hasil pemantauan pelanggaran netralitas asn
Post on 15-Oct-2021
11 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Hasil Pemantauan
PELANGGARAN NETRALITAS ASNdalam Pemilu 2019
• L A P O R A N •
2 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Penulis:
Sad Dian Utomo
Bejo Untung
Kontributor Penulis:
Henny P
Arman
Koordinator Pemantauan:
Nurjanah (Jakarta)
Pius Widyatmoko (Bandung)
Muhammad Syofi’i (Semarang)
Asiswanto Darsono (Surabaya)
Editor:
Maya Rostanty
3Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Daftar Isi
Daftar Isi ................................................................................................................................................................ 3
Daftar Tabel .......................................................................................................................................................... 4
Daftar Grafik ......................................................................................................................................................... 4
Daftar Singkatan/Istilah .................................................................................................................................... 5
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................................................. 6
1.1. Latar Belakang ................................................................................................................................ 7
1.2. Ruang Lingkup Pemantauan ..................................................................................................... 9
1.3. Metode Pemantauan .................................................................................................................... 12
BAB II. PROSES PEMANTAUAN DAN TEMUAN ...................................................................... 14
2.1. Proses Pemantauan ..................................................................................................................... 15
2.1. Temuan Pemantauan ................................................................................................................... 17
BAB III. ANALISIS TEMUAN ........................................................................................................ 22
3.1. Netralitas ASN dalam Posisinya sebagai Pelayan Publik
serta Perekat dan Pemersatu Bangsa .................................................................................... 23
3.2. Fungsi KASN sebagai Pengawas Norma Dasar, Kode Etik dan Kode Perilaku ASN ... 27
3.3. Penyelesaian Kasus Netralitas ASN oleh KASN .................................................................. 31
BAB IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ............................................................................ 40
4.1. Kesimpulan ..................................................................................................................................... 41
4.2. Rekomendasi ................................................................................................................................ 42
Daftar Pustaka .................................................................................................................................................... 44
4 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Daftar Tabel
Daftar Grafik
Tabel 1.1 Ruang Lingkup Pemantauan Netralitas ASN ...................................................................... 10
Tabel 1.2 Metode Pemantauan dan Langkah-langkahnya ................................................................. 12
Tabel 2.1 Bentuk Tindakan Pelanggaran Netralitas ASN ................................................................... 19
Tabel 3.1 Perbandingan Fungsi dan Mekanisme Pengawasan oleh KASN dan KY ..................... 29
Tabel 3.2 Jumlah ASN yang Melanggar Netralitas Berdasarkan Provinsi .................................... 31
Grafik 2.1 Jenis Pelanggaran Netralitas ASN ........................................................................................ 17
Grafik 2.2 Jumlah Pelanggaran Netralitas ASN Berdasarkan Jabatan .......................................... 20
Grafik 2.3 Sebaran Pelanggaran Netralitas ASN Berdasarkan Lokasi ............................................. 21
Grafik 3.1 Jumlah Aduan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pilkada Serentak ......................... 31
Grafik 3.2 Jumlah Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pilkada selama 2015 - 2018 ................... 33
5Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Daftar Singkatan/Istilah
ASN Aparatur Sipil Negara
Bawaslu Badan Pengawas Pemilu
BKN Badan Kepegawaian Negara
CSO Civil Society Organization
KASN Komisi Aparatur Sipil Negara
KemenPAN RB Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi
KPPOD Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah
KPU Komisi Pemilihan Umum
KY Komisi Yudisial
LAPOR! Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat
MA Mahkamah Agung
PATTIRO Pusat Telaah dan Informasi Regional
Pemilu Pemilihan Umum
Pileg Pemilihan Anggota Legislatif
Pilkada Pemilihan Kepala Daerah
Pilpres Pemilihan Presiden
PNS Pegawai Negeri Sipil
PPK Pejabat Pembina Kepegawaian
SP4N Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional
6 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
01PENDAHULUAN
7Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Dilihat dari jumlah partisipan dalam Pemilihan Umum (Pemilu), Indonesia merupakan negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara, dan nomor tiga di dunia setelah India dan Amerika Serikat.1
Besarnya jumlah pemilih menunjukkan
antusiasme publik dalam menentukan pemimpin
pemerintahan, baik presiden maupun kepala
daerah, serta menentukan wakil-wakilnya dalam
lembaga perwakilan baik di tingkat pusat maupun
daerah. Selain itu, jaminan kebebasan untuk
memilih juga menjadi salah satu faktor tingginya
antusiasme tersebut.
Jaminan kebebasan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam Pemilu sendiri telah diatur
dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
konstitusi negara. Hal ini setidaknya dinyatakan
dalam Pasal 28D ayat 3 yang berbunyi, “Setiap
warga negara berhak memperoleh kesempatan
yang sama dalam pemerintahan”, dan Pasal
28E ayat 3 yang berbunyi, “Setiap orang berhak
atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat”.
Jaminan dari konstitusi ini kemudian
dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan
perundang-undangan. Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
pada Bagian Kedelapan: Hak Turut Serta Dalam
Pemerintahan, khususnya Pasal 43 ayat 1
menyatakan, “Setiap warga negara berhak untuk
dipilih dan memilih dalam pemilihan umum
berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan
suara yang langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan”. Sedangkan pada ayat 2
dinyatakan, “Setiap warga negara berhak turut
serta dalam pemerintahan dengan langsung
atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya
dengan bebas, menurut cara yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan”.
Sementara itu, Undang-Undang Nomor
7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU
Pemilu) menjamin hak warga negara untuk
memilih, seperti dinyatakan dalam Pasal 198 ayat
1 dan ayat 2 bahwa, “Warga Negara Indonesia
yang pada hari pemungutan suara sudah genap
berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah
kawin, atau sudah pernah kawin mempunyai
hak memilih. Warga Negara Indonesia dimaksud
didaftar 1 (satu) kali oleh Penyelenggara Pemilu
dalam daftar Pemilih.”.
Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai bagian
dari warga negara Indonesia juga mempunyai hak 1 https://www.hitc.com/en-gb/2017/10/20/the-worlds-7-largest-democracies-where-do-america-and-india-fit/
8 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
untuk memilih. Namun demikian, berbeda dengan
WNI lainnya, ASN dilarang untuk menunjukkan
preferensi pilihan politiknya di hadapan publik,
sebagai konsekuensi dari asas netralitas dalam
penyelenggaraan kebijakan dan manajemen
ASN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN (UU ASN).
Lebih lanjut, UU ASN mengatur, “Pegawai ASN
harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua
golongan dan partai politik” (Pasal 9 ayat 2).
Netralitas ASN dalam politik praktis merupakan
bagian dari pelaksanaan fungsi ASN sebagai
perekat dan pemersatu bangsa. Dengan demikian,
meskipun ASN memiliki hak pilih, namun harus
tetap menjunjung tinggi netralitas sebagaimana
dimandatkan oleh UU ASN.
Undang-Undang Pemilu secara lebih tegas
mengatur tentang netralitas ASN dalam
penyelenggaraan Pemilu. Dalam Pasal 280 ayat
2 huruf f dinyatakan, “Pelaksana dan/atau tim
kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu
dilarang mengikutsertakan aparatur sipil negara.”
Kemudian dalam ayat 3 dinyatakan bahwa ASN
dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim
kampanye Pemilu. ASN yang melanggar Pasal
280 ayat 3 dapat dikenakan sanksi pidana berupa
kurungan paling lama satu tahun dan denda
paling banyak Rp 12 juta (Pasal 494 UU Pemilu).
ASN juga dilarang mengadakan kegiatan yang
mengarah kepada keberpihakan terhadap Peserta
Pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa
kampanye. Larangan itu meliputi pertemuan,
ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang
kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan
unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
(Pasal 283 ayat 1 dan 2).
Merujuk pada UU ASN, Komisi Aparatur
Sipil Negara (KASN) merupakan lembaga yang
diberikan tugas untuk menjaga netralitas ASN
(Pasal 31 ayat 1 huruf a). Adanya pengaturan
tentang tugas khusus ini menunjukkan bahwa
netralitas ASN merupakan hal yang sangat
penting. Netralitas merupakan salah satu faktor
penentu bagi terwujudnya ASN yang memiliki
integritas, profesional dalam penyelenggaraan
pelayanan serta dapat menjalankan peran
sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan
bangsa. Dalam menjalankan tugasnya ini, KASN
telah melakukan sosialisasi melalui berbagai
media sebagai upaya preventif atau pencegahan
untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran
netralitas. Selain upaya preventif, KASN juga
melakukan upaya represif atau penindakan
dengan menyediakan platform pengaduan
secara online melalui kanal pengaduan
www.lapor.kasn.go.id. Platform ini disediakan bagi
publik untuk mengadukan ASN yang melakukan
pelanggaran netralitas. Dengan adanya
platform ini, KASN akan lebih mudah melakukan
pemantauan terhadap pelanggaran, sehingga
dapat dengan cepat melakukan tindakan terhadap
pelanggaran tersebut. Berdasarkan mekanisme
yang diatur dalam UU ASN, setelah mendapatkan
laporan pelanggaran, KASN kemudian melakukan
verifikasi. Jika terbukti, KASN kemudian akan
mengirimkan rekomendasi kepada atasan atau
Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) pada
instansi di mana ASN tersebut bekerja, untuk
diproses penetapan sanksinya (Pasal 32).
Dalam rangka meningkatkan kontribusi
organisasi masyarakat sipil terhadap upaya
penegakan netralitas ASN, PATTIRO, KPPOD dan
jaringan Organisasi Masyarakat Sipil (CSO) di
empat kota, yaitu Jakarta, Bandung, Semarang
dan Surabaya melakukan pemantauan terhadap
netralitas ASN dalam masa Pemilu 2019.
Pemantauan ini diharapkan dapat mendukung
KASN menemukan lebih banyak kasus-kasus
pelanggaran netralitas ASN.
9Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Pendahuluan
1.2. Ruang Lingkup Pemantauan
Sebagaimana diuraikan pada bagian Latar
Belakang di atas, pemantauan yang dilakukan
oleh PATTIRO, KPPOD dan jaringan CSO
adalah dalam rangka meningkatkan kontribusi
organisasi masyarakat sipil terhadap upaya
penegakan netralitas ASN dan mendukung
KASN menemukan kasus pelanggaran netralitas.
Merujuk pada UU ASN, tugas pengawasan
ASN yang dilakukan oleh KASN adalah dalam
rangka menegakkan sanksi moral. Dengan
demikian, ruang lingkup pemantauan ini dibatasi
pada pelanggaran netralitas ASN yang hanya
mengandung unsur sanksi moral, bukan sanksi
pidana. Sedangkan pelanggaran netralitas ASN
yang mengandung unsur pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 280 ayat 3 UU Pemilu
menjadi kewenangan Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu), bukan KASN.
Mengacu pada UU Pemilu, pelanggaran
netralitas ASN yang mengandung sanksi moral
adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 283 ayat 1 dan ayat 2. Dalam
pasal tersebut dinyatakan bahwa ASN dilarang
mengadakan kegiatan yang mengarah kepada
keberpihakan terhadap peserta Pemilu sebelum,
selama, dan sesudah masa kampanye. Kegiatan
sebagaimana dimaksud meliputi pertemuan,
ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang
kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan
unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
Kegiatan-kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
klausul tersebut kemudian yang menjadi objek
dalam pemantauan ini.
Selain itu, pemantauan ini juga mengacu
pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42
Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan
Kode Etik Pegawai Negeri Sipil. Dalam Pasal 7
PP tersebut dinyatakan, “Dalam pelaksanaan
tugas kedinasan dan kehidupan sehari-hari
setiap Pegawai Negeri Sipil wajib bersikap dan
berpedoman pada etika dalam bernegara,
dalam penyelenggaraan pemerintahan, dalam
berorganisasi, dalam bermasyarakat, serta
terhadap diri sendiri dan sesama Pegawai Negeri
Sipil yang diatur dalalam Peraturan Pemerintah
ini.” Kemudian dalam Pasal 11 huruf c dinyatakan
bahwa etika terhadap diri sendiri salah satunya
adalah menghindari konflik kepentingan pribadi,
kelompok, maupun golongan. Surat Edaran
Menteri PAN RB Nomor B/71/M.SM.00.00/2017
tanggal 27 Desember 2017 yang ditujukan kepada
pimpinan instansi pemerintah tingkat pusat dan
daerah kemudian menguraikan berbagai contoh
jenis pelanggaran terhadap Pasal 11 huruf c PP
tersebut.
