implikasi multidimensional kebijakan telemaika
Post on 13-Jun-2015
299 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Implikasi Multi-dimensional dari KebijakanTelematika Indonesia*)
Oleh: Mas Wigrantoro Roes Setiyadi Country Advocate, GIPI Indonesia
PengantarPeradaban dunia pada masa ini dicirikan dengan fenomena pertumbuhan Internet
dan globalisasi di hampir semua bidang kehidupan, dari sains dan teknologi, mainan anak
- anak hingga tatanan rambut orang dewasa. Salah satu pendorongnya adalah kemajuan
teknologi yang berhasil membuahkan integrasi teknologi telekomunikasi, informasi dan
multimedia. Ketika mereka masih berkembang sendiri - sendiri dampak yang dihasilkan
belum sebesar sekarang, namun ketika telekomunikasi telah memperkaya teknologi
informasi, keduanya menghasilkan jenis - jenis pelayanan baru yang sebelumnya tidak
pernah terwujud. Pelayanan - pelayanan baru ini pada hakekatnya bertujuan memenuhi
kebutuhan informasi yang disajikan dalam berbagai bentuk. Karena manusia menerbitkan
dan menerima informasi menggunakan inderanya (mata, hidung, telinga, dan mulut),
maka pelayanan inipun berupaya menyajikan informasi dalam kombinasi bentuk gambar,
grafik, text, dan suara. Oleh karenanya penggunaan berbagai media sebagai data masukan
atau informasi keluaran dari kombinasi alat telekomunikasi dan komputasi menjadi suatu
keniscayaan. Fenomena inilah yang kemudian disebut sebagai konvergensi teknologi
telekomunikasi, informasi, dan multimedia.
Kemajuan dan perkembangan teknologi, khususnya telekomunikasi, multimedia
dan teknologi informasi (telematika) pada akhirnya merubah tatanan organisasi dan
hubungan sosial kemasyarakatan. Hal ini tidak dapat dihindari, karena fleksibilitas dan
kemampuan telematika untuk memasuki berbagai aspek kehidupan manusia. Bagi
sebagian orang, telematika telah membuktikan perannya sebagai alat bantu yang
memudahkan aktivitas kehidupan, sekaligus membantu meningkatkan produktivitas.
Mereka yang sudah dapat menikmati manfaat telematika, terbukti mengalami
peningkatan kekuatan ekonomi dan menjadi kelompok masyarakat yang relatif makmur,
sebaliknya mereka yang belum memperoleh kesempatan pada umumnya berpenghasilan
*) Makalah dipresentasikan dalam Seminar Dies Natalis Fisipol Universitas Gajah Mada Ke-46, tanggal 19 september 2001, di Jogjakarta.
Page 1 of 23
rendah dan bahkan di beberapa negara hidup dalam kemiskinan. Fenomena seperti ini
makin menguatkan hipotesa the winner takes all yang kurang lebih menyiratkan makna
bahwa yang kaya semakin kaya, sementara yang miskin tetap saja miskin.
Internet sebagai perwujudan konvergensi telah menyebar ke seluruh penjuru
dunia pada empat dekade terakhir ini, terutama di negara - negara yang memiliki
kemampuan menyerap tekonologi, dan oleh karenanya di negara negara kaya kemudian
terbentuk suatu kelompok yang disebut masyarakat informasi (Fukuyama, 2000). Transisi
karakter ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat cenderung berjalan lebih cepat ketika
Internet melengkapi kemampuannya untuk memfasilitasi aktivitas bisnis dan
perdagangan menjadi lebih efisien dan kompetitif. Perubahan ini makin nyata,
sebagaimana dikatakan Fukuyama
"A society build around information tends to produce more of the two things people
value most in modern democracy: freedom and equality".
Menyikapi kondisi yang demikian, banyak negara yang sedang berusaha keras
menyiapkan kerangka kebijakan bagi pembangunan telematika agar dapat mengatasi
fenomena kesenjangan digital (digital divide). Meski yang terlihat di permukaan adalah
masih sedikitnya penggunaan telematika bagi sebagian penduduk di belahan bumi ini,
namun akar permasalahan dari digital divide ini sangat kompleks, karena tidak saja
menyangkut pengembangan dan penggunaan teknologi, namun juga adanya masalah
ketidak-mampuan ekonomi, masalah sosio-kultural, serta sistem politik di masing -
masing negara. Ada beberapa kesamaan di antara negara - negara di Asia Pasifik dalam
menyikapi fenomena digital divide ini, khususnya menyangkut strategi dan prioritas
kebijakan pembangunan bidang telematika.
Di sisi lain, struktur fisik Internet yang cenderung menjadi substitusi bagi sarana
telekomunikasi konvensional, menjadikannya sulit bagi pemerintah dan anggota
masyarakat lain untuk melakukan upaya pengendalian dan atau sensor. Dapat dimengerti
bila kemudian muncul kekhawatiran dari sementara pihak bahwa penggunaan Internet
akan lebih banyak menimbulkan mudharat dari pada manfaat. Beberapa pemimpin
pemerintahan negara di Asia bahkan telah menyuarakan kekhawatirannya bahwa
keterbukaan Internet dapat merusak moralitas dan identitas budaya masyarakat. Namun
demikian di tengah retorika dan kontroversi, beberapa negara di Asia sudah mulai
Page 2 of 23
menyediakan kebijakan yang dimaksudkan untuk mendukung penyebar-luasan Internet,
dengan suatu keyakinan bahwa Internet akan membawa manfaat yang lebih besar dan
membantu meningkatkan daya saing ekonomi bila dikelola dengan benar (Hongladarom,
2000). Antusiasme dalam mengadopsi Internet pada gilirannya mengundang pertanyaan
sejauh mana ia dapat berpengaruh pada semua aspek kehidupan dan bagaimana
sebaiknya kebijakan publik yang memadai perlu disediakan agar pengaruh ekonomi,
sosial dan budaya terhadap masyarakat penggunanya memberikan manfaat dari pada
mudharat.
Dalam makalah ini penulis mengetengahkan observasi pengaruh multi-
dimensional meliputi aspek ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan
sehubungan dengan kebijakan telematika yang pernah ada di Indonesia. Analisa
kebijakan menggunakan pendekatan kualitatif berdasarkan teori dan kaidah yang banyak
diaplikasikan di berbagai negara. Pada beberapa kasus penggunaan istilah Internet,
Telematika, dan Teknologi Informasi sering dipakai secara bergantian untuk mengacu
pada maksud yang sama, meskipun ketiganya masing - masing memiliki definisi yang
berbeda. Pada beberapa bagian dalam makalah ini, penulis mengajukan rekomendasi
yang diharapkan dapat digunakan oleh pemerintah, organisasi sosial , atau sektor bisinis
sebagai pertimbangan dalam membuat kebijakan strategi atau aktivitas lain yeng
berhubungan dengan pemanfaatan telematika.
