dr. zulfachmi, sp.pd-finasim
Post on 07-Aug-2015
189 Views
Preview:
TRANSCRIPT
igrssREFLEKSI KASUS
SEORANG LAKI – LAKI 69 TAHUN DENGAN
KELUHAN SESAK NAFAS
Disusun oleh:
Cahya Daris Tri Wibowo
H2A008008
Pembimbing:
dr. Zulfachmi Wahab,Sp.PD-Finasim
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIMUS
RSUD DR. ADHYATMA TUGUREJO
SEMARANG
2012
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Presentasi Refleksi Kasus Ilmu Penyakit Dalam:
SEORANG LAKI – LAKI 69 TAHUN DENGAN
KELUHAN SESAK NAFAS
Oleh :
Cahya Daris Tri Wibowo
H2A008008
Telah dipresentasikan pada tanggal Desember 2012
Pembimbing :
dr. Zulfachmi Wahab, Sp.PD-Finasim
2
DAFTAR MASALAH
No Masalah aktif Tanggal Keterangan
1. PPOK 8 November 2012
2. CHF NYHA IV 8 November 2012
3. Hipertensi grade I JNC 7 8 November 2012
No Masalah inaktif Tanggal Keterangan
1. Pasien Jamkesmas 8 November 2012
3
LAPORAN KASUS
STATUS PENDERITA
I. ANAMNESIS
A. Identitas
Nama : Tn. Marsono
Umur : 69 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh jok mobil
Alamat : Jatisari RT 06/V pongangan, gn. pati, semarang
No. CM : 39.94.45
Ruang : Dahlia 5.2
Tanggal Masuk : 06 November 2012
Tanggal Pemeriksaan : 08 November 2012
B. Keluhan Utama : Sesak Nafas
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Tugurejo dengan keluhan sesak nafas.
± 1 bulan SMRS sudah merasakan sesak nafas, sesak yang
dirasakan terus menerus, namun pasien masih bisa menahan sesak yang
dirasakan. Selain sesak nafas pasien juga mengeluhkan batuk (+), dahak
(+) kadang - kadang berwarna putih.
± 1 minggu SMRS Sesak nafas yang dirasakan semakin lama
semakin berat terutama saat beraktivitas sampai mengganggu
aktivitas dan pekerjaannya. Pasien juga mengatakan sesak yang
dirasakan lebih berat bila berbaring terlentang, dan sesak yang
dirasakan terasa lebih ringan saat beristirahat dengan bantal tinggi
atau setengah duduk, pasien juga mengatakan lebih nyaman duduk
daripada berbaring. pasien juga sering terbangun malam hari ketika
tidur karena sesak nafas. Selain itu pasien juga mengeluhkan pusing (+),
4
mual (+), Muntah (-), badan lemah (+), badan gemetaran (+), selain itu
pasien juga mengeluhkan nyeri uluhati (+), nyeri dada (+), BAB dan
BAK tidak ada kelainan.
± 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien masih merasakan
keluhan yang sama, keluhan sesak nafas yang dirasakan bertambah berat
tanpa beraktivitas pasien sudah merasakan sesak, pasien juga mengeluhkan
susah tidur karna sesaknya, selain sesak pasien juga masih mengeluhkan
batuk (+), Berdahak (+), batuk juga sering terjadi pada malam hari, nyeri
dada (+), nyeri uluhati (+), pusing (+), mual (+), badan terasa lemah dan
gemetaran. pasien belum pernah memeriksakan penyakitnya ke dokter.
Pasien adalah seorang pegawai disebuah bengkel jok mobil, pasien
mengatakan kesehariannya sering terpapar oleh debu dari potongan busa
jok mobil dan serbuk dari kayu, pasien juga mengatakan perokok berat.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat sakit serupa : Disangkal
- Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal
- Riwayat sakit gula : Disangkal
- Riwayat sakit jantung : Disangkal
- Riwayat sakit asma : Disangkal
- Riwayat alergi : Disangkal
- Riwayat operasi : Disangkal
- Riwayat trauma : Disangkal
- Riwayat batuk lama : Disangkal
- Riwayatpenobatan lama : Disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
- Di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa
- Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal
- Riwayat sakit gula : Disangkal
- Riwayat asma : Disangkal
- Riwayat sakit jantung : Disangkal
- Riwayat batuk lama : Disangkal
5
- Riwayat pengobatan lama : Disangkal
F. Riwayat Kebiasaan
- Riwayat merokok :
Diakui pasien sebagai perokok aktif sejak usia 20 tahun, dan berhenti merokok setelah pasien mengeluhkan sesak nafas dan batuk sejak ± 2 minggu sebelum masuk rumah sakit
- Riwayat minum alkohol : Disangkal
- Riwayat minum jamu : Disangkal
- Riwayat minum obat-obatan dan suplemen : Disangkal
- Terpapar zat iritan :
Diakui pasien, pasien adalah seorang pkerja jok mobil dan sering
terpaparr oleh debu dan serbuk potongan busa
G.Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai buruh jok mobil. Saat ini, pasien berobat
menggunakan biaya dari JAMKESMAS.
H.Anamnesis Sistem
Keluhan utama : Sesak Nafas
Kepala : Sakit kepala (-), pusing (+), nggliyer (-),
jejas(-), leher kaku (-)
Mata : Penglihatan kabur (-), pandangan ganda (-),
pandangan berputar (-), berkunang-kunang (-).
Hidung : Pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-)
Telinga : Pendengaran berkurang (-), berdenging (-),
keluar cairan (-), darah (-).
Mulut : Sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir
pecah-pecah (-), gusi berdarah (-), mulut
kering(-).
Tenggorokan : Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-).
Sistem respirasi : Sesak nafas (+), batuk (+), dahak (+) kental
berwarna putih, batuk darah (-), mengi (-),
tidur mendengkur (-), sering terbangun
malam haari karena sesak nafas (+)
6
Sistem kardiovaskuler : Sesak nafas saat beraktivitas (+), nyeri dada
(+), berdebar-debar (-), keringat dingin (-)
Sistem gastrointestinal : Mual (+), muntah (-),perut mules (-), diare (-),
nafsu makan menurun (+), BB turun(+).
Sistem muskuloskeletal : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-).
Sistem genitourinaria : Sering kencing (-), nyeri saat kencing (-),
keluar darah (-), berpasir (-), kencing nanah (-),
sulit memulai kencing (-), warna kencing
kuning jernih, anyang-anyangan (-), berwarna
seperti teh (-).
Ekstremitas: Atas : Luka (-), kesemutan(-), bengkak(-), sakit sendi
(-),panas (-),berkeringat (-),palmar eritema (-)
Bawah : Luka (-), gemetar (-), ujung jari dingin(-),
kesemutan di kaki (-), sakit sendi (-), bengkak
(-) kedua kaki
Sistem neuropsikiatri : Kejang (-), gelisah (-), kesemutan (-),
mengigau (-), emosi tidak stabil (-)
Sistem Integumentum : Kulit kuning (-), pucat (-), gatal (-), bercak
merah disertai vesikel (-), di punggung, dada,
lengan atas kanan dan kiri
II. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 08 November 2012 :
1. Keadaan Umum
Tampak sesak, kesadaran compos mentis
2. Status Gizi
BB: 54 kg
TB: 167 cm
BMI= 19,36kg/m2
Kesan : Normoweight
3. Tanda Vital
Tensi : 150/90 mmHg
7
Nadi : 88x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
Respirasi : 24x/menit
Suhu : 36,5° C (peraxiller)
4. Kulit
Ikterik (-), petekie (-), turgor cukup, hiperpigmentasi(-), kulit kering(-),
kulit hiperemis (-)
5. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah dicabut (-), luka (-),
massa (-)
6. Wajah
Simetris, moon face (-)
7. Mata
Konjungtiva pucat (-/-),sclera ikterik (-/-),mata cekung (-/-),
perdarahan subkonjungtiva(-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek
cahaya (+/+) normal, arcus senilis (-/-), katarak (-/-)
8. Telinga
Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), gangguan fungsi
pendengaran (-/-)
9. Hidung
Napas cuping hidung ( -/- ), sekret (-/-), epistaksis (-/-), fungsi pembau
baik
10. Mulut
Sianosis (+), bibir kering (-), Pursed lips breathing (+), stomatitis (-),
mukosa basah (-) gusi berdarah (-), lidah kotor (-), lidah hiperemis (-),
lidah tremor (-), papil lidah atrofi (-)
11. Leher
Simetris, deviasi trachea (-), KGB membesar (-), tiroid membesar (-),
nyeri tekan (-), peningian tekanan vena jugularis (+), otot bantu
nafas (+).
