jurnal - pengairan.ub.ac.idpengairan.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/01/studi-pengaruh-lapis... ·...
Post on 11-Mar-2019
219 Views
Preview:
TRANSCRIPT
STUDI PENGARUH LAPISAN TANAH PENUTUP (COVER)
TERHADAP DISTRIBUSI AIR LINDI PADA TIMBUNAN
SAMPAH MENGGUNAKAN MEDIA SAMPAH CAMPURAN
JURNAL
TEKNIK PENGAIRAN KONSENTRASI PEMANFAATAN DAN
PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA AIR
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Teknik
MUHAMMAD MASDHUKI
NIM. 125060401111008-64
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2017
Studi Pengaruh Lapisan Tanah Penutup (Cover) Terhadap Distribusi
Air Lindi Pada Timbunan Sampah Menggunakan Media Sampah
Campuran
Muhammad Masdhuki.1, Tri Budi Prayogo2, Evi Nur Cahya2
1)Mahasiswa Program Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya
2)Dosen Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya-Malang, Jawa Timur, Indonesia
Jalan MT.Haryono 167 Malang 65145 Indonesia
e-mail: mmasdhuki@gmail.com
ABSTRAK : Tujuan dari penelitian ini adalah membuat model untuk memprediksi distribusi dan volume air
lindi yang terjadi pada timbunan sampah buatan pada selang waktu tertentu. Model yang digunakan berupa
pipa PVC dengan diameter 4 inci dan tinggi 200 cm yang nantinya ditambahkan lapisan penutup tanah (cover)
setiap 0,5m ketinggian sampel di dalam kolom. Sampel sampah yang digunakan yaitu sampah rumah tangga
(nasi, sayur, buah), plastik, pakaian dan kertas. Tipe kolom yang digunakan yaitu kolom L (kepadatan rendah,
400 kg/m³), kolom H tanpa cover atas (kepadatan tinggi, 600 kg/m³) dan kolom C (kepadatan tinggi, 600 kg/m³
dan cover). Urutan waktu yang digunakan yaitu 15 hari (L15.H15, C15), 30 hari (L30, H30, C30) dan 45 hari
(L45, H45, C45).
Berdasarkan hasil dari penelitian distribusi air lindi pada kolom L, H dan C pada waktu 30 memiliki rerata
kadar air berturut-turut yaitu 50,4%, 52,6% dan 56,6%. Pada kolom L, H dan C pada waktu 30 hari didapatkan
prosentase perkolasi berturut-turut yaitu 22,6%, 25% dan 11% sedangkan prosentase dekomposisi yaitu 34,6%,
42,4% dan 52,3%. Untuk penguapan, didapatkan hasil perhitungan secara empiris untuk kolom L, H dan C
pada waktu 30 hari yaitu1.893 mm/hari, 4,071 mm/hari dan 3,053 mm/hari, Pemberian lapisan tanah penutup
membuat air di dalam kolom uji tertahan. Akibat adanya cover perkolasi tidak dapat diprediksi dan
dekomposisi pada sampah dengan kepadatan tinggi berlangsung lebih cepat. Adanya cover atas pada
kepadatan tinggi menyebabkan penguapannya berlangsung lebih cepat pada kedalaman -0,25m
Kata kunci : air lindi, distribusi air lindi, sampah padat campuran, kepadatan sampah, lapisan tanah penutup
(cover).
ABSTRACT : The purpose of this research is to create a model to predict the distribution and volume of
leachate on artificial landfill waste at specified intervals. The model used in the form of PVC pipe with a
diameter of 4 inches and a height of 200 cm that will be added soil cover every 0.5m height of the sample to
the column. Samples are used municipal waste (rice, vegetables, fruit), plastic, clothing and paper. Column
type used is a column L (low density, 400 k/m³), column H without top cover (high density, 600 kg/m³) and
column C (high density, 600 kg/m³ and cover). The time sequence used is 15 days (L15,H15, C15), 30 days
(L30, H30, C30) and 45 days (L45, H45, C45).
