hubungan antara kematangan psikososial dengan...
Post on 30-Nov-2020
30 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN PSIKOSOSIAL DENGAN PENGGUNAAN
STRATEGI AKULTURASI INTEGRASI PADA MAHASISWA PERANTAU
DI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
HALAMAN JUDUL
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh :
Age Tiara Wimana
139114047
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
ALAMAN PENGESAHAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
untuk dukungan dari orang-orang yang saya cintai,
untuk proses yang sudah saya lalui,
dan untuk masa depan yang sudah menanti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
from now on
what's waited till tomorrow starts tonight
it starts tonight
and let this promise in me start
like an anthem in my heart
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 26 Oktober 2018
Age Tiara Wimana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN PSIKOSOSIAL DENGAN
PENGGUNAAN STRATEGI AKULTURASI INTEGRASI PADA
MAHASISWA PERANTAU DI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
Age Tiara Wimana
ABSTRAK
Penelitian ini berusaha melihat hubungan antara kematangan psikososial dengan
penggunaan strategi akulturasi integrasi pada mahasiswa perantau. Penelitian ini
dilakukan kepada 229 mahasiswa perantau di Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta, dengan usia 18-25 tahun. Pemilihan partisipan
dilakukan dengan metode purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan dua buah skala, yaitu skala Penggunaan Strategi Akulturasi
Integrasi, dan MEPSI. Data yang didapat kemudian dikorelasikan dengan uji
korelasi Spearman’s rho. Hasil penelitian menunjukkan nilai korelasi sebesar
0,236 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa
ada hubungan signifikan dan positif di antara kematangan psikososial dengan
penggunaan strategi akulturasi integrasi pada mahasiswa perantau. Kemampuan-
kemampuan yang dikembangkan dalam kematangan psikososial dapat
mendukung individu untuk menjalin relasi dengan orang lain, dan juga dapat
mendukung pembentukan identitas individu. Di sisi lain, kedua hal tersebut juga
dapat mendukung pengambilan strategi akulturasi integrasi.
Kata kunci : integrasi, kematangan psikososial, perantau, strategi akulturasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
THE CORRELATION BETWEEN PSYCHOSOCIAL MATURITY
AND THE APPLICATION OF INTEGRATION AS AN
ACCULTURATION STRATEGY IN UNDERGRADUATE PSYCHOLOGY
DEPARTMENT STUDENT OF SANATA DHARMA UNIVERSITY FROM
OUTSIDE YOGYAKARTA
ABSTRACT
This study is aimed to seek the correlation between psychosocial maturity and the application of integration as an acculturation strategy in undergraduate students
from outside Yogyakarta. This study had 229 undergraduate students from outside
Yogyakarta in Department of Psychology, Sanata Dharma University, aged 18-25
as the participant. Purposive Sampling method was used in this study. Data
collection was accomplished with Application Integration Acculturation
Strategies and MEPSI. The data itself was correlated with Spearman’s rho
correlation test. The results showed 0,236 correlation and significancy 0,000
(p<0,05). This data means that there is a significant and positive correlation
between psychosocial maturity and application of integration as an acculturation
strategy in undergraduate students from outside Yogyakarta. Developed
competencies in psychosocial maturity enable individuals to establish a
relationship with others and support identity achievement. Those competencies
are required in the application of integration as an acculturation strategies.
Keywords : acculturation strategy, integration, psychosocial maturity, student
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Nama : Age Tiara Wimana
Nomor Mahasiswa : 139114047
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN PSIKOSOSIAL DENGAN
PENGGUNAAN STRATEGI AKULTURASI INTEGRASI PADA
MAHASISWA PERANTAU DI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola di internet atau media lain
untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Yogyakarta
Pada Tanggal : 26 Oktober 2018
yang menyatakan,
Age Tiara Wimana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatnya yang melimpah
sehingga penelitian ini dapat berjalan dan selesai dibuat. Proses pembuatan skripsi
ini juga tidak lepas dari peran banyak pihak yang telah memberikan waktu,
pikiran, tenaga, dan dukungan bagi pneliti. Maka dari itu, peneliti mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. Titik Kristiyani M.Psi., selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si selaku Wakil Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu Monica Eviandaru Madyaningrum, M.App,Psych. selaku Kepala
Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
4. Ibu Passchedona Henrietta Puji Dwi Astuti Dian Sabbati, S.Psi., M.A.
selaku Wakil Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata
Dharma.
5. Bapak Edward Theodorus, M.App.Psy. selaku dosen pembimbing skripsi,
yang tidak pernah lelah dan dengan sabar mendampingi peniliti dalam
pembuatan skripsi ini.
6. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata
Dharma yang sudah membantu dan mendukung peneliti sampai saat ini.
7. Seluruh partisipan yang telah mau ambil bagian dalam penelitian ini, serta
semua penulis yang karyanya menjadi acuan dan inspirasi dalam proses
pembuatan skripsi ini.
8. Mami, Babeh, Esol, dan Egol atas cinta, doa, dan semangat yang diberikan
pada peneliti. Juga Om Roni dan Mbah Slawi yang mendukung peneliti
dengan caranya masing-masing.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
9. Koleta Acintya Saraswati, yang sudah menjadi sumber semangat, pemberi
masukan, dan pendamping dalam keseharian. Terima kasih sudah mau
berjalan bersama dalam perjalanan ini.
10. Om Ivan, Tante Inez, dan Kaki Nini atas dukungan yang sungguh besar
artinya bagi peneliti.
11. Dr.Y.B. Cahya Widiyanto, M.Si., Timotius Maria Raditya Hernawa,
M.Psi., Mbak Thia, dan juga seluruh asisten P2TKP yang telah menjadi
guru, sahabat, dan keluarga yang penuh CINTA.
12. Cyrillus Yuniarto Purnomo, Felix Dewa Ndaru, Bonivasios Dwi, Nikolaus
Kusumasmara, Amatohula Lahagu, dan Stefanus Krisna atas suka duka
yang telah dibagikan.
13. Teman-teman dari Bimbingan Skripsi Pak Edo, seluruh mahasiswa
Psikologi, khususnya Kelas D angkatan 2013 yang sudah berbagi ilmu
skaligus menjadi teman seperjuangan peneliti.
14. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, namun telah
membentuk peneliti menjadi seperti saat ini.
Peneliti berharap agar penelitian ini membawa banyak manfaat, akan
tetapi peneliti juga menyadari ada banyak kelemahan dan kekurangan dalam
penelitian ini. Maka dari itu, peneliti juga terbuka terhadap adanya kritik dan
saran yang dapat membantu penelitian ini dan juga peneliti untuk menjadi lebih
baik. Sekali lagi, terima kasih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING............................................................... ii
ALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................................................... iv
MOTTO ........................................................................................................................................ v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................... vi
ABSTRAK ..................................................................................................................................vii
ABSTRACT ................................................................................................................................ viii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ............................................................ ix
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... x
DAFTAR ISI ...............................................................................................................................xii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................................. xvi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. xvii
BAB I ............................................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................... 1
B. Rumusan Permasalahan .................................................................................................... 11
C. Ruang Lingkup ................................................................................................................. 12
D. Tujuan .............................................................................................................................. 12
E. Pertanyaan Penelitian........................................................................................................ 12
F. Manfaat Penelitian ............................................................................................................ 13
1. Bagi Mahasiswa Perantau ............................................................................................ 13
2. Bagi orangtua dan pihak universitas ............................................................................ 13
3. Bagi masyarakat di sekitar tempat tinggal mahasiswa perantau.................................... 13
4. Bagi ilmuwan dan praktisi psikologi............................................................................ 14
BAB II ........................................................................................................................................ 15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
A. Pengantar .......................................................................................................................... 15
B. Dinamika Psikologis Mahasiswa Perantau ........................................................................ 15
1. Perspektif Perkembangan ............................................................................................ 16
2. Perspektif Psikologi Sosial .......................................................................................... 18
C. Strategi Akulturasi Integrasi ............................................................................................. 21
1. Definisi ....................................................................................................................... 21
2. Aspek-aspek Strategi Akulturasi Integrasi ................................................................... 23
3. Faktor-faktor ............................................................................................................... 25
4. Proses dan Dampak ..................................................................................................... 28
D. Strategi Akulturasi Integrasi pada Mahasiswa Perantau..................................................... 31
E. Kematangan Psikososial ................................................................................................... 32
1. Definisi Kematangan Psikososial ................................................................................ 32
2. Tahap-tahap Perkembangan Psikososial ...................................................................... 35
3. Proses dan dampak ...................................................................................................... 39
F. Kematangan Psikososial Mahasiswa Perantau ................................................................... 41
G. Hubungan Antara Kematangan Psikososial dengan Strategi Akulturasi Integrasi pada
Mahasiswa Perantau ............................................................................................................... 43
H. Kerangka Konseptual........................................................................................................ 46
I. Hipotesis .......................................................................................................................... 49
BAB III ....................................................................................................................................... 50
A. Pengantar .......................................................................................................................... 50
B. Rancangan Penelitian........................................................................................................ 50
C. Partisipan .......................................................................................................................... 50
D. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel .................................................................. 51
1. Strategi Akulturasi Integrasi ........................................................................................ 51
2. Kematangan Psikososial .............................................................................................. 52
E. Prosedur ........................................................................................................................... 52
F. Alat pengumpulan data ..................................................................................................... 54
1. Strategi Akulturasi Integrasi ........................................................................................ 55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
2. Kematangan Psikososial .............................................................................................. 57
3. Validitas ...................................................................................................................... 59
4. Seleksi item ................................................................................................................. 60
5. Reliabilitas .................................................................................................................. 61
G. Analisis Data .................................................................................................................... 62
1. Uji Normalitas............................................................................................................. 62
2. Uji Hipotesis ............................................................................................................... 62
H. Pertimbangan Etis ............................................................................................................. 63
BAB IV ....................................................................................................................................... 64
A. Pengantar .......................................................................................................................... 64
B. Hasil ................................................................................................................................. 64
1. Deskripsi Data Partisipan ............................................................................................ 64
2. Deskripsi Data Penelitian ............................................................................................ 66
3. Uji Normalitas............................................................................................................. 68
4. Uji Hipotesis ............................................................................................................... 69
C. Pembahasan ...................................................................................................................... 70
BAB V ........................................................................................................................................ 76
A. Kesimpulan ...................................................................................................................... 76
B. Keterbatasan ..................................................................................................................... 77
C. Saran ................................................................................................................................ 77
1. Bagi mahasiswa perantau ............................................................................................ 78
2. Bagi orangtua, dosen, dan pihak universitas ................................................................ 78
3. Bagi masyarakat di lingkungan sekitar mahasiswa perantau ........................................ 79
4. Bagi komunitas ilmuwan psikologi .............................................................................. 79
D. Komentar Penutup ............................................................................................................ 79
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 81
LAMPIRAN ................................................................................................................................ 94
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Blueprint Skala Strategi Akulturasi Integrasi…………………… 53
Tabel 3.2. Bobot Skala Strategi Akulturasi Integrasi………………………. 54
Tabel 3.3. Sabaran Item Skala Strategi Akulturasi Integrasi
untuk Try Out…………………………………………………… 54
Tabel 3.4. Sebaran Item MEPSI……………………………………………. 56
Tabel 3.5. Sabaran Item Skala Strategi Akulturasi Integrasi
Setelah Seleksi Item…………………………………………….. 58
Tabel 4.1. Jenis Kelamin Partisipan………………………………………... 61
Tabel 4.2. Usia Partisipan………………………………………………….. 62
Tabel 4.3. Daerah Asal Partisipan………………………………………….. 63
Tabel 4.4. Hasil Pengukuran Deskripsi Variabel…………………………... 64
Tabel 4.5. Hasil Pengukuran Deskripsi Variabel Penggunaan
Strategi Akulturasi Integrasi dan Uji Beda
Mean Empiris dengan Mean Teoretis…………………………... 64
Tabel 4.6. Mean Skor Skala Penggunaan Strategi Akulturasi
Integrasi Berdasarkan Daerah Asal……………………………... 65
Tabel 4.7. Hasil Uji Normalitas Data Penelitian…………………………… 66
Tabel 4.8. Hasil Uji Hipotesis……………………………………………… 67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Uji Coba Skala Penggunaan Strategi Akulturasi Integrasi…... . 85
Lampiran 2 : Informed Consent Penelitian………………………………..... 88
Lampiran 3 : Reliabilitas Skala Penggunaan Strategi Akulturasi Integrasi… 89
Lampiran 4 : Uji Nomalitas………………………………………………… . 92
Lampiran 5 : Uji Hipotesis………………………………………………..... . 92
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Skema Penelitian………………………………………….... 45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penelitian ini membahas mengenai penggunaan strategi akulturasi integrasi
pada mahasiswa perantau di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. Peneliti merasa tertarik dengan penelitian ini karena tiga alasan, yaitu
1) peneliti merasa sedih melihat teman sekelas peneliti yang kesulitan dalam
menghadapi perbedaan budaya, 2) peneliti sendiri merupakan mahasiswa perantau
yang sempat mengalami kesulitan di perantauan, dan 3) peneliti ingin melakukan
sesuatu dalam kapasitasnya sebagai mahasiswa psikologi untuk membantu
mahasiswa perantau yang mengalami kesulitan dalam menghadapi perbedaan
budaya di perantauan.
Pertama, peneliti merasa sedih saat melihat teman sekelas peneliti yang
merasa tidak nyaman dengan kondisi di kelas karena perbedaan budaya, padahal
seharusnya ada cara lain yang bisa dilakukan oleh teman tersebut. Teman tersebut
mengalami kesulitan dalam menjalin pertemanan di kelas. Dia menjadi sangat
pendiam, tidak memiliki banyak teman, dan juga memiliki prestasi akademik yang
kurang baik di kelas. Di sisi lain, ada teman peneliti yang lain yang memiliki cara
berbeda dalam menghadapi perbedaan budaya di perantauan. Teman tersebut
berbicara dengan aksen daerah asalnya dan menjalin relasi yang baik dengan
orang-orang yang ditemui. Teman tersebut juga suka pergi mencicipi makanan-
makanan khas Yogyakarta, dan pergi ke tempat-tempat menarik. Dalam hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
pertemanan, teman tersebut memiliki banyak teman dan menjadi tempat bagi
teman-teman lain untuk bercerita serta mencurahkan isi hati. Peneliti merasa
bahwa seharusnya teman peneliti yang pertama bisa menggunakan cara
menghadapi perbedaan budaya yang diambil oleh teman kedua.
Kedua, peneliti sendiri merupakan mahasiswa perantau yang pernah
mengalami kesulitan dalam menghadapi perbedaan budaya. Selama hidup di
perantauan, peneliti mengalami kesulitan terkait dengan penggunaan bahasa.
Peneliti berasal Purwokerto, di mana bahasa Jawa di Purwokerto memiliki
kosakata dan dialek yang berbeda dengan bahasa Jawa yang digunakan di
Yogyakarta. Peneliti merasa malu karena dalam keseharian dialek tersebut sering
dianggap lucu oleh kebanyakan orang. Peneliti membutuhkan beberapa waktu
sebelum akhirnya dapat memperkaya kosakata dan memperhalus dialek untuk
memperlancar komunikasi dengan teman lain. Untuk mencapai hal tersebut,
peneliti terus-menerus membiasakan diri untuk berelasi dengan teman dari budaya
yang berbeda. Keseluruhan proses ini membuat peneliti merasa lega, karena
setelah itu peneliti menjadi semakin percaya diri dan mudah bergaul dengan
orang-orang di perantauan. Peneliti merasa bahwa membuka diri terhadap budaya
di tempat baru sangat membantu peneliti untuk mengatasi kesulitan di perantauan.
Alasan ketiga, peneliti ingin melakukan sesuatu dalam kapasitasnya sebagai
mahasiswa psikologi untuk membantu mahasiswa perantau yang mengalami
kesulitan dalam menghadapi perbedaan budaya di perantauan. Peneliti melakukan
penelitian mengenai strategi akulturasi integrasi, di mana strategi akulturasi
integrasi merupakan strategi yang adaptif untuk digunakan dalam menghadapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
perbedaan budaya (Berry, 1997). Penelitian ini bisa menjadi referensi dan
memberikan gambaran bagi mahasiswa perantau yang sedang menghadapi
berbagai tantangan di perantauan bahwa ada cara-cara adaptif yang dapat
digunakan. Dengan begitu, melalui penelitian ini peneliti dapat berkontribusi
untuk membuat kondisi mahasiswa perantau menjadi lebih baik.
Ketiga alasan di atas menunjukkan bahwa topik penelitian ini sangat
bermakna bagi peneliti. Penelitian ini juga dapat digunakan untuk menerapkan
ilmu yang telah didapat ke dalam kehidupan sehari-hari.
Setelah membahas mengenai ketertarikan peneliti, bagian selanjutnya akan
membahas mengenai latar belakang penelitian ini dan juga permasalahan apa yang
berusaha diselesaikan melalui penelitian ini. Pada bab ini juga akan dijabarkan
manfaat dari penelitian ini, baik bagi mahasiswa perantau, bagi orangtua, dosen,
pihak universitas, dan bagi ilmuwan psikologi.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh Yogyakarta menjadi tujuan banyak
orang untuk berkuliah. Hal ini sudah dimulai sejak Ki Hajar Dewantara, seorang
tokoh pendidikan dan pergerakan nasional, mendirikan Perguruan Tamansiswa
pada tahun 1922 (Darmaningtyas, 2017). Perguruan tersebut memberikan
pendidikan kepada semua kalangan, tidak hanya untuk bangsawan saja seperti
sekolah-sekolah pada jaman penjajahan Belanda (Hanna, 2017). Dengan
membuka pendidikan untuk semua kalangan, dalam kurun delapan tahun
Perguruan Tamansiswa berkembang pesat dan memiliki puluhan ribu murid
(Darmaningtyas, 2017). Sejak saat itu, pendidikan di Yogyakarta berkembang
pesat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Perkembangan perguruan tinggi di Yogyakarta tidak lepas dari sikap
dukungan pemimpin Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono
IX. Pada tahun 1946, Sri Sultan Hemengku Buwono IX yang juga menjabat
sebagai wakil presiden Republik Indonesia, mengambil peran besar dalam
pendirian UGM (Iwan, n.d.). Ia menjadi penggagas beridirinya UGM, dan juga
memberikan tanah miliki kraton untuk dijadikan tempat berdirinya UGM. Tidak
hanya itu, lingkungan kraton juga dibuka untuk kegiatan perkuliahan.
Keterbukaan ini membuat pendidikan di Yogyakarta menjadi semakin
berkembang. Saat ini, terdapat 106 perguruan tinggi di Yogyakarta (Kementerian
Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, 2016).
Yogyakarta menjadi tujuan mahasiswa untuk merantau juga karena biaya
hidup yang relatif murah dibandingkan dengan biaya hidup di kota-kota lain
(Araro, 2018). Pada tahun 1980 nasi kucing menjadi makanan yang populer di
kalangan mahasiswa. Disebut nasi kucing karena makanan tersebut berisi porsi
kecil nasi yang diberi ikan teri. Bahkan hingga sekarang nasi kucing masih sangat
mudah ditemui di Yogyakrta dengan harga sekitar Rp 1.500 – Rp 2.000 per porsi
(Sulkhan, 2018).
Jumlah mahasiswa perantau di Yogyakarta selalu meningkat dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2013, persentase mahasiswa perantau di Yogyakarta mencapai
78,8 persen (“Pertahankan ‘Indonesia Mini’ di Yogyakarta,” 2013). Dengan
jumlah sebesar itu, pertemuan antara budaya yang berbeda akan terjadi.
Banyaknya mahasiswa perantau yang berkuliah di Yogyakarta membuat
terjadinya kontak antara mahasiswa dari suatu daerah dengan mahasiswa dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
daerah lainnya. Berbagai artikel menyebutkan manfaat dari perantau, sseperti
menjadi lebih mandiri, bertanggungjawab, belajar budaya baru, menumbuhkan
rasa cinta pada negara, dan lain sebagainya (Fadhilla, 2017; Nindra, 2017; Tarana,
2017).
