bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan umum …eprints.umm.ac.id/57340/3/bab 2.pdf · 2019. 11....
Post on 16-Aug-2021
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Pertanggungjawaban Pidana
1. Pengertian korporasi sebagai subjek tindak pidana
Mengingat korporasi adalah suatu badan hukum yang diciptakan
oleh hukum itu sendiri dan mempunyai hak dan kewajiban atau dengan
kata lain korporasi merupakan sekumpulan orang dan harta kekayaan serta
korporasi bisa dikatakan melakukan tindak pidana apabila berdasarkan
perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang mengontrol
pengurusan korporasi.
Pertanggungjawaban pidana bagi korporasi sudah lama dikenal
sehingga pada dasarnya merupakan konsekuensi dari diterimanya
korporasi sebagai suatu legal person, meskipun korporasi merupakan
subjek hukum pidana, seperti halnya manusia yang bersifat artificia legal
entity.
Korporasi dianggap sebagai subjek hukum pidana sudah dikenal
oleh peraturan perundang-undangan diluar kitab undang-undang hukum
pidana, tindak pidana korporasi pada dasarnya dapat diartikan sebagai
perbuatan yang telah dilakukan oleh direksi atau pegawai dari korporasi
itu sendiri, setiap tingkatan yang mempunyai tugas dan fungsi serta dapat
15
mewakili korporasi yang dapat mengakibatkan pertanggungjawaban
pidana.
Korporasi dapat diminta suatu pertanggungjawaban dari apa yang
telah di perbuat maka direksi dan pegawainya harus memenuhi:1
a. Actus reus, artinya suatu perbuatan yang dilakukan harus di
dalam lingkup kekuasannya. Dengan kata lain segala perbuatan
dalam menjalankan tugas masih dalam cakupan tugas dan
kewenangan korporasi.
b. Perbauatan tersebut harus dilakukan dengan sengaja (mens rea)
c. Perbuatan tersebut dilakukan oleh seorang pelaku yang cakap
jiwa atau mentalnya.
Adapun mengenai kedudukan sebagai pembuat tindak pidana dan
sifat pertanggungjawaban pidana dari korporasi, yaitu:2.
1) Pengurus korporasi sebagai pelaku tindak pidana sehingga
dapat dikatakan penguruslah yang wajib dan harus memikul
pertanggungjawaban pidana.
2) Korporasi sebagai pembuat tindak idana akan tetapi pengurus
yang harus memikul pertanggungjawaban pidana.
3) Korporasi sebagai pelaku tindak pidana dan korporasi itu
sendiri yang harus memikul peratnggungjawaban pidana.
1 Hasbullah F. Sjawie.2015. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Tindak Pidana
Korupsi. Jakarta. Prenada Media Group.hlm.267
2 Ibid, hlm.272
16
4) Pengurus da korporasi keduanya dapat dikatakan sebagai
pelaku tindak pidana dan keduanya pula yang harus memikul
pertanggungjawaban pidana.
2. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana
Pertanggungjawaban pidana dalam istilah bahasa asing disebut
dengan teoreken-baardheid, criminal liabillity atau criminal responbillity
yang bertujuan untuk dapat menentukan apakah seseorang tersangka dapat
mempertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau
tidak apabila tindakan tersebut terbukti melawan hukum.
Pertanggungjawaban pidana atau criminal liability artinya adalah
orang yang melakukan suatu perbuatan tindak pidana belum berarti
dapat dipidana akan tetapi harus mempertanggungjawabkan atas
perbuatannya yang telah dilakukan jika ditemukan unsur kesalahan
padanya karena perbuatan tindak pidana itu terdiri atas 2 unsur
yaitu a criminal act (actus reus) dan a criminal intent (mens rea).3
Jadi, sebagaimana pengertian diatas maka dapat dikatakan bahwa
memang pada hakekatnya adanya kesalahan merupakan unsur mutlak
untuk dimintakannya pertanggungjawaban pidana bagi seseorang dengan
tujuan agar dapat mempertanggungjawabkan atas perbuatan melawan
hukum yang telah dilakukan, jika pelaku terbukti bersalah dan dipidana
maka tindakan yang dilakukannya harus bersifat melawan hukum dan
terdakwa mampu bertanggungjawab.
3 Ibid.hlm.10
17
Dalam hukum pidana terdapat asas legalitas yaitu tiada hukuman
tanpa adanya kesalahan yang tercantum dalam pasal 1 ayat (1) KUHP
yang berbunyi:
“Tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas kekuatan
ketentuan pidana yang terdapat dalam undang-undang, yang ada
terdahulu daripada perbuatan itu”4
Sehingga berdasarkan kutipan pasal 1 ayat (1) KUHP tentang asas
legalitas atau “nullum delictum nula poena sige lege” maka penulis dapat
mengambil kesimpulan bahwa tidak ada suatu pidana yang dapat
dipertanggungjawabkan pidananya apabila tidak ada perbuatan melawan
hukum yang telah dilakukan serta adanya peraturan yang mendahului
terjadinya perbuatan tersebut.
