journal translate + tabel 1
Post on 27-Jan-2016
240 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
JOURNAL READING
“Evaluation and management of severe preeclampsia before 34 weeks’ gestation”
EVALUASI DAN PENGELOLAAN PREEKLAMSIA BERAT SEBELUM USIA KEHAMILAN 34
MINGGU
Disusun Oleh :
Indah Pratiwi (406147034)
Pembimbing:
Dr. Hari Purwanto, Sp.OG
Dr. Anurudha. BS, Sp.OG
KEPANITERAAN ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
PERIODE 5 OKTOBER – 12 DESEMBER 2015
RSUD Kabupaten Kudus dr. Loemonohadi
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
0
Evaluasi Dan Pengelolaan Preeklampsia Berat Sebelum Usia Kehamilan 34 Minggu
Komite publikasi, Kemasyarakatan untuk kesehatan ibu dan janin, dengan asisten Baha M. Sibai, MD
PENGANTAR
Preeklamsia adalah
gangguan multisistem dengan
manifestasi klinis berupa
hipertensi dan proteinuria,
dengan atau tanpa gejala
penyerta, hasil uji laboratorium
ibu yang abnormal, gangguan
pertumbuhan janin, atau
berkurangnya volume air
ketuban.1 Insiden preeklamsia
berat berkisar antara 0,6-1,2%
kehamilan di negara - negara
barat.2-5 Kemungkinan terjadinya
preeklamsia berat dan
preeklamsia pada kehamilan
kurang bulan lebih tinggi pada
wanita dengan riwayat
preeklamsia sebelumnya,
diabetes melitus, hipertensi
kronik, dan kehamilan
multijanin.1,3,7-10 Laporan yang
diterbitkan menggunakan kriteria yang berbeda untuk mendiagnosis preeklamsia,
preeklamsia berat, super-imposed preeklamsia, dan sindrom HELLP (hemoliysis, elevated
liver enzym, low platelet) yang ditampilkan pada tabel berikut.11-14 Bagi wanita yang sudah
menderita hipertensi atau proteinuria, diagnosis preeklamsia berat lebih sulit untuk
ditegakkan , iwanita dengan onset baru dari hipertensi berat yang baru terjadi atau
proteinuria, atau dengan manifestasi klinis atau temuan hasil laboratorium sesuai dengan
1
preeklamsia berat dianggap
sebagai preeklamsia dalam hal
ini (dianggap sugestif sebagai
preeklamsia).
Preeklamsia berat sebelum usia
kehamilan aterm dapat
menyebabkan komplikasi akut
maupun jangka panjang bagi ibu
dan bayi.15,16 Komplikasi maternal
dari preeklamsia berat (seperti
infark miokard, stroke, sindrom
gangguan pernapasan akut,
koagulopati, gagal ginjal kronik)
terjadi lebih sering pada wanita
dengan gangguan medis yang
memang sudah ada sebelumnya,
dan dengan disfungsi organ akut
yang berhubungan dengan
preeklamsia. Komplikasi pada
janin atau bayi akibat
preeklamsia berat merupakan
akibat dari gangguan sirkulasi
uteroplasenta atau akibat
kelahiran sebelum waktunya
(prematur).1,10
Berdasarakan sejarah, wanita
dengan preeklamsia berat telah
diprakarsai untuk segera
melahirkan setelah diagnosis
ditegakkan untuk mengurangi
komplikasi dan mencegah perburukkan penyakit.1,12 Perjalan klinis preeklamsa berat sering
ditandai dengan kerusakan proresif jika persalinan tidak segera dilakukan.10,17 Namun,
2
beberapa telah menantang pandangan bahwa wanita hamil dengan preeklamsia berat harus
dilakukan terminasi kehamilan secepatnya.7 Upaya pertama pada pengelolaan kehamilan
bertujuan untuk memperpanjang / mempertahankan kehamilan untuk memungkinkan
pemberian kortikosteroid antenatal, tetapi potensi untuk memperpanjang pengelolaan
menunjukkan perbaikan karena beberapa pasien tetap stabil bahkan menunjukkan
perbaikan selama pengamatan awal. Studi lebih lanjut menunjukkan bahwa latensi median
dengan pengelolaan hamil berkisar antara 7-14 hari.