Manfaat dari merantau ini dirasakan oleh Putri Nuzulil, seorang mahasiswa
dari Aceh yang berkuliah di Bandung (Nuzulil, 2017). Putri Nuzulil merasa
bahwa dirinya adalah anak yang manja, yang selalu mengandalkan orangtua
dalam menghadapi permasalahan. Contoh yang diceritakan oleh Putri adalah
ketika Putri menghadapi masalah, ia akan langsung berkeluh kesah pada
orangtuanya. Contoh lainnya, Putri yang memiliki suatu alergi akan
membangunkan kedua orangtuanya di tengah malam apabila alerginya kambuh,
meskipun Putri menyadari bahwa alergi tersebut bisa diatasi hanya dengan
meminum obat tanpa perlu membangunkan orangtuanya. Putri merasa bahwa
dengan merantau dirinya bisa semakin mandiri. Putri juga lebih mampu
bertanggungjawab atas dirinya sendiri, mampu mengatur keuangan, dan banyak
manfaat lain.
Putri mengungkapkan bahwa kunci suksesnya untuk hidup di perantauan
adalah dengan fokus pada tujuannya untuk merantau (Nuzulil, 2017). Putri juga
selalu menjalin kontak dengan kedua orangtuanya di Aceh, dan tetap
mempertahankan nilai-nilai yang dibwanya dari Aceh supaya tidak terbawa
kehidupan bebas di Bandung.
Pengalaman lain diceritakan oleh Arief, mahasiswa perantau dari Depok
yang berkuliah di Solo. Di Solo, Arief mengalami kesulitan untuk menjalin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
percakapan sehari-hari dengan teman yang berbahasa Jawa. Ia mengungkapkan
bahwa tingkatan dalam bahasa Jawa menjadi kesulitan bagi dirinya untuk
memahami bahasa Jawa. Untuk mengatasi hal tersebut Arief berusaha
mempelajari bahasa Jawa sederhana dalam kehidupan sehari, mulai dari
menggunakan kata “nggih” dalam percakapan sehari-hari untuk merespon
percapakan dalam Bahasa Jawa. Hal ini memperlancar komunikasi Arief dengan
orang dari Jawa, sehingga adaptasinya di Solo menjadi semakin lancar.
Dalam kajian psikologi, kedua cara menghadapi perbedaan budaya tersebut
dalam pengalaman tersebut disebut dengan strategi akulturasi integrasi (Berry,
2007). Penggunaan strategi tersebut ditandai dengan adanya orientasi individu
untuk mempertahankan budaya yang asli yang dimilikinya, dan juga adanya
perilaku membuka diri terhadap budaya di lingkungan baru. Berbagai literatur
mengungkapkan bahwa strategi akulturasi integrasi merupakan strategi yang
paling adaptif untuk digunakan di perantauan karena membawa berbagai dampak
positif bagi individu yang menggunakannya, seperti hidup lebih sejahtera, dan
lebih cepat beradaptasi di perantauan (Berry, 1997, 2007; Berry & Hou, 2017). Di
sisi lain, penggunaan strategi yang jauh dari strategi akulturasi integrasi dapat
membawa hasil yang berbeda pula. Penggunaan strategi akulturasi marginalisasi
misalnya, di mana individu tidak membuka diri terhadap budaya di lingkungan
barunya, dapat membawa individu memiliki kepuasan hidup yang rendah di
perantauan karena rentan mengalami konflik dan diskriminasi di perantauan
(Berry & Hou, 2017; Ramos, Cassidy, Reicher, & Haslam, 2016).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Pada tahun 2014 sempat ramai dibicarakan seseorang bernama Florence
Sihombing, mahasiswa pascasarjana yang berkuliah di Yogyakarta. Berawal dari
Florence yang ditegur karena memotong antrean saat hendak melakukan
pengisian bahan bakar, ia mencurahkan perasaannya di media sosial (Tim VIVA,
2014).
“Jogja miskin, tolol, miskin dan tak berbudaya. Teman-teman
Jakarta, Bandung, jangan mau tinggal di Jogja”.
Banyak pihak yang merasa tidak terima dengan kiriman tersebut dan
melaporkan kasus ini ke polisi. Bahkan situs berita liputan6.com menulis dengan
judul Florence Sihombing kini jadi orang paling dicari di Jogja (“Florence
Sihombing Kini Jadi `Orang Paling Dicari di Jogja`,” 2014). Kasus ini terus
berjalan di pengadilan, hingga akhirnya Florence dijatuhi hukuman 2 bulan
penjara karena dianggap melakukan pencemaran nama baik (Yanuar, 2015).
Kasus di atas menunjukkan bahwa Florence tidak menggunakan strategi yang
adaptif di perantauan.
Ditinjau dari teori Berry, Florence nampak tidak menggunakan strategi
akulturasi yang adaptif. Dari kasus Florence, ia terlihat mempertahankan budaya
asli yang dimiliki dengan mengajak teman-temannya yang berasal dari Jakarta dan
Bandung untuk tidak ke Yogyakarta. Padahal Florence adalah mahasiswa yang
berkuliah di Yogyakarta, akan tetapi Florence seperti tidak mengidentifikasi
Yogyakarta sebagai tempat tinggalnya juga. Dari sisi terbuka atau menerima
budaya di perantauan, Florence juga terlihat tidak melakukan hal tersebut.
Florence cenderung terlihat tidak menyesuaikan diri dengan budaya yang ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Yogyakarta. Dari pembahasan di atas, Florence terlihat seperti menggunakan
strategi akulturasi separasi, di mana strategi akulturasi ini merupakan strategi
yang tidak adaptif karena membatasi interaksi dengan budaya di tempat baru.
Penggunaan strategi yang adaptif menekankan pada perantau untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Di sisi lain, dalam psikologi dikenal
pendekatan psikososial, di mana pendekatan ini juga memandang bahwa
perkembangan psikologis individu tidak hanya berasal dari dalam dirinya saja,
melainkan juga dari interaksi antara individu dengan lingkungan sosialnya
(Erikson, dalam Newman & Newman, 2012). Individu yang tumbuh bersama
dengan lingkungan sosialnya kemungkinan memiliki penyesuaian diri yang baik
pula terhadap lingkungan. Kemampuan penyesuaian diri ini merupakan
kemampuan yang dibutuhkan dalam penggunaan strategi akulturasi integrasi. Hal
ini memungkinkan adanya hubungan antara kematangan psikososial pada individu
dengan pengambilan strategi akulturasi integrasi.
Teori tahap perkembangan psikososial dari Erikson membagi tahap
perkembangan ke dalam delapan tahap (Feist & Feist, 2008). Pada masing-masing
tahap, individu akan mengembangkan suatu unsur dalam dirinya. Unsur yang
dikembangkan dapat bersifat positif, dan negatif. Individu dikatakan semakin
matang secara psikososial saat individu semakin banyak mengembangkan unsur
positif (Olczak & Goldman, 1975). Unsur positif tersebut adalah trust, autonomy,
initiative, industry, identity, intimacy, generativity, dan ego integrity (Newman &
Newman, 2012). Unsur-unsur tersebut berkaitan dengan kemampuan individu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
untuk membentuk dirinya dan di saat yang sama juga menyesuaikan diri dengan
tuntutan masyarakat.
Penelitian dilakukan di lingkungan Fakultas Psikologi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta karena banyaknya jumlah mahasiswa perantau di gakultas
tersebut. Berdasarkan data yang didapat dari Sekretariat Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (2018), persentase mahasiswa perantau di
fakultas tersebut berjumlah 634 mahasiswa, atau 68 persen dari keseluruhan
mahasiswa. Penelitian ini dapat membantu melihat penggunaan strategi akulturasi
integrasi dari mahasiswa perantau di Fakultas Psikologi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, penggunaan
strategi akulturasi integrasi ini penting karena dianggap sebagai cara yang paling
adaptif dalam menghadapi perbedaan budaya (Berry, 2007). Selain itu, salah satu
tujuan yang harus dicapai oleh mahasiswa psikologi adalah kemampuan untuk
menjalin relasi interpersonal yang baik (APA Board of Educational Affairs Task
Force on Psychology Major Competencies, 2013) yang juga merupakan aspek
penyusun dari penggunaan strategi akulturasi integrasi.
Pengalaman yang dihadapi oleh mahasiswa perantau tidak lepas dari peran
berbegai pihak 1) orangtua mahasiswa perantau, 2) pihak universitas, 3)
masyarakat di sekitar tempat tinggal mahasiswa perantau, dan 4) ilmuwan serta
praktisi psikologi. Pertama, peran orangtua mahasiswa dalam hal membentuk diri
mahasiswa perantau. Pola asuh yang digunakan orangtua mempengaruhi resiliensi
mahasiswa di perantauan (Cahya Permata & Listiyandini, 2015). Dengan
mendidik anaknya untuk mandiri dan menggunakan pola asuh otoritatif, orangtua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
dapat membuat anak menjadi lebih resilien di perantauan. Selain itu, dukungan
sosial yang diberikan orangtua juga dapat membuat mahasiswa perantau membuat
mahasiswa perantau merasa didukung, dicintai, dan diperhatikan (Harijanto &
Setiawan, 2017).
Kedua, pihak universitas dan juga Kemenristekdikti yang berperan dalam
mendorong prestasi mahasiswa. Untuk mencapai hal tersebut universitas dan
Kemenristekdikti akan menyediakan sistem pelajaran, dan menyediakan fasilitas
pembelajaran yang memadai (Novenanty, n.d.). Selain dari sisi akademis, pihak
universitas dan Kemenristekdikti juga berperan dalam pengembangan diri
mahasiswa. Peran ini dijalankan dengan mengadakan program pengembangan-
pengembangan bagi mahasiswa.
Ketiga, masyarakat di lingkungan sekitar berperan memberi dukungan bagi
mahasiswa perantau (Lian & Tsang, 2010; Sullivan & Kashubeck-West, 2015).
Dukungan diberikan dalam berbagai bentuk seperti perhatian, dorongan, dan juga
dukungan materi. Adanya dukungan dari masyarakat sekitar akan menggantikan
dukungan yang biasa didapat dari orangtua dan orang-orang di daerah asalnya
(Phillimore, 2011). Hal ini dapat memudahkan mahasiswa perantau untuk
beradaptasi.
Keempat, ilmuwan dan praktisi psikologi berperan dalam pengembangan
ilmu pengetahuan. Pengembangan ini dilakuakan untuk meningkatkan
pemahaman tentang perilaku manusia, baik dalam bentuk pemahaman mengenai
diri sendiri maupun orang lain (HIMPSI, 2010). Ilmu pengetahuan ini penting
bagi kesejahteraan masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
B. Rumusan Permasalahan
Di perantauan, mahasiswa perantau akan bertemu dengan orang dari budaya
yang berbeda. Dalam mengahadapi perbedaan budaya ini terdapat berbagai
macam strategi. Strategi akulturasi integrasi merupakan strategi yang adaptif dan
membawa banyak manfaat bagi mahasiswa perantau. Manfaat tersebut antara lain
dapat meningkatkan kesejahteraan serta kepuasan hidup mahasiswa di perantauan
(Berry & Hou, 2017). Di sisi lain, dari pembahasan sebelumnya dapat dilihat
bahwa ada banyak perantau di Yogyakarta, namun tidak semua mahasiswa rantau
mengembangkan identitas adaptif dan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan
di lingkungan baru. Ketidakmampuan ini dapat menyebabkan berbagai hal, seperti
diskriminasi, dan penurunan kualitas hidup mahasiswa perantau (Berry & Hou,
2017).
Melihat kesenjangan tersebut, peneliti melakukan penelitian yang
berhubungan dengan strategi akulturasi integrasi. Penelitian mengenai strategi
akulturasi mahasiswa perantau belum banyak dilakukan di Indonesia. Penelitian
yang sudah dilakukan, antara lain studi deskriptif mengenai penggunaan strategi
akulturasi pada etnik Minangkabau dan Batak di Bandung (Jamhur et al., 2015)
dan penelitian kualitatif dengan subjek ekspatriat yang ada di Yogyakarta (Sari &
Subandi, 2015). Padahal penelitian menganai penggunaan strategi akulturasi dan
dampaknya menjadi topik yang banyak dibahas di luar negeri (Ahani, 2016; Berry
& Hou, 2017; Dona & Berry, 1994; Pham & Harris, 2001). Hal ini perlu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
dilakukan mengingat penelitian mengenai akulturasi perlu dilakukan di berbagai
konteks dan partisipan yang berbeda (Sam & Berry, 2006).
C. Ruang Lingkup
Perbedaan antara budaya asli dengan budaya baru dihadapi oleh seluruh
mahasiswa perantau, namun dalam penelitian ini peneliti hanya akan melihat
hubungan antara kematangan psikososial dengan penggunaan strategi akulturasi
integrasi pada mahasiswa perantau di Fakultas Psikologi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta. Yang dimaksud dengan mahasiswa perantau dalam
penelitian ini adalah mahasiswa yang berasal dari luar Daerah Istimewa
Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa perantau yang berusia 18-25
tahun. Penelitian ini tidak mengkategorikan, atau memeriksa strategi apa yang
digunakan oleh partisipan.
D. Tujuan
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk melihat hubungan
antara kematangan psikososial dengan pengambilan strategi akulturasi integrasi
pada mahasiswa perantau.
E. Pertanyaan Penelitian
Apakah ada hubungan yang signifikan antara kematangan psikososial
dengan pengambilan strategi akulturasi integrasi pada mahasiswa perantau?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi mahasiswa perantau
dan juga bagi pihak-pihak yang berhubungan dengan mahasiswa perantau. Bagian
ini akan menjabarkan manfaat-manfaat apa saja yang diberikan melalui penelitian
ini.
1. Bagi Mahasiswa Perantau
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan mahasiswa
perantau tentang hubungan antara kematangan psikososial dengan penggunaan
strategi akulturasi integrasi. Pengetahuan ini dapat menjadi bekal bagi bagi
mahasiswa perantau untuk dapat meningkatkan penggunaan strategi akulturasi
intergasi di perantauan.
2. Bagi orangtua dan pihak universitas
Penelitian ini bermanfaat bagi orang tua mahasiswa persntsu untuk
mempersiapkan kematangan anak. Bagi universitas, penelitian ini bermanfaat
untuk memperkaya materi yang dapat digunakan dalam program
pengembangan mahasiswa perantau. Misalnya program mengenai cara yang
adaptif dalam menghadapi perbedaan budaya, dan bagaimana meningkatkan
perilaku adaptif tersebut.
3. Bagi masyarakat di sekitar tempat tinggal mahasiswa perantau
Melalui pemapaparan teori, penelitian ini dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat sekitar mengenai perannya bagi proses adaptasi mahasiswa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
perantau. Masyarakat sekitar juga dapat mengetahui dinamika yang dialami
oleh mahasiswa perantau selama di perantauan.
4. Bagi ilmuwan dan praktisi psikologi
Penelitian ini dapat memperkaya kajian psikologi dalam hal penggunaan
strategi akulturasi integrasi pada mahasiswa perantau. Pengetahuan baru yang
didapat dapat menambah pengetahuan yang sudah ada, sehingga dapat
melengkapi pemahaman yang sudah ada sebelumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengantar
Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai variabel-variabel dan target
grup yang ada dalam penelitian ini supaya dapat terlihat hubungan antara kedua
variabel. Pertama, peneliti akan membahas menganai dinamika psikologis
mahasiswa perantau yang akan dibahas dari 2 perspektif : psikologi
perkembangan dan psikologi sosial. Dari perspektif psikologi perkembangan,
dinamika psikologis mahasiswa perantau akan dibahas dari tahap dan tugas
perkembangan yang sedang dijalani oleh mahasiswa pernatau. Sedangkan pada
perspektif psikologi sosial, akan dibahas dinamika kelompok yang memiliki
pengalaman dan dinamika serupa dengan mahasiswa perantau. Hal ini dilakukan
untuk mendapakan gambaran yang luas mengenai mahasiswa perantau.
Bab ini juga akan menjabarkan variabel-variabel yang ada dalam penelitian
ini, mulai dari definisi, aspek, dan faktor-faktor yang mempengaruhi variabel.
Peneliti juga akan menjabarkan hubungan kedua variabel dengan mahasiswa
perantau, dan juga hubungan antara kedua variabel itu sendiri. Melalui hubungan-
hubungan tersebut, bab ini akan ditutup dengan hipotesis yang diajukan oleh
peneliti.
B. Dinamika Psikologis Mahasiswa Perantau
Untuk mendapatkan gambaran yang utuh mengenai mahasiswa perantau,
bab ini akan membahas mahasiswa perantau dari dua perspektf. Kedua perspektif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
tersebut adalah psikologi perkembangan dan psikologi sosial. Dari perspektif
perkembangan, mahasiswa perantau akan dilihat sebagai individu yang berada
dalam tahap perkembangan emerging adulthood. Pembahasan dinamika
psikologis mahasiswa perantau dari perpektif psikologi sosial akan memandang
mahasiswa perantau sebagai sojourner.
1. Perspektif Perkembangan
Dari perspektif perkembangan, mahasiswa berada di tahap
perkembangan emerging adulthood, yaitu berusia 18-25 tahun (Santrock,
2014; Subdit Statistika Pendidikan dan Kesejahteraan Sosial, 2017). Arnett
(2000) menggambarkan tahap emerging adulthood sebagai tahapan peralihan
dari tahap remaja menuju tahap dewasa. Pada tahap ini individu mulai
melepaskan ketergantungannya terhadap orang lain layaknya tahap anak-anak
dan remaja yang masih bergantung pada orangtuanya, akan tetapi belum
memiliki tanggungjawab yang dimiliki orang dewasa, seperti bekerja dan
menghidupi keluarga.
Tahapan emerging adulthood memiliki tugas khusus, yaitu eksplorasi
(Arnett, 2000). Eksplorasi menjadi cara individu untuk menemukan identitas
yang sebetulnya sudah dimulai sejak individu berada di tahap perkembangan
remaja, di mana eksplorasi menjadi cara individu untuk menemukan identitas
(Feist & Feist, 2008). Pada tahap emerging adulthood, eksplorasi semakin
terfokus dan mendalam di tiga hal, yaitu cinta, pekerjaan, dan pandangan
tentang dunia (Arnett, 2000). Pada eksplorasi dalam hal cinta, individu akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
memikirkan dan mencari orang untuk dijadikan pendamping hidup bukan lagi
untuk bersenang-senang saja (Arnett, 2005).
Kedua, dalam hal pekerjaan. Sebagai orang dewasa tentunya perlu
memenuhi berbagai kebutuhan hidup. Pada masa remaja individu belum
memikirkan tentang pekerjaan atau profesi apa yang akan ditekuninya.
Beberpa remaja misalnya mencari pekerjaan untuk dijadikan pengisi waktu
luang dan tamabahan uang saku (Larson & Verma, 1999). Dalam masa
peralihan ini individu mulai mencari pekerjaan yang menjadi ketertarikannya,
dan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Pada area yang ketiga, individu akan mendapat berbagai pandangan
tentang dunia melalui berbagai hal, seperti pengalaman hidup yang dialami
(Gutierrez & Park, 2015) dan pergi meninggalkan rumah (Arnett, 2015).
Dalam eksplorasi ini, terkadang individu juga dapat menemukan nilai-nilai
yang bertentangan dengan nilai-nilai yang dibawa olehnya sejak kecil (Arnett,
2000). Dengan adanya eksplorasi ini, individu akan memiliki gambaran yang
jelas tentang dirinya yang digunakan sebagai bekal untuk memasuki masa
dewasa nanti.
Sejalan dengan eksplorasi yang ditekankan oleh Arnett, Teori
Perkembangan Psikososial mengungkapkan bahwa mahasiswa perantau
sedang berada pada peralihan dari masa remaja menuju dewasa dan berusaha
mendapat kejelasan identitas melalui eksplorasi (Santrock, 2014). Identitas
berkaitan dengan tujuan hidup, nilai-nilai yang dianut. Ketika identitas tidak
atau belum didapat, individu mengalami identity confusion (Feist & Feist,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
2008). Hal ini ditandai dengan permasalahan seperti kurang memiliki
gambaran diri yang jelas dan ketidakmampuan membangun relasi. Pada masa
dewasa, individu yang mengalami identity confusion dapat mengalami
berbagai kesulitan, misalnya berpindah-pindah tempat kerja tanpa tujuan pasti,
bergonta-ganti pasangan, dan lain sebagainya.
