(diptera;agromyzidae) dan parasitoidnya pada tanaman sayuran di
Post on 30-Dec-2016
260 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman Sayuran merupakan salah komoditas penting dalam menunjung
ketahanan pangan (food security) nasional Timor Leste. Tanaman tersebut
mempunyai keragaman yang tinggi sebagai gizi keluarga yang mengandung
karbohidrat, protein nabati, vitamin, dan mineral yang bermanfaat bagi kesehatan
masysrakat. Oleh karena itu permintaan terhadap tanaman sayuran terus
meningkat dari tahun ke tahun sehingga nilai ekonominya semakin besar dalam
agribisnis sayur-mayur di pasaran lokal maupun nasional. Tanaman sayuran
semakin dilirik oleh pedagang sebagai komoditas yang mempunyai peluang
bisnis menguntungkan bagi para pedagang dan petani sebagai produsen. Proses
produksi tanaman pertanian khususnya tanaman sayuran di Timor Leste
mengalami banyak kendala yang ditandai oleh rendahnya kuantitas dan kualitas
produksi tanaman dan juga produktivitas usaha tani secara keseluruhan (Rola-
Ruben et. al., 2011), salah satu faktor penyebab rendahnya kuantitas dan kualitas
produksi tersebut adalah gangguan hama dan penyakit tanaman yang menyerang
tanaman pada setiap musim tanam di lapangan.
Liriomyza merupakan salah satu jenis hama dari family Agromizidae
yang merusak tanaman sejak tumbuh sampai berproduksi. Liriomyza
diperkirakan sudah masuk Indonesia sekitar tahun 1999-an melalui pengiriman
bunga potong dari luar negeri (Rauf 1997,1999). Lalat tersebut bersifat polifag
2
yang menyerang lebih dari 70 spesies tanaman inang khususnya tanaman sayuran
dan tanaman hias dari family Solanaceae, Cruciferae, Leguminosae,
Cucurbitaceae, Liliaceae, Umbeliferae, Chenopodiaceae, Amaranthaceae dan
Compositae (Rauf et al,.2000). Di Bali Liriomyza sudah ditemukan pada tahun
1996 yang menyerang tanaman kentang,tomat seledri, kacang merah, kubis,
cabai, gambas, selada (Lettuce), bayam liar, wortel dan beberapa jenis tanaman
hias (krisan) dan gulma (Supharta, 1999). Pada tahun 1998 hama tersebut telah
merusak sekitar 33 hektar tanaman kentang di Candi Kuning Tabanan dan
Pancasari Buleleng (Supartha et al., 1999). Pada pertengahan tahun 2001 hampir
seluruh kawasan yang menanam sayuran di Bali telah terserang Liriomyza
dengan tingkat serangan ringan, sedang sampai berat (Supartha, 2002). Gejala
serangan yang ditimbulkan adalah bintik-bintik putih pada permukaan daun
akibat tusukan ovipositor imago dan liang korokan berbentuk terowongan kecil
yang dibuat oleh larva. Serangan berat mengakibatkan daun mengering dan
gugur sebelum waktunya, sehingga kuantitas dan kualitas hasil tanaman menjadi
menurun. Dampak serangan hama pengorok daun ini terhadap hasil tergantung
pada jenis tanaman, saat terjadi serangan dan tingkat kerusakan. Secara umum,
kerusakan akibat korokan larva lebih merugikan daripada kerusakan akibat
tusukan ovipositor imago (Rauf, 2001). Pada tanaman kentang dapat
menurunkan hasil 30% - 70% (Rauf & Shepard,1999). Jenis Liriomyza yang
ditemukan di Bali, Lombok dan Sumbawa adalah L. huidobrensis dan L. sativae
3
(Supartha, 2002). Jenis Liriomyza yang umum menyerang tanaman sayuran di
Timor Leste adalah L. sativae (Supartha, 2013 percom.).
Menurut Liu et al., (2008) terdapat lebih dari 330 spesies Liriomyza
yang telah diidentifikasi dan banyak menjadi hama penting pada tanaman sayuran
dan tanaman hias di belahan dunia, lebih dari 20 spesies Liriomyza spp.
dilaporkan sebagai hama ekonomi penting, dan kurang lebih enam spesies adalah
polifag. Namvar (2011) genus Liriomyza spp. termasuk 300 spesies sudah
tersebar di seluruh dunia dan 23 spesies secara ekonomi dianggap penting.
Dalam perkembangnya hama Liriomyza spp. sangat dipengaruhi faktor
lingkungan abiotik dan biotik baik langsung maupun tidak langsung, seperti suhu
dan kelembaban, curah hujan, angin dan ketinggian tempat, faktor - faktor
tersebut sangat berpengaruh pada siklus hidup hama Liriomyza spp., banyak
musuh alami seperti parasitoid dan patogen serangga yang selalu menyerang
larva Liriomyza spp. Nonci dan Muis (2011) menyatakan bahwa musuh alami
seperti parasitoid, predator, dan patogen serangga merupakan salah satu faktor
pembatas pertumbuhan populasi serangga hama di alam. Telah diidentifikasi
banyak parasitoid yang berasosiasi dengan hama Liriomyza spp. Menurut Liu et
al., (2008) bahwa sudah terdaftar lebih dari 300 spesies parasitoid agromyzid, dan
lebih dari 80 spesies yang dikenal untuk menyerang Liriomyza spp. La Salle dan
Parrella (1991) menyatakan telah didaftarkan 23 Nearctic spesies parasitoids
untuk Liriomyza spp. diketahui 14 spesies parasitoid saja dari Florida, 72 spesies
parasitoid dari berbagai negara, dengan mayoritas berasal dari Amerika Selatan.
4
Telah dilaporkan beberapa parasitoid pengorok daun di Asia dan Kepulauan
Pasifik, dimana 28 spesies terdapat di jepang , 14 spesies terdapat Cina, 11
spesies di Indonesia, 8 spesies di Malaisya dan 18 spesies di Vietnam.
Parrella (1987) dalam Supratha (1999) menganjurkan serangkaian
penelitian yang mencakup identifikasi jenis- jenis parasitoid, estimasi kemampuan
pengendalian, dan menentukan dampak penggunaan insektisida terhadap
parasitoid, tanpa mengesampingkan data biologi secara rinci.
Penyebaran hama Liriomyza ke Timor Leste kemungkinan melalui impor
komoditas sayuran dan bibit tanaman inang yang masuk melalui darat yang
berasal dari Timor Barat (Indonesia). Hama tersebut telah menyebar luas pada
areal pertanaman sayuran di dataran rendah maupun tinggi. Menurut Supartha
(2013 percom) L. sativae telah ditemukan di daerah dataran rendah seperti di
Viqueque (100 m dpl) dan Lospalos (600 m dpl) pada tanaman tomat sekitar
pertengahan tahun 2009 serta di Liquidoe (Aileu) (700 m dpl) (tanaman tomat),
Urlefa (Maubessi, Ainaro (1000 m dpl) pada tanaman caisin dan kentang pada
tahun 2010. Spesies Liriomyza spp. yang sudah diidentifikasi di Timor Leste
adalah Liriomyza sativa dan Liriomyza huidobrensis (Keys Lucid, 2008).
Walaupun demikian belum ada penelitian khusus tentang jenis-jenis Liriomyza
dan parasitoidnya yang bersosiasi dengan berbagai jenis tanaman sayuran di
Timor Leste. Demikian juga dengan kompleksitas parasitoid dan tingkat
parasitisasinya terhadap Liriomyza di lapang belum tersentuh sampai saat ini.
5
Oleh karena itu perlu segera dilakukan penelitian di Timor Leste terutama di
pusat - pusat pertanaman sayuran yang menyebar di dataran rendah dan tinggi.
1.2 Rumusan Masalah
Beberapa masalah yang perlu dirumuskan dalam melaksanakan penelitian ini
antara lain:
1.2.1 Bagaimanakah keragaman dan kelimpahan Populasi Liriomyza spp. yang
menyerang berbagai jenis tanaman sayuran di lapangan.
2.2.2 Bagaimanakah keragaman dan kelimpahan populasi parasitoid yang
berasosiasi dengan Liriomyza spp.
2.2.3 Bagaimanakah tingkat parasitisasi parasitoid terhadap Liriomyza spp.
dilapangan.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1.3.1 Untuk mengetahui keragaman dan kelimpahan populasi Liriomyza spp.
yang menyerang tanaman sayuran di lapang
1.3.2 Untuk mengetahui keragaman dan kelimpahan parasitoid yang
berasosiasi Liriomyza spp.
1.3.3 Untuk mengetahui tingkat parasitisasi parasitoid terhadap Liriomyza spp.di
lapang.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Secara teknik, penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk
menyusun rencana pengendalian Liriomyza spp. di tingkat lapang.
6
1.4.2 Untuk Institusi, penelitian ini sebagai data dasar untuk membuat kebijakan
dalam menyusun strategi pengendalian hama Timor Leste khususnya hama
Liriomyza spp. pada masa mendatang.
1.4.3 Untuk akademis, hasil penelitian dapat memperkaya kasanah ilmu
pengetahuan khususnya mengenai ilmu hama tumbuhan.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Taksonomi Pengorok Daun
Hama pengorok daun (Liriomyza spp.) dalam taksonomi serangga secara
umum diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animal
Philum : Antropoda
Klas : Insekta
Order : Diptera
Famili : Agromyzidae
Genus : Liriomyza spp. (CPC.2000)
Liriomyza adalah salah satu dari lima genus lalat pengorok daun. Hingga
saat ini sedikitnya telah diidentifikasi 26 spesies Liriomyza spp. dan identifikasi
tingkat spesies lalat pengorok daun sulit dilakukan karena ukuran tubuhnya kecil
adanya kemiripan antar spesies (Rauf, 1995).
Tiran (2009) dalam Sahabudin et al., (2012) menyatakan bahwa ada 5
spesies Liriomyza spp. di antaranya adalah Liriomyza sativa, L. huidobrencis,
L. Chinencis, L. Bryoniae, dan L. horticola. Menurut Nonci dan Muis (2011)
terdapat 7 spesies Liriomyza spp. Liriomyza sativa, L. huidobrencis, L. Bryoniae,
L. strigata, L. trifolii, L. brasicae, L. cicerina. Ciri morfologis yang relatif mudah
dibedakan diantara berbagai jenis Liriomyza spp. adalah warna scutellum, pola
warna tergite pada abdomen serta warna tungkainya. Tetapi karakter morfologi
8
yang banyak digunakan untuk membedakan diantara spesies Liriomyza spp.
adalah bentuk aedegus serangga jantan (Spencer, 1990: Shiao, 2004 dalam
Sahabuddin et al., 2012).
2.2 Biologi Pengorok Daun
Lalat pengorok daun dapat diidentifikasi melalui panjang tubuhnya, yakni
antara 1,7 - 2,3 mm. Sebagian besar tubuhnya berwarna hitam mengkilap, kecuali
skutelum dan bagian samping toraks serta bagian tengah berwarna kuning.
Telurnya berwarna putih bening, berukuran 0,28 mm x 0,15 mm. Larva berwarna
putih susu atau putih kekuning-kuningan, dan yang sudah besar berukuran ± 3,5
mm. Pupa berwarna kuning keemasan hingga coklat kekuningan berukuran 2,5
mm (Siagiaan, 2010). Imago lalat pengorok daun berukuran sekitar 2 mm.
Bagian dorsal berwarna gelap, namun skutelumnya kuning terang. Imago betina
Liriomyza spp. memiliki ovipositor yang berkembang sempurna, ovipositor
merupakan ciri pembeda dengan lalat jantan. Lalat betina membuat beberapa
tusukan, pada bagian atas permukaan daun yang diawali pada daun bagian atas
(Tengkano dan Soehardjan, 1985 dalam Anonim 2012). Menurut Tarumingkeng
(1994) dan Price (1997) dalam Baliadi dan Tengkano (2011) bahwa serangga
jenis ini menghasilkan keturunan yang banyak dalam waktu singkat karena cepat
menggunakan sumber makanan, beradaptasi baik terhadap lingkungan, dan
mempunyai kemampuan mengkolonisasi habitat. Betina dewasa memakan
jaringan daun dengan menusuk permukaan daun dengan ovipositors mereka dan
menghisap cairan isi sel, betina juga menusuk jaringan daun untuk meletakkan
9
telur mereka dan dapat hidup selama 7 sampai 10 hari. Telur akan menetas 2-5
hari setelah oviposisi. Setiap larva memakan jaringan daun membuat terowongan
berkelok-kelok (leafmine serpentine) atau bercak pada daun. Daun gorokan
ukuran menjadi semakin besar sebagai pakan larva dan berkembang melalui 3
tahap dewasa (instar). Setelah selesai makan, larva dewasa memotong celah di
permukaan daun, keluar dari daun dan menjatuhkan diri ke tanah di mana larva
Liriomyza spp. akan menjadi pupa . Dari telur berkembang menjadi dimago
sekitar dua minggu pada suhu 95 ° F (35 ° C) atau selama delapan minggu pada
suhu 60° F (16°C) (Bográn , 2005). Siklus hidup lalat pengorok daun berkisar
antara 22 - 25 hari, dan stadium pupa 9-12 hari. Imago betina mampu hidup
selama 6 - 14 hari, dan imago jantan 3 - 9 hari (Siagian, 2010). Setiap spesies
dari Liriomyza spp. mempunyai siklus hidup yang berbeda - beda. Misalnya
Liriomyza sativae berkisar antara 24−28 hari dan Liriomyza huidobrensis 17−25
hari, yaitu 2−3 hari stadia telur, 7−10 hari stadia larva, dan 5−7 hari stadia pupa.
Serangga dewasa bertahan hidup 3−6 hari (Espinosa-G dan Sanches-V 1982
dalam Baliado dan Tengkano, 2010 ). Perkembangan Liriomyza spp. atau sering
disebut sebagai hama pengorok daun merupakan serangga yang bermetamorfosis
sempurna. Siklus hidup serangga ini terdiri dari, telur, larva, pupa, dan imago.
Larva yang masih dalam masa perkembangan dan pertumbuhan membuat lubang-
lubang gorokan pada daun bagian dalam, tepatnya di bawah lapisan epidermis
sehingga terlihat menyerupai alur atau jalan yang berkelok-kelok. Larva akan
terus mengorok selama masa perkembangan hingga gorokan yang menyerupai
10
jalan tersebut berangsur-angsur membesar sesuai dengan ukuran tubuh larva dan
kemudian berakhir ketika stadia larva akan berakhir dan memasuki stadia larva -
prepupa. Apabila stadia larva segera berakhir, biasanya di akhir gorokan tersebut
akan nampak larva - prepupa yang warnanya berbeda dengan warna lubang yang
telah ada sebelumnya, yaitu kuning agak keemasan. Larva tersebut akan keluar
dari daun dan selanjutnya berubah menjadi pupa yang berwarna sama dengan
ketika masih larva - prepupa. Pupa akan berada di atas daun atau turun ke tanah
dan berubah menjadi imago.
