gaya kepemimpinan aktor politik (studi terhadap...
Post on 13-Mar-2019
230 Views
Preview:
TRANSCRIPT
GAYA KEPEMIMPINAN AKTOR POLITIK
(Studi Terhadap Kepemimpinan Basuki Tjahaja
Purnama Dalam Kebijakan Penggusuran Kampung Pulo,
Jakarta Timur Tahun 2015)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
Putri Nurafifah
NIM: 1112112000049
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
i
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisa gaya kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama
(Ahok) dalam kebijakan penggusuran Kampung Pulo, Jakarta Timur. Gaya
kepemimpinan yang dilakukan Basuki sangat berbeda dengan pemimpin
sebelumnya, karena permasalahan yang selalu hadir di Jakarta, antara lain
kemacetan dan banjir yang menjadi perhatian penting. Untuk meminimalisir
banjir, pemerintah provinsi mengeluarkan kebijakan penggusuran di daerah
Kampung Pulo yang merupakan salah satu titik utama banjir di Jakarta.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui analisa deskriptif,
dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara. Untuk menganalisa gaya
kepemimpinan Basuki, penulis menggunakan teori Sondang P Siagian tentang
gaya kepemimpinan, yaitu pendekatan yang dilakukan pemimpin untuk
memimpin, serta mempengaruhi yang di pimpin agar dapat bekerja dengan baik
dan tercapainya sebuah tujuan. Sedangkan teori yang digunakan dalam
implementasi kebijakan publik adalah Van Meter dan Van Horn bahwa
implementasi sebagai tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa gaya kepemimpinan Basuki identik
dengan gaya kepemimpinan otokratik, yaitu pemimpin yang egois. Penggusuran
Kampung Pulo merupakan tindakan paksaan tanpa mengutamakan musyawarah,
meski mendapat penolakan dari warga Kampung Pulo, Basuki tetap melaksanakan
kebijakan penggusuran untuk meminimalisir banjir di Jakarta. Dalam pelaksanaan
kebijakan penggusuran Kampung Pulo, terdapat beberapa unsur dalam
implementasi kebijakan seperti yang dikemukakan Van Meter dan Van Horn.
Terdapat unsur ukuran dasar dan tujuan kebijakan yang bertujuan untuk
mengembalikan fungsi kali Ciliwung sebagai resapan air dalam meminimalisir
banjir di Jakarta. Namun, dalam pelaksanaan kebijakan penggusuran pembahasan
unsur sumber-sumber kebijakan, yaitu sumber daya finansial berujung pada
perlawanan warga yang menolak direlokasi. Warga menolak direlokasi, akibat
pembahasan ganti rugi yang dijanjikan oleh Jokowi. Selain itu, terdapat unsur
komunikasi dan koordinasi yang kurang aktif dari pemerintah, sehingga berakibat
pada kurangnya informasi yang di dapat warga dan menimbulkan kesalahan
informasi saat kebijakan penggusuran dilaksanakan. Setelah di relokasi, timbul
masalah baru. Pemerintah tidak memberikan jaminan keberlangsungan hidup baik
secara unsur ekonomi, sosial dan politik bagi warga Kampung Pulo. Pemerintah
tidak memperhatikan kondisi sosial, ekonomi dan politik warga yang terkena
dampak kebijakan penggusuran. Hal tersebut menunjukkan bahwa implementasi
kebijakan penggusuran Kampung Pulo belum berjalan efektif.
Kata kunci: Gaya Kepemimpinan, Implementasi Kebijakan, Basuki Tjahaja
Purnama, Penggusuran Kampung Pulo.
ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Segala puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT tuhan semesta
alam yang telah memberikan kemudahan dan keberkahan bagi seluruh umat
manusia sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk
melengkapi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dalam Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Temuan penelitian ini tidak akan muncul tanpa adanya berkat pertolongan
Allah SWT dan bantuan dari berbagai pihak, hingga akhirnya skripsi ini dapat
terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih sebanyak-
banyaknya kepada:
1. Prof. Dr. Zulkifli, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Iding Rosyidin, M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu Politik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Suryani, M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ana Sabhana Azmy, M.I.P., selaku dosen pembimbing. Terimakasih telah
bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, saran, nasihat, dan
semangat yang selalu diberikan dalam menyempurnakan skripsi ini.
5. Dr. Haniah Hanafie, M.Si., selaku Penguji I pada saat sidang skripsi
berlangsung, yang bersedia memberikan saran dan nasihat dalam
menyempurnakan skripsi ini.
6. Adi Prayitno, M.Si., selaku Penguji II pada saat sidang skripsi
berlangsung, yang bersedia memberikan saran dan nasihat dalam
menyempurnakan skripsi ini.
7. Seluruh dosen dan staf pengajar Program Studi Ilmu Politik yang tidak
bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas segala dedikasinya yang
telah memberikan banyak ilmu pengetahuan selama masa perkuliahan.
iii
8. Kepada orang tua tercinta, yang selalu mendoakan penulis hingga dapat
menyelesaikan skripsi ini, serta kerja keras beliau penulis bisa sampai
pada saat ini. Untuk kedua kakak, yaitu Sofyan Hadi dan Asep Permana
yang selalu menganggap adiknya sebagai kawan. Keluarga yang sempurna
dan selalu memberikan cinta yang tulus kepada penulis sejak kecil.
9. Kepada Ade Hidayah dan Ramadyta yang setia menemani penulis untuk
bertemu dengan narasumber, dan yang selalu mengajarkan arti berjuang.
10. Kepada Hervy Nindya Destiana dan Wahyu Purnama Sari yang selalu
memberi semangat kepada penulis hingga detik akhir menyelesaikan
skripsi.
11. Kepada kawan-kawan seperjuangan Ilmu Politik 2012, yaitu Fajar, Aski,
Bimut, Fachmi, Zizi, Rijal, Dena, Rama, Lalla, Irsan, Evan, Adi, Akbar,
Fahmi, Yusuf dan semua yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
12. Kepada Rizki Ahmad Jainuri dan Sofyan Hadi yang selalu setia menemani
penulis hingga detik terakhir menyelesaikan skripsi ini, karena tanpa
kehadiran kalian mustahil penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
13. Kepada kerabat Silaturrahmi, Puput, Farah, Seta, Ane, Raghib, Fachrur,
Isti, dan Adly yang selalu setia memberikan solusi, semangat dan canda
tawa selama ini..
14. Kepada kerabat Lebak Bulus, Syarah Mahbubah, Fitri, Nita Fitria,
Apriliana, Sekar Laelani dan Sekar Ayu yang selalu setia memberikan
solusi, semangat dan canda tawa selama ini.
Karena tanpa kehadiran mereka, sangat sulit bagi penulis untuk
menyelesaikan penelitian ini. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat
atas kebaikan dan membalas segala kebaikan mereka yang tanpa sadar telah
banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini. Tentunya penulis bukanlah
orang yang sempurna, sehingga mohon maaf atas segala kekurangan dalam
penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Wassalamualaikum Wr. Wb
iv
Jakarta, 1 Februari 2017
Putri Nurafifah
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah .......................................................... 1
B. Pembatasan Penelitian dan Pertanyaan Penelitian ........... 12
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................ 13
D. Tinjauan Pustaka .............................................................. 14
E. Metode Penelitian ............................................................. 16
F. Sistematika Penulisan ....................................................... 19
BAB II KERANGKA TEORI
A. Teori Kepemimpinan ....................................................... 22
1. Pengertian Kepemimpinan ........................................ 22
2. Tipe-Tipe Gaya Kepemimpinan ................................ 24
a. Kepemimpinan Otokratik .................................... 24
b. Kepemimpinan Paternalistik ............................... 26
c. Kepemimpinan Karismatik .................................. 27
d. Kepemimpinan Laissez Faire .............................. 28
e. Kepemimpinan Demokratik ................................ 29
B. Teori Kebijakan Publik ..................................................... 30
1. Pengertian Kebijakan ................................................. 30
2. Tahap-Tahap Pembuatan Kebijakan Publik .............. 32
a. Tahap Perumusan Masalah .................................. 32
b. Tahap Formulasi Kebijakan ................................ 33
c. Tahap Adopsi Kebijakan ..................................... 33
d. Tahap Implementasi Kebijakan ........................... 33
e. Tahap Evaluasi Kebijakan ................................... 34
3. Implementasi Kebijakan Publik ................................ 34
a. Model Implementasi Vab Meter dan Van Horn .. 36
1) Ukuran Dasar dan Tujuan Kebijakan ............ 36
2) Sumber-Sumber Kebijakan ........................... 37
vi
3) Komunikasi antar Organisasi dan Kegiatan-
Kegiatan Pelaksana ........................................ 37
4) Karakteristik Badan-Badan Pelaksana .......... 38
5) Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik ............. 38
6) Sikap Pelaksana (Implementors) ................... 39
BAB III PROFIL BASUKI TJAHAJA PURNAMA DAN SEJARAH
JAKARTA
A. Profil Basuki Tjahaja Purnama .......................................... 40
1. Biografi Basuki Tjahaja Purnama ............................... 40
2. Dunia Bisnis Basuki Tjahaja Purnama ....................... 41
3. Basuki Tjahaja Purnama Terjun Dunia Politik ........... 43
B. Sejarah Jakarta .................................................................. 49
1. Sekilas Sejarah Jakarta ................................................ 49
2. Sejarah Banjir Jakarta ................................................. 53
3. Sejarah Kampung Pulo ............................................... 54
BAB IV ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN BASUKI TJAHAJA
PURNAMA (AHOK) DALAM IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN PENGGUSURAN KAMPUNG PULO,
JAKARTA TIMUR
A. Pro Kontra Implementasi Kebijakan Penggusuran Pada
Warga Kampung Pulo ....................................................... 59
1. Ukuran Dasar dan Tujuan Kebijakan .......................... 60
2. Sumber-Sumber Kebijakan ......................................... 65
3. Komunikasi antar Organisasi dan Kegiatan-Kegiatan
Pelaksana ..................................................................... 70
4. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik .......................... 77
B. Gaya Kepemimpinan Otokratik Basuki Tjahaja Purnama
Dalam Penggusuran Kampung Pulo ................................. 86
1. Arogan ......................................................................... 87
2. Keras dan Tidak Konsisten ......................................... 89
3. Gaya Bicara Terus Terang .......................................... 91
4. Paksaan ....................................................................... 92
5. Tidak Musyawarah ...................................................... 94
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................... 98
B. Saran ................................................................................. 101
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 102
vii
DAFTAR TABEL
Tabel I.S.1 Lokasi Penggusuran Bulan Januari-Agustus 2015 .................... 7
Tabel III.B.1 Jumlah Penduduk DKI Jakarta 2000, 2010-2014 ................... 52
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar III.B.1 Situs Budaya Religi Kampung Pulo ................................... 57
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Laporan Penertiban dan Relokasi Kampung Pulo .......... x
Lampiran 2 Surat Peringatan I dari Satpol PP ............................................. xiv
Lampiran 3 Surat Peringatan II dari Satpol PP ............................................ xv
Lampiran 4 Surat Peringatan III dari Satpol PP ........................................... xvi
Lampiran 5 Surat Wawancara dari Sekretariat Kota Administrasi
Jakarta Timur ............................................................................ xvii
Lampiran 6 Surat Wawancara dari Satpol PP Kota Administrasi
Jakarta Timur ............................................................................ xviii
Lampiran 7 Surat Wawancara dari Ciliwung Merdeka ............................... xix
Lampiran 8 Dokumentasi ............................................................................. xx
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
DKI Jakarta merupakan Ibukota negara Indonesia, yang selalu menjadi
perhatian publik. Peluang kerja serta penghasilan yang menjanjikan menjadi daya
tarik bagi banyak orang untuk tinggal di Jakarta. Sejumlah permasalahan pun
hadir, seiring jumlah penduduk yang bertambah. Masalah yang hadir di Jakarta
pun beragam, mulai dari kemacetan akibat banyaknya jumlah kendaraan pribadi,
pemukiman liar, minimnya ruang terbuka hijau, sehingga menyebabkan banjir di
Jakarta setiap tahunnya.1
Pada tahun 2007, banjir melanda Jakarta dan 70% wilayah Jakarta
tenggelam oleh air, sehingga mengharuskan masyarakat untuk pindah dan
menyelamatkan diri ke tempat yang lebih aman.2 Permasalahan yang tak kunjung
reda mengharuskan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk mengatasi
banjir. Pemprov mengeluarkan kebijakan untuk mengatasi banjir, salah satunya
dengan pelebaran kali Ciliwung yang merupakan faktor terbesar saat banjir
melanda Jakarta, disebabkan karena penyempitan bantaran kali yang dipenuhi
rumah penduduk.
1 Fiddy Anggriawan, Permasalahan Jakarta Kian Merajalela, tersedia di http://news.
okezone.com/read/2014/03/16/500/955777/permasalahan-jakarta-kian-merajalela; diunduh pada
21 April 2016. 2 Alwi Shahab, Batavia Kota Banjir, (Jakarta: Republika, 2009), h.1.
2
Salah satu titik fokus Pemprov dalam melaksanakan kebijakan pelebaran
kali Ciliwung adalah daerah Kampung Pulo, kelurahan Kampung Melayu,
kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Tercatat bahwa terdiri dari 95% daratan dan
selebihnya rawa, yang dilalui oleh tujuh sungai/kali yaitu kali Ciliwung, kali
Sunter, Kalimalang, kali Cipinang, kali Buaran, kali Jatikramat dan kali Cakung.3
Kecamatan Jatinegara dibatasi oleh kali Ciliwung, kali Suter, serta dilalui oleh
kali Cipinang yang terdiri dari delapan kelurahan. Luas wilayah kelurahan
Kampung Melayu adalah 0,48 km2 dengan jumlah delapan Rukun Warga (RW)
dan 112 Rukun Tetangga (RT).4
Dapat dipastikan, bahwa daerah Kampung Pulo adalah daerah yang
dilalui arus kali Ciliwung, sehingga daerah Kampung Pulo merupakan daerah
rawan banjir saat musim hujan tiba. Banyaknya pemukiman penduduk di bantaran
kali, menjadikan daerah Kampung Pulo sebagai sasaran untuk pelebaran kali
Ciliwung, serta relokasi5. Relokasi warga Kampung Pulo dilakukan untuk
mengatasi banjir yang terjadi di Jakarta, serta menyelamatkan warga Kampung
Pulo yang terkena banjir sedalam 1,5 m saat musim hujan. Wacana relokasi
Kampung Pulo ini telah dimulai saat Joko Widodo (Jokowi) masih menjabat
sebagai Gubernur DKI Jakarta tahun 2014.
3 Letak Geografis Jakarta Timur, tersedia di http://timur.jakarta.go.id/v11/?p=geografis;
diunduh pada 22 April 2016. 4 Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur, tersedia di http://timur.jakarta.go.id/v10/?p=
kecamatan; diunduh pada 08 April 2016. 5 Kamus Besar Bahasa Indonesia, relokasi adalah pemindahan tempat, tersedia di
http://kbbi.web.id/relokasi; diunduh pada 08 April 2016.
3
Penggusuran Kampung Pulo adalah bagian dari rencana Pemprov untuk
program normalisasi6 kali Ciliwung. Program normalisasi tercantum dalam
Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Tahun 2030 dan Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi (PZ). Peraturan Gubernur
(Pergub) Nomor 163 Tahun 2012 tentang rencana untuk pembangunan kali
Ciliwung, pembangunan danau serta perubahan untuk tanah di Kampung Pulo dan
Bidara Cina. Serta Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 2181
Tahun 2014 tentang perpanjangan penetapan lokasi untuk pelaksanaan
pembangunan kali Ciliwung dari pintu air Manggarai sampai Kampung Melayu.
Luas wilayah Kampung Pulo yang terkena normalisasi adalah 2,7 ha,
terdiri dari RW 01, 02, dan 03. Terdapat 926 kepala keluarga dan 519 bangunan
yang akan dibongkar untuk program normalisasi kali Ciliwung.7 Dengan
berlakunya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2011, pelaksanaan layanan rumah
rusun di provinsi DKI Jakarta dapat diperkuat dengan Pergub Nomor 111 tahun
2014 tentang Mekanisme Penghunian Rumah Rusun Sederhana Sewa (Rusunawa)
yang diperuntukkan bagi masyarakat terprogram dan masyarakat tidak
terprogram. Masyarakat terprogram dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor
111 tahun 2014 pasal 3 ayat 1 adalah masyarakat yang terkena program
pembangunan untuk kepentingan umum dan penertiban ruang kota.
6 Kamus Besar Bahasa Indonesia, normalisasi adalah tindakan menjadikan normal
(biasa), tindakan mengembalikan pada keadaan dan hubungan, yang biasa atau normal, tersedia di
http://kbbi.web.id/normalisasi; diunduh pada 08 April 2016. 7 Wawancara Pribadi dengan Haris Indrianto, sebagai Kepala Seksi Pemerintahan dan
Tata Tertib Kelurahan Kampung Melayu, tanggal 3 Mei 2016 di Kelurahan Kampung Melayu
Jakarta Timur.
4
Pemprov DKI mengubah gedung teknis Sudin PU (Suku Dinas Pekerjaan
Umum) hingga menjadi rusun Jatinegara untuk warga Kampung Pulo yang
terkena normalisasi. Normalisasi kali Ciliwung dilakukan untuk menyelamatkan
warga dari banjir, saat musim hujan tiba setiap tahunnya. Warga setuju di relokasi,
apabila rusunawa tidak jauh dari tempat tinggal semula dan warga mendapat ganti
rugi. Syarat untuk tinggal di rusunawa memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP)
DKI Jakarta dan bukan pengontrak. Sebagian warga Kampung Pulo setuju untuk
di relokasi, akan tetapi ada warga yang tidak setuju dan merasa dirugikan. Warga
yang tidak setuju dan merasa dirugikan adalah warga yang memiliki lahan lebih
dari satu, yang menyewakan lahan kepada warga lain, dan hanya mendapat ganti
rugi satu rusun. Hal ini tercermin dalam salah satu pernyataan yang dikeluarkan
Pemprov Basuki Tjahaja Purnama (Basuki), yang diinformasikan dalam berita
online oleh Tri Wahyuni.8
Meski Pemprov memberikan Rusunawa, namun warga tidak diberikan
ganti rugi dan kebijakan relokasi tidak memberikan solusi untuk keberlangsungan
hidup selanjutnya. Warga kehilangan mata pencariannya sebagai pedagang, dan
ingin mendapat jaminan serta solusi bagi kelanjutan hidup dari Pemprov setelah
direlokasi. Dalam hal relokasi, warga pun diwajibkan untuk membayar uang sewa
8 Pernyataan Basuki; ”Sudah 80% dari warga Kampung Pulo setuju, yang marah ini yang
punya penyewaan sepuluh unit petak. Kamu marah karena hanya boleh punya satu unit hunian.
Seharusnya disyukuri, menyewakan tanah negara tapi pajak masih ngutang, padahal bisa saya
tagih”, Tri Wahyuni, Cerita Ahok Di Balik Penggusuran Kampung Pulo, tersedia di
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150820195034-20-73479/cerita-ahok-dibalik
penggusuran-Kampung-pulo; diunduh pada 24 Oktober 2015.
5
yang telah ditetapkan oleh Pemprov, dan berakibat pada penolakan warga untuk
pindah dari tempat tinggal semula.9
Protes warga Kampung Pulo kepada Pemprov terus berlanjut hingga
pelaksanaan kebijakan penggusuran Kampung Pulo pada tanggal 20 Agustus
2015. Ratusan warga Kampung Pulo menolak direlokasi oleh petugas yang terdiri
dari Petugas Satpol PP, Polisi, dan TNI yang melibatkan 2.909 personil
gabungan.10 Warga melempar batu ke arah petugas, karena tidak terima tempat
tinggalnya dibongkar dan meminta ganti rugi kepada Pemprov. Selain itu, warga
membawa spanduk yang berisi penolakan penggusuran. Kendaraan motor pun dan
alat berat (bekko) menjadi sasaran kemarahan warga Kampung Pulo. Kemarahan
warga tak terkendali, warga melawan dengan melempari batu dan serpihan kaca
kepada petugas. Pada akhirnya, petugas menyemprotkan gas air mata sebagai
perlawanan terhadap warga. Tercatat 27 orang sebagai provokator yang terlibat
dalam tindak kekerasan, menolak untuk direlokasi.11
Dalam proses mencapai tujuan masyarakat agar sejahtera, sebuah
kebijakan harus diimplementasikan. Pemerintah sebagai pembuat keputusan,
harus melibatkan masyarakat dalam proses kebijakan, agar implementasi dapat
dirasakan manfaatnya bagi warga Jakarta. Di dalam sebuah kebijakan, erat
hubungannya dengan sebab-sebab dan konsekuensi. Begitupun halnya dengan
9 Gunawan Wibisono, Penyebab Warga Kampung Pulo Menolak Direlokasi, tersedia di
http://news.okezone.com/read/2015/08/22/338/1200575/penyebab-warga-Kampung-pulomenolak-
direlokasi; diunduh pada 25 April 2015. 10 Lihat Lampiran 1 Laporan Penertiban dan Relokasi Kampung Pulo. 11 Audrey Santoso, Ahok Vs Warga Penggusuran Kampung Pulo, tersedia di http://news.
liputan6.com/read/2298240/ahok-vs-warga-penggusuran-Kampung-pulo; diunduh pada 07 April
2016.
6
relokasi warga Kampung Pulo, yang berujung pada tindak kekerasan dari warga
Kampung Pulo.
Tindak kekerasan masuk pada kategori konflik. Konflik adalah gejala
sosial yang selalu hadir dalam kehidupan sosial, karena konflik akan selalu ada di
setiap ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja. Dalam setiap kehidupan
manusia, tidak memiliki kesamaan, baik dari unsur kepentingan, kemauan,
kehendak bahkan tujuan.12
Pada tahun 2012, Jokowi dan Basuki terpilih sebagai gubernur dan wakil
gubernur DKI Jakarta. Jakarta mempunyai pemimpin untuk lima tahun ke depan,
dari tahun 2012 hingga 2017. Jokowi dan Basuki mempunyai visi mewujudkan
Jakarta sebagai kota yang baru. Selama Jokowi dan Basuki menjabat sebagai
gubernur dan wakil gubernur, visi yang dipaparkan saat mencalonkan pun dapat
terealisasikan untuk memperbaiki Jakarta. Salah satunya adalah perbaikan
pelayanan publik ditingkat kelurahan maupun kecamatan, serta pengaduan
masyarakat dapat ditampung melalui Short Message Service (SMS). Adanya
transparansi kinerja pemerintah, dan warga dapat dengan mudah memantau
kinerja pemerintah melalui website,13 penertiban pedagang kaki lima, serta
menyulap kota Jakarta dengan membenahi pemukiman kumuh yang berada di
sekitar bantaran kali di Jakarta.14 Namun pada tahun 2014, Jokowi mundur
12 Elly M. setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2011), h. 367. 13 Ini Profil Dan Visi Misi Jokowi-Ahok, tersedia di http://news.detik.com/ berita/
2007463/ini-profil-dan-visi-misi-jokowi-ahok; diunduh pada 20 Juni 2016. 14 Ismantoro Dwi Yuwono, Ahok Dari Kontroversi ke Kontroversi, (Yogyakarta: Media
Pressindo, 2014), h. 159.
7
sebagai gubernur DKI Jakarta dan mencalonkan diri sebagai calon presiden
republik Indonesia.
Di tahun 2014, Jokowi terpilih sebagai presiden Republik Indonesia dan
Basuki menggantikan posisi Jokowi sebagai gubernur DKI Jakarta. Pada tahun
2014, tepatnya di bulan November Basuki dilantik sebagai gubernur DKI Jakarta.
Selama Basuki menjabat kurang lebih ada 30 titik penggusuran di Jakarta selama
tahun 2015. Berikut adalah 30 titik penggusuran yang dilakukan oleh Basuki
selama memimpin DKI Jakarta tahun 2015;15
Tabel I.A.1 Lokasi Penggusuran Bulan Januari-Agustus 2015
NOMOR LOKASI PENGGUSURAN WAKTU PENGGUSURAN
1 Jl. Pejambon 1, Gambir, Jakarta Pusat 6 Januari 2015
2 Jl. Jambul Lama, RW 10, Kramat Jati,
Jakarta Timur
8 Januari 2015
3 Jl. R.E. Martadinata, Tanjung Priok 13 Februari 2015
4 Jl. Raya Kalimalang, Duren Sawit,
Jakarta Timur
18 Februari 2015
5 RT 16, RW 17, Kelurahan
Penjaringan, Jakarta Utara
23 Februari 2015
6 Jl. Garuda, Kemayoran, Jakarta Pusat 9 Maret 2015
7 RT. 22/08 Bantaran Kali Karang dan
Jl. Pluit Karya Timur, Penjaringan,
Jakarta Utara
12 Maret 2015
8 Jl. Raya Kalimalang, Duren Sawit,
Jakarta Timur
30 Maret 2015
9 Pademangan I, Pademangan Timur,
Jakarta Utara
7 April 2015
10 Jl. Ancol Barat I RW 01 dan 02 8 April 2015
15 Alldo Fellix Januardy, Kami Terusir Laporan Penggusuran Paksa di Wilayah DKI
Jakarta Januari - Agustus 2015, (Jakarta: Lembaga Bantuan Hukum, 2015), h. 9-10.