Based on the results of the study the distribution of leachate in column L, H and C at the time 30 days had
a mean water content, respectively, are 50.4%, 52.6% and 56.6%. In the column L, H and C on 30 days obtained
percentage of percolation, respectively, are 22.6%, 25% and 11%, while the percentage of decomposition is
34.6%, 42.4% and 52.3%. For evaporation, calculation results obtained empirically for column L, H and C at
45 days in a row at 1,893 mm/day, 4,071 mm/day and 3,053 mm/day. Applying a layer of soil cover makes the
water in the column restrained so that the water content in the layer of solid waste on average reache 50%. Due
to the soil cover, percolation is unpredictable and decomposition in the solid waste with a high density become
faster. The existence of the soil cover above with high-density solid waste cause faster evaporation takes place
at a depth -0,25m
Keywords: leachate, leachate distribution, mixed solid waste, waste density, soil cover
A. PENDAHULUAN
Pembuangan sampah ke dalam tanah
merupakan cara yang paling sering dijumpai
dalam pengelolaan sampah, cara penyingkiran
limbah ke dalam tanah dengan pengurugan
atau penimbunan dikenal sebagai landfilling,
yang diterapkan pada sampah kota
(Damanhuri dan Padmi, 2011: 215).
Tempat pembuangan akhir (TPA) yang
seharusnya menjadi tempat mengkarantinakan
sampah atau menimbun sampah yang
diangkut dari sumber sampah sehingga tidak
mengganggu lingkungan, akhirnya menjadi
tempat timbunan sampah yang semakin lama
semakin menumpuk serta menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan
sekitarnya, baik terhadap tanah, air maupun
udara. Pada daerah dengan curah hujan yang
tinggi, sampah yang tertumpuk di TPA dapat
menghasilkan air lindi yang berbahaya bagi
lingkungan khususnya air tanah. Sehingga
dalam pengelolaan sampah juga harus
memperhitungakan pengeluaran air lindi yang
dapat dihasilkan pada suatu TPA.
Pengelolaan terhadap air lindi khususnya
di Indonesia masih kurang diperhatikan.
Penelitian terhadap pengelolaannya pun
masih sangat jarang dilakukan. Metode
pembuangan akhir yang banyak di gunakan
dalam menangani air lindi adalah metode
sanitary landfill. Metode sanitary landfill
adalah sistem pembuangan akhir sampah yang
dilakukan dengan cara sampah ditimbun di
TPA sampah yang sudah disiapkan
sebelumnya dan telah memenuhi syarat
teknis. Setelah ditimbun lalu dipadatkan
dengan menggunakan alat berat seperti
buldozer maupun track loader, kemudian
ditutup dengan tanah sebagai lapisan penutup
setiap hari pada setiap akhir kegiatan. Hal ini
dilakukan terus menerus secara berlapis-lapis
sesuai rencana yang telah ditetapkan.
Dengan adanya masalah tersebut, penulis
melakukan penelitian seperti metode sanitary
landfill sederhana untuk mengetahui laju
infiltrasi, perkolasi, evaporasi, distribusi air
lindi, dan pengaruh pemberian cover di dalam
kolom uji yaitu berupa pipa PVC. Kolom uji
akan diisi oleh sampah campuran yang dibuat
sendiri dan diberi cover berupa lapisan tanah.
Timbulan lindi dapat dihitung dengan
menggunakan neraca air, hal ini dikarenakan
aliran air lindi bergerak ke bawah sebagai
sistem berdimensi satu, maka model yang
digunakan adalah model neraca air. Penelitian
ini nantinya diharapkan dapat menjadi tolak
ukur dalam pengolahan air lindi serta dapat
digunakan dalam desain tampungan air lindi
pada TPA.
B. BAHAN PENELITIAN
1. Material Sampah
Komposisi sampah buatan dalam
penelitian ini mengacu pada komposisi
sampel yang diambil dari TPA Supit Urang
di Kota Malang berdasarkan metode
pemisahan komposisi fisik sampah padat
pada saat awal musim kemarau
(Prayogo,2014). Sampah yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sampah
campuran yang dibuat sendiri seperti pada
Tabel 1 berikut
Tabel 1. Berat dan Macam-Macam
Sampah yang Digunakan
Sumber: Prayogo, 2014
Komposisi sampah rumah tangga
yang berupa sayur dan buah diambil dari
pasar terdekat di Kota Malang yang
sebelumnya telah diamati sampah sayur
dan buah apa saja yang selalu ada untuk
keseragaman sampah pada setiap layer
kolom uji.
