bab iii biografi dan pondok modern gontor...
Post on 06-Feb-2018
236 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
46
BAB III
BIOGRAFI DAN PONDOK MODERN GONTOR
MENURUT KH. IMAM ZARKASYI
A. Biografi KH. Imam Zarkasyi
1. Masa Kelahiran KH. Imam Zarkasyi
Imam Zarkasih dilahirkan sebagai putra bungsu dari tujuh
bersaudara. Seperti saudara-saudaranya, Imam Zarkasyi dilahirkan
dikompleks pondok Gontor lama pada tanggal 21 Maret 1910 dari seorang
ibu bernama Nyai Sudarmi. Ayahnya Kyai Santoso Anom besari adalah
Kyai terkahir pondok Gontor lama. Sikap waranya sangat menonjol.
Wataknya yang pandai, zuhud dalam beribadah, berbudi pekerti luhur
lebih mencerminkan seorang keturunan kyai dari pada keturunan kelurga
periyai atau bangsawan.1
Ibu Nyai Sudarmi adalah sosok wanita shalehah, berwatak keras
dan cekatan dalam mengangani bemacam-macam pekerjaan. Sifatnya
keras ini nampak dalam caranya mendidika putra-putranya. Kecekatannya
tampak ketika ia mampu menggarap sawah dan ladang suaminya yang
luas. Masa kanak-kanak Imam Zarkasyi bukanlah masa yang
menyenangkan, ia lahir dan dibesarkan dalam masa penjajahan, zaman
paceklik. Meski termasuk keluarga berada, ia dan keluarganya terpaksa
makan sawut (parut singkong yang dimasak) untuk menyambung hidup
dan bersekolah. Dalam usia belum genap 10 tahun, Imam Zarkasyi telah
menjadi anak yatim. Ayahnya meninggal dunia saat kondisi pondoknya
sangat mundur dan belum memiliki generasi penerus. Ia bersama dengan
keenam saudaranya sangat terpukul, sebab ayahnya adalah satu-satunya
orang yang menjadi figur dalam keluarga dan masyarakat saat itu.
Keprihatinan yang sangat mendalam juga dirasakan oleh ibunya. Ibu Nyai
1Tim Penyusun Biografi, KH. Imam Zarkasyi dari Gontor Merintis Pondok Modern,
(Ponorogo: Gontor Perss, 1996), hlm,. 4.
-
47
Sudarmi Santoso selain kehilangan pendamping yang sangat berperan
dalam hidupnya, ia juga harus menggantikan peran suaminya sebagai figur
dalam keluarga. Dengan demikian ia harus menghidupi tujuh putra-
putrinya.
Ditengah keprihatinannya, ibu nyai Sudarmi Santoso bermimpi
seakan melihat bahwa di dalam masjid pondok ada seekor ayam betina
dengan tiga ekor anaknya. Dan tiba-tiba seorang yang tak dikenal
berpesan agar ketiga ekor anak ayam itu dijaga dan dipelihara. Dalam
keadaan jiwa yang bersih, mimpi adalah salah satu petunjuk yang benar.
Pikiran dan firasatnya segera tertuju kepada ketiga anaknya (Ahmad
Sahal, Zaenudin Fanani, dan Imam Zarkasyi). Mereka itukah yang harus
dipelihara, dididik, dibesarkan dan di arahkan pendidikannya agar menjadi
anak yang alim, saleh, dan terhormat seperti ayahnya dan nenek moyang
mereka.2
Suatu saat ibu Nyai Santoso dan ketiga purtanya dipanggil oleh R.
Anompuro yang merupakan ipar, dan paman dari anak-anaknya. Setelah
sampai di rumah R. Anom puro yang terleta di kota Ponorogo, satu
persatu dari ketiga putranya secara berurutan dipanggil memasuki sebuah
bilik. Di dalam bilik tersebut ketiganya disuruh membaca doa dan surat-
surat pendek. Setelah selesai, tiba-tiba R. Anompuro mengatakan kepada
ibu Santoso. Yo wis yu tamponono ! (Sudahlah mbakyu, terimalah !).
Menopo ingkang kulo tampi? (apa yang saya terima ?), tanya Ibu
Santoso. Anaku ora ono sing kuat (anak saya tidak ada yang kuat)
jawab pak Anompuro. Menopo ingkang kulo tampi? Ibu Santoso
mangulang Wis to iyanono wae (sudah terima saja), kata R. Anompuro,
Inggih!, Jawab Ibu Santoso.
Sesudah itu Ibu Santoso beserta ketiga putranya berpamitan pulang
ke Gontor, meskipun belum juga mengerti apa maksud R. Anompuro tadi.
Belakangan, Imam Zarkasyi baru mengerti bahwa kejadian itu merupakan
2Ibid., hlm 6.
-
48
simbol pemberian restu dari generasi tua. Setelah kejadian itu Ibu Santoso
lebih keras lagi dalam mendidik Imam Zarkasih dan kedua kakaknya.
Tak lama kemudian setelah pristiwa tersebut Ibu Santoso
meninggal dunia dengan penuh ketenangan. Pesannya yang selalu teringat
adalah supaya ketiga putranya tersebut belajar dengan sungguh-sungguh,
agar menjadi orang yang alim dan saleh. Kematian ibunya merupakan
penderitaan yang berat bagi Imam Zarkasi dan kedua kakaknya, yang saat
itu masih belum menginjak usia dewasa. Selain itu ketiganya masih belum
cukup umur untuk berdiri sendiri. Meski demikian, tidak sedikit hasil
pendidikan yang telah ditanamkan sang ibu kepada mereka sebagai dasar
bekal hidup. Karenanya Imam Zarkasyi bertekad untuk terus belajar
mengejar ilmu seperti yang ditanamkan oleh ibunya dengan menolong diri
sendiri dan percaya kepada diri sendiri.
Sesuai pesan Ibunya, Imam Zarkasyi mulai mondok dan
bersekolah pada usia kurang lebih 10 tahun. Sekolah yang dimasukinya
pada tingkat dasar adalah sekolah desa. Untuk mondok ia masih di pondok
Joresan seperti kedua kakaknya.di pondok Joresan Imam Zarkasyi
mempelajari kitab Talim Mutaalim, as-Sulam, Safinatun Najah, dan
Taqrib, dibawah asuhan dan bimbingan Kyai Anwar dan Kyai Syarif.
Setelah menyelesaikan sekolah desa selama tiga tahun, Imam
Zarkasyi melanjutkan sekolahnya ke sekolah Ongko Loro di Jetis. Sama
seperti ketika sekolah di desa, di sore harinya ia mondok di pondok
Joresan di bawah bimbingan Kyai Mansyur. Di Joresan Imam Zarkasyi
mengaji Tauhid, Khatmu al-Quran, Berjanji, dan Khitobah.3
Setelah menyelesaikan belajarnya di sekolah Ongko Loro dan
pondok Joresan Imam Zarkasyi berencana melanjutkan pelajarannya ke
Solo. Ketika itu kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan dan belajar
telah mendorong kepeduliannya untuk memperhatikan dan mengamati
kondisi lembaga pendidikan yang ia masuki. Kesadaran itulahyang
3Ibid., hlm. 19.
-
49
mendorong dirinya untuk melihat kota Solo sebagai tempat belajar
selanjutnya.
Di kota solo Imam Zarkasyi mendaftarkan dirinya di tiga lembaga
pendidikan Islam, yaitu : Pondok Jamsaren tempat ia mengaji kitab di
malam hari, di madrasah Arabiyah Islamiyah untuk sekolah pagi, dan di
madrasah Manbaul Ulum tempat belajarnya di sore hari. Di pondok
Jamsaren, kitab-kitab yang di pelajari antara lain : Shahih Bukhari, Shahih
Muslim, Fathul Wahab, al-Hikam, Ihya Ulumuddin, Tafsir Jalalain,
Safinatun Najah dan Qiraat Syatibi. Sedangkan di madrasah Arabiyah
Islamiyah di bawah asuhan Ustadz Mahmud Omar al-Hasyimi. Di
Manbaul Ulim materinya sama dengan di pondok tetapi menggunakan
metode yang lebih modern yaitu metode langsung (direct method). Belum
sampai tamat di MAI dan Manbaul Ulum, Imam Zarkasyi tertarik untuk
mengikuti program takhasus Ustadz Muhammad Omar al-Hasyimi.
