diskusi kelompok miringotomi
Post on 30-Nov-2015
391 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Miringotomi merupakan suatu tindakan pembedahan kecil dengan melakukan
insisi pada pars tensa membran timpani agar terjadi drainase sekret dari liang telinga
tengah ke liang telinga luar.
Miringotomi biasanya dilakukan pada otitis media akut stadium supurasi.
Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat
dihindari. Miringotomi juga dilakukan sebagai terapi komplikasi otitis media seperti
mastoiditis atau paralisis saraf fasialis yang terjadi dalam perjalanan penyakit otitis
media. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali,
sedangkan apabila terjadi ruptur pada membran timpani, maka lubang tempat ruptur
(perforasi) tidak mudah menutup kembali.
Komplikasi miringotomi yang mungkin terjadi ialah perdarahan akibat trauma
pada liang telinga luar, dislokasi tulang pendengaran, trauma pada fenestra rotundum,
trauma pada nervus fasialis, trauma pada bulbus jugulare (bila ada anomali letak).
Pasien dengan otitis media akut seringkali datang dengan stadium supurasi
yang terapinya selain dengan pemberian antibiotik idealnya juga harus disertai
dengan miringotomi. Oleh karena itulah penulis tertarik mendiskusikan mengenai
miringotomi, indikasi miringotomi, serta keuntungan dan kekurangan dari
miringotomi dengan harapan tulisan ini dapat memperluas wawasan bagi penulis dan
pembaca.
1
BAB II
PERMASALAHAN
1. Apa yang dimaksud miringotomi?
2. Apa indikasi miringotomi?
3. Apa keuntungan dan kerugian dilakukan miringotomi?
2.1. Anatomi Telinga
2.1.1. Telinga Luar
Gambar 1. Anatomi Telinga
Telinga luar (auris externa) terdiri dari daun telinga (auricula), liang telinga
(meatus acusticus externus), dan dipisahkan oleh gendang telinga atau membran
timpani. Auricula merupakan tulang rawan elastin yang melekat erat dengan kulit,
tanpa disertai lapisan subkutis. Aurikula berbentuk seperti cekungan dengan bagian
terdalam disebut concha dan pinggiran bebasnya disebut helix. Pada concha ada
lubang masuk liang telinga (meatus acusticus externus).
2
Liang telinga berbentuk melengkung ke depan sehingga untuk dapat
mengamati gendang telinga, daun telinga perlu ditarik ke belakang (untuk
meluruskan liang ini). Liang telinga (panjangnya sekitar 2-3 cm) mempunyai lapisan
epitel dengan bulu halus disertai kelenjar keringat dan lemak (sebum) yang
memproduksi serumen (wax). Sepertiga bagian luar telinga terdiri dari tulang rawan,
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang.
Gambar 2. Membran Timpani
Membran Timpani
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Secara anatomis, membran
timpani dibagi dalam 2 bagian yaitu pars flaksida dan pars tensa. Bagian atas disebut
pars flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit
liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang
3
terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian
luar dan sirkuler pada bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut
sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah
yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani
kanan. Reflek cahaya (cone of light) ialah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh
membran timpani. Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan
radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa
kerucut itu. Secara klinis reflek cahaya ini dinilai, misalnya bila letak reflek cahaya
mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba Eustachius.
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah-
belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.
Bila melakukan miringotomi atau parasentesis, dibuat insisi di bagian bawah
belakang membran timpani, sesuai dengan arah serabut membran timpani. Di daerah
ini tidak terdapat tulang pendengaran. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang
pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus dan stapes.
2.1.2. Telinga Tengah
Gambar 3. Telinga Tengah
4
Telinga tengah merupakan suatu rongga kecil dalam tulang pelipis (tulang
temporalis) yang berisi tiga tulang pendengaran (osikula), yaitu maleus (tulang
martil), inkus (tulang landasan), dan stapes (tulang sanggurdi). Ketiganya saling
berhubungan melalui persendian. Tangkai maleus melekat pada permukaan dalam
membran timpani, sedangkan bagian kepalanya berhubungan dengan inkus.
