bab ii teori dan perumusan hipotesis a. penelitian...
Post on 06-Mar-2019
219 Views
Preview:
TRANSCRIPT
10
BAB II
TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Penelitian Terdahulu
Dalam hal ini penelitian terdahulu berguna sebagai rujukan atau
referensi, bahkan sebagai bahan untuk membantu penulis dalam proses
penyusunan penelitian ini. Beberapa penelitian terdahulu yang digunakan
untuk membantu proses penyusunan penelitian ini adalah :
1. Binti Ragil Romadhoni (2016) dengan judul penelitian “Analisis
Pendapatan Pedagang Sektor Informal Di Kawasan Wisata Religi (
Studi Pada Pedagang Kaki Lima di Kawasan Makam Gus Dur Dusun
Tebuireng, Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang, Jawa Timur )
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh modal,
jam kerja, lokasi usaha, lama usaha, dan usia pedagang terhadap
pendapatan pedagang sektor informal dikawasan wisata religi.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang menggunakan
model regresi linier berganda. Hasil analisis menyatakan faktor modal
(X1), faktor jam kerja (X2), faktor lokasi usaha (X3), faktor lama
usaha (X4) , faktor usia pedagang (X5) berpengaruh signifikan
terhadap pendapatan pedagang kaki lima dikawasan wisata religi.
Sedangkan faktor usia pedagang (X5) tidak berpengaruh signifikan
terhadap pendapatan pedagang kaki lima di kawasan wisata religi
makam Gus Dur.
11
2. Antonius Y. Luntungan (2012) dengan judul penelitian “ Analisis
Tingkat Pendapatan Usaha Tani Tomat Apel di Kec. Tompoaso
Kabupaten Minahasa”; tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat
pendapatan yang diterima oleh petani tomat apel dalam setiap kali
masa tanam menggunakan regresi linier berganda untuk mengetahui
pengaruh jumlah produksi dan biaya produksi terhadap tingkat
pendapatan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah
produksi mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap
pendapatan dan biaya produksi tomat menunjukan tanda negatif dan
mempunyai pengaruh signifikan.
3. Forlin Natalia Patty (2015) “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Pendapatan Pedagang Kaki Lima” (studi empiris PKL di Sepanjang
Jln. Jendral Sudirman Salatiga). Untuk mengetahui adanya pengaruh
modal, jam usaha, lama usaha, terhadap pendapatan pedagang kaki
lima di jl. Jenderal sudirman salatiga. Metode analisis data
menggunakan metode regresi linier berganda. Kesimpulan yang bisa
ditarik dari studi ini bahwa faktor yang berpengaruh positif signifikan
terhadap pendapatan pedagang kaki lima di jl. jenderal sudirman
salatiga adalah modal, sedangkan jam kerja dan lama usaha terbukti
tidak berpengaruh terhadap pendapatan pedagang kaki lima di jl.
Jenderal sudirman salatiga.
4. Dina Aryani (2014) dengan judul penelitian “ Determinan
Pendapatan Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Jember Jawa Timur”
12
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel modal, jam
kerja, masa kerja, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga
mempunyai pengaruh terhadap pendapatan pedagang kaki lima baik
secara sendiri-sendiri (parsial) maupun secara bersama-sama
(serentak) dengan menggunakan alat analisis regresi linier berganda.
Hasil analisis uji F menunjukkan bahwa secara bersama-sama terdapat
pengaruh yang signifikan antara faktor modal (X1), jumlah jam kerja
(X2), masa kerja (X3), tingkat pendidikan (X4) dan jumlah
tanggungan keluarga (X5) terhadap pendapatan pedagang kaki lima.
Hasil analisis uji t dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara
parsial terhadap pengaruh yang signifikan dari variabel modal dan
jumlah jam kerja, masa kerja, tingkat pendidikan dan jumlah
tanggungan keluarga tidak berpengaruh signifikan terhadap
pendapatan pedagang kaki lima. Koefisien determinasi (R2) yang
menunjukkan besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variable
terikat mempunyai nilai sebesar 0,515. Berarti variabel modal, jumlah
jam kerja, masa kerja, tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan
keluarga dalam penelitian ini berpengaruh terhadap pendapatan
pedagang kaki lima sebesar 51,5% sedangkan sisanya 48,5%
dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak tercakup dalam model
penelitian ini.
