bimbingan dan penyuluhan agama dalam perspektif al...
Post on 13-Aug-2021
13 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BIMBINGAN DAN PENYULUHAN AGAMA
DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Studi Living Qur’an Tentang Metode Bimbingan dan Penyuluhan
Penyuluh Kementerian Agama Kota Depok-Jawa Barat)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Meraih Gelar Magister Agama
(M.Ag) dalam Bidang Ilmu Agama Islam
Oleh:
CUTRA SARI
NPM. 215.4.10.612
Pembimbing:
Prof. DR. H. Said Agil Husen Munawar, MA
DR. H. Muhammad Ulinnuha Khusnan, Lc, MA
KONSENTRASI ULUMUL QUR’AN DAN ULUMUL HADIS
PROGRAM STUDI ILMU AGAMA ISLAM
PASCA SARJANA MAGISTER
INSTITUT ILMU AL-QURAN (IIQ) JAKARTA
TAHUN 1438 H/ 2017 M
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Setelah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi terhadap naskah
Tesis yang berjudul:
BIMBINGAN DAN PENYULUHAN AGAMA DALAM
PERSPEKTIF AL-QUR‟AN (Studi Living Qur’an Tentang Metode
Bimbingan dan Penyuluhan Penyuluh Kementerian Agama Kota Depok-
Jawa Barat) yang disusun oleh:
Nama : Cutra Sari
NIM : 215.4.10.612
Saya berpendapat bahwa tesis tersebut dapat diajukan kepada
Fakultas Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta
untuk diujikan dalam sidang munaqosyah.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta: Agustus 2017
Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,
Prof. DR. H. Said Agil Husen Munawar, MA DR. H. M. Ulinnuha, Lc,
MA
ii
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
Tesis dengan judul “BIMBINGAN DAN PENYULUHAN AGAMA
DALAM PERSPEKTIF AL-QUR‟AN (Studi Living Qur’an Tentang Metode
Bimbingan dan Penyuluhan Penyuluh Kementerian Agama Kota Depok-
Jawa Barat)” yang disusun oleh Cutra Sari dengan Nomor Pokok Mahasiswa
215.4.10.612 telah diujikan pada hari ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, tanggal
…………………., dan dinyatakan …………………….. dengan
yudisium/predikat …………………
Tesis ini telah disahkan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Agama (M.Ag) pada Program Pascasarjana Magister Studi Agama
Islam Konsentrasi Ulumul Qur‟an dan Ulumul Hadis Program Studi Ilmu
Agama Islam di Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta.
Direktur Program
DR. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA
Panitia Ujian
Ketua Sidang ( …………………… )
Sekretaris Sidang ( ……………………. )
Penguji 1 ( …………………….. )
Penguji 2 ( …………………… )
Pembimbing 1 ( …………………… )
Pembimbing 2 ( …………………… )
iii
PERNYATAAN PENULIS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Cutra Sari
NIM : 215.4.10.612
Tempat, tgl. Lahir : Petaling (Bangka), 10 Nopember 1984
Menyatakan bahwa tesis dengan judul BIMBINGAN DAN
PENYULUHAN AGAMA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR‟AN (Studi
Living Qur’an Tentang Metode Bimbingan dan Penyuluhan Penyuluh
Kementerian Agama Kota Depok-Jawa Barat) adalah benar-benar asli karya
kecuali kutipan-kutipan yang sudah disebutkan. Kesalahan dan kekurangan
di dalam karya ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.
Jakarta, 10 Agustus 2017
Penulis,
Cutra Sari
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, Sang Pemilik dan Penggenggam setiap detik
kehidupan seluruh umat manusia, atas limpahan hidayah dan inayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini. Semoga
Shalawat dan salam senantiasa tercurahlimpahkan kepada Nabi Junjungan
Alam, Rasulullah, Muhammad SAW.
Dalam penyelesaian tesis ini tentu tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak, baik perorangan maupun lembaga, yang langsung maupun
tidak langsung, mulai dari perencanaan, penelitian, penyusunan, sampai
penyelesaian. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada:
1. Prof. DR. Khuzaemah Y. Tango, MA selaku Rektor Institut Ilmu Al-
Qur‟an (IIQ) Jakarta.
2. DR. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA selaku Direktur Program
Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta.
3. Prof. DR. KH. Said Agil Husen Munawwar, MA selaku Pembimbing
I yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis
dalam penyusunan tesis ini.
4. DR. H. Muhammad Ulinnuha Khusnan, Lc, MA selaku Pembimbing
II yang telah memberikan banyak masukan positif bagi penulis
dalam penyelesaian tesis ini.
5. Para Dosen Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta yang telah dengan
ikhlas memberikan ilmunya kepada penulis sehingga dapat
menambah khazanah keilmuan.
6. Staf Tata Usaha Institut Ilmu Al-Qur‟an yang telah membantu
memfasilitasi penulis dalam perkuliahan di Institu Ilmu Al-Qur‟an
(IIQ) Jakarta.
v
7. Teman-teman seperjuangan Fakultas Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir
(IAT) IIQ Jakarta angkatan 2015 atas kebersamaannya dalam
menuntut ilmu dan pengalaman yang takkan tergantikan, serta
ukhuwah islamiyah yang sangat bermakna.
8. Kepala Kementerian Agama Kota Depok, Drs. H. Ismatullah Syarif,
M.Ag yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan
penelitian di Pokjaluh (Kelompok Kerja Penyuluh) Kementerian
Agama Kota Depok.
9. Kasi Bimas Islam beserta seluruh pegawai Kementerian Agama kota
Depok atas bantuannya dalam proses penyelesaian tesis ini.
10. Ketua Umum Pokjaluh Kota Depok, Drs. H. Fachrudin dan segenap
teman-teman penyuluh agama Islam Fungsional Kementerian Agama
Kota Depok, atas kesediannya untuk menjadi informan bagi
penelitian penulis.
11. My one and only lovely hero “emak” atas do‟a-do‟a terpanjat yang
mengetuk pintu langit untuk keberkahan dan kesuksesan ananda.
Sungguh beruntung anakmu ini memiliki perempuan yang hebat luar
biasa sepertimu “emak”.
12. Teman hidup serta anak-anak luar biasa (Kayyisa Aufa, Si Kembar
Athaya Farhana, Athiya Khaira) yang bersabar dalam perjalanan
panjang “bunda” berproses menuntut ilmu untuk menjadi pribadi
yang lebih baik lagi.
13. Abang-abang, adik, ayuk dan seluruh keluarga yang telah banyak
memberikan support bagi penulis.
14. Seluruh teman dan pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu
yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Terima kasih tak terhingga penulis kepada beliau-beliau yang
tersebut di atas. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah dan
anugrah-Nya yang berlimpah bagi mereka. Sangat disadari dalam tesis ini
vi
terdapat banyak kekurangan oleh karena itu semua saran dan kritik penulis
terima dengan lapang dada demi kesempurnaan penulisan tesis ini. Akhirnya
harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.
Senin, 21 Agustus 2016
Jakarta
Penulis
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad
yang satu ke abjad yang lain. Dalam penulisan tesis di Institut Ilmu Al-
Qur`an (IIQ) Jakarta, transliterasi Arab-Latin mengacu dan berpedoman pada
buku pedoman penulisan berikut ini:
1. Konsonan
th : ط a أ
zh : ظ b ة
„ : ع t ث
gh : غ ts ث
f : ف j ج
q : ق h ح
k : ك kh خ
l : ل d د
m : و dz ذ
n : ن r ز
w : و z ش
h : ي s س
′ : ء sy ش
y : ي sh ص
dh ض
2. Vokal
viii
Vokal Tunggal Vokal Panjang Vokal Rangkap
Fathah: a آ : â ي... : ai
Kasrah: i ي : î و... : au
Dhammah: u و : û
3. Kata Sandang
a. Kata sandang yang diikuti alif lâm (ال) qamariyah
Kata sandang yang diikuti oleh alif lâm (ال) qamariyah
ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan
sesuai dengan bunyinya.
Contoh:
al-Madînah : انمديىت al-Baqarah : انبقسة
b. Kata sandang yang diikuti alif lâm (ال) syamsiyah
Kata sandang yang diikuti oleh alif lâm (ال) syamsiyah
ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan
sesuai dengan bunyinya.
Contoh:
as-Sayyidah : انسيدة ar-Rajul : انسجم
ad-Dârimî : اندازمي asy-Syams : انشمس
c. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah (Tasydîd) dalam sistem aksara Arab digunakan lambang ( ),
sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydîd.Aturan ini
berlaku secara umum, baik tasydîd yang berada di tengah kata, di
akhir kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti
oleh huruf-huruf syamsiyah. Contoh:
فهبء Âmanâ billâhi : آمىبببلل Âmana as-Sufahâ’u : آمهانس
انريه كع Inna al-ladzîna : إن Wa ar-Rukkai : وانس
d. Ta Marbûthah (ة)
ix
Ta Marbûthah (ة) apabila berdiri sendiri, waqf atau diikuti oleh kata
sifat (na‟at), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h”.
Contoh:
ف ئدة لاميت al-Af’idah : ال الاس al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah : انجبمعت
Sedangkan Ta Marbûthah (ة) yang diikuti atau disambungkan (di-
washal) dengan kata benda (ism), maka dialihaksarakan menjadi
huruf “t”. Contoh:
ب سي Âmilalatun Nâshibah‘ : عبمهتوبصبت انك al-Âyat al-Kubrâ : اليت
e. Huruf Kapital
Sistem penulisan huruf arab tidak mengenal huruf kapital, akan tetapi
apabila telah dialihaksarakan, maka berlaku ketentuan ejaan yang
telah disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti penulisan awal
kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-
lain. Ketentuan yang berlaku pada (EYD) berlaku pula dalam alih
aksara ini, seperti cetak miring (italic) dan cetak tebal (bold) dan
ketentuan lainnya. Adapun untuk nama diri yang diawali dengan kata
sandang, maka huruf yang ditulis kapital adalah awal nama diri,
bukan kata sandangnya. Contoh: „Alî Hasan al-„Âridh, al-„Asqallân
al-Farmawî dan seterusnya. Khusus untuk penulisan kata Al-Qur`an
dan nama-nama surahnya menggunakan huruf kapital. Contoh: Al-
Qur`an, Al-Baqarah, Al-Fâtihah dan seterusnya.