12. Thoraks
8
I : Barrel chest, simetris, retraksi supraternal (-), retraksi intercostalis
(-), spider nevi (-), sela iga melebar (+), pembesaran kelenjar
getah bening aksilla (-), rambut ketiak rontok (-), eksspirasi
memanjang (+)
Pa : Nyeri tekan (-) Sela iga melebar (+), benjolan (-)
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tampak di ICS VII linea axila anterior
sinistra
Palpasi : Ictus cordis terabakuat angkat di ICS VII, linea
axila anterior sinistra
Perkusi : batas jantung
kiri bawah : ICS VIII, 2 cm ke medial linea
midclavicularis sinistra
kiri atas : ICSII linea sternalis sinistra
kanan atas : ICS II linea sternalis dextra
pinggang jantung : SIC IV linea parasternalis sinistra
Kesan : kardiomegali
Auskultasi :
BJ I-II reguler, bising (-), gallop(-)
Pulmo:
Depan
Inspeksi:
Statis : barrel chest, simetris kanan kiri, retraksi (-)
Dinamis : simetris, retraksi (-)
Palpasi:
Statis : simetris, sela iga melebar (+), retraksi (-),
tidak ada yang tertinggal
Dinamis : Pengembangan paru simetris, tidak ada yang
tertinggal
Fremitus : Sterm fremitus kanan = kiri
Perkusi:
9
Kanan : sonor
Kiri : sonor
Auskultasi:
Kanan : Suara dasar vesikuler (+) normal, ekspirasi
memanjang (+), suara tambahan wheezing
(-), ronki basah kasar(-), ronki basah halus
( + )
Kiri : Suara dasar vesikuler (+) normal, ekspirasi
memanjang (+), suara tambahan wheezing
(-), ronki basah kasar(-), ronki basah
halus(+)
Belakang:
Inspeksi:
Statis : normochest, simetris kanan kiri, retraksi (-)
Dinamis : simetris, retraksi (-), pergerakan paru simetris
Palpasi:
Statis : simetris, sela iga melebar (+), retraksi (-),
tidak ada yang tertinggal
Dinamis : Pengembangan paru simetris, tidak ada yang
tertinggal
Fremitus : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi:
Kanan : sonor
Kiri : sonor
Auskultasi:
Kanan : Suara dasar vesikuler (+), ekspirasi
memanjang (+), suara tambahan Wheezing
(-),ronki basah kasar (-), ronki basah halus
(+)
Kiri : Suara dasar vesikuler (+), ekspirasi
memanjang (+), suara tambahan wheezing
10
(-), ronki basah kasar(-), ronki basah halus
(+)
13. Punggung
Kifosis(-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok costovertebra (-)
14. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada,
spider nevi (-), sikatriks (-), striae (-)
Auskultasi : peristaltik(+) normal, Bising usus (+) normal
Perkusi : pekak beralih (-), pekak sisi (-), timpani di semua
kuadran abdomen, pekak pada hipokondrium dextra
Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrik (+), hepar teraba 3 cm
dibawah arkus costa, lien tidak teraba, nyeri menjalar ke
punggung (-), turgor kulit kembali cepat
15. Genitourinaria
Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-)
16. Kelenjar getah bening
Tidak membesar
17. Ekstremitas
Akral dingin ektremitas atas (-/-) ektremitas bawah (-/-) Oedem
ektremitas atas (-/-) ektremitas bawah (-/-)
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Hematologi
Darah Rutin (06-11-2012)
11
12
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Lekosit 7,81 3,8 – 10,6
Eritrosit 4,49 4,4 – 5,9
Hemoglobin L 12,80 13,2 – 17,3
Hematokrit L 38,20 40 – 52
MCV 85,10 80 – 100
MCH 28,50 26 – 34
MCHC 33,50 32 – 36
Trombosit 235 150 – 440
RDW 14,00 11,5 – 14,5
Eosinofil absolute L 0,04 0,045 – 0,44
Basofil absolute 0,02 0 – 0,02
Neutrofil absolute 5,54 1,8 – 8
Limfosit absolute 1,49 0,9 – 5,2
Monosit absolute 0,50 0,16 – 1
Eosinofil L 0,50 2 – 4
Basofil 0,30 0 – 1
Neutrofil H 70,90 50 – 70
Limfosit L 19,10 25 – 40
Monosit H 9,20 2 – 8
Kimia Klinik (Serum)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Glukosa Sewaktu 115 <125
SGOT 21 0-35
SGPT 17 0-35
Albumin 5,2 3,2-5,2
Mikrobiologi
Pemeriksaan Tanggal (08-11-2012)
BTA Sputum :
Sewaktu : Negatif
Pagi : Negatif
Sewaktu : Negatif
B. Foto thoraks (07-11-2012)
Cor : Apex cordis bergeser kelatero caudal
Pulmo :Corakan vascular kasar
Bercak kesuramanpada kedua parahiler dan paracardial
13
Chepalisasi
Diafragma : Normal
Sinus Costophrenicus : Suram
Kesan :Cor = Cardiomegali
Pulmo = Suspect oedema pulmo
C. EKG (08 November 2012)
KETERANGAN:
• Irama : Reguler
• Frekuensi : 1500/kotak kecil=1500/15=100 x/menit Normal
• Sinus : Normosinus
14
• Gel.P : 0,04 x 2 kotak kecil = 0,08 sec
• Gel.QRS : 0,04 x 3 kotak kecil = 0,12 sec
• Gel.T : Normal
• Interval PR : 0,04 x 3 kotak kecil = 0,12 sec
• Interval ST : ST depresi
• Abnormalitas : ST depresi
IV. Resume
Pasien datang ke IGD RS Tugurejo dengan keluhan sesak nafas. Sesak
nafas dirasakan terus menerus sejak ± 1 bulan SMRS namun pasien masih bisa
menahan sesak yang dirasakan. Selain sesak nafas pasien juga mengeluhkan
batuk berdahak kadang - kadang berwarna putih.
± 1 minggu SMRS Sesak nafas yang dirasakan semakin lama
semakin berat terutama saat beraktivitas sampai mengganggu aktivitas
dan pekerjaannya. Pasien juga mengatakan sesak yang dirasakan lebih berat
bila berbaring terlentang, dan sesak yang dirasakan terasa lebih ringan saat
beristirahat dengan bantal tinggi atau setengah duduk, pasien juga
mengatakan lebih nyaman duduk daripada berbaring. pasien juga sering
terbangun malam hari ketika tidur karena sesak nafas. Selain itu pasien
juga mengeluhkan pusing, mual, badan lemah, badan gemetaran, selain itu
pasien juga mengeluhkan nyeri uluhati, nyeri dada.
± 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien masih merasakan keluhan
yang sama, keluhan sesak nafas yang dirasakan bertambah berat tanpa
beraktivitas pasien sudah merasakan sesak, pasien juga mengeluhkan susah tidur
karna sesaknya, selain sesak pasien juga masih mengeluhkan batuk Berdahak,
batuk juga sering terjadi pada malam hari, nyeri dada, nyeri uluhati, pusing,
mual, badan terasa lemah dan gemetaran. pasien belum pernah memeriksakan
penyakitnya ke dokter.
Pasien adalah seorang pegawai disebuah bengkel jok mobil, pasien
mengatakan kesehariannya sering terpapar oleh debu dari potongan busa jok
mobil dan serbuk dari kayu, pasien juga mengatakan perokok berat.
15
pemeriksaan fisik tanggal 8 Desember 2012 didapatkan keadaan umum
pasien sakit sedang kesadaran compos mentis, gizi kesan cukup. Tensi = 150/90
mmHg, nadi 88 kali/menit, frekuensi nafas 24 kali/menit, dan suhu peraksiler
36,5 °C. BMI = 19,36 dengan kesan normoweight. Pemeriksaan fisik tanggal 8
Desember 2012 didapatkan Sianosis, Pursed lips breathing, peningian
tekanan vena jugularis, otot bantu nafas, bentuk dada Barrel chest, sela iga
melebar, ekspirasi memanjang, ronki basah halus pada kedua paru, pekak
pada hipokondrium dextra, nyeri tekan epigastrik, hepar teraba 3 cm
dibawah arkus costa, batas jantung kesan melebar ke kaudolateral.
Pemeriksaan laboratorium tanggal 6 Desember 2012 didapatkan Hemoglobin L
12,80, Hematokrit L 38,20, Eosinofil absolute L 0,04, Eosinofil L 0,50,
Neutrofil H 70,90, Limfosit L 19,10, Monosit H 9,20. Pemeriksaan foto thorak
didapatkan kardiomegali dan oedema pulmo.
V. Daftar Abnormalitas
Anamnesis
1. Sesak nafas 1 bulan
2. Dispneu d’effort
3. Orthopneu
4. Paroximal nocturnal dispneu
5. Batuk berdahak
6. Badan lemah
7. Badan gemetaran
8. Pusing
9. Mual
10. Nyeri uluhati
11. Nyeri dada
12. Perokok berat sejak umur 20 tahun
13. Sering terpapar oleh serbuk potongan busa dan kayu
16
Pemeriksaan Fisik
14. TD 150/90 mmHg
15. Sianosis
16. Pursed - lips breathing
17. Otot bantu nafas (+)
18. Peningkatan vena jugularis
19. Barrel chest
20. Kardiomegali
21. ICS melebar
22. Ekspirasi memanjang
23. RBH (+/+)
24. Nyeri tekan uluhati
25. Hepar teraba
Pemeriksaan Penunjang
26. Kardiomegali
27. Oedema pulmo
DAFTAR ABNORMALITAS
1. Abnormalitas 1,3,4,5,10,11,12,13,15,16,17,18,19,21,22,23,24,25
PPOK
2. Abnormalitas 1,2,3,4,5,6,7,11,14,15,17,18,20,21,23,24,25,26,27
CHF NIHA IV
3. Abnormalitas 7,8,14Hipertensi Grade I JNC 7
DAFTAR MASALAH
1. PPOK
2. CHF NIHA IV
3. Hipertensi Grade I JNC 7
17
Rencana Pemecahan Masalah
Problem I. PPOK
Assesment
Ass. Komplikasi:
- Gagal nafas
- Infeksi berulang
- Gagal jantung
Ass. Faktor risiko
- Usia
- Riwayat Merokok
- Riwayat terpajan polusi udara
- Riwayat infeksi salurang nafas bawah berulang
- Hipereaktiviti bronkus
ass. Etiologi :
- Infeksi Sistemik
- Bronkopneumoni
- TB Paru
Ip Dx :
- Darah rutin
- Foto toraks
- Spirometri
- Uji bronkodilator
- Pemeriksaan faal paru
- EKG
- BTA putum (SPS)
Ip Tx :
- Nonfarmakologis
- Istirahat
- Diet nasi biasa tinggi kalori tinggi protein.
- Farmakologis
- O2 3L / menit Nasal kanul
- IVFD RL 8 tpm
18
- Injeksi ceftriaxon 1 x 2 gr IV
- Salbutamol 3 x 1 mg tab PO
- Nebulizer combivent dan fulmicort jika sesak
IpMx :
Keadaan umum
Tanda tanda Vital
Ip Ex
Memberikan penjelasan kepada penderita mengenai penyakit yang
diderita dan penatalaksanaannya
Edukasi pasien untuk menghindari faktor resiko
Meminum obat yang diberikan secara teratur
Problem II.CHF NYHA IV
Assesment
Ass.Komplikasi
- Syok kardiogenik,
- Trombosis vena dalam
- Edema paru
Ass.Faktor risiko
- Infeksi sistemik,
- Infeksi paru paru,
- Emboli paru
Ass.Etiologi:
- Infarkmiokardium(gg.kontraktilitas),
- Penyakit jantung rematik
- Penyakit jantung hipetensi
- Stenosisaorta,
- regurgitasiaorta,
- defekseptum
Ass.Penatalaksanaan
Non Farmakologis
- Oksigen
19
- Istirahat
- Olah raga teratur
Farmakologis
- Tujuan: untuk mengurangi afterload dan preload
First line drugs; diuretic
- Tujuan: mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan
mengurangi kongesti pulmonal pada disfungsi diastolic.
- Obatnya adalah: thiazide diuretics untuk CHF sedang, loop
diuretic, metolazon (kombinasi dari loop diuretic untuk
meningkatkan pengeluaran cairan), Kalium-Sparing diuretic
Second Line drugs;
ACE inhibitor
Tujuan; membantu meningkatkan COP dan menurunkan
kerjajantung.Obatnya adalah:
- Digoxin; meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan
untuk kegagalan diastolic yang mana dibutuhkan pengembangan
ventrikel untuk relaksasi
- Hidralazin; menurunkan afterload pada disfungsi sistolik.
- Isosorbide dinitrat; mengurangi preload dan afterload untuk
disfungsi sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.
- Calsium Channel Blocker; untuk kegagalan diastolic,
meningkatkan relaksasi dan pengisian ventrikel (jangan dipakai
pada CHF kronik).
