bab iv analisis data dan pembahasan a. analisis strategi...
Post on 29-Apr-2019
217 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Strategi Pengeloalan Wakaf Produktif di Masjid Riyadusolikhin
Desa Margodadi Kec.Sumberjo Kab.Tanggamus
Tujuan dari pengelolaan wakaf adalah mampu memaksimalkan potensi
wakaf sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial umat.
Pemanfaatan wakaf tersebut tidak hanya digunakan untuk konsumtif tetapi juga
digunakan dalam bentuk produktif sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan
umat secara berkelanjutan. Dalam perkembangannya wakaf produktif dewasa ini
semakin mendapatkan tempat, hal ini dikarenakan kemudahan yang didapatkan
melalui wakaf produktif dibanding wakaf konsumtif. Wakaf yang bersifat
produktif ini akan lebih memberikan sebuah timbal balik yang nyata bagi umat
serta akan lebih produktif untuk menghasilkan suatu barang. Pemanfaatan wakaf
untuk kegiatan produktif akan menjadi sumber pendanaan alternatif bagi
penguatan ekonomi umat. Umat dapat menggunakan wakaf untuk sesuatu yang
produktif, seperti tanah pertanian, dapat dikelola oleh umat untuk menghasilkan
keuntungan.
Wakaf di Desa Margodadi yang dikelola oleh nazir masjid
Riyadlusolikhin sebenarnya berupa wakaf dalam bentuk bangunan seperti
bangunan masjid, mushalla, madrasah dan pondok pesantren, namun pengelolaan
wakaf yang telah produktif hanyalah berupa wakaf sawah. Pengelolaan sawah ini
kemudian oleh nazir dikelola dengan sistem bagi hasil (paroan). Untuk sistem
bagi hasil ini berjalan dengan menyerahkan sawah kepada para petani penggarap
untuk ditanami setelah tercapai kesepakatan persentase bagi hasilnya. Sistem bagi
80
hasil, menurut pengalaman para nazirnya jauh lebih menguntungkan bila
dibandingkan dengan sistem lain seperti sewa.
Sawah yang digarap melalui perjanjian bagi hasil (paroan) dengan luas
15.400m2 atau 1,54 ha tersebut dalam sekali panennya dapat menghasilkan sekitar
9,3 ton padi atau bila diuangkan sekitar Rp23.262.000. Hasil tersebut kemudian
di bagi (diparo) dengan presentase 50% atau Rp16.631.000 untuk petani
penggarap dan 50% atau Rp16.631.000 masuk ke kas masjid. Dalam satu tahun
sawah tersebut dapat dipanen sebanyak tiga kali artinya dalam satu tahunnya
pengelolaan wakaf sawah produktif tersebut dapat menghasilkan kurang lebih
Rp50.000.000 yang masuk ke kas masjid Riyadlusolikhin, hasil yang diperoleh
tidaklah selalu sama, hal ini tergantung pada kualitas tanah dan juga gangguan
hama yang ada. Hasil dari pengelolaan sawah tersebut semuanya masuk ke masjid
yang dipergunakan untuk kesejahteraan masjid.
Dari hasil penelitian di lapangan pengelolaan wakaf produktif di Desa
Margodadi jika dilihat dari penggunaan strateginya menggunakan strategi
diversifikasi. Hal ini terlihat dari hasil pengelolaan wakaf berupa sawah yang
diperuntukan untuk biaya pemeliharaan masjid, membantu pemeliharaan mushala,
pembangunan pondok pesantren dan madrasah, serta membantu pembeliaan lahan
untuk dibangunkan sekolah yang ada di Desa Margodadi. Sehingga dari hasil
pengelolaan wakaf tersebut dapat membantu meningkatkan pembangunan dan
pemeliharaan sarana dan prasarana yang ada di desa tersebut.
Hal tersebut menunjukan bahwa sesungguhnya pengelolaan tanah wakaf
yang dijalankan oleh nazir Masjid Riyadlusolikhin ini memiliki potensi yang
besar bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar, khususnya di Desa
81
Margodadi. Nazir yang bertanggungjawab dalam mengelolaa wakaf tersebut telah
dirasa dapat memproduktifkan wakaf yang ada sehingga tujuan wakaf dapat
tercapai dan hasil dari pengelolaan wakaf dapat disalurkan sebagaimana
peruntukan wakaf yang dimaksud.
Melihat fakta di atas tentunya yang bertanggung jawab dalam sukses tidaknya
pengelolaan wakaf produktif di Desa Margodadi ini adalah pengelola (nazir).
Bagaimanapun nazir berperan dalam upaya pengelolaan wakaf tersebut sehingga
benar-benar bisa produktif sebagaimana tujuan wakaf dan hasilnya dapat
disalurkan sebagaimana peruntukan wakaf yang dimaksud. Menurut fiqih diantara
syarat nazir selain Islam dan mukallaf yaitu memiliki kemampuan dalam
mengelola wakaf (profesional) dan memiliki sifat amanah, jujur dan adil. Untuk
mengelola wakaf secara produktif, terdapat empat asas yang mendasarinya yaitu:
1 Asas keabadian manfaat, benda wakaf itu bisa dikatakan memiliki
keabadian manfaat jika:
a. Benda itu dapat dimanfaatkan/digunakan oleh orang banyak. Jadi bukan
hanya dapat dimanfaatkan atau dinikmati oleh seorang saja, tetapi juga
oleh masyarakat banyak.
b. Wakif dan penerima wakaf sama-sama berhak memanfaatkan benda
wakaf tersebut secara berkesinambungan. Seorang wakif juga
diperbolehkan mengambil manfaat dari apa yang diwakafkan, sama
seperti yang lain. Tentu ada catatan, wakif jangan merasa bahwa itu
masih miliknya dan kemudian mengambil manfaat seenaknya. Karena
benda yang sudah diwakafkan merupakan milik Allah atau umat Islam.
82
c. Nilai immaterialnya banyak, artintya potensi nilai manfaatnya bisa lebih
banyak dari pada potensi nilai materialnya.
d. Benda wakaf itu tidak menjadi mudharat bagi orang di sekitarnya
Adanya tanah wakaf yang dikelola nazir masjid Riyadlusolikhin
memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dengan dapat bekerja sebagai
petani penggarap sawah wakaf yang produktif, dengan sistem bagi hasil
tanah wakaf tersebut dapat memberikan hasil yang kemudian diberikan
kepada masjid sebagai aset kesejahteraan masjid. Dana tersebut kemudian
dapat digunakan untuk pembangunan dan pemeliharaan masjid, mushala,
pondok pesantren dan madrasah. Hal tersebut menunjukan bahwa tanah
wakaf yang ada telah dimanfaatkan dengan baik dengan menjadikan harta
wakaf terjaga dan terurus serta memberikan kontribusi manfaat bagi
masyarakat, sehingga dari wakaf yang ada dapat diambil manfaatnya oleh
masyarakat tanpa mengambil atau mengurangi zatnya.
