struktur organologis gambus Melayu buatan Bapak Syahrial
Felani baik dari segi struktural maupun fungsional?
2. Bagaimana proses pembuatan gambus Melayu buatan Bapak Syahrial
Felani?
1.3 Tujuan dan Manfaat penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian alat musik gambus adalah:
1. Untuk mengetahui dengan cara meneliti langsung di lapangan dan
mendeskripsikan bagaimana struktur organologis gambus Melayubuatan
Bapak Syahrial Felani baik dari segi struktur maupun fungsi (musikal).
2. Untuk menganalisis dan memahami proses pembuatan gambus Melayu
buatan Bapak Syahrial Felani.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian terhadap aspek organologis alat musik gambus Melayu
buatan Bapak Syahrial Felani adalah sebagai berikut.
1. Sebagai bahan dokumentasi untuk menambah refrensi mengenai
gambus di Departemen Etnomusikologi
2. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi penelitian selanjutnya
yang berkaitan dengan gambus.
7
3. Sebagai suatu proses pengaplikasian ilmu yang di peroleh penulis
selama perkuliahan di Departemen etnomusikologi.
4. Memberikan informasi tentang alat musik gambus kepada masyarakat
umum khususnya Melayu diSumatera Utara.
5. Untuk memenuhi syarat memnyelesaikan studi progam S-1 di
Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya USU.
1.4 Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Ada beberapa konsep dan teori yang dibutuhkan dalam membicarakan
permasalahan terhadap objek penelitian ini, studi organologi yang dimaksud
adalah sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh Mantle Hood (1982:124),
bahwa organologi yang digunakan adalah berhubungan dengan alat musik. Istilah
tersebut mempunyai tendensi untuk dijadikan batasan dalam mendeskripsikan
penampilan fisik, properti akustik, dan sejarah alat musik. Selanjutnya menurut
beliau organologi adalah ilmu pengetahuan alat musik, yang tidak hanya meliputi
sejarah dan deskripsi alat musik, akan tetapi sama pentingnya dengan “ilmu
pengetahuan’’ dari alat musik itu sendiri antara lain: teknik pertunjukan, fungsi
musikal, dekoratif, dan variasi dari sosial budaya.
Dari konsep di atas, dapat disimpulkan bahwa kajian organologis gambus
di Tanjung Morawa buatan Bapak Syahrial Felani, adalah penelitian secara
mendalam mengenai sejarah dan deskripsi instrumen, juga mengenai teknik-
teknik pembuatan, cara memainkan, dan fungsi dari alat musik gambus tersebut.
Selanjutnya, istilah chordopone adalah klasifikasi alat musikyang ditinjau
berdasarkan penggetar utamanya sebagai penghasil bunyi yaitu berasal dari senar
8
(klasifikasi alat musik oleh Curt Sachs dan Hornbostel, 1961). Berdasarkan
konsep di atas, maka dalam tulisan ini penulis mengkaji mengenai proses
pembuatan instrumen gambus Melayu, termasuk juga teknik pembuatan, proses
pembuatannya, di Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang
tepatnya di Desa Tanjung Morawa B, juga mengenai teknik-teknik dalam
memainkan, fungsi musik, ornamentasi (hiasan yang dibedakan dengan
konstruksi),dan beberapa pendekatan sosial budayanya.
1.4.2 Teori
Teori mempunyai hubungan yang erat dengan penelitian dapat
meningkatkan arti dari penemuan penelitian. Tanpa teori, penemuan tersebut akan
menjadi keterangan-keterangan empiris yang berpencar (Moh. Nazir, 1983:22-25)
Dalam tulisan ini, penulis membahas tentang pendeskripsian alat musik
gambus Melayu yang mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Susumu
Khasima di dalam APTA (Asia Performing Traditional Art, 1978 :74), yaitu dua
pendekatan yang dapat dilakukan untuk membahas alat musik, yakni teori
struktural dan fungsional. Secara struktural yaitu: aspek fisik instrumen musik,
pengamatan, mengukur, merekam, serta menggambar bentuk instrumen,
ukurannya, konstruksinya, dan bahan yang dipakai. Di sisi lain, secarafungsional,
yaitu fungsi instrumen sebagai alat untuk memproduksi suara, meneliti,
melakukan pengukuran dan mencatat metode, memainkan instrumen, penggunaan
bunyi yang diproduksi, (dalam kaitannya dengan komposisi musik) dan kekuatan
suara.”
9
Menurut teori yang dikemukakan oleh Curt Sachs dan Hornbostel (1961)
yaitu sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama
bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yaitu:
1. Idiofon, penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu
sendiri,
2. Aerofon, penggetar utama bunyinya adalah udara,
3. Membranofon, penggetar utama bunyinya adalah membran atau kulit,
4. Kordofon, penggetar utama bunyinya adalah senar atau dawai.
Mengacu pada teori tersebut, maka gambus Melayu adalah instrumen
musik kordofon dimana penggetar utama bunyinya melalui senar atau dawai.
Untuk gambus digolongkan kepada jenis lute, pada prinsipnya berarti gambus
menggunakan kotak resonator suara. Selain itu jenis lute mempunyai leher (neck)
yang berfungsi sebagai papan jari (fingerboard)atau juga sebagai penyangga
dawai (string bearer).
Dalam tulisan ini juga dibahas mengenai gambus yang merupakan proses
hasil perkembangan secara akulturasi dalam Dunia Islam. Oleh karena itu, maka
penulis mengacu pada teori akulturasi dalam kebudayaan, seperti yang
dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1986:247).
Akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia
dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu
kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan
asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa
menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Selain itu juga digunakan teori difusi atau persebaran.Proses penyebaran
manusia yang membawa unsur kebudayaan, dalam hal ini berkaitan dengan
10
pengaruh ajaran Islam yang disampaikan melaui permainan gambus adalah
merupakan proses difusi. Penulis mengacu pada teori difusi yang dikemukakan
oleh Koentjaraningrat (1986:244), yaitu: difusi adalah penyebaran dan migrasi
kelompok manusia di muka bumi, turut pula tersebar unsur-unsur kebudayaan ke
seluruh penjuru dunia.
Kajian organologi atau kebudayaan material musik dalam etnomusikologi
telah dikemukakan oleh Merriam (1964) sebagai berikut. Wilayah ini meliputi
kajian terhadap alat musik yang disusun oleh peneliti dengan klasifikasi yang
biasa digunakan, yaitu: idiofon, membranofon, aerofon, dan kordofon. Selain itu
pula, setiap alat musik harus diukur, dideskripsikan, dan digambar dengan skala
atau difoto; prinsip-prinsip pembuatan, bahan yang digunakan, motif dekorasi,
metode dan teknik pertunjukan, menentukan nada-nada yang dihasilkan, dan
masalah teoretis perlu pula dicatat. Selain masalah deskripsi alatmusik, masih ada
sejumlah masalah analitis lain yang dapat menjadi sasaran penelitian lapangan
etnomusikologi. Apakah ada konsep untuk memperlakukan secara khusus alat-
alat musik tertentu di dalam suatu masyarakat? Adakah alat musik yang
dikeramatkan? Adakah alat-alat musik yang melambangkan jenis-jenis aktivitas
budaya atau sosial alain selain musik? Apakah alat-alat musik tertentu merupakan
pertanda bagi pesan-pesan tertentu pada masyarakat luas? Apakah suara-suara
atau bentuk-bentuk alat musik tertentu berhubungan dengan emosi-emosi khusus,
keberadaan manusia, upacara-upacara, atau tanda-tanda tertentu?
Nilai ekonomi alat musik juga penting. Mungkin ada beberapa spesialis yang
mencari nafkahnya dari membuat alat musik. Apakah ada atau tidak spesialis
pada suatu masyarakat? Apakah proses pembuatan alat musik melibatkan waktu
pembuatnya? Alat musik dapat dijual dan dibeli, dapat dipesan; dalam keadaan
11
apa pun, produksi alat musik merupakan bagian dari kegiatan ekonomi di dalam
masyarakatnya secara luas. Alat musik mungkin dianggap sebagai lambang
kekayaan; mungkin dimiliki perorangan; jika memilikinya mungkin diakui secara
individual akan tetapi untuk kepentingan praktis diabaikan; atau mungkin alat-alat
musik ini menjadi lambang kekayaan suku bangsa atau desa tertentu. Penyebaran
alat musik mempunyai makna yang sangat penting di dalam kajian-kajian difusi
dan di dalam rekonstruksi sejarah kebudayaan, dan kadang-kadang dapat memberi
petunjuk atau menetukan perpindahan penduuduk melalui studi alatmusik.
Sesuai pendapat Merriam tersebut, gambus Melayu, termasuk kajian budaya
material musik. Alat musik ini termasuk ke dalam klasifikasi kordofon.
Selanjutnya adalah music lute. Dipetik dengan plectrum yang diapit jari telunjuk
dan ibu jari tangan kanan, dan jari-jari tangan kiri sebagai penghasil nada-nada
yang berfungsi sebagai modus penjarian (asabi). Alat musik ini akan penulis
ukur, difoto, baik bagian eksternal maupun internalnya. Seterusnya penulis akan
memperhatikan dekorasi, pengecatan, warna, dan seterusnya. Selain itu, penulis
akan bertanya bagaimana persepsi pemain musik, seniman musik Melayu, dan
masyarakat Melayu mengenai gambus ini. Apakah ia memiliki lambang? Semua
yang dipertanyakan Merriam mengenai alat musik akan penulis teliti dalam
penelitian ini. Aspek kedua adalah mengenai sisi ekonomi dalam alat musik,
dalam hal ini gambus Melayu. Penelitian tentang hal ini berkaitan dengan
distribusi dan penjualannya, terutama di Tanjung Morawa, Medan, Lubuk Pakam,
Sumatera Utara, dan sekitarnya. Apakah bapak SyahrialFelani mengutamakan sisi
ekonomi atau mengutamakan sisi budaya, atau gabungan keduanya dalam konteks
pembuatan gambus Melayu ini.
12
1.5 Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi
sasaran ilmu yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1997:16). Dalam penelitian ini
penulis menggunakan metode penelitian kualitatif (Kirk dan Miller dalam
Moleong,1990:3) yang mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi
tertentudalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-
orang dalam bahasanyadan dalam peristilahannya. Untuk memahami
permasalahan yang terdapat dalam pembuatanalat musik gambus Melayu
diperlukan tahap-tahap, yaitu tahap sebelum kelapangan (pra lapangan), tahap
kerja lapangan, analisis data, dan penulisan laporan(Maleong, 2002:109). Di
samping itu, untuk mendukung metode penelitian yangdikemukakan oleh
Moleong, penulis juga menggunakan metode penelitian lainnya, yaitu kerja
lapangan (field work) dan kerja laboratorium (laboratory work). Hasil dari
keduadisiplin ini kemudian digabungkan menjadi satu hasil akhir (a final study)
(Meriam, 1964 :37).
Untuk memperoleh data dan keterangan yang dibutuhkan dalam penulisan
ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data, umumnya ada dua macam,
yakni: menggunakan daftar pertanyaan (questionnaires) dan menggunakan
wawancara (interview). Untuk melengkapi pengumpulan data dengan daftar
pertanyaan maupun wawancara tersebut dapat pula digunakan pengamatan
(observation) dan penggunaan catatan harian (Djarwanto, 1984:25). Dalam
melakukan penelitian, penulis menggunakan tiga tahap yaitu: (1) studi
kepustakaan; (2) kerja lapangan; dan (3) kerja laboratorium.
13
1.5.1 Studi Kepustakaan
Pada tahap sebelum ke lapangan (pra-lapangan), dan sebelum mengerjakan
penelitian, penulis terlebih dahulu mencari dan membaca serta mempelajari buku-
buku, tulisan-tulisan ilmiah, literatur, majalah, situs internet, dan catatan-catatan
yang berkaitan dengan objek penelitian. Studi pustaka ini diperlukan untuk
mendapatkan konsep-konsep dan teori juga informasi yang dapat digunakan
sebagai pendukung penelitian pada saat melakukan penelitian dan penulisan
skripsi ini.
1.5.2 Kerja Lapangan
Dalam hal ini, penulis langsung ke lokasi penelitian untuk melakukan tiga
hal yang telah diketahui sebelumnya yaitu, observasi, wawancara, dan pemotretan
(pengambilan gambar) dan langsung melakukan wawancara bebas dan juga
wawancara mendalam antara penulis dengan informan yaitu dengan mengajukan
pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, walaupun saat melakukan
penelitian terdapat juga hal-hal baru, yang menjadi bahan pertanyaan yang
dianggap mendukung dalam proses penelitian ini, semua ini dilakukan untuk tetap
memperoleh keterangan-keterangan dan data-data yang dibutuhkan dan data yang
benar, untuk mendukung proses penelitian.
1.5.3 Wawancara
Dalam proses melakukan wawancara penulis beracuan pada metode
wawancara yang dikemukakan oleh Koenjaraningrat (1985:139), yaitu wawancara
berfokus (focused interview), wawancara bebas (free interview), dan wawancara
sambil lalu (casual interview).
14
Dalam hal ini penulis terlebih dahulu menyiapkan daftar pertanyaan yang
akan ditanyakan saat wawancara, pertanyaan yang penulis ajukan bisa beralih dari
satu topik ke topik lain secara bebas. Sedangkan data yang terkumpul dalam suatu
wawancara bebas sangat beraneka ragam, tetapi tetap materinya berkaitan dengan
topik penelitian. Menurut Harja W. Bachtiar (1985:155), wawancara adalah untuk
mencatat keterangan-keterangan yang dibutuhkan dengan maksud agar data atau
keterangan tidak ada yang hilang. Untuk pemotretan dan perekaman wawancara
penulis menggunakan kamera dan handphone bermerk blackberry sebagai alat
rekam Sedangkan untuk pengambilan gambar (foto) digunakan kamera digital
bermerk Canon x-3s, di samping tulisan atas setiap keterangan yang diberikan
oleh informan.
1.5.4 Kerja Laboratorium
Keseluruhan data yang telah terkumpul dari lapangan, selanjutnya diproses
dalam kerja laboratorium. Data-data yang bersifat analisis disusun dengan
sistematika penulisan ilmiah. Data-data berupa gambar dan rekaman diteliti
kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan kemudian dianalisis seperlunya.
Semua hasil pengolahan data tersebut disusun dalam satu laporan hasil penelitian
berbentuk skripsi (Meriam, 1995:85).
1.5.5 Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian yang penulis pilih adalah di lokasi yang
merupakan tempat tinggal narasumber yaitu Bapak Syahrial Felani di Desa
Tanjung Morawa B, Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 204 Dusun IV,
Kecamatan Tanjung Morawa, Deli Serdang yang juga merupakan lokasi bengkel
15
instrumen beliau. Selain di kediaman beliau, penulis melakukan penelitian pada
hari senin, tanggal 13 januari 2014 di pantai cermin dirumah kediaman Bapak
Nasri Effas, pada hari kamis tanggal 26 juni 2014 di Taman Budaya dan Pada hari
kamis 23 September 2014 di Taman Budaya.
16
BAB II
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN, BIOGRAFI RINGKAS
SYAHRIAL FELANI SEBAGAI WARGA MASYARAKAT MELAYU
DAN SENIMAN MUSIK MELAYU
Pada bab ini penulis akan menjelaskan gambaran umum tentang lokasi
penelitian dan biografi ringkas tentang beliau, yang menyatakan dirinya sebagai
orang Melayu, yang pada dasarnya secara keturunan (darah) beliau adalah
keturunan Jawa dan Mandailing. Ini juga menjadi salah satu fenomena menarik
tentang identitas etnik di dalam kebudayaan Melayu. Beliau, karena lama berada
dilingkungan masyarakat Melayu mulai dari bahasa, adat istiadat dan apalagi
berbagai kesenian yang Beliau pelajari dari tari-tariannya, membuat instrumen
musik, dan memainkan lat musik tersebut.
2.1 Sejarah Berdirinya Kabupaten Deli Serdang
Kabupaten Deli Serdang yang dikenal sekarang ini, sebelum Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 merupakan dua wilayah
pemerintahan yang berbentuk kerajaan (kesultanan) yaitu Kesultanan Deli yang
berpusat di Kota Medan dan Kesultanan Serdang berpusat di Perbaungan (lebih
kurang 38 km dari Kota Medan menuju Kota Tebing Tinggi). Dalam masa
pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS), keadaan Sumatra Timur
mengalami pergolakan yang dilakukan oleh rakyat secara spontan menuntut agar
Negara Sumatera Timur yang dianggap sebagai prakarsa Van Mook (Belanda)
dibubarkan dan wilayah Sumatera Timur kembali masuk Negara Republik
Indonesia. Para pendukung NST membentuk Permusyawaratan Rakyat se
17
Sumatera Timur menentang Kongres Rakyat Sumatera Timur yang dibentuk oleh
Front Nasional. Negara-negara bagian dan daerah-daerah istimewa lain di
Indonesia kemudian bergabung dengan Negara Republik Indonesia (NRI),
sedangkan Negara Indonesia Timur (NIT) dan Negara Sumatera Timur (NST)
tidak bersedia. Akhirnya Pemerintah NRI meminta kepada Republik Indonesia
Serikat (RIS) untuk mencari kata sepakat dan mendapat mandat penuh dari NST
dan NIT untuk bermusyawarah dengan NRI tentang pembentukan Negara
Kesatuan dengan hasil antara lain Undang-Undang Dasar Sementara Kesatuan
yang berasal dari UUD RIS diubah sehingga sesuai dengan Undang-Undang
Dasar 1945.