Sasaran Umum Kebijakan Telematika
Evolusi Telematika akan terus terjadi dengan atau tanpa kebijakan nasional di
bidang telematika yang dinyatakan dengan sistematis, jelas, dan komprehensif. Namun
demikian kebijakan yang tidak koherent akan mendorong terjadinya pembangunan
infrastruktur dan penggunaan sumber daya secara tidak efisien dan tidak efektif. Guna
mencegah terjadinya pemborosan sumber daya, dibuatlah petunjuk sasaran yang biasanya
dipakai oleh negara -negara berkembang dalam menyusun kebijakan.
Pada umumnya ada tiga sasaran utama kebijakan pemerintah di bidang telematika
(Koh How Eng, 1999): pertama, tercapainya pertumbuhan ekonomi dan daya saing
(economic growth and competitiveness). Kedua, tercapainya peningkatan kualitas
hidup (quality of life) masyarakat, dan ketiga, tercapainya stabilitas pertahanan dan
Page 3 of 23
ketahanan nasional yang kokoh dan tak tergoyahkan dari gangguan internal
maupun eksternal.
Hubungan antara telematika, pertumbuhan ekonomi, daya saing, kualitas
kehidupan dan stabilitas pertahanan keamanan nasional dapat digambarkan dalam
diagram 1 di bawah.
Diagram 1: Siklus pengaruh kebijakan telematika
Karena fleksibilitas telematika yang mampu menjadi alat peningkatan efisiensi
dan produktivitas bagi semua sektor ekonomi, kebijakan telematika pada gilirannya akan
memfasilitasi tercapainya pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi
akan berperan sebagai salah satu syarat bagi tercapainya peningkatan kualitas hidup.
Beberapa parameter lain yang menunjukan kesejahteraan atau kualitas hidup misalnya
tingkat kesehatan masyarakat, pelayanan publik, infrastruktur ekonomi, perlindungan
lingkungan, pendidikan, kesehatan spiritual, serta kebebasan mengeluarkan dan
memperoleh informasi. Masyarakat yang ekonomi, phisik dan nonphisik-nya sehat, pada
gilirannya akan menghendaki kebebasan berpolitik dalam lingkungan yang demokratis.
Ketiga kondisi pertama: kesehatan ekonomi, kualitas hidup, dan lingkungan yang
demokratis mendukung terciptanya negara yang memiliki stabilitas pertahanan dan
keamanan nasional. Hal ini dapat dimengerti karena pada umumnya di negara yang
memiliki kondisi ideal seperti ini masyarakatnya cenderung hidup dengan penuh
tanggung jawab dan berupaya menjaga keberhasilan yang telah dicapai agar bangunan
sosial yang terbangun tidak runtuh diterjang berbagai krisis. Sebaliknya, sistem
pertahanan dan keamanan yang baik akan memberi kontribusi bagi meningkatnya
investasi, pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup.
Page 4 of 23
Telematika
Investasi
Pertumbuhan Ekonomi
Kualitas Hidup
StabilitasHankamnas
Demokratisasi
Ketiga sasaran tersebut di atas dapat dicapai apabila pemerintah dan masyarakat
dalam kebijakan publik di bidang telematika yang dibuatnya mencakup strategi dan
implementasi di tingkat operasional dapat melakukan hal - hal sebagai berikut:
a. Meningkatkan manfaat dari teknologi informasi,
b. Membantu masyarakat dan organisasi untuk menyesuaikan perkembangan terbaru
dan memberikan perangkat serta model untuk merespon secara rasional tantangan
yang muncul seiring dengan perkembangan Telematika,
c. Memfasilitasi tersedianya infrastruktur komunikasai dan informasi yang terjangkau
oleh segenap anggota masayarakat,
d. Meningkatkan kualitas pelayanan dan produk - produk telematika,
e. Mendorong inovasi dalam pembangunan dan penggunaan teknologi,
f. Mendorong terjadinya penyebar-luasan informasi, transparansi,dan akuntabilitas serta
mengurangi birokrasi intra dan antar organisasi
g. Identifikasi prioritas dalam pembangunan telematika
h. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk lebih mudah mengakses informasi
i. Menyediakan sumber daya telematika bagi institusi pendidikan dan pemerintahan
j. Mendukung konsep belajar seumur hidup
k. Melatih individu dan organisasi agar memiliki pengetahuan dan ketrampilan di
bidang telematika
Elemen - elemen Kebijakan Telematika
Kebijakan nasional di bidang telematika yang komprehensif biasanya memuat
segala permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan sektor telematika dan sekaligus
menetapkan strategi pemecahannya. Kebijakan yang baik juga dilengkapi dengan rencana
aksi dan petunjuk pelaksanaan yang berisi program dan milestone yang hendak dicapai,
skedul pelaksanaan, penanggung jawab, serta anggaran yang dibutuhkan.
Beberapa elemen yang pada umumnya dibahas dalam kebijakan telematika:
1. Pembangunan Infrastruktur Telematika
Infrastruktur telekomunikasi
Interkoneksi, Universal Service Obligation/Universal Access, Perijinan, dan Tarif
Interoperasi sistem informasi
Page 5 of 23
Peningkatan pelayanan publik
Penghematan biaya transaksi
Electronic Commerce
Pengembangan standar teknologi
2. Pengembangan pengetahuan dan ketrampian (skills)
Penelitian dan pengembangan
Pendidikan dan pelatihan di bidang telematika
3. Legislasi dan kebijakan
Difusi teknologi informasi
Pengembangan industri telematika
Kebijakan perdagangan untuk produk - produk dan jasa telematika
Kebijakan Perpajakan pada transaksi elektronik
Perlindungan hak atas kekayaan intelektual
Privasi atas data pribadi
Perlindungan terhadap keberagaman budaya dan bahasa
Perlindungan dari konten yang olegal dan merusak tatanan sosial
Adposi standar
4. Koordinasi dan pengembangan institusi
Struktur institusi regulator
Koordinasi dalam pengembangan kbijakan telematika nasional
Kerjasama internasional
5. Akses Telematika
Akses kepada infrastruktur
Akses kepada informasi
6. Pemantauan Kinerja Telematika
Pemantauan penggunaan telematika
Pengukuran pengaruh telematika
Realitas versus Ideal
Page 6 of 23
Bila kita perhatikan, kebijakan yang baru saja diterbitkan oleh pemerintah
seringkali menjadi tidak sesuai dengan realita yang sedang terjadi di masyarakat. Hal ini
menjadi wajar karena pada umumnya proses pembuatan kebijakan memerlukan waktu
yang relatif lama, sementara perubahan teknologi berlangsung begitu cepatnya, sehingga
ketika proses pembuatan kebijakan telah selesai, implementasi di lapangan menjadi tidak
sesuai lagi dengan kenyataan yang ada. Penyebab lain dari selalu terjadinya kebijakan
yang ketinggalan dibandingkan dengan realita di masyarakat adalah kekurang-mampuan
aparat pemerintah baik di tingkat pusat maupun instansi pelaksana dalam mengelola
pembangunan dan penggunaan telematika.
