bab v bentuk transformasi tata ruang permukimaneprints.undip.ac.id/59697/6/bab_v.pdf · batik...
Post on 04-Apr-2019
233 Views
Preview:
TRANSCRIPT
84
BAB V BENTUK TRANSFORMASI TATA RUANG PERMUKIMAN
Transformasi sebagai suatu proses perubahan terus-menerus
dalam sebuah kawasan mencakup beberapa elemen, baik fisik maupun non
fisik dari kawasan tersebut. Transformasi tata ruang dapat diartikan sebagai
perubahan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang pada permukiman
untuk meningkatkan nilai dan tingkat efisiensi bagi masyarakatnya. Tata
ruang permukiman yang mencakup elemen fisik maupun non fisik dalam
permukiman tersebut memerlukan pemikiran secara menyeluruh (holistik).
Untuk mengetahui bagaimana bentuk transformasi tersebut terjadi, maka
harus dapat menguraikan tentang apa yang mengalami transformasi, kapan
transformasi tersebut terjadi, dimana lokasi transformasi tersebut terjadi
dan siapa yang menjadi subjek dalam transformasi tersebut.
Untuk mengetahui mengenai bentuk transformasi tata ruang
permukiman diperlukan data dan informasi dari narasumber yang
merupakan warga yang bertempat tinggal di kawasan kampung wisata batik
Pesindon Pekalongan. Seluruh narasumber merupakan warga asli
kampung Pesindon. Narasumber yang dibutuhkan sebanyak 50 orang yang
terdiri dari 25 pelaku industri batik, dan 25 lainnya merupakan warga yang
tidak berkecimpung di dalam industri batik. Dari hasil wawancara dan
kuesioner yang disebarkan, diperoleh informasi mengenai lama tinggal para
narasumber, yang akan dipaparkan dalam tabel V.1.
85
TABEL V.1 Lama tinggal narasumber di kampung Pesindon
Lama tinggal Jumlah responden
< 10 tahun 4
> 10 tahun 2
> 20 tahun 6
> 30 tahun 20
> 50 tahun 18
TOTAL RESPONDEN 50
Sumber : analisis, 2014
Berdasarkan tabel V.1, lama tinggal narasumber pada umumnya
masyarakat yang lama tinggalnya > 20 tahun dan > 30 tahun. Narasumber
yang lama tinggalnya > 20 tahun merupakan generasi ketiga di kampung
Pesindon, sedangkan yang lama tinggalnya > 30 tahun merupakan
generasi kedua di kampung Pesindon, sehingga dianggap paling ideal
dalam memberikan informasi mengenai proses transformasi kampung
Pesindon dengan baik. Sedangkan narasumber yang lama tinggalnya > 50
tahun menjadi narasumber yang dianggap mampu memaparkan kondisi
kampung Pesindon dari segi historisnya. Kombinasi narasumber tersebut
diharapkan mampu memberikan data dan informasi yang beragam dan
mendukung penelitian mengenai transformasi tata ruang permukiman
kampung wisata batik Pesindon Pekalongan.
Dalam menganalisis proses transformasi kampung Pesindon
didasarkan pada kronologis sejarah perkembangan batik di kota
Pekalongan pada umumnya. Dalam tabel V.2 berikut adalah kategorisasi
kronologis sejarah perkembangan batik di kota Pekalongan menjadi salah
satu acuan masa terjadinya transformasi.
86
TABEL V.2 Kronologis sejarah perkembangan batik di kota Pekalongan
TAHUN KETERANGAN KATEGORISASI
HISTORIS
1960 – 1980 Batik berkembang pesat dan menjadi
komoditas utama Batik menjadi komoditas utama
1981 – 1990 Batik mengalami keterpurukan karena
munculnya batik printing/sablon. Batik terpuruk
1990-an Batik kembali bangkit dengan munculnya
batik sutra dan batik prada. Batik menjadi komoditas
unggulan 2006 Batik ditetapkan oleh UNESCO sebagai
warisan budaya tak benda yang
dihasilkan di Indonesia.
2010 Terbentuk kampung wisata batik
Pesindon
Munculnya wisata alternatif
dengan produk utama batik
Sumber : analisis, 2014
Selanjutnya untuk mengetahui bentuk transformasi tata ruang
permukiman dilakukan analisis melalui pendekatan morfologi kota serta
pendekatan sistem kegiatan. Analisis melalui pendekatan morfologi kota
digunakan untuk mengetahui bentuk transformasi secara fisik yang
mencakup tata guna lahan, pola jalan, dan tipe-tipe bangunan. Sedangkan
untuk mengetahui transformasi yang bersifat non-fisik dilakukan melalui
analisis pendekatan sistem kegiatan yang ada di dalam kawasan kampung
Pesindon karena kegiatan manusia di dalam kawasan kampung wisata
batik Pesindon berperan sebagai sebuah pembentuk pola keruangan
kawasan tersebut. Masing-masing analisis tersebut menjadi bahan analisis
transformasi tata ruang permukiman dalam satu kesatuan sehingga
ditemukan bentuk-bentuk transformasi tata ruang secara holistik pada
kampung wisata batik Pesindon Pekalongan. Pendekatan yang digunakan
dalam bagian analisis ini mengacu pada framework yang telah disusun
87
pada bagian sebelumnya. Sedangkan data dan informasi yang diperoleh di
lapangan perlu dikategorisasikan agar memudahkan untuk
menyesuaikannya pada poin-poin indikator penelitian yang ada di dalam
framework penelitian. Pengkategorisasian data dan informasi yang
diperoleh dalam penelitian dipaparkan dalam tabel V.3 berikut ini.
TABEL V.3 Kategorisasi data dan indikator penelitian
Indikator Penelitian Kategorisasi I Kategorisasi
II
Kategorisasi
III
Framework
penelitian
Urban solid
Figure ground
Elemen fisik
Tata guna
lahan
(land use)
Pendekatan
Morfologi
kota
Urban void
Intensitas bangunan
Pemanfaatan lahan Pemanfaatan
lahan
Persepsi kondisi fasilitas
umum / sosial Karakter
lingkungan
Elemen non
fisik Persepsi kondisi tata ruang
kampung wisata
Orientasi / arah hadap
bangunan
Karakter
bangunan Elemen fisik
Tipe-tipe
bangunan
(architectural
style of
building and
their design)
Fasad bangunan
Luas bangunan
Fungsi bangunan
Perubahan bentuk
bangunan Transformasi
bangunan Elemen fisik
Perubahan fungsi
bangunan
Arah sirkulasi jalan Aksesibilitas
Elemen fisik Pola-pola jalan
(street plan) Dimensi jalan
Kelas jalan Perkerasan jalan
Aktivitas individu warga
Sosial
masyarakat
Elemen non
fisik
Aktivitas sosial
masyarakat
Pendekatan
sistem
kegiatan
Aktivitas komunal
masyarakat
Aktivitas wisata
Partisipasi warga pada
kampung wisata
Sumber : analisis penyusun, 2014
88
5.1. Bentuk transformasi dengan pendekatan morfologi kota
Untuk mengetahui bentuk transformasi tata ruang permukiman
kampung wisata batik Pesindon diperlukan analisis terhadap kondisi fisik
tata ruang itu sendiri. Bentuk transformasi tata ruang permukiman secara
fisik dianalisis melalui pendekatan morfologi kota seperti yang diungkapkan
oleh Smiles (dalam Yunus 2004). Pendekatan morfologi kota tersebut
meliputi tata guna lahan, pola-pola jalan dan tipe bangunan.
Sehingga dalam analisis ini dibutuhkan beberapa data meliputi,
peta udara kawasan kampung wisata batik Pesindon sebagai data
sekunder, data dan informasi dari narasumber (warga kampung Pesindon)
berupa hasil wawancara dan kuesioner sebagai data primer, serta
beberapa dokumen yang diperoleh melalui artikel maupun dari instansi
terkait yang sebagai data sekunder yang mendukung data primer.
5.1.1. Bentuk transformasi tata guna lahan
Tata guna lahan sebagai salah satu unsur dalam suatu kawasan
merupakan artikulasi dari aktivitas manusia di atas sebidang lahan yang
bersifat temporer dan dinamis. Uraian mengenai analisis bentuk tata guna
lahan didasarkan pada framework penelitian ini. Bentuk tata guna lahan
akan dilihat dari kondisi figure ground termasuk urban solid dan urban void
yang ada di dalamnya dan kondisi pemanfataan lahan di dalam kawasan
kampung wisata batik Pesindon tersebut.
Untuk melakukan analisis mengenai bentuk tata guna lahan pada
kampung Pesindon dibutuhkan data tentang bentuk-bentuk figure ground
89
pada masing-masing masa transformasi. Acuan awal mengenai bentuk
figure ground adalah pada peta udara eksisting pada saat penelitian
dilakukan. Kemudian melalui proses wawancara dengan narasumber,
diperoleh informasi terkait fenomena transformasi urban solid dan urban
void.
Selain data mengenai bentuk-bentuk figure ground kampung
Pesindon dari masing-masing masa transformasi, juga diperlukan data
mengenai pemanfaatan lahan di dalam kawasan kampung wisata batik
Pesindon. Data mengenai pemanfaatan lahan di dalam kawasan kampung
wisata batik Pesindon berupa pemanfaatan lahan sebagai bangunan
hunian, pemanfaatan lahan sebagai area home industry dan pemanfaatan
lahan sebagai fasilitas umum/fasilitas sosial. Data-data tersebut diperoleh
melalui pengamatan secara langsung pada kampung wisata batik Pesindon
dan melalui informasi dari para narasumber.
Seluruh data yang telah diperoleh dan telah dianalisis tersebut akan
menghasilkan output berupa bentuk figure ground kawasan kampung
wisata batik Pesindon pada masa transformasi tertentu dan mapping
sebaran pemanfaatan lahan di dalam kampung wisata batik Pesindon.
Berikut uraian analisis pendekatan morfologi kota secara keseluruhan
mengenai tata guna lahan kampung wisata batik Pesindon Pekalongan.
5.1.1.1. Awal perkembangan industri batik di Kampung Pesindon
Mengacu pada informasi yang diperoleh saat penelitian, seperti
yang telah disajikan dalam tabel V.2 mengenai sejarah perkembangan batik
90
di kampung Pesindon menunjukkan bahwa awal munculnya industri batik
di kampung Pesindon adalah pada tahun 1950-an. Namun, menjamurnya
industri batik berskala rumah tangga dimulai tahun 1960. Pada tahun
tersebut, industri-industri batik yang ada di kampung Pesindon merupakan
cikal bakal industri batik yang bertahan hingga saat ini. Oleh karena itu,
penyusun mengasumsikan rentang waktu tersebut sebagai patokan awal
mengenai tata ruang permukiman kampung Pesindon.
Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh selama penelitian
di lapangan, berikut adalah bentuk figure ground kampung Pesindon pada
tahun 1960-an.
GAMBAR V.1
Bentuk figure ground Kampung Pesindon pada tahun 1960an Sumber : analisis penyusun, 2014
Pada gambar V.1 tampak bahwa figure ground yang ada di kampung
Pesindon pada tahun 1960-an telah didominasi oleh urban solid yang
sebagian besar merupakan massa bangunan dengan fungsi hunian milik
warga dengan luasan lahan yang cukup besar. Meskipun demikian,
intensitas urban void di kampung Pesindon pada fase ini masih nampak
91
cukup tinggi. Urban void berupa jalan lingkungan, halaman depan atau
halaman belakang dari bangunan milik pribadi, dan lahan-lahan kosong,
baik bersifat privat maupun publik.
GAMBAR V.2 Analisis urban void Kampung Pesindon pada 1960-1980
Sumber : analisis penyusun, 2014
Analisis tata guna lahan tidak hanya pada kondisi figure ground
tetapi juga menguraikan tentang kondisi pemanfaatan lahan pada kampung
Pesindon. Pemanfaatan lahan pada kampung Pesindon adalah sebagai
area permukiman dengan bangunan hunian yang mendominasi. Namun,
fungsi lahan yang terbangun sebagai hunian, pada tahun 1960-an mulai
tumbuh sebagai home industry. Mulai dari tahun 1960, kondisi home
industry batik yang muncul dan mulai tumbuh di kampung Pesindon
tersebar hampir merata di dalam kawasan. Namun, industri batik yang
secara tunggal berdiri sendiri belum muncul, semua industri batik tersebut
masih menyatu dengan bangunan-bangunan hunian. Selain memanfaatkan
Tanah “Pejaratan”
merupakan tanah milik
desa. Terdapat makam
tanpa identitas. Status
Kepemilikannya yang
tidak jelas, sehingga
dikelola oleh desa.
Urban void publik berupa
tanah milik kelurahan
Lokasi “pranggok”
milik H. Saroni
Lokasi “pranggok” milik
H. Ahmad Zaeni
Void privat milik
pribadi yang dijadikan
area menjemur batik
(pranggok) milik batik
Pesindon
Ruang kosong di antara massa bangunan.
Urban void berupa
lahan kosong milik
warga
Urban void publik
berupa lapangan.
Jalan lingkungan
sebagai urban void
sebagai ruang publik
Urban void berupa lahan
kosong milik warga
Urban void berupa
halaman depan
Urban void berupa
lokasi menjemur
batik pranggok
Urban void berupa lahan
kosong milik warga
Urban void berupa
halaman depan
Urban void berupa lahan
kosong milik warga
92
bangunan hunian sebagai tempat menjalankan industri batik, pemanfaatan
lahan secara khusus untuk industri batik adalah untuk tempat penjemuran
(pranggok).
Menurut informasi yang diperoleh dari narasumber (H.Ediwan),
industri batik pada awal perkembangannya di kampung Pesindon masih
terbatas pada proses produksi, belum ada kegiatan pemasaran batik yang
memerlukan ruang secara khusus. Batik yang diproduksi oleh para
pengrajin di kampung Pesindon akan langsung dibeli oleh para pedagang
dengan kegiatan jual beli langsung di area produksi atau rumah para
pengrajin. Produk batik yang diperjualbelikan tidak jarang adalah hasil
produksi yang masih setengah jadi. Hal tersebut menunjukkan begitu
tingginya permintaan batik pada masa itu.