Atas dasar tersebut terbentuklah Kabupaten Deli Serdang seperti tercatat
dalam sejarah bahwa Sumatera Timur dibagi atas 5 (lima) afdeling, salah satu di
antaranya adalah Deli en Serdang. Afdeling ini dipimpin oleh seorang Asisten
Residen beribukota di Medan serta terbagi atas 4 (empat) Onder Afdeling yaitu
Beneden Deli beribukota Medan, Bovan Deli beribukota Pancur Batu, Serdang
beribukota Lubuk Pakam, dan Padang Bedagei beribukota Tebing Tinggi.
Masing-masing afdeling ini dipimpim oleh seorang kontelir.
Selanjutnya dengan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Timur
tanggal 19 April 1946, Keresidenan Sumatera Timur dibagi menjadi 6 (enam)
Kabupaten ini terdiri atas 6 (enam) kewedanaan, yaitu: Deli Hulu, Deli Hilir,
Serdang Hulu, Serdang Hilir, Bedagei, Padang (Kota Tebing Tinggi) pada waktu
itu ibukota berkedudukan di Perbaungan. Kemudian dengan Besluit Wali Negara
tanggal 21 Desember 1949 wilayah tersebut adalah Deli Serdang dengan ibukota
Medan, meliputi Lubuk Pakam, Deli Hilir, Deli Hulu, Serdang, Padang, dan
Bedagei.
18
Pada tanggal 14 November 1956, Kabupaten Deli dan Serdang ditetapkan
menjadi Daerah Otonom dan namanya berubah menjadi Kabupaten Deli Serdang
sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 1948 yaitu Undang-undang
Pokok-pokok Pemerintahan Daerah dengan Undang-Undang Nomor 7 Drt Tahun
1956. Untuk merealisasinya dibentuklah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) dan Dewan Pertimbangan Daerah (DPD). Namun, tahun demi tahun terus
berlalu merubah perjalanan sejarah dan setelah melalui berbagai usaha penelitian
dan seminar-seminar oleh para pakar sejarah dan pejabat Pemerintah Daerah
Tingkat II Deli Serdang pada waktu itu (sekarang Pemerintah Kabupaten Deli
Serdang), akhirnya disepakati penetapan Hari Jadi Kabupaten Deli Serdang
tanggal 1 Juli 1946.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1984, ibukota
Kabupaten Deli Serdang dipindahkan dari Kota Medan ke Lubuk Pakam dengan
lokasi perkantoran di Tanjung Garbus yang diresmikan oleh Gubernur Sumatera
Utara tanggal 23 Desember 1986.
2.1.1 Letak Geografis Kabupaten Deli Serdang
Kabupaten Deli Serdang secara geografis, terletak diantara 2°57’ - 3°16’
Lintang Utara dan antara 98°33’ - 99°27’ Bujur Timur, merupakan bagian dari
wilayah pada posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat dengan luas wilayah
2.497,72 km2. Dari luas Propinsi Sumatera Utara, dengan batas sebagai berikut:
(a) Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumatera,
(b) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo,
(c) Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai, dan
19
(d) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten
Langkat.
Berdasarkan informasi yang penulis peroleh dari Badan Pusat Statistik
Kabupaten Deli Serdang, secara administratif terdapat dua puluh dua (22)
Kecamatan yang ada di Kabupaten Deli Serdang salah satunya adalah Kecamatan
Tanjung Morawa.
Berdasarkan hasil sensus penduduk 2013, penduduk Kabupaten Deli
Serdang mayoritas bersuku bangsa Jawa (51,77 %), Karo (10,84 %), Toba (10,78
%), Mandailing (6,71%), Melayu (6,22 %), Minangkabau (2,91%) Simalungun
(1,68 %), dan lain lain (1,24 %). Sedangkan Agama yang dianut oleh masyarakat
Deli Serdang beragama Islam paling besar (78,22%), Kristen (19,30 %), Budha
(2,03 %), Hindu (0,17 %), dan lainnya (0,29 %).
2.1.2 Letak Lokasi Penelitian
Kecamatan Tanjung Morawa merupakan tempat tinggal Bapak Syahrial
Felani, secara administratif kecamatan Tanjung Morawa mempunyai luas wilayah
13.175 ha yang terdiri atas 26 Desa. Adapun batas-batas wilayah kecamatan
Tanjung Morawa adalah sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Batang
Kuis, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan STM Hilir, sebelah Barat
berbatasan dengan Kecamatan Patumbak, sebelah Timur berbatasan dengan
Kecamatan Lubuk Pakam. Dari 26 desa tersebut, beliau tinggal di Desa
Tanjung Morawa B, tepatnya berada di Jalan Perintis Kemerdekaan Nomor 204
Dusun IV. Di lokasi tersebutlah beliau membuka bengkel instrumen gambus,
membuka sanggar tari bernama Tamora 88 dan tinggal bersama keluarganya.
20
2. 2 Latar Belakang Budaya Melayu
Deskripsi Melayu bisa dilihat kedekatannya dengan agama Islam. Melayu
memang sangat erat hubungannya dengan Islam, sehingga adapun sebuah
ungkapan ataupun gagasan adat yang bersendikan syarak syarak besendikan
kitabbulah, yang artinya asas kebudayaan Melayu adalah hukum Islam (syarak).
Sehinnga untuk menjadi orang Melayu harus mengikuti adat isriadat Melayu dan
beragama Islam (Takari dan Fadlin, 2009).
Syahrial Felani adalah seorang seniman Melayu yang asalnya bukan dari
Melayu asli. Beliau adalah keturunan Jawa dan Mandailing, akan tetapi dia
menyatakan bahwa dirinya adalah orang Melayu, dengan kemampuannya bisa
berbahasa Melayu, beradat istiadat Melayu dan beragama Islam.
Di samping itu identitas Melayu juga dapat dilihat melalui unsur-unsur
kebudayaan Melayu. Secara antropologis, unsur-unsur mencakup : agama,
bahasa, organisasi, mata pencaharian hidup, kesenian, pendidikan, dan teknologi.
Di bawah ini terdapat tujuh unsur berikut.
2.2.1 Agama
Islam adalah kepercayaan setiap warga masyarakat Melayu, karena
Melayu sendiri pun berlandaskan Islam. Untuk itu saya akan menjelaskan
bagaimana proses masuknya agama islam ke peradaban Melayu. Jika di Indonesia
Islam berkembang pada Zaman kerajaan Hindu-Budha berkat hubungan dagang
dengan Negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok,
dan wilayah Timur Tengah. Agama hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada
awal Masehi, dibawa oleh para musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya,
yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para
21
musafir dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahien. Pada abad IV di Jawa Barat
terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Budha, yaitu kerajaan Taruma Negara
yang dilanjutkan dengan kerajaan Sunda sampai abad XVI (Luckman Sinar,
1986).
Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan
Majapahit. Pada masa abad VII hingga abad XIV,kerajaan Budha Sriwijaya
berkembang pesat di Sumatera. Hal ini di deskripsikan oleh seorang penjelajah
Tiongkok yang bernama I-Tsing, yang mengunjungi ibukotanya Palembang
sekitar tahun 670. Pada saat puncak kejayaannya Sriwijaya menguasai daerah
sejauh Jawa Tengah, dan Kamboja (Luckman Sinar, 1986:65).
Di abad XIV juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di
Jawa Timur, yaitu Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada
berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah
Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari Gajah Mada
termasuk kodifikasi hukum dan pembentukan kebudayaan Jawa, seperti yang
terlihat dari Wiracarita Ramayana(sejarah dari Ramayana).
Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke XII, melahirkan kerajaan-
kerajaan bercorakan Islam, seperti Samudra Pasai di Sumatera dan Demak di
Jawa. Munculnya kerajaan-kerajaan tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri
kejayaan Sriwijaya dan Majapahit sekaligus menandai akhir dari era ini (Takari
dan Fadlin 2009).
Di samping itu ada pendapat dari yang Mansur menyatakan: “Besar
kemungkinannya bahwa Islam dibawah oleh para wirausahawan Arab ke Asia
Tenggara pada abad pertama dari tarikh Hijriyah atau abad ke VII-M. hal ini
menjadi lebih kuat, menurut Arnold dalam The Preaching of Islam sejarah
22
dakwah Islam dimulai pada abad II Hijriah, yaitu para pedagang Islam melakukan
perdagangan dengan sailan atau Srilangka. Pendapat yang sama juga
dikemukakanoleh Burger dan Prajudi (2004). Mansur menambahkan Van leur
dalam bukunya Indonesian Trade and Society (2003), menyatakan pada 674 di
pantai Barat Sumatera telah terdapat perkampungan (koloni) Arab Islam.
Perkampungan perdagangan ini dimulai dibicarakan lagi pada 618 dan
626. Tahun-tahun berikutnya perkembangan perdagangan ini dimulai
mempraktekan ajaran agama Islam. Hal ini mempengaruhi pula perkampungan
Arab yang terdapat disepanjang jalan perdagangan di Asia Tenggara. Mansur juga
mengkritik keras adanya upaya sebagian sejarawan yang menyatakan bahwa Islam
baru masuk ke Indonesia setelah runtuhnya Kerajaan Hindu Majapahit (1478) dan
ditandai berdirinya kerajaan Demak.
Pada umumnya keruntuhan Kerajaan Hindu Majapahit sering
didongengkan akibat serangan dari kerajaan Islam Demak. Pada hal realitas
sejarahnya yang benar adalah Kerajaan Hindu Majaphit runtuh akibat serangan
raja Girindrawirdhana dari kerajaan Hindu Kediri pada tahun 1478 M. al-Atts
mengatakan sarjana Barat melangsungkan penelitian ilmiah terhadap sejarah dan
kebudayaan Kepulauan Melayu-Indonesia telah lama menyebarkan bahwa
masyarakat kepulauan ini seolah-olah merupakan masyarakat penyaring, penapis,
serta penyatu unsur-unsur berbagai kebudayaan.
Banyak pertanyaan mengatakan kenapa Melayu sangat erat hubungan
dengan Islam? Atau apa pengaruh yang diberikan Islam kepada masyarakat
Melayu harus berdasarkan Islam. Al-Attas menguraikan bahwa ajaran Islam selalu
memberikan keterangan dan memiliki sifat asasi insan itu ialah akal, dan unsur
hakikat inilah yang menjadi perhubungan antara dia dan hakikat semesta.
23
Sebagaimana kegelapan lenyap dipancari sinar surya yang membuat setiap umat
Islamselalu mencari kebenaran berdasarkan akal. Demikian juga kedatangan Islam
dikepulauan Melayu di Indonesia yang membawa Rasionalisme dan pengetahuan
akhlakserta menegaskan suatu sistem masyarakat yang terdiri rari individu-
individu. Jadi Islam membawa peradaban yang mudah diterima, intelektualitasme,
dan ketinggian budi insane ditanah Melayu. Al-Attas juga menunjukan bukti
bahwa dari tangan ulama-ulama Islam lahirlah budaya sastra, tulisan, falsafah,
buku, dan lain-lain,yang tidak dibawa peradaban sebelumnya. Islam memang
tidak meninggalkan kebudayaan patung (candi) sebagaimana kebudayaan Pra-
Islam (sumber: www.wikipedia.com).
Disisi lain ada juga disebut dengan ras Proto-Melayu pedalaman, yaitu
orang Batak Toba, Karo, Simalungun, Pakpak-Dairi, yang memiliki kepercayaan
adat istiadat sendiri. Memang pada dasarnya orang luar mengenal sebagian orang
Asia itu adalah orang Melayu, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan
lain sebagainya. Tetapi pada kenyataannya mereka tidak mengatakannya mereka
sebagai orang Melayu, karena mereka memiliki agama, bahasa dan kebudayaan
yang tidak sama dengan konsep kebudayaan Melayu.
Seperti contoh penulis. saya beragama Kristen Protestan, saya berasal dari
suku Batak Toba, saya menggunakan bahasa Batak dan bercampur dengan bahasa
Indonesia, dan saya juga melakukan adat istiadat suku saya sendiri. Namun
demikian, jika orang luar menyatakan saya orang Melayu saya pasti akan
menjawab saya juga orang Melayu, karena pada dasarnyabahasa Indonesia berasal
dari bahasa Melayu. Begitu juga dengan objek penelitian saya, Syahrial Felani
adalah seorang yang bukan berasal dari Melayu asli melainkan suku Jawa, akan
tetapi beliau memyatakan dirinya Melayu, karena beliau menggunakan adat
24
istiadat Melayu, beragama Islam, dan juga paham betul tentang kesenian budaya
Melayu.
2. 2.2 Bahasa
Bahasa Melayu menjadi bahasa nasional dan bahasa pengantar di semua
lembaga publik di sebagian Asia, seperti Malaysia, Singapura, dan Indonesia.
Bahasa Melayu yang menjadi lingua franca penduduk Nusantara sejak sekian
lama. Bahasa Melayu juaga telah dipergunakan oleh mayarakat Indonesia,
termasuk etnik Melayu.
Akan tetapi dalam kebudayaan Melayu penggunaan bahasa khususnya
dialek memiliki perbedaan dari lima kabupaten, jika orang Melayu di pesisir
Timur, Serdang Bedagai, Pangkalan Dodek, Batubara, Asahan, dan Tanjung
Balai, memakai bahasa Melayu dengan mengalihkan huruf vokal “o” di ujung
kosa-kosa kata yang baku menggunakan vocal “a,” sebagai contoh kemano
(kemana), siapo (siapa). Di Langkat dan di Deli mengalihkan hurufvokal “a”
menjadi “e” di ujung kosa-kosa katanya, seperti contoh, kemane (kemana), siape
(siapa).
Dari sini kita bisa melihat meskipun akar kebudayaan etnik Melayu itu
satu rumpun, namun ada juga perbedaan-perbedaan kecil yang membedakan
etnik Melayu. Adapun perbedaan-perbedaan tersebut dikarenakan adanya
kebiasaan yang sudah dibawa dari nenek moyang yang pada saat itu mereka
memiliki satu pengelompokan yang berbeda-beda (Zein, 1975:89).
Bahasa yang digunakan dan difungsikan oleh Syahrial Felani adalah
bahasa Indonesia. Biarpun beliau sendiri orang Jawa, akan tetapi dia lebih
senang menggunakan dalam pergaulan sehari-hari.Beliau juga dalam berkesenian
25
selalu menggunakan bahasa Melayu dialek Deli dan Serdang, terutama untuk
pertunjukan teater.
2.2.3 Mata Pencaharian
Bagi orang Melayu yang tingal di desa, mayoritas mereka menjalankan
aktivitas pertanian. Aktivitas pertanian termasuk mengusahakan tanaman padi,
karet, kelapa sawit, kelapa, dan tanaman campuran (mixed farming). Dikawasan
pesisir pantai, umumnya orang Melayu bekerja sebagai nelayan, yaitu
menangkap ikan dilaut dengan menggunakan alat-alat penangkap ikan. Orang
Melayu yang tinggal di kota kebanyakannya bekerja dalam sektor dinas, sebagai
pekerja disektor perindustrian, perdagangan, pengangkutan, dan lain-lain.
Penguasaan ekonomi dikalangan orang Melayu perkotaan relatif masih
rendah dibandingkan dengan penguasaan ekonomi oleh penduduk non-pribumi,
terutama orang Tionghoa. Banyak yang tinggal di kota-kota besar dan mampu
hidup berkecukupan. Selain itu banyak orang Melayu yang mempunyai
pendidikan yang tinggi, seperti di universitaas di dalam maupun di luar negeri.
Di samping itu menurut Metzger (dalam Takari dan Fadlin 2009)
kelemahan orang Melayu dalam ekonomi adalah kurangnya mayarakat Melayu
menghargai budaya lama, pemalas, dan kurangnya sifat ingin tahu. Untuk itu,
sekarng ini tidak semua masyarakat Melayu hidup bertani, berkebun dan menjadi
nelayan saja. Banyak juga orang Melayu yang profesinya menjadi guru, dosen,
musisi, dan pejabat-pejabat tinggi. Orang Melayu di Sumatera Utara mempunyai
pola hidup untuk mengejar ilmu setinggi-tingginya, bersaing dengan kelompok
etnik lain. Bahkan ada juga yang belajar ke luar negeri, karena orang Melayu
menjunjung tinggi pendidikan. Mereka ini ingin pintar dan cerdas, untuk dapat
26
membantu semua orang. Bagi sebahagian besar orang Melayu, mereka
mengamalkan ajaran agama Islam untuk terus mencari ilmu, yang sangat berharga
yang tidak bisa hilang sampai mati.
Syahrial Felani sebelumnya pernah terjun ke dunia transportasi sebagai
supir ataupun kernek. Namun pada saat ini, mata pencaharian Syahrial Felani
adalah seorang musisi, selain seorang musisi beliau juga mengajar sebagai guru
tari di Binjai, pembuat alat musik gambus, dan menjual beberapa asesoris seperti
pakaian perlengkapan pertunjukan kesenian Melayu.
2.2.4 Pendidikan
Sebelum penjajahan Belanda, orang Melayu mendapat pendidikan Agama.
Selama penjajahan, peluang pendidikan ala Eropa terbatas untuk orang
Melayu di pedesaan, dan terpusat di daerah perkotaan, Pendidikan gaya Eropa
sendiri hanya di kembangkan setelah Indonesia merdeka.
Orang Melayu mengalami sebuah perkembangan yang pesat dalam
dunia pendidikan. Karena seperti kita ketahui, orang Melayu sangat
menjunjung tinggi yang namanya pendidikan ataupun ilmu. Inilah yang
mereka bisa maju ke depan lebik baik, karena mereka juga ingin di hormati
bukan dilecehkan.
Dalam pendidikan formal, Syahrial Felani sendiri menyatakan nasibnya
kurang baik, dikarenakan hanya sampai tingkat Sekolah Dasar (SD) saja. Namun
beliau mempunyai alasan yang cukup kuat untuk tidak melanjutkan tingkat
pendidikan selanjutnya, demi kebutuhan ekonomi dalam keluarga.
