dewan perwakilan daerah republik indonesia ... - dpd.go.id filedi dpd yang ada dalam prolegnas...
Post on 18-Aug-2019
224 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Nomor: RISALAHDPD/KMT IV-RDPU/IV/2017
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
-----------
RISALAH
RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE IV DPD RI TENTANG RUU
PENGELOLAAN KEKAYAAN NEGARA DAN DAERAH
MASA SIDANG IV TAHUN SIDANG 2016-2017
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
I. KETERANGAN
1. Hari : Senin
2. Tanggal : 17 April 2017
3. Waktu : 13.45 WIB – 15.51 WIB
4. Tempat : R. Rapat Komite IV
5. Pimpinan Rapat : 1. Dr. H. Ajiep Padindang, SE., MM (Ketua)
2. Drs. H. Ghazali Abbas Adan (Wakil Ketua)
3. Drs. H. A. Budiono, M.Ed (Wakil Ketua)
6. Acara : Membahas RUU Pengelolaan Kekayaan Negara dan Daerah
dengan narasumber Prof. Dr. Aminuddin Ilmar,SH.,M.Hum
dan Ir. Marwan Batubara,M.Sc.
7. Hadir : Orang
8. Tidak hadir : Orang
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS IV TS 2016-2017
SENIN, 17 APRIL 2017
1
II. JALANNYA RAPAT:
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE
IV DPD RI)
Terkadang kita mau menghargai waktu bagi yang terlambat tapi yagn lebih
cepat justru kurang dihargai. Karena itu yang ada kita akan jalankan dan dengan
ucapan bismillahirahmanirahiim Rapat Dengar Pendapat Umum istilahnya Pak Prof.
Aminuddin, Komite IV bersama dengan Tim Ahli Perancang Undang-Undang dan
Staf Ahli Komite IV saya nyatakan kita buka.
KETOK 1X
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat siang.
Salam sejahtera untuk kita sekalian.
Alhamdulillah kami bersyukur kepada Allah SWT, siang ini Tim Komite IV
baru 4 orang, paling tidak mestinya sekitar 10 orang tapi mungkin masih di jalan atau
di tempat lain. Undangan kita pukul 09.00 eh 13.30, Pak Prof. Aminuddin sebagai
narasumber sudah hadir di tengah-tengah kita. Karena itu kita jalan saja. Narasumber
lainnya mungkin juga masih menyusul. Dan sebelum saya mulai mempersilakan Pak
Prof. Aminuddin saya ingin menginfomasikna bahwa di DPD RI khususnya di
Komite IV ini dalam masa sidang sekarang ini, kita mulai membahas, kami mulai
membahas rangkaian kegiatan persiapan penyusunan naskah akademik dan draft RUU
Undang-Undang Pengelolaan Kekayaan Negara. Kata “Daerah” ini kami tambahkan
di DPD yang ada dalam prolegnas jangka panjang yaitu adalah pengelolaan kekayaan
negara. Dan saya informasikan juga bahwa RUU Pengelolaan Kekayaan Negara ini
masuk prolegnas jangka panjang yang mekanismenya adalah antara pemerintah dan
DPD. Siapa nanti yang duluan mempersiapkan RUU naskah akademiknya itu yang
akan menjadi bahan bagi Badan Legislasi DPR RI bersama pemerintah dan DPD pada
saat akan pembahasan penyusunan prioritas prolegnas tahun berikutnya dan dalam hal
ini berarti tahun 2018. Oleh karena itu kami di DPD khususnya di Komite IV dengan
bidang tugas yang ada telah memulai sejak formalnya Maret tapi sejak Februari
sebenarnya telah membentuk tim ahli RUU yang terdiri atas 5 orang pakar dari
berbagai disiplin ilmu, Pak Pardiman, ini sudah pernah kita sama-sama. Pak Siswo
Suyanto. Ini Pak Siswo paling banyak menulis tentang BUMN, tentang kekayaan
negara. Pak Siswadi Prayitno. Pak Maret, kita ketemu lagi Pak Maret ya di April ini.
Pak Qodir, ini Staf Ahli Komite IV yang ditransfer ke RUU PKND. Mereka ini Pak
Prof. Hilmar beliau-beliau membantu kami menyusun draft naskah akademik sampai
kepada draft RUU yang tahapan-tahapan kegiatannya selain beliau-beliau bekerja
sesuai dengan mekanisme yang ada, juga memperdalam dengan berbagai sumber
bersama dengan Tim Komite IV. Yang kita laksanakan saat ini adalah Tim Komite
IV, saya sebagai ketua. Pak Aminuddin ini sahabat saya Pak Haripinto. Ini Pak
Haripinto, Pak Rugas dan Pak Ayi Hambali. Saya sudah lama berguru pada Pak
Aminuddin tapi belum pintar-pintar juga soal hukum. Saya malah bermitra dulu
RAPAT DIBUKA PUKUL 13.45 WIB
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS IV TS 2016-2017
SENIN, 17 APRIL 2017
2
waktu di DPRD Sulsel sebagai Tim Ahli DPRD dan Bapak-bapak sekalian, Pak Prof.
Aminuddin ini secara singkat beliau ini adalah guru besar hukum tata negara
Universitas Hasanuddin, tapi kalau mau dilihat agak primordial dengan saya
kelihatannya agak primordial diundang hari ini tapi sebenarnya saya malah tidak tahu
kalau sebenarnya yang diundang oleh staf sekretariat dan rekomendasi tim ahli bahwa
Pak Aminuddin. Jadi saya tidak menyambut Bapak dengan gaya Makassar, gaya
Bugis Makassar. Saya baru tadi siang bahwa narasumber kita salah satunya adalah
sahabat saya Pak Prof. Aminuddin. Terima kasih banyak atas kehadirannya di Komite
IV, di DPD RI dan nanti kami akan mendapatkan pokok-pokok pikiran dari Bapak
pada saat ini mungkin juga di kesempatan lain jika diperlukan terutama oleh tim ahli
kami. Memang Prof. Aminuddin ini paling banyak memberikan kontribusi pemikiran
di Sulawesi Selatan dalam banyak hal dan terkait dengan tema kita adalah
pengelolaan kekayaan negara yang kami di DPD secara subjektif menambahkan kata
daerah karena secara khusus pengelolaan kekayaan negara kita ini belum ada undang-
undangnya. Dia masih berinduk pada Undang-Undang Pengelolaan Keuangan
Negara, paling tidak ada beberapa undang-undang yang sesungguhnya menjadi acuan
dan anehnya setelah sekian puluh tahun kita merdeka, menata pengelolaan keuangan
negara, soal kekayaan negara apalagi daerah itu belum pernah didasari secara
langsung oleh undang-undang. Di pemerintah yang melekat tugas pokok ini pada
salah satu direktorat di Kemeterian Keuangan yang juga di Kementerian Keuangan
sudah sekian kali merancang undang-undang, menyusun, merancang tapi belum
pernah sampai terbahas di DPR. Pernah kami di Komite IV berdiskusi dengan teman-
teman bagaimana mengharapkan tertib pengeolaan kekayaan negara apalagi daerah
bahkan kemungkinan daerah lebih tertib sedikit daripada pusat mengelola
kekayaannya karena mungkin di pusat terlalu banyak kekayaan yang kita kelola
sampai-sampai tidak jelas pengelolaan kekayaan gas alam tambang kita besarnya.
Begitu luasnya ya Pak ya, begitu besarnya sehingga tidak fokus. Di daerah tidak
terlalu besar scoop-nya maka sedikit lebih fokus dan di daerah didasari oleh Undang-
Undang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 17 maka sejumlah peraturan
daerah tentang pengeolaan barang milik daerah telah diterapkan selama ini sampai
kepada sistem akuntansi barang atau aset daerah.
Pak Prof, kami berharap masukan-masukan ya mungkin tentu saja agak umum
tapi dengan diskusi nanti yang berkembang saya kira tim ahli bisa menyerap
informasi dengan pengalaman dan pengetahuan Prof. Aminuddin, begitupun Bapak-
bapak Anggota Komite IV. Sambil kita berharap teman kita salah seorang narasumber
yang lain yaitu Pak Marwan Batubara mudah-mudahan menyusul hadir. Sebenarnya
hari ini tiga narasumber kita harapkan dengan berbagai disiplin ilmu dan profesi.
Kalau Pak Marwan itu adalah Direktur Eksekutif IRESS (Indonesian Resources
Studies). Kemudian Ibu Maria, ini Guru Besar Hukum Agraria malah karena kami
ingin berdiskusi dengan aset yang berkaitan dengan hukum tanah, pengelolaan tanah.
Saya pikir itu, sekali lagi Pak Prof. kami ucapkan terima kasih atas kehadirannya.
Bapak-bapak Tim Ahli, terima kasih. Kita diskusi sampai dengan kira-kira sebelum
pukul 16.00 atau sesuai dengan kebutuhan waktu yang memungkinkan kita
laksanakan. Kalau sudah agak segar Pak Prof. Aminuddin, karena dari pesawat
langsung ke Kantor DPD ini, saya persilakan.
PEMBICARA: Prof. Dr. AMINUDDIN ILMAR,SH.,M.Hum (NARASUMBER)
Bismillahirahmanirahiim.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS IV TS 2016-2017
SENIN, 17 APRIL 2017
3
Selamat siang.
Salam sejahtera untuk kita semua.
Terima kasih saya ucapkan kepada Bapak Pimpinan Komite IV DPD RI. Saya
juga baru tahu bahwa Pimpinan Komite IV ini adalah, sebenarnya bukan sahabat saya
menurut saya sebenarnya Pak. Kami banyak berdiskusi pada sisi kepentingan pada
waktu beliau menjadi Anggota DPR Provinsi.
Anggota Komite yang saya hormati, para Tim Ahli DPD dan hadirin yang
saya hormati pula. Pertama-tama saya merasa berbangga atas undangan yang
diberikan kepada saya ini yang kali kedua. Saya baru hadir di dalam komite.. dulu
Komite II, sekarang Komite IV yang membahas tentang Rancangan Undang-Undang
pengeloaan kekayaan negara dan daerah. Pada waktu kunjungan Tim RUU ke
Universitas Hasanuddin ada memang beberapa hal yang mendapat sorotan terutama
terkait dengan nomenklatur judul daripada rancangan undang-undang yang
menempatakan kata “daerah” di dalamnya. Tadi sudah dijelaskan oleh Bapak
Pimpinan bahwa kenapa “daerah” juga dimasukan dalam konteks pengelolaan
kekayaan negara untuk menegaskan sisi kepentingan pengelolaan kekayaan itu tidak
hanya berkaitan dengan kekayaaan negara tapi juga yang ada di daerah. Argumentasi
saya pada waktu tim kunjungan bahwa daerah juga barangkali sudah masuk dalam
konteks kekayaan negara karena sesuai dengan konteks negara kesatuan Republik
Indonesia konteksnya adalah bahwa sisi kepentingan memasukan kata daerah
mungkin nanti akan menimbulkan persepsi yang berbeda terutama berkenaan dengan
ya interprestasi, berkenaan dengan apakah memang juga ada kekayaan daerah dan
juga kekayaan negara. Padahal kita tahu dalam konteks negara kesatuan kekayaan
negara itu termasuk di dalamnya kekayaan daerah tapi dari pimpinan tadi disebutkan
bahwa kalau ini dikaitkan dengan penegasan saya sependapat dan juga setelah
sekembali tim di Jakarta saya juga memikirkan bahwa memang mungkin diperlukan
penegasan terhadap nomenklatur RUU ini yang memasukan kata daerah di dalamnya
sehingga kemudian saya berpendapat bahwa nomenklatur penegasan daerah di dalam
konteks pengelolaan kekayaan negara saya kira nanti ini akan dijelaskan di dalam
kalau RUU ini di bagian pendahuluan di dalam Undang-undang sehingga mungkin
penjelasan di dalam penjelasan itu memberikan penegasan bahwa makna daerah di
dalam nomenklatur pengelolaan kekayaan negara adalah sebenarnya satu kesatuan
tapi mungkin nanti bisa dilakukan pada sisi penegasan bahwa kehadiran daerah juga
menjadi penting di dalam konteks pengelolaan kekayaan negara itu sendiri.