2. Perspektif Psikologi Sosial
Dinamika yang dialami oleh mahasiswa perantau bisa dilihat dari
dinamika psikologis dari sojourner, yaitu orang yang meninggalkan daerah
asalnya dan tinggal di daerah tertentu untuk sementara waktu (Berry, 2007;
Church, 1982; Ikeguchi, 2008). Selain mahasiswa perantau, turis, dan orang
yang melakukan perjalanan bisnis juga tercakup dalam kategori sojourner.
Perpindahan sojourner ke tempat baru dan kontak dengan budaya yang
berbeda-beda di tempat baru dapat membawa dampak negatif bagi sojourner.
Berbagai penelitian telah berusaha melihat dampak dari pertemuan sojourner
dengan budaya yang berbeda. Dampak dari perbedaan budaya yang ditemui
ini adalah akulturatif stres, di mana hal tersebut dapat membawa kecemasan,
bahkan depresi pada individu yang mengalaminya (Berry, 2007; Church,
1982; Hamamura & Laird, 2014). Dampak lain dari kontak dengan budaya
lain adalah munculnya perasaan terisolasi karena jauh dari keluarga, teman,
dan harus hidup sendiri (Phillimore, 2011). Perasaan ini muncul akibat dari
perubahan kebiasaan dan hilangnya dukungan sosial yang biasa diterima
sojourner di tempat asalanya. ini menjadi beban tersendiri bagi sojourner.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Maka dari itu, dukungan sosial baik dari lingkungan barunya sangat
diperlukan sojourner untuk menggantikan dukungan yang biasa didapat di
tempat asalnya (Lian & Tsang, 2010; Sullivan & Kashubeck-West, 2015). Hal
ini tentu saja dapat membentu mengurangi dampak negatif yang dihadapi oleh
sojourner.
Akulturasi juga dapat membawa perubahan psikologis dalam diri
individu (Berry, 2007). Perubahan psikologis yang terjadi dalam diri
sojourner merupakan bentuk usaha untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan barunya (Berry, Poortinga, Breugelmans, Chasiotis, & Sam,
2012). Salah satu bentuk peruhahan yang dapat diamati adalah perubahan
bahasa. Sojourner akan menemui bahasa yang berbeda dari budaya aslinya.
Perbedaan bahasa dapat mengganggu proses komunikasi antara pendatang dan
orang di tempat baru, padahal komunikasi merupakan kunci bagi sojourner
untuk mampu berbaur dan terlibat dalam kehidupan di tempat barunya
(Selmer & Lauring, 2015). Usaha yang dapat dilakukan oleh sojourner untuk
menghadapi hal ini adalah dengan mempelajari bahasa di tempat barunya.
Berbagai penelitian menunjukkan perubahan pola makan juga dialami
oleh sojourner (Lesser et al., 2014; Skreblin & Sujoldzic, 2003). Perubahan
ini tidak lepas dari ketersediaan bahan makanan di lingkungan sekitar. Seperti
dalam penelitian, partisipan merasa bahwa dirinya lebih mudah untuk
mendapatkan buah dan sayur daripada di tempat asalnya. Hal ini diikuti
dengan tingkat konsumsi buah dan sayur partisipan yang meningkat. Akan
tetapi perubahan pola makan memang tidak terjadi begitu saja. Butuh waktu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
beberapa lama bagi sojourner untuk beradaptasi dengan makanan di tempat
baru (Raza et al., 2016).
Sojourner juga rentan mengalami diskriminasi. Diskriminasi adalah
tindakan tidak adil yang bersifat negatif, dan tindakan yang berbahaya kepada
anggota suatu kelompok yang disebabkan oleh keanggotaan anggota tersebut
di suatu kelompok (Aronson, Wilson, & Akert, 2005). Diskriminasi membuat
sojourner merasa tidak bisa menjalin relasi dengan budaya di sekitarnya
(Berry et al., 2006; Ramos et al., 2016). Tidak adanya relasi antara sojourner
dan lingkungan membuat kelekatan antara sojourner dengan lingkungan tidak
terbentuk. Lebih jauh lagi, mendapat diskriminasi dapat mengarahkan
sojourner pada penurunan kesehatan mental, dan menurunkan kepuasan hidup
pada sojourner (Berry & Hou, 2017).
Meski banyak tantangan yang dihadapi individu di perantauan, menjadi
sojourner juga memiliki berbagai manfaat. Pengalaman sojourner terpapar
budaya lain membuat belajar bahasa baru dapat meningkatkan kemampuan
sojourner dalam hal komunikasi lintas budaya (Salisbury, An, & Pascarella,
2013). Hal ini memungkinkan individu untuk menjalin relasi dengan teman
dari budaya berbeda (Williams, 2005). Dengan banyak menjalin relasi degan
individu yang berbeda budaya, sojourner akan terbiasa menemui perbedaan.
Penelitian menyebutkan bahwa melakukan kontak dengan orang-orang dari
budaya yang berbeda dapat meningkatkan toleransi pada individu (van Zalk,
Kerr, van Zalk, & Stattin, 2013).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Penyesuaian diri yang baik pada sojourner dapat meningkatkan
kesejahteraan sojourner selama berada di tempat baru (Berry & Hou, 2017).
Sebaliknya, ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri akan membawa
sojourner pada pengalaman kesepian, dan kehilangan makna hidup (Russell,
Rosenthal, & Thomson, 2010). Perubahan psikologis yang dialami oleh
individu juga berbeda-beda, sama halnya dengan cara individu menghadapi
perbedaan budaya yang berbeda-beda pula.
C. Strategi Akulturasi Integrasi
Pada bagian ini, peneliti akan menjabarkan hal-hal yang berakaitan dengan
variabel penggunaan strategi akulturasi integrasi, mulai dari definisi strategi
akulturasi integrasi, aspek-aspek yang membentuk strategi tersebut, dan faktor-
faktor yang memperngaruhi penggunaan strategi akulturasi integrasi. Bagian
terakhir akan membahas mengenai proses yang terdapat dalam strategi akulturasi
dan dampak yang ditimbulkan.
1. Definisi
Dalam menjelaskan mengenai akulturasi terdapat dua buah model yang
digunakan, yaitu model akulturasi unidimensional dan bidimensional (Arends-
Tóth & Van de Vijver, 2007). Model pertama adalah model akulturasi
unidimensional. Model ini memandang akulturasi sebagai suatu proses
kontinum, di mana individu akan mempertahankan budaya aslinya atau
beradaptasi dengan menyesuaikan diri mengikuti budaya yang ada di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
sekitarnya. Saat individu mempertahankan budaya aslinya, maka individu
tidak mengikuti budaya di sekiarnya, begitu pula sebaliknya. Model kedua
adalah model akulturasi bidimensional, di mana model ini menggunakan sudut
pandang bahwa dalam proses mempertahankan budaya yang dimiliki oleh
individu dan proses menyesuaikan diri dengan lingkungan berada dalam
dimensi yang berbeda. Hal ini memungkinkan individu untuk melakukan
keduanya secara bersamaan. Dari kedua model tersebut, peneliti menggunakan
model akulturasi bidimensional untuk digunakan dalam penelitian ini.
Model Akulturasi Bidimensional yang paling banyak diteliti adalah
model akulturasi yang dikembangkan oleh Berry (Arends-Tóth & van de
Vijver, 2006). Berry (2007) menggunakan pandangan bidemensional untuk
membuat suatu konsep yang dinamakan Strategi Akulturasi, di mana konsep
ini didasarkan pada dua buah isu. Pertama, apakah individu mempertahankan
budaya asli yang sudah dimilikinya atau tidak, dan yang kedua adalah apakah
individu terbuka terhadap budaya lain atau tidak. Pertemuan isu-isu tersebut
menghasilkan empat macam strategi akulturasi. Ketika individu
mempertahankan budaya aslinya dan di saat yang sama juga terbuka terhadap
budaya lain, strategi tersebut dinamakan integrasi. Sebaliknya ketika individu
tidak mempertahankan budaya aslinya, dan di sisi lain juga tidak mau
menerima budaya baru di tempat tinggalnya, individu tersebut menggunakan
strategi marginalisasi. Strategi asimilasi digunakan saat indvidu tidak
mempertahankan budaya aslinya, dan lebih memilih untuk membuka dirinya
bagi budaya baru di sekitarnya. Berkebalikan dengan asimilasi, individu yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
menggunakan strategi akulturasi separasi justru lebih memilih untuk
mempertahankan budaya asli yang dimiliki dan tidak membuka diri dengan
budaya baru yang ada di sekitarnya.
Dari pembahasan di atas, dapat dilihat bahwa definisi dari strategi
akulturasi integrasi adalah cara mengahadapi perbedaan budaya yang ditandai
dengan orientasi untuk mempertahankan budaya asli dan membuka diri
terhadap budaya di lingkungan baru. Definisi inilah yang akan digunakan oleh
penliti dalam melakukan penelitian.
2. Aspek-aspek Strategi Akulturasi Integrasi
Strategi akulturasi integrasi terbentuk dari sikap individu yang memiliki
orientasi untuk mempertahankan budaya asli, dan terbuka terhadap budaya
lain. Pada bagian ini, bentuk nyata dari kedua hal tersebut akan dijabarkan
secara lebih detail.
a. Sikap Mempertahankan Budaya Asli
Berry (2007) menjelaskan perilaku individu untuk tetap
mempertahankan budaya yang sudah dimilikinya meskipun berada di
tempat yang baru. Bentuk dari perilaku mempertahankan budaya asli dapat
bermacam-macam. LaFromboise, Coleman, & Gerton (1993) menjelaskan
bahwa kemampuan ini ditandai dengan perasaan positif dari individu saat
harus menjalin relasi dengan orang dari budaya yang sama dengannya.
Selain itu, perilaku mempertahankan budaya asli ini dapat dilihat
dari penggunaan bahasa dari daerah asal oleh individu (Ikeguchi, 2008).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Penggunaan bahasa ini menjadi hal ditekankan karena bahasa merupakan
identitas bagi suatu kelompok budaya. Ikeguchi juga mengungkapkan
bahwa mempertahankan budaya asli juga berarti mempertahankan
pertemanan dari daerah asalnya, dan juga tetap menjalin kontak dengan
keluarganya. Berkaitan dengan hal tersebut, individu juga akan memiliki
rasa tanggungjawab untuk melakukan sesuatu bagi orang-orang tersebut.
Individu yang mempertahankan budaya aslinya juga memiliki
pengetahuan tentang budaya aslinya dan juga memiliki perasaan aman saat
bersama dengan orang dari daerah asalnya.
b. Sikap Terbuka Terhadap Budaya Lain
Berbagai literatur menggambarkan sikap terhadap budaya lain
sebagai mau menjalin kontak dengan budaya lain. Ikeguchi (2008)
menjelaskan bahwa penyesuaian diri dengan lingkungan memerlukan
individu untuk dapat memahami nilai-nilai dan makna yang ada di dalam
lingkungan barunya. Salah satu contoh yang dapat dilihat adalah dalam
percakapan dengan orang yang lebih tua, hendaknya individu berbicara
dengan menggunakan bahasa krama. Selain itu, terbuka terhadap
lingkungan baru berarti juga mengembangkan relasi sosial dan terlibat
dalam lingkungan tersebut. Ada pula unsur-unsur budaya yang
digambarkan Ikeguchi (2008) sebagai unsur implisit, seperti gaya
komunikasi, dan unsur eksplisit seperti makan, musik, dan lain
sebagainya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Penjabaran mengenai kedua aspek pembentuk strategi akulturasi integrasi
dapat meningkatkan pemahaman akan penggunaan strategi akulturasi
integrasi. Penjabaran mengenai kedua aspek tersebut masih bisa diperbanyak
dengan menyasar ke berbagai situasi kehidupan yang lain (Arends-Tóth & van
de Vijver, 2006).
3. Faktor-faktor
Penggunaan strategi akulturasi integrasi tidak serta-merta dapat
digunakan oleh individu. Dalam prosesnya, terdapat faktor-faktor yang
mendukung maupun menghambat pengambilan strategi akulturasi integrasi.
Bagian ini akan menjelaskan mengenai faktor-faktor tersebut.
a. Karakteristik Masyarakat di Tempat Baru
Berry dan Sam (2010) menyebutkan bahwa sikap individu juga
dibentuk dari kondisi dan tuntutan masyarakat sekitar. Di antara
masyarakat yang multikultural, integrasilah yang akan didukung.
Sedangkan ketika masyarakat berusaha mengembangkan lingkungan yang
harmonis dan sejenis, maka strategi akulturasi asimilasi akan lebih
mendapat dukungan. Bakker dkk., (2006) juga mengungkapkan hal yang
sama, yaitu bahwa masyarakat memiliki pengaruh yang besar terhadap
pemilihan strategi akulturasi dari individu. Sikap terbuka masyarakat
terhadap pendatang misalnya, memungkinkan terjadinya interaksi antara
pendatang dengan penduduk setempat. Kondisi seperti ini memungkinkan
pendatang untuk menggunakan strategi akulturasi integrasi. Tidak adanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
keterbukaan dari masyarakat hanya memungkinkan individu untuk
mengambil strategi akulturasi separasi dan marginalisasi.
Di Yogyakarta sendiri terdapat stereotip dan prasangka terhadap
orang-orang dari Papua (Nugraha, 2015). Bentuknya bermacam-macam,
mulai dari menganggap orang Papua suka minum-minum, membuat
kerusuhan, suka melanggar aturan, dan lain sebagainya. Hal membuat
orang orang Papua di Yogyakarta mengalami berbagai diskriminasi
(Masyitoh, 2017). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Masyitoh (2017)
dijelaskan bahwa mahasiswa Papua mengalami berbagai penolakan saat
hendak mencari kos, saat hendak menyewa motor atau mobil, dan juga
dijauhi di masyarakat.
Dalam akulturasi, bukan tidak mungkin antara satu budaya dengan
budaya lain memiliki kesamaan dalam hal nilai, kepercayaan, atau yang
lainnya. Seberapa besar kesamaan budaya yang ditemui di tempat baru
juga menjadi faktor yang menentukan perilaku integrasi dari individu
(Arends-Tóth & van de Vijver, 2006; de Anda, 1984). Persamaan yang
terdapat pada kedua budaya memungkinkan individu untuk lebih cepat
memahami lingkungan. Dengan demikian, individu akan mampu lebih
cepat menyesuaikan diri dengan norma dan cara hidup di tempat yang
baru. Hal tersebut akan membantu individu dalam mengambil strategi
akulturasi integrasi. Mahasiswa yang berasal dari Jawa dan berkuliah di
Yogyakarta tidak akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri. Hal
ini karena budaya sopan santun yang dijunjung dalam kehidupan sehari-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
hari mampu membantu mahasiswa dari Jawa untuk diterima di masyrakat
(Endrayanty, 2012).
Selain kesamaan norma dan nilai-nilai dalam suatu budaya,
persamaan atau perbedaan fisik juga menjadi faktor yang menentukan
dalam pengambilan strategi akulturasi integrasi. Di dalamnya termasuk
etnisitas yang dimiliki oleh individu. Datang ke tempat baru di mana
individu memiliki karakter fisik yang sama dengan orang-orang di
sekitarnya akan memudahkan individu tersebut untuk menyatu dengan
masyarakat (de Anda, 1984). Sebaliknya, perbedaan karakter fisik seperti
warna kulit dan perbedaan bentuk mata akan terlihat secara langsung.
Dengan perbedaan ini, orang di lingkungan baru dapat langsung
membedakan ‘outsiders’ dengan ‘insiders’. Hal ini membuat perbedaan
fisik menjadi dapat penghalang bagi individu dalam melakukan sosialisasi.
b. Karakteristik Personal
Selain faktor dari budaya di sekitar, faktor dari dalam diri individu
pun memiliki peranan (Arends-Tóth & van de Vijver, 2006). Salah satunya
ada kemampuan problem solving yang dimiliki oleh individu (de Anda,
1984). Kemampuan problem solving mengindikasikan kemampuan
kognitif individu untuk memahami lingkungan. Pemahaman ini dapat
membawa individu untuk merespon lingkungannya dengan cara yang
tepat. Cara merespon lingkungan yang dilakukan dengan tepat
memungkinkan individu untuk lebih mudah menjalin relasi dengan budaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
lain, di mana hal tersebut penting dalam pengambilan strategi akulturasi
integrasi.
Karakteristik individu lainnya yang dapat menjadi faktor penentu
adalah kemampuan individu untuk menggunakan bahasa baru (de Anda,
1984). Seperti yang sudah diungkapkan sebelumya bahwa kemampuan
berbahasa ini dapat membuka jalan bagi individu untuk menjalin relasi
dengan orang dari budaya baru (Williams, 2005). Adanya keterbukaan
terhadap budaya lain dalam diri individu dapat menjadi jalan bagi individu
untuk menggunakan strategi akulturasi integrasi.
Meskipun terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pengambilan
strategi akulturasi integrasi pada individu, peneliti memiliki keterbatasan
untuk dapat melibatkan seluruh faktor tersebut ke dalam penelitian. Faktor
kesamaan budaya antara budaya asli individu dengan budaya di tempat baru
misalnya, tidak dapat peneliti libatkan secara mendalam dalam penelitian ini.
4. Proses dan Dampak
Aspek aspek dan faktor memberi dampak pada individu, berikut
penjelasannya. Pembahasan sebelumnya menjelaskan bahwa strategi
akulturasi integrasi merupakan perilaku individu untuk mempertahankan
budaya asli sekaligus membuka diri terhadap budaya baru dalam menghadapi
akulturasi. Penggunaan strategi akulturasi integrasi sendiri berhubungan
dengan adaptasi individu di tempat barunya (Lian & Tsang, 2010). Berkaitan
dengan hal tersebut, penggunaan strategi akulturasi integrasi berhubungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
juga dengan rendahnya stres pada individu yang disebabkan oleh perbedaan
budaya di lingkungan baru (Sullivan & Kashubeck-West, 2015). Hal ini
terjadi karena pengambilan strategi akulturasi integrasi memungkinkan
individu untuk mendapat dukungan sosial baik dari budaya asalnya, maupun
orang-orang budaya baru. Selain berhubungan dengan adaptasi dan rendahnya
tingkat stres, penggunaan strategi akulturasi integrasi juga berhubungan
dengan kepuasan hidup yang lebih baik dibanding dengan individu yang
menggunakan strategi lainnya (Ryabichenko & Lebedeva, 2016). Banyaknya
manfaat yang didapat dari pengambilan strategi akulturasi integrasi, tidak
heran apabila berbagai penelitian menganggap strategi ini sebagai strategi
yang paling adaptif untuk digunakan dalam menghadapi akulturasi (Berry,
1997).
Sebaliknya, individu yang tidak mengambil strategi akulturasi integrasi
memiliki sikap untuk tidak mempertahankan budaya asli yang dimiliki dan di
sisi lain juga cenderung tidak membuat kontak dengan budaya di sekitarnya
(Berry, 2007). Dampak dari sikap seperti ini membuat individu rentan
terhadap perlakuan diskriminasi dari lingkungan barunya (Berry & Hou,
2017). Hal ini juga berkaitan dengan rendahnya adaptasi individu di
lingkungan sosial dan rendahnya kepuasan hidup individu di tempat barunya
(Lian & Tsang, 2010; Ryabichenko & Lebedeva, 2016).
Penggunaan strategi akulturasi juga bisa ditingkatkan. Meningkatkan
perilaku integrasi tentu berarti meningkatkan orientasi individu terhadap
budaya aslinya, dan juga meningkatkan partisipasi individu dengan budaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
barunya. Bryam dalam Yu & Wang (2011) mengungkapkan bahwa kunci
untuk dapat menjalin relasi dengan budaya baru adalah melalui pemahaman
akan bahasa daerah setempat. Dampak yang dibawa dari meningkatnya relasi
individu dengan lingkungannya antara lain menghindari terjadinya
diskriminasi, dan juga kesepian, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
individu (Berry & Hou, 2017).
Untuk melakukan kontak dengan budaya lain, individu juga memerlukan
situasi yang nyaman bagi dirinya. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya
bahwa pertemuan individu dengan budaya lain dapat memunculkan akulturatif
stres yang dapat membuat individu mengalamai kecemasan, bahkan depresi
(Berry, 2007; Church, 1982; Hamamura & Laird, 2014). Adanya akulturatif
stres dapat menghambat individu untuk terlibat dengan lingkungan barunya.