Asas tiada pidana tanpa kesalahan tersebut menyampingkan dari
ajaran sebelumnya yakni ajaran „fait material’ yang pada intinya
menyatakan bahwa perbuatan materiel dapat dikatakan melakukan suatu
pelanggaran melawan hukum itu sudah cukup untuk memidanakan para
pelakunya meskipun perbuatan tersebut dilkukan tanpa adanya kesalahan
yang terjadi.5
Adanya suatu kesalahan menjadi hal yang sangat penting dalam
hukum pidana dikarenakan dengan adanya kesalahan maka dapat
dimintakannya pertanggungjawaban pidana, Selanjutnya disamping itu
bahwa semua unsur kesalahan harus dihubungkan dengan perbuatan tindak
4 Ibid. Hal 16 5 Ibid. Hal.15
18
pidana yang telah dilakukan. Dengan demikian ternyata bahwa untuk
adanya kesalahan, terdakwa harus:
a. Melakukan suatu perbuatan pidana atau tindak pidana (sifat melawan
hukum).
b. Di atas umur tertentu mampu bertanggungjawab.
c. mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau
kealpaan.
d. Tidak ada alasan pemaaf.6
Adapun pertanggungjawaban menurut Roeslan Saleh adalah:
“Pertanggungjawaban pidana diartikan sebagai diteruskannya
celaan yang objektif yang ada pada setiap perbuatan pidana dan
secara subjektif memenuhi syarat untuk dapat dipidana karena
perbuatannya itu.”7
Jadi, menurut penulis berdasarkan pendapat ahli yang penulis kutip
diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pertanggungjawaban pidana
sebagai akibat lebih lanjut yang dimana harus ditanggung oleh siapa saja
yang telah melakukan tindakan perbuatan melawan hukum baik yang
setara dengan hukum atau yang bertentangan dengan hukum.
3. Teori Pertanggungjawaban Pidana
Adapun menurut teori hukum ada bebrapa jenis dalam sistem
hukum pertanggungjawaban pidana, antara lain:
a. Pertanggungjawaban pidana mutlak (stricht liability)
Pertanggungjawaban pidana mutlak adalah dimana seseorang yang
telah melakukan perbuatan melawan hukum tanpa harus dibuktikan
6 Moeljatno. 2009. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta. PT Rineka Cipta .Hal177
7 Prof.Mr.Roeslan Saleh.1983. Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana.
Jakarta. Aksara Baru. Hlm.78
19
sebagaimana telah dirumuskan dalam undang-undang maka harus dan
mutlak dapat dipidana.
Dalam artian yang lain pertanggungjawaban pidana terhadap
pelaku secara perorangan atau sendiri-sendiri . Strichliability dapat
berlaku bila terdapat 3 (tiga) macam delik, yaitu:8
1) Criminal libel atau fitnah dan pencemaran nama baik, baik secara
lisan maupun tertulis, melaui teknologi informasi dan transakasi
elektronik.
2) Contempt of court atau pelanggaran tata tertib pengadilan, baik
dalam peradilan husus maupun peradilan umum atau disebut juga
penghinaan terhadap pengadilan.
3) Public nuisance atau yang dimaksut dengan gangguan terhadap
ketertiban umum, jalan raya, mengeluarka bau yang tidak sedap
ataupun yang dapat mengganggu lingkungan.
b. Pertanggungjawaban pidana pengganti (vicarious liability)
Pertanggungjawaban pidana pengganti adalah berkaita dengan
pertanggungjawaban yang dilakukan oleh seseorang tanpa kesalahan
pribadi dan bertanggung jawab atas kesalahan atas tindakan orang lain.
Terdapat 2 (dua) syarat yang harus dipenuhi agar dapat menerapkan
pertanggungjawaban pidana pengganti antara lain:
1) Harus terdapat hubungan pekerjaan
8 Hasbullah F. Sjawie, Op. Cit. Hlm.300
20
2) Perbuatan pidana yang telah dilakkan oleh pegawai/karyawan tersebut
masih dalam ruang lingkup pekerjaannya.9
c. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan (Geen Starf Zonder
Schuld)
Berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana berdasarkan
kesalahan (Geen Starff Zonder) yaitu adanya syarat-syarat subjektif
untuk dapat dipidanakannya seseorang meliputi 3(tiga) unsur yang
terdiri atas:
a. Kemampuan bertanggungjawab
Menurut Van Hamel, kemampuan bertanggungjawab adalah
suatu keadaan normalitas psikis dan kematangan kecerdasan yang
terdapat 3 (tiga) kemampuan antara lain:
1) Mampu dan mengerti dari nilai perbuatan yang dikalukan
sendiri.
2) Mampu untuk menyadari bahwa pebuatan yang dilakukan itu
menurut pandangan masyarakat adalah suatu perbuatan yang
salah dan tidak diperbolehkan.