Kadar air rata-rata di dalam sampah
buatan berdasarkan pengolahan data yang
diggunakan dalam penelitian ini
didapatkan kadar air rata-rata sebesar 40%
No Bahan yang Digunakan Berat (%)
1
2
3
4
Sampah rumah tangga (nasi,
sayuran, dan buah)
Plastik
Kertas
Pakaian
45%
30%
15%
10%
Total 100.0%
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2 di
bawah dan dengan kadar air awal sampah
adalah 66 - 80% yang disimulasikan untuk
sampah pada awal musim kemarau
berdasarkan penelitian yang dilakukan
pada TPA Supit Urang di Kota Malang
(Prayogo, 2014). Sehingga ditambahkan
air sebesar 40% pada setiap kolom uji agar
sesuai dengan simulasi kadar air awal
dalam sampah pada saat musim kemarau
Tabel 2. Kadar air di dalam sampah
yang digunakan
Sumber: Hasil Perhitungan, 2016
2. Media Tanah Penutup
Media tanah penutup sampah yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
tanah yang berada di sekitar Laboratorium
Hidrologi Jurusan Teknik Pengairan FT-
UB. Berdasarkan hasil uji tanah
didapatkan jenis tanah yang akan
digunakan dalam penelitian ini menurut
USDA merupakan tanah liat berlanau (Silt
Loam) dengan prosentase pasir sebesar
20%, lanau sebesar 75%, dan lempung
sebesar 5%. Tanah yang akan digunakan
dalam penelitian ini memiliki berat jenis
butiran 2,661 gr/cm3 dan memiliki kadar
air rata-rata sebesar 38,095%.
3. Kolom Uji
Kolom benda uji dilengkapi dengan pipa
kecil untuk mengalirkan air yang keluar
dari dalam setiap kolom, yang nantinya
akan ditampung ke dalam botol
penampungan. Pada bagian bawah kolom
diisi kerikil dan saringan kawat untuk
mencegah penyumbatan keluarnya air lindi
dalam proses perkolasinya. Seri kolom
yang digunakan dalam penelitian ini ada 3
(tiga) seri, mengacu pada penelitian
Prayogo (2014) dengan periode yang
berbeda seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 3. Tiga seri kolom yang digunakan
adalah bertujuan untuk menyelidiki jumlah
air lindi yang keluar dari kolom benda uji
dengan adanya penutup tanah atau cover
setiap kedalaman 0,5 m sampah apabila
terdapat tiga kondisi kepadatan sampah,
yaitu sampah dengan kepadatan rendah
atau low-density (L), sampah dengan
kepadatan tinggi atau high-density (H)
tanpa penutup tanah atau cover diatasnya
dan sampah kepadatan tinggi atau high-
density (C), sehingga totalnya ada 9
(sembilan) kolom ilustrasinya pada
Gambar 1. Periode waktu yang digunakan
adalah 15 hari, 30 hari dan 45 hari yang
mengacu pada penelitian Alverina (2016).
Tabel 3. Tiga seri kolom yang
digunakan pada penelitian
Sumber: Prayogo, 2014
Gambar 1. Ilustrasi Kolom Benda Uji
Sumber: Data Perencanaan, 2016
Pada Jaramillo (2003:88) kepadatan
sampah yang digunakan dalam metode
sanitary landfill adalah kepadatan 400 kg/m3
Berat Berat Total Kadar
Awal (gr) Kering (gr) Air (gr) Air %
1 95 5.5 89 0.94
2 95 10.5 84 0.89
3 95 10 85 0.89
4 95 8 87 0.92
5 48 17.5 30 0.63
427.44 51.5 375.94 40
Kol
Pisang
Nasi
Dll
Total
Bahan yang digunakanNo
Sawi
Tipe Deskripsi Kolom
Kolom L
Sampah dengan kepadatan rendah dengan cover pada
setiap lapisan sampah di kolom uji
Kolom H
Sampah dengan kepadatan tinggi tanpa cover pada
lapisan atas sampah di kolom uji
Kolom C
Sampah dengan kepadatan tinggi dengan cover pada
setiap lapisan sampah di kolom uji
– 500 kg/m3 untuk sampah dengan kepadatan
rendah low density, kepadatan 500 kg/m3 –
600 kg/m3 untuk timbunan sampah mencapai
kondisi stabil (Stabilized) dengan kepadatan
tinggi atau high density sedangkan lapisan
tanah penutup umumnya memiliki kepadatan
400 kg/m3. Berdasarkan tingkat kepadatan
tersebut kepadatan sampel yang digunakan
pada penelitian ini, yaitu 600 kg/m³ untuk
sampah dengan kepadatan tinggi atau high-
density (H dan C), 400 kg/m³ untuk sampah
dengan kepadatan rendah atau low-density
(L), dan 400 kg/m3 untuk kepadatan lapisan
tanah penutup (cover). Untuk mendapatkan
kepadatan sampah yang diinginkan,
pemadatan dilakukan setiap kedalaman 0,25
m setiap lapisnya dengan menggunakan alat
pemadat manual sederhana. Setelah mencapai
kedalaman 0,5 m maka ditambahkan penutup
tanah atau cover setebal 0,1 m.
