gambaran umum provinsi kepulauan riau dan kota tanjungpinang, pulau penyengat
Post on 25-Oct-2015
980 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
3.3.3. Gambaran Umum Wilayah Kepulauan Riau
Provinsi Kepulauan Riau terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor
25 Tahun 2002, terdiri dari dua Kota dan tiga Kabupaten yang
ibukota Tanjungpinang. Pada tahun 2003 Kabupaten Kepulauan Riau
dimekarkan menjadi Kabupaten Lingga dan Kabupaten Kepulauan Riau
(menjadi Kabupaten Bintan tahun 2006). Tahun 2008 Kabupaten Natuna
mengalami pemekaran menjadi Kabupaten Natuna dan Kabupaten
Kepulauan Anambas. Dengan Motto: “Berpancang Amanah,
Bersauh Marwah”, Provinsi Kepulauan Riau bertekad untuk
membangun menjadi salah satu pusat pertumbuhan perekonomian
nasional dengan tetap mempertahankan nilai-nilai Budaya Melayu
yang didukung oleh masyarakat yang sejahtera, berakhlak mulia, dan
ramah lingkungan.
Wilayah Provinsi Kepulauan Riau terdiri dari gugusan pulau-pulau besar
dan kecil yang letak satu dengan yang lainnya dihubungkan oleh
perairan/ laut. Beberapa pulau yang relatif besar diantaranya adalah
Pulau Bintan dimana Ibukota Provinsi (Tanjungpinang) dan Kabupaten
Bintan berlokasi; Pulau Batam yang merupakan Pusat Pengembangan
Industri dan Perdagangan; Pulau Rempang; dan Pulau Galang yang
merupakan kawasan perluasan wilayah industri Batam; Pulau Karimun,
Pulau Kundur di Karimun, Pulau Lingga, Pulau Singkep di Lingga, Pulau
Bunguran di Natuna, serta Gugusan Pulau Anambas (di Kepulauan
Anambas). Selain itu Provinsi Kepulauan Riau memiliki pulau-pulau kecil
yang hampir tersebar di seluruh kabupaten/kota yang ada, termasuk
diantaranya pulau-pulau kecil yang terletak di wilayah perbatasan
Negara Indonesia. Keberadaan pulau-pulau terluar ini perlu mendapat
perhatian khusus mengingat memiliki kerentanan terhadap masalah
keamanan, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan
hidup.
3.3.3.1.Kondisi Umum Wilayah Makro
Kedudukan Provinsi Kepulauan Riau dalam Konteks Regional
dan Global
Kejayaan kawasan Semenanjung telah diawali dengan berdirinya
Kerajaan Johore-Riau (1511-1824), yang terkenal dengan tiga “wilayah
kembar” yang sangat masyhur yakni: Singapura-Johor-Riau, yang
kemudian lebih dikenal dengan Kesultanan Melaka. Pada masa itu
sektor perdagangan, kebudayaan dan ekonomi serantau berkembang
pesat, tidak saja di kawasan Asia Tenggara tetapi juga bergemah ke
seluruh penjuru dunia, terutama di sentero Benua Eropa.
Pada akhir abad ke-18, ketika Eropa mulai menancapkan pengaruhnya
di Asia, kesultanan ini mengalami kesuraman karena ketiga wilayah
strategis ini mulai menjadi incaran negara Barat sehingga mulai
terpecah-pecah. Tahun 1819 melalaui Perjanjian Anglo-Dutch, Singapura
dinyatakan berada dibawah kekuasaan Inggeris yang kemudian
diserahkan pada negara tersebut tahun 1824.
Johor akhirnya merupakan bagian dari koloni Inggeris di Semenanjung
Malaka. Kemudian Riau pun terpisah dari Johor dan Singapura, lalu
menjadi bagian dari Kesultanan Riau-Lingga di bawah kekuasaan
Belanda. Wilayah ini bagaikan terbiarkan dan lebih dipengaruhi oleh
kebijakan Belanda di Jawa dan Sumatera. Setelah Perang Dunia II
ketiga wilayah ini menjadi bagian dari masing-masing negara merdeka
yakni Singapura , Malaysia dan Indonesia.
Replika dari kejayaan Kesultanan Melaka pada masa lalu, kiranya dapat
dijadikan inspirasi untuk membentuk format “cetak biru” baru kerjasama
serumpun Singapura- Johor–Kepulauan Riau (SIJORI) yang lebih
pragmatis dan realistis. Karena melihat kondisi ketiga wilayah tersebut
dewasa ini; Kepulauan Riau dengan Free Trade Zone Batam, Bintan
Karimun (FTZ-BBK), Singapura sebagai megapolitan, dan Johor yang
memiliki Iskandar Development Region (IDR), sangat memungkinkan
dilakukan kerjasama yang saling melengkapi (complementarity) antar
wilayah, sehingga wilayah-wilayah tersebut dapat diproyeksikan sebagai
kawasan-kawasan pertumbuhan baru, atas dasar potensi masing-masing
wilayah yang beragam.
Pada tahun awal tahun 1990 kerjasama ekonomi sub-regional dalam
lingkup ASEAN telah dibangun sejak disepakatinya kerjasama SIJORI
(Singapore - Johor - Riau). Kerjasama SIJORI tersebut dalam
perjalanannya telah mengalami perkembangan yang sangat pesat,
sehingga selanjutnya diperluas cakupan lokasi dan program
kerjasamanya dalam wilayah Sumatera bagian tengah dalam bentuk
kerjasama ekonomi sub-regional Indonesia Malaysia Singapore Growth
Triangle (IMS-GT). SIJORI sendiri adalah suatu bentuk kerja sama
ekonomi yang diprakarsai oleh Singapura, Malaysia, dan Indonesia.
SIJORI tumbuh karena adanya kebutuhan yang komplementer antara
ketiganya. SIJORI tumbuh karena adanya kebutuhan yang
komplementer antara ketiganya.
Kerjasama Ekonomi Sub Regional (KESR) yang merupakan
pengembangan lebih lanjut dari kerjasama SIJORI. Indonesia pada
gilirannya diwakili oleh Provinsi Kepulauan Riau melalui deklarasi
Pertemuan Tingkat Menteri (Ministrial Meeting) di Lhokseumawe Aceh
pada tanggal 20 Maret 1997. Tujuan KESR adalah untuk mendorong
pembangunan dan meningkatkan kerjasama ekonomi kawasan di bidang
perdagangan, pariwisata, pertanian, industri dan kegiatan ekonomi
lainnya di wilayah Segitiga Pertumbuhan dengan pelaku utama kalangan
dunia usaha swasta dan pemerintah selaku fasilitator. Visi ke depan dan
program-program KESR adalah mewujudkan sektor swasta sebagai
“engine of growth” dalam pengembangan ekonomi kawasan, didukung
oleh berbagai kemudahan layanan yang profesional oleh masing-masing
pemerintah peserta KESR.
Konsep Segitiga Pertumbuhan tersebut merupakan pengembangan lebih
lanjut dari konsep Segitiga Pertumbuhan SIJORI (Singapura-Johor-Riau)
berupa kerjasama ekonomi dengan memanfaatkan lokasi strategis serta
potensi masing-masing wilayah untuk saling melengkapi dengan
membentuk Satu Wilayah Investasi (One Investment Region) yang
bermakna seolah-olah ketiga wilayah tersebut tidak dibatasi secara
administrasi. Pokok pikiran yang terkandung dalam konsep ini adalah:
a. Singapura sebagai salah satu pusat perekonomian dunia dalam
bidang pelayaran, perdagangan, industri padat modal, jasa, dan
komunikasi akan menjadi penggerak, dinamisator dan berperan
sebagai pintu gerbang bagi kawasan segitiga pertumbuhan.
b. Indonesia dan Malaysia akan bertindak sebagai penyedia berbagai
kebutuhan bagi terlaksananya konsep pertumbuhan dalam bidang
tenaga kerja, lahan, infrastruktur, dan sumber daya air.
Sosial Ekonomi Kepulauan Riau
Sementara itu, Perekonomian Kepulauan Riau saat ini masih didorong
oleh dua sektor utama, yaitu Sektor Industri Pengolahan dan Sektor
Perdagangan, Hotel, dan Restoran. Di tengah kondisi perekonomian
global yang menunjukkan penurunan, perekonomian Kepulauan Riau
masih menunjukkan akselerasi pertumbuhan yang cukup baik. Salah
satu pendorong peningkatan tersebut adalah masih diminatinya Provinsi
Kepulauan Riau sebagai salah satu tujuan pergerakan arus modal global.
Hal tersebut didukung oleh pedikat “investment grade” yang dicapai
oleh Indonesia. Namun demikian kondisi perekonomian global yang
masih belum menunjukkan kinerja positif memerlukan langkah
penyesuaian struktural, terutama perbaikan iklim investasi dan
akselerasi pembangunan infrastruktur agar momentum peningkatan
investasi Kepulauan Riau sebagai daerah tujuan investasi dapat terus
berlanjut.
Walaupun perekonomian Kepulauan Riau mengalami pertumbuhan
positif dengan akselerasi yang cukup tinggi, namun perlu diwaspadai
kondisi perekonomian global yang masih belum menunjukkan kinerja
positif sehingga memerlukan langkah penyesuaian struktural, terutama
perbaikan iklim investasi dan akselerasi pembangunan infrastruktur agar
momentum peningkatan investasi Kepulauan Riau sebagai daerah tujuan
investasi dapat terus berlanjut.
Dalam hubungan kerjasama ekonomi, Indonesia dan Singapura saling
melengkapi dan memiliki tingkat komplementaritas yang tinggi.
Indonesia memilki sumberdaya alam dan mineral yang melimpah serta
tersedianya sumber daya manusia yang besar sedangkan Singapura
memiliki kemampuan pengetahuan dan tehnologi tinggi, jaringan
ekonomi serta sumber daya keuangan yang besar. Kondisi ini
menjadikan Indonesia dan Singapura saling membutuhkan dan saling
melengkapi satu sama.
Sebagai negara yang wilayahnya kecil, pasar domestiknya sangat
terbatas dan sumber daya alamnya langka, Singapura sangat
menggantungkan perekonomiannya pada perdagangan luar negeri. Oleh
karena itu pula Singapura sangat berkepentingan terhadap sistem
perdagangan internasional yang terbuka dan bebas di bawah naungan
WTO. Guna mengamankan kepentingannya, Singapura tidak hanya
mengandalkan pada proses negosiasi multilateral, sejak 1999 Singapura
telah mulai menjajagi bentuk-bentuk pengaturan perdagangan bilateral.
Belakangan dengan tersendatnya proses negosiasi di WTO, Singapura
semakin gencar menempuh langkah-langkah bilateral dan regional yang
diyakini dapat mengakselerasi proses liberalisasi perdagangan dan
memperkuat sistem perdagangan multilateral.
Pada dasarnya hubungan bilateral Indonesia-Singapura memiliki fondasi
yang sangat kuat yang dibuktikan dengan telah ditandatanganinya
berbagai Kesepakatan ataupun Perjanjian antara kedua negara. Selain
itu, untuk fondasi kerjasama ekonomi khususnya antara Singapura
dengan Batam dan Riau, kedua negara memiliki Legal Framework yang
kokoh dengan ditandatanganinya beberapa Persetujuan antara lain:
1. Basic Agreement on Economic and Technical Cooperation yang
ditandatangani di Singapura 29 Agustus 1974;
2. Perjanjian Kerjasama Ekonomi dan Teknik RI-Singapura (1977);
3. Perjanjian Kerjasama Ekonomi dan Teknik untuk Pengembangan
Pulau Batam (31/10/1980);
4. Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda/P3B (1990);
5. Persetujuan Kerjasama Ekonomi dalam rangka Pengembangan
Propinsi Riau (28/81990);
6. Perjanjian Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal
(P4M/IGA) ditandatangani pada 16/2/2005. Indonesia meratifikasi
pada Februari 2006;
7. Framework Agreement on Economic Cooperation in the Island of
Batam, Bintan Karimun (SEZ’s), 25 Juni 2006.
Pemberdayaan sektor swasta juga sudah kembali meningkat yang
ditandai dengan cukup tingginya kegiatan kunjungan antara para pelaku
usaha kedua negara. Sebagai hasilnya, semakin meningkatnya transaksi
perdagangan dan investasi kedua negara. Sesuai dengan data dari
International Enterprise Singapore Indonesia merupakan mitra dagang
terbesar ke-5 Singapura.
Tenaga kerja Indonesia di Singapura sebagian besar masih tergolong
pada unskilled labor yaitu Penata Laksana Rumah Tangga, dengan
perkiraan jumlah mencapai sekitar 50.000 orang. Meskipun Singapura
masih ketergantungan pada tenaga kerja asing (TKA) mengingat relatif
kecilnya jumlah penduduk dan jumlah angkatan kerja, namun tenaga
skilled ataupun semi-skilled dari Indonesia masih belum dapat
memanfaatkan peluang-peluang yang cukup besar di Singapura.
Pemerintah Singapura masih lebih mengutamakan tenaga kerja kasar
(unskilled labor) dari Malaysia, Bangladesh, China, India, yang notabene
merupakan bagian dari struktur penduduk Singapura.
Pengembangan kerjasama ekonomi dalam Kawasan Ekonomi Khusus/
Special Economic Zones (KEK/SEZs) antar kedua negara diadakan di
pulau Batam, Bintan dan Karimun, serta kemungkinan serupa di lokasi
lainnya di Indonesia.Hal ini pertama kali diatur dalam Keputusan
Presiden RI tentang Tim Koordinasi Segitiga Pertumbuhan Indonesia –
Malaysia-Singapura (27 tahun 1995) dan (31 dan 74 Tahun 1996).
Peluang yang paling jelas adalah bagi industri galangan kapal dan
produksi peralatan dan jasa perminyakan. Sekitar 80% dari bisnis
perlatan perminyakan di Indonsia sudah berlokasi di Batam, seperti
permbuatan pipa dan casing, konstruksi dan perekayasaan drilling rig.
Selain pengembagan sektor industri, kerjasama kedua negara ini juga
akan membawa keuntungan-keuntungan lainnya di bidang pariwisata
dan jasa seperti pengembangan resor dan fasilitas serta jasa pameran,
konferensi, pertanian dan perikanan.
Sosial Budaya Kepulauan Riau
Persebaran jumlah penduduk di Provinsi Kepulauan Riau dapat
dikategorikan tidak merata. Hal ini terlihat dari jumlah penduduk Kota
Batam sebesar 737.533 jiwa atau 50,7 % dari jumlah penduduk
provinsi. Ketimpangan jumlah penduduk ini disebabkan oleh pesatnya
pertumbuhan ekonomi Kota Batam sebagai kota industri yang mampu
menarik pencari kerja yang berasal dari luar Provinsi Kepulauan Riau.
Peningkatan jumlah penduduk di Provinsi Kepulauan Riau dari tahun ke
tahun terjadi cukup signifikan. Menurut data yang ada, kepadatan
penduduk Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2003 adalah 112
jiwa/km2 naik menjadi 137 jiwa/km2 pada tahun 2008. Kenaikan tingkat
kepadatan penduduk juga terjadi di setiap kabupaten yang ada di
Provinsi Kepulauan Riau. Kabupaten atau kota yang menjadi terpadat
adalah Kota Batam dengan tingkat kepadatan 957 jiwa/km2 , sedangkan
yang paling rendah adalah Kabupaten Natuna 36 jiwa/km2.
Pembangunan bidang seni, budaya dan olah raga sangat terkait erat
dengan kualitas hidup manusia dan masyarakat. Sesuai dengan 2 (dua)
sasaran capaian pembangunan bidang sosial budaya dan keagamaan
yaitu (1) mewujudkan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia,
bermoral, beretika, berbudaya dan beradab: (2) mewujudkan bangsa
yang berdaya saing untuk mencapai masyarakat yang lebih makmur dan
sejahtera.
Jumlah Sanggar Seni Budaya Menurut kabupaten dan Kota di ProvinsiKepulauan Riau
No. Kabupaten/ Kota Jumlah
1. Tanjungpinang 26
2. Batam 15
3. Bintan 14
4. Karimun 15
5. Lingga 16
6. Natuna 13
7. Kepulauan Anambas 6
Jumlah 105Sumber: RPJMD Provinsi Kepulauan Riau, Tahun 2010-2015
Kota Tanjungpinang menjadi daerah yang paling banyak memiliki
sanggar seni dan budaya yaitu berjumlah 26 sanggar. Selanjutnya diikuti
oleh Kabupaten Lingga dengan jumlah sanggar 16 sanggar. Sanggar
seni paling sedikit terdapat di Kepulauan Anambas adalah 6 sanggar
seni.
Potensi Seni dan Budaya di Provinsi Kepulauan Riau
No. Kabupaten/ Kota Potensi Kesenian Potensi Budaya
1. Tanjungpinang Tari Zafin Penyengat Gazal/ Tari Tradisi &
Kreasi Bangsawan
Sembahyang Laut Mandi Safar Bentuk bangunan dan
Arsitektur
2. Batam Teater Makyong Tari Jogi
Mandi Safar Cukur Rambut Sunat Rosul
3. Bintan Tari Malemang Teater Makyong Tari Dangkong
Sampan Kolek/ FestivalLaut Melayu
Gasing Jong Ziarah Mandi Safar
4. Karimun Zapin Kompang Melayu Dangkong
Pinang Meminang Perkawinan Menyambut Tamu Cukur Rambut Saiful
Anam
5. Lingga Cacah Inai Tari Tradisi Tari Kreasi Seni Bangsawan
Mandi Safar Basemah Sunat Rosul Berzanji Gasing Layang-layang
No. Kabupaten/ Kota Potensi Kesenian Potensi Budaya
Tepun Tawar
6. Natuna Mendu Hadrah Ayam Sudur Lang-lang Buana Kompang Zapin Berzanji Beredah Topeng Gendang Serasan Ratip Tumbuk Suluk Gubang
Gasing Sarang Nyok Ringkep Pacu Kolek & Jongkong Cek Le-Le Deng Deng Pucuk Mati-mati Lu-Lu Cina Buta Tarik Tambang Silat Kerriyan Jung Kate Canang Alu Tepung Tawar Berbalas Pantun Makan Sirih Tabur Beras Kuning Khitanan Khatam Al –Quran Beirisik & Buang Ancak Pusung Tangan Mandi Tolak Bala Malok Sagug
7. Kepulauan Anambas Gendang Siantan(Nyabuk)
Tanan Topeng(Gubang)
Mendu/ SandiwaraRakyat
Kehidupan Suku Laut
Sumber: RPJMD Provinsi Kepulauan Riau, Tahun 2010-2015
Provinsi Kepulauan Riau merupakan daerah yang sangat banyak
memiliki potensi kesenian dan potensi budaya. Hal ini terjadi karena
Provinsi Kepulauan Riau merupakan provinsi dimana kebudayaan
melayu berasal.