- Beta Blocker; sering dikontraindikasikan karena menekan respon
miokard. Digunakan pada disfungsi diastolic untuk mengurangi
HR, mencegah iskemi miocard, menurunkan TD, hipertrofi
ventrikel kiri.
IP.DX
1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan
aksis, iskemia dan kerusakan pola.
2. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi
atrium, ventrikel hipertrofi, disfungsi pentyakit katub jantung.
20
3. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam
pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulnonal.
4. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan
gerakan jantung.
5. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi
dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri,
stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri
koroner.
6. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau
penurunan fungsi ginjal, terapi diuretic.
7. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika
CHF memperburuk PPOM.
8. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-
jaringan jantung,missal infark miokard (Kreatinin
fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH,
isoenzim LDH).
9. Ureum & Kreatinin
IP.Tx:
R/infus RL 8 tpm
O2 3 Nasul Kanul
ISDN 3 x 10 mg IV
Aspilet 1 x 80 mg IV
Digoxin 2 x 1/2 tab (0,125 mg) po
Furosemid 2 x 40 mg PO
IP.MX
- Urin tampung
- KU
- TTV
IP.EX
- Jangan stress,
- makan teratur,
21
- istirahat yang cukup,
- diit rendah garam, rendah kolesterol
Problem III.Hipertensi Grade I JNC 7
Asessment
- Ass. Komplikasi
- Jantung : hipertrofi ventrikel kiri, angina/infark miokard, gagal
jantung
- Otak : stroke
- Penyakit ginjak kronis
- Penyakit arteri perifer
- Retinopati
- Ass. Etiologi
- Tidak diketahui penyebabnya (esensial)
- Sekunder : karena penyakit lain (penyakit ginjal, renovaskular,
hiperaldosteron)
- Ass. Faktor risiko
- Riwayat hipertensi dalam keluarga
- Jarang olahraga
- Merokok
- Pola hidup tidak sehat
- Ass. Penatalaksanaan
Non farmakologis : menghentikan merokok, menurunkan berat
badan berlebih, menurunkan konsumsi alcohol berlebih, latihan fisik,
menurunkan asupan garam, meningkatkan konsumsi buah dan sayur
serta menurunkan asupan lemak.
Farmakologis :
Antihipertensi
o Diuretika, terutama jenis thiazide atau aldosteron antagons
o Beta blocker
o Calcium antagonis
o Angiotensin converting Enzme Inhibitor (ACEI)
22
o Angiotensin receptor blocker (ARB)
Analgetik
Ip.Dx :
- Pemeriksaan tekanan darah- Darah rutin- Kimia darah- EKG- Funduskopi
Ip.Tx :
- Furosemid 2x40 mg PO- candesartan 1x 16 mg. PO- Asama mefenamat 3x500mg PO
Ip.Mx :
KU, TTV
Ip.Ex :
- Menghentikan merokok- Menurunkan asupan garam- Meningkatkan asupan buah, sayur serta menurunkan asupan lemak- Olahraga teratur
23
VI. ALUR KETERKAITAN MASALAH
24
Sesak nafas MK :Sesak nafas, batuk berdahak, nyeri dada, nyeri uluhati.
PF : Sianosis, orthopneu,
Purse liph breathing, ICS
melebar, RBH (+/+)
Faktor resiko : Kebiasaan
Merokok sejak usia ±20 th
Sering terpapar debu / serbuk potngn busa
Foto thoraksPPOK
MK : Sesak nafas,
nyeri dada, nyeri
uluhati, Badan lemah,
Badan gemetaran
PF : Nyeri tekan uluhati, sianosis, ics melebar, orthopneu
PP : foto thoraks
Hasil : Kardiomegali, oedema pulmo
CHF NYHA IV
MK: Pusing, Mual
PF : TD 150/90
Hipertensi Grade I
TERAPI
V. Progress Note
Problem 1. PPOK
1. 09 November 2012
1. S :Pusing (+), batuk (+), sesak (+), nyeri uluhati saat batuk (+), nyeri
dada (+), badan terasa lemas (+), mual (+), badan gemeteran (+)
2. O:
a. KU : CM, tampak sesak
b. TV : TD : 130/90 mmHg RR : 20x/menit HR : 100x/menit
c. Kepala : Mesochepal
d. Mata : C.P.A : (+/+), SI (-/-)
e. Hidung : Nafas cuping hidung -
f. Mulut : sianosis (+)
g. Thorax : ICS melebar, BJ I-II reguler, SD Vesikuler (+ / +),
ekspirasi memanjang (+) RBH (+/+)
h. Abdomen : Nyeri Tekan Epigastrium (+) , Peristaltik (+) N,
Hepar teraba 3 cm dibawah arcus costa
i. Ekstreminitas : DBN
3. A : PPOK
4. P :
- Nonfarmakologis
- Istirahat
- Diet nasi biasa tinggi kalori tinggi protein.
- Farmakologis
- O2 3L / menit Nasal kanul
- IVFD RL 8 tpm
- Injeksi ceftriaxon 1 x 2 gr IV
- Salbutamol 3 x 1 mg tab PO
- Nebulizer combivent dan fulmicort jika sesak
25
2. 10November 2012
1. S :Pusing (+), batuk (+) dahak (+) tetapi tidak bisa keluar, sesak
nafas(+) berkurang, nyeri uluhati saat batuk (+),nyeri dada (+)
berkurang, badan terasa lemas (+), mual (+), badan gemeteran (+)
2. O:
a. KU : CM, tampak sesak
b. TV : TD : 120/80 mmHg RR : 28x/menit HR : 100x/menit
c. Kepala : Mesochepal
d. Mata : C.P.A : -/-, SI -/-
e. Hidung : Nafas cuping hidung -
f. Mulut : sianosis + berkurang
g. Thorax : ICS melebar, BJ I-II reguler, SD Vesikuler + / +,
ekspirasi memanjang (+), RBH +/+
h. Abdomen : Nyeri Tekan Epigastrium (+) , Peristaltik (+) N,
Hepar teraba 3 cm dibawah arcus costa
i. Ekstreminitas : DBN
3. A : PPOK
4. P :Lanjut tetap
3. 11 November 2012
1. S :Pusing (+), batuk (+) berkurang, dahak (+) tetapi tidak bisa
keluar, sesak nafas(+) berkurang, nyeri uluhati saat batuk (+)
berkurang, nyeri dada (-), badan terasa lemas (+), mual (+), badan
gemeteran (+) berkurang
2. O:
a. KU : CM, tampak sesak
b. TV : TD : 110/90 mmHg RR : 24x/menit HR : 92x/menit
c. Kepala : Mesochepal
d. Mata : C.P.A : -/-, SI -/-
e. Hidung : Nafas cuping hidung -
f. Mulut : sianosis -
26
g. Thorax : ICS melebar, BJ I-II reguler, SD Vesikuler + / +,
ekspirasi memanjang (+), Ronkhi +/+
h. Abdomen : Nyeri Tekan Epigastrium (+), Peristaltik (+) N,
Hepar teraba 3 cm dibawah arcus costa
i. Ekstreminitas : DBN
3. A :PPOK
4. P :Terapi tetap
4. 12 November 2012
1. S :Pusing (+) berkurang, batuk (+) berkurang, sesak (+) berkurang,
nyeri uluhati saat batuk (+) berkurang
2. O:
a. KU : CM, Baik
b. TV : TD : 130/80 mmHg RR : 18x/menit HR : 88x/menit
c. Kepala : Mesochepal
d. Mata : C.P.A : -/-, SI -/-
e. Hidung : Nafas cuping hidung -
f. Mulut : sianosis -
g. Thorax :ICS melebar, BJ I-II reguler, SD Vesikuler + / +, ronkhi
-/-
h. Abdomen : Nyeri Tekan Epigastrium (+) , Peristaltik (+) N, hepsr
teraba 3 cm dibawah arcus costa
i. Ekstreminitas : DBN
3. A :PPOK
4. P :Terapi lanjut
27
Problem 2 CHF NYHA IV
1. 09 November 2012
1. S :Pusing (+), sesak (+), nyeri uluhati (+), nyeri dada (+), badan
terasa lemas (+), mual (+), badan gemeteran (+)
2. O:
1. KU : CM, tampak sesak
2. TV : TD : 130/90 mmHg RR : 20x/menit HR : 100x/menit
3. Kepala : Mesochepal
4. Mata : C.P.A : (+/+), SI (-/-)
5. Hidung : Nafas cuping hidung -
6. Mulut : sianosis (+)
7. Thorax : ICS melebar, BJ I-II reguler, SD Vesikuler (+ / +), RBH
(+/+)
8. Abdomen : Nyeri Tekan Epigastrium (+) , Peristaltik (+) N,
Hepar teraba 3 cm dibawah arcus costa
9. Ekstreminitas : DBN
3. A : CHF NYHA IV
4. P :
- R/infus RL 8 tpm
- O2 3 Nasul Kanul
- ISDN 3 x 10 mg IV
- Aspilet 1 x 80 mg IV
- Digoxin 2 x 1/2 tab (0,125 mg) po
- Furosemid 2 x 40 mg PO
2. 10 November 2012
1. S :Pusing (+), sesak (+) berkurang, nyeri uluhati (+), nyeri dada (+)
berkurang, badan terasa lemas (+), mual (+), badan gemeteran (+)
2. O:
a. KU : CM, tampak sesak
b. TV : TD : 120/80 mmHg RR : 20x/menit HR : 100x/menit
c. Kepala : Mesochepal
28
d. Mata : C.P.A : (-/-), SI (-/-)
e. Hidung : Nafas cuping hidung -
f. Mulut : sianosis (+) berkurang
g. Thorax : ICS melebar, BJ I-II reguler, SD Vesikuler (+ / +), RBH
(+/+)
h. Abdomen : Nyeri Tekan Epigastrium (+) , Peristaltik (+) N,
Hepar teraba 3 cm dibawah arcus costa
i. Ekstreminitas : DBN
3. A : CHF NYHA IV
4. P :Terapi tetap
3. 11 November 2012
1. S :Pusing (+), sesak (+)berkurang, nyeri uluhati (+) berkurang, nyeri
dada (-) berkurang, badan terasa lemas (+), mual (+), badan
gemeteran (+) berkurang
2. O:
a. KU : CM, tampak sesak
b. TV : TD : 110/90 mmHg RR : 20x/menit HR : 100x/menit
c. Kepala : Mesochepal
d. Mata : C.P.A : (-/-), SI (-/-)
e. Hidung : Nafas cuping hidung -
f. Mulut : sianosis (-)
g. Thorax : ICS melebar, BJ I-II reguler, SD Vesikuler (+ / +), RBH
(+/+)
h. Abdomen : Nyeri Tekan Epigastrium (+) , Peristaltik (+) N,
Hepar teraba 3 cm dibawah arcus costa
i. Ekstreminitas : DBN
3. A : CHF NYHA IV
4. P :Terapi tetap
29
4. 12 November 2012
1. S :Pusing (+) berkurang, sesak (+)berkurang, nyeri uluhati (+)
berkurang.