Jadi kalau saya melihat pada sisi kepentingan bahwa apa yang menjadi usulan
pembentukan rancangan undang-undang pengelolaan kekayaan negara dan daerah
sebetulnya saya sependapat bahwa apa yang mau dijadikan dasar patokan di dalam
sisi pengelolaan kekayaan negara dan daerah itu penting adanya dan mungkin saya
sangat strategis sifatnya karena melihat pada sisi kepentingan bahwa sebagaimana
yang tadi dikemukakan kita melihat hampir untuk pengelolaan kekayaan negara
dalam hal ini daerah juga kita menyatakan tidak mempunyai dasar pengaturan yang
terintegrasi utamanya kemudian bersifat holistik, yang kita harapkan bahwa sisi
pengelolaan dari kekayaan negara dan daerah itu betul-betul mencerminkan sisi
kepentingan sebagaimana diatur di dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 dimana selama ini sebenarnya pijakan kita adalah
bahwa sisi kepentingan membedakan antara kekayaan negara yang dikuasai dengan
yang dimiliki kalau dalam konteks hukum administrasi kita mengenal sisi domain
public dan domain private sehingga sebenarnya ini yang menjadi sisi kepentingan
utama di dalam menerjemahkan ketentuan tidak hanya dalam Pasal 33 Ayat 4 tetapi
menurut saya juga berkaitan dengan ayat 2 dimana di dalam ayat 2 itu disebutkan
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS IV TS 2016-2017
SENIN, 17 APRIL 2017
4
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara. Nah persepsi interprestasi selama ini ketentuan
Pasal 33 Ayat 2 tersebut dijadikan dasar pijakan oleh negara melalui pemerintah
untuk melakukan pengesahan terhadap cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, cuma memang menurut saya
berdasarkan hasil kajian dari desertasi saya juga menunjukan bahwa apa yang
dimaksud dengan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak kita lihat di dalam perspektif bahwa kadang kala
cabang-cabang produksi itu penting bagi negara tetapi di dalam sisi kepentingan yang
lain tidak penting bagi rakyat itu kemudian diusahakan atau begitu pula sebaliknya
penting bagi rakyat tetapi tidak penting bagi negara sama juga tidak perlu dikuasai
oleh negara sehingga tidak perlu diusahakan. Misalnya soal udara yang sehat. Udara
yang sehat itu saya kira adalah penting bagi rakyat oleh karena itu menurut saya
pengaturan tentang udara yang bersih ini juga barangkali memang perlu mendapat sisi
pengaturan tapi bagi negara ini dianggap tidak begitu penting. Nah saya kira
paradigma di dalam sisi Pasal 33 Ayat 2 itu perlu mendapat kejelasan. Yang ketiga
kalau kita melihat konteks tata dikuasai kalau kita paralelkan dengan ketentuan di
dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang pokok-pokok agraria saya kira
juga di situ jelas disebutkan seperti apa kata penguasaan yang dilakukan oleh negara.
Bisa berarti pengaturan oleh negara, peruntukan oleh udara kemudian pengusahaan
oleh negara. Jadi pada sisi kepentingan penguasaan saya kira ini yang harus mendapat
perhatian yang serius, nah dengan menjadikan dasar kepentingan apalagi dengan
konteks Pasal 33 Ayat 4 dengan berlandas pada demokrasi ekonomi saya juga melihat
pada sisi kepentingan dengan melihat prinsip-prinsip sebagaimana disebutkan di
dalam ayat 4 itu bahwa melalui prinsip-prinsip itu maka demokrasi ekonomi itu bisa
ditegakan yang selanjutnya akan juga diatur dengan undang-undang tapi saya melihat
bahwa pada sisi pengaturan yang dilakukan tentu kita berharap bahwa selama ini juga
kita menjadi sedikit tidak jelas menyangkut pada soal pengaturan sistem ekonomi
yang kita anut, karena ini menurut saya penting juga barangkali nanti mendapat
perhatian bahwa kalau kita mengacu pada sistem ekonomi tentu menjadi pertanyaan
mendasar bagi saya adalah seperti apa sebenarnya sistem ekonomi yang kita anut
sehingga kemudian dari sistem ekonomi ini kemudian nanti dilakukan dengan
penerapan demokrasi ekonomi itu dalam pikiran saya.
Nah saya kembali kepada apa yang menjadi sisi kepentingan penyusunan
rancangan undang-undang pengelolaan kekayaan negara dan daerah maka saya
sependapat sebenarnya arah jangkauan dari sisi pengelolaan kekayaan negara dan
daerah ini menyangkut dua hal. Hal yang pertama adalah menurut saya penting
dipertimbangkan bahwa rancangan undang-undang ini tentu akan mengatur tentang
dua poin penting sebagaimana dikemukakan baik yang menyangkut kekayaan negara
yang dikuasai maupun kekayaan negara yang dimiliki dan dipisahkan. Nah
menyangkut pada sisi kekayaan negara yang dikuasai tentu kita mengacu pada
kepentingan landas pasal 33 tadi, baik pada ayat 2, 3 dan 4. Tentu saja menurut saya
kata dikuasai tentu kita ingin melihat pada sisi kepentingan dengan melihat pada
korelasi di Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang undang-undang pokok
agraria itu bahwa kata penguasaan bisa diartikan pada sisi pengaturan bisa dilakukan
pada sisi peruntukan dan bisa juga dilakukan pada sisi pengusahaan sendiri oleh
negara. Oleh karena itu menurut saya penting barangkali nanti dijabarkan di dalam
rancangan undang-undang ini tentang seperti apa pengelolaan kekayaan negara yang
dikuasai oleh negara dan itu nanti akan terkait dengan pada sisi kepentingan ayat 2, 3
dan 4. Nah sehingga dengan demikian menurut saya inilah yang selama ini kalau bisa
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS IV TS 2016-2017
SENIN, 17 APRIL 2017
5
saya menyatakan belum mendapat pengaturan yang sesungguhnya dalam arti undang-
undang belum sepenuhnya mengatur seperti apa sebenarnya konsep kekayaan negara
yang dikuasai itu.
Nah yang kedua dalam konteks kekayaan negara yang dimiliki dan yang
dipisahkan. Kalau yang dimiliki saya kira tidak ada masalah tetapi yang menimbulkan
problem sebenarnya adalah kekayaan negara yang dipisahkan karena selama ini
mungkin menurut saya perdebatan terjadi pada sisi penempatan kekayaan negara di
dalam Badan Usaha Milik Negara. Nah kalau kita mengikuti pengaturan yang ada
bahwa terjadi perdebatan bahwa kekayaan negara yang dipisahkan sebagaimana yang
dimaksud di dalam undang-undang Badan Usaha Milik Negara dengan undang-
undang keuangan negara yang menyatakan bahwa kekayaan negara yang dipisahkan
itu sebenarnya tetap merupakan bagian dari keuangan negara, itu diperkuat juga
dengan keputusan dari Mahkamah Konstitusi tetapi saya melihat pada konsepsi
teoretik ini akan sangat menimbulkan kekacauan, mengapa? Karena kalau kita
berbicara dalam konteks instrumen yang dapat digunakan oleh pemerintah, kita
memang mengkwatirkan bahwa instrumen yang dapat digunakan oleh pemerintah itu
adalah dengan karakteristik aslinya dia bisa menggunakan instrumen hukum
publiknya tetapi di sisi lain pemerintah juga bisa menggunakan instrumen hukum
privat. Kalau di Belanda dalam konsep hukum administrasi itu disebut dengan istilah
dengan konsep tripartit (dengan dua kepala) dan kalau kita mengikuti konsep yang
dibangun oleh Vanprah, Vanprah itu mengatakan pada sisi kepentingan penggunaan
instrumen hukum privat oleh pemerintah maka tentu pemerintah haruslah konsisten
untuk menggunakan instrumen hukum privat itu. Tidak boleh dia berlindung dibalik
hukum publiknya padahal sebenarnya sisi instrumen yang digunakan adalah sisi
instrumen hukum privat. Nah sehingga dengan demikian sebenarnya penempatan
kekayaan negara di dalam Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk Perseroan
Terbatas dengan membaca ketentuan undang-undang PT misalnya maka kita berharap
bahwa kekayaan dengan menggunakan instrumen PT itu maka kekayaan negara yang
dipisahkan karena melalui persetujuan dewan setiap penempatan kekayaan negara di
dalam perseroan maka sebenarnya terjadi perubahan status dari kekayaan itu dari
kekayaan negara menjadi kekayaan perseroan dan milik dari perseroan itu bukan
milik perseroan swasta tetapi milik perseroan negara.
Jadi ada kerancuan di dalam putusan mahkamah yang saya sependapat dengan
dissenting opini oleh Hakim Haryono yang menyatakan bahwa ada pemaknaan yang
berbeda begitu kita mengonsepkan bahwa kekayaan negara yang dipisahkan itu
karena ini berkaitan dengan tanggung jawab terbatas karena begitu menempatkan
kekayaan di dalam perseroan dan perseroan itu dimiliki oleh negara, saya kira tidak
ada masalah nah sehingga dengan demikian sisi kepentingan yang dibangun saya
mengharapkan bahwa ini yang perlu mendapat kejelasan yang nanti di dalam sistem
pengaturan yang akan dilakukan di dalam rancangan undang-undang pengelolaan
kekayaan negara khususnya berkaitan atau berkenaan dengan kekayaan negara yang
dipisahkan, jadi itu yang pertama.
Yang kedua menurut saya adalah berkenaan dengan materi muatan yang ada
di dalam rancangan undang-undang pengelolaan kekayaan negara dan daerah ini, kita
tahu bahwa sebagaimana tadi dikemukakan berbicara tentang pengelolaan selama ini
selalu dari sisi aspek ekonomi. Saya memandang bahwa pengelolaan tidak hanya dari
sisi aspek ekonomi semata tapi juga berkaitan dengan aspek politik dan social. Oleh
karena itu sebenarnya pengelolaan dalam konteks kekayaan negara dan daerah
penting juga dipertimbangkan sisi pengawasan dan pengendalian yang selama ini kita
katakan berbagai undang-undang sektoral yang ada tentu lebih banyak pada sisi
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS IV TS 2016-2017
SENIN, 17 APRIL 2017
6
fungsi pengelolaan pada penggunaan dan pemanfaatan kekayaan negara dalam
konteks kekayaan negara apakah yang dimiliki atau yang dipisahkan tetapi tidak
dalam konteks pengawasan dan pengendalian. Nah ini yang penting barangkali
menurut saya bahwa apa yang menjadi kepentingan di dalam materi muatan tentu kita
berharap bahwa pengaturan yang dilakukan berkenaan dengan pengelolaan tidak
hanya berkaitan dengan pemanfataan penggunaan saja tetapi yang terpenting juga
dalam menyangkut soal pengawasan dan pengendalian. Jadi bagaimana kita berharap
bahwa dengan pengawasan dan pengendalian yang dilakukan tentu kita akan melihat
bahwa pengelolaan kekayaan negara itu akan berimplikasi pada fungsi
bertanggungjawab, efisien, efektif kemudian bersinggungan pada berkelanjutan. Oleh
karena itu saya melihat bahwa sisi kepentingan inilah perlu barangkali mendapat
penguatan.