Tabel 1: Perbandingan situasi realitas versus ideal dalam pembangunan telematika
Feature Ideal design RealityDevelopment objectives
System goals are based on well-defined programme or business needs.
All participants in the project agree about how the system will serve the needs of users.
The system objectives are reasonable given the resources available.
The system objectives have the support of elected officials and top management. The objectives include performance measures and a post-implementation evaluation.
Most initiated applications are never used because their development is not completed or because they are not suitable for their intended purposes or are too difficult to put into operation. Management and staff are ill-informed and poorly trained in how to use ICT effectively. They do not have mechanisms to keep themselves up to date with the evolution of technology. Staff are unable to articulate their needs. ICT personnel have no time to relate to organizational goals and study how business is being conducted. Management has no practical measurement indicators to optimize ICT spending and personnel. Consequently, it is difficult to set meaningful and realistic objectives for ICT development. Overambitious goals are set compared with available resources. Application development is started before the availability of requisite support resources is confirmed. In inter-agency projects, the substantive goals of participating organizations can overlap or conflict, even when the organizations are engaged in a joint project.
ICT project management
All participants are treated as equals and have a substantial stake in the project's success. All participants understand the project
Individuals and organizations resist changes.
Project goals are often comprehensive, but
Page 7 of 23
management process and the roles and responsibilities of all the players. Available financial resources are invested where they are most needed.
Information about project status is shared frequently. The participants engage in joint problem identification and problem-solving. Collectively, the project team has the skills needed to carry out a successful system project.
budgets to achieve them are usually underestimated. New projects are started with too little advance information, weak leadership support, inadequate user participation, too little funding, and less-than-comprehensive training and orientation.
Many projects take considerably longer than originally planned. Especially in government projects, the roles of collaborating parties in project planning and management can conflict with their (simultaneous) oversight and regulatory roles, and become a source of difficulty in working relationships.
___________________ Source: Derived from "Tying a Sensible Knot: A Practical Guide to State-Local Information Systems", Center for Technology in Government, State University of New York at Albany (1999).
Kebijakan telematika perlu mengenali permasalahan - permasalahan seperti
tersebut di atas dan sekaligus menawarkan solusinya. Pengembangan aplikasi seyogyanya
didasarkan pada metodologi pengembangan yang baik, yang telah terbukti berfungsi
dengan baik di negara - negara lain, realistis dan objektif. Namun demikian ukuran
keberhasilan kebijakan telematika tetap saja ditentukan pada tahap implementasi yang
disesuaikan dengan kondisi nyata di lapangan.
Objektif dan substansi kebijakan telematika di berbagai negara di Asia Pasifik
memiliki kesamaan dan perbedaan dalam konteks internasional, nasional maupun lokal.
Perbandingan fitur dasar dan hubungannya dengan berbagai tingkat pelaksana kebijakan
telematika disajikan dalam tabel 2 di bawah.
Tabel 2. Hubungan antara kebijakan - kebijakan pada level organisasi, nasional dan internasional
Feature Organizational policies National-level policies International policies
Creator Chief executives and chief information officers.
Government, government agencies, government agency coordinating national and/or government-wide ICT development.
Intergovernmental bodies organizations, international business alliances, large hardware and software manufacturers, multinational corporations.
Method of creation
Various methods in use, some leading to explicit articulated
Typically initiated by governments, triggered by models of other
Working groups, international meetings, research and
Page 8 of 23
policies, others to ad hoc sets of instructions or to related insertions in sectoral policies.
countries. A drafting agency is selected and a draft is circulated for comments among the rest of the government agencies.
development by large hardware and software manufacturers, standards development by international organizations.
Compre- hensiveness
Highly variable, from non-existent to very comprehensive.
Some developed countries are starting to have comprehensive national ICT policies, including national information infrastructure policies and government-wide policies. However, many developing countries have no articulated national ICT policies.
Concentrate on policies that are required in international transactions. Do not effectively address several areas, including impact on social development, access to information and effectiveness of technology transfer.
Main objectives
To support organizational business goals by improving operational efficiency and exchange of information. To maintain and improve competitiveness.
To provide all citizens with equitable access to information and information technologies. To ensure that ICT is part of national education programmes. To improve efficiency and transparency of civil service. To address national ICT issues, such as those arising from national languages.
To ensure that all countries can benefit from information and communication technologies. To develop and promote international technology standards.
Main problems in creating such policies
Resistance to change, especially when technology threatens conventional structures. Difficulty in deciding who is responsible for policy development.
Difficulty in making them pragmatic and meaningful. Setting of the balance between national policy and sectoral policies in which ICT plays a role.
Enormous variation in country conditions.
Links to global policies
Indirect link. Mainly through adoption of international ICT standards and observance of trading agreements.
Direct observance of international agreements and standards as applicable to country commitments. Global policies and standards provide material for setting components of national policies.
Links to national policies
Enterprises may be restricted by national laws and regulations, or may benefit from national development incentives, education programmes, and so on.
Models and experiences of other countries are useful in creating national policies.
International standards are promoted at national level. National policies may address international issues and identify participating agencies in international cooperation.
Links to enterprise policies
Models and experiences of others, especially business associates, are useful in the creation of policies.
Adoption of national standards at enterprise level.
Adoption of international standards at enterprise level.
Main deficiencies in current policies
Inadequate enterprise level adjustments necessitated by ICT development.
Lack of systematic approaches to ICT development in developing countries. Lack of understanding of the impact of ICT on society.
Lack of international mechanisms that could effectively help in the diffusion of ICT in developing countries. Lack of international laws and mechanisms to control undesirable aspects of ICT use.
