efektivitas ekstrak kulit jeruk nipis (citrus · pdf filesebanyak tiga kali. data yang...
Post on 07-Feb-2018
220 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT JERUK NIPIS (Citrus
aurantifolia) DENGAN NaOCl 5,25% SEBAGAI ALTERNATIF
LARUTAN IRIGASI SALURAN AKAR DALAM MENGHAMBAT
BAKTERI Enterococcus faecalis
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah
Satu syarat mencapai gelar
Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh :
ANDI TENRI UMMU DWI RISTA ANDANI ALDI
J 111 13 040
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
ii
EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia) DENGAN
NaOCl 5,25% SEBAGAI ALTERNATIF LARUTAN IRIGASI SALURAN AKAR
DALAM MENGHAMBAT BAKTERI Enterococcus faecalis
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Gigi
OLEH
ANDI TENRI UMMU DWI RISTA ANDANI ALDI
J 111 13 040
DEPARTEMEN KONSERVASI GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2016
iii
iv
v
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah yang Maha Esa karena hanya
dengan berkat, kekuatan, kasih dan rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Efektivitas ekstrak kulit jeruk
nipis (Citrus aurantifolia) dengan NaOCl 5,25% sebagai alternatif irigasi
saluran akar dengan menghambat bakteri Enterococcus faecalis”. Penulisan
skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana
Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. Selain itu
skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan peneliti
lainnya untuk menambah pengetahuan dalam bidang ilmu kedokteran gigi.
Dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak hambatan yang penulis hadapi,
namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai belah pihak sehingga akhirnya,
penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu,M.A. Selaku Rektor Universitas
Hasanuddin.
2. Dr. drg. Baharuddin Thalib, Sp.Pros, selaku dekan Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Hasanuddin.
3. Dr. drg. Aries Chandra Trilaksana, Sp.KG, selaku dosen pembimbing
penulisan skripsi ini yang telah banyak meluangkan waktu disela-sela
kesibukan untuk memberikan arahan, petunjuk, pengertian serta bimbingan
bagi penulis selama penyusunan skripsi ini.
vii
4. Dr. drg. Irene Edith Riewpassa,M.Si selaku penasehat akademik yang
senantiasa memberi dukungan, nasihat, motivasi dan semangat, sehingga
penulis berhasil menyelesaikan jenjang perkuliahan dengan baik.
5. Orang tuaku, Ir. Andi Aldi Burhanuddin dan Andi Hasniwati, SH. M.Kn,
serta saudara-saudaraku yang tercinta. Terimakasih telah memberikan doa,
dukungan, bantuan, didikan, nasihat, perhatian, semangat, dan motivasi
kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
6. Seluruh Dosen, Staf Akademik, Staf Tata Usaha, Staf Perpustakaan
FKG UNHAS, dan Staf Bagian Konservasi Gigi yang telah banyak
membantu penulis.
7. Teman-teman skripsi bagian Konservasi Gigi, terimakasih telah berbagi
apapun dan kak Adeliana Saraswati yang telah memberikan masukan-
masukan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Segenap keluarga besar Restorasi 2013, terima kasih untuk kekompakan,
rasa persaudaraan dan kepedulian kalian selama menjadi mahasiswi preklinik.
Semoga hingga seterusnya tetap terjalin. Terkhusus A.Ghina Zakiyah,
Nurul Afiyah Haris Yasin, Bismi Magfirah Haris, dan Visty Alifa Fahsa
yang selalu menjadi tempat kembali selama di preklinik.
9. Grup Bone Fkg Uh. terimakasih atas doa, semangat dan motivasi yang telah
banyak diberikan kepada penulis. Semoga tali persaudaraan tetap terjalin
diantara kita.
8888
10. Buat teman-teman KKN Reguler angkatan 93 Desa Alesipitto, Kecamatan
Ma’rang – Kabupaten Pangkep. Kalian keren! Terimakasih atas
pengertiannya, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
11. Bella Pawi, sebagai sahabat yang selalu setia menjadi tempat berbagi suka
dan duka selama ini.
Penulis berharap semoga segala kebaikan yang diberikan dari berbagai belah
pihak kepada penulis yang tidak dapat disebutkan satu-persatu untuk menyelesaikan
skripsi ini dapat dibalas oleh Allah yang Maha Esa. Penulis menyadari adanya
kekurangan dan ketidak sempurnaan pada skripsi ini tetapi dengan kerendahan hati
penulis tetap berharap semoga skripsi ini dapat berguna dalam mengembangkan ilmu
kedokteran gigi ke depan.
Makassar, 11-Oktober-2016
Andi Tenri Ummu Dwi Rista Andani Aldi
viii
99
EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia)
DENGAN NaOCl 5,25% SEBAGAI ALTERNATIF LARUTAN IRIGASI
SALURAN AKAR DENGAN MENGHAMBAT BAKTERI Enterococcus
faecalis
Aries Chandra Trilaksana1, Andi Tenri Ummu Dwi Rista Andani Aldi2 1Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Makasar 2Mahasiswa, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Makassar Indonesia
ABSTRAK
Enterococcus faecalis merupakan bakteri yang patogen, tidak membentuk spora, tidak
bergerak, metabolisme fermentatif, fakultatif anaerob, kokus Gram positif dan tidak
menghasilkan reaksi katalase dengan hydrogenperoksida. Kulit jeruk nipis mengandung
senyawa Polifenol yang terbesar yaitu Flavonoid dengan konsentrasi yang lebih tinggi
pada bagian kulitnya daripada bagian lain buah jeruk nipis. Flavonoid tersebut
mendenaturasi protein sel bakteri, merusak membran sel yang tidak dapat diperbaiki lagi,
menghambat sintesis asam nukleat bakteri, menghambat fungsi membran sitoplama
bakteri dengan melakukan perusakan permeabilitas dinding sel bakteri dan menghambat
energi metabolisme sel bakteri sehingga bakteri Enterococcus faecalis tidak dapat
bertumbuh lagi. NaOCl merupakan salah satu larutan irigasi saluran akar yang memiliki
aktivitas antibakteri yang kuat daripada yang lainnya. Ekstrak kulit jeruk nipis mampu
menghambat bakteri Enterococcus faecalis.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas daya hambat pada ekstrak
kulit jeruk nipis dalam menghambat bakteri Enterococcus faecalis dan membandingkan
tingkat keefektivitasannya dengan larutan NaOCl konsentrasi 5,25%. Penelitian ini
dilakukan di Lab. Fitokimia Fakultas Farmasi Unhas dan Lab. Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Unhas. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium dengan desain
post test only group design. Penelitian tahap awal dilakukan dengan pembuatan ekstrak
kulit jeruk nipis kemudian dilanjutkan penentuan konsentrasi hambat minimum ekstrak
kulit jeruk nipis dengan melihat konsentrasi terendah yang pertama kali terlihat jernih.
Konsentrasi yang diujikan adalah 10%, 25%, 50% dan 100%. Berdasarkan pengujian
tersebut, konsentrasi hambat minimal ekstrak kulit jeruk nipis berada pada konsentrasi
25%. Zona inihibisi yang terbentuk antara ekstrak kulit jeruk nipis berbagai konsentrasi
dengan Enterococcus faecalis dan NaOCl 5,25% dengan Enterococcus faecalis dihitung dengan menggunakan jangka sorong. Setiap kelompok dilakukan replikasi masing- masing
sebanyak tiga kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji Kruskall Wallis kemudian dilanjutkan dengan uji LSD. Hasil penelitian didapatkan bahwa Sodium hyochlorite dengan konsentrasi 5,25% memiliki tingkat keefektivitasan yang lebih baik jika dibandingkan dengan ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) mulai konsentrasi yang rendah hingga konsentrasi yang tinggi.
Kata Kunci : Enterococcus faecalis, Ekstrak kulit jeruk nipis, NaOCl 5,25% .
ix
1010
EFFICACY OF LIME PEEL EXTRACT (Citrus aurantifolia) AND NaOCl
5.25% AS AN ALTERNATIVE SOLUTION FOR ROOT CANAL
IRRIGATION IN INHIBITING Enterococcus faecalis
Aries Chandra Trilaksana1, Andi Tenri Ummu Dwi Rista Andani Aldi2 1Conservative Department, Faculty of Dentistry Hasanuddin University, Makassar 2Undergraduate student, Faculty of Dentistry Hasanuddin University, Makassar, Indonesia
ABSTRACT
Enterococcus faecalis is a pathogenic bacteria, do not form spores, not moving, has
fermentative metabolism, anaerobic facultative, Gram-positive cocci and do not
produce catalase reaction with hydrogen peroxide. Lime peel contains polyphenol
compounds which the greatest compound is Flavonoids with higher concentrations in
the peel than the other parts of limes. Flavonoids denature proteins in bacterial cell,
damaging the cell membrane, inhibiting bacterial nucleic acid synthesis, inhibits the
bacterial cytoplasmic function by impairing permeability of the bacterial cell wall,
and inhibit the energy metabolism so that the Enterococcus faecalis can’t grow. NaOCl
is one of the root canal irrigation solution which has strong antibacterial activity than
others. Lemon peel extract could inhibit Enterococcus faecalis.
The objective of this study was to examine the effectiveness of lime peel extract in
inhibiting Enterococcus faecalis and compared its effectiveness with 5.25% NaOCl
solution. This research was conducted at Phytochemicals Laboratory, Faculty of
Pharmacy and Microbiology Laboratory, Faculty of Medicine, Hasanuddin University.
This research is a laboratory experimental design with posttest only group design.
Early stage was done by making extracts of lime peel followed by determining its
minimum inhibitory concentration. The minimum concentration was the first clear
zone which observed. The concentrations tested were 10%, 25%, 50% and 100%.
Based on these tests, the minimum inhibitory concentration of lime peel extract is at
25%. Inhibition zone formed between lime peel extract in various concentrations and
NaOCl 5.25% to the growth of Enterococcus faecalis were calculated using calipers.
Replication for lime peel extract and NaOCl were performed three times. Data
were analyzed using Kruskal Wallis test followed by LSD test. The result showed
that the 5.25% sodium hypochlorite has a better effectiveness compared to lime peel
extract (Citrus aurantifolia) from low until high concentrations.