Tampaknya program takhasus di asrama Ustadz Muhammad Omar al-
Hasyimi jauh lebih penting dari pada meneruskan pelajaran di MAI dan
Manbaul Ulum. Yang jelas ia sangat menghomati dan mengagumi
gurunya, karena omar al-Hasyimi merupakan figur yang perlu diteladani
terutama dalam cara mendidik dan mengajar murid-muridnya.
Bersama dengan Muhammad Omar al-Hasyimi Imam Zarkasyi
benar-benar menemukan sosok seorang pendidik, pemikir, politikius,
berwawasan luas yang baik dan terbukti setelah ia benar-benar mahir
dalam berbahasa Arab dan dapat berbantah-bantahan dengan orang
Hadramaut. Di Solo Imam Zarkasyi menuntut ilmu selama lima tahun
termasuk di takhassus Omar al-Hasyimi. Sebenarnya setelah selesai
belajar di Solo, Imam Zarkasyi mendapatkan tawaran untuk belajar ke
Mesir, tetapi nasibnya belum baik, ia tergeser oleh calon lain dari
keturunan Arab karena tidak jadi belajar ke Mesir, ia tetap mencari jalan
lain untuk mencari guru yang pernah belajar ke Mesir. Untuk itu al-
-
50
Hasyimi menyarankan kepadanya untuk melanjutkan studi ke padang
Panjang, Sumatra Barat. Di daerah ini telah banyak ulama lulusan Mesir.4
Di Pandang Panjang sekolah yang pertama dimasuki oleh Imam
Zarkasyi adalah Sumatra Thawalib Scholl. Masa belajar di sekolah ini
tujuh tahun, terdiri atas 4 tahun tingkat Ibtidaiyah dan 3 tahun tingkat
Tsanawiyah. Imam Zarkasyi mulai belajar di Thawalib Scholl langsung
duduk di kelas VI atau kelas dua Tsanawiyah, dan berhasil menamatkan
dalam waktu 2 tahun. Di thawalib scholl selain pelajaran agama juga
diajarkan pengetahuan umum, bahasa belanda, dan bahasa Inggris. Setelah
lulus dari tahawalib scholl, Imam Zarkasyi melanjutkan pendidikannya di
Normal Islam Scholl. Normal Islam pada masa itu dianggap sebagai
sekolah yang modern. Baik kurikulum maupun dimaupun didaktik
metodiknya, disampung bangunan fisiknya. Isi kurikulumnya meliputi
ilmu pengetahuanumum, bahasa Arab dan bahasa Asing.
Dari ustadz Mahmud Yunus sebagai pimpinannya, Imam Zarkasyi
mempelajari beberapa khusus bahasa Arab. Di sini ia menemukan cara-
cara mengajarkan bahasa Arab dan bahasa Inggris yang betul. Disamping
itu dipelajarinya ilmu pendidikan dan ilmu jiwa.
Imam Zarkasyi termasuk kesayangan Ustadz Mahmud Yunus.
Mahmud Yunus tahu benar potensi yang ada pada diri Muridnya, Imam
Zarkasyi. Ketekunannya membaca buku, kesungguhannya mengingat
pelajaran, keaktifannya dalam berorganisasi dan dalam kegiatan ekstra
kurikuler, sejak dini telah menarik perhatian Direktur Normal Islam. Maka
setelah menyelesaikan pelajarannya di Normal Islam tahun 1935, Imam
Zarkasyi langsung ditugasi oleh Ustadz Mahmud Yunus untuk menjadi
direktur Kweekschool Muhammadiyah selama satu tahun, lalu diserahkan
kepada rekannya H. Oemar Bakri untuk meneruskannya, kemudian ia
pulang ke Gontor Ponorogo Jawa Timur.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Padang Panjang,
lengkaplah sudah pengalamannya. Ia mengetahui kelemahan dan
4Ibid., hlm. 21-29.
-
51
kelebihan dua sistem pendidikan Islam, yaitu pondok dan madrasah.
Pondok memiliki kelemahan dalam bidang metodologi pengajaran,
sedangkan madrasah memiliki kelebihan dalam bidang ini. Pondok
memiliki keunggulan dalam sistem pendidikan dengan sistem kehidupan
pondoknya di bawah pengasuhan kyai, sedangkan madrasah tidak
memiliki keunggulan ini.5
Setelah pulang ke Gontor KH. Imam Zarkasyi benar-benar
mencurahkan segala kemampuannya untuk membangun pondok
peninggalan leluhurnya. Sebagian besar kehidupannya dicurahkan untuk
kemajuan pondok yang dicita-citakan bersama kedua kakaknya. Terbukti
hingga saat ini Gontor merupakan pondok modern yang banyak
menghasilkan lulusan yang berprestasi dan diakui oleh lembaga
pendidikan dalam maupun luar Negeri. Semua ini tidak lain karena prinsip
KH. Imam Zarkasyi dan kedua kakaknya yaitu Bahu, Bondo, pikir, nek
perlu sak Nyawane Pisan (Tenaga, Harta, Pikiran kalau perlu Nyawa
sekalian).6
Walaupun segala perhatiannya sebagaian besar dicurahkan kepada
kemajuan pondok KH. Imam Zarkasyi tidak lupa terhadap pendidikan
anak-anaknya. Pendidikan KH. Imam Zarkasyi kepada urta-putrinya
sangat keras dan dengan disiplin ketat serta mengutamakan ketaatan
penuh dari putra-putrinya. Ketentuan dan kesungguhan putra-putrinya
dalam belajar dan mengajarkan segala sesuatu juga sangat diperhatikan.
Sejak kecil belajar dengan tekun sudah dibiasakannya. Setelah selesai
shalat maghrib sebelum makan malam dan sesudah shalat Isya adalah
masa belajar bagi putra-putrinya yang masih duduk di sekolah dasar.
Kepada putra-putrinya juga diajarkan kesederhanaan hidup dan tanggung
jawab terhadap penataan rumah dan pekerjaan rumah tangga lainnya
seperti memasak, menyediakan air panas, membuat kue hari raya bagi
anak putri, mengepel, mengatur tempat tidur dan lain-lain. Di luar rumah
5Ibid., 29-34. 6Ibid., hlm. 247.
-
52
putra-putrinya juga diharuskan mengikuti pekerjaannya, seperti ke sawah
pada waktu musim tanam dan musim panen, membagikan zakat fitrah
pada malam hari raya, menanam pohon kelapa ke kebun dan lain
sebagainya. Beliau selalu berpesan agar tidak merasa hina atau malu
dalam mengerjakan setiap pekerjaan yang halal.
Kalau saya dapat mendidik santri ratusan bahkan ribuan, mengapa
saya tidak mampu mendidik anak saya sendiri, begitulah beliau sering
berkata. Begitulah tekad, nalar dan gambaran tentang cara KH. Imam
Zarkasyi dalam mendidik putra-putrinya. Setelah sekian lama mendidik
santri, KH. Imam Zarkasyi mengakhiri hidupnya pada hari selasa 30 April
1985. Kyai yang tidak hanya sukses mendidik santri, melainkan juga
putra-putrinya itu meningal dunia sesuai keinginannya, hidup enak dan
bermanfaat bagi orang banyak, mati pun enak, tidak menyusahkan orang
banyak. Beliau meninggal dengan penuh konsekwen sesuai dengan
selogan yang selalu didengung-dengungkan kepada santri-santrinya bahwa
dalam perjuangan kita harus mengerahkan harta, tenaga, pikiran dan jika
kerlu sekaligus nyawa. Beliau meninggal dunia ketika telah gencar-
gencarnya dalam mendidik santri.7
2. Karya-Karya KH. Imam Zarkasyi
Sebelum memahami karya-karya yang dihasilkan KH. Imam
Zarkasyi, layak kiranya jika terlebih dahulu dipahami pemikiran tentang
makna karya. Karya dalam pandangan KH. Imam Zarkasyi, secara
mendasar dihubungkan dengan prinsip amal jariyah yang membawa
manfaat kepada orang lain. Semakin besar manfaat karya seseorang
semakin besar nilai amal jariyah dari karya itu. Sehingga, karya yang
bermanfaat merupakan salah satu bentuk ibadah dan realisasi ketaqwaan
serta menjadi ukuran kebesaran seseorang.