C. ANALISA DAN PEMBAHASAN
Hasil-hasil perhitungan yang diperoleh
berdasarkan data lapangan. Perhitungan yang
dilakukan meliputi distribusi air lindi,
perkolasi dan dekomposisi air lindi, serta
penguapan yang terjadi pada kolom uji. Hasil-
hasil perhitungan dapat dilihat pada bahasan
dibawah ini.
1. Distribusi Air pada Setiap Kolom
Distribusi jumlah air dihitung secara
basah dengan membandingkan antara
berat air dalam sampah untuk berat total
sampah, dimana menggunakan
pembanding berat awal sampah bukan
berat akhir (kering) sampah.
Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa
pola distribusi air sampah pada kolom
L30 tidak sama jika dibandingkan
dengan kolom L15 dan kolom L45.
Lapisan sampah 5,4,3,2 dan 1 pada
kolom L30 mengalami penurunan terus
menerus sehingga memiliki pola grafik
yang berbeda dari kolom lainnya. Hal ini
terjadi karena beberapa faktor antara lain
pengaruh lapisan tanah penutup,
pengaruh proses dekomposisi dan
penguapan, dan keseragaman ukuran
sampah yang tidak dapat dipertahankan
akibat adanya tekanan tiap lapisan
sampah, pergerakan air lindi dalam
sampah dan periode yang berbeda.
Gambar 2. Grafik Distribusi Air setiap
Kolom L
Sumber: Hasil Analisa, 2016
Pola grafik pada kolom L15 dan kolom
L45 memiliki persamaan pola, yang
membedakan hanya pada lapisan sampah
1 dan 6. Lapisan sampah 1 pada kolom
L45 memiliki kadar air 55,385 % lebih
besar dibandingkan dengan kolom L15
yang memiliki kadar air 44,214%,
sedangkan pada lapisan sampah 6 pada
kolom L45 mengalami penurunan 0,25
m sehingga pada grafik tidak ada
polanya. Berdasarkan Grafik distribusi
air pada kolom L memiliki prosentase
kadar air berkisar antara 28,851% sampai
65,891 %.
Gambar 3. Grafik Distribusi Air setiap
Kolom H
Sumber: Hasil Analisa, 2016
Untuk kolom H30 dan H45 memiliki
kadar air maksimal yang hampir sama
yaitu rata-rata 60%. Variasi kadar air
dalam kolom H terjadi akibat
ketidakseragaman ukuran sampah yang
mempengaruhi homogenitas pori setiap
lapisan, dan adanya cover tanah sehingga
terjadi perbedaan pada pola gerakan air di
setiap lapisan.
Berdasarkan Gambar 3 kolom H45
prosentase kadar airnya dari lapisan
sampah dari 6 sampai lapisan sampah 1
memiliki prosentase yang hampir sama
yaitu pada kisaran rata-rata 50%, hal ini
menunjukan air yang di dalam kolom
H45 tidak banyak mengalami penuruna
akibat gaya gravitasi karena tertahan oleh
lapisan tanah penutup. Terjadi
kehilangan jumlah air sampah pada
bagian atas setiap kolom H30 disebabkan
oleh pergerakan air menuju ke dasar
lapisan karena adanya gaya gravitasi dan
penguapan yang terjadi pada lapisan atas
sampah.