Berikut gambar V.3 menunjukkan kondisi tata guna lahan dilihat
dari segi pemanfaatan lahan pada lahan terbangun. Pada mapping yang
ditunjukkan dalam gambar V.3, pemanfaatan lahan dibedakan menjadi tiga,
yaitu hunian, home industry dan fasilitas umum.
GAMBAR V.3
Mapping bentuk pemanfaatan lahan Kampung Pesindon pada tahun 1960-an Sumber : analisis penyusun, 2014
KETERANGAN : Hunian Home industry Fasilitas umum Sungai Loji
93
Seperti yang tergambarkan pada gambar V.3 selain hunian dan
home industry, terdapat beberapa fasilitas umum di dalam kawasan
kampung Pesindon. Sebagian besar fasilitas yang ada berupa fasilitas
peribadatan yaitu musholla. Keberadaan musholla tersebut menunjukkan
bahwa masyarakat kampung Pesindon mayoritas merupakan muslim dan
suasana religius di kawasan tersebut sangat terasa kuat. Terdapat enam
unit musholla di dalam kawasan tersebut. Pada masa tahun 1960-an di
dalam kampung Pesindon belum terdapat fasilitas umum lainnya selain
fasilitas peribadatan.
GAMBAR V.4 Mapping fasilitas umum di Kampung Pesindon pada tahun 1960-an
Sumber : analisis penyusun, 2014
Secara keseluruhan, pada tahun 1960-an sebagai masa-masa
awal perkembangan kampung Pesindon belum dapat diketahui bentuk
transformasi yang terjadi, tetapi hanya dapat diketahui bentuk-bentuk
elemen penyusun tata guna lahan sebagai acuan dalam melihat proses
Musholla Baiturrahman Musholla As-Salam
Musholla Assa’adah
Musholla Mujahidin yang lebih dikenal sebagai “Langgar Lanang”.Sebutan langgar lanang karena memang musolla / langgar tersebut hanya boleh dipergunakan untuk shalat berjamaah oleh kaum laki-laki saja.
Musholla milik keluarga H. Ahmad Yahya pemilik batik ASLI. Musholla ini dibangun sebagai tempat beribadah keluarga besar H. Ahmad Yahya dan para buruh batik ASLI untuk beribadah.
Musholla Mujahidah atau lebih dikenal sebagai “Langgar Wedhok”. Musholla ini merupakan pelengkap dari Musholla Mujahidin, musholla Mujahidah ini khusus untuk shalat berjemaah kaum wanita dengan imam shalat
juga wanita.
KETERANGAN : Hunian Home industry Fasilitas umum Sungai Loji
94
transformasi yang terjadi selanjutnya. Melalui analisis yang dilakukan
mengenai tata guna lahan, kondisi tata guna lahan kampung Pesindon pada
tahun 1960-an dapat dikategorikan sebagai kawasan permukiman dengan
intensitas urban solid yang cukup tinggi dan didominasi fungsi hunian.
Pemanfaatan lahan untuk kegiatan industri batik masih menyatu dalam
bangunan hunian, belum memerlukan ruang khusus dalam tata ruang
permukiman kampung Pesindon. Sehingga sebaran fungsi industri dan
hunian tersebar secara merata tidak ada pengelompokkan di tertentu.
Sedangkan sebaran fasilitas yang ada masih terbatas pada fasilitas
peribadatan saja yang menunjukkan kebutuhan masyarakat kampung
Pesindon belum terlalu kompleks.
5.1.1.2. Transformasi I
Transformasi I yang dimaksud pada uraian ini adalah adanya
indikasi perubahan tata guna lahan secara signifikan di dalam kampung
Pesindon. Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh, tata guna lahan
di kampung Pesindon berubah secara signifikan sekitar tahun 1970-an.
Transformasi tata ruang khususnya pada elemen tata guna lahan tersebut
karena terjadinya bencana banjir bandang yang melanda kota Pekalongan
pada tahun 1971.
Banjir bandang yang melanda kota Pekalongan tersebut
berdampak besar pada kampung Pesindon yang terletak tepat di tepi
sungai Loji yang merupakan sungai terbesar di kota Pekalongan. Akibat
banjir bandang tersebut, beberapa rumah warga kampung Pesindon yang
95
berada di tepi sungai Loji terseret banjir sehingga mereka kehilangan
tempat tinggal. Melihat kondisi bantaran sungai yang membahayakan jika
dibangun kembali, warga yang menjadi korban banjir tersebut meminta
kepada pihak desa untuk merelokasi mereka ke area yang lebih aman tetapi
tetap di dalam kawasan kampung Pesindon. Kondisi kampung yang sudah
padat pada saat itu tidak memungkinkan untuk merelokasi para korban
banjir tersebut. Melihat adanya ruang kosong diantara padatnya kampung
Pesindon yaitu pada tanah “pejaratan” dan sepetak tanah milik kelurahan
di gang 1. Tanah “pejaratan” merupakan tanah makam tak bertuan yang
dikelola oleh kelurahan. Pihak kelurahan kemudian memberikan ijin kepada
para korban banjir yang saat itu berjumlah 6 keluarga untuk membangun
bangunan semi permanen di atas tanah “pejaratan” tersebut dan 4 keluarga
di tanah milik kelurahan. Namun, warga yang menempati tanah “pejaratan”
tersebut diminta untuk membayar uang sewa tanah tersebut kepada pihak
desa setiap tahunnya. Pada gambar V.5 menunjukkan ilustrasi kondisi
bangunan semi permanen yang dibangun di atas tanah “pejaratan”
berjumlah 6 buah bangunan.
GAMBAR V.5
Ilustrasi transformasi urban void (tanah pejaratan) menjadi urban solid (bangunan) Sumber : analisis penyusun, 2014
96
Bentuk transformasi yang terjadi adalah, transformasi urban void
menjadi urban solid dan transformasi pemanfaatan lahan. Transformasi
yang terjadi pada tanah pejaratan dan tanah kelurahan tersebut
menyebabkan intensitas urban solid di dalam kampung Pesindon semakin
tinggi, dan sebaliknya intensitas urban void semakin kecil. Selain itu, lahan
yang semula berfungsi sebagai area terbuka di dalam kampung Pesindon
telah bertransfromasi menjadi lahan terbangun sebagai hunian.
GAMBAR V.6
Bentuk figure ground Kampung Pesindon setelah transformasi I Sumber : analisis penyusun, 2014
5.1.1.3. Transformasi II
Setelah terjadi transformasi tata guna lahan yang signifikan pada
tahun 1970-an akibat banjir bandang yang melanda kampung Pesindon.
Transformasi II pada tata guna lahan secara signifikan terjadi kembali pada
tahun awal tahun 1980. Fenomena yang mempengaruhi transformasi tata
guna lahan tersebut adalah fenomena keterpurukan industri batik di kota
Pekalongan pada umumnya karena munculnya batik printing/sablon.
Fenomena tersebut memberikan pengaruh yang cukup kuat di kampung
97
Pesindon. Pengrajin-pengrajin batik di kampung Pesindon yang hanya
memproduksi batik cap dan batik tulis mengalami kesulitan dalam
memasarkan hasil produksinya. Beberapa pengrajin batik yang memiliki
keterbatasan finansial mengalami kebangkrutan. Meskipun tidak semua
pengrajin mengalami kebangkrutan, tetapi fenomena tersebut cukup
berpengaruh pada kondisi fisik maupun non fisik kampung Pesindon.
Pada transformasi yang kedua ini, berdasarkan analisis mengenai
tata guna lahan menunjukkan bentuk figure ground telah mengalami
perkembangan. Urban void pada fase ini semakin kecil intensitasnya jika
dibanding dengan sebelumnya.
GAMBAR V.7
Bentuk figure ground Kampung Pesindon setelah mengalami transformasi II Sumber : analisis penyusun, 2014
Pada gambar V.7 urban solid semakin bertambah karena beberapa
urban void telah mengalami transformasi. Beberapa urban void yang
sebelumnya berupa tempat penjemuran batik “pranggok” telah
bertransformasi menjadi urban solid berupa bangunan hunian. Antara lain
“pranggok” milik kakek dari H.Zakariya, pranggok milik H. Ahmad Zaeni.
98
Menurut informasi dari H. Zakariya, lahan tidak terbangun yang
dimanfaatkan sebagai “pranggok” milik kakeknya tersebut dijual dan
dibangun menjadi bangunan hunian. Lahan tersebut dijual karena pada
saat batik mengalami keterpurukan, kondisi industri batik yang dijalankan
oleh kakek dari H. Zakariya mengalami kebangkrutan. Hal serupa juga
terjadi pada lahan “pranggok” milik H. Ahmad Zaeni. Lahan “pranggok” milik
H. Ahmad Zaeni pada fase ini telah dibangun menjadi bangunan hunian.
Ilustrasi mengenai transformasi urban void mejadi urban solid yang
terjadi pada transformasi II dirangkum dalam mapping sebaran transformasi
urban void-urban solid dan disertai dengan ilustrasi bentuk transformasinya.
GAMBAR V.8
Mapping transformasi urban void-solid setelah transformasi II Sumber : analisis penyusun, 2014
GAMBAR V.9 Ilustrasi transformasi II urban void menjadi urban solid (bangunan)
Sumber : analisis penyusun, 2014
A Elemen void berupa
“pranggok”,
bertransformasi menjadi
elemen solid berupa
bangunan hunian
Elemen urban solid
berupa pabrik benang
bertransformasi menjadi
urban void (lapangan)
Elemen void berupa
tanah milik desa,
bertransformasi
menjadi bangunan
hunian.
Elemen void berupa
tanah “pejaratan” yang
dimiliki oleh desa,
bertransformasi
menjadi bangunan
hunian semi permanen.
B
A
C
D
99
GAMBAR V.10 Ilustrasi transformasi II urban solid (pabrik benang) menjadi urban void (lapangan)
Sumber : analisis penyusun, 2014
GAMBAR V.11 Ilustrasi transformasi II urban void (lahan kelurahan) menjadi urban solid (bangunan)
Sumber : analisis penyusun, 2014
Analisis mengenai tata guna lahan pada transformasi yang kedua
selanjutnya akan menguraikan kondisi pemanfaatan lahan pada kampung
Pesindon. Pada transformasi kedua ini, industri batik di kota Pekalongan
pada umumnya mengalami keterpurukan sehingga berdampak pada
beberapa industri batik yang ada di dalam kampung Pesindon. Dampak
yang terjadi pada beberapa industri batik tersebut menyebabkan perubahan
yang cukup signifikan pada pemanfaatan lahan kampung Pesindon. Berikut
pada gambar V.12 menunjukkan kondisi tata guna lahan dilihat dari segi
pemanfaatan lahan pada lahan terbangun.
B
C
100
GAMBAR V.12
Mapping tata guna lahan dari segi pemanfaatan dan fungsi lahan setelah mengalami transformasi Sumber : analisis penyusun, 2014
Berdasarkan gambar V.12 pemanfaatan lahan pada lahan
terbangun untuk home industry batik berkurang cukup signifikan dibanding
sebelumnya. Berdasarkan data yang tersaji melalui gambar V.12 terdapat
17 unit home industry yang berhenti beroperasi. Berhenti beroperasinya
home industry tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
keterbatasan modal sehingga tidak mampu bersaing dengan pengusaha
bermodal besar yang mampu memproduksi batik sablon, permintaan batik
cap dan batik tulis yang sangat kecil di pasar, serta tidak adanya keturunan
yang mampu melanjutkan usaha batik. Secara umum, hal tersebut
merupakan dampak dari keterpurukan komoditas batik di kota Pekalongan
yang terjadi pada tahun 1980-an. Namun, di sisi lain terjadi transfomasi
munculnya beberapa home industry baru di dalam kawasan kampung
Pesindon. Sebaran home industry yang muncul ini akan ditunjukkan dalam
gambar V.13.
KETERANGAN : Hunian Home industry Fasilitas umum Sungai Loji
101
GAMBAR V.13
Peta sebaran home industri batik baru di kampung Pesindon pada transformasi kedua Sumber : analisis penyusun, 2014
Setelah melalui transformasi yang kedua, kondisi pemanfaatan
lahan di dalam kampung Pesindon masih sama dengan sebelumnya yaitu
hunian, home industry dan fasilitas umum/sosial. Pemanfaatan lahan untuk
hunian yang semakin bertambah belum diiringi dengan penambahan
fasilitas umum di kawasan ini.
Secara keseluruhan, bentuk transformasi yang muncul pada proses
transformasi kedua ini berupa transformasi urban solid dan urban void.
Intensitas urban solid yang semakin tinggi berbanding terbalik dengan
intensitas urban void yang semakin kecil ada pada fase ini. Selain itu bentuk
transformasi tata guna lahan juga terlihat dari sisi pemanfaatan lahan,
berhenti beroperasinya beberapa industri batik yang ada di dalam kampung
Pesindon menyebabkan keberadaan home industry batik tidak
mendominasi. Namun, dari segi pemanfaatan lahan belum ada
KETERANGAN :
hunian home industry fasilitas umum sungai Loji home industry baru
Batik AKSA
Batik Ismania
Batik Larissa
Batik AA
Batik Suci
Batik ASTI
Batik Sausan
Batik Ardis
Batik Feno
102
penambahan pemanfaatan lahan sehingga kondisi pemanfaatan lahan
masih berupa home industry, hunian, dan fasilitas umum.
5.1.1.4. Transformasi III
Proses transformasi tata guna lahan yang signifikan selanjutnya
terjadi mulai tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan mulai bangkitnya
industri batik di kota Pekalongan secara umum. Pada awal tahun 1990-an
batik kembali menjadi komoditas yang diminati masyarakat, ditambah lagi
dengan kemunculan batik sutra semakin menjadikan batik Pekalongan
hidup kembali. Minat masyarakat yang baik pada batik memberikan
harapan bagi para pengrajin yang sempat mengalami masa-masa sulit.
Bentuk transformasi figure ground kampung Pesindon terutama
pada intensitas urban void terjadi karena adanya penambahan dan
pengurangan lot-lot bangunan di dalam kawasan kampung Pesindon.
Pengurangan dan penambahan lot-lot bangunan yang terjadi pada
umumnya pada bangunan-bangunan hunian.
