hubungan antara pola asuh otoriter dengan...
Post on 07-Mar-2019
230 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER DENGAN PENYESUAIAN
DIRI PADA MAHASISWA UKSW 2014 YANG BERASAL DARI AMBON
OLEH
FRIESKA APRILLIA LATUBESSY
802010008
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2014
1
PENDAHULUAN
Mahasiswa merupakan sebutan bagi manusia yang sedang menimba ilmu di
perguruan tinggi. Mahasiswa yang berada di perguruan tinggi tidak menimba ilmu
sendiri. Terdapat mahasiswa-mahasiswa lain yang turut serta menimba ilmu. Oleh
karena itu suatu interaksi sosial dapat terjadi. Mahasiswa juga akan dituntut untuk
mengatasi segala masalah yang berhubungan dengan perbedaan situasi dan perubahan-
perubahan yang terjadi, agar dapat membawa rasa bahagia dan akhirnya membawa
keberhasilan akademik maupun keberhasilan dalam bersosialisasi dengan teman-teman
dan lingkungan sekitar. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu mahasiswa harus
melakukan penyesuaian diri. Seperti yang dinyatakan oleh Aryatmi, (1992) bahwa
“Mahasiswa sadar bahwa mencari bekal untuk menjadi kaum intelektual di kemudian
hari tidak hanya dengan mengejar ilmu dan kepandaian, tetapi juga melalui interaksi
sosial dan melakukan sesuatu bagi kehidupan kemanusiaan yaitu penyesuaian diri”.
Penyesuaian diri ini dilakukan guna dapat beradaptasi dan mendapat pengakuan oleh
orang- orang yang berada di kampus, baik mahasiswa lain maupun dosen serta para staf
akademik lainnya.
Hal ini pun berlaku untuk seorang mahasiswa baru yang harus beradaptasi dengan
lingkungan perkuliahan, yang akan menjadi suatu hal yang baru baginya dari tingkat
SMA ke tingkat perguruan tinggi. Terutama mahasiswa yang merantau dari luar, kangen
akan rumah dan kampung halaman, perbedaan cara belajar, perbedaan budaya, jauh dari
orangtua akan mejadi salah satu permasalahan yang dihadapi oleh mahasiswa merantau.
Pada kenyataannya ada individu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik dan dengan
cepat terhadap lingkungan sosialnya namun masih ada individu yang kurang dapat
bahkan tidak dapat menyesuaikan dirinya dengan baik dan cepat terhadap lingkungan
2
sosialnya. Maka dari itu, ada suatu perbedaan yang kompleks di dalam penyesuaian diri
yang terjadi pada tiap individu..
Schneiders (dikutip Ali, 2008) juga mengungkapkan bahwa penyesuaian diri
diartikan sebagai: adaptasi, usaha mempertahankan diri secara fisik, usaha penguasaan,
kemampuan penguasaan dalam mengembangkan diri sehingga dorongan emosi,
kebiasaan menjadi terkendali dan terarah. Schneiders (dikutip Ali, 2008) menyebutkan
pula bahwa di dalam proses penyesuaian diri ada tiga unsur yang dilibatkan yaitu
motivasi, sikap terhadap realitas dan olah dasar penyesuaian diri. Menurut Lehner dan
Kube (1964), penyesuaian diri adalah proses interaksi antara diri kita dengan
lingkungan sekitar kita, yaitu bagaimana kita bisa beradaptasi dengan lingkungan
sekitar dan proses tersebut berlangsung secara terus menerus.
Runyon dan Haber (1984) menjelaskan bahwa penyesuaian diri merupakan proses
yang terus berlangsung dalam kehidupan individu situasi dalam kehidupan selalu
berubah, individu mengubah tujuan dalam hidupnya seiring dengan perubahan yang
terjadi di lingkungannya. Seperti yang dikatakan oleh Fatimah (2006), penyesuaian diri
positif yaitu individu mampu mengarahkan dan mengatur dorongan-dorongan dalam
pikiran, kebiasaan, emosi, sikap dan perilaku individu dalam menghadapi tuntutan
dirinya dan masyarakat, mampu menemukan manfaat dari situasi baru dan memenuhi
segala kebutuhan secara sempurna dan wajar. Karena itu, penyesuaian diri penting bagi
individu untuk masuk dan diterima dalam pergaulan dengan lingkungan.
Dalam Fatimah (2006), faktor-faktor yang memengaruhi penyesuaian diri yaitu
fisiologis, psikologis, faktor perkembangan dan kematangan, faktor lingkungan dan
kondisi lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan terakhir yaitu budaya dan
agama. Salah satu yang terpenting yaitu adalah faktor lingkungan khususnya lingkungan
3
keluarga. Fatimah juga menambahkan bahwa keluarga merupakan peranan penting
dalam pengembangan kepribadian anak. Interaksi antar orangtua dan anak, kasih sayang
dan perhatian yang diberi orangtua, penanaman nilai-nilai kehidupan baik agama
maupun sosial-budaya merupakan faktor kondusif yang dapat menjadikan anak sebagai
pribadi dan anggota masyarakat yang sehat.
Penyesuaian diri tidak dapat dimiliki inidividu tanpa bantuan orang lain, terutama
lingkungan terdekatnya. Keluarga merupakan lingkungan terdekat bagi individu
terutama orangtua yang berfungsi sebagai pembimbing. Sikap orangtua tidak hanya
mempunyai pengaruh kuat pada hubungan dalam keluarga tapi juga pada sikap dan
perilaku anak (Suaib, 2007). Salah satu bentuk dari interaksi antara orangtua dan anak
adalah pola asuh. Bagaimana cara orangtua berkomunikasi dan mendidik seorang anak.
Menurut Hurlock (1995), bentuk pengasuhan tidak hanya terbatas pada kontak fisik dan
materi saja tetapi juga pada suatu hubungan yang lebih hangat, lebih erat, dan lebih
emosional. Hurlock juga menambahkan bahwa hubungan yang buruk dalam keluarga,
membuat remaja memiliki penilaian yang rendah terhadap dirinya yang akan dibawanya
dalam bersosialisasi sehingga muncul perasaan tidak berharga, menolak diri, tidak
bertanggung jawab, sangat agresif, mudah menyerah, hingga ke percobaan bunuh diri.