27
2.2.5 Teknologi
Etnik Melayu pada dasarnya ingin terus berusaha menguasai teknologi,
yang di antaranya bisa kita lihat dari pemakaian alat musik keyboard yang
mereka gunakan dalam memainkan lagu-lagu Melayu. Sama halnya dengan
teknologi-teknologi lainnya seperti alat komunikasi yang dikenal dengan
hanphone yang lazim digunakan semua masyarakat di Indonesia termasuk suku
Melayu.
Kemudian ada lampu sebagai alat penerang dirumah, kebanyakan mereka
tidak menggunakan lampu teplok yang digunakan pada zaman dahulu untuk
menerangi rumahnya. Kemudian ada komputer sebaagai alat untuk
mempermudah dalam menyimpan data, dan terkadang laptop juga dipakai atau
alat yang lebih canggih di bandingkan dengan komputer dipergunakan pada saat
bersekolah, karena alat ini mudah untuk di bawa.
Kendaraan juga sebagai teknologi yang sudah ada pada masyarakat
Melayu. Untuk mempermudah perjalanan seperti sepeda motor, yang dulunya
mereka menggunakan sepeda sebagai alat kendaraan untuk mencapai tujuan.
Tetapi sekarang mereka sudah beralih ke sepeda motor atau yang lebih dikenal
dengan “kereta,’’ bahkan ada juga yang menggunakan transportasi kendaraan
mobil yang mempermudah perjalanan serta memiliki fasilitas yang baik untuk
menepuh perjalanan jauh.
Televisi juga sudah dimiliki oleh masyarakat Melayu untuk mengetahui
berita-berita dari luar daerah dan dapat mengetahui keadaan Negara. Radio juga
menjadi salah satu yang sudah ada dimiliki oleh masyrakat Melayu bahkan ada
radio yang sudah memiliki kaset sehingga mereka tinggal memasukan kasetnya
saja dan didengarkan.
28
Jika musisi Melayu sudah dari dulu diperkenalkan alat rekam, seperti
merekam suara penyanyi, bunyi instrument musik Melayu, Syarial Felani sudah
menggunakan teknologi yang cukup canggih. Beliau menggunakan laptop
untuk mengolah untuk mencoba hal-hal yang baru dalam proses pembahaasan
lagu-lagu. Beliau juga membuat suatu alat bantu seperti spull guitar untuk
membantunya agar suara yang dihasilkannya cukup kuat untuk didengar. Karena
suara alat musik gambus yang begitu lembut, sulit untuk didengar jika tidak
menggunakan alat bantu. Pada saat proses pembuataan alat musik gambus,
dulunya beliau menggunakan gergaji manual untuk pemotongan pada kayu.
Akan tetapi, sekarang ini beliau sudah menggunakan gergaji mesin (senso,
chinshaw) untuk mempermudah pemotongan kayu. Jika dilihat kondisi saat ini
beliau sudah mengikuti perkembangan zaman dan sudah menikmati teknologi
yang sudah ada untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari serta alat-alat
rekaman yang digunakannya untuk kepentingannya sebagai seniman Melayu.
2.2.6 Kesenian
Kesenian yaitu sebuah hasil karya yang diciptakan oleh penciptanya
sendiri untuk menghasilkan sebuah keindahan. Adapun seni musik yaitu salah
satu media ungkapan hati (sumber: www. wikipedia.com). Untuk itu kesenian
ini menjadi warisan yang diturunkan secara turun-temurun, agar masyarakat
Melayu dapat dikenal dan memiliki identitas untuk diperkenalkan pada
masyarakat lain.
Musik mencerminkan kebudayaan masyarakat pendukungnya, didalam
musik terkandung nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi bagian dari
pada proses enkulturasi juga yang terjadi dalam musik kebudayaan masyarakat
29
Melayu Sumatera Utara. Pertunjukan musik tradisisonal megikuti aturan-
aturan tradisional. Pertunjukan ini, selalu berkaitan dengan penguasaan alam,
mantera (jampi) yang tujuannya menjauhkan bencana, mengusir hantu atau
setan. Musik tradisi Melayu berkembang secara improvisasi berdasarkan
transmisi.
Berdasarkan sistem klasifikasi yang ditawarkan oleh Curt Sachs dan
Eric M. Von Horn bostel (1914), maka keseluruhan alat-alat musik Melayu
Sumatera Utara dapat dikelompokan kedalam klasifikasi (1) idiofon penggetar
utamanya badannya sendiri, (2) membranofon, penggetar utamanya membrane,
(3) kordofon, penggetar utamanya senar, (4) aerofon, penggetar utamanya
kolom udara. Instrument musik Melayu itu sendiri ialah gendang ronggeng,
gendang rebana (hadrah, taar), kompang, gendang silat (gendang dua muka),
gedombak, tabla, dan baya (membranofon). Tetawak, gong, canang, calempong,
ceracap (kesi), dan gambang (idiofon). Ud, Gambus, biola, dan rebab
(kordofon). Akordion, bangsi, seruling, nafiri, dan puput batang padi (aerofon).
Dalam sistem klasifikasi diatas, gambus merupakan alat musik Melayu
yang berpengaruh pada masa masuknya Islam terjadinya kontak budaya, yang
dianggap musik dari luar menjadi bagian dari tradisi musik Melayu. Gambus
merupakan salah satu alat musik yang dimainkan dengan cara dipetik. Alat musik
ini identik dengan bernafaskan Islam, alat musik ini juga memiliki fungsi
sebagai pengiring tarian zapin dan nyanyian pada waktu diselenggarakan pesta
pernikahan atau acara syukuran. Begitu juga dengan bapak Syahrial Felani yang
merupakan musisi Melayu juga pembuat alat musik gambus.
30
2.2.7 Sistem Organisasi
Sistem politik Melayu adalah musyawarah, yang dijalankan konteks
kebudayaan. Musyawarah yang dijalankan, biasanya membahas mengenai
berbagai hal seperti pengelolaan sistem tanah adat berdasarkan budaya dan
adat setempat. Sehingga sistem musyawarah yang dijalankan akan memiliki
corak dan karakter yang berbeda antara daerah yang lain. Di sini kita dapat
melihat bahwa suku Melayu telah mengenal system politik yang mengakar
kepada kebudayaan.
Tidak mengherankan bahwa suku Melayu mempunyai ikatan
persaudaraan yang kuat, sebab musyawarah memaknakan adanya tolong
menolong dan kesetiakawanan social, sebagai suatu pemufakatan.
Musyawarah juga merupakan sarana, dimana rakyat dapat diposisikan untuk
membangun aturan-aturan dasar dalam kehidupannya yang bersumber kepada
adat hukum setempat.
Sama halnya dengan organisasi ataupun perkumpulan yang sudah
dibuat oleh orang Melayu itu sendiri. Mereka selalu mengutamakan yang
namanya musyawarah yang bertujuan untuk menghargai adanya pendapat-
pendapat, dan masukan-masukan yang ingin disampaikan oleh anggota-
anggota dalam organisasi tersebut. Salah satu organisasi yang dibentuk oleh
masyarakat Melayu adalah MABMI yaitu Majelis Adat Budaya Melayu
Indonesia.
Organisasi ini bukan semata-mata hanya sebuah kumpulan orang-
orang Melayu yang hanya duduk saja, akan tetapi organisasi ini memiliki
tujuan untuk melestarikan budaya Melayu. Sehingga organisasi ini tidak
31
sungkan-sungkan mengeluarkan biaya sebesar apapun yang namanya
melestarikan kebudayaan.
2.3 Pengertian Biografi
Dalam disiplin sejarah biografi dapat didefinisikan sebagai sebuah riwayat
hidup seseorang. Sebuah tulisan biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat
saja, namun juga dapat berupa tulisan yang lebih dari satu buku. Perbedaannya
adalah biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta-fakta kehidupan
seseorang dan peranan pentingnya dalam masyarakat. Sedangkan biografi yang
lengkap biasanya memuat dan mengkaji informasi-informasi penting, yang
dipaparkan lebih detail dan tentu saja dituliskan dengan penulisan yang baik dan
jelas.
Sebuah biografi biasanya menganalisis dan menerangkan kejadian-
kejadian pada hidup seorang tokoh yang menjadi objek pembahasannya. Dengan
membaca bografi, pembaca akan menemukan hubungan keterangan dari tindakan
yang dilakukan dalam kehidupan seseorang tersebut, juga mengenai cerita-
ceritaatau pengalaman-pengalaman selama hidupnya.
Suatu karya biografi biasanya bercerita tentang kehidupan orang terkenal
dan orang tidak terkenal, dan biasanya biografi tentang orang yang tidak terkenal
akan menjadikan orang tersebut dikenal secara luas, jika didalam biografinya
terdapat sesuatu yang menarik untuk disimak oleh pembacanya. Namun demikian
biasanya biografi hanya berfokus pada orang-orang atau tokoh-tokoh terkenal
saja.
Tulisan biografi biasanya bercerita mengenai seorang tokoh yang sudah
meninggal dunia, namun tidak jarang juga mengenai orang atau tokoh yang masih
32
hidup. Banyak biografi yang ditulis secara kronologis atau memiliki suatu alur
tertentu, misalnya memulai dengan menceritakan masa anak-anak sampai masa
dewasa, namun ada juaga beberapa biografi yang lebih berfokus pada suatu topik-
topik pencapaian tertentu.
Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung, bahan
utama dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, kliping atau
Koran. Sedangkan bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku-buku,
refrensi atau sejarah yang memaparkan peranan subjek biografi tertentu.
Beberapa aspek yang perlu dilakukan dalam menulis sebuah biografi
antara lain sebagai berikut. (a) Pilih seseorang yang menarik perhatian anda; (b)
Temukan fakta-fakta utama mengenai kehidupan orang tersebut; (c) Mulailah
dengan ensiklopedia dan catatan waktu; (d) Pikirkan, hal apalagi yang perlu anda
ketahui mengenai orang tersebut, bagian mana dari cerita tentang beliau yang
ingin lebih banyak anda utarakan dan tuliskan.
Sebelum menuliskan sebuah biografi seseorang, ada beberapa pertanyaan
yag dapat dijadikan pertimbangan, misalnya: (a) Apa yang membuat orang
tersebut istimewa atau menarik untuk dibahas; (b) Dampak apa yang telah beliau
lakukan bagi dunia atau dalam suatu bidang tertentu juga bagi orang lain; (c) Sifat
apa yang akan sering penulis gunakan untuk menggambarkan orang tersebut; (d)
Contoh apa yang dapat dilihat dari hidupnya yang menggambarkan sifat tertentu;
(e) Kejadian apa yang membentuk atau mengubah kehidupan orang tersebut; (f)
Apakah beliau memilkiki banyak jalan keluar untuk mengatasi masalah dalam
hidupnya; (g) Apakah beliau mengatasi masalahnya dengan mengambil resiko,
atau nkarena keberuntugannya; (h) Apakah dunia atau suatu hal yang terkait
33
denagn beliauakan menjadi lebih buruk atau lebih baik jika orang tersebut hidup
ataupun tidak hidup, bagaimana, dan mengapa demikian.
Lakukan juga penelitian lebih lanjut dengan bahan-bahan dari studi
perpustakaanatau internet untuk membantu penulis dalam menjawab serta menulis
dalam menjawab serta menulis biografi orang tersebut dan supaya tulisan si
peneliti dapat dipertanggungjawabkan, lengkapdanmenarik(terjemahanAry(2007)
pada (www.Infoplease.com/homework/wsbiography.html).
2.3.1 Alasan Dipilihnya Syahrial Felani sebagai Fokus Kajian
Dalam tulusan ini, penulis memilih Syahrial Felani sebagai objek
penelitian, dikarenakan beliau mampu memiankan dan membuat alat musik
gambus Melayu, diantaranya adalah sebagai berikut/
a. Beliau adalah salah-satu dari segelintir orang Melayu di Sumatera yang dapat
membuat alat musik gambus.
b. Selain itu, menurut keterangan para informan, beliau dapat memiankan alat
musik gambus dengan sangat baik, beliau juga dapat menari tari-tarian
Melayu dan tarian Minangkabau dengan bukti hingga saat ini beliau masih
mengelolah seni yang bernama Tamora 88 yang berada di alamat rumahnya.
c. Gambus hasil buatan Bapak Syahrial Felani banyak dipakai oleh para musisi
pemain alat musik gambus yang berada diSumatera Utara.
d. Hasil karya beliau juga dikirim kedaerah luar Sumatera Utara seperti Riau
dan Kepulauan Riau.
e. Beliau yang merupakan seorang keturunan Jawa dan Mandailing yang
memiliki jiwa berkesenian Melayu dikarenakan berada dilingkungan etnis
Melayu .
34
Hal-hal tersebut penulis ketahui dari hasil percakapan dan wawancara dengan
Bapak Syahrial Felani. Peranan dan pengalaman beliau yang banyak ini menjadi
alasan ketertarikan penulis menemukan fakta-fakta mengenai kenidupan beliau,
dalam hal ini penulis lebih fokus kepada kehidupan beliau sebagai pembuat alat
musik dan lebih dikhususkan instrumen musik gambus buatan beliau.
Melalui wawancara penulis akan mencatat kehidupannya berdasarkan
dimensi waktu, ide-ide kreatif beliau dalam pembuatan instrumen musik
tradisional Melayu, dalam hal ini gambus adalah salah satu instrumen musik
Melayu. Penulis juga membahas bagaimana pengalaman hidup beliau, tanggapan
masyarakat khususnya masyarakat Melayu mengenai bentuk instrument musik
Melayu yang dibuat oleh beliau.
2. 4 Biografi Syahrial Felani
Biografi Syahrial Felani yang akan dideskripsikan dalam tulisan ini,
mencakup aspek-aspek latar belakang keluarga, pendidikan beliau, kehidupan
sebagai pemusik, dan kehidupan sebagai pembuat alat musik.
2. 4. 1 Latar Belakang Keluarga
Syahrial Felani lahir di Medan pada tanggal 15 November 1959, anak dari
Bapak Muhammad Suhud dan Ibu Hafni boru Harahap.Sementara asal-usul
keluaraga Bapak Syahrial Felani berasal dari Purwokerto di Pulau Jawa dan
Ibunya lahir di Tapanuli Selatan. Ketika itu Ayah beliau berprofesi sebagai
pekerja perkebunan sebagai buruh mempunyai dua orang anak, dan orang tua
beliau pindah profesi sebagai pegawai di perusahaan kereta api di Tanjung Pura
dengan nama PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api). Setelah itu orang tua beliau
35
pindah tugas ke kompleks perumahan PJKA (Titi Gantung/ Lapangan Merdeka,
yang berada di kawasan pusat kota medan. Ibu beliau berprofesi sebagai guru
ngaji di daerah tersebut dikenal dengan nama Wak Idah. Di kawasan itulah
keluarga beliau sangat di kenal karena profesi Ibu beliau sebagai guru ngaji.
Beliau sering duduk bersama di bawah pohon dengan sahabat karibnya, di
gang buntu namanya, sambil bermain gitar dan temannya yang bernyanyi. Di
situlah jiwa seni beliau mulai tertuangkan dan awal mula ketertarikannya dalam
dunia seni.
Syahrial Felani merupakan anak ke 5 (lima) dari 9 (sembilan) bersaudara,
yang masing–masing adalah sebagai berikut:
1. Zulkarnain(laki-laki)
2. Suyitno(laki-laki)
3. Zuraidah (perempuan)
4. Dahlan Efendi (laki-laki)
5. Syahrial Felani (laki-laki) sebagai Informan
6. Masrin (perempuan)
7. Masrun (laki-laki)
8. Masita (perempuan)
9. Maswan (laki-laki)
2. 4. 2 Latar Belakang Pendidikan
Syahrial felani menyelesaikan pendidikannya hanya sampai tamat di
bangku SD (sekolah Dasar) pada tahun 1972. Beliau tidak dapat melanjutkan
pendidikannya dikarenakan faktor ekonomi yang tidak cukup untuk mencukupi
kebutuhan sekolah. Beliau harus merelakan pendidikannya agar saudara-
36
saudaranya bisa melanjutkan pendidikannya yang lebih tinggi dibandingkan
dengan beliau. Jadi beliau hanya sampai disitu saja. Diantara ke-9 saudaranya,
hanya kakak tertuanya lah yang menempuh pendidikan tertinggi pada tingkat
SMA. Ketika itu kakaknya sedang melanjutkan ke Perguruan Tinggi ternyata
tidak dapat menyelesaikan studinya alasan karena terkena gangguan jiwa.
2. 4. 3 Keluarga Syahrial Felani
Syahrial Felani berumah tangga pada tanggal 6 bulan Mei tahun 1990
dengan istrinya yang bernama Rida Safitri di Tanjung Morawa. Rida Safitri juga
seorang seniman, dimasa mudanya ia adalah seorang penari. Saat ini Rida Safitri
berstatus sebagai guru, ia mengajar di Sekolah Dasar (SD) yang berada di Tanjung
Morawa. Beliau dikaruniakan seorang anak perempuan bernama Ferita, lahir pada
tanggal 12 Februari 1991.
Di masa kecilnya, anak beliau telah mengeluarkan bakat seni yang terlahir
dari darah kedua orang tuanya, prestasi yang di sumbangkannya telah banyak Ia
hasilkan mulai dari menyanyi, menari, teater dan lain-lain. Pada tanggal 10
Januari di tahun 2010 anak perempuan beliau menikah dengan seorang laki-laki
yang bernama Rudi Prawira.