GAMBAR V.14 Bentuk figure ground Kampung Pesindon setelah mengalami transformasi III (tahun 1990-an)
Sumber : analisis penyusun, 2014
103
GAMBAR V.15 Ilustrasi transformasi urban void (halaman rumah H.Ediwan) menjadi urban solid (bangunan)
Sumber : analisis penyusun, 2014
Selain urban void milik pribadi yang mengalami transformasi berupa
penambahan lot bangunan menjadi urban solid, beberapa urban void yang
bersifat publik juga bertransformasi menjadi urban solid. Lahan tersebut
bertransformasi menjadi fasilitas pendidikan berupa TK IT dan SD IT Ulul
Albab yang dibangun pada tahun 2001. Fasilitas pendidikan yang dibangun
di kampung Pesindon ini merupakan sekolah Islam karena bahwa
mayoritas warga kampung Pesindon adalah muslim. Kedua fasilitas
pendidikan tersebut terbuka untuk masyarakat umum baik dari dalam
kampung Pesindon sendiri maupun masyarakat kota Pekalongan pada
umumnya.
GAMBAR V.16 Ilustrasi transformasi urban void (lahan kosong) menjadi urban solid (bangunan TK dan SD)
Sumber : analisis penyusun, 2014
Selain lahan kosong yang bertransformasi menjadi bangunan
fasilitas pendidikan, urban void publik yang mengalami transformasi adalah
terdapat pada tanah pejaratan. Sisa lahan yang tidak dibangun menjadi
104
bangunan semi permanen di tanah pejaratan tersebut kemudian
dimanfaatkan untuk membangun sumur dan WC umum. Keberadaan
sumur dan WC umum ini diperuntukkan secara khusus bagi warga yang
menempati tanah pejaratan karena warga yang menempati tanah pejaratan
tidak ada yang memiliki MCK, sehingga sebelum sumur dan WC umum
dibangun warga melakukan kegiatan MCK di sungai atau WC musholla.
GAMBAR V.17 Ilustrasi transformasi urban void (lahan kosong tanah pejaratan) menjadi urban solid (fasilitas
sumur & WC) Sumber : analisis penyusun, 2014
Analisis mengenai tata guna lahan pada transfromasi ketiga
selanjutnya akan menguraikan mengenai kondisi pemanfaatan lahan pada
kampung Pesindon. Transformasi yang terjadi adalah dengan munculnya
beberapa home industry baru yang merupakan generasi lanjutan dari
pengrajin-pengrajin batik pada masa-masa awal perkembangan industri
batik di kampung Pesindon. Untuk memperjelas sebaran pemanfaatan
lahan terbangun untuk home industry di kampung Pesindon yang terbentuk
karena munculnya home industry baru dapat dilihat gambar V.18.
105
GAMBAR V.18
Mapping sebaran home industri batik baru di kampung Pesindon Sumber : analisis penyusun, 2014
Pemanfaatan lahan terbangun setelah mengalami proses
transformasi yang ketiga tidak hanya terbatas pada hunian, home industry
dan fasilitas umum saja. Melainkan mulai muncul pemanfaatan lahan yang
khusus sebagai area industri batik berupa workshop yang terpisah dari
hunian milik pengrajin.
GAMBAR V.19 Pemanfaatan lahan terbangun untuk area khusus industri batik milik H.Freddy Wijaya
Sumber : analisis penyusun, 2014
GAMBAR V.20 Pemanfaatan lahan terbangun untuk area khusus industri batik milik H.Ediwan
Sumber : analisis penyusun, 2014
KETERANGAN :
hunian home industry fasilitas umum sungai Loji home industry baru
Batik Rameeza
Batik Pesindon
Batik Semesta
Batik Pawana
Batik Makarimi
Batik AD
106
GAMBAR V.21 Pemanfaatan lahan terbangun untuk area khusus industri batik milik batik Asti
Sumber : analisis penyusun, 2014
Bentuk transformasi yang ditemukan secara keseluruhan tampak
pada transformasi urban void menjadi urban solid. Transformasi urban void
dan urban solid yang terjadi berupa penambahan lot-lot bangunan pada
beberapa bangunan dan penambahan fasilitas umum pada kampung
Pesindon. Sedangkan dari sisi pemanfaatan lahan, bentuk transformasi
tersebut berupa munculnya pemanfaatan lahan terbangun secara khusus
untuk kegiatan industri batik yang terpisah dengan hunian milik pengrajin
batik. Pemanfaatan lahan pada fase ini berupa, home industry, hunian,
fasilitas umum dan unit usaha produksi batik. Bentuk trasnformasi yang
paling menonjol adalah pada munculnya fasilitas-fasilitas umum baru yang
menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat sudah semakin kompleks dan
beragam.
5.1.1.5. Transformasi IV
Transformasi tata guna lahan di dalam kampung Pesindon
selanjutnya yang paling signifikan terjadi pada tahun 2010. Transformasi ini
diawali dengan adanya fenomena penting pada kawasan kampung
Pesindon. Tepatnya pada tanggal 10 Mei 2010, kampung Pesindon telah
107
ditetapkan sebagai “Kampung Wisata Batik Pesindon” atas inisiatif
sekelompok warga dan dukungan pemerintah kota Pekalongan.
Terbentuknya kampung wisata batik Pesindon merupakan sebuah
kebanggan bagi warga kampung Pesindon pada khususnya. Dengan
dibentuknya kampung Pesindon sebagai sebuah destinasi wisata budaya
alternatif di kota Pekalongan, kampung Pesindon semakin dikenal oleh
masyarakat dan industri batik di kawasan tersebut semakin maju.
Kondisi industri batik yang stabil dan cenderung berkembang baik,
tidak membawa pengaruh yang berarti terhadap industri batik yang ada di
dalam kampung Pesindon. Keberadaan industri batik di dalam kampung
Pesindon bukanlah hal baru yang sengaja dibentuk karena kawasan
tersebut menjadi kampung wisata batik. Namun, keberadaan industri batik
ini sudah ada jauh sebelum kawasan tersebut menjadi kampung wisata
batik. Hal tersebut menunjukkan bahwa industri batik telah hidup dan
menyatu dengan kehidupan masyarakat kampung Pesindon dalam jangka
waktu yang panjang.
Melalui analisis mengenai tata guna lahan, menunjukkan bentuk
tata guna lahan di kawasan kampung wisata batik Pesindon dari segi
intensitas urban solid dan urban void hanya mengalami sedikit perubahan.
Transformasi bentuk figure ground berdasarkan intensitas urban solid dan
urban void terjadi dengan adanya penambahan dan pengurangan lot-lot
bangunan. Untuk memperjelas bentuk figure ground kampung wisata batik
Pesindon setelah mengalami transformasi, dapat dilihat pada gambar V.22.
108
GAMBAR V.22 Bentuk figure ground Kampung Pesindon setelah mengalami transformasi
Sumber : analisis penyusun, 2014
Transformasi intensitas urban void menjadi urban solid yang
cenderung hanya pada penambahan dan pengurangan lot-lot bangunan,
dapat dilihat persentase transformasi urban void tersebut yang berkaitan
dengan aktivitas wisata batik dan yang tidak berkaitan dengan aktivitas
wisata batik.
GAMBAR V.23 Mapping sebaran showroom baru di Kampung Pesindon (2010-2014)
Sumber : analisis penyusun, 2014
KETERANGAN : Hunian Home industry Fasilitas umum Sungai Loji
Keterangan : Transformasi urban void berkaitan dengan aktivitas wisata batik Transformasi urban void tidak berkaitan dengan aktivitas wisata batik
109
Berdasarkan gambar V.23 terdapat 14 transformasi pada urban void berupa
penambahan dan pengurangan lot-lot bangunan. Dengan rincian
persentase sebagai berikut.
TABEL V.4 Persentase transformasi urban void berkaitan dengan aktivitas wisata batik
Hubungan transformasi urban void
dengan aktivitas wisata
Jumlah
bangunan
Persentase
Transformasi urban void yang berkaitan
dengan aktivitas wisata batik
8 57 %
Transformasi urban void yang tidak
berkaitan dengan aktivitas wisata batik
6 43 %
Jumlah 14 100 %
Sumber : analisis, 2014
Analisis mengenai tata guna lahan selanjutnya akan menguraikan
mengenai kondisi pemanfaatan lahan pada kampung Pesindon.
Terbentuknya kampung Pesindon menjadi kampung wisata batik Pesindon
membawa pengaruh yang cukup besar dari segi pemanfaatan lahan.
Pemanfaatan lahan tidak lagi terbatas pada hunian, home industry, area
workshop dan fasilitas umum saja. Melainkan muncul pemanfaatan lahan
terbangun sebagai area penjualan hasil produksi batik (showroom).
GAMBAR V.24
Mapping sebaran showroom baru di Kampung Pesindon pada (2010-2014) Sumber : analisis penyusun, 2014
Dannis art
Batik WB
Batik Arisma dan
batik FENO
Batik Seni Has 711
Batik OJ
Batik BL Putra
Batik Ardis
KETERANGAN : Hunian Home industry Fasilitas umum Sungai Loji
110
(a) (b)
GAMBAR V.25
Showroom (a) batik WB dan (b) Dannis Art Sumber : dokumentasi, 2014
(a) (b)
GAMBAR V.26
Showroom (a) batik Feno dan Arisma dan (b) Batik BL Putra Sumber : dokumentasi, 2014
Munculnya unit-unit usaha khusus sebagai area penjualan
(showroom) di dalam kampung wisata Pesindon Pekalongan menunjukkan
adanya respon posotif dari para pelaku industri batik di kampung wisata
batik Pesindon. Keberadaan showroom-showroom tersebut menjadi daya
tarik wisata yang semakin menghidupkan suasana kampung wisata batik
Pesindon sebagai destinasi wisata belanja dan wisata alternatif di kota
Pekalongan. Respon positif berupa munculnya showroom-showroom
tersebut tentu tidak begitu saja terjadi, melainkan didorong oleh beberapa
faktor pengaruh yang secara rinci akan di bahas pada sub bab selanjutnya.
111
Selain munculnya showrom-showroom baru, pemanfaatan lahan
guna fasilitas umum juga mengalami transformasi dengan adanya fasilitas
khusus untuk menunjang keberadaan kampung wisata batik Pesindon yaitu
berupa telecenter. Telecenter tersebut berfungsi sebagai pusat informasi,
komunikasi, dan data kampung wisata batik Pesindon. Secara spesifik
tujuan diresmikannya telecenter ini adalah untuk memperkenalkan produk
batik dari kampung wisata batik Pesindon kepada masyarakat luas yang
diharapkan dapat meningkatkan minat terhadap batik yang dihasilkan para
pengrajin batik di kampung wisata batik Pesindon. Selain difungsikan
sebagai pusat informasi, komunikasi dan promosi batik Pesindon,
telecenter juga dimanfaatkan sebagai kantor sekretariat paguyuban batik
Pesindon. Telecenter yang ada di dalam kawasan kampung wisata batik
Pesindon baru diresmikan 1 tahun setelah kampung wisata batik Pesindon
diresmikan tepatnya pada tanggal 31 Maret 2011. Pada awal diresmikan,
telecenter berada di gang 1A. Kemudian pada tahun 2012 dipindahkan ke
gang 2 menempati bangunan milik batik Feno.
GAMBAR V.27
Lokasi telecenter kampung wisata batik Pesindon (a) saat ini tahun 2014, (b) awal didirikan tahun 2011
Sumber : dokumentasi, 2014
A B
112
Secara keseluruhan, kondisi tata guna lahan dari sisi intensitas
lahan terbangun dan lahan tak terbangun tidak mengalami perubahan yang
signifikan. Namun, dari sisi pemanfaatan lahan dan sebaran fungsi lahan
terlihat bahwa industri batik yang ada di kampung wisata batik Pesindon
telah berkembang tidak terbatas pada produksi batik saja tetapi juga mulai
muncul showroom sebagai sarana untuk memasarkan produk batik.
Fasilitas umum dan fasilitas sosial yang muncul sebagai wujud menunjang
terbentuknya kampung wisata batik Pesindon. Dapat dikatakan bahwa
pemanfaatan lahan setelah kampung wisata batik Pesindon terbentuk
semakin beragam guna menunjang aktivitas wisata yang terjadi di dalam
kampung wisata batik Pesindon. Pemanfaatan lahan yang muncul yaitu,
hunian, home industry, fasilitas umum dan unit usaha produksi/penjualan
batik.
Kondisi tata guna lahan yang terbentuk setelah mengalami
transformasi yang keempat memunculkan persepsi dari masyarakat
mengenai kondisi tata ruang permukiman kampung wisata batik Pesindon.
Persepsi yang muncul antara lain,
TABEL V.5 Persepsi masyarakat terhadap kondisi tata ruang
Persepsi masyarakat Responden Persentase
Bangunannya saling berdekatan / rapat 18 orang 36 %
Kurangnya area terbuka 19 orang 38 %
Banyak ruang terbuka yang sudah dibangun 12 orang 24 %
Lainnya 1 orang 2 %
Jumlah 50 orang 100 %
Sumber : data kuesioner, 2014
113
Data yang ditunjukkan dalam tabel di atas menunjukkan persentase
terbesar persepsi masyarakat di dalam kampung Pesindon adalah
kurangnya area terbuka yang ada di dalam kampung Pesindon. Kurangnya
area terbuka yang ada di dalam kampung wisata batik Pesindon terjadi
karena adanya proses transformasi yang telah diuraikan sebelumnya yang
menunjukkan bahwa keberadaan urban void semakin kecil intensitasnya
karena perkembangan urban solid yang mendominasi.
Keseluruhan proses transformasi pada aspek tata guna lahan
kampung Pesindon dapat dirangkum dalam sebuah timeline sehingga
menunjukkan rentang waktu transformasi yang terjadi. Berikut tabel V.6
menunjukkan rentang waktu masing-masing proses transfromasi yang telah
terjadi. Disajikan pula dalam tabel V.7 rangkuman bentuk transformasi yang
terjadi pada masing-masing rentang waktu transformasi.