Dalam laporan ini dipaparkan risiko dan manfaat dari penatalaksanaan kehamilan
dengan preeklmasia berat jauh dari istilah, dan rekomendasi tentang penatalaksanaan pada
kehamilan, evaluasi ibu dan janin, dan indikasi untuk persalinan. Untuk tujuan laporan ini,
Pengelolaan kehamilan didefiniskan sebagai upaya apapun untuk menunda persalinan,
sehingga dapat diupayakan untuk pemberian kortikosteroid antenatal atau pemanjangan
waktu kehamilan.
Apa manfaat dan resiko dari pengelolaan kehamilan pada preeklamsia berat dengan usia
kehamilan <34 minggu?
Percobaan Acak.
Hanya ada 2 percobaan acak yang sudah diterbitkan mengenai terminasi kehamilan
dengan persalinan vs pengelolaan kehamilan dengan preeklamsia berat pada kehamilan
preterm.19,20
Odendaal dan rekan19 menelitii 38 wanita dengan preeklamsia berat pada usia
kehamilan antara 28-34 minggu dengan perkiraan berat janin antara 650-1.500 g. Delapan
belas wanita menerima terapi kortikosteroid antenatal untuk pematangan janin dan
kemudian dilakukan pengawasan, dimana persalinan hanya dilakukan dengan indikasi
spesifik tertentu (indikasi ibu dan janin). Dua puluh perempuan sisanya ditetapkan untuk
mendapat terapi kortikosteroid antenatal dengan perencanaan persalinan 48 jam pasca
pemberian. Penundaan kelahiran dan usia kehamilan pada persalinan lebih baik dengan
manajemen kehamilan, dimana total komplikasi pada neonatus berkurang dibandingkan
dengan persalinan yang direncanakan.
Sibai dan rekan20 meneliti 95 wanita dengan preeklamsia berat tanpa adanya
komplikasi medis (misalnya penyakit ginjal, Diabetes melitus tipe 1, penyakit jaringan ikat)
atau obsetrik (misalnya perdarahan vagina, ketuban pecah dini, kehamilan multifetal,
3
persalinan prematur) yang menyertai antara usia kehamilan 28-32 minggu. Mereka yang
secara acak dikelompokkan untuk dilakukan pengelolaan kehamilan melahirkan pada usia
kehamilan yang lebih lanjut dan memiliki bayi baru lahir dengan bobot lahir lebih besar,
dengan frekuensi kebutuhan akan perawatan di ruang intensif lebih rendah. Bayi baru lahir
dari kelompok yang mendapatkan pengelolaan kehamilan, lebih sedikit menderita sindrom
distress pernafasan dan necrotizing enterocolitis. Tidak ditemukan kasus eklampsia atau
edema paru pada percobaan lainnya. Frekuensi terjadinya Solusio plasenta adalah sama
antara kelompok tersebut dalam kedua studi, tetapi lebih umum pada kedua kelompok
(yang dilakukan pengolaan dan yang tidak) dari percobaan Odendaal19 dibandingkan studi
yang dilakukan Sibai20. Sindrom HELLP dengan komplikasi dilaporkan hanya terjadi pada 2
kasus pada pengelolaan kehamilan dan 1 kasus dikelola secara agresif dalam studi terakhir.
