jurnal irsyad edisi 2

Post on 12-Jun-2015

1.670 Views

Category:

Documents

3 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

1

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

Jurnal IrsyadEdisi Kedua

2

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

Diterbikan oleh:Jurusan Bimbingan Penyuluhan IslamFakultas Dakwah & KomunikasiUIN SGD Bandung

Penanggung Jawab :Drs. H. Isep Zaenal Abidin, M.Ag

Pemimpin Redaksi:Aep Kusnawan, M.Ag

Redaktur Pelaksana:Sukron Abdilah, S.Sos.I

Penyunting Ahli :Drs. Dadang A Fajar, M.AgElly Marlina, M.SiLilis Satriah, M.PdHajir Tajiri, M.Ag

Dewan Redaksi:Dudi Imaduddin, M.AgAbdul Mujib, M.AgUwes Fathoni, M.AgAnggit Garnita, S.Ag

Distribusi:Dede Lukman, M.Ag

Lay Out IsiRonKreativa

Alamat Redaksi:Jln. A.H. Nasution No 105 Cibiru Bandung 40614 No Tlp.(022)7810788. E-mail: jurusanbpibandung@gmail.com. website:http://www.bpinews.info. Redaksi menerima karya tulis ilmiah dari dosen, alumni dan mahasiswa. Panjang tulisanmaksimal 15 halaman 1,5 spasi ukuran A4. Naskah bisa berupa hasil penelitian/skripsi/tesis/disertasi atau artikel ilmiahkonspetual: ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, dilengkapi abstrak sekitar 100-150 kata. Penulisdiharapkan menyertakan biodata dan setiap kutipan harus menuliskan sumbernya dengan sistem endnotes. Tulisandalam file soft copy dikirim melalui e-mail atau bisa juga dalam bentuk hard copy ke sekretaris Jurusan BimbinganPenyuluhan Islam.

Daftar ISI

1. Pengembangan Dakwah Melalui Bimbingandan Penyuluhan Islam -- 3Oleh KH Syukryadi Sambas2. Psikologis Keluarga dan Pengasuhan -- 18Oleh Elly Marlina3. Keterampilan Konseling -- 46Oleh Hajir Tajiri4. Eksplorasi Kajian Bimbingan IslamKontemporer -- 67Oleh Duddy Imanuddin Effendi

3

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

KH. Syukriadi Sambas

“...Tiadalah Kami alfakan sesuatu pun di dalamal-Kitab...” (Q.S. aAn’am: 38).

“(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itumencari tempat berlindung ke dalam gua, lalumereka berdo’a: ‘Wahai Tuhan kami berikanlahrahmat kepada kami dari sisi-Mu, dansempurnakalah bagi kami petunjuk yang lurusdalam urusan kami (ini)” (Q.S. al-Kahfi: 10)

“Dan orang-orang yang diberi ilmu (Ahl-Kitab)berpendapat bahwa wahyu yang diturunkankepadamu dari Tuhanmu itulah yang benar danmenunjuki (manusia) kepada jaalan Tuhan yangMaha Perkasa lagi Maha Terpuji” (Q.S. saba: 6)

Perintah melaksanakan dakwah Islam jugaberarti perintah membangun keilmuannya

dan mengadakan segala sesuatu yang berkaitan bagiterselenggaranya perintah tersebut dengan baik,benar dan profesional. Dan merealisasikan segalasesuatu yang di perintahkan adalah kewajiban bagiyang menerima perintah, dengan demikianmembangun dan mengembangkan keilmuan dakwah

PENGEMBANGAN DAKWAH MELALUIBIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

Sebuah Pengantar

4

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

dengan berbagai macam disiplinnya sejalan dengankewajiban dakwah itu sendiri.

Dakwah Islam sudah menjadi suatu disiplin ilmuyang mandiri dalam khajanah Ilmu Agama Islamwalaupun pengakuan formalnya di Indonesia barudiakui tahun 1982 melalui K.M.A.RI nomor 110/1982setelah mendapat rekomendasi dari Lembaga IlmuPengetahuan Indonesia. Dakwah Islam sebagai suatudisiplin ilmu yang mandiri –antara lain- ditegaskanoleh Dr. Ahmad Ghalwus bahwa dakwah Islam itusudah menjadi suatu disiplin ilmu yang mandiri, sebabilmu dakwah memenuhi persyaratan yangdisyaratkan bagi sebuah bangunan suatu disiplin ilmusebagaimana disiplin Ilmu Agama Islam yang lainnya,baik dari segi ontologis, epistemologis danaksiologisnya.

Upaya optimalisasi dan maksimalisasipengembangan keilmuan dakwah Islam denganberbagai macam sub disiplinnya adalah bagian darikewajiban bagi para pakar dakwah Islam khususnyadan pakar ilmu agama Islam pada umumnya sebagaibaginan dari perjuangan mengatasi persoalankeutamaan yang semakin komplek dalam memasukimilenium ketiga. Sebab, memasuki milenium ketigaini manusia akan semakin banyak menghadapipersoalan kehidupan keagamaan yang diakibatkanoleh kemajuan sains, teknologi modern, pertukaranbudaya global, dan persaingan global pula –misalnyaterjadinya perubahan dan pergeseran nilai-nilai positif

5

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

oleh nilai-nilai negatif, dan menimgkatnyapelanggaran ajaran agama dan norma budaya positiflokal sebagai penyakit mental dan sosial yang berartipula sebagai problema kehidupan mad’u. Dalamsuasana seperti ini, dakwah Islam dengan berbagaimacam bentuk kegiatannya semakin memerlukanpenanganan secara propesional dan proporsional.

Salah satu bentuk kegiatan dakwah adalahbimingan dan penyuluhan Islam, bagaimana posisi,materi dan prospek pengembangan keilmuannya?Persoalan ini memerlukan jawaban dari sudutpandang filsafat ilmu yang berbasiskan kepada al-Qur’an, sunah dan produk ijthihad dalammemperkokoh dan mengembangkan disiplin ilmubimbingan dan penyuluhan Islam sebagai bagian dariilmu agama Islam.

Sebagai bahan diskusi, makalah ini membatasipaparan singkatnya pada: (1) aspek ontologis, (2)epistemologis, (3) aksiologis dan (4) proses takwinkader profesional bimbingan dan penyuluhan Islam.Aspek yang pertama, dibatasi pada mengungkaptentang hakekat bimbingan dan penyuluhan Islamsebagai sub fenomena kajian ilmu dakwah dansebagai sub disiplin ilmu dakwah. Aspek yang kedua,dibatasi dengan mengungkap metode ilmubimbingan dan penyuluhan Islam. Aspek ketigadibatasi pada mengungkap fungsi dan nilai guna ilmubimbingan penyuluhan Islam. Sedangkan aspek yangkeempat mengungkap tentang proses takwin

6

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

(pembentukan) kader pembimbing (mursyid) danpenyuluh (wa’izh) profesional melalui prpses belajarmengajar pada perguruan tinggi agama Islam.

A. Hakekat BIMBINGAN ISLAM dalam KeilmuanDakwah

Bimbingan dan Penyuluhan Islam terdiri atasdua buah term, yaitu Bimbingan Islam danPenyuluhan Islam. Bagi yang pertama, berasal dariterm irsyad, yaitu prilaku muslim (niyat, irodat, danamal) berupa menunjukan ajaran, menutunpelaksanaanya, dan membantu pemecahanproblema kehidupan orang lain dengan bahasa lisandan perbuatan yang berlangsung dalam suasanatatap muka. Proses irsyad ini melibarkan unsur (1)mursyid, (2) pesan (3) media, (4) metode, (5) mursyadbih (penerima), dan (6) tujuan. Sedangkan yangkedua, berasal dari term wa’zh atau mau’izhah yaituprilaku muslim (niyat, iradat, dan ‘amal) berupamentransmisikan ajaran Islam kepada orang laindengan bahasa lisan dan perbuatan dalam suasanatatap muka dan dialogis. Proses wa’zh ini melibatkanunsur (1) wa’izh (2) pesan, (3) media, (4) metode, (5)mau’uizh bih, dan (6) tujuan.

Irsyad dan wa’zh ini sebagai bagian dari dakwahIslam dilihat dari segi bentuk kegiatannya, dari segikontek dakwah, yaitu interaksi antara unsur da’i danmad’u secara kualitas dan kuantitas, irsyad dan wazhini termasuk kedalam kontek dakwah nafsiyah, kontek

7

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

dakwah fardiyah, dan dakwah fi’ah qalilah, sebabkontek dakwah katsirah termasuk kategori tabligh.

Interaksi antar unsur irsyad dan wa’zhmelahirkan problema irsyad dan wa’zh yang menjadiobjek formal disiplin ilmu BIMBINGAN ISLAM sebagaisalah satu bagian dari objek formal dakwah.Sedangkan objek materialnya adalah “perilakukeislaman dalam menjalankan ajaran Islam yangberkaitan dengan kewajiban melaksanakan dakwahIslam”, dan dakwah Islam sebagai bagian dari prilakukeagamaan Islam, pada tataran prilaku keagamaanIslam inilah BIMBINGAN ISLAM bagian dari dakwahbersentuhan dengan ilmu agama Islam, dan dalamtataran prilaku keagamaan akan bersentuhan denganbidang ilmu sosial.

Macam-macam problema BIMBINGAN ISLAMini yang menjadi fenomena kajian keilmuannya“dapat”dirumuskan menjadi : (a) problema kualitasmursyid dan wa’izh yang dilahirkan dari interaksiunsur-unsur (1) dengan (2) dalam prosesBIMBINGAN ISLAM , (b) problema efktivitas danefesiensi BIMBINGAN ISLAM yang dilahirkan dariinteraksi antara unsur: (1) dengan unsur (3) dan unsur(4) dalam proses BIMBINGAN ISLAM, interaksi inijuga melahirkan problema (c) keterampilan danprofesionalisme mursyid dan wa’izh, (d) problem citramursyid dan wa’izh yang dilahirkan dari interaksiantara unsur (1) dengan unsur (5), dan interaksi inimelahirkan pula problema (e) respons mursyad bih

8

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

dan mau’izh bih dan (f) problem “keberha-silan”BIMBINGAN ISLAM yang dilahirkan dariinteraksi antara unsur (1) dengan unsur (6) dalamproses BIMBINGAN ISLAM.

Adanya problem BIMBINGAN ISLAM yangdimunculkan oleh interaksi antara unsurnya mengacupada adanya empat macam pengaruh sesuatuterhadap sesuatu yang diajukan oleh al-‘Amiri, yaitu(1) pengaruh ajsam (fisik) terhadap ajsam sepertimagnit, (2) pengaruh anfus terhadap ajsam sepertido’a, (3) pengaruh ajsam terhadap anfus sepertigetaran benda terhadap pendengaran srbagaijendela nafs dan (4) pengaruh anfus terhadap anfusseperti nasehat dalam dakwah.

Hakekat unsur-unsur BIMBINGAN ISLAMsebagai fenomena keilmuan dalam tataran konsepdapat dijelaskan secara singkat, yaitu (1) mursyid damwa’izh adalah seorang muslim ‘aqil, baligh, memilikipengetahuan tentang agama Islam danilmu yangberkaitan dengan dakwah Islam,dan telahmenegakkan dakwah nafsiyah (menda’wadi dirisendiri oleh dirinya sendiri), (2) pesan irsyad dan wa’zhyaitu ajaran Islam yamg memiliki karakteristik sebagaidin al- fitrah , al-aql, al- fikir, al- ilm, al-hikmah, al-burhan, al-hujah,al-wijdan, al-huriyah, al-istiqlal, danfungsi lainya,(3) media, yaitu suatu yang menjadisaluran atau yang dilewati pesan berupa bahasa yangbaik (ahsanu qawlan) dan amal yang baik pula(ahsanu’amala), (4) metode, yaitu aktualisasi

9

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

penggunaan media “dapat berupa” mujahadah nafs,dhabth nafs, wiqayah nafs, tazkiyah nafs, do’a syifa,nasihat, ceramah, dialog, ta’lim, tamsil, dan qudwahhasanah, (5) mursyad bih mau’uzh bih, yaitu individumuslim, kelompok kecil dan kolompok menengahyang memerlukan pembinaan, peningkatan kualitaskeagamaan, dan memerlukan bantuan penyelesaianproblem kehidupan, dan (6) tujuan BIMBINGANISLAM adalah suatu situasi dan kondisi kualitaskehidupan mursyad bih mau’uzh bih yang ditentukansesuai dengan tuntutan situasi dan kondisipersoalannya.

Zainuddin al-Bagdadi mengkaitkan hakikatnashihah dengan mau’izhah, dengan demikianmacam-macam kegiatan nashihah dalam tatarankonsep “dapat” menjadi fenomena kajianBIMBINGAN ISLAM, penjelasan Zainuddin al-Bagdadiini sebagai salah satu syarah hadist tentang “agamaislam sebagai nashihah bagi Allah, Kitab, Rasul,Pemimpin Umat, dan Umat Muslimin”. Ringkasannyasebagai berikut:

Nashihah bagi Allah berintikan mengesakanAllah, meyakini segala sifat yang dimiliki-Nya,mentaati segala perintah-Nya, menjauhi segalalarangan–Nya, mencintai-Nya, berdo’a kepada-Nya,dan berjihad dijalan–Nya. Nashihah bagi Kitab Allahberintikan mengimani, mengagungkan, membaca,mempelajari Kitab Allah, memahami dan mengkajiilmu–ilmunya, memikirkan kandungan-kandungan

10

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

ayat-ayatnya, menyebarluaskannya, danmempertahankannya. Nashihah bagi Rasul Allahberintikan mengimani dan mencitai Rasul,mempelajari sunahnya, mengikuti jejak langkahnya,menghidupkan dan menyebarluaskan sunahnya,mencintai keluarganya dan para sahabatnya, danmempertahankan sunahnya. Nashihah bagi paraPemimpin Muslim berintikan membantu penegakankebenaran dan keadilan, mentaati perintahnya yangsesuai dengan ajaran, mengingatkan kekeliruan dankesalahannya secara arif bijaksana danmendo’akannya agar asil dan bijaksana, dalammenjalankan tugasnya. Dan nashihah bagi UmatMuslim berintikan mengajar dan membimbingmereka ke arah kemaslahatan urusan keagamaan dankeduniaan mereka, saling mencintai, menutupi aibnyayang perlu ditutupi, membantu dan mendorongpemecahan masalah yang dihadapinya, menjauhkansikap dan prilaku saling membenci, dan membentengisesama muslim dari musuh Islam terhadap musuhIslam di manapun dan kapanpun.

Mengacu pada hakikat BIMBINGAN ISLAM yangdi ketemukan, maka ilmu BIMBINGAN ISLAM “dapat”dirumuskan sebagai kumpulan pengetahuan tentanginternalisasi ajaran Islam dalam kontek dakwahnafsiyah, fardiyah, dan fi’ah,yang bersumber pada al-Qur’an sunah, dan ijtihad untuk mewujudkankebenaran, keadilan dan menegakkan f itrah

11

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

kemanusiaan muslim dalam kenyataan kehidupan-nya.