8
NOMOR LOKASI PENGGUSURAN WAKTU PENGGUSURAN
11 Jl. Inspeksi, Kali Buaran, Duren
Sawit 08-Apr-15
8 April 2015
12 Bantaran Kali Cipinang, Cipinang
Besar Selatan, Jakarta Timur
9 April 2015
13 Jalan Pluit Raya 2 RW 08,
Penjaringan, Jakarta Utara
22 Mei 2015
14 RT 04, 05, 06 / RW 06 & RT 01/RW
07, Kali Pinangsia, Taman Sari,
Jakarta Barat
27 Mei 2015
15 Kali Jabaludin, Rawa Terate, Cakung,
Jakarta Timur
27 Mei 2015
16 Cipinang Baru Bunder, Pulogadung,
Jakarta Timur
27 Mei 2015
17 Kampung Kandang, RT007/RW013,
Kelurahan Kelapa Gading Barat,
Kecamatan Kelapa Gading
4 Juni 2015
18 Terminal Lebak Bulus, Jakarta
Selatan
10 Juni 2015
19 Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta
Selatan
11 Juni 2015
20 Jalan Rawajati Barat, Pancoran,
Jakarta Selatan
13 Juni 2015
21 Jl. Haji Dasuki hingga Kali Sunter,
Cipinang Indah
15 Juni 2015
22 Jl. Letjen Sutoyo, Cawang, Kramat
Jati, Jakarta Timur
16 Juni 2015
23 Jl. Bandengan, Pekojan, Tambora
Jakarta Barat
22 Juli 2015
24 RW 16, Kolong Tol Wiyoto Wiyono,
Pejagalan, Penjaringan
23 Juli 2015
25 Jl. Rawasari Selatan, Cempaka Putih
Timur
23 Juli 2015
26 Jl. Menteng Pulo, Tebet, Jakarta
Selatan
28 Juli 2015
27 Jl. Bunga, Pal Meriam, Matraman,
Jakarta Timur
29 Juli 2015
28 Kampung Rawa Badung, RT 10/08,
Jatinegara, Cakung, Jakarta Timur
6 Agustus 2015
29 Bantaran Kali Sunter, Jakarta Utara 12 Agustus 2015
30 Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta
Timur
20 Agustus 2015
Sumber: Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
9
Berdasarkan tabel penggusuran di atas, Pemprov menunjukkan agenda
prioritas pembangunan di Jakarta. Tujuan pembangunan antara lain untuk
pembangunan waduk, normalisasi kali, pembangunan taman kota, pembangunan
proyek Tentara Nasional Indonesia (TNI), pembangunan proyek PT. Kereta Api
Indonesia (KAI), pembangunan proyek tol, pembangunan proyek POLRI,
pembangunan Mass Rapid Transit (MRT), pembangunan jalan dan penertiban
bangunan liar.16 Adanya penggusuran di tahun 2015 bertujuan untuk
pembangunan DKI Jakarta, sehingga menimbulkan masalah baru. Tercatat bahwa
50% kasus penggusuran paksa dibiarkan tanpa solusi, 33% direlokasi, dan 17%
dilakukan ganti rugi. Namun, dari 17% yang dilakukan ganti rugi, hanya tiga
kasus yang memenuhi hak untuk mendapatkan ganti rugi.17
Selama tahun 2015, Basuki mampu merelokasi 30 titik lokasi untuk
penggusuran karena sikap tegasnya. Sikap tegas ini yang menyebabkan warga
khususnya warga Kampung Pulo memiliki tempat tinggal yang layak dan
terhindar dari banjir. Dibalik sikap tegasnya, Basuki sering menimbulkan
kontroversi bagi warga Jakarta. Salah satunya karena pernyataan-pernyataan di
media massa yang kurang baik. Sejumlah pernyataan saat penggusuran Kampung
Pulo disampaikan oleh Basuki sebagai gubernur DKI Jakarta.18 Selain itu,
beberapa pernyataan dalam berita online yang disampaikan oleh Basuki ketika
16Januardy, Kami Terusir,, h. 11. 17Januardy, Kami Terusir, h. 27. 18 Pernyataan Basuki; “Tidak ada negosiasi, kami paksa agar warga pindah dan di
bongkar”, Subekti, Penggusuran Kampung Pulo Ini Kesepakatan Ahok Dan Warga, tersedia di
https://m.tempo.co/read/news/2015/08/20/083693548/penggusuran-Kampung-pulo-ini-
kesepakatan-terakhir-ahok-warga; diunduh pada 07 April 2016.
10
ingin merelokasi warga Kampung Pulo.19 Berdasarkan pernyataan tersebut
menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan Basuki yang terbuka, berbicara apa
adanya dan terus terang dengan kalimat-kalimat yang kurang baik. Meski sikap
Basuki tegas demi meminimalisir banjir, akan tetapi gaya berbicara yang terbuka
dalam menyampaikan kepada warga berujung pada penolakan warga Kampung
Pulo menolak untuk direlokasi ke rusunawa.
Sikap Basuki sebagai gubernur, pada dasarnya adalah untuk ketertiban
kota Jakarta. Akan tetapi, cara penyampaian dalam berkomunikasi yang dilakukan
dapat dikatakan sering kali menghadirkan kontroversi, sehingga banyak warga
kecewa bahkan menolak dengan kebijakan yang telah ditetapkan, khususnya
warga Kampung Pulo. Gaya kepemimpinan Basuki ini, mungkin menjadi salah
satu faktor yang membuat warga Kampung Pulo menolak untuk ikut serta dalam
implementasi kebijakan penggusuran. Pada dasarnya gaya kepemimpinan Basuki
menjadi hal yang menarik dan sangat penting, karena tujuan dari penertiban suatu
daerah adalah demi kesejahteraan warga, dan khususnya bagi warga Kampung
Pulo.
Bila dibandingkan dengan gubernur sebelumnya, yaitu Fauzi Bowo, sikap
Fauzi saat menghadapi banjir yang terjadi di daerah Kampung Pulo adalah dengan
mengikuti keinginan warga. Alasannya, warga Kampung Pulo saat itu menolak
19 Pernyataan Basuki; “Yang tidak mau akan tetap digusur, karena jadi Presiden dan
Gubernur hanya butuh persetujuan 50% plus satu”, “Kami atasi Kampung Pulo, engga ada lagi
sejarah Kampung Pulo banjir lagi. Syaratnya apa? Kita main kasar, jual otot, engga otak. Jakarta
engga perlu otak, otot saja”, Kurnia Sari Aziza, Lima Kutipan Ngehits Ahok Sepanjang 2015,
tersedia di
http://nasional.kompas.com/read/2015/12/30/11570071/5.Kutipan.Ngehits.Ahok.Sepanjang.2015?
page=all; diunduh pada 13 Februari 2017.
11
untuk direlokasi ke rusunawa dan Fauzi lebih terfokus pada infrastruktur
penanganan banjir. Apabila musim penghujan tiba, warga Kampung Pulo
diwajibkan untuk selalu waspada banjir, dan Fauzi menyiapkan posko kesehatan
serta posko sosial bagi warga yang terkena banjir.20
Sikap tidak tegas Fauzi, dapat dikatakan gagal dalam mengatasi banjir di
Jakarta maupun di Kampung Pulo. Seharusnya tidak hanya fokus pada
infrastruktur, karena tidak memberi dampak yang signifikan, melainkan dengan
penertiban bangunan liar di bantaran kali sebagai titik utama banjir. Apabila
penertiban dilakukan, insfrastruktur dapat difungsikan secara baik, dan sebaliknya
kalau bangunan liar dibiarkan saja tidak akan ada solusi untuk mengatasi banjir.
Jika Fauzi mengikuti keinginan warga Kampung Pulo yang menolak
direlokasi ke rusunawa, berbeda dengan Basuki. Basuki lebih berani mengambil
keputusan untuk merelokasi warga Kampung Pulo ke rusunawa, meski terjadi
beberapa kontra dalam keberlangsungan kebijakan penggusuran Kampung Pulo.
Keputusan Basuki dalam mengimplementasikan kebijakan ini sangatlah berbeda
dengan Fauzi, sehingga cara Basuki dalam merelokasi warga Kampung Pulo
sangat menarik untuk diteliti.
Berdasarkan pernyataan masalah yang sudah dipaparkan diatas, maka
penulis memfokuskan penelitian ini pada kepemimpinan Basuki terhadap
kebijakan penggusuran Kampung Pulo. Pada penelitian ini, penulis mengambil
20 Hafiz, Diantara Gubernur Jakarta Lainnya Baru Ahok Yang Berani Menggusur
Kampung Pulo, tersedia di http://riaugreen.com/view/Nasional/11310/Diantara-Gubernur-
JakartaLainnya-Baru-Ahok-Yang-Berani-Menggusur-Kampung-Pulo.html#.Vw6esdR97IU;
diunduh pada 07 April 2015
12
tema “GAYA KEPEMIMPINAN AKTOR POLITIK: Studi Terhadap
Kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama Dalam Kebijakan Penggusuran
Kampung Pulo, Jakarta Timur Tahun 2015”.
B. Pembatasan Penelitian dan Pertanyaan Penelitian
1. Pembatasan Penelitian
Agar penelitian lebih terarah dan terfokus, penulis membatasi
permasalahan pada warga Kampung Pulo yang tinggal di RW 03. Jumlah RW
yang terkena dampak penggusuran Kampung Pulo ada tiga RW. Namun batasan
hanya pada RW 03, dikarenakan penulis melihat bahwa RW 03 merupakan RW
dengan jumlah RT terbanyak, jumlah warga terbanyak, serta bangunan terbanyak
yang terkena dampak penggusuran untuk normalisasi kali Ciliwung.
2. Pertanyaan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis mempunyai pertanyaan penelitian sebagai
berikut;
a. Mengapa implementasi kebijakan Basuki Tjahaja Purnama dalam
penggusuran Kampung Pulo menimbulkan pro kontra bagi warga
Kampung Pulo, Jakarta Timur?
b. Bagaimana warga Kampung Pulo memandang gaya
kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama dalam penggusuran
Kampung Pulo, Jakarta Timur?
13
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui dan menganalisis gaya kepemimpinan Basuki
Tjahaja Purnama sebagai pemerintah provinsi DKI Jakarta dalam
kebijakan penggusuran yang terjadi di Kampung Pulo, Jakarta
Timur.
b. Untuk mengetahui implementasi kebijakan Basuki Tjahaja
Purnama sebagai pemerintah provinsi DKI Jakarta dalam
penggusuran warga Kampung Pulo, Jakarta Timur.
2. Manfaat Penelitian
a. Pengembangan studi ilmu politik mengenai gaya kepemimpinan,
khususnya gaya kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama terhadap
implementasi kebijakan penggusuran Kampung Pulo, Jakarta
Timur.
b. Penulis mengharapkan dari hasil penelitian yang penulis kaji dapat
menjadi sebuah sumbangan pemikiran dalam ilmu politik bagi
mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
serta masyarakat umum, dalam perspektif kepemimpian dan
implementasi kebijakan terhadap Basuki Tjahaja Purnama.
14
D. Tinjauan Pustaka
Beberapa penelitian sebelumnya membantu penulis dalam menganalisisa
fenomea gaya kepemimpinan, beberapa berasal dari skripsi yang penulis gunakan
sebagai referensi. Pertama, skripsi yang berjudul “Implementasi Gaya
Kepemimpinan Prabowo Dalam Partai Gerindra”, dengan nama peneliti Linda
Yuliawati program studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Jakarta. Pada penelitian ini membahas gaya
kepemimpinan Prabowo dalam partai Gerindra dengan gaya kepemimpinan
karismatik yang didukung oleh garis keturunan merupakan tokoh legendaris, serta
keberaniannya dalam mengorbankan diri dan pengambilan resiko sebagai
pemimpin yang bertanggung jawab. Gaya kepemimpinan transformasional dengan
meyakinkan visi dan misi yang jelas, memperlihatkan keyakinan terhadap
pengikutnya serta gaya kepemimpinan otoriter yang melekat pada Prabowo.
Sedangkan yang diteliti oleh penulis adalah Gaya Kepemimpinan Aktor Politik:
studi terhadap kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama dalam kebijakan
penggusuran Kampung Pulo, Jakarta Timur tahun 2015.
Kedua, skripsi yang berjudul “Kepemimpinan Karismatik: Studi Tentang
Kepemimpinan Politik Megawati Soekarno Putri Dalam Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan”, dengan nama Hadi Mustafa program studi Ilmu Politik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Jakarta. Pada
penelitian ini membahas gaya kepemimpinan karismatik Megawati Soekarnoputri.
Megawati mempunyai karakter yang berpendirian teguh, dibuktikan dengan
15
mempromosikan partainya, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
memilih jalan sebagai oposisi terhadap pemerintah. Megawati memiliki percaya
diri yang tinggi, karena sifat percaya diri yang tinggi menjadikannya sebagai
presiden pertama perempuan dalam sejarah Indonesia. Megawati sebagai sosok
yang cerdas, memiliki visi dan misi yang saat ini masih diperjuangkan dalam
mempertahankan pilar berbangsa dan bernegara, mencintai bangsanya sendiri.
Para pengikutnya sangat nyaman dengan sikap keibuannya dan berusaha untuk
mengayomi bawahannya. Megawati mengedapankan persatuan diatas segalanya,
dalam mengambil keputusan selalu mengedepankan musyawarah untuk mufakat.
Dengan sosok kharismatik ini lah, Megawati sampai saat ini masih belum bisa
tergantikan, karena mampu menjaga kekompakkan di dalam partainya. Sehingga
para pengikutnya nyaman dibawah kepemimpinannya. Sedangkan yang diteliti
oleh penulis adalah Gaya Kepemimpinan Aktor Politik: studi terhadap
kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama dalam kebijakan penggusuran Kampung
Pulo, Jakarta Timur tahun 2015.
Ketiga, skripsi yang berjudul skripsi yang berjudul “Analisis Gaya
Kepemimpinan Bupati Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Di
Kabupaten Pinrang”, dengan nama M. Rijal. R program studi Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makasar. Pada
penelitian ini membahas gaya kepemimpinan Bupati Pinrang, yaitu H. A. Aslam
Patonangi menggunakan gaya kepemimpinan demokratis. Dengan memberikan
penghargaan atau intensif kepada pihak yang berprestasi dan yang bekerja secara
maksimal. Serta jiwa social H. A Aslam kepada bawahan dan masyarakat
16
kabupaten Pinrang, pengambilan keputusan secara musyawarah, terbuka, dan
menerima ide/saran dari bawahan. Terdapat persamaan dalam penelitian tersebut
dengan penulis yaitu mengenai gaya kepemimpinan. Sedangkan perbedaannya
yang diteliti oleh penulis adalah Gaya Kepemimpinan Aktor Politik: studi
terhadap kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama dalam kebijakan penggusuran
Kampung Pulo, Jakarta Timur tahun 2015.
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari perilaku manusia yang dapat diamati dan
diarahkan pada individu secara utuh.21 Jenis penelitian ini adalah penelitian
deskriptif, yaitu mendeskripsikan fakta-fakta yang berkaitan dengan tema lalu
menganalisanya untuk menjawab pertanyaan. Penulis menggunakan metode
penelitian kualitatif, dalam mengkaji permasalahan yang diteliti mengenai gaya
kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama dalam kebijakan penggusuran Kampung
Pulo, Jakarta Timur tahun 2015.
21 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2013), h. 82.
17
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Dokumentasi
Dokumentasi yang digunakan berupa buku, jurnal, data-data yang
terkait dengan penelitian ini, kutipan gambar atau surat kabar, foto dan segala
macam benda yang dapat memberikan keterangan yang bersifat tertulis ataupun
tidak. Dokumetasi digunakan untuk mempermudah peneliti menemukan jawaban
dari permasalahan dan menjabarkan secara detail terkait dengan gaya
kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama dalam kebijakan penggusuran Kampung
Pulo, Jakarta Timur tahun 2015.
b. Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data, yaitu dengan cara
penulis mengajukan beberapa pertanyaan secara lisan kepada pihak yang
berkompeten. Tujuan wawancara adalah mendapatkan jawaban dari pertanyaan-
pertanyaan atau menguji hipotesis.22 Penulis melakukan beberapa wawacara
kepada pihak yang berhubungan dengan penelitian, sebagai berikut;
1) Suprastruktur Penelitian
a) Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama
b) Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretariat Kota
Administrasi Jakarta Timur, Syofian
c) Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Administrasi
Jakarta Timur, Hartono Abdullah
d) Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, Riano P Ahmad
22 Nanang Martono, Metode Penelitian Sosial: Konsep-Konsep Kunci (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2015), h. 362.
18
2) Infrastruktur Penelitian
a) Direktur Ciliwung Merdeka, Sandyawan Sumardi
b) Warga RT 001, Maman Waluyo
c) Warga RT 002, Romdoni Ahmad
d) Warga RT 003, Sefa Riana
e) Ketua RT 006, Eko Purnomo
f) Warga RT 008, Nur Saripah
g) Warga RT 010, Kinah Noorkrisman
h) Ketua RT 011, Ujang Iskandar Haryadi
i) Warga RT 012, Fahri Gifar
j) Warga RT 013, Syarifudin Jalal
k) Warga RT 014, Abiyudin
l) Warga RT 015, Karsih
m) Warga RT 016, Khairil Anwar
3. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Analisis data dimulai dengan
bekerja menggali dan mengumpulkan data-data terkait dari teknik pengumpulan
data yang dilakukan oleh penulis. Setelah data terkumpul maka dilanjutkan
kepada tahap reduksi data, yaitu proses mentransformasi dari data yang didapat,
seperti mentranskripkan hasil dari wawancara-wawancara yang telah dilakukan,
dokumentasi dan dilanjutkan dengan pengolahan data.23 Pengolahan data ini
dilakukan dengan cara mengorganisasikan data kedalam beberapa kategori,
menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola
memilih yang penting untuk dipelajari, dan terakhir adalah membuat kesimpulan
sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.24
23 Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif, (Yogyakarta: Erlangga, 2009), h. 147. 24 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta Bandung,
2006), h. 275.
19
F. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
A. Pernyataan Masalah
B. Pembatasan Penelitian dan Pertanyaan Penelitian
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
D. Tinjauan Pustaka
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
2. Teknik Pengumpulan Data
3. Teknik Analisa Data
Bab II Kerangka Teori
A. Teori Kepemimpinan
1. Pengertian Kepemimpinan
2. Tipe-Tipe Gaya Kepemimpinan
a. Kepemimpinan Otokratik
b. Kepemimpinan Paternalistik
c. Kepemimpinan Karismatik
d. Kepemimpinan Laissez Faire
e. Kepemimpinan Demokratik
B. Teori Kebijakan Publik
1. Pengertian Kebijakan Publik
2. Tahap-Tahap Pembuatan Kebijakan Publik
a. Tahap Perumusan Masalah
b. Tahap Formulasi Kebijakan
c. Tahap Formulasi Kebijakan
d. Tahap Implementasi Kebijakan
e. Tahap Evaluasi Kebijakan
3. Implementasi Kebijakan Publik
a. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn
1) Ukuran Dasar dan Tujuan Kebijakan
2) Sumber-Sumber Kebijakan
3) Komunikasi antar Organisasi dan Kegiatan Pelaksanaan
4) Karakteristik Badan-Badan Pelaksana
5) Kondisi Ekonomi, Sosial dan Politik
6) Sikap Pelaksana (Implementors)
Bab III Profil Basuki Tjahaja Purnama dan Sejarah DKI Jakarta
A. Profil Basuki Tjahaja Purnama
1. Biografi Basuki Tjahaja Purnama
2. Dunia Bisnis Basuki Tjahaja Purnama
20
3. Basuki Tjahaja Purnama Terjun Dunia Politik
B. Sejarah Jakarta
1. Sekilas Sejarah Jakarta
2. Sejarah Banjir Jakarta
3. Sejarah Kampung Pulo
Bab IV Analisis Gaya Kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama
(Ahok) Dalam Implementasi Kebijakan Penggusuran Kampung
Pulo, Jakarta Timur
A. Pro Kontra Implementasi Kebijakan Penggusuran Pada Warga
Kampung Pulo
1. Ukuran Dasar dan Tujuan Kebijakan
2. Sumber-Sumber Kebijakan
3. Komunikasi Antar Organisasi Lembaga dan Kegiatan
Pelaksana
4. Kondisi Ekonomi, Sosial dan Politik
B. Gaya Kepemimpinan Otokratik Basuki Tjahaja Purnama Dalam
Penggusuran Kampung Pulo
1. Arogan
2. Keras dan Tidak Konsisten
3. Gaya Bicara Terus Terang
4. Paksaan
5. Tidak Musyawarah
Bab V Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
21
BAB II
KERANGKA TEORI
Di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, pemimpin sangat
dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan yang ada, karena pemimpin sebagai
contoh bagi pengikutnya. Seorang pemimpin dibutuhkan dalam lingkup besar,
sekalipun lingkup yang kecil. Begitu pun erat hubungannya antara kepemimpinan
dengan kebijakan, adanya pemimpin sudah pasti ada kebijakan didalamnya.
Kebijakan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi dasar rencana dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang
pemerintahan, organisasi, dan sebagainya) serta pernyataan cita-cita, tujuan,
prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha
mencapai sasaran serta tujuan.1 Membahas kepemimpinan dan kebijakan publik
sangatlah menarik. Diantara keduanya mempunyai pengaruh yang besar dalam
mengubah suatu tatanan agar menjadi lebih baik. Pada bab ini, penulis
menjabarkan tentang teori kepemimpinan dan kebijakan publik.
Penulis merujuk pada teori kepemimpinan Sondang P Siagian, bahwa
kepemimpinan adalah sikap dan semangat untuk mencapai tujuan bersama,
kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi untuk mencapai tujuan sebuah
organisasi.2
1 Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, tersedia di http://kbbi.web.id/kebijakan; diunduh
pada 27 Mei 2016. 2 Sondang Siagian, Teori dan Praktek Kepemimpinan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 1.
22
Penulis juga merujuk pada kebijakan publik, bahwa kebijakan publik
adalah arah tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti oleh seorang
aktor atau sekelompok untuk memecahkan suatu masalah.3 Sementara teori ke dua
penulis adalah implementasi kebijakan publik menurut Van Meter dan Van Horn
adalah implementasi sebagai tindakan yang dilakukan individu atau kelompok
pemerintah atau swasta untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.4
A. Teori Kepemimpinan
1. Pengertian Kepemimpinan
Definisi pemimpin (leader) berarti orang yang mempengaruhi pihak lain
dengan kewibawaannya sehingga orang lain dapat bertindak untuk mencapai
tujuan tertentu. Menurut Sondang P Siagian, “pemimpin dilahirkan” (leaders are
born). Sesungguhnya seseorang hanya akan menjadi pimpinan yang efektif,
apabila dilahirkan dengan bakat-bakat kepemimimpinan.5 Seseorang akan menjadi
pemimpin yang efektif apabila secara genetik telah memiliki bakat
kepemimpinan. Bakat tersebut dikembangkan melalui kesempatan untuk
menduduki jabatan kepemimpinan, dan dibantu oleh pengetahuan teori yang
diperoleh melalui pendidikan maupun latihan, yang bersifat umum maupun
menyangkut teori kepemimpinan.6
3 James E. Anderson, Public Policymaking, (New York: Cengage Learning, 2014), h. 7. 4 Budi winarno, Kebijakan Publik Teori, Proses, dan Studi Kasus, (Yogyakarta: CAPS,
2014), h. 149. 5 Siagian, Teori dan Praktek, h. 9. 6 Siagian, Teori dan Praktek, h. 13.
23
Sedangkan kepemimpinan (leadership) berarti kemampuan dan
kepribadian seseorang untuk mempengaruhi serta membujuk pihak lain agar
melakukan sebuah tindakan untuk pencapaian tujuan bersama.7 Kepemimpinan
adalah sikap dan semangat untuk memimpin mencapai tujuan bersama.
Kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi untuk mencapai tujuan organisasi,
karena keberhasilan suatu organisasi tergantung pada kepercayaan masyarakat,
serta mutu organisasi yang dicerminkan oleh pemimpin dalam organisasi yang
bersangkutan. Dengan adanya kepercayaan masyarakat, seseorang dapat
memberikan dukungan secara sukarela .8 Kepemimpinan menurut Gary Yukl,
adalah proses untuk mempengaruhi orang lain, agar memahami dan setuju dengan
apa yang perlu dilakukan, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan
kolektif untuk mencapai tujuan bersama.9
Pada dasarnya, kepemimpinan sangat erat hubungannya dengan
kekuasaan. Kepemimpinan merupakan sikap khusus yang dimiliki sejumlah
individu, sebagai tindakan atau perilaku untuk menghasilkan perubahan di dalam
suatu organisasi. Menurut Northouse, terdapat empat komponen kepemimpinan10
a. Kepemimpinan adalah proses. Suatu transaksi antara pemimpin dan
pengikut (followers), pemimpin mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
pengikut. Kepemimpinan bersifat interaktif.
b. Kepemimpinan adalah pengaruh. Pemimpin harus mempengaruhi
pengikut, karena tanpa pengaruh kepemimpinan tidak eksis.
c. Kepemimpinan adalah kelompok. Kelompok sebagai tempat yang
dimana kepemimpinan bisa terjadi, kepemimpinan mempengaruhi
sekelompok.
7 Inu Kencana Syafiie, Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia, (Bandung: Refika
Aditama, 2006), h. 1. 8 Siagian, Teori dan Praktek, h. 3. 9 Gary Yukl, Kepemimpinan Dalam Organisasi, (T.tp.: Indeks, 2009), h. 8. 10 Peter G. Northouse, Kepemimpinan Terori dan Praktik, (Jakarta: Indeks, 2013), h. 5-6.
24
d. Orang untuk mencapai tujuan bersama dan adanya kepemimpinan
dikarenakan sekelompok orang.
e. Kepemimpinan melibatkan tujuan yang sama. Antara pemimpin dan
pengikut bekerja sama guna mencapai tujuan yang diharapkan.
Dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi
untuk mencapai sasaran yang diharapkan dengan adanya hubungan kerja sama
agar memperoleh dukungan dari kelompok lain atau orang lain, yang dimana
pemimpin sebagai pembuat keputusan dan pengikut sebagai penggerak untuk
mencapai sebuah tujuan dari apa yang diharapkan. Kepemimpinan sesuatu hal
yang erat hubungannya dengan kehidupan bernegara, karena dalam lingkup yang
kecil sekalipun membutuhkan pemimpin, gagal atau suksesnya di tentukan oleh
pemimpin.
2. Tipe-Tipe Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah pendekatan yang dilakukan pemimpin untuk
memimpin, mempengaruhi dan menggerakan yang di pimpin agar dapat bekerja
secara baik dan tercapainya suatu tujuan. Adapun gaya kepemimpinan sebagai
berikut:
a. Kepemimpinan Otokratik
Kepemimpinan otokratik identik dengan karakter negatif, seorang yang
egois, sehingga mendorongnya memutar balikan kenyataan yang sebenarnya.
Seorang pemimpin otokratik mengartikan disiplin kerja yang tinggi sebagai wujud
kesetiaan bawahannya, dan sesungguhnya disiplin kerja didasarkan pada
ketakutan, bukan kesetiaan. Egois menumbuhkan persepsi bahwa tujuan
25
organisasi adalah tujuan pribadi dan tidak perlu dimusyawarahkan dengan orang
lain. Segala cara yang ditempuh untuk mencapai tujuannya, akan dinilai benar
apabila tindakan itu dipermudah. Sedangkan tindakan yang menjadi penghalang
akan disingkirkan, bahkan dengan tindakan kekerasan. Pemimpin otokratik akan
menunjukkan sikap dengan memperlakukan bawahannya sebagai alat dalam
organisasi, seperti mesin dan kurang menghargai harkat martabat bawahannya.