Terdapat dua uji acak tambahan yang mengevaluasi intervensi terapi selama
pengelolaan kehamilan. Fenakel et al21 menjelaskan 49 perempuan dengan preeklamsia
berat pada usia kehamilan 26-36 minggu yang ditetapkan secara acak untuk menerima
nifedipine baik secara sublingual maupun per oral atau hydralazine intravena maupun per
oral untuk pengobatan hipertensi berat selama pengelolaan kehamilan. Mereka yang
ditetapkan untuk mendapat terapi nifedipine rata – rata melahirkan pada usia kehamilan
≥36 minggu dengan frekuensi gawat janin lebih rendah dan durasi perawatan di unit
perawatan intensif (nicu) lebih pendek dibandingkan wanita yang ditetapkan untuk
mendapat terapi hydralazine. Namun, rata – rata usia kehamilan saat persalinan (34,6 vs
33,6 minggu) dan perpanjangan usia kehamilan tidak meningkat, dan tidak ada perbedaan
antara frekuensi terjadinya komplikasi “mayor” atau “minor” pada bayi baru lahir pada
kedua grup tersebut. Dalam perbandingan multicenter dari terapi antihipertensi saja vs
antihipertensi ditambah ekspansi volume plasma, Ganzevoort et al22 menemukan bahwa
ekspansi volume tidak memberikan manfaat tambahan di antara wanita usia kehamilan 24-
33 minggu dengan preeklamsia berat yang dilakukan pengelolaan kehamilan.
Studi kohort
Studi kohort mengenai pengelolaan kehamilan pada preeklamsia berat memiliki
berbagai variasi dalam kriteria inklusi dan indikasi persalinan.5,7,10,18,23-35 Beberapa hanya
menyertakan wanita yang tetap stabil setelah 24-48 jam observasi, sementara yang lain
memasukkan wanita yang sudah mendapat penanganan (dilakukan pengelolaan kehamilan)
4
sejak diagnosa ditegakkan. Peninjauan sistematis baru-baru ini merangkum frekuensi
komplikasi terkait dengan preeklamsia berat selama kehamilan jauh dari istilah.18 Komplikasi
tersebut antara lain : perawatan di ruang intensif (27.6%), hipotensi (17.0%), sindrom HELLP
(11.0%), hipertensi kronik berulang (8.8%), Solutio plasenta (5.1%), edema paru (2.9%),
eklampsia (1.1%), subcapsular liver hematoma (0.5%), stroke (0.4%), still-birth (2.5%), dan
kematian neaonatus (7.3%). Frekuensi Persalinan atas indikasi janin (46%) maupun ibu
(40%) hampir sama.
Kesimpulannya, pengelolaan kehamilan dengan preeklamsia berat pada usia
kehamilan <34 minggu bertujuan untuk meningkatkan usia kehamilan saat persalinan,
peningkatan berat badan lahir, dan menurunkan komplikasi pada kasus tertentu, dan harus
dilakukan pengawasan terhadap ibu dan janin saat dilakukan pengelolaan tersebut.
Apa evaluasi awal dan pentalaksanaan preeklamsia berat pada usia kehamilan <34
minggu?
Wanita yang dicurigai menderita preeklamsia berat harus dirawat dirumah sakit
untuk menegakkan diagnosis, mengevaluasi kondisi ibu dan janin, dan memantau
perkembangan dari penyakit tersebut. Selama penilaian awal ini, magnesium sulfat
intravena sebagai profilaksis kejang telah disarankan oleh beberapa ahli untuk diberikan.
Pemantauan denyut jantung janin dan kontraksi uterus secara kontinyu harus dilakukan jika
ada kemungkinan akan dilakukannya intervensi untuk kepentingan janin. Penilaian ibu harus
mencakup evaluasi tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus
terhadap tanda-tanda preeklamsia dan komplikasinya. Pemeriksaan laboratorium
setidaknya harus mencakup pemeriksaan darah lengkap, jumlah platelet, serum kreatinin,
dan pemeriksaan enzim hati. Pemeriksaan Protein urin atau ratio protein urin total/kreatinin
untuk mengkonfirmasi proteinuria, yang dicek melalui sampel urin acak / urin sewaktu. Uji
pembekuan termasuk fibrinogen, prothrombin time, partial thrombin time dan evaluasi
hemolisis (sediaan apus darah tepi, serum bilirubin dan/atau Laktat dehidrogenase) harus
dipertimbangkan jika jumlah platelet <100.000/mm3, jika ada peningkatan kadar enzim hati
atau jika adanya temuan sugestif yang mengarah ke solusio plasenta. Pemeriksaan USG
harus dilakukan untuk mengevaluasi presentasi janin, kemungkinan terhambatnya
5
pertumbuhan janin, atau oligohidroamnion.