Berdasarkan pada berbagai peraturan
perundang-undangan tersebut di atas, ruang
lingkup pemantauan pada laporan ini dibatasi
pada beberapa kegiatan sebagaimana diuraikan
dalam tabel berikut ini.
10 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
1 ASN memasang Alat Peraga Kampanye (APK) yang mempromosikan dirinya ataupun orang lain sebagai peserta Pemilu (pasangan calon capres cawapres, calon legislatif, DPD, DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kota/Kab, dan Partai Politik).
1. Foto/Video
2. Kliping/link berita
1. ASN memasang APK di rumah dan tempat umum yang menunjukkan promosi terhadap dirinya, paslon dan/ dan partai peserta Pemilu.
2. ASN menyampaikan dukungan terhadap peserta Pemilu dengan lisan/tulisan dalam acara resmi kepemerintahan, lokakarya, upacara (yang terjadi dalam acara yang melibatkan publik).
2 ASN mendeklarasikan dirinya sebagai pendukung peserta Pemilu.
1. Foto/Video.
2. Kliping/link berita.
3. Salinan dokumen deklarasi.
1. Acara formal kepemerintahan dengan mendeklarasikan dukungannya kepada Peserta Pemilu.
2. Mempengaruhi, memaksa bawahan atau pegawai lain untuk memilih salah satu peserta Pemilu.
3 ASN menghadiri deklarasi dukungan terhadap calon peserta Pemilu dan peserta Pemilu dengan atau tanpa menggunakan atribut bakal pasangan calon/atribut partai politik.
1. Foto/Video.
2. Kliping/link berita.
3. Salinan dokumen deklarasi.
ASN menghadiri acara deklarasi dan memberi dukungan kepada peserta Pemilu dengan atau tanpa menggunakan atribut peserta Pemilu.
4 ASN mengunggah, menanggapi (seperti like, komentar, dan sejenisnya) atau menyebarluaskan gambar/foto peserta Pemilu melalui media online maupun media sosial.
1. Foto/Video.
2. Kliping/link berita.
3. Tangkapan layar (screen shot)
1. ASN dengan terang-terangan menyatakan memilih salah satu calon atau partai dengan mengunggah foto di media sosial. ASN me-likes unggahan atau photo Peserta Pemilu.
2. ASN memberi tanggapan terhadap unggahan publik di media sosial, dengan tanggapan yang pro/kontra terhadap Peserta Pemilu.
3. ASN melakukan foto bersama dengan peserta pemilu dan mengunggahnya dengan mengikuti gestur sebagai bentuk keberpihakan.
5 ASN menjadi pembicara/narasumber/ peserta pada kegiatan pertemuan peserta pemilu.
1. Foto/Video
2. Kliping/link berita.
3. Salinan dokumen undangan/ materi presentasi/ notulensi
1. ASN menghadiri kegiatan sebagai narasumber/pembicara di kegiatan/pertemuan peserta pemilu.
2. ASN menghadiri kegiatan sebagai peserta pada acara kampanye, workshop, sosialisasi, dan kegiatan Peserta Pemilu.
NO JENIS PELANGGARAN CONTOH-CONTOH BENTUK PELANGGARAN
ALAT BUKTI
Tabel 1.1Ruang Lingkup Pemantauan Netralitas ASN
11Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Pendahuluan
NO JENIS PELANGGARAN CONTOH-CONTOH BENTUK PELANGGARAN
ALAT BUKTI
6 ASN membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
1. Foto/Video
2. Kliping/link berita.
3. Salinan dokumen surat keputusan.
1. ASN mempromosikan atau melakukan depromosi, black campaign peserta pemilu.
2. ASN menyampaikan berita hoax yang merugikan peserta pemilu.
3. ASN memanfaatkan program dan kegiatan dalam kewenangannya yang dapat menguntungkan peserta pemilu.
7 ASN terlibat dalam kampanye untuk mendukung peserta pemilu serta mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan.
1. Foto/Video
2. Kliping/link berita.
ASN terlibat aktif pada kegiatan kampanye peserta pemilu, memberikan orasi, simbol tangan, testimoni atas kelebihan atau kekurangan peserta pemilu.
8 ASN memberikan fasilitas dan/atau dukungan finansial yang terkait dalam kegiatan kampanye kepada Peserta pemilu.
1. Foto/Video
2. Kliping/link berita.
3. Salinan dokumen kuitansi dan sejenisnya.
1. Memberikan sarana mobilitas seperti kendaraan dinas maupun pribadi.
2. Memberikan fasilitas gedung kantor, rumah dinas, rumah jabatan.
3. Memberikan sarana perkantoran dan fasilitas lainnya yang dibiayai oleh APBN/APBD.
9 ASN mengajak atau memobilisasi orang lain untuk mendukung peserta Pemilu.
1. Foto/Video
2. Kliping/link berita.
1. ASN mengajak orang lain (staf, siswa, mahasiswa, guru, dosen) untuk mendukung salah satu peserta pemilu.
2. ASN memfasilitasi/ membiayai orang lain untuk mobilisasi dukungan kepada peserta pemilu.
Tabel 1.1Lanjutan
12 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
1 Pemantauan Langsung 1. Mencari informasi jadwal kegiatan/kampanye.
2. Datang ke lokasi dan melakukan pengamatan terhadap kegiatan/kampanye.
3. Mengidentifikasi adanya ASN yang datang ke kegiatan/kampanye (baik berseragam maupun tidak).
4. Mengidentifikasi apakah ASN datang dengan menggunakan kendaraan pribadi atau kendaraan dinas.
5. Mendokumentasikan dalam bentuk foto/video.
2 Pemantauan Tidak Langsung
1. Pemantau memiliki akun media sosial (whatsapp, facebook, instagram, twitter, youtube, dll).
2. Melakukan permintaan untuk bergabung dalam grup, meminta pertemanan, dan mengikuti media sosial ASN.
3. Memperhatikan dan menelusuri pemilik akun media sosial yang mengunggah materi terkait dengan kampanye pemilu atau materi yang mengarah pada keberpihakan.
4. Memastikan bahwa pemilik akun yang memuat materi kampaye atau keberpihakan adalah ASN, dengan melihat profil dan foto-foto yang pernah diunggah.
5. Merekam tangkapan layar (screenshot) unggahan yang mengarah kepada pelanggaran netralitas ASN.
a. Pemantauan Melalui Media Sosial
NO METODE PEMANTAUAN LANGKAH-LANGKAH PEMANTAUAN
1.3. Metode Pemantauan
Metode pemantauan ini dilakukan dengan dua
pendekatan, yaitu metode pemantauan langsung
dan pemantauan tidak langsung. Pemantauan
langsung adalah pemantauan terhadap perilaku
ASN dalam aktivitasnya sehari-hari, termasuk
memantau perilaku ASN dalam kampanye-
kampanye terbuka yang diselenggarakan oleh
peserta Pemilu. Sedangkan pemantauan tidak
langsung adalah pemantauan yang dilakukan
melalui media, baik media sosial maupun
pemberitaan media massa.
Metode pemantauan dan langkah-langkah
yang dilakukan oleh pemantau selanjutnya dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1.2Metode Pemantauan dan Langkah-langkahnya
13Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Pendahuluan
Temuan hasil pemantauan kemudian
dilaporkan melalui kanal pengaduan www.lapor.
kasn.go.id dan www.lapor.go.id.
Pemantauan dilakukan oleh PATTIRO bersama
perwakilan organisasi masyarakat sipil di empat
kota, yang seluruhnya berjumlah 80 orang
pemantau. Sebelum melakukan pemantauan,
PATTIRO bersama KASN memberikan
pelatihan kepada para pemantau. Materi yang
disampaikan dalam pelatihan tersebut adalah
norma dasar, kode etik dan kode perilaku ASN,
netralitas ASN sebagai bagian dari kode etik
dan kode perilaku ASN, pentingnya netralitas
ASN dalam pelaksanaan Pemilu, dan cara
melakukan pemantauan berdasarkan instrumen
pemantauan.
Secara umum, proses pemantauan ini
dilakukan dalam dua periode. Periode pertama
dilakukan mulai awal Maret 2019 hingga hari
pelaksanaan pemungutan suara pada tanggal 17
April 2019, dan periode kedua dilakukan setelah
pemungutan suara hingga akhir Mei 2019.
NO METODE PEMANTAUAN LANGKAH-LANGKAH PEMANTAUAN
1. Mencari informasi melalui media cetak dan/atau online
2. Menelusuri berita yang berkaitan dengan kampanye Pemilu.
3. Identifikasi berita yang berkaitan dengan pemilu apakah ada ASN yang terindikasi melanggar.
4. Memastikan bahwa indikasi pelanggaran dilakukan oleh ASN.
5. Mendokumentasikan berita yang berisi tentang pelanggaran netralitas ASN (kliping, link berita, atau screenshot).
b. Pemantauan Melalui Media Massa
Tabel 1.2Lanjutan
14 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
02PROSES PEMANTAUAN DAN TEMUAN
Liked by lorem ipsum dolor sit amet
Lorem ipsum dolor sit amet
10 10 10
12:0012:00
ASN_PNS
ked by lorem ipsum dolor sit ame
dl it
tLike
um dolor
15Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Proses Pemantauan dan Temuan
2.1. Proses Pemantauan
Sebagaimana telah dibahas di Bab I, bahwa sebelum melakukan pemantauan, para pemantau mendapatkan pelatihan terlebih dahulu untuk memahami konsep netralitas ASN dan memahami instrumen pemantauan.
Setelah itu, pemantau langsung melakukan
pengamatan, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Pengamatan secara langsung dilakukan
dengan mendatangi langsung kegiatan kampanye
untuk memastikan apakah ada ASN yang aktif
ikut mengkampanyekan kandidat tertentu. Selain
itu, pemantauan secara langsung juga dilakukan
dengan mengamati perilaku ASN di sekitar
tempat tinggal pemantau, untuk memastikan
apakah dalam kesehariannya melakukan upaya
untuk mengajak, membujuk, atau kegiatan lain
yang bersifat kampanye. Jika mendapati ASN
melakukan pelanggaran, pemantau kemudian
mendokumentasikannya melalui foto atau video
sebagai alat bukti.
Sedangkan pemantauan tidak langsung
yang dilakukan melalui media sosial, pemantau
mengidentifikasi ASN yang ada dalam grup
aplikasi percakapan seperti whatsApp (WA).
Pemantau kemudian memantau percakapan yang
dilontarkan oleh ASN ke dalam grup. Pemantau
kemudian mendokumentasikan percakapan
tersebut melalui screenshot terhadap percakapan
ASN yang berisi kampanye. Untuk pemantauan
yang dilakukan di media sosial seperti facebook,
twitter, dan instagram, pemantau mengikuti
postingan ASN. Tidak sulit untuk menemukan
ASN di dalam media sosial tersebut, karena pada
umumnya para pemantau juga berteman dengan
ASN di media sosial. Dengan kata lain, pemantau
sebelumnya telah mengenal ASN yang menjadi
target. Pemantau kemudian mendokumentasikan
screenshot postingan ASN yang bernada
kampanye untuk dilaporkan sebagai pelanggaran.
Untuk pemantauan lewat media massa,
pemantau melakukan pemantauan dengan
membaca berita seputar Pemilu dan akan
mendokumentasikan materi pemberitaannya
(menyimpan link berita untuk media online,
dan kliping untuk media cetak) terhadap berita
tentang pelanggaran netralitas ASN. Hasil
dari seluruh pemantauan tersebut kemudian
diposting ke kanal pengaduan www.lapor.
kasn.go.id sebagai pengaduan ke KASN, dan
ke kanal pengaduan www.lapor.go.id sebagai
pengaduan terkait pelayanan publik, dengan
harapan akan diteruskan ke instansi terkait
tempat ASN tersebut bekerja. Kanal pengaduan
16 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
yang disebutkan terakhir merupakan platform
pengaduan yang dikelola oleh Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara sebagai bagian
dari Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan
Publik Nasional (SP4N). Pada setiap laporan yang
diposting di kedua platform tersebut ditandai
dengan tanda pagar (hashtag) #NetralASN.
