issn : 2355 -9284 - std-bali.ac.id · peleng kap pembentuk ruang . 2.2 metode pengumpulan data ......
Post on 04-May-2019
232 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ISSN : 2355-9284
Jurnal Desain Interior Vol.1 No.1 Hal. 01-63 Juni 2014 ISSN : 2355-9284
i
ISSN : 2355-9284
NEW MEDIA VOLUME 1 NOMOR 1 JUNI 2014
PENGANTAR REDAKSI
Jurnal Desain Interior “Sekolah Tinggi Desain Bali” Volume 1 Nomor 1 Juni 2014 merupakan
edisi pertama yang bertemakan “Interior dalam Dunia Pendidikan”. Edisi ini diawali dengan
artikel yang berjudul tentang Kajian Interior Elemen Pembentuk dan Pelengkap Pembentuk
Ruang oleh Ni Made Emmi Nutrisia Dewi, S.T., M.T. Artikel kedua dengan judul Variasi Desain
Interior Coffee Shop di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung oleh Freddy Hendrawan, ST, MT.
Artikel ketiga dari I Kadek Pranajaya, ST, MT, IAI dengan judul Penerapan Elemen-Elemen
Interior Gaya Jepang pada Restoran Ryosi Ubud. Artikel keempat yaitu Signifikansi Pencahayaan
Buatan pada Perancangan Interior Galeri oleh I Wayan Juliatmika, S.T., M.T. Artikel berikutnya
oleh Bambang S. Yudhistira yang berjudul Presentasi Visual dalam Proses Desain Interior. Dan
artikel terakhir adalah Lokal Genius pada Interior Etnik Bali Masa Kini oleh Ni Nyoman Sri
Rahayu, ST, MT.
Redaksi mengucapkan terima kasih kepada Sekolah Tinggi Desain Bali atas motivasi dan
masukannya untuk kesempurnaan jurnal ini serta seluruh civitas akademika Sekolah Tinggi
Desain Bali atas kekompakan dan semangatnya. Terakhir, kritik dan saran selanjutnya sangat
kami harapkan dan kepada semua yang telah membantu penerbitan jurnal ini dan para pembaca
yang budiman, kami ucapkan terimakasih.
Redaksi :
Kampus Sekolah Tinggi Desain Bali
Jl. Tukad Batanghari No. 29 Renon – Denpasar
Telp. (0361) 259459, 7448456 Fax: (0361) 701806, 259459
Website: http://www. std-bali.ac.id
JURNAL DESAIN INTERIOR
SEKOLAH TINGGI DESAIN BALI
ii
ISSN : 2355-9284
NEW MEDIA VOLUME 1 NOMOR 1 JUNI 2014
Pelindung dan Penanggung Jawab : Nyoman Suteja, Ak.
Kadek Sudrajat, S.Kom
Penasehat :
Dr. Ngakan Ketut Acwin Dwijendra, ST, MA, Dipl.LMP
Ketua Dewan Redaksi :
Ni Made Emmi Nutrisia Dewi, S.T., M.T.
Mitra Bestari :
Martin Morrell (Morrell Architects, Newcastle, Nsw, Australia)
I Kadek Pranajaya, ST, MT, IAI
I Wayan Juliatmika, ST, MT
Dewan Editor :
Ni Made Emmi Nutrisia Dewi, S.T., M.T.
Freddy Hendrawan, ST, MT
Redaktur Pelaksana :
Inten Pertiwi, S.I.P
Indah Puspita Sari, S.Ds
Desain Cover :
Aditya Wahyu Ramadhan
Alamat Redaksi : Kampus Sekolah Tinggi Desain Bali
Jl. Tukad Batanghari No. 29 Renon – Denpasar
Telp. (0361) 259459, 7448456 Fax: (0361) 701806, 259459
Website: http://www. std-bali.ac.id
Jurnal ini diterbitkan sebagai media publikasi bagi karya-karya tulis dosen-dosen dan civitas akademika pada Program Studi
Desain Interior STD Bali. Selain itu juga sebagai wahana informasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang seni,
desain interior dan arsitektur. Karya yang disajikan berupa hasil penelitian, tulisan ilimah populer, studi kepustakaan, review
buku maupun tulisan ilmiah terkait dalam lingkup desain interior. Dewan Redaksi menerima artikel terpilih untuk dimuat, dengan
frekuensi terbit secara berkala 1 (satu) kali setahun yaitu Juni. Naskah yang dimuat merupakan pandangan dari penulis dan
Dewan Redaksi hanya menyunting naskah sesuai format dan aturan yang berlaku tanpa mengubah substansi naskah.
JURNAL DESAIN INTERIOR
SEKOLAH TINGGI DESAIN BALI
iii
ISSN : 2355-9284
NEW MEDIA VOLUME 1 NOMOR 1 JUNI 2014
PETUNJUK PENGIRIMAN DAN TATA TULIS NASKAH : 1. Kategori naskah ilmiah hasil penelitian (laboratorium, lapangan, kepustakaan), ilmiah popular (aplikasi,
ulasan, opini) dan diskusi.
2. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris diketik pada kertas ukuran A-4, spasi
Single, dengan batas atas, bawah, kanan dan kiri masing-masing 2,5 cm dari tepi kertas.
3. Batas panjang naskah/artikel maksimum 20 halaman dan untuk naskah diskusi maksimum 5 halaman.
4. Judul harus singkat, jelas tidak lebih dari 10 kata, cetak tebal, huruf kapital, huruf Times New Roman
16 pt, ditengah-tengah kertas. Untuk diskusi, judul mengacu pada naskah yang dibahas (nama penulis
naskah yang dibahas ditulis sebagai catatan kaki).
5. Nama penulis/pembahas ditulis lengkap tanpa gelar, di bawah judul, disertai institusi asal penulis dan
alamat email dibawah nama.
6. Harus ada kata kunci (keyword) dari naskah yang bersangkutan minimal 2 kata kunci. Daftar kata kunci
(keyword) diletakkan setelah abstrak.
7. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Inggris maksimum 150 kata, dicetak miring, 1 spasi.
Abstrak tidak perlu untuk naskah diskusi.
8. Judul bab ditulis di tengah-tengah ketikan, cetak tebal huruf capital, huruf Times New Roman 12 pt
9. Gambar, grafik, tabel dan foto harus disajikan dengan jelas. Tulisan dalam gambar, grafik, dan tabel
tidak boleh lebih kecil dari 6 point (tinggi huruf rata-rata 1,6 mm).
10. Nomor dan judul untuk gambar, grafik, tabel dan foto ditulis di tengah-tengah kertas dengan huruf
kapital di awal kata. Untuk nomor dan judul tabel diletakkan di atas tabel, sedangkan untuk nomor dan
judul gambar, grafik dan foto diletakkan di bawah gambar, grafik dan foto yang bersangkutan.
11. Untuk segala bentuk kutipan, pada akhir kutipan diberi nomor kutipan sesuai dengan catatan kaki yang
berisi referensi kutipan (nama, judul, kota, penerbit, tahun dan halaman yang dikutip). Rumus-rumus
hendaknya ditulis sederhana mungkin untuk menghindari kesalahan pengetikan. Ukuran huruf dalam
rumus paling kecil 6 point (tinggi huruf ratarata 1,6 mm).
12. Definisi notasi dan satuan yang dipakai dalam rumus disatukan dalam daftar notasi. Daftar notasi
diletakkan sebelum daftar pustaka.
13. Kepustakaan diketik 1 spasi. Jarak antar judul 1,5 spasi dan diurutkan menurut abjad. Penulisannya
harus jelas dan lengkap dengan susunan : nama pengarang. tahun. judul. kota: penerbit. Judul dicetak
miring.
KETERANGAN UMUM :
1. Naskah yang dikirim sebanyak satu eksemplar dalam program pengolahan kata M.S. Word.dan naskah
bisa dikirimkan via email atau dalam bentuk CD ke alamat redaksi.
2. Naskah belum pernah dipublikasikan oleh media cetak lain.
3. Redaksi berhak menolak atau pengedit naskah yang diterima. Naskah yang tidak memenuhi kriteria
yang ditetapkan akan dikembalikan. Naskah diskusi yang ditolak akan diteruskan kepada penulis
naskah untuk ditanggapi.
JURNAL DESAIN INTERIOR
SEKOLAH TINGGI DESAIN BALI
iv
ISSN : 2355-9284
NEW MEDIA VOLUME 1 NOMOR 1 JUNI 2014
DAFTAR ISI
COVER
PENGANTAR REDAKSI
i
TIM DEWAN REDAKSI
ii
PETUNJUK PENGIRIMAN DAN TATA TULIS NASKAH
iii
DAFTAR ISI iv
KUMPULAN JURNAL
KAJIAN INTERIOR ELEMEN PEMBENTUK DAN PELENGKAP
PEMBENTUK RUANG
Ni Made Emmi Nutrisia Dewi, ST, MT
1
VARIASI DESAIN INTERIOR COFFEE SHOP DI KOTA DENPASAR
DAN KABUPATEN BADUNG
Freddy Hendrawan, ST, MT
18
PENERAPAN ELEMEN-ELEMEN INTERIOR GAYA JEPANG PADA
RESTORAN RYOSI UBUD
I Kadek Pranajaya, ST, MT, IAI
28
SIGNIFIKANSI PENCAHAYAAN BUATAN PADA PERANCANGAN
INTERIOR GALERI
I Wayan Juliatmika, ST, MT
38
PRESENTASI VISUAL DALAM PROSES DESAIN INTERIOR
Bambang S. Yudhistira
47
LOKAL GENIUS PADA INTERIOR ETNIK BALI MASA KINI
Ni Nyoman Sri Rahayu, ST, MT
55
JURNAL DESAIN INTERIOR
SEKOLAH TINGGI DESAIN BALI
1
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 1-17
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
KAJIAN INTERIOR ELEMEN PEMBENTUK DAN
PELENGKAP PEMBENTUK RUANG
Oleh:
Ni Made Emmi Nutrisia Dewi, ST, MT
Ketua Program Studi Desain Interior, Sekolah Tinggi Desain Bali
E-mail : emmi_41287@yahoo.com
Abstrak
Ruang merupakan bagian pokok yang menjadi objek dalam perancangan interior. Hal ini
dikarenakan segala sesuatu yang berada di dalam sebuah ruang memerlukan suatu rancangan
interior yang sesuai dengan kebutuhan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam suatu
perancangan interior yaitu perancangan elemen pembentuk ruang yaitu lantai, dinding dan
plafon serta pelengkap pembentuk ruang yaitu pintu, jendela dan ventilasi. Maka dari itu
sebelum merancang elemen-elemen tersebut, diperlukan suatu kajian yang menjelaskan apa
saja bagian-bagian yang perlu dirancang dan diperhatikan. Kajian tersebut berisi mengenai
penjelasan masing-masing elemen tersebut yang terdiri dari bahan/material, jenis-jenis, kesan
atau suasana yang ditimbulkan serta contoh-contoh visual desainnya. Kajian mengenai elemen
pembentuk dan pelengkap pembentuk ruang ini bertujuan menambah pengetahuan didalam
merancang bagian-bagian suatu interior bangunan sehingga dapat menghasilkan suatu desain
yang bermanfaat dan memiliki nilai estetika.
Kata kunci : elemen pembentuk ruang, elemen pelengkap pembentuk ruang, kajian interior.
Abstract
Space is the main part of the object in interior design. It’s because the entire thing inside the
space need an interior design according the needs. One thing that needs to be concern in
interior design is the element design of forming space (floor, wall and ceiling) and the
complementary elements of space (door, window and ventilation). Therefore, before designing
those elements, we need an analysis which are explains what is the part that need to be
designed and concerned. The analysis will explain about each element which is including the
materials, the types, the produce of impressions and environments also the example of the
visual design. The analysis about the forming and complementary space elements will
increase the design knowledge parts of a building interior, in order to creates an useful
design and have aesthetic values.
Keywords : the elements of forming space, the complementary elements of forming space,
interior analysis.
2
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 1-17
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
1. PENDAHULUAN
Ruang merupakan wadah yang berperan
utama dalam proses perancangan interior.
Sedangkan unsur-unsur pembentuknya
yang merupakan bagian dari perancangan
interior adalah elemen pembentuk interior
yang terdiri dari lantai, dinding dan plafon
serta elemen pelengkap pembentuk
interiornya terdiri dari pintu, jendela dan
ventilasi. Didalam merancang elemen-
elemen tersebut yang harus diperhatikan
yaitu jenis-jenisnya, material, kesesuaian
dengan tema dan konsep, kebutuhan civitas
dan aktivitas.
Seiring dengan perkembangan jaman,
terjadi perubahan dalam segala bidang
khususnya yang berhubungan dengan
elemen-elemen perancangan interior. Selain
itu umumnya para desainer belum
memahami secara keseluruhan apa yang
akan dirancang. Sehingga diperlukan suatu
kajian yang membahas segala sesuatu yang
akan dirancang khususnya yang
berhubungan dengan elemen-elemen dasar
yang membentuk suatu ruang.
Maka dalam pembahasan ini akan dibahas
mengenai elemen pembentuk dan
pelengkap pembentuk interior seperti
fungsi/manfaatnya, jenis-jenisnya,
karakteristik, material dan sebagainya.
2. TUJUAN DAN METODE
PENGUMPULAN DATA
2.1 Tujuan
Tujuan pembuatan artikel ilmiah ini untuk
mengetahui unsur-unsur dan penjelasan
mengenai elemen pembentuk dan
pelengkap pembentuk ruang.
2.2 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data ini dilakukan melalui studi
kepustakaan baik dari buku maupun internet.
3. UNSUR-UNSUR PEMBENTUK
INTERIOR RUANG
3.1 Elemen Pembentuk Ruang
Elemen pembentuk ruang adalah unsur-
unsur yang terdiri dari struktur wadah suatu
ruang sehingga menjadi satu kesatuan
dalam suatu bangunan. Adapun elemen
pembentuk ruang terdiri dari 3 yaitu :
3.1.1 Lantai
Lantai adalah bagian dari ruang interior
yang merupakan unsur bagian dasar suatu
ruang serta penutup ruang bagian bawah
yang berfungsi menjadi pemikul beban atau
benda yang berada diatasnya baik benda
mati seperti furniture, aksesoris, maupun
benda hidup berupa aktivitas manusia (Y.B.
Mangun Wijaya, 1980 ; 329). Dalam
pemilihan jenis pelapis lantai ditinjau dari
macam atau jenis kegiatannya, dan pada
umumnya dikenal beberapa klasifikasi
yaitu:
a. Untuk lantai keras sifat pemakaian lebih
baik dan banyak menguntungkan, karena
pembersihan yang mudah.
b. Sedangkan lantai yang jenisnya medium
lebih bersifat hati-hati.
Syarat-syarat bentuk lantai antara lain:
1. Kuat, lantai harus dapat menahan beban,
2. Mudah dibersihkan
Fungsi utama lantai adalah sebagai penutup
ruang bagian bawah serta lainnya adalah
untuk mendukung beban-beban yang ada di
dalam ruang (D. K. Ching, 1999). Selain itu
Fungsi lantai juga sebagai unsur dekorasi
dan sebagai penyerap / peredam suara (The
Encyclopedia Americana, 1990 : 263 dalam
Edy Dharma, 2012).
Dalam rangka pemanfaatan lantai sebagai
penutup bagian dasar suatu ruang maka
antara ruang luar dan dalam dibedakan jenis
bahannya. Ruang luar pada umumnya
(exsterior) digunakan lantai yang bertexstur
kasar supaya tidak licin apabila terkena air.
Sedangkan untuk ruang dalam (interior)
digunakan bahan lantai yang mempunyai
warna, pola, dan dimensi serta texstur yang
halus. Macam-macam material penutup
lantai yaitu :
a. Lantai Tegel
Lantai tegel merupakan lantai yang terbuat
dari campuran semen dan pasir dengan
kombinasi warna yang beragam seperti abu-
abu, merah, biru, kuning dan lain
sebagainya serta pada umumnya memiliki
3
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 1-17
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
ukuran (panjang x lebar) 30 cm x 30 cm
atau 40 cm x 40 cm. Ciri khas lantai ini
mengikuti iklim Indonesia dan memberikan
kesan sejuk terhadap ruangan. Kelebihan
lantai tegel dibandingkan dengan lantai
yang lainya adalah harganya yang lumayan
murah dan pemasangan yang mudah.
Namun lantai tegel juga mempunyai
kekurangan yaitu jika terkena asam (cuka)
akan membekas/bernoda yang sulit untuk di
bersihkan.
Gambar 1. Contoh Lantai Tegel
Sumber:
http://rikaarba.wordpress.com/2013/12/22/123/,
diakses tanggal 27 Juni 2014
b. Lantai Teraso
Lantai teraso merupakan lantai yang terbuat
dari semen dan pasir yang pada bagian
atasnya dilapisi bahan keras dengan
beberapa beberapa kombinasi campuran
antara kulit kerang laut dan pecahan
marmer, sehingga tampak berbagai corak
dan texstur sesuai bahan yang digunakan.
Gambar 2. Contoh Lantai Teraso
Sumber:
http://rikaarba.wordpress.com/2013/12/22/123/,
diakses tanggal 27 Juni 2014
Pada umumnya ukuran lantai jenis ini yang
dijual dipasaran yaitu ukuran (panjang x
lebar) 20 cm x 20 cm atau 30 cm x 30 cm
dan berwarna putih. Untuk sifat lantai tegel
ini hamper mirip dengan lantai tegel namun
kekurangannya lebih mudah berlumut jika
sering terkena air sehingga untuk
menanggulangi dilakukan pemolesan ulang.
c. Lantai Keramik
Lantai keramik merupakan lantai sifatnya
sesuai dengan iklim Indonesia dan memiliki
warna, corak dan ukuran lantai yang
beraneka ragam. Dari segi perawatan lantai
keramik relative murah karena jika terkena
cairan atau kotoran, cairan atau kotoran
tidak akan membekas.
Untuk pemilihan jenis tekstur, dibedakan
menjadi dua yaitu untuk ruang yang terkena
air secara langsung, menggunakan keramik
yang bertexstur kasar agar tidak licin.
Sedangkan untuk ruangan yang lain seperti
ruangan tamu, ruang tidur, dan ruang
keluarga yang jarang terkena air secara
langsung menggunakan lantai bertekstur
halus.
Gambar 3. Contoh Lantai Keramik
Sumber: http://www.imagebali.net/detail-
artikel/913-mengenal-jenis-jenis-keramik.php,
diakses tanggal 27 Juni 2014
d. Lantai Marmer
Lantai Marmer terbuat dari batu marmer
yang terbentuk dari proses alam yang
memakan waktu lama yang ukuran awalnya
berupa bongkahan yang kemudian dipotong
dan diolah dipabrik dengan membutuhkan
waktu yang lama juga. Jenis marmer yang
terdapat dipasaran ada dua yaitu lokal
seperti berasal dari Lampung, Tulungagung
dan Makasar serta impor seperti berasal dari
Italia, Australia dan Amerika.
Dari segi warna, motif dan ukuran
bervariasi karena ditentukan sesuai dengan
pesanan. Keunggulan lantai marmer yaitu
memiliki tampilan yang mewah,
menyejukkan suhu ruangan, tahan api dan
memiliki struktur kuat sebagai penahan
4
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 1-17
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
beban yang berat dibandingkan jenis lantai
yang lain. Namun lantai marmer juga
memiliki kekurangan yaitu :
1. Perawatannya susah dan harga yang
relative mahal
2. Sulit menghilangkan noda dari cairan
yang berwarna seperti kopi, teh, tinta,
dan lainnya.
3. Marmer jika terkena cahaya matahari
secara terus-menerus akan berlumut dan
mengalami perubahan warna.
Dari kelemahan tersebut maka marmer pada
umumnya lebih cocok digunakan untuk
interior seperti ruang tamu, kamar tidur,
ruang keluarga, dan lain-lain.
Gambar 4. Contoh Lantai Marmer
Sumber: http://architectaria.com/memilih-
lapisan-penutup-lantai-yang-tepat-untuk-rumah-
anda.html, diakses tanggal 27 Juni 2014
e. Lantai Granit
Lantai Granit berasal dari Italia, Australia
dan Amerika dan merupakan jenis batuan
yang terbentuk dalam waktu ratusan tahun
dan tidak dapat diperbaharui sehingga
harganya lebih mahal dari batu marmer.
Gambar 5. Contoh Lantai Granit
Sumber: http://architectaria.com/memilih-
lapisan-penutup-lantai-yang-tepat-untuk-rumah-
anda.html, diakses tanggal 27 Juni 2014
Sifat dari lantai granit sama seperti marmer
yaitu tahan api dan memiliki struktur kuat
sebagai penahan beban yang berat dan jika
terkena cairan berwarna akan meresap dan
tidak mudah hilang namun perawatannya
lebih mudah. Motif dan warna serta ukuran
yang terdapat dipasaran pada umumnya
sesuai dengan desain yang telah
direncanakan.
f. Lantai Kayu (Parquet)
Lantai kayu atau parquet berasal dari kata
parquetry yang berarti seni memasang atau
menata bilah-bilah kayu tipis dengan pola
geometris pada sebidang lantai
(Chaerunnisa, 2008). Lantai kayu alami ini
dibagi menjadi dua jenis yaitu lantai yang
tidak memerlukan pengolahan dan
pemasangan secara khusus, biasanya
berbentuk balok atau papan dan lantai kayu
alami yang diolah dahulu untuk dapat
menimbulkan kesan estetika, misalnya parket.
Jenis parket ada 2 yaitu parket yang terbuat
dari kayu solid dan parket yang terbuat dari
kayu asli dengan teknologi layer (engineer
parquet) untuk mencapai tingkat kestabilan
yang sempurna.
Gambar 6. Contoh Lantai Kayu/ Parket
Sumber: http://architectaria.com/memilih-
lapisan-penutup-lantai-yang-tepat-untuk-rumah-
anda.html, diakses tanggal 27 Juni 2014
Kekurangan dari lantai kayu yaitu :
1. Mudah terbakar dan tergores
2. Mudah menyusut dan memuai terhadap
cuaca
3. Memerlukan persiapan dan perawatan
khusus agar tidak terserang rayap atau
hama kayu, dengan cara diberi obat anti
rayap atau hama kayu
4. Plesteran dasar sebelum dipasang lantai
kayu juga harus kedap air sehingga lantai
5
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 1-17
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
kayu tidak lembab atau basah sehingga
bisa menyebabkan kebusukan lantai.
g. Lantai Vinyl
Lantai vinyl merupakan lantai yang terbuat
dari bahan dasar PVC (bahan untuk
plastik). Lantai vinyl terdiri dari dua jenis
yaitu vinyl tile (kotak/persegi) dan vinyl
sheet (bentuk gulungan/rol). Karakter dari
lantai vinyl ini yaitu ringan, elastis (lentur),
mudah menyerap suara, tahan guncangan
dan gerakan, tahan terhadap cuaca, mudah
untuk perawatannya, tahan rayap dan jamur
serta mudah untuk direnovasi ulang.