Yang terakhir juga adalah saya berharap bahwa kehadiran rancangan undang-
undang pengelolaan kekayaan negara dan daerah ini bisa menjadi acuan bagi undang-
undang sektoral khususnya berkenaan dengan persoalan kesesuaian dan harmonisasi
norma aturan. Oleh karena itu saya berharap bukan RUU ini yang akan merangkum
semua apa yang menjadi kepentingan undang-undang sektoral tetapi menurut saya
RUU Pengelolaan Kekayaan Negara dan Daerah ini harus menjadi acuan dari
berbagai undang-undang sektoral yang ada. Jadi bukan sebaliknya merangkum apa
yang menjadi kepentingan di dalam undang-undang sektoral tapi justru sebaliknya
materi muatan di dalam rancangan undang-undang ini menjadi acuan bagi undang-
undang sektoral. Barangkali itu untuk sementara saya kemukakan Bapak Pimpinan.
Lebih dan kurangnya mungkin nanti bisa dikembangkan dalam diskusi. Sekian dan
terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA
KOMITE IV)
Baik terima kasih Bapak Prof. Dr. Aminuddin Umar dan Pak Marwan juga
sudah tiba di tempat. Kalau ada bahannya yang mau disajikan Pak, sudah di staf kami.
Baik dari penyajian Pak Prof. Aminudin tadi memang menarik nanti kita kembangkan
dalam diskusi berikut paling tidak ada 2 hal pokok tapi berkait dengan judul nanti kita
kembangkan di diskusi tim ahli dengan Komite IV nanti.
Sekali lagi sebenarnya ini judul aslinya dalam Prolegnas adalah RUU
Pengelolaan kekayaan negara. Secara subjektif Komite IV mau membuat penekanan
tentang daerah, mengingat pengelolaan kekayaan selama ini pada dasarnya terbagi 2.
Daerah sudah mengelola dengan dasar Undang-Undang Pemda dan Undang-Undang
Pengelolaan keuangan negara dan Undang-Undang Perimbangan keuangan pusat, ya
itu prakteknya. Bahkan Pak Prof pesan dari Pak Marwan ini menyiapkan bahannya.
Yang paling menarik tadi itu adalah aset yang dikuasi oleh negara atau yang dimiliki
oleh negara, nanti kita diskusi di sana. 1 HGU saja pemerintah tidak bisa lagi
melakukan sesuatu apa-apa ketika sudah menerbitkan HGU tersebut kepada pihak lain
sebutlah pihak swasta atau pihak mana. Banyak sekali kasus kita yang terjadi karena
begitu sudah terbit HGU penuh milik si pemegang HGU. Cenderung tanda kutip
beliau berkuasa dari negara lagi, apalagi hanya Gubernur dan para bupati. Menteri
saja disini Pak Aminudin ketika ada sebuah kasus HGU di sebuah daerah kami
hadirkan kementerian diskusikan tidak bisa berbuat apa-apa. Sekalipun darah sudah
tumpah di kawasan HGU tersebut misalnya, baik di Sulsel maupun di Sumatera.
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS IV TS 2016-2017
SENIN, 17 APRIL 2017
7
Pak Marwan kita lanjut Pak karena kita mengisi waktu yang ada ini dan Pak
Marwan ini untuk Bapak-bapak Anggota Komite IV pernah di DPD jadi tidak perlu
saya berikan informasi lebih jauh. Silakan Pak Marwan.
PEMBICARA: Ir. MARWAN BATUBARA, M.Sc. (NARASUMBER)
Terima kasih Pak Pimpinan dan Bapak-bapak, Ibu sekalian Anggota DPD
Komite IV.
Pak narasumber lalu semua para hadirin pada acara ini. Terima kasih atas
kesempatan untuk bisa sharing pada acara ini. Agak tersendat ini tadi karena dulu di
awal-awal DPD itu masih sangat tertatih-tatih, alatnya tidak lengkap. Termasuk juga
soal financing-nya ya terbatas. Jadi sekarang sudah jauh lebih baik, mudah-mudahan
kedepan juga menjadi jauh lebih baik dan juga kontribusinya untuk daerah terutama
ini bisa kita rasakan.
Saya ingin mengucapkan terima kasih atas kesempatan untuk menyampaikan
beberapa usulan terkait dengan RUU yang menjadi inisitaif DPD ini. Meskipun dalam
prolegnas tadi sudah disebutkan, memang saya cari-cari di prolegnas itu ini tidak
ditemukan ya namanya ya, kata daerah. Karena itu saya perlu menyampaikan concern
seperti yang saya sampaikan disini silakan.
Jadi sudah diusulkan oleh DPD untuk namanya seperti itu tapi dalam
prolegnas prioritas ini kayaknya belum masuk ya.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA
KOMITE IV DPD RI)
Sebelum lanjut saya garis bawahi dulu karena tadi saya antar waktu Pak Prof
anu saya pikir Bapak. Jadi sekarang ini untuk memajukan ke prioritas, itu disusun NA
dengan draf RUU-nya barulah dibawa ke tripartit antara pemerintah, DPR dan DPD.
Kalau disepakati kemarin dimasukkan ke prolegnas prioritas. Tapi di prolegnas
jangka panjang 2014 – 2019, RUU Pengelolan Kekayaan Negara ini sudah ada. Kata
daerah ini yang subyektif tadi saya katakan di Komite IV, begitu Pak. Terima kasih.
PEMBICARA: Ir. MARWAN BATUBARA, M.Sc. (NARASUMBER)
Jadi karena itu di poin kedua saya sampaikan memang perlu ada kordinasi
yang intensif lah ya dengan DPR supaya ini menjadi prioritas dan bisa ditetapkan atau
dibentuk, ditetapkan sebagai undang-undang yang baru. Nah karena itu, saya kira kita
disamping hal-hal yang memang sangat penting dan optimal perlu dilakukan oleh
DPD. Saya sesuai dengan TOR yang saya terima dan itu fokusnya lebih kepada
masalah pengelolaan sumber daya alam mungkin saya akan lebih banyak ke sana,
meskipun sebetulnya aspeknya itu kalau bicara Undang-undang Kekayaan Negara ini
sangat banyak tidak sekedar bicara yang saya sampaikan ini ya. Karena itu saya lebih
fokus kepada masalah sumber daya alam dan sumber daya ekonomi sesuai dengan
permintaan dalam TOR yang saya terima dari sekretariat.
Nah, untuk itu memang sangat penting kita berpegang kepada konstitusi
kemudian DPD perlu menjaga dan mengupayakan secara optimal aspek-aspek yang
menjadi kepentingan dan kewenangan daerah. Perlu dilakukan review dan
menyeluruh ya terhadap undang-undang sektoral, tadi sudah disinggung juga yang
mengatur peran dan wewenang daerah termasuk terhadap Undang-Undang tentang
BUMD yang pernah dibetuk pada tahun 1960-an.
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS IV TS 2016-2017
SENIN, 17 APRIL 2017
8
Berikutnya, nah, kita bicara tentang konstitusi salah satu yang menjadi
pegangan kalau bicara sumberdaya alam itu adalah Pasal 33 dimana, di sana kalau
menyangkut penguasaan negara maka ada 5 aspek yang menjadi perhatian dan ini
tidak boleh lepas yaitu bahwa negara itu melalui pemerintah dan DPR, sayangnya
DPD tidak masuk disini. Meskipun secara faktual bicara tentang pengawasan itu
pemerintah dan DPR, DPD saya kira itu ada kekurangan ya. Tapi yang penting bahwa
kalau bicara penguasaan negara maka 5 aspek ini yaitu mengadakan kebijakan oleh
pemerintah, mengurus ini oleh pemerintah termasuk di daerah. Mengatur itu oleh
DPR dan DPD, sayangnya memang DPD itu hanya mengusulkan, memberikan
masukan. Kemudian mengelola ini harus oleh BUMN dimana didalamnya juga
terkadung unsur BUMD saya kira. Kemudian mengawasi ini oleh pemerintah, DPR
dan DPD. Jadi pengusaan negara berdampak pada sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pengertian dikuasi negara tidak dapat dipisahkan dengan makna untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat yang menjadi tujuan dari amanat atau Pasal 33 Undang-Undang
Dasar tersebut.
Yang berikutnya, kelima peran negara tersebut harus dimaknai secara
bertingkat berdasarkan efektivitasnya untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran
rakyat. Bentuk pengusaan negara tingkat pertama dan yang paling penting yaitu
negara melakukan pengelolaan secara langsung. Lalu peringkat kedua negara
membuat kebijakan dan pengurusan. Peringkat ketiga dan yang paling lemah itu
negara melakukan fungsi dan pengaturan dan pengawasan.
Artinya memang kita berharap tingkat pertama itulah di mana dalam
mengelola itu yang melakukannya adalah BUMN dan BUMD. Yang sayangnya kalau
kita bicara sumber daya alam, disektor minerba mungkin penguasaan negara melalui
pengelolaan BUMN dan BUMD itu mungkin tidak sampai 10%. Kalau bicara migas
Pertamina dan PGN itu mungkin hanya menguasai sekitar 25%. Jadi oleh sebab itu
dalam undang-undang ini antara lain misalnya kita harapkan aspek penguasaan negara
melalui BUMN dan BUMD ini bisa segera terwujud begitu. Faktanya kita punya
konstitusi dalam praktik itu, pengelolaan terutama itu, jauh dari apa yang diamanatkan
oleh konstitusi.
Kemudian yang berikut sepanjang negara mempunyai kemampuan baik
modal, tekhnologi dan managemen dalam mengelola sumber daya alam atau ekonomi
negara harus memilih untuk melakukan pengelolaan secara langsung, harus sendiri.
Karena itu akan dipastikan hasil dana keuntungan itu diperoleh akan menjadi
keuntungan negara. Ya minimal kalau kita bicara deviden kalau itu oleh negara itu
akan masuk ke PNBP. Tapi kalau itu oleh swasta ya negara cuma dapat pajak
sementara deviden itu ya bagi pemilik, apalagi kalau itu oleh asing. Secara tidak
langsung akan membawa manfaat lebih besar bagi rakyat. Tidak akan ada misalnya
manipulasi pajak, masalah pembukuan ganda dan sebagainya.
Jika negara menyerahkan pengelolaan sumber daya alam atau sumber
ekonomi kepada swasta atau badan hukum diluar negara keuntungan bagi negara akan
terbagi sehingga manfaat bagi rakyat akan berkurang. Sebagai pelaksanaan amanat
pengusaan negara oleh konstitusi maka BUMN harus dijamin mengelola seluruh SDA
dan SDE negara. Itu sebabnya kita berharap sebetulnya, seandainya pun swasta itu
dilibatkan maka yang melakukan kontrak kerjasama itu adalah BUMN bukan
misalnya kalau di sektor migas itu BHMN seperti SKK migas saat ini. Karena kalau
seperti itu aset SDA itu bisa dimonetisasi, kita punya aset, nanti saya akan tunjukkan
berapa itu nilai misalnya cadangan terbukti migas kita yang karena dikelola oleh
BHMN maka tidak optimal untuk meningkatkan aset maupun kemampuan kinerja
keuangan dari BUMN kita.