Untuk mengatasi hal ini, individu memerlukan strategi coping, di mana
strategi coping adalah cara yang diambil oleh individu untuk mengurangi stres
(Lazarus & Folkman, 1984). Schmitz (dalam Kosic, 2004) mengungkapkan
bahwa penggunaan strategi coping yang lebih berfokus pada masalah daripada
emosi memiliki hubungan yang kuat dengan penggunaan strategi akulturasi
integrasi. Dengan demikian, melatih individu untuk secara aktif menggunakan
strategi coping yang berfokus terhadap permasalahan dapat mendorong
meningkatnya perilaku integrasi pada individu juga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
D. Strategi Akulturasi Integrasi pada Mahasiswa Perantau
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, mahasiswa pergi merantau dengan
tujuan untuk menuntut ilmu. Akan tetapi, mahasiswa perantau juga menghadapi
tantangan di perantauan seperti akulturatif stres (Risaharti & Wang, 2018). Hal ini
disebabkan karena perbedaan budaya yang dihadapi oleh mahasiswa perantau
antara budaya aslinya dengan budaya di tempat baru. Ketidakmampuan untuk
menghadapi akulturatif stres ini juga dapat meningkatkan kemungkinan individu
untuk mengalami diskriminasi yang diakibatkan oleh terpisahnya individu dari
lingkungan sekitar (Ramos et al., 2016) dan berujung pada rendahnya kepuasan
hidup mahasiswa di perantauan (Ryabichenko & Lebedeva, 2016).
Rendahnya penggunaan strategi akulturasi integrasi dapat membuat
mahasiswa perantau mengalami berbagai kesulitan. Segala kesulitan ini dapat
membuat mahasiswa tidak lagi fokus dengan tujuan awal merantau, yaitu untuk
menuntut ilmu. Penelitian yang dilakukan oleh Rania, Siri, Bagnasco, Aleo, &
Sasso (2014) sendiri menekankan pentingnya bagi mahasiswa perantau
membangun relasi yang baik dengan lingkunga. Hal ini dapat mendukung
performa akademik dari mahasiswa perantau. Rania et al., (2014) juga
menambahkan bahwa performa akademik mahasiswa perantau juga dipengurhi
oleh kepuasan hidupnya selama di perantauan.
Kontak dengan orang orang dan budaya yang berbeda dengan budaya asli
yang dimiliki oleh mahasiswa perantau adalah suatu hal yang tidak dapat
dihindari (Imamura & Zhang, 2014). Akan tetapi mahasiswa perlu melakukan
kontak dan terbuka dengan budaya di tempat barunya (Berry & Sam, 2010). Sikap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
terbuka terhadap budaya lain dan tetap menjalin kontak dengan budaya asli seperti
dalam pengambilan strategi akulturasi integrasi berhubungan dengan kepuasan
hidup mahasiwa perantau (Ryabichenko & Lebedeva, 2016), dan rendahnya
akulturatif stres yang dialami di lingkungan baru (Kosic, 2004). Melalui
pembahasan di atas dapat dipahami pentingnya strategi akulturasi integrasi dalam
kehidupan mahasiswa perantau.
E. Kematangan Psikososial
Setelah membahas mengenai penggunaan strategi akulturasi integrasi,
bagian ini akan membahas mengenai kematangan psikososial. Penjelasan akan
dimulai definisi kematangan psikososial, dilanjutkan dengan tahap-tahap
perkembangan psikososial dari Erikson, dan terakhir adalah proses dan dampak.
1. Definisi Kematangan Psikososial
Pendekatan psikososial melihat perkembangan sebagai hasil dari proses
biologis, psikologis, dan sosial yang saling mempengaruhi dalam diri individu
(Newman & Newman, 2012). Newman dan Newman (2012) menganalogikan
perkembangan ego ini dengan teori evolusi, di mana teori ini memandang
adaptasi sebagai hasil dari interaksi organisme dengan lingkungan fisiknya.
Dengan kata lain, pendekatan ini memandang bahwa ego individu tidak
berkembang dengan sendirinya, melainkan menyesuaikan juga dengan
kebutuhan lingkungan sosial dan juga kemampuan fisik dari individu itu
sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Greenberger dan Sorensen (1974) juga menjelaskan konsep psikososial
sebagai kesatuan proses antara faktor biologis, psikologis, dan sosiologis dari
individu. Lagi-lagi individu perlu menyesuaikan diri dengan tuntutan dari
lingkungan sosial yang ada. Adapun untuk dapat memenuhi tuntutan sosial di
sekitarnya, individu harus mampu memiliki 3 buah kemampuan. Pertama,
kemampuan untuk menjadi diri yang berfungsi sepenuhnya. Kemampuan ini
meliputi kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, dan
bertanggungjawab atas keberlangsungan hidupnya sendiri. Kemampuan yang
kedua adalah kemampuan untuk menjalin interaksi dengan orang lain. Dalam
hidup, manusia tidak pernah lepas dari orang lain. Individu perlu bekerjasama
dan melakukan kontak sosial untuk bertahan hidup. Dengan adanya
kemampuan untuk menjalin relasi sosial, individu akan dapat diterima dan
dipercaya dalam masyarakat (Greenberger & Sorensen, 1974). Yang terakhir
adalah kemampuan untuk memberi kontribusi bagi kesatuan masyarakat.
Kemampuan ini perlu dikembangkan karena dipandang dapat
mempertahankan keberlangsungan dari masyarakat dan individu itu sendiri.
Setelah mendapat gambaran mengenai konsep psikososial, selanjutnya akan
dibahas mengenai apa itu kematangan.
Greenberger dan Sorensen (1974) melalui tulisannya yang berjudul
Toward a Concept of Psychosocial Maturity membagi konsep kematangan
menjadi dua hal, yaitu statis dan dinamis. Konsep kematangan statis
menggambarkan kematangan dengan deskripsi akan hasil yang seharusnya
dicapai atau hasil akhir dari suatu produk. Sedangkan, konsep kematangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
dinamis menjelaskan kematangan melalui langkah-langkah yang harus dilalui
untuk mencapai produk akhir. Dari penjebaran tersebut, kematangan berbica
mengenai tahapan tercapainya produk akhir atau perkembangan yang
seutuhnya dari suatu tahap perkembangan.
Salah satu ahli yang menggunakan pendekatan Psikososial adalah Erik
Erikson (Newman & Newman, 2012). Melalui teori perkembangan
psikososialnya, Erikosn membagi tahap perkembangan manusia menjadi
delapan tahapan di mana setiap tahapan perkembangan menjadi dasar bagi
perkembangan di tahap selanjutnya. Feist & Feist (2008) menganalogikan
perkembangan ini seperti seorang anak yang belajar jalan. Proses belajar jalan
diawali dari anak yang hanya bisa merangkak, setelah bisa merangkak,
barulah anak tersebut mampu berdiri, berjalan, kemudian baru berlari dan
melompat. Ketika anak sudah memiliki kemampuan untuk melompat,
kemampuan untuk merangkak, berjalan, dan berlarinya tidak hilang. Dengan
kata lain, kemampuan tersebut dibangun di atas kemampuan lainnya.
Menurut Erikson, individu akan menjumpai krisis di setiap tahapan
perkembangan. Dalam penyelesaian krisis tersebut, individu akan mengalami
konflik antara unsur sistonik dan distonik. Unsur sistonik menrupakan unsur-
unsur positif, seperti trust, autonomy, industry, dan identity. Sebaliknya, unsur
distonik merupakan unsur negatif seperti mistrust, guilty, dan shame. Konflik
tersebut akan menghasilkan basic strength yang akan menjadi modal bagi ego
untuk melangkah ke tahap perkembangan selanjutnya. Ketika basic strength
tersebut tidak terpenuhi, yang terjadi adalah munculnya anthithesis atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
patologi dari basic strength. Olczak & Goldman (1975) mendifiniskan
kematangan psikososial sebagai seberapa sukses individu menyelesaikan
krisis di setiap tahap perkembangan psikososial.
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat dilihat bahwa definisi dari
kematangan psikososial adalah seberapa sukses individu menyelesaikan krisis
dari tahap perkembangan yang merupakan kesatuan dari proses biologi,
psikologi, dan sosiologi individu. Definisi kematangan psikososial dan
tahapan perkembangan psikososial Erikson inilah yang akan dijadikan
landasan teori untuk melihat kematangan psikososial dalam penelitian ini.
2. Tahap-tahap Perkembangan Psikososial
Pada pembahasan sebelumnya telah disebutkan bahwa setiap tahapan
perkembangan psikososial, individu akan mengahdapi krisis. Untuk
memahami krisis yang dihadapi oleh individu dalam proses mencapai
kematangan psikososial, krisis dari setiap tahapan akan dijabarkan di bagian
ini.
a. Masa bayi
Pada masa bayi, individu akan mengalami konflik antara basic trust
vs basic mistrust. Perkembangan dua hal ini akan dipengaruhi oleh
pemenuhan kebutuhan bayi dari lingkungannya, di mana ibu merupakan
figur yang penting dalam pemenuhan kebutuhan ini (Alwisol, 2009). Saat
lingkungan dapat memenuhi kebutuhan si bayi, seperti makanan, dan
keramahan, individu akan mengembangkan basic trust, di mana individu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
yang mampu mengembangkan basic trust dalam dirinya akan memiliki
rasa percaya terhadap orang lain, serta memandang dunia, orang lain, dan
dirinya sendiri secara positif (Santrock, 2014). Pada masa dewasa,
individu yang mengembangkan trust memiliki tingkat konflik yang lebih
rendah saat menjalin pertemanan (Jones, Vaterlaus, Jackson, & Morrill,
2004).
b. Kanak-kanak awal
Pada masa kanak-kanak, di mana individu sudah mengenal hak,
kewajiban, dan batasan-batasan, individu akan mengalami konflik
autonomy vs shame and doubt (Alwisol, 2009). Keberhasilan dalam
mengontrol diri, menyelesaikan kewajiban, dan menyesuaikan diri
terhadap batasan akan memunculkan sisi sistonik dalam diri individu,
yaitu otonomi (Feist & Feist, 2008). Otonomi yang dimiliki individu akan
membuat individu mampu mengandalkan diri sendiri dalam bertindak dan
menentukan pilihan, serta melakukan pengambilan resiko. Sedangkan sisi
distonik pada tahap ini adalah rasa malu dan ragu-ragu, yang ditandai
dengan perasaan diamati, tidak yakin, dan lain sebagainya.
c. Usia bermain
Tahapan berikutnya adalah pada usia bermain, yaitu usia tiga sampai
enam tahun (Alwisol, 2009). Kemampuan individu untuk semakin lincah
bergerak memungkinkan anak untuk semakin memahami lingkungannya.
Hal ini akan menumbuhkan konflik antara inisiatif dengan rasa bersalah.
Alwisol (2009) mengatakan bahwa inisiatif tanpa rasa bersalah akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
menyebabkan kekacauan, sedangkan perasaan berdosa yang terlalu besar
menyebabkan individu menjadi kompulsif dan terlalu terkekang. Individu
yang mengembangkan inisiatif yang baik akan lebih mudah menjalin
pertemanan dengan orang lain. Penelitian menunjukkan inisiatif pada masa
dewasa berhubungan dengan rendahnya konflik dalam pertemanan
individu tersebut (Jones et al., 2004).
d. Usia sekolah
Memasuki usia sekolah, individu akan dihadapkan dengan ketekunan
dan perasaan inferior. Dalam hal ini, ketekunan memiliki sifat sistonik
yang ditandai dengan ketekunan serta kemauan individu untuk melakukan
suatu pekerjaan hingga tuntas. Sebaliknya, ketidakmampuan menuntaskan
pekerjaan akan membawa individu pada perasaan inferior.
e. Remaja
Berbagai sumber menyebutkan bahwa masa remaja merupakan masa
yang paling penting dalam tahap perkembangan individu (Arnett, 2000;
Feist & Feist, 2008; Newman & Newman, 2012). Menurut Feist & Feist
(2008), masa remaja penting karena pada masa remaja ini terjadi pencarian
identitas pada individu. Identitas inilah yang akan dibawa oleh individu
hingga tua nanti. Menurut Erikson (dalam Feist & Feist), identitas muncul
dari dua hal, yaitu penguatan akan identifikasi individu pada masa kanak-
kanak, dan kesediaan individu untuk mengikuti suatu standar yang berlaku
di masyarakat. Pada masa ini, terkadang individu lebih memilih mengikuti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
nilai-nilai dalam kelompok pertemanan, sehingga teman dan masyarakat
memiliki peran penting dalam kehidupan remaja.
Identitas sebagai unsur sistonik akan dihadapkan dengan
kebingungan identitas sebagai unsur distonik. Individu yang menemukan
identitasnya ditandai dengan pemahaman akan apa yang diinginkan dan
tidak diinginkan, serta apa yang hendak dituju dalam hidup. Sedangkan
kebingungan identitas ditandai dengan adanya ketidakmampuan
membangun kedekatan dengan orang lain, dan penolakan akan standar
yang ada di lingkungannya. Baik standar dari keluarga maupun dari teman
sebaya.
f. Dewasa awal
Tahap keenam dalam Teori Perkembangan Psikososial ini adalah
tahap dewasa awal. Setelah di masa remaja individu mendapatkan
identitasnya, pada masa ini individu akan bertemu dengan identitas milik
orang lain dan membentuk sebuah kedekatan. Individu yang mampu
mengembangkan kedekatan ditandai dengan memiliki sifat hangat,
terbuka, dan peduli terhadap orang lain. Sebaliknya, ketidakmampuan
menjalin kedekatan akan menciptakan isolasi bagi individu tersebut. Cinta
menjadi basic strength dalam tahapan ini.
g. Dewasa
Pada masa dewasa, individu akan lebih berfokus pada merawat dan
mendukung perkembangan keturunannya (Santrock, 2014). Kemampuan
ini dinamakan generativitas, di mana unsur distonik dari generativitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
adalah stagnansi. Stagnansi muncul ketika individu hanya berfokus pada
dirinya sendiri. Keinginan untuk memberikan sesuatu pada orang lain,
baik itu anak, keluarga, dan masyarakat menghasilkan basic strength
kepedulian.
h. Usia tua
Tahapan terakhir dari Tahap Perkembangan Psikososial Erikson
adalah usia tua. Di mana individu akan mengalami konflik antara
integritas dengan keputusasaan (Feist & Feist, 2008). Masa ini merupakan
masa individu akan melihat kembali masa hidup yang sudah dilaluinya.
Ketika proses peninjauan kembali menampilkan hal baik, individu akan
mencapai integritas. Sebaliknya, ketika proses melihat kembali
menunjukkan hasil yang kurang baik, individu akan merasa putus asa.
Setelah penjabaran mengenai delapan tahap perkembangan psikososial
dari Erikson, selanjutnya akan dibahas mengenai dinamika di dalam
kematangan psikososial ini sendiri. Selain itu, akan dibahas pula dari
kematangan psikososial.
3. Proses dan dampak
Erikson membagi tahapan perkembangan dalam teorinya tanpa
mencantukan usia di mana perkembangan tersebut terjadi, melainkan hanya
memberi nama suatu periode, seperti usia kanak-kanak, remaja, dan masa tua.
Hal ini dimaksudkan bahwa perkembangan yang terjadi tidak hanya terpaku
pada usia dari individu. Perkembangan yang terjadi menyesuaikan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
kematangan psikologis dan lingkungan sosial yang dimiliki oelh individu
(Newman & Newman, 2012). Dengan demikian, individu yang lebih tua
belum tentu lebih matang daripada individu yang leih muda (Goebel & Brown
dalam Sheldon & Kasser, 2001).
Kematangan psikososial individu ditentutan oleh kesuksesan individu
melewati krisis yang ada di setiap tahap perkembangan (Olczak & Goldman,
1975). Artinya semakin banyak krisis yang dilewati dengan sukses, semakin
matang pula individu tersebut secara psikososial. Hal ini ditandai dengan
individu yang memiliki pandangan positif terhadap dunia, mampu
mengendalikan diri, memiliki inisiatif, dan mampu menyelesaikan tugas
dengan baik. Unsur sistonik lain yang merupakan hasil dari kesuksesan
melewati krisis dalam tahap perkembangan psikososial adalah menemukan
tujuan hidup, mampu membangun kedekatan dengan orang lain, memiliki
keinginan untuk berbagi dengan orang lain, dan yang terakhir adalah individu
akan mengalami kepenuhan dalam dirinya.
Kejelasan identitas yang merupakan bagian dari kematangan psikososial
juga menghasilkan individu yang fleksibel dan adaptif (Santrock, 2014).
Kemampuan ini membuat individu lebih mampu untuk menyesuaikan diri
dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam hidupnya. Kematangan
psikososial juga dapat membuat membantu individu untuk mencapai
kesejahteraan (Deci & Ryan, 1991). Bahkan tidak hanya kesejahteraan
individu, penelitian yang dilakukan oleh Olczak dan Goldman (1975) juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
menunjukkan bahwa individu yang kematangan psikososial memiliki korelasi
yang positif, tinggi, dan signifikan dengan aktualisasi diri.
Berkebalikan dengan individu yang matang secara psikososial, semakin
sedikit individu mampu melewati krisis dengan sukses, individu tersebut
dikatan semakin tidak matang (Olczak & Goldman, 1975). Erikson (1968)
menggambarkan individu dengan unsur-unsur distonik : menjadi orang yang
pesimis, pemalu, memiliki rasa bersalah yang tinggi, rendah diri, dan
kebingungan akan identitas. Selain itu, individu tersebut juga akan memiliki
ketidakmampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain, hanya berfokus
pada dirinya sendiri, dan juga mengalami keputusasaan saat melihat kembali
proses dalam hidupnya.
Penjabaran di atas telah menunjukkan bagaimana individu dengan
kematangan psikososial yang tinggi, dan bagaiamana individu dengan
kematangan yang rendah. Bagian selanjutnya, kematangan psikososial akan
dibahas dalam konteks mahasiswa perantau.
F. Kematangan Psikososial Mahasiswa Perantau
Penelitian ini berfokus pada kematangan psikososial mahasiswa perantau, di
mana mahasiswa perantau sedang mengalami krisis antara identitas dengan
kebingungan identitas (Arnett, 2000). Dengan melihat pada konsep kematangan
dinamis, tercapainya kejelasan identitas pada tahap ini menjadi tolok ukur bagi
mahasiswa perantau untuk dapat dikatakan matang secara psikososial
(Greenberger & Sorensen, 1974).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa sebelum mencapai
kejelasan identitas, mahasiswa perlu untuk melewati dengan baik krisis yang ada
di tahap perkemabangan sebelumnya, dan untuk mencapai kejelasan identitas
individu perlu melakukan eksplorasi (Arnett, 2015). Perkembangan psikososial
mahasiswa pada masa perkembangan ini sangat dipengaruhi oleh teman sebaya
(Jones et al., 2004). Jones (dalam Feist & Feist, 2008) menambahkan bahwa hal
ini disebabkan karena beberapa faktor : orangtua bukan lagi sumber kelekatan
utama, bahkan masa ini juga merupakan masa di mana individu pergi
meninggalkan rumahnya dan tinggal di tempat lain. Hal ini menyebabkan
mahasiswa lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman. Selain itu, pada
masa ini individu juga melakukan eksplorasi di area cinta dan mulai memiliki
hubungan yang lebih intim dengan pasangannya (Jones et al., 2004).
Melalui pertemanan dan perjumpaan orang-orang dalam kehidupannya,
mahasiswa akan berjumpa dengan nilai-nilai dan budaya yang berbeda dengan
nilai-nilai yang dibawa sejak kecil (Feist & Feist, 2008). Hal ini lebih dialami lagi
oleh mahasiswa perantau, di mana mahasiswa perantau tinggal bukan di daerah
asalnya lagi. Hal ini membawa pembentukan identitas pada diri mahasiswa,
karena menurut Feist & Feist (2008), pembentukan identitas dipengaruhi oleh dua
hal : penegasan atau penghapusan identifikasi pada masa kanak-kanak, dan
kesediaan individu untuk menerima standar tertentu yang berlaku di masyarakat
tempat ia tinggal.