Gambar 7. Contoh Lantai Vinyl
Sumber: http://desainrumahkeren.com/dekorasi-
rumah/cara-pemasangan-lantai-vinyl-untuk-
ruang-interior-rumah-minimalis.html, diakses
tanggal 27 Juni 2014
Lantai vinyl memiliki berbagai macam jenis
dan spesifikasi kegunaan antara lain :
a. Anti microbakterial, yaitu mempunyai
ketahanan dan tidak mudah
terkontaminasi oleh bakteri maupun
jamur sehingga selalu higienis dan
biasanya digunakan di rumah sakit.
b. Anti static, yaitu tahan terhadap
goncangan dan pergeseran ringan dan
tidak mudah rusak oleh hal tersebut.
c. Anti chemical, yaitu mempunyai
ketahanan pada berbagai macam
chemical dan tidak mudah rusak apabila
ketumpahan chemical. Jenis ini biasa
digunakan dilaboratorium dan pabrik
chemical.
d. Moving load resistant, yaitu mempunyai
ketahanan pada beban berat yang
bergerak seperti lintasan forklift trolley
dan juga mempunyai heavy resistance
dan biasa digunakan di pabrik dan
gudang
e. Anti slip, lantai Yaitu mempunyai daya
resistance yang tinggi dan mempunyai
permukaan yang tidak licin sehingga
tidak menimbulkan slip atau terpeleset
biasa digunakan pada jalan yang miring
atau tangga datar (untuk kaum difable)
h. Lantai Karpet
Lantai karpet merupakan lantai yang terbuat
dari bahan seperti wol, wol sintetis, bulu
sisntetis, katun dan anyaman rami serta
cocok digunakan di daerah subtropis atau
dalam kondisi ruangan yang dingin (AC).
Lantai ini dapat dibagi dua yaitu :
a. Karpet satuan yang dipakai sebagai
aksen pemanis ruangan (tidak
permanen). Motif, warna, dan ukurannya
bermacam-macam serta bentuknya
terdiri dari kotak, persegi dan lingkaran.
b. Karpet yang secara permanen ditempel
pada lantai seluruh ruangan. Bentuk dan
ukurannya disesuaikan dengan kondisi
ruangan.
Lantai karpet memiliki kekurangan yaitu
dalam hal perawatannya lebih susah dari
jenis lantai lainnya seperti susah
dibersihkan jika terkena noda dan cairan,
pembersihannya menggunakan penyedot
debu atau dibawa ke dry cleaning.
Gambar 8. Contoh Lantai Karpet
Sumber:
http://blog.propertykita.com/interior/lantai-
cantik-dengan-hamparan-karpet-indah/, diakses
tanggal 27 Juni 2014
6
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 1-17
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
Beberapa bahan yang dipakai akan untuk
finishing lantai akan berpengaruh terhadap pembentukan suasana ruang,
antara lain ( J. Pamudji Suptandar, 1991):
a. Lantai :
- Bahan penutup lantai yang memberi
suasana hangat, misanya: karpet, parket,
jalur kayu, serat kayu, dan sebagainya.
- Bahan penutup lantai yang memberi
suasana dingin/sejuk. misalnya: marmer batuan alami lantai keramik. dan
sebagainya.
- Bahan marmer, mempunyai karakteristik
permanen dan kaku. Penggunaan bahan marmer sebagai penutup lantai
memberikan suasana yang indah dan sejuk
(nyaman)
-Bahan keramik tile. mempunyai
karakteristik indah, sejuk, dan luas.
- Bahan kayu, mempunyai karakteristik
alamiah, kedap suara, tahan lama, dan
penghantar hangat yang baik. Suasana yang
tercipta adalah suasana hangat, alami, dan
indah.
3.1.2 Dinding
Dinding merupakan salah satu elemen
bangunan yang membatasi satu ruang
dengan ruang lainnya dan memiliki
beberapa fungsi yaitu :
1. Pembatas ruang luar dengan ruang dalam
2. Penahan cahaya, angin, hujan, debu,
suara, dan lain-lain yang bersumber dari
alam
3. Pembatas antar ruang di dalam rumah
4. Pemisah ruang yang bersifat pribadi dan
ruang yang bersifat umum
5. Sebagai fungsi artistik tertentu.
Fungsi dinding lainnya yaitu sebagai
peredam suara serta pelindung bagian
dalam bangunan dari cuaca dan sebagainya.
Berdasarkan fungsinya, dinding terbagi
menjadi beberapa bagian yaitu :
1. Dinding Struktur ( bearing wall )
Dinding jenis ini merupakan dinding yang
mendukung sruktur diatasnya, misalnya
sebagai pendukung atau tumpuan atap atau
sebagai penumpu lantai ( pada bangunan
bertingkat ). Secara konstruksi ada tiga
macam dinding, yaitu:
a) Dinding pemikul, ialah suatu dinding
dimana dinding tersebut menerima beban
atap atau beban lantai, maka dinding ini
berfungsi sebagai struktur pokok.
b) Dinding penahan, ialah suatu dinding
yang menahan gaya-gaya horizontal.
Biasanya dibuat untuk menjaga
kemungkinan dari pengaruh air, dingin,
tanah. Dinding ini umumnya digunakan di
area yang tanahnya berkontur dan
dibutuhkan struktur tambahan untuk
menahan tekanan/ pergerakan tanahnya, air
atau batu.
c) Dinding pengisi, ialah suatu dinding
yang fungsinya mengisi bagian-bagian di
antara struktur pokok.
2. Dinding non struktur (non bearing wall)
Pada bangunan yang menggunakan sistem
non struktur kebebasan peletakan dinding
dan permukaan pada dinding dapat diatur
menurut kehendak perencana, karena
tumpuan atap terletak pada kolom-kolom
pendukung. Dinding non bearing wall
terdiri dari: pasangan batu bata, pasangan
batako, multipleks, asbes, plat alumunium,
dan lain sebagainya. Beberapa dinding jenis
ini, diantaranya :
a. Dinding pembatas (Party walls), adalah
dinding pemisah/pembatas antara dua
bangunan yang bersandar pada masing-
masing bangunan. Selain untuk
menandakan batas lahan atau batas area luar
dan dalam hunian, dinding pembatas juga
berfungsi sebagai dinding privasi.
b. Fire walls, adalah dinding yang
digunakan sebagai pelindung dari pancaran
kobaran api.
c. Certain or Panels walls, adalah dinding
yang digunakan sebagai pengisi pada suatu
konstruksi rangka baja atau beton.
d. Dinding tirai atau curtain wall, yaitu
dinding yang digunakan pada bangunan
tinggi sebagai pelindung dari cuaca. Kaca
digunakan sebagai material non-struktur
yang ringan, sehingga bangunan tak harus
menanggung beban berat.
e. Dinding Partisi (Partition walls), adalah
dinding yang digunakan sebagai
pemisah/pembagi dan pembentuk ruang
7
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 1-17
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
yang lebih kecil didalam ruang yang besar,
dibedakan menjadi :
1) Partisi permanen, yaitu sistem partisi
yang dibuat untuk membagi ruang seperti
halnya dinding struktural, tetapi tidak
membutuhkan pondasi karena hanya
menahan beratnya sendiri.
2) Partisi semi permanen, yaitu sistem
partisi buatan pabrik yang mudah dibongkar
sesuai layout. Partisi ini biasa disebut
portable walls, yaitu pemisah ruang yang
digunakan di ruang yang luas dan
membaginya menjadi beberapa ruang yang
lebih kecil seperti contoh : bangunan
sekolah, gereja, convention centres, hotel
dan lain-lain.
3) Partisi moveable, yaitu partisi yang
dipakai pada hal-hal dimana suatu ruang
dibuka untuk mendapatkan bentuk ruang
satu lantai yang lebih luas/partisi yang
dapat digerakkan atau dipindahkan sesuai
kebutuhan.
Gambar 9. Contoh Partisi Moveable
Sumber: http://www.bintanghome.com/rubrik-
utama/tematik/1485-macam-macam-
dinding.html, diakses tanggal 27 Juni 2014
Warna dinding berpengaruh pada kesan
ruang yaitu warna-warna yang mengkilat
lebih banyak memantulkan sinar sebaliknya
warna buram kurang memantulkan sinar.
Warna-warna yang terang memberikan
kesan ringan dan luas pada suatu ruang,
sedangkan warna gelap memberikan kesan
berat dan sempit (Suptandar, 1982: 46).
Selain warna, dinding juga merupakan
bidang yang dapat dihias seperti (Pamuji
Suptandar 1985: 30):
1. Membuat motif-motif dekorasi dengan
digambar, dicat, dicetak, diaplikasikan
dan dilukis secara langsung didinding.
2. Dinding ditutup atau dilapisi dengan
bahan yang ornamentik atau dengan
memasang hiasan-hiasan yang ditempel
pada dinding.
Material penutup dinding (finishing) terdiri
dari beberapa jenis yaitu :
a. Cat
Finishing yang paling umum dilakukan
adalah mengecat dinding menjadi berwarna
dan memiliki sifat fungsional, seperti untuk
memberi suasana tertentu pada interior,
membuat rumah terlihat luas, lebih tinggi,
lebih cerah dan lain-lain. Terdapat beberapa
metode mengecat dinding, seperti metode
mentutulkan kuas atau spons, serta
melakukan gerakan khusus pada kuas
ketika mengecat, sehingga menghasilkan
motif tertentu.
Gambar 10. Contoh Finishing Cat
Sumber:
http://www.drogpatravel.biz/2013/06/kombinasi-
warna-cat-rumah-minimalis.html, diakses
tanggal 27 Juni 2014
b. Wallpaper
Wallpaper terbagi menjadi beberapa jenis
tergantung pada bahan pembuatnya seperti
kertas, vinil, non woven, aluminium foil
dan natural weaves. Selain itu variasi lain
dari wallpaper, pada warna dan motifnya.
Wallpaper dapat diaplikasikan ke seluruh
permukaan dinding, maupun pada bagian
tertentu saja, misalnya memberi aksen
border. Wallpaper motif seperti contoh :
daun, bunga, garis, abstrak dan lainnya.
Kesan yang ditimbulkan oleh wallpaper
seperti kesan modern, kreatif, elegan dan
lainnya.
8
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 1-17
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
Gambar 11. Contoh Finishing Cat
Sumber:
http://contohrumahminimalis.com/motif-
wallpaper-rumah-minimalis/, diakses tanggal 27
Juni 2014
c. Panel
Terdapat banyak variasi panel dekorasi
dinding, baik yang sudah jadi, tinggal
dipasang, maupun yang harus dikreasikan.
Umumnya panel dekoratif terbuat dari
material kayu dan gypsum. Di permukaan
panel dapat dikreasikan dengan memberi
lapisan wallpaper, berguna untuk menutupi
cacat pada dinding yang diakibatkan retak
rambut atau lembab. Jenis panel lainnya
yaitu carving panel yang dapat
diaplikasikan di semua bagian interior,
seperti menjadi partisi, dekorasi dinding,
panel pada furnitur dan lain-lain.
Gambar 12. Contoh Penerapan Panel pada
Dinding
Sumber:
http://www.bintanghome.com/dari-
ahli/konsultasi-interior/312-wall-panel-klasik-
modern.html, diakses tanggal 27 Juni 2014
Keunikkan carving panel dibanding partisi
lainnya, terletak pada ukiran (carving) yang
tembus. Hasil carvingnya dapat
dimanfaatkan sebagai ventilasi atau lubang
pencahayaan dan penghawaan. Carving
merupakan salah satu cara membuat panel
tampil beda dengan menggunakan tampilan
3 dimensi.
d. Lubang, Ceruk dan Relief pada Dinding
Selain memfinishing dinding rata dan polos,
dapat juga mengolah dinding tersebut
menjadi “tidak rata”. Seperti membuat
lubang yang bisa berfungsi sebagai tempat
“mengintip”, mendapatkan cahaya dari
ruang di sebelahnya yang lebih terang, serta
memberi efek luas pada ruangan tersebut.
Selain itu juga dinding dapat dibuat tidak
rata dengan pembuatan ceruk yang
difungsikan sebagai rak untuk
menempatkan pernak-pernik pajangan dan
art work yang memperindah ruang.
Sedangkan pembuatan relief pada dinding
dapat dilakukan dengan semen atau gypsum
dan dibentuk sesuai kreasi.
Gambar 13. Contoh Relief pada Dinding
Sumber:
http://mgr.ideaonline.co.id/iDEA2013/Interior/Re
novasi-Interior/Cantik-dengan-Relief-Paras-
Yogya, diakses tanggal 27 Juni 2014
Beberapa bahan yang dipakai akan untuk
finishing dinding akan berpengaruh
terhadap pembentukan suasana ruang,
antara lain ( J. Pamudji Suptandar, 1991):
Batu : Bermacam-macam batu alam (batu
kali. batu bata, batako dan sebagainya) .
Memberi kesan dan suasana relief mirip
dengan dinding goa sehingga terasa adanya
pendekatan dengan alam indah hangat dan
merupakan sebuah usaha untuk
menciptakan suasana dan unsur yang
berlainan.
- Cat : Penggunaan bahan cat sebagai
penutup dinding memberi suasana yang
bersih, luas, dan rapi. Disamping itu juga
tergantung warna yang digunakan.
-Fiberglass:Penggunaan bahan fiberglass
pada ruangmemberikan suasana ruang yang
luas, bersih, modern, dan rapi.
9
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 1-17
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
- Gelas : Cermin, kaca (kaca bening,
rayben, kaca es) memberikan suasana indah
dan modern, memperluas kesan ruang dan
terang
3.1.3 Plafon (Langit-langit)
Plafon dapat diartikan sebagai pembatas
antara ruang atas (atap) dengan ruangan
bawah (Fred Lawson, 1994 : 126). Fungsi
utama dari plafon dalam suatu disain yaitu
sebagai penutup ruang bagian atas. Selain
itu juga berfungsi untuk pengaturan udara
atau ventilasi panas (Erns Neufert, 1989 :
93). Fungsi pendukung lainnya yaitu untuk
menjaga kondisi suhu di dalam ruangan
akibat sinar matahari yang menyinari atap
bangunan, menyembunyikan peralatan
engineering (seperti: kabel instalasi listrik,
telfon, pipa hawa), terminal equipment
serta struktur atap sehingga interior ruangan
tampak lebih indah dan untuk melindungi
ruangan-ruangan didalam rumah dari
rembesan air yang masuk dari atas atap,
menetralkan bunyi atau suara yang bising
pada atap pada saat hujan, serta sebagai
pemberi kesan estetika khususnya pada
interior ruangan.
Ketinggian plafon mempunyai pengaruh
besar terhadap skala ruang yaitu jika tinggi
cenderung menjadikan ruang terasa terbuka,
segar dan luas, memberi suasana
agung atau resmi, khususnya jika rupa dan
bentuknya beraturan. Sedangkan plafon
yang rendah, sebaliknya, mempertegas
kualitas ruangnya dan cenderung
menciptakan suasana intim dan ramah
(Ching, 1996 : 193).
Kualitas plafond rumah dipengaruhi oleh
bahan atau material plafond yang dipakai,
dimana setiap bahan atau material plafond
tentunya mempunyai karakteristik yang
berbeda-beda. Beberapa contoh bahan
plafon yaitu :
1. Tripleks
Plafon dengan bahan tripleks merupakan
jenis penutup plafond yang sering dipakai.
Ukuran tripleks dipasaran adalah 122 cm x
244 cm dengan ketebalan 3 mm, 4 mm dan
6 mm. Pemasangan plafond ini dapat
dipasang lembaran tanpa dipotong-potong
maupun dapat dibagi menjadi empat bagian
supaya lebih mudah dalam penataan dan
pemasangannya.
Keunggulan jenis plafond tripleks proses
pengerjaannya lebih mudah, harga yang
relatif murah dan bahan yang ringan
memudahkan pengguna dalam perbaikan
apabila terjadi kerusakan untuk
menggantinya. Kelemahan bahan tripleks
tidak tahan terhadap rayap dan api sehingga
mudah terbakar dan apabila sering terkena
air atau rembesan maka akan mudah rusak.
Gambar 14. Contoh Plafond dari Bahan Triplex
Sumber:
http://rikaarba.wordpress.com/2013/12/22/123/,
diakses tanggal 27 Juni 2014
2. Eternit atau Asbes
Dalam pasaran ukuran plafond eternit atau
asbes adalah 1.00 m x 1.00 m dan 0.50 m x
1.00 m. Keunggulannya proses
pengerjaannya mudah sehingga tidak
menemui kendala serta bahannya yang
ringan memudahkan pengguna untuk dapat
mengganti apabila terjadi kerusakan.
Kelemahan bahan dari eternit atau asbes
tidak tahan terhadap goncangan dan
benturan sehingga harus berhati-hati dalam
proses pemasangan plafond supaya tidak
patah atau retak.
Gambar 15. Contoh Plafond dari Bahan Asbes
Sumber:
http://www.hunianmungil.com/2013/09/asbes-
material-plafon.html, diakses tanggal 27 Juni
2014
10
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 1-17
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
3. Serat (Fiber)
Saat ini plafond fiber sudah banyak
digunakan. Dalam aplikasi untuk plafond
menggunakan papan GRC (Glassfiber
Reinforced Cement) Board. Harganya
relatif murah dibandingkan dengan tripleks.
GRC Board mempunyai ukuran 60 cm x
120 cm dengan ketebalan standar 4 mm.
Keunggulan plafond GRC tahan terhadap
api dan air, lebih kuat, ringan dan luwes
serta proses pengerjaannya cukup mudah.
Kelemahan sama dengan plafond eternit
atau asbes tak tahan benturan.
Gambar 16. Contoh Plafond dari Bahan Fiber
Sumber:
http://rikaarba.wordpress.com/2013/12/22/123/,
diakses tanggal 27 Juni 2014
4. Gypsum Board
Plafond gypsum memiliki ukuran 122 cm x
244 cm. Keunggulan, pada saat terpasang
plafond gypsum memiliki permukaan yang
terlihat tanpa sambungan, proses
pengerjaanya lebih cepat dan rapi, mudah
diperoleh, diperbaiki serta diganti, tidak
mudah terbakar, tahan rayap dan modelnya
bervariasi.
Kelemahan, tidak tahan terhadap benturan
dan air sehingga mudah rusak ketika
terkena air atau rembesan air serta
memerlukan keahlian khusus untuk
mengaplikasikannya.
Gambar 17. Contoh Plafond dari Bahan Gypsum
Sumber:
http://rikaarba.wordpress.com/2013/12/22/123/,
diakses tanggal 27 Juni 2014
5. Akustik Board
Plafond akustik merupakan solusi dalam
merencanakan sebuah ruangan yang dapat
meredam kebisingan. Ukurannya pada
umumnya yaitu 60 cm x 60 cm dan 60 cm x
120 cm. Keunggulan, dapat meredam suara,
bobotnya relatif ringan sehingga mudah
untuk perbaikan atau diganti dan proses
pengerjaannya cepat. Kelemahan, tidak
tahan air dan di daerah tertentu masih
jarang dijumpai serta harganya relatif lebih
mahal.
Gambar 18. Contoh Plafond dari Akustik Board
Sumber:
http://rikaarba.wordpress.com/2013/12/22/123/,
diakses tanggal 27 Juni 2014
6. Polivynil Chloride (PVC)
Plafon PVC adalah jenis plafon yang
terbuat dari bahan PVC yang biasa
digunakan untuk bahan pipa air.
Penggunaan PVC ini untuk plafon
dikarenakan bersifat lentur dan ringan, dan
dapat digunakan dalam jangka lama.
Keunggulannya yaitu kuat/tahan lama,
kedap suara, tidak merambat api, anti rayap,
anti karat, tahan air, tidak rentan udara
lembab, cepat dan mudah pemasangnnya,
motif bervariasi, hemat biaya dan tidak
perlu finising (dempul/cat).
Gambar 19. Contoh Plafond dari Bahan PVC
Sumber: http://www.plafonpartisi.com/plafon-
pvc/, diakses tanggal 27 Juni 2014
11
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 1-17
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
3.2 Elemen Pelengkap Pembentuk
Ruang
3.2.1 Pintu
Pintu merupakan bukaan ruang yang
berfungsi sebagai tempat keluar dan
masuknya orang-orang yang melakukan
kegiatan dalam ruang (Suptandar, 1982 :
56). Pintu juga merupakan jalan masuk
untuk akses fisik seperti manusia, perabot,
dan barang-barang untuk masuk dan keluar
bangunan dari satu ruang ke ruang lain
dalam bangunan (Ching, 1996 : 220).
Penempatan pintu berpengaruh pada sistem
sirkulasi yang dipergunakan, pengarahan
atau pembimbingan jalan. Keberadaan pintu
juga dapat mengendalikan jalan keluar
masuk cahaya, suara, udara, panas dan
dingin (Ching, 1996 : 112). Jalan masuk
bisa dibuat lebar atau sempit. Jalan masuk
yang lebar pada umumnya banyak dipakai
oleh bangunan kelas atas, sementara jalan
masuk yang sempit, banyak dipakai oleh
bangunan kelas menengah dan bawah
(Ma’ruf, 2005 : 206). Terdapat beberapa
jenis pintu yaitu :
a. Pintu Panel
Pintu panel adalah model pintu yang dibuat
dengan menggunakan konstruksi frame dan
panel. Panel merupakan istilah lain dari
papan kayu yang berukuran besar yang
dipasang diantara frame - frame. Panel ini
membuat pintu menjadi kuat konstruksinya.
Gambar 20. Contoh Pintu Panel
Sumber:
http://www.sari-jati.com/pintu-panel-solid-
raised.html, diakses tanggal 27 Juni 2014
b. Pintu Plank
Pintu plank memiliki disain yang hampir
mirip dengan pintu panel namun ukuran
panelnya jauh lebih besar. Plank kayu
disusun secara vertikal diantara frame -
framenya.
Gambar 21. Contoh Pintu Plank
Sumber:
http://www.entryways.com, diakses tanggal 27
Juni 2014
c. Pintu Flush
Pintu model flush ini merupakan pintu
dengan permukaan yang datar dan rata yang
dibuat dari frame dan bagian inti tengah
pintu kemudian ditutup dengan veneer kayu
yang halus. Sebagian besar pintu gaya
modern dan kontemporer menggunakan
model pintu flush ini.
d. Pintu Art dan Craft
Tidak ada patokan baku mengenai model
pintu jenis ini karena pada dasarnya model
pintu art dan craft merupakan model pintu
yang penuh dengan nilai seni. Pada pintu
ini, pembuat/desainer pintu dapat dengan
bebas menuangkan rasa seninya pada model
pintu ini.
Gambar 22. Contoh
Pintu Flush
Sumber:
http://www.made-in-
china.com, diakses
tanggal 27 Juni 2014
Gambar 23. Contoh
Pintu Art dan Craft
Sumber:
http://www.heartofoak
workshop.com, diakses
tanggal 27 Juni 2014
12
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 1-17
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
e. Pintu Louver
Pintu model ini terbuat dari frame dan slat -
slat kecil yang dipasang menyerupai sirip.
Bentuk sirip kayu yang horisontal inilah
yang disebut dengan louver atau bilah.
Dengan menggunakan model pintu ini,
memungkinkan udara masuk dengan bebas
sehingga bisa berfungsi sebagai ventilasi
udara juga.
f. Pintu Kaca
Sesuai dengan namanya, pintu model ini
menggunakan material kaca. Baik itu
seluruh bagian terdiri dari kaca atau tetap
menggunakan frame dan bagian inti terdiri
dari kaca.
3.2.2 Jendela
Jendela adalah salah satu bukaan yang
berfungsi sebagai penghubung ruang dalam
(interior) dan ruang luar (eksterior) maupun
sebagai tempat keluar masuknya udara dan
cahaya. (Suptandar, 1982: 61). Jendela yang
transparan secara visual dapat menyatukan
sebuah ruang interior dengan ruang luar
atau dengan ruang interior disebelahnya
(Ching, 1996 : 224). Jendela mempunyai
tiga fungsi yaitu sebagai penerima cahaya
dari luar, ventilasi dan mengatur
pemandangan.
Ukuran jendela mempengaruhi suasana dan
perasaan bagi penghuni didalamnya.
Susunan jendela yang kecil dan tinggi
memberi kesan sesak mengakibatkan
perasaan seakan-akan tersekap dalam sel
tahanan. Lain halnya dengan jendela yang
berukuran besar dan ditempatkan rendah
akan memberikan perasaan bebas
(Wilkening, 1989: 43). Ukuran jendela juga
berkaitan dengan cahaya penerangan
intensitas dan warnanya ditentukan oleh
orientasi jendela dan penempatanya dalam
ruang (Ching, 1996 : 208).