Keywords: Eterococcus faecalis, Lime peel, NaOCl 5.25%.
x
1111
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
LEMBAR PENGAJUAN JUDUL.............................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN ............................................................................ iv
SURAT KETERANGAN PERPUSTAKAAN........................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................ vi
ABSTRAK .................................................................................................... ix
ABSTRACT ................................................................................................. x
DAFTAR ISI................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL.......................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang ............................................................................... 1
1.2. Rumusan masalah .......................................................................... 4
1.3. Tujuan penelitian ............................................................................. 5
1.3.1. Tujuan Umum......................................................................... 5
1.3.2. Tujuan Khusus....................................................................... 5
xi
xii
1.4. Manfaat penelitian .......................................................................... 5
1.5.Hipotesis penelitian........................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jeruk nipis……. ................................................................................ 7
2.1.1 Asal jeruk nipis........................................................................ 7
2.1.2. Taksonomi dan morfologi kulit jeruk nipis.............. ............. 8
2.1.3 Kulit jeruk nipis sebagai desinfektan ...................................... 9
2.2. Sodium hypochlorite (NaOCl).......................................... ............... 10
2.2.1. Mekanisme aksi Sodium hypochlorite.................................... 11
2.2.2. Sodium hypochlorite sebagai desinfektan........................... .. 13
2.3. Enterococcus faecalis..................................................... ................. 14
2.3.1. Definisi Enterococcus faecalis .............................................. 14
2.3.2. Klasifikasi Enterococcus faecalis .......................................... 15
2.4. Isolasi dan pemurniaan senyawa Flavonoid..................................... 17
2.4.1 Metode Ekstraksi ....................................................................
17
2.4.1.1 Definisi metode Ekstraksi ....................................................
17
2.4.1.2 Tujuan metode Ekstraksi......................................................
18
2.4.1.3 Metode Ekstraksi .................................................................
19
13131313
BAB III KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka teori................................................................................... 22
3.2. Kerangka konsep .............................................................................. 23
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 jenis penelitian .................................................................................. 25
4.2. Rancangan penelitian ...................................................................... 25
4.3. Lokasi penelitian ............................................................................. 25
4.4. Populasi penelitian........................................................................... 25
4.5. Sampling................................................….………........….....……. 25
4.6. Sampel ............................………………………………......….….. 26
4.7. Besaran sampel .........………………………………….….............. 26
4.8. Variabel penelitian.………………………………….…................. 26
4.9. Kriteria sampel....................................…………............................. 27
4.10. Alat ukur..............................................…………........................... 27
4.11. Definisi operasional........................…………................................ 27
4.12. Alat & bahan.................................................................................. 28
4.12.1. Alat........................................................................................ 28
xiii
141414
4.12.2. Bahan..................................................................................... 29
4.13. Analisis data..............................................…………...................... 30
4.14. Prosedur penelitian.......................................................................... 30
4.15. Alur penelitian................................................................................. 35
BAB V HASIL PENELITIAN..................................................................... 36
BAB VI PEMBAHASAN.............................................................................. 42
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan........................................................................................ 48
7.2. Saran.................................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 49
LAMPIRAN.................................................................................................. 53
xiv
151515
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Hasil uji KHM Ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus auantifolia)
Terhadap E.faecalis................................................................
35
Tabel 5.2
Hasil pengukuran zona inhibisi (mm)....................................
36
Tabel 5.3
Perbedaan nilai rata-rata zona inhibisi antara ekstrak kulit
jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dengan NaOCl 5,25%
terhadap bakteri E. faecalis...................................................
37
Tabel 5.4
Uji analisis Post-Hoc LSD (Least Significant
Difference)............................................................................
38
xv
161616
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema reaksi saponifikasi.................................................... 11
Gambar 2.2 Skema reaksi netralisasi ..................................................... 11
Gambar 2.3 Skema reaksi kloraminasi ................................................... 12
Gambar 3.1 Skema kerangka teori ......................................................... 21
Gambar 3.2 Skema kerangka konsep ..................................................... 22
Gambar 5.1 Medium BHIB yang diberikan Ekstrak kulit jeruk nipis
(Citrus aurantifolia) terhadap
E.faecalis.............................................................................
35
xvi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi saluran akar diawali dengan adanya invasi dari berbagai bakteri.
Bakteri dapat masuk ke dalam rongga pulpa dalam beberapa rute. Umumnya, pintu
utama masuknya bakteri ke pulpa yaitu dengan adanya karies gigi. Bakteri juga dapat
masuk ke dalam rongga pulpa oleh karena terjadinya cedera mekanis atau traumatis
melalui sulkus gingival dan atau aliran darah.1
Bakteri yang terdapat pada saluran akar merupakan bakteri anaerob fakultatif
maupun obligat. Bakteri tersebut antara lain Peptostreptococcus, Eubacterium,
Fusobacterium, Actinomyces, Streptococcus spp, Prevotella intermedia, dan
Enterococcus faecalis (E.faecalis).1-3 Selain itu, bakteri lain pada infeksi saluran akar
yaitu fungi, archaea, dan virus. Fungi yang terdapat pada infeksi saluran akar ini
umumnya adalah Candida albicans, tetapi hanya dapat dideteksi pada infeksi
intraradikular awal.4
Perawatan yang dapat dilakukan untuk menangani infeksi saluran akar adalah
dengan perawatan saluran akar atau dalam bidang kedokteran gigi dikenal dengan
perawatan endodontik. Endodontik merupakan disiplin ilmu khusus dibidang
kedokteran gigi yang menyangkut morfologi, fisiologi dan patologi kompleks pulpa-
dentin, akar dan jaringan periradikular. Namun, tidak semua perawatan saluran akar
berhasil dilakukan. Kegagalan perawatan saluran akar dapat disebabkan oleh karena
masih terdapatnya bakteri pada sistem saluran akar setelah perawatan endodontik
2
yang dapat menyebabkan infeksi sekunder atau persisten. Studi kultur bakterial dan
molekular menegaskan bahwa E.faecalis merupakan salah satu bakteri dengan
prevalensi terbanyak yang ditemukan pada saluran akar paska perawatan
endodontik.5
Bakteri E.faecalis merupakan salah satu flora normal rongga mulut. Bakteri ini
merupakan bakteri cocci anaerob fakultatif, gram-positif. Bakteri ini lebih sering
ditemukan pada infeksi sekunder/ persisten dibandingkan pada infeksi primer.
Biasanya bakteri E.faecalis resisten terhadap antibiotik seperti tetrasiklin dan
eritromisin.3
Irigasi saluran akar merupakan salah satu tahap perawatan yang paling penting
dan banyak diabaikan oleh dokter gigi pada saat melakukan perawatan endodontik,
yaitu selama hingga sesudah pembersihan dan pembentukan saluran harus diirigasi
agar tidak memberikan daerah untuk hidup dan berkembang biaknya bakteri.6
Suatu larutan irigasi saluran akar yang ideal harus memiliki sifat pelarut debris
atau pelarut jaringan, toksisitas yang minimal agar tidak melukai jaringan
periradikuler, tegangan permukaan yang rendah, pelumas agar membantu instrument
masuk didalam saluran, sterilisasi ataupun disinfeksi, dan yang penting larutan irigasi
saluran akar tidak mudah dinetralkan dalam saluran akar agar keefektifitasannya
tetap terjaga.7 Bahan yang dapat digunakan sebagai bahan irigasi yaitu Sodium
hypochlorite (NaOCl), Chlorhexidine, Gluconate, Potassium iodide, Ethylene
diamine tetra acetic acid (EDTA), dan Hydrogen peroxide.8
Sodium hypochlorite atau NaOCl merupakan larutan irigasi yang lumayan
murah, gampang untuk didapatkan,dan memiliki aktivitas antibakteri yang kuat
3
daripada yang lainnya. NaOCl telah digunakan dalam berbagai konsentrasi yaitu
0,5%-5,25%. konsentrasi 5,25 atau 2,5 mempunyai efek yang sama ketika digunakan
sebagai bahan irigasi saluran akar dalam jangka waktu 5 menit yaitu dapat
melarutkan jaringan yang vital dan nekrotik. NaOCl dengan konsentrasi 5,25%
memiliki tingkat keefektifitasan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan NaOCl
konsentrasi 2,5%, 1%, ataupun 0,5%.8,9
Sebelum antibiotik dikembangkan, manusia banyak menggunakan bahan-
bahan dari alam sebagai obat-obatan. Obat-obatan dari alam ini kemudian dikenal
sebagai obat-obatan tradisional. Obat-obatan tradisional sudah digunakan sejak
berabad-abad lalu oleh nenek moyang kita dan resepnya kemudian diwariskan secara
turun-temurun. Penggunaan obat-obatan tradisional ini umumnya diterapkan
berdasarkan pengalaman empiris.10
Seiring kemajuan zaman, obat-obatan yang sebelumnya diterapkan berdasarkan
pengalaman empiris kemudian diuji untuk mengetahui kebenaran, kandungan serta
manfaat terhadap penyakit lainnya. Obat-obatan tradisional yang diteliti oleh para
peneliti umumnya adalah berasal dari tumbuhan. Salah satu tumbuhan yang dapat
digunakan sebagai bahan obat-obatan tradisional ialah kulit jeruk nipis (Citrus
aurantifolia). Berdasarkan penelitian sebelumnya, jeruk nipis diketahui memiliki
Flavonoid yang dapat digunakan sebagai antioksidan, dan konsentrasi Flavonoid
yang lebih tinggi terdapat pada bagian kulit jeruk nipis dibandingkan dengan bagian
lainnya seperti biji, buah, air perasan dari jeruk nipis yang memiliki Flavonoid yang
sedikit lebih rendah.11 Dengan adanya kandungan Flavonoid dengan konsentrasi
yang lebih tinggi pada bagian kulitnya, membuat kulit jeruk nipis memiliki daya
4
antibakteri dan antioksidan. Untuk membuktikan bahwa kulit jeruk nipis memiliki daya
antibakteri optimal terhadap bakteri E. faecalis, maka perlu diketahui terlebih dahulu
Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) kulit jeruk nipis.
Sebagai penelitian awal, hasil penelitian efektivitas daya hambat dari ekstrak
kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) terhadap pertumbuhan E. faecalis diharapkan
dapat memberikan informasi serta menjadi acuan ilmiah pengembangan kulit jeruk
nipis (Citrus aurantifolia) yang dibandingkan dengan NaOCl 5,25% dapat berguna
dibidang kedokteran gigi, khususnya sebagai bahan alternatif untuk obat sterilisasi
saluran akar pada perawatan endodontik dengan menghambat bakteri E. faecalis.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan
masalah bagaimana efektivitas ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
dibandingkan NaOCl 5,25% terhadap bakteri E. faecalis?