Menurutnya, hal ini dapat diakibatkan dari adanya bentuk pola pengasuhan yang
menekankan pada kepatuhan dan konformitas yang tinggi dari anak. Bentuk pola asuh
seperti ini, menurut Baumrind (Barus, 2003) adalah bentuk pola asuh otoriter. Karena
itu, peran keluarga juga merupakan salah satu peran penting bagi seorang anak dalam
penyesuaian dirinya terhadap lingkungan.
Disini salah satu bentuk dari peran keluarga yaitu pola asuh orangtua. Menurut
Hurlock ada 3 macam bentuk pengasuhan yaitu demokratis, permisif dan otoriter hal
4
yang sama dikemukakan juga oleh Baumrind (1966). Pola asuh otoriter yaitu adanya
kontrol ketat dari orangtua, aturan dan batasan dari orangtua harus ditaati dari anak.
Anak harus bertingkah sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh orangtua. Orangtua
tidak memperhatikan pendapat anak. Apabila anak melanggar aturan yang telah
digariskan orangtua, anak tidak dapat memberikan alasan atau penjelasan sebelum
hukuman diterima oleh anak.
Dengan ketatnya aturan yang diterapkan dalam pengasuhan otoriter, remaja
cenderung untuk membuat pemberontakan dan perlawanan terhadap ketergantungan
remaja terhadap orangtua seperti menjadi anak pembangkang. Menurut Santrock (1995)
remaja akan menjadi cemas tentang pembandingan sosial, gagal dalam aktivitas kreatif,
dan tidak efektif dalam interaksi sosial. Remaja yang dibesarkan dibawah pengaruh
orangtua yang otoriter seringkali memang menunjukkan kepatuhan dan menyesuaikan
diri dengan standard perilaku yang diatur oleh orangtuanya, namun sesungguhnya
remaja tersebut menderita kehilangan rasa percaya diri dan pada umumnya lebih
tertekan serta menderita somatis daripada kelompok sebayanya.
Pada dasarnya, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Taganing dan Fortuna
(2008), anak yang dibesarkan pada pola asuh otoriter membuat anak tersebut menjadi
tertutup, pendiam, tidak bisa mandiri, membuat keputusan sendiri, kurang bergaul dan
selalu bergantung pada orangtua. Tetapi yang menjadi pertanyaan dari peneliti ialah
bagaimana dengan mahasiswa, terutama mahasiswa yang jauh dari orangtuanya. Ketika
seorang anak jauh dari orangtua, pengaruh dan kontrol dari orangtua akan berkurang
bagi anak tersebut.
Penelitian sebelumnya oleh Suaib dan Rachmahana dari Universitas Islam
Indonesia, Yogjakarta (2007) terdapat hubungan negatif yang signifikan pola asuh
5
otoriter dengan penyesuaian diri pada mahasiswa yaitu bahwa semakin tinggi pola asuh
otoriter maka semakin rendah tingkat kemampuan penyesuaian diri seorang mahasiswa.
Penelitian oleh Kusumastuti (2003) tentang persepsi terhadap sikap orangtua yang
terlalu melindungi anak yang mirip dengan salah satu ciri dari pola asuh otoriter,
menghasilkan kreatifitas atas anak dalam tingkat yang rendah dan ada hubungan negatif
dan signifikan dari kedua variabel tersebut. Selain itu terdapat juga penelitian oleh
Rahayu, Hernawati dan Rakhamawati (2008) tentang pola asuh orangtua dengan
kesehatan mental pada remaja, salah satu diantaranya adalah pola asuh otoriter hasil
yang ditemukan yaitu pola asuh otoriter mempunyai hubungan yang negatif terhadap
kesehatan mental remaja. Artinya semakin otoriter pola asuh orangtua, kesehatan mental
anaknya semakin rendah.
Dari hal tersebut peneliti menarik kesimpulan bahwa orangtua yang otoriter
membuat anak akan cenderung takut untuk melakukan sesuatu atau takut melakukan
kesalahan karena biasanya orangtua selalu mengatur aktivitasnya dan menetapkan
aturan-aturan ditaati dan jika dilanggar akan ada hukuman bagi anak. Belum terdapat
banyak penelitian tentang pola asuh otoriter, terutama penelitian yang berkaitan
langsung antara pola asuh orangtua otoriter dengan penyesuaian diri pada anak ataupun
pada mahasiswa khususnya mahasiswa yang merantau, karena seperti yang kita ketahui
mahasiswa merantau jauh dari pantauan dan kontrol oleh orangtuanya.
Disini peneliti tertarik untuk mengambil mahasiswa di UKSW, Universitas
Kristen Satya Wacana (UKSW) merupakan sebuah wadah para pemuda/pemudi untuk
menimba ilmu ditingkat sarjana, dan salah satu keunikan dari UKSW adalah para
mahasiswa yang datang bukan berasal dari Salatiga atau suku Jawa saja, tetapi juga
banyak mahasiswa yang berasal dari luar Pulau Jawa. Jika diteliti lebih lanjut
6
mahasiswa yang berkuliah di UKSW berasal dari Sabang sampai Merauke dengan ciri
khas budaya masing-masing, sehingga UKSW sering disebut Indonesia Mini. Karena
beragamnya budaya, bahasa dan cara berperilaku mahasiswa yang berkuliah di UKSW,
keanekargaman ini seringkali muncul sebagai suatu masalah dalam interaksi sosial yang
dihadapi oleh mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari.