Mengutamakan pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengaitkan
kepentingan dan kebutuhan bawahan.11
Pemimpinan otokratik ini didasarkan atas perintah-perintah, serta
melakukan pengawasan yang ketat, agar semua pekerjaan berlangsung secara
efisien. Pemimpin hanya baik terhadap orang-orang yang setia dan royal
kepadanya, bahkan memberikan pujian atau kritik terhadap setiap anggota
kelompoknya dengan inisiatifnya sendiri.12
Peran bawahan diabaikan dalam proses pengambilan keputusan, bahwa
pemimpin telah mengambil keputusan dan bawahan dituntut untuk melaksanakan
tugas. Pemimpin tidak menerima saran dan kritik dari bawahannya. Dalam
prakteknya gaya otokratik menuntut bawahannya agar taat sepenuhnya kepada
pemimpin, untuk mewujudkan kedisiplinan dengan bersikap kaku, dan bernada
keras dalam pemberian perintah. Di negara demokratis, gaya kepemimpinan
otokratis bukan tipe yang diinginkan. Pada dasarnya harkat dan martabat bawahan
harus dijunjung tinggi. Apabila berhasil dalam mencapai tujuan, itu karena rasa
11 Siagian, Teori dan Praktek, h. 31. 12 Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Pemimpin Abnormal itu,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 61.
26
takut bawahan terhadap pemimpin, bukan atas keyakinan bahwa tujuan layak
untuk dicapai. Disiplin kerja terwujud karena adanya perasaan takut dengan
ancaman, seperti penurunan pangkat atau jabatan.
b. Kepemimpinan Paternalistik
Kepemimpinan paternalistik terdapat di lingkuan masyarakat yang masih
bersifat tradisional, karena faktor kuatnya ikatan primordial, extended family
system, peran adat istiadat yang kuat dalam kehidupan bermasyarakat, dan
hubungan pribadi yang melekat antara anggota masyarakat dengan anggota
masyarakat lainnya. Peran pemimpin paternalistik berperan sebagai bapak, yang
bersifat melindungi dan layak dijadikan sebagai tempat bertanya dan memperoleh
petunjuk. Biasanya pemimpin tidak mementingkan diri sendiri, akan tetapi
memberikan perhatian terhadap kepentingan dan kesejahteraan bawahannya.13
Nilai yang dianut dalam paternalistik mengutamakan kebersamaan,
kepentingan bersama, dan perlakuan yang adil. Maksudnya, pemimpin
memperlakukan semua anggota dan semua yang berada dalam organisasi secara
adil dan merata. Sikap kebapakan menyebabkan hubungan antara atasan dengan
bawahan bersifat informal, sehingga para bawahan belum mencapai tingkat
kedewasaan dalam bertindak dan berfikir, sehingga memerlukan bimbingan dan
tuntutan secara terus menerus.
13 Siagian, Teori dan Praktek, h. 34.
27
Terjadi pemusatan pengambilan keputusan oleh pemimpin, sedangkan
anggota hanya melaksanakan saja, karena pemimpin sebagai tempat bertanya
yang mempunyai jawaban atas semua permasalahan yang dihadapi oleh
organisasi. Anggota tidak dimanfaatkan sebagai sumber informasi, ide, saran dan
tidak didorong untuk berfikir kreatif.14
c. Kepemimpinan Karismatik
Pemimpin karismatik memiliki kekuatan energi, daya tarik yang luar
biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga mempunyai pengikut dengan
jumlah yang sangat besar dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya.15
Pemimpin ini dikagumi oleh banyak pengikutnya, meskipun pengikutnya tidak
dapat menjelaskan secara konkret alasan mengagumi seorang pemimpin
karismatik. Para pengikutnya tidak mempersoalkan nilai yang dianut, sikap,
perilaku dan gaya apa yang digunakan pemimpin untuk memimpin.
Penampilan fisik tidak menjadi ukuran, karena ada pemimpin apabila
dilihat dari penampilan fisiknya kurang mempunyai daya tarik. Usia tidak dapat
dijadikan ukuran, ada seseorang yang berusia muda mendapat sebutan pemimpin
karismatik. Banyaknya harta tidak menjadi ukuran, ada seorang yang tergolong
dalam pemimpin karismatik tergolong biasa/miskin. Pemimpin karismatik
cenderung memiliki “kekuatan ajaib” yang secara ilmiah tidak dapat dijelaskan
mengapa dikatakan pemimpin karismatik.16
14 Siagian, Teori dan Praktek, h. 36. 15 Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, h. 69. 16 Siagian, Teori dan Praktek, h. 37.
28
d. Kepemimpinan Laissez Faire
Kepemimpinan laissez faire, memandang bahwa organisasi akan berjalan
lancar dengan sendirinya, dikarenakan anggota organisasi sudah dewasa dan
mengetahui apa tujuannya, sasaran-sasaran apa yang akan dicapai, tugas apa yang
harus dilakukan dan pemimpin tidak perlu melakukan intervensi dalam kehidupan
organisasi. Bisa dikatakan pemimpin laissez faire sebagai “polisi lalu lintas”,
karena anggotanya sudah mengetahui dan sudah dewasa untuk taat pada peraturan
yang berlaku sedangkan pemimpin cenderung berlaku pasif. Pemimipin laissez
faire cenderung membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri, tanpa
harus mencampuri bagaimana organisasi dijalankan. Pemimpin menyerahkan
tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan kepada bawahan, bagi bawahan
yang telah berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya diberikan hadiah atau
penghargaan, serta sanksi bagi mereka yang kurang berhasil.
Nilai yang dianut antara pemimpin dan anggota yang didasarkan untuk
saling mempercayai. Sedangkan sikap laissez faire adalah permisif, maksudnya
anggota boleh bertindak sesuai dengan keyakinan dan bisikan hati nurani, yang
terpenting adalah tujuan organisasi tercapai dan kepentingan bersama harus tetap
terjaga. Identik dengan memperlalukan anggota sebagai rekan kerja, hanya saja
kehadiran sebagai pempinan diperlukan karena adanya struktur organisasi.
Karakteristik utama pemimpin laissez fairez, pendelegasian wewenang terjadi
secara ekstensif, pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan
yang lebih rendah dan kepada petugas, perkembangan kemampuan berfikir dan
29
bertindak secara kreatif diserahkan kepada anggota yang bersangkutan, dan
selama anggota organisasi menunjukkan perilaku dan prestasi kerja yang baik,
intervensi berada pada tingkat mininum.17
e. Kepemimpinan Demokratik
Kepemimpinan demokratik biasanya memandang perannya sebagai
koordinator dari berbagai unsur dan komponen organisasi, sehingga menghasilkan
totalitas. Organisasi harus disusun sedemikian rupa untuk menggambarkan secara
jelas, tugas dan kegiatan demi tercapainya suatu tujuan. Nilai yang dianut dalam
pemimpin demokratik menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, yaitu
memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi. Anggota memperoleh
kesempatan untuk mengembangkan potensi yang ada didalam dirinya,
memperlakukan manusia sebagai makhluk individu dengan jati diri yang khas
untuk mencapai tujuan bersama.18
Dalam gaya kepemimpinan demokratik organisasi dapat tersusun dengan
rapih dan misi yang jelas dengan petunjuk dari seorang pemimpin. Keikutsertaan
anggota dalam proses pengambilan keputusan akan menjamin anggota tersebut
mempunyai rasa tanggungjawab dalam pelaksanaan keputusan yang diambil.
Anggota dilibatkan secara aktif dalam proses pengambilan keputusan, apabila
terjadi kesalahan pada anggotanya, pemimpin demokratik tidak memberikan
sanksi/hukuman. Melainkan meluruskan, agar anggota belajar dari kesalahannya
sehingga menjadi lebih bertanggung jawab. Pemimpin demokratik dihormati dan
17 Siagian, Teori dan Praktek, h. 39. 18 Siagian, Teori dan Praktek, h. 42.
30
disegani, karena perilakunya mendorong para anggota untuk mengembangkan
inovasi dan daya kreatifnya, dengan mendengarkan pendapat, saran, bahkan kritik
orang lain.
B. Teori Kebijakan Publik
1. Pengertian Kebijakan
Perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, khususnya studi
kebijakan publik, telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dengan
demikian, isu atau persoalan publik menjadi semakin rumit dengan meningkatnya
berbagai masalah dan isu publik sebagai konsekuensi dari globalisasi. Kebijakan
publik membahas masalah dan persoalan publik, yang kemudian menjadi sebuah
agenda publik dan direalisasikan untuk menghadapi persoalan yang terjadi.
Istilah “kebijakan” atau “policy” digunakan untuk menunjukkan perilaku
seorang aktor, seperti pejabat atau suatu kelompok bahkan suatu lembaga
pemerintah. Menurut Anderson kebijakan adalah “a purposive course of action
followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter
concern”, 19 tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan
dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok untuk memecahkan suatu
masalah. Konsep kebijakan berfokus pada apa yang sebenarnya dilakukan, bukan
apa yang diusulkan atau dimaksudkan, serta membedakan kebijakan dari
keputusan, yang pada dasarnya merupakan pilihan alternatif.
19 Anderson, Public Policymaking, h. 7.
31
Terdapat banyak definisi apa yang dimaksud dengan kebijakan publik
dalam literatur ilmu politik. Masing-masing dari definisi memberikan penekanan
yang berbeda-beda. Menurut Carl Friedrich dalam Riant Nugroho, kebijakan
publik adalah suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau
pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan dan
peluang terhadap kebijakan, untuk mencapai suatu tujuan atau suatu maksud
tertentu.20
Beberapa implikasi dari konsep kebijakan menurut Anderson. Pertama,
kebijakan publik berorientasi pada maksud atau tujuan dan bukan perilaku secara
serampangan. Kebijakan dalam sistem politik bukan sesuatu yang terjadi begitu
saja, melainkan direncanakan oleh aktor yang terlibat dalam sistem politik. Kedua,
kebijakan merupakan arah atau pola tindakan yang dilakukan oleh pejabat
pemerintah dan bukan merupakan keputusan tersendiri. Suatu kebijakan tidak
berupa keputusan untuk menetapkan undang-undang, tetapi beserta dengan
pelaksanaannya. Ketiga, kebijakan merupakan apa yang sebenarnya dilakukan
oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengendalikan inflasi, atau
mempromosikan perumahan rakyat dan bukan apa yang diinginkan oleh
pemerintah. Keempat, kebijakan publik bersifat positif atau negatif. Secara positif,
kebijakan mencakup bentuk-bentuk tindakan pemerintah yang jelas untuk
mempengaruhi suatu masalah tertentu. Secara negatif, kebijakan mencakup suatu
keputusan oleh pejabat-pejabat pemerintah, namun tidak untuk mengambil
20 Riant Nugroho, Public Policy, Teori, Manajemen, Dinamika, Analisis, Konvergensi
dan Kimia Kebijakan, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2014), h. 126.
32
tindakan dan tidak untuk melakukan sesuatu mengenai suatu persoalan yang
memerlukan keterlibatan pemerintah.21
Maka dapat di simpulkan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh seorang aktor atau pemerintah, yang mempunyai
tujuan tertentu untuk mengatasi suatu masalah, sehingga dapat berpengaruh
kepada kepentingan masyarakat dan mempunyai tujuan yang jelas untuk
menjawab permasalahan yang terjadi pada masyarakat.
2. Tahap-Tahap Pembuatan Kebijakan Publik
Dalam menyelesaikan masalah atau publik, diperlukan sebuah proses.
Proses kebijakan merupakan proses yang kompleks, karena melibatkan beberapa
tahap maupun variable yang harus dikaji terlebih dahulu Tahap-tahap kebijakan
sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan
waktu. Ada beberapa tahapan pembuatan kebijakan yaitu;
a. Tahap Perumusan Masalah
Pada tahap ini, terlebih dahulu menentukan masalah publik. Suatu
masalah akan menjadi masalah publik, apabila ada kelompok yang menggerakkan
ke arah tindakan untuk mengatasi masalah tersebut. Setelah menentukan masalah,
para pejabat akan dipilih untuk menempatkan masalah dalam agenda kebijakan.22
Tahap perumusan dapat membantu menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi,
21 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 23-24. 22 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 36.
33
mencari tahu penyebabnya, memadukan pandangan-pandangan yang
bertentangan, dan merancang peluang-peluang kebijakan.23
b. Tahap Formulasi Kebijakan
Pada tahap ini, masalah yang sudah masuk ke dalam agenda kebijakan
akan di bahas oleh para pembuat kebijakan, yang kemudian masalah tersebut
dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah berasal dari berbagai
alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Alternatif bersaing agar dapat dipilih
untuk memecahkan masalah.24
c. Tahap Adopsi Kebijakan
Pada tahap ini, alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh perumus
kebijakan, pada akhirnya salah satu alternatif tersebut diadopsi dengan dukungan
mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan
peradilan.25
d. Tahap Implementasi Kebijakan
Tahap implementasi menurut William Dunn adalah suatu kebijakan yang
telah dilaksanakan oleh unit-unit administrasi dengan memobilisasikan sumber
daya finansial dan manusia,26 kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif
pemecahan masalah yang harus diimplementasikan, yang dilaksanakan oleh
23 William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 2013), h. 26. 24 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 36. 25 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 37. 26 Dunn, Pengantar Analisis, h. 24.
34
badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Tahap
implementasi merupakan tahap yang sulit dalam proses kebijakan publik, karena
semua kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi mendapat
dukungan dari para pelaksana (implementors), dan beberapa yang lainnya
mungkin saja ditentang oleh para pelaksana.27
e. Tahap Evaluasi Kebijakan
Pada tahap akhir ini, kebijakan yang telah diimplementasikan akan dinilai
atau dievaluasi, melihat sejauh mana kebijakan telah memecahkan masalah.
Kebijakan pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan, serta
memecahkan masalah yang dihadapi.28
3. Implementasi Kebijakan Publik
Dalam proses implementasi kebijakan bukan suatu proses yang yang
sederhana dan mudah, karena terdapat banyak faktor yang berpengaruh dalam
proses kebijakan. Suatu kebijakan dibuat bukan hanya untuk kepentingan pribadi
saja, melainkan untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan.29
Implementasi merupakan tahap dari proses kebijakan setelah penetapan
undang-undang, yang di mana aktor, organisasi bersama-sama menjalankan
kebijakan untuk mencapai tujuan/program yang diinginkan. Implemtasi dapat
27 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 37. 28 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 37. 29 M. Irfan Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, (Jakarta: Bina
Aksara, 1988), h. 77.
35
diartikan sebagai suatu proses keputusan yang dituju agar diterima oleh lembaga
pemerintah dan bisa dijalankan, dan dapat pula diartikan sebagai konteks keluaran
(output), sejauh mana tujuan yang sudah direncanakan mendapat dukungan.
Implementasi dapat pula diartikan sebagai suatu dampak (outcome), maksudnya
ada perubahan untuk memecahkan persoalan publik. Implementasi Menurut Van
Meter dan Van Horn dalam Budi Winarno, adalah tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh individu-individu atau kelompok pemerintah maupun swasta yang
diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Tindakan-tindakan
ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah sebuah keputusan menjadi tindakan-
tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu.30
Tahap implementasi tidak akan dimulai sebelum tujuan-tujuan dan
sasaran ditetapkan oleh keputusan kebijakan. Van Meter dan Van Horn dalam
Budi Winarno, memberi pembeda apa yang dimaksud dengan implementasi
kebijakan, pencapaian kebijakan dan secara umum menunjukkan pada dampak
kebijakan. Dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan adalah konsekuensi dari
suatu keputusan kebijakan.31 Implementasi kebijakan menjelaskan apa yang
dinamakan pencapaian tujuan. Bagaimana pelaksanaan suatu program dapat
dijalankan dengan baik dan berpengaruh terhadap keberhasilan sebuah kebijakan
dalam memecahkan masalah publik yang terjadi. Implementasi dipengaruhi oleh
sejauh mana kebijakan tersebut ditetapkan, apabila ada perubahan akan
didasarkan pada pembuat keputusan. Suatu kebijakan yang direncanakan dengan
sangat baik, dapat pula mengalami kegagalan.
30 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 149. 31 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 150.
36
a. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn
Implementasi Van Meter dan Van Horn, menawarkan model dasar yang
mempunyai enam variabel yang membentuk ikatan (linkage) antara kebijakan dan
pencapaian (performance), sesungguhnya implementasi kebijakan sebagai
tindakan yang dilakukan individu atau kelompok pemerintah atau swasta untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.32 Model implementasi kebijakan publik,
pada dasarnya dapat dibuat pemilahan model-model implemantasi. Pemilahan
pertama implementasi kebijakan yang berpola “dari atas ke bawah” (top-downer)
yaitu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, dan pelaksanaannya dilakukan oleh
pemerintah untuk rakyat. Pemilah yang ke dua implementasi kebijakan yang
berpola dari “bawah ke atas” (bottom-upper), yaitu kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah, tetapi rakyat sendiri yang melaksanakannya.33
Dalam pandangan Van Meter dan Van Horn, memberikan harapan untuk
menguraikan proses-proses dengan cara melihat bagaimana keputusan-keputusan
kebijakan dapat dilaksanakan, dibandingkan sekedar menghubungkan variabel
bebas dan variabel terikat dalam suatu cara yang semena-mena.
1). Ukuran Dasar dan Tujuan Kebijakan
Indikator pencapaian merupakan tahap yang krusial dalam implementasi
kebijakan. Indikator kebijakan menilai sejauh mana ukuran dan tujuan kebijakan
telah direalisasikan. Ukuran dasar dan tujuan kebijakan yang akan dilaksanakan
harus diidentifikasi terlebih dahulu, karena implementasi dapat dikatakan gagal
32 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 149. 33 Nugroho, Public Policy, h. 678.
37
apabila tujuannya tidak dipertimbangkan dengan baik dan dapat dikatakan gagal
ketika para pelaksana tidak menyadari ukuran dasar dan tujuan kebijakan.34
2). Sumber-Sumber Kebijakan
Sumber-sumber kebijakan berpengaruh dalam keberhasilan implementasi,
tergantung dari bagaimana memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Dalam
implementasi kebijakan sumber daya finansial sangat dibutuhkan, seperti dana
atau perangsang (incentive) agar mendorong dan memperlancar implementasi
yang efektif.35
3). Komunikasi antar Organisasi dan Kegiatan-Kegiatan
Pelaksanaan
Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran dan tujuan dipahami
oleh para individu, yang bertanggung jawab pencapaian tujuan, karena sangat
penting memberi perhatian untuk kejelasan tujuan kebijakan. Sehingga ketepatan
komunikasi dan konsistensi dari tujuan kebijakan yang dikomunikasikan dengan
adanya sumber informasi. Komunikasi dapat dikatakan sulit, apabila sumber
informasi yang berbeda memberikan interpretasi yang tidak konsisten, atau
sumber yang sama memberikan interpretasi yang bertentangan terhadap ukuran
dan tujuan kebijakan, para pelaksana akan kesulitan untuk melaksanakan tujuan
dari kebijakan yang ingin dicapai.36
34 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 159. 35 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 161. 36 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 162.
38
Maka, implementasi membutuhkan mekanisme-mekanisme serta
prosedur lembaga, agar tercapainya tujuan secara efektif dan mendorong pembuat
keputusan untuk memperintahkan para pelaksana agar bertindak secara konsisten
dengan ukuran dan tujuan kebijakan. Semakin baiknya komunikasi, antara pihak-
pihak yang terlibat dari implementasi, akan semakin kecil kegagalan yang terjadi.
4). Karakteristik Badan-Badan Pelaksana
Dalam pembahasan karakteristik badan pelaksana, tidak lepas dari
struktur birokrasi, norma-norma dan pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi.
Para pelaksana dalam menjalankan tugas harus dilandasi dengan sikap disiplin
dan harus mempunyai rasa tanggung jawab terhadap tugasnya yang telah
ditetapkan sebelumnya, karena sangat mempengaruhi keberhasilan implementasi
yang ingin dicapai.37
5). Kondisi Ekonomi, Sosial dan Politik
Kondisi ekonomi, sosial dan politik Van Meter dan Van Horn adalah
menilai sejauh mana lingkungan mendorong keberhasilan implementasi, apakah
sumber-sumber ekonomi dalam yuridiksi mendukung implemetasi secara efektif,
apakah elite mendukung implementasi kebijakan serta sejauh mana kelompok
kepentingan mendukung. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak
kondusif akan menimbulkan masalah dari kegagalan kinerja implementasi. Maka
lingkungan sosial, ekonomi dan politik harus kondusif.
37 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 166.
39
6). Sikap Pelaksana (Implementors)
Sikap menerima atau menolak sangat mempengaruhi keberhasilan atau
kegagalan dalam implementasi kebijakan, karena menyangkut permasalahan yang
dihadapi. Sikapnya dipengaruhi oleh kepentingan organisasi dan kepentingan
pribadi. Terdapat tiga unsur yang mempengaruhi kemampuan dan keinginan
untuk melaksanakan kebijakan, yaitu pemahaman terhadap kebijakan, arah respon
apakah penerimaan netral atau penolakan, dan intensitas terhadap kebijakan. Para
pelaksana harus memahami betul tujuan dari sebuah kebijakan. Adanya kesadaran
untuk menyadari sebuah kebijakan akan menentukan keberhasilan implementasi.
Kegagalan dalam implementasi dikarenakan adanya ketidaktaatan dan
ketidakpahaman para pelaksana terhadap tujuan dari sebuah kebijakan.
Sedangkan, penerimaan dan kepahaman dari para pelaksa secara yang menyebar,
memungkinkan keberhasilan implementasi, kerena mempunyai kesadaran dan
rasa tanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan.38
Dapat dikatakan bahwa implementasi merupakan proses yang sulit,
apabila salah melangkah sedikit, akan mendapat kesulitan bahkan kegagalan
dalam implementasi kebijakan. Tanpa adanya implementasi tidak ada langkah
yang dilakukan bagi pelaksana kebijakan.
38 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 168.
40
BAB III
PROFIL BASUKI TJAHAJA PURNAMA DAN SEJARAH JAKARTA
A. Profil Basuki Tjahaja Purnama
1. Biografi Basuki Tjahaja Purnama
Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih akrab dengan sebutan Ahok lahir
di Manggar, Belitung Timur, 29 Juni 1966. Basuki adalah putra pertama dari
pasangan Alm. Indra Tjahaja Purnama (Zhong Kim Nam) dan Buniarti Ningsing
(Bun Nen Caw) yang merupakan keturunan Tionghoa- Indonesia asli suku Hakka
(Kejia). Basuki memiliki tiga orang adik, yang bernama Basuri Tjahaja Purnama,
Fifi Lety, dan Harry Basuki. Keluarga Kim Nam adalah tokoh masyarakat Belitung
yang dermawan dan pembela masyarakat miskin. Masa kecil Basuki lebih banyak
dihabiskan di Desa Gantung, Kabupaten Belitung Timur hingga tamat pendidikan
Sekolah Menengah Pertama (SMP). Basuki dibesarkan oleh kedua orangtuanya
dengan keras, dididik agar bisa berguna untuk masyarakat Belitung dan tidak
berlaku sombong. Dengan kehidupan serba kecukupan, Basuki harus bisa bergaul
dengan teman-temannya. Basuki tidak dididik sebagai orang Tionghoa oleh
ayahnya, melainkan sebagai anak Indonesia dari Kampung Manggar. Basuki
bersekolah di Sekolah Dasar Negeri (SDN) di desa laskar pelangi dan teman-
temannya merupakan anak Melayu. Meskipun mampu berbaur, Basuki tidak bisa
lepas dari tindakan diskriminasi, karena berasal dari etnis Tionghoa. Ketika masih
41
duduk di sekolah dasar Basuki pernah dilarang menjadi penggerak bendera saat
upacara. Tidak hanya itu, Basuki tidak diperbolehkan masuk kelas agama Islam dan
ia disuruh pulang ketika datang ke Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) untuk
belajar Al-Quran.1
Meski mendapat tindakan diskriminasi Basuki tergolong anak yang cerdas
dan selalu menjadi juara kelas hingga tamat SMP. Setelah tamat SMP, Basuki
melanjutkan pendidikannya di Jakarta, di Sekolah Menengah Atas (SMA) PSKD
III. Setamat sekolah, ayahnya menginginkan Basuki melanjutkan studi pendidikan
di bidang kedokteran, karena keadaan diKampungnya saat itu minim tenaga medis.
Basuki pun mendaftar di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (UKI),
karena merasa kurang cocok menjadi dokter membawa Basuki pindah ke
Universitas Trisakti, Fakultas Teknologi Mineral, Jurusan Teknik Geologi. Dan
mendapat gelar Insinyur pada tahun 1989.2
2. Dunia Bisnis Basuki Tjahaja Purnama di dunia bisnis
Setelah mendapat gelar Insinyur, Basuki kembali ke Kampung halamannya
dan mendirikan sebuah perusahaan CV Panda yang bergerak di bidang kontraktor
pertambangan PT Timah. Setelah dua tahun berwirausaha, Basuki memutuskan
untuk melanjutkan pendidikan S2 dan mengambil bidang Manajemen Keuangan di
Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya Jakarta. Dengan gelar Magister
Manajemen, membawa Basuki bekerja di PT Simaxindo Primadaya di Jakarta
1 Radis Bastian, Ahok Tegas, Disiplin, Tanpa Gentar, Demi Rakyat, (Yogyakarta: Palapa,
2013), h. 17-18. 2 Bastian, Ahok Tegas, h. 19.