Kampung Adat dan Rumah Adat di Provinsi Kepulauan Riau
No.Kabupaten/
Kota
NamaKampung/
Rumah Adat
Objek Wisata
Lokasi/ NamaObjek
Jenis Wisata
1. Tanjungpinang Pulau Penyengat danSenggarang
Sejarah Agama
Pulau Terkulai, PulauBayan dan PulauDompak
Wisata Bahari
Melayu Square Pusat Makanan Rakyat
Tepi Laut Permainan Rakyat
Hanaria Taman PermainanAnak-anak
Bintan Mall, Bestarimall dan Ramayana
Pusat Belanja danSouvenir
No.Kabupaten/
Kota
NamaKampung/
Rumah Adat
Objek Wisata
Lokasi/ NamaObjek
Jenis Wisata
2. Batam Rumah Limas Bulan Bintang (BekasKerajaan Lingga,Makam pengungsiVietnam, Camppengungsi Vietnam,Candi Vihara Chua AinQ Huang, Pagoda,Vihara, Cetva TnDharma), PulauGalang (Gereja NhaTho Due Me VoNhiem, Sisa kapal-kapal bekas, JembatanBelerang, Pantai PasirPutih, Marina) danPantai Batam (Kabil,Melur, Tanjung Pinggirdan Setoko)
Sejarah
Nagoya, Jodoh Pusat Perbelanjaan
Occarina Taman Permainan/Rekreasi
3. Bintan Lagoi Resort Resort
Desa Wisata SebongPereh
Wisata Budaya & Bahari
Pantai Wisata SebongPereh, Pantai Trikora,Lahan Wisata KM.35,54,52, PantaiSakera, Sungai Lepah,Teluk Tabik, TelukPenepat, PulauPanjang, Pulau Bungin
Wisata Bahari
Makam Datuk Penaon,Makam SulthanAbdurrahman MuhayatSyah
Sejarah
Air Terjun GunungBintan, Goa GunungBintan, Danau BekasGalian Boukist, ddanAir Terjun GunungLengkuas
Wisata Alam
4. Karimun Kampung AdatDesa Parit
Pantai PongkarPelawan, Pantai AirDagang, PantaiSawang, PantaiGading, Pantai Lubuk,Batu Limau
Wisata Bahari
Rumah AdatRumpun MelayuBersatu (RMB)
Air Panas Alam, AirTerjun Tebing, BatuBetulis, TanjungMelolo, MakamSebidang
Wisata Alam
Rumah AdatLembaga AdatMelayu (LAM)
Wisata Budaya
Kampung AdatMoro
Wisata Budaya
5. Lingga Gedung NasionalMeriam Tegak, Meriamdilapangan Merdeka,Mesjid Al Zulfa, CetiyaDharma Ratna, ReflikaIstana Dammah, SitusSejarah Pondasi Bilik
No.Kabupaten/
Kota
NamaKampung/
Rumah Adat
Objek Wisata
Lokasi/ NamaObjek
Jenis Wisata
44, Situs SejarahPeninggalan IstanaDamanah, SitusSejarah PeninggalanIstana Robart, SitusPeninggalan MesjidLama, Benteng KubuParit, Benteng BukitCaning, Benteng diPulau Mepar, MusiumMini Langgam Cahaya,Rumah TahanPeninggalan ZamanBelanada, MesjidSultan Lingga, CetiyaLoka Shanti, Kelentengdi Pulau Penuba,Klenteng Sambau diCenteng, KomplekMakam di BelakangMesjid Sultan Lingga,Makam yang diPertuan Muda X RiauRaja MuhammadYusuf Al Ahmadi,Komplek Makam BukitCengkeh, KomplekMakam KeluargaTemenggungJamaluddin dan DatukKaya Montel,Pemandian TengkuAmpuan Jahara.
Pantai Batu Berdaun,Pantai IndahSerenggang Laut,Pantai Nusantara,Pantai Penat, PantaiTajung Sawang, PantaiSerang, Pulau Lalang,Pulau Berhala, PulauLampu, PantaiDungun, PantaiSekanah, PantaiLundang, PantaiMentulat di DesaDuara, Pasar Pancur,Pantai Laboh, PantaiBenan, Pantai DipulauPenaah, Pulau Penaah,Pulau Belading, PulauMensanak, PulauDuyung, Pulau Buaya,Pulau Mesemut, PulauBurung, PulauPekajang,Perkampungan SukuLaut, Pantai PasirPendek di Desa Mepar,Pantai Pasir PanjangKarang Bersulam,Pantai Teluk Empuk,Pantai Seriam, PantaiPenarik, PantaiMentanak, PantaiTeluk Andang.
Wisata Bahari
No.Kabupaten/
Kota
NamaKampung/
Rumah Adat
Objek Wisata
Lokasi/ NamaObjek
Jenis Wisata
Air Terjun BatuAmpar, Air TerjunBedegam, PemandianAir Panas Balerang, ,Air Terjun Cik Latif,Sumur Hangtuah,Bukit Tumang
Wisata Alam
Perkampungan SukuLaut Pulau Lipan,Perkampungan SukuLaut Pulau Tembuk,Perkampungan SukuLaut Desa Kelumu,
Wisata Budaya/ Alam
Pasar Dabo, MakamDatuk Penaon,Ratif Saman, AirTerjun Resun
Wisata Budaya
6. Natuna Pulau Karang Aji,Pulau Perayun, PulauDatuk Serasan, PulauSepadi, Pulau Bungli,,Pulau Ayam, PulauLetung, Pulau Kelong,Pulau Batu Alam,Pulau Midai, PulauTimau, Pulau Jelek,Pulau Antu, PulauKukop, Pulau Tanjung,Segeram, PulauSedanau, PantaiPanjang, PantaiTepian, Pulau Laut,Pulau Seluan, PulauPenjaul, PulauPunjong
Wisata Bahari
Bunker Jepang,Meriam Tua, RumahTua
Wisata Sejarah
Gunung Ranai Wisata Alam
7. KepulauanAnambas
Desa Mengkait Air Tejun Temurun Wisata Alam
Desa Candi
Desa Mampok
Desa Langir
Sumber: RPJMD Provinsi Kepulauan Riau, Tahun 2010-2015
Beberapa kegiatan kebudayaan di Kepulauan Riau telah dilakukan
secara bersama-sama dengan negara Malaysia dan Singapura. Namun,
secara umum, upaya pelestarian dan pengembangan daya tarik budaya
melayu dan budaya lokal masih sangat rendah. Hal ini bisa ditunjukkan
dari masih belum optimalnya pemberdayaan kelompok masyarakat
potensial dan lembaga adat, serta pembinaan potensi dan kreativitas
masyarakat dalam mengembangkan seni dan budaya daerah.
Hal ini disebabkan antara lain peran dan dukungan dunia usaha, pihak
swasta dan masyarakat untuk bekerjasama dalam pembinaan seni dan
budaya masih rendah, termasuk dalam pengembangan sejarah dan
budaya daerah. Akibatnya, aktivitas seni dan budaya dalam event baik
lokal, regional maupun internasional terutama dalam membangkitkan
kembali semangat Kepulauan Riau sebagai Bunda Tanah Melayu belum
berjalan secara optimal.
Menurunnya pengamalan nilai agama, nilai budaya dan ketaatan
terhadap hukum dan perundang-undangan baik dalam lembaga
pendidikan, organisasi kemasyarakatan dan aparatur pemerintah,
sehingga jati diri anak negeri (Melayu) mulai tergerus oleh budaya
luar/asing. Di sisi lain dukungan yang nyata dari daerah/negara
serumpun tentang peranan dan kedudukan Kepulauan Riau sebagai
Bunda tanah Melayu juga belum ada. Untuk itu perlu ada upaya
berkesinambungan dalam memelihara, membina dan mengembangkan
nilai budaya Melayu disamping budaya-budaya lain yang hidup
berkembang di Kepulauan Riau.
Pariwisata Kepulauan Riau
Berkembang dan lestarinya budaya daerah terutama dengan
memberdayakan nilai-nilai budaya Melayu untuk meningkatkan
pemahaman dan pengamalan nilai-nilai tersebut melalui peningkatan
pemakaian simbol dan atribut budaya Melayu dalam kehidupan
masyarakat dan lembaga pemerintahan secara terus menerus termasuk
pengembangan kesenian dan budaya daerah melalui peningkatan event
kesenian dan budaya yang mendukung kegiatan pariwisata dan
sebaliknya pariwisata yang mendorong berkembangnya nilai dan budaya
Melayu.
Prioritas pengembangan wisata adalah untuk mewujudkan pariwisata
yang mendukung ekonomi daerah serta didukung oleh pembangunan,
peningkatan, rehabilitasi dan pemeliharaan infrastruktur.
Kepulauan Riau merupakan salah satu provinsi yang memiliki
keanegaraman hayati yang cukup tinggi yang berupa sumber daya alam
yang berlimpah, baik di daratan maupun di perairan. Potensi Obyek dan
Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) yang terdapat di Provinsi Kepulauan
Riau antara lain berupa keanekaragaman hayati, keunikan dan keaslian
budaya tradisional, keindahan bentang alam, gejala alam, peninggalan
sejarah/ budaya yang secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat.
Sebagai daerah provinsi yang didominasi kepulauan, maka
pengembangan wisata diarahkan melalui pariwisata bahari. Pariwisata
bahari merupakan kegiatan yang diminati komunitas sosial masyarakat
Indonesia maupun internasional yang menyediakan keindahan,
kenyamanan alami dari kombinasi cahaya matahari, laut dan pantai
berpasir putih. Kegiatan wisata bahari antara lain berenang, berselancar,
menyelam , mendayung, memancing, dan snorkeling.
Secara umum pemanfaatan potensi dalam pengembangan wisata
termasuk potensi budaya, potensi wisata bahari dan wisata minat
khusus di kawasan pulau kecil di Kepulauan Riau, belum optimal
dilakukan. Hal ini bisa ditunjukkan dari belum berkembangnya pusat-
pusat wisata baru dan even-even wisata baru yang didukung oleh
keamanan lingkungan yang kondusif dengan memanfaatkan potensi
alam dan budaya.
Permasalahan pariwisata tersebut disebabkan antara lain oleh (i) masih
belum terbinanya pelaku wisata dalam kepariwisataan, (ii) masih
terbatasnya infrastruktur kepariwisataan seperti jalan, sarana angkutan,
telekomunikasi dan fasilitas umum termasuk cinderamata khas
dikawasan-kawasan wisata, (iii) belum adanya perencanaan
pembangunan pariwisata budaya dan bahari yang partisipatif dan
terintegrasi, (iv) belum optimalnya pengembangan dan pemeliharaan
objek wisata budaya dan bahari yang sudah ada, dan (v) minimnya
kegiatan-kegiatan promosi budaya dan bahari, serta pelaksanaannya
yang belum terintegrasi baik promosi melalui website maupun lainnya.
Arahan Kepariwisataan Provinsi Kepulauan Riau diimplementasikan ke
dalam 6 (enam) Unit Pengembangan Wilayah Pariwisata, yang terdiri
dari:
1. Unit Pengembangan Wilayah Pariwisata A (Kota Batam)
pengembangannya diarahkan untuk pengembangan wisata
konferensi/ Meeting, Incentive, Conferrence, Exhebition (Kawasan
Nagoya), wisata belanja (Kawasan Nagoya, Jodoh, Batu Aji, Batam
Centre, Muka Kuning), wisata terpadu (Kawasan Batu Ampar),
wisata bahari (Kawasan Pulau Abang, Pulau Segayang, Kawasan
Nongsa), wisata sejarah/budaya (Camp Pengusngsian Vietnam
Pulau Galang), ekowisata (Kawasan Nongsa) dan wisata minat
khusus (Kawasan Pulau Abang).
2. Unit Pengembangan Wilayah Pariwisata B (Kota Tanjungpinang dan
Kabupaten Bintan), pengembangannya diarahkan pada:
a. Kota Tanjungpinang diarahkan untuk pengembangan wisata
budaya/sejarah/religi (Kawasan Pulau Penyengat, Kota Piring,
Kawasan Kota Rebah) dan wisata belanja.
b. Kabupaten Bintan diarahkan untuk pengembangan wisata
terpadu (Kawasan Lagoi), ekowisata (Kawasan Gunung Bintan)
wisata religi/sejarah (Kawasan Kota Kara dan Bukit Batu) wisata
bahari (Kawasan Lagoi, Kawasan Sakera Tanjung Uban,
Kawasan Trikora) dan wisata minat khusus (Kawasan Lagoi,
Pulau Nikoi dan sekitarnya).
3. Unit Pengembangan Wilayah Pariwisata C (Kabupaten Karimun),
pengembangannya diarahkan untuk pengembangan wisata budaya
(Kawasan Makam Datok Badang, Cagar Budaya Makam Moyang
Seraga, Mesjid Jami’ Pulau Buru, situs Batu Tulis), wisata bahari
(Pantai Pongkar, Pelawan, Pantai Lubuk Tanjung Batu, Pantai
Berangan dan Telunas di Moro).
4. Unit Pengembangan Wilayah Pariwisata D (Kabupaten Lingga),
pengembangannya diarahkan pada pengembangan wisata budaya
dan sejarah (Kawasan Istana Damnah, Makam Merah, Kawasan
Bukit Cening, Kawasan Bilik 44, Kawasan Mesjid Sultan Lingga),
pengembangan wisata minat khusus (Kawasan Pulau Benan dan
Kawasan Pulau Penaah) serta ekowisata (Desa Resun).
5. Unit Pengembangan Wilayah Pariwisata E (Kabupaten Natuna),
pengembangannya diarahkan pada pengembangan wisata bahari
(Kawasan Kecamatan Pulau Tiga dan Kawasan Pantai Tanjung),
wisata budaya (Kawasan Keramat Binjai, Komplek Makam Segeram,
Rumah Peradilan/Rumah Orang Kaya Suan, Rumah Datuk Kaya
Wan Muhammad Benteng, Benteng Kawasan Pertahanan Portugis
dan Jepang) serta wisata minat khusus (Kawasan Pulau Tiga).
6. Unit Pengembangan Wilayah Pariwisata F (Kabupaten Kepulauan
Anambas), pengembangannya diarahkan pada pengembangan
wisata bahari dan wisata minat khusus (Kawasan Pulau Bawah,
Pulau Penjalin, Pulau Kelong dan Pulau Semut, Pulau Berhala dan
Tukong Atap).
3.3.3.2.Kondisi Umum Wilayah Mikro
Kota Tanjungpinang berada di Bagian Selatan Pulau Bintan terletak pada
00 50’ 25,93” LU - 00 58’ 54,62” LU dan 1040 23’ 23,40” BT - 1040 34’
49,9” BT dengan luas wilayah adalah + 239.50 Km2 yang terdiri dari
daratan, lautan dan beberapa pulau seperti Pulau Dompak, Pulau
Penyengat, Pulau Terkulai, Pulau Los, Pulau Basing, Pulau Sitakap dan
Pulau Bayan. Luas wilayah Kota Tanjungpinang dari luas tersebut, terdiri
dari daratan dengan luas + 131.54 Km2 dan lautan + 107.96 Km2.
Secara administratif, Kota Tanjungpinang yang terbentuk berdasarkan
Undang-undang No. 5 Tahun 2001 sebagai daerah otonom kota terdiri
dari 4 kecamatan dan 18 kelurahan dan berbatasan langsung dengan
Kota Batam dan Kabupaten Bintan, yaitu sebagai berikut :
Sebelah Utara dengan : Kecamatan Teluk Bintan dan Kecamatan
Bintan Utara Kabupaten Bintan
Sebelah Selatan dengan : Kecamatan Mantang dan Kecamatan
Bintan Timur Kabupaten Bintan
Sebelah Barat dengan : Kecamatan Galang Kota Batam dan
Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten
Bintan
Sebelah Timur dengan : Kecamatan Bintan Timur dan Kecamatan
Teluk Bintan Kabupaten Bintan
Gugusan pulau-pulau yang di kenal dengan Kepulauan Riau sudah sejak
berabad-abad yang lalu diketahui telah memegang peranan penting
dalam sejarah perkembangan kawasan ini. Hal ini terutama karena
letaknya yang strategis pada posisi perdagangan dan pelayaran dunia
antara Timur dan Barat serta antara Samudera Hindia dengan Laut Cina
Selatan. Kedudukan strategis itu telah mendorong Kepulauan Riau
menjadi salah satu sentra perdagangan dan pelayaran di Kawasan Selat
Malaka.
Menurut sumber-sumber sejarah tempatan, jauh sebelum berdirinya
kerajaan Melayu Malaka di Semenanjung Timur Melayu pada awal abad
XV, di pulau terbesar dari gugusan Kepulauan Riau yaitu Pulau Bintan
telah berdiri sebuah kerajaan. Kerajaan tersebut bernama “Kerajaan
Bentan” yang berpusat di Bukit Batu, di tepi Sungai Bintan, yang
diperkirakan berdiri pada awal abad XI. Kerajaan Bentan selain diketahui
merupakan pusat perdagangan dan pelayaran juga telah menjalin
hubungan luas dengan negara-negara lain serta sudah mempunyai
tradisi dan adat istiadat yang tinggi.
Kedudukan dan peranan ekonomis yang penting itu telah mendorong
Pulau Bintan dan kawasan sekitarnya tumbuh dan berkembang menjadi
tempat yang ramai dikunjungi dan dikenal luas, terutama kalangan
pelaut. Salah satu tempat yang diduga ikut berperan sebagai daerah
pendukung (hinterland), sebagai titik navigasi dan fungsi maritim
lainnya adalah Tanjungpinang yang terletak di bagian Timur Teluk
Bintan dan merupakan salah satu pintu masuk ke pusat Kerajaan
Bentan. Tanjungpinang dengan posisinya yang agak ke dalamtempat
yang ideal bagi armada pelayaran untuk berlindung dari serangan badai,
atau untuk berlabuh sementara mengambil air dari perbekalan.
Menjelang berdirinya Kerajaan Riau (1722), Tanjungpinang telah
menjadi kubu pertahanan Raja Kechik dalam perang saudara
memperebutkan tahta Kerajaan Johor melawan Tengku Sulaiman dan
sekutunya. Setelah berdiri Kerajaan Riau, kedudukan Tanjungpinang
sebagai pusat pertahanan semakin jelas ketika Riau bersiap menghadapi
perang melawan Belanda antar tahun 1782-1784. Benteng Riau di
Tanjungpinang dan sekitarnya sangat berjasa dalam menahan rencana
serbuan armada Belanda ke pusat Kerajaan Riau.
Semenjak Tahun 1784, Tanjungpinang mulai tumbuh sebagai sebuah
tempat pemukiman dan kemudian menjadi sebuah kota yang juga
berperan sebagai Bandar dagang. Fungsi dan kedudukan sebagai pusat
perdagangan menjadi Tanjungpinang sebagai kota penting di Sumatera
bagian Timur setelah Medan dan Palembang. Selain itu Tanjungpinang
ditetapkan sebagai ibukota keresidenan Belanda untuk wilayah yang
cukup luas sampai ke sebagian Sumatera bagian Tengah dan sebagian
Sumatera bagian Utara.
Tahun 1983 sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1983
tanggal 18 Oktober 1983 telah dibentuk Kota Administratif
Tanjungpinang. Selanjutnya pada tahun 2001 sesuai dengan SK
Mendagri Nomor 5 tahun 2001 tanggal 21 Juni 2001, Kota Administratif
Tanjungpinang ditingkatkan statusnya menjadi Kota Otonom. Setelah
Kota Tanjungpinang menjadi kota otonom yang semula terdiri dari dua
kecamatan dimekarkan menjadi empat kecamatan yaitu Kecamatan
Bukit Bestari, Kecamatan Tanjungpinang Timur, Kecamatan
Tanjungpinang Kota dan Kecamatan Tanjungpinang Barat. Jumlah
kelurahan bertambah dari 10 menjadi 18 kelurahan.