3) Mampu dan sadar dalam meentukan kehendaknya atas
perbuatan-perbuatan yang dilakukan.10
Sehingga seseorang dapat dikatakan mampu bertanggungjawab
apabila pada keadaan umumnya dapat dilihat dari:11
1) Keadaan jiwanya
9 Edi Yunara. 2012. Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi. Bandung. PT
Citra Aditya Bakti. hal.59 10 Ibid. Hlm 59
11 Ibid,hlm.60
21
Tidak terganggu oleh suatu penyakit terus menerus atau penyakit
sementara, tidak cacat dalam tumbuh kembang pertumbuhan, tidak
adanya gangguan yang disebabkan oleh terkejut, hipnotis, amarah
yang meluap, pengaruh bawah sadar, melindur, mengigau dikarenakan
demam tinggi, ngidam dan sebagainya.
2) Kemampuan jiwanya
Dapat mengetahui hakikat dari tindakannya, dapat menentukan
kehendaknya atas tindakan tersebut apakah akan dilaksanakan atau
tidak serta dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut.
3) Kesengajaan atau kealpaan
a) Kesengajaan adalah suatu bentuk tindakan yang dilakukan
secara sadar dan kehendak (kemauan) untuk melakukan atau
tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau
diperintahkan oleh undang-undang.
b) Kealpaan atau biasa disebut dngan kelalaian adalah sikap batin
dari seseorang yang dapat menimbulkan keadaan yang dilarang
itu bukanlah menentang larangan tersebut.
c) Tidak ada alasan pemaaf
Selain adanya unsur tindak pidana melawan hukum yang
dilakukan oleh seseorang sebagai dasar serta acuan untuk
dipertanggungjawabkannya atas perbuatan yang dilakukannya
maka digunakan pula unsur tidak adanya alasan pemaaf .
d. Teori Doctrine of Delegation ( Teori Delegasi )
22
Teori delegasi adalah yang menjadi dasar pembenar untuk
suatu pertanggungjawaban pidana yang dibebankan pada seseorang
yang kemudian oleh direksi diberi delegasi untuk melaksanakan
kewenangan korporasi.
e. Teori Identifikasi
Teori Identifikasi adalah tori yang dipergunakan untuk
memberikan pembenaran pertanggungjawaban pidana korporasi
yang dimana pada kenyataannya korporasi bukan sesuatu yang bisa
bertindak sendiri , yang demikian korporasi dapat dikatakan
melakukan tindak pidana secara langsung melalui orang-orang
yang memiliki hubungan erat dengan korporasi.
Doctrin of identification jug merupankan pembebaban
tanggung jawab keada korporasi maka kesalahan dan perbuatan
pidana yang dilakukan oleh sesorng yang merupakan „directing
mind‟ dari korporasi yang berarti means rea dan actus reus yang
dilakukan oleh „directing mind‟ yang diatributkan kepada
korporasi.
f. Teori coporate culture model
Adalah pembebanan pertanggungjawaban korporasi sudah cukup
apabila seorang yang termasuk dalam jajaran pengurus memberi
kewenangan sehingga terbukti terjadi suatu tindak pidana.
23
4. Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum.
1) Adanya perbuatan melawan hukum, yaitu perbuatan yang
bertentangan dengan hak orang lain atau bertentangan dengan hak
orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku
sendiri baik dengan, perundang-undangan, kesusilaan maupun
sikap hati-hati yang harus diindahkan.
2) Adanya kesalahan (schuld),kesalahan memiliki dua pengertian
yaitu secara luas terdiri dari kealpaan sedangkan kesalahan dalam
arti sempit adalah kesengajaan. Untuk suatu kesengajaan apabila
seseorang pada saat ia melakukan perbuatan atau pada saat ia
melalaikan kewajibannya sudah dapat diketahui bahwa akibat yang
dilakukannya merugikan dan walaupun ia telah mengetahuinya
tetapi ia tetap melakukan perbuatannya atau melalaikan
kewajibannya.
3) Adanya kerugian (schade), kerugian dalam perbuatan melawan
hukum dapat berupa kerugian kekayaan atau kerugian yang bersifat
idiil atau moril, kerugiaan kekayaan pada umumnya mencakup
kerugian yang diderita oleh penderita dan keuntungan yang
diterima olehnya. Sedangkan keriugian moril mencakup kerugian
akibat ketakutan, keterkejutan, sakit dan kehilangan kesenangan
hidup.
24
4) Adanya hubungan kausal (oorzakelijk verband), hubungan kausa
antara perbuatan melawan hukum dan kerugian yang ditimbulkan
sehingga pelaku dapat dimintakan pertanggungjawaban.
Adapun unsur-unsur kesalahan sebagai berikut:12
a. Adanya kemampuan bertanggungjawab pada si pembuat
yang berarti keadaan jiwa dari pada pelaku itu sendiri harus
normal dalam kata lain tidak mengalami gangguan
kejiwaan.
b. Adanya hubungan batin antara pelaku dengan perbuatannya
yang berupa kealpaan (culpa) dan kesengajaan (dolus).
c. Tidak adanya suatu kesalahan yang menghapus kesalahan
yang artinya tidak ada alasan pemaaf ataupun alasan
pembenar.