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN TESIS .................................................................... i
PERNYATAAN PENULIS ............................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... x
ABSTRAKSI ....................................................................................................... xiv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
B. Permasalahan ................................................................................................. 9
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 10
D. Kegunaan Penelitian ................................................................................... 11
E. Kajian Penelitian Terdahulu yang Relevan .............................................. 11
F. Metode Penelitian ........................................................................................ 15
G. Sistematika Pembahasan ............................................................................ 23
BAB II. BIMBINGAN DAN PENYULUHAN AGAMA DALAM
TINJAUAN ILMU
A. Pengertian Bimbingan dan Penyuluhan Agama ...................................... 25
B. Urgensi Bimbingan dan Penyuluhan Agama ........................................... 29
C. Unsur-Unsur Bimbingan dan Penyuluhan ................................................ 32
D. Metode dan Pendekatan Bimbingan dan Penyuluhan Agama.. ............. 46
xi
BAB III. TERMINOLOGI DAN PENAFSIRAN AYAT-AYAT
BIMBINGAN DAN PENYULUHAN
A. Dakwah .......................................................................................................... 68
B. Tabligh ........................................................................................................... 81
C. Amar Makruf Nahi Mungkar ...................................................................... 88
D. Irsyad ............................................................................................................ 101
E. Mau’idzah Hasanah .................................................................................... 105
F. Tabsyir .......................................................................................................... 114
G. Indzar/ tandzir ............................................................................................. 119
H. Washiyah ...................................................................................................... 132
I. Tarbiyah ........................................................................................................ 137
J. Ta’lim ............................................................................................................ 139
K. Khotbah ......................................................................................................... 144
BAB IV. RESEPSI PENYULUH AGAMA KOTA DEPOK
TERHADAP AYAT-AYAT BIMBINGAN DAN PENYULUHAN
A. Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama Kota Depok .................. 154
B. Metode Bimbingan dan Penyuluhan Penyuluh agama Islam
Kementerian Agama Kota Depok ............................................................ 170
C. Resepsi penyuluh agama Islam Kota Depok terhadap ayat
bimbingan dan penyuluhan
1. Ayat tentang Kewajiban Berdakwah ................................................. 173
2. Ayat tentang Metode Bimbingan dan Penyuluhan .......................... 174
3. Ayat tentang Materi Bimbingan dan Penyuluhan ............................ 183
4. Ayat Tentang Karakteristik Penyuluh ............................................... 188
D. Analisis Kesesuaian Metode Penyuluh Agama Kota Depok
Dengan Isyarat Al-Qur‟an ........................................................................ 193
xi
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................. 196
B. Saran ............................................................................................................. 197
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 199
LAMPIRAN-LAMPIRAN
i
xiv
ABSTRAK
Nama: Cutra Sari, NPM: 215.4.10.612, Judul: BIMBINGAN DAN
PENYULUHAN AGAMA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Studi Living
Qur’an Tentang Metode Bimbingan dan Penyuluhan Penyuluh Kementerian
Agama Kota Depok-Jawa Barat)
Kementerian Agama sebagai salah satu fasilitator kegiatan keagamaan di
masyarakat memiliki rumpun jabatan yang bertugas untuk memberikan bimbingan
dan penyuluhan kepada masyarakat tentang keagamaan dan pembangunan melalui
bahasa agama. Rumpun jabatan tersebut adalah penyuluh agama. Para penyuluh
agama mencakup seluruh agama yang diakui di Indonesia. Mereka tersebar di
setiap Kementerian Agama Kabupaten/ Kota, yang berkedudukan di kecamatan
(Kantor Urusan Agama Kecamatan) di seluruh Indonesia. Peran mereka sangat
strategis sebagai social change agent yang harus memberikan pemahaman
keagamaan dan pembangunan kepada masyarakat. Oleh karena itu penelitian ini
sangat penting, karena membahas bagaimana metode penyuluh agama dalam
memberikan bimbingan dan penyuluhan, sekaligus mengukur resepsi penyuluh
agama terhadap ayat-ayat bimbingan dan penyuluhan.
Peneliti menggunakan metode living Qur’an dalam penelitian ini. Living
Qur’an yaitu kajian yang lebih menekankan pada aspek respon masyarakat
terhadap kehadiran Al-Qur’an. Jadi dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan
data-data dan menela’ah buku-buku, literatur-literatur perpustakaan terkait dengan
pembahasan kemudian membaca dan menangkap resepsi para penyuluh agama
Islam Kementerian Agama Kota Depok terhadap ayat-ayat terkait bimbingan dan
penyuluhan dalam Al-Qur’an. Kemudian menganalisa kesesuaian metode yang
mereka gunakan dalam memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat
Kota Depok dengan isyarat yang diinginkan oleh Al-Qur’an.
Hasil penelitian menunjukkan, dari empat (4) ayat tentang berbagai dimensi
bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat dalam Al-Qur’an; yaitu QS. Ali
Imran [3]: 104 tentang kewajiban berdakwah, QS. An-Nahl [16]: 125 tentang
metode bimbingan dan penyuluhan, QS. Al-Isra’ [17]: 24 tentang materi bimbingan
dan penyuluhan serta QS. Al-Maidah [5]: 67 tentang karakteristik penyuluh. Dari
18 orang informan penyuluh Agama Islam kementerian Agama Kota Depok,
penulis mendapatkan bahwa mereka memiliki resepsi yang berbeda-beda terhadap
ayat-ayat bimbingan dan penyuluhan; baik dalam aspek bacaan/ hafalan ayat,
aspek tulisan, aspek kognisi, maupun aspek aplikasi ayat tersebut. Misalnya resepsi
penyuluh agama Kota Depok terhadap QS. Ali Imran [3]: 104; dalam aspek
hafalan/ bacaan: hafal dengan baik yaitu sebanyak 12 orang (66,67%), 2 orang
(11,11%) menghafal ¾ bagian ayat, 3 orang (16,67%) dapat menghafalkan ½
bagian dari ayat tersebut sedangkan sisanya sebanyak 1 orang (5,56%) hanya dapat
menyebutkan ¼ bagian dari ayat tersebut. Dalam aspek tulisan, dari 18 informan
sebanyak 11 orang (61,11%) dapat menulis dengan baik, 4 orang (22,22%) dapat
menuliskan ¾ ayat, 2 orang (11,11%) dapat menuliskan ½ bagian ayat, dan 1 orang
xv
(5,56%) tidak dapat menuliskan ayat tersebut. Dalam aspek kognisi; sebagian besar
memahami dengan baik sejalan dengan pemahaman mufassirin yaitu sebanyak 14
orang (77,78%), memahami dengan paham tidak mendalam yaitu sebanyak 3 orang
(16,67%), sisanya sebanyak 1 orang (5,56%) hanya memahami tema dari ayat
tersebut. Sedangkan dalam aspek aplikasi sebanyak 83, 33 % atau 15 orang dari 18
informan tersebut. Sedangkan sisanya sebanyak 3 orang (16,67 %) tidak meyakini
apakah sudah mengaplikasikannya dalam kegiatan Bimbingan dan Penyuluhan di
tempat tugasnya masing-masing.
Resepsi para penyuluh agama Islam Kota Depok pada ayat-ayat yang lain
juga tidak jauh berbeda dengan QS. Ali Imran [3]: 104 tersebut. Menurut
pengamatan peneliti para penyuluh agama Islam Kementerian Agama Kota Depok,
telah melaksanakan sebagian besar konsep Al-Qur’an tentang bimbingan dan
penyuluhan agama Islam. Metode yang mereka gunakan dalam bimbingan dan
penyuluhan merupakan representasi dari konsep Al-Qur’an dan sesuai dengan
isyarat yang diinginkan oleh Al-Qur’an.
xvi
ABSTRACT
Name: Cutra Sari, NPM: 215.4.10.612, Title: THE RELIGION AND RESULT OF
RELIGION IN THE PERSPECTIVE OF THE QUR'AN (Study of Living Qur'an
on the Method of Counseling and Extension of the Ministry of Religious Affairs of
Depok-West Java)
The Ministry of Religious Affairs as one of the facilitators of religious
activities in the community has a cluster of duties in charge of providing guidance
and counseling to the community about religion and development through religious
language. The clan of the office is a religious instructor. The religious counselors
cover all the recognized religions in Indonesia. They are spread in every Ministry
of Religious Affairs District/City, which is located in the sub-district (Office of
Religious Affairs District) throughout Indonesia. Their role is very strategic as a
social change agent that must provide religious understanding and development to
the community. Therefore this research is very important, because it discusses how
the method of religious instructors in providing guidance and counseling, as well as
measuring the receptions of religious counselors verses guidance and counseling.
Researcher uses Living Qur'an method in this research. Living Qur'an is a
study that emphasizes the public response to the presence of the Qur'an. So in this
study, researcher collects the data and explores the books, library literatures that
related to the discussion and read and then capture the receptions of religious
instructors of the Ministry of Religious Affairs of Depok City against verses related
to guidance and counseling in the Qur'an. Then the researcher analyzes the
suitability of the methods that they use in providing guidance and counseling to the
people of Depok City with the signals desired by the Qur'an.
The results showed, from four (4) verses about the various dimensions of
guidance and counseling to the community in the Qur'an; such QS. Ali Imran [3]:
104 about the duty of preaching, QS. An-Nahl [16]: 125 about guidance and
counseling methods, QS. Al-Isra '[17]: 24 on guidance and extension materials and
QS. Al-Maidah [5]: 67 on the characteristics of extensionists. From the 18
informant counselors of the Islamic Religion Ministry of Religious Affairs of
Depok City, the author found that they have different receptions to guidance and
counseling verses; in the aspects of reading/ memorizing paragraphs, aspects of
writing, aspects of cognition, as well as application aspects of the verse. For
example the receptions of religious counselors of Depok City against QS. Ali
Imran [3]: 104; In the aspects of rote / reading: memorized well there are 12 people
(66.67%), 2 people (11.11%) memorize ¾ section of paragraph, 3 people (16.67%)
can memorize ½ part of the verse while the rest, 1 person (5.56%) can only
mention ¼ part of the verse. In writing aspect, from 18 informants; 11 people
(61,11%) can write well, 4 people (22,22%) can write ¾ verse, 2 person (11,11%)
can write ½ part verse, and 1 People (5.56%) cannot write the verse. In the aspect
of cognition; there are 14 people (77.78%), they understood well in line with the
understanding of interpreters (mufassirin), 3 people (16.67%), they understand with
xvii
in-depth understanding; the rest of 1 person (5.56%) only understand the theme of
The verse. While in the aspect of the application as much as 83, 33% or 15 people
from 18 informants. While the rest, 3 people (16.67%) do not believe whether it
has been applied in Guidance and Counseling activities in place of their respective
duties.
The perception of the extension of Islamic religion in Depok City in other
verses is also not much different from the QS. Ali Imran [3]: 104 such. According
to the observation of the researcher, that the Islamic preachers of Ministry of
Religious Affairs of Depok City, has carried out most of the concept of Al-Qur'an
about guidance and counseling of Islam. The method they use in guidance and
counseling is a representation of the concept of the Qur'an and in accordance with
the cues desired by the Qur'an.
xviii
xix
xx
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar merupakan tujuan
utama dan termulia diciptakannya manusia. Allah SWT menciptakan
alam semesta yang sebesar dan selengkap ini demi terwujudnya usaha
amar ma‟ruf nahi munkar. Allah azza wajalla sengaja menciptakan
manusia sebagai khalifah di permukaan bumi, demi terwujudnya
kekhalifahan. Untuk menunjang keberhasilan kekhalifahan dimaksud,
Allah mengutus sejumlah Nabi dan Rasul sebagai penunjuk jalan menuju
kehendak-Nya.
Nabi Allah Adam, as adalah manusia pertama yang menjadi
manusia atau khalifah di permukaan bumi. Anak-anak Nabi Adam, as
dilahirkan dan telah mendapati ayah mereka sebagai seorang nabi yang
selalu menyuruh mereka kepada kebaikan, dan mencegah mereka dari
mereka dari kemunkaran. Sejak masa itu pula kemudian datang sejumlah
Nabi dan Rasul yang terus-menerus bersambung hingga berakhir dengan
kerasulan nabi Muhamad SAW. Para Nabi dan Rasul itu sengaja diutus
untuk membawa misi dari sisi Allah SWT yang paling utama, yaitu amar
ma‟ruf nahi munkar. Misi para Rasul ini berjalan dengan tujuan utama
diciptakannya manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi ini. Oleh
Karena itu, perbuatan menyuruh manusia pada kebaikan dan mencegah
dari hal-hal yang mungkar termasuk perbuatan yang paling mulia di sisi
Allah azza wa jalla.1
Pada zaman sekarang, masyarakat Islam sangat membutuhkan
para penerus perjuangan Nabi dan Rasul dalam menegakkan Risalah
Allah SWT; untuk berdakwah, menyeru umat manusia kepada kebaikan
dan mencegah dari perbuatan mungkar. Kementerian Agama sebagai
salah satu fasilitator kegiatan keagamaan dalam masyarakat Indonesia
memiliki sebuah rumpun jabatan yang menjadi tombak kementerian
agama dalam membentengi kegiatan keagamaan di masyarakat. Rumpun
jabatan tersebut adalah para penyuluh agama Islam.
Secara bahasa “penyuluh” merupakan arti dari kata bahasa
Inggris counseling yang sering diterjemahkan dengan “menganjurkan
atau menasihatkan”. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia penyuluhan
berasal dari kata suluh yang berarti barang yang dipakai untuk menerangi
dan mendapatkan imbuhan pe- dan an yang menunjukan proses atau
1 Fethullah Gullen, Dakwah; Jalan Terbaik dalam Berpikir dan Menyikapi Hidup,
(Jakarta: Republika Penerbit, 2011), hlm. 27
2
cara, kegiatan memberi penerangan, menunjukan jalan.2 Dengan
demikian, penyuluh agama Islam merupakan para juru penerang
penyampai pesan yang memberi nasihat, memberikan penerangan bagi
masyarakat mengenai prinsip-prinsip dan etika nilai keberagamaan yang
baik. Di samping itu penyuluh agama Islam merupakan ujung tombak
dari Kementerian Agama dalam pelaksanaan tugas membimbing umat
Islam dalam mencapai kehidupan yang bermutu dan sejahtera lahir
bathin. Hasil akhir yang ingin dicapai dalam bimbingan dan penyuluhan
ini pada hakekatnya ialah terwujudnya kehidupan masyarakat yang
memiliki pemahaman mengenai agamanya secara memadai. Pemahaman
yang memadai dapat ditunjukkan melalui pengamalannya yang penuh
komitmen dan konsisten seraya disertai wawasan multi kultural untuk
mewujudkan tatanan kehidupan yang harmonis dan saling menghargai
satu sama lain.