Lebih jelasnya luas wilayah Kota Tanjungpinang per kecamatan sebagai
berikut :
Luas Wilayah Administrasi Kota Tanjungpinang
No. KECAMATAN/KELURAHANLUAS(KM2)
PERSENTASE(%)
1. Kecamatan Bukit Bestari 69.00 28.81
a. Kelurahan Tanjungpinang Timur 7.00 2.92
b. Kelurahan Tanjung Unggat 10.50 4.38
c. Kelurahan Tanjung Ayun Sakti 10.50 4.38
d. Kelurahan Dompak 30.50 12.73
e. Kelurahan Sei Jang 10.50 4.38
2. Kecamatan Tanjungpinang Timur 83.50 34.86
a. Kelurahan Kampung Bulang 11.50 4.80
b. Kelurahan Melayu Kota Piring 13.00 5.43
c. Kelurahan Air Raja 13.00 5.43
d. Kelurahan Pinang Kencana 23.00 9.60
e. Kelurahan Batu Sembilan 23.00 9.60
3. Kecamatan Tanjungpinang Kota 52.50 21.92
a. Kelurahan Tanjungpinang Kota 1.50 0.63
b. Kelurahan Penyengat 4.00 1.67
c. Kelurahan Kampung Bugis 24.00 10.02
d. Kelurahan Senggarang 23.00 9.60
4. Kecamatan Tanjungpinang Barat 34.50 14.41
a. Kelurahan Tanjungpinang Barat 11.00 4.59
b. Kelurahan Kamboja 7.00 2.92
c. Kelurahan Kampung Baru 6.50 2.71
d. Kelurahan Bukit Cermin 10.00 4.18
JUMLAH 239.50 100,00
Sumber : Draft RTRW Kota Tanjungpinang 2013-2033
Status Hukum Internasional di Wilayah Laut Kota
Tanjungpinang
Status hukum internasional di wilayah laut Kota Tanjungpinang terletak
pada aplikasi dari tanggung jawab Pemerintah Indonesia terhadap
pelaksanaan rezim hukum laut internasional. Aspek tanggung jawab dari
Pemerintah Indonesia adalah bagaimana pemerintah Indonesia c.q.
pemerintah daerah Kota Tanjungpinang bisa menjamin pelaksanaan
dan pemenuhan hukum atas klaim-klaim yang ada pada zona-zona
maritim dan keadaan khusus di laut wilayahnya secara efektif yang
digunakan oleh negara lain (user states).
Dalam hukum laut internasional, kepentingan negara penguna juga
memiliki dasar hukum yang kuat dengan diterima dan diakuinya hak
lintas damai (innocent passage), hak lintas damai kepulauan
(archipelagic sea lanes passage) dan hak transit (transit passage).
Tanggung jawab ini mengandung arti bahwa laut harus bebas dari
ancaman kekerasan, laut harus bebas dari ancaman navigasi, laut harus
bebas dari ancaman pencemaran dan pengerusakan ekosistem dan laut
harus bebas dari pelanggaran hukum. Konteks keamanan laut ini
memiliki arti bahwa negara pengguna dan pemerintah daerah (yang
merupakan aparatur negara Indonesia sebagai (coastal State) memiliki
hak dan kewajiban yang koordinatif satu dengan yang lain dalam
pemenuhan kewajiban ini.
Wilayah laut Kota Tanjungpinang bersinggungan dengan status khusus
dengan rezim hukum laut internasional, yaitu:
1. Berbatasan langsung Selat Singapura yang merupakan Selat-Selat
yang digunakan untuk pelayaran internasional. Akibat hukumnya
adalah kapal-kapal asing memiliki hak untuk lintas damai dan lintas
transit di wilayah laut Kota Tanjungpinang di Sebelah barat dan
selatan. Aplikasi hak lintas damai di perairan Indonesia diatur dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2002
tentang Hak Dan Kewajiban Kapal Asing Dalam Melaksanakan
Lintas Damai Melalui Perairan Indonesia;
2. Berbatasan langsung dengan Selat Karimata yang digunakan
sebagai zona maritim bagi pelaksanaan hak lintas damai kepulauan
(archipelagic sea lanes passage/Alur Laut Kepulauan Indonesia) I
dari Selat Malaka-Selat Singapura-Selat Karimata-Selat Sunda-
Samudera Hindia atau sebaliknya, atau dari Laut Cina Selatan-Selat
Karimata-Selat Sunda-Samudera Hindia atau sebaliknya. Alur Laut
Kepulauan I yaitu titik IA-1 yang merupakan awal ALKI I dari Selat
Singapura menuju titik I-3 terus ke Titik I-4. Aplikasi Hak Lintas
Damai di Alur Laut Kepulauan Indonesia diatur dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 tahun 2002 tentang Hak
Dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing Dalam
Melaksanakan Lintas Alur Laut Kepulauan Melalui Alur Laut
Kepulauan Yang Ditetapkan.
Sifat hukum yang melekat pada hak lintas damai dan lintas transit di
wilayah laut Kota Tanjungpinang menurut hukum internasional adalah
eksklusif dan limitatif. Eksklusivismenya terletak pada adanya jaminan
pelaksanaan hak lintas damai dan hak tansit bagi kapal dan pesawat
asing yang tidak boleh dihalangi oleh siapapun termasuk aparatur
Pemda Kota Tanjungpinang, serta bebas dari ancaman yang mungkin
timbul dari ancaman kekerasan, dari ancaman navigasi, dan dari
pelanggaran hukum terhadap kapal dan pesawat asing yang sedang
melaksanakan hak lintas dan hak transit di wilayah laut Kota
Tanjungpinang. Limitasinya terletak pada pelaksanaan yurisdiksi yang
ketat oleh pemerintah Indonesia terhadap kapal atau pesawat asing
yang sedang melaksanakan hak lintas dan hak transit di wilayah Laut
Kota Tanjungpinang.
Zona Ekonomi Ekslusif
Pengumuman pemerintah negara tentang Zona Ekonomi Eksklusif
terjadi pada 21 Maret 1980. Batas ZEE adalah selebar 200 mil yang
dihitung dari garis dasar laut wilayah Indonesia. Alasan-alasan yang
mendorong Pemerintah mengumumkan ZEE adalah :
Persediaan ikan yang semakin terbatas
Kebutuhan untuk pembangunan Nasional Indonesia
ZEE mempunyai kekuatan hukum internasional
Melalui perjuangan panjang di Forum Internasional,akhirnya konferansi
PBB tentang Hukum Laut II di New York 30 April 1982 menerima “The
United Nation Convention on the Law of the Sea” (UNCLOS) yang
kemudian ditandatangani pada 10 Desember 1982 di Montego Bay,
Jamaica oleh 117 negara termasuk Indonesia.Konvensi tersebut
mengakui asas negara Kepulauan (Archipelagic State Principles) serta
menentapkan asas-asas pengukuran ZEE. Pemerintah dan DPR negara
RI kemudian menetapkan UU No.5 tahun 1983 tentang ZEE, serta UU
No.17 tahun 1985 tentang ratifikasi UNCLOS sejak 3 Februari 1986
Indonesia telah tercatat sebagai salah satu negara yang telah
meratifikasinya.
Prospek Perkembangan Laut Natuna/Laut Cina Selatan
Laut Cina Selatan merupakan salah satu perairan yang semi tertutup
(semi enclosed) yang memiliki jalur-jalur laut yang sangat vital dan
ramai yang menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Dengan letaknya yang sangat strategis tersebut, Laut Cina Selatan
selalu penuh dengan konflik antar negara yang ada di wilayah
sekitarnya, contohnya adalah dengan Vietnam yang memperebutkan
kepulauan Paracel, dengan Filipina dan Malaysia yang memperebutkan
Pulau Kalayaan dan Terumbu Laksamana, dan dengan Filipina yang
memperebutkan empat Pulau yaitu Pulau Pugat, Rurok, Binago dan
Sand Cay.
Sengketa mengenai Laut Cina Selatan dimulai pada bulan Mei tahun
1996 ketika Cina mengumumkan secara unilateral mengenai Konsep
Lidah Cina di laut Cina Selatan berdasarkan aplikasi Konsep ”Adjacent
Sea” berdasarkan the Law of the People’s Rebublic of china on the
Territorial Sea and the Contigous Zone (25th February 1992). Konsep ini
diterapkan Cina di gugus kepulauan dan karang-karang laut di Laut Cina
dengan pertimbangan pada alasan pertahanan dan keamanan dan
kepentingan ekonomi terutama klaim atas 200 mil laut di sebelah timur
Laut Natuna Besar kedalam wilayah kedaulatan Cina (ZEE Cina).
Akibatnya adalah terjadinya tumpang tindih Zona Ekonomis Esklusif
antara Indonesia dan Cina.
Adjecent Sea merupakan suatu istilah untuk menyebutkan suatu
keadaan dimana terdapat dua negara atau lebih yang letaknya sangat
berdekatan dengan wilayah perbatasan antar negara yang berupa
wilayah laut (Jalal dalam Rachmat: 1996). Namun demikian, dasar klein
adjecent sea ini tidak pernah diberikan penjelasan dan definisi yang
jelas dan akurat dari Cina. Dari sisi hukum laut internasional, klaim Cina
yang didasari oleh Peta Nasional Cina tahun 1947, Deklarasi Cina tahun
1958 dan Undang-undang Cina tahun 1992 hanyalah didasari dengan
alasan historis belaka dan tidak mengupayakan dan mengedepankan
cara-cara yang dikenal dalam hukum laut internasional yaitu melalui
persetujuan bilateral/multilateral dengan negara-negara tetangga yaitu
Vietnam, Philipina, Malaysia dan Indonesia. Disamping itu, penarikan
garis putus-putus di wilayah Laut Cina Selatan yang menyerupai lidah
naga tidak dikenal dalam rezim hukum laut internasional dalam Konvensi
Hukum Laut 1982.
Pasal 310 Konvensi menentukan bahwa suatu negara diperbolehkan
membuat suatu deklarasi/peryataan dengan maksud untuk
menyelaraskan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
nasional, akan tetapi pernyataan atau deklarasi yang dibuat tersebut
tidak boleh bertentangan dengan semangat dan isi dari Konvensi Hukum
Laut 1982. Dari segi aplikasi, penarikan sembilan garis putus-putus yang
menyerupai lidah naga yang tidak memiliki letak koordinat yang pasti di
wilayah Laut Cina Selatan tidak dikenal dalam rezim penarikan garis
pangkal suatu negara dalam Konvensi Hukum Laut.
Selama hampir satu dekade, klaim wilayah laut oleh Cina di laut Cina
Selatan hampir secara de facto dan de jure tidak ada kontak taktis,
diplomatis dan yuridis dari Cina walaupun Pemerintah Indonesia aktif
dalam melakukan pengusaan de facto dan de jure atas wilayah di ZEE
Laut Natura timur. Klaim Cina tersebut bisa dipatahkan secara hukum
oleh Indonesia, yaitu:
1. Berdasarkan perspektif historis, Deklarasi Juanda pada tahun 1957
yang memasukan wilayah Kepulauan Natuna dan Laut disebelah
luarnya dilaksanakan terlebih dahulu dari pada klaim Cina tahun
1996 tersebut;
2. Berdasarkan perspektif legal, Indonesia memiliki dan telah
menetapkan beberapa peraturan nasional yang merupakan
inkorporasi ketentuan Konvensi Hukum Laut 1982 yang menjadi
landasan yuridis penetapan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia yaitu, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1983 tentang Zona
Ekonomi Eksklusif, Undang-Undang 17 tahun 1985 tentang
Ratifikasi Konvensi hukm Laut 1982, Undang-undang Nomor 6
tahun 1996 tentang Perairan Indonesia dan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat
Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia yang
memasukan dan menentukan koordinat-koordinat definitif di Laut
natuna;
3. Berdasarkan efektifitas pengelolaan dan pemanfaatan ZEE di
wilayah laut Natuna, Indonesia telah melaksanakannya secara lebih
efektif dibandingkan dengan Cina. Hal ini terbukti dengan
perjanjian-perjanjian kerjasama pengelolaan dan eksplorasi wilayah
ZEE dengan Exxon pada tahun 1997 dan Mobil Oil USA. Sejauh ini,
pemerintah Cina tidak pernah menyampaikan protes terhadap
eksplorasi tersebut baik secara diplomatik dan secara langsung.
Dengan demikian, secara implisit Cina mengakui penguasaan dan
pemanfaatan ZEE di Laut Natuna sebelah timur oleh Indonesia.
Prinsip efetivitas secara de facto ini telah diterima oleh hukum
internasional sebagai suatu jurisprudensi dalam menentukan siapa
pemilik atau siapa yang berdaulat atas suatu wilayah yang menjadi
sengketa.
Dengan demikian, klaim Cina atas wilayah laut di Laut Cina Selatan dan
Laut Natuna tidak sah menurut hukum laut internasional dan posisi
Indonesia secara legal yuridis dan teknis lebih kuat dibandingkan
dengan Cina. Walaupun berpengaruh pada hak berdaulat RI di wilayah
ZEE Laut Cina Selatan namun kenyataannya klaim Cina tersebut tidak
berpengaruh pada pelaksanaan hak berdaulat RI di wilayah ZEE Laut
Cina Selatan.
Kenyataan tersebut berimplikasi pada pelaksanaan hak-hak berdaulat
oleh Indonesia terlebih lagi oleh Daerah. Daerah memiliki landasan
hukum yang kuat dalam melaksanakan kegiatan ekslporasi dan
pemanfaatan laut di sekitar Laut Natuna dan terutama ZEE di sekitar
Laut Natuna. Justru peran daerah terutama Kabupaten Natuna dan Kota
Tanjungpinang menjadi ujung tombak pelaksanaan atau kontrol efektif
atas wilayah Laut Natuna.
Kondisi Kelautan dan Perkembangan Kegiatan Transportasi di
Selat Malaka dan Selat Singapura
Kota Tanjungpinang memiliki posisi secara kelautan di antara Selat
Malaka dan Selat Singapura yang digunakan sebagai selat pelayaran
internasional dengan panjang hampir mencapai 1.000 Km atau kurang
lebih 600 mil. Selat ini menghubungkan dua samudera yaitu Samudera
Hindia dan Samudra Pasifik. Kedua samudera ini merupakan pusat
energi dunia di negara-negara yang berada di Samudera Hindia sebagai
raw material BBM seperti negara-negara Arab dan sebagai pusat
perdagangan dan industri dunia di negara-negara yang berada di
Samudera Pasifik. Secara tidak langsung lalu lintas transportasi energi
dan hasil produksi industri akan melalui Selat Malaka dan Selat
Singapura. Karenanya masyarakat internasional melalui PBB dan IMO
diharuskan untuk ikut bertanggung jawab terhadap selat yang
digunakan sebagai pelayaran internasional. sedangkan negara
Indonesia, Malaysia dan Singapura bertanggungjawab secara langsung
terhadap keselamatan pelayaran dengan mengatur lalulintas (traffic)
transportasi laut dan menetapkan traffic separation scheme di Selat
Malaka dan Selat Singapura. ditentukan bahwa kapal yang melebihi
draft yang disyaratkan disarankan melalui ALKI I Selat Sunda dan ALKI
II Selat Lombok.
Perkembangan lalulintas laut di Selat ini mencapai 7,8 % pertahun
dengan lalulintas rata-rata per tahun mencapai 70.000 unit atau 200
unit per hari dan yang membawa BBM dari timur tengah ke Pasifik
mencapai 20.000 unit per tahun berupa super tanker. Lalulintas laut
dengan intensitas yang tinggi ini menyebabkan adanya pilihan potensi,
peluang, ancaman dan hambatan bagi egara Indonesia dan khususnya
terhadap Kota Tanjungpinang.
Kegiatan lalulintas laut yang melintasi Selat Singapura memiliki
permasalahan dan peluang pendapatan dari pelayanan jasa pelabuhan,
adapun kegiatan tersebut adalah :
1. Transhipment di pelabuhan Singapura, Tanjung Pelepas, Pulau
Batam dan Tanjung Balai Karimun
2. Menuju dari/ke Pelabuhan Singapura, Tanjung Pelepas, Pulau
Batam dan Tanjung Balai Karimun
3. Berlabuh di perairan untuk bunkering BBM, air bersih, ship
chandling, ship to ship, resting area untuk ABK dan sebagainya.
Kegiatan lalulintas laut di Selat Singapura tersebut memiliki
permasalahan dan peluang sebagai berikut :
1. Potensi
Memiliki lokasi strategis yaitu di pelabuhan Singapura, Tg. Pelepas,
Batam, Tg. Balai Karimun dan Sambu, karenanya sebagai antisipasi
Tg. Pelepas dan Singapura telah mengatur ruang perairan di
sepanjang TSS (traffic separation scheme) sebagai kegiatan
pelabuhan.
2. Peluang
Karena keterbatasan tempat labuh (anchorage) kapal di Singapura
dan Tanjung Pelepas maka dilakukan pemanfaatan perairan di
sepanjang jalur TSS untuk peletakkan pipa gas, kabel telkom dan
lain-lain yang tidak teratur.
Evolusi pemanfaatan lahan dan perairan di Singapura yang berubah
mengakibatkan berpindahnya aktivitas ke pelabuhan yang kotor dan
memanfaatkan ruang luas ke Batam dan Tanjung Balai Karimun.
3. Ancaman
Meningkatnya lalulintas laut berpotensi terhadap kecelakaan kapal
(tubrukan) sebagaimana yang telah terjadi beberapa kali tubrukan
kapal pengangkut BBM yang beresiko tumpahnya minyak sehingga
mengakibatkan pencemaran dan kerusakan perairan.
4. Kelemahan
Kelemahan dalam pengelolaan lalulintas laut di Selat Singapura
adalah keterbatasan fasilitas Pelabuhan di Batam, Tanjung Balai
Karimun dan Sambu, kemudian keterbatasan software dan
brainware kepelabuhan di Batam, Tanjung Balai Karimun dan
Sambu.
Strategi pembangunan yang dilakukan untuk mengatasi pelayanan
kegiatan jasa kepelabuhan di sekitar Selat Singapura salah satunya
dengan penyusunan rencana sistem kepelabuhan (Rencana Induk) yang
terintegrasi dengan jalur TSS. Adapun rencana tersebut meliputi :
1. Pengaturan ruang perairan di sepanjang jalur TSS bagi kegiatan
kepelabuhan (seperti Singapura) di sisi Utara jalur TSS secara
terpadu dalam bentuk pengaturan zonsi perairan untuk kegiatan
kepelabuhan.
2. Pengaturan fasilitas kepelabuhan di darat yang harus dibangun
secara terpadu berupa hirarki peran dan fungsi Tanjung Balai
Karimun, Sambu, Batam (Sekupang, Batu Ampar, Nongsa Kabil).
3. Pengaturan, pengawasan dan pengendalian lalulintas laut di jalur
TSS serta dari dan ke pelabuhan di sekitar kawasan tersebut,
berupa pemanduan kapal dan pemasangan SBNP.
4. Pengembangan dan peningkatan institusi dan sumberdaya manusia
sesuai dengan sistem kepelabuhan yang direncanakan.
Kegiatan perencanaan tersebut merupakan peningkatan kinerja
pelayanan jasa pelabuhan. Peningkatan pelayanan jasa pelabuhan ini
memerlukan dan yang tinggi dan potensial, karenanya dalam
pelaksanaan investasi dapat dijalin kerja sama antara pemerintah,
swasta dan BUMN/D untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Sosial Ekonomi
Struktur perekonomian Kota Tanjungpinang didominasi oleh sektor tersier
yang meliputi sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor
pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, serta sektor jasa-jasa.