Adapun tipe-tipe jendela adalah sebagai
berikut:
1. Jendela Geser (Sliding Window)
Sesuai namanya, jendela dengan tipe ini,
dibuka dengan cara digeser (sliding
window), baik horizontal maupun vertikal
(double hung).
Gambar 26. Contoh Jendela Geser
Sumber:
http://mandorbangunan.wordpress.com/artikel/
memilih-jenis-dan-material-jendela/, diakses
tanggal 27 Juni 2014
2. Jendela dengan Engsel atau Jendela
Ayun
Beberapa jenis jendela ayun (swinging
window) adalah casement (buka samping),
jungkit atau awning (engsel terletak di atas
kusen), hopper (engsel terletak di bawah
kusen), dan nako (jalusi).
Gambar 27. Contoh Jendela Ayun
Sumber:
http://mandorbangunan.wordpress.com/artikel/
memilih-jenis-dan-material-jendela/, diakses
tanggal 27 Juni 2014
Jendela ayun memiliki daun jendela yang
salah satu sisinya terkait dan di operasikan
Gambar 24. Contoh
Pintu Louver
Sumber:
http://www.masonite.co
m, diakses tanggal 27
Juni 2014
Gambar 25. Contoh
Pintu Kaca
Sumber:
http://www.modernpiv
otdoors.com, diakses
tanggal 27 Juni 2014
13
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 1-17
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
dengan cara di ayun keluar atau ke dalam.
Kelebihan jendela ini mampu menyediakan
bukaan 100%.
3. Fixed Windows
Jendela mati adalah tipe jendela yang tidak
berventilasi sehingga hanya bisa
memasukan sumber cahaya. Tipe jendela
seperti ini umumnya hanya berupa lubang
kaca yang tidak dapat dibuka sehingga tidak
berfungsi untuk mengalirkan udara.
Gambar 28. Contoh Fixed Windows
Sumber:
http://mandorbangunan.wordpress.com/artikel/
memilih-jenis-dan-material-jendela/, diakses
tanggal 27 Juni 2014
4. Double Hung Window
Merupakan jendela yang terdiri atas 2 daun
di susun vertikal dan di operasikan dengan
cara menggeser salah satu daun jendela
secara vertikal.
5. Single Hung Window
adalah jendela yang memiliki bentuk fisik
yang sama dengan Double Hung Window
yang membedakannya adalah hanya 1 daun
yang dapat di geser, Single Hung Window
hanya bisa menyediakan 50% bukaan.
6. Awning dan Hopper
Tipe jendela ini memiliki prinsip kerja yang
mirip dengan jendela ayun hanya saja sisi
jendela yang di kaitkan adalah sisi atas atau
bawahnya.
7. French Window
Adalah tipe jendela dengan sepasang
jendela ayun yang di juga berfungsi sebagai
aksen keluar masuk. Karena memiliki
fungsi ganda sebagai pintu ruang kamar
tidur merupakan lokasi yang tepat untuk
French Window karena sebagian besar
bukaan mengarah ke dalam, Biasanya
aplikasi jendela ini menghadap ke taman
yang berdekatan dengan kamar tidur.
8. Pivoted Window
Merupakan tipe jendela yang daun
jendelanya dapat berputar 90 derajat atau
180 derajat secara horinsontal maupun
vertikal.
9. Jalousie Window
Adalah jendela yang memiliki pelat-pelat
panjang horizontal (Sirip) dari kayu yang
tersusun rapat.
10. Bay Window
Bay Window merupakan jendela yang
posisinya menjorok atau menonjol kebagian
depan dan terletak di fasad. Salah satu efek
utama dari penggunaan jendela ini adalah
dapat menciptakan daerah cekung dalam
ruang atau interior. Ukuran sudut pada
cekungan tersebut adalah 150, 135 dan 90
derajat. Untuk bentuknya bervariasi dapat
berupa kubus atau polygonal. Selain
berfungsi sebagai jendela, bay window juga
menciptakan ruang tersendiri di bagian
dalam.
Gambar 29. Contoh Bay Window
Sumber: http://hpmirror.com/24-tips-decoration-
bay-window-to-ventilate-your-home-elegant-
decor/, diakses tanggal 27 Juni 2014
11. Bow Window
Merupakan tipe jendela yang hampir mirip
dengan Bay Window hanya saja
perbedaannya terletak pada format
jendelanya di buat melengkung.
12. Ox-Eye/Bull’s Eye Window
Adalah jendela kecil yang berbentuk
lingkaran, bundar atau oval sering di sebut
juga Oeil de boeuf window (jendela mata
banteng). Pada umumnya dipasang di
bagian fasad, dibuat di lantai dua atau jika
hanya terdiri dari satu lantai saja maka
diletakkan bukan ditengah dinding
melainkan dipuncaknya atau diatas pintu.
Aplikasi tipe jendela satu ini sering terlihat
menggunakan elemen kaca patri atau kaca
warna-warni.
14
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 1-17
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
Gambar 30. Contoh Oeil de Boeuf Window
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Oeil-de-
boeuf, diakses tanggal 27 Juni 2014
13. Ribbon Window
Tipe jendela satu ini selalu bentuk
horizontal memanjang seperti pita, jendela
ini bisa di buat bersegmen atau menerus
tanpa segmen keberadaan tipe jendela
Ribbon Window menjadi salah satu ciri
bangunan bergaya minimalis modern.
14. Sidelight Window
Merupakan jendela yang letaknya
disamping kiri atau kanan pintu utamanya.
Bentuk jendela ini selalu mengikuti bentuk
pintu karena letaknya berdekatan dengan
pintu namun ukurannya lebih vertical dan
menyempit. Pada umumnya jenis jendela
ini diaplikasikan pada bangunan yang
memerlukan pencahayaan yang cukup.
Gambar 31. Contoh Sidelight Window
Sumber: http://hpmirror.com/24-tips-decoration-
bay-window-to-ventilate-your-home-elegant-
decor/, diakses tanggal 27 Juni 2014
15. Fanlight Window
Jendela model ini bentuknya sangat spesifik
yaitu setengah lingkaran atau seperti kipas
yang sedang terbuka. Hal ini dikarenakan
pada bagian dalamnya terdapat sekat-sekat
atau teralis dibagian kacanya. Jendela ini
lebih sering berada diatas pintu atau dibuat
menyatu dengan pintu serta dibuat dalam
dua sistem yaitu permanen sehingga tidak
bisa dibuka atau memakai engsel sehingga
bisa dibuka dan ditutup kembali.
Gambar 32. Contoh Fanlight Window
Sumber:
http://www.hfmillwork.com/1818_federal_style_li
brary_.html, diakses tanggal 27 Juni 2014
16. Fortochka Window
Fortochka merupakan sebutan dari bahasa
rusia yang artinya ventilasi kecil pada
jendela. Sehingga jendela ini pada umunya
dibuat menyatu dengan jendela lain atau
dibuat secara permanen ukuran jendela ini
kecil dan terletak pada bagian pojok atas
jendela utama.
Gambar 33. Contoh Fortochka Window
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Fortochka,
diakses tanggal 27 Juni 2014
17. Louvre Window
Jendela yang terdiri dari beberapa lembar
(strip) kaca horizontal serta memerlukan
engkol untuk membukanya (Kaca Nako).
Gambar 34. Contoh LouverWindow
Sumber:
http://www.abandw.com/product/windows-
system/winsuite/louver-windows.php, diakses
tanggal 27 Juni 2014
15
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 1-17
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
18. Skylight Window
Jendela yang berada di atap untuk
menampung cahaya alami sinar matahari.
Gambar 35. Contoh Skylight Window
Sumber: http://www.rumahuni.com/skylight-
solusi-ruang-terang-alami/, diakses tanggal 27
Juni 2014
Beberapa material jendela yang umum
digunakan yaitu :
a. Jendela dan Kusen Kayu
Kayu merupakan salah satu material yang
sangat mudah untuk dibentuk dan dihias
dalam berbagai bentuk dan warna, serta
kusen dan jendela dapat menahan beban
yang lebih kuat. Kelemahan kayu adalah
mudah rusak bila sering terkena hujan dan
adanya perubahan cuaca panas ke musim
hujan, mengalami pemuaian atau susut,
rentan terhadap rayap.
Gambar 36. Contoh Jendela dan Kusen Kayu
Sumber:
http://mandorbangunan.wordpress.com/artikel/
memilih-jenis-dan-material-jendela/, diakses
tanggal 27 Juni 2014
b. Jendela dan Kusen Alumunium
Untuk model jendela jenis ini biasanya
lebih ringan daripada kayu, oleh karena itu
wajib diperhatikan pemasangannya guna
menghindari kebocoran serta cukup kuat
terhadap cuaca. Untuk perawatan dilakukan
pembersihan secara berkala adalah hal yang
mudah dilakukan supaya permukaan tidak
mengalami pertumbuhan jamur.
Gambar 37. Contoh Jendela dan Kusen
Aluminium
Sumber:
http://kusenalumuniumbandung.wordpress.com/
page/2/, diakses tanggal 27 Juni 2014
c. Jendela dan Kusen Fiberglass
Jenis kusen ini mempunyai keunggulan
cukup ringan dan mudah untuk
mengerjakannya, biayanya cukup efisien.
Keunggulan lainnya adalah jenis fiberglass
kelihatan lebih segar dan lebih bersih.
Penempatan jendela untuk bahan ini cocok
untuk interior dan eksterior.
d. Jendela dan Kusen Vinyl
Bahan jendela yang popular karena
memiliki keunggulan seperti efisien energi,
terjangkau, dan terlihat bagus dan cocok
dengan berbagai bentuk bangunan modern,
penggunaan bahan ini cukup mudah
dikerjakan dan sangat tahan lama.
3.2.3 Ventilasi
Ventilasi ialah salah satu pelengkap
pembentuk ruang yang berfungsi dalam
penyediaan udara segar ke dalam suatu
ruangan dan pengeluaran udara kotor suatu
ruangan baik alamiah maupun secara
buatan. Ventilasi yang baik dalam ruangan
harus mempunyai syarat-syarat,
diantaranya:
a) Luas lubang ventilasi tetap, minimum
5% dari luas lantai ruangan. Sedangkan luas
lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka
dan ditutup) minimum 5%. Jumlah
keduanya menjadi 10% kali luas lantai
ruangan.
b) Udara yang masuk harus udara bersih,
tidak dicemari oleh asap kendaraan, dari
pabrik, sampah, debu dan lainnya.
c) Aliran udara diusahakan Cross
Ventilation dengan menempatkan dua
lubang jendela berhadapan antara dua
16
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 1-17
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
dinding ruangan sehingga proses aliran
udara lebih lancar.
Gambar 38. Contoh Ventilasi dalam Ruangan
Sumber:
http://yudhisoegian.wordpress.com/2009/12/27/m
erancang-rumah-sehat-nyaman-1/, diakses
tanggal 27 Juni 2014
Ventilasi terdiri dari dua prinsip, yaitu :
a. Ventilasi Horisontal
Ventilasi horizontal timbul karena udara
dari sumber yang datang secara horizontal.
Kondisi ini bisa terjadi bila ada satu sisi
(bagian rumah) yang sengaja dibuat panas
sementara di sisi lain kondisinya lebih
sejuk. Prinsip dasar udara yang mengalir
dari daerah bertekanan tinggi /dingin ke
daerah bertekanan rendah/panas.
Gambar 39. Ventilasi Horisontal
Sumber:
http://19design.wordpress.com/2011/04/23/menge
nal-lebih-jauh-sistem-ventilasi/, diakses tanggal
27 Juni 2014
b. Ventilasi Vertikal
Prinsip dasar ventilasi vertikal adalah
memanfaatkan perbedaan lapisan-lapisan
udara, baik di dalam maupun di luar yang
memiliki perbedaan berat jenis. Ventilasi
vertikal ini akan sangat bermanfaat untuk
bangunan rumah 2 lantai atau lebih.
Gambar 40. Ventilasi Vertikal
Sumber:
http://19design.wordpress.com/2011/04/23/menge
nal-lebih-jauh-sistem-ventilasi/, diakses tanggal
27 Juni 2014
4. SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Adapun simpulan dan rekomendasi dari
kajian ini yaitu :
4.1 Simpulan
Kesimpulan dari kajian elemen pembentuk
dan pelengkap pembentuk ruang yaitu :
1. Elemen pembentuk ruang terdiri lantai,
dinding dan plafon. Lantai merupakan
penutup ruang bagian bawah yang
jenisnya terdiri dari lantai tegel, teraso,
keramik, marmer, vinyl dan karpet.
Dinding merupakan salah satu elemen
bangunan yang membatasi satu ruang
dengan ruang lainnya yang terdiri dari
dinding struktur dan nonsturuktur serta
untuk finishingnya berupa cat,
wallpaper, panel, lubang, ceruk dan
relief. Plafon merupakan penutup ruang
bagian atas dan finishing bahannya
terdiri atas tripleks, eternity/asbes,
serat/fiber, gypsum board, akustik board
dan Polivynil Chloride (PVC).
2. Elemen pelengkap pembentuk ruang
terdiri dari pintu, jendela dan ventilasi.
Pintu merupakan bukaan ruang yang
berfungsi sebagai tempat keluar dan
masuk serta jenis-jenisnya yaitu pintu
panel, pintu plank, pintu flush, pintu art
dan craft, pintu kaca dan pintu louver.
Jendela adalah salah satu bukaan yang
berfungsi sebagai penghubung ruang
dalam dan luar dan sebagaitempat keluar
masuknya udara dan cahaya. Type-type
jendela yaitu jendela geser, ayun, fixed,
double hung, single hung, awning dan
hopper, french, pivoted, jalousie, bay,
bow, bull’s eye, ribbon, sidelight,
fanlight, fortochka, louvre dan skylight.
Untuk bahan finishing jendela yaitu
kayu, aluminium, fiberglass dan vinyl.
Ventilasi merupakan bukaan ruang yang
berfungsi sebagai sirkulasi udara yang
terdiri dari dua prinsip yaitu ventilasi
horizontal dan vertikal.
4.2 Rekomendasi
Maka dari pembahasan diatas rekomendasi
yang dapat diberikan yaitu perancangan
interior sangat penting untuk diperhatikan
17
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 1-17
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
sehingga unsur-unsur didalamnya perlu
dikaji terlebih dahulu. Sehingga nantinya
dalam melakukan perancangan sudah
menguasai terlebih dahulu apa saja yang
perlu diperhatikan dalam merancang agar
mendapat hasil rancangan yang terbaik.
5. DAFTAR PUSTAKA
Ching, Francis D.K. 1996. Ilustrasi Desain
Interior. Erlangga, Jakarta
Chressetianto, Ayhwien. 2013. Pengaruh
Aksesoris Dan Elemen Pembentuk
Ruang Terhadap Suasana Dan
Karakter Interior Lobi Hotel Artotel
Surabaya. Jurnal Intra Vol. 1, No. 1,
1-7. Surabaya : Program Studi Desain
Interior, Universitas Kristen Petra
D.K.Ching, Francis. 1999. Arsitektur:
Bentuk, Ruang dan Susunannya.
Cetakan ke-7. Jakarta: Erlangga.
Dwi Wahyuni, Klara. 2012. Desain Interior
Restoran “Waroeng Spesial Sambal”
dengan Konsep Rustic of Javanese.
Artikel Ilmiah. Denpasar : Program
Studi Desain Interior, FSRD ISI.
Ernst Neufert ; Amril Sjamsu .1989. Data
Arsitek Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Kusumawardhani, Martha. 2006.
Perencanaan dan Perancangan
Interior Restaurant, Coffee Shop dan
Lobby. Tugas Akhir. Surakarta :
Jurusan Desain Interior Universitas
Sebelas Maret.
Lawson, Fred. 1994. Restaurant Planning
and Design. Cambridge : Cambridge
University Press
Mangunwijaya, Y.B. 1980. Pasal-Pasal
Penghantar Fisika Bangunan.
Jakarta: PT Gramedia.
Ma’ruf Hendri. 2005. Pemasaran Ritel.
Jakarta (p3) : PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Putra, Edy Dharma. 2012. Desain Interior
Restoran “Hu’u”. Artikel Ilmiah.
Denpasar : Fakultas Seni Rupa dan
Desain, ISI.
Suptandar, Pamudji. 1982. Interior Design
II. Jakarta : Erlangga Suptandar, Pamudji. 1985. Perancangan Tata
Ruang Dalam: Interior Design. Jakarta: Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan, Universitas Trisakti.
Suptandar, J.Pamudji. 1991. Desain
Interior : Pengantar Merencana
Interior untuk Mahasiswa Desain dan
Arsitektur. Jakarta: Djambatan.
Sutaryono, Putu. 2011. Desain Interior
Paul Ropp Boutique. Pengantar Karya
Tugas Akhir. Denpasar : Program
Studi Desain Interior, FSRD ISI.
Wilkening, Fritz. (1989). Tata Ruang.
Semarang : Penerbit Kanisius.
Sumber Internet
http://www.tipsrawatrumah.com/2013/05/la
ntai-vinyl.html
http://www.bintanghome.com/rubrik-
utama/tematik/1485-macam-macam-
dinding.html
http://www.desainminimalismodern.com/11
2-material-plafon-gipsumtripleks-
atau-fiber-semen/
http://rikaarba.wordpress.com/2013/12/22/1
23/, diakses tanggal 27 Juni 2014
http://www.supplierbahanbangunan.com/pl
afon-pvc-2/plafon-pvc
http://www.plafonpartisi.com/plafon-pvc/
http://www.desainminimalismodern.com/11
2-material-plafon-gipsumtripleks-
atau-fiber-semen/
http://carapedia.com/model_pintu_rumah_i
nfo2404.html
http://mandorbangunan.wordpress.com/arti
kel/memilih-jenis-dan-material-
jendela/
http://www.gudangart.com/2011/12/tipe-
dan-jenis-jendela-rumah.html
http://www.imagebali.net/detail-
artikel/1181-mengenal-jenis-jenis-
jendela.php
http://19design.wordpress.com/2011/04/23/
mengenal-lebih-jauh-sistem-ventilasi/
18
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 18-27
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
VARIASI DESAIN INTERIOR COFFEE SHOP DI KOTA
DENPASAR DAN KABUPATEN BADUNG
Oleh:
Freddy Hendrawan, ST, MT
Dosen Program Studi Desain Interior, Sekolah Tinggi Desain Bali
E-mail : freddy_hendrawan@yahoo.co.id
Abstrak
Setiap manusia selain dilahirkan sebagai seorang makhluk individu juga memiliki peran
sebagai makhluk sosial. Seiring perkembangan jaman, kebutuhan untuk berinteraksi dengan
sesamanya mempengaruhi gaya hidup mereka sehari-hari. Semakin maraknya kedai-kedai
kopi (coffee shop) yang mewarnai pembangunan kota Denpasar merupakan salah satu
fenomena di dalam lingkungan masyarakat sebagai sebuah bentuk kreatifitas di dalam
menciptakan wadah untuk berinteraksi sosial. Keberadaan coffee shop menuntut adanya
sebuah kenyamanan, keamanan dan tampilan estetis yang mampu memberikan sebuah daya
tarik bagi setiap penikmat kopi. Di dalam penelitian kualitatif ini akan dilakukan identifikasi
terhadap variasi desain interior coffee shop dengan mengambil beberapa objek di Kota
Denpasar dan Kabupaten Badung sebagai case study. Beberapa simpulan yang diperoleh
adalah konsep simpel dan moderen pada desain interior coffee shop terlihat melalui penerapan
wujud dasar segi empat dan lingkaran, kejujuran material menjadi salah satu komponen utama
untuk memperkuat karakteristik orisinalitas, suasana hangat, nyaman dan intim, serta adanya
penggunaan dekorasi berupa tulisan dan gambar yang mempromosikan mengenai kopi.
Kata kunci: Variasi, Desain Interior, Coffee Shop
Abstract
Every human was born as an individual and social creature as well. Currently, an interaction
requirement with the other are affects people lifestyle. The growths of coffee shop had given
the color for Denpasar City development which is one of the phenomenon in society as a form
of the creativity to create a social interaction community. The presence of coffee shops
requires a comfortable, security and aesthetic visual, so it will be able gives an attraction to
each coffee drinkers. This qualitative research will identifies the variations of the coffee shop
interior design through some objects in Denpasar City and Badung Regency as a case study.
Some conclusions are the simple and modern concepts on the coffee shop interior design is
visible through the application of the rectangular and circle basic shape, the honestly of the
material become one of the component to makes a strength characteristic of originalities,
warm, comfort and intimae, also the application of word and picture decorations to promote
about coffee.
Key words : Variations, Interior Design, Coffee Shop
18
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 18-27
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
1. PENDAHULUAN
Menurut International Coffee Organization,
penyebaran kopi di dunia dan budaya
meminum kopi berawal di benua Afrika.
Menurut sejarah dikatakan bahwa pohon
kopi berasal dari Kaffa, Ethopia dan
biasanya buah kopi ini dikonsumsi oleh
para budak dari Sudan. Menurut Ir. Mudrig
Yahmadi dalam bukunya Rangkaian
Perkembangan dan Permasalahan Budidaya
dan Pengolahan Kopi di Indonesia, kopi
pertama kali masuk ke Indonesia pada
tahun 1696 dari jenis kopi Arabika. Kopi ini
masuk melalui Batavia (sekarang Jakarta)
yang dibawa oleh Komandan Pasukan
Belanda Adrian Van Ommen dari Malabar -
India, kemudian ditanam dan
dikembangkan di tempat yang sekarang
dikenal dengan Pondok Kopi, Jakarta Timur
dengan menggunakan tanah partikelir
Kedaung. Sayangnya tanaman ini kemudian
mati akibat banjir, maka tahun 1699
didatangkan lagi bibit-bibit baru yang
kemudian berkembang di sekitar Jakarta
dan Jawa Barat antara lain di Priangan dan
akhirnya menyebar ke berbagai bagian di
kepulauan Indonesia seperti Sumatera, Bali,
Sulawesi dan Timor.
Di negara-negara barat, meminum kopi di
pagi hari bahkan sudah menjadi semacam
ritual dan budaya. Tidak lengkap rasanya
apabila memulai aktivitas tanpa menyeruput
secangkir kopi. Bahkan di Amerika, kopi
menjadi minuman tradisional bagi
masyarakat. Kopi menjadi menu untuk
minuman pagi, sore dan malam hari. Di
sana terdapat istilah Coffee Morning dalam
lingkungan masyarakat yang berarti saat itu
adalah saat yang tepat untuk berbincang-
bincang sambil menikmati aroma dan rasa
kopi (Sara Perry dalam Amer Risnadi,
1991).
Kebiasaan meminum kopi di Indonesia juga
telah dilakukan dan terlihat sejak dulu serta
telah menjadi sebuah tradisi di Indonesia.
Tradisi meminum kopi di pagi hari saat
akan memulai aktivitas dan di malam hari
untuk menghilangkan kantuk bagi mereka
yang melakukan ronda, lembur ataupun
mahasiswa yang menyelesaikan tugas
hingga larut malam sudah menjadi
pemandangan yang biasa. Bahkan tradisi
meminum kopi sangat erat kaitannya
dengan kebiasaan berkumpul dan
berbincang-bincang di dalam lingkungan
sosial. Hal inilah yang dapat terlihat hingga
saat ini, ketika perkembangan jaman
mentransformasikan tradisi meminum kopi
yang awalnya hanya sebagai kebutuhan
biologis menjadi kebutuhan sosial. Terbukti
dengan semakin maraknya bermunculan
public facility maupun commercial facility
sebagai wadah untuk melakukan interaksi
sosial, salah satunya adalah coffee shop.
