hubungan sektor riil dan sektor moneter dalam perspektif islam
Post on 02-Aug-2015
2.116 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HUBUNGAN SEKTOR RIIL DAN SEKTOR MONETER
DALAM PERSPEKTIF ISLAM1
Oleh: Gustani2
Abstraksi
Hadirnya bunga (Interest) sebagai jantungnya sistem keuangan dunia saat ini, telah
menciptakan sebuah aktivitas yang khas dalam perekonomian secara keseluruhan. Dengan
karakteristiknya yang menjanjikan suatu keuntungan yang pasti atas suatu uang di masa yang
akan datang (Fixed and Pre-determined return), bunga pastinya akan menimbulkan banyak
konsekwensi-konsekwensi yang begitu mendasar dalam perekonomian. Salah satu konsekwensi
yang timbul karena adanya intrumen bunga adalah munculnya aktivitas atau transaksi moneter
yang direpresentasikan dengan munculnya pasar khusus (Moneter) yang posisinya sederajat
dengan pasar barang dan jasa (Riil). Pasar tersebut adalah pasar keuangan, yang diantaranya
adalah pasar Modal, Pasar Uang, pasar Obligasi, dan yang terbaru adalah pasar Derivatif.
Dengan bunga sebagai Variabelnya, Pasar Moneter telah memposisikan Uang sebagai komoditi
yang diperjual-belikan dengan bunga sebagai harganya. Ia juga memilki tingkat permintaan
(level of demand) dan tingkat penawaran (level of supply) tersendiri yang tingkat
keseimbangannya di tentukan oleh bunga.
Kata kunci: Sektor riil dan sektor moneter, interest, pasar barang dan jasa, dan pasar Uang.
1 Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ekonomi Makro Islam smester 4 prodi akuntansi syariah
STEI SEBI.
2 Adalah mahasiswa STEI SEBI semester empat, prodi Akuntansi Syariah.
1. Pendahuluan
”Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba .......................”
(QS. Al-Baqarah : 275)
Krisis Keuangan dunia pada akhir-akhir dekade ini, merupakan fenomena yang
membuktikan kepada kita betapa rapuhnya sistem perekonomian dunia. Dan yang sangat
menyakitkan adalah krisis ini terjadi secara berulang-ulang dengan pola permasalahan yang
hampir serupa.
Banyak pakar ekonom dunia yang mencoba menganalisis akar permasalahan dari krisis
ekonomi dunia ini. Radelet dan Sach (1998) membagi lima tipe penyebab krisis keuangan suatu
Negara3, yaitu:
1) Kebijakan ekonomi yang tidak konsisten
2) Kepanikan pasar uang
3) Pecahnya gelembung financial
4) Moral Hazard
5) Ketiadaan aturan baku
Sedang menurut Berg dan kawan-kawan (1999) penyebab krisis keuangan dapat
dibedakan menjadi dua bagian besar, yaitu:
1) Adanya gangguan terhadap fundamental ekonomi (inflasi, pertumbuhan ekonomi dan
neraca pembayaran).
2) Adanya serangan spekulasi (self-fulfilling crisis)
Dari analisa beberapa pakar ekonom diatas dapat kita lihat bahwa sebagian besar
penyebab krisis ekonomi adalah berawal dari kesalahan system yang belaku. System yang
3 Muhammad Hendry Imansyah, Krisis Keuangan di Indonesia Dapatkah diramalkan ?, (Jakarta: PT.Elex Media
Kompotindo,2009), hh. 12-16.
berlandaskan pada mekanisme bunga telah membawa peekonomian dunia semangkin tidak
menentu. Setidaknya hal ini di tunjukan oleh terbentuknya pendikotomian antara sector riil dan
sector moneter.
