bab ii tinjauan pustaka ii.pdfberubah-ubah pada suatu sungai alamiah, maupun dengan cara memenuhi...
Post on 01-Aug-2019
221 Views
Preview:
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Hidrologi adalah ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan
air di alam, yang meliputi bentuk berbagai bentuk air, yang menyangkut
perubahan-perubahannya antara keadaan cair, padat, dan gas dalam atmosfir,
diatas dan bawah permukaan tanah. (Soemarto. 1995)
2.1.1 Siklus Hidrologi
Air dibumi antara lain meliputi air yang ada di atmosfir, di atas permukaan
tanah dan di bawah permukaan tanah. Jumlah air di bumi kurang lebih berjumlah
1400 x 106 km
3 = 1400 x 10
4 yang terdiri dari (Montarcih. 2010)
1. Air laut : 97 %
2. Air tawar : 3 %, yang meliputi :
a. Salju,es, gletser 75%
b. Air tanah (jenuh) 24%
c. Air danau 0.3%
d. Butir-butir daerah tak jenuh 0.065%
e. Awan, kabut, embun, hujan 0.035%
f. Air sungai 0.030%
Siklus hidrologi merupakan pergerakan air laut ke udara, kemudian jatuh
ke permukaan bumi lagi sebagai hujan atau bentuk presipitasi yang lain, dan
akhirnya mengalir ke laut. Hal-hal penting yang perlu di ketahui berkaitan dengan
siklus hidrologi : (1). Dapat berupa siklus pendek, yaitu dari hujan menuju
danau/sungai kemudian menuju laut lagi; (2). Terjadinya tidak ada keseragaman
waktu; (3). Intensitas dan frekuensi bergantung pada geografi dan iklim (hal ini
6
berkaitan dengan letak matahari yang berubah sepanjang tahun); dan (4). Berbagai
bagian siklus sangat kompleks.
sedangkan siklus hidrologi panjang dimulai dari air laut menguap menjadi
awan yang didesak oleh angin hingga terjadi hujan atau salju kemudian terjadi
limpasan. sebagian terinfiltrasi lalu mengalami perkolasi kemudian kembali ke
sungai / laut lagi. Dengan demikian ada 4 proses dalam siklus hidrologi, yaitu
presipitasi, evaporasi, infiltrasi, dan limpasan permukaan dan air tanah.
(Montarcih, 2010).
2.1.2 Iklim dan Meteorologi
Karakteristik hidrologi suatu daerah sangat bergantung pada kondisi
geologi dan geografis daerah tersebut. Faktor iklim merupakan ciri-ciri hidrologi,
seperti (1). Jumlah dan distribusi presipitasi; (2). Proses terjadinya es; dan (3).
Pengaruh suhu, kelembaban, yang sangat berpengaruh pada evapotranspirasi.
Sedangkan peranan meteorologi antara lain untuk (1). meramal hujan, yang
berhubungan dengan pengoperasian waduk; dan (2). Angin, yang berhubungan
dengan evaluasi gelombang. (Montarcih, 2010).
2.1.3 Infiltrasi dan Perkolasi
Infiltrasi merupakan bagian dari air hujan (limpasan) yang masuk ke
dalam tanah. Kebalikan infiltrasi adalah rembesan. Sedangkan perkolasi
merupakan gerakan air ke bawah dari daerah tidak jenuh ke dalam daerah jenuh.
Daya infiltrasi merupakan besarnya laju infiltrasi maksimum yang di mungkinkan.
Daya perkolasi adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan.
(Montarcih.2010).