TABEL V.6 Timeline proses transformasi elemen tata guna lahan
1960 1970 1980 1990 2000 2010 2014
Acuan awal
Transformasi I
Transformasi II
Transformasi III
Transformasi IV
Sumber : analisis penyusun, 2014
Berdasarkan uraian-uraian proses transformasi yang terjadi, dapat
dikategorisasikan transformasi tata guna lahan yang terjadi secara makro
maupun yang secara mikro. Transformasi tata guna lahan secara makro
yang dimaksud berupa transformasi dari segi intensitas urban solid dan
114
urban void. Sedangkan transformasi tata guna lahan secara mikro terlihat
pada transformasi pemanfaatan lahan dan intensitas urban solid dan urban
void yang berkaitan dengan lot-lot bangunan. Kategorisasi transformasi tata
guna lahan secara makro dan mikro dapat dilihat pada tabel V.7.
TABEL V.7 Bentuk transformasi tata guna lahan yang terjadi pada masing-masing proses transformasi
Proses Transformasi
Bentuk transformasi tata guna lahan Transformasi makro / mikro
Transformasi I Perubahan intensitas urban solid dan urban void. Urban void berupa tanah “pejaratan” dan tanah milik kelurahan dibangun menjadi bangunan semi permanen sebagai bentuk relokasi warga kampung Pesindon yang menjadi korban banjir bandang.
Transformasi mikro
Transformasi II Perubahan intensitas urban solid dan urban void. Karena void-void yang ada dibangun menjadi bangunan hunian. Munculnya beberapa home industry baru sehingga pemanfaatan lahan berubah.
Transformasi makro
Transformasi III Perubahan intensitas urban solid dan urban void karena penambahan dan pengurangan lot-lot bangunan. Muncul fasilitas pendidikan dan fasilitas sanitasi umum menunjukkan kebutuhan masyarakat yang semakin beragam. Sedangkan pemanfaatan lahan dari segi fungsi bertambah dengan adanya area-area khusus industri batik berupa workshop yang terpisah dari hunian pengrajin.
Transformasi makro
Transformasi IV Perubahan intensitas urban solid dan urban void karena penambahan dan pengurangan lot-lot bangunan. Muncul fasilitas umum guna menunjang aktivitas wisata yang ada di dalam kampung wisata batik Pesindon. Pemanfaatan lahan semakin beragam dengan munculnya unit usaha penjualan/showroom.
Transformasi mikro
Sumber : analisis penyusun, 2014
115
5.1.2. Bentuk transformasi pola-pola jalan
Analisis pada pendekatan morfologi kota selanjutnya adalah
mengenai street plan (pola-pola jalan). Jalan sebagai sebuah sarana yang
memfasilitasi pergerakan masyarakat dalam sebuah kawasan, memiliki
pola-pola tertentu yang terus berkembang seiring dengan perkembangan
kawasan itu sendiri. Demikian pula yang terjadi pada kawasan kampung
Pesindon. Pola jalan yang terbentuk merupakan rangkaian dari proses
transformasi kawasan kampung Pesindon tersebut.
Uraian mengenai analisis pola-pola jalan akan didasarkan pada
framework penelitian yang telah disusun sebelumnya. Analisis pola-pola
jalan akan dilihat dari segi dimensi jalan, arus sirkulasi dan kelas jalan.
Acuan awal dalam analisis mengenai pola-pola jalan di dalam kawasan
kampung wisata batik Pesindon ini adalah kondisi eksisting pola jalan saat
penelitian dilakukan. Kemudian melalui wawancara dengan narasumber
dan hasil analisis kuesioner serta pengamatan secara langsung pada objek
penelitian akan diperoleh informasi terkait dengan proses perubahan dan
perkembangan kondisi pola jalan di dalam kampung Pesindon.
Seluruh data yang telah diperoleh dan telah dianalisis tersebut akan
menghasilkan output berupa bentuk transformasi pola jalan kawasan
kampung wisata batik Pesindon dari ketiga sisi pengamatan yaitu dimensi
jalan, arus sirkulasi dan kelas jalan. Berikut uraian analisis pendekatan
morfologi kota secara keseluruhan mengenai pola-pola jalan pada
kampung wisata batik Pesindon.
116
5.1.2.1. Awal perkembangan pola jalan
Kampung Pesindon sebagai sebuah kampung kota lokasinya diapit
langsung oleh Jalan Hayam Wuruk yang merupakan jalan arteri sekunder
dan Jalan Imam Bonjol yang merupakan jalan kolektor primer kota
Pekalongan. Kampung Pesindon yang merupakan sebuah kampung kota
memiliki karakter sebagai unplanned settlement karena kawasan ini
terbentuk tanpa perencanaan.
Berdasarkan data yang diperoleh melalui wawancara dengan
narasumber, pola jalan yang ada di dalam kampung Pesindon terbagi
menjadi dua yaitu jalan utama dan gang-gang yang saling menghubungkan
jalan utama tersebut. Jalan utama yang dimaksud adalah jalan yang
menjadi akses secara langsung dari dan menuju kampung Pesindon
dengan jalan Hayam Wuruk dan jalan Imam Bonjol. Jalan Hayam Wuruk
dan jalan Imam Bonjol menjadi akses utama dari luar kawasan kampung
tersebut, sehingga pola jaringan jalan yang terbentuk mengacu pada
keberadaan kedua jalan tersebut. Sedangkan jalan di dalam kawasan,
menjadi akses penghubung masyarakat di dalam kampung.
Jalan utama pada awal perkembangan pola jalan adalah jalan
Patriot yang menghubungkan jalan Imam Bonjol - kawasan kampung
Pesindon - jalan Hayam Wuruk. Selain jalan Patriot yang tergolong jalan
utama pada kampung Pesindon adalah gang Pesindon Raya dan gang 1A
Pesindon yang dapat diakses langsung dari jalan Hayam Wuruk untuk
menuju kampung Pesindon maupun sebaliknya.
117
Keterangan :
Jalan utama
kampung Pesindon
GAMBAR V.28 Ilustrasi jaringan jalan utama di dalam kampung Pesindon pada awal perkembangan (1960-an)
Sumber : analisis, 2014
GAMBAR V.29 Ilustrasi pola jalan dan arus sirkulasi utama di dalam kampung Pesindon pada awal perkembangan
(1960-an) Sumber : analisis, 2014
Berdasarkan ilustrasi gambar V.29 menunjukkan jalan akses utama
di kampung Pesindon membentuk pola yang tegak lurus dengan jalan
Hayam Wuruk dan jalan Imam Bonjol. Selain jalan utama yang menjadi
akses menuju dan dari kampung Pesindon dengan jalan Hayam Wuruk dan
jalan Imam Bonjol, terdapat pula gang-gang yang menghubungkan antar
jalan utama di dalam kampung Pesindon. Gang-gang tersebut terbentuk
dengan penyesuaian terhadap kapling-kapling bangunan yang ada di
dalam kampung Pesindon dan cenderung tegak lurus terhadap jalan utama
kampung Pesindon. Gang-gang yang dimaksud antara lain, gang 1
Kampung
Pesindon
Keterangan :
Arus sirkulasi utama kampung Pesindon
118
Pesindon, gang 2 Pesindon, gang 3 Pesindon. Selain itu, di dalam kawasan
kampung Pesindon terbentuk gang-gang kecil di antara bangunan-
bangunan yang memiliki sisa lahan di antaranya. Gang-gang kecil ini
menjadi penghubung gang-gang yang ada di dalam kampung Pesindon.
GAMBAR V.30
Ilustrasi pola jalan di dalam kampung Pesindon pada 1960-an Sumber : analisis, 2014
GAMBAR V.31 Ilustrasi arus sirkulasi dan pola jalan di dalam kampung Pesindon pada 1960-an
Sumber : analisis, 2014
Berdasarkan gambar V.31 pola jalan di dalam kampung Pesindon
cenderung membentuk pola grid. Pola tersebut muncul karena bentukan
Kampung
Pesindon
Gang penghubung jalan utama kampung Pesindon
Keterangan :
Jalan utama kampung Pesindon
Gang kecil di antara bangunan-bangunan
Keterangan :
Jalan utama kampung Pesindon Jalan penghubung antara jalan utama
119
arah horizontal dan vertikal dari ruas-ruas jalan yang ada sehingga
menghasilkan pola yang cenderung teratur.
Dalam analisis pola-pola jalan/street plan, bentuk transformasi
yang terjadi dapat dilihat dari dimensi jalan di dalam kampung Pesindon.
Untuk memperjelas dimensi masing-masing ruas jalan, akan digambarkan
dengan potongan melintang masing-masing gang tersebut.
GAMBAR V.32
Mapping potongan jalan lingkungan di dalam kampung Pesindon pada 1960-an Sumber : analisis, 2014
GAMBAR V.33
Ilustrasi dan potongan Gang Pesindon Raya pada tahun 1960-an Sumber : analisis, 2014
A B
E D
F
C
A
Dimensi gang Pesindon Raya + 4m,
permukaan jalan masih berupa tanah. Belum
ada perkerasan jalan pada fase ini. Gang ini
umumnya dilalui oleh becak dan sepeda pada
fase I ini.
120
GAMBAR V.34
Ilustrasi potongan Gang 1 Pesindon pada tahun 1960-an Sumber : analisis, 2014
GAMBAR V.35
Ilustrasi potongan Gang 2 Pesindon pada tahun 1960-an Sumber : analisis, 2014
GAMBAR V.36
Ilustrasi potongan Gang 3 Pesindon pada tahun 1960-an Sumber : analisis, 2014
GAMBAR V.37
Ilustrasi potongan Gang 1A Pesindon pada tahun 1960-an Sumber : analisis, 2014
B
Dimensi gang I Pesindon + 3 m. Pada
gang I Pesindon ruang jalan cenderung
lebih sempit karena sebagian besar
bangunan memiliki pagar pembatas
antara bangunan dengan jalan.
C Dimensi gang II Pesindon + 6 m. Pada gang
II Pesindon ruang jalan lebih lebar dibanding
gang yang lain, karena sebagian besar
bangunan tidak memiliki pagar pembatas
antara bangunan dengan jalan. Sehingga
ruang jalan dan lahan milik warga menyatu.
D
Dimensi gang III Pesindon + 3 m. Pada gang
III Pesindon sebagian besar bangunan tidak
memiliki pagar pembatas antara bangunan
dengan jalan. Sehingga ruang jalan dan
lahan milik warga menyatu.
Dimensi gang IA Pesindon + 2,5 m. Gang IA
merupakan jalan yang diapit oleh dinding-
dinding ruko yang ada di jalan Hayam Wuruk.
E
121
GAMBAR V.38
Ilustrasi potongan Jalan Patriot Pesindon pada tahun 1960-an Sumber : analisis, 2014
Dalam analisis mengenai pola jalan selanjutnya akan diuraikan
kelas jalan yang ada di dalam kampung Pesindon pada awal
perkembangannya. Kondisi kelas jalan meliputi kondisi jalan itu sendiri dan
koridor yang membentuknya. Kondisi ruas jalan yang ada di dalam
kampung Pesindon masih tergolong buruk untuk sebuah kawasan
permukiman di pusat kota. Jalan di kampung Pesindon baik jalan utama
maupun gang-gang penghubungnya masih berupa jalan tanah tanpa
perkerasan. Kondisi jalan yang masih berupa tanah dan kondisi hunian
pada saat itu yang sebagian besar tidak terdapat pagar sebagai pembatas
lahan hunian dengan jalan memberikan kesan menyatu antara jalan dengan
bangunan hunian warga.
GAMBAR V.39
Ilustrasi kelas jalan pada masa awal perkembangan berupa jalan tanah tanpa perkerasan Sumber : analisis, 2014
F Dimensi jalan Patriot + 4 m. Di sepanjang jalan
Patriot terdapat saluran kota di bawahnya. Pada
fase I, jalan Patriot merupakan satu-satunya
jalan di dalam kawasan kampung Pesindon
yang telah mengalami perkerasan berupa
aspal.
122
Secara keseluruhan, pada tahun 1960-an sebagai masa-masa
awal perkembangan kampung Pesindon belum dapat diketahui bentuk
transformasi yang terjadi, tetapi hanya dapat diketahui bentuk-bentuk
elemen penyusun pola-pola jalan sebagai acuan dalam melihat proses
transformasi yang terjadi selanjutnya.
5.1.2.2. Transformasi I
Pola jaringan jalan yang terbentuk cenderung masih sama dengan
pola jaringan jalan yang telah terbentuk sejak awal perkembangan
kampung Pesindon. Jaringan jalan di dalam kawasan kampung Pesindon
secara garis besar masih dibedakan menjadi dua, yaitu jalan utama dan
jalan lingkungan. Namun, bentuk transformasi yang terjadi adalah terbentuk
semakin banyak gang-gang kecil (lorong) yang berada di antara bangunan-
bangunan seiring dengan meningkatnya jumlah bangunan di dalam
kawasan kampung Pesindon.
GAMBAR V.40 Ilustrasi pola jalan di dalam kampung Pesindon setelah transformasi I
Sumber : analisis, 2014
Gang penghubung jalan utama kampung Pesindon
Keterangan :
Jalan utama kampung Pesindon
Gang kecil di antara bangunan-bangunan
123
Berdasarkan ilustrasi gambar tersebut, pola jalan yang ada di
dalam kampung Pesindon menjadi semakin kompleks. Meskipun demikian,
pola jalan yang terbentuk di dalam kampung Pesindon setelah mengalami
transformasi masih tergolong ke dalam pola grid. Ruas-ruas jalan yang
berkelok-kelok di dalam kampung merupakan wujud penyesuaian terhadap
bangunan dan lahan yang telah ada terlebih dahulu. Sehingga dapat
digambarkan pola jalan yang terbentuk adalah seperti yang digambarkan
dalam gambar V.41.
GAMBAR V.41 Skema arus sirkulasi dan pola jalan di dalam kampung Pesindon setelah transformasi I
Sumber : analisis, 2014
5.1.2.3. Transformasi II
Berdasarkan analisis pada kuesioner dan hasil wawancara pada 50
responden, menunjukkan terjadinya perubahan pada transformasi kedua
yaitu pada kategori kelas jalan. Bentuk transformasi yang terjadi berupa
perkerasan jalan. Berdasarkan hasil kuesioner, waktu perkerasan jalan
pada lingkungan kampung Pesindon adalah sebagai berikut.