2 Asas pertanggungjawaban, artinya wakaf harus dipertanggungjawabkan
baik di dunia maupun di akhirat kelak. Bentuknya adalah dengan
mengelolanya secara sungguh-sungguh dan semangat yang didasarkan
kepada tanggungjawab kepada Allah SWT atas prilaku dan perbuatannya,
tanggungjawab secara hukum, tanggungjawab pada lembaga, serta
tanggungjawab sosial yang berkaitan dengan moral masyarakat.
Asas pertanggungjawaban tercermin dari pengelolaan wakaf yang
dilakukan oleh nazir Masjid Riyadlusolikhin dengan berlandaskan
keikhlasan dan keridhaan Allah SWT. Dalam pengelolaannya nazir juga
menjalankan transparansi dan sikap jujur serta amanah dalam penyampaian
83
hasil pengelolaan dengan selalu terbuka pada masyarakat. Masyarakat
diberikan hak dan kebebasan untuk menayakan tentang pengelolaan dan
alokasi hasil dari dana wakaf yang terkumpul. Pengelolaan wakaf dijalankan
sesuai dengan dasar hukum wakaf yaitu terlihat dari pemanfaatan yang baik
dari tanah wakaf tersebut dengan menjadikan harta wakaf lebih berkembang
dan memberikan manfaat bagi masyarakat tanpa mengurangi zatnya,
sehingga harta wakaf yang ada tidak sia-sia.
3 Asas profesionalitas manajemen, untuk mengelola dan mengembangkan
harta wakaf, satu hal yang perlu digarisbawahi adalah pentingnya
profesionalisme dalam pengelolaannya. Aspek profesionalisme tersebut
paling kurang mengikuti standar dari sifat-sifat Nabi Muhammad SAW
yaitu:
a. Amanah
Nazirnya dapat dipercaya, baik dari segi pendidikan, keterampilan,
job descnya jelas, hak dan kewajibannya jelas, dan adanya standar
operasi (SOP) yang juga jelas. Amanah menyangkut aspek spiritualitas,
juga aspek profesionalitas yang didasarkan pada komitmen dan skill yang
mumpuni. Antara komitmen dan skill harus seiring, karena keduanya
saling mendukung.
Nazir masjid Riyadlusolikhin Desa Margodadi dipercaya oleh
masyarakat untuk mengelola wakaf produktif yang ada di desa tersebut.
Amanah menyangkut aspek spiritualitas, juga aspek profesionalitas yang
didasarkan pada komitmen dan skill yang mumpuni. Namun dari
pengamatan yang dilakukan, nazir Masjid Riyadlusolikhin tidak
84
seimbang antara aspek spiritualitas dan aspek profesionalitas. Hal ini
dibuktikan dengan nazir hanya mendistribusikan hasil wakaf produktif
yang berupa sawah tersebut hanya untuk keperluan masjid. Seharusnya
nazir memiliki keterampilan lebih sehingga bisa mengembangkan wakaf
produktif untuk usaha-usaha lainnya. Sehingga masyarakat Desa
Margodadi bisa merasakan manfaat dengan adanya wakaf yang
diproduktifkan.
b. Shiddiq
Nazir harus jujur dalam menjalankan dan menginformasikan
programnya. Kejujuran adalah dasar dari sebuah sikap amanah. Orang
bisa dikatakan amanah jika memiliki sifat jujur. Karena kejujuran
merupakan cermin dari pribadi profesional.
Dalam pengelolaan wakaf yang ada, nazir Masjid Riyadlusolikhin
selalu terbuka dan menyampaikan hasil dari pelaksanaan pengelolaan
wakaf produktif kepada masyarakat Desa Margodadi dalam musyawarah,
sehingga masyarakat mengetahui bagaimana pengelolaan wakaf dan
dialokasikan kemana saja dana wakaf yang terkumpul.
c. Fathanah
Nazir harus cerdas, kreatif dan inovatif dalam mengelola wakaf.
Yaitu kecerdasan yang tidak sekedar intelektual, tetapi juga emosional,
dan spiritual. Hal yang paling penting adalah kecerdasan dalam
penanganan masalah (problem solving), ketika nazir menghadapi
berbagai masalah di lapangan. Demikian juga kecerdasan dalam melihat
85
dan menampung peluang dalam pemberdayaan dan pengembangan wakaf
di masa-masa mendatang.
Dari penelitian lapangan, nazir wakaf masjid Riyadlusolikhin Desa
Margodadi kurang kreatif dan inovatif dalam mengelola wakaf produktif
berupa sawah tersebut. Nazir hanya mengelola dan mendistribusikan
hasil wakaf sesuai dengan ikrar dari wakif yang memperuntukkan sawah
sebagai aset masjid. Seharusnya nazir yang profesional dapat mencari
inovasi-inovasi baru baik dalam pengelolaan maupun distribusi hasil
wakaf. Nazir tidak harus kaku dalam merumuskan ikrar penyerahan
wakaf tanah atau bangunan, tapi harusnya bisa lebih luwes agar dapat
mencakup peruntukan yang lebih luas, seperti pendidikan, pemberdayaan
ekonomi kaum miskin, dan tujuan-tujuan kemaslahatan lainnya. Dengan
begitu, nazir memiliki kebebasan dalam mengelola aset wakaf untuk
tujuan produktif sesuai perkembangan dinamika ekonomi.
d. Tabligh
Nazir harus menyampaikan informasi programnya dengan jelas dan
transparan. Prinsip dari sifat tabligh meliputi 3 hal pokok, yaitu:
transparan, akuntable, aspiratif. Di negara demokrasi, ketiga hal pokok
tersebut menjadi instrumen penting sebagai wujud dari tata pemerintahan
yang baik, demikian juga dalam sistem kenaziran. Transparan sebagai
medium bagi terbukanya informasi yang terkait dengan pelaksanaan
program dan pertanggungjawabannya. Akuntable merupakan wujud dari
sportifitas nazir yang harus dipertanggungjawabkan. Sedangkan aspiratif
86
sebagai medium untuk menyerap berbagai masukan dan keinginan
masyarakat dalam mengelola dan mengembangkan wakaf.