Pakar Manajemen berkaliber dunia, Peter Drucker, sebagaimana dikutip Didin
Damanhuri4, menyebutkan gejala ketidak seimbangan antara sector meneter dan sector riil
sebagai Decopling5, yakni fenomena keterputusan antara maraknya arus Uang (Moneter) dengan
arus barang dan jasa. Ketidakseimbangan tersebut dipicu oleh maraknya kegiatan bisnis
Spekulatif, sehingga dunia terjangkit penyakit Bubble Economic, yakni sebuah perekonomian
yang terlihat sangat besar, namun tidak berisi apa-apa, dan suatu waktu akan meledak dan
beakibat pada krisis ekonomi yang dahsyat.
Menurut data Morgan Stanley6, nilai kredit drivatif pada tahun 1998 hanya Rp500 trilyun,
namun pada Desembar 2002 ditaksir sudah mencapai Rp24.000 Trilyun, suatu kenaikan yang
sungguh luar biasa, yakni sebesar 47.000 persen atau 4700 kali lipat, hanya dalam empat tahun.
Sebuah fenomena yang sangat mengejutkan, padahal transaksi derivative pada umumnya tidak
banyak orang yang faham, karena transaksi ini hanyalah transaksi “maya” yang dikaitkan dengan
aktiva keuangan. Hal inilah yang menyebabkan penggelembungan ekonomi dunia. Dan yang
lebih mengagetkan lagi adalah menurut data dari sebuah NGO asal Amerika Serikat, volume
transaksi yang terjadi di pasar uang (currency speculation dan derivative market) dunia
berjumlah U$1,5 triliun hanya dalam sehari, sedangkan transaksi yang terjadi di dalam
perdagangan dunia di sektor riil hanya mencapai U$6 triliun setiap bulan. Sehingga dengan
empat hari transaksi di pasar uang, sudah sama dengan transaksi di sektor riil selama setahun.
Inilah yang kemudian menciptakan satu kondisi perekonomian gelembung (bubble economic),
suatu kondisi yang melibatkan transaksi keuangan yang besar sekali, namun sesungguhnya tidak
ada isinya karena tidak dilandasi transaksi riil7.
Coba kita lihat perbandingan transaksi sector riil dan sector moneter pada table Indikator
Ekonomi Makro Indonesia 2000-2004 berikut ini.
4 Didin Damanhuri, Ekonomi Berbasis Hutang, Republika, 27 Desember 2002
5 Istilah Decupling sebenarnya baru mulai mencuat pada tahun-tahun belakangan ini. Pada prinsipnya decupling
menggambarkan terjadinya satu pemisahan antara ekonomi beberapa Negara yang dahulunya memiliki keterikatan yang kuat. 6 Republika, 29 Desember 2003
7 Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, Mustafa Edwin dkk, 2006, hal. 249.
Dan selanjutnya, permasalahan pun akan semangkin menjadi kompleks dengan adanya
pendikotomian ini. Pasar moneter dengan bunga sebagai instrument pokoknya telah membawa
perekonomian dunia menjadi tidak seimbang, yang akhirnya membawa dampak Globalisasi. Para
ekonom dunia pun telah memikirkan akan hal ini, mereka telah membuat berbagai bentuk teori-
teori dan kebijakan untuk menyeimbangkan antara sector Moneter dan sector Riil dalam sebuah
perekonomian. Di antaranya adalah, golongan Keynessian yang merumuskan keseimbangan
umum (general equilibrium) ekonomi dengan mensyaratkan keseimbangan antara sector Riil dan
sector Moneter, dimana bunga menjadi variabel yang sangat dominan dalam menentukan
keseimbangan tersebut.
Dengan fakta yang bergulir saat ini, mungkinkah perekonomian dunia akan mencapai
titik keseimbangan tersebut? atau mungkinkah antara kedua sector tersebut akan saling
berhubungan dan saling menguatkan ?. Berbagai data statistic telah menunjukan bahwa betapa
tingginya jurang antara kedua sector tersebut, yang akhirnya membawa dampak ketidak stabilan
perekonomian dunia. Lantas bagaimana Ekonomi Islam memandang hal ini ?