Selanjutnya, inkus bersendian dengan stapes. Stapes berhubungan dengan membran
pemisah antara telinga tengah dan telinga dalam, yang disebut fenestra ovalis
(tingkap lonjong/fenestra vestibule). Di bawah fenesta ovalis terdapat tingkap bundar
atau fenesta kokhlea, yang tertutup oleh membran yang disebut membran timpani
sekunder.
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina
propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga
tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai
fungsi konduksi suara.
Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran Eustachius
(tuba auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua
sisi membran timpani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau
ketika menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut
merupakan usaha yang baik untuk mencegah pecahnya membran timpani. Karena
ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan masuk melalui tuba
auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan tekanan yang sama antara
permukaan dalam dan permukaan luar membran timpani.
5
2.1.3. Telinga Dalam
Gambar 4. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari labirin osea dan labirin membranasea. Labirin osea
adalah serangkaian rongga pada tulang pelipis yang dilapisi periosteum berisi cairan
perilimfe. Sedangkan labirin membranasea memiliki bentuk yang sama dengan
labirin osea, tetapi terletak di bagian yang lebih dalam dan dilapisi sel epitel serta
berisi cairan endolimfe.
Labirin osea terdiri dari tiga bagian yaitu kanalis semisirkularis (saluran
setengah lingkaran), vestibula, dan koklea. Kanalis semisirkularis dan vestibula
mengandung reseptor keseimbangan tubuh , sedangkan koklea mengandung reseptor
pendengaran. Vestibula terdiri dari dua bagian yaitu utrikulus dan sakulus. Di depan
vestibula terdapat koklea (rumah siput). Koklea terdiri dari tiga bagian yaitu bagian
atas disebut skala vestibule, bagian bawah disebut skala timpani dan bagian yang
menghubungkan keduanya pada ujung atas koklea. Bagian dasar dari skala vestibule
berhubungan dengan tulang sanggurdi melalui suatu jendela berselaput yang disebut
dengan tingkap oval. Sedangkan skala timpani berhubungan dengan telinga tengah
melalui tingkap bulat. Diantara skala vestibule dan skala timpani terdapat skala media
yang berisi cairan endolimfe.
6
2.2. Definisi Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, agar
terjadi drenase sekret dari liang telinga tengah ke liang telinga luar. Istilah
miringotomi sering dikacaukan dengan parasentesis. Timpanosenteis sebetulnya
berarti pungsi pada membran timpani untuk mendapatkan sekret guna pemeriksaan
mikrobiologik (dengan semprit dan jarum khusus).
Miringotomi merupakan tindakan pembedahan kecil yang dilakukan dengan
syarat tindakan ini harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak harus tenang
dan dapat dikuasai,(sehingga membran timpani dapat dilihat dengan baik).
Lokasi miringotomi ialah di kuadran antero-posterior atau posterior-inferior.
Untuk tindakan ini haruslah memakai lampu kepala yang mempunyai sinar yang
cukup terang, memakai corong telinga yang sesuai dengan besar liang telinga, dan
pisau khusus (miringotom) yang berukuran kecil dan steril.
2.3. Indikasi Miringotomi.
Miringotomi biasanya dilakukan pada otitis media akut stadium supurasi.
Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat
dihindari. Miringotomi juga dilakukan sebagai terapi komplikasi otitis media seperti
mastoiditis atau paralisis saraf fasialis yang terjadi dalam perjalanan penyakit otitis
media. Indikasi miringotomi pada otitis media akut adalah (1) nyeri yang menetap
setelah 48 jam terapi antibiotik; (2) kemungkinan komplikasi seperti mastoiditis akut
atau paralisis saraf fasialis; (3) perkembangan otitis media akut sementara dalam
pengobatan antibiotik; (4) perkembangan otitis media pada pasien imunosupresi.