7lok-cit
-
53
Karangan KH. Imam Zarkasyi dalam bentuk tulisan diantaranya
adalah:
1. Darus al-Lugha al-Arabiyyah I dan II, merupakan buku pelajaran
bahasa Arab dasar dengan sistem Gontor.
2. Kamus Darus al Lugah al-Arabiyyah I dan II
3. Al-Tamrinat I, II dan II, merupakan buku latihan dan pendalaman
qawaid (kaidah-kaidah tata bahasa), uslub (gaya bahasa), kalimat, dan
mufradat (kosa kata).
4. Dalil at-Tamrinat I, II dan III.
5. Amtsilah al-Jumal I dan II, merupakan buku yang berisi contoh-
contoh irab dari kalimat lengkap yang benar.
6. Al-Alfazh al-Mutaradifah, buku tentang sinonim beberapa kata dari
bahasa Arab.
7. Qawaid al-Imla, buku tentang kaidah-kaidah penulisan arab secara
benar.
8. Pelajaran Membaca Huruf Arab I A, I B, dan II, dalam bahasa Jawa.
9. Pelajaran Tajwid, dalam bahasa Arab, lanjutan pelajaran tentang
kaidah membaca al-Quran secara benar.
10. Bimbingan Keimanan, buku pelajaran aqidah untuk tingkat dasar dan
bacaan anak-anak.
11. Ushuluddin, buku pelajaran akidah Ahlussunnah wal Jamaah untuk
tingkat menengah dan tingkat lanjutan.
12. Pelajaran Fiqih I dan II, buku pelajaran fiqih tingkat menengah dan
dapat dipergunakan untuk praktek beribadah secara praktis dan
sederhana bagi pemula.
13. Senjata pengandjoer, ditulis bersama kakak kandungnya, KH.
Zaenuddin Fanani.
14. Pedoman Pendidikan Modern
15. Kursus Agama Islam ditulis bersama kakanya KH. Zaenuddin Fanani.8
8Ibid., hlm. 253-254.
-
54
B. Pondok Modern Menurut KH. Imam Zarkasyi
1. Sistem Pendidikan Pondok Modern Gontor
Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani sisteam yang berarti
komponen yang berhubungan secara teratur dan merupakan suatu
keseluruhan.9 Dengan demikian sistem pendidikan pondok modern adalah
totalitas interaksi dari seperangkat unsur-unsur pendidikan pondok
modern yang bekerja sama secara terpadu dan saling melengkapi satu
sama lain menuju tercapainya tujuan pendidikan pondok modern yang di
cita-citakan.10
Perkembangan dunia telah melahirkan suatu kemajuan zaman yang
modern. Perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosio-kultural
seringkali membentuk pada aneka kemapanan. Dan berakibat pada
keharusan untuk mengadakan usaha kontekstualitas bangunan-bangunan
sosio-kultural dengan dinamika modernisasi, tak terkecuali dengan sistem
pendidikan pondok modern. Karena itu sistem pendidikan pondok modern
harus selalu melakukan upaya rekontruksi pemahaman tentang ajaran-
ajarannya agar tetap relevan dan survive.11
Pondok modern Gontor walaupun namanya pondok pesantren, tetapi
pendidikannya dan pengajarannya adalah bukan seperti pondok pesantren
tradisional ataupun tidak seperti model madrasah sekarang. Pondok
modern Gontor memiliki corak khusus yang merupakan modifikasi dari
sistem pendidikan pondok pesantren dan sistem pengajaran madrasah.
Kita dapat melihat dengan jelas bahwa sistem pendidikan agama
yang paling baik adalah sistem pondok pesantren, sedangkan sistem
pengajaran di nilai sebagai sistem terbaik untuk pengajaran agama.
Dengan demikian sistem pendidikan dan pengajaran adalah sistem
9Abdurrahman Masud, Pesantren dan Walisongo, Sebuah Interaksi dalam Dunia Pendidikan, dalam Drs. Darori Amin, M.A., (ed), Islam dan Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: Gema Media, 2002). Hlm. 244
10Mastuhu, op.cit., hlm. 6 11Suwendi, Rekontruksi Sistem Pendidikan Pesantren: Beberapa Catatan, Marzuki Wahid,
(des), Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan transformasi Pesantren, Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), hlm. 216.
-
55
madrasah dalam pesantren. Madrasah dalam pesantren inilah menurut
mereka yang dimaksud dengan modern dalam pondok modern Gontor.12
Diantara sistem pendidikan pondok modern yang diterapkan KH.
Imam Zarkasyi adalah sistem klasikal. Dalam sistem klasikal yang
dilakukan KH. Imam Zarkasyi pada awalnya adalah mendirikan madrasah,
nama madrasah yang didirikan KH. Imam Zarkasyi sama dengan
madrasah yang didirikan gurunya Mahmus Yunus, yaitu Kulliyyatul
Muallimin al-Islamiyah (KMI). KH. Imam Zarkasyi mengembangkan
madrasahnya ke arah tujuan pondok pesantren yaitu tafaqquh fi ad-din,
guna mencetak ulama dan tokoh masyarakat dengan menerapkan sistem
belajar yang efektif dan efisien. Hal ini ditempuh dalam rangka
menerapkan eksistensi dalam pengajaran, dengan harapan bahwa dengan
biaya dan waktu yang relatif sedikit dapat menghasilkan produk yang
besar dan bermutu.13 Disamping secara klasikal juga diperkenalkan sistem
ekstra kurikuler dan untuk terlaksananya kegiatan tersebut diadakan
sistem asrama agar tujuan dan asas pendidikan dapat dibina secara
efektif.14
2. Kurikulum Pendidikan Pondok Modern Gontor
Sebagaimana pondok modern pada umumnya, Pondok modern
Gontor mandiri dalam menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran,
karena itu kurikulumnya pun disusun secara mandiri. Materi ketrampilan,
kesenian, dan olahraga tidak dimasukkan dalam kurikulum intra,
melainkan menjadi aktivitas ekstra-kurikuler, agar para santri dapat lebih
bebas memilih serta mengembangkan bakat sesuai dengan aktivitas yang
ada.
12Win Ushuluddin, Sintesa Pendidikan Islam Asia Afrika, (Yogyakarta: Paramadina,
2002), hlm. 101. 13Ali Saefuddin, Darus Salam Pondok Modern Gontor, dalam Dawam Raharjo, (ed)
Pesantren dan Pembaharuan, (Jakarta: LP3ES, 1974), cet I, hlm. 141 14Said Aqiel Siradj, Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdaya dan Transformasi
Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), hlm. 210-211.
-
56
a. Intra-Kurikuler
Sebelum membahas item ini secara lebih lanjut, perlu dijelaskan
lebih dulu mengenai program belajar dan jam belajar di KMI.
1) Program
Terdapat dua macam program yang ditempuh siswa di KMI
PMDG: program reguler untuk lulusan SD/MI, dengan masa belajar 6
tahun; dan program intensif untuk lulusan SMP/MTs dan di atasnya, masa
belajar 4 tahun (kelas 1-3-5-6).
2) Jam Belajar
Kegiatan intra kurikuler di KMI berlangsung dari jam 07.00WIB-
12.50 WIB, dengan istirahat 2 kali: pertama jam 08.30-09.00 dan kedua
jam 11.15-11.30. Waktu belajar itu dibagi menjadi 7 jam pelajaran,
masing-masing mendapat alokasi waktu 45 menit, kecuali pelajaran jam
ketujuh yang mendapat alokasi waktu 35 menit.