Role of intergovernme
Mostly indirect, through effects on national and global-
Being independent from ICT vendors, an advisory role in ICT
A central role in international standard setting, in coordinating
Page 9 of 23
ntal organizations in improvement
level policies. Direct advisory role in respect of counterpart government agency policies.
development in central government, in various government sectors and agencies. International support for good governance usually includes ICT components.
rules and regulations.
Faktor - faktor yang mempengaruhi kebijakan nasional telematika
Kondisi politik dan model pemerintahan suatu negara biasanya mempengaruhi
proses perumusan kebijakan telematika. Di negara - negara yang otoriter, peran
pemerintah dalam merumuskan kebijakan telematika biasanya besar sekali. Lebih lanjut,
tidak hanya pada tahap perumusan saja, tetapi juga ketika tahap implementasi, fokus
kebijakan dan aktor pelaksananya biasanya terpusat pada instansi dan pejabat pemerintah.
Meskipun disebutkan ada peran swasta biasanya hanya sebagai pelengkap dan sepanjang
swasta menurut petunjuk pemerintah. Sebaliknya di negara - negara yang lebih
demokratis, dalam proses penyusunan dan implementasi kebijakan pemerintah lebih
banyak mengajak swasta untuk terlibat secara langsung.
Pada umumnya pentingnya kebijakan telematika disadari oleh pimpinan politik
tertinggi di negara -negara berkembang, dan beberapa di antaranya malahan memelopori
pembangunan kebijakan telematika. Namun demikian, efektivitas dan keberhasilan
kebijakan telematika di suatu negara tidak menjadi jaminan keberhasilan bila kebijakan
yang sama diterapkan di negara lain sebagaimana adanya. Perbedaaan ekonomi, politik,
dan sosio-kultural menjadi hal - hal penting yang harus diperhatikan ketika merumuskan
kebijakan telematika yang menggunakan referensi dari negara lain.
Berikut adalah beberapa aspek yang perlu menjadi pertimbangan ketika
merumuskan kebijakan telematika:
1. Infrastruktur Telematika, berbagai studi dan bukti empiris menunjukkan bahwa
rendahnya kuantitas dan kualitas infrastruktur menjadi problem utama dalam
pembangunan dan penyebar-luasan telematika di negara - negara berkembang. Yang
tergolong infrastruktur telematika adalah infrastruktur telekomunikasi, Internet, dan
komputer. Kebijakan nasional telematika seharusnya memberi penekanan pada upaya
mengatasi kelangkaan infrastruktur telematika ini. Peran pemerintah dalam
Page 10 of 23
menyediakan infrastruktur telekomunikasi haruslah pada posisi terdepan, terutama
dalam menyediakan sarana telekomunikasi di daerah - daearah yang secara ekonomis
kurang potensial. Pada level taktis operasional, kebijakan guna meningkatkan
kuantitas dan kualitas infrastruktur dapat berupa insentif dan penyertaan modal
pemerintah kepada swasta yang bersedia membangun di daerah - daerah rural dan
remote.
2. Produk dan pelayanan Telematika, komputer sebagai alat utama dalam telematika di
beberapa negara masih tergolong sebagai barang mahal, bahkan di Indonesia
digolongkan sebagai bawang mewah dan oleh karenanya perlu dikenakan pajak
barang mewah. Mahalnya harga komputer beserta peralatan pendukungnya
(peripherals) disadari atau tidak menjadi faktor penghambat dalam penyebar-luasan
telematika. Penyediaan komputer dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat luas
merupakan kebijakan tepat dalam mengatasi mahalnya harga komputer. Edukasi
kepada masyarakat bahwa untuk dapat menikmati telematika tidak harus
menggunakan komputer yang canggih perlu ditingkatkan. Kebijakan - kebijakan lain
yang banyak dilakukan oleh negara berkembang untuk mengatasi masalah ini seperti
misalnya pengurangan pajak impor untuk produk - produk telematika, dan
mendukung terbentuknya kewiraswastaan di kalangan muda.
3. Monopoli Telekomunikasi, negara - negara berkembang di Asia Pasifik hingga saat ini
masih dihadapkan pada eksistensi monopoli penyelenggaraan telekomunikasi yang
dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara. Namun demikian ada beberapa di
antaranya yang sudah mulai merestrukturisasi pasar telekomunikasinya dengan secara
bertahap melepas hegemoni monopoli dan menuju liberalisasi pasar yang
memungkinkan pelaku lain untuk masuk menjadi pelaku bisnis di bidang
telekomunikasi. Monopoli, bagaimanapun menimbulkan distorsi pasar akibat ketidak-
efisienan dalam pengelolaannya. Sebagai akibatnya masyarakat pengguna jasa
telekomunikasi yang selalu dirugikan. Bersamaan dengan proses menuju
pemerintahan yang demokratis, liberalisasi di sektor telekomunikasi tidak dapat
dihindari. Manfaat dari liberalisasi adalah kompetisi yang pada gilirannya akan
memberikan harga dan kualitas yang lebih murah dan lebih baik bagi konsumen.
Page 11 of 23
Kebijakan nasional telematika perlu mendukung proses liberalisasi sektor
telekomunikasi.
4. Keberagaman kesiapan instansi pemerintah dalam mengimplementasikan telematika,
pada umumnya, instansi pemerintah di negara - negara berkembang justru kurang
memahami dan selalu terlambat dalam menggunakan telematika sebagai bagian dari
strategi pelayanan publik. Jika hal ini terjadi, menjadi tidak aneh bila terjadi
kebijakan yang dihasilkan jauh dari kenyataan yang ada di masyarakat. Agar
kebijakan telematika dapat berjalan dengan baik, pemerintah perlu memberi contoh
sebagai pengguna telematika dengan membangun proyek - proyek percontohan di
bidang aplikasi pelayanan publik. Selain itu, penyelenggaraan program pelatihan dan
penyegaran bagi personel juga merupakan kebijakan operasional yang dimaksudkan
untuk mengatasi masalah keberagaman pemahaman terhadap telematika.
5. Gaya dan Struktur Manajemen tidak kondusif, majoritas penyebab kegagalan
kebijakan telematika disebabkan oleh rendahnya kualitas perencanaan dan
pengelolaan, bukan disebabkan oleh kurangnya sumber daya atau kesalahan
pemilihan teknologi. Program - program pembangunan sektor telematika seringkali
harus berhadapan dengan hirarki dan struktur organisasi yang tidak kondusif dan
mudah menerima inovasi. Kebijakan nasional telematika seyogyanya menekankan
pentingnya keterlibatan pejabat senior pemerintah dan swasta terkait dalam
pengembangan telematika dan mendorong mereka memiliki tanggung jawab dalam
pembangunan telematika di instansi masing - masing.