Untuk memudahkan penelusuran terhadap
laporan yang sudah dikirimkan (disubmit),
PATTIRO berkoordinasi dengan pengelola atau
admin www.lapor.kasn.go.id. Koordinasi ini
untuk memastikan bahwa laporan yang sudah
disubmit dapat diterima dengan baik melalui
sistem platform tersebut. Namun PATTIRO
tidak berkoordinasi dengan admin www.lapor.
go.id untuk pengecekan tindak lanjutnya, karena
memang dari awal pemantauan ini lebih diarahkan
untuk mengadukan netralitas ASN kepada KASN.
Menyikapi laporan yang disampaikan oleh para
pemantau, KASN kemudian menindaklanjutinya
dengan melakukan verifikasi. KASN akan
menindaklanjuti laporan yang didukung dengan
data yang valid yang dapat diverifikasi. KASN
kemudian melakukan verifikasi kepada instansi
tempat KASN bekerja, dan jika ditemukan bukti
yang kuat terjadi pelanggaran, selanjutnya KASN
akan membuat rekomendasi untuk disampaikan
ke PPK untuk penetapan sanksinya. Temuan hasil
pemantauan dan langkah tindak lanjut KASN
akan disampaikan pada bagian selanjutnya.
Salah satu dinamika yang terjadi di
dalam proses pemantauan adalah terjadinya
kebocoran data pelapor kepada ASN terlapor.
Beberapa pemantau di Semarang melaporkan
ASN yang melakukan pelanggaran yang
berpotensi mengandung unsur sanksi pidana
ke Bawaslu Provinsi Jawa Tengah. Salah satu
ASN yang dilaporkan adalah ASN yang berasal
dari Kabupaten Kendal, sehingga Bawaslu
Jawa Tengah kemudian melimpahkan kasus
tersebut ke Bawaslu Kabupaten Kendal. Namun
pihak Bawaslu Kabupaten Kendal kemudian
menginformasikan laporan tersebut ke ASN yang
dilaporkan, dan memberikan informasi tentang
data pelapornya. Mendapat laporan tersebut,
ASN bersangkutan kemudian menegur secara
langsung kepada pelapor. Pelapor kemudian
merasa terintimidasi dengan teguran tersebut
dan terpaksa mencabut laporannya.
Terkait dengan kebocoran data pelapor, hal ini
menjadi kekawatiran para pemantau, terutama
para pemantau yang masih memiliki hubungan
teman dan kekerabatan dengan ASN terlapor.
Mereka khawatir datanya diketahui oleh ASN
terlapor, sehingga akan merusak hubungannya
tersebut. Hal ini yang menyebabkan pemantau
enggan melaporkan hasil temuannya. Mereka
baru mau melaporkan setelah mengetahui bahwa
sistem pengaduan di KASN dan SP4N tidak
mempublikasikan data pelapor. Data pelapor
hanya diketahui oleh admin.
Selain soal kebocoran data pelapor, hal
lain yang mengemuka seiring dengan proses
pemantauan adalah adanya kendala teknis ketika
berusaha masuk ke aplikasi kanal pengaduan
KASN. Pemantau seringkali gagal ketika hendak
melakukan registrasi maupun log-in. Selain
itu, pemantau juga seringkali mendapatkan
laporannya tidak ter-upload ke sistem, sehingga
mengalami kesulitan untuk memantau tindak
lanjutnya. Kendala ini kemudian diatasi dengan
melaporkannya ke admin kanal pengaduan
KASN. Dari laporan tersebut kemudian admin
menindaklanjutinya dengan melakukan
perbaikan.
17Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Proses Pemantauan dan Temuan
2.2. Temuan Pemantauan
Selama periode pemantauan, tim pemantau
berhasil menemukan 89 kasus pelanggaran yang
dilakukan oleh ASN terkait dengan netralitas
dalam Pemilu 2019. Paling banyak kasus
ditemukan di media sosial, antara lain facebook,
instagram dan whatsapp, yakni 66 kasus. Bentuk
pelanggaran yang terjadi pada umumnya ASN
mengunggah gambar peserta Pemilu disertai
dengan caption yang bernada dukungan,
memberikan komentar, dan memberikan tanda
like pada postingan orang lain yang memberikan
dukungan kepada peserta Pemilu.
Selain melalui media sosial, ditemukan
juga kasus pelanggaran netralitas ASN secara
langsung. Bentuk pelanggaran yang terjadi
adalah menghadiri deklarasi dukungan terhadap
peserta Pemilu (8 kasus), terlibat dalam
kampanye dan mengadakan kegiatan yang
menunjukkan keberpihakan (8 kasus), mobilisasi
orang lain untuk mendukung peserta Pemilu (4
kasus), menjadi narasumber pada acara yang
diselenggarakan oleh peserta Pemilu (2 kasus),
dan memasang alat peraga kampanye (1 kasus).
Selengkapnya dapat dilihat pada grafik 2.1
berikut.
Mobilisasi Dukungan
Terlibat dalam kampanya
Menjadi peserta pada acarayang diikuti oleh peserta pemilu
Posting dukungan di media sosial
menghadiri deklarasi dukunganpeserta kampanye
Memasang alat peraga kampanye
4
8
8
66
2
1
Grafik 2.1 Jenis Pelanggaran Netralitas ASN
18 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Banyaknya ASN yang menggunakan
media sosial untuk memberikan dukungan
kepada peserta Pemilu bukanlah suatu hal
yang mengherankan. Hal ini karena memang
media sosial sudah menjadi media yang lazim
digunakan oleh masyarakat untuk menyampaikan
ekspresinya. Di Indonesia, menurut riset terbaru
yang dirilis oleh We Are Social dan Hootsuite,
terdapat 150 juta pengguna media sosial, atau
sekitar 60 persen dari keseluruhan jumlah
penduduk. Jumlah ini naik 20 juta dibandingkan
dengan riset yang digelar tahun 20182.
Karena itu, tepat kiranya bila Komisi Pemilihan
Umum (KPU) kemudian mengatur kampanye
melalui media sosial. Pengaturan kampanye
melalui media sosial dimuat dalam Peraturan
KPU (PKPU) Nomor 23 Tahun 2018 tentang
Kampanye Pemilihan Umum. Pada Pasal 23 ayat
1 disebutkan bahwa media sosial merupakan
salah satu metode yang dapat digunakan
untuk melakukan kampanye. Pada Pasal 35
dijabarkan aturan lebih rinci metode kampanye
dengan menggunakan media sosial. Akan tetapi,
kampanye yang dimaksudkan dalam PKPU ini
adalah kampanye yang dilakukan oleh Peserta
Pemilu atau pihak yang ditunjuk oleh Peserta
Pemilu yang terdaftar di KPU. Peraturan KPU
ini tidak mengatur tentang penggunaan media
sosial bagi pihak di luar itu, Dengan demikian,
para pengguna media sosial non-peserta Pemilu
yang berkampanye mendukung pilihannya
tidak terikat dengan PKPU tersebut. Wajar jika
kemudian banyak pengguna media sosial yang
merasa leluasa untuk berkampanye, termasuk
para ASN.
Merasa leluasa bukan berarti boleh
dilakukan. Bagi ASN, mengkampanyekan peserta
pemilu melalui media sosial merupakan suatu
pelanggaran. Hal ini dinyatakan secara tegas
dalam Surat Edaran Menteri PAN RB Nomor
B/71/M.SM.00.00/2017 tanggal 27 Desember
2017. Dalam satu klausulnya, SE tersebut
menyatakan bahwa ASN yang mengkampanyekan
peserta Pemilu dalam bentuk mengunggah foto,
visi dan misi serta unggahan lain yang terkait
dengan bentuk dukungan, dikategorikan sebagai
pelanggaran terhadap etika sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42
Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan
Kode Etik Pegawai Negeri Sipil, Pasal 11 huruf c.
Tindakan tersebut termasuk pelanggaran etika,
karena ASN dianggap tidak dapat menghindari
konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun
golongan.
Namun demikian, dari hasil pemantauan,
banyak juga pelanggaran netralitas ASN
yang dilakukan di dunia nyata. Dari grafik di
atas tampak adanya keterlibatan ASN dalam
kampanye terbuka, menghadiri deklarasi
kandidat, memobilisasi calon pemilih, bahkan ada
yang berani membantu memasang/menyebarkan
APK. Berbagai bentuk tindakan pelanggaan
netralitas ASN di dunia nyata dapat dilihat pada
tabel berikut.
2 https://tekno.kompas.com/read/2019/02/05/11080097/facebook-jadi-medsos-paling-digemari-di-indonesia
19Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Proses Pemantauan dan Temuan
Dilihat dari latar belakang jabatannya, ASN
yang paling banyak melakukan pelanggaran
adalah pegawai pada pemerintah daerah, yakni
sebanyak 31 orang. Mereka antara lain terdiri dari
staf, Kepala Bidang, hingga Kepala Dinas. Pada
urutan kedua adalah dosen/dekan/rektor, yaitu
sebanyak 21 orang. Disusul kemudian guru/kepala
sekolah sebanyak 19 orang. Selebihnya adalah
pegawai Kementerian dan Lembaga, pegawai
rumah sakit, Camat/staf kecamatan, Lurah/staf
kelurahan, dan ada juga peneliti. Sebaran jumlah
pelanggaran ASN berdasarkan jabatannya
selengkapnya dapat dilihat pada grafik 2.2.
• ASN yang berprofesi guru dan dosen mengajak peserta didiknya untuk memilih pasangan calon Capres/Cawapres.
• Seorang ASN mengajak non-ASN untuk memilih istrinya yang mencalonkan diri menjadi anggota DPR RI.
• ASN mendampingi istrinya yang menjadi Caleg pada acara pertemuan kader.
• ASN mendatangi acara kampanye Capres-Cawapres dengan menggunakan atribut kampanye.
Mobilisasi dukungan
Menghadiri deklarasi dukungan peserta Pemilu
ASN memasang stiker dan membagi-bagikan kaos berisi materi kampanye calon anggota legislatif.
Secara terang-terangan ASN menghadiri acara deklarasi yang digelar oleh pendukung pasangan Capres dan Cawapres, dan memakai atribut yang berisi gambar pasangan Capres dan Cawapres.
Memasang alat peraga kampanye
Menjadi peserta pada acara yang diikuti oleh peserta Pemilu
Seorang ASN yang bertugas membacakan doa penutup pada acara Dies Natalis universitas Negeri, yang dihadiri oleh Cawapres menyelipkan doa dukungan untuk Cawapres dimaksud.
Terlibat dalam kampanye
JENIS PELANGGARAN BENTUK PELANGGARAN
Tabel 2.1 Bentuk Tindakan Pelanggaran Netralitas ASN
20 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Memperhatikan posisi jabatan ASN
yang melakukan pelanggaran sebagaimana
ditampilkan di atas, ada potensi terjadinya
mobilisasi dukungan pada peserta Pemilu
tertentu. Posisi Kepala Dinas misalnya, meskipun
hanya mengunggah dukungannya di media
sosial, tanpa melakukan ajakan secara langsung,
memiliki kemungkinan preferensi politiknya
itu akan diikuti oleh staf di bawahnya. Indikasi
ini tampak pada kasus pelanggaran di Provinsi
Banten. Seorang kepala dinas di Pemerintah
Kota Cilegon yang mendukung salah satu calon
anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Kepala
dinas ini merasa tergerak untuk mendukung
calon tersebut, karena calon yang bersangkutan
merupakan putra sang gubernur. Tak ayal,
unggahan statusnya yang berisi kampanye
kemudian direspon dalam bentuk dukungan oleh
para stafnya. Bahkan banyak kepala dinas dan
para stafnya tersebut kemudian membentuk grup
yang mengkampanyekan calon DPD tersebut di
media sosial whatsapp.
Selain jabatan struktural seperti kepala dinas
sebagaimana tersebut di atas, posisi jabatan
fungsional seperti guru dan dosen juga memiliki
posisi yang sangat strategis. Dalam temuan
kasus di atas, jika jumlah pelanggaran ASN yang
memiliki jabatan guru dan dosen digabung,
jumlahnya cukup banyak, yakni 40 orang. Dari
40 kasus tersebut, selain mengunggah status
bernada kampanye di media sosial, banyak dari
tenaga pendidik yang menunjukkan preferensi
politiknya di depan kelas ketika mengajar. Bahkan
ada yang terang-terangan mengarahkan peserta
didik untuk memilih calon tertentu.