3) Tujuan
Tujuan institusional umum dari kurikulum KMI adalah mencetak
santri yang mukmin muslim, taat menjalankan dan menegakkan syari'at
Islam, berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas, dan berpikiran
bebas, serta berkhidmat kepada bangsa dan negara.
4) Isi
Kurikulum ini dapat dibagi menjadi beberapa bidang studi sebagai
berikut:
a) Bahasa Arab (Semua disampaikan dalam Bahasa Arab): al-Imla', al-
Insya', Tamrin al-Lughah, al-Muthala'ah, al-Nahwu, al-Sharf, al-
Balaghah, Tarikh al-Adab, dan al-Khat al-`Arabi.
b) Dirasah Islamiyah (kelas II ke atas, seluruh materi ini menggunakan B.
Arab): al-Qur'an, al-Tajwid, al-Tauhid, al-Tafsir, al-Hadits,
Mushthalah al-Hadits, al-Fiqh, Ushul al-Fiqh, al-Fara'idl, al-Din al-
Islami, Muqaranat al-Adyan, Tarikh al-Islam, al-Mantiq, dan al-
Tarjamah (Arab-Indonesia)
-
57
c) Keguruan: al-Tarbiyah wa al-Ta'lim (dengan B. Arab) dan Psikologi
Pendidikan (dengan B. Indonesia)
d) Bahasa Inggris (dengan B. Inggris): Reading and Comprehension,
Grammar, Composition, dan Dictation,
e) Ilmu Pasti: Berhitung, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Fisika,
dan Biologi.
f) Ilmu Pengetahuan Sosial: Sejarah Nasional dan Internasional,
Geografi, Sosiologi, dan Psikologi Umum
g) Keindonesiaan/Kewarganegaraan: Bahasa Indonesia dan Tata Negara
5) Kegiatan KMI
Kegiatan yang dimaksudkan di sini tidak melulu bersifat intra-
kurikuler, tetapi juga meliputi beberapa kegiatan ko-kurikuler yang
ditangani oleh KMI. Kegiatan tersebut terdiri dari kegiatan harian,
mingguan, tengah tahunan, dan tahunan.
a) Kegiatan Harian meliputi: (1) Supervisi proses pengajaran, (2)
Pengecekan persiapan mengajar, (3) Pengawasan disiplin masuk kelas,
(4) Pengontrolan kelas dan asrama santri saat pelajaran berlangsung,
(5) Penyelenggaraan belajar malam bersama wali kelas, berlangsung
dari jam 20.00-21.45.
b) Kegiatan Mingguan meliputi: (1) Pertemuan guru KMI setiap Kamis
(Kemisan) untuk mengevaluasi kegiatan belajar mengajar selama
seminggu. Forum ini juga digunakan oleh Pimpinan Pondok untuk
memberikan pengarahan dan menyampaikan program-program dan
masalah-masalah Pondok secara keseluruhan, (2) Pertemuan ketua-
ketua kelas (Jum'at malam).
c) Kegiatan Tengah Tahunan yang meliputi ujian semester I dan II.
d) Kegiatan Tahunan meliputi (1) Fath al-Kutub: yaitu latihan membaca
kitab-kitab berbahasa Arab (terutama kitab klasik) untuk kelas V dan
VI. Santri diberi tugas untuk membahas persoalan-persoalan tertentu
dalam akidah, fiqih, hadis, tafsir, tasawwuf, dll., serta kemudian
-
58
membuat dan menyerahkan laporan tertulis mengenai hasil kajiannya
kepada guru pembimbing untuk dievaluasi. Kegiatan ini berlangsung
seminggu. (2) Fath al-Mu'jam: latihan dan ujian membuka kamus
berbahasa Arab untuk meningkatkan ketrampilan dan kemampuan
berbahasa Arab santri, terutama dalam mencari akar dan makna kosa
kata. (3) Manasik al-Haj: latihan ibadah haji bagi siswa baru, berlokasi
di lingkungan kampus, di bawah bimbingan guru ahli. (4) Amaliyat al-
Tadris, yakni praktek mengajar untuk siswa kelas 6. (5) Al-Rihlah al-
Iqtishadiyah (economic study tour): orientasi tentang dan kunjungan ke
dunia usaha dan kewiraswastaan, untuk menanamkan jiwa kemandirian
dan kewiraswastaan kepada para santri. (6) Penulisan karya ilmiah
mengenai berbagai persoalan keagamaan dan kemasyarakatan dalam
bahasa Arab. (7) Pembekalan wawasan mengenai berbagai persoalan
untuk santri kelas 6 menjelang tamat belajar di KMI, yang meliputi:
"Orientasi tentang: dunia pers dan jurnalistik, belajar di perguruan
tinggi, wawasan pengembangan kemasyarakatan, kepondok-
modernan, perpustakaan, studi Islam, dan metode dakwah." Ceramah
dan dialog mengenai gerakan-gerakan Islam kontemporer di
Indonesia. Penataran untuk mengajar TPA/Q.
b. Kegiatan Ekstra Kurikuler
Kegiatan ini sebenarnya tidak sepenuhnya bersifat ekstra,
karena ada yang sebenarnya bersifat ko-kurikuler. Kegiatan ini
ditangani oleh Pengasuhan Santri melaui Organisasi Pelajar Pondok
Modern (OPPM) dan Gerakan Pramuka. Kegiatan ini terbagi menjadi
kegiatan harian, mingguan, tengah tahunan, dan tahunan (lihat
lampiran).
Semua kegiatan dalam berbagai bentuknya seperti yang telah
dijelaskan di atas merupakan satu kesatuan "kurikulum" yang tak
terpisahkan yang mengatur seluruh kahidupan santri guna mencapai
tujuan pendidikan dan pengajaran yang dikehendaki. Dengan kata lain
-
59
semua kegiatan yang ada memiliki nilai pendidikan dalam berbagai
aspeknya, sehingga "segala yang dilihat, didengarkan, dirasakan, dan
dialami oleh santri adalah untuk pendidikan".15
3. Pengajaran Bahasa Asing Pondok Modern Gontor
Selain diberi pelajaran umum KH. Imam Zarkasyi juga memberi
pelajaran bahasa asing bagi santri pondok modern Gontor. Bahkan
kemahiran berbahasa asing inilah yang menjadi daya tarik pada orang tua
untuk menyekolahkan anak-anaknya di pondok modern Gontor.
Alasan diberikan pengajaran bahasa asing terutama bahasa Arab di
pondok modern ini menurut KH. Imam Zarkasyi adalah pengalaman
beliau ketika mondok di pondok tradisional. Pada waktu itu santri yang
belum bisa bahasa Arab langsung disuruh oleh kyai untuk membaca kitab.
Pertama kyai membaca dulu santri disuruh menirukan. Begitulah terus
menerus sampai menamatkan satu kitab. Ketika tidak tahu santri tidak
boleh bertanya karena dianggap tidak sopan. Walaupun bisa membaca
suatu kitab, belum tentu santri bisa membaca kitab lain yang belum pernah
dikaji. Dari pengalaman inilah akhirnya diadakan pelajaran bahasa Arab di
pondok Modern Gontor baru setelah memahami bahasa Arab santri bebas
membaca kitab apapun tulisan yang berbahasa arab.16
Para santri pondok Modern Gontor diwajibkan berbicara dengan
bahasa asing setelah mukim selama 6 bulan, baik bahasa arab maupun
bahasa Inggris. Santri dilarang dengan bahasa daerah. Bahasa Indonesia
digunakan hanya untuk melayani tamu yang berkunjung. Menurut
Steenbrink alasan yang dikemukakan untuk menunjukkan pentingnya
bahasa arab di luar motif agama adalah:
15Abdullah Syukri Zarkasyi MA, Peran Agama dan Budaya Islam dalam Mendorong
Perkembangan IPTEK (Sebuah Model dari Pondok Modern Darussalam Gontor), http://www. gontor. co.id
16Tim Penyusun, op.cit., hlm. 450.