42
sebagai staf direksi bidang analisa biaya dan keuangan proyek, yaitu perusahaan
yang bergerak di bidang kontraktor pembangunan listrik.3
Setelah mendapat banyak pengalaman selama satu tahun bekerja, Basuki
memutuskan mengundurkan diri dan kembali pulang ke Kampung halamannya
untuk membangun desanya. Bermodalkan ilmu pengetahuan dan pengalaman kerja,
di tahun 1992 Basuki mendirikan PT Nurindra Ekapersada yang dipersiapkan
sebagai pabrik Gravel Pack Sand (GPS). Pabrik yang terletak di Dusun Burung
Mandi, Desa Mengkubang, kecamatan Manggar, Belitung Timur diharapkan akan
dijadikan pabrik percontohan yang dapat mensejahterakan berbagai pihak yang
berkepentingan terutama pemegang saham, karyawan, rakyat, dan juga diharapkan
dapat memberikan konstribusi bagi pendapatan daerah di Belitung Timur. Dengan
mendirikan pabrik pengolahan pasir kwarsa pertama di pulau Belitung, sebagai
cikal bakal tumbuhnya suatu kawasan industri dan pelabuhan samudra dengan
nama KIAK (Kawasan Industri Air Kelik), serta memanfaatkan teknologi Amerika
dan Jerman.4 Keinginan Basuki membangun desanya membuahkan hasil. Di tahun
2004, Basuki berhasil meyakinkan investor Korea untuk membangun tin smelter
(peleburan biji timah) yang bertujuan meningkatkan perekonomian rakyat Belitung
dengan meningkatkan harga biji timah rakyat di pasaran. Investor tersebut, setuju
untuk membangun fasilitas komplek pabrik lengkap dengan pergudangan dan
pelabuhan bertaraf internasional di KIAK.
3 Markus Gunawan, Ahok Koboi Jakarta Baru, (Jakarta: Visimedia, 2013), h. 209. 4 Bastian, Ahok Tegas, h. 24
43
Keinginan Basuki membangun desanya tidak selalu berjalan baik, sebagai
pengusaha ia pernah mengalami pahitnya berhadapan dengan birokrasi pemerintah
yang kotor. Sehingga terpaksa menutup pabriknya dan berniat pindah ke luar negeri
karena kekecewaannya terhadap pejabat pemerintah. Namun ayahnya melarang dan
mengingatkan Basuki bahwa suatu hari rakyat miskin membutuhkan orang yang
mau memperjuangkan nasib mereka. Ayahnya selalu mengutip ungkapan kuno
Tionghoa “Orang miskin jangan melawan orang kaya. Orang kaya jangan melawan
pejabat”. Pada akhirnya Basuki menuruti keinginan ayahnya agar tidak pindah ke
luar negeri dan berfikir untuk melawan pejabat. Untuk melawan pejabat, maka
harus menjadi pejabat agar bisa membela rakyat miskin, karena sebaik apapun
orang kaya bisa menolong orang miskin, akan tetapi yang bisa membantu secara
hakiki adalah pejabat pemerintah. Perasaan kecewa Basuki terhadap birokrasi yang
kotor membawanya untuk terjun ke dunia politik.5
3. Basuki Tjahaja Purnama Terjun Dunia Politik
Bermula dari kekecewaannya terhadap pejabat pemerintah, Basuki
memutuskan terjun ke dunia politik tahun 2003. Awalnya Basuki dengan partai
Perhimpunan Indonesia Baru (PIB) sebagai ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC)
kabupaten Belitung Timur. Ketika baru terjun ke dalam dunia politik Basuki
mendapat tantangan, yaitu membawa partai untuk mendapat suara agar masuk ke
dalam tataran legislatif. Akan tetapi Basuki tetap pada tujuan awalnya, yaitu
mendidik rakyat agar menolak praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta
5 Bastian, Ahok Tegas, h 20.
44
menjadikan pesta demokrasi demi kesejahteraan rakyat itu sendiri.6 Apabila korup
terus dilestarikan akan berimbas pada generasi berikutnya, yang menentukan
pilihan politiknya demi uang. Basuki lebih memilih dan menciptakan masyarakat
yang sadar akan pilihan politiknya secara rasional atas dasar kualitas.
Sikap Basuki membawanya pada kekalahan partai PIB pada pemilu 2004.
Namun karena kelebihan kursi membuat Basuki menduduki anggota legislatif
tingkat II dalam bidang anggaran, dengan masa jabatan 2004-2009. Basuki berhasil
menunjukkan integritasnya sebagai anggota Dewan Pewakilan Rakyat Daerah
(DPRD) dengan menolak KKN, serta dikenal masyarakat Belitung Timur, karena
ia satu-satunya anggota DPRD yang secara langsung sering bertemu untuk
mendengar kelurahan masyarakat.
Bermodalkan pendidikan politiknya semasa menjabat sebagai ketua DPC
dan anggota DPRD, Basuki memutuskan untuk mengundurkan diri di tahun 2005
dan mencalonkan diri sebagai Bupati Belitung Timur. Basuki mencalonkan diri
sebagai Bupati, berpasangan dengan Khairul Effendi yang berasal dari Partai
Nasional Benteng Kemerdekaan (PNBK). Pada masa kampanye, Basuki melakukan
kampanye yang berbeda dengan lawan politiknya, yaitu melayani rakyat dengan
memberikan nomor ponsel pribadi yang juga dipakai untuk berkomunikasi dengan
keluarganya. Dengan harapan agar dapat mengerti dan merasakan langsung situasi
dan kebutuhan rakyat. Basuki yakin, bisa membuktikan bahwa ia berbeda, maka
rakyat akan memilihnya. Walaupun dengan latar belakang suku, ras, agama dan
6 Basuki Tjahaja Purnama, Merubah Indonesia: Tidak Selamanya Orang Miskin
Dilupakan, (Jakarta: Tim Centre for Democracy and Transparency, 2008), h. 24.
45
golongan yang berbeda dengan mayoritas rakyat pemilih.7 Dengan keyakian dan
cara kampanye yang berbeda inilah, membawa pasangan Basuki dan Effendi
mampu mengalahkan pasangan lain dengan mengantongi suara mayoritas 37,13%
suara dan terpilih menjadi Bupati Belitung Timur masa jabatan 2005-2010.8
Sejak terpilih menjadi Bupati, nama Basuki semakin dikenal di tingkat
nasional, karena kebijakannya dan merupakan Bupati pertama yang beretnis
Tionghoa. Kebijakannya sebagai Bupati, membawa Basuki dalam penghargaan
salah satu tokoh yang mampu mengubah Indonesia oleh majalah Tempo.9 Dalam
waktu 16 bulan sebagai Bupati, Basuki mampu melaksanakan pelayanan yang
menyentuh rakyat Belitung Timur, seperti pelayanan kesehatan gratis, sekolah
gratis sampai tingkat SMA, pengaspalan jalan sampai ke pelosok-pelosok daerah
dan perbaikan pelayanan publik. Basuki memiliki prinsip jika kepalanya lurus,
maka bawahannya tidak berani tidak lurus. Selama menjabat, Basuki dikenal
sebagai sosok anti suap, baik dikalangan politik, pengusaha maupun rakyat kecil.10
Kesuksesan Basuki membawanya untuk mencalonkan diri sebagai
Gubernur Bangka Belitung dan menyerahkan jabatannya sebagai Bupati kepada
wakilnya. Namun dalam pemilihan Gubernur tahun 2007, Basuki gagal, karena
terjadi kecurangan dalam proses perhitungan suara. Setelah gagal dalam pemilihan
Gubernur Bangka Belitung, Basuki dengan waktu singkat mencalonkan diri sebagai
calon legislatif dari partai Golongan Karya (Golkar) pada tahun 2009. Basuki
7 Basuki, Merubah Indonesia, h. 33. 8 Bastian, Ahok Tegas, h. 29. 9 Gunawan, Ahok Koboi, h. 210. 10 Basuki, Merubah Indonesia, h. 38.
46
berhasil mendapatkan suara terbanyak dan memperoleh kursi di Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) komisi II, masa jabatan 2009-2012.
Selama menjabat di komisi II DPR , Basuki dikenal sebagai figur yang apa
adanya dan menciptakan standar baru bagi anggota DPR lain dalam hal anti korupsi,
transparansi dan profesionalisme. Basuki sebagai pioner dalam pelaporan aktivitas
kerja di DPR, mulai dari proses pembahasan Undang-Undang maupun laporan
dalam berbagai kunjungan kerja. Sementara itu, staf ahli bukan hanya sekedar
bekerja menyediakan materi undang-undang, dan secara aktif mengumpulkan
informasi serta mmengakomodasi kebutuhan masyarakat. Pada dasarnya Basuki
ingin memperbaiki sistem rekrutmen kandidat kepala daerah, dan membuka
peluang bagi individu-individu idealis untuk masuk merebut kepemimpinan di
daerah tanpa adanya koruptor di dalam persaingan pemilukada. Keyakinan Basuki
bahwa setiap perubahan bergantung pada individu-individu, apakah individu idealis
ini berani masuk ke politik dan berani mempertahankan integritasnya ketika masuk
ke politik. Apabila individu-individu idealis tidak berani, maka tidak aneh kalau
politik dan birokrasi korup. Basuki dikenal sebagai sosok anti korupsi, karena ia
ingin mengembalikan nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat, yaitu dengan
menghargai mereka yang bekerja lebih keras untuk mendapatkan kehidupan yang
lebih baik. Bukan siapa yang mempunyai kesempatan korupsi dapat menikmati
kehidupan yang lebih baik.11
11 Gunawan, Ahok Koboi, h. 34.
47
Di tahun 2012, nama Basuki semakin dikenal dikalangan masyarakat DKI
Jakarta. Basuki mendampingi Jokowi dalam pemilihan calon Gubernur dan calon
wakil Gubernur, yang diusung oleh partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Jokowi-Basuki mempunyai visi mewujudkan Jakarta sebagai kota yang baru, kota
modern yang tertata rapi, menjadi tempat hunian yang layak dan manusiawi,
memiliki masyarakat yang berkebudayaan, dan dengan pemerintahan yang
berorientasi pada pelayanan publik.
Pasangan Jokowi-Basuki memilih berkiprah di Jakarta, karena Jakarta
merupakan pusat kota yang dimana pertemuan dari berbagai macam suku, agama
dan ideologi. Akan tetapi perebutan kursi nomor satu sebagai Gubernur DKI Jakarta
yang dilalui pasangan Jokowi-Basuki pun tidak mudah, karena banyaknya suara
penolakan di berbagai kalangan masyarakat yang tidak menginginkan pemimpin
Jakarta beretnis Tionghoa dan beragama nasrani. Keduanya bisa meyakinkan
masyarakat Jakarta, sehingga saat melalui putaran kedua pasangan Jokowi-Ahok
meraih 53,82 persen atau 2.472.130 suara, sedangkan rivalnya Fauzi Bowo-
Nachrowi Ramli meraih 46,18 persen atau 2.120.815 suara pada pemilihan
Gubernur DKI Jakarta tahun 2012.12
Ketika menjabat sebagai wakil gubernur DKI Jakarta, Basuki memilih
keluar dari partai Gerindra yang mengusungnya, karena sudah tidak sejalan dengan
konstitusi. Namun, itu merupakan salah satu cara Basuki untuk gabung bersama
12 Riana Afifah, Jokowi-Basuki Menangi Pilkada DKI Putaran II, tersedia di http://
megapolitan.kompas.com/read/2012/09/28/1724329/jokowi.basuki.%09menangi.pil%09kada.dki.p
utaran.ii; diunduh pada 5 Juni 2016.
48
PDI Perjuangan dengan Megawati Soekarno Putri. Basuki mencari waktu yang
tepat dan mencari masalah untuk keluar dari Gerindra, dengan alasan
mengutamakan kepentingan rakyat dan lebih mengutamakan mekanisme pemilihan
kepada daerah dipilih oleh DPRD, sedangkan sebelumnya Basuki mengusulkan
Gubernur DKI Jakarta dipilih oleh presiden.13
Selama menjadi Gubernur dan wakil Gubernur, Jokowi dan Basuki
berhasil menyelesaikan beberapa permasalahan DKI Jakarta. Kurang lebih enam
kebijakan, yaitu melaksanakan program Jakarta menuju sehat dan Jakarta menuju
pintar, mengembalikan fungsi waduk sebagai resapan air, penertiban pedagang kaki
lima, membangkitkan kembali tradisi masyarakat Betawi dengan pesta rakyat,
perbaikan pelayanan publik dan menyulap kota Jakarta dengan membenahi
pemukiman kumuh yang berada di sekitar bantaran kali di Jakarta.14
Saat pemilihan Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019, Jokowi
dicalonkan sebagai calon presiden oleh partai pengusung sebelumnya, yaitu Partai
Demokrasi Indonesia Pembangunan (PDIP). Sehingga Jokowi mengundurkan diri
sebagai Gubernur DKI Jakarta dan terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia
masa jabatan 2014-2019. Tepatnya bulan November 2014, Basuki dilantik
menggantikan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta. Sesudah resmi menjadi
Gubernur DKI Jakarta, Basuki langsung memberikan gebrakan untuk memberantas
korupsi dan membersihkan birokrasi. Birokrasi yang transparan dan memberikan
13 Widodo Judarwanto, Ahok Tidak Salah Keluar Gerindra Tetapi Salasah Cari Alasan, tersedia di
http://www.kompasiana.com/sandiazyudhasmara/ahok-tidak-salah-keluar-gerindra-tetapi-salah-
cari-alasan_54f5d34fa3331150518b4639; di unduh pada 15 Februari 2017. 14 Yuwono, Ahok Dari Kontroversi, h. 159.
49
nomer telepon apabila ingin memberikan kritik atau masukan atas realita yang
terjadi di Jakarta. Bahkan tidak sungkan untuk memberhentikan pegawai negeri
sipil yang lalai, korup dan yang memberikan pelayanan yang buruk bagi
masyarakat.
B. Sejarah Jakarta
1. Sekilas Sejarah Jakarta
Dahulu Jakarta dikenal sebagai pelabuhan kecil (dermaga) di wilayah
kerajaan Sunda (Pasundan) yang terletak di muara kali Ciliwung. Ibukota kerajaan
Pasundan adalah Dayeuh Pakuan Padjajaran (sekarang disebut kota Bogor). Kota
ini dapat dicapai melalui pelabuhan Sunda Kalapa dalam dua hari perjalanan
melewati sungai Cikandi (nama kuno kali Ciliwung). Sunda Kalapa merupakan
salah satu pelabuhan kerajaan Pasundan, pelabuhan, Sunda Kalapa berarti kelapa
di negeri Sunda. Jakarta adalah singkatan Jayakarta, sebuah nama yang diberikan
Fatahillah atau Faletehah yang berarti “kemenangan yang jaya atau yang
sempurna”.15
Jakarta dulu hanyalah sebuah Kampung nelayan kecil di kerajaan Hindu
Tarumanegara dengan Purnawarman sebagai rajanya. Wilayah ini menjadi bagian
dari kerajaan Padjajaran di Jawa Barat kurang lebih tahun 1500 atau abad ke-5 , dan
digunakan sebagai bandar muat barang yang disebut Kalapa. Kemudian wilayah ini
dimasuki oleh Purtugis namun tidak lama, setelah itu pada tanggal 22 Juni 1527
15 Eni Setiati, DKK, Ensiklopedia Jakarta, Jakarta Tempo Doeloe, Kini dan Esok, (Jakarta:
Lentera Abadi, 2009), h. 3.
50
Fatahillah merebutnya dari kerajaan Sunda dan mengganti namanya menjadi
Jayakarta. Memasuki tahun 1619 atau abad ke-17, Belanda dengan VOC16 nya
merebut Jayakarta dan membangun kota baru disekitar pelabuhan Sunda Kelapa
yang disebut Batavia. Penduduk pribumi menyebut Jayakarta dengan sebutan
Betawi. Tepatnya tahun 1942 atau pertengahan abad ke-20, Jepang mulai memasuki
wilayah Indonesia dan menduduki beberapa wilayah dan kota Indonesia termasuk
Batavia. Dengan waktu 3,5 tahun Jepang bercokol17 di Indonesia.18
Dengan perjuangan yang gigih, bangsa Indonesia berhasil membebaskan
diri dari penjajah dan menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan di Jakarta. Sejak itu nama Jakarta
digunakan secara resmi menggantikan nama sebelumnya, yaitu Batavia. Dalam
memeperingati kemenangan Fatahillah ketika merebut Sunda Kalapa dari tangan
Portugis dan raja Padjajaran, tanggal 22 Juni dengan resmi diperingati sebagai pesta
rakyat dan hari jadi kota Jakarta.4
Sejak Jakarta dinyatakan sebagai Ibukota negara Republik Indonesia,
penduduk Jakarta bertambah dengan pesat karena akibat dari perlunya tenaga kerja
yang keseluruhan terpusat di Jakarta. Luas wilayah DKI Jakarta adalah 650 km2
yang terletak pada 106°22’42" BT sampai 106°58’18" BT dan 5°19’12" LS sampai
6°23’54" LS. Dengan ketinggian tanah 0 – 10 m di atas permukaan laut (dari titik
16 VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie) adalah kongsi dagang asal Belanda yang
memonopoli aktivitas perdagangan di Asia dan menyatukan perdagangan rempah-rempah dari
wilayah timur, tersedia di http://www.pengertiansejarah.com/sejarah-voc.html; diunduh pada 25 Juli
2016. 17 Kamus Besar Bahasa Indonesia, bercokol adalah bertempat tinggal (bersarang tentang
kawanan penjahat), tersedia di http://kbbi.web.id/cokol; diunduh pada 25 Juli 2016. 18 Setiati, Ensiklopedia Jakarta, h. 4.
51
0 Tanjung Priok) dan 5 – 50 m diatas permukaan laut, dari banjir kanal sampai batas
selatan DKI Jakarta.19
DKI Jakarta terbagi atas 5 wilayah Kota administrasi yaitu kota
administrasi Jakarta Pusat dengan luas 47,90 km2, Jakarta Utara dengan luas 142,20
km2, Jakarta Barat dengan luas 126,15 km2, Jakarta Selatan dengan luas 145,73
km2, dan Kota administrasi Jakarta Timur dengan luas 187,73 km2, dan satu
Kabupaten administratif Kepulauan Seribu dengan luas 11,81 km2. Di sebelah utara
membentang pantai sepanjang 35 km, yang menjadi tempat bermuaranya 13 buah
sungai dan 2 buah kanal. Di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Kota
Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi, sebelah barat
dengan Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang, serta di sebelah utara dengan
Laut Jawa.20 Tercatat bahwa penduduk Jakarta dari tahun ke tahun meningkat, pada
tahun 2000 berjumlah 8.347, 10 jiwa. Di tahun 2012 penduduk Jakarta meningkat
menjadi 9.862,10 jiwa dan tahun 2014 tercatat mencapai 10.075, 30 jiwa.21
19 Ma’mun IR, Mengurangi Ancaman Banjir Jakarta (Dilengkapi Panduan Menghadapi
Banjir), (Jakarta: Pustaka Cerdasindo, 2007), h. 39. 20 Geografis Jakarta, tersedia di http://www.jakarta. go.id/v2/news/2008/01/Geografis
Jakarta#. V7W_KFt97IU; diunduh pada 25 Juli 2016. 21 Bappedajakarta Statistik Jumlah Penduduk, tersedia di http://bappedajakarta.go.id/?
page_ id=1131; diunduh pada 25 Juli 2016.
52
Table III.B.1 Jumlah Penduduk DKI Jakarta 2000, 2010-2014
Sumber: Bapedda Provinsi DKI Jakarta
Berdasarkan tabel jumlah penduduk DKI Jakarta, terlihat bahwa Jakarta
selalu mengalami peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya. Sehingga
berbagai permasalahan pun muncul, diantaranya adalah banjir. Jakarta saat ini
identik dengan banjir, sesungguhnya banjir melanda Jakarta sejak zaman kerajaan
Purnawarman. Faktor utama banjir bukanlah dari banyaknya jumlah penduduk,
karena saat itu jumlah penduduk masih sedikit, pemukiman masih langka dan lahan
terbuka hijau pun masih sangat luas. Melainkan kondisi di Jakarta 40% merupakan
dataran rendah, terutama di daerah Jakarta Utara yang ketinggian tanahnya berada
di bawah permukaan air laut pasang.22
22 Ma’mun IR, Mengurangi Ancaman, h. 39.
53
2. Sejarah Banjir Jakarta
Banjir di Jakarta ada sejak zaman kerajaan Purnawarman. Di masa
prasejarah tertulis dalam Prasati Tugu pada 1878, yang ditemukan di daerah Jakarta
Utara dan kini disimpan di Museum Sejarah Jakarta. Prasasti tersebut merupakan
prasati terpanjang dan terbanyak yang memuat petunjuk atau keterangan mengenai
kehidupan di Jakarta, termasuk salah satunya adalah banjir. Kerajaan Purnawarman
menggali Chandrabhaga (di daerah Bekasi) dan kali Gomati (atau kali Mati di
daerah Tangerang) sepanjang 24 km untuk mengatasi banjir di Jakarta.23
Banjir besar tahun 1621 pun dialami kolonial Belanda, Jakarta saat itu
masih bernama Batavia. Sebagian besar wilayahnya yang masih rawa-rawa dan
hutan tergenang akibat hujan deras dan air yang meluap dari beberapa sungai/kali,
terutama kali Ciliwung. Inilah banjir pertama dimasa kolonial Belanda, yang saat
itu dipimpin Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen. Saat itu penduduk Jakarta
masih sedikit, rumah-rumah penduduk masih terbuat dari kayu, berdinding
anyaman bambu, berlantai tanah. Pemukiman penduduk yang terkena banjir
bagaikan sungai dan danau, jalan raya pun belum beraspal sehingga tidak bisa
dilalui oleh kendaraan.24
Banjir tahun 2007, merupakan banjir terparah dalam tiga abad sejarah
Jakarta. Hampir 70% wilayah Jakarta terendam, jalan protokol pun terputus akibat
genangan air yang tinggi. Ribuan rumah penduduk terendam banjir dan 320.000
23 Zaenuddin HM, Banjir Jakarta Dari Zaman Jendral JP Coen 1621 sampai Gubernur
Jokowi 2013, (Jakarta: Change Publisher, 2013), h. 11. 24 HM, Banjir Jakarta, h. 16.
54
warga terpaksa mengungsi. Penyebab utama banjir karena system drainase yang
buruk dan hujan lebat yang turun selama tiga hari berturut-turut. Ditambah dengan
banyaknya volume air 13 sungai yang melintasi Jakarta, yang berasal dari Bogor-
Puncak-Cianjur serta air laut yang sedang pasang. Banjir tahun 2007 mencapai
kedalaman 5 m di beberapa titik lokasi banjir, di lima wilayah Ibukota Jakarta.
Semua sentra ekonomi pun lumpuh, hampir semua pasar tradisional tutup, sekolah
diliburkan, lalu lintas dimana-mana macet total, jalan tol dalam kota terputus, serta
ratusan penerbangan ke dalam dan luar negeri pun tertunda.25
3. Sejarah Kampung Pulo
Kampung Pulo adalah bagian wilayah Jakarta Timur, yang merupakan
bagian dari kelurahan Kampung Melayu, Kecamatan Jatinegara. Jakarta Timur
tebagi dalam sepuluh kecamatan, 65 kelurahan, 697 RW dan 7.810 RT dengan luas
187,75 km2.26 Sedangkan luas wilayah kelurahan Kampung Melayu adalah 0,48
km2 dengan jumlah delapan RW dan 112 RT. Batas wilayah Utara dilalui oleh rel
kereta api Kebon Manggis, batas wilayah Selatan dilalui oleh jalan Kampung
Melayu kecil dan kelurahan Bidara Cina, batas wilayah Barat dilalui oleh kali
Ciliwung dan kelurahan Bukit Duri, sedangkan batas wilayah Timur dilalui jalan
Jatinegara Barat, jalan Matraman Raya dan kelurahan Balimaster.27
25 HM, Banjir Jakarta, h. 102 dan 109. 26 Ma’mun IR, Mengurangi Ancaman, h. 49. 27 Perangkat Daerah Map, tersedia di http://www.jakarta.go.id/v2/perangkat_daerah/map/
1122660; diunduh pada 25 Juli 2016.
55
Kampung Pulo memiliki rekaman sejarah yang tidak banyak orang ketahui,
karena sudah ada sebelum kemerdekaan Indonesia. Pada masa perang
kemerdekaan, banyak pejuang Indonesia yang membunuh tentara Belanda,
kemudian membuang mayatnya ke Rawa Bangke (sekarang Rawa Bunga). Para
pejuang ini kemudian langsung mengamankan diri ke Kampung Pulo. Saat itu
Kampung Pulo merupakan sebuah pemukiman pangeran kesultanan Banten di abad
ke-17, kemudian tahun 1661 Cornelis Senen yang merupakan guru agama membeli
tanah di daerah aliran kali Ciliwung.28
Pada zaman masa kolonial Belanda, Kampung ini menjadi kawasan
Meester Cornelis. Meester Cornelis menjadi salah satu pusat fungsional
pertumbuhan kota Jakarta. Hal ini menyebabkan munculnya pemukiman dan
perkembangan perekonomian sektor informal. Kampung Pulo awalnya adalah
hutan. Sebagian wilayah Kampung pulo dibuka oleh lima bersaudara, hanya tiga
nama yang diketahui, yaitu Asril, Rihen, Bandan dan dua saudaranya tidak
diketahui namanya. Kelima saudara diberi wewenang oleh kolonial Belanda berupa
dua surat verponding, untuk menjadi tuan tanah yang menarik pajak bagi para
penghuninya.29
Dapat disimpulkan bahwa Kampung Pulo memiliki nilai sejarah yang tidak
banyak diketahui oleh masyarakat awam, dan merupakan daerah yang mempunyai
andil besar bagi Jakarta saat ini. Terbukti bahwa pada zaman kolonial Belanda,
28 Kampung Pulo, tersedia di http://jakartapedia.bpadjakarta.net/index.php/Kampung_
Pulo# cite_note-1; diunduh pada 25 Juli 2016. 29 Wawancara Pribadi dengan Sandyawan Sumardi, sebagai Direktur Ciliwung Merdeka,
tanggal 09 Agustus 2016 di Sekretariat Ciliwung Merdeka Jakarta Timur.
56
lokasi strategis terpusat di Kampung Pulo. Sehingga menjadikan pusat perniagaan
di sebelah Timur Batavia, dan lokasinya dekat pasar skala regional dan stasiun
kereta api yang membuat pertumbuhan ekonomi di Batavia saat itu lebih cepat.