Kampung Pesindon
Keterangan :
Jalan utama kampung Pesindon Jalan penghubung antara jalan utama
Lorong kecil di antara bangunan
124
TABEL V.8 Hasil Kuesioner Mengenai Waktu Pengerasan Jalan Lingkungan Kampung Pesindon
Waktu Jumlah responden
1960-1980 -
1981-1990 -
1991-2009 50
2010-2014 -
Sumber : analisis, 2014
Perkerasan ruang jalan yang dapat dikatakan terlambat bagi
sebuah kampung kota yang ada di pusat kota, dilakukan atas inisiatif dan
swadaya masyarakat kampung Pesindon sendiri. Penataan lingkungan
dengan menutup permukaan ruang jalan dengan material paving blok
tersebut membuat kondisi lingkungan kampung Pesindon lebih teratur dan
tertata.
GAMBAR V.42
Mapping dan ilustrasi jaringan jalan yang mengalami perkerasan dengan paving blok Sumber : analisis, 2014
Peningkatan kelas jalan berupa perkerasan dengan paving blok
juga berpengaruh pada dimensi jalan yang ada di dalam kawasan kampung
Pesindon. Sebelum transformasi kedua terjadi, perkerasan jalan di
kampung Pesindon masih berupa tanah tanpa perkerasan menjadikan
batas antara jalan dan bagian dari tanah milik warga menjadi samar.
125
Sehingga dimensi jalan memiliki kesan lebih lebar. Namun setelah ruang
jalan yang ada di dalam kampung Pesindon tersebut ditutup dengan
perkerasan, batas antara jalan dengan tanah milik warga menjadi jelas.
Berikut ini dimensi-dimensi jalan setelah mengalami perkerasan dalam
gambar potongan.
GAMBAR V.43
Mapping potongan jalan lingkungan di dalam kampung Pesindon setelah perkerasan Sumber : analisis, 2014
GAMBAR V.44
Potongan (A) Gang Pesindon Raya Kampung Pesindon Sumber : analisis, 2014
A B
C
D E
F
G H
I J K
Dimensi gang Pesindon Raya + 4m,
permukaan jalan yang diperkeras dengan
paving blok hanya selebar 3 m, sisi kanan kiri
jalan yang berbatasan dengan bangunan
masih berupa permukaan tanah. Gang
Pesindon Raya dapat dilewati oleh mobil,
sepeda motor, sepeda maupun becak.
A
126
GAMBAR V.45
Potongan (B) Gang I Kampung Pesindon Sumber : analisis, 2014
GAMBAR V.46
Potongan (C) Gang Batik Pesindon Kampung Pesindon Sumber : analisis, 2014
GAMBAR V.47
Potongan (D) Gang Batik ASLI Kampung Pesindon Sumber : analisis, 2014
GAMBAR V.48
Potongan (E) gang kecil I Kampung Pesindon Sumber : analisis, 2014
Dimensi gang I Pesindon + 3 m, jalan yang tergolong
jalan lingkungan yang menghubungkan jalan utama
di kampung Pesindon. Pada gang I Pesindon,
permukaan jalan yang di perkeras dengan paving
blok + 2,5 m, sisi jalan yang berbatasan dengan
bangunan masih berupa permukaan tanah.
B
C
Dimensi gang batik Pesindon + 2 m, jalan yang
tergolong jalan lingkungan yang menghubungkan
rumah warga dengan jalan utama di kampung
Pesindon. Gang batik Pesindon ini diapit oleh
dinding-dinding bangunan yang tinggi sehingga
terkesan sempit. Gang ini hanya dapat dilalui oleh
sepeda motor dan sepeda.
D Dimensi gang batik Pesindon + 3 m, jalan yang
tergolong jalan lingkungan ini menghubungkan
rumah warga dengan jalan utama di kampung
Pesindon. Gang batik ASLI ini diapit dapat dilalui
oleh mobil, becak, sepeda motor dan sepeda. Gang
batik ASLI ini merupakan gang buntu dengan sebuah
musholla di ujung gang tersebut.
E
Dimensi gang kecil yang menuju ke sungai ini + 1,5
m, jalan yang tergolong gang kecil ini merupakan
akses beberapa rumah warga. Gang ini hanya dapat
dilalui oleh sepeda motor dan sepeda. Arus sirkulasi
di gang ini cenderung satu arah karena di ujung gang
ini adalah sungai.
127
GAMBAR V.49
Potongan (F) gang kecil II Kampung Pesindon Sumber : analisis, 2014
GAMBAR V.50
Potongan (G) Gang 2A Kampung Pesindon Sumber : analisis, 2014
GAMBAR V.51
Potongan (H) Gang 2 Kampung Pesindon Sumber : analisis, 2014
GAMBAR V.52
Potongan (I) lorong antara gang 2 dan gang 3 Kampung Pesindon Sumber : analisis, 2014
F Dimensi gang kecil II yang juga menuju ke sungai ini
+ 1,2 m, dengan bangunan yang cukup rapat di
sisinya. Jalan yang tergolong gang kecil ini
merupakan akses beberapa rumah warga. Gang ini
hanya dapat dilalui oleh sepeda motor dan sepeda.
Arus sirkulasi di gang ini cenderung satu arah karena
di ujung gang ini adalah sungai.
G Dimensi gang kecil II yang juga menuju ke sungai ini
+ 1,2 m, dengan bangunan yang cukup rapat di
sisinya. Jalan yang tergolong gang kecil ini
merupakan akses beberapa rumah warga. Gang ini
hanya dapat dilalui oleh sepeda motor dan sepeda.
Arus sirkulasi di gang ini cenderung satu arah karena
di ujung gang ini adalah sungai.
Dimensi gang 2 Pesindon + 5 m, jalan yang
tergolong jalan lingkungan ini menghubungkan jalan
utama di kampung Pesindon. Pada gang 2
Pesindon, permukaan jalan yang di perkeras
dengan paving blok + 3 m, sisi jalan yang berbatasan
dengan bangunan masih berupa permukaan tanah
selebar masing-masing 1 m. Gang ini dapat dilalui
mobil, becak, sepeda motor dan motor.
H
I
Dimensi gang yang menghubungkan gang 2 dan
gang 3 Pesindon + 1,5 m. Gang kecil ini terbentuk
diantara tembok-tembok bangunan yang cukup
tinggi sehingga membentuk seperti lorong. Lorong
tersebut telah mengalami perkerasan berupa paving
blok.
128
GAMBAR V.53
Potongan (J) Gang pejaratan Kampung Pesindon Sumber : analisis, 2014
GAMBAR V.54
Potongan (K) Gang 3 Kampung Pesindon Sumber : analisis, 2014
Mangacu pada uraian di atas, adanya perkerasan jalan di dalam kampung
Pesindon dengan paving blok berbanding lurus dengan peningkatan kelas
jalan. Untuk memperjelas peningkatan kelas jalan yang terjadi, dapat dilihat
pada gambar V.55 berikut ini berupa skema dan ilustrasinya.
GAMBAR V.55
Ilustrasi jaringan jalan di dalam kampung Pesindon setelah mengalami transformasi kedua Sumber : analisis, 2014
J
Dimensi gang pejaratan + 2,5 m. Pada gang
pejaratan ini hanya dapat dilalui becak,
sepeda motor dan motor. Kondisi bangunan
yang padat membuat gang ini terkesan
sempit.
K
Dimensi gang 3 Pesindon + 3 m, jalan
yang tergolong jalan lingkungan ini
menghubungkan jalan utama di kampung
Pesindon. Gang ini dapat dilalui mobil,
becak, sepeda motor dan motor.
129
GAMBAR V.56
Ilustrasi pola jalan dan arus sirkulasi utama di dalam kampung Pesindon setelah transformasi II Sumber : analisis, 2014
Berdasarkan gambar V.56 dan mengacu pada UU No.34 Tahun
2004 maka jalan yang ada di dalam kampung Pesindon dapat
diklasifikasikan sebagai berikut,
Jalan patriot merupakan jalan kolektor sekunder.
Gang Pesindon Raya merupakan jalan lokal sekunder.
Gang 1 A merupakan jalan lokal sekunder.
Gang 1 merupakan jalan lingkungan sekunder.
Gang 2 merupakan jalan lingkungan sekunder.
Gang 2 A merupakan jalan lingkungan sekunder.
Gang 3 merupakan jalan lingkungan sekunder.
Gang batik ASLI merupakan jalan lingkungan sekunder.
Gang di antara bangunan merupakan jalan lingkungan.
Kampung Pesindon
Keterangan :
Sirkulasi utama kampung Pesindon Sirkulasi penghubung
Sirkulasi di antara bangunan-bangunan
130
GAMBAR V.57
Skema klasifikasi jalan di dalam kampung Pesindon setelah transformasi II Sumber : analisis, 2014
Secara keseluruhan, bentuk transformasi yang terjadi adalah
transformasi dimensi jalan, dan peningkatan kelas jalan. Kedua bentuk
transformasi yang terjadi tersebut karena adanya upaya perkerasan jalan
pada ruang-ruang jalan di dalam kampung Pesindon. Dengan adanya
perkerasan jalan menggunakan paving blok, perbedaan antara jalan
dengan lahan milik warga terlihat jelas sehingga dimensi jalan cenderung
menjadi lebih sempit. Selain itu, perkerasan jalan dengan paving blok
tersebut juga meningkatkan arus sirkulasi di dalam kampung Pesindon.
Oleh karena itu, dapat ditentukan klasifikasi jalan di dalam kawasan
kampung Pesindon mengacu pada UU No.38 Tahun 2004 dan PP No.34
Tahun 2006.
Jalan lingkungan sekunder
Keterangan :
Jalan kolektor sekunder
Gang kecil di antara bangunan-bangunan Jalan lokal sekunder
131
5.1.2.4. Transformasi III
Transformasi ketiga yaitu pada tahun 2010, yang terjadi pada pola-
pola jalan berupa penataan lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat
dan pemerintah kota Pekalongan karena kampung Pesindon telah menjadi
destinasi wisata. Penataan lingkungan yang dilakukan terwujud dengan
perkerasan jalan pada beberapa ruas jalan yang sebelumnya belum
sempurna. Untuk memperjelas dapat dilihat melalui gambar potongan jalan
pada gambar-gambar di bawah ini.
GAMBAR V.58 Mapping potongan jalan lingkungan di dalam kampung setelah transformasi ketiga
Sumber : analisis, 2014
GAMBAR V.59
Potongan (A) Gang Pesindon Raya Kampung Pesindon Sumber : analisis, 2014
A B
H
A
Dimensi gang Pesindon Raya + 4m, pada fase
IV seluruh permukaan gang telah diperkeras
dengan paving blok. Gang Pesindon Raya
dapat dilewati oleh mobil, sepeda motor,
sepeda maupun becak.
132
GAMBAR V.60
Potongan (B) Gang I Kampung Pesindon Sumber : analisis, 2014
GAMBAR V.61 Potongan (C) Gang II Kampung Pesindon
Sumber : analisis, 2014
Selain upaya penataan lingkungan dengan penyempurnaan
perkerasan beberapa ruas jalan di dalam kampung wisata batik Pesindon,
bentuk transformasi yang menonjol adalah dengan dibangunnya jembatan
di bagian utara kampung Pesindon yang menjadi akses baru bagi kampung
Pesindon dari arah utara. Jembatan ini dibangun pada tahun 2013 oleh
pemerintah kota Pekalongan. Jembatan ini berdimensi + 1,5 m sehingga
hanya dapat dilalui oleh kendaraan roda dua dan becak. Dengan adanya
jembatan ini, arus sirkulasi di gang 3 Pesindon semakin ramai karena
menjadi ruas jalan utama penghubung antara kawasan kampung Pesindon
menuju ke luar kawasan kampung Pesindon.
B
Dimensi gang I Pesindon + 3 m, pada
fase IV seluruh permukaan gang telah
diperkeras dengan paving blok. Gang I
Pesindon dapat dilewati oleh mobil,
sepeda motor, sepeda maupun becak.
C
Dimensi gang II Pesindon + 5 m, pada fase
IV permukaan gang II yang pada fase
sebelumnya masih berupa tanah telah
diperkeras dengan plesteran.
133
GAMBAR V.62 Lokasi keberadaan jembatan sebagai akses dari dan menuju kampung Pesindon
Sumber : analisis, 2014
GAMBAR V.63
Ilustrasi pola jalan di dalam kampung Pesindon setelah transformasi ketiga Sumber : analisis, 2014
Gang penghubung akses utama kampung Pesindon
Keterangan :
Akses utama kampung Pesindon
Gang kecil di antara bangunan-bangunan
Jembatan baru yang menjadi
akses baru menuju kampung
Pesindon dari arah utara
134
GAMBAR V.64
Ilustrasi arus sirkulasi pada kampung wisata batik Pesindon setelah transformasi ketiga Sumber : analisis, 2014
Berdasarkan gambar V.64 dan mengacu pada UU No.34 Tahun
2004 maka jalan yang ada di dalam kampung wisata batik Pesindon setelah
menjadi kampung wisata batik Pesindon dapat diklasifikasikan sebagai
berikut,
Jalan patriot merupakan jalan kolektor sekunder.
Gang Pesindon Raya merupakan jalan kolektor sekunder.
Gang 1 A merupakan jalan lokal sekunder.
Gang 1 merupakan jalan lingkungan sekunder.
Gang 2 merupakan jalan lingkungan sekunder.
Gang 2 A merupakan jalan lingkungan sekunder.
Gang 3 merupakan jalan kolektor sekunder.
Gang batik ASLI merupakan jalan lingkungan sekunder.
Gang di antara bangunan merupakan jalan lingkungan.