B. Metodologi, Struktur dan Klasifikasi IlmuBIMBINGAN ISLAM

Sebagai suatu sub disiplin Ilmu dakwah, IlmuBIMBINGAN ISLAM menjalankan fungsi keilmuannya,paling tidak, melalui tiga metode, yaitu: (1) metodeistinbath, (2) iqtibas, dan (3) istikra. Definisi masing-masing “dapat” dirumuskan sebagai berikut:

Metode istinbath adalah proses penalarandalam menjelaskan, memprediksi dan mengevaluasihakikat BIMBINGAN ISLAM dengan mengacu padaal-Qur’an, sunah, dan produk ijtihad ulama dalammemahami keduanya. Produk metode ini menjaditeori ulama dalam ilmu BIMBINGAN ISLAM. Metodeiqtibas adalah proses penalaran dalam menjalaskan,memprediksi dan mengevaluasi hakikat BIMBINGANISLAM dengan mengambil pelajaran dari teori ilmusosial dan filsafat manusia. Hal ini dapat dilakukanmengingat objek material ilmu sosial dan filsafatmanusia yang mengkaji fenomena prilaku manusia,dengan catatan hal-hal yang secara subtansialbertentangan dengan sumber utama BIMBINGANISLAM, yaitu al-Qur’an dan al-Sunah “harus” segeradikoreksi oleh teori utama BIMBINGAN ISLAM.Produk metodekedua ini menjadi “teori menengah”atau teori kedua BIMBINGAN ISLAM. Dan metodeistiqra adalah proses penalaran dalam menjelaskan,

12

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

memprediksi dan mengevaluasi hakikat BIMBINGANISLAM melalui kegiatan penelitian pada tatarankonsep dan pada tataran realitas macam-macamaktivitas BIMBINGAN ISLAM dengan cara kerja ilmiah.Produk metode ketiga ini menjadi teori ketigaBIMBINGAN ISLAM. Dengan demikian terdapatempat wilayah teori BIMBINGAN ISLAM, yaituwilayah suatu teori BIMBINGAN ISLAM sebagaiproduk metode iqtibas, wilayah tiga teoriBIMBINGAN ISLAM produk istiqra jika menggunakanproduk BIMBINGAN ISLAM wilayah satu dalammenganalisis masalah penelitiannya, dan wilayahempat teori BIMBINGAN ISLAM produk metodeistiqra jika menggunakan teori BIMBINGAN ISLAMwilayah dua dalam menganalisis masalahpenelitiannya.

Metodologi perolehan pengetahuan yang lazimdigunakan secara persial dapat dipinjam secaraproposional, yaitu motidologi yang berbasis padaaliran teori pengetahuan Empericsim (al-Mazhab al-Tajribi), Rasionalism (al-Mazhab al-‘Aqli), Criticism(al-Mazhab al-naqd), Misticism (al- Mazhab al-Shufi).

Aktualisasi metodologi keilmuaan BIMBINGANISLAM akan melahirkan sejumlah teori BIMBINGANISLAM sebagai isi dari keilmuan BIMBINGAN ISLAMitu sendiri, reori tersebut berkaitan dengan unsur-unsur proses BIMBINGAN ISLAM dan interaksi antaraunsur-unsurnya. Kategorisasi teori ini antara laindapat dirumuskan sebagai berikut:

13

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

Pertama, teori citra: proposisi-proposisihasilistinbath, iqtibas, dan istiqra, mengenai mursyid danwa’izh. Kedua, teori pesan: proposisi-proposisi hasilistinbath, iqtibas, dan istiqra mengenai pasanBIMBINGAN ISLAM. Ketiga, teori efektivitas:proposisi-proposisi hasil istinbat, iqtibas, dan istiqramengenai media dan metode BIMBINGAN ISLAM.Keempat, teori medan BIMBINGAN ISLAM: proposisi-proposisi hasil istinbath, iqtibas, istiqra mengenaiberbagai persoalan mursyad bih dan mau’uzh bih.Kelima, teori respon: proposisi-proposisi hasilistinbath, iqtibas, istiqra mengenai perubahan aspeksikap, pengetahuan dan tindakan mursyad bih danmau’uzh bih terhadap pesan BIMBINGAN ISLAM.

Berdasarkan pada hakikat BIMBINGAN ISLAMdan metodologinya, maka stuktur keilmuanBIMBINGAN ISLAM yang menjadi keharusan baginya“dapat” distrukturkan menjadi (1) ilmu sumber, (2)ilmu dasar teoritik BIMBINGAN ISLAM, dan (3) ilmuteknik BIMBINGAN ISLAM. Bagi yang pertama berupadisiplin yang memberikan kerangka ihtida bi al-Qur’an dan iqtida bi al-Sunah, yaitu tatanan dantuntunan “normatif konseftual” dan “ konseftualoprasional’. Kedua,berupa disiplin BIMBINGANISLAM yang memberikan kerangka teori danmetodologi BIMBINGAN ISLAMyang berfungsimemberikan dasar-dasar teoritik dan metodologikkeahlian BIMBINGAN ISLAM. Dan ketiga, berupadisiplin yang memberikan perangkat oprasional

14

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

kegiatan BIMBINGAN ISLAM, yang dapatdikategorikan sebagai “teknologi irsyad bihdanteknologi wa’zh”atau mau’uzh. Dari segi konsentrasidengan mengacu pada pengelampokan aktivitas ke-BIMBINGAN ISLAM- an memunculkan tiga macamkonsentrasi studi, yaitu studi bimbingan Islam(irsyad), studi penyuluhan Islam (wa’zh) ataumauizhah dan studi psikoterapi Islam atau religioterapi Islam (istisyfa). Oleh karena itu, maka klasifikasikeilmuanBIMBINGAN ISLAM tercermin dalammacam-macam mata kuliah program studiBIMBINGAN ISLAM sebagaimana tercantum dalam“kurikulum jurusan BIMBINGAN ISLAM “yang selalumemerlukan pengkajiaan terus-menerus dalammengantisipasi perkembangan jaman yang selaluberubah di samping ada sesuatu yang tidak berubah.

Macam keilmuan BIMBINGAN ISLAM, “dapat’’pula digolongkan pada perspektif basis teoritik yangdigunakannya, yaitu perspektif al-Qur’an, sunah,psikologi, sosiologi, filsafat, antropologi budaya,sejarah, dan komunikasi dan ke-BIMBINGAN ISLAM-an itu sendiri sebagai perspektif, selain penggolonganberdasarkan prospektif, “dapat” pula diklasifikasikandengan mendasarkan pada konsentrasikajian masing-masing unsur BIMBINGAN ISLAM, sehinggamelahirkan kategorisasi ilmu tentang mursyid danwa’izh, ilmu tentang pesan, ilmu tentang media danmetode, dan ilmu tentang mursyad bih dan mau’uzhbih.Dengan mengacu pada setruktur dan klasifikasi

15

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

keilmuan BIMBINGAN ISLAM membawa konsekuensilogis posisi dan status keilmuan BIMBINGAN ISLAMberkarakter sebagai ilmu yang interdisipliner.

C. Fungsi, Nilai Guna dan Tujuan Ilmu BIMBINGANISLAM

Fungsi ilmu BIMBINGAN ISLAM “dapat”dirumuskan sebagai (1) manhaj mentransformasikanajaran Islam menjadi tatanan dan tuntunan individudan kelompok muslim dalam mengaktualisasikanfungsi ke- abid-an dan ke-khalifah –annya, (2)mentranspormasikan niyat dan iradat menjadi amalshaleh, dan (3) membangunkan dan mengembalikanatau kelompok manusia muslim bermasalahpadafitrah dan meluruskan tujuan hidupnya berdasarkanal-Qur’an dan sunah. Nilai guna ilmu BIMBINGANISLAM secara filosofis “dapat’’ dirumuskan secaraikhtiar menegakkan kebenaran objektif, keadilan,amar ma’ruf-nahyi munkar, membangunkan danmengembalikan fitrah manusia, meneguhkan fungsihidup sebagai ‘abid dan khalifah Allah menurutQur’an dan sunah, dan mensyukuri nikmat akal.

Sedangkan tujuan ilmu BIMBINGAN ISLAMsecara filosofis “dapat” dirumuskan, yaitu untuk (1)memberikan landasan dan sekaligus mengarahkanproses irsyad dan wa’zh Islam yang bersumber padaal-Qur’an dan al-Sunah. Secara objeltif-profesional;(2) melakukan kritik dan koroksi proses irsyad danwa’zh Islam dan sekaligus mengevaluasi-nya;

16

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

(3)menegakkan kebenaran dan keadilan diatas dasartauhidullah dan tauhid risalah; (4) ikhtiarmenyempurnakan jiwa manusia baik dari sudutteoritis maupun praktis.

D. Takwin Kader Mursyid dan Wa’izh ProfesionalKependidikan BIMBINGAN ISLAM melalui

institusi jurusan BIMBINGAN ISLAM bertujuanmendidik dan membentuk kader mursyid dan wa’izhprofesional yang kokoh berakidah Islam, berfitrahIslam, berakhlak mulia yang memiliki keahlian danketerampilan dalam Irsyad dan wa’zh Islam sertaberguna bagi masyarakat, bangsa dan negaradibawah naungan riddha Allah SWT. Identitas alumnijurusan BIMBINGAN ISLAM adalah ahli irsyad danahlu wa’izh Islam.Oleh karena itu proses PBM bagiprogramstudi BIMBINGAN ISLAM merupakan sistempembentukan kader mursyid dan wa’izh yang terdiridari unsur ta’lim (tranmisi ilmu), takwin(pembentukan karakter), tandzim (penataan), danwada (pelepasan kemandirian).

Guna mewujudkan misi dan visi tersebut,diperlukan model dan substansi kurikulum yangsejalan, relevan dan antisifatif terhadap berbagaipersoalan irsyad dan wa’zh yang diaktualkan dalammekanisme akadenik yang dinamis, kreatif,demokratik, dan profosional antara bobot kajianteoritik di suatu sisi lain melalui fungsionalisasilabolatorium dakwah.

17

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

Penutup: “Perspektif BIMBINGAN ISLAM “Produk utama dari segala ikhtiar pengem-

bangan keilmuan BIMBINGAN ISLAM adalahterbentuknya “perspektif BIMBINGAN ISLAM”, yaitudi milikinya berbagai teori BIMBINGAN ISLAM yangmenjelaskan identitas kehadirannya dan sesuatu diluar dirinya yang bersentuh dalam tataran objekmaterialnya. Dengan demikian “perspektifBIMBINGAN ISLAM” berintikan kerangka konseptual,seperangkat asumsi-asumsi, seperangkat nilai-nilai,dan pseperangkat gagasan tentang BIMBINGANISLAM yang menuntun persepsi ilmuan BIMBINGANISLAM dan praktisinya yang pada gilirannyamewujudkan dalam aksi nyata sesuai situasi dankondisinya.

Tugas pengembangan “presepektif BIMBI-NGAN ISLAM “ bukan dilakukan pada jenjang S1,tugas jenjang S2, dan S3, sebab tugas S1 adalahmempelajari, memahami dan mengaplikasikan teoriBIMBINGAN ISLAM. Nasrum min Allah wa FathunQarib.

18

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

Oleh: Elly Marlina

Pengantar

Dalam cara pandang kehidupan tradisional,pembentukan kepribadian anak sering

dipengaruhi oleh kapasitas peran ibu dalammengasuh dan membesarkannya. Kondisi iniberbeda dengan cara pandang pada kehidupanmodern, pembentukan kepribadian anak selain peranbesar ibu juga sangat diharapkan dari figur seorangayah. Dalam keluarga figur ayah mutlak sangatdiperlukan dengan peran-peran strategisnya antaralain: dalam pemecahan konflik keluarga, pengasuhananak dan tantrum.

Hampir semua manusia dibesarkan dalamlingkungan keluarga, baik keluarga aslinya yangmeliputi ayah dan ibu serta saudara-saudarakandungnya maupun keluarga pengganti yaitukeluarga yang bukan merupakan orangtuakandungnya.

Keluarga merupakan ikatan suami istri yang sahmelalui proses perkawinan. Perkawinan merupakanpenyatuan dua individu antara pria dan wanitadengan melibatkan persamaan dan perbedaan(Laswell & Laswell, 1987). Knox (1988)mendefinisikan perkawinan sebagai penyatuan duaorang dewasa berlainan jenis dalam bentuk

Psikologis Keluarga dan Pengasuhan:Pentingnya Ayah Sebagai Figur dalam

Keluarga dan Pengasuhan

19

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

hubungan emosional yang sah berdasarkan hukumdimana mereka berdomisili. Hornby (dalam Walgito,1984) mendef inisikan perkawinan sebagaibersatunya dua orang menjadi suami istri. Suamimerupakan sebutan untuk laki-laki yang telahmenikah dan istri merupakan sebutan untukperempuan yang telah menikah dan keduanyasepakat untuk membentuk rumah tangga.Sedangkan menurut undang-undang perkawinanRepublik Indonesia (UU No. 1 tahun 1974)menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahirbatin antara seorang laki-laki dan seorang perempuansebagai suami istri dengan tujuan membentukkeluarga yang bahagia berdasarkan ketuhanan yangmaha esa.

Di dalam keluarga untuk pertama kali individubelajar memperoleh pendidikan tentangketerampilan dan norma yang berlaku dalammasyarakat. Pendidikan yang dilakukan dalamkeluarga dari orangtua atau orang-orang yang lebihtua terhadap anggotanya yang lebih muda dilakukandalam beberapa bentuk: dapat berupa modeling atauproses peniruan, pembiasaan dan insight ataupengertian bagi individu yang sudah bisa diajakberfikir. Pendidikan sebagai faktor lingkungan akanturut membentuk kepribadian anak disampingketurunan.

Keturunan atau genetik merupakan faktorbawaan karena tiap individu mendapat turunan

20

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

kromosom atau gen sifat dari ibu dan ayahnya,sehingga anak akan memiliki sifat fisik juga psikisyang mirip dengan orang tuanya. Adapun faktorlingkungan merupakan kondisi sosial dan alamtempat individu tumbuh dan berkembang.

Berkaitan dengan faktor lingkungan, keluargamerupakan lingkungan pertama yang memberipengaruh mendalam terhadap anak-anak. Dalamlingkungan keluargalah seorang anak untuk pertamakali memperoleh kemampuan dasar, baik sosialmaupun intelektualnya. Bahkan ekspresi anaksebagai perwujudan emosi diri dalam hubungannyadengan orang lain juga dipelajari dari keluarganya.Pada anak yang tidak pernah mendapat kasih sayangdan contoh cara memberi kasih sayang, maka dalampergaulan dengan orang lain pun sulit bisamenunjukkan kasih sayang.

Dalam kehidupan keluarga tidak selamanyaharmonis, sering didapati persoalan yang membuatanggota keluarga merasa tertekan karenaketidaksesuainya antara harapan dan kenyataan (dassein dan das sollen). Permasalahan yang dihadapi inidapat mengakibatkan frustrasi. Misalnya harapan istriatas suami untuk bersedia bekerja sama dalammengasuh anak tetapi dalam kenyataannya suamilebih bersifat pasif, atau bahkan menghadapi perilakuanak yang tantrum dan sebagainya.

Figur ayah dan ibu dalam keluarga

21

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

Hampir bisa dipastikan bahwa kepribadian anaksangat dipengaruhi oleh figur ayah dan ibu sebagaikesatuan. Gambaran kesatuan yang ditampilkankedua orangtuanya sangat menentukan padaketenangan yang memberikan perasaanperlindungan sehingga memungkinkan untukterpenuhinya kebutuhan baik secara fisik, sosialmaupun psikologis.

Terpenuhinya kebutuhan fisik sangat mungkindicapai karena orangtua yang bersatu dapat bahumembahu memenuhinya seperti pangan dansandang. Secara sosial dapat mengajarkan tahapdemi tahap tentang: pergaulan seperti meresponperilaku orang lain/interaksi sosial, norma yangberlaku dan menerapkan sebagai aturan main yangharus dijalankan dalam kehidupan bermasyarakat.

Adapun kesatuan ayah dan ibu dalammemberikan dukungan pada anak dapatmengarahkan pada terbentuknya pribadi yangpercaya diri. Kepercayaan diri ini merupakan carapandang individu terhadap diri tentangkemampuannya. Rasa percaya diri akan munculdengan didahului oleh rasa harga diri yang akantumbuh dan berkembang jika mendapat pemenuhankebutuhan yang mendahului secara memadai sepertikebutuhan f isik, rasa aman dan dicintai sertamencintai.