Gambar 4. Grafik Distribusi Air setiap
Kolom C
Sumber: Hasil Analisa, 2016
Dari Gambar 4 terlihat bahwa kadar
air pada lapisan sampah 5 sampai lapisan
sampah 1 kolom C relatif lebih stabil
yaitu hanya pada kisaran 50% Hal ini
menunjukkan bahwa kepadatan sampah
yang tinggi membuat air sulit bergerak
karena kapasitas lapangnya kecil dan
membuat kadar air setiap lapisan sampah
relatif sama. Jika dilakukan
perbandingan antara kolom C dan kolom
H yang memiliki perbedaan lapisan tanah
penutup atas, lapisan sampah 6 pada
kolom H memiliki kadar air yang lebih
kecil dibandingkan dengan lapisan
sampah 6 pada kolom C. Tidak adanya
lapisan tanah penutup atas pada kolom H
membuat penguapan lebih besar karena
sampah terkena sinar matahari langsung.
Gambar 5. Grafik Perbandingan
Distribusi Air Kolom L dan
Kolom C
Sumber: Hasil Analisa, 2016
Kolom L dan kolom C mempunyai
perbedaan kepadatan, di mana kolom L
kepadatan rendah dan kolom C
kepadatan tinggi. Gambar 5
menunjukkan bahwa pada kepadatan
tinggi kadar airnya berkisar antara 52%
hingga 58%, sedangkan untuk kepadatan
rendah kadar airnya berkisar antara 43%
hingga 65%. Hal ini karena kepadatan
tinggi mempunyai pori-pori antar
partikel akan lebih kecil sehingga
pergerakan air akan terhambat dan
mengurangi volume air lindi sedangkan
kepadatan yang rendah mempunyai pori-
pori antar partikel lebih besar, sehingga
pergerakan air menjadi lebih bebas dan
memperbesar volume air lindi. Volume
air lindi pada kepadatan tinggi berkisar
antara 530 ml hingga 638 ml sedangkan
volume air lindi pada kepadatan rendah
berkisar antara 428 ml hingga 678 ml,
sehingga dapat disimpulkan bahwa
distribusi air yang terjadi dipengaruhi
oleh kepadatan yang digunakan.
Kolom H dan kolom C mempunyai
perbedaan pada lapisan atanya dimana
tidak ada lapisan tanah penutup atas pada
kolom H. Pada kolom C kadar airnya
berkisar antara 52% hingga 58%,
sedangkan untuk kolom H tanpa lapisan
tanah penutup atas kadar airnya berkisar
antara 44% hingga 62% seperti pada
Gambar6.
Gambar 6. Grafik Perbandingan
Distribusi Air Kolom H dan
Kolom C
Sumber: Hasil Analisa, 2016
Volume air lindi pada kolom C
berkisar antara 530 ml hingga 638 ml
sedangkan volume air lindi pada kolom
H tanpa lapisan tanah penutup atas
berkisar antara 424 ml hingga 634 ml.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
adanya lapisan tanah penutup membuat
kadar air dan volume air lindi lebih kecil
karena mempunyai tingkat penguapan
yang besar akibat adanya kontak
langsung dengan sinar matahari.
Perbedaan periode 15 hari, 30 hari
dan 45 hari menunjukkan kadar air yang
hampir serupa seperti pada gambar 5,
perbedaan yang besar terlihat pada
volume tampungan air lindi dimana
semakin lama periode yang digunakan
maka volume air lindi semakin besar.
2. Perkolasi dan Dekomposisi Sampah pada
Setiap Kolom
Perkolasi adalah kelanjutan dari
proses infiltrasi yaitu pergerakan air ke
bawah dari daerah yang tidak jenuh ke
dalam daerah jenuh, yang terjadi pada
kondisi lapangan (Montarcih, 2010: 18).
Timbunan sampah yang ada didalam
kolom uji akan mengalami proses
dekomposisi karena volumenya
berkurang semakin lamanya periode
penimbunan sampah tersebut.
Terjadinya proses dekomposisi ditandai
dengan penurunan berat awal sampah
sebelum dimasukkan ke dalam kolom uji
dengan berat akhir sampah setelah habis
periodenya. Air lindi yang keluar setiap
harinya akan masuk kedalam botol
penampungan untuk mengetahui
voulumenya dan dicatat.