Mata pencarian Kampung Pulo saat itu tidak lepas dari pasar mesteer. Sedangkan
penduduk asli Kampung Pulo mayoritas beragama Islam, yang terdiri dari Betawi,
Banten, Jawa, Batak, Arab, Padang, Cina dan bahkan sisa-sisa orang Belanda yang
sudah lama berasimilasi.30
Di tahun 1960 banyak pendatang berdatangan seiring pesatnya
pertumbuhan ekonomi di kawasan pasar meester. Mayoritas warga pendatang dari
kulon (Bogor dan sekitarnya), warga asli sangat terbuka dengan pendatang, karena
mereka terbiasa hidup bergotong royong. Zaman dulu warga mempunyai tradisi
memakamkan anggota keluarganya di dalam rumah. Ada tiga makam yang
dianggap sebagai makam keramat, berikut gambar bangunan tempo dulu;31
30 Kamus Besar Bahasa Indonesia, asimilasi adalah penyesuaian (peleburan) sifat asli yang
dimiliki dengan sifat lingkungan sekitar, tersedia di http://kbbi.web.id/asimilasi; diunduh pada 25
Juli 2016. 31 Wawancara Pribadi dengan Sandyawan Sumardi, sebagai Direktur Ciliwung Merdeka,
tanggal 09 Agustus 2016 di Sekretariat Ciliwung Merdeka Jakarta Timur.
57
GAMBAR III.B.1 Situs Budaya Religi Kampung Pulo
Sumber: Ciliwung Merdeka
Berdasarkan gambar diatas terdapat situs budaya religi dan tipologi
arsitektur bangunan tempo dulu. Tradisi keagamaannya di Kampung Pulo masih
sangat erat. Terbukti dengan ada tiga makam yang dianggap sebagai makan
keramat, yaitu makam Habib Said yang sudah ada sebelum tahun 1930, makam
kyai Lukman nul Hakim/Datun sejak 1930 dan makam kyai Hasyim sejak 1953.
Ketiga makan tersebut dijadikan sebagai tempat ziarah bagi umat muslim apabila
berkunjung Jakarta. Di Kampung Pulo ada habib yang dihormati dan sangat
berpengaruh hingga sekarang, yaitu Habib Soleh Bin Muksi Alaydrus. Habib Soleh
merupakan cucu dari Habib Said yang makamnya dianggap sebagai makam
keramat.
58
BAB IV
ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN BASUKI TJAHAJA PURNAMA
(AHOK) DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGGUSURAN
KAMPUNG PULO, JAKARTA TIMUR
Pada pembahasan bab ini, penulis akan lebih fokus memaparkan dan
mengkorelasikan teori yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, dengan
temuan penulis di lapangan terkait tema yang sudah dijelaskan. Pembahasan
pertama yang akan penulis paparkan adalah menganalisa latar belakang terjadinya
pro kontra pada implementasi kebijakan yang merujuk pada teori Van Meter dan
Van Horn. Analisa penulis juga berlandaskan hasil temuan yang didapatkan di
lapangan melalui proses wawancara dengan Gubernur DKI Jakarta, Asisten
Pembangunan dan Lingkuan Hidup Jakarta Timur, Satpol PP Jakarta Timur,
Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta dan Lembaga Swadaya Masyarakat Ciliwung
Merdeka dan warga Kampung Pulo sebagai narasumber penelitian.
Kedua, penulis akan mengalisa gaya kepemimpinan Basuki yang merujuk
pada teori kepemimpinan Sondang P Siagian. Analisa penulis berdasarkan hasil
temuan yang didapatkan di lapangan melalui proses wawancara dengan warga
Kampung Pulo yang berada di RW 03, karena RW 03 daerah yang secara
kuantitas lebih banyak terkena dampak relokasi dan menjadi representatif warga
Kampung Pulo. Warga yang tinggal di RW 03 dijadikan sebagai narasumber
59
karena daerah tersebut yang lebih merasakan dampak dari gaya kepemimpinan
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terkait dengan tema yang sudah dijelaskan.
A. Pro Kontra Implementasi Kebijakan Penggusuran Pada Warga
Kampung Pulo
Implementasi pada sisi yang lain merupakan fenomena yang kompleks.
Dapat diartikan sebagai suatu proses, suatu keluaran (output) maupun sebagai
suatu dampak (outcome). Istilah implementasi merunjuk pada sebuah tindakan
yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok pemerintah untuk membuat
program berjalan dan mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.1
Implementasi pada prinsipnya adalah proses eksekusi dari rencana atau
kebijakan yang telah ditetapkan. Tanpa adanya implementasi, sebaik apapun
sebuah perencanaan tidak akan menghasilkan suatu hasil dalam mencapai
tujuannnya.2 Penggusuran pun biasanya terjadi dalam skala besar, sebagian warga
dipaksa untuk pindah dari tempat tinggalnya. Penggusuran biasanya ditujukan
kepada orang kurang mampu, penghuni liar atau pemukiman liar.3
Pada studi kasus penggusuran Kampung Pulo sesuai dengan tema yang
sudah dijelaskan, bahwa untuk meminimalisir banjir di Jakarta, penulis
mengaitkan model proses implementasi Van Meter dan Van Horn yang dijelaskan
1 Budi winarno, Kebijakan Publik Teori, Proses, dan Studi Kasus, (Yogyakarta: CAPS,
2014), h. 149. 2 Putri Widyanti, Kismartini, Maesaroh, “Implementasi Kebijakan Penanggulangan Banjir
(Studi Kasus Proyek Normalisasi Banjir Kanal Barat dan Kali Garang Kota Semarang)”, Jurnal
Administrasi Publik, Universitas Diponegoro, h. 3. 3 Siti Manggar, “ Penggusuran Sebagai Implikasi Kebijakan Ruang Terbuka Hijau Dalam
Perspektif HAM: Studi Kasus Penggusuran Taman Bersih, Manusiawi dan Berwibawa (BMW)”,
Jurnal Kriminologi Indonesia, Universitas Indonesia, Vol. 7 No.2 (2011), h. 215.
60
pada bab sebelumnya dengan model implementasi yang dilakukan oleh Pemprov
dalam penggusuran Kampung pulo.
1. Ukuran Dasar dan Tujuan Kebijakan
Pada model ini, menilai sejauh mana ukuran dasar dan tujuan kebijakan
dapat direalisasikan. Ukuran dasar dan tujuan kebijakan harus diidentifikasi
terlebih dahulu, agar dapat menguraikan tujuan dari kebijakan secara menyeluruh.
Seperti yang diketahui, bahwa kebijakan penggusuran Kampung Pulo
bertujuan untuk menangani banjir yang terjadi di Jakarta, terutama banjir yang
terjadi di daerah Kampung Pulo. Dalam penetapan kebijakan penggusuran
Kampung Pulo, seluruh warga yang terkena dampak normalisasi kali Ciliwung
harus ikut berpartisipasi agar kebijakan penggusuran berjalan efektif, serta
tercapainya tujuan menangani banjir di Jakarta.
Adanya kebijakan penggusuran karena daerah Kampung Pulo padat
pemukiman, sehingga berakibat pada penyempitan kali Ciliwung. Kali yang
seharusnya mempunyai lebar 20 m, namun karena bantaran kali dijadikan
permukiman warga, menyempit hingga 5 m sampai 7 m. Hal ini menyebabkan air
di kali Ciliwung yang seharusnya mengalir lancar, meluap dan banjir karena
banyaknya pemukiman dibantaran kali Ciliwung.4
Banjir di Kampung Pulo terjadi setiap tahunnya dan sudah menjadi
rutinitas. Hal inilah yang menjadi ukuran dasar dan tujuan Pemprov untuk
4 Wawancara Pribadi dengan Basuki Tjahaja Purnama, sebagai Gubernur DKI Jakarta
tanggal 4 Oktober 2016 di Kantor Balaikota Jakarta Pusat.
61
menggusur Kampung Pulo, agar dapat meminimalisir banjir dengan adanya
normalisasi kali Ciliwung. Pernyataan ini dikemukakan oleh Syofian dalam
wawancaranya, yang mengatakan:
“Perkara sering banjir Kampung Pulo itu, pada tahun 2012 keluarlah instruksi
presiden untuk segera melakukan normalisasi, walaupun pada tahun 80an itu
udah ada instruksi untuk melaksanakan normalisasi, karena keterbatasan dana
jadi untuk normalisasi itu belum bisa. Pada saat presiden pak Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) dan gubernur Jokowi dicek lah dan harus segera melakukan
normalisasi, di tahun 2013 awal. Kewenangan kali adalah Kementrian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).”5
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa di tahun 2012, Jokowi dan
Basuki sudah diinstruksikan oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk
melakukan normalisasi kali Ciliwung. Di tahun 2013, Jokowi dan Basuki
diinstruksikan untuk segera mungkin melakukan normalisasi kali, meski instruksi
untuk normalisasi kali Ciliwung sudah ada sejak lama, namun belum dapat
direalisasikan karena keterbatasan dana.
Program normalisasi kali, merupakan program pemerintah pusat, yaitu
Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang mendelegasikan lagi
ke Balai Besar Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) sebagai penanggung jawab
program normalisasi kali Ciliwung. Sedangkan Pemprov, membantu dalam
menertibkan warga yang tinggal di bantaran kali Ciliwung.6 Namun, program
normalisasi kali Ciliwung dengan menggusur warga Kampung Pulo baru bisa
5 Wawancara Pribadi dengan Syofian, sebagai Asisten Pembangunan dan Lingkungan
Hidup Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Timur, tanggal 5 Oktober 2016 di Kantor Walikota
Kota Administrasi Jakarta Timur. 6 Wawancara Pribadi dengan Basuki Tjahaja Purnama, sebagai Gubernur DKI Jakarta
tanggal 4 Oktober 2016 di Kantor Balaikota Jakarta Pusat.
62
direalisasikan di tahun 2015, saat Basuki dan Djarot menjabat sebagai gubernur
dan wakil gubernur DKI Jakarta.
Selain program normalisasi kali Ciliwung dari pemerintah pusat, ternyata
pemprov mempunyai program agar Jakarta terhindar dari macet dan banjir.
Seperti yang disampaikan oleh Hartono Abdullah saat di wawancara, yang
mengatakan:
“Dasar hukumnya pun jelas mengenai refungsi dan waduk yang mendasari
kami, ada di Pergub 163 tahun 2012. Serta program 5 tertib yaitu tertib sampah,
tertib kaki lima, tertib lalu lintas, tertib hunian, dan tertib demo. Dalam konteks
Kampung pulo merupakan tertib hunian, karena pemukiman tidak layak.
Progam normalisasi kali merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, karena
kali Ciliwung keberadaannya di Jakarta. Kita berkoordinasi, bersinergi dengan
pemerintah pusat. Dalam hal ini, pemerintah pusat yaitu Kementrian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendelegasikan ke Balai Besar Sungai
Ciliwung Cisadane (BBSWCC) untuk menangani kali Ciliwung. Nah kita
berkolaborasi dengan pemerintah provinsi, tujuannya untuk menekan banjir dan
memperbaiki saluran.”7
Berdasarkan informasi tersebut, menunjukkan bahwa yang mendasari
adanya kebijakan penggusuran Kampung Pulo, karena pemerintah pusat
mempunyai program normalisasi kali Ciliwung. Pemerintah pusat mendelegasikan
kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan program normalisasi kali dengan
menertibkan warga Kampung Pulo yang tinggal di bantaran kali Ciliwung.
Normalisasi kali dapat dilakukan apabila permukiman warga yang berada
di bantaran kali Ciliwung di relokasi terlebih dahulu. Meski inisiatif pemerintah
tentang normalisasi sudah di keluarkan sejak lama, namun implementasi baru bisa
terealisasikan di tahun 2015.
7 Wawancara Pribadi dengan Hartono Abdullah, sebagai Kepala Satuan Polisi Pamong
Praja Kota Administrasi Jakarta Timur, pada 12 Oktober 2016 di Kantor Walikota Kota
Administrasi Jakarta Timur.
63
Program normalisasi kali Ciliwung merupakan program pemerintah
pusat. Selain itu, Pemprov juga mempunyai program 5 tertib. Kampung Pulo
dapat dikategorikan ke dalam tertib hunian. Pelaksanaan kebijakan penggusuran
Kampung Pulo mempunyai dasar hukum yang jelas, tertera dalam Pergub 163
Tahun 2012, yang berisi tentang penguasaan perencanaan tanah untuk
kepentingan umum. Maka dari itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah
bersatu dalam program normalisasi kali dengan adanya kebijakan penggusuran
Kampung Pulo, karena keduanya memiliki program untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
Inilah yang menjadi ukuran dasar Pemprov untuk Normalisasi kali
Ciliwung dengan adanya kebijakan penggusuran Kampung Pulo dikarenakan
adanya instruksi presiden SBY untuk segera melakukan normalisasi, yang dibantu
oleh BBWSCC dan disertakan adanya Pergub 163 Tahun 2012.
Pada dasarnya kebijakan normalisasi kali Ciliwung merupakan program
prioritas. Program prioritas dari zaman Jokowi Basuki, sampai dengan Basuki
menggantikan posisi Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta.8 Implementasi
kebijakan akan dimulai apabila tujuan dan sasaran telah ditetapkan, dengan dana
yang telah siap untuk disalurkan demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Ketika kebijakan telah ditetapkan, harus diimplementasikan, agar hasilnya sesuai
8 Wawancara Pribadi dengan Basuki Tjahaja Purnama, sebagai Gubernur DKI Jakarta
tanggal 4 Oktober 2016 di Kantor Balaikota Jakarta Pusat.
64
dengan apa yang diharapkan oleh pembuat kebijakan dan dapat dirasakan oleh
masyarakat luas.9
Warga yang mulanya setuju adanya program normalisasi kali Ciliwung,
kemudian menjadi tidak setuju karena warga tidak diberikan ganti rugi senilai
dengan apa yang akan digusur, seperti yang sudah dijanjikan1. Ketika Basuki
menggantikan posisi Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta, Basuki menyatakan
tidak ada ganti rugi bagi warga Kampung Pulo yang terkena dampak normalisasi
kali Ciliwung. Sesungguhnya tidak ada ganti rugi karena adanya pembaharuan
peraturan yang diikuti oleh zaman, dan harus sesuai dengan aturan yang berlaku
saat ini.10
Sesungguhnya tidak ada warga yang menolak terkait program normalisasi
kali Ciliwung karena akan diberikan ganti rugi, menurut Sandyawan Sumardi saat
ditemui di sekretariat Ciliwung Merdeka. Hal ini menunjukkan bahwa warga
Kampung Pulo setuju untuk di relokasi karena warga dijanjikan ganti rugi senilai
dengan apa yang akan digusur oleh Jokowi kala itu.11
Alasan terjadi penolakan oleh warga Kampung Pulo dikarenakan
menagih janji adanya ganti rugi. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan kebijakan
penggusuran Kampung Pulo agar Jakarta terhindar dari banjir. Sedangkan ukuran
9 Haedar Akib, “Implementasi Kebijakan: Apa, Mengapa, dan Bagaimana”, Jurnal
Administrasi Publik, Universitas Negeri Makassar, Vol. 1 No. 1 (2010), h.4. 10 Wawancara Pribadi dengan Syofian, sebagai Asisten Pembangunan dan Lingkungan
Hidup Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Timur, tanggal 5 Oktober 2016 di Kantor Walikota
Kota Administrasi Jakarta Timur. 11 Wawancara Pribadi dengan Sandyawan Sumardi, sebagai Direktur Ciliwung Merdeka
tanggal 9 Agustus 2016 di Sekretariat Ciliwung Merdeka.
65
dasar Pemprov karena adanya instruksi presiden SBY ditahun 2013 untuk segera
melakukan normalisasi kali Ciliwung.
2. Sumber-Sumber Kebijakan
Sumber-sumber kebijakan merupakan faktor pendorong keberhasilan
implementasi kebijakan secara efektif. Sumber kebijakan yang dimaksud adalah
sumber daya finansial, seperti dana atau perangsang (incentive) untuk
memperlancar implementasi kebijakan.12 Pada implementasi penggusuran
Kampung Pulo dibutuhkan sumber-sumber kebijakan. Seperti yang sudah
dijelaskan pada model ukuran dasar dan tujuan kebijakan, bahwa warga Kampung
Pulo setuju di relokasi apabila adanya ganti rugi berupa sumber daya finansial
seperti yang sudah dijanjikan sebelumnya.
Kebutuhan lahan yang cukup tinggi berakibat pada pola perkembangan
permukiman yang menyebabkan penduduk memilih menempati suatu
permukiman di lahan milik negara yaitu dibantaran kali (Daerah Aliran Sungai)
yang di kenal sebagai kawasan ilegal, seperti minimnya infrastruktur, rawan banjir
dan kondisi rumah yang tidak layak huni bagi masyarakat yang miskin.13 Seperti
yang disampaikan oleh Riano P Ahmad dalam wawancara, yang mengatakan:
“Memang kalau bicara masalah status hukum mereka tidak punya lah, tapi kan
mereka udah hidup puluhan tahun. Setidaknya mereka diberikan kelayakan
hidup, kalau Ahok tidak memberikan hak-hak mereka. Seharusnya ada ganti
rugi atau uang kerohiman, meskipun pemilik tanah tidak mempunyai status
hukum, seperti di bantaran kali. Mereka bayar PBB loh, artinya meskipun itu
12 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 161. 13 Reza Sasanto, Aip Syaifuddin Khair, “Analisis Kebijakan Pemerintah Dalam
Penanganan Permukiman Ilegal Di Bantaran Sungai Studi Kasus: Bantaran Kali Pesanggrahan
Kampung Baru, Kedoya Utara Kebon Jeruk”, Jurnal Planesa, Universitas Esa Unggul Vol. 1 No.
2 (2010), h. 146.
66
bukan tanah mereka, tapi kewajiban mereka kepada pemerintah ada. Namanya
relokasi harusnya segala sesuatunya disiapkan sebaik mungkin dan di fasilitasi,
tempat untuk mereka pindah harus udah siap, tapi ini belum siap 100%. Setelah
mereka pindah ternyata masih ada yang bocor.”14
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Pemprov tidak memberikan hak
warga yang sudah tinggal puluhan tahun di Kampung Pulo. Narasumber
beranggapan bahwa warga sesungguhnya berhak mendapat ganti rugi,
dikarenakan tanggung jawab warga terhadap pemerintah ada, dengan membayar
Pajak Bumi Bangunan (PBB) meski mayoritas pemilik tanah tidak mempunyai
surat kepemilikan.
Apabila warga direlokasi, seharusnya disiapkan sebaik mungkin tempat
tinggal untuk warga pindah. Pernyataan Riano dibenarkan oleh Khairil Anwar.
Ketika warga Kampung Pulo baru dipindahkan ke rusunawa, ada bangunan yang
belum rampung sehingga ada bangunan yang masih bocor.15 Artinya pemerintah
belum menyiapkan sebaik mungkin bagi warga yang direlokasi, karena terdapat
bangunan yang bocor ketika warga pindah ke rusunawa.
Adanya sumber daya finansial dapat memperlancar implementasi
kebijakan penggusuran. Di mana incentive yang diberikan pemerintah kepada
warga Kampung Pulo adalah rusunawa. Seperti yang disampaikan oleh Hartono
Abdullah saat diwawancarai:
14 Wawancara Pribadi dengan Riano P Ahmad, sebagai Ketua Komisi A DPRD DKI
Jakarta tanggal 10 Oktober 2016 di Kantor DPRD Provinsi DKI Jakarta. 15 Wawancara Pribadi dengan Khairil Anwar, sebagai warga RT 016, tanggal 28
September 2016 di Rusunawa Jatinegara.
67
“Sudah diberikan rusun masa minta ganti rugi lagi, sedangkan di dalam UU
tidak ada ganti rugi.”16
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa sumber-sumber kebijakan yang
diberikan pemerintah kepada warga Kampung Pulo berupa rusunawa sebagai
bentuk ganti rugi. Namun, ganti rugi rusunawa yang diberikan pemerintah
merugikan warga. Hal ini disampaikan oleh Sefa Riani dalam wawancara, bahwa:
“Merasa dirugikan, karena apa..? karena kita tidak dapat ganti rugi hanya
mendapat rusun saja, yang tadinya rumah saya besar di Pulo, nah sekarang kita
dapat satu petak mba. Kecuali dapat ganti rugi, bisa milih mau tinggal dimana,
kalau ini kan kita ga punya rumah dan pilihannya tinggal di rusun aja.”17
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa narasumber merasa dirugikan
karena tidak ada ganti rugi berupa sumber daya finansial. Rusunawa yang
diberikan pemerintah tidak sebanding dengan luas tempat tinggal warga
sebelumnya. Apabila warga diberikan sumber daya finansial sebagai ganti rugi,
warga dapat memilah untuk tinggal dan bermukim dimana setelah digusur.
Sesungguhnya implementasi kebijakan penggusuran Kampung Pulo akan berjalan
efektif apabila dibantu dengan adanya sumber-sumber kebijkan yang diberikan
kepada warga Kampung Pulo, meski warga tidak mempunyai status kepemilikan
yang diakui pemerintah. Dengan adanya sumber-sumber kebijakan sebagai
penyemangat bagi warga Kampung Pulo untuk memulai kehidupan baru.
Pernyataan yang sama pun disampaikan oleh Romdoni Ahmad dalam wawancara,
bahwa:
16 Wawancara Pribadi dengan Hartono Abdullah, sebagai Kepala Satuan Polisi Pamong
Praja Kota Administrasi Jakarta Timur, pada 12 Oktober 2016 di Kantor Walikota Kota
Administrasi Jakarta Timur. 17 Wawancara Pribadi dengan Sefa Riana, sebagai warga RT 003, tanggal 28 September
2016 di Rusunawa Jatinegara.
68
“Ya.., Jokowi yang janji mau ganti rugi, sampai kandang ayam, pohon, dan ada
Pergub nya. Warga kecewa ga ada ganti rugi, sampe pada demo ke Istana tapi ga
ada sedikit pun omongan dari Jokowi.”18
Janji Jokowi memberikan ganti rugi dengan adanya Pergub 190 membuat
warga kecewa, berujung pada unjuk rasa warga yang menolak untuk direlokasi ke
rusunawa. Seperti yang disampaikan oleh Basuki Tjahaja Purnama dalam
wawancara:
“Jokowi senangnya belusukan, makanya beliau sampe bilang ada ganti rugi
bahkan kandang ayam sekali pun. Saat itu beliau tidak tau aturannya bagaimana,
maka keluar lah Pergub ganti rugi tersebut. Sedangkan status tanah warga disana
tidak ada yang bisa menunjukkan secara legal, dan sesuai UU tidak ada ganti
rugi yang diberikan karena warga menempati tanah yang bukan untuk
peruntukannya. Kalau diberikan ganti rugi yang tidak semestinya, saya
menyalahi aturan. Kita ga mungkin membiarkan warga terlunta-lunta begitu,
satu-satunya jalan yang tidak melanggar aturan adalah relokasi ke rusun. Kalo
saya ganti rugi, saya menyalahi aturan dan bisa dituntut oleh BPK, KPK jika
memberikan ganti rugi yang tidak semestinya karena menyalahgunakan uang
negara”19
Pernyataan tersebut menunjukkan ketidaktahuan Jokowi aturan
penggusuran saat itu seperti apa, sehingga berakibat pada tuntutan warga
Kampung Pulo yang menolak direlokasi ke rusunawa. Basuki menolak ganti rugi,
dikarenakan di dalam aturan yang berlaku tidak ada ganti rugi bagi warga yang
tidak bisa menunjukkan surat kepemilikan secara sah. Jalan yang terbaik agar
tidak melanggar aturan adalah dengan relokasi ke rusunawa. Hal ini dibenarkan
oleh Syofian, bahwa sosialisasi pertama akan diberikan ganti rugi bagi warga
yang terkena gusur. Berikut pernyataan yang disampaikan dalam wawancara:
“Sosialisasi pertama, ada ganti rugi setiap UU pengadaan tanah, pembebasan
tanah itu ada ganti rugi. Seiring perkembangan zaman itu tidak ada lagi
18 Wawancara Pribadi dengan Romdoni Ahmad, sebagai warga RT 002, tanggal 28
September 2016 di Rusunawa Jatinegara. 19 Wawancara Pribadi dengan Basuki Tjahaja Purnama, sebagai Gubernur DKI Jakarta
tanggal 4 Oktober 2016 di Kantor Balaikota Jakarta Pusat.
69
namanya ganti rugi, rumah yang tidak memiliki surat, arti surat itu yang diatur
pemerintah yaitu sertifikat hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha.
Pembaharuan UU harus signifikan dengan perkembangan zaman. Pada
prinsipnya masyakarat mau menerima program itu, asal ada ganti rugi. Dalam
UU apabila ada ganti ganti rugi, ya.., para penyelanggara negara maksudnya
pemerintah, dan termasuk saya bisa dipesantren. Maksudnya dibalik jeruji,
karena menyalahgunakan uang negara, meskipun untuk pembebasan lahan. UU
mengatur tidak ada pembebasan. Dimana pun pemerintah tidak akan melakukan
tindakan represif kepada warga, kalau ini karena kepentingan warga terganggu.
Maka dari itu, kebijakan pemerintah mereka lawan.”20
Informasi tersebut menunjukkan bahwa peraturan yang berlaku saat itu,
diberi ganti rugi untuk pembebasan lahan. Saat itu gubernurnya adalah Jokowi.
Namun seiring perkembangan zaman, Basuki yang menggantikan posisi Jokowi,
tidak ada ganti rugi bagi warga yang tidak bisa menunjukkan surat kepemilikan
meski untuk pembebasan lahan. Warga yang semula setuju untuk di relokasi
menjadi tidak setuju, karena adanya pembaharuan peraturan yang berlaku di
zaman Basuki dengan tidak ada ganti rugi berupa sumber daya finansial.
Apabila pemerintah memberikan ganti rugi, pemerintah dianggap
menyalahgunakan uang negara. Setelah ditetapkannya tidak ada ganti rugi, timbul
lah penolakan dari warga dengan adanya kebijakan penggusuran. Bentuk
penolakan dari warga berujung pada perlawanan warga, yang menyebabkan
tindak kekerasan saat hari penggusuran, karena bermula adanya pembahasan ganti
rugi yang diutarakan Jokowi.
Dalam implementasi kebijakan penggusuran Kampung Pulo yang terjadi
di tahun 2015, bahwa tidak ada ganti rugi bagi warga yang tidak memiliki surat
20 Wawancara Pribadi dengan Syofian, sebagai Asisten Pembangunan dan Lingkungan
Hidup Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Timur, tanggal 5 Oktober 2016 di Kantor Walikota
Kota Administrasi Jakarta Timur.
70
kepemilikan secara sah. Di dalam peraturannya, tidak ganti rugi untuk
pembebasan lahan. Hal ini menunjukkan sumber-sumber kebijakan, yaitu sumber
daya finansial, besarnya dana yang dialokasikan sebagai faktor pendorong agar
implementasi kebijakan penggusuran berjalan efektif.