Selain kepala dinas dan tenaga pengajar,
jabatan lain yang berbasis kewilayahan seperti
camat dan lurah juga memiliki potensi untuk
memobilisasi massa, terutama massa di wilayah
kerjanya. Dengan demikian, seorang ASN yang
melakukan pelanggaran terhadap netralitas,
akan memberikan dampak yang relatif besar
bagi terpengaruhnya massa, yang pada
Peneliti
Lurah/Staf Kelurahan
Staf rumah Sakit
Guru/Kepala Sekolah
Dosen/Dekan/Rekan
Pegawai Pemda/OPD
Camat/Staf Kecamatan
Kementerian/Lembaga
1
6
19
6
4
21
31
1
Grafik 2.2Jumlah Pelanggaran Netralitas ASN Berdasarkan Jabatan
Sumber: Data Pemantauan (diolah)
21Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Proses Pemantauan dan Temuan
akhirnya memunculkan mobilisasi massa untuk
mendukung calon peserta Pemilu yang menjadi
preferensi ASN bersangkutan.
Meskipun pemantauan ini dilakukan oleh
jaringan CSO di empat kota, namun lokus
pemantauan dilakukan di seluruh wilayah di
Indonesia. Dari seluruh temuan yang dihasilkan,
mayoritas pelanggaran dilakukan oleh ASN di
Jawa Tengah, sebanyak 25 ASN, disusul Jawa
Timur sebanyak 23 orang. Pelanggaran netralitas
ASN juga ditemukan di luar Jawa seperti Aceh,
Tana Toraja, Bukitinggi, dan Mimika. Sebaran
jumlah pelanggaran ASN berdasarkan lokus
dapat dilihat pada grafik 2.3 berikut.
Memperhatikan temuan di atas, tampak bahwa
fenomena pelanggaran ASN terhadap netralitas
dalam Pemilu tidak hanya terjadi di suatu wilayah
tertentu. Meskipun jumlah ASN yang melakukan
pelanggaran terbilang sedikit, namun temuan
ini menunjukkan adanya potensi pelanggaran di
wilayah lain. Tidak tertutup kemungkinan, jika
ditelusuri lebih lanjut, pelanggaran netralitas
ASN terjadi di seluruh wilayah di Indonesia.
Grafik 2.3Sebaran Pelanggaran Netralitas ASN Berdasarkan Lokasi
DKIJakarta
3
JawaBarat
15
JawaTengah
25
JawaTimur
23
Banten
9
Aceh
1
SumateraBarat
1
SulawesiSelatan
1
Lampung
2
Papua
2
SulawesiTengah
7
Sumber: Data Pemantauan (diolah)
22 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
03ANALISIS TEMUAN
23Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Analisis Temuan
Temuan lapangan yang disampaikan pada bab sebelumnya memperlihatkan adanya sekitar 89 kasus ASN yang tidak netral. Jumlah ini mungkin hanya sebagian dari jumlah aktual kasus ketidaknetralan ASN.
Kasus yang diangkat sejatinya menunjukkan
perlunya upaya penegakan kode etik ASN
agar mampu bersikap dan bertindak netral.
Ketidaknetralan ASN ini berdampak pada
pelayanan publik yang merupakan salah satu
fungsi utama dari ASN. Selain itu tidak netralnya
ASN juga akan berdampak pada fungsi ASN
sebagai perekat dan pemersatu bangsa.
3.1. Netralitas ASN dalam Posisinya sebagai Pelayan Publik serta Perekat dan Pemersatu Bangsa
Birokrasi memainkan peranan yang
sangat penting dalam sistem masyarakat dan
pemerintahan modern. Birokrasi menentukan
kualitas pelaksanaan kebijakan publik yang telah
ditetapkan. Selain itu, birokrasi juga merupakan
perwujudan negara dalam penyelenggaraan
pelayanan kepada masyarakat. Penggerak utama
dari birokrasi ini adalah pegawai pemerintah,
pegawai negeri sipil (PNS) atau Aparatur Sipil
Negara (ASN). Selain sebagai pelaksana kebijakan
dan pelayan publik, ASN di Indonesia juga
memiliki fungsi lainnya, yaitu sebagai perekat
dan pemersatu bangsa, sebagaimana dinyatakan
pada Pasal 10 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang
ASN, bahwa ada tiga fungsi ASN yaitu sebagai
pelaksana kebijakan publik, pelayanan publik
serta perekat dan pemersatu bangsa.
Dalam konteks sebagai pelayan publik,
netralitas ASN sangat penting untuk memastikan
bahwa birokrat tidak akan berubah dalam
penyediaan pelayanan publik siapapun yang
menjadi penguasa pemerintahan (Thoha, 2003).
Dengan kata lain, ASN akan terus menjalankan
tugas dan fungsinya untuk memberikan pelayanan
publik secara profesional dan berkualitas,
meskipun terjadi pergeseran kepemimpinan
pemerintahan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
“netralitas” berarti suatu tidak memihak, netral
atau tidak berpartisipasi atau tidak membantu
salah satu pihak. Pentingnya netralitas birokrat
(ASN) terutama bila bercermin pada situasi
sebelumnya, yaitu pada masa Orde Baru yang
memperlihatkan bahwa PNS dan birokrasi
menjadi bagian dari kelompok politik tertentu,
bahkan menjadi mesin politik yang bertugas
mengumpulkan suara. Rezim Orde Baru
merupakan rezim yang sangat menonjolkan
kekuasaaan negara yang sentralistik. Negara
24 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
tampil sebagai satu-satunya kekuatan yang tidak
dapat ditandingi oleh kelompok masyarakat
manapun. Negara berhasil mengontrol
masyarakat dengan berbagai kebijakan dan
proses pembentukan tatanan politik. Salah satu
kontrol politik itu dilakukan dengan menjadikan
birokrasi sebagai penopang kekuasaan
pemerintah. Birokrasi dijadikan sebagai mesin
politik pada proses pemilu. Organisasi birokrasi
yaitu Korps Pegawai Negeri Republik Indonesia
(KORPRI) adalah salah satu jalur di dalam Golkar,
yaitu jalur B yang berguna untuk memperkuat
dukungan PNS dalam setiap pemilu. Seluruh
PNS diharuskan menyalurkan aspirasi politiknya
melalui Golkar dengan memberlakukan kebijakan
monoloyalitas. Selain itu, pejabat birokrasi
direkrut menjadi pengurus politik dan dijadikan
bagian dari faksi dalam Golkar di parlemen.
Netralitas birokrasi ini sebetulnya mengacu
pada konsep birokrasi yang dikemukakan oleh
sosiolog terkemuka, Max Weber yang menyatakan
bahwa birokrasi yang dibentuk harus independen
dari kekuatan politik (netral). Netralitas birokrasi
diutamakan untuk melaksanakan kepentingan
negara dan rakyat secara keseluruhan. Sehingga
siapapun kekuatan politik yang memerintah,
birokrasi tetap memberikan pelayanan yang
terbaik kepada masyarakatnya.
Konsep netralitas ASN yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak
menyebabkan hilangnya hak politik ASN untuk
mencalonkan diri sebagai kandidat atau memilih.
Netralitas lebih cenderung untuk membatasi
keterlibatan ASN dalam mensosialisasikan
atau mengkampanyekan kandidat atau politik
tertentu. Namun bila dicermati lebih jauh,
batasan netralitas ASN seperti itu menimbulkan
paradoks. Pada satu sisi menjaga agar ASN netral
dalam politik yang relatif dinamis, sementara
pada saat yang sama ASN juga diberikan hak
pilih. Kedua hal ini berpotensi kontradiktif
dan menimbulkan kerentanan dari ASN untuk
bersikap netral. Karena pada saat pemerintah
memberikan hak pilih kepada ASN, berarti
memberikan jalan bagi ASN untuk bersikap tidak
netral. Jika ASN menggunakan hak pilihnya, maka
sebenarnya ia sedang mendukung satu kandidat
dan mengabaikan kandidat lainnya, yang berarti
ia akan menjadi birokrat partisan (Tamma, 216).
Hal ini disinyalir telah memicu berbagai tindak
pelanggaran kode etik, terutama terkait netralitas
ASN, sehingga memunculkan usulan dari KPPOD
(2018) agar Pemerintah mencabut hak pilih ASN
untuk memastikan ASN dapat bersikap netral
dalam proses pemilihan, terutama pemilihan
umum kepala daerah (Pilkada).
Netralitas ASN juga merupakan upaya untuk
menghindari penyalahgunaan kekuasaan (abuse
of power) terhadap birokrasi. Menurut Kacung
Marijan (2010), terdapat hal yang rawan ketika
birokrasi terlibat dalam politik, terutama dalam
kaitannya dengan pelayanan publik yaitu adanya
kekhawatiran penyalahgunaan sumber keuangan
dan fasilitas publik yang dikuasai birokrasi.
Sebagai lembaga publik, birokrasi memiliki
berbagai fasilitas, termasuk sumber keuangan,
sebagai sarana untuk memberikan pelayanan
publik. Manakala birokrat terlibat dalam politik,
dikhawatirkan adanya penyalahgunaan terhadap
otoritas yang dimilikinya. Misalnya, birokrasi
dapat mengalokasikan dan mendistribusikan
sumber daya yang ada dalam birokrasi kepada
partai politik yang menjadi afiliasi politiknya.
Padahal, sebagai lembaga yang berfungsi
memberikan pelayanan publik, seharusnya
birokrasi memberikan pelayanan kepada ‘semua
orang’ dan bukan kepada ‘sekelompok orang’
tertentu.
Alasan lain pentingnya netralitas ASN
adalah sebagai prakondisi untuk meningkatkan
25Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Analisis Temuan
profesionalisme dalam pelayanan publik,
sehingga ASN dapat memberikan pelayanan
yang cepat, transparan, adil dan tidak memihak
kepada salah satu pihak. Ketidaknetralan akan
menjadi faktor penghambat pelayanan yang
adil dan berkualitas, karena ASN akan berusaha
mendahulukan kelompok atau afiliasi politiknya
dalam menyelenggarakan pelayanan, padahal
sebagai pelayanan publik yang harus dilayani
ASN adalah masyarakat secara umum, tanpa
membedakan asal golongan atau partai politik.
Kualitas pelayanan publik di Indonesia sendiri
masih banyak dikeluhkan oleh masyarakat.
Laporan masyarakat yang disampaikan kepada
Ombudsman RI (2018) memperlihatkan bahwa
masih banyak terjadi dugaan maladministrasi
dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Tiga
terbesar adalah penundaan berlarut sebanyak
606 laporan (37,02%), penyimpangan prosedur
sebanyak 340 laporan (20,77%) dan tidak
memberikan pelayanan sebanyak 314 laporan
(19,18%).
Mengacu pada laporan Ombudsman
RI tersebut, adanya laporan mengenai
maladministrasi memperlihatkan bahwa belum
terwujud pelayanan publik yang baik, yaitu
pelayanan yang dapat memberi kepuasan yang
optimal dan terus menerus bagi pelanggan,
yang memenuhi syarat-syarat: a) adanya standar
pelayanan; b) bertujuan memuaskan pelanggan;
dan c) pelayanan sesuai standar yang ada.
Standar pelayanan adalah tolok ukur yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan
sebagai kewajiban dan janji penyelenggara
kepada masyarakat dalam rangka pelayanan
yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan
terukur. Standar pelayanan juga menjadi ukuran
bagi konsumen atas hak-hak yang diperolehnya.