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS IV TS 2016-2017
SENIN, 17 APRIL 2017
9
Nah, karena itu dalam undang-undang ini harapan kita kalau sudah
menyangkut soal SDA maka urusannya itu adalah dengan BUMN termasuk
didalamnya itu adalah BUMD. Itu sebabnya dalam masalah Freeport misalnya saya
suka mengusulkan sering saya suarakan bahwa kontraknya itu dengan BUMN,
misalnya sekarang itu holding tambang tapi daerah juga harus ikut memiliki saham
tapi saham itu harus dikelola dalam satu konsorsium BUMN dengan BUMD sehingga
itu menjadi satu kesatuan tidak terpisah-pisah. Apalagi sengaja di pisah-pisah nanti
justru swasta itu pasti tidak punya uang dan ini menjadi obyek bagi swasta untuk
mendapatkan saham sehingga hasil bagi daerah itu tidak optimal dan ini sudah banyak
terjadi seperti di NTB sebelumnya.
Terus, nah, karena itu kita ya dalam hal sumber daya alam tadi perlu ada visi
dan misi itu sesuai dengan Undang-Undang Dasar. Kemudian kita harus membangun
kemampuan dan kemandirian untuk jangka panjang, kemudian mengurangi
ketergantungan, memberi peluang dan perlindungan partisipasi lokal dan
memasukkan konsep dasar kedalam regulasi atau kebijakan yang akan disusun itu.
Jadi, ada visinya, ada komitmen untuk membangun kemandirian dan kemampuannya.
Kemudian kita juga punya berbagai ketentuan dalam Undang-Undang itu sehingga
bicara soal manajemen, modal, transfer tekhnologi dan sebagainya itu sudah akan
terjamin.
Disini dijelaskan BUMN dan BUMD itu harus dirancang untuk memiliki dan
mengelola aset SDA, SDE, migas atau yang lain-lain ya termasuk minerba atau yang
lain juga. Agar dapat dimonetisasi dan digunakan untuk berbagai aksi korporasi.
Monetisasi SDE oleh BUMN termasuk BUMD melalui pemberian hak kustodian
istilahnya. Jadi kalau kita punya aset, itu supaya itu oleh kementerian keuangan atau
oleh pemerintah itu aset itu diserahkan pengelolaannya kepada BUMN. Dengan
begitu nanti ini akan menjadi refered untuk tumbuh berkembang lebih besarnya si
BUMN atau BUMD itu sehingga bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat. DPD RI perlu membuat peraturan yang lebih memberdayakan BUMD kalau
dalam hal BUMN itu urusan pusat tapi saya kira DPD bisa terlibat. Tapi fokus DPD
saya kira bagaimana di daerah itu BUMD-nya itu punya peran, tapi lingkupnya
mungkin bisa dibatasi yang penting tadi bahwa BUMD itu harus berdaya untuk
terlibat mengelola sumber daya alam yang ada di daerahnya.
Misalnya kita baca gubernur Papua atau Ppaua barat itu ingin mendapatkan
manfaat lebih besar dari tambang di Timika. Nah, untuk itu saya kira sudah saatnya
mulai sekarang kita mengupayakan supaya BUMD yang ada di sana, yang dibentuk di
sana itu berperan. Tidak sekedar nanti jadi penonton. Dan selama ini saya kira belum
ada ya daerah yang punya BUMD yang kuat untuk bagaimana bisa ikut
memanfaatkan sumber daya alam yang ada di daerahnya. Mungkin ada satu saya ingat
itu di Riau, tapi itupun bekerja sama dengan Pertamina tapi yang penting disini adalah
kalau itu ada aset, aset itu harus kita reverage, harus kita manfaatkan untuk apa?
Untuk memupuk modal seperti contoh berikut ya. Ini bagaimana Pertamina ya, ini
baru usul ya, baru cita-cita. Kalau itu aset kita, kalau kita perhatikan ya disektor migas
cadangan terbukti itu 3,6 miliar barel cadangan terbukti kita 3,6. Produksi pertahun itu
kira-kira 300 juta barel. Nah, disini kalau aset yang besar itu ya, itu diserahkan
pengelolaannya kepada Pertamina maka kemampuan kalau kita lihat dibawah itu
kemampuan investasi Pertamina itu meningkat dari 2,7 menjadi sekitar 10 sampai 15
miliar dollar pertahun. Labanya juga bisa meningkat dan sebagainya, sudah ada kajian
oleh wood mackenzie kalau tidak salah. Tapi intinya adalah dalam aturan yang ada ini
masalah monetisasi aset ini belum ada, belum diatur sehingga yang terjadi adalah aset
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS IV TS 2016-2017
SENIN, 17 APRIL 2017
10
itu begitu besar tapi yang dapat untung itu lebih banyak adalah perusahaan kontraktor
yang mengelola aset tersebut.
Sebagai contoh kalau kita ingat, kalau dulu mungkin tidak masalah ya karena
belum mengerti dan belum mampu. Waktu Freeport itu go public di Amerika menjual
30% saham kepada publik di Amerika, 30% ini menghasilkan sekitar 3 miliar dollar.
Tapi aset siapa sih yang dijamikan, dijadikan dasar sehingga mendapatkan suntikan
dari pasar modal sebesar 3 miliar itu ya? Aset kita begitu. Kenapa saat itu kita tidak
bersama-sama mengelola. Sampai sekarang pun saham kita di Freeport itu hanya
9,36%. Ada rencana divestasi kita masih tidak punya komitmen yang kuat kalau kita
baca statement-nya Pak Luhut itu kalau swasta ikut punya saham kenapa katanya. Ya
itukan sudah ada bau busuk disana, ya kenapa? Karena disana asetnya jelas begitu
ribuan triliun nilai cadangan yang ada di sana. Kalau mau tahu persis coba kita lihat di
website Freeport McMoran, www.fcx.com, disana dicantumkan berapa cadangan
terbukti emas, tembaga, perak dan yang lain-lain.
Dari cadangan itu kita bisa kalikan terhadap harga emas rata-rata misalnya
sebulan atau setahun terakhir. Harga tembaga disitu akan kita dapatkan kali nanti kurs
misalnya Rp.13.000,- itu ribuan triliun, memang masih kotor ya. Tapi kalau kita rata-
ratakan sebetulnya biaya operasi itu tidak akan lebih dari 40%. Nah, karena itu
cadangan terbukti yang besar ini mestinya kita juga menikmati untuk mendapatkan
suntikan modal minimal. Sehingga kalau dikatakan Freeport harus divestasi saham
minimal 1% pemerintah tidak perlu berpikir untuk mencari ini tidak punya uang tidak
saya kira bukan itu alasan untuk tidak membeli, kenapa? Karena cadangan terbukti itu
milik kita jadi kalau seandainya pemerintah atau holding BUMN tambang itu pinjam
uang itu otomatis akan dapat begitu.
Jadi karena itu, dalam undang-undang itu nanti saya kira daerah-daerah
penghasil atau DPD secara umum itu perlu mencantumkan agar aset-aset yang ada di
daerah masing-masing ini bisa dimanfaatkan untuk memupuk modal bagi siapa? Bagi
BUMN dan BUMD. Dan BUMD-nya itu jangan coba-coba untuk kita kasih
kesempatan ditunggangi oleh swasta atau oligarki, saya kira itu yang sangat populer
itu, oligarki penguasa dan pengusaha diakal-akalin. Sehingga yang dapat itu lebih
banyak swastanya dibanding daerah.
Terus hal lain adalah aspek tata kelola, ini selalu menjadi masalah. Kita bicara
yang sudah ada pun itu bicara tata kelola tidak optimal ya disini kita bicara soal
transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, kewajaran dan kinerja
termausk akuntabilitas. Dalam Undang-Undang tentang PKND perlu dibuat aturan
khusus tentang terhadap BUMN dan BUMD. Misalnya menjadikan BUMD atau
BUMN itu sebagai non listed public company. Jadi status non listed public company
ini adalah status bagaimana BUMN itu menjadi perusahaan publik tapi tidak ada
sahamnya yang dijual. Karena kalau dijual itu artinya publik apalagi yang beli nanti
asing ya asing juga ikut menikmati padahal privilege itu termasuk tadi aset kostudian
yang menjadi kostudian dari BUMN itu akan dinikmati oleh si pemilik saham juga
apalagi kalau itu asing sehingga tidak adil oleh sebab itu jangan sampai nanti
sahamnya dijual oleh sebab itu kita harapkan itu diatur dalam undang-undang itu
untuk ada penerapan konsep non listed public company.
Yang berikutnya, kita bisa melihat dibanyak negara kalau aspek government-
nya itu baik maka sumbangan dari sumber daya alam akan optimal untuk kepentingan
ekonomi dan juga bagi kesejahteraan rakyat. Memang kita sudah punya Permen ya,
Permen BUMN 01, 2011. Nah yang kita inginkan sebetulnya adalah pencantuman
ketentuan tentang governmance ini lebih detail didalam undang-undang. Kalau hanya
levelnya Permen dan ini bisa berubah setiap ganti presiden minimal atau setiap ganti
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS IV TS 2016-2017
SENIN, 17 APRIL 2017
11
menteri kalau kita lihat dalam aspek pengelolaan gas ya soal harga gas itu sudah
berapa kali itu selama Pak Jokowi jadi presiden, itu soal harga gas itu berubah melalui
sejumlah Permen, sangat gampang. Oleh sebab itu kita berharap nanti kalau bicara
governmance nanti bisa lebih detail diatur dalam undang-undang dan dalam
pelaksanaannya juga bisa terjamin untuk mencapai pengelolaan yang profesional dan
menghasilkan pendapatan bagi negara dan daerah itu yang terbesar. Kalau hanya
sekedar diparaturan seperti yang sekarang ya kita sudah melihatlah bagaimana begitu
banyak KKN dan penyimpangan sehingga hasil yang diharapkan itu tidak tercapai.
Kalau kita bicara pengelolaan keuangan negara oleh pusat terkait hutang
misalnya ini saya menyinggung hal lain ya disamping sumber daya alam, ini kita
bicara sumber daya uang atau ekonomi. Maka yang ada sekarang itu bicara
governmance-nya itu masih belum baik ya. Nah, oleh sebab itu, kalau di pusat saja
masih bermasalah sangat tidak relevan kalau seandainya pemda-pemda yang ada di
Indonesia ini diberi wewenang untuk menerbitkan surat hutang atau obligasi.
Disampaing bahwa ini bicara governmance masih belum optimal disisi lain
dari sisi SDM juga daerah itu masih sangat terbatas. Lebih baik ini diserahkan saja
kepada pusat, lalu yang lebih penting bagi daerah itu adalah bagaimana
mengoptimalkan transfer ke daerah termasuk juga optimalisasi dari bagi hasil sumber
daya alam yang selama ini sudah diperoleh, dibanding menerbitkan surat hutang.
Sementara pengelolaannya nanti bermasalah itu daerah bisa tergadai. Dan saya kira
banyak oknum-oknum yang berkepentingan, oligarki lah katakan itu untuk
memasukkan wewenang ini supaya daerah itu dapat kesempatan menerbitkan obligasi
sendiri tanpa koordinasi dengan pusat.
Yang berikutnya, disarankan agar DPD lebih fokus pada berbagai aspek yang
terkait dengan kepentingan daerah dibanyak negara. Oh ya, ini sudah saya singgung
ya tapi yang lebih penting tadi adalah bagaimana kita bicara tentang aspek kesektoral
tadi terus mungkin diberikutnya bahwa peraturan sektoral, ini sudah cukup banyak ya
karena itu DPD perlu menginventarisasi seluruh undang-undang sektoral yang
mengatur dan melibatkan daerah terutama yang kaitannya dengan masalah
pengelolaan keuangan ini. Disarankan agar berbagai undang-undang sektoral yang
mengatur peran dan wewenang dievaluasi dan didalami untuk mencegah terjadinya
tumpang tindih atau kesalahan pengaturan. Hal yang sama dilakukan, perlu dilakukan
untuk memperbaiki berbagai kesalahan yang terjadi, sehingga tidak merugikan
Negara atau rakyat daerah.