2.2 Embung
Dam atau bendungan merupakan konstruksi yang di bangun secara
membentang pada aliran sungai untuk menampung genangan air. Waduk
merupakan salah satu sarana pemanfaatan sumber daya air yang mempunyai
fungsi sebagai penyimpan dan penyedia air, baik sebagai bahan baku air bersih
maupun untuk irigasi. Suatu waduk penampung atau konservasi dapat menahan
7
air pada kelebihan pada masa-masa aliran air tinggi untuk digunakan selama
masa kekeringan. Fungsi utama dari suatu waduk ialah untuk
menstabilkan aliran air, baik dengan arah pengaturan persediaan air yang
berubah-ubah pada suatu sungai alamiah, maupun dengan cara memenuhi
kebutuhan yang berubah-ubah dari para konsumen. Dengan kata lain
waduk tidaklah menghasilkan air melainkan hanya memungkinkan pengaturan
kembali distribusinya terhadap waktu.
Embung merupakan waduk dengan skala kecil untuk menampung air
hujan untuk persediaan suatu desa di musim kering. Selama musim kering air
akan dimanfaatkan oleh desa untuk memenuhi kebutuhan penduduk, ternak, dan
kebun. Di musim hujan embung tidak beroperasi karena air di luar sudah tersedia
cukup banyak untuk memenuhi ketiga kebutuhan tersebut di atas. Oleh karena itu
pada setiap akhir musim hujan sangat di harapkan kolam embung dapat terisi
penuh air sesuai dengan desain. Untuk menjamin fungsi dan keamanannya
embung mempunyai beberapa bagian yaitu (Kasiro, dkk. 1997) :
1. Tubuh embung berfungsi menutup lembah atau cekungan ( depresi )
sehingga air dapat tertahaan di udiknya.
2. Kolam embung berfungsi untuk menampung air hujan.
3. Alat sadap berfungsi mengeluarkan air kolam bila di perlukan.
4. Jaringan distribusi, berupa rangkaian pipa, berfungsi untuk membawa air
dari kolam ke bak tandon air harian atau dekat pemukiman secara gravitasi
dan bertekanan, sehingga pemberian air tidak menerus.
5. Pelimpah berfungsi mengalirkan banjir dari kolam ke lembah untuk
mengamankan tubuh embung atau dinding kolam terhadap peluapan.
Dengan dibangunnya embung di bagian hulu sungai maka
kemungkinan terjadinya banjir pada musim hujan dapat dikurangi dan pada
musim kemarau air yang tertampung tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan, antara lain untuk pembangkit listrik tenaga air, untuk irigasi lahan
pertanian, dan sebagainya. Adanya waduk akan meningkatkan ketersediaan air di
8
musim kemarau yang akan digunakan bagi memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Selain itu, kehadiran embung juga akan mempengaruhi iklim mikro dan
keseimbangan ekosistem di sekitarnya. Sedangkan ditinjau dari sudut
keseimbangan tata air, embung berperan sebagai reservoir yang dapat
dimanfaatkan airnya untuk keperluan sistem irigasi dan perikanan, sebagai
sumber air baku, sebagai tangkapan air untuk pengendalian banjir,serta penyuplai
air tanah. (Kasiro, dkk. 1997)
2.3 Daerah Tangkapan Air Embung
Daerah tangkapan air (catchment area) embung merupakan suatu wilayah
daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya,
yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari
curah hujan ke embung tersebut secara alami. Daerah tangkapan air ini dibatasi
oleh topografis yang berupa punggung-punggung bukit atau gunung. Daerah
tangkapan air dapat dikatakan menjadi satu ekosistem dimana terdapat banyak
aliran sungai, daerah hutan dan komponen penyusun ekosistem lainnya termasuk
sumber daya alam, dan komponen yang terpenting adalah air, yang merupakan zat
cair yang terdapat di atas ataupun di bawah permukaan tanah. Catchment area erat
kaitannya dengan Daerah Aliran Sungai ( DAS ). Ukuran dan besar kecilnya
daerah tangkapan air yang memberi kontribusi terhadap aliran sungai di dalam
DAS berpengaruh langsung terhadap total volume aliran yang keluar dari DAS.
(Indarto. 2010)
Daerah Aliran Sungai merupakan daerah yang di batasi oleh punggung-
punggung gunung/pegunungan dimana air hujan yang jatuh di daerah tersebut
akan mengalir menuju sungai utama. Dalam mempelajari ekosistem DAS,
dapat diklasifikasikan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. DAS bagian hulu
dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS bagian hilir merupakan daerah
pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi
perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu
akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi
debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran airnya.