6. Terbatasnya anggaran, permasalahan yang juga sering dihadapi oleh negara - negara
berkembang dalam pembangunan telematika adalah terbatasnya anggaran pemerintah
yang cenderung semakin kecil. Keterbatasan ini menyebabkan mereka tidak mampu
menyediakan teknologi yang tepat bagi pengembangan telematika. Untuk mengatasi
masalah ini, di samping diperlukan kesediaan pemerintah memperbasar alokasi
anggaran, kebijakan telematika juga harus mampu memberi arah dan petunujuk bagi
pengunaan teknologi telematika yang tepat guna.
7. Rendahnya teledensity dan penetrasi Internet, infrastruktur telekomunikasi dan
Internet merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya.
Teledensity yang rendah tidak menunjang upaya penyebar-luasan Internet, lebih jauh,
Page 12 of 23
rendahnya penetrasi Internet menghambat laju pertumbuhan electronic-commerce, e-
government, dan semua yang tergolong dalam aktivitas the new economy.
8. Minimnya sumber daya manusia yang menguasai telematika, hambatan utama lain
yang dihadapi negara - negara berkembang khususnya di Asia Pasifik adalah masih
langkanya sumber daya manusia yang mumpuni di bidang telematika, tidak saja di
bidang keteknikan, tetapi juga yang memahami aspek sosio-teknologi yang selalu
berjalan beriringan dengan pengembangan teknologi itu sendiri. Di lingkungan swasta
hal ini tidak begitu terasa, karena orang lebih suka bekerja di swasta dengan
penghasilan yang relatif lebih besar. Tidak demikian halnya di instansi pemerintah, di
mana penghasilan pegawai pemerintah selalu lebih rendah dari pegawai swasta,
sebagai akibatnya tingkat penyerapan teknologi telematika di lingkungan pemerintah
juga selalu lebih rendah dari swasta. Kebijakan nasional telematika harus memberi
perhatian kepada sumber daya manusia yang bekerja di lingkungan pemerintah agar
mereka dapat bekerja secara profesional dan menghasilkan karya - karya yang
berkualitas.
Kebijakan Telematika di Indonesia
Komputer pertama kali masuk ke Indonesia pada awal tahun 1970-an. Sejak masa
itu hingga pertengahan tahun 1997 boleh dikatakan tidak ada kebijakan pada tingkat
nasional yang dapat dijadikan acuan bagi pengembangan teknologi informasi. Pada tahun
1993/94 pernah terbit Instruksi Presiden yang mengharuskan instansi pemerintah untuk
menggunakan Personal Komputer produk dalam negeri. Inpres ini menjadi kurang
bermanfaat ketika harga komputer branded turun mendekati komputer hasil rakitan
dalam negeri.
Sebelum itu, pada pertengahan dekade 80-an hingga awal 1990-an, pernah ada
wacana perlunya kebijakan yang mengatur standar profesi bagi karyawan/ti di instansi
pemerintah yang bekerja di Bagian Pengolahan Data Elektronik atau Pusat Data dan
Informasi. Beberapa departemen berhasil menelorkan kebijakan yang menetapkan
jenjang kepangkatan fungsional seperti programmer, sistem analist, dan lain - lain dan
kepada mereka yang menyandang kepangkatan fungsional ini diberikan hak - hak
Page 13 of 23
tertentu. Tetapi upaya ini tidak berkelanjutan, karena tidak semua departemen memiliki
peerhatian yang sama terhadap masalah ini.
Dari pendekatan institusional, pernah berdiri Badan Koordinasi Otomatisasi
Administrasi Negara (Bakotan) yang menjadi cikal bakal konsep Nusantara 21. Tugas
utama Bakotan pada waktu itu adalah menjadi institusi yang mengkordinasikan semua
upaya peningkatan kualitas pelayanan administrasi negara melalui penggunaan teknologi
informasi. Bakotan dihapuskan ketika ternyata lembaga ini dinilai tidak mampu
mengemban tugas yang diberikan kepadanya.
Kebijakan yang secara khusus mengatur telematika di Indonesia baru muncul
sejak tahun 1997 ketika terbit Keputusan Presiden Nomor 30 tentang pembentukan Tim
Koordinasi Telematika Indonesia (TKTI). Mengikuti perkembangan politik, TKTI -
Soeharto ini ikut berevolusi ketika negara ini dipimpin oleh Presiden Habibie. Ketika itu
Presiden Habibie mengeluarkan Keppres guna membentuk TKTI dan memperbaharui
mandat yang diberikan kepada tim kerja. Di masa Presiden GusDur diperbaharui (lagi)
dengan Kepres Nomor 50/2000 yang menunjuk Wakil Presiden sebagai Ketua TKTI
dengan anggota semua menteri baik yang memimpin departemen ataupun menteri negara.
Prestasi yang dihasilkan oleh TKTI selama masa GusDur adalah berhasil menyusun
Kerangka Kebijakan Pengembangan dan Pendayagunaan Teknologi Telematika di
Indonesia, yang dikukuhkan sebagai bagian dari Instruksi Presiden Nomor 6/2001.
Menyusul Inpres ini, pemerintah berserta wakil sektor swasta bersama - sama menusun
Daftar Rencana Aksi (Action Plan) yang terdiri dari 75 item kegiatan.
Latar belakang terbitnya Inpres 6/2001 adalah sebagai wujud kepedulian dan
komitmen akan pentingnya kebijaksanaan pemerintah di bidang Telematika serta dalam
rangka mempecepat pengembangan, pembangunan dan pendaya-gunaan Telematika
Indonesia. Kebijakan ini berisikan arahan untuk dijadikan sebagai acuan dan landasan
pemerintah, sektor swasta, dunia usaha, dan masyarakat dalam pengembangan dan
pendayagunaan Telematika di Indonesia yang meliputi:
Teknologi Telematika untuk mempersatukan bangsa dan memberdayakan
masyarakat;
Teknologi Telematika dalam masyarakat dan untuk masyarakat;
Pengembangan infrastruktur nasional;
Page 14 of 23
Peran sektor swasta dan iklim usaha;
Peningkatan kapasitas dan teknologi Telematika;
Pengembangan E-Government atau Government On-line; dan
Peningkatan dan penguatan Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKTI).