Berbagai penelitian menyebutkan bahwa proses ini menjadikan masa remaja
sebagai masa yang paling penting dalam perkembangan individu (Sullivan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Jones et al., 2004). Pencapaian identitas di pada mahasiswa perantau akan menjadi
modal bagi mahasiswa untuk mengahdapi krisis di tahap perkembangan
selanjutnya. Dikatakan demikian karena identitas inilah yang akan menentukan
masa depan individu. Hal disebabkan karena identitas individu akan berkaitan
dengan penentuan tujuan jangka panjang, pekerjaan, cinta, dan berbagai hal lain
yang akan dibawa di masa dewasa (Arnett, 2000; Gfellner & Cordoba, 2011).
Dengan demikian, hal-hal tersebut pula yang dimiliki oleh mahasiswa perantau
yang memiiki kematangan psikososial tinggi.
Sebaliknya, mahasiswa perantau yang memiliki kematangan psikososial
yang rendah akan mengalami distres (Gfellner & Cordoba, 2011). Distres sendiri
merupakan ketidakmampuan untuk menyatukan aspek-aspek dalam diri untuk
membentuk suatu pemahaman diri yang utuh. Aspek-aspek tersebut antara lain
peran dalam keidupan, hubungan individu dengan sesama, dan juga komitmen.
Ketidakjelasan ini akan membawa mahasiwa rantau pada ketidakpastian akan
tujuan hidup, pilihan pekerjaan, pertemanan, dan lain sebagainya. Feist & Feist
(2008) menambahkan kebingungan akan hal-hal tersebut juga akan
mempengaruhi komintmen mahasiswa perantau dan menyebabkan individu
tersebut tidak bisa setia pada suatu pekerjaan, atau bahkan pada satu pasangan.
G. Hubungan Antara Kematangan Psikososial dengan Strategi Akulturasi
Integrasi pada Mahasiswa Perantau
Mahasiswa perantau merupakan individu yang berada dalam tahap
perkembangan emerging adulthood (Arnett, 2000). Fokus utama individu pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
tahap perkembangan ini adalah eksplorasi identitas. Individu akan mencoba
berbagai hal dalam hidupnya. Eksplorasi akan cinta, pekerjaan, dan pandangan
individu terhadap dunia mencapai puncaknya pada masa ini. Salah satu bentuk
eksplorasi yang dilakukan adalah dengan merantau (Alwisol, 2009).
Memasuki usia mahasiswa (18-25 tahun), individu memasuki tahap
perkembangan emerging adulthood. Pada tahap perkembangan ini, individu akan
berfokus pada pencarian identitas (Arnett, 2000). Dalam usaha pencapaian
identitas ini, individu akan melakukan eksplorasi, khususnya di bidang cinta,
pekerjaan, dan pandangan terhadap dunia. Individu akan mulai mencari pasangan
untuk masa depan, dan mulai mempersiapkan diri untuk karir yang akan dijalani
juga. Bentuk eksplorasi yang dapat kita lihat adalah menjadi mahasiswa perantau
(Arnett, 2000).
Penejelasan di bagian sebelumnya telah menunjukkan bahwa kehidupan di
peratauan tidak slelau mudah. Mahasiswa perantau akan bertemu dan melakukan
kontak dengan budaya yang berbeda dengan budaya aslinya (Imamura & Zhang,
2014), dan akan menemui berbagai perbedaan-perbedaan antara budaya di tempat
barunya, seperti perbedaan makanan, bahasa, dan lain sebagainya (Lesser et al.,
2014; Selmer & Lauring, 2015). Mahasiswa perantau juga dapat mengalami
perasaan kesepian (Phillimore, 2011). Perasaan kesepian dapat membuat
mahasiswa perantau menarik diri dari interaksi sosial. Padahal penarikan diri
semakin menjauhkan perantau dari lingkungan sosial. Semakin jauh perantau dari
lingkungan sosial, hal ini dapat memicu diskriminasi dari lingkungan sekitar
(Ramos et al., 2016). Hal-hal ini dapat menurunkan kesehatan mental dan juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
menurunkan kepuasan hidup dari mahasiswa selama di perantauan (Berry & Hou,
2017).
Strategi Akulturasi Integrasi dapat digunakan untuk mengahadapi berbagai
tantangan di perantauan. Menggunakan strategi ini berarti individu beorientasi
untuk mempertahankan budaya aslinya dan juga terbuka terhadap budaya lain di
tempat barunya (Berry, 2007). Penggunaan strategi ini dapat mengatasi
permasalahan-permasalah mahasiswa perantau seperti permasalahan kesepian
yang sebelumnya telah disebutkan. Memiliki orientasi untuk mepertahankan
budaya asli berarti juga menjalin kontak dengan orang dari daerah asalnya,
ditambah lagi dengan membuka diri terhadap pertemanan dengan orang-orang
baru di perantauan memungkinkan individu mendapat dukungan sosial yang
dibutuhkan selama di perantauan (Sullivan & Kashubeck-West, 2015).
Penggunaan strategi ini juga berhubungan dengan menjauhakan mahsiswa dari
diskriminasi, dan dapat meningkatkan kepuasan hidup mahasiswa di perantaun
(Berry & Hou, 2017).
Penggunaan strategi akulturasi integrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti tingkat kesamaan budaya yang terdapat di daerah asal dengan yang ada di
perantauan, dan karakterisitik personal dari mahasiswa itu sendiri. Penelitian ini
ingin melihat hubungan antara kematangan psikososial dengan penggunaan
strategi akulturasi integrasi pada mahasiswa perantau.
Kematangan psikososial sendiri dilihat dari kemampuan-kemampuan
mahasiswa perantau yang dikembangkan dalam tahap perkembangan psikososail
dari Erikson (Olczak & Goldman, 1975). Kemampuan-kemampuan terebut adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
trust, autonomy, initiative, industry, identity, intimacy, generativity, dan ego
integrity. Kemampuan-kemampuan tersebut dirasa dapat mendukung penggunaan
strategi akulturasi integrasi pada mahasiswa perantau. Penelitian dari Jones et al.,
(2004) menunjukkan korelasi negatif antara konflik dalam pertmanan dengan trust
dan autonomy pada mahasiswa. Kemampuan initiative yang dikembangkan
individu juga berhubungan dengan dukungan dalam hubungan pertemanan
mahasiswa. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat mendukung mahsiswa
perantau untuk menjalin relasi dengan orang dari budaya yang berbeda. Relasi
tersebut akan bermanfaat untuk mendapatkan dukugan sosial di perantauan
(Sullivan & Kashubeck-West, 2015). Selain itu, dalam proses kematangan
psikososial juga dikembangkan identitas, yang merupakan kemampuan yang
dikembangkan di usia-usia remaja dan emerging adulthood (Arnett, 2000).
Identitas yang jelas dirasa dapat membuat individu memiliki orientasi yang
terhadap budaya aslinya yang dapat mendukung mahasiswa perantau untuk
menggunakan strategi akulturasi integrasi di perantauan.
H. Kerangka Konseptual
Strategi akulturasi integrasi merupakan cara yang paling adaptif untuk
menghadapi akulturasi. Orang yang menggunakan strategi ini memiliki orientasi
terhadap budaya aslinya, dan di saat yang sama juga terbuka pada budaya lain
yang dijumpai di perantauan. Akan tetapi tidak semua individu memiliki
kemampuan untuk menggunakan strategi ini. Peneliti berusaha melihat hal-hal apa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
yang berhubungan penggunaan strategi akulturasi integrasi. Dalam usaha tersebut,
peneliti mencoba menggali salah satu
Mahasiswa perantau akan mengembangkan kematangan psikososial. Dalam
tahap perkembangan psikososial, individu akan mengembangkan suatu
kemampuan pada tahap tertentu. Kemampuan-kemampuan tersebut adalah trust,
autonomy, initiative, industry, identity, intimacy, generativity, dan ego integrity.
Kemampuan-kemampuan tersebut disebut kemampuan sistonik, yaitu kemampuan
yang bersifat positif. Sebalkinya, kemampuan-kemampuan distonik merupakan
kemampuan yang bersifat negatif. Semakin banyak kemampuan-kemampuan
tersebut, mahasiswa dapat dikatakan semakin matang secara psikososial.
Saat mahasiswa perantau mengembangkan kematangan psikososial yang
tinggi, unsur-unsur sistonik seperti autonomy, initiative, dan trust akan
memungkinkan individu untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Selain itu,
aspek kematangan psikososial yang lain, yaitu identitas juga dapat memberikan
kejelasan identitas bagi individu. Kedua hal ini dapat mendukung mahasiswa
perantau untuk mengambil strategi akulturasi integrasi selama di perantauan.
Pengambilan strategi akulturasi integrasi berhubungan dengan kepuasan hidup
yang tinggi di perantauan. Selain itu, dengan mengambil stategi akulturasi
integrasi, mahasiswa juga akan mendapat dukungan sosial dari lingkungan serta
terhindar dari diskriminasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Mahasiswa perantau
Melakukan ekplorasi akan identitas
Kematangan Psikososial Tinggi
Kematangan Psikososial
Rendah
-Mengembangkan unsur-unsur
sistonik
- Memiliki dentitas yang jelas
dan sehat
- Mampu menyesuaikan diri
dengan perubahan di
masyarakat
- Mampu menjalin hubungan
baik dengan orang lain
- Mengembangkan unsur-unsur
distonik
- Mengalami kebingungnan
identitas
- Kurang mampu menyesuaikan
diri dengan perubahan di masyarakat dan menerima
standar di tempat baru
Penggunaan strategi akulturasi
integrasi yang tinggi
Penggunaan strategi akulturasi
integrasi yang rendah
- Memiliki akulturatif stres yang
rendah
- Kepuasan hidup yang tinggi
di perantauan
- Rentan mengalami
diskriminasi
- Kepuasan hidup yang rendah
di perantauan
Gambar 2.1
Skema Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
I. Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, peneliti mengajukan hipotesis sebagai
berikut :
1. Ada hubungan yang signifikan dan positif antara kematangan
psikososial dengan strategi akulturasi integrasi pada mahasiswa
perantau.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
BAB III
METODE
A. Pengantar
Pada bagian ini akan dijelaskan berbagai hal yang berkaitan dengan desain
penelitian yang akan di lakukan dalam penelitian ini. Mulai dari jenis penelitian,
partisipan yang akan dilibatkan dalam penelitian ini, hingga metode analisis data
yang akan digunakan.
B. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional, di mana
penelitian kuantitatif bertujuan dan berguna untuk menguji sebuah teori dengan
melihat hubungan antara dua variabel (Supratiknya, 2015). Data yang didapatkan
dari penelitian kuantitatif adalah data berupa angka yang kemudian diolah
menggunakan porsedur statistika (Creswell, 2014). Pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei. Metode survei
sendiri adalah metode yang digunakan untuk mendeskripsikan kecendurangan,
sikap, atau pendapat dari sebuah sampel atau populasi (Creswell, 2014). Dalam
peneltian ini, penyebaran dan pengisian survei akan dilakukan secara daring.
C. Partisipan
Partisipan dalam penelitian merupakan mahasiswa perantau, atau dengan
kata lain berasal dari luar Daerah Istimewa Yogyakarta. Partisipan juga
merupakan mahasiswa aktif di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Yogyakarta dengan rentang usia 18-25 tahun. Untuk memenuhi kebutuhan
partisipan ini, peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Teknik ini
merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan kriteria tertentu yang
dimiliki oleh partisipan (Siregar, 2013). Dengan adanya pertimbangan pada
kriteria partisipan, jenis sampling ini termasuk dalam sampling yang bersifat
nonprobalitias. Artinya, populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini (Neuman, 2014). Hal ini membuat hasil
penelitian dengan metode sampling yang bersifat nonprobabilitas tidak dapat
digeneralisasi ke seluruh populasi.
D. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel
Terdapat dua buah variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel tergantung
(dependent variable) dan variabel bebas (independent variable). Supratiknya
(2015) menyebutkan bahwa variabel tergantung merupakan variabel yang
diasumsikan sebagai hasil atau akibat pengaruh dari variabel independen.
Sedangkan variabel independen merupakan variabel yang kemungkinan
mempengaruhi atau berdampak pada hasil tertentu. Variabel tergantung dalam
penelitian ini adalah strategi akulturasi integrasi, dan yang menjadi variabel bebas
adalah kematangan psikososial.
1. Strategi Akulturasi Integrasi
Strategi akulturasi integrasi merupakan cara dalam menghadapi
akulturasi, di mana pada cara ini individu mempertahankan budaya asli yang
dimiliki, dan memiliki sikap terbuka terhadap lingkungan budaya sekitar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
(Berry, 2007). Perilaku mempertahankan budaya asli yang dilakukan oleh
individu dilihat dari relasi individu dengan orang-orang dari budaya aslinya,
dan penggunaan bahasa dari daerah asal individu. Sedangkan sikap terbuka
terhadap budaya sekitar dilihat dari pemahaman individu akan nilai-nilai di
lingkungan baru, penyesuaian gaya komunikasi, dan juga keinginan untuk
merasakan makanan khas di budaya baru.
2. Kematangan Psikososial
Kematangan Psikososial adalah banyaknya atribut positif dari Tahapan
Psikososial Erik Erikson yang dicapai oleh individu. Atribut positif tersebut
adalah trust, autonomy, initiative, industry, identity, intimacy, generativity,
dan ego integrity yang didapat dari masing-masing tahap perkembangan
psikososial (Erikson, dalam Newman & Newman, 2012; Santrock, 2014).
Pencapaian individu akan atribut positif tersebut menjadi indikator untuk
menunjukkan kematangan psikososial dalam diri individu.
E. Prosedur
Penelitian ini menggunakan Strategi Akulturasi Integrasi yang disusun oleh
peneliti untuk pengumpulan data. Skala dibuat berdasarkan dua aspek penyusun
strategi akulturasi integrasi yang diekmukakan oleh Berry, yaitu perilaku
mempertahankan budaya asli dan sikap terbuka terhadap budaya di tempat baru
(Berry, 2007). Peneliti menyarikan berbagai penelitian untuk menjabarkan kedua
aspek tersebut yang kemudian digunakan untuk menentukan area budaya apa saja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
yang hendak dilihat dalam penelitian ini (Berry, 2006). Hasil tersebut kemudian
dituliskan dalam bentuk item-item dalam skala.
Skala strategi akulturasi integrasi yang sudah jadi tersebut kemudian dilihat
validitasnya terlebih dahulu. Peneliti melakukan validasi expert judgement dengan
mengkonsultasikan hasil penyusunan skala tersebut kepada dosen pembimbing
untuk melihat item-item yang dirasa kurang relevan untuk digunakan dalam
peneltian. Selain dari dosen pembimbingan, peneliti juga melakukan peer
judgement. Peneliti meminta lima orang rekan peneliti untuk memberi masukan
terkait item-item yang telah dibuat. Masukan yang didapat dari dosen
pembimbing dan rekan peneliti menjadi landasan peneliti untuk melakukan revisi
terhadap item-item yang telah dibuat sebelumnya.
Berbeda dengan skala startegi akulturasi integrasi, skala yang digunakan
untuk mengumpulkan data kematangan psikososial merupakan skala terjemahan
dari Modified Erikson’s Psychosocial Stage Inventory (Darling-Fisher & Leidy,
1988). Untuk menggunakan skala ini, peneliti lebih dulu meminta izin untuk
menerjemahkan dan menggunakan skala MEPSI dalam penelitian kepada Darling-
Fisher selaku pembuat skala. Setelah mendapat izin dari pembuat skala, peneliti
berlanjut ke proses selanjutnya, yaitu penerjemahan.
Proses penerjemahan melibatkan orang-orang yang memiliki keahlian dalam
bahasa Inggris. Skala ini diterjemahkan ke dalam Bahasa Indaonesia oleh rekan
yang seorang lulusan Jurusan Sastra Inggris. Hasil terjemahan tersebut kemudian
diterjemahkan kembali ke Bahasa Inggris untuk dibandingkan dengan naskah
awal. Proses ini bertujuan untuk melihat apakah ada pergeseran makna atau tidak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Pembandingan ini dilakukan oleh rekan yang merupakan lulusan S-1 Pendidikan
Bahasa Inggris, dan mendapat gelar master di bidang pendidikan di Australia.
Kedua skala yang telah melalui proses validasi selanjutnya dibawa ke tahap uji
coba.
Uji coba skala dilakukan dengan menyebarkan kedua skala secara daring
kepada sejumlah partisipan. Partisipan yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah
mahasiswa perantau, dalam artian berasal dari luar Daerah Istimewa Yogyakarta,
dan berusia 18-25 tahun. Partisipan juga merupakan mahasiswa aktif Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Proses ini berlangsung dari 25
Juni 2018 hingga 29 Juni 2018 dan mendapatkan 71 partisipan. Data yang didapat
kemudian diolah menggunakan program SPSS untuk dilihat validitas dan
reliabilitasnya. Hasil olahan tersebut dijadikan sebagai dasar untuk menentukan
item-item mana saja yang layak untuk digunakan dalam penelitian. Keseluruhan
proses ini dinamakan proses seleksi item, dan akan dibahas pada bagian lain dari
tulisan ini.
F. Alat pengumpulan data
Kedua variabel dalam penelitian ini diukur menggunakan alat pengumpulan
data. Baik variabel penggunaan strategi akulturasi integrasi, maupun variabel
kematangan psikososial, memiliki alat pengumpulan datanya masing-masing.
Subbab ini akan menjelaskan mengenai alat pengumpulan data tersebut, mulai
dari sumber alat ukur, jenis alat ukur, dan juga blueprint dari alat ukur tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
1. Strategi Akulturasi Integrasi
Pengumpulan data strategi akulturasi integrasi dilakukan dengan
menggunakan skala yang disusun oleh peneliti. Skala ini mengacu pada teori
strategi akulturasi yang ditulis oleh Berry, dimana startegi akulturasi integrasi
disususun dari perilaku individu mempertahankan budaya asli, dan di saat
yang bersamaan juga terbuka terhadap budaya baru (Berry, 2007).
Skala ini terdiri dari item-item favorable dan unfavourable. Pada item-
item favourable, skor bergerak dari 1-5, di mana semakin sering individu
melakukan pernyataan yang terdapat pada item, semakin tinggi pula skor yang
didapat oleh partisipan. Hal ini menunjukkan penggunaan strategi akulturasi
integrasi yang tinggi pula. Sebaliknya, pada item unfavourable, skor bergerak
dari 5-1, dan semakin sering individu melakukan pernyataan yang terdapat
pada item, semakin rendah skor yang didapat oleh partisipan.
Proses pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode
survei. Peneliti akan membagikan kuesioner dalam bentuk skala mengenai
variabel dalam penelitian ini kepada sampel. Skala yang digunakan yaitu
berupa skala likert, di mana skala dalam skala likert partisipan akan diminta
untuk menyatakan respons kesetujuan atau ketidaksetujuaannya terhadap
suatu pernyataan dalam rentang yang bersifat kontinum (Supratiknya, 2014).
Repons yang disediakan ada 5, yaitu sangat setuju, setuju, tidak tahu, tidak
setuju, dan sangat tidak setuju.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Untuk mendapatkan data skor variabel strategi akulturasi integrasi,
peneliti menggunakan kuesioner yang disusun oleh peneliti sendiri.. Kuesioner
berisi 28 item dengan penjabaran sebagai berikut:
Tabel 3.1
Blueprint Skala Strategi Akulturasi Integrasi
Aspek Indikator
Total
Item
Mempertahankan budaya asli
Menjalin relasi dengan orang dari
daerah asal, menggunaan bahasa
daerah asal di perantauan, mengetahui
tentang daerah asal, merasa aman saat
bersama teman dari daerah asal, dan
merasa memiliki tanggungjawab untuk
melakukan sesuatu bagi orang daerah
asal
14
Terbuka terhadap budaya
baru
Menjalin relasi dengan orang dari
budaya yang berbeda, memahami
budaya atau bahasa di tempat baru,
menikmati elemen eksplisit dari budaya
baru seperti music dan makanan, serta
melibatkan diri dalam linkungan di
budaya baru
14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Tabel 3.2
Bobot Skala Strategi Akulturasi Integrasi
Aspek Jumlah Item
Total % Favorable Unfavorable
Mempertahankan
budaya asli 8 8 16 50%
Terbuka
terhadap budaya
baru
8 8 16 50%
Total 16 16 32 100%
Tabel 3.3
Sabaran Item Skala Strategi Akulturasi Integrasi untuk Try Out
Aspek Favorable Unfavorable Total
Mempertahankan
budaya asli
1, 10, 14, 15, 21, 28,
29, 31
2, 5, 12, 16, 18, 22,
26, 32 16
Terbuka terhadap
budaya baru
3, 8, 9, 17, 19, 23,
25, 30
4, 6, 7, 11, 13, 20,
24, 27 16
Total 16 16 32
2. Kematangan Psikososial
Pengumpulan data untuk variabel kematangan psikososial dilakukan
dengan menyebarkan skala Modified Erikson’s Psychosocial Maturity
Inventory (MEPSI) kepada partisipan. Skala yang digunakan merupakan skala
terjemahan dari skala asli yang dikembangkan oleh Darling-Fisher & Leidy
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
(1988). Skala ini berisi 80 item, di mana terdapat 10 item untuk masing-
masing tahapan perkembangan psikososial.