Membuktikan kesalahan korporasi dapat dilakukan dengan 2
cara, antara lain:13
1. Pendekatan Derivative
Adalah upaya untuk menemukan kesalahan dari
korporasi secara langsung, yang dimana hal ini dapat
dilakukan dalam hal perbuatan dapat dibuktikan yang
12 Wirjono Prodjodikoro, 1982, Azas-Azas Hukum Pidana di Indonesia. Jakarta, PT.
Eresco, hal.55
13
Hasbullah F. Sjawie, Op. Cit. Hlm.331
25
merupakan pelaksanaan dari hasil keputusan korporasi.
Antara lain hasil rapat dari dewan direksi.
2. Pendekatan Directive
Pendekatan Directive sesungguhnya merupakan
bukan bentuk dari menmukan kesalah korporasi yang
sesungguhnya tetapi lebih sebagai upaya untuk mencari
sebuah petunjuk atau indikator tentang adanya suatu
kesalahan korporas. Adapun beberapa hal yang dapat
digunakan sebagai petunjuk, yaitu : adanya
criminogenic culture atau budaya kriminal dalam
korporasi atau ketiadaan program kepatuhan hukum
yang secara serius dilakukan dilingkungan kororasi.
3. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi
Berbagai usaha yang telah dilakukan dalam menciptakan pelaku
usaha yang bertanggungjawab menjadi salah satu motif diundangkanya
UUPK diwujudkan dengan salah satu peran hukum pidana dengan
memakai penerapan konsep pertanggungjawaban pidana korporasi.14
Korporasi itu sendiri dalam arti sempit adalah badan hukum
sedangkan dalam arti luas korporasi adalah dapat berbentuk badan hukum
tetapi bisa juga tidak berbentuk sebagai bukan badan hukum. korporasi
menurut hukum pidana di indonesia tidak hanya mencakup badan hukum
14 Roeslan Saleh. 1983. Perbuatan Pidana dan Perbuatan Pertanggungjawaban Pidana,
Aksara Baru. hal.76-77
26
seperti perseroan terbatas, yayasan dan lain-lain. Pengertian korporasi
menurut hukum pidana di indonesia lebih luas dibandingkan pengertian
menurut hukum perdata.
Kualitas hukum moral perbuatan menyangkut inti tentang aspek
hukum perilaku yang tidak seimbang, dimana ketidakseimbangan tersebut
telah disederhanakan dalam suatu pertanyaan tentang penyelesaian
kepentingan-kepentingan agar dengan keadilan.15
Struktur dari semua
pertanggungjawaban pidana adalah sebuah konsepsi hukum yang mana
dilaksanakan secara berkesinambungan demi terwujudnya kualitas moral
yang baik dan benar.
B. Tinjauan Umum Tindak Pidana
1. Pengertian Tindak Pidana
Hukum pidana di Indonesia terdapat beberapa perbedaan dalam
menyebutkan istilah tindak pidana sebagai peristiwa pidana, perbuatan
pidana dan delik. Tindak pidana itu sendiri adalah perbuatan yang dilarang
oleh suatu aturan dan diikuti dengan ancaman atau sanksi berupa ancaman
pidana sesuai perbuatan hukum yang dilanggar.
Pengertian tindak pidana menurut Roeslan Saleh dan Tresna:
“Menurut Roeslan Saleh perbuatan pidana adalah perbuatan yang
bertentangan dengan tata ketertiban yang dihendaki oleh hukum.
sedangkan menurut Tresna peristiwa pidana itu adalah suatu
perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan
15 Yusuf Shofie. Tanggung Jawab Pidana Korporasi Dalam Hukum Perlindungan
Konsumen Di Indonesia. Bandung. PT Citra Aditya Bakti..hlm56
27
dengan undag-undang dan peraturan perundang-undangan lain
terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman.”16
Sebagaimana kutipan dari pendapat ahli tersebut maka penulis
mengambil kesimpulan bahwa tindak pidana merupakan tindakan yang
tidak sesuai atau melanggar suatu aturan hukum sehingga untuk dapat
dikatakan melakukan perbuatan tindak pidana harus terdapat perbuatan
melawan hukum yang dilakukan sehingga dapat dikenakan sanksi pidana
berupa hukuman atas perbuatanya yang telah di atur dalam KUHP.
Adapun unsur-unsur tindak pidana antara lain:17
1) Kelakuan dan akibat yang dapat ditimbulkan tersebut harus bersifat
melawan hukum baik dalam pengertian yang formil maupun
materiil.
2) Perbuatan itu berwujud suatu kelakuan baik aktif atau pasif yang
dapat berakibat pada timbulnya suatu hal atau keadaan ayang telah
dilarang oleh hukum.
3) Adanya hal-hal dan keadaan tertentu yang menyertai terjadinya
kelakuan serta akibat yang sudah dilarang oleh hukum. dalam
unsur yang ketiga ini berkaitan dengan beberapa hal yang
wujudnya berbeda-beda dan sesuai dengan ketentuan pasal hukum
pidana yang terdapat di dalam undang-undang.