Nazir masjid Riyadlusolikhin selalu mengadakan musyawarah
dengan masyarakat Desa Margodadi terkait dengan wakaf yang ada dan
dikelola oleh nazir masjid tersebut. Dalam musyawarah tersebut akan
dibahas mengenai perbaikan dan pemeliharaan wakaf yang ada, serta
akan dialokasikan kemana dana wakaf yang terkumpul. Masyarakatpun
diberikan hak dan kebebasan dalam mempertanyakan pengelolaan dan
pengembangan wakaf yang dikelola oleh nazir Masjid Riyadlusolikhin.
Hal ini menunjukan bahwa nazir Masjid Riyadlusolikhin selalu
menyampaikan informasi mengenai program kerja yang mereka lakukan
tentang bagaimana pengelolaan wakaf produktif yang ada dan bersifat
transparan kepada masyarakat yang ingin mengetahui pengelolaan wakaf
dan alokasi dana wakaf yang terkumpul. Nazir juga bersifat terbuka jika
masyarakat memberikan masukan baik saran atau kritikan dalam
pengelolaan dan pengembangan wakaf.
4 Asas keadilan sosial, sebagai ibadah sosial, wakaf sangat kental dengan
dimensi keadilan. Setidaknya terdapat 3 (tiga) tujuan, bahwa dalam
pengelolaan wakaf yang didasarkan pada asas keadilan sosial, yaitu:
a. Asas keadilan sosial dilandasi prinsip keimanan yaitu semua manusia
yang ada di alam semesta adalah milik Allah. Manusia sebagai khalifah
Allah dan sesuai dengan fitrahnya yang teomorfis ia dianugerahkan
pemilikan sebagai karunia-Nya.
87
b. Menggalakkan sistem pendistribusian kembali yang lebih efektif dengan
mengaitkannya kepada ridha Allah SWT. Wakaf adalah bukti bahwa
orang yang lebih mampu bersedia mendermakan sebagian hartanya untuk
berbagi dengan yang lain demi kesejahteraan bersama.
c. Mendorong kewajiban berbuat adil dan saling membantu. Sebagai
makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran orang lain di luar diri kita,
manusia harus lebih berbuat adil dan saling membantu dalam kebaikan.
Asas keadilan sosial dalam wakaf yang ada di Desa Margodadi ini
tercerminkan dari adanya kerelaan dan keikhlasan sebagian masyarakat
di desa tersebut yang bersedia mendermakan sebagian harta yang mereka
miliki untuk menjadi milik umum, dikelola dan hasilnya didistribusikan
untuk kepentingan bersama. Dengan adanya kesadaran untuk memahami
dan mewakafkan sebagian harta yang dimiliki dalam hal ini dalam
bentuk sawah tersebut menunjukan bahwa harta tersebut tidak hanya
berputar pada golongan tertentu saja, melainkan dapat juga dirasakan
manfaatnya bagi masyarakat lainnya sehingga memberikan kontribusi
dalam terciptanya keadilan distribusi ditengah-tengah masyarakat.
Adanya tanah wakaf tersebut membantu masyarakat yang awalnya tidak
memiliki pekerjaan menjadi dapat bekerja sebagai penggarap wakaf dan
memberikan tambahan penghasilan bagi sebagian masyarakat lainnya
yang bekerja sebagai buruh tani sehingga mereka dapat mencukupi
kebutuhan hidup dan mendapatkan kehidupan yang layak.
Dari keempat asas tersebut ada satu asas yang menjadi penunjang dalam
pengelolaan wakaf produktif yang menurut penulis butuh perhatian lebih yaitu
88
asas profesionalitas manajemen. Pengelolaan wakaf produktif di Desa
Margodadi selama ini belum maksimal dan menggunakan manajemen
kepercayaan. Nazir menuturkan ketika ada dana terkumpul maka dana tersebut
langsung digunakan untuk pemeliharaan dan kebutuhan masjid, musholla dan
madrasah, yang dilakukan secara bergantian. Asas profesionalitas manajemen
ini harusnya dijadikan semangat pengelolaan wakaf produktif dalam rangka
mengambil kemanfaatan yang lebih luas dan lebih nyata untuk kepentingan
masyarakat luas.
Untuk itu diperlukan bimbingan dan pelatihan secara berkelanjutan bagi
nazir wakaf di Desa Margodadi, agar kelak nazir memiliki kemampuan
manajemen yang baik sehingga dapat megelola wakaf lebih produktif. Perlu
juga diperhatikan asas kesejahteraan nazir, agar pekerjaan nazir tidak lagi
diposisikan sebagai pekerja sosial tetapi sebagai pekerjaan profesional yang
dapat hidup dengan layak dengan profesi tersebut.
Selain adanya nazir yang profesional, strategi dalam pengelolaan
menempati posisi teratas dan paling urgen dalam mengelola harta wakaf.
Karena wakaf itu bermanfaat atau tidak, berkembang atau tidak tergantung
pada pola pengelolaan. Bentuk pengelolaan tanah wakaf tersebut dapat
diwujudkan dalam bentuk-bentuk usaha yang dapat menghasilkan keuntungan,
baik melalui produk barang atau jasa. Pola pengelolaan tanah wakaf melalui
usaha-usaha produktif bisa dilakukan jika nazir memiliki dana yang cukup
untuk membiayai operasional usaha. Sementara pada umumnya, para wakif
yang menyerahkan tanah pada nazir tidak disertai unsur pembiayaan yang
dimaksud.
89
Untuk mengelola, memberdayakan dan mengembangkan tanah wakaf yang
produktif serta strategis dimana hampir semua wakif yang menyerahkan
tanahnya kepada nazir tanpa menyertakan dana untuk membiayaai operasional
usaha produktif, tentu saja menjadi persoalan yang cukup serius. Karena itu
diperlukan strategi riil agar bagaimna tanah-tanah wakaf yang begitu banyak
dapat diberdayakan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.
Meskipun wakaf telah memainkan peran yang sangat penting dalam
pembangunan masyarakat khususnya masyarakat muslim, namun dalam
kenyataannya persoalan perwakafan belum dikelola secara baik dan maksimal.
Untuk itu sudah saatnya untuk lebih mengkaji, menganalisis dan menerapkan
strategi pengelolaan dalam rangka pengembangan wakaf secara
berkesinambungan agar harta wakaf, khususnya tanah wakaf yang strategis
bisa dijadikan salah satu alternatif nyata dalam pemberdayaan ekonomi umat.