Dari berbagai macam mahasiswa yang ada di UKSW, terdapat juga mahasiswa
yang berasal dari Ambon. Seperti yang kita ketahui Ambon berada pada bagian timur
dari Indonesia. Berdasarkan dari observasi peneliti, di Ambon pola asuh orangtua dapat
dikatakan otoriter. Hal tersebut dapat dilihat dalam studi kasus oleh Glorida (2012) yang
didalamnya mengatakan bahwa di Ambon pada umumnya banyak orangtua yang
mempunyai standar peraturan tertentu, larangan-larangan dan didikannya dapat
dikatakan keras karena jika melanggar aturan yang telah dibuat anak akan mendapatkan
hukuman atau sanksi tertentu dari orangtua, hukuman tersebut nyata dan tegas dapat
berupa tindakan-tindakan misalnya tidak boleh keluar rumah, tidak mendapat uang
jajan, dan juga kadang keras seperti dipukul. Selain itu, contohnya seperti pada studi
kasus yang sama oleh Glorida (2012), tentang pola asuh orangtua otoriter dengan
kecenderungan emotional focused coping pada remaja, terdapat keluarga x sebagai
keluarga yang memiliki pola asuh orang tua otoriter yang menanamkan sikap disiplin
berlebihan terhadap anak–anak pada keluarga ini dan pemberian hukuman–hukuman
fisik maupun psikis terhadap keenam anak pada keluarga ini. Penelitian dilakukan di RT
001 RW 004 Kelurahan Kudamati Kecamatan Nusaniwe Ambon.
Dari hal tersebut, uraian dan teori-teori diatas, muncul suatu pertanyaan
bagaimana dengan penyesuaian diri mahasiswa asal Ambon yang jauh dari kampung
halaman dan orangtua. Apakah ada hubungan anatara pola asuh otoriter dengan
7
penyesuaian diri mahasiswa asal Ambon. Berdasarkan permasalahan tersebut maka
penulis mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan antara pola asuh otoriter
dengan penyesuaian diri pada mahasiswa UKSW 2014 yang berasal dari Ambon”.
Penyesuaian Diri
Baker dan Syrik (dalam Splichal, 2009), penyesuaian diri adalah suatu proses
dimana semua komponen seseorang itu saling memengaruhi ketika ia berinteraksi
dengan lingkungannya, dasar dari komponen itu ialah aspek fisik dan psikologis dari
orang tersebut dan yang paling terpenting ialah bagaimana persepsi orang itu terhadap
aspek tersebut. Teori ini meneliti secara lebih khusus tentang penyesuaian diri
mahasiwa baru di masa perkuliahan.
Faktor- faktor yang Memengaruhi Penyesuaian Diri
Fatimah (2006), menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang memengaruhi
penyesuaian diri antara lain:
a. Faktor Fisiologis, jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku, dapat
diperkirakan bahwa sistem syaraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting
bagi proses penyesuaian diri.
b. Faktor psikologis, yaitu faktor pengalaman, hasil belajar, kebutuhan-kebutuhan,
aktualisasi diri, frustrasi, depresi, dan konflik yang dialami dapat mempengaruhi
penyesuaian diri individu.
c. Faktor perkembangan dan kematangan, mempengaruhi setiap aspek kepribadian
individu, seperti emosional, sosial, moral, kegamaan, dan intelektual
d. Faktor lingkungan, kondisi lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, kebudayaan,
dan agama berpengaruh kuat terhadap penyesuaian diri seseorang. Disini terdapat
lingkungan keluarga, lingkungan keluarga yang mempengaruhi disini salah satunya
8
adalah interaksi antara orangtua dan anak dan interaksi tersebut ditunjuakan dari
pola asuh orangtua terhadap anak.
e. Faktor budaya dan agama, lingkungan budaya tempat tinggal dan tempat
berinteraksi serta ajaran agama merupakan sumber nilai, norma, kepercayaan dan
pola tingkah laku yang akan memberikan tuntunan bagi hidup dan akan
menentukan pola penyesuaian dirinya.
Aspek-aspek Penyesuaian Diri
Baker dan Siryk (dalam Splichal, 2009) mengatakan bahwa dalam penyesuaian
diri terdapat beberapa aspek yang harus dimiliki seseorang yaitu:
a. Penyesuaian akademik (Academic adjustment): hal ini terkait dengan motivasi
belajar, mengambil bagian dalam peran-peran kegiatan akademis, dan hal-hal yang
berhubungan dengan kepuasan dan kesuksesan dalam lingkungan akademis.
b. Penyesuaian Sosial (Social adjustment): hal ini berhubungan dengan bagaimana
hubungan seseorang dengan orang-orang di sekitarnya terutama lingkungan
kampus, dan bagaimana dia berhasil untuk mengikuti kegiatan sosial dan berfungsi
baik di lingkungan sosialnya.
c. Penyesuaian emosi (personal/emotional adjustment): bagaimana seseorang dapat
mengontrol dan memanejemen perasaannya secara fisik maupun psikisnya dalam
hal ini berhubungan dengan kesejahteraan antar keduanya.
d. Attachment: kepuasan dan kesuksesan seseorang dalam studinya, komitmen untuk
sukses dan mendapatkan kesuksean itu dalam hal ini sukses dalam bidang
perkuliahan dan mendapatkan gelar sarjana.
9
Pola Asuh Otoriter
Menurut Hurlock (1999) pola asuh orangtua adalah orang dewasa yang membawa
anak ke dewasa terutama dalam tahapan perkembangannya, tugas orangtua adalah
mengarahkan dan bimbingan agar membantu anak dalam menjalani kehidupannya.
Baumrind (1966) membagi pola asuh menjadi 3 macam yaitu pola asuh authoritative
atau demokrasi, permissive, dan authoritarian atau otoriter, hal yang sama juga
dikemukakan oleh Hurlock. Pada penelitian ini akan membahas tentang pola asuh
otoriter.Menurut Baumrind (1966), pola asuh otoriter yaitu cara pengasuhan orangtua
yang cenderung lebih suka menghukum, bersikap diktator, dan disiplin tinggi. Tidak
mengenal take and give, karena keyakinan mereka adalah bahwa anak harus menerima
seseuatu tanpa mempersoalkan aturan yang dibangun orangtua. Dengan ketatnya aturan
yang diterapkan dalam pengasuhan otoriter, remaja cenderung untuk membuat
pemberontakan dan perlawanan terhadap ketergantungan remaja terhadap orangtua,
definisi ini juga dipakai oleh Robinson, Mandleco, Olsen dan Hart (1995).