13
B. Teori Dan Kajian Pustaka
1. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang
Usaha Mikro, Kecil, dan menengah (UU UMKM) Pasal 1 angka (1),
(2), dan (3) :
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang peroranga
dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha
Mikro sebagaimana diatur dalam UU UMKM.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang
bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun
tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang
memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam UU
UMKM.
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha
yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun
tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah
kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang UMKM.
Dalam perspektif perkembangannya, sektor UMKM dewasa ini dapat
14
diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu : (Sofia Hanni, 2009)
dalam Artaman (2015):
1. Livelihood Activities, merupakan UMKM yang digunakan sebagai
kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal
sebagai sektor informal. Contoh adalah pedagang kaki lima,
pedagang di pasar dll.
2. Micro Enterprise, merupakan UMKM yang memiliki sifat pengrajin
tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan.
3. Small Dinamic Enterprise, merupakan UMKM yang telah memiliki
jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan
ekspor.
4. Fast Moving Enterprise, merupkan UMKM yang telah memiliki jiwa
kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi usaha
besar.
2. Usaha Informal
Sektor informal terdiri dari unit usaha berskala kecil yang
menghasilkan dan mendestribusikan barang dan jasa dengan tujuan
pokok menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi diri sendiri
dan bahwa usahanya itu sangat dihadapkan berbagai kendala seperti
faktor modal, maupun manusia (pengetahuan) dan faktor-faktor
keterampilan.
Konsep sektor informal pada awalnya dikemukakan oleh Keith
Hart pada tahun 1971, dimana sektor informal sebagai bagian angkatan
15
kerja dikota yang berada di luar pasar tenaga kerja yang terorganisir.
Keith Hart menyatakan dua tipologi kesempatan memperoleh
penghasilan di kota, yaitu :
1. Formal, berupa ; gaji dari negara, gaji dari sektor swasta, dan
tunjangan-tunjangan pensiun.
2. Informal, meliputi ;
a. Sah, berupa ; kegiatan primer dan sekunder (pertanian,
perkebunan, penjahit, dsb.), distribusi skala kecil (pedagang
klontong, pedagang pasar, pedagang kaki lima, dsb.)
b. Tidak sah, berupa ; penadah barang curian, perjudian, pengedar
narkoba, pencurian, dsb.
Sektor informal tidak sebatas pada pekerjaan dikawasan pinggiran
kota besar, namun juga meliputi berbagai aktivitas ekonomi yang
bersifat mudah untuk dimasuki. Sektor informal mudah di masuki
karena tidak membutuhkan syarat yang rumit, karena sektor informal
menggunakan sumber daya lokal sebagai faktor produksi utama usaha
milik sendiri, skala operasi kecil, berorientasi pada penggunaan tenaga
kerja dengan penggunaan teknologi yang ada, dan keterampilan dapat
diperoleh diluar instansi pendidikan formal. Dengan demikian sektor
informal dapat dimasuki semua orang.
Sektor informal yang terdiri dari unit usaha berskala kecil yang
menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa dengan tujuan
menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi diri sendiri dan
16
dalam usahanya itu sangat dihadapkan berbagai kendala seperti faktor
modal baik fisik, maupun manusia (pengetahuan) dan faktor
keterampilan. Sektor informal biasa digunakan untuk menunjukkan
sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, tetapi bukan
perusahaan kecil. Sektor informal merupakan manifestasi dari situasi
pertumbuhan ekonomi Negara sedang berkembang. Karena mereka
yang masuk sektor ini bertujuan untuk mencari kesempatan kerja dan
pendapatan daripada memperoleh keuntungan.
3. Pedagang Kaki Lima
Menurut Alma (2007:156) istilah Pedagang Kaki Lima berasal dari
orang yang berdagang yang menggelarkan barang daganganya, mereka
cukup menyediakan menyediakan tempat darurat, seperti bangku-
bangku yang biasanya yang berkaki empat, ditambah dengan sepasang
kaki pedagangnya sehingga berjumlah lima, maka timbulah julukan
Pedagang Kaki Lima.
Pedagang Kaki Lima sangat populer di negara sedang berkembang
seperti Indonesia. Menurut Alma (2007:155) Kepopuleran PKL ini
mungkin dalam arti positif dan mungkin juga dalam arti negatif.