Sektor ini memberikan kontribusi pada pembentukan PDRB daerah
sebesar 63.36 % pada tahun 2008 dan mengalami penurunan pada tahun
2012 menjadi sebesar 62.17%. Fenomena perubahan struktur ekonomi
Kota Tanjungpinang yang terjadi pada sektor tersier menunjukkan
pergeseran yang mengarah pada sektor perdagangan dan pengangkutan
serta sektor jasa-jasa.
Distribusi PDRB Kota Tanjungpinang Menurut Sektor Tahun 2008 –2012, Atas Dasar Harga Berlaku
Distribusi PDRB Kota Tanjungpinang Menurut Sektor Tahun 2008 –2012, Atas Dasar Harga Berlaku
2008 2009 2010 2011 2012
SEKTOR PRIMER 2.17 2.00 1.89 1.80 1.74
SEKTORSEKUNDER
34.47 34.93 35.42 36.02 36.09
SEKTOR TERSIER 63.36 63.07 62.70 62.19 62.17
Sumber: Diolah dari Buku PDRB Kota Tanjungpinang 2012
0,00
500.000,00
1.000.000,00
1.500.000,00
2.000.000,00
2.500.000,00
3.000.000,00
3.500.000,00
4.000.000,00
4.500.000,00
2008 2009 2010 2011 2012
Sektor Primer
Sektor Sekunder
Sektor Tersier
Perkembangan tersebut merupakan kecenderungan yang lazim terjadi di
berbagai kota, namun bisa menimbulkan permasalahan jika tidak
diantisipasi berbagai hal berikut, yang pertama, kesiapan infrastruktur Kota
Tanjungpinang dalam mengantisipasi perkembangan sektor ini, karena
dampaknya cukup besar, seperti terhadap konsentrasi penduduk,
kelancaran lalu lintas, masalah lingkungan seperti meningkatnya volume
sampah dan masih banyak lagi. Kedua adalah seberapa besar peran
masyarakat Kota Tanjungpinang dalam sektor ini, sehingga tidak
memberikan keuntungan bagi masyarakat kelompok tertentu dan
masyarakat dari luar Kota Tanjungpinang. Bila hal ini sampai terjadi, maka
yang akan memperoleh manfaat dari kemajuan sektor tersier ini akan
keluar dari Kota Tanjungpinang. Ketiga, terwujudnya Kota Tanjungpinang
sebagai kota perdagangan dan jasa yang berwawasan lingkungan di
kemudian hari, seharusnya juga dapat mengangkat dan berdampak positif
bagi sektor lainnya, dan bukan sebaliknya.
Sementara dari jumlah Pasar Tradisional sampai saat ini belum ada
peningkatan hal ini disebabkan pasar yang ada masih memadai baik dari
segi fisik maupun pelayanan terhadap konsumen. Sedangkan pertumbuhan
pasar modern yang mencakup swalayan, mini market terjadi peningkatan
pada tahun 2011 sebanyak 23 unit dibandingkan pada tahun 2010 yang
hanya 21 unit selanjutnya pada tahun 2012 terjadi peningkatan menjadi 27
unit. Hal ini disebabkan tingginya tingkat investasi dan kemampuan para
wiraswasta baru dalam menciptakan peluang usaha seiring dengan
pertumbuhan penduduk.
Adapun sektor primer (pertanian dan pertambangan), selama kurun waktu
2008 hingga 2012 mengalami penurunan. Apabila pada tahun 2008 sektor
ini masih memberikan peran 2.17 %, maka di tahun 2012 sektor ini hanya
memberikan kontribusi sebesar 1.89 %. Semakin menurunnya peran sektor
ini lebih disebabkan pada semakin menyempitnya lahan untuk pertanian
dan peternakan yang berdampak pada peralihan kegiatan perekonomian
masyarakat ke sektor lainnya, khususnya perdagangan dan jasa sehingga
menyebabkan menurunnya produktifitas pada sektor ini.
Sektor sekunder, khususnya dari sektor industri pengolahan dan bangunan
masih cukup besar peranannya terhadap PDRB Kota Tanjungpinang dan
proporsinya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun terutama untuk
sektor bangunan dimana sejak ditetapkannya Kota Tanjungpinang sebagai
ibukota Provinsi Kepulauan Riau dan seiring dengan meningkatnya jumlah
penduduk, maka kebutuhan akan rumah semakin meningkat juga,
sehingga sektor bangunan pada Tahun 2012 menjadi sektor kedua terbesar
kontribusinya dalam pembentukan PDRB Kota Tanjungpinang setelah
sektor perdagangan, hotel dan restoran. Bila pada tahun 2008 kontribusi
sektor sekunder mencapai 34.47 %, pada tahun 2012 kontribusinya
meningkat menjadi 36.09 %. Masih tingginya peran sektor industri
pengolahan ini perlu mendapat perhatian, terutama keterkaitannya dengan
semakin menurunnya peran sektor primer. Ini dapat menggambarkan
bahwa dominasi bahan baku untuk industri khususnya industri makanan
berasal dari luar wilayah. Bila hal ini terjadi, maka ketergantungan pada
daerah lain akan semakin meningkat, sedangkan dari sisi biaya produksi
akan memicu kenaikan yang berdampak pada daya saing hasil industri
pengolahan dari Kota Tanjungpinang.
Kondisi daerah yang baik harus didukung dengan kestabilan dan
pertumbuhan perekonomian yang baik pula. Dalam kurun waktu 5 tahun
terakhir, pertumbuhan ekonomi Kota Tanjungpinang mengalami
perkembangan yang cukup menggembirakan, hal ini ditunjukkan dengan
pertumbuhan ekonomi Kota Tanjungpinang yang mencapai 7.09% pada
tahun 2012, dimana nilai pertumbuhan tersebut berada diatas
pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya sekitar 6.23 %. Hal ini bisa
terjadi karena langkah-langkah yang dilakukan oleh pelaku ekonomi baik
pemerintah maupun pihak swasta dengan berbagai inovasi program dan
ide-ide yang tepat sehingga memacu seluruh sektor-sektor ekonomi
mencapai hasil yang maksimal.
Selama periode tiga tahun terakhir, pertumbuhan tertinggi terjadi pada
tahun 2012 mencapai 7,09 %, menurut perhitungan BPS Kota
Tanjungpinang hal ini disebabkan seiring dengan membaiknya kondisi
finansial global meskipun tetap perlu diantisipasi adanya kemungkinan
krisis baru.
Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Tanjungpinang Tahun 2008 –2012 atas dasar harga konstan tahun 2000
dari Buku PDRB Kota Tanjungpinang 2012
Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Tanjungpinang Tahun 2008–2012 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000
2009 2010 2011 2012
SEKTOR PRIMER 2.91 2.80 3.46 3.57
SEKTOR SEKUNDER 7.29 7.61 7.85 8.22
SEKTOR TERSIER 6.91 6.90 6.68 6.48
LPE 6.97 7.08 7.06 7.09Sumber: Diolah dari Buku PDRB Kota Tanjungpinang 2012
Pertumbuhan ekonomi Kota Tanjungpinang ke depan membutuhkan
pondasi ekonomi yang lebih kuat lagi, sehingga pertumbuhan yang ada
dapat stabil dan memiliki kecenderungan yang meningkat. Berdasarkan
data terakhir, sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi justru sektor
sekunder (tumbuh sebesar 8.22 %), sedangkan sektor tersier tumbuh
sebesar 6.48 % dan primer hanya 3.57 %. Tingginya pertumbuhan sektor
sekunder disebabkan oleh pertumbuhan yang tinggi pada sektor
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2009 2010 2011 2012
Pe
rse
nta
se
SEKTOR PRIMER
SEKTOR SEKUNDER
SEKTOR TERSIER
LPE
bangunan/konstruksi. Sedangkan pada sektor tersier, pertumbuhan
tertinggi ditemukan pada sektor pengangkutan dan komunikasi.
Sosial Budaya
Etnis merupakan suku bangsa yang menempati suatu wilayah. Mayoritas
etnis yang ada di seluruh kelurahan yang ada di Kota Tanjungpinang
adalah etnis melayu yang merupakan suku asli dari daerah Kepulauan
Riau, kemudian ada beberapa kelurahan yang mayoritas etnis yang ada
di Kelurahan tersebut berasal dari suku Jawa yaitu Kelurahan Sei Jang,
Batu Sembilan dan Pinang Kencana, sedangkan kelurahan yang
mayoritas etnisnya berasal dari Tionghoa yaitu Kelurahan
Tanjungpinang Kota, Kelurahan Senggarang dan Kelurahan Kemboja.
Dengan luas wilayah 239.50 Km2, berdasarkan sensus penduduk pada tahun
2012, Kota Tanjungpinang dihuni oleh 229.396 jiwa, dengan sex ratio
penduduk laki-laki terhadap perempuan sebesar 96.52. Jumlah ini
mengalami penurunan sebesar 984 jiwa dari tahun 2011 yang mencapai
230.380 jiwa, hal ini menurut Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Kota Tanjungpinang disebabkan adanya pemutakhiran data penduduk
Tahun 2011. Menurut perhitungan BPS, laju pertumbuhan penduduk (LPP)
Kota Tanjungpinang dalam 5 tahun terakhir menempati posisi kedua setelah
Kota Batam dengan nilai rata-rata sebesar 5.48%, dengan laju pertumbuhan
rata-rata tertinggi di kecamatan Tanjungpinang Timur sebesar 13.54% dan
terendah di Kecamatan Bukit Bestari sebesar 2.09% .
Jumlah Penduduk Kota Tanjungpinang 2010-2012 (Jiwa)
NO KECAMATANLUAS
(Km2)2010 2011 2012
1 BUKIT BESTARI 69,00 61.873 63.800 62.970
2 TPI TIMUR 83,50 75.419 81.452 83.890
3 TPI KOTA 52,50 23.253 23.635 23.490
4 TPI BARAT 34,50 60.137 61.493 59.546
KOTA TANJUNGPINANG 239,50 220.682 230.380 229.896
Sumber: Tanjungpinang Dalam Angka Tahun 2010-2012
Kepadatan Penduduk Kota Tanjungpinang 2010-2012 (Jiwa/Km2)
NO KECAMATAN 2010 2011 2012
1 BUKIT BESTARI 897 925 912.61
2 TPI TIMUR 903 975 998.68
3 TPI KOTA 443 450 447.43
4 TPI BARAT 1.743 1.782 1.725.97
KOTA TANJUNGPINANG 921 962 957.81
Sumber: Tanjungpinang Dalam Angka Tahun 2010-2012
Pariwisata
Sejalan dengan arahan Kepariwisataan Provinsi Kepulauan Riau yang
diimplementasikan ke dalam 6 (enam) Unit Pengembangan Wilayah
Pariwisata, Kota Tanjungpinang termasuk ke dalam Unit Pengembangan
Wilayah Pariwisata B (Kota Tanjungpinang dan Kabupaten Bintan),
dengan pengembangannya diarahkan pada pengembangan wisata
budaya/sejarah/religi, wisata belanja dan wisata kuliner.
Alokasi lahan untuk kegiatan wisata budaya/sejarah/religi
diarahkan di lokasi-lokasi wisata yang telah ada, yaitu Pulau
Penyengat, Kota Piring, Pulau Bayan, Klenteng Senggarang,
Kawasan Makam Sultan Yang Dipertuan Muda, Taman Budaya,
Pulau Basing dan Kawasan Kota Rebah. Untuk wisata belanja
dan kuliner diarahkan pada kawasan pusat kota (Kota Lama dan
Kawasan Senggarang) dengan fungsi utama sebagai salah satu pintu
gerbang dan pusat transit wisatawan di wilayah Pulau Bintan.
Selain itu, beberapa potensi wisata alam yang dapat dikembangkan di
Kota Tanjungpinang diarahkan pada pengembangan potensi ekowisata
dan wisata bahari. Berdasarkan potensi yang dimiliki maka rencana
pengembangan kawasan ekowisata dan wisata bahari adalah sebagai
berikut :
1) Pengembangan Ekowisata
Ekowisata yang terdapat di Kota Tanjungpinang berupa wisata
hutan mangrove dan hutan wisata. Kawasan wisata mangrove di
Kota Tanjungpinang terdapat di Sungai Dompak, Sungai Terusan,
Sungai Carang, dan Sungai Gesek. Sedangkan kawasan hutan
wisata di Kota Tanjungpinang direncanakan di Bukit Manuk.
2) Pengembangan Wisata Bahari
Kawasan di sekitar Kota Tanjungpinang yang direncanakan untuk
dikembangkan sebagai kawasan wisata bahari meliputi Pulau
Tekulai, Pulau Sekatap, Pantai Kelam Pagi, Tanjung Siambang dan
Pulau Los.
Potensi wisata lainnya yang merupakan salah satu daya tarik
pariwisata Kota Tanjungpinang yang dapat dikembangkan adalah
wisata kuliner. Wisata kuliner di Kota Tanjungpinang terdapat di
Pantai Barat Kota Tanjungpinang (tepi laut), Kota Lama
Tanjungpinang, dan Kawasan Senggarang.
Jumlah kunjungan wisatawan domestik ke Kota Tanjungpinang secara
riil belum dapat ditampilkan, hal ini disebabkan kunjungan wisatawan
lokal/domestik melalui banyak pintu masuk yang kedatangannya sulit
untuk diperoleh. Namun jika diambil parameter kunjungan ke suatu
tempat wisata misalnya di lokasi Wisata Sejarah Pulau Penyengat bisa
dikatakan jumlah kunjungan wisatawan domestik selalu meningkat dari
tahun ke tahun terutama pada hari-hari besar keagamaan dan musim
libur sekolah.
Sementara untuk jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Kota
Tanjungpinang mengalami pasang surut. Hal ini lebih disebabkan oleh
efek krisis ekonomi global yang melanda dunia yang berimbas secara
langsung pada sektor pariwisata. Pada tahun 2008 jumlah kunjungan
wisatawan mancanegara telah melampaui target yang ditetapkan,
sementara untuk tahun 2009 dan 2010 terjadi penurunan jumlah
kunjungan yang diperkirakan akibat krisis global. Dan pada tahun 2011
jumlah kunjungan wisatawan mengalami sedikit peningkatan akibat
telah teratasinya krisis global. Dan sampai akhir tahun 2012 jumlah
kunjungan wisatawan telah mencapai angka 40.170 kunjungan dan
diharapkan sampai akhir tahun 2012 jumlah kunjungan wisatawan
mancanegara akan lebih meningkat lagi.
Kunjungan Wisatawan Tahun 2008-2012
Sumbangan sektor pariwisata terhadap PDRB secara umum tidak terlalu
besar. Pada tahun 2008 sektor pariwisata (hotel, restoran, dan jasa
hiburan) memberi kontribusi pada PDRB Kota Tanjungpinang sebesar
Rp.82.133,23 (dalam jutaan rupiah). Pada tahun 2009 meningkat
menjadi Rp.87.341,27 (dalam jutaan rupiah) dan terus meningkat pada
tahun 2010 menjadi Rp.91.882,84 (dalam jutaan rupiah). Melihat trend
angka-angka tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa telah terjadi
peningkatan secara kontinyu dan konsisten kontribusi sektor pariwisata
pada PDRB Kota Tanjungpinang.
Dalam rangka mewujudkan visi pembangunan Kota Tanjungpinang
sebagai Pusat Perdagangan dan Jasa Industri serta Pusat Budaya
Melayu dalam Lingkungan Masyarakat yang Agamis sejahtera Lahir dan
Bathin Pada Tahun 2020, maka pembangunan disektor parawisata
harus terus ditingkatkan. Kota Tanjungpinang merupakan wilayah yang
dikelililingi oleh lautan, namun walaupun demikian pemanfaatan
terhadap potensi lautan untuk kawasan wisata di Kota Tanjungpinang
belum bisa dilakukan secara optimal, belum ada satu kelurahan yang
memanfaatkan lautan untuk tujuan wisata laut.
2008 2009 2010 2011 2012
Kunjungan 114.615 96.267 90.370 95.467 40.170
-
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
140.000
Objek wisata yang ada di Kota Tanjungpinang, diantaranya merupakan
wisata sejarah dan agama, hal ini dikarenakan Kota Tanjungpinang
menurut sejarah dulunya merupakan pusat kerajaan Riau Lingga.
Peninggalan sejarah ini bisa dilihat di Kelurahan Penyengat Kecamatan
Tanjungpinang Kota. Peninggalan sejarah yang masih ada diantaranya
yaitu Gedung lstana, Kantor Gedung Tengku Bilik, Mesjid Penyengat,
Makam Engku Putri dan Makam Raja Haji. Keberadaan peninggalan
bersejarah itu perlu dijaga kelestariannya agar tidak mengalami
kepunahan karena merupakan salah satu daya tarik yang mampu
menarik minat wisatawan mancanegara maupun nusantara untuk
datang ke Tanjungpinang. Selain di Kelurahan Penyengat, wisata
agama lainnya ada di kelurahan Senggarang, dikelurahan tersebut
terdapat Klenteng yang menjadi tempat yang wajib dikunjungi oleh
masyarakat Kong hu cu baik dari Kota Tanjungpinang maupun umat
Kong hu cu dari luar negeri seperti dari Singapura dan Malaysia.
Potensi wisata sejarah dan agama lainnya yang bisa dikembangkan
yaitu Makam Sultan Sulaiman dan Biram Dewa di Kelurahan Batu
sembilan dan Komplek Makam Belanda di Kelurahan Kemboja
Kecamatan Tanjungpinang Barat. Selain wisata sejarah dan Agama, di
Kelurahan Air Raja Kecamatan Tanjungpinang Timur terdapat taman
rekreasi yang cukup potensial dikembangkan, yaitu Taman Rekreasi
Hanaria, yang mengoleksi berbagai binatang diantaranya burung
kasuari, danau buatan dan kolam renang.
Obyek Wisata Di Kota Tanjungpinang
Kecamatan Objek Wisata Jenis Objek Wisata
Tanjungpinang TimurMakam Sultan Sulaiman danBiram Dewa
Sejarah/Budaya/Agama
Taman Rekreasi Hanaria Wisata Alam/Buatan
Tanjungpinang Kota
Gedung Istana Sejarah/Budaya/Agama
Kantor Gedung Tengku Bilik Sejarah/Budaya/Agama
Mesjid Penyengat Sejarah/Budaya/Agama
Makam Engku Putri Sejarah/Budaya/Agama
Makam Raja Haji Sejarah/Budaya/Agama
Kelenteng Senggrang Sejarah/Budaya/Agama
Kecamatan Objek Wisata Jenis Objek Wisata
Tanjunpinang Barat Kuburan Belanda Sejarah/Budaya/Agama
Sumber : BPS Kota Tanjungpinang Tahun 2008
Potensi pariwisata merupakan obyek dan daya tarik wisata yang belum
mendapatkan penanganan sehingga secara ekonomi dan sosial belum
memberikan kontribusi yang berarti bagi masyarakat maupun bagi Kota
Tanjungpinang. Untuk itu pembangunan kepariwisataan di Kota
Tanjungpinang perlu lebih mendapat perhatian mengingat Kota
Tanjungpinang merupakan wilayah bahari yang memiliki potensi
pengembangan wisata bahari.
Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Yang Datang Melalui PelabuhanTanjungpinang Berdasarkan Kewanegaraan dan Fasilitas Kunjungan Tahun2005-2008
No Kewarganegaraan UsahaSosial
BudayaWisata
PasporDiplomatik/
Dinas
BebasVisa
Jumlah
1 Singapura 605 44 0 1 83.552 84.202
2 Inggris 46 0 3 0 798 847
3 Malaysia 95 25 0 0 15.821 15.941
4 USA 7 0 7 0 823 837
5 Australia 6 4 4 0 698 712
6 Jepang 14 2 0 0 209 225
7 Taiwan 4 1 10 0 193 208
8 Jerman 4 2 4 0 632 642
9 Philipina 2 0 0 0 707 709
10 Perancis 13 1 10 0 526 550
11 Belanda 9 0 2 0 314 325
12 Kanada 10 0 0 0 204 214
13 Korea selatan 5 3 4 0 1.649 1.661
14 Thailand 1 0 0 0 157 158
15 Selandia Baru 0 0 0 0 110 110
16 Lainnya 135 55 141 0 6.648 6.979
2008 956 137 185 1 113.041 114.320
2007 960 324 266 2 117.956 119.513
2006 915 381 387 6 128.043 129.732
2005 991 784 566 1 138.185 142.095
Sumber : BPS Kota Tanjungpinang Tahun 2008
Persentase Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung Ke TanjungpinangTahun 2008
No Negara AsalJumlah Wisatawan
Mancanegara (jiwa)Persentase (%)
1 Singapura 84.220 73,67
2 Inggris 847 0,74
3 Malaysia 15.941 13,94
4 USA 837 0,73
5 Australia 712 0,62
6 Jepang 225 0,20
7 Taiwan 208 0,18
8 Jerman 642 0,56
9 Philipina 709 0,62
10 Perancis 550 0,48
11 Belanda 325 0,28
12 Kanada 214 0,19
13 Korea selatan 1.661 1,45
14 Thailand 140 0,12
15 Selandia Baru 110 0,10
16 lainnya 6.979 6,10
Jumlah 114.320 100,00
Sumber : BPS Kota Tanjungpinang Tahun 2008
Kawasan Kepurbakalaan Pulau Penyengat
Pulau Penyengat1 terletak di sebelah Barat Kota Tanjungpinang dan
Pulau Bintan merupakan pulau yang sarat dengan peninggalan sejarah.
Secara astronomis Pulau Penyengat terletak pada 0056’ Lintang Utara
dan 104029’ Bujur Timur. Pulau penyengat panjangnya 2 km dan
lebarnya kurang dari 1 km2 dengan waktu 10 s.d 20 tempuh dari
Dermaga Tanjungpinang Kondisi geogafisnya berbukit terdiri dari pasir
bercampur kerikil, dan pantainya pada umumnya landai dan berbatu. Di
Pulau Penyengat terdapat beberapa kampung yang tergabung da-lam
satu desa atau Kepenghuluan Pulau Penyengat. Penduduknya sebagian
besar bersuku Melayu, dan berbahasa Melayu Riau. Mata pencaharian
1 Menurut informasi dari masyarakat, kata penyengat berasal dari binatang sejenis lebah yang menyengat,karena dulunya para pelaut sering mengambil air tawar yang benyak tersedia dipulau itu. Nama penyengatdikaitkan dengan peristiwa para pealut waktu mengambil air diserang oleh penyengat sejenis lebah. Makasejak itu nama penyengat menjadi nama dari pulau itu. Sewaktu menjadi pusat kerajaan melayu pulau inidinamakan Pulau Penyengat Indera Sakti. Untuk lebih jelasnya baca R. Hamzah Yunus, “ Peninggalan-Peninggalan Sejarah di Pulau Penyengat, (Tanjungpinang: 2003).
2 Pemerintahan Kota Tanjungpinang, op-cit. Hal. 137
penduduk antara lain: nelayan, buruh lepas, pegawai negeri, pegawai
swasta dan rata-rata bekerja di Tanjungpinang.
Pulau Penyengat juga merupakan salah satu benteng pertahanan oleh
Raja Kecil atas serangan Sultan Sulaiman yang berkedudukan di Hulu
Sungai Riau tahun 1719. Kemudian Peran benteng yang terdapat di
Pulau Penyengat (benteng Bukit Kursi, benteng Tanjungnibung,dan
benteng Bukit Penggawa) sangat besar artinya bagi Kerajaan Melayu
Riau sebagai tempat pertahanan yang sangat strategis saat perang
antara Kerajaan Riau dengan Belanda (1782-1784).3 Tahun 1803,
setelah pernikahan antara Sultan Mahmud Syah dengan Engku Puteri
Raja Hamidah binti Raja Haji, Pulau Penyengat dijadikan tempat tinggal
dan dikenal dengan nama Pulau Penyengat Indera Sakti atau Pulau
Maskawin. Istilah Pulau Maskawin, karena pulau ini merupakan
maskawin Sultan Mahmud Syah untuk Engku Puteri Raja Hamidah.
Pada tahun 1803 Pulau Penyengat dipergunakan sebagai tempat
kedudukan Kerajaan Yang Dipertuan Muda Kerajaan Riau-Lingga, dan
pada tahun 1900 baru dipergunakan sebagai tempat Kesultanan Riau-
Lingga. 4
Pada tahun 1911 peranan Pulau Penyengat berakhir pada saat Sultan
Riau-Lingga terakhir (Abdul Rahman Muazam Syah) meninggalkan pulau
tersebut mengungsi ke Singapura, dikarenakan tidak bersedian
menandatangani kontrak dan perjanjian yang menghilangkan hak dan
kekuasaan Sultan dan pembesar-pembesarnya oleh Belanda. Maka
untuk menghindari perampasan oleh Belanda atas semua harta benda
termasuk istana, gedung-gedung dan lainnya milik kerajaan dan
pejabat-pejabat lainnya Sultan dan pembesar-pembesarnya
memerintahkan kepada rakyatnya yang tinggal di Pulau Penyengat
menghancurkan bangunan-bangunan yang ada untuk tidak dikuasai oleh
3 Pemerintahan Kota Tanjungpinang, “Panduan Benda Cagar Budaya Kota Tanjungpinang” (Tanjungpinang:2005). Hal. 13
4 Ibid.
Belanda. Sekarang tinggal beberapa bangunan yang masih tersisa
diantaranya: Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat, empat buah
kompleks makam raja, dua bekas istana dan beberapa gedung,
benteng, sumur/perigi dan runtuhan bangunan lainnya. Peninggalan
kepurbakalaan di Pulau Penyengat mencakup peninggalan pada masa
Kerajaan Malayu Riau Lingga. Peninggalan disini mencakup bangunan
dan makam.
No Nama Situs Alamat
1. Masjid Sultan RiauKel. Penyengat Kec.Tanjungpinang Kota
2.Kompleks Makam Raja Haji fi Sabilillah (YDMRIV)
Bukit Bahjah Kel. PenyengatKec. Tanjungpinang Kota
3.Kompleks Makam Engku Puteri Raja Hamidah(Permaisuri Sultan Mahmudsyah III)
Kel. Penyengat Kec.Tanjungpinang Kota
4.Kompleks Makam Raja Jaa’far (YDMR VI) danRaja Ali
Jalan Raja Jaafar Kel.Penyengat Kec.Tanjungpinang Kota
5.Kompleks Makam Raja Abdurrahman (YDMRVII)
Kel. Penyengat Kec.Tanjungpinang Kota
6.Kompleks Makam Embung Fatimah (PermaisuriYDMR X Raja Muhammad Yusuf)
Kel. Penyengat Kec.Tanjungpinang Kota
7. Istana Engku BilikKel. Penyengat Kec.Tanjungpinang Kota
8.Situs Istana Kedaton (Istana SultanAbdurrahman Muazzamsyah)
Kel. Penyengat Kec.Tanjungpinang Kota
9. Gedung HakimKel. Penyengat Kec.Tanjungpinang Kota
10.Kompleks Situs Istana Bahjah ( Dapur Umum,Istana Bahjah dan Taman Pantai)
Kel. Penyengat Kec.Tanjungpinang Kota
11. Istana Ali Marhum KantorKel. Penyengat Kec.Tanjungpinang Kota
12. Gedung Tabib Kel. Penyengat Kec.Tanjungpinang Kota
13. Gudang Mesiu Kel. Penyengat Kec.Tanjungpinang Kota
14. Perigi PutriKel. Penyengat Kec.Tanjungpinang Kota
15.Situs Tapak Percetakan Kerajaan dan RusydiahClub
Kel. Penyengat Kec.Tanjungpinang Kota
16. Benteng Bukit KursiKel. Penyengat Kec.Tanjungpinang Kota
17. Benteng Bukit PenggawaKel. Penyengat Kec.Tanjungpinang Kota
18. Kompleks Makam BaqaKel. Penyengat Kec.Tanjungpinang Kota
19. Kompleks Makam Datuk Kaya MaiparKel. Penyengat Kec.Tanjungpinang Kota
20. Saluran LamaKel. Penyengat Kec.Tanjungpinang Kota
1. Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat
Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat
Penyengat, Kecamatan Tanjung
tahun 1832 semasa pemerintahan Yang Dipertuan Muda VI Raja
Jaafar (1806
Dipertuan Muda VII Raja Abdul Rachman (Marhum Ka
Bulang) 1833
ditopang oleh 4 buah tiang dbeton. Pada keempat sudut bangunan
dibuat menara tempat bilal mengumandangkan azan. Terdapat pula
13 buah kubah, jumlah kubah dan menara 17 buah melambangkan
rakaat shalat.
Penyengat pembangunan masjid juga menggunakan putih telur
yang dicampur kapur, pasir, dan tanah liat untuk memperkuat
struktur dinding /tembok. Luas lahan 54,5x23,5 m dengan dikelilingi
tembok. Pint
Di sebelah kiri dan kanan masjid terdapat bangunan yang disebut
Rumah Sotoh.
5 Ibid. Hal. 13. Baca Juga Pemerintahan Kota Tanjungpinang, (Tanjungpinang: 2006), op6 Pemerintahan Kota Tanjungpinang. (Tanjungpinang
Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat terletak di Kelurahan
Penyengat, Kecamatan Tanjung-pinang Kota. Masjid dibangun pada
tahun 1832 semasa pemerintahan Yang Dipertuan Muda VI Raja
Jaafar (1806-1831) dan dilanjutkan pada masa pemerintahan Yang
Dipertuan Muda VII Raja Abdul Rachman (Marhum Ka
Bulang) 1833-1844.5 Bangunan utama berukuran 20 x 18 m yang
ditopang oleh 4 buah tiang dbeton. Pada keempat sudut bangunan
dibuat menara tempat bilal mengumandangkan azan. Terdapat pula
13 buah kubah, jumlah kubah dan menara 17 buah melambangkan
kaat shalat. Berdasarkan informasi dari masyarakat Pulau
Penyengat pembangunan masjid juga menggunakan putih telur
yang dicampur kapur, pasir, dan tanah liat untuk memperkuat
struktur dinding /tembok. Luas lahan 54,5x23,5 m dengan dikelilingi
tembok. Pintu utama di bagian depan mempunyai 13 anak tangga.
Di sebelah kiri dan kanan masjid terdapat bangunan yang disebut
Rumah Sotoh. 6
Ibid. Hal. 13. Baca Juga Pemerintahan Kota Tanjungpinang, (Tanjungpinang: 2006), op-Pemerintahan Kota Tanjungpinang. (Tanjungpinang: 2005). Hal. 13
terletak di Kelurahan
pinang Kota. Masjid dibangun pada
tahun 1832 semasa pemerintahan Yang Dipertuan Muda VI Raja
1831) dan dilanjutkan pada masa pemerintahan Yang
Dipertuan Muda VII Raja Abdul Rachman (Marhum Kampung
Bangunan utama berukuran 20 x 18 m yang
ditopang oleh 4 buah tiang dbeton. Pada keempat sudut bangunan
dibuat menara tempat bilal mengumandangkan azan. Terdapat pula
13 buah kubah, jumlah kubah dan menara 17 buah melambangkan
Berdasarkan informasi dari masyarakat Pulau
Penyengat pembangunan masjid juga menggunakan putih telur
yang dicampur kapur, pasir, dan tanah liat untuk memperkuat
struktur dinding /tembok. Luas lahan 54,5x23,5 m dengan dikelilingi
u utama di bagian depan mempunyai 13 anak tangga.
Di sebelah kiri dan kanan masjid terdapat bangunan yang disebut
-cit. Hal. 140.
2. Makam Yang Dipertuan Muda (Raja) Riau IV Raja Haji
Fisabilillah (Marhum Teluk Ketapang)
Raja haji Fisabilillah merupakan anak dari Daeng Celak (YDMR IV).
semasa hidupnya dikenal sebagai Yang Dipertuan Muda Riau IV
(1777-1794). Dia dilantik oleh Datu bendahara Tun Abdul Majid di
Pahang mewakili Sultan Mahmudsyah III.7 Sebagai Yang dipertuan
Muda juga membangun Istana Kota Piring di Pulau Beram Dewa,
dan meninggal di Teluk Ketapang dalam peperangan lautnya
melawan armada Belanda di bawah pimpinan Jacob van Braam.
Peperangan Raja Haji beserata pasukannya melawan armada
Belanda ini dikenal dengan sebutan Perang Riau, dan merupakan
peperangan bahari yang sangat besar pada saat itu.8
Makam Raja Haji sebelum dipindahkan oleh anaknya Raja Jakfar
Yang Dipertuan Muda VI (1844-1857) ke Pulau Penyengat di Bukit
Bahjah, makam beliau terletak di Malaka. Makam tersebut pernah
dipugar pada tahun 1972, dan dipugar kembali oleh Pemda Tk.II
Kabupaten Kepulauan Riau pada tahun 1986. Atas jasa-jasanya
dalam upaya melindungi dan membela negeri pada perang bahari,
oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui keputusan Presiden RI
Nomor: 072/TK/1997 tanggal 11 Agustus menganugerah-kan
Pahlawan Nasional kepada Raja Haji fi Sabilillah.9
Sebagai penghargaan dan penghormatan kemudian Pemerintah
Daerah Tk. II Kabupaten Kepulauan Riau pada tahun 1997
membangun sebuah monumen di Tanjungbuntung Kota
Tanjungpinang. Di atas monumen tersebut di-bangun lima patung
dan diantaranya patung Raja Haji fi Sabilillah sedang memedang
badiik terhunus dan teracung ke laut.
7 M. Amin Yacob, op-cit. Hal. 93-94.8Ahmad Yusuf. Et-al, Op.cit. hal. 92-93.9 Pemerintahan Kota Tanjungpinang, (Tanjungpinang: 2006). Hal. 141.
Namun pada tahun 2004 patung tersebut patah dan jatuh.
Pemerintah Kota Tanjungpinang kemudian mengganti seluruh
patung tersebut dengan bangunan baru, namun keberadaannya
tetap mencitraka
pasukannya dalam perang melawan Belanda yang dikenal dengan
Perang Riau.
Namun pada tahun 2004 patung tersebut patah dan jatuh.
Pemerintah Kota Tanjungpinang kemudian mengganti seluruh
patung tersebut dengan bangunan baru, namun keberadaannya
tetap mencitrakan perjuangan Raja Haji fi Sabilillah beserta
pasukannya dalam perang melawan Belanda yang dikenal dengan
Perang Riau.
Namun pada tahun 2004 patung tersebut patah dan jatuh.
Pemerintah Kota Tanjungpinang kemudian mengganti seluruh
patung tersebut dengan bangunan baru, namun keberadaannya
n perjuangan Raja Haji fi Sabilillah beserta
pasukannya dalam perang melawan Belanda yang dikenal dengan
3. Makam Engku Puteri Raja Hamidah, Permaisuri Sultan Riau
III Sultan Mahmud Syah
Makam Engku Puteru Raja Hamidah, terletak di Pulau Penyengat,
Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota
Tanjungpinang, Propinsi Kepulauan Riau. Engku Putri Raja Hamidah
adalah anak Raja Haji fi Sabilillah Yang Dipertuan Muda Riau IV.10
Ketika terjadi pepe-rangan Raja Haji tewas melawan Belanda,
kemudian perlawanan dilanjutkan oleh Raja Ali ibni Daeng Kemboja
dan membawa Engku Putri Raja Hamidah ke Sukadana dan Siantan,
Mempaweh, Kalimantan Barat hingga kembali di Pulau Penyengat
pada tahun 1844. Setelah pernikahan Engku Putri Raja Hamidah
dengan Sultan Mahmudsyah III, dan Pulau Penyengat sebagai
maskawinnya maka yang sebelumnya sebagai kubu pertahanan,
Pulau penyengat menjadi tempat kediaman permaisuri Sultan
Kerajaan Riau-Lingga.
Engku Putri dikenal sebagai pemegang regalia (alat-alat pusaka)
kerajaan11, dan dalam adat istiadat merupakan tokoh kunci yang
melegitimasi pengangkatan seorang sultan. Perkawinannya juga
merupakan simbol pemersatu bagi pihak yang bertikai karena ulah
Belanda pada masa kekacauan antara Riau dan Belanda sekitar
tahun 1782-1784. Beliau meninggal pada 29 Rajab 1260 Hijirah.12
Selain Makam Engku Putri pada kompleks makam tersebut terdapat
makam Makam Raja Ali Haji yang terkenal dengan karyanya
Gurindam Dua Belas dengan Kitab pengetahuan bahasa dan Butanul
Al Katibin, dan telah dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional. Di
kompleks tersebut terdapat pula makam Raja Ahmad, Raja Abdullah
YDM Riau IX, Raja Abdullah (Abu Muhammad Adnan), Raja Aisyah,
dan Encik Maryam dan makam lainnya. Makam Raja Hamidah
Engku Putri terletak di daerah yang disebut "Dalam Besar".
10 M. Amin Yacob. op-cit. Hal 9711 Aswandi Syafri dan Raja Murad, “Cogan : Regalia kerajaan Johor-Riau-Lingga dan Pahang” (Tanjungpinang:2006). Hal. 7.12 Hasan Yunus 2003 hal. 53..
Makamnya berada di dalam bangunan cungkup beton di sekitarnya
dibatasi dengan tembok keliling di dalam cungkup. Di luar cungkup
terdapat makam
makam yang ada
gada untuk laki
4. Kompleks Makam Yang Dipertuan Muda (Raja) Riau VI Raja
Ja’far
Makam Yang Dipertuan Muda (Raja) Riau VI Raja Ja’far terletak di Pulau
Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota
Tanjungpinang, Propinsi Kepulauan Riau.
Muda Riau VI adalah raja Riau yang mengembangk
di Singkep, masa pemerintahannya berlangsung pada saat Belanda dan
Inggris memperebutkan wilayah jajahan. Beliau meninggal di Daik
dan kemudian dimakamkan di Pulau Penyengat. Raja Ja’far memerintah
pada tahun 1805
VIII yang memerintah pada tahun 1845
13 R. Hamzah Yunus, op-cit. Hal. 15
Makamnya berada di dalam bangunan cungkup beton di sekitarnya
dibatasi dengan tembok keliling di dalam cungkup. Di luar cungkup
terdapat makam-makam yang dibatasi oleh dinding tembok. Seluruh
makam yang ada nisannya menggunakan batu andesit dengan tipe
gada untuk laki-laki dan pipih untuk wanita.
Kompleks Makam Yang Dipertuan Muda (Raja) Riau VI Raja
Makam Yang Dipertuan Muda (Raja) Riau VI Raja Ja’far terletak di Pulau
Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota
Tanjungpinang, Propinsi Kepulauan Riau. Raja Ja’far atau Yang Dipertuan
Muda Riau VI adalah raja Riau yang mengembangkan pertambangan timah
di Singkep, masa pemerintahannya berlangsung pada saat Belanda dan
Inggris memperebutkan wilayah jajahan. Beliau meninggal di Daik
dan kemudian dimakamkan di Pulau Penyengat. Raja Ja’far memerintah
pada tahun 1805-1832. Sedangkan Raja Ali adalah Yang Dipertuan Muda
VIII yang memerintah pada tahun 1845- 1857.13
cit. Hal. 15-16.