Kampung
Pesindon
Keterangan :
Sirkulasi utama kampung Pesindon Sirkulasi penghubung
Sirkulasi di antara bangunan-bangunan
135
GAMBAR V.65
Skema klasifikasi jalan di dalam kampung Pesindon setelah transformasi ketiga Sumber : analisis, 2014
Kampung Pesindon yang telah dibentuk menjadi sebuah destinasi
wisata di kota Pekalongan berupa wisata batik, memunculkan kebutuhan-
kebutuhan baru untuk menunjang kegiatan wisata yang terjadi di kawasan
tersebut. Peningkatan kebutuhan dan kegiatan masyarakat baik untuk
kegiatan sehari-hari maupun kegiatan wisata membutuhkan ruang yang
lebih banyak yang dapat mewadahinya. Namun karena kondisi kawasan
yang sudah padat dan cukup sulit untuk dilakukan pengembangan untuk
kepentingan wisata mupun kepentingan masyarakat dalam kesehariannya,
mengakibatkan jalan menjadi alternatif bagi masyarakat sebagai tempat
dalam melakukan aktivitasnya. Antara lain aktivitas anak-anak untuk
bermain dan aktivitas wisata kampung wisata batik Pesindon. Berikut
Gang kecil di antara bangunan-bangunan Jalan lokal sekunder
Jalan lingkungan sekunder
Keterangan :
Jalan kolektor sekunder
136
adalah hasil analisis terhadap data kuesioner yang diperoleh dalam
penelitian.
TABEL V.9 Pemanfaatan Ruang Jalan untuk Area Bermain Anak-anak
Keterangan Jumlah responden Persentase
Sering 26 52 %
Pernah 17 34 %
Kadang-kadang 4 8 %
Tidak Pernah 3 6 %
Jumlah 50 orang 100
Sumber : analisis, 2014
TABEL V.10
Pemanfaatan ruang jalan untuk aktivitas wisata maupun aktivitas penunjangnya
Keterangan Jumlah responden Persentase
Sering 6 12 %
Pernah 20 40 %
Kadang-kadang 12 24 %
Tidak Pernah 12 24 %
Jumlah 50 orang 100
Sumber : analisis, 2014
Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan sebanyak 52% responden
menyatakan bahwa jalan lingkungan juga dimanfaatkan oleh anak-anak di
kampung Pesindon sebagai area bermain. Berdasarkan hasil wawancara
dan pengamatan yang dilakukan, hal tersebut disebabkan kurangnya area
terbuka untuk area bermain anak-anak di dalam kawasan kampung wisata
batik Pesindon.
Sedangkan untuk aktivitas wisata, berdasarkan hasil kuesioner
yang diperoleh menunjukkan bahwa persentase yang paling tinggi adalah
pada kategori pernah dengan persentase 40 %. Hal tersebut sesuai dengan
137
hasil pengamatan di lapangan yang telah dilakukan. Kegiatan wisata yang
sifatnya insidental tidak terjadi setiap saat khususnya kegiatan-kegiatan
kunjungan yang pada khususnya memerlukan penggunaan jalan
lingkungan untuk menunjang kegiatan wisata tersebut. Salah satu aktivitas
wisata berupa kunjungan wisata yang memanfaatkan jalan lingkungan
adalah ketika kunjungan dari rombongan ibu negara dan Ani Yudhoyono
tahun 2011. Jalan lingkungan di dalam kampung wisata batik Pesindon
dijadikan area bazar batik milik para pengrajin batik Pesindon pada
khususnya dan pengrajin batik dari luar kampung Pesindon yang juga ikut
berpartisipasi. Jalan lingkungan yang biasanya di manfaatkan adalah Gang
Pesindon Raya karena aksesnya yang mudah dari/ke kampung wisata batik
Pesindon (hasil wawancara dengan H.Ediwan).
Pada tahun 2010, dimana kampung Pesindon telah dibentuk
menjadi sebuah kampung wisata batik, dibarengi dengan penataan
lingkungan termasuk penataan ruang jalan yang telah dibahas sebeumnya,
memunculkan berbagai persepsi masyarakat mengenai kondisi jalan
lingkungan di dalam kawasan kampung wisata batik. Persepsi masyarakat
tersebut diperoleh melalui kuesioner dan dapat dilihat dalam tabel V.11
TABEL V.11 Tabel persepsi masyarakat terhadap kondisi jalan lingkungan kampung wisata batik Pesindon
Persepsi
masyarakat
Baik Kurang
baik
Jumlah
responden
34 16
Sumber : data kuesioner, 2014
baik91%
kurang 9%
baik kurang
GAMBAR V.66 Diagram persepsi masyarakat terhadap kondisi jalan di dalam kampung wisata batik Pesindon
Sumber : data kuesioner, 2014
138
Berdasarkan data di atas, 91% dari responden menyatakan bahwa
jalan lingkungan di dalam kawasan kampung wisata batik Pesindon lebih
baik setelah kampung wisata terbentuk. Sedangkan 9% responden
menyatakan bahwa kondisi jalan lingkungan di kampung wisata batik
Pesindon cenderung sama atau tidak lebih baik dibandingkan dengan
sebelum menjadi kampung wisata. Dari hasil tersebut, menjelaskan bahwa
kondisi saat ini merupakan bagian dari proses transformasi kawasan
tertentu yang dinamis dan perlu terus diperbaiki serta dikembangkan.
Berdasarkan seluruh uraian mengenai analisis pola-pola jalan yang
ada di kampung Pesindon, terlihat bahwa bentuk transformasi yang terjadi
pada pola-pola jalan di kampung wisata batik Pesindon adalah perubahan
dimensi jalan di dalam kampung Pesindon, peningkatan kelas jalan baik
dari segi kondisi fisik jalan maupun klasifikasi kelas jalan itu sendiri.
Pentingnya jalan lingkungan dalam menunjang wisata di kampung batik
Pesindon, membuat keberadaan jalan menjadi orientasi baru bagi
beberapa warga khususnya warga yang bertempat tinggal di sepanjang
Gang Pesindon Raya. Banyaknya wisatawan yang berkunjung dan melalui
gang Pesindon Raya mendorong beberapa pengusaha batik yang
bertempat tinggal di sepanjang koridor tersebut membuka usaha batik
dengan orientasi ke gang Pesindon Raya. Peningkatan kelas jalan sebagai
bentuk transformasi pada pola-pola jalan ternyata berkaitan pula dengan
bentuk transformasi tata guna lahan yang terjadi.
139
TABEL V.12 Timeline proses transformasi elemen pola-pola jalan
1960 1970 1980 1990 2000 2010 2014
Acuan awal
Transformasi I
Transformasi II
Transformasi III
Sumber : analisis penyusun, 2014
TABEL V.13 Hasil temuan bentuk transformasi pola jalan yang terjadi pada masing-masing proses transformasi
Proses Transformasi
Bentuk transformasi pola-pola jalan Transformasi makro/mikro
Transformasi I Muncul gang-gang kecil (lorong) yang terbentuk di antara bangunan-bangunan karena kebutuhan aksesibilitas masyarakat meningkat.
Transformasi makro
Transformasi II Terjadi peningkatan kelas jalan karena telah dilakukan perkerasan pada ruang-ruang jalan di dalam kampung Pesindon. Adanya perubahan dimensi jalan lingkungan karena pengaruh adanya perkerasan jalan.
Transformasi makro
Transformasi III Adanya peningkatan arus sirkulasi pada gang 3 Pesindon sebagai pengaruh dibangunnya jembatan yang menjadi akses kampung Pesindon dari arah utara. Peningkatan kelas jalan yang terjadi pada fase ini berkaitan dengan peningkatan arus sirkulasi yang terjadi. Jalan menjadi alternatif ruang untuk menampung aktivitas wisata maupun aktivitas warga sehari-hari.
Transformasi mikro
Sumber : analisis penyusun, 2014
5.1.3. Bentuk transformasi tipe-tipe bangunan
Bangunan sebagai wadah dari kegiatan manusia merupakan
elemen pengisi dalam sebuah permukiman memiliki peran yang kuat dalam
membentuk struktur kawasan. Dalam penelitian mengenai transformasi tata
ruang permukiman kampung wisata batik Pesindon ini, salah satu upaya
untuk mengetahui bentuk transformasi yang terjadi adalah dengan
140
melakukan analisis pendekatan morfologi kota yang di dalamnya mencakup
analisis terhadap tipe-tipe bangunan. Anaisis mengenai tipe-tipe bangunan
yang dilakukan dilihat dari beberapa sisi antara lain fasad bangunan,
orientasi bangunan, dimensi dan pemanfaatan bangunan (fungsi). Dalam
proses pengumpulan data yang akan digunakan sebagai bahan analisis
untuk tipe-tipe bangunan, penyusun melakukan wawancara dan menyebar
kuesioner. Dalam analisis mengenai tipe-tipe bangunan ini berbeda dengan
analisis yang dilakukan pada tata guna lahan dan pola jalan. Jika pada
kedua elemen morfologi kota tersebut bentuk transformasi dibahas dalam
rentang waktu transformasi, pada analisis elemen tipe-tipe bangunan kali
ini mengacu pada kondisi eksisting bangunan pada saat penelitian
dilakukan.
Sebelum membahas mengenai analisis tipe bangunan, terlebih
dahulu akan diuraikan kategori bangunan-bangunan yang ada di dalam
kampung wisata batik Pesindon. Terdapat tiga kategori utama bangunan
yang ada di dalam kampung wisata batik Pesindon yaitu, bangunan hunian,
bangunan unit usaha (home industry dan atau showroom), dan bangunan
fasilitas umum.
141
GAMBAR V.67 Mapping tipe-tipe bangunan berdasarkan fungsinya di dalam kampung wisata batik Pesindon
Sumber : data kuesioner, 2014
Berdasarkan gambar di atas, pengelompokkan tipe-tipe bangunan
berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi tiga, dengan rincian jumlah
masing-masing bangunan sebagai berikut.
TABEL V.14 Jumlah masing-masing kategori tipe bangunan berdasarkan fungsinya
No Tipe bangunan berdasarkan fungsi Jumlah (unit)
1 Bangunan hunian 74 unit
2 Bangunan unit usaha (home industry dan atau showroom) 29 unit
3 Bangunan fasilitas umum 8 unit
Total bangunan 111 unit
Sumber : analisis, 2014
Berdasarkan jumlah bangunan tersebut, telah ditentukan sampel
bangunan sebanyak 50 unit bangunan yang dijadikan sasaran kuesioner.
Berdasarkan data yang diperoleh dari kuesioner, menunjukkan persentase
bangunan yang mengalami transformasi baik transformasi secara fisik
maupun yang mengalami transformasi non fisik berupa transformasi fungsi
bangunannya.
KETERANGAN :
Hunian
Home industry
Fasilitas umum
Sungai Loji
142
GAMBAR V.68
Diagram persentase bangunan dengan (a) transformasi bentuk dan (b) transformasi fungsi Sumber : data kuesioner, 2014
Dalam diagram pada gambar V.68 di atas, terdapat 80% bangunan
yang mengalami transformasi secara fisik dan 66% bangunan mengalami
transformasi fungsi. Persentase tersebut menunjukkan bahwa transformasi
yang terjadi pada bangunan-bangunan di kampung wisata batik tergolong
tinggi. Pada bangunan-bangunan yang mengalami transformasi, bentuk
transformasi fisik yang terjadi bermacam-macam. Bentuk transformasi fisik
yang terjadi dapat dikategorikan antara lain, transformasi fasad bangunan,
transformasi massa bangunan, transformasi ruang dalam dan transformasi
bangunan secara total. Berdasarkan kategori-kategori tersebut, tabel V.15
dan gambar V.69 akan menunjukkan persentase masing-masing.
Mengalami transformasi bentuk
80%
Tidak mengalami transformasi bentuk
20%
Mengalami transformasi bentuk
Tidak mengalami transformasi bentuk
Mengalami transformasi fungsi66%
Tidak mengalami transformasi fungsi34%
Mengalami transformasi fungsi
Tidak mengalami transformasi fungsi
143
TABEL V.15 Persentase bentuk transformasi secara fisik pada bangunan
o Bentuk transformasi fisik Jumlah (unit) Persentase (%)
1 Transformasi fasad bangunan 17 42 %
2 Transformasi massa bangunan 13 32 %
3 Transformasi ruang dalam 7 18 %
4 Trasnformasi bangunan secara total 3 8 %
Jumlah 40 unit 100 %
Sumber : data kuesioner, 2014
GAMBAR V.69
Diagram persentase bentuk transformasi secara fisik bangunan Sumber : analisis, 2014
Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa kategori transformasi
bentuk yang paling banyak terjadi pada bangunan di dalam kampung
Pesindon adalah transformasi fasad bangunan sebesar 42%, diikuti dengan
transformasi massa bangunan sebesar 32% dan transformasi pada ruang
dalam sebanyak 18%. Sedangkan dengan persentase terkecil adalah
bentuk transformasi bangunan secara total yaitu 8%.
Transformasi fasad bangunan
Fasad sebagai salah satu elemen yang dapat diamati secara jelas
pada sebuah bangunan merupakan bentuk representasi dari penghuni dan
transformasi fasad bangunan
42%
transformasi massa
bangunan
32%
transformasi ruang
dalam
18%
transformasi bangunan
secara total
8%
144
fungsi bangunan. Bentukan fasad pda suatu bangunan menjadi sebuah
penanda mengenai karakteristik kondisi sosial budaya pada suatu kawasan
dan masa tertentu. Fenomena transformasi fasad bangunan yang terjadi
pada bangunan-bangunan di dalam kampung Pesindon tentu saja
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, faktor kebutuhan yang
berkaitan dengan manusia sebagai penghuni dan fungsi bangunan. Atau
bahkan hanya sebatas respon terhadap tren yang terjadi di dalam
masyarakat.
Pada fasad bangunan, terdapat beberapa komponen yang dapat
diamati antara lain bukaan, dinding dan atap. Ketiga lemen tersebut
kemudian akan membentuk karakteristik bangunan yang mampu
membedakan bangunan tersebut dengan bangunan lainnya. Pada analisis
mengenai transformasi bangunan dari sisi fasad bangunan, akan diuraikan
melalui sebuah contoh bangunan di kampung Pesindon yang mengalami
transformasi fasad bangunan.