2. O:
a. KU : CM, tampak sesak
b. TV : TD : 130/80 mmHg RR : 20x/menit HR : 100x/menit
c. Kepala : Mesochepal
d. Mata : C.P.A : (-/-), SI (-/-)
e. Hidung : Nafas cuping hidung -
f. Mulut : sianosis (-)
g. Thorax : ICS melebar, BJ I-II reguler, SD Vesikuler (+ / +), RBH
(-/-)
h. Abdomen : Nyeri Tekan Epigastrium (+) , Peristaltik (+) N,
Hepar teraba 3 cm dibawah arcus costa
i. Ekstreminitas : DBN
3. A : CHF NYHA IV
4. P :Terapi tetap
Problem 3 HIPERTENSI GRADE I JNC 7
1. 09 November 2012
1. S :Pusing (+), sesak (+),nyeri dada (+), badan terasa lemas (+), mual
(+), badan gemeteran (+)
2. O:
a. KU : CM, tampak sesak
b. TV : TD : 130/90 mmHg RR : 20x/menit HR : 100x/menit
c. Kepala : Mesochepal
d. Mata : C.P.A : (+/+), SI (-/-)
e. Hidung : Nafas cuping hidung -
f. Mulut : sianosis (+)
g. Thorax : ICS melebar, BJ I-II reguler, SD Vesikuler (+ / +), RBH
(+/+)
30
h. Abdomen : Nyeri Tekan Epigastrium (+) , Peristaltik (+) N,
Hepar teraba 3 cm dibawah arcus costa
i. Ekstreminitas : DBN
3. A : HIPERTENSI GRADE I JNC 7
4. P :
- Furosemid 2x40 mg PO- candesartan 1x 16 mg. PO- Asama mefenamat 3x500mg PO
2. 10 November 2012
1. S :Pusing (+), sesak (+) berkurang, nyeri dada (+) berkurang, badan
terasa lemas (+), mual (+), badan gemeteran (+)
2. O:
a. KU : CM, tampak sesak
b. TV : TD : 120/80 mmHg RR : 20x/menit HR : 100x/menit
c. Kepala : Mesochepal
d. Mata : C.P.A : (-/-), SI (-/-)
e. Hidung : Nafas cuping hidung -
f. Mulut : sianosis (+) berkurang
g. Thorax : ICS melebar, BJ I-II reguler, SD Vesikuler (+ / +), RBH
(+/+)
h. Abdomen : Nyeri Tekan Epigastrium (+) , Peristaltik (+) N,
Hepar teraba 3 cm dibawah arcus costa
i. Ekstreminitas : DBN
3. A : HIPERTENSI GRADE I JNC 7 TERKONTROL
4. P :Terapi tetap
3. 11 November 2012
1. S :Pusing (+), sesak (+)berkurang, nyeri dada (-) berkurang, badan
terasa lemas (+), mual (+), badan gemeteran (+) berkurang
2. O:
a. KU : CM, tampak sesak
31
b. TV : TD : 110/90 mmHg RR : 20x/menit HR : 100x/menit
c. Kepala : Mesochepal
d. Mata : C.P.A : (-/-), SI (-/-)
e. Hidung : Nafas cuping hidung -
f. Mulut : sianosis (-)
g. Thorax : ICS melebar, BJ I-II reguler, SD Vesikuler (+ / +), RBH
(+/+)
h. Abdomen : Nyeri Tekan Epigastrium (+) , Peristaltik (+) N,
Hepar teraba 3 cm dibawah arcus costa
i. Ekstreminitas : DBN
3. A : HIPERTENSI GRADE I JNC 7 TERKONTROL
4. P :Terapi tetap
4. 12 November 2012
1. S :Pusing (+) berkurang, sesak (+) berkurang,
2. O:
a. KU : CM, tampak sesak
b. TV : TD : 130/80 mmHg RR : 20x/menit HR : 100x/menit
c. Kepala : Mesochepal
d. Mata : C.P.A : (-/-), SI (-/-)
e. Hidung : Nafas cuping hidung -
f. Mulut : sianosis (-)
g. Thorax : ICS melebar, BJ I-II reguler, SD Vesikuler (+ / +), RBH
(-/-)
h. Abdomen : Nyeri Tekan Epigastrium (+) , Peristaltik (+) N,
Hepar teraba 3 cm dibawah arcus costa
i. Ekstreminitas : DBN
3. A : HIPERTENSI GRADE I TERKONTROL
4. P :
- Furosemid 2 x 40 mg po
32
PEMBAHASAN
Penyakit Paru Obstrutif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif
nonreversibel atau reversibel parsial., bersifat progresif, biasanya disebabkan
oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang
dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah
dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari
pembakaran, dan partikel gas berbahaya.
Diagnosis dibuat berdasarkan:
a. Anamnesis:
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan
lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap
rokok dan polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
di leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
33
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan rutin:
a. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP (%).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%
(VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,
APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif
dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari
20%
b. Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 -
20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,
perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
c. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit.
34
Normal Hyperinflation
d. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain.
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
Pada bronkitis kronik :
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular
shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus
menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi
dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan
pembuluh darah pulmonal, dan penambahan cortakan ke distal.
Gambar 2. Peredaan paru normal dan hiperinflasi pada foto thoraks.
Dari anamnesis pasien ini Ditemukan adanya sesak napas yang
dipengaruhi aktivitas (Dispneu d’effort), sesak semakin hebat pada malam hari
(paroksisimal nocturnal dyspnea), batuk berdahak, nyeri uluhati, nyeri dada. Dari
riwayat kebiasaan pasien seing terpapar oleh debu dan pasien merupakan seorang
perokok berat. Sedangkan dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya, sianosis,
terlihat otot bantu nafa, barrelchest, ICS melebar, ronki basah halus pada kedua
basal pau, nyeri tekan uluhati, hepar teraba. Dari pemeriksaan penunjang
ditemukan oedem pulmo.
35
Gagal jantung adalah sindroma klinis ditandai oleh sesak napas dan fatik
(saat istirahat atau saat aktivitas ) yang disebabkan oleh kelaianan struktur atau
fungsi jantung. Apabila gagal jantung kanan dan kiri terjadi pada saat yang
bersamaan maka disebut dengan gagal jnatung kongestif.. Pada hipertensi lama
dan berat terjadi kelebihan beban akhir yang harus dihadapi ventrkel kiri yang
menyebabkan gangguan (disfungsi sistolik). Sebagai akibat gangguan
kontraktilitas, isi sekuncup ventrikel berkurang dan timbulah gejala penurunan
curah jantung. Pengosongan ventrikel yang tidak sempurna selanjutnya
menyebabkan peningkatan volume diastolik, akibatnya juga terjadi peningkatan
tekanan. Kenaikan tekanan diastolik ini akan diteruskan secara retrograd ke atrium
kiri kemudian ke vena da kapiler paru. Kenaiakan tekanan hidrostatik paru bila
cukup tinggi (melebihi 20 mmHg) akan menyebabkan transudasi cairan ke dalam
interstisium paru dan dan menyebabkan keluhan- keluahn kongesti paru. Pada
fase ini maka akan didapatkan gejala-gejala gagal jantung kiri yaitu dyspnoe de
effort, ortopneu, paroksimal nocturnal dyspnoe, edema paru, ronki paru, dan batuk
malam hari . Selanjutnya kenaikan tekanan diastolik akan diteruskan ke ventrikel
kanan, atrium kanan dan selanjutnya timbul bendungan pada vena sistemik dan
tanda-tanda gagal jantung kanan yaitu peninggian vena jugularis, hepatomegali,
edema pretibial dll.
Gagal jantung kongestif (CHF) dibagi menjadi 4 klasifikasi menurut NYHA yaitu
1. NYHA I : Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan.
2. NYHA II : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat atau
aktifitas sehari-hari.
3. NYHA III : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa
keluhan.
4. NYHA IV : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas
apapun dan harus tirah baring.
Dalam praktek sehari-hari, diagnosa gagal jantung kongestif dapat
ditegakkan dengan merujuk pada kriteria Framingham. Skor Farmingham
untuk pasien ini saat ini :
36
Kriteria Mayor
Paroxysmal nocturnal dyspneu (+)
Distensi vena leher (+)
Ronkhi paru (+)
Kardiomegali (+)
Edema paru akut (+)
Gallop S3 (-)
Peninggian tekanan vena jugularis (+)
Refluks hepatojugular (-)
Kriteria Minor
Edema ekstremitas (-)
Batuk malam hari (+)
Dispneu d’effort (+)
Hepatomegali (+)
Efusi pleura (-)
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal (-)
Takikardi (>120 x/menit) (+)
Diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan dari 2 kriteria major; atau 1
kriteria major dan 2 kriteria minor.
Dari anamnesis pasien ini Ditemukan adanya sesak napas yang
dipengaruhi aktivitas (Dispneu d’effort), sesak semakin hebat pada malam hari
(paroksisimal nocturnal dyspnea) dan os tidur dengan bantal tinggi serta lebih
nyaman duduk daripada berbaring (orthopnea), batuk dan nyeri dada. Dari riwayat
kebiasaan pasien seing terpapar oleh debu dan pasien merupakan seorang perokok
berat. Sedangkan dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya, tekanan darah 150/90
mmHg, sianosis, peningkatan vena jugularis, ICS melebar, kardiomegali, ronki
basah halus pada kedua basal paru. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan
kardiomegali, oedema pulmo
Hipertensi merupakan pengukuran tekanan darah di atas skala normal
(120/80 mmHg). Menurut JNC 7, tekanan darah dibagi dalam tiga klasifikasi
yakni normal, pre-hipertensi, hipertensi stage 1, dan hipertensi stage 2 Klasifikasi
ini berdasarkan pada nilai rata-rata dari dua atau lebih pengukuran tekanan darah
37
yang baik, yang pemeriksaannya dilakukan pada posisi duduk dalam setiap
kunjungan berobat. Berikut klasifikasi hipertensi
KlasifikasiTekanan Darah
TDS*mmH
g
TDD*mmHg
Modifikasi
Gaya Hidup
Obat Awal
TanpaIndikasi
Dengan Indikasi
Normal < 120 < 80 Anjuran Tidak Perlu menggunakan obat antihipertensi
Gunakan obat yang spesifik dengan indikasi (resiko). ‡
Pre-Hipertensi 120-139
80-89 Ya
HipertensiStage 1
140-159
90-99 Ya Untuk semua kasus gunakan diuretik jenis thiazide, pertimbangkan ACEi, ARB, BB, CCB, atau kombinasikan
Gunakan obat yang spesifik dengan indikasi (resiko).‡Kemudian tambahkan obat antihipertensi (diretik, ACEi, ARB, BB, CCB) seperti yang dibutuhkan
HipertensiStage 2
>160 >100 Ya Gunakan kombinasi 2 obat (biasanya diuretik jenis thiazide dan ACEi/ARB/BB/CCB
Berdasarkan anamnesis pasien sebelumnya tidak tahu jika pasien punya
hipertensi karena pasien tidak pernah control, pasien mempunyai resiko hipertensi
karena pasien seorang perokok berat. Pada pemeriksaan fisik tekanan darah awal
didapatkan 150/90 mmHg maka pasien tersebut termasuk kategori hipertensi
Grade I.