Netralitas ASN dalam pelayanan publik ini
juga tercermin dari kondisi ideal yang sepatutnya
tercipta (KASN, 2019), yaitu:
1) Tidak melakukan penundaan berlarut
dalam pelayanan publik karena perbedaan/
persamaan suku, agama, ras dan adat
istiadat termasuk pandangan politik atau
alasan lainnya;
2) Tidak membeda-bedakan dalam
memberikan pelayanan publik karena
perbedaan/persamaan suku, agama, ras
dan adat istiadat termasuk pandangan
politik atau alasan lainnya;
3) Tidak menyalahgunakan wewenang dalam
memberikan pelayanan publik karena
perbedaan/persamaan suku, agama, ras
dan adat istiadat termasuk pandangan
politik atau alasan lainnya;
4) Tidak meminta imbalan ketika memberikan
pelayanan publik;
5) Tidak melakukan penyimpangan prosedur
dalam memberikan pelayanan;
6) Bertindak layak/patut dalam memberikan
pelayanan publik karena perbedaan/
persamaan suku, agama, ras dan adat
istiadat termasuk pandangan politik atau
alasan lainnya;
7) Tidak berpihak dalam memberikan
pelayanan publik karena perbedaan/
persamaan suku, agama, ras dan adat
istiadat termasuk pandangan politik atau
alasan lainnya;
8) Tidak memiliki konflik kepentingan dalam
memberikan pelayanan publik karena
perbedaan/persamaan suku, agama, ras
dan adat istiadat termasuk pandangan
politik atau alasan lainnya;
26 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
9) Tidak melakukan diskriminasi dalam
memberikan pelayanan publik karena
perbedaan/persamaan suku, agama, ras
dan adat istiadat termasuk pandangan
politik atau alasan lainnya;
10) Tidak mempersulit dalam memberikan
pelayanan publik karena perbedaan/
persamaan suku, agama, ras dan adat
istiadat termasuk pandangan politik atau
alasan lainnya;
11) Memberikan pelayanan atas nama instansi
bukan pribadi;
12) Tidak meminta/menerima pungutan di luar
biaya resmi yang berlaku;
13) Tidak menyalahgunakan informasi, jabatan,
dan atau kewenangan yang dimiliki;
14) Tidak membocorkan informasi atau
dokumen yang wajib dirahasiakan dengan
peraturan perundang-undangan;
15) Tidak menyalahgunakan sarana dan
prasarana pelayanan publik.
Selain sebagai penyedia pelayanan publik,
ASN juga berfungsi sebagai perekat dan
pemersatu bangsa. Fungsi ini mulai dijalankan
tepat pada saat seseorang diangkat sebagai ASN.
Sebagaimana dinyatakan pada Pasal 66 ayat
(1) dan (2) UU ASN mengenai sumpah dan janji
ketika diangkat menjadi PNS, bahwa PNS akan
senantiasa setia dan taat sepenuhnya kepada
Pancasila, UUD 1945, negara dan pemerintah.
PNS juga senantiasa menjunjung tinggi
martabat PNS serta senantiasa mengutamakan
kepentingan Negara dari pada kepentingan diri
sendiri, seseorang dan golongan. Dengan sumpah
itu, seorang PNS sudah terikat untuk loyal, setia
dan taat kepada pilar dasar Negara Indonesia
yaitu Pancasila dan UUD 1945, serta kepada
pemerintahan yang sah. Seorang PNS tidak boleh
memiliki pemikiran, pandangan dan melakukan
tindakan yang bertentangan dengan Pancasila
dan UUD 1945. Bagi seorang PNS, Pancasila,
UUD 1945 dan NKRI adalah sesuatu yang final
dan harga mati. Dia siap mengorbankan jiwa dan
raganya untuk mempertahankan keutuhan NKRI.
Ringkasnya, PNS harus berupaya mencegah
terjadinya disintegrasi, yaitu perpecahan suatu
bangsa menjadi bagian-bagian yang saling
terpisah. Dalam konteks inilah, seorang PNS yang
merupakan bagian ASN menjalankan fungsinya
sebagai perekat dan pemersatu bangsa.
Peran ASN sebagai perekat dan pemersatu
bangsa ini, secara implisit terkait dengan
asas dalam penyelenggaraan dan kebijakan
manajemen ASN yaitu asas persatuan dan
kesatuan. Hal ini berarti, seorang PNS atau ASN
dalam menjalankan tugas-tugasnya senantiasa
mengutamakan dan mementingkan persatuan
dan kesatuan bangsa. Kepentingan kelompok,
individu, golongan harus disingkirkan demi
kepentingan yang lebih besar yaitu kepentingan
negara dan bangsa. Ketidaknetralan ASN
berimplikasi pada terjadinya perbedaan
perlakuan (diskriminasi) terhadap masyarakat
yang berbeda asal, golongan dan partai
politiknya yang akan mengakibatkan terjadinya
kecemburuan dan keresahan sosial. Bila hal ini
dibiarkan dan terus berkembang akan memicu
terjadinya konflik antar kelompok masyarakat
dan berpotensi berkembang menjadi disintegrasi
bangsa, terutama dari kelompok yang merasa
terdiskriminasi.
Upaya untuk mencegah terjadinya konflik dan
disintegrasi bangsa ini dapat dilakukan oleh ASN
dalam bentuk antara lain:
a. Bersikap netral dan adil. Netral dalam
artian tidak memihak kepada salah satu
kelompok atau golongan yang ada. Adil,
27Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Analisis Temuan
berarti PNS dalam melaksanakan tugasnya
tidak boleh berlaku diskriminatif dan harus
obyektif, jujur, transparan. Dengan bersikap
netral dan adil dalam melaksanakan
tugasanya, PNS akan mampu menciptakan
kondisi yang aman, damai, dan tentram di
lingkungan kerjanya dan masyarakat.
b. Dalam pemilu, seorang ASN yang aktif
dalam partai politik, atau mencalonkan
diri sebagai anggota legislatif (DPR, DPRD
dan DPD), atau mencalonkan diri sebagai
kepala daerah, harus mundur atau berhenti
sementara dari statusnya sebagai ASN.
Tuntutan mundur diperlukan agar yang
bersangkutan tidak menyalahgunakan
wewenang yang dimilikinya untuk
kepentingan dirinya dan partai politiknya.
Kalau PNS sudah terlibat dalam kepentingan
dan tarikan politik praktis, akan sulit bersikap
netral dan obyektif dalam melaksanakan
tugasnya. Situasi ini akan menimbulkan
ketidak percayaan masyarakat terhadap
PNS dan lembaga tempat bernaung.
Sementara itu, ASN yang memiliki
hak pilih, juga tidak memperlihatkan
kecenderungannya terhadap peserta
pemilu, baik melalui ucapan, tindakan
dan simbol-simbol tertentu. Hak pilih ASN
cukup dimanifestasikan dalam bentuk
memilih (mencoblos) peserta pemilu pada
saat pemungutan suara.
3.2. Fungsi KASN sebagai Pengawas Norma Dasar, Kode Etik dan Kode Perilaku ASN
Sebagaimana telah disampaikan di atas,
netralitas ASN merupakan hal yang sangat
penting. Sikap keberpihakan ASN akan
mengganggu fungsinya sebagai ujung tombak
pelayanan publik dan perekat pemersatu
bangsa. Begitu pentingnya, sehingga netralitas
merupakan bagian dari nilai/norma dasar dan
kode etik kode perilaku yang harus dijunjung
tinggi oleh ASN. Hal ini dinyatakan dalam UU
ASN, salah satu nilai/norma dasar yang harus
dijalankan oleh ASN adalah menjalankan tugas
secara profesional dan tidak berpihak (Pasal 4
huruf d). UU ASN juga menyatakan juga bahwa
salah satu dari kode etik kode perilaku adalah
menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan
dalam melaksanakan tugasnya (Pasal 5 ayat 2
huruf h).
KASN, sebagai lembaga yang menjalankan
fungsi mengawasi norma/nilai dasar, kode etik
dan kode perilaku kemudian mendapatkan
tugas khusus untuk menjaga netralitas ASN.
Dalam menjalankan tugas tersebut, KASN
memiliki kewenangan untuk meminta informasi
baik kepada masyarakat maupun ASN untuk
mendapatkan laporan tentang pelanggaran
norma dasar, kode etik dan kode perilaku.
Berdasarkan laporan tersebut, KASN melakukan
pemeriksaan untuk membuktikan benar atau
tidaknya bukti pelanggaran tersebut. KASN
juga berwenang untuk meminta dokumen atau
klarifikasi kepada instansi pemerintah untuk
mendukung proses pembuktian tersebut.
Setelah menemukan bukti pelanggaran, KASN
kemudian menyampaikan hasil pemeriksaan
tersebut kepada PPK untuk ditindaklanjuti.
Tindaklanjut dimaksud adalah pernyataan
tertulis tentang pelanggaran kode etik secara
tertulis sebagaimana diatur dalam PP Nomor 42
Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan
Kode Etik Pegawai Negeri Sipil. Dengan demikian,
meskipun fungsi pengawasan dipegang oleh
KASN, namun kewenangan penetapan sanksi
bagi ASN yang melanggar berada di tangan PPK.
UU ASN tidak mengatur lebih lanjut tentang
28 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
kewenangan KASN jika laporan pelanggaran
kode etik dan kode perilaku tidak ditindaklanjuti
oleh PPK. Memang UU ASN mengatur bahwa
KASN dapat menyampaikan rekomendasi kepada
Presiden untuk menjatuhkan sanksi kepada
PPK yang tidak menindaklanjuti laporan hasil
pengawasan KASN, namun hanya terbatas
pada laporan pengawasan tentang pelanggaran
terhadap Sistem Merit, bukan pelanggaran
norma dasar, kode etik dan kode perilaku3.
Lembaga kuasi negara yang memiliki fungsi
yang sama dengan KASN adalah Komisi Yudisial
(KY). Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2004
(sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor
18 Tahun 2011) tentang Komisi Yudisial (UU KY),
disebutkan bahwa salah satu kewenangan KY
adalah menjaga dan menegakkan pelaksanaan
kode etik dan/atau pedoman perilaku hakim.
Sebagaimana KASN, dalam menjalankan
kewenangannya tersebut, KY juga dapat
menerima laporan dari masyarakat tentang
pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku
hukum, kemudian melakukan pemeriksaan hingga
membuktikan terjadinya pelanggaran tersebut.
Laporan yang telah dibuktikan sebagai suatu
pelanggaran kemudian dirumuskan dalam bentuk
rekomendasi kepada pimpinan Mahkamah Agung
(MA) untuk menjatuhkan sanksi kepada hakim
yang melakukan pelanggaran. Ini artinya KASN
dan KY sama-sama mengeluarkan rekomendasi
kepada pimpinan yang menjadi obyek
pengawasan, dan menyerahkan sepenuhhnya
penegakkan sanksi kepada pimpinannya
tersebut. Namun demikian ada perbedaan dalam
hal mekanisme penegakan sanksinya. Dalam
hal rekomendasi KASN tidak dilaksanakan oleh
PPK, KASN kemudian melaporkannya kepada
Presiden dan mengusulkan pemberian sanksi
kepada PPK tersebut. Dalam hal ini berbeda
dengan rekomendasi KY yang hanya berhenti
di tingkat pimpinan MA. Hal ini dapat dipahami
karena ASN merupakan bawahan dari Presiden
yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam cabang
pemerintahan ekskutif, dan hakim merupakan
bawahan dari pimpinan MA sebagai pihak yang
memiliki kekuasaan tertinggi dalam cabang
yudikatif. Dengan demikian tidak ada lagi pihak
yang lebih tinggi di atas pimpinan MA.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa
penetapan sanksi terhadap pelanggaran hakim
bersifat final di pimpinan MA. Karena sifatnya
yang final inilah, wajar jika UU KY juga mengatur
tentang mekanisme verifikasi atau pemeriksaan
bersama antara MA dan KY jika menemukan
suatu laporan pelanggaran yang belum jelas
keterbuktiannya. Mekanisme ini dijalankan
untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam
penegakkan sanksi. Mekanisme ini yang tidak
diatur dalam UU ASN. Dalam UU ASN tidak ada
pengaturan tentang mekanisme verifikasi atau
pembahasan bersama antara KASN dengan PPK,
maupun antara KASN dengan Presiden.
Hal lain yang membedakan antara KASN dan
KY adalah terkait dengan penetapan kode etik
dan kode/perilaku. Jika KY memiliki kewenangan
untuk menetapkan kode etik dan perilaku hakim,
sedangkan KASN tidak memiliki kewenangan
untuk menetapkan kode etik dan kode perilaku
ASN. Kode etik ASN sebagai sebuah profesi
ditetapkan oleh PPK dalam instansinya masing-
masing. Hal ini diatur dalam PP Nomor 42 Tahun
3 Pasal 33 ayat 1 berbunyi: “Berdasarkan hasil pengawasan yang tidak ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3), KASN merekomendasikan kepada Presiden untuk menjatuhkan sanksi terhadap Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat yang Berwenang yang melanggar prinsip Sistem Merit dan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Yang dimaksud dengan isi Pasal 32 ayat (3) adalah hasil pengawasan KASN terhadap pengangkatan Jabatan Pimpinan Tinggi dan nilai dasar, kode etik dan kode perilaku ASN.
29Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Analisis Temuan
2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode
Etik PNS. Dalam Pasal 13 ayat 1 dinyatakan bahwa
PPK dapat menetapkan kode etik instansinya.
Dari pengaturan ini memungkinan munculnya
banyak versi tentang kode etik ASN, tidak seperti
kode etik dan kode perilaku hakim yang tunggal,
yang ditetapkan oleh KY. Penetapan kode etik
secara terpusat oleh KY ini barangkali yang secara
psikologis mempengaruhi kepatuhan hakim
terhadap KY sebagai pengawas KY. Demikian
juga sebaliknya, karena tidak ada penetapan
kode etik ASN oleh KASN, secara psikologis
mempengaruhi ASN untuk tidak terlalu patuh
kepada KASN.
Perbandingan antara mekanisme pengawasan
KASN dan KY dapat dilihat dalam matriks berikut:
UU Nomor 5 Tahun 2014 • UUD 1945 Pasal 24B ayat 1.
• UU Nomor 22 Tahun 2004 jo UU Nomor18 Tahun 2011
Dasar Hukum
Mengawasi pelaksanaan norma dasar, kode etik dan kode perilaku ASN, serta penerapan Sistem Merit dalam kebijakan dan Manajemen ASN pada Instansi Pemerintah.
• Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan.
• Menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
• Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim bersama-sama dengan Mahkamah Agung.
• Menjaga dan menegakan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim
Fungsi/Wewenang
KASN KY
Tabel 3.1Perbandingan Fungsi dan Mekanisme Pengawasan oleh KASN dan KY
30 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
KASN KY
• Menerima laporan terhadap pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN.
• Melakukan penelusuran data dan informasi serta memeriksa dokumen terkait pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku.
• Meminta klarifikasi dan/atau dokumen yang diperlukan dari Instansi Pemerintah untuk pemeriksaan laporan atas pelanggaran.
• Memutuskan adanya pelanggaran kode etik dan kode perilaku.
• Menerima laporan masyarakat dan/atau informasi tentang dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim.
• Melakukan verifikasi terhadap laporan; melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran; melakukan pemanggilan dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melakukan pelanggaran; dan melakukan pemanggilan dan meminta keterangan dari saksi.
• Meminta keterangan atau data kepada Badan Peradilan dan/atau Hakim. Jika permintaan tersebut tidak dipenuhi paling lambat 14 hari terhitung mulai tanggal permintaan KY, KY akan meminta keterangan atau data melalui Pimpinan MA. Jika tidak dipenuhi juga, hakim dan/atau badan peradilan dimaksud akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
• Menyimpulkan hasil pemeriksaan.
Mekanisme Pengawasan Kode Etik dan Perilaku
• Laporan hasil pengawasan disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan Pejabat yang Berwenang untuk wajib ditindaklanjuti dengan penetapan secara tertulis sanksi moral.
• KASN merekomendasikan kepada Presiden untuk menjatuhkan sanksi kepada PPK atau Pejabat yang Berwenang jika laporannya tidak ditindaklanjuti. (Tafsir terhadap pasal 33 ayat 1 UU ASN, rekomendasi kepada Presiden hanya yang terkait dengan pelanggaran terhadap prinsip Sistem Merit, bukan pelanggaran kode etik).
• KY mengusulkan kepada MA penjatuhan sanksi terhadap hakim yang telah dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran. MA menjatuhkan sanksi terhadap hakim paling lama 60 hari terhitung sejak tanggal usulan diterima.
• Dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara KY dan MA terkait usulan penjatuhan sanksi, dilakukan pemeriksaan bersama antara KY dan MA terhadap hakim yang bersangkutan. Jika tidak ada kata sepakat antara KY dan MA, maka usulan KY berlaku secara otomatis dan wajib dilaksanakan oleh MA.
Penegakkan Sanksi
Tabel 3.1Lanjutan
Sumber: UU No. 5/2014 dan UU No. 22/2004 jo UU No. 18/2011 (diolah)
31Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Kesimpulan dan Rekomendasi
Sumber: Pokja Pengkajian dan Pengembangan Sistem, data per Desember 2018
3.3 Penyelesaian Kasus Netralitas ASN oleh KASN
Berdasarkan UU ASN, selain bersikap
netral, ASN juga dituntut bekerja secara
profesional. Ini artinya, ASN semestinya tidak
mudah terpengaruh atau dipengaruhi oleh
pihak lain. Sikap ini mesti dipertahankan baik
dalam pelaksanaan tugasnya maupun dalam
perilakunya sehari-hari. Namun karena ketatnya
struktur birokrasi, ASN biasanya tak kuasa untuk
menolak perintah atasannya, termasuk perintah
untuk menyukseskan terpilihnya calon peserta
Pemilu. Pada titik inilah, prinsip netralitas dan
profesionalitas berpotensi lepas dari ASN.
Dalam praktiknya, ASN sendiri berada dalam
posisi yang dilematis dan terombang ambing
oleh kepentingan politik. Pegawai ASN diangkat,
ditempatkan, dipindahkan dan diberhentikan
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang
berstatus pejabat politik. Kondisi seperti ini
membuat karier ASN sering dikaitkan dengan
kepentingan politik PPK. Sementara itu, ASN
juga harus tetap bersikap netral untuk menjaga
profesionalitasnya dalam menjalankan tugasnya
baik sebagai pelayan publik, pelaksana kebijakan
dan pemegang kekuasaan dan kewenangan
dalam pengelolaan anggaran dan sumber daya
di dalam birokrasi. Hal ini mengakibatkan ASN
rentan dimanfaatkan oleh pejabat politik untuk
dapat tetap mempertahankan/mendapatkan
kewenangan dan kekuasaannya.
Posisi dilematis ASN ini mengakibatkan
terjadinya pelanggaran asas netralitas dalam
jumlah yang relatif tinggi, yang tercermin dari
data pengaduan yang telah dilaporkan ke KASN.
Berikut adalah data pengaduan atas pelanggaran
netralitas ASN pada saat Pilkada.
2015 2016 2017 2018
269
2955
101
52
171
507
0
Daerah yangmelaksanakan Pilkada
Jumlah pengaduanNetralitas
Grafik 3.1Jumlah Aduan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pilkada Serentak
32 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Dari grafik di atas, tampak bahwa laporan
pengaduan pelanggaran netralitas ASN dalam
empat tahun terakhir mengalami kenaikan.
Pengaduan tertinggi terjadi pada tahun 2018
sebanyak 507 aduan. Sedangkan bila dilihat dari
daerah lokasi terjadinya pelanggaran netralitas
ASN pada tahun 2018 dapat dilihat pada tabel
berikut.
1 Sulawesi Selatan 301 30.56
2 Sulawesi Tenggara 231 23.45
3 Jawa Barat 54 5.48
4 Maluku Utara 41 4,16
5 Riau 40 4.06
6 Lampung 40 4.06
7 Jawa Teangah 30 3.05
8 Sulawesi Barat 29 2.94
9 Jambi 25 2.54
10 Sumatera Selatan 25 25.4
11 Kalimantan Selatan 21 2.13
12 NTT 20 2.03
13 Sumatera Utara 19 1.93
14 Sulawesi Utara 17 1.73
15 Sumatera Barat 16 1.62
16 NTB 13 1.32
17 Kalimantan Timur 11 1.12
18 Jawa Timur 9 0.91
19 Kalimantan Tengah 8 0.81
20 Gorontalo 7 0.71
21 Kalimantan Barat 7 0.71
22 Maluku 5 0.51
23 Bali 4 0.41
24 Papua 4 0.41
25 Banten 3 0.30
26 Sulawesi Tengah 2 0.20
27 Kalimantan Utara 2 0.20
28 DKI Jakarta 1 0.10
Total 985 100
NO
PROVINSI BANYAKNYA PERSENTASE
Tabel 3.2Jumlah ASN yang Melanggar Netralitas Berdasarkan Provinsi
Sumber: Pokja Pengkajian dan Pengembangan Sistem, diolah dari pokja pengaduan dan penyelidikan - KASN(Desember 2018)
33Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Analisis Temuan
Bila diakumulasikan sejak tahun 2015
hingga 2018, maka jumlah pelanggaran netralitas
ASN dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Terkait data pengaduan pelanggaran netralitas
ASN, Laporan Tahunan KASN 2018, menyebutkan
bahwa pada tahun 2018, kasus pelanggaran asas
netralitas yang masuk ke KASN berjumlah 508.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 397 kasus sudah
diselesaikan, dan sisanya 111 masih dalam proses.
Sementara itu, terkait dengan pemilu serentak
yang dilaksanakan pada April 2019, Bawaslu
merilis 1.096 temuan pelanggaran terkait
netralitas ASN. Terkait hal itu, KASN sedang
dalam proses pengumpulan bukti mengenai
pelanggaran netralitas ASN tersebut (tempo.co,
10 Juni 2019. Hingga laporan ini disusun, belum
diperoleh data mengenai kemajuan penyelesaian
pelanggaran netralitas ASN ini oleh KASN.
Dalam menangani laporan pengaduan
pelanggaran netralitas ASN ini, KASN (2019)
menempuh prosedur sebagai berikut:
Grafik 3.2Jumlah Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pilkada selama 2015-2018
2015 2016 2017 2018
54 55
508
29
Sumber: Laporan Tahunan 2018, KASN.
34 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Penjelasan Alur Pengaduan Pelanggaran
Netralitas oleh KASN.
a. Pengaduan K/L/D/Masyarakat: Dalam
penerimaan laporan/aduan terkait
dengan pelanggaran netralitas ASN,
salah satu sumber pengaduannya adalah
Kementerian (K), Lembaga (L), Dinas (D)
dan/atau dari masyarakat. Jika melihat
dari pelanggaran netralitas di Tahun 2018
terdapat 4 sumber pengaduan. Jumlah
pengaduan paling banyak bersumber dari
masyarakat jika dibandingkan dengan
Kementerian/Lembaga/Dinas. Masyarakat
yang memberikan laporan pengaduan pun
bervariasi, baik dari individu, LSM, dan
bahkan juga datang dari ASN itu sendiri.
Hal yang menjadi catatan dari tracking
pengaduan yang diterima KASN adalah
partisipasi dari instansi pemerintah
tempat ASN bekerja justru sangat minim.
Dalam beberapa kesempatan diskusi dan
FGD yang dilaksanakan oleh tim Pokja
PPS–KASN didapatkan informasi bahwa
idealnya dalam sistem pengawasan
netralitas ini memiliki whistle blower
system sebagai upaya pengawasan
netralitas secara internal.
Laporan/pengaduan yang diterima KASN
terkait dengan pelanggaran netralitas
ini juga berasal dari kegiatan Monitoring
dan Evaluasi (Monev) yang dilakukan
oleh internal KASN sendiri. Laporan
pelanggaran netralitas ASN yang berasal
dari Monev biasanya bersumber dari
Sistem Pengawasan Netralitas ASN oleh KASN Saat Ini
Pengaduan K/L/D/MasyarakatLaporan diterima
KASNLaporan InvestigasiBawaslu Panwaslu
Analisis KasusPelanggaran
Ada IndikasiPelanggaran
Tidak Ada IndikasiPelanggaran
PenyelidikanKasus
KasusDihentikan
RekomendasiKASN
KasusDihentikan
Tidak TerbuktiMelanggar
TerbuktiMelanggar
Monev KASN
PPK
Grafik 3.3Alur Pengaduan Pelanggaran Netralitas oleh KASN
Sumber: Pokja Pengaduan dan Penyelidikan - KASN, 2018
35Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Analisis Temuan
berita baik dari koran, majalah, portal
berita online, sampai kepada informasi
yang datang dari media sosial (berita yang
sedang viral) serta kegiatan evaluasi dari
Tim Monev yang berkoordinasi dengan Tim
Pokja Pengaduan dan Penyelidikan. Selain
itu, sejauh ini KASN juga telah menjalin
kerjasama dalam bentuk MoU dengan
Bawaslu untuk menerima aduan/laporan
pelanggaran khusus tentang Pilkada
serentak. Laporan terkait pelanggaran
netralitas ASN berasal dari masyarakat
secara individu maupun melalui LSM dan
dari Bawaslu Provinsi/Kabupaten/Kota.