3. Komunikasi antar Organisasi dan Kegiatan-Kegiatan Pelaksana
Dalam implementasi kebijakan, komunikasi dan koordinasi antara pihak-
pihak yang terkait sangat penting agar implementasi berjalan efektif. Komunikasi
antar organisasi dan kegiatan pelaksana akan berjalan efektif apabila ukuran dasar
dan tujuan kebijakan dipahami terlebih dahulu oleh individu agar dapat
meminimalisir kesalahan dalam implementasi kebijakan.21
Komunikasi antar organisasi yang dimaksud adalah pemerintah, Lembaga
Swadaya Masyarakat beserta warga Kampung Pulo yang terkena program
normalisasi. Adanya komunikasi dan koordinasi antara pihak-pihak terkait, dapat
mempermudah terwujudnya program normalisasi kali Ciliwung melalui kebijakan
penggusuran Kampung Pulo. Ketepatan komunikasi dan konsistensi dari tujuan
kebijakan sangat diperlukakan, karena komunikasi yang baik antara pihak yang
terlibat akan meminimalisir terjadinya kesalahan.
Kebijakan penggusuran Kampung Pulo tidak lepas dari komunikasi antar
organisasi, baik dalam lingkup internal yaitu pemerintah, maupun diluar
pemerintah (eksternal). Diketahui bahwa program normalisasi kali Ciliwung
21 Winarno, Kebijakan Publik Teori, h. 162.
71
dilakukan untuk meminimalisir banjir di Jakarta, serta adanya program 5 tertib
yang dibuat oleh Pemprov DKI Jakarta.
Berdasarkan tertib yang dibuat oleh Pemprov DKI Jakarta, daerah
Kampung Pulo dikategorikan ke dalam tertib hunian. Dalam komunikasi serta
koordinasi yang baik antara satu pihak dengan pihak lainnya, merupakan wujud
keberhasilan implementasi kebijakan. Dalam lingkup pemerintah, koordinasi yang
dilakukan berjalan efektif, seperti yang sampaikan oleh Hartono Abdullah dalam
wawancara yang mengatakan:
“Sebenarnya kita sudah lakukan dengan cara bersosialisai, tatap muka,
memberikan surat dan Standart Operating Procedure (SOP). Ketika ingin
melakukan penertiban dirapatkan terlebih dahulu dengan stakeholder, (Satuan
Kerja Perangkat Daerah) SKPD yang terkait, bahwa lakukan ini sejelas-
sejelasnya dan sampaikan kepada warga. Berkali-kali kami di undang, semua ini
memang dilakukan Pemprov kepada kita termasuk unsur Kelurahan, Kecamatan,
Dinas Tata Air. Kita sampaikan kepada warga, bahwa semua ini harus berjalan,
soal satu dua ada yang complain itu biasa, itu tantangannya. Biasanya pak
Walikota rapat pimpinan dan dikasih arahan oleh pak Gubernur. Pak Walikota
mengundang kita lagi, termasuk Dinas Kebersihan, berkali-kali rapat koordinasi.
Semua sesuai tupoksi masing-masing.”22
Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa yang mendasari penggusuran
Kampung Pulo adalah mengembalikan fungsi kali seperti semula. Kebijakan
penggusuran Kampung Pulo harus berjalan untuk meminimalisir banjir di Jakarta.
Komunikasi dan koordinasi di dalam pemerintah berjalan secara baik sesuai tugas
pokok masing-masing di dalam lembaga internal. Hal ini disampaikan oleh
Syofian dalam wawancara, bahwa:
“Secara internal yang tadi saya katakan, baik lisan atau tulisan. Kan perintah
gubernur dengan tulisan kita terjemahkan di lapangan. Pelaksanaan kegiatan
22 Wawancara Pribadi dengan Hartono Abdullah, sebagai Kepala Satuan Polisi Pamong
Praja Kota Administrasi Jakarta Timur, pada 12 Oktober 2016 di Kantor Walikota Kota
Administrasi Jakarta Timur.
72
dengan SKPD-SKPD atau pihak terkait, termasuk Dinas Tata Air. Relokasi
warganya tanggung jawab kita dengan satpol PP untuk memindahkan
masyarakat, Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
siapkan proyeknya. Jadi outputnya adalah keberhasilan memindahkan
masyarakat untuk normalisasi kali. Itu bukan tanggung jawab satu pihak, tapi
kerja bersama dengan tim terkait. Meskipun pada saat proses penertiban terjadi
bentrok. Itu tidak bisa dipungkiri, karena dua kepentingan berbeda harus
disinergikan.”23
Bahwa sudah jelas kebijakan penggusuran Kampung Pulo harus
dilaksanakan, karena untuk mengembalikan fungsi kali Ciliwung seperti semula.
Bahwa koordinasi antara lembaga pemerintah, yaitu dinas-dinas yang terkait
berjalan secara efektif, meski saat pelaksanaan kebijakan penggusuran berujung
pada tindak kekerasan dari warga Kampung Pulo yang menolak tempat tinggalnya
dihancurkan. Hal ini tidak dapat dipungkiri, karena ada kepentingan yang berbeda
harus disatukan demi terwujudnya normalisasi kali Ciliwung untuk menangani
banjir di Jakarta. Hal yang sama di sampaikan oleh Basuki Tjahaja Purnama
dalam wawancara, yang mengatakan:
“Karena komunikasi ini kan panjang alurnya, dari saya sampai RT RW,
mungkin informasi yang berjalan atau yang sampai ke warga ada yang
seharusnya tidak disampaikan. Kalo dari saya untuk menanggulangi komunikasi
yang mis, kita buat surat selembaran. Nah.., kalau seperti ini selalu ada pihak-
pihak yang mempovokasi warga. Mulai dari Lurah Camat kadang ga bisa
masuk kesana, jadi mereka bisa menghimbau aja. Walikota Camat Lurah itu
bukan faktor komunikasi atau koordinasi, karena dari awal sudah saya tegaskan
bahwa sampaikan kebijakan normalisasi ini sejelas-sejelasnya kepada warga dan
sampaikan sebenar-benarnya kepada warga. Kendalanya lebih kepada pihak-
pihak yang berusaha memprovokasi warga, karena sosialisasinya setahun. Di
dalam satu tahun, pasti banyak orang-orang yang masuk kesana. Ketika sudah
mencapai kesepakatan dengan Lurah ataupun Camat, namun beberapa bulan
kemudian ada orang yang baru masuk. Jadi penghambatnya eksternal aja, kita
kan ga tau karena mereka bisa masuk dan keluar kapan saja.”24
23 Wawancara Pribadi dengan Syofian, sebagai Asisten Pembangunan dan Lingkungan
Hidup Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Timur, tanggal 5 Oktober 2016 di Kantor Walikota
Kota Administrasi Jakarta Timur. 24 Wawancara Pribadi dengan Basuki Tjahaja Purnama, sebagai Gubernur DKI Jakarta,
tanggal 4 Oktober 2016 di Kantor Balaikota Jakarta Pusat.
73
Berdasarkan pernyataan tersebut, Basuki menginstruksikan kepada
bawahannya untuk menyampaikan program normalisasi kali Ciliwung kepada
warga Kampung Pulo. Terbukti bahwa komunikasi dan koordinasi antar lingkup
pemerintah berjalan efektif, meski sudah disampaikan dengan sebenar-benarnya
dan prosesnya memakan waktu yang cukup lama. Tidak dapat dipungkiri apabila
ada oknum yang berusaha memprovokasi terhadap kebijakan penggusuran.
Oknum yang dimaksud adalah warga, pemerintah dan diluar pemerintah yang
akhirnya memperkeruh adanya implementasi kebijakan penggusuran Kampung
Pulo.
Komunikasi dan koordinasi di dalam pemerintah memang berjalan
dengan efektif, akan tetapi tidak dalam lingkup eksternal. Bahwa ada yang
berusaha memanfaatkan situasi kebijakan penggusuran, agar menolak kebijakan
penggusuran Kampung Pulo. Oknum yang bisa kapan saja masuk, karena alur
yang panjang dalam proses sosialisasi.
Hal ini berakibat pada kondisi yang tidak kondusif dalam komunikasi
serta koordinasi antar organisasi diluar lembaga pemerintah, sehingga ada oknum
yang berusaha memprovokasi warga, membuat warga satu dengan warga
Kampung Pulo lainnya berbeda informasi. Hal ini dibenarkan oleh Nur Saripah
dalam wawancara, yang mengatakan:
“Waktunya teka teki neng, ada yang bilang ga jadi, diundur, terus jadi, ga jadi.
Ibu tau dari mereka yang rapat. Tadinya rumah ibu ada yang mau borong tapi ga
jadi, karena kabarnya simpang siur. Itu kan digusur tanggal 20 Agustus, di
tanggal 17 ibu pengajian pindah rumah. Pas lagi main ke rumah sodara, katanya
74
digusur abis bulan, berarti kan masih ada waktu 12 hari lagi buat pindah masih
santai. Ternyata tanggal 20 udah ada bekko/alat berat.”25
Pernyataan tersebut, menunjukkan kurangnya informasi yang diketahui
narasumber yang berakibat pada kesalahpahaman warga akan penggusuran yang
telah ditetapkan pemerintah pada 20 Agustus 2015. Ketidaktahuan beberapa
warga kapan waktu yang ditetapkan oleh Pemprov terkait penggusuran Kampung
Pulo, dibenarkan oleh Kinah Noorkrisman dalam wawancara:
“Kata pak RT tanggal 20 kosongin aja ga akan digusur, tapi kata RT lain suruh
pindah, kita kan jadi bingung, akhirnya kita ikutin RT kita aja mba. Taunya
digusur tanggal 20.”26
Pernyataan tersebut menunjukkan kurangnya komunikasi di luar lembaga
pemerintah, sehingga menimbulkan perbedaan informasi warga Kampung Pulo.
Bahwa oknum di luar pemerintah yang berusaha memanfaatkan situasi saat hari
penggusuran. Sesungguhnya ketepatan komunikasi dan informasi akan
meminimalisir terjadinya kesalahpahaman bagi warga Kampung Pulo. Seperti
yang dikatakan Hartono Abdullah dalam wawancara:
“Jadi disana ada Musholla, mereka menganggap mushola akan dihancurkan.
Sebenarnya kita tidak akan menghancurkan Musholla, akan tetapi ada
provokator yang seakan-akan mushola akan di hancurkan, dan yang kita
hancurkan hanya tempat tinggal. Akhirnya kita ditimpukin, akan sesuai SOP
apabila terjadi bentrok kita keluarkan gas air mata.”27
Informasi tersebut menunjukkan bahwa pengawasan pemerintah maupun
di luar pemerintah tidak sampai ke warga, karena ada oknum yang beranggapan
25 Wawancara Pribadi dengan Nur Saripah, sebagai warga RT 008, tanggal 28 September
2016 di Rusunawa Jatinegara. 26 Wawancara Pribadi dengan Kinah Noorkrisman, sebagai warga RT 010, tanggal 28
September 2016 di Rusunawa Jatinegara. 27 Wawancara Pribadi dengan Hartono Abdullah, sebagai Kepala Satuan Polisi Pamong
Praja Kota Administrasi Jakarta Timur, pada 12 Oktober 2016 di Kantor Walikota Kota
Administrasi Jakarta Timur.
75
bahwa Musholla akan dihancurkan. Pada akhirnya menimbulkan protes warga
yang berujung pada tindak kekerasan dari warga Kampung Pulo, yang dimonitori
oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Hal ini disampaikan oleh
Sandyawan Sumardi dalam wawancara, bahwa:
“Kapolresnya Jakarta Timur baik mba Umar Faruq. Kita buat kesepakatan
dengan Kapolres, yang dihancurkan rumah warga yang sudah ambil kunci, dan
warga yang belum pindah dilanjutkan besok. Kita pun meminta aparat mundur,
warga juga mundur. Tapi ketika warga mundur, aparat malah bersiap untuk
perang, akhirnya ricuh. Parahnya lagi.., camatnya, dia bilang tidak ada negosiasi
semua harus digusur hari ini. Dia malah menggagalkan kesepakatan kita dengan
Kapolres.”28
Informasi tersebut menunjukkan bahwa saat hari penggusuran Kampung
Pulo, baik pemerintah maupun di luar pemerintah komunikasi yang terjalin tidak
baik. Ketika kesepakatan awal disepakati oleh Polisi dan warga, yaitu yang
dihancurkan adalah rumah warga yang sudah mengambil kunci rusunawa.
Ternyata Camatnya menolak untuk menyepakati kesepakatan Polisi dengan
warga.
Komunikasi dan koordinasi saat hari penggusuran Kampung Pulo harus
dilakukan dengan baik dan konsisten, untuk meminimalisir terjadinya tindak
kekerasan saat penggusuran Kampung Pulo. Selain itu, komunikasi dan
koordinasi yang efektif di lembaga pemerintah, tidak bisa direalisasikan dengan
baik di lapangan saat hari penggusuran. Begitupun dalam lembaga di luar
pemerintah, bahwa Ciliwung Merdeka menawarkan konsep kampung susun
kepada Pemprov. Hal ini dikatakan oleh Sandyawan Sumardi dalam
wawancaranya, bahwa:
28 Wawancara Pribadi dengan Sandyawan Sumardi, sebagai Direktur Ciliwung Merdeka
tanggal 9 Agustus 2016 di Sekretariat Ciliwung Merdeka.
76
“Tanggal 24 Juli kami menunjukkan desain Kampung susun berbasiskan
komunitas sebagai situs budaya keanekaragam warga Jakarta di Kampung Pulo.
Kita menggambar Kampung Pulo dibantu arsitek, urban planner, ahli tata air
yang membantu kami dalam mendesain. Kampung susun itu bisa untuk tempat
kerja, ruang interaksi sosial. Jadi, mereka tinggal seperti di kampung, untuk
kehidupan sosial ekonomi budayanya tersedia.”29
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Ciliwung Merdeka menawarkan
konsep kampung susun yang berbasiskan komunitas sebagai situs budaya.
Kampung susun menjadi daya tarik tersendiri, karena menyediakan ruang
interaksi sosial sekaligus tempat untuk bekerja. Konsep kampung susun
ditawarkan oleh Ciliwung Merdeka kepada Pemprov, tidak disosialisasikan
terlebih dahulu kepada warga Kampung Pulo yang tinggal di RW 03. Hal ini
dikemukakan oleh Abiyudin dalam wawancara, yang mengatakan:
“Nah menjelang mau penggusuran dan tanpa kesepakatan warga, sanggar
Ciliwung buat konsep. Dia bikin konsep kampung susun untuk di Kampung
Pulo dan dia ajuin ke Ahok. Jadi bahasanya Pulo mau di jual.”30
Informasi tersebut menunjukkan komunikasi di luar lembaga pemerintah
tidak berjalan dengan baik. Adanya pernyataan narasumber yang beranggapan
bahwa Kampung Pulo akan dijual dan digantikan dengan kampung susun yang
berbasis komunitas sebagai situs budaya. Namun, konsep kampung susun yang
ditawarkan kepada Pemprov, tidak dikomunikasikan terlebih dahulu kepada
warga.
Hal ini di perkuat oleh Muhammad Rifky, bahwa Ciliwung Merdeka
bermain mata dengan Pemprov dan menawarkan konsep kampung susun sebagai
29 Wawancara Pribadi dengan Sandyawan Sumardi, sebagai Direktur Ciliwung Merdeka
tanggal 9 Agustus 2016 di Sekretariat Ciliwung Merdeka. 30 Wawancara Pribadi dengan Abiyudin, sebagai warga RT 014, tanggal 30 Oktober
2016 di Rusunawa Jatinegara.
77
situs budaya. Ciliwung Merdeka mengambil langkah sendiri tanpa merundingkan
dengan warga dan mengajukan lahan di daerah Kampung Pulo untuk dijadikan
kampung susun, karena Pemprov mencanangkan rumah susun sebanyak
mungkin.31
Komunikasi dan koordinasi antar organisasi sangat penting untuk
menunjang keberhasilan dan memperlancar implementasi kebijakan penggusuran.
Dalam kebijakan penggusuran Kampung Pulo, komunikasi yang lancar diluar
lembaga pemerintah sangat lah penting. Meski komunikasi dan koordinasi internal
di tubuh pemerintah telah berjalan dengan baik. Namun, dalam pelaksanaannya
sering kali komunikasi yang terjalin antara pihak-pihak yang terkait menjadi
masalah dan dapat menghambat implementasi kebijakan penggusuran. Adanya
penolakan dari warga Kampung Pulo yang mempertahankan tempat tinggalnya,
berujung pada tindak kekerasan dari warga.
4. Kondisi Ekonomi, Sosial dan Politik
Dalam model implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn menilai
sejauhmana kondisi lingkungan ekonomi, sosial dan politik mendorong
keberhasilan implementasi. Baik para elite dan para pelaksana harus mendukung
implementasi kebijakan, karena lingkungan ekonomi, sosial dan politik yang tidak
stabil menghambat bahkan berakibat pada kegagalan implementasi kebijakan.
31 Pernyataan Rifky; “Ciliwung Merdeka mengajukan lahan di Kampung Pulo untuk
dijadikan Kampung susun tanpa kesepakatan warga. Langkah yang ditempuh dalam suratnya
bukan mengatasnamakan warga, tapi menggunakan nama Ciliwung Merdeka. Seperti diberitakan
sebelumnya, Gubernur Ahok berniat membangun rumah susun di Kampung Pulo, Jakarta Timur",
Yasin Habibi, Korban Penggusuran Terpaksa Sempit-Sempitan Di Rusun Jatinegara, tersedia di
http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/15/08/27/ntqy7j361-korban-
penggusuran-terpaksa-sempitsempitan-di-rusun-jatinegara; diunduh pada 27 Oktober 2016.
78
Sedangkan lingkungan yang kondusif dan stabil akan memperlancar implementasi
kebijakan.
Pada dasarnya lingkungan ekonomi, sosial dan politik mempengaruhi
keberhasilan kebijakan penggusuran. Namun, dalam kenyataannya kebijakan
penggusuran Kampung Pulo dari segi kondisi ekonomi tidak memberikan dampak
yang signifikan bagi warga Kampung Pulo setelah direlokasi ke rusunawa. Seperti
yang disampaikan oleh Karsih selaku salah satu warga, saat diwawancarai yang
mengatakan:
“Kendalanya di jualan. Saya jualan sudah 30 tahun, kalau disini kan sepi dan
harus turun ke lantai dua karena ga boleh jualan di dalam rumah. Lantai dua kan
emang khusus jualan tapi engga ada rolling door, barang-barang dagangan saya
suka banyak yang hilang, misal galon dan gas.”32
Berdasarkan pernyataan tersebut menunjukkan bahwa narasumber
mengalami kenda secara ekonomi, yang menunjukkan bahwa warga kesulitan
mencari mata pencahariannya dikarenakan keterbatasan tempat berdagang ketika
tinggal di rusunawa. Selain itu, penghasilan dari berdagang yang berkurang
dikarenakan sepi pembeli dan membutuhkan biaya lebih. Pernyataan serupa pun
disampaikan oleh Nur Saripah saat diwawancai, yang mengatakan:
“Kalo dibilang keberatan ya keberatan, kita kan disana enak, kemana-kemana
deket usahanya gampang. Nah.., disini kemana-mana susah aksesnya jauh. Misal
ke pasar, harus naik mikrolet Rp. 3.000 terus pulangnya naik ojek Rp. 7.000,
udah Rp. 10.000 pengeluarannya neng. Iya itu yang saya bilang, pengeluarannya
lebih besar.”33
Lingkungan yang tidak kondusif akan menimbulkan masalah baru,
bahkan dapat menyebabkan kegagalan. Adanya kebijakan penggusuran tidak
32 Wawancara Pribadi dengan Karsih, sebagai warga RT 015, tanggal 28 September 2016
di Rusunawa Jatinegara. 33 Wawancara Pribadi dengan Nur Saripah, sebagai warga RT 008, tanggal 28 September
2016 di Rusunawa Jatinegara.
79
memberikan kondisi yang signifikan dalam kelanjutan hidup bagi warga
Kampung Pulo secara ekonomi. Pada dasarnya yang dilakukan oleh Pemprov
hanya terfokus demi kepentingan umum serta meminimalisir banjir di Jakarta,
tetapi tidak diimbangi dengan kelanjutan kehidupan ekonomi warga dan sosial
warga. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kinah Noorkrisman dalam
wawancara, yang mengatakan:
“Sebenarnya keberatan, saya keberatannya karena disini bayar, belum sama air,
listrik. Ditambah lagi disini ga bisa jualan”.34
Ketika digusur warga kehilangan sumber kehidupannya serta mata
pencahariannya. Penggusuran merupakan perilaku dan kebijakan Pemda, yang
justru menempatkan warga pada kedudukan marjinal atau terpinggirkan sebagai
kelompok. Seolah-olah mereka tidak memiliki hak terhadap wilayah atau tempat
yang kondusif untuk bermukim, berusaha, dan mengembangkan kehidupan yang
lebih layak. Dengan kata lain, penggusuran tidak memberikan pilihan kepada
korban penggusuran dan tidak memberikan alternatif kehidupan yang lebih baik.35
Setelah direlokasi ke rusunawa warga diwajibkan untuk membayar sewa,
yang berakibat pada kondisi ekonomi yang tidak stabil. Pemerintah hanya terfokus
bagaimana cara memindahkan warga untuk program normalisasi kali Ciliwung.
Seperti yang disampaikan oleh Riano P Ahmad dalam wawancaranya, yang
mengatakan:
34 Wawancara Pribadi dengan Kinah Noorkrisman, sebagai warga RT 010, tanggal 28
September 2016 di Rusunawa Jatinegara. 35 Siti Manggar, “ Penggusuran Sebagai Implikasi Kebijakan Ruang Terbuka Hijau
Dalam Perspektif HAM: Studi Kasus Penggusuran Taman Bersih, Manusiawi dan Berwibawa
(BMW)”, Jurnal Kriminologi Indonesia, Universitas Indonesia, Vol. 7 No.2 (2011), h. 215.
80
“Ya berhasil memindahkan, tetapi tidak berhasil memberikan kehidupan yang
layak bagi warga. Memindahkan iya, tapi.. mengembalikan hidup mereka yang
sebelumnya seperti itu, menjadi lebih baik belum, bahkan tidak berhasil.”36
Informasi tersebut menunjukkan bahwa pemerintah berhasil
memindahkan warga ke rusunawa. Akan tetapi, pemerintah belum berhasil
mengembalikan kehidupan warga Kampung Pulo seperti sebelumnya,
dikarenakan tidak ada ganti rugi bagi warga yang digusur. Ketika pindah ke
rusunawa, warga kehilangan sumber kehidupannya dan kesulitan membuka
usahanya seperti saat tinggal di Kampung Pulo.
Kondisi ekonomi yang tidak stabil akan berakibat pada kegagalan
implementasi kebijakan. Munculnya permasalahan ekonomi akan menimbulkan
kondisi sosial yang tidak stabil bagi warga Kampung Pulo. Hal ini dinyatakan
oleh Fahri Gifar dalam wawancaranya:
“Selama ini, dari segi keamanan lebih baik, tapi pindah kesini bosan. Samping
kanan kiri tembok, ke tempat tetangga harus naik turun lift. Lebih betah di Pulo,
gampang berbaur sama tetangga. Di Pulo kalo ke pasar tinggal nyebrang, kalau
disini kita ga ada ongkos atau ga ada kendaraan, kita jalan.”37
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa selama tinggal di rusunawa
warga lebih terjaga dan aman. Namun, warga kesulitan dalam berinteraksi setelah
pindah ke rusunawa. Narasumber pun menyatakan, apabila tinggal di Kampung
Pulo warga tidak membutuhkan biaya lebih karena akses untuk berpergian sangat
mudah. Hal ini menunjukkan kondisi ekonomi yang tidak stabil dan berakibat
pada kondisi sosial warga Kampung Pulo. Keterbatasan warga untuk berinteraksi
36 Wawancara Pribadi dengan Riano P Ahmad, sebagai Ketua Komisi A DPRD DKI
Jakarta tanggal 10 Oktober 2016 di Kantor DPRD Provinsi DKI Jakarta. 37 Wawancara Pribadi dengan Fahri Gifar, sebagai warga RT 012, tanggal 30 September
2016 di Rusunawa Jatinegara.
81
antara warga satu dengan warga lain, juga terjadi di rusunawa. Seperti yang
dikatakan oleh Karsih dalam wawancara, bahwa:
“Engga mba kalau ada ganti rugi. Banyak mba warga yang sakit karena tahu
tidak ada ganti rugi. Saya engga betah di rusun, kanan kiri tembok kalau mau
main ke tetangga harus naik turun lift. Banyak yang ga di kenal, kan yang di
gusur 900 lebih KK.”38
Informasi ini menunjukkan kebijakan penggusuran berakibat pada
kekecewaan warga Kampung Pulo, dikarenakan ganti rugi yang semula
dijanjikan. Kondisi sosial yang tidak mendukung membuat warga mengeluh,
karena rusunawa tidak menyediakan ruang interaksi. Warga yang semula mudah
berinteraksi dengan warga lain saat tinggal di Kampung Pulo, menjadi kehilangan
akses sosial ketika direlokasi ke rusunawa. Pernyataan ini dibenarkan Sandyawan
Sumardi saat diwawancarai, yang mengatakan:
“Ketika warga di gusur bukan hanya kehilangan tanah dan rumah, tapi
pekerjaan, akses sosial yang mereka bangun berpuluh-puluh tahun lamanya.”39
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kebijakan penggusuran
menyebabkan warga kehilangan sumber kehidupannya. Tidak kehilangan
pekerjaannya saja, akan tetapi akses sosial warga yang sudah dibangun sejak lama
hilang setelah direlokasi ke rusunawa, dan tidak mudah mengembalikan akses
sosial yang telah dibangun puluhan tahun lamanya.
Meski Pemprov memberi rusunawa sebagai ganti rugi agar mendapat
tempat tinggal yang layak dan terhindar dari banjir. Akan tetapi, tempat tinggal
yang baru membuat sebagian warga Kampung Pulo kehilangan sumber kehidupan
38 Wawancara Pribadi dengan Karsih, sebagai warga RT 015, tanggal 28 September 2016
di Rusunawa Jatinegara. 39 Wawancara Pribadi dengan Sandyawan Sumardi, sebagai Direktur Ciliwung Merdeka
tanggal 9 Agustus 2016 di Sekretariat Ciliwung Merdeka.