Wanita dengan gejala yang persisten dari preeklamsia berat, hipertensi kronik yang
tidak terkontrol, eklamsia, edema paru, solusio plasenta, koagulasi intravaskular diseminata,
onset awal dari gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >1.5 mg/dl), sindrom HELLP, dan
mereka yang janinnya abnormal yang terlihat dari hasil pengawasan,biasanya harus
dilakukan terminasi kehamilan dengan persalinan baik secara pervaginam atau sectio
caesaria sesuai indikasi, setelah ibu dalam keadaan stabil.10 Sisanya mungkin menjadi
kandidat untuk perpanjangan kehamilan jangka pendek untuk mencapai manfaat dari
pengobatan kortikosteroid antenatal, atau untuk memungkinkan pertumbuhan dan
pematangan janin. Walaupun Data khusus mengenai pengelolaan kehamilan dengan
preeklmasia berat terbatas, namun percobaan secara acak terkontrol yang melibatkan
kehamilan dengan komplikasi sindrom hipertensi menunjukkan bahwa pengobatan
kortikosteroid antenatal mengakibatkan berkurangnya frekuensi sindrom gagal nafas,
kematian neonatal, dan perdarahan intraventrikular.36 Dalam satu studi plasebo terkontrol
mengenai pemberian betamethasone mingguan pada wanita dengan preeklamsia berat
antara usia kehamilan 26-34 minggu, menunjukkan bahwa pengobatan tersebut
mengurangi frekuensi kejadian sindrom gawat nafas dan perdarahan intraventricular. Dalam
studi ini, terdapat 2 kematian ibu di antara 218 kehamilan.
Jika sebelumnya tidak diberikan, dan jika kemungkinan akan ada keuntungan bagi
janin dengan intervensi ini, pemberian kortikosteroid antenatal harus dipertimbangkan
terlepas dari rencana pengelolaan kehamilan. Mereka yang memperlihatkan onset awal
kontraindikasi terhadap pengelolaan kehamilan sebelum atau sesudah pemberian
kortikosteroid antenatal harus dilakukan terminasi kehamilan dengan persalinan. Jika
keadaan ibu dan kondisi janin tetap stabil selama monitoring selama rawat inap, lanjutkan
pengelolaan kehamilan pada wanita dengan usia kehamialn <34 minggu. Pemantauan janin
seara kontinyu dan pemberian magnesium sulfat secara kontinyu sebagai profilaksis kejang
jika dilakukan, dapat dihentikan. Wanita yang diduga mengalami gangguan pertumbuhan
janin dan atau oligohdrioamnion tidak bisa menjadi kandidat untuk pengolaan kehamilan
kecuali telah mendapat terapi kortikosteroid antenatal karena terjadi peningkatan resiko
kemungkinan adanya hasil akhir yang buruk termasuk kemungkinan kematian perinatal.5,17
6
7
Untuk wanita sisanya, potensi risiko pada ibu dan manfaat perinatal dari pengelolaan
kehamilan berkelanjutan setelah pemberian kortikosteroid antenatal harus ditentukan
setelah mempertimbangkan faktor klinis seperti usia gestasional, status ibu, dan
kemungkinan perpanjangan kehamilan yang signifikan.
Karena potensi penurunan kondisi yang cepat dari ibu dan atau kondisi janin selama
pengelolaan hamil dengan preeklamsia berat, wanita tersebut secara optimal harus dirawat
di rumah sakit dengan pelayanan yang mampu mengelola kasus obstetri rumit dan bayi baru
lahir prematur. Evaluasi ibu harus mencakup monitoring tekanan darah, urin output, dan
tanda-tanda yang perlu diperhatikan seperti sakit kepala yang terus - menerus, gangguan
penglihatan, nyeri epigastrik, nyeri perut, atau perdarahan pervaginam. Selama awal
pengelolaan kehamilan sekurang-kurangnya dilakukan penilaian harian dari darah lengkap,
jumlah platelet, serta pemeriksaan fungsi hati dan fungsi ginjal berguna untuk
mengidentifikasi perjalanan penyakit dan yang memerlukan terminasi kehamilan lewat
persalinan. Evaluasi parameter pembekuan ibu biasnya tidak rutin dibutuhkan. Frekuensi
pengujian laboratorium selanjutnya dapat ditentukan berdasarkan pada beratnya penyakit
dan perkembangan penyakit. Pemeriksaan USG untuk mengevaluasi pertumbuhan janin dan
volume cairan amnion harus dilakukan. Jika ditemukan kontraindikasi untuk pengelolaan
kehamilan, persalinan harus dilakukan secepat mungkin (saat itu juga) mengingat
kemungkinan risiko yang semakin besar baik untuk ibu maupun janin selama dilakukan
pengelolaan.