Sebagai contoh kita mengingat bagaimana undang-undang minerba itu
memberikan wewenang penerbitan izin bagi daerah yang akibatnya itu sangat banyak
terjadi tumpang tindih lahan dan faktanya memang lebih dari 3.000 izin yang sudah
diterbitkan itu tidak mendapatkan status clean and clear. Ini sudah jelas dan oleh
sebab itu memang ada perubahan ya, di akhir pemerintahan atau di sekitar 2 tahun
atau setahun sebelum Pak SBY lengser, ada perbaikan tetapi harapan kita sebetulnya
ke depan adalah bahwa masalah pembagian wewenang ini benar-benar dilakukan, lalu
kalau memang masalah perizinan ini diatur di dalam undang-undang minerba, apa
yang lebih layak diatur di dalam undang-undang yang baru yang sedang disusun ini
sehingga dengan begitu justru kita punya pegangan yang lebih kuat dibanding kita
punya atau mengulang kesalahan yang sudah terjadi sebelumnya.
Hal lain misalnya, di tahun 2015 itu MK sudah membatalkan undang-undang
tentang sumber daya air, Undang-undang No. 7 tahun 2004. Lalu Kementerian PUPR
itu menyiapkan sejumlah PP karena undang-undangnya sudah tidak ada. Lalu
merujuk kepada undang-undang yang lama tahun 70-an kalau tidak salah tetapi sudah
tidak sesuai dengan kondisi yang ada sekarang, tetapi yang jelas undang-undangnya
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS IV TS 2016-2017
SENIN, 17 APRIL 2017
12
belum ada. Nah bagaimana kita bisa menjembatani atau mengisi kekosongan,
termasuk ini adalah kepentingan yang sangat basic, karena kalau kita bicara tentang
pasal 33 itu kan disebutkan bumi, air ya ada air di sana, ini masalah air ini aturannya
belum jelas, sehingga dengan begitu kita bicara sektoral itu bagaimana membuat ini
supaya harmonis seperti apa yang Pak Aminuddin sebutkan, yang mana yang menjadi
rujukan utama. Kalau memang bisa undang-undang yang sedang disusun ini itu lebih
bagus, kalaupun tidak ya minimal itu harmonis tetapi yang jelas khusus tentang air
ini, kita memang sekarang bermasalah, terus.
Nah sebagai rangkuman ya saya kira kita perlu mengupayakan supaya RUU
ini menjadi prioritas dalam prolegnas. Untuk itu DPD perlu bekerja keras untuk
meyakinkan pemerintah dan DPR. Kemudian, kita berharap apa yang diamanatkan
oleh konstitusi ini bisa tertuang dalam atau terefleksikan dalam undang-undang
tersebut, kemudian kita mencatat bahwa kalau bicara sumber daya alam, sumber daya
ekonomi maka peran pengelolaan itu harus terjamin berada di tangan BUMN dan
BUMD dan hal yang sangat penting adalah kalau kita bicara tata kelola dan ini
urusannya bukan cuma BUMN dan BUMD, tetapi secara nasional pemerintah kita
juga sudah bicara tata kelola itu memang bermasalah dan biasanya yang menjadi
rujukan itu adalah peraturan yang levelnya itu masih rendah ya, kalau seperti sekarang
ini mungkin Permen atau Keppres begitu. Padahal kalau ingin efektif dan bisa lebih
baik itu mestinya tertuang dalam undang-undang. Saya kira itu saja terima kasih.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA
KOMITE IV DPD RI)
Baik terima kasih Pak Marwan.
Saya kira dari dua narasumber kita ini baik sekali. Satunya Prof. Aminuddin
sudah mengantarkan kita dari segi hukum, kemudian Pak Marwan mencoba
memperlihatkan kita tadi aspek implementasi, malah menunjukkan kemungkinan-
kemungkinan mengaitkan langsung kepada pengelolaan kekayaan negara melalui
pendekatan BUMD maupun BUMD. Undang-Undang BUMN ini sudah 3 kali
prioritas DPR, tetapi belum disahkan juga Pak Marwan. Jadi sudah 3 tahun berturut-
turut dia masuk prioritas tahunan, tetapi entah kenapa juga sampai sekarang belum
dituntaskan. Kemudian kami di DPD juga pernah mengajukan RUU BUMD, tetapi itu
belum lolos dalam prioritas di DPR. Saya pikir Bapak-bapak anggota Komite IV kita
coba perdalam meskipun Pak Siswanto telah memberikan kontribusi pemikiran
tertulis kepada kita. Kita jadikan bahan masukan mungkin justru besok baru kita
diskusikan coba Pak ya kita rangkum nanti diskusinya. Untuk sekarang ini kita
berikan dulu kesempatan kepada Bapak Anggota Komite IV memperdalam kepada
dua narasumber kita. Saya persilakan Pak Rugas atau Pak.. Pak Rugas, silakan.
PEMBICARA: Dr. Pdt. RUGAS BINTI, BD., M.Div., D.Min. (KALTENG)
Terima kasih.
Pimpinan, narasumber, dan teman-teman, tim ahli yang saya hormati. Tadi
dari Pak Aminuddin, saya Pak Rugas Binti dari Kalimantan Tengah, Pak. Tadi Pak
Aminuddin mengingatkan kita bahwa ekonomi itu akan menentukan cara kita
mengelola kekayaan negara ini. Nah ini yang menjadi masalah kita, ekonomi kita ini
ekonomi apa? Kapitaliskah, pasar bebaskah atau apa? Saya cepat-cepat cari di google
tadi Pak, ketemu satu definisi begini bunyinya yaitu demokrasi, ekonomi demokrasi,
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS IV TS 2016-2017
SENIN, 17 APRIL 2017
13
perekonomian nasional yang merupakan perwujudan dari falsafah Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945 yang berazaskan kekeluargaan dan kegotongroyongan
dari, oleh, dan untuk rakyat di bawah pimpinan dan pengawasan pemerintah, enak
sekali bunyinya kalimat ini. Sama dengan Undang-undang Dasar kita Pasal 33 tadi,
dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, rakyatnya selalu
diberikan fokus perhatian tetapi kenyataannya tadi yang Pak Aminuddin bilang dari
segi politik, ekonomi dan sosialnya justru keadilan sosialnya yang sekarang menjadi
masalah kita.
Daerah merasa ditinggalkan, kurang diperhatikan. Jadi bagaimana menurut
Pak Aminuddin terbaiknya Pak? Tekanan kita ini kalau menyusul undang-undang ini
apakah harus pada ekonominya dahulu atau pada keadilan sosialnya supaya berimbas
kepada rakyat yang ada di sekitar kekayaan negara ini, sumber alamnya, airnya apa
saja ini yang menjadi persoalan kita, tidak selesai-selesai kita membahas ini karena
undang-undang otonomi daerah ada tetapi kekuasaan pusat masih kuat mengatur ya,
itu tidak adil dari segi politik ya. Saya kira itu pertanyaan saya Pak, apa baiknya dasar
kita menyusun ekonomi ini bagaimana yang kita inginkan, supaya ke hilirnya turunan
dari ekonomi ini berakibat bagus bagi semua pihak. Saya kira itu Pak.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA
KOMITE IV DPD RI)
Baik terima kasih Pak Rugas, Pak Haripinto. Ada? Silakan kita coba
dengarkan semua dulu ya Pak Prof, Pak Marwan.
PEMBICARA: HARIPINTO TANUWIDJAJA (KEP. RIAU)
Terima kasih Pak Ketua.
Mungkin komentar ya, komentar. Kalau belajar dari pengalaman pengelolaan
kekayaan negara kita, berarti puluhan tahun dan belajar dari pengelolaan negara,
negara-negara yang maju BUMN-nya dengan ekonomi yang bermacam-macam, kok
saya berpendapat itu tadi disampaikan memang tata kelolanya, ya sampai sekarang
Pak tadi disampaikan oleh Pak Marwan supaya jangan terjadi praktek-praktek yang
dulu terjadi, praktek-praktek sampai sekarangpun sering terjadi, banyak kejadian kan?
Itu saya pikir itu yang sangat penting dan saya pikir itu yang harus kita masukkan di
dalam RUU ini ya kan. Bukti kan baru-baru saja BUMN ditangkap dan itu praktek
yang masih berjalan terus begitu. Kalau pengalaman di luar negeri banyak negara
yang kapitalistis tetapi masyarakatnya mendapakan manfaat yang luar biasa besar
begitu, kalau di kita kan itu ya Pancasila, tetapi kenyataannya seperti itu.
Jadi saya pikir, tetapi seperti tadi disampaikan manfaat yang besar untuk
masyarakat berbanding lurus dengan tata kelola yang transparan dan akuntabel begitu.
Jadi saya pikir bukan cuman pengelolaan kekayaan negara ya kan, kenapa demokrasi
ekonomi kita misalnya contoh amanat koperasi ya kan? Kenapa banyak yang tidak
berhasil begitu. Iya kan sekali lagi pengelolaan kalau menurut saya ya kan, kita
bandingkan dengan yang berjalan baik dalam negeri maupun luar negeri itu mengapa
begitu seperti itu? Saya pikir itu, mungkin itu yang salah satu yang perlu kita
masukkan bagaimana caranya ini ya kan, supaya gotong royong ini gotong royong
yang betul-betul positif ya kan, itu masuk di dalam RUU kita. Demikian Pak.
Terima kasih.
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS IV TS 2016-2017
SENIN, 17 APRIL 2017
14
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA
KOMITE IV DPD RI)
Terima kasih Pak Haripinto. Pak Ayi.
PEMBICARA: Ir. H. AYI HAMBALI, M.M. (WAKIL KETUA KOMITE IV
DPD RI)
Terima kasih Pak Pimpinan.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Sebetulnya saya agak, agak apa ya, masih karena cakupannya sangat luas, jadi
agak rumit memahami tentang bagaimana seharusnya kekayaan negara dikuaasai atau
dimiliki itu saja dari situ saja saya sudah masih, bagaimana menerapkannya yang pasti
bahwa ketika kita bicara bahwa ada harta atau harta pemerintah atau negara yang
dipisahkan saja itu kan saat ini agak membingungkan Pak, saya ambil contoh saja
begini, ini memang agak ini Pak Ketua, saya sih hanya melihatnya dari contoh kecil
saja Pak, ketika misalnya pemerintah memberikan kewenangan kepada apa namanya
Jasa Marga eh, pengelola jalan tol ya Pak. Kemudian kan itu adalah harta negara yang
dipisahkan. Kemudian tadi harus bahwa ketika dia akan melepaskan itu dia harus
dewan ya Pak ya.
Nah saya membayangkan ini hanya kasus kecil Pak di kita di Jawa Barat
barangkali ketika Jasamarga melepas tanahnya untuk kereta api cepat Pak, balik lagi
ke situ saya karena ini contoh kecil Pak, tetapi itu adalah barangkali bisa terjadi
dimana-mana artinya ketika itu diserahkan kepada konsorsium perusahaan kereta api
cepat, kita tidak pernah mendengar bahwa itu mendapat persetujuan dari dewan.