Penatalaksanaan terhadap pasien ini meliputi penatalaksaan farmakologis
dan non farmakologis. Penatalaksaan non farmakologis antara lain istirahat
dengan posisi setengah duduk, dan pemberian oksigen 3 liter jika sesak.
Pemberian oksigen ditujukan untuk mencukupi kebutuhan oksigen dan
mengurangi beban jantung. Untuk penatalaksanaan farmakologis dimulai dari
pemberian infuse RL 8 tpm, ISDN 2 x 10 mg tablet sebagai vasodilator, Aspilet
2x 80 mg tablet untuk mengurangi agregasi trombosit, Digoxin 2x1/2 tab 0,25 mg
meningkatkan kontraktilitas, furosemid 2 x 40 mg, dan antacid sirup 3 x 1 c.
Untuk penanganan PPOK digunakan infuse RL 8 tpm, Injeksi ceftriaxon 1x2 gr
IV, Salbutamol 3x1 mg tab, Nebulizer combivent dan fulmicort jika sesak,
Omeprazol 1x20 mg, dan antacid 3 x 1 c. Untuk penanganan hipertensi digunakan
furosemid 2x40 mg dan candesartan 1x 16 mg.
38
DASAR TEORI
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
Definisi Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Penyakit Paru Obstrutif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif
nonreversibel atau reversibel parsial., bersifat progresif, biasanya disebabkan
oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang
dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah
dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari
pembakaran, dan partikel gas berbahaya.
Epidemiologi
Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda
dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana
jika kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi
yang berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran
pernapasan. Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat
memberikan kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung
kepada jumlah dari partikel yang terinhalasi individu tersebut.Insidensi pada
pria lebih banyak daripada wanita. Namun akhir-akhir ini insiden pada wanita
meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah perokok wanita.
Faktor Risiko
Faktor resiko PPOK bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-
partikel iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya.
1. Asap rokok
Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala
respiratorik, abnormalitas fungsi paru dan mortalitas yang lebih tinggi
daripada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita PPOK
bergantung pada “dosis merokok” nya, seperti umur orang tersebut mulai
merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang
tersebut merokok.
39
Enviromental Tobacco Smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat
mengalami gejala-gejala respiratorik dan PPOK dikarenakan oleh partikel-
partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru
“terbakar”.
2. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)
3. Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan
Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang,
kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi
untuk memasak, pemanas, dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Ini
memungkinkan bahwa wanita di negara berkembang memiliki angka
kejadian yang tinggi terhadap kejadian PPOK.
4. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu
jalanan.
5. Infeksi saluran nafas berulang
6. Jenis kelamin
Dahulu, PPOK lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita.
Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi
dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini
dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Namun hal
tersebut masih kontoversial, maskipun beberapa penelitian mengatakan
bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena PPOK dibandingkan
perokok pria. Di negara berkembang wanita lebih banyak terkena paparan
polusi udara yang berasal dari asap saat mereka memasak.
7. Status sosioekonomi dan status nutrisi
8. Rendahnya intake dari antioksidan seperti vitamin A, C, E, kadang-kadang
berhubungan dengan peningkatan resiko terkena PPOK, meskipun banyak
penelitian terbaru menemukan bahwa vitamin C dan magnesium memiliki
prioritas utama.
9. Asma
10. Usia
11. Onset usia dari PPOK ini adalah pertengahan
12. Faktor Genetik
40
13. Faktor kompleks genetik dengan lingkungan menjadi salah satu penyebab
terjadinya PPOK, meskipun penelitian Framingham pada populasi umum
menyebutkan bahwa faktor genetik memberi kontribusi yang rendah dalam
penurunan fungsi paru.
Patofisiologi
Karakteristik PPOK adalah keradangan kronis mulai dari saluran napas,
parenkim paru sampai struktur vaskukler pulmonal. Diberbagai bagian paru
dijumpai peningkatan makrofag, limfosit T (terutama CD8) dan neutrofil. Sel-
sel radang yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai mediator seperti
Leukotrien B4, IL8, TNF yang mampu merusak struktur paru dan atau
mempertahankan inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi ada 2 proses lain
yang juga penting yaitu imbalance proteinase dan anti proteinase di paru dan
stres oksidatif.
Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas besar
(central airway), saluran napas kecil (periperal airway), parenkim paru dan
vaskuler pulmonal. Pada saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-sel radang
pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar yang mensekresi mukus membesar
dan jumlah sel goblet meningkat. Kelainan ini menyebabkan hipersekresi
bronkus. Pada saluran napas kecil terjadi inflamasi kronis yang menyebabkan
berulangnya siklus injury dan repair dinding saluran napas. Proses repair ini
akan menghasilkan struktural remodeling dari dinding saluran napas dengan
peningkatan kandungan kolagen dan pembentukan jaringan ikat yang
menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi kronis saluran pernapasan.
Pada parenkim paru terjadi destruksi yang khas terjadi pada emfisema
sentrilobuler. Kelainan ini lebih sering dibagian atas pada kasus ringan namun
bila lanjut bisa terjadi diseluruh lapangan paru dan juga terjadi destruksi
pulmonary capilary bed.
Perubahan vaskular pulmonal ditandai oleh penebalan dinding pembuluh
darah yang dimulai sejak awal perjalanan ilmiah PPOK. Perubahan struktur
yang pertama kali terjadi adalah penebalan intima diikuti peningkatan otot
polos dan infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel radang. Jika penyakit
41
bertambah lanjut jumlah otot polos, proteoglikan dan kolagen bertambah
sehingga dinding pembuluh darah bertambah tebal.
Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran
napas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan
sesak. Pada bronkitis kronik, saluran pernapasan yang berdiameter kecil
(<2mm) menjadi lebih sempit dan berkelok-kelok. Penyempitan ini terjadi
karena metaplasi sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena
hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru, penyempitan
saluran napas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru.
Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan:
Gambaran klinis
d. Anamnesis:
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan
lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap
rokok dan polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
e. Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
42
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
di leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan rutin:
a. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP (%).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%
(VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,
APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif
dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari
20%
b. Uji bronkodilator
43
Normal Hyperinflation
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 -
20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,
perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
b. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit.
c. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain.
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
Pada bronkitis kronik :
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular
shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus
menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi
dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan
pembuluh darah pulmonal, dan penambahan cortakan ke distal.
Gambar 2. Peredaan paru normal dan hiperinflasi pada foto thoraks.
Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
44
a. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti
Paru Total (KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat
- DLCO menurun pada emfisema
- Raw meningkat pada bronkitis kronik
- Sgaw meningkat
- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
b. Uji latih kardiopulmoner
- Sepeda statis (ergocycle)
- Jentera (treadmill)
- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
c. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil
PPOK terdapat hipereaktivitas bronkus derajat ringan.
d. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral
(prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari
selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 %
dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan
faal paru setelah pemberian kortikosteroid.
e. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
f. Radiologi
- CT - Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema
atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos.
- Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
g. Elektrokardiografi
45
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal
dan hipertrofi ventrikel kanan.
h. Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
i. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur
resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk
memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang
merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di
Indonesia.
j. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema
pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di
Indonesia.
Klasifikasi
Tabel 1. Klasifikasi PPOK
Klasifikasi
Penyakit
Gejala Spirometri
Ringan - Tidak ada gejala waktu istirahat atau
bila exercise
- Tidak ada gejala waktu istirahat
tetapi gejala ringan pada latihan
sedang (misal : berjalan cepat, naik
tangga)
VEP > 80%
prediksi
VEP/KVP < 75%
Sedang - Tidak ada gejala waktu istirahat
tetapi mulai terasa pada latihan /
kerja ringan (misal : berpakaian)
- Gejala ringan pada istirahat
VEP 30 - 80%
prediksi
VEP/KVP <
75%
Berat - Gejala sedang pada waktu istirahat VEP1<30%
46
- Gejala berat pada saat istirahat
- Tanda-tanda korpulmonal
prediksi
VEP1/KVP <
75%
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
a. Edukasi
Inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan
mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Secara umum bahan edukasi
yang harus diberikan adalah :
Pengetahuan dasar tentang PPOK
Obat-obatan, manfaat dan efek sampingnya
Cara pencegahan perburukan penyakit
Menghindari pencetus (merokok)
Penyesuaian aktifitas
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang
ireversibel.
Edukasi berdasarkan derajat penyakit:
Ringan
Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel
Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara
lain berhenti merokok
Segera berobat bila timbul gejala
Sedang
Menggunakan obat dengan tepat
Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini
Program latihan fisik dan pernapasan
Berat
47
Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi
Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan
Penggunaan oksigen di rumah
b. Obat-obatan
1. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator
dan disesuaikan dengan klasifikasi berat derajat penyakit.Pemilihan
bentuk obat diutamakan inhalasi (dihisap melalui saluran nafas),
nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.Pada
derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release)
atau obat berefek panjang (long acting).Macam-macam bronkodilator
adalah : golongan antikolinergik, golongan agonis beta-2, kombinasi
antikolinergik dan beta-2 dan golongan xantin.
2. Anti inflamasi
Digunakan apabila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral
(diminum) atau injeksi intravena (ke dalam pembuluh darah).Ini
berfungsi untuk menekan inflamasi yang terjadi.Dipilih golongan
metilpradnisolon atau prednison.
3. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan untuk
lini pertama adalah amoksisilin dan makrolid. Dan untuk lini kedua
diberikan amoksisilin dikombinasikan dengan asam klavulanat,
sefalosporin, kuinolon dan makrolid baru.
4. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup.
Digunakan N-asetilsistein, dan dapat diberikan pada PPOK dengan
eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.
5. Mukolitik (pengencer dahak)
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut, karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik
48
dengan sputum yang kental. Tetapi obat ini tidak dianjurkan untuk
pemakaian jangka panjang.