Percaya diri pada anak-anak tidak lepas darifigur yang ditonjolkan dari ayah dan ibu yakni tentang

22

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

perannya dalam keluarga. Peran yang palingmenonjol adalah masalah pengasuhan. MenurutGarbarino dan Benn (Andayani dan Koentjoro, 2004)pengasuhan atau parenting adalah suatu perilakuyang pada dasarnya mempunyai kata-kata kunci yaitukehangatan, sensitif, penuh penerimaan, bersifatresiprokal, ada pengertian, dan respon yang tepatpada kebutuhan anak.

Masalah pengasuhan Lamb (Andayani danKoentjoro 2004) mengalisis keterlibatan ayah dalamtiga bentuk, yaitu engagement atau interaction(McBride dkk. Dalam Andayani dan Koentjoro, 2004)yaitu interaksi satu-satu dengan anak. Kegiatan dapatberupa memberi makan, mengenakan baju,berbincang, bermain, mengerjakan pekerjaan rumahdari tugas sekolah, dan sebagainya. Accesibilityadalah bentuk keterlibatan yang lebih rendah, yaituorangtua ada dekat dengan anak tetapi tidakmengadakan interaksi langsung dengan anak.Responsibility adalah bentuk keterlibatan yang palinginten karena melibatkan perencanaan, pengambilankeputusan, dan pengorganisasian.

Idealnya dalam pengasuhan anak, orangtuamempunyai sikap memahami situasi dari anak,menyanyangi, peduli pada kegiatan yang dilakukanoleh anak-anaknya, mendukung dan membimbingpada arah perkembangan potensi anak-anak, sertamenjalin hubungan yang bersifat kedekatan emosi.Kedekatan emosi antara orangtua dengan anak,

23

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

bermakna bahwa orangtua merupakan tempat untukberbagi perasaan, mempedulikan pendidikan anak-anak, mengarahkan cara-cara pemecahan masalah,cara-cara menghadapi orang-orang yang berbeda,serta membimbing dalam masalah pengetahuanumum maupun keagamaan.

Terdapat pola pengasuhan yang masih layakuntuk diterapkan dalam kehidupan rumah tanggayang merupakan khasanah warisan budaya bangsa,yaitu falsafah yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara.Yakni ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa,tut wuri handayani. Falsafah ini bermakna bahwadihadapan anak-anak sebagai orangtua membericontoh dalam melakukan perbuatan yang harusdilakukan dan yang mestinya dijauhi, ditengah-tengah membangkitkan semangat, dan ketika beradadi belakang mengikuti dengan cara mengemong paraanaknya untuk dapat mengambil keputusan secaramandiri.

Berkaitan orangtua sebagai contoh menunjukpada pembentukan perilaku diantaranya adalahmodeling, conditioning, dan insight. Pembentukanperilaku yang bersifat modeling, yakni meniruterhadap orang yang mempunyai hubungan dekatsecara emosi, seperti orangtua, kakak-kakaknya, jugakakek-nenek dan paman atau bibinya; conditioning,yakni perilaku dapat terbentuk dengan melakukanpembiasaan, dan insight, bahwa perilaku dapatterbentuk melalui pengertian. Perilaku yang dibuat

24

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

dengan pengertian ini disyaratkan pada anak-anakyang sudah bisa diajak berfikir (usia 8 tahunan).

Figur orangtua ditengah-tengah anak-anaknyamembangkitkan semangat, mempunyai maknabahwa ketika anak-anak rendah motivasinya untukberkarya, belajar dan berkreasi maka tugas orangtuamengingatkan dan membangkitkan gairah, atauketika mengalami kesulitan orangtua bisamenempatkan diri sebagai teman untuk berdisikusimemecahkan masalah dan sebagainya. Adapun figurorangtua mengikuti dari belakang terhadap anak-anaknya, ini dilakukan jika anak-anak dianggap telahcakap melaksanakan tugas-tugas yang harusdikerjakan sehingga orangtua bersifat memantaubelaka, namun jika kemungkinan terjadipenyelewengan maka tugas orangtua adalahmengingatkan. Konsep tut wut wuri handayaniidentik dengan model pendelegasian dalamkepemimpinan, yaitu adanya pelimpahankewenangan tugas dan pengambilan keputusan padabawahan yang dianggap cakap.

Figur orangtua yang memadai bagi anak-anaknya kadang tidak selamanya bisa diperolehkarena kesatuan kedua orangtua dalam rumahtangga tidak selamanya berjalan serasi mengingatkeduanya merupakan individu yang berbeda denganlatar belakang yang jelas berbeda. Mereka berbedakarena terbentuk oleh dasar warisan/keturunanorangtua masing-masing, latar belakang keluarga

25

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

seperti pekerjaan, suku bangsa yang beda, tingkatpendidikan, status sosial ekonomi dan sebagainya.

Tingkat perbedaan dalam hubungan suami istrijika tidak ada saling menghargai dapat mengganggukesatuan dan menimbulkan perselisihan sehinggatidak memungkinkan adanya komunikasi yangkondusif untuk menjalankan roda kehidupanberkeluarga. Untuk menghadapi keadaan tersebutkeduanya harus menyadari bahwa perselisihan dapatmuncul dan tenggelam silih berganti.

Gunarsa (1978) memberi solusi untukmenghindari keadaan yang seolah-olah putushubungan karena gangguan komunikasi, keduanyaharus mengembangkan sikap toleransi dan kemauanbaik untuk mengurangi kemungkinan pencetusanpertengkaran-pertengkaran.a. Sikap toleransi.

Sikap toleransi artinya maumempertimbangkan apakah saatnya sudah tepatuntuk mengemukakan suatu pendapat ataupandangan yang bertentangan. Bila belum tepatkarena yang lainnya sedang lelah atau secara fisik danpsikis belum memungkinkan, maka dapatditangguhkan sampai pada waktu yang lain. Jikamasing-masing saling mempertahankan harga diridan tidak mau menunjukkan sikap toleransi, makakeadaan akan makin hangat dan mungkin menjadititik didih dengan akibat yang menyebar luas danterasa bagi semua anggota keluarga lainnya.

26

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

b. Kemauan baik untuk mengurangi kemungkinanpencetus pertengkaran-pertengkaran.

Niat ini dilakukan saling berusahamengendalikan diri dengan tidak memancing suatuperistiwa yang memungkinkan salah satu pihakmerasa tersudutkan atau tersinggung karena ucapatau perilakunya.

Peran ayah dalam keluargaDalam bahasan ini akan diungkap tentang

peranan ayah dalam keluarga. Mengapa secaraspesifik terhadap ayah dan bukan pada ibu? Perananibu sudah sangat mendalam pada keluarga dalamsegala aspeknya baik pekerjaan domestik maupun-pengasuhan terhadap anak. Namun demikian peranayah dalam keluarga cukup signifikan terutamaberupa dukungan terhadap ibu. Perana ayah dalamkeluarga sangat mempengaruhi keharmonisan dalamhubungan keluarga dan secara emosionalmempengaruhi sikap ibu terhadap anak dan cara-caramengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Masalah peran ayah ini menunjuk pada siapakahyang paling bertanggung jawab dalam pengasuhanterhadap anak-anak dalam rumah tangga, jikamasalah moral, keahlian, norma, dan kepribadianharus dipelajari. Dalam pengasuhan sebenarnyalahtidak ada aturan yang dilegalkan dimanapun di mukabumi, namun kenyataan dalam suku bangsamanapun ibulah yang paling berpengaruh karena dia

27

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

orang pertama yang mengerti keadaan anak-anak.Ibu sebagai orang pertama dalam pengasuhankarena dialah yang pertama mengadakan kontak fisikdan emosi dengan anak-anaknya mulai darikandungan sampai hari pertama saat kelahirandengan ASI-nya yang didiminumkan sebagaimakanan utamanya.

Secara klasik, ayah senantiasa digambarkansebagai seorang yang tidak pernah ikut terlibatlangsung dalam perkembangan anak, ayah hanyadiposisikan sebagai pencari nafkah sedangkan urusanbersalin, menggantikan popok, menghangatkanbotol susu – seluruh tanggung jawab tersebut –hanya dibebankan kepada istri semata sehinggaakhirnya ayah sudah terkondisikan dengan tugas-tugas rutin seperti mencari nafkah bagi keluarga saja.Citra keperkasaan dan juga kekokohan yang dimilikiseorang ayah seolah paradoks dengan anak-anaknyayang harus dibina dalam perkembangan dan jugakehidupan anak secara langsung.

Ayah dianggap tidak pernah atau perlu terlibatdalam urusan rumah tangga karena kondisikehidupan masyarakat memaklumi juga beberapapandangan atau ideologi akan ikut mempengaruhitentang cara pandang mengenai peran penting ayah.Tetapi masalah peranan ayah dalam mengasuh anakmasih menjadi kontroversi dan polemik. Berkaitandengan peran ayah dalam keluarga menurut Pleck(Andayani dan Koentjoro, 2004) setidaknya ada tiga

28

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

perspektif mengenai peranan ayah, yaitu tradisional,eksploitasi dan perubahan peran.a. Perspektif tradisional

Perspektif ini dinyatakan bahwa suami tidakpunya tanggung jawab atas pekerjaan rumah tanggadan pengasuhan anak dalam keluarga. Suami lebihbertanggung jawab atas penyediaan dukunganekonomi bagi keluarga. Ada tiga teori yangmendukung perspektif tradisional ini, yaituperbedaan peran, teori pertukaran dan teori sumberdaya.1) Teori perbedaan peran atau role differentiation.

Pada perbedaan ini laki-laki bertanggung jawabatas hubungan keluarga dengan dunia luarkeluarga, sedangkan perempuan bertanggungjawab atas kebutuhan internal keluarga. Laki-lakitidak berurusan dengan tugas domestik dan anak-anak, ia lebih berkaitan dengan lingkungan danmenjadi pencari nafkah.

2) Teori pertukaran yang didasarkan atas socialexchange dimaksudkan bahwa suamimenukarkan keberhasilannya sebagai pencarinafkah dengan menyedikan cinta, dampingan danlayanan rumah tangga dari istrinya. Padapandangan teori ini kontribusi setiap pasanganpada pertukaran yang saling menguntungkanmenempatkan suatu kewajiban padapasangannya untuk menyedikan kontribusikomplementernya.

29

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

3) Teori pendukung ketiga dari perspektif tradisionaladalah teori sumber daya resource theory.Gagasan teori ini adalah bahwa peran anggotakeluarga berbeda-beda karena setiap orangmempunyai sumber daya yang berbeda-bedauntuk melaksanakan peran-peran tersebut.

b. Perspektif eksploitasiPerspektif eksploitasi bermula dari gerakan

feminisme yang mengindikasikan adanyaketidaksetaraan beban kerja rumah tangga danpengasuhan terhadap anak-anak yang dibebankanterhadap istri sebagai aspek penting inferiorperempuan dalam rumah masyarakat.Ketidaksetaraan kerja dalam rumah tangga dianggapsebagai eksploitasi sehari-hari atas istri dari suami.Peran tradisional laki-laki dalam keluarga mempunyaiperspektif bahwa pembebanan masalah keluargatermasuk pengasuhan anak-anak pada perempuanmerupakan strategi laki-laki untuk mempertahankankekuasaan mereka terhadap perempuan.

Hasil penelitian Pleck (Andayani dan Koentjoro,2004) menunjukkan bahwa jumlah waktu yangdigunakan suami dalam pekerjaan rumah tanggalebih sedikit dari pada jumlah waktu perempuan, baikyang bekerja maupun yang tidak bekerja. Para suamidari istri yang bekerja di luar rumah tidak meluangkanwaktu lebih banyak untuk urusan rumah tangga daripada suami dengan istri yang tidak bekerja di luarrumah. Jumlah total waktu bekerja yang digunakan

30

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

oleh para istri yang bekerja lebih besar daripada olehpara suami bekerja. Keadaan demikian menempatkanistri yang bekerja di luar rumah mengalami kelebihanbeban dalam kombinasi kerja dan peran keluargadibandingkan para suami. Kelebihan beban peran istriberpengaruh negatif berupa kurang waktu tidurdibandingkan suami, meningkatnya perasaantertekan dan menurunnya kesejahteraan psikologis.c. Perspektif perubahan peran

Dasar teoritisnya adalah pandanganmakrososial dan historis dari evolusi kerja dan perankerja. Myrdal dan Klein (Andayani dan Koentjoro,2004) memperkenalkan peran ganda perempuanuntuk menggambarkan perempuan masa kinimenambahkan peran ke dua – pada dunia kerja –pada peran tradisional mereka di keluarga. Dalampengamatannya bahwa perempuan dengan peranganda juga membutuhkan pria dengan peran gandapula. Dalam perspektif ini, suami dan istri masing-masing mengombinasikan tanggung jawab dan kerja.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkanbahwa dalam perspektif tradisional laki-laki/suamitidak berperan pada pekerjaan domestik ataupengasuhan anak. Ia hanya melakukan pekerjaanyang bersifat eksternal dalam hubungan dengandunia luar keluarga. Adapun pada perspektifeksploitasi, perempuan meskipun melakukanpekerjaan luar rumah namun masih harusmengerjakan pekerjaan rumah tangga dalam jumlah

31

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

yang lebih banyak dari pada laki-laki/suami dan suamihanya sedikit terlibat dalam pekerjaan domestik jugadalam pengasuhan anak. Sedangkan pada perspektifperubahan peran, masing-masing baik laki-lakimaupun perempuan telah bersamamengombinasikan tanggung jawab pada pekerjaandomestik dan pengasuhan anak.

Pandangan-pandangan sebelumnya mengenaiperan ayah dalam pembentukan kepribadiansangatlah memarginalkan perannya sebagai figursentral dalam perkembangan kepribadian anak-anak.Salah satunya adalah pandangan Freud yang masihmengakar kuat sampai sekarang, teorinya yang berisitentang perkembangan sosial seseorang sangatditentukan oleh pengalaman awal masa kanak-kanaknya (Save M Dagun,1990).

Menurut Freud, tingkat pemuasan pada masakanak-kanak akan sangat mempengaruhi tingkahlaku seseorang di kemudian hari. Freudmenempatkan tokoh ibu sebagi tokoh yang palingsentral karena dari awal aktivitas menyusui, menyuapimakanan ke mulut bayi merupakan sebuahkenyaataan, bahkan timbulnya gejala OedipusComplex merupakan bukti kedekatan anak denganibunya. Legenda Oedipus mengisahkan seorang anakmembunuh ayahnya demi cintanya pada ibu (Save MDagun, 1990).

Peran ayah disamping peran ibu dalam keluargamulai digugat bukan karena berkembangnya gerakan

32

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

feminisme, akan tetapi semakin tumbuhnyakesadaran di tengah-tengah masyarakat tentangpentingnya peran ayah dalam membinapertumbuhan fisik dan psikologis anak. Untuk lebihmemahami peran ayah ini, para ahli psikologi dewasaini cenderung meninggalkan hal-hal yang terlalubersifat teoritis dan banyak mengalihkan perhatianke observasi langsung. Sejak tahun 1970-an banyakahli psikologi secara langsung meneliti peran ayahdalam keluarga.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Robert IWatson dan Henry Caly Lindgren (Save M Dagun,1990) terhadap perkembangan anak yang tidakmendapatkan asuhan dan perhatian ayahmenyimpulkan, perkembangan anak menjadipincang. Kelompok anak yang kurang mendapatperhatian ayahnya cenderung memiliki kemampuanakademis menurun, aktivitas sosial terhambat, daninteraksi sosial terbatas. Bahkan bagi anak laki-laki,ciri maskulinnya (ciri-ciri kelakian) bisa menjadi kabur.