Dalam makalah ini, penulis akan mencoba menguraikan secara terperinci mengenai
sector Moneter dan Sector Riil, serta hubungan antara keduanya dalam perpektif Islam. Hal ini
dikarenakan masih dalam tahap pembelajaran. Penulis merasa masih banyak kekurangan dalam
pembahasan ini, oleh karena itu masukan dari pembaca, terutama Pak Hendro Wibowo SEI,
sebagai pengampu mata kuliah Ekonomi Makro Islam, akan sangat berarti guna
menyempurnakan bahasan-bahasan yang sekiranya belum tepat.
2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan di angkat dalam
makalah ini adalah bagaimana hubungan sector Riil dan Sektor Moneter dalam perspektif Islam
?
3. Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Ekonomi Makro Islam semester empat. Selain itu, penulisan makalah ini juga sebagai bahan
pembelajaran pemakalah dalam upaya peningkatan wawasan keilmuan.
4. Pendekatan dalam Metodologi Penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan pendekatan studi literature yang menekankan
pendalaman pada keunggulan dari sistem ekonomi Islam.
5. Landasan Teori
5.1 Sektor Moneter
5.1.1 Kebijakan Moneter
Secara umum Kebijakan moneter diartikan sebagai tindakan pemerintah/Bank Central
untuk mempengaruhi situasi makro yang dilaksanakan oleh pasa uang. Secara lebih khusus,
kebijakan moneter di artikan sebagai tindakan makro pemerintah/bank central dengan cara
mempengaruhi proses penciptaan uang.
Sedang dalam Islam, dasar pemikiran dari kebijakan moneter adalah terciptanya stabilitas
permintaan uang dan mengarahkan permintaan uang tersebut kepada tujuan yang penting dan
produktif. Sehingga, setiap instrument yang mengarahkan kepada instabilitas dan pengalokasian
sumber dana yang tidak produktif akan ditinggalkan.
Dalam teori kebijakan moneter konvensional, instrument kebijakan moneter sebagai
berikut:
1. Politik Diskonto, merupakan suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah/Bank Central
dengan mengambil suatu tindakan merubah-rubah tingkat bunga yang harus dibayar oleh
bank umum yang meminjam.
2. Politik Pasa Terbuka, merupakan kebijakan bank central dalam melakukan suatu tindakan
menjual dan membeli surat-surat berharga.
3. Politik Perubahan Cadangan Minimum, merupakan kebijakan bank central untuk
mempengaruhi jumlah uang yang beredar.
4. Moral Suasion, merupakan kebijakan moneter yang bersifat persuasive moral, yang bertujuan
agar para banker dan pengusaha untuk mematuhi kebijakn bank central.
5.1.2 Pasar Uang
Refresentasi dari sector Moneter adalah adanya Pasar uang. Pasar uang adalah tempat
bertemunya permintaan akan dan penawaran akan uang. Pertemuan antara permintaan dan
penawaran akan uang akan menghasilkan harga dari uang itu sendiri. Menurut Keyness, harga
dari uang tersebut adalah tingkat bunga. Penawaran akan uang dianggap ditentukan oleh
pengatur kebijakan moneter (Bank central). Sedang permintaan akan uang menurut Keynes akan
ditentukan oleh tiga motif, yaitu:
a. Motif transaksi
b. Motif berjaga-jaga
c. Motif spekulasi
Secara total, model persamaan permintaan uang menurut Keyness adalah:
Md = Mt + Mp + Mr
Sedang teori yang dikemukan oleh David Home mengatakan bahwa harga barang
berbanding lurus dengan jumlah uang. Jika di formulasikan maka didapat persamaan sebagai
berikut ini:
P = f(M)
Dimana:
P = Harga Barang-barang
M = Jumlah Uang yang beredar
Menurut Metwally, permintaan uang dalam Islam hanya mengenal dua motif, yaitu:
1. Motif bertransaksi dan
2. Motif berjaga-jaga.
Dengan ini, dalam islam tidak di kenal motif Spekulasi dalam permintaan uang seperti
yang dikemukan oleh Keyness. Permintaan uang dalam Islam juga dipengaruhi oleh tingkat
pendapatan.