Haruskah proteinuria mengubah pendekatan pengelolaan kehamilan dengan preeklamsia
berat?
Kehadiran proteinuria berat pada wanita dengan preeklamsia berat yang menjalani
pengelolaan / pentalaksanaan kehamilan tidak terkait dengan hasil akhir yang lebih buruk.
Dalam salah satu penelitian terhadap 42 wanita hamil dengan perpanjangan kehamilan
komplikasi bagi ibu tidak meningkat dan perbaikan disfungsi ginjal terjadi pada semua
wanita 3 bulan setelah persalinan.23 Studi kedua mengkategorikan wanita dengan
preeklamsia berat menurut tingkat keparahan proteinuria sebagai ringan, berat atau masif.
Tidak ada perbedaan dalam hal kejadian eklamsia, solusio plasenta, edema paru, sindrom
8
HELLP, kematian neonatal, atau morbiditas neonatal yang teridentifikasi antara kelompok –
kelompok ini. Meskipun jumlah proteinuria meningkat dari waktu ke waktu seiring
dilakukannya pengelolaan kehamilan, perubahan ini tidak prediktif terhadap perpanjangan
kehamilan atau hasil perinatal.39 Atas dasar data ini, proteinuria berat sendiri dan perubahan
tingkat proteinuria tidak harus dianggap sebagai kriteria untuk menghindari atau
mengehentikan pengelolaan kehamilan.
Apakah pengelolaan kehamilan harus ditawarkan / dipertimbangkan untuk dilakukan
ketika ditemukan adanya sindrom HELLP ?
Wanita dengan sindrom HELLP merupakan kriteria eksklusi dalam pengelolaan
kehamilan preterm dengan preeklamsia berat, hal ini dikarenakan adanya sindrom HELLP
merupakan indikasi untuk dilakukan terminasi kehamilan dengan cara persalinan.10,19,20
Dalam sebuah ulasan yang sistematik, Magee et al18 mengevaluasi frekuensi dari komplikasi
yang mungkin terjadi jika dilakukan pengelolaan kehamilan pada wanita dengan usia
kehamilan <34 minggu dengan sindrom HELLP. Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain
hipertensi kronik berulang (46,2%), solutio plasenta (5,1%), eklamsia (0,8%), subcapsular
liver hematome (3,1%), stroke (6,3%), stillbirth (10,5%), kematian neonatus (5,5%).
Kelahiran bayi pada usia kehamilan kecil merupakan hal yang sering terjadi. Kematian Ibu
juga mungkin terjadi selama pengelolaan.
Sebuah metaanalisis terbaru mengulas 11 percobaan yang dilakukan untuk
mengevaluasi dampak dari pemeberian kortikosteroid antenatal selama pengelolaan
kehamilan pada wanita dengan sindrom HELLP. Dari tinjauan sistematis ini ditemukan
bahwa, terjadi peningkatan jumlah platelet setelah pemberian kortikosteroid antenatal,
namun tidak ada bukti terjadinya perbaikan dalam hal angka kematian ibu, angka kesakitan
ibu dan kematian bayi.
Mengingat bukti saat ini mengenai latency singkat dan risiko ibu tanpa menunjukkan
manfaat terhadap janin, wanita dengan sindrom HELLP tidak harus dilakukan pengelolaan
kehamilan, dan persalinan pervaginam atau sesar harus dilakukan sesuai indikasi.