Padahal sesungguhnya itu adalah kekuasaan, apa itu namanya kekayaan negara yang
dipisahkan. Nah kalau ini terjadi terus menerus, barangkali atau banyak juga misalnya
tanah-tanah bekas ini saya bicara ditataran yang saya pahami, misalnya di daerah
mana Depok kemudian Bogor banyak tanah-tanah yang dulunya adalah bekas tanah-
tanah HGO, perkebunan Pak. Sekarang ini Depok itu 48%, tanah Depok itu sudah
dikuasai oleh para pengembang, padahal itu juga belum diapa-apakan. Jadi dia masih
berupa tanah kosong tidak bisa diapa-apakan oleh pemerintah, kemudian masyarakat
juga tidak bisa memanfaatkannya tetapi tanah itu tidak ada manfaatnya baik untuk
rakyat, untuk negara kosong begitu saja. Nah batasan kapan pemerintah atau negara
itu bisa mengambil kembali agar tanah itu ada manfaatnya buat masyarakat ini yang
barangkali perlu dicantumkan di dalam undang-undang ini, ini kalau menurut saya
Pak. Kalau, karena ini hanya contoh-contoh kecil tetapi akan terjadi, menurut saya
akan terjadi di mana-mana. Nah oleh karena itu, memang benar bahwa tadi kenapa
saya bersama mengusulkan bahwa undang-undang ini tidak hanya pengelolaan
kekayaan negara, tetapi juga daerah. Barangkali itu Pak dari saya.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, S.E., M.M. (KETUA
KOMITE IV DPD RI)
Iya, terima kasih Pak Ayi, atau mungkin ada contoh untuk Pak Marwan
ataupun Pak Aminuddin? Tadi kan Pak Ayi ini mengusulkan Pak, permintaan
keterangan tentang jalan kereta api cepat, tiba-tiba BUMN kita tiga perbankan itu
Bank Mandiri, Bank BNI, dan Bank BRI pinjam uang 3 trilyun ke Tiongkok
misalnya. Nah apakah ini bagian daripada aset negara karena asetnya BRI
sesungguhnya adalah aset negara meskipun sudah dipisahkan lalu bagaimana nanti
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS IV TS 2016-2017
SENIN, 17 APRIL 2017
15
pada akhirnya kewenangan negara jika terjadi masalah di tiga perbankan tersebut?
Mungkin kira-kira begitu Pak ya maksudnya ya. Jadi apakah memungkinkan kita atur
dalam konteks kekayaan negara itu terhadap aset yang telah dipisahkan, kemudian
mereka sudah melakukan kontrak atau apa dengan pihak lain, terutama justru bekerja
sama dengan pihak luar ya, pihak asing, kira-kira di situ maknanya. Ada Pak Iskandar
yang mau ditambahkan, silakan. Oh tidak ada, Pak Abubakar Jamalia mungkin ada?
Belum. Saya kembalikan dulu ke Pak Aminuddin nanti dikomentari juga oleh Pak
Marwan, silakan Pak.
PEMBICARA: Prof. Dr. AMINUDDIN ILMAR,SH.,M.Hum (NARASUMBER)
Terima kasih Pak Ajiep selaku Pimpinan Komite IV.
Dari pertanyaan tadi yang pertama Pak Rugas memang kalau kita melihat
sebenarnya kita juga memang menjadi prihatin juga karena kalau kita melihat negara-
negara lainnya. Kalau kita baca konstitusi masing-masing negara itu kita bisa melihat
ekonomi apa yang dianut oleh negara itu, saya ambil contoh misalnya Jerman, Jerman
itu di dalam konstitusi disebut dengan ekonomi pasar terkendali. Jadi dia menerapkan
ekonomi pasar tetapi kemudian dikendalikan oleh negara atau pemerintah. Jadi jelas
disebutkan. Nah, kalau di kita itulah yang saya katakana tadi dalam konteks pasal 33
yang tadi juga dipertanyakan di ayat 1-nya menyangkut soko guru perekonomian,
koperasi misalnya. Kita mengatakan apakah memang ekonomi yang akan kita bangun
dan kita akan kembangkan itu ekonomi yang betul-betul menjadi khas Indonesia
misalnya. Artinya bahwa dia tidak ekonomi pasar liberal kapitalistik, tidak juga
sosialis, tetapi mungkin perpaduan dari dua konteks itu, sehingga kemudian bahkan
sekarang ada orang yang mengusulkan bahwa bagaimana kalau mengusulkan
ekonomi kerakyatan misalnya.
Nah seperti apa bangunan sistem ekonomi kerakyatan itu. Bahkan juga orang
mengambil contoh sistem ekonomi Pancasila, bahkan bangunannya, praktik-
praktiknya seperti apa itulah yang menurut saya tidak pernah jelas sampai sekarang
ini, sehingga kalau kita melihat praktik di lapangan itu bisa saling memangsa begitu.
Karena ya pemerintah memang tidak mempunyai acuan dasar untuk bisa melihat
bahwa sistem ekonomi yang sedang kita kembangkan sebenarnya seperti apa. Sama
dengan alau kita melihat pada konteks bernegara hukum. Pada konteks bernegara
hukum, kita jelas menyatakan di dalam teroi dikatakan ada dua konsep, dua negara
hukum itu, ada konsep reechstart dan konsep rule of law. Terus kita tanya apakah
konsep reechstart dan konsep rule of law itu sama? Ternyata berbeda secara prinsipil
begitu. Nah, sekarang kalau Indonesia konsesi bernegara hukumnya seperti apa, kita
sudah 13 kali melakukan seminar hukum nasional, tetapi kita belum mampu
merumuskan sebenarnya konsepsi negara hukum kita seperti apa, sehingga setiap
orang bisa menerjemahkannya menurut terjemahannya sendiri-sendiri.
Jadi kita tidak punya tolak ukur bahwa sebenarnya konsepsi negara hukum itu
seperti apa, unsur-unsurnya seperti apa. Nah saya kira juga sama paradigmanya di
dalam sistem ekonomi kita apakah memang kita melegalisasikan sistem ekonomi
pasar kemudian sosialis, atau kemudian sistem ekonomi Pancasila atau sistem
ekonomi kerakyatan, saya kira sampai sekarang juga ikatan sarjana ekonomi
Indonesia itu juga belum sampai merumuskan seperti sama dengan beban yang
dimiliki oleh Persahi begitu. Jadi saya kira memang, kalau saya ditanya apa baiknya
saya kira memang kita harus merumuskan dan menegaskan seperti apa sebenarnya
konsepsi sistem ekonomi yang kita mau bangun dan kita mau kembangkan karena
dari situlah sebenarnya akan menuju pada pengaturan, peruntukkan, pengusahaan
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS IV TS 2016-2017
SENIN, 17 APRIL 2017
16
maupun pemanfaatan pada sumber daya perekonomian yang kita miliki begitu. Nah
sehingga saya melihat bahwa itu yang menjadi pokok persoalan kita. Kalau tadi Pak
Haripinto mengatakan sistem tata kelola yang ya di negara kapitalistik memang selalu
orang menyatakan kita melihat dari sisi kondisi bahwa ya hampir kalau kita bercermin
pada praktek hampir orang selalu bertumpu kepada tata kelola tetapi saya kira yang
menjadi poin penting sebenarnya adalah pada sisi pengawasan dan pengendalian,
karena misalnya kaau masuk pada konteks kalau dia BUMN, apalagi masuk pada
struktur organisasi perseroan terbatas, ya tentu kita menyatakan perpanjangan tangan
pengawasan dan pengendalian itu ada pada dewan komisaris sedangkan pada
pelaksana itu ada pada direksi. Tetapi hampir kita menyatakan banyak perusahaan
BUMN mengalami kerugian, terus pertanyaan dasarnya adalah seperti apa sebenarnya
fungsi pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh dewan komisaris yang
tentunya ditempatkan oleh pemerintah untuk mengawasi dan mengendalikan sisi
kepentingan yang dilakukan? Contoh sederhana menurut saya adalah kita berharap
bahwa seperti misalnya BUMN Garuda. Garuda itu dengan menempatkan sebagai
perseroan terbatas, sebagai fungsi profitisasi tetapi tidak melupakan fungsi sosialnya.
Saya kira Garuda itu tidak boleh berfungsi swasta penuh. Misalnya saja kalau lagi
peak season, maka dia tidak boleh ikut-ikutan menaikkan rate tarif itu. Dia harus
tetap pada tarif yang memang sesuai dengan kondisi supaya ada pilihan. Jadi dia
boleh menyeimbangkan harga sebenarnya. Nah tetapi kalau saya lihat sekarang fungsi
itu sudah hilang. Karena begitu masuk pada peak season dia juga ikut naik,
menaikkan tarif. Nah dimana fungsi sosialnya sebenarnya? bahwa dia harus
mengendalikan, menstabilisasi tarif yang ada pada penerbangan, itu yang menurut
saya hilang. Dengan berpegang pada business judgement rule saya kira juga bukan
pada persoalan penting. Nah karena pada prinsipnya seperti dikatakan oleh rekan-
rekan Pak Ayi, memang kita belum bisa membedakan antara penguasaan dan
pemilikan sebenarnya. Konsep penguasaan itu seperti apa dan konsep pemilikan itu
seperti apa. Barang milik negara iya, tetapi ada sumber daya yang negara tidak boleh
memilikinya, dia hanya menguasai. Dalam konteks penguasaan itulah tadi saya
kaitkan dengan ketentuan di dalam Undang-Undang No 5 tahun 1960 bahwa makna
penguasaan itu ada 3. Bisa dilakukan dalam bentuk pengaturan, bisa dilakukan dalam
bentuk peruntukkan, itulah tadi kebijakan sebenarnya, dan bisa juga diusahakan
sendiri. Jadi mana yang lebih efisien, lebih efektif, yaitu apakah dengan fungsi
mengatur saja ataukah melakukan kebijakan, peruntukkan seperti apa, ataukah
sekaligus dia ikut masuk di dalam pengusahaan seperti itu. Karena tidak mungkin ini
menurut saya perlu juga dipertimbangkan, karena dalam konteks Pasal 33 itu yang
coba dihindari itu adalah etatisme negara sebenarnya, karena etatisme negara itu juga
jelek. Jadi kita menyatakan dulu sebelum masuk swasta di industri penerbangan ya
seenaknya saja ditentukan berapa harga itu dan seterusnya, tetapi setelah masuk
penerbangan murah, itu kan jadinya kompetisi jauh lebih sehat. Nah menurut saya sisi
penting ini adalah kita harus menentukan sisi penguasaan oleh negara dan sisi
pemilikan oleh negara sehingga tadi kalau dikaitkan dengan asset tanah, nah ini yang
menurut saya penting untuk dipertimbangkan. Apakah di dalam hal penguasaan tanah,
pengelolaan tanah itu apakah berkaitan dengan penguasaan atau pemilikan, begitu.
Karena ini juga memang sebagai asset kekayaan, tentu kita berharap bahwa setiap
bentuk pelepasan aset kekayaan negara itu harus mendapat persetujuan rakyat. Karena
kalau kita berbicara dalam konteks kedaulatan rakyat, maka rakyatlah yang berdaulat,
rakyat sebagai subyek pemilik negara, maka representasi rakyat adalah bahwa setiap
bentuk pelepasan aset kekayaan negara maka itu harus mendapatkan persetujuan
rakyat. Nah representasi dari rakyat adalah kelembagaan yang kita sebut dengan
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS IV TS 2016-2017
SENIN, 17 APRIL 2017
17
parlemen. Nah tentu yang menjadi tolak ukur di sini adalah bahwa karena kita tidak
menyatakan, nah ini penting dalam kaitan dengan persoalan bisnis. Saya teringat
dengan ada satu kekayaan asset daerah yang kemudian lepas, itu di Sulawesi Selatan.
Pemilikkan hotel. Nah pada waktu kerjasama dengan swasta lalu kemudian swasta
menawarkan kepada pemerintah provinsi untuk memasukkan modal sebagai bagian
dari presentase saham yang dimiliki. Karena daerah tidak punya modal maka
kemudian tanah itu dihitung sebagai modal, itulah yang kita sebut didalam konstitusi
itu inbreng. Jadi otomatis, status tanah tadi yang tadinya adalah kekayaan daerah yang
semestinya itu tidak boleh dimasukkan sebagai inbreng, karena kalau dia dimasukan
sebagai inbreng, disebut sebagai modal, nah itulah kesalahan, karena semestinya
kalau dia tanah negara adalah ya hanya sebatas pada Hak Guna Bangunan (HGB)
karena di bawah HGB itu adalah ada yang disebut Hak Pengelolaan Lahan (HPL).