2. 4. 4 Latar Belakang Syahrial Felani Sebagai Seniman Melayu
Awalnya beliau mulai berkesenian hanya berada di pekarangan rumahnya
atau istilahnya ia sebut gang buntu namanya. Di gang buntu tersebut, mereka
mempunyai (dikatakan istilah ikatan senior junior) di daerahnya. Kemudian ada
salah seorang temannya mengajak untuk belajar berkesenian bermusik di Taman
37
Budaya Medan pada Tahun 1976. Di Taman Budaya tersebut beliau menggeluti
berbagai kesenian dibidang musik, teater,dan tari.
Pada tahun 1977 beliau mengikuti pertunjukan di Malaysia dalam bidang
kesenian dalam acara silat, orkes, dan menari. Disaat itulah beliau pertamakali
melakukan perjalanan ke luar negeri. Hingga sampai tahun 1981 beliau masih
melakukan berbagai kegiatan kesenian yang berada di Taman Budaya Medan.
Di tahun 1982 beliau dikirim dari Taman Budaya untuk bergabung dan
belajar lagi di Lembaga Studi Tari Patria (LSTP) dengan Yose Rizal Firdaus,
S.H., di Perbaungan (dulunya Deli Serdang sekarang Serdang Bedagai). Di sinilah
beliau mulai sangat di khususkan untuk belajar kesenian Melayu walaupun di
Taman Budaya juga sudah belajar.
Melalui lembaga inilah beliau banyak mengikuti segala kegiatan acara
yang diadakan oleh berbagai daerah seperti di Binjai, Langkat, Asahan dan Deli
Serdang karena lembaga studi ini mempunyai dana yang besar. Jadi segala bentuk
tarian Melayu sudah dilatih dan siap dipertunjukan dalam kegiatan acara apapun,
seperti kegiatan acara Pesta Budaya Melayu. Melalui lembaga inilah beliau untuk
pertama kali berangkat ke Jakarta pada tahun 1984 mengikuti festival dalam acara
pertunjukan Nusantara yang di ikuti 27 provinsi, dikirim 2 grup secara seleksi
yaitu Grup Deli Serdang dan Group Asahan kemudian digabung menjadi satu.
Pada tahun 1985 beliau mengikuti acara festival teater di Padang dan di
saat itulah beliau bertemu dengan istrinya. Pada tahun 1986 hingga 1987 beliau
membentuk sebuah grup yang masih dibawah Lembaga Studi Tari Patria (LSTP)
karena Patria mempunyai cabang-cabang atau diistilahkan dengan studio.
38
Pada tahun 1988 beliau mendirikan sanggar tari yang bernama Tamora 88
yang beralamatkan di Tanjung Mulia dan hingga tahun 1996 sudah membuat
karya tari seperti tari Zapin Nguncah I dan II.
Tahun 2000 Hijrah ke Jakarta bergabung dengan Rizaldi Siagian dengan
kelompok Grenek yang dipimpin Rinto Harahap mengisi acara ulang tahun TVRI
(Televisi Republik Indonesia). Tahun 2001 bersama Grenek mengisi acara Salam
Mesra Ramadhan di Rajawali Citra Televisi Indonesia(RCTI) sebagai pemain
musik (perkusi). Beliau juga bergabung dengan para seniman di Taman Mini
Indonesia Indah (TMII), dan ikut diberbagai event dan komunitas musik.
Selanjutnya, tahun 2005 ikut acara merayakan Ulang Tahun Kompas ke-40
yang bertajuk “Megalitikum Kuantum” di Jakarta Convention Center (JCC) pada
tanggal 28 sampai 29 Juni 2005. Pada tahun 2010 sebagai penata musik unggulan
Parade Tari Mas Merah Zapin Nusantaradi Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Tahun 2011 ke Belanda (Den Haag) membawa misi seni tarian daerah
pada acara penggalangan dana korban gempa di Padang. Di tahun 2012 masih
membina lembaga kesenian Tamora 88 yang didirikannya hingga sampai saat ini.
39
Gambar 1. Pertunjukan Musik di Singapura sebagai Pemain Rebab Melayu
(Dokumentasi:Syahrial Felani, 2010)
Gambar2: Piala-piala Penghargaan Bidang Seni
Untuk Syahrial Felani (Dokumentasi Penulis, 2014)
40
Gambar3: Piagam Penghargaan di Tahun 2010 Dari Taman Mini Indonesia Indah
(Dokumentasi: Syahrial Felani, 2010)
Gambar 4. Sertifikat penghargaan Tahun 2010 di Singapura
(Dokumentasi: Syahrial Felani, 2010)
41
2.4.5 Syahrial Felani Sebagai Pembuat alat Musik
Awal mulanya ketertarikan beliau dengan alat musik gambus pada tahun
1982, ada seorang musisi pemain alat musik gambus bernama Bapak Hasan.
Bapak Hasan adalah seorang musisi pemain orkes yang berasal dari Binjai. Ketika
itu, Bapak Hasan sedang memainkan alat musik gambusnya. Permainan yang
dilakukan beliau membuat Syahrial Felani jatuh hati mulai dari bentuk dan suara
yang dihasilkannya. Setiap beliau memainkan alat musik gambus, Syahrial Felani
mulai tertarik untuk belajar memainkannya, dengan cara memperhatikan teknik-
teknik yang dimainkan beliau. Bapak Hasan inilah yang menjadi inspirasi Syahrial
Felani untuk menjadi seorang musisi pemain gambus.
Hingga beberapa tahun kemudian Syahrial Felani belajar bagaimana
memainkan alat musik gambus. Di saat itulah Syahrial Felani merasa jiwanya
sudah menjadi seorang Melayu, karena kehidupannya yang selalu berada didalam
masyarakat Melayu mulai dari bahasa, makanan hingga kebudayaan yang
dijalankan oleh masyarakat Melayu. Padahal Syahrial Felani adalah seorang yang
berketurunan Jawa.
Setelah beliau memahami bagaimana cara memainkan gambus, beliau
sudah berani mencoba dan untuk pertamakali mempertunjukaannya di Taman
Budaya Medan di tahun 1986. Inilah sebagai langkah pertama ia menjejakkan diri
sebagai musisi alat music gambus dalam kehidupannya.
Seterusnya pada waktu tahun 1987 Syahrial Felani mencoba untuk
membuat alat musik gambus, dengan mengamati gambus yang dimiliki Bapak
Hasan, Syahrial Felani mencoba untuk membuat gambus dengan pengamatannya
saja tanpa penelitian. Gambus yang dibuat Syahrial Felani dengan menggunakan
bahan yang sederhana, senar yang dibuatnya secara berlapis-lapis dan suara yang
42
dihasilkannya dengan apa adanya. Gambus ini dibuat atas dasar kreativitasnya
untuk mengikuti suatu program dalam bentuk ujian di Lembaga Studi Tari Patria,
karya tari bernama tari Nguncah. Beliau disitu mempunyai posisi sebagai pemain
musik gambus. Alat musik gambus yang dimainkan beliau adalah gambus yang
telah beliau ciptakan sendiri dengan apa adanya.
Ternyata atas dasar kreativitas beliau, beliau mendapatkan hasil positif dari
hasil karyanya sendiri. Saat itu gambus yang dibuat beliau belum berdasarkan
ukuran yang akurat, sebagaimana layaknya gambus dalam tradisi musik Melayu.
Beliau membuatnya berdasarkan fillingnya saja.Namun demikian, setelah
melakukan beberapa pengamatan terhadap cara kerja pembuatan gambus yang
dilakukan oleh Bapak Rizaldi Siagian di tahun 1996, mulailah beliau membuatnya
berdasarkan ukuran, mulai dari panjang, tinggi, lebar, dan aspek akustik lainnya,
agar beliau mudah untuk mengerjakan tidak lagi berdasarkan ukuran
pengamatannya saja tetapi sudah memiliki ukuran dan bentuk yang akurat.
43
Gambar5: Beberapa Koleksi Alat-alatMusik Syahrial Felani
(Dokumentasi:Penulis, 2014
Gambar6: Demonstrasi Pembuatan Gambus di Singapura, 2010
(Dokumentasi Foto Album Syahrial Felani)
44
BAB III
KAJIAN ORGANOLOGIS GAMBUS
3. 1 Klasifikasi Gambus
Curt Sachs dan Erich Von Hornbostel adalah dua ahli organologi alat
musik (instrumentenkunde) berkebangsaan Jerman, yang telah mengembangkan
satu sistem pengklasifikasian atau penggolongan alat-alat musik. Sistem
penggolongan alat musik Sahcs dan Hornbostel berdasarkan pada sumber
penggetar utama dari bunyi yang dihasilkan oleh sebuah alat musik. Selanjutnya
Sahcs-Hornbostel menggolongkan berbagai alat musik atas empat golongan besar,
yaitu:
A. Kordofon, di mana penggetar utama penghasil bunyi adalah dawai yang
direngangkan. Contoh adalah gitar dan biola.
B. Aerofon, di mana penggetar utama penghasil bunyi adalah udara.
Sebagai contoh adalah suling, terompet, atau saksofon.
C. Membranofon, di mana pengetar utama penghasil bunyi adalah
membrane atau kulit. Contoh adalah gendang dan drum.
D. Idiofon, di mana penggetar utama bunyi adalah badan atau tubuh dari
alat musik itu sendiri. Contoh adalah gong, symbal, atau alat perkusi.
Dari sistem pengelompokan yang mereka lakukan, selanjutnya Sahcs dan
Hornbostel menggolongkan lagi alat musik kordofon menjadi lebih terperinci
berdasarkan karakteristik bentuknya yakni: (1) jenis busur; (2) jenis lira; (3) jenis
harpa; (4) jenis lute; dan(5) jenis siter.
45
Berdasarkan jenis karakteristik yang terdapat pada gambus dapat
digolongkan kedalam jenis chordophone, maka penulis akan melihat dari fisik alat
musik tersebut, sehingga gambus tersebut diklasifikasikan menjadi:
1. Chordophone, one or more strings are stretched between fixed points
Kordopon yang memiliki satu senar atau lebih yang direnggangkan antara
dua bidang batas yang sudah ditentukan.
2. Composite chordophone, a string bearer and a resonator are organically
united and can not be separted without destroying the instrument.
Kordopon gabungan yang memiliki sebuah tempat senar dan sebuah
resonator yang secara organologis disatukan dan tidak dapat dipisahkan
tanpa merusak alat musiknya.
3. Lutes, yaitu rancangan senarnya paralel ataupun sejajar dengan kotak
suaranya.
4. Handle lute, yaitu lute yang dipegang. Gambus ini dimainkan dengan
menggunakan tangan.
5. Long neck lute, yaitu lute yang berleher. Secara fisik gambus ini memiliki
leher panjang, dimana leher sebagai papan jari (finger board) dengan letak
senarnya sejajar dengan kotak resonatornya.
6. Plucked instrument, yaitu alat musik yang dimainkan dengan cara dipetik
dan secara teknis dipetik dengan menggunakan jari tangan kanan dan
terkadang menggunakan claver.
7. Fretless, yaitu alat musik gambus ini tidak memiliki batas pemisah pada
papan jari penghasil nadanya (fret).
46
3.2 Sejarah Singkat Masuknya Gambus di Indonesia
Dari beberapa informasi yang telah penulis temukan diantanranya adalah
bapak Syahrial Felani (pembuat gambus), beberapa refrensi berupa buku, dan
media internet bahwa asal usul alat musik gambus berasal dari negeri Timur
Tengah. Melalui proses penyebaran agama Islam memberikan pengaruh terhadap
bentuk keseniannya. Menurut Hamka (1963:87-88, dalam Hasjmy, 1990:3),
Agama Islam masuk ke Indonesia secara berangsur- angsur dan dimulai pada abad
ketujuh Masehi. Agama Islam datang ke Indonesia dengan dibawa oleh saudagar-
saudagar Islam. Saudagar-saudagar tersebut bukan hanya dari Arab saja,
melainkan ada yang berasal dari Persia dan Gujarat.
Islam yang masuk ke Asia Tenggara diperkirakan melalui baik langsung
dari orang-orang Arab atau India. Msuknya Islam yang beridentitas padat ke Asia
Tenggara yang tercatat adalah pada abad ke tiga belas. Marcopolo mencatat
bahwa tahun 1292 di Sumatera Utara telah berdiri kerajaan bernama Perlak (Hill
1963). Dalam abad-abad ini Islam menyebar ke daerah lainnya. Pada awal abad ke
lima belas kerajaan Aru dipesisir Timur Sumatera Utara merupakan suatu kerajaan
merupakan suatu kerajaan yang rakyatnya sebagian besar beragama Islam (Coedes
1968:235), sehingga Islam berpengaruh kuat sejak saat ini.
Di pesisir Timur Sumatera Utara pada abad ke-15 dan ke-16 terdapat tiga
kesultana Islam yang besar, yaitu: Langkat, Deli dan Serdang- yang berada
dikawasan bekas kerajaan Aru pada masa sebelumnya. Kesultanan ini merupakan
kerajaan Islam yang penting di Sumatera. Paa abad ke 16 dan 17, Aru menjadi
rebutan antara Aceh dan Johor. Kerajaan Aru berada di Deli Tua, berdiri abad ke
16. Sesudah tahun 1612, kerajaan ini dikenal dengan kerajaan Deli. Kemudian
Serdang memisahkan diri dari Kesultanan Deli tahun 1720 (Lukman
47
Sinar,1986:67). Kemungkinan besar seni zapin masuk di era kesultanan-
kesultanan Islam di pesisir Timur Sumatera Utara ini. Bagaimana pun selain
ajaran Islam, masyarakat Melayu juga menerima seni-seni Islam seperti zapin,
yang diperkenalkan oleh para penyiar agama Islam sebagai sarana dakwah jadi
abad ke- 17 ini kemungkinan berdasar fakta sejarah masuknya seni-seni Islam
dikawasan Sumatera Timur.
Pengaruh yang diberikan Islam kepada masyarakat, memberikan
keterangan dan memiliki sifat asasi insan itu ialah akal, dan unsur hakikat inilah
yang menjadi perhubungan antara dia dan hakikat semesta. Demikian juga
kedatangan Islam dikepulauan Melayu di Indonesia yang membawa rasionalisme
dan pengetahuan akhlak serta menegaskan suatu system masyarakat yang terdiri
dari individu-individu. Jadi Islam membawa peradaban yang mudah diterima,
intelektualitasme, dan ketinggian budi insan di Tanah Melayu.
Unsur-unsur kesenian Islam yang terdapat di kebudayaan Melayu salah
satunya adalah alat musik Gambus, di Arab dikenal dengan nama ‘ud.Gambus
tersebut sudah beradaptasi dengan wilayah setempat. Di Indonesia sendiri terdapat
ukuran dan bentuk yang berbeda-beda. Walaupun bentuk ukurannya berbeda,
tetapi suara yang dihasilkannya tetap bernuansa Timur Tengah. Jadi, alat musik
tersebut berasal dari Arab, hasil dari adaptasi dan proses akulturasi pada awal
abad ke-18 yang dibawa ke Tanah Melayu (wawancara dengan Syahrial Felani,
Mei 2014).
48
3.3 Konstruksi Gambus
Untuk membahas bagian konstruksi ini, penulis mengacu pada gambus
buatan Syahrial Felani. Instrumen ini memiliki bagian-bagian yang mempunyai
fungsi masing-masing, antara lain sebagai berikut.
Gambar7: Konstruksi Gambus
(Dokumentasi Penulis, 2014)
Keterangan: 1. Kepala gambus adalah bagian paling atas tempat telinga gambus/penutup
bagian depan. Bentuk kepala inilah yang melambangkan bahwa gambus
tersebut berbentuk seperti belalang.
2. Telinga gambus adalah bagian untuk pengatur nada senar gambus pada
gambus buatan beliau memiliki 9 telinga gambus, karena gambus
buatannya memiliki 9 senar.
3. Leher gambus adalah bagian yang digunakan untuk memainkan nada
gambus ( finger board ).
49
4. Lubang suara berfungsi menyerap suara dari petikan gambus dan
memantulkan suara dari bagian kulit gambus yang terbuat dari kulit
kambing.Bentuk, jumlah maupun ukuran lubang berdasarkan buatan
beliau.
5. Kulit merupakan bahan penutup bagian depan yang terbuat dari kulit
kambing, mempunyai lebar 25 cm dan panjang 29 cm.
6. Cedak/kuda-kuda merupakan penyangga senar bagian bawah. Berguna
untuk mengatur posisi senar supaya berada diatas kulit kambing, sehingga
senar gambus dapat diatur ketegangannya.
7. Ekor merupakan bagian paling ujung bagian gambus untuk mengikat
senar-senar gambus.
8. Perut merupakan bagian tempat beradanya lubang resonator.
3.4 Ukuran Bagian-bagian Gambus
Menurut beliau, gambus Melayu pada umumnya tidak memiliki standar
ukuran yang tetap. Ukuran gambus tergantung pada pembuatnya. Selain itu faktor
utama penentu ukuran gambus adalah diameter dan panjang kayu yang tersedia.
Menurut penjelasan Syahrial felani, zaman dahulu, ukuran gambus "distandarkan"
dengan ukuran jengkal. Karena tidak adanya kesamaan panjang jengkal pada
setiap tukang, maka saat ini kita dapat menemukan gambus dengan bermacam-
macam ukuran. Ukuran dan bagian-bagian gambus yang penulis paparkan berikut
ini adalah sesuai dengan ukuran gambus buatan Bapak Syahrial Felani.