Akhir-akhir ini, salah satu indikasi tersering untuk miringotomi adalah otitis
media serosa kronik yang menetap dan gagal dengan penanganan medis. Pada kasus
demikian, pemasangan tuba ventilasi sering kali dilakukan pada miringotomi. Tuba
ini mencegah penutupan lokasi miringotomi, karena tuba dapat tetap pada tempatnya
hingga 6 bulan. Insisi miringotomi tanpa pemasangan tuba sering kali sembuh dalam
7
48 jam. Indikasi mutakhir untuk pemasangan tuba pada saat miringotomi adalah
sebagai berikut:
1. Serangan otitis media akut rekurens meskipun telah diberikan antibiotik
profilaksis.
2. Otitis media serosa menetap yang tidak berespons dengan penanganan
konservatif (biasanya selama tiga bulan setelah suatu serangan otitis media
purulen akut).
3. Tekanan negatif telinga tengah yang menetap dan sebagai akibatnya terjadi
atelektasis membran timpani, terutama retraksi kuadran posterosuperior.
4. Perkembangan tekanan negatif dalam telinga tengah pada pasien yang
mendapat terapi oksigen hiperbarik.
5. Bersama-sama dengan prosedur rekonstruktif telinga tengah di mana disfungsi
tuba Eustachius dianggap marginal.
(a) (b)
Gambar 5. (a) Otitis Media Akut Stadium Supurasi, (b) Miringotomi dan Pemasangan Tuba
Ventilasi.
8
Gambar 6. Pemasangan tuba ventilasi.
2.4. Prosedur dan Teknik Miringotomi
Tindakan Pra Pembedahan
Tes darah
Tes pendengaran
Timpanogram
Pemeriksaan telinga dengan otoskop
Prosedur Pembedahan
Miringotomi merupakan tindakan pembedahan kecil yang dilakukan dengan
syarat tindakan ini harus dilakukan secara avue (dilihat langsung), penderita harus
tenang (jika penderita merupakan seorang anak, anak harus dapat dikuasai) sehingga
membran timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran
anterior-inferior atau posterior-inferior, sesuai dengan arah serabut membran timpani.
Di daerah ini tidak terdapat tulang pendengaran. Untuk tindakan ini haruslah
memakai lampu kepala yang mempunyai sinar yang cukup terang, memakai corong
telinga yang sesuai dengan besar liang telinga, dan pisau khusus (miringotom) yang
digunakan berukuran kecil dan steril.
9
Gambar 7. Miringotom
Awalnya, serumen dibersihkan dari liang telinga untuk lapangan pandang
yang lebih baik sekaligus dapat memberikan gambaran respon dari penderita. Liang
telinga kemudian disterilkan dengan menggunakan alkohol 70% selama 1 menit,
setelah itu liang telinga dikeringkan dengan menggunakan penghisap (suction).
Setelah itu, dengan menggunakan miringotom, dilakukan insisi lurus melengkung
sekitar 2 mm pada pars tensa membran timpani. Insisi dibuat pada kuadran
anteroposterior atau posteriorinferior untuk menghindari trauma pada rangkaian
osikula. Secara teknis lebih mudah membuat insisi pada kuadran posteroinferior, dan
daerah ini juga kurang peka. Pisau tidak boleh dimasukkan lebih dari 2 mm guna
mencegah terkenanya dinding medial telinga tengah, yang dapat menimbulkan nyeri
dan perdarahan. Lebih jauh, dapat pula terbentuk celah atau tonjolan vena jugularis
ke dalam basis telinga tengah. Kerusakan fenestra rotundum dihindari dengan insisi
hanya melalui membran timpani dan membatasi kedalaman insisi.
Setelah berhasil dilakukan insisi, hisap sekret yang keluar dari telinga tengah
sampai tidak ada yang tersisa. Hal ini dilanjutkan dengan pemberian antibiotik topikal
pada liang telinga.
10
Gambar 8. Miringotomi.
Gambar 9. Insisi Membran Timpani dilanjutkan dengan Pemasangan Tuba Ventilasi
Pasca Pembedahan
Jika kapas diletakkan di liang telinga untuk drainase pasca pembedahan, ganti
kapas secara teratur 2-3 hari sekali.