Pemberian kortikosteroid antenatal dapat diberikan bersamaan, jika diantisipasi bahwa
akan ada waktu yang cukup untuk kepentingan janin dari pengobatan tersebut, tetapi risiko
komplikasi bedah dalam pengaturan trombositopenia harus dipertimbangkan. Jika
persalinan ditunda guna pemberian kortikosteroid antenatal (misalnya, untuk pasien
9
dengan temuan yang tidak lengkap dari sindrom HELLP), pemberian magnesium sulfat
sebagai profilaksis kejang harus dilanjutkan kemudian pemantauan janin harus dilakukan
secara kontinyu karena adanya kemungkinan terjadi eklampsia dan kematian janin.
Persalinan harus segera dilakukan jika kondisi ibu / janin memburuk.5,10,20,21,27
Apakah pengelolaan kehamilan harus dilaksanakan / ditawarkan ketika dicurigai adanya
pertumbuhan janin terhambat ?
Sementara ini tidak ada uji prospektif tentang manfaat dan risiko pengelolaan
kehamilan ketika dicurigai adanya gangguan pertumbuhan janin (pertumbuhan janin
terhambat) pada wanita hamil preterm dengan preeklamsia berat , 2 uji observasional
retrospektif menggambarkan hasil akhir dari kehamilan.22,26 Dalam salah satu penelitian
terhadap ekspansi volume selama pengelolaan kehamilan pada wanita dengan preeklamsia
berat, mereka yang diduga mengalami gangguan pertumbuhan janin / pertumbuhan janin
terhambat (dari hasil USG, perkiraan berat <10 percentile / abdominal circumferentia <5
percentile) memiliki perpanjangan median kehamilan dari 7 hari, dan frekuensi hasil yang
merugikan (kematian perinatal, penyakit paru kronis, perdarahan intraventrikular, atau
leukomalacia periventrikel) untuk kelompok ini mirip dengan kohort keseluruhan. penelitian
kedua membandingkan 14 wanita dengan preeklamsia berat dan perkiraan berat badan
<percentil 10 dengan 33 wanita tanpa gangguan pertumbuhan janin. Dengan pengelolaan
kehamilan, terlihat Hanya terjadi perpanjangan kehamilan yang singkat (3,1 hari), dan
insiden solusio plasenta dan morbiditas neonatal adalah sama antara mereka dengan atau
tanpa pertumbuhan janin terhambat. Penelitian ini merekomendasikan terminasi kehamilan
melalui persalinan setelah pemberian kortikosteroid antenatal dalam kasus tertentu.
Keputusan mengenai pengelolaan kehamilan pada pasien ini harus bersifat individual.
Haruskah preeklamsia berat yang terjadi sebelum batas kelayakan (batas viabilitas)
ditangani?
Preeklamsia berat yang timbul mendekati batas viabilitas janin dikaitkan dengan
kemungkinan tingginya morbiditas dan mortalitas perinatal, terlepas dari pengelolaan
hamil5,7,8,31,33,45-50 Namun, data mengenai hasil pengelolaan kehamilan yang dikategorikan
berdasarkan usia kehamilan saat diagnosis terbatas. Tingkat kelangsungan hidup dari 0/34
(0%), 4/22 (18,2%), dan 15/26 (57,7%) telah dilaporkan setelah pengelolaan hamil dengan
10
preeklampsia berat dimulai pada usia kehamilan <23 minggu, 23 minggu, dan 24
minggu.5,31,49,50 Konseling eksplisit mengenai kemungkinan hasil akhir yang buruk pada
perinatal dengan pengelolaan kehamilan harus disediakan. Persalinan harus
dipertimbangkan ketika preeklamsia berat terjadi sebelum batas viabilitas.
Apa peran terapi antihipertensi selama manajemen hamil?
Pada wanita dengan preeklamsia berat, pengendalian tekanan darah ibu penting
dilakukan untuk mengurangi risiko hipertensi akut (misalnya, cedera cerebrovaskular, iskemi
miokard), tetapi penurunan yang dramatis juga dapat mengganggu perfusi uteroplasenta.