Perlu adanya inovasi pengembangan wakaf dalam bentuk usaha-usaha lain
yang sifatnya produktif seperti pengembangan pegelolaan wakaf berupa sawah
yang disandingkan dengan budidaya ikan misalnya atau bersamaan dengan
penanaman sayur-sayuran disekitaran sawah agar sawah yang ada menjadi
benar-benar produktif dan tiadak hanya bergantung pada hasil panen padi saja.
Selain itu, pengembangan wakaf juga dapat dilakukan dengan jalinan
kemitraan usaha, bantuan modal kerja atau pembangunan lapangan kerja
lainnya yang dapat menjadikan wakaf yang ada di desa Margodadi dapat
diperluas. Wakaf yang dikelola sampai saat ini hanya lahan pertanian yang
sifatnya produktif hal tersebut mengakibatkan belum tercapainya kesejahteraan
umat secara optimal.
90
Wakaf dalam ajaran Islam sebenarnya mirip dengan sebuah economic
corporation dimana terdapat modal untuk dikembangkan yang keuntungannya
digunakan untuk kepentingan umat, yang lebih menjamin keabadian wakaf itu
adalah adanya ketentuan tidak boleh menjual atau mengubah aset itu menjadi
barang konsumtif, ataupun membiarkannya tanpa diolah atau dimanfaatkan,
tetapi tetap harus menjadikannya sebagi aset produktif. Dengan kata lain,
paling tidak secara teoritis, wakaf harus selalu berkembang dan bahkan
bertambah menjadi wakaf-wakaf baru.
Dari penelitian yang dilakukan dilapangan menunjukan bahwa wakaf
produktif yang dikelola oleh masjid Riyadlusolikhin di desa Margodadi ini pola
pengelolaannya masih bersifat tradisional. Pemanfaatan hasil pengelolaan
wakaf yang ada cenderung lebih untuk memakmurkan masjid dan bantuan
pemeliharaan prasarana pendidikan. Minimnya strategi pengelolaan wakaf
yang digunakan selama ini yang hanya berupa kerja sama bagi hasil (paroan)
hasil dari pengelolaan penanaman padi di lahan wakaf sawah menyebabkan
wakaf yang ada sejauh ini kurang berkembang. Padahal bila hasil pengelolaan
wakaf yang berupa lahan pertanian ini bisa dikembangkan dan dimanfaatkan ke
arah lain yang sifatnya juga produktif maka wakaf yang ada di desa Margodadi
tersebut dapat memberikan kontribusi sosial yang lebih luas bagi masyarakat.
Misalnya dari hasil pengelolaan wakaf tersebut dibelikan sebuah lahan untuk
diberdayakan pendirian usaha-usaha kecil seperti penggilingan padi, toko-toko
ritel, koperasi/BMT, usaha bengkel dan sebagainya sehingga mampu membuka
peluang usaha baru bagi masyarakat dan lebih memproduktifkan kembali
wakaf yang sudah ada.
91
Untuk itu diperlukan jalinan kemitraan usaha dengan lembaga terkait
seperti koperasi atau BMT sehingga pengelolaan wakaf dapat diarahkan untuk
usaha yang lebih produktif. Dengan adanya kerjasama yang dilakukan pihak
nazir dengan koperasi/BMT tersebut maka dapat mencukupi pembiayaan
untuk operasional usaha. Setelah itu diperlukan program pembinaan dan
pemberdayaan masyarakat melalui kemitraan dengan lembaga pemberdayaan
masyarakat yang memenuhi kriteria kelayakan kelembagaan dan profesional,
sehingga tercipta sinergi antara pengelolaan harta wakaf dengan masyarakat
sebagai mitra pengelola.
Dalam pengelolaan wakaf yang dikelola oleh nazir masjid Riyadlusolikhin
di Desa Margodadi diketahui bahwa tanggungjawab pengelolaan wakaf selain
sawah yaitu berupa bangunan mushalla, madrasah dan pondok pesantren
diserahkan kepada masing-masing pengelola bangunan tersebut dan bukan
menjadi tanggungjawab nazir masjid Riyadlusolikhin. Hal tersebut
menunjukan bahwa tidak ada tanggungjawab pengelolaan wakaf yang pada
awalnya diserahkan kepada nazir masjid Riyadlusolikhin sebagai penerima
wakaf. Seharusnya sebagai nazir yang diberi kepercayaan untuk mengelola
wakaf yang diterimanya dari masyarakat, nazir masjid Riyadlusolihin memiliki
tanggungjawab dalam pengelolaan dan pemanfaatan wakaf yang diterimanya,
sehingga dapat diketahui apakah pengelolaan dan pemanfaatan wakaf dalam
bentuk bangunan tersebut sesuai dengan ikrar wakaf pada awalnya atau tidak.
Selain itu dalam penelitian lapangan juga ditemukan bahwa dalam
pengelolaan wakaf produktif yang ada di Desa Margodadi juga kurang
mendapat pengawasan dari masyarakat. Meskipun nazirnya selalu terbuka dan
92
menyampaikan hasil pengelolaan wakaf produktif, namun tidak ada
pengawasan dari masyarakat. Karena masyarakat mempercayakan sepenuhnya
pengelolaan wakaf produktif kepada nazir. Tidak adanya evaluasi dalam
pengelolaan wakaf produktif sehingga tidak diketahui apakah nazir dalam
menjalankan tugasnya berhasil ataukah belum. Kontrol yang lemah ini dapat
berpengaruh pada kinerja nazir karena kontrol yang lemah tersebut
mangakibatkan nazir tidak dapat mengetahui apa yang harus diperbaiki agar
dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Untuk itu diperlukan partisipasi
masyarakat dalam pengawasan pengelolaan wakaf yang ada di desanya untuk
memastikan seluruh rangkaian kegiatan atau rencana yang telah dirancang
telah berjalan sesuai target atau belum dan nazir dapat mengetahui sampai
sejauh mana tugas yang dijalankan sebagai pengelola wakaf berhasil atau
belum.
Sebagai bagian dari ajaran Islam, wakaf mendapat perhatian yang tinggi
dalam Islam. Ajaran wakaf terkait dengan masalah sumber daya alam yang
merupakan harta kekayaan dan sumber daya manusia (SDM) sebagai subyek
pemanfaatan. Di antara permasalahannya yang terpenting adalah pengelolaan,
pemanfaatan, dan pengaturan yang baik dan adil untuk memenuhi
kamakmuran, kesejahteraan, dan kebahagiaan dalam jangka pendek dan jangka
panjang bagi manusia atau dikenal dengan kebahagiaan dunia dan akhirat
untuk menjamin kepuasan, kesejahteraan lahir dan batin manusia.