Menurut Lumintang terdapat secara umum unsur perbuatan tindak
pidana dapat dibedakan menjadi beberapa unsur yaitu unsur subjektif dan
unsur objektif. Yang dimaksud dengan unsur subjektif adalah unsur-unsur
yang melekat pada diri si pelaku atau berhubungan dengan diri si pelaku
dan termasuk didalamnya adalah segala sesuatu yang terkandung didalam
hatinya.
Adapun unsur-unsur subjektif dari tindak pidana yaitu:18
16 Roeslan Saleh.2003. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Jakarta.
Aksara Baru. Hlm 53a
17 Ibid. Hlm 53
28
1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa)
2. Macam-macam maksud seperti misalnya yang terdapat dalam
tindak pidana pencurian.
3. Merencanakan terlebih dahulu seperti misalnya yang terdapat
dalam pasal 340 KUHP.
4. Maksud pada suatu percobaan.
Sedangkan unsur-unsur objektif adalah unsur-unsur yang
berhubungan dengan suatu keadaan-keadaan, antara lain didalam
keadaan-keadaan mana tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.
Adapun unsur-unsur yang ada hubungannya dengan unsur objektif
dari tindak pidana yakni:19
1. Adanya sifat yang melanggar hukum
2. Kualitas dari si pelaku, misalnya keadaan sebagai seorang
pegawai negri dalam kejahatan menurut pasal 415 KUHP, dalam
pasal 415 KUHP antara lain ditegaskan: “ seorang pejabat atau
oran lain yang ditugasi menjalankan jabatan umum”.
3. Kasualitas, yaitu hubungan adanya hubungan antara suatu
tindakan sebagai penyebab dengan kenyataan sebagai akibat.
Adapun unsur-unsur tindak pidana adalah:20
a) Adannya perbuatan manusia
b) Diancam dengan pidana
c) Melawan hukum
d) Dilakukan dengan kesalahan
e) Oleh orang yang mampu bertanggungjawab.
Jadi, berdasarkan penjelasan diatas untuk dapat dikatakan tindak
pidana harus diawali dengan adanya keinginan kehendak, atau kemauan
terlebih dahulu dari orang itu sendiri yang melakukan perbuatan melawan
hukum serta harus melakukannya secara sengaja, sadar dan mengetahui
terhadap perbuatannya yang bertentangan dengan undang-undang dan
melawan hukum tersebut.
C. Tinjauan Umum Penggelapan 18 A.Fuad Usfa, Pengantar Hukum Pidana, UPT.Penerbitan Muhammadiyah
Malang.2006.hal45
19 Ibid. Hal.46
20
Ibid. Hal.47
29
1. Pengertian Penggelapan
Dalam buku II KUHP bab XXIV penggelapan adalah memiliki
barang atau sesuatu yang dimiliki oleh orang lain tetapi tindakannya bukan
sebagai suatu kejahatan dan dalam pengertian yuridis tentang penggelapan
terdapat dalam pasal 372 KUHP, sebagai berikut :21
“barang siapa dengan sengaja memilki dengan melawan hak suatu
barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan
orang lain dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena akibat
kejahtan, dihukum karena penggelapan dengan hukuman penjara
selama-lamanya empat tahun atau dendan sebnayak-banyaknya
Sembilan ratus rupiah:”
Adapun pengertian tentang penggelapan menurut pendapat ahli M.
Sudrajat sebagai berikut:
Penggelapan adalah digelapkannya suatu barang yang harus
dibawah kekuasaan si pelaku dengan cara lain dari pada dengan
melakukan kejahatan. Sehingga barang tersebut oleh yang punya
dipercayakan kepada si pelaku. Pada intinya pelaku tidak
memenuhi keprcayaan yang dilimpahkan atau dapat dianggap
dilimpahkan kepadanya oleh yang berhak atas suatu barang.22
Jadi dapat dikatakan bahwa penggelapan merupakan suatu
perbuatan melawan hukum yang menyimpang dengan menyalahgunakan
kepercayaan orang lain yang sudah diberikan dan awal mula barang
tersebut berada ditangannya bukan karena hasil dari kejahatan.
2. Unsur-unsur tindak pidana penggelapan:
d. Unsur objektif:23
21 Pasal 372 KUHP
22 M. Sudrajat Bassar, Tindak-tindak pidana tertentu dalam KUHP, remaja karya
bandung, 1984, hlm.74
23
Adami chazawi, kejahatan terhadap harta benda,bayu media, Jakarta, 2006, hlm.72
30
1) Perbuatan memiliki atau mengaku milik sendiri
(zich wederrechtlijk toeeigenen) yang berarti dengan perkataan
memiliki, ada kalanya menguasai secara melawan hak atau
menganggap sebagai milik serta mengaku sebagai milik. Adapun
menurut pendapat ahli Adami Chazawi mengatakan bahwa:
Perbuatan memiliki adalah berupa suatu perbuatan menguasai
benda seolah-olah ia pemilik benda tersebut. Dengan pengertian ini
dapat diterangkan bahwa pelaku dengan melakukan perbuatan
memiliki atas suatu benda yang berada dalam kekuasaannya adalah
ia melkukan perbuatan sebagaimana pemilik melakukan terhadap
benda itu oleh karena sebagai unsur tindak pidana penggelapan
unsur ini mempunyai kedudukan yang berbeda dengan unsur yang
sama dalam tindak pidana pencurian sekalipun dengan pengertian
yang sama.