Positifnya, perdagangan kaki lima secara pasti dapat menyerap
lapangan pekerjaan, dari sekian banyak penganggur. Penganggur ini
mencoba berkereasi, berwirausaha dengan modal sendiri ataupun tanpa
modal. Menurutnya pedagang kaki lima ialah setiap orang yang
melakukan kegiatan usaha dengan maksud memperoleh penghasilan
17
yang sah, dilakukan secara tidak tetap , dengan kemampuan terbatas,
berlokasi di tempat atau pusat-pusat konsumen, tidak memiliki ijin
usaha. Dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Kegiatan usaha tidak teorganisir secara baik
b. Tidak memiliki izin usaha
c. Tidak teratur dalam kegiatan usaha, baik ditinjau dari tempat usaha
maupun jam kerja
d. Bergerombol di trotoar, atau ditepi-tepi jalan protokol, dipusat-
pusat dimana banyak orang ramai.
e. Menjajakan barang dagangannya sambil berteriak, kadang-kadang
berlari mendekati konsumen
Menurut Mc. Gee dalam Ishrohah (2015) Aktivitas Pedagang
Kaki Lima dapat dikategorikan berdasarkan sarana fisik yang di
peruntukan dalam usanya. Sarana fisik tersebut dikelompokan
berdasarkan:
A. Jenis barang dan jasa
Jenis dagangan pedagang kaki lima dikelompokkan menjadi
4 (empat), yaitu :
1. Makanan yang tidak diproses atau semi olahan (unprocessed and
semi processed food). Makanan tidak diproses seperti ; buah-
buahan, sayur-sayuran. Sedangkan makanan semi proses seperti
; beras, dsb.
18
2. Makanan siap saji (prepared food), seperti ; pedagang nasi pecel,
es buah, roti bakar, dsb.
3. Barang bukan makanan (non food items), seperti ; penjual kaset
DVD, penjual celana, dsb.
4. Jasa (Service), seperti ; penjahit, sol sepatu, potong rambut, dsb.
Pedagang kaki lima mampu menyediakan barang-barang yang
dibutuhkan masyarakat sehari-hari, baik kebutuhan primer maupun
sekunder. Setiap jenis barang dan jasa tersebut dapat diperinci lebih
jauh, misalnya saja kelontong terdiri dari alat-alat rumah tangga,
mainan anak, barang elektronik,aksesoris dan sebagainya. Demikian
pula jasa perorangan dapat berupa tukang stempel tukang kunci,
reparasi jam, tambal ban dan sebagainya.
B. Jenis Sarana Usaha dan Ukuran Ruangnya
Aktivitas Pedagang Kaki Lima dapat dikelompokan berdasarkan
jenis usahanya, yaitu:
1. Gerobak/kereta dorong
Bentuk aktivitas Pedagang Kaki Lima yang menggunakan
gerobak/kereta dorong dibagi atas dua macam yaitu
gerobak/kereta dorong yang tampa atap dan gerobak/kereta
dorong yang menggunakan atap untuk melindungi barang
dagangan dari pengaruh panas, debu, hujan dan sebagainya.
2. Pikulan
19
Bentuk aktivitas Pedagang Kaki Lima yang menggunakan
sebuah atau dua buah keranjang dengan cara dipikul. Bentuk
pikulan ini dapat dikategorikan dalam bentuk aktivitas jasa
informal keliling atau semi menetap, biasanya dijumpai pada
jenis makanan dan minuman.
3. Warung Semi Permanen
Bentuk aktivitas Pedagang Kaki Lima yang terdiri atas
beberapa gerobak/kereta dorong yang telah diatur sedemikian
rupa secara berderet dan dilengkapi dengan bangku-bangku
panjang dan meja. Bagian atap dan sekelilingnya biasanya
ditutup dengan pelindung yang terbuat dari kain terpal, plastik
atau bahan kain lainnya yang tidak tembus air.
4. Jongko atau Meja
Bentuk aktivitas Pedagang Kaki Lima yang menggunakan
jongko/meja sebagai sarana usahanya. Bentuknya ada yang
tampa atap dan ada pula yang beratap untuk melindungi
pengaruh dari luar. Berdasarkan sarana usaha tersebut maka jasa
sektor informal ini tergolong memiliki aktivitas jasa menetap.
5. Kios
Pedagang Kaki Lima yang menggunakan papanpapan yang
diatur sedemikian rupa sehingga menyerupai sebuah bilik semi
permanen. Para penjajanya juga biasanya bertempat tinggal di
dalamnya. Berdasarkan sarana usaha tersebut maka aktivitas
20
jasa sektor informal ini digolongkan sebagai aktivitas jasa
menetap.