50
Gambar 8: Ukuran Panjang Gambus
(Dokumentasi Penulis, 2014)
3.4.1 Bagian Kepala
Bagian kepala memiliki panjang 26 cm, pada bagian penutup kepalanya
mempunyai panjang 21 cm, lebar 7,5 cm dan ketebalannya 1 cm. untuk
bagian kepala (dilihat dari samping) ketinggiannya memiliki variasi yang
berbeda seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 9: Ukuran Bagian Kepala Gambus
(Dokumentasi Penulis, 2014)
51
3.4.2 Bagian Leher
Pada bagian leher terdapat papan jari (finger board) seperti pada bagian
gitar, hanya saja yang membedakan pada papan jari gambus tidak terdapat fret
yaitu jarak nada dan terdapat lubang suara di papan jari (finger board). Untuk
ukuran papan jari dari pada permukaan dan ketebalan bagian atas hingga ke
bawah memiliki ukuran yang berbeda seperti yang terlihat pada gambar.
Gambar10: Ukuran Bagian Leher
(Dokumentasi Penulis, 2014)
3.4.3 Bagian Perut
Bagian perut gambus memiliki ukuran panjang 29 cm dan lebar 25
cm yang dilapisi oleh kulit kambing dan tinggi perut mempunyai panjang
15 cm. Pada bagian tengah terdapat cedak yang berfungsi sebagai
penyangga senar bagian bawah.
Gambar 11: Ukuran Bagian Perut
(Dokumentasi Penulis, 2014)
52
3.4.4 Bagian Ekor
Bagian ekor adalah bagian yang paling bawah yang terdapat pada
gambus ini. Pada bagian ekor beliau membentuknya seperti bentuk kubah
rumah ibadah (mesjid). Ukuran ekor buatan beliau memiliki panjang 9 cm,
lebar 8 cm dan ketebalannya 2 cm.
Gambar 12: Ukuran Bagian Ekor
(Dokumentasi Penulis, 2014)
3.4.5 Jarak Senar
Pada bagian senar mempunyai jarak yang berbeda dalam
penyusunannya. Terdapat 5 baris senar. Untuk bagian atas jarak senar
memiliki jarak masing-masing 1 cm, dan untuk ukuran 4 senar yang
berlapis memiliki jarak 0,3 cm.
Untuk bagian bawah jarak senar memiliki jarak senar masing-
masing 1, 5 cm dan untuk ukuran 4 senar yang berlapis memiliki jarak 0,3
cm. Pada bagian cedak/kuda-kuda memiiliki panjang 9 cm dan
ketinggiannya 2,8 cm sebagai pengatur posisi senar agar tidak menempel
pada kulit kambing.
53
Gambar 13: Ukuran Jarak Senar
(Dokumentasi Penulis, 2014)
3.5 Teknik Pembuatan Gambus
Pembuatan gambus seluruhnya dilakukan dengan cara buatan tangan
(hand made), meskipun seiring perkembangan waktu dan tentunya perkembangan
teknologi yang semakin maju saat ini sudah menggunakan beberapa peralatan
mesin untuk membantu meringankan dalam proses pembuatannya agar lebih cepat
dan efesien dalam waktu pengerjaannya. Berikut ini akan dijelaskan mengenai
bahan bahan, peralatan, dan teknik pembuatan gambus tersebut.
3.5.1 Bahan Baku yang Digunakan
3.5.1.1 Bahan Pembuat Badan gambus
Kayu digunakan sebagai bahan baku untuk membuat badan gambus.
Menurut Bapak Syahrial Felani kayu nangka menjadi kayu yang menjadi pilihan
utama untuk membuat gambus karena daya tahan maupun suaranya
menghasilkan kualitas yang bagus. Kelebihan kayunya menurut beliau seperti
bobotnya yang ringan, kuat, tidak mudah retak ketika kering dan mudah dipahat
ataupun diolah di dalam pengerjaannya, hasilnya tidak menimbulkan serabut
serabut di permukaan (berbulu). Bukan berarti kayu mahoni ataupun jati tidak
dapat dipakai untuk menjadi bahan dasar membuat gambus hanya saja jenis kayu
54
tersebut sulit dalam pengerjaannya. Dibutuhkan usia kayu nangka yang berusia
rata-rata 20 tahun dan sudah berdiameter 36 cm. Beliau peroleh dengan cara
memesan/membeli kepada orang yang biasa menjual kayu. Biasanya kayu yang
beliau pesan sudah mempunyai ukuran untuk membuat gambus dengan potongan
yang berukuran panjang 1 meter dan berdiameter 36 cm. kayu yang mempunyai
ukaran tersebut dibelah menjadi dua dan bisa membuat 2 alat musik gambus.
Proses pengeringan kayu terjadi secara alami (dikeringkan dalam ruang
terbuka atau diletakan didalam gudang). Tetapi, kayu tersebut memiliki
kelemahan jika terlalu kering dibiarkan lama akan memperlambat dalam proses
pengerjaannya, kayu akan semakin keras. Kira-kira jika sudah kelihatan kering
sebaiknya bahan langsung dikerjakan.
Gambar 14: Batang Kayu Nangka
(Dokumentasi: Penulis, 2014)
3.5.1.2 Bahan Pembuat Tutup Gambus
Untuk membuat penutup gambus dibutuhkan bahan yang berbeda, karena
bahan penutup gambus terdapat 2 macam lubang resonator yaitu : lubang
55
resonator pada badan gambus dibutuhkan bahan penutupnya memakai kulit
Kambing dan lubang resonator pada bagian leher gambus bisa juga
menggunakan bahan kayu yang sama atau kayu tersebut adalah sisa potongan
yang bisa digunakan untuk membuat penutupnya.
Gambar 15: Bahan Penutup Lubang,
Kulit kambing (Dokumentasi: Penulis, 2014)
Gambar 17: Kayu nangka yang telah di ukur.
(Dokumentasi: Penulis, 2014)
56
3.5.1.3 Bahan pembuat setelan (tuning peg)
Bahan ini terbuat dari kayu, dibentuk berdasarkan ciri khas yang dimiliki
gambus, yang dapat dibedakan dengan tuning peg pada gitar. Alat ini berfungsi
untuk menyetel senar tinggi rendahnya senar gambus yang dipasang.
Gambar18: Kupingan (Setelan)
(Dokumentasi:Penulis, 2014)
3.5.1.4 Bahan Pembuat Senar
Bahan ini dahulunya terbuat usus kambing, tetapi sekarang menggunakan
senar nilon, seperti yang ada pada senar gitar.
Gambar 19: Senar Nilon untuk Gambus
(Dokumentasi: Penulis, 2014)
57
3.5.1.5 Bahan pembuat pick
Bahan ini terbuat dari bahan plastik yang berfungsi untuk mempermudah
memetik senar pada gambus.
Gambar 20: Pick
(Dokumentasi: Penulis, 2014)
3.5.2. Bahan Tambahan
3.5.2.1 Lem Kayu
Lem kayu ini berfungsi sebagai alat perekat, yang akan menempelkan
bahan penutup pada permukaan bagian depan gambus.
Gambar21: Lem kayu
(Dokumentasi: Penulis, 2014)
58
3.5.2.2 Melamin dan Thiner
Bahan ini digunakan untuk menutup bagian pori-pori yang terdapat pada
kayu dan memperkuat kayu agar dapat bertahan lama.
Gambar 22:
Melamin dan Thiner (Dokumentasi: Penulis, 2014)
3.5.2.3 Cat Pilox
Cat ini sebagai pemberian warna pada gambus, agar gambus terlihat lebih
menarik, digunakan cat semprot agar cepat kering dan tidak memerlukan waktu
yang lama.
Gambar22: Cat Pylox
(Dokumentasi: Penulis, 2014)
59
3.6 Peralatan yang Digunakan
3.6.1 Senso atau Gergaji Mesin
Digunakan untuk memotong pohon nangka yang akan digunakan untuk
bahan pembuatan gambus. Senso ini digunakan dalam tahap kasar, dimana
kondisi kayu nangka dalam keadaan masih berbentuk gelondongan/bulat.
Gambar 23: Senso
( Dokumentasi Penulis) 3.6.2 Pahat
Pahat adalah alat berupa bilah besi yang tajam pada ujungnya untuk
melubangi resonator. Untuk melubangi lubang yang kecil dibutuhkan pahat yang
berbentuk lurus.
Gambar 24: Pahat
( Dokumentasi Penulis, 2014)
60
3.6.3 Gergaji
gergaji ini digunakan untuk memotong bagian bagian gambus yang sudah
dibentuk.
Gambar 25: Gergaji
(Dokumentasi Penulis, 2014)
3.6. 4 Ketam
Ketam berfungsi untuk membentuk, meratakan, dan menghaluskan
permukaan kayu. Dengan menggunakan ketam, proses untuk membentuk,
meratakan, dan menghaluskan akan lebih mudah dalam pengerjaannya.
Gambar 26: Ketam
(Dokumentasi Penulis, 2014)
61
3.6.5 Amplas
Amplas (disebut juga kertas pasir) adalah sejenis kertas yang digunakan
untuk membuatpermukaan benda-benda menjadi lebih halus dengan cara
menggosokkan salah satupermukaan amplas yang telah ditambahkan bahan yang
kasar kepada permukaan bendatersebut. Amplas atau kertas pasir dipakai pada
tahap kerja halus pada pembuatan gambus.
Gambar 27: Amplas
(Dokumentasi Penulis, 2014) 3.6.6 Palu Kayu
Palu kayu digunakan untuk memukul pahat untuk melubangi kayu nangka
sebagai lubang resonator pada gambus. Palu kayu terbuat dari batang kayu jambu
kelutuk (Guavva), digunakan palu kayu agar permukaan pada pahat tidak mudah
rusak pada saat pemukulannya karena pahat pahat yang digunakan terbuat dari
besi.
Gambar 28: Palu Kayu
( Dokumentasi Penulis, 2014)
62
3.6.7 Penggaris dan Meteran
Untuk mengukur bagian bagian gambus sehingga sesuai dengan
kerangkanya, maka digunakan rol meteran. Rol yang digunakan adalah rol yang
berukuran 50 cm dan meteran yang digunakan berukuran 5 m, ataupun
disesuaikan dengan ukuran kulcapi yang akan ditempah.
Gambar29: Penggaris dan meteran
(Dokumentasi Penulis, 2014)
3.6.8 Gerinda lisrik
Mesin gerinda berfungsi juga untuk meratakan permukaan kayu. Dengan
menggunakan mesin tersebut akan mempermudah dalam proses penghalusannya.
Gambar30: Gerinda Listrik
(Dokumentasi Penulis, 2014)
63
3.6.9 Bor Listrik
Bapak Syahrial Felani sudah menggunakan bor listrik yang digunakan
untuk membuat lubang pada bagian kepala gambus sebagai tempat
setelan/kupingan gambus, dengan menyesuaikan diameter dan ukuran mata bor
yang digunakan.
Gambar 31: Bor Listrik
(Dokumentasi Penulis, 2014)
3.6.10 Gergaji Besi
karena pada ukuran tuning/kuping pengatur nada yang berukuran relatif
kecil, jadi digunakan gergaji berukuran kecil untuk memotongnya.
Gambar 32: Gergaji Besi Ukuran Kecil
(Dokumentasi Penulis, 2014)
64
3.6. 11 Kampak
Kampak digunakan untuk tahap awal proses pengikisan dalam
pembentukan dasar pada gambus. Kampak ini mempermudah/mempercepat
proses kerja yang awalnya permukaan gambus masih kasar.
Gambar33: Kampak
( Dokumentasi Penulis, 2014)
3.6.12 Pisau dan Spidol
Pisau berfungsi untuk memotong kulit yang sudah diberi tanda dengan
ukuran yang sudah ditentukan. Spidol alat untuk memberi tanda replika ataupun
letak dimana ukuran dalam proses pengerjaan.
Gambar 34: Pisau dan Spidol
(Dokumentasi Penulis, 2014)
65
3.6.13 Mal/matras
Berfungsi untuk mengukur ketepatan jarak antara kepala hingga ekor. Alat
ini dibuat sendiri oleh Bapak syahrial felani. Alat ini digunakan untuk
mempermudah dalam proses pemotongan pada tahap awal.
Gambar 35: Mal/Matras
(Dokumentasi Penulis, 2014) 3.6.14 Kuas
kuas ini berfungsi untuk proses pengolesan melamin yang sudah tercampur
dengan thiner, agar kayu semakin kuat dan pori-pori yang terdapat pada lapisan
kayu tertutup.
Gambar36: Kuas
( Dokumentasi Penulis, 2014)
66
3.7 Proses Pembuatan
Dalam pembuatan gambus tersebut setelah bahan-bahan sudah tersedia
semua maka selanjutnya adalah proses pembentukan bahan dan dibentuk sesuai
desain kerangka, konstruksi pada bagian gambus. Penting diketahui, sebuah
gambus terdiri dari atas satu rangkaian yang padu mulai dari kepala hingga ekor,
tidak ada bagian yang terpisah. Penulis memberi informasi berdasarkan bentuk
dan ukuran sebuah gambus yang Beliau buat. Biasanya gambus beliau memiliki
ukuran panjang 99 cm yang terbagi kedalam ukuran, seperti ukuran kepala
mempunyai panjang 26 cm, panjang leher 35 cm, panjang badan 29 cm, panjang
ekor 9 cm. Penghitungan jarak antara kepala hingga badan gambus juga
menentukan warna nada yang akan dihasilkan gambus.
Proses pembuatan gambus dilakukan secara manual dan di bantu dengan
menggunakan mesin, dari proses pembentukan kasar pada gambus, proses
pemahatan pada lubang resonator, hingga proses penghalusan.
Tabel 1:
Tahapan Pengerjaan Dalam Pembuatan Gambus NO TAHAPAN
PENGERJAAN BAGIAN
PENGERJAAN
1
2
Tahap I Tahap II
Pemilihan Pohon Pembentukan Pola Dasar Proses Pemotongan Pola Pembentukan Dasar Gambus Proses Pembuatan Lubang
Resonator Proses Merapikan Lubang Proses Pengikisan Membuat Bahan Penutup
67
3 4
Tahap III Tahap IV
Proses Membuat Kupingan Pada Bagian Kepala Dan Ekor
Memasang Penutup Bagain Perut, Leher, Dan Kepala
Proses Penghalusan / Pengamplasan
Proses Pendempulan Proses Pengecatan Proses Pembuatan lubang suara Tahap Akhir
3.7.1 Tahap Pertama
3.7.1.1 Pemilihan Pohon
Pemilihan pohon untuk pembuatan Gambus yang dilakukan oleh Bapak
Syahrial Felani sangat diperlukan, biasanya pohon yang dibutuhkan adalah pohon
nangka. Pada proses penebangannya, biasanya beliau memesan kepada tukang
penebang pohon, jadi beliau tinggal menunggunya saja. terkadang beliau sudah
memesan beberapa potongan kayu, jadi apabila ada pesanan untuk membuat
sebuah gambus beliau tidak harus mencarinya lagi, sudah ada bahan baku untuk
membuatnya. Pohon tersebut sudah memiliki ukuran yang disesuaikan oleh
beliau dengan ukuran panjang 1 m, usia yang sudah tua berumur lebih dari 20
tahun dan mempunyai diameter minimal 36 cm.
Berdasarkan alasan yang dijelaskan diatas, menurut beliau dengan cara
memesannya dengan ukuran yang tersedia dapat menghemat waktu dan
mempermudah dalam proses pencarian kayu dan proses pemotongannya. Dan
dengan usia kayu tersebut, bahan sudah memiliki kualitas yang baik, dari segi
kualitas suara yang dihasilkan ataupun daya tahan gambus tersebut.
68
Gambar 37: Gudang TempatPenyimpanan Kayu Nangka
(Dokumentasi Penulis, 2014)
Gambar 38: Pengambilan Kayu dari Penyimpanan
(Dokumentasi Penulis, 2014)
69
3.7.1.2 Pembentukan Pola Dasar
Karena bahan dasar utamanya sudah tersedia yaitu, kayu yang sudah
terbelah menjadi dua bagian. Maka, pada bagian yang terbelah akan membentuk
suatu permukaan yang datar. Di permukaan tersebut perajin akan membuat pola
yang terukur dengan menggunakan mal/matras yang tersedia dengan berbentuk
gambar sebuah gambus. Alat seperti penggaris dan spidol digunakan dalam proses
ini untuk memberikan suatu tanda, agar proses pemotongan pola berdasarkan
bentuk yang telah tersedia.
Gambar 39:
Proses Pembuatan Kerangka Gambus (Dokumentasi Penulis, 2014)
70
3.7.1.3 Proses Pemotongan Pola
Setelah bentuk gambus sudah tergambar, maka perajin menggunakan
gergaji mesin untuk memotong sisi pada bagian kiri dan kanan. Pada bagian
tersebut di buang untuk mempermudah/mempercepat proses pembentukan kasar
pada gambus.
Gambar40:
Proses Pemotongan Berdasarkan Bentuk Mal (Dokumentasi Penulis, 2014)
71
Gambar 41: Bentuk Pola Gambus
(Dokumentasi Penulis, 2014)
3.7.2 Tahap II
3.7.2.1 Proses Pembentukan Dasar
Pada tahap selanjutnya, setelah pola dan ukuran ditemukan, perajn gambus
mulai membentuk sebuah gambus yang padu, yakni mulai dari kepala hingga
badan gambus. Seperti disebutkan di atas, sebuah gambus terdiri dari satu
rangkaian yang tak terpisahkan, maka perajin membentuk sebuah pola dan
langsung membentuk sebuah gambus. Pada proses ini, perajin gambus akan
memotong kayu membentuk pola gambar yang sudah dibuatnya di atas kayu
bahan dengan menggunakan kampak. Pertama perajin akan membentuk bagian
leher, karena pada bagian leher proses pembuatannya tidak terlalu sulit lebih
mudah membentuknya. Kemudian lanjut ke kepala hingga bagian perut dan ekor.