Dengan kata lain ekosistem DAS, bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan
9
terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air,
dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu seringkali menjadi fokus perhatian
mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan
biofisik melalui siklus hidrologi. ( Triatmodjo. 2008)
2.4 Analisis Hidrologi
2.4.1 Curah Hujan Rata – Rata
Curah hujan rata–rata adalah tinggi air hujan yang jatuh pada suatu
wilayah, dihitung setiap periode waktu (perbulan atau pertahun). Data hujan yang
tercatat di setiap stasiun penakar hujan adalah tinggi hujan di sekitar
stasiun tersebut. Untuk menghitung hujan rata-rata daearah aliran bisa dilakukan
dengan tiga cara, yaitu (Montarcih.2010) :
1. Metode Rata-rata Hitung
Biasanya cara ini digunakan pada daerah datar dan banyak stasiun penakar
hujannya dan dengan anggapan bahwa di daerah tersebut sifat curah hujannya
adalah merata.
d = d1 + d2 + d3 + ......dn
n
dimana :
d = tinggi curah hujan rata-rata daerah → mm
d1,d2,....dn = tinggi curah hujan pada pos penakar 1,2...n → mm
n = banyak pos penakar
Gambar 2.1 Perhitungan dengan cara rata-rata hitung
(Montarcih. 2010)
10
2. Metode Poligon Thiessen
Cara ini memasukkan faktor pengaruh daerah yang diwakili oleh stasiun
penakar hujan yang disebut weighting factor atau disebut juga Koefisien
Thiessen. Cara ini biasanya digunakan apabila titik-titik pengamatan di dalam
daerah studi tidak tersebar secara merata. Metode Theissen akan memberikan
hasil yang lebih teliti daripada cara aljabar tetapi untuk penentuan titik
pengamatannya dan pemilihan ketinggian akan mempengaruhi ketelitian yang
akan didapat juga seandainya untuk penentuan kembali jaringan segitiga jika
terdapat kekurangan pengamatan pada salah satu titik pengamatan.
Luas masing-masing daerah tersebut diperoleh dengan cara berikut:
Semua stasiun yang di dalam (atau di luar) DAS dihubungkan
dengan garis, sehingga terbentuk jaringan segitiga-segitiga.
Hendaknya dihindari terbentuknya segitiga dengan sudut sangat
tumpul.
Pada masing-masing segitiga ditarik garis sumbunya, dan semua
garis sumbu tersebut membentuk poligon.
Luas daerah yang hujannya dianggap diwakili oleh salah satu
stasiun yang bersangkutan adalah daerah yang dibatasi oleh
garis-garis poligon tersebut (atau dengan batas DAS).
Luas relatif daerah ini dengan luas DAS merupakan faktor koreksinya.
D = A1.d1 + A2.d2 / A1 + A2
dimana :
D = tinggi curah hujan rata-rata daerah (mm)
A = Luas daerah (km2)
d1, d2 = Tinggi curah hujan pos 1 dan 2; mm
A1, A2 = Luas daerah Pengaruh pos 1 dan 2; mm
11
Gambar 2.2. Cara Poligon Thiessen
(Sumber : Bebas banjir 2015.wordpress, 2008)
Cara di atas dipandang cukup baik karena memberikan koreksi terhadap
kedalaman hujan sebagai fungsi luas daerah yang (dianggap) diwakili. Akan tetapi
cara ini dipandang belum memuaskan karena pengaruh topografi tidak tampak.