Di Indonesia, profesi penyuluh agama Islam diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu: Pertama, Penyuluh agama Islam fungsional yang
berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berada di bawah
koordinasi Direktorat Penerangan Agama Islam. Kedua, penyuluh agama
Islam non-PNS yang ada di masyarakat dan terdaftar sebagai penyuluh
agama Islam di Kantor Kementerian Agama pada masing-masing
kabupaten/kota. Kedua penyuluh tersebut pada dasarnya memiliki tugas
pokok yang sama; yakni melakukan dan mengembangkan kegiatan
bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa
agama.3 Sejak tahun 2017 sesuai dengan peraturan Dirjen Bimas Islam
Kementerian Agama Republik Indonesia DJ. III no. 432/2016 mengenai
petunjuk teknis Pengangkatan Penyuluh Agama Islam non-PNS, maka
setiap penyuluh agama Islam PNS maupun non-PNS harus terintegrasi di
Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan tempat tugas masing-masing
penyuluh. Peraturan ini berbeda dengan kondisi sebelumnya di mana
penyuluh Agama berada di bawah Seksi Bimas Islam Kementerian
Agama Kota/Kabupaten.
Bagi Kementerian Agama posisi Penyuluh Agama dalam
keadaan dilematis. Di satu sisi secara ideal keberadaan mereka sungguh
memiliki makna penting di tengah maraknya berbagai persoalan
keagamaan. Namun di sisi yang lain, mereka dalam kondisi yang
stagnasi, tidak ada perubahan kinerja dan perhatian. Hal ini
mengakibatkan tumbuhnya apatisme cukup serius di kalangan Penyuluh
Agama, terutama Penyuluh Agama non-PNS, dengan honor Rp
2 Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses dari http://kbbi.web.id/suluh, tanggal 17
Agustus 2017, pkl. 20.15 3 Abdul Basit, Tantangan Profesi Penyuluh Agama Islam Dan Pemberdayaannya,
Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 1 Tahun 2014, hlm. 160
3
500.000,- tiap bulannya, sangat tidak seimbang dengan kerja para
penyuluh di lapangan.
Posisi Penyuluh Agama sebagai komunikator, sebenarnya
tidak jauh berbeda dengan profesi yang begitu terhormat dan tengah
marak di kalangan media sebagai “motivator”. Mario Teguh, Ari
Ginanjar dengan ESQ, adalah beberapa contoh motivator yang
sebenarnya cara kerja mereka tidak jauh berbeda dengan penyuluh.
Namun mereka melakukan pembaharuan dengan konsep-konsep yang
lebih aktual dan dibutuhkan publik. Komunikator dan motivator, tidak
selalu ditempuh pada konteks kemampuan mempengaruhi khalayak
dalam persoalan ekonomi, kewirausahaan dan pembangunan
kepribadian, tetapi bidang-bidang sosial keagamaan pun tidak kalah
penting dalam menumbuhkan dan membangun harmoni masyarakat.
Setidaknya ada dua (2) persoalan penting ketika melihat
keberadaan penyuluh agama. Pertama, bisa jadi masalah utama adalah
“kemampuan” penyuluh agama yang tertinggal dengan kemajuan
teknologi dan percepatan sosial yang ada dalam masyarakat, serta
kebutuhan riil publik. Metode yang dibangun oleh penyuluh agama
dalam melakukan pembinaan kepada masyarakat kurang aktual atau
tidak up to date. Bandingkan dengan cara KH. Zainuddin MZ (alm),
Ustadz Yusuf Mansyur, Mamah Dedeh, atau Aa‟ Gym dan para
pendakwah popular lainnya, yang mampu mengemas dakwahnya secara
apik dan menarik. Ini artinya, agama bukan lagi merupakan wilayah
„kaum sarungan‟ semata, tetapi telah merambah kepada kelompok-
kelompok sosial kelas atas yang semula hampir tidak pernah
diperhitungkan.
Kedua, sejak terbitnya peraturan tentang Jabatan Fungsional
penyuluh agama, belum pernah dilakukan pengkajian secara serius
bagaimana kebutuhan penyuluh agama jika dikaitkan dengan persoalan-
persoalan aktual di masyarakat. Misalnya saja, berapa sebenarnya
kebutuhan riil penyuluh agama dengan perkembangan jumlah penduduk,
rumah ibadah, serta persoalan-persoalan keagamaan yang muncul di
masyarakat.4
Selain persoalan regulasi, ada masalah klasik yang selalu
mengiringi kinerja Penyuluh Agama Islam Fungsional, yakni salary.
Sama halnya dengan penyuluh pertanian di kementerian Pertanian,
penyuluh KB di kementerian BKKBN atau penyuluh perhutanan di
Kementerian Kehutanan, penyuluh agama Islam juga sama halnya dalam
hal menjadi pejabat fungsional yang memiliki tugas pokok dan fungsi
4 Kustini Dan Koeswinarno, Penyuluh Agama Menuju Kinerja Profesional, Analisa
Journal of Social Science and Religion Volume 22 No. 02 Desember 2015, hlm, 173-186
4
yang tidak jauh berbeda. Akan tetapi nasib penyuluh agama jauh berbeda
dengan penyuluh pada Kementerian lainnya. Penyuluh agama memiliki
tunjangan profesi yang paling kecil nominalnya dibandingkan penyuluh
pada Kementerian lainnya. Jika dilihat dari regulasi yang ada, penyuluh
di beberapa kementerian telah mengalami perbaikan peraturan,
sementara Penyuluh Agama sejak tahun 1999 masih stagnan, walaupun
dengan sedikit perubahan Tunjangan Jabatan Fungsional melalui Perpres
No. 50 Tahun 2007.5
Penyuluh Agama Islam di lingkungan Kementerian Agama
Kota Depok secara keseluruhan berjumlah 108 orang, dengan rincian 19
orang penyuluh agama Islam fungsional PNS dan 89 orang penyuluh non
PNS, Penyuluh Agama kristen berjumlah 1 orang dan Penyuluh Agama
Hindu 1 orang. Dari 19 orang penyuluh agama Islam fungsional, tersebar
masing-masing menjadi 1 atau 2 orang di 11 kecamatan di kota Depok.
Sedangkan 89 orang penyuluh agama Islam non PNS tersebar ke seluruh
Kota Depok dengan rata-rata 8 orang di setiap Kecamatan6.
Komposisi penyuluh agama Islam non PNS yang tersebar
merata sebanyak 8 orang di setiap Kecamatan di seluruh Indonesia
adalah kebijakan baru yang diambil oleh pemerintah pusat dalam
mengoptimalkan kinerja para penyuluh. Penyuluh non PNS (P3K;
pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) mulai tahun 2017
memiliki masa kerja 3 tahun. 8 orang P3K terpilih di setiap Kecamatan
ini adalah hasil penjaringan melalui rekrutmen baru yang
diselenggarakan secara nasional pada bulan Nopember 2016. Bidikannya
adalah para sarjana Islam non tadris.
Ada 3 tahapan uji kompetensi yang dihadapi para penyuluh
non-PNS terpilih, yaitu uji kelayakan berkas, ujian tulis dan ujian
wawancara yang dikombinasikan dengan ujian membaca kitab dan
praktek penyuluhan. Beberapa kompetensi yang diujikan tersebut
meliputi semua aspek keilmuan agama dan skill komunikasi yang harus
dimiliki seorang penyuluh sebagai garda terdepan Kementerian Agama.
Seperti dinamika yang harus dihadapi penyuluh agama Islam
di Kota Depok. Dengan tipikal masyarakat kota yang heterogen,
bimbingan dan penyuluhan agama Islam di perkotaan pada umumnya
memiliki tantangan yang berbeda dengan bimbingan dan penyuluhan
masyarakat pedesaan. Bimbingan dan penyuluhan agama Islam di
masyarakat pedesaan cenderung lebih mudah karena homogennya kultur,
bahasa, ekonomi, mata pencaharian, pendidikan dan lain sebagainya.
5 Kustini Dan Koeswinarno, Penyuluh Agama Menuju Kinerja Profesional, hlm. 173
6 Data diambil dari narasumber bp. Umar Nashir As-Subhi, Kasi Bimas Islam
Kementerian Agama Kota Depok.
5
Sehingga para penyuluh Agama lebih mudah mengidentifikasi
kebutuhan jama‟ahnya.
Hambatan dan tantangan dalam bimbingan dan penyuluhan di
masyarakat perkotaan antara lain adalah kompleksnya latar belakang
masyarakat/ para jama‟ah seperti pendidikan, strata sosial, ekonomi,
kultur, dan lain sebagainya. Selain itu, sikap penduduk kota yang
cenderung pragmatis, serba instan, oportunis dan lain-lain. Maka para
penyuluh agama Islam biasanya lebih banyak menemukan kesulitan.
Antara lain kesulitan atau kendala untuk membuat masyarakat/
jama‟ahnya untuk konsisten hadir di pengajian.
Secara spesifik tantangan kehidupan keagamaan khususnya
Islam di Kota Depok sangat beragam. Tidak jarang peristiwa keagamaan
di Depok menjadi skala Nasional; seperti Gafatar, “Nabi” Depok Ahmad
Mushadeq, Money Game KSP Pandawa, Ahmadiyah, dan sederet
peristiwa Nasional lainnya. Selain tantangan kehidupan keagamaan, ada
beberapa faktor lain yang mempengaruhi kehidupan sosial keagamaan
masyarakat Depok; antara lain faktor peredaran gelap Narkoba yang
sudah mencapai titik kritis, pergaulan bebas remaja, dan berbagai
penyakit masyarakat lainnya.
Kompleksnya masalah yang dimiliki Kota Depok memerlukan
pengamatan yang jeli oleh para pelaku dakwah pada umumnya dan
penyuluh agama Islam di lingkungan kementerian Agama kota Depok
pada khususnya. Strategi dan juga metode yang digunakan harus mampu
bertransformasi dan menjawab kebutuhan-kebutuhan masyarakat.
Kepekaan pada kebutuhan jama‟ah dibutuhkan para penyuluh agama
agar bisa mengidentifikasi kepentingan masyarakat sehingga mudah
untuk menarik minat para mad‟u (objek dakwah) untuk hadir dan aktif
dalam kegiatan bimbingan dan penyuluhan agama Islam yang dilakukan
para penyuluh Agama Islam Kementerian Agama Kota Depok.
Banyak metode dan cara yang bisa dilakukan oleh para
penyuluh Agama Islam. Dewasa ini bermunculan beberapa penceramah
kondang dengan masing-masing gaya dan tempat di pasar dakwah.7
Seperti di media televisi misalnya, dakwah disampaikan dalam bahasa
yang segar dan dibumbui komedi seperti dakwah ustadz Cepot. Bentuk
dakwah dengan kemasan komedi seperti ini adalah untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat akan hiburan. Atau dakwah dalam bahasa yang
menggugah kesadaran spiritual melalui dzikir seperti dakwah ustadz
Arifin Ilham. Dakwah model ini adalah untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat akan religiusitas, dan lain sebagainya. Atau beberapa contoh
7 Greg Fealy, Ustadz Seleb, Bisnis Moral dan Fatwa Online; Ragam Ekspresi Islam
Kontemporer di Indonesia. (Jakarta: Komunitas Bambu. 2012) h. 25
6
cantik kemasan dakwah seperti paparan di atas. Gaya atau beberapa
metode tersebut dapat diadopsi oleh para penyuluh Agama agar kegiatan
bimbingan dan penyuluhan yang dilakukan di tengah-tengah masyarakat
dapat mencapai hasil atau target yang ingin dicapai.