Di lain pihak, sejak masih era kepemimpinan Soeharto, pembahasan perubahan
Undang - Undang Nomor 3/89 tentang telekomunikasi terus berlangsung, dan akhirnya
berhasil pada masa pemerintahan Presiden Habibie, menjadi Undang - Undang Nomor
36/1999 tentang Telekomunikasi yang mulai berlaku sejak 8 September 1999. UU ini
memiliki semangat untuk mengakhiri monopoli penyelenggaraan telekomunikasi yang
dilaksanakan oleh PT. Telkom dan PT. Indosat. Selain itu, pada UU 36/1999 ini juga
menetapkan struktur pasar yang baru bagi penyelenggaraan telekomunikasi. Sektor
swasta yang dalam penetapan kebijakan di masa lalu tidak pernah diberi peluang, dalam
UU 36/99 diberi kesempatan seluas - luasnya untuk terlibat dalam penetapan kebijakan
yang disalurkan melalui Lembaga Mandiri. Sejalan dengan liberalisasi telekomunikasi,
UU 36/1999 juga telah menyinggung perlunya dibentuk Badan Regulasi Independen
yang berperan sebagai regulator sementara depertemen lebih difungsikan sebagai penetap
kebijakan saja.
Peraturan pelaksanaan yang mengacu pada UU 36/1999 yang sudah terbit antara
lain: Peraturan Pemerintah Nomor 52/2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi,
dan PP Nomor 53/2000 tentang Frekuensi dan Orbit Satelit. Beberapa Keputusan Menteri
(Kepmen) Perhubungan juga terbit guna melengkapi peraturan di atasnya yang sudah
terbit sebelumnya.
Selain instansi yang mengatur perencanaan, penyediaan, dan penggunaan
infrastruktur telematika, pada awal tahun 2001 Departemen Kehakiman dan HAM,
mengeluarkan Keputusan Menteri yang mengatur tentang pelayanan legalisasi Badan
Hukum melalui Sistim Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum). Keputusan ini dapat
dianggap sebagai teladan kepemimpinan dalam membangun pelayanan publik melalui
media elektronik.
Meski sempat muncul pertanyaan yang menyoal komitmen Presiden GusDur
terhadap pembangunan telematika, namun Presiden GusDur setidaknya telah
menunjukkan perhatiannya terhadap dunia telematika. Selain Inpres 6/2001, beliau juga
Page 15 of 23
menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 1/2001 tentang penggunaan lahan bekas lapangan
terbang Kemayoran sebagai wilayah pengembangan telematika, dan Instruksi Presiden
Nomor 2/2001 tentang penggunaan bahasa Indonesia untuk program - program komputer.
Sayangnya, realisasi Inpres 1/2001 belum mendapat sambutan baik dari pemerintah
sendiri maupun sektor swasta. Walau sempat terjadi perdebatan di beberapa mailing list
tentang perlu - tidaknya mem-bahasa-Indonesia-kan program - program komputer, pada
akhirnya komunitas telematika menyadari bahwa diminta atau tidak oleh pemerintah,
pihak penyedia konten sangat berkepentingan untuk menyajikan informasi kepada publik
Indonesia dalam bahasa Indonesia. Hal ini tidak menutup kesempatan dari beberapa
upaya yang sedang dilakukan oleh para pakar telematika untuk membuat progam
kompilasi dalam bahsa Indonesia.
Di Bappenas, sejak tahun 1997 hingga sekarang ada beberapa proyek di bidang
teknologi informasi yang sudah dan atau sedang dikerjakan menggunakan dana pinjaman
dari World Bank, antara lain: pembuatan National Information Technology Frameworks
(NITF), Technical Asistance Training Program (TATP) suatu program pelatihan bagi
usaha kecil menengah untuk mendaya-gunakan penggunaan teknologi informasi bagi
menunjang bisnisnya, Inventarisasi Ketanggapan dan Pengembangan Kerangka Hukum
Electronic Commerce, Pengembangan Strategi Pembangunan Industri Perangkat Lunak
Nasional, dan Pengembangan Indonesia Country Gateway - suatu portal yang diharapkan
menjadi kumpulan bagi portal - portal lain yang memuat segala informasi tentang
Indonesia.
Di bidang pelayanan publik, di bebeberapa daerah tingkat dua (kabupaten/kota)
telah menyediakan kebijakan untuk membangun aplikasi E-Government. Pembangunan
E-Government ini merupakan salah satu bentuk komitmen pemerintah dalam upaya
mengantisipasi perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
terjadi saat ini serta untuk mempercepat pengembangan pembangunan Telematika
Indonesia di masa mendatang, khususnya pemanfaatan teknologi informasi guna
mendukung penyelenggaraan sektor pemerintahan dan pelayanan publik.1
1 Sambutan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Selaku Ketua Pelaksana Harian Tim Koordinasi Telematika Indonesia, pada acara peresmian workshop e-government Asia Pacific Telecom 2001, Tanggal 16 Mei 2001, di Jakarta.
Page 16 of 23
Khusus untuk pengembangan Government On-line, pemerintah melalui Inpres
6/2001 berpendapat bahwa aplikasi E-government yang diterapkan di seluruh organisasi
pemerintah, baik di pusat maupun daerah terutama instansi yang memberikan pelayanan
kepada masyarakat, tidak semata ditujukan untuk memberikan pelayanan informasi saja,
namun akan lebih bermanfaat apabila dikembangkan untuk memberikan pelayanan
interaktif, sehingga melalui Internet masyarakat dapat mengakses berbagai
penyelenggaraan pelayanan. Dalam konteks ini, E-Government diharapkan menjadi
perangkat untuk mewujudkan Good Governance.
Sejauh ini, untuk mewujudkan E-Government for good governance difokuskan
pada:
a. Pelayanan publik dan masyarakat secara online seperti pengurusan KTP, Passpor,
SIM, STNK, SIUP, dll.
b. Transparency dan Akuntabilitas seperti regulasi yang melibatkan masyarakat.
Permasalahan di sekitar kebijakan telematika
Meski terhitung sudah banyak kebijakan di bidang telematika yang dibuat
pemerintah, namun kita dapat merasakan betapa lambatnya laju pembangunan sektor ini.
Dari pengamatan sementara ini, ada beberapa penyebab lambatnya pembangunan
telematika di Indonesia: pertama, belum ada kepemimpinan nasional telematika (e-
leadership) yang dapat dijadikan panutan bagi aparat pemerintah maupun masyarakat
luas dalam menetapkan gol dan strategi pembangunan telematika. Kepemimpinan
nasional di bidang telematika sangat penting sebagaimana dicontohkan oleh Perdana
Menteri Malaysia Dr. Mahathir Muhammad, yang telah memberikan visi dan misi bagi
pembangunan Malaysia untuk mencapai Knowledge Economy melalui penyediaan sarana
dan prasarana InfoComm. Demikian pula dicontohkan oleh Presiden Bill Clinton ketika
mencanangkan penggunaan electronic commerce bagi mempermudah transaksi ekonomi.