Nah itulah yang dimiliki oleh negara atau daerah sebenarnya. Nah karena dan
menurut saya, saya tidak tahu apakah itu disetujui oleh pada waktu itu oleh DPRD
untuk pelepasan itu sehingga kemudian waktu terjadi penambahan modal maka
pemerintah provinsi tidak dapat menambah modal kemudian kepemilikan sahamnya
terdilusi dan setelah diambil alih oleh Lippo Karawaci, dimasukan dalam grup maka
itu akan semakin kecil lagi, yang tadinya sahamnya 12% menjadi 0,007%. Nah jadi
pengambilan aset kekayaan daerah dengan melalui proses kerjasama dengan pihak
swasta. Itu saya kira gambaran yang menarik sehingga menurut saya ini memang juga
penting kita pikirkan bersama. Saya tidak tahu membaca di rancangan undang-undang
dari DPD yang menyatakan bahwa pemberian hak atau izin itu belum tentu berkaitan
dengan pelepasan dari aset yang ada di dalam pengelolaan itu. Nah ini barangkali
memang yang menjadi entry point kita bahwa tentu ini akan memberi jaminan fungsi
ya menurut saya ya kalau berkaitan dengan kekayaan negara, sejengkalpun itu
memerlukan persetujuan dari rakyat. Nah representasi dari rakyat itu adalah lembaga
parlemen. Saya kira itu jawaban saya.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE
IV DPD RI)
Baik, terima kasih Pak Prof.
Kita nanti catat di terakhir masih mau dipertegas bagaimana menormakan
dalam RUU kita pemisahan antara kekuasaan dan kepemilikan ya, negara dan
pemerintah karena Pak Aminuddin adalah pakar hukum tata negara jadi kita masih
mau minta tambahan referensi. Kekayaan negara yang dijalankan oleh pemerintah
atau kekayaan pemerintah yang merupakan akumulasi kemudian menjadi kekayaan
negara. Tapi sebelum itu Pak Marwan silakan ditambahkan tadi ada beberapa.
Silakan.
PEMBICARA: Ir. MARWAN BATUBARA, M.Sc (NARASUMBER)
Terima kasih Pak Ketua.
Mungkin sedikit tentang ekonomi tadi yang Bapak sebutkan ya. Sistemnya
apa, ya memang sampai sekarang belum disepakati bentuknya seperti apa, tapi kalau
ingin merujuk kepada Bung Hatta terutama kalau kita mendalami lebih lanjut tentang
pengelolaan, itu kan urutannya BUMN, BUMD, koperasi kemudian baru swasta.
Kalau dari situ kan artinya keterlibatan dan manfaat bagi orang banyak itu menjadi
rujukan. Kalau BUMN itu punya negara apalagi 100%, maka devidennya itu akan
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS IV TS 2016-2017
SENIN, 17 APRIL 2017
18
optimal masuk ke APBN, tapi kalau swasta tidak optimal dalam hal bahwa yang kita
nikmati di APBN itu hanyalah dari pajak, devidennya itu kepada si pemilik
perusahaan, belum lagi kalau ada penyelewengan di sektor pajak yang itu sering
terjadi sehingga urutan tadi BUMN optimal ya kemudian BUMD lalu koperasi, ini
kan juga melibatkan orang banyak. Nah kita berharap seandainyapun sistem tadi
belum ditetapkan asalkan pemerintah dan DPR itu mengutamakan konsep dasar yang
diusulkan oleh Bung Hatta ini saya kira itu sudah cukup memadai bagi kita,
menunggu sistem mungkin tidak terjadi, tidak bisa selesai dalam waktu singkat karena
memang berhadapan dengan oligarki yang saya sebutkan tadi tapi minimal dari yang
ada ini kita bisa optimalkan. Oleh sebab itu kita mau yang mengelola itu BUMN
terutama yang strategis dan menyangkut hajat hidup orang banyak termasuk kalau
kita bicara perhubungan, soal kereta api dan sebagainya. Kalau bisa itu soal jalan tol
misalnya menyangkut hajat hidup orang banyak. Kenapa bisa aturannya itu swasta
lalu dijamin pula bahwa kalau ada inflasi mereka otomatis naik begitu tarifnya. Ya
seperti apa ini? Kita juga melihat bicara ekonomi, mestinya Bulog itu dioptimalkan.
Bagaimana bisa harga beras di kita ini dibanding di luar negeri ini lebih mahal di kita?
Daging juga seperti itu Pak kalau Bapak perhatikan. Di Malaysia, Singapura lebih
murah. Sama-sama mengimpor.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE
IV DPD RI)
(*berbicara tanpa mic, red)
Indeksnya Pak Marwan.
PEMBICARA: Ir. MARWAN BATUBARA, M.Sc (NARASUMBER)
Betul, betul. Saya cuma mencontohkan bahwa bagaimana kita memerankan ini
supaya masalah pengelolaan oleh negara itu melalui BUMN itu bisa dioptimalkan.
Kemudian tadi Bapak yang kedua Bapak siapa Pak? Pak Haripinto dari Kepri. Oke.
Terima kasih Pak. Iya tadi memang disebutkan tentang yang Bapak sampaikan itu
lebih kepada komentar, jadi beliau setuju tentang pengelolaan, itu tata kelolanya
diperhatikan dan saya mengusulkan itu oleh BUMN tapi negara juga harus konsisten
dengan undang-undang dan peraturan yang ada. Saya kasih contoh tadi Bapak ada
yang menyinggung soal adanya BUMN yang dapat pinjaman ya, perbankan kita dapat
pinjaman dari China. Bisa saja itu memang untuk membangun kereta cepat tapi di
sekitar itu kalau kita perhatikan, ada persetujuan pemerintah terhadap Medco yang
sekarang perusahaan itu menjadi aman untuk membeli 70% saham Newmont. Saya
tidak mendengar suara DPD saat itu keberatan. Padahal kalau ingin bicara tentang
penguasaan negara, yang menjadi pemegang hak utama untuk membeli saham itu
adalah BUMN. Yang kedua, di dalam kontrak karya kalau nanti mau dibaca bisa, saya
punya datanya, dalam kontrak karya antara pemerintah dengan Newmont yang
ditandatangani tahun ‘80an itu ada dua pasal yang dilanggar saat Menteri BUMN atau
pemeritah itu membiarkan Medco membeli saham Newmont 70% itu. Tidak justru
pemerintah itu menghalangi atau memberikan kesempatan kepada BUMN padahal
saat itu Menteri BUMN sudah menyatakan akan membentuk holding BUMN
tambang. Jadi tidak konsisten. Nah tapi pelanggaran ini, undang-undang dilanggar,
lalu kontrak karya juga dilanggar. Nah dari mana itu uangnya kalau BUMN tidak
punya? Ternyata Medco itu dapat suntikan dana dari konsorsium bank BUMN yang
mendanai itu. Jadi nah saya kira ini bisa kalau mau diangkat oleh DPD.
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS IV TS 2016-2017
SENIN, 17 APRIL 2017
19
Kemudian yang lain tentang Masela. Bagaimana suara dari DPD itu untuk soal
sumber daya alam yang ada di sana? Ini jangan sampai justru nanti ada swasta yang
lebih dominan. Yang berikutnya lagi soal Mahakam. Kita mengikuti ada Presiden
Perancis baru datang ke sini lalu ada Dirut Total Perancis juga ketemu dengan
Menteri Maritim, Kemaritiman dengan Pak Luhut tapi yang kita khawatirkan adalah
nanti saham itu atau pengelolaannya itu diserahkan kembali kepada Total Pak. Ini
harus hati-hati kita. Saya berharap DPD juga menyuarakan menghambat ini karena
sudah puluhan kali Pertamina itu menyatakan mampu mengelola, mampu mengelola
Blok Mahakam tapi oleh pemerintah itu seolah-olah tidak diperhatikan. Karena apa?
Ada kepentingan. Tapi undang-undangnya soal pengelolaan kekayaan negara itu ya
harusnya BUMN. Nah yang terakhir soal Freeport. Kita seperti saya usulkan tadi
harus menjamin bahwa yang menjadi pengelola berikutnya sejak 2021 itu adalah
konsorsium BUMN holding untuk tambang ditambah untuk yang ada di Papua yaitu
Papua dan Papua Barat. Nah itu saya kira soal yang kedua.
Kemudian Pak Ayi tadi saya kira memang ini ada kaitannya dengan Undang-
Undang No. 30 Tahun 2014 ya. Kita ingin ada transparansi dari pemimpin apakah itu
di pusat itu presiden atau menteri-menteri maupun gubernur atau bupati/walikota
kalau itu di daerah sehingga adanya pengalihan aset punya daerah kepada swasta itu
jelas ya. Kalau Bapak perhatikan, ada 4 penggusuran besar di Jakarta ya, di Kampung
Pulo, di Bukit Duri, kemudian Kalijodo, satu lagi saya lupa, tapi yang jelas ini tidak
transparan sehingga waktu penggusuran itu dinyatakan ini aset negara, rakyat digusur,
yang menggusur siapa? Tentara dan polisi. Dari mana tentara dan polisi dapat uang?
Bukan dari APBD dan mestinya tentara dan polisi itu mendapatkan uang secara
vertikal bukan dari horisontal ya, kalau menurut aturan mainnya itu seperti itu.
Horisontal artinya ini sesama yang di bawah tapi dari pusat, tapi ini tidak terjadi,
datangnya dari pengembang lalu digusurlah rakyat tanpa ganti rugi. Lalu setelah itu
tanah yang dibebaskan itu yang tadinya diklaim sebagai punya daerah itu dikelola
oleh pengembang. Kalijodo itu oleh Sinar Mas misalnya ini. Ini sudah fakta ya. Jadi
Pak Aminuddin sudah menyebutkan sejengkalpun tidak boleh tapi faktanya seperti
itu. Kenapa ini bisa terjadi? Karena aturan yang dipakai itu dilanggar, Undang-
Undang No. 30 Tahun 2014. Saya berharap sebetulnya DPD juga tidak melupakan
aspek-aspek yang strategis yang penting seperti ini. Dan ini terjadi misalnya di
Medan. Podomoro itu menguasai tanah bekas PPN ya di dekat statiun kereta pusat di
Medan itu dekat Lapangan Merdeka. Itu sangat megah ya gedung yang dibangun dan
saya kira juga mall dan juga apartemen. Itu yang dikuasai tanah negara, tanah punya
daerah dan perkebunan, tapi itu bisa lolos. Dan yang lebih banyak sebetulnya praktek
seperti ini malah yang namanya DPRDpun tidak dilibatkan. Kalau kita lihat misalnya
Simpang Susun Semanggi, itu dibangun oleh pengembang kemudian dana tidak ada
dan proses tender tidak terjadi, tidak ada dari APBD lalu pengembang ini kenapa bisa
membangun? Karena dia dapat izin tanah reklamasi. Reklamasi itu kan laut yang
punya negara dikonversi begitu. Nah oleh sebab itu saya berharap sebetulnya kembali
soal aset tadi mungkin kita juga bisa mengembangkan ini dari undang-undang
sektoral tadi sudah disinggung yaitu Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 sehingga
dengan begitu minimal saya berharap sebetulnya DPD juga bersuara untuk kasus-
kasus....
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS IV TS 2016-2017
SENIN, 17 APRIL 2017
20
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE
IV DPD RI)
(*berbicara tanpa mic, red)
Undang-undang berapa Pak?