Kelihaian menggunakan kampak serta ketelitian dibutuhkan dalam proses ini,
menurut beliau menggunakan kampak lebih mudah dibandingkan menggunakan
parang. Bagian-bagian kayu dikikis secara bolak balik dengan perlahan sehingga
membentuk sebuah gambus yang masih kasar. Ketidak telitian akan menyebabkan
72
pola yang sudah dibangun akan rusak dan cacat, sehingga perajin akan mengulang
dari proses awal lagi untuk membuat sebuah gambus yang sempurna secara fisik.
Gambar 42: Proses Pembentukan Leher Bagian Atas dan Bawah
(Dokumentasi Penulis, 2014)
Gambar43: Proses Pembentukan Bagian Kepala
(Dokumentasi Penulis, 2014)
73
Gambar44: Proses Pembentukan Bagian Perut
(Dokumentasi Penulis, 2014)
Gambar 45: Proses Pembentukan Bagian Ekor
(Dokumentasi Penulis, 2014)
74
Gambar 46: Bentuk Kasar Gambus
(Dokumentasi Penulis, 2014)
3.7.2.2 Proses Pembuatan Lubang Resonator
Setelah bentuk kasar sebuah gambus didapat, pada langkah selanjutnya
perajin memulai pengerjaan yang membutuhkan kesabaran. Perajin akan membuat
lubang resonator pada bagian perut, leher dan kepala. Dalam membuat lubang
resonator, diperlukan teknik agar pahat yang digunakan tidak mudah patah, proses
pembuatan lubang dengan cara menggunakan pahat besi yang dipukul dengan
menggunakan palu kayu. Untuk menghasilkan bentuk lubang yang sempurna,
perajin membutuhkan ketelitian dan kecermatan. Langkah pertama dalam
pembentukan dan pembuatan lubang resonator pada bagian perut, leher, dan
kepala adalah dengan membuat garis pola di bagian atas permukaan gambus.
Biasanya, lubang resonatornya memiliki ketebalan berukuran yang berukuran 1,5
cm dari bagian perut hingga bagian leher. Setelah pola terbentuk, perajin mulai
memahat kayu mengikuti garis pola yang sudah dibuat. Dalam proses
pemahatannya perajin terkadang merasakan kesulitan yang di akibatkan kayu
yang sudah terlalu kering, di butuhkan pahat yang memiliki ketajaman agar proses
pemahatannya berjalan dengan cepat. Pada proses inilah yang di butuhkan tehnik
75
pemahatan agar pahat yang digunakan tidak mudah patah dan rusak. Kemudian,
untuk selanjutnya, kayu yang sudah terpahat sesuai dengan garis pola itu dicungkil
hingga memiliki kedalaman tertentu.
Gambar 47: Membuat Lubang Resonator (Dokumentasi Penulis, 2014)
3.7.2.3 Proses Merapikan Lubang
Pada proses ini, lubang resonator yang ditelah di pahat akan dirapikan
kembali dengan menggunakan pahat yang berbeda dengan ukuran yang lebih
kecil. Pada bagian lubang resonator bagian leher dan kepala, memiliki ukuran
lubang yang berbeda, sehingga di butuhkan pahat yang lebih kecil. Untuk bagian
76
lubang resonator perajin mengikis ketebalannya dengan ukuran tertentu, sehingga
memiliki ketebalan yang sesuai dan sangat berpengaruh terhadap suara yang
dihasilkannya.
Gambar 48: Proses Merapikan Lubang Resonator
(Dokumentasi Penulis, 2014)
Gambar 49: Ukuran Lubang Resonator
(Dokumentasi Penulis, 2014)
77
3.7.2.4 Proses Pengikisan
Pada proses ini, Bapak Syahrial Felani mengikis bagian perut dan leher
gambus dengan menggunakan alat ketam. Proses pengikisan ini beliau lakukan
secara manual. Menurut beliau, jika menggunakan mesin hasil yang didapat tidak
maksimal dan body pada gambus tidakterbentuk secara rapi. Proses pengikisannya
dapat dirasakan melalui pandangan mata. Tujuan pengikisan ini agar nantinya
proses penghalusan mudah untuk dilakukan.
Gambar 50: Proses pengikisan
(dokumentasi Penulis, 2014)
Gambar 51:
Bentuk Dasar Gambus Tampak Atas (Dokumentasi Penulis, 2014)
78
Gambar 52: Bentuk Dasar Gambus Tampak Bagian Belakang dan Samping
( Dokumentasi Penulis, 2014)
3.7.2.5 Membuat Bahan Penutup
Setelah bentuk dasar gambus selesai dilaksanakan, proses selanjutnya
adalah membuat bahan penutup gambus yang terdiri dari lubang resonator bagian
perut, bagian leher dan kepala.
Pada bagian kepala biasanya menggunakan kayu yang sama dari sisa
potongan. Untuk bagian kepala dipotong yang berbentuk persegi panjang dengan
ukuran panjang 21 cm, lebar 7,5 cm dan ketebalannya 1 cm. Proses pembuatannya
tidak memerlukan waktu yang lama.
Gambar 53: Penutup Kepala
(Dokumentasi Penulis, 2014)
79
Pada bagian penutup bagian leher juga menggunakan kayu yang sama dari
sisa potongan karena kayu tersebut berkualitas baik, yang digunakan sebagai
papan jari (finger board). Tetapi papan jari tersebut berbentuk goblet, dimana
bagian pangkal hingga ujung ukurannya semakin melebar. Untuk panjangnya
berukuran 35 cm, lebar pangkal 4,5 cm hingga ujungnya semakin melebar hingga
berukuran 11 cm dan memiliki ketebalan 0,5 cm. Proses pembuatannya tidak
memerlukan waktu yang lama.
Gambar 54: Penutup Leher
(Dokumentasi Penulis, 2014)
Untuk membuat penutup lubang resonator yang terdapat di bagian perut
digunakan bahan kulit kambing yang berusia 1 tahun keatas yang kemudian
dikeringkan. Tetapi bahan kulit kambing untuk penutup lubang resonator yang
dibuat oleh beliau/gambus yang penulis teliti menggunakan kulit kambing dari
gendang ronggeng yang tidak dipakai lagi. Alasan dipilihnya kulit tersebut karena
memiliki kualitas lebih baik lagi, menghasilkan suara yang lebih nyaring dan tidak
memerlukan waktu yang lama untuk meneringkannya. Bagian kulit tersebut
mempunyai panjang lebih dari 30 cm dan lebar dari 27 cm
80
.
Gambar 55: Kulit sebagai Penutup Lubang Resonator
(Dokumentasi Penulis, 2014)
3.7.3 Tahap III
3.7.3.1 Proses membuat lubang kupingan bagian kepala dan ekor
Pada tahap ini, adalah proses membuat lubang untuk tempat senar pada
bagian kepala dan ekor. Menurut beliau ukuran jarak lubang tempat pengikat
senar sangat berpengaruh pada susunan senar. Agar petikan dan suara yang
dihasilkan saat dimainkan susuai dengan jari yang tidak terlalu jauh karena sudah
memiliki jarak. Lubang dibuat dengan menggunakan mata bor yang berbeda
sesuai dengan ukurannya. Lubang pada bagian kepala berfungsi sebagai pengatur
nada atau tempat penyeteman nada pada gambus. Di buat dengan cara mengebor
pada bagian samping kepala hingga tembus, membuat 4 lubang besar dan 5
lubang kecil pada bagian sisi kanan, 5 lubang besar dan 4 lubang kecil pada
bagian sisi kiri. Masing – masing ukuran lubang besar dan kecil yang mempunyai
jarak 4 cm. Pada bagian ekor dibuat lubang dengan jarak 1, 5 cmdan terdapat 5
lubang sebagai tempat pengikat senar. Sedangkan pada bagian pangkal terdapat
sebuah lubang yang berfungsi sebagai pengikat/tempat gantungan gambus pada
saat pemain gambus dalam keadaan berdiri.
81
Gambar 56: Tampak Lubang BagianKkepala
(Dokumentasi Penulis, 2014)
0,8cm 1, 5 cm
1,5 cm
Depan Belakang
Gambar 57:
Tampak Lubang Pada bagian ekor ( Dokumentasi Penulis, 2014)
3.7.3.2 Memasang Penutup Bagian Perut, leher dan Kepala
Pada tahap selanjutnya, bahan penutup yang sudah tersedia akan
ditempelkan pada bagian perut, leher dan kepala. Untuk menutup pada bagian
kepala dan leher, dibutuhkan alat perekat berupa lem untuk menempelkan bagian
tersebut. Setelah ditempel, lalu dipress dengan menggunakan karet ban, agar
bahan penutupnya menempel dengan baik. Sebaiknya pada proses penempelan ini
dibiarkan hingga dalam waktu satu malam.
82
Setelah selesai memasang penutup bagian kepala dan leher, selanjutnya
adalah bagian perut gambus atau lubang resonatornya. Pada proses
pemasangannya menggunakan bahan seperti kulit kambing yang sudah
dikeringkan. Pada tahap ini, digunakan juga alat perekat seperti lem. Sebaiknya
pada pemasangannya dilakukan 2 orang, karena dibutuhkan tenaga yang kuat
dalam proses penarikan kulit pada bagian lubang resonatornya. Sehingga kulit
tersebut benar-benar terpasang dengan baik, tidak bergelombang dan tersusun
secara rapi, sebab berpengaruh pada suara yang dihasilkannya. Sebaiknya ukuran
kulit harus memiliki ukuran yang lebih panjang, agar lebih mudah dalam proses
penarikannya. Dibutuhkan waktu satu malam agar menempel dengan baik, setelah
terpasang dengan baik dan sudah menempel, kemudian perajin merapikannya.
Gambar 58: Pemasangan Pada Bagian Penutup
Kepala, Leher, dan Perut ( Dokumentasi Penulis, 2014)
83
Gambar 59: Bagian Penutup yang Telah Dirapikan
(Dokumentasi Penulis, 2014)
3.7.3.3 Proses Penghalusan/Pengamplasan
Pada proses ini, setelah bahan penutup sudah terpasang, tahap selanjutnya
adalah proses penghalusan pada bagian luar gambus. Pada proses penghalusannya
perajin menggunakan mesin grenda untuk mempermudah proses penghalusannya,
dari bagian kepala, leher, perut, hingga ekor secara bolak balik sampai permukaan
gambus terlihat lebih halus. Cara kerja yang dilakukan harus secara hati – hati,
apalagi proses penghalusan pada papan jari (finger board) harus terlihat rata
jangan sampai terlalu tipis karena berpengaruh terhadap senar. Tetapi perajin
mengatakan, proses penghalusan dengan penggunaan mesin sebaiknya digunakan
pada proses tahap awalnya saja, proses akhirnya harus menggunakan dengan
tangan atau secara manual dengan menggunakan kertas pasir. Dengan alasan, agar
lebih mudah untuk mengamatinya bagian mana yang belum terlihat halus
permukaannya, karena dibutuhkan pengamatan yang tepat dan butuh kesabaran
agar hasilnya terlihat maksimal.
84
Gambar 60: Proses Penghalusan Menggunakan Mesin
Tampak pada Bagian Luar ( Dokumentasi Penulis, 2014)
Gambar 61: Proses Penghalusan secara Manual
(Dokumentasi Penulis, 2014)
85
3.7.4 Tahap IV
3.7.4.1 Proses Pendempulan
Pada tahap ini, setelah proses penghalusan selesai, tahap selanjutnya
adalah proses pendempulan menggunakan bahan cat melamine. Cat melamin
tersebut dicampur dengan bahan cairan berupa thiner, dengan menggunakan kuas
sebagai alat untuk mengoleskan pada permukaan kayu yang berfungsi untuk
menutup bagian pori-pori yang ada pada bagian permukaan gambus.
Setelah selesai pengecatan dengan menggunakan melamin, sebaiknya
gambus dikeringkan pada sinar matahari selama 15 menit. Kemudian, cat melamin
yang sudah kering digosok dengan menggunakan kertas pasir hingga merata, akan
kelihatan serbuk berwarna putih yang keluar dari proses penghalusan dengan
menggunakan kertas pasir tersebut. Sehingga permukaan pori-pori kecil benar-
benar tertutup dan terasa lebih halus pada permukaan kayunya. Proses
penggunaannya dilakukan oleh beliau, dengan cara tersebut dilakukan sebanyak
2X.
Gambar 62: Proses Pendempulan
(Dokumentasi Penulis, 2014)
86
Gambar63: Tampak Proses Pengamplasan pada
Bagian Depan dan Belakang (Dokumentasi Penulis, 2014)
3.7.4.2 Proses Pengecatan
Pada tahap ini, Setelah selesai pendempulan dengan menggunakan
melamin dan proses penghalusan selesai, maka dilanjutkan proses finishing
dengan menggunakan cat semprot bermerk pilox. Pemberian cat warna pada
gambus akan memberikan warna yang akan terlihat lebih menarik. Kesempurnaan
hasil finishing dan pengecatan sangat bergantung pada ketelitian dalam proses
pendempulannya yang akan menutup bagian pori-poriatu lubang –lubang kecil,
sehingga hasilnya permukaan gambus akan tampak halus, rata, dan mengkilap
pada hasil akhirnya. Proses pengeringannya tidak memakan waktu yang cukup
lama, hanya dicat berlangsung 30 menit
.
87
Gambar 64: Proses Pengecatan/Pemberian Warna
(Dokumentasi Penulis, 2014)
Gambar 65:
Gambus Dikeringkan (Dokumentasi Penulis, 2014)
3.7.4.3. Proses Pembuatan Lubang Suara
Pada proses ini, setelah cat sudah kering selama 30 menit, beliau membuat
lubang yang terletak dipapan jari (finger board) gambus. Keberadaan lubang
tersebut berfungsi sebagai penyerap bunyi dan dipantulkan melalui kulit.
Berdasarkan bentuk lubangnya selain berfungsi sebagi penyerap bunyi, beliau
membentuk lubang tersebut berbentuk matahari yang bersinar yang juga bisa
sebagai salah satu bentuk ornamentasi gambus buatan beliau. Gambus tersebut
88
hanya memiliki 1 buah lubang besar dengan beberapa lubang-lubang kecil yang
berada dipinggir lubang besar tersebut. Lubang tersebut mempunyai ukuran
berdiameter 3,5 cm dengan bantuan alat bor, agar proses pengerjaannya rapi.
Gambar66: Bentuk Lubang Suara
(Dokumentasi Penulis, 2014)
3.7.4.4 Tahap Akhir
Proses ini merupakan bagian akhir dari proses pembuatannya, tetapi
sebelum pemasangan dilakukan, keseluruhan organ organ pendukung gambus
harus sudah disiapkan, diantaranya adalah pengatur nada/kupingan, cedak/kuda-
kuda, dan pemasangan senar. Untuk kupingan perajin membentuknya sendiri
dengan karyanya sendiri seperti berbentuk kupingan yang ada pada gitar.
Kupingan tersebut terbuat dari bahan kayu nangka, kayu tersebut merupakan sisa
potongan kayu pada bagian gambus yang terbuang. Kupingan tersebut mempunyai
ukuran yang berbeda-beda, terdapat 9 buah kupingan yang terdiri dari ukuran 8
cm sampai dengan 12 cm yang secara bertingkat ukuran jaraknya 0,5 cm. Perajin
memberikan warna hitam pada kupingan sebagai bentuk warna yang dapat
89
memperindah gambus buatannya. Kemudian pada bagian tengah diberi lubang
untuk tempat pengikat pada senar.
Sementara untuk kuda-kudanya/cedak sebagai pembatas senar dibagian
resonatornya memiliki ukuran panjang 9 cm dan tinggi 2,8 cm.
Gambar67: Pengecatan dan Diberi Lubang pada Kupingan
(Dokumentasi Penulis, 2014)
Gambar 68: Kuda-kuda/Cedak sebagai Pembatas Senar
(Dokumentasi Penulis, 2014)
Proses inilah yang akan menjadikan bentuk sebuah gambus buatan Bapak
Syahrial Felani. Menempatkan posisi atau bagian dimana letak masing-masing
organ pendukung yang tersedia diletakan. Senar dipasang berdasarkan urutannya
sehingga organologi pada gambus sudah lengkap menjadi sebuah alat musik yang
siap untuk dimainkan.
90
Gambar 69:
Proses Pemasangan Senar (Dokumentasi Penulis)
Gambar 70: Gambus yang Telah Siap
( Dokumentasi Penulis, 2014)
91
BAB IV
KAJIAN FUNGSIONALGAMBUS
Pada bab ini, penulis mendiskusikan kajian dari gambus. Penulis akan
membahas proses belajar, posisi memainkan, teknik memainkan, penyajian
gambus, perawatan gambus, nada yang dihasilkan, eksistensi alat musik Gambus,
fungsi musik gambus, Nilai ekonomi pada alat musik Gambus.
4.1 Proses Belajar
Menurut wawancara saya dengan Bapak Syahrial Felani proses yang
harus dilakuan sebelum memainkan gambus adalah dengan cara melihat
permainan, mendengarkan permainan, menghafalkan bunyi instrument, yang
kemudian menirukan apa yang dilihat, didengarkan, dan dihafalkan khususnya
musik melayu ataupun musik zapin yang mana didalamnya paling dominan yaitu
alat musik gambus.
Menurut beliau proses belajar alat musik gambus, beliau pelajari dari dari
seorang pemain alat musik gambus yang bernama Bapak Hasan (Alm). Tetapi
beliau memiliki beberapa tahap dalam proses pembelajarannya yakni teknik dasar,
teknik bermain melodi dan teknik pengembangan melodi. Teknik dasar
merupakan sebuah untuk bermain gambus sebelum selanjutnya bermain dengan
nada yang dihasilkan gambus, adapun teknik dasar yang dimaksud adalah posisi
tangan kanan memainkan kelima senar gambus dengan menggunakan jari telunjuk
tangan kanan atau menggunakan alat petik (pick). Biasanya untuk memetik
gambus paling dominan dengan cara memetik kebawah (Down Picking)
92
dibandingkan ke atas (up). Teknik ini adalah teknik dasar dalam menghasilkan
bunyi gambus yang tepat.