Manajemen permintaan uang dalam Islam adalah manajemen moneter yang efisien dan
adil yang tidak berdasarkan mekanisme suku bunga, tapi menggunakan tiga instrument utama
yaitu:
1. Value jugmement, yang dapat menciptakan suasana yang memungkinkan bagi alokasi dan
distribusi sumber daya keuangan yang sesuai dengan ajaran Islam.
2. Kelembagaan yang terkait dengan kesejahteraan sosial, ekonomi, dan politik.
3. Financial Intermediation yang berdasarkan profit and loss Sharing8.
Sedang menurut Prof. Dr. M. Umer Chapra (1997)9, permintaan uang dalam Islam
muncul dari transaksi dan kebutuhan yang kebanyakan ditentukan oleh tingkat pendapatan dan
distribusinya. Permintaan spekulatif akan uang pada dasarnya dipicu oleh tingkat fluktuasi bunga
dalam perekonomian Kapitalis. Hal inilah yang menyebabkan orang cenderung tetap menyimpan
uang disaat tingkat bunga rendah, namun disaat tingkat bunga tinggi uang akan dilepas.
Penghapusan bunga.
Penghapusan bunga dan kewajiban untuk membayar zakat sebesar 2,5 % setahun dalam
Islam akan meminimalisir atau bahkan akan menghapuskan motif spekulatif akan permintaan
uang. Hal inilah yang akan memberikan stabilitas yang lebih tinggi terhadap permintaan uang.
Hal ini diperkuat oleh sejumlah factor berikut ini:
a. Tidak adanya bunga dalam perekonomian Islam menghadapkan pemilik modal pilihan tidak
mau mengambil resiko dan tetap mempertahankan uangnya dalam bentuk tunai tanpa
imbalan, atau menempuh resiko yang telah diperhitungkan terlebih dahulu dan
menginvestasikannya dalam bentuk kerjasama bagi hasil dengan berupa imbalan.
8 Mugiyati, Instrumen Kebijakan Moneter analisis management Moneter Islami, Al Qanun, Vol.11, No.2, Desember
2008. Hal:418-419 9 Umer Chapra, Al Quran menuju Sistem Moneter yang Adil, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 19970, hh. 165-
166.(Lukman Hakim)
b. Akan tersedia peluang-peluang investasi jangka pendek ataupun jangka panjang kepada
semua investor kecil maupun besar yang mau mengambil resiko yang telah diperhitungkan
sebelumnya.
c. Dengan ini para investor menjadi lebih berhati-hati dalam penggunaan uang.
d. Tingkat keuntungan, tidak seperti halnya tingkat bunga, tidak akan ditentukan terlebih
dahulu. Satu-satunya hal yang harus ditentukan terlebih dahulu adalah perbandingan resiko
rugi-laba (profit-Sharing Ratio) dan ini tida akan berfluktuasi sebagaimana yang terjadi pada
bunga. Kalaupun ada perubahan, biasanya ini hanya terjadi setelah adanya tekanan dari pasar
dan itupun setelah proses negoisasi yang panjang. Jika prospek perekonomian membaik,
keuntungan dengan sendirinya akan naik, dengan demikian tidak ada sesuatu yang dapat
diperoleh hanya dengan menunggu.10
5.2 Sektor Riil
5.2.1 Pengertian
Menurut Direktorat keuangan Negara-BAPENAS11
, sector Riil adalah segala bentuk
kegiatan perekonomian yang terkait dengan permintaan agregat (aggregate demand) dan
penawaran agrerat (aggregate supply). Dengan kata lain sector riil adalah kegiatan yang
mengacu pada sector yang memproduksi barang dan jasa melalui pemanfaatan bahan baku dan
factor-faktor produksi lainnya seperti tenaga kerja, tanah, modal, atau peralatan produksi lainnya.