2) Suatu benda
Sebuah benda yang menjadi suatu objek penggelapan tidak
dapat ditafsirkan lain dari sebagai benda yang bergerak dan
berwujud
3) Sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain
Seseorang dapat dikatakan menggelapkan milik orang lain
apabaila seluruhnya tau sebagian itu milik orang lain serta yang
dimaksud orang lain sebagai pemilik benda yang menjadi objek
penggelapan, tidak menjadi syarat sebgai orang tersebut adalah
31
korban atau orang teretentu melainkan siapa saja asalkan bukan
petindak sendiri.
4) Berada dalm kekuasaannya bukan karena kejahatan
Suatu benda berada dalam kekuasaan seseorang apabila
melakukan segala macam perbuatan terhadap benda itu, dapat
segera langsung melakukannya tanpa harus terlebih dahulu
melakukan perbuatan yang lain seperti menukarnya, menghibahkan
dan menjual. didalam perbuatan melawan hukum penggelapan
perbuatan menguasai bukan karena kejahatan bukan merupakan
ciri pokok.
e. Unsur subjektif:
1. Barang siapa
2. Dengan sengaja
3. Melawan hukum
3. Jenis-jenis tindak pidana penggelapan
1. Penggelapan biasa
Penggelapan biasa diatur dalam pasal 372 KUHP, penggelapan
biasa dapat dikatakan sebagai pokok atau inti penggolongan
kejahaatan yang telah dilakukan oleh seseorang sebagai bentuk tindak
pidana penggelapan.
2. Penggelapan ringan
Penggelapan ringan merupakan suatu tindak pidana
penggelapan yang digelapkan bukan ternak serta harganya tidak lebih
32
dari.25 terdapat dalam pasal 373 KUHP. Pendapat ahli Tongat
menjelaskan penggelapan ringan sebagai berikut:
Bahwa unsur-unsur tindak pidana penggelapan ringan sama hal nya
dengan unsur-unsur tindak pidana penggelapan dalam bentuknya
yang pokok hanya didalam tindak pidana penggelapan ringan
haruslah dipenuhi unsur bahwa yang digelapkan itu bukanlah
ternak dan harga dari barang yang digelapkan tidak lebih dari dua
puluh lima rupiah.24
3. Penggelapan dengan pemberatan
Penggelapan dengan pemberatan diatur dalam pasal 374 KUHP,
Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang memegang atau
menguasai barang itu berhubungan dengan pekerjaannya atau
jabatannya karna ia mendapat upah. Adapun factor yang
menyebabkan lebih berat dari pada bentuk pokoknya didasari pada
lebih besarnya kepercayaan yang telah diberikan sebelumnya kepada
orang yang telah menguasai benda yang digelapkan.25
4. Penggelapan berat
Penggelapan dalam lingkungan keluarga diatur dalam pasal 375
KUHP, penggelapan dalam lingkungan keluarga merupakan
penggelapan yang dilakukan oleh orang yang karena terpaksa dengan
diberi barang untuk disimpan oleh pengampu, wali, pengurus ataupun
pelaksana surat wasiat, pengurus yayasan atau lembaga social trhadap
barang yang dikuasainya.
5. Penggelapan dalam lingkungan keluarga
24 Tongat, hukum pidana materiil, UMM Press, Malang, 2006, hlm 63
25
Adami chazawi, kejahatan terhadap harta benda,bayu media, Jakarta, 2006, hlm 85
33
Berdasarkan pasal 376 KUHP dalam ketentuan-ketentuannya
kejahatan terhadap benda, pencurian, pemerasan, pengancaman,
penggelapan, penipuan jika dilakukan dalam lingkungan keluarga maka
dapat menjadi sebagai berikut :
1. Tidak dapat dilakukan penuntutan baik terhadap petindaknya
maupun terhadap pelaku pembantunya.
2. Yaitu tindak pidana aduan, tanpa adanya pengaduan baik
terhadap petindaknya maupun pelaku pembantunya dengan
demikian tidak dapat dilakukan penuntutan.26
D. Tinjauan Umum Perusahaan Pembiayaan Konsumen
1. Pengertian perusahaan pembiayaan
Perusahaan pembiayaan adalah suatu kegiatan pembiayaan yang
dilakukan oleh lembaga non Bank yang berbentuk perusahaan dan
koperasi dalam bentuk penyediaan barang-barang dan dan atau modal
dengan tidak menarik langsung dari masyarakat serta untuk digunakan
oleh suatu perusahaan atau perorangan untuk jangka waktu tertentu.