6. Gelaran/ alas
Pedagang menggunakan alas untuk menggelar dagangannya.
Alas berupa ; kain, tikar, terpal dan sebagainya.
4. Teori Produksi
Kegiatan produksi ditinjau dari jangka waktunya di bedakan
menjadi tiga, pertama, jangka waktu yang sangat pendek (very short
run), yaitu yang berhubungan dengan situasi produksi dimana
perusahaan tidak dapat mengubah outputnya. Kedua, jangka pendek
(short run), yaitu situasi produksi dimana output dapat dirubah, namun
demikian ada sebagian faktor produksi yang bersifat tetap dan
sebagian lagi faktor produksinya dapat diubah. Ketiga adalah produksi
jangka panjang (long run), yaitu suatu produksi tidak hanya saja
output dapat berubah, tetapi mungkin semua input dapat diubah dan
hanya tekhnologi dasar produksi yang tidak mengalami perubahan.
Nuraini, Ida (2013:68).
a. Fungsi produksi
Setiap proses produksi mempunyai landasan teknis, yang
dalam teori ekonomi mempunyai landasan tekhnis, yang dalam
teori ekonomi disebut fungsi produksi.
Menurut Boediono (1989:64) fungsi produksi adalah suatu
fungsi atau persamaan yang menunjukan hubungan antara tingkat
21
output dan tingkat (dan kombinasi) penggunaan input-input.
Fungsi produksi dapat ditulis sebagai berilkut:
Q = f ( + + .............., )
Dimana:
Q = Tingkat Produksi
X1,X2..............Xn = berbagai input yang digunakan
Dalam teori ekonomi diambil pula asumsi dasar mengenai sifat
dari fungsi produksi yaitu fungsi produksi dari semua produksi
dimana semua produsen dianggap tunduk pada suatu hukum yang
disebut The Law of Diminishing Returns. Hukum ini mengatakan
bahwa bila suatu macam input ditambah penggunaanya sedang
input-input lain tetap maka tambahan output yang dihasilkan dari
setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan tadi mula-mula
menaik, tetapi kemudian seterusnya menurun bila input tersebut
terus ditambah.
Tambahan output yang dihasilkan dari penambahan satu unit
input variabel tersebut disebut Marginal Phsyical Product (MPP)
dari input tersebut.
MPP =
Kurva Total Phsycal Product adalah kurva yang menunjukan
tingkat produksi total (= Q) pada berbagai tingkat penggunaan
input variabel (input-input lain dianggap tetap). TPP = f (X) atau Q
= f (X). Kurva Marginal Phsyical Product (MPP) adalah kurva
22
yang menunjukan tambahan atau kenaikan dari TPP, yaitu ΔTPP
atau ΔQ, yang disebabkan oleh penggunaan tambahan 1 unit input
variabel.
Kurva Average Physical Product (APP) adalah kurva yang
menunjukan hail rata-rata per unit input variabel pada berbagai
tingkat penggunaan input tersebut.
APP =
=
=
TPP, MPP dan APP memiliki Hubungan antara ketiganya ditandai
oleh:
a. Penggunaan input X sampai pada tingkat dimana TPP cekung ke
atas (0 sampai A), maka MPP menaik demikian pula APP.
b. Pada tingkat penggunaan X yang menghasilkan TPP yang
menaik dan cembung keatas (yaitu antara A dan C) MPP
menurun.
c. Pada tingkat penggunaan X yang menghasilkan TPP yang
menurun, maka MPP negatif
d. Pada tingkat penggunaan X dimana garis singgung pada TPP
persis melalui titk origin B, maka MPP = APP maksimum.
Untuk lebih jelasnya berikut grafik hubungan TPP, MPP dan APP:
24
5. Teori Biaya Produksi
Biaya produksi tidak dapat dipisahkan dari proses produksi sebab
biaya produksi merupakan masukan atau input dikalikan dengan
harganya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ongkos produksi
adalah semua pengeluaran atau semua beban yang harus ditanggung
oleh perusahaan untuk menghasilkan suatu jenis barang dan jasa yang
siap untuk dipakai konsumen. Nuraini, Ida (2013:79).