Demikian pula apabila salah satu stasiun tidak berfungsi, misalnya rusak atau data
tidak benar, maka poligon harus diubah. Contoh pembuatan poligon
Thiessen dapat dilihat pada Gambar 2.2
3. Metode Isohyet
Cara ini dilakukan dengan pos-pos penakarnya ditempatkan secara merata di
areal tersebut, dan hasil penakaran masing-masing pos penakar tidak menyimpang
jauh dari nilai rata-rata seluruh pos di seluruh areal. Rumus yang digunakan
adalah :
R = Curah hujan maksimum rata-rata (mm)
R1, R2, ..., Rn = curah hujan pada stasiun 1, 2, ..., n (mm)
A1, A2, ..., Rn = Luas bagian yang dibatasi oleh isohyet-isohyet (km2)
12
Gambar 2.3 Perhitungan dengan cara Isohyet
(Sumber : Insinyurpengairan.wordpress, 2011)
2.4.2 Uji Konsistensi Data
Pemeriksaan uji Konsistensi data ini dimaksudkan untuk menentukan
apakah data curah hujan tersebut benar-benar sesuai dengan distribusi teoritis
yang dipakai. Uji konsistensi data dapat dihitung dengan metode RAPS (
Rescaled Adjusted Partial Sums) atau dengan metode lengkung massa
(lengkung D). (Montarcih.2010)
a. Metode RAPS
Uji konsistensi dilakukan terhadap data curah hujan tahunan dengan
tujuan untuk mengetahui adanya penyimpangan data hujan, sehingga dapat
disimpulkan apakah data tersebut dapat digunakan dalam analisa hidrologi
atau tidak.
Uji konsistensi metode raps dapat dilihat pada rumus (Anonim, 2004 ;16):
S*0 = 0
S*k = dengan k = 1,2,3,...,n
Sk**
= Sk* / Dy
Dy2 = n
13
Nilai statistik Q dan R
Q = maks Sk**
untuk 0 ≤ k ≤ n
R = maks Sk**
- min Sk**
b. Metode Lengkung Massa
Menurut (Montarcih.2010) dalam Hidrologi Praktis, lengkung masa
(lengkung D) merupakan diagram luas dari lengkung t, dengan batasan sebagai
berikut : (1) Lengkung massa tidak mengenal garis turun; dan (2) Lengkung d
adalah lengkung massa suatu garis di mana luasnya = luas lengkung i. Hal
tersebut bisa di jelaskan sebagai berikut:
d = = i rata – rata . t
dengan
d = tinggi hujan (mm)
i = intensitas hujan (mm)
LENGKUNG MASSA
14
2.4.3 Ketersediaan Air
Ketersediaan air adalah jumlah air (debit) yang diperkirakan terus menerus
ada di suatu lokasi (bendung atau di bangunan air lainnya) dengan jumlah tertentu
dan dalam jangka waktu (periode) tertentu.
Air yang masuk ke dalam embung terdiri atas dua kelompok, yaitu
1) Air permukaan dari seluruh daerah tadah hujan
2) Air hujan effektif yang langsung jatuh di atas permukaan kolam.
Dengan demikian jumlah air yang masuk kedalam embung dapat dinyatakan
sebagai berikut :
Vh = Σ Vj + 10. Akt. ΣRj
Dimana :
Vh = Volume air hujan yang dapat mengisi air embung selama musim hujan
(m3)
ΣVj = Jumlah aliran total selama musim hujan (m3)
ΣRj = Curah hujan total selama musim hujan (mm)
Akt = Luas permukaan kolam embung (ha)
Untuk pemanfaatan air, perlu diketahui informasi ketersediaan air andalan.
Debit andalan adalah debit minimum dengan besaran tertentu yang mempunyai
kemungkinan terpenuhi yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan.
( Kasiro, dkk. 1997 )
2.4.3.1 Debit Andalan
Debit andalan adalah debit yang tersedia sepanjang tahun dengan
besarnya resiko kegagalan tertentu. ( Montarcih. 2010 )
Dalam perhitungan debit andalan ditetapkan debit andalan 80%, berarti
akan ada resiko debit yang lebih kecil dari debit andalan yaitu sebesar 20%.
Ada berbagai cara yang dapat dipakai dalam menganalisis debit andalan.