5
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui efektivitas ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
dengan NaOCl 5,25% sebagai alternatif larutan irigasi saluran akar dengan
menghambat bakteri E. faecalis.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui efektivitas daya hambat dari ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus
aurantifolia) terhadap pertumbuhan E. faecalis.
2. Untuk mengetahui Konsentrasi Hambat Minimum dari ekstrak kulit jeruk nipis
(Citrus aurantifolia) terhadap bakteri E. faecalis.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yang dilakukan diantaranya:
1. Mengetahui tingkat keefektivitasan ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus
aurantifolia) dengan NaOCl 5,25% sebagai alternatif larutan irgasi saluran akar
dalam menghambat bakteri E. faecalis.
2. Sebagai tambahan wawasan bagi mahasiswa dan dokter gigi mengenai manfaat
ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) terhadap pertumbuhan bakteri E.
faecalis.
6
1.5 Hipotesis
Terdapat perbedaan efektivitas ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
dengan NaOCl 5,25% terhadap bakteri E. faecalis sebagai alternatif larutan irigasi
saluran akar.
7
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
2.1.1. Asal jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
Buah jeruk merupakan salah satu jenis buah-buahan yang paling banyak
digemari oleh masyarakat Indonesia. Karena bukan hanya buahnya yang sering
dimanfaatkan, kulit serta air perasan buah jeruk yang mempunyai banyak manfaat.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika perkembangan tanaman jeruk meningkat
seiring kebutuhan masyarakat. Buah jeruk selalu tersedia pada sepanjang tahun, karena
tanaman jeruk tidak mengenal musim yang berbunga khusus, dan dapat ditanam di
mana saja, baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi tetapi mempengaruhi
kualitas buah jeruk tergantung pada variestasnya. Walaupun populasi jeruk terus
meningkat disetiap tahunnya, terbatasnya pengetahuan para petani dalam hal bercocok
tanam jeruk yang benar dan adanya serangan penyakit CVPD menyebabkan banyak
tanaman jeruk menjadi musnah.10,11
Jeruk terdiri dari berbagai varietas berdasarkan karakteristik (bentuk, sifat fisik
buah, dan manfaat), jeruk yang dibudidayakan di Indonesia dapat dibagi menjadi 6
golongan besar, yaitu : Jeruk keprok (Citrus nobilis L.) , jeruk siem (Citrus
microcarpa), jeruk manis (Citrus aurantium), jeruk besar (Citrus maximamus Herr.),
8
jeruk sayur atau bumbu yang terdiri atas jeruk purut dan jeruk nipis (Citrus
aurantifolia), jeruk sambal (Citrus hystrix ABC) dan jeruk lainnya.11
Jeruk nipis merupakan tanaman yang berasal dari indonesia. Menurut sejarah,
sentra utama asal jeruk nipis adalah Asia Tenggara. Akan tetapi, beberapa sumber
menyatakan bahwa tanaman jeruk nipis berasal dari Birma Utara, Cina Selatan, dan
India setelah utara, tepatnya Himalaya dan Malaysia. Dan tanaman jeruk nipis masuk
ke Indonesia karena dibawa oleh orang Belanda.12
2.1.2. Taksonomi dan morfologi kulit jeruk nipis
Kedudukan tanaman jeruk nipis dalam sistematika tumbuh-tumbuhan
diklasifikasikan sebagai berikut12 :
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi: : Angiospermae ( berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua)
Ordo : Rutales
Famili : Rutaceae
Genus : Citrus
Spesies : Citrus aurantifolia Swingle
9
2.1.3. Kulit jeruk nipis (Citrus auratifolia) sebagai desinfektan
Kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) adalah famili dari rutaceae. Kulit yang
jarang untuk dikonsumsi tetapi banyak digunakan sebagai pelengkap masakan
tertentu dan untuk menghilangkan bau amis pada ikan dan pada saat cuci piring. Hal
itu disebabkan karena masih sangat sedikit masyarakat yang mengetahui kegunaan dan
kandungan yang dimiliki oleh kulit jeruk nipis, sehingga setelah isinya digunakan
kulit lebih sering dibuang oleh masyarakat.
Kulit yang muda berwarna hijau yang lebih terang dan lebih muda
dibandingkan dengan kulit jeruk nipis yang sudah tua warnanya sedikit lebih tua.
Menurut penelitian sebelumnya, kulit jeruk nipis mengandung senyawa Flavonoid
dengan konsentrasi yang tinggi daripada bagian lainnya yang dapat digunakan
sebagai antioksidan.14
Flavonoid yang terdapat pada jeruk nipis dikenal sebagai pengeruk radikal
bebas yang kuat, apalagi pada inflamasi. Sifat-sifat anti inflamasi dari Flavonoid
yang terdapat pada jeruk nipis yaitu hesperidin, dan diosmin analog flavonnya,
berdasarkan penghambatan mereka dari kegiatan mediator seperti prostaglandin,
proinflamasi E2 dan F2 dan tromboksan A2. Dalam studi in vitro juga menunjukkan
bahwa Flavonoid pada jeruk dapat menghambat reaksi yang dikatalisis oleh
siklooksigenase, lipooksigenase, dan fosfolipase A2. Flavonoid pada jeruk juga telah
terbukti memiliki platelet anti perekat dan sifat anti agregasi. Studi epidemiologis
telah menunjukkan hubungan terbalik antara kulit jeruk nipis dapat mengurangi
resiko pengembangan penyakit kardiovaskular, aterosklerosis, dan peradangan.
Flavonoid juga menunjukkan aktivitas antibakteri dan antivirus.15
10
Flavonoid paling banyak ditemukan dalam ekstrak Citrus aurantifolia yang
apigenin , rutin , quercetin , kaempferol dan nobiletin . fraksi n - heksan baik kulit
dan daun menunjukkan aktivitas inhibisi acetylcholinesterase yang baik dengan IC
(50) nilai-nilai dalam kisaran 91,4-107,4 mg mL ( -1 ) .16
Flavonoid memiliki sifat oksidan sebagai penangkap radikal bebas karena
mengandung gugus hidroksil. Karena sifatnya sebagai reduktor, Flavonoid dapat
bertindak sebagai donor hydrogen terhadap radikal bebas. Senyawa ini banyak terdapat
pada berbagai jenis buah-buahan dan sayuran salah satu diantaranya adalah pada kulit
jeruk nipis. Antioksidan adalah zat yang dalam kadar rendah mampu menghambat
laju oksidasi molekul target atau senyawa yang mempunyai struktur molekul yang
dapat memberikan elektronnya dengan cuma-cuma kepada molekul radikal bebas
tanpa terganggu sama sekali dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas.14
2.2 NaOCl
NaOCl merupakan rumus kimia dari senyawa Sodium hypochlorite. NaOCl
umumnya dikenal sebagai pemutih atau clorox, dan seringkali juga digunakan
sebagai aktivitas antibakteri atau desinfektan dan sebagai bahan pemutih. Nama lain
NaOCl ialah natrium hipoklorit ataupun natrium klorat. NaOCl dikenal dengan
aktivitas antibakteri yang kuat, dapat membunuh bakteri dengan sangat cepat dengan
berbagai konsentrasi mulai dari 0.5% hingga 5.25%.9,17
NaOCl pertama kali diproduksi pada 1789 oleh Claude Louis Berthollet di
laboratorium Dermaga Javel Paris, Perancis. NaOCl secara tradisional di produksi
11
dengan mendidihkan gas chlorine dan larutan sodium hydroxide (NaOH),
menghasilkan Sodium Hypochlorite (NaOCl), garam (NaCl),dan air (H2O).17
Cl2 + 2NaOH NaOCl + NaCl+H2O.
2.2.1. Mekanisme aksi NaOCl
NaOCl memiliki dua peran penting, yaitu sebagai aktivitas antimikroba , dan
pelarut jaringan organik dan lemak . Tindakan NaOCl sebagai bahan pelarut organik
dan lemak, mengubah asam lemak menjadi garam asam lemak / sabun (fatty acid
salts) dan gliserol (alkohol) yang akan mengurangi tegangan permukaan yang akan
memudahkan pelepasan debris dari dinding saluran akar.18
Gambar 2.1: Skema reaksi saponifikasi.18
NaOCl menetralkan asam amino membentuk air dan garam dengan
mengeluarkan ion hidroksil, sehingga terjadi penurunan pH
12
Gambar 2.2: Skema reaksi netralisasi.18
Asam hipoklorit merupakan substansi yang terdapat pada larutan hipoklorit,
ketika kontak dengan bahan organik pada jaringan dapat melarutkan dan melepaskan
klorin, yang akan terkombinasi dengan protein amino membentuk kloramin. Reaksi
kloramin terjadi antara klorin dan gugus amino (NH) membentuk kloramin yang
akan mengganggu metabolism sel. Klorin mempunyai aksi antimikroba dan
menghambat enzim bakteri dan merusak sintesis DNA dan menghidrolisis asam
amino.
Gambar 2.3: Skema reaksi kloraminasi.18
13
2.2.2. NaOCl sebagai desinfektan
Dengan menambahkan NaOCl ke air , asam hipoklorit ( HOCl ) terbentuk:
NaOCl + H2O → HOCl + NaOH-
asam hipoklorit dibagi menjadi asam klorida ( HCl ) dan oksigen ( O ) .
Atom oksigen merupakan oksidator yang sangat kuat. NaOCl memiliki mekanisme
yang sama pada saat mengdisinfeksi bakteri , virus dan jamur.