82
serta akses sosial. Pemprov hanya memfokuskan memindahkan warga Kampung
Pulo agar program normalisasi kali Ciliwung terlaksana. Namun, keluhan warga
tidak ditanggapi serius oleh Pemprov, seperti yang disampaikan oleh Hartono
Abdullah saat diwawancarai:
“Kekhawatiran warga karena tidak tahu program yang dilakukan pemerintah.
Kita mengangkat harkat derajat mereka, yang semula mereka tinggal dipinggir
kali karena itu sangat tidak layak. Saya sendiri melihat bagusnya rusun
Jatinegara yang mereka tempati, karena ga ada rusun yang memakai lift bahkan
seperti apartement. Dulu, karena warga tidak tahu, padahal ini menjadi
kehidupan baru bagi mereka. Sekarang pemikiran mereka pun sudah berubah,
sudah senang tinggal di rusun.”40
Sebagaimana yang dinyatakan oleh narasumber, bahwa Pemprov telah
mengangkat derajat warga Kampung Pulo dengan memindahkan warga ke tempat
tinggal yang lebih layak. Namun, relokasi tersebut mengesampingkan keluhan
warga Kampung Pulo. Seperti yang ditegaskan Ketua Komisi A DPRD DKI
Jakarta, tindak lanjut atas laporan DPRD atas keluhan warga tidak ditanggapi
secara maksimal oleh walikota Jakarta Timur dan dinas-dinas terkait. 41 Selain
dilakukannya kebijakan penggusuran, Pemprov seharusnya memikirkan dampak
dari kebijakan penggusuran dengan turun langsung menemui warga dan
mengetahui keadaan warga setelah di relokasi.
Fasilitas yang diberikan pemerintah belum dapat mengakomodasi
keinginan warga dengan baik setelah penggusuran. Adanya pembangunan
berakibat pada kesulitan warga, karena tidak terwujudnya kesejahteraan sosial
40 Wawancara Pribadi dengan Hartono Abdullah, sebagai Kepala Satuan Polisi Pamong
Praja Kota Administrasi Jakarta Timur, pada 12 Oktober 2016 di Kantor Walikota Kota
Administrasi Jakarta Timur. 41 Wawancara Pribadi dengan Riano P Ahmad, sebagai Ketua Komisi A DPRD DKI
Jakarta tanggal 10 Oktober 2016 di Kantor DPRD Provinsi DKI Jakarta.
83
ekonomi warga.42 Berdasarkan pemaparan penulis dalam kondisi ekonomi, sosial
menunjukkan bahwa Pemprov gagal dalam mengembalikan kehidupan warga
Kampung Pulo seperti sebelumnya.
Selain kondisi ekonomi dan sosial, kondisi politik warga Kampung Pulo
juga perlu diperhatikan. Pada dasarnya kondisi ekonomi, sosial dan politik
menjadi perhatian lebih ketika kebijakan penggusuran diimplementasikan. Bahwa
kondisi politik warga yang stabil menunjukkan adanya keikutsertaan warga dalam
kebijakan penggusuran Kampung Pulo, seperti yang disampaikan oleh Ujang
Iskandar dalam wawancara:
“Kita biasanya rapat dengan warga terlebih dahulu, maunya apa, setelah itu kita
sampaikan aspirasi kita ke Lurah. Kita kan negosiasi mba, baiknya bagaimana
agar penggusuran Kampung Pulo terlaksana. Warga kaget setelah pemerintah
menyatakan tidak ada ganti rugi dan normalisasi akan tetap berjalan mba, tapi
kita masih berusaha mengajukan banding, sampai demo ke Balaikota.”43
Informasi tersebut menunjukkan bahwa kondisi politik yang awalnya
stabil menjadi tidak stabil karena pemerintah menyatakan tidak ada ganti rugi bagi
warga Kampung Pulo. Bahkan saat menjelang hari penggusuran warga masih
berperan aktif dengan unjuk rasa menuntut haknya kepada pemerintah. Unjuk rasa
warga sebagai kondisi politik, di mana warga mendukung kebijakan penggusuran
untuk normalisasi kali Ciliwung. Akan tetapi, tidak adanya ganti rugi berujung
pada penolakan warga untuk pindah saat hari penggusuran serta menghambat
42 Siti Manggar, “ Penggusuran Sebagai Implikasi Kebijakan Ruang Terbuka Hijau
Dalam Perspektif HAM: Studi Kasus Penggusuran Taman Bersih, Manusiawi dan Berwibawa
(BMW)”, Jurnal Kriminologi Indonesia, Universitas Indonesia, Vol. 7 No.2 (2011), h. 215. 43 Wawancara Pribadi dengan Ujang Iskandar Haryadi , sebagai ketua RT 011, tanggal 28
September 2016 di Rusunawa Jatinegara.
84
implementasi kebijakan penggusuran. Hal ini disampaikan oleh Riano P Ahmad
saat diwawancarai, yang mengatakan:
“Saat penertiban kebetulan beberapa anggota dewan kita langsung ekpansi
disana, berusaha melerai, mencegah Pemprov untuk melakukan pembongkaran
karena ada beberapa warga yang meminta untuk ditunda dulu, di mediasi dulu
lah.”44
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa DPRD berusaha mencegah
pemerintah untuk melakukan penggusuran saat hari penggusuran, dikarenakan
beberapa warga Kampung Pulo meminta pembongkaran tempat tinggalnya untuk
ditunda terlebih dahulu. Akan tetapi, sikap pemerintah yang tetap melakukan
pembongkaran berakibat pada penolakan warga dengan kebijakan penggusuran.
Penolakan pemerintah untuk menunda pembongkaran menimbulkan kemarahan
warga, dan ditambah tidak ada ganti rugi sehingga berujung pada tindak
perlawanan dari warga Kampung Pulo kepada pemerintah.
Adanya pembahasan ganti rugi yang dihiraukan pemerintah,
menimbulkan hilangnya kepercayaan warga Kampung Pulo kepada pemerintah.
Seperti yang disampaikan oleh Abiyudin dalam wawancara, bahwa:
“Pernah, bahwa awal tinggal di rusun gratis tiga bulan, terus masalah
pembayarannya. Setelah itu, pemerintah ga pernah datang lagi. Warga
seharusnya ikut berpartisipasi. Tapi setelah warga pindah ke rusun, warga
kecewa dan sudah tidak percaya sama pemerintah, karena janji Jokowi.
Kepercayaan kita kepada pemerintah sudah hilang.”45
Informasi tersebut menunjukkan bahwa setelah warga di relokasi ke
rusunawa, pemerintah tidak pernah memberikan penyuluhan kepada warga.
44 Wawancara Pribadi dengan Riano P Ahmad, sebagai Ketua Komisi A DPRD DKI
Jakarta tanggal 10 Oktober 2016 di Kantor DPRD Provinsi DKI Jakarta. 45 Wawancara Pribadi dengan Abiyudin, sebagai warga RT 014, tanggal 30 Oktober
2016 di Rusunawa Jatinegara.
85
Pemerintah datang hanya mengingatkan kepada warga untuk pembayaran sewa
rusunawa setelah tiga bulan gratis. Bahkan narasumber menyatakan sudah tidak
memiliki kepercayaan kepada pemerintah karena janji Jokowi saat itu. Seharusnya
pemerintah datang untuk melihat keadaan warga setelah direlokasi, serta
membangkitkan semangat warga Kampung Pulo agar tetap memberikan
kepercayaan terhadap pemerintah, karena tidak mudah untuk mengembalikan
kepercayaan warga.
Dalam tataran pemerintah, seharusnya diperhatikan terlebih dahulu
dampak kebijakan penggusuran bagi warga Kampung. Hal ini menunjukkan
bahwa pemerintah belum berhasil mengembalikan kehidupan yang lebih baik bagi
warga secara ekonomi, sosial, mau pun politik. Kebijakan penggusuran
merupakan kebijakan utama untuk meminimalisir banjir di Jakarta. Namun dalam
praktiknya implementasi kebijakan penggusuran menimbulkan kondisi yang tidak
kondusif, karena penolakan dari warga yang tidak diimbangi dengan
keberlanjutan kehidupan ekonomi, sosial dan politik bagi warga Kampung Pulo.
Meski mayoritas narasumber menyatakan kondisi ekonomi, sosial dan
politik yang tidak kondusif, terdapat salah satu narasumber yang merasa
diuntungkan selama di relokasi ke rusunawa. Berikut pernyataan Khairil Anwar
saat diwawancarai, bahwa:
“Alhamdulillah, disini masih bisa usaha, ada peningkatan dan penghasilannya
lumayan dibandingkan di Pulo. Kita bisa dagang, enggga kena hujan, engga
kebanjiran juga. Kalau di Pulo banjir lama kita engga bisa dagang, banjir-banjir
kecil pun udah engga bisa jualan, ujan juga kita engga bisa keluar rumah. Di
rusun mau hujan atau gerimis kita masih bisa jualan mba. Iya Alhamdulillah
86
diuntungkan, dari segi kebersihan dan keamanan pun terjaga disini. Hmm..,
yang dipikirin sekarang buat bayar sewa rusun aja mba, karena lebih berat.”46
Berdasarkan pernyataan tersebut, narasumber merasa diuntungkan secara
ekonomi, karena ketika tinggal di Kampung Pulo apabila musim hujan tiba warga
sudah tidak bisa berjualan dan keluar rumah. Akan tetapi, setelah direlokasi ke
rusunawa warga dapat leluasa untuk berjualan dan keluar rumah tanpa
memikirkan banjir. Meski diuntungkan secara ekonomi, narasumber menyatakan
bahwa pembayaran sewa rusunawa menjadi beban tersendiri. Bahkan, dari
mayoritas narasumber yang penulis wawancarai menyatakan keberatan dalam
penyewaan rusunawa.
B. Gaya Kepemimpinan Otokratik Basuki Tjahaja Purnama Dalam
Penggusuran Kampung Pulo
Seperti yang sudah dijelaskan di poin sebelumnya, bahwa dengan adanya
implementasi kebijakan kebijakan penggusuran Kampung Pulo penulis dapat
menelaah gaya kepemimpinan Basuki dalam mendorong keberhasilan kebijakan
penggusuran Kampung Pulo. Kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi untuk
mencapai tujuan organisasi. Di dalam lingkup organisasi, pemimpin sangat
dibutuhkan dalam menentukan arah organisasi. Dalam tipe gaya kepemimpinan,
pemimpin mempunyai karakteristik masing-masing untuk mencapai tujuannya.
Gaya kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama dalam kebijakan penggusuran
Kampung Pulo dapat ditelaah berdasarkan paparan yang akan penulis sajikan.
46 Wawancara Pribadi dengan Khairil Anwar, sebagai warga RT 016, tanggal 28
September 2016 di Rusunawa Jatinegara.
87
1. Arogan
Penulis melakukan wawancara di lapangan, yang menunjukkan berbagai
hal dalam gaya kepemimpinan Basuki, seperti dikemukakan oleh Syarifudin Jalal
selaku warga Kampung Pulo saat diwawancarai, sebagai berikut:
“Saya membangun rumah itu sendiri dengan jerih payah sendiri, digusur tanpa di
ganti rugi, lebih kejam masa pemerintahan sekarang. Seumur hidup saya dendam
sama pemerintahan sekarang. Ahok itu arogan, kita ga diganti rugi seperpun.
Kalau gubernur sebelum-sebelumnya dibayar mba.”47
Berdasarkan informasi tersebut, menunjukkan bahwa narasumber
beranggapan bahwa pemerintah sekarang ingkar janji dikarenakan tidak adanya
ganti rugi bagi warga yang terkena dampak normalisasi, sehingga narasumber
beranggapan bahwa Basuki merupakan pemimpin yang arogan. Pada dasarnya
warga Kampung Pulo setuju untuk di relokasi, karena dijanjikan adanya ganti rugi
oleh Jokowi saat masih menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta.
Ketika Jokowi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Jokowi
merupakan pemimpin yang dekat dengan warga. Bermula dari janji Jokowi yang
tidak dibuktikan saat menggusur warga Kampung Pulo, sehingga berujung pada
penolakan warga Kampung Pulo untuk direlokasi dan menagih janji Jokowi kala
itu. Janji yang semulanya pemukiman tidak akan digusur, apabila digusur akan
diberi ganti rugi, tetapi dilupakan begitu saja.48
47 Wawancara Pribadi dengan Syarifudin Jalal, sebagai warga RT 013, tanggal 28
September 2016 di Rusunawa Jatinegara. 48 Pernyataan Jokowi; “Pemukiman kumuh tidak akan digusur tapi ditata, pembangunan
kota di Jakarta 5 tahun ke depan harus tertata, jalanan Kampungnya rapi, bisa diperbaiki,
perKampungannya sehat jadi rumahnya juga sehat”, Dewi Anggita Sari, Kampung Pulo Ini Janji-
Janji Manis, tersedia di http://www.tribunnews.id/2015/08/Kampung-pulo-ini-janji-janji-
manis.html; diunduh pada 25 Oktober 2015.
88
Jokowi merupakan pemimpin yang dekat dengan warga, bahkan Jokowi
mendatangi pemukiman padat penduduk untuk menyelesaikan masalah, guna
mengetahui secara langsung permasalahan yang dihadapi warga Jakarta. Terbukti
Jokowi datang beberapa kali ke tempat yang pernah dikunjunginya, untuk
memastikan apa yang telah dijanjikan sebelumnya.49 Hal ini dibenarkan oleh Sefa
Riana dalam wawancara, yang mengatakan:
“Jokowi tiga kali ke Pulo untuk meninjau, makanya beliau bilang ada ganti rugi,
dan tanah kita juga sudah diukur. Kasian mba, itu tetangga saya sampe ada yang
tidur di luar karena ada tiga kepala keluarga mba. Ahok jangan tega sama warga,
kasian warga yang di gusur-gusurin jauh. Semoga kedepannya Ahok bisa lebih
bijaksana kalo mau gusur warga, tidak dengan cara yang arogan dan bisa
diterima warga yang terkena gusur.”50
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Jokowi sangat mudah
menjanjikan adanya ganti rugi bagi warga, ditambah dengan berkunjung beberapa
kali ke daerah Kampung Pulo untuk mengetahui secara langsung keinginan warga,
sehingga membuat warga Kampung Pulo terperangkap janji Jokowi kala itu.
Namun, ketika Basuki menggantikan posisi Jokowi sebagai Gubernur DKI
Jakarta, Basuki mengambil keputusan dengan tidak adanya ganti rugi bagi warga
Kampung Pulo yang terkena program normalisasi kali Ciliwung.
Narasumber beranggapan bahwa Basuki tidak memikirkan dampak bagi
warga yang direlokasi, dikarenakan ada salah satu warga yang yang menempati
rusunawa dengan tidur berdesak-desakkan. Hal ini menunjukkan bahwa Basuki
dengan leluasa menggusur daerah Kampung Pulo. Warga menilai Basuki ingkar
49 M. Yusuf AR, “Fenomena Kepemimpinan Politik Jokowi”, Jurnal Ganec Swara,
Universitas 45 Mataram, Vol. 7 No. 1 (2013), h. 26. 50 Wawancara Pribadi dengan Sefa Riana, sebagai warga RT 003, tanggal 28 September
2016 di Rusunawa Jatinegara.
89
dalam perjanjiannya, dimana pada saat sosialisasi penggusuran warga Kampung
Pulo dijanjikan akan diberikan ganti rugi. Namun, saat kebijakan penggusuran
akan dilaksanakan, Jokowi tidak menepati janji ganti rugi yang semula diutarakan.
2. Keras dan Tidak Konsisten
Dalam kebijakan penggusuran Kampung Pulo Basuki keras kepala, hal
tersebut dikarenakan adanya sikap tidak konsisten baik dari Basuki maupun
Jokowi. Pada dasarnya, program kebijakan penggusuran Kampung Pulo memang
program yang diteruskan oleh Basuki dari Jokowi, Basuki harus pula meneruskan
janji yang sudah diutarakan oleh Jokowi yaitu dengan adanya pergantian rugi. Hal
tersebut, di perkuat dengan Pergub 190 Tahun 2014,51 serta pernyataan oleh
Sandyawan Sumardi yang menyatakan Pemprov tidak konsisten dalam
menjalankan kebijakan penggusuran:
“Ahok terlalu keras dan praktis, lebih kepada mendelegasikan. Warga
sebenarnya mau ko membantu, bahkan tanpa dibayar. Tapi harus turun langsung,
sosialisasi langsung mba, agar tidak terjadi seperti ini. Karena sudah empat kali
ada perubahan sikap dari Pemprov, pertama jaman Jokowi dikatakan “Kampung
ini tidak akan di relokasi apalagi digusur, tapi akan di tata kembali/revitalisasi”
dan warga tidak ada yang menentang tentang program normalisasi sungai. Kedua,
saya lupa tepatnya kapan tapi setelah tujuh bulan dari pertemuan pertama ada
perubahan pemikiran, akan tetap di relokasi dan akan ada ganti rugi sesuai
Pergub 190. Kita di undang ke Kelurahan, bahkan pohon kandang ayam akan
diganti. Ketiga, berubah lagi. Diundang lagi di Kecamatan berdasarkan Pergub
163 tahun 2012. Keempat, di undang ke Walikota. Bahwa tidak akan menerima
ganti rugi apapun, karena kalau menerima ganti rugi apapun itu, Gubernur akan
di gugat oleh KPK atau BPK.”52
51 Lihat Pergub 190 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Santunan Kepada
Penggarap Tanah Negara, disebutkan dalam pasal 1 ayat 7 santunan adalah pemberian dalam
bentuk uang dan pasal 3, bahwa santunan yang diberikan kepada penggarap tanah negara 25% x
luas tanah garapan. 52 Wawancara Pribadi dengan Sandyawan Sumardi, sebagai Direktur Ciliwung Merdeka
tanggal 9 Agustus 2016 di Sekretariat Ciliwung Merdeka.
90
Pernyataan tersebut menunjukkan sikap tidak konsisten, baik dari Jokowi
maupun Basuki yang semula tidak akan direlokasi, apabila direlokasi akan
diberikan ganti rugi. Semula warga Kampung Pulo setuju untuk direlokasi karena
dijanjikan ada ganti rugi, saat Jokowi masih menjabat sebagai gubernur. Namun,
seiring pergantian gubernur, yaitu Basuki yang menggantikan posisi Jokowi.
Basuki menolak adanya ganti rugi, karena bila ada ganti rugi pemerintah
melanggar aturan yang berlaku serta menyalahgunakan uang negara.
Pada dasarnya Jokowi tidak tahu bagaimana aturan penggusuran, sehingga
Jokowi mengeluarkan Pergub 190 tahun 2014 yang berisi adanya ganti rugi,
sedangkan status tanah warga Kampung Pulo tidak bisa menunjukan secara
legal.53 Warga Kampung Pulo tidak tahu dengan aturan yang berlaku, warga
hanya mengetahui janji yang telah diutarakan oleh Jokowi. Tidak adanya ganti
rugi, berujung pada penolakan warga Kampung Pulo untuk di relokasi ke
rusunawa. Namun, sikap praktis Basuki dengan mendelegasikan bawahannya
untuk menyampaikan kebijakan penggusuran untuk meminimalisir banjir yang
terjadi di Jakarta menuai penolakan dari warga Kampung Pulo. Hal tersebut
dikarenakan Basuki mempunyai sikap keras dalam menyampaikan sebuah
kebijakan penggusuran Kampung Pulo.
Pendekatan dilakukan Basuki berbeda dengan Jokowi. Basuki
merupakan pemimpin yang cenderung keras dan bernada tinggi dalam
melaksanakan sebuah kebijakan. Basuki tegas dalam menindaklanjuti jika ada
53 Wawancara Pribadi dengan Basuki Tjahaja Purnama, sebagai Gubernur DKI Jakarta
tanggal 4 Oktober 2016 di Kantor Balaikota Jakarta Pusat.
91
warga yang melakukan pelanggaran, untuk mengikuti aturan dan norma yang
berlaku.54 Basuki paling tidak suka pada orang yang tidak taat pada peraturan,
karena memang sudah aturannya warga tidak mendapat ganti rugi.55
3. Gaya Bicara Terus Terang
Selain itu, Basuki merupakan pemimpin yang terus terang dalam
pelaksanaan kebijakan penggusuran Kampung Pulo, seperti menyampaikan
komentar-komentar dengan gaya berbicara yang terbuka. Pernyataan tersebut
dibenarkan oleh Karsih yang merupakan warga Kampung Pulo dalam wawancara,
yang mengatakan:
“Hmm.., sepertinya engga memiliki hati nurani. Liat aja kalo di tv Ahok benci
banget sama warga Pulo. Seharusnya diganti rugi untuk bangunan, kita biaya
sendiri kalau begini kan kasian. Waktu di ukur luas tanah dan bangunan kan
mau diganti semua, sampe pohon bahkan tangga. Itu janji-janji Jokowi yang
engga mau bikin susah rakyat.”56
Informasi tersebut menunjukkan bahwa warga sudah dijanjikan adanya
ganti rugi, karena saat itu luas bangunan tempat tinggal warga sudah diukur.
Bahkan dalam menyampaikan kebijakan penggusuran, Basuki terkadang
menggunakan gaya berbicara yang cenderung kurang baik, sehingga narasumber
beranggapan bahwa Basuki tidak memiliki hati nurani. Kebijakan penggusuran
sesungguhnya akan berdampak pada psikologis warga Kampung Pulo yang
terkena program normalisasi kali Ciliwung.
54 Danny Prasetyo, “Persepsi Masyarakat DKI Jakarta Terhadap Figur dan Komunikasi
Politik Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)”, Jurnal Politik, Universitas Diponegoro, Vol. 5 No. 2
(2014), h. 8. 55 Wawancara Pribadi dengan Basuki Tjahaja Purnama, sebagai Gubernur DKI Jakarta
tanggal 4 Oktober 2016 di Kantor Balaikota Jakarta Pusat. 56 Wawancara Pribadi dengan Karsih, sebagai warga RT 015, tanggal 28 September 2016
di Rusunawa Jatinegara.
92
Seorang pemimpin dalam menyampaikan sebuah kebijakan seharusnya
menggunakan kalimat yang dapat diterima oleh warga. Memang, karakteristik
setiap pemimpin berbeda baik dari gaya berbicara maupun cara penyampaian
kepada publik. Apabila Basuki memiliki tipe pemimpin yang terus terang dan
terbuka. Cara Basuki dalam menyampaikan kebijakan penggusuran,
sesungguhnya belum biasa diterima oleh warga Kampung Pulo, karena gaya
berbicara yang terus terang dan terbuka.57
4. Paksaan
Pemimpin otokratik sangat memaksakan kehendak, serta mempengaruhi
orang lain dengan memaksa.58 Dengan gaya berbicara yang terbuka, Basuki
identik menggunakan paksaan dalam kebijakan penggusuran Kampung Pulo.
Seperti yang disampaikan oleh Riano P Ahmad dalam wawancara, yang
mengatakan:
“Sikap Pemprov yang keras, akhirnya tetap dilaksanakan penggusuran. Kita
sebagai DPRD dan sebagai wakil rakyat sudah memberikan pengertian, sudah
turun langsung dengan upaya-upaya kekeluargaan karena banyaknya penolakan
dari warga saat itu. Bayangkan saja mau mindahin masyarakat aja pake TNI
Polri, kesannya seperti mau perang. Seharusnya ga gitu, tindakan ideologis
kekeluargaan dikedepankan, tidak seperti ini.”59
Menurut Pareto dalam buku Teori Politik Modern, bahwa pentingnya
kekuasaan menggunakan kekerasan. Memerintah dengan kelicikan dan
57 Wawancara Pribadi dengan Syofian, sebagai Asisten Pembangunan dan Lingkungan
Hidup Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Timur, tanggal 5 Oktober 2016 di Kantor Walikota
Kota Administrasi Jakarta Timur. 58 J. Rirebu, Dasar-Dasar Kepemimpinan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992), h. 7. 59 Wawancara Pribadi dengan Riano P Ahmad, sebagai Ketua Komisi A DPRD DKI
Jakarta tanggal 10 Oktober 2016 di Kantor DPRD Provinsi DKI Jakarta.
93
memerintah dengan cara paksa.60 Pernyataan tersebut menunjukkan sikap keras
dan egois Basuki dengan memaksa warga Kampung Pulo untuk pindah ke
rusunawa, meski ada penolakan dari warga saat hari penggusuran. Basuki tidak
memperdulikan penolakan warga saat kebijakan penggusuran dilaksanakan dan
tetap melanjutkan kebijakan penggusuran, bahkan dengan menurunkan seluruh
aparat gabungan saat hari penggusuran Kampung Pulo. Hal ini dibenarkan oleh
Eko Purnomo dalam wawancara, bahwa:
“Penggusuran emang demi kepentingan warga Jakarta buat pelebaran kali,
pembersihan kali biar ga banjir dari Bidara Cina sampe Manggarai juga bakal
digusurin semua. Ahok gusur orang udah kaya ngusir apa aja, coba pas
penggusuran Pulo, semua personil apa aja diturunin udah kaya mau perang,
segala pasukan di turunin semua.”61
Informasi tersebut menunjukkan bahwa Basuki memaksa warga untuk
pindah dan menempuh berbagai cara, dengan menurunkan seluruh aparat
gabungan yang terdiri dari TNI dan Polri62 agar tetap menjalankan kebijakan
penggusuran kamupung Pulo. Baginya yang terpenting adalah bagaimana tujuan
kebijakan penggusuran Kampung Pulo dan normalisasi kali Ciliwung dapat
terlaksana untuk meminimalisir banjir di Jakarta. Basuki tidak memikirkan
dampak psikologis bagi warga yang terkena dampak normalisasi kali. Demi
meminimalisir banjir Jakarta, Basuki menurunkan seluruh aparat gabungan agar
tetap terlaksananya penggusuran warga Kampung Pulo, meski mendapat
penolakan dari warga saat itu. Pemimpin otokratik identik dengan menempuh
60 S. P Varma, Teori Politik Modern, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 202. 61 Wawancara Pribadi dengan Eko Purnomo, sebagai ketua RT 006, tanggal 28 September
2016 di Rusunawa Jatinegara. 62 Lihat Bab I Pernyataan Masalah
94
berbagai cara untuk mencapai tujuannya.63 Dalam kebijakan penggusuran
Kampung Pulo, Basuki identik menggunakan gaya kepemimpinan otokratik,
dengan menurunkan seluruh aparat agar tetap terlaksananya kebijakan
penggusuran.