TABEL V.16 Daftar bangunan yang mengalami transformasi fasad
No Bangunan responden yang mengalami
transformasi fasad Tahun transformasi
1 Widya bachir 2012
2 Enny 2012
3 Abdul Hadi 2012
4 Hj.Tutit Yahya 1970, 1980
5 Barozi 2009
6 H. Oemar 2010
7 M YUsuf 2011
8 H. Ediwan 2008
9 H.Freddy Wijaya 1993
10 Intisah 2001
145
11 Budiman 2003
12 Nurjanah 1998
13 MBN Hidayat 2010
14 Tuty Susilowati 2012
15 Bagus Riza 2012
16 Sukhaeriyah 1970
17 Abdulah 1980
Sumber : snalisis, 2014
Salah satu bangunan yang mengalami transformasi pada bagian
fasadnya adalah bangunan milik Hj. Tutit Yahya (Batik Asli). Bangunan
yang telah terbangun sejak tahun 1950-an tersebut merupakan bangunan
hunian yang sekaligus menjadi home industry batik. Berdasarkan hasil
wawancara dan kuesioner yang disampaikan kepada Hj. Tutit Yahya selaku
pemilik rumah, diperoleh informasi bahwa bangunan tersebut telah
mengalami tiga kali renovasi pada bagian fasad bangunannya.
Transformasi fasad yang terjadi pada bangunan ini adalah pada bagian
bukaan. Pada awal bangunan tersebut dibangun, bagian depan bangunan
tersebut memiliki tiga buah pintu utama sebagai bukaan di bagian depan.
Ilustrasi bangunan sebelum dan sesudah mengalami transformasi tersebut
dapat dilihat pada gambar V.71.
GAMBAR V.70 Bangunan yang mengalami transformasi fasad (Milik Hj.Tutit Yahya)
Sumber : dokumentasi, 2014
146
GAMBAR V.71 Ilustrasi transformasi fasad banguna Milik Hj.Tutit Yahya
Sumber : analisis, 2014
Berdasarkan gambar ilustrasi di atas, komponen fasad bangunan
milik Hj. Tutit Yahya yang bertransformasi secara signifikan adalah
komponen bukaan. Jika pada bangunan awal, bangunan tersebut memiliki
tiga buah pintu, setelah mengalami renovasi pertama hanya tersisa satu
pintu dibagian tengah dan di bagian kanan kirinya yang semula pintu
direnovasi menjadi jendela dengan ukuran yang cukup lebar. Pada renovasi
pertama, menurut informasi yang didapatkan dari Hj. Tutit Yahya,
penggantian dua buah pintu yang ada di sisi kanan dan kiri menjadi jendela
karena dua buah pintu yang ada di bagian tersebut telah mengalami
kerusakan. Sehingga untuk perbaikan dan perawatan, pemilik cenderung
mengganti bukaan berupa pintu tersebut menjadi jendela.
Pada fasad bangunan milik Hj. Tutit Yahya yang
mengalami transformasi adalah pada komponen
bukaan dan komponen dinding. Sedangkan
komponen atap masih tetap sama seperti
bangunan awal.
Bangunan awal
Renovasi II (1980an)
Renovasi I (1970an)
147
Sedangkan pada renovasi kedua, transformasi yang terjadi hanya
pada komponen bukaan. Bukaan berupa pintu yang semula berada di
tengah-tengah dengan dua daun pintu kemudian dipindah ke bagian tepi
dengan satu daun pintu saja. Transformasi pada bukaan ini merupakan
wujud penyesuaian aktivitas di dalam bangunan. Pada saat transformasi
tersebut terjadi, aktivitas penghuni melalui akses bagian depan bangunan
mulai berkurang, karena telah dibangun akses lain di bagian samping
bangunan. Faktor tersebut yang mempengaruhi pemilik mengefisienkan
bukaan berupa pintu yang ada di bagian depan bangunan.Selain
transformasi pada bukaan, terjadi pula transformasi pada komponen
dinding. Pada renovasi pertama, pemilik menambahkan pagar pembatas di
depan bangunan rumahnya untuk memberikan batas yang jelas antara
lahan rumahnya dengan jalan lingkungan yang ada di depannya.
Transformasi massa bangunan
Bangunan pada dasarnya merupakan suatu wadah bagi manusia
dan aktivitasnya. Ketiganya menjadi satu kesatuan yang saling berkaitan
erat dan saling mempengaruhi satu sama lain. Manusia dan aktivitasnya
akan memunculkan suatu fungsi dari bangunan itu sendiri. Kebutuhan dan
aktivitas manusia yang bersifat dinamis mendorong adanya penyesuaian
dari bangunan sebagai wadah aktivitas manusia. Salah satu wujud
penyesuaian tersebut adalah dengan adanya transformasi pada massa
bangunan. Transformasi massa bangunan ini berupa penambahan atau
148
pengurangan lot-lot bangunan yang menjadi wadah bagi manusia dan
aktivitasnya serta fungsi yang terbentuk pada bangunan tersebut.
TABEL V.17 Daftar bangunan yang mengalami transformasi massa bangunan
No Bangunan responden yang mengalami
transformasi fasad Tahun transformasi
1 H.Zakariya 1992
2 Nanang 1999
3 Kamaludin 2012
4 Hj. Nur 1995
5 Hj. Syamsiyah 2011
6 Hj. Maimunah Mastur 2009
7 Ritnah 1988
8 Ardiansyah 2010
9 Ahmad Zaeni 1978
10 Ujang 2008
11 Enny Apridianingsih 2012
12 Abdul Hadi 2012
13 M. Atik 1982
Sumber : snalisis, 2014
Salah satu bangunan yang mengalami transformasi massa
bangunan adalah bangunan milik Bapak Kamaludin (Batik Dannis Art) yang
terletak di gang Pesindon Raya. Bangunan milik bapak Kamaludin
merupakan bangunan hunian sekaligus showroom batik Dannis Art.
GAMBAR V.72
Bangunan milik Bp. Kamaludin (Dannis Art) Sumber : dokumentasi, 2014
149
Bangunan hunian tersebut pada awalnya berfungsi sebagai hunian dan
home industry batik saja. Namun, seiring berkembangnya aktivitas dan
dipengaruhi faktor dari lingkungan, pemilik bangunan melakukan
transformasi dengan menambahkan massa bangunan di bagian depan
bangunan (halaman depan bangunan) menjadi ruang display produk batik
Dannis Art (showroom). Penambahan massa bangunan tersebut juga
menjadi salah satu wujud transformasi urban solid dan urban void yang
telah dibahas sebelumnya.Ilustrasi bangunan sebelum dan sudah
mengalami transformasi tersebut dapat dilihat pada gambar V.73.
GAMBAR V.73 Ilustrasi transformasi massa bangunan milik Bp. Kamaludin (Dannis Art)
Sumber : dokumentasi, 2014
(a) (b)
GAMBAR V.74 Ilustrasi transformasi orientasi bangunan milik Bp. Kamaludin (Dannis Art)
(a) orientasi bangunan ke gang 1, (b) orientasi bangunan ke gang Pesindon Raya Sumber : dokumentasi, 2014
Massa bangunan tambahan
Gang 1 Pesindon Gang 1 Pesindon
150
Pada ilustrasi di atas, selain transformasi massa bangunan juga
terdapat perubahan orientasi bangunan. Pada bangunan awal, sebelum
ditambahkan massa bangunan untuk ruang showroom, bangunan tersebut
menghadap ke utara (orientasi ke gang 1 Pesindon), kemudian setelah
adanya penambahan massa bangunan, orientasi bangunan tersebut
menghadap ke barat (orientasi ke gang Pesidon Raya). Hal tersebut
dikarenakan, gang Pesindon Raya merupaka akses utama pada kampung
wisata batik Pesindon. Sehingga keberadaan showroom yang memang
ditujukan untuk para pengunjung berorientasi ke gang Pesindon Raya.
Transformasi ruang dalam bangunan
Pada sebuah bangunan, ruang merupakan elemen utama yang
menyusunnya baik ruang luar maupun ruang dalam bangunan. Pada
analisis mengenai tata guna lahan di sub bab sebelumnya, telah diuraikan
mengenai ruang-ruang luar pada bangunan di dalam kampung Pesindon.
Pada bagian ini akan di diuraikan analisis mengenai transformasi ruang
dalam pada beberapa bangunan. Meskipun tata ruang dalam tidak
berkaitan langsung dengan kondisi tata ruang permukiman, tetapi analisis
mengenai transformasi tata ruang dalam ini mendukung analisis yang
berkaitan dengan aktivitas manusia di dalam kawasan tertentu. Berikut ini
akan diuraikan mengenai transformasi tata ruang dalam yang terjadi pada
sampel bangunan di dalam kampung Pesindon.
151
TABEL V.18 Daftar bangunan yang mengalami transformasi tata ruang dalam
No Bangunan responden yang mengalami
transformasi tata ruang dalam Tahun transformasi
1 H. Ediwan 1995, 2008
2 Suci Riza Muslim 2011
3 Rikza Maulana 2002
Sumber : snalisis, 2014
Salah satu Bangunan yang mengalami transformasi pada ruang
dalam adalah bangunan milik Bapak H.Ediwan yang di gang Pesindon
Raya. Bangunan tersebut saat ini difungsikan sebagai bangunan hunian
dan home industry batik Larissa.
GAMBAR V.75 Bangunan milik Bp. H.Ediwan Sumber : dokumentasi, 2014
Bangunan ini telah mengalami beberapa kali renovasi pada bagian ruang
dalamnya. Proses transformasi ruang dalam pada bangunan ini berkaitan
erat dengan aktivitas dan fungsi bangunan. Berdasarkan informasi yang
diperoleh dari wawancara dan kuesioner pada pemilik rumah, pada awal
bangunan tersebut dihuni oleh pemilik hanya menjadi hunian saja. Seiring
dengan meningkatnya aktivitas dan kebutuhan ruang oleh penghuni yang
152
mulai berkecimpung di industri batik pada tahun 1980an, bangunan tersebut
mulai mengalami transformasi khususnya pada ruang dalam bangunan.
Setelah menjalankan usaha batik, kebutuhan akan ruang di dalam
bangunan tersebut bertambah. Salah satunya adalah display produk batik
yang dihasilkan. Pada saat itu, pemilik memanfaatkan ruang tamu yang
kemudian diberi pembatas semi permanen sebagai area display produk
batiknya. Namun, melihat semakin banyaknya konsumen yang datang
untuk membeli batik, kemudian dibangunlah sebuah ruang khusus untuk
area penjualan batik di bagian depan bangunan. Selain ruang khusus untuk
penjualan batik, disediakan pula ruang khusus untuk fasilitas pengunjung
berupa musholla di bagian depan bangunan. Showroom yang ada di bagian
depan bangunan hanya dimanfaatkan sepanjang tahun 1995-2008. Pada
tahun 2008, showroom batik Larissa dipindahkan ke bangunan lain yang
terpisah dari bangunan hunian bapak Ediwan. Transformasi ruang dalam
yang terjadi pada bangunan tersebut dapat dilihat melalui skema dan
ilustrasi berikut ini.
(a) (b)
carport carport
Area rumah
showroom batik Larissa
Musholl
a
Halaman
Area rumah
Ruang tamu dan
area display produk
Halaman
Ruang tamu dan
area display
produk
153
(c)
GAMBAR V.76 Ilustrasi transformasi ruang dalam bangunan milik Bp. H.Ediwan
Sumber : analisis, 2014
Berdasarkan analisis yang diuraikan sebelumnya, masa proses
transformasi pada masing-masing bentuk transformasi tipe bangunan dapat
dirangkum sebagai berikut,
TABEL V.19 Kategorisasi masa transformasi fasad bangunan
1960-1969 1970-1979 1980-1989 1990-1999 2000-2009 2010-2014
Transformasi fasad bangunan
Widya bachir
Enny
Abdul Hadi
Hj.Tutit Yahya
Barozi
H. Oemar
M Yusuf
H. Ediwan
H.Freddy Wijaya
Intisah
Budiman
Nurjanah
MBN Hidayat
Tuty Susilowati
Bagus Riza
Sukhaeriyah
Abdulah
Sumber : analisis, 2014
Area rumah
Ruang tamu
Area penyimpanan batik
Musholla carport
Halaman
154
TABEL V.20 Kategorisasi masa transformasi masa bangunan
1960-1969 1970-1979 1980-1989 1990-1999 2000-2009 2010-2014
Transformasi massa bangunan
H.Zakariya
Nanang
Kamaludin
Hj. Nur
Hj. Syamsiyah
Hj. Maimunah
Mastur
Ritnah
Ardiansyah
Ahmad Zaeni
Ujang
Enny A
Abdul Hadi
M. Atik
Sumber : analisis, 2014
TABEL V.21 Kategorisasi masa transformasi tata ruang dalam bangunan
1960-1969 1970-1979 1980-1989 1990-1999 2000-2009 2010-2014
Transformasi ruang dalam bangunan
H.Zakariya
Nanang
Kamaludin
Sumber : analisis, 2014
Dapat disimpulkan bahwa transformasi secara fisik pada
bangunan-bangunan secara keseluruhan terjadi dari tahun 1970-2014 saat
penelitian dilakukan. Dengan proses transformasi yang paling banyak
terjadi pada tahun 2010-2014.
Transformasi fungsi bangunan
Selain transformasi secara fisik pada bangunan, mengacu pada
gambar diagram V.68 terdapat transformasi secara non fisik yaitu
transformasi fungsi pada bangunan. Bentuk transformasi fungsi bangunan
155
dapat dikategorikan menjadi, transformasi bangunan fungsi hunian menjadi
tempat usaha (home industri), dan transformasi bangunan home industry
menjadi bangunan hunian. Kedua bentuk transformasi fungsi tersebut
dapat dilihat rinciannya pada tabel V.22.
TABEL V.22 Persentase transformasi secara non-fisik pada bangunan (transformasi fungsi)
No Bentuk transformasi non fisik
(transformasi fungsi) Jumlah (unit) Persentase (%)
1 Mengalami transformasi fungsi 33 66 %
2 Tidak mengalami transformasi fungsi 17 34 %
Jumlah 50 unit 100 %
Sumber : analilsis, 2014
Data pada tabel di atas menunjukkan hanya 66% bangunan atau
sebanyak 33 bangunan yang mengalami transformasi fungsi (non fisik).
Transformasi secara non fisik pada suatu bangunan merupakan wujud
transformasi yang langsung berkaitan dengan aktivitas manusia selaku
penghuni bangunan tersebut. Transformasi secara non fisik (fungsi
bangunan) dapat dikategorikan menjadi beberapa bentuk transformasi
seperti yang tercantum dalam tabel V.23 berikut.