2.3 Persebaran dan Tanaman Inang Liriomyza spp.
Liriomyza sativae tersebar di dataran rendah dan sedang 0 - 600 m
dibawah permukaan laut dan banyak menimbulkan kerusakan berat pada sayuran
dataran rendah seperti mentimun, tomat, dan kacang panjang (IPB-IHD/ACIAR,
2002 dalam Herlina, 2003). L. sativae merupakan hama polifag yang dapat
menyerang berbagai jenis tumbuhan inang dari berbagai famili. Penyebaran
Liriomyza huidobrensis yaitu pada dataran tinggi berkisar antara 900 – 1200 m
diatas permukaan air laut. Karena lalat tersebut merupakan hama dari tanaman
kentang jenis Solanaceae yang dapat tumbuh pada dataran tinggi (Rauf, 2005 ).
Liriomyza chinesis bersifat monofag dengan inang terbatas pada bawang merah
dan bawang daun yang tumbuh di dataran rendah maupun tinggi (Rauf, 2005).
Lalat pengorok daun selain menyerang tanaman hias juga bisa menyerang
tanaman sayuran, buah -buahan maupun tumbuhan liar. Jenis tanaman yang
diserang meliputi kentang, tomat, seledri, wortel, ketimun, caisin, bit, selada,
11
kacang merah, kubis, cabai, bawang merah, buncis, terong, semangka, bayam liar,
dan lain-lain. Dilihat dari banyaknya tanaman inang ini memungkinkan daya
pencar yang cepat sehingga dapat menimbulkan dampak terhadap tanaman yang
budidayakan (Siagian. 2010).
2.4 Gejala Serangan dan Kerugian Ekonomi
Gejala serangan lalat pengorok daun pada tanaman mudah dikenali dengan
adanya liang korokan beralur warna putih bening pada bagian mesofil daun.
Apabila liang korokan tersebut dibuka, akan terlihat larva yang aktif bergerak.
Larva hidup dan makan di dalam liang korokan. Pada satu helaian daun dapat
dijumpai lebih dari satu liang korokan. Pada serangan lanjut, warna liang korokan
berubah menjadi kecoklatan, daun layu, dan gugur. Imago lalat pengorok daun
menusukkan opivositornya pada daun-daun muda, walaupun gejala juga muncul
pada daun-daun yang muncul berikutnya. Jumlah dan umur daun mempengaruhi
kerapatan larva pada tanaman (Baliadi 2009 dalam Baliadi dan Tengkano, 2010).
12
Kerusakan yang disebabkan oleh Liriomyza spp. pada tanaman dibedakan
menjadi dua, yakni kerusakan langsung dan tidak langsung. Kerusakan langsung
disebabkan oleh perilaku makan larva. Aktivitas larva dapat menurunkan
kapasitas fotosintesis tanaman (Trumble et al., 1985 dalam Baliadi dan
tengkano, 2010). Menurut Spencer (1973) dalam Sudiarta (2006) bahwa perilaku
penusukan tersebut mempunyai fungsi ganda yaitu (1) untuk memastikan bahwa
tanaman tersebut adalah tanaman inang, (2) memasukan protein khusus ke dalam
daun tanaman inang untuk keperluan perkembangan telur, dan (3) mendapatkan
nutrisi yang tersedia pada tanaman inang tersebut. Kerusakan tersebut terjadi
pada jaringan palisade daun saat larva membuat liang korokan serpentin.
Serangan berat mengakibatkan desikasi dan pengguguran daun lebih dini. Dari
Liriomyza spp. dewasa hanya betina yang menyebabkan kerusakan melalui
tusukan makan dan oviposisi.
Gamba 2.1 Ciri-ciri gejala serangan Liriomyza spp
Sumber : Normes OEPP (2005).
13
Perilaku makan larva dimana kerokan larva menyurupai terowongan kecil
dan meliuk-liuk seperti gerakan ular yang di dalamnya bersisi larva. Korokan
larva instar-1 sulit di pantau dengan matan telanjang, kecuali korokan tersebut
sudah mengering. Kerokan larva bisa tampak dari permukaan bagian atas maupun
bagian bawah daun.kerokan larva instar -2 dan 3 masing-masing 3.4 kali dan 7.7
kali lebih lebar dibandingkan instar-1 (Supartha, 1998 ).
Besarnya kehilangan hasil yang disebabkan oleh hama penggorok daun
berbeda – beda berdasarkan tempat, ketinggian dan jenis spesiesnya. Hal ini
terlihat pada beberapa hasil penetilitian yang tela dilaksanakan. Kerusakan berat
terjadi pada pertanaman kentang di Bogor, Malang, dan Probolinggo dengan
taksiran penurunan hasil 40 – 60% (Rauf 1995, 1997). Di Mauritius, hama ini
menyebabkan kerugian 20 – 65% pada tanaman kentang (Fagoonee & Toory
1983). Dalam tahun 1984, kerugian yang disebabkan oleh Liriomyza spp. pada
tanaman sayuran di Hawai mencapai US$ 11,7 juta (Lologau, 2010).
2.5 Pengendalian Liriomyza sp.
Ada beberapa cara pengendalian hama Liriomyza spp. Menurut Baliadi
dan Tengkano (2011) bahwa pengendalian Liriomyza dapat dilakukan dengan :
a. Penggunaan varietas tahan.
b. Kultur tehnis,teknik pengendalian lalat pengorok daun secara kultur teknis
antara lain dilakukan dengan pemasangan mulsa plastik, penanaman serentak,
dan pergiliran tanaman. Pertanaman yang ditanam lebih akhir akan menderita
serangan yang lebih berat. Oleh karena itu, penanaman lebih awal dan
14
serentak direkomendasikan sebagai salah satu teknik pengendalian yang
efektif
c. Penggunaan Insektisida berspektrum luas masih sering digunakan untuk
mengendalikan lalat pengorok daun. Di Indonesia, untuk mengatasi lalat
pengorok daun, petani sayuran umumnya melakukan aplikasi insektisida
setiap minggu, bahkan kadang-kadang seminggu dua kali. Ketidakefektifan
insektisida karena larva lalat pengorok daun tinggal di dalam jaringan daun.
Hingga saat ini belum diperoleh jenis insektisida yang efektif mengendalikan
lalat pengorok daun. Anonim (2012) perlu pemupukan berimbang,
pemangkasan daun - daun yang terserang dan daun bagian bawah yang telah
tua, Larva dikumpulkan dari sekitar tanaman yang rusak kemudian
dimusnahkan, kemudian Tidak membawa bibit dari daerah endemik ke
daerah lainnya.
d. Pengendalian hayati yaitu penggunaan musuh alami untuk mengendalikan
hama pengorok daun. Musuh alami adalah suatu mikroorganisme yang
dalam kelangsungan hidupnya memangsa/menumpang pada tubuh organisme
lain. Musuh alami sebagai faktor pengendali secara alami terhadap hama
sangat diperlukan keberadaannya didalam ekosistem atau agroekosistem.
Untuk itu perlu dijaga kelestarian dan ditingkatkan peranannya
(Setyolaksono, 2012). Dalam kehidupan serangga dimana setiap serangga
memiliki musuh alaminya sendiri, musuh alami itu bermacam - macam
seperti parasitoid, predator, jamur, Virus dan bakteri. Musuh alami dikenal
15
sebagai organisme hayati yang mempengaruhi regulasi populasi hama atau
organisme lain. Musuh alami itu bersifat umum seperti predator dan
bersifat spesifik seperti parasitoid (Sembel, 2010).
2.6 Parasitoid
Parasitoid ialah organisme yang menghabiskan sebagian besar hidupnya
dengan bergantung pada organisme inang tunggal yang akhirnya membunuh dan
sering mengambil makanan dalam proses itu (Sugiyanto, 2012). Liriomyza spp.
diketahui memiliki musuh alami, khusus di tempat aslinya. Setidaknya 23 spesies
parasitoid telah digunakan dalam program pengendalian biologis terhadap
Liriomyza trifolii Burgess dan L. sativae Blanchard (Diptera: Agromyzidae) di
Senegal, California, Hawaii, Barbados, Marianas, Tonga, Taiwan dan Guam
(Petcharat et al., 2002 dalam Çikman, 2011). Parasitoid dari famili Eulophidae,
Braconidae dan Pteromalidae adalah parasitoid yang dominan yang menyerang
stadia larva dan pupa dari lalat Agromizidae (Çikman, 2011). Menurut Noyes
(2004) dalam Liu (2008) mengataakan bahwa terdapat lebih dari 300 spesies
parasitoid agromyzidae, dan lebih dari 80 spesies yang dikenal untuk menyerang
spesies Liriomyza spp. La Salle dan Parrella (1991) mendaftarkan 23 spesies
parasitoids untuk Liriomyza. Berdasarkan informasi Majalah Serangga Online
edisi 2012 dan Warsito (2004) dalam Baliadi dan tengkano (2010), menyatakan
bahwa di Indonesia tercatat 19 jenis parasitoid berasosiasi dengan Liriomyza
sativae dan 6 jenis parasitoid berasosiasi dengan Liriomyza huidobrensis. Pada
kondisi alami larva Liriomyza spp. dapat terparasit oleh berbagi jenis parasitoid
16
dan imagonya dimangsa oleh predator. Jenis parasitoid Liriomyza spp. berbeda
untuk setiap tanaman dan daerah geografi atau penyebarannya. Jenis parasitoid
yang umumnya muncul dari daun yang menyerang Liriomyza Sativae
adalah Asecodes deluchii (Boucek), Quadrastichus liriomyzae Hansson & La
Salle, Chrysocharis sp. dan Hemiptarsenus varicornis (Girault) (Rauf, 2005).
Spesies parasitoid Liriomyza spp. dan wilayah penyebarannya tercantum pada
Lampiran 1.
2.7 Perilaku Parasitoid Menemukan Inang
Proses menemukan inang oleh seekor parasitoid adalah sebuah proses
yang sangat kompleks dan sophisticated, dimana proses itu berbeda tergantung
jarak inang (long & short range). Penemuan inang pada jarak yang jauh dapat
dilakukan karena inang mengeluarkan beberapa senyawa kemikal yang dapat
ditangkap oleh parasitoid yang disebabkan karena parasitoid memiliki sistem
navigasi untuk bisa mendeteksi keberadaan inang dari senyawa kemikal yang
dikeluarkannya.
1) Proses penemuan inang pada jarak yang panjang (long range/distance),
selalu ditentukan dengan kemikal berupa kairomon atau synomon yang
secara umum berasal dari: (a) inang itu sendiri berupa kotoran inang, selama
ganti kulit, selama proses makan dan feromon aggregasi, atau kairomon, (b)
tanaman dimana inang menyerang berupa synomon untuk parasiroid, dan
(c) berasal dari interaksi antara inang dan tanaman inang seperti kerusakan
selama proses makan inang, ini berupa synomon pada parasitoid. Senyawa
17
kimia sangat menentukan parasitoid mengidentifikasi arah dimana inang itu
berada. Senyawa kimia yang diproduksi oleh inang mungkin feromon sex atau
senyawa kimia yang diproduksi ketika proses makan atau perkembangan inang.
Daun-daun yang terserang inang menunjukkan kenampakan yang berbeda dalam
warna dan bentuk dengan daun yang tidak terserang inang, sehingga memberikan
pengaruh ketertarikan yang berbeda bagi parasitoid selain itu suara yang
diproduksi oleh inang kadang-kadang menjadi penyebab ketertarikan parasitoid
(Purnomo, 2009).
2) Proses menemukan inang jarak pendek oleh parasitoid sangat ditentukan oleh
senyawa kimia tertentu yang memberitahukan pada parasitoid, bahwa inangnya
sudah dekat, yang membuat parasitoid semakin mengintensifkan pencariannya
pada area tertentu. Senyawa kimia ini sering dinamakan arrestants yang berupa
senyawa kimia yang kurang volatil dibandingkan senyawa attractans. Senyawa
ini sering diproduksi inang ketika dalam proses makan atau peletakan
telur (Purnomo, 2009). Menurut Sugiyanto (2012), bahwa perilaku parasitoid
dalam menemukan inang sebagai berikut: a) lokasi habitat inang, b) lokasi
inang, c) penerimaan inang, dan d) kesesuaian inang. Beberapa faktor penting
berpengaruh terhadap perilaku parasitoid adalah waktu sebelum oviposisi
(peletakkan telur), ritme harian dan status perkawinan merupakan faktor internal
pada perilaku. Faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, cahaya dan angin,
serta jenis tanaman, kepadatan dan kejelasan inang, adalah faktor eksternal pada
18
parasitoid. Stimulus fisik seperti suara, gerakan, vibrasi, ukuran, bentuk, dan
tekstur dianggap sebagai faktor sekunder.
Parasitoid dalam tubuh host/inang mengisap cairan tubuh atau memakan
jaringan bagian dalam tubuh inang. Parasitoid yang hidup di dalam tubuh inang
disebut endoparasitoid dan yang menempel di luar tubuh inang disebut
ektoparasitoid. Parasitoid umumnya mempunyai inang yang lebih spesifik,
Gambar 2. 2 Beberapa spesies parasitoid Liriomyza spp.
sumber : Petcharat et al., 2002.
Imago parasitoid Liriomyza spp. yang terdapat di Thailand Selatan :
A) Imago betina Asecodes sp. Nr. Notandus (silvestri) (Hymenoptera:Eulophidae).
B) Betina Cirrospilus ambiguous hansson & LaSalle (Hymenoptera:Eulophidae).
C) Jantan dan betina Hemiptarsenus variconis (Grirault) (Humenoptera: Eulophidae.
D) Betina Neochrysocharis Formosa (Westwood) (Hymenoptera: Eulophidae).
E) Betina Opius dissitus (Muesebeck) (Hymenoptera: Braconidae).
F) Betina Quadrastichus sp. nr. Liriomyzae (Hymenoptera:Eulophidae). Bar =0.05.
19
sehingga dalam keadaan tertentu parasitoid lebih efektif mengendalikan hama.
Kelemahan dari parasitoid itu karena adanya parasitoid tertentu yang dapat
terkena parasit lagi oleh parasitoid lain. Kejadian seperti itu disebut
hiperparasitisme dan parasitoid lain tersebut disebut parasit sekunder. Bila parasit
sekunder ini terkena parasit lagi disebut parasit tersier. Parasit sekunder dan
parasit tersier disebut sebagai hyperparasit (Anonim, 2012).