Tabel 4. Perbandingan Rasio Perkolasi
dan Dekomposisi Masing-
masing Kolom
Sumber: Hasil Perhitungan, 2016
Pada Tabel 4 di atas terlihat bahwa
rasio perkolasi air lindi yang terjadi pada
kolom L antara 8,48% hingga 14,87%,
kolom H rasio perkolasinya antara 5,87%
hingga 9,27%, dan kolom C memiliki
rasio perkolasi antara 7,75% hingga
9,48%. Dari prosentase rasio perkolasi
tersebut dapat kita simpulkan bahwa
kolom L memiliki perkolasi tertinggi.
Dapat disimpulkan bahwa sampah
dengan kepadatan yang lebih tinggi akan
menghasilkan nilai perkolasi yang lebih
kecil daripada sampah dengan kepadatan
yang lebih rendah. Karena sampah
kepadatan rendah memiliki rongga
sampah yang besar daripada kepadatan
tinggi, sehingga pergerakan air lindi dari
lapisan atas ke lapisan bawah lebih
mudah. Berdasarkan tabel 4 di atas
terlihat bahwa prosentase terdekomposisi
yang terjadi pada kolom L antara 30,95%
hingga 45,54%, kolom H prosentase
1 L 15 14,87 30,95
2 L 30 8,48 34,59
3 L 45 9,39 45,54
4 H 15 6,20 42,86
5 H 30 5,87 42,44
6 H 45 9,27 49,96
7 C 15 7,75 42,39
8 C 30 9,48 52,27
9 C 45 9,27 44,75
No Sampel Rasio Perkolasi (%) % Terdekomposisi
terdekomposisinya antara 42,44% hingga
49,96%, dan kolom C memiliki
prosentase terdekomposisi antara
42,49% hingga 52,27%. Dapat kita
simpulkan bahwa rasio perkolasi
memiliki hubungan dengan dekomposisi,
di mana semakin besar prosentase
terdekomposisi yang terjadi pada setiap
kolom maka rasio perkolasinya akan
semakin besar. Akan tetapi ada
kesalahan pada kolom L15 yang
memiliki rasio perkolasi 14,87% dengan
prosentase terdekomposisi 30,95%,
kemungkinan ada air tambahan yang
masuk kedalam kolom L15 sehingga
memiliki perkolasi yang besar.
Gambar 7. Grafik Prosentase
Dekomposisi pada setiap
Kolom Uji
Sumber: Hasil Analisa, 2016
Prosentase dekomposisi yang terjadi
pada setiap kolom berdasarkan pada
Gambar 7 menunjukkan bahwa kolom
dengan kepadatan tinggi memiliki nilai
prosentase dekomposisi lebih tinggi
daripada kolom yang berisi timbunan
sampah dengan kepadatan rendah.
Perbedaan periode dan keseragaman
ukuran sampah juga mempengaruhi
prosentase dekomposisi. Karena dengan
bentuk bahan yang kecil dan homogen,
lebih luas permukaan bahan yang dapat
dijadikan substrat bagi aktivitas mikroba
(Unus, 2002: 78)
3. Penguapan pada Setiap Kolom
Perhitungan penguapan yang terjadi pada
masing masing kolom dilakukan dengan
menggunakan metode neraca air.
Besarnya penguapan didapat dari
pengurangan antara total air awal sampah
dengan jumlah air sampah akhir dan total
perkolasi. Total air sampah adalah air
yang terkandung di dalam sampah dan
penambahan air awal, sedangkan jumlah
air akhir sampah didapatkan dari berat
sampah setelah dioven. Berdasarkan
perhitungan penguapan akan didapat
besarnya jumlah air yang hilang karena
penguapan dan tingkat penguapan setiap
kolom.