Fenomena sosial ini menyebabkan semakin
banyak produsen maupun pengusaha untuk
menciptakan sebuah coffee shop yang
menarik dan unik, sebagai upaya untuk
memenuhi kebutuhan para penikmat kopi
dan tempat untuk melakukan interaksi
sosial. Seperti halnya kota Denpasar dan
Kabupaten Badung khususnya Kuta yang
memiliki potensi di dalam bidang
perdagangan dan pariwisata. Perkembangan
coffee shop setiap tahunnya menawarkan
desain interior yang variatif dan kreatif.
Oleh karena itu, di dalam penelitian ini
akan dilakukan identifikasi terhadap variasi
desain interior di Kota Denpasar dan
Kabupaten Badung (Kecamatan Kuta)
untuk memberikan sebuah gambaran
keberadaan coffee shop yang berkembang
menjadi sebuah wadah interaksi sosial.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif, yaitu dengan
melakukan observasi langsung terhadap
desain interior coffee shop yang ada di Kota
Denpasar dan Kabupaten Badung
(Kecamatan Kuta) dengan mengambil
sampel beberapa objek sebagai case study,
yaitu Mangsi Coffee Shop, Castro Coffee
Shop, Anomali Coffee Shop dan Starbucks
Coffee Shop. Analisa dilakukan dengan
mengindentifikasi desain interior masing-
masing coffee shop dan akan dikaji
menggunakan teori bentuk.
19
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 18-27
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
3. TINJAUAN TEORI
Menurut Ching (2000:34), bentuk
didefinisikan sebagai sebuah istilah inklusif
yang memiliki beberapa pengertian. Bentuk
tidak hanya dapat dikatakan sebagai
penampilan luar saja, namun bentuk juga
dapat dihubungkan dengan struktur internal
maupun garis eksternal serta prinsip yang
memberikan kesatuan secara menyeluruh.
Ching juga menjabarkan ciri-ciri visual dari
bentuk terdiri dari unsur-unsur wujud,
dimensi, warna, tekstur, posisi, orientasi
dan inersia visual. Demikian pula dengan
Wong (1996:10-11) yang menjabarkan
bahwa unsur rupa atau bentuk terdiri dari
wujud, dimensi atau ukuran, warna dan
tekstur.
Menurut Kusmiati (2004:13), persepsi
visual dari bentuk fisik suatu karya terdiri
dari berbagai elemen, seperti elemen titik,
garis, bentuk, warna, tekstur dan pola.
Selain itu, Kusmiati juga menyatakan
bahwa rasa estetika desain dan arsitektur
didasarkan pada elemen dan prinsip
perancangan yang bisa dijelaskan secara
rasional dalam dua kategori, yaitu
perbendaharaan desain dan elemen
pendukung. Perbendaharaan desain meliputi
titik, garis, bidang, bentuk, tekstur, pola,
warna, cahaya, nada dan proporsi.
Sedangkan elemen pendukung estetika
terdiri dari keseimbangan, harmoni, irama,
kesatuan, komposisi, dekorasi, dan material.
Perbedaan yang jelas antara warna
permukaan suatu bidang dan daerah
sekelilingnya dapat memperjelas wujud
suatu benda, sedangkan merubah tingkat
kegelapan warna permukaan dapat
menambah atau mengurangi bobot visual
suatu bidang. Tekstur dan warna, bersama-
sama mempengaruhi bobot visual dan skala
suatu bidang, serta tingkat kemampuan
menyerap atau memantulkan cahaya dan
bunyi (Ching, 2000:86). Terkait dengan hal
tersebut, maka unsur tekstur dan warna
merupakan bagian yang menentukan wujud
suatu benda, dan akan menjadi satu bagian
dengan unsur wujud.
Tabel 1 Perumusan Variabel Ciri-ciri Visual
bentuk
Sumber Ciri-ciri visual
bentuk
Variabel ciri-
ciri visual
bentuk yang
digunakan
D.K.
Ching
a. wujud
b. dimensi
c. warna
d. tekstur
e. posisi
f.orientasi
g. inersia visual.
a. Wujud
(horisontal,v
ertikal,
tekstur dan
warna)
b. Material
(alami dan
buatan)
c. Ragam hias
(dekorasi &
ornamen)
Wucius
Wong
a. wujud
b. dimensi/ ukuran
c. warna
d. tekstur
Artini
Kusmiati
Perbendaharaan
desain meliputi:
a. titik
b. garis
c. bidang
d. bentuk
e. tekstur
f. pola
g. warna
h. cahaya
i. nada
j. proporsi.
Elemen
Pendukung
Estetika:
a. keseimbangan
b. harmoni
c. irama
d. Kesatuan
e. komposisi
f. dekorasi
g. material.
Sumber: Modifikasi Ching, Wong, Kusmiati
Berdasarkan perumusan variabel ciri-ciri
visual bentuk tersebut dan hasil pengamatan
di lapangan maka diperoleh variabel ciri
visual bentuk yang akan digunakan dalam
penelitian ini, yaitu wujud, material, serta
ragam hias.
A. Wujud
Ching (2000:34) menyatakan bahwa wujud
merupakan sisi luar karakteristik atau
konfigurasi permukaan suatu bentuk
tertentu. Wujud juga merupakan aspek
dimana bentuk-bentuk dapat diidentifikasi
dan dikategorikan. Selain itu dikatakan pula
bahwa wujud adalah karakter utama yang
20
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 18-27
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
dimiliki sebuah bidang dan ditentukan oleh
kontur garis yang membentuk sisi-sisi
sebuah bidang. Karena persepsi tentang
wujud dapat dikaburkan oleh pandangan
perspektif, maka wujud sebenarnya dari
sebuah bidang hanya dapat dilihat jika
dipandang dari arah depan saja (Ching,
2000:18). Wong (1996:10) juga
mengatakan bahwa wujud merupakan rupa
keliling sebuah rancang dan jati diri utama
rancang tersebut.
Secara psikologis manusia akan
menyederhanakan lingkungan visualnya
untuk memudahkan pemahaman. Dalam
setiap komposisi bentuk, manusia
cenderung mengurangi subjek utama dalam
daerah pandang ke bentuk yang paling
sederhana dan teratur. Semakin sederhana
dan teraturnya suatu wujud, semakin mudah
untuk diterima dan dimengerti. Hal ini
dapat dilihat secara geometri (gambar 1)
bahwa wujud dasar terdiri dari lingkaran,
segitiga, dan bujur sangkar atau persegi
(Ching, 2000:38).
Wong (1996:11) mengatakan warna atau
nilai terang dan gelap, membedakan sebuah
bentuk dengan jelas dari lingkungannya dan
dapat berupa warna alam atau buatan
(gambar 2). Pada warna alam, warna asli
bahanlah yang ditampilkan, sedangkan pada
warna buatan, warna asli bahan ditutup
dengan lapisan cat atau diubah dengan cara
lain. Menurut Ching (2000:34) warna
merupakan sebuah fenomena pencahayaan
dan persepsi visual yang menjelaskan
persepsi individu dalam corak, intensitas
dan nada. Warna adalah atribut yang paling
menyolok membedakan suatu bentuk dari
lingkungannya. Warna juga mempengaruhi
bobot visual suatu bentuk.
Tekstur adalah nilai raba pada suatu
permukaan, baik itu nyata maupun semu.
Suatu permukaan mungkin kasar, halus,
keras atau lunak, kasar atau licin. Tekstur
merupakan karakter nilai raba yang dapat
dirasakan secara fisik dan secara imajiner.
Tekstur kasar ketika diraba secara fisik
memang menunjukkan suatu permukaan
yang kasar, sedangkan tekstur semu hanya
nampak oleh mata, karakternya kasar
namun ketika diraba tidak dapat dirasakan
sebagaimana yang dilihat sehingga tekstur
semacam ini hanya memberi kesan
imajinatif pada perasaan (Gulendra,
2010:2).
Menurut Kusmiati (2004:77-79) fungsi
utama dari warna dalam perancangan
adalah untuk: 1) meningkatkan kualitas atau
memberi nilai tambah, 2) sebagai media
komunikasi yang memiliki makna untuk
penyalur pesan dan informasi, 3) untuk
lebih menjelaskan suatu masalah karena
warna memiliki daya tarik khusus, 4)
membantu membangun citra keagungan
karena warna memiliki sifat yang kuat
dalam membentuk kesan dan kewibawaan,
5) berfungsi untuk menutupi kelemahan
atau kekurangan permukaan suatu bentuk
atau benda yang dianggap kurang menarik.
B. Material
Material adalah bahan yang menjadi bakal
untuk membuat bahan baru, bahan mentah
bangunan seperti batu, semen, kapur dan
Gambar 1. Wujud Dasar dan Modifikasinya
Sumber: Ching, 2000:38-41
Gambar 2. Warna asli dan buatan
Sumber: http://www.flickr.com
Lingkaran Bujur Sangkar
Segitiga
21
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 18-27
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
sebagainya (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2010:520). Menurut Kusmiati
(2004:116) bahan bangunan (building
material) memiliki sifat kekakuan
(stiffness), kekerasan (hardness), dan daya
tahan (durability). Perbandingan dari ketiga
sifat tersebut dapat dihitung secara
matematika. Masing-masing bahan
memiliki keterbatasan kekuatan, sehingga
dapat retak, patah, atau melentur bila diberi
beban yang melebihi kemampuannya .
C. Ragam hias
Gomudha dalam Herlina (2010:20)
mengatakan bahwa ragam hias digolongkan
menjadi dua, yaitu ornamen dan dekorasi
(gambar 3). Perbedaannya adalah ornamen
muncul sebagai akibat penyelesaian
konstruksi sedangkan dekorasi dipasang
semata-mata hanya sebagai penampilan
estetis atau tempelan.
Istilah ornamen berasal dari bahasa Yunani,
yaitu ornare yang artinya hiasan atau
perhiasan. Ornamen merupakan elemen
pelengkap dalam suatu karya arsitektur
yang keberadaanya membuat suatu karya
arsitektur menjadi lebih menarik, memiliki
jiwa dan karakter yang khas. Selain itu,
ornamen menjadi sarana untuk
mengkomunikasikan konsep, ajaran dan
falsafah dalam kehidupan masyarakat.
Ornamen memiliki makna yang lebih dari
sekedar tujuan estetika (Depdiknas dalam
Erisca, 2008:42). Sedangkan menurut
Prijotomo dalam Herlina (2010:20)
dekorasi merupakan unsur tata hias yang
dipasang pada elemen-elemen arsitektur,
tetapi bukan merupakan bagian integral dari
konstruksi dan semata-mata dipasang
sebagai elemen estetis serta merupakan satu
kesatuan dengan tempat dekorasi tersebut
dipasang.
4. ANALISA
Analisa akan dilakukan dengan
mengidentifikasi objek penelitian yang
telah ditentukan sebagai case study, yaitu
Mangsi Coffee Shop, Castro Coffee Shop,
Anomali Coffee Shop dan Starbucks Coffee
Shop. Keempat objek tersebut akan dikaji
menggunakan variable ciri-ciri visual
bentuk wujud, material dan ragam hias.
1. Mangsi Coffee Shop
Mangsi Coffee Shop adalah sebuah kedai
kopi yang berada di Jalan Hayam Wuruk
No. 195 Denpasar. Menurut pemiliknya
Made Windu Segara Senet, nama Mangsi
diadopsi dari istilah Bali yang merupakan
sebuah hasil proses akumulasi pembakaran
api dengan kekuatan Brahma (Dewa Api
dalam terminologi Agama Hindu).
A. Wujud
Wujud interior Mangsi Coffee Shop dapat
terlihat dari denah lantai setiap ruangan dan
tampak interior yang sebagian besar berupa
wujud dasar segi empat. Selain itu,
bangunan yang memilih konsep mural
sebagai warna buatan dalam menutup
permukaan bidang ini menggunakan wujud
dasar lingkaran yang diaplikasikan pada
furnitur ruangan, seperti meja, lampu hias
dan beberapa dekorasi dinding.
Gambar 3. Ornamen dan dekorasi
Sumber: http://www.flickr.com
Dekorasi Ornamen
Gambar 4. Tampak Depan Mangsi Coffee Shop
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014
22
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 18-27
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
Tampilan visual terhadap wujud dasar segi
empat terlihat dengan penggunaan potongan
papan kayu dengan tetap mempertahankan
warna dan tekstur alaminya pada meja,
dekorasi dan dinding pantry serta susunan
bata merah pada kolom interior bangunan.
Sedangkan untuk tampilan visual terhadap
wujud dasar lingkaran terlihat pada meja,
lampu gantung dan dekorasi dinding.
B. Material
Material pada interior Mangsi Coffee Shop
ini sebagian besar menggunakan kayu pada
dinding, furnitur maupun dekorasinya.
Selain itu terdapat beberapa kaleng minyak
bekas berukuran besar yang dimanfaatkan
sebagai kursi bar. Kejujuran material
diaplikasikan dengan mempertahankan
warna dan tesktur papan kayu pada dinding
pantry dan penggunaan bata merah pada
kolom serta dinding area bar. Demikian
pula pengaplikasian lantai plester halus
tanpa menggunakan penutup keramik atau
sejenisnya yang memperkuat konsep alami.
Sedangkan penggunaan warna buatan
dilakukan dengan menciptakan mural pada
permukaan bidang dinding dan furnitur
dibandingkan menutupi permukaan bidang
dengan warna solid.
C. Ragam Hias
Ragam hias yang terdapat pada Mangsi
Coffee Shop didominasi dengan dekorasi
mural baik pada furnitur, dinding dan
dekorasi. Mural pada interior bangunan ini
adalah berupa tulisan-tulisan jargon Mangsi
Coffee Shop dan informasi pelayanan yang
disediakan. Terdapat pula beberapa gambar
labirin, penikmat kopi dan flora baik pada
dinding maupun dekorasi.
2. Castro Coffee Shop
Castro Coffee Shop adalah sebuah
bangunan komersil yang berada di tengah-
tengah permukiman penduduk di pusat kota
Denpasar, yaitu tepatnya di Jalan Suli
No.14. Coffee shop dengan konsep desain
interior yang unik ini sering dijadikan
tempat bagi para musisi untuk
menampilkan keahlian mereka.
Gambar 5. Wujud Dasar Mangsi Coffee Shop
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014
Gambar 6. Material pada Mangsi Coffee Shop
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014
Gambar 7. Dekorasi pada Mangsi Coffee Shop
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014
23
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 18-27
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
A. Wujud
Wujud dasar segi empat mendominasi
denah lantai hingga furnitur dan dekorasi
interior. Pengaplikasian balok-balok kayu
dengan mempertahankan warna alami
sebagai partisi dan drop down ceiling
semakin menekankan penggunaaan wujud
segi empat pada desain interior ini.
Tampilan visual lainnya yang
memperlihatkan penerapan wujud dasar
segi empat tampak pada dekorasi interior
dinding adalah adanya penggunaan frame
foto dengan wujud dasar segi empat.
Bahkan pada beberapa bagian permukaan
dinding digunakan penutup dinding seperti
yang digunakan pada dinding interior studio
musik dengan grid segi empat. Penggunaan
warna buatan hanya terlihat pada ceiling
dan sebagian permukaan dinding.
B. Material
Beberapa jenis material yang digunakan
pada interior Castro Coffee Shop ini adalah
kayu pada furnitur meja, kursi, list dinding
dan partisi interior, stainless steel pada
furnitur kursi, gypsum pada ceiling,
keramik 40x40 cm sebagai penutup lantai,
serta lapisan akustik pada beberapa
permukaan dinding untuk memperkuat
konsep Rock & Roll. Sebagian besar
furnitur masih menggunakan warna alami
dari bahan yang digunakan, sedangkan
pewarnaan buatan terlihat hanya pada
ceiling dan sebagian kecil permukaan
dinding.
C. Ragam Hias
Gambar 8. Wujud Dasar Castro Coffee Shop
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014
Gambar 9. Material pada Castro Coffee Shop
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014
Gambar 10. Dekorasi pada Castro Coffee Shop
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014
24
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 18-27
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
Interior Castro Coffee Shop menggunakan
dekorasi berupa gambar-gambar musisi
Rock & Roll yang dibingkai dalam frame
hitam, gambar biji kopi berukuran besar
pada dinding pantry serta tulisan-tulisan
jargon atau quotes dalam frame kayu yang
dipajang di hampir seluruh permukaan
dinding.
3. Anomali Coffee Shop
Coffee Shop yang didirikan sejak tahun
2007 ini memiliki enam buah outlet yaitu
empat buah outlet di Jakarta dan dua buah
outlet di Bali (Seminyak dan Ubud).
Anomali Coffee Shop adalah salah satu dari
Coffee Shop khusus yang menyediakan
berbagai macam kopi bubuk dari seluruh
penjuru Indonesia. Analisa akan dilakukan
terhadap interior Anomali Coffee Shop yang
berada di Jalan Kayu Aya No.7, Seminyak.
A. Wujud
Wujud dasar denah interior Anomali Coffee
Shop ini adalah segi empat. Demikian pula
dengan sebagian besar furnitur dan dekorasi
interiornya yang sebagian besar
mempertahankan warna alami dari material
yang digunakan. Wujud dasar lingkaran
dapat ditemukan pada beberapa furnitur
meja, kursi dan lampu gantung.
Penempatan pantry di tengah-tengah
ruangan semakin memperkuat penggunaan
wujud dasar segi empat.
Tampilan visual wujud dasar lingkaran
terhadap coffee shop yang hanya
menggunakan sedikit menggunakan
pewarnaan buatan pada interiornya terlihat
dengan penggunaan kaleng minyak bekas
berukuran besar yang berfungsi sebagai
kursi dan meja. Selain itu, wujud dasar
geometris segi empat terlihat dominan pada
bukaan kaca, permukaan dinding, rak
etalase, bahkan bantal duduk pada beberapa
kursi.
B. Material
Konsep minimalis dan kejujuran material
terlihat melalui permukaan dinding yang
diplester tanpa cat sehingga menampilkan
warna alami dari bahan dasar semen. Selain
itu bahan-bahan pabrikasi seperti
alumunium, besi dan stainless steel tetap
dipertahankan melalui penggunaan velg
mobil sebagai kaki meja, serta kaleng
minyak bekas berukuran besar sebagai kursi
dan meja. Warna dan tekstur kayu
dipertahankan pada hampir sebagian besar
furnitur meja dan kursi untuk
memperlihatkan orisinalitas.
Gambar 11. Wujud Dasar Anomali Coffee Shop
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014
Gambar 12. Dekorasi pada Anomali Coffee Shop
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014
25
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 18-27
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
C. Ragam Hias
Ornamen dapat terlihat melalui beberapa
hiasan pada lantai berupa pecahan batu
alam yang dibentuk menyerupai kelopak
bunga. Sedangkan beberapa dekorasi pada
interior Anomali Coffee Shop dapat terlihat
dengan adanya penggunaan lampu gantung
berbentuk bulat, toples-toples diatas meja
bar yang menunjukkan beberapa jenis
varian biji kopi, tulisan-tulisan dan mural
produk kopi dan para penikmat kopi pada
dinding, meja dan kursi. Terlihat pula alat
pengolah kopi dan rak etalase Kopi Gayo
Organik di bagian depan ruangan.
Dekorasi fungsional juga terlihat melalui
penggunaan papan yang digantung di atas
pantry yang berfungsi untuk menunjukkan
seting pelayanan. Terlihat pula beberapa
gambar jenis varian kopi berupa
menunjukkan ikon kebudayaan Indonesia
seperti Hanoman untuk menjelaskan jenis
Kopi Bali Kintamani, binatang Luwak
untuk menjelaskan jenis Kopi Luwak,
gambar wanita berpakaian adat Toraja
untuk menjelaskan jenis Kopi Toraja
Kalosi, dan lainnya.
4. Starbucks Coffee Shop
Starbucks Coffee Shop adalah sebuah
perusahaan kopi dan jaringan kedai kopi
global asal Amerika Serikat yang berkantor
pusat di Seattle, Washington. Perusahaan
ini didirikan pada tahun 1971 dan mulai
masuk ke Indonesia pada tahun 2002
Di Bali, khususnya Kabupaten Badung
Starbucks Coffee Shop mudah ditemukan
baik di dalam maupun di luar mall. Berikut
akan dianalisa interior Starbucks Coffee
Shop yang berada di dalam Galleria Bali
Mall.
A. Wujud
Bila diamati dengan seksama, hampir
sebagian besar desain interior Starbucks
Coffee Shop memiliki konsep minimalis.
Konsep ini dapat terlihat dengan dominansi
penerapan wujud dasar geometris segi
empat baik pada denah interior, furnitur dan
Gambar 13. Mesin Pengolah Kopi dan Rak Etalase
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014
Gambar 14. Dekorasi Papan Pelayanan
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014
Gambar 15. Dekorasi Mural dan Varian Kopi
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014
26
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 18-27
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
dekorasinya, serta penggunaan warna-
warna alami material yang digunakan.
Penggunaan balok-balok kayu segi empat
terlihat pada kursi, bar ceiling, partisi dan
penutup dinding. Bahkan bidang-bidang
kaca dengan permukaan bidang segi empat
yang luas ditempatkan hampir di sekeliling
interior. Terdapat pula beberapa meja dan
kaki meja dengan wujud dasar lingkaran.
Sebagian permukaan dinding menggunakan
pewarnaan buatan berupa cat berwarna
krem untuk memberikan kesan simpel dan
moderen.
B. Material
Material kayu tampak terlihat digunakan
pada sebagian besar furnitur, ceiling, meja
bar, rak etalase bahkan penutup dinding.
Penggunaan bahan-bahan sintetis terlihat
pada beberapa kursi rotan sintetis dan sofa
di salah satu sudut interior.
Permukaan luar interior didominasi dengan
bukaan kaca yang dilengkapi dengan blind
berupa kere yang terbuat dari bambu
sebagai antisipasi terhadap sinar dan panas
matahari. Permukaan lantai menggunakan
keramik berukuran 30x30 cm berwarna
abu-abu gelap turut memperkuat konsep
minimalis dan mampu mengimbangi
dominansi material kayu pada desain
interior ini.
C. Ragam Hias
Beberapa dekorasi yang terdapat pada
interior Starbucks Coffee Shop ini
menekankan pada pengenalan produk kopi
mereka sendiri serta jenis kopi yang ada di
beberapa Negara seperti Ethopia dan
Indonesia. Hal ini dapat terlihat dengan
adanya rak etalase yang memajang
beberapa produk dan souvenir kopi milik
Starbucks itu sendiri. Selain itu penggunaan
balok-balok kayu sebagai penutup dinding
mampu sekaligus berperan sebagai dekorasi
interior.
5. SIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisa
terhadap empat objek yang dijadikan
sebagai case study mengenai variasi desain
interior coffee shop di Kota Denpasar dan
Kabupaten Badung, diperoleh beberapa
simpulan sebagai berikut:
1. Penerapan wujud dasar geometris segi
empat dan lingkaran menjadi dominansi
desain interior coffee shop yang mampu
Gambar 16. Wujud Dasar Starbucks Coffee Shop
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014
Gambar 17. Material pada Starbucks Coffee Shop
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014
Gambar 18. Dekorasi pada Starbucks Coffee Shop
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014
27
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 18-27
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
memberikan kesan simpel, praktis dan
moderen.
2. Kejujuran material sebagai bagian dari
konsep desain interior menjadi salah
satu peranan untuk memperkuat
karakteristik orisinalitas dan suasana
hangat, nyaman serta intim.
3. Sebagai bangunan komersil,
penggunaan rak etalase, tulisan iklan
kopi, gambar jenis varian produk dan
biji kopi dioptimalkan sebagai bagian
dari dekorasi interior.
6. DAFTAR PUSTAKA
Ching, D.K. 2000. Arsitektur: Bentuk
Ruang dan Fungsi. Jakarta: Erlangga.