Kegiatan membimbing dan memberikan penerangan
(menganjurkan umat melakukan kebaikan dan mencegah kepada
kemungkaran) seringkali disebutkan dalam Al-Qur‟an dengan berbagai
bentuk/ terminologi. Salah satu terma yang paling dekat maknanya
dengan bimbingan dan penyuluhan adalah terma dakwah. Dakwah
berasal dari bahasa Arab د, ع , و dalam kitab Mu‟jam Maqayis al-
Lughoh. Kata dakwah berarti dasar kecenderungan sesuatu disebabkan
suara dan kata.8 Kata Dakwah Islamiyah dalam Ensiklopedi Indonesia
diartikan sebagai ajakan, seruan untuk memeluk, mempelajari dan
mengamalkan ajaran agama Islam.9 Kata dakwah dalam berbagai
bentuknya (fi‟il dan isim) terulang dalam Al-Qur'an sebanyak 215 kali.10
Istilah ini memiliki arti yang identik dengan istilah tabligh, amr ma‟ruf
nahi munkar, irsyad, mau‟idhoh hasanah, tabsyir, indzhar, washiyah,
tarbiyah, at-ta‟lim dan khotbah.11
Menyeru manusia pada kebaikan bisa dilakukan dengan
berbagai metode, seperti yang sudah disebutkan dalam QS. An-Nahl:
[16]: 125;
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl [16]: 125)
8Abi Al-Husen Ahmad bin Faris bin Zakaria, Mu‟jam Maqayis al-Lughoh,
(Mesir:Mushtafa al-Babi al-Halabi, 1389 H/1969 M), hlm 356
وهو ان تميل الشيء اليك بصوت وكلام يكون منك 9 Tim Penyusun, Ensiklopedia Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru – Van Hoeve, 1980),
hlm. 739 10
Muhammad Fu‟ad, Abdu al-Baqi, Almu‟jam Almufahras li alfazh al-Qur‟an Dar
al-Ma‟rifah, Beirut, 1992), hlm.326 11
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm.17.
7
Ayat tersebut di atas telah memberikan pedoman bagaimana
caranya menyeru manusia kepada kebaikan harus dilakukan, yaitu
dengan cara hikmah, mau‟idzotul hasanah, dan mujadalah billati hiya
ahsan. Menurut Imam Asy-Syaukani (w. 1250 H) hikmah adalah
ucapan-ucapan yang tepat dan benar, atau menurut suatu penafsiran
adalah argumen-argumen yang kuat dan meyakinkan. Sedangkan
mau‟idzotul hasanah adalah ucapan yang berisi nasihat-nasihat yang
baik di mana nasihat tersebut dapat bermanfaat bagi orang yang
mendengarkannya. Atau menurut penafsiran adalah argumen-argumen
yang memuaskan sehingga pihak yang mendengarkan dapat
membenarkan apa yang disampaikan oleh pembawa argumen tersebut,
Sedangkan diskusi dengan cara yang baik (mujadalah billati hiya ahsan)
adalah berdiskusi dengan cara yang paling baik dari cara-cara berdiskusi
yang ada.12
Syeikh Muhammad Abduh (w. 1905 M) dalam Tafsir Al
Manar, memberikan definisi:
1. Golongan cerdik-cendekiawan yang cinta kebenaran dan dapat
berpikir secara kritis, cepat dapat menangkap arti persoalan.
Mereka ini harus dipanggil dengan “hikmah”, yakni dengan alasan-
alasan, dengan dalil dan hujjah yang dapat diterima oleh akal
mereka.
2. Ada golongan awam, orang kebanyakan yang belum dapat berfikir
secara kritis dan mendalam, maka dengan metode mau‟idzotul
hasanah dengan anjuran dan didikan, dengan ajaran yang mudah
difahami.
3. Ada golongan yang tingkat kecerdasannya di antara kedua
golongan tersebut. Mereka ini dengan metode mujadalah billati
hiya ahsan yakni dengan bertukar fikiran, guna mendorong supaya
berfikir secara sehat13
.
Syeikh Yusuf al-Qardhawi membagi lagi dua metode diskusi,
yaitu metode yang baik (hasan) dan metode yang lebih baik (ahsan). Al-
Qur‟an menggariskan bahwa salah satu pendekatan dakwah adalah
dengan menggunakan metode diskusi yang lebih ahsan. Diskusi dengan
metode ahsan ini adalah dengan menyebutkan segi-segi persamaan
antara pihak-pihak yang berdiskusi, kemudian dari situ dibahas masalah-
12
Asy-Syaukani, Muhammad bin „Ali, Fath al-Qadir, Dar al-Fikr, tt, 1973, iii/203
(Seperti yang dikutip oleh Ali Musthofa Ya‟kub dalam bukunya Sejarah dan Metode
Dakwah Nabi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2014) hlm. 121)) 13
Abduh, Muhammad, Tafsir al-Manar Juz III, (pendapat ini kemudian dikutip oleh
M. Natsir, Fiqhud Da‟wah, (Jakarta: Yayasan Capita Selecta, 1996) hlm. 162)
8
masalah perbedaaan kedua belah pihak sehingga diharapkan mereka
akan mencapai segi-segi persamaan pula.14
Oleh karena itu, untuk memahami dengan benar tentang
bagaimana kegiatan membimbing dan memberikan penyuluhan dan
penerangan kepada masyarakat dilakukan, maka metodenya harus
merujuk kepada Al-Qur‟an sebagai sumber pokok panduan hidup umat
Islam. Namun Al-Qur‟an hanya dapat dipahami dengan benar melalui
penafsiran. Menurut Muhammad Arkoun (w. 2010 M) sebagaimana
dikutip Quraish Shihab mengatakan:
“Al-Qur‟an memberikan kemungkinan-kemungkinan arti yang
tidak terbatas, kesan yang diberikan oleh ayat-ayatnya
mengenai pemikiran dan penjelasan pada tingkat wujud
mutlak. Dengan demikian, ayat Al-Qur‟an selalu terbuka
untuk interpretasi baru tidak pernah pasti dan tertutup dalam
interpretasi tunggal. Itulah sebabnya, sehingga tafsir Al-
Qur‟an bermacam-macam coraknya, karena dipengaruhi oleh
jalan pikiran penulisnya yang berkaitan dengan situasi dan
kondisi ketika penafsiran dibuat.15
Berdasarkan pemikiran di atas, maka penulis merasa perlu
untuk mencari penafsiran tentang bagaimana membimbing dan
memberikan penyuluhan agama Islam dalam Al-Qur‟an. Dalam
penelitian ini, fokus penelitian adalah metode bimbingan dan penyuluhan
agama Islam dalam Al-Qur‟an. Peneliti mengumpulkan data tentang
ayat-ayat bimbingan dan penyuluhan agama Islam, kemudian
memberikan pemaparan para mufassir klasik dan kontemporer.
Selanjutnya melalui pendekatan living Qur‟an, peneliti
mengobservasi resepsi para penyuluh agama Islam di Kota Depok
terhadap ayat-ayat terkait bimbingan dan penyuluhan dalam Al-Qur‟an.
Untuk memperoleh data, peneliti akan melakukan wawancara mendalam
(deep interview) terhadap informan penyuluh agama Islam Kementerian
Agama Kota Depok, juga melalui metode FGD; focus group discussion.
Peneliti kemudian mengkomparasikan ayat-ayat terkait bimbingan dan
penyuluhan agama Islam dengan aplikasi metode bimbingan dan
penyuluhan agama Islam yang dilakukan oleh para penyuluh agama
14
Al-Qardhawi, Syeikh Yusuf, Al-Shahwah al-Islamiyah baina al-Juhud wa al-
Tatarruf, Riasah al-Mahakim al-Syari‟ah wa al Syu‟un al-Diniyah, Qatar, 1402 H, hlm. 212
(Seperti yang dikutip oleh Ali Musthofa Ya‟kub dalam bukunya Sejarah dan Metode
Dakwah Nabi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2014) hlm. 123) 15
M.Iskandar, Pemikiran Hamka Tentang Dakwah, Dalam http://digilib.uin-
suka.ac.id, diakses 10 Nopember 2016, pkl 21.00
9
Islam di lingkungan Kementerian Agama Kota Depok. Penelitian ini
untuk melihat apakah metode yang digunakan para penyuluh agama
Islam sebagai juru terang dan pembimbing kegiatan keagamaan di
masyarakat Kota Depok telah sesuai dengan kehendak al-Qur‟an.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada uraian di atas, beberapa masalah yang
bisa diteliti pada judul ini adalah:
a. Ada kesenjangan kompetensi di antara para penyuluh agama
Islam; kompetensi para penyuluh yang beragam; banyak
penyuluh Agama yang belum memahami dengan baik tugas
pokok dan fungsi penyuluh agama
b. Penyuluh Agama banyak yang belum memahami sejarah
Nabi Muhammad dalam membimbing masyarakat Jahiliyah
Arab menjadi masyarakat yang berakhlak dan beradab.
c. Kesenjangan kesejahteraan penyuluh agama Islam dengan
penyuluh-penyuluh pada kementerian atau instansi
pemerintah lainnya.
d. Stagnasi peraturan yang melindungi hak penyuluh agama
Islam dan payung hukum yang belum kokoh bagi para
penyuluh agama Islam Fungional dalam rumpun jabatan
keagamaan di Kementerian Agama.
e. Metode bimbingan dan penyuluhan yang dilakukan penyuluh
agama Islam belum menjawab kebutuhan masyarakat,
sehingga penyuluhan tersebut belum menarik hati jama‟ah
untuk hadir.
f. Pengajian dengan metode “jiping (mengaji kuping)” yang
marak di Kota Depok belum menyentuh ranah dasar
kebutuhan masyarakat akan bimbingan kegamaan yang lebih
detil dan terperinci, sehingga keberhasilan membimbing dan
menyuluh masyarakat belum tercapai maksimal.
g. Tantangan dalam membimbing dan memberikan penyuluhan
yang beragam, seperti masyarakat di Kota Depok lebih
kompleks; dengan kondisi masyarakat yang pragmatis,
oportunis, dan heterogennya kultur, bahasa, latar belakang
pendidikan ekonomi dan lain sebagainya.
h. Kehidupan keagamaan masyarakat Depok yang dipengaruhi
oleh berbagai masalah; sosial keagamaan maupun
heterogennya pemahaman keagamaan di tengah masyarakat.
10
2. Batasan Masalah
Dari identifikasi permasalahan yang dilakukan, ternyata
ditemukan banyak persoalan yang dapat dibahas. Namun
demikian, karena mengingat keterbatasan waktu yang ada, maka
pada penelitian ini permasalahan dibatasi pada:
a. Metode-metode bimbingan dan penyuluhan Agama Islam
menurut Al-Qur‟an
b. Penerapan metode bimbingan dan penyuluhan agama Islam
oleh para penyuluh agama Islam di lingkungan Kementerian
Agama Kota Depok.
c. Resepsi penyuluh agama Islam Kementerian Agama Kota
Depok terhadap ayat-ayat bimbingan dan penyuluhan.
d. Kesesuaian metode penyuluh dalam melaksanakan bimbingan
dan penyuluhan Agama Islam dengan isyarat yang diinginkan
Al-Qur‟an.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah di atas,
maka rumusan masalah yang akan dicari jawabannya dalam
penelitian ini adalah:
a. Bagaimanakah terminologi dan penafsiran ayat-ayat
bimbingan dan penyuluhan Agama Islam dalam kajian tafsir
Al-Qur‟an?
b. Bagaimanakah resepsi penyuluh agama Islam Kementerian
Agama Kota Depok terhadap ayat-ayat bimbingan dan
penyuluhan?
c. Bagaimanakah kesesuaian metode bimbingan dan
penyuluhan agama Islam penyuluh Agama Islam Kota
Depok dengan isyarat yang diinginkan al-Qur‟an?.
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah:
1. Untuk menjelaskan terminologi dan penafsiran ayat-ayat terkait
bimbingan dan penyuluhan agama Islam dalam Al-Qur‟an.
2. Untuk menjelaskan resepsi para penyuluh agama Islam
kementerian Agama Kota Depok terhadap ayat-ayat bimbingan dan
penyuluhan.
3. Untuk menjelaskan analisis kesesuaian metode bimbingan dan
penyuluhan agama Islam oleh para Penyuluh Agama Islam di
lingkungan Kementerian Agama Kota Depok dengan isyarat
metode bimbingan dan penyuluhan yang dijabarkan dalam Al-
Qur‟an.