Makamnya berada di dalam bangunan cungkup beton di sekitarnya
dibatasi dengan tembok keliling di dalam cungkup. Di luar cungkup
makam yang dibatasi oleh dinding tembok. Seluruh
nisannya menggunakan batu andesit dengan tipe
Kompleks Makam Yang Dipertuan Muda (Raja) Riau VI Raja
Makam Yang Dipertuan Muda (Raja) Riau VI Raja Ja’far terletak di Pulau
Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota
Raja Ja’far atau Yang Dipertuan
an pertambangan timah
di Singkep, masa pemerintahannya berlangsung pada saat Belanda dan
Inggris memperebutkan wilayah jajahan. Beliau meninggal di Daik-Lingga
dan kemudian dimakamkan di Pulau Penyengat. Raja Ja’far memerintah
an Raja Ali adalah Yang Dipertuan Muda
Di dalam komplek makam ini terdapat pula makam Raja Ali atau Yang
Dipertuan Muda Riau VIII (1844
Makam kedua tokoh ini berdamping
sebuah bangunan dengan atap berbentuk kubah. Pada bagian luar
terdapat ‘kolah’ atau tempat air untuk bersuci. Kedua Nisan makam raja ini
berupa nisan berbentuk gada.
5. Kompleks Makam Yang Dipertuan Muda
Raja Abdul Rahman
Makam Yang Dipertuan Muda (Raja) Riau VII Raja Abdul Rahman
terletak pada sebuah lereng bukit sekitar 300 meter dari masjid
Sultan Riau di Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan
Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Propinsi Kepulauan Riau.
Raja Abdul Rahman adalah Yang Dipertuan Muda Ke VII yang
memerintah pada tahun 1832
Dipertuan Muda Riau VII dikenal dengan sebutan Marhum Kampung
Bulang. Menurut catatan sejarah Masjid Sultan Riau Pulau
14 Ibid. baca juga, M. Amin Yacob, op
Di dalam komplek makam ini terdapat pula makam Raja Ali atau Yang
Dipertuan Muda Riau VIII (1844-1857). Raja Ali ini anak dari Raja Haji.
Makam kedua tokoh ini berdampingan. Kedua makam ini berada di dalam
sebuah bangunan dengan atap berbentuk kubah. Pada bagian luar
terdapat ‘kolah’ atau tempat air untuk bersuci. Kedua Nisan makam raja ini
berupa nisan berbentuk gada.
Kompleks Makam Yang Dipertuan Muda (Raja) Riau VII
Raja Abdul Rahman
Makam Yang Dipertuan Muda (Raja) Riau VII Raja Abdul Rahman
terletak pada sebuah lereng bukit sekitar 300 meter dari masjid
Sultan Riau di Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan
Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Propinsi Kepulauan Riau.
Abdul Rahman adalah Yang Dipertuan Muda Ke VII yang
memerintah pada tahun 1832-1844. Setelah meninggal Yang
Dipertuan Muda Riau VII dikenal dengan sebutan Marhum Kampung
Bulang. Menurut catatan sejarah Masjid Sultan Riau Pulau
Ibid. baca juga, M. Amin Yacob, op-cit. Hal. 93-94.
Di dalam komplek makam ini terdapat pula makam Raja Ali atau Yang
1857). Raja Ali ini anak dari Raja Haji.14
an. Kedua makam ini berada di dalam
sebuah bangunan dengan atap berbentuk kubah. Pada bagian luar
terdapat ‘kolah’ atau tempat air untuk bersuci. Kedua Nisan makam raja ini
(Raja) Riau VII
Makam Yang Dipertuan Muda (Raja) Riau VII Raja Abdul Rahman
terletak pada sebuah lereng bukit sekitar 300 meter dari masjid
Sultan Riau di Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan
Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Propinsi Kepulauan Riau.
Abdul Rahman adalah Yang Dipertuan Muda Ke VII yang
1844. Setelah meninggal Yang
Dipertuan Muda Riau VII dikenal dengan sebutan Marhum Kampung
Bulang. Menurut catatan sejarah Masjid Sultan Riau Pulau
Penyengat dibangun oleh Yang
Abdul Rahman).
Kompleks makam Raja Abdul Rahman terletak pada sebuah tanah
yang berbukit. Di kompleks makam ini terdapat 50 makam lainnya
yang terbagi menjadi dua bagian yaitu makam
terdapat di dalam pagar tembo
di luar tembok. Makam Raja Abdul Rahman terletak di depan pintu
gerbang dan posisinya di tengah arah pandang pintu gerbang. Jirat
dan nisannya terbuat dari batu granit. Nisannya ditutupi dengan
kain kuning sebagai tanda berk
6. Makam Embung Fatimah
Makam Embung Fatimah terletak di Pulau Penyengat, Kelurahan
Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Propinsi Kepulauan
Riau. Embung Fatimah adalah anak Sultan Mahmud Syah IV, dan
15 Ibid. Hal. 17-18.
Penyengat dibangun oleh Yang Dipertuan Muda Riau VII (Raja
Abdul Rahman).15
Kompleks makam Raja Abdul Rahman terletak pada sebuah tanah
yang berbukit. Di kompleks makam ini terdapat 50 makam lainnya
yang terbagi menjadi dua bagian yaitu makam
terdapat di dalam pagar tembok dan makam-makam yang terdapat
di luar tembok. Makam Raja Abdul Rahman terletak di depan pintu
gerbang dan posisinya di tengah arah pandang pintu gerbang. Jirat
dan nisannya terbuat dari batu granit. Nisannya ditutupi dengan
kain kuning sebagai tanda berkaulnya para peziarah.
Makam Embung Fatimah
Makam Embung Fatimah terletak di Pulau Penyengat, Kelurahan
Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Propinsi Kepulauan
Riau. Embung Fatimah adalah anak Sultan Mahmud Syah IV, dan
Dipertuan Muda Riau VII (Raja
Kompleks makam Raja Abdul Rahman terletak pada sebuah tanah
yang berbukit. Di kompleks makam ini terdapat 50 makam lainnya
yang terbagi menjadi dua bagian yaitu makam-makam yang
makam yang terdapat
di luar tembok. Makam Raja Abdul Rahman terletak di depan pintu
gerbang dan posisinya di tengah arah pandang pintu gerbang. Jirat
dan nisannya terbuat dari batu granit. Nisannya ditutupi dengan
aulnya para peziarah.
Makam Embung Fatimah terletak di Pulau Penyengat, Kelurahan
Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Propinsi Kepulauan
Riau. Embung Fatimah adalah anak Sultan Mahmud Syah IV, dan
dia permaisuri Yang Dipertuan Muda Riau IX Raja Muhammad Yusuf
Al-Ahmady.
Perkawinannya dengan Raja Mohammad Yusuf Al
mempererat persekutuan antara raja
keturunan Bugis yang sebelumnya retak karena adanya konflik
kekuasaan.
Makam Embung Fatimah terletak di Bukit Bahjah, tidak jauh dar
menuju Makam Raja Haji fi Sabilillah. Selain makam Embung Fatimah di
kompleks ini masih terdapat makam
berjumlah 21 makam yang dibatasi dengan bangunan tembok dan
bercungkup.
7. Gedung Tengku Bilik
Gedung Tengku Bilik terletak di Pulau Penyengat, Kelurahan
Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota. Dahulunya bangunan
ini milik Tengku Bilik, beliau adalah adik Sultan Riau
terakhir bersuami Tengku Abdul Kadir.
16 Pemerintahan Kota Tanjungpinang, (Tanjungpinang: 2006) Hal. 143.17 Pemerintahan Kota Tanjungpinang, (Tanjungpinang: 2005). Hal. 24.
dia permaisuri Yang Dipertuan Muda Riau IX Raja Muhammad Yusuf
Ahmady. 16
Perkawinannya dengan Raja Mohammad Yusuf Al
mempererat persekutuan antara raja-raja Melayu dengan raja
keturunan Bugis yang sebelumnya retak karena adanya konflik
kekuasaan.
Makam Embung Fatimah terletak di Bukit Bahjah, tidak jauh dar
menuju Makam Raja Haji fi Sabilillah. Selain makam Embung Fatimah di
kompleks ini masih terdapat makam-makam lainnya yang seluruhnya
berjumlah 21 makam yang dibatasi dengan bangunan tembok dan
bercungkup.
Gedung Tengku Bilik
Gedung Tengku Bilik terletak di Pulau Penyengat, Kelurahan
Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota. Dahulunya bangunan
ini milik Tengku Bilik, beliau adalah adik Sultan Riau
terakhir bersuami Tengku Abdul Kadir. 17
Pemerintahan Kota Tanjungpinang, (Tanjungpinang: 2006) Hal. 143.Pemerintahan Kota Tanjungpinang, (Tanjungpinang: 2005). Hal. 24.
dia permaisuri Yang Dipertuan Muda Riau IX Raja Muhammad Yusuf
Perkawinannya dengan Raja Mohammad Yusuf Al-Ahmady telah
raja Melayu dengan raja-raja
keturunan Bugis yang sebelumnya retak karena adanya konflik
Makam Embung Fatimah terletak di Bukit Bahjah, tidak jauh dari jalan
menuju Makam Raja Haji fi Sabilillah. Selain makam Embung Fatimah di
makam lainnya yang seluruhnya
berjumlah 21 makam yang dibatasi dengan bangunan tembok dan
Gedung Tengku Bilik terletak di Pulau Penyengat, Kelurahan
Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota. Dahulunya bangunan
ini milik Tengku Bilik, beliau adalah adik Sultan Riau-Lingga yang
Bentuk bangunan ini merupa
pada akhir abad ke
Gelam), di Johor dan tempat lainnya di semenanjung Malaysia.
Bangunan ini masih relatif baik dan utuh dibandingkan dengan
bangunan lainnya yang terdapat di Pul
8. Situs Istana Kedaton
Syah
Sisa bangunan iIstana Sultan Abdul Rahman Syah memerintah pada
tahun 1886
bangunan dan pintu gerbang.
Istana ini
berbeda dengan Gedung Daerah di Tanjungpinang.
bangunan ini sekarang sudah ditumbuhi pohon dan semak belukar,
sedangkan bekas alun
sekarang sudah berdiri SD Negeri Pulau Penyengat.
18 Ibid.
Bentuk bangunan ini merupakan ciri khas milik bangsawan Melayu
pada akhir abad ke-19 seperti di Singapura (Istana kampung
Gelam), di Johor dan tempat lainnya di semenanjung Malaysia.
Bangunan ini masih relatif baik dan utuh dibandingkan dengan
bangunan lainnya yang terdapat di Pulau Penyengat.
Situs Istana Kedaton-Istana Sultan Abdul Rahman Muazam
Sisa bangunan iIstana Sultan Abdul Rahman Syah memerintah pada
tahun 1886-1991 ini sudah tidak tampak hanya sisa
bangunan dan pintu gerbang.18
Istana ini juga disebut Istana Kedaton. Arsitekturnya tidak jauh
berbeda dengan Gedung Daerah di Tanjungpinang.
bangunan ini sekarang sudah ditumbuhi pohon dan semak belukar,
sedangkan bekas alun-alun (padang sewen) istana kedaton
sekarang sudah berdiri SD Negeri Pulau Penyengat.
kan ciri khas milik bangsawan Melayu
19 seperti di Singapura (Istana kampung
Gelam), di Johor dan tempat lainnya di semenanjung Malaysia.
Bangunan ini masih relatif baik dan utuh dibandingkan dengan
au Penyengat.
Istana Sultan Abdul Rahman Muazam
Sisa bangunan iIstana Sultan Abdul Rahman Syah memerintah pada
1991 ini sudah tidak tampak hanya sisa-sisa struktur
juga disebut Istana Kedaton. Arsitekturnya tidak jauh
berbeda dengan Gedung Daerah di Tanjungpinang. Kondisi
bangunan ini sekarang sudah ditumbuhi pohon dan semak belukar,
alun (padang sewen) istana kedaton
sekarang sudah berdiri SD Negeri Pulau Penyengat.
9. Gedung Hakim Mahkamah Syariah Raja Haji Abdullah
Gedung hakim
Raja Abdullah. Raja Abdullah ini dikenal dengan sebagai Abu
Muhamad Adnan yang mengarang beberapa kitab.
Sisa bangunan bergaya kolonial ini sudah tidak beratap, bagian
depan bangunan terdapat empat buah pilar
sedangkan pada bagian belakang terdapat empat buah pilar dengan
bentuk persegi. Bangunan bagian depan lebih ditinggikan sekitar
satu meter, pada bangunan bagian belakang masih nampak ruang
ruang dan terdapat sumur.
Gedung Hakim Mahkamah Syariah Raja Haji Abdullah
Gedung hakim mahkamah syariah merupaka tempat tinggal dari
Raja Abdullah. Raja Abdullah ini dikenal dengan sebagai Abu
Muhamad Adnan yang mengarang beberapa kitab.
Sisa bangunan bergaya kolonial ini sudah tidak beratap, bagian
depan bangunan terdapat empat buah pilar berbentuk silinder
sedangkan pada bagian belakang terdapat empat buah pilar dengan
bentuk persegi. Bangunan bagian depan lebih ditinggikan sekitar
satu meter, pada bangunan bagian belakang masih nampak ruang
ruang dan terdapat sumur.
Gedung Hakim Mahkamah Syariah Raja Haji Abdullah
mahkamah syariah merupaka tempat tinggal dari
Raja Abdullah. Raja Abdullah ini dikenal dengan sebagai Abu
Sisa bangunan bergaya kolonial ini sudah tidak beratap, bagian
berbentuk silinder
sedangkan pada bagian belakang terdapat empat buah pilar dengan
bentuk persegi. Bangunan bagian depan lebih ditinggikan sekitar
satu meter, pada bangunan bagian belakang masih nampak ruang-
10. Situs Sisa Istana Bahjah
Sisa Istana Bahjah
Gelam, Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan
Tanjungpinang Kota, Kota tanjungpinang Propinsi Kepulauan Riau.
Raja Ali Kelana bin Yang Di
Ahmadi. adalah seorang tokoh dalam Perhimpunan yang dikenal
dengan Rusydiyah Klub. Ia juga membuat tulisan jurnalistik berupa
laporan perjalanan ke Pulau Tujuh, dan laporan tersebut dikenal
dengan Laporan Perhimpunan tah
Istana Raja Ali Kelana (Istana Bahjah) merupakan kediaman
seorang kelana atau calon Yang Dipertuan Muda.
dari dinding berjendela dengan pintu ger
anak tangga yang menyatu dengan gedung Raja Haji Abullah.
Bangunan ini juga tersambung ke tapak bangunan yang memenuhi
bukit Kampung Gelam.
19 Pemerintahan Kota Tanjungpinang, (Tanjungpinang: 2005). Hal 21
Sisa Istana Bahjah-Istana Raja Ali Kelana
Sisa Istana Bahjah-Istana Raja Ali Kelana yang terletak di Kampung
Gelam, Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan
Tanjungpinang Kota, Kota tanjungpinang Propinsi Kepulauan Riau.
Raja Ali Kelana bin Yang Dipertuan Muda Raja Muhammad Yusuf al
Ahmadi. adalah seorang tokoh dalam Perhimpunan yang dikenal
dengan Rusydiyah Klub. Ia juga membuat tulisan jurnalistik berupa
laporan perjalanan ke Pulau Tujuh, dan laporan tersebut dikenal
dengan Laporan Perhimpunan tahun 1313 H/1898 M.
Istana Raja Ali Kelana (Istana Bahjah) merupakan kediaman
seorang kelana atau calon Yang Dipertuan Muda.19 Bangunan terdiri
dari dinding berjendela dengan pintu ger-bang masuk menelusuri
anak tangga yang menyatu dengan gedung Raja Haji Abullah.
Bangunan ini juga tersambung ke tapak bangunan yang memenuhi
bukit Kampung Gelam.
Pemerintahan Kota Tanjungpinang, (Tanjungpinang: 2005). Hal 21-22
Istana Raja Ali Kelana
Istana Raja Ali Kelana yang terletak di Kampung
Gelam, Pulau Penyengat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan
Tanjungpinang Kota, Kota tanjungpinang Propinsi Kepulauan Riau.
pertuan Muda Raja Muhammad Yusuf al
Ahmadi. adalah seorang tokoh dalam Perhimpunan yang dikenal
dengan Rusydiyah Klub. Ia juga membuat tulisan jurnalistik berupa
laporan perjalanan ke Pulau Tujuh, dan laporan tersebut dikenal
un 1313 H/1898 M.
Istana Raja Ali Kelana (Istana Bahjah) merupakan kediaman
Bangunan terdiri
bang masuk menelusuri
anak tangga yang menyatu dengan gedung Raja Haji Abullah.
Bangunan ini juga tersambung ke tapak bangunan yang memenuhi
11. Istana Raja Ali Marhum kantor
Istana Kantor adalah istana Raja Ali Yang Dipertuan Muda Riau
VIII (1844
Istana ini berada di bagian tengah Pulau Penyengat sekitar 150
meter sebelah barat daya Masjid Raya Sul
Penyengat. Istana Raja Ali sebagian sudah hancur yang tersisa
hanya bangunan induknya. Bangunan utamanya merupakan
bangunan bertingkat dua yang pada mulanya merupakan kantor
dari Raja Ali.
Seluruh areal bangunan dibatasi dengan tembok kel
mempunyai tiga buah pintu masuk dari arah barat, utara dan
timur. Pintu gapura barat berupa gapura yang sekaligus berfungsi
sebagai penjagaan dan pengintaian. Pintu gerbang utara
merupakan pintu gerbang untuk menuju tempat kolam
pemandian. Sedan
biasa yang seolah
20 Pemerintahan Kota Tanjungpinang
Istana Raja Ali Marhum kantor
Istana Kantor adalah istana Raja Ali Yang Dipertuan Muda Riau
VIII (1844-1857) atau yang kemudian disebut Marhum Kantor.
Istana ini berada di bagian tengah Pulau Penyengat sekitar 150
meter sebelah barat daya Masjid Raya Sultan Riau Pulau
Penyengat. Istana Raja Ali sebagian sudah hancur yang tersisa
hanya bangunan induknya. Bangunan utamanya merupakan
bangunan bertingkat dua yang pada mulanya merupakan kantor
dari Raja Ali. 20
Seluruh areal bangunan dibatasi dengan tembok kel
mempunyai tiga buah pintu masuk dari arah barat, utara dan
timur. Pintu gapura barat berupa gapura yang sekaligus berfungsi
sebagai penjagaan dan pengintaian. Pintu gerbang utara
merupakan pintu gerbang untuk menuju tempat kolam
pemandian. Sedangkan pintu gerbang timur berupa pintu gerbang
biasa yang seolah-olah hanya meru-pakan pintu darurat. Di
Pemerintahan Kota Tanjungpinang, (Tanjungpinang: 2006). Hal. 143.
Istana Kantor adalah istana Raja Ali Yang Dipertuan Muda Riau
1857) atau yang kemudian disebut Marhum Kantor.