5. Tidak Musyawarah
Pemimpin otokratik tidak mengutamakan musyawarah dalam menetapkan
sebuah kebijakan.64 Hal ini lah yang dilakukan Basuki, dengan tidak
mengedepankan musyawarah secara kekeluargaan dalam pelaksanaan kebijakan
penggusuran, seperti yang disampaikan oleh Maman Waluyo dalam wawancara,
yang mengatakan:
“Ahok engga pernah sosialisasi ke warga. Ahok hanya kasih perintah ke
bawahannya untuk menggusur Pulo, dia ga tau keluhan warga apa.”65
Namun, pernyataan Maman Waluyo berbanding terbalik dengan hasil
wawancara penulis dengan Basuki. Bahwa Basuki lebih mendelegasikan kepada
bawahannya, seperti Walikota, Camat dan Lurah. Memberi kesempatan bagi para
pejabat bertemu langsung kepada warga Kampung Pulo, untuk menyampaikan
pentingnya kebijakan penggusuran.66
Basuki selaku Pemprov hanya mengawasi apabila ada bawahan yang
tidak bekerja dengan baik. Seperti yang disampaikan oleh Basuki dan Maman,
63 Sondang Siagian, Teori dan Praktek Kepemimpinan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h.
31. 64 Sondang Siagian, Teori dan Praktek Kepemimpinan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h.
31. 65 Wawancara Pribadi dengan Maman Waluyo, sebagai warga RT 001, tanggal 28
September 2016 di Rusunawa Jatinegara. 66 Wawancara Pribadi dengan Basuki Tjahaja Purnama, sebagai Gubernur DKI Jakarta
tanggal 4 Oktober 2016 di Kantor Balaikota Jakarta Pusat.
95
bahwa benar Basuki tidak pernah bertemu langsung dengan warga Kampung Pulo.
Basuki lebih kepada mendelegasikan untuk menyampaikan kebijakan
penggusuran kepada warga Kampung Pulo. Hal yang serupa, disampaikan juga
oleh Ujang Iskandar dalam wawancara, bahwa:
“Setiap pemimpin pasti ada plus minusnya ya, Ahok sebelumnya emang engga
pernah datang ke Pulo, itu nunjukkin kalau dia engga mau repot, dia maunya
yang praktis dan harus terlaksana untuk mengurangi pemukiman liar dan
banjir.”67
Informasi tersebut menunjukkan bahwa Basuki tidak pernah bertemu
untuk musyawarah langsung dengan warga. Basuki hanya menginstruksikan
kepada bawahannya untuk menyampaikan pentingnya program normalisasi kali
Ciliwung kepada warga Kampung Pulo. Basuki seharusnya mengutamakan
musyawarah, karena rasa kekeluargaan warga Kampung Pulo masih melekat.
Adanya musyawarah, agar Basuki mengetahui keluhan dan keinginan warga yang
terkena dampak kebijakan penggusuran.
Berdasarkan pemaparan dari berbagai narasumber yang sudah penulis
jabarkan, menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan Basuki dalam kebijakan
penggusuran Kampung Pulo menggunakan gaya kepemimpinan Otokratik.
Dimana pemimpin otokratik arogan, keras kepala, menggunakan cara paksa, serta
tidak mengutamakan musyawarah. Hal ini lah yang dilakukan oleh Basuki, ketika
kebijakan penggusuran Kampung Pulo dan dibenarkan oleh Riano P Ahmad yang
menganggap penggusuran Kampung Pulo dari segi kemanusiaan itu dilematis.
Maksudnya dilematis dalam arti, masyarakat di paksa untuk pindah dan tindakan
67 Wawancara Pribadi dengan Ujang Iskandar Haryadi , sebagai ketua RT 011, tanggal 28
September 2016 di Rusunawa Jatinegara.
96
yang dilakukan Basuki bukan merupakan tindakan secara kekeluargaan, dan bisa
dikatakan kurang menghargai warga Kampung Pulo.68
Dalam mencapai tujuan kebijakan penggusuran, Basuki selaku Gubernur
DKI Jakarta menggunakan sikap arogan dan kurang menghargai warga Kampung
Pulo, serta menggunakan paksaan dengan menempuh berbagai cara dengan
menurunkan seluruh aparat agar kebijakan penggusuran tetap terlaksana, serta
tidak ada musyawarah kepada warga Kampung Pulo yang terkena dampak
program normalisasi.
Berdasarkan pernyataan narasumber yang penulis temukan di lapangan,
gaya kepemimpinan Basuki adalah tipe kepemimpinan otokratik. Selain itu, tipe
otokratik bisa diartikan sebagaimana pemimpin yang biasanya memusatkan
seluruh keputusan dan kebijakan oleh dirinya sendiri.69 Hal ini yang dilakukan
Basuki, yaitu memusatkan seluruh keputusan dalam kebijakan penggusuran
Kampung Pulo. Sesungguhnya tujuan utama Basuki adalah normalisasi kali
Ciliwung untuk meminimalisir banjir di Jakarta, dengan merelokasi warga
Kampung Pulo yang tinggal dibantaran kali agar terhindar dari banjir. Namun,
melupakan janji Jokowi kepada warga Kampung Pulo yang terkena dampak
program normalisasi kali. Setelah penggusuran dilaksanakan ganti rugi pun tidak
diberikan.
68 Wawancara Pribadi dengan Riano P Ahmad, sebagai Ketua Komisi A DPRD DKI
Jakarta tanggal 10 Oktober 2016 di Kantor DPRD Provinsi DKI Jakarta. 69 Alfian, Menjadi Pemimpin Politik, h. 205.
97
Berdasarkan paparan mayoritas narasumber yang penulis wawancarai
menyatakan bahwa gaya kepemimpinan Basuki adalah gaya kepemimpinan
otokratik. Meski demikian, ada satu narasumber yang memandang tipe
kepemimpinan Basuki baik, seperti yang dinyatakan oleh Nur saripah.
Kepemimpinan yang baik, menurut narasumber dilihat dari segi pendidikan,
karena Basuki memberi perhatian lebih dalam pendidikan.70
70 Wawancara Pribadi dengan Nur Saripah, sebagai warga RT 008, tanggal 28 September
2016 di Rusunawa Jatinegara.
98
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebijakan penggusuran Kampung Pulo yang terjadi di tahun 2015,
merupakan suatu kebijakan untuk menjawab permasalahan yang hadir di Jakarta
dalam meminimalisir banjir yang terjadi setiap tahunnya. Dalam pelaksanaan
kebijakan penggusuran, Basuki Tjahaja Purnama selaku pemerintah provinsi
mengutamakan prioritas pembangunan di Jakarta.
Dalam menelaah penelitian ini, penulis merujuk pada teori penulis merujuk
pada teori kepemimpinan Sondang P Siagian, bahwa gaya kepemimpinan adalah
pendekatan yang dilakukan pemimpin untuk memimpin, serta mempengaruhi yang
di pimpin agar dapat bekerja dengan baik dan tercapainya suatu tujuan. Penelitian
ini menemukan bahwa gaya kepemimpinan Basuki dalam kebijakan penggusuran
Kampung Pulo adalah gaya kepemimpinan otokratik. Penggusuran yang terjadi
adalah tindakan paksaan tanpa mengutamakan musyawarah bagi warga yang
tergusur. Hal ini terlihat saat hari penggusuran Kampung Pulo, warga dipaksa
pindah ke rusunawa yang telah disediakan oleh Pemprov. Warga melawan
kebijakan pemerintah dan perlawanan tersebut dikarenakan adanya pembahasan
janji ganti rugi yang tidak dipenuhi oleh pemerintah.
99
Sedangkan dalam implementasi kebijakan, penulis merujuk pada teori
implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn. Bahwa implementasi kebijakan
adalah sebagai tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok
pemerintah maupun swasta untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sesungguhnya kebijakan penggusuran Kampung Pulo sudah diimplementasikan di
tahun 2015, meski kebijakan penggusuran sudah ada sejak Jokowi menjabat sebagai
Gubernur DKI Jakarta. Namun dalam perjalanannya membutuhkan waktu yang
lama, dan baru bisa direalisasikan di tahun 2015 saat Basuki menjabat sebagai
Gubernur DKI Jakarta.
Seperti yang dikemukakan Van Meter dan Van Horn, terdapat beberapa
unsur yang dapat mendukung implementasi kebijakan. Salah satunya, unsur ukuran
dasar dan tujuan kebijakan. Bahwa adanya kebijakan penggusuran untuk menjawab
permasalahan yang hadir di Jakarta, yaitu menangani banjir yang terjadi di Jakarta
serta menyelawatkan warga Kampung Pulo agar mendapat tempat tinggal yang
layak. Dalam pelaksanaan kebijakan penggusuran terdapat unsur sumber-sumber
kebijakan, yaitu sumber daya finansial yang menimbulkan bentuk perlawanan
warga Kampung Pulo. Hal tersebut dikarenakan sebelumnya ada pembahasan ganti
rugi bagi warga Kampung Pulo yang diutarakan oleh Jokowi saat menjabat sebagai
Gubernur DKI Jakarta. Pembahasan sumber daya finansial yang tidak diberikan
pemerintah menghambat implementasi kebijakan saat hari penggusuran,
dikarenakan adanya bentuk perlawanan dari warga untuk menolak kebijakan
pemerintah.
100
Selain itu, dalam mengimplementasikan kebijakan pengggusuran unsur
komunikasi dan koordinasi antar organisasi pelaksana tidak berjalan efektif. Hal
tersebut dapat dilihat saat hari penggusuran, bahwa pemerintah tidak memberikan
komunikasi yang aktif kepada warga, sehingga kurangnya informasi antara warga
satu dengan warga lain yang menimbulkan kesalahpahaman. Setelah implementasi
kebijakan penggusuran direalisasikan, menimbulkan permasalahan baru. Bahwa
pemerintah tidak memberikan jaminan keberlangsungan hidup baik secara unsur
ekonomi, sosial dan politik bagi warga yang tergusur. Warga Kampung Pulo tidak
mendapat perhatian lebih dari pemerintah, hal ini dikarenakan pemerintah lebih
terfokus dalam menangani banjir Jakarta.
Pada dasarnya, implementasi kebijakan penggusuran Kampung Pulo
bertujuan untuk mengembalikan fungsi kali Ciliwung. Hal tersebut dikarenakan
banyaknya pemukiman liar di bantaran kali. Setelah kebijakan penggusuran
diimplementasikan, hadir permasalahan baru. Namun, pemerintah belum berhasil
menjawab permasalahan yang hadir pada warga Kampung Pulo, seperti lapangan
pekerjaan. Permasalahan muncul setelah kebijakan penggusuran direalisasikan. Hal
ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan penggusuran sesungguhnya belum
berjalan efektif dalam memberikan jaminan hidup bagi warga Kampung Pulo
setelah direlokasi.
101
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang sudah penulis paparkan, ada saran yang ingin
penulis sampaikan, yaitu sebagai berikut:
1. Dalam dunia akademik, perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk
mendapatkan sebuah gambaran yang komprehensif mengenai gaya
kepemimpinan aktor politik dalam implementasi kebijakan.
2. DKI Jakarta membutuhkan pemimpin yang tegas, dalam mewujudkan
Jakarta dari bebas banjir. Namun, ketegasannya tidak ditunjukkan
dengan sikap egois, akan tetapi lebih kepada musyawarah. Dalam
mengimplementasikan suatu kebijakan seharusnya pemerintah
memberikan pemahaman terlebih dahulu dari maksud dan tujuan
kebijakan penggusuran Kampung Pulo agar dapat terealisasikan dengan
baik. Komunikasi dan koordinasi yang aktif antara pemerintah dan
warga sangat dibutuhkan dalam meminimasilir kesalahan informasi.
102
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Alfian, Alfan. Menjadi Pemimpin Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2009.
Anderson, James E. Public Policymaking. New York: Cengage Learning, 2014.
Bastian, Radis. Ahok Tegas, Disiplin, Tanpa Gentar, Demi Rakyat. Yogyakarta:
Palapa, 2013.
Dunn, William N. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 2013.
Fathurahman, Pupuh. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia,
2011.
Gunawan, Iman. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2013.
Gunawan, Markus. Ahok Koboi Jakarta Baru. Jakarta: Visimedia, 2013.
HM, Zaenuddin. Banjir Jakarta Dari Zaman Jendral JP Coen 1621 sampai
Gubernur Jokowi 2013. Jakarta: Change Publisher, 2013.
Idrus, Muhammad. Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif. Yogyakarta: Erlangga, 2009.
IR, Ma’mun . Mengurangi Ancaman Banjir Jakarta (Dilengkapi Panduan
Menghadapi Banjir). Jakarta: Pustaka Cerdasindo, 2007.
Islamy, M. Irfan. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bina
Aksara, 1988.
Januardy, Alldo Fellix. Kami Terusir Laporan Penggusuran Paksa di Wilayah DKI
Jakarta Januari - Agustus 2015. Jakarta: Lembaga Bantuan Hukum, 2015.
Kartono, Kartini. Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah Pemimpin Abnormal itu.
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.
Martono, Nanang. Metode Penelitian Sosial: Konsep-Konsep Kunci. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2015.
Northouse, Peter G. Kepemimpinan Teori dan Praktik. Jakarta: Indeks, 2013.
103
Nugroho, Riant. Public Policy, Teori, Manajemen, Dinamika, Analisis,
Konvergensi dan Kimia Kebijakan. Jakarta: Elex Media Komputindo,
2014.
Purnama, Basuki Tjahaja. Merubah Indonesia: Tidak Selamanya Orang Miskin
Dilupakan. Jakarta: Tim Centre for Democracy and Transparency, 2008.
Rirebu, J. Dasar-Dasar Kepemimpinan. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992.
Setiadi, Elly M dan Kolip Usman. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan
Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.
Setiati, Eni. DKK. Ensiklopedia Jakarta, Jakarta Tempo Doeloe, Kini dan Esok.
Jakarta: Lentera Abadi, 2009.
Shahab, Alwi. Batavia Kota Banjir. Jakarta: Republika, 2009.
Siagian, Sondang P. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta,
2010.
Sugiono. Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2006.
Syafiie, Inu Kencana. Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Bandung: Refika
Aditama, 2006.
Varma, S. P. Teori Politik Modern. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
Winarno, Budi. Kebijakan Publik Teori, Proses, dan Studi Kasus. Yogyakarta:
CAPS, 2014.
Yukl, Gary. Kepemimpinan Dalam Organisasi. T.tp.: Indeks, 2009.
Jurnal
Akib, Haedar. “Kebijakan: Apa, Mengapa, dan Bagaimana”. Jurnal Administrasi
Publik. Universitas Negeri Makassar. Vol. 1 No. 1 (2010).
AR, M. Yusuf. “Fenomena Kepemimpinan Politik Jokowi”. Jurnal Ganec Swara.
Universitas 45 Mataram. Vol. 7 No. 1 (2013).
Widyanti, Putri, Kismartini, dan Maesaroh. “Implementasi Kebijakan
Penanggulangan Banjir (Studi Kasus Proyek Normalisasi Banjir Kanal
Barat dan Kali Garang Kota Semarang)”. Jurnal Administrasi Publik,
Universitas Diponegoro.
104
Manggar, Siti. “ Penggusuran Sebagai Implikasi Kebijakan Ruang Terbuka Hijau
Dalam Perspektif HAM: Studi Kasus Penggusuran Taman Bersih,
Manusiawi dan Berwibawa (BMW)”. Jurnal Kriminologi Indonesia.
Universitas Indonesia. Vol. 7 No.2 (2011).
Prasetyo, Danny. “Persepsi Masyarakat DKI Jakarta Terhadap Figur dan
Komunikasi Politik Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)”. Jurnal Politik.
Universitas Diponegoro. Vol. 5 No. 2 (2014).
Sasanto, Reza dan Syaifuddin Khair, Aip. “Analisis Kebijakan Pemerintah Dalam
Penanganan Permukiman Ilegal Di Bantaran Sungai Studi Kasus: Bantaran
Kali Pesanggrahan Kampung Baru, Kedoya Utara Kebon Jeruk”. Jurnal
Planesa. Universitas Esa Unggul. Vol. 1 No. 2 (2010).
Wawancara
Wawancara Pribadi dengan Abiyudin, sebagai warga RT 014, tanggal 30
September 2016 di Rusunawa Jatinegara.
Wawancara Pribadi dengan Basuki Tjahaja Purnama, sebagai Gubernur DKI
Jakarta tanggal 4 Oktober 2016 di Kantor Balaikota Jakarta Pusat.
Wawancara Pribadi dengan Eko Purnomo, sebagai ketua RT 006, tanggal 28
September 2016 di Rusunawa Jatinegara.
Wawancara Pribadi dengan Fahri Gifar, sebagai perwakilan warga RT 012, tanggal
30 September 2016 di Rusunawa Jatinegara.
Wawancara Pribadi dengan Haris Indrianto, sebagai Kepala Seksi Pemerintahan
dan Tata Tertib Kelurahan Kampung Melayu, tanggal 3 Mei 2016 di
Kelurahan Kampung Melayu Jakarta Timur.
Wawancara Pribadi dengan Hartono Abdullah, sebagai Kepala Satuan Polisi
Pamong Praja Kota Administrasi Jakarta Timur, pada 12 Oktober 2016 di
Kantor Walikota Kota Administrasi Jakarta Timur
Wawancara Pribadi dengan Karsih, sebagai warga RT 015, tanggal 28 September
2016 di Rusunawa Jatinegara.
Wawancara Pribadi dengan Khairil Anwar, sebagai warga RT 016, tanggal 28
September 2016 di Rusunawa Jatinegara.
Wawancara Pribadi dengan Kinah, sebagai warga RT 010, tanggal 28 September
2016 di Rusunawa Jatinegara.
105
Wawancara Pribadi dengan Maman Waluyo, sebagai warga RT 001, tanggal 28
September 2016 di Rusunawa Jatinegara.
Wawancara Pribadi dengan Nur Saripah, sebagai warga RT 008, tanggal 28
September 2016 di Rusunawa Jatinegara.
Wawancara Pribadi dengan Riano P Ahmad, sebagai Ketua Komisi A DPRD DKI
Jakarta tanggal 10 Oktober 2016 di Kantor DPRD Provinsi DKI Jakarta.
Wawancara Pribadi dengan Romdoni Ahmad, sebagai warga RT 002, tanggal 28
September 2016 di Rusunawa Jatinegara.
Wawancara Pribadi dengan Sandyawan Sumardi, sebagai Direktur Ciliwung
Merdeka, tanggal 09 Agustus 2016 di Sekretariat Ciliwung Merdeka.
Wawancara Pribadi dengan Sefa Riana, sebagai warga RT 003, tanggal 28
September 2016 di Rusunawa Jatinegara.
Wawancara Pribadi dengan Syarifudin, sebagai warga RT 013, tanggal 28
September 2016 di Rusunawa Jatinegara.
Wawancara Pribadi dengan Syofian, sebagai Asisten Pembangunan dan
Lingkungan Hidup Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Timur, tanggal 5
Oktober 2016 di Kantor Walikota Kota Administrasi Jakarta Timur.
Wawancara Pribadi dengan Ujang Iskandar Haryadi , sebagai ketua RT 011, tanggal
28 September 2016 di Rusunawa Jatinegara.
Sumber Internet
“Ahok Tidak Salah Keluar Gerindra Tetapi Salasah Cari Alasan.” tersedia di
http://www.kompasiana.com/sandiazyudhasmara/ahok-tidak-salah-keluar-
gerindra-tetapi-salah-cari-alasan_54f5d34fa3331150518b4639 Di unduh
pada 15 Februari 2017.
“Ahok Vs Warga Penggusuran Kampung Pulo.” tersedia di http://news.
liputan6.com/read/2298240/ahok-vs-warga-penggusuran-kampung-pulo
Diunduh pada 07 April 2016.
“Bappedajakarta Statistik Jumlah Penduduk.” tersedia di http://bappedajakarta.go.
id/?page_id=1131 Diunduh pada 25 Juli 2016.
“Cerita Ahok Di Balik Penggusuran Kampung Pulo.” tersedia di
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150820195034-20-73479/cerita-
ahok-di-balik-penggusuran-kampung-pulo Diunduh pada 24 Oktober 2015.
106
“Diantara Gubernur Jakarta Lainnya Baru Ahok Yang Berani Menggusur Kampung
Pulo.” tersedia di http://riaugreen.com/view/Nasional/11310 /Diantara-
Gubernur-Jakarta-Lainnya-Baru-Ahok-Yang-Berani-Menggusur-
Kampung-Pulo.html#.Vw6esdR97IU Diunduh pada 07 April 2015.
“Geografis Jakarta.” tersedia di http://www.jakarta.go.id/v2/news/2008/01/
Geografis-Jakarta#.V7W_KFt97IU Diunduh pada 25 Juli 2016.
“Ini Profil Dan Visi Misi Jokowi-Ahok.” tersedia dihttp://news.detik.com/
berita/2007463/ini-profil-dan-visi-misi-jokowi-ahok Diunduh pada 20 Juni
2016.
“Jokowi-Basuki Menangi Pilkada DKI Putaran II.” tersedia di
http://megapolitan.kompas.com/read/2012/09/28/1724329/jokowi.basuki.
%09menangi.pil%09kada.dki.putaran.ii Diunduh pada 5 Juni 2016.
“Kampung Pulo.” tersedia di http://jakartapedia.bpadjakarta.net/index.php/
Kampung Pulo#cite_note-1 Diunduh pada 25 Juli 2016.
“Kampung Pulo Ini Janji-Janji Manis.” tersedia di http://www.tribunnews.
id/2015/08/kampung-pulo-ini-janji-janji-manis.html Diunduh pada 25
Oktober 2015.
“Kamus Besar Bahasa Indonesia.” tersedia di http://kbbi.web. id/kebijakan
Diunduh pada 27 Mei 2016.
“Kamus Besar Bahasa Indonesia.” tersedia di http://kbbi.web.id/asimilasi Diunduh
pada 25 Juli 2016.
“Kamus Besar Bahasa Indonesia.” tersedia di http://kbbi.web.id/cokol Diunduh
pada 25 Juli 2016.
“Kamus Besar Bahasa Indonesia.” tersedia di http://kbbi.web.id/normalisasi
Diunduh pada 08 April 2016.
“Kamus Besar Bahasa Indonesia.” tersedia di http://kbbi.web.id/relokasi Diunduh
pada 08 April 2016.
“Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur.” tersedia di http://timur.
jakarta.go.id/v10/?p=kecamatan Diunduh pada 08 April 2016.
“Korban Penggusuran Terpaksa Sempit-Sempitan Di Rusun Jatinegara.” tersedia di
http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-
nasional/15/08/27/ntqy7j361-korban-penggusuran-terpaksa-
sempitsempitan-di-rusun-jatinegara Diunduh pada 27 Oktober 2016.
“Letak Geografis Jakarta Timur.” tersedia di http://timur.jakarta.go.
id/v11/?p=geografis Diunduh pada 22 April 2016.
107
“Lima Kutipan Ngehits Ahok Sepanjang 2015.” tersedia di
http://nasional.kompas.com/read/2015/12/30/11570071/5.Kutipan.Ngehits.
Ahok.Sepanjng.2015?page=all Diunduh pada 13 Februari 2017.
“Pengertian Sejarah.” tersedia di http://www.pengertiansejarah.com/sejarah-
voc.html Diunduh pada 25 Juli 2016.
“Penggusuran Kampung Pulo Ini Kesepakatan Ahok Dan Warga.” tersedia di
https://m.tempo.co/read/news/2015/08/20/083693548/penggusuran-
kampung-pulo-ini-kesepakatan-terakhir-ahok-warga Diunduh pada 07
April 2016.
“Penyebab Warga Kampung Pulo Menolak Direlokasi.” tersedia di
http://news.okezone.com/read/2015/08/22/338/1200575/penyebab-warga-
kampung-pulo-menolak-direlokasi Diunduh pada 25 April 2015.
“Perangkat Daerah Map.” tersedia di http://www.jakarta.go.id/v2/perangkat_
daerah/map/1122660 Diunduh pada 25 Juli 201
108
x
Lampiran 1: Surat Laporan Penertiban dan Relokasi Kampung Pulo
xi
xii
xiii
xiv
Lampiran 2: Surat Peringatan I dari Satpol PP
xv
Lampiran 3: Surat Peringatan II dari Satpol PP
xvi
Lampiran 4: Surat Peringatan III dari Satpol PP
xvii
Lampiran 5: Surat Wawancara dari Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Timur
xviii
Lampiran 6: Surat Wawancara dari Satpol PP Kota Administrasi Jakarta Timur
xix
Lampiran 7: Surat Wawancara dari Ciliwung Merdeka
xx
Lampiran 8: Dokumentasi
Foto bersama Basuki Tjahaja Purnama, Gubernur DKI Jakarta
Hari Selasa, 4 Oktober 2016.
xxi
Foto bersama Syofian, Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup
Sekretariat Kota Administrasi Jakarta Timur. Hari Rabu, 5 Oktober 2016.
Foto bersama Riano P Ahmad, Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta.
Hari Senin, 10 Oktober 2016.
Foto bersama Sandyawan Sumardi, Direktur Ciliwung Merdeka
xxii
Hari Selasa, 9 Agustus 2016.
Foto bersama Maman Waluyo, warga RT 001 RW 03.
Hari Jumat, 28 September 2016.
xxiii
Foto bersama Sefa Riana, warga RT 001 RW 03.
Hari Jumat, 28 September 2016.
Foto bersama Nur Saripah, warga RT 008 RW 03.
Hari Jumat, 28 September 2016.
xxiv
Foto bersama Kinah Noorkrisman, warga RT 010 RW 03.
Hari Jumat, 28 September 2016.
Foto bersama Ujang Iskandar Haryadi, ketua RT 011 RW 03.
Hari Jumat, 28 September 2016.
Foto bersama Fahri Gifar, warga RT 012 RW 03.
Hari Jumat, 30 Oktober 2016.
xxv
Foto bersama Syafrudin Jalal, warga RT 013 RW 03.
Hari Jumat, 28 September 2016.
Foto bersama Abiyudin, warga RT 014 RW 03.
Hari Minggu, 30 September 2016.
xxvi
Foto bersama Karsih, warga RT 015 RW 03.
Hari Jumat, 28 September 2016.
Foto bersama Khairil Anwar, warga RW 016 RW 03.
Hari Jumat, 28 September 2016.
top related