Erisca, Nandita. 2008. “Kelenteng Tanjung
Kait (Tinjauan Arsitektural dan
Ornamentasi)” (skripsi). Jakarta:
Program Studi Arkeologi Fakultas
Ilmu Pengetahuan Budaya. Universitas
Indonesia.
Gulendra, I Wayan. 2010. Pengertian
Warna dan Tekstur. Dalam: Jurnal ISI
Volume 1 Nomor 6. Denpasar : Institut
Seni Indonesia.
Herlina, Putu Merry. 2010. “Penerapan
Arsitektur Tradisional Tiongkok pada
Bentuk dan Ragam Hias Bangunan
tempat Ibadat Tri Dharma Cao Fuk
Miao di Denpasar” (skripsi). Denpasar:
Program Studi Arsitektur Fakultas
Teknik. Universitas Udayana.
Kusmiati, Artini. 2004. Dimensi Estetika
pada Karya Arsitektur dan Disain.
Jakarta : Djambatan.
Risnadi, Amer. -. Perancangan Publikasi
Buku Kopi Indonesia: Kisah, Budaya,
Gaya Hidup. Binus University. Jakarta.
Wong, Wucius.1996. Beberapa Asas
Merancang Trimatra. Bandung: ITB.
Yahmadi, Mudrig. 2007. Rangkaian
Perkembangan dan Permasalahan
Budidaya & Pengolahan Kopi di
Indonesia. AEKI Jawa Timur: PT.
Bina Ilmu Offset.
Sumber Internet
Anonim. 2007. Sejarah Kopi di Indonesia.
Available from URL: http://www.aeki-
aice.org/page/sejarah/id.
Anonim. 2014. Company Profile. Available
from URL:
http://www.starbucks.com/about-
us/our-heritage.
http://www.aeki-aice.org/page/sejarah/id
http://www.starbucks.com/about-us/our-
heritage
Sovereign, Sarah. 2005. Brick. Available
from URL:
http://www.flickr.com/photos/goodbye
pisces/64541307/.
28
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 28-37
PENERAPAN ELEMEN-ELEMEN INTERIOR GAYA JEPANG
PADA RESTORAN RYOSHI UBUD
Oleh:
I Kadek Pranajaya, ST., MT., IAI
Dosen Program Studi Desain Interior, Sekolah Tinggi Desain Bali
E-mail : kparchitects@gmail.com
Abstrak
Tulisan ini adalah untuk membandingkan elemen-elemen dan karakteristik dan suasana
interior pada restoran Ryoshi di Ubud Bali. Elemen-elemen yang dianalisis meliputi elemen
pembentuk ruang seperti lantai, dinding, plafond, pintu dan jendela, dan elemen pengisi ruang
meliputi perabot dan aksesoris. Setiap elemen di analisis sesuai bentuk, fungsi, dan makna
budaya Jepang yang terkandung di dalamnya dengan didahului menganalisis orientasi ruang,
sirkulasi, layout, dan bentuk bangunan dan pintu masuk. Setiap restoran memiliki keunikan
gaya desain interiornya, keunikan setiap restoran ini dapat dipengaruhi karena perbedaan
situasi dan kondisi, serta keinginan dan tujuan dari interior restoran tersebut. Pengumpulan
data dilakukan dengan observasi langsung, wawancara, dan studi literatur, sedangkan untuk
analisis data dilakukan dengan metode kualitatif deskriptif. Berdasarkan hasil analisis data
yang diperoleh, diketahui bahwa penerapan elemen-elemen interior yang mencerminkan
karakteristik interior Jepang pada restoran Ryoshi terlihat pada pintu masuk/torii, elemen
pembentuk ruang seperti lantai, dinding dan plafond, unsur pelengkap ruangan seperti
furniture yang digunakan, unsur dekorasi pada restoran, material dan warna yang digunakan.
Gaya desain adalah Jepang kontemporer, dengan perpaduan gaya desain Jepang tradisional,
Bali dan modern.
Kata Kunci: Penerapan Elemen Interior, Gaya Jepang, dan Restoran Ryoshi
29
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 28-37
1. PENDAHULUAN
Akulturasi budaya di bidang arsitektur dan
interior banyak sekali terjadi di Indonesia,
banyak penerapan kebudayaan asing yang
di masukkan dalam suatu gaya desain
arsitektur dan interior, mulai dari tata letak,
penataan cahaya, bentuk, warna serta
pemilihan material yang di gunakan
sehingga kita dapat menemukan beragam
gaya.
Salah satu akulturasi budaya yang sering
diterapkan pada bangunan rumah dan
restoran di Bali adalah desain gaya Jepang.
Perkembangan restoran Jepang di Bali
dalam beberapa dekade terakhir ini cukup
pesat seiring dengan semakin meningkatnya
jumlah kunjungan wisatawan ke Bali. Gaya
desain Jepang di Bali telah banyak
menghiasi dan mewarnai rancangan desain
interior saat ini. Gaya desain interior Jepang
diambil dari ajaran Tao, Zen Buddhism
diambil dari China pada jaman purba.
Jepang memiliki budaya yang beragam
yang ditunjukkan dari perbedaan antara
teater Noh dan teater Kabuki. Gaya dan
desain interior Jepang memiliki nilai
estetika yang sederhana dan privacy yang
sangat tinggi, dengan ciri penggunaan
bahan dan material yang ringan seperti
kayu, kertas, jerami, menggunakan
dominan garis dan bentuk geometris yang
transparan. Saat ini penerapan interior pun
mulai berkembang terutama dalam
penggunaan material yang disesuaikan
dengan kondisi setempat.
Masyarakat Jepang terkenal sebagai
penjaga tradisi yang baik dan menerima
modernitas. Pada orang Jepang tradisional
cara makan adalah dengan model tatami,
tetapi pada Jepang modern saat ini gaya
makan tatami berubah menjadi makan
dengan menggunakan sofa atau kursi
makan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi
pergeseran antara budaya makan orang
Jepang tradisional dan modern begitu pula
dengan restoran Jepang tradisional yang
menghidangkan sebagai hidangan khasnya.
Pada restoran Jepang modern menu tersebut
telah dipadukan dengan berbagai menu
lainnya. Meja makan umumnya terdapat
kompor yang digunakan pengunjung untuk
memasak langsung makanannya seperti
sabhu-sabhu.
Setiap restoran memiliki keunikan gaya
desain interiornya, keunikan setiap tersebut
dipengaruhi oleh keinginan dari perancang
untuk menghadirkan nuansa apa yang ingin
ditampilkan. Pada penelitian kali ini penulis
mencoba membandingkan seberapa besar
penggunaan dan penerapan elemen-elemen
interior yang dapat menghadirkan suasana
sekaligus mencerminkan karakteristik
interior Jepang pada restoran Ryoshi
ditinjau dari elemen dinding, lantai,
plafond, furniture, dekorasi dan lampu.
2. METODE PENELITIAN Pada penelitian menggunakan analisis
kualitatif, yaitu metode analisis yang
menggambarkan atau menguraikan keadaan
yang berhubungan dengan data-data yang
digunakan untuk menarik kesimpulan dari
beberapa kesimpulan dari beberapa
peristiwa yang bersifat sulit diukur dengan
angka (Muhadjir, 1992). Penelitian
mendeskripsikan mengenai gaya desain
yang di terapkan pada interior Restoran
Ryosi. Metode pengumpulan data dilakukan
dengan studi lapangan dan studi pustaka.
Penelitian ini bertujuan mengetahui sejauh
mana konsep-konsep interior Jepang
diterapkan pada restaurant Ryoshi di Ubud
sehingga nantinya penelitian ini diharapkan
memberikan pengetahuan baru dan
memberikan inspirasi bagi dunia desain
interior pada era globalisasi saat ini
khususnya desain restoran bergaya Jepang.
3. TINJAUAN PUSTAKA
Sebuah desain interior akan mempengaruhi
pandangan, suasana hati dan kepribadian
kita. Perancangan interior adalah
pengembangan fungsi, pengayaan estetis
dan peningkatan psikologi ruang interior.
Elemen ruang harus mampu mendukung
dan memperkokoh fungsi ruang sehingga
mudah untuk dikenal kegiatan apa yang
terjadi di dalam ruang tersebut beserta
berbagai fasilitasnya. Peran desainer
30
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 28-37
interior adalah untuk mengefektifkan ruang
interior guna mendukung segala kegiatan
manusia yang dilakukan di area tersebut.
Pada interior sebuah restoran, seorang
desainer akan memberi efek nyaman dan
memberikan kesan menarik kepada
pelanggan sehingga membuat konsumen
akan datang kembali dan
merekomendasikan restoran tersebut
kepada orang lain.
Gaya desain Jepang umumnya memiliki
fleksibilitas, efisiensi dan kesederhanaan.
Masyarakat Jepang sangat mementingkan
privasi dengan dominan menggunakan
material alam seperti kayu, bambu, sutra,
jerami dan kertas. Elemen warna yang
digunakan didalam desain cenderung
menggunakan warna palet netral,
menggabungkan warna hitam, off-whites,
abu-abu, dan coklat. Pada umumnya
ruangan restoran Jepang dibagi menjadi tiga
bagian ruang yaitu ruang makan umum,
ruang tatami dan ruang bar. Ruang makan
tatami tidak menggunakan kursi, melainkan
menggunakan tikar/tatami sebagai alas
untuk duduk dibawah. Ruang tatami ini
adalah ruang makan yang lebih private.
Ruang bar terdiri dari 2 jenis yaitu: yaitu
Sushi Bar dan Teppanyaki Bar. Sushi Bar
yang menyediakan bahan-bahan yang segar
seperti ikan sedangkan Teppanyaki adalah
cara memasak makanan dipanggang diatas
plat besi dan dimasak secara langsung oleh
pengunjung yang biasa dipakai dengan
pelayanan menggunakan sistem self-
service.
Beberapa restoran Jepang menyediakan
ruang Tokonoma, merupakan sebuah ruang
kecil di dalam kamar yang berfungsi
sebagai ruang upacara teh. Tokonoma
memiliki fokus pada ruang dan display
yang sederhana seperti lukisan Jepang.
Bunga Jepang seperti ikebana atau caligrafi
juga menempati ruang tersebut. Sesaat
setelah minuman tersaji, diadakan “kanpai”
atau bersulang, yaitu mengangkat cawan teh
atau sake dan setelah semua masakan
disajikan mereka mengucapkan
Itadakimasu yang juga berarti ucapan
terima kasih atas makanan yang telah
disediakan dan siap untuk disantap dengan
sikap tubuh dan kepala sedikit
membungkuk.
Gambar 1. Desain Ruang Tatami
Sumber : http://desaininterior.biz/
Beberapa elemen pembentuk ruang pada
interior bangunan Jepang yang dipakai
untuk melihat penerapannya di restoran
Jepang adalah:
1. Dinding
Interior tradisional Jepang menggabungkan
fitur seperti layar kertas (shoji) agar cahaya
dapat masuk dan tersebar ke dalam
ruangan. Shoji biasanya digunakan sebagai
jendela, pintu dan sekat ruang. Shoji
memberikan cahaya natural menyebar
masuk ke dalam ruangan saat
membutuhkan privasi. Shoji terbuat dari
bingkai kayu yang di tutupi dengan kertas
mulberry transparan, berfungsi membentuk
tembok luar bagi ruangan. Selain itu Shoji
juga digunakan pada jendela dengan bukaan
keluar.
Gambar 2. Contoh Desain Dinding
Sumber: http://desaininterior.biz/
31
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 28-37
Elemen tradisional desain interior Jepang
lainnya adalah fusuma, merupakan panel
yang dapat digeser yang terbuat dari kayu
dan kertas atau kain opaque. Digunakan
sebagai pintu geser dan pembatas antara
ruang yang menggunakan join yang
fleksibel.
Terdapat bermacam – macam bentukan
dinding pembatas seperti layar lipat (biyo-
bu), layar pembatas kayu (tsui-tate), tirai
bambu, layar tirai, dan lain lain. Layar tirai
yang terbuat dari kain biasanya digunakan
pada pintu masuk menuju dapur ataupun
pada pinu masuk toko. Kain tirai tersebut di
potong secara berurutan sehingga
membentuk goseran vertikal panjang
sehingga tidak mudah untuk di gerakkan
angin dan memudahkan orang memasuki
ruangan. (Morse, 1980).
Gambar 3. Biyo-yu dan Tirai Jepang
Sumber: http://desaininterior.biz/
2. Lantai
Lantai rumah Jepang lebih banyak
menggunakan bilah-bilah kayu dan
penutup lantai menggunakan tatami dan
kemudian menjadi modul dari ruang dalam
yang menimbulkan efek pada dimensi dari
ruangan dan bingkai structural. Tatami
adalah lantai tradisional Jepang yang
terbuat dari tikar jerami padi.. Tatami
memiliki ukuran standar 88 cm x 176cm di
Tokyo tetapi ukuran standar bervariasi
menurut wilayah tertentu.
Gambar 4. Ukuran dan Bentuk Lantai
Sumber: http://desaininterior.biz/
Penggunaan meja dengan ketinggian yang
rendah dan berbentuk empat persegi dengan
empat kaki di setiap sudutnya. Kursi
menggunakan alas duduk berupa matras
dengan bentukan empat persegi. Material
yang digunakan adalah kayu dengan
menampilkan warna alaminya. Tatami
sudah dipakai di rumah Jepang sejak sekitar
600 tahun yang lalu.
Gambar 5. Contoh Lantai
Sumber: http://desaininterior.biz/
Gambar 6. Penerapan Pemasangan Lantai
Sumber: http://desaininterior.biz/
Lantai tatami terasa sejuk pada musim
panas dan hangat pada musim dingin, dan
tetap lebih segar daripada karpet selama
berbulan bulan lembab di musim dingin.
Hal ini disebabkan dibawah tatami tersebut
ada ventilasi yang merupakan tempat
pengaturan udara dan tempat berbagai pipa
seperti pipa air ledeng, pipa gas, saluran air
toilet dan lain sebagainya.
32
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 28-37
3. Plafon
Gambar 7. Potongan Interior Restauran Jepang
Sumber : http://desaininterior.biz/
Terdiri dari bilah kayu yang ringan dan tipis
sebagai balok penyangga langit-langit dan
pada posisi lainnya terdapat papan kayu
dengan ujung yang saling menopang.
Plafon tidak hanya datar tetapi juga
meninggi dan memiliki lengkungan pada
bagian atasnya bertemu dengan panel datar
dengan bentukan persegi atau lingkaran.
Selain itu juga ada variasi bentukan lain
dengan memadukan bentukan lengkung dan
persegi (Morse, 1981)
Gambar 8. Contoh Langit – langit Rumah
Tradisional Jepang
Sumber: http://desaininterior.biz/
4. Main Entrance/Torii
Main Enterance pada bangunan Jepang
disebut dengan Torii. Gerbang tradisional
Jepang/Torii sering ditemukan di pintu
masuk kuil Shinto, dimana secara
Simbolis menandai transisi dari daerah
profan yang tidak disucikan ke yang suci.
Bentukannya bervariasi mulai dari yang
ringan secara visual maupun yang solid dan
memiliki atap atau balok di atasnya.
Torii secara tradisional terbuat dari kayu
atau batu, tetapi sekarang dapat juga terbuat
dari beton bertulang, tembaga, stainless
steel atau bahan lainnya. Torii biasa
berwarna merah dengan palang atas
berwarna hitam.
Gambar 9. Contoh Pintu masuk dan Pagar
model Jepang
Sumber: http://desaininterior.biz/
5. Dekorasi Lampu
Untuk desain lampu Jepang biasanya dalam
bentuk piringan dengan kedalaman dangkal
dan menggunakan minyak sayuran sebagai
bahan bakarnya. Sedangkan untuk rumah
lampunya (amateur) memiliki beragam
bentuk. Salah satu bentuknya adalah empat
persegi dengan menggunakan rangka kayu
yang di tutupi kertas, terbuka di bagian
atasnya dan bawah.
Gambar 10. Contoh Lampu Model Jepang
Sumber: http://desaininterior.biz/
33
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 28-37
4. PEMBAHASAN
1. Lay Out
Restoran Ryoshi Ubud dengan
pemilik adalah Mr. Sagon didirikan sekitar
tahun 2012. Terletak di Jl. Hanoman
Monkey Forest Ubud Bali, kira-kira 50 Km
dari Kota Denpasar. Luas Lahan Restoran
Ryoshi Ubud adalah sekitar 10000 m2
dengan luas bangunan 4000 m2. Sang
arsitek mencoba membuat desain perpaduan
gaya arsitektur Bali dan Jepang. Struktur
fisik bangunan menggunakan gaya
bangunan Bali dengan beberapa sentuhan
Jepang seperti atap, pintu masuk, landscape
dan desain interiornya. Orientasi bangunan
adalah ke tengah dengan membuat taman
model Jepang sebagai orientasi kedalam.
Orientasi ini diambil sebagai upaya
memberikan view yang merata pada setiap
tempat duduk dengan dioptimalkan
penggunaan cahaya dan udara alami.
Konsep Struktur dan konstruksi bangunan
memakai model bangunan Bali dengan
adanya pemade, pemucu, lambang sineb
dan tugeh. Bentuk atap Exspose bangunan
Bali dikombinasikan dengan bentuk-bentuk
atap model bangunan Jepang. Plafond
menggunakan bahan dari lampid dari rotan
dengan motif lurus polos, sehingga nuansa
alami menjadi prioritas utama
Gambar 11. Layout Restauran Jepang Ryoshi
Ubud
Sumber: Dokumen Pribadi
Bentuk layout Ryoshi dirancang
geometris untuk membuat bangunan yang
sederhana dan pengoptimalan fungsi ruang
sangat menjadi prioritas utama. Ruang-
ruang dirancang dan dikelompokkan
menjadi ruang ruang makan umum, ruang
tatami, ruang bar dan ruang makan shusi
(Private). Ruang tersebut merupakan
konsep dari gaya desain Jepang pada
umumnya. Sirkulasi yang digunakan adalah
sirkulasi linier. Bentuk pembagian zoning
sesuai dengan gaya tradisoinal jepang yang
sederhana dan simple dengan
memanfaatkan potensi lingkungan sekitar
dan existing bangunan lama seperti
Japaneese garden dan kolam ikan. Pada
areal belakang dibuatkan ruang makan
outdor dengan memanfaatkan view kolam
yang sudah ada dengan membuat bangunan
bale model konstruksi bangunan Bali. Bale
ini sebagai tempat makan dengan model
lesehan.
Gambar 12. Struktur Atap Restauran Jepang
Ryoshi Ubud
Sumber: Dokumen Pribadi
Gambar 13. Potongan Restauran Jepang
Ryoshi Ubud
Sumber: Dokumen Pribadi
Japaneese garden sebagai
pusat orientasi/view
Pintu
Masuk/Torii
Jepang Bale/Lesehan
dengan tikar
Pintu
Masuk/Angkul-
angkul Bali Dinding Kaca dengan
model Jepang Fusuma
Pagar Desain Model Bali Kolam Ikan
34
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 28-37
2. Pintu Gerbang
Desain pintu masuk dibuat sesuai dengan
model pintu masuk rumah di Jepang
Desain pintu masuk cukup simple dengan
dua tiang berdiri disisi kiri dan kanan.
Atap pada pintu masuk menggunakan kayu
dengan bentuk desain yang memiliki
kemiripan pada atap gaya desain Jepang
Nagare, tempat ibadah agama Budha di
Jepang yang dipengaruhi oleh periode
Heian. Motif pintu garis lurus vertical dan
horizontal. Makna kayu yang di jajar
vertikal pada dinding ini sesuai dengan
prinsip seni ajaran zen yang merupakan
garis Tessen byo yaitu garis yang bersifat
berukuran sama sehingga terkesan anggun
dan mencerminkan keabadian. Pada pintu
masuk di desain lampu disisi kiri dan
kanan. Desain lampu menggunakan rangka
kayu yang di tutupi kertas, terbuka di
bagian atasnya dan bawah seperti desain
lampu model Jepang pada umumnya.
Bentuk kedua peralatan lampu ini memiliki
karakteristik gaya desain Jepang yang
sederhana sesuai dengan aliran Zen.
Penutup kertas pada lampu mengurangi
silau cahaya langsung lampu, sehingga
cahaya yang keluarkan tidak langsung
mengenai mata pengunjung dan
mengganggu penglihatan,. Sistem ini sama
dengan penggunaan shoji pada pangunan
tradisional Jepang yang membiarkan cahaya
matahari masuk langsung kerumah dan
disaring oleh shoji yang terbuat dari kertas.
Gambar 14. Pintu Gerbang Restauran Jepang
Ryoshi Ubud
Sumber: Dokumen Pribadi
3. Lantai
Pada lantai restoran Ryoshi menggunakan
lantai teracotta, untuk memberi kesan alami
dan sederhana. Penggunaan warna coklat
sesuai dengan penggunaan bahan dan
material bangunan yang biasanya lebih
banyak digunakan pada lantai Jepang.
Penggunaan terracotta untuk
memaksimalkan fungsi lantai dan
menyesuaikan unsur ekonomis, sehingga
tidak menggunakan material asli seperti
batuan asli, namun menggunakan material
yang hampir sama dengan motif batuan
agar tetap mewakili material aslinya.
Makna yang terkandung dalam Ajaran
Shinto dan Zen mengajarkan kesederhanaan
dan privasi yang di tunjukan pada
penggunaan material lantai yang minimalis
dan teratur sehingga menggambarkan
suasana yang dekat dengan alam.
Gambar 15. Lantai Terracotta Restauran
Jepang Ryoshi Ubud
Sumber: Dokumen Pribadi
4. Furniture
Hampir semua furniture pada restoran
Ryoshi dengan menggunakan bahan dan
material dari kayu. Penggunaan bahan
alami sesuai dengan konsep Jepang.
Material kayu merupakan material yang
sederhana, alami, hangat, mudah dibentuk
dan disesuaikan, memiliki tekstur yang
memberikan kesan estetik.. Desain furniture
dengan bentukan yang sederhana, seperti
bentukan persegi pada lemari, kursi dan
meja makan. Pada restoran Ryoshi dibuat
tiga model tempat duduk. Model yang
pertama adalah model pada umumnya
berbentuk segi empat. Model yang ke-2
adalah tempat duduk semi tatami, dan yang
ke-3 adalah model tatami. Pembuatan ke-3
35
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 28-37
model tempat duduk untuk memberikan
pilihan dari custumer karena masing-
masing memiliki selera tempat duduk yang
berbeda. Model pertama berupa meja
makan duduk telah di sesuaikan dengan
kebiasaan makan orang indonesia yang
biasa duduk di kursi.
Gambar 16. Furniture Kayu Restauran Jepang
Ryoshi Ubud
Sumber: Dokumen Pribadi
Gambar 17. Furniture Kayu pada Bar
Restauran Jepang Ryoshi Ubud
Sumber: Dokumen Pribadi
Foto diatas adalah bar dengan bahan utama
kayu solid, disisi depan dibuat material
garis-garis lembut sesuai dengan konsep
Koko yushi byo yaitu garis yang lembut
menyerupai benang dan memberikan kesan
ulet, supel, tanpa ketegangan dan kontras.
Agar mendambah kesan menarik lighting
dibuat indirect lighting yang tersembunyi
disisi counter bar menyinari motif garis-
garis depan bar.
Model ke-2 adalah semi tatami dibuat
seakan-akan pengunjung duduk lesehan.
Namun kaki tetap bisa relax seperti orang
duduk biasa, tempat duduk dibuat ceruk
sehingga kaki dapat masuk kealam meja
dengan ukuran tinggi meja standar meja
biasa. Model yang ketiga adalah tempat
duduk tatami yang menjadi satu ciri khas
tata cara duduk yang diadopsi dari
kebudayaan Jepang. kursi menggunakan
alas duduk berupa matras dengan bentukan
empat persegi. Material yang digunakan
adalah tikar yang dibuat modul seperti
modul tatami umumya dengan
menampilkan warna alaminya.