Pengelolaan harta wakaf produktif di Desa Margodadi masih sebatas pada
pengelolaan sawah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
93
1. Peruntukan wakaf di Desa Margodadi kurang mengarah pada pemberdayaan
ekonomi masyarakatnya dan cenderung hanya untuk kepentingan kegiatan-
kegiatan ibadah, hal ini karena dipengaruhi oleh keterbatasan akan
pemahaman wakaf oleh masyarakat, baik mengenai harta yang diwakafkan,
peruntukan wakaf, maupun nazir wakaf.
Wakaf masih ditempatkan sebagai ajaran yang murni dimasukkan
dalam kategori ibadah mahdhah (pokok). Yaitu, dihampir semua wakaf
diperuntukkan untuk kepentingan pembangunan fisik, sepeti masjid,
musholla, dan madrasah. Sehingga keberadaan harta wakaf belum
memberikan kontribusi sosial yang lebih luas karena hanya untuk
kepentingan peribadatan. Memang hal ini sudah maksimal untuk
pengelolaan produktif akhirat dengan adanya masjid, mushala, pondok
pesantren dan madrasah, namun produktif yang secara materi hanya terbatas
pada sawah yang hasil pengelolaannya diberikan kepada masjid untuk
kesejahteraan masjid.
Harus diakui, pola dan sistem yang digunakan oleh pengelola wakaf
selama ini memang masih sangat tradisional dan monoton, sehingga dalam
pikiran masyarakat umum sudah terbentuk image bahwa wakaf itu hanya
diperuntukkan pada wilayah-wilayah yang non ekonomi, seperti pendirian
masjid, musholla, madrasah, dan lain-lain. Hal ini terjadi karena kebekuan
pemahaman nazir yang mengelola harta wakaf sesuai dengan ikrar wakaf
yang dilakukan wakif. Tidak ada inovasi dalam bentuk usaha-usaha lainnya,
hanya sawah saja yang dikelola secara produktif. Padahal wakaf yang ada
memerlukan biaya pemeliharaan yang tidak sedikit.
94
Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi dari lembaga wakaf terkait sebagai
bentuk proses penyadaran akan peruntukan benda wakaf dan
pemanfaatannya sehingga masyarakat memahami akan pentingnya nilai
wakaf. Selain itu perlu dilakukan usaha pengembangan lain harta benda
wakaf dalam bentuk atau jenis harta yang diwakafkan, misalnya wakaf
tunai, yang akan lebih mempermudah masyarakat dalam melakukan wakaf,
serta dapat dijadikan alternatif dalam mendapatkan dana untuk
mengembangkan harta benda wakaf ataupun dapat digunakan sebagai modal
bagi masyarakat yang tentunya mampu memberdayakan masyarakat
sehingga mendorong perekonomian masyarakat.
2. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) nazir wakaf yang belum
profesional. Banyak nazir wakaf yang hanya didasarkan pada aspek
ketokohan seperti ulama, kyai, ustadz, dan lain-lain, bukan aspek
profesionalisme atau kemampuan mengelola. Sehingga banyak benda-benda
wakaf yang belum maksimal pengelolaannya. Kualifikasi profesionalisme
nazir wakaf di masjid Riyadlusolikhin Desa Margodadi masih tergolong
tradisional yang kebanyakan mereka menjadi nazir lebih karena faktor
kepercayaan dari masyarakat, sedangkan kemampuan manajerial dalam
mengelola wakaf masih sangat lemah, yaitu dalam wakaf produktif hanya
terbatas pada pengelolaan sawah. Para nazir belum mengenal mengenai
wakaf tunai.
Orang yang ingin mewakafkan harta (wakif) tidak tahu persis
kemampuan yang dimiliki nazir tersebut. Dalam kenyataannya, banyak para
nazir wakaf tersebut tidak mempunyai kemampuan manajerial dalam
95
pengelolaan tanah atau bangunan. Keyakinan yang mendarah daging bahwa
wakaf harus diserahkan kepada ulama, kyai, atau lainnya, sementara orang
yang diserahi belum tentu mampu mengurusnya merupakan kendala yang
cukup serius dalam rangka memberdayakan wakaf secara produktif.
Seperti yang terjadi di Desa Margoadi, nazirnya adalah tokoh agama di
desa tersebut, yang mana tidak mempunyai kemampuan manajerial yang
cukup baik dalam mengelola wakaf produktif.Terbukti wakaf yang dikelola
secara produktif hanya terbatas pada pengelolaan sawah. Hasil pengelolaan
sawah tersebut semuanya didistribusikan kepada masjid sebagai aset bagi
kesejahteraan masjid, belum ada yang diarahkan untuk membangun
ekonomi masyarakat yang riil. Walaupun para nazir itu memiliki persepsi
yang positif tentang keadilan sosial dan dedikasi tinggi terhadap kemajuan
wakaf, ketidakprofesionalan telah menghalangi kinerja mereka untuk
mewujudkan tujuan wakaf. Mengingat salah satu tujuan wakaf adalah
menjadikannya sebagai sumber dana yang produktif, tentu memerlukan
nazir yang mampu melaksanakan tugas-tugasnya secara profesional dan
bertanggung jawab. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa:
Artinya: Rasulullah SAW bersabda: “Jika amanat telah disia-siakan,
tunggu saja kehancuran terjadi.” Ada seorang sahabat bertanya
bagaimana maksud amanat disia-siaka? Nabi Menjawab: “Jika
urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah
kehancuran itu.” (HR.Bukhari: 6015, Kitab Hal-hal yang melunakan
hati, Bab Hilangnya Amanah)
96
Hadits di atas menegaskan bahwa segala sesuatu itu harus diberikan
kepada yang mampu menjaga amanat dan yang merupakan ahli
dibidangnya. Hal ini selaras dengan sikap profesional yang harus dimiliki
oleh seorang nazir wakaf agar harta wakaf yang ada dapat berkembang dan
bermanfaat bagi masyarakat, sehingga harta wakaf tersebut tidak menjadi
sesuatu yang sia-sia.
