ekstraksi alginat
Post on 19-Jan-2016
130 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
EKSTRAKSI ALGINAT
Nama : Annisa Dwinda FatimahNIM : B1J011082Kelompok : 8Rombongan : IIAsisten : Dwi Utami
LAPORAN PRAKTIKUM FIKOLOGI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO
2014
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara maritim dengan panjang pantai sekitar
81.000 km, meiliki kawasan laut yang mengandung sumberdaya hayati yang
sangat besar dan keanekaragaman tinggi. Salah satu sumberdaya hayati laut
yang sangat potensial untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomis tinggi
adalah rumput laut, yang juga dikenal di masyarakat dengan nama rumput laut
(seaweed). Dari ratusan jenis rumput laut yang ada di Indonesia, terdapat 5 jenis
yang bernilai ekonomis tinggi seperti Gracilaria, Gelidium, keduanya penghasil
agar, Eucheuma, Hypea, sebagai penghasil carrageenan, dan Sargassum, sebagai
penghasil alginat.
Pemanfaatan rumput laut untuk keperluan berbagai industri sangat
tergantung pada kandungan senyawa penting di dalamnya, sifat fisik dan sifat
kimia senyawa tersebut. Rumput laut merah (Rhodophyceae) mengandung
karaginan dan agar. Sementara itu, rumput laut coklat (Phaeophyceae),
merupakan beberapa spesies alginofit, yaitu penghasil alginat yang terdiri sekitar
1500 jenis. Alginofit tersebut diantaranya adalah Makrocytis, Laminaria,
Aschophyllum, Nerocytis, Ecklonia, Focus, Turbinaria, Padina dan Sargassum.
Alginat merupakan suatu polimer yang terdiri atas manuronat dan
guluronat. Senyawa ini merupakan polimer murni dari asam uronat, tersusun
dalam bentuk rantai linier panjang. Sampai dengan saat ini, Indonesia dikenal
sebagai pengimport alginat, yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Negara pengekspor alginat terbesar
di dunia saat ini adalah Amerika Serikat.
B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui kadar air dan proses
ekstraksi kandungan kimia dari rumput laut seperti alginat.
C. Tinjauan Pustaka
Alginat merupakan kelompok polisakarida yang diekstrak dari rumput laut
coklat (Phaeophyceae). Alginat dalam dinding sel dan ruang intraseluler pada
rumput laut coklat ditemukan sebagai campuran garam kalsium, kalium, dan
natrium dari asam alginat. Sedangkan, alginat yang sering disebut sebagai “algin”
adalah hidrokoloid, yaitu sebagai substansi dengan molekul yang sangat besar
dan dapat dipisahkan dalam air untuk memberikan kekentalan pada larutan.
Salah satu jenis rumput laut yang menghasilkan alginat adalah Sargassum sp.
(Agnessya, 2008).
Kandungan alginat dari rumput laut coklat bervariariasi tergantung dari
jenis, kondisi lingkungan, musim saat panen, metode ekstraksi yang digunakan,
serta bagian tanaman dari tumput laut coklat yang diekstraksi. Alginat digunakan
untuk menstabilkan campuran, dispersi dan emulsi, yang berkaitan dengan
sifatnya sebagai pembentuk gel dan meningkatkan viskositas seperti sel dan jeli.
Secara umum, jenis ini dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir sebagai masyarakat
tradisional. Alginat dapat digunakan dalam pembuatan kapsul lunak dan
dikonsumsi sebagai minuman untuk menurunkan kadar gula dalam darah
(Mushollaeni & Rusdiana, 2011).
Sargassum sp. adalah salah satu jenis rumput laut yang bernilai ekonomis,
tersebar luas di perairan Indonesia, tumbuh di perairan yang terlindung dan
berombak besar pada habitat batu (Kadi & Atmadja, 1988). Sargassum sp. sangat
potensial untuk dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai sumber alginat yang
banyak dibutuhkan dalam industri makanan maupun non pangan (Indriani &
Sumarsih, 1994). Sargassum di Indonesia yang telah teridentifikasi diantaranya
adalah Sargassum duplicatum, S. polycystum, S. binder, S. crassifolium, S.
echinocarpum, S. mollerii, S. gracillimum, S. sinereum, S. hystri, S. siliquosum, S.
fenitan, S. filipendula, S. polyceratium, dan S. Vulgare yang dapat dibedakan dari
bentuk morfologi dengan kadar kandungan bahan utama yang berbeda seperti
protein, vitamin C, tannin. Iodine, dan phaenol (Kadi, 2005).
II. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah kompor, panci,
pangaduk, beaker glass, kain saring, baki dan gelas ukur.
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah rumput laut
Sargassum duplicatum yang telah difermentasi, larutan H2O2 6%, larutan NaOH
0,5%, larutan Na2CO3 5%, larutan KOH 2%, larutan HCl 0,5%, larutan HCl 5%,
larutan KOH 10% dan akuades.
B. Metode
Rumput laut Sargassum duplicatum 20 gr
Direndam dengan 200 ml larutan KOH 2% selama 30 menit
Dicuci dengan air mengalir
Direndam dengan 200 ml larutan NaOH 0,5% selama 30 menit
Direndam dengan 200 ml larutan HCl 0,5% selama 30 menit
Diekstraksi dengan 200 ml larutan Na2CO3 5% selama 50 menit
Disaring dengan kain saring
Pengasaman dengan 20 ml larutan HCl 5% selama 10 menit
Pemucatan dengan larutan H2O2 6% selama 10 menit
Pengendapan dengan 20 ml larutan KOH 10% selama 10 menit
Dikeringkan dengan sinar matahari
Alginat
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Gambar 3.1. Rendemen Alginat Gambar 3.2. Rendemen Alginat
Sebelum Kering Setelah Kering
Perhitungan
Bobot bahan baku = 20 g
Produk akhir = 3,79 g
Rendemen (%) = Produk ak hir (g)
Bobot bah anbaku (g)x100%
Rendemen (%) = 3,7920
x100%
Rendemen (%) = 18,95 %
B. Pembahasan
Bahan yang digunakan adalah rumput laut jenis Sargassum duplicatum
yang telah difermentasi. Berdasarkan hasil pengamatan, produk akhir yang
dihasilkan sebanyak 3,79 gr dengan bobot bahan baku sebanyak 20 gr, sehingga
didapatkan nilai rendemen sebesar 18,95%. Hasil ini sesuai dengan syarat dari
Ekstra Farmakope Indonesia yaitu >18%. Menurut Bahar (2012), semakin tinggi
konsentrasi Na, semakin tinggi pula rendemen natrium alginat yang dihasilkan,
hal ini diduga disebabkan dengan semakin banyaknya Na mempercepat
pertukaran den untuk membentuk natrium alginat, dan bahkan menyebabkan
adanya Na+ berlebih. Chapman & Chapman (1980) menambahkan, kadar air yang
diperbolehkan untuk alginat adalah 5 – 20 %. Kadar air pada garam alginat
menunjukkan banyaknya air yang masih terjebak dalam molekul alginat dan hal
ini sebanding dengan daya viskositas alginat yang juga menunjukkan daya
ikatnya (Tseng, 1974). Tinggi rendahnya rendemen tidak hanya dipengaruhi oleh
konsentrasi NaOH, tetapi juga dipengaruhi oleh proses ekstraksi dari awal sampai
akhir. Tinggi rendahnya rendemen dipengaruhi oleh teknik ekstraksi, jenis alga
coklat, habitat, dan umur dari mikroalga tersebut (Chapman & Chapman, 1980).
Sementara itu menurut Atmadja (1996), kadar alginat dipengaruhi oleh jumlah
daun (thallus), habitat, substrat, dan ukuran rumpun.
Beberapa metode ekstraksi alginat dari rumput laut lokal yang ada di
Indonesia seperti Sargassum sp. sudah banyak dikembangkan. Metode ekstraksi
alginat yang selama ini telah dikembangkan umumnya masih menghasilkan
kandungan bahan tidak larut air yang cukup tinggi yaitu sekitar 9 sampai 12%.