5.2.2 Pasar Barang dan Jasa
Pasar barang dan jasa merupakan refresentasi dari sector Riil. Pasar barang dan jasa pun
memiliki pengertian yang sama dengan pasar uang, yaitu tempat bertemunya penawaran dan
permintaan barang dan jasa. Permintaan barang dan jasa merupakan agregat dari semua
permintaan barang dan Jasa disuatu Negara. Sedang penawaran barang dan jasa adalah semua
barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu Negara12
.
10
Ibid. 11
Leonard Tampubolon, Agenda Penggerak Sektor Riil, direktorat keuangan Negara-BAPENAS, disampaikan pada seminar Nasional dengan tema “Pemerintah Baru dan Percepatan pembangunan Indonesia, dalam rangka Dies Natalis Unpad ke-52, 19 Nov 2009 12
Hurul Huda dkk, Ekonomi Makro Islam pendekatan teoritis, Kencana. Jakarta:2008. Hal 122
Seluruh permintaan barang dan jasa dalam suatu Negara diasumsikan merupakan
penjumlahan dari konsumsi, Investasi, dan pengeluaran Pemerintah. Maka persamaannya sebagai
berikut:
Z = C + I + G
Dalam ekonomi konvensional yang menjadikan bunga sebagai penentu besaran investasi
masyarakat, maka persamaanya akan menjadi:
Kurva IS: Y = C (Y-T), I (Y,i) dan G
Dalam Islam, suku bunga diganti dengan mekanisme bagi hasil, sehingga insentif dalam
melakukan investasi adalah besaran bagi hasil. Besaran bagi hasil yang menjadi daya tarik bagi
investor untuk melakukan investasi adalah share dari keuntungan yang dibagi kepada investor
dan pengelola.
5.3 Keseimbangan Pasar Uang dan Pasar Barang (Pendekatan Model IS-LM)
Menurut pemikiran Keynessian, indicator keseimbangan perekonomian adalah konsep
keseimbangan IS-LM, yang mencerminkan keseimbangan Pasar Moneter dan Pasar Riil. IS
adalah akronim dari Investment = Saving, menunjukkan keseimbangan pada pasar barang.
Sedangkan LM adalah akronim dari Liquidity Preference = Money Supply, menunjukkan
keseimbangan di pasar uang. Keseimbangan antara kedua sector tersebut menggunakan variabel
bunga sebagai penyeimbangnya. Berikut ini gambar kurva keseimbangan umum, yang
mencerminkan keseimbangan antara sector riil dan sector moneter.
Y
Gambar 1
Kurva Keseimbangan Umum
6. Pembahasan
6.1 Hubungan Sektor Riil dan Sektor Moneter dalam Perspektif Islam
Pendikotomian antara sektor moneter dan sector Riil memang bukan lagi menjadi isu
hangat saat ini, karena hal ini telah terjadi secara tidak disadari oleh banyak kalangan. Bahkan
beberapa pakar ekonomi konvensional telah mengakui bahwa antara sector moneter dan sector
riil tidak ada keterkaitan antara keduanya. Nopirin (1984)13
disebutkan bahwa golongan klasik
konvensional telah percaya bahwa arus uang (moneter) tidak memiliki hubungan dengan sector
Riil. Artinya penambahan uang beredar hanya akan meningkatkan harga saja, tanpa
mempengaruhi jumlah transaksi riil. Jadi, menurut pemahaman klasik konvensional tak ada
hubungan antara sector riil dengan sector moneter, antara keduanya berjalan secara sendiri-
sendiri.