Terdapat beberapa unsur-unsur, antara lain:
a. Kegiatan pembiayaan yaitu melakukan kegiatan atau aktivitas
dengan cara mebiayai pada pihak-pihak atau sektor usaha
yang membutuhkan.
b. Badan usaha atau yang dimaksut perusahaan pembiayaan
yang khusus di dirikan untuk melakukan kegiatan yang
termasuk dalam dalam bidang usaha lembaga pembiayaan
konsumen.
c. Penyedian dana yaitu melakukan aktivitas atau kegiataan
dalam berupa dana atau modal untuk suatu keperluan.
d. Barang modal yaitu berupa barang yang dipakai untuk
menghasilkan sesuatu.
e. Masyarakat yaitu sejumlah orang yang hidup bersama disuatu
tempat.
f. Tidak menarik dana secara langsung.27
26 Ibid, hlm 86
34
Berdasarkan penjelasan tersebut maka pembiayaan konsumen
dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan dalam berupa dana atau jasa yang
dilakukan dengan cara membiayai pihak-pihak atau para pelaku usaha
yang membutuhkan dana untuk mengembangkan usahanya.
1) Bidang-bidang Usaha Pembiayaan
a. Sewa Guna Usaha (Leasing)
Sewa guna usaha atau disebut juga dengan leasing adalah suatu
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang, modal
maupun jasa untuk digunakan sebagai peluang usaha oleh
konsumen selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara berangsur atau berkala.
b. Modal Ventura
Modal ventura dalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk
usaha pembiayaan jangka panjang dalam bentuk penyertaan
modal ke dalam suatu perusahaan yang menerima bantuan
pembiayaan untuk jangka waktu tertentu.
c. Anjak Piutang
Anjak piutang adalah suatu perusahaan pembiayaan non-bank
atau bukan bank yang merupakan kegiatan usaha yang
dilakukan dalam bentuk pembiayaan dan atau pengalihan serta
pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek.
d. Pembiayaan konsumen
27 Dahlan Siamat. 2011. Manajemen Lembaga Keuangan. Edisi Kedua. Jakarta:Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia. hlm.281
35
Pembiayaan konsumen merupakan kegiaytan pembiayaan oleh
suatu lembaga keuangan non-bank untuk jangka waktu tertentu
yang menyediakan pembiayaan dalam bentuk barang
kebutuhan konsumen maupun dana dengan cara pembayaran
angsuran atau berkala.
e. Kartu kredit
Kartu kredit adalah kegiatan pembiayaan untuk pembelian
barang tau jasa dengan menggunakan kartu kredit sebagai
media transaksi.
2) Peranan perusahaan pembiayaan
Perusahaan pembiayaan adalah sebagai salah satu menujang
berkembangnya pertumbuhan ekonomi nasional , perusahaan
pembiayaan juga peranan yang sangat penting yaitu dalam hal
pembangunan karena dapat menampung dan menyalurkan apresiasi
dan minat masyarakat sehingga memudahkan masyarat yang ingin
melakukan suatu usaha.
Lembaga pembiayaan memiliki peranan penting dalam bidang
pembangunan karena dengan adanya lembaga pembiayaan dapat
membantu dalam proses pembangunan seperti membantu dalam
menampung minat masyarakat dimana para pelaku dan masyarakat
umum dapat lebih mudah dalam mengatasi masalah yang serimg
terjadi yaitu masalah mengenai permodalan dan keuangan.
36
Serta berperan aktif dalam pembangunan dimana perusahaan
pembiayaan ini diharapkan pelaku usaha dapat mengatasi salah
satu faktor atau kendala yang umum ditemui dalam melakukan
suatu suaha yaitu faktor permodalan.28
Beberapa fungsi yang ditimbulkan dari adanya suatu lembaga
pembiayaan yaitu untuk membantu masyrakat umum menengah ke
bawah dalam mengapresiasikan minat atau menyalurkan ide-ide
peluang usaha yang terkendala oleh biaya serta modal yang
terbatas.
Selain itu fungsi lembaga pembiayaan tidak hanya berguna
bagi masyarakat umum melainkan juga berguna untuk
pengembangan insfratuktur melalui lembaga pembiayaan para
pelaku bisnis bisa mendapatkan berbagai dana pinjaman guna
mengembangkan bisnis menjadi lebih besar.
3) Pengertian pembiayan konsumen
Pembiayaan konsumen adalah suatu pinjaman atau kredit
yang diberikan oleh suatu perusahaan pembiayaan konsumen
kepada debitur untuk pembelian barang maupun jasa yang akan
28 Siti Ismijati Jenie. 1966. Beberapa Perjanjian Yang Berkenaan Dengan Kegiataan
Pembiayaan.Yogyakarta:Bahan Penataran Dosen Hukum Perdata, Fakultas Hukum UGM. hlm.1
37
langsung dikonsumsikan oleh konsumen dan tidak bertujuan untuk
produksi atau distribusi.29
Serta terdapat unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian
pembiayaan konsumen antara lain:
1. Subjek adalah pihak-pihak yang terkait dalam hubungan
hukum pembiayaan konsumen yaitu perusahaan pembiayaan
konsumen (kreditur), konsumen (debitur) dan penyedia barang
(pemasok,supplier)
2. Objek adalah barang bergerak keperluan konsumen yang akan
dipakai untuk keperluan hidup atau keperluan rumah tangga
misalnya televisi , kulkas, mesin cuci, alat-alat dapur, perabot
rumah tangga, kendaraan bermotor.