Gambar 18. Denah dan Potongan Salah satu
Furniture Restauran Jepang Ryoshi Ubud
Sumber: Dokumen Pribadi
5. Area Sushi Bar
Area sushi bar juga menawarkan suasana
khas Jepang dengan mempertunjukkan
keahlian sang koki meracik sushi yang
dapat langsung dipilih dan makan. selain
suasana interior didalam dibuat sederhana
dengan atap ekspose model Bali dan pada
dinding dipasang lukisan-lukisan Jepang.
Areal shusi bar menggunakan Ac. Karena
memang dibuat lebih private dan vip,
karena tidak semua customer bisa
menikmati masakan sushi.
36
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 28-37
Gambar 19. Suasana Interior Area Sushi Bar
Restauran Jepang Ryoshi Ubud
Sumber: Dokumen Pribadi
Suasana interior seperti ini membuat
pengunjung merasakan pengalaman visual
dan suasana ruang yang berbeda dalam
sebuah restoran Jepang. Pintu geser dan
jendela menggunakan bahan kayu dan kaca
sebagai pengganti bahan kertas. Pintu geser
pada ruang sushi bar memiliki kemiripan
dengan gaya desain shoji, namun
menggunakan aluminium dan kaca. Model
jendela adalah fusuma, merupakan panel
yang dapat digeser yang terbuat dari kayu
sebagai elemen pembatas ruang shusi bar.
6. SIMPULAN
Setiap restoran memiliki konsep
gaya desain Jepang yang berbeda tetapi
tetap memiliki dasar dan tidak menyimpang
dari konsep gaya desain Jepang. Suasana
interior di Ryoshi tampak modern tanpa
meninggalkan unsur interior yang
berorientasi kebudayaan Jepang dengan
perpaduan dari bangunan Bali. Pada
restoran Ryoshi, gaya desain Jepang terlihat
dari adanya penggunaan material alam serta
beberapa detail yang memiliki kemiripan
dengan gaya desain Jepang umumnya,
meskipun telah dipengaruhi oleh gaya
desain modern. Restoran Ryoshi masih
memberikan nuansa gaya desain Jepang.
Penggunakan pintu masuk/Torii merupakan
ciri khas pintu pada gaya desain Jepang.
Interior restoran juga telah memberikan
nuansa gaya desain Jepang tradisional
dengan perpaduan campuran Bali dan gaya
modern. Tidak hanya dari segi elemen
interior, bentuk layout pada restoran juga
telah menerapkan konsep layout gaya
desain Jepang. Restoran telah memberi
nuansa gaya desain Jepang kontemporer, ini
terlihat dari adanya penggunaan material
pada elemen interior dan elemen dekoratif
gaya desain Jepang tradisional, Bali dan
modern.
Hampir sebagian desain interior
Ryoshi memaknai ajaran Zen yang banyak
terkandung dalam desain ini adalah
kesederhanaan, serta kedekatan dengan
alam, yang telah disesuaikan sesuai
kreatifitas perancang ruangan dan
perhitungan fungsional serta segi ekonomis,
yaitu kebebasan berekspresi Detsuzoku,
kesederhanaan Kanso dan Fukinsei
kedinamisan alami. Restoran Ryoshi Jepang
tidak menyediakan ruang Tokonoma,
merupakan sebuah ruang kecil di dalam
kamar yang berfungsi sebagai ruang
upacara teh.
7. DAFTAR PUSTAKA
Bugin, 2010, Penelitian Kualitiatif,
Komunikasi,Ekonomi, Kebijakan
Publik dan Ilmu Sosial. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
David Little Field, 2007,Metric Handbook
Planing and Design Data,Elsevier
D. K. Ching, Francis, 1996. Ilustrasi
Desain Interior. Jakarta: Erlangga.
Eveline Widjaja, 2013, Terapan Gaya Desain Interior Jepang Restoran Tomoto, Imari, Kayu, Nishiki Surabaya, Jurnal Intra.
Hibi, Sadao, 2002 Japanese Detail:
Architecture., Chronicle Books
Jeong, Kwang Yong, 2008, Japanese
Arxhitecture. Korea:
ArchiworldCo., Ltd.
Koizumi, Kazuko, 1989, Traditional
Japanese Furniture: A Definitive
Guide., Kodansha
Murata,2005 Noboru, Kimmie Tada and
Geeta Metha. Japan Style
Architecture, Interior, Design.
Boston, Vermont and Tokyo:
Tuttle Publishing
Morse, Edward S, 1981, Japanese Homes
and Their Surroundings. Tokyo:
Charles E. Tuttle Company, Inc.
37
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 28-37
Muhadjir, N, 1992, Metode penelitian
Kualitatif. Yogyakarta: Rake
Sarasin PO Box 83.
Neufert, Ernest, 1980, Libraries, architect’s
Data. NewYork: Hallsted Press
Ltd.
Nishi, Kazuo and Kazuo Hozumi, 2012,
What is Japanese Architecture? :
A Survey of Traditional Japanese
Architecture., Kodansha USA
Purnama Dewi, 2013, Studi Gaya Desain Interior Restoran Bentoya di Galaxy Mall Surabaya, Jurnal Intra
Sugiyono, 2008, Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Shunmyo , 2005. The Modern Japanese
Garden: Tranquility, Simplicity,
Harmony. Hongkong: Tuttle
Publishing.
38
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 38-46
SIGNIFIKANSI PENCAHAYAAN BUATAN PADA
PERANCANGAN INTERIOR GALERI
Oleh:
I Wayan Juliatmika, ST, MT
Dosen Program Studi Desain Interior, Sekolah Tinggi Desain Bali
E-mail : iwayanjuliatmika_architectbali@yahoo.com
Abstrak
Desain interior adalah salah satu bidang ilmu yang mempergunakan perencanaan
pencahayaan, khususnya cahaya buatan sebagai salah satu media bagi pemenuhan
kenyamanan manusia melakukan aktivitas di dalam ruangan. Peran penting pencahayaan pada
gallery adalah untuk menerangi sekaligus memberi efek pencahayaan yang dramatis pada
obyek seni yang ada di dalamnya. Hal ini tentu saja dimaksudkan untuk menarik perhatian
pengunjung gallery sehingga dapat menangkap informasi dari obyek seni yang dipamerkan,
secara utuh. Hal tersebut memunculkan rumusan permasalahan penulisan yaitu bagaimana
teknik pencahayaan buatan terkait jenis sistem pencahayaan buatan, pengaturan dan distribusi
pencahayaan buatan yang digunakan dalam perancangan interior galeri?
Dalam penulisan ini menggunakan metode studi literatur, dalam artian mengumpulkan
seluruh data (data sekunder) yang diperlukan dari berbagai sumber buku, untuk kemudian
ditelaah sehingga mendapatkan hasil berupa sistem pencahayaan buatan, pengaturan dan
distribusi pencahayaan buatan yang paling tepat digunakan dalam perancangan interior galeri,
yaitu sistem lighting primer berupa General Lighting dan Localized Lighting, Teknik
pengaturan pencahayaan buatan di ruang pamer galeri harus disesuaikan dengan tujuan dan
konsep seniman dalam menampilkan karya seninya. Shadow playing dan highlighting
merupakan teknik pengaturan cahaya yang baik digunakan di ruang pamer galeri serta
menggunakan distribusi pencahayaan direct.
Kata Kunci : Signifikansi, Pencahayaan buatan, Interior Galeri.
Abstract
Interior design is part of science science that uses lighting planning, especially artificial light
as a medium for the fulfillment of human comfort in indoor activities. The important role of
lighting in the gallery is to illuminate and give effect to the dramatic lighting art objects in it.
This course is intended to attract visitors to the gallery so that it can capture the information
of the objects exhibited, in their entirety. This led to the formulation of the problem of writing
is how artificial lighting techniques related types of artificial lighting systems, regulation and
distribution of artificial lighting is used in the design of the interior of the gallery?
In this study, using literature review, in terms of collecting all the data (secondary data) are
needed from various sources of books, and then analyzed so as to get the results in the form of
artificial lighting systems, distribution arrangements and the most appropriate artificial
lighting used in interior design gallery, which is the primary form of lighting systems and
Localized lighting General lighting, Mechanical regulation of artificial lighting in the
showroom gallery should be adapted to the purpose and concept artists to display his art.
Shadow playing and highlighting a good light setting techniques used in galleries and
showrooms using direct lighting distribution.
Keywords : Significance, artificial lighting, Interior Gallery.
39
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 38-46
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
1. PENDAHULUAN
Cahaya merupakan sumber kehidupan bagi
setiap manusia. Cahaya sangat membantu
dalam melakukan segala kegiatannya
sehari-hari. Pertama kali, manusia
menggunakan bahan-bahan alam dan
memanfaatkan tenaga alami sebagai
penerangan dalam aktivitasnya di dalam
dan di luar ruangan. Namun cahaya yang
didapatkan dari pemanfaatan alami tidaklah
mudah untuk diperoleh, terutama untuk
memasukkan cahaya ke dalam suatu
ruangan. Dalam hal ini, manusia
menggunakan cahaya buatan (artificial
light) yang dapat digunakan pada interior
maupun eksterior bangunan (Irawan,
2013:35).
Desain interior adalah salah satu bidang
ilmu yang mempergunakan perencanaan
pencahayaan, khususnya cahaya buatan
sebagai salah satu media bagi pemenuhan
kenyamanan manusia melakukan aktivitas
di dalam ruangan. Hasil akhir perencanaan
pencahayaan bergantung pada kualitas
cahaya yang dihasilkan. Ketepatan kualitas
cahaya tersebut terkait dengan tiga hal
sebagai berikut, yaitu cara cahaya
dihasilkan, pemilihan bentuk sumber
cahaya, dan pemilihan ukuran dan jenis
lampu. Dalam sebuah ruangan, perencanaan
pencahayaan buatan merupakan salah satu
hal penting yang berperan sebagai pemberi
bentuk (formgiver) terhadap elemen-elemen
interior. Dengan perencanaan pencahayaan
buatan yang tepat, unsur-unsur seperti
tekstur, warna, pola atau kontur permukaan
bidang yang dimiliki oleh elemen-elemen
interior, menjadi faktor pembentuk atmosfir
ruang. Hal ini menjadi penting karena
atmosfer ruang yang tercipta sangat
menentukan tingkat kenyamanan visual
para pengguna ruang. Selain membentuk
elemen-elemen interior, perencanaan
pencahayaan buatan dapat dimanfaatkan
untuk memberi penekanan pada obyek-
obyek di dalam ruangan. Sehingga
informasi seperti bentuk, detail dan estetika
obyek-obyek tersebut dapat tersampaikan
dengan optimal kepada pemirsanya.
Galery adalah salah satu fasilitas umum
yang patut memasukkan perencanaan
pencahayaan buatan ke dalam perancangan
interiornya. Galeri pada umumnya
merupakan ruang untuk memamerkan
benda. Salah satu hal yang perlu
diperhatikan dalam mendesain galeri adalah
Pencahayaan. Pencahayaan merupakan
salah satu elemen dasar yang perlu
diperhatikan karena selama ini perancangan
pencahayaan lebih banyak dilihat dari segi
fungsi semata, padahal ada segi lain yang
dapat dimanfaatkan dari cahaya yaitu segi
kualitas. Peran penting pencahayaan pada
gallery adalah untuk menerangi sekaligus
memberi efek pencahayaan yang dramatis
pada obyek seni yang ada di dalamnya. Hal
ini tentu saja dimaksudkan untuk menarik
perhatian pengunjung galery. Perencanaan
pencahayaan juga dimaksudkan agar
pengunjung dapat menangkap informasi
dari obyek seni yang dipamerkan, secara
utuh. Terakhir, peran pencahayaan yang
tidak kalah pentingnya adalah untuk
menyenangkan pengunjung. Artinya
pengunjung diberikan kenyamanan,
khususnya kenyamanan visual selama
melakukan aktivitasnya di dalam ruang
galery. Dari uraian singkat di atas,
perencanaan pencahayaan buatan harus
mampu berperan dalam menciptakan
atmosfir ruang sesuai dengan fungsi ruang
tersebut, baik siang terlebih lagi pada
malam hari. Karena pada malam hari, efek
pencahayaan yang dramatis akan lebih
optimal, dan atmosfir ruang akan lebih
terasa oleh pengunjung.
Mengacu pada uraian di atas, maka pada
dasarnya ada 3 (tiga) faktor penyebab
mengapa perencanaan pencahayaan buatan
sangat diperlukan untuk sebuah interior
galery, terutama pada malam hari. Hal
tersebut merupakan rumusan permasalahan
penulisan yaitu bagaimana teknik
pencahayaan buatan terkait jenis sistem
pencahayaan buatan, pengaturan dan
distribusi pencahayaan buatan yang
digunakan dalam perancangan interior
galeri?
40
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 38-46
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
2. GALERI
Galeri adalah ruangan atau gedung tempat
memamerkan benda atau karya seni. Kata
seni merupakan kata umum yang tidak
asing lagi bagi kehidupan manusia, dalam
terjemahan bahasa Inggris menjadi kata fine
arts atau art. Sedangkan kata art sendiri
berasal dari bahasa latin yang berarti skill
yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
memiliki arti kemampuan atau kecakapan.
Galeri seni dapat dibedakan berdasarkan:
1. Tempat penyelenggaraan, dibedakan
menjadi:
- Traditional Art Gallery, galeri yang
aktivitasnya diselenggarakan di selasar atau
lorong panjang.
- Modern Art Gallery, galeri dengan
perencanaan ruang secara modern.
2. Sifat kepemilikan, dibedakan menjadi:
- Private Art Gallery, galeri yang dimiliki
oleh perseorangan/pribadi atau kelompok.
- Public Art Gallery, galeri milik
pemerintah dan terbuka untuk umum.
- Kombinasi dari kedua galeri di atas.
3. Isi galeri, dibedakan menjadi:
- Art Gallery of Primitif Art, galeri yang
menyelenggarakan aktivitas dibidang seni
primitif.
- Art Gallery of Classical Art, galeri yang
menyelenggarakan aktivitas di bidang seni
klasik.
- Art Gallery of Modern Art, galeri yang
menyelenggarakan aktivitas di bidang seni
modern.
4. Jenis pameran yang diadakan:
- Pameran Tetap, pameran yang diadakan
terus-menerus tanpa ada batasan waktu,
hasil karya seni yang dipamerkan dapat
tetap maupun bertambah jumlahnya.
- Pameran Temporer, pameran yang
diadakan dengan batas waktu tertentu.
- Pameran Keliling, pameran yang
berpindah-pindah dari satu tempat ke
tempat yang lain.
5. Macam koleksi, dibedakan menjadi:
- Galeri pribadi, tempat untuk
memamerkan hasil karya pribadi seniman
itu sendiri tanpa memamerkan hasil karya
seni orang lain dan hasil karya seniman itu
tidak diperjualbelikan untuk umum.
- Galeri umum, galeri yang memamerkan
hasil karya dari berbagai seniman, hasil
karya para seniman itu diperjualbelikan
untuk umum.
- Galeri kombinasi, merupakan kombinasi
dari galeri pribadi dan galeri umum,
karya seni yang dipamerkan dalam galeri
ini ada yang diperjual belikan untuk
umum, ada pula yang merupakan koleksi
pribadi seniman yang tidak
diperjualbelikan. Hasil karya seni yang
dipamerkan merupakan hasil karya seni
dari beberapa seniman.
6. Tingkat dan luas koleksi:
- Galeri lokal, merupakan galeri yang
mempunyai koleksi dengan obyek-obyek
yang diambil dari lingkungan setempat.
- Galeri regional, merupakan galeri seni
yang mempunyai koleksi dengan obyak-
obyek yang diambil dari tingkat
daerah/propinsi/daerah regional I.
- Galeri internasional, merupakan galeri
yang mempunyai koleksi dengan obyek-
obyek yang diambil dari berbagai negara
di dunia.
3. PENCAHAYAAN
Cahaya adalah suatu bentuk energi yang
merambat dan memungkinkan mata
manusia untuk melihat. Cahaya yang
dihasilkan oleh suatu sumber cahaya
memiliki karakteristik tertentu yang
berbeda satu dengan yang lain. Hal ini
terjadi karena cahaya mengalami perubahan
sesuai dengan sifat permukaan yang
dikenainya. Perilaku cahaya tersebut sangat
berpengaruh pada kualitas pencahayaan
dalam interior.
Pencahayaan merupakan salah satu faktor
untuk mendapatkan keadaan lingkungan
yang aman dan nyaman dan berkaitan erat
dengan produktivitas manusia. Pencahayaan
yang baik memungkinkan orang dapat
melihat objek-objek yang dikerjakannya
secara jelas dan cepat.
Berdasarkan bidang permukaan yang
dikenainya, perilaku cahaya dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
41
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 38-46
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
A. Refleksi (Memantulkan)
Perilaku cahaya yang mengenai suatu
bidang permukaan, dimana cahaya
dipantulkan secara sempurna. Terjadi pada
permukaan yang padat.
B. Transmisi (Meneruskan/Menyebarkan)
Perilaku cahaya yang melewati suatu
bidang permukaan, dimana cahaya
diteruskan melewati bidang permukaan
tersebut, dan sebagian disebarkan. Terjadi
pada permukaan yang transparan.
C. Absorbsi (Menyerap)
Perilaku cahaya yang terjadi ketika cahaya
mengenai permukaan yang padat, dimana
cahaya tidak dipantulkan maupun
ditransmisikan.
Menurut sumbernya, pencahayaan dapat
dibagi menjadi :
A. Pencahayaan alami;
Pencahayaan alami adalah sumber
pencahayaan yang berasal dari sinar
matahari. Sinar alami mempunyai banyak
keuntungan, selain menghemat energi
listrik juga dapat membunuh kuman. Untuk
mendapatkan pencahayaan alami pada suatu
ruang diperlukan jendela-jendela yang besar
ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya
1/6 daripada luas lantai. Sumber
pencahayaan alami kadang dirasa kurang
efektif dibanding dengan penggunaan
pencahayaan buatan, selain karena
intensitas cahaya yang tidak tetap, sumber
alami menghasilkan panas terutama saat
siang hari. Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan agar penggunaan sinar alami
mendapat keuntungan, yaitu:
- Variasi intensitas cahaya matahari
- Distribusi dari terangnya cahaya
- Efek dari lokasi, pemantulan cahaya,
jarak antar bangunan
- Letak geografis dan kegunaan bangunan
gedung
B. Pencahayaan buatan;
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan
yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain
cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat
diperlukan apabila posisi ruangan sulit
dicapai oleh pencahayaan alami atau saat
pencahayaan alami tidak mencukupi.
Fungsi pokok pencahayaan buatan baik
yang diterapkan secara tersendiri maupun
yang dikombinasikan dengan pencahayaan
alami adalah sebagai berikut:
- Menciptakan lingkungan yang
memungkinkan penghuni melihat secara
detail serta terlaksananya tugas serta
kegiatan visual secara mudah dan tepat
- Memungkinkan penghuni berjalan dan
bergerak secara mudah dan aman
- Tidak menimbukan pertambahan suhu
udara yang berlebihan pada tempat kerja
- Memberikan pencahayaan dengan
intensitas yang tetap menyebar secara
merata, tidak berkedip, tidak
menyilaukan, dan tidak menimbulkan
bayang-bayang.
- Meningkatkan lingkungan visual yang
nyaman dan meningkatkan prestasi.
Sistem pencahayaan buatan yang sering
dipergunakan secara umum dapat
dibedakan atas 3 macam, yaitu :
a. Sistem Pencahayaan Merata
Pada sistem ini iluminasi cahaya tersebar
secara merata di seluruh ruangan. Sistem
pencahayaan ini cocok untuk ruangan yang
tidak dipergunakan untuk melakukan tugas
visual khusus. Pada sistem ini sejumlah
armatur ditempatkan secara teratur di
seluruh langit-langit.
b. Sistem Pencahayaan Terarah
Pada sistem ini seluruh ruangan
memperoleh pencahayaan dari arah
tertentu. Sistem ini cocok untuk pameran
atau penonjolan suatu objek karena akan
tampak lebih jelas. Lebih dari itu,
pencahayaan terarah yang menyoroti satu
objek tersebut berperan sebagai sumber
cahaya sekunder untuk ruangan sekitar
melalui mekanisme pemantulan cahaya.
Sistem ini dapat digabungkan dengan
sistem pencahayaan merata karena
bermanfaat mengurangi efek menjemukan
yang ditimbulkan oleh pencahayaan merata.
c. Sistem Pencahayaan Setempat
Pada sistem setempat ini cahaya
dikonsentrasikan pada suatu objek tertentu
42
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 38-46
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
misalnya tempat kerja yang memerlukan
tugas visual.
Untuk mendapatkan pencahayaan yang
sesuai dalam suatu ruang, maka diperlukan
sistem pencahayaan yang tepat sesuai
dengan kebutuhannya. Sistem pencahayaan
di ruangan dapat dibedakan menjadi lima
macam yaitu (Manurung, 2009:59):
1. Sistem Pencahayaan Langsung (direct
lighting)
Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan
secara langsung ke benda yang perlu
diterangi. Sistem ini dinilai paling efektif
dalam mengatur pencahayaan, tetapi ada
kelemahannya karena dapat menimbulkan
bahaya serta kesilauan yang mengganggu,
baik karena penyinaran langsung maupun
karena pantulan cahaya. Untuk efek yang
optimal, disarankan langi-langit, dinding
serta benda yang ada didalam ruangan perlu
diberi warna cerah agar tampak
menyegarkan
2. Pencahayaan Semi Langsung (semi
direct lighting)
Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan
langsung pada benda yang perlu diterangi,
sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-
langit dan dinding. Dengan sistem ini
kelemahan sistem pencahayaan langsung
dapat dikurangi. Diketahui bahwa langit-
langit dan dinding yang diplester putih
memiliki effiesiean pemantulan 90%,
sedangkan apabila dicat putih effisien
pemantulan antara 5-90%
3. Sistem Pencahayaan Difus (general
diffus lighting)
Pada sistem ini setengah cahaya 40-60%
diarahkan pada benda yang perlu disinari,
sedangka sisanya dipantulka ke langit-langit
dan dindng. Dalam pencahayaan sistem ini
termasuk sistem direct-indirect yakni
memancarkan setengah cahaya ke bawah
dan sisanya keatas. Pada sistem ini masalah
bayangan dan kesilauan masih ditemui.
4. Sistem Pencahayaan Semi Tidak
Langsung (semi indirect lighting)
Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan
ke langit-langit dan dinding bagian atas,
sedangkan sisanya diarahkan ke bagian
bawah. Untuk hasil yang optimal
disarankan langit-langit perlu diberikan
perhatian serta dirawat dengan baik. Pada
sistem ini masalah bayangan praktis tidak
ada serta kesilauan dapat dikurangi.
5. Sistem Pencahayaan Tidak Langsung
(indirect lighting)
Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan
ke langit-langit dan dinding bagian atas
kemudian dipantulkan untuk menerangi
seluruh ruangan. Agar seluruh langit-langit
dapat menjadi sumber cahaya, perlu
diberikan perhatian dan pemeliharaan yang
baik. Keuntungan sistem ini adalah tidak
menimbulkan bayangan dan kesilauan
sedangkan kerugiannya mengurangi effisien
cahaya total yang jatuh pada permukaan
kerja.