-
60
1. Bahasa Arab kaya sekali dalam kosa kata dan struktur bahasanya,
sehingga bahasa ini cocok sebagai alat untuk mengekspresikan pikiran
dan emosi, serta sebagai alat untuk mengajarkan berbagai macam ilmu
pengetahuan.
2. Bahasa Arab mempunyai kepustakaan besar pada semua bidang ilmu
pengetahuan.
3. Bahasa Arab adalah bahasa yang dengan bahasa ini semua ilmu
pengetahuan modern dan kesusastraan modern dapat dikemukakan,
baik dengan bahasa asli maupun bahasa terjemah.
4. Bahasa Arab adalah bahasa dari kelompok terbesar dunia ketiga.
Untuk itu mempersatukan dunia ketiga, bahasa ini patut diperhatikan
di Indonesia. Bahasa Arab kosa katanya banyak yang dijadikan bahasa
Indonesia.17
Dengan mempelajari bahasa Arab, para santri diharapkan mampu
membaca kitab yang berbahasa Arab secara mandiri tanpa tergantung
kepada bimbingan kyai atau guru. Tidak saja membaca kitab-kitab kuning
klasik, tetapi juga membaca kitab-kitab, majalah serta tulisan yang
berbahasa Arab yang lain. Dalam mengajarkan bahasa Arab ini, KH.
Imam Zarkasyi menggunakan metode thariqah mubasyarah atau metode
langsung. Ada cerita menarik dari hasil penerapan metode ini, yaitu kisah
Nurchalis Madjid ketika ia mulai mondok di pondok modern Gontor,
ayahnya telah memiliki kitab-kitab yang sangat banyak, dan tidak ada
yang mampu membacanya selain ayahnya sendiri. Namun, ketika suatu
saat Nurchalis pulang ke rumah, dibawanya sebuah bacaan berbahasa arab
dari mesir, kemudian ditunjukkan kepada ayahnya untuk dibaca. Namun,
ayahnya tidak dapat membacanya. Akan tetapi, kemudian ia menunjukkan
kepada ayahnya bahwa ia telah mampu membaca semua kitab-kitab yang
dimiliki ayahnya.18
17 Karel A. Streenbrink, Pondok Madrasah Sekolah, Jakarta: LP3ES, 1974), hlm. 176. 18Tim Penyusun, op.cit., hlm. 54.
-
61
Bahasa asing yang diterapkan KH. Imam Zarkasyi di pondok
modern ini adalah bahasa Inggris, sebab bahasa Inggris merupakan
medium penting untuk komunikasi internasional. Bahasa Inggris
merupakan bahasa terbesar di dunia sekarang ini dan merupkan salah satu
bahasa resmi PBB. Dapat dikatakan bahwa bahasa Inggris adalah kunci
untuk ilmu pengetahuan dunia, karena digunakan untuk medium diskusi
ilmiah.19
Menurut Matsuhu ciri khas pondok modern Gontor ini adalah
kedisiplinan yang tinggi dalam penggunaan bahasa asing dalam
percakapan sehari-hari. Bahkan dalam memberi komentar pada siaran
sepak bola juga dilakukan dalam bahasa Arab atau Inggris, di pohon-
pohon atau di tempat-tempat tertentu ditempel daftar kata-kata atau ideom-
ideom yang perlu dikuasai oleh santri. Pemakaian bahasa Arab dan Inggris
ini sehari-hari selalu diawasi dan dibimbing oleh santri senior dan para
ustadz. Untuk itu ustadz semaksimal mungkin harus selalu bersama
mereka. Dengan kedisiplinan tinggi dalam bahasa Arab dan Inggris,
diharapkan nantinya para santri dalam berbicara secara aktif dalam kedua
bahasa tersebut, disamping membaca dan menulis. Dengan mahir
berbahasa asing terutama bahasa Inggris maka para santri akan bisa
mengikuti perkembangan zaman yang cenderung dalam globalisasi yang
selalu berubah20 karena pondok modern merupakan yang selalu tanggap
terhadap perubahan dan tuntutan zaman, berwawasan masa depan dan
mengutamakan prinsip efektifitas dan efisien.21 Dan khusus untuk
pelajaran bahasa, metode ini tempuh dengan metode langsung (direct
method) yang diarahkan pada penguasaan bahasa secara efektif dengan
cara memperbanyak latihan (drill) baik lisan maupun tulisan. Dengan
demikian tekanan lebih banyak diarahkan pada pembinaan kemampuan
anak untuk memfungsikan kalimat secara sempurna dan bukan pada alat
19Steenbrink, op.cit., hlm. 180. 20Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), hlm. 123. 21Suwendi, Rekuntruksi Pendidikan Pondok Beberapa Catatan dalam Said Aqiel Siradj
(ed), Pondok Masa Depan, Bandung: Pustaka Hidayah, 1999, hlm. 217.
-
62
atau gramatika tanpa mampu bahasa.22 Disamping pelajaran bahasa atau
pelajaran kelas juga diajarkan etika dan tatakrama yang berupa kesopanan
lahir dan kesopanan batin dan diberikan juga pelajaran ketrampilan.23
4. Nilai dan Jiwa Pondok Modern Gontor
Pandangan-pandangan KH. Zarkasyi tentang pondok modern
bertentangan dengan para orientalis. Para orientalis pada umumnya seperti
Snouck Hurgronye, hanya melihat pondok dari sisi dan bentuk lahirnya.
Misalnya, bentuk rumah, cara berpakaian, peralatan yang digunakan, tata
letak bangunan dan tradisi-tradisi yang statis.
Dalam masyarakat santri, tradisi pondok pesantren adalah sebuah
sistensi. Artinya budaya tersebut diakui sebagai salah satu kultur yang
harus dipertahankan eksistensinya, sekalipun karena tuntutan modernitas
pondok pesantren mesti melaksanakan pendidikan formal. Sebenarnya
mengkaitkan modernitas pondok pesantren dengan budaya kaum santri
dapat mempekuat karakteristik tradisi pondok pesantren, namun tetap
tidak akan membuang keterkaitannya dengan dunia luar. Sebab pondok
pesantren bukan lembaga eksklusif yang enggan mengakomodasikan arus
eksternal.24 Menurut KH. Abdulrrahman Wahid, pondok pesantren tidak
dapat dilihat lagi sebagai sub kultur dalam gejala yang unik dan terpisah
dari dunia luar. Sementara Hadimulyo menyebutkan pondok pesantren
sebagai institusi kultural untuk mengembangkan sebuah budaya yang
mempunyai karakteristik tersendiri, tetapi juga membuka diri terhadap
pengaruh-pengaruh dari luar.25
Menurut Abdurrahman Wahid ada tiga elemen yang mampu
membentuk pondok modern sebagai sebuah sub kultur diantaranaya:
22Abuddin Nata, op.cit., hlm. 206. 23Ibid., hlm. 207 24Zubaidi Habibullah Asyari, Moralitas Pendidikan Pesantren, (Yogyakarta: LKPSM,
1995), hlm. 19. 25Abdurrahman Wahid, Pondok Sebagai Sub Kultur dalam Pondok dan Pembaharuan,
(Jakarta: LP3ES, 1993), hlm. 39.
-
63
1. Pola kepemimpinan pondok pesantren yang mandiri tidak terkooptasi
oleh negara. Kepemimpinan kyai di pondok pesantren adalah sangat
unik dan mutlak, karena mereka memakai sistem kepemimpinan.