11
D. Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat yang penulis harapkan dari penelitian ini
adalah agar tesis ini dapat memberi manfaat secara teoritis dan praktis
yang meliputi:
1. Memberikan sumbangan ilmiah dan pengembangan khazanah
kajian keilmuan dalam bidang studi Islam.
2. Sebagai salah satu bahan bagi pembaca atau siapa saja yang
tertarik dengan kajian metode bimbingan dan penyuluhan
masyarakat dalam perspektif Al-Qur‟an dengan pendekatan
metode studi living Qur‟an.
3. Memberikan referensi bagi para penyuluh Agama Islam dalam
menerapkan metode bimbingan dan penyuluhan agama Islam yang
sejalan dengan isyarat yang diinginkan Al-Qur‟an.
E. Kajian Pustaka Terdahulu Yang Relevan
Telah banyak literatur yang membahas tentang kegiatan
bimbingan dan penyuluhan di tengah masyarakat; baik berupa buku,
artikel, skripsi, tesis, maupun dalam bentuk disertasi. Namun sejauh
pengamatan penulis belum ada yang membahasnya dengan
menggunakan uraian term-term tentang bimbingan dan penyuluhan
secara spesifik yang ada dalam Al-Qur‟an secara lengkap, seperti term
da‟wah, tabligh, amr ma‟ruf dan nahi munkar, mau‟idhoh hasanah,
tabsyir, indzhar, washiyah, at-ta‟lim, dan khotbah. Beberapa literatur
yang penulis temukan hanya memfokuskan pembahasan pada salah satu
term tersebut, seperti dakwah. Lebih spesifik lagi penulis belum
menemukan kajian bimbingan dan penyuluhan dalam Al-Qur‟an dengan
metode studi living Al-Qur‟an untuk memetakan aplikasi metode
bimbingan dan penyuluhan yang dilakukan oleh kelompok profesi
tertentu khususnya penyuluh agama Islam di lingkungan kementerian
Agama.
1. Abdul Basit, 2014, jurnal dakwah “Tantangan Profesi Penyuluh
Agama Islam dan Pemberdayaannya”. Tantangan yang dihadapi
oleh penyuluh agama Islam di Indonesia menurut Abdul Basit
diantaranya adalah munculnya gerakan Islam liberal dan
fundamental, dimana kehadirannya justru membenturkan
masyarakat satu dengan masyarakat. Oleh karena itu, adanya
profesi Penyuluh Agama Islam sebagai kepanjangan pemerintah
melalui Kementerian Agama diharapkan mampu menjadi
12
penangkal gerakan yang memecah belah masyarakat khususnya
dan Bangsa Indonesia umumnya.16
2. Mohammad Taufik Hidayatullah, 2012, disertasi, “Strategi
Peningkatan Kompetensi Agama Islam di Tiga Daerah Propinsi
Jawa Barat. Hasil penelitian Taufik menghasilkan beberapa
kesimpulan, antara lain: a) karakteristik pribadi penyuluh Agama
Islam yang positif adalah usia, pendidikan nonformal dan tingkat
orientasi belajar; dukungan kelembagaan penyuluhan menunjukkan
kategori rendah terutama dalam hal fasilitas dan sumber informasi
penyuluhan; b) Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
pemenuhan kebutuhan penyuluh agama Islam adalah penyuluh
agama Islam yang diwakili oleh peran edukator; dukungan
kelembagaan penyuluhan yang diwakili oleh dukungan kebijakan
pusat dan dukungan kepemimpinan atasan. c) Strategi
meningkatkan kompetensi penyuluh agama Islam dilakukan
dengan cara penguatan dukungan kelembagaan penyuluhan dan
mengembangkan kerjasama dengan stakeholders penyuluhan
agama.17
3. Firman Nugraha, 2013, jurnal dakwah “Penyuluhan Agama
Transformatif; Sebuah Model Dakwah”. Firman menulis
aktualisasi Penyuluhan Agama transformatif dalam rangka
penyuluhan pembangunan yang melahirkan kemandirian ekonomi
jamaah dimulai dari kesadaran reflektif atas fenomena sosial
keagamaan yang pada jamaah. Kesadaran reflektif ini diikuti olah
aksi nyata yang mendasar pada permasalahan dan sumberdaya
yang potensial untuk dikembangkan dari dan oleh jamaah itu
sendiri. Ada lima langkah aktual yang dilakukan dalam
mewujudkan penyuluhan agama transformatif, yakni mengubah
paradigma penyuluhan dari monolog ke dialog; memperkaya
materi penyuluhan dari dimensi ukhrawi an-sich dengan kebutuhan
riil jamaah; mengembangkan jaringan kerja antar institusi;
penyuluh agama secara konsisten serius dengan keberpihakan
kepada kaum mustad„afin dan mendampingi mereka dalam proses
transformasi sosial keagamaan.18
4. Koestini dan Kuswinarno, 2015, Jurnal, “Penyuluh Agama;
Menuju Kinerja Profesional. Penyuluh Agama (PA) menurut
16
Abdul Basit, Tantangan Profesi Penyuluh Agama Islam Dan Pemberdayaannya,
Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 1 Tahun 2014, hlm. 157 - 178 17
Mohammad Taufik Hidayatullah, Strategi Peningkatan Kompetensi Agama Islam
di Tiga Daerah Propinsi Jawa Barat, (bogor: 2012) 18
Firman Nugraha, “Penyuluhan Agama Transformatif; Sebuah Model Dakwah”.
Jurnal Ilmu Dakwah Vol. 7 No. 21 | Edisi Januari – Juni 2013, hlm. 1-23
13
mereka mempunyai peran penting dalam masyarakat, yakni
sebagai tangan panjang Kementerian Agama dalam melakukan
pembinaan umat.
Melalui penelitian kualitatif dengan strategi
wawancara mendalam, Focus Group Discussion (FGD), observasi,
dan studi dokumen diperoleh temuan sebagai berikut; Pertama,
bahwa model komunikasi yang dikembangkan oleh PA PNS masih
bersifat face to face, kurang mengembangkan model lain yang
lebih canggih yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan
perkembangan teknologi. Kedua, pendekatan terhadap kelompok
binaan masih sangat terbatas pada kelompok-kelompok religius,
kecuali beberapa PA di Manado yang mencoba mengembangkan
kelompok binaan yang lebih luas. 19
Penelitian yang peneliti tulis berbeda dengan empat literatur
di atas; Muhammad Taufik, Abdul Basit, Firman Nugraha dan
Koestini/ Kuswinarno. Dalam tulisannya, mereka memang sepakat
menulis tentang penyuluh agama yang secara mirip menjelaskan
peningkatan kompetensi penyuluh dengan berbagai pendekatan.
Taufik dengan melakukan penelitian yang dilakukan secara kuantitatif
menjelaskan tentang factor-faktor yang mempengaruhi kompetensi
penyuluh. Abdul Basit menjelaskan tentang berbagai tantangan yang
dihadapi penyuluh agama dalam kehidupan modern saat ini. Firman
menawarkan sebuah model dakwah bagi para penyuluh melalui
penyuluhan agama transformatif yang beradaptasi dengan kemajuan
umat.
Sedangkan Koestini dan Kuswinarno, mereka membahas
tentang penelitian yang dilakukan di berbagai daerah yang
menunjukkan kecenderungan penyuluh Agama melakukan metode
face to face dalam melakukan bimbingan dan penyuluhan kepada
masyarakat. Keempat literatur tersebut memang secara lugas
membahas penyuluh agama, tetapi mereka tidak membahas
bagaimanakah wawasan Al-Qur‟an tentang penyuluh agama Islam,
ayat-ayat yang bisa ditafsirkan sebagai ayat-ayat bimbingan dan
penyuluhan, dan metode bimbingan penyuluhan yang diisyaratkan
oleh Al-Qur‟an juga tidak diulas dalam tulisan mereka tersebut.
5. Atabik Lutfi, 2011, buku “Tafsir Da‟awi”. Dalam bukunya Atabik
menjelaskan sebuah pendekatan tafsir yang terfokus pada
pembahasan ayat-ayat yang bersinggungan dengan tema dakwah
19
Koestini dan Kuswinarno, Jurnal, “Penyuluh Agama; Menuju Kinerja Profesional
Analisa Journal of Social Science and Religion Volume 22 No. 02 Desember 2015 halaman
173-186
14
secara khusus. Secara metodologis, Atabik membahas ayat-ayat
dakwah dengan metode tafsir maudhu‟i yang terkait khusus dengan
tema dakwah dengan merujuk kepada beberapa literatur tafsir
induk yang bernuansa ijtima‟i, yang diramu dengan bahasa
kekinian dan konteks dakwah keIndonesiaan. 20
Dalam bukunya ini Atabik tidak secara khusus membahas
terminologi Al-Qur‟an yang lainnya yang memiliki persamaan makna
dengan dakwah seperti tabligh, amar ma‟ruf nahi munkar, tabsyir,
indzar dan lain sebagainya seperti bahasan peneliti dalam tesis ini.
6. Ali Mustafa Ya‟qub, 2014, buku; Sejarah dan Metode Dakwah
Nabi. Dalam bukunya Ali Mustafa Ya‟qub menulis tentang
perjalanan dakwah Nabi dan kehidupan beliau sehari-hari. Dalam
menjalankan dakwahnya Rasulullah tidak pernah berakrab-akrab
dengan pelaku maksiat, para penguasa ataupun kelompok yang
kuat. Nabi Muhammad SAW sangat akrab dengan kelompok yang
lemah, menyatu dengan umat dan kelas bawah dan berpenampilan
sangat sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Sikap Rasulullah
seperti itu tampaknya merupakan bagian dari pendekatan Nabi
dalam berdakwah. Sehingga ditambah dengan pendekatan-
pendekatan lainnya, beliau meraih sukses yang gemilang dalam
berdakwah.21
7. M. Natsir, 1996, buku “Fiqih Dakwah; Jejak Risalah dan Dasar-
Dasar Dakwah”. Dalam buku ini M. Natsir banyak menjelaskan
tentang fondasi-fondasi dasar dakwah yang harus diketahui oleh
para du‟at atau muballigh. Persiapan para pendakwah sebelum
terjun ke masyarakat sangat penting karena sebagai juru penerang
di masyarakat tentunya seorang pendakwah harus memiliki bekal
yang cukup secara keilmuan serta perbekalan ruhani yang baik
juga.22
8. Fethullah Gullen, 2011, buku; Dakwah; Jalan Terbaik dalam
Berpikir dan Menyikapi Hidup. Dalam karyanya ini Fethullah
Gullen memaparkan tentang berbagai dimensi dakwah antara lain;
urgensi dakwah ditegakkan, tuntunan agar dakwah berhasil, dan
20
Atabik Lutfi, Tafsir Da‟awi, (Jakarta: Al-I‟tishom, 2011), hlm. viii – ix. 21
Ali Musthofa Ya‟kub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2014) hlm. 235-236 22
M. Natsir, Fiqih Dakwah; Jejak Risalah dan Dasar-Dasar Dakwah, Cet. ke 10
(Jakarta: Yayasan Capita Selecta, 1996)
15
beberapa contoh keberhasilan Nabi Muhammad SAW dalam
mendakwahi bangsa Arab dan Umat Islam.23
Ketiga literatur di atas; Ali Mustafa Ya‟kub, M. Natsir dan
Fethullah Gulen juga berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan.
Mereka hanya membahas salah satu aspek bimbingan dan penyuluhan
yaitu; terminologi dakwah dalam Al-Qur‟an dan beberapa dimensi
dakwah; seperti sejarah dakwah Nabi, asas-asas dakwah dan ilmu
tentang materi dakwah lainnya.
F. Metode Penelitian
Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk
menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran secara
keilmuan. Menurut Guba dan Lincoln Penelitian terbagi atas beberapa
paradigma; dan setiap paradigma mempunyai teknik-teknik inti, pokok
dan jenis kebenaran yang diperolehnya.24
Metode penelitian pada
dasarnya adalah bagaimana seorang peneliti mengungkapkan sejumlah
cara yang diatur sistematis, logis, rasional dan terarah tentang pekerjaan
sebelum, ketika dan sesudah mengumpulkan data, sehingga diharapkan
mampu menjawab secara ilmiah perumusan masalah (problem
akademik).25
1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan mengambil lokasi penelitian di lingkup
penyuluh agama Islam Kementerian Agama Kota Depok yang
tersebar di 11 (sebelas) kecamatan se kota Depok; penyuluh agama
Islam Fungsional PNS berjumlah 19 orang dan Penyuluh Agama
Islam Non PNS berjumlah 89 orang. Sampel untuk penelitian dari
penyuluh Non PNS akan dipilih acak sebagai keterwakilan dari
masing-masing kecamatan, dipilih 2 orang masing-masing
kecamatan. Jadi jumlah narasumber adalah 18 orang penyuluh
agama Islam Fungsional PNS di Kementerian Agama Kota Depok.