Satwiko dalam Ilmu Fisika Bangunan
(2004:69) membagi jenis sumber cahaya
dalam tiga golongan sebagai berikut:
1. Lampu Pijar
Cahaya dihasilkan oleh filament dari bahan
tungsten yang berpijar karena panas. Efikasi
lampu rendah 8-10 % energi yang menjadi
cahaya. Sisa energi terbuang dalam bentuk
panas. Lampu Halogen termasuk dalam
golongan ini.
2. Lampu Fluorescent
Cahaya dihasilkan oleh pendaran bubuk
fosfor yang melapisi bagian dalam tabung
lampu. Ramuan bubuk menentukan warna
cahaya yang dihasilkan. Lebih dari 25 %
energi menjadi cahaya.
3. Lampu HID (High-Intensity Discharge)
Cahaya dihasilkan oleh lecutan listrik
melalui uap zat logam. Termasuk dalam
golongan ini adalah lampu Merkuri, Metal
Halida dan Sodium Bertekanan.
Masing-masing golongan memiliki
kelebihan tersendiri. Lampu pijar lebih
hangat karena sebagian 90% energi menjadi
panas dan warnanya kekuningan, sesuai
untuk kegiatan santai atau istirahat. Lampu
Fluorescent mempunyai sinar yang terang
dan putih, sesuai untuk kegiatan kerja
dengan penglihatan. Sedangkan, lampu HID
lebih efisien, sesuai untuk penerangan
umum.
43
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 38-46
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
4. JENIS DAN EFEK PENCAHAYAAN
PADA INTERIOR GALERI
Permasalahan pencahayaan buatan pada
perancangan interior tidak hanya tentang
banyaknya jumlah cahaya yang dihasilkan.
Impresi suasana ruang, kenyamanan serta
peningkatan efisiensi aktivitas pengguna
ruang merupakan peran yang harus dicapai
oleh pencahayaan buatan. Pengguna ruang
mempersepsikan sesuatu melalui
kemampuan visualnya. Sedangkan obyek
akan memberikan impresi bagi yang
melihatnya. Kualitas visual obyek menjadi
faktor penting tersampaikannya informasi
tentang bentuk, warna, tekstur, proporsi dan
pengaruh-pengaruh yang timbul, terhadap
yang melihatnya. Ini semakin menguatkan
pendapat bahwa pencahayaan buatan dapat
digunakan untuk menciptakan tatanan order
dan relevansi dalam lingkungan tempat
aktivitas berlangsung dan tidak sebagai
penerangan semata.
Berbeda dengan cahaya alami, cahaya
buatan memiliki sistem tersendiri dalam
menerangi ruangan. Sistem tersebut
dimasudkan untuk tercapainya efektifitas
dan efisiensi pemanfaatan cahaya buatan di
dalam ruangan (Irawan, 2013:35).
Sistem cahaya buatan dapat dibagi menjadi
dua, yaitu :
1. Sistem Lighting Primer
a. General Lighting: sistem pencahayaan
umum, merata di semua ruangan.
b. Localized Lighting (Free Standing Up
Lighter): menyerupai general lighting,
tetapi sistem ini mempunyai penataan
khusus untuk mendukung aktivitas tertentu
di area tertentu.
Gambar 1. Sistem Penerangan General Localized
Lighting
Sumber : www.bonjour-odyssey.com (16 Mei
2014)
c. General Lighting dan Localized Lighting
: sistem ini merupakan gabungan dari
sistem general lighting dan localized
lighting. Sistem ini biasanya diterapkan
pada ruangan yang membutuhkan tingkat
intensitas cahaya yang besar.
2. Sistem Lighting Sekunder
a. Ambient Light : sistem penerangan yang
sinarnya dibuat merata (difuse). Cahaya
yang merata mengurangi kepekaaan
plastisitas (penglihatan 3D) dan tidak
memberikan bayangan sehingga ruangan
menjadi lebih terang.
Gambar 2. Ambient Light Pada Interior
Sumber : forum.indowebster.com (16 Mei 2014)
b. Accent Light : penerangan yang sinarnya
berfungsi sebagai aksen.
Gambar 3. Accent Light Pada Interior
Sumber : forum.indowebster.com (16 Mei 2014)
c. Task Light:
Penerangan yang sinarnya bertujuan
fungsional. Misalnya untuk kegiatan
membaca.
Gambar 4. Task Light Pada Interior
Sumber : http://energizecorvallis.org (16 Mei
2014)
44
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 38-46
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
d. Effect Light :
Sistem penerangan yang menyerupai accent
light, tetapi obyek dan cahaya itu sendiri
menjadi pusat perhatian.
Gambar 5. Effect Light Pada Galeri
Sumber : Philips Effect Light Catalog
e. Architecture Light :
Sistem yang memanfaatkan cahaya sebagai
media pendukung olahan atau karya
arsitektur (disebut juga structural light)
f. Decorative Light :
Sistem penerangan yang mempunyai bentuk
sekaligus sebagai unsur dekoratif interior
dengan intensitas dan warna cahaya
tersendiri untuk menciptakan suasana.
Gambar 6. Penggunaan Decorative Light Pada
Interior
Sumber : http://www.limitsizenerji.com (16 Mei
2014)
Gambar 7. Penggunaan Architecture Light
Menonjolkan Karya Arsitektur
Sumber : http://dpineapplewoowoo.blogspot.com
(16 Mei 2014)
Pengaturan pencahayaan buatan pada
perancangan interior galeri, dilakukan
melalui teknik-teknik tertentu. Hal ini
bertujuan menciptakan intensitas
pencahayaan tertentu di dalam ruangan.
Teknik pengaturan pencahayaan buatan
tersebut antara lain (Manurung, 2009:53) :
1. High Lighting
Teknik pengaturan cahaya buatan yang
bertujuan untuk menciptakan interior ruang
yang memiliki intensitas cahaya tinggi. Hal
ini dilakukan dengan memberikan sorotan
cahaya pada obyek tertentu, sehingga
mempertajam detail dan warna obyek
tersebut.
Gambar 8. High Lighting Pada Interior
Sumber : http://leticiadias.blog.br (16 Mei 2014)
2. Wall Washing
Teknik pengaturan cahaya buatan yang
memberikan suatu lapisan pencahayaan
pada bidang dinding sehingga dinding
terkesan merata dengan cahaya.
Gambar 9. Penggunaan Wall Washing pada
Interior
Sumber : http://leticiadias.blog.br (16 Mei 2014)
45
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 38-46
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
3. Silhouetting
Teknik pengaturan cahaya buatan
dengan cara menempatkan obyek pamer
di antara bidang tangkap cahaya,
sehingga obyek pamer terlihat sebagai
suatu bentuk bayangan.
Gambar 10. Penggunaan Silhouetting Pada
Interior
Sumber : http://viewfromhell.deviantart.com (16
Mei 2014)
4. Beam Play
Teknik pengaturan cahaya yang
memanfaatkan sorotan cahaya sebagai
elemen visual. Teknik ini
memanfaatkan bidang tangkap tertentu
untuk dapat memperlihatkan sorotan
cahaya tersebut. Sumber cahaya diatur
menjadi permainan titik lampu.
Gambar 11. Penggunaan Beam Light
Sumber : http://www.claypaky.it (16 Mei 2014)
5. Shadow Play
Teknik pengaturan cahaya yang
menonjolkan bayangan hasil sorotan
cahaya sebagai elemen visual. Teknik
ini biasanya menggunakan jenis lampu
yang memiliki karakter berkas sinar
yang sempit.
Gambar 12. Penggunaan Shadow Play Pada
Interior
Sumber : http://www.thetrendboutique.co.uk (16
Mei 2014)
6. Sparkle
Teknik pengaturan cahaya yang menjadikan
sumber cahaya sebagai elemen visual.
Teknik ini mampu memberikan kesan
elegan dan mewah pada perancangan
sebuah interior.
Gambar 13. Sparkle Light Pada Interior
Sumber : http://www.ziogiorgio.com (16 Mei
2014)
Dalam sistem pencahayaan buatan, ada
teknik pembagian berkas cahaya atau
distribusi cahaya. Hal ini dilakukan dengan
menggunakan armature lampu. Tujuannya
adalah menciptakan efek-efek tertentu pada
obyek yang disinari (Manurung, 2009:53).
Jenis-jenis armature lampu tersebut, adalah:
1. Indirect
Armatur jenis ini mengarahkan lebih dari
90% cahaya ke atas dengan memanfaatkan
langit-langit sebagai pemantul. Dipakai
pada bidang yang mempunyai daya
reflektansi cukup besar.
46
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 38-46
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
2. Semi Indirect
Armatur jenis ini menyerupai jenis
armature indirect, lebih dari 60% cahaya
lampu diarahkan ke atas, sekaligus
mengarahkan 40% cahaya ke bawah
3. Semi Direct
Armatur jenis ini mengarahkan cahaya yang
sama kuatnya ke arah atas dan arah bawah.
4. Direct
Armatur jenis ini mengarahkan cahaya
lebih dari 90% ke arah bawah.
5. Diffused
Armatur jenis ini menyebarkan cahaya
secara merata ke segala arah
5. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis terhadap paparan
kepustakaan diatas, dapat disimpulkan
bahwa teknik pencahayaan buatan yang
digunakan dalam perancangan interior
galeri sebaiknya nya menggunakan sistem
lighting primer berupa General Lighting
dan Localized Lighting. yaitu sistem yang
merupakan gabungan dari sistem general
lighting dan localized lighting. Sistem ini
akan membuat ruangan galeri memiliki
pencahayaan umum yang merata di semua
ruangan sekaligus mempunyai penataan
khusus untuk mendukung aktivitas tertentu
di area tertentu. Sedangkan sistem lighting
secunder nya berupa accent lighting. Sistem
ini akan memberikan berkas cahaya sebagai
aksen yang bertujuan menonjolkan
performa karya seni yang didisplay.
Teknik pengaturan pencahayaan buatan di
ruang pamer galeri harus disesuaikan
dengan tujuan dan konsep seniman dalam
menampilkan karya seninya. Shadow
playing dan highlighting merupakan teknik
pengaturan cahaya yang idealnya digunakan
pada ruang display galeri. Sedangkan
distribusi pencahayaan di ruang display
galeri, disesuaikan dengan fungsi ruang.
Pada ruang pamer galeri hendaknya
menggunakan distribusi pencahayaan
direct.
6. REKOMENDASI
Dalam kurun waktu singkat, galeri sering
kali memamerkan karya seni yang berbeda-
beda (jenis pameran temporer). Hal tersebut
akan berpengaruh pada penataan tempat
pajangan serta pada system pencahayaan
yang diperlukan. Oleh karena itu sebaiknya
menggunakan tipe track lighting, sehingga
arah dan focus dapat diatur sesuai dengan
keinginan dan tujuan pameran tersebut.
7. DAFTAR PUSTAKA
Irawan, Bambang dan Pricilla Tamara.
2013. Dasar-Dasar Desain. Jakarta :
Grya Kreasi
Manurung, Parmonangan. 2009. Desain
Pencahayaan Arsitektur. Yogyakarta :
Andi
Sanyoto, Sadjiman Ebdi. 2010. Nirmana-
Elemen Seni dan Desain. Yogyakarta
: Jalasutra
Satwiko, Prasasto. 2004. Fisika Bangunan.
Yogyakarta : Andi
Sumber Internet
(www.artikata.com)
http://www.bonjour-odyssey.com
http://forum.indowebster.com
http://forum.indowebster.com
http://energizecorvallis.org
http://www.limitsizenerji.com
http://dpineapplewoowoo.blogspot.com
http://leticiadias.blog.br
http://viewfromhell.deviantart.com
http://www.claypaky.it
http://www.thetrendboutique.co.uk
http://www.ziogiorgio.com
47
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 47-54
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
PRESENTASI VISUAL
DALAM PROSES DESAIN INTERIOR
Oleh:
Bambang S. Yudistira
Dosen Program Studi Desain Interior, Sekolah Tinggi Desain Bali
E-mail : ibeng.ten@gmail.com
Abstrak
Setiap desainer tentunya mempunyai gaya dan karya yang berbeda satu dengan lainnya.
Demikian pula dengan tujuan dan skala dari projeknya tentunya masing-masing berbeda.
Yang sama atau paling tidak serupa adalah proses yang diikuti. Desain adalah sebuah proses
dan dalam proses tersebut ada tahapan yang diikuti oleh semua profesi desainer, dari fashion
designer sampai architect. Tidak terlepas pula dengan desainer interior. Dalam lingkungan
Desain Interior, pada setiap proses tahapan desain diperlukan metode spesifik dari presentasi.
Misalnya presentasi visual pada tahap analisis tentunya berbeda dengan presentasi visual pada
tahap sintesis.
Dititik-beratkan sebagai presentasi Komunikasi Visual dalam Desain Interior, penulisan ini
menerangkan beragam metode, style dan teknik presentasi pada setiap tahap proses desain.
Diharapkan dapat memberikan input dan wawasan pada desainer. Desain yang baik tentunya
memerlukan presentasi yang baik pula.
Kata kunci: Proses Desain, Presentasi Visual
Abstract
Every designer must have a different style and work with each other. Their results differ, so
their goal and their scale of the projects. What’s similar are the process they follow. Design is
a process and there are stages in the process that is followed by all professional designers,
from fashion designers to architect. Not apart with interior designers. In interior design
environment, at every stage of the design process required a specific method of presentation.
For example, a visual presentation on the stage of the analysis is different than the visual
presentation on the synthesis stage.
Stressed on the presentation of Visual Communication in Interior Design, this paper describes
a variety of methods, styles and presentation techniques at every stage of the design process.
Expected to provide input and insight on the designer. Good design would require good
presentation anyway.
Keywords: Design Process, Visual Presentation
47
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 47-54
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
PROSES DESAIN
Dalam buku Interior Design Illustrated,
Francis D.K. Ching mengidentifikasi tiga
tahapan dasar dalam proses desain: analisis,
sintesis, dan evaluasi. Menurut Ching,
analisis meliputi definisi dan pemahaman
masalah atau problem, sintesis meliputi
formulasi dari berbagai kemungkinan
solusi, dan evaluasi meliputi kritik review,
kelebihan dan kekurangan terhadap solusi
yang diambil. Sesungguhnya, tiga tahapan
ini berlaku juga untuk semua proses desain
seperti, graphic designer, fashion designer,
exhibition designer, dan lain-lain. Yang
membedakan tentu saja detail proses dan
hasil atau outcome dari masing-masing
bidang.
Dari tiga tahap dasar tersebut dalam projek
desain interior dapat dijabarkan lagi
menjadi berbagai fase:
Predesain (Predesign)
Desain Skematik (Schematic
Design)
Pengembangan Desain (Design
Development)
Dokumen konstruksi (Construction
Document)
Administrasi Konstruksi
(Construction Administration)
Pada masing-masing fase di atas,
dibutuhkan visual presentasi.
Tabel 1. Fase dalam Proses Desain
Fase Projek Aktifitas Visual presentasi
Predesain, programming
analysis
Analisis dan dokumentasi
kebutuhan, tujuan dan objektif
dari projek
Umumnya berupa catatan tertulis yang
terangkum dalam laporan. Seringnya
berisi definisi masalah, analisa
kebutuhan, penjadwalan (scheduling),
goal atau tujuan. Selain tulisan juga
terdapat grafik atau chart dan matriks.
Ada kalanya pula disisipkan gambar
ortografik dalam tahap studi awal.
Desain Skematik, preliminary
design
Konsep awal berkaitan dengan
tata ruang dan keteknikan.
Presentasi grafik konseptual dan
tematik. Berisi diagram hubungan
fungsi–bentuk-teknik, desain awal
denah blocking, sketsa denah ruang,
sketsa tampak, potongan, gambar
preliminary 3Demensi,
Pengembangan Desain,
finalized design
Finalisasi desain Finalisasi dan pematangan desain.
Berisi gambar presentasi segala
komponen yang berhubungn dengan
desain seperti, denah, tampak,
potongan, rencana tata ruang perabot
dan peralatannya, termasuk gambar
final 3D dan presentasi multimedia,
contoh material dan finishing, dan
presentasi model maket berskala atau
mockups.
Dokumen Konstruksi, working
drawing
Persiapan gambar kerja dan
dokumen kontrak
Persiapan kontrak dokumen berupa
gambar kerja (working drawing) yang
dapat digunakan oleh kontraktor atau
pihak lain seperti untuk perijinan dari
dinas terkait
Administrasi Konstruksi, guide
and review
Arahan dan review pelaksanaan Komunikasi dengan kontraktor, klien
dan pihak lain yang umumnya tertulis
termasuk penjadwalan, budget,
perubahan gambar di lapangan dan
sebagainya.
Sumber : Analisis Pribadi
48
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 47-54
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
A. Predesain (Programming Analysis)
Predesain merupakan tahap awal dari
proses, dimana sering juga disebut
programming analysis. Pada fase ini
dibutuhkan presentasi visual berupa tulisan,
grafik, chart, dan sebagainya.
Graphic Analysis Program
Banyak desainer merasakan pentingnya
mengkomunikasikan secara grafis sejak dari
awal proses desain bahkan sejak dari awal
interview dengan klien. Semua dituliskan
dan digambar dalam sebuah grafik
sederhana yang mudah dimengerti dengan
sedikit kata-kata.
Gambar 1. Diagram Graphic Analysis Program
Sumber: http://www.qpractice.com/ncidq-exam-study-guide
Gambar 2. Diagram Graphic Analysis Program
Sumber: Interior Design Visual Presentation, hal. 25
49
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 47-54
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
Matrice program
Diagram analisis hubungan antar ruang
sering dipresentasikan dengan matriks
program. Di mana dengan mudah dapat
terlihat kebutuhan ruang dan hubungan atau
korelasi antar ruangan tersebut. Tingkatan
hubungannya biasanya dipresentasikan
dengan dot (lingkaran) ataupun terkadang
dengan angka.
B. Desain Skematik (Preliminary
Design)
Bubble diagram
Ketika diagram hubungan menjadi bagian
dan diperhitungkan sebagai persyaratan
atau kebutuhan dalam analisis, maka
berkembang satu tahap lebih maju menjadi
apa yang disebut dengan bubble diagram.
Di mana pada bubble diagram sering
menjadi parameter aktual yang berkaitan
dengan hubungan ruang, penempatan dan
kebutuhan luasan ruang dalam skala kasar.
Dengan demikian, bubble diagram
merupakan langkah awal dalam proses
Desain Skematik (preliminary design).
Gambar 3. Diagram Hubungan Antar Ruang
Sumber: carolynjeanmatthews.wordpress.com
Gambar 4. Bubble Diagram
Sumber: http://j-mdesign.com/design-services/
50
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 47-54
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
Space Studies
Sebelum merancang ruang dalam kaitannya
dengan dimensi atau luasan ruang, desainer
biasanya melakukan yang disebut dengan
space studies. Pada proses ini lebih
menekankan pada individu ruang, satu
persatu dilakukan studi aktifitas untuk
mendapatkan luasan kebutuhan masing-
masing ruang. Setiap fungsi dari ruang
dibuatkan studi ruang dengan skala yang
akurat termasuk menempatkan furniture dan
peralatan lainnya sesuai aktifitas dalam
ruang tersebut.
Gambar 5. Space Studies
Sumber: Interior Design Visual Presentation, hal. 32
51
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 47-54
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
Blocking Diagram Setelah proses studi ruang (space studies)
dan bubble diagram, desainer menuju tahap
selanjutnya yaitu dengan membuat blocking
diagram. Pada blocking diagram ini
umumnya desainer menggunakan kertas
kalkir atau kertas tembus pandang untuk
membuat diagram blok warna di atas
gambar ruang eksisting atau denah dengan
skala yang relative tepat (metode tracing).
Walaupun saat ini penggunaan computer
sudah sangat umum dan digunakan oleh
banyak desainer, namun metode tracing
dirasakan masih efektif oleh banyak
desainer. Menggunakan CAD program pada
tahap ini dirasakan oleh banyak desainer
relative tidak efektif. Namun juga beberapa
desainer memulai gambar dengan CAD
pada tahapan proses ini untuk digunakan
lebih lanjut pada tahap proses selanjutnya.
Gambar 6. Diagram Blok Warna
Sumber: http://arendse4.wix.com
Gambar 7. Contoh Lain Diagram Blok Warna
Sumber: http://sweinstein4.wix.com
52
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 47-54
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
Stacking Plan
Umumnya pada projek lebih dari satu lantai
maka dibutuhkan stacking plan, yang
berfungi seperti blocking plan namun
dengan hirarki vertical.
Conceptual Design
Berangkat dari hubungan antar ruang,
matrice program, blocking diagram,
fitplan, space studies, dan sebagainya,
desainer menerapkan diagram visual yang
menyeluruh berupa konsep denah, tampak
atau potongan bahkan konsep detail yang
mewakili nilai tematik, fungsi, isu kultural,
iklim, keteknikan dan lain sebagainya.
Biasanya presentasi visual berupa denah,
tampak dan atau potongan dengan skala
yang mendekati “kenyataan” disertai
gagasan tematik berupa gambar visual, dan
contoh material.
Gambar 8. Stacking Plan
Sumber: www.lamiskanaan.com
Gambar 10. Contoh Disain 3D pada Gambar
Conceptual Design
Sumber: Roof Deck view concept, STD Bali
Gambar 11. Contoh Detail Furniture pada
Gambar Conceptual Design
Sumber: jsinteriordesign.blogspot.com
Gambar 9. Contoh Denah pada Gambar
Conceptual Design
Sumber:
http://www.oliviainteriordesign.com/portfolio/conc
eptual-interior-design/design-concept-office-space/
53
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 47-54
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
C. Finalisasi Desain (Finalized Design)
Proses desain skematik dan konseptual
umumnya membutuhkan proses berulang
kali sampai pada tahap yang disepakati
untuk maju pada tahap selanjutnya. yaitu
pengembangan konsep menjadi finalisasi
desain. Semua aspek desain sudah
dipertimbangkan. Dipresentasikan dalam
gambar dengan ukuran dan skala yang
presisi. Perlu disadari bahwa gambar visual
pada tahap ini dapat dianggap sebagai
presentasi final dari desain, sehingga
seluruh gambar terpresentasikan dengan
jelas baik tujuan estetika, fungsi, dan
keteknikannya. Segala elemen desain
ternotifikasi dengan baik agar tercipta
komunikasi visual yang jelas. Bahkan saat
ini penggunaan computer sudah semakin
sering dipakai untuk presentasi visual 3D
yang mendekati realistik dengan 3D
rendering photo biased.
Gambar 12. Contoh Denah Interior
Sumber: Sekolah Tinggi Desain Bali
Gambar 14. Contoh Tampak Interior
Sumber: www.projectsatoz.com
Gambar 13. Contoh 3D Interior
Sumber:
http://www.architecturalmodelingindia.com/3d-
architectural-renderings/3d-interior-rendering.php
dan www.3dhousedownload.com
Gambar 15. Contoh 3D Maket
Sumber: www.behance.net
54
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 47-54
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
D. Dokumen konstruksi (Working
Drawing)
Gambar kerja (working Drawing)
merupakan gambar presentasi visual yang
ditujukan untuk dokumen konstruksi,
bagaimana implementasi konstruksi dan
instalasinya. Yang berarti gambar
dimaksudkan agar desain bisa dibangun
atau direalisasikan. Semua aspek (denah,
tampak, potongan, detail, rencana plafon,
air conditioning, acoustic treatment,
mekanikal, elektrikal, dsb) tergambar
dengan ukuran akurat, dengan skala yang
tepat, dan penuh dengan informasi detail.
Adapun umumnya gambar kerja dibuat
pada lembar kertas dengan kop (title block)
dan menggunakan standar gambar teknik
(drafting standards and symbols)
DAFTAR PUSTAKA
Maureen Milton, Interior Design Visual
Presentation, 2004, John Willey and Sons
inc.
Francis D.K. Ching, Interior Design
Illustrated, 2012, John Wiley and Sons inc.