Dalam perdagangan, alginat dibedakan menjadi tiga kategori berdasarkan
viskositasnya yaitu viskositas rendah, sedang, dan tinggi. Metode ekstraksi
alginat yang selama ini dikembangkan umumnya masih menghasilkan viskositas
yang rendah yaitu kurang dari 350 cP pada konsentrasi 1% atau kurang dari 6000
cP pada konsentrasi 2%. Metode penyaringan dilakukan dengan menggunakan
peralatan penyaring yang dilengkapi dengan alat vakum, pengaduk, dan tanah
diatom dapat menurunkan selulosa yang lolos pada proses penyaringan filtrat
serta menurunkan kandungan bahan tidak larut air dalam alginat. Dengan
metode penyaringan ini dapat dihasilkan alginat yang memenuhi persyaratan
JECFA (Subaryono et al., 2010).
Larutan H2O2 6% berfungsi untuk memutihkan alginat yang sebelumnya
berwarna coklat pekat menjadi coklat keputihan. Penggunaan NaOH pada tahap
pra-ekstraksi ditujukan untuk membuka permukaan dinding sel rumput laut
sehingga permukaannya lebih luas dan lebih mudah melepaskan alginat. NaOH
juga mendorong keluarnya alginat dari dinding sel rumput laut dan alginat ikut
bersama larutan yang dipisahkan (Bahar, 2012). Menurut Glicksman (1969),
asam klorida (HCl) membantu memecah dinding sel tanaman rumput laut dan
akan terionisasi dengan sempurna. Truss et al. (2001) menambahkan,
penggunaan larutan HCl 5% dalam proses pra-ekstraksi dapat menghidrolisis
dinding sel rumput laut sehingga alginat dapat lebih mudah diekstraksi dan dapat
berfungsi untuk mengubah alginat menjadi asam alginat. Ekstraksi menggunakan
Na2CO3 mampu untuk memisahkan selulosa dan alginat yang terdapat pada sel
alga coklat. Penggunaan basa ini dapat mengakibatkan sel alga menjadi
menggelembung, kemudian pecah dan rusak sehingga dapat keluar dari sel
(Mushollaeni et al., 2011). Sementara itu, penggunaan KOH 10% ditujukan untuk
mengendapkan kalium alginat dalam rumput laut.
Standar mutu alginat digunakan untuk menentukan penggunaanya masuk
di tiap-tiap bidang pangan atau non pangan. Alginat yang dapat dipakai dalam
industri pangan dan farmasi adalah alginat yang sudah bebas dari selulosa dan
warnanya sudah menjadi putih dan terang (Winarno, 1996). Alginat yang
memiliki mutu food grade harus bebas dari selulosa dan warnanya sudah
dipucatkan (bleached) sehingga terang atau putih. Pharmaceutical grade
biasanya juga bebas dari selulosa. Disamping grade tersebut, ada lagi yang
disebut industrial grade yang biasanya masih mengizinkan adanya beberapa
bagian dari selulosa, dengan warna dari coklat sampai putih. pH alginat juga
bervariasi dari 3,5 − 10, dengan viskositas 10 – 5000 cps , kadar air 5 – 20 % dan
ukuran partikel 10 – 200 mesh (Winarno, 1990). Standar mutu alginat menurut
Zailanie et al. (2001) disajikan dalam tabel sebagai berikut.
Alginat adalah salah satu kelompok polisakarida yang terbentuk dalam
dinding sel algae coklat, dengan kadar mencapai 40% dari total berat kering dan
memegang peranan penting dalam mempertahankan struktur jaringan algae.
Alginat disintesis pertama kali oleh Stanford pada tahun 1880 (Chapman &
Chapman, 1980). Alginat pada awalnya dianggap sebagai suatu asam
polimannuronat, namun sejak tahun 1964 asam alginat lebih dikenal sebagai
kopolimer dari asal L-guluronat dan asam D-mannuronat. Alginat pada prinsipnya
terdiri dari tiga macam struktur, yaitu homopolisakarida α-1,4-L-guluronat, β-1,4-
D-mannuronat, dan heteropolisakarida yang merupakan bentuk selang-seling
asam α-1,4-gulunorat dan asam β-1,4-D-mannuronat (Rasyid, 2003). Alginat
dalam pemanfaatannya berupa garam alginat dan garam ini larut dalam air
(Reen, 1986). Alginat dalam pasarannya sebagian besar berupa natrium alginat,
yaitu suatu garam alginat yang larut dalam air. Jenis alginat lain yang larut dalam
air ialah kalium atau ammonium alginat. Sedang, alginat yang tidak larut dalam
air adalah kalsium alginat dan asam alginat dan derivat atau produk turunan
yang terpenting adalah propylene glycol alginat (Zailanie et al., 2001).