Aspek Pola Asuh Otoriter
Aspek- aspek pola asuh menurut Robinson, et al. (1995) yang dibuat berdasarkan
tipologi dari Baumrind (1966) yaitu Authoritative (demokratis), Authoritarian (otoriter)
dan Permissive (permisif). Aspek yang dijelaskan dalam penelitian ini adalah aspek pola
asuh otoriter sesuai dengan bahan kajian dari penelitian ini. Aspek pola asuh otoriter:
a. Verbal Hostility
Sikap orangtua yang memarahi, berteriak atau membentak kepada anak, dan
tindakan-tindakan yang menandakan tidak adanya persetujuan dengan anaknya
seperti beradu mulut dengan anak.
10
b. Corporal Punishment
Menggunakan hukuman fisik yang dilakukan orangtua terhadap anak untuk
mendisiplinkan anak, seperti memukul, menampar, menghukum anak tanpa alasan
yang jelas, memaksa anak ketika anak tidak patuh.
c. Nonreasoning Punitive Strategies
Memberi anak hukuman tanpa memberikan alasan yang jelas, memberi hukuman
seperti meninggalkan anak di suatu tempat sendirian, dan ketika ada perkelahian
antar anak-anak orangtua langsung memberikan hukuman tanpa bertanya alasan
mereka terlebih dahulu.
d. Directiveness
Mengatur anak dengan cara memberi tahu anak apa yang harus dilakukan sesuai
dengan kehendak orangtua. Orangtua selalu menyela, mengkritik dan memarahi
anak jika perilaku anak tidak sesuai dengan kehendak orangtua dan aturan yang
ditetapkan oleh orangtua.
Efek dari Pola Asuh Otoriter
Menurut Baumrind (1966), efek dari pola asuh otoriter orangtua pada anak
membuat anak memiliki karakteristik tertentu. Pola asuh otoriter mempunyai
karakteristik anak penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka
melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas, dan menarik diri.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan Baumrind (1966) sebagai landasan teori
dari variabel pola asuh otoriter yaitu cenderung lebih suka menghukum, bersikap
diktator, dan disiplin tinggi, tidak mengenal take and give. Selain itu, karena Baumrind
juga menjelaskan bagaimana efek dari tiap pola asuh tersebut.
11
Hubungan Antara Pola Asuh Otoriter dengan Penyesuaian Diri
Runyon dan Haber (1984) menjelaskan bahwa penyesuaian diri merupakan proses
yang terus berlangsung dalam kehidupan individu sesuai situasi dalam kehidupan yang
selalu berubah, yaitu individu terkadang harus mengubah tujuan dalam hidupnya seiring
dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya. Kemampuan Penyesuaian diri tersebut
tidak lepas dari pola asuh orangtua, karena menurut Fatimah (2006) salah satu faktor
yang memengaruhi penyesuaian diri yaitu faktor lingkungan yang di dalamnya adalah
lingkungan keluarga, dan di dalamnya terdapat pola asuh orangtua. Salah satu peran
orangtua dengan anak dapat dilihat dari cara pengasuhan orangtua terhadap anak. Pada
dasarnya pola asuh orangtua diharapkan dapat memberikan nilai-nilai dan aturan agar
nantinya anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Menurut
Maichati (dalam Dayaksini, 1988), pola asuh adalah perlakuan orangtua dalam
memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan, dan mendidik anak dalam kehiduapan
sehari-hari, selain itu pola asuh merupakan salah satu pengaruh yang paling besar dalam
perkembangan kepribadian anak.
Dalam beberapa penelitian sebelumnya Suaib dan Rachmahana (2007) mendapati
adanya hubungan negatif yang signifikan pola asuh otoriter dengan penyesuaian diri
yang mempunyai hasil koefisien korelasi r = -0,475 (p<0,01). Selain itu, menurut
Kartono (1979) kasih sayang orangtua yang berlebihan kepada anaknya, dimana
orangtua terlalu banyak melindungi, menolong dan menghindarkan anak dari kesulitan
hidup hidup dan selalu bergantung pada orangtua seperti halnya pola asuh otoriter,
membuat anak tidak mampu berdiri sendiri, tidak mandiri, tidak percaya diri, dan
membuat anak selalu mengandalkan orangtua dalam menyelesaikan masalahnya. Selain
itu, menurut Baumrind (1966), efek dari pola asuh otoriter orangtua pada anak membuat
12
anak memiliki karakteristik anak penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar
menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas, dan menarik diri dan
faktor-faktor tersebut yang bertentangan dengan aspek seseorang untuk melakukan
penyesuaian diri. Seperti uraian di atas telah menjelaskan bagaimana pola asuh otoriter
dan peran pola asuh terhadap penyesuaian diri anak.
Hipotesis
Dari uraian di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah ada hubungan negatif
yang signifikan antara pola asuh otoriter dengan penyesuaian diri pada mahasiswa
UKSW 2014 yang berasal dari Ambon.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif korelasional yang bertujuan untuk
mengetahui signifikansi hubungan antara pola asuh otoriter dengan penyesuaian diri
pada mahasiwa 2014 Universitas Kristen Satya Wacana yang berasal dari Ambon.
Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana
angkatan 2014 yang berasal dari Ambon yang berjumlah keseluruhan 112 orang. Teknik
sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sampling jenuh dengan
menggunakan 112 mahasiswa tersebut sebagai sampel. Dari 112 orang, 40 orang tidak
dapat menjadi partisipan karena keterbatasan waktu subjek, tidak selesai subjek dalam
mengisi angket karena terbatasnya waktu, dan ada subjek yang menolak untuk mengisi
angket. Total keseluruhan partisipan yang didapat adalah 72 orang mahasiswa.