Masing-masing cara mempunyai ciri khas sendiri, pemilihan metode yang sesuai
umumnya didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
15
Data yang tersedia
Jenis kepentingan
Pengalaman
Perhitungan debit bulanan pada studi ini menggunakan metode NRECA,
dimana untuk memperkirakan aliran masuk ke kolam embung Pusat Litbang
Pengairan telah menyederhanakan cara analisisnya berdasarkan model NRECA.
Debit aliran masuk kedalam embung berasal dari hujan yang turun di
dalam daerah cekungan. Sebagian dari hujan tersebut menguap, sebagian lagi
turun mencapai permukaan tanah. Hujan yang turun mencapai tanah sebagian
masuk ke dalam tanah ( resapan ), yang akan mengisi pori-pori tanah sebagian
mengalir menuju embung sebagai aliran bawah permukaan, sedangkan sisanya
mengalir diatas tanah ( aliran permukaan ). Jika pori tanah sudah mengalami
kejenuhan air akan mengalir masuk ke dalam tampungan air tanah. Gerak air ini
dosebut perkolasi. Sedikit demi sedikit air dari tampungan air tanah mengalir
keluar sebagai mata air menuju alur dan disebut aliran dasar. Sisa dari curah
hujan yang mengalir diatas permukaan, disebut aliran permukan, bersama aliran
dasar bergerak masuk menuju embung. Penguapan peluh (Evapotranspirasi) tidak
hanya terjadi di atas permukaan tetapi juga di bawah permukaan tanah dimana
akar-akar tanaman berada. Skema siklus hidrologi dapat dilihat pada gambar 2.3.
Peredaran air di atmosfer (atas permukaan), permukaan, dan bawah permukaan
dapat digambarkan secara skematik seperti gamabar 2.4. Skema ini merupakan
konsep struktur Model NRECA. (Kasiro,dkk. 1997)
. Gambar. 2.4 Siklus Hidrologi
(Kasiro,dkk. 1997)
16
Gambar 2.5 Skema Model NRECA
(Kasiro,dkk. 1997)
2.4.3.2 Analisis Evapotranspirasi
Evaporasi merupakan peristiwa berubahnya air menjadi uap dan
bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara.
Faktor meteorologi yang mempengaruhi besarnya evaporasi
adalah sebagai berikut (Triatmodjo, 2008):
1. Radiasi matahari.
2. Angin.
3. Kelembaban (humiditas) relatif.
4. Suhu (temperatur).
Transpirasi adalah suatu proses yang air di dalam tumbuh–
tumbuhan dilimpahkan dalam atmosfer sebagai uap air. Umumnya
transpirasi sulit diukur secara langsung, oleh karena itu untuk tujuan
praktis digabungkan dengan penguapan di permukaan bumi sehingga
dinyatakan sebagai evapotranspirasi. (Indarto. 2010)
Gabungan dari dua peristiwa yakni evaporasi dan transpirasi yang
terjadi secara bersamaan disebut juga peristiwa evapotranspirasi. Kedua
proses ini sulit untuk dibedakan karena keduanya terjadi secara
simultan. Di dalam perhitungan dikenal ada dua istilah evapotranspirasi
yaitu (Montarcih. 2010):
17
Evapotranspirasi potensial, terjadi apabila tersedia
cukup air untuk memenuhi pertumbuhan optimum.
Evapotranspirasi aktual, terjadi dengan kondisi
pemberian air seadanya untuk memenuhi pertumbuhan.