Biaya produksi dari segi jangka waktu di bagi menjadi biaya
jangka pendek dan biaya jangka panjang. Dalam penelitian ini peneliti
hanya menggunakan biaya jangka pendek yang terbagi menjadi :
a. Biaya tetap
Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnyatidak tergantung dari
banyak sedikitnya jumlah output. Bahkan bila untuk sementara
produksi dihentikan, biaya tetap ini harus tetap dikeluarkan dengan
jumlah yang sama.
Gambar 2.2
Biaya Tetap Total
Nuraini, Ida (2013:80)
25
Biaya tetap total (TFC) dilukiskan sebagai garis lurus
(horisontal) sejajar dengan sumbu kuantiitas. Hal ini menunjukan
bahwa berapapun jumlah output yang dihasilkan, besarnya biaya
tetap total (TFC) tidak berubah yaitu sebesar n.
b. Biaya variabel
Biaya variabel merupakan biaya yang besarnya beruah-ubah
tergantung dari banyak sedikitnya output yang dihasilkan. Semakin
besar biaya jumlah output semakin besar pula biaya variabel yang
harus dikeluarkan. Biaya variabel Total (TVC) adalah biaya yang
besar kecilnya mengikuti banyak sedikitnya output yang
dihasilkan.
Gambar 2.3
Biaya Variabel Total
.
Nuraini,ida (2013:81)
Jika antara biaya tetap dan biaya variabel dijumlahkan, maka
hasilnya disebut biaya Total (TC).
26
Gambar 2.4
Biaya Total
Rp TC
TVC
TFC
Q
Nuraini, Ida (2016:82)
Jadi TC= TFC+TVC. Dalam Gambar , Total Cost (TC)
berada pada jarak vertikal di semua titik antara biaya tetap total
(TFC) dan biaya berubah total (TVC), yaitu sebesar n.
c. Biaya rata-rata
Dalam kebiasaan sehari-hari, orang beranggapan bahwa
jika biaya total tinggi identik dengan mahal dan jika biaya total
rendah identik dengan murah. Biaya tetap rata—rata dapat dihitung
dengan membagi biaya tetap total (TFC) dengan jumlah output .
AFC =
AFC = Biaya tetap Rata-rata
TFC = Biaya tetap Total
Q = Jumlah output
27
6. Teori Keuntungan Maksimum
Setiap produsen bertujuan untuk mencapai keuntungan yang
maksimum dengan biaya yang sudah ditentukan. Untuk mencapai
keuntungan maksimum ada berbagai cara diantaranya:
a. Dengan memproduksi otput pada tingkat dimana perbedaan antara
penerimaan total dengan biaya total mencapai jumlah yang
maksimum. Jika keuntungan bersih sama dengan pendapatan kotor
dikurangi dengan total biaya, maka:
Dimana:
Profit
TR = Total Revenue (pendapatan Kotor)= P X Q
TC = Biaya Total (TFC + TVC)
b. Dengan memproduksi barang sampai pada tingkat dimana
penerimaan marginal (MR) sama dengan ongkos marginal (MC)
Jika MR=
=
= TR
MC =
=
= TC
Sehingga profit maksimum dicapai pada saat MR = MC.
Nuraini, Ida (2013:86-87)
28
7. Pendapatan
Menurut Boediono (1999: 170) pendapatan atau income dari
seseorang masyarakat adalah hasil penjualannya dari faktor produksi
yang memiliki sektor produksi.
Sukirno (2004: 350) mengemukakan bahwa pendapatan dibagi
menjadi dua yaitu gaji dan upah. Upah diartikan sebagai pembayaran
atas jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan oleh tenaga kerja
kepada para pengusaha sedangkan gaji adalah pembayaran kepada
pekerja-pekerja tetap dan tenaga kerja profesional seperti pengawas
pemerintah, dosen, guru, manajer, akuntan dan lain-lain.
Maksud dari definisi diatas adalah pendapatan dapat dihasilkan
melalui berbagai kegiatan usaha, baik yang berasal dari usaha
perdagangan, jasa maupun profesi yang akan berpengaruh terhadap
peningkatan kotor(laba bruto).
Sedangkan definisi pendapatan revenue adalah kenaikan inflows
dari aktiva yang berasal dari operasi kegiatan normal perusahaan.
Dalam definisi ini terdapat pebatasan yang jelas mengenai sumber
dana yang dapat digilongkan sebagai revenue dan sumber dana yang
tidak dapat digilongkan sebagai revenue.