Kedua, belum tersedia kebijakan pada setiap jenjang pemerintahan yang dapat
menjadi petunjuk operasional. Hal ini menjadi wajar karena karakter budaya Indonesia
yang paternalistik sehingga ketika terjadi kekosongan e-leadership, birokrat pemerintah
di bawahnya tidak termotivasi untuk membangun dan menyediakan perangkat kebijakan
yang memfasilitasi pembangunan telematika.
Page 17 of 23
Ketiga, tidak tersedianya anggaran pembangunan yang mencukupi untuk
dialokasikan di sektor telematika. Hingga saat ini telekomunikasi dibedakan dari
infrastruktur ekonomi lainnya seperti jalan raya, pelabuhan, dan lapangan terbang. Hal ini
dapat terlihat dari indikator Belanja Pemerintah di bidang telematika yang menunjukkan
bahwa: [1] sejak tahun 1985 pemerintah tidak lagi mengalokasikan anggaran untuk
membangun infrastruktur telekomunikasi. Pembangunan sarana dan prasarana
telekomunikasi sepenuhnya diserahkan kepada Badan Penyelenggara yang diberi hak
monopoli; PT. Telkom untuk penyelanggaraan telekomunikasi sambungan lokal dan
jarak jauh (SLJJ), Indosat untuk penyelengaraan telekomunikasi internasional (SLI). [2]
rata - rata anggaran untuk sektor perhubungan selama masa orde baru sebesar 5.4% dari
total belanja APBN. Belanja perangkat teknologi informasi dimasukkan dalam pos - pos
lain, komputer dan perangkat pendukungnya dikelompokkan sebagai sarana penunjang
aktivitas proyek atau operasional kantor.
Keempat, kurangnya kemampuan dan kesediaan koordinasi antar-instansi
pemerintah sehingga menimbulkan duplikasi pekerjaan dan aplikasi yang tidak efisien.
Duplikasi ini banyak terjadi karena tata kerja pemerintah yang berpola pada pendekatan
proyek. Banyak proyek yang memiliki derajat kesamaan hasil dan seharusnya dapat
dikerjakan oleh satu instansi, namun pada kenyataannya dikerjakan juga oleh instansi lain
meski masih dalam naungan satu departemen.
Kelima, masih kurangnya apresiasi terhadap profesi di bidang telematika sehingga
banyak pegawai pemerintah yang memiliki kemampuan namun tidak menerapkan
kemampuannya tersebut secara optimal. Hal ini diperparah dengan masih rendahnya
perlakuan dan penghargaan kepada karya intelektual, sehingga lengkaplah alasan bagi
hilangnya motivasi membangun telematika di negeri ini.
Page 18 of 23
Dampak kebijakan telematika
Dalam memahami dampak kebijakan, perlu dibandingkan antara tujuan kebijakan
dan keluaran yang dihasilkan setelah kebijakan tersebut diimplementasikan. Ada
beberapa model analisa yang lazim digunakan untuk melihat implikasi dari suatu
kebijakan yang telah dijalankan beberapa waktu tertentu. Untuk memahami dampak
kebijakan secara komprehensif, idealnya dilakukan suatu penelitian kuantitatif dan
kualitatif agar kita bisa menilai apakah suatu kebijakan berhasil atau gagal. Keterbatasan
waktu yang ada menyebabkan penulis hanya mengunakan analisa normatif saja untuk
menilai implikasi dari kebijakan telematika yang pernah ada.
Implikasi Ekonomi
Sebelum adanya rentetan kebijakan di bidang telematika, kontribusi sektor
telematika terhadap GNP rata - rata antara 3-5%. Kebijakan telematika yang muncul
bersamaan dengan krisis ekonomi belum mampu meningkatkan kontribusi sektor ini
terhadap GNP. Hal ini disebabkan beberapa hal: pertama, masih melekatnya berbagai
kendala sebagaimana diuraikan di muka; kedua, substansi kebijakan belum mendorong
peningkatan aktivitas bisnis di bidang telematika. Dengan demikian, meskipun secara
kuantitatif - selama periode 1997 - 2001 makin banyak perusahaan di bidang telematika
khususnya electronic commerce namun secara agregat output yang dihasilkan belum
memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian.
Hingga tahun 1995 pertumbuhan jumlah pemakai telepon (teledensity) tidak
mengalami kenaikan yang luar biasa. Penambahan cukup besar baru terjadi setelah
pemerintah mengeluarkan kebijakan Kerja Sama Operasi (KSO) antara PT. Telkom
dengan beberapa mitra domestik dan luar negeri untuk mengelola wilayah - wilayah
pelayanan tertentu sesuai kesepakatan. Pada dua tahun pertama terjadi penambahan
satuan sambungan terpasang sebanyak 2 juta sehingga sekarang teledensity Indonesia
menjadi 3%. Penambahan ini terhenti akibat krisis dan konflik antara PT. Telkom dengan
salah satu mitranya sehingga pelanggan dan calon pelanggan di wilayah Jawa Barat
menjadi tidak terlayani dengan baik.
Masih rendahnya teledensity dan penetrasi Internet di satu sisi menciptakan
peluang yang sangat besar bagi investor untuk masuk ke pelayanan telekomunikasi.
Page 19 of 23
Namun di sisi lain hal ini menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil saja masyarakat
Indonesia yang sudah memiliki akses ke Internet.
Implikasi Sosial
Implikasi sosial dilihat dari seberapa jauh kebijakan telematika berpengaruh
terhadap perubahan: kualitas pendidikan, angka kemiskinan, kesehatan masyarakat,
kriminalitas, dan partisipasi masyarakat dalam aktivitas sosial. Dalam beberapa kasus,
kebijakan di tingkat departemen dapat dirasakan manfaatnya dalam upaya meningkatkan
kualitas pendidikan. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Departemen Pendidikan
Nasional misalnya, dapat dikatakan sukses dalam programnya untuk meng-Internet-kan
sekolah - sekolah menengah kejuruan. Namun demikian keberhasilan ini belum diikuti
oleh Direktorat lain di departemen yang sama atau Departemen lain yang memiliki
tanggung jawab untuk membangun dan memperbaikan kualitas kehidupan melalui
pendidikan.
Dari pengamatan sementara, penulis menyimpulkan bahwa belum ada hubungan
yang kuat antara kebijakan di bidang telematika dengan pengurangan angka kemiskinan.