Penelitian tentang bimbingan dan penyuluhan dalam
perspektif Al-Qur‟an melalui pendekatan living Qur‟an ini
dilakukan selama ± 6 (enam) bulan terhitung sejak Nopember 2016
hingga April 2017.
23
Fethullah Gullen, Dakwah; Jalan Terbaik dalam Berpikir dan Menyikapi HIdup,
hlm. 1-5 24
Jalaludin rahmat, Metodologi Penelitian Agama, sebuah pengantar penyunting
taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989), h. 91-96 25
M. Mansyur, M.Chirzin, dkk, Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis,
(Yogyakarta: Teras, 2007. h.71
16
Penelitian tentang resepsi para penyuluh agama Islam
Kementerian Agama Kota Depok terhadap ayat-ayat dakwah ini di
dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu:
No Waktu Lokasi Kegiatan Keterangan
1. Bulan I
(Nop
2016)
Kec.
Sukmajaya,
Cilodong,
dan
Cipayung
Mengadakan
eksplorasi
wilayah dan
wawancara
mendalam
terhadap
penyuluh agama
Islam yang
bertugas di
kecamatan
tersebut
Wawancara
dilakukan
beberapa kali
di satu
wilayah
sesuai dengan
kebutuhan
peneliti (min.
2x di satu
wilayah
kecamatan)
2. Bulan
II
(Des
2016)
Kec.
Cimanggis,
Tapos dan
Beji
Mengadakan
eksplorasi
wilayah dan deep
interview kepada
penyuluh yang
bertugas di
kecamatan
setempat
Wawancara
dilakukan
beberapa kali
di satu
wilayah
sesuai dengan
kebutuhan
peneliti (min.
2x di satu
wilayah
kecamatan)
3
.
3
Bulan
III (Jan
2017)
Kec.
Bojongsari,
Sawangan
dan Limo
Mengadakan
eksplorasi
wilayah dan deep
interview kepada
penyuluh yang
bertugas di
kecamatan
setempat
Wawancara
dilakukan
beberapa kali
di satu
wilayah
sesuai dengan
kebutuhan
peneliti (min.
2x di satu
wilayah
kecamatan)
Bulan
IV (Feb
2017)
Kec.
Panmas,
dan Cinere
Mengadakan
eksplorasi
wilayah dan deep
interview kepada
penyuluh yang
Wawancara
dilakukan
beberapa kali
di satu
wilayah
17
bertugas di
kecamatan
setempat
sesuai dengan
kebutuhan
peneliti (min.
2x di satu
wilayah
kecamatan)
Bulan
V
(Maret
2017)
Di Tk. Kota
Depok
Mengadakan
FGD di
pertemuan rutin
penyuluh tk. Kota
Depok sebanyak
2x
Wawancara
dilakukan
beberapa kali
di satu
wilayah
sesuai dengan
kebutuhan
peneliti (min.
2x di satu
wilayah
kecamatan)
Bulan
VI
(April
2017)
Membuat
rumusan hasil
penelitian
lapangan dan
FGD
Rumusan
hasil
penelitian
dan FGD
merupakan
sumber data
peneliti
dalam
menulis
penelitian ini
2. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian tesis ini adalah penelitian metode studi
living Qur‟an. Studi living Qur‟an yaitu kajian yang lebih
menekankan pada aspek respon masyarakat terhadap kehadiran Al-
Qur‟an.26
Living Qur‟an adalah studi tentang Al-Qur‟an, tetapi
tidak bertumpu pada eksistensi tekstualnya, melainkan studi
tentang fenomena sosial yang lahir terkait dengan kehadiran Al-
Qur‟an dalam wilayah geografi tertentu dan mungkin masa tertentu
26
M. Mansyur, M.Chirzin, dkk, Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis, h.68
18
pula.27
Jadi dalam penelitian ini akan mengumpulkan data-data dan
menela‟ah buku-buku, literatur-literatur perpustakaan terkait
dengan pembahasan kemudian membaca dan menangkap resepsi
para penyuluh agama Islam Kementerian Agama Kota Depok
terhadap ayat-ayat terkait bimbingan dan penyuluhan dalam Al-
Qur‟an. Kemudian menganalisa kesesuaian metode yang
digunakan oleh para penyuluh agama Islam Kementerian Agama
Kota Depok dengan isyarat yang diinginkan oleh Al-Qur‟an.
3. Metode Penelitian
a. Metode Pengumpulan Data
1) Sumber Data
Sumber data penulis dalam penelitian tesis ini
terdiri dari sumber primer dan sumber sekunder. Sumber
primernya adalah kitab-kitab tafsir klasik karya Ibnu
Jarir Ath-Thabary Jami‟ al-Bayan „an Ta‟wil Ayyi Al-
Qur‟an, Ahmad Mushtafa al-Maraghi dalam kitab
tafsirnya al-Maraghi, Tafsir Karya Ibnu Katsir Tafsir fi
Al-Quran al-Adzim dan Tafsir kontemporer karya
Wahbah Zuhaily At-Tafsir al-Munir fi al-„Aqidah wa
asy-Syari‟ah wa al-Manhaj, Tafsir Al Mishbah karya
Qurasih Shihab, juga buku-buku terkait kegiatan
bimbingan dan penyuluhan masyarakat; strategi dan
metode dan lain sebagainya.
Sedangkan sumber sekunder lainnya adalah
buku-buku yang terkait dengan objek penelitian yang
penulis teliti seperti kitab Lubab an-Nuqul fi Asbabi an-
Nuzul karya Jalaluddin As-Suyuthi, ma‟a‟jim dan kitab-
kitab terkait lainnya.
2) Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan
data-data yang diperlukan selama penelitian, dilakukan
dengan metode kepustakaan dan lapangan. Metode
kepustakaan yaitu metode pengumpulan data-data
penelitian dengan bahan-bahan tertulis sebagai sumber
datanya.
Kemudian metode lapangan digunakan untuk
merekam aplikasi metode bimbingan dan penyuluhan
yang dilakukan penyuluh Agama Islam Kementerian
Agama Kota Depok dengan melalui empat teknik; yaitu
27
Muhammad Yusuf, “Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Living Qur‟an,”
dalam Sahiron Syamsuddin (ed.), Metode Penelitian Living Qur‟an dan Hadis (Yogyakarta:
Teras, 2007), hlm. 39
19
observasi, wawancara mendalam (depth interview)28
,
teknik dokumentasi dan metode FGD (Focus Group
Discussion).
Dalam ranah penelitian living Qur‟an ini,
metode observasi memegang peranan yang sangat
penting, yang akan memberikan gambaran situasi riil
yang ada di lapangan. Observasi adalah mengumpulkan
data langsung dari lapangan. Data yang diobservasi bisa
berupa gambaran tentang sikap perilaku, serta tindakan
keseluruhan interaksi antar manusia.29
Proses observasi
dimulai dengan mengidentifikasi tempat yang akan
diteliti. Dilanjutkan dengan pemetaan, sehingga
diperoleh gambaran umum tentang sasaran penelitian.
Kemudian menentukan siapa yang akan diobservasi,
kapan, berapa lama dan bagaimana.30
Selain itu metode wawancara dalam penelitian
living Qur‟an adalah suatu yang niscaya. Seorang
peneliti tidak akan mendapatkan data yang akurat dari
sumber utamanya, jika dalam penelitian tentang aktivitas
yang berkaitan dengan fenomena Living Qur‟an di suatu
komunitas tertentu, tidak melakukan wawancara dengan
para responden atau partisipan. Dalam penelitian living
Qur‟an yang bertujuan untuk mengetahui fenomena
interaksi masyarakat dengan Al-Qur‟an, maka metode
wawancara ini mutlak diperlukan. Dalam penelitian ini
wawancara dilakukan sesuai dengan kebutuhan peneliti
terhadap data dari informan.
Penelitian living Qur‟an tentang fenomena
bimbingan dan penyuluhan agama Islam yang terjadi di
masyarakat akan semakin kuat jika disertai dengan
dokumentasi. Dokumentasi yang dimaksud bisa berupa
dokumen yang tertulis, seperti agenda kegiatan, daftar
hadir peserta, materi kegiatan, tempat kegiatan dan
sebagainya. Bisa juga berupa dokumen yang
tervisualisasikan, seperti foto kegiatan atau rekaman
dalam bentuk video, atau juga berupa audio.
28
M. Mansyur, M.Chirzin, dkk, Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis, h.72 29 J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya
(Jakarta: Grasindo, tth), hlm. 112. 30
J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya,
hlm. 112
20
Metode FGD (Focus Group Discussion) atau
diskusi kelompok terarah merupakan metode dan teknik
pengumpulan data kualitatif dengan cara melakukan
wawancara kelompok.31
Peneliti menggunakan teknik
FGD untuk bisa secara langsung membaca dan
menganalisa informan-informan yang tergabung dalam
diskusi kelompok terarah ini; baik dari aspek kognitif,
afektif maupun konasinya terhadap ayat-ayat bimbingan
dan penyuluhan dalam Al-Qur‟an.
Metode wawancara maupun FGD dilakukan
peneliti berulang-ulang dengan intensitas pertemuan
rutin selama 6 bulan penelitian tersebut. Rata-rata
peneliti bertemu sebanyak 3x dengan 1 informan
sehingga peneliti memperoleh data yang diinginkan
dalam penulisan tesis ini.
b. Metode Pembahasan
Metode pembahasan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah gabungan antara metode kualitatif
dengan pendekatan deskriptif dan metode penelitian
kuantitatif. Yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk
membuat deskripsi, yaitu gambaran secara jelas, sistematis,
faktual dan akurat mengenai fenomena atau hubungan antara
fenomena yang diselidiki.32
Metode kualitatif dalam
penelitian ini adalah metode penelitian yang ditujukan untuk
memahami bimbingan dan penyuluhan agama Islam dari
sudut atau perspektif partisipan. Partisipan adalah orang-
orang yang diajak berwawancara, diobservasi, diminta
memberikan data, pendapat, pemikiran dan persepsinya.
Sedangkan pendekatan deskriptif adalah pendekatan
penelitian yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif
tentang latar belakang keadaan sekarang, dan interaksi
lingkungan sesuatu unit sosial: individu, lembaga, kelompok
atau masyarakat.