13
Alat Ukur Penelitian
Pola Asuh Otoriter diukur dengan menggunakan Skala yang disusun oleh Robinson,
et al (1995) yang telah dimodifikasi oleh penulis dan juga berdasarkan aspek-aspek Pola
Asuh Otoriter yang dikemukakan oleh Robinson, et al. yang dibuat berdasarkan dari
tipologi Baumrind (1966), aspek-aspeknya antara lain yaitu Verbal Hostility, Corporal
Punishment, Non-reasoning Punitive Strategies, dan Directiveness. Jumlah item yang
diuji untuk pola asuh otoriter ada 20 item dan nilai uji reliabilitas sebelumnya
menggunakan alpha cronbach adalah 0,86 dan dikatakan item valid apabila 0,30.
Hasil uji seleksi item dan reliabilitas pada putaran pertama dari pola asuh otoriter
orangtua dengan 20 item didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,856 yang berarti alat
ukur tersebut tergolong reliabel. Kemudian item yang gugur berjumlah 2 item, yaitu
nomor 19 dan 20. Penentuan-penentuan uji lolos diskriminasi item menggunakan
ketentuan dari Azwar (2012) yang menyatakan bahwa item pada skala pengukuran dapat
dikatakan lolos apabila ≥0,30. Nilai korelasi item total bergerak antara 0,301-0,700.
Pada pengujian kedua didapatkan perubahan koefisien reliabilitas sebesar 0,891 dengan
item yang gugur berjumlah 1 item yaitu nomor 3, dengan indeks daya diskriminan item
yang bergerak antara 0,366-0,712. Pada pengujian ketiga didapatkan perubahan
koefisien reliabilitas sebesar 0,895 dengan indeks daya diskriminasi item yang bergerak
antara 0,393-0,687.
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur Penyesuaian Diri adalah skala
Penyesuaian Diri yang dirancang oleh Baker dan Siryk (dalam Splichal, 2009) dan
dimodifikasi oleh penulis. Skala Penyesuaian diri berdasarkan pada aspek-aspek
pemyesuaian diri yang dikemukakan oleh Baker dan Siryk (dalam Splichal, 2009)
14
mengatakan bahwa dalam penyesuaian diri terdapat beberapa aspek yang harus dimiliki
seseorang yaitu:
a. Penyesuaian akademik (Academic adjustment)
b. Penyesuaian Sosial (Social adjustment)
c. Penyesuaian emosi (personal/emotional adjustment)
d. Attachment
Jumlah item penyesuaian diri yaitu 67 item. Nilai uji reliabilitas sebelumnya oleh Baker
dan Siryk (dalam Splichal, 2009) menggunakan alpha cronbach adalah 0,95. Hasil uji
seleksi item dan reliabilitas pada putaran pertama dari Skala penyesuaian diri dengan 67
item didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,944 yang berarti alat ukur tersebut
tergolong reliabel. Jumlah item gugur adalah 14 item yaitu nomor 10, 28, 32, 44, 45, 46,
47, 48, 49, 50, 54, 56, 62 dan 66. Penentuan-penentuan uji lolos daya diskriminasi item
menggunakan ketentuan dari Azwar (2012) yang menyatakan bahwa item pada skala
pengukuran dapat dikatakan lolos apabila ≥0,30. Nilai korelasi item total bergerak
antara 0,330-0,717. Pada putaran kedua, hasil pengujian reliabilitas skala mengalami
perubahan menjadi 0,957, dengan indeks daya diskriminan item bergerak antara 0,343-
0,714
Prosedur Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 06 oktober 2014 sampai dengan 27 oktober
2014. Sebelum melakukan penelitian peneliti telah melakukan uji bahasa pada 10
mahasiswa asal Ambon lainnya yang berbeda angkatan. Pada saat penelitian jumlah
skala psikologi yang disebar sebanyak 112 skala. Skala psikologi yang dibagikan pada
setiap mahasiswa 2014 dengan cara memberikan kepada beberapa orang untuk
dibagikan kepada mahasiswa 2014 dalam tiap kesempatan seperti ibadah etnis Ambon,
15
saat pendaftaran makrab etnis Ambon, maupun setiap kesempatan bertemu dengan
mahasiswa 2014 asal Ambon di lingkungan kampus Universitas Kristen Satya Wacana.
Peneliti sebelumnya telah memperkenalkan diri, memberi tahu maksud dan tujuan
peneliti melakukan penelitian ini, dan meminta mereka untuk menjadi partisipan dalam
penelitian ini. Selama pengisian angket berlangsung peneliti memberikan sendiri dan
menunggu langsung pengisian angket berlangsung. Selain itu, selama pengisian angket
partisipan diperbolehkan untuk bertanya jika materi dalam skala psikologis sulit
dipahami.
Pada awal teknik pengambilan sampling adalah sampling jenuh dengan angket yang
disebarkan 112 buah dan pada saat pelaksanaan penelitian berlangsung dari 112 orang,
40 orang tidak dapat menjadi partisipan dikarenakan keterbatasan waktu, tidak selesai
subjek dalam mengisi angket karena terbatasnya waktu, dan ada subjek yang menolak
untuk mengisi angket. Total keseluruhan partisipan yang didapat adalah 72 orang
mahasiswa.
Teknik Analisis Data
Metode analisis menggunakan uji korelasi untuk melihat hubungan negatif
signifikan pola asuh otoriter dengan penyesuaian diri pada mahasiswa Universitas
Kristen Satya Wacana 2014 asal Ambon yang perhitungan analisis dalam penelitian ini
dilakukan dengan bantuan SPSS (Statistical Product & Service Solution) seri 17.0 for
windows.