Menurut Sembel (2010), bahwa karakter-karakter musuh alami yang baik
adalah : a) memiliki kemampuan mencari inang yang tinggi, b) memiliki spesifitas
inang, memiliki kecepatan bertambah yang tinggi, c) kemampuan untuk hidup
dalam zona iklim yang luas, d) kemampuan untuk diperbanyak secara artificial, e)
kemampuan untuk membedakan inang yang cocok. Anonim (2011) mengatakan
ada beberapa faktor yang mendukung efektivitas parasitoid dalam pengendalian
hayati antara lain: a) Daya kelangsungan hidup yang baik, b) hanya satu atau
sedikit individu inang yang diperlukan untuk melengkapi daur hidup, c)
kemampuan dalam mencari inang (searching capacity), d) sebagian besar
parasitoid bersifat monofag atau oligifag, e) sehingga memiliki kisaran inang yang
sempit. Selain itu Parasitoid juga memiliki kelemahan seperti berikut: a) daya
mencari inang sering dipengaruhi oleh keadaan, cuaca atau faktor lain,
b) parasitoid dengan daya cari tinggi umumnya jumlah telur yang dihasilkan
rendah, c) parasitoid di alam mempunyai musih alami terutama hiperparasitoid, d)
peran parasitisme didominsi oleh parasitoid dalam oviposisi betina untuk
kelangsungan generasinya.
20
2.8 Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kehidupan Serangga.
2.8.1 Faktor dalam (Internal)
Beberapa faktor dalam yang mempengaruhi kemampuan serangga untuk
berkembang biak adalah:
1. Kemampuan berkembang biak
Kemampuan berkembang biak suatu jenis serangga dipengaruhi oleh
kecepatan berkembang biak, keperidian dan fekunditas (Natawigena,1990).
Keperidian (natalitas) adalah besarnya kemampuan jenis serangga untuk
melahirkan keturunan baru. Serangga umumnya memiliki keperidian yang cukup
tinggi. Semakin kecil ukuran serangga, biasanya semakin besar keperidiannya.
Sedangkan fekunditas (kesuburan) adalah kemampuan yang dimiliki oleh seekor
betina untuk memproduksi telur. Lebih banyak jumlah telur yang dihasilkan,
maka lebih tinggi kemampuan berkembang biaknya. Kecepatan berkembang biak
dari sejak terjadinya telur sampai menjadi dewasa yang siap berkembang biak,
tergantung dari lamanya siklus hidup serangga. Serangga yang memiliki siklus
hidupnya pendek, akan memiliki frekuensi bertelur yang lebih tinggi atau lebih
sering dibandingkan dengan serangga lainnya yang memiliki siklus hidup lebih
lama (Natawigena, 1990 dalam Anonim, 2010). Kemampuan berkembang biak
(reproductive potensial) akan menentukan tinggi rendahnya, populasi hama.
Apabila di telusuri lebih lanjut, kemampuan berkembang biak itu bergantung
kepada kecepatan berkembang biak (rate of multiplication) dan perbandingan sex
21
ratio serangga hama. Kemudian kecepatan berkembang biak ditentukan oleh
keperidian (fecundity) dan jangka waktu perkembangan (Anonim, 2012).
2. Perbandingan kelamin (Sex ratio)
Perbandingan serangga jantan dan serangga betina atau lebih dikenal dengan
sex ratio sangat penting dalam menentukan cepatnya pertumbuhan populasi hama.
Serangga hama pada umumnya berkembang biak melalui perkawinan walaupun
ada beberapa spesies tertentu yang menghasilkan keturunannya tanpa melalui
pembuahan telurnya yang disebut parthenogenesis (Anonim, 2012). Perbedaan
jenis kelamin ini dipengaruhi oleh factor - faktor lingkungan, diantaranya keadaan
musim dan kepadatan populasi. Seandainya populasinya menjadi lebih padat,
maka akan lahir jenis betina-betina yang bersayap, sehingga dapat menyebar dan
berkembang biak di tempat-tempat yang baru. Pada musim panas, telur-telur
betina hasil pembiakan secara parthenogenesis akan menghasilkan individu-
individu jenis jantan maupun jenis betina, yang selanjutnya menghasilkan telur-
telur yang dibuahi (Natawigana, 1990 dalam Anonim, 2010).
3. Sifat mempertahankan diri
Untuk kelangsungan hidupnya serangga juga memiliki kemampuan untuk
mempertahankan diri dari serangan musuh. Beberapa kemampuan serangga untuk
mempertahankan diri yaitu a) kamuflase (penyamaran), digunakan serangga
berbaur pada lingkungan mereka agar terhindar dari pendeteksian pemangsa,
seperti menyerupai ranting atau daun tanaman, b) Taktik menakuti musuh, yaitu
serangga tertentu mampu mengelabui musuh dengan cara meniru spesies serangga
22
lain agar terhindar dari pemangsanya, yang dikenal dengan istilah serangga
mimikri. Cara meniru serangga mimikri terhadap serangga lain, misalnya
perilaku, ukuran tubuh, maupun bentuk pola warna, c) Pengeluaran senyawa
kimia dan alat penusuk (penyengat) adalah kemampuan serangga mengeluarkan
senyawa kimia beracun atau bau untuk menghindari serangan musuhnya. Terdapat
alat penusuk pada serangga digunakan untuk menyengat atau membunuh lawan/
mangsanya. (Natawigena, 1990 dalam Anonim, 2010).
4. Siklus hidup
Daur hidup adalah waktu yang dibutuhkan semenjak terjadinya telur sampai
serangga menjadi dewasa yang siap untuk berkembang biak. Daur hidup serangga
umumnya pendek. Serangga yang memiliki daur hidup yang pendek, akan
memiliki frekwensi bertelur yang lebih tinggi atau lebih sering, bila dibandingkan
dengan serangga lainnya yang memiliki daur hidup lebih lama (Natawigena, 1990
dalam Anonim, 2010). Pada sebagian serangga hama jangka waktu perkembangan
dari telur sampai dewasa berlangsung pendek, tetapi pada serangga lain
perkembangannya berlangsung lama. Serangga yang mengalami metamorfosa
holometabola perkembangan serangga dimulai dari telur-larva-pupa/kepompong -
dewasa. Pada serangga yang mengalami metamorfasa hemimetabola atau
paurometabola perkembangannya dimulai dari telur-nimfa-dewasa. Pada
umumnya serangga yang kebutuhan nutrisinya terpenuhi dan berimbang, siklus
hidupnya akan lebih cepat bila dibandingkan dengan serangga hama yang
23
kebutuhan nutrisinya tidak cukup. Berbagai spesies serangga masing-masing
mempunyai jangka perkembangan yang berbeda - beda pula (Anonim, 2012).
5. Kompetisi
Kompetisi akan terjadi pada individu-individu dalam suatu habitat untuk
mendapatkan sumber kebidupan. Kompetisi antar individu dapat terjadi dalam
bentuk: 1) Kompetisi dalam hal makanan, kompetisi dalam hal makanan
biasanva terjadi karena populasi makanan saat itu berkurang, sedangkan populasi
serangga stabil atau bahkan meningkat. Akibatnya akan bekerja faktor yang
bersifat density dependent, yang berkaitan dengan suplai makanan tersebut,
terjadinya penurunan populasi serangga karena meningkatnya mortalitas
(Anonim, 2010). Pada serangga hama tertentu meletakkan telur satu per satu dan
dalam jumlah yang tidak begitu banyak, namun mayoritas serangga hama akan
meletakkan telur secara berkelompok dan begitu menetas akan terjadi kompetisi
diantara serangga sendiri. 2) Kompetisi dalam hal ruang gerak, Kompetisi itu
terjadi pada serangga hama yang hidup dan berkembang pada ruang gerak
terbatas, 3) Kompetisi dalam hal tempat berlindung,
2.8.2 Faktor luar (External)
1. Faktor Abiotik
a. Suhu/temperatur
Setiap serangga memupunyai kisaran suhu yang berebeda dimana serangga
itu dapat hidup dan pada umumnya kisaran suhu yang efektif serangga masih
hidup normal adalah suhu minimum. Jadi serangga memiliki kisaran suhu tertentu
24
untuk kehidupannya. Di luar kisaran suhu itu serangga tidak berkembang dengan
normal aktivitas serangga menurun kadang serangga tersebut mengalami
kematian pada kisaran suhu yang lain. Menurut Natawigena (1990) dalam
Anonim (2010) bahwa umumnya kisaran suhu yang efektif adalah 15ºC (suhu
minimum), 25ºC suhu optimum dan 45ºC (suhu maksimum). Pada suhu yang
optimum kemampuan serangga untuk melahirkan keturunan akan besar dan
kematian (mortalitas) sebelum batas umur akan sedikit.
b. Kelembaban udara
Kelembaban udara mempengaruhi kehidupan serangga langsung atau tidak
langsung. kelembaban harus dilihat sebagai keadaan lingkungan dan kelembaban
sebagai bahan yang dibutuhkan organisme untuk melangsungkan proses fisiologis
dalam tubuh. tidak ada organisme yang dapat hidup tanpa air karena sebagian
besar jaringan tubuh dan kesempurnaan seluruh proses vital dalam tubuh akan
membutuhkan air. Bagi serangga pada umumnya kisaran toleransi terhadap
kelembaban udara yang optimum terletak didalam titik maksimum 73 sampai 100
persen. Cuaca yang lembab merangsang pertumbuhan populasi, sedang cuaca
yang sangat kering atau keadaan yang banyak hujan menghambat pertumbuhan
tersebut (Anonim, 2012).
c. Faktor cahaya, warna dan bau.
Cahaya adalah faktor ekologi yang besar pengaruhnya bagi serangga,
diantaranya lamanya hidup, cara bertelur, dan berubahnya arah terbang. Banyak
jenis serangga yang memilki reaksi positif terhadap cahaya dan tertarik oleh
25
sesuatu warna, misalnya oleh warna kuning atau hijau. Pengaruh cahaya terhadap
perilaku serangga berbeda antara serangga yang aktif siang hari dengan yang aktif
pada malam hari. Pada umumnya radiasi yang berpengaruh terhadap serangga
adalah radiasi infra merah, dalam hal ini berpengaruh untuk memanaskan tubuh
serangga (Anonim, 2012).
d. Angin
Angin dapat berpengaruh secara langsung terhadap kelembaban dan proses
penguapan badan serangga dan juga berperan besar dalam penyebaran suatu
serangga dari tempat yang satu ke tempat lainnya. Baik memiliki ukuran sayap
besar maupun yang kecil, dapat membawa beberapa ratus meter di udara bahkan
ribuan kilometer (Natawigena, 1990 dalam Anonim, 2010).
e. Makanan
Tersedianya makanan baik kualitas yang cocok maupun kualitas yang cukup
bagi serangga, akan menyebabkan meningkatnya populasi serangga dengan cepat.
Sebaliknya apabila keadaan kekurangan makanan, maka populasi serangga dapat
menurun (Anonim, 2010). Keberadaan faktor makanan akan dipengaruhi oleh
suhu, kelembaban, curah hujan dan tindakan manusia. Apabila semua faktor lain
sangat mendukung perkembangan serangga maka pertambahan populasi serangga
akan sejalan dengan makin bertambahnya makanan. Keadaan sebaliknya akan
menurunkan populasi serangga hama, Hubungan faktor makanan dengan populasi
serangga itu disebut hubungan bertautan padat atau density independent. Menurut
Jumar (2000), dalam Setyolaksono (2012) bawa dalam hubungannya dengan
26
makanan, masing-masing jenis serangga memiliki kisaran inang yang berbeda
yaitu monofag (hidup dan makan hanya pada satu atau beberapa spesies dalam
satu famili tertentu), polifag (hidup dan makan pada berbagai spesies
pada berbagai famili), dan oligofag (hidup dan makan pada berapa spesies dalam
satu famili).
2. Faktor biotik
Faktor Penting dari komponen biotik adalah predator, parasitoid, dan
entomopatogen. Predator yaitu binatang atau serangga yang memangsa binatang
atau serangga lain. Predator tidak spesifik terhadap pemilihan mangsa. Oleh
karena itu predator adalah serangga atau hewan lain yang memakan serangga
hama secara langsung. Untuk perkembangan larva menjadi dewasa dibutuhkan
banyak mangsa. Predator yang monophagous (mempunyai satu inang)
menggunakan serangga hama sebagai makanan utamanya. Predator seperti
ini biasanya efektif tetapi mempunyai kelemahan, yaitu apabila populasi hama
yang menjadi mangsanya berkurang, biasanya predator tidak dapat
bertahan hidup lama, pada umumnya predator tidak bersifat monophagous.
Entomopatogen dapat menimbulkan penyakit, meliputi cendawan, bakteri, virus,
nematoda atau hewan mikro lainnya yang dapat mempengaruhi kehidupan
serangga hama (Anonim, 2012).
27
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Penyebaran Liriomyza spp. pada awalnya hanya di California kemudian
menyebar ke berbagai Negara di Amerika Selatan, di Afrika, Europa, dan Asia
melalui perdagangan bunga potong dan sayuran segar (Spencer 1973 dalam
Baliado dan Tengkano, 2010). Di Indonesia Liriomyza sp. pertama kali ditemukan
menyerang pertanaman kentang di daerah Cisarua, Bogor pada tahun 1994
(Rauf,1995). Hama ini kemudian menyebar ke beberapa daerah di Jawa,
Sumatera, dan Sulawesi yang menimbulkan kerusakan berat pada tanaman
mentimun, buncis, dan kacang merah (Rauf et al.,2000). Selain itu Liriomyza spp.
telah dilaporkan termasuk beberapa tanaman inang di Bali, Lombok, dan
Sumbawa (Supartha, 2003 dalam Supartha et. al., 2005).
Menurut Tiran (2009) dalam Sahabudin et al., (2012) menyatakan terdapat
5 spesies Liriomyza spp. menyerang tanaman sayuran di antaranya adalah
Liriomyza sativa, L. huidobrencis, L. Chinencis, L. Bryoniae, dan L. horticola.
Sedangkan Nonci dan Muis (2011) menyatakan terdapat 7 spesies Liriomyza
spp. menyerang tanaman sayuran yaitu Liriomyza sativa, L. huidobrencis, L.
Bryoniae, L. strigata, L. trifolii, L. brasicae, dan L. cicerina.
Liriomyza spp. merupakan hama polifag yang menyebabkan kerusakan
ekonomi pada tanaman sayur-sayuran (Hernandes et al., 2010). Dampak
28
serangan hama ini terhadap hasil tergantung pada jenis tanaman, saat
serangan terjadi, dan tingkat kerusakan. Secara umum kerusakan karena korokan
larva lebih merugikan daripada kerusakan karena tusukan ovipositor.