Secara garis besar pendapatan digolongkan menjadi tiga
(Boediono, 2002), yaitu :
29
a. Gaji dan Upah
Yaitu imbalan yang diperoleh setelah orang tersebut melakukan
pekerjaan untuk orang lain yang diberikan dalam waktu satu hari, satu
minggu ataupun satu bulan.
b. Pendapatan dari usaha sendiri
Merupakan nilai total dari hasil produksi yang dikurangi dengan
biaya-biaya yang dibayar. Usaha disini merupakan usaha milik sendiri
atau kelurga. Tenaga kerja berasal dari anggota keluarga sendiri serta
nilai sewa capital milik sendiri dan semua biaya ini biasanya tidak
diperhitungkan.
c. Pendapatan dari usaha lain
Pendapatan yang diperoleh tanpa mencurahkan tenaga dan
biasanya merupakan pendapatan sampingan, antara lain :
1. Pendapatan dari hasil menyewa asset yang dimiliki seperti rumah,
tanah, mobil, dan sebagainya.
2. Bunga dari uang.
3. Sumbangan dari pihak lain.
4. Pendapatan dari pensiun.
8. Modal
Modal merupakan salah satu elemen yang penting yang harus
mendapat perhatian oleh pihak manajemen perusahaan dalam
menjalankan kegiatan usaha. menurut Kasmir (2010:83) untuk
30
mendirikan atau menjalankan suatu usaha diperlukan sejumlah modal
(uang) dan tenaga (keahlian). Modal dalam bentuk uang diperlukan
untuk membiayai segala keperluan usaha, sedangkan modal keahlian
adalah keahlian dan kemampuan seseorang untuk mengelola atau
menjalankan suatu usaha. Besarnya modal yang diperlukan tergantung
dari jenis usaha yang akan digarap, jenis usaha menentukan besarnya
jumlah modal yang diperlukan. Menurut Zimmerer, Dkk (2009:217)
modal (capital) adalah segala sesuatu bentuk kekayaan yang
digunakan untuk memproduksi kekayaan yang lebih banyak lagi untuk
usahanya. Zimmerer, Dkk mengklasifikasikan 3 jenis modal yaitu :
a. Modal Tetap adalah modal yang diperlukan untuk membeli aset
tetap atau permanen seperti bangunan, tanah, komputer dan
perlengkapan
b. Modal kerja adalah modal kerja adalah modal yang dibutuhkan
untuk mendukung operasi perusahaan dalam jangka pendek.
Sutrisno (2007:39) juga menyatakan bahwa Modal kerja adalah
dana yang diperlukan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan
operasional perusahaan sehari-hari, seperti pembelian bahan baku,
pembayaran upah buruh, membayar hutang dan pembayaran
lainnya.
c. Modal Pertumbuhan adalah modal yang dibutuhkan untuk
membiayai pertumbuhan atau perkembangan perusahaan ke arah
yang baru.
31
Menurutnya ketiga jenis modal ini saling berkaitan, masing-
masing memiliki sumber, ciri, dan pengaruh tertentu pada perusahaan
dan pertumbuhan jangka panjangnya yang berbeda-beda dan harus
disadari oleh wirausahaan.
9. Pariwisata
Undang-undang Nomor 10 tahun 2009 menyebutkan pariwisata
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk
pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang
berhubungan dengan penyelenggara pariwisata. Dengan tujuan
kepariwisataan yaitu:
a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
b. Meningkatkan kesejahteraan rakyat.
c. Menghapus kemiskinan
d. Mengatasi pengangguran
e. Melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya.
f. Memajukan kebudayaan.
g. Mengangkat citra bangsa.
h. Memupuk rasa cita tanah air
i. Memperkukuh jatidiri dan kesatuan bangsa.
j. Mempererat persahabatan antar bangsa.
Untuk mengembangkan kegiatan wisata daerah, tujuan wisata
harus memiliki:
32
a. Objek dan daya tarik wisata
b. Transportasi dan infrastruktur
c. Akomodasi (Tempat Menginap)
d. Jasa pendukunglainnya dalam hal yang mendukung kelancaran
berwisata, misal: biro perjalanan, cinderamata, informasi,
pemandu, kantor pos, bank. Penukaran uang, internet, wartel,
pulsa, salon dan lain-lain.