6. Antitusif
Diberikan dengan hati-hati.
c. Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
mengakibatkan kerusakan sel dan jaringan.Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi dalam
sel dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya.
d. Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal
napas akut, atau pada penderita PPOK derajat berat dengan gagal napas
kronik. Ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan intubasi atau
tanpa intubasi.
e. Nutrisi
Malnutrisi pada pasien PPOK sering terjadi, disebabkan karena
bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respiratorik yang
meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperaapni menyebabkan terjadinya
hipermetabolisme.
f. Rehabilitasi
Rehabilitasi PPOK bertujuan untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualitas hidup penderita dengan PPOK. Program ini dapat
dilaksanakan baik di luar maupun di dalam Rumah Sakit oleh suatu tim
Program rehabilitasi ini terdiri dari latihan fisik, psikososial dan latihan
pernapasan.
Prinsip Penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi
segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas.
Beberapa hal yang harus diperhatikan meliputi:
49
1. Diagnosis beratnya eksaserbasi
2. Terapi oksigen adekuat
Tujuan terapi oksigen adalah untuk memperbaiki hipoksemi dan
mencegah keadaan yang mengancam jiwa. Sebaiknya dipertahankan
PaO2> 60 mmHg atau Sat O2> 90%, evaluasi ketat hiperkapnoe. Bila
terapi oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigen adekuat, harus
gunakan ventilasi mekanik, bila tidak berhasil gunakan intubasi.
3. Pemberian obat-obatan yang adekuat
Antibiotik
Bronkodilator
Kortikosteroid
4. Tidak terlalu diberikan tergantung derajat eksaserbasi. Pada
eksaserbasi derajat sedang diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2
minggu, pada derajat berat diberikan intravena. Pemerian lebih dari 2
minggu tidak memberikan hasil yang lebih baik, tetapi banyak
menimbulkan efek samping.
5. Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan
hipoksemia berkepanjangan, dan menghindari kelelahan otot bantu
napas.
6. Ventilasi mekanik
7. Kondisi lain yang berkaitan
Monitor balans cairan elektrolit
Pengeluaran sputum
Gagal jantung aritmia.
Evaluasi ketat progresivitas penyakit
50
Congestive Heart Failure (CHF)
Definisi
Gagal jantung adalah keadaan (kelainan) patofisiologi berupa sindroma
klinik. Diakibatkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memenuhi cardiac
output/ CO yang cukup untuk melayani kebutuhan jaringan tubuh akan 02 dan
nutrisi lain meskipun tekanan pengisian (filling pressure atau volume diastolik)
telah meningkat
Dalam keadaan normal jantung dapat memenuhi CO yang cukup stiap
waktu, pada gagal jantung ringan keluhan baru timbul pada beban fisik yang
meningkat, pada gagal jantung berat keluhan sudah timbul pada keadaan istirahat.
Jantung mengalami kegagalan (dekompensatio) apabila berbagai
mekanisme sudah berlebihan (yaitu retensi garam dan air, meningkatnya resistensi
perifer, hipertrofi miokard, dilatasi ventrikel, meningkatnya tekanan atria,
meningkatnya kekuatan kontraksi) tetapi jantung tidak mempertahankan
fungsinya dengan cukup.
Gagal jantung merupakan akhir dari suatu continuum, proses yang
berkesinambungan, dimulai dari terdapatnya penyakit jantung tanpa kelainan
hemodinamik, kemudian berlanjut dengan fase preklinik dimana sudah didapati
keluhan dan tanda-tanda gagal jantung (symptomand sign).
Etiologi
Penyebab reversible dari gagal jantung antara lain: aritmia (misalnya:
atrial fibrillation), emboli paru-paru (pulmonary embolism), hipertensi maligna
atau accelerated, penyakit tiroid (hipotiroidisme atau hipertiroidisme), valvular
heart disease, unstable angina, high output failure, gagal ginjal, permasalahan
yang ditimbulkan oleh pengobatan (medication-induced problems), intake
(asupan) garam yang tinggi, dan anemia berat.
Menurut penyebabnya gagal jantung dibagi berdasarkan :
1. Myocardial damage
a. Ischemic Heart Disease (IHD) difus atau regional
b. Miokarditis : viral, demam rematik, bakterial, fungal
51
c. Kardiomiopati : kardiomiopati iskemik, kardiomiopati diabetik,
kardiomiopati periapartal, kardiomiopati hipertensi (HHD), idiopathic
hypertrophic subortic stenosis.
2. Beban ventrikel yang bertambah
a. beban tekanan / pressure overload
- hipertensi sistemik
- koarktasio aorta
- aorta stenosis
- pulmonal stenosis
- hipertensi pulmonal pada PPOK atau hipertensi pulmonal primer
b. Beban volume / volume overload
- Mitral regurgitasi
- Aorta regurgitasi
- Ventricular septal defect (VSD)
- Atrial septal defect (ASD)
- Patent ductus arteriosus (PDA)
c. Restriksi dan obstruksi pengisisan ventrikel
- Mitral stenosis
- Triskupid stenosis
- Tamponade jantung
- Atrial miksoma
- Kardiomiopati restriktif
- Perikarditis kontriktif
d. Kor pulmonal
e. Kelainan metabolik
- Beri-beri
- Anemia kronik
- Penyakit tiroid
f. Kardiomiopati toksik
52
- Emetin
- Alkohol
- Vincristin
- Bir, kokain
g. Trauma
- Miokardial fibrosis
- Perikardial kontriktif
h. Kegananasan
- Limfoma
- Rabdomiosarkoma
Faktor Predisposisi dan Faktor Pencetus
Faktor Predisposisi
Yang merupakan faktor predisposisi gagal jantung antara lain: hipertensi,
penyakit arteri koroner, kardiomiopati, penyakit pembuluh darah, penyakit
jantung kongenital, stenosis mitral, dan penyakit perikardial.
Faktor Pencetus
Yang merupakan faktor pencetus gagal jantung antara lain: meningkatnya
asupan (intake) garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal
jantung, infak miokard akut, hipertensi, aritmia akut, infeksi, demam, emboli
paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan, dan endokarditis infektif.
Patofisiologi
Ada beberapa mekanisme gagal jantung:
I. Aktivasi sistem RAA (Renin Angiotensinogen Angiotensin)
Akibat cardiac output yang menurun pada gagal jantung terjadi
peningkatan seksresi renin yang merangsang pembentukan angiotensin II.
Aktivasi sistem RAA dimaksudkan mempertahankan cairan,
keseimbangan/ balance elektrolit dan tekanan darah cukup. Renin adalah
enzim yang dikeluarkan oleh aparatus juxta glomerular yang mengubah
angiotensinogen menjadi angiotensin-I kemudian menjadi angiotensin-II
53
oleh angiotensin converting enzyme. ACE juga mengubah bradikinine
suatu vasodilator menjadi peptide yang tidak aktif.
Pengaruh angiotensin II :
- Vasokonstriktor kuat
- Merangsang neuron simpatis dengan akibat pengeluaran adrenalin
bertambah
- Merangsang terjadinya hipertropi vaskular yang berakibat menambah
resistensi perifer meningkat yang berati afterload meningkat
- Merangsang terjadinya hipertropi miokard
- Merangsang pengeluaran aldosteron dari korteks adrenal dengan akibat
reasorpsi garam dan air pada tubulus proksimal ginjal meningkat.
II. Aktivasi sistem saraf simpatis
Meningkatnya pengeluaran katekolamin oleh adrenergic cardiac
nerve dan medula adrenalis memperkuat kontraktilitas miokard, bersama
sistem RAA dan neurohormonal lain dimaksudkan untuk mempertahankan
tekanan arteri dan perfusi pada organ vital. Sistem saraf otonomik adalah
sangat penting dalam pengaturan heart rate (HR), kontraksi miokard,
capacitance dan resistance vascular bed pada setiap saat, dengan
demikian mengontrol CO, distribusi aliran darah dan tekanan arterial.
Pengaturan neural ini memungkinkan perubahan-perubahan fungsi
kardiovaskuler yang diperlukan secara cepat, dalam beberapa detik,
sebelum mekanisme yang lebih lambat yaitu stimulus metabolik,
katekolamin dalam sirkulasi dan sistem RAA bekerja.
Pada permulaan gagal jantung, aktivitas sistem adrenergik dapat
mempertahankan CO dengan cara kontraktilitas yang meningkat dan
kenaikan heart rate, pada gagal jantung yang lebih berat terjadi
vasokonstriksi akibat sistem simpatis dan pengaruh angiotensin II dengan
maksud mempertahankan dan redistribusi CO, pada gagal jantung yang
lebih berat (NYHA klas IV) terjadi peningkatan afterload yang berlebihan
akibat vasokontriksi dengan akibat penurunan stroke volume dan cardiac
output.
54
III. Mekanisme Frank Starling
Pada semua otot bergaris termasuk miokard, kekuatan kontraksi
tergantung pada panjangnya serabut otot miofibril, makin panjang
kontraksi makin kuat.
Pada panjang sarkomer 2,2 um, miofibril peka terhadap Ca++
sehingga mengahasilkan aktivasi sistem kontraksi yang maksimal, apabila
sarkomer bertambah panjang mencapai 3,65 um kepekaan terhadap Ca++
berkurang, kontraksi juga berkurang. Pengertian tersebut merupakan dasar
dari Starling law of the heartI yang menyatakan bahwa dalam batas
panjang miofibril tertentu, kekuatan kontraksi ditentukan oleh volume
pada akhir diastole yaitu preload
IV. Kontraksi miokard
Hipertropi miokard disertai atau tidak disertai dilatasi ruang-ruang jantung
merupakan upaya untuk menambah kontraksi ventrikel pada afterload dan
preload yang meningkat
V. Redistribusi CO yang subnormal
Redistribusi dengan maksud mempertahankan oksigenasi kepada organ-
organ vital yaitu jantung dan otak, darah yang mrngalir ke organ yang
kurang vital seperti kulit, otot skletal, ginjal berkurang. Redistribusi cairan
(darah) terjadi pada penderita gagal jantung yang mengalami aktivitas
fisik, pada gagal jantung yang lanjut redistribusi terjadi meskipun pada
istirahat. Mekanismenya melalui deregulasi saraf simpatis bersam
parasimpatis dengan akibat vasodilataso ke organ vital dan vasokontriksi
pada organ yang kurang vital untuk mempetahankan kelangsungan hidup.
VI. Metabolisme anaerobik
Perfusi ke jaringan yang menurun pada gagal jantung, terjadi metabolisme
anaerobik. Banyak jaringan terutam otot skeletal mengalami metabolisme
anaerobik sebagai cadagan untuk menghasilkan energi. Pada individu
normal dalam latihan sedang terjadi metabolisme anaerobik menghasilkan
5% energi yang diperlukan. Penderita dengan gagal jantung menghasilkan
30%.
55
VII. Arginin Vasopresin (AVP)
AVP merupakan vasokonstriktor kuat. Pada penderita gagal jantung level
AVP meningkat 2 kali dibandingkan orang normal.