16
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan jumlah item pola asuh otoriter dengan 5 pilihan jawaban maka dibuat
ketgorisasi sebagi berikut:
Tabel 4.4. Kategorisasi Pengukuran Skala Pola Asuh Otoriter Orangtua
No Interval Kategori Mean N Persentase
1 71,4 ≤ x ≤ 85 Sangat
Tinggi
0%
2 57,8 ≤ x < 71,4 Tinggi 15 20,83%
3 44,2 ≤ x < 58,7 Sedang 51,78 48 66,67%
4 30,6 ≤ x < 44,2 Rendah 8 11,11%
5 17 ≤ x < 30,6 Sangat
Rendah
1 1.39%
Jumlah 72 100%
SD =7,677 Min = 23 Max = 65 Keterangan: x = Pola Asuh Otoriter Orangtua
Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa tidak ada mahasiswa yang
memiliki skor pola asuh otoriter orangtua yang berada pada kategori sangat tinggi, pada
kategori tinggi 15 orang dengan presentase 20,83%, kategori sedang 48 orang dengan
presentase 66,67%, dan rendah 8 orang dengan persentase 11,11%, dan 1 mahasiswa
yang memiliki skor pola asuh otoriter orangtua yang sangat rendah dengan persentase
1,39%. Berdasarkan rata-rata sebesar 51,78 dapat dikatakan bahwa rata-rata pola asuh
otoriter orangtua mahasiswa berada pada kategori sedang. Skor yang diperoleh dari total
jawaban subjek bergerak dari skor minimum sebesar 23 sampai dengan skor maksimum
sebesar 65 dengan standard deviasi 7,677.
17
Berdasarkan jumlah kategorisasi item skala penyesuaian diri dengan item valid 17
item dan memiliki 5 pilihan jawaban maka dibuat kategorisasi sebagai berikut:
Tabel 4.5. Kategorisasi Pengukuran Skala Penyesuaian Diri
No Interval Kategori Mean N Persentase
1 222,6 ≤ x ≤ 265 Sangat
Tinggi
0 0%
2 180,2 ≤ x <222,6 Tinggi 11 15,28%
3 137,8 ≤ x <180,2 Sedang 157,24 50 69,44%
4 95,4 ≤ x < 137,8 Rendah 8 11,11%
5 53 ≤ x < 95,4 Sangat
Rendah
3 4,17%
Jumlah 72 100%
SD = 23,900 Min = 78 Max = 207 Keterangan: x = Penyesuaian Diri
Berdasarkan tabel 4.5 di atas, dapat dilihat bahwa tidak ada mahasiswa yang
memiliki skor penyesuaian diri yang berada pada kategori sangat tinggi dengan
persentase 0%, 11 mahasiswa memiliki skor penyesuaian diri yang berada pada kategori
tinggi dengan persentase 15,28%, 50 mahasiswa memiliki skor penyesuaian diri yang
berada pada kategori sedang dengan persentase 69,44%, 8 mahasiswa memiliki skor
penyesuaian diri yang berada pada kategori rendah dengan persentase 11,11%, dan 3
mahasiswa memiliki skor penyesuaian diri yang berada pada kategori sangat rendah
dengan persentase 4,17%. Berdasarkan rata-rata sebesar 157,24, dapat dikatakan bahwa
rata-rata penyesuaian diri pada mahasiswa berada pada kategori sedang. Skor yang
diperoleh dari total jawaban subjek bergerak dari skor minimum sebesar 78 sampai
dengan skor maksimum sebesar 207 dengan standard deviasi 23,900.
18
Uji Normalitas
Tabel 4.6. Hasil Uji Normalitas Pola Asuh Otoriter Orangtua
dengan Penyesuaian Diri
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Pola asuh
otoriter
Penyesuaian
diri
N 72 72
Normal Parametersa Mean 51.78 157.24
Std. Deviation 7.677 23.900
Most Extreme Differences Absolute .140 .110
Positive .055 .099
Negative -.140 -.110
Kolmogorov-Smirnov Z 1.190 .935
Asymp. Sig. (2-tailed) .118 .346
Berdasarkan uji hasil pengujian normalitas pada tabel 4.6 di atas, kedua variabel
memiliki signifikansi p>0,05. Variabel pola asuh otoriter orangtua memiliki nilai K-S-Z
sebesar 1,190 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,118 (p>0.05). Oleh
karena nilai signifikansi p>0,05, maka distribusi data pola asuh otoriter orangtua
berdistribusi normal. Hal ini juga terjadi pada variabel penyesuaian diri yang memiliki
nilai K-S-Z sebesar 0,935 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,346.
Dengan demikian data penyesuaian diri juga berdistribusi normal.
Uji Linearitas
Uji linieritas dilakukan untuk menguji integritas hubungan data yaitu variabel bebas
dan variabel terikat. Dengan kata lain, pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah
variabel bebas berhubungan dengan variabel terikat atau tidak. Untuk perhitungannya,
uji linieritas dilakukan dengan menggunakan SPSS seri 17.0 for windows yang dapat
dilihat pada tabel 4.7 berikut:
19
Tabel 4.7. Hasil Uji Linearitas Pola Asuh Otoriter Orangtua dengan
Penyesuaian Diri
ANOVA Table
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Penyesuaian diri *
Pola asuh otoriter
Between
Groups
(Combined) 17512.688 26 673.565 1.315 .206
Linearity 199.983 1 199.983 .391 .535
Deviation from
Linearity 17312.705 25 692.508 1.352 .186
Within Groups 23042.298 45 512.051
Total 40554.986 71
Dari hasil uji linearitas diperoleh nilai Fbeda sebesar 1,352 dengan sig.= 0,186
(p>0,05) yang menunjukkan hubungan antara pola asuh otoriter orangtua dengan
penyesuaian diri adalah linear.
Analisis Korelasi
Perhitungan analisis data dilakukan setelah uji asumsi yang meliputi uji normalitas
dan uji linieritas. Perhitungan dalam analisis ini dilakukan dengan SPSS seri 17.0 for
windows. Hasil korelasi antara pola asuh otoriter orangtua dengan penyesuaian diri
dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini:
Tabel 4.8. Hasil Uji Korelasi antara Pola Asuh Otoriter Orangtua dengan
Penyesuaian Diri
Correlations
Pola asuh
otoriter Penyesuaian diri
Pola asuh otoriter Pearson Correlation 1 .070
Sig. (1-tailed) .279
N 72 72
Penyesuaian diri Pearson Correlation .070 1
Sig. (1-tailed) .279
N 72 72
20
Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien korelasi antara pola
asuh otoriter orangtua dengan penyesuaian diri sebesar 0,070 dengan sig. = 0,279 (p >
0.05) yang berarti tidak ada hubungan yang negatif signifikan antara pola asuh otoriter
orangtua dengan penyesuaian diri.