Faktor iklim yang sangat mempengaruhi peristiwa ini,
diantaranya adalah suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, tekanan
udara, dan sinar matahari.
a. Evapotranspirasi Potensial ( ETO )
Evapotranspirasi Potensial dapat dihitung dengan menggunakan
Metoda Penman modifikasi sebagai berikut (Triatmodjo, 2008) :
ETo = c [ w Rn + (1 – w) f(u) (ea – ed)]
Dimana :
ETO = Evapotranspirasi acuan (mm/hari)
w = Faktor koreksi terhadap temperatur
Rn = Radiasi netto (mm/hari)
F(u) = Fungsi Angin
(ea – ed) = Perbedaan tekanan uap air jenuh dengan tekanan uap air nyata
(mbar)
c = Faktor pergantian cuaca akibat siang dan malam
b. Evapotranspirasi Aktual (ETa)
Evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang terjadi
sesungguhnya sesuai dengan keadaan persediaan air dan kelembaban
tanah yang tersedia. Dengan persamaan menggunakan data di Indonesia
sebagai berikut (Anonim, 2004;12 ):
ETa = ETo - ETo (m/20)(18 - Nr)
Dimana :
Eta = evapotranspirasi aktual (mm/bulan)
Eto = evapotranspirasi potensial (mm/bulan)
m = luas kawasan tidak bervegetasi (%)
Nr = jumlah hari hujan/bulan
18
2.4.4 Kebutuhan Air Untuk Tanaman
Kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan
oleh tanaman pada suatu periode untuk dapat tumbuh dan produksi secara normal.
Faktor – faktor yang mempengaruhi kebutuhan air tanaman (Triatmodjo. 2008):
a. Topografi
Keadaan topografi mempengaruhi kebutuhan air tanaman. Untuk lahan
yang miring membutuhkan air lebih banyak daripada lahan yang datar,
karena air akan lebih cepat mengalir menjadi aliran permukaan dan hanya
sedikit yang mengalami infiltrasi, dengan kata lainn kehilangan air di
lahan miring akan lebih besar.
b. Hidrologi
Jumlah curah hujan mempengaruhi kebutuhan air makin banyak curah
hujannya, maka makin sedikit kebutuhan tanaman, hal ini di karenakan
hujan efektif akan menjadi besar.
c. Klimatologi
Keadaan cuaca adalah salah satu syarat yang penting untuk pengelolaan
tanaman. Tanaman tidak dapat bertahan dalam keadaan cuaca buruk.
Dengan memperhatikan keadaan cuaca dan cara pemanfaatannya, maka
dapat dilaksanakan penanaman tanaman yang tepat untuk periode yang
tepat dan sesuai dengan keadaan tanah. Cuaca dapat di gunakan untuk
rasionalisasi penentuan laju evapotranspirasi, hal ini sangat bergantung
pada jumlah jam penyinaran matahari dan radiasi matahari.
d. Tekstur tanah
Selain membutuhkan air, tanaman juga membutuhkan tempat untuk
tumbuh, yang dalam teknik irigasi dinamakan tanah. Tanah yang baik
adalah tanah yang bersifat produktif dan subur. Tanah yang baik tersebut
memberi kesempatan pada akar tanaman untuk tumbuh dengan mudah,
menjamin sirkulasi air dan udara serta baik pada zona perakaran dan
19
secara relatif memiliki persediaan hara dan kelembaban tanah yang cukup.
Tanaman membutuhkan air. Oleh karena itu, pada zone perakaran perlu
tersedia lengas tanah yang cukup. Tetapi walaupun kelembaban tanah perlu
dipelihara, air yang diberikan tidak boleh berlebih. Pemberian air harus sesuai
dengan kebutuhan dan sifat tanah serta tanaman.
2.5 Simulasi Keseimbangan Air Embung
Proses siklus air pada suatu daerah untuk periode tertentu terdapat
hubungan keseimbangan antara aliran masuk (inflow) dan aliran keluar
(outflow). Hubungan antara ketersediaan air untuk berbagai macam sektor harus
terjadi keseimbangan, hubungan keseimbangan disebut “Neraca kebutuhan dan
ketersediaan air” sering disebut juga dengan water balance. ( Triatmodjo. 2008)
Konsep neraca air pada dasarnya menunjukkan keseimbangan antara
jumlah air yang masuk ke, yang tersedia di, dan yang keluar dari sistim
(sub-sistem) tertentu, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.6. berikut ini :
Gambar 2.6. Skema Neraca Air
(Sumber : Triatmodjo, 2008)
top related