Namun pada sayuran daun, gejala bintik-bintik putih akibat tusukan
ovipositor menurunkan kualitas tanaman sehingga menurunkan harga jual (Rauf
& Shepard, 2001 dalam Herlina, 2004). Menurut Spencer (1989) dalam Herlina
et al., (2005) pada keadaan populasi tinggi, serangan dapat menyebabkan
kegagalan panen atau kematian tanaman. Serangan Liriomyza sativae pada
tanaman kentang dan ketimun di Jawa Barat dapat menyebabkan kehilangan
hasil sampai dengan 60 % (Rauf, 1999 dalam Sulaeha et al., 2009). Di Bali
serangan Liriomyza pada tanamaan sayuran di dataran rendah menimbulkan
kerugian antara 30 – 60 % per musim tanam (Supartha,2002 dalam Supartha et
al., 2005).
Sejauh ini upaya pengendalian hama lalat pengorok daun masih bertumpu
pada penggunaan insektisida sintetik, bahkan aplikasinya dapat menncapai 2-3
kali per minggu (Rauf, 1999 dalam Rustan et al., 2009). Penggunaan insektisida
yang berlebihan tersebut dapat menimbulkan dampak buruk seperti resistensi dan
resurgensi hama, terbunuhnya musuh alami, dan pencemaran lingkungan
(CEQ, 1971 dalam Rustandi et al., 2009). Untuk mengurangi penggunaan
pestisida tersebut perlu dilakukan pengendalian yang lebih ramah lingkungan,
seperti penggunaan musuh alami.
29
Pada kondisi alami di lapang larva Liriomyza spp.terparasit oleh berbagai
jenis parasitoid dan predator (Minkerbeg dan van Lenteren,1986; dalam Baliadi
dan Tengkano, 2010). Hama Liriomyza spp mempunyai banyak musuh alami
salah satunya adalah parasitoid dimana terdapat beberapa spesies parasitoid
menyerang Liriomyza spp. di lapang. Di Indonesia tercatat 19 jenis parasitoid
berasosiasi dengan Liriomyza sativae dan 6 jenis parasitoid berasosiasi dengan
Liriomyza huidobrensis (Warsito, 2004 dalam Baliadi dan tengkano 2010).
Jenis parasitoid yang umumnya muncul dari daun dan menyerang Liriomyza
Sativae adalah Asecodes deluchii (Boucek), Quadrastichus liriomyzae Hansson
& LaSalle, Chrysocharis sp. dan Hemiptarsenus varicornis (Girault) (Rauf,
2005). Oleh karena itu perlu penelitian musuh alami di Timor Leste untuk
mengetahui jenis parasitoid Liriomyza spp. sebagai agen pengendalian hayati.
Sejauh ini upaya pengendalian hama lalat pengorok daun masih tertumpu
pada penggunaan insektisida sintetik, bahkan aplikasinya dapat menncapai 2-3
kali per minggu (Rauf, 1999 dalam Rustan et al., 2009). Padahal penggunaan
insektisida yang berlebihan dapat menimbulkan dampak buruk seperti resistensi
dan resurgensi hama, terbunuhnya musuh alami, dan pencemaran lingkungan
(CEQ,1971 dalam Rustandi et al., 2009).
Pengendalian hayati merupakan pengendalian alternatif yang dilakukan
untuk menekan populasi Liriomyza. Penelitian awal dapat dilakukan adalah
pemetaan keragaman dan kelimpahan parasitoid. Data tersebut bisa digunakan
sebagai acuan untuk mengendalikan Liriomyza spp. di lapang.
30
Sampel daun dan pelihara larva atau pupa
di laboratorium
3.2. Kerangka Konsep Penelitian
Di bawah ini adalah kerangka konsep penelitian lapangan yang disajikan
dalam bagan alur pada gambar 1.
Eksplorasi keragaman Liriomyza spp. dan
parasitoid di lapang
Koleksi sampel gejala serangan Liriomyza
spp. pada tanaman inang di lapang.
Identifikasi species
Liriomyza spp. dan
parasitoid
Pengamatan Liriomyza dan parasitoid yang
muncul per sampel daun inang
Gambar 3.1 Bagan alur konsep penelitian
Menghitung
tingkat parasitisasi
parasitoid terhadap
Liriomyza spp.
Keragaman dan kelimpahan
populasi Liriomyza spp.
pada tanaman inang
Liriomyza spp.
Data awal pengendalian
Liriomyza spp.
31
2.3 Hipotesis Penelitian
Adapun Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ;
2.3.1 Terdapat beberapa jenis Liriomyza spp. pada berbagai tanaman inang.
2.3.2 Terdapat beragaman spesies parasitoid yang berasosiasi dengan Liriomyza
spp.
2.3.3 Jenis keragaman, kelimpahan dan tingkat parasitisasi masing - masing
parasitoid sangat dipengaruhi oleh jenis Liriomyza spp., tanaman inang
dan ketinggian tempat.
32
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Timor Leste dengan lokasi Distrik
(Kabupaten) Dili, Aileu, Ainaro, Ermera, dan Distrik Bobonaro, dengan tiga
kategori ketinggian tempat yaitu dataran rendah 4 – 49 meter dari permukaan laut,
dataran sedang 229 meter sampai 965 meter dari permukaan laut, dataran tinggi
1446 meter sampai 2130 meter dari permukaan laut. Timor Leste memiliki
topografi yang bergunung - gunung dengan titik koordinat 8°50′LU 125°55′BT,
luas 15,007 km2 memiliki 13 distrik, titik tertinggi 2,963 m dpl. Wilayah Timor
Leste sebagian besar terdiri dari daerah - daerah pegunungan yang membentang
dari timur ke barat. Bentangan-bentangan pegunungan itu ada kalanya terputus,
sehingga membentuk lembah-lembah serta jurang-jurang yang curam. Timor
Leste tergolong memiliki iklim tropis dengan suhu minimum 18°C - 21°C,
sedangkan suhu tertinggi bervariasi antara 26°C - 32°C. Penentuan lokasi itu
untuk mengetahui persebaran jenis Liriomyza dan parasitoidnya berdasarkan
ketinggian tempat, karena faktor lingkungan sangat mempengaruhi kehidupan,
persebaran, dan keseragaman spesies hama Liriomyza dan parasitoid. Karena
sebaran geografik suatu organisme dibatasi oleh faktor-faktor fisik yaitu: suhu,
kelembapan, air dan cahaya di habitatnya (Krebs (1978).
Pemeliharaan serangga dan identifikasi dilaksanakan di Laboratorium
Departement Perlindungan Tanaman Pertanian Timor Leste, Kementerian
33
Pertanian dan Perikanan Timor Leste, yang dimulai pada bulan Juli 2013
sampai November 2013.
4.2 Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitiani ini adalah : Alkohol 90%,
sampel daun tanaman terserang Liriomyza spp. gunting pangkas, Geography
Position System (GPS), pinset, kuas kecil, kantong plastik, kain kasa, mikroskop,
kotak serangga 40 x 40 cm, aspirator, stoples, isolasi, botol koleksi, label, dan
alat tulis menulis.
4.3 Metode Penelitian
Eksplorasi dilakukan pada tanaman inang Liriomyza spp. pada beberapa
lokasi dengan ketinggian yang berbeda-beda yaitu 5 – 2130 meter diatas
permukaan laut. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah Jenis - jenis
tanaman inang Liriomyza spp. keragaman dan kelimpahan Liriomyza spp. yang
berasosiasi dengan tanaman inang, keragaman dan kelimpahan parasitoid
yang berasosiasi dengan Liriomyza spp. dan tingkat parasitisasi parasitoid
Liriomyza spp.
4.4 Metode Pengambilan Sampel.
Pengambilan sampel daun tanaman dilapangan dengan metode purposive
sampling, mengambil daun tanaman yang terdapat gejala serangan Liriomyza
spp. Jumlah sampel daun yang dikoleksi 100 – 200 helai daun. Sampel daun
tanaman dimasukan ke dalam kantong plastik zeepblock, kemudian diberi label
atau dikode dengan informasi: lokasi, tanggal pengambilan, nama tanaman, dan
34
ketinggian tempat. Sampel daun dibawa ke laboratorium dan disortir, kemudian
sampel daun dimasukkan ke dalam toples plastik transparan yang dasarnya
dialasi dengan jalinan kawat. Kemudian toples dikode berdasarkan lokasi, jenis
tanaman inang, tanggal koleksi, dan ketinggian tempati.
4.5 Pengamatan
Pengamatan laboratorium dilakukan mulai dari satu hari setelah sortiran
sampel daun tanaman di laboratorium. Adapaun data yang diamati adalah jumlah
imago, nisba kelamin Liriomyza spp. serta jumlah imago parasitoid yang muncul
dari masing-masing tanaman inang. Imago Liriomyza dan parasitoid dikumpulkan
dalam botol koleksi yang terpisah dan dikoleksi dalam botol berisi alkohol 90%.
Identifikasi Liriomyza spp. dan parasitoid dilakukan di Laboratorium
Perlindungan Tanaman Pertanian, Departemen Perlindungan Tanaman Pertanian
Timor Leste. Karakter morfologi Liriomyza yang diamati adalah warna skutelum,
pola warna tergit, abdomen, bentuk antena dan warna tungkai. Tetapi karakter
morfologi yang banyak digunakan untuk mengidentifikasi spesies Liriomyza yaitu
bentuk aedegus serangga jantan (Spencer,1990; Shiao, 2004 dalam Shahabuddin et
al., 2012). Identifikasi parasitoid berdasarkan referensi kunci identififikasi
Liriomyza parasitoid di Asia Tenggara (Fisher et al., 2000).
4.6 Menghitung Tingkat Parasitisasi Parasitoid Terhadap Liriomyza
Untuk mengetahui tingkat parasitisasi parasitoid dihitung berdasarkan
jumlah imago Liriomyza dan parasitoid yang muncul per sampel daun tanaman.
35
Untuk menghitung tingkat parasitisasi parasitoid terhadap Liriomyza
menggunakan rumus parasitisasi (Prabowo, 2009).
∑IP
Tingkat parasitisasi (TP) = -------------------- X 100%
∑IL + ∑IP
∑IP = jumlah imago parasitoid yang muncul
∑IL = jumlah imago penggorok daun yang muncul
4.7 Parameter Penelitian
Data yang dikumpulkan adalah sebagai sebagai berikut”
a) jenis tanaman inang,
b) keragaman dan kelimpahan Liriomyza spp.,
c) keragaman dan kelimpahan spesies parasitoid yang berasosiasi dengan
Liriomyza spp., dan
d) Tingkat parasitisasi parasitoid terhadap Liriomyza spp.
BAB V
36
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Jenis Tanaman Inang
Hama Liriomyza spp. merupakan hama polifag yang ditemukan menyerang
banyak tanaman. Hasil penelitian lapangan di 5 distrik di Timor Leste ditemukan
29 jenis tanaman inang yang teridentifikasi terserang Liriomyza, 29 jenis tanaman
inang tersebut adalah dari famili Brasicacea, Cucurbitacea, Solananaceae, dan
Fabaceae kemudian Amaranthaceae, Convolvulaceae, Asteraceae dan
Euphorbiceae. Menurut Siagiaan (2010) banyaknya tanaman inang mempunyai
daya pencar yang cepat sehingga dapat menimbulkan dampak terhadap tanaman
yang dibudidayakan. Tanaman inang adalah tanaman yang dapat memenuhi
kebutuhan gizi, perilaku maupun pertumbuhan dan perkembangan hama
Liriomyza (Nonci dan Muis, 2011).
Pengambilan sampel di distrik Aileu yaitu di subdistrik (kecamatan) Aileu
kota (vila) dan di tiga desa (Suco). Di Desa Fahiria terdapat tanaman sawi putih
sendok, kubis,mentimun,tomat, cucumber sp. ceplukan, gambas, ubi jalar, Saburia
dan desa Liurai dilokasi itu terdapat tanaman sawi putih, kubis, mentimun, tomat,
cucumber sp. kacang koro, sawi putih sendok, fabas, kecubung, dan pada tanaman
sawi, pada tanaman kubis tidak ditemukan gejala serangan Liriomyza, sedangkan
di Suco (Desa) Saburia terdapat tanaman cucumber sp. kubis tetapi tidak
ditemukan gejala serangan Liriomyza pada tanaman kubis, dan di Suco Liurai
terdapat tanaman mentimun, cucumber sp. kentang, dan sawi putih. Tidak
ada gejala serangan Liriomyza pada tanaman sawi, terong dan kubis walaupun
37
masih dalam satu subdistrik (kecamatan) terdapat tanaman inang tetapi tidak
ditemukan gejala serangan Liriomyza spp. Keragaman tanaman inang dapat
mempercepat penyebaran hama Liriomyza dan dapat menyediakan makanan bagi
parasitoid untuk bertahan hidup.
Di daerah tropis keragaman hayati dari tumbuhan yang menghasilkan
nektar sangat banyak sebagai sumber makanan dari musuh-musuh alami, terutama
parasitoid (Sembel,2010.) Nektar tumbuhan dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan
berbunga, nektar bunga mengandung asam - asam amino, protein, karbohidrat,
dan vitamin. Hasil penelitian tentang jenis tanaman inang yang terserang
Liriomyza disajikan pada Tabel 5.1.
Table 5.1
Jenis tanaman inang yang teridentifikasi terserang Liriomyza spp.
Famili Nama ilmiah Nama umum
Ketinggian
tempat
(m dpl)
Keterangan
Amarantaceae Amaranthus
spinosus L
Bayam 229 Tanaman
Budidaya
Amaranthaceae A. viridis Bayam liar 45 Gulma
Asteraceae Sonchus arvensis Tempuyung 2102 Gulma
Brassicaceae Brassica oleraceae Kembang kol 920 Tanaman
Budidaya
Brassicaceae B. rapa L Sawi putih
sendok
920 Gulma
Brassicaceae B.rapa Subsp.
Pekinensis
Sawi cina 920 Tanaman
Budidaya
Tabel 5.2 lanjutan
Famili Nama ilmiah Nama umum Elevasi Keterangan
38
(m dpl)
Brassicaceae B.junceae L Sawi putih
/caisim
14,230 Tanaman
Budidaya
Brassicaceae B. chinensis Petsay 1664,21
09
Tanaman
Budidaya
Cucurbitaceae Luffa
acutangulata
Gambas 920 Tanaman
budidaya
Cucurbitaceae Cucumis
sativus
Mentimun 920,943 Tanaman
budidaya
Cucurbitaceae Sechium edium
(Jacq)
Labu siam 920 Tanaman
budidaya
Cucurbitaceae Cucurbita
maxima
Labu wuluh 229,231 Tanaman
budidaya
Cucurbitaceae Cucurbita sp -
943,965 Tanaman
budidaya
Convolvulveae Ipomoea triloba - 800 Gulma
Convolvulceae I..batatas L Ubi jalar 920 Tanaman
Boraginaceae Heliotropium
indicum L.