Obat tetes telinga
Lakukan aktivitas sehari-hari secara normal
11
Gunakan alat sumbat ketika mandi, hindari kegiatan berenang/menyelam
2.5.Komplikasi Miringotomi
Komplikasi miringotomi yang mungkin terjadi ialah perdarahan akibat trauma
pada liang telinga luar, dislokasi tulang pendengaran, trauma pada fenestra rotundum,
trauma pada nervus fasialis, trauma pada bulbus jugulare (bila ada anomali letak).
Mengingat kemungkinan komplikasi itu, maka dianjurkan untuk melakukan
miringotomi dalam narkose dan memakai mikroskop. Tindakan miringotomi dengan
memakai mikroskop, selain aman, dapat juga menghisap sekret dari telinga tengah
sebanyak-banyaknya. Hanya saja dengan cara ini biayanya lebih mahal.
Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, sebetulnya miringotomi tidak perlu
dilakukan, kecuali bila jelas tampak adanya nanah di telinga tengah. Dewasa ini
sebagian ahli berpendapat bahwa miringotomi tidak perlu dilakukan, apabila terapi
yang adekuat sudah dapat diberikan (antibiotika yang tepat dan dosis yang cukup).
12
BAB III
PEMBAHASAN PERTANYAAN
1. Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar
terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar, ventilasi
telinga tengah, atau untuk mengambil biakan. Dengan melakukan
miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi
ruptur pada membran timpani, maka lubang tempat ruptur (perforasi) tidak
mudah menutup kembali.
2. Indikasi Miringotomi
Miringotomi biasanya dilakukan pada otitis media akut stadium supurasi.
Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat
dihindari. Miringotomi juga dilakukan sebagai terapi komplikasi otitis media
seperti mastoiditis atau paralisis saraf fasialis yang terjadi dalam perjalanan
penyakit otitis media. Indikasi miringotomi pada otitis media akut adalah (1)
nyeri yang menetap setelah 48 jam terapi antibiotik; (2) kemungkinan
komplikasi seperti mastoiditis akut atau paralisis saraf fasialis; (3)
perkembangan otitis media akut sementara dalam pengobatan antibiotik; (4)
perkembangan otitis media pada pasien imunosupresi.
Akhir-akhir ini, salah satu indikasi tersering untuk miringotomi adalah
otitis media serosa kronik yang menetap dan gagal dengan penanganan medis.
Pada kasus demikian, pemasangan tuba ventilasi sering kali dilakukan pada
miringotomi. Tuba ini mencegah penutupan lokasi miringotomi, karena tuba
dapat tetap pada tempatnya hingga 6 bulan. Insisi miringotomi tanpa
pemasangan tuba sering kali sembuh dalam 48 jam. Indikasi mutakhir untuk
pemasangan tuba pada saat miringotomi adalah sebagai berikut:
13
1. Serangan otitis media akut rekurens meskipun telah diberikan
antibiotik profilaksis.
2. Otitis media serosa menetap yang tidak berespons dengan penanganan
konservatif (biasanya selama tiga bulan setelah suatu serangan otitis
media purulen akut).
3. Tekanan negatif telinga tengah yang menetap dan sebagai akibatnya
terjadi atelektasis membran timpani, terutama retraksi kuadran
posterosuperior.
4. Perkembangan tekanan negatif dalam telinga tengah pada pasien yang
mendapat terapi oksigen hiperbarik.
5. Bersama-sama dengan prosedur rekonstruktif telinga tengah di mana
disfungsi tuba Eustachius dianggap marginal.
3. Keuntungan dan Kekurangan dari Miringotomi
Keuntungan dari miringotomi adalah dengan melakukan miringotomi
luka insisi dapat menutup kembali dengan mudah sedangkan tidak dilakukan
miringotomi dan terjadi ruptur dari membran timpani luka perforasi sulit
untuk menutup kembali. Sedangkan kekurangan dari miringotomi adalah
dapat timbulnya komplikasi dari tindakan miringotomi berupa trauma pada
liang telinga luar, dislokasi tulang pendengaran, trauma pada fenestra
rotundum, trauma pada nervus fasialis, trauma pada bulbus jugulare (bila ada
anomali letak).
14
top related