31
FGD merupakan sebuah proses pengumpulan data dan karenanya mengutamakan
proses. FGD dilakukan tidak untuk tujuan menghasilkan pemecahan masalah secara
langsung ataupun untuk mencapai konsensus. (Dikutip dari Edi Indrizal, Diskusi Kelompok
Terarah, diakses dari www.jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id diakses tanggal 28 Desember
2016 pkl 23.04. 32
Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Grasindo, 2009), hlm. 29
21
Selain metode kualitatif, peneliti juga menggunakan
metode kuantitatif untuk menghitung besar prosentase
resepsi informan terhadap aspek dalam penelitian Living
Qur‟an yang dilakukan oleh peneliti. Penelitian kuantitatif
merupakan penelitian yang menggunakan analisis data yang
berbentuk numerik/angka. Pada dasarnya pendekatan ini
menggambarkan data melalui angka-angka, seperti persentasi
tingkat pengangguran, kemiskinan, data rasio keuangan dan
lain sebagainya. Tujuan penelitian kuantitatif yaitu untuk
mengembangkan dan menggunakan model matematis, teori
dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena yang
diselidiki oleh peneliti.33
Metode kuantitatif yang dilakukan oleh peneliti juga
melalui pendekatan deskriptif atau statistika dalam arti
sempit. Kuantitatif pendekatan deskriptif yaitu statistika yang
hanya mendeskripsikan tentang data yang dijadikan dalam
bentuk tabel, diagram, pengukuran rata-rata, simpangan baku
dan seterusnya tanpa perlu menggunakan signifikansi atau
tidak bermaksud membuat generalisasi.34
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan sistem
hitung sederhana untuk menentukan jumlah prosentase dari
keseluruhan informan dalam satu aspek penelitian,
menggunakan rumus:
Pp = jml informan x 100%
Jml informan keseluruhan
Pp = prosentase dari populasi (informan)
Setelah didapat hasil prosentase dari setiap aspek
penelitian dalam metode living Qur‟an ini, maka peneliti
kemudian membuat diagram yang menggambarkan besarnya
prosentase dari keseluruhan informan dalam meresepsi ayat-
ayat bimbingan dan penyuluhan dalam penelitian ini.
c. Metode Penulisan/ Penyajian Laporan Penelitian
Metode penulisan/ penyajian laporan penelitian ini
menggunakan metode penelitian tafsir tematis atau
33
Suryani dan Hendryadi, Metode Riset Kuantitatif (Teori dan Aplikasi pada Bidang
Manajemen dan Ekonomi Islam), Jakarta: Prenada Media Grup, 2015, hlm. 109). 34
Suryani dan Hendryadi, Metode Riset Kuantitatif (Teori dan Aplikasi pada Bidang
Manajemen dan Ekonomi Islam), hlm 209
22
maudhu‟i35
, dengan langkah-langkah penyajian data sebagai
berikut:
1) Menetapkan pembahasan yang akan dikaji
2) Mencari terminologi Al-Qur‟an terkait bahasan
3) Merujuk tema metode bimbingan dan penyuluhan
dengan ayat-ayat Al-Qur‟an yang terkait
4) Membahas penafsiran para mufassir klasik maupun
kontemporer terkait ayat-ayat tersebut.
5) Melakukan studi living Qur‟an terkait aplikasi
metode dakwah Penyuluh Agama Islam di
lingkungan kementerian agama Kota Depok
terhadap mad‟unya yaitu masyarakat Depok secara
keseluruhan.
6) Mengkomparasi hasil penelitian dengan isyarat yang
diinginkan Al-Qur‟an terkait metode dakwah yang
dilakukan penyuluh agama Islam.
7) Menganalisa dan mengukur keberhasilan setiap
metode dakwah yang dilakukan dan memetakan
implikasinya terhadap mad‟u atau objek dakwah.
Dalam penulisan laporan penelitian ini, mengacu
pada Buku Pedoman tentang Penulisan Proposal Skripsi dan
Tesis Program Pasca Sarjana Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ)
Jakarta. Buku pedoman transliterasi Arab latin yang
diterbitkan oleh Kementerian Agama dengan penegasan:
1) Dalam daftar kepustakaan, Al-Qur‟anal-Karim
ditulis pada urutan pertama sebelum sumber-sumber
lainnya dan ditulis secara alfhabetis
2) Ayat-ayat Al-Qur‟an tidak diberi catatan kaki pada
akhir kutipan ayat disebutkan nama surah dan nomor
ayatnya.
35
Kata maudhu‟i berasal dari kata bahasa Arab wadh‟a yadha‟u dengan isim
maf‟ulnya mawdhu‟. Bila dikaitkan dengan pembicaraan seperti mawdhu‟ al kalam, maka ia
berarti materi atau tema yang sedang dibicarakan. Lihat Louis Ma‟luf, al-Munjid al-Lughoh
wa al A‟lam, (Beirut: Dar al-Masyruq, 1999), h.905. Tafsir tematik (maudhu'i) menurut
pengertian istilah ulama adalah dengan menghimpun seluruh ayat al-Qur'an yang memiliki
tujuan dan tema yang sama (Lihat Abdul Hay Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu'i,
diterjemahkan oleh Rasihan Anwar, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), h. 43-44
23
G. Sistematika Pembahasan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi
masalah, perumusan dan pembahasan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, kajian pustaka, metodologi
penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II BIMBINGAN DAN PENYULUHAN AGAMA ISLAM
DALAM TINJAUAN
Dalam bab ini akan dibahas tentang Pengertian
Bimbingan dan Penyuluhan Agama Islam secara Bahasa
dan Etimologi. Kemudian di sub bab selanjutnya akan
dipaparkan Urgensi Bimbingan dan Penyuluhan Agama
Islam di tengah Masyarakat. Sub bab selanjutnya akan
dijelaskan Tugas Pokok dan Fungsi Penyuluh Agama
Islam, dilanjutkan dengan pemaparan Tingkat Jabatan,
Kedudukan dan Kelompok Sasaran. Kemudian
pemaparan tentang Sejarah Bimbingan dan Penyuluhan
Agama Islam; Dari Masa Nabi hingga Era Kontemporer
dan sub bab terakhir akan membahas Pendekatan dan
Metode Bimbingan dan Penyuluhan Agama Islam
BAB III TERM-TERM DAN AYAT-AYAT TERKAIT
BIMBINGAN DAN PENYULUHAN AGAMA ISLAM
DALAM AL-QUR‟AN SERTA PENAFSIRANNYA
Dalam bab ini akan dipaparkan tentang term-term Al-
Qur‟an untuk menyebutkan tema bimbingan dan
penyuluhan dalam Islam; da‟wah, tabligh, amr ma‟ruf
dan nahi munkar, mau‟idhoh hasanah, tabsyir, ta‟lim,
indzhar, washiyah, dan khotbah dan kemudian
menyebutkan ayat-ayat al-Qur‟annya serta menjelaskan
penafsirannya menurut mufassir klasik maupun
kontemporer serta menjelaskan sabab-sabab nuzul ayat.
BAB IV PENYULUH AGAMA ISLAM KEMENTERIAN
AGAMA KOTA DEPOK
Dalam bab ini akan menjelaskan tentang Penyuluh
Agama Islam Kementerian Agama Kota Depok, Resepsi
24
penyuluh agama Islam terhadap ayat-ayat bimbingan
dan penyuluhan, metode Bimbingan dan Penyuluhan
analisis keberhasilan Bimbingan dan penyuluhan
Penyuluh Agama Islam di Kota Depok dan Analisis
Kesesuaian Metode Bimbingan dan Penyuluhan para
Penyuluh Agama Islam dengan isyarat yang diinginkan
Al-Qur‟an.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan hasil penelitian dan saran
juga rekomendasi terkait kelanjutannya.
194
BAB V
PENUTUP
Dakwah merupakan kewajiban bagi setiap muslim sesuai dengan
kemampuannya. Walaupun demikian, harus ada seorang atau sekelompok orang
yang memfokuskan dirinya dalam kegiatan dakwah. Terlebih dewasa ini, arus
globalisasi, informasi, dan teknologi semakin maju, sehingga tantangan dakwah
pun akan semakin kompleks. Oleh karena itu, kegiatan dakwah harus direncanakan
dengan baik dan dibutuhkan organisasi yang bergerak dalam bidang dakwah.
Penyuluh agama Islam adalah salah satu satuan kerja dalam tubuh
Kementerian Agama Republik Indonesia yang diberi tanggungjawab untuk
berdakwah di tengah-tengah masyarakat. Penyuluh diberikan beban kerja sebagai
pembimbing untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang paham
keberagamaan yang baik dan program pembangunan pemerintah melalui bahasa
agama.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian Living Qur‟an yang telah penulis
lakukan terhadap penyuluh agama Islam Kementerian Agama Kota Depok
dalam memahami dan mengaplikasikan ayat-ayat bimbingan dan penyuluhan,
maka penulis menyimpulkan sebagai berikut:
1. Al-Qur‟an memiliki berbagai terminologi yang memiliki arti yang
identik dengan bimbingan dan penyuluhan agama Islam, antara lain
da‟wah, tabligh, amr ma‟ruf nahi munkar, irsyad, mau‟idhoh hasanah,
tabsyir, indzhar, washiyah, tarbiyah, at-ta‟lim dan khotbah. Berbagai
terminologi tersebut mencakup segala dimensi bimbingan dan
penyuluhan, salah satunya adalah konsep yang terperinci mengenai
metode bimbingan dan penyuluhan. Salah satunya dalam QS. An-Nahl
[16]: 125, menjelaskan metode bil hikmah, bil mau‟idzatil hasanah, dan
al mujadalah billati hiya ahsan.
2. Para penyuluh agama Islam Kementerian Agama Kota Depok memiliki
resepsi yang berbeda-beda terhadap ayat-ayat tentang bimbingan dan
penyuluhan. Ada empat (4) ayat yang peneliti sampaikan dalam
penelitian living Qur‟an ini; yaitu QS. Ali Imran [3]: 104 sebagai
representasi dari ayat tentang kewajiban berdakwah/ bimbingan dan
penyuluhan, QS. An-Nahl [16]: 125 tentang metode bimbingan dan
penyuluhan, QS. Al-Isra‟ [17]: 2 sebagai representasi dari ayat tentang
materi bimbingan dan penyuluhan, dan QS. Al-Maidah [5]: 67 sebagai
representasi dari ayat tentang karakteristik penyuluh. Ada empat (4)
aspek yang menjadi pengamatan penulis, yaitu aspek bacaan/ hafalan
ayat, aspek tulisan, aspek kognisi, dan aspek aplikasi ayat dalam kegiatan
bimbingan dan penyuluhan. Secara garis besar resepsi para penyuluh
agama Islam Kementerian Agama Kota Depok, yaitu sebagai berikut:
195
a. QS. Ali-Imran [3]: 104, secara umum lebih dari 60% memahami ayat
ini dengan baik. Selebihnya memahami dengan paham terbatas.
b. QS. An-Nahl [16]: 125, secara umum lebih dari 60% memahami ayat
ini dengan baik. Sisanya sebanyak kurang lebih 40% memahami
dengan pemahaman terbatas.
c. QS. Al-Isra‟ [17]: 24, Lebih dari 60% penyuluh Agama Islam PNS
kota Depok memahami ayat ini. Selebihnya tidak memahami, tidak
hafal ayat.
d. QS. Al-Maidah [5]: 67, Lebih kurang 60% dari jumlah penyuluh
agama Islam PNS memahami ayat. Akan tetapi jumlah sisanya tidak
memahami ayat dengan baik.
3. Menurut pengamatan peneliti masih ada sebagian dari penyuluh agama
Islam Kementerian Agama Kota Depok yaitu sebesar 40 % dari jumlah
keseluruhan penyuluh yang belum memahami ayat-ayat bimbingan dan
penyuluhan dengan baik; baik dari aspek hafalan/ bacaan, tulisan,
pemahaman maupun aplikasi di tengah masyarakat. Hal ini tentunya
harus menjadi perhatian yang serius bagi Kementerian Agama untuk
mengupgrade kapabilitas dan kompetensi para penyuluh sebagai ujung
tombak Kementerian Agama di tengah masyarakat. Meskipun sebagian
lainnya sebesar 60% penyuluh agama Islam Kementerian Agama Kota
Depok telah melaksanakan sebagian konsep Al-Qur‟an tentang
bimbingan dan penyuluhan agama Islam. Metode yang mereka gunakan
dalam bimbingan dan penyuluhan merupakan representasi dari konsep
Al-Qur‟an. Metode Al-Qur‟an bil hikmah; dapat direpresentasikan dalam
bentuk metode ceramah maupun konsultasi. Metode bil mau‟idzatil
hasanah dapat terwakili dari metode ceramah maupun konsultasi.
Sedangkan metode mujadalah billati hiya ahsan merupakan representasi
dari metode diskusi/ hiwar yang digunakan oleh para penyuluh agama
Islam Kementerian Agama Kota Depok dalam bimbingan dan
penyuluhan kepada masyarakat. Jadi, metode yang mereka gunakan telah
sesuai dengan konsep Al-Qur‟an tentang metode bimbingan dan
penyuluhan.
B. Saran
Dari berbagai kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, maka penulis
memberikan beberapa saran/ rekomendasi demi kemajuan dan keberhasilan
bimbingan dan penyuluhan para penyuluh agama Islam di lingkup
Kementerian Agama Kota Depok, yaitu:
1. Lebih meningkatkan peran dan eksistensi penyuluh Agama Islam
Kementerian Agama Kota Depok, agar peranannya dapat dirasakan
seluruh elemen masyarakat kota Depok melalui bimbingan dan
penyuluhan di wilayah binaannya.