Skor untuk masing-masing item bergerak dari 1 sampai dengan 5, di
mana skor tersebut akan dijumlahkan dan dirata-rata untuk mendapatkan skor
MEPSI keseluruhan. Skor 1 sampai dengan 2 menunjukkan bahwa partisipan
lebih banyak didominasi dengan atribut negatif seperti mistrust, inferiority,
dan isolation. Sebaliknya, skor 4 sampai dengan 5 menunjukkan bahwa
partisipan lebih banyak didominasi dengan atribut positif. Data dari skala ini
juga digunakan untuk memisahkan antara partisipan yang memiliki
kematangan psikososial tinggi dengan yang rendah. Batas skor yang
digunakan adalah 4, di mana skor lebih dari atau sama dengan 4, kematangan
psikososial dikategorikan tinggi, dan kurang dari 4 dikategorikan rendah.
Dalam penyusunannya, skala ini telah diuji coba kepada 168 orang
dewasa (Darling-Fisher & Leidy, 1988). Hasil dari uji coba tersebut didapati
bahwa koefisien reliabilitas untuk trust adalah 0.82 (n = 157), autonomy 0.84
(n = 160), initiative 0.78 (n = 153), industry 0.88 (n = 151), identity 0.85 (n =
157), intimacy 0.78 (n = 157), generativity 0.75 (n = 157), and ego integrity
0.80 (n = 159). Selain itu didapati koefisien yang didapatkan untuk
keseluruhan skala adalah sebesar 0.97 (n = 126). Koefisien reliabilitas pada
MEPSI, baik skala untuk mengukur setiap tahapan maupun keseluruhan skala
menunjukkan skor yang lebih dari 0,7 di mana skor ini menunjukkan bahwa
reliabilitas tes ini baik (Supratiknya, 2014).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Tabel 3.4
Sebaran Item MEPSI
Skala Distribusi Item Jumlah
item %
Positif Negatif
Trust - Mistrust 24, 34, 36,
53, 67
10, 18, 28,
40, 44 10 12,5%
Autonomy - Shame & Doubt 1, 5, 12,
54, 68
37, 49, 57,
66, 78 10 12,5%
Initiative - Guilt 7, 32, 59,
71, 75
11, 15, 22,
23, 65 10 12,5%
Industry - Inferiority 2, 29, 33,
38, 64
14, 52, 61,
74, 76 10 12,5%
Identity - Confusion 8, 13, 16,
17, 41
6, 9, 25,
47, 48 10 12,5%
Intimacy - Isolation 4, 26, 45,
62, 77
3, 30, 39,
58, 72 10 12,5%
Generativity - Stagnation 21, 42, 50,
70, 80
27, 43, 60,
63, 69 10 12,5%
Ego Integrity - Despair 20, 46, 56,
73, 79
19, 31, 35,
51, 55 10 12,5%
Jumlah total item dalam skala 80 100%
3. Validitas
Validitas dalam pengukuran psikologis adalah suatu kualitas yang
menunjukkan bahwa sebuah tes benar-benar mengukur atribut psikologis yang
hendak diukur (Supratiknya, 2014). Untuk melihat validitas alat ukur yang
digunakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pengujian validitas
yang melibatkan ahli. Metode ini disebut dengan metode expert judgment.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Dalam hal ini, ahli yang dilibatkan adalah dosen pembimbing, dan juga ahli
bahasa Inggris untuk melakukan penerjemahan skala.
4. Seleksi item
Seleksi dilakukan untuk mendapatkan item-item yang akan digunakan
dalam skala final. Pada tahap ini, akan dilihat korelasi antar item dalam suatu
alat ukur (Supratiknya, 2014). Tujuannya adalah agar ditemukan adanya sifat
homogen dan daya diskriminasi yang baik dari suatu skala. Pada tahap ini ,
item yang dperthankan adalah item yang memiliki nilai korelasi > 0,20
(Supratiknya, 2014).
Seleksi item dalam penelitian ini hanya dilakukan kepada Skala Strategi
Akultuasi Integrasi. Hal ini disebabkan karena alat ukur MEPSI yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan alat ukur yang diadaptasi, sehingga
tidak diperkenankan untuk mengubah konstruknya (Azwar, 2009). Dalam hal
ini, yang dimaksud mengubah termasuk menambahkan atau mengurangi item
dalam alat ukur. Hasilnya adalah terdapat 12 item yang digugurkan. Skala
yang semula berisi 32 item, bekurang menjadi 20 item.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Tabel 3.5
Sabaran Item Skala Strategi Akulturasi Integrasi Setelah Seleksi Item
Aspek Favorable Unfavorable Total %
Mempertahankan
budaya asli
1, 10, 14, 15,
21*, 28*, 29, 31*
2*, 5*, 12, 16,
18, 22, 26, 32* 10 50%
Terbuka terhadap
budaya baru
3, 8, 9*, 17*,
19, 23, 25, 30
4*, 6, 7*, 11*,
13*, 20, 24, 27 10 50%
Total 11 9 20 100%
*item gugur
5. Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan seberapa jauh alat ukur dapat dipercaya untuk
mengukur suatu atribut (Azwar, 2009). Alat ukur yang memiliki reliabilitas
yang baik akan menunjukkan yang konsisten saat diberikan secara berulang
dalam jangka waktu yang berbeda (AERA, APA, dalam Supratiknya, 2014).
Untuk melihat reliabilitas suatu alat ukur perlu dilakukan uji Alpha Cronbach
(Supratiknya, 2014). Koefisien reliabilitas bergerak dari 0,00 hingga 1,00 di
mana semakin besar koefisien reliabilitas suatu alat ukur, berarti semakin
reliabel tes tersebut. Selain itu, suatu alat ukur dapat dianggap memilki
koefisien reliabilitas yang memuaskan apabila memiliki skor > 0,7 (Kline,
dalam Supratiknya, 2014). Setelah dilakukan uji reliabilitas Alpha Cronbach
diketahui bahwa Skala Strategi Akulturasi yang dirancang oleh penliti
memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,751 (p>0,7). Hasil ini menunjukkan
bahwa reliabilitas skala ini memuaskan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
G. Analisis Data
Bagian ini akan menjabarkan mengenai analisis data yang akan dilakukan
dalam penelitian ini. Analisis untuk melihat normalitas perseberan data yang
didapat akan dijabarkan terlebih dahulu. Normalitas persebaran data diperlukan
untuk menentukan uji hipotesis apa yang digunakan. Pembahasan selanjutnya
akan membahas uji hipotesis yang akan dilakukan.
1. Uji Normalitas
Peneliti menggunakan program komputer untuk melakukan analisis data
dalam penelitian ini, yaitu SPSS for Windows. Analisis pertama adalah uji
normalitas, di mana hal ini dilakukan untuk melihat persebaran data yang
didapatkan. Data dapat dikatakan memliki persebaran yang normal jika nilai
signifikansi yang dimiliki lebih dari 0,05 (Mayers, 2013). Uji normalitas
sendiri dapat dilakukan dengan uji normaltias Kolmogorov-Smirnov saat
partisipan berjumlah 50 atau lebih. Sebaliknya, apabila jumlah partisipan
kurang dari 50, uji normalitas Shapiro-Wilk yang akan digunakan (Mayers,
2013). Dengan jumlah partisipan sebanyak 241 partisipan, penelitian ini
mengunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov.
2. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis statistik korelasi.
Metode analisis data ini disesuaikan dengan tujuan penelitian yang melihat
kekuatan atau bentuk dua arah hubungan antara dua variabel atau lebih, dalam
hal ini hubungan antara kematangan psikososial dengan strategi akulturasi
integrasi pada mahasiswa perantau (Siregar, 2013). Uji statistik yang akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
digunakan sendiri ada 2 macam: Uji Korelasi Pearson yang digunakan saat
data terdistribusi secara normal, dan Uji Korelasi Spearman saat data yang
hendak diolah tidak terdistribusi secara normal.
H. Pertimbangan Etis
Penelitian ini mungkin saja membuat partisipan merasa tidak nyaman atau
menimbulkan perasaan negatif lainnya. Ketidaknyamanan mungkin muncul di
mana total item yang harus diisi oleh peserta mencapai 120 item. Pertanyaan
dalam skala akan menggali informasi yang berkaitan tentang pengalaman
partisipan selama di perantauan. Skala lainnya juga akan menggali tentang relasi
interpersonal, tujuan hidup, masa lalu partisipan, dan berbagai hal lain yang
mungkin dapat menimbulkan ketidaknyamanan dalam diri partisipan.
Untuk menggulangi ketidaknyamanan tersebut, peneliti menggunakan
informed consent dalam pengambilan data. Informed consent tersebut
menjelaskan mengenai tujuan dari penelitian ini, jangka waktu, dan juga
menginformasikan bahwa partisipan berhak untuk mengundurkan diri dari
penelitian kapan saja tanpa adanya konsekuensi apa pun. Pengsisian skala
dilanjutkan hanya setelah partisipan menandai bagian yang menyatakan
kesetujuan. Informed consent ini mengacu pada Kode Etik Psikologi Indonesia
Pasal 49 (HIMPSI, 2010). Seluruh data yang didapat dari penelitian ini juga hanya
akan digunakan untuk keperluan penelitian saja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengantar
Pada bab ini akan dituliskan hasil dari penelitian yang telah dilakukan dan
juga pembahasan mengenai hasil yang didapat. Dari hasil yang didaptkan akan
dideskripsikan jenis kelamin, usia, dan daerah asal dari partisipan dalam
penelitian ini. Selain itu, hasil dari uji statistik yang dilakukan juga akan
dijabarkan di bab ini. Hasil-hasil tersebut adalah hasil uji normalitas, dan uji
hipotesis. Setelah itu, makna dari perhitungan statiska yang sudah didapat akan
dibahas.
B. Hasil
1. Deskripsi Data Partisipan
Deskripsi mengenai data partisipan dapat dilihat dalam tabel-tabel berikut.
Tabel 4.1
Jenis Kelamin Partisipan
Jenis Kelamin Jumlah
Partisipan Persentase
Laki-laki 46 20,1%
Perempuan 183 79,9%
Total 229 100%
Berdasarkan deskripsi tersebut, diketahui bahwa mayoritas partisipan
dalam penelitian ini berjenis kelamin perempuan. Jumlah partisipan
perempuan sebanyak 183 partisipan atau 79,9% dari jumlah parisipan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Sedangkan partisipan laki-laki perjumlah 46 partisipan atau 20,1% dari jumlah
partisipan. Keseluruhan partisipan dalam penelitian ini ada 229 partisipan.
Tabel 4.2
Usia Partisipan
Usia Jumlah Persentase
18 5 2,2%
19 24 10,5%
20 41 17,9%
21 51 22,3%
22 73 31,9%
23 22 9,6%
24 8 3,5%
25 5 2,2%
Total 229 100%
Partisipan dalam penelitian ini merupakan mahasiswa rantau yang
berasal dari luar Daerah Istimewa Yogyakarta dengan rentang usia 18-25
tahun. Partisipan yang terlbat dalam penelitian ini mewakili seluruh usia
dalam rentang tersebut, meskipun jumlahnya tidak selalu sama. Jumlah
partisipan dari usia 18-22 terus meningkat, kemudian terus menurun di usia
22-25.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Tabel 4.3
Daerah Asal Partisipan
Daerah
Asal Jumlah Persentase
Jawa 115 50,2%
Kalimantan 27 11,8%
Sumatera 38 16,6%
Bali 18 7,9%
Papua 6 2,6%
Sulawesi 10 4,4%
Lain-lain* 15 6,6%
Total 229 100%
*NTT, Kupang, Kefamenanu, Labuan Bajo, Sumbawa Besar,
Waikabubak, Tual, Ende, Flores
Lebih dari separuh partispan dalam penelitian ini berasal dari Jawa (115)
dengan persentase sebesar 50,2 persen. Partispan dari Sumatera dan
Kalimantan merupakan partisipan kedua dan ketiga terbanyak. Jumlahnya
masing-masing 38 dan 27 partisipan. Partispan dari Bali, Papua, dan Sulawesi
masing-masing berjumlah 18, 6, dan 10 partisipan. Selain keenam daerah yang
sudah disebutkan, ada juga partisipan dari daerah lain seperti Sumbawa Besar,
Flores, dan Kupang.
2. Deskripsi Data Penelitian
Bagian ini akan menjelaskan deskripsi data penelitian yang telah
didapatkan. Peneliti akan melihat juga mean empiris dan mean teoretis dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
skala penggunaan strategi akulturasi integrasi. Hal ini dapat memberikan
gambaran tentang kecenderungan penggunaan strategi akulturasi integrasi
pada partisipan.
Tabel 4.4
Hasil Pengukuran Deskripsi Variabel
Skala Jumlah Rentang Minimum Maksimun Mean Standar
Deviasi
Strategi
Akulturasi
Integrasi
229 21 47 68 57,99 4,07
MEPSI
229 1,10 2,7 3,80 3,2 0,23
Tabel 4.5
Hasil Pengukuran Deskripsi Variabel Penggunaan Strategi Akulturasi Integrasi dan
Uji Beda Mean Empiris dengan Mean Teoretis
Min Maks Mean
Empiris
Mean
Teoretis
47 68 57,5 57,99
Test Value = 57.5
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differen
ce
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
1.824 228 .069 .49127 -.0395 1.0220
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Tabel di atas menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
antara mean teoretis dengan mean empiris pada penggunaan strategi akulturasi
integrasi mahasiswa perantau (p>0,5). Dengan demikian, penggunaan strategi
akulturasi integrasi pada partisipan tidak bisa dibilang tinggi.
Tabel 4.6
Mean Skor Skala Penggunaan Strategi Akulturasi Integrasi
Berdasarkan Daerah Asal
Asal
Daerah N Mean
Jawa 115 58.15
Kalimantan 27 57.14
Sumatera 38 57.7
Bali 18 58.11
Papua 6 56.5
Sulawesi 10 59.00
Lain-lain 15 58.73
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa partisipan dari Sulawesi
memiliki mean tertinggi untuk skor penggunaan strategi akulturasi integrasi.
Berikutnya ada partisipan dari Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, dan Papua.
3. Uji Normalitas
Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji
normalitas Kolmogorov-Smirnov. Data yang didapat dikatakan memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
distribusi yang normal jika koefisien signifikansi lebih dari 0,05 (p > 0,05)
(Mayers, 2013). Hasil dari uji normalitas dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.7
Hasil Uji Normalitas Data Penelitian
Kolmogorov-Smirnov
Skala Statistik df Sig.
Strategi
Akulturasi
Integrasi
0,068 229 0,013
MEPSI
0,096 229 0,000
Tabel di atas menunjukkan bahwa kedua skala memiliki nilai signifikansi
di bawah 0,05. Melalui nilai signifikansi tersebut dapat diketahui bahwa kedua
skala memiliki persebaran yang tidak normal. Hal ini berdampak pada uji
hipotesis yang dilakukan.
4. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk melihat hubungan antara dua variabel,
yaitu kematangan psikososial dan strategi akulturasi integrasi. Uji normalitas
telah menunjukkan bahwa sebaran data pada kedua skala tidak normal.
Dengan demikian, uji hipotesis yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
hipotesis Spearman (Mayers, 2013). Kedua variabel dikatakan memiliki
korelasi yang signifikan saat koefisien korelasi dari uji Spearman ini
menunjukkan angka kurang dari 0,05 (p < 0,05) (Mayers, 2013).
Tabel 4.8
Hasil Uji Hipotesis
Strategi
Akulturasi
Integrasi
MEPSI
Spearman’s
rho
Strategi
Akulturasi
Integrasi
Koefisien
Korelasi 1,000 0,236**
Sig. (2-tailed) , 0,000
N 229 229
MEPSI
Koefisien
Korelasi 0,236** 1,000
Sig. (2-tailed) 0,000 ,
N 229 229
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai signifikansi menunjukkan
0,000 (p < 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara kematangan psikososial dan strategi akulturasi integrasi. Melalui
koefisien korelasi dari tabel di atas (0,236) juga dapat diketahui bahwa
hubungan antara kedua variabel bersifat positif.
C. Pembahasan
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk melihat hubungan
antara kematangan psikososial dengan penggunaan strategi akulturasi pada
mahasiswa perantau di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Yogyakarta. Berdasarkan perhitungan statistika yang telah dilakukan, diperoleh
nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) dan koefisien korelasi sebesar 0,236.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa di antara kematangan psikososial dan strategi
akulturasi integrasi terdapat hubungan yang signifikan dan bersifat positif. Hal ini
berarti semakin tinggi kematangan psikososial pada mahasiswa perantau yang
menjadi partisipan dalam penelitian ini, semakin tinggi pula penggunaan strategi
akulturasi mahasiswa tersebut. Hasil ini tidak dapat digeneralisikan ke seluruh
populasi karena penggunaan sampling yang tidak memungkinkan seluruh populasi
mendapat kesempatan yang sama untuk terlibat dalam penelitian ini (Neuman,
2014).
Hasil dari penelitian menunjukkan ada hubungan antara kematangan
psikososial dengan orientasi yang dimiliki oleh partisipan terkait mempertahankan
budaya asli. Hal ini dapat dilihat dari salah satu aspek yang dikembangan dalam
kematangan psikososial, yaitu identitas (Alwisol, 2009; Feist & Feist, 2008;
Newman & Newman, 2012). Partisipan dengan kematangan psikososial tinggi
akan dapat mencapai kejelasan identitas, yang akan membawa partisipan pada
pemahaman yang utuh tentang siapa dirinya, tujuan hidup, dan lain sebagainya
(Gfellner & Cordoba, 2011; Markstrom & Marshall, 2007). Adanya pemahaman
identitas ini, membawa partisipan untuk memiliki orientasi terhadap budaya
aslinya yang dibutuhkan dalam pengambilan strategi akulturasi integrasi.
Orientasi untuk mempertahankan budaya asli di perantauan ditandai dengan
partisipan yang tetap menjalin relasi dengan teman-teman dari daerah aslanya.
Adanya relasi yang berkelanjutan ini memungkinkan partisipan untuk lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
mudah dalam mendapatkan dukungan ketika menghadapi kesulitan (Sullivan &
Kashubeck-West, 2015). Dukungan ini menjauhkan partisipan dari perasaan
terisolasi, sehingga partisipan tidak mengalami stres yang disebabkan karena
perbedaan budaya dan akulturasi (Phillimore, 2011)
Strategi akulturasi integrasi juga dibentuk dari orientasi individu untuk
terbuka terhadap budaya lain (Berry, 2007). Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa strategi akulturasi integrasi berhubungan dengan kematangan psikososial.