Buntut tikus 5 Gulma
Euphorbiceae Ricinus
communis L
Jarak Kepyar 4 Gulma
Fabaceae Phaseolus
lunatus L
kacang merah 14, 715 Tanaman
Budidaya
Fabaceae vigna sinencis kacang panjang 4,476 Tanaman
Budidaya
Fabaceae Canavalis
ensiformis
Kacang Karo 920 Tanaman
Budidaya
Fabaceae Pisum sativum Kacang Kapri 2102 Tanaman
Budidaya
Fabaceae Calopagorium
mucunoides
Desv
Kacang Asu 800 Gulma
Tabel 5.2 lanjutan
Famili Nama ilmiah Nama umum Elevasi Keterangan
39
(m dpl)
Solanaceae Solanum
lycopersicum
Tomat 14,476,
715,920
Tanaman
Budidaya
Sonalaceae S. melongenae Terong 715 Tanaman
Budidaya
Solanaceae Physalis
angulata L
Ceplukan 9, 715 Gulma
Solanaceae Datura metel L Kecubung 49 Gulma
Solanaceae S. nigrum Rante/Leuca 4, 920 Gulma
Asteraceae - tempuyung
bulat
2102 Gulma
- - Sirgota (nama
local)
2134 Gulma
5.2 Keragaman dan Kelimpahan Populasi Liriomyza spp. Berasosiasi
dengan Tanaman Inang
Berdasarkan hasil identifikasi terdapat 2 spesies Liriomyza yang hidup
berasosiasi dengan tanaman inang di lapangan yaitu Liriomyza sativae
(Blanchard) dan Liriomyza sp (Blanchard), ordo Diptera, famili Agromizidae.
Dari kedua spesies tersebut L. sativae mempunyai inang yang cukup
banyak yaitu tanaman mentimun, tomat, kacang karo, dan labu waluh, terong,
bayam, kacang merah, sawi putih, dan kacang panjang dan beberapa gulma.
Kelimpahan populasi dari kedua spesies berbeda-beda berdasarkan tanaman
inang. Kelimpahan L. sativae berdasarkan tanaman inang di lapang menunjukan
proporsi terbanyak pada tanaman tomat sebanyak 363 ekor dan persentase
betinanya adalah 55.92 persen, kemudian kacang merah dengan jumlah imago
126 ekor dan persentase betinanya adalah 57.69 persen, kemudian labu wuluh
40
dengan jumlah imagonya 127 ekor, persentase betinanya adalah 56.69 persen,
pada cucmber sp. jumlah imagonya adalah 101 ekor dan persentase betinanya
adalah 47.52 persen. Herlina (2003) menyatakan L. sativa adalah hama polifag
yang dapat menyerang berbagai jenis tanaman dari berbagai famili. Tanaman
tersebut adalah terutama pada famili Cucurbitaceae , Fabaceae, dan Solanaceae
(Nonci dan Muis, 2011).
Spesies kedua adalah Liriomyza sp. mempunyai tanaman inang terbatas
hanya menyerang beberapa tanaman yaitu petsay, kacang kapri, lempuyeng,
Lempuyeng bulat, dan sirgota. Kelimpahan populasi Liriomyza sp terbanyak
pada tanaman petsai sebanyak 124 ekor dan presentase betinanya adalah 39.51
persen, dan pada tanaman lempuyeng bulat kelimpahan populasi sebesar 18 ekor
dan persentase betinanya adalah 33.33 persen.
Kelimpahan populasi Liriomyza dipengaruhi faktor lingkungan dan biotik,
nutrisi tanaman yang mempengaruhi pemilihan tanaman inang oleh Liriomyza
spp. Supartha (1999) menyatakan bahwa faktor kuantitas dan kualitas gizi
tanaman inang, distribusi, kerapatan trikoma, kandungan fenol dan nutrisi
tanaman mempengaruhi pemilihan tanaman inang oleh imago Liriomyza spp.
Proses pemilihan inang oleh serangga termasuk Liriomyza spp. didasari oleh
banyak faktor seperti (1) faktor nutrisi, dan (2) faktor non-nutrisi. Faktor nutrisi
yaitu protein, karbohidrat, lemak, mineral, dan air, sedangkan faktor non nutrisi
meliputi allelokimia dan morfologi tanaman (Parella, 1987).
41
Faktor makanan dipengaruhi suhu, kelembaban, curah hujan dan tindakan
manusia, dan apabila semua faktor lain sangat mendukung perkembangan
serangga maka pertambahan populasi serangga akan sejalan dengan makin
bertambahnya makanan. Hasil Penelitian tentang keragaman dan kelimpahan
populasi Liriomyza di sajikan dalam Table 5.3.
Tabel 5.3
Kelimpahan dan keragaman Liriomyza berdasarakan jenis tanaman inang
Jenis tanaman Jenis
Liriomyza
Jumlah
Imago
Jantan Betina % betina
Chinnes
cabbage
L.sativae 1 1 0 0
Kacang merah L. sativae 156 66 90 57.69
Kacang panjang L.sativae 2 2 100
Cucurbita sp L.sativae 101 56 48 47.52
Labu wuluh L.sativae 127 55 72 56.69
Tomat L. sativae 363 170 203 55.92
Mentimun L.sativae 27 8 19 70.37
Sawi putih L. sativae 48 8 38 79.16
Lempuyeng
bulat
Liriomyza sp 18 12 6 33.33
Lempuyeng Liriomyza sp 5 5 0 0
Petsay Liriomyza sp 124 75 49 39.51
Sirgota Liriomyza sp 7 3 4 57.14
42
Gambar 5.1 Daun tanaman yang memiliki gejala serangan Liriomyza spp.
5.3 Keragaman dan Kelimpahan Populasi Liriomyza Berdasarkan Lokasi
dan Ketinggian Tempat
Hasil penelitian lapangan menunjukan bahwa sebaran dari kedua spesies
Liriomyza berdasarkan ketinggian ketempat di Timor Leste berbeda - beda.
Liriomyza sativae mendominasi pada kategori ketinggian tempat yaitu 4 meter
sampai 965 meter di atas permukaan laut (dpl) di empat distrik yaitu Aileu,
Bobonaro, Dili, dan Ermera. Kelimpahan populasi L. sativae terbanyak pada
ketinggian 229 meter sampai 231 meter di atas permukaan laut (dpl) di distrik
Bobonaro dengan proporsi imago sebanyak 358 ekor. Pada ketinggian 476 meter
dan 715 meter dpl di distrik Ermera kelimpahan populasi L. sativae sebanyak
154 ekor, dan pada ketinggian 800 meter sampai 965 di distrik Aileu kelimpahan
populasinya adalah sebanyak 128 ekor, dan kelimpahan populasi yang terendah
a.Gejala serangan Liriomyza sp. a.Gejala serangan L. sativae
43
pada ketinggian 4 meter sampai 49 meter di atas permukaan laut di distrik Dili
populasi L. sativa sebesar 66 ekor. Hasil penelitian ACIAR, (2002) dalam
Herlina, (2003) melaporkan bahwa L. sativae tersebar di dataran rendah dan
sedang 0 – 600 meter dibawa permukaan laut dan banyak menimbulkan
kerusakan berat pada sayuran dataran rendah seperti mentimun, tomat, dan
kacang panjang.
Spesies Liriomyza sp. mendominasi pada ketiggian 1665 meter sampai 2130
meter di atas permukaan laut di distrik Ainaro, kelimpahan populasinya adalah
151 ekor.
Perbedaaan ketinggian berpengaruh pada kelimpahan populasi Liriomyza
karena faktor pemeliharaan tanaman dan lingkungan yang berpengaruh pada
kelimpahan dan keragaman Liriomyza. Parella (1987) menyatakan bahwa
tekanan fisik dan tekanan yang bersifat abiotik dapat mempengaruhi kelimpahan
populasi serangga. Dominasi kedua spesies tersebut berkaitan erat dengan jenis
tanaman inang yang biasanya melimpah di masing - masing ketiggian yang
menjadi daerah penyebaran awal masing-masing spesies Liriomyza, lain halnya
dengan Liriomyza sativa mempunyai pola adaptasi yang tinggi terhadap
ketinggian dan tanaman inang yang ditujukan oleh kemampuan menyerang
berbagai jenis tanaman inan (Supartha et al., 2005).
Dalam perkembangan setiap spesies Liriomyza mempunyai toleransi yang
berbeda terhadap suhu dan kelembaban lingkungan jika ada perubahan suhu
maka akan terjadi penurunan atau peningkatan populasi. Menurut Nonci dan
44
Muis (2011) spesies L. sativa, L. Huidobrensis dan L. chinensis paling toleran
terhadap suhu dingin. Lokasi yang berbeda menyebabkan perbedaan toleransi
suhu terhadap spesies-spesies penggorok daun, pemindahan atau migrasi spesies
- spesies Liriomyza berhubungan dengan adaptasi suhu pada lokasi tersebut
(Kang et al., 2009). Kelimpahan dan penyebaran Liriomyza pada kategori
ketinggian tempat berbeda karena tanaman inang yang melimpah di tempat yang
dapat mendukung perkembangan Liriomyza. Hasil penelitian mengenai
keragaman dan kelimpahan populasi Liriomyza berdasarkan lokasi dan ketinggian
tempat disajikan pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4
Keragaman dan kelimpahan dan populasi Liriomyza berdasarkan lokasi dan
ketinggian tempat di Timor Leste
Loaksi Ketinggian
tempat (m
dpl)
Jenis
Liriomyza
Jumla
imago
∑
jantan
∑
Betina
Dili 4 – 49 Liriomyza sativae 66 29 37
Bobonaro 229 – 231 L. sativae 358 169 189
Ermera 476, 715 L. sativae 154 90 56
Aileu 800 – 965 L. sativae 128 61 67
Ainaro 1665- 2130 Liriomyza sp 151 95 58
5.4 Identifikasi Spesies Liriomyza yang Ditemukan di Timor Leste
Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa Liriomyza yang
menyerang tanaman sayuran di lapang adalah Liriomyza sativae dan Liriomyza
sp. yang disajikan pada gambar 5.3.
45
Keterangan:
a. Liriomyza sativae, kepala dengan frons dan orbit kuning, segmen anten ketiga
kuning, femora kuning cerah, mesonotum hitam, berkilau, femora kuning
cerah, mesonotum hitam, berkilau, bulu yang tegak lurus bagian luar dasar
hitam , dan bulu vertikal yang bagian dalam berwarna kuning. Hind margin
(pinggiran kepala) kebanykan hitam.
b. Liriomyza sp. femur (paha) berwarna hitam, segmen antenna ketiga berwarna
hitam, mesonotum berwarna hitam. Hind margin berwarna hitam. Posisi
strilatpry file berwarna kuning krem.
5.5 Keragaman dan Kelimpahan Populasi Parasitoid Serta Tingkat
Parasitisasi Parasitoid Terhadap Liriomyza
5.5.1 Keragaman dan kelimpahan populasi parasitoid berdasarkan jenis
tanaman dan Liriomyza
Hasil identifikasi laboratorium menunjukan terdapat 5 spesies parasitoid
yang berasosiasi dengan Liriomyza spp. yaitu H. varicornis (Girault), N. formosa
(Westwood), N.okazakii (Kamijo), Opius sp. dan Diglyphus sp. pada berbagai
Liriomyza sativa (Blanchard) Liriomyza sp.
Gambar 5.3 Spesies Liriomyza spp. yang ditemukan di Timor Leste
46
tanaman sayuran di dataran rendah sampai dataran tinggi di Timor Leste. Kelima
parasitoid tersebut mempunyai kelimpahan populasi yang berbeda-beda.
Keragaman parasitoid berdasarkan tanaman inang dan serangga inang
terbanyak pada tanaman labu wuluh yaitu 4 spesies parasitoid terdiri dari
H.varicornis, N. formosa, N. okazakii, dan Opius sp. yang berasosiasi dengan
L.sativa. Pada tanaman tomat dan kacang merah terdapat 3 spesies parasitoid
yaitu H.varicornis, N. okazakii, dan N. Formosa berasosiasi dengan L.sativa.
Pada kacang kapri keragaman parasitoid 2 spesies yaitu Diglyphus sp. dan H.
varicornis berasosiasi dengan Liriomyza sp. sedangkan pada tanaman cucumber
sp. terdapat 2 spesies parasitoid yaitu H. varicornis, dan N. okazakii berasosiasi
dengan L. sativa. Kelimpahan populasi parasitoid tertinggi adalah Diglyphus sp.
sebanyak 108 ekor yang berasosiasi dengan Liriomyza sp. pada tanaman kacang
kapri, disusul dengan parasitoid H. varicornis sebanyak 85 ekor yang
berasosiasi dengan Liriomyza sp. pada tanaman tempuyeng bulat, kemudian
parasitoid N.okazakii proporsi 68 ekor yang berasosiasi dengan Liriomyza sativa
pada tanaman tomat. Kelima parasitoid tersebut terdiri dari 2 famili yaitu
Eulophidae Himiptarsenus varicornis, Neocryshochaers okazakii, N. Formosa,
dan Diglyphus sp. dan family Braconidae yaitu Opius sp. Famili Braconidae
merupakan salah satu kelompok utama parasitoid yang terdiri dari spesies -
spesies yang sangat efektif untuk menekan kenaikan populasi hama penting pada
tanaman (Whartono 2000 dalam Susanti 2012). Kelimpahan parasitoid sangat
dipengaruhi oleh serangga inang serta jenis tanaman inang. Jenis serangga inang
47
menentukan tingkat parasitisasi, nisbah kelamin serta kesesuaian parasitoid
dengan serangga inang. Tanaman mempunyai peranan penting bagi parasitoid
untuk menemukan serangga inangnya.
Weseloh (1981) menyatakan tumbuhan ternyata memiliki peran yang besar
dan penting dalam pencarian serangga inang paraitoid, parasitoid menemukan
inangnya melalui senyawa kimia yang tergolong Synomone yang diproduksi
tumbuhan inang dari serangga inangnya, dan Synomone berperan penting dalam
upaya parasitoid menemukan habitatnya. Penerimaan inang oleh parasitoid
melalaui suatu proses diterima atau ditolak untuk meletakkan telur setelah terjadi
kontak. Terdapat empat proses yang dilalui oleh parasitoid yaitu dalam
menemukan kesesuaian inang yaitu tahap kontak, penerimaan inang, penusukan
dengan ovipositor, pemasukan ovipositor dan peletakan telur. Perinemaan inang
dipandu oleh rangsangan fisik dan kimia (Rusli, 2002).
Parasitoid yang ditemukan pada semua jenis Liriomyza dan tanaman inang
adalah Hemiptarsenus varicornis yang merupakan parasitoid dominan di
lapangan berdasarkan jenis Liriomyza dan tanaman inang, dan parasitoid yang
ditemukan pada berbagai jenis tanaman dan hanya menyerang satu jenis
Liriomyza yaitu parasitoid Neochrysochaers Formosa dan N.okazakii.