Relasi sosial antara santri dan kyai dibangun atas landasan
kepercayaan, bukan karena faktor klien sebagaimana dilakukan
masyarakat pada umumnya. Ketaatan santri pada kyai lebih diharapkan
karena berkah, sebagaimana dipahami pada konsep sufi. Kyai juga
berfungsi sebagai sumber nasihat bagi santri-santrinya dengan
memberikan wejangan-wejangan yang berguna bagi santrinya bagi
kehidupan selanjutnya. Dalam ilmu pendidikan, segi-segi yang paling
penting dari pendidikan adalah prestasi. Perasaan kuat langsung
diberikan dari seorang kyai kepada santrinya melalui wejangan-
wejangan dan restu. Hal ini sering dilakukan oleh kyai KH. Imam
Zarkasyi kepada para santrinya ketika telah menginjak kelas akhir.
2. Pondok pesantren adalah memelihara dan mentransfer literatur-
literatur dari generasi ke generasi dalam berbagai abad. Pesantren
merupakan model utama bagi pencarian pengetahuan agama dan
lainnya bagi masyarakat muslim.
3. Pondok pesantren dengan sistem nilai. Dengan bertumpu pada
pemahaman literal tentang ajaran Islam, dalam kenyataan praktis,
sistem nilai tidak bisa dipisahkan dari elemen lain, yakni
kepemimpinan kyai dengan penggunaan literatur umum. Pelembagaan
ajaran-ajaran Islam menyeluruh dan praktek kehidupan kyai-santri
sehari-hari sama artinya dengan memberikan legitimasi kepada
kepemimpinan kyai. Keunikan sistem nilai memainkan peranan
penting sebagai framework yang diinginkan komunitas pondok
pesantren demi kepentingan masyarakat pada umumnya. Keshalihan,
misalnya adalah suatu nilai yang digunakan oleh pondok pesantren
untuk mempromosikan solidaritas antara berbagai status sosial,
sebagaimana dapat dilihat dalam metode yang digunakan untuk
mengalihkan abangan menjadi seorang yang berpandangan santri.
-
64
Ketiga elemen tersebut sesungguhnya menekankan usaha rekontruksi
dalam bentuk jiwa dan isi pondok pesantren. Kyai, kesinambungan
budaya dan sistem nilai serta metode merupakan seperangkat penataan
yang mesti dibentuk guna persyaratan nilai-nilai yang lebih
sempurna.26
Sistem pendidikan pondok modern yang dibangun dalam rangkai
sejarah telah melahirkan sejumlah jiwa pondok modern yang
meniscayakan standarisasi nilai. Sebelum membahas jiwa pondok modern
lebih dahulu harus diketahui apa pokok isi dari pondok modern. Menurut
KH. Imam Zarkasyi pokok isi pondok modern adalah pendidikan mental
dan karakternya. Selama beberapa abad sejak belum ada sekolah model
Barat, pondok modern telah memberikan pendidikan yang berharga bagi
para santri sebagai kader-kader mubalig dan pemimpin umat dalam
berbagai bidang kehidupan. Di dalam pondok modern itulah terjalin jiwa
yang sangat kuat, yang sangat menentukan falsafah hidup para santri.
Adapun pengetahuan yang mereka dapatkan selama bertahun-tahun
tinggal di pondok modern merupakan bekal kelengkapan (alat) dalam
kehidupan mereka kelak.
Kehidupan dalam pondok pesantren dijiwai oleh suasana yang
dapat disebut panca jiwa. Jiwa yang dibangun ini secara keseluruhan akan
menjadi karakteristik-karakteristik yang belum pernah di bangun oleh
sistem pendidikan manapun. Panca jiwa pondok pesantren menurut KH.
Imam Zarkasyi adalah:
a. Jiwa Keikhlasan
Jiwa keikhlasan di pondok modern dipertahankan sekali agar
menjadi sesuatu yang utama serta mewarnai kehidupan seluruh santri
dan keluarga pondok. Pelaksanaan tidak didasarkan atas suatu
manajemen, tapi atas refleksi dan pribadi kyai. Kyai di pondok modern
26Abdurrahman Wahid, Pondok Pesantren Masa Depan dalam Said Aqiel Siradj, (ed),
Pesantren Masa Depan Wacana Memperdaya dan Transformasi Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), hlm. 13-18.
-
65
Gontor tidak mendapatkan gaji dari pondok dan tidak sedikit pun
menggunakan uang pondok untuk kepentingan pribadi. Kyai ikhlas
mengorbankan hartanya untuk kepentingan pondok.
Guru-guru yang membantu kyai dalam mengajar dan
membimbing santri bukanlah pegawai yang menerima gaji. Mereka
adalah orang-orang yang dengan tulus ikhlas mengamalkan ilmunya
dan menanamkan amal jariyahnya serta berjuang menghidupkan
pondok. Jiwa ikhlas inilah yang telah diabaikan, bahkan ada guru yang
sebenarnya tidak senang mengajar. Menurut Zakiyah Daradjat
pekerjaan guru dilakukan hanyalah sekedar untuk mencari nafkah,
maka pekerjaannya sebagai guru hanya dinilainya dari segi materi.27
Jiwa-jiwa keikhlasan yang meliputi seluruh kegiatan guru dan
kyai yang demikian ini adalah sesuatu yang wajib diketahui oleh
semua santri agar menjadi uswah hasanah (teladan yang baik). Dengan
keteladanan itu terciptalah tata batin dan tata pikir bahwa mereka
sedang berada dalam suatu kancah perjuangan yang dipenuhi dengan
jiwa dan suasana keikhlasan. Motto yang tertulis dan diucapkan di
berbagai tempat di pondok ini adalah al-Ikhlas Ruh al-Amal (ikhlas
adalah jiwa pekerjaan). Dengan demikian para santri secara ikhlas
belajar kepada kyai dan guru serta menerima segala apa yang
diperintahkan kepada mereka.28
b. Jiwa Kesederhanaan
Sederhana dalam pandangan KH. Imam Zarkasyi, tidak berarti
miskin, tetapi harus sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan. Orang
yang naik becak dari Ponorogo ke Jakarta bukanlah orang yang
sederhana. Sebaliknya orang yang memaksakan naik pesawat, padahal
dia tidak mampu berarti orang tersebut bukan orang yang sederhana.
27Zakiyah Daradjat, Kepribadian Guru, (Jakarta:Bulan Bintang, 1980, hlm. 14. 28Tim Penyusun, op.cit., hlm. 59.
-
66
Jiwa kesederhanaan di pondok modern ditanamkan kepada
santri melalui cara hidup mereka sehari-hari. Dalam hal makan cukup
memenuhi kriteria makanan yang sehat dan bergizi, tidak perlu enak-
enak, tempat tidur tidak pernah kasur yang empuk, tetapi cukup yang
dapat dipakai istirahat. Sedangkan pakaian tidak perlu mahal-mahal,
tetapi cukup yang suci dan menutupi aurat.
Kesederhanaan juga ditanamkan dalam pikiran. Santri
dianjurkan tetap sederhana, apa adanya (realistis), tidak mengkhayal
yang bukan-bukan. Maka di pondok modern Gontor ini tidak ada
perbedaan antara anak orang kaya dan anak orang miskin. Yang
membedakan antara satu santri dengan santri yang lain adalah prestasi
masing-masing di dalam kelas. Kesederhanaan mengandung unsur-
unsur kekuatan dan ketabahan hati dalam menghadapi segala kesulitan.
Maka dibalik kesederhanaan itu, terpancar jiwa besar, berani maju
terus dalam menghadapi perjuangan hidup dan pandang mundur dalam
segala keadaan. Bahkan di sinilah hidup dan tumbuhnya mental /
karakter yang kuat, yang menjadi syarat bagi suksesnya perjuangan
dalam segala kehidupan.29
c. Jiwa Kemandirian
Jiwa kemandirian di pondok modern Gontor berjalan seiring
dengan diterapkannya sistem asrama atau pondok. Seperti di pondok
pesantren pada umumnya, di pondok modern Gontor para santri belajar
hidup menolong diri sendiri dalam kebersamaan dengan santri lain.
Setiap santri sejak awal memasuki pondok modern Gontor dituntut
untuk dapat memikirkan sekaligus kebutuhannya sendiri.