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, semakin tinggi kematangan psikososial
pada partisipan, semakin banyak pula unsur sistonik yang dikembangkan
(Darling-Fisher & Leidy, 1988; Olczak & Goldman, 1975). Saat partisipan
mengembangkan unsur-unsur sistonik, seperti pandangan yang positif terhadap
lingkungan, kepercayaan diri, inisiatif, dan lain sebagainya. Kemampuan tersebut
dapat membantu partisipan dalam menjalin relasi dengan lingkungan di
sekitarnya. Hasil ini juga didukung oleh Jones et al., (2004) yang mengungkapkan
bahwa aspek-aspek kematangan psikososial seperti trust, autonomy, dan initiative
mampu menurunkan konflik dalam pertemanan. Selain itu, mahasiswa perantau
yang mengembangkan kematangan psikososial memiliki rasa empati yang tinggi
pula (Jones et al., 2004). Dengan demikian dapat dilihat pula bahwa partisipan
dengan kematangan psikososial yang tinggi, memiliki penggunaan strategi
aulturasi integrasi yang tinggi pula. Dengan menggunakan strategi akulturasi
integrasi yang tinggi, partisipan dapat terhindar dari diskriminasi dan memiliki
kepuasan hidup yang lebih tinggi pula di perantauan (Berry & Hou, 2017).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Berdasarkan data yang didapat, mahasiswa perantau yang mendapat skor
penggunaan strategi akulturasi integrasi dari yang tertinggi adalah partisipan dari
Sulawesi (n=10, mean=59,00). Mahasiswa perantau dari Pulau Jawa, tempat di
mana partisipan berkuliah berada di urutan kedua (n=115, mean=58,15).
Kemudian ada Bali (n=18, mean=58,11), Sumatera (n=38, mean=57,71), dan
Kalimatan (n=27, mean=57,14). Skor penggunaan strategi akulturasi integrasi
terendah didapatkan oleh partisipan yang berasal dari Papua (N=6, n=56,50).
Hasil ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mendukung dan menghambat
pengambilan strategi akulturasi integrasi.
Pada mean kelompok partisipan yang berada di urutan atas bisa jadi
didukung oleh adanya persamaan bahasa, norma, dan budaya antara daerah
asalnya dengan budaya yang ditemui di Yogyakarta, atau bisa juga karena faktor
personal dari mahasiswa tersebut (de Anda, 1984; LaFromboise et al., 1993).
Mahasiswa dari Sulawesi yang memiliki penggunaan strategi akulturasi tertinggi
ini didukung dengan penelitian yang mengungkapkan bahwa mahasiswa Sulawesi
banyak menggunakan strategi coping problem focused, di mana strategi ini dapat
membantu adaptasi mahasiswa di perantauan (Parks, 1999). Selanjutnya
mahasiswa dari Jawa berada di urutan kedua juga didukung oleh faktor banyak
kesamaan budaya yang ditemui mahasiswa di daerah asalya dengan budaya yang
ada di Yogyakarta. Mahasiswa dari Jawa juga menjunjung tinggi sopan santun
dalam keseharian (Endrayanty, 2012). Sopan santun ini digunakan baik dalam
relasi dengan teman, maupun orang yang lebih tua. Hal ini membuat mahasiswa
dari Jawa lebih mudah untuk diterima di masyrakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Lain halnya dengan mahasiswa dari Sumatra, penelitian yang sudah ada
mengindikasikan bahwa mahasiswa dari Sumatra yang berkuliah di Yogyakarta
cenderung mampu untuk menyesuaikan diri dengan budaya Jawa (Marpaung,
2007). Penysuaian diri dengan budaya sekitar ini merupakan salah satu aspek
pendukung dari penggunaan dari strategi akulturasi integrasi, akan tetapi
penelitian ini menunjukkan bahwamahasiswa dari Sumatera hanya menempati
urutan keempat dari tujuh daerah yang dilihat dari penelitian ini. Hal ini
menunjukkan bahwa masih banyak hal-hal yang perlu dikembangkan oleh
mahasiswa perantau dari Sumatra terkait dengan pengambilan strategi akulturasi
integrasi.
Sebaliknya, kelompok partisipan yang berada di peringkat bawah bisa saja
mengalami hambatan seperti perbedaan budaya yang besar, perbedaan
karakteristik fisik, dan lain sebagainya (de Anda, 1984). Hal lain yang perlu
menjadi perhatian pada hasil penelitian ini adalah peran masyarakat sekitar dalam
pengambilan strategi akulturasi integrasi pada mahasiswa perantau. Sikap terbuka
dari orang-orang di lingkungan sekitar akan mendukung perantau untuk
berinteraksi dan memahami lingkungan (Bakker et al., 2006; Berry & Sam, 2010).
Penelitian ini tidak mengukur sikap masyrakat sekitar terhadap pendatang,
sehingga tidak dapat melihat dampak dari faktor tersebut dalam penelitian ini.
Namun, dari hasil penelitian sebelumnya didapati bahwa banyak stereotip yang
ditujukan pada mahasiswa Papua, seperti suka melanggar aturan, kasar, dan suka
mabuk yang membawa mahasiswa Papua mendapat diskriminasi dari masyarakat
Yogyakarta (Masyitoh, 2017; Nugraha, 2015). Hal ini menjadi salah satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
penghambat bagi mahasiswa Papua untuk menggunakan strategi akulturasi
integrasi. Selain itu, terdapat perbedaan jumlah pada masing-masing kelompok
partisipan, misalnya antara partisipan dari Jawa (n=115) dengan partisipan dari
Papua (n=6) dan Sulawesi (n=10). Hal-hal tersebut membuka peluang bagi
peneliti lain untuk mengembangkan hasil penelitian ini dalam penelitian
selanjutnya.
Peneliti juga berusaha mendapat gambaran mengenai penggunaan strategi
akulturasi integrasi pada partisipan. Dari analisis data yang telah dilakukan,
diketahui bahwa mean empiris yang didapat oleh partisipan dalam penelitian ini
(mean=57,99) lebih tinggi dari mean teoretis penggunaan strategi akulturasi
(mean=57,50). Setelah data tersebut diuji secara statistik, didapati bahwa tidak
adanya perbedaan yang signifikan mean teoretis dengan mean empiris pada skor
kematangan psikososial pada partisipan menunjukkan. Hal ini menunjukkan
bahwa pengunaan strategi akulturasi integrasi pada partisipan dalam penelitian ini
tidak dapat dibilang tinggi, meskipun mean empiris yang didapat lebih tinggi dari
mean teoretis penggunaan strategi akulturasi integrasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan terdapat hubungan yang
signifikan dan bersifat positif di antara kematangan psikososial dengan
penggunaan strategi akulturasi integrasi pada mahasiswa perantau. Hal ini berarti
semakin tinggi kematangan psikososial mahasiswa perantau, semakin tinggi pula
penggunaan strategi akulturasi individu tersebut. Berbagai kemampuan yang
dikembangkan dalam kematangan psikososial, seperti identitas, pandangan positif,
dan kepercayaan diri dapat mendudukung partisipan untuk mencapai kejelasan
identitas, dan juga menjalin relasi yang baik dengan lingkungan. Hal-hal tersebut
merupakan hal yang dibutuhkan dalam pengambilan strategi akulturasi.
Dalam hal penggunaan strategi akulturasi integrasi, partisipan dari berbagai
daerah memiliki rata-rata yang berbeda. Perbedaan ini perlu menjadi perhatian
karena perbedaan antara budaya di tempat asal artisipan dengan budaya di
perantauan, dan faktor-faktor lain dapat mempengaruhi penggunaan strategi
akulturasi pada partisipan. Dari penelitian ini didapati juga bahwa penggunaan
strategi akulturasi integrasi pada mahasiswa perantau yang menjadi partisipan
dalam penelitian berada di atas rata-rata, akan tetapi perbedaannya tidak
signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan strategi akulturasi integrasi
pada partisipan masih dapat ditingkatkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
B. Keterbatasan
Penelitian ini tidak lepas dari keterbatasan. Dalam penyusunan skala strategi
akulturasi integrasi, peneliti hanya menggunakan beberapa domain seperti relasi
sosial, penggunaan bahasa, dan lain sebagainya. Semakin banyak domain yang
digambarkan dalam skala tentunya juga akan meningkatkan kualitas alat ukur itu
sendiri. Meski dengan keterbatasan ini peneliti sudah mendapatkan skala dengan
validitas dan reliabilitas yang baik, akan tetapi kualitas skala tersebut masih bisa
ditingkatkan lagi.
Keterbatasan lain yang terdapat dalam penelitian ini adalah metode
sampling nonprobabilitas, di mana metode tersebut tidak dapat menggambarkan
seluruh populasi. Hal ini disebabkan karena populasi tidak memiliki kesempatan
yang sama untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Dengan digunakannya
metode sampling probabilitas, hasil penelitian dapat digeneralisir untuk populasi
yang lebih luas. Meskipun begitu, metode nonprobabilitas yang digunakan oleh
peneliti juga dapat memberi manfaat dalam hal menguji hipotesis dalam penelitian
ini.
C. Saran
Setelah mendapatkan kesimpulan dari penelitian ini, selanjutnya akan
disajikan saran tentang hal apa yang dapat dilakukan oleh target grup dan pihak-
lain terkait dengan hasil penelitian ini. Melalui saran ini, diharapkan pihak-pihak
tersebut dapat merasakan manfaat dari penelitian ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
1. Bagi mahasiswa perantau
Mahasiswa dapat lebih meningkatkan interaksi dengan lingkungan sosial
untuk dapat semakin memahami kebutuhan lingkungan, dan bagaimana
merespons lingkungan secara tepat. Hal ini dapat dilakukan untuk
meningkatkan kematangan psikososial, yang akan berdampak pada
penggunaan strategi akulturasi yang meningkat pula.
2. Bagi orangtua, dosen, dan pihak universitas
Pendekatan psikososial menekankan peran lingkungan sosial bagi
perkembangan diri individu. Maka dari itu, lingkungan diharpkan dapat
mendukung kehidupan mahasiswa perantau di perantauan. Orangtua dari
mahasiswa perantau perlu mempersiapkan mahasiswa sebelum dilepas ke
perantauan, seperti membiasakan anak untuk mandiri, dan mampu
menyelesaikan masalah dengan baik.
Selain itu, dosen, universitas, dan Kemenristekdikti juga perlu
memberikan dukungan bagi mahasiswa selama di perantauan. Dukungan yang
diberikan bisa dalam bentuk pelatihan yang dapat mengembangkan
kematangan psikososial mahasiswa perantau. Tujuannya, agar mahasiswa
mampu menanggapi lingkungan dengan cara yang adaptif, yaitu menggunakan
strategi akulturasi integrasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
3. Bagi masyarakat di lingkungan sekitar mahasiswa perantau
Masyarakat di sekitar mahasiswa perantau dapat meningkatkan interaksi
dengan mahasiswa perantau, misalnya dengan melibatkan mahasiswa perantau
dalam berbagai kegiatan kerja bakti, pertemuan lingkungan, dan lain
sebagainya. Hal ini dapat membantu mahasiswa perantau untuk lebih
mengenal lingkungan dan mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan
lingkungan.
4. Bagi komunitas ilmuwan psikologi
Ilmuwan psikologi perlu lebih banyak melakukan penelitian mengenai
strategi akulturasi integrasi di Indonesia. Dengan banyaknya penelitian
mengenai strategi akulturasi integrasi dan hal-hal lain yang mendukungnya
diharapkan dapat meningkatkan penggunaan strategi akulturasi integrasi ini di
masyarakat. Penelitian selanjutnya bisa dilakukan dengan pengambilan subjek
yang lebih besar, dan metode sampling yang mampu merepresentasikan
populasi dengan lebih luas.
D. Komentar Penutup
Peneliti merasa senang setelah melakukan penelitian ini. Perasaan tersebut
diladasi oleh 2 hal. Pertama, peneliti dapat memberikan kontribusi bagi
mahasiswa perantau sesuai dengan kapasitas peneliti sebagai mahasiswa
psikologi. Kedua, peneliti mendapat banyak hal baru untuk dipelajari selama
melakukan penelitian ini, khususnya tentang berbagai strategi dalam menghadapi
perantauan. Peneliti merasa bahwa tambahan ilmu ini tentu saja sangat bermanfaat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
dan dapat menjadi bekal bagi peneliti untuk dibawa dalam kehidupan, baik saat
bekerja, atau saat harus terjun ke masyarakat. Akhir kata, peneliti berharap
pembaca juga mendapat banyak manfaat dari penelitian ini. Semakin banyak yang
pembaca yang mendapat menfaat dari penelitian ini, tentu semakin banyak pula
perasaan senang yang dirasakaan oleh peneliti. Tuhan memberkati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
DAFTAR PUSTAKA
Ahani, S. (2016). The Impact of Acculturation and Biculturalism on the Second
Generations Living in Canada. City University of Seattle, Vancouver.
Alwisol. (2009). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
APA Board of Educational Affairs Task Force on Psychology Major
Competencies. (2013). APA Guidelines for the Undergraduate Psychology
Major. American Psychological Association.
Araro, R. (2018, Oktober). Biaya Hidup Anak Kos, Kota Mana Termurah?
Tribunmanado.Co.Id. Retrieved from
http://manado.tribunnews.com/2018/10/29/biaya-hidup-anak-kos-kota-
mana-termurah?page=all
Arends-Tóth, J., & van de Vijver, F. J. R. (2006). Assessment of psychological
acculturation. In D. L. Sam & J. W. Berry (Eds.), The Cambridge
Handbook of Acculturation Psychology (pp. 142–160). Cambridge:
Cambridge University Press. doi : 10.1017/CBO9780511489891.013
Arends-Tóth, J., & Van de Vijver, F. J. R. (2007). Acculturation attitudes: A
comparison of measurement methods. Journal of Applied Social
Psychology, 37(7), 1462–1488. doi : 10.1111/j.1559-1816.2007.00222.x
Arnett, J. J. (2000). Emerging adulthood : A theory of development from the late
teens through the twenties. American Psychologist, 55(5), 469–480. doi :
10.1037//0003-066X.55.5.469
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Arnett, J. J. (2005). The developmental context of substance use in emerging
adulthood. Journal of Drug Issues, 5(2), 235–254.
Arnett, J. J. (2015). Emerging Adulthood : The Winding Road From the Late
Teens Through the Twenties. Oxford University Press.
Aronson, E., Wilson, T. D., & Akert, R. M. (2005). Social Psychology (5th ed.).
New Jersey: Pearson Education, Inc.
Azwar, S. (2009). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bakker, W., Zee, K. van der, & Oudenhoven, J. P. van. (2006). Personality and
Dutch emigrants’ reactions to acculturation strategies. Journal of Applied
Social Psychology, 36(12), 2864–2891. doi : 10.1111/j.0021-
9029.2006.00132.x
Berry, J. W. (1997). Immigration, acculturation, and adaptation. Applied
Psychology, 46(1), 5–68. doi : 10.1080/026999497378458
Berry, J. W. (2006). Design of acculturation studies. In The Cambridge Handbook
of Acculturation Psychology (pp. 129–141). Cambridge: Cambridge
University Press.
Berry, J. W. (2007). Acculturation. In J. E. Grusec & P. D. Hastings (Eds.),
Handbook of Socialization. New York: The Guilford Press.
Berry, J. W., & Hou, F. (2017). Acculturation, Discrimination and Wellbeing
Among Second Generation of Immigrants in Canada. IInternational
Journal of Intercultural Relations, 61, 29–39.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Berry, J. W., Phinney, J. S., Sam, D. L., & Vedder, P. (2006). Immigrant Youth:
Acculturation, Identity, and Adaptation. Applied Psychology : An
International Review, 55(3), 303–332.
Berry, J. W., Poortinga, Y. H., Breugelmans, S. M., Chasiotis, A., & Sam, D. L.
(2012). Cross-cultural psychology : Research and application (3rd ed.).
Cambridge: University Press.
Berry, J. W., & Sam, D. L. (2010). Acculturation : When individuals and groups
of different cultural backgrounds meet. Perspective on Psychological
Science, 5(4), 472–481. doi : 10.1177/1745691610373075
Cahya Permata, D., & Listiyandini, R. A. (2015). Peranan Pola Asuh Orangtua
dalam Memprediksi Resiliensi Mahasiswa Tahun Pertama yang Merantau
di Jakarta. Prosiding PESAT, 6.
Church, A. T. (1982). Sojourner adjustment. Psychological Bulletin, 91(3), 540–
572. doi : 10.1037/0033-2909.91.3.540
Creswell, J. W. (2014). Research design : Qualitative, quantitavie, and mixed
methods approaches (4th ed.). London: Sage Publication.
Daftar Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Angkatan 2012-2017. (2018). Sekretariat Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
Darling-Fisher, C., & Leidy, N. K. (1988). Measuring Eriksonian development in
the adult: The Modified Erikson Psychosocial Stage Inventory.
Psychological Report, 62, 747–754.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Darmaningtyas. (2017, May 2). Tamansiswa, Ki Hadjar Dewantara, dan Sistem
Pendidikan Kolonial. Geotimes.Co. Retrieved from
https://geotimes.co.id/kolom/pendidikan/tamansiswa-ki-hadjar-dewantara-
dan-sistem-pendidikan-kolonial/
de Anda, D. (1984). Bicultural Socialization: Factors affecting the minority
experience. Social Work, 29(2), 101–107. doi : 10.1093/sw/29.2.101
Deci, E. L., & Ryan, R. M. (1991). A motivational approach to self: Integration in
personality. In Nebraska Symposium on Motivation, 1990: Perspectives
on motivation. (pp. 237–288). Lincoln, NE, US: University of Nebraska
Press.
Dona, G., & Berry, J. W. (1994). Acculturation Attitudes and Acculturative Stress
of Central American Refugess. International Journal of Psychology,
29(1), 57–70.
Endrayanty, W. (2012). Makna sopan santun pada remaja Jawa di yogyakarta.
Sanata Dharma Yogyakarta, Yogyakarta.
Fadhilla, I. (2017, June 25). Pergilah Merantau, Supaya Kamu Dapat Merasakan
12 Hal Ini. IDNtimes.Com. Retrieved from
https://www.idntimes.com/life/inspiration/dhilla/inilah-beberapa-manfaat-
menjadi-seorang-perantau/full
Feist, J., & Feist, G. J. (2008). Theories of Personality (7th ed.). New York:
McGraw-Hill.
Florence Sihombing Kini Jadi `Orang Paling Dicari di Jogja. (2014, August 24).
Liputan6.Com. Retrieved from
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
http://www.liputan6.com/citizen6/read/2097784/florence-sihombing-kini-
jadi-orang-paling-dicari-di-jogja
Gfellner, B. M., & Cordoba, A. I. (2011). Identity distress, psychosocial maturity,
and adaptive functioning among university students. Identity: An
Iternational Jornal of Theory and Research, 11(2), 136–154. doi :
10.1080/13676261.2015.1059925
Greenberger, E., & Sorensen, A. (1974). Toward a concept of psychosocial
maturity. Journal of Youth and Adolescence, 3(4), 329–358. doi :
10.1007/BF02214746
Gutierrez, I. A., & Park, C. L. (2015). Emerging adulthood, evolving worldviews:
How life events impact college students’ developing belief systems.
Journal of Emerging Adulthood, 3(2), 85–97. doi :
10.1177/2167696814544501
Hamamura, T., & Laird, P. G. (2014). The effect of perfectionism and
acculturative stress on levels of depression experienced by East Asian
international student. Journal of Multicultural Counseling and
Development, 42, 205–217. doi : 10.1002/j.2161-1912.2014.00055.x
Hanna, Y. (2017, May 2). Sejarah Berdirinya Organisasi Taman Siswa di
Yogyakarta. Bobo.Id. Retrieved from
http://bobo.grid.id/read/08674870/sejarah-berdirinya-organisasi-taman-
siswa-di-yogyakarta?page=all
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Harijanto, J., & Setiawan, J. L. (2017). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dan
Kebahagiaan Pada Mahasiswa Perantau Di Surabaya. Psychopreneur,
1(1).
HIMPSI. (2010). Kode etik psikologi Indonesia. Jakarta: Pengurus Pusat
Himpunan Psikologi Indonesia.
Ikeguchi, C. (2008). Cultural learning and adaptation : A closer look at the
realities. Intercultural Communication Studies, XVII(1).
Imamura, M., & Zhang, Y. B. (2014). Functions of the common ingroup identity
model and acculturation strategies in intercultural communication:
American host nationals’ communication with Chinese international
students. International Journal of Intercultural Relations, 43, 227–238.
doi : 10.1016/j.ijintrel.2014.08.018
Iwan, D. (n.d.). Sederhana, Merakyat, Demokratis, Berkharisma, dan Rela
Berkorban untuk Negara adalah Semangat dan Inspirasi dari Sri Sultan
Hamengku Buwono IX bagi Generasi Penerus Bangsa. Historia.Id.