Kebenaran hasil berbagai penelitian itumeskipun tidak mutlak, tetapi setidaknya banyakmengungapkan secara jelas keadaan pada masa praremaja. Balncard dan Biller (Save M Dagun, 1990)dalam penelitiannya misalnya mencobamembandingkan empat kelompok anak dalamkemampuan akademiknya. Data diambil dari haslujian yang diberikan guru mereka di sekolah.Kelompok pertama adalah anak yang ditinggalkan

33

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

ayah sebelum usia 5 tahun; kelompok kedua anakyang ditinggalkan ayahnya setelah 5 tahun; kelompokketiga anak yang tidak dekat dengan ayahnya; kurangdari 6 jam per minggu, dan keempat kelompok anakdi mana sang ayah terlibat penuh.

Hasil penelitian tersebut tersebut diperolehkesimpulan bahwa kelompok anak yang ditinggalkanayah sebelum usia 5 tahun kelihatan sekali bahwakemampuan akademik menurun dibandingkandengan anak yang ayahnya terlibat penuh dalamproses pembinaan perkembangan anak. Jugaditemukan meski ayah itu hidup bersama anak tetapikurang terlibat dalam pembinaan anak, makakehadirannya tampak tidak banyak dampaknya,bahkan nasib anaknya boleh dibilang sama dengananak dengan anak yang ditinggalkan ayahnya.Pengertian absennya seorang ayah pada diri anak bisakarena meninggal, perceraian atau juga karena tidakterlibat dalam proses pembinaan langsungperkembangan anak.

Lalu sebenarnya apa peran ayah dalamkeluarga, jumlah waktu yang diberikan oleh seorangayah kepada anaknya akan sangat bervariasi, jumlahwaktu bukanlah faktor penentu dalam menimbulkanpengaruh orang tua pada anaknya. Faktor intisesungguhnya yaitu kualitas dan intensitaspertemuan itu dan menjadi pertanyaan mendasarlebih lanjut adalah bukan jumlah waktu seorang ayahbersama anaknya tiap hari tetapi apa dan bagaimana

34

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

aktivitas yang dilakukan seorang ayah pada saatbersama anak

Masalah PengasuhanPengasuhan atau foster merupakan faktor

penting dalam pembentukan perilaku pada anak-anak sehingga segala yang kita lakukan harus hati-hati karena cara-cara yang kita lakukan akan ditiruoleh anak-anak. Misalnya cara kita menghadapisituasi yang tidak menyenangkan dengan cara kasaratau kekerasan, maka ketika anak menghadapiperistiwa yang mirip atau sama, maka mereka punmelakukan kasar atau kekerasan.

Dalam pengasuhan terhadap anak-anak faktorsabar memegang peranan penting. Ayah yangmembimbing anak-anaknya dengan sabar pasti akanmenuai hasilnya kelak, yaitu anak-anak yang sabarpula, memahami perasaan orang lain, tidak egois,cerdas, dan shalih. Pada ayah yang mempunyaikecenderungan dalam menghadapi anak secara tidaksabar (Julaiha, Ed. 2004), ada beberapa tips untukmengatasinya.

a. Menerima apa adanya.Setiap anak mempunyai talenta sendiri-sendiri.

Ada yang menonjol kepandaiannya, atau mungkinagak kasar perangainya dan sebaliknya. Terimalahkehadiran anak apa adanya. Perlakuan orangtua yangtidak sabar apalagi sampai ringan tangan tidak akan

35

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

membantu menyelesaikan masalah dan memperbaikiperangai anak-anak.

b. Tahan emosi 1 menit.Saat menjumpai peristiwa yang menyebalkan,

berjanjilah pada diri sendiri untuk tidak mudah kesal.Apalagi jika menyangkut anak Anda. Setiap kalidihadapkan pada peristiwa yang menyebalkan tahanemosi selama 1 menit, cari tempat yang sejuk dantenang dan kemudian hiruplah udara dalam-dalamatau duduk dan kemudian minum air putih.

c. Bayangkan kejadian lucu.Jika kesal dengan anak-anak, maka

bayangkanlah kejadian lucu yang pernah dialamibersama dengan mereka.

d. Berdoalah.Jika merasa jenuh dengan berbagai tekanan

lingkungan, berdoalah. Dialog batin dengan Tuhandapat mengaliri jiwa dan raga, dan Anda akan lebihsabar dalam menghadapi apapun.

Masalah penting dalam pengasuhan BATITA (bawahtiga tahun)

Terdapat peristiwa penting yang seringkalisangat menguji kesabaran orangtua dalampengasuhan anak terutama pada batita yaitu perilakutantrum. Perilaku ini sering muncul pada batitadengan sebab yang kadang orangtua tidakmemahami.

36

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

Tantrum merupakan ledakan amarah dan dapatterjadi dalam tingkatan usia. Namun istilah ini banyakdigunakan pada anak-anak karena mereka yangsering tantrum, dan jika orang dewasa mempunyaiperilaku yang demikian dianggap kekanak-kanakan.

Hayes (2003) mengungkapkan bahwa perilakuterburuk pada tantrum adalah pada usia 18 bulanhingga 3 tahun; pada anak usia 5 hingga 6 tahun tetapmasih terjadi, dan kemudian akan menghilang begitusaja. Parker dan Stimpson (Hayes, 2003) menyatakanbahwa tantrum dapat berawal dari kesedihan dankemarahan serta berakar pada kebingungan danketakutan.

Potegal (dalam Hayes, 2003)mengidentifikasikan dua jenis tantrum, yakni tantrumkemarahan dan kesedihan.a. Tantrum kemarahan (anger tantrum) dengan ciri

menghentakkan kaki, menendang, memukul, danberteriak.

b. Tantrum kesedihan (distress tantrum) dengan cirimenangis dan terisak-isak, membantingkan kakidan berlari menjauh. Pada anak yang masih kecilsering mengungkapkan kesedihan ataukehilangan dengan tantrum.

Pemicu tantrum pada anak-anak

37

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

Terdapat beberapa faktor yang dapat memicuanak-anak berperilaku tantrum pada saat-saattertentu.a. Mencari perhatian.

Tantrum yang dilakukan anak padaumumnya hanya untuk mencari perhatian danbukan untuk menipu orangtua. Namun jikaimbalan atas tantrum adalah perhatian yangmemuaskan dari orang yang dewasa, maka bisadijadikan dasar untuk melakukannya lagi.Perhatian yang memuaskan dari orang laindianggapnya sebagai penguatan positif. Makapenting untuk tidak merespon secara berlebihanatau bahkan menjadi panik, tetapi berbuatlahdengan tenang meskipun sungguh tidakmenyukainya.

b. Menginginkan sesuatu yang tidak bisa dimilikinya.Anak biasanya sulit untuk belajar menunggu

hal-hal yang ia inginkan atau menerima bahwa iatidak bisa memiliki sesuatu yang diinginkanmembutuhkan waktu lama.

c. Ingin membuktikan bahwa dirinya mandiri.Anak kadang ingin membuktikan bahwa

dirinya mandiri, meskipun sebenarnya tidak tepatuntuk dilakukan. Misalnya memakai jaket tebalpada hari yang panas. Jika keinginan ataukeputusannya tidak disetujui maka merasasedang diancam kemandiriannya yang sedangmeningkat.

38

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

d. Frustrasi dari dalam.Ketidaksabaran yang tumbuh bersama

kemampuan yang terbatas untuk melakukan hal-hal yang sedang dicoba, atau tidak mampumengungkapkan keinginannya dengan utuhkarena kurangnya keterampilan berbicara akanbisa memicu sebuah tantrum. Misalnya anak yangberusaha mengenakan pakaian sendiri namunsulit hingga kesal, hal ini dapat memicu tantrum.

e. Cemburu.Kecemburuan biasanya dilakukan terhadap

saudara atau anak lain. Mungkin merekamenginginkan mainan milik temannya tetapi tidakkesampaian, maka dapat menimbulkan tantrum.

f. Kelelahan atau kelaparan.Anak biasanya marah jika sedang

mengalami kelelahan dan biasanya sulit diatasidari pada marah karena kelaparan yang kemudianbisa dengan mudah berhenti ketika makananyang diinginkan tersedia.

g. Kelebihan muatan emosi.Anak kecil pasti akan merasa kelebihan

muatan karena seluruh emosi dan sensari baruyang ia alami. Tidak mengejutkan jika ia diliputihal-hal tersebut sehingga ia lepas kendali.Orangtua mesti menyadari bahwa sekali iameluapkan kemarahannya, maka beberapa saatkemudian akan menjadi santai.

h. Sifat keras kepala belaka.

39

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

Beberapa tingkah laku yang mengarah padatantrum tidak mudah dijelaskan atau tidak cocokdengan salah satu ketegori di atas. Ungkapan“aku mau, aku lakukan sendiri,” kedengaran tidakmasuk akal sehingga bisa mendorong orangtuayang paling rasional sekalipun bisa menjadi putusasa. Banyak orang yang menyatakan bahwa adasaatnya anak mereka terlihat siap melakukantantrum tidak peduli terhadap apa yang sedangmereka kerjakan.

Tips menghindari tantrum.Terdapat beberapa cara untuk menghindari

tantrum. Meskipun agak susah namun bisa dilakukandengan perencanaan ke depan dan pemikirantentang cara anak dalam memandang dunia. Tipsatau cara tersebut.a. berusaha memandang sesuatu dari sudut

pandang anak-anak,b. milikilah harapan yang sesuai. Kadang perilaku

yang dianggap nakal oleh orangtua merupakanbagian yang normal dari perkembangan anak.Mendiskusikan dengan orangtua lainkemungkinan dapat membantu.

c. Usahakan meminimalkan aturan keluargasehingga anak tidak kewalahan untukmengingatnya dan mematuhi semua aturannya.

d. Bersikap realistis. Menguji reaksi orangtua danberusaha mengerjakan sesuatu secara terus

40

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

menerus adalah hal normal pada anak bahkanketika kita bilang “tidak” pada anak. Keadaan inimerupakan bagian dari perkembangan danpembelajaran.

e. Megajari dengan percontohannya. Anak-anakmelakukan sesuatu hampir semuanya hasil darimeniru orang yang sudah dewasa.

f. Memberi banyak kesempatan pada anak untukberolah raga. Jalan-jalan, mendengarkan musikatau menari-nari dapat menghilangkan rasa sedihpada anak-anak.

g. Memberi banyak pujian pada anak jika berperilakutenang dan sesuai dengan harapan orangtua.

h. Memelihara rasa humor. Jika orangtua melihatperilaku anak yang tantrum dari segi humor, makasetiap orang akan bahagia.

Mencegah tantrumKadangkala saat-saat akan timbulnya tantrum

dapat dicegah, jika kita mengetahui gejalanya sejakawal. Ada beberapa strategi yang mungkin bisadilakukan.a. Hindari mengatakan tidak.

Jika kita menginginkan batita kita mengurangisikapnya yang negatif, lebih menghindari kalimatlarangan tetapi dengan kalimat penundaan ataupengalihan. Misal, “jika sekarang tidur siang, nantiayah ajak jalan-jalan,” daripada – “tidak ada jalan-jalan sebelum tidur siang.

41

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

b. Memberi contoh yang baik.Anak perlu melihat orang dewasa dalammengatasi masalah tanpa kemarahan atau teriak-teriak, demikian ia belajar dalam mengatasikesulitan yang dihadapi.

c. Memberi sedikit kendali.Biarkan anak untuk mengeluarkan pendapat,pilihan yang harus dimakan, diminum, dibeli danpermainan apa yang akan dilakukan.

RangkumanDalam dinamika keluarga topik yang sering

muncul adalah berkaitan dengan figur, peran danpengasuhan yang semuanya bermuara padakeharmonisan dalam rumah tangga danpembentukan perilaku pada anak-anak. Figurmerupakan profil yang ditunjukkan oleh seseorangyang mempunyai hubungan dekat dan perilakunyasering dijadikan model pada anak-anak. Dalamkeluarga figur biasanya adalah ayah jika anaknya laki-laki, dan ibu jika anaknya adalah perempuan.

Suami dan istri sebagai figur kadang munculmasalah dalam hubungan antara keduanya. Masalahterjadi karena ketidakmampuan suami memaklumikarakteristik istri pada umumnya. Kuncimeredakannya suami mesti pandai memaklumi akankesukaan istri. Yakni suka bersolek, suka pujian, mainperasaan, mempunyai sifat manja, hadiah sehingga

42

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

perlu menghadiahi pada saat-saat mengesankan,mengutakan pada hal-hal tertentu, suka gosipsehingga mesti mengarahkan pada kegiatan yangkonstruktif, suka detail, suka cemburu, sukaketeratuan. Jika relasi suami istri berjalan denganbaik, maka tugas pengasuhan terhadap anak-anakakan mudah dikerjakan.

Pengasuhan atau parenting merupakantindakan dengan kata-kata kunci yaitu kehangatan,sensitif, penuh penerimaan, bersifat resiprokal, adapengertian, dan respon yang tepat pada kebutuhananak. Dalam pengasuhan tidak lepas denganketerlibatan ayah meski secara alamiah ibulah yanglebih memahami.

Pada pengasuhan yang melibatkan ayah dikenaldalam tiga bentuk yaitu engagement atau interactionyaitu interaksi satu-satu dengan anak. Accesibilityyaitu orangtua ada dekat dengan anak tetapi tidakmengadakan interaksi langsung. Responsibilitysebagai bentuk keterlibatan dengan perencanaan,pengambilan keputusan, dan pengorganisasian.

Secara tradisional terdapat pola pengasuhanyang mencerminkan budaya bangsa, sebagaimanayang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara, yakni ingngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wurihandayani. Kunci pokok dalam pengasuhan adalahadanya kesatuan kedua orangtua sehingga jika adapolemik harus segera diselesaikan agar tidakberdampak negatif pada perkembangan anak-anak.

43

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

Namun jika ada konflik maka harus menghadapinyadengan sikap toleransi dan kemauan baik untukmengurangi kemungkinan pencetusan pertengkaran-pertengkaran.

Tujuan utama pengasuhan adalahpembentukan perilaku dan transfer ilmu, norma,etika bahkan agama. Dalam pembentukan perilakudapat dilakukan melalui modeling, conditioning, daninsight.

Masalah pengasuhan ayah berperan sebagaipendukung tugas ibu, meskipun tidak ada ketentuandasar tentang siapakah yang paling berkewajiban.Namun ibulah yang paling berpengaruh karena diaorang pertama yang mengerti keadaan anak-anak.Peran ayah dalam keluarga mempunyai tigaperspektif, yaitu tradisional, eksploitasi danperubahan peran.

Untuk keberhasilan dalam pengasuhankesabaran merupakan faktor penting. Jikapengasuhan dilakukan dengan sabar, maka pastiakan menuai hasil kelak, yaitu anak-anak yang sabarpula, memahami perasaan orang lain, tidak egois,cerdas, dan shalih.

Dalam pengasuhan terhadap anak terutamapada batita kadang muncul perilaku tantrum atauledakan amarah karena sesuatu hal yang tidakmenyenangkan dirinya. Tantrum ini sering kalimenguji kesabaran orangtua dan menuntutkemampuan menganalisa penyebabnya serta solusi

44

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

untuk meredakannya. Tantrum ini sering dijumpaipada anak usia usia 18 hingga 3 tahun; pada anak usia5 hingga 6 tahun tetap masih terjadi, dan kemudianakan menghilang begitu saja.

Tantrum terjadi karena beberapa penyebabnyaantara lain: anak mencari perhatian, menginginkansesuatu yang tidak bisa dimilikinya, inginmembuktikan dirinya mandiri, frustrasi dari dalamdiri, cemburu, kelelahan atau kelaparan, kelebihanmuatan emosi, dan sifat keras kepala belaka.

Terdapat beberapa cara untuk menghindaritantrum yakni berusaha memandang sesuatu darisudut pandang anak-anak, milikilah harapan yangsesuai dengan anak, meminimalkan aturan keluargasehingga anak tidak kewalahan untuk mengingatnyadan mematuhi semua aturannya, bersikap realistis,megajari dengan percontohannya, memberi banyakkesempatan pada anak untuk melakukan aktifitasf isik seperti berolah raga, jika anak mampumelakukan sesuatu dengan benar berikanlah pujian,dan berusaha menciptakan rasa humor.