Terdapat berbagai macam konsentrasi larutan irigasi NaOCl yang dapat
digunakan sebagai disinfektan dalam melakukan perawatan saluran akar. Berbagai
macam konsentrasi NaOCl mulai dari 0,5 – 5,25%.9 Konsentrasi yang lebih tinggi
akan memiliki efek antimikroba dan menghancurkan jaringan (toksik terhadap
jaringan). NaOCl 5,25% memiliki bau yang tidak enak dan bau ini akan berkurang jika
konsentrasi dikurangi. Berdasarkan penelitian sebelumnya, semua jenis larutan irigasi
efektif dalam menghambat E. faecalis, tapi dengan waktu yang berbeda-beda. NaOCl
dengan konsentrasi 5,25% merupakan larutan irigasi yang paling efektif daripada yang
lainnya dan memiliki efek yang sama dengan 2,5% yang ditahan selama 5 menit
dalam saluran akar mampu membuat saluran akar menjadi steril.9,19
Selain itu, NaOCl konsentrasi 5,25% pada suhu 200C memiliki kemampuan yang
sama dalam melarutkan jaringan pulpa dengan NaOCl konsentrasi 1% pada suhu
45⁰C.20
Menurut penelitian in vivo yang dilakukan oleh Daughenbaugh dan Grey,
menunjukkan larutan NaOCl dengan konsentrasi 5,25% mampu menembus,
melarutkan dan membilas keluar jaringan organik dan debris dari seluruh aspek
14
saluran akar, baik ramifikasi besar maupun ramifikasi kecil. Tetapi, hal ini masih
perlu dibuktikan lewat pemeriksaan histologis untuk mengetahui keberadaan
mikroorganisme dengan kebersihan saluran akar.21
2.3. Enterococcus faecalis
2.3.1. Definisi Enterococcus faecalis
Endodontik merupakan disiplin ilmu khusus dibidang kedokteran gigi yang
menyangkut morfologi, fisiologi dan patologi kompleks pulpa-dentin, akar dan
jaringan periradikular. Namun, tidak semua perawatan saluran akar berhasil
dilakukan. Kegagalan perawatan saluran akar dapat disebabkan oleh karena masih
terdapatnya bakteri pada sistem saluran akar setelah perawatan endodontik yang
dapat menyebabkan infeksi sekunder atau persisten. Studi kultur bakterial dan
molekular menegaskan bahwa E. faecalis merupakan salah satu bakteri dengan
prevalensi terbanyak yang ditemukan pada saluran akar pasca perawatan
endodontik.4
Micrococcus ovalis merupakan nama awal dari E. faecalis oleh Escherich
(1887). 22 E. faecalis adalah salah satu bakteri yang terdapat pada infeksi saluran
akar. Nama “Enterocoque” pertama kali digunakan oleh Thiercelin dan
memberitahukan hasil observasinya pada surat kabar di Prancis pada tahun 1899 untuk
mengidentifikasi organisme pada saluran intestinal. Pada tahun 1930, Lance field
mengelompokkan Enterococci sebagai Streptococci grup d. Kemudian pada tahun
1937, Sherman mengajukan skema klasifikasi bahwa nama Enterococci hanya
digunakan untuk Streptococci yang dapat tumbuh pada 100c dan 450c, pada ph 9,6
15
dan dalam 6,5% NaCl dapat bertahan pada suhu 600c selama 30 menit.23 Akhirnya
pada tahun 1980-an, berdasarkan perbedaan genetik, Enterococci dipindahkan dari
genus Streptococcus dan ditempatkan digenusnya sendiri yaitu Enterococcus.
E. faecalis merupakan bakteri yang pathogen, tidak membentuk spora, tidak
bergerak, metabolisme fermentatif (karbohidrat menjadi asam laktat), fakultatif
anaerob, kokus gram positif dan tidak menghasilkan reaksi katalase dengan
hydrogenperoksida. Bakteri ini berbentuk ovoid dengan diameter 0,5-1 μm dan
terdiri dari rantai pendek, berpasangan atau bahkan tunggal. Habitat bakteri ini
adalah di saluran pencernaan, saluran kemih dan juga dapat berkoloni di rongga
mulut manusia. Bakteri ini lebih sering ditemukan pada infeksi sekunder/persisten
dibandingkan pada infeksi primer. Biasanya bakteri E. faecalis resisten terhadap
antibiotik seperti tetrasiklin dan eritromisin.5,24,25
2.3.2. Klasifikasi ilmiah Enterococcus faecalis :
Kingdom : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Lactobacillales
Family : Enterococcaceae
Genus : Enteroccus
Spesies : Enterococcus faecalis26
Virulensi bakteri ini disebabkan kemampuannya dalam pembentukan
kolonisasi pada host, dapat bersaing dengan bakteri lain, resisten terhadap
16
mekanisme pertahanan host, menghasilkan perubahan patogen baik secara langsung
melalui produksi toksin atau secara tidak langsung melalui rangsangan terhadap
mediator inflamasi.
Faktor-faktor virulen yang berperan adalah komponen Agregation substance
(AS), Surface adhesins, Sex pheromones, Lipoteichoic acid (LTA), Extraceluller
superoxide production (ESP), Gelatinase lytic enzyme, Hyalurodinase, dan Cytolysin
toxin.27
E. faecalis dapat berkolonisasi di saluran akar dan bertahan tanpa bantuan dari
bakteri lain. bakteri mengkontaminasi saluran akar dan membentuk koloni di
permukaan dentin dengan bantuan LTA, sedangkan AS dan Surface adhesin lainnya
berperan pada perlekatan di kolagen. Cytolysin, AS-48 dan bacteriosin menghambat
pertumbuhan bakteri lain. Hal ini menjelaskan rendahnya jumlah bakteri lain pada
infeksi endodontik yang persisten sehingga E. faecalis menjadi mikroorganisme
dominan pada saluran akar.27
Faktor virulensi yang menyebabkan perubahan patogen secara langsung adalah
Gelatinase, Hyalurodinase, Cytolysin dan Extracelullar superoxide anion.
Gelatinase berkontribusi terhadap resorpsi tulang dan degradasi dentin matriks organik.
Hal ini berperan penting terhadap timbulnya inflamasi periapikal. Hyaluronidase
membantu degradasi hyaluronan yang berada di dentin untuk menghasikan energi
untuk organisme, sedangkan extracellular superoxide anion dan cytolysin berperan
aktif terhadap kerusakan jaringan.27
Selain membantu perlekatan, AS juga berperan sebagai faktor protektif bakteri
yang melawan mekanisme pertahanan host melalui mekanisme media reseptor
17
dengan cara pengikatan neutrofil sehingga E. faecalis menjadi tetap hidup walaupun
mekanisme fagositosis aktif berlangsung.27
2.4. Isolasi dan Pemurnian Senyawa Flavonoid
2.4. 1. Metode Ekstraksi
2.4.1.1. Definisi Metode Ekstraksi
Metode ekstraksi merupakan suatu proses penarikan senyawa dari tumbuh-
tumbuhan, hewan dan lain-lain dengan menggunakan pelarut tertentu. Ekstraksi bisa
dilakukan dengan berbagai metode yang sesuai dengan sifat dan tujuan ekstraksi.
Pada proses ekstraksi dapat digunakan sampel dalam keadaan segar atau yang telah
dikeringkan, tergantung pada sifat tumbuhan dan senyawa yang akan diisolasi.
Penggunaan sampel segar lebih disukai karena penetrasi pelarut yang digunakan
selama penyaringan kedalam membran sel tumbuhan secara difusi akan berlangsung
lebih cepat, selain itu juga mengurangi kemungkinan terbentuknya polimer berupa
resin atau artefak lain yang dapat terbentuk selama proses pengeringan. Penggunaan
sampel kering dapat mengurangi kadar air didalam sampel sehingga mencegah
kemungkinan rusaknya senyawa akibat aktivitas anti mikroba.28
2.4.1.2 Tujuan metode ekstraksi
Tujuan metode ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang
terdapat dalam sampel. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen
18
zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar
muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.29
Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi:
a. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari organisme.
Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat
modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan dengan
kebutuhan pemakai.
b. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu, misalnya
alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia sebetulnya dari
senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui. Dalam situasi seperti ini,
metode umum yang dapat digunakan untuk senyawa kimia yang diminati dapat
diperoleh dari pustaka. Hal ini diikuti dengan uji kimia atau kromatografik yang
sesuai untuk kelompok senyawa kimia tertentu
c. Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan tradisional.
Misalnya Tradisional Chinese medicine (TCM) seringkali membutuhkan herbal
yang dididihkan dalam air dan dekok dalam air untuk diberikan sebagai obat. Proses
ini harus ditiru sedekat mungkin jika ekstrak akan melalui kajian ilmiah biologi atau
kimia lebih lanjut, khususnya jika tujuannya untuk memvalidasi penggunaan obat
tradisional.
d. Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara
apapun. Situasi ini dapat timbul jika tujuannya adalah untuk menguji organisme,
baik yang dipilih secara acak atau didasarkan pada penggunaan tradisional untuk
mengetahui adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus.
19
2.4.1.3. Metode Ekstraksi
a. Cara Dingin
1. Maserasi
Maserasi merupakan cara penyaringan sederhana yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk sampel dalam cairan penyaringan selama beberapa hari pada
temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.
Metode maserasi digunakan untuk menyaring sampel yang mengandung
komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyaring, tidak mengandung
benzoin, tiraks dan lilin.
Keuntungan maserasi
Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana. Sedang
kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup
lama, cairan penyaring yang digunakan lebih banyak, tidak dapat digunakan untuk
bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin.30
Prinsip maserasi
Penyaringan zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk sampel
dalam cairan penyaring yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar
terlindung dari cahaya, cairan penyaring akan masuk ke dalam sel melewati dinding
sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel
dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti
oleh cairan penyaring dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut
berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di
dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian
20
cairan penyaring setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya
dipekatkan.30
2. Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyaringan dengan mengalirkan penyari melalui serbuk
siampel yang telah dibasahi.
b. Cara Panas
1. Soxhletasi
Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut dengan volume tertentu yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
2. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada tempratur titik didihnya, selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendinginan balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama
sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.30
21
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka teori
PERAWATAN ENDODONTIK
PREPARASI STERILISASI OBTURASI
MEKANIS KIMIAWI
LARUTAN IRIGASI
SALURAN AKAR
BAHAN SINTETIS BAHAN ALAMI
NaOCl 5.25%
KLORHEKSIDIN
EDTA
MTAD, dll
EKSTRAK KULIT
JERUK NIPIS
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Gambar 3.2 Skema kerangka konsep
3.2. Kerangka Konsep
Larutan Irigasi
Sodium Hypochlorite
(NaOCl 5,25%)
Ekstrak kulit jeruk nipis dengan
konsentrasi tertentu sesuai KHM
1. Temperatur
inkubasi
2. Lama waktu
inkubasi
3. Paper disk
Reaksi Antibakteri
Bakteri Enterococcus
faecalis
Keterangan:
: Variabel Independent
: Variabel Antara
: Variabel Dependent
: Variabel Kendali
Gambar 3.2 Skema kerangka konse
22
23
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental laboratoris.