Istana ini berada di bagian tengah Pulau Penyengat sekitar 150
tan Riau Pulau
Penyengat. Istana Raja Ali sebagian sudah hancur yang tersisa
hanya bangunan induknya. Bangunan utamanya merupakan
bangunan bertingkat dua yang pada mulanya merupakan kantor
Seluruh areal bangunan dibatasi dengan tembok keliling yang
mempunyai tiga buah pintu masuk dari arah barat, utara dan
timur. Pintu gapura barat berupa gapura yang sekaligus berfungsi
sebagai penjagaan dan pengintaian. Pintu gerbang utara
merupakan pintu gerbang untuk menuju tempat kolam
gkan pintu gerbang timur berupa pintu gerbang
pakan pintu darurat. Di
halaman ba
sisa-sisa lantai bangunan.
12. Gedung Tabib
Sisa bangunan Gedung
Tabib terletak
Penyengat,
Penyengat, Kecamatan
Tanjungpinang Kota,
Kota Tanjungpinang,
Propinsi Kepulauan Riau.
Sisa bangunan ini merupakan tempat kediaman Engku Haji Daud
yang dikenal sebagai tabib kerajaan. Bangunan ini terletak di
tengah-tengah pem
Gedung ini dulunya merupakan tempat ting
menyimpan banyak obat
bangunan ba
halaman ba-gian dalam tembok keliling ini masih terdapat bekas
sisa lantai bangunan.
Gedung Tabib
Sisa bangunan Gedung
Tabib terletak di Pulau
Penyengat, Kelurahan
Penyengat, Kecamatan
Tanjungpinang Kota,
Kota Tanjungpinang,
Propinsi Kepulauan Riau.
Sisa bangunan ini merupakan tempat kediaman Engku Haji Daud
yang dikenal sebagai tabib kerajaan. Bangunan ini terletak di
tengah pemukiman masyarakat Kampung Jambat.
Gedung ini dulunya merupakan tempat ting-gal tabib kerajaan yang
menyimpan banyak obat-obatan. Bangunan ini merupakan
bangunan ba-ta yang terdiri dari dua lantai. Saat ini bangunan
gian dalam tembok keliling ini masih terdapat bekas
Sisa bangunan ini merupakan tempat kediaman Engku Haji Daud
yang dikenal sebagai tabib kerajaan. Bangunan ini terletak di
ukiman masyarakat Kampung Jambat.
gal tabib kerajaan yang
obatan. Bangunan ini merupakan
ta yang terdiri dari dua lantai. Saat ini bangunan
Gedung Tabib Kerajaan sudah hancur
dengan rangka pintu dan jendela dan di atasnya ditumbuhi pohon
beringin.
Pada beberapa rangka pintu dan jendela masih tersisa kusen
kayu. Dinding bangunan yang masih ada berukuran panjang 15,80
meter dan lebar 9,90 meter.
13. Gedung Mesiu
Dahulu bangunan ini digunakan sebagai gudang tempat menyimpan
mesiu (obat bedil).
buah gedung tempat menyimpan mesiu di Pulau Penyengat, tetapi
sekarang tinggal satu buah yang terletak di sebelah Selatan Masjid
Raya Sultan Riau Pulauan Penyengat. Bangunan ini berdiri di atas
tanah kerajaan ya
sebagai tanah antalmal. Seluruh bangunannya merupakan
bangunan tembok beton berbentuk segi empat dengan atap
berbentuk runcing dari tembok. Pintu masuk terdapat di sebelah
utara dengan bentuk lengkung dari ka
besi Bangunan ini dikenal juga sebagai gedung obat bedil.
21 Ibid. Hal. 22
Gedung Tabib Kerajaan sudah hancur tinggal sisa
dengan rangka pintu dan jendela dan di atasnya ditumbuhi pohon
beringin.
Pada beberapa rangka pintu dan jendela masih tersisa kusen
kayu. Dinding bangunan yang masih ada berukuran panjang 15,80
meter dan lebar 9,90 meter.
Gedung Mesiu
Dahulu bangunan ini digunakan sebagai gudang tempat menyimpan
mesiu (obat bedil).21 Pada masa kejayaan Kerajaan Riau terdapat 4
buah gedung tempat menyimpan mesiu di Pulau Penyengat, tetapi
sekarang tinggal satu buah yang terletak di sebelah Selatan Masjid
Raya Sultan Riau Pulauan Penyengat. Bangunan ini berdiri di atas
tanah kerajaan yang diserahkan pada pengurus masjid atau dikenal
sebagai tanah antalmal. Seluruh bangunannya merupakan
bangunan tembok beton berbentuk segi empat dengan atap
berbentuk runcing dari tembok. Pintu masuk terdapat di sebelah
utara dengan bentuk lengkung dari kayu, jendela kecil dengan jeruji
besi Bangunan ini dikenal juga sebagai gedung obat bedil.
tinggal sisa-sisa dinding
dengan rangka pintu dan jendela dan di atasnya ditumbuhi pohon
Pada beberapa rangka pintu dan jendela masih tersisa kusen-kusen
kayu. Dinding bangunan yang masih ada berukuran panjang 15,80
Dahulu bangunan ini digunakan sebagai gudang tempat menyimpan
Pada masa kejayaan Kerajaan Riau terdapat 4
buah gedung tempat menyimpan mesiu di Pulau Penyengat, tetapi
sekarang tinggal satu buah yang terletak di sebelah Selatan Masjid
Raya Sultan Riau Pulauan Penyengat. Bangunan ini berdiri di atas
ng diserahkan pada pengurus masjid atau dikenal
sebagai tanah antalmal. Seluruh bangunannya merupakan
bangunan tembok beton berbentuk segi empat dengan atap
berbentuk runcing dari tembok. Pintu masuk terdapat di sebelah
yu, jendela kecil dengan jeruji
besi Bangunan ini dikenal juga sebagai gedung obat bedil.
14. Perigi Puteri/Perigi Kunci
Perigi22
masa Kerajaan Melayu Riau.
sumur tua yang dilindungi oleh bangunan berbentuk segi empat
dengan kubah pada bagian atapnya, berfungsi sebagai tempat
mandi dan mencuci pakaian para putri raja.
Di dalam kubah tersebut terdapat sumur yang sekaligus kolam
sebagai sumber airnya dan tempat duduk atau mencuci menyerupai
kursi panjang dari plesteran semen dengan bagian pegangan
tangganya dihiasi ukiran. Pintu masuk satu buah di bagian utara,
tanpa jendela dan lubang angin. Sampai saat ini kolam yang ada di
dalam bangunan ini masih dimanfaatkan oleh penduduk.
22 Perigi dapat diartikan dengan sumur atau tempa
Perigi Puteri/Perigi Kunci
Puteri adalah tempat pemandian bagi kaum wanita pada
masa Kerajaan Melayu Riau. Bangunan ini merupakan bangunan
sumur tua yang dilindungi oleh bangunan berbentuk segi empat
dengan kubah pada bagian atapnya, berfungsi sebagai tempat
mandi dan mencuci pakaian para putri raja.
Di dalam kubah tersebut terdapat sumur yang sekaligus kolam
sebagai sumber airnya dan tempat duduk atau mencuci menyerupai
kursi panjang dari plesteran semen dengan bagian pegangan
tangganya dihiasi ukiran. Pintu masuk satu buah di bagian utara,
tanpa jendela dan lubang angin. Sampai saat ini kolam yang ada di
lam bangunan ini masih dimanfaatkan oleh penduduk.
Perigi dapat diartikan dengan sumur atau tempat mandi
Puteri adalah tempat pemandian bagi kaum wanita pada
Bangunan ini merupakan bangunan
sumur tua yang dilindungi oleh bangunan berbentuk segi empat
dengan kubah pada bagian atapnya, berfungsi sebagai tempat
Di dalam kubah tersebut terdapat sumur yang sekaligus kolam
sebagai sumber airnya dan tempat duduk atau mencuci menyerupai
kursi panjang dari plesteran semen dengan bagian pegangan
tangganya dihiasi ukiran. Pintu masuk satu buah di bagian utara,
tanpa jendela dan lubang angin. Sampai saat ini kolam yang ada di
lam bangunan ini masih dimanfaatkan oleh penduduk.
15. Sisa Bangunan Rusydiah Klub dan Tapak Percetakan
Kerajaan
Rusydiah Klab merupakan organisasi para cendekiawan Melayu di
Pulau penyengat yang dbentuk pada tahun 1884.
banyak menulis, menterjemahkan dan mencetak berbagai jenis
karya tulisnya, seperti syair, ekhwal agama, adat istiadat dll. Pada
tahun 1890
meminta Rusydiah Klub untuk mencetak dan menerbitkan b
karya anggotanya.
Rusdiyah Club sudah ada jauh sebelum organisasi Budi Utomo.
Sejalan dengan perjalanan waktu organisasi ini tidak disukai oleh
penjajah, karena tujuan dari organisasi ini menentang penjajah
Belanda.
Rusdiyah Club menempati sebua
hanya tinggal pondasinya saja. Tapak bangunan ini menyatu
dengan tapak percetakan kerajaan.
16. Benteng Bukit Kursi
Benteng Bukit Kursi ini berada persisi ditengah
Penyengat. Benteng pertahanan ini dibangun menjelang perang
antara Kerajaan Riau dengan Belanda pada tahun 1782
tepatnya pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda Riau IV,
23 Pemerintahan Kota Tanjungpinang, (Tanjungpinang: 2006). Hal. 145
Sisa Bangunan Rusydiah Klub dan Tapak Percetakan
Kerajaan
Rusydiah Klab merupakan organisasi para cendekiawan Melayu di
Pulau penyengat yang dbentuk pada tahun 1884.
banyak menulis, menterjemahkan dan mencetak berbagai jenis
karya tulisnya, seperti syair, ekhwal agama, adat istiadat dll. Pada
tahun 1890-an sebuah percetakan bernama Mathba’atul Riauwiyah
meminta Rusydiah Klub untuk mencetak dan menerbitkan b
karya anggotanya.
Rusdiyah Club sudah ada jauh sebelum organisasi Budi Utomo.
Sejalan dengan perjalanan waktu organisasi ini tidak disukai oleh
penjajah, karena tujuan dari organisasi ini menentang penjajah
Belanda.
Rusdiyah Club menempati sebuah bangunan, tetapi saat sekarang
hanya tinggal pondasinya saja. Tapak bangunan ini menyatu
dengan tapak percetakan kerajaan.
Benteng Bukit Kursi
Benteng Bukit Kursi ini berada persisi ditengah
Penyengat. Benteng pertahanan ini dibangun menjelang perang
antara Kerajaan Riau dengan Belanda pada tahun 1782
tepatnya pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda Riau IV,
Pemerintahan Kota Tanjungpinang, (Tanjungpinang: 2006). Hal. 145
Sisa Bangunan Rusydiah Klub dan Tapak Percetakan
Rusydiah Klab merupakan organisasi para cendekiawan Melayu di
Pulau penyengat yang dbentuk pada tahun 1884.23 Anggotanya
banyak menulis, menterjemahkan dan mencetak berbagai jenis
karya tulisnya, seperti syair, ekhwal agama, adat istiadat dll. Pada
an sebuah percetakan bernama Mathba’atul Riauwiyah
meminta Rusydiah Klub untuk mencetak dan menerbitkan berbagai
Rusdiyah Club sudah ada jauh sebelum organisasi Budi Utomo.
Sejalan dengan perjalanan waktu organisasi ini tidak disukai oleh
penjajah, karena tujuan dari organisasi ini menentang penjajah
h bangunan, tetapi saat sekarang
hanya tinggal pondasinya saja. Tapak bangunan ini menyatu
Benteng Bukit Kursi ini berada persisi ditengah-tengah Pulau
Penyengat. Benteng pertahanan ini dibangun menjelang perang
antara Kerajaan Riau dengan Belanda pada tahun 1782-1784,
tepatnya pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda Riau IV,
Raja Haji.
pembenahan.
Benteng pertahanan ini terletak di Bukit Kursi dikelililngi oleh parit
pertahanan berstruktur bauksit dengan kedalaman kurang lebih 3
meter. Benteng ini dibangun untuk melindungi pusat kerajaan
pada saat itu berada di Hulu Sungai Riau dan Kota Piring di Pulau
Biram Dewa.
Benteng Bukit Kursi merupakan bagian dari sistem pertahanan
Penyengat. Benteng Bukit Kursi merupakan benteng alam terbuka
yang dibuat dari susunan batu
dikelilingi parit selebar 2 meter. Benteng ini juga dilengkapi dengan
meriam sebanyak 8 buah. Meriam
penjuru mata angin, antara lain di tenggara dua buah, di timur laut
satu buah, di barat daya dua buah, di barat sa
dua buah meriam. Di sudut barat daya dan tenggara benteng,
masih terlihat bentuk bastion. Di sisi barat dan timur terdapat
dinding benteng berbentuk setengah lingkaran.
24 Ahmad Yusuf, et.al. op-cit. Hal 9225 Pemerintahan Kota Tanjungpinang, (Tanjungpinang: 2006). Hal. 144
Raja Haji.24 Pada pemerintahan Raja Ali, benteng ini mengalami
pembenahan.
Benteng pertahanan ini terletak di Bukit Kursi dikelililngi oleh parit
pertahanan berstruktur bauksit dengan kedalaman kurang lebih 3
meter. Benteng ini dibangun untuk melindungi pusat kerajaan
pada saat itu berada di Hulu Sungai Riau dan Kota Piring di Pulau
Biram Dewa.25
Benteng Bukit Kursi merupakan bagian dari sistem pertahanan
Penyengat. Benteng Bukit Kursi merupakan benteng alam terbuka
yang dibuat dari susunan batu-batu bauksit tanpa
dikelilingi parit selebar 2 meter. Benteng ini juga dilengkapi dengan
meriam sebanyak 8 buah. Meriam-meriam tersebut tersebar di
penjuru mata angin, antara lain di tenggara dua buah, di timur laut
satu buah, di barat daya dua buah, di barat satu buah, di barat laut
dua buah meriam. Di sudut barat daya dan tenggara benteng,
masih terlihat bentuk bastion. Di sisi barat dan timur terdapat
dinding benteng berbentuk setengah lingkaran.
cit. Hal 92Pemerintahan Kota Tanjungpinang, (Tanjungpinang: 2006). Hal. 144
pemerintahan Raja Ali, benteng ini mengalami
Benteng pertahanan ini terletak di Bukit Kursi dikelililngi oleh parit
pertahanan berstruktur bauksit dengan kedalaman kurang lebih 3
meter. Benteng ini dibangun untuk melindungi pusat kerajaan yang
pada saat itu berada di Hulu Sungai Riau dan Kota Piring di Pulau
Benteng Bukit Kursi merupakan bagian dari sistem pertahanan
Penyengat. Benteng Bukit Kursi merupakan benteng alam terbuka
batu bauksit tanpa plester yang
dikelilingi parit selebar 2 meter. Benteng ini juga dilengkapi dengan
meriam tersebut tersebar di
penjuru mata angin, antara lain di tenggara dua buah, di timur laut
tu buah, di barat laut
dua buah meriam. Di sudut barat daya dan tenggara benteng,
masih terlihat bentuk bastion. Di sisi barat dan timur terdapat
17. Benteng Bukit Penggawa
Riwayat pembangunan
benteng
diketahui dengan pasti.
Kemungkinan benteng
ini sezaman dengan
Benteng Bukit Kursi yang
diperkirakan dibangun
pada abad ke
pada masa pemerintahan YDMR IV (Raja Haji) dan YDMR V (Raja
Ali). Pada masa pemerintahan Raja Ali, beliau melakuk
pembenahan terhadap benteng
melanjutkan peperangan. Benteng Bukit Penggawa terletak di
bagian timur Pulau Penyengat. Benteng ini lebih tepat disebut ‘kubu’
karena berukuran lebih kecil daripada ukuran biasa sebuah benten
Kubu pertahanan biasanya dipakai sebagai lapis pertama setelah
benteng. Kubu Bukit Penggawa merupakan sebuah benteng berparit
yang disusun dari batu bauksit. Pada sudut di timur laut masih
terlihat bentuk bastion
Potensi Siput Gonggong
Kota Tanjungpin
besar wilayahnya
perairan laut yang berbatasan
langsung dengan negara
tetangga Singapura,
dan Vietnam serta berada di
selat malaka dan laut cina
selatan. luasnya
tersebut memberikan andil atas pembentukan menu mak
yang sebagian besar berasal dari laut.
Salah satu menu makanan yang khas dari kepulauan Riau adalah
Siput gonggong, siput gonggong merupakan hewan siput laut yang hanya
Benteng Bukit Penggawa
Riwayat pembangunan
benteng ini tidak
diketahui dengan pasti.
Kemungkinan benteng
ini sezaman dengan
Benteng Bukit Kursi yang
diperkirakan dibangun
pada abad ke-18, yaitu
pada masa pemerintahan YDMR IV (Raja Haji) dan YDMR V (Raja
Ali). Pada masa pemerintahan Raja Ali, beliau melakuk
pembenahan terhadap benteng-benteng di Pulau Penyengat untuk
melanjutkan peperangan. Benteng Bukit Penggawa terletak di
bagian timur Pulau Penyengat. Benteng ini lebih tepat disebut ‘kubu’
karena berukuran lebih kecil daripada ukuran biasa sebuah benten
Kubu pertahanan biasanya dipakai sebagai lapis pertama setelah
benteng. Kubu Bukit Penggawa merupakan sebuah benteng berparit
yang disusun dari batu bauksit. Pada sudut di timur laut masih
terlihat bentuk bastion
Potensi Siput Gonggong
Kota Tanjungpinang sebagian
besar wilayahnya adalah
perairan laut yang berbatasan
langsung dengan negara
tetangga Singapura, Malaysia,
dan Vietnam serta berada di
selat malaka dan laut cina
selatan. luasnya wilayah laut
tersebut memberikan andil atas pembentukan menu mak
yang sebagian besar berasal dari laut.
Salah satu menu makanan yang khas dari kepulauan Riau adalah
gonggong, siput gonggong merupakan hewan siput laut yang hanya
pada masa pemerintahan YDMR IV (Raja Haji) dan YDMR V (Raja
Ali). Pada masa pemerintahan Raja Ali, beliau melakukan
benteng di Pulau Penyengat untuk
melanjutkan peperangan. Benteng Bukit Penggawa terletak di
bagian timur Pulau Penyengat. Benteng ini lebih tepat disebut ‘kubu’
karena berukuran lebih kecil daripada ukuran biasa sebuah benteng.
Kubu pertahanan biasanya dipakai sebagai lapis pertama setelah
benteng. Kubu Bukit Penggawa merupakan sebuah benteng berparit
yang disusun dari batu bauksit. Pada sudut di timur laut masih
tersebut memberikan andil atas pembentukan menu makanan warganya
Salah satu menu makanan yang khas dari kepulauan Riau adalah
gonggong, siput gonggong merupakan hewan siput laut yang hanya
terdapat di sekitar perairan pulau Bintan. Permintaan pasar yang terus
meningkat dan juga harga siput gonggong yang terus melonjak naik
menjadikan hewan ini sangat potensial untuk meningkatkan pendapatan
penduduk maupun menjadi cumber pemasukan bagi Provinsi Kepulauan
Riau.
Namun seiring dengan sohornya kelezatan siput gonggong, populasinya
di alam pun tents merosot. Tingginya permintaan berimbas pada makin
maraknya perburuan. Siput-siput itu diambil tanpa pandang bulu, dari
yang masih berukuran kecil sampai yang besar termasuk betina produktif
yang tengah bertelur sehingga memutus mata rantai pengembangbiakan.