Terdapat beberapa cara untuk mencegahtantrum yaitu dengan menghindari mengatakan tidaktetapi alihkan dengan kata lain yang juga bermaknatidak, memberi contoh yang baik, dan memberisedikit kendali agar anak dapat mengembangkankeinginannya.

45

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

DAFTAR PUSTAKAAndayani, B. dan Koentjoro. 2004. Psikologi keluarga:

Peran ayah menuju coparenting. Sepanjang:CV. Citramedia.

Gunarsa, S.D. dan Gunarsa, S.D. 1978. Psikologi untukkeluarga. Jakarta: BPK. Gunung Mulia.

Hayes, E. 2003. Tantrum: Seri panduan praktiskeluarga. (penejemah Kmah, Wahyuni R.).Jakarta: Erlangga.

Julaihah, E. (editor). 2004. Family man: menjadi ayahdan suami idaman. Curiosita.

Knox, D. 1988. Choises in relationship. 2nd. Ed. St. Paul:West Publishing. Co.

Laswell, M. and Lawell T. 1987. Marriage and thefamily. USA: Wardworth, Inc.

Undang undang Nomor 1 Tahun 1974 tentangPerkawinan.

Walgito, B. 1984. Bimbingan dan konselng perkawinan.Yogyakarta: Yayasan Penerbit FakultasPsikologi Universitas Gadjah Mada.

46

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

Oleh: Hajir Tajiri

Pendahuluan

Dakwah memiliki dimensi keahlian yangcukup beragam. Perkembangan dan

pengembangannya bukan hanya dilihat dari seberapaintensitas kegiatan tabligh atau ceramah-ceramahkeagamaan , akan tetapi pengembangan keahliandakwah juga lebih mencerminkan kebutuhanmasyarakat. Hubungan antara da’i dan mad’u bukanhanya ditentukan oleh seberapa tingkat kepuasanmad’u dalam takaran waktu sesaat, akan tetapibagaimana mad’u mampu melakukan perbaikan-perbaikan atas nasib dirinya(self improvement),semakin memberdayakan dirinya (self empower-ment), semakin memberikan kemampuan terhadappenerimaan dirinya (self acceptance), mampumengarahkan dirinya sendiri (self directive), mampumenyadari kekeliruannya (self awareness), semakinterbiasa dengan amal-amal terbaiknya, yang inisemua jarang didapatkan melalui tabligh atauceramah keagamaan.

Sudah saatnya kebijakan pengembanganakademis dan keahlian kedakwahan tidak menapikanposisi keahlian irsyad, tadbir dan tathwir. Keahliandakwah dari sisi ini pun perlu dikembangkankejelasan keahlian dan profesionalismenya. Selamaini keberadaan laboratorium tabligh sangatmendapatkan perhatian utama, sementara jenis

Keterampilan Konseling:Sebuah Pengembangan Model Aplikatif

Dakwah Irsyad

47

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

keahlian dakwah lain, di samping seperti belumterpikirkan perangkat-perangkat yang dibutuhkandalam laboratorium bentuknya juga seperti belumterpikirkan bentuk dan wujudnya. Padahal sebagaiaktivitas yang nampaknya sangat ril di masyarakatperlu juga diperjelas status pengembangan dari sisiakademik dan keahliannya.

Tulisan ini mencoba menawarkan sebuahkonsep model pengembangkan teknik dakwahkhususnya spesifikasi keahlian dakwah irsyad.Pengembangan teknik dilakukan melalui praktikumuntuk irsyad (dakwah dalam pendekatan bimbingandan konseling Islam). Model aplikasi teknik diadopsisecara istiqra’ dari beberapa konsep yangdiperkenalkan oleh para praktisi dan teoritisikonseling secara umum. Model praktikummemfokuskan pada pembentukan keahlianketerampilan komunikasi konseling.

Urgensi Latihan Keterampilan KonselingTidak setiap orang mempunyai keterampilan

secara otomatis dalam keterampilan konseling,kecuali mereka yang memiliki bakat dan minat sertamau mengasah bakat dan minatnya itu sehinggabetul-betul ahli dalam memberikan konseling. Adabanyak bukti yang memperlihatkan karenakemauannya yang kuat serta kebiasaannya dalammenyalurkan minatnya, telah memberikan

48

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

pengalaman tersendiri yang sangat berarti bagipengembangan kemampuannya.

Boleh jadi orang menemukan bidang studi yangditekuninya tidak persis sehaluan dengan minatnyadalam sebuah profesi, seperti belajar padakonsentrasi ilmu pendidikan tetapi prakteknya lebihmuncul di dunia tabligh (dakwah), belajar padabidang pemikiran tetapi begitu gandrung dan enjoydalam memberikan nasihat kepada orang lain;sebaliknya orang yang sudah cukup lama belajardalam bidang studi tertentu tapi dalam hidupnya iaseperti tidak diberikan kesenangan untukmempraktekan bidang studi yang diminatinya ituterlebih untuk menjadi profesi.

Atas dasar kenyataan ini, memperkuat suatuteori bahwa kemampuan, keahlian, keterampilanhanya akan maksimal dimiliki manakala orang mampumenyenangi jenis keterampilan yang menjadipilihannya, kegagalan dia dalam mengembangkanminat berarti ia telah mengubur sendiri masa depanhidupnya.

Menurut AN. Ubaedy ( 2005 : 46 ), di antarafaktor yang mempercepat keahlian adalah mencintaiapa yang dilakukan. Cinta merupakan ruh kejeniusan,artinya untuk membangkitkan kejeniusan dapatdilakukan dengan cara mencintai apa yang dilakukan.Dale carnegle mengatakan: sulit bagi anda untuk bisamencapai prestasi puncak di tempat kerja andaselama anda belum bisa mencintai apa yang anda

49

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

lakukan di tempat kerja. Dalam mencintai pun harusdilakukan sepenuh hati (100%) tidak setengah-setengah, sebab jika mencintai setengah-setengahmaka pekerjaan itu akan menjadi beban berat buatdirinya karena pikirannya terbebani selama pekerjaanitu dijalankan.

Apakah keterampilan konseling memerlukanbanyak latihan? Jawabannya ya, sebagaimna studiilmiah yang dilakukan oleh pakar dari UniversitasHarvard tahun 1990-an, ia mengeluarkan angkabahwa peranan usaha mencapai 80% sedangkanperanan keunggulan dasariyah hanya 15-20%. Al-Qur’an menjelaskan , bahwa semua bayi manusiasudah diciptakan dalam bentuk sebaik-baiknya, tetapiyang membuat derajat hidup menjadi unggul danhancur adalah usaha mereka. Oleh karena itu perananpelatihan (training) akan sangat relevan dalammengembangkan profesionalisme.

Terlebih keahlian konseling, karena sebagaisebuah profesi ia terlibat dalam menjumpai orang-orang yang memerlukan pertolongan, seorangkonselor dituntut memiliki beberapa kemampuan, iadituntut mampu menjiwai jiwa penolong,kemampuan mengeksplorasi masalah klien secarabijak, kemampuan merasakan apa yang dirasakanorang lain, kemampuan mengekspresikan perasaanitu melalui kata-kata, kemampuan menciptakanhubungan pertolongan, kemampuan dalammemberikan pertolongan secara epektif, membantu

50

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

membukakan jalan bagi penyelesaian masalah olehkonseli, kemampuan mengenali masalah dengan baikserta membantu konseli agar betul-betul mampumemahami masalahnya.

Umpamanya saja Barbara F. Okun (1987: 7),untuk menyebutkan cirri kesuksesan konselingdituntut beberapa kemampuan konselor sepertidalam tulisannya berikut:

Penolong yang sukses berkait erat denganbeberapa pendekatan dan strategis. Mempunyaialternative jangkauan luas, membolehkan parapenolong untuk memilih strategi yang disukaiuntuk menemukan kebutuhan-kebutuhan klientertentu/system klien. Ketika strategi-strategiyang dipilih diterapkan, mereka tersaring melaluikepribadian penolong yang unik. Dengan katalain, setiap persepsi seseorang , sikap, pemikiran,dan perasaan mempengaruhi perasaannya danaplikasi perasaan.

Agar menjadi nyaman penerapam varitasstrategi bantuan, pemberi bantuan mesti mampusepakat dengan yang lain dalam ranah effektif(hubungan perasaan atau emosi), ranah kognitif(hubungan pikiran atau proses intelektual), danranah perilaku (hubungan aksi atau perbuatan).Pemberi pertolngan mesti mengajari klien untukmemfungsikan secara lebih efektif pada semuaranah. Oleh sebab itu pemberi bantuan mestimengembangkan secara kontinyu pemahaman

51

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

tentang mereka; mereka butuh klarif ikasitentang nilai-nilai social, ekonomi dan budayanyaagar mengakui kebutuhannya dan masalah-masalah dari kliennya.

Strategi yang dipilih secara formal membantuklien tertentu tergantung pada penilaian pemberipertolongan deficit pada ranah tertentu (afektif,kognitif atau perilaku) seperti perspektif teoritikpenolong. Jadi sebagaimana disebutkan Okun, sekurang-

kurangnya konselor memahami dan menguasaibeberapa strategi atau pendekatan dalam prosesperbantuan baik pada saat mengeksplorasi masalah,melakukan klarifikasi masalah maupun mencaripemecahan terhadap masalah.

Modal Dasar Pengembangan KeterampilanKonseling

Darimanakah seharusnya seseorang memulaidiri untuk menjadi seorang yang profesional? ANUbaedy (2005) dalam bukunya ‘Jurus-JurusMeningkatkan Profesionalisme dan Prestasi Kerja’,menyebutkan ada beberapa kiat yang dapatdipedomani dan dipraktekan dalammengembangkan profesionalitas:1. Memperkuat postur sikap mental

Postur sikap mental yang dimaksud yaitu polasikap mental yang mendukung keinginan kita untukberprestasi (mental skill). Pola sikap mental yang

52

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

dimaksud adalah pola sikap mental yang memilikikarakter kuat, berani karena benar, emosi yang stabil.Pola sikap mental seperti itu tentu tidak lahir begitusaja melainkan bisa merupakan sinergitas atau hasilakumulasi dari kondisi pikir, rasa, keyakinan,keputusan, tindakan yang terbiasakan, yang satumempengaruhi yang lain.2. Selalu meningkatkan keahlian kerja

Keahlian kerja dapat didefinisikan sebagaikemampuan kita dalam menyelesaikan pekerjaanyang kita tangani (accomplishment). Kata kuncinyaadalah menyelesaikan bukan mengerjakan.Menyelesaikan berarti pekerjaan yang kita selesaikanitu sudah membuahkan solusi bagi orang lain yangmembutuhkan kemampuan kita. Menyelesaikanberarti pekerjaan yang kita selesaikan itu mampumenghadirkan benefit (manfaat atau keuntungan)bagi orang lain yang membutuhkan dan bagi kitayang menjalankan.

Ada beberapa tips dalam usaha meningkatkankeahlian kerja, diantaranya:a. Mengenali hakikat kerja yang dimiliki, yaitu

kemampuan seseorang dalam menyelesaikanpekerjaannya, bukan hanya sebatas mengerjakanpekerjaan. Menyelesaikan pekerjaan berartipekerjaan yang ia selesaikan itu mampumemberikan solusi bagi orang lain yangmembutuhkan kemampuannya; menyelesaikanpekerjaan berarti pekerjaan yang ia selesaikan

53

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

mampu menghadirkan benef it (manfaat/keuntungan) bagi orang lain yang membutuhkandan bagi dirinya yang menjalankan.

b. Menguasai ilmu yang relevan dan cocok dengankeahlian atau keadaan dirinya. Hal ini bisadiusahakan dengan senantiasa mempelajari ilmu-ilmu yang relevan, walaupun tentunya bukanberarti ilmu-ilmu lain tidak penting, tapi hanyasekedar untuk mendisiplinkan pengetahuannya.Kalau perlu hendaknya ia mengobarkansemangat untuk menggali ilmu gunameningkatkan keahlian, dengan tidak lupamencocokannya dengan keadaan diri pada saatini dan nanti.

c. Memahami faktor-faktor pemercepat keahlian,diantaranya:

Pertama, mencintai apa yang dilakukan. Cintamerupakan ruh kejeniusan, artinya untukmembangkitkan kejeniusan dapat dilakukandengan cara mencintai apa yang dilakukan. Dalecarnegle mengatakan: sulit bagi anda untuk bisamencapai prestasi puncak di tempat kerja andaselama anda belum bisa mencintai apa yang andalakukan di tempat kerja. Dalam mencintai punharus dilakukan sepenuh hati (100%) tidaksetengah-setengah, sebab jika mencintaisetengah-setengah maka pekerjaan itu akanmenjadi beban berat buat dirinya karena

54

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

pikirannya terbebani selama pekerjaan itudijalankan.

Kedua, Memberdayakan dan dan mengasahkeunggulan dasariyah, sebab ini lebih berperanketimbang pembawaan. Studi ilmiah yangdilakukan oleh pakar dari Universitas Harvardtahun 1990-an, ia mengeluarkan angka bahwaperanan usaha mencapai 80% sedfangkanperanan keunggulan dasariyah hanya 15-20%. Al-Qur’an menjelaskan , bahwa semua bayi manusiasudah diciptakan dalam bentuk sebaik-baiknya,tetapi yang membuat derajat hidup menjadiunggul dan hancur adalah usaha mereka.

Ketiga, Kesediaan dibimbing orang lain. JeanClaude Kill mengatakan bahwa untuk menjadijuara olah raga, maka cara yang paling cepatadalah belajar dari para juara. Ronggowarsitojuga menempuh langkah yang sama, berkatkesediaannya untuk dibimbing oleh Kyai ImamBesari akhirnya jalan untuk meningkatkankeahliannya menjadi terbuka.

3. Melakukan pembelajaranSesuatu yang perlu diperhatikan dalam

melakukan pembelajaran ini, diantaranya sesuatuyang bersifat motivatif, bahwa bersiaplah untukmenyambut datangnya peluang. Keberuntunganadalah ketika persiapan dan peluang bertemu. Bahwaorang mendapatkan peluang maju bukan sekedar

55

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

mereka punya bakat atau kejeniusan, tetapi karenamereka mempraktekan bakat dan kejeniusannya itu,dan ini menuntut untuk selalu melakukanpembelajaran-pembelajaran.

Mengenal Beberapa Model Keterampilan Konseling1. Model Carkhuff

Proses konseling dapat dilihat dari aktivitas kliendan konselor. Keterampilan yang harus dimiliki olehkonselor mengarah pada aktifitas konselor agardapat menciptakan atau memberikian fasilitaspencapaian tahapan aktivitas klien. MenurutCharkuff, agar dapat menciptakan keterampilankonseling, ada beberapa tahapan yang perlu dikenali,dimiliki dan dilaksanakan dalam kerangka pelatihankonseling. Tahapan-tahapan itu dikenali olehpraktikan baik tahapan yang harus dijalankan olehklien maupun oleh konselor.

a. Tahapan Kegiatan KonseliKondisi-kondisi yang diharapkan terjadi padakonseli dapat dibedakan ke dalam empat tahap:

1) Keterlibatan klien (involvement). Ditunjukkandengan keinginan klien untuk mendapatkanbantuan. Ini merupakan modal pertama proseskonseling, ini merupakan tahapan yang penting.

56

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

2) Eksplorasi (exploration). Klien mengeksplorasidirinya dimana sesungguhnya ia berada,bagaimana perasaan-perasaannya, masalahanyadan segenap pengalaman hidupnya. Misalnya: sayapemabuk, saya tak dapat belajar dengan baik, sayadipecat dari pekerjaan.