TABEL V.23 Persentase transformasi secara non-fisik pada bangunan (transformasi fungsi)
No Bentuk transformasi non fisik
(transformasi fungsi) Jumlah (unit) Persentase (%)
1 Hunian – home industry 18 55%
2 Home industry - hunian 12 36%
3 Rumah – fasilitas umum 1 3%
4 Fasilitas umum - rumah 2 6%
Jumlah 33 unit 100 %
Sumber : analilsis, 2014
156
GAMBAR V.77 Diagram persentase bentuk transformasi non fisik pada bangunan di kampung Pesindon
Sumber : analisis, 2014
Berdasarkan data pada tabel V.17 dan gambar V.77 menunjukkan
transformasi fungsi yang paling menonjol terjadi pada bangunan-bangunan
di dalam kampung Pesindon adalah berkaitan dengan industri.
Kecenderungan tersebut menunjukkan bahwa aktivitas home industry
khususnya home industry batik memiliki pengaruh yang besar pada fungsi
bangunan yang ada di dalam kampung Pesindon.
5.2. Temuan bentuk transformasi tata ruang permukiman
Setelah menganalisis masing-masing bentuk transformasi pada
elemen-elemen pendekatan morfologi kota, ditemukan keterkaitan antara
masing-masing elemen tersebut. Hubungan antar bentuk transformasi
masing-masing elemen dalam pendekatan morfologi kota tersebut
membentuk suatu bentuk transformasi tata ruang permukiman yang
seutuhnya.
5.2.1. Hubungan bentuk transformasi tata guna lahan, pola jalan dan
tipe bangunan
Pada dasarnya ketiga elemen yang terdapat pada pendekatan
morfologi kota adalah sebuah kesatuan yang saling berpengaruh satu sama
hunian-home industry
55%
home industry-hunian
36%
fasilitas umum-hunian
6%
hunian-fasilitas umum
3%
hunian-home industryhome industry-hunianfasilitas umum-hunianhunian-fasilitas umum
157
lain. Tata guna lahan sebagai ingkup yang besar pada sebuah tata ruang
permukiman terbentuk dari komposisi urban solid dan urban void. Urban
solid dan urban void tersebut meliputi bangunan dan jaringan jalan. Analisis
mengenai hubungan bentuk transformasi ketiga elemen tersebut akan
diuraikan berdasarkan fase proses transformasi berikut.
Fenomena-fenomena transformasi yang terjadi di dalam kampung
Pesindon pada elemen tata guna lahan dan pola jalan memiliki rentang
waktu masing-masing. Dimana masih ada keterkaitan dari masing-masing
bentuk transformasi tersebut. Hubungan antara masa transformasi dan
bentuk transformasi tata guna lahan dengan bentuk transformasi pola-pola
jalan dapat dilihat dalam tabel V.24 di bawah ini.
TABEL V.24 Hubungan antara masa transformasi tata guna lahan dan pola-pola jalan
1960 1970 1980 1990 2000 2010 2014
Acuan awal perkembangan
Transformasi I tata guna lahan
Mikro
Transformasi I pola jalan
Mikro
Transformasi II tata guna lahan
Makro
Transformasi II pola jalan
Makro
Transformasi III tata guna lahan
Makro
Transformasi III pola jalan
Mikro
Transformasi IV tata guna lahan
Mikro
Transformasi IV pola jalan
Sumber : analisis, 2014
Transformasi yang terjadi pada tata guna lahan dan pola-pola jalan
memiliki tahun acuan awal yang sama yaitu 1960-an. Berdasarkan tabel di
158
atas, terdapat beberapa rentang waktu transformasi yang sama sehingga
dapat dikatakan bentuk transformasi yang terjadi antara tata guna lahan
dan pola-pola jalan tersebut saling berkaitan erat.
Pada masa awal perkembangan kampung Pesindon yang
diasumsikan adalah pada tahun 1960-an, dapat dikategorikan sebagai
kawasan permukiman dengan intensitas urban solid yang cukup tinggi
dengan dominasi fungsi bangunan sebagai hunian. Sedangkan intensitas
urban void kampung Pesindon pada fase ini terdiri dari void-void milik
pribadi masyarakat dan berupa jalan lingkungan. Pada masa ini belum
dapat diuraikan bentuk transformasi tata ruang permukimanya karena
merupakan acuan awal bentuk-bentuk transformasi yang terjadi
selanjutnya.
Pada transformasi I, bentuk transformasi tata guna lahan yang
terjadi adalah, transformasi urban void menjadi urban solid dan transformasi
pemanfaatan lahan. Transformasi yang terjadi pada tanah pejaratan dan
tanah kelurahan tersebut menyebabkan intensitas urban solid di dalam
kampung Pesindon semakin tinggi, dan sebaliknya intensitas urban void
semakin kecil. Munculnya sekelompok bangunan di tanah “pejaratan” dan
tanah kelurahan sebagai bentuk relokasi warga yang menjadi korban banjir
tentu saja menyebabkan adanya kebutuhan aksesibilitas yang baru menuju
dan dari area tersebut. Oleh karena itu, muncullah gang-gang kecil (lorong)
yang menjadi akses warga di tanah “pejaratan” dan tanah kelurahan
tersebut. Pada rentang waktu ini transformasi tipe bangunan belum
159
menjunkkan adanya keterkaitan dengan bentuk transformasi tata guna
lahan dan pola jalan.
Pada transformasi II tata guna lahan dimana munculnya fasilitas-
fasilitas umum baru bagi masyarakat dan adanya pemanfaatan lahan
khusus sebagai area industri batik berkaitan erat dengan bentuk
transformasi pola-pola jalan pada peningkatan kelas jalan. Peningkatan
kelas jalan yang terjadi karena telah dilakukan perkerasan pada ruang-
ruang jalan sebagai salah satu upaya memfasilitasi mobilitas masyarakat
menuju dan dari fasilitas-fasilitas umum tersebut.
Pada transformasi III pada pola-pola jalan dan transformasi IV pada
tata guna lahan (2010-2014) menunjukkan bentuk transformasi yang lebih
kompleks. Terbentuknya kampung wisata batik Pesindon membawa
pengaruh terhadap pola-pola jalan khususnya pada arus sirkulasi yang
terbentuk, kelas jalan serta pada tipe-tipe bangunan.
GAMBAR V.78
Ilustrasi hubungan bentuk transformasi tata guna lahan dan pola-pola jalan Sumber : analisis, 2014
Setelah terbentuk sebagai kampung wisata,
dibangun GATE utama kawasan kampung
wisata tersebut yang ada di Jl.Hayam Wuruk.
Gang Pesindon Raya yang menjadi akses
utama kampung wisata batik Pesindon tentu
saja sebagian besar pengunjung kampung
wisata batik Pesindon melalui jalan tersebut.
Melihat potensi Gang Pesindon Raya yang
menjadi akses utama kampung wisata
mendorong beberapa pengusaha untuk
membuka peluang usaha di sepanjang gang
tersebut.
160
Fenomena yang muncul pada gang Pesindon Raya adalah dimana
sebuah ruas jalan lingkungan dalam kawasan permukiman kampung
menjadi akses utama kawasan wisata. Dari sisi peningkatan kelas jalan,
maka Gang Pesindon Raya telah mengalami transformasi berupa
peningkatan kelas jalan. Dengan meningkatnya kelas jalan tersebut,
mendorong masyarakat khususnya pengusaha batik untuk memanfaatkan
fenomena tersebut dengan membuka area-area khusus usahanya di
sepanjang gang tersebut. Dalam upayanya membuka area-area usaha di
sepanjang gang Pesindon Raya tersebut, para pengusaha melakukan
tindakan transformatif pada bangunan-bangunan mereka. Tindakan
transformatif tersebut antara lain dengan mengubah arah orientasi
bangunan ke arah gang Pesindon Raya seperti yang terjadi pada bangunan
milik Dannis Art. Sebelum terbentuknya kampung wisata batik Pesindon,
bangunan hunian dan home industry tersebut berorientasi ke gang 1
Pesindon. Kemudian setelah terbentuknya kampung wisata batik Pesindon
dan adanya fenomena peningkatan kelas jalan gang Pesindon Raya,
bangunan tersebut berorientasi ke gang Pesindon Raya. Dengan tujuan
agar showroom yang dimilikinya dapat langsung terjangkau oleh
pengunjung yang datang. Selain bangunan milik Dannis Art, bangunan milik
batik BL Putra juga mengalami hal yang sama.
Selain berpengaruh pada orientasi bangunan yang ada di
sepanjang gang Pesindon Raya, bentuk transformasi pola jalan tersebut
berpengaruh pada fungsi-fungsi bangunan dan pemanfaatan lahan
161
terbangun yang ada di sepanjang gang tersebut. Seperti yang tampak pada
ilustrasi pemanfaatan lahan (gambar V.79)
GAMBAR V.79
Ilustrasi pemanfaatan lahan fase IV Sumber : analisis, 2014
Bangunan-bangunan tersebut yang menjadi tujuan dari para pengunjung
kampung wisata karena adanya showroom yang dimiliki, membentuk void-
void baru yang dimanfaatkan sebagai area parkir masing-masing bangunan
bagi para pengunjungnya. Void yang dimanfaatkan sebagai area parkir
tersebut merupaka milik pribadi masing-masing bangunan karena tidak
adanya fasilitas parkir khusus bagi pengunjung kampung wisata batik
Pesindon yang disediakan di dalam kawasan.
Di samping adanya perubahan fungsi bangunan, perubahan massa
bangunan karena adanya penambahan dan pengurangan lot-lot bangunan
berkaitan langsung dengan bentuk transformasi tata guna lahan dari segi
intensitas urban solid dan urban void. Seperti yang telah diuraikan dalam
analisis mengenai tata guna lahan fase IV sebelumnya bentuk transformasi
yang terjadi adalah pada intensitas urban solid dan urban void, dan bentuk
transformasi tersebut kaitannya dengan masing-masing penambahan dan
pengurangan lot-lot bangunan.
Showroom batik BL
Putra dibangun tahun
2012, sebelumnya
berfungsi sebagai
hunian.
Showroom batik
Dannis Art dibanguan
tahun 2012,
sebelumnya berfungsi
sebagai hunian dan
home industry batik.
Showroom batik Feno
mengontrak sebagian
bangunan milik Bp.Abdul
Hadi tahun 2012.
Sebelumnya bangunan ini
hanya sebagai hunian.
Showroom batik Widya
Collection dibangun tahun
2012, sebelumnya
bangunan hanya berfungsi
sebagai hunian.
162
Keberadaan bangunan-bangunan yang berorientasi menghadap
gang Pesindon Raya secara tidak langsung telah membentuk sebuah
koridor. Orientasi bangunan-bangunan yang ada di sepanjang gang
Pesindon Raya menghadap ruang jalan tersebut saling berhadapan
sehingga membentuk ruang antara di antara keduanya. Koridor tersebut
yang kemudian menjadi koridor utama pada aktivitas wisata kampung
wisata batik Pesindon.
Uraian-uraian di atas menunjukkan keterkaitan antar bentuk
transformasi elemen-elemen pembentuk morfologi kota. Setiap bentuk
transformasi pada masing-masing elemen memberikan pengaruh pada
bentuk transformasi tata ruang permukiman seluruhnya. Berdasarkan
seluruh uraian analisis mengenai masing-masing elemen pada pendekatan
morfologi kota, dapat disimpulkan bahwa elemen tata guna lahan
merupakan elemen yang paling menonjol dalam bentuk transformasi tata
ruang permukiman kampung wisata batik Pesindon. Bentuk transformasi
tata guna lahan menjadi hal yang mempengaruhi bentuk transformasi
lainnya dan menjadi muara dari keseluruhan bentuk transformasi yang
terjadi menjadi sebuah kesatuan tata ruang permukiman.
164
5.2.2. Fase transformasi tata ruang permukiman
Seperti yang diketahui bahwa suatu proses transformasi yang
terjadi dalam sebuah kawasan tentu berkaitan erat dengan waktu dimana
proses transformasi itu terjadi. Setelah melakukan analisis pada masing-
masing elemen tata ruang permukiman melalui pendekatan morfologi kota,
telah diperoleh runtutan proses transformasi pada masing-masing elemen
yang disertai juga dengan temuan bentuk-bentuk trasnformasinya.
Runtutan dan bentuk transformasi yang telah ditemukan tersebut berkaitan
dengan nilai-nilai historis yang mengiringi proses transformasi. Oleh karena
itu, pada bagian ini akan dilakukan analisis mengenai fase perkembangan
kampung sehingga runtutan proses transformasi menjadi jelas dan mudah
dipahami.
Berdasarkan tabel V.25 dapat ditarik kesimpulan bahwa fase
perkembangan kampung wisata batik Pesindon secara umum dapat
digolongkan menjadi lima fase perkembangan. Yaitu fase I pada tahun
1960-1970, dimana industri batik di kampung Pesindon mulai muncul. Fase
I dapat dikatakan sebagai fase embrio kampung wisata batik Pekalongan.
Selanjutnya, fase II pada tahun 1971-1980 adalah fase yang identik dengan
kejayaan batik tulis dan cap sebagai komoditas unggulan di kota
Pekalongan. Fase yang ketiga pada tahun 1981-1990 yang identik dengan
masa keterpurukan batik cap dan batik tulis karena kemunculan batik
sablon / printing. Setelah adanya fenomena keterpurukan batik tersebut,
batik Pekalongan kembali bangkit dengan munculnya batik sutra pada
165
tahun 1990-an. Oleh karena itu fase yang keempat adalah fase kebangkitan
batik Pekalongan yang diberlangsung selama tahun 1990-2010. Kestabilan
batik setelah fase yang ke empat sampai pada terbentuknya kampung
wisata batik Pesindon pada tahun 2010. Sehingga fase terakhir yang ada
dalam penelitian ini adalah fase kelima dengan waktu yang cukup singkat
antara 2010-2014.
GAMBAR V.80 Diagram fase perkembangan Kampung Wisata Batik Pesindon
Sumber : analisis penyusun, 2014
FASE I
1960-1970
FASE II
1970-1980
FASE III
1981-1990
FASE IV
1991-2009FASE V
2010-2014
Fase
Embrio
Fase Home
Industri
Fase Non
Industri Fase Industri Fase Kampung
Wisata
top related