Dalam lingkup yang lebih luas, para santri dalam sistem ini
juga didik mandiri dengan mengakomodasikan mereka secara
bersama-sama mengatur kehidupan mereka sendiri di bawah
bimbingan dan pengawasan kyai. Untuk itulah di dalam asrama para
29Ibid, hlm. 60.
-
67
santri didik melalui berbagai kegiatan yang bertujuan menanamkan
jiwa kemandirian kepada para santri. Kegiatan tersebut misalnya, klub
olah raga, pramuka, organisasi daerah dan sebagainya.
Bahkan menurut panji No. 850 edisi 6 1996 menyebutkan
Gontor lewat jasa-jasa alumnusnya ternyata mampu membuktikan cita-
cita guru mereka KH. Imam Zarkasyi yaitu menegakkan kalimah Allah
dengan banyak mendirikan pondok yang berpola pada sistem
pendidikan serupa. Sekarang saja banyak alumni pondok modern
Gontor yang berhasil mengembangkan pesantren di daerah-daerah.
Selain itu para alumninya pun sudah banyak yang berkiprah, baik
sebagai birokrat dan pejabat pemerintah, pengusaha serta tokoh
masyarakat. Semua itu adalah hasil penerapan dari jiwa kemandirian
dan panca jiwa pondok.
Selain menjadi prinsip pendidikan pesantren, kemudian juga
merupakan ciri khas keberadaan pesantren. Seperti pesantren-pesantren
lainnya, pondok modern Gontor berstatus swasta yang hidup dan
berkembang atas usaha-usaha mandiri. Tidak menggantungkan kepada
bantuan dan belas kasihan pihak lain. Untuk mengembangkan prinsip
ini KH. Imam Zarkasyi sering mengungkapkan dengan kata-kata yang
diplomatist. Kami bukan maju karena bantuan, tetapi dibantu karena
kami maju.30
d. Jiwa Ukhuwah Islamiyah
Para santri yang belajar di Kuliatul Mualimin al-Islamiyah
(KMI) berasal dari berbagai daerah, suku, budaya, dan kelompok
keagamaan. Mereka tinggal bersama di dalam asrama, serta saling
mengenakan dan berbagi pengalaman antara mereka. Pada masa awal
diberlakukannya sistem asrama ini, perbedaan-perbedaan dapat
menjadi sumber konflik dan perpecahan antara santri. Padahal saat
berdirinya Kuliatul Mualimin al-Islamiyah (KMI) bangsa Indonesia
30Ibid., hlm. 62-63.
-
68
sedang berusaha menggalang rasa persatuan dan kebangsaan. Untuk
mengatasi hal ini, hal-hal yang berbau kesukuan dihilangkan. Tidak
jarang KH. Imam Zarkasyi berteriak-teriak kepada santrinya. saya
bukan orang Jawa saya orang Indonesia.
Selain itu upaya-upaya sistematis juga dilakukan sepanjang
proses pendidikan di dalam pondok. Upaya-upaya tersebut antara lain:
Pertama, ketika para calon santri resmi diterima sebagai santri,
mereka harus meninggalkan bahasa daerah masing-masing dan wajib
menggunakan bahasa Indonesia dan harus mendisiplinkan diri dalam
berbicara dalam bahasa Arab dan bahasa Inggris.
Kedua, para santri yang datang dari berbagai suku dan daerah,
ditempatkan secara acak dalam beberapa kamar, dan tidak
dikelompokkan berdasarkan suku dan daerah, seperti kebudayaan
pondok pesantren pada waktu itu.
Menghilangkan sifat fanatisme kesukuan dan kedaerahan serta
menggalang rasa kebangsaan. Hal ini dimaksudkan sebagai jembatan
menuju tertanamnya ukhuwah Islamiyah.
Keinginan kuat KH. Imam Zarkasyi dan kedua kakaknya untuk
menanamkan jiwa ukhuwah Islamiyah dan semangat kebangsaan
terlihat juga dari penanaman bangunan-bangunan asrama dan sekolah,
seperti gedung Indonesia satu, Indonesia dua, Indonesia tiga, Tujuh
Belas Agustus, Mesir, Tunis Saudi, dan seterusnya. Meskipun
demikian kesenian daerah tidak dilarang, dan tetap ditampilkan yaitu
dalam acara-acara tertentu untuk memperluas wawasan santri tentang
keanekaragaman budaya dan kebhinekaan bangsa Indonesia.
Organisasi daerah santri diperbolehkan, tetapi hanya disebut konsultan
atau perwakilan, dengan tujuan untuk mempermudah urusan-urusan
para santri dan daerah masing-masing.31
31Ibid., 64
-
69
e. Jiwa Kebebasan
Bebas dalam berpikir dan berbuat, bebas dalam menentukan
masa depannya, dalam memilih jalan hidup di dalam masyarakat kelak
bagi para santri, dengan berjiwa besar dan optimis dalam menghadapi
kehidupan. Kebebasan itu sampai kepada bebas kepada pengaruh
asing.
Hanya saja dalam kebesaran ini sering kali ditemui unsur-unsur
negatif, yaitu apabila kebebasan itu sampai disalahgunakan, sehingga
terlalu bebas, kehilangan arah dan tujuan atau prinsip. Sebaliknya, ada
pula yang bebas, berpegang teguh kepada tradisi yang dianggap paling
baik sendiri yang pernah menguntungkan pada zamannya, sehingga
tidak pernah menoleh ke arah keadaan sekitar dengan perubahan
zamannya. Akhirnya tidak bebas lagi, karena mengikatkan diri kepada
yang diketahui saja.
Menurut KH. Abdullah Zarkasyi kebebasan di pondok modern
harus dikembangkan kepada aslinya, yaitu di dalam garis-garis disiplin
yang positif yang penuh tanggung jawab. Salah satu prinsip yang
dijadikan pendidikan dasar oleh KH. Imam Zarkasyi di pondoknya
adalah sikap demokratis. Kepemimpinan kyai menjadi kepemimpinan
yang demokratis. Peran kepemimpinan kyai dalam beberapa kegiatan
didistribusikan kepada guru-guru senior dan santri-santri senior. Hal
ini didorong oleh suatu sistem, juga sangat kondusif bagi pendidikan
dan kaderisasi. Para guru senior diberi kepercayaan untuk mengatur
jalannya pelajaran di KMI dan sebagai bagian keamanan pondok serta
dilibatkan dalam membimbing kegiatan santri. Sementara santri senior
diharuskan menjadi khatib shalat jumat, memimpin organisasi,
memimpin club olah raga serta kelompok diskusi.
Sebagai pendidik, KH. Imam Zarkasyi sejak merintis pondok
modern telah aktif terjun langsung dan membimbing para santri,
mengenal secara langsung satu persatu. Menurut H. Gusti Abdullah
Muis, santri pertama asli kalimantan tahun 40-an, KH. Imam Zarkasyi
-
70
dengan tekun mengunjungi asrama santri dan membimbing mereka
belajar serta mengajak mereka berbicara bahasa Arab.
Dalam sistem madrasah dan dengan kualitas santri yang terus
bertambah, hubungan kyai dan santri berkembang sedemikian rupa,
sehingga hubungan kyai dan santri menjadi tampak rasional.
Hubungan antara kyia dan santri hanya untuk urusan pengelolaan
pondok dalam hubungannya dengan distribusi wewenang tadi.
Meskipun demikian, ikatan batin serta kasih sayang guru terhadap
murid tetap seperti layaknya seorang bapak terhadap anaknya. Hak
tersebut dibuktikan dengan masih mengenalnya KH. Imam Zarkasyi
secara dekat dengan santri senior sewaktu menjelang akhir hayatnya.