Kandungan koloid alginat dari rumput laut Sargassum dalam industri
kosmetik digunakan sebagai bahan pembuat sabun, pomade, cream body lotion,
sampo dan cat rambut. Di industri farmasi sebagai bahan pembuat kapsul obat,
tablet, salep, emulsifier, suspensi dan stabilizer. Di bidang pertanian sebagai
bahan campuran insektisida dan pelindung kayu. Di industri makanan sebagai
bahan pembuat saus dan campuran mentega (Kadi, 2005). Menurut An Ullman’s
(1998), pemanfaatan alginat dalam industri makanan didasarkan pada beberapa
faktor, antara lain:
1. Kemampuan untuk membentuk larutan yang viskos.
2. Stabil pada temperature dan pH tinggi.
3. Reaktivitas terhadap ion Ca2+ yang dapat membentuk gel.
4. Stabilitas panas dari gel.
Manfaat lainnya dalam industri fotografi, kertas, tekstil, dan keramik. Sementara
itu, iodine dalam bidang kesehatan digunakan sebagai obat pencegah penyakit
gondok (Kadi, 2005). Selain itu, alginat juga dimanfaatkan dalam pembuatan
plastik, vulcanitefibre, linoleum, kulit imitasi, serta penjernihan larutan gula dan
air mineral. Cu-alginat dan Hg-alginat telah menjadi komponen yang bernilai
dalam pembuatan cat yang digunakan di bawah laut (Chapman & Chapman,
1980).
Menurut Astawan (1997), alginat memiliki afinitas (daya ikat) yang tinggi
terhadap logam berat dan unsur-unsur radioaktif. Oleh karena alginat tidak
dapat dicerna, maka konsumsi alginat sangat membantu membersihkan polusi
logam berat dan unsur radioaktif yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan
yang terkontaminasi. Baru-baru ini, alga coklat, yang merupakan sumber utama
alginat, sedang dipertimbangkan sebagai bahan baku biomassa untuk produksi
etanol. Namun, enzim khusus untuk sakarifikasi polisakarida alga coklat tidak
digunakan untuk produksi bioethanol. Untuk konversi alginat menjadi biofuel,
depolimerisasi alginat menjadi oligomer dan kemudian ke monomer merupakan
prasyarat langkah penting (Kim et al., 2012).
Sargassum merupakan salah satu jenis alga coklat yang mengandung
alginat. Jenis Sargassum yang diketahui paling banyak tumbuh subur adalah
Sargassum duplicatum yang merupakan salah satu jenis dari kelas Phaeophyceae
(Yulianto, 2007). Rumput laut S. duplicatum tumbuh berumpun dengan panjang
thalli mencapai 1–3 m yang dilengkapi gelembung udara yang disebut “bladder”
berguna untuk menopang cabang thalli ke arah permukaan air untuk
mendapatkan intensitas cahaya matahari (Kadi, 2005). Warna dari S. duplicatum
adalah coklat tua atau coklat muda dengan tinggi rumpun mencapai 60 cm dan
tipe dari S. duplicatum dapat dikenal dari morfologi daunnya yang berbentuk
seperti cangkir dan gelembung sebagai perekat (Atmadja et al., 1996). Sargassum
duplicatum dapat berkembang biak dengan produksi gamet dan dengan
perbanyakan vegetatif dari jaringan sisa holdfast, seperti yang ditemukan pada
spesies lain dari fukoid. Klasifikasi Sargassum duplicatum menurut Dawes (1981)
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Thallophyta
Kelas : Phaeophyceae
Ordo : Fucales
Famili : Sargassaceae
Genus : Sargassum
Spesies : Sargassum duplicatum J. Agardh
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan yaitu:
1. Proses ekstraksi kandungan karaginan dari rumput laut Sargassum
duplicatum dimulai dari perendeman dengan KOH 2%, perendaman dengan
NaOH 0,5%, perendaman dengan HCl 0,5%, ekstraksi dengan Na2CO3 5%,
penyaringan, pengasaman dengan HCl 5%, Pemucatan dengan H2O2 6%,
pengendapan dengan KOH 10%, dan pengeringan.