VIII. Atrial Natriuretic Peptide (ANP)
Suatu tekanan atrial yang meningkat menghasilkan ANP. Hormon memilik
efek vasokonstriktor, retensi Na dan air, hormon adrenergik. Oleh karena
itu ANP melindungi sirkulasi dan volume dan pressure overload, ANP
juga menyebabkan
Sebenarnya jantung yang mulai lemah akan memberikan 3
mekanismekompensasi untuk meningkatkan curah jantung, yaitu :
1) Meningkatkan aktivitas simpatik
Baroreseptor merasakan penurunan tekanan darah dan memacu
aktfitasreseptor ϐ-adrenergic dalam jantung.Hal ini menimbulkan
kecepatan jantung danpeningkatan kontraksi dari otot-otot jantung yang lebih
besar.Selain itu,vasokonstriksi diperantarai α-1 memacu venous return dan
meningkatkan preloadjantung.Respons kompensasi ini meningkatkan kerja
jantung dan karena itu dapat menyebabkan penurunan selanjutnya dalam fungsi
jantung.
2) Retensi cairan.
Penurunan curah jantung akan memperlambat aliran darah ke
ginjal,menyebabkan lepasnya renin, dengan hasil peningkatan sintesis
angiotensin II danaldosteron. Hal ini meningkatkan resistensi perifer dan
retensi natrium dan air.Volume darah meningkat dan semakin banyak darah
kembali ke jantung.Jikajantung tidak dapat memompa volume ekstra ini,
tekanan vena meningkat dan edemaperifer dan edema paru-paru terjadi.
Respons kompensasi ini meningkatkan kerjajantung dan karena itu, selanjutnya
menyebabkan penurunan fungsi jantung
3) Hipertrofi miokard
56
Jantung membesar dan ruangannya melebar. Pertama peregangan otot-
ototjantung menyebabkan kontraksi jantung lebih kuat, tetapi perpanjangan
yangberlebihan dari serat tersebut akan menyebabkan kontraksi semakin
lemah. Jeniskegagalan ini disebut gagal sistolik dan diakibatkan oleh ventrikel
yang tidak dapatmemompa secara efektif.Jarang pasien gagal jantung kongestif
dapat mempunyaidisfungsi diastolik, yaitu suatu istilah yang diberikan jika
kemampuan ventrikelrelaksasi dan menerima darah terganggu karena
perubahan struktural, sepertihipertrofi.Penebalan dinding ventrikel dan
penurunan volume ventrikel dapatmenurunkan kemampuan otot jantung untuk
relaksasi. Hal ini mengakibatkan ventrikel tidak terisi cukup, dan curah jantung
yang tidak cukup disebut sebagaigagal jantung
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal jantung kanan (decompensatio dextra) antara lain: JVP
meningkat, batas jantung kanan melebar (terdapat RVH dan pulsasi
epigastrium), pembesaran hati (hepatomegali), pembesaran limpa
(splenomegali), cairan di rongga perut (ascites), bengkak (oedem) pada
tungkai.
Sedangkan manifestasi klinis gagal jantung kiri (decompensatio sinistra) antara
lain: sesak nafas (dispneu, orthopneu, paroxismal nocturnal dispneu), batas
jantung kiri melebar (terdapat LVH), nafas cheyne stokes, kebiruan (cyanosis),
Right Bundle Branch (RBB), dan suara S3 (gallop).
Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis gagal jantung dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, EKG, foto thorax, ekokardigrafi-doppler dan kateterisasi.Berdasar
keluhan (symptom) terdapat klasifikasi fungsional dari New York Heart
Association ( NYHA) :
57
NYHA klas I :
Penderita dengan kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas
fisik.Aktivitas fisik sehari-hari tidak menyebabkan kelelahan, palpitasi,
dispnoe atau angina.
NYHA klas II :
Penderita dengan kelainan jantung yang berakibat pembatasan ringan
aktivitas fisik.Merasa enak pada istirahat.Aktivitas fisik sehari-hari
(ordinary physical activity) menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnoe
atau angina.
NYHA kelas III :
Penderita dengan kelainan jantung yang berakibat pembatasan berat
aktivitas fisik.Merasa enak pada istirahat.Aktivitas yang kurang dari
aktivitas sehari-hari menimbulkan kelelahan, palpitasi, dispnoe atau
angina.
NYHA KELAS IV :
Penderita dengan kelainan jantung dengan akibat tidak mampu melakukan
aktivitas fisik apapun. Keluhan timbul maupun dalam keadaan istirahat
Dibawah ini adalah kriterian diagnosis CHF kiri dan kanan dari Framingham
Kriteria mayor:
1. Paroxismal Nocturnal Dispneu
2. distensi vena leher
3. ronkhi paru
4. kardiomegali
5. edema paru akut
6. gallop S3
7. peninggian tekanan vena jugularis
8. refluks hepatojugular
58
Kriteria minor:
1. edema ekstremitas
2. batuk malam hari
3. dispneu de effort
4. hepatomegali
5. efusi pleura
6. takikardi
7. penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal
Kriteria mayor atau minor
Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 1
kriteria minor harus ada pada saat yang bersamaan.
Penyakit jantung koroner merupakan etiologi gagal jantung akut pada 60-
70% pasien, terutama pada usia lanjut. Contoh klasik gagal jantung akut
adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis, trauma
atau infark miocard luas. Curah jantung yang menurun tiba-tiba
menyebabkan penurunan tekanan darah disertai edema perifer.
Penatalaksanaan
Tujuan terapi untuk gagal jantung kongestif adalah meningkatkan
curahjantung. Golongan obat gagal jantung yang digunakan adalah:
1) Vasodilator
Gangguan fungsi kontraksi jantung pada gagal jantung kongestif,
diperberatoleh peningkatan kompensasi pada preload (volume darah yang
mengisi ventrikel selama diastole) dan afterload (tekanan yang harus diatasi
jantung ketika memompadarah ke sistem arteriol). Vasodilatasi berguna
untuk mengurangi preload danafterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh
darah vena menyebabkanberkurangnya preload jantung dengan
meningkatkan kapasitas vena, dilator arterialmenurunkan resistensi arteriol
59
sistemik dan menurunkan afterload.Obat-obat yangberfungsi sebagai
vasodilator antara lain captopril, isosorbid dinitrat, hidralazin
a) Inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (Inhibitor ACE)
Obat-obat ini menghambat enzim yang berasal dari angiotensin I
membentukvasokonstriktor kuat angiotensin II. Inhibitor ACE mengurangi
kadar angiotensin IIdalam sirkulasi dan juga mengurangi sekresi aldosteron,
sehingga menyebabkanpenurunan sekresi natrium dan air. Inhibitor ACE
dapat menyebabkan penurunanretensi vaskuler vena dan tekanan darah,
menyebabkan peningkatan curah jantung.
Pengobatan ini sangat menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Penggunaan inhibitor ACE awal diutamakan untuk mengobati pasien gagal
ventrikel kiri untuksemua tingkatan, dengan atau tanpa gejala dan terapi
harus dimulai segera setelahinfark miokard. Terapi dengan obat golongan
ini memerlukan monitoring yang telitikarena berpotensi hipotensi
simptomatik. Inhibitor ACE ini tidak boleh digunakanpada wanita hamil.
Obat-obat yang termasuk dalam golongan inhibitor enzimpengkonversi
angiotensin ini adalah kaptopril, enalapril, lisinopril, dan quinapril
b) Angiotensi II receptor Antagonists
Pasien yang mengalami batuk pada penggunaan ACE Inhibitor,
dapatdigunakan angiotensin II receptor Antagonists seperti losartan dosis
25-50 mg/harisebagai alternatif. Losartan efektif menurunkan mortalitas dan
menghilangkan gejalapada pasien dengan gagal jantung
c) Relaksan otot polos langsung
Dilatasi pembuluh vena langsung meyebabakan penurunan preload
jantungdengan meningkatkan kapasitas vena, dilator arterial mengurangi
resistensi sistemarteriol dan menurunkan afterload. Obat-obat yang
termasuk golongan ini adalahhidralazin, isosorbid, minoksidil, dan natrium
nitropusid
d) Antagonis Reseptoris ϐ- Adrenergik
Antagonis reseptor ϐ-adrenergik yang paling umum adalah metoprolol,
suatuantagonis reseptor yang selektif terhadap ϐ1- adrenergik mampu
60
memperbaikigejala, toleransi kerja fisik serta beberapa fungsi ventrikel
selama beberapa bulanpada pasien gagal jantung karena pembesaran
kardiomiopati idiopati
2) Diuretik
Diuretik akan mengurangi kongesti pulmonal dan edema perifer. Obat-
obatini berguna mengurangi gejala volume berlebihan, termasuk ortopnea dan
dispneanoktural paroksimal.Diuretik menurunkan volume plasma dan
selanjutnyamenurunkan preload jantung.Ini mengurangi beban kerja jantung
dan kebutuhanoksigen.Diuretik juga menurunkan afterload dengan mengurangi
volume plasmasehingga menurunkan tekanan darah. Obat-obat yang termasuk
golongan ini adalahdiuretik tiazid dan loop
3) Antagonis Aldosteron
Penggunaan spironolakton sebagai antagonis aldosteron
menunjukkanpenurunan mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang
sampai berat.Aldosteron berhubungan dengan retensi air dan natrium, aktivasi
simpatetik, danpenghambatan parasimpatetik.Hal tersebut merupakan efek
yang merugikan padapasien dengan gagal jatung. Spironolakton meniadakan
efek tersebut denganpenghambatan langsung aktifitas aldosterone
4) Obat-obat inotropik
Obat-obat inotropik positif meningkatkan kontraksi otot jantung
danmeningkatkan curah jantung. Meskipun obat-obat ini bekerja melalui
mekanismeyang berbeda dalam tiap kasus kerja inotropik adalah akibat
peningkatan konsentrasikalsium sitoplasma yang memacu kontraksi otot
jantung
a) Digitalis
Obat-obat golongan digitalis ini memiliki berbagai mekanisme
kerjadiantaranya pengaturan konsentrasi kalsium sitosol.Hal ini
menyebabkan terjadinyahambatan pada aktivasi pompa proton yang dapat
menimbulkan peningkatankonsentrasi natrium intrasel, sehingga
61
menyebabkan terjadinya transport kalsiumkedalam sel melalui mekanisme
pertukaran kalsium-natrium.Kadar kalsium intraselyang meningkat itu
menyebabkan peningkatan kekuatan kontraksi sistolik.Mekanisme lainnya
yaitu peningkatan kontraktilitas otot jantung, Pemberianglikosida digitalis
menngkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkanpenurunan
volume distribusi aksi, jadi meningkatkan efisiensi kontraksi.