4.2 Rancangan penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Post test only group design.
4.3 Lokasi Penelitian
4.3.1 Tempat penelitian
1. Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar
2. Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Makassar
4.3.2 Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Septtember 2016
4.4 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini yaitu koloni bakteri Enterococcus faecalis.
24
4.5 Sampling
Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini yaitu teknik purposive
sampling.
4.6 Sampel
1. Ekstrak kulit jeruk nipis berbagai konsentrasi
2. Larutan NaOCl 5,25%
4.7 Besaran Sampel
Pada penelitian ini sampel dihitung menggunakan rumus Federer:
(t-1) (r-1) ≤15
Keterangan :
t = banyak perlakuan
r = banyak sampel
Berdasarkan rumus tersebut maka diperoleh jumlah sampel minimal 4 sampel
untuk setiap perlakuan. Tetapi dalam penelitian ini digunakan 6 sampel dalam satu
kelompok agar hasil penelitian yang diperoleh lebih akurat. Maka diperlukan 18
sample untuk 3 kelompok.
4.8 Variabel penelitian
1. Variabel bebas : Ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
dengan berbagai konsentrasi dan NaOCl dengan
konsentrasi 5.25%
25
2. Variabel terikat : Enterococcus faecalis
3.
Variabel kendali :
1. Temperatur inkubasi
2. Lama waktu inkubasi
3. Paper disk
4.9 Kriteria sampel
4.9.1 Kriteria Inklusi
a. Bakteri Enterococcus faecalis yang sudah dibiakkan.
b. Kulit jeruk nipis yang telah diekstrak dengan metode maserasi
c. Medium agar yang telah disterilkan
4.9.2 Kriteria Ekslusi
a. Bakteri Enterococcus faecalis yang terkontaminasi lingkungan.
b. Ekstrak kulit jeruk nipis yang terkontaminasi lingkungan.
c. Medium agar yang terkontaminasi lingkungan.
4.10 Alat Ukur
Untuk mengukur luas zona hambat yang terdapat pada daerah paperdisc digunakan
jangka sorong dalam satuan millimeter.
4.11 Definisi Operasional
1. Ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) adalah hasil ekstraksi kulit jeruk
nipis yang sudah dikeringkan, dihaluskan dan dimaserasi.
26
2. NaOCl adalah salah satu dari larutan irigasi yang sering digunakan. Pada
penilitian ini digunakan konsentrasi 5,25%.
3. Bakteri Enterococcus faecalis adalah salah satu jenis bakteri anaerob gram
positif yang sering ditemukan pada saluran akar. Bakteri yang digunakan yaitu
sediaan dari Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
4. Zona inhibisi adalah luas daerah bening pada biakan medium bakteri setelah
diinkubasi yang diukur diameternya menggunakan jangka sorong dalam satuan
milimeter (mm).
5. Efektif yaitu ketika terbentuk zona inhibisi disekitar paperdisc.
6. KHM atau Konsentrasi Hambat Minimal merupakan tabung yang memiliki
konsentrasi terendah yang pertama kali terlihat jernih, setelah tabung yang lain
diamati kekeruhannya.
7. Kontrol positif adalah variabel yang memberikan dampak setelah diberikan
perlakuan. Dalam penelitian ini, Sodium hypochlorite digunakan sebagai
kontrol positif.
8. Kontrol negatif adalah variabel penelitian yang tidak memberikan dampak atau
efek setelah diberikan perlakuan. Dalam penelitian ini, aquades digunakan
sebagai kontrol negatif.
4.12. Alat dan bahan
4.12.1. Alat :
1. Tabung reaksi (Pyrex, USA)
2. Rak tabung
27
3. Inkubator (memmert, Jerman)
4. Aluminium foil
5. Cotton swab
6. Paperdisk
7. Timbangan analitik (Sartorious, Germany)
8. Cawan Petri (Pyrex, USA)
9. Oven simplisia
10. Pipet mikro (Socorex, Germany)
11. Rotavapor (Buchi, Germany)
12. Labu enlemeyer (Pyrex, Japan)
13. Kertas saring
14. Jangka sorong (Mitutoyo, Japan)
15. Corong (Herma)
16. Kertas label
17. Handskun dan masker
18. Pinset
19. Toples kaca
20. Mangkuk kecil
21. Botol vial
22. Batang pengaduk (Pyrex, Japan)
23. Gelas ukur (Pyrex, Japan)
24. Bunsen
25. Ose bulat (Pyrex, Japan)
28
26. Autoklaf (All American U.S.A)
27. Spidol snowman
4.12.2. Bahan :
1. Aquades steril
2. Alkohol
3. Larutan NaCl 0.9%
4. Larutan McFarland 0.5
5. Larutan NaOCl 5.25%
6. Kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
7. Biakan bakteri Enterococcus faecalis (Lab. Mikrobiologi FK.Unhas)
8. Metanol (Lab Fitokimia Farmasi Unhas)
9. Media Brain Heart Infusion Broth (BHIB) (Lab.Mikrobiologi FK. Unhas)
10. Medium Mueller-Hinton Agar (MHA) (Lab.Mikrobiologi FK. Unhas)
4.13. Analisis Data
a. Jenis data : Data Primer
b. Pengolahan data : SPSS
c. Penyajian data : dalam bentuk table
d. Analisis data : Uji ANOVA one way
29
4.14. Prosedur Penelitian
4.14.1. Pembuatan ekstrak kulit jeruk nipis
Pengumpulan dan penyiapan kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia), kemudian
kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dicuci, dikeringkan dan masukkan kedalam
oven simplisia dengan suhu 500C selama 1-2 hari. Kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
dinyatakan sudah kering jika sudah mulai berkerut. Sebuk kulit jeruk nipis sebanyak
200 gram direndam dengan pelarut metanol dan didiamkan selama 2 -
3 hari serta ditutup dengan menggunakan aluminium foil untuk menjaga agar tidak
terjadi penguapan dan hasil ekstrak yang diperoleh akan lebih baik. Proses ini disebut
sebagai tahap maserasi. Prosedur selanjutnya, hasil saringan kulit jeruk nipis
diekstrak menggunakan rotavapor dengan suhu 500 selama 4 jam yang berguna
untuk memisahkan pelarut dengan ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) agar
diperoleh ekstrak yang kental.
4.14.2. Peremajaan bakteri (sub culture)
Media BHIB (37gr/l atau 3,7gr/100ml) yang berada dalam tabung tertutup
disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.
Kemudian bakteri murni E. faecalis yang berada dalam tabung reaksi dimasukkan
kedalam media BHIB dengan menggunakan ose bulat. Lalu diinkubasi pada suhu
370C selama 24 jam. Setelah itu, bakteri dimasukkan kembali pada NA (natrium
agar) yang berada pada cawan petri menggunakan ose bulat yang digoreskan
sebanyak tiga kuadran kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam untuk
melihat adanya koloni bakteri yang terbentuk. Lalu dilakukan pewarnaan gram pada
30
bakteri untuk melihat morfologi sel dari bakteri E. faecalis. Gram positif berantai
pendek merupakan ciri dari bakteri E.faecalis.
4.14.3. Pembuatan ekstrak kulit jeruk nipis dengan konsentrasi berbeda
a. Ekstrak kulit jeruk nipis ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik
masing-masing sebanyak 0,1gr, 0,25gr, 0,50gr dan 0,100gr yang didapatkan dari
rumus pengenceran :
Konsentrasi = Massa
Volume
b. Ekstrak kulit jeruk nipis yang telah ditimbang tersebut kemudian dilarutkan
dengan 100 ml aquades. Sehingga didapatkan konsentrasi 10%, 25%, 50% dan
100%. Setelah itu, hasil pengenceran ekstrak kulit jeruk nipis dimasukkan
kedalam botol vial dan diberikan label sesuai dengan konsentrasinya dengan
tujuan agar tidak tertukar-tukarnya botol tersebut pada saat akan diteliti.
4.14.4.Penentuan Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) yang dapat menghambat
pertumbuhan Enterococcus Faecalis
a. Sebanyak enam buah tabung disiapkan pada rak. Lima buah tabung diisi dengan
media brain heart infusion broth (BHIB) sebanyak 2,5 ml. Sedangkan tabung
keenam berisi kontrol kuman.Kemudian, 0.01 ml bakteri Enterococcus faecalis
yang berada dalam tabung kontrol kuman, dimasukkan pada masing-masing
tabung reaksi dengan menggunakan pipet mikro 0.1 ml.
b. Setelah itu, masing - masing ekstrak kulit jeruk nipis yang telah diencerkan
tersebut dimasukkan kedalam tiap tabung reaksi sebanyak 5 ml dan diberi label
sesuai konsentrasinya.
31
c. Semua tabung diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam dan kemudian dilakukan
pemeriksaan ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri yang ditandai dengan
terjadinya kekeruhan dalam tabung.
d. Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) ditentukan dengan memperhatikan tabung
dengan konsentrasi yang pertama lebih jernih. Tabung yang terlihat keruh
menunjukkan masih adanya pertumbuhan bakteri.
e. Tabung yang pertama kali terlihat jernih merupakan konsentrasi ekstrak kulit jeruk
nipis yang akan digunakan pada pengujian terhadap bakteri E.faecalis.
f. Tahap selanjutnya, bakteri yang telah dibiakkan pada media (MHA) Mueller
Hinton Agar, diambil menggunakan ose bulat. Kemudian bakteri yang telah
diambil, dimasukkan kedalam larutan NaCl 0.9% yang akan disamakan
kekeruhannya dengan standarisasi McFarland 0.5.
g. Tahapan terakhir dengan Uji Minimum Inhibition Concentration (MIC) yang biasa
dikenal dengan zona hambat minimum. Tiga buah cawan petri yang berisi media
Mualler Hinton Agar (MHA) disiapkan. Cotton swab dicelupkan kedalam tabung
reaksi berisi bakteri E. Faecalis dengan NaCl 0.9% yang kekeruhannya sama
dengan McFarland 0.5. kemudian cotton swab digores sampai penuh pada
permukaan agar medium (MHA) pada cawan petri dan disebar secara merata. Tahap
selanjutnya, paper disc dimasukkan kedalam tiap konsentrasi ekstrak kulit jeruk
nipis serta NaOCl 5.25% dengan menggunakan pinset. Kemudian paper disc
tersebut diletakkan pada permukaan media yang terdapat pada biakan E. faecalis,
lalu ditekan dengan menggunaan pinset agar paper disc benar-benar menempel pada
media MHA.