Keberadaan parasitoid yang dominan dan berlimpah di lapangan dapat
meningkatkan jumlah kematian lalat penggorok daun. Kelimpahan parasitoid
akan meningkat sejalan dengan meningkatnya populassi serangga inang dan akan
menurun apabila populasi serangga inang menurun (Rustan et al,. 2008;
48
Yaherwandi dan Syam, 2006). Sedangkan Suparta et al., (2005) menyatakan
dominansi parasitoid pada masing-masing tanaman inang dan inang dipengaruhi
oleh faktor intrinsik (kemampuan adaptasi) individu parasitoid terhadap
lingkungan biotis seperti jenis tanaman inang dan lingkungan abiotis seperti suhu
dan kelembaban yang ada pada masing-masing ketinggian tempat lebih banyak
terdapat pada tanaman, dan dukungan lingkungan seperti kualitas nutrisi dan
tanaman inang termasuk rendahnya kadar racun dan hambatan biofisik dari
tanaman inang yang mempengaruhi perilaku pencarian inang dan peneluran
parasitoid pada inang yang ada di dalam korokan daun. Data lengkap mengenai
keragaman dan kelimpahan populasi berdasarkan jenis tanaman dan inang
disajikan pada Table 5.6.1.
Tabel 5.5.1
Keragaman dan kelimpahan populasi parasitoid berdasarkan jenis Liriomyza dan
tanaman inang
Jenis
Tanaman
Jenis
Liriomyza
Total
imago
Jenis
parasitoid
Total
imago
parasitoid
Keragam
an
parasite
id
Petsai Liriomyza sp 124 H. varicornis
Diglyphus sp
2
1
2
Sirgota Liriomyza sp 7 H.varicornis 2 1
Tempuyeng
bulat
Liriomyza sp 18 H.varicornis 85 1
Tempuyeng Liriomyza sp 5 Diglyphus sp 6 1
49
Table 5.5.1 lanjutan
Jenis
Tanaman
Jenis
Liriomyza
Total
imago
Jenis
parasitoid
Total
imago
parasitoid
Keragaman
parasitoid
Kacang
kapri
Liriomyza
sp
0
Diglyphus sp
H.varicornis
108
4 2
Mentimun Liriomyza
sativae
27 H.varicornis
N.okazakii
2
9 2
Cucumber
sp
L. sativa 101 H.varcornis
N.okazakii
19
9 2
Labu
wuluh
L. sativa 127 H.varicornis
N. formosa
N.okazakii
Opius sp
11
8
10
30
4
Kacang
merah
L. sativa 156 H.varicornis
N. formosa
N. okazakii
22
4
1 3
Sawi putih L. sativa 48 H.varicornis
N.okazakii
11
2
2
Rante L. sativa 0 N. okazakii 1 1
Tomat L. sativa 363 N. okazakii
N. formosa
H. varcornis
68
25
17
3
50
5.5.2 Keragaman dan kelimpahan populasi parasitoid berdasarkan lokasi dan
ketinggian Tempat
Hasil penelitian menunjukan keragaman dan kelimpahan parasitoid.
Liriomyza berdasarkan lokasi dan ketinggian tempat (elevation) berbeda – beda.
Keragaman parasitoid Liriomyza terbanyak pada ketinggian 229 meter
sampai 261 meter di atas permukaan laut di distrik Bobonaro. Pada ketinggian
tersebut terdapat empat spesies paraitoid yaitu Opius sp. H. varcornis,
N.okazakii, dan N. formosa. Di distrik Dili ketinggian 4 sampai 49 meter dpl
ditemukan 3 spesies parasitoid yaitu H. varicornis, N. okazakii, dan N.
Formosa, sedangkan di distrik Ermera dengan ketinggian 476 dan 715 meter dpl
terdapat 3 spesies parasitoid yaitu N. Formosa, N. okazakii, dan H. varcornis.
Pada ketinggian 1446 sampai 2130 meter dpl di distrik Ainaro terdapat 2 spesies
parasitoid yaitu Diglyphus sp. dan H. varicornis.
Dari ke lima spesies parasitoid terlihat parasitoid Hemiptarsenus
varnicornis merupakan parasitoid yang mendominasi di semua ketinggian tempat
dan lokasi yaitu dari 4 meter sampai 2130 meter di atas permukaan laut, dan
ditemukan hampir di semua jenis tanaman inang Liriomyza. Parasitoid itu
mampu beradaptasi dengan Liriomyza di dataran rendah sampai dataran tinggi.
Parasitoid Neochrysochaeres okazakii dan N. Formosa memiliki wilayah
penyebaran pada ketinggian 4 meter sampai 965 meter di atas permukaan laut dan
terdapat di tiga kabupaten. Parasitoid yang mempunyai wilayah penyebaran
sempit yaitu parasitoid Opius sp. terdapat pada ketinggian 229 meter sampai
51
261 meter dari permukaan laut, (distrik Bobonaro), kemudian Diglyphus sp. yang
terdpat pada ketinggian 1446 meter sampai 2109 meter di atas permukaan laut
(distrik Ainaro). Yaherwandi dan Syam (2006) menyatakan ketinggian tempat
mempengaruhi keanekaragaman serangga yang mungkin dapat disebabkan oleh
kondisi lingkungan, seperti suhu dan kelembaban yang sesuai untuk
perkembangan berbagai jenis serangga inang yang selanjutnya akan berpengaruh
pada jenis-jenis parasitoid yang ditemukan. Sedangkan Vinson (1984)
menyatakan preferensi terhadap habitat merupakan faktor utama imago betina
parasitoid dalam mencari tipe habitat yang menyediakan serangga inang.
Meningkatnya populasi parasitoid pada lokasi tertentu karena tersedianya
makanan yang cocok dan sebaliknya kalau kekurangan makanan atau makanan
kurang cocok maka populasi parasitoid akan menurun. Data lengkap keragaman
dan kelimpahan populasi parasitoid berdasarkan lokasi dan ketinggian tempat
disajikan pada Tabel 5.6.2.
Tabel 5.5.2
Keragaman dan kelimpahan populasi parasitoid berdasarkan lokasi dan ketinggian
tempat
Lokasi/
Ketinggian tempat
Jenis parasitoid Jumlah imago
parasitoid
Keragaman
parasitoid
Dili
(4 - 49 m dpl)
H. varicornis,
N. okazakii
N. Formosa
14
2
4
3
52
Table 5.5.2 lanjutan
Lokasi/
Ketinggian tempat
Jenis parasitoid Jumlah imago
parasitoid
Keragaman
parasitoid
Bobonaro
(229 – 261m dpl)
Opius sp
H. varcornis
N. okazakii
N. Formosa
30
22
67
45
4
Ermera (476 dan
715
m dpl)
N. Formosa
N. okazakii
H. varcornis
4
6
18
3
Aileu(800 - 965
m dpl)
H.varicornis,
N. okazakii
21
18 2
Ainaro (1446 -
2130
m dpl )
H. varicornis,
Diglyphus sp.
98
114
2
5.5.3 Tingkat parasitisasi parasitoid terhadap Liriomyza pada berbagai jenis
tanaman inang
Tingkat parasitisasi merupakan indikator keefektifan parasitoid dalam
mengatur populasi inang (Supartha, 2002 dalam Pratama et al., 2013)
Tingkat parasitisasi merupakan salah satu indikator keefektifan parasitoid
dalam mengatur populasi inang (Supartha, 2002 dalam Pratama et al.,2013).
Tingkat parasitisasi parasitoid terhadap hama Liriomyza berdasarkan tanaman
inang menunjukan tingkat parasitisasi tertinggi pada tanaman kacang kapri yaitu
Diglyphus sp. 100 persen dan H. varicornis 100 persen, kemudian pada tanaman
tempuyeng bulat parasitoid H. varicoris memiliki tingkat parasitisasi 82.69
persen, pada tanaman tempuyeng parasitoid Diglyphus sp. memiliki tingkat
53
parasitisasi 54.54 persen, pada tanaman sirgota parasitoid H.varicornis memiliki
tingkat parasitisasi 30 persen, sedangkan pada tanaman mentimun parasitoid
Neochrysochaeres okazakii mimiliki tingkat parasitisasi 25 persen, pada
tanaman labu wuluh parasitoid Opius sp. memiliki tingkat parasitisasi 19.10
persen, kemudian pada tanaman sawi putih parasitoid H. varicornis memiliki
tingkat parasitisasi 18.63 persen. Nelly et al., (2005) menyatakan tingkat
parasitisasi parasitoid yang tinggi terhadap Liriomyza disebabkan tingkat
kesukaan, kecocokan dan ketersedian inang parasitoid. Apabila inang parasitoid
banyak dan lingkungan sangat mendukung maka sangat mempengaruhi tingkat
parasitisasi parasitoid terhadap inang. Keanekaragaman parasitoid yang tinggi
turut mempengaruhi tingkat parasitisasi pada serangga inang semakin banyak
inang semakin banyak pula inang yang terparasit, begitu pula sebaliknya.
Kelimpahan musuh alami di lapangan tinggi dapat meningkatkan kematian
inangnya, dan cara pemeliharaan tanaman secara alami tanpa penggunaan bahan
kimia sehingga meningkatkan efektifitas musuh alami. Susilawati (2002)
menyatakan bahwa di dalam habitat pertanian keadaan spesies musuh alami yang
banyak khususnya parasitoid dapat meningkatkan jumlah kematian dari hama
sasaran. Data lengkap tingkat parasitisasi parasitoid terhadap Liriomyza pada
berbagai jenis tanaman disajikan dalam Tabel 5.6.3.
54
Table 5.5.3
Tingkat parasitisasi parasitoid terhadap Liriomyza berdasarkan jenis tanaman
inang
Jenis
Tanaman
Jenis
Liriomyza
Total
imago
Jenis
parasitoid
Total
imago
parasit
oid
Tingkat
parasitisa
si
(%)
Petsay Liriomyza sp 124 H. varicornis
Diglyphus sp
2
1
1.58
0.80
Sirgota Liriomyza sp 7 H.varicornis 2 22.22
Lempuyeng
bulat
Liriomyza sp 18 H.varicornis 85 82.52
Lempuyeng Liriomyza sp 5 Diglyphus sp 6 58.33
Kacang kapri Liriomyza sp 0
Diglyphus sp
H.varicornis
108
4
100
100
Mentimun Liriomyza
sativae
27 H.varicornis
N.okazakii
2
9
4.54
17.64
Cucumber sp. L. sativae 101 H.varcornis
N.okazakii
19
9
15.83
8.18
Labu wuluh L. sativae 127
H.varicornis
N. formosa
N. okazakii
Opius sp
11
8
10
30
7.97
5.92
7.29
19.10
Kacang
merah L. sativae 156
H.varicornis
N. formosa
N.okazakii
22
4
1
12.35
3.22
0.8
55
Table 5.5.3 lanjutan
Jenis
Tanaman
Jenis
Liriomyza
Total
imago
Jenis
parasitoid
Total
imago
parasitoid
Tingkat
parasitisasi
(%)
Sawi putih L. sativae 48 H.varicornis
N.okazakii
11
2
22.91
5
Rante L. sativea 0 N.okazakii 1 0
Tomat L. sativae 363 N.okazakii
N.formosa
H.varcornis
68
25
17
15.77
6.44
4.47
Kelimpahan musuh alami di lapangan tinggi dapat meningkatkan kematian
inangnya, dan cara pemeliharaan tanaman secara alami tanpa penggunaan bahan
kimia sehinnga meningkatkan efektifitas musuh alami. Menurut Susilawati (2002)
bahwa di dalam habitat pertanian keadaan spesies musuh alami yang banyak
khususnya parasitoid dapat meningkatkan jumlah kematian dari hama sasaran.
Pengendalian hama Liriomyza menggunakan insektisida berpengaruh pada
populasi serangga hama di lapangan dan kematian serangga tersebut berpengaruh
langsung terhadap populasi musuh alami predator dan parasitoid karena
beberapa jenis insektisida dapat menurunkan efektisitas musuh alami.
Arida et al., 2009, melaporkan bahwa insektisida dengan bahan kloropirifos
ditambah dengan BPMC dapat menurunkan efektifitas musuh-musuh alami
penggorok daun, Liriomyza trifolii (Burges) pada tanaman bawang (Allium cepa
Linn.) di Filipina.
56
5.5.4 Tingkat parasitisasi parasitoid terhadap Liriomyza berdasarkan lokasi dan
ketinggian tempat
Tingkat parasitisasi parasitoid terhadap Liriomyza berdasarkan lokasi dan
ketinggian tempat berbeda-beda karena dipengaruhi oleh faktor makanan dalam
hal ini kelimpahan inang parasitoid dan faktor ketersedian inang akan
dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, curah hujan dan tindakan manusia.
Berdasarkan ketinggian tempat tingkat parasitisasi tertinggi pada hama
Liriomyza sp. di ketinggian 1446 sampai 2130 meter dpl yaitu parasitoid
Diglyphus sp. memiliki tingkat parasitisasi sebesar 43.01 persen, dan parasitoid
Hemiptarsenus varnicornis memiliki tingkat parasitisasi sebesar 39.6 persen
Kemudian tingkat parasitisasi tertinggi terhadap hama L. sativae pada ketinggian
800 sampai 965 meter dari permukaan laut yaitu parasitoid H. varicornis
memiliki tingkat parasitisasi sebesar 14.09 persen. Sedangkan pada ketinggian 4
sampai 49 meter parasitoid H. varnicornis memiliki tingkat parasitisasi sebesar
12.84 persen. Lain halnya pada ketinggian 229 sampai 261 meter dari permukaan
laut parasitoid N. okazakii memiliki tingkat parasitisasi sebesar 12.78 persen
terhadap L. sativae.Tingkat parasitisasi terendah pada ketinggian 476 sampai 715
meter dari permukaan laut yaitu parasitoid N. formosa memiliki tingkat
parasitisasi sebesar 2.64 persen trehadap L. sativae. Data lengkap tingkat
parasitisasi parasitoid terhadap Liriomyza berdasarkan lokasi dan ketinggian
tempat disajikan dalam Tabel 5.6.4.
57
Tabel 5.5.4
Tingkat parasitisasi parasitoid terhadap Liriomyza berdasarkan lokasi dan
ketinggian tempat
Lokasi/
ketinggian
tempat
Jenis
Liriomyza
∑
imago
Lirio
myza
Jenis parasitoid ∑
imago
parasi
toid
Keraga
man
Parasi
toid
Ting
kat
Parasi
tisasi
(%)
Dili
(4-49)
L.sativae 95 H.varicornis
N.okazakii
N.formosa
14
2
5
3 12.84
3.06
5
Bobonaro
(229-261) L.sativae 457
H.varicornis
N.formosa
N.okazakii
Opius sp
22
45
67
30
4
4.6
8.96
12.78
6.16
Ermera
(476,715) L.sativae 147
H.varicornis
N. formosa
N.okazakii
18
4
6
3
10.90
2.64
3.92
Aileu
(800-965)
L. sativae 128 H.varicornis
N. okazakii
21
18 2
14.09
12.32
Ainaro
(1446-
2130)
Liriomyza
sp.