2. Harus meningkatkan kompetensi personal penyuluh dalam bidang
pengetahuan agama umumnya dan pengetahuan terhadap ayat-ayat
196
bimbingan dan penyuluhan khususnya, baik dalam aspek bacaan/
hafalan ayat, aspek tulisan, pemahaman terhadap ayat maupun
aplikasinya di tempat bimbingan dan penyuluhan.
3. Harus meningkatkan inovasi dalam metode bimbingan dan penyuluhan
agar masyarakat binaan lebih tertarik untuk menghadiri bimbingan dan
penyuluhan yang diadakan para penyuluh.
4. Bagi pihak pemerintah:
a. Membuat aturan rekrutmen penerimaan penyuluh agama Islam yang
lebih tepat guna menyeleksi penyuluh yang memiliki kompetensi
yang memadai di bidang penyuluhan agama kepada masyarakat
b. Membuat diklat/ pelatihan yang memfokuskan pada peningkatan
kompetensi penyuluh secara keilmuan akademis, khususnya ilmu Al-
Qur‟an dan cabang-cabangnya.
197
DAFTAR PUSTAKA
Abd al-Na‟im Muhammad Husain, 1984, Al-Da‟wah ila Allah „ala Bashirah,
Kairo: Dar al-Kitab al-Mishry
Abi Al-Husen Ahmad bin Faris bin Zakaria, 1389 H/1969 M, Mu‟jam Maqayis al-
Lughoh, Mesir:Mushtafa al-Babi al-Halabi,
Ahmadi, Abu, 1985.Metodik Pengajaran, Bandung: Pustaka Setia
Al-Farmawi, Abdul Hay, 2002, Metode Tafsir Maudhu'i, diterjemahkan oleh
Rasihan Anwar, Bandung: Pustaka Setia
Al-Isfahani, Al-Raghib, Mu‟jam Mufradat Alfazh al-Qur‟an, dalam Nadim
Mar‟asyli, [ed.], [Beirut: Dar al-Fikr, t.th]
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, 1970, Tafsir Al-Maraghi, Beirut: Dar al Fikri
Al-Qardhawi, Syeikh Yusuf, 1402 H, Al-Shahwah al-Islamiyah baina al-Juhud wa
al- Tatarruf, Qatar: Riasah al-Mahakim al-Syari‟ah wa al Syu‟un al-Diniyah
Al-Wahidi, Al Wajid fi Tafsir Kitab Al Ajizi, Mawaqi‟ At-Tafasir ,Mesir, t.th,
Al-Wakil, 1986, Muhammad al-Sayyid, Usus al Da‟wah wa Adab al-Du‟at, Mesir:
Dar al –Wafa‟
Al-Zamakhsyari, Abi Qasim Jar Allah Mahmud bin Umar al-Zamakhsyari al-
Kharizmi, 1983, Al-Kasysyaf „an haqaiq al-tanzil wa „Uyun al-Aqawil fi Wujuh al-
Ta‟wil, Beirut: Dar al-Fikr.
Amin, M. Masyhur, 1997, Dakwah Islam dan Pesan Moral, Jakarta : Al-Amin
Press
An-Nisabury, Al-Wahidi, 1994, Asbâb an-Nuzul, Beirut, Libanon: Darul Fikri
Anwar, Hamdani, 2015, Metodologi Penelitian (diktat kuliah IIQ Jakarta)
Arifin, Isep Zainal, 2009, Bimbingan Penyuluhan Islam Pengembangan Dakwah
Melalui Psikoterapi Islami, Jakarta: Rajawali Press
Arifin. H. M. 1979, Pokok-pokok Pikiran tentang Bimbingan dan Penyuluhan
Agama, Jakarta: Bulan Bintang
198
Ar-Rifa‟I, Muhammad Nasib, 1999, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid I terj.oleh Drs.
Syihabuddin, Jakarta: Gema Insani Press
As-Suyuthi, Jalaluddin, 2008, Asbab An-Nuzul; Sebab Turunnya Ayat Al-Qur‟an,
Jakarta: Gema Insani Press
Asy-Syaukani, Muhammad bin „Ali,1973, Fath al-Qadir, Dar al-Fikr, tt, iii/203
Ath-Thabariy, 2007, Tafsir Ath-Thabariy; Jami‟ al-Bayan „an Ta‟wil al-Qur‟an,
Jakarta: Pustaka Azzam
B. setiwan, dkk, 2004, Ensiklopedia Nasional Indonesia, Jakarta: PT. Delta
Pamungkas
Basit, Abdul, 2005, Wacana Dakwah Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Bernard Lewis, Ch Pellat dan J.Schacht, 1965, The Encyclopedia of Islam, vol. II,
Leiden: E.J, Brill “Da‟wa”
Departemen Agama, 2015, Buku Pedoman Teknis Kepenyuluhan, ed. Revisi,
Bandung: Bid. Penais Kanwil Jawa Barat
Didin Hafidhuddin, 1998, Dakwah Aktual, Jakarta: Gema Insani Press
Fealy, Greg, 2012, Ustadz Seleb, Bisnis Moral dan Fatwa Online; Ragam Ekspresi
Islam Kontemporer di Indonesia. Jakarta: Komunitas Bambu
Gullen, Fethullah , 2011, Dakwah; Jalan Terbaik dalam Berpikir dan Menyikapi
HIdup, Jakarta: Republika Penerbit.
Hafiduddin, Didin, 1998, Dakwah Aktual, Jakarta: Gema Insani Press. Cet. 3.
Hallen A., 2002, Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Ciputat Press Cet. Ke 1
Hamdani, 2012, Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Bandung, CV Pustaka Setia
Hamka, 1988, Tafsir al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panjimas
Hamzah Ya‟cub, 1992, Publisistik Islam Teknik Dakwah dan Leadership,
Bandung:Dipenogoro
199
Hasanah, Siti Uswatun, 2011, Memoar Dakwah, Ciputat: Pusat Pengembangan
Agama dan Sosial
Ibn Katsir, 1388/1969, Tafsir al-Qur‟an al-Karim, Beirut: Dar Ihya al-Turats al-
„Arabi, jilid 3
Ibn Manzur, 1990, Lisan al-„Arab, Beirut: Dar al-Shadir
Ibn Taymiyah, t.th, Majma‟ al-Fatawa, Riyadh: tt
Ibnu Katsir, al-Imam Abu al-Fida‟ al-Hafidz, 1994, Tafsir al-Qur‟an al-„Adzhim,
Beirut: Dar al-Fikri
Ibnu Taimiyah, 1995, Etika Beramar Ma‟ruf Nahi Munkar, Penj. Abu fahmi,
Jakarta: gema Insani Press
Iskandar, M. 2016, Pemikiran Hamka Tentang Dakwah, Dalam http://digilib.uin-
suka.ac.id, diakses 10 Nopember 2016
J.Milton Cowan [ed], Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, [Beirut:
Librairie Du Liban, t.th], “da‟wah”
Jalaludin Rahmat, 1996, Islam Aktual, Bandung: Mizan,
Khairul Umam, A Ahyar Aminuddin, 1998, Usul Fiqih II, Bandung: Pustaka Setia
L. Crow & Crow, 1960, An Introduction to Guidance, New York: American Book
Company
Louis Amin Ma‟luf, 1998, Al-Munjid Fi Al-Lughoh wa al-A‟lam, Lebanon, Beirut:
Dar el-Machero Sarl Publishers
Lutfi, Atabik, 2011, Tafsir Da‟awi, Jakarta: Al-I‟tishom
M. Dawam Rahardjo, 1996, Ensiklopedi al-Qur‟an: Tafsir Sosial Berdasarkan
Konsep-Konsep Kunci, Jakarta: Paramadina
M. Mansyur, M.Chirzin, dkk, 2007, Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan
Hadis, Yogyakarta: Teras
M. Munir dan Wahyu Ilahi, 2006, Manajemen Dakwah, Jakarta: Kencana
200
Mubarak, Achmad, tth. Psikologi Dakwah, Jakarta: Pustaka Firdaus
Muhammad Fu‟ad, Abdu al-Baqi, 1992, Almu‟jam Almufahras li alfazsh al-
Qur‟an, Beirut: Dar al-Ma‟rifah
Muhammad Mahmud al-Shawwaf, tth, Min al-Qur‟an ila al-Qur‟an , al-Da‟wah
wa al-Du‟at
Muhyiddin,Asep 2002, Dakwah Dalam Al-Qur‟an, Disertasi UIN Jakarta
Mujab, A.Mahali, 2002, Asbab an-Nuzul; Studi Pendalaman Al-Qur‟an, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Perkasa
Mulkhan, Abdul Munir 1996 Ideologi Gerakan Dakwah; Episode Kehidupan M.
Natsir dan Azhar Basyir,Yogyakarta: Sipres,
Munir, M, 2006, Metode Dakwah, Jakarta: Prenada Media
Natsir, M, 1996, Fiqhud Da‟wah, Jakarta: Yayasan Capita Selecta
Nuh, Sayyid Muhammad, Fiqh al-Da‟wah al-Fadliyah, Mesir: Dar al-Wafa‟
Rahmat, Jalaludin, 1989, Metodologi Penelitian Agama, sebuah pengantar
penyunting taufik Abdullah dan M. Rusli Karim, Yogyakarta: Tiara Wacana
Rama Yulianis, 2006, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia
Salman Bin Fahd al-Audah, tth, Urgensi Amar Ma‟ruf Nahi Munkar, Penj.
Samsul Munir Amin,2009, Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah
Samsul Munir, 2010, Bimbingan dan Konseling Islam, Jakarta: Sinar Grafika
Offset
Sayyid Quthb, 1971, Fi Zhilalil Qur‟an, jilid 5, Beirut: Dar al_Syuruq
Shihab, M.Quraish, 1994, Membumikan Al-Qur‟an (Fungsi dan Peran Wahyu
Dalam Kehidupan Masyarakat), Bandung: Mizan.
Shihab, M. Quraish, 2002, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur‟an, Jakarta: Lentera Hati
Sugiono, 2009, Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT. Grasindo
201
Sururin, 2004, Ilmu Jiwa Agama, Bandung: Remaja Rosda Karya
Syukir, Asmuni, 1983, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas
Tim Penyusun, 1980, Ensiklopedia Indonesia, Jakarta: Ichtiar Baru – Van Hoeve
Tim Penyusun, 2015, Buku Pedoman Teknis Kepenyuluhan Ed.Revisi II, Bandung:
Bid. Penais Ziswaf Kementerian Agama prop Jawa Barat
W. J. S. Poerwodarminto, 1985, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka
Warson, Ahmad Munawwir, 1999, Al-Munawwir; Kamus Arab –Indonesia
Terlengkap, Surabaya: Pustaka Progresif
Ya‟kub, Ali Musthofa, 2014, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, Jakarta: Pustaka
Firdaus
Zuhaily, Wahbah, 1991, at-Tafsir al-Munir fi al-„Aqidah wa asy-Syari‟ah wa al-
Manhaj, Beirut: Dar al Fikri al-Mu‟ashir
JURNAL Novaili, Metode Dakwah Penyuluh Agama Islam Dalam Mewujudkan Keluarga
Sakinah Terhadap Pasangan Calon Suami Istri Di Kantor Urusan Agama (Kua),
KONSELING RELIGI: Jurnal Bimbingan Konseling Islam, Vol. 6, No. 2,
Desember 2015
Nugraha, Firmana, 2013, “Penyuluhan Agama Transformatif; Sebuah Model
Dakwah”. Jurnal Ilmu Dakwah Vol. 7 No. 21 | Edisi Januari – Juni 2013
Nurul Hidayati, Metode Bimbingan Rohani Islam di Rumah Sakit, Jurnal:
KONSELING RELIGI, volume 1, Nomor 2, Juli- Desember 2010
Aep Kusnawan, Urgensi Penyuluhan Agama, Jurnal Ilmu Dakwah Vol. 5 No. 17
Januari-Juni 2011
Basit, Abdul, 2014, Tantangan Profesi Penyuluh Agama Islam Dan
Pemberdayaannya, Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 1
202
Hamdani Khaerul Fikri, Metode Dakwah; Solusi untuk Menghadapi Problematika
Dakwah Kontemporer, Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
Kustini Dan Koeswinarno, 2015, Penyuluh Agama Menuju Kinerja Profesional,
Analisa Journal of Social Science and Religion Volume 22 No. 02 Desember
top related