Gambar 8. Grafik Tingkat Penguapan
pada Kolom Uji
Sumber: Hasil Analisa, 2016
Tingkat penguapan yang paling besar
dari ketiga periode terjadi pada kolom
H15 yaitu sebesar 7,671 mm/hari dan
tingkat penguapan yang paling kecil dari
ketiga periode terjadi pada kolom L15
sebesar 0,767 mm/hari seperti pada
Gambar 8 di atas. Jika dilakukan
perbandingan antara kolom L dan kolom
H yang memiliki perbedaan pada
kepadatan dan adanya lapisan tanah
penutup atas pada kolom L di mana
kolom L15, L30 dan L45 memiliki
tingkat penguapan 0,767%, 1,893%,
1,495% sedangkan kolom H15, H30 dan
H45 memiliki tingkat penguapan
7,671%, 4,071%, 1,645% ini
menunjukkan bahwa pemberian lapisan
tanah penutup mempengaruhi pengupan
yang ada. Jika dilakukan perbandingan
antara kolom L dan kolom C yang
memiliki perbedaan pada kepadatan pada
kolom L di mana kolom L15, L30 dan
L45 memiliki tingkat penguapan
0,767%, 1,893%, 1,495% sedangkan
kolom C15, C30 dan C45 memiliki
tingkat penguapan 6,801%, 3,053%,
1,046%. Kepadatan sampah yang tinggi
dan pemberian lapisan tanah penutup atas
dapat mempengaruhi nilai tingkat
penguapan yang ada. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Prayogo (2014),
menunjukkan bahwa penguapan akan
menurun seiring dengan lamanya waktu
karena penguapan yang tinggi hanya
terjadi pada saat awal penelitian. Hal
tersebut dikarenakan faktor jumlah air
yang terkandung di dalam kolom
semakin menurun. Perhitungan
penguapan secara teoritis dapat
menggunakan metode Blaney-Criddle
dapat dilihat pada Tabel 5. dengan
koordinat yang digunakan pada
perhitungan adalah untuk kota Malang
yaitu 7º 16’ LU 112º 43’ BT/7,267º LS
112,717º BT.
Tabel 5. Penguapan potensial
menggunakan Blaney-Criddle
Sumber: Hasil Perhitungan, 2016
Untuk perhitungan penguapan
dengan menggunakan metode Blaney-
Criddle didapatkan hasil sebesar 4,44
mm/hari. Jika dibandingkan antara
perhitungan empiris dan teoritis, maka
tingkat penguapan masing-masing kolom
berada pada kisaran 0,767 mm/hari
hingga 4,071 mm/hari dan yang paling
mendekati dari hasil teoritis adalah
kolom H30. Apabila nilai tingkat
penguapan pada kolom melebihi nilai
penguapan metode teoritis maka terdapat
ketidaksesuaian perhitungan karena nilai
penguapan berdasarkan metode teoritis
seharusnya lebih tinggi daripada
perhitungan penguapan pada setiap
kolom uji.
D. KESIMPULAN
Penelitian dan hasil analisa data ini
dilakukan untuk menjawab rumusan-rumusan
masalah tentang pengaruh pemberian lapisan
tanah penutup (cover) terhadap distribusi air
lindi pada timbunan sampah dengan media
sampah campuran. Berdasarkan analisa
terhadap data-data tersebut, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Distribusi yang terjadi pada kolom uji
a. Semakin tinggi kepadatan sampah
maka semakin lambat pergerakan
airnya, karena air di dalam lapisan
sampah yang bergerak ke bawah
kolom uji terhambat oleh pori-pori
antar partikel sampah yang rapat.
Sedangkan pada kepadatan rendah
pergerakan air lebih terlihat dengan
terjadinya fluktuasi pada setiap 0,5m
lapisan sampah.
b. Perbedaan periode 15 hari, 30 hari dan
45 harian, tidak memiliki pengaruh
yang besar terhadap distribusi air
didalam lapisan sampah. Hal ini
disebabkan karena adanya lapisan
tanah penutup pada setiap 0,5m
lapisan sampah, sehingga kadar air
yang dimasukkan pada awal
penelitian tertahan dan tidak banyak
bererak ke lapisan bawah kolom.
c. Kadar air terkecil terjadi pada lapisan
sampah paling atas. Kepadatan yang
tinggi dan pemberian lapisan tanah
penutup di bagian atasnya ternyata
mempercepat proses hilangnya kadar
air di dalam lapisan sampah
2. Perkolasi air lindi yang dihasilkan dari
setiap kolom tersebut tidak dapat
diprediksi, karena adanya pemberian
lapisan tanah penutup pada setiap 0,5m
lapisan sampah dan sulitnya menjaga
keseragaman sampah yang tidak dapat
dipertahankan pada penelitian ini.