151 H.varicornis
Diglyphus sp.
99
114 2
39.6
43.01
58
b. Neochrysochaeres Formosa
5.5.5 Hasil identifikasi parasitoid Liriomyza
Di bawah ini adalah spesies parasitoid Liriomyza yang ditemukan
menyerang hama Liriomyza di Timor Leste. Identifikasi parasitoid tersebut
berdasarkan referensi kunci identififikasi Liriomyza parasitoid di Asia Tenggara
(Fisher et al., 2000).
a. Diglyphus sp.
Gambar 5.4 Grafik tingkat parasitisasi terhadap Liriomyza spp. berdasarkan lokasi
dan ketinggian tempat
59
Keterangan:
a. Diglyphus sp. Antena coklat tua, scape silinder dalam pandangan lateral,
funicle 2 tersegmentasi, Clava 3 tersegmentasi pronotum berbentuk segitiga
dalam tampilan dorsal. mesoscutum dengan notauli tidak lengkap, scutellum
dengan submedian paralel alur vena postmarginal selama stigmal vena, vena
cubiti sangat melengkung di dasar, spekulum yang agak sempit, Sayap depan
dengan vena submarginal (SMV) dengan 3 atau lebih setae bagian
punggung.Vena Postmarginal (PMV) hadir: paling banyak 1,25 kali lebih
panjang dari vena stigmal (STV), sering sama atau lebih pendek. Scape
biasanya ramping, kadang-kadang bengkak dan tidak melebihi puncak vertex.
Funicle 2-tersegmentasi dan club 3-tersegmentasi baik pada jantan dan
betina.
c. Neochrysochaeres okazakii d. Opius sp
e. Hemiptarsenus varicornis
Gambar 5.5 Spesies parasitoid Liriomyza yang ditemukan di Timor Leste
60
b. N. formosa. Sayap depan 2,0-2,15 kali lebih panjang dari lebar. Vena Marginal
4,0-5,25 kali lebih panjang dari vena stigmal. vena postmarginal 0,75-1,2 kali
sepanjang stigmal vena. Baris cubital dari setae lengkap ke vena basal. vena
subcubital dari setae tidak jelas dan hanya basally yang adar (distal vena
basal), Gaster dan dada relatif halus dan mengkilap. coxae metalik gelap
berbeda dengan kaki yang biasanya benar-benar putih ke kuning (femora
biasanya didominasi gelap, dan memiliki scape hampir seluruhnya kuning
pucat menjadi putih. Tps umumnya lurus di Neochrysocharis, dengan
puncaknya dorsal yang diarahkan ke depan dari pangkal pertengahan
coxa.Sayap depan dengan area kecil dari infumation dalam hubungan dengan
vena stigmal.
c. N. okazakii. Gaster dan dada relatif halus dan mengkilap, tanpa sculpture
retikulat jelas. Kaki belakang biasanya seluruhnya kuning, dengan segmen
tarsus terakhir berwarna coklat tua sampai hitam. tps adalah bagian punggung
melengkung, dengan puncaknya diarahkan ke belakang dari dasar pertengahan
coxa.
d. Imago Opius sp berwarna hitam antena hitam dan tipis, dan hampir sama
panjangnya dengan tubuhnya. Rahang normal, mengarah ke dalam dan rapat di
medial. Stigma vena kurang dari 8 kali lebih panjang dibanding lebar. Vena r
timbul distal basal 1/3 dari stigma.
e. Imago H. varicornis berwarna hijau metalik. imago jantan ukuran tubuhnya
lebih kecil dari betinan juga dari bentuk antenanya, yaitu jantan bentuk
seperti sisir (pectinate) sedangkan antena imago betinanya berbentuk panjang
dan lurus. biasanya berwarna coklat sampai hitam atau gelap hijau metalik,
kadang-kadang dengan tanda kuning di dada dan / atau gaster.
61
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal penting
sebagai berikut:
1. Terdapat 2 spesies Liriomyza yang hidup dan berasosiasi pada 29 jenis
tanaman inang yaitu Liriomyza sativa dan Liriomyza sp. L. sativa memiliki
wilayah penyebaran dari 4 meter sampai 965 meter di atas permukaan laut,
sedangkan Liriomyza sp. wilayah penyebaran pada ketinggian 1665 meter
sampai 2130 meter di atas permukaan laut.
2. Ada 5 Spesies parasitoid yang ditemukan di Timor Leste hidup berasosiasi
dengan hama Liriomyza adalah H. varicornis (Girault), N. okazakii (Kamijo),
N. Formosa (Westood), dan Diglyphus sp dari famili Eulopidae, parasitoid
Opius sp. dari famili Braconidae.
3. Tingkat parasitisasi parasitoid terhadap Liriomyza sp. tertinggi tanaman pada
tanaman inang kacang kapri yaitu parasitoid Diglyphus sp.tingkat parasitisasi
100 persen kemudian diikuti pada tanaman tempuyeng bulat tingkat
parasitisasi H. varnicornis sebesar 82.69 persen.
6.2. Saran
62
Penelitian ini merupakan penelitian yang pertama kali dilakukan dilokasi
tersebut oleh karena itu ada beberapa keterbatasan pada penelitian ini sehingga
tidak semua parameter diamati maka disarankan perlu melakukan penelitian
lanjutan untuk mengetahui efektifitas dari masing-masing spesies parasitoidnya
Liriomyza serta tingkat parasitisasi parasitoid sebagai agen pengendalian hayati.
.
63
DAFTAR PUSTAKA
Adam, T1)
. S. Herlinda1)
, Komarudin 2)
, R. Thalib1)
, and Y. Pujiastuti1)
. 2011. Spesies Diversity of Liriomyza sativae Parasitoid on Vegetables and
Weeds in South Sumatra. 1)
Department of Plant Pest and Disease, Faculty
of Agriculture, Sriwijaya University, Kampus Inderalaya, Jl. Raya
Palembang-Prabumulih, km 32, Ogan Ilir, Inderalaya 30662, South
Sumatra, Indonesia, Email: trianiadam@yahoo.com 2)
Agriculture
Quarantine Service, Palembang, South Sumatra.
Normes ,OEPP. 2005. Diagnostics. Organisation Européenne et Méditerranéenne
pour la Protection des Plantes European and Mediterranean Plant
Protection Organization. 2005 OEPP/EPPO, Bulletin OEPP/EPPO
Bulletin 35 , 271–273.. rue Le Nôtre, 75016 Paris, France.
Anonim, t. t. Protocol For The Diagnosis of Quarantine Organisms Liriomyza
spp. (L. bryoniae, i. huidobrensis, L. sativae, L. trifolii)
Anonim, 2009. Ekologi Thrips, Liriomyza dan Kutu Kebul (B. tabaci).
http://herrysoenarko.blogspot.com/2009/03/ekologi-thrips-liriomyza-dan-
kutu-kebul.html. diakses. 22 Oktober 2012.
Anonim. 2010. Faktor yang mempengaruhi kehidupan serangga. http://ekologi-
hutan.blogspot.com/2010/11/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html.
Diakses 30 Oktober 2012.
Anonim. 2011. East Journal Of Scientific 10(2): 157-163,2011. ISSN1990 -9233.
Publications, 2011.
Anonim, 2011. Predasi dan parasitimse. http:// elfishchio. blogspot. com/
2011/08/predasi-dan-parasitisme.html. diakses 2 oktober 2012.
Anonim, 2012. Faktor yang mempengaruhi kehidupan serangga. http://ekologi-
hutan.blogspot.com/2010/11/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html.
diakse 30 Oktober 2012.
Anonim. 2012. Hama Lalat Liriomyza huidobrensis pada Tanaman Kentang.
http://agussupriana.blogspot.com/2012/05/hama-lalat-liriomyza-huidobren
sis- pada.html. diakses 2 November 2012.
Arida, G.S.,B.S. Punzal, and E.G. Rajotte. 2009. Effect of chloropyrifos + BPMC
insektisida spray on the population density, damage and natural enemies of
leafminer (Liriomyza trifolii (Burges) on onion, Allium cepa Linn grown
after rice (Oryza sativa Linn.) Phillipines. Entomologis: 23:56-66.
Berrenbaun M .R. 1995. Bug in the system. Perseus books. Massachusett,USA.
64
Baliadi,Y. dan W.Tengkano. 2010. Lalat Penggorok Daun, Liriomyza sp.
(Diptera: Agromizidae), Hama Baru Pada Tanaman Kedelai di Indonesia.
Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang.
Bográn, Carlos E. 2005. Biology and Management of Liriomyza Leafminers in
Greenhouse Ornamental Crops. Texas A&M University. 2150 TAMU,
College Station, TX 77843-2150. AgriLife Extension . http:// insects. tamu.
edu/ extension /publications/epubs/eee_00030.cfm
Çikman, E. 2011. Parasitoids of the Leafminers (Diptera: Agromyzidae) from
Elazığ Province, Turkey . Plant Protection Department, Faculty of
Agriculture,Harran University,63040 Şanlıurfa, Turkey. African Journal of
Agricultural Research Vol. 7(12), pp. 1937-1943, 26 March, 2012 .
Available online at http:// www. academicjournals. org/AJAR DOI:
10.5897/AJAR11.1796. diakses 4 November 2012.
Crop Protection Compedium (CPC), 2000. Global Module 2nd
Edition.CAP
International.
Fagoonee dan Toory 1983. Preliminary Investigations of Host Selection
Mechanisms by the Leafminer Liriomyza trifolii. a1
School of Agriculture,
University of Mauritius, Réduit, Mauritius. International Journal of
Tropical Insect Science / Volume 4 / Issue 04 / December 1983, pp 337-
341.
Fisher, N. Ubaidillah, R. Reina, J. P. La Salle. 2000. Lirimyza Parsitoid in
Southeast Asia. ACIAR Project (CP/2000/090). www. ento. csiro.au
/science/Liriomyza_ver3/key/Liriomyza_parasitoids_Key/Media/Html/
home.html. 8 Juni 2013.
Hamid, H.1, D. Buchori
1, H. Triwidod
1. 2003. Keanekaragaman Parasitoid dan
Parasitisasinya pada Pertanaman padi di Kawasan taman Nasional Gunung
Halimun. 1Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan,Faperta, Institut
Pertanian Bogor, Kampus Darmaga,Bogor.16680. Hayati, September,
hlm.85-90. Vol.10.N0.3.
Hasriyanty, 2008. Jumlah Inang Dan Kepadatan Parasitoid: Pengaruhnya
Terhadap Perilaku selfsuperparasitism Parasitoid Trichogramma
Chilotraeae Nagaraja & Nagarkatti (Hymenoptera: Trichogrammatidae).
J. Agroland 15 (1) : 27 - 31, Maret 2008.
Herlinda,S. 2003. Jenis Tumbuhan Inang Liriomyza sativae Blanchard dan
Kerusakan yang diakibatkannya pada tanaman tomat di daerah dataran
rendah Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Lokakarya Nasional
65
“Pembangunan Pertanian berkelanjutan dalam Era Otonomi Daerah dan
Globalisasi, Palembang 2-3 Mei 2003”. Jurusan Hama dan Penyakit
Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Unsri Jl. Raya Palembang-Prabumulih,
Km 32, Inderalaya, Ogan Komering Ilir 30662, Telpon (0711)580059,
Fax. (0711)580276, Email: linda_hasbi@pps.unsri.ac.id.
Herlina, S. 2004. Jenis Tumbuhan Inang, serta Populasi dan Kerusakan oleh
Pengorok Daun, Liriomyza huidobrensis (Blanchard) pada Tanaman Kubis
(Brassicaoleracea L.) Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas
Pertanian,Universitas Sriwijaya Jl.Raya Palembang-Prabumulih, Km 32,
Inderalaya, Ogan Ilir 30662. Jurnal Tanaman Tropika7 (1):59-68. (2004).
Herlinda, S1. L. P. Rosalina, L
1, Pujiastuti, Yulia
1, E. Sodikin
2, dan A.
Rauf,3.2005. Populasi dan Serangan Liriomyza sativae (Blanchard)
(Diptera: Agromyzidae), Serta Potensi Parasitoidnya Pada Pertanaman
Ketimun. J. HPT Tropika. ISSN 1411-752573 Vol. 5, No. 2: 73 –
81, September 2005.
Hernández, R1, M. Harris
2., K. Crosby
3. and T. X . Liu
1. 2010. Liriomyza
(Diptera: Agromyzidae) and Parasitoid Spesies on Pepper in the Lower Rio
Grande Valley of Texas. 1
Department of Entomology, Texas AgriLife
Research, Texas A&M University System, 2415 E. Highway 83, Weslaco,
TX 78596-8399. 2Department of Entomology, Texas A&M University,
College Station, TX 77843. 3Department of Horticultural Sciences, Texas
A&M University, College Station, TX 77843.Southwestern Entomologist
35(1):
Kang, L., B. Chen, J.N.Wei, and T.X. Liu.2009. Roles of Thermal Adaptation and
Chemical Ecology in Liriomyza distribution and Control. Ann. Rev.
Entomol.
Kartosuwondo U, Sunjaya. 1990. Potential role of wild crucifers in the
preservation of Diadegma eucerophaga Horstm. (Hymenoptera:
Ichneumonidae), a parasitoid of the diamondback moth Plutella xylostella
Linn. (Lepidoptera: Plutellidae). Biotropia 4:31-40.
Lasalle, J., dan Parrela, M. P. 1991. The chalcidoid parasites (Hymenoptera,
chalcidoidae) of economically important Liriomyza spesies (Diptera,
agromyzidae) in North America. (JL) Department of Entomology.
University of California, Reverside, California 92521; (MPP) Department
of Entomology, University of California, Davis, California 95616.
Proceedings of the Entomological Society of Washington 93: 571-591.
Liu, T-X,1*, L. Kang
2, M. Kevin. Heinz
3 and J. Trumble. 2008. Biological
Control of Liriomyza Leafminers: Progress and Perspective. 1Department of
66
Entomology, Texas AgriLife Research, Texas A&M University System,
2415 E. Highway 83, Weslaco, TX78596, USA. 2State Key Laboratory of
Integrated Management of Pest Insects and Rodents, Institute of Zoology,
Chinese Academy of Sciences, Beijing 100101, China. 3Department of
Entomology, Texas A&M University, College Station, TX, USA.
4Department of Entomology, University of California, Riverside, CA,
USA. CAB Reviews: Perspectives in Agriculture, Veterinary Science,
Nutrition and Natural Resources 20094, No. 004.