32
h. Cawan petri diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Kemudian lakukan
pengukuran zona inhibisi, yaitu daerah jernih pada permukaan media MHA,
disekitar paper disc menggunakan jangka sorong. Penelitian ini menggunakan
replikasi sebanyak 3 kali untuk mendapatkan hasil yang valid dari pengujian yang
dilakukan.
33
4.15. Alur Penelitian
Kulit Jeruk
Prosedur Ekstraksi
Larutan ekstrak kulit jeruk
nipis
10% 25% 50% 100%
Penentuan KHM
Ekstrak kulit jeruk
nipis dengan
konsentrasi tertentu
sesuai KHM
NaOCL 5.25% Aquades
(Kontrol negatif)
Uji daya hambat bakteri
Enterococcus faecalis
Inkubasi 24 jam
Pengukuran zona
inhibisi
Analisis data
34
BAB V
HASIL PENELITIAN
Efektivitas ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus auranntifolia) dengan NaOCl
5,25% sebagai alternatif larutan irigasi saluran akar dengan menghambat bakteri E.
faecalis merupakan penelitian yang telah dilakukan. Penelitian ini dilakukan didua
laboratorium, yaitu Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin kemudian dilanjutkan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin pada bulan Agustus-September 2016. Sampel
pada penelitian ini sebanyak 18 sampel yang merupakan sediaan bakteri
Enterococcus faecalis laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
Langkah awal yang dilakukan yaitu mengekstraksi kulit jeruk nipis (Citrus
aurantifolia), kemudian dilanjutkan penelitian mengenai Konsentrasi Hambat Minimal
(KHM) yang dapat menghambat bakteri E. faecalis. Setelah diketahui KHM dari
ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus auranifolia) selanjutnya dilakukan uji daya hambat
untuk mengetahui seberapa besar daya hambat atau zona inhibisi ekstrak kulit jeruk
nipis (Citrus aurantifolia) terhadap pertumbuhan bakteri E. faecalis berdasarkan hasil
KHM yang diperoleh. Adapun hasil pengamatan medium BHIB yang telah diberikan
Ekstrak kulit jeruk nipis terhadap bakteri E. faecalis untuk mendapatkan KHM
setelah masa inkubasi 24 jam pada penelitian bisa dilihat pada gambar berikut.
35
Gambar 5.1: Medium BHIB yang diberikan Ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus
aurantifolia) terhadap E. faecalis.
Berdasarkan gambar 5.1 dapat dilihat bahwa terdapat tabung yang keruh dan
jernih. Tabung yang keruh merupakan tabung yang masih ada pertumbuhan bakteri
didalamnya, sedangkan tabung yang jernih ialah tabung yang sudah tidak ada lagi
pertumbuhan bakteri. Dari konsentrasi yang telah diuji mulai dari konsentrasi 10%,
25%, 50% hingga 100% dan NaOCl 5,25% (kontrol positif) serta Aquades (kontrol
negatif) menunjukkan bahwa tabung yang terlihat keruh berada pada tabung 10% dan
tabung kontrol negatif. Sedangkan tabung dengan konsentrasi 25% hingga 100% dan
tabung kontrol positif terlihat jernih. Dari gambar di atas, hasil uji KHM dapat dilihat
pada tabel berikut.
36
Tabel 5.1 Hasil uji KHM Ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus auantifolia) terhadap E.
faecalis
Tabung
yang telah
Ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
%
Kontrol
diinkubasi 10 25 50 100 K+ K-
Hasil + - - - - +
Keterangan :
(+) = Keruh
(-) = Jernih
Pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa hasil dari ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus
aurantifolia) yang telah diinkubasi selama 24 jam tabung yang pertama terlihat jernih
berada pada tabung dengan konsentrasi 25%. Berdasarkan hasil tersebut, maka KHM
ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) berada pada konsentrasi 25%.
Setelah penentuan KHM dari ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
maka tahap selanjutnya yang peneliti lakukan yaitu pengujian efek antibakteri terhadap
bakteri E. faecalis. Adapun hasil pengukuran rata-rata zona inhibisi pada penelitian
yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 5.2:
37
Tabel 5.2 Hasil pengukuran zona inhibisi (mm)
Konsentrasi Ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus
aurantifolia)
Cawan
K+
(mm)
K-
(mm)
(mm)
Petri
NaOCl
Aquades
10% 25% 50% 100% 5.25%
I 0 17 21,5 24 30 0
II 0 21,5 24 26
35
0
III 0 19 22 24
37
0
Total: 0 19,2 22,5 24,7
34
0
Ukuran zona hambat yang terbentuk setelah dirata-ratakan pada ekstrak
kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dengan konsentrasi 10% memiliki zona hambat
0mm yang berarti masih adanya pertumbuhan bakteri pada konsentrasi tersebut,
konsentrasi 25% dengan zona hambat 19,2mm, konsentrasi 50% dengan zona
hambat 22,5mm, dan konsentrasi 100% dengan zona hambat 24,7mm. Sedangkan
zona hambat yang terbentuk pada aquades sebagai kontrol negatif yaitu 0mm, dan
kontrol positif memiliki zona hambat 34mm.
Adapun perbedaan nilai rata-rata luas zona inhibisi antara ekstrak kulit jeruk
nipis (Citrus aurantifolia) berbagai konsentrasi dengan NaOCl 5,25% sebagai
kontrol positif setelah inkubasi dapat dilihat pada Tabel 5.3:
38
Tabel 5.3 Perbedaan nilai rata-rata zona inhibisi antara ekstrak kulit jeruk nipis
dengan NaOCl 5,25% terhadap bakteri Enterococcus faecalis
Kelompok n Mean ± SD Nilai P
K- 3
10 % 3
0 ± 0
0 ± 0
25%
50%
100%
K+
Total
3 19,16 ± 2,25 3 22,5 ± 1,32
3 24,7 ± 1,15
3 34 ± 3,6
18 100,36 ± 8,32
0,006
0,006
Dari Tabel 5.3, dapat dilihat bahwa semua bahan uji memiliki perbedaan yang
signifikan, baik antara ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dengan larutan
NaOCl 5,25%, maupun ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dengan kontrol
negatif. Menurut hasil uji statistik Kruskall Wallis pada Tabel 5.3 diperoleh hasil yang
signifikan karena menunjukkan nilai p<0,05 yaitu 0,006. Hal ini berarti ada perbedaan
efektivitas yang bermakna antara ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dengan
larutan NaOCl 5,25%, dan kontrol negatif terhadap pertumbuhan bakteri E.
faecalis. Oleh karena hasilnya signifikan, maka dilanjutkan uji analisis Post-Hoc LSD
(Least Significant Difference) untuk mengetahui antar bahan uji yang mana yang
memiliki perbedaan yang signifikan.
39
Tabel 5.4 Uji analisis Post-Hoc LSD (Least Significant Difference)
Kelompok K- 10% 25% 50% 100% K+
K- - 1,000 0,000 0,000 0,000 0,000
10%
1,000
-
0,000
0,000
0,000
0,000
25%
0,000
0,000
-
0,000
0,004
0,000
50%
0,000
0,000
0,050
-
0,183
0,000
100%
0,000
0,000
0,004
0,183
-
0,000
K+
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
-
Total
1,000
1,000
0,054
0,183
0,0187
0,000
Ket: signifikan pada P=0,000<0,05
Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa data yang tidak signifikan P= >0,05
berada pada konsentrasi 50% dengan 100%. Sedangkan dengan konsentrasi lainnya
dapat dikatakan signifikan karena P= <0,05.
40
BAB VI
PEMBAHASAN
Efektivitas ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dengan NaOCl 5,25%
sebagai alternatif larutan irigasi saluran akar dengan menghambat bakteri E. faecalis
merupakan suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas daya
hambat pada ekstrak kulit jeruk nipis dalam menghambat bakteri E. faecalis. Kemudian
setelah itu peneliti membandingkan tingkat keefektivitasannya dengan larutan NaOCl
konsentrasi 5,25%.
Langkah awal yang dilakukan untuk mengetahui daya hambat dari ekstrak kulit
jeruk nipis (Citrus aurantifolia) terhadap bakteri E. faecalis yaitu uji Konsentrasi
Hambat Minimal (KHM). Uji KHM yang dilakukan memperlihatkan bahwa ekstrak
kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) pada konsentrasi terkecil, yaitu 10%
menunjukkan hasil positif terhadap pertumbuhan bakteri E. faecalis setelah di
inkubasi selama 24 jam. Sedangkan pada tabung dengan konsentrasi 25%
menunjukkan hasil yang negatif terhadap pertumbuhan bakteri E. faecalis. Hal ini
menunjukkan bahwa KHM dari ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) yaitu
konsentrasi 25%.
Perbedaan efektivitas ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dengan
larutan NaOCl 5,25% dapat diketahui dengan menggunakan metode difusi, yaitu
membandingkan diameter zona inhibisi terluas pada sekeliling paperdisk yang berisi
perlakuan (ekstrak kulit jeruk nipis, larutan NaOCl 5,25%, dan aquades sebagai
41
kontrol negatif). Diameter zona inhibisi yang dihitung dengan menggunakan jangka
sorong adalah daerah jernih disekeliling paperdisk yang menunjukkan bahwa bahan uji
memiliki sifat antibakteri. Hasil yang diperoleh dari pengujian ini yaitu terlihat
adanya zona hambat yang terbentuk pada ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus
aurantifolia) mulai konsentrasi 25% hingga konsentrasi yang tinggi. Sedangkan
pada pengujian efektivitas Sodium Hypochlorite (NaOCl) 5,25%, juga terbentuk
zona hambat namun dengan ukuran yang lebih besar dibanding zona hambat
yang terbentuk pada ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus auantifolia). Karena diameter
zona inhibisi juga dapat dipengaruhi oleh toksisitas bahan uji, kemampuan difusi bahan
uji pada media, interaksi antar komponen yang terdapat pada media, dan kondisi
lingkungan mikro in vitro.31
E. faecalis merupakan bakteri yang pathogen, tidak membentuk spora, tidak
bergerak, metabolisme fermentatif (karbohidrat menjadi asam laktat), fakultatif
anaerob, kokus gram positif dan tidak menghasilkan reaksi katalase dengan
hydrogenperoksida. Bakteri ini berbentuk ovoid dengan diameter 0,5-1 μm dan
terdiri dari rantai pendek, berpasangan atau bahkan tunggal. Habitat bakteri ini
adalah di saluran pencernaan, saluran kemih dan juga dapat berkoloni di rongga
mulut manusia.
Ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dengan konsentasi 25% dapat
menghambat atau menghentikan pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis karena
mempunyai zat kimia yang dapat digunakan sebagai antibakteri. Penelitian ini sudah
diuji cobakan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Unhas pada bulan
42
September 2016 dengan replikasi sebanyak tiga kali agar hasil pengukuran yang
diperoleh mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) mengandung suatu senyawa yang
dapat digunakan sebagai antibakteri karena memiliki sifat antibakteri sebagaimana
yang telah dibuktikan pada penelitian ini. Kandungan senyawa kimia yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri E. facalis dan paling banyak pada kulit jeruk nipis
(Citrus auratifolia) yaitu Flavonoid. Flavonoid merupakan golongan terbesar dari
senyawa Polifenol yang dapat bekerja sebagai antioksidan. Senyawa Flavonoid
memiliki mekanisme kerja dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri dan
merusak membran sel yang tidak dapat diperbaiki lagi. Selain itu, Flavonoid
menghambat sintesis asam nukleat bakteri, menghambat fungsi membran sitoplama
bakteri dengan melakukan perusakan permeabilitas dinding sel bakteri dan
menghambat energi metabolisme sel bakteri. Menurut penelitian sebelumnya, kulit
jeruk nipis mengandung senyawa Flavonoid dengan konsentrasi yang tinggi daripada
bagian lainnya yang dapat digunakan sebagai antibakteri. Dalam studi in vitro juga
menunjukkan bahwa Flavonoid pada jeruk nipis dapat menghambat reaksi yang
dikatalisis oleh siklooksigenase, lipooksigenase, dan fosfolipase A2. 14,15
Dalam beberapa penelitian mengenai Ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus
aurantifolia) membuktikan bahwa ekstrak kulit jeruk nipis mempunyai antibakteri.
Seperti pada penelitian Zenia,dkk menunjukkan Ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus
aurantifolia) konsentrasi 10% dapat menghambat aktivitas enzim glukosiltransferase
(GTF) Streptococcus mutans. Sedangkan penelitian ekstrak kulit jeruk nipis terhadap
pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes yang telah diteliti oleh Nida
43
menunjukkan bahwa ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dengan
konsentrasi yang memiliki daya hambat paling rendah yaitu konsentrasi 3% dengan
diameter 4, 67 mm dan konsentrasi yang memiliki daya hambat tertinggi adalah
konsentrasi 100% dengan diameter 15 mm, walaupun dengan respon hambat yang
lemah. Selain itu, Penelitian Resti mengenai ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus
aurantifolia) berpengaruh terhadap penyembuhan ulkus traumatik pada Rattus
norvegicus strain Wistar dengan konsentrasi efektif minimum adalah konsentrasi
25% dan mengalami peningkatan pada konsentrasi 50%. Penelitian sebelumnya
menyatakan bahwa ekstrak etanol kulit jeruk nipis memiliki daya hambat minimum
terhadap Candida albicans pada konsentrasi 256 mg/ml.32
Dari hasil penelitian diatas, maka penulis melakukan penelitian pada
konsentrasi 10%, 25%, 50% dan 100% dalam menghambat bakteri E. faecalis. Hal
tersebut tampak pada tabel 5,2 yang menunjukkan bahwa ukuran zona hambat yang
terbentuk setelah dirata-ratakan pada ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus auantifolia)
dengan konsentrasi 10% memiliki zona hambat 0mm, konsentrasi 25% dengan zona
hambat 19,2mm, konsentrasi 50% dengan zona hambat 22,5mm, dan konsentrasi
100% dengan zona hambat 24,7mm. Sedangkan zona hambat yang terbentuk pada
aquades sebagai kontrol negatif yaitu 0mm, dan Sodium hypochlorite memiliki zona
hambat 34mm. Dari hasil tersebut, maka ada perbedaan zona inhibisi yang
terbentuk pada ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dengan berbagai
konsentrasi dalam menghambat bakteri E. faecalis, dan semakin tinggi konsentrasi
ekstrak kulit jeruk nipis maka semakin besar zona daya hambat yang terbentuk.
44
Walaupun demikian, zona daya hambat NaOCl dengan konsentrasi 5,25% memiliki
zona yang luas dan lebih efektif.
Perbedaan nilai rata-rata zona inhibisi antara ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus
aurantifolia) dengan NaOCl 5,25% terhadap bakteri E. faecalis pada penelitian ini
menggunakan uji statistik Kruskall Wallis, karena hasil inhibisi yang diperoleh
menunjukkan data yang tidak normal. Jika pada suatu penelitian terdapat hasil yang
tidak seimbang, maka data tersebut dikatakan tidak normal. Hasil yang telah
diperoleh yaitu 0,006. Hasil tersebut merupakan hasil yang signifikan karena nilai
P=<0,05. Setelah itu, dilanjutkan uji analisis Post-Hoc LSD (Least Significant
Difference) untuk mengetahui antar bahan uji yang memiliki perbedaan yang
signifikan dan hasilnya berada pada konsentrasi 50% dengan 100% karena P=>0,05.
Menurut hasil penelitian Daughenbaugh dan Grey yang telah melakukan
penelitian secara in vivo menunjukkan larutan 5,25% NaOCl dapat melarutkan dan
membilas keluar jaringan organik dan debris pada saluran akar. Khademi dkk dalam
penelitiannya menunjukkan tingkat kebersihan saluran kelompok yang menggunakan
NaOCl sebagai bahan irigasi dengan konsentrasi 5,25% terbukti paling bersih
dibandingkan dengan konsentrasi 1% dan 2,5%. Kemudian penelitian yang telah
dilakukan oleh Sassone dkk juga membuktikan NaOCl konsentrasi 5,25% dapat
menghambat bakteri E. faecalis dalam waktu 30 detik yang dibandingkan dengan
kloroheksidin dengan berbagai konsentrasi yang membutuhkan durasi aktivitas
antimikrobial yang lebih lama. Menurut Grossman dkk, hal ini karena NaOCI 5,25%
memiliki sifat yang lubrikan, pelarut jaringan pulpa dan antibakteri yang kuat.
45
Sehingga dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan, ekstrak kulit
jeruk nipis (Citrus aurantifolia) mampu menghambat bakteri E.faecalis dan semakin
tinggi konsentrasi ekstrak kulit jeruk nipis, maka semakin luas zona inhibisi yan g
terbentuk. Walaupun demikian, NaOCl dengan konsentrasi 5,25% memiliki tingkat
keefektivitasan yang lebih baik jika dibandingkan dengan ekstrak kulit jeruk nipis
(Citrus aurantifolia) mulai konsentrasi yang rendah hingga konsentrasi yang tinggi.
46
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian ini maka dapat diperoleh kesimpulan, yaitu:
1. Ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) efektif menghambat pertumbuhan
bakteri E. faecalis secara in vitro.
2. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ekstrak kulit jeruk nipis dalam
menghambat bakteri E. faecalis berada pada konsentrasi 25%.
3. Semakin tinggi konsentrasi dari ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia)
maka semakin besar zona inhibisi yang terbentuk.
4. Larutan NaOCl 5,25% lebih efektif menghambat pertumbuhan Enterococcus
faecalis daripada ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia).
7.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian mengenai efektivitas antibakteri ekstrak kulit jeruk
nipis terhadap E.faecalis secara in vivo.
2. Perlu dilakukan penelitian mengenai efektivitas antibakteri ekstrak kulit jeruk
nipis terhadap bakteri lain yang terdapat di dalam rongga mulut.
47
DAFTAR PUSTAKA
1. Garg N, Garg A. Textbook of endodontics. 2nd ed. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publishers; 2010.p. 46-8.
2. Ingle JI, Bakland LK, Baumgartner JC. Ingle’s endodontics 6. Hamilton: BC
Decker Inc; 2008.p. 226-7.
3. Pinheiro ET, Mayer MPA. Enterococcus faecalis in oral infection. J
Interdisciplinary Medicine and Dental Sciene 2014; 3:160
4. Endo MS, Signoretti FG, Kitayama VS, Marinho AC, Martinho FC, et al.
Culture and molecular detection of enterococcus faecalis from patients with
failure endodontic treatment and antimicrobial susceptibility of clinical
isolates. Brazilian Dental Science 2014: 17(3).
5. Hargreaves KM, Cohen S. Cohen’s pathways of the pulp. 10th ed. Missouri:
Mosby Elsevier; 2011.p. 579.
6. Grossman, louis. Carlos. Oliet, seymour. Ilmu endodontik dalam praktek.
Ed.11. Alih bahasa : Prof.drg.Rafiah Abyono. Jakarta: EGC; 1995.p.205-206
7. Walton, Richard. Torabinejad, mahmoud. Prinsip dan praktik ilmu endodonsia.
Ed.10. Alih bahasa : Dr.Narlan Sumawinata, drg, Sp.KG. Jakarta: EGC;
2008.p.243
8. Dental economics, volume 98, dental economics division of petroleum
publishing; 2008. p.99
9. Ingle. Bakland. Endodontics fifth edition. London. BC Decker Inc. ;
2002.p.499
10. AAK. Budidaya tanaman jeruk. Kanisius. Yogyakarta; 1994. p.13-4
48
11. Soelarso B, editor. Budidaya jeruk bebas penyakit. Yogyakarta :
Kanisius;1996.p. 18-9
12. Rukmana rahmat. Jeruk nipis prospek agribisnis, budi daya dan pascapanen.
Kanisius. P 13-4
13. Wulandari, Mulyani. idiawati,Nora. Aktivitas antioksidan ekstrak n-Heksana,
etil asetat dan metanol kuil buah jeruk sambal (Citrus microcarpa bunge). Jkk,
tahun 2013, volume 2 (2). Hal.90-4
14. Diakses pada 3 april 2016 avalaible at: doktersehat.com/kulit-jeruk-
mengandung-zat-anti-kanker/
15. Caballero, benjamin. Finglas, paul. Encyclopedia of food and health. Elsevier.
Oxford; 2016.p.40
16. Loizzo. Tundis. Bonesi, et al. Evaluation of citrus aurantifolia peel and leaves
extracts for their chemical composition, antioxidant and anti-cholineterase. J
Sci Food Agric. 2012 Dec;92(15):2960-7. doi: 10.1002/jsfa.5708. Epub 2012
May 16
17. Meyer, Eugene. Just the facts 101 textbook key facts. . 5th ed. Chemistry of
hazardous materials. Textbook reviews. 2014
18. Mistry Ks, Shah s. Review on commont root canal irrigant. Journal of dental
science. 2011; 2:27-31
19. International endodontic journal.gomes.ferrat.vianna.berber.teixeira. and
souza-filho. In vitro antimicrobial activity of several concentrations of sodium
hypochlorite and chlorexidine gluconate in the elimination of enterococcus
faecalis.Volume 34, issue 6, pages 424-428, september 2001.