3. Perjanjian, yaitu perbuatan persetujuan pembiayaan yang
diadakan antara pembiayaan konsumen dan konsumen serta
jual beli antar pemasok dan konsumen, perjanjian ini di
dukung oleh dokumen-dokumen.
4. Hubungan hak dan kewajiban, yaitu perusahaan barang yang
diperlukan konsumen dan membayarnya secara tunai kepada
pemasok. Konsumen wajib membayar secara angsuran kepada
perusahaan pembiayaan konsumen.
5. Jaminan itu sendiri terdiri dari jaminan utama, jaminan pokok
dan jaminan tambahan. Jamina utama berupa kepercayaan
terhadap konsumen bahwa konsumen dapat dipercaya untuk
membayar angsurannya sampai selesai. Jaminan pokok secara
fidusia berupa barang yang dibiayai oleh perusahaan
pembiayaan konsumen dimana semua dokumen kepemilikan
keentingan barang dikuasai oeh perusahan pembiayaan
konsumrn sampai angsuran terakhir dilunasi. Adapun jaminan
tambahan berpa pengakuan utang dari konsumen..30
Menurut yang telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor
9 Tahun 2009 pembiayaan konsumen adalah kegiayaan
pembiayaan yang dilakukan untuk pengadaan suatu barang
berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara
29 Kasmir. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan lainnya..Jakarta. Rajawali Pers. Jakarta
.hal.23
30
Sunaryo. 2009. Hukum Lembaga Pembiayaan. Jakarta. Sinar Grafika.Hlm.97
38
berangsur. Adapun jenis pembiayaan konsumen berdasarkan
kepemilikananya, antara lain:
1. Perusahaan pembiayaan konsumen yang merup akan
satugroup dari usaha dengan pemasok.
2. Perusahaan pembiayaan konsumen yang merupakan anak
perusahaan dari pemasok.31
Para pihak dalam perjanjian ini adalah antara lain :
a. Kreditur (pihak perusahaan pembiayaan konsumen)
Kreditur adalah perorangan atau perusahaan yang begerak
dalam bidang jasa dan layanan dengan meminjamkan dana
atau uang dimana melakukan perjanjian terlebih dahulu atau
kontrak. Kreditur juga dapat dikatakan sebagai pihak yang
memberikan kredit atau pinjaman kepada pihak lain.
Secara garis besar yang dimaksudkan dengan kreditur
adalah terdapat pihak yang memiliki tagihan kepada pihak lain
atas barang maupun jasa yang diberikannya. Dimana
didalamnya terdapat perjanjian yang mengikat antara pihak
kreditur dan debitur bahwa pihak kedua tersebut akan
mengembalikan barang atau jasa yang nilainya sama secara
tepat waktu sesuai dengan batas waktu yang telah diberikan,
pihak kedua juga biasa disebut sebagai pihak yang meminjam
dan berhutang.
31 Ibid.Hlm.97
39
Adapun golongan-golongan kreditur, antara lain sebagai
berikut:
1. Kreditur yang kedudukannya di atas kreditur pemegang
saham jaminan kebendaan.
2. Kreditur sebagai pemegang jaminan kebendaan yang
disebut sebagai kreditur sparatis. Jaminan kebendaan yang
dikenal atau diatur di indonesia adalah antara lain:
f. Gadai
g. Fidusia
h. Hak tanggungan
i. Hipotik kapalUtang harta pailit
3. Kreditur preferen khusus
4. Kreditur konsumen
b. Debitur (pihak konsumen)
Debitur adalah pihak yang berhutang kepada pihak lain
dimana debitur tersebut menerima sesuatu dari kreditur yang
dijanjikan oleh debitur dan akan dibayar kembali dimasa yang
akan datang atau debitur biasa juga dibut sebagai pihak yang
meminjam atau berhutang.
Dalam pemberian pijaman secara umum biasanya
diharuskan untuk memberikan sebuah jaminan terlebih dahulu
dari ihak debitur biasanya berupa BPKB kendaraan bermotor,
40
tanah dan lain-lain. Yang nantinya akan dipergunakan
sebagai jaminan apabila pihak debitur tidak bisa menuntaskan
kewajiban untuk membayar denga tepat waktu sesuai dengan
perjanjian yang telah dilakukan maka ihak debitur akan
melakukan penyitaan barang milik debitur serta memaksa
pihak debitur untuk melunasi dengan memaksa melakukan
pembayaran.
top related