Setelah teknik dasar sudah dapat dilakukan, maka tahapan selanjutnya
adalah teknik menghasilkan nada. Nada-nada yang dihasilkan oleh sebuah gambus
didapatkan dengan cara menekan senar pada papan jari (finger board). Hanya saja
untuk alat musik gambus tidak memiliki fret seperti yang ada pada alat musik
gitar, jadi si pemain harus mengingat jarak senar yang ditekan untuk
menghasilkan nada berikutnya. Tahapan ini adalah tahapan yang membutuhkan
waktu lama bagi seorang pelajar, apalagi orang tersebut sebagai pemula. Akan
tetapi lebih mudah lagi mempelajarinya, apabila seorang pemain dapat
memainkan melodi alat musik gitar.
Setelah mengetahui letak dari masing-masing nada, maka selanjutnya
proses latihan sangat dibutuhkan untuk memperlancar jari si pemain dalam
memainkan seluruh nada yang dihasilkan oleh gambus. Proses belajar yang
dilakukan oleh beliau agar mempelancar gerak jari, dibutuhkan teknik penjarian
(fingering) dengan tangga nada yang ada pada gambus. Proses ini agar si pemain
nantinya mudah untuk mengingat dimana letak – letak nada pada saat memainkan
sebuah lagu.Alat musik gambus juga memiliki tangga nada Mayor dan Minor
sama halnya dengan alat musik petik pada gitar.
Setelah pemain sudah mengenal tangga nada ataupun nada-nada yang
terdapat pada gambus. Tahap selanjutnya dalam proses belajar gambus adalah
menghafal lagu dan menaplikasikannya kedalam gambus. Pada proses ini
dibutuhkan penghayatan lagu, agar reportoar yang dimainkan akan lebih indah.
Didalam permainan sebuah ensambel musik zapin, penyajian suatu
komposisi dimulai dengan lagu pembuka (taqsim) adalah permainan suatu pola
93
melodi yang bertujuan untuk menyelaraskan irama dan tempo dengan instrumen
lainnya dan sebagai pengantar untuk memainkan lagu pokok. Sementara lagu
pokok adalah isi dari sebuah reportoar lagu yang didalamnya berisikan syair atau
pantun yang berisikan nasehat-nasehat. Dan selanjutnya, pola salam penutup
(taqtum) merupakan pertanda bagian akhir dari sebuah reportoar lagu.
Menurut Beliau, Walau pun nada pada gambus terdapat tangga nada
Mayor tetapi pada umumnya, reportoar lagu Zapin mempunyai tangga nada Minor
harmonis. Berikut penulis akan mendeskripsikannya dengan posisi jari yang
diletakkan di senar gambus untuk melihat nada nada yang terdapat di senar
tersebut.
Untuk itu penulis mendeskripsikan posisi pengambilan titik nada dari
senar Gambus tersebut dengan mengikuti pola nada dasar A minor Harmonis yaitu
: A – B – C – D – E – F – Gis – A’
Untuk menjelaskannya perhatikan gambar di bawah ini :
Untuk mendapatkan nada yang semakin tinggi maka senar ditekan
mengarah pada bagian papan jari (finger board) ujung mendekati lubang suaradan
sebaliknya untuk mendapatkan nada yang lebih rendah maka senarnya ditekan
mengarah ke kepala Gambus. Seperti penjelasan di atas bahwa alat musik Gambus
tidak memiliki fret atau disebut dengan fretless, sehingga nada-nada yang diambil
tidak memiliki kaeakuratan tetap. Seperti pernyataan informan penulis, bahwa
dalam pengambilan nada ataupun terlebih dalam hal penyeteman senar yang
dibutuhkan hanya kemampuan nilai rasa musikal atau feeling. Tetapi penyeteman
juga dapat dilakukan dengan menyesuaikan nada dengan menggunakan sebuah
ukuran seperti halnya dalam notasi barat.
94
Gambar 71: Bagian Senar Untuk Mendapatkan Nada
Untuk itu penulis akan mencoba mendeskripsikan proses pengambilan nada-nada
dalam Gambus dengan keterangan di atas berdasarkan senar yang di beri nomor
dan tanda, kemudian penulis mengukurnya dengan alat penggaris berdasarkan
jaraknya.
Keterangan :
1. Posisi untuk menghasilkan nada A adalah memetik senar V yang
mempunyai nada E, untuk menghasilkan nada A dengan menekan senar V
dengan jaraknya 14 cm.
6. Senar atas ditekan nada F (Fa)
7. Senar atas ditekan nada G#(si)
8. Senar atas ditekan nada A oktaf (la)
Senar I lepas nada D (Re)
Senar II lepas nada A (La)
3. Senar atas
ditekan nada C (Do)
4. Senar atas ditekan nada D (Re)
1. Senar atas ditekan nada A (La)
Senar Vdilepas nada E (Mi)
3. Senar IV dilepas nada B (Si)
5. Senar III dilepas nada E (Mi)
95
2. Posisi untuk menghasilkan nada B adalah memetik senar IV yang
mempunyai nada B, untuk menghasilkan nada B cukup memetiknya saja
(open String).
3. Posisi untuk menghasilkan nada C adalah memetik senar IV yang
mempunyai nada B, untuk menghasilkan nada C dengan menekan senar IV
dengan jaraknya 5,5 cm.
4. Posisi untuk menghasilkan nada D adalah memetik senar IV yang
mempunyai nada B, untuk menghasilkan nada D dengan menekan senar
IV dengan jaraknya 10,5 cm.
5. Posisi untuk menghasilkan nada E adalah memetik senar III yang
mempunyai nada E untuk menghasilkan nada E cukup memetiknya saja
(Open String).
6. Posisi untuk menghasilkan nada F adalah memetik senar III yang
mempunya nada E, untuk menghasilkan nada F dengan menekan senar III
dengan jarak 6 cm.
7. Posisi untuk menghasilkan nada Gis adalah memetik senar III yang
mempunyai nada E, untuk menghasilkan nada Gis dengan menekan senar
3 dengan jarak 9 cm.
8. Posisi untuk menghasilkan nada A oktaf adalah dengan menekan senar II
yang mempunyai nada A cukup memetiknya saja (open String).
4.2 Posisi Tubuh dalam Memainkan Gambus
Gambus diletakan tegak lurus dengan badan, tangan kiri di posisikan
dileher gambus, jari (kecuali ibu jari) menekan senar leher gambus pada bagian
depan. Sedangkan ibu jari menekan leher bagian belakang gambus, tangan kanan
96
diletakkan di perut gambus, siku tangan kanan bersandar di bagian ekor gambus,
jari telunjuk dan ibu jari memegang pick (sejenis alat bantu pada gitar yang
berfungsi untuk memetik senar gambus) sedangkan jari yang lain diposisikan di
bawah badan gambus. Dalam memainkan gambus, si pemain gambus dapat duduk
dilantai/dikursi, berdiri dengan posisi badan tegak atau pun tergantung pada posisi
yang diinginkan si pemain.
Gambar 72: Posisi Duduk Memainkan Gambus
Gambar 73: Gambar 74: Posisi Tangan Kiri Posisi Tangan Kanan
97
4.3 Teknik Memainkan Gambus
Untuk memainkan gambus tentunya mempunyai teknik agar si pemain
gambus bisa bermain dengan maksimal. Teknik memainkan gambus tidak jauh
berbeda dengan bermain gitar pada umumnya yaitu jari kiri menekan leher
gambus untuk memainkan melodi dan jari kanan untuk memetik senar.
4.4 penyajian Gambus Yang Baik
Berdasarkan informasi Beliau, permainan gambus yang baik tidak hanya
kemampuan si pemain gambus dan penghafalan lagu, tetapi penghayatan ataupun
naluri musical si pemain gambus juga sangat penting. Apabila perasaan si pemain
membawakan lagu dengan penghayatan, maka semakin sempurnalah rasa yang
dituangkan dalam lagu tersebut. Faktor instrument gambus yang digunakan cukup
berpengaruh dalam penyajian permainan, semakin baik kualitas instrument
gambus yang digunakan, maka faktor tersebut sangat mendukung dalam
permainan gambus yang baik.
4.5 Perawatan Gambus
Agar gambus dapat bertahan lama dan awet, di perlukan proses perawatan
yang baik terhadap instrument ini. Perawatan gambus yang baik adalah dengan
menyimpan pada tempat yang kering dan dibungkus dengan kain, karena
berpengaruh pada kualitas suara yang dihasilkan apabila bagian kulit gambus
lembab, bagian kuda-kuda/cedak sebagai pembatas senar di bagian perut
sebaiknya diturunkan, agar kulit tidak mengembang. Agar kayu tetap kuat ,
sebaiknya gambus di oleskan minyak kayu putih selain kayu tetap kuat minyak
kayu putih juga memberi aroma yang baik pada gambus.
98
4.6 Nada Yang Dihasilkan Gambus
Sebagai informasi perlu saya beritahukan bahwa penjelasan nada yang
akan penulis jelaskan merupakan penjelasan berdasarkan informasi yang saya
dapat dari beliau. Karena gambus yang beliau buat memiliki 9 senar, yang terdiri
dari 5 baris senar diantaranya 4 baris berlapis 2 sementara 1 senar tidak berlapis
yang mempunyai nada terendah. Nada yang dihasilkan pada setiap senar lepas 1
hingga 5 mempunyai nada yaitu :
Senar 1 nada dasar D (paling bawah)
Senar 2 nada dasar A
Senar 3 nada dasar E,
Senar 4 nada dasar B
Senar lima nada dasar E rendah (paling atas)
Penyeteman nada pada setiap senar gambus buatan beliau dapat dilihat
pada gambar tersebut :
open string E senar 5 B senar 4 E senar 3 A senar 2 D senar 1 4.7 Wilayah Nada Wilayah nada adalah jangkauan nada dari nada terendah sampai nada
tertinggi.untuk mengetahui nada-naa yang dihasilkan gambus buatan beliau ini,
penulis akan menyertakan materi lagu yang hasilnya dapat dilihat dalam bentuk
(visual) berikut. Lagu yang dimaksud adalah repetoar lagu Zapin anak Ayam.
Alasan penulis memilih lagu ini adalah karena lagu ini adalah lagu yang sering
99
dimainkan untuk tujuan pengiring tarian dan lagu ini merupakan lagu tradisi yang
popular pada masyarakat Melayu khususnya di Medan Labuhan ataupun Di Deli
Serdang.
Berikut adalah hasil transkripsi lagu Zapin Anak Ayam yang ditranskrip
oleh Penulis dan Mario. Lagu ini dimainkan pada gambus oleh Syahrial Felani, di
rumahnya 4 Mei 2014 yang lalu, menggunakan gambus buatannya sendiri.
100
101
4.8 Eksistensi Alat Musik Gambus Melayu di Deli Serdang
Berbicara tentang eksistensi gambus pada budaya musikal Melayu, penulis
menjadikan hasil wawancara sebagai patokan untuk melihat bagaimana
perkembangan serta keberadaan alat musik ini dalam kehidupan masyarakat
Melayu. Hal ini dikarenakan kurangnya literatur yang menggambarkan tentang
sejarah dan keberadaan gambus pada kebudayaan Melayu Khususnya Sumatera
Utara.
Menurut bapak Nazri Effas (seorang pemain alat musik gambus, penari),
beliau adalah informan pangkal (wawancara 25 september 2014), mengatakan
nama gambus merupakan kumpulan dari para pemain musik dan penari zapin.
Beliau lahir di Tahun 1965, orang tua Beliau bernama Alm. Ahmad Sa’ari Efendi
dan Alm. Nur Kamah adalah seorang Seniman. Ayahnya seorang pemain musik
marawis dan ibunya adalah seorang penari, orang tuanya mempunyai group
kesenian bernama ” group gambus”. Masyarakat sekitar lebih mengenal group
gambus, tetapi didalam pertunjukannya alat pembawa melodi tersebut sangat khas
terdengar sehingga alat tersebut dinamakan petikan gambus. . Petikan gambus
tersebutlah yang dinamakan oud,oud adalah alat musik petik (kordofon) yang
memiliki senar ganda tanpa menggunakan fret, instrument ini menjadi instrument
utama dalam ensambel musik zapin. Jadi sekitar era tahun 60-an alat musik ini
sudah cukup populer di masyarakat khususnya Deli Serdang, karena alat musik
tersebut mengiringi pertunjukan Zapin dalam acara pesta perkawinan, khitanan
dan upacara-upacara lainnya.
Berikut adalah penjelasan singkat tentang masuknya Zapin ke Tanah Deli
yang sangat berkaitan erat dengan alat musik gambus . Balai kajian sejarah dan
Budaya Melayu (Sultan serdang / Kepala Adat Kesultanan Negeri Serdang)
102
Tuanku Lukman Sinar, SH, dalam tulisannya Zapin/Gambus Melayu di wilayah
Kabupaten Deli Serdang (1998 ). Masuknya kerajaan Islam Haru di Sumatera
Timur terjadi awal aabad ke 13, menurut batu nisannya Sultan Malikusaleh
Mangkat 1297 M. kerajaan Haru yang meliputi dari wilayah Tamiang (masuk
aceh Timur) sampai ke tepi sungai Rokan, beibukota di pinggir sungai Deli, sudah
sejak abad ke 13 M mengirimkan misi dagang/lebih dikenal dengan ke kota cina (
dekat Labuhan Deli). Selain kota tersebut juga pulau kampai (Teluk Haru di
Langkat), Bedagai (dulunya pusat kerajaan Batak Nagur), kota Arakat (Rantau
Parapat) yang dipedalamannya ada pusat kerajaan Pannai bekas reruntuhan candi-
candi di Padang Lawas.
Untuk menguasai hegemoni perdagangan rempah-rempah disepanjang
selat Malaka, Haru sempat menguasai Pasi dan kemudian selalu berperang dalam
Malaka. Tetapi dengan direbutnya Malaka oleh Portugis ditahun 1511 M dan
bangkitnya kerajaan Aceh sebagai kekuatan baru di Selat Malaka, maka sultan
Husin dari Haru membantu ex-Sultan Malaka Sultan Mahmud Shah di Bintan dan
kawin dengan Puteri kesayangan Raja itu, Raja Putih, ditahun 1520 M dan
dibawalah mengiringi Puteri itu ke Haru berdiam orang Melayu Malak/Riau
mempercepat proses Melayunisasi Haru. Kerajaan Aceh yang baru bangkit dengan
dibantu ahli ahli meriam dan kapal perang dari Gujarat, Turki, India Moghul,
menjadi kerajaan yang terkuat di Nusantara, dan dibawah Sultan Alauddin Riayat
Shah-I yang mempersatukan seluruh Aceh, lalu menyerang dan menaklukan
kerajaan Haru, tetaapi janda Sultan Haru, Ache Sinny lolos minta bantuan
Portugis Malaka. Lalu ditahun 1540 pasukan Armada yang dipimpin oleh
Laksmana Hang Nadim berhasil merebut haru serta mengusir pasukan Aceh dari
Sana. Dengan hancurnya kerajaan Haru itu maka pada pertengahan abad ke 17
103
lahirlah kerajaan-kerajaan Melayu dipesisir Timur Sumatera Utara dimana yang
besar adalah Langkat, Deli Serdang, Asahan. Kesltanan ini merupakan kerajaan
Islam yang penting di Sumatera, kemudian Serdang memisahkan diri dari
Kesultanan Deli Tahun 1720 (sinar 1986:67). Kemungkinan besar seni Zapin
masuk di era kesultanan-kesultanan Islam dipesisir Timur Sumatera Utara ini,
selain ajaran Islam masyarakat Melayu juga menerima seni-seni Islam seperti
Zapin yang diperkenalkan oleh para penyiar agama Islam sebagai Sarana Dakwah.
Arti Zapin dalam Wikipedia Indonesia dalam tulisannya Zapin Melayu
Dalam Peradaban Islam oleh Bapak Muhammad Takari : 11), secara etimologis
Zapin berasal dari bahasa Arab, yang memiliki berbagai makna yaitu kata “Zafn”
yang mempunyai arti pergerakan kaki cepat mengikuti rentak pukulan. Zapin
merupakam Khazanah tarian rumpun Melayu yang mendapat Pengaruh dari Arab.
Tarian tersebut bersifat edukatif dan sekaligus menghibur, digunakan sebagai
media dakwah islamiyah melalui syair lagu-lagu Zapin yang didendangkan.
Sebagai alat yang utama yaitu alat musik petik gambus dan tiga buah alat musik
tabuh gendang kecil yang disebut dengan marwas. Sebelum tahun 1960, Zapin
hanya di tarikan oleh penari laki-laki namun kini sudah biasa di tarikan oleh
penari perempuan bahkan penari campuran laki-laki dengan perempuan. Tari
zapin sangat banyak ragam gerak tarinya, walaupun pada dasarnya gerak dasar
Zapinnya sama, di tarikan oleh rakyat di pesisir Timur dan Barat Sumatera,
Semenanjung Malaysia, Sarawak, Kepulauan Riau, Pesisir Kalimantan, dan
Brunei Darussalam.
Berdasarkan kutipan diatas, maka dapat dikatakan bahwa istilah zapin
berasal dari bahasa Arab. Kemudian Zapin adalah salah satu tari Melayu yang
diadopsi dari arab. Zapin adalah media enkulturasi dakwah Islam. Ensambel
104
musik terdiri dari dua peran yaitu yang membawa melodi alat musik petik (
gambus atau ‘ud) dan pembawa ritme yaitu 3 buah alat pukul kecil (gendang
marwas).