Pengaduan dari masyarakat seringkali
langsung, termasuk dalam hal ini aduan
berasal dari ASN itu sendiri.
b. Analisis Kasus: Setelah pelaporan masuk,
kemudian laporan akan diterima oleh
KASN dan dilanjutkan dengan melakukan
verifikasi kasus pelanggaran oleh tim
KASN. Hasil verifikasi akan memperlihatkan
apakah aduan/pelaporan tersebut memiliki
indikasi pelanggaran atau tidak. Jika tidak
memiliki indikasi pelanggaran maka kasus
akan dihentikan, dan jika terdapat indikasi
pelanggaran maka kasus akan dilanjutkan
dengan melakukan investigasi.
c. Penyelidikan Kasus: Setelah proses
verifikasi kasus selesai dan dinyatakan ada
indikasi pelanggaran netralitas ASN, maka
proses selanjutnya adalah investigasi.
Dalam proses investigasi dilakukan
pendalaman kasus berdasarkan laporan
yang masuk, baik dari Kementerian/
Lembaga/Dinas/Masyarakat, termasuk
juga dari Bawaslu dan hasil Monitoring dan
Evaluasi (Monev). Dalam proses investigasi
tersebut akan didapatkan dua hasil, yaitu
laporan yang terbukti melanggar dan
tidak terbukti melanggar. Jika terbukti
melanggar maka akan dilanjutkan dengan
proses pembuatan rekomendasi KASN,
namun jika tidak terbukti melanggar maka
kasus akan dihentikan oleh KASN.
d. Kesimpulan Sementara: Setelah
dilaksanakan proses penyelidikan kasus
oleh Pokja Pengaduan dan Penyelidikan,
kemudian didapatkan kesimpulan sementara.
e. Rekomendasi KASN: Setelah proses
investigasi selesai, maka tim KASN akan
menyusun rekomendasi yang dibuat
berdasarkan hasil investigasi yang ada. Di
dalam rekomendasi menjelaskan tentang
kronologis kejadian, aspek netralitas yang
dilanggar, dan sanksi yang dijatuhkan
berdasarkan peraturan yang berlaku. Setelah
penyusunan rekomendasi selesai, maka
surat rekomendasi tersebut disampaikan
kepada PPK untuk ditindaklanjuti.
Apabila PPK tidak menindaklanjuti
rekomendasi tersebut dalam jangka
waktu tertentu, KASN dapat memberikan
peringatan. Jika peringatan tersebut
diabaikan, masalah tersebut akan dibawa
dalam rapat koordinasi yang dihadiri
oleh pejabat terkait yang berasal dari
Kementerian PAN-RB, Kementerian Dalam
Negeri dan BKN untuk diputuskan tindakan
selanjutnya, apakah akan dilakukan
mediasi atau dilaporkan kepada Presiden,
sesuai ketentuan yang berlaku.
Dari berbagai literatur yang berhasil
dikumpulkan dari KASN, belum tampak ada
data yang memperlihatkan jumlah rekomendasi
yang diterbitkan dalam rangka merespon dan
menyelesaikan laporan pengaduan mengenai
netralitas ASN.
36 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Temuan KASN menunjukkan bahwa
dalam momen Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada), seringkali pejabat struktural
memiliki kepentingan untuk mempertahankan
jabatannya4. Oleh karenanya, mereka terlibat
dalam politik praktik memenangkan kandidat
tertentu. Di sinilah kemudian para pejabat itu
memanfaatkan “modal” yang dimilikinya, yakni
pengaruh sebagai pejabat struktural atas para
stafnya. “Modal” ini kemudian dimanfaatkan
dengan cara menginstruksikan bawahannya
untuk memilih kandidat yang didukungnya. Tak
ayal, pada akhirnya ASN di bawahnya kemudian
terlibat aktif dalam mengkampanyekan kandidat
pilihan atasannya tersebut.
Proses semacam ini kemudian akan
mengakibatkan dua kemungkinan. Jika kandidat
yang didukung terpilih, maka para pejabat
struktural tadi akan tetap dipertahankan
jabatannya atau dipromosikan untuk menduduki
jabatan yang lebih tinggi. Namun jika kandidat
yang diusungnya kalah, mereka berisiko
kehilangan jabatannya. Situasi ini tidak dapat
dihindarkan, karena kepala daerah menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017
tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah
Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Menurut
UU ASN, PPK antara lain memiliki kewenangan
untuk pengangkatan, pemindahan, dan
pemberhentian ASN. Dengan demikian, dalam
kedudukannya sebagai PPK, kepala daerah
terpilih akan menggunakan kewenangannya
untuk mengangkat atau memberhentikan ASN
sesuai dengan kepentingan politiknya, yang
berdasar pada kewenangannya tersebut.
Sejatinya, kewenangan PPK tidak hanya
sebagaimana disebutkan di atas. PPK juga
memiliki kewenangan untuk menghukum ASN
yang melanggar kode etik. Merujuk pada PP
Nomor 42 Tahun 2004 sebagaimana ditegaskan
oleh SE KemenPAN RB, pelanggaran netralitas
dalam Pemilu dan Pilkada termasuk dalam
pelanggaran kode etik. Dalam kasus pejabat
struktural dan para staf yang melakukan
kampanye untuk mendukung kandidat tertentu
sebagaimana diuraikan di atas, kepala daerah
sebagai PPK hendaknya memberikan sanksi.
Namun hal itu tidak dilakukan. Di sinilah letak
ambiguitas pelaksanaan kewenangan PPK
dalam menghadapi pelanggaran netralitas
ASN. Wajar jika kemudian rekomendasi yang
disampaikan KASN terhadap PPK terkait dengan
pelanggaran netralitas ASN dalam Pilkada tidak
mendapatkan respon positif dari PPK. Akibatnya
pemberian sanksi kepada ASN yang melakukan
pelanggaran menjadi tidak efektif dan tidak
menimbulkan efek jera.
Efektifitas rekomendasi KASN mengenai
pelanggaran netralitas ASN dapat dikatakan
berkaitan dengan peran dari lembaga lainnya,
yaitu Kementerian PAN-RB, Badan Pengawas
Pemilu (Bawaslu), Badan Kepegawaian Negara
(BKN) dan Kementerian Dalam Negeri.
Kementerian PAN-RB telah menerbitkan
Surat Edaran (SE) Menteri PAN-RB Nomor 06/M.
PANRB/11/2016 tentang Pelaksanaan Netralitas
dan Penegakan Disiplin serta Sanksi bagi ASN
pada Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta
Walikota dan Wakil Walikota Secara Serentak
Tahun 2017, yang menyatakan bahwa:
a) Pelanggaran Netralitas ASN dapat juga
berupa pelanggaran kode etik maupun
pelanggaran disiplin.4 Disampaikan dalam Policy Brief Komisi ASN berjudul “Urgensi Penegakan Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN)”, Desember 2018.
37Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Analisis Temuan
b) Sanksi pelanggaran kode etik berupa
sanksi moral, dapat juga dikenakan sanksi
administratif berupa sanksi disiplin.
c) Pengawasan pelanggaran netralitas
diteruskan kepada KASN, kemudian
disampaikan kepada PPK untuk
ditindaklanjuti.
d) Menteri PANRB berwenang memberikan
sanksi pada rekomendasi KASN yang tidak
ditindaklanjuti.
Bawaslu bertugas mengawasi
penyelenggaraan pemilu di seluruh wilayah
NKRI, termasuk didalamnya kepatuhan semua
pihak yang terkait dalam penyelenggaraan
Pilpres, Pileg, maupun Pilkada, termasuk
netralitas ASN, TNI dan Anggota Polri. Bawaslu
38 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
memiliki kewenangan memberikan rekomendasi
kepada instansi yang berwenang menjatuhkan
sanksi terhadap pihak yang melakukan
pelanggaran.
Terkait pelanggaran netralitas ASN,
pengawasan oleh Bawaslu dilakukan melalui:
a) Menerima pengaduan dari masyarakat
ataupun temuan sendiri tentang dugaan
terjadinya pelanggaran.
b) Melakukan verifikasi dan investigasi
terhadap kasus pelanggaran yang ada.
c) Menyampaikan hasil investigasi kepada
instansi yang berkaitan, dalam hal ini
adalah KASN untuk dapat ditindaklanjuti.
Badan Kepegawaian Negara (BKN) adalah
lembaga non kementerian yang bertugas
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
manajemen kepegawaian negara. Pengawasan
BKN terhadap netralitas ASN tidak dilakukan
secara langsung. Hasil rekomendasi KASN
kepada PPK terkait pelanggaran netralitas yang
dilakukan pegawai ASN disampaikan kepada
BKN sekaligus menjadi masukan bagi BKN dalam
mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan
norma, standar prosedur dan kriteria manajemen
ASN. Apabila PPK tidak melaksanakan
rekomendasi yang sudah ditetapkan oleh KASN
terhadap pelanggaran asas netralitas yang
dilakukan oleh bawahannya, maka BKN dapat
meminta PPK dan Pejabat yang Berwenang (PyB)
untuk segera melaksanakannya. Ketika terjadi
tindakan pembiaran dari PPK atau PyB terhadap
pelanggaran asas netralitas pegawai ASN, maka
BKN dapat melakukan pemblokiran terhadap
data PNS yang melakukan pelanggaran dan
konsekuensinya pegawai tersebut tidak dapat
memproses kenaikan pangkat.
Kementerian Dalam Negeri, dalam kaitannya
dengan pengawasan netralitas ASN, mempunyai
kewenangan melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
Oleh sebab itu, Kemendagri dapat memberikan
teguran kepada PPK apabila mengabaikan
rekomendasi yang dikeluarkan oleh KASN.
Bila mengacu pada kondisi dimana
rekomendasi KASN terkait pelanggaran
netralitas ASN banyak yang tidak ditindaklanjuti
oleh PPK, maka dapat dikatakan dukungan dari
lembaga lain tersebut belum optimal. Padahal
bila dicermati lebih jauh, Menteri PAN-RB
dapat memberikan sanksi moral dan sanksi
administratif kepada PPK terutama di K/L
yang tidak menindaklanjuti rekomendasi KASN.
Demikian juga dengan BKN yang dapat meminta
PPK dan Pejabat yang Berwenang (PyB) untuk
segera melaksanakan rekomendasi yang
diberikan oleh KASN. Bila PPK dan PyB tidak
melaksanakannya, BKN dapat mengenakan
sanksi berupa pemblokiran terhadap data
PNS yang melakukan pelanggaran dan
konsekuensinya pegawai tersebut tidak dapat
diproses kenaikan pangkatnya. Sementara itu,
Kemendagri juga dapat memberikan teguran
kepada PPK di Pemerintah Daerah (Provinsi
dan Kabupaten/Kota) yang mengabaikan
rekomendasi dari KASN terkait pelanggaran
netralitas ASN.
39Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Analisis Temuan
“Setelah mereka mengetahui laporannya bocor, para pelapor merasa tertekan, dan
menjadi beban. Hal tersebut sangat terlihat ketika meminta ijin akan dilakukan konfirmasi
ke Bawaslu provinsi, pelapor merasa keberatan, karena mungkin saja terjadi kebocoran
lagi”
M. Syofi’i, Koordinator Pemantau dari Semarang
“Banyak sekali teman saya yang ASN tidak mengetahui bahwa posting, komen dan bahkan
sekeder klik like terhadap postingan berbau kampanye itu melanggar kode etik sebagai
ASN. Karena itu sosialisasi mengenai netralitas ASN ini penting. Selain mengajak para
ASN memahami posisinya sebagai abdi negara, juga mengajak masyarakat turut berperan
mengawasi”
Septy Putri, ASN
“Saya masih takut kalau melaporkan. Nanti kalau bocor bagaimana dengan keselamatan
diri sendiri?”
Mila, peserta CFD
“Aksi turun ke jalan ini merupakan salah satu bentuk kontribusi kami untuk memberikan
edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat untuk menjaga netralitas ASN bukan saja dalam
memberikan pelayanan publik tapi sangat penting juga dalam pelaksanaan pemilu. ASN
yang netral dan profesional akan mampu memberikan kualitas pelayanan publik yang
tinggi”
Roki Arnoldus Nggili, pemantau dari CSO
Kata Mereka
40 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
04KESIMPULAN DANREKOMENDASI
41Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Kesimpulan dan Rekomendasi
4.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis temuan pelanggaran
netralitas ASN yang dilakukan, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1) Aparatur Sipil Negara (ASN) berada
dalam posisi yang dilematis terkait
netralitas dalam politik, terutama
pemilu dan pilkada. Pada satu sisi, ASN
dalam posisi dependen terhadap PPK yang
merupakan pejabat politik, namun pada sisi
lain, ia harus tetap mampu menjalankan
tugasnya termasuk dalam pelayanan publik
tanpa membedakan asal golongan dan
afiliasi politik yang dilayaninya. Dilema ini
diakibatkan oleh posisi unik ASN, yang harus
netral, namun memiliki hak pilih, yang jika
digunakan hak pilihnya, maka sebenarnya
ia sedang mendukung satu kandidat dan
mengabaikan kandidat lainnya. Hal ini
juga mendorong ASN untuk melakukan
pelanggaran terhadap kode etik, terutama
netralitas. Karena itu muncul usulan untuk
mencabut hak pilih ASN, sehingga sama
posisinya seperti anggota TNI dan Polri
yang tidak memiliki hak pilih.