Cara melakukan ini, menurutnya dimulai dengan mengenal anak yang
paling pintar atau yang paling taat, atau sebaliknya, yaitu anak yang
paling nakal dan anak yang paling bodoh.32
Untuk mempertahankan ciri khas pendidikan pesantren panca
jiwa tersebut dijadikan acuan bagi terciptanya sistem dan nilai
kehidupan di dalam pondok, sehingga berbagai kegiatan di dalam
pondok tetap harus berpijak pada lima jiwa tersebut. Itulah sebabnya
mengapa di dalam berbagai kesempatan dan kegiatan KH. Imam
Zarkasyi terus mengingatkan pada santrinya bahwa, meskipun
modern (lembaga pendidikan di pondok modern Gontor) ini tetap
merupakan pondok pesantren.
5. Struktur dan Manajemen Pondok Modern
Demi kepentingan pendidikan dan pengajaran. Lembaga pendidikan
tidak lagi di pandang oleh kyai secara turun temurun akan tetapi sudah di
pegang oleh badan wakaf, struktur pengurusan sepenuhnya diserahkan
oleh badan wakaf. Dalam hal ini badan wakaf mempunyai lima program
yaitu yang berkenaan dengan pendidikan dan pengajaran, bidang pelajaran
dan pergedungan, bidang perwakafan dan sumber dana, bidang kaderisasi
32Ibid., hlm. 69
-
71
serta bidang kesejahteraan, dengan demikian pengaturan jalannya
organisasi pendidikan menjadi lebih dinamis terbuka dan obyektif. 33
Oleh karena itu proses keberhasilan sistem pendidikan pondok
modern sangat dipengaruhi oleh penataan manajerialnya. Sehingga
dewasa ini, pesantren harus membuka mata untuk melihat dunia luas.
Keharusan dan keniscayaan kebutuhan pola kerjasama yang simbolis
mutualistis antara pondok modern dengan institusi-institusi yang dianggap
mamapu memberikan kontribusi dan nuansa transformatif.34
6. Mengintegrasikan dua Sistem Pondok dan Madrasah
Santri dan pondok akhir-akhir ini banyak menjadi sorotan, baik
dari dalam maupun dari luar Islam bahkan dari luar negeri. Sorotan
tersebut bermacam-macam, ada yang positif yaitu untuk mencari sistem
pendidikan alternatif. Hal ini dorong adanya anggapan bahwa sistem
pendidikan yang sudah ada tidak sesuai dengan tuntutan zaman, bahkan
dirasakan perlu mencari sistem pengganti, sehingga pondok bisa menjadi
pendidikan alternatif.35
Terlepas dari sorotan tersebut, dibicarakannya pondok akhir-akhir
ini merupakan fenomena adanya keraguan tentang keberadaan santri dan
pondok sekarang ini apakah masih relevan dengan pembangunan umat ?.
Dalam hal ini pembahasannya dikhususkan kepada santri. Definisi santri
telah banyak dikemukakan orang, namun secara umum ciri gambarannya,
santri memiliki tiga ciri. Pertama, seorang santri mempunyai kepedulian
terhadap kewajiban-kewajiban baik dengan sesama makhluk.
Namun pondok, terutama kata pondok dapat dilihat sebagai suatu
pikiran yang maju dalam dunia pendidikan. ciri pendidikan ini
menampilkan santri sebagai sentralnya. Pondok diadakan untuk melayani
kepentingan para santri. Ini jarang, atau hampir tidak ada lembaga
33Ibid., 208-209. 34Said Aqil Siradj, op.cit., hlm. 214. 35Abdul Wahid Zaeni, Dinamika Pondok Kaum Santri, (Yogyakarta: LKPSM, 1996),
hlm.85.
-
72
pendidikan yang menempatkan cita mengutamakan siswa secara
eksplisit.36
Alasan seperti itulah yang membuat KH. Imam Zarkasyi memilih
pondok sebagai model lembaga pendidikannya. Hal ini dapat ditangkap
dari ungkapan KH. Imam Zarkasyi setelah beliau merantau menuntut ilmu,
pemikiran tentang pondok dan pendidikan timbul kembali.
Pondok adalah tempat menggembleng bibit-bibit umat. Ini terjadi
sejak 1000 tahun yang lalu, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia.
Maka dari itu pendidikan pemuda-pemuda Indonesia yang berupa pondok
ini sudah ada sebelum adanya sekolah-sekolah ala Barat. KH. Imam
Zarkasyi pun selalu berkata bahwa pendidikan di pondok itulah
sebenarnya pendidikan nasional yang tulen atau pure national. Sesudah
mengetahui pondok merupakan tempat yang baik untuk mendidik, maka
KH. Imam Zarkasyi, pak Sahal, pak Fanani memiliki naluri untuk
meneruskan perjuangan ayah kami menghidupkan kembali pondok. Tapi
pondok yang bagaimana yang harus kita hadapi ?. di sanalah akhirnya
timbul satu pemikiran-pemikiran baru.
Menurut pandangan KH. Imam Zarkasyi, lembaga pendidikan
pesantren tetap merupakan tempat yang ideal untuk mencetak kader-kader
umat. Pondok mampu menanamkan sikap, pandangan dan filsafat hidup
yang bermanfaat bagi kehidupan santri pada kehidupannya masa depan. Di
pondok pula pendidikan keimanan, ketaqwaan, dan akhlak dapat kita
lakukan secara efektif. Dari pendidikan pondok ini telah lahir tokoh-tokoh
pejuang dan pemimpin masyarakat. Bahkan ada salah satu presiden
Indonesia adalah seorang alumni pondok pesantren sekaligus pengasuh
sebuah pondok pesantren.
Sementara itu pengalaman belajar KH. Imam Zarkasyi tentang
sistem madrasah menunjukkan satu perkembangan yang berarti. Dari
pengalaman ini lalu KH. Imam Zarkasyi mendirikan madrasah seperti
36Suyoto, Pondok dalam Alam Pendidikan Nasional, dalam Pondok dan Pembaharuan,
(Jakarta: LPES, 1995), hlm. 57.
-
73
madrasah tempatnya dulu bersekolah yaitu Kulliyatul Mualimin. Menurut
Danasaputra madrasah yang didirikan di pondok modern Gontor ini
berbeda dengan madrasah pada umumnya. Perbedaannya yaitu madrasah
ini menggunakan cara baru dalam mendidik pada santrinya. Pada waktu
itu sudah banyak lembaga sejenis yang berdiri, seperti Kulliyatul
muallimin di Yogyakarta, madrasah-madrasah yang didirikan di pondok
Tebuireng, Tambakberas, Rejoso dan Krapyak. 37 Akan tetapi madrasah-
madrasah itu terpisah dari pondok. Madrasah-madrasah itu hanya sebagai
tambahan dari sistem pondok yang tetap mengajarkan kitab-kitab kuning
yang khas itu.38 Sedangkan Kulliyatul Mualimin al-Islamiyah (KMI)
dalam konsep KH. Imam Zarkasyi dikembangkan dan diarahkan ke arah
tujuan pondok modern yang tafaqquh fi ad-din, guna mengecek ulama dan
tokoh masyarakat dengan menerapkan metode yang efektif dan efisien.
Jika di pondok lain seperti Tebuireng, Rejoso, Tambak Beras, dan
Krapyak terpisah dari pondok, maka di pondok modern Gontor antara
madrasah dan pondok merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Disini sesuai dengan ide KH. Imam Zarkasyi, madrasah dan pondok
merupakan integrasi atau terpadu.
Dalam sistem madrasah ini KH. Imam Zarkasyi bertindak sebagai
direktur KMI sekaligus guru yang mengajar di depan kelas, sementara di
dalam pondok berperan sebagai kyai yang selalu memberikan wejangan-
wejangan moral serta pengarahan-pengarahan tentang wawasan keislaman
dan falsafah hidup yang lebih luas. Dalam hal ini peran M.O. al-Hasyimi
sangat besar dan inilah yang membedakan dari ustadz Muhamad Yunus
dan Normal Islammnya.39
37Danasaputra dan Jumhur, Sejarah Pendidikan, (Bandung: CV. Ilmu, 1976), hlm. 192. 38Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Hidakarya, 1985), hlm. 237. 39Tim Penyusun, , op.cit., hlm. 53.
top related