Menurut bapak Retno Ayumi adalah seorang seniman juga penulis tentang
kebudayaan khususnya melayu sebagai salah satu informan pangkal penulis, dari
hasil wawancara Beliau (25 september 2014), alat musik ini sudah ada sejak
perkembangan islam masuk ke pesisir yang lebih dikenal dengan nama oud. Oud
tersebut adalah nama alat musik petik yang berasal dari arab. Alat musik tersebut
adalah hasil dari akulturasi dari daerah lain yang kemudian beradaptasi dengan
wilayah setempat sehingga masyarakat/ pemain alat musik tersebut terinspirasi
untuk membuat alat musik tersebut. Pada era tahun 70 an group gambus bernama
al watta adalah salah satu group yang terkenal didaerah medan labuhan. Menurut
beliau alat musik tersebut semakin dikenal, apalagi alat musik tersebut sebagai
pembawa melodi dalam pertunjukan zapin.misalnya dalam acara pesta
perkawinan, sunatan, acara hiburan dll. Di era 80 an alat musik ini sudah mulai
pudar/kehadirannya tidak begitu popular. Di era 90 an alat musik tersebut sudah
mulai lagi ditampilkan dengan berbagai acara hiburan hingga sampai saat ini,
gambus sudah bergabung dengan alat musik elektrik seperti Keyboard. Beliau
mengatakan untuk pemain alat musik gambus yang cukup baik untuk saat ini
adalah Nasri effas, Syahrial Felani, Anton sitepu, Irwansah, Robinho, dll. , Di
Deli serdang terdapat beberapa orang yang dapat membuat alat musik gambus
yaitu Syahrial Felani, Bambang, dan Budi. Beliau mengatakan di tahun era 80-an
gambus buatan yang salah satunya adalah bapak Syahrial Felani merupakan
bentuk – bentuk perkembangan gambus yang sudah ada yang dikenal, dengan
bentuk gambus belalang.
105
Bapak Syahrial Felani mengatakan gambus sudah sangat dikenal pada
tahun 1940-an didaerah Deli Serdang, karena pada masa itu zapin sudah
berkembang didaerahnya masing-masing. Gambus tersebut sudah dibawakan
kedalam acara-acara seperti pesta perkawinan, menjamu tamu, sunatan. Pada saat
itu ensambel musik yang digunakan hanya gambus, Marawis (membranophon)
dan vocal, belum bergabung dengan alat musik lainnya seperti biola, akordion.
Pada masa itu, pemain gambus cukup banyak, karena ketika pemain gambus dari
Binjai/langkat bisa dipanggil untuk diundang memainkannya diDeli serdang, beitu
juga sebaliknya. Pada Tahun 1950 an gambus sudah masuk penggabungan
dengan biola, akordion, gendang ronggeng dalam suatu ensambel musik melayu
menjadikan gambus sebagai pembawa melodi memberikan warna baru. Beliau
sendiri mulai belajar bermain gambus pada Tahun 70 an dan ditahun 80 an beliau
mencoba untuk berkreasi untuk membuat alat musik gambus dalam mengikuti
suatu perlombaan.
Hingga saat ini gambus sudah menjadi alat musik sebagai pembawa
melodi untuk mengiringi tarian Zapin, dengan penggabungan alat-alat musik
seperti biola, akordion, untuk memberikan warna musik dalam pertunjukannya.
4.9 Fungsi Musik Gambus Dalam menuliskan fungsi gendang galang, maka penulis mengacu pada
teori Alan P.Merriam, yaitu: “...use then refers to the situation in which is
employed in human action:function concern the reason for its employment and
particulary the brodaderpurpose which is serves...” (1964:210).
Dari kalimat di atas, dapat diartikan bahwa use (penggunaan)
menitikberatkan pada masalah situasi atau cara yang bagaimana musik itu
digunakan, sedangkan function (fungsi) yang menitikberatkan pada alasan
106
penggunaan atau menyangkut tujuan pemakain musik itu mampu memenuhi
kebutuhan manusia itu sendiri. Penulis juga menuliskan beberapa fungsi gambus
sebagai tujuan dan akibat yang timbul dari penggunaan yang telah disebutkan di
atas, maka dapat ditelusuri melalui fungsi-fungsi antara lain sebagai berikut.
Menurut Allan P. Merriam (1964:219-226) fungsi music dapat dibagikan
dalam 10 kategori yaitu :
1. Fungsi Pengungkapan Emosional
2. Fungsi penghayatan Estetis
3. Fungsi Hiburan
4. Fungsi Komunikasi
5. Fungsi Perlambangan
6. Fungsi Reaksi Jasmani
7. Fungsi yang berkaitan dengan reaksi sosial
8. Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan
9. Fungsi kesinambungan budaya
10. Fungsi Pengintegrasian masyarakat
4.9.1 Fungsi Pengungkapan Emosional
Fungsi pengungkapan perasaan dapat dituangkan dengan berbagai cara
sebagai pengungkapan emosional karena dapat dilakukan sebagai hiburan pribadi.
Jika meminkan lagu-lagu sedih pemian gambus dapat ikut merasa sedih, atau
ketika rindu terhadap sesorang gambus dapat dipakai untuk membayangkan orang
yang dimaksud.
107
4.9.2Fungsi Hiburan
Gambus juga dapat berfungsi sebagai sarana hiburan, dikarenakan gambus
juga dapat dimainkan secara bersama pada ensambel musik melayu yaitu gendang
(gendang anak, gendang induk), marwas, biola, akordion, tamburin, rebana.
Gambus yang sering difungsikan untuk mengiringi pertunjukan Zapin, acara
pesta, sunatan dan nyanyian yang sering ditampilkan dalam pertunjukan yang
bersifat hiburan pada masyarakat.
4.9.3 Fungsi Perlambangan
Gambus adalah alat musik petik yang terdapat pada masyarakat melayu,
khususnya alat musik gambus yang dibuat oleh Bapak Syahrial yang memiliki
karateristik tersendiri. Dari bentuk kepala dilambangkan seperti bentuk belalang,
bentuk badan seperti buah pir yang di belah dua, ornament yang terdapat pada
fret/leher terukir sepert bunga yang melambangkan symbol dari alam dan bentuk
ekor yang melambangkan kubah mesjid.
4.9.4 Fungsi Kesinambungan Budaya
Ensambel musik melayu/gambus merupakan kesenian masyarakat melayu
yang sampai saat ini tetap dipertahankan penggunaannya pada setiap pertunjukan
dan terpelihara di tengah-tengah masyarakat pemiliknya terutama di daerah Deli
Serdang. Dengan mengikutsertakan gendang ini dalam setiap upacara, misalnya:
upacara perkawinan, khitanan, dan hiburan lainnya yang akan menjadikannya
tetap terpelihara.
108
4.9.5 Fungsi Reaksi Jasmani
Gambus dalam ensambel musik melayu yang digunakan untuk mengiringi
tarian zapin yang sebagian gerakannya adalah gerakan yang dinamis yang kerap
membuat para penarinya bergerak indah. Apalagi alat musik tersebut sebagai
pembawa melodi yang khas. Kesinambungan antara bunyi musikdapat
menimbulkan reaksi jasmani dari si penari sehingga dapat menggerakkan
tubuhnya dengan indah.
4.9.6 Fungsi Penghayatan Estetis
Suatu keindahan dapat dituangkan dalam bunyi-bunyian yang dihasilkan
dari perpaduan instrumen-instrumen musik dalam ensambel musik melayu, yang
tertuang melalui permainan ritem maupun melodi yang dapat dinikmati oleh
pemusik itu sendiri maupun pendengarnya. Selain itu, pengunkapan emosional
yang dilakukan oleh seorang pemain gambus pada saat menghibur diri dapat
terjadi ketika si pemain gambus dapat mengahayati permainannya
4.10 Nilai Ekonomi Pada Alat Musik Gambus
Seperti yang dikemukakan oleh Merriam (1964) kebudayaan material
musik dalam etnomusikologi, nilai ekonomi alat musik juga penting yang
berkaitan dengan distribusi penjualannya.
Selain gambus tersebut dapat digunakan dalam kebudayaannya, ternyata
gambus tersebut dibutuhkan dimasyarakat pendukungnya. Gambus juga memiliki
nilai jual yang dapat membantu memperoleh penghasilan kepada perajinnya.
Dengan adanya bahan baku, alat-alat maupun hasil dari kreativitas yang di
hasilkan oleh beliau, gambus buatan beliau mempunyai nilai jual yang cukup
109
untuk dipasarkan kebeberapa daerah sekitarnya seperti daerah Sumatera Utara,
Riau dan beberapa daerah lainnya. Untuk menjual sebuah gambus yang sudah jadi
dan siap pakai, biasanya Syahrial Felani menjual dengan harga minimal Rp
1.500.000,- kepada pembeli. Dan harga tersebut akan lebih mahal apabila gambus
yang ditawarkanya memiliki kelengkapan penambahan asesoris yang terdapat
pada gambus. Misalnya gambustersebut memakai soft case (tas pembungkus
Gambus), spull (alat bantu pengeras suara) yang apabila digunakan dapat
memberikan efek suara yang keras (sound), apabila digabungkan dengan alat
musik seperti keyboard yang merupakan alat musik elektronik. Dengan
kelengkapan yang tersedia, Beliau biasanya Mematok harga Rp 2.500.000,-.
Sistem penjualan yang dilakukan beliau adalah dengan cara bertemu
langsung dengan pembeli, Beliau akan membuat sebuah gambus apabila ada
seseorang yang memesan kepadanya, pada saat itu beliau akan langsung
membuatnya. Dengan harga yang di tawarkan oleh beliau, tentunya sudah
diperhitungkan hasil kerja yang ia dapat, sehingga beliau memperoleh keuntungan
yang sesuai dari harga gambus yang dijual, dengan proses pembuatan yang cukup
rumit dan memerlukan kesabaran dalam proses pengerjaannya.
110
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan uraian-uraian yang Telah penulis jelaskan pada bab-bab
sebelumnya maka pada bab ini penulis akan mengambil beberapa kesimpulan dari
hasil penelitian yang penulis lakukan dan sebagai langkah terakhir penulis akan
membuat saran sebagai penutup tulisan ini.
5.1 Kesimpulan
Peranan Etnomusikologi sangat peting mengangkat suatu konsep dalam
sisitem musical di setiap etnis di dunia ini. Dalam pendekatan Curt Sach dan
Hornbostel pengklasifikasian alat musik gambus, dapat diklasifikasikan golongan
chordophone dan disebut sebagai long neck lute yang terbuat kayu yaitu alat
musik yang mempunyai leher yang panjang. Terdapat lubang resonator yang
ditutup dengan kulit kambing. Tujuan dari pengklasifikasian alat musik tersebut
untuk mempermudah permuseuman dalam pengklasifikasian alat musik tersebut.
Gambus melayu tersebut adalah hasil akulturasi dari negeri Timur Tengah yang
datang ke Tanah Melayu, melalui penyebaran agama Islam mempengaruhi sistem
kemasyarakatannya salah satunya media kesenian seperti alat musik tersebut. Di
Indonesia sendiri terdapat beragam jenis bentuk dan ukuran gambus yang tersebar
di wilayah Nusantara, akan tetapi penulis hanya mengacu pada kajian Organologis
yang terdapat di Sumatera Utara salah satunya adalah gambus buatan Bapak
Syahrial Felani yang tinggal di Tanjung Morawa, Deli Serdang.
Dalam proses pembuatan gambus, bapak Syahrial Felani masih
menggunakan tenaga dan kemampuan keahlian yang beliau punya. Mulai dari
pemilihan bahan baku utama yaitu kayu nangka yang digunakan dalam pembuatan
111
gambus tersebut, beliau sangat telaten dan lebih mementingkan kualitas suara dan
ketahanan gambus yang beliau kerjakan dengan teliti dan penuh kesabaran. Beliau
mempunyai kiat – kiat tersendiri dalam membuat sebuah gambus.
Dalam proses belajar, seorang peminat ingin belajar gambus dapat
bermain dengan memainkan teknik dasar gambus seperti yang dijelaskan
sebelumnya, dan untuk menguasai teknik cepat dalam memainkan melodi, dengan
cara memainkan tangga nada secara berulang-ulang. Agar jari-jari yang digunakan
cepat dalam mengambil posisi pemindahan misalnya, dari senar satu kesenar
berikutnya dan dari tangga nada awal ke tangga nada berikutnya.
5.2 Saran
Penelitian yang penulis lakukan masih dalam tahap kecil namun
bermanfaat bagi masyarakat pendukung kebudayaan serta pihak departemen
pemerintah yang mengemban tugas menjaga dan melestarikan Budaya Nusantara.
Kiranya penelitian ini dapat membuka jalan untuk penelitian berikutnya. Adapun
saran yang penulis kemukakan adalah : perlu diadakan pelatihan penelitian
gambus agar semakin maraknya industry musik tradisional Melayu, Pemasaran
dan management yang jelas agar gambus yang dihasilkan bisa terus
berkesinambungan khususnya untuk kegiatan ekonomi pengrajin, pertunjukan
kesenian tradisonal secara berkesinambungan. Maksudnya ada festival atau
karnaval Budaya Pemerintah yang menjadi wadah bagi para seniman-seniman
daerah lainnya untuk lebih menyemangati para pelaku seni. Hal ini bermanfaat
untuk kontuinitas dan kelestarian budaya kita Indonesia.
112
Lampiran I
Gambar 75: Penulis bersama dengan Bapak Syahrial Felani
(Dokumentasi Penulis, 2014)
Gambar 76: Rumah Kediaman Bapak Syahrial Felani
(Dokumentasi Penulis)
113
DAFTAR PUSTAKA
Harahap, Irwansyah.2004. Alat Musik Dawai. Medan : Lembaga Pendidikan Seni
Nusantara. Heristina, Dewi dan Takari Muhammad. 2008. Budaya Musik dan Tari Melayu
Sumatera Utara. Medan : USU Press. Hood, Mantle, 1982. The Etnomusikologist, New Edition Kent. The Kent State
Universitity Press. Hornbostel, Erich M. Von And curt sach. 1961. Clasifikation of Musical
Instrument. Translate from original German by Antonie Banes and Klaus P. Wachsman.
Husein, Muhammad,2011.Musik Zapin. Tesis S-2. Medan. Universitas Sumatera Utara.
Khasima, Susumu. Asia Performing Art Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Koentjaraningrat (ed), 1997. Metode-metode penelitian masyarakat. Jakarta:
Gramedia. Koenjaraningrat, 1980. Sejarah Teori antropologi I. Jakarta: Gramedia. Merriam, Alan P. 1964. The Antropology of Music. Illionis : North-western
University Press. Moleong, L.J, 1990. Penelitian Metodologi Kualitatif, Jakarta, Rosda Karya. Mulyadi, Drs.1984. Akuntansi Biaya Untuk Manajemen. Yogyakarta. BPFE. Nettl, Bruno. 1964. Theory and Method in Ethnomusicology. New York : The
Free Press of Glencoe. Nor, Mohd Anis Md (ed). 2000. Zapin Melayu di Nusantara. Johor Baru : yayasan
warisan Johor. Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Sumut, 1996. Potensi Etnik Sumatera
Utara. Suansri, Nuari Silitonga. 2011. Skripsi. Nur’ Ainun sebagai penyanyi Melayu
Sumatera Utara Biografi dan analisis struktur lagu-lagu rentak senandung dan mak inang dua lagu yang dinyayikan. USU.
Simanjuntak, Herman. 2014. Produksi Gitar Bona Pasogit Sipoholon Buatan Bapak Albert Hutagalung di Desa Lumban Baringin Kecamatan Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara: Kajian Terhadap Teknik Pembuatan dan Pemasaran. Skripsi Sarjana Etnomusikologi USU.
Simbolon, Welly. 2010. “Kajian Organologis Garantung Buatan Bapak Junihar Sitohang di Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Helvetia Kota Medan.” Skripsi Sarjana Etnomusikologi. FS. USU. Tidak Diterbitkan.
Takari, dan Fadlin, 2009. Sastra Melayu Sumatera Utara. Medan : Bintang Jaya. Tengku Lukman Sinar,1994. Jati Diri Melayu: Majelis Adat Melayu Indonesia. www. Wikipedia.com
114
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : Syahrial Felani (informan Kunci) Nama Panggilan : Makyal Usia : 55 Tahun Pekerjaan : Pembuat Gambus, Guru, pelaku dalam Kesenian Melayu Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan no.204 Dusun IV Tj. Morawa
2. Nama : Rida safitri Nama Panggilan : Ida Usia : 48 Tahun Pekerjaan : Guru Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan no.204 Dusun IV TJ. Morawa
3. Nama : Roy Usia : 31 Tahun Alamat : Lubuk Pakam Pekerjaan : Seniman, Penari, Anggota personil Tamora 88
4. Nama : Robino Usia : 47 Tahun Alamat : Dusun 4 Lorong Mulia. Percut sei tuan Pekerjaan : PNS, pemain gambus/ salah satu orang yang memakai gambus beliau.
5. Nama : Retno Ayumi Usia : 49 Tahun
Alamat : jalan platina III Lk. X gang Mitra, Medan Pekerjaan : praktisi tari, musik, penulis tentang kebudayaan Melayu
6. Nama : Nazri Effaz TTL : kp. Besar, Labuhan Deli. 5 juni 1965
Alamat : Jln. Tengku Rizal Nurdin, Dusun II, Pantai Cermin kanan, Sergai
Pekerjaan : pemain Gambus, seniman, pengajar. 7. Nama : Ahmad Fauzi
Alamat : Jln. Gaharu no.34 A Medan Tanggal Lahir : 1 Juni 1960 Pekerjaan : Pengajar dan pelaku seni
top related