2) Netralitas ASN memiliki posisi strategis,
karena merupakan prakondisi untuk
meningkatkan profesionalisme ASN
dalam pelayanan publik yang cepat,
transparan, adil dan tidak memihak
kepada salah satu pihak. Sementara
kualitas pelayanan publik sendiri masih
banyak dikeluhkan oleh masyarakat, yang
terlihat dari relatif banyaknya laporan
pengaduan maladministrasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dari
masyarakat kepada Ombudsman RI.
3) Selain sebagai pelaksana kebijakan
publik dan pelayan publik, ASN
juga berfungsi sebagai perekat dan
pemersatu bangsa. Fungsi yang terakhir
ini merupakan manifestasi dari sumpah dan
janji yang diucapkan saat diangkat menjadi
ASN yang dalam menjalankan tugas-
tugasnya senantiasa mengutamakan dan
mementingkan persatuan dan kesatuan
bangsa. Ketidaknetralan ASN berimplikasi
pada terjadinya perbedaan perlakuan
(diskriminasi) yang dapat memicu konflik
dan disintegrasi bangsa.
4) Pengawasan terhadap netralitas ASN
ini dilakukan oleh KASN, yang dalam
menjalankan tugasnya berwenang
untuk meminta informasi baik
kepada masyarakat maupun ASN
untuk mendapatkan laporan tentang
pelanggaran netralitas tersebut.
Berdasarkan laporan itu, KASN melakukan
pemeriksaan untuk membuktikan benar
atau tidaknya laporan pelanggaran
serta meminta dokumen atau klarifikasi
kepada instansi pemerintah dalam untuk
mendukung proses pembuktian tersebut.
Setelah menemukan bukti pelanggaran,
KASN kemudian menyampaikan hasil
42 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
pemeriksaan tersebut kepada PPK
untuk ditindaklanjuti. Tindaklanjut
dimaksud adalah pernyataan tertulis
tentang pelanggaran kode etik secara
tertulis. Dengan demikian, meski fungsi
pengawasan dipegang oleh KASN, namun
KASN tidak berwenang menetapkan sanksi,
karena kewenangan penetapan sanksi
bagi ASN berada di tangan PPK. Fungsi
pengawasan ASN yang dijalankan KASN
mirip sama dengan fungsi pengawasan
terhadap hakim yang dijalankan Komisi
Yudisial (KY). Perbedaannya adalah pada
mekanisme penegakan sanksinya. Bila
rekomendasi KASN tidak dilaksanakan
oleh PPK, KASN kemudian melaporkannya
kepada Presiden dan mengusulkan
pemberian sanksi kepada PPK dimaksud.
Sementara itu rekomendasi KY hanya
berhenti di tingkat pimpinan MA, karena
penetapan sanksi terhadap pelanggaran
hakim bersifat final di pimpinan MA. Karena
sifatnya yang final inilah, wajar jika UU
KY juga mengatur tentang mekanisme
verifikasi atau pemeriksaan bersama
antara MA dan KY jika menemukan suatu
laporan pelanggaran yang belum jelas
keterbuktiannya. Mekanisme ini dijalankan
untuk menerapkan prinsip kehati-hatian
dalam penegakkan sanksi. Mekanisme ini
yang tidak diatur dalam UU ASN. Dalam
UU ASN tidak ada pengaturan tentang
mekanisme verifikasi atau pembahasan
bersama antara KASN dengan PPK,
maupun antara KASN dengan Presiden.
Keterbatasan kewenangan KASN dan
tidak adanya mekanisme verifikasi atau
pembahasan bersama berkontribusi pada
rendahnya tindaklanjut rekomendasi KASN
oleh PPK.
5) Tidak ditindaklanjutinya rekomendasi
KASN terkait pelanggaran netralitas
ASN oleh PPK juga terkait dengan belum
optimalnya dukungan dari lembaga lain,
terutama dari KemenPAN-RB, BKN dan
Kemendagri.
4.2 Rekomendasi
Berdasarkan hasil temuan dan analisis yang
dilakukan, maka dipandang penting untuk
disampaikan beberapa rekomendasi dalam
rangka meminimalisir pelanggaran netralitas
ASN dan memastikan agar pelanggaran netralitas
ASN dapat ditindaklanjuti secara efektif, yaitu:
1) Penegakan kode etik dan perilaku ASN,
terutama terkait netralitas ASN sangat
menentukan pelaksanaan kebijakan dan
kualitas pelayanan publik, untuk itu harus
dipastikan ASN netral dan tidak berpolitik.
Karena itu mengusulkan agar dalam UU
Pemilu, hak dipilih dan memilih ASN ditinjau
ulang untuk ditiadakan, seperti halnya TNI
dan Polri. Hal ini dikarenakan posisi strategis
ASN yang berpeluang untuk melanggar
netralitas, terutama pada saat pemilu.
2) Memperkuat kewenangan KASN agar
rekomendasi yang diterbitkan dapat
dijalankan secara efektif terutama oleh
PPK. Hal ini dapat dilakukan melalui revisi
UU KASN, terutama pada pasal terkait
kewenangan KASN dan memasukkan
klausus mengenai mekanisme verifikasi
bersama antara KASN dan PPK dan antara
KASN dengan Presiden. Revisi UU ASN ini
juga mencakup mengurangi semaksimal
mungkin pengaruh atau kepentingan politik
dalam birokrasi melalui penghapusan peran
PPK oleh politisi dan menyerahkannya
kepada pejabat karier birokrasi.
43Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Kesimpulan dan Rekomendasi
3) Mengoptimalkan dukungan dari KemenPAN-
RB, BKN dan Kementerian Dalam Negeri
untuk memastikan rekomendasi KASN
ditindaklanjuti oleh PPK melalui pendekatan
kolaboratif dengan menerbitkan Surat
Keputusan Bersama yang mewajibkan PPK
menindaklanjuti rekomendasi KASN dan
melaporkan hasilnya melalui mekanisme
dan jangka waktu tertentu.
4) Kementerian PAN RB dan KASN perlu
menyusun panduan dan/atau mekanisme
bagi ASN dalam penggunaan media sosial
terkait dengan kode etik dan kode perilaku
ASN, khususnya netralitas ASN. Panduan
dimaksud mencakup adanya pemantauan
oleh KemenPAN RB dan KASN terhadap
penggunaan media sosial oleh ASN. Hal
ini penting untuk menjaga netralitas ASN,
sekaligus meminimalisir potensi terjadinya
pelanggaran kode etik dan kode perilaku
lainnya seperti penyebaran kabar bohong
(hoax), yang cenderung menyebar melalui
media sosial.
5) Wilayah pemantauan KASN mencakup
seluruh Indonesia, namun kantor
KASN hanya terdapat di DKI Jakarta.
Akibatnya, KASN memiliki keterbatasan
untuk menjangkau dan mengetahui
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan
ASN yang berlokasi di luar DKI Jakarta.
Karena itu, kerjasama dengan organisasi
masyarakat sipil seperti PATTIRO dan
mitra CSO menjadi penting sebagai bagian
dari dukungan untuk mewujudkan ASN
yang netral dan profesional dan mengatasi
keterbatasan dari KASN itu sendiri. Untuk
itu, dipandang penting bagi KASN untuk
memperluas kerjasama pemantauan ini
dengan pihak lain. Contohnya dengan CSO
lain, organisasi profesi dan media massa.
6) Komisi ASN perlu melakukan kampanye-
kampanye edukatif yang dilakukan
secara masif melalui media sosial dan
media massa mengenai kode etik dan
kode perilaku ASN, karena sebagian besar
masyarakat belum memahami hal ini.
7) Kementerian PAN RB dan KASN
perlu menyusun prosedur dan/atau
mekanisme yang jelas dan rinci mengenai
perlindungan kepada pelapor atas laporan
yang disampaikan mengenai pelanggaran
kode etik dan kode perilaku ASN.
8) Kementerian PAN RB dan KASN perlu
memastikan adanya tindak lanjut
pelaporan dan penegakan sanksi
sesuai dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Displin
PNS dan peraturan lainnya yang terkait
termasuk cuti bagi suami/istri ASN yang
mencalonkan diri sebagai peserta pemilu,
sebagaimana tertuang dalam aturan Surat
Edaran (SE) Menteri PANRB Nomor B/36/M.
SM.00.00/2018.
44 Hasil Pemantauan Pelanggaran Netralitas ASN dalam Pemilu 2019
Miftah Thoha. 2013. Birokrasi Dan Politik Di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Rina Martini. “Netralitas Birokrasi Pada Pilgub Jateng 2013” dalam Jurnal Ilmu Sosial, Vol. 14 No. 1
Februari 2015, hal. 66-78.
Riris Katharina. “Reformasi Manajemen Aparatur Sipil Negara: Evaluasi Peran Pejabat Pembina
Kepegawaian dan Komisi Aparatur Sipil Negara” dalam Spirit Publik Volume 13, Nomor 2, Oktober
2018, Halaman 1-16.
Sukri Tamma. “Paradox of Bureaucracy Neutrality in the Indonesia Regional Election” dalam PALITA:
Journal of Social-Religi Research Oktober 2016, Vol.1, No.2, hal. 95-112.
Lembaga Administrasi Negara. “Nasionalisme”, Modul Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan Golongan
III. Jakarta, 2015.
“Soal Ribuan Pelanggaran Netralitas ASN, Begini Tindaklanjut KASN”. www.tempo.co, 10 Juni 2019
(diunduh pada 2 Agustus 2019 dari www.tempo.co).
Laporan Tahunan Komisi Aparatur Sipil Negara Tahun 2018, KASN, 2019.
Pengawasan Netralitas Aparatur Sipil Negara Edisi 2, KASN, 2019.
Daftar Pustaka
“Kami mengapresiasi hal yg dilakukan atas pemantauan pelanggaran netralitas ASN yang dilakukan oleh PATTIRO dan CSO. Ini bentuk partisipasi publik dalam pengawasan pemilu. Kami harap tetap bisa bersinergi dengan Bawaslu untuk pemilu ke depan. Pelanggaran netralitas ASN akan lebih tinggi.”
Abhan, S.H., M.H. Ketua BAWASLU
“Terima kasih kepada organisasi PATTIRO, CSO, dan CEGAH yang sudah banyak membantu tugas KASN dengan informasinya, surveinya, dan studinya. Terimakasih juga telah menyelenggarakan kegiatan seperti ini, terutama pemantauan netralitas ASN, dan turut serta dalam mensosialisasikan Lapor KASN.”
DR. Ir. Nuraida Mokhsen, MA. Komisioner Pokja pengkajian & pengembangan sistem, KASN.
“Terima kasih untuk semua pendukung acara ini. Mari kita kampanyekan ASN Netral, ASN perekat pemersatu bangsa. Terima kasih.”
Hardianawati, Direktur Pengawasan dan Pengendalian Bidang Kode Etik, Disiplin, Pemberhentian dan Pensiun PNS, BKN
“Kami dari Kementerian PAN RB menyampaikan apresiasi kepada PATTIRO yang telah turut melakukan pengawasan terhadap netralitas ASN. Ini merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam membantu tugas pemerintah. Melalui kegiatan ini pula, kami sebagai lembaga pengawas netralitas, yaitu Kemen PAN RB, Komisi ASN, Badan Kepegawaian Negara, dan Bawaslu dapat bertemu dan berdiskusi untuk menyamakan persepsi dan merumuskan rekomendasi kebijakan yg efektif untuk mendorong netralitas ASN di masa mendatang.”
Rosdiana, Kepala Bidang Penegakan Disiplin SDM Aparatur, Kementerian PANRB
top related