Terapi digoxin merupakan indikasi pada pasien dengan disfungsi
sistolikventrikel kiri yang hebat setelah terapi diuretik dan
vasodilator.Obat yang termasukdalam golongan glikosida jantung adalah
digoxin dan digitoxin.Glikosida jantungmempengaruhi semua jaringan
yang dapat dirangsang, termasuk otot polos dansusunan saraf
pusat.Mekanisme efek ini belum diselidiki secara menyeluruh
tetapimungkin melibatkan hambatan Na+K+ - ATPase didalam jaringan
ini.
Hipokalemia dapat menyebabkan aritmia hebat. Penurunan kadar
kaliumdalam serum sering ditemukan pada pasien-pasien yang
mendapatkan thiazid atauloop diuretik dan biasanya dapat dicegah dengan
diuretik hemat kalium atausuplemen kalium karbonat. Hiperkalsemia dan
hipomagnesemia juga menjadipredisposisi terhadap toksisitas digitalis.
Tanda dan gejalatoksisitas glikosida jantung yaitu anoreksia, mual,
muntah, sakit abdomen,penglihatan kabur, mengigau, kelelahan, bingung,
pusing, meningkatnya responsventilasi terhadap hipoksia, aritmia ektopik
atrium dan ventrikel, dan gangguankonduksi nodus sinoatrial dan
atrioventrikel
b) Agonis ϐ-adrenergic
Stimulan ϐ- adrenergic memperbaiki kemampuan jantung dengan
efekinotropik spesifik dalam fase dilatasi. Hal ini menyebabkan masuknya
ion kalsiumkedalam sel miokard meningkat,sehingga dapat meningkatkan
kontraksi. Dobutaminadalah obat inotropik yang paling banyak digunakan
selain digitalis
62
c) Inhibitor fosfodiesterase
Inhibitor fosfodiesterase memacu koonsentrasi intrasel siklik-
AMP.Inimenyebabkan peningkatan kalsium intrasel dan kontraktilitas
jantung.Obat yangtermasuk dalam golongan inhibitor fosfodiesterase
adalah amrinon dan milrinon.
63
Diagnosis Banding
Beberapa penyakit yang dapat didiagnosis banding dengan gagal jantung antara
lain:
1. CAD (angina atau MI)
2. Hipertensi kronis
3. Idiopathic dilated cardiomyopathy
4. Valvular heart disease (misalnya, mitral regurgitation, aortic stenosis)
5. Cardiomyopathy lainnya (misalnya, sarcoidosis)
6. Arrhythmia (misalnya, atrial fibrillation)
7. Anemia
8. Overload volume cairan yang disebabkan oleh kondisi noncardiac
9. Penyakit thyroid (hypothyroidism atau hyperthyroidism)
Tinjauan (Pencitraan) Radiologis
a. Echocardiography (ECG)
Echocardiography merupakan pemeriksaan yang lebih disukai (preferred
examination). Doppler echocardiography dua-dimensi dapat digunakan untuk
menentukan penampilan LV sistolik dan diastolik, cardiac output (ejection
fraction), serta tekanan pengisian ventrikel dan arteri pulmoner (pulmonary
artery and ventricular filling pressures). Echocardiography juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi penyakitvalvular yang penting secara
klinis.
b. Radiography
Pada kasus-kasus kardiogenik, radiograph dapat menunjukkan
cardiomegaly, pulmonary venous hypertension, dan pleural effusions.
Pulmonary venous hypertension (PVH) dapat dibagi menjadi 3 tingkatan
(grade).
Pada grade I PVH, pemeriksaan upright menunjukkan redistribusi aliran
darah ke bagian nondependent dari paru-paru dan lobus atas.
64
Pada grade II PVH, ada bukti interstitial edema dengan ill-defined vessels
dan peribronchial cuffing, juga penebalan septum interlobular.
Pada grade III PVH, terdapat pengisian airspace lobus-bawah dan
perihilar, dengan ciri utama (ke-khas-an) konsolidasi (misalnya, confluent
opacities, air bronchogram dan ketidakmampuan untuk melihat pembuluh
darah pulmo di daerah yang tidak normal).Edema airspace cenderung
menuju ke (to spare) perifer di pulmo bagian atas dan tengah.
HIPERTENSI
Hipertensi merupakan pengukuran tekanan darah di atas skala normal (120/80
mmHg). Menurut JNC 7, tekanan darah dibagi dalam tiga klasifikasi yakni
normal, pre-hipertensi, hipertensi stage 1, dan hipertensi stage 2 Klasifikasi ini
berdasarkan pada nilai rata-rata dari dua atau lebih pengukuran tekanan darah
yang baik, yang pemeriksaannya dilakukan pada posisi duduk dalam setiap
kunjungan berobat. Berikut klasifikasi hipertensi
KlasifikasiTekanan Darah
TDS*mmH
g
TDD*mmHg
Modifikasi
Gaya Hidup
Obat Awal
TanpaIndikasi
Dengan Indikasi
Normal < 120 < 80 Anjuran Tidak Perlu menggunakan obat antihipertensi
Gunakan obat yang spesifik dengan indikasi (resiko). ‡
Pre-Hipertensi 120-139
80-89 Ya
HipertensiStage 1
140-159
90-99 Ya Untuk semua kasus gunakan diuretik jenis thiazide, pertimbangkan ACEi, ARB, BB, CCB, atau kombinasikan
Gunakan obat yang spesifik dengan indikasi (resiko).‡Kemudian tambahkan obat antihipertensi (diretik, ACEi, ARB, BB, CCB) seperti yang dibutuhkan
HipertensiStage 2
>160 >100 Ya Gunakan kombinasi 2 obat (biasanya diuretik jenis thiazide dan ACEi/ARB/BB/CCB
65
KARDIOMEGALI
Kardiomegali adalah sebuah keadaan anatomis (struktur organ) di mana
besarnya jantung lebih besar dari ukuran jantung normal, yakni lebih besar dari
55% besar rongga dada.pada Kardiomegali salah satu atau lebih dari 4 ruangan
jantung membesar. Namun umumnya kardiomegali diakibatkan oleh
pembesaran bilik jantung kiri (ventrikel kardia sinistra)
Pada kardiomegali dapat oto-ototnya yang membesar atau rongganya yang
membesar, manapun itu semua adalah adaptasi jantung utnuk menghaapi
perubahan dalam tuntutan kerjanya.
Penyebabnya ada banyak sekali, hampir semua keadaan yang memaksa
jantung untuk bekerja lebih keras dapat menimbulkan perubahan-perubahan
pada otot jantung sehingga jantung akan membesar. analoginya adalah
misalnya pada binaragawan otot-otonya membesar karena seringnya mereka
melakukan aktivitas beban tinggi. jantung juga demikian.
1. Penyakit Jantung Hipertensi
Pada keadaan ini terdapat tekanan darah yang tinggi sehingga jantung
dipaksa kerja ekstra keras memompa melawan gradien tekanan darah
perifer anda yang tinggi...
2. Penyakit Jantung Koroner
Pada keadaan ini sebagain pembuluh darah jantung (koroner) yang
memberikan pasokan oksigen dan nutrisi ke jantung terganggu sehingga
otot-otot jantung berusaha bekerja lebih keras dari biasanya menggantikan
sebagian otot jantung yang lemah atau mati karena kekurangan pasokan
darah.
3. Kardiomiopati (Bisa karena diabetes)
Yakni penyakit yang mengakibatkan gangguan atau kerusakan langsung
pada otot-otot jantung.Hal ini dapat bersifat bawaan atau karena penyakit
metabolisme seperti diabetes. Akibatnya oto jantung harus kerja ekstra
untuk menjaga pasokan darah tetap lancar.
4. Penyakit Katup Jantung
66
Di jantung ada 4 katup yang mengatur darah yang keluar masuk jantung.
Apabila salah satu atau lebih dari katup ini mengalami gangguan seperti
misalnya menyempit (stenosis) atau bocor (regurgitasi) akan
mengakibatkan gangguan pada curah jantung (kemampuan jantung untuk
memopa jantung dengan volume tertentu secara teratur). Akibatnya
jantung juga perlu kerja ekstra keras untuk menutupi kebocoran atau
kekurangan darah yang dipompanya.
5. Penyakit Paru Kronis
Pada penyakit paru kronis dapat timbul keadaan di mana terjadi perubahan
sedemikian rupa pada struktur jaringan paru sehingga darah menjadi lebih
sulit untuk melewati paru-paru yang kita kenal dengan nama
"HIPERTENSI PULMONAL". Karena itu bilik jantung kanan yang
memompa darah ke paru-paru perlu kerja ekstra keras, sehingga tidak
seperti kebanyakan kardiomegali bukan bilik kiri yang membesar tapi bilik
kanan, tapi jika sudah berat bahkan bilik kiri pun akan ikut membesar.
67
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmad, Rasyid. Etiopatogenesis Penyakit Paru Ostruktif Kronik dalam
Work-Shop Pulmonology. 2002. Palembang: Subbagian Pulmonologi
Bagian Ilmu Penyakit Dalam.
2. Aditama Tjandra Yoga. 2005. Patofisiologi Batuk. Bagian Pulmonologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Unit Paru RS Persahabatan.
Jakarta.
3. Hedge, BM et all. Chronic Ostructive Pulmonary Disease. Kuwait Medical
Journal. 2011. 43: 3 [diakses pada tanggal 26 Maret 2012, tersedia
di:http://www.kma.org.kw/KMJ/journals/Full%20Isslue%20September
%202011.pdf ]
4. Guyton, Arthur C; John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi 11. Alih bahasa: Irawati [et al]. Jakarta: EGC.
5. Abdurachman N. 1987. GagalJantung dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Balai
penerbit FKUI. Jakarta. Hal 193 – 204
6. Kabo P, Karim S. 1996. Gagal Jantung Kongestif. Dalam : EKG dan
penanggulangan beberapa penyakit jantung untuk dokter umum. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 187 – 205
7. Mappahya, A.A. 2004. Dari Hipertensi Ke GagalJantung. Pendidikan
Profesional Berkelanjutan Seri II. FKUH. Makassar. 2004.
8. Oesman I.N, 1994. GagalJantung. Dalam: Buku ajar kardiologi anak.
Binarupa Aksara. Jakarta. Hal 425 – 441
9. Ontoseno T. 2005. Gagal Jantung Kongestif dan Penatalaksanaannya
pada Anak. Simposium nasional perinatologi dan pediatric gawat darurat.
IDAI Kal-Sel. Banjarmasin. Hal 89 – 103
10. Price, Sylvia A 1994. Gangguan Fungsi Mekanis Jantung dan Bantuan
Sirkulasi. Dalam : Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
EGC. Jakarta. 582 – 593
11. Sibuea Herdin W, Marulam Panggabean, et al. 2005. Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta : Rineka Cipta.
68
69
top related