Menurut karyono (1997:95-99 adopsi Prasiasa Dewa, (2013:90)
ada sejumlah keuntungan yang di peroleh dalam pengembangan
pariwisata dengan melibatkan masyarakat yakni:
a. Semakin luasnya kesempatan usaha.
b. Semakin luasnya lapangan kerja.
c. Meningkatnya pendapatan masyrakat dan pemerintah.
d. Mendorong pelestarian budaya dan peninggalan sejarah.
e. Terpeliharanya keamanan dan ketertiban.
f. Mendorong peningkatan dan pertumbuhan dalam bidang
pengembangan sektor lainnya, dan
g. Memperluas wawasan nusantara serta memperkokoh persatuan
dan kesatuan bangsa, serta menumbuhkan asa cinta tanah air.
Pendapat lain juga dikemukakan oleh (Spillane, 1987:21)
pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat
sementara, dilakukan, dilakukan perorangan maupunkelompok,
33
sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan
dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam, dan
ilmu.
10. Pelaku Pariwisata
Dalam Undang-undang No. 10 tahun 2009, Usaha Pariwisata
adalah usaha yang menyediakan barang dan / jasa bagi pemenuhan
kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. Sedangkan,
yang dimaksud dengn pengusaha pariwisata adalah orang atau
sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata.
Pelaku pariwisata adalah setiap pihak yang berperan dan terlibat
dalam kegiatan pariwisata. Adapun yang menjadi pelaku pariwisata
menurut Damanik (2006:19-24) adalah :
a. Wiatawan; adalah konsumen atau pengguna produk dan layanan,
wisatawan memiliki beragam dan latar belakang (minat, ekspektasi,
karateristik, sosial, ekonomi budaya dan sebagainya) yang berbeda-
beda dalam melakukan kegiatan wisata. Dengan perbedaan
tersebut, wisatawan menjadi pihak yang menciptakan permintaan
produk dan jasa wisata
b. Industri pariwisata/ penyedia jasa; yaitu semua usaha yang
menghasilkan barang dan jasa bagi pariwisata. Mereka dapat
digolongkan ke dalam dua golongan utama, yaitu:
1. Pelaku langsung yaitu usaha-usaha wisata yang menawarkan
jasa secara langsung kepada wisatawan atau jasanya langsung
34
dibutuhkan oleh wisatawan. Termasuk dalam kategori ini adalah
Hotel, restoran, biro perjalanan, pusat informai wisata, atraksi
hiburan, dan lain-lain.
2. Pelaku tidak Langsung, yaitu usaha yang mengkhususkan
diripada produk-produk yang secara tidak langsung mendukung
pariwisata, misalnya usaha kerajinan tangan, penerbit buku, ,
lembaran panduan wisata dan lain-lain.
c. Pendukung Jasa wisata, adalah usaha yang tidak secara khusus
menawarekan produk dan jasawisata tetapi serig kali bergantung
pada wisatawan sebagai pengguna jasa dan produk itu. Termasuk
didalamnya adalah penyedia jasa fotoghrafi, jasa kecantikan,
olahraga, penjualan BBM dan lain-lain.
d. Pemerintah; sebagai pihak yang mempunyai otoritas dalam
pengaturan, penyediaan, dan peruntukan berbagai infrastruktur
yang terkait dengan kebutuhan pariwisata. Tidak hanya itu,
pemerintah juga bertanggung jawab dalam menentukan arah yang
dituju perjalanan pariwisata.
e. Masyarakat Lokal; adalah masyarakat yang bermukim dikawasan
wisata. Mereka merupakan salah satu aktor penting daam
pariwisata karena sesungguhnya merekalah yang akan
menyediakan sebagaian besar atraksi sekaligus menentukan
kualitas produk wisata. Selain itu, masyarakat lokal merupakan
pemilik langsung atraksi wisata yang dikunjungi sekaligus
35
dikonsumsi oleh wisatawan, air tanah, hutan dan lanskap yang
merupakan sumber daya pariwisata yang dikonsumsi oleh
wisatawan dan pelaku wisata lainnya berada ditangan mereka.
f. Lembaga Swadaya Masyarakat; merupakan organisasi non-
pemerintah yang sering melakukan aktifitas kemasyarakatan di
berbagai bidang, termasuk di bidang pariwisata, seperti WWF
untuk perlindungan orang utan di Kawasan Bahorok Sumatera
Utara atau di Tanjung Puting kalSel, kelompok pecinta alam dan
lai-lain
C. Hubungan Antara Variabel Independen dengan Variabel Dependen
1. Modal (X1) dengan Pendapatan (Y)
Menurut swata (200:201) dalam samsul ma’rif (2013) Setiap usaha
membutuhkan untuk operasional usaha yang bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan maksimal. Dalam kegiatan penjualan
semakin banyak produk yang dijual berakibat pada kenaikan
keuntungan. Untuk meningkatkan produk yang dijual suatu usaha
harus membeli jumah barang dagangan dalam jumlah besar. Untuk itu
dibutuhkan tambahan modal untuk membeli barang dagangan atau
membayar biaya operasional agar tujuan pewirausaha meningkatkan
keuntungan dapat tercapai sehingga pendapatan dapat meningkat.