Sedang menurut Golongan Neo-Klasik yang lebih dikenal dengan golongan monetaris
memiliki pandangan yang berbeda dengan pendahulu mereka. Golongan Monetaris
13
Nopirin, Ekonomi Moneter, BPFE Universitas Gadjah Mada, jogyakarta, 1984, pp.74-75
LM
IS
i
berpandangan bahwa antara sector riil dan sector moneter ada keterkaitan antara keduanya
selama keadaan ekonomi belum mencapai full employment14
.
Golongan keynessian Konvensional pun memiliki pandangan yang berbeda, mereka
percaya bahwa arus uang (moneter) memiliki pengaruh terhadap sector Riil. Golongan ini
merumuskan bahwa Keterkaitan antara kedua sector tersebut di hubungkan oleh variabel bunga.
Lantaskan lahir sebuah teori ekonomi keseimbangan umum (general equilibrium), dimana bunga
yang menjadi variabel inti dalam menentukan keseimbangan antara sector riil dan moneter15
.
Dalam ekonomi Islam tidak di kenal adanya pendikotomian antara sector Moneter dan
sector Riil. Sebagaimana dalam teori endegeus money, kebijakan moneter hanyalah representasi
dari sector riil (Chouwdury,1986). Sector Moneter dalam definisi ekonomi islam diartikan
sebagai mekanisme pembiayaan transaksi atau produksi di pasar Riil. Jadi, perekonomian Islam
adalah perekonomian yang berbasis pada sector Riil, Khususnya perdagangan. Oleh karenanya,
sector moneter dan sector Riil saling berkaitan dan berhubungan. Penghapusan bunga disatu sisi
dan penerapan loss profit sharing (LPS) disisi lain merupakan built in system yang akan
menghubungkan kedua sector ini. Return on investment (ROI) disektor moneter merupakan
representasi dari ROI di sector riil16
. Hal ini senada dengan perintah Allah SWT, Sebagaimana
firman Allah: “Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan Riba”17
. Dari ayat tersebut
telah tergambar bahwa transaksi jual-beli atau perdagangan merupakan instrument yang
ditekankan dalam ekonomi Islam. Artinya perekonomian Islam adalah perekonomian riil.
Sementara yang dimaksud dengan sector moneter dalam perekonomian Islam, hanyalah aktivitas
yang lebih lebih didominasi oleh kegiatan pengaturan arus kas oleh Negara sebagai penopang
sector riil.
Dalam ekonomi Kapitalis, bunga merupakan jantung dari sector Moneternya, sedang
dalam ekonomi islam, jantung dari sector moneternya adalah sistem bagi-hasil (profit and loss
sharing). Dalam konsep ekonomi syari’ah, jumlah uang yang beredar bukanlah variabel yang
dapat ditentukan begitu saja oleh pemerintah sebagai variabel eksogen. Dalam ekonomi syari’ah,
14
Ali Sakti, Ekonomi Islam jawaban atas kekacauan Ekonomi Modern, Aqsa Publishing. Jakarta: 2007. Hal:257 15
Ibid. 16
MB.hendrie Anto, Kebijakan Moneter dalam Perspektif Islam. Jurnal Solusi, Volume 1, Nomor 1,Tahun 2006. Hal: 83. 17
QS.Al Baqarah:275
jumlah uang yang beredar ditentukan dalam perekonomian sebagai variabel endogen, yakni
ditentukan oleh banyaknya permintaan akan uang di sektor riil. Atau dengan kata lain, jumlah
uang yang beredar sama banyaknya dengan nilai barang dan jasa dalam perekonomian.
Kebijakan Moneter dalam Islam akan sangat menentukan hubungan antara sector riil dan
sector Moneter, agar keduanya saling beriringan dan saling menopang sebuah perekonomian.
Dalam sistem moneter konvensional, instrument moneter merupakan alat kebijakan moneter,
yang pada dasarnya ditujukan untuk mengatur uang beredar di masyarakat. instrument bunga
yang dijadikan sebagai pengendali preferensi jumlah uang yang beredar di pasar keuangan.