Klien kemudian mulai memberikan maknaterhadap situasi tersebut. Apakah arti situasitersebut bagi dirinya? Apakah makna pemabuk,apakah ia memandang hal itu merugikan dirinya?Bagaimanakah klien memandang maknaketidakmampuannya belajar dengan baik? Apamakna kehilangan pekerjaan bagi dirinya?

Klien mengekspresikan perasaan-perasaanberkait dengan situasi dan maknanya. Eksplorasiperasaan mengandung arti bagaimana klienmerasakan masalahanya. Setelah itumengeksplorasi alasan yang dapat menjelaskansecara sungguh-sungguh, mengapa klienmerasakan masalahnya seperti yang ia rasakan.

Manakala klien telah mampu mengemukakanpenjelasan yang masuk akal tentang perasaannya,

57

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

maka ia telah siap untuk memahami diri danmasalahnya.

3) Pemahaman (understanding).Pemahamanmelewati empat tahap: makna, masalah, perasaandan tujuan yang semuanya dipersonalisasikan.Makna: klien harus menerjemahkan kesadaran,perasaan, dan penalarannya ke dalam makna yanglebih pribadi, dalam arti menurut perspektifnyasendiri sebagai individu yang mengalami. Kliensepenuhnya menyadari dan bertanggung jawabatas masalahnya (personalisasi). Masalah:pemahaman akan masalah yang telahdipersonalisasi (dalam arti menyadari aspek-aspekperilaku manakah yang lemah hingga masalah itutimbul?Perasaan: Klien mencoba melihat perasaandirinya dalam kaitan dengan masalah yangdialaminya. Misalnya: klien merasa tidak berdayamemberikan nafkah bagi keluarga karena dipecatdari pekerjaan, khawatir tak akan lulus ujian karenatak dapat konsentrasi dalam belajar. Tujuan:akhirnya klien memahami tindakan apa yangseyognyanya dilakukan agar dapat keluar darikungkungan masalahnya. Dari sini mulai tumbuhhasrat klien untuk bertindak. Misalnya: saya takmampu berkonsentrasi belajar dengan baik,

58

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

karena itu saya harus melakukan sesuatu untukdapat memusatkan perhatian dalam belajar.

4. Tindakan(action). Secepat kesadaran danpemahaman akan tujuan itu tumbuh, maka klienmulai memasuki tahap pengambilan tindakansecara nyata. Klien mulai merumuskan tujuan yanghendak dicapai (difining goal). Tujuan hendaknyakongkrit, dapat diukur hasilnya, dan bermaknabagi klien. Klien menjajaki kemungkinan cara danjalan untuk menghampiri dan mencapai tujuantersebut. Untuk itu klien harus melakukan pilihan,cara manakah di antara cara yang akan ditempuhyang tidak bertentangan dengan nilai-nilaipribadinya, agar tidak terjadi konflik yang justrumenimbulkan masalah baru. Tahap ini diikutidengan tindakan nyata. Puncaknya perubahanperilaku klien secara positif, terukur, spesifik dankonstruktif bagi perkembangan pribadinya.

b. Tahapan Kegiatan Konselor Tahap kegiatan konselor tidak terpisahkan daritahapan kegiatan konseli, bahkan kegiatan konseloramat menentukan kemulusan proses dalam tahapankonseli. Menurut Charkuff ada empat keterampilanyang seyogyanya dimiliki konselor: attending,resfonding, personalizing, initiating.

59

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

1) Attending: Konselor secara hangat dan terbukamenerima kehadiran klien. Ada empat keterampilanutama attending: preparing, positioning, observingdan listening.

a) Preparing: konselor menerima kehadiran kliendengan terlebih dahulu melakukan penataanruangan yang memungkinkan klien merasaaman berada di ruang konseling. Selanjutnyakonselor menginformasikan kesediaannyauntuk membantu dan mendorong klienmengambil manfaat dari pertemuannyadengan konselor.

b) Positioning: konselor berusaha agar klienmampu menyatakan dirinya secara non-verbal.Kegiatan tersebut mencakup cara konselorduduk, posisi duiduk, kemiringan posisi duduk,dan tatapan mata. Disarankan, tempat dudukklien dan konselor tidak di antarai oleh meja,menghadap ke satu sudut, cara duduk haruswajar, dan kedip mata yang menunjukkankeramahan dan kesungguhan untukmembantu.,

60

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

c) observing: konselor mengacu kepada kepadapernyataan klien secara non-verbal. Konselorberusaha memperoleh gambaran tentangenergi, ekspresi perasaan, kesiapan klien dalamkonseling serta memperhatikan bila terjadiketidaksesuaian antara ucapan denganekspresi.

d) Listening: untuk dapat meresfon pernyataanklien, terlebih dahulu konselor menerapkanketerampilan listening. Konselor harus mampumenjadi pendengar yang baik. Keterampilan inidiarahkan untuk memperoleh informasitentang klien meliputi 5W dan 1H.

2) Responding: mengacu kepada kegiatan eksplorasipada klien. Maksudnya: bagaimana konselormampu menciptakan komunikasi yang lancardengan klien sehingga klien tidak merasa terancamatau dipaksa dan mampu melakukan eksplorasi.Pada tahap ini konselor perlu memperhatikandimensi-dimensi penunjang antara lain: emphaty,resfect, genuinenes, concreteness.

3)Personalizing. Tahapan ini sangat kritis, karenamenentukan keberhasilan konseling. Pada tahap iniklien diajak untuk melihat masalahnya sebagaisesuatu yang ada pada dirinya, dan bagaimanadapat mempertanggungjawabkannya. Kesuksesan

61

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

personalizing, sangat ditentukan oleh kesuksesansebelumnya, yaitu ketika konselor mampumembantu klien untuk mengekspresikan secaratepat sehingga memudahkan klien memahamilangkah-langkah yang diinginkan atau dibutuhkanuntuk mengarahkan secara langsung pada tujuansebagai upaya untuk menambah keadaankekurangan pada dirinya.

Dalam personalizing perlu memperhatikankondisi yang harus tetap terjaga yaitu jalinankomunikasi yang sudah dibentuk sebelumnya. Biladiajukan pertanyaan kepada klien hendaknya diikutidengan resfon.

Personalizing mencakup atas: personalizingmeaning, personalizing problem, dan personalizinggoal.a). personalizing meaning: keberartian suatu

pengalaman dirinya. Misal:”Kamu merasaterganggu karena ia selalu turut campur”, “Kamumerasa kecewa karena tertipu”. “Kamu merasatidak punya kemampuan, karena selalutertinggal”, ‘kamu merasa kecewa karena selaludisalahkan”.

b). Personalizing problem: merumuskan sesuatuyang menjadi kekurangan klien, memberikanpemahaman kepada klien apa yang tidak dapatdilakukan, dan bertanggung jawab untukmelakukan sesuatu dalam menyelesaikanmasalahnya. Misalnya:”Kamu merasa putus asa

62

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

karena tidak punya keinginan untuk maju, danlain-lain seperti pada tahap sebelumnya….”.,tetapi kamu tidak mau melakukan usaha untukmengejar ketertinggalan”.

c). Personalizing goal: konselor merumuskanperilaku sebagai jawaban terhadap masalah yangdihadapi klien. Misalnya: sebagai tahap lanjut dariungkapan-ungkapan sebelumnya, kali ini konselormembantu klien memahami dan menyadari apayang harus dilakukan. Kamu merasa……….., dansekarang sungguh-sungguh ingin belajar.., inginmelakukan …… dengan cara………”.”kamumerasa kecewa pada diri kamu karena tidakmampu membuat keputusan dengan tepat, dankamu sungguh-sungguh ingin belajar untukmengambil keputusan secara tepat.

4) Initiating, meliputi: perumusan tujuan,pengembangan program, merancang jadwal,penguatan, individualisasi langkah yang sesuaidengan karakteristik dan kerangka pikir klien.

2. Model Allen IveyModel keterampilan konseling Ivey disebut juga

Microcounseling. Keterampilan konseling perludikembangkan agar konselor menguasaiketerampilan-keterampilan yang benar tepat, sesuaituntutan kondisi setempat. Secara singkatketerampilan konseling yang dikembangkan Ivey

63

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

adalah: keterampilan attending dan keterampilaninfluencing. Termasuk ke dalam keterampilanattending adalah open question, closed question,minimal encourage, paraphrase, reflecting feeling,dan summarization. Sedangkan yang termasuk kedalam keterampilan influencing adalah directions,expression content, expression feeling,summarization, interpretation, direct mutualcommunication.

Aplikasi Model Keterampilan Konseling dalamLatihan Praktek Dakwah Irsyad

Sopyan S. W illis (2007:254) menyebutkanbeberapa hal terkait dengan aplikasi atau latihanpraktek konseling antara lain:1.Sistematika Kegiatan Praktek Konseling, yaitu:

a. Latihan memilih calon klien melalui negosiasib. Latihan teknik-teknik konseling melalui

microtraining dengan lima cara:1) Dialog antara dua calon konselor dengan

disaksikan oleh pembimbing dan seorangevaluator.

2) Merespon pernyataan klien dengan benar3) Latihan menyusun sebuah scenario yang

berasal dari sebuah kasus. Calon Konselormembuat sebuah essay tentang kasus,kemudian disusun dialog konseling(wawancara konseling) secara sistematik

64

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

dari tahap awal hingga berakhirnya sesikonseling.

4) Latihan wawancara konseling makro, dengankasus yang telah diskenariokan, laludivideokan.

5) Latihan wawancara konseling dengan kliensebenarnya, dan diadakan rekaman videoatau kaset. Hasil rekaman akan dievaluasi didalam kelompok (calon konselor, pengamatdan pembimbing) untuk menerima masukandan kritikan yang baik.

2. Model Latihan Konseling Mikro (Microcounseling)Microcounseling atau microtraining adalah

suatu cara pelatihan teknik-teknik konseling secarasatu persatu dalam setting laboratorium. Dengankonseling mikro calon-calon konselor dilatihmelalui mekanisme pelatihan sebagai berikut:a. Penayangan film konseling mikro (contoh yang

terbaik)b. Menetapkan pasangan-pasangan calon

konselor-klien untuk simulasi.c. Menentukan materi teknik yang akan dilatihkan

oleh pelatihd. Memvideokan latihan konseling mikroe. Mengadakan putar ulang film untuk dievaluasi

bersama-sama.

Kesimpulan

65

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

Latihan keterampilan konseling sebagai salahsatu bentuk aplikasi pada dakwah irsyad sangatpenting dilakukan oleh para calon konselor. Posisinyatentu bukan sekedar merasakan bagaimanamelakukan konseling itu, melainkan merupakantahapan yang sepatutnya dilalui untuk dapat sampaimenjadi seorang professional. Dalam kenyataanmungkin banyak ditemukan ada orang cukup piawaidalam memberikan konseling padahal dia tidak punyabackground pendidikan konseling, renungan jangandihentikan pada melihat seberapa lihai diamemberikan konseling, namun dalam pendekatanilmiah dapat dilakukan penelusuran sejarahpribadinya, sudah berapa lama semenjak dirasakanpotensi dan bakatnya di bidang itu ia biasamelakukan/memberikan konseling. Paling tidak iatelah dibesarkan melalui pengalaman sebenarnyamengenai praktek konseling. Namun demikiandengan adanya fakta itu, juga tidak mengandung artikurang pentingnya dukungan teori, paling tidak bagipara calon konselor, ia sangat mnemerlukan rujukanatau panduan yang jelas bagaimana praktekkonseling itu seharusnya dilakukan.

Daftar Pustaka

Sopyan S. Willis, Konseling Indiividual Teori danPraktek, Alfabeta, Bandung, 2007.

66

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

Suherman (Ed.), Konsep dan Aplikasi Bimbingan danKonseling, Jurusan Psikologi Pendidikan danBimbingan UPI, Bandung, 2008.

Barbara F. Okun, Effective Helping; Interviewing andCounseling Techniques, a Division of WordworthInc., California, 1987.

Acmad Djuntika Nurihsan (ed.), Pendidikan danKonseling di Era Global dalam Perspektif Prof. Dr.M. Djawad Dahlan, Rizki Press, Bandung, 2005.

AN. Ubaedy, Jurus-Jurus MeningkatkanPrpfesionalisme dan Prestasi Kerja, Khalifa,Jakarta, 2005.

67

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

Oleh: Dudy Imaduddin Effendi

Pendahuluan

Secara makro, usaha menyebar-luaskanajaran Islam senantiasa akan bersentuhan

dan bergelut dengan realitas zaman yangmengitarinya. Dalam konteks kehidupan kontem-porer, realitas pelik yang senantiasa bersingungandengan proses pembumian prinsip-prinsip ajaranIslam adalah isme-isme yang sifatnya sangatmaterialistik dan pragmatis-hedonistik. Realitas ismematerialistik dan pragmatis-hedonis ini tengahmenggejala dan semakin mengelembung menjadipenyakit ummat yang akut pada dasawarsa ini.

Tidak sedikit, di kalangan ummat Islam yanghidup pada abad kiwari ini berjatuhan pada gugusalienasi dirinya dari imannya, identitaskemukminannya, bahkan dari Tuhannya sendiri.Persoalan di atas, bagi juru dakwah merupakantantangan positif untuk semakin mempertajamtujuan dalam melakukan proses internalisasi subtilIslam-nya. Laiknya, kehadiran setiap para Nabi, yangselalu konsisten menyampaikan risalah Allah ketikasenantiasa berhadapan dengan persoalan-persoalanpenyakit ummat pada masanya. Para Nabi senantiasategar dan konstruktif untuk selalu memperbaiki sertamengubah kenyataan sistem kehidupan yangdipenuhi dengan nilai-nilai materialistik dan

Eksplorasi Kajian Bimbingan IslamKontemporer

68

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

pragmatis-hedonistik jahiliyah ke arah nilaikeselamatan hidup nan mulia.

Pergantian zaman dan tiadanya kehadiran Nabikembali, bukanlah sesuatu yang harusmengakibatkan penyampaian prinsip-prinsip Islamterhenti. Oleh karena, Islam telah mengajarkanbahwa setiap generasi memiliki tanggungjawab yangsama atas terlaksananya kontinuitas penyampaianpetunjuk dan bimbingan Islam dalam masanyamasing-masing. Akan tetapi, tanggungjawab ituharus memiliki sifat dinamis. Sejalan dengan asumsidi atas, Umar At-Tilmisani, Mursyid ‘Am ke-tigaIkhwanul Muslimin, menyebutkan bahwa salah satukarakteristik dakwah Islamiyah adalah “mu’ashirahghairu taqlidiyah”. Artinya, bahwa dakwah Islamiyahharus memungkingkan dapat seiring denganperkembangan zaman (kontemporer tidak statis),baik dalam konteks maudhu’ dakwah maupun kaifiyatdakwah.

Dalam kedua konteks di atas, konstruksi-subtilbimbingan Islam (Irsyad) harus mampu menjankaupersoalan-persoalan ke-ummatan yang tengah terjadisaat ini. Yakni, penyakit kecenderungan hidupmensakralkan yang profan dan menepiskan hal-halyang bersifat transendental, yang pada perjalanannyatelah melahirkan bentuk-bentuk kehidupan yangdehumanistik. Atau bahkan sebaliknya, penyakitfatalism akut yang telah mengakibatkan sebagiankomunitas manusia yang beridentitas muslim

69

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

menjauhkan diri dari kehidupan aktif berdimensisosial (a sosial bahkan a historis).