49
20. Sirtes G, Waltimo T, Schaetzle M, Zehnder M. The effects of temperature on
sodium hypochlorite short-term stability, pulp dissolution capacity, and
antimicrobial efficacy. J Endod 2005; 31: 669-71
21. Ruddle CJ. Cleaning and shaping the root canal system. In: Cohen S, Burns
RC, editor. Pathways of the pulp. 8th Ed. Philadelphia: Mosby Inc; 2002. p.241
22. Indicators for waterborne pathogens. National research council. Washington.
The national press. 2004. P 32. www.nap.edu
23. Robinson, richard. Dairy microbiology handbook third edition. Wiley
interscience publication. 2002. Newyork. P 436
24. Lebreton, francois. Willems, rob. Michael. Gillmore. Enterococcus diversity,
origins in nature, and gut colonization. Harvard microbial sciences initiative.
Cambridge. USA. 2014
25. Diakses pada tanggal 3 Mei 2016, Available at: www.mdpi.com/journal/toxins
26. Tanumiharja M. Larutan irigasi saluran akar. Dentofasial Jurnal; 2010; 9: 108-
13
27. John, Gijo. Kumar, pavan. Gopal, sujatha. Kumari, surya. Kasi, bala.
Enterococcus faecalis, a nightmare to endodontist: a systematic review. African
journal of microbiology research. Vol. 9 (13), pp. 898-908, 1 april 2015
28. Ditjen POM.1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI
29. Diakses pada tanggal 3 Mei 2016, Available at:
http://ffarmasi.unand.ac.id/RPKPS/Metoda_ekstraksi.pdf
30. Sudjadi, Drs. 1986. Metode pemisahan. Yogyakarta: UGM Press
50
31. Mickel AK, Sharma P, Chogle S. Effectiveness of stainnous fluoride and
calsium hidroxide againts Enterococcus faecalis. J Endod 2003; 29(4): 259-60.
32. Adinda, Zenia. Prwanti,Nunuk. Arie, Ivan. Maj Ked Gi. Desember 2013;
20(2):126-131
LAMPIRAN
Means
Notes
Output Created
20-SEP-2016 06:33:56
Comments
Input Active Dataset
DataSet0
<none>
<none>
<none>
18
For each dependent variable in a
table, user-defined missing
values for the dependent and all
grouping variables are treated as
missing.
Cases used for each table have
no missing values in any
independent variable, and not all
dependent variables have
missing values.
MEANS TABLES=Inhibisi BY
Kelompok
/CELLS=MEAN COUNT
STDDEV.
00:00:00.00
00:00:00.01
Filter
Weight
Split File
N of Rows in Working Data File
Missing Value Handling Definition of Missing
Cases Used
Syntax
Resources Processor Time
Elapsed Time
Case Processing Summary
Cases
Included
Excluded
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
Inhibisi * Kelompok
18
100.0%
0
0.0%
18
100.0%
Inhibisi
Report
Kelompok Mean
N
Std. Deviation
Jeruk Nipis 10%
.0000
3
.00000
Jeruk Nipis 25%
19.1667
3
2.25462
Jeruk Nipis 50%
22.5000
3
1.32288
Jeruk Nipis 100%
24.6667
3
1.15470
Kontrol Positif
34.0000
3
3.60555
Kontrol Negatif
.0000
3
.00000
Total
16.7222
18
13.11288
Explore
Notes
Output Created
20-SEP-2016 06:34:12
Comments
Input Active Dataset
DataSet0
<none>
<none>
<none>
18
User-defined missing values for
dependent variables are treated
as missing.
Statistics are based on cases
with no missing values for any
dependent variable or factor
used.
EXAMINE VARIABLES=Inhibisi
/PLOT BOXPLOT STEMLEAF
NPPLOT
/COMPARE GROUPS
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/CINTERVAL 95
/MISSING LISTWISE
/NOTOTAL.
00:00:03.10
00:00:02.37
Filter
Weight
Split File
N of Rows in Working Data File
Missing Value Handling Definition of Missing
Cases Used
Syntax
Resources Processor Time
Elapsed Time
Case Processing Summary
Cases
Valid
Missing
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
Inhibisi
18
100.0%
0
0.0%
18
100.0%
Descriptives
Statistic
Std. Error
Inhibisi Mean
16.7222
3.09074
95% Confidence Interval for Lower Bound
10.2013
Mean
Upper Bound
23.2431
5% Trimmed Mean
16.5247
Median
21.5000
Variance
171.948
Std. Deviation
13.11288
Minimum
.00
Maximum
37.00
Range
37.00
Interquartile Range
24.50
Skewness
-.262
.536
Kurtosis
-1.348
1.038
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
Inhibisi
.232
18
.011
.849
18
.008
a. Lilliefors Significance Correction
Inhibisi
Inhibisi Stem-and-Leaf Plot
Frequency Stem & Leaf
6.00 0 . 000000
.00 0 .
.00 1 . 2.00 1 . 79
6.00 2 . 112444
1.00 2 . 6 1.00 3 . 0
2.00 3 . 57
Stem width: 10.00
Each leaf: 1 case(s)
NPAR TESTS
/K-W=Inhibisi BY Kelompok(1 6)
/MISSING ANALYSIS.
NPar Tests
Notes
Output Created
20-SEP-2016 06:34:37
Comments
Input Active Dataset
DataSet0
<none>
<none>
<none>
18
Filter
Weight
Split File
N of Rows in Working Data File
Missing Value Handling Definition of Missing
User-defined missing values are
treated as missing.
Statistics for each test are based
on all cases with valid data for
the variable(s) used in that test.
NPAR TESTS
/K-W=Inhibisi BY Kelompok(1
6)
/MISSING ANALYSIS.
00:00:00.00
00:00:00.01
224694
Cases Used
Syntax
Resources Processor Time
Elapsed Time
Number of Cases Alloweda
a. Based on availability of workspace memory.
Kruskal-Wallis Test
Ranks
Kelompok N
Mean Rank
Inhibisi Jeruk Nipis 10%
3
3.50
Jeruk Nipis 25%
3
8.17
Jeruk Nipis 50%
3
11.17
Jeruk Nipis 100%
3
13.67
Kontrol Positif
3
17.00
Kontrol Negatif
3
3.50
Total
18
Test Statisticsa,b
Inhibisi
Chi-Square
16.488
df
5
Asymp. Sig.
.006
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
Kelompok
Notes
Output Created
20-SEP-2016 06:34:50
Comments
Input Active Dataset
DataSet0
<none>
<none>
<none>
18
User-defined missing values are
treated as missing.
Statistics for each analysis are
based on cases with no missing
data for any variable in the
analysis.
ONEWAY Inhibisi BY Kelompok
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=LSD ALPHA(0.05).
00:00:00.00
00:00:00.03
Filter
Weight
Split File
N of Rows in Working Data File
Missing Value Handling Definition of Missing
Cases Used
Syntax
Resources Processor Time
Elapsed Time
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Inhibisi
LSD
Mean Difference
(I) Kelompok (J) Kelompok (I-J)
Std. Error
Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
Jeruk Nipis 10% Jeruk Nipis 25%
-19.16667*
1.53357
.000
-22.5080
-15.8253
Jeruk Nipis 50%
-22.50000*
1.53357
.000
-25.8414
-19.1586
Jeruk Nipis 100%
-24.66667*
1.53357
.000
-28.0080
-21.3253
Kontrol Positif
-34.00000*
1.53357
.000
-37.3414
-30.6586
Kontrol Negatif
.00000
1.53357
1.000
-3.3414
3.3414
Jeruk Nipis 25% Jeruk Nipis 10%
19.16667*
1.53357
.000
15.8253
22.5080
Jeruk Nipis 50%
-3.33333
1.53357
.050
-6.6747
.0080
Jeruk Nipis 100%
-5.50000*
1.53357
.004
-8.8414
-2.1586
Kontrol Positif
-14.83333*
1.53357
.000
-18.1747
-11.4920
Kontrol Negatif
19.16667*
1.53357
.000
15.8253
22.5080
Jeruk Nipis 50% Jeruk Nipis 10%
22.50000*
1.53357
.000
19.1586
25.8414
Jeruk Nipis 25%
3.33333
1.53357
.050
-.0080
6.6747
Jeruk Nipis 100%
-2.16667
1.53357
.183
-5.5080
1.1747
Kontrol Positif
-11.50000*
1.53357
.000
-14.8414
-8.1586
Kontrol Negatif
22.50000*
1.53357
.000
19.1586
25.8414
Jeruk Nipis 100% Jeruk Nipis 10%
24.66667*
1.53357
.000
21.3253
28.0080
Jeruk Nipis 25%
5.50000*
1.53357
.004
2.1586
8.8414
Jeruk Nipis 50%
2.16667
1.53357
.183
-1.1747
5.5080
Kontrol Positif
-9.33333*
1.53357
.000
-12.6747
-5.9920
Kontrol Negatif
24.66667*
1.53357
.000
21.3253
28.0080
Kontrol Positif Jeruk Nipis 10%
34.00000*
1.53357
.000
30.6586
37.3414
Jeruk Nipis 25%
14.83333*
1.53357
.000
11.4920
18.1747
Jeruk Nipis 50%
11.50000*
1.53357
.000
8.1586
14.8414
Jeruk Nipis 100%
9.33333*
1.53357
.000
5.9920
12.6747
Kontrol Negatif
34.00000*
1.53357
.000
30.6586
37.3414
Kontrol Negatif Jeruk Nipis 10%
.00000
1.53357
1.000
-3.3414
3.3414
Jeruk Nipis 25%
-19.16667*
1.53357
.000
-22.5080
-15.8253
Jeruk Nipis 50%
-22.50000*
1.53357
.000
-25.8414
-19.1586
Jeruk Nipis 100%
-24.66667*
1.53357
.000
-28.0080
-21.3253
Kontrol Positif
-34.00000*
1.53357
.000
-37.3414
-30.6586
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
top related