Untuk itu diperlukan upaya pemberdayaan seperti melalui pelatihan dan
perbaikan manajemen harta wakaf dari mulai rekruitmen nazir yang
profesional, mempunyai wawasan luas, mampu serta cakap dan
pengurusannya memiliki masa bakti, agar harta wakaf dapat dikembangkan
untuk sektor produktif dan pendistribusiannya mengarah pada keadilan
sosial.
3. Kurangnya tingkat sosialisasi dari beberapa lembaga yang peduli terhadap
pemberdayaan ekonomi (khususnya lembaga wakaf) karena minimnya
anggaran yang ada. Untuk itu diperlukan adanya kerja sama antar pihak-
pihak yang mengurusi masalah perwakafan sehingga tercipta kesamaan pola
pikir yang searah dalam hal pengelolaan dan praktek perwakafan yang
benar.
B. Dampak Pengelolaan Wakaf Produktif Terhadap Kesejahteraan
Sebagai salah satu sumber dana yang penting dan besar sekali manfaatnya
bagi kepentingan agama dan umat (khususnya Islam), wakaf juga bisa untuk
pembinaan kehidupan beragama dan peningkatan kesejahteraan umat Islam,
terutama bagi orang-orang yang tidak mampu, cacat mental atau fisik, orang-
97
orang yang sudah lanjut usia dan sebagainya yang sangat memerlukan bantuan
dari sumber dana seperti wakaf.
Ketika seseorang bersedekah hanya sebagai sumbangan konsumtif, maka
pahala yang diperolehnya adalah sebatas nilai konsumsi itu. Tetapi ketika sedekah
itu diniatkan dan diakadkan sebagai wakaf, yang kelak bersama dengan sedekah-
sedekah lainnya telah sampai pada jumlah yang cukup, dan dibelikan aset
produktif dengan surplus yang dialirkan kepada para fakir miskin, pahalanya akan
terus mengalir. Sepanjang aset itu tetap produktif, dan surplusnya dialirkan
sebagai jariyah, selama itu pula tabungan akhirat sebagai seorang wakif terus
bertambah.
Pada dasarnya dalam pelaksanaannya wakaf produktif memiliki dua dimensi
yaitu dimensi religi dan dimensi sosial ekonomi. Dimensi religi berarti bahwa
wakaf yang dilakukan merupakan anjuran agama Allah yang perlu dilakukan oleh
setiap muslim. Hal ini merupakan bentuk ketaatan seorang muslim kepada
tuhannya, sehingga tindakan yang dilakukan yaitu wakaf akan mendapat pahala
dari Allah SWT karena telah mentaati perintah-Nya. Dimensi ini menunjukkan
hubungan vertikal manusia dengan penciptanya yang biasa disebut hablun
minallah. Dimensi kedua merupakan dimensi sosial ekonomi dimana terdapat
unsur ekonomi dan sosial dalam praktek wakaf. Dalam praktek wakaf para
pemilik harta mengulurkan tangannya untuk membantu kesejahteraan sesamanya.
Bila dilihat dilapangan, pengelolaaan wakaf berupa sawah yang di kelola
oleh nadzir Masjid Riyadlusolikhin di Desa Margodadi telah memberikan
beberapa dampak pada kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat dapat
diukur dari beberapa indikator, indikator kesejahteraan merupakan suatu ukuran
98
ketercapaian masyarakat dimana masyarakat dapat dikatakan sejahtera atau tidak.
Sebagai indikator yang berangkat dari pemikiran-pemikiran yang sudah
dipaparkan dalam landasan teori pada bab kedua yang mengukur kesejahteraan
masyarakat karena adanya tanah wakaf, maka dari data-data yang diperoleh sebagi
berikut:
1. Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh
orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya
dengan tujuan anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak
dengan bantuan orang lain.
Dengan adanya hasil dari pengelolaan wakaf produktif berupa sawah
tersebut, maka dapat membantu untuk pemeliharaan prasarana pendidikan
seperti pondok pesantern dan madrasah mulai dari tingkat SD,SMP hingga
tingkat SMA yang ada di Desa Margodadi yang dilakukan secara
bergantian, sehingga para siswa dapat memiliki fasilitas yang memadai
untuk jalannya proses belajar-mengajar. Dari hasil pengelolaan wakaf
tersebut juga digunakan untuk membantu pembelian lahan yang akan
digunakan untuk bangunan madrasah. Namun yang disayangkan adalah dari
hasil pengelolaan wakaf sawah ini hasilnya belum dirasakan bagi bantuan
pendidikan seperti beasiswa bagi anak yang kurang mampu dan berprestasi.
2. Bidang Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.
99
Indikator kesehatan yang menjadi komponen sejahtera yaitu terpenuhinya
papan, sandang dan kesehatan sehari-hari.
Dalam segi kesehatan hasil dari pengelolaan wakaf produktif yang
dikelola oleh nadzir Masjid Riyadlusolikhin ini belum dapat dirasakan.
Prasarana kesehatan di desa Margodadi yang belum mencukupi
mengakibatkan masyarakat harus keluar dari desa untuk memperoleh akses
kesehatan yang dibutuhkan, namun hasil dari pengelolaan wakaf sawah
yang ada belum diarahkan untuk membangun prasarana kesehatan di Desa
Margodadi.
3. Tingkat pendapatan
Pendapatan merupakan penghasilan yang diperoleh masyarakat yang
berasal dari pendapatan kepala rumah tangga maupun pendapatan anggota-
anggota rumah tangga. Penghasilan tersebut biasanya dialokasikan untuk
konsumsi, kesehatan, maupun pendidikan dan kebutuhan lain yang yang
bersifat material. Menurut SPKPM (Studi Penentuan Kriteria Penduduk
Miskin) tingkat pendapatan perbulan yang dikatakan sejahtera adalah
>Rp500.000.