Ekonomi Islam tidak mengenal istilah Bunga (riba) dalam setiap kebijakannya. oleh karena itu,
dalam kebijakan moneter pun bunga akan absen.
Umar Chapra (1985)18
mengungkapkan tiga sasaran utama dari kebijakan moneter yang
ada dalam sistem ekonomi Islam.
1. Tenaga kerja penuh dan pertumbuhan ekonomi (full employment and economic
growth)
2. Keadilan sosio-ekonomi dan ditribusi pendapatan kekayaan yang merata (socio-
economic justice and equtable distributin income and wealth)
3. Stabilitas nilai uang (stability in the value of money)
Fokus dari arah kebijakan moneter Islam lebih tertuju pada pemeliharaan stabilitas
perputaran sumber daya ekonomi. Sederhananya, para regulator harus memastikan ketersediaan
produk-produk keuangan untuk menyerap potensi-potensi Investasi masyarakat. arah dari
kebijakan moneter Islam adalah sebagai pelengkap dan penyempurna sistem ekonomi Islam yang
berbasis pada perdagangan atau produksi (riil). Aktivitas yang tinggi di bidang perdagangan dan
produksi nantinya akan meningkatkan jumlah uang yang beredar. Dengan inilah antara sector riil
dan moneter saling berkaitan dan berbanding lurus.
Aplikasi dari penerapan kebijakan moneter Islam temporer memang masih hanya sebatas
isu-isu para akademisi. Menurut Ali Sakti (2007)19
sulitnya penerapan moneter Islam,
disebabka: pertama, sector moneter islam memang masih belum berkembang, atau dengan kata
18
M.Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, Gema Insani Press, Jakarta: 2000 19
Ali Sakti, Ekonomi Islam jawaban atas kekacauan Ekonomi Modern, Aqsa Publishing. Jakarta: 2007. Hal:267-268
lain sector keuangan Islam masih belum pada tingkat signifikan dan sector keuangan nasional.
Kedua, dikarenakan perkembangan keuangan Islam yang masih ada pada tahap awal, maka para
pakar keuangan Islam masih terus mengembangkannya.
Keuangan Islam pada hakikatnya merupakan gambaran dari aktivitas ekonomi sector riil.
Berikut ini merupakan gambaran Struktur Ekonomi Islam Kontemporer yang menunjukan
adanya hubungan yang sangat kuat antara sector moneter dan sector riil dalam sebuah
perekonomian Islam.
Ms,I,
Tx,Tr Z,If, Sh, Wq
Gambar 2
Struktur Ekonomi Islam Kontemporer
Firms Money
Marke
t
Social Institution Financial Authority
House hold
IFIs
Real
Market
Real Sector Monetery Sector
Berdasarkan gambar, terlihat bahwa terdapat perbedaan lingkungan operasional keuangan
Islam, dengan apa yang berlaku di keuangan konvensional. Keuangan Islam akan
menggambarkan aktivitas ekonomi riil yang menggunakan berbagai jenis transaksi seperti
perdagangan dan investasi serta jasa-jasa keuangan. Terlihat bahwa dalam dual economic
System20
, keuangan Islam menjadi penguat aktivitas sector riil yang menyeimbangi sector
moneter. Sedang sector social economi yang di aplikasikan melalui Zakat, Infak, Shadaqah, dan
Waqaf akan semangkin menjadi penguat struktur perekonomian riil. Dari gambar juga dapat
dilihat bahwa bentuk instrument moneter Islam berisi berbagai kebijakan-kebijakan yang akan
memperlancar arus uang ke sector riil atau dengan kata lain akan menekan uang beredar yang
menganggur untuk masuk kesektor riil.