LucidKey (2008), Liriomyza sativae. Nomenclature. http://keys. lucidcentral.
org/keys/v3/leafminers/key/Polyphagous%20Agromyzid%20Leafminers/M
edia/Html/Liriomyza_sativae.htm. 8 juli 2013.
Lologau, B. A. 2010.Tingkat Serangan Lalat Pengorok Daun, Liriomyza
Huidobrensis (Blanchard) dan Kehilangan Hasil Pada Tanaman Kentang.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar
Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah
Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010.
Maramis,R.T.D, E. Senewe. dan V. V. Memah. 2011. Kelimpahan Populasi
Parasitoid Trichogramma sp dan Serangan Hama Penggereka Batang Padi
Sawah di DistrikMinahasa. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan
Fakultas Pertanian UNSRAT Menado. Eugenia Volume 17 No. 1 April.
Namvar P1., M. H. Safaralizadeh
1, V. Baniameri
2, A. A. Pourmirza
1, and J. K.
Isfahani3. 2011.
1Department of Entomology, Faculty of Agriculture,
Urmia University, Urmia, Iran. 2Department of Entomology, Iranian
Research Institute of Plant Protection, Tehran, Iran. 3Department of Plant
Protection, Agriculture Research Center of Isfahan, Isfahan, Iran. Midel.
Namsypro,t.t. Liriomyza spp. (Diptera: Agromyzidae). http:// www. Nemasyspro
.com /pests/leafminer.html. Leafminer. 4 November 2012.
Nelly,N. Habazar T, Syahni R. Buchori D. 2005. Tanggap fungsional parasitoid
Eriborus argenteopilosus: The Role of herbivore volatiles and locally and
systematically induced plant volatiles. J Chem Ecol 21:525-540.
Nonci, N. dan A. Muis. 2011. Bioekologi Dan pengendalian Pengorok Daun
Liriomyza Chinensis Kato (Diptera: Agromyzidae) Pada Bawang Merah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah, Jalan Lasoso No
62, Biromaru, Kotak Pos 51 Palu Telp. (0451)482546, Faks. (0451)
482549,E-mail:bptp_sulteng@litbang.deptan.go.id,bptpsulteng@yahoo.
com.
67
Parrella, M. P.1983. Intrasspecific competition among larvae of Liriomyza trifolli
(Diptera: Agromyzidae): Efect on colony production, Environ. Entomol.
Prabowo, D. P.2009.Survei Hama dan Penyakit pada Pertanaman Mentimun
(Cucumis sativus linn.) di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten
Cianjur, Jawa Barat. Skripsi. Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Petcharat, J1, Z. Ling
2, Z. Weiqiu
2, X. Zaifu
3, and W. Quison
4. 2002. Larval
parasitoids of agromyzid leaf miner genus Liriomyza in the southern
Thailand : spesies and their host plants. 1Ph.D. (Entomology), Assoc. Prof.,
Department of Pest Management, Faculty of Natural Resources, Prince of
Songkla University, Hat Yai, Songkhla 90112 Thailand., 2M.Agri
(Entomology) Prof., 3Ph.D. (Entomology)Assoc. Prof., Laboratory of
Insect Ecology., 4M.Agri (Entomology), Lecturer, Department of
Horticulture, South China Agricultural University, Guangzhou,
Guangdong, China.
Purnomo, H. 2009. Pengantar Pengendalian Hayati. Jogyakarta. Penerbit ANDI.
Putra ,N. S. 2012. Liriomyza sp: Pengorok daun berinang banyak. Majalah
Serangga Online. http://majalahserangga.wordpress.com/2012/.
Quicke D. L. J. 1997. Parasitic Wasps. London: Chapman & Hall
Rauf, A. 1995. Liriomyza Hama Pendatang Baru di Indonesia.Bull HPT 8(1):
Rauf, A. 1997. Liriomyza: Datang Menantang PHT kentang. Makalah Disajikan
pada Rapat Komisi Perlindungan Tanaman, 10-12 MAret 1997. Otel
Cisarua Indah, Cisarua Bogor.
Rauf. A. 2005. Hama Pendatang Liriomyza sativae Blanchard (Diptera:
Agaromyzidae): Biologi, Tumbuhan Inang, dan Parasitoid. Staff Pengajar
Departemen Proteksi Tanaman. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Reina, P. and J. L. Salle. 2006. Key to the World Genera of Eulophidae
Parasitoids (Hymenoptera) of Leafmining Agromyzidae (Diptera).
Dipartimento di Scienze e Tecnologie Fitosanitarie, Sezione Entomologia
agraria - University of Catania, via S. Sofia, 98 - 95124 Catania, ITALY -
preina@unict.it. CSIRO Entomology, GPO box 1700, Canberra, act 2601,
Australia - john.lasalle@csiro.au.
Rustam, R1*
). A. Rauf2*)
, N. Maryana2*),
Pudjianto2*)
, Dadang2*)
. 2008. Komunitas
Parasitoid lalat penggorok daun pada Pertanaman Sayuran Dataran Tinggi.
1*)Program Studi Hama dan Penyakit Tanaman, Jurusan Agronomi
68
Fakultas Pertanian, Universitas Riau Pekanbaru 2)
Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Jurnal natur
Indonesia 11(1),Oktober 2008: 40-47.
Rustandi, R. A. Rauf, Maryana, N. Pudjianto, dan Dadang, 2009. Studi Lalat
Penggorok Daun Liriomyza spp. Pada Pertanaman Bawang Daun, Dan
Parasitoid Opius chromatomyiae Belokobylskij & Wharton
(Hymenoptera:Braconidae). Journal HPT tropika, ISSN 1411-7525.
Vol.9,1:22-31, Maret 2009.
Rola-Rubzen, M. F., J. A Janes, V. P. Correia, and F. Dias. 2011. Challenges and
Constraints in Production and Marketing Horticultural Products in Timor
Leste. Curtin University of Technology Perth, Western Australia. Acta
Horticulturae. 895: pp. 245-253.
Samsudin, H. 2008. Sebaran Hemiptarsenus varicornis (Girault) (Hymenoptera:
Eulopidae) parasitoid larva Liriomyza spp. http:// www. pertaniansehat.
or.id/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=87. diakses 22
Oktober 2012.
Sembel, D. T. 2010. Pengendalian Hayati. Hama-Hama Serangga Tropis dan
Gulma. Penerbit ANDI Yogyakarta.
Shao S.F. 2004. Morphological diagnosis of six Liriomyza spesies (Diptera:
Agromyzidae) of quarantine importance in Taiwan. Department
of Entomology, National Taiwan University, No. 1 Roosevelt
Road,Section 4, Taipei 106, Taiwan. Applied Entomology and
Zoology. 2004 Vol. 39 No. 1 pp. 27-39. Publisher information Japanese
Society of Applied Entomology and Zoology, Tokyo, Japan
Setyolaksono, M. P. 2012. Pengendalian Hayati Dan Prospeknya. . Balai Besar
Perbenihan & Proteksi Tanaman Perkebunan Ambon Direktorat Jenderal
Perkebunan – Kementerian Pertanian (BBP2PT) Jl. Pertanian Paso Ambon.
Siagian, P. 2010. Pengaruh Waktu Inokulasi Lalat Penggorok Daun Lriomyza
sp. (Diptera:Agromyzidae) terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai
merah (Capsicum annum). Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Jambi. http:// anakpintarunja. blogspot.com /2012 /06/
proposal-penelitian-metil.html. 23 Juni 2012. Diakses 23 September 2012
Suparta.I.W., I. G. N. Bagus, P. Sudiarta. 2005. Kelimpahan populasi Liriomyza
spp. (Diptera”Agromizidae) dan parasitoid pada tanaman sayuran dataran
tinggi. Agritrop. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian (Journal On Agriculture
Sciences. Laboratorium Ekologi dan Sistematika Serangga, Jurusan Hama
69
dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.
Denpasar.
Supartha, I. W. 1998. Pengujian antesenosis dan antibiosisi tanaman kentang
terhadap Liriomyza huidobrensis (Blanchard) (Diptera: Agromyzidae)
Supartha, I. W. 1999. Penerapan Beberapa Komponene PHT terhadap serangan
Liriomyza Huidobrensis (Blanchard) pada Pertanaman Kentang di Bali.
Laporan Penelitian. Kerjasama Fakultas pertanian Universitas Udayana,
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Bali.
Shahabuddin1, A. Anshary
1, A. Gellang
2. 2012. Tingkat Serangan dan Jenis lalat
Penggorok Daun Pada Tiga Varietas Lokal Bawang Merah Di Lembah
Palu Sulawesi Tengah. J. HPT Tropika. Vol. 12. No.2: 153 – 161. Setember
2012. 1Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas
Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah. 2Bidang Perlindungan Tanaman Dinas
Pertanian Provinsi Sulawesi Tengah.
Steck, G. 2006 Introduction Liriomyza Huidobriencia. Florida Department of
Agriculture & Consumer Services, Division of Plant Industry. Charles
H.Bronson,Commissioner of Agriculture. http://www.freshfromflorida.
com/pi/pest-alerts/pdf/liriomyza-huidobrensis.pdf. diakses 21 Oktober
2012.
Susilawati, 2002. Komposisi dan Kelimpahan Parasitoid lalat Penggorok daun
Liriomyza sativa Blanchard (Diptera: Agromizydae). (Tesis) Progra studi
Entomologi/Fitopatologi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Sulaeha, A. Rauf, N. Maryana. 2009. Parameter Demografi Parasitoid
Himiptarsenus Varicornis (Girault) (Hymenoptera: Eulhopidae) Pada Lalat
Penggorok Daun Liriomyza Huidobrence (Diptera: Agromizidae). J.PTH
Tropika. Vol. 9.N0. 1 : 8 Maret 2009.
Sugiyanto, 2012. Menggali Potensi Parasitoid Serangga Hama. Balai Besar
Perbenihan & Proteksi Tanaman Perkebunan Ambon Direktorat Jenderal
Perkebunan –Kementerian Pertanian (BBP2PT) Jl. Pertanian Paso Ambon.
Susanti, D. A. 2012. Identifikasi parasitoid Pada Lalat Buah Bactrocera
cucurbitaceae dalam buah pare Momordica charantia. Universitas
Pendidikan Indonesia.
Yaerwandi2, Syam Usra
2. 2006. Keanekaragaman dan Biologi Reproduksi
Parasitoid Telur Wereng Coklat Nillaparvata lugens STAL
(HIMENOPTERA DELHACHIDAE) Pada Struktur Lanskap Pertanian
Berbeda1. Penelitian ini didanai oleh DP2M Dikti Depdiknas tahun 2006.
70
2Staf Pengajar Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Faperta Universitas
Andalas Padang. Alamat Korespondensi: Komp.Unanda Ulu GAdut B
II/08/08 Padang .
Weseloh. 1981. Percobaan Lapangan Pemanfaatan Tumbuhan Liar Untuk
Konservasi Parasitoid Telur Penggerek Batang Padi, (Telenomus rowani
Gahan) Di Lahan Pasang Surut.
71
LAMPIRAN
Lampiran 1
Spesies parasitoid Liriomyza spp. dan wilayah penyebarannya
No. Spesies Negara
1. Apleurotropis kumatai Jepang
2. Asecodes sp. nr. Notandus Thailand
3. Asecodes erxias Jepang
4. Asecodes delucchii Vietnam, Indonesia
5. Asecodes sp. Indonesia
6. Chrysonotomyia lyonetiae Jepang
7. Chrysonotomyia sp. Jepang
8. Chrysocharis pentheus Indonesia, Jepang
9. Chrysocharis pubicornis Jepang
10. Cirrospilus ambiguous Thailand,Vietnam,Indonesia
11. Cirrospilus vittatus Iran
12. Closterocerus formosus Iran
13. Closterocerus sp. Indonesia
14. Closterocerus trifasciatus Jepang
15. Closterocerus mirabilis Australia
16. Dacnusa nipponca Jepang
17. Dacnusa sibirica Jepang
18. Diglyphus iseae Srilangka, Iran,Vietnam,
Jepang, Australia.
19. Diglyphus crassinervis Iran
20. Diglyphus minoeus Jepang
21. Diglyphus pusztensis Jepang
22. Diglyphus albiscapus Jepang, Vietnam
23. Gromotoma sp. Jepang
24. Gromotoma micromorpha Indonesia
25. Halticoptera circulus Jepang
26. Hemiptarsenus varicornis Thailand,Vietnam,
Indonesia, Jepang,
Australia, Taiwan, Malaysia
27. Hemiptarsenus zilahisebessi Iran
28. Kleidotoma sp. Indonesia, Jepang.
29. Neochyrsocharis Formosa Thailand, Indonesia,
Jepang, Taiwan
30. Neochrysocharis okazakii Srilangka, Indonesia,
Jepang.
31. Neochrysocharis sp. Vietnam, Jepang, Indonesia
72
Lampiran 1. lanjutan
No Spesies Negara
Nordlanderia sp. Thailand.
33 Quadrastichus liriomyzae Quadrastichus liriomyzae
34 Quadrastichus sp Jepang
35 Oomyzus sp. Jepang
36 Opius dissitus Thailand
37 Opius sp. Sri Lanka, Vitenam, Indonesia
38 Opius cinerariae Australia
39 Pediobius sp. Jepang
40 Pnigalio katanosis Srilanka
41 Pnigalio pectinicornis Iran
42 Pnigalio sp. Indonesia, Jpeang
43 Stenomesius sp. Jepang
44 Stenomesius japonicas Jepang
45 Sphegigaster hamugurivora Jepang
46 Zagrammosoma latilineatum Indonesia
(Sumber : Samsudin, H. 2008)
73
Lampiran 2.
Spesies dan tanaman inang Liriomyza spp.
Spesies Tanaman inang Sumber
Liriomyza trifolii
Buncis, seledri, krisan,
mentimun, lettuce, bawang
merah, kentang, tomat. Spencer (1989)
L. huidobrensis Bit, bayam, kacang arab,
buncis, kentang, bunga potong.
Spencer (1989)
L. sativae Polifag, terutama pada famili,
Cucurbitaceae, Fabaceae, dan
Solanaceae.
Spencer (1989)
L. brassicae Polifag, terutama pada family
Brassicaceae, Capparaceae, dan
Tropaeolaceae.
Spencer (1989
L. bryoniae Tomat, melon, semangka,
mentimun, lettuce, Buncis.
Spencer (1989
L. cicerina Kacang panjang, kacang arab. Spencer (1989
L. strigata Polifag, 240 genus pada 35
famili tanaman inang.
Spencer (1989
Sumber : Nonci dan Muis (2011)
74
Lampiran 3.
Pengamatan dan pengambilan sampel di lapangan
75
Lampiran 4:
Proses sortiran sampel di laboratorium
76
Lampiran 5.
Peta penyebaran lokasi penelitian di Timor Leste
top related