Hal ini menyebabkar potensi dan populasi siput gonggong semakin
berkurang. Apabila keadaan ini di biarkan maka lambat laun akan
mengakibatkan siput gonggong menjadi langka dan bahkan punah.
Untuk mengatasi dan mengantisipasi permasalahan diatas perlu
adanya penanganan dan penanggulangan secara serius, salah
satunya adalah dengan budidaya. Kegiatan budidaya dirasakan paling
ampuh untuk mengatasi permasalahan ini karena selain dapat di kontrol
langsung dengan tangan manusia, kegiatan ini juga dirasa paling ampuh
untuk meningkatkan produktivitas siput gonggong.
Budidaya siput gonggong akan dapat menghasilkan siput gonggong
yang unggul baik dalam segi kualitas maupun kuantitas. Sehingga
diharapkan akan dapat mengantisipasi siput gonggong dari kepunahan.
Dengan adanya kegiatan budidaya tentunya kita dapat menjamin
ketersediaan siput gonggong secara berkelanjutan. Dengan
demikian tentunya kegiatan ini akan sangat mendatangkan
banyak keuntungan bagi pihak-pihak yang terlibat dan bahkan
dapat menjadi sumber pemasukan bagi daerah Provinsi Kepulauan
Riau.
Untuk merealisasikan serta mengimpentasikan hal diatas perlu
adanya dukungan dari pihak-pihak terkait. Pihak-pihak tersebut
diantaranya: Dinas Kelautan dan Perikanan sebagai penyelenggara
penyuluhan, pelatihan dan pengenalan mengenai budidaya siput
gonggong kepada masyarakat; Universitas/ institut dan kalangan
akdemisi sebagai pelaku riset untuk mendukung budidaya siput
gonggong; pihak swasta sebagai investor sekaligus pelaku budidaya
siput gonggong; masyarakat untuk ikut melestarikan lingkungan
sekaligus sebagai pelaku budidaya.
Gongong selain menjadi bahan baku untuk kuliner di Kota
Tanjungpinang, juga dapat sebagai bahan baku cinderamata. Cangkang
Gongong dapat di bentuk dan diolah menjadi sebuah cinderamata khas
Tanjungpinang. Selain itu, ada juga batik gonggong yang terinspirasi
dari bentuk gongong tersebut. Corak batik ini berupa gonggong sudah
mulai marak di produksi di Kota Tanjungpinang. Maka dari itu, gagasan
Gonggong menjadi salah ikon Kota Tanungpinang harus di imbangi
dengan ussaha dari pemerintah daerah Kota Tanjungpinang beserta
pihak-pihak lain yang terkait (masyarakat dan swasta) untuk
mengembangkan potensi ini menjadi lebih baik lagi pada masa yang
akan datang.
Makanan Olahan dari Gonggong (Siput Laut)
Cinceramata berbahan dasar dari Gonggong (Siput Laut)
Bati Tanjungpinang bercorak Gonggong (Siput Laut)
Seni Pertunjukan Budaya
Tari Zapin
Zapin adalah tarian tradisional yang menggunakan alat musik gambus
dan marwas, lelaki dan perempuan menari bersama. Zapin adalah
khazanah tarian rumpun Melayu yang menghibur sekaligus sarat pesan
agama dan pendidikan. Tari ini memiliki kaidah dan aturan yang tidak
boleh diubah namun dari masa ke masa namun keindahannya tak
lekang begitu saja. Nikmati dendang musik dan syairnya yang legit bak
sajian megah langit biru dan jernihnya laut di Kepulauan Riau.
Tari zapin dikembangkan berdasarkan unsur sosial masyarakat dengan
ungkapan ekspresi dan wajah batiniahnya. Tarian ini lahir di lingkungan
masyarakat Melayu Riau yang sarat dengan berbagai tata nilai. Tarian
indah dengan kekayaan ragam gerak ini awalnya lahir dari bentuk
permainan menggunakan kaki yang dimainkan laki-laki bangsa Arab dan
Persia. Dalam bahasa Arab, zapin disebut sebagai al raqh wal zafn. Tari
Zapin berkembang di Nusantara bersamaan dengan penyebaran agama
Islam yang dibawa pedagang Arab dari Hadramaut.
Tari zapin tertua di Indonesia tercatat ada di Flores, Nusa Tenggara
Timur, Ternate dan Ambon, serta rupanya juga berkembang di
Pontianak, Kalimantan dengan sebutan Japin. Di Indonesia bagian Barat,
tari zapin awalnya dikenal di Jambi baru kemudian tumbuh di Riau dan
kepulauan sekitarnya. Di Riau tari zapin awalnya hanya dilakukan penari
lelaki dapat mengangkat status sosialnya di masyarakat. Saat itu
penarinya akan menjadi incaran para orang tua untuk dijodohkan
kepada anak perempuannya.
Zapin mempertontonkan gerak kaki cepat mengikuti hentakan pukulan
pada gendang kecil yang disebut marwas. Harmoni ritmik instrumennya
semakin merdu dengan alat musik petik gambus. Karena mendapat
pengaruh dari Arab, tarian ini memang terasa bersifat edukatif tanpa
menghilangkan sisi hiburan. Ada sisipan pesan agama dalam syair
lagunya. Biasanya dalam tariannya dikisahkan keseharian hidup
masyarakat melayu seperti gerak meniti batang, pinang kotai, pusar
belanak dan lainnya. Anda akan melihat gerak pembuka tariannya
berupa gerak membentuk huruf alif (huruf bahasa Arab) yang
melambangkan keagungan Tuhan.
Awalnya tari zapin hanya ditarikan penari lelaki tetapi namun penari
perempuan juga ditampilkan. Kadang juga tampil penari campuran laki-
laki dengan perempuan. Dahulu tari zapin ditarikan di atas tikar madani
dan tikar tersebut tidak boleh bergoyang atau bergeser sedikitpun
sewaktu menarikan tari zapin tersebut.
Gerak dan ritme tari zapin merupakan media utama untuk
mengungkapkan ekspresi penarinya. Darinya Anda dapat meresapi
pengalaman kehidupan, peristiwa sejarah, dan keadaan alam yang
menjadi sumber gerak dalam tari zapin.
Kostum dan tata rias para penari zapin lelaki mengenakan baju kurung
cekak musang dan seluar, songket, plekat, kopiah, dan bros. Sementara
untuk penari perempuan berupa baju kurung labuh, kain songket, kain
samping, selendang tudung manto, anting-anting, kembang goyang,
kalung, serta riasan sanggul lipat pandan dan conget.
Teater Makyong
Seperti juga teater rakyat (tradisional) lainnya, pementasan Makyong
tidak menuntut set properti, dekorasi, atau layar untuk pergantian
babak. Bila Makyong dipentaskan di lapangan terbuka, tempat pentas
harus diberi atap yang menggunakan bubungan dengan enam buah
tiang penyangga. Pada kayu yang melintang dihiasi daun kelapa muda.
Bila dimainkan di istana, Makyong dipentaskan di panggung beton
berbentuk segi enam. Setelah Ketua Panjak yang disebut Bomo
mendapatkan tempat yang tepat untuk pertunjukan Makyong, ia harus
melakukan serangkaian upacara sebelum pementasan dilakukan. Mula-
mula dilaksanakan upacara mengasap alat-alat yang terdiri dari sebuah
gendang penganak, sebuah gendang pengibu, dua buah tawak-tawak
atau gong, dua buah mong atau kromong, sebuah geduk-geduk, sebuah
canang, sebuah serunai, dan sebuah rebab. Upacara mengasap
dilanjutkan pada alat-alat bermain (properti) lainnya, termasuk canggai
(kuku-kuku palsu yang panjang).
Upacara selanjutnya disebut buang bahasa atau buka tanah dengan
menanam sebutir telur ayam, segenggam beras basuh, segenggam
beras kuning, bertih, sirih sekapur, dan sebatang rokok daun nipah.
Setelah sang Bomo memerintahkan pembantunya menanam benda-
benda tersebut, ia mulai menaburkan bertih dan beras basuh ke
sekeliling tempat bermain, sambil membaca serapah atau mantra yang
diiringi bunyi musik berirama magis. Setelah itu Bomo menekankan
ujung jarinya ke langit-langit mulutnya, kemudian menekankan jari itu
pada tanah.
Selama upacara berlangsung, para pelakon/pemain duduk berderet di
depan pemain musik. Begitu Bomo selesai mengadakan upacara buka
tanah atau buang bahasa, para pemain segera mengambil satu atau dua
butir bertih dan beras basuh yang ditaburkan sang Bomo untuk
dikunyah, dengan maksud agar lakon mereka lancar.
Pertunjukan Makyong pun dimulai. Dengan diiringi musik, seorang
pemain wanita berpakaian lelaki yang memerankan Pakyong atau
Cikwang berdiri. Dia bertelekan pada kedua lutut dan perlahan-lahan
berdiri sambil menyanyikan lagu “Betabik”. Nyanyian Pakyong disambut
oleh para pemain wanita yang memerankan inang dan dayang. Mereka
berdiri, kemudian ikut menari dan menyanyi bersama Pakyong. Setelah
selesai membawakan lagu Betabik, para dayang dan inang duduk
kembali. Pakyong yang masih berdiri di tengah area pertunjukan segera
memanggil Si Awang atau Peran. Di sudut lokasi itu Awang atau Peran
menyahut panggilan Pakyong sambil memantrai topeng yang sedang
dipegangnya. Topeng dipakai dan ia pun mendekati Pakyong dengan
gerakan teatral khas Makyong, yaitu melenggang dengan tangan
bergetar. Dalam teater Makyong, Awang atau Peran merupakan pemain
yang amat penting. Dia menjadi pelawak, pengiring raja, pengiring anak
raja (pangeran), dan kadang-kadang juga disebut Pakyong Muda.
Pergantian babak atau adegan dalam teater Makyong ditandai dengan
nyanyian dan dialog yang diucapkan para pemain atau dengan duduk
dan berdirinya para pemain di pinggir ruang pertunjukan, sedangkan
pertukaran peran dilakukan dengan menukar topeng yang dikenakan
pemain. Seorang pemain boleh membawakan lebih dari satu peran,
bahkan tiga atau empat peran dengan cara menukar topengnya.
Jalan pertunjukan Makyong agak lamban. Cerita dapat bersambung
terus selama lima malam, kadang-kadang sampai tujuh malam.
Pertunjukan biasanya dimulai setelah Isya dan berakhir menjelang
Subuh.Cerita yang disajikan dalam pementasan Makyong sebagian besar
sudah dikenal secara luas, karena cerita dalam Makyong berasal dari
folktale atau warisan dari tukang cerita istana. Tidak ada peninggalan
tertulis tentang lakon Makyong. Semua lakon ditularkan melalui tradisi
lisan. Di antara cerita-cerita Makyong yang sangat terkenal ialah Tuan
Putri Ratna Emas, Nenek Gajah dan Daru, Cerita Gondang, Wak Peran
Hutan, Gunung Intan, Dewa Muda, Dewa Indra Dewa, Megat Muda,
Megat Sakti, Megat Kiwi, Bungsu Sakti, Putri Timun Muda, Raja Muda
Laleng, Raja Tingkai Hati, Raja Dua Serupa, Raja Muda Lembek, dan
Gading Betimbang. Kadang-kadang juga dipentaskan cerita yang berasal
dari Mahabarata, Ramayana, cerita Panji, dan Pagarruyung. Cerita dan
bahan yang disebut terakhir sudah beda jauh dari aslinya, sehingga
hanya dapat dikenal dari bingkai atau polanya saja. Sebagai contoh
adalah cerita Koripan yang berasal dari cerita Panji.
Jika dalam pewayangan (wayang purwa) dikenal cerita-cerita yang tabu
dipentaskan tanpa sesaji atau semah dan upacara khusus, Makyong pun
memiliki ceritera seperti itu, yaitu lakon Nenek Gajah dan Daru. Cerita
ini mengisahkan tentang seekor hewan mitologis Melayu bernama Gajah
Mina di Pusat Tasik Pauh Janggi yang bertempur dengan bermacam-
macam ular dan naga. Anggota kelompok Makyong dan masyarakat di
sekitar Mantang Arang percaya bahwa jika cerita ini dipentaskan tanpa
semah dan upacara tertentu, hal itu akan mendatangkan badai dahsyat.
Tokoh pertunjukan Makyong terdiri dari: Pakyong atau Raja, Pakyong
Muda atau Pangeran, Makyong atau Permaisuri yang disebut juga Mak
Senik, Putri Makyong atau Putri Raja, Awang Pengasuh atau pelayan
raja yang berjumlah lebih dari satu orang, Orang tua, Dewa, Jin dan
Raksasa, dan para Pembatak. Peran-peran wanita ialah Makyong, Putri,
Inang, dan Dayang. Pakyong merupakan tokoh pria, namun dibawakan
oleh wanita. Peran-peran seperti Awang, Mak Perambun, Wak Petanda
Raja, Wak Nujum, Dewa, Jin, Pembatak, dan Raksasa dibawakan oleh
pria.Dalam teater Makyong dikenal lagu Tabuh, Betabik, Awang Nak
Bejalan, Selendang Awang, Colak Adik Hitam, Sedayung Makyong,
Gendang Tinggi, Jalan Masuk, Mengulit Kasih, Cik Poi, Lenggang
Tanduk, Cik Milik, Lagu Rancak, Bunga Kuning, Timang Welo, Lagu
Sabuk, Gemalai Lagu Kelantan, dan Ikan Kekek yang diringi dengan
alat-alat musik. Lagu-lagu ini dibawakan dengan tari dan dengan atau
tanpa lirik. Dalam pertunjukan Makyong, para pelakon/pemain berjalan
dengan gerak tari sederhana. Gerakan yang sederhana itu
menggambarkan watak para pelakon.Jenis tari yang terdapat dalam
teater Makyong yaitu tari pembukaan yang disebut Betabik, tari berjalan
jauh atau dekat, tari ragam atau tari gembira, dan tari perang atau
gerak silat. Tari hiburan yang dilakukan oleh inang dan dayang berupa
tari Inai, yaitu tari untuk upacara perkawinan dan tari Bersenang Hati di
Taman, yaitu tari untuk menghibur tuan putri.
Strategi Pengembangan Ekonomi Kreatif di Tanjungpinang
Sebelum berbicara mengenai pengembangan industri dan ekonomi
kreatif di Tanjungpinang, kita harus melihat fakta bahwa di
Tanjungpinang saat ini terdapat lebih dari 73.000 jiwa usia angkatan
kerja. Atau jika dipersentasekan jumlahnya sekitar 52 persen dari total
jumlah penduduk. Jumlah angkatan kerja yang besar ini merupakan
potensi, tapi juga sekaligus dapat dianggap sebagai suatu permasalahan
jika lapangan kerja sektor formal tidak mampu menampungnya.
Berbeda dengan karakteristik industri secara umum, industri kreatif lebih
mengutamakan eksploitasi ide, gagasan, dan kekayaan intelektual. Jika
industri secara umum membutuhkan porsi tenaga atau fisik yang lebih
besar, industri kreatif justru lebih membutuhkan pemikiran pelakunya.
Industri kreatif memiliki peranan penting ketika industri dan lapangan
kerja di sektor formal belum mampu menampung kelompok usia
angkatan kerja, yang jumlahnya setiap tahun terus bertambah.
Industri kreatif, atau yang juga lazim disebut dengan ekonomi kreatif,
dapat diartikan sebagai kumpulan aktivitas ekonomi yang terkait dengan
penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan informasi. Sementara
industri secara umum dapat diartikan sebagai kumpulan aktivitas
ekonomi yang terkait dengan bahan baku dan produk.
Industri atau ekonomi kreatif sebenarnya sama sekali tidak dapat
dipisahkan dari industri itu sendiri. Namun ekonomi kreatif lebih
berperan pada bagaimana proses menciptakan suatu produk industri
memiliki nilai jual yang lebih tinggi, karena ada unsur kreativitas di
dalamnya. Atau dapat juga dikatakan bahwa ekonomi kreatif adalah
proses untuk memoles, “membedaki”, dan memberikan sentuhan kreatif
pada suatu produk.
Industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan
kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan
kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan
mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.
Beberapa usulan program yang disusun dan diusulkan dalam
pengembangan industri dan ekonomi kreatif di Kota Tanjungpinang
antara lain : penyediaan sarana dan prasarana ruang kreatif,
pelaksanaan workshop sektor-sektor yang masuk dalam kategori
ekonomi kreatif, dan peningkatan program-program kerja yang telah
berjalan sebelumnya.
Tentang sejauhmana keberadaan dan perkembangan pelaku-pelaku
ekonomi kreatif di Tanjungpinang, mungkin kita dapat melihat atau
mengacu pada hasil pelaksanaan Festival Seni Kreatif yang dilaksanakan
oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Tanjungpinang pada
Juni 2013 lalu.
Festival yang dilaksanakan selama 5 hari di lapangan Pamedan A Yani
itu menampilkan kreasi produk sanggar-sanggar seni, rumah produksi,
komunitas perupa, komunitas fotografi, komunitas videografi, fashion,
kelompok musik dan, pelaku ekonomi kreatif lainnya dengan jumlah
peserta sebanyak 56 kelompok. Dengan tranksasi ekonomi mencapai
lebih dari Rp. 35.000.000,-. Terlihat bahwa sebenarnya Tanjungpinang
menyimpan potensi pengembangan ekonomi kreatif.
Dari 15 sub sektor ekonomi kreatif, sektor penerbitan/percetakan
merupakan usaha ekonomi kreatif terbanyak di Tanjungpinang dengan
jumlah lebih dari 29 unit. Kemudian sub sektor game interaktif sebanyak
27 usaha, dan tentu saja sub sektor kuliner yang sulit dipastikan berapa
jumlahnya.
Korelasi antara ekonomi kreatif dengan pariwisata terlihat jelas pada
kerajinan, cinderamata, oleh-oleh, kuliner, seni pertunjukan budaya
yang biasanya dicari dan ingin dinikmati oleh wisatawan. Jika produk
kreatif yang dilihat, dinikmati, dan dirasakan oleh wisatawan tersebut
betul-betul berkesan, tentunya wisatawan tersebut akan terjadi
tranksasi ekonomi, perdagangan, dan bahkan dapat ditingkatkan
menjadi suatu investasi. Masyarakat di sekitar objek wisata jelas dapat
memanfaatkan kondisi tersebut untuk membuka peluang-peluang usaha
kepariwisataan. Tentu saja hal tersebut harus diikuti dengan syarat-
syarat dan kondisi-kondisi yang disenangi oleh wisatawan. Jadi terlihat
jelas bahwa kepariwisataan memiliki keterkaitan yang sangat erat
dengan seluruh sub sektor ekonomi kreatif.
Namun potensi pengembangan perekonomian kreatif yang ada di balik
dunia kepariwisataan di Tanjungpinang sementara ini belum mampu
dimanfaatkan secara optimal. Hal tersebut tak terlepas dari belum
terbukanya pola pikir masyarakat di sekitar objek wisata, seperti Pulau
Penyengat dan Kota Rebah, mengenai peluang ekonomi yang tersedia
pada kepariwisataan di daerahnya. Hal ini tentunya menjadi sebuah
tantangan tersendiri bagi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,
serta pihak-pihak lain yang terkait, untuk menciptakan dan membangun
mindset masyarakat mengenai pengembangan ekonomi kreatif di Kota
Tanjungpinang. Ke depan, berbagai kebijakan, program, dan kegiatan
pemerintah diharapkan mampu disinergikan untuk mengembangkan
ekonomi kreatif secara lebih optimal.
top related