Namun perlu disadari juga bahwa penerapan dual economic system dalam sistem
keuangan dapat saja terjadi fenomena dilematis atau trade off antara keuangan Islam dan
keuangan konvensional terutama ketika porsi keuangan Islam masih sedikit. Sebagai contoh
adalah ketika bank central menaikan suku bunga diatas tingkat bagi hasil di perbankan syariah.
Hal ini akan membuat kontraksi yang cukup berarti di sisi penghimpunan bank syariah jika para
nasabah masih sensitive terhadap kenaikan tingkat suku bunga.
7. Kesimpulan
Sistem perekonomian terbagi kedalam dua sektor, yaitu sektor Moneter dan Sektor Riil.
Disaat sistem bunga belum eksis, sektor riil lah yang mendominasi sistem perekonomian sebuah
Negara, yang direpresentasikan dengan pasar Barang dan Jasa. Namun di saat sistem bunga
sudah menjadi instrument mutlak dari sebuah perekonomian, maka lahirlah sektor moneter
(keuangan) yang direpresentasikan melalui Pasar Uang, dengan bunga sebagai harganya.
Lahirnya pasar uang telah membawa perekonomian dunia pada situasi yang tidak menentu.
Betapa tidak, pasar Uang dengan bunga sebagai Instrumen pentingnya telah membuat Pasar
Barang dan Jasa menjadi lesu, karena aliran uang menumpuk pada sektor Moneter. Sehingga
antara sektor Riil dan Sektor Moneter tejadi pemisahan dan pendikotomian.
20
Dual Economic System adalah penerapan perekomian dalam sebuah Negara dengan menggunakan dua sistem yang berbeda. Dalam hal ini adalah penerapan sistem konvensional dan sistem Syariah secara bersamaan.
Dalam perekonomian Islam tidak memandang bunga dalam seluruh aktivitasnya.
Absenya bunga digantikan oleh sistem berbasis profit and loss sharing (PLS). mekanisme kerja
PLS adalah representasi dari aktivitas usaha kemitraan yang berbasis sektor Riil. Oleh karena itu,
dalam ekonomi Islam seluruh kegiatan ekonominya selalu berdasarkan pada kondisi riil. Namun
bukan berarti Islam menafikan sektor Moneter. Sektor Moneter tidaklah independen terhadap
perubahan-perubahan di sektor riil. Keduanya akan berintegrasi dalam satu kesatuan, sektor riil
akan menentukan level keseimbangan sektor moneter, namun bukan berarti pergerakan sektor
riil disebabkan oleh sektor moneter. Oleh karena itu antara keduanya akan saling menguatkan
dan saling berhubungan, sehingga sektor moneter bukanlah variable bebas yang berdiri sendiri.
8. Daftar Pustaka
1. Ali Sakti, Ekonomi Islam jawaban atas kekacauan Ekonomi Modern, Aqsa Publishing.
Jakarta: 2007
2. Adiwarman karim, Ekonomi Makro Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta:2008
3. M.Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, Gema Insani Press, Jakarta: 2000
4. MB.hendrie Anto, Kebijakan Moneter dalam Perspektif Islam. Jurnal Solusi, Volume 1,
Nomor 1,Tahun 2006. Hal: 83.
5. Nopirin, Ekonomi Moneter, BPFE Universitas Gadjah Mada, jogyakarta, 1984
6. Hurul Huda dkk, Ekonomi Makro Islam pendekatan teoritis, Kencana. Jakarta:2008
7. Leonard Tampubolon, Agenda Penggerak Sektor Riil, direktorat keuangan Negara-
BAPENAS, disampaikan pada seminar Nasional dengan tema “Pemerintah Baru dan
Percepatan pembangunan Indonesia, dalam rangka Dies Natalis Unpad ke-52, 19 Nov
2009
8. Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, Mustafa Edwin dkk, 2006
9. Muhammad Hendry Imansyah, Krisis Keuangan di Indonesia dapatkah diramalkan ?, PT
Elex Media Kompotindo, Jakarta:2009
top related