Pembahasan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti mengenai
hubungan antara pola asuh otoriter dengan penyesuaian diri pada mahasiswa UKSW
2014 asal Ambon, didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang negatif
signifikan antara pola asuh otoriter dengan penyesuaian diri pada mahasiswa UKSW
2014 asal Ambon. Berdasarkan hasil uji perhitungan korelasi, keduanya memiliki r
sebesar 0,070 dengan signifikansi sebesar 0,279 (p > 0,05) yang berarti kedua variabel
tidak memiliki hubungan yang negatif signifikan, yang menunjukkan bahwa jika pola
asuh otoriter orangtua dalam kategori tinggi ataupun rendah tidak berkorelasi dengan
penyesuaian diri pada mahasiswa merantau asal Ambon.
Hasil ini bertolak belakang dengan hipotesis awal peneliti yaitu ketika pola asuh
orangtua semakin otoriter maka penyesuaian diri anak semakin rendah. Karena pada
pola asuh otoriter, anak dituntut harus menerima sesuatu tanpa mempersoalkan aturan
yang dibangun orangtua dengan kata lain anak harus mengikuti semua yang dikatakan
oleh orangtua. Menurut Baumrind (1966), salah satu efek dari pola asuh otoriter yaitu
menghasilkan anak menjadi tertutup dan menarik diri yang membuat anak sulit untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan orangtua di Ambon menggunakan pola
asuh otoriter kepada anak-anak mereka sebagai salah satu bentuk didikan. Akan tetapi
pada hasil penelitian pada mahasiswa yang berasal dari Ambon ini menunjukan bahwa
pola asuh otoriter yang didapat mereka tidak memengaruhi penyeseuaian diri mereka.
21
Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini juga bertolak belakang dari
hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Suaib dan Rachmahana (2007) yang
memiliki hasil adanya hubungan negatif yang signifikan antara Pola Asuh Otoriter
dengan penyesuaian diri pada mahasiswa yang mempunyai hasil koefisien korelasi r =
-0,475 (p<0,01). Hal tersebut dapat terjadi karena berbagai faktor, salah satunya ialah
subjek yang diambil yaitu mahasiswa yang berasal dari Ambon dan berkuliah jauh dari
tempat asal juga orangtua mereka. Seperti, ciri pola asuh otoriter yang di kemukakan
oleh Hurlock (1995) bahwa orangtua otoriter melakukan pengontrolan terhadap anak
sangat ketat dan pengendalian tingkah laku anak melalui kontrol eksternal, tetapi disini
anak berada jauh dari jangkauan orangtua sehingga orangtua tidak lagi dapat mengontrol
dan mengendalikan anak dan anak tidak harus lagi mengikuti semua aturan yang
diberikan oleh orangtua karena orangtua sekarang berada jauh dari anak.
Yang berikutnya yaitu menurut Fatimah (2006), banyak faktor yang dapat
memengaruhi penyesuaian diri seseorang yaitu fisiologis, psikologis, faktor
perkembangan dan kematangan, dan juga faktor lingkungan yaitu lingkungan keluarga,
sekolah, masyarakat dan terakhir yaitu budaya dan agama. Faktor keluarga yaitu pola
asuh orangtua yang berhubungan dengan cara komunikasi antara orangtua dan anak
adalah salah satu faktor dari sekian banyak faktor yang terdapat di dalamnya. Jadi, dapat
dimungkinkan faktor lain diluar faktor pola asuh orangtua otoriter dapat memengaruhi
penyesuaian diri anak. Seperti salah satunya dalam penelitian ini yaitu faktor budaya.
Hal ini didukung oleh Hurlcok (1995) yang menyebutkan salah satu faktor yang
memengaruhi pola asuh orangtua adalah budaya. Masyarakat Ambon khususnya,
mendidik anak dengan cara keras dan dapat digolongkan dalam pola asuh yang otoriter.
Hal tersebut sudah menjadi kebiasaan untuk masyarakat Ambon untuk mendidik anak
22
mereka yang mereka katakan keras atau otoriter, hal tersebut didukung juga oleh
penelitian Glorida (2012) yang mengatakan bahwa pada umumnya orangtua di Ambon
mendidik anak dengan cara otoriter, dengan memberikan hukuman verbal maupun non
verbal kepada anak ketika anak tidak mengikuti apa yang dikatakan orangtua.
Selain itu, juga didukung dari beberapa hasil wawancara singkat peneliti dengan
beberapa responden ataupun mahasiswa asal Ambon lainnya, mereka mengatakan telah
terbiasa dengan sikap orangtua yang keras, memarahi, memberikan hukuman secara
verbal maupun non-verbal. Hal tersebut dimungkinkan terjadi karena faktor budaya atau
kebiasaan cara pengasuhan di Ambon yang tergolong otoriter. Karena itu, masyarakat di
Ambon dan anak-anak yang berasal dari Ambon menganggap hal tersebut adalah hal
yang biasa saja, hal ini didukung oleh Hurlock (1995) yang menyebutkan ada beberapa
faktor yang memengaruhi pola asuh orangtua diantaranya keyakinan atau nilai-nilai
budaya orangtua, persamaan dengan pola asuh yang diterima oleh orangtua dan
penyesuaian yang disetujui oleh kelompok atau masyarakat.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara Pola Asuh Otoriter dengan
Penyesuaian Diri Mahasiswa UKSW 2014 asal Ambon, diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Koefisien korelasi antara Pola Asuh Otoriter dengan Penyesuaian diri Mahasiswa
UKSW 2014 asal Ambon adalah sebesar 0,070 dengan signifikansi 0,279 (p >
0,05). Nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 ini berarti tidak ada hubungan
negatif yang signifikansi antara Pola Asuh Otoriter dengan Penyesuaian Diri pada
mahasiswa UKSW 2014 asal Ambon.