Hal ini dapat dimengerti karena rakyat miskin belum memiliki daya beli atau daya
jangkau untuk memiliki dan menggunakan telematika. Sementara ini baru golongan
menengah ke atas saja yang dapat menikmati manfaat telematika secara langsung bagi
peningkatan kesejahteraan. Upaya penggunaan bersama sumber daya (resource sharing)
dalam wujud warung telekomunikasi dan atau warung Internet merupakan satu alternatif
bagi mendekati golongan miskin ini agar mereka mulai akrab dengan telematika.
Hal yang hampir sama terjadi pada aspek kesehatan masyarakat, belum terbukti
bahwa telematika telah memberikan kontribusi signifikan bagi peningkatan kesehatan
masyarakat, yang sifatnya phisik dan nonphisik. Aplikasi telematika yang mendukung
upaya peningkatan kesehatan jasmani seperti telehealth belum banyak tersedia di
Indonesia. Demikian pula untuk kesehatan rokhani, meski dalam kebijakan sudah
dicantumkan perlunya membangun kesehatan spiritual, namun aplikasi yang mendukung
kebijakan ini belum banyak tersedia. Tetapi karena pengguna telematika juga masih
relatif sedikit, dampak negatif dari Internet seperti penyimpangan perilaku sosial,
misalnya, masih tergolong sedikit.
Page 20 of 23
Bentuk kriminalitas baru yang menggunakan modus operandi telematika belum
sebanyak kejahatan konvensional. Meski demikian kecenderungan kejahatan di dunia
maya (cyber crime) cenderung meningkat. Yang perlu diwaspadai, kualitas kejahatan
juga makin meningkat, sehingga menimbulkan tantangan baru bagi aparat penegak
hukum untuk mencari solusi dan pencegahan bagi terjadinya kejahatan di bidang
telematika yang memiliki dampak sosial ekonomi besar sekali. Ketiadaan perangkat
hukum yang mengatur dunia cyber sudah dirasakan menjadi kendala bagi pencegahan
dan penyidikan kasus - kasus kriminal di bidang telematika.
Implikasi Budaya
Agak sulit untuk mengukur dampak kebijakan telematika yang mempengaruhi
budaya bangsa. Jika dilihat dalam skala kecil, kelompok masyarakat tertentu yang sudah
menggunakan telematika, pengaruh kebijakan terhadap terhadap budaya dapat mudah
dikenali. Pada kelompok profesional misalnya, sejak adanya fasilitas email, orang lebih
suka berkomunikasi dengan e-mail dari pada menggunakan surat tertulis biasa yang
dikirim melalui pos. Demikian juga, sejak diberlakukannya kebijakan membuka operator
telepon selular, kita melihat hampir semua eksekutif atau para karyawan di kota
metropolitan selalu membawa handphone kemana mereka pergi. Sekarang bahkan
banyak yang membawa handphone lebih dari satu.
Sebaliknya pada masyarakat yang tinggal di kota kecil atau bahkan pedesaan,
proses perubahan budaya berjalan sangat pelan dan dalam jangka panjang cenderung
tidak dapat dirasakan bila sudah ada pengaruhnya.
Implikasi Pertahanan dan Keamanan
Bila kita melihat ke belakang, ketika Internet muncul sebagai solusi bagi
kebutuhan sistem pertahanan dan keamanan di Amerika Serikat, dan melihat betapa
banyak pemerintah yang terlambat mengadopsi Internet, kita bisa menyatakan bahwa
terjadi suatu ironi mana kala pemerintah mengeluarkan berbagai peraturan yang
menghalangi penyebar-luasan penggunaan Internet, dengan alasan pertahanan dan
keamanan. Di satu sisi, bila tidak diatur dengan seksama, penggunaan telematika dapat
membahayakan eksistensi suatu negara, terutama bila telematika diguakan oleh pihak
Page 21 of 23
yang tidak memiliki nurani. Sebaliknya pengaturan yang berlebihan akan mengurangi
manfaat telematika dan pada gilirannya justru menimbulkan rangsangan - rangsangan
bagi pihak tertentu untuk melanggarnya.
Dari model pendekatan seperti ini, Indonesia pada saat ini dapat dikatakan belum
memiliki kebijakan di bidang telematika yang berhubungan dengan sistem pertahanan
dan keamanan. Untungnya, belum ada kejadian yang mengindikasikan gangguan
pertahanan dan keamanan yang muncul dari penggunaan telematika.
Simpulan
Kebijakan telematika yang meliputi sektor telekomunikasi, informasi, dan
multimedia pada akhirnya sangat diperlukan bagi tumbuh-kembangnya telematika,
sehingga dapat membantu baginya untuk berperan sebagai fasilitator pembangunan
nasional di semua sektor. Walaupun ada nilai - nilai dan ketentuan universal yang
menjadi ciri dari kebijakan telematika, namun dalam membangun kebijakan ini perlu
mempertimbangkan faktor kondisi yang terdapat pada sistem pemerintahan dan
masyarakat yang hendak menjadi subjek dan objek dari kebijakan tersebut.
Secara umum, kebijakan telematika bertujuan untuk mencapai pertumbuhan
ekonomi, tercapainya daya saing, peningkatan kualitas hidup, dan terjaganya sistem
pertahanan dan keamanan suatu negara. Bila tujuan ini dapat dijabarkan dalam langkah -
langkah strategis diharapkan telematika dapat menjadi sarana bagi terwujudnya negara
yang demokratis. Untuk itu identifikasi kendala dalam pembuatan dan implementasi
kebijakan perlu menjadi bagian dari proses pembuatan kebijakan. Hal ini juga
dimaksudkan agar pembuat kebijakan dan masyarakat dapat memahami bahwa selalu ada
gap antara kondisi ideal yang kita inginkan dengan kenyataan yang ada meski sudah ada
kebijakan yang mengatur untuk membantu mencapai kondisi ideal.
Kebijakan telematika yang pernah ada di Indonesia, secara umum belum mampu
menjadi pendorong bagi perubahan kondisi ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan
keamanan. Dari satu sisi hal ini cukup memprihatinkan, namun bila kita beripikr positip,
kondisi ini memberi peluang dan tantangan yang lebih besar bagi pemerintah sekarang
umumnya dan instansi yang mengurusi telematika khususnya untuk dapat membangun
Page 22 of 23
kebijakan - kebijakan yang berdampak besar bagi tercapainya keadilan, kemakmuran dan
kesejahteraan Indonesia.*****
Page 23 of 23
top related