Department of Design - University of
Minesota, Basic Drafting Standard and
Symbols, 2005, University of Minnesota
Gambar 16. Contoh Gambar Kerja Denah Interior
Sumber: http://www.syerasite.com/home-design-ideas-bathroom-with-glamour/bathroom-
drawings-designjoinery-design-documentation-andrew-dwyer-interior-design-ol1t1b6o/
Gambar 17. Contoh Gambar Kerja Detail Konstruksi
Sumber: http://www.syerasite.com/home-design-ideas-bathroom-with-glamour/bathroom-
drawings-designjoinery-design-documentation-andrew-dwyer-interior-design-ol1t1b6o/
55
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 55-63
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
LOKAL GENIUS PADA
INTERIOR ETNIK BALI MASA KINI “Felling that you are somebody living somewhere.”
Oleh:
Ni Nyoman Sri Rahayu, ST, MT
Dosen Program Studi Desain Interior, Sekolah Tinggi Desain Bali
E-mail : ayu_bruno@yahoo.com
Abtsrak
Roh atau lokal genius suatu tempat akan mengarahkan desainer untuk mampu
menciptakan makna suatu tempat atau ruang bagi manusia penghuninya. Interior tidak
hanya bentukan (form), tapi juga (spirit). “Felling that you are somebody living
somewhere”, seseorang yang dapat merasakan/menikmati sebuah bentukan ruang yang
memberinya kesan bahwa ia sedang berada di tempat tertentu, dengan suasana dan
identitas etnik tertentu.
Dominasi budaya modernisme telah mendukung proses pembentukan
kebudayaan modern di Bali. Modernisasi (pariwisata atau globalisasi) bukan sebagai
faktor utama perusak suatu kebudayaan, melainkan mampu menganggapnya sebagai
faktor penentu kokohnya kualitas suatu budaya lokal (lokal genius), dengan menyerap
dan mengadaptasi unsur-unsur modern (global) yang mampu memperkuat dan
memperkaya budaya (interior etnik Bali) itu sendiri. Sehingga diharapkan dapat
memadupadankan teknologi modern dengan warisan budaya lokal setempat.
Kata kunci: interior etnik, lokal genius.
Abstract
Spirit or local genius somewhere will lead designers to be able to create
meaning a place or space for human occupants. The interior is not only formed, but
also has a spirit. "Felling that you are somebody living somewhere", someone who
can feel / enjoy the room in someplace, with an atmosphere and an ethnic identity.
The dominance of modernism cultural has supported the formation of modern
culture in Bali. Modernization (tourism or globalization) is not a major factor of
destroyer culture, but is able to take it as a quality-powerful determinants of local
culture (genius loci), by absorbing and adapting modern elements (global) which is
able to strengthen and enrich the cultural (ethnic interior Bali) itself. So its expected
to mix and match modern technology with local culture heritage.
Keywords: ethnic interior, genius loci.
56
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 55-63
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
1. LOKAL GENIUS DAN ARUS
MODERNISASI
Lokal genius dapat didefinisikan sebagai
“The spirit of place (atau roh)” yang
mengacu pada aspek yang unik, khas yang
dapat terwujud pada aspek fisik (tangible).
Lokal genius berperan sebagai komponen-
komponen pokok dari identitas penentu sense
of place, pada tampilan fisik dan kualitas
estetikanya, salah satunya adalah pada gaya
arsitektur maupun interior. Membentuk
suatu ruang merupakan usaha untuk
mengungkapkan roh suatu tempat tersebut.
Roh atau lokal genius suatu tempat akan
mengarahkan desainer untuk mampu
menciptakan makna suatu tempat atau ruang
bagi manusia penghuninya.
Kebudayaan, nilai dan tradisi masyarakat
Bali berkaitan erat dengan kehidupan
sosial, adat, dan keagamaan setempat.
Tradisi adi luhung yang berlandaskan pada
nilai-nilai luhur secara turun temurun telah
memberikan karakter budaya yang kuat.
Seiring berjalannya waktu, nilai-nilai yang
telah menjadi bagian kehidupan masyarakat
Bali telah mengalami perkembangan.
Perkembangan ini besar dipengaruhi oleh
masuknya kebudayaan asing yang akhirnya
kemudian mendominasi kebudayaan lokal.
Masuknya kebudayaan modern telah
mempengaruhi hampir semua aspek
kehidupan masyarakat, mulai dari gaya
hidup/lifestyle, perilaku, serta pandangan
dan penghargaan masyarakat terhadap
karya-karya budaya masyarakat Bali.
Dalam bidang desain, keterkaitan antara
nilai estetik dengan perilaku dan gaya hidup
masyarakat berjalan secara sinergis.
Dominasi budaya modernisme telah
mendukung proses pembentukan
kebudayaan modern di Bali. Dikhawatirkan
kedepannya, budaya dan hasil karya
masyarakat Bali menjadi semakin asing di
tempatnya sendiri. Maka dari itu diperlukan
upaya masyarakat untuk menanggapinya
secara fleksibel, responsif dan adaptif.
2. LANGGAM INTERIOR ETNIK
a. Langgam
Langgam didefinisikan sebagai sebuah
karakter yang bersifat
kolektif/mengelompok terutama
berhubungan dengan caranya ditampilkan
(Budiharjo: 41). Adanya ciri khas tertentu
yang ada dalam penampilan sebuah objek
(interior). Langgam dapat saja berbentuk
tradisional, yang kemudian dapat dikenali
sebagai milik lokal sendiri sesuai dengan
guna, fungsi, dan arti sosial-kultural dengan
interior lokal.
b. Elemen ruang
Ruang dibentuk dari beberapa elemen, yaitu
elemen pelingkup, furnitur, dan aksesori.
Elemen pelingkup terdiri dari dinding,
lantai, dan langit-langit (Sari, 2010: 6).
Elemen pelingkup, furnitur, dan aksesori
berfungsi untuk membentuk suatu ruang.
Ibaratnya sebuah masakan yang akan terasa
lebih sedap jika ditambahkan bumbu
penyedap, begitupula halnya dengan
aksesori. Aksesori pada ruangan akan
menambah nilai estetika baik secara
dekoratif maupun fungsional. Ketiga
elemen ruang ini menentukan tampilan dan
gaya ruang. Elemen - elemen ruang ini
dapat tampil unik dan menarik melalui
permainan warna, bentuk, proporsi, dan
tekstur, sehingga memudahkan dalam
berkreasi untuk menciptakan nuansa
interior yang ingin diciptakan.
c. Makna interior etnik
Sebuah kalimat yang bisa mewakili maksud
dari interior etnik adalah “Felling that you
are somebody living somewhere.”
Seseorang yang dapat
merasakan/menikmati sebuah bentukan
ruang yang memberinya kesan bahwa ia
sedang berada di tempat tertentu. Tempat
yang akan memberikan suasana tertentu.
Tercipta dari keseluruhan bentukan pada
ruang dalam yang memberinya kesan
bahwa ia sedang berada di ruangan dengan
suasana dan identitas etnik tertentu.
Interior etnik menyimpan berbagai nilai-
nilai dan menempatkan budaya sebagai
komponen pembentuknya. Interior etnik
dapat diamati salah satunya dari penerapan
57
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 55-63
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
bentuk-bentuk konstruksi yang mengambil
bentuk-bentuk pada arsitektur tradisional;
elemen pembentuk ruang yang didominasi
penggunaan material alami terutama
material lokal setempat; serta penggunaan
aksesoris dan dekorasi khas lokal setempat.
Interior etnik dapat dimaknai sebagai: (1)
makna feeling naturally, dimana terdapat
kedekatan hubungan antara pengguna ruang
(yang dapat merasakan) dengan ruang
dalam itu sendiri (objek yang
diamati/dinikmati) seolah-olah pengguna
dapat menyatu dengan alam, salah satunya
karena dominasi penggunaan material alami
dengan kesan natural tersebut yang juga
akan dapat memberikan emosi positif pada
pengguna; (2) makna identitas ciri lokal
setempat, dimana interior etnik merupakan
salah satu wujud lokal genius yang mampu
memberi identitas lokal setempat; (3)
makna estetika, dimana langgam interior
etnik memberikan nilai estetika tersendiri
pada wujud ruang yang muncul dengan
spirit lokal dan natural.
3. VARIASI INTERIOR ETNIK BALI
MASA KINI
Untuk dapat memahami interior etnik Bali,
mau tidak mau harus mengetahui tentang
budaya dan tradisi dari masyarakat Bali.
Dengan pola budaya etnik, maka bentukan-
bentukan ruangnya (bentukan interior etnik)
akan sangat berkaitan dengan pola sosial-
budaya setempat. Seni budaya Bali
misalnya, kekayaan seni budaya Bali yang
sangat beragam akan selalu dapat menjadi
inspirasi bentuk-bentuk pada perwujudan
ruang dalamnya.
Desain pembentuk ruang interior meliputi:
dinding, plafon dan lantai. Ditunjang
dengan furnitur dan akseoris pendukung,
elemen-elemen tersebut memiliki kekuatan
khas yang bersama-sama akan saling
mempengaruhi dalam menciptakan
langgam interior etnik. Sehingga
keselarasan setiap unsur desain dalam
ruangan itu dijaga untuk menghasilkan
harmonisasi yang tepat. Pada elemen
pelingkup langit-langit dapat digunakan
material alami khas Bali meliputi: bambu
(banyak terdapat di Desa Penglipuran-
Bangli) dan kayu. Kemudian susunan dari
alang-alang pada bagian penutupnya dapat
memberi kesan keteraturan. Untuk elemen
pelingkup dinding dapat digunakan material
batu bata ekspos, bata merah banyak
dijumpai di Jematang dan Tulikup, paras
Kerobokan, paras Kelating, paras
Selakarang, batu hitam Karangasem, dan
beberapa material dari bahan tanah liat
yang banyak diproduksi di daerah Pejaten
Tabanan, dan di daerah Gerih, Abiansemal-
Badung. Elemen lantai banyak digunakan
material plesteran semen, parket dari kayu
dan bambu. Furnitur dan aksesori yg dipilih
adalah dari bahan kayu dan bambu yang
bersifat natural sehingga nuansa etnik di
ruangan dapat terasa kental. Dapat juga
digunakan kerajinan khas Bali yang akan
semakin menguatkan kesan interior etnik
Bali.
Gambar 1. Interior etnik Bali
Sumber: http://desainrumahbali.com
Salah satu interior etnik Bali, dengan
dominasi material alami meliputi: material
kayu pada bidang langit-langit, material
penutup atap berupa jerami yang disusun
teratur semakin memberi kesan alami;
dinding polos dengan relief ukiran Bali
(stone carving), pilar dengan beberapa
bentuk pepalihan, konstruksi lambang dan
sineb serta pilar; bidang lantai yang
menggunakan parket sehingga memberi
kesan hangat dan natural seolah-olah si
pengguna berada dekat dengan alam; detail
ukiran diantara bidang lantai parket dan Detail
ukiran
Konstruksi
tradisional
Bali
Furniture
Bale
Detail ukiran Konstruksi
tradisional Bali Furniture Bale
58
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 55-63
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
kolam renang; furnitur berupa bale yang
digunakan untuk tempat duduk bersantai;
serta beberapa kerajinan khas Bali sebagai
dekorasi penunjang. Interior sebagai salah
satu representasi kebudayaan benda yang
terlihat oleh indera mata, dapat dibuat
sebagai salah satu wadah dalam usaha
penguatan nilai-nilai budaya lokal setempat.
Lalu, bagaimana halnya dengan
perkembangan interior etnik bali saat ini di
tengah arus modernisasi dan pluralisme
budaya?
Modernisasi berarti proses pergantian dari
gaya lama menjadi gaya baru. Di dalam
proses itu terjadi perubahan, khususnya
perubahan yang diusahakan dengan sadar
oleh manusia atau masyarakat. Oleh karena
itu, maka sudah semestinya modernisasi
tidak sekedar mengarah kepada gaya baru,
akan tetapi gaya baru itu diharapkan lebih
menyenangkan dan lebih memuaskan
manusia dan masyarakat di lingkungannya
daripada gaya lama yang digantikannya.
Harapan ini tidak hanya mengacu pada
upaya pelestarian saja, tetapi juga pada
penggalian dan penciptaan baru untuk
mengisi khasanah kebudayaan yang
bermakna.
Pluralisme budaya dimaksudkan sebagai
keragaman budaya. Ini terjadi salah satunya
adalah akibat perkembangan teknologi dan
masuknya budaya-budaya luar yang serta
merta mempengaruhi budaya lokal. Di Bali
saat ini bukan hanya budaya barat yang ikut
mempengaruhi perkembangan kebudayaan
Bali, tapi juga budaya tradisional luar pulau
seperti Jawa yang juga saat ini cukup kuat
mempengaruhi perkembangan interior saat
ini. Dapat dilihat dari perpaduan antara
bentuk gebyok dan ukiran khas Bali pada
pintu masuk rumah, bentuk interior dengan
soko guru pada rumah joglo yang juga
banyak diterapkan pada interior saat ini.
Beberapa jenis material alam luar pulau
Bali juga umum digunakan pada interior,
diantaranya: lampit dari Kalimantan, kayu
seseh/kelapa dari Sulawesi, batu dan paras
Palimanan Jogya, batu candi dari Jawa
Tengah, dsb.
Peran seorang desainer cukup besar untuk
mampu mencermati masalah-masalah pada
karyanya. Seorang desainer yang cerdas
adalah seorang yang kreatif dan dinamis
dalam melihat perkembangan tanpa harus
kehilangan jatidiri dan identitasnya, sehingga
sanggup melahirkan karya yang berakar dari
budaya sendiri “tanpa mengganggu”
kehidupan budaya aslinya. Begitu pula
halnya dalam pengembangan desain interior
di tengah gempuran pariwisata, diperlukan
desainer-desainer yang cerdas yang mampu
melahirkan bentuk-bentuk bangunan yang
berkualitas internasional (global),
beridentitas dan berjatidiri lokal setempat,
dan dapat menjadi daya tarik pariwisata.
Dalam menanggapi pluralisme budaya yang
saat ini terjadi di Bali, seorang desainer
dapat saja memadupadankan teknologi
modern dengan warisan budaya lokal
setempat. Dapat juga digunakan kombinasi
antara material alami lokal Bali maupun
luar Bali, dengan ukiran khas Bali,
sehingga tetap dapat memberi kesan etnik
Bali. Disini interior tidak hanya sekedar
berlandaskan pada konsep asing dari barat,
namun dapat menciptakan interior yang
menimbulkan kesan identitas pribadi dan
orisinal.
Keberadaan interior ditandai oleh ciptaan
alam menjadi suatu yang nyata, secara umum
berarti membuat nyata genius loci. Hal ini
dapat dilakukan dengan menciptakan ruang
pada sebuah bangunan yang merupakan
rangkaian dari benda-benda dan material di
suatu tempat serta mendekatkan hubungan
ruang dan benda-benda tersebut dengan
manusia. Genius loci bukan hanya berarti
peniruan terhadap model lama, tetapi
menunjukkan identitas suatu tempat dan
menginterpretasikannya dengan cara-cara
baru. Jadi, menanamkan identitas dan jatidiri
setempat merupakan poin utama dari tolok
ukur pengembangan kebudayaan, khususnya
interior etnik Bali masa kini. Ini berarti,
bahwa setiap orang harus memandang
modernisasi (pariwisata atau globalisasi)
bukan sebagai faktor utama perusak suatu
kebudayaan, melainkan harus mampu
meletakkannya secara proporsional sebagai
59
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 55-63
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
faktor penentu kokohnya kualitas suatu
budaya lokal (lokal genius), dengan
menyerap dan mangadaptasi unsur-unsur
modern (global) yang mampu memperkuat
dan memperkaya budaya (interior etnik Bali)
itu sendiri.
Makna penggunaan interior etnik Bali pada
masa kini adalah: (1) inovasi bentuk-bentuk
budaya berupa benda seni tradisional yang
diterjemahkan pada bentukan baru
walaupun berbeda pada bentuk maupun
fungsinya pada interior; (2) Sustainability
“ajeg”nya etnik Bali terutama pada aspek
interior ditengah gempuran pluralisme
budaya kekinian.
Beberapa variasi elemen ruang pada interior
etnik Bali, akan ditampilkan pada gambar-
gambar dibawah ini :
A. Plafon (Langit-langit)
Gambar 2. Contoh Plafon Bambu
Sumber: http://idesignarch.com
Material bambu sebagai usuk, dan susunan
material alami alang-alang sebagai penutup
atap memberi kesan keteraturan.
Gambar 3. Contoh Plafon dengan Motif Lukisan
Sumber: http://balitrulyparadise.blogspot.com
Lukisan Kamasan Klungkung, sebagai
penutup bidang langit-langit. Terdapat juga
ukiran kayu pada sesaka, tugeh, dan
lambang (konstruksi tradisional Bali).
Gambar 4. Motif anyaman bambu pada
permainan plafon
Sumber: http://2.bp.blogspot.com
Gambar 5. Material kayu pada konstruksi atap
Sumber: http://2.bp.blogspot.com
B. Dinding
Gambar 6. Dinding bambu yang disusun vertikal.
Sumber: http://imagebali.net
Gambar 7. Kusen ventilasi dan jendela menyatu,
motif jaro pada ventilasi
Sumber: http://pinterest.com
60
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 55-63
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
Gambar 8. Dinding dengan finishing Kain Prada
Sumber: http://desainrumahbali.com
Pola yang banyak terdapat pada kain prada
yang ditambahkan pada finishing dinding.
Gambar 9. Dinding dengan motif ukiran Bali
Sumber: http://grinhos.com
Bidang dinding sekaligus atap dengan motif
ukiran Bali (pepatran). Dengan cahaya dan
penghawaan alami yang cukup efektif.
C. Kolom
Gambar 10. Panel sebagai pengganti bidang
tiang/ saka, motif ukiran Bali
Sumber: http://pampai.com
Gambar 11. Ukiran Bali pada saka (tiang khas
Bali)
Sumber: http://idesignarch.com
D. Pintu
Gambar 12. Pintu ukiran kori Bali
Sumber: http://naturalhousebali.com
Gambar 13. Ukiran pada pintu masuk yang
terbuat dari batu paras
Sumber: http://interior-tops.blogspot.com
E. Lantai
Gambar 14. Semen plesteran
Sumber: http://imagebali.net
Gambar 15. Lantai bambu/kayu
Sumber:
http://indahnyarumahku.wordpress.com
61
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 55-63
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
F. Furniture
Gambar 16. Bed dari matreial bambu
Sumber : http://imagebali.net
Gambar 17. Bale dari material Kayu
Sumber: http://desainrumahbali.com
Gambar 18. Kursi dari bahan bambu
Sumber: http://beritateraktual.com
G. Dekorasi
Gambar 19. Cermin dan lampu meja dengan
ukiran Bali.
Sumber: http://2.bp.blogspot.com
Gambar 20. Patung Bali di samping bathtub
Sumber: http://uni-wall.com
Gambar 21. Stone carving, relief motif Patra
Sumber:
http://modelrumahminimalis21.com
Gambar 22. Stone carving untuk kisi-kisi (lubang
ventilasi).
Sumber: http://balireliefcarved.blogspot.com
Gambar 23. Stone carving, relief motif dedaunan
khas Bali
Sumber: http://jualbatualam.com
62
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 55-63
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
Gambar 24. Dekorasi dinding dengan motif
penari Bali
Sumber: http://ren-journal.blogspot.com
Gambar 25. Lukisan wayang Kamasan-
Klungkung
Sumber: http://paketbalimurah.wordpress.com
Gambar 26. Kipas dan kain poleng
(motif kotak hitam putih)
Sumber: http://members.virtualtourist.com
Gambar 27. Hiasan dinding ukiran Bali
Sumber: http://e-kuta.com
Dekorasi Songket Bali yang dapat
digunakan sebagai pola dalam menghiasi
dinding seperti songket khas Klungkung
motif wayang dan Songket Bali dengan
warna yang beragam dapat digunakan
sebagai aksen pada bidang dinding.
Gambar 28. Songket Bali
Sumber: http://nga.gov.au & http://
pinterest.com
Kain Geringsing dibuat oleh kaum wanita
di Desa Tenganan Pegringsingan,
Karangasem. Kain ini ditenun dengan
menggunakan pewarna alami, sehingga
awet sampai bertahun-tahun. Bisa dipakai
untuk hiasan diatas furnitur, hiasan dinding,
dan sebagainya.
Gambar 29. Kain Geringsing
Sumber: http//indonesiabox.org
Anyaman gedek bermotif dapat digunakan
untuk motif plafon, partisi, dan lain-lain.
Gambar 30. Anyaman gedek motif swastika dan
motif kembang seribu
Sumber: http://balidenpasartrading.com
Gambar 31. Partisi dari material bambu
Sumber: http://design-rumah.com
63
JURNAL DESAIN INTERIOR Vol. 1 No. 1 (Juni 2014) 55-63
Program Studi Desain Interior Sekolah Tinggi Desain Bali
ISSN : 2355-9284
Salah satu inspirasi untuk memberi suatu
yang unik yaitu menggunakan kurungan
ayam (guungan) untuk menjadi tempat
lampu.
Gambar 32. Kurungan Ayam
Sumber: http:// architeria.com
Terdapat juga hiasan dinding dari susunan
nyiu atau nampan dari ayaman bambu yang
berbeda ukuran maupun permainan
motifnya.
Gambar 33. Anyaman Bambu
Sumber: http://2.bp.blogspot.com
4. PENUTUP
Interior etnik dapat dimaknai sebagai: (1)
makna feeling naturally, dimana terdapat
hubungan yang dekat antara pengguna
ruang dengan ruang dalam itu sendiri
seolah-olah pengguna dapat menyatu
dengan alam; (2) makna identitas ciri lokal
setempat, sebagai salah satu wujud yang
mampu memberi identitas lokal setempat
(lokal genius); (3) Makna estetika, dimana
langgam interior etnik memberikan nilai
estetika tersendiri pada wujud ruang yang
muncul dengan spirit lokal dan natural.
Suatu gaya baru dapat memuaskan manusia
dan masyarakat, apabila mampu
mengakomodasi nilai-nilai lokal genius
setempat atau genius loci. Makna
penggunaan interior etnik Bali pada masa
kini adalah : (1) inovasi bentuk-bentuk
budaya berupa benda seni tradisional yang
diterjemahkan pada bentukan baru
walaupun berbeda pada bentuk maupun
fungsinya pada interior; (2) Sustainability
“ajeg”nya etnik Bali terutama pada aspek
interior ditengah gempuran pluralisme
budaya kekinian.
5. DAFTAR PUSTAKA
Agus Sachari. 2007. Budaya Visual
Indonesia. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Budiharjo, Eko. 1989. Jati Diri Arsitektur
Indonesia. Bandung: Alumni.
Sari, Nurul wulan. 2010. Ragam gaya
Interior sesuai kepribadian. Jakarta:
Griya Kreasi.
Sumber Internet
http://en.wikipedia.org/wiki/Spirit_of_place
. 19 Mei 2014: 10.00 Wita.
http://2.bp.blogspot.com
http:// architeria.com
http://balidenpasartrading.com\
http://balitrulyparadise.blogspot.com
http://beritateraktual.com
http://desainrumahbali.com
http://design-rumah.com
http://e-kuta.com
http://grinhos.com
http://idesignarch.com
http://imagebali.net
http://indonesiabox.org
http://indahnyarumahku.wordpress.com
http://interior-tops.blogspot.com
http://jualbatualam.com
http://members.virtualtourist.com
http://modelrumahminimalis21.com
http://naturalhousebali.com
http://nga.gov.au
http://paketbalimurah.wordpress.com
http://pinterest.com
http://pampai.com
http://ren-journal.blogspot.com
http://uni-wall.com
http://en.wikipedia.org
top related