23
2. Sebagian besar subjek (51,78%) memiliki tingkat Pola Asuh Otoriter berada pada
kategori sedang dan sebagian besar subjek (157,24%) memiliki Penyesuaian Diri
berada pada kategori sedang juga.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan
hal-hal sebagai berikut:
1. Bagi Mahasiswa.
Berdasarkan hasil penelitian diharapkan untuk mahasiswa asal Ambon agar
lebih meningkatkan lagi penyesuaian dirinya karena masih pada kategori sedang
dan perlu untuk lagi ditingkatkan dengan cara yang lain seperti memiliki motivasi
diri untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya, faktor internal dari dalam diri
mahasiswa sendiri, ikut memulai berpartisipasi dalam lingkungan perkuliahan dan
faktor lain diluar pola asuh otoriter yang diterima oleh mahasiswa asal Ambon.
2. Bagi Orangtua
Untuk mendidik anak agar menjadi anak yang memiliki penyesuaian diri yang
baik tidak dapat dilakukan dengan mendidik anak menggunakan cara pola asuh
otoriter. Orangtua dapat mendidik dan mengasuh anak dengan memberikan anak
motivasi, dukungan, dan hal-hal lain yang diluar dari pola asuh otoriter.
3. Bagi peneliti selanjutnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada faktor lain yang memengaruhi
penyesuaian diri. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat meneliti lebih lanjut
penelitian ini dengan mengembangkan variabel-variabel lain yang dapat digunakan,
sehingga terungkap faktor-faktor yang memengaruhi. Faktor-faktor lainnya yang
dapat dilihat dari penyesuaian diri seperti faktor psikologis, faktor fisiologis dan
24
faktor dari lingkungan lainnya seperti sekolah dan masyarakat. Selain itu, Pola asuh
lainnya seperti pola asuh demokratis ataupun permissif yang mungkin dapat
memberi pengaruh yang sangat besar bagi penyesuaian diri. Sampel yang
digunakan diharapkan untuk peneliti selanjutnya dapat lebih bervariasi.
25
Daftar Pustaka
Ali, M., Asrori. (2008). Psikologi remaja perkembangan peserta didik. Jakarta: Bumi
Aksara.
Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Edisi Revisi.
Jakarta: Rineka Cipta.
Aryatmi. (1992). Perilaku remaja daerah pinggiran dan kota. Surabaya: Swastika
media Cipta.
Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Barus, G. (2003). Memaknai pola pengasuhan orangtua pada remaja. Jurnal Intelektual.
Vol. 1. 2. 151-154.
Baumrind, D. (1966). Effects of authoritative parental control on child behavior. Child
Development, 37(4), 887-907.
Cozby, P. C. (2009). Methods in behavioral research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Dayakisni, T. (1988). Perbedaan intensi prososial siswa- siswi ditijau dari pola asuh
orangtua. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Jurnal Psikologi 1, 14-17
Fatimah, E. (2006). Psikologi perkembangan (perkembangan peserta didik). Bandung :
Pustaka Setia
Glorida, H. (2012). Hubungan antara pola asuh orangtua otoriter dengan
kecenderungan emotional focused coping pada remaja (Study Kasus). Diakses
pada tanggal 13 November 2013 dari
http://xtyega.blogspot.com/2012/09/skripsi-emotional-focused-copiing-
studi.html
Gunarsa, S. D. (2003). Psikologi untuk keluarga. Jakarta : Gunung Mulia
Hadi, S. (2004). Metodologi research. Yogyakarta: Andi Ofset.
Hurlock, E. (1990a). Psikologi perkembangan anak. Jakarta: Erlangga
Hurlock, E. (1995b). Perkembangan anak Jilid satu. Jakarta: PT. Aksara Pratama.
26
Hurlock, E. (1999c). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentan
kehidupan. Jakarta: Erlangga
Kartono, K. (1979). Teori kepribadian/ Kartini Kartono.Bandung: Alumni
Kusumastuti, N. E. (2003). Hubungan antara persepsi terhadap sikap orangtua yang
terlalu melindungi anak pada sistem pendidikan terpadu. Skripsi (tidak
diterbitkan). Solo : Universitas Sebelas Maret.
Lehner, G. F. J., Kube, E. (1964). The dynamics of personal adjusment. London:
Prentice-Hall.
Ningrum, P. R. (2013). Perceraian orangtua dan penyesuaian diri remaja (Studi Pada
Remaja Sekolah Menengah Atas/Kejuruan Di Kota Samarinda). eJournal
Psikologi, Volume 1, Nomor 1, hal: 69-79.
Nurgiyantoro, Gunawan, & Marzuki. (2009). Statistik terapan: untuk penelitian ilmu-
ilmu sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Robinson, C. C., Mandleco, B., Olsen, S. F., & Hart, C. H. (1995). Authoritative,
authoritarian, and permissive parenting practices: Development of a New
Measure. Psychological Reports 77, 819-830.
Runyon, R.P., Haber, A. (1984). Psychology of adjustment. Illinois : The Dorsey Press.
Santrock, J. W. (1995). Life-span development ( Perkembangan masa hidup). Jakarta:
Erlangga.
Schneiders, A. (1964). Personal adjustment and mental health. New York: Rinehart &
Winston.
Singgih, D. (2005). Bentuk dan Pola Dasar Penyesuaian Diri. Jakarta: Rineka Cipta.
Splichal, C. T. (2009). The effects of first-generation status and race/ethinicity on
student adjustment to college (Doctoral dissertation). Available from
ProQuest Dissertations and Theses database. (UMI No. 3392608)
Sugiyono. (2012). Metodologi penelitian pendidikan: pendekatan kuantitatif, kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suaib, I. L., Rachmahana, R. S. (2007). Hubungan pola asuh otoriter dengan
penyesuaian diri pada mahasiswa. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi
– UII Yogyakarta.
27
Taganing, Ni Made., & Fortuna, F. (2008). Hubungan pola asuh otoriter dengan
perilaku agresif pada remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi -
Universitas Gunadarma.
top related