Bulan Agustus September Oktober
P 0,27 0,28 0,28
t (°C) 27 27 27
c 0,75 0,8 0,8
Et0* 5,5 5,7 5,7
Et0 4,1 4,6 4,6
Rata-rata
(mm/hari)4,44
Keluaran air lindi pada sampah dengan
kepadatan rendah lebih lebih sering
dibandingkan dengan sampah kepadatan
tinggi, karena pori-pori antar partikel
sampah lebih besar. Dekomposisi juga
mempengaruhi jumlah tampungan dan
keluaran air lindi. Sampah dengan
kepadatan tinggi memiliki laju
dekomposisi yang lebih besar
dibandingkan dengan sampah kepadatan
rendah. Perbedaan periode dan
keseragaman ukuran sampah juga
mempengaruhi prosentase dekomposisi.
3. Pengamatan terhadap penguapan yang
terjadi pada lapisan sampah
menunjukkan bahwa lapisan atas pada
masing-masing kolom memiliki
prosentase total air yang hilang lebih
besar dibandingkan dengan lapisan
bawah. Hal tersebut dikarenakan lapisan
atas mengalami penguapan maksimum
akibat kontak dengan sinar matahari
langsung. Kolom tanpa lapisan tanah
penutup atas memiliki tingkat pengupan
yang paling besar.
4. Pemberian lapisan tanah penutup (cover)
membuat air di dalam sampah tertahan
sehingga kadar air pada lapisan sampah
rata-rata mencapai 50%. Akibat adanya
cover perkolasi yang terjadi tidak dapat
diprediksi dan dekomposisi pada sampah
dengan kepadatan tinggi berlangsung
lebih cepat. Adanya lapisan tanah
penutup atas pada sampah kepadatan
tinggi menyebabkan penguapannya
berlangsung lebih cepat pada kedalaman
-0,25m.
E. SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah
dilaksanakan tentang “Studi Pengaruh
Lapisan Tanah Penutup (cover) Terhadap
Distribusi Air Lindi pada Timbunan Sampah
dengan Menggunakan Media Sampah
Campuran”, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan antara lain adalah:
1. Tempat pelaksanaan praktikum yang
digunakan sebagai tempat kolom uji
harus mendukung penelitian dengan
tempat yang terkondisikan dengan baik
agar material lain tidak masuk ke dalam
kolom atau bahkan tampungan air lindi
karena dapat mempengaruhi hasil yang
diperoleh.
2. Sampah yang dikeringkan diperoleh
dengan melakukan penjemuran dengan
sinar matahari terlebih dahulu, kemudian
di oven karena terbatasnya alat. Saran ke
depannya agar diberikan dukungan alat
pengering agar proses pengeringan lebih
cepat.
3. Kelemahan skripsi ini adalah
keseragaman sampah tidak maksimal
karena keterbatasan bahan. Untuk
mendapatkan keseragaman sampah yang
akurat maka dalam proses mencampur
memasukkan sampel ke kolom uji
baiknya dilakukan dalam satu periode
yang sama contohnya kolom L15, kolom
L30 dan kolom L45 dibuat bersamaan
agar bisa diselidiki pengaruh perbedaan
periodenya
DAFTAR PUSTAKA
Alverina, Jannatin Clara. 2016. Studi
Distribusi Air Lindi Pada Timbunan
Sampah Dengan Menggunakan Media
Sampah Campuran. Universitas
Brawijaya
Damanhuri, Enri. 2008. Pengelolaan
Leachate. Diktat Landfilling Limbah –
Versi 2008.
Damanhuri. E dan Padmi. T. 2011. Teknologi
Pengololaan Sampah. Edisi pertama.
Bandung: ITB.
Jaramillo, Jorge. 2003. Guidelines For the
Design, Construction and Operation of
Manual Sanitary Landfills. Peru : Pan
American Center for Sanitary
Engineering and Environmental
Sciences.
Montarcih, Lily. 2003. Hidrologi Teknik
Dasar. Edisi pertama. Malang: Citra
Malang.
Prayogo, T Budi. 2014. Water Content
Distribution in a Landfill Site in a
Tripical Climate Condition.
Disertasi. Jepang: University of
Miyazaki
Unus, Suriawiria. (2002). Pupuk Organik
Kompos dari Sampah, Bioteknologi
Agroindustri. Bandung : Humaniora Utama
Press
top related