Adanya tanah wakaf di Desa Margodadi memberikan manfaat bagi
masyarakat sekitar. Dari tanah wakaf berupa sawah yang ada dapat
memberikan kontribusi terhadap tingkat pendapatan masyarakat. Lahan
tersebut dikelola dan hasilnya dibagi dua antara penggarap dan nazir yang
mewakili masjid sebagai pemilik tanah. Dengan adanya wakaf produktif
berupa sawah tersebut memberikan pendapatan pada masyarakat yang tidak
memiliki pekerjaan. Hal ini dikarenakan sawah wakaf yang ada dapat
100
dikelola masyarakat dengan sistem bagi hasil sehingga memberikan
masyarakat yang tidak memiliki sawah, tetap bisa bercocok tanam dengan
adanya sawah wakaf yang dikelola dengan model bagi hasil tersebut, selain
itu beberapa masyarakat juga memiliki penghasilan tambahan karena
bekerja sebagai buruh tani di lahan tersebut. Meskipun terjadi kenaikan
pendapatan dengan adanya pengelolaan wakaf, namun dampaknya hanya
dirasakan oleh beberapa masyarakat terutama yang bekerja sebagai petani
penggarap dan buruh tani di sawah wakaf tersebut. Pendapatan yang
diperolah dari mengelola sawah wakaf produktif ini tidaklah selalu sama,
namun hal tersebut membantu masyarakat untuk mencukupi kebutuhan
hidupnya, tingkat pendapatan masyarakat terutama yang bekerja sebagai
petani penggarap sawah wakaf mengalami peningkatan sekitar 20% per
bulan. Bapak Paimin, Wasit dan Rosiman yang bekerja sebagai petani
penggarap wakaf mengaku pendapatan mereka meningkat dikarenakan
mereka memiliki pekerjaan sebagai penggarap tanah wakaf, sehingga
dengan adanya tanah wakaf tersebut memberikan dampak positif terhadap
kesejahteraan masyarakat.
4. Komposisi Pengeluaran
Pola konsumsi rumah tangga merupakan salah satu indikator
kesejahteraan rumah tangga/keluarga. Makin tinggi tingkat penghasilan
rumah tangga, makin kecil proporsi pengeluaran untuk makan terhadap
seluruh pengeluaran rumah tangga. Dapat dikatakan bahwa rumah
tangga/keluarga akan semakin sejahtera bila presentase pengeluaran untuk
101
makan lebih kecil dibandingkan presentase pengeluaran untuk non makan
atau <80% dari pendapatan.
Tingkat pendapatan masyarakat Desa Margodadi dapat dikatakan tidak
menentu, akan tetapi hal ini tidak membuat masyarakat untuk memperkecil
atau menambah pengeluarannya. Apabila pendapatan mereka tinggi maka
pengeluaran untuk kebutuhan konsumsi dapat tercukupi dengan baik. Akan
tetapi jika pendapatan mereka sedikit, pengeluaran untuk konsumsipun
hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan saja.
Adanya tanah wakaf yang digarap oleh masyarakat berupa lahan
persawahan dapat membantu masyarakat. Menurut beberapa masyarakat
seperti bapak Paimin, Wasit dan ibu Tukinem pengeluaran dalam sebulan
lebih banyak untuk pengeluaran pangan sekitar lebih dari 50%. Sementara
sisanya digunakan untuk keperluan lain seperti biaya listrik, biaya
pendidikan, serta biaya kesehatan. Maka dengan demikian dapat dikatakan
bahwa pengeluaran/konsumsi terbesar yang dikeluarkan dari hasil
pendapatan lebih besar untuk konsumsi pangan. Sisa pendapatan digunakan
untuk pengeluaran lain seperti biaya listrik, pendidikan anak, dan kesehatan.
Adanya tanah wakaf yang dapat dikelola dan digarap oleh masyarakat
sekitar tidak mempengaruhi komposisi pengeluaran terhadap kebutuhan
pokok. Beberapa wawancara terhadap petani penggarap sawah wakaf
mengatakan pendapatan yang diperoleh dari mengelola tanah wakaf
digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok, biaya pendidikan anak,
maupun kesehatan, namun terkadang pendapatan yang mereka peroleh
belum mencukupi biaya kebutuhan hidup mereka.
102
5. Tingkat Perumahan
Menurut Biro Pusat Statistik (BPS) dikatakan perumahan yang
dianggap sejahtera adalah tempat berlindung yang mempunyai dinding,
lantai, dan atap yang baik. Bangunan yang dianggap kategori sejahtera
adalah luas lantainya lebih dari 10m2 dan bagian terluas dari rumah bukan
tanah, status penguasaan tempat tinggal milik sendiri.
Apabila dilihat dari indikator perumahan, belum seluruhnya masyarakat
di Desa Margodadi dapat dikatakan sejahtera karena beberapa masyarakat
belum memiliki hak atas kepemilikan tanah dan bangunan, serta luas
bangunan yang belum memenuhi kategori sejahtera. Namun terlepas dari
hal tersebut lebih banyak masyarakat yang telah memiliki status
kepemilikan rumah dan juga didukung dengan adanya fasilitas seperti
listrik, dan air bersih.
Dengan adanya wakaf produktif yang dapat dikelola oleh masyarakat
sekitar menjadikan masyarakat dapat memenuhi kebutuhan akan tempat
tinggal yang layak. Pendapatan yang diperoleh dari mengelola wakaf sawah
tersebut dapat digunakan masyarakat untuk membangun dan memperbaiki
kondisi rumah yang mereka tempati. Menurut bapak Sodiqin dan Wasit
yang bekerja sebagai penggarap sawah wakaf mereka dapat membangun
dan memperbaiki rumah mereka dari hasil yang diperoleh dengan mengelola
wakaf tersebut.
103
Beberapa indikator kesejahteraan masyarakat yang sudah dijelaskan di
atas telah menunjukan bahwa adanya tanah wakaf berdampak positif bagi
masyarakat sekitar, karena sebagian besar dapat membantu memenuhi
kebutuhan masyarakat. Hal ini ditujukan bahwa beberapa indikator-
indikator kesejahteraan masyarakat yang ada sudah mencapai kriteria
kesejahteraan. Namun yang perlu mendapat perhatian lebih untuk kedepan
adalah tingkat kesehatan, karena belum terpenuhinya prasarana kesehatan
yang memadai di Desa Margodadi sehingga diharapkan hasil pengelolaan
wakaf dapat membantu untuk membangun prasarana kesehatan agar
kedepan masyarakat dapat memiliki ases kesehatan yang mencukupi.
Selain beberapa dampak positif yang timbul dari pengelolaan wakaf
tersebut, ternyata juga terdapat beberapa dampak negatif dari wakaf yang ada
di Desa Margodadi antara lain:
1. Ketertiban administrasi
Tertib administrsi merupakan bagian dari pelaksaan rukun wakaf itu
sendiri. Tertib administrsi juga sebagai kekuatan hukum sehingga objek
wakaf menjadi jelas akan statusnya guna meminimalisir perselisihan dan
persengketaan status objek wakaf dikemudian hari. Objek wakaf yang ada di
Desa Margodadi baru memiliki akta ikrar wakaf dan belum memiliki
sertifikat tanah wakaf. Hal tersebut dikemudian hari dapat menimbulkan
perselisihan mengenai status objek wakaf yang ada, sehingga diperlukan
pengurusan ketertiban administrasi agar status objek wakaf menjadi jelas.