Pada perspektif lingkaran anomalie akut inilah,sepakat dengan Sir. Iqbal, Hasan Hanafi, Akbar S.Ahmed, Majid Tehranian, dan Sayyed Hossein Nasr,bahwa ketika cakrawala bathin kaum muslimin terusdirembesi berbagai wajah hegemonik kolonialismehawa nafsu, yang berbentuk tirani rasional-materialistik dan tirani intuisi-deterministik, makasemangat menghadirkan perjuangan untukmengembalikan “ruang hidup” dari keterasinganberbagai degradasi lingkungan moral, ideologi,budaya, sosial dan politik bahkan agama perludiletupkan kembali pada abad kekinian. Paling tidak,semangat reaktualisasi perjuangan ini merupakanupaya ‘active struggle for new consciousness of Islam’.Oleh karena semangat ini merupakan conditio sinequa non bagi upaya meretas jalan kecil pemberdayaanelemen-elemen kritis ke-ummatan; untukmemerdekakan “kata’ berupa misi bimbingankenabian dalam mencerahkan akal budi kaummuslimin dari sangkar segala hegemonikmenyesatkan. Dan secara filosofis merupakanlangkah restropeksi terhadap peran keritikalkenabian yang telah mampu membangun kejayaanperadaban Islam—sebagai kaca cermin bagi paramursyid (pembimbing) untuk mempertajam substansimisi bimbingan bagi ummat dan sebagai guide-normatif bagi kaum muslimin secara keseluruhan

70

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

untuk melihat dunia kiwari beserta karat-karat kelabu-nya dan pukat-pukat serdadu warisan jahiliyah masalalu, yang telah menina-bobokan teladan juang (jihad)jiwa-jiwa kaum muslimin ke dalam pusara kematian(kehidupan nocturnis nan degresif).

Coretan sederhana ini, kelihatannya agaknyeleneh dan berhaluan radikalisme-fundamental.Akan tetapi, dinyakini sekali diiringi kesadaran penuholeh penulis bahwa muatan-muatan seperti inilahyang harus dikedepankan ketika berhadapan denganpersoalan-persoalan muslim kontemporer. Sehinggamisi aksi bimbingan Islam kepada ummat kini bisamenjadi alternatif terapi bagi krisis yang dihadapinya.

A. Misi Rasulullah: Mencandra Substansi BIMBINGANISLAM

Pada hakikatnya, misi para nabi merupakanperpaduan dua peran: Pertama, peran sebagaiseseorang yang menerima wahyu Ilahi dan menerimabimbingan kebenaran Ilahiyah, dan; kedua, peransebagai revolusioner yang harus melakukanperubahan-perubahan secara radikal dalam tatanansosial yang sudah usang dan menginternalisirkebenaran wahyu Ilahi ke dalam model-model danpola-pola perilaku, pemikiran, emosi serta moralmanusia. Wahyu, pada tahap pertama, menyadarkanatau menginternalisir para nabi, dan selanjutnyakebenaran wahyu akan membangkitkan moral dan

71

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

sosial masyarakat dari kondisi korup dan mati hatinurani seperti hujan yang memberikan kehidupanpada tanah kering dan gersang.

Muhammad ibn Abd Allah, merupakan nabiterakhir utusan Allah—beliau yang membacakanpesan-pesan Ilahi (baca: risalah Ilahi)—yang memilikimisi membimbing ummat manusia kepada rotasikehidupan yang dipenuhi dengan kebajikan yangterkenal (aturan Islam) serta mencegah dan melarangmanusia dari keburukan yang terasing (aturanthogut). Atau lebih sederhana, mengeluarkan ummatmanusia dari kegelapan hidup kepada cahayabenderang kehidupan. Di sisi lain-pun, Rasulullahtelah berperan sebagai mursyid bagi kaum musliminuntuk memelihara jiwa-jiwa yang penuh makna danmelepaskan diri dari jiwa-jiwa yang tanpa makna.

Secara faktual-historical, risalah yangdiinternalisir nabi Muhammad kepada ummatmanusia telah mampu memutar-balik roda pemikiranmereka untuk mendekonstruksi dasar-dasarkehidupan jahiliyah, baik itu tahapan kehidupanmetafisika hingga fisika. Misi bimbingan kenabianMuhammad tersebut, telah menjulangkan revolusi-revolusi religio-politik, sosial-ekonomi, ruhani, moraldan intelektual, yang sifat dan akibatnya sangatdalam pada sejarah kemanusiaan saat ini. Tercatatbahwa perpisahan dengan keangkuhan, kejahatanmoral, kekejaman sosial, kesenangan hawa nafsu,

72

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

seks bebas, perbudakan, perampasan hak, danpenyakit-penyakit kejiwaan yang dewasa ini kembalimencekam dunia peradaban kontemporer, telahberputar tumbang oleh proses aplikatif misibimbingan rasulullah dan mendaur ulang alam insanibeserta pemikiranya kearah derajat kemanusian yangbermartabat.

Itulah misi kenabian Muhammad, yakni untukmenghapuskan zulm (penindasan dan ketimpanganyang berdampak pada matras kejiwaan dan sosialmanusia) dari muka bumi, dan membimbing untukmencerahkan ummat manusia ke jalan yang benar.Lalu bagaimanakah substansi misi Rasulullahsehingga dapat berdampak pada perubahan manusiasecara revolutif?

Sepakat dengan Muthahari, substansi misikenabian Muhammad disertai dengan beberapakarakter ideal yang mendasari lakon bimbingannyaterhadap umat manusia. pertama, didasari olehkarakter kepemimpinan. Artinya, Nabi Muhammadbukan hanya memposisikan sebagai transformer sajatetapi juga memposisikan sebagai leader kehidupanmasyarakat yang kontinum menginternalisir merekauntuk senantiasa memutuskan diri dari belengguikatan nafsu-nafsu badani, berhala-hala dan tuhan-tuhan palsu; kedua, didasari oleh ketulusan niat.Artinya, segala aktifitas bimbingannya disifatikemurnian niat, sehingga secara ekstrim tiada tujuan

73

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

lain selain menyampaikan pesan-pesan Ilahi secaradedikatif; ketiga, didasari oleh karakterkonstruktivitas. Artinya, bimbingan Rasulullahsenantiasa memberikan energi kepada kekuatan-kekuatan individu atau masyarakat danmengoreintasikan mereka agar terlatih untukkonstruktif menjalankan kehidupannya.

keempat, didasari oleh karakter konflik sertaperjuangan. Artinya misi bimbingan Rasulullah akansenantiasa melahirkan perjuangan dan pembebasandari segala unsur politheisme, tahyul, kebodohan,kepalsuan, penindasan, kekejaman danketidakadilan, dan; terakhir didasari oleh pengukuhankesepakatan serta perjanjian. Artinya bimbinganRasulullah senantiasa melahirkan kembalipenghormatan dan kesetiaan terhadap kesepakatan-kesepakatan serta janji-janji primordial manusiadengan Tuhan-nya maupun dengan manusia lainnyadalam kehidupan sosial.

Karakter ideal misi Rasulullah di atas harusmenjadi substansi misi bimbingan Islam padadasawarsa kekinian. Artinya, misi bimbingan Islambukan hanya sekedar upaya memberikan petunjuk,penjelasan dan tuntunan cara mengerjakan sesuatudari ajaran Islam secara temporer serta individual,tetapi juga sifatnya harus kontinum dan komunal.Bahkan dari sudut pandang lain, bimbingan Islamharus menjadi upaya pengasuhan dan perawatan

74

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

secara melembaga atas problem kejiwaan sertamental agama yang lahir dari side effect problemsosial dan budaya. Sehingga target bimbingan Islam,pada dataran praktisnya mampu menjadi alternatifterapi bagi krisis kemanusiaan abad kiwari. Palingtidak, sublimasi karakter ideal misi kenabian ke dalamupaya bimbingan Islam ini merupakan rasionalisasi-praktis untuk menyembuhkan borok-borokpsikologis seseorang maupun kelompok akibatpelepasannya dari janji primordial kemanusiaandengan Tuhan-nya, terbelenggu oleh tirani hawanafsu, berhala-hala sosial dan Tuhan-Tuhan palsuserta hilangnya oreintasi makna kehidupan daripijakan Islam.

B. Ranah Krisis Kemanusiaan Kontemporer

Betulkah sewaktu masa Rasulullah mengembanamanah misi kenabian terpisah dari lingkaran krisiskemanusiaan? Siapapun yang cerdas—-kecuali yangidiot—- akan mengatakan tidak, walaupun krisis ituberbeda bobot nilainya dengan krisis yang terjadizaman sekarang. Akan tetapi, secara substantif, akardan efek-dominonya memiliki kesamaan wajah.

Muawal, Muhammad mendapat amanah misikenabiaan, kondisi masyarakat Mekkah begitu sangatmenyedihkan. Mereka senantiasa digerogoti olehdisparitas sosial dan ekonomi yang akut, kebusukan

75

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

moral dan kebobrokan agama. Mereka diperlakukanseperti barang bergerak (bersifat mekanistik), bahkanseperti kambing dan domba oleh para psikopatotoritarian. Efek-domino prilaku tersebut, dalamcatatan sejarah telah melahirkan penyakit-penyakitjiwa diberbagai lapisan masyarakat. Tidak sedikit, darimereka yang kehilangan kemurnian bathin—-yangujung-ujungnya menimbulkan prahara strees dansimptom-simptom kejiwaan—dan mengalami alienasidari kebijakan sejati—yang ujung-ujungnyamelahirkan petaka neurosis schizofrenia. Inilah buktihistoris, fakta kegelapan moral, kebingunganeksistensi dan anarki sosial yang terjadi di jazirah Arabmasa lampau.

Lalu bagaimana wujud krisis kemanusiankontemporer? Pada hakikatnya memiliki banyakkesamaan dengan krisis yang telah terjadi pada masalalu. Dari Iqbal, Sayyid Qutb, Ali Syari’ati sampaidengan Muhammed Arkoun, menegaskan bahwakrisis yang tengah terjadi pada dekade ini merupakanproduk kegagalan modernitas Barat, yang terlalumendewakan akal manusia dan bendawi kemudianmelemparkan otoritas Tuhan dalam membuat petasejarah kehidupannya. Dan di sisi lainnya diakibatkanoleh faham-fahan deterministik Timur, yang telahmengakibatkan manusia kehilangan daya kreatifnyauntuk selalu melakukan perubahan-perubahan padaeksistensi pribadinya dan sosialnya. Khusus bagi

76

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

bangsa bermayoritas penduduk muslim, kondisi krisisinilah yang telah menjadi momok mengerikan bagikelangengan pembangunan kehidupan mereka di erakontemporer. Betapa tidak, kebanyakan dari merekatelah terserang oleh ganasnya virus halusinatif,terperangkap dalam penjara nihilisme, danterbelenggu dalam rantai skizhoprenia.

Paralel dengan realitas keterpurukankomunitas muslim kontemporer di atas, kekeliruandemi kekeliruan dalam menginterpretasikan nilaipotensial dan aktual kreatifitas diri terus membanjiriranah kognisi komunitas muslim. Banyak di antaramereka yang mengklaim bahwa perjalanan hidupnyacukup hanya dengan kekuatan diri tetapi ujungnyaberalih pada makna yang atheis—-menghilangkanperan Tuhan dalam kehidupannya. Secara umum,manusia dengan anugerahnya itu telah bergeser padapendewaan kebebasan berkreasi yang terlepas daribasis ke-Tuhanan.

Tidak bisa dipungkiri, menurut Haedar Nasher,kemajuan karya, cipta dan karsa manusia-manusiakontemporer telah berhasil menunjukkan kemajuanyang spektakuler, khususnya dalam bidang iptek dankemakmuran fisik. Tetapi pada saat yang sama pula,ia telah menampilkan masalah kemanusiaan yangburam berupa gejala kesengsaraan yang akut, yaknikesengsaraan ruhaniyah. Amatlah wajar bila kondisisaat ini, mekanisme hidup menjadi semakin demikian

77

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

berjalan cepat, keras, tidak bersahabat danmaterialistik, sehingga hal tersebut melahirkanberbagai bentuk deviasi dalam perilaku manusia.Yakni manusia kontemporer mengalami sakit secarasosial seperti gejala sosiopatik (pathologi social),anomie alienasi dan sejenisnya. Itulah pertanda yangpaling absah dari krisis spiritual dan moral dalamkehidupan kontemporer.

Dalam lingkup komunitas muslim, sejalandengan postulat di atas, Abul A’la Maududi telahmenggambarkan mengenai dilema kemanusiaanmuslim kontemporer, yang garis besarnya adalahterlepasnya potensi kreasi mereka dari basis ke-Tuhanan dan beralih pada pendewaan potensiakalnya.yang dikembangkan oleh imperialisme Baratdan akar persoalannya menurut Kontowijoyo adalahlahir dari adanya dominasi konsep, pemikiran danmatras yang menghilangkan makna kemanusiaansejati.

Secara gamblang, kondisi krisis kemanusiaanmuslim kontemporer, telah dideskripsikan oleh Iqbalsebagai akibat dari belenggu faham materialistik yangdikembangkan oleh Barat dan fatalistik yangsenantiasa diagungkan oleh para sufi sesat di Timur.Kedua-duanya telah melahirkan semacam frustasieksistensial dan neurosis noogenik di kalangan kaummuslimin. Artinya, faham fatalism telahmenyebabkan kebanyakan kaum muslimin berubahmenjadi pengkhayal akut; menghindari kenyataan

78

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

hidup dan menolak realita dari eksistensi diri,sehingga mereka terseret ke jalur pengasingan diridari kehidupan aktif. Adapun faham materialism telahmenumbuhkan proses dehumanisasi yang inherendalam tubuh kaum muslimin, yakni melahirkanindividu-individu yang teralienasi dari iman, alambahkan dirinya sendiri.

Dalam perspektif terapis eksistensial-humanistik, kedua faham di atas—penyebab krisiskemanusiaan muslim kontemporer—telahmemberikan andil besar dalam melahirkan virusneurosis kolektif—yakni individu-individu yangmemiliki sikap masa bodoh dan sikap deterministikterhadap hidup, serta individu-individu yang memilikipemikiran konformis (cirinya gaya hidup imitatif akutdan tidak mandiri). Dan pada gilirannya menguatmenjadi wabah neurosis noogenik—yang ciri khasnyaadalah serba bosan, hampa, putus asa, kehilanganminat, dan kehilangan arti tujuan hidup. Sedangkandalam konteks pathologi, krisis kemanusiaan muslimkontemporer tersebut sudah termasuk pada kategorinucleus neurotik (sikap menyalahkan realitas dancenderung menghindari), paradoks neurotik(kecenderungan mempertahankan gaya hidupwalaupun merugikan diri sendiri), kepribadian ganda(memiliki dua atau lebih kepribadian), desosiatif(melarikan diri dari inti kepribadian), narasistik(bersikap eksploitatif), schizofrenia Hebefrenik(jiwanya menjadi tumpul), schizofrenia katatonik

79

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

(sikap kaku dan otomatisasi yang tidak terkendalikanoleh kemauan sadar) dan schizofrenia paranoid(dihinggapi macam-macam delusi dan halusinasi).

Kondisi krisis kemanusiaan muslimkontemporer, dapat disimilasikan pada situasi masaakhir dinasti Mughal yang telah kehilangan senimengenai hidup. Kondisi masyarakatnya sangat kaku,dogmatis, disharmonis, jiwanya terjepit, hidupnyahampa, basi, diulang-ulang, mekanis dan dekaden.Bahkan konvensasinya diwujudkan dalam perilaku-perilaku penyalahgunaan unsur seks, mabuk, judi dankemalasan. Begitupun seperti halnya pada masapenguasa Umayyah yang opportunistik, mereka telahterjebak pada faham materialisme praktis danmengakibatkan kejatuhan diri dalam bentukkemerosotan moral. Hal ini tidak bedanya denganpandangan hidup Barat yang materialistik, yaknikosong, serba melalaikan, mabuk, masa bodoh dantak tahu diri.