Sedangkan Nazir (2010) dalam forlin (2015) mengatakan bahwa
modal merupakan variabel paling berpengaruh terhadap pendapatan
pedagang kaki lima, hal ini karena ketika modal usaha ditambahkan,
36
maka pedagang bisa membeli barang dalam jumlah yang besar dan
lebih bervariatif sesuai dengan kebutuhan pembeli sehingga penjualan
meningkat yang juga berdampak pada meningkatnya pendapatan.
2. Jam Kerja (X2) dengan Pendapatan (Y)
Menurut Priyandika (2015) dalam Forlin (2015) jam kerja adalah
jumlah atau lamanya waktu yang dipergunakan oleh pedagang kaki
lima untuk berdagang atau membuka usaha mereka untuk melayani
konsumen setiap harinya.. jumlah jam kerja dari pedagang kaki lima
juga mempengaruhi pendapatannya. Seseorang dianggap bekerja
penuh (ful employment) apabila ia bekerja 39-40 jam/minggu. Ini
adalah ukuran pegawai negeri, sedangkan pedagang kaki lima sering
bekerja dari 40 jam/minggu, dan sering tidak mengenal hari libur
lainnya. Jadi mereka lebih dari penuh tetapi pendapatannya tetap kecil
(Partadiredja, 1994:230) dalam Dina (2014). Dengan demikian, yang
dimaksud dengan jam kerja dalam penelitian ini adalah waktu yang
digunakan oleh pedagang kaki lima untuk melakukan aktivitas
operasional usahanya dalam satu hari kerja
3. Lama Usaha (X3) dengan Pendapatan (Y)
Damayanti (2011) dalam Forlin (2015) mengatakan bahwa lama
usaha adalah jangka waktu pengusaha dalam menjalankan usahanya
atau masa kerja seseorang dalam menekuni suatu bidang
pekerjaan.Menurut Priyandika (2015) dalam Forlin (2015), lama usaha
adalah lamanya seorang pelaku usaha atau bisnis menekuni bidang
37
usahanya. Sehingga definisi lama usaha dalam penelitian ini adalah
jangka waktu atau lamanya waktu seorang pedagang kaki lima dalam
menjalankan usahanya sejak mulai dijalankan usahanya. Lama seorang
pedagang atau pelaku usaha lain dalam menekuni bidang usahanya
akan mempengaruhi produktivitasnya sehingga dapat menambah
efisiensi dan menekan biaya produksi lebih kecil dari pada penjualan
(Firdausa, 2012).
4. Pendidikan (X4) dengan Pendapatan (Y)
Pendidikan merupakan salah satu unsur penentu, tingkat
pendidikan dapat merubah sikap dan prilaku, dapat pula meningkatkan
pola pikir, menyerap serta mengembangkan informasi yang
didapat.Sehingga dapat membawa perubahan dalam usaha yang
dibangun atau sedang dijalani oleh pelaku usaha. (Tambunan,
2002:53). Sedangkan Basrowi (2011:21) menyimpulkan bahwa
pendidikan merupakan salah satu faktor yang menunjang keberhasilan
usaha skala kecil, dengan asumsi bahwa pendidikan yang lebih baik
akan memberikan pengetahuan yang lebih baik dalam mengelola
usaha, dengan ini akan berdampak pada peningkatan pendapatan
pelaku usaha Pedagang Kaki Lima.
38
D. Kerangka pemikiran :
Gambar 2.5
Kerangka Pemikiran
E. Hipotesis
H0 = Diduga variabel Modal, Jam Kerja, Lama Usaha dan Pendidikan
tidak berpengaruh terhadap Pendapatan
Ha = Diduga variabel Modal, Jam Kerja, Lama Usaha dan Pendidikan
berpengaruh positif terhadap Pendapatan
Modal (X1)
Jam Kerja (X2)
Lama Usaha (X3)
Pendidikan (X4)
Pendapatan (Y)
top related