Kurangnya SDM dalam mengelola wakaf di desa tersebut menjadi salah
satu kendala dalam penyusunan proses administrasi sehingga diperlukan
104
nazir wakaf yang tanggap dan peran serta masyarakat agar kelengkapan
administrasi segera diproses di kantor KUA setempat demi ketertiban
administrasi tanah wakaf yang dipercayakan kepadanya sehingga tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan mengenai status kepemilikan tanah
wakaf yang sah.
2. Bentuk wakaf dan pola pengelolaannya
Wakaf yang ada samapi saat ini hanya berbentuk properti, sehingga
hanya masyarakat disekitar properti tersebut yang dapat menikmati dan
kurang menyebar. Selain itu kurang berperannya wakaf dalam
pemberdayaan ekonomi dikarenakan wakaf produktif yang ada masih
menggunakan manajemen kepercayaan dan belum dikelola secara
maksimal. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan paradigma baru
dalam pengelolaan wakaf. Perlunya inovasi pengembangan wakaf dalam
bentuk usaha-usaha lainnya seperti wakaf tunai dapat dijadikan salah satu
alternatif, sehingga tidak hanya golongan kaya yang memiliki properti saja
yang dapat berwakaf, namun juga masyarakat golongan menengah juga
dapat mewakafkan uang yang mereka miliki sebagai wakaf dan manfaat dari
adanya wakaf tersebut dapat dirasakan lebih luas dibanding hanya wakaf
properti. Perbaikan dan pengawasan dalam pola pengelolaan wakaf juga
harus dilakukan, masyarakat harus ikut mengawasi dan memberikan
masukan tentang bagaiman pemanfaatan dari wakaf yang ada di daerahnya
agar nazir wakaf mengetahui sejauh mana keberhasilan dalam pengelolaan
wakaf yang mereka lakukan. Untuk itu diperlukan rencana jangka panjang
yang terprogram dalam pengelolaan dan pemanfaatan harta wakaf sehingga
105
harta wakaf yang ada menjadi lebih terkoordinasi dan alokasi
pendistribusian hasil pengelolaan wakaf menjadi lebih merata dan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas.
3. Belum adanya pengembangan wakaf ke sektor produktif lainnya
Pengelolaan wakaf yang ada selama ini hanya dalam bentuk sawah
yang dikelola secara produktif dengan sistem bagi hasil. Hal tersebut
mengakibatkan hanya sebagian kecil masyarakat yang menikmati hasil dari
keberadaan wakaf yang ada di daerahnya, terutama masyarakat yang bekerja
sebagai petani penggarap sawah wakaf dan buruh tani. Diperlukan
pengembangan pengelolaan wakaf ke sektor-sektor yang produktif lainnya
sehingga tidak hanya sebagian kecil masyarakat saja yang dapat menikmati
hasil dari wakaf yang ada di daerahnya namun seluruh masyarakat dapat
menikmati hasil dari wakaf yang ada sehingga dari wakaf yang ada dapat
tercipta kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Hasil pengelolaan wakaf produktif selama ini kurang mengarah untuk
kemajuan kesejahteraan umum dengan cara mewujudkan potensi dan manfaat
ekonomi harta benda wakaf yang ada. Sehingga sasaran pemanfaatan hasil
wakaf produktif di Desa Margodadi ini baru memenuhi dua aspek dari yang
disebutkan dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Pasal 22 yang
menyatakan bahwa: “Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta
benda wakaf hanya dapat diperuntukkan bagi:”
1. Sarana dan kegiatan ibadah
2. Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan
3. Bantuan fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa
106
4. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, dan/atau
5. Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan
syariah dan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan dari uraian di atas, penulis dapat menganalisa bahwa
pengelolaan wakaf produktif yang berupa sawah tersebut baru memenuhi dua
aspek yaitu digunakan untuk sarana kegiatan ibadah dan pendidikan, namun
belum mencakup aspek lain. Untuk segi kesehatan misalnya yang tergolong
belum memenuhi indikator kesejahteraan di desa tersebut, hasil pengelolaan
wakaf yang ada di desa Margodadi belum diarahkan pada pembangunan
prasarana kesehatan di desa. Serta untuk aspek lain yang disebutkan dalam
undang-undang tersebut, pengelolaan wakaf yang ada di Desa Margodadi ini
masih belum menyentuh aspek tersebut. Bantuan untuk fakir miskin, yatim
piatu ataupun bantuan yang sifatnya seperti beasisiwa dan bantuan berupa
modal kerja belum diberikan dari hasil pengelolaan wakaf produktif.
Pendistribusian hasil wakaf produktif yang ada di Desa Margodadi yang
berupa sawah, hanya diberikan kepada masjid sebagai aset bagi kesejahteraan
masjid. Pengelolaan wakaf produktif sampai sekarang belum bisa memberikan
sumbangsih bagi kegiatan pendidikan, bantuan kepada fakir miskin, dan
kemajuan ekonomi masyarakat di Desa Margodadi. Hal ini karena nazir dalam
mengelola wakaf tidak memiliki militansi yang kuat dalam mengembangkan
wakaf produktif dalam bentuk usaha-usaha lainnya. Pola pemanfaatan hasil
wakaf yang cenderung konsumtif hanya untuk pemeliharaan sarana dan
prasarana yang sudah ada tanpa menambah fasilitas wakaf yang ada. Hal ini
107
menjadikan hasil pengelolaan wakaf produktif belum menyentuh masyarakat
miskin yang selama ini membutuhkan bantuan.
Perlu adanya sumberdaya manusia (SDM) dengan karakteristik yang
kompeten, profesional, jujur dan amanah dalam pengelolaan wakaf sehingga
dapat mengembangkan harta wakaf. Lebih lanjut, pengembangan wakaf
kesektor-sektor produktif wajib dilakukan agar harta wakaf yang ada dapat
memberikan kesejahteraan yang nyata bagi masyarakat secara luas.
Pengelolaan wakaf di Masjid Riyadlusolihin diharapkan dapat lebih
dikembangkan kesektor produktif lainnya selain pengelolaan sawah sehingga
pengelolaan wakaf yang ada tidak hanya dapat dinikmati oleh sebagian
masyarakat yang terkait tanah wakaf tersebut namun manfaat tanah wakaf
dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat yang ada di desa tersebut,
sehingga tercipta kesejahteraan dimasyarakat dengan adanya wakaf.
top related