2. Nilai rendeman yang diperoleh telah sesuai sesuai dengan persyaratan dari
Ekstra Farmakope Indonesia yaitu sebesar 18,95%.
B. Saran
Di lain kesempatan perlu dilakukan ekstraksi kalsium alginat agar diketahui
perbedaan metodenya.
DAFTAR REFERENSI
Agnessya, R. 2008. Kajian Pengaruh Penggunaan Natrium Alginat dalam Formulasi Skin Lotion. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 61 hlm.
All Ullman’s Encyclopedia. 1998. Industrial Organic Chemicals. Vol 7. Wiley-VCH, New York. 3993-4002.
Astawan, M. 1997. Mengapa Rumput Laut Dicari Orang. Majalah Sartika Edisi November, Jakarta: 98 -103.
Atmadja, W, S., A. Kadi, Sulistijo & R. Satari. 1996. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut di Indonesia. Puslitbang Oseanologi LIPI, Jakarta, 190 hlm.
Bahar, R. 2012. Ekstraksi Alginat dari Rumput Laut Sargassum sp. dan Aplikasinya Sebagai Pengawet Buah. Marina Chimica Acta Vol. 13 (1): 16-20.
Chapman, V.J. & D.J. Chapman. 1980. Seaweed and Their Uses. Third Edition. Chapman and Hall.
Dawes, C. 1981. Marine Botany. John Wiley and Sons, Inc. Canada.
Glicksman, M. 1969. Gum Technology in the Food Industry. Academic Press, New York.
Indriani, H., & E. Sumarsih, 1994. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar Swadaya, Jakarta.
Kadi, A. & W.S. Atmadja. 1988. Rumput Laut (Algae); Jenis, Reproduksi, Produksi, Budidaya, dan Pasca Panen, Puslitbang Oseanografi-LIPI, Jakarta.
Kadi, A. 2005. Beberapa Catatan Kehadiran Marga Sargassum di Perairan Indonesia. Puslitbang Oseanografi LIPI, Jakarta, 14 hlm.
Kim, H. T., Ko, H. J., Kim, N., Kim, D., Lee, D., Choi, I. G., ... & Kim, K. H. 2012. Characterization of A Recombinant Endo-type Alginate Lyase (Alg7D) from Saccharophagus degradans. Biotechnology letters, 34(6): 1087-1092.
Mushollaeni, W. & E. Rusdiana. 2011. Karakterisasi Natrium Alginat dari Sargassum sp., Turbinaria sp., dan Padina sp. J. Teknol. dan Industri Pangan, Vol. XXII (1): 26-32.
Rasyid, A. 2003. Algae Coklat (Phaeophyta) sebagai Sumber Alginat. Oseana, vol. XXVIII (1): 33-38.
Reen, D.W. 1986. Uses of Marine Algae in Biotechnology and Industryi. Lokakarya Bioteknologi Rumput Laut. Sekretariat Dewan Riset Nasional, Jakarta.
Subaryono, S. Nurbaity, & K. Apriani. 2010. Pengaruh Dekantasi Filtrat pada Proses Ekstraksi Alginat dari Sargassum sp. terhadap Mutu Produk yang Dihasilkan. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol, 5(2): 165-173.
Tseng, O.K. 1974. Phycocolloids Useful of Sea Weeds Polisacharides. Dalam Colloid Chemistry Theoretical and Applied. Volume 6. Reinhold, New York.
Winarno, F.G. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Edisi I, Pustaka Sinar.
___________. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Edisi I, Pustaka Sinar.
Yulianto, K. 2007. Pengaruh Konsentrasi Natrium Hidroksida terhadap Viskositas Natrium Alginat yang Diekstrak dari Sargassum duplicatum J. G, Agardh (Phaeophyta). Puslit Oseanografi- LIPI & Puslit Limnologi-LIPI. Jakarta. Jurnal Nasional, 33 (2): 295-306.
Zailanie, K., Susanto, T., & Widjanarko, S. B. 2001. Ekstraksi dan Pemurnian Alginat dari Sargassum filipendula Kajian dari Bagian Tanaman, Lama Ekstraksi dan Konsentrasi Isopropanol. Jurnal Teknologi Pertanian, 2(1): 10-27.
top related