Retrieved from https://belanegarari.com/2012/05/27/sederhana-merakyat-
demokratis-berkharisma-dan-rela-berkorban-untuk-negara-adalah-
semangat-dan-inspirasi-dari-sri-sultan-hamengku-buwono-ix-bagi-
generasi-penerus-bangsa/
Jamhur, M. E., Borualogo, I. S., & Hamdan, S. R. (2015). Studi deskriptif
mengenai strategi akulturasi integrasi pada mahasiswa perantau kelompok
etnik Minangkabau dan kelompok etnik Batak di Kota Bandung. Prosiding
Psikologi, 151–156.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Jones, R. M., Vaterlaus, J. M., Jackson, M. A., & Morrill, T. B. (2004). Friendship
characteristics, psychosocial development, and adolescent identity
formation: Young adult friendships and psychological development.
Journal of Personal Relationships, 21(1), 51–67. doi : 10.1111/pere.12017
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. (2016, November 30).
Jumlah perguruan tinggi kopertis wilayah V – Daerah Istimewa
Yogyakarta. Retrieved from
http://kelembagaan.ristekdikti.go.id/index.php/2016/11/30/infografis-
kopertis-wilayah-v/
Kosic, A. (2004). Acculturation strategies, coping process and acculturative stress.
Scandinavian Journal of Psychology, 45(4), 269–278. doi :
10.1111/j.1467-9450.2004.00405.x
LaFromboise, T., Coleman, H. L., & Gerton, J. (1993). Psychological impact of
biculturalism: Evidence and theory. Psychological Bulletin, 114(3), 395–
412. doi : 10.1037/0033-2909.114.3.395
Larson, R. W., & Verma, S. (1999). How children and adolescents spend time
across the world: Work, play, and developmental opportunities.
Psychological Bulletin, 125(6), 701–736. doi : 10.1037/0033-
2909.125.6.701
Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1984). Stress, appraisal, and coping. New York:
Springer Publication.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Lesser, I. A., Gasevic, D., & Lear, S. A. (2014). The Association between
Acculturation and Dietary Patterns of South Asian Immigrants. PLoS
ONE, 9(2).
Lian, Y., & Tsang, K. (2010). The impacts of acculturation strategies and social
support on the cross-cultural adaptation of mainland Chinese students in
Hong Kong. Educational Research Journal, 25(1), 81–102. doi :
10.1007/s12564-013-9285-6
Markstrom, C. A., & Marshall, S. K. (2007). The psychosocial inventory of ego
strengths: Examination of theory and psychometric properties. Journal of
Adolescence, 30(1), 63–79. doi : 10.1016/j.adolescence.2005.11.003
Marpaung, W. (2007). Perbedaan tingkat asertivitas antara mahasiswa Batak
Toba yang ada di Yogyakarta dengan mahasiswa Batak Toba yang ada di
Medan. Sanata Dharma Yogyakarta, Yogyakarta.
Masyitoh, M. (2017). Adaptasi mahasiswa Papua di Yogyakarta (Master Thesis).
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Mayers, A. (2013). Introduction to statistics and SPSS in psychology. Harlow:
Pearson.
Neuman, W. L. (2014). Basics of social research: qualitative and quantitative
approaches (3rd ed.). Harlow: Pearson Education, Inc.
Newman, B. M., & Newman, P. R. (2012). Development Through Life : A
Psychosocial Approach. Belmont, Australia: Wadsworth.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Nindra, R. (2017). 6 Manfaat yang Bisa Kamu Dapatkan Jika Merantau Saat
Kuliah. Hipwee.Com. Retrieved from https://www.hipwee.com/list/6-
manfaat-yang-bisa-kamu-dapatkan-jika-merantau-saat-kuliah/
Novenanty, W. M. (n.d.). Peran Universitas dalam Pengembangan Potensi
Mahasiswa. Retrieved October 23, 2018, from http://unpar.ac.id/peran-
universitas-dalam-pengembangan-potensi-mahasiswa/
Nugraha, W. A. (2015). Stereotip dan prasangka terhadap Suku Papua di
Yogyakarta. University Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.
Nuzulil, P. (2017, February 25). Suka duka kuliah di perantauan. Retrieved from
http://www.putrinuzulil.com/kuliah-di-perantauan/
Olczak, P. V., & Goldman, J. A. (1975). The relationship between self-
actualization and psychosocial maturity. Journal of Clinical Psychology,
31(3), 415–419. doi : 10.1002/1097-4679(197507)31:3<415::AID-
JCLP2270310307>3.0.CO;2-C
Parks, C. A. (1999). Bicultural Competence: A Mediating Factor Affecting
Alcohol Use Practices and Problems among Lesbian Social Drinkers.
Journal of Drug Issues, 29(1), 135–153. doi :
10.1177/002204269902900109
Pertahankan “Indonesia Mini” di Yogyakarta. (2013, August 4). Kompas.Com.
Retrieved from
https://nasional.kompas.com/read/2013/04/08/03164776/Pertahankan.Indo
nesia.Mini.di.Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Pham, T. B., & Harris, R. J. (2001). Acculturation stretegies among Vietnamese-
Americans. International Journal of Intercultural Relations, 25(3), 279–
300. doi : 10.1016/S0147-1767(01)00004-9
Phillimore, J. (2011a). Refugees, acculturation strategies, stress, and integration.
Journal of Social Policy, 40(3), 575–593. doi :
10.1017/S0047279410000929
Ramos, M. R., Cassidy, C., Reicher, S., & Haslam, S. A. (2016). A Longitudinal
Study of the Effects of Discrimination on the Acculturation Strategies of
International Student. Journal of Cross-Cultural Psychology, 47(3), 401–
420.
Rania, N., Siri, A., Bagnasco, A., Aleo, G., & Sasso, L. (2014). Academic
climate, well-being and academic performance in a university degree
course. Journal of Nursing Management, 22(6), 751–760. doi :
10.1111/j.1365-2834.2012.01471.x
Raza, Q., Nicolaou, M., Snijder, M. B., Stronks, K., & Seidell, J. C. (2016).
Dietary Acculturation Among the South-Asia Surinamese Population in
the Netherlands: the HELIUS Study. Public Heath Nutrition, 1–10.
Risaharti, & Wang, C. (2018). An overview of acculturation strategies applied by
the Indonesian students living in Taiwan. Jurnal Serambi Ilmu, 31(1), 1–7.
doi : 10.32672/si.v30i1.528
Russell, J., Rosenthal, D., & Thomson, G. (2010). The international student
experience: three styles of adaptation. Journal of High Education, 60(2),
235–249. doi : 10.1007/s10734-009-9297-7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Ryabichenko, T. A., & Lebedeva, N. M. (2016). Assimilation or integration :
Similarities and differences between acculturation attitudes of migrants
from Central Asia and Russians in Central Russia. Psychology in Russia :
State of the Art, 9(1), 98–111. doi : 10.11621/pir.2016.0107
Salisbury, M. H., An, B. P., & Pascarella, E. T. (2013). The Effect of Study
Abroad on Intercultural Competence Among Undergraduate College
Students. Journal of Student Affairs Research and Practice, 50(1), 1–20.
Sam, D. L., & Berry, J. W. (2006). The Cambridge handbook of acculturation
psychology. Cambridge, England: Cambridge University Press.
Santrock, J. W. (2014). Adolescence (Fifteenth). New York: McGraw Hill
Education.
Sari, G. R., & Subandi, M. A. (2015). Akulturasi psikologis para self-initiated
expatriate. Gadjah Mada Journal of Psychology, 1(1), 13–39.
Selmer, J., & Lauring, J. (2015). Host country language ability and expatriate
adjustment: the moderating effect of language difficulty. The International
Journal of Human Resource Management, 26(3), 401–420. doi :
10.1080/09585192.2011.561238
Sheldon, K. M., & Kasser, T. (2001). Getting older, getting better? Personal
strivings and psychological maturity across the life span. Developmental
Psychology, 37(4), 491–501. doi : 10.1037/0012-1649.37.4.491
Siregar, S. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif SPSS. Jakarta: Kencana.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Skreblin, L., & Sujoldzic, A. (2003). Acculturation Process and Its Effects on
Dietary Habits, Nutritional Behavior and Body-Image in Adolescents.
Coll. Antropol, 27(2), 459–477.
Subdit Statistika Pendidikan dan Kesejahteraan Sosial. (2017). Potret Pendidikan
Indonesia (2017th ed.). Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Sulkhan, A. (2018, Agustus). Dengan Lima Ribu Bisa Makan Apa di Jogja?
Mojok.Co. Retrieved from https://mojok.co/aks/liputan/keluyuran/dengan-
lima-ribu-bisa-makan-apa-di-jogja/
Sullivan, C., & Kashubeck-West, S. (2015). The interplay of international
students’ acculturative stress, social support, and acculturation modes.
Journal of International Student, 5(1), 1–11.
Supratiknya, A. (2014). Pengukuran psikologis. Yogyakarta: Penerbit Universitas
Sanata Dharma.
Supratiknya, A. (2015). Metodologi penelitian kuantitatif & kualitatif dalam
psikologi. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma.
Tarana, H. (2017, July 31). Kiat dan Manfaat Hidup Merantau. Kompasiana.Com.
Retrieved from
https://www.kompasiana.com/takayomi21/597efab9ed967e153617c112/ki
at-dan-manfaat-hidup-merantau?page=all
Tim VIVA. (2014, August 30). Kronologi Kasus Hinaan Florence Hingga
Berujung Bui. Retrieved from
https://www.viva.co.id/berita/nasional/533619-kronologi-kasus-hinaan-
florence-hingga-berujung-bui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
van Zalk, M., Kerr, M., van Zalk, N., & Stattin, H. (2013). Xenophobia and
Tolerance Toward Immigrants in Adolescence: Cross-Influence Processes
Within Friendship. Journal of Abnormal Children Psychology, 41, 627–
639.
Williams, T. (2005). Exploring the Impact of Study Abroad on Students’
Intercultural Communication Skills: Adaptability and Sensitivity. Journal
of Studies in International Education, 9(4), 356–371. doi :
10.1177/1028315305277681
Yanuar, H. (2015, March 13). Florence Sihombing Menangis Divonis 2 Bulan
Penjara. Www.Liputan6.Com. Retrieved from
http://news.liputan6.com/read/2201796/florence-sihombing-menangis-
divonis-2-bulan-penjara
Yu, W., & Wang, S. (2011). An investigation to the acculturation strategies of
Chinese students in Germany. Intercultural Communication Studies, 20(2).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Lampiran 1 : Uji Coba Skala Penggunaan Strategi Akulturasi Integrasi
Aspek Indikator No. Item
Sikap terhadap
budaya sendiri
Menjalin relasi dengan
orang dari daerah asal
1 28*. Teman dekat saya
berasal dari daerah/kota
yang sama dengan saya.
2 1. Saya tetap menjaga
komunikasi dengan
orang dari daerah asal
saya.
Menggunakan bahasa
daerah asal di perantauan
3 31*. Saya berbicara
menggunakan
bahasa/aksen daerah saya
saat bertemu dengan
teman dari daerah/kota
asal saya.
Mengetahui tentang
daerah asal
4 14. Saya mengikuti
perkembangan tentang
apa yang terjadi di
daerah asal saya
Merasa aman saat
bersama teman dari
daerah yang sama
5 15. Saya merasa nyaman
saat bersama teman dari
daerah asal saya.
6 10. Saya merasa tenang
saat menghadapi
kesulitan karena saya
memiliki teman dari
daerah asalsaya yang sia
membantu.
7 21*. Teman yang berasal
dari daerah yang sama
dengan saya lebih
mampu untuk memahami
saya
Merasa memiliki
tanggungjawab untuk
melakukan sesuatu yang
penting bagi orang
daerah yang sama
8 29. Saat ada teman yang
berasal dari daerah asal
saya mengalami saya
kesulitan, saya harus
membantunya.
Menjalin relasi dengan
orang dari daerah asal
1 32*. Teman dekat saya
berasal dari daerah/kota
yang berbeda dengan
saya.
2 12. Saya melepas kontak
dengan orang dari daerah
asal saya.
Menggunakan bahasa 3 5*. Saya berbicara
menggunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
daerah asal di perantauan bahasa/aksen Jogja saat
bertemu dengan teman
dari daerah/kota asal
saya.
Mengetahui tentang
daerah asal
4 26. Saya mengabaikan
perkembangan tentang
apa yang terjadi di
daerah asal saya
Merasa aman saat
bersama teman dari
daerah yang sama
5 22. Saya merasa
terancam saat bersama
teman dari daerah asal
saya.
6 18. Saya khawatir tidak
ada teman dari daerah
asal saya yang siap
membantu saya saat
menghadapi kesulitan
7 2*. Teman yang berasal
dari daerah yang sama
dengan saya tidak akan
mampu untuk memahami
saya
Merasa memiliki
tanggungjawab untuk
melakukan sesuatu yang
penting bagi orang
daerah yang sama
8 16. Saat ada teman yang
berasal daerah asal saya
mengalami kesulitan,
saya mengabaikannya.
Sikap terhadap
budaya lain.
Menjalin relasi dengan
orang dari budaya lain
1 3. Saya mau berbaur
dengan orang yang
berasal dari Jogja
2 19. Saya merasa nyaman
saat berada di sekitar
orang yang berasal dari
Jogja
3 17*. Saya merasa
nyaman untuk
mencurahkan isi hati
saya pada teman yang
berasal dari daerah lain
Memahami/mempelajari
budaya/bahasa daerah
setempat
4 8. Saya mempelajari
bahasa Jawa selama
berada di Jogja
5 23. Saat berbicara
dengan orang yang lebih
tua, saya menggunakan
bahasa krama
Menikmati elemen
eksplisit dari budaya baru
6 30. Saya ingin mencoba
makanan khas dari Jogja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
7 9*. Saya mendengarkan
musik berbahasa Jawa
Melibatkan diri dalam
lingkungan
8 25. Saya terlibat dalam
berbagai kepanitiaan di
kampus.
Menjalin relasi dengan
orang dari budaya lain
1 20. Saya menjaga jarak
diri dari orang yang
berasal dari Jogja
2 24. Saya merasa
terancam saat berada di
sekitar orang yang
berasal dari Jogja
3 7*. Saya merasa nyaman
untuk mencurahkan isi
hati saya pada teman,
asalkan teman itu berasal
dari daerah yang sama
dengan saya
Memahami/mempelajari
budaya/bahasa daerah
setempat
4 6. Saya kurang tertarik
untuk mempelajari
bahasa Jawa selama
berada di Jogja
5 13*. Saat berbicara
dengan orang yang lebih
tua, saya menggunakan
bahasa layaknya saya
berbicara dengan teman
Menikmati elemen
eksplisit dari budaya baru
6 11*. Saya tidak tertarik
untuk mencoba makanan
khas dari Jogja
7 27. Saya tidak ingin
mendengarkan musik
berbahasa Jawa
Melibatkan diri dalam
lingkungan
8 4*. Saya menarik diri
dari berbagai kepanitiaan
di kampus.
*item gugur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Lampiran 2 : Informed Consent Penelitian
Salam sejahtera bagi kita semua,
izinkan saya memperkenalkan diri, nama saya Age Tiara Wimana mahasiswa
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang sedang melakukan penelititan guna
memenuhi tugas akhir sebagai syarat kelulusan.
Penelitian ini membutuhkan :
1. Laki-laki atau perempuan berusia 18-25 tahun.
2. Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
3. Merupakan mahasiswa perantau (berasal dari luar Daerah Istimewa
Yogyakarta).
4. Berdomisili di Yogyakarta.
Saat ini saya membutuhkan bantuan anda untuk mengisi skala yang berisi
sejumlah pertanyaan. Skala pertama merupakan skala mengenai pengalaman anda
selama menghadapi akulturasi, dan skala kedua merupakan skala tentang sikap
personal anda. Waktu yang dibutuhkan untuk mengisi kedua kuesioner ini kurang lebih 15 hingga 20 menit.
Jawaban yang Anda berikan akan dirahasiakan, sehingga tidak akan ada yang
mengetahui identitas serta jawaban Anda. Saya sangat menghargai apabila Anda
bersedia mengisi skala ini dengan sejujur-jujurnya dan apa adanya.
Apabila Anda mersasakan adanya ketidaknyamanan dalam proses ini, Anda
berhak mengundurkan diri dari penelitian ini kapan pun dan tidak akan ada
konsekuensi apa pun dari penarikan diri tersebut.
Apabila anda menyetujui segala kondisi di atas, silahkan mengsi kolom kesediaan
di bawah ini untuk dapat melanjutkan ke bagian selanjutnya. Atas perhatian dan
kesediaan Anda, saya ucapkan terima kasih.
* Required
* Ya, saya memenuhi persyaratan di atas dan bersedia dengan sukarela
menjadi partisipan dalam penelitian ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Lampiran 3 : Reliabilitas Skala Penggunaan Strategi Akulturasi Integrasi
A. Sebelum Seleksi Item
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 71 100.0
Excludeda 0 .0
Total 71 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.706 .737 32
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Squared
Multiple
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
SAI1 119.3662 83.150 .436 .640 .687
SAI2 119.6479 86.403 .189 .587 .701
SAI3 118.9859 88.357 .176 .582 .702
SAI4 119.1408 87.551 .149 .750 .703
SAI5 120.1972 88.932 -.004 .603 .718
SAI6 119.5493 85.565 .215 .765 .699
SAI7 119.8169 92.209 -.153 .579 .726
SAI8 119.8592 84.523 .266 .783 .696
SAI9 121.0282 85.571 .146 .646 .706
SAI10 120.5493 78.823 .480 .781 .677
SAI11 119.2958 87.383 .128 .657 .705
SAI12 119.0563 84.854 .440 .592 .690
SAI13 119.4930 87.082 .119 .654 .706
SAI14 120.0704 81.495 .410 .754 .685
SAI15 119.9577 83.555 .376 .748 .690
SAI16 119.3380 83.484 .506 .603 .686
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
SAI17 120.2394 86.842 .132 .544 .705
SAI18 119.8592 82.923 .311 .467 .692
SAI19 119.9155 86.507 .179 .704 .702
SAI20 118.9718 87.542 .223 .610 .700
SAI21 121.0423 85.441 .180 .760 .702
SAI22 119.0563 86.482 .269 .669 .697
SAI23 120.6761 81.536 .289 .614 .694
SAI24 119.0000 88.457 .151 .684 .703
SAI25 119.5070 86.596 .183 .732 .701
SAI26 119.4085 84.045 .360 .670 .691
SAI27 119.8028 81.161 .401 .713 .685
SAI28 120.9718 86.371 .095 .690 .711
SAI29 119.8169 82.837 .414 .508 .687
SAI30 119.4789 86.367 .212 .683 .700
SAI31 119.6479 86.374 .138 .598 .705
SAI32 121.6479 86.631 .116 .711 .707
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
B. Setelah Seleksi Item
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 71 100.0
Excludeda 0 .0
Total 71 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.771 20
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
SAI1 77.2535 51.821 .480 .753
SAI3 76.8732 55.312 .343 .764
SAI6 77.4366 52.621 .330 .762
SAI8 77.7465 52.363 .337 .762
SAI10 78.4366 50.707 .356 .761
SAI12 76.9437 53.511 .462 .757
SAI14 77.9577 50.527 .439 .754
SAI15 77.8451 53.904 .269 .766
SAI16 77.2254 52.634 .503 .754
SAI18 77.7465 51.935 .317 .764
SAI19 77.8028 54.418 .219 .770
SAI20 76.8592 54.723 .359 .762
SAI22 76.9437 54.997 .267 .766
SAI23 78.5634 52.307 .208 .778
SAI24 76.8873 55.501 .291 .766
SAI25 77.3944 53.814 .281 .765
SAI26 77.2958 52.183 .431 .756
SAI27 77.6901 50.588 .405 .757
SAI29 77.7042 52.583 .369 .760
SAI30 77.3662 53.921 .292 .765
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Lampiran 4 : Uji Nomalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
MEPSI .055 242 .077 .979 242 .001
SAI .083 242 .000 .974 242 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Lampiran 5 : Uji Hipotesis
Correlations
SAI MEPSI
Spearman's rho SAI Correlation Coefficient 1.000 .267**
Sig. (2-tailed) . .000
N 242 242
MEPSI Correlation Coefficient .267** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 242 242
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
top related