PEMBICARA: Ir. MARWAN BATUBARA, M.Sc (NARASUMBER)
30/2014.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE
IV DPD RI)
(*berbicara tanpa mic, red)
tentang?
PEMBICARA: Ir. MARWAN BATUBARA, M.Sc (NARASUMBER)
Haduh saya lupa ininya, nanti saya sampaikan tapi intinya itu diskresi yang
diberikan kepada kepala daerah.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE
IV DPD RI)
(*berbicara tanpa mic, red)
Oh administrasi pemerintahan.
PEMBICARA: Ir. MARWAN BATUBARA, M.Sc (NARASUMBER)
Nah iya. Oke. Saya kira itu saja. Jadi intinya sebetulnya saya berharap di
samping menyiapkan sistem bahwa RUU itu kita anggap sistem tapi apa yang ada di
depan mata ini juga tidak luput dari pantauan dan advokasi dari DPD. Kalau tidak
rakyat hanya jadi korban. Kemiskinan ya Pak, satu catatan penting. Kemiskinan bagi
daerah-daerah orang-orang yang ada di bekas gusuran itu dilakukan secara sistemik.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE
IV DPD RI)
Oke Pak Marwan.
PEMBICARA: Ir. MARWAN BATUBARA, M.Sc (NARASUMBER)
Iya, terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE
IV DPD RI)
Baik, terima kasih.
Saya masih sekali lagi mau mempertegas atau mendapat taruhlah kesimpulan-
kesimpulan dari Prof. Aminuddin tentang bagaimana mendefinisikan supaya kami
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS IV TS 2016-2017
SENIN, 17 APRIL 2017
21
bisa dengan teman-teman Tim Ahli ini menormakan pemahaman terhadap kekuasaan
negara, kepemilikan negara, dan satu lagi memang yang menarik tadi yang dijadikan
sebagai catatan akhir Pak Prof adalah undang-undang ini bukan justru menjadi atau
menterkaitkan antara satu undang-undang dengan undang-undang lain yang berkaitan
dengan pengelolaan kekayaan negara tapi bagaimana menjadi undang-undang acuan.
Nah ini yang menarik saya kira ya karena sudah begitu banyak undang-undang yang
terkait dengan pengelolaan kekayaan negara terutama di sektor tambang, mineral dan
gas. Itu yang paling ruwet bahkan di bidang airpun sudah ada undang-undang
sebenarnya, tapi yang menarik juga tadi udara. Kita catat sama-sama Pak Tim Ahli,
salah satu komentar Pak Amin tadi udara yang belum penting bagi rakyat tapi apakah
negara menganggap penting bukan hanya sebagai udara yang bersih tapi penggunaan
udara sudah begitu kompleks juga sampai kepada frekuensi kan menggunakan udara
Pak ya. Saya kira Pak Prof tolong dilanjutkan komentarnya tadi. Silakan.
PEMBICARA: Prof. DR. AMINUDDIN ILMAR,SH.,MH (NARASUMBER)
Terima kasih Pak Ajiep, Pak Ketua.
Jadi kalau kita melihat memang saya melihat ada konsep yang selama ini
memang juga sering kali kita rancu bahwa kadangkala barang dari negara itu
pemerintah yang berhak melakukan eksekusi begitu ya. Nah saya mengambil contoh
di Jerman itu dibedakan antara negara dan pemerintah. Jadi negara itu kan bersifat
pasif, negara itu bisa berjalan karena ada organ yang menjalankan. Organ yang
menjalankan itu adalah pemerintah. Nah oleh karena itu antara negara dengan
pemerintah itu tidak sama sebenarnya dalam konteks di Jerman itu ada namanya
pegawai negara dan ada pegawai pemerintah. Jadi memang acuannya berbeda. Nah
sehingga kemudian di Jerman juga ada memang barang milik negara, ada barang
milik pemerintah. Jadi barang milik pemerintah itu mungkin konteksnya yang habis
pakai untuk kepentingan penyelenggaraan negara. Tapi barang dalam konteks barang
milik negara maka itulah tadi bahwa setiap pelepasan memang memerlukan
persetujuan. Jadi dalam konteks itu sehingga menurut saya memang juga dalam
konteks penguasaan oleh negara, dikuasai negara dan dimiliki oleh negara itu yang
kemudian kita sebut dengan public domain dengan private domain. Dalam konteks
public domain maka itulah juga yang harus kita melihat sisi kepentingan karena di
situ negara hanya menguasai, tidak memiliki, begitu. Dalam konteks menguasai maka
negara tidak boleh melakukan monopoli sebenarnya. Negara hanya boleh melakukan
fungsi pengaturan, fungsi peruntukan. Nah dalam konteks pemilikan maka negara
boleh mengusahakan untuk itu. Jadi sebenarnya menurut saya ini yang memang harus
lebih jeli lagi diurai, dijelaskan seperti apa konsep penguasaan dikuasai oleh negara
dan dimiliki oleh negara karena saya melihat kadangkala ada papan nama kemudian
berdiri namanya ini tanah milik negara, begitu. Nah sekarang konteks kalau kita
menyatakan ini tanah milik negara dan kemudian tentu harus dibuktikan dengan
sertifikat karena kalau penguasaan negara berarti negara bisa membagi-bagi, itulah
kemudian gunanya landreform. Jadi kepada rakyat dialokasikan penguasaan tanah
berdasarkan pada sisi peruntukannya untuk apa. Nah oleh karena itu menurut saya
hati-hati memang kita menterjemahkan konteks penguasaan atau dikuasai oleh negara
dan konteks pemilikan oleh negara sehingga dengan demikian makanya tadi dalam
konteks pengaturan yang akan dilakukan memang itulah yang harus menjadi sisi
kepentingan misalnya dalam konteks peruntukan, pemanfaatan, penggunaan dalam
konteks yang dikuasai oleh negara dan juga yang kemudian dimiliki oleh negara. Nah
ini dua hal yang berbeda menurut saya. Nah sehingga dengan demikian memang kita
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS IV TS 2016-2017
SENIN, 17 APRIL 2017
22
lihat dalam sisi kepentingan di dalam penyelenggaraan misalnya dalam konteks
Undang-Undang Agraria kita, kan di situ kita menyatakan pemberian hak itu ada hak
milik, kemudian hak guna usaha, kemudian hak guna bangunan, dan Hak Guna Usaha
(HGU). Nah pada sisi kepentingan itu menurut saya karena ini kan baru dilihat dalam
konteks bagaimana tanah itu digarap dikelola. Nah sekarang menurut saya, bisakah
seseorang di dalam sebagai Warga Negara Indonesia memiliki tanah lebih dari kalau
misalnya ketentuan sekarang itu lebih dari 2 hektar ya, kan sebenarnya tidak bisa.
Yang bisa memiliki itu adalah kalau dia dalam bentuk penguasaan oleh korporasi, dan
penguasaan oleh korporasi juga harus dilihat dalam konteks, bukan dalam konteks hak
milik sebenarnya tapi hanya dalam konteks pemberian.. Mungkin nanti sebenarnya
kalau datang Prof. Sunaryo itu bisa menjelaskan bahwa di luar itu hanya bisa
digunakan hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai. Nah diluar daripada itu
tidak bisa sebenarnya. Nah tapi kalau kita lihat faktanya jsutru semua dalam area
pemilikan. Nah kita menyimpangkan negarapun juga tidak memiliki sebagian tanah
karena kan tanah juga ada dimiliki oleh misalnya dalam konteks tanah adat. Itu juga
negara tidak menguasai sepenuhnya karena penguasaaannya di bawah lembaga-
lembaga adat yang diakui menurut saya. Jadi pada sisi ini sangat janggal kalau dalam
konteks dikatakan karena ini milik negara dan kalau milik negara representasinya
adalah pemerintah maka pemerintah boleh seenaknya melakukan pengelolaan,
pemindahtanganan berdasarkan peruntukan dan pemanfaatan. Nah inilah yang
menruut saya harus dengan Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Kekayaan
Negara ini sebenarnya kita memberi status pada kekayaan negara itu baik dalam
konteks dikuasai oleh negara maupun didalam konteks dimiliki oleh negara. Dengan
status itulah maka kemudian menjadi jelas penguasaan, pengendalian terhadap
pemanfaatan, peruntukan, penggunaan dari kekayaan milik negara itu. Saya kira
begitu Bapak Ketua.
PIMPINAN RAPAT: Dr. H. AJIEP PADINDANG, SE., MM (KETUA KOMITE
IV DPD RI)
Luar biasa ini Pak Prof. Aminuddin.
Meskipun sayangnya karena waktu kita belum bicara tentang kekayaan negara
yang tidak berbenda, taruhlah kekayaan negara di sektor ilmu pengetahuan misalnya
ya. Itu ceritanya lain lagi dan saya kira tim ahli kita perlu mencatat baik-baik apalagi
dengan kasus-kasus terakhir yang muncul Indonesia dengan Malaysia kita saling
klaim misalnya karena kita satu rumpun jadi itu juga persoalannya kan? Melayu kita
sama-sama Melayu, duluan mereka mendaftarkan dalam kekayaan negaranya maka
mungkin saja, untung cepat batik itu misalnya menjadi kekayaan Indonesia ya, tapi
beberapa kekayaan yang lain, belum kekayaan intelektual. Saya dengan Prof.
Aminuddin sudah mencatatkan naskah terpanjang di dunia namanya I La Galigo
sebagai kekayaan internasional orang Sulsel. Kalau tidak nanti dimiliki orang Belanda
itu karena dulu diambil sama Belanda ke sana. Ya Prof ya?
Baik, saya pikir Pak Abu Bakar, Pak Rugas, Pak Haripinto, Pak Ayi, diskusi
kita hari ini dengan dua narasumber kita, Pak Marwan, cukup? Baik, terima kasih Pak
Marwan. DPD yang Bapak tinggalkan yang lalu itu perkembangannya sebenarnya
masih agak seperti sekarang ini terutama terakhir tentu Bapak ikuti perkembangan, itu
bagian daripada dinamika. Ada falsafah saya sebagai orang Bugis. Kalau tidak ada
lawan di luar biasa kita yang baku lawan di dalam. Jadi kalau saya banyak ditanya
sebagai mantan Ketua Pansus Tatib itu Pak Prof. Kenapa Pimpinan DPD begini? Saya
bilang, sederhana saja jawaban saya. Saya orang Bugis. Orang Bugis itu kalau tidak
RDPU KOMITE IV DPD RI DENGAN NARASUMBER (SIANG) MS IV TS 2016-2017
SENIN, 17 APRIL 2017
23
ada lawannya di luar rumah atau di tempat lain, dia pulang ke rumahnya, dia baku
lawan dengan orang dalam rumahnya. Itu kan orang luar melihat tapi saya orang
dalam merasakannya itu. Baik. Saya kira Bapak Tim Ahli insya Allah besok kita
ketemu pukul 09.30, kita coba lihat progress awal dari draft naskah akademik kita.
Dan untuk Bapak Prof. Aminuddin, terima kasih banyak sekali lagi waktunya.
Sekalipun singkat tetapi cukup padat dan jika suatu saat masih ada kebutuhan kami
harap kesediaannya untuk tetap menjadi narasumber di Komite IV khususnya di Tim
Ahli PKND ini. Pak Marwan, terima kasih banyak. Bapak jalan-jalanlah kembali ke
DPD ini. Bapak-bapak semua, semua Anggota Komite IV terima kasih banyak. Saya
akhiri session ini. Saya akhiri rapat kita dan seluruh kegiatan hari ini saya nyatakan
kita anggap selesai.
KETOK 3X
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat sore.
RAPAT DITUTUP PUKUL 15.51 WIB
top related