Uraian-uraian di atas merupakan sekelumitranah krisis kemanusiaan kontemporer (khususnyadidunia muslim). Jika dielaborasi, krisis tersebutmerupakan variabel-variabel turunan dari jeratstruktur fatalisme dan materialisme, yang secarasempurna telah menempatkan manusia menjadi“asing” dari dirinya sendiri, karya dan tugaskekhalifahannya. Peranan Tuhan menjadi tergeserdari percaturan proses belajar dan bertingkah lakusehari-hari. Tuhan hanya dianggap ada di tempat

80

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

ibadat yang bersifat seremonial saja. Di luar kawasanitu, Tuhan dianggap tidak campur tangan dalamurusan mekanisme alam semesta yang diciptakan-Nya.

C. Proyeksi Substansi BIMBINGAN ISLAM BagiProblemtika Kontemporer

Pada konteks permasalahan di ataslah, ruh misikenabian harus disublimasikan pada praktikbimbingan Islam. Sehingga perjalanannya, mampumencerap substansi pembebasan manusia darisegala krisis yang dihadapinya. Tentu, proyeksibimbingan Islam tersebut harus menjadi terapi yangtepat bagi pembangunan kembali kesadarankemanusiaan (baca: fitrah), yang sasarannya harusmenjangkau problem-problem teologi, humanioradan sosio-kultural kontemporer. Bukankah problem-problem ini yang telah mengakibatkan kebanyakankaum muslimin mengidap penyakit kejiwaan(pathopsikologis)?.

Sepakat dengan beberapa tokoh Islam, bahwasubstansi bimbingan Islam yang hendak dipraktikkansaat ini harus paralel dan sarat dengan misi kenabianyang berkaitan dengan sudut pandang teologi,humaniora dan sosio-kultural.

Sudut pandang pertama, yakni theologi.substansi bimbingan Islam harus memiliki proyeksipenyadaran persepsi bagi kaum muslimin untuk tidakmelihat Tuhan hanya secara pasif sebagaimana

81

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

pemahaman yang selalu dikobarkan oleh theologifatalisme Timur. Akan tetapi harus diinterpretasikansecara aktif ke dalam dunia manusia. Penafsiranseperti ini harus dikonstruksi ke dalam pesan-pesanbimbingan Islam. Sehingga aplikasinya, dapatmelahirkan upaya terapeutik bagi kaum musliminuntuk memiliki potensi mengungkapkan siapa dirinyayang sebenarnya, menyingkirkan semua rintanganhidupnya, menciptakan tindakan-tindakanberkesinambungan, bahkan mampu mencapaikemerdekaan dirinya yang menyebabkan ia menjadipribadi sempurna (baca: insan kamil).

Substansi bimbingan Islam mengenai theologidi atas harus dipahami oleh kaum muslimin—-yangberposisi sebagai klien—sebagai konsep yang tidakmengesampingkan seluruh kemungkinanpemahaman manusia mengenai sifat-sifatadikodratinya. Kaum muslimin yang terkena krisisharus sampai menyadari bahwa potensi Ilahiyah tidaklebih dari potensi-potensi ruhaniah yang diberikanTuhan-nya. Ujung-ujungnya, penyadaran tentangpersepsi theologis tersebut harus dapat membangun(fungsi developmental bimbingan) kaum musliminuntuk memiliki kemampuan mengenal kediriannyajuga mampu mengenal sifat-sifat ketuhanannyadalam status sebagai makhluk theomorfik. Bahkandengan kemampuan potensi ini, kaum muslimindimungkinkan dapat mengenal sisi trandesental dari

82

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

kehidupan yang baik berupa cahaya iman maupundalam bentuk pengalaman sadar.

Pengalaman sadar theologis dari hasil praktikbimbingan Islam tersebut, lebih jauhnya akanmenciptakan suatu bangunan manusia yangsenantiasa melihat hidup sebagai prosesmembentuk, merubah tujuan-tujuan dan maksus-maksud yang dapat dikendalikan oleh dirinya sendirisebagai mitra Tuhan. Ini berbeda dengan pandanganpara pengekor fatalisme yang telah mengakibatkankaum muslimin mengesampingkan kesempatan darikebebasan kemanusiaannya. Sehingga kaummuslimin hanya dikendalikan oleh rencana ataususunan abadi yang lebih dulu ada, yakni semacamnasib atau takdir yang bersifat determinisme kaku.Akan tetapi sebaliknya, mereka yang telahtercerahkan akan memandang bahwa kehidupanyang dijalaninya sangat dinamis, penuh aspiratif daninisiatif yang kreatif.

Begitupun substansi bimbingan Islam harusberakselerasi dengan tujuan kesempurnaan hidupyang diintegrasikan pada setiap jalan menuju cita-citakemuliaan kaum muslimin. Oleh karena itu, parapembimbing Islam dalam mereformulasi teologi,mesti mencairkanya ke dalam nilai-nilai yang lebihmanusiawi dalam hubungannya dengan kepentinganmanusia mengabdi di pentas kehidupannya.Argumentasinya, bahwa sesungguhnya sikaptheologis yang harus diinternalisir kepada penderita

83

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

krisis kemanusiaan adalah konsepsi mengenaimanusia sebagai pembentuk lingkungannya danpembuat nasibnya sendiri. Melalui konstruksi teologisseperti inilah, bimbingan Islam diharapkan mampumerehabilitasi kaum muslimin untuk memanfaatkankekuatan-kekuatan alam dalam konteks mencapaitujuan moral dan mendaur ulang tenaga-tenaga sosialyang telah merusak susunan masyarakat, yakni lewatkemauan Tuhan yang bekerja melalui kemauan bebasmanusia yang lurus.

Pada perspektif di atas, substansi bimbinganIslam dimungkinkan mampu mengarahkan kaummuslimin pada pandangan theologi yang dapatmenarik mereka ke suatu titik kesadaran mengenaiontologi pemahaman. Titik kesadaran tersebutadalah bagaimana mereka dapat memandang bahwadirinya sebagai realitas alam semesta yangmerupakan manifestasi kehendak Tuhan yang bebas,kreatif dan senantiasa bergerak untuk menciptasesuatu yang baru. Sehingga dengan pemahaman ini,kaum muslimin dapat kembali pada supremasieksistensi kemanusiaannya.

Kemudian sudut pandang yang kedua, yaknihumaniora. Substansi bimbingan Islam harus bisamenawarkan bentuk terapi yang tidak berpaling dariproblematika moralitas dan hubungan individudengan tata nilai kemanusiaan. Dalam konteks ini,nilai-nilai konstruktif kemanusian harus menyertaisubstansi bimbingan Islam. Sehingga upaya

84

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

terapeutiknya mampu mereaktualisasi potensi kaummuslimin untuk menegakkan pranata-pranatakehidupannya yang berasimilasi dengan ungkapantheologinya. Artinya, pandangan humaniora tersebutmesti menggugah rasa pengabdian kaum muslimindan menetapkan kiprahnya dalam menjalanikehidupannya sebagai makluk bermartabat di mataTuhan-nya. Untuk menerjemahkan kepentingan-kepentingan tersebut, maka konstruksi pesanbimbingan Islam harus sarat dengan nilai-nilai senidan cinta.

Makna nilai seni ini harus dinterpretasi sebagaicerminan kepribadian. Bahkan menurut Iqbal, hakikatnilai seni tersebut merupakan manifestasi dari reaksipemberontakan untuk melawan kemerosotan moraldan mentalitas budak yang merasuk ke dalam jiwa-jiwa kaum muslim. Oleh karenanya, nilai seni itu akanmempunyai arti jika ada pertalian dengan hidup,manusia dan masyarakat. Seni ini dalam kostruksibimbingan Islam harus berdimensi aktif, yaknimeliputi: 1) seni sebagai metodologi hidup bermakna.Artinya seni sebagai konstruk bimbingan Islam harusmampu menciptakan kerinduan klien kepada hidupyang abadi—-dengan kata lain sebagai sarana yangberharga bagi prestasi kehidupan dalam memberipetunjuk abadi kepada kemanusiaan; 2) seni adalahpembinaan manusia. Dalam konteks konstruksibimbingan Islam, maka ia harus mampu membangundan meningkatkan kepribadian klien. Artinya,

85

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

bimbingan Islam mampu memompa semangatkejantanan dan keberanian ke dalam hati kaummuslimin yang berhati ayam, dan menciptakankerinduan di dalam hati mereka akan setiap ideal dantujuan baru, dan; 3) seni adalah kemajuan interaksisosial. Artinya, substansi bimbingan Islam dalamkonteks ini harus mampu meninggikan kesadaran dirikaum muslimin untuk menumbuhkan potensi gerakkreatif yang bebas dalam hubungannya denganprilaku adaptasi yang sehat ketika bersingungandengan kemajuan zaman, bukan sebaliknyamaladaptif.

Adapun mengenai makna nilai cinta (pahamicinta sebagai kesadaran nurani akan keajegan diri yangsempurna), tidak lain merupakan senjata yang mestidipergunakan dalam pertarungan melawan setiappengekangan atas kebebasan dan kemerdekaanmanusia. Dalam konteks substansi bimbingan Islam,maka nilai cinta merupakan prinsip kelahiran kembaliinsan yang memiliki martabat kesempurnaan setelahia terjatuh ke dalam kemerosotan moral dan spiritual.Dengan nilai cinta pula, praxis bimbingan Islammampu mengarahkan kaum muslimin untuk kembalipada pijakan fitrahnya. Sehingga ia bisa mengalahkankekuatan-kekuatan kejahatan moral dan spiritualyang sedang menimpa dirinya serta masyarakatnya.Substansi bimbingan Islam yang disertai dengan nilaiseni dan cinta inilah yang dapat memungkinkan kaummuslimin (dalam posisi sebagai pesakitan jiwa)

86

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

memiliki kekuatan untuk menegakkan pranata-pranata kehidupannya berdasarkan pada keluhuranmartabat kemanusiaannya.

Selanjutnya sudut pandang ketiga, yakni sosio-kultural. Substansi bimbingan Islam harus menjadidaya tawar terapi terhadap problematika sosio-kultural sebagai tempat manusia mengabdi.Substansi bimbingan Islam ini harus mampumengidentifikasi permasalahan kaum muslimindalam segala ungkapan permasalahan kosmologi,dan kemudian diterjemahkan dalam bentuk perilakudan tata nilai yang penuh kobaran elan vital (berupadinamika intern kreatif, bukan mekanistik juga bukanfinalistik) dan kemuliaan hidup.

Sebagaimana telah diuraikan di muka, bahwapersoalan kaum muslimin pada dasawarsa kekinianberakar pada kehidupan yang diametris, yaknisebagian berperilaku theosentris dan sebagian lagiberperilaku antroposentris. Perilaku tersebutdiakibatkan oleh tata nilai yang dikembangkan parafatalis Timur dan Materialis Barat. Sehingga kaummuslimin tidak menyadari bahwa dirinya adalahmerupakan bagian dari sistem semesta, yang harustunduk pada aturan-aturan adikodrati dan juga yangharus ikut berpartisipasi dalam menentukan nasibnyasendiri. Dasar perilaku inilah yang telah menyebabkankebanyakan kaum muslimin terserang penyakitneurosis Kolektif dan neurosis noogenik. Neurosiskolektif adalah diakibatkan oleh perilaku pemujaan

87

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

terhadap tata nilai fatalisme Timur, sedangkanneurosis noogenik diakibatkan oleh perilaku pemujanterhadap tata nilai materialisme Barat.

Terapinya dalam konteks di atas adalahmembimbing kaum muslimin untuk kembali lagi padatata nilai Islam yang mengajarkan pengakuan akankeberadaan dari perilaku fard (individu) maupunmillat (kolektif) yang merefleksikanpengejawantahan dan pernyataan diri, keteguhan,semangat kemerdekaan, naluri harga diri, idealismedan tindakan luhur. Tentu, dalam konteks ini,substansi bimbingan Islam harus dipayungi olehprinsip utama ajaranya, yakni tauhid. Sebabdengannya, fard maupun millat tidak akanterperosok ke dalam kemerosotan ruhaniah danmaterialistik. Argumentasinya, bahwa dengan tauhid,fard maupun millat akan bersatu bersama KebaikanAbadi dan dituntaskan pembentukkannya dalamsistem tata nilai yang terorganisir. Oleh karena itu,bimbingan Islam harus senantiasa menuntun danmengevaluasi kaum muslimin agar tetap terjagahubungan dirinya dengan Tuhannya serta hubungandengan alam sebagai tempat pengabdian dirinya didunia. Segala aktivitas dirinya harus senantiasadiarahkan kepada kepentingan-kepentingankehidupan yang merupakan bagian dari sistemsemesta.

Reinterpretasi misi kenabiaan di atas—-khususnya tiga sudut pandang yang telah diuraikan—

88

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

-, jika bisa mensublimasi praxis bimbingan Islam saatini, maka diyakini dapat merefleksikan energi kuatdalam mengarahkan kekisruhan jiwa manusiakeseluruhan dan khususnya kaum muslimin untukmelakukan pencarian makna hidup di dalamabsurditas kontemporer. Dengannya, bimbinganIslam dapat memulihkan potensi “penguasaan diri”mereka dalam menghadapi puspa nilai perubahankondisi zaman. Bahkan melaluinya, bimbingan Islamdapat menolong mereka dari akibat-akibat bekerjaseperti mesin, dari kekacauan jiwa akibat penjajahanakal dan kesibukan duniawi, menuju penyelamatandiri yang paripurna.

D. BIMBINGAN ISLAM Emban Misi KenabianProblematika theologis, humaniora dan sosio-

kultural dalam kehidupan kontemporer, padadasarnya merupakan varian dari kejahatan fahamfatalisme dan materialisme klasik maupun modern.Masing-masing telah mengakibatkan manusia,khususnya kaum muslimin terlempar pada ketidak-bermaknaan hidup, baik itu dalam skala frustasieksistensial (berupa virus neurotik kolektif) maupundalam skala deviasi noologis atau spritualitas (berupaneurosis noogenik).

Banyak jabang bayi penyimpangan yang lahirdari kedua skala tersebut, di antaranya nucleusneurotik, paradoks neurotik, kepribadian ganda,desosiatif, narasistik, schizofrenia Hebefrenik,

89

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

schizofrenia katatonik, schizofrenia paranoid dan lain-lain. Ibu maupun jabang bayi penyimpangan ini,sangat disadari telah menjadi virus mengerikan bagikelangengan dan kelestarian kehidupankontemporer. Betapa tidak, ia merasuk ke dalam jiwa-jiwa manusia dan klimaksnya meluluh-lantakkankesejatian norma-norma sosial serta agama.

Persoalan kemanusiaan kontemporer itulah,yang mengharuskan misi kenabian hadir kembali kedalam area bimbingan Islam. Sehingga substansibimbingan Islam mampu menjadi alternatif terapibagi krisis kemanusian kontemporer yang lahir dariside effect problem-problem theologi, humaniora dansosio-kultural dalam dataran kehidupan manusia wabil khusus kaum muslimin.

Paling tidak, ekplorasi ini merupakan keinginansadar untuk mengikuti misi kenabian dalammembimbing manusia menuju kesempurnaan prilakukehidupan (insan kamil). Sepakat dengan ujaranIqbal, pijakan penulis dalam telaah ini adalah“memegang apa yang ada dan dilandasi satu keinginanuntuk menciptakan apa yang seharusnya, adalah sikapyang sehat dan hidup, selain itu hanyalah keruntuhandan kematian”. Beserta pijakan keyakinan akanprinsip-prinsip ajaran Islam dalam al-Qur’an, yaknisecara ab initio dan in toto, ia adalah agamaperadaban dan kemajuan yang senantiasa match danfit in dengan kemodernan sejarah dan sofistikasiteknologi, sehingga ia mampu menterapi setiap

90

Jurnal Irsyad, Vol.2, No. 1, Edisi Januari - Juni 2009

dampak negatif dari kemodernan tersebut. Begitujuga Islam dengan emanasi dan cahaya-Nya mampumembimbing manusia ke dalam cosmic harmonyantara iman dan ilmu, antara ‘aql dan qalbu, sertaantara pikiran dan perasaan.

top related