Obat antihipertensi harus dipertimbangkan untuk diberikan jika tekanan darah sistolik
≥160mmHg, atau tekanan darah diastolik ≥110 mmHg.10 Setelah diobati, target kisaran
tekanan darah sistolik antara 140-155 mmHg dan tekanan darah diastolik 90-105 mmHg.
Meskipun terapi antihipertensi parenteral mungkin diperlukan awalnya untuk
kontrol akut tekanan darah, obat-obatan oral dapat dimanfaatkan sebagai pentalaksanaan
lanjutan dalam pengelolaan kehamilan. Labetalol per Oral dan calsium channel blockers
merupakan obat yang paling sering digunakan.10 Pendekatan awal ialah dengan memulai
pemberian labetalol 200mg per oral setiap 12 jam, dan dosis ditingkatkan sampai batas 800
mg per oral tiap 8-12 jam jika dibutuhkan (dosis maksimum 2400mg / hari). Jika dosis
maksimum tidak memadai untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan, short-
acting nifedipine per oral dapat ditambahkan dengan dosis awal 10 mg per oral setiap 6 jam
dan dapat dinaikkan sesuai kebutuhan hingga 20mg setiap 4 jam (40-120 mg/hari).
Alternatif lain adalah pemberian preparat long-acting nifedipine (30-60 mg/hari). Tekanan
darah harus diukur setidaknya setiap 6 – 8 jam. Jika terdapat hipertensi berat persisten
berulang meskipun telah diberikan terapi antihipertensi yang adekuat baik secara oral atau
intravena, persalinan harus dilakukan ketika keadaan ibu sudah stabil.
Strategi apa yang tersedia / diperlukan untuk melakukan penilaian janin selama
pengelolaan hamil?
Tidak ada uji acak yang telah mengidentifikasi metode optimal penilaian janin selama
pengelolaan kehamilan dari preeklamsia berat, namun ada kesepakatan bahwa pengujian
janin diindikasikan jika kehamilan dianggap layak. Uji nonstress (NST) dianjurkan, tetapi
frekuensi optimal pengujian dan nilai tambahan pengujian profil biofisik belum ditetapkan.
11
Sebuah pendekatan untuk surveilans janin melibatkan setidaknya uji nonstres harian / rutin,
dengan dilakukannya pengujian profil biofisik hasil nonreaktif NST dapat ditemukan. Tindak
lanjut dan evaluasi pertumbuhan janin dan volume cairan amnion harus dilakukan. Jika
dicurigai kemungkinan adanya pertumbuhan janin terhambat, sedangkan pengelolaan hamil
sedang dilakukan, maka penggabungan studi aliran doppler dalam skema manajemen
individual perlu dilakukan.
Apa saja yang termasuk indikasi persalinan setelah pengelolaan kehamilan?
Dalam studi yang dipublikasikan mengenai pengelolaan kehamilan preterm dengan
preeklamsia berat, persalinan biasanya direncanakan pada usia kehamilan sekitar 34
minggu. Namun, penurunan kondisi ibu dan/atau kondisi janin sebelum usia gestasional ini
adalah alasan paling umum dilakukannya persalinan.18 Indikasi dari segi ibu untuk
dilakukannya persalinan terpapar pada tabel berikut. Persalinan juga harus dipertimbangkan
untuk wanita yang sedang dalam pengamatan rawat inap; mereka yang menunjukkan
keluhan nyeri epigastrik / nyeri kuadran kanan atas yang persisten, mual muntah, atau
dengan ketuban pecah dini. Ketika persalinan diindikasikan, persalinan pervaginam sering
dapat dicapai, naum hal ini kurang memungkinkan seiring menurunnya usia kehamilan.
Dengan induksi perslinan, kemungkinan persalinan sesar meningkat dengan penurunan usia
kehamilan dalam data ini (kisaran, 93–97% usia kehamilan <28 minggu, 53–65% pada usia
kehamilan 28-32 minggu, dan 31–38